Ceritasilat Novel Online

Pukulan Geledek 2

Pukulan Geledek Karya L T B Bagian 2

"Apa maksudmu mentjampuri urusan kami ?" "Tak

perlu kau tanja. Disamping kekedjamanmu, kaupun

seorang pengetjut, hendak membinasakan seorang

jang sudah tidak berdaja." "Mengenai itu kau tak

perlu turut tjampur !" bentak si-paderi. "Tapi aku

djustru hendak mentjampurinja. Aku hendak lihat,

apa jang dapat kau perbuat terhadapku." ,Kau tjari

mampus Siauwtju, djagalah!" Sambil membentak

si-paderi menerdjang dengan rneng-gunakan tipu

"Hek Houw Touw Sim" atau "Matjan hitam mentjuri

hati." Kala itu toja si-paderi telah dipungut oleh

temannja. Pemuda jang baru datang, jang tak lain

dari pada Siauw Tjeng, tak gentar menghadapi

serangannja, ia menunggu sampai serangan

tersebut hampir mengenai tubuhnja, baru ia me
ngegos kesamping. Melihat serangannja jang

pertama gagal, si-Hweeshio se-gera menjusulkan

serangan jang berikutnja dengan menggu-nakan

gerakan "Sian Hong Sau Yap" atau ..Angin TopanPukulan Geledek | KOLEKTOR E-BOOK

56

Menjapu daun". Hebat serangannja kali ini,

sebelum sampai anginnja telah mendahuIui. Siauw

Tjeng tak berani memandang enteng kepada

lawan-nja, tjepat2 ia melompat keatas dan selagi

badannja turun, ia menjerang dengan

menggunakan "Lui Kong Tjiang" atau "tangan

geledek"-nja. Kian Tong Hweeshio. demikian nama

paderi itu, tak menjangka dirinja akan diserang

oleh pulculan itu. Untuk meng-egos sudah tidak

keburu, maka terpaksa is mengerahkan

Lweekangnja ke sepasang telapak tangannja dan

menghantam-nja kedjurusan Siauw Tjeng. Kedua

angin pukulan segera bentrok, disusul dengan

terpentalnja tubuh Kian Tong Hweeshio sampai

beberapa meter dan tak bangun lagi. Demikanpun

Siauw Tjeng, sebelum kakinja sempat mendjedjak

tanah, iapun telah terpental beberapa meter. Tapi

berlainan dengan 'can Tong, ia djatuh dengan kaki

lebih dahulu.

Pada waktu itu kawan2 Kian Tong Hweeshio

mendjadi bingung, mereka segera menghampiri

tubuh Kian Tong Hwee-shio. Namun mereka djadi

amat terkedjut manakala melihat Hweeshio itu

sudah tidak bernapas lagi. Sepasang telapak

tangannja telah berubah mendjadi biru ke
hitam2an. Dengan roman gusar merekaPukulan Geledek | KOLEKTOR E-BOOK

57

memandang Siauw Tjeng, lalu Hweeshio lainnja,

dengan rupa kalap menerdjang Siauw Tjeng

dengan diikuti oleh sekalian kontjonja. Agak repot

djuga Siauw Tjeng jang dikerubuti banjak lawan.

Bukan sadja kepandaian Hweeshio jang satu ini

lebih tinggi setingkat dari pada Kian Hong Hweeshio,

tapi dia kini dibantu oleh beberapa kawannja dan

disamping itu gelanggang pertempuran tersebut

agak sempit, sehingga Siauw Tjeng djadi tak

leluasa untuk mengeluarkan kepandaiannja, jaitu

pukulan geledek, hingga tak heran, makin lama

keadaannja djadi semakin pajah. Untung pada saat

keritis itu, datang membantu si-pemuda, jang tadi

ditolong olehnja, telah mentjeburkan diri kembali

ke medan pertempuran sambil menjabetkan

tjambuknja kian kemari, sehingga terdengarlah

suara pletar-peeter jang amat membisingkan !

Keadaan didalam pertempuran kini djadi agak

berimbang, malah beberapa orang dari pihak si
Hweeshio telah menderita luka parah akibat

tjambukan serta hantaman dari sepasang pemuda

ini. Per-lahan2 pihak Siauw Tjeng djadi berada

diatas angin. Tapi tba2 datang beberapa belas

orang jang membantu

Besambung ke bagian 3 (terakhir)Pukulan Geledek | KOLEKTOR E-BOOK

58

Bagian ketiga (terakhir)Pukulan Geledek | KOLEKTOR E-BOOK

59

pihak si-Hweeshio. Untuk beberapa saat lamanja

kedua pemuda itu masih dapat mempertahankan

diri, tapi lama kelamaan mereka repot djuga

melajani demikian banjak orang. Sampai pada

suatu ketika, pemuda jang menggunakan tjambuk

me-neriaki Siauw Tjeng: "Untuk sementara baik

kita berlalu dari sini!" "Balk", djawab Siauw Tjeng,

jang sudah lantas memperhebat serangannja untuk

membuka djalan.

Dilain saat mereka telah berhasil keluar dari

kurungan musuh, mereka berdua segera melarikan

diri. Tapi si Hweeshio dan kawan2nja tidak mau

melepaskan mereka dengan begitu sadja, mereka

lantas mengedjar. Beberapa waktu kemudian,

ketika Siauw Tjeng sudah hampir kena d:tjandak,

tiba2 ia membalikkan diri dan melontarkan pukulan

Lui Kong Tjiang. Hebat akibatnja, 2 orang jang

terdekat dengannja segera terpental sampai

beberapa meter dan tak bangun lagi. Siauw Tjeng

sudah lantas melarikan diri pula. Dengan adanja

kedjadian itu, pengedjar2nja jang walau-pun masih

tetap tidak mau melepaskannja, tapi. mereka me
ngedjar terus dari djarak jang agak djauh.

Demikianlah, mereka terus saling kedjar, mereka

tiba di-sebuah hutan jang terletak disebuah dataran

tinggi. Tidak djauh dari hutan itu terdapat sebuah

tebing jang tjuram, dise-berangnja terdapat

sebuah tebing lagi. Djarak antara kedua tebing itu

djauh djuga, sehingga tak mungkin orang dapat

melompat keseberangnja. Keadaan itu membuat

Siauw Tjeng dan kawannja tak dapat lari lebihPukulan Geledek | KOLEKTOR E-BOOK

60

djauh, mereka terpaksa menghadapi lawannja pula.

Selang tak lama, ada beberapa orang pengedjar

jang telah datang dekat, Siauw Tjeng segera

mengeluarkan Lui Kong Tjiang-nja menghantam

lawan,nja, sedangkan kawannja meng-gerakkan

tjambuknja kesana-kemari, sehingga didalam

tempo sekedjap sadja mereka kembali berhasil

memukul rubuh 5 orang jang paling depan. Akan

tetapi pengedjar jang sudah mendjadi kalap itu

dengan tidak memperdulikan se-gala2nja terus

mengurung serta mengeluarkan kepadaian chusus

masing2, mendesak kedua pemuda itu ketepi

ngarai.

Dalam pertempuran jang agak rapat, tak leluasa

bagi Siauw Tjeng maupun kawannia mengeluarkan

kepandaian mereka masing2. Maka tak heran

mereka telah terdesak sampai ketepi lembah.

Makin lama makin ketepi ketepi dan... tiba2

terdengar suara kelenengan. Walaupun suara itu

perlahan, tapi tegas terdengar. Si-Hweeshio dan

kawan2nja ketika mendengar suara kelenengan itu

segera berubah wa-djahnja dan achirnja Hweeshio

jang mengepalai pengedjaran itu memberi isjarat

kepada kontjo2nja untuk melarikan diri dari situ

tanpa rnemperdulikan Siauw Tjeng berdua lagi.

Baik Siauw Tjeng maupun si-pemuda djadi heran

ketika melihat kedjadian itu. Bertambah heran pula

ketika didepan mereka berkelebat sebuah bajangan

hitam jang aneh, jang hanja dalam sekedjap sadja

lenjap dari pandangan rnereka. Sehingga achirnjaPukulan Geledek | KOLEKTOR E-BOOK

61

mereka djadi saling pandang dan tersenjum. Tapi

tiba2 wadjah pemuda itu djadi berubah bersemu

merah dan menundukkan kepalanja. "Mari kita

mengasoh saudara !" adjak Siauw Tjeng. Tanpa

mengutjapkan sepatah katapun si-pemuda

mengiku-ti Siauw Tjeng menudju kepinggir hutan

jang terietak tidak djauh dari tempat itu. "Terima

kasih atas pertolongan saudara tadi." .kata pemuda

itu.

"Djanganlah saudara berkata demikian, kita

hidup didalam dunia ini sudah seharusnja saling

tolong-menolong. kalau boleh aku bertanja,

siapakah nama serta gelaran Loo-heng ?" Si

pemuda tidak lantas mendjawab. "Aku she Tjiam,

bernama Hiang Kok, sebaliknia siapakah Looheng?"

djawabnja sesaat kemudian sambil balik bertanja.

"Sungguh nama jang bagus, nama jang indah,

bagaikan nama seorang wanita, sesuai dengan

wadjahmu jang tjakap itu. Kau tanja aku siapa, aku

adalah manusia." Wadjah si-pemuda djadi merah

mendadak, sesaat kemudian sambil bersenjum dia

berkata "Looheng ternjata seorang jang suka

bergurau, jang kurnaksucl dengan 'siapa' ialah

'nama dan gelaranmu' !" "

Aku bernama Kem Siauw Tjeng, sampai sekarang

belum mempunjai gelar. Dan gelaranmu ?"

"Gelarku banjak sekali. Kau dengar gelaranku ini

'Koay Tjui Sian' atau 'Dewa tjerewet', 'Kuai Tjhiu

Kie' atau 'si-tangan tjepat', 'Sin Pian Lie eh Sin Pian

Tayhiap' atau 'Pendekar Tjambuk sakti' dan dan "Pukulan Geledek | KOLEKTOR E-BOOK

62

"Tjukup, sudah tjukup. Kagum aku akan gelaranmu

itu, semuanja hebat2 kedengarannja." "Kau tak

usah banjak memudjiku, saudara." kata si-pemu
da sambil tersenjum puas. "Dari mana asal saudara

dan hendak pergi kernana ?" Kata Siauw Tjeng.

"Kau seperti orang jang hendak merneriksa

persakitan sadja. dari sana hendak kesitu, asal atas

bumi." Didjawab setjara demikian, Siauw Tjeng

djadi berdiam diri. memang tidak seharusnja ia

rnenanjakan asal orang, bukan-kah mereka baru

bertemu. Maka untuk sesaat lamanja ia

membungkam. Tak lama kemudian sendjapun tiba

"Hari sudah hampir gelap, mari mencari
Pukulan Geledek Karya L T B di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

penginapan disekitar tempat ini !" adjaknja "Mari."

Mereka segera berlalu dari situ. Tempat itu masih

asing bagi mereka, sehingga djalan sampai malam

mereka tetap di tempat itu djuga. Setelah mereka

ber-putar2 pula mereka sampai disebuah mulutt

goa.

Pada mulanja mereka tak berani masuk kedalam,

karena takut ada binatang buas atau binatang

beratjun didalamnja. Sesaat kemudian, setelah

berpikir, Siauw Tjeng mendapat suatu akal. Ia

segera tnentjari sebatang dahan kering, lala

mengeluarkan batu api jang memang selalu

dibawanja. Dilain saat, njalalah udjung dahan itu,

sehingga merupakan obor. Dengan obor itu mereka

masuk kedalam goa. Goa itu agak berbeda dengan

goa jang biasa terdapat di-daerah pegunungan.

Goa tersebut bukan sadja tidak lembab, tapi djuga

sangat bersih, bagaikan bekas ditinggali orang,Pukulan Geledek | KOLEKTOR E-BOOK

63

malah disudut ruang itu terdapat sebuah

pembaringan batu.

Melihat demikian Sauw Tjeng djadi sangat girang

dan segera berkata kepada Hiang Kok "Kebetulan,

malam ini kita boleh tidur disitu." Mendengar

perkataan Siauw Tjeng, wadjah Hiang Kok djadi

bersemu merah dan berkata "Tak bisa. kita tak

dapat tidur bersama." "Mengapa?" tanja Siauw

Tjeng, Karena kalau kita sama2 tidur, bila ada

binatang buas atau musuh datang mentjari kita Iagi,

kita bisa mati konjol." "Betul djuga apa jang

dikemukakan olehnja." kata Siauw Tjeng dalam hati,

maka ia lantas berkata "Baik kita atur be-gini sadja,

kita tidur bergantian." "Setudju, aku karena sudah

mengantuk, aku hendak tidur lebih dulu." "Balk,

kau tidurlah." Tanpa sungkan2 lagi Hiang Kok naik

kepembaringan dan sesaat kemudian ia telah tidur

dengan njenjaknja. Tinggal kini Siauw Tjeng, jang

walaupun sudah amat me-ngantuk, tapi ia tak

berani tidur. Achirnja, karena saking kantuknja,

tanpa terasa ,Iapun tertidur.

Sampai suatu ketika terasa tubuhnja di
gojang2kan orang, ketika membuka matanja,

matahari telah mulai naik. "Kau mengapa tidak

menepati djandjimu. Disuruh djaga malah tertidur !

Bila ada musuh datang, kita akan mati di
bunuhnja." "Kau sendiri mengapa tidak

membanguni aku?" kata Siauw Tjeng. "Untuk apa

aku banguni kau, bukankah sebagai pendjaga kauPukulan Geledek | KOLEKTOR E-BOOK

64

jang harus membanguni aku ?" kata Hiang Kok

sambil bersenjum.

Dimata Siauw Tjeng senjum itu lebih manis dari

senjum seorang gadis, sehingga untuk beberapa

saat lamanja as me-mandangi wadjah Hiang Kok.

"Mengapa kau mengawasi aku begitu rupa ?" tanja

Hiang Kok perlahan sambil menundukkan kepalanja.

"Sebetulnja kau lebih tepat kalau mendjadi wanita,

karena wadjah serta senjummu jang bersudjen

(berlesung-pipit) itu menjerupai seorang gadis. Aku

kira didalam pergaulan se-hari2, tentunja banjak

gadis jang ter-gila-gila padamu." "Kau sungguh

pandai bergurau." "Bukan bergurau, tapi aku

bitjara. sungguh2." "Tapi kenjataannja malah

sebaliknja." "Sebaliknja?" "Ia, banjak laki2 jang

ter-gila2 padaku." mendjelaskan Hiang Kok.

"Betulkah?" "Sungguh, aku ambil tjontoh jang

mudah sadja, kau misalnja, sedjak tadi kau terus

pandang aku, bukankah itu me-njatakan bahwa

kau tertarik padaku ?" "Oh ia, betul betul eh

omong2 kau sudah mandi belum ?" "Sudah, tuh,

dipinggir sebelah kanan dari hutan terdapat kali

ketjil, kau boleh mandi disana. Aku akan me
nunggumu disini." "Mengapa tidak mandi sekaii

lagi." tanja Siauw Tjeng. "Tidak, badanku sudah

tjukup bersih." djawab Hiang Kok.

Siauw -Tjeng segera pergi ketempat jang

ditundjuk oleh Hiang Kok. Tak lama kemudian

Siauw Tjeng kembaii kegoa dengan hanja memakai

tjelana dalam. Hiang Kok djadi sangat heran ketikaPukulan Geledek | KOLEKTOR E-BOOK

65

melihat keadaan Siauw Tjeng, akan kemudian djadi

tertawa ter-pingka12. "Ahhh kau kau rupanja

hendak mendjadi penghuni tetap dari tempat ini."

kata Hiang Kok sambil terus tertawa. "Rupanja kau

jang mengambil pakaianku ?!" Sapa Siauw Tjeng.

Disapa begitu Hiang Kok djadi berhenta tertawa.

wadjah-nja djadi berubah bersemu merah, entah

marah atau djengah. "Siapa jang mau pakaianmu?"

katanja kemudian. "Kau djangan main2, lekas

pulangkan pakaianku !" "Aku tidak main2, sungguh,

aku tidak rnengambil pakaianmu. "Sudahlah, aku

sumpahi orang jang mengammbil pakaianku supaja

tidak bisa tidur sebentar malam." "Heeeh. kau

masih mentjurigakan aku ?" "Oh, tidak se-kali2

tidak, aku hanja menjatakan siapa jang mengambil,

tidak ditudjukan chusus kepadamu." kata Siauw

Tjeng sambil masuk kedalam goa untuk mengambil

seperangkap pakaian dari dalam ranselnja.

Selagi Siauw Tieng menukar pakaian, Hiang Kok

duduk didepan goa sambil memandangi awan jang

saling kedjar, burung2 jang beter-bangan kian

kemari dengan bebasnja. "Apa jang tengah kau

kenangkan, saudara? Kekasihmu?'' tanja Siauw

Tjeng dari belakang Hiang Kok, setelah dia se-lesai

berpakaian. "Ah tidak, apa jang harus kukenang?

Kekasih tak punja, orang tua sudah tiada ." kata

Hiang Kok air mata berlinang. ,,Maaf saudara, kalau

pertanjaanku tadi menimbulkan rasa sedihmu."

"Tak mengapa. Kau telah mengisi perut belum ?"

"Belum. Kau djuga tentunja belum, mari kita

sarapan" Hiang Kok hanja menganggukkan kepala.Pukulan Geledek | KOLEKTOR E-BOOK

66

"Baik sebentar kita harus mentjari djalan keluar

dari si-ni." kata Siauw Tjeng sehabis makan. "Ja,

kita tak dapat selamanja berdiam disini." djawab

Hiang Kok. Setelah mengasoh sebentar, mereka

segera berusaha men-tjari djalan keluar dari

tempat itu. Tapi seperti djuga kemarin, usaha

mereka kali inipun sia2 Lewat tengah hari, dengan

tunuh jang sudah lelah. mereka kembali ke-goa.

Ketika itu ransum mereka hanja untuk satu hari

sadja, ini nerarti bahwa besok mereka harus

berusaha mentjari makanan. Malamnja, seperti

biasa tempat tidurlah jang rnendjadi persoalan

mereka pula. Untuk mentjegah terulangnja

kedjadian semalam, Siauw Tjeng mengusulkan

supaja mereka tidur bersama didalam satu

pembaringan. Dan untuk mentjegah supaja

binatang buas tidak berani masuk kedalam goa,

mereka boleh menjalakan api unggun diluarnja.

Tapi Hiang Kok berkeras menolaknja dengan alasan

seperti kemarin. "Untuk menghadapi binatang buas

memang mudah, tapi kalau kita sedang tidur

njenjak, musuh datang menjatroni, kita bisa

ditembus hidup2 oleh mereka didalam goa ini. Maka

lebih balk kita tetap tidur bergilran seperti

kemarin." kata Hiang Kok menarnbahkan. Setelah

berpikir sebentar Siauw Tjeng berkata : "Baik

kuterima usulmu. Tapi malam ini aku jang harus

tidur ter-lebih dahulu."

"Tak bisa aku tidak setudju"

"Kalau begitu kamu mau menang sendiri"Pukulan Geledek | KOLEKTOR E-BOOK

67

"Memang siapakah orang jang mau membuat

dirinja menderita?"

"kau sungguh pandai bicara"

"Sudah tentu, tak ingatkah bahwa aku adalah si

tjerewet. Orang tjerewet sudah tentu pandai bitjara"

Mendengar itu Siauw Tjeng tersenjum pahit, ia

tidak bitjara lagi.

Hiang Kok ketika melihat kelakukan Siauw Tjeng

menjadi tak enak sendiri, maka segera berkata:

"Aku tahu bahwa kau tak setuju dengan usulku.

Untuk mengambil keputusan secara adil, baiklah

kita undi nama kita, bagaimana setudjukah?"

"Setudju" Kata Siauw Tjeng cepat, wadjahnja

jang tadi agak muram menjadi berseri.

Lalu nama mereka di kotjok dan jang keluar

nama Hiang Kok.

"Nah, aku jang menang" Kata Hiang Kok.

Siauw Tjeng menjadi lesu, karena dengan

kekalahannja itu berarti mala mini ia harus pula

menjaga diluar goa. Tapi sebagai seorang laki-laki

sedjati, tak mau ia mengingkari djandji. Ia lantas

duduk diluar goa, di dekat api unggun.

Terkena siliran angina gunung yang sepoi basah

itu, timbullah rasa kantuk pada diri Siauw Tjeng,

tapi kali ini dia kuatkan hati untuk tidak tidur

sampai batas waktu djaganja habis.

Pada suatu ketika tanpa disengaja, Siauw Tjeng

melihat sebuah bajangan hitam berkelebat

dipinggir hutan, rasa kantuknja segera lenjap,

sambil membawa pedangnja ia mendekati

bajangan itu, tapi rupanja bajangan itu telahPukulan Geledek | KOLEKTOR E-BOOK

68

mengetahui bahwa dirinja diikuti orang, tjepat2 ia

melompat ke dalam hutan.

Siauw Tjeng tidak berani masuk, karena ia ingat

memasuki hutan, ter-lebih2 pada waktu malam. ia

kembali kedepan goa dan ia tampak Hiang Kok

berdiri disitu dan bertanja kepadanja : "Dari mana
Pukulan Geledek Karya L T B di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kau ? Tugas djagamu telah selesai, sekarang akulah

jang bertugas berdjaga." "Rupanja tadi ada orang

jang hendak membokong kita, ketika aku

mengedjarnja, ia telah masuk kedalam hutan.

Djandjimu sungguh tepat, kau bangun tepat

pada waktunja, sungguh kebetulan, memang kini

aku sudah sangat mengantuk."

"Silakan kau tidur!" Tanpa sungkan2 lagi Siauw

Tjeng naik Keatas pembaringan dan tidur.

Ketika ia bangun, matahari telah naik tinggi

sekali, di-depan goa terlihat Hiang Kok tengah

memanggang sesuatu, bau barang panggangan itu

merangsang hidung Siauw Tjeng, jang membuat

perutnja djadi menagih seketika. Tjepat2 ia turun

dari pembaringan. "hemmm, wangi benar." pudji

Siauw Tieng sambil djalan menghampiri : memang

Kok. "Kau mandi setelah itu kita makan bersama."

Siauw Tjeng rnenudju ketepi sungai untuk

membersihkan tubuhnja.

Beberapa saat kemudian Siauw Tjeng kembali.

Mereka lantas makan dengan lahapnja. Sambil

makan mereka ber-tjakap-tjakap dengan diselingi

oleh senda-gurau. Sampai su-atu ketika Siauw

Tjeng melihat sesuatu pada diri Hiang Kok danPukulan Geledek | KOLEKTOR E-BOOK

69

berkata : "Eh sandaraku, sudah berapa hari kau

tidak menukar pakaianmu ?"

"Baru 3 hari."

"Sudah 3 hari masih kau katakan baru. Oh ja,

aku baru ingat sekarang bahwa kau tidak punja

pesalin. Mengapa ti-dak kau katakan padaku ?"

"Aku tak mau merepotkanmu."

"Ah, kau terlalu shedjie. Sebentar, sehabis

makan, akan kupindjamkan seperangkat pakaianku

untukmu."

"Tak usah "Kau djangan shedjie, kita telah

mendjadi kawan bukan ? Mari kita tjepat2 makan."

Tak ada alasan lagi bagi Hiang Kok untuk menolak

kebaikan orang. Maka ia hanja berdiam diri sadja

tanda setudju dengan usul kawannja.

Selesai makan, mereka menudju ke goa. Tapi

mereka djadi sangat terkedjut ketika melihat

Pauwhok Siauw Tjeng jang diletakkan diudjung

pembaringan telah lenjap. Biarpun mereka telah

mentjari kesana-kemari, tapi tetap tak berhasil

menemui ransel itu. Tiba2 dari luar goa terdengar

bentakan orang, jang disusul kemudian dengan

menerdjang masuknja beberapa orang.

Orang pertama jang masuk kedalam goa itu

adalah seorang hweeshio, jaitu paderi jang pada

beberapa hari jang lalu: bertempur melawan Siauw

Tjeng. Menjusul kemudian beberapa kawannja pula.

Hanja kini di-rombongan mereka berfambah

seorang tua jang aneh roman-nja. Kepala orang tua

itu menondjol, matanja tjelong (melesak kedalam)Pukulan Geledek | KOLEKTOR E-BOOK

70

dan hidungnja seperti hidung burung kakak-tua.

Dia mengenakan pakaian seorang paderi, tapi

memelihara rambut, rambutnja pandjang serta tak

teratur. Tanpa mengutjapkan sepatah kata,

Hweeshio jang kemarin beserta kawannja

menerdjang kedua pemuda, ketjuali si-orang tua

aneh jang tetap beridiri dipintu goa. Karena goa itu

amat sempit, tak leluasa bagi Siauw Tjeng dan

Hiang Kok mengeluarkan kepandaian masing2, tak

heran mereka djadi terdesak. Dalam keadaan

bahaja bagi kedua orang muda itu, tiba2 orang tua

aneh, jang sedjak tadi menonton pertempuran itu,

meneriaki orangnja "Kalian berhenti, serahkan

sadja kedua Siauwtiu ini kepadaku!" Dengan adanja

teriakan itu, orang2nja segera berhenti mereka lalu

berdiri dipinggir gelanggang dengan sikap

menghormat.

Si-orang tua aneh dengan langkah jang gagah

dan tetap ,menghampiri Siauw Tjeng dan Hiang Kok,

jang kala itu tetap berdiri disudut goa. "Kalian lekas

kembalikan barang2 jang kalian tjuri dari orangku!"

"Kami tjuri apamu ?" tanja Siauw Tjeng

mendongkol. "Sebaliknja kalianlah jang mentjuri

pauwhokku, lekas kau kembalikan "

"Kurang adjar, sudah mentjuri masih menuduh

orang lagi. Tahukah kalian tindakan apa jang akan

kami ambil terhadap orang jang suka mengganggu

orang kami ?"

Siauw Tjeng berdiam diri tapi Hiang Kok sudah

lantas berkata : "Kau kira kami anak ketjil jang

dapat kau gertak begitu sadja ?"Pukulan Geledek | KOLEKTOR E-BOOK

71

"Djika tak kuperlihatkan keliehayanku, kalian

rupanja tidak mau tunduk, lihat !" sehabis

membentak begitu, telapak tangannja dipukulkan

kepembaringan batu" Ketika orang tua aneh itu

mengangkat tangannja, diatas

pembaringan'ersebut tertera telapak tangan jang

melesak sampai beberapa dim dalamnja. Dengan

ini dapatlah dibuktikan bahwa kepandai-annja

sangat tinggi.

Laodjin aneh itu mengira dengan menun-djukkan

kepandaiannja jang chusus itu dia dapat

menunduk-kan kedua orang muda tersebut. Tapi

se-kali2 tidak diduganja bahwa mereka bukan tidak

memperiihatkan roman kagum atau takut, malah

mendjengekinja. Keadaan itu membuat si-orang

aneh agak mendongkol, dia lantas memungut

sebuah batu sebesar kepalan, lalu diremasnja dan

ketika dibuka tela-pak tangannja, batu itu telah

berubah mendjadi bubuk ! Dengan roman puas dan

bangga ia memandang kedua orang muda itu.

"Aku djuga bisa berbuat begitu." edjek Hiang Kok.

"Tjoba kalau kau bisa !" bentak Laodjin aneh itu.

"Kau tak berhak menjuruhku demikian, pula aku

tak mau memperlihatkan kepandaianku pada kalian

jang menjerupai binatang." Diedjek demikian

Laodjin itu tak dapat mengendalikan kesabarannja

lagi, tanpa mengutjapkan sepatah kata, dipu
kulkan sepasang telapak tangannja kepada kedua

pemuda.

Hiang Kok dan Siauw Tjeng tak berani

menjambutinja, tanpa berdjandji, mereka

melompat kesampin, sehingga se-rangan itu hanjaPukulan Geledek | KOLEKTOR E-BOOK

72

mengenai batu gunung. Berbareng dengan itu,

nampak batu gunung jang terkena pukulan tadi

bergerak dan dilain saat telah merupakan sebuah

pintu masuk kesebe-lah dalam. Dengan tidak

berpikir pandjang, Siauw Tjeng dan Hiang Kok

melompat masuk kedalamnja. Laodjin aneh itu

hendak menghalanginja, tapi sudah tidak keburu,

ia tak bera-ni sembarang mengedjar masuk, karena

tahu bahwa dirinja berada ditempat jang terang

sedang lawannja berada ditem-pat gelap, ia takut

diserang oleh sendjata gelap, sehingga un-tuk

beberapa saat lamanja ia djadi tertegun didepan

mulut goa itu.

Keadaan Laodjin tersebut membuat Siauw Tjeng

dan Hiang Kok terlolos dari bahaja maut. Sambil

berpegangan tangan mereka lari terus kedalam

terowongan goa itu. Saking gelap keadaan disitu,

beberapa kali kaki mereka tersandung batu jang

menondjol, jang membuat mereka djadi djatuh

terguling. Walaupun demikian, mereka lari terus.

Setelah melihat tidak ada jang mengedjar, barulah

mereka menghentikan larinja. Sambil meraba2

batu goa, mereka terus masuk kedalam. Sampai

pada suatu ketika mereka melihat sebuah titik

terang,

keadaan itu membuat hati kedua pemuda ini

djadi lega.

Mereka memperlebar langkah untuk mentjapai

titik terang itu. Titik terang tersebut makin lama

berubah semakin besar dan beberapa saatPukulan Geledek | KOLEKTOR E-BOOK

73

kemudian sampailah mereka disebuah ka-mar jang

berlampu.

Kamar itu tak ada pintunja, didalamnja terlihat

berbaring seorang tua kurus dan pada saat itu

rupa-nja dia sedang tidur njenjak. Siauw Tjeng

berdua tak berani membanguninja, mereka ,hanja

duduk mengasoh didepan kamar itu. Keadaan itu

berlangsung sampai beberapa waktu lamanja,

mendadak dari kedjauhan terdengar suara gaduh,

jang disusul dengan terlihatnja sinar jang amat

terang, jang makin lama makin mendekati tempat

Siauw Tjeng dan Hiang Kok beristirahat.

Keadaan itu ,membuat kedua pemuda itu djadi

sangat gu-gup, mereka insjaf bahwa lawannja

segera akan sampai ke-tempat mereka, untuk lari

ketempat lain sudah tidak ada djalan, mereka

bingung dan chawatir.

Untuk membangunkan orang tua kurus jang

sedang tidur itu mereka tak berani. Untung didalam

saat keritik itu, Siauw Tjeng melihat ada

terowongan jang nampaknja tembus ke-ruang lain.

Tanpa pikir pandjang Siauw Tjeng tarik tangan

Hiang Kok masuk kedalamnja, tapi tak disangka,

bahwa ka-mar batu jang baru mereka masuki itu

buntu. Ketika kedua pemuda itu hendak keluar

kembali, pintu keluarnja sudah tertutup, mereka

hanja bisa melihat keluar dengan melalui tjelah2

pintu jang terbuat dari kaju. Hampir bersamaan

dengan itu, melalui tjelah2 mereka melihat
Pukulan Geledek Karya L T B di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

serombongan pengedjar telah tiba. Adapun si
orang tua kurus masih terus tidur. BerlainanPukulan Geledek | KOLEKTOR E-BOOK

74

dengan Siauw Tjeng dan Hiang Kok, kawanan

pengedjar begitu sampai terus ribut2 didalam

ruang itu, jang membuat si-orang tua kurus djadi

terbangun dari tidurnja. "Mengapa kalian ribut2

disini, tidak lihatkah kalian bah-wa aku sedang

tidur ?"

"Persetan denganmu! Sungguh kebetulan,

apakah kau tadi melihat dua orang pemuda long

lewat disini ?"

"Ja, aku melihatnja. Malah tadi mereka berdiam

beberapa saat disini." djawab orang tua kurus itu.

Kaget Siauw Tjeng dan Hiang Kok ketika

mendengar dja-waban tersebut.

"Dimana ? Lekas katakan !" kata salah seorang

pengedjar. "Mereka lari kesebelah kiri dari kamar

ini". Mendengar keterangan itu barulah lega hati

Siauw Tjeng berdua. Orang jang mendjadi kepala

dalam pengedjaran ialah si-orang tua aneh jang

tadi menghadjar Siauw Tjeng dengan sepasang

telapak tangannja. Dia ketika mendengar keterang
an tersebut, djadi sangat tjuriga. Namun begitu ia

menjuruh djuga beberapa orangnja pergi ketempat

jang ditundjuk. Tapi setelah di-tunggu2 hingga

beberapa saat lamanja orang jang disuruhnja

belum djuga kembali.

Orang aneh ter-sebut segera menjuruh beberapa

orang lagi untuk pergi me-lihatnja, namun seperti

djuga jang terdahulu, merekapun tak kembali.

Dengan adanja kedjadian itu ketjurigaan si-orang

tua aneh terhadap Laodjin kurus, jang kala itu

duduk dipinggir pembaringan, djadi bertambah.Pukulan Geledek | KOLEKTOR E-BOOK

75

Dengan tidak mengatakan sesuatu, orang tua

aneh itu menggerakkan sepasang tangannja

dengan berbareng meng-hantam ke Laodjin kurus.

Nampaknja kalau tidak mati Lao-djin kurus itu

sedikitnja akan terluka parah terkena angin

pukulan tadi. Siauw Tjeng dan Hiang Kok jang

melihat kedjadian ter-sebut dari tjelah2 pintu,

saking kaget dan chawatir akan keselamatan orang,

djadi mengeluarkan teriakan tertahan. Laodjin

kurus itu seperti djuga tidak tahu bahwa dirinja

tengah diserang, ia hanja menguap dan

menggeliatkan tubuh-nja. Serangan si-orang tua

aneh seperti hilang ditengah djalan, malah

kemudian dirinja seperti kena didorong oleh suatu

tenaga gaib, jang mcmbuatnja mundur beberapa

langkah.

Kagetnja bukan kepalang dan iapun insjaf bahwa

Laodjin kurus dihadapannja bukan orang biasa, ia

tak berani berlaku sembrono lagi.

Orang jang mendampinginja kini hanja tinggal 2

orang Hweesio lagi, karena jang lain2nja sampai

saat itu belum djuga kembali. "Siapakah nama

serta gelaran saudara jang mulia tanja orang tua

aneh itu dengan roman ber-seri2 dibuatnja. "Aku

tak bernama pun tak bergelar, orang2 panggil aku

sebagai si-malas. Karena seumur hidupku paling

malas mengerdjakan sesuatu".

"Belum pernah aku mendengar ada orang jang

bernama si-malas. Kau djangan bergurau kawan

kata orang tua aneh itu dengan mendongkol.

"KaIau kau tidak mau pertjaja keteranganku,

untuk apa kau bertanja ?" Balik ditanja demikian,Pukulan Geledek | KOLEKTOR E-BOOK

76

orang tua aneh tersebut djadi sangat gusar, ia

lantas menerkam, sambil menerkarn iapun men
tjengkeram.

Laodjin kurus itu tetap duduk ditempatnja

semula, baru setelah serangan itu hampir

mengenai tubuhnja, entah menggunakan gerakan

apa, tiba2, dirinja telah ienjap dari depan lawan dan

dilain saat ia telah duduk dibangku jang berada

dibelakang si-orang tua aneh.

Si-penjerang ketika melihat serangannja gagal,

segera membalikkan tubuh dan ketika melihat

lawannja telah duduk dibelakangnja, kemarahannja

makin memuntjak. baru sadja ia memutar tubuhnja,

ia kembali menerkam lawannja, tapi sebelum

terkamannja mengenai sasaran, mangsanja berikut

kursi jang didudukinja "terbang" sampai beberapa

meter. penasaran, dengan ketjepatan luar biasa si
kakek aneh rnentielat menjusul dan menghantam

kursi jang masih didu-duki oleh si-Laodjin. Hampir

berbareng dengan itu terdengar
lah suara "Bbbbrrraaaaakk4k", kursi tersebut

hantjur beran-takan. Jang, luar biasa ialah, entah

kapan kakek kurus tersebut kembali telah duduk

ditepi pembaringan batunja!

Keadaan ini membuat si-kakek aneh bcrtambah

panas hatinja disamping rasa kagum. Bahna

penasaran, ia kembali mener-kam. Kali inipun

Laodjin kurus itu menunggu ketika serangan

lawannja hampir mengenai tubuhnja, barulah

dengan ketje-patan luar biasa ia mengegos

kesamping seraja rnengulurkanPukulan Geledek | KOLEKTOR E-BOOK

77

tangannja .mendorong tubuh lawannja. Hebat

akibat dari do-rongan itu, muka kakek aneh itu

terbentur pembaringan batu sehingga hidungnja

mengeluarkan darah dan giginja rontok tiga buah.

Bersamaan dengan itu ia merasakan bahwa napas
nja agak sesak dan sakit. Hal tersebut membuat ia

djadi sa-ngat malu, dari malu berubah djadi gusar,

ia segera meneriaki kawan2nja, jang hanja tinggal

2 orang.

Mereka bertiga segera mengerubuti si Laodjin

kurus. Namun Laodjin kurus itu tidak mendjadi

gentar karenanja, malah sambil melompat kesana
kemari ia mernpermainkan la-wannja. Se-bentar2

in dupak kibul lawannja jang satu, menju-sul

kemudian ia pentjet hidung lawannja jang lain, lain

saat lagi ia ketok kepada lawannja jang satu lagi,

membuat lawan2nja djadi pusing disamping rasa

mendongkol. Tapi mereka tak berdaja untuk

membalasnja. Didalam Kati mereka segera timbul

niat jang kedji. Maka pada suatu ketika, selagi

orang tua jang beroman aneh menjerang Laodjin

kurus itu, kedua temannja segera melontarkan

sendjata rahasia mereka.

Hebat serangan Amgie (sendjata gelap) kedua

orang itu, karena dengan sekali melontarkan sadja

20 batang Hui Yang Piauw menudju ke diri si-empe

kurus. Dilihat sepintas lalu, empe kurus its takkan

luput dari serangan tersebut. Tapi sebelum

sendjata'- gelap itu mengenai dirinja, ia

mengibaskan sepasang lengan badjunja, jang

membuat amgie2 itu melajang balik kepada

tuannja.Pukulan Geledek | KOLEKTOR E-BOOK

78

Demikan tjepat perubahan itu dan tak disangka

oleh kedua pemilik sendjata tadi, sehingga mereka

tak dapat mengegosi sendjatanja sendiri dan

sekudjur tubuh mereka segera men-djadi biru,

sebab diudjung sendjata Piauw itu dipolesi ratjun

jang amat hebat.

Kini tinggallah si-kakek aneh seorang.

Menampak kedua kawannja rubuh, kakek itu djadi

sangat marah, segera ia menjerang lawannja

dengan kalap, tapi biar bagaimana-pun ia tetap

bukan tandingan si-empe kurus. Beberapa kali

tubuhnja telah kena disentuh oleh djari lawan,

setiap kena disentuh, napasnja djadi sangat sesak.

Setelah bertempur pula beberapa saat lamanja,

mendadak ia ingat seseorang, peluh dinginnja

segera mengutjur dengan derasnja, iapun segera

berhenti menjerang dan bertanja: "Supaja aku

tidak mati penasaran, dapatkah kau

memberitahukan namamu ?" "Hmmm, baru

sekarang kau insaf, tapi sudah terlambat saudara,

Tok Tjie Kang-ku telah kupergunakan sebanjak 26

djurus, maka meski kau menggunakan

Iweekangmu untuk mengobati luka dalam itu,

sekalipun kau tidak sampai binasa, tapi didalam

tempo sebulan tubuhmu akan mendjadi tiatjad dan

kepandaian silatmu akan musnah seluruhnja.

Sungguh sajang, selama puluhan tahun kau

berlatih silat, hanja disebabkan karena sifatmu jang

tamak dan iri hati serta adatmu jang tinggi, achirnja

membawa akibat begini bagi dirimu."

"Tak salah dugaanku, bahwa kau adalah Tok Tjie

Siansu Sim Man Tjiang. Tak malu aku kalahPukulan Geledek | KOLEKTOR E-BOOK

79

ditanganmu, tapi jang kusesalkan ialah bahwa

kepandaianku jang telah kupeladjari dengan susah

pajah, achirnja harus musnah begitu sadja " Siauw

Tieng dan Hiang Kok jang rnendengari pertjakapan

mereka dari balik pintu djadi amat terkedjut ketika

kakek itu menjebut nama Tok Tjie Siansu atau si
djari tunggal Sim Man Tjiang. Karena dari guru

mereka masing2 pernah mendengar perihal orang

gaib itu, jang namanja pada lima Puluh tahun jang

lalu sangat terkenal, baik dikalangan kang-ouw

maupun dikalangan Liok-lim (pendjahat).

Ia adalah seo-rang jang aneh perangainja,

hingga tak heran kalau ia mem-punjai sedikit

kawan, kawannja boleh dihitung dengan djari.

Kepandaian chususnja ialah Tok Tjie Sin Kang atau
Pukulan Geledek Karya L T B di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dja-tunggal jang sakti, karena belum pernah ada

orang jang da-pat menandingi djari tunggalnja,

jaitu djari telundjuknja. Djari itu bukan sadja dapat

menjembuhkan luka dalam sese-orang, pun dapat

membikin tjatjad atau mematikan orang. Tapi pada

beberapa puluh tahun belakangan ini, sudah tidak

terdengar lagi perihal dirinja. Sehingga dIdalam

kalangan Sungai-telaga timbul ber-matjam2

dugaan, ada jang mengata-kan ia telah mati akibat

serangan gelap seorang musuh besarnja, ada pula

jang mengatakan bahwa ia bertapa disebuah

puntjak gunung dan kini telah mendjadi dewa dan

lain sebagainja.

Pendeknja, mulai dari saat itu ia telah

menghilang dan tak menampakkan diri lagi.Pukulan Geledek | KOLEKTOR E-BOOK

80

Umurnja kini lebih kurang 150 tahun. Tak

tersangka hari ini setjara tak disengadja Siauw

Tjeng dan Hiang Kok bertemu dengannja.

Dalam pada itu terdengar Tok Tjie Siansu

bertanja : "Kau sungguh2 hendak menurunkan

kepandaianmu ?" "Ja, sungguh." djawab orang tua

aneh itu dengan nada ..Baik, akan kuperkenalkan

kau pada dua orang muda jang jang tadinja

mendjadi buruanmu.'

Sehabis berkata demikian, dihampirinja

pembaringan batu dan menekan knop, maka

terbukalah pintu ruangan dimana Siauw Tjeng dan

Hiang Kok berada. Sedangkan Sim Man Tjiang telah

lantas memanggil : "Kemari kalian dan lekas

berlutut dihadapan Khouw Tjianpwee!" Kedua

pemuda itu lantas berlutut dihadapan si-orang tua

aneh.

"Sembah bakti kalian kuterima. Jang mendjadi

harapanku ialah bahwa setelah kalian beladjar

denganku, kalian harus radjin beladjar dan tekun

menghafalkan suatu ilmu jang ku-adjarkan pada

kalian. Dan jang terpenting kalian tidak boleh

sembarang menggunakannja untuk mentjelakai

orang baik2. Mengertikah kalian ?"

Hiang Kok dan Siauw Tjeng menganggukkan

kepala tanda mengerti. ,,Sajang sungguh

keinsjafanmu datang terlambat. Walau-pun kini

aku ingin menjembuhkan luka dalammu jang akan

mengakibatkan tjatjad bagi seumur hiduprnu, tapi

aku tak berdaja untuk melakukannja. Moga2 dalam

tempo 1 bulan ini kau telah dapat menurunkanPukulan Geledek | KOLEKTOR E-BOOK

81

seluruh ilmumu kepada ke-dua orang muda ini dan

selama dalam batas waktu itu kalian boleh tinggal

disini."

Sehabis berkata demikian Kun Tjiang segera

menekan sebuah knop ketjil diudjung dinding.

Tiba2 pembar:ngan batu berkisar kesamping.

dibawahnja nampak sebuah tangga jang menurun.

"Mari, silakan!" Lalu ia mendahului turun. Ruang

bawah itu merupakan sebuah tarowongan jang

lembab.

Lama djuga mereka berdjalan disitu. achirnja

mereka sampai disuatu ruang lain. Disitu terlihat

orang2 empe she Khouw. jang tadi disuruh

mengedjar Siauw Tjeng berdua, pada

bergelimpangan disitu, semuanja telah mati.

Dengan sorot mata jang sedih bertjampur gusar,

kakek she Khouw itu memandang Tok Tjie Siansu,

rupanja ia hendak membalaskan sakit hati

orang2nja, namun mendadak didalam benaknja

terlintas pikiran lain, jang membuat ia djadi lesu.

Dalam pada itu Sim Kun Tjiang telah berkata:

"Kau dja-ngan salahkan aku berlaku keterlaluan.

Kau harus pikir, berapa banjak orang baik2 jang

telah ditjelakai oleh mereka. Kau djuga tentunja

menginsjafi bahwa djika tidak ada mereka sebagai

begundal-penghasutmu, kelakuanmu mungkin

tidak sedjelek sekarang. Tidakkah kau ingat akan

aturan dari partaimu jang melarang murid2nja

berlaku se-wenang2 dan men-tamaki barang orang?

Walaupun benar aku bukan dari golonganmu dan

tidak berhak mentjampuri urusanmu, tapi sebagai

seorang jang terlebih tua, ingin aku menasehatimuPukulan Geledek | KOLEKTOR E-BOOK

82

su-paja dan benar2 menanggalkan kelakuanmu

jang dulu. Jang sudah biarkan dia berlalu dan se
kali2 djangan mengulangi lagi perbuatanmu jang

kurang pantas itu. Sengadja kau kini kuadjak

kemari untuk menjaksikan majat2 orang2mu jang

di-gigit oleh binatang2 berbisa tangkapanku.

Karena kelakuan seseorang jang djahat akan

mendapat balasan jang setimpal."

Kakek she Khouw itu memandang Kun Tjiang

dengan mata berlinang, kemudian berkata ,,Terima

kasih atas nasihatmu, aku akan sungguh2

menurunkan seluruh kepandaianku kepada kedua

pemuda ini. Hanja sajang, kitab jang tengah kutjari

itu sampai sekarang beim djuga kudapatkan !" "Aku

sudah mendapatkannja.' kata Tok Tjie Siansu

tgepat-tjepat. Lalu dari dalam djubahnja

dikeluarkan sedjilid buku. Siauw Tjeng lantas

Tnengenali bahwa itulah buku pusaka ajahnja jang

didapat dari pemberian seorang Hweeshio. Ia djadi

memandang heran kepada Kun Tjiang. Empe she

Sim ini mengetahui keheranan Siauw Tjeng, ia

segera berkata : "Kau tentunja merasa heran

melihat bahwa buku ini bisa berada ditanganku

bukan? Akuiah jang mentjuri Pauwhokmu, sebab

aku lihat ada orang jang sedang mengintjar barang

pusakamu itu. Maka untuk sementara aku

mengambiInja guna disimpan ditempat jang aman.

Kau tak usan djauh2 mentjari Susiokmu, Keng

Thian Lam. Nama paman gurumu itu kuketahui dari

surat Suhumu jang dialamatkan kepadanja. Khouw

Lootjianpwee ini adalah seorang pewaris ilmu jangPukulan Geledek | KOLEKTOR E-BOOK

83

terdapat didalam kitabmu ini, maka kau harus

beladjar baik2 dan radjin mengikuti petundjuk

Khouw Tjian-pwee."

Sehabis berkata demikian, Kun Tjiang segera

berpaling kearah empe Khouw. Lalu sambil

menjerahkan kitab ter-sebut ia berkata "Semoga

dengan adanja kitab ini kau dapat

menjempurnakan kepandaian jang kau niiliki

sekarang. Sedang pemilik jang terachir dari kitab

ini ialah ajah Siauwtju ini, jang didapat dari

Suhengmu "

Berkata sampai disitu mendadak Tok Tje Siansu

berhenti berkata. Kakek she Khouw hanja

menundukkan kepalanja. Lalu dengan air mata

berlinang ia memandang kepada Siauw Tjeng.

bibirnja ber-gerak2, bagaikan hendak mengatakan

sesuatu pada pemuda she Kam itu, tapi achirnja

dibatalkannja.

Mulai dari hari itu Siauw Tjeng dan Hiang Kok

mendjadi murid akuan dari Khouw Sam Tjiong,

seorang ahli silat dari partai Tjeng Siong.

Dengan sungguh2 hampir sebulan lamanja Sam

Tjiong, empe aneh itu, mengadjarkan seluruh

kepandaian jang dimilikinja kepada kedua pemuda

itu. Siauw Tjeng dan Hiang Kok djuga tidak

membikin ketjewa harapan si-guru akuan, mereka

beladjar dengan giat dan tekun, tak heran kaiau

mereka mem-peroleh kemadjuan jang amat pesat.

terutama Siauw Tjeng jang telah makan mata

burung aneh itu.Pukulan Geledek | KOLEKTOR E-BOOK

84

Pada suatu hari sang guru memanggil Siauw

Tjeng berdua. ,,Kam Hiantouw, hari ini kiranja

sampailah waktunja bagi-ku untuk membuka

rahasia, mentjevitakan sebab2 kematian ajahmu "

katanja pada Siauw Tjeng ketika mereka sudah

menghadap

"Ha dari mana Suhu tahu perihal itu?" potong

Siauw Tjeng "Sampai sekarang rupanja kau masih

djuga belum menge-tahui ,bahwa jang

bertanggung djawab atas kematian ajahmu adalah

aku seorang. Ini semua gara2 kitab pusaka jang

dimi-liki oleh ajahmu. Kau tentu ingin mengetahui

sebabnja bukan? Balk setjara singkat akan

kutjeritakan riwajat selama aku berguru sampai

saat ini.

Dikala muda aku berguru kepada Sam Hiong

Hweeshio dikuil Sam Tjeng Koan, di Sutjoan Barat.

Karena kuil itu menganut agama Buddha, maka

setiap orang jang ingin mempeladjari ilmu silat Bari

tjabang partai Tjeng Siong, harus mendjadi paderi

dulu. Meskipun hatiku kurang setudju, tapi karena

ingin memiliki ilmu silat jang tinggi, kubiarkan

rambut ditjukur. Seiama lebih kurang 7 tahun aku

beladjar kepadanja. Sebelum aku melandjutkan

tjeritaku, perlu kiranja aku menerangkan sedikit,

bahwa sebelum menerima aku sebagai murid,

guruku telah mempu-njai seorang murid lain, Sam

Goan Hweeshio, suhengku, jaitu Hweeshio jang

pernah ditolong oleh ajahmu. Guruku sangat sajang

kepadanja, keadaan itu membuat aku iri-hati. Keiri
hatianku ini demikian besarnja sehingga timbalPukulan Geledek | KOLEKTOR E-BOOK

85

sifat dengki-ku, sering aku berusaha hendak

mentjelakai Suhengku itu. Apa mau niat djahatku

dapat diketahui oleh guruku, beliau lantas

mengusirku. Kala itu aku tengah mnmpeladjari ilmu

Kui Djiauw Giam Ong Tjiang atau Tjengkeraman
Pukulan Geledek Karya L T B di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

malaikat maut. Dengan diusirnja aku dari pintu

perguruan tersebut, dengan sendirinja ilmu jang

tengah kupeladjari djadi terputus ditengah djalan,

tapi aku bertekad hendak mempeladjarinja sampai

tamat, untuk ini aku harus bersabar sampai

beberapa tahun lamanja. Pada suatu ketika aku

mendengar Suhengku telah turun gunung dan ia

membawa kitab pusaka, didalam kitab itu terdapat

seluruh peladjaran Kai Djiauw Giam Ong Tjiang.

Maka aku lantas mentjari djedjaknja, tapi selama

belasan tahun aku tak berhasil menemuinja. Baru

pada beberapa tahun kemudian aku berhasil

menemui Suhengku itu disebuah hotel jang terletak

dipinggir kota Hang Tjiu. Karena hotel itu ,djuga

merupakan sebuah rumah makan, djadi Suhengku

tidak dahar diluar. Aku segera menjogok djongos

untuk mentjampurkan ratjun kedalam sajurannja.

Tanpa tjuriga Suhengku makan hidangan jang

disediakan oleh si-djongos dengan lahapnja.

Setelah ia makan habis, barulah berasa bah-wa

dirinja telah diratjuni. Dengan ketjepatan luar biasa

didjambaknja djongos itu dan tanpa banjak

bertanja lagi di-lemparkan tubuhnja, ketembok,

mengakbatkan kepalanja pe-tjah dan mati

seketika."

"Gaduh diruang makan itu membuat kaget dan

marah orang2 jang berada disekitar tempat tadi,Pukulan Geledek | KOLEKTOR E-BOOK

86

be-ramai2 mereka mengurung Suhengku, tapi

berkat kepandaiannja jang tinggi, tanpa susah
pajah kakak seperguruanku berhasil berlalu dari

situ. "Aku mengikuti dari kedjauhan. Ketika sampai

diluar kota. Hang Tjiu, aku segera memanggilnja.

Kakak seperguruanku segera menghentikan

Iangkahnja dan berpaling. Ketika meli-hat aku,

wadjahnja djadi berubah dan lantas membentak

'Hei manusia rendah, rupanja kau jang

mentjampurkan ratjun kedalam sajuranku kau kau

' Saking gusarnja ia djadi tak dapat meneruskan

kata2nja, rupanja ia telah mengetahui bahwa

akulah jang mendjadi biang-keladi didalam hal ini.

'Betul, akulah jang mentjampurkan ratjun

didalam makan-anmu. Kau mau apa?'

"Dengan adanja pengakuan serta kelicikanku itu.

Suhengku djadi sangat gusar, ia lantas

menjerangan. Aku hanja main kelit sadja, karena

aku tahu, semakin banjak ia mengeluarkan tenaga,

semakin tjepat bekerdjanja ratjun didalam

tubuhnja. Rupanja ia djuga menginsjafi ini, maka

setelah menjerang beberapa saat lamanja tanpa

memperoleh hasil, ia djadi ber-henti menjerang,

membalikkan tubuhnja dan melarikan diri.

Sambil mengedjar aku berkata: 'Suheng, aku

ada obat untuk memunahkan ratjun itu, asal kau

man memberikan kitab pu-saka jang berisi Kui

Djiauw Giam Ong Tjiang kepadaku, akan kuberikan

obat pemunahnja'.

'Sampai matipun aku takkan sudi

menjerahkannja kepada-mu, manusia rendah !'Pukulan Geledek | KOLEKTOR E-BOOK

87

kata Suhengku sambil terus melarikan diri. "Sampai

pada suatu ketika tibalah kami disebuah kali.

Melihat ini legalah hatiku, karena menurut

dugaanku, dengan adanja sungai itu, Suhengku tak

dapat melarskan diri terlebih djauh.

Tapi tak kusangka, begitu sampai ditepi kali,

kakak seperguruanku itu segera terdjun dan tak

timbul2 lagi. Aku tak berani menelad perbuatannja.

Sebab, pertama aku tak bisa berenang, ke-dua air

sungai itu amat deras. Aku hanja bisa djalan

menuruti pinggir sungai dengan harapan kalau2

tubuh Suhengku timbul lagi. Tapi harapanku

hanjalah merupakan harapan belaka jang tiada

kenjataannja. Sampaipun ketika aku tiba ditelaga

See-ouw, dimana sungai itu bermuara, aku tetap

tak dapat melihat lagi tubuh Suhengku, apa lagi

menemuinja.

"Selama 2 hari aku berada dikota Hang Tjiu

untuk men-tjari berita perihal Suhengku, tapi

usahaku tetap gagal. Keadaan itu membuat aku

djadi putus harapan. Aku lantas men-dirikan

sebuah perkumpulan dikota Souw-tjiu. 5 tahun

lamanja aku mendjabat sebagai ketua dari

perkumpulan Kang Siang Hwee.

Pada tahun ke-6 aku mendengar kabar bahwa

ajahmu memiliki kitab pusaka pemberian seorang

Hweeshio, karena pada beberapa saat ,jang lalu ia

pernah menolong djiwa paderi itu. Aku menduga

keras bahwa Hweeshio jang pernah ditolong oleh

ajahmu itu tentunja adalah Suhengku. Aku segeraPukulan Geledek | KOLEKTOR E-BOOK

88

mengirim 6 orangku untuk menjelidiki kebenaran

berita tersebut.

Ke-6 orangku itu dikepalai oleh Loa Sam Ie.

Begitu bisanja ia bergaul dan mengambil hati

ajahmu, sehingga ajah-mu tidak menaruh tjuriga

apa2 terhadapnja. Supaja usaha itu berdjalan

lantjar, aku harus bersabar sampai beberapa waktu

lamanja. Tapi se-kali2 tidak kusangka bahwa orang

she Loa itu berhati serong, iapun hendak memilii

kitab ini. Kedjadian itu kuketahui setelah kau

berhasil mentjuri kembali kitab ini dari

perpustakaannja, karena sebelumnja ia selalu

inenga-takan bahwa usaha jang kuperintahkan

belum berhasil. Maka ia lantas kubunuh dan aku

segera menjuruh 5 orangku lain-nja mengedjar kau.

Tapi sesampainja dilamping Pit Siauw Hong, ke-4

orangku dibunuh oleh Lui Kong Taysu. Hanja

seorang diantara mereka jang kembali dan

memberi laporan tentang terdjadinja peristiwa itu.

Aku karena mengisjafi akan kepandaianku jang tak

dapat menandingi Lui Kong Taysu, tak berani aku

pergi kesana. Terpaksa aku menjuruh orang2ku

jang lainnja untuk pergi kesana guna mengamat
amati dirimu. Untuk menanti hasilnja, aku hareu

bersabar pula sampai be- berapa waktu lamanja.

Baru pada achirnja aku mendapat ka-bar kau telah

turun gunung, kami terus menguntit dirimu. Malah

aku menulis surat kepada temanku disini untuk

meng-hadangmu. Tapi Siapa sangka, ditengah

djalan surat itu telah ditjuri oleh seorang pemuda

kalau aku tak salah adalah Tjiam Hiantouw danPukulan Geledek | KOLEKTOR E-BOOK

89

achirnja kau tentunja telah mangetahuinja.

Memang kalau di-pikir2 tindakanku itu keterlaluan."

Sehabis berkata demikian, ia lantas

mengeluarkan kitab pusaka itu, lalu sambil

menjerahkannja kepada Siauw Tjeng ia berkata:

"Kepandaian jang kuadjarkan kepada kalian se
karang hanjalah dasar2nja sadja, untuk

memperdalamnja, ka-lian harus mempeladjari isi

buku ini. Buku ini karena asalnja telah mendjadi

milik ajahmu, kini kukembalikan lagi kepadamu.

Kala itu perasaan sedih"marah dan entah

perasaan apa lagi bertjampur aduk didalam diri

Siauw Tjeng. Achirnja ia hanja bisa mengulurkan

tangannja menerima buku pusaka itu. Berkat

adjaran Sam Tjong, guru akuan dan djuga

mendjadi orang jang bertanggung djawab atas

kematian ajahnja itu, Siauw Tjeng telah dapat

mengenali huruf bahkan arti jang terkandung

didalam kitab itu. Sementara itu, setelah

menjerahkan kitab pusaka tersebut, dengan

ketjepatan luar biasa, empe she Khouw ini segera

membenturkan kepalanja ketembok, otaknja

segera meleleh keluar dan mati seketika.

Melihat keadaan ini, hilanglah rasa dendam

Siauw Tjeng terhadap guru akuanja. Ia segera

memeluk majat Sam Tjiong sambil menangis sedih

sekali, Hiang Kokpun tak terketjuali, sehingga

kamar itu ramai dengan suara tangsan.

"Sudahlah, kalian djangan menangis, orang jang

sudah mati takkan dapat hidup kembali. DisampingPukulan Geledek | KOLEKTOR E-BOOK

90

itu memang se-baiknja ia mati dengan tjara begini,

sehingga tidak usah men-djalani siksaan bathin

jang maha berat. Lebih baik kalian urus soal

penguburan djenazahnja." Kata Tok Tjie Siansu

jang ma-suk kekamar ketika mendengar suara

tangisan kedua pemu-da itu.

Kedua pemuda tersebut mau mendengar nasehat

Kun Tjiang, mereka segera menghentikan tangisnja.

Dengan dibantu oleh si-empe djari sakti, mereka

mengubur djenazah sang guru akuan ini Pada

keesokan harinja, ketika Siauw Tjeng dan Hiang

Kok bangun tidur, mereka tidak mendapati Tok Tjie

Siansu, hanja diatas medja terdapat 2 putjuk surat

jang seputjuk dialamatkan kepada Siauw Tjeng dan

jang seputjuk lagi untuk Hiang Kok. Kedua pemuda

ini membuka surat masing2. Adapun isi surat itu,

baik, jang ditudjukan kepada Siauw Tjeng maupun

jang ditudjukan untuk Hiang Kok, bunjinja sangat

singkat.

Isi surat bagi Siauw Tjeng berbuntji : Ransel

pakaianmu terdapat dibawah medja ini. Paman

gurumu berada tidak djauh dari sini, disebelah

utara gunung ini, lekas kau pergi kesana!

Sedang isi surat untuk Hiang Kok berbunji : Lain

kali djangan nakal. Gurumu berada disebelah utara

gunung ini, lekas kau tjari bersama teman

istimewamu! "Bagaimana bunji suratmu, bolehkah
Pukulan Geledek Karya L T B di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

aku melihatnja ?" tanja Siauw Tjeng kepada Hiang

Kok sehabis membatja suratnja.Pukulan Geledek | KOLEKTOR E-BOOK

91

Dengan gerakan agak kaku, diangsurkan

suratnja kepada Siauw Tjeng. Siauw Tjeng djuga

menangsurkan suratnja seraja menjambut surat

temannja. Sehabis membatja surat itu, mereka

djadi saling pandang tanpa ber-kata2. "Siapa jang

dimaksud dengan kawan istimewanja, akukah? Apa

keistimewaanku ?" gumam Siauw Tjeng.

Mendengar gumam itu, wadjah Hiang Kok djadi

semakin merah, lalu sambil menarik tangan Siauw

Tjeng ia berkata ,,Mari kita pergi ketempat jang

ditundjuk didalam surat ini."

"Mari," djawab Siauw Tjeng seraja ikut Hiang Kok.

Mereka ber-lari2 ketempat jang ditundjuk,

namun sebegitu djauh mereka belum djuga

berhasil menemui orang jang di-tjari.

Mereka masih terus berlari. Lewat pula beberapa

saat, tiba2 mereka mendengar suara "Peletar,

peleter."

Tanpa terasa Hiang Kok berkata perlahan :

"Suhu". Larinja segera dipertjepat. Sambil

mengikuti Siauw Tjeng berkata dalam hati

"Mungkinkah gurunja adalah paman guruku dju-ga ?

Kalau betul, ia adalah Suteku. Inikah jang

dimaksud dengan kawan istimewa sebagaimana

tertera didalam surat Tok Tjie Siansu ?"

Tak lama kemudian, sampailah mereka disebuah

tanah tjeglok jang datar. Disitu terlihat ada 2 orang

jang sedang bertempur dengan sengitnja, seorang

kakek melawan seorang nenek. Si-kakek

menggunakan tjambuk pandjang, tak salah lagi

itulah guru Hiang Kok dan djuga paman guru Siauw

Tjeng. Bukankah ia menggunakan tjambukPukulan Geledek | KOLEKTOR E-BOOK

92

pandjang serta gelang ditangan kanannja ?

Demikian pikir Siauw Tjeng jang sudah dapat

memastikan bahwa kakek itu benar paman gurunja.

Sambil memanggil : "Suhu," Hiang Kok

mentjeburkan diri kedalam medan pertempuran

membantu gurunja.

Dengan demikian dua buah tjambuk, Hiang Kok

dan guru-nja, mengurung tubuh si-nenek. Tapi

nenek itu sunguh hebat dan luar biasa, walau telah

dikerubuti oleh 2 orang, tapi permainan serta

gerakannja tetap teratur, malah nampaknja ia

hanja hendak mendjadjal kepandaian kedua orang

guru dan murid itu. Ini dapat dibuktikan dengan

adanja beberapa kali kesempatan baik untuk

mentjelakakan lawan jang dilewati begitu sadja.

Sampai pada suatu ketika, dengan ketjepatan luar

biasa, entah si-nenek mengunakan gerakan apa,

tahu2 ia telah berhasil menangkap guru dan murid

itu, lalu dilemparkan tubuh mereka. Lemparan itu

tidak begitu berarti bagi guru Hiang Kok, karena

selagi tubuhnja terlempar, ia bergulungan diudara,

sehingga djatuhnja dengan kaki terlebih dahulu.

Berlainan dengan rnuridnja, Hiang Kok, jang begitu

terlempar nampaknja tak berdaja menguasai diri,

tak lama lagi kepalanja akan terbentur tembok.

Hiong Tjiang ini hanja memedjamkan matanja

menunggu adjalnja, karena gurunja djuga tak

berdaja untuk menolonginja. Topi jang dipakainja

telah terbang terlebih dahulu, djatuh ditanah,

sehingga terlihat rambutnja jang hitam pandjang

terurai bagus sekali. Namun sebelum kepalanjaPukulan Geledek | KOLEKTOR E-BOOK

93

terbentur batu gunung, dirinja telah kena ditangkap

orang.

Ketika ia membuka matanja, ia berada di-dalam

pelukan Siauw Tjeng, wadjah Hiang Kok djadi

bersemu merah bahna djengahnja. Dalam pada itu

Siauw Tjeng djuga sudah melihat djelas akan

rambut temannja jang pandjang lagi bagus itu,

njata bahwa Hiang Kok adalah seorang gadis !

Dengan adanja ,kedjadian ini Siauw Tjeng djadi

merasa tak enak sendiri, ia segera Inelepaskan

pelukannja. Sekarang baru ia mengerti jang

dimaksud dengan kawan istimewa didalam surat

Sim Kun Tjiang.

Sementara itu si-nenek telah berdiri didepan

Siauw Tjeng dan berkata: ,Kau perlu apa

mentjampuri urusan orang?"

"Aku sama sekali tidak bermaksud demikian.

Hanja tadi karena melihat kawanku berada didalam

bahaja, terpaksa aku menolonginja." Siauw Tjeng

menajelaskan.

Aku tak perduli, djaga !" Sehabis berkata

demikian, nenek itu mengulurkan tangannja

hendak menotak kedjalan darah Yao Hu Hiat-nja

Siauw Tjeng. Pemuda she Kam tjepat2 berkelit

kesamping, tapi baru sadja ia mendjedjakkan

kakinja, serangan berikut dari si-nenek telah

datang menjusul pula, kali ini ditudjukan kebagian

kepalanja. Untuk menangkis Siauw Tjeng tak berani,

hendak melompat kesamping-pun sudah tidakPukulan Geledek | KOLEKTOR E-BOOK

94

keburu. maka tjepat2 ia mendjatuhkan dirinja serta

bergulingan ditanah, namun sebelum sempat

bangun, ia sudah diserang lagi. Kali ini baik untuk

mengegos atau untuk bergulingan pula ia tidak

mempunjai ketika lagi, maka sambil djongkok ia

menggerak-kan sepasang tangannja menjambuti

serangan- si-nenek dengan menggunakan ilmu Lui

Kong Tjiang. Dengan demikan kedua serangan

tenaga dalam itu djadi bentrok satu sama lain sam
pai menimbulkan suara jang amat njaring, jang

disusul kemudian dengan terpentalnja Siauw Tjeng

sampai beberapa meter dan apa latjur tubuhnja

terbentur pohan Siong (tjemara), jang membuat

batang pohon itu djadi ber-gojang2. Sedang Siauw

Tjeng sendiri matanja djadi ber-kunang2! Beberapa

saat la-mania ia tetap terduduk dibawah pohon

Siong itu.

Dilain pihak tubuh si-nenek tergetar akibat

bentrokan tadi. lapun kaget berbareng kagum, tak

disangkanja bahwva orang semuda itu telah

mempunjai tenaga dalam demikian hebatnja. Tapi

dasar ia seorang jang tinggi hati, tak mau isa

memperlihatkan kelemahannia. ia sudah lantas

menjerang lagi. kali ini dengan tenaga pukulan jang

lebih hebat! Siauw Tjeng jang telah pusing

kepalanja, tak kuasa bagi-nja untuk mengegosi

atau menangkis serangan itu. Ia hanja berdiam diri,

menjerahkan diri kepada nasib. Namun sebelum

angin pukula.n mengenal tubuh Siauw Tjeng,

mendadak bujar dengan sendirinja. Kedjadian ini

bukan sadja membuat Siauw Tjeng heran, djuga si-Pukulan Geledek | KOLEKTOR E-BOOK

95

nenek, jang disamping merasa heran pun djadi

sangat tjuriga.

Sekali lagi ia mengerahkan tenaga dalamnja

menghantam Siauw Tjeng. Sebagaimana djuga tadi,

ketika serangan itu hampir mengenai sasaran,

mendadak bujar pula. Si-nenek djadi penasaran, ia

kembali menjerang, serangan-nja sekali ini djauh

lebih hebat dart jang terdahulu, namun hasilnja

tetap sama. Dengan adanja peristiwa itu, si-nenek

dapat memastikan bahwa ada orang jang setjara

diam2 membantu Siauw Tjeng, ia segera berteriak:

"Hei, kawanan tikus mana jang membantu orang

setjara diam2? Kalau kau herani denganku, lekas

keluar!"

"Ha, ha ha, nenek bawel, apakah kau masih

belum tunduk dengan kepandaianku. Aku, si-malas

mendatangi!" Baru sadja suara itu habis terdengar,

telah terlihat orangnja mendatangi, jang tak lain

dari pada. Tok Tjie Siansu Sim Kun Tjiang.

"Oh kiranja kau si-malas! Mari kita adu

kepandaian lagi, bila kali ini aku kena kau kalahkan

pula, aku akan tunduk untuk se-lama2nja

padamu."

"Baik. Mengadu tenaga dalam kau masih belum

dapat me-nandingiku, terbukti beberapa

seranganmu tadi dapat kubu-jarkan dengan

mudahnja. Kini baik kita mengadu Ginkang sadja."

"Bagus, bagaimana tjaranja?"

"Mudah sadja. Bukankah didepan kita terdapat

sebuah batu jang mendjulang tinggi. Tinggi batu itu

menurut tafsiranku kira2 10 meter. Kita hausPukulan Geledek | KOLEKTOR E-BOOK

96

mentjapai puntjaknja dengan sekali lompat,

sanggupkah kau ?"

"Kau djangan memandang enteng orang ! Kau

kira hanja kau saja jang mampu melakukannja?"

"silakan kau mulai !"

Sebagai pengusul" engkaulah jang harus mulai !"

Tanpa sungkan2 lagi Sim Kun Tjiang

menggerakkan tubuh nja, tjepat dan gesit seperti

burung walet, dengan hanja sekali menotolkan

kakinja ditanah, ia telah berhasil sampai diatas batu

itu, lalu ia melompat turun lagi.

Kini tiba si-nenek, ia mentjontoh perbuatan

kakek she Sim tadi, tapi malang haginja, sebelum

berhasil mentjapai puntjak batu itu, tubuhnja telah

djatuh lagi. Hebat djatuhnja, dengan kepala

dibawah! Apabila sampai ditanah, kepalanja pasti

akan hantjur-remuk.

Melihat ini, si-kakek tjepat2 meng-gerakkan

tubuhnja, melompat dan menjanggapi tubuh siPukulan Geledek Karya L T B di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nenek. Laiu dibawanja berlalu dari tempat itu tanpa

memperdulikan orang banjak.

Samar2 terdengar suara mereka: , Memang aku

telah ber-sumpah, sebelum kita berbalik kembali,

aku tak sudi mati," suara si-kakek. Lalu terdengar

si-nenek berkata : "Sudahlah, baik kita lupakan

sadja hal2 jang telah lampau. kau pertjajalah

bahwa mulai saat ini aku takkan meninggalkanmu

lagi. Mari kita tjari tempat jang tenteram untuk

disitu sampai diachir-hajat."Pukulan Geledek | KOLEKTOR E-BOOK

97

Bersamaan dengan lenjapnja suara tadi, hilang

pula tubuh kakek dan nenek itu dari pandangan

Siauw Tjiang ber-tiga.

Dalam pada itu Hiang Kok telah berlutut

dihadapan guru-nja seraja bertanja : "Mengapa

Suhu bertempur dengan nenek itu ?" "Sebabnja aku

djuga tidak tahu, hanja ketika aku men-tjarimu

sampai ketempat ini, mendadak ditjegat oleh si
nenek dan mengadjak bertempur. Walau pada

mulanja aku menolak adjakannja tapi nenek jar.g

rupanja telah gatal tangan, tak mau membiarkan

aku berlalu. Sebagai seorang manusia,

kesabaranku djuga terbatas, setelah didesak terus
menerus, achirnja diantara kami djadi bertanding.

Setengah djam kemudian kau datang kemari

bersama temanmu dan seterusnja telah kau

ketahui sendiri."

Siauw Tjeng segera berlutut dihadapan orang tua

itu, ia merasa pasti bahwa orang itu adalah parnan

gurunja. "Su-siok, terimalah sembah baktiku."

"Sembah baktimu kuterima, Sutit. Aku

mengetahui kau murid Suhengku, karena Lui Kong

Tjiang jang kau perguna-kan tadi. Bagaimana

keadaan gurumu? Adakah kau memba-wa pesan

dari gurumu ?"

Dengan roman sedih Siauw Tjeng mentjeritakan

perihal gurunja jang telah marhum itu. Sehabis

bertjerita, ia lantas membuka ranselnja dan

mentjari sesuatu. Namun meski ia telah memeriksa

seluruh isi buntalannja, ia tidak dapat menemuiPukulan Geledek | KOLEKTOR E-BOOK

98

benda jang ditjarinja. Tampak wadjahnja

mendadak djadi berubah putiat. "Mungkinkah

terdjatuh diidjalan atau Sim Lootjianpwee sedang

bermain2 denganku ?" kata Siauw Tjeng perlahan.

"Apa jang kau tjari?" tanja Keng Thian Lam.

"Surat Suhu untuk Susiok." djawab Siauw Tjeng

tjemas.

"Inikah?" tanja Hiang Kok sambil mengeluarkan

seputjuk surat, jang ternjata benar surat jang

dimaksud oleh Siauw Tjeng.

"Ja. ja. betul !" kata Siauw Tjeng girang

".kau dapat dari mana ?"

Bukankah kau ketika dulu kutubruk didalam

kedai ?" balik tanja si-nona clengan roman ke
malu2an.

"Sungguh tjepat tanganmu bekerdja, aku tak

berasa sama sekali bahwa suratku telah pindah

tangan." kata Siauw Tjeng sambil tersenjum.

..Tapi tangan Sim Lootjianpwee terlebih tjepat

lagi, diluar tahuku telah mengambil surat ini dariku

dan achirnja mengembalikan setjara tjepat pula.

Itu pula sebabnja mengapa be}iau mernesanku

supaja lain kali djangan nakal lagi." dara ini

menerangkan.

Keng Thian Lam sudah lantas membatja surat itu.

Lalu ia berdiam diri beberapa saat lamanja.

Kemudian dipandang-nja Siauw Tjeng dan Hiang

Kok saling bergantian, membuat sepasang muda
mudi itu menundukkan kepalanja bahna malu-nja.

"Gurumu seperti djuga seorang ahli ramal, sesudah

bisa menghitung tanggal wafatnja, iapunPukulan Geledek | KOLEKTOR E-BOOK

99

memintaku supaja me-rangkapkan perdjodohanmu

dengan muridku. Sengadja ketika berangkat ia

tidak mengutarakan maksudnja dan tidak mau

memberitahukan bahwa aku mempunjal seorang

murid wanita. Rupanja memang sudah djodoh

kalian, karena sebelum kau berdjumpa denganku,

telah mendjumpai murid perempuanku jang nakal

itu, jang karena kumarahl ia telah melarikan diri,

sehingg,a membuat aku repot dan tjemas

mentjarinja dan rupanja kepergiannja kali ini untuk

mentjari djodoh ha. ha. ha!"

"Suhu " kata Hiang Kok sambil men jelusupkan

kepala-na kedalarn pelukan gurunja.

Wadjah Siauw Tjeng djuga bersemu merah, rasa

malu dan senang bertjampur mendjadi satu. Untuk

mengelakkan persoalan itu,, Hiang Kok sengadja

bertanja : "Suhu, tahukah kau akan sepak terdjang

sepasang kakek-nenek aneh tadi ?"

"Perihal .mereka aku djuga kurang djelas, aku

hanja me-ngetahui bahwa mereka adalah sepasang

suami-isteri, tapi kemudian entah apa sebabnja

mereka djadi hidup berpisah sampai beberapa

puluh tahun lamanja. Baru kini mereka ber-baik

kembali. Maka bila kalian telah berumah tangga

kelak, aku harap sadja kalian tidak seperti mereka

ha, ha, ha "

Tapi baik kita tidak usah membitjarakan soal itu

pula, mari kalian ikut aku puling ke Sam Mie Tjhun,

sambil menunggu hari dan bulan jang baik Sehabis

berkata demikian, sambil tersenjum lebar,Pukulan Geledek | KOLEKTOR E-BOOK

100

dipandangnja sepasang pemuda-pemudii itu, jang

membuat mereka djadi menundukkan kepala

masing2 dan tak berani memandang si-empe.

Thian Lam mendahului berlalu, Siauw Tjeng dan

Hiang Kok terpaksa mengikutinja. Mereka bertiga

menudju kedusun Sam Mie, dipropinsi Koko Nor

(Tjeng Hai).

T AMA T


Walet Emas 07 Pendekar Kipas Akar Wangi Siluman Ular Putih 22 Hantu Tangan Api Wiro Sableng 043 Dewi Lembah Bangkai

Cari Blog Ini