Pendekar Samurai 3 Kera Putih Bagian 3
Kumala Biru bangkit dari tempat duduknya lalu
memberi hormat.
"Kami akan menghibur pendekar muda,"
katanya dengan suara merdu.
Yoko menatap kepada gadis-gadis cantik itu. Si Mawar
Merah memegang alat tetabuhan, di sisinya duduk
Cahaya Kuning lalu si Gagak Hitam. Si Putih Salju pun
memegang alat tetabuhan. Seorang gadis yang192
memegang alat tetabuhan samishen dan kawannya
yang duduk di sisinya, Yoko belum kenal. Mereka
memakai baju berwarna hijau dan ungu.
Tiba-tiba Kumala Biru bertanya:
"Nama apakah Yoko-san8 berikan kepada si
Hijau dan si Ungu?"
"Aku tidak tahu. Kepalaku sedang pening,"
sahut Yoko lalu menjatuhkan dirinya di atas tatami di
tengah-tengah gadis-gadis itu.
Si Kumala Biru duduk di sisi Yoko.
"Bila Yoko-san tidak memberikan mereka nama,
mereka akan merasa seperti dianaktirikan," kata gadis
berbaju biru.
Tiba-tiba Yoko menunjuk ke arah gadis berbaju hijau.
"Dia kunamakan si Hijau Lumut dan dia si
Mustika Ungu," kata Yoko sekenanya.
Gadis-gadis itu menepuk tangan.
"Itulah baru adil," sela si Mawar Merah.
Setelah tepuk tangan berhenti Kumala Biru memberi
isyarat dengan tangannya kepada kawan-kawannya.
8 Imbuhan pada nama yang mengesankan keakraban193
Tiga gadis yang memegang alat tetabuhan bersiap
siap untuk memainkan lagu. Tidak lama kemudian
terdengar bunyi tetabuhan itu. Gadis-gadis lainnya.
bangkit berdiri lalu menari dihadapan Yoko.
Gerakan tangan serta gaya pinggul gadis-gadis cantik
itu sangat indah mengikuti irama lagu. Ketika itu Yoko
merasa bagaikan kesasar masuk ke dalam harem9
Sultan Bagdad. Kedua matanya memandang penari
penari cantik itu.
Tiba-tiba ia terkejut! Gaya dan gerakan gadis-gadis itu
sama benar seperti tarian Dewi Uzume di lembah
gunung Aso san.
"Hentikan !" seru Yoko.
Mendadak suara tetabuhan berhenti dan para penari
itu dengan heran menghampiri Yoko.
"Mari, duduk didekatku," kata Yoko.
Gadis-gadis itu meluruk ke arah Yoko.
"Aku sangat kagum melihat tarian kalian," kata
Yoko. "Siapakah yang mengajarkan kalian?"
9 Sekolah khusus keputrian, sering disalah artikan sebagai lumbung wanita194
Tiba-tiba wajah-wajah cantik itu nampak tegang.
Mereka membisu seribu bahasa.
"Mengapa? Apakah kalian harus merahasiakan
guru tarimu?" tanya Yoko yang melihat perubahan
wajah gadis-gadis itu.
"Yoko-san, harap kau suka maafkan. Kami tidak
dapat memberitahukan guru tari kami karena dilarang
oleh Kera Putih. Bila kami membantah kami akan
mendapat hukuman. Kera Putih sangat kejam bila
menghukum orang," kata Kumala Biru.
"Kalian tidak perlu menerangkan karena aku
suda tahu. Guru tarimu adalah... dewi Uzume."
Ketujuh pasang mata membelalak.
"Yoko-san kenal dewi Uzume?" tanya Kumala
Biru.
"Dewi Uzume adalah musuh besarku!" seru
Yoko.
Ketujuh gadis itu terdiam. Kumala Biru tak berani
bersuara lagi.
Yoko menjalarkan matanya ke arah gadis-gadis cantik
itu. Satu demi satu ditatapnya.195
"Aku mengenali tarian dewi Uzume. Suatu
tarian yang sangat indah dimana tersembunyi ilmu
pukulan yang dahsyat. Dewi Uzume telah mencipta
kan tarian itu berdasarkan gerakan Karate. Aku
namakan itu Tarian Maut."
Yoko terdiam sejenak.
"Selainnya menari kalian pandai juga ber
tempur. Bagaimana jika kita berlatih di luar gua,"
menantang Yoko yang ingin mengetahui kepandaian
tujuh gadis itu.
"Kami hanja bisa menari saja, Yoko-san," kata
Kumala Biru.
"Kini kau tidak dapat lagi berdusta. Lekas
ambilkan aku sebilah pedang samurai. Bila kalian
khawatir dimarahkan Kera Putih, beritahukan
padanya bahwa aku mengajak kalian bermain-main di
luar gua," kata si pemuda.
Kumala Biru bangkit berdiri. Ia memberi isyarat
kepada rekan-rekannya. Dengan serentak gadis-gadis
itu bangkit berdiri dan meninggalkan kamar Yoko.
Tidak lama kemudian gadis-gadis itu masuk kembali ke
dalam kamar Yoko. Nampak di punggung gadis-gadis196
itu menonjol gagang pedang samurai. Kumala Biru
membawa sebilah pedang untuk Yoko.
Yoko bangkit berdiri lalu mengambil pedang dari
kedua tangan Kumala Biru.
"Bagaimana, apakah Kera Putih mengijinkan
kalian bermain-main dengan aku di luar gua?" tanya
Yoko.
Kumala Biru menganggukkan kepalanya. Wajah si
gadis nampak sungguh-sungguh. Ia tidak tersenyum
maupun tertawa.
"Mari kita menuju kemulut gua," kata Yoko
sambil berjalan keluar. Ketujuh gadis itu mengikuti
dari belakang.
Tiba di mulut gua Yoko menuju ke lapangan yang
terletak tidak jauh dari situ.
Yoko menjejakkan kedua kakinya di tanah hingga
tubuhnya mencelat ke tengah-tengah lapangan. Suatu
lompatan tinggi yang sangat indah!
Ketujuh gadis-gadis itu pun berlari-lari ketengah
tengah lapangan dan berdiri mengitari si pemuda.197
Yoko menghunus pedang samurainya. Hampir
bersamaan saat di udara berkelebat tujuh sinar
pedang gadis-gadis itu.
"Baiklah kita mulai," seru Yoko. "Aku persilakan
kalian menyerang dahulu."
Baru saja Yoko selesai berkata, tiba-tiba Kumala Biru
dan Mawar Merah melompat menerjang si pemuda.
Sinar pedang berkelebat menikam punggung dan
pinggang si pemuda.
Tenang-tenang sambil tertawa Yoko menyambut
pedang kedua gadis itu.
Kumala Biru dan Mawar Merah menjadi gusar bahwa
serangan mereka dengan mudah dapat dielakkan.
Kedua gadis itu menyerang pula. Gerakannya indah
sekali, sambaran pedang nampaknya perlahan namun
tekanannya keras!
Yoko terkejut. Pedang Yoko berkelebat menghantam
kedua pedang itu. Keras lawan keras!
Percikan api keluar dari bentrokan ketiga senjata dan
menerbitkan suara.
Kedua gadis itu mencelat ke belakang. Tiba-tiba
Kumala Biru berteriak nyaring. Dengan serentak
ketujuh gadis cantik itu menyerang si pemuda. Tujuh198
pedang samurai dari berbagai-bagai jurusan kini
mengancam tubuh Yoko.
"Aha, ini baru namanya bertempur," seru Yoko.
Bagaikan seekor kumbang di antara kumpulan bunga,
Yoko mencelat ke sana kemari. Pedangnya yang
dipegang dengan kedua tangan membabat keempat
penjuru angin. Suara beradunya senjata-senjata
terdengar sangat dak-sjat.
Makin lama pertempuran makin sengit. Gadis-gadis
itu bertempur dengan nekat. Pedang-pedang samurai
mereka menderu-deru membeset udara mengancam
tempat-tempat kelemahan si pemuda.
Yoko sangat sibuk melayani ketujuh gadis itu. Bila
bukan Yoko yang bertempur pasti orang itu sudah
dikalahkan, namun pendekar samurai dengan wajah
berseri-seri melumpuhkan tiap-tiap serangan maut
itu.
Sekonyong-konyong ketujuh gadis itu dengan
serentak melompat ke belakang. Dengan melintang
kan pedang di muka dada ketujuh gadis itu berdiri
bagaikan macan-macan betina. Wajah-wajah nan
cantik berubah menjadi buas.199
Tidak lama kemudian Kumala Biru memberi isyarat.
Taat kepada komando sang pemimpin gadis-gadis itu
menyerang pula si pemuda. Gadis-gadis itu merubah
siasat bertempurnya.
Yoko bersiul, karena ia kagum melihat tipu-tipu
penjerangan yang aneh-aneh tapi luar biasa dahsyat
nya.
"Inilah hasil karya dewi Uzume," katanya di
dalam hati.
Silih berganti dalam formasi dua-dua, Cahaya Kuning
dengan Kumala Biru, Mawar Merah dengan Putih
Salju, Gagak Hitam dengan Hijau Lumut bagaikan
sepasang burung elang, mereka menyerang Yoko.
Mustika Ungu melontarkan tikaman geledek jika
melihat tempat lowong.
Karena Yoko memiliki ilmu pedang yang tak ada
taranya, maka diserang secara hebat ia tidak menjadi
gugup. Gelombang maut itu selalu menemukan
kegagalan.
Dari tadi Yoko hanya mengerahkan beberapa bagian
dari tenaganya. Kini ia menambahkan tenaganya
dengan beberapa bagian pula. Begitu pedang Yoko
berkelebat gadis-gadis yang menghadapinya200
merasakan bagaikan gunung Kotohiki ambruk ke arah
mereka. Tekanan pedang Yoko bukan main kerasnya.
Pendekar Samurai 3 Kera Putih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Gadis-gadis itu terperanjat. Mereka mundur beberapa
langkah. Serangan formasi dua sudah dilumpuhkan
oleh Yoko. Namun mereka belum mau menjerah
kalah. Cepat-cepat mereka memperkokoh daya tahan
mereka, karena Yoko lompat menggempur.
Dari atas pohon yang lebat nampak sepasang mata
menatap kearah medan pertempuran.
"Sungguh tinggi ilmunya Yoko," kata Kera Putih
dalam hatinya sambil terus mengikuti dengan mata
nya pertempuran si pemuda melawan tujuh gadis
jelita.
"Aku tidak akan kecewa menurunkan dia ilmu
gaib yang aku telah ciptakan untuk diriku sendiri.
Yoko, Yoko... bila kau telah menjalankan perintahku,
akan... kubunuh kau!"
Dalam pada itu pertempuran berjalan terus. Sinar
pedang-pedang nampak berkelebatan bagaikan
halilintar membelah langit, hebat sekali.
Tiba-tiba Yoko berteriak keras. Ia mencelat tinggi ke
udara lalu hinggap di mulut gua. Yoko insyaf bahwa ia
harus menghentikan pertempuran itu karena201
pertempuran sudah berubah sifatnya dari latihan
menjadi pertempuran nekat-nekatan. Bila ia melayani
terus gadis-gadis itu pasti akan terjatuh korban
korban.
Dengan wajah beringas gadis-gadis itu berlari-lari
menerjang ke mulut gua. Tetapi Yoko menyarungkan
pedangnya.
"Cukup!" seru Yoko. "Aku ingin beristirahat."
Segera Yoko berjalan masuk kedalam gua. Tujuh gadis
jelita menyarangkan masing-masing pedangnya lalu
mengikuti si pemuda.
Tiba di muka pintu kamar Yoko, Kumala Biru
menghampiri si pemuda.
"Apakah Yoko-san masih memerlukan kami?"
tannyanya.
"Terima-kasih, kalian boleh mengundurkan
diri," sahut Yoko, lalu melangkah masuk ke dalam
kamarnya. Ia mengunci pintu kamar itu. Pedang yang
dipinjamnya masih tergenggam ditangan kanannya.
"Kebetulan aku tidak mempunyai senjata. Bila
aku meninggalkan lembah Kankakei, pedang ini baru
kukembalikan kepada Kera Putih," kata si pemuda
seorang diri.202
Dia gantungkan pedang samurai itu pada dinding
dekat pembaringannya. Kemudian dengan tersenyum
ia jatuhkan dirinya di atas kasur yang empuk.
***
Pada keesokan malam, Kera Putih mengajak Yoko ke
sebuah ruangan rahasia. Mereka mendaki tangga
kayu.
"Aku tidak mengijinkan sembarang orang
mendaki tangga ini yang menuju ke ruangan rahasia.
Bila ada seorang pelayanku yang berani membantah,
akan kujatuhkan hukuman keras," menerangkan Kera
Putih. "Lagipula tidak ada seorang pelayan pun, yang
berani masuk kedalam ruangan rahasia karena..." Kera
Putih tidak meneruskan kata-katanya.
"Karena apa? Ada apakah dalam ruang rahasia
itu ?" tanya Yoko.
"Sebentar akan kau lihat sendiri," sahut Kera
Putih. Nampak senyuman iblis tersungging di kedua
bibirnya.203
Tiba di atas Kera Putih melangkah menghampiri
sebuah pintu. Pintu itu tidak dikunci. Orang tua itu
mendorong daun pintu dan mempersilakan Yoko
masuk. Beberapa buah pelita yang mengeluarkan
cahaya remang-remang menerangi ruang besar itu
yang merupakan bangsal. Nampak beberapa meja
berbaris ditengah-tengah ruangan. Di atas dua meja
yang paling ujung nampak sesuatu ditutup dengan
sehelai kain putih. Lebih jauh didekat dinding terdapat
sebuah lemari besar dicat putih.
Kera Putih menuju ke meja di ujung. Yoko mengikuti.
Tiba dihadapan meja di mana terdapat sesuatu yang
di tutupi kain putih, Kera Putih berpaling kepada Yoko.
"Jangan, kaget, Yoko. Aku akan buka tutup kain
ini," katanya.
Perlahan-lahan Kera Putih mengangkat tutup kain itu.
"Mayat?" seru Yoko terperanjat.
Ternyata di atas meja itu terlentang mayat seorang
nenek.
"Dia isteriku, Yoko," menerangkan Kera Putih.204
"Bilakah isterimu meninggal?" tanya Yoko
sambil memandang wajah nenek yang sudah keriput
itu.
"Sudah beberapa bulan dia terlentang disini,"
sahut Kera Putih.
"Mengapakah tidak kau urus sebagaimana
mestinya?" tanya Yoko heran. Tiba-tiba kedua
matanya terbelalak. "Hei, aneh! Kau mengatakan
isterimu sudah beberapa bulan meninggal, tetapi
mengapakah mayatnya tidak rusak?"
"Karena ilmu gaibku, maka tubuh isteriku tidak
rusak selama itu," sahut Kera Putih. Kelihatan Yoko
masih terheran-heran. "Jadi kau ingin menurunkan
padaku ilmu gaib yang dapat membikin mayat tidak
rusak?" tanya si pemuda.
Kera Putih menggelengkan kepalanya.
"Kau salah menerka, Yoko. Apakah kau kira aku
ingin mendirikan sebuah museum mayat-mayat orang
seperti mummie10 di negara Mesir?"
Orang tua misterius itu menutupi pula tubuh isterinya
dengan kain tutupan, lalu ia menghampiri meja yang
paling ujung. Ia mengangkat tutup kain itu. Nampak
10 Dendeng manusia khas Mesir205
tubuh seorang pemuda terlentang di atas meja itu.
Wajah pemuda itu cakap, tubuhnya kekar.
"Pemuda ini sudah lima tahun berbaring di sini,"
menerangkan Kera Putih.
"Apa?! Sudah lima tahun?!" seru Yoko.
"Siapakah gerangan pemuda itu?"
"Kau tidak kenal pemuda itu. Karena di waktu ia
meninggal, kau masih berada di pulau Okinawa,"
sahut Kera Futih.
"Hei, dari siapa kau mengetahui aku berasal dari
pulau Okinawa?" tanya Yoko curiga.
"Ah, kau sangat bercuriga Yoko. Siapa lagi jika
bukan dewi Uzume yang menerangkan padaku,"
jawab orang tua itu.
Kera Putih mengawasi sejenak wajah pemuda cakap
itu. Nampak kedua matanya bercahaya. Senyum iblis
tersungging pula dibibirnya. Kemudian ia menutup
tubuh anak muda itu.
"Mari kita bicara di ruang bawah," mengajak
Kera Putih.206
Yoko mengikuti Kera Putih meninggalkan ruangan
rahasia itu, menuju ke tangga. Mereka turun dari
tangga. Tiba di bawah Kera Putih berkata:
"Aku akan memperlihatkan kau binatang yang
mendukung kau kepulau ini."
"Dimana kau menaruh binatang bedebah itu!"
"Ah, kau mengatakan binatang kesayanganku
bedebah. Aku sangat berterima-kasih kepada
binatang itu, maka aku telah menamakan diriku Kera
Putih," kata orang tua itu.
Kera Putih membelok ke arah timur. Berjalan
beberapa puluh langkah nampak binatang kera itu
duduk di dalam ruang berdinding tembok, di belakang
pintu berjeruji besi. Nampak kedua matanya
menyorot merah.
"Kau tidak selot jeruji besi itu?" tanya Yoko
ketika ia berdiri dihadapan pintu ruang.
"Perlu apa kuselot. Dia tidak akan keluar jika
tidak ku perintahkan," kata orang tua itu.
Sejenak Yoko menatap ke arah kera raksasa, lalu ia
mengajak Kera Putih meninggalkan tempat itu.207
Tiba di ruang muka, Kera Putih memanggil Kumala
Biru. Ia memerintahkan mengambil teh.
Yoko duduk di atas tatami di hadapan meja kecil. Kera
Putih pun duduk berhadap-hadapan dengan Yoko.
Tidak lama kemudian Kumala Biru melangkah masuk
dengan membawa baki terisi teko teh dan dua buah
cawan berwarna hijau.
"Biru, kau boleh mengundurkan diri." kata Kera
Putih, ketika si gadis selesai menuangkan air teh
kedalam cawan-cawan di atas meja pendek.
Kumala Biru membungkukkan tubuhnya lalu
meninggalkan ruangan tersebut.
"Kau telah melihat dua mayat tadi. Setiap waktu
aku dapat hidupkan kembali kedua orang itu," kata
Kera Putih.
"Jadi kau dapat menghidupkan kembali orang
yang sudah mati?" tanya Yoko heran.
"Bila mayat orang itu sebelum rusak berada di
dalam tanganku."
"Mengapakah kau tidak menghidupkan pula
kedua orang itu ?" tanya Yoko.208
"Sebenarnja isteriku tidak mati. Aku bikin
seluruh anggota tubuhnya tidak bekerja supaya dia
dapat beristirahat. Dan pemuda itu sudah meninggal
dunia, bila aku hidupkan kembali pasti akan menerbit
kan kegemparan di negera ini. Bila sampai ke telinga
Shogun bahwa aku dapat menghidupkan orang yang
sudah mati, aku tidak akan hidup tentram pula."
"Kera Putih, aku menerima tawaranmu. Aku
ingin pelajari ilmu gaib itu karena ilmu itu besar
faedahnya. Bila aku sudah dapat menguasai ilmu gaib
itu aku akan menghidupkan manusia-manusia yang
mati," kata Yoko dengan jujur.
Kera Putih bersenyum iblis.
Pendekar Samurai 3 Kera Putih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Memang aku sudah yakin bahwa kau akan
menerima tawaranku. Itu baru satu ilmu yang aku
terangkan dan ilmu yang kedua lebih hebat."
"Apakah itu? Ilmu untuk apa?" tanya Yoko
penasaran.
"Yoko, aku telah berhasil mendapatkan ilmu
menghidupkan orang yang sudah mati pada dua puluh
lima tahun yang lalu tapi aku ingin hidup tanpa bisa tua
dan mati. maka aku telah mencari tahu terus hingga
memakan waktu dua puluh tahun pula. Beruntung aku
berhasil."209
"Tetapi mengapa kau terlihat tua? Wajahmu
sudah kisut, rambutmu sudah putih dan tubuhmu
sudah bongkok?" tanya Yoko sambil tertawa.
"Karena orang lain yang harus mempermuda
kembali diriku. Maka aku telah mencari orang itu
selama lima tahun. Kini aku sangat girang bahwa aku
telah menemukan engkau. Engkaulah yang harus
mempermuda tubuhku," sahut Kera Putih. Kedua
matanya yang kecil sipit menatap tajam ke arah si
pemuda.
Yoko terdiam. Ia sedang memikirkan kata-kata Kera
Putih.
"Bagaimana Yoko? Apakah kita dapat bekerja
sama? Bukan saja aku yang dapat menikmati hasil
jerih-payahku selama lima puluh tahun itu, tetapi
engkau pun dapat menikmatinya bila kita bekerja
sama. Kini aku sudah tua, tugas engkau untuk
mempermuda diriku, bila kelak kau tua akulah yang
akan mempermuda dirimu. Begitu terus silih berganti
dan kita akan hidup terus sampai dunia kiamat," kata
Kera Putih.
"Kita akan menjadi manusia-manusia yang tidak
bisa mati," menegaskan Yoko.210
"Sungguh tepat kata-katamu. Manusia yang
tidak bisa mati... Ha-ha-ha... Manusia yang tidak bisa
mati..." kata Kera Putih sambil tertawa terbahak
bahak.
Yoko menghirup cawannya. Ia masih belum dapat
mempercayai kebenaran pembicaraan Kera Putih.
"Coba kau terangkan caranya bagaimana kita
dapat menjadi manusia-manusia yang tidak bisa
mati," ujarnya.
Orang tua misterius itu terdiam sejenak. Iapun
menghirup cawannya.
"Yoko," akhirnya ia berkata. "Sebenarnya bukan
ilmu gaib yang aku akan pelajarkan padamu tetapi
ilmu bedah. Baiklah aku akan menerangkan caranya.
Misalnya kau akan mempermuda diriku. Pertama kau
membutuhkan tubuh dua mayat laki-laki muda yang
belum rusak. Anggota badan yang sudah tidak bekerja
hingga mengakibatkan kematian orang itu kau tukar
dengan anggota tubuh dari mayat yang satunya lagi
yang masih dapat bekerja. Kemudian otakku kau
bedah lalu tukar dengan otak orang itu. Setelah itu kau
menghidupkan semua jalan-jalan darah. Bila darah
sudah mengalir sebagaimana mestinya, aku akan
hidup kembali dalam tubuh laki-laki muda itu. Jadi aku211
memakai wajah dan tubuh orang lain tetapi otak
adalah otakku sendiri. Dengan demikian cara berpikir,
kebiasaan dan sepak terjang adalah pribadiku sendiri."
"Bila aku sudah tua, kaulah yang akan mem
bedah otakku dan kelak bila kau menjadi tua pula aku
lagi yang membedah otakmu. Dengan demikian kita
akan menjadi manusia-manusia yang tidak bisa mati,"
kata Yoko tersenyum.
"Cocok!" seru Kera Putih kegirangan. "Apakah
kau tidak merasa girang menjadi manusia yang dapat
hidup dari zaman ke zaman. Mungkin kiamatnya dunia
yang dapat mematikan kita."
"Aku belum bisa bilang apakah aku akan
bahagia bila menjadi manusia yang tidak bisa mati.
Apakah kita tidak akan merasa bosan hidup di dunia
berabad-abad?"
"Huh, pikiranmu cupet11. Mana kita merasa
bosan karena dunia ini berubah terus," kata Kera
Putih.
Tiba-tiba Yoko mengerutkan keningnya.
11 sempit212
"Dari manakah kita bisa mendapatkan mayat
mayat yang kita perlukan?" tanya Yoko.
"Itu mudah saja, kita curi!" sahut Kera Putih.
"Mencuri? Perbuatan itu melanggar hukum
negara dan hukum agama," kata Yoko.
"Tetapi kita tidak melangar hukum alam."
Yoko terdiam. Ia tidak setuju dengan pendapat Kera
Putih untuk mencuri mayat.
"Jadi mayat si pemuda yang terlentang di
ruangan rahasia itu kau peroleh dari hasil curian?"
Kera Putih menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Mayat pemuda itu aku dapatkan dengan sah.
Dia adalah kakak dewi Uzume."
"Kakak dewi Uzume? Wanita itu menyerahkan
mayat kakaknya dengan suka rela?" tanya Yoko bagai
kan tak percaya pada penuturan Kera Putih.
Kedua mata yang kecil sipit itu memandang dengan
penuh rahasia kearah Yoko.
"Kini aku sudah menuturkan semua rahasiaku.
Aku akan menurunkan semua pelajaranku padamu
dengan syarat : kau tidak boleh membocorkan213
rahasiaku kepada siapa pun juga dan kau tidak boleh
mengajarkan ilmu bedah itu pada orang lain," kata
Kera Putih.
Yoko tidak menyahut.
"Hm, kini aku tahu," kata Yoko. "Bertahun
tahun kau menyimpan mayat pemuda itu dan
menjaga supaya tidak menjadi rusak, perlunya pada
suatu ketika untuk menyuruh orang pindahkan
otakmu ke dalam kepala pemuda itu. Dengan
demikian kau akan muda kembali, bukan?"
Sambil bersenyum iblis Kera Putih menganggukkan
kepalanya.
"Dan kau akan mencuri pula mayat seorang
gadis cantik untuk dikeluarkan otaknya dan otak
isterimu akan kau masukan ke dalam kepala gadis itu,"
kata pula Yoko.
"Kau sungguh cerdik, Yoko," mengiakan orang
tua itu. "Bila tubuhku sudah berubah menjadi sehat
dan kuat, tidak kisut seperti kulitku kini, sudah tentu
aku membutuhkan seorang isteri yang muda dan
cantik. Aku sangat cinta isteriku maka dia pun harus
menikmati hasil penyelidikanku selama limapuluh
tahun itu. Dia sabar mengurus aku walaupun hidup
dalam kemelaratan. Ha-ha-ha! Aku akan muda214
kembali dan isteriku akan mendapat tubuh sehat dan
cantik. Ha-ha-ha..."
Suara tawa Kera Putih menyeramkan hingga mem
bangunkan bulu-roma.
"Kera Putih, kau mengatakan hidup melarat,
tetapi kau tinggal di dalam istana yang sangat indah
serta mempunyai banyak gadis-gadis pelayan yang
cantik. Apakah itu namanya hidup melarat?"
Yoko menggeleng kepala.
"Uang untuk membangun istana di dalam gua
ini serta lain-lain perongkosan aku dapatkan dari upah
seorang laki-laki tua hartawan yang aku sudah
permuda kembali. Orang itu telah bersumpah bahwa
ia tidak akan membuka rahasiaku," menerangkan Kera
Putih.
Yoko terdiam pula. Pikirannya sedang bekerja keras
menganalisa rahasia Kera Putih. Tiba-tiba ia
mengangkat kepalanya memandang orang tua itu.
"Berapa lama aku harus pelajarkan ilmu bedah
itu sampai aku dapat menguasai ilmu itu dengan
sempurna?" tanya Yoko.215
"Tidak lama, karena kau memiliki pikiran cerdas.
Dalam tempo satu bulan pun kau sudah pandai me
mindahkan otak orang.
Supaya kita tidak membuang waktu percuma, mulai
esok pagi aku akan terangkan padamu teori ilmu
bedah tersebut. Aku akan perintahkan si Biru untuk
mengajak kau ke kamar kerjaku." kata Kera Putih.
Kemudian ia segera bangkit berdiri, membungkuk di
hadapan si pemuda lalu melangkah meninggalkan
ruangan tamu itu.
Ketika Kera Putih bangkit berdiri, Yoko pun bangkit
berdiri membalas hormat tuan rumah.
Begitu kedua kakinya bertindak keluar dari ruang
tamu, Kumala Biru muncul dari samping.
"Yoko-san, apakah kau membutuhkan aku?"
tanya si gadis dengan suara merdu.
Yoko memandang wajah si cantik yang tengah
menatap kepadanya dengan redup-redup.
"Kumala Biru, engkau sungguh cantik," memuji
si pemuda.
Si gadis bersenyum girang. Ia menghampiri lebih dekat
si pemuda. Bau harum semerbak menyambar ke
hidung Yoko. Ia memegang pundak si gadis. Tiba-tiba216
ia terperanjat! Suatu pikiran yang dahsyat berkelebat
dalam otaknya. Nampak kening Yoko berkerut.
? Bila Kera Putih tidak berhasil mendapatkan mayat
seorang gadis jelita untuk isterinya, pasti dia akan
membunuh salah satu gadis pelayannya, pikir Yoko.
Pelayan-pelayannya semua cantik, dia akan memilih di
antara gadis-gadis itu. Jika bukan Kumala Biru tentu si
Mawar Merah atau si Putih Salju atau yang lainnya.
Yoko mengawasi wajah si Kumala Biru.
"Kumala Biru, aku berjanji bahwa aku tidak
membiarkan ia membunuh engkau atau salah satu
kawanmu," kata Yoko dalam hatinya.
Namun si gadis tidak mengetahui apa yang sedang
Pendekar Samurai 3 Kera Putih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dipikirkan si pemuda. Kedua matanya bagaikan
berembun memandang dengan mesra.
Yoko berpaling kearah lain. Ia menghela napas dalam,
lalu melangkah menuju kekamarnya. Sambil
menunduki kepalanya, Kumala Biru mengikuti si
pemuda.
Tiba-tiba Mawar Merah muncul dari lain ruangan.
"Kumala Biru, apakah malam ini kita menari
pula dikamar Yoko-san?" tanyanya.217
Yoko menggelengkan kepalanya. Ia memandang
wajah si Mawar Merah.
"Mungkin engkau yang akan jadi korban Kera
Putih," kata Yoko dalam hatinya.
Dengan sangat riang Mawar Merah menarik tangan
Kumala Biru, lalu kedua gadis itu meninggalkan Yoko.218
IX
TIGA minggu telah berlalu.
Setiap hari Yoko berada dengan Kera Putih di dalam
ruang kerja. Di waktu malam ia mendapat kuliah
tentang teori-teori ilmu pembedahan dan di waktu
siang ia mempraktekkan ilmu pembedahan itu yang di
katakan ilmu gaib.
Di dalam waktu tiga minggu banyak sekali yang Yoko
telah pelajari. Cara mengkeraskan tubuh manusia dan
mengawetkan supaya bertahun-tahun tidak rusak. Ini
dilakukan dengan mengeluarkan darah dari tubuh itu
dan digantikan dengan serupa cairan yang tidak
mengganggu otot-otot seluruh tubuh dan urat-urat
syaraf. Rahasia memasukkan serupa cairan ke dalam
darah untuk menghidupkan kembali tubuh tersebut
hingga dapat menggerakkan semua anggota-anggota
tubuh seperti biasa.
Kini Yoko bagaikan setengah tamu dan setengah
tawanan, karena di dalam goa ia mendapat perawatan
baik. Tapi begitu bertindak keluar gua, segera Kera
Putih mengajaknya masuk kembali. Ia tidak diperboleh
kan melangkah jauh-jauh meninggalkan gua.219
Pada suatu hari Kera Putih berkata kepada Yoko:
"Yoko, tahukah engkau mengapa aku tak ragu
ragu menurunkan ilmu gaibku kepadamu?"
Yoko menggelengkan kepalanya.
"Sudah bertahun-tahun aku membutuhkan
seorang pembantu, namun aku belum berhasil
mendapatkan orang yang dapat dipercaya," ujar pula
Kera Putih. "Berbagai-bagai orang aku telah temukan,
namun pada wajah-wajah mereka nampak tanda
tanda yang aku tak dapat percaya, tetapi pada
wajahmu tak terdapat tanda-tanda tersebut."
"Kau betul-betul menaruh kepercayaan penuh
kepadaku, Kera Putih?"
Kera Putih mengangkat pundaknya.
"Aku tidak dapat membaca pikiranmu, tetapi
aku harus mengambil resiko. Dalam soal ini bukan saja
aku, tetapi engkau pun mempunyai kepentingan. Ke
pentinganmu sama dengan kepentinganku, aku
membutuhkan engkau dan kau membutuhkan aku.
Maka bila timbul dalam hati kecilmu untuk
menyeleweng, pikiran itu akan segera ditindas oleh
kepentinganmu. Aku selalu bicara tanpa tedeng aling
aling, Yoko. Orang mengatakan bahwa aku manusia220
yang tak mempunyai perasaan. Aku selalu
menertawakan mereka, manusia-manusia yang
katanya mempunyai perasaan. Cinta, setia, per
sahabatan, permusuhan, penghianatan, kejelusan12,
kebencian dan seribu satu kata-kata yang muluk
muluk untuk mengutarakan perasaan-perasaan
manusia. Itu semua tak ada gunanya, membuang
waktu saja. Satu perkataan sudah cukup untuk
mengutarakan perasaan manusia ialah : Kepentingan
diri sendiri!"
Kera Putih terdiam sejenak. Kedua matanya menatap
wajah Yoko.
"Mereka mencinta, mengikat tali persahabatan,
semua untuk kepentingan dirinya. Mereka bermusuh
an, berperang untuk membela kepentingannya sendiri
pula," kata Kera Putih.
Yoko tersenyum.
"Seorang pemuda mencintai seorang gadis. Dia
bersumpah kerak-keruk bahwa dia mencintai si gadis
dengan sesungguh, hati. Tetapi dibalik kata-kata itu
bersembunyi perasaan kepentingan sendiri. Dia
mencintai si gadis supaya dia tidak kesepian.
Sebaliknja si gadis merayu dengan seribu bahasa
12 Kecemburuan; jealous221
bahwa dia cinta si pemuda dengan setulus hati,
namun sebenarnya gadis itu membutuhkan per
lindungan dari si pemuda."
"Ha-ha-ha !" Yoko tertawa terbahak-bahak.
"Yoko, kini aku hendak bertanya. Apakah kau
masih membenci dewi Uzume ?"
Tiba-tiba wajah Yoko berubah tegang.
"Perlu apa kau bertanya? Kau sudah tahu
bahwa aku benci dia! Bila aku bertemu dengannya,
pasti aku akan penggal batang lehernya!" sahut si
pemuda penuh napsu.
"Mengapakah kau benci wanita cantik itu?"
tanya pula Kera Putih.
"Karena dia menerbitkan malapetaka di
kalangan rakyat jelata !"
"Jadi kau bertindak bagaikan seorang ksatria
membela yang lemah ? Apakah dibalik tindakanmu itu
tidak terselip kepentingan diri sendiri?"
"Aku tidak mementingkan diriku sendiri! Aku
bersedia korbankan jiwaku untuk kepentingan
rakyat!" seru Yoko dengan gusar.
Kini Kera Putih yang tertawa.222
"Kau boleh berteriak. Yoko. Kau boleh bilang
kau bertindak untuk kepentingan rakyat, tetapi di
dalam hati kecilmu ada terselip perasaan kepentingan
diri sendiri. Kau ingin dipuja oleh mereka atau dengan
lain perkataan... kau gila hormat!"
"Kera Putih! Kau adalah majikannya pegawai
pegawaimu, tetapi aku bukan pegawaimu. Aku adalah
tamumu dan aku harap kau menaruh penghargaan
kepadaku." seru Yoko yang menjadi beringas.
"Ah, engkau sentimen, Yoko. Sudahlah. Aku
menarik kembali kata-kataku," sahut Kera Putih,
"Dan bagaimana dengan janjimu, bahwa kau
akan membantu mencarikan dewi Uzume?" tanya
Yoko.
Kera Putih terdiam sejenak. Pada lain saat ia
menyahut : "Sebentar malam sebelum jam dua belas,
kau akan bertemu dengan dewi Uzume."
"Kau tidak dustakan aku ?" tanya Yoko heran.
"Perlu apa aku mendustakan engkau," sahut
Kera Putih. Ia balikkan tubuhnya lalu meningalkan
Yoko.
***223
PADA malam harinya Yoko berdiam di dalam kamar
nya. Daun jendela kamar dibukanya lebar-lebar. Ia
duduk di muka jendela dan memandang keluar. Di
angkasa malam beribu bintang berkilau-kilauan. Sang
ratu malam tak bersinar pada malam itu.
"Dewi Uzume malam ini akan tiba," gumamnya
di dalam hati. "Malam ini juga aku akan bunuh dia!
Setelah itu aku akan kabur dari gua ini dan tinggalkan
Kera Putih. Aku tidak perlu mempelajari lebih jauh
ilmu gaibnya. Aku mendapat firasat bahwa ilmu gaib
itu akan membawa bencana bagiku."
Lama sekali Yoko duduk seorang diri dimuka jendela.
Tiba-tiba pintu kamar diketuk perlahan.
Yoko lompat dari tempat duduknya. Ia membuka pintu
kamar. Nampak Kumala Biru berdiri diambang pintu.
"Yoko-san, Kera Putih memanggil engkau," ujar
si gadis.
"Baik," sahut Yoko kegirangan. Jantungnya
berdebar keras. "Apakah dewi Uzume telah tiba?"
Kumala Biru mengerutkan keningnya. Ia menggeleng
gelengkan kepalanya.
"Habis, perlu apa dia memanggil aku?"224
"Aku tidak tahu ?" sahut Kumala Biru.
Yoko membetulkan ikat pinggangnya. Ia mengambil
pedang samurai yang ditaruh di pembaringannya, lalu
diselipkannya dipinggang.
Jantungnya masih memukuli keras ketika ia menutup
pintu kamarnya.
"Kumala Biru, aku akan temukan sendiri Kera
Putih," kata Yoko. "Dimana ia berada ?"
"Di dalam ruang kerjanya," sahut si gadis.
Yoko menuju ke ruang kerja Kera Putih.
Ia menarik napas dalam ketika berdiri di ambang
pintu. Akhirnya ia mengetuk.
"Masuk !" seru Kera Putih dari dalam kamar.
Tubuh Yoko bergemetar ketika ia mendorong pintu.
Tetapi... di dalam ruang kerja tidak kelihatan dewi
Uzume. Kera Putih sedang duduk seorang diri dimuka
meja tulisnya.
"Malam ini aku hendak kau mempraktekkan
ilmu gaibmu tanpa mendapat bimbingan dari aku. Aku
ingin kau membangunkan tubuh isteriku," kata Kera
Putih ketika Yoko sudah berdiri dihadapannya.225
"Aku akan menurut perintahmu, tetapi
bagaimana janjimu? Mana dewi Uzume, wanita iblis
itu!" seru Yoko.
"Sebelum jam duabelas kau akan bertemu
dengan dewi Uzume," sahut Kera Putih. Orang tua itu
menggigit bibirnja dan sorot matanya bersinar tajam.
Tiba-tiba Kera Putih bersenyum.
"Sabar, Yoko. Kini baru jam sepuluh, kau masih
sempat untuk menghidupkan isteriku."
"Baik, aku percaya perkataanmu. Sebelum jam
Pendekar Samurai 3 Kera Putih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
duabelas isterimupun sudah sadar dari tidurnya yang
nyenyak. Akupun ingin sekali mengetahui perasaan
orang tua itu setelah mengalami kematian yang tidak
wajar."
"Dia tidak mati, dia hidup seperti kau dan aku,"
sahut Kera Putih, kemudian tertawa terbahak-bahak.
Yoko mengawasi Kera Putih.
"Dia mati atau tidur atau istilah lain yang kau
pergunakan itu, sama saja. Tetapi dia kini tidak dapat
disamakan dengan orang hidup. Apakah berbaring
berbulan-bulan atau bertahun-tahun di atas meja
bedah itu kau menamakan hidup?"226
Kera Putih tertawa pula. Suara tawanya
berkumandang keras dan menjeramkan di dalam
ruang kerja itu.
"Yoko, Yoko! Isteriku sedang menikmati
madunya kehidupan yang belum pernah ia alami,"
kata pula Kera Putih.
"Sudahlah, aku tidak mau membuang tempo
dengan bersitegang yang tak ada gunanya. Engkau
mau katakan isterimu mati atau hidup, itu bukan
urusanku," sahut Yoko. "Aku akan segera mulai
dengan pekerjaanku."
Yoko bertindak kepintu.
"Yoko, isteriku hidup. Dia tidak tidur dan tidak
mati," kata pula Kera Putih, lalu tertawa pula. "Kau
menjoren pedang samurai, apakah kau hendak
menebas batang lehernja dewi Uzume. Yoko, Yoko.
Aku yakin kau tidak punya nyali untuk menurunkan
tangan jahatmu kepada Uzume."
Yoko ingin mendamprat pula tua bangka yang tidak
dapat menahan lidah itu, namun ia berjalan terus. Di
luar kamar masih terdengar suara tertawanya Kera
Putih.227
Yoko mendaki tangga loteng Ia menuju ke kamar di
mana tubuhnya wanita tua itu terlentang di atas meja.
Tiba di dalam kamar yang luas itu. ia menuju kemeja
di mana isteri Kera Putih berada. Namun meja itu
sudah kosong! Tubuh wanita tua itu sudah diletakkan
di atas meja sorong. Tubuh laki-laki yang katanya
saudara dewi Uzume tidak kelihatan pula di dalam
ruang itu.
Yoko membuka tutupan mayat. Nampak wanita tua
itu terIentang kaku di atas meja sorong. Ia menutup
kembali kain tutupannya. Kemudian ia mendorong
meja sorong itu keluar kamar, menuju kamar bedah.
Kamar bedah letaknya kira-kira empat puluh meter
dari kamar di mana mayat isteri Kera Putih disimpan.
Perlahan-lahan ia mendorong meja sorong.
Seperti di kamar penyimpanan mayat, di kamar bedah
ini pun keadaan terang benderang, Lampu-lampu
pelita yang tergantung berderet-deret pada dinding
semuanya sudah dinyalakan.
Yoko mendorong meja sorong ke tengah-tengah
ruang. Lalu ia menuju ke almari13 di mana baju
putihnya disimpan. Ia mengenakan baju putih itu.
13 lemari228
Tiba-tiba dada Yoko memukul keras. Apakah aku tidak
akan gagal mengerjakan pekerjaan ini. Sejenak ia
merasa tubuhnya menggigil.
"Belum pernah ada orang yang mengerjakan
pekerjaan gaib ini selainnya Kera Putih sendiri. Dan
aku orang kedua yang mengerjakan pekerjaan gila ini."
Yoko menarik napas dalam. Ia mendekati dinding
dimana terdapat sebuah rak tempat menaruh botol2
besar terisi darahmanusia. Botol yang ditempelkan
merek 4269-E-2631-H ia angkat dari tempatnya, lalu
taruh di atas meja sorong. Kemudian ia mengambil
pisau-pisau dan lain-lain alat pembedahan.
Yoko membuka tutupan mayat. Mulailah ia mem
bedah tubuh mayat itu di tempat-tempat yang
diperlukan untuk memasukkan darah. Selesai dengan
pembedahan, ia melekatkan urat-urat tubuh itu ke
dalam pipa-pipa karet yang ujung-ujungnya melekat
pada sebuah alat pemompa.
Si pemuda melakukan pembedahan dengan sangat
hati-hati dan cermat. Ia tidak mau membikin
kesalahan sedikitpun. Ia ingin berhasil, karena hatinya
sangat kepingin tahu apakah reaksinya seorang
manusia yang sudah dimatikan jika dihidupkan
kembali.229
Dari dalam sebuah botol kecil, ia menuang cairan yang
sangat misterius itu ke dalam botol yang terisi darah.
"Inilah cairan gaib yang dapat menghidupkan
manusia," kata Kera Putih beberapa pekan yang
lampau. "Dengan tidak adanya cairan hidup ini,
gagallah usahaku semua."
"Darimana kau dapatkan cairan hidup itu?"
tanya Yoko.
"Inilah satu-satunya rahasia yang tak dapat
kuterangkan padamu," sahut Kera Putih.
Yoko bergerak ke alat pompa. Perlahan-lahan ia
memutar roda pompa itu. Pompa begerak turun naik
memindahkan darah dari dalam botol melalui pipa
pipa karet kedalam urat-urat sang mayat.
Detik-detik dilewatkan Yoko dengan penuh
ketegangan. Akhirnya semua darah di dalam botol
sudah semuanya masuk kedalam urat-urat si mayat.
Yoko melepaskan urat-urat itu dari pipa-pipa karet,
lalu menempelkan kain pelekat pada luka-luka bekas
pembedahan, ditubuh mayat itu.
Yoko berdiri dengan tegang. Perlahan-lahan wajah si
mayat yang pucat biru mulai kemerah-merahan. Pada
lain saat muncul tanda-tanda kehidupan pada mayat230
itu! Dada si mayat mulai bergerak turun naik. Tiba-tiba
kepala mayat yang sudah hidup itu bergoyang. Lalu
terdiam pula, hanya dadanya yang bergerak dengan
tentu.
Yoko mengawasi terus tubuh itu. Hatinya berdebar
debar...
Lama sekali Yoko memandang, namun tubuh itu
belum bergerak pula.
Mendadak kulit-kulit mata wanita itu bergetar.
Perlahan-lahan ia membuka kedua matanya. Dengan
suram ia memandang kearah Yoko. Tiba-tiba wanita
itu berseru : "Yoko !"
Yoko membungkuk. Ia memegang keningnya wanita
itu.
"Kau mengenal aku, nyonya?" tanya Yoko.
"Sabarlah, jangan terlampau bergerak dahulu."
"Nyonya? Kau tidak kenal aku? Kau sudah
melupakan aku?"
"Kita belum pernah berjumpa satu sama lain,*'
sahut Yoko.
"Apa katamu? Belum pernah berjumpa?"
Yoko terdiam.231
? Pikiran wanita ini sudah terganggu, kata Yoko dalam
hatinya.
? Tetapi bagaimana ia kenal diriku? Sungguh heran!
Kedua mata wanita itu memandang kesekeliling
tempat.
"Dimana aku berada?" tanyanya. Suaranya
terdengar sangat parau.
"Tenanglah. Aku akan segera beritahukan,"
sahut Yoko.
Tiba-tiba wajah wanita itu nampak terperanjat.
"Apakah yang sudah terjadi dengan diriku?"
serunya dengan suara gemetar. Ia memandang kedua
tanganya yang keriput.
Yoko memegang pundak wanita yang kini menjadi
gelisah. Tiba-tiba wanita itu menggerakkan tubuhnya
duduk di atas meja bedah.
Dengan penuh kecemasan. Ia memandang seluruh
tubuhnya.
"Yoko, apakah yang sudah terjadi dengan aku?"
Yoko masih terdiam. Ia memperhatikan dengan
seksama gerak-geriknya wanita tua itu.232
"Yoko, ceritakanlah apa yang sudah terjadi
dengan aku!" menjerit wanita tua itu bagaikan gila.
Nampak air mata berlinang-linang di kedua pipinya
yang sudah keriput. Ia menaruh tangannya di atas
bahu Yoko.
"Nyonya, aku sungguh tidak mengerti. Apakah
suamimu tidak memberitahukan terlebih dahulu
kepadamu?" tanya Yoko keheranan.
"Nyonya ?... Suami ?... apakah kau atau aku
yang sudah menjadi gila?" seru wanita itu.
Yoko tersenyum.
"Yoko! Lekas menyahut, engkau atau aku yang
sudah menjadi gila ?"
"Nyonya, lebih baik kita jangan bersitegang.
Sebentar aku akan panggil suamimu," sahut Yoko
dengan sabar.
"Lagi-lagi kau panggil aku nyonya! Aku belum
menikah!"
Yoko menggeleng-gelengkan kepalanya.
? Benar-benar wanita ini sudah hilang ingatannya,
pikirnya dengan kasihan.
Tiba-tiba wanita itu bersenyum.233
"Yoko, akulah yang sudah gila. Aku tidak
mempersalahkan kau tidak mengenali aku." Ia terdiam
suram. "Memang, lebih baik kau tidak mengenal aku.
Tetapi dimanakah kini aku berada?"
Kini Yoko menjadi curiga.
"Siapakah kau sebenarnya?" tanyanya.
"Dia dewi Uzume!" seru Kera Putih yang tiba
tiba muncul di dalam ruang itu. Kera Putih tertawa
terbahak-bahak.
Bagaikan kilat Yoko menoleh kearah Kera Putih. Lalu ia
berpaling pula kepada wanita tua itu.
"Dewi Uzume?" tanya Yoko bagaikan tidak
Pendekar Samurai 3 Kera Putih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
percaya telinganya.
"Ya, dia musuh besarmu. Aku telah menepati
janjiku, sebelum jam dua belas malam, kau akan
bertemu dengan dewi Uzume," berkata Kera Putih.
"Dewi Uzume ?! Kau dewi Uzume?" tanya Yoko
sambil menatap wajah wanita tua itu. Wanita tua itu
mengangukkan kepalanya.
Yoko berdiri terpesona. Ia tidak dapat berkata-kata. Ia
mengawasi wajah wanita itu yang sudah keriput.234
"Yoko, mengapakah kau tidak tebas batang
leher musuh besarmu?" tanya Kera Putih.
Yoko tersedar dari Jamunannya. Ia berpaling kepada
Kera Putih.
"Lehermu yang aku akan tabas!"
"Ha-ha-ha! Cepat benar kau berbalik haluan.
Kau harus berterima kasih kepadaku bahwa aku telah
menggantikan engkau menghukum wanita itu," ejek
Kera Putih.
Yoko bungkam.
"Yoko, kau tidak perlu mentidurkan pula dewi
Uzume. Dia boleh menempati kamar mayat yang aku
sudah suruh bereskan. Tetapi dengan satu syarat,"
sampai disini Kera Putih berhenti bicara. Ia
mengacungkan jari telunjuknya. "Syaratnya dia tidak
boleh meninggalkan kamarnya."
Kera Futih meninggalkan ruang bedah itu.
Ketika Kera Putih sudah hilang dari pandangannya,
barulah Yoko berpaling kepada dewi Uzume yang
masih duduk di atas meja bedah.235
Yoko tidak dapat berkata-kata. Ia bagaikan bisu ketika
itu. Kedua matanya mendelong mengawasi wanita
yang memandang juga ke arahnya.
Tiba-tiba Yoko menghela napas dalam.
"Yoko, mengapakah kau bersusah hati? Jika kau
harus membunuh aku, cabutlah pedang sumuraimu.
Tebaslah batang leherku! Aku tidak akan menyesal,
tetapi sebaliknya sangat berterima kasih. Memang
lebih baik aku binasa dari pada hidup dengan wajah
dan tubuh seorang nenek," kata dewi Uzume.
"Tidak!" seru Yoko. "Aku tidak mau membunuh
kau dalam keadaan demikian. Aku akan mengembali
kan dahulu tubuhmu yang aseli."
"Sekarang saja. Sekarang kau bunuh aku. Yoko,
Bila aku mendapatkan pula tubuhku yang aseli. aku
tidak mau mati," sahut dewi Uzume.
Yoko membuka baju putihnya lalu menggantungkan
pula pada tempatnya semula.
"Marilah kita menuju ke kamar mayat. Kau
boleh menempati kamar itu. Bila kau tidak dapat
berjalan, aku akan dorong kau di atas meja sorong,"
kata Yoko.236
"Aku dapat berjalan, tetapi aku tidak mau
menempati kamar mayat " sahut dewi Uzume.
Yoko tersenyum. Baru pertama kali ia bersenyum
sedari mengetahui bahwa wanita tua itu dewi Uzume
adanya.
"Kamar mayat itu sudah kosong," sahut si
pemuda.
Perlahan-lahan dewi Uzume turun dari atas meja
tanpa bantuan. Yoko. Ia gerakkan kakinya untuk
melangkah. Yoko mengikuti dari belakang.
Setiba di dalam kamar tersebut Yoko memandang ke
sekelilingnya. Kamar mayat itu sudah berubah
menjadi kamar tidur. Sebuah pembaringan dengan jok
yang empuk terdapat di sudut ruang. Di tengah
tengah ruang nampak sehelai tatami di atas mana
terdapat sebuah meja pendek. Dua buah cawan
kosong serta sebuah teko teh menggeletak di atas
meja.
Yoko segera duduk di atas tatami. Ia menuangkan teh
ke dalam sebuah cawan, lalu minum air teh itu.
Dewi Uzume duduk dihadapan Yoko.
Si pemuda menuangkan cawan satunya lagi dan
menyuguhkun dewi Uzume.237
"Terima-kasih, Yoko," kata dewi Uzume seraya
tersenyum.
"Yoko, aku ingin mengajukan satu usul," kata
pula sang dewi yang kini sudah menjadi nenek-nenek.
Mendadak wajah Yoko berubah tegang. Ia mengingat
dalam pikirannya bahwa ia berhadapan dengan
musuh besarnya. Namun pada lain saat ia dapat
mengendalikan perasaannya.
"Katakanlah usulmu."
"Aku mengenal adatmu, Yoko. Sampai
kapanpun kau akan tetap memusuhi aku. Tetapi
apakah kau tidak mempunyai sedikit rasa kasihan
kepadaku yang sedang menghadapi malapetaka
hebat? Kita tangguhkan dahulu permusuhan itu
sampai aku dapat kembali dalam tubuhku yang aseli."
"Baik," sahut Yoko dengan pendek.
"Bukan main girangnya rasa hatiku, biarpun
untuk sementara saja kau ingin berkawan dengan
aku," kata pula sang dewi. "Pertama aku ingin
bertanya, bagaimana kau dapat bersahabat dengan
Kera Putih?"
Yoko menceritakan pengalamannya bagaimana ia
telah dikurung dalam sangkar besi, lalu dibawa lari238
oleh binatang kesayangannya Kera Putih, hingga ia
berjumpa dengan orang tua misterius itu.
"Jadi kau telah meninggalkan rumahku dikota
Zentsuji?" tanya dewi Uzume.
"Apa rumahmu?" tanya Yoko terperanjat.
"Betul, Yoko. Kau pernah tinggal dengan aku di
dalam rumah itu. Bara adalah muridku." menerangkan
sang dewi.
"Kau telah menyamar sebagai bibinya Bara?"
Dewi Uzume menganggukkan kepalanya. Nampak
bibirnya bersenyum.
"Bedebah!" seru Yoko.
"Eh, eh, Yoko. Kau berani memaki seorang tua?"
menggoda dewi Uzume yang kini sudah menjadi
nenek.
Mereka terdiam sejenak.
"Pedang pusakaku masih berada di dalam
rumahmu," tiba-tiba Yoko mengingat akan pedang
samurai pemberian gurunya.
"Jangan khawatir, Bara pasti menyimpannya,"
sahut sang dewi.239
"Memang kau orang jahat berkawan dengan
orang jahat pula. Tetapi mengapakah kawanmu si Kera
Putih menghukum engkau dengan memberikan kau
tubuh isterinya yang sudah keriput?" tanya Yoko.
"Aku bukan orang jahat, Yoko. Aku terpaksa
mengakui Kera Putih sebagai guruku, karena ia telah
menjanjikan bila aku menurut semua perintahnya, ia
akan menghidupkan kembali saudaraku yang sudah
meninggal," kata dewi Uzume dengan sedih. "Tetapi
ternyata hingga kini saudaraku tetap mati dan aku
dibikin susah olehnya."
"Kau hendak mengatakan bahwa perbuatanmu
itu semua, misalnya menculik gadis-gadis dan dijadi
kan budak dan membunuh orang-orang yang
menghalang-halangi maksudmu adalah perintahnya
Kera Putih?" menegaskan Yoko.
"Ya, itu semua perintahnya dan aku bergerak
sebagai alatnya saja. Terpaksa, Yoko. Aku melakukan
itu semua karena terpaksa. Aku ingin melihat
saudaraku hidup kembali, karena aku sangat
mencintai saudaraku itu." Wajah dewi Uzume nampak
berduka. Yoko tertegun mendengar uraiannya sang
dewi. Namun ia tidak berkata-kata.240
"Yoko, aku bersumpah: bila aku dapat kembali
seperti sedia kala, aku akan membalas sakit hatiku
kepada Kera Putih. Aku akan bunuh dia!" seru dewi
Uzume sungguh-sungguh. "Saat itu bila kau masih
inginkan jiwaku, aku akan menyerahkannya. Aku akan
mati dengan puas karena sudah membalas sakit
hatiku."
"Apakah kau tahu dimana kini isterinya Kera
Putih berada? Aku jakin wanita itu memiliki tubuh
mu," kata Yoko.
Dewi Uzume mengangkat pundaknya.
Tiba-tiba Yoko bangkit berdiri.
"Aku ingin beristirahat," kata si pemuda. Ia
melangkah keluar kamar, lalu turun dari tangga loteng
menuju kamarnya.
***
YOKO tidak dapat tidur. Pikirannya bekerja keras.
Berbayang-bayang peristiwa-peristiwa yang lampau
dengan dewi Uzume. Lalu ia memikirkan nasibnya241
sang dewi. Terlentang di atas pembaringan ia menatap
atap kamar.
"Perbuatan dewi Uzume semuanya atas
tekanan Kera Putih," katanya seorang diri. "Musuhku
bukan Uzume tetapi... Kera Putih. Aku harus binasakan
Kera Putih yang menjadi otaknya segala kejahatan dan
menolong dewi Uzume supaya mendapatkan kembali
tubuhnya yang aseli."
Yoko memeras otaknya mencari jalan sebaik-baiknya
untuk menolongi wanita Itu.
"Tetapi aku tidak boleh berlaku sembrono.
Dihadapan Kera Putih aku tidak boleh memperlihat
kan sympatiku kepada dewi Uzume. Orang tua jahat
itu akan menurunkan tangannya sebelum aku dapat
bertindak. Aku harus bersabar, ya, bersabar sampai
mendapat ketika yang baik."
Pada keesokan harinya Yoko mendapatkan Kera Putih
di dalam kamar kerjanya.
"Bagaimana Yoko, apakah kau masih berniat
membunuh dewi Uzume?" tanya Kera Putih ketika si
pemuda sudah mengambil tempat duduk dihadapanPendekar Samurai 3 Kera Putih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
nya.
Yoko terdiam. Ia tidak lantas menyahut.242
"He! Mengapakah kau mendadak menjadi lunak
terhadap musuh besarmu? Apakah yang diberitakan
olehnya? Apakah dia menerangkan kepadamu
mengapa aku menukar tubuhnya dengan tubuh
isteriku?" tanya Kera Putih.
"Dia sendiri tidak mengetahui mengapa kau
menghukum padanya," sahut Yoko.
"Ha-ha-ha! Dia tidak tahu? Dia berlaga tidak
tahu, Yoko. Dia dustakan engkau. Aku telah
menghukum dia karena dia melakukan perbuatan
perbuatan yang sewenang-wenang. Perbuatan yang
kau kata harus dikutuk. Aku telah menggantikan
engkau menghukum wanita itu. Kini terserah kepada
mu apakah kau hendak binasakan dia atau tidak."
Yoko tercengang.
Dewi Uzume mengatakan bahwa ia disuruh oleh Kera
Putih melakukan kejahatan-kejahatan. Namun Kera
Putih tidak mengakuinya. Siapakah yang benar?
Cepat-cepat Yoko mengendalikan perasaannya.
"Kera Putih, untuk sementara lebih baik biarkan
dia dengan tubuh isterimu. Aku hendak bunuh dia bila
dia sudah mendapatkan kembali tubuhnya yang aseli,"
sahut Yoko.243
Kera Putih terperanjat!
"Jika kau hendak bunuh dia, bunuh saja
sekarang."
"Tidak Kera Putih, aku hendak binasakan dia
dalam pertempuran. Itu suatu perbuatan pengecut
bila aku menurunkan tanganku tanpa dia dapat
membikin perlawanan. Dengan tubuh seperti
sekarang pasti dia tidak dapat melawan aku. Dia tidak
mempunyai tenaga dan tidak mempunyai kelincahan
untuk bertempur," sahut Yoko. "Bila kau hendak
bunuh dia, bunuhlah! Aku tidak akan menghalang
halanginya."
"Tidak aku tidak mau menurunkan tanganku.
Dia sudah cukup mendapat hukuman dalam tubuh tua
yang sudah keriput itu. Makin lama jiwanya makin
tertekan bila dia mengingat akan tubuhnya yang
cantik dan muda. Dia akan mati mengenas, Yoko.
Itulah hukuman batin yang terlebih hebat daripada
dipenggal batang lehernya," kata Kera Putih.
? Sungguh kejam oang tua ini, pikir Yoko. Namun ia
tidak mengutarakan pendapatnya.
"Apakah aku boleh sering-sering mengunjungi
dia?" tanya Yoko. "Aku ingin pelajari jiwanya. Jiwanya244
seorang manusia yang mendadak ditukar tubuhnya
dengan tubuh orang lain."
"Aku tidak keberatan. Apabila kau memperolok
olok dia supaya dia lebih menderita," sahut Kera Putih.
"Memang selama ini aku tidak memperhatikan
keadaan jiwanya orang-orang yang kutukar tubuh
tubuhnya. Aku ingin sekali mendapat laporan-laporan
supaya aku mengetahui lebih jelas. Akupun tidak
mengetahui bagaimana sikap isteriku kelak setelah
mendapatkan tubuh si cantik."
"Dimana kini isterimu berada?" tanya Yoko.
"Aku menugaskan dia menempati sarangnya
dewi Uzume untuk merubah murid-muridnya Uzume
ke jalan benar," sahut Kera Putih.
Yoko tidak memperlihatkan kegirangannya, sudah
mengetahui di mana isterinya Kera Putih berada, bila
tidak dipegunungon Asosan. Pasti dia berada dikota
Zentsuji.
Meninggalkan kamar kerja Kera Putih, Yoko menuju
kamar dewi Uzume. Dia disambut dengan senyuman
ketika melangkah masuk.245
"Bagaimana perasaanmu dalam tubuh tua dan
keriput?" tanya Yoko. Ia duduk dihadapan dewi
Uzume.
"Tidak apa-apa. Sebegitu jauh aku belum
mendapatkan kembali tubuhku yang semula aku
merasa senang dalam tubuh ini. Sebaliknya aku
merasa girang karena aku mendapatkan tubuh yang
sehat dan kuat walaupun tubuh ini sudah keriput. Aku
telah bayangkan bagaimana perasaanku bila aku
mendapatkan tubuh tua yang berpenyakitan, tak kuat
berjalan dan sukar menggerakkan anggota-anggota
badan," sahut dewi Uzume.
Yoko merasa sangat heran.
"Sungguh kuat jiwanya wanita ini," kata si
pemuda di dalam hatinya.
?Bagaimana jika aku eajakan s-upaja Kera Putih
memberikan kau tubuh yang lebih muda. Tubuh
seorang gadis yang lebih cantik daripada tubuh
keropok itu?" tanya Yoko.
Dewi Uzume menggelengkan kepalanya.
"Perlu apa, Yoko? Apakah seorang gadis lain
harus menjadi korban pula? Lagipula perlu apakah aku
mendapatkan tubuh yang cantik bila aku tidak dapat246
meninggalkan tempat ini? Ditempat ini aku hanya
bertemu dengan Kera Putih dan engkau. Kau sudah
pernah melihat tubuh dan wajahku yang asli. Dalam
tubuhku yang cantik kau memusuhi aku, tetapi dalam
tubuhku yang tua ini kau ingin menjadi kawanku.
Sympatimu itu sudah cukup menggirangkan hatiku,"
kata dewi Uzume. Kedua matanya memandang mesra
ke arah si pemuda.
Yoko menghela napas dalam.
"Tidak, kau tidak boleh lama-lama memiliki
tubuh tua itu. Aku akan dayakan supaya kau
mendapatkan kembali tubuhmu yang asli," kata Yoko.
"Aku sudah mengetahui dimana kini isteri Kera Putih
berada. Aku akan mendapatkan dia dan menggusur
dia kemari."
Dewi Uzume terkejut.
"Itu sangat berbahaya Yoko. Kau mempertaruh
kan jiwamu untuk maksud itu. Bila Kera Putih
mengetahui maksudmu aku yakin sebelum kau
bertindak kau sudah dibunuh olehnya. Lemparkanlah
cita-cita gila Itu dari pikiranmu. Biarkanlah isteri Kera
Putih menikmati kebahagiaan dengan tubuhku dan
aku menikmati kebahagiaan dengan tubuh tua ini."247
"Kau merasa bahagia dalam tubuh yang
keropok?" tanya Yoko heran.
"Ya, aku sangat bahagia, karena kini kau tidak
memusuhi aku pula," sahut sang dewi.
Yoko terdiam. Ia tidak habis mengerti jalan pikirannya
wanita itu. Bila wanita lain berada di tempatnya pasti
dia sudah kalap atau berangkat gila. Wanita manakah
yang tidak merasakan kiamat bila dengan tiba-tiba
tubuhnya yang cantik dan wajahnya yang permai
bagaikan bulan purnama ditukar dengan tubuh
keropok serta keriput yang tinggal menantikan liang
kubur?
Dewi Uzume memandang terus wajah Yoko yang
tengah memandang dirinya.
"Yoko, mengapakah kau hendak mengorbankan
dirimu untukku?" tanya sang dewi.
Yoko tidak dapat menjawab. Ia sendiri pun tidak
mengetahu mengapa kini ia merasa kasihan dan
perhatikan musuh besarnya itu. Ia telah mengatakan
kepada Kera Putih, bila dewi Uzume telah
mendapatkan pula tubuhnya yang cantik, barulah ia
akan bunuh musuh besarnya itu. Tetapi, apakah saat
itu ia dapat menurunkan tangannya membunuh248
seorang wanita yang ia sudah tolong, walaupun
wanita itu musuh besarnya?
Benar-benar Yoko menjadi bingung.
"Yoko, kau belum menjawab pertanyaanku,"
terdengar pula suara dewi Uzume. "Mengapakah kau
hendak mempertaruhkan jiwamu untukku?"
"Untuk melawan ketidakadilan," sahut si
pemuda.
Dewi Uzume berpaling ke arah Iain, lalu menghela
napas dalam.
"Jangan Yoko, janganlah lakukan itu." Dewi
Uzume kini meratap. "Kau tambah mendukakan aku.
Aku sangat menghargakan sifat ksatriamu, sifat yang
tidak ingat kepentingan sendiri hendak mempertaruh
kan jiwa untuk menolong orang lain. Bila kau sampai
menjadi korban karena aku, seumur hidupku aku akan
menderita atau aku akan habiskan jiwaku sendiri
Yoko, aku khawatir. Janganlah lakukan itu ... kau tidak
boleh melakukan perbuatan yang sangat bahaya itu."
"Bila kau menjadi khawatir, aku tidak akan
bicarakan pula soal itu," sahut si pendekar muda.
"Tetapi cita-citaku itu tak akan lenyap dari dalam249
pikiranku. Pada satu ketika pasti aku akan melakukan
juga."
***
Hari-hari lewat dengan sangat cepatnya. Malam
malam terang bulan susul menyusul. Hampir setiap
hari Kera Putih sibuk di dalam kamar kerjanya melatih
Yoko memindahkan otak-otak manusia ke dalam
tubuh lain. Akhirnya Yoko pandai mengerjakan itu,
tanpa sedikitpun membuat kesalahan.
Pendekar muda kini yakin bahwa tidak lama lagi akan
tiba saatnya Kera Putih menyerahkan dirinya di dalam
tangannja Saat itu Kera Putih akan tunduk di bawah
pengaruhnya. Bila ia ingin ia dapat membinasakan
manusia biadab itu, bahkan ia dapat berbuat
sesukanya misalnya memindahkan otak Kera Putih ke
dalam tubuh binatang kerbau atau kera.
Kera Putih mengetahui itu, namun ia harus mengambil
resiko yang sangat berbahaya bagi dirinya. Makin lama
kekuatan tubuh Kera Putih makin mundur.
Pandangannya sudah mulai kabur dan pendengaran250
nya pun sudah tidak seperti biasa. Pada akhir-akhir ini
Pendekar Samurai 3 Kera Putih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ia merasakan kelemahan pada jantungnya.
Pada suatu pagi Kumala Biru masuk kedalam kamar
Yoko. Kera Putih menyuruh gadis pelayan itu
memanggil Yoko. Tanpa bicara Yoko mengikuti Kumala
Biru. Si gadis menuju langsung ke kamar tidurnya Kera
Putih.
Begitu Yoko mengetuk pintu kamar segera terdengar
suara Kera Putih yang parau dan sangat lemah
mempersilakan Yoko masuk. Di atas pembaringan
tampak Kera Putih berbaring. Tubuh yang sudah tua
itu bagaikan kayu yang sudah keropok tak dapat
bergerak. Yoko menghampiri pembaringan.
"Yoko, kita tidak dapat membuang waktu pula,"
kata Kera Putih hampir berbisik. "Tadi aku merasakan
jantungku bagaikan hendak berhenti berdenjut, maka
aku telah menyuruh panggil engkau." Ia terdiam
sejenak. lalu berkata pula: "Bertahun-tahun aku telah
menyimpan tubuh kakaknya dewi Uzume. Itulah
tubuh yang kuat dan sehat untukku. Kini kau harus
memindahkan otakku yang sempurna ke dalam tubuh
yang sehat kuat. Otak laki-laki itu sudah aku
musnahkan, sudah aku bakar. Panggillah beberapa251
pelayanku untuk memondong tubuhku ke kamar
bedah. Aku sudah tidak kuat untuk berjalan."
"Tidak perlu memanggil pelayan-pelayan
wanita itu," sahut Yoko. Bagaikan seorang anak kecil
Yoko mengangkat tubuh Kera Putih untuk dibawa ke
kamar kerja.
Tiba di dalam kamar kerja dengan sangat hati-hati
Yoko meletakkan Kera Putih di atas meja bedah. Tidak
jauh dari meja bedah itu terdapat lain meja bedah di
mana terletak tubuh kakaknya dewi Uzume.
"Lihatlah Yoko, betapa sehat dan kuat tubuh
laki-laki itu. Jiwaku harus bersemayam di dalam tubuh
yang sehat itu. Lekas Yoko, lekaslah kerjakan sebelum
jantungku berhenti berdenyut," seru Kera Putih.
Tanpa berkata-kata Yoko mengambil pipa-pipa karet,
lalu ujung-ujung pipa itu dilekatkan pada alat pompa.
Kini ia harus melakukan pembedahan pada urat
uratnya Kera Putih untuk memompa darah orang tua
itu. Yoko sudah siap untuk melakukan itu, namun ia
tidak segera kerjakan.
"Kera Putih," kata Yoko. "Dengan penuh
kesabaran kau telah mengajarkan aku pembedahan
yang sangat mukjizad. Dengan seksama dan penuh
perhatian serta tak mengenal lelah aku telah252
mengikuti pelajaranmu, supaya aku tidak membuat
kesalahan-kesalahan bila sampai saatnya untuk
memindahkan apa yang kau katakan otakmu yang
sempurna ke dalam kepala seorang laki-laki yang
bertubuh sehat dan kuat. Kini saat itu telah tiba." Yoko
terdiam sejenak. Kera Putih memandang terus wajah
pendekar muda itu. Ia insyaf jiwanya kini berada di
dalam tangannya pendekar muda itu.
"Bukan saja ilmu bedah itu kau telah mengajar
kan kepadaku, tetapi kau juga mengajarkan bahwa
apapun yang dilakukan manusia semata-mata untuk
kepentingannya sendiri. Di dalam pikiranmu aku yakin
kau menduga aku melakukan pemindahan otak ini
bukan karena persahabatan atau kecintaan terhadap
mu, maka kau telah menjanjikan aku, bila saat
tubuhku sudah tua kaulah yang akan melakukan
pemindahan otakku kedalam tubuh orang lain supaya
aku tetap hidup terus. Dengan demikian menurut
anggapanmu kau telah membayar lunas untuk apa
yang aku kerjakan hari ini," kata Yoko.
Pada wajah Kera Putih tampak senyuman.
"Tetapi, Kera Putih." meneruskan Yoko.
"Walaupun kau memasukkan pemikiranmu itu ke
dalam pikiranku, namun aku tetap berpendirian253
bahwa seorang manusia harus mempunyai perasaan.
Aku ingin melawan ketidak adilan... Aku ingin musnah
kan yang bathil, karena aku mencari perdamaian,
persahabatan dan kecintaan. Pembayaranmu untuk
melakukan pembedahan ini tidak cukup besar bagiku.
Apakah kau bersedia untuk membayar lebih tinggi?"
Sejenak Kera Putih memandang Yoko dengan
perasaan tidak mengerti.
"Apakah yang kau inginkan pula dari aku?"
tanya Kera Putih. Tampak tubuhnya bergemetar
bahna gusarnya namun suaranya tetap tenang.
Yoko bersenyum.
"Aku telah mengatakan bahwa aku ingin
melawan ketidakadilan. Aku ingin kau kembalikan
tubuh dewi Uzume yang aseli. Itulah pembayaran yang
aku pinta untuk pakerjaan yang aku akan lakukan."
kata Yoko.
Dengan penuh kemarahan Kera Putih menatap wajah
si pemuda.
"Tidak bisa! Isteriku kini memiliki tubuh wanita
bedebah itu. Pintalah yang lain. Sesuatu permintaan
yang layak, aku akan kabulkan. Lekas mulai dengan
pekerjaanmu!" seru Kera Putih parau.254
"Aku akan segera lakukan, bila kau berjanji
hendak mengabulkan permintaanku tadi," sahut Yoko
tetap pada pendiriannya.
"Aku tidak dapat menjanjikan itu. Isteriku telah
bahagia dengan tubuhnya Uzume."
"Tetapi itulah satu-satunya permintaanku.
Lekaslah kau ambil keputusan. Bila kau menyetujui
permintaanku dalam waktu tidak beberapa lama kau
akan memilki tubuh yang sehat kuat, bila kau menolak
kau tetap dengan tubuh yang keropok ini dan ... tidak
lama jantungmu akan berhenti berdenyut," Yoko
mengancam.
Perlahan-lahan bibir Kera Putih tampak bergerak.
"Aku berjanji. Bila kau dapat membawa isteriku
ke tempat ini aku akan memindahkan otak dewi
Uzume ke dalam tubuhnya yang aseli."
"Bagus," seru Yoko.
Lalu ia mulai dengan pembedahan gaib itu.255
X
Kera Putih sadar di dalam tubuh yang sehat kuat.
Seorang pemuda yang cakap dan gagah bagaikan baru
turun dari kahyangan. Namun di dalam batok kepala
itu bersemayam sebuah otak tua yang keras dan
kejam. Ketika dia membuka kedua matanya dia
menatap dengan dingin kearah Yoko.
"Kau telah melakukan dengan baik sekali."
katanya.
"Apa yang aku lakukan karena persahabatan
mungkin juga karena kecintaan pada sesama
manusia," sahut Yoko.
Kera Putih tidak menyahut.
"Dan kini," begitulah Yoko melanjutkan, "aku
berharap kau suka memenuhi janjimu."
"Bila kau berhasil membawa isteriku kemari
dengan senang hati aku akan memindahkan otak dewi
Uzume ke dalam tubuhnya yang asli," sahut Kera
Putih. "Bila aku boleh menasehati engkau, lebih baik
kau mencari lain tubuh ... tubuh yang lebih cantik dari
itu dengan mudah aku bisa dapatkan."256
"Tidak lain tubuh, hanya tubuh yang kini dimiliki
oleh isterimu yang aku inginkan!" jawab Yoko dengan
pasti.
Kera Putih mengangkat pundaknya. Sebuah senyuman
mengembang pada bibirnya.
"Bagus!" seru Kera Putih "Bawalah isteriku
kemari. Bila kau akan berangkat?"
"Aku belum siap. Aku akan beritahukan padamu
bila aku hendak berangkat."
"Baik. Kini kau boleh mengundurkan diri," kata
Kera Putih.
Ketika Yoko hendak menuju ke pintu, tampak sebuah
senyuman menyeringai pada wajah Kera Putih. Sambil
melangkah Yoko berpikir, maksud apakah yang
dikandung Kera Putih dewasa ini? Tiba-tiba Yoko
mendengar Kera Putih menyerukan pelayannya.
Pemuda kita berjalan terus, namun ketika ia hendak
turun dari tangga, mendadak ia mendapat pikiran lain.
Ia mencurigai Kera Putih. Perlahan-lahan ia menuju
kembali ke kamar bedah di mana Kera Putih masih
berada.
Tiba di dekat kamar ia mendengar suara Kera Putih
berbicara dengan Kumala Biru. Dahulu suara Kera257
Putih terdengar sangat parau, tetapi kinisuaranya
jernih dan terang.
"Kini kau sudah mengetahui jelas maksudku,"
terdengar suara Kera Putih. "Pilihlah dua orang di
antara kawan-kawanmu yang dapat menyimpan
rahasia. Tengah malam kau bawa dewi Uzume keluar
dari gua ini. Di tepi pantai kau bunuh dia dan
tubuhnya bakar sampai tidak meninggalkan bekas.
Pasti Yoko akan ribut mencari dewi Uzume dan aku
berlaga melakukan pemeriksaan. Aku akan mendesak
semua pelayan-pelayanku dan kau harus mengaku
telah membantu dewi Uzume kabur. Aku akan kalap
dan menjatuhkan hukuman mati kepadamu, namun
hukuman itu aku akan tunda terus dan akhirnya aku
akan membebaskan engkau karena aku membutuh
kan tenagamu. Apakah kau mengerti rencanaku?"
"Mengerti Kera Putih," sahut Kumala Biru.
"Bagus. Kini kau boleh mengundurkan diri.
Carilah dua kawan yang dapat dipercaya untuk mem
bantu engkau."
Cepat-cepat dan tak bersuara Yoko meninggalkan
tempat itu. Ia langsung menuju ke kamarnya dewi
Uzume.258
Melihat ketegangan pada wajah Yoko, dewi Uzume
melangkah menghampiri.
"Ada apakah Yoko?" tanyanya. Yoko menutup
Pendekar Samurai 3 Kera Putih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pintu kamar, lalu memandang wajah dewi Uzume
yang penuh kekhawatiran.
"Kau harus lekas-lekas menyingkir dari tempat
ini," kata Yoko perlahan. Lalu pendekar muda Itu
menceritakan rencana jahatnya Kera Putih.
Sang dewi menghela napas dalam.
"Sudah Yoko. Janganlah kau memikirkan diriku
pula. Aku tidak mau kau mendapat malapetaka karena
aku."
Yoko tidak menyahut. Ia tengah memeras otaknya
memikirkan tempat sembunyi bagi dewi Uzume. Tak
mungkin ia membawa kabur dewi Uzume dalam tubuh
isterinya Kera Putih. Membawa sang dewi ke luar gua
dan menyembunyikan dia di lamping gunung sangat
berbahaya bagi keselamatannya. Pasti Kera Putih akan
segera mengetahui.
Tiba-tiba berkelebat suatu ingatan baik dalam
pikirannya pendekar muda itu. Di belakang kandang
binatang kesayangannya Kera Putih terdapat dinding
tembok yang membeluk dan di belakang dinding itu259
terdapat tempat yang surup bagi tempat sembunyinya
dewi Uzume.
Cepat-cepat Yoko membawa dewi ke tempat
persembunyian itu. Ketika Yoko meninggalkan sang
dewi tampak dua butir air mata turun dari kelopak
matanya wanita itu.
Di tengah jalan Yoko bertemu dengan Kumala Biru.
Pemuda kita mengangguk. Gadis pelayan itu
membalas hormatnya Yoko sambil bersenyum, namun
sinar matanya bersorotkan perasaan khawatir dan
tegang. Yoko menuju langsung ke kamarnya.
***
Keesokan harinya sebagaimana biasa Yoko menuju ke
kamar di mana dahulu dewi Uzume berada. Dari
kamar itu Yoko berlari-lari menuju kamar kerjanya
Kera Putih. Tanpa mengetuk pintu pula dengan napas
terengah-engah Yoko masuk ke dalam. Tampak Kera
Putih dan Kumala Biru sedang bercakap-cakap.
Percakapan mereka sangat tegang. Kening Kera Putih
berkerut dan matanya melotot. Si gadis dengan
ketakutan menundukkan kepalanya.260
"Kera Putih!" seru Yoko bagaikan kalap.
"Kemanakah dewi Uzume? Dia telah menghilang
Kamarnya sudah kosong!"
Baik Kera Putih maupun Kumala Biru terperanjat dan
merasa heran. Yoko mengucapkan selamat kepada
dirinya bahwa ia telah berhasil mengelabui kedua
orang itu.
"Lekas jawab pertanyaanku!" seru pula Yoko
beringas. "Kemanakah kau membawa dewi Uzume?!l"
"Sabar, Yoko!" sahut Kera Putih. "Aku tidak tahu
menahu tentang hilangnya dewi Uzume. Jangan kau
menjadi kalap. Aku akan memeriksa seluruh gua dan
pulau Ini."
Tiba-tiba Yoko menoleh ke arah Kumala Biru.
"Hei, Biru!" seru Yoko kepada pelayan itu.
"Mungkin engkau yang menyembunyikan dewi
Uzume, karena semalam aku melihat kau memasuki
kamarnya."
Si gadis yang sudah ketakutan tak dapat menyahut.
Dengan bergemetar ia menggeleng-gelengkan kepala
nya.261
Kemudian Yoko berpaling pula ke arah Kera Putih. Ia
menatap wajah yang cakap dan ganteng itu, wajah
yang semula dimiliki oleh kakaknya dewi Uzume.
"Kera Putih lebih baik kau berterus terang.
Dimanakah kau menyembunyikan dewi Uzume?"
"Perlu apakah aku menyembunyikan dewi
Uzume?" sahut Kera Putih. "Aku sudah mengatakan
bahwa aku tidak tahu menahu tentang lenyapnya
wanita bedebah itu!"
Yoko bersenyum mengedjek.
"Kau mengatakan perlu apa? Kau, menghilang
kan dewi Uzume perlunya untuk menghalang-halangi
cita-citaku. Kau melenyapkan wanita itu agar isterimu
tetap memiliki tubuh sang dewi."
"Itu tidak menjadikan soal. Bila kau berhasil
membawa isteriku kemari dengan senang hati aku
menepati janjiku dan dengan mudah aku dapat
menggantikan tubuh seorang gadis yang cantik untuk
isteriku," sahut Kera Putih mulai gusar.
"Jangan banyak cakap" bentak Yoko
mengguntur. "Kau harus kembalikan dewi Uzume atau
pertempuran di antara kita berdua tak dapat
dielakkan. Aku bukan seorang pengecut. Aku262
menantang kau setelah kau memiliki tubuh yang sehat
kuat..."
Wajah Kera Putih tampak beringas ditantang Yoko.
Namun pada lain saat ia bersenyum. Rupanya ia
berhasil menekan perasaannya.
"Jadi kita bertempur karena wanita?" akhir
nya Kera Putih berkata.
"Bukan karena wanita!" seru Yoko. "Aku me
nentang engkau untuk membela keadilan!"
"Rupanya kau sudah jatuh cinta kepada wanita
bedebah itu," kata pula Kera Putih. "Hatimu telah
terpikat karena bujuk rayunya."
"Kau jangan menafsirkan yang bukan-bukan,
Kera Putih," sahut Yoko sengit. "Aku ingin dewi Uzume
mendapatkan kembali tubuhnya yang asli dan setelah
itu aku akan menantang dia bertempur."
"Ha-ha-ha!" tawa Kera Putih terbahak-bahak.
"Kau hendak membunuh dia? Kau hendak binasakan
wanita itu yang kau bela mati-matian? Tak masuk akal,
Yoko."
Yoko tak menyahut. Ia mengkeretakkan giginya sambil
mengepal-ngepalkan tinjunya. Kemudian ia membalik
kan tubuhnya melangkah dengan pesat keluar kamar263
kerja itu. Ia masih sempat mendengar Kera Putih
berkata :
"Yoko. Yoko, kau hendak membunuh orang
yang kau cinta. Ha-ha-ha!"
Hari itu juga Kera Putih mencari di seluruh gua
jejaknya dewi Uzume, bahkan sampai di lamping
lamping gunung dan jurang-jurang. Satu hari penuh
Kera Putih dan pelayannya sibuk.
Yoko tertawa didalam hatinya. Setiap malam dengan
laku bagaikan seorang pencuri Yoko membawakan
makanan untuk dewi Uzume.
Beberapa hari telah berlalu. Selama itu seperti biasa
setiap hari Yoko berada dikamar kerja mempelajarkan
lebih jauh pemindahan anggota-anggota tubuh
manusia.
Sebenarnya ia sudah segan melakukan pekerjaan itu,
namun untuk tidak mencurigakan Kera Putih terpaksa
ia mencurahkan pikirannya dalam ilmu bedah itu. Di
waktu malam bila Kera Putih sudah masuk kedalam
kamar tidurnya dan para pelayan masing-masing
masuk ke dalam biliknya, berindap-indap Yoko
membawakan makanan dan miuman ke tempat
sembunyinya dewi Uzume.264
Pada suatu malam setelah meninggalkan tempat
persembunyiannya sang dewi, Yoko duduk termenung
di dalam kamarnya.
"Aku tidak dapat terus menerus membawakan
makanan untuk Uzume," kata Yoko seorang diri.
"Suatu ketika pasti Kera Putih akan mendapat tahu.
Bila aku tidak membawakan Uzume makanan ia akan
mati kelaparan."
Pendekar muda itu menghela napas dalam. Tiba-tiba
ia melompat keluar jendela. Ketika itu hari telah jauh
malam, cuaca gelap gelita dan suasana sunyi sepi.
Yoko melangkah keluar gua. Selama ia berada dengan
Kera Putih belum pernah si pemuda meninggalkan gua
apa pula di waktu malam. Kini hatinya sedang
berduka, maka ia ingin mencari hawa segar yang dapat
menjernihkan otaknya.
Keluar dari gua, Yoko menuju ke arah hutan. Jalanan
menuju ke hutan belukar itu berliku-liku karena
melewati lamping-lamping gunung.
Lembah-lembah dan jurang-jurang sangat curam di
pulau itu. Tiba-tiba sang ratu malam yang tadi tertutup
oleh awan kini pancarkan sinarnya yang gilang
gemilang. Cahaya perak sang ratu malam itu
menyinari seluruh pulau.265
Tanpa merasa Yoko telah berjalan djauh. Ia duduk di
atas batu gunung sambil memandang rembulan. Tidak
jauh dari tempat di mana ia berada terdapat air terjun
yang menerbitkan suara berkerosokan. Pemuda kita
palingkan matanya ke bawah, tampak air terjun itu
berbuncal-buncal bunyinya tampak indah karena sinar
perak sang ratu malam.
"Uzume, cara bagaimanakah aku dapat
menolong engkau?" kata Yoko seorang diri. "Dewi
Uzume, aku telah mengejar engkau sampai disini dan
kini ..."
Ia tidak meneruskan kata-katanya.
"Gunung-gunung tidak dapat bertemu satu
sama lain, tetapi manusia bila masih hidup pada suatu
saat dapat bersua pula," terdengar seorang wanita
dari tempat gelap.
Yoko terperanjat! Cepat-cepat ia melompat bangun. Ia
menatap kearah datangnya suara itu. Yoko tidak
bersenjata. Ketika ia lompat keluar dari dalam
kamarnya ia tidak membawa pedang samurainya.
Namun pemuda kita tidak kuatir karena ia yakin itulah
suaranya salah seorang pelayannya Kera Putih jang
menguntit dirinya. Entah dia si Kumala Biru, si Mawar266
Merah atau si Gagak Hitam, ia tidak tahu karena ia
belum lihat orangnya.
"Ternyata kau masih rindukan dewi Uzume,"
Pendekar Samurai 3 Kera Putih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terdengar pula suara wanita itu.
Kini Yoko curiga. Siapakah gerangan wanita itu?
Mustahil seorang pelayan Kera Putih berani berkata
sembarangan.
"Hei! Lekas keluar bila kau masih mau hidup!"
seru Yoko mendongkol,
"Aduh, garangnya! Ternyata kau belum mem
buang sifatmu yang aseran," kata suara itu pula.
"Bedebah!" bentak pendekar muda itu. Tiba
tiba ia menubruk ke tempat gelap dari mana suara itu
terdengar. Namun Yoko menubruk tempat kosong.
"Hi-hi-hi!" terdengar wanita itu menertawakan
Yoko. Suara itu terdengarnya di lain tempat.
"Kau berani mempermainkan aku!" seru Yoko
gusar.
"Siapakah yang mempermainkan kau, Yoko.
Aku tengah duduk ditempat gelap, namun kau me
nubruk aku bagaikan orang gila," sahut wanita itu.267
"Benar-benar kau mau mampus! Lekas keluar!"
seru Yoko pula.
"Aku tidak kesudian menghampiri engkau!"
Yoko menubruk pula ke arah suara itu. Tetapi kali ini
pun, la tidak bernasil menangkap wanita itu.
"Hi-hi-hi!"
"Hei, apakah kau manusia atau setan gunung?"
teriak Yoko yang sudah naik darah. "Bila kau seorang
manusia lekas keluar, bila kau iblis gunung lekas enyah
dari sini! Janganlah kau menggoda aku lebih jauh!"
"Bila aku iblis gunung aku sudah cekik leher
mu!" menyahut wanita itu.
"Bedebah!" teriak Yoko. "Aku akan tebas
batang lehermu supaya kau tidak rewel pula!"
"Hi-hi-hi! Dengan apa kau hendak tebas batang
leherku? Bukankah kau tidak membawa senjata?
Lebih baik kau rangkul leherku."
"Perempuan tidak tahu malu!" seru Yoko
"Sudah, aku tidak mau meladeni engkau!"
Pendekar muda itu melangkah menghampiri batu
besar dimana tadi ia duduk.268
"Sebegitu marahnya," terdengar wanita itu
berkata. "Bila kau penasaran hendak menebas batang
leherku, pakailah pedangku."
Berbareng dengan suaranya wanita itu, dari tempat
gelap melayang sebilah pedang samurai dengan
sarungnya kehadapan Yoko.
Ia memungut pedang samurai itu. Tiba-tiba ia meng
kerutkan keningnya. Kedua matanya terbuka lebar
keheranan.
"Hei, ini pedang pusakaku pemberian guruku!"
menyetus dari mulut Yoko.
"Dari manakah kau dapat pedang pusakaku?"
tanya pendekar muda itu, sambil mencabut pedang itu
dari sarungnya. Berkelebatlah sinar putih di udara
malam itu.
"Bagus benar kau mengakui milik orang lain.
Aku sudah baik hati meminjamkan pedangku, karena
aku melihat kau tidak bersenjata dan aku khawatir kau
akan mendapatkan bahaya keluyuran di hutan ini pada
tengah malam buta. Kini bukan menghaturkan, terima
kasih, sebaliknya kau ingin merampas pedangku," kata
wanita itu.269
Yoko membulak-balikkan pedang yang terhunus
ditangannya.
"Tidak salah ini pedangku." gumamnya. Kini
betul-betul pendekar muda itu gusar bukan kepalang.
"Ternyata kau bukan iblis gunung, tetapi seorang
manusia! Lekas sebutkan namamu!"
"Hi-hi-hi! Kau menjadi kalap, Yoko! Aku adalah
bunga mawar yang baru melepas kuntum. Bila kau
menyebut tiga kali: Bunga mawar adalah bunga
kesayanganku, baru aku mau menghadap engkau,"
menggoda wanita itu lalu tertawa cekikikan.
"Bedebah!" bentak pemuda kita."Bunga mawar
adalah bunga yang paling aku benci!"
Saat itu Yoko benar-benar bagaikan anak kecil saja.
"Memang aku tahu kau membenci aku, karena
kau mencintakan dewi Uzume," terdengar suara
wanita itu dengan nada mendongkol.
Yoko tidak menyahut.
Mendadak dari dalam semak belukar ditempat gelap
terdengar suara berkeresekan. Yoko berpaling. Ia
menatap ke tempat gelap di mana suara itu terdengar.
Dari dalam semak itu muncul sesosok tubuh yang
langsing berpakaian hitam.270
Cepat-cepat Yoko menyarungkan pedangnya. Tidak
salah dugaan Yoko, wanita berbaju hitam itu adalah
gadis pelayannya Kera Putih yang ia beri nama Gagak
Hitam. Sambil menundukkan kepalanya ia meng
hampiri pemuda kita.
"Yoko-san, mengapakah kau tidak tidur?" tanya
gadis pelayan itu.
Benar-benar Yoko menjadi bingung. Tadi si Gagak
Hitam sedemikian kenesnya mengapakah kini ia men
jadi pendiam.
"Dan kau sendiri mengapa pada tengah malam
buta kau keluyuran disini?"
"Malam ini adalah tugasku untuk menjaga. Aku
sedang piket," sahut Gagak Hitam.
"Dari manakah kau mendapatkan pedang pusakaku?"
Belum Gagak Hitam menyahut sekonyong-konyong
berkelebat bayangan hitam di hadapan Yoko.
"Akulah yang membawa pedang pusaka itu."
Yoko terperanjat! Dihadapannya berdiri seorang
wanita cantik namun sangat gagah. Yoko menatap
wajah wanita itu. Cahaya rembulan menyinari wajah si271
cantik yang tengah bersenyum. Untuk kedua kali Yoko
terperanjat setelah mengenali wanita itu.
"Bara! Mengapa kau berada disini?" serunya.
Wanita cantik berbaju hitam itu memang bukan lain
Bara adanya.
"Kau masih mengenali aku, Yoko?" sahut si
kenes. "Aku telah mencari kau dari selatan sampai ke
utara dan beruntung di tempat ini aku ketemukan juga
kau."
"Terima kasih kau tak lupa membawa pedang
pusakaku, memang saat ini aku sangat perlu dengan
senjata itu," kata si pemuda.
"Apakah kau telah ketemukan bibiku?" tanya
Bara tiba-tiba.
Yoko mengkerutkan keningnya. Ia insyaf Bara hendak
memperolok-olokkan dia pula.
"Aku sudah mengetahui siapa sebenarnya
bibimu itu."
"Bagus kalau kau sudah mengetahui," sahut
Bara.
"Bara, kini jangan menggoda aku lebih jauh. Aku
hendak bicara banyak dengan engkau. Aku membutuh272
kan pertolonganmu dan setelah itu kau harus lekas
lekas meninggalkan tempat ini, karena pulau ini sangat
berbahaya bagimu," kata Yoko sungguh-sungguh.
Tiba-tiba Yoko menoleh ke arah Gagak Hitam yang
berdiri tidak jauh dari mereka.
"Jangan khawatir Yoko," kata Bara. "Nona
manis itu sudah berjanji akan menutup mulutnya
rapat-rapat tentang kedatanganku."
"Silahkan kalian bicara, aku akan menjaga di
dekat gua," kata gadis pelayan itu. Ia membungkukkan
tubuhnya memberi hormat kepada Bara, lalu kepada
Yoko. Bara membalas hormatnya si gadis.
"Terima kasih Gagak Hitam," kata Yoko. "Aku
tak akan lupa kebaikanmu". Yoko pun membalas
hormatnya pelayan Kera Putih itu.
Tanpa menoleh pula Gagak Hitam meninggalkan
tempat itu. Yoko memandang gadis pelayan itu hingga
tak tampak pula ditelan gelapnya malam.
Kemudian pendekar muda kita duduk di atas batu.
sambil menghela napas dalam.
"Tepat sekali kedatanganmu Bara. Aku butuh
dengan pertolonganmu," kata Yoko sambil meman
dang wajah si gadis yang selalu merongrong dirinya.273
Tampak senyuman manis di kedua bibir Bara.
"Yoko, aku telah ketemukan bibiku dan kini dia
berada dipegunungan Asosan," menerangkan si gadis.
"Sudah, aku mohon dengan sangat kini bukan
waktunya untuk kau memperolok-olok aku. Aku sudah
tahu kau muridnya dewi Uzume," kata Yoko sungguh
sungguh.
"Memang aku salah seorang muridnya sang
dewi, habis kau mau apa?" menantang Bara. Tiba-tiba
Bara mengerutkan keningnya. "Hei, biasanya kau
menjebut dewiku dengan kata-kata menghina dan
mengejek, mengapakah kini kau menyebut dewi
Uzume bukan wanita jahat, wanita bedebah,
perempuan kejam, iblis betina dan entah kata-kata
apa lagi yang kau berikan kepada dewiku. Apakah
sikapmu sudah berubah terhadap guruku?"
Yoko belum menyahut.
"Supaya kau tidak ragu-ragu lagi terhadap diri
ku, aku memperlihatkan kau lambang guruku," kata
Bara. Si gadis membuka bajunya. Tampak dada yang
putih disinari cahaya rembulan. Pada dada yang halus
itu terdapat lukisan seekor ular melilit sekuntum
bunga Sakura. Itulah lambang Uzume.274
Sejenak Yoko memandang dada si gadis yang putih
halus itu, lalu ia tundukkan kepalanya.
"Bara, dewimu sedang menghadapi mala
petaka," menerangkan pendekar muda itu. "Kita harus
menolong dia."
Bara melangkah menghampiri si pemuda.
"Kau ngaco, Yokol Dewi Uzume kini dalam
keadaan sehat berada di istananya di gunung Asosan."
Pendekar Samurai 3 Kera Putih di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mendadak Yoko insyaf bahwa terang sekali Bara tidak
mengetahui bahwa yang berada di gunung Asosan itu
bukannya dewi Uzume melainkan isterinya Kera Putih
yang memiliki tubuh dewi Uzume. Pandai benar isteri
Kera Putih itu bersandiwara, hingga muridnya dewi
Uzume sendiri tidak mengetahui perobahan itu.
"Aku harus menerangkan dahulu semua
pengalamanku sebelum aku minta pertolongannya,"
kata Yoko di dalam hatinya.
Belum sempat Yoko berkata. Bara sudah mendahului:
"Aku telah mencari kau ubek-ubekan, karena
aku sendiri perlu dengan pertolonganmu. Kini lebih
leluasa aku dapat bicara padamu karena kau sudah
mengetahui bahwa aku sebenarnya salah seorang
murid dewi Uzume. Aku sangat membutuhkan275
pertolonganmu, karena tidak ada lain orang yang
dapat menolong aku dalam soal pelik yang kini aku
sedang hadapi."
Yoko tunda maksudnya untuk menerangkan Bara
tentang bencana yang sedang dihadapi dewi Uzume.
"Aku siap sedia menolongmu, Bara," kata Yoko.
"Sebenarnya kau mencari apa ditempat ini?
Nona berbaju hitam tadi mengatakan bahwa pulau ini
di diami oleh seorang yang berilmu yang dipanggil
Kera Putih dan kau menjadi tamunya. Apa kerjamu
berbulan-bulan menetap di sini? Bukankah kau
ditugaskan oleh gurumu untuk mencari dewi Uzume?"
"Nanti aku akan terangkan kepadamu, kini kau
ceritakan dahulu soal apa yang telah membikin kau
pusing kepala dan membutuhkan pertolonganku,"
sahut si pemuda.
Bara menundukkan kepalanya, dan membetulkan
bajunya di bagian dada. Ketika ia mengangkat pula
kepalanya memandang Yoko tampak beberapa butir
air mata turun dari kelopak matanya.
"Yoko, aku tidak mengetahui apa yang
menyerang pikirannya dewiku. Kini dia tidak seperti
dahulu. Terhsdap murid-muridnya ia sangat keras.276
Tidak ada kata-kata yang manis keluar dari mulutnya,
sebaliknya bentakan dan makian."
Bara terdiam sejenak, kemudian berkata pula:
"Yoko, apakah kau tidak dapat memberikan
sedikit hatimu kepada sang dewi. Aku insyaf dia
mencintakan dirimu. Karena cintanya tak terbalas
maka kini dia menjadi uring-uringan. Sungguh kini
tabiatnya dewi Uzume berbeda jauh dengan dahulu.
Kasihanilah dewiku dan kasihanilah semua murid
muridnya."
Yoko tak menyahut, namun pada bibirnya tampak
senyuman.
"Aku sudah girang kau kini tidak memusuhi pula
dewiku," kata pula Bara. Mendadak si gadis bagaikan
ingat sesuatu. "Eh, mengapakah tadi kau mengaco
bahwa dewi Uzume sedang menghadapi malapetaka?
Sungguh heran kau berada di pulau ini yang letaknya
jauh dari pegunungan Asosan, namun kau mengetahui
juga bahwa dewiku ... ia, boleh dikatakan sedang
menghadapi malapetaka. Engkaulah seorang yang
dapat menghindarkan malapetaka itu. Mari lekas
lekas kita meninggalkan tempat ini."
"Dewi Uzume berada dipulau ini," kata Yoko
tegas.277
"Apa? Benarkah ia datang kemari?" tanya Bara
keheranan. "Ketika aku meninggalkan Asosan sang
dewi masih berada di istananya."
"Dia sudah berbulan-bulan berada di pulau ini,"
menegaskan si pemuda.
Bagaikan kilat Bara mengangkat tangannya memukul
dengan keras pugggung Yoko.
"Bedebah! Dasar kau tidak boleh dibuat baik.
Sedang pikiranku gelisah, hatiku berduka kau masih
mempermainkan aku!"
Yoko bangkit dari tempat duduknya. Tampak
keningnya berkerut. Kini Yoko pun sudah naik darah.
"Aku bicara sesungguhnya! dewi Uzume sudah
berbulan-bulan berada di pulau ini!"
"Apakah dewi Uzume ada dua? Kau atau aku
yang sudah menjadi gila?" seru Bara tidak kalah sengit.
Tiba-tiba Yoko tertawa terbahak-bahak.
Ditertawai Yoko, Bara tambah sengit. Ia memukul
dengan tinjunya bahu si pemuda sambil mengkeretak
kan giginya.278
"Bara, kau belum gila dan aku pun tidak gila. Bila
aku belum terangkan soal ini, kita akan bersitegang
terus sampai dunia kiamat," kata Yoko.
Kemudian Yoko duduk pula di atas batu itu. Bara tetap
berdiri. Ia masih gusar.
Mulailah Yoko menceritakan pengalamannya sedari ia
bertemu dengan Kera Putih di tepi pantai. Bagaimana
ia ditantang untuk bertempur, lalu diterima sebagai
tamu dan diajarkan ilmu bedah yang dinamakan ilmu
gaib. Lalu pertemuannja dengan dewi Uzume di dalam
tubuh isterinya Kera Putih.
Kedua mata Bara melotot bahna herannya.
"Jadi, yang berada di gunung Asosan, bukan
sang dewi?" menegaskan si gadis bagaikan tak
percaya.
Yoko mengiyakan.
"Pantas begitu jahat dan kejam," kata pula Bara.
Si gadis duduk di atas batu di sisi Yoko.
Pendekar muda itu meneruskan ceritanya. Bara
terdiam saja mendengarkan dengan seksama. Ia tidak
memutuskan pula ceritanya si pemuda. Selesai
dengan ceritanya Yoko berkata:279
"Maka aku perlu pertolonganmu. Kau harus
dayakan upaja dewi Uzume palsu itu dapat kau bawa
kepulau ini. Aku yakin kau dapat mengerjakan tugas
ini, karena kau sangat cerdik dan banyak akal."
"Tentu, Yoko. Bagaimanapun aku akan bawa
isteri Kera Putih itu kemari. Pasti aku akan dapat tipu
padanya," sahut si gadis.
Yoko menghela napas.
"Ya. Jika tidak terlambat dewi Uzume akan
mendapat-kan kembali tubuhnya yang asli. Berapa
lama kau memperlukan tempo?"
"Paling cepat dalam dua pekan aku akan
kembali," janji Bara.
"Berhasil atau gagalnya cita-citaku tergantung
kepadamu Bara, maka kau harus berhati-hati dan
selekasnya kau harus bawa isteri Kera Putih kemari."
menegaskan Yoko.
"Sebelum aku pergi, aku hendak bertanya, bila
sang dewi sudah dapatkan kembali tubuhnya yang
semula, apakah kau tetap akan menjalankan perintah
gurumu?"
Yoko tidak lantas menyahut. Ia sendiripun bingung.280
Apakah ia harus bunuh wanita yang sudah ditolongnya
Pendekar Mabuk 073 Misteri Tuak Dewata Pendekar Slebor 59 Cinta Dalam Kutukan Patung Emas Kaki Tunggal Unta Sakti
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama