Dewi Kelabang Hitam Karya Batara Bagian 3
dilindungi ilmunya yang aneh itu. Dan ketika Hu-taijin semakin marah dan
mengganti-ganti sasarannya ke tubuh Hong Lam yang lain untuk mencari kelemahan
pemuda ini maka Bhong Kiat muncul dan menyerang menteri itu, disampok dan
Bhong Kiat terpental tapi maju lagi. Dua pemuda ini sekarang mengepung menteri itu
tapi Hu-taijin dapat mengatasi. Serangan-serangan Bhong Kiat semua di tolak,
bahkan tiga kali pemuda itu terbanting kesakitan dihantam balik pukulan menteri ini.
Bhong Kiat tidak seperti Hong Lam, murid mendiang Ang-sai Mo-ong ini harus lebih
berhati-hati dibanding temannya. Dan ketika dua pemuda itu mengeroyok dan Hu
taijin naik darah akhirnya Kiok Lan datang lagi menerjang menteri itu, pertempuran
di luar tetap berjalan ramai sementara Hu Kang sibuk mencari kelemahan Hong Lam,
pemuda inilah yang dirasa paling sukar ditundukkan dan amat menjengkelkan. Tapi
ketika Hu-taijin menghadapi tiga muda-mudi itu dan berkali-kali dia mementalkan
serangan Kiok Lan atau Bhong Kiat mendadak sebuah angin bertiup dan seruan berat
terdengar menegur Hong Lam.
"Hong Lam, kau tak menuruti nasihat pinceng (aku)? Kau masih mau membuat
onar di sekitar sini? Omitohud, pinceng akan memberitahukan pada Hu-taijin pusat
kelemahanmu, Hong Lam. Kau hentikan seranganmu atau pinceng akan turun
tangan!" seorang kakek tiba-tiba muncul, berdiri dan sudah berada di belakang Hong
Lam dengan cara mengejutkan. Dia adalah seorang Lama tinggi kurus dengan jubah
kuning, Hong Lam kaget melihat kehadiran Lama ini. Dan ketika dia tertegun dan
dua temannya masih menyerang menteri Hu Kang maka seorang nikouw pun muncul
menegur Kiok Lan.76
BATARA Dewi Kelabang Hitam
Kolektor E-Book
"Aih, kau juga tersesat sedemikian jauh, Kiok Lan? Hentikan seranganmu dan
lihatlah pinni.... wut!" sebatang tongkat menahan jarum emas di tangan Kiok Lan.
Itulah Lian Ing Nikouw yang sudah memalangkan senjatanya. Jarum menancap dan
Kiok Lan pun berseru kaget, senjatanya tersedot di batang tongkat. Dan ketika dia
berteriak dan gentar melibat kedatangan nikouw ini mendadak sebuah tendangan Hu
taijin mengenai pinggangnya, dia terlempar dan Kiok Lan terbanting. Dan ketika
Kiok Lan melompat bangun dan mau menyerang lagi mendadak bayangan Lian Ing
Nikouw berkelebat dan nikouw itu mengetuk pundaknya. Kiok Lan lemas dan tiba
tiba roboh. Tanpa sadar Kiok Lan telah ditotok nikouw sakti itu, Lian Ing Nikouw
menegur dirinya dan meminta maaf pada Hu-taijin, yang saat itu kembali melepas
satu tendangan keras ke tubuh Bhong Kiat, pemuda ini terpelanting dan terguling
guling. Dan ketika Bhong Kiat terkejut karena dua temannya tiba-tiba berhenti
menyerang dan Kiok Lan disambar nikouw tak dikenal itu tiba-tiba nikouw ini telah
melesat dan membawa pergi gadis itu, disusul kemudian oleh gerakan Hong Lam
yang gentar melihat supeknya, Hong Sin Lama, muncul di situ. Itulah Lama sakti
yang menjadi suheng (kakak seperguruan) ayahnya sendiri. Hong Lam berkelebat dan
memaki supeknya itu, sang supek berkomat-kamit tapi tidak mengejar, tinggal Hu
taijin yang tertegun melihat semuanya ini, berhenti dan melotot pada Bhong Kiat
yang terkesiap. Pemuda ini cepat meloncat dan menyelinap di balik ribuan pasukan
yang sedang bertempur. Hu-taijin membentak namun disambut beberapa senjata
rahasia yang ditangkis runtuh. Menteri Hu hendak menangkap Bhong Kiat namun
gagal, pemuda itu dengan cerdik dan licik telah menyelinap di balik ramainya
pertempuran, menghilang dan sebentar kemudian menteri ini membentak agar
pasukan berhenti berperang. Hong Lam dan Bhong Kiat telah kabur dari situ.
Kibasan dan dorongan menteri ini membuat lawan tak keruan. Dan ketika
pertempuran berhenti dan Hu-taijin kembali ke tempat semula ternyata Hong Sin
Lama yang tadi dilihatnya sudah tak ada lagi di situ, pagi pun tiba dan matahari
menerangi bumi dari sebelah timur. Sinarnya yang keemasan menyapu lembut sosok
sosok tubuh yang bergelimpangan, itulah korban pertempuran beberapa jam ini, Hu
taijin tertegun. Dan sementara menteri ini mengusap keringatnya dengan muka merah
maka Yee-ciangkun muncul diiringi Sun-ciangkun dan Tiauw-ciangkun serta Hien
ciangkun.
"Maaf," Yee-ciangkun memberi hormat. "Inilah rekan-rekan yang
memberontak, taijin. Mereka menyerah dan ingin menghadap dirimu."
"Ampun....!" Sun-ciangkun sudah menjatuhkan diri berlutut. "Kami berulang
ulang ingin menemuimu, taijin. Tak berhasil dan berkali-kali gagal karena kami tak
berdaya di bawah ancaman Hong-kongcu itu. Semalam kami mengirim utusan,
apakah taijin menemuinya dan membaca surat kami? Kami datang untuk
menyerahkan diri, kalau kami dianggap berdosa kami siap menerima hukuman mati!"
"Hm," tiga panglima itu tegang. "Aku telah menerima utusanmu, Sun-ciangkun.
A-him si tukang rumput, bukan? Aku telah membaca surat kalian, dan dapat
mengerti. Tapi aku tak mengerti bagaimana kalian menyerang pagi-pagi buta dan
datang bersama gadis siluman itu!"
"Maaf," Tiauw-ciangkun kini maju bicara, "Kami sebenarnya juga tak mengerti
bagaimana semuanya itu terjadi, taijin. Tapi tengah malam tadi gadis itu datang dan
meminta Hong-kongcu melakukan serangan mendadak."
"Tengah malam tadi?"77
BATARA Dewi Kelabang Hitam
Kolektor E-Book
"Ya, tengah malam tadi, taijin. Di saat baru dua jam kami mengirim utusan
kepadamu!"
"Jadi gadis itu baru berkumpul dengan pemuda-pemuda keparat itu?"
"Begitulah menurut yang kami ketahui, dan kami sendiri juga terkejut melihat
kedatangannya yang tiba-tiba."
"Hm," menteri ini mengangguk-angguk. "Aku akan menyelidiki ini lebih lanjut,
Tiauw-ciangkun. Tapi kalian harus menghadap sri baginda. Betapa pun kalian harus
mempertanggungjawabkan ini di istana, kalian harus melapor sendiri kepada sri
baginda."
Tiauw-ciangkun dan dua temannya girang. Perintah ini sama dengan ampunan
dari menteri itu. Mereka lega dan gembira karena A-him keburu menyampaikan surat
mereka kepada menteri ini, kalau tidak mungkin mereka tak akan dipercaya dan
dihukum. Kedudukan mereka yang sulit membuat tiga panglima itu bingung. Tapi
begitu Hu-taijin memerintahkan mereka ke istana dan tidak memberi hukuman di situ
maka Tiauw-ciangkun dan dua temannya menjadi girang karena ini pertanda baik
bagi mereka, mereka tak dikenakan hukuman kecuali sanksi administratip tentunya,
itu mereka maklum. Dan ketika pagi itu tiga panglima ini mengatur pasukannya dan
bersama Yee-ciangkun mereka mengurus yang luka atau tewas ternyata lima ratus
pasukan Tibet yang di bawa Hong Lam kabur, sudah menyelamatkan diri dan mereka
cepat menghilang begitu mendengar pemuda itu lari. Hong Sin Lama muncul dan
tentu saja tak ada pasukan Tibet yang tidak mengenal kesaktian Lama itu. Dan ketika
semua dicacah dan ternyata enam ratus lebih yang luka-luka dan tewas, maka hari itu
Hu-taijin menyuruh Yee-ciangkun mengawasi pasukannya.
"Biar semua pasukan di sini dulu. Aku akan mencari jejak dua pemuda itu.
Kalau mereka tak kelihatan di sekitar sini dan keadaan aman aku akan kembali dan
membawa kalian ke tempat Sun-ciangkun yang kosong."
"Baiklah," Yee-ciangkun menjawab, mengangguk dan Hu-taijin sudah
meninggalkan pasukannya. Dengan ilmunya yang luar biasa menteri ini mencari jejak
Hong Lam dan Bhong Kiat, siapa tahu pemuda-pemuda itu masih ada di sekitar situ,
beberapa hari dia berkeliling tapi pemuda-pemuda yang dicari tak ada. Dan ketika dia
kembali dan merasa aman dan memerintahkan sisa pasukannya ke barat dan
menduduki pos-pos semula di tapal batas maka hari itu menteri ini meninggalkan
pembantunya kembali ke kota raja. Sun-ciangkun dan dua rekannya sudah
mendahului dan Hu-taijin memerintahkan penjagaan beranting, artinya kalau ada
kejadian seperti itu lagi diharap Yee-ciangkun melapor ke tapal batas sebelahnya, dan
panglima di tapal batas sebelah akan melapor pada yang sebelahnya lagi, begitu
sampai ke kota raja, tak perlu langsung pada menteri ini karena halangan mungkin
lebih besar, Hong Lam atau pengacau yang lain dapat mencegat di tengah jalan,
seperti apa yang telah dialami Sun-ciangkun itu. Dan ketika hari itu menteri ini dapat
memadamkan pemberontakan dan kembali ke kota raja maka untuk beberapa waktu
wilayah sebelah barat ini menjadi aman dan tapal batas tak mendapat gangguan.
*
* *78
BATARA Dewi Kelabang Hitam
Kolektor E-Book
"Mana Mei Hong?"
Begitu Bun Hwi bertanya pada seorang anggauta Hwa-i Kai-pang. Hari itu dia
telah memutuskan menemui gadis ini. Maksudnya kepada Kiok Lan gagal dan Bun
Hwi merasa nasihat Lian Ing Nikouw baik, sekarang pergi ke tempat Mei Hong
namun tak menemukan gadis itu. Bun Hwi penasaran dan berkeliling. Tapi ketika
seluruh tempat dirasa gagal dan heran tak menemukan gadis itu maka Bun Hwi
bertanya pada seorang anggauta Hwa-i Kai-pang yang tentu saja terkejut melihat
kedatangan Bun Hwi yang tiba-tiba, berkelebat dan tahu-tahu berada di depannya
seperti iblis.
"Ah, siapa kongcu?" pengemis itu malah bertanya, tak mengenal Bun Hwi
karena memang jarang pemuda itu bergaul dengan orang-orang Hwa-i Kai-pang. Bun
Hwi terlalu akrab dengan Mei Hong dan tidak memperdulikan para anggauta.
Pemuda biasanya memang begitu, kalau sudah ketemu pemudi yang lain-lain tak
dihiraukan. Dan ketika Bun Hwi menjadi tak sabar dan balas ditanya pemuda ini
menjadi gemas.
"Aku Bun Hwi, sahabat pangcumu (ketua) itu."
"Oh, Bun-ongya (pangeran Bun)?" pengemis itu terkejut. "Ah, pangcu tak ada,
ongya. Pergi!" pengemis itu tiba-tiba menjatuhkan diri berlutut, pucat dan kaget
karena seorang pangeran datang kepadanya. Tapi Bun Hwi yang terkejut mendengar
jawaban itu tiba-tiba menarik bangun pengemis ini.
"Apa, pergi? Pergi ke mana?"
"Hamba tak tahu, ongya. Pangcu tidak memberi tahu....?
"Kalau begitu siapa yang tahu? Siapa wakil ketua?"
JILID IV
"CIE-TWAKO (kakak Cie), ongya. Barangkali dia dapat...."
"Hm, siapa ini, Bian-kai (pengemis Bian)?" sesosok bayangan tiba-tiba
berkelebat, seorang pengemis datang menegur. "Ada apa mencari wakil ketua?"
"Ah, Cie-twako! Ini, twako, Bun ongya datang. Mau mencari pangcu...!" dan
Bian-kai yang cepat melepaskan diri dari Bun Hwi dan menghadapi pengemis
temannya sudah buru-buru memberi penjelasan, "Twako, Bun-ongya mencari
pangcu. Aku tak tahu dan kebetulan kau datang. Silahkan bicara!"
Pengemis itu, seorang pengemis berusia empatpuluhan memandang Bun Hwi.
"Kongcu siapa?"
"Dia pangeran Bun...!" Bian-kai menjawab. "Katanya dia sahabat pangcu, Cie
twako. Aku tak tahu tapi kau barangkali sudah mengenalnya!"
"Hm...!" pengemis ini bersinar-sinar, juga tak mengenal Bun Hwi. "Kau Bun
ongya yang pernah disebut-sebut pangcu? Apa buktinya?"79
BATARA Dewi Kelabang Hitam
Kolektor E-Book
Bun Hwi tak sabar. "Aku memang Bun Hwi, Cie-kat. Kau boleh percaya boleh
tidak. Aku tak mengerti bukti apa yang kau maksud."
"Kau dapat menunjukkan apa saja yang kira-kira dapat membuat aku percaya."
"Misalnya?"
"Ini!" pengemis itu tiba-tiba menyerang. "Kau terimalah tongkatku, kongcu.
Coba kulihat kekebalanmu yang pernah kudengar!"
Bun Hwi terkejut. Dia mau mengelak tapi tak jadi, kata-kata itu membuat dia
tertegun dan menerima pukulan tongkat. Dan ketika tongkat mental bertemu
tubuhnya dan dia tidak apa-apa mendadak pengemis itu berseru lagi menghantam dua
tiga kali, membal dan Bun Hwi tetap tak apa-apa. Pemuda ini memang kebal,
kekebalan alamiah dari darah Cheng-kak-coa (Ular Tanduk Hijau) yang pernah
diminum. Cie-kai si pengemis bertongkat membelalakkan mata dan kagum. Tapi
ketika dia berseru lagi dan menghantam tongkat sekuatnya tiba-tiba Bun Hwi
kepalanya dan tongkat menyambar mengejutkan Bun Hwi.
"Krakk!" tongkat kini patah, Bun Hwi mau mengelak tapi lagi-lagi tak jadi
karena teringat omongan pengemis itu. Dia sebenarnya marah dan mau menghajar
pengemis ini. Tapi ketika Cie-kai berseru kaget dan percaya melihat tongkatnya patah
mendadak pengemis ini menjatuhkan diri berlutut dan girang.
"Kongcu, kau kiranya betul-betul pangeran Bun. Maafkan aku. Sekarang aku
percaya dan inilah surat dari pangcu!" Cie-kai mengeluarkan sepucuk surat,
menyerahkannya kepada Bun Hwi dan Bun Hwi menerima. Kemarahannya lenyap
begitu mendengar ini. Dan begitu dia membuka dan membaca surat ini ternyata Mei
Hong memberi tahu padanya agar tak usah dulu mencarinya selama enam sampai
duabelas bulan.
"Aku ingin melihat sesuatu. Kau pergilah sesukamu dan jangan cari aku.
Dewi Kelabang Hitam Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tentukan pilihanmu dan semoga kau cocok dengan Kiok Lan."
Begitu isi surat itu, Bun Hwi tertegun dan mengerutkan kening. Dia tak tahu apa
yang maksud "sesuatu" itu oleh Mei Hong. Tapi melihat gadis itu menyuruhnya
menunggu enam sampai duabelas bulan tiba-tiba Bun Hwi kecewa.
"Ah ke mana dia?" Bun Hwi melipat surat, memandang si pengemis. "Apakah
kau tahu?"
"Maaf, aku tak tahu, ongya. Tapi pangcu berpesan agar kau tak mencarinya."
"Ya, dikatakannya dalam surat ini. Tapi...... hm, baiklah. Percuma kalian
kutanya, tentu tak tahu juga. Baiklah, aku pergi.....!" dan Bun Hwi yang berkelebat
kecewa meninggalkan pengemis itu lalu keluar dari wilayah Hwa-i Kai-pang dan
termenung serta bingung dalam perjalanan. Tak mengerti apa yang mau dilakukan
Mei Hong dan kenapa cepat benar gadis itu meninggalkan perkumpulannya. Bun Hwi
ke timur dan akhirnya ke utara. Dan ketika dia membelok dan tiba di persimpangan
jalan mendadak Hu-taijin muncul dan dia bertemu dengan menteri itu, yang baru
pulang dari perbatasan dan akan ke kota raja.80
BATARA Dewi Kelabang Hitam
Kolektor E-Book
"Ah, kau, paman Hu? Bagaimana kabar?" Bun Hwi terkejut, girang tapi
menghampiri dan menteri itu sudah berkelebat pula di depannya. Dan ketika Hu
taijin tersenyum dan menepuk-nepuk pundaknya maka menteri ini berkata.
"Aku berhasil, pangeran. Tapi sesuatu yang tak terduga terjadi!"
"Apa itu? Kau berhasil memadamkan pemberontakan?"
"Ya, dan sahabatmu itu ada di sana, pangeran. Kiok Lan!"
"Hm, ada apa dengan dia?" Bun Hwi berdebar, memandang tak enak. "Apakah
maksudmu dia ikut memberontak?"
"Aku tak jelas. Tapi dia membantu pemberontak. Aku heran bahwa dia bergaul
dengan Hong-kongcu dan murid mendiang Ang-sai Mo-ong itu!"
"Hong-kongcu? Maksudmu Hong Lam?"
"Ya, dia itu, pangeran, putera Hong Beng Lama yang sakti. Pemuda ini menjadi
dalangnya dan dialah yang menyuruh Sun-ciangkun dan beberapa panglima lain
memberontak." Hu-taijin lalu menceritakan peristiwa itu, mulai dari awal sampai
akhir dan Bun Hwi terbelalak. Dia teringat putera Hong Beng Lama yang lihai itu,
yang dapat hidup setelah mati, yang memiliki ilmu hitam Merekat Tulang
Menyambung Nyawa. Dan ketika Hu-taijin menceritakan Kiok Lan pula yang
menyerang di pagi buta maka Bun Hwi tertegun bertanya.
"Lalu bagaimana? Di mana dia?"
"Seorang nikouw merobohkannya, pangeran. Aku tak kenal tapi nikouw itu
membawanya."
"Nikouw setengah baya?"
"Aku kurang jelas, tapi rupanya begitu."
"Hm, tentu Lian Ing Nikouw. Benar, tentu nikouw itu!" dan Bun Hwi yang
termangu dengan mulut getir lalu memandang menteri ini. "Paman sekarang mau ke
mana? Apakah ada urusan lain?"
"Tidak, aku mau ke kota raja, pangeran, menghadap ayahmu sri baginda."
"Melaporkan semuanya itu?"
"Ya, dan kau, mau ke mana, pangeran?"
"Aku mencari Mei Hong, tetapi gagal."
"Bukankah dia di Hwa-i Kai-pang?"
"Aku telah ke sana, paman, tapi gadis itu tak ada. Katanya pergi, entah ke
mana."
"Hm, omong-omong aku jadi teringat Cupu Naga," menteri itu mendadak
mengalihkan percakapan. "Kau telah ke Bukit Pedang pangeran?"
"Untuk apa?"81
BATARA Dewi Kelabang Hitam
Kolektor E-Book
"Eh, bukankah kau belum mempelajari seluruh warisan Pak In Sian-su?
Pangeran, sekarang dua pemuda jahat itu muncul kembali. Aku telah mencari jejak
mereka tetapi gagal. Aku yakin Hong-kongcu dan Bhong Kiat itu akan membuat
kembali keributan, bagaimana kalau kau memperdalam ilmumu dulu dan melupakan
urusan gadis itu?"
Bun Hwi mengerutkan kening. "Aku enggan....."
"Ah, kau lihat Hong-kongcu telah mengacau perbatasan , pangeran. Kau adalah
putera sri baginda, kau harus ikut memikirkan keselamatan rakyatmu. Kepandaian
putera Hong Beng Lama itu hebat sekali, ilmunya Merekat Tulang Menyambung
Nyawa hanya Hong Sin Lama saja yang tahu kelemahannya. Bagaimana kalau kau
mempelajari warisan di Bukit Pedang itu dan memperdalam kepandaianmu?"
"Aku mau mencari Mei Hong...."
"Tapi gadls itu pergi!"
"Ya, dan ini yang tak kusenangi, paman. Aku penasaran dan ingin mencari!"
"Bagaimana kalau kau serahkan kepadaku?"
"Paman mau mencarinya?"
"Demi kau, pangeran. Semua pembantuku dapat kukerahkan kalau kau minta."
"Hm,..." Bun Hwi ragu. "Tapi gadis itu tak mau menemuiku selama enam
sampai duabelas bulan...."
"Kenapa?"
"Entahlah, lihat ini." Bun Hwi mengeluarkan surat yang diterimanya dari Mei
Hong. "Kau baca sendiri, paman. Dan aku penasaran."
"Hm....!" menteri itu membelalakkan mata, mengangguk-angguk. "Memang
aneh, pangeran. Tapi ini merupakan kesempatan bagimu. Justeru kau harus ke Bukit
Pedang dan mencari peninggalan kakek dewa Pek In Sian-su itu!"
"Aku malas..."
"Tidak, jangan begitu, pangeran. Kau harus ke sana dan ingatlah akan ancaman
putera Hong Beng Lama itu pada negara!"
"Tapi kau ada di sini."
"Ah, mana mungkin seorang diri aku menghadapinya? Pemuda itu licik,
pangeran. Dan dapat mengumpulkan orang-orang lain dan mengacau. Dan aku
seorang jelas kewalahan kalau pemuda itu membuat ribut. Belum lagi kalau ayahnya
yang sakti muncul. Tidak, aku butuh bantuanmu, pangeran. Betapapun negara
membutuhkan orang-orang lihai untuk menghadapi orang-orang macam Hong Beng
Lama dan puteranya itu. Ingatlah kejadian beberapa waktu yang lalu ketika aku
dibokong Lama sakti itu!"
"Tapi Hong Beng Lama telah buta, Hong Sin Lama menangkapnya."82
BATARA Dewi Kelabang Hitam
Kolektor E-Book
"Itu dulu, pangeran. Siapa tahu, Lama ini akan melarikan diri dibantu
puteranya? Meskipun buta kesaktian Lama itu tetap luar biasa, kau jangan
menyepelekan!"
"Baiklah," Bun Hwi tiba-tiba bangkit semangatnya. "Aku akan ke Bukit Pedang
sementara kau mencari Mei Hong, paman. Katakan padanya bahwa ia harus menepati
janjinya kepadaku. Enam atau duabelas bulan lagi aku turun."
"Kau mau ke sana?" menteri Hu girang. "Kalau begitu bagus. pangeran. Semoga
kau berhasil tetapi hati-hatilah. Bukit itu terjal dan curam, aku barangkali dapat
memberikan sedikit petunjuk ini kepadamu." Hu-taijin mengeluarkan secarik peta
dari kulit kambing, memberikannya kepada Bun Hwi dan Bun Hwi menerima.
Menteri itu berkata bahwa Bun Hwi dapat mencari sendiri dimana peninggalan kakek
dewa itu, peta ini di buat untuk mereka yang memerlukan. Dan ketika Bun Hwi
tertegun dan mengerutkan kening mendadak pemuda ini bertanya, bersinar-sinar.
"Paman, sebenarnya kau dapat memiliki ilmu-ilmu itu. Kenapa tidak
mengerjakannya dan mengambilnya sendiri?"
"Aku sudah tua, pangeran. Aku tak begitu berambisi untuk mempelajari ilmu
ilmu silat baru."
"Tapi kau dapat memberikan pada puterimu, Hu Lan misalnya."
"Ah, Pek In Sian-su adalah majikan mendiang suhengku, pangeran. Jadi
dihitung-hitung aku pun bukan murid kakek dewa itu, tak berhak. Kenapa harus
mengangkangi milik orang lain? Tidak, kau lebih pantas, pangeran. Dan kau pun
pemilik Cupu Naga!"
"Hm......!" Bun Hwi kagum. "Kalau begitu kau hebat, paman. "Watakmu mulia
dan bersih sekali. Terima kasih, mudah-mudahan aku dapat menemukannya dan
segera berangkat!"
Hu Kang tertawa. Menteri ini memang tak temaha (tamak) atau rakus akan
benda-benda luar biasa. Dia sendiri sudah merasa memiliki kepandaian cukup dan
kedudukan tinggi. Sebagai menteri pertahanan dia merasa hidupnya sudah tercukupi,
tak ada yang kurang. Maka ketika Bun Hwi memujinya dan dia tertawa menteri ini
lalu berkelebat meninggalkan junjungannya.
"Pangeran, tak perlu kau memujiku. Kaulah yang berwatak mulia dan baik. Kau
lebih hebat daripada aku yang berani menolak kedudukan putera mahkota. Ha-ha,
sudahlah, pangeran. Kita berpisah dan sampai jumpa ......!" menteri itu lenyap, Bun
Hwi mendelong tapi akhirnya dia tersenyum. Teringatlah dia akan sepak terjang
menteri ini, akan kerendahan hatinya tapi berilmu tinggi. Menteri itu setingkat
dengan Hong Beng Lama, atau mungkin seusap kalah dibanding Hong Beng Lama
karena Lama itu memiliki ilmunya yang luar biasa, yang tak dapat dibunuh kecuali
oleh Hong Sin Lama sang suheng, Lama lain dari Tibet yang amat sakti. Dan ketika
menteri itu meninggalkannya dan Bun Hwi menarik napas akhirnya Bun Hwi
membelokkan langkahnya lagi dan kali ini menuju selatan, menyusur dan keluar
masuk hutan menuju kesebuah tempat, Bukit Pedang. Dan ketika empat hari
kemudian dia tiba ditempat itu dan tegak di bawah Bukit Pedang maka di sini Bun
Hwi termenung dan teringat peristiwa-peristiwa lalu.83
BATARA Dewi Kelabang Hitam
Kolektor E-Book
Bukit Pedang adalah bukit yang terjal. Bukit ini tinggi lurus dan sepenuhnya
terdiri dari batu karang. Dilihat dari kejauhan merupakan bukit yang ramping dan
aneh. Ujungnya yang menjulang tinggi dan tajam memang seperti pedang. Di situlah
dulu Bun Hwi terakhir kalinya dikejar-kejar musuh, ditolong Wen Tao tapi sayang
laki-laki gagah itu tewas. Mereka terjungkal di bawah jurang ketika jembatan
gantung di babat musuh, putus dan dia bersama laki-laki gagah itu terpelanting. Ngeri
Bun Hwi teringat ini. Kedalaman jurang di bawah sana bukan main dalamnya. Wan
Tao patah-patah tulangnya dan hancur di sana, di dasar jurang yang sukar diukur
tingginya Dan karena dia sendiri tak dapat mengalami patah tulang dan selamat
meskipun terantuk dan terbanting-banting di dalam Bun Hwi tetap hidup dan kini
terkenang semua kejadian itu, seolah baru kemarin saja dan Bun Hwi menarik napas.
Apa yang terbayang beberapa tahun yang lalu itu memang mengerikan, sungguh
mengerikan. Dan ketika Bun Hwi membuang napas dan mulai berjalan menaiki bukit
itu maka Bun Hwi menuju jurang di mana jembatan gantung dulu berada.
Ternyata tempat ini masih sama. Sisa jembatan gantung yang putus masih
merana di dinding jurang sebelah sana, terkatung dan beberapa talinya untuk tempat
berpijak sudah rantas. Bun Hwi tepekur di sini. Hebat tempat ini. Kalau bukan orang
orang berkepandaian tinggi tak mungkin dapat memanjat ke atas. Tebing itu nyaris
lurus dan terjal, semua penjuru merupakan dinding-dinding karang yang rata. Kalau
tak memiliki sinkang untuk melekat dan menempel tentu orang tak dapat naik. Dan
ketika Bun Hwi mendongak dan melihat puncak bukit yang runcing pemuda ini lalu
mengambil peta pemberian Hu-taijin, mengamati dan melihat bahwa dia harus ke
puncak Bukit Pedang itu, mencari sebuah batu besar dan memindahkan posisinya.
Katanya di situ ada lubang, dia harus memasuki lubang itu yang akan membawanya
ke sebuah terowongan bawah tanah. Melihat petanya cukup rumit berliku-liku, Bun
Hwi tak tahu akhirnya ke mana dia dibawa. Tapi karena dia percaya pada menteri itu
dan bersiap menggosok telapaknya tiba-tiba Bun Hwi mendekati dinding karang
dan.... merayap ke atas.
Hebat pemuda ini. Seperti cecak saja dia mulai menuju puncak, ketinggian
kurang lebih seratus tombak, jadi kurang lebih sepuluh kali pohon kelapa, bukan
main. Tapi karena Bun Hwi mengerahkan sinkangnya dan dengan hati-hati namun
tangkas dia membuat telapaknya lekat pada dinding karang akhirnya dengan ringan
namun cepat Bun Hwi naik ke atas, metayap setapak demi setapak melakukan
petualangan itu. Baru pertama Bun Hwi mendaki ke puncaknya. Orang di bawah
tentu akan menganggap pemuda ini tak waras, tebing itu lurus dan tinggi, puncaknya
seakan menjulang ke langit. Bun Hwi terus merayap dan naik ke atas. Dan ketika
sejam kemudisn Bun Hwi melekat dan merayap bagai cecak akhirnya puncak Bukit
Pedang terlampaui. Bun Hwi menggerakkan tubuhnya berjungkir balik, segera tiba di
atas, berseri-seri. Kini dialah yang paling tingggi di tempat itu, daerah di bawah dapat
dilihat jelas dan Bun Hwi kagum akan pemandangan di bawah. Hebat pemandangan
itu. Dalam jarak ratusan lie dia dapat melihat dusun dan kota, jauh di sana. Dan
ketika Bun Hwi mendecak dan memperhatikan puncak itu maka benar saja dilihatnya
Dewi Kelabang Hitam Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sebuah batu besar berdiri kokoh di dataran sempit.
"Hebat, puncak ini benar-benar tak sembarang dapat didaki!" Bun Hwi memuji,
kaki bergerak dan dia pun menghampiri batu besar itu. Dengan gembira dia
mendorong batu ini, mencoba-coba kekuatannya. Tapi begitu dia memegang
permukaan batu dan dorongannya tak membuat batu bergeming mendadak sebuah
desisan terdengar dari bawah batu dan seekor ular terbang menyerang.84
BATARA Dewi Kelabang Hitam
Kolektor E-Book
"Plak!" Bun Hwi menangkis, langsung menangkap dan leher ular dipencet. Bun
Hwi tertawa melihat seekor ular sebesar lengannya datang menyerang, inilah
makanan baginya. Maka begitu jarinya menekuk dan ular dibanting maka binatang
itu pun mati dengan kepala hancur.
"Lumayan untuk santapan," Bun Hwi tersenyum, memanggang bangkai ular itu
di terik matahari dan dia pun teringat batu besar itu. Tadi dia melepaskan
perhatiannya pada batu ini karena serangan ular, sekarang mengerahkan tenaganya
dan mendorong. Setengah bagian tenaganya dikerahkan tapi batu tak bergeming. Bun
Hwi terkejut. Dan ketika dengan penasaran dia menambah kekuatannya dan batu
semakin kuat tiba-tiba batu bergerak tapi belasan ekor ular muncul dari bawah batu.
"Ssh-sshh.....!"
Bun Hwi terkejut. Di bawah batu yang bergeser sedikit tampak belasan ular
besar kecil, mereka itu tadi rupanya tidur dan kini ke bangun, langsung mengangkat
kepala dan mau menyerang. Tapi begitu Bun Hwi meniupkan hawa sinkangnya ke
ular besar kecil itu mendadak ular-ular itu mendesis dan.... lari berserabutan di dalam
lubang di bawah batu itu.85
BATARA Dewi Kelabang Hitam
Kolektor E-Book
"Ha-ha, kalian penakut!" Bun Hwi geli, mendorong batu dan kini lubang lebih
besir menganga di situ. Dengan tambahan sedikit tenaga lagi Bun Hwi menggeser
batu ini. Dan ketika sebuah lubang sebesar tubuh orang, tampak di situ dan Bun Hwi
lupa menahan dorongannya mendadak batu itu terpeleset dan jatuh berdebam ke
bawah.
"Heii...!"
Suara hiruk-pikuk menggelegar di situ. Bun Hwi lupa bahwa tempat itu sempit
tanahnya, batu menggelinding dan terus meluncur ke jurang. Suaranya mengetarkan
seluruh Bukit Pedang, maklum, batu itu beratnya paling tidak lima ribu kati. Dan
ketika Bun Hwi terbelalak dan kaget melihat batu menumbuk dan menghantam
dinding jurang akhirnya diakhiri sebuah ledakan keras batu ribuan kati itu lenyap di
bawah dan hilang di balik kepulan debu yang menghalang pandangan mata.
"Ah, aku sembrono. Bagaimana kalau ada orang di bawah?" Bun Hwi tertegun,
sadar dan mengusap keringatnya tapi lega tak ada orang di bawah. Kalau ada orang di
sana tentu tanpa sengaja dia telah membunuh orang itu. Bun Hwi lupa akan ini. Dan
ketika dia teringat kembali pada lubang di bawah batu tadi dan melongok ke bawah
maka Bun Hwi tak melihat apa-apa karena gelap sepenuhnya.
"Hm, aku tak tahu di dalam. Bagaimana memasukinya?" Bun Hwi ragu, tidak
takut tapi bingung bagaimana harus memasuki tempat yang gelap itu. Tak ada
secercah pun cahaya di dalam. Tapi Bun Hwi yang mengambil ranting kering dan
memercikkan api dari dua batu yang digecrek akhirnya tak kehilangan akal dan sudah
mendapat sebuah "obor" istimewa, hati-hati dan perlahan dia memasuki lubang itu.
Ranting yang terbakar menerangi keadaan di dalam, bau amis menyambut dan
puluhan ular mendesis-desis di bawah. Mereka kiranya belum lari jauh dan
berkumpul di situ. Pukulan Bun Hwi tadi membuat mereka takut dan mendekam, kini
Bun Hwi memasuki tempat itu dan sebuah terowongan panjang menurun ke bawah
menuntun pemuda ini, Bun Hwi mengibas dan ular-ular pun menyingkir. Mereka
mendesis dan lari lagi, terus ke bawah dan semakin ke bawah. Dan ketika Bun Hwi
mengikuti dan dia mulai melihat anak tangga di bawah terowongan bawah tanah
maka Bun Hwi mulai terkejut dan kagum karena tempat itu panjang sekali, gelap dan
untung dia membawa obor yang aneh. Dia telah menyiapkan ranting-ranting lain
begitu ranting pertama harus diganti. Ular di bawah terus menggeleser turun dan kini
bersicepat melarikan diri, api di tangan Bun Hwi itu membuat mereka semakin
ketakutan dan kalut. Dan ketika Bun Hwi menuruni anak tangga ini dan tempat demi
tempat dilalui disusul udara yang dingin maka Bun Hwi mulai melihat guha-guha
bawah tanah yang berbentuk aneh-aneh.
Ada guha berbentuk kepala orang, ada lagi yang bentuknya seperti binatang atau
harimau. Melihat bentuknya jelas pernah ditangani manusia. Dan ketika jalanan yang
curam dilalui Bun Hwi dan beberapa kali dia mendapat serangan ular namun dengan
mudah dihalau ke kiri kanan maka dua jam kemudian, setelah melakukan perjalanan
jauh dan panjang Bun Hwi tiba di sebuah tempat buntu yang tak dapat dilalui.
"Sial, kenapa buntu?" Bun Hwi tertegun, saat itu berada di tempat yang rendah
dan kepala merunduk. Dia tak tahu berada di mana saat itu, tapi menurut
perkiraannya dia berada di perut bumi sedalam tiga ratus meter. Api di tangannya
mulai meredup-redup mau padam, berarti zat asam tak banyak di situ. Bun Hwi juga
mulai merasa napasnya sesak. Dan ketika ia harus mengambil petanya dan meneliti86
BATARA Dewi Kelabang Hitam
Kolektor E-Book
tiba-tiba Bun Hwi mendelong karena saat itu dia disebutkan berada di Ruang Ungu,
ruang terakhir dari lorong panjang yang telah dilalui.
"Cari dan angkat tepi dinding bagian bawah. Kau akan berada di Ruang Hijau,"
begitu peta memberi petunjuk. Bun Hwi tak mengerti tapi mulai menduga bahwa
dinding atau tembok di depannya itu rupanya merupakan sebuah pintu, cepat
berjongkok meraba-raba ke bawah. Dan ketika benar saja dia merasa sebuah tepian
tembok yang lurus rata tiba-tiba Bun Hwi mengerahkan tenaganya dan mengangkat.
"Kriittt...!"
Bun Hwi terkejut. Suara berkeriyet disusul gemuruh batu mendadak membuat
tempat itu seakan digetarkah ribuan gajah. Batu atau tembok batu itu terangkat. Bun
Hwi harus mengerahkan segenap tenaganya untuk mengangkat naik tembok batu ini,
yang kiranya merupakan pintu raksasa dengan berat ribuan kati, perlahan dan hati
hati Bun Hwi mengangkat dan menahan tembok batu itu, batu-batu kecil dan tanah
diatas berguguran. Bun Hwi memejamkan mata dan batuk-batuk, pintu melorot
sedikit dan mengerahkan tenaganya kembali. Dan ketika dengan pasti dia
mengangkat lagi dan suara bergemuruh juga semakin keras tiba-tiba pintu raksasa itu
terlonjak ke atas dan Bun Hwi melihat sebuah ruangan menganga di depan. Ruang
yang redup hijau dengan sebutir mutiara tergantung di langit-langit!
"Ah, mentakjubkan....! Bun Hwi terpesona tembok atau pintu batu itu telah
terganjal otomatis di atas. Bun Hwi berdiri di sini dan ternganga. Dia melihat sebuah
ruangan yang bersih dan hangat, mutiara di langit guha itu menerangi remang-remang
dan menyejukkan. Dan Bun Hwi mendelong dan masuk melangkahkan kakinya maka
di tembok terdapat tulisan menyambut pendatang, berkata bahwa dia berada di Ruang
Hijau dan lukisan orang membawa pedang tampak di situ, posisinya indah dengan
satu kaki di angkat di atas kaki yang lain. Ada kalimat kecil-kecil tertulis di bawah
lukisan itui, Bun Hwi mendekat dan melihat itulah salah satu gerak dari jurus Pek
liong Kiam-sut (Silat Pedang Naga Putih). Dan ketika Bun Hwi melongo teringat
ilmu silat yang sama dalam buku Kisah Empat Pendekar maka pemuda ini menjadi
tertegun melihat lukisan-lukisan lain yang ada di dinding dan hampir tak kelihatan
karena tertutup debu yang entah berapa tahun menempel di dinding, tipis-tipis,
"Ah, inikah pelajaran silat pedang?" Bun Hwi tertarik, memperhatikan satu per
satu dan kini mulai menyelidiki dinding di Ruang Hijau itu, menggosoknya dan
melihat bahwa ternyata hampir semua permukaan dinding itu dilukisi orang
membawa pedang, terkejut dan segera sadar bahwa itu ternyata pelajaran silat tanpa
buku. Hebat! Dan ketika Bun Hwi meneliti dan hampir lupa pada diri sendiri
mendadak seekor kelelawar mencibit dan terbang dari sebuah lubang nyaris
menyambar mukanya.
"Heii......!" Bun Hwi mengelak, terkejut dan seketika, ingat akan tempat itu. Di
dalam peta ditunjukkan bahwa ada beberapa ruang di samping dua ruang yang sudah
ditemuinya itu. Dan ketika Bun Hwi melihat lubang dari mana kelelawar tadi datang
mendadak terdengar bunyi mencicit lain dan beberapa ekor kelelawar terbang lagi
keluar dari lubang itu.
"Ah, di sana masih ada, ruangan....!" Bun Hwi sadar, membuka lagi petanya dan
untuk sejenak menghentikan pengamatannya pada gambar-gambar di dinding. Cepat
dan berdegupan dia mencari-cari petunjuk di peta. Dan ketika dia menemukan bahwa87
BATARA Dewi Kelabang Hitam
Kolektor E-Book
di balik mutiara terdapat alat kecil yang harus diputar maka Bun Hwi melayang dan
dan mendekati mutiara itu, menempel di langit-langit guha dan segera meraba. Benar
saja, di balik mutiara yang dipegangnya itu terdapat semacam benjolan kecil, tak
akan tampak karena tertutup badan mutiara itu, apalagi sinar mutiara cukup
menyilaukan mata jika didekati. Dan ketika Bun Hwi memutar alat ini dan menanti
beberapa saat tiba-tiba langit-langit guha bergerak dan suara gemuruh lagi-lagi
terdengar.
"Krekk!"
Suara itu mengakhiri gemuruh di atas, Bun Hwi tanpa sadar telah berpindah
posisi, tubuhnya kini berada di sebelah kanan, langit-langit terbuka dan sebuah
ruangan lain menganga di atasnya, ruangan berwarna kuning dan juga redup. Bun
Hwi terbelalak dan mendengarkan suara-suara kelelawar beterbangan di segala
penjuru dan rupanya keluar dari tempat itu, ramai cicitannya karena binatang itu
tampak terkejut, Bun Hwi telah mengagetkan mereka. Dan ketika Bun Hwi tak
mendengarkan apa-apa lagi dan berjungkir balik ke atas maka tampaklah apa yang
ada di sini. Bun Hwi mendecah, kagum.
"Hebat, ini pun ruang yang luar biasa. Aih, itu gambar-gambar orang menotok!"
Bun Hwi terbelalak, melihat gambar totokan-totokan di dinding dalam lukisan merah
hitam. Bun Hwi sudah mendekat dan memperhatikan ini, warna merah adalah jalan
jalan darah yang dilukis menurut urutannya, dari kepala sampai ke kaki. Dan ketika
Bun Hwi melenggong dan melihat gambar-gambar lain pula dalam bentuk lukisan
seorang wanita maka di situ terpampang huruf-huruf besar berbunyi "I-kiong-hoan
hiat" dan "Pi-ki-hu-hiat".
"Wah, ini peninggalan Sheru Deva dan Mira Dewi!" Bun Hwi jadi terkesima,
teringat tokoh sakti dalam Kisah Empat Pendekar itu, suami isteri dari Thian-tok
(India) yang dulu menjadi pengawal istana, hidup dalam jamannya kaisar Yang Ti
dalam dinasti Sui, jadi sudah beberapa ratus tahun yang lalu. Dan ketika Bun Hwi
melenggong dan membaca serta mengamati gambar-gambar itu ternyata semuanya
itu adalah pelajaran ilmu menotok yang dimiliki pria dan wanita, masing-masing
benar peninggalan suami isteri sakti dalam jamannya kaisar Yang Ti itu, yang
bergambar wanita adalah ilmu totok yang di sebut I-kiong-hoan-hiat (Ilmu
Memindahkan Jalan Darah) dan khusus untuk dipelajari wanita sedang yang
bergambar laki-laki adalah Pi-ki-hu-hiat (Tutup Hawa Lindungi Jalan Darah) yang
khusus diperuntukkan laki-laki. Jadi, dua ilmu totok sekaligus ada di ruang itu. Dan
karena Bun Hwi adalah laki-laki dan tentu saja dia tertarik akan pelajaran untuk laki
laki maka Bun Hwi memperhatikan gambar-gambar Pi-ki-hu-hiat itu dan tidak sadar
akan dirinya kembali, satu demi satu mulai mempelajari dan mengamati ilmu totokan
itu, tak ingat yang lain kecuali gambar-gambar menotok itu. Dan ketika satu saat dia
terantuk sesuatu dan seekor tikus diinjak dengan kaget tiba-tiba Bun Hwi terkejut dan
sadar akan dirinya kembali.
"Ciittt....!"
Bun Hwi mengangkat kakinya. Seekor tikus entah dari mana terjepit olehnya,
menggigit dan kini lari memasuki lubang di sudut ruangan, Bun Hwi tersentak dan
terbelalak memandang lubang itu. Lagi-lagi dia terlampau asyik memperhatikan
pelajaran silat, lupa bahwa di situ masih ada beberapa ruangan dan tempat atau
pertapaan Pek In Sian-su harus dicari. Selama ini dia baru menemukan Ruang Hijau88
BATARA Dewi Kelabang Hitam
Kolektor E-Book
dan Ruang Kuning yang berisi pelajaran silat pedang dan ilmu menotok. Maka ketika
Bun Hwi membuka petanya kembali dan dengan penuh semangat serta kegembiraan
besar dia mulai menyelidiki dan mencari ruang-ruang lain akhirnya ditemukannya
Ruang Merah dan Ruang Biru, dua buah ruangan yang berisi pelajaran silat tangan
kosong dan sihir. Ruang Merah berisi lukisan dari ilmu silat Sin-tiauw-kun atau Sin
eng-kun (Silat Rajawali Dan Garuda), juga Cap-thouw-kun (Silat Sepuluh Kepalan).
Itulah benar-benar warisan Sheru Deva dan Mira Dewi. Dan ketika Bun Hwi tiba di
Ruang Biru di mana ruangan ini lebih besar dan terisi gambar-gambar aneh seperti
asap maka di situ Bun Hwi menemukan pelajaran sihir yang disebut Lo-hun Hoat-sut
(Sihir Pengacau Semangat) dan Sin-im Hoat-lek (Ilmu Gaib Suara Sakti). Hebat.
Bun Hwi mematung. Dia terkejut tapi gembira bukan main menemukan warisan
ilmu-ilmu luar biasa itu. Itulah ilmu-ilmu peninggalan suami isteri sakti dari
Dewi Kelabang Hitam Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
jamannya dinasti Sui. Bun Hwi bersinar-sinar dan kagum, tiba-tiba menjatuhkan diri
berlutut dan mencium lantai tujuh kali. Dia menyatakan terima kasih dan syukur pada
warisan yang ditemukannya ini, tak terasa begitu terharu hingga mencucurkan air
mata. Dan ketika Bun Hwi berseru bahwa dia merasa amat berterima kasih pada
semua penemuan ini mendadak lututnya yang menyentuh lantai dirasa tergigit
sesuatu, pedih dan panas dan Bun Hwi terkejut melihat seekor kalajengking
menyengatnya. Binatang yang memangkat ekornya ke atas itu besar sekali, sepuluh
kali lebih besar dibanding ukuran biasanya. Bun Hwi terkesiap. Dan ketika dia
terbelalak dan marah menangkap binatang itu mendadak binatang ini melejit dan
pandai menghindar.
"Uph.....!" Bun Hwi luput, melebarkan matanya dan kembali menangkap.
Lututnya terasa pedih dan gatal, juga panas. Binatang itu kini membalik dan
menyerang. Dan ketika Bun Hwi penasaran dan heran serta mendongkol maka dari
ekor binatang itu menyemprot suatu cairan hitam yang tepat mengenai hidung.
"Aduh, keparat...!" Bun Hwi menyumpah bersin dan segera mencium bau busuk
yang membuat dia muntah-muntah. Bau dari cairan hitam itu luar biasa busuknya,
jauh lebih busuk daripada kentut! Dan ketika Bun Hwi geram dan coba menangkap
binatang itu lagi tiba-tiba binatang ini melejit dan menyengat lengannya kembali,
cepat dan gesit mengeluarkan bisanya (racun) tapi Bun Hwi kebal. Darah Ular
Tanduk Hijau yang dulu pernah diminumnya tak membuat dia pingsan, kalajengking
raksasa itu tampaknya terkejut dan heran juga. Matanya yang kecil bulat melotot pada
Bun Hwi, melejit dan menyengat lagi pada beberapa bagian tubuh Bun Hwi namun
gagal. Bun Hwi memang kebal pada racun dan juga bacokan senjata tajam.
Kalajengking itu tiba-tiba gentar. Dan ketika Bun Hwi menubruknya dan balas mau
menangkap tiba-tiba binatang ini mengeluarkan suara aneh dan.... terbirit-birit
melarikan diri.
"Hei, jangan lari. Kau binatarg licik!" Bun Hwi menyergap, jarinya bergerak
dan secepat kilat dia melakukan gerak dari belakang ke muka, cepat dan tepat karena
Bun Hwi langsung menyambar ekor binatang kala itu, dari berkali-kali tubrukannya
tadi Bun Hwi tahu bahwa ekor inilah yang termasuk bagian paling lemah tapi
sekaligus juga paling berbahaya, maklum, di bagian itulah terdapat racun yang
biasanya melumpuhkan korban. Dan ketika binatang itu kalah cepat dan Bun Hwi
berhasil menangkap maka binatang ini terkejut dan tiba-tiba mengeluarkan suara
merintih mirip bayi menangis.89
BATARA Dewi Kelabang Hitam
Kolektor E-Book
"Ha-ha, kau tertangkap!" Bun Hwi tertawa, girang dan juga gemas. "Sekarang
kau tak berkutik, Kala Hitam. Apa yang mau kau lakukan kepadaku?"
Binatang itu menggeliat. Sekali lagi dia mengeluarkan rintihan mirip bayi
menangis itu, Bun Hwi mau menggencet kepalanya tapi tak jadi, kasihan dan melihat
mata binatang itu berkedip-kedip. Mendadak Bun Hwi lemah hatinya dan
mengendorkan jepitan. Dan ketika dia melihat kala itu tak melakukan perlawanan
tiba-tiba Bun Hwi yang merasa iba dan tertawa melepas binatang ini.
"Awas, sekali menyerang tentu kau kubunuh. Ayo, pergilah!"
Aneh sekali, binatang ini tak mau menyingkir. Dia mengedipkan matanya dua
tiga kali, seolah mau bicara. Bun Hwi menjadi heran dan tak mengerti. Dan ketika dia
mengusir namun binatang itu tak mau pergi tiba-tiba binatang ini nembalik dan........
merayap jinak di pergelangan Bun Hwi.
"Wah, kau menyerah?" Bun Hwi merasa geli, mengajak bercakap-cakap. "Kau
ingin bersahabat dan tidak menyerangku lagi? Baiklah, kau boleh menjadi sahabatku,
Kala Hitam. Dan mari ikut denganku!" Bun Hwi malah mengusap kalajengking itu,
mengelusnya dan binatang ini mengeliat. Dia rupanya tahu Bun Hwi tidak marah, tak
jadi membunuhnya dan dia dibiarkan bebas. Dan ketika Bun Hwi tertawa dan
tersenyum memandang binatang ini maka kala itu tiba-tiba turun menuju dinding dan
mengorek-ngorek sesuatu.
"Eh, apa yang kau lakukan?" Bun Hwi tak mengerti, mengikuti dan melihat
kalajengking itu membuat sebuah lubang. Pasir dan lumpur kering digigitnya dan
dibuangnya ke bawah. Bun Hwi mengerutkan kening dan masih tidak mengerti. Tapi
ketika lubang semakin besar dan Bun Hwi terbelalak melihat cahaya muncul di
lubang itu mendadak kalajengking itu melompat ke sana dan Bun Hwi melihat
sebuah ruangan lain di depan mata, ruang yang agak gelap dan samar-samar tampak
sesosok tubuh berdiri tegak!
"Hantu.......!" Bun Hwi kaget, mencelat kebelakang dan menumbuk dinding
sebelah Ruangan Biru yang bergetar oleh pekikannya itu memantulkan suara balik.
Bun Hwi terkejut dan tersirap. Tapi ketika dia melompat bangun dan kala raksasa itu
muncul lagi maka Bun Hwi melihat binatang ini menggigit sepotong kertas yang
entah didapat dari mana, menghampiri dan memberikan itu pada Bun Hwi. Pemuda
ini tertegun dan berdetak memandang lubang, tak menghiraukan sobekan kertas itu.
Maklum, Bun Hwi sedang kaget karena matanya tadi menumbuk sesosok tubuh tak
bergerak. Tubuh itu jelas seorang manusia tapi hidup atau tidak Bun Hwi tak tahu,
kini dia bersiap dan sewaktu-waktu akan melancarkan serangan. Tapi ketika Kala
Hitam itu merintih lagi dan merayap naik ke pundak Bun Hwi maka Bun Hwi
menjadi tergelitik dan sadar, menenangkan degupan jantungnya dan menunggu. Di
lubang atau ruang sana tak ada apa-apa, tak ada suara kecuali hembusan angin lirih.
Bun Hwi mencium bau harum yang semerbak, kepalanya tiba-tiba menjadi ringan
dan nikmat. Dan ketika dia yakin bahwa sosok tubuh di dalam itu rupanya bukan
orang hidup maka Bun Hwi dan melongok dan mengintai, berdebar dan melihat
bahwa tubuh yang dilihatnya itu memang tak bergerak, mengenakan baju putih dan
wajahnya begitu agung, kedua mata tertutup dan dia tegak di tengah ruangan,
lengannya bersedakep dan sebuah buku terletak di bawah kakinya, buku berwarna
kuning yang tampaknya sudah lama sekali, tua namun masih utuh. Dan karena Bun
Hwi mengetahui bahwa dia berhadapan dengan seorang sakti yang sudah meninggal90
BATARA Dewi Kelabang Hitam
Kolektor E-Book
dunia maka Bun Hwi terkejut dan bingung, bingung karena tak dapat memasuki
ruangan itu, tak ada pintu atau jendela. Satu-satunya "jendela" adalah lubang kecil
yang dibuat Kala Hitam itu, sahabatnya. Lubang yang kini menjadi tempat
pengintaian dan Bun Hwi tertegun. Dan ketika Kala Hitam itu kembali mengeluarkan
suara mirip rintihan dan merayap ke telinga Bun Hwi tiba-tiba binatang itu membuat
gerak berputar di atas kepala.
"Eh, apa maksudmu? Apa maumu?" Bun Hwi geli, menangkap dan menurunkan
binatang itu dari atas kepalanya namun binatang ini naik lagi, berputar-putar dan
menggerak-gerakkan tubuh tiga kali seolah memberi isyarat. Bun Hwi heran dan
coba mengikuti.Tapi ketika ia tak mengerti juga dan binatang itu tampaknya gelisah
tiba-tiba kertas yang digigitnya jatuh di baju Bun Hwi.
"Apa ini?" Bun Hwi nnengambil, melihat dan tertegun karena itulah sobekan
kertas berisi perintah. Di situ tertulis bahwa yang ingin masuk haruslah memberi
hormat di depan lubang. Tentu yang dimaksudkan di situ adalah masuk ke ruang
dingin itu, pendatang harus memberi hormat dan mencium dinding, tujuh kali tepat di
bawah lubang itu. Dan karena Bun Hwi tak mengerti namun selamanya hormat
kepada yang tua maka pemuda ini menurut dan hormat di bawah lubang, mencium
dindingnya dan sebanyak tujuh kali dia membersihkan dinding itu tanpa sengaja.
Kalajengking di pundaknya mengeluarkan suara aneh seperti orang girang. Dan
persis Bun Hwi menyelesaikan perintah itu tiba-tiba di dinding, tepat di bawah
lubang itu timbul huruf-huruf berkilat yang bersih digosok hidungnya tadi :
Yang ingin masuk diberi dua cara. Pertama melubangi dan
menjebol tembok sedang yang kedua adalah duduk diam di sudut
ruangan. Mengatur napas dan menghangati lekukan bantal batu
akan menolong cara kedua.
Pek In Sian-su
Bun Hwi terkejut. Pek in Sian-su? Jadi jenasah di dalam itu adalah jasad kakek
dewa itu? Bun Hwi tiba-tiba merasa tegang. Sekarang dia tahu bahwa tersembunyi di
tempat begini sukar ternyata Pek In Sian-su meninggalkan dunia dengan caranya
yang aneh. Bertapa dan jelas mengasingkan diri dari dunia luar. Ruangan demi
ruangan yang dilaluinya tadi memberitahukan bahwa semuanya itu kiranya sudah
diatur kakek dewa ini. Pek In Sian-su ternyata ada di dalam, jenasahnya ada di sana.
Dan karena Bun Hwi gugup dan girang bercampur aduk maka tiba-tiba pemudi ini
mencari lekukan batu yang dimaksud, ketemu dan batu itu ternyata benar ada di sudut
ruangan, tipis dan nyaris rata dengan permukaan lantai. Bun Hwi tak memilih cara
pertama karena dianggapnya cara itu hanya merusak lingkungan, tak sampai hati dia.
Maka begitu dia duduk dan menempati lekukan batu itu segera Bun Hwi mengatur
napas dan menghangati lekukan batu itu, tentu saja diam-diam heran bagaimana
dengan cara begitu saja ia dapat masuk ke dalam. Hanya duduk dan diam! Tapi
karena dia percaya dan kini dengan berdebar dia mengerahkan tenaganya dan
mengatur napas maka beberapa menit kemudian, ketika lekukan batu menjadi hangat
oleh pengaruh sinkang mendadak terdengar suara berkeretek dan batu itu bergerak!
Bun Hwi hampir tak percaya. Dia terbelalak dan dag-dig-dug, beberapa menit
lagi batu itu bergerak dan berkeretek, begitu setiap selang lima menit. Dan ketika
batu menjadi panas karena Bun Hwi menjadi tegang dan pengerahan sinkangnya91
BATARA Dewi Kelabang Hitam
Kolektor E-Book
menjadi kuat mendadak diiringi suara bergemuruh batu yang diduduki itu bergeser
dan.... nyeplos ke bawah.
"Heii......!" Bun Hwi terkejut, kontan terbanting dan bangun kaget. Tapi begiru
dia bangun dan melompat berdiri tahu-tahu dia sudah berada di sebuah lubang kecil
macam sumur di mana lubang ini tembus ke ruang tersembunyi itu, jadi semacam
lorong di bawah ruangan. Bun Hwi tertegun dan menjublak. Dan ketika dia tersentak
dan mendelong dengan mata terbuka lebar tiba-tiba di tempat jenasah itu terdengar
letupan kecil dan jenasah yang berdiri itu sekonyong-konyong runtuh dan lenyap
dalam sebuah lubang yang menutup kembali, begitu cepat. Bun Hwi terkejut dan
meloncat, ingin tahu apa yang terjadi, berkelebat dan sudah memasuki ruangan
remang-reman g ini, yang tadi dalam Ruangan Biru hanya tampak sebagian dari
lubang pengintai itu. Dan begitu ia tiba di sini dan berdiri bengong tahu-tahu
terdengar suara "ser-ser" dan puluhan batang anak panah menyambar dinding dari
mana lubang itu dibuat, disusul ledakan dan gemuruh suara yang lain. Bun Hwi tak
tahu apa yang terjadi karena langit-langit ruangan seakan runtuh, debu dan batu besar
kecil berhamburan di situ. Dan ketika beberapa saat kemudian tempat itu tenang
kembali dan Bun Hwi mendelong maka dilihatnya bekas lubang yang dilihatnya tadi
sudah terkubur dan tertimbun runtuhan guha yang begitu banyak.
Bun Hwi terkesima. Dia masih tak mengerti semuanya ini, apa sesungguhnya
yang terjadi. Tapi ketika kalajengking itu berloncatan dan menari-nari mengitari kitab
tebal akhirnya Bun Hwi sadar dan cepat menghampiri tempat itu, berlutut dan berseru
memohon pertolongan arwah kakek dewa itu. Dia melihat tempat di mana jenasah
tadi berdiri sudah terganti lubang yang tertutup rapat, kitab tebal ini ada di depannya,
sejengkal saja. Jadi dengan alat-alat rahasia kakek dewa itu telah "mengubur"
jasadnya sendiri, bukan main. Bun Hwi bergidik. Dan ketika dia mencium dan
berlutut mengambil kitab maka Bun Hwi tertegun membaca kalimat pertama, bahwa
siapa yang menjebol tembok akan menerima hukuman. Cara pertama tadi ternyata
merupakan jebakan, sekaligus ujian karena orang yang akan memasuki ruangan itu
dengan cara seperti itu berarti orang kasar, tak tahu aturan. Sekali dia menjebol
tembok dan memasuki ruangan dengan paksa maka hukumanlah yang akan diterima.
Panah-panah beracun akan menyerangnya dan tembok akan runtuh. Orang yang akan
duduk di lekukan batu dan sabar menuruti perintah akan diartikan sehagai orang yang
baik, tidak kurang ajar dan pantas memasuki ruang jenasah. Kiranya Pek In Sian-su
telah mengatur semuanya itu dengan seksama, Bun Hwi mengeluarkan keringat
dingin dan ngeri. Untung tidak menjebol tembok! Dan ketika kitab itu dibukanya
lembar demi lembar maka Pek In Sian-su, pewaris kitab ini telah membeberkan ilmu
ilmu silatnya yang hebat di situ. Petunjuk atau pelengkap bagi gambar-gambar di
ruang-ruang yang lain. Bun Hwi girang bukan main karena kitab ini merupakan
penuntun yang jelas, tiada ubahnya kakek dewa itu sendiri. Dan ketika Bun Hwi
menemukan segudang ilmu-ilmu luar biasa seperti Lui-kong-cat (Penolak Guntur)
dan Hwee-liong Sin-kang (Sinkang Naga Api) serta Tiat-po-san (Ilmu Kebal Baju
Besi) maka Bun Hwi mengeluarkan air mata saking girang dan gembiranya.
"Sian-su, puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Arwahmu agaknya telah
menuntunku ke mari dan memiliki semuanya. Terima kasih, Sian-su. Hormat dan puji
seagung-agungnya bagimu......!" Bun Hwi mengeluarkan air mata, haru dan girang
karena dia telah menemukan ilmu yang hebatnya tak kepalang tanggung. Itulah
benar-benar warisan Sheru Deva dan Mira Dewi, juga Brahmadewa karena Lui-kong
cat disebut-sebut. Ilmu itu adalah milik kakek sakti ini, yang konon kepandaiannya92
BATARA Dewi Kelabang Hitam
Kolektor E-Book
Dewi Kelabang Hitam Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tak kalah dengan Sheru Deva, tokoh hebat dari Thian-tok itu. Bun Hwi mengetahui
semua ini dari bacaan Kisah Empat Penddekar. Dan ketika pemuda itu berulang
ulang mengucap terima kasih dan berlutut serta menciumi lantai maka hari itu Bun
Hwi belajar dan langsung mewarasi semua peninggalan Pek In Sian-su ini, tokoh
yang masih gelap baginya, siapakah sebenarnya kakek dewa itu. Kecuali hanya
diketahutinya sebagai keturunan atau orang yang berhubungan dekat dengan suami
isteri sakti itu, tokoh legendaris dalam jamannya kaisar Yang Ti. Dan ketika hari itu
Bun Hwi mulai mempelajari dan mewarisi isi kitab maka Kala Hitam, kalajengking
raksasa yang menemani Bun Hwi itu mondar-mandir dan tak pernah jauh dari
pemuda ini, berputar dan sering merayap serta bermain-main di pundak Bun Hwi,
dibiarkan dan Bun Hwi bahkan menjadi akrab, tak lama kemudian mulai mengerti
bahasa isyarat binatang itu, komunikasi tanpa suara pun terjadilah. Dan ketika
minggu demi minggu Bun Hwi melahap isi kitab di tempat sunyi itu maka dua bulan
kemudian dengan kecerdasan dan kepandaian yang sudah dipunyainya Bun Hwi
berhasil menguasai Pek-liong Kiam-sut, silat pedang yang ada di Ruang Hijau itu.
Dilanjutkan kemudian dengan ilmu menotok Pi-ki-hu-hiat, untuk I-kiong-hoan-hiat
tak dipelajari karena ilmu menotok itu khusus wanita, dia jadi teringat pada Mei
Hong, ah..... rindunya tiba-tiba bergejolak. Tapi karena Bun Hwi sadar akan tugasnya
dan hari demi hari diteruskan mempelajari warisan secara urut maka dua bulan
kemudiana Pi-ki-hu-hiat pun sudah "masuk" di tubuhnya.
Bun Hwi memang hebat. Kecerdasan dan keenceran otaknya mampu melakukan
semuanya itu, apalagi jelek-jelek dia sudah memiliki empat jurus sakti Wi Tik Tong
Thian, yang didapatnya dari Cupu Naga. Dan ketika dua bulan lagi jadi tepat enam
bulan dia sudah beralih ke Ruang Merah dan mempelajari ilmu silat berikut maka tiba
di sini Bun Hwi sedikit bingung.
Di situ ada tiga ilmu silat. Sin-tiauw-kun, Sin-eng-kun dan Cap-thouw-kun. Tak
mungkin dalam dua bulan saja dia mampu melahap tiga ilmu silat itu sekaligus,
betapapun cerdas dan encernya otaknya. Dan karena dia harus memilih dan mau tak
mau salah satu harus dipelajarinya dulu maka Bun Hwi mengambil Sin-tiauw-kun
dan melatih ilmu silat ini. Ilmu ini asli milik Sheru Deva karena untuk yang Sin-eng
kun (Silat Garuda) adalah ciptaan Mira Dewi, isterinya. Baik Sin-tiauw-kun (Silat
Rajawali) maupun Sin-eng-kun sebenarnya hampir mirip. Bahkan Sin-eng-kun
cenderung berdasar Sin-tiauw-kun, maklum, wanita sakti Mira Dewi itu memang
isteri sekaligus sumoi (adik seperguruan wanita) dari Sheru Deva, laki-laki yang
menjadi suheng (kakak seperguruan) sekaligus suami. Jadi Bun Hwi memilih Sin
tiauw-kun karena ini dirasa cocok baginya. Sin-eng-kun atau Silat Garuda itu lebih
dispesialisasikan bagi kaum wanita. Mei Hong rupanya lebih cocok melatih Silat
Garuda daripada Silat Rajawali....... ah, pikiran lagi-lagi tertuju pada Mei Hong. Dan
karena Bun Hwi di Ruang Merah ini memilih untuk mempelajari Sin-tiauw-kun
daripada yang lain maka genap bulan keenam dia selesai mewarisi tiga macam ilmu
silat, dilanjutkan Cap-thouw-kun dua bulan lagi hingga selesai pada bulan ke delapan.
Bulan demi bulan dilalui Bun Hwi tanpa terasa. Dia tak ingat kiri kanan dan
sekeliling, makan atau minum mudah didapat, ada sumber air tak jauh dari situ, juga
ular-ular yang banyak merupakan santapanya sehari-hari. Dan ketika Sin-eng-kun
ditinggalkan dan Bun Hwi memasuki Ruang Biru yang berisi pelajaran sihir Lo-hun
Hoat-sut dan Sin-im Hoat-lek maka di sini Bun Hwi merasa dikejar waktu.
Dia sendiri secara kebetulan mengetahui lewatnya hari-hari dari cahaya yang
menyelinap dibalik ruang jenasah. Bun Hwi menamakannya itu Ruang Samadhi,93
BATARA Dewi Kelabang Hitam
Kolektor E-Book
karena dengan bersamadhi Pek In Sian-su wafat di situ. Dan sinar matahari yang
entah dari mana menerobos masuk dan memberi tahu padanya akan gelap dan terang
lalu membuat pemuda ini mengadakan catatan, hari demi hari dilewati dengan garis
garis di dinding, di situ Bun Hwi dapat menghitung dan mengira-ngira waktunya.
Maka ketika delapan bulan lewat dan dia baru mendapatkan empat ilmu silat padahal
yang lain-lain masih banyak dan rupanya tak keburu dikejar maka Bun Hwi
mempelajari Lo-hun Hoat-sut dan Sin-im Hoat-lek untuk penggenap satu tahunnya.
Tapi celaka, Lo-hun Hoat-sut dan Sin-im Hoat-lek yang bersifat ilmu gaib tak
sama caranya dengan ilmu silat. Dua ilmu sihir itu lebih menuntut ketrampilan
batiniah, samadhi dan memusatkan pikiran dan untuk dua macam ilmu ini Bun Hwi
tak dapat menghabiskannya dalam waktu empat bulan. Lo-hun Hoat-sut dipelajari
dulu, sukar dan rumit serta Bun Hwi harus berhati-hati. Dua bulan baru dia
mengetahui teorinya, jadi waktu yang dihabiskannya sudah sepuluh bulan, tinggal
dua bulan lagi genap setahun dan dia harus keluar. Terpaksa Bun Hwi mengejar
ketinggalan ini dengan berlatih keras. Dia mulai senang dan tertarik pada ilmu sihir
ini. Suaranya memiliki getaran kuat dan amat berpengaruh, lain dengan suaranya dulu
yang nyaring namun biasa. Bun Hwi merasakan kegembiraan dalam melatih Lo-hun
Hoat-sut ini. Dan ketika dua bulan kemudian baru dia berhasil menguasai ilmu sihir
itu dan tentu saja waktunya habis untuk keluar dari tempat itu maka Bun Hwi
menyesal dan meninggalkan Sin-im Hoat-lek yang tak keburu dipelajari, juga Hwee
liong Sin-kang dan Tiat-po-san serta Lui-kong-cat.
"Sian-su, maafkan aku. Aku telah berjanji untuk menemui seseorang, waktuku
habis. Biarlah kutinggalkan sementara ilmu-ilmu yang lain dan kelak aku kembali
lagi." Bun Hwi berlutut, memberi hormat dan mencim tempat di mana jasad kakek
dewa itu terkubur. Bun Hwi girang tapi juga bingung meninggalkan tempat itu.
Girang karena dia akan ke dunia luar lagi tapi bingung karena pelajarannya belum
selesai. Terlalu banyak ilmu-ilmu yang ada di situ dan amat menarik. Kalau tak ingat
perjanjiannya dengan Mei Hong atau Hu-taijin tentu ingin dia lebih lama di situ
menghabiskan semua ilmu-ilmu itu dan mempelajarinya sampai tuntas. Bun Hwi
merasa sayang namun apa boleh buat. Dan ketika hari itu dia meletakkan kitab dan
meninggalkan ilmu-ilmu yang lain untuk pamit pada arwah gurunya maka Bun Hwi
siap keluar lagi dengan membawa bekal yang sudah dipelajari.
Bun Hwi mencium lagi tempat itu. Dia memberi hormat dan menyatakan terima
kasih, membalik dan teringat cahaya yang menyelinap di balik ruangan. Selama ini
dia ingin mengetahui tapi ditahan-tahan, kini saatnyalah dia menyelidiki itu. Bun Hwi
ingin mengetahui sebelum keluar lewat jalan lama, yakni jalan yang akan menembus
di puncak bukit itu, lubang di bawah batu yang sudah dibuang. Dan ketika Bun Hwi
memperhatikan dan mencari asal cahaya ini mendadak Bun Hwi terbengong ketika
mengetahui bahwa di balik Ruang Samadhi, terhalang dinding dan entah apalagi
terdapat sebuah ruang lain di sana, terbukti dari desau angin yang mendengung, jadi
itu jelas sebuah guha atau ruangan kosong yang entah apa namanya. Bun Hwi
mencukil sepotong batu dan melebarkan celahnya. Benar saja, cahaya itu lebih terang
den lebar, Bun Hwi mengorek dan akhirnya menusuk. Dan karena Bun Hwi sekarang
sudah memiliki ilmu totok dan jari-jarinya sekuat besi tiba-tiba saja dalam beberapa
tusukan atau korekan dia membuat lubang dan..... Bun Hwi ternganga.
"Itu Mutiara Pengharum Sukma......!" Bun Hwi tertegun, merangkak dan keluar
dari lubang yang dibuat. Kini dia tiba di sebuah guha di sana banyak ular mendesis-94
BATARA Dewi Kelabang Hitam
Kolektor E-Book
desis, kaget dan mengangkat kepalanya siap menyerang. Bun Hwi melihat sebutir
mutiara tertempel di langit-langit guha ini, mutiara yang di kenal sebagai mutiara
ajaib yang mampu membuat tubuh segar terus-menerus. Itulah mutiara hebat yang
dulu ditemukannya di ruang ini, mutiara "berbahaya" karena dapat membuat orang
gampang berbirahi! Bun Hwi terkejut. Dan karena dia tahu bahwa di ujung guha pasti
mulut jurang di mana dia dulu pernah jatuh dan merangkak ke atas maka Bun Hwi
meyakinkan dugaannya itu dan meloncat, tak perduli serangan beberapa ekor ular
yang ratusan jumlahnya. Ular-ular itu beranak-pinak karena di rangsang birahi terus
menerus oleh Mutiara Pengharum Sukma itu, Bun Hwi mengibas mereka dan mereka
pun terpelanting, Bun Hwi cepat membuktikan dugaannya dan berkelebat. Dan ketika
dia tiba di ujung guha dan benar saja sebuah jurang ada di depannya tiba-tiba Bun
Hwi tertawa bergelak dan merasa lucu.
"Ha-ha, ini kalau begitu rumahku yang dulu. Aih, selamat bertemu, jurang
sialan. Kiranya kau pun ada di sini dan aku datang!" Bun Hwi mendongak, melihat ke
atas dan tertawa melihat mulut jurang yang jauh. Di situlah dulu dia merayap dan
naik, tiba di atas dan bertemu Hu Lan, puteri Hu-taijin, menteri Hu Kang itu. Dan
karena Bun Hwi sudah mendapatkan jalan keluar dan tidak perlu lagi melewati atau
balik ke jalan yang lama akhirnya Bun Hwi berjungkir balik dan.... menempel di
dinding jurang, mengerahkan sinkangnya dan merayap naik. Bibir jurang di atas ada
ratusan tombak, Bun Hwi tak mempersoalkannya dan justeru terbahak. Ini berarti
mengulang pekerjaan lama, beberapa tahun yang silam dia pun melekat dan merayap
di dinding jurang ini, naik dan menuju ke atas dengan amat cepat. Bun Hwi tak
menyadari perobahannya yang luar biasa, gerak tangan dan kakinya yang lincah,
memanjat dan terus merayap bagai seekor cecak. Begitu ringan dan enteng sehingga
seolah dia tak berbobot saja. Bun Hwi tak menyadari kemajuannya setelah setahun
mempelajari ilmu-ilmu dari Pek In Sian-su. Maklumlah, dia belum terbuka matanya
dan tak tahu betapa jurang yang ratusan tombak itu hanya dirayapinya dalam waktu
sepuluh menit saja, padahal dulu hampir satu jam dan itu pun sudah luar biasa. Bun
Hwi meninggalkan Kala Hitam sahabatnya di ruang terakhir, tak menghiraukan ular
besar kecil yang beranak-pinak pula di guha tadi, juga tak mengambil Mutiara
Pengharum Sukma di langit-langit guha. Dan ketika Bun Hwi tiba di atas dan
berjungkir balik melewati bibir jurang maka Bun Hwi tertawa gembira melihat dunia
luar lagi, setelah duabelas bulan terkurung di bawah.
"Ha-ha, selamat pagi, matahari elok. Kita jumpa dan bertemu lagi!" Bun Hwi
menggerak-gerakkan tubuh, melemaskan otot dan girang mendapat kebebasan.
Sekaranglah dia melihat dunia indah beserta isinya. Dan ketika Bun Hwi berloncat
loncatan dan menurunkan pandangan melihat ke bawah tiba-tiba pemuda ini
berkelebat dan.... hilang dari situ lenyap dan sudah berada di bawah dalam kecepatan
luar biasa. Bagai iblis saja pemuda ini telah meluncur di bawah, terbang dan lenyap
meninggalkan Bukit Pedang, yang begitu tinggi. Gerak dan langkah kakinya itu
seolah bukan manusia saja. Dan ketika Bun Hwi hanya tampak merupakan titik kecil
di kejauhan sana dan gema suaranya meninggalkan Bukit Pedang maka Bun Hwi tak
ada lagi di situ karena sudah jauh meninggalkan tempat ini.
*
* *95
BATARA Dewi Kelabang Hitam
Kolektor E-Book
Beberapa bulan yang lalu. Sepasang pemuda memasuki kota raja, duduk dan
mengitari sebuah meja di sebuah restoran. Mereka memesan makanan dan minuman,
pakaian mereka yang penuh debu menunjukkan bahwa mereka datang dari jauh,
meminta pembersih dan mencuci tangan mereka, juga muka. Kini mereka duduk
berhadapan dan pelayan datang, membawa makanan dan minuman yang dipesan.
Dan ketika pelayan meletakkan itu semua di atas meja dan dua pemuda ini saling
pandang tiba-tiba seorang di antaranya bertanya di manakah rumah Hu-taijin.
"Ah, menteri Hu Kang, kongcu? Ya-ya, tahu. Di sebelah istana di depan alun
alun. Koagcu dapat ke sana dan cari saja patung seekor singa di depan rumah. Itulah
rumah Hu-taijin!"
"Hm, dengan siapa saja dia tinggal?"
"Maksud kongcu isteri dan anak-anaknya? Tak ada, kongcu, hanya seorang saja
bernama Hu Lan. Dialah puteri Hu-taijin dan tentu saja dengan beberapa pengawal
atau pembantunya."
"Baiklah, terima kasih,"
Percakapan terhenti. Pemuda yang bertanya mengeluarkan sekeping perak,
menyisipkannya pada sang pelayan dan pelayan girang. Itu adalah tip yang cukup
besar baginya, pemuda-pemuda itu rupanya royal dan anak orang kaya. Dan ketika
dia mengangguk-angguk dan tertawa mengucap terima kasih maka dua pemuda ini
ditinggal dan mereka segera bercakap-cakap sendiri.
"Bagaimana, Khing-te (adik Khing), kita masuk secara terang-terangan atau
gelap?"
"Ah, kita boleh sembunyi dulu, Siu-ko (kakak Siu). Kabarnya menteri itu lihai
dan pandai. Aku ingin tak usah terang-terangan."
"Ya, aku juga berpikir begitu. Nanti kita menyelinap dan cari dia, syukur kalau
puterinya ada."
"Mau apa?" pemuda satunya mengerutkan kening. "Bukankah kita tak ada perlu
dengannya?"
"Hm," pemuda yang ditanya besinar-sinar. "Sekarang kita tidak tahu
keperluannya, Khing-te. Tapi siapa tahu belakangan nanti diperlukan. Gadis itu kita
selidiki dan kalau perlu kita tangkap!"
"Sebagai sandera?"
"Betul."
"Kalau begitu bagus, kita makan dulu setelah itu berangkat."
"Ya, dan..." percakapan terhenti lagi, hampir berbareng dua pemuda itu menoleh
Dewi Kelabang Hitam Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan seorang gadis cantik masuk ke restoran itu, lenggangnya manis dan segera tamu
tamu lain ikut memandang. Langkah yang memikat dan pinggul yang menari-nari
membuat mata mendecak kagum, dua pemuda ini saling lirik. Tapi begitu gadis itu
balas memandang yang menatap dirinya dan para tamu mengenal siapa dia mendadak
semua orang menunduk dan pura-pura melanjutkan makan mereka, sang pelayan
tergopoh-gopoh menghampiri dan sikap hormat berlebihan ditunjukkan pelayan ini.96
BATARA Dewi Kelabang Hitam
Kolektor E-Book
Dua pemuda itu mengeluarkan senyum mengejek, menunggu dan mengira gadis itu
akan duduk dan makan. Tapi ketika gadis itu berhenti dan terdengar percakapan
bahwa kedatangannya untuk memesan makanan agar diantar ke rumahnya maka
pelayan itu mengangguk-angguk dan berulang kali mengucap "baik".
"Baik..... baik, nona. Kami akan mengantar. Berapa masakan yang dipesan?
Untuk berapa orang?"
"Siapkan apa saja yang kalian punya. A-chung. Dan buat makanan untuk sekitar
duapuluh orang."
"Ayahmu punya kerja?"
"Kau berani tanya urusan orang?"
"Ah, tidak.... eh, maaf.... maaf, nona. Aku salah, aku lancang. Baiklah, akan
kami siapkan pesananmu dan datang!" pelayan itu ketakutan, kakinya sudah ditarik
dan kelakuannya seperti anjing melipat buntut. Orang yang melihat tentu tahu bahwa
gadis ini bukan gadis sembarangan. Benar, ia mendengus dan sekali lagi mengatakan
pesanannya, pelayan mengangguk lagi dan menyatakan mengerti. Dan ketika gadis
itu memutar tubuh dan keluar dari restoran maka pelayan mengikuti dan akhirnya
tergopoh ke dalam memberi tahu majikan.
"Siapa dia?" pemuda pertama bertanya, kebetulan di saat pelayan lewat. Gerak
dan kesibukannya yang tiba-tiba muncul membuat pemuda ini tertarik, tentu saja
ingin tahu. Dan begitu pelayan itu sadar dan kaget tiba-tiba pelayan ini berhenti
sejenak, membungkuk.
"Ah, itulah Hu-siocia, kongcu. Dialah Hu Lan!"
"Hu Lan? Puteri Hu-taijin itu!"
"Benar, dialah, kongcu. Itulah puteri menteri Hu Kang. Ah, maafkan aku. Aku
sibuk, harap kongcu teruskan makan dan silahkan panggil aku lagi kalau butuh
sesuatu!" pelayan itu menyeringai, pergi dan tergesa-gesa menyiapkan pesanan gadis
itu. Kiranya itulah Hu Lan, puteri menteri Hu Kang. Dan ketika pelayan itu pergi dan
dua pemuda ini tampak tertegun maka mereka tiba-tiba saling memberi isyarat.
"Mari kejar, ini kesempatan baik!" bisik yang pertama.
"Ya, dan kita tinggalkan restoran ini, Sui-ko. Untung makanku sudah habis dan
kenyang!"
Dua pemuda itu bergerak. Mereka mendadak tampak terburu juga, tiba-tiba
mendorong meja dan berkelebat. Cepat bagai iblis tahu-tahu mereka sudah
menghilang, pelayan membalik dan terkejut. Dia mendengar kesiur angin di
belakangnya. Dan ketika dua tamunya itu lenyap dan pelayan ini mendelong maka
dia berteriak pada majikannya karena dua pemuda tadi lupa memberi atau membayar
rekening.
"Hei...... wah, mereka lolos! Makanan belum di bayar!"
"Siapa, A-chung? Ada apa?"
"Mereka, loya (tuan). Dua pemuda itu!"97
BATARA Dewi Kelabang Hitam
Kolektor E-Book
"Ah, kejar. Cari mereka!" namun dua pemuda itu yang sudah menghilang dari
restoran ini tak dapat dicari dan lenyap entah ke mana, sang pelayan kelabakan dan
majikannya marah-marah. Rumah makan itu merasa tertipu. Dan karena tadi A-chung
mendapat persenan dan kebetulan majikannya tahu maka sang majikan memerintah
pelayannya agar menyerahkan persenan itu, ditolak tapi sang majikan mengancam
pecat. A-chung tersentak karena begitu mudahnya sang majikan main PHK. Dan
karena dia kalah posisi dan bagaimana pun juragan biasanya berkuasa akhirnya
sambil mengumpat dan memaki-maki pelayan ini menyerahkan tip yang tidak jadi
dinikmatinya itu, melotot gusar seharian penuh. Orang yang dicari tak ada. Dan
sementara rumah makan itu ribut-ribut maka dua pemuda yang dimaksud, yang
melihat logat bicaranya agak kaku dan dari jauh ini sudah mengejar Hu Lan yang
meninggalkan rumah makan.
Hu Lan saat itu tak tahu. Dia sudah memesan makanan dan pulang, melenggang
dan berjalan cepat seorang diri. Dan ketika dia tiba di persimpangan jalan di mana ia
mau membelok mendadak dua pemuda muncul menghadangnya.
"Nona, maaf, tunggu dulu.....!" dua pemuda berkelebat, berdiri dan sudah
menghalangi langkahnya hingga Hu Lan terkejut. Gadis ini terbelalak, tentu saja
marah dan siap memaki. Tapi melihat seorang di antaranya buru-buru menjura dan
bersikap hormat maka dia menahan diri dan membentak.
"Kalian siapa? Mau apa?"
"Maaf, apakah kau Hu Lan, nona? Puteri Hu-taijin?"
"Hm, sudah tahu kenapa tanya? Minggir, kalian jangan kurang ajar!" Hu Lan
membentak, lengan mengibas dan mendorong pemuda itu. Tapi ketika pemuda itu
tersenyum dan mengelak dengan gerakan mudah, tahu-tahu pemuda satunya sudah
melangkah dan memalangkan lengan.
"Nona, kami dua bersaudara ingin bicara baik-baik denganmu. Maaf, adakah
ayahmu dirumah? Bisakah kau mengantar kami dan berjalan sama-sama?"
"Memangnya kalian siapa?" Hu Lan gusar. Dan kau kira aku gadis macam apa
yang boleh berjalan dengan pemuda tak dikenal? Manusia buruk, minggir. Atau
kalian terpaksa kuhajar dan mampus!" Hu Lan mau bergerak lagi, mendelik dan siap
menyerang tapi pemuda pertama buru-buru mengulapkan lengan. Dengan sabar dia
meredamkan kemarahan gadis ini, dan ketika Hu Lan terbelalak menahan marahnya
pemuda itu memperkenalkan diri.
"Aku Hong Siu, she Tan. Ini adikku, Giam Khing. Kami dari negeri Magada
ingin mencari ayahmu dan bicara tentang sesuatu."
Hu Lan terkejut. "Negeri Magada? Bukankah itu sebelah Nepal? Negeri kecil?"
"Benar, kami dari negeri kecil, nona. Negeri kami tak terkenal, tapi nenek
moyang kami adalah orang-orang yang terkenal. Kami keturunan dari Sheru Deva
dan Mira Dewi, sepasang suami isteri yang dulu menjadi pengawal paling diandalkan
oleh kaisar Yang Ti!"
Hu Lan tertegun. Terus terang dia tak mengenal nama-nama Sheru Deva dan
Mira Dewi itui, itu cerita lama, ratusan tahun yang lalu, tak tahu dia. Tapi mendengar
nama kaisar Yang Ti disebut-sebut tentu saja dia tahu karena itulah kaisar Tiongkok98
BATARA Dewi Kelabang Hitam
Kolektor E-Book
yang hidup dalam dinasti Sui. Hu Lan mengerutkan kening. "Aku tak kenal nenek
moyangmu, aku juga tak kenal kalian. Kalau kalian orang baik-baik harap datang ke
rumah dan jangan menghadang seperti perampok. Sekarang katakan apa mau kalian
dan kenapa mencegat!"
"Kami mau mengambil peta....?"
"Peta?"
"Ya, ayahmu mendapat peta dari nenek moyang kami, nona. Kami khawatir dia
menyalahgunakan peta ini dan mewarisi peninggalan nenek moyang kami."
"Keparat, memangnya ayahku seorang tamak yang rakus akan harta benda orang
lain? Eh, jaga mulutmu baik-baik, orang she Tan. Kami keluarga Hu bukanlah
manusia-mannsia tamak harta yang akan merampas harta orang lain!"
"Hm," pemuda yang satu tertawa dingin. Untuk harta benda mungkin ayahmu
tak tamak, nona! Tapi untuk peninggalan ilmu silat siapa yang tahu? Peta itu
menunjukkan peninggalan ilmu silat nenek moyang kami, kami akan memintanya dan
menyuruh dia menyerahkan. Kalau tidak kami akan menankapmu dan menjadikannya
sandera!"
"Keparat.....!" Hu Lan yang tak mampu lagi mengendalikan diri tiba-tiba
membentak dan menerjang maju, menghantam dan lutut satunya ditekuk menyodok
pemuda pertama, jari-jari bergerak ke pemuda kedua yang menghina ayahnya itu. Dia
marah sekali mendengar kata-kata ini. Tapi begitu dia bergerak dan menyerang serta
menendang tiba-tiba pemuda pertama menyingkir dan menyuruh adiknya melayani,
tamparan Hu Lan disambut dan pemuda kedua itu tertawa. Suara tangkisan
menggetarkan tempat itu. Dan ketika Hu Lan, terkejut dan terdorong maka pemuda
ini, Giam Khing, terbahak mengejek.
"Ha-ha, cobalah, nona manis. Aku akan melayanimu dan melihat apakah ilmu
silatmu benar dari nenek moyang kami atau bukan."
"Wutt!" Hu Lan meloncat lagi, menerjang dan memaki dan kembali pemuda itu
menangkis. Kali si pemuda memasang kuda-kuda. Dan begitu terdengar suara "plak"
yang nyaring maka Hu Lan lagi-lagi terpental dan terdorong, marah dan membentak
dan pemuda itu menyuruh dia mengeluarkan semua kepandaiannya. Hu Lan gusar
bukan kepalang. Dan ketika lawan mengejek dan ia tak kuat tiba-tiba Hu Lan telah
melengking dan bergerak mainkan Soat-kong-jiu (Pukulan Sinar Salju), bertubi-tubi
dan cepat ia melancarkan serangan-serangannya itu, lengannya mengeluarkan cahaya
berkeredep dan hawa dingin pun teruar di situ, lawan mengerutkan kening dan
menghentikan tawanya, berkelit dan mulai berhati-hati melompat sana-sini,
menangkis dan terbelalak mengeluarkan pujian. Hu Lan penasaran karena Soat-kong
jiunya itu tak mampu mendesak, pemuda ini menangkis dan dia selalu tergetar.
Tenaga sinkangnya kalah dibanding lawan, Hu Lan melotot. Dan ketika tangkisan
demi tangkisan selalu membuat ia terpental dan berkali-kali terhuyung maka pemuda
itu mengeluarkan suara kecewa karena apa yang dimaksud tak mengenai sasaran.
"Siu-ko, gadis ini ternyata mengeluarkan ilmu lain. Apakah benar tak punya
atau sengaja menyembunyikan?"99
BATARA Dewi Kelabang Hitam
Kolektor E-Book
"Entahlah, robohkah dia, Khing-te. Coba paksa dan desak agar dia
mengeluarkan semua ilmunya."
"Baik, tapi kalau tetap begini?"
"Tak mungkin dia akan mengeluarkan silat-silat lainya, Khing-te. Hu-taijin
terkenal memiliki kepandaian tinggi dan puterinya tentu mewarisi."
"Ha-ha, kau betul. Kalau begitu biar kudesak dia, Siu-ko, dan juga
kurobohkan..... haittt!" Giam Khing yang merobah gerakan serta menangkis tiba-tiba
berkelebat dan balas menyerang, mengembangkan jarinya dan semacam ilmu
cengkeraman dikeluarkan. Angin bersiur dan Hu Lan terkejut. Dan ketika dia
terdorong dan coba menangkis mendadak kelima jari lawan mencakar dan lengannya
tergurat.
"Brett!"
Hu Lan terpekik. Untuk pertama kalinya ia melihat lawan membalas, tertawa
dan merangsek dan kembali serangan mirip cengkeraman itu menyetang. Jari-jari si
pemuda bergerak cepat dan menuju dirinya, mencengkeram dan kemudian mematuk
dan kembali Hu Lan menangkis namun terhuyung. Ia benar-benar kalah kuat,
sinkangnya kalah tinggi. Dan ketika lawan terbahak dan menubruk serta
mencengkeramnya terpaksa Hu Lan mengelak dan mundur-mundur menjauhi, tak
berani menangkis karena ia selalu tergetar, lengannya mulai ngilu dan sakit. Hu Lan
marah dan melengking bingung. Dan ketika ia terpaksa berlompatan dan inisiatip
serangan mulai dipegang lawan tiba-tiba Hu Lan membentak dan mencabut
pedangnya, pedang yang ia sembunyikan di balik pinggang.
"Ha-ha, bagus, ini lebih ramai!"
Hu Lan melotot. Giam Khing yang tertawa bergelak dan justeru gembira
membuat Hu Lan panas, dia manggerakkan lengan dan kini pedangnya menangkis.
Tapi ketika jari-jari si pemuda menyambut dan pedang berdentang keras tiba-tiba Hu
Lan terkesiap dan kaget juga.
"Keparat, kau rupanya hebat!" Hu Lan terbelalak, melihat lawan menangkis
dengan jari telanjang dan pedangnya mental. Giam Khing ternyata begitu hebat
hingga sinkangnya mampu membuat jari-jari sekeras baja, menangkis dan membuat
pedangnya tertolak hingga Hu Lan semakin gusar, juga gentar. Dan ketika lawan
meloncat dan kembali melancarkan satu serangan cepat dengan jari yang bergerak
gerak seperti kuku rajawali itu akhirnya Hu Lan kelabakan dan menangkis tapi selalu
mundur, terdorong dan pucat karena dengan pedang pun ia merasa tak berdaya.
Pemuda lawannya itu betul-betul hebat. Dia harus menyelamatkan diri. Dan karena
lawan dirasa terlalu tangguh dan berkali-kali ia menangkis tapi justeru terdesak
akhirnya Hu Lan terisak dan....... melarikan diri.
"Kalian keparat, aku akan melaporkan ini pada ayah!" Hu Lan melontar
pedangnya, menimpuk dan memutar tubuh meloncat pergi. Lawannya terkejut dan
menangkap, pedang yang ditimpukkan itu disambut jari-jari yang sekuat elang,
dicengkeram tapi Hu Lan melompat pergi. Dan ketika gadis itu berteriak dan
mengancam penuh kecewa maka lawannya terkejut sementara pemuda satunya juga
Dewi Kelabang Hitam Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berseru kaget.100
BATARA Dewi Kelabang Hitam
Kolektor E-Book
"Hei, jangan melarikan diri....!"
Hu Lan dikejar. Gadis ini telah menyelinap dan melompati sebuah tembok,
hilang dan mengerahkan ilmu lari cepatnya, pulang ke rumah. Dia tentu saja tak mau
membiarkan dirinya ditangkap, dua pemuda di belakang berteriak dan mengejar. Tapi
karena Hu Lan lebih tahu daerah di situ dan hapal jalan-jalan mana yang dapat
menyesatkan lawan maka gadis ini telah meninggalkan lawannya dan tiba di rumah,
menangis dan langsung menubruk ayahnya. Hu-taijin saat itu ada di sana, malam
nanti mereka akan menjamu beberapa tamu penting dalam hubungan kenegaraan,
satu di antaranya bahkan pangeran mahkota, Kao Cong. Itulah sebabnya Hu Lan di
suruh memesan makanan untuk jamuan nanti. Maka begitu puterinya tersedu-sedu
dan menangis menubruk dirinya menteri ini segera tertegun bertanya.
"Ada apa? Eh, apa-apaan ini?"
"Aku dikejar penjahat. Dua pemuda jahat menggangguku, yah. Pedangku
dirampas dan mereka mau menangkapku!"
"Mereka siapa? Di mana?"
"Aku tak tahu, hanya mereka mengatakan berasal dari negeri Magada!"
"Magada?" Hu-taijin tersentak. "Negeri di sebelah Nepal itu?"
"Ya, begitu kata mereka, yah. Dan mereka telah membuat malu aku. Katanya
mau mencari dirimu, bicara soal peta...!"
Menteri ini mendadak mundur. Dorongannya yang kuat tiba-tiba membuat
puterinya terhuyung Hu Lan terkejut dan menghentikan tangisnya. Dan ketika
ayahnya terbelalak dan kelihatan berobah maka menteri itu bertanya, menggigil, "Hu
Lan apa saja kata mereka itu? Peta apa yang dimaksud?"
"Aku tak jelas, ayah. Tapi katanya peta tentang peninggalan ilmu silat."
"Hm, lalu apalagi? Mereka tak menyebut siapa mereka itu? Dari perguruan atau
keturunan mana?"
"Ya-ya, aku ingat!" Hu Lan tiba-tiba mengepal tinju. "Mereka menyebut-nyebut
kaisar Yang Ti, ayah. Katanya nenek moyang mereka itu pengawal paling tangguh
dari kaisar ini. Namanya hm...... kalau tidak salah Sheru Deva dan Mira Dewi!"
"Thian Yang Maha Agung....!" sang menteri mendadak memegangi kepalanya,
tersentak. "Mereka menyebut-nyebut nama Lan-ji? Dan mereka mau datang?"
"Ya, begitu katanya, yah. Ada apakah? Kenapa kau tiba-tiba berobah begini?"
"Hm....!" menteri ini tergetar. "Kalau begitu kekacauan akan terjadi, Hu Lan.
Biarlah kita masuk dan bicara di dalam!" menteri Hu Kang menekan puterinya,
mencengkeram dan membawa puterinya lebih ke dalam lagi. Dan ketika di dalam
menteri itu bercerita tentang sesuatu dan Hu Lan terbelalak lebar maka gadis ini
berseru kaget dan berulang-ulang ah-ah-oh-oh seperti orang tertegun.
"Nah, kau sudah tahu? Sekarang hati-hatilah, peta itu tak ada di tanganku karena
sudah kuberikan pada Bun Hwi. Aku akan coba menemui mereka dan bicara jujur."
"Kalau mereka tak mau percaya?"101
BATARA Dewi Kelabang Hitam
Kolektor E-Book
"Aku akan menerangkannya, Hu Lan. Coba menjelaskan pada mereka akan apa
yang sesungguhnya terjadi. Aku perlu tahu mereka itu keturunan ke berapa!"
"Hm.....!" Hu Lan manggut-manggut. "Kalau begitu mereka terlambat, yah. Kau
tak perlu khawatir atau merasa salah."
"Benar, aku pribadi tak merasa salah, Lan-ji. Tapi mereka atau orang lain bisa
menerimanya lain."
"Dan mereka pasti datang."
"Ya, di saat kita akan menerima tamu."
"Jadi bagaimana baiknya?"
"Tenang sajalah, anakku. Biar mereka datang dan aku akan menghadapinya.
Coba panggil ke mari Gwat Tek Ciauw."
Hu Lan mengangguk. Pembicaraan dengan ayahnya tadi membuat dia mengerti,
kini dia tahu apa yang dimaksud dan cepat keluar, mencari pembantu ayahnya itu dan
Tek Ciauw, seorang pengawal terpercaya mereka datang. Itulah pengganti Wen Tao
dan Wen Ti yang tewas, pembantu menteri ini yang menjaga keselamatan rumah. Hu
taijin memanggil dan segera menyuruh pembantunya itu memperketat penjagaan.
Menteri Hu Kang minta agar pengawalan di situ ditambah, malam nanti akan ada
urusan penting, juga tamu-tamu penting. Dan ketika siang itu menteri Hu Kang
menyiapkan sesuatu dan tak ada terjadi suatu yang mengkhawatirkan maka dua
pemuda dimaksud, Hong Siu dan Giam Khing kelabakan mencari Hu Lan.
Mereka ini tadi mengejar dan mengepung tapi karena mereka tak mengenal
daerah dan Hu Lan lolos maka mereka bertemu di ujung jalan dan Giam Khing
memaki-maki.
"Kurang ajar, siluman betina itu tak tertangkap. Kita kehilangan dia!"
"Sudahlah, kita mengetahui rumahnya, Khing-te. Mari ke alun-alun dan selidiki
dia, kita cari rumah berpatung singa."
"Dan terus mencari ayahnya?"
"Tentu saja, tapi bukankah tak perlu terang-terangan? Kita sembanyi dulu,
Khing-te. Menyelinap ke sana dan cari tahu tentang menteri itu."
"Baik, ayo kita mulai!" dan dua pemuda itu yang berkelebat menghilang dari
tempat itu lalu mencari rumah Hu-taijin yang berpatung batu singa.
? O ?
Malam yang mencekam. Malam itu gedung menteri Hu terang-benderang,
beberapa pengawal mondar-mandir dan di belakang serta di samping rumah tampak
gerakan-gerakan ringan dari pengawal yang berjaga. Mereka tampak memasang
kewaspadaan tinggi, Hu-taijin sendiri malam itu menjamu tamunya di ruang dalam,
tidak kurang dari dua puluh orang, semuanya merupakan tokoh-tokoh penting yang
membicarakan tentang keamanan negara. Setelah pemberontakan Sun-ciangkun yang
gagal dengan didalangi Hong Lam maka malam itu kaisar minta agar ada102
BATARA Dewi Kelabang Hitam
Kolektor E-Book
pembicaraan khusus mencegah pemberontakan, atau rencana pemberontakan yang
mungkin ada. Hu-taijin harus mengumpulkan informasi dari sana sini dan karena itu
mengadakan pertemuan dengan sesama rekan menteri lainnya, tentu saja yang terkait
dan ada hubungan dengan masalah keamanan negara. Hu Lan tak nampak dan
menteri itu bercakap-cakap sendiri dengan para tamunya. Dan ketika pembicaraan
hampir selesai dan selama ini tak ada apa-apa mendadak seorang pemuda muncul
bagai iblis.
JILID V
"HU-TAIJIN, maafkan aku. Aku ingin bicara sebentar....!"
Hu-taijin dan para tamu terkejut. Mereka menoleh dan mendengar suara ribut
ribut di luar. Tek Ciauw masuk dan tergopoh memaki pemuda itu, menyerang dan
kiranya pemuda ini masuk dengan cara menerobos. Entah bagaimana pengawal di
luar tak sanggup menahan dan kini pemuda itu lolos, sudah ada di ruangan dalam dan
mengejutkan Hu-taijin. Dan ketika Tek Ciauw membentak dan menusukkan
tombaknya dengan marah maka pemuda itu dimaki dengan penuh kegusaran.
"Bocah siluman, kau tak tahu adat. Mampuslah dan jangan mencari penyakit.....
wutt!" tombak di tangan pembantu Hu-taijin itu menyambar, kuat dan cepat namun si
pemuda mengelak. Dengan senyum tenang dan tidak merobah posisi kakinya dia
menggerakkan pinggang, meliuk dan memutar dan tombak pun menyerang angin
kosong. Dan ketika Tek Ciauw membentak lagi dan marah menyerang gusar tiba-tiba
pemuda itu berseru dan mengangkat kakinya, menendang tombak.
"Pengawal busuk, pergilah. Aku tak ada urusan denganmu... plak!" tombak
terpental, langsung terlepas dari tangan laki-laki itu dan Tek Ciauw terkejut. Dia
berseru keras mengambil tombaknya, mau menyerang lagi. Tapi belum dia
menyentuh tombaknya itu dan suara ribut-ribut di luar semakin ramai tiba-tiba kaki
pemuda itu berputar dan.... satu tendangan pun mengenai pinggul laki-laki ini.
"Dess!" Tek Ciauw menjerit, terlempar dan tersungkur jatuh dan terguling
guling gagal menyambar tombak, kebetulan di dekat Hu-taijin dan menteri itu
berkelebat. Cepat dan sebat dia mengangkat bangun pembantunya ini. Dan ketika
puluhan pengawal masuk dan para tamu menjadi geger maka Hu-taijin mengangkat
lengannya tinggi-tinggi dan membentak.
"Berhenti!"
Pengawal pun berhenti. Mereka tak jadi menyerang dan pemuda itu pun
dikepung. Si pemuda tersenyum mengejek dan tenang-tenang saja, sikapnya penuh
kepercayaan diri dan Hu-taijin teringat cerita puterinya. Hu Lan tiba-tiba muncul dan
berkelebat di samping ayahnya. Dan ketika dua ayah dan anak itu berdiri
berdampingan dan Hu Lan terkejut segera gadis ini menudingkan telunjuknya.
"Benar, dialah si keparat itu. Ini, yah, yang namanya Giam Khing!"
"Hm," Hu-taijin melangkah maju, matanya bersinar-sinar. "Kau ada maksud apa
mengacau di tempat ini, anak muda? Siapa kau dan memiliki tujuan apa?"103
BATARA Dewi Kelabang Hitam
Kolektor E-Book
"Aku Giam Khing," pemuda itu tersenyum mengejek. "Puterimu sudah memberi
tahu dan tentu telah menceritakan tentang aku. Bukankah tak perlu bertanya lagi,
taijin? Dan kau menteri Hu Kang yang kucari-cari?"
"Benar, aku Hu Kang. Ada apa mau mencari aku?"
"Aku ingin mengambil peta. Kau mencuri peta keluargaku!"
"Keparat...!" Hu Lan melengking, tiba-tiba berkelebat. "Kau kurang ajar, orang
she Giam. Jaga mulutmu dan mampuslah!" gadis itu menerjang, tak kuat dan marah
dan kini berani menyerang karena ayahnya ada di situ. Tamu yang lain bangkit
berdiri dan ribut. Dan ketika pemuda itu mengelak dan menangkis maka Hu Lan lagi
lagi terpental.
"Plak!"
Hu Lan menjerit, marah dan menerjang lagi dan segera gadis itu memaki-maki.
Dia marah dan penasaran karena kini lawan berani menghinanya di depan orang
banyak, menampar dan berkelebat tapi lagi-lagi lawan menangkis. Pukulan Soat
kong-jiu yang dilancarkan bertemu tangkisan lawan yang kuat, Hu Lan terhuyung
namun menyerang lagi. Dan ketika dia menubruk dan pukulan serta tamparan104
BATARA Dewi Kelabang Hitam
Kolektor E-Book
bertubi-tubi menyerang lawannya namun dengan mudah lawannya itu mengelak atau
menangkis akhirnya si pemuda membalas dan satu tepukan mengenai pundak gadis
itu, Hu Lan terjengkang dan ayahnya terkejut. Tepukan tadi menggetarkan ruangan
itu dan Hu Lan berteriak, sakit dan marah tapi juga gentar. Tapi sebelum Hu Lan
menyerang lagi dan melompat bangun tiba-tiba Hu-taijin telah menolong anak
perempuannya itu dan berkelebat.
"Lan-ji, tunggu. Jangan menyerang!" kemudian menghadapi pemuda itu dengan
muka merah menteri ini berkata. "Anak muda, apa yang kau tuduhkan adalah fitnah.
Sekarang aku sedang menghadapi tamu-tamuku, bisakah besok kau datang dan kita
bicara lagi?"
"Hm, kau mau mengatur siasat dan melarikan diri? Ha-ha, tidak bisa, taijin.
Malam ini aku sengaja datang untuk membuka kedok kejahatanmu. Aku ingin tamu
tamumu mendengar dan melihat siapa menteri Hu Kang ini. Kau mencuri benda milik
keluargaku, tidak mengembalikannya dan sekarang malah mau mengusir aku. Akal
apa ini dan kenapa aku harus pergi? Tidak, aku mau pergi kalau peta peninggalan
nenek moyangku itu kau kembalikan, taijin. Atau aku akan menelanjangimu dan
membuatmu malu di depan teman-temanmu yang terhormat!"
"Anak muda," Hu-taijin mengeretakkan gigi. "Aku tidak akan takut atau malu
dengan semua ancamanmu tadi. Urusan ini panjang, aku tak dapat bicara singkat.
Kalau kau menuduh aku mencuri sesuatu maka itu tidak benar. Aku memang
mendapatkan sebuah peta, tapi peta itu tak ada di sini!"
"Hm, di mana? Kau akal-akalan menyembunyikan di lain tempat?"
"Jaga mulutmu!" menteri ini membentak. "Aku bukan orang yang suka
menyembunyikan sesuatu, anak muda. Kuharap pergi dulu dan besok kita bertemu
lagi. Aku sedang sibuk, di sini pun ada yang mulia pangeran mahkota!"
"Aha, bagus, kalau begitu kebetulan?" pemuda ini malah menantang. "Aku tak
mau pergi sebelum mendapatkan peta keluargaku, taijin. Dan aku boleh pula meminta
pendapat yang mulia pangeran mahkota! Mana dia?"
Kao Cung, sang pangeran mahkota muncul. "Aku di sini, anak muda. Ada
urusan apa kau deagan paman Hu? Dia benar, kau dapat dianggap pengacau. Harap
kau tahu diri dan pergi!"
"Ah, mana bisa, pangeran? Hu-taijin mencuri peta wasiat dari keluargaku, kalau
aku pergi tentu dia bersembunyi. Tidak, aku justeru mau minta pendapatmu
bagaimana kelakuan menterimu ini. Sudah mengaku tapi tak mau memberi!"
"Hm......!" pangeran mahkota mengerutkan kening, merasa lancang
Dewi Kelabang Hitam Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mencampuri. "Aku tak mau memberi penilaian atas pertanyaanmu, anak muda. Hu
taijin adalah pembantu ayahku dan selama ini sepak terjangnya baik. Aku lebih
percaya dia daripada kau, bocah liar! Sebaiknya kau pergi atau kami akan
menangkapmu!"
"Hm, begini pula keinginanmu, taijin?" pemuda itu mengejek pada menteri Hu
Kang. "Kau mau lolos dan menyelamatkan diri?"105
BATARA Dewi Kelabang Hitam
Kolektor E-Book
"Ayah," Hu Lan tak dapat mengekang diri. "Kau tangkap saja pemuda ini dan
sumpal mulutnya. Dia akan semakin kurang ajar dan sombong, lebih baik di bekuk
dan di bunuh!"
"Benar," pemuda itu tertawa. "Dan kau akan menghadapi sanak keluargaku
yang lain, taijin. Kau boleh dan bisa saja membunuh tapi saudara-saudaraku yang lain
akan datang!"
Hu-taijin terkejut. Dia tiba-tiba teringat cerita puterinya bahwa sebenarnya ada
dua pemuda yang mengganggu puterinya, padahal yang datang ini baru seorang, jadi
ada seorang lagi yang lain dan tentu pemuda yang lain itu bersembunyi, entah di
mana. Terkejut dan sadarlah menteri ini akan ancaman itu. Tapi karena dia tidak
merasa bersalah dan marah mendengar ancaman itu tiba-tiba menteri ini mendorong
puterinya mengerotokkan jari-jari, melangkah maju.
"Bocah she Giam, kata-kata puteriku benar. Kau semakin sombong dan tak tahu
aturan. Kalau kau tak mau datang besok dan minta diselesaikan sekarang maka
majulah, aku siap merobohkanmu!"
"Ha-ha, mengandalkan jumlah banyak?"
"Tak perlu, aku cukup seorang diri dan kita lihat berapa jurus kau roboh."
"Sombong! Kau tak mungkin dapat merobohkan aku, Hu-taijin. Kalau begitu
mari kita lihat, aku juga ingin melihat dan merasakan kepandaianmu.... wutt!" dan si
pemuda yang menerjang dengan cengkeraman ke depan tiba-tiba membentak dan
marah menyerang menteri itu. Geraknya sama dengan yang dilakukannya terhadap
Hu Lan, semacam ilmu cengkeraman rajawali. Kelima jari membentuk cakar dan
cepat serta kuat jari-jari itu menerkam. Tapi Hu-taijin yang tentu saja sudah bersiap
dan tak mau kalah tiba-tiba menangkis.
"Dukk!"
Ruangan itu tergetar. Pemuda ini berteriak kaget ketika terpental, hebat menteri
itu, sekarang dia beradu dengan lawan yang tangguh dan cengkeramannya gagal, Hu
taijin memang bukan Hu Lan, menteri ini telah mengerahkan sinkangnya dan
mendengar kelihaian pemuda itu, jadi tentu saja sudah bersiap dan mengerahkan
tenaganya dua perlima bagian, coba-coba sekaligus menguji kekuatan lawan. Dan
ketika lawan terpental dan berteriak kaget maka menteri ini mendengus dan
tersenyum mengejek.
"Bocah, ilmumu masih rendah!"
Pemuda itu metotot. Dalam gebrak pertama ini dia merasakan kelihaian menteri
itu, tentu saja penasaran. Maka mendengar menteri itu mengejeknya dan dia
menerjang lagi maka cengkeraman dan patukan menyambar tubuh si menteri Hu
Kang.
"Duk-dukk!
Lawan lagi-lagi terpental. Giam Khing, pemuda itu, berseru kaget. Untuk kedua
kali dia merasa kalah. Tenaga sakti menteri itu betul-betul hebat dan dia marah. Dan
karena pemuda ini bukannya takut melainkan nekat dan maju lagi maka tiba-tiba dia
membentak dan berkelebat serta mencengkeram dan mematuk lagi, menendang dan106
BATARA Dewi Kelabang Hitam
Kolektor E-Book
menampar dan tiba-tiba tubuhnya pun lenyap. Bagai bayangan rajawali dia sudah
melakukan serangan bertubi-tubi ke arah menteri itu, serangannya ganas dan
berbahaya. Tapi karena menteri Hu Kang telah mengetahui kepandaiannya dan enak
saja menangkis atau berlompatan maka pemuda itu selalu mengeluh dan memaki
setiap terdorong mundur, kejadiannya hampir mirip kalau dia menghadapi Hu Lan,
sekarang berbalik dan pemuda ini menjadi pucat. Dan ketika dia menerjang dan
mengamuk tapi tetap saja menteri Hu Kang dapat melayaninya dengan baik maka
pemuda itu tiba-tiba melakukan gerak menotok yang mengeluarkan suara mencicit.
"It-yang-ci....!"
Menteri Hu Kang terbelalak. Dia tentu saja mengenal ilmu menotok itu,
pengalamannya banyak dan luas. Lawan tertawa mengejek dan mendesak, menteri ini
mundur-mundur dan dikira takut. Dan ketika sebuah totokan mengenai tubuh menteri
itu tapi Hu-taijin sudah mengerahkan sinkangnya menolak maka totokan mental dan
si pemuda terkejut.
"Tuk!"
Hu-taijin tak apa-apa. Dia memang dapat melindungi diri dengan kekebalan
sinkangnya, tadi mundur-mundur karena memperhatikan ilmu menotok lawan. Heran
dan kaget karena ilmu menotok itu kabarnya tak terdengar lagi, sudah lama
menghilang. Dulu dimiliki oleh seorang tokoh muda hebat bernama Giam Hok. Dan
ketika lawan terkejut dan kembali menyerang tiba-tiba menteri ini membentak dan
menangkis kuat.
"Berhenti! Kau ada hubungan apa dengan Giam Hok?"
Giam Khing terhuyung. Tadi dia menyeringai ditangkis menteri itu, kini terkejut
dan terbelalak memandang menteri ini. Hu-taijin menyebut-nyebut nama Giam Hok.
Dan ketika dia menahan sakit namun menyeringai mengejek Giam Khing menjawab,
"Dia leluhur keluargaku, taijin. Dialah kakek dari kakek buyutku yang telah
meninggal."
"Kalau begitu kau generasi ke berapa?"
"Aku generasi ke enam!"
Hu-taijin tergetar. Dan sementara dia berkerut memandang pemuda itu
mendadak sesosok bayangan berkelebat dan muncul.
"Hu-taijin, aku pun datang menyertai saudaraku. Perkenalkan, aku Tan Hong
Siu....!" seorang pemuda lain telah berdiri di samping Giam Khing, tegak dan gagah
dan kedatangan pemuda itu pun seperti iblis. Dia berhasil melampaui semua
pengawal dan kini berhadapan dengan menteri itu. Dan ketika Hu-taijin tertegun dan
mengerutkan kening semakin dalam maka Hong Siu, pemuda ini menjura, sikapnya
sedikit lebih hormat.
"Taijin, maafkan kalau adikku dianggap membuat onar. Kami datang
sebenarnya bukan untuk mengacau, melainkan mengambil dan meminta peta secara
baik-baik darimu."
"Hm....!" menteri ini mengurut jenggotnya yang pendek, mata bersinar-sinar.
"Kau ada hubungan pula dengan pemuda ini, anak muda? Kau bernama Hong Siu?"107
BATARA Dewi Kelabang Hitam
Kolektor E-Book
"Benar, kakek dari kakek buyutku adalah Tan Gi Siong, taijin. Aku
keturunannya dan sama dengan adikku Giam Khing ini."
"Giam Khing telah kulihat ilmu silatnya, dapatkah kau membuktikan bahwa kau
pun betul keturunan pendekar she Tan itu?"
"Maksudmu?"
"Awas...!" Hu-taijin yang tidak menjawab melainkan menyerang tiba-tiba sudah
membentak dan meluruskan lengan kirinya menghantam pemuda itu, mengerahkan
Soat-kong-jiu dan Hong Siu terkejut, dia mengelak namun angin pukulan masih
menyambar. Menteri Hu Kang memang hebat. Dan ketika menteri itu masih
menyerang dan membalik serta mengibaskan lengannya lagi tiba-tiba Hong Siu tak
dapat berkelit dan terpaksa menangkis, jatuh terjengkang dan segera menteri itu
berseru keras. Cepat dan bertubi-tubi Hu-taijin telah mengurung pemuda ini dengan
pukulan Soat-kong-jiunya. Dan ketika Hong Siu tak dapat mengelak dan kembali
menangkis tapi terbanting akhirnya pemuda itu tunggang-langgang. diserang pukulan
dingin.
"Siu-ko, keluarkan Ilmu Tembok. Hu-taijin ingin membuktikan itu!"
Hong Siu tersentak. Dia sesungguhnya tak mengerti maksud serangan itu,
mengira Hu-taijin mabok dan edan-edanan. Dia marah dan mau membalas. Tapi
begitu adiknya memberi tahu dan dia sadar tiba-tiba Hong Siu melengking tinggi
dan.... lenyap berputaran seperti gasing bergulung-gulung, melindungi diri dari semua
pukulan-pukulan itu dan terdesak tapi selamat dalam pusingan tubuhnya. Hong Siu
telah mengeluarkan ilmunya yang aneh di mana serangan lawan tak dapat menembus
dirinya. Semua bagian dari kepala sampai ke kaki sudah terlindung oleh putaran
tubuh yang amat cepat ini. Dan ketika Hu-taijin terbelalak dan heran mengeluarkan
seruan aneh tiba-tiba menteri ini berhenti menyerang dan Hong Siu pun otomatis
menghentikan gerakan tubuhnya.
"Ilmu Tembok... benar, Ilmu Tembok!" menteri itu tertegun, termangu dan kini
percaya bahwa pemuda ini memang keturunan Tan Gi Siong, pendekar luar biasa
yang menjadi suheng (kakak seperguruan) nomor tiga dari Giam Hok, pemuda lihai
yang juga luar biasa ilmu silatnya, tokoh-tokoh yang hidup dua-tiga ratus tahun yang
lalu dan pernah membuat gempar kota raja. Dan ketika Hong Siu mengusap
keringatnya dan menteri Hu menjublak mengerot gigi maka pemuda itu menghadapi
lawan dengan muka merah.
"Nah, itukah bukti yang ingin kau lihat, taijin? Aku telah membuktikan bahwa
aku adalah benar keturunan pendekar Tan, kalau kau tak percaya maka aku dapat
memperlihatkan ilmu-ilmu yang lain dan boleh kita bertempur!"
"Tidak, aku percaya. Sekarang apa maumu?"
"Kami menuntut peta itu, taijin. Minta dengan hormat agar kau menyerahkannya
kepada kami, pewaris sah!"
"Tapi peta itu tak ada padaku."
"Hm!" Hong Siu tiba-tiba marah. "Kau mau mengelak dan menyangkal, taijin?"108
BATARA Dewi Kelabang Hitam
Kolektor E-Book
"Benar," Giam Khing juga melangkah maju. "Tadi menteri ini mengaku, Siu-ko.
Tapi entah kenapa tiba-tiba hilang tak ada!"
"Aku tak bohong," menteri itu menjadi bingung. "Sebaiknya besok saja kalian
kembali, anak muda. Tak dapat kujelaskan hal ini di depan orang lain. Sebaiknya
kalian pergi dan besok kita bertemu lagi."
"Aku tak percaya!" Giam Khing tiba-tiba membentak. "Tentu dia mau
menyembunyikan diri, Siu-ko. Atau mencari akal bagaimana dapat menyelamatkan
itu!"
"Anak muda," Hu-taijin menjadi marah. "Di sini ada yang mulia pangeran
mahkota, dialah junjunganku setelan sri baginda sendiri. Kalau kalian tak percaya
boleh aku bersumpah di depannya bahwa apa yang kalian cari betul-betul tak ada!"
"Hm, aku tak percaya sumpahmu," Hong Siu mendadak mengejek. "Aku tinggal
memintanya sekarang dan pergi atau kami tak mau sudah, taijin. Kau tinggal memilih
yang mana kau suka."
"Keparat, kalian keras kepala. Kalau begitu aku akan menghadapi kalian, bocah
bocah liar!" dan Hu-taijin yang gusar menghadapi dua anak muda itu lalu
menggerakkan lengan dua kali menyuruh pangeran mahkota dan lain-lain yang ada di
dekat situ minggir, tahu percuma saja melayani dua pemuda yang bersikeras ini.
Mereka tak percaya padanya. Maka begitu dia bersiap dan menyuruh dua pemuda itu
maju tiba-tiba Hong Siu dan adiknya saling pandang, marah.
"Bagaimana, Siu-ko? Kau atau aku duluan?"
"Biar aku yang maju, kau berjaga melihat kecurangan yang lain!"
"Hm," menteri Hu menggapai. "Tak perlu satu-satu anak muda. Kalian maju
berbareng dan tak perlu sungkan aku mampu menghadapi kalian dan merobohkan
kalian!"
"Sombong!" Giam Khing naik darah. "Dia sendiri yang meminta begitu, Siu-ko.
Ayo serang dan robohkan dia....!" pemuda itu bergerak, mendahului saudaranya dan
sebuah pukulan menyambar muka Hu-taijin. Cepat dan kuat kembali ia menyerang.
Tapi karena Hu-taijin mengetahui kepandaian pemuda ini dan menangkis maka Giam
Khing terpekik ketika terpental.
"Dukk!"
Pemuda mencelat. Untuk kesekian kalinya lagi Giam Khing merasakan
kelihaian menteri ini, membentak dan maju lagi dan kini Hong Siu berkelebat.
Pemuda itu juga marah melihat adiknya terpental. Dan ketika pemuda itu menyerang
dan Giam Khing juga berseru keras maka dua pemuda ini sudah bergerak dan
mengeroyok menteri itu.
"Duk-dukk!"
Giam Khing dan Hong Siu terkejut. Mereka ditangkis dan terdorong, ternyata
meskipun dikeroyok dua menteri ini masih hebat dan mampu membuat mereka
Kitab Pusaka Karya Tjan Id Isabella Karya Maulana Mohammad Saeed Senja Jatuh Di Pajajaran Karya Aan
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama