Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat Bagian 1
Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
1Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
2
KIAGENG RINGIN PUTIH
Karya : Widi Widayat
Pelukis :
Subagyo
Percetakan / Penerbit
CV "G E M A"
Mertokusuman 76l RT l4 RK Ill
Telpun No. S80ll
S O L O
Hak cnpta dari cerita ini sepenuhnya berada pada
pengarang di bawah lindungan Undang-Undang.
CFTAKAN PERTAMA
? CY. GEMA ? SOLO l984 --Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
3
DISCLAIMER
Kolektor E-Book adalah sebuah wadah nirlaba
bagi para pecinta Ebook untuk belajar, berdiskusi,
berbagi pengetahuan dan pengalaman.
Ebook ini dibuat sebagai salah satu upaya untuk
melestarikan buku-buku yang sudah sulit
didapatkan dipasaran dari kpunahan, dengan cara
mengalih mediakan dalam bentuk digital.
Proses pemilihan buku yang dijadikan abjek alih
media diklasifikasikan berdasarkan kriteria
kelangkaan, usia,maupun kondisi fisik.
Sumber pustaka dan ketersediaan buku
diperoleh dari kontribusi para donatur dalam
bentuk image/citra objek buku yang bersangkutan,
yang selanjutnya dikonversikan kedalam bentuk
teks dan dikompilasi dalam format digital sesua?
kebutuhan.
Tidak ada upaya untuk meraih keuntungan
finansial dari buku-buku yang dialih mediakan
dalam bentuk digital ini.
Salam pustaka!Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
4
Team Kolektor Ebook
PENGANTAR
Cerita ini merupakan kelanjutan dari cerita
berjudul "Terbentur Nasib". Anda masih akan
berjumpa dengan tokoh-tokoh dalam cerita
"Terbentur Nasib" di samping tentunya tokoh-tokoh
baru yang bermunculan.
Bagaimana jalannya cerita "Kiageng Ringin
Putih" ini? Baiklah anda baca saja. Tidak perlu
banyak komentar.
Penerbit.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
5
JILID : I
"BAGUS..... heh-heh-heh..... Bagus! Aku akan
membuat dunia gempar. Dunia geger! Ho-ho-ho ....
Bakal tiba saatnya seorang manusia raksasa gagah
perkasa lahir di dunia. Huh, kelak kemudian hari
akan dapat membalaskan sakit hatiku kepada
musuh besarku! Ha-ha-ha..... aku ingin lihat! Apa
yang bisa diperbuat manusia lain, dengan lahirnya
manusia raksasa ini, huh!!!"
Suara itu parau. Suara manusia itu seperti kaleng
pecah berseling dengan suara ketawa yang
menyeramkan tersebut, keluar dari sebuah pondok
berdinding papan beratap daun ilalang. Dan pondok
itu sendiri terletak di lereng sebuah bukit anak
Lawu, rimbun oleh daun hutan. Pondok itu menjadi
sejuk oleh semilir angin dan kicau burung. Sedang
sinar matahari menyinari sekitarnya, lewat sela
sela daun pohon tua.
Apa yang diucapkan orang dari dalam pondok itu,
cukup membuat setiap orang yang mendengar
akan bertanya. Apakah maksud orang ini? Dan
dengan siapa orang itu bicara? Ataukah orang yang
menghuni pondok kecil itu memang orang yang
tidak waras lagi otaknya?Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
6
Bukan! Sama sekali bukan! Penghuni rumah ini
seorang waras seperti manusia yang lain. Malah dia
termasuk orang yang banyak dibutuhkan
pertolongannya. Para penduduk banyak
membuatnya sibuk dan repot. Akan tetapi berkat
keringanan tangan menolong sesama hidup ini,
para penduduk desa sekitar bukit itu menghormati.
Dia seorang sakti. Juga merupakan ahli dalam ilmu
gaib. Dia memberi pertolongan kepada setiap
penduduk yang membutuhkan, tanpa minta balas
jasa dan imbalan apapun. Sedang penduduk desa
sekitar bukit itu, menyebut Kiageng Ringin Putih.
Mengapa disebut Kiageng Ringin Putih? Tidak
seorangpun penduduk desa sekitar bukit itu bisa
menerangkan. Sebab tidak seorangpun yang tahu
nama dan asal orang itu. Untuk gampangnya para
penduduk menyebut Kiageng Ringin Putih. Hal itu
dihubungkan dengan terdapatnya pohon beringin
putih tua, yang menaungi pondok kecil tersebut.
Meskipun demikian ada kabar yang meluas dari
mulut ke mulut. Bahwa sesungguhnya Kiageng
Ringin Putih ini bukan orang sembarangan. Dia
masih putera seorang Bupati, yang semula
berkuasa di Ponorogo. Akibat penyerbuan Mataram
ke Ponorogo, salah seorang putera Bupati Ponorogo
ini amat marah. Kemudian mengasingkan diri dan
bertempat tinggal di bukit ini, menyamar sebagai
kawula biasa.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
7
Kiageng Ringin Putih belum tua. Usianya kurang
lebih baru limapuluh tahun. Akan tetapi semua
rambut telah berubah menjadi putih bagai kapas,
kendati tubuhnya masih kuat. Mungkin juga
terjadinya perubahan pada rambut ini, oleh rasa
sesalnya, mengapa Mataram menyerbu Ponorogo.
Sekarang dirinya hidup sebagai kawula biasa. Dia
menyibukkan diri mencukupi kebutuhan hidup
dengan bercocok tanam. Di samping pula
memberikan dharma baktinya kepada rakyat
sekitarnya yang memerlukan pertolongan.
Akan tetapi apa sebabnya Kiageng Ringin Putih
yang dianggap orang, sebagai orang baik dan
banyak memberi pertolongan kepada penduduk ini,
sekarang ketawa-ketawa sendiri dan malah akan
membuat dunia gempar? Dan apa pula maksud
ucapannya ingin membuat "manusia perkasa" dan
"manusia raksasa" itu?
Memang ada alasannya sendiri mengucapkan
kata-kata itu. Ia takkan dapat melupakan peristiwa
hancurnya Kabupaten Ponorogo oleh penyerbuan
Sultan Agung raja Mataram. Maka sudah sejak lama
timbul keinginannya untuk membalas dendam dan
sakit hati. Namun karena hanya seorang diri,
sulitlah kiranya bisa melaksanakan maksud
tersebut. Itulah sebabnya sekalipun peristiwa itu
sudah lama berlalu, belum juga maksud itu
terpenuhi.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
8
Akibat derita dan kerasnya berpikir dan dalam
hati dikuasai rasa dendam kesumat yang belum
terpenuhi, semua rambutnya menjadi putih seperti
seorang kakek.
Lebih duapuluh tahun lamanya Kiageng Ringin
Putih selalu dirundung duka dan penasaran. Baru
hari ini dia gembira dan ketawa-ketawa. Sebab
sekarang dia menjadi yakin, bahwa pembalasan
dendam yang dicitakan itu pada saatnya akan
datang. Di dunia ini apabila Tuhan mengijinkan,
bakal lahir seorang manusia raksasa, hasil
kecerdikan otaknya.
Peristiwanya demikian.
Pada suatu hari datang orang tua seorang gadis
dari desa di dekatnya. Orang tua itu melaporkan,
akan mengawinkan anak gadisnya. Kiageng Ringin
Putih di minta restu dan kehadirannya pada
upacara pernikahan tersebut. Ia amat gembira,
karena terpikir, pengantin baru ini akan dijadikan
sarana terkabulnya cita-cita. Ia amat yakin, apa
yang dicitakan bakal terlaksana dan terwujud.
Demikianlah, Kiageng Ringin Putih hadir pada
pernikahan gadis tersebut. Semua orang
menghormatinya. Setelah selesai upacara
perkawinan, sepasang pengantin itu datang
berlutut mohon restu. Kiageng Ringin Putih
tersenyum gembira ketika melihat pengantin putriKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
9
yang bertubuh denok. Inilah perempuan yang tepat
untuk sarana cita-citanya.
Katanya dalam memberikan restu. "Bahagialah
kamu menjadi suami isteri. Bahagialah seorang
anak yang patuh dan berbakti kepada orang
tuanya. Engkau berdua telah dijodohkan orang
tuamu. Maka engkau berdua harus cepat rukun
seperti mimi dan mintuna. Dan engkau berdua
harus pandai menyesuaikan diri sebagai anggota
masyarakat yang belum pernah kamu kenal."
Kiageng Ringin Putih memberi petuah seperti itu
bukan tanpa maksud. Karena pada jaman
terjadinya cerita ini, pada umumnya pengatin tidak
saling kenal. Mereka dikawinkan atas pilihan dan
kehendak orang tua. Dan pada jaman itu,
merupakan kewajiban anak yang tak bisa dibantah
dan diabaikan, harus selalu patuh dan berbakti
kepada orang tua.
Si gadis apabila sudah akil balik, tidak boleh
sembarangan pergi. Dan jauh sebelum dikawinkan,
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
gadis itu harus dipingit (disimpan) di dalam rumah,
tidak boleh keluar atau pergi.
Pada jaman itu setiap anak mempunyai
pendapat, harus pandai menjaga nama baik orang
tuanya.
Dan itu pula sebabnya setiap anak selalu berhati
hati dalam segala tindakannya. Tidak beraniKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
10
melakukan perbuatan semau sendiri, karena sadar
bahwa apa yang mereka lakukan, kalau salah dan
buruk nama orang tua akan ternoda dan ikut
tercela di mata masyarakat. Dan setiap anak akan
merasa malu kalau keluarganya sampai mendapat
cela dan noda dari masyarakat.
Begitulah, setelah upacara pernikahan itu
selesai, maka kemudian Kiageng Ringin Putih
memberi pesan, agar lima hari kemudian sepasang
pengantin itu diantar ke pondoknya. Maksud orang
tua ini tidak lain, akan memberi restu, agar
pengantin baru tersebut lekas diberi karunia anak
oleh Tuhan.
Terjadilah kemudian, selepas selamatan
pengantin sepasar, suami-isteri muda itu diantar
orang tua nya ke pondok Kiageng Ringin Putih.
Kemudian pengantin baru ini diminta kakek
tersebut, agar menginap. Sedang orang tuanya
dipersilahkan memilih, boleh menginap di pondok
ini pula dan tidak ada halangan pula untuk pulang.
Akan tetapi orangtua si pengantin memilih untuk
pulang.
Kiageng Ringin Putih yang gentur tapa dan sakti
mandraguna itu melihat, kendati sudah sepekan
lamanya tetapi tampak sekali pengantin belum
akur. Dan tentu pula belum berhasil menikmati
malam pertama. Untuk menolong pengantin
supaya segera akur, dapat memenuhi kewajibanKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
11
sebagai suami-isteri, segera bersemadi dan
mengucapkan mantra "asmara cipta". Dalam
semadi tersebut Kiageng Ringin Putih mohon
kepada Tuhan, agar diperkenankan menarik "roh
orang utan" dan masuk ke dalam guha garba
(rahim) pengantin perempuan. Maksudnya agar
kelak kemudian hari kalau pengantin perempuan
itu melahirkan anak, akan menjadi anak yang
peng-pengan tetapi juga ganas bagai orang utan.
Dengan begitu, anak tersebut kemudian hari akan
dapat di jadikan jago untuk memenuhi maksud
membalas sakit hati kepada raja Mataram.
Demikianiah, oleh pengaruh kesaktian Kiageng
Ringin Putih dengan "asmara ciptanya", kendati
selama sepekan ini pengantin perempuan tak mau
tidur sekamar, dan selalu menolak kewajiban
sebagai isteri, pada malam ini menjadi lain.
Pengantin percmpuan menjadi penurut, tidak
menolak tidur sekamar dengan suaminya, dan
malam pertama terjadi pula di pondok ini.
Pagi harinya sepasang pengantin ini bangun
cukup siang. Kiageng Ringin Putih tersenyum
senang melihat keadaan itu. Kemudian di saat
pengantin perempuan sedang mandi, si pengantin
laki-laki menggunakan kesempatan mengucapkan
terima kasih kepada kakek itu. Di depan si kakek,
pengantin laki-laki berterus terang, bahwa berkat
pertolongan Kiageng Ringin Putih, semalam dirinyaKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
12
dapat melakukan kewajiban sebagai suami.
Padahal selama sepekan, dirinya tidak pernah
berhasil mendekati isterinya.
"Sudahlah cucu, semua yang terjadi tidak lain
atas kehendak Tuhan semata," sahut kakek itu.
"Harapanku tidak lain, agar engkau cepat
memperoleh keturunan yang berguna bagi
keluarga dan masyarakat."
Sengaja Kiageng Ringin Putih tidak menyebut
berguna untuk negara. Karena ia tidak senang
kepada Raja Sultan Agung, dan juga kepada negara
Mataram.
Menjelang senja, pengantin ini dijemput orang
tuanya. Melihat akrabnya pengantin laki-laki dan
wanita ini, orang tua itu bersyukur dan gembira.
Jelas apa yang diharapkan telah terwujud. Anaknya
sudah rukun, setelah menginap semalam di pondok
Kiageng Ringin Putih. Sulit dibayangkan betapa
terima kasih dan penghargaan orang tua ini kepada
Kiageng Ringin Putih.
Akhirnya empat bulan telah berlalu. Pagi-pagi
sekali, orang tua pengantin telah datang kepada
Kiageng Ringin Putih dan lapor, bahwa anaknya
telah hamil. Mereka minta doa restu Kiageng, agar
anak dalam kandungan itu selamat tak kurang
suatu apa.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
13
Sesungguhnya, laporan inilah yang
menyebabkan Kiageng Ringin Putih menjadi
gembira. Dan laporan itu pula yang membuat
dirinya menjadi yakin, di dunia ini bakal lahir
seorang manusia raksasa.
Manusia yang bakal menggemparkan dunia ini,
karena anak itu akan dilatih menjadi kebal terhadap
segala macam senjata dan sakti mandraguna.
Akan tetapi sesungguhnya, manusia bisa bercita,
namun segala ketentuan di tangan Tuhan semata.
Ternyata setelah tiba masanya dan bayi itu akan
lahir, ibu muda yang melahirkan untuk pertama kali
itu menderita kesulitan dan kesakitan, karena bayi
yang dikandung terlalu besar. Dukun bayi yang
diminta memberi pertolongan gelisah dan khawatir
sekali. Macam-macam usaha telah dilakukan.
Sesuai dengan tradisi dan kebiasaan yang
berlaku, kalamana seorang perempuan kesulitan
untuk melahirkan, maka semua pintu dibuka lebar.
Bukan melulu pintu rumah, tetapi juga pintu almari,
pintu penutup peti, penutup gentong, kuali semua
dibuka.
Pendeknya semua yang ada tutupnya harus
dibuka, kecuali tentu saja penutup dada, jangan!
Kemudian beberapa macam ramuan disedu untuk
diminum si calon ibu, dengan maksudKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
14
memperlancar kelahiran. Akan tetapi semua usaha
dukun bayi itu sia-sia belaka.
Kiageng Ringin Putih segera diminta datang
untuk menolong. Orang tua ini terkejut sekali
melihat keadaan perempuan yang akan melahirkan
itu.
Dan diam-diam menyesal, mengapa dirinya
diminta datang sudah terlambat. Kalau saja dirinya
diminta datang sejak awal, tentu si calon ibu tidak
terlalu lama menderita dan terlalu banyak
mengeluarkan darah.
Akan tetapi semuanya sudah terlanjur. Kiageng
Ringin Putih tak dapat berbuat apa-apa, justeru
sudah menjadi takdir Tuhan. Berkat pertolongan
Kiageng Ringin Putih, bayi itu kemudian lahir
dengan selamat. Akan tetapi ibu muda yang sudah
kepayahan dan terlalu banyak mengeluarkan darah
itu, akhirnya menghembuskan napas penghabisan.
Sulit dibayangkan betapa sedih suami dan orang
tuanya, ibu muda itu harus mati setelah
melahirkan. Di samping sedih, keluarga juga
keheranan. Karena bayi yang lahir itu bukan saja
besar tidak lumrah manusia, tetapi seluruh
tubuhnya dipenuhi bulu tidak bedanya dengan
kera.
Sebaliknya Kiageng Ringin Putih gembira sekali
dalam hati. Ia tahu dan sadar, orok yang lahir iniKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
15
sesuai dengan apa yang diharapkan. Karena itu ia
cepat menghibur, bahwa takdir Tuhan tak mungkin
dibantah manusia. Di samping itu untuk
meringankan keluarga tersebut, Kiageng Ringin
Putih sagera memberitahukan, bahwa orok yang
baru lahir ini dipungut sebagai anak angkatnya.
Justeru kehendak Kiageng Ringin Putih yang
mengangkat orok itu sebagai anaknya,
pengaruhnya besar sekali bagi keluarga tersebut.
Kesedihan mereka berkurang banyak, karena orok
itu diangkat sebagai anak oleh orang tua yang
mereka hormati.
Dan berharap kemudian hari orok tersebut
menjilma sebagai manusia sakti dan terkenal.
Kabar tentang lahirnya bayi ajaib itu cepat sekali
tersiar secara luas. Berduyun-duyun orang datang
sambil membawa oleh-oleh, sekedar ingin
menyaksikan si orok dan sekedar membantu
meringankan beban keluarga tersebut.
Keajaiban bayi ini bukan hanya begitu lahir
tubuhnya penuh bulu, tetapi juga oleh cepatnya gigi
bayi itu tumbuh. Belum setahun bayi itu telah dapat
berjalan, berlarian dan malah berlompatan. Benar
benar tidak lumrah bayi manusia.
Keajaiban yang dibawa bayi ini semakin
membuat Kiageng Ringin putih gembira, dan besar
harapannya cita-citanya terkabul. Sejak bayi ituKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
16
sudah dapat berjalan, anak tersebut diboyong ke
pondoknya, justeru sudah merupakan anak
angkatnya.
Anak tersebut dirawat, diasuh tidak bedanya
dengan anak sendiri. Untuk mengurus anak ini,
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kemudian Kiageng Ringin Putih mengambil seorang
janda yang sudah separo umur.
Anak itu diberi nama Ditya Margono oleh Kiageng
Ringin Putih. Pertumbuhannya cepat sekali.
Dan ketika Ditya Margono berumur lima tahun,
makin jelas perbedaannya dengan bocah biasa.
Kecuali tubuhnya amat kuat, juga tabah dan berani.
Bocah itu tangkas sekali memanjat pohon dan tak
takut berloncatan dari dahan ke dahan. Hingga
pengasuhnya sering kali berteriak ketakutan dan
menyuruh turun, karena kuatir kalau sampai jatuh.
Di samping itu tubuhnya juga tumbuh menjadi
tinggi besar. Kendati umurnya baru lima tahun,
tetapi sudah setinggi bocah umur sepuluh tahun.
Dan kekuatan tubuh yang dibawanya sejak lahir ini,
tidak seorangpun bocah yang sanggup berkelahi
melawan Ditya Margono.
Sebagai bocah, ia gampang marah, mudah
tersinggung dan selalu menantang berkelahi.
Hanya sayang, perkembangan otak bocah itu tidak
imbang, kendati cepat besar tetapi otaknya tumpul.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
17
Setelah menginjak umur enam tahun, bocah itu
mulai digembleng oleh Kiageng Ringin Putih.
Kendati otaknya tumpul, tidak menjadi halangan.
Sebab bocah itu memang berbakat luar biasa, kuat
dan mempunyai kekebalan semenjak lahir.
Tak terasa Ditya Margono telah berusaha enam
belas tahun. Ia baru mencapai usia pemuda
remaja.
Akan tetapi ia sudah menjadi seorang pemuda
gemblengan. Pemuda sakti mandraguna namun
juga liar dan suka membawa kemauannya sendiri.
Tidak seorangpun ditakuti dan diindahkan kata
katanya, kecuali Kiageng Ringin Putih.
Ditya Margono terkenal sebagai pemuda kebal
oleh pukulan maupun sabatan senjata tajam.
Kekebalannya itu disamping pembawaan sejak
lahir, juga berkat latihan yang tak kenal lelah dan
ilmu yang diberikan oleh gurunya, Kiageng Ringin
Putih. Tenaganya nggegirisi. Kekuatannya tak kalah
dengan seekor gajah abuh. Pukulannya berat dan
tendangannya ampuh. Jarang orang yang dipukul
atau ditendang tidak menjadi pingsan, malah ada
pula yang mati seketika. Lebih-lebih bentuk giginya
yang tak lumrah manusia itu, kuat dan runCing
membuat setiap orang menjadi giris. Sebab apabila
Dityo Margono sudah marah, sering sekali
menggunakan giginya untuk menggigit.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
18
Tetapi sekalipun ia terkenal sebagai pemuda
sakti mandraguna dan gemblengan, ia juga
terkenal pula sebagai seorang pemuda buruk rupa.
Kepalanya kekecilan dan tidak imbang dibanding
dengan ukuran tubuhnya yang seperti raksasa.
Mata kemerahan, membuat orang menjadi giris jika
bertemu pandang.
Di samping itu tubuh Ditya Margbno ini, setelah
dewasa ditumbuhi rambut halus panjang berwarna
kemerahan. Dan mungkin oleh pengaruh
keadaannya yang buruk rupa ini, ia menjadi
gampang tersinggung, gampang main pukul
kendati persoalan sepele saja.
Tingkah laku dan perbuatan Ditya Margono yang
liar dan ganas itu telah berkali-kali dilaporkan orang
kepada Kiageng Ringin Putih. Dengan harapan agar
orang tua itu dapat mengendalikan dan memberi
nasihat.
Sesungguhnya memang tidak kurang nasihat
Kiageng Ringin Putih kepada anak angkatnya itu. Ia
berharap agar pemuda perkasa ini menjadi
pelindung rakyat. Namun celakanya segala nasihat
itu, seakan tak pernah termakan dalam hati Ditya
Margono. Maka yang bisa diperbuat oleh Kiageng
Ringin Putih, banyak kali menghela napas. Sebab ia
dapat menduga, sebabnya Ditya Margono liar,
karena ulah dirinya sendiri ketika itu, yang menarikKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
19
roh orang utan masuk dalam rahim ibu Ditya
Margono.
Apa yang terjadi sekarang justeru di luar
harapannya. Dahulu ia berharap agar lahir seorang
pemuda perkasa yang kelak kemudian hari bisa
dijadikan alat membalas sakit hatinya. Akan tetapi
sama sekali tak diharapkan, Ditya Margono menjadi
seorang pemuda liar seperti itu.
Diam?diam ia memang menyesal. Baru sekarang
ia sadar dan merasa, memperoleh hukuman dari
Tuhan, karena telah lancang menyalahi kodrat.
Secara curang ia telah menarik roh orang utan ke
dalam sanubari manusia.
Kemudian timbul niat kakek ini, untuk
menggunakan tangan besi. Dirinya sebagai ayah
angkat. Kalau Ditya Margono memang tidak bisa
diurus, untuk apa dibiarkan hidup terus? Tunas
jahat itu sebelum merajalela harus dimusnahkan
sampai akar-akarnya.
Agar kelak kemudian hari tidak menyeret-nyeret
namanya. Dan tentang sakit hati dan dendamnya
kepada raja Mataram maupun keturunannya,
disisihkan dahulu.
Akan tetapi celakanya, sampai matahari
terbenam di barat Ditya Margono tak kunjung
muncul dan pulang. Pengasuhnya yang sekarang
sudah menjadi nenek-nenek itu bingung. PengasuhKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
20
ini memang amat mencintai Ditya Margono, kendati
buruk rupa.
Itu bisa terjadi, karena mengasuh Ditya Margono
sejak bayi dan dirinya sendiri tidak mempunyai
anak. Karena itu terhadap Ditya Margono tidak
bedanya dengan anak kandungnya sendiri.
Saking kuatir terhadap keselamatan Ditya
Margono, pengasuh tua ini pergi dari pondok ke
pondok, menyusuri lorong desa sambil bertanya ke
sana dan ke mari. Namun usahanya sia-sia belaka.
Tengah malam nenek ini baru pulang, dan ketika
kembali ke pondok anak itu tidak tampak, ia
kebingungan dan menangis.
Kiageng Ringin Putih tidak dapat berbuat apa
apa mendengar tangis nenek itu, kecuali menghela
napas panjang. Apa harus dikata?
Ia selalu memberi nasihat dan petunjuk yang
baik. Tetapi dapat berbuat apa kalau bocah itu tak
mau mengindahkan nasihatnya? Karena itu
kemudian ia hanya hanya dapat membujuk dan
menghibur nenek itu agar bersabar. Esok pagi
bocah itu tentu pulang.
Akan tetapi sebaliknya diam-diam Kiageng Ringin
Putih telah mempunyai rencana sendiri, kalau esok
pagi pulang dan Ditya Margono tak bisa merubah
sikap, terpaksa akan menggunakan tangan besi
menghukum bocah itu.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
21
Tetapi ketika pagi tiba, berbareng dengan
munculnya matahari di ufuk timur, datanglah kabar
buruk yang membuat Kiageng Ringin Putih dan
pengasuh itu amat terkejut.
Ditya Margono telah mengacau dan
menggegerkan desa Matesih. Di sana bocah itu
dikeroyok penduduk desa dan rriengamuk. Banyak
penduduk desa Matesih yang tewas oleh keganasan
Ditya Margono.
Kabar lebih lanjut yang diterima Kiageng Ringin
Putih kuasa membuat orang tua ini amat marah. Ia
sudah bertekat tak dapat memberi ampun lagi.
Pemuda itu harus dihukum mati agar tidak tambah
korban yang jatuh.
Kemudian Kiageng Ringin Putih bergegas pergi
sambil membawa senjata cambuk pusakanya.
Kendati dirinya sekarang sudah menjadi kakek
kakek, namun dirinya masih sanggup menghajar
murid dan sekaligus anak angkatnya itu.
Apa yang sudah terjadi di desa Matesih? Ternyata
pemuda yang baru berusia tujuhbelas tahun itu
telah sanggup melakukan perbuatan terkutuk.
Ditya Margono tiba di desa Matesih di saat
matahari telah condong ke barat. Ia kegerahan dan
kehausan, maka dicarinya sumber air. Tak lama
kemudian yang dicari dapat diketemukan. TetapiKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
22
kemudian pemuda ini berdiri terpakau, mata
terbelalak, dan jantungnya berdegup keras.
Apa yang nampak di depan matanya, merupakan
pemandangan yang asing dan baru bagi pemuda
ini. Kemudian kuasa membuat darahnya bergolak,
mengalir ke seluruh tubuh.
Ditya Margono melihat seorang gadis yang asyik
mandi di pancuran air dalam keadaan bugil. Oleh
keasyikannya menyebabkan gadis itu tidak
menyadari, sepasang mata yang liar sedang
melahap semua yang tampak. Gadis itu
meneruskan kesibukannya mandi dengan
membersihkan tubuh dengan jari-jari tangan.
Desa Matesih memang terkenal melahirkan gadis
cantik dan berkulit kuning. Itu oleh pengaruh udara
yang agak dingin, karena letaknya sudah cukup
tinggi. Dan gadis yang bugil dan mandi di pancuran
air ini, merupakan salah seorang gadis yang
termasuk cantik di desa itu.
Akan tetapi keasyikannya itu terputus, dan gadis
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu menjerit tiba-tiba. Hanya satu kali jerit itu keluar
dari mulutnya. Karena jari tangan kiri Ditya
Margono yang kuat telah menutup mulut gadis itu,
sedang tangan kanan dengan ringan telah berhasil
mendukung gadis itu lalu dibawa pergi. Gadis itu
berusaha memberontak, namun sia-sia. KekuatanKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
23
Ditya Margono yang seperti raksasa tak dapat
dilawan gadis itu.
Namun kendati jerit gadis itu hanya satu kali,
telah didengar oleh dua orang wanita yang tengah
menuju sumber air tersebut. Dua orang perempuan
itu terbelalak ketakutan menyaksikan apa yang
terjadi dan mereka lihat. Akan tetapi setelah hilang
kagetnya, dua orang perempuan ini segera lari
menuju desa Matesih sambil memekik minta
tolong.
Penduduk kaget mendengar jerit perempuan itu.
Dalam waktu singkat penduduk telah datang dan
mengerumuni dua perempuan itu, yang kesulitan
membuka mulut.
"Anu... ah anu....."
"Sabarlah, ceritakan apa yang terjadi!" salah
seorang memberi nasihat.
Sesudah pernapasan longgar, salah seorang dari
mereka melapor, "Anu... Tinem yang telah mandi...
diculik orang....."
"Apa? Diculik? Dibawa ke mana?" tanya beberapa
orang gugup.
"Anu... dibawa masuk hutan itu....."
Tanpa menunggu keterangan lebih lanjut, orang
telah berbondong menuju hutan yang dimaksud.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
24
Mereka bersenjata apa adanya. Parang, sabit,
bendo, linggis maupun pentung.
Desa Matesih menjadi geger. Menyusul kemudian
tiga puluh laki-laki desa yang bersenjata menuju
hutan itu. Mereka marah. Mereka penasaran atas
gangguan orang yang telah lancang menculik salah
seorang gadis di desanya.
Sebagai seorang pemuda gemblengan, Ditya
Margono yang bertelinga tajam telah mendengar
banyak orang berdatangan, masuk ke dalam hutan.
Iapun sadar akan sebabnya. Jeritan gadis inilah
yang telah mengundang penduduk desa itu, kendati
hanya satu kali.
Ia menjadi marah dan penasaran. Gadis Tinem
yang bugil dan pingsan itu segera dicekik mati.
Setelah membunuh gadis tak berdosa itu, Ditya
Margono ketawa bekakakan. Kemudian ia
melemparkan mayat gadis itu ke arah penduduk
desa yang berdatangan.
Peristiwa itu tidak pernah mereka duga sama
sekali. Perbuatan Ditya Margono ini menambah
kemarahan penduduk. Salah seorang penduduk
menangkap tubuh itu, dibaringkan perlahan lalu
ditutup dengan kain. Penduduk lain marah,
mencaci-maki lalu menyerbu. Akan tetapi Ditya
Margono menyambut mereka dengan ketawa
terkekeh mcngejek.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
25
"Heh-heh-heh! Kamu penduduk desa yang
kurang ajar dan lancang!" teriaknya. "Huh, kamu
telah mengganggu kesenanganku. Maka sebagai
hukumannya, kamu semua harus mampus di
tanganku!"
Sambil berkata begitu, ia menyambut maju. Lalu
tecdengar suara."plak buk duk prak plak trang
aduhhhhh....."
Beberapa pukulan tongkat dan senjata tumpul
yang lain, diterima oleh tubuhnya yang kebal. Ditya
Margono terus menyambut maju sambil
menggerakkan dua belah tangannya. Serangan
senjata tajam dengan gampang ia tangkis dengan
tangan maupun disentil dengan jari. Akibatnya
nggegirisi. Sekali gebrak, empat orang telah
menggeletak tak bernyawa. Ada yang kepalanya
pecah dan ada yang dadanya remuk. Ada pula yang
lehernya terpancung oleh senjatanya sendiri.
Robohnya empat orang itu, bukannya membuat
orang desa Matesih takut, tetapi tambah marah dan
penasaran. Mereka segera menyebu membabi-buta
sambil berteriak dan mencaci-maki, "Bangsat
cabul! Jahanam! Biadab! Mampuslah di tangan
kami!"
Tetapi justeru caci-maki penduduk ini, malah
makin membangkitkan kemarahan Ditya Margono.
Dasar seorang pemuda liar, ganas, kebal, sekarangKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
26
dilanda kemarahan. Tentu saja perbuatannya
semakin ganas lagi.
Tiba-tiba saja Ditya Margono melengking
nyaring. Lengking yang tajam dan nyaring itu keras
sekali seperti bukan dari mulut manusia. Melainkan
mirip lengkingan kera sedang marah. Sebelum para
penduduk sadar akan keadaan, Ditya Margono
sudah bergerak gesit dan tangkas. Tubuh raksasa
itu hanya tampak berkelebat ke kiri dan ke kanan.
Menyusul terdengar suara senjata runtuh dan pekik
orang sekarat. Tujuh orang sekaligus telah
menggeletak tak bernyawa.
Hanya dalam dalam dua gebrakan, sudah sebelas
orang roboh. Kenyataan ini bagaimanapun
membuat para penduduk itu sadar, takkan dapat
melawan pemuda liar ini kendati mengeroyok. Akan
tetapi sebaliknya kalau harus membiarkan pemuda
biadab dan liar ini begitu saja, tidak mungkin! Maka
bagaimanapun yang terjadi, pemuda ini harus
dapat dikalahkan.
Untung sekali rombongan penduduk yang kedua
sudah tiba. Penduduk ini segera menyerbu dengan
senjata masing-masing, sambil mencaci-maki
kalang kabut.
"Bagus, heh-heh-heh!" Ditya Margono terkekeh
mengejek. "Kamu semua telah menggangguKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
27
kesenanganku. Kamu semua harus menebus dosa
ini dan mampus!"
Ketika itu sebatang pedang pendek milik
penduduk menggeletak di tanah. Sambil marah,
pedang itu disambar lalu dengan gerakan gesit
mengamuk.
Setiap pedang bergerak dan berkelebat,
menyusul jerit orang dan roboh mati. Apakah arti
bagi pemuda perkasa ini, dikeroyok oleh penduduk
yang tak kenal ilmu kesaktian? Mereka merupakan
penduduk yang hanya kenal cangkul, sabit dan
bajak untuk mengerjakan sawah dan ladang. Maka
kendati jumlah mereka puluhan, ibarat semut
menyerbu api. Maju hanya untuk mati!
Sudah duapuluh orang menggeletak tak
bernyawa. Dan lebih limabelas orang menderita
luka berat merintih dan mengerang. Keadaan ini
membuat yang mendengar menjadi terharu-dan
kasihan.
Akan tetapi Ditya Margono tak kenal kasihan lagi.
Dengan pedang pendek itu Ditya Margono terus
mengamuk menyebar maut. Mungkin lebih banyak
lagi penduduk yang menjadi korban, kalau tidak
terdengar suara berpengaruh.
"Tahan... trang...!" Pedang Ditya Margono yang
hampir memancung leher seorang penduduk
terpental menyeleweng.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
28
Ditya Margono terbelalak kaget. Ternyata yang
menangkis pedangnya hanya sebutir kerikil. Namun
hebatnya telah membuat pedangnya tergetar hebat
dan lengan kesemutan. Ditya Margono meloncat
mundur, kemudian melintangkan pedang di depan
dada sambil mengangkat kepala memandang ke
kanan dan ke kiri. Pemuda ini mengerutkan alis.
Dalam hati bertanya, siapa yang berani ikut-ikutan
dan mengganggu?
Tak lama kemudian muncul dua orang, laki-laki
dan perempuan. Masing-masing nampak gagah
dengan sebatang pedang tergantung di pinggang.
Usia mereka sebaya, kira-kira tigapuluh tahun. Dua
orang mi memang suami-isteri dan namanya sudah
terkenal. Karena sepak-terjang suami-isteri ini
selalu ringan tangan dalam melindungi rakyat dan
selalu melawan kejahatan dan kesewenangan.
Orang menyebut suami-isteri ini "sepasang
pedang Madukara". Memang mereka bertempat
tinggal di desa Madukara wilayah Madiun.
Mereka disebut "sepasang pedang Madukara",
karena memang ahli-ahli pedang yang perkasa.
Apabila suami-isteri ini telah memegang pedang
dan maju berbareng, ibarat dua ekor harimau
tumbuh sayap. Selama ini mereka belum pernah
berhadapan dengan lawan yang sanggup
mengalahkan. Mereka berasal dari satu perguruan,Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
29
sama-sama murid Ki Buyut Wengker. Yang laki-laki
bernama Saksono dan isterinya bernama Sulastri.
Begitu tiba dan melihat banyak orang telah roboh
tewas, alis mereka berkerut. Lalu sepasang mata
suami-isteri ini seperti memancarkan api menatap
tajam kepada Ditya Margono.
"Hemm, engkau masih muda tetapi mengapa
seganas ini?" tegur Saksono halus tetapi tegas.
"Heh-heh-heh. Mereka orang-orang lancang dan
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kurang-ajar!" sahut Ditya Margono. "Di hutan ini,
aku sedang bersenang-senang dengan seorang
gadis, tetapi mereka datang dan mengganggu.
Akibatnya aku marah dan kecewa. Gadis itu
kubunuh. Sedang penduduk desa itu karena
mengganggu dan berdosa, maka kubunuh pula."
Wajah Sulastri mendadak pucat. Tetapi sesaat
kemudian berubah merah. Sebagai seorang
perempuan dan seorang ibu pula, tentu saja bisa
menangkap arti ucapan pemuda itu. Pemuda tinggi
besar dan buruk rupa ini, tentu pemuda jahat yang
suka memperkosa wanita. Bukan saja
memperkosa, tetapi tentu ganas dan kejam.
Pemuda seperti ini sungguh berbahaya kalau
dibiarkan hidup terus.
"Anak muda, engkau jahat dan ganas!"
bentaknya kemudian. "Huh, ternyata engkau
seorang penculik dan pcmcrkosa perempuan."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
30
"Huh, siapa yang menculik dan memperkosa?"
bantah Ditya Margono sambil mengamati wajah
Sulastri yang manis. "Aku tadi datang ke sumber
air untuk minum. Di situ aku melihat seorang gadis
sedang mandi. Timbul hasrat dan keinginanku
untuk bersanang-senang dengan gadis itu. Lalu dia
kubawa ke hutan ini. Apa salahnya? Aku tidak
menculik. Tetapi aku butuh perempuan cantik dan
kebetulan aku temukan. Siapa yang salah? Heh
heh-heh, engkaupun manis dan aku... juga
mau....."
"Bangsat! Mampuslah!" teriaknya marah.
Akan tetapi gerakan Sulastri itu tertahan oleh
tangan suaminya yang meraih dari belakang.
"Sabarlah," bujuknya.
"Siapakah yang dapat bersabar berhadapan
dengan penjahat cabul ini?"
"Menuruti marah dan penasaran amat
berbahaya. Apakah engkau lupa petunjuk berharga
ini? Itulah sebabnya jangan sampai terpancing
ucapan orang."
Ditya Margono seperti tidak perduli sikap orang.
Ia terkekeh-kekeh sambil pandang matanya
menyusuri seluruh tubuh Sulastri yang mulus.
Sungguh mengherankan sikap pemuda yang
telah menjadi hamba nafsu jahat ini. Dan sungguhKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
31
kasihan pula Ditya Margono ini, yang telah diracuni
oleh nafsu tak terkendalikan. Inilah akibat
campuran darah antara orang utan dengan
manusia. Ditya Margono menjadi korban
kecerdikan otak Kiageng Ringin Putih. tetapi kurang
memperhitungkan akibat yang timbul. Ternyata
nafsu binatang lebih kuat mengalir dalam tubuh
Ditya Margono. Usia tujuh belas tahun bagi
manusia memang belum dewasa sepenuhnya. Akan
tetapi bagi binatang, usia tersebut sudah cukup
dewasa.
Sungguh perlu dikasihani Ditya Margono ini. Dia
lahir di dunia ini bukan atas kehendaknya sendiri.
Dia lahir sesuai dengan kodrat Tuhan sebagai anak
manusia. Akan tetapi yang berusaha merubah
kodrat mencampur antara manusia dengan
binatang adalah Kiageng Ringin Putih sendiri. Dan
kemudian menjilmalah seorang manusia sebagai
hasil campuran antara darah manusia dengan
binatang.
Beginilah kenyatannya. Ada kalanya pikiran
manusia ini menjadi sumber dari segala kejahatan
dan keganasan. Bukankah segala gerak dan tindak
manusia di dunia ini, tidak lain oleh pikiran manusia
itu sendiri? Dan bukankah timbulnya peperangan
dan kekacauan di dunia ini, oleh keserakahan
manusia pula yang dipengaruhi oleh daya pikir
manusia.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
32
Perkembangan daya pikir manusia di dunia ini
bukan saja menyempurnakan kebutuhan hidup
manusia. Tetapi juga menyempurnakan senjata
dan peralatan perang guna membunuh sesama
manusia. Perkembangan daya pikir manusia ini
kalau sampai tidak terarah untuk kesejahteraan
manusia dan dunia, kadang membawa manusia
untuk menyamai kekuasaan Tuhan. Seperti pula
yang telah dilakukan Kiageng Ringin Putih ini.
Bukankah apa yang dilakukan, dengan maksud
menciptakan manusia perkasa itu menyamai
kekuasaan Tuhan?
Begitulah gambaran dan contoh manusia yang
percaya kepada Tuhan, akan tetapi tidak pandai
menempatkan diri sebagai hamba Tuhan. Mereka
percaya kepada Tuhan, akan tetapi di balik itu
mereka melakukan pembunuhan-pembunuhan.
Jelas bahwa kepercayaannya kepada Tuhan hanya
sekedar menghibur diri. Atau ikut-ikutan yang lain,
takut kalau disebut anti Tuhan.
Orang yang percaya sepenuhnya bahwa manusia
ini merugikan hamba Tuhan, tentu akan menyadari
kedudukannya. Takkan sampai berbuat merugikan
orang lain. Yang pandai takkan menipu yang bodoh
dan yang kaya takkan memeras dan menumpuk
harta benda di tengah kemiskinan sesama.
Manusia yang sadar akan keadaan dan hidupnya,
ucapan dan tindakannya akan selalu sejalan.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
33
Ucapan Tuhan bersama kita harus pula disertai
dengan tindak tanduk dan tingkah laku yang
menguntungkan manusia lain. Bukan dijadikan alat
memeras, menipu dan mencari keuntungan diri.
Ken Angrok atau raja Rajasa ketika memerangi
dan menghancurkan Kediri yang dikuasai raja
Kertajaya juga berkata, Tuhan bersama kita,
Demikian pula raja-raja yang lain di saat
berperang. Maka munafiklah manusia-manusia
yang di mulut mengucapkan Tuhan bersama kita,
tetapi tindak dan perbuatannya membunuh sesama
manusia.
Demikianlah, sebagai akibat salah langkah
Kiageng Ringin Putih, di dunia ini hidup seorang
manusia binatang, bernama Ditya Margono.
Bentuknya memang manusia, tetapi perbuatannya
tidak berbeda dengan binatang. Dan sekarang,
berhadapan dengan Saksono dan isterinya yang
cantik, Ditya Margono ini tanpa malau-malu telah
mengucapkan kata-katanya yang tak mungkin
diucapkan manusia susila. Sebab itu Saksono tahu,
apabila isterinya menumtkan hati yang marah, bisa
menimbulkan akibat yang lebih runyam.
Yang bisa dilakukan Sulastri sekarang, tinggal
mendelik sambll mencaci, "Binatang! Tutup
mulutmu yang busuk."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
34
Ditya Margono terkekeh. Matanya makin
memancarkan nafsu binatangnya. Kemudian
katanya, "Heh-heh-heh. Salahkah jika laki-laki
mengucapkan kata-kata, tertarik kepada wanita
cantik? Salahmu sendiri mengapa wajahmu cantik.
Jika engkau buruk rupa, tentu saja aku tak
tertarik."
Sebenarnya kemarahan Sulastri tambah meledak
mendengar ucapan bocah itu, demikian pula
Saksono.
Akan tetapi laki-laki gagah dari desa Madukara
ini masih dapat menekan dan menguasai perasaan.
Lalu katanya sabar, "Hemm, sesungguhnya
siapakah engkau ini?"
"Aku? Heh-heh-heh, aku tidak pernah
menyembunyikan nama dan asal. Aku Ditya
Margono. Dan tahukah engkau siapa guru dan
sekaligus ayah angkatku? Dengar baik-baik. Dia
Kiageng Ringin Putih."
Suami-isteri ini terkejut mendengat nama
Kiageng Ringin Putih disebut sebagai guru dan ayah
angkat pemuda ini. Dalam hati timbul rasa sangsi,
benarkah pengakuan pemuda ini? Benarkah
Kiageng Ringin Putih mempunyai murid dan
sekaligus anak angkat seliar ini? Sebab Kiageng
Ringin Putih terkenal sebagai seorang sakti
mandraguna juga semua langkah danKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
35
perbuatannya selalu dipuji orang. Namanya sangat
harum dan semua orang segan dan menghormati.
Oleh rasa sangsi ini, kemudian Saksono
membentak, "Kurang-ajar engkau! Nama Kiageng
Ringin Putih yang harum kau seret-seret namanya.
Huh-huh, engkau jangan membuka mulut
sembarangan di depan suami-isteri yang terkenal
dengan sebutan "Sepasang pedang Madukara"!"
"Heh-heh-heh!" Ditya Margono terkekeh lagi.
"Siapa takut berhadapan dengan "sepasang pedang
Madukara" ? Dan aku ingin bertanya kepadamu,
siapa yang sudah membuka mulut sembarangan?
Ha-ha-ha, engkau tadi menanyakan guruku.
Setelah aku menerangkan Kiageng Ringin Putih,
engkau malah mencak-mencak tak keruan. Habis
kalau guruku memang dia, aku harus menyebut
siapa lagi? Dia memang guru dan ayah angkatku.
Lalu kalau kamu tak percaya, terserah! Sekarang
engkau sedia menyerahkan perempuan itu atau
tidak. Kalau tidak, jangan menyesal jika aku
terpaksa membunuh engkau!"
Sekali ini baik Sulastri maupun Saksono tak
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kuasa lagi menahan marah. Tiba-tiba Sulastri
membentak nyaring, "Bangsat! Rasakan tajamnya
pedangku."
Sring sring, dua batang pedang tercabut dari
sarung masing-masing. Gerakan sepasang suami-Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
36
isteri Madukara ini, cepat sekali sehingga tak bisa
diikuti padangan mata. Belum juga lenyap suara
dengung nyaring dari pedang, berkelebatlah dua
sinar putih yang menyilaukan. Tahu-tahu sinar
pedang itu telah bergulung-gulung menyambar ke
arah tubuh Ditya Margono.
Penduduk desa Matesih yang sejak tadi
menonton dengan hati tegang, sekarang diam
diam menjadi lega dan gembira, sesudah suami
isteri itu mulai menyerang Ditya Margono. Mereka
merasa pasti, sekali ini pemuda liar itu akan roboh
tak bernyawa.
Tetapi atas serangan itu, Ditya Margono hanya
terkekeh mengejek. Sambaran pedang ke arah
dirinya itu tidak dipandang sebelah mata.
Kemudian pemuda ini menggunakan tangan untuk
menangkis.
"Trang trang... aihh..." Sulastri dan Saksono
kaget lalu meloncat ke belakang.
Dua batang pedang suami-isteri itu terpental
menyeleweng, dan lengan masing-masing tergetar
hebat. Kalau saja suami-istcri itu tak cepat
melompat ke belakang, mungkin hanya sekali
gebrak Saksono sudah roboh terpukul oleh tangan
kiri Ditya Margono.
Akan tetapi sebenarnya apa yang terjadi
sekarang ini merupakan kesalahan suami-isteri ituKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
37
sendiri. Mereka merupakan jago pedang yang
namanya sudah harum. Tetapi kepada bocah yang
masih muda itu menganggap enteng hingga
bertindak sembrono.
Scbenarnya sebagai "sepasang pedang
Madukara" jarang sekali berhadapan lawan dengan
mengeroyok, kalau tidak berhadapan dengan
musuh sakti pilih tnding. Kalau mereka tadi sampai
mencabut pedang bersama-sama, kemudian
menyerang berbareng, tidak lain karena pengaruh
kemarahan yang tak terkendali. Namun setelah
mereka sadar akan Keadaan, mereka menyesal.
Mcngapa hanya berhadapan dengan seorang muda
saja harus mengeroyok? Oleh sebab itu kemudian
menahan senjata masing-masing. Tetapi tidak
terduga sama sekali, orang yang masih berusia
muda itu memiliki tenaga raksasa. Hingga lengan
mereka tergetar hebat.
"Lastri, mundurlah!" katanya halus. "Biarlah aku
sendiri menghadapi pemuda liar dan biadab ini."
"Hemm, kau mundurlah!" sahut isterinya. "Akan
kuhajar mampus manusia jahat lancang mulut ini!"
Tanpa menunggu persetujuan sueminya, Sulastri
telah melompat maju sambil menggerakkan
pedangnya. Sinar putih panjang segera bergulung
gulung membungkus tubuh Sulastri dan kemudian
menerjang lawan. Ilmu pedang dari "sepasangKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
38
pedang Madukara" ini justeru terkenal kecepatan
dan gerakan nya yang tak terduga. Ditya Margono
juga terkejut meilhat gerak cepat lawan itu. Sebab
gerakan pedang yang cepat luar biasa ini membuat
pemuda itu sulit mencari kesempatan lolos dan
mencari lowongan untuk membalas.
Namun demikian pemuda ini sungguh beruntung.
Sebab sejak kecil telah mempunyai kekebalan
terhadap senjata tajam. Dan sesuai dengan pesan
Kiageng Ringin Putih, tubuhnya takkan mempan
oleh senjata biasa, kecuali kalau berhadapan
dengan senjata pusaka harus hati-hati.
Ingat pesan Kiageng Ringin Putih itu, pemuda ini
tidak kuatir sedikitpun. Tiba-tiba ia menggerakkan
tangan dan kaki, lalu terdengar suara trang-tring.
"Aih...!" Sulastri berteriak tertahan, meloncat
mundur dengan wajah pucat.
Pedangnya tadi terbentur oleh tangkisan lawan
sehingga terpental dan menyeleweng. Namun
sebagai wanita perkasa, pedang yang tertangkis
lawan itu bisa dikuasai hingga dapat meneruskan
gerak serangannya.
Gerakannya berhasil. Lawan yang tak menduga
diserang, berhasil dibacok pundaknya dan tertikam
dadanya. Tetapi tidak ia duga sama sekali, bacokan
dan tikaman itu tidak menyebabkan apa-apa. Malah
sebaliknya hampir saja dirinya menderita malu,Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
39
sebab, tangan kiri pemuda itu tahu-tahu secara
kurang ajar sekali, telah berusaha mencengkeram
payudara.
Akan tetapi pemuda yang sudah dikuasai nafsu
binatang ini, tak mau memberi kesempatan lawan
mengatur napas. Ia sekarang ganti menerjang ke
depan. Tangan bergerak, bukan untuk menyerang
tetapi untuk menangkap dan memeluk. Tentu saja
Sulastri takkan mau menyerah ditangkap. Ia
menggerakkan pedangnya menabas lengan Ditya
Margono. Kali ini Sulastri sudah pengalaman.
Dalam menabas ini ia menyalurkan tenaga sakti.
Biasanya jangankan hanya lengan manusia yang
terdiri dari tulang dan daging. Kendati tongkat baja
takkan kuat bertahan oleh tabasan pedangnya.
"Trang trang..." benturan tangan dengan pedang
terdengar nyaring. Seakan tangan Ditya Margono
sudah berubah bagai baja yang tak mempan
senjata. Tetapi kendati tidak terluka, Ditya Margono
merasakan kesakitan. Karena sakit, bocah ini
menjadi marah. Kemudian Ditya Margono
menghunus pedang, lalu terjadilah perkelahian
yang sengit.
Pengalaman yang hampir merugikan itu,
menyebabkan Sulastri sadar. Ia tidak boleh
gegabah menghadapi pemuda ini, yang kulitnya
kebal senjata. Lalu ia menggunakan kecepatannya
bergerak dengan ilmu pedangnya yang ampuh.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
40
Saksono yang mengikuti perkelahian itu
berdebar-debar. Ia tahu bahwa isterinya jauh lebih
matang di samping menang pengalaman
menghadapi lawan. Dalam pada itu tentang
kecepatannya bergerakpun, lawan tak dapat
mengimbangi. Kalau menghadapi lawan biasa,
Saksono percaya isterinya akan dapat
menyelesaikan lawan muda ini tanpa kesulitan.
Akan tetapi celakanya pemuda ini pemuda ajaib.
Walaupun ilmunya belum matang dan belum
sempurna, tetapi memiliki kekebalan tubuh dan
tenaga yang kuat luar biasa. Maka tidaklah
gampang bagi isterinya untuk mengalahkannya.
Akan tetapi bagaimanapun Saksono seorang
pendekar gagah perkasa yang tak mau
menurunkan derajat dan kehormatan di mata
umum. Baru menghadapi pemuda ini seorang
lawan seorang saja sudah begitu memalukan.
Apalagi kalau harus mengeroyok.
Karena itu kendati hatinya tegang dan kuatir, ia
tetap menonton sambil memperhatikan keadaan.
Hanya apabila isterinya dalam bahaya, tak mungkin
ia dapat berpeluk tangan.
Namun kenyataannya, sekalipun Sulastri
menang pengalaman dan lebih matang ilmunya,
lawannya seorang pemuda luar biasa. Pemuda yang
memiliki kekebalan tubuh dan tenaga raksasa,Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
41
benar-benar lawan tangguh. Setiap senjata
berbenturan, lengannya tergetar hebat. Ditambah
lagi karena ia harus menggunakan kecepatannya
bergerak, makin lama ia merasakan tenaganya
menyusut.
Saksono mengawasi jalannya perkelahian penuh
perhatian. Ia tahu bahwa isterinya dalam bahaya
apabila nekad melawan. Untuk menolong isterinya,
ia meloncat maju sambil berteriak, "Mundurlah
Lastri!"
"Trang!" terjangan Saksono ditangkis pedang
Ditya Margono. Dua-duanya terhuyung selangkah
ke belakang. Namun kemudian dengan lengking
yang nyaring den tajam, Ditya Margono melompat
maju lagi sambil memutarkan pedangnya.
Terjadilah perubahan mendadak. Pemuda raksasa
ini, sekarang berkelahi dan menggerakkan
pedangnya. sambil menggeram dan melengking
seperti binatang kera. Saksono kaget dan tergetar
jantungnya. Akan tetapi ksatria sakti dari desa
Madukara ini, cepat menenteramkan hatinya lalu
melawan dengan mantap. Perkelahian berlangsung
lebih seru lagi, apabila dibanding dengan
perkelahian antara Sulastri tadi.
Tak mengherankan apabila perubahan segera
terjadi. Bagaimanapun pula Ditya Margono tadi
melawan Sulastri dengan hati-hati. Sekalipun
wataknya ganas dan liar, akan tetapi pemuda iniKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
42
tertarik kecantikan dan kematangan Sulastri
sebagai wanita yang sudah cukup umur. Maka
timbulah tekad dalam hati pemuda raksasa ini,
untuk dapat mengalahkan dan menangkap Sulastri
tanpa melukai.
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sebaliknya sekarang berhadapan dengan
Saksono ini, Ditya Margono marah bukan main.
Walaupun otaknya tumpul, ia mengerti bahwa laki
laki inilah yang menjadi penghalang maksudnya
menangkap Sulastri. Maka kemudian terpikir oleh
pemuda ini, untuk secepatnya harus dapat
merobohkan dan membunuh laki-laki ini.
Demikianlah, perkelahaan antara Saksono dan
Ditya Margono berlangsung lebih seru dan
mendebarkan Benturan senjata beberapa kali
terdengar.
Dan guna menambah semangatnya, Saksono
membentak keras sambil menyerang dahsyat.
"Trang plak plak buk..." berkali-kali terdengar
suara semacam itu. Suara benturan pedang,
bacokan, pukulan dan tendangan Saksono berkali
kali bersarang ke tubuh Ditya Margono. Akan tetapi
separti yang terjadi ketika Sulastri membacok,
menikam dan memukul Ditya Margono, semuanya
tidak mempan.
Tentu saja Ditya Margono yang belum
berpengalaman melawan tokoh-tokoh sakti,Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
43
berkali-kali tertipu dan terancam keselamatannya.
Hanya berkat kekebalan tubuhnya saja, yang
membuat Ditya Margono tampak masih segar
bugar tak menderita sesuatu. Benarkah begitu?
Tidak! Kendati kulit tubuhnya kebal dan tidak
terluka, namun kulitnya panas dan pedas juga.
Akibatnya Ditya Margono tambah marah dan
ganas, dan pukulannya semakin berbahaya.
Saksono menang matang dan menang
pengalaman. Tetapi Ditya Margono yang kurang
matang ilmunya dan kurang pengalaman,
memperoleh pertolongan kekebalan kulitnya. Maka
perkelahian menjadi sengit dan mendebarkan yang
menonton.
Sulastri yang menonton berdebar dan kuatir.
Tangannya gatal untuk menerjang maju dan
membantu suaminya. Namun maksud ini selalu ia
tahan, karena ia tahu watak suaminya yang gagah
perwira.
Tentu suaminya akan malu bila menghadapi
seorang muda saja terpaksa mengeroyok.
Kemenangan demikian tentu akan dianggap oleh
suaminya sebagai kemenangan yang pengecut,
yang bisa berakibat menurunkan derajat dan
kehormatannya.
Tiba-tiba terdengar suara, "trang trang plak
buk....."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
44
Saksono terhuyung beberapa langkah ke
belakang kemudian menyemburlah darah merah.
Sebaliknya Ditya Margono terhuyung pula beberapa
langkah ke belakang, tetapi pemuda ini tidak
menderita sesuatu, hanya merasakan dadanya
sesak.
Sulastri menjerit kaget dan cepat menyerbu
suaminya sambil memeluk, "Kakang... kau... oh...
kau.....!"
"Tidak berbahaya...!" sahut Saksono terengah.
"Dia... benar-benar hebat kendati muda. Dia...
memiliki aji kesaktian yang membuat tubuhnya
kebal."
"Kakang. mehghadapi pemuda jahat itu...
mengapa kita tidak maju berbareng...?" bujuk
isterinya. "Mari kakang... kita tunjukkan "sepasang
pedang Madukara". Supaya mata pemuda itu...
terbuka... bahwa kita tak bisa direndahkan begitu
saja....."
"Hemm... sesungguhnya aku malu kalau harus
mengeroyok!" sahutnya. "Akan tetapi apa boleh
buat. Kita mengorbankan sedikit nama dan
kehormatan, guna kepentingan umum."
Sementara itu begitu sesak napasnya hilang,
Ditya Margono terkekeh-kekeh. Matanya berkilat
mengamati Sulastri, katanya, "Heh-heh-heh, kauKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
45
menyerah atau tidak? Hayo manis jangan
rewel....."
Namun ucapan Ditya Margono itu terputus,
karcna sambil menjerit nyaring Sulastri sudah
menerjang maju dengan pedangnya. Begitu
isterinya bergerak, Saksono juga melompat maju.
Gerakan Saksono dan isterinya itu cepat sekali.
Tetapi kendati begitu, gerakan yang lebih cepat
adalah pedang di tangan Sulastri.
Tetapi walaupun gerak pedang Saksono tidak
begitu cepat, pedang itu gerakannya mantap dan
bertenaga. Hanya sedikit sayang, karena Saksono
sudah terluka dalam, maka tenaganya menjadi
jauh berkurang.
Dua batang pedang itu berubah menjadi
gulungan sinar panjang yang membungkus tubuh
Ditya Margono. Gerakan itu saling susul sehingga
sulitlah bagi lawan untuk menghindari tajamwya
pedang.
Memang begitulah ciri khusus bagi "sepasang
pedang Madukara" ini. Yang perempuan bergerak
gesit menyerang bagian-bagian tubuh lawan yang
lemah, sebaliknya pedang laki-laki bergerak lambat
untuk menekan dan melibat senjata lawan. Dengan
demikian terjadilah kerjasama dan pembagian
tugas dan tenaga yang sulit dipecahkan lawan.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
46
Keistimewaan dua batang pedang seperti ini
yang menyebabkan beberapa tokoh sakti roboh
atau terpaksa mengakui keunggulann suami isteri
ini.
Namun sayang sekali, lawan yang mereka hadapi
sekarang ini lain dari yang lain. Bukan saja Ditya
Margono mempunyai kekebalan. Tetapi juga
mempunyai pembawaan tenaga dasar yang kuat
luar biasa sejak lahir. Masih ditambah lagi oleh
gemblengan Kiageng Ringin Putih. Hingga sekarang
tenaga Ditya Margono sungguh nggegirisi. Maka
tidaklah gampang suami-isteri ini memperoleh
kemenangan.
Semua ini masih ditambah lagi keadaan Saksono
yang sudah menderita luka dalam. Sekalipun tidak
begitu parah tetapi sudah tentu mengganggu
gerakannya. Lebih lagi dalam kerjasama ini, ia yang
bertugas menekan dan menindih tenaga lawan,
agar isterinya dapat memperoleh kesempatan
bagus guna merobohkan lawan. Maka Saksono
kesulitan. Dalam usahanya menekan dan menindih
lawan, ia harus menggunakan tenaga sakti dalam
tubuh. Tetapi akibat luka dalam yang diderita, ia
merasakan dadanya menjadi tambah sesak dan
sakit. Di samping ini penyaluran tenaga saktinya
juga terganggu.
Sekalipun otaknya tumpul, Ditya Margono bukan
orang tolol. Ia mengerti bahwa sekalipun cepat,Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
47
pedang perempuan itu tidak begitu berbahaya, dan
kulit tubuhnya cukup kuat untuk menahan
tajamnya pedang. Berbeda dengan laki-laki ini, ia
merasakan bahwa kendati pedang itu tak mempan
melukai kulitnya, tetapi bacokan dan tikaman
membuat kulitnya panas dan pedih. Maka kalau
banyak menerima tikaman dan bacokan, tidak
urung badannya akan sakit.
Di samping semua itu, pesan Kiageng Ringin
Putih tidak pernah dIlupakan. Bahwa seorang yang
kebal terhadap senjata tetap juga mempunyai
kelemahan. Kelemahan bagi yang kebal tersebut
terletak pada dua mata dan alat vitalnya. Karena
itu Kiageng Ringin Putih selalu pesan kepada Dityo
Margono, harus berhati-hati menjaga bagian tubuh
yang tidak bisa kebal tersebut.
Ketika itu dirinya diancam dua batang pedang
dari arah kanan dan kiri depan. Dari arah kanan
pedang Sulastri menyambar bagai tatit saking
cepatnya. Sedang dari kiri sambaran pedang dari
tangan Saksono, kendati agak lambat namun
mengandung tenaga kuat. Melihat serangan ini
Ditya Margono sudah mengambil keputusan.
Pedang Sulastri yang menyambar seperti kilat tidak
digubris. Sebab ia sudah tahu, pedang itu tidak
akan dapat melukai tubuhnya yang kebal. Maka
yang diperhatikan tidak lain pedang Saksono yang
menyambar penuh tenaga.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
48
"Trang trang... buk buk...!" dua batang pedang
saling bentur dan menyeleweng. Akan tetapi tinju
kiri Saksono secara tepat bersarang ke dada Ditya
Margono. Sebaliknya pada saat bersamaan, tinju
Ditya Margono juga telah bersarang di bawah dada
Saksono.
Akibatnya Ditya Margono terhuyung ke belakang
dua langkah. Darah dalam tubuhnya bergolak, dada
sesak dan pandang matanya kabur. Tiba-tiba
huak... Ditya Margono menyemburkan darah segar.
Ternyata walaupun kebai, pukulan Saksono kali
ini berhasil. Karena ketika memukul, Saksono telah
mengerahkan tenaga sakti yang terakhir.
Akan tetapi sesungguhnya pengerahan tenaga
sakti yang dipaksakan ini ini sama artinya dengan
bunuh diri. Ia sudah terluka dalam yang tidak
ringan. Orang yang telah terluka dalam, tidak boleh
mengerahkan tenaga sakti. Apabila hal ini
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dilanggar, nyawa orang itu takkan tertolong lagi.
Tetapi celakanya, ia tadi dipaksa oleh keadaan
yang tidak terelakkan lagi. Kalau tak mau
mengerahkan tenaga guna memukul lawan, dirinya
sendiri yang akan celaka di tangan lawan. Karena
itu Saksono mengambil keputusan, ia sedia mati,
asal lawannya juga roboh mampus. Namun sayang
sekali pemuda yang dihadapi sekarang ini pemuda
perkasa dan kebal. Maka sekalipun pukulannyaKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
49
tepat dan keras dengan pengerahan tenaga yang
masih ada, tak kuasa merobohkan Ditya Margono.
Pemuda itu hanya muntah darah, namun tidak
terluka berat dan juga tidak membahayakan
jiwanya.
Sebaliknya Saksono sendiri harus menebus
dengan mahal. Pukulan Ditya Margono yang
mengenai bawah dadanya, membuat isi perutnya
hancur. Saksono terlempar ke belakang seperti
layang-layang putus. Ia terlempar lebih dua
tombak. Kemudian roboh terguling dan muntah
darah banyak sekali. Sulastri menjerit kaget dan
cepat melompat lalu menubruk suaminya dan tanpa
memperdulikan lagi kepada lawan.
"Kakang... huk-huk-huk... kau... kau...?"
ratapnya.
Akan tetapi mata Saksono terpejam dan
napasnya tinggal satu-satu. Ia memang masih bisa
mendengar tangis dan pertanyaan isterinya.
Namun untuk menjawab, mulutnya terkancing.
Saking kaget dan sedih, Sulastri sampai lupa
keadaan. Lupa pula memperhitungkan lawan.
Sulastri baru terkejut, menjerit, meronta dan
mencaci-maki, ketika tahu-tahu dirinya telah
direnggut dan dipeluk oleh tangan kuat yang
berbulu kemerahan. Akan tetapi untuk merontaKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
50
sudah tidak mungkin. Sebab dengan amat cekatan
Ditya Margono telah membuat Sulastri lumpuh.
"Lepas...! Lepaskan aku bangsat...! Jika engkau
laki-laki perwira, lepaskan aku dan marilah kita
bertanding lagi sampai seribu jurus... dan salah
seorang tewas.....!"
Akan tetapi tantangan Sulastri ini hanya
disambut oleh Ditya Margono yang terkekeh
mengejek. Disusul hidung pemuda liar ini menyapu
pipi. Sulastri bergidik ketakutan dan ngeri. Ia tak
sanggup membuka mata melihat wajah Ditya
Margono yang bentuknya persegi dan buruk. Untuk
meronta sudah tidak mungkin lagi.
Diam-diam Perempuan ini menyesal sekali.
Mengapa ia tadi tak kuasa menahan hati dan
perasaannya, melihat suaminya roboh. Akibatnya
dirinya dapat ditawan lawan secara curang.
Sungguh sedih dan menyesal wanita perkasa dari
desa Madukara ini. Selama ini mereka merupakan
suami isteri perkasa, dan hampir tak pernah
terkalahkan lawan. Akan tetapi hari ini, runtuhlah
nama besar "Sepasang Pedang Madukara", hanya
berhadapan dengan seorang muda ingusan yang
belum punya nama.
Tiba-tiba gemetar seluruh tubuhnya saking
ngeri. Kalau suaminya tewas masih amat berharga
karena mengorbankan nyawa sebagai seorangKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
51
pembela rakyat yang lemah. Sebaliknya dirinya
sekarang ini terancam oleh malapetaka yang hebat
sekali. Bukan saja dirinya tentu akan menyusul
suaminya yang tewas, akan tetapi sebelum
direnggut maut, dirinya akan mengalami derita
yang paling berat bagi seorang wanita terhormat
dan setia kepada suaminya.
Ia sadar, dengan apa yang diperbuat oleh Ditya
Margono saat ini, yang menciumi pipinya
sedangkan jari tangannyapun mulai gerayangan
pada bagian tubuh terlarang, sungguh merupakan
penghinaan yang berat sekali.
Benar dirinya sekarang ini sudah dIlumpuhkan
dan tidak dapat lolos lagi dari tangan pemuda sakti
yang liar ini. Namun sebagai seorang wanita
terhormat dan mempunyai nama harum, dalam
bahaya takkan menyerah begitu saja. Tiba-tiba
timbullah keputusannya yang nekad. Daripada
dirinya harus menyerahkan kehormatan dan
terhina sebagai alat pemuas nafsu kebinatangan
pemuda ini, lebih baik mati saat sekarang juga.
Ditya Margono yang berlarian sambil
memondong Sulastri, gembira sekali dan mulutnya
terkekeh-kekeh. Pengalamannya yang baru
pertama sekali dengan gadis yang tadi diculiknya,
membuat nafsu binatang yang mengalir dalam
tubuhnya semakin liar.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
52
Perempuan ini di samping lebih cantik dibanding
gadis tadi, juga lebih matang. Karena itu Sulastri
akan dibawa ke dalam hutan yang sepi agar tidak
terganggu.
Akan tetapi ia menjadi terbelalak kaget. Ketika
menundukkan kepala bermaksud mencium pipi
yang halus dan kuning itu, ternyata pipi itu sudah
berlumuran darah. Sebagai pemuda yang belum
luas pengalaman, ia tak tahu apakah arti darah
yang keluar dari mulut itu. Kemudian ia
menggunakan jari tangannya dan mengusap. Dan
sesudah itu ia malah mengecup bibir yang pucat
tersebut, tidak perduli penuh darah. Namun
kemudian, ketika jari tangannya meraba dada,
pemuda ini berseru tertahan,
"Ahhh... kau... kau... mengapa tak bernapas
lagi...?" lalu wajah Sulastri dipandang penuh
perhatian.
Sesaat kemudian ia berhenti dan seluruh tubuh
itu dipandang penuh perhatian. Kemudian jari
tangannya meraba-raba tubuh untuk
membebaskan kelumpuhan. Namun ah, ternyata
perempuan itu tak bergerak juga.
Tetapi dasar Ditya Margono seorang manusia
binatang. Manusia yang ganas dan liar serta
membawa kemauannya sendiri. Tewasnya Sulastri
yang menggigit putus lidahnya sendiri ini, membuatKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
53
ia kecewa sekali, menyesal, marah dan penasaran.
Tiba-tiba bres... tubuh Sulastri yang tak bernyawa
itu dibanting ke tanah dengan pengerahan tenaga.
Akibatnya tubuh itu hancur. Ah, kasihan sekali
nasib Sulastri.....
Saking menyesal, kecewa, marah dan
penasaran, tiba-tiba dari mulutnya terdengar suara
lengking nyaring campur geraman dahsyat.
Tubuhnya segera melesat, kembali lagi menuju
tempat di mana ia tadi berkelahi. Menurut jalan
pikiran Ditya Margono, semua peristiwa ini, adalah
gara-gara perbuatan penduduk desa Matesih. Ia
tadi terpaksa mencekik gadis Matesih akibat
terganggu. Maka sekarang peduduk Matesih harus
menebus dosa.
"Huh, rasakan nanti!" gerutunya sambil
berlarian. "Desa Matesih harus aku hancurkan.
Semua laki-laki akan kubunuh, demikian pula bayi
dan anak kecil, termasuk pula wanita tua. Tetapi
yang masih muda akan aku beri hidup. Ah, tidak
semua!
Sekalipun masih gadis dan muda kalau wajahnya
buruk untuk apa? sebaiknya aku cekik mati juga.
Sebab aku hanya membutuhkan perempuan muda,
masih gadis dan berwajah cantik. Heh-heh-heh...
rasakan nanti. Aku akan melewatkan malam di desa
Matesih di tengah perempuan-perempuan cantik."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
54
Ketika Dityo Margono tiba di tempat berkelahi,
tempat itu sudah tak tampak lagi seorangpun.
Demikian pula mereka yang tadi mati oleh
keganasan Dityo Margono. Agaknya penduduk desa
Matesih tadi sudah pulang ke desa sambil
membawa semua korban.
"Huh-huh, keparat! Kamu menghina Ditya
Margono. Bangsat! Penduduk Matesih harus aku
hancurkan malam ini juga, berani menghina Ditya
Margono, murid tunggal dan anak angkat Kiageng
Ringin Putih."
Dalam penasaran dan marahnya, tangan kanan
Ditya Margono bergerak memukul sebuah batu
sebesar kerbau. Prakk!! Debu mengepul dan
pecahan batu berhamburan. Sungguh
menakjubkan tenaga pemuda perkasa ini. Sekali
pukul, batu sebesar kerbau itu telah sumyur
(hancur) berkeping-keping. Sesudah itu tubuh yang
tinggi besar bagai raksasa tersebut, melesat seperti
kilat cepatnya, menuju desa Matesih.
Ketika itu para penduduk desa berkumpul di Balai
Desa. Mereka yang kehilangan anak, suami,
saudara dan sanak keluarga sedang menjerit-jent
dan menangis. Malah ada pula yang menangis
sambil mengguling-gulingkan diri ke tanah, saking
tak kuasa menahan kesedihannya. Ada pula yang
pingsan!Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
55
Desa Matesih yang sehari-harinya tenteram dan
damai itu, sekarang ini penuh tangis. Semua wajah
sedih, tetapi di dalam hati mereka timbul
kemarahan dan penasaran. Lebih-lebih para
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pemuda, mereka telah memegang aneka macam
senjata. Mereka telah bertekad untuk
mengorbankan nyawa demi membela desa, apa
pula pemuda ganas itu kejam sekali.
Matahari sudah rendah di bagian barat. Biasanya
waktu seperti ini wajah semua penduduk berseri.
Mereka telah pulang dari pekerjaan masing-masing
dan mengaso, lalu bergerombol dan mengobrol.
Kanak-kanak pun tak ketinggalan bergembira ria
bersama dan bermain-man. Namun pada sore ini
desa itu diliputi kesedihan.
Mendadak mereka yang berkumpul itu terkejut
dan saling pandang. Mereka mendengar suara
geraman dan lengkingan tajam mirip suara
binatang marah. Belum juga hilang rasa kagetnya,
berkelebatlah bayangan tinggi besar. Tahu-tahu
Ditya Margono telah berdiri di depan mereka sambil
terkekeh-kekeh.
"Heh-heh-heh... heh-heh-heh, bagus sekali
kalian kumpul di sini. Hayo cepat, sediakan lima
orang gadis yang cantik. Cepat! Jika tidak , kamu
semua aku bunuh mati."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
56
Sesungguhnya, desa Matesih yang makmur ini,
memang merupakan gudangnya perempuan cantik
alamiah. Bukan cantik oleh segala macam alat
kecantikan buatan manusia. Oleh karena itu, tentu
saja yang hadir di Balai Desa ini, terdapat pula
beberapa gadis cantik itu. Mata Ditya Margono yang
merah itu mengamati semua orang. Mendadak ia
sempat melihat gadis ayu yang sedang berusaha
menyembunyikan diri di belakang perempuan tua.
Wutt... tahu-tahu dengan amat ringannya tubuh
Ditya Margono sudah melesat. Sekali lompat ia
telah berdiri di depan gadis dimaksud. Beberapa
orang yang semula berdiri di dekatnya, jatuh
terpelanting oleh gerakan tangan dan kaki Ditya
Margono. Si perempuan tua yang duduk di
depannya berusaha melindungi. Akan tetapi sekali
renggut, gadis itu sudah bisa dipeluk kemudian
dipondong, menggunakan tangan kiri. Hebatnya
tangan yang lain, secepat kilat sudah
mencengkeram pinggang perempuan tua itu, lalu
dilemparkan ke arah penduduk yang duduk
bergerombol.
Apa yang terjadi berlangsung dalam waktu hanya
beberapa detik. Para penduduk tadi terkesima
melihat gerakan pemuda tinggi besar dan berbulu
itu, yang seperti setan bergerak. Akan tetapi begitu
mendengar jerit perempuan, mereka sadar, laluKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
57
berteriak marah dan belasan orang sudah
menyerbu maju dengan senjata masing-masing.
Akan tetapi walaupun ketika itu tangan kiri
sedang memondong si gadis, malah terkekeh
kekeh. Pemuda ini tidak peduli si gadis menjerit dan
meronta. Ia melompat ke samping dan tiba-tiba
seorang kakek telah dicengkeram. Kakek itu
memekik kaget. Tetapi belum hilang suara
pekikannya, wutt... tahu-tahu tubuh kakek yang
tak berdosa mi sudah terlempar. Dan celakanya
pula, tubuh kakek ini menyongsong senjata para
penduduk yang sedang menerjang maju.
"Crott crak bles... hem... uah... hoo..." beberapa
batang senjata segera menghunjam tubuh kakek
tua renta itu, diikuti suara teriakan kaget para
penduduk. Namun ah, sekalipun mereka berusaha
menarik kembali senjata, tubuh kakek itu sudah
berlubang di beberapa tempat dan mandi darah.
Begitu ditolong dan dibaringkan di atas tanah,
kakek itu telah putus nyawanya.
Kejam! Keji! Ganas! Kakek tua renta tak berdosa,
ditopang tongkat, tak luput pula dari kekejaman
pemuda liar itu.
Tentu saja penduduk desa itu makin menjadi
marah. Mereka berteriak lalu mengeroyok. Tetapi
lagi-lagi tangan Ditya Margono menyambar seorang
penduduk lalu dilemparkan ke arah penyerbu.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
58
Makin dikeroyok Ditya Margono semakin marah.
Bukan cukup seorang yang dilemparkan ke arah
penyerbu, tetapi tangan menyambar ke kiri dan ke
kanan, tak ampun lagi setiap yang tertangkap
tangan dilemparkan. Akibatnya semakin
bertambahlah jumlah korban tak berdosa oleh
keganasan tangan pemuda liar itu.
Yang patut disesalkan, seorang ibu setengah
baya sedang menggendong orok. Ia tak luput dari
sambaran tangan pemuda kejam itu, langsung
dilemparkan ke arah pengeroyok. Akibatnya
sungguh menyedihkan. Orok itu bersama ibunya
segera terpanggang senjata penduduk, dan tewas
saat itu juga.
Para penduduk desa ini justeru tidak mengenal
ilmu tata kelahi. Mereka hanya merasa, kalau
mereka mengeroyok dalam jumlah banyak tentu
menang. Mereka tidak menyadari justeru
berdesakan satu sama lain, mereka hampir tak
dapat menggerakkan senjata.
Sudah tentu mereka takkan berhasil mendekati
Ditya Margono yang dapat bergerak gesit. Padahal
kalau para penduduk ini melawan dengan
pimpinan, mengeroyok secara teratur keadaan
akan menjadi lain. Walaupun mungkin mereka tak
kuasa mengalahkan pemuda liar, kejam dan ganas
ini, setidaknya memerlukan waktu panjang.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
59
Akan tetapi sekarang ini, karena mereka
mengeroyok tanpa aturan, Ditya Margono dapat
bergerak leluasa. Terjadilah pembunuhan kejam,
keji dan tak kenal perikemanusiaan lagi.
Teriakan marah, jerit ngeri, tangis dan segala
macam teriakan yang mengharukan, memenuhi
desa Matesih menjelang malam. Ditya Margono
yang sudah kerasukan setan itu semakin menjadi
ganas. Sekarang bukan melulu melemparkan
penduduk yang bisa disambar, tetapi juga
memukul, menendang dan sering pula menggigit.
Entah kakek, nenek, ibu, orok dan bocah tak
berdosa, menjadi korban keganasan pemuda ini.
Hanya gadis yang cantik saja, terlepas dari maut
yang disebarkan Ditya Margono.
Keadaan seperti itu sudah tak terdengar lagi
bersamaan dengan suara tanda Isyak. Desa
Matesih kembali sepi. Mayat berserakan tumpang
tindih memenuhi balai desa. Yang masih hidup
maupun terluka menggunakan kesempatan
menyelamatkan diri.
Akan tetapi sepinya desa Matesih itu tidak
berlangsung lama. Sebab setelah malam tiba,
beberapa kali terdengar jerit ngeri dan tangis
wanita yang mengharukan. Mereka itu tidak lain
gadis-gadis yang telah dikumpulkan Ditya Margono
guna memenuhi nafsu binatangnya. Gadis yang
berani melawan segera disiksa dengan gigitan gigiKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
60
yang runcing di beberapa bagian tubuhnya. Dan
baru setelah gadis itu menderita hebat, baru
diakhiri dengan cekikannya.
Hemm... ternyata harapan Kiageng Ringin Putih
sekarang benar-benar terwujud. Pemuda yang
digemblengnya sejak kecil itu, sekarang menjadi
pemuda perkasa dan sanggup membuat
kegemparan. Akan tetapi celakanya, di samping
sakti, juga menjadi pemuda liar, kejam, keji dan
ganas. Penduduk Matesih hampir separo telah
menjadi korban keganasannya.
Akan tetapi setelah pagi tiba dan menyaksikan
apa yang telah dilakukan, Ditya Margono kaget
sendiri. Kemarin dalam menurutkan nafsu dan
kemarahannya, darah yang mengalir dalam
tubuhnya, dikuasai darah kebinatangannya. Akan
tetapi pada pagi ini, darah manusia yang beredar di
sekujur tubuhnya, kuasa menyadarkan dan timbul
kekuatirannya kalau apa yang sudah dilakukan
didengar gurunya.Tak urung guru dan sekaligus
ayah angkatnya akan marah, dan salah-salah
dirinya dihukum.
"Hemm aku masih ingin hidup. Dunia ini luas.
Baiklah, mulai hari ini aku harus pergi ke mana aku
suka. Aku harus menghindarkan diri dari Kiageng
Ringin Putih," gumamnya.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
61
Lalu dengan gerakan gesit, pemuda ini telah
meninggalkan desa Matesih menuju ke barat.
Kiageng Ringin Putih yang tiba di desa Matesih
mendadak kaget dan wajahnya pucat. Ia lama
sekali berdiri mematung dan menghela napas
panjang.
Di depannya sekarang ini bertumpuk mayat
penduduk Matesih, tumpang-tindih dan malang
melintang. Ia dapat menduga pasti, semua ini tentu
hasil kekejaman dan kejahatan Ditya Margono.
Melihat akibat dan keganasan muridnya sendiri
ini, ia menyesal bukan main. Tiba-tiba saja kakek
yang sudah kenyang derita ini, menangis!
Sebagai seorang yang telah mendalami arti hidup
manusia di dunia ini, mendadak ia sadar. Sekarang
inilah kutukan Tuhan telah menimpa dirinya.
Saat ini, barulah ia sadar akan dosa
perbuatannya. Kalau saja ia tujuh belas tahun lalu
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tidak menurutkan sakit hati dan dendamnya
kepada Sultan Agung dan raja-raja Mataram
keturunannya, tentu dirinya dapat hidup tenteram
dalam pondok yang dinaungi pohon beringin
rindang itu. Akan tetapi sekarang, dengan
munculnya Ditya Margono sebagai pemuda sakti
mandraguna, yang ganas dan liar itu, ia merasa
bertanggung-jawab dan harus membunuhnya,Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
62
sebelum terlanjur dunia ini kacau oleh
perbuatannya.
Inilah manusia. Banyak sekali tergelincir oleh
akan dan pikirannya sendiri. Dan sekalipun Kiageng
Ringin Putih merupakan tokoh sakti, namun juga
sebagai manusia biasa yang mengenal dosa dan
kesalahan. Sekarang dirinya yang telah tua itu,
memaksa diri untuk bertannggung-jawab terhadap
hasil perbuatannya sendiri.
Sekarang dirinya bertekad bocah itu harus dicari
dan dibunuh. Tanpa sesadarnya ia telah berusaha
lagi menyamai kekuasaan Tuhan. Karena yang bisa
mencabut nyawa manusia ini tidak lain hanya
Tuhan semata.
Dan Kiageng Ringin Putih juga lupa, bahwa
lahirnya manusia liar Ditya Margono sudah sesuai
kodrat yang telah ditetapkan Tuhan. Artinya Tuhan
memang menghendaki lahirnya manusia macam
itu.
Sebab segala bentuk manusia diciptakan oleh
Tuhan guna mengisi dunia ini. Kalau toh Tuhan
tidak menghendaki lahirnya manusia seperti Ditya
Margono ini, sudah tentu Tuhan tak memberi
kesempatan kepada bayi Ditya Margono hidup.
Atau juga kalau Tuhan memang tidak mengijinkan,
ibu Ditya Margono takkan berhasil hamil dan
melahirkan.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
63
Apa yang telah terjadi, sebenarnya Kiageng
Ringin Putih hanya semacam alat Tuhan untuk
menyebabkan manusia Ditya Margono lahir di dunia
ini.
Demikianlah, akibat rasa sesal dan rasa dosa
yang mendalam, Kiageng Ringin Putih berdiri
mematung di depan Balai Desa Matesih lama sekali
sambil menangis. Ia baru sadar dan cepat-cepat
menyeka air matanya, setelah mendengar suara
langkah beberapa orang, dan terdengar pula suara
wanita yang menangis.
Ia tersipu malu, katika sadar beberapa orang
telah berlutut di depannya. Di antara mereka
meminta perlindungan orang tua itu, di samping
menuntut tanggung-jawab terhadap kebiadaban
Ditya Margono.
"Saudara-saudaraku, apa harus dikata jika
Tuhan telah menghendaki?" katanya halus dan
perlahan karena dipengaruhi rasa sedih.
"Sekarang, kumpulkanlah penduduk yang masih
hidup. Lalu undanglah penduduk dari desa lain.
Kemudian marilah kita bersama merawat mereka
yang telah menjadi korban manusia biadab itu."
Sesungguhnya, kalau saja para penduduk ini tak
ingat jasa, kebaikan dan pertolongan Kiageng
Ringin Putih selama ini, tentu para penduduk itu
akan salah paham. Sebab semua orang tahuKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
64
belaka, bahwa pemuda liar itu murid dan sekaligus
anak angkatnya.
Demikianlah, dengan rasa sedih dan trenyuh
yang mendalam, Kiageng Ringin Putih membantu
merawat para korban. Hampir sehari suntuk
mereka harus repot merawat dan menguburkan
semua korban yang tewas, dan memberi obat
kepada yang terluka.
Tanpa mengaso kakek ini meninggalkan desa
Matesih, setelah menyelesaikan tugas membantu.
Namun kakek ini tidak pulang kembali ke
pondoknya. Ia merasa berdosa dan bertanggung
jawab terhadap Ditya Margono. Karena itu hari itu
juga kakek ini berkelana tanpa tujuan, tak tahu
pula kapan berakhir.
Ketika malam tiba dan bermaksud melepaskan
lelah di Baturetno, ia menjadi kaget dan
membatalkan maksudnya. Sebab di saat dirinya
mengisi perut disebuah warung, ia mendengar
pembicaraan orang ramai, dan para penduduk desa
Baturetno sibuk melakukan penjagaan desa.
Penjagaan itu perlu untuk mencegah terjadinya
mala petaka seperti yang telah dialami para
penduduk desa Keduwamg.
Dari pembicaraan orang itu, ternyata Ditya
Margono kembali melakukan kebiadabannya
membunuh penduduk desa tidak berdosa. TidakKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
65
bedanya dengan yang telah terjadi di Matesih, yang
menjadi pangkal keonaran oleh sebab ulahnya yang
menculik seorang gadis.
Tanpa mengenal lelah Kiageng Ringin Putih
bergegas menuju desa Keduwamg. Namun seperti
yang sudah terjadi di Matesih, kakek ini tidak dapat
berhadapan dengan Ditya Margono. Ia tinggal
berhadapan dengan ratap tangis penduduk dan
sejumlah korban kebiadaban.
Sesal Kiageng Ringin Putih tiada habisnya. Ia
menghela napas berulang-ulang sambil bergegas
meninggalkan desa Keduwang. Setelah ia
memperoleh keterangan, bahwa Ditya Margono
meninggalkan desa itu menuju barat. Diam-diam
hati orang tua ini heran. Apakah bocah itu tahu,
dirinya secara diam-diam menguber? Kalau tidak
tahu, mengapa sebabnya Ditya Margono selalu
dapat menghindari pertemuan, dan tahu-tahu desa
yang telah dilewati menjadi korban keganasan
pemuda itu.
Semalam suntuk Kiageng Ringin Putih tidak
berhenti menyelidik. Namun ia seperti kehilangan
jejak. Sampai matahari terbit di timur, lalu disusul
silamnya matahari di bagian barat, tidak diperoleh
keterangan sedikitpun tentang Ditya Margono.
Sebagai seorang kakek yang sudah berkurang
tenaganya oleh usia tua, tentu saja ia menjadi
payah setelah dua hari semalam tidak mengaso.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
66
Kakek ini telah tiba di wilayah Gunung Kidul.
Saking lelah ia bermaksud mencari tempat
menginap. Akan tetapi lagi-lagi maksudnya urung
ketika mendengar kabar lagi, siang tadi telah
terjadi kegemparan. Desa Panggang yang biasanya
aman dan tenteram itu, menjadi hancur berantakan
oleh amukan seorang pemuda yang seluruh
tubuhnya ditumbuhi bulu kemerahan.
"Ahh...!" seru kakek ini tertahan dan hatinya
semakin sedih.
Sesal kakek ini semakin mendalam, berhadapan
dengan kenyataan bahwa murid dan anak
angkatnya itu di mana-mana mengumbar
kebiadabannya membunuhi orang-orang tak
berdosa. Maka sambil melangkah meninggalkan
desa Gading ini, Kiageng Rihgin Putih mengutuk
dirinya sendiri.
Namun belum jauh meninggalkan desa Gading,
kakek ini menjadi kaget mendengar bentakan
orang, "Berhenti!"
Ia menghentikan langkahnya. Kemudian berdiri
tegak dengan rasa heran. Ternyata dirinya
sekarang telah dikurung oleh belasan orang laki
laki bersenjata. Sikap mereka galak. Pandang mata
mereka menyinarkan api kemarahan.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
67
Kakek ini mengerutkan alis, tanyanya halus,
"Anak, apakah maksudmu menghentikan orang tua
macam aku ini?"
Seorang pemuda berkumis tebal bersenjata
pedang, berdiri di depan Kiageng Ringin Putih dan
menjawab, "Apakah benar saya sekarang ini
berhadapan dengan Kiageng Ringin Putih?"
Kiageng Ringin Putih tambah keheranan
mendengar jawaban yang mengadung pertanyaan
itu.
Dengan demikian jelas, anak-anak muda im
belum kenal kepada dirinya. Akan tetapi melihat
sikap mereka yang marah, kakek ini cepat bisa
menduga tentu ada hubungannya dengan tindak
dan perbuatan Ditya Margono. Tentu seperti yang
telah terjadi di desa Matesih. Di daerah ini pula
pemuda liar itu sudah memperkenalkan diri sebagal
murid dan sekaligus anak angkatnya.
Kalau mau, dengan menjawab bukan, habis
perkara. Akan tetapi kakek ini bukan pengecut. Ia
seorang gagah perwira dan tak mau lari dan
tanggung-jawab. Apapun yang terjadi, dirinya guru
Ditya Margono dan sekaligus ayah angkatnya.
"Ya, aku memang Kiageng Ringin Putih,"
sahutnya halus. "Ada kepentingan apakah anak
mencari aku?"Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
68
Tiba-tiba saja pemuda berkumis tebal ini ketawa
terkekeh. Disambut pula oleh ketawa pemuda yang
lain. Setelah puas ketawa, pemuda ini berkata,
"Bagus! Tak usah mencari jauh-jauh, kita telah
dapat bertemu dengan orangnya. Ha-ha-ha,
saudara-saudaraku, ternyata orang yang suka
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
takabur dan sombong itu, yang sudah
mengumumkan tantangan kepada semua orang,
tidak lain kakek tua bangka ini. Ha-ha-ha...
lucu.....!"
Kiageng Ringin Putih mengerutkan alis yang
sudah putih. Ia tidak senang mendengar tuduhan,
dirinya takabur, sombong dan sudah
mengumumkan tantangan itu. Akan tetapi ia
seorang tua yang sudah pandai mengekang
perasaan. Ia tidak marah, malah bertanya kepada
dirinya sendiri, kapankah ia mengumumkan
tantangan? Dan kepada siapa pula dirinya sudah
menantang? Hemm, dirinya tidak bermusuhan
kepada siapapun, kecuali kepada raja Mataram.
Sudah puluhan tahun lamanya dirinya tidak pernah
berkelahi, dan tidak pernah pula meninggalkan
tempat bermukim. Tetapi mengapa sekarang tanpa
hujan dan tanpa angin, orang sudah menuduh
dirinya mengumumkan tantangan?
Akhirnya Kiageng Ringin Putih tersenyum,
kemudian jawabnya ramah, "Anak, apakah
maksudmu? Aku belum pernah kenal denganKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
69
kalian. Tetapi mengapa sudah menuduh aku
sebagai orang yang takabur dan sombong? Dan
siapa pula yang sudah mengumumkan tantangan
itu?"
"Heh-heh-hch... hah-ha-ha..." terdengar suara
ketawa mengejek dari para pemuda yang
mengurung.
Pemuda berkumis itu mengejek lagi, "Huh
huhhuh, apakah Kiageng sudah berubah menjadi
seerang pengecut yang ingkar tanggung-jawab?"
"Pengecut? Tidak bertanggung-jawab? Ya Allah!"
kakek itu mengeluh. "Aku makin tidak mengerti
maksud kalian. Ah, hendaknya kalian tidak
membuat orang tua yang sudah pikun seperti aku
ini menjadi bingung. Sudilah kalaian menerangkan
sejelasnya tentang maksud kalian ini."
"Hemm, engkau masih pura-pura tidak tahu?"
ejek pemuda lain. "Hemm, tetapi baiklah. Aku ingin
mengalah untuk menerangkan kepadamu, kendati
sesungguhnya tidak perlu. Akan tetapi sebelum aku
menerangkan, jawablah dulu pertanyaanku secara
jujur. Tugas apakah yang sudah engkau berikan
kepada murid tunggalmu bernama Ditya Margono
itu?"
"Ahhh..." kakek ini berseru tertahan mendengar
pertanyaan itu. "Tugas apa? Aku tak pernah
memberi tugas kepada bocah itu."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
70
Tiba-tiba terdengar suara lantang dari samping,
"Kakang Riko! Untuk apa berkepanjangan bicara
dengan kakek pikun pengecut itu? Huh, kita
keroyok, habis perkara!"
Kakek ini tambah kaget dan kerutan alisnya lebih
dalam. Walaupun persoalannya belum jelas, diam
diam sudah dapat menduga urusan yang dihadapi
sekarang ini. Jelas apa yang dihadapi sekarang ini
bukan urusan sembarangan. Kiranya ulah Ditya
Margono, yang sudah menerbitkan kesalah
pahaman ini.
Karena itu sambil menekan perasaan, ia berkata
dengan nada halus, "Ahh... anak, aku menjadi
heran dan tambah tak mengerti. Tolonglah anak,
jelaskan duduk perkara yang sebenarnya. Dan apa
pula maksud kalian menyebut nama Ditya
Margono?"
Kalau saja yang menghadapi Kiageng Ringin
Putih ini terdiri orang-orang yang cukup umur,
tentu dapat menyelami dan menduga perasaan
kakek ini, bahwa keterangan itu tidak bohong.
Namun celakanya yang menghadapi sekarang ini
terdiri dari orang orang muda yang masih berdarah
panas dan kurang pertimbangan. Maka suasananva
menjadi lain.
Pemuda berkumis dan disebut dengan nama Riko
tidak sabar. Namun begitu masih berbaik hati danKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
71
menerangkan, "Hemm, baiklah! Sekarang
dengarkan baik-baik keterangahku ini. Ketahuilah,
bahwa muridmu bernama Ditya Margono itu telah
melakukan keganasan dan kebiadaban di desa
Panggang. Bocah itu telah menculik dan
memperkosa dua orang gadis. Kemudian dua orang
gadis tak berdosa itu, dibunuh mati oleh pemuda
itu."
Kiageng Ringin Putih tidak kaget, setelah
terjadinya malapetaka yang menimpa penduduk
desa Matesih dan Keduwang. Sekarang menjadi
jelas bahwa murid dan anak angkatnya itu, di
Panggang telah mumbuat keonaran lagi.
Riko menatap tajam kepada kakek itu, terusnya,
"Bukan hanya itu kebiadaban muridmu. Huh, Ditya
Margono melakukan pembunuhan kepada
penduduk Panggang yang tak berdosa. Tetapi pada
saat terjadinya peristiwa itu, datang empat orang
saudara seperguruanku yang melawan Ditya
Margono untuk membela penduduk Panggang. Tiga
di antara saudara seperguruanku tewas dalam
perkelahian dengan pemuda jahat itu. Sedang yang
seorang lagi, roboh terluka dan pura-pura mati,
sehingga selamat dari keganasan tangan muridmu.
Hemm, menang dan kalah dalam setiap perkelahian
adalah lumrah. Yang menang bisa saja membunuh
dan yang kalah bisa mati terbunuh. Bagi kami hal
tersebut tidak akan kami persoalkan lagi. AkanKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
72
tetapi satu hal yang mcmbuat kami dan semua
orang gagah penasaran adalah ucapan muridmu
yang mengumbar mulut besar....."
"Apa yang dikatakan bocah itu?" desak kakek ini
yang mulai kuatir.
"Engkau tanyakan apa yang diucapkan muridmu?
Huh! Tentunya sudah sesuai pula dengan
perintahmu sendiri. Lalu apakah sebabnya engkau
masih berusaha bertanya?" sahut pemuda
berkumis tebal itu dengan mata mendelik dan sikap
ketus. "Muridmu yang ganas itu mengatakan,
bahwa apa yang dilakukan sesuai perintah gurunya.
Pemuda biadab itu mengatakan, gurunya yang
memerintahkan untuk melakukan kebiadaban dan
keganasan di mana-mana."
"Ahh..." tidak urung Kiageng Ringin Putih berseru
tertahan.
Pemuda bernama Riko itu meneruskan, "Dengan
perbuatan ganas dan biadab itu, tentu akan
mengundang perhatian para tokoh sakti. Dan
kesempatan inilah yang ditunggu oleh gurunya.
Karena gurunya ingin menantang siapapun untuk
mengadu kesaktian. Gurunya ingin mengalahkan
semua tokoh saktl dan ingin menjadi manusia
tersakti di dunia!"
"Ahh... begitukah dia berkata? Murid biadab..."
ujar kakek ini saking tak kuasa menahan rasaKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
73
kagetnya. Kemudian katanya dalam hati, "Celaka...
ternyata bukan saja murid murtad itu mengganas
di mana-mana, tetapi juga menyeret nama baikku.
Sungguh gila! Mengapa bocah yang sejak kecil aku
rawat dan aku kasihi seperti anak sendiri itu,
sekarang malah membalas dengan kejahatan
seperti ini? Hemm agaknya bocah itu sudah kuatir
menerima hukuman akibat kebiadabannya. Untuk
menghindarkan diri dari hukuman itu, kemudian
memfitnah diriku. Maksudnya jelas, agar orang
berbalik memusuhi diriku."
Kakek ini menghela napas panjang dan menyesal
bukan main. Mimpipun tidak, Ditya Margono
sanggup berbuat sejahat itu. Dengan demikian
berarti diberi air susu, membalas dengan air tuba.
Air tuba? Itulah perasaan dan pikiran Kiageng
Ringin Putih, telah memberi air susu tetapi dibalas
dengan air tuba. Ia merasa sudah menanam padi
tetapi nyatanya tumbuh menjadi rumput liar. Akan
tetapi benarkah perasaan dan anggapan kakek ini?
Tentu saja tidak seluruhnya benar. Semua yang
terjadi bukan lain hasil tanamannya sendiri. Ia telah
menyalahi hukum alam dan kodrat. Ia telah
berbuat menyamai kekuasaan Tuhan, sebab
kelahiran Ditya Margono secara tidak wajar. Ia
yang sudah merencanakan dan tibalah saat Tuhan
memberi hukuman atas perbuatannya. Murid dan
sekaligus anak angkatnya sendiri telah memfitnah,Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
74
hingga dirinya sekarang terancam dan dimusuhi
banyak orang.
Namun para pemuda yang mengurungnya
sekarang ini tak mau perduli. Riko malah ketawa
mengejek, katanya, "Heh-heh-heh, ternyata
engkau pandai berpura-pura dengan mengucapkan
kata-kata murid biadab. Sangkamu dengan ucapan
itu akan dapat menghapus segala noda? Sangkamu
orang mau percaya? Dengarkan baik-baik
sekarang, aku berhadapan dengan engkau,
memenuhi perintah guruku, Resi Dewata yang
bertempat tinggal di Baron, pesisir kidul."
Tak terkira kagetnya kakek ini mendengar
disebutnya nama Resi Dewata itu. Sejak lama ia
telah mendengar nama itu. Dan ternyata sekarang,
tokoh sakti tersebut sudah terpancing pula
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kemarahannya, oleh fitnah yang disebarkan Ditya
Margono.
Sebelum Kiageng Ringin Putih sempat membuka
mulut, pemuda berkumis lebat dan bernama Sariko
itu sudah meneruskan, "Aku mendapat perintah
guru untuk memberitahukan, guruku menerima
tantanganmu untuk membela kebenaran. Hai orang
tua, guruku ingin mendapatkan kepastian dari
engkau. Silahkan engkau memilih untuk
membuktikan siapa di antara engkau dan guruku,
mana yang lebih sakti. Disamping itu guru jugaKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
75
sudah berpesan agar engkau memilih hari dan
tanggal pertandingan itu."
Kiageng Ringin Putih terbelalak. Tetapi belum
juga sempat membuka mulut, sudah terdengar
suara lantang dari arah kiri. "Guruku Ki Dipayana
yang tinggai di Parang Tritis juga menyambut
tantanganmu. Kapan saja dan di mana saja tempat
yang engkau tentukan, guruku takkan gentar
menghadapi engkau. Guru ingin membuktikan
sendiri, sampai di manakah ketinggian ilmumu
sehingga berani membuka mulut besar?"
Ketika Kiageng Ringin Putih memalingkan muka
ke kiri, dilihatnya orang yang mengucapkan kata
kata itu, seorang muda bertubuh tinggi kurus
berwajah pucat. Akan tetapi walaupun nampak
pucat, sekilas pandang saja Kiageng Ringin Putih
sudah tahu, bahwa pemuda ini lebih berisi
dibanding pemuda berkumis itu.
Dan belum juga kakek malang ini memperoleh
kesempatan menjawab, disusul suara lantang dari
arah kanan. "Dan guruku Hajar Widosari yang
tinggal di Widosari lereng gunung Tidar, tidak
ketinggalan pula menyambut tantanganmu. Kapan
saja dan di mana tempatnya serta menggunakan
senjata apa, guruku akan siap sedia menghadapi."
Orang yang bicara ini bertubuh gemuk pendek.
Namanya Gajah Tunggul, salah seorang muridKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
76
Hajar Widosari. Sedang pemuda tinggi kurus yang
mengaku murid Ki Dipayana tadi bernama Sardimo.
Sekaligus ia telah mendengar nama tiga orang
tokoh yang terkenal sakti mandraguna menantang
berkelahi. Betapa cepat sekali tersiar berita
tantangan yang diucapkan Ditya Margono itu.
Diam-diam Kiageng Ringin Putih mengeluh. Di
tempat ini sudah ada tiga orang tokoh sakti yang
terpancing oleh fitnah Ditya Margono. Berapa orang
lagikah yang akan salah mengerti, kemudian
menantang dirinya, kalau saja murid murtad dan
biadab itu tidak segera dapat dibekuk?
Bagi dirinya sendiri, tidak takut mati di tangan
orang dalam suatu perkelahian. Akan tetapi kalau
harus mati dengan nama ternoda, ia sungguh amat
menyesal di samping penasaran. Sudah menjadi
kehendak Tuhan-kah, dirinya harus mengakhiri
hidup dengan cara begini?
Akan tetapi dirinya tidak merasa berbuat
sesuatu. Semua yang terjadi oleh salah paham dan
akibat fitnah muridnya. Untuk itu apabila dapat
inginlah ia memberi penjelasan guna
menghindarkan salah mengerti itu. Namun apabila
orang tak mau mendengar dan menganggap bahwa
ucapan muridnya itu melaksanakan perintahnya,
apa boleh buat. Ia takkan lari scbagai pengecut.
Resiko apapun yang harus dihadapn, akan dihadapiKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
77
dengan mata terbuka dan takkan lari sebagai
pengecut.
Mcmpcroleh pikiran demikian hatinya menjadi
mantap. Sesudah menghela napas pendek,
katanya, "Aku sudah mendengar apa yang kalian
ucapkan, dan mengerti pula akan maksud kalian.
Akan tetapi pada kesempatan ini, sudilah kalian
mendengar jawaban dan keteranganku."
Mereka yang mengurung tidak seorangpun
mengucapkan sesuatu, agaknya mereka mau
mendengar keterangan kakek itu.
Sesudah batuk-batuk tiga kali, Kiageng Ringin
Putih berkata, "Begini anak, harap kalian ketahui
bahwa pemuda bernama Ditya Margonoitu memang
benar muridku. Akan tetapi dia murid murtad dan
khianat. Kalau benar Ditya Margono mengucapkan
kata-kata tantangan seperti itu adalah fitnah. Dia
memfitnah aku dalam usaha menyelamatkan diri
dari hukumanku. Dan dia sengaja memancing
kemarahan orang lain, agar orang-orang itu
memusuhi aku. Hemm... kalau saja aku tidak
berkepentingan dengan murid khianat itu,
manakah mungkin aku yang sudah pikun ini
meninggalkan pondokku dan keluyuran sampai di
tempat ini? Jelasnya, aku tak pernah menantang
siapapun dan tidak pernah pula memberi tugas
kepada murid murtad itu."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
78
"Ha-ha-ha... ho-ho-ho... heh-heh-heh... hu-hu
hu ..." terdengar ledakan ketawa mengejek dari
para pemuda yang mengurung itu.
Tiba-tiba Sariko membentak, "Pengecut! Siapa
mau percaya sama ucapan busukmu itu? Engkau
sudah mengumbar mulut besar dan menantang
siapapun. Akan tetapi sekarang tanpa malu engkau
sendiri ingkar. Huh-huh, katakan saja terus terang.
Engkau menjadi ketakutan bukan? Nah, kalau
memang engkau mencabut tantanganmu sendiri
karena takut, tentu saja tidak ada orang yang bisa
melarang. Namun demikian ada syarat yang harus
kau lakukan. Engkau harus datang menghadap
guruku maupun yang lain. Kemudnan berlututlah
minta ampun sambil menyembah seratus kali."
Kiageng Ringin Putih mendelik marah. Orang tua
ini tak kuat menahan perasaan mendengar sikap
dan ucapan orang yang menghina itu. Bagi
seseorang yang tahu akan harga diri, manakah
mungkin menerima begitu saja dihina orang?
Kesabaran manusia ada batasnya. Ia tidak takut
mati, tetapi takkan sedia dihina orang. Ia sudah
berusaha memberi keterangan untuk
menghindarkan salah mengerti. Namun kalau
orang tak juga mau mengerti, apa boleh buat.
Ditya Margono memang muridnya dan dirinya tak
dapat mencuci tangan. Akan tetapi di balik itu iaKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
79
percaya dirinya tidak bersalah. Di samping itu juga
yakin Tuhan akan selalu memberi perlindungan.
Oleh sebab itu sesudah menghela napas, ia
berkata, "Hemm, aku sudah memberi keterangan
secara jujur, tetapi kalian malah menuduh aku
ingkar dan pengecut. Ya, apa boleh buat. Laporkan
kepada guru kalian. Aku menetapkan pertemuan itu
dimalam bulan purnama, pada tiga bulan lagi. Aku
tunggu guru kalian di hutan Wonokerto (sekarang
Kartosuro). Di mana terdapat tanah ketinggian dan
telaga kecil. Tempat itulah yang aku pilih untuk
menyelenggarakan pertemuan."
Legalah orang-orang muda ini setelah
mendengar jawaban yang tegas itu. Dan kalau
semula mereka bersiskap ketus dan merendahkan,
sekarang berbalik kagum. Ternyata sekalipun telah
tua renta, Kiageng Ringin Putih belum kehilangan
kegagahannya. Maka mereka kemudian minta diri
dengan sikap yang menghormat.
Para pemuda itu sudah pergi cukup jauh. Tetapi
Kiageng Ringin Putih masih berdiri di tempatnya
dan termangu-mangu. Ia sadar bahwa apa yang
telah ia ucapkan tadi tak mungkin dicabut kembali.
Tiga bulan lagi dirinya harus berhadapan dengan
para tokoh sakti yang sudah marah dan penasaran.
Salah-salah dirinya harus mengakhiri hidupnya,
mati di tangan salah seorang lawan. Akan tetapiKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
80
dirinya sudah tua. Cukup lama menikmati hidup di
dunia ini, mengapa harus dipikir dan disesalkan?
Hanya yang masih menjadi ganjalan dalam hati,
bukan lain Ditya Margono. Mungkinkah dalam
waktu tiga bulan dirinya telah berhasil menghukum
murid durhaka itu?
"Hemm, semua biarlah terjadi sesuai garis
Tuhan. Mengapa harus aku pikirkan sekarang?
Yang penting sekarang aku harus mengurus bocah
durhaka itu."
Hati kakek itu kemudian kembali tenteram,
setelah menyerahkan apa yang dihadapi kepada
Tuhan bulat-bulat. Kemudian ia melangkah pergi
meneruskan perjalanan mencari jejak Ditya
Margono.
Dalam pencarian dua hari kakek ini tidak
mendengar kabar mengemparkan sebagai akibat
keganasan dan kekejaman muridnya. Namun tanpa
adanya kabar itu belum tentu Ditya Margono tidak
mengganas dan menyebar maut. Menurut
pendapatnya, mungkin apa yang dilakukan bocah
durhaka itu tertib dan tidak diketahui orang.
Dugaan Kiageng Ringin Putih ini tidak meleset.
Pada hari ketiga, ketika kakek ini menginjakkan
kaki di tepi sungai Oya, di luar desa Siluk,
berkelebatlah bayangan tiga orang yang gesit
sekali gerakannya. Tahu-tahu tiga bayangan ituKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
81
telah berdiri menghadang di depannya. Kakek ini
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
agak kaget, kendati dalam hati sudah dapat
menduga tentu Ditya Margono yang berulah.
"Kalian membuat kaget orang yang sudah
sepikun aku," tegurnya halus dan ramah. "Tetapi
eh... kebetulan. Dapatkah kalian memberi tahu,
desa manakah yang tampak di depan itu?"
"Huh-huh, ada maksud apakah engkau
menanyakan desa itu?" sahut salah seorang dari
mereka dengan angkuh dan kasar. "Jawablah terus
terang. Bukankah engkau ini orang yang bernama
Kiageng Ringin Putih?"
Kakek ini terbelalak heran. Dari manakah orang
ini tahu dirinya? Tetapi karena tak berprasangka
buruk, kakek ini mengangguk.
Abarat Karya Clive Barker Raja Naga 08 Ratu Tanah Terbuang Kepalan Dewa Tanpa Tandingan Karya Kho
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama