Ceritasilat Novel Online

Ki Ageng Ringin Putih 2

Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat Bagian 2

"Bagus! Ternyata apa yang sudah diucapkan

pemuda itu benar. Tetapi eh... engkau yang telah

pikun dan sudah hampir masuk liang kubur,

mengapa tidak berusaha mencari bekal mati

dengan baik, malah menambah dosa baru? Huh
huh, kakek durhaka yang tak patut diberi hidup!"

"Huh, untuk apa kita banyak bicara? Bunuh saja

habis perkara!" sambung pemuda kurus, tetapi

wajahnya bopeng.

Kiageng Ringin Putih cepat mengangkat tangan

memberi isyarat supaya orang itu sabar. Katanya,Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

82

"Sabar dulu. Apakah sebabnya begitu bertemu,

kalian sudah mengucapkan kata-kata yang

membingungkan seperti itu? Dan apa pula salahku

kalian mau membunuh?"

"Cepat katakan sejujurnya!" kata si berewok lagi,

seperti tidak perduli atas pertanyaan Kiageng

Ringin Putih. "Di mana engkau sembunyikan gadis

itu? Huh, engkau bunuh sesudah engkau nodai?

Huh, kakek bangsat yang masih suka makan daun

muda."

Kiageng Ringin Putih terbelalak heran. Ia hampir

tidak percaya akan pendengarannya sendiri. Aneh!

Dirinya sudah pikun dan sudah puluhan tahun

lamanya menjauhkan diri dari perempuan. Akan

tetapi mengapa sekarang dirinya dituduh

menyembunyikan gadis? Tiba-tiba saja ia geli dan

ketawa terkekeh-kekeh. Baru sekali ini sajalah ia

bisa ketawa lepas semenjak meninggalkan

pondoknya.

"Heh-heh-heh.... apa kalian bilang? Aku

menculik dan menodai gadis? Sungguh lucu!"

"Kurang ajar kau! Apanya yang lucu?" bentak si

berewok sambil mendelik. "Apakah engkau belum

mendengar nama Macan Potrojayan? Kalau aku tak

ingat engkau telah pikun, huh, sekali pukul akan

remuk kepalamu!"Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

83

Laki-laki bertubuh tinggi besar, kulitnya hitam

seperti arang, yang sejak tadi belum bicara,

agaknya tak tega melihat kakek yang sudah tua ini

dibentak saudaranya. Ia melangkah maju,

kemudian katanya dengan nada halus, "Kakek,

engkau sudah tua. Karena itu jangan membuat

saudaraku marah. Sebaiknya akui saja apa yang

sudah engkau lakukan. Jika engkau mengaku,

tentu hukumannya akan ringan."

Laki-laki itu berhenti, mengamati Kiageng Ringin

Putih lekat-lekat, lalu terusnya, "Begini kek, tadi

kami mendapat laporan dari seorang pemuda kurus

dan wajahnya pucat. Dia datang kepada kami

dengan napas terengah-engah. Dia tadi

melaporkan, melihat dengan mata kepalanya

sendiri, engkau telah menculik seorang gadis yang

sedang mandi di kali Oya. Seterusnya gadis itu

engkau bawa masuk ke dalam belukar. Hemm,

engkau sudah pikun! Mengapa engkau masih suka

makan daun muda secara paksa. Seterusnya

pemuda pucat tadi lapor, dia berusaha menolong

gadis itu. Tetapi pemuda itu malah engkau pukuli

jatuh bangun, hingga pemuda itu lari ketakutan,

kemudian melapor kepada kami dan minta agar

kami menolong gadis itu."

Pemuda itu berhenti lagi mengambil napas.

Setelah mendeham dua kali, meneruskan, "Terus

terang saja, sesudah kami melihat engkau setuaKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

84

ini, aku menjadi tidak tega. Karena itu cepat

tunjukkan kepada kami, di mana kau sembunyikan

gadis itu? Namun apabila kemudian ternyata

engkau berbuat tidak senonoh, kami sulit memberi

ampun lagi!"

Kiageng Ringin Putih menghela napas sedih.

Mengapa tidak jemunya anak angkat dan murid itu

memfitnah dirinya? Kakek ini menyesal bukan

main, mengapa dalam perjalanan selalu dihadang

bahaya.

"Hcmm..." kakek ini mendeham lalu menghela

nafas panjang. "Dan kalian percaya begitu saja

laporan bocah itu?"

"Mengapa tidak? Dia bersumpah demi Tuhan

telah melihat dengan mata kepala sendiri." Si

berewok membentak. "Hayo, mengaku atau tidak?

Menyerah atau tidak? Engkau jangan mungkir dan

memancing kemarahan kami. Katakanlah terus

terang bukankah gadis itu sekarang telah kau

bunuh?"

Tambah rasa penyesalan dalam hati kakek ini

Mengapa Ditya Margono hanya mengumbar nafsu

dan berbuat biadab disamping memfitnah dirinya.

Ah, ia menyesal sekali mengapa waktu itu dirinya

mengharapkan lahirnya bocah itu, kemudian

mendidik menjadi pemuda sakti mandraguna.

Kalau saja dirinya tiak mendldik anak itu menjadiKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

85

sakti mandraguna, kiranya dirinya hidup tenteram

tanpa gangguan.

Menjadi kebiasaan bagi manusia hidup di dunia

ini, menjadi menyesal dan kecewa, kala mana

berhadapan dengan keadaan dan persoalan yang

sulit diatasi. Apabila manusia dalam keadaan

seperti itu, barulah merasa dirinya dekat dengan

Yang Maha Tinggi. Orang selalu menyebut dan

mengagungkan namanya, untuk minta

perlindungan. Maksudnya juga mengajak DIA

bersekutu dengan dirinya.

Akan tetap apabila dalam keadaan serba cukup,

serba terpenuhi apa yang dibutuhkan, biasanya

manusia lebih mendekatkan diri kepada "nafsu" dan

menjauhkan diri dari DIA.

Maka berbahagialah manusia di dunia ini, yang

dalam keadaan bagaimanapun, selalu

mendekatkan diri dan mohon petunjuk DIA. Tidak

terbantah DIA selalu adil. Manusia selalu diumbar

dan dibiarkan mau berbuat apa saja, baik maupun

buruk. Namun manusia harus tahu akan buah yang

bakal dipetik.

Harus menyadari akan akibatnya, karena tentu

datang saatnya DIA menjatuhkan hukumannya

kepada manusia-manusia yang mengingkari

kewajiban hidupnya, yang munafik, pura-pura suci

tetapi dalam jiwanya kotor.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

86

Kalau boleh dikatakan, hukuman DIA berlaku

atas diri Kiageng Ringin Putih. Dalam usia setua ini,

ia tak dapat menikmati hari tuanya, melainkan

harus memikul tugas dan tanggung-jawab berat.

Seakan isi dunia ini semuanya menjadi musuh
musuhnya.

Dan sekarang tanpa hujan dan tanpa angin,

tahu-tahu dirinya yang renta ini masih dituduh dan

difitnah menodai gadis.

Akan tetapi Kiageng Ringin Putih tidak mau

melayani tiga orang Macan Potrojayan ini. Katanya

kemudian, "Hemm, kalian jangan mengganggu

orang tua yang sedang menempuh perjalanan jauh.

Aku tidak melakukan perbuatan yang melanggar

hukum. Sudahlah, kalian jangan menghalangi aku."

Si berewok ketawa bekakakan, ejeknya, "Ha-ha
ha, enak saja engkau bicara. Kami bermaksud baik,

mengingat keadaanmu yang sudah tua renta. Akan

tetapi kenyataannya maksud baik kami tidak

engkau imbangi secara baik pula. Huh, kami

terpaksa harus menggunakan kekerasan."

Sing sing sing... tiga orang Macan Potrojayan itu

sudah mencabut golok. Tanpa membuka mulut lagi,

mereka sudah menerjang maju.

"Selamat tinggal!" terdengar suara halus Kiageng

Ringin Putih. Lengan kanan bergerak disusul angin

halus menyambar ke arah mereka. Tiga orang ituKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

87

memekik kaget ketika tubuh mereka terhuyung ke

belakang. Ketika tiga orang itu berhasil berdiri

tegak lagi mereka saling pandang. Kakek itu sudah

agak jauh, berjalan perlahan menuju kali Oya.

Sesungguhnya tiga orang yang mengaku Macan

Potrojayan itu, perampok-perampok di kali Oya.

Mereka ditakuti sekalian penduduk, karena kejam

dan ganas di samping sakti. Kalau mereka tadi

menuduh dan memaksa Kiageng Ringin Putih

supaya mengaku, bukan lain karena mereka tadi

tak mampu melawan Ditya Margono. Masih untung

bagi para perampok ini, Ditya Margono tidak

menurunkan tangan ganas, dan malah

menganjurkan mereka agar menghadang Kiageng

Ringih Putih.

Yang menculik gadis sedang mandi di Kali Oya itu

bukan lain Ditya Margono. Gadis itu memang bunga

desa Siluk dan calon selir lurah desa. Karena takut

dipersalahkan dan memperoleh marah dari lurah

desa, serta tak mampu melawan Ditya Margono,

maksudnya ingin memaksa Kiageng Ringin Putih

supaya mau mengaku, orang tua itulah yang

menculik lalu membunuh gadis itu.

Akan tetapi tiga orang ini memang orang-orang

kasar yang tak mau menyadari keadaan sendiri.

Mereka tidak sadar bahwa Kiageng Ringin Putih

sengaja mengalah. Dan mereka juga tidak mau

menyadari bahwa sebabnya mereka tadiKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

88

terhuyung, sebagai akibat dorongan tenaga sakti.
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Karena tak sadar, mereka lalu berteriak sambil

mengejar.

"Haii! Berhentii!!" teriak si berewok, ketika Ki

ageng Ringin Putih sudah di tepi sungai.

"Hemm," Kiageng Ringin Putih menghela napas

panjang. "Ada apa lagi?"

Dalam hati timbul rasa kasihan kepada tiga orang

kasar ini. Akan tetapi karena mereka nekat saja,

lalu timbullah pikiran kakek ini untuk memberi

sedikit hajaran. Lalu ia berdiri dan menunggu agar

tiga orang itu lebih dekat lagi.

"Huh-huh, engkau tadi menggunakan ilmu

sIluman. Sekarang rasakan golok kami!" si berewok

mendahului menerjang, diikuti dua orang

kawannya.

Kakek itu berdiri tegak tak bergerak. Ia

menunggu setelah golok itu hampir menyentuh

tubuhnya, lalu tiba-tiba mengangkat lengan kanan.

Tring tring tring...jari tangan kakek itu menyentil,

dan golok mereka terpental terbang lepas dari

tangan.

Belum juga tiga orang ini hilang rasa kagetnya,

tahu-tahu serangkum angin dahsyat menyambar.

Byur byur byur... berturut-turut tiga orang itu

terlempar ke dalam sungai. Kendati mereka pandaiKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

89

berenang, tak urung minum air cukup banyak.

Sebab hempasan yang kuat tadi untuk sementara

membuat mereka hilang tenaga.

"Hemm.." Kiageng Ringin Putih menghea napas

panjang. Lalu tanpa berpaling lagi kakek ini

mematahkan dahan pohon menjadi lima potong.

Berturut-turut potongan dahan pohon itu dilempar

ke kali Oya. Disusul tubuh kakek itu melayang
layang dipermukaan air, menginjak potongan kayu

untuk menyeberang.

Tiga orang kasar itu sempat pula melihat cara

Kiageng Ringin Putih menyeberang sungai. Mereka

terbelalak, kemudian tubuh mereka gemetaran,

hingga tangan yang memegang akar dan batu lepas

dan tenggelam. Mereka baru sadar setelah

gelagapan. Setelah berhasil memanjat tebing,

mereka lari terbirit-birit ketakutan, mengira

mereka tadi berhadapan dengan lelembut.

*****

Kita tinggalkan dahulu Kiageng Ringin Putih yang

tua dan malang ini. Dan lebih tepat kiranya kita

ikuti perjalanan Ditya Margono yang ganas, kejam

dan nggegirisi.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

90

Sesudah pemuda ini berhasil menciptakan

kegemparan dan keonaran di beberapa tempat, ia

menyeberangi kali Oya itu pula. Namun kalau

Kiageng Ringin Putih lewat Siluk, sebaliknya Ditya

Margono lewat sebelah utara. Pemuda itu

menyeberangi kali Oya tak jauh dari desa Ngliper,

dan tak lama kemudian tibalah di desa Kalisoga.

Kebetulan di desa tersebut seorang penduduk

mempunyai hajad mengawinkan anaknya.

Penduduk desa itu nampak sibuk, sejumlah orang

mengenakan pakaian baru. Demikian pula para

perempuan desa yang biasanya tidak sempat

menghias diri, hari ini berkesempatan saling

berlomba mempercantik diri, terutama para gadis

maupun janda dalam usaha menarik perhatian.

Bocah cilikpun hari ini gembira sekali. Mereka

berkesempatan memakai pakaian baru yang

biasanya selalu disimpan orang tuanya. Mereka

ketawa-tawa. Mereka saling berkejaran, bersenda
gurau dan bersorak-sorak. Setelah mereka lelah

berkejaran, mereka mengikuti jejak kawan
kawannya untuk menonton pengantin perempuan

yang kini sedang dihias oleh seorang perempuan,

disebut "dukun paes". Sementara gadis yang ikut

menonton saling berbisik, memuji calon pengantin

perempuan yang cantik jelita.

Begitu ditangani dukun paes, calon pengantin

perempuan yang sudah cantik itu tambah cantikKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

91

lagi. Diam-diam para gadis itu merasa iri, mengapa

dirinya tidak secantik calon pengantin perempuan

itu.

Akan tetapi yang aneh, kendati gadis calon

pengantin ini menurut saja dihias oleh dukun paes,

tetapi gadis itu tidak nampak gembira. Sepasang

matanya merah agak membengkak. Dadanya

bergerak-gerak dan terdengar suara isak dalam

dada. Gadis ini memang sedih dan selalu menangis

sejak pagi hari. Apa sebabnya?

Kemarin ia mendengar desas-desus yang santar,

calon suaminya itu sekalipun orang kaya, namun

sudah tua. Calon suaminya itu seorang duda yang

sudah mempunyai tiga orang anak. Masih ditambah

lagi calon suami itu pincang.

Memang pada jaman itu, setiap perkawinan

orang tua yang memilih dan menentukan. Calon

pengantin tidak saling kenal. Kekuasaan di tangan

orang tua secara mutlak, anak tidak boleh menolak

kehendak orang tua.

Itulah sebabnya calon pengantin perempuan ini

sejak semula tidak tahu keadaan suaminya. Dia

baru tahu kemarin, dan kontan calon pengantin

perempuan ini menangis dan dalam hati

memberontak. Namun karena takut kepada orang

tua, gadis ini tidak dapat berbuat lain kecuali

menjadi sedih. Hati gadis ini hancur dan sedih.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

92

Mengapa bukan pemuda Marijo, pemuda gagah

yang pernah menolong dirinya ketika hampir mati

hanyut di sungai Dengkeng yang dipilih orang

tuanya menjadi suaminya?

Akan tetapi semuanya telah terjadi. Ia tak dapat

berbuat apa-apa kecuali hanya menangis. Dalam

hatinya selalu berharap agar pemuda Marijo itu

datang kemudian menculik dirinya. Mau dibawa ke

manapun dan apapun yang akan terjadi, calon

pengantin perempuan ini takkan menyesal.

Saking sedih dan habis harapannya untuk dapat

melepaskan diri dari calon suami yang tua dan

pincang pula itu, mendadak saja timbul tekadnya

yang kurang baik. Menurut pertimbangannya,

membunuh diri merupakan jalan yang tepat dan

baik.

"Mbah, aku ingin sekali buang hajad di kali,"

kilahnya.

"Jika ingin buang hajad, sebaiknya di kebun,"

sahut dukun paes. "Calon pengantin tidak boleh

pergi jauh."

"Tetapi aku tak biasa buang hajad di kebun,"

bantahnya. "Lagi pula aku malu dilihat orang."

"Hemm, baiklah!" akhirnya mbah dukun paes

menyetujui. "Tetapi harus ada kawanmu ke kali."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

93

Empat orang gadis segera ditunjuk oleh dukun

paes unluk mengawal calon pengantin perempuan

ini ke sungai. Kendati kali itu kecil, tetapi airnya

cukup dalam. Rencana gadis calon pengantin ini

akan melempar diri ke sungai, di saat empat orang

gadis pengiringnya lengah.

Akan tetapi ketika mereka hampir tiba di sungai,

calon pengantin ini kaget dan terbelalak, melihat

munculnya seorang pemuda gagah, pemuda yang

selalu dikenang dan diharapkan, Marijo!

Dialah pemuda yang dulu pernah

menyelamatkan dirinya dari ancaman maut, ketika

dirinya hampir hanyut di kali Dengkeng. Antara

Marijo dengan gadis calon pengantin itu bertatap

pandang cukup lama.

"Kakang... Marijo!" akhirnya gadis calon

pengantin ini dapat membuka mulut.

Marijo tersenyum sedih. Sahutnya perlahan, "Ya,

bahagialah engkau, Rinem, atas perkawinanmu

dengan seorang kaya-raya"

"Ah kau...!" gadis calon pengantin bernama

Rinem itu tiba-tiba menutupi wajahnya dengan

telapak tangan dan menangis. Melihat itu empat

orang gadis yang mengiring menghampiri dan

menarik tubuhnya. Tetapi Rmem meronta dan

melepaskan diri.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

94

"Pulanglah kalian," perintahnya halus. "Aku tak

mau pulang lagi. Aku akan pergi dengan kakang

Marijo....."

Empat gadis itu kaget. Pemuda Marijo pun tak

kurang kagetnya.

"Apa...? Kau... kau bilang apa.....?"

Sambil mencucurkan air mata, Rinem tidak

perduli siapapun. Ia lari kepada Marijo, lalu

memeluk dan menyembunyikan wajahnya ke dada

Maruo yang bidang.

"Kakang..." pintanya. "Mari kita cepat melarikan

diri... Ke mana saja....."

"Jangan Rinem... tidak baik..." bantah Marijo.

"Jika kakang tak mau... hem... lebih aku

melempar diri ke sungai....."

Marijo kaget, dan empat orang gadis yang

mengiring itu pun tak kurang kagetnya. Salah

seorang dari mereka cepat menghampiri dan

menarik, "Rinem. Marilah kita lekas pulang....."

Tetapi Rinem memberontak lepas. Lalu kembali

memeluk Marijo. Namun Marijo tidak setuju dengan
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

maksud Rinem. Katanya bernasihat.

"Rinem, tidak baik engkau melawan orang tua.

Betapa sedih dan betapa malu orang tuamu,

justeru sore nanti engkau harus bersanding denganKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

95

calon suamimu. Percayalah orang tuamu

bermaksud baik. Dan percaya pulalah engkau,

Tuhan telah menetapkan, harus demikian yang

terjadi. Apabila engkau melawan kepada orang

tuamu, di samping engkau merupakan anak yang

tak berbakti, engkau juga anak berdosa."

Mendengar nasihat Marijo itu, mendadak tangis

Rinem berhenti. Ia melepaskan pelukannya,

menatap pemuda yang dicintai itu dengan mata

basah.

Katanya, "Jadi... jadi engkau tak sedia melarikan

aku? Kau... kau ternyata lain di mulut lain di hati."

Pemuda itu menghela napas panjang. ujarnya,

"Hemm, bukan begitu maksudku Rinem. Engkau

boleh membuka dadaku dan menjenguk hatiku.

Hanya engkau seorang sajalah yang aku cintai.

Tetapi tidaklah benar apabila cinta itu didorong oleh

nafsu yang membabi-buta. Aku mencintai engkau.

Demi cintaku aku bersedia berkorban. Dan

bahagialah engkau hidup di samping suamimu,

sebagai pilihan orang tuamu....."

"Kalau memang begitu... mengapa engkau tak

mau membawa aku lari? Bukankah dengan begitu

kita bisa hidup bahagia dan saling cinta?

Sebaliknya... jika engkau membiarkan aku menjadi

isteri si duda pincang itu... berarti engkau

membiarkan aku menderita.. hu-hu-huk....."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

96

Rinem mulai menangis dan sesenggukan.

"Rinem, apa yang terjadi di luar kekuasaan kita

dan engkau harus menyadari. Pendeknya aku tidak

setuju maksudmu. Sekarang juga engkau harus

kembali ke rumah. Tidak baik engkau terlalu lama

di tempat ini."

Rinem terbelalak dan tangisnya berhenti.

Katanya terbata, "Kakang... kau benar-benar tidak

mau....?"

"Demi cintaku dan demi nama baik orang tua kita

Rinem, jangan engkau nekat berbuat begitu... "

"Hemm... baik... Aku mati saja....."

Tiba-tiba gadis calon pengantin ini melompat dan

lari menuju sungai. Marijo dan empat orang gadis

pengiringnya kaget. Mereka gugup lalu mengejar

sambil berteriak,

"Rinem... jangan....."

"Rinem... berhenti....."

"Kembalilah... Rinem... kembalilah....."

Mendadak terdengar suara ketawa terkekeh.

Tahu-tahu gadis calon pengantin yang lari menuju

sungai itu, telah disambar bayangan yang bergerak

gesit sekali. Gadis itu menjerit kaget dan meronta

sambil memukul, tetapi tak juga bisa lepas.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

97

"Heh-heh-heh, sayang sekali jika engkau mati,

manis," kata laki-laki yang memondongnya. "Jika

engkau tak mau kawin dengan calon suamimu,

sebaiknya engkau kawin dengan aku... Ha-ha
ha....."

Laki-laki yang menangkap Rinem itu bukan lain

pemuda liar dan ganas Ditya Margono. Ia tadi

bersembunyi di balik rumpun bambu. Ia mendengar

apa yang tadi mereka bicarakan. Begitu melihat

wajah manis gadis calon pengantin itu, timbullah

niat jahatnya. Gadis calon pengantin itu harus

dapat ia culik. Ia ingin melihat dan mendengar

betapa keluarga pengantin itu akan bingung. Dan

ia ingin tahu apa yang akan diperbuat orang desa

ini.

"Heh-heh-heh, mumpung ada orang yang

mempunyai hajad. Tentunya banyak wanita cantik

yang berkumpul. Kalau orang desa ini berani

melawan aku, huh, tahu rasa. Seluruh penduduk

desa ini akan aku musnahkan."

Marijo kaget melihat gadis calon pengantin itu

telah dipondong orang. Teriaknya, "Hai, siapa kau!

Lepaskan dia!"

"Heh-heh-heh, kau mau apa?" ejek Ditya

Margono sambil mendelik. "Engkau tadi tidak mau

membawa lari, mengapa sekarang kau mau minta?

Gadis ini sekarang menjadi milikku. Heh-heh-heh."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

98

"Kurang ajar! Kau lepaskan atau tidak? Kupukul

kau!"

Marijo melompat dan mengayunkan tinjunya.

Melihat gerakan Marijo yang ngawur, Ditya

Margono tahu belaka pemuda itu tak mengerti ilmu

membela diri. Ia hanya ketawa mengejek dan tidak

bergerak. Namun ketika tinju sudah hampir

menyentuh tubuhnya, ia menggeser ke samping

dan pukulan Marijo luput. Akibat terlalu bernafsu,

Marijo terhuyung ke depan. Di susul tendangan

Ditya Margono.

Buk! Tubuh pemuda itu terlempar kemudian

menggeletak di tanah tak bergerak lagi.

Calon pengantin itu menjerit kaget. Ditya

Margono mengejek, "Huh, huh, pemuda seperti itu

engkau cintai? Pilihlah aku yang lebih gagah dan

lebih tampan."

Ucapan itu disusul dengan ciuman ke hidung dan

pipi. Gadis itu meronta dan menjerit. Tetapi

manakah mungkin bisa lepas dari dekapan tangan

Ditya Margono yang kuat? Saking ngeri dan takut,

gadis itu menjadi pingsan.

"Ayaaa..." tiba-tiba terdengar seruan halus. "Apa

yang kau lakukan ini orang muda?"

Ditya Margono kaget dan mengangkat mukanya.

Di depannya tahu-tahu telah berdiri seorang kakek.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

99

Wajahnya agung dan berwibawa, kumis dan

jenggotnya sudah putih seperti kapas. Kakek itu

tubuhnya kurus, dan sulit ditaksir tentang

umurnya. Akan tetapi sekalipun begitu tubuh kakek

itu tidak bongkok.

Yang menimbulkan rasa heran dalam hati

pemuda ini, mengapa kehadiran kakek ini di luar

pengetahuannya. Telinganya yang peka tidak

menangkap gerakan, tahu-tahu sudah berdiri di

depannya.

Kakek itu menghampiri Marijo yang menggeletak

pingsan. Diperiksanya sebentar, lalu

menggelengkan kepala dan menghela napas

panjang.

"Anak muda," tegurnya halus. "Apa sebabnya

engkau sekejam dan seganas ini?"

"Ha-ha-ha," Ditya Margono terbahak. "Bukan

urusanmu. Lebih baik engkau cepat pergi sebelum

kupukul mampus!"

"Ya Tuhan... ampunilah hambamu ini," ujar

kakek itu tetap sabar. "Aka nasehatkan kepadamu

anak muda, lepaskan perempuan itu dan

kembalikan kepada orang tuanya. Anak muda,

tidak kasihankah engkau kepada orang tua dan

keluarganya? Dan apakah engkau juga tega kepada

calon suaminya? Hemm, betapa sedih keluarga

mereka kehilangan anaknya."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

100

"Apa? Dikembalikan? Heh-heh-heh, enak saja

engkau bicara!" hardik Ditya Margono. "Gadis ini

mau membunuh diri mencebur sungai, karena tidak

setuju dengan calon suaminya. Heh-heh-heh, kalau

gadis ini aku biarkan membunuh diri, bukankah

sudah mampus? Huh, karena yang menyelamatkan

aku, maka gadis ini menjadi milikku pula."

"Anak muda, mati dan hidup manusia tidak

Seorangpun dapat menentukan, kecuali Tuhan

semata. Kalau Tuhan belum menghendaki, ada

sebabnya manusia gagal mati. Sekarang aku minta,

bebaskanlah dia."

"Tidak seorangpun dapat memaksa aku." Ditya

Margono ketus.

Kakek itu menghela nafas dalam. Ditatapnya

pemuda itu penuh perhatian. Lalu, "Banyak jalan

menuju kebaikan dan kebenaran anak muda. Tetapi

mengapa sebabnya engkau memilih jalan sesat?

Anak muda, tahukah engkau bahwa Tuhan ltu

selalu membuka kesempatan kepada manusia yang

sedia bertobat? Engkau masih muda, Tuhan akan

mengampuni engkau."

"Heh-heh-heh, kakek pikun. Enak saja kau

bicara!" ejek Ditya Margono. "Siapapun takkan

dapat menghalangi aku. Engkau mau apa? Jika

engkau tak cepat enyah, jangan salahkan aku jika

terpaksa membunuh engkau."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

101

"Ya Tuhan... ampunilah hambamu!"

Kakek itu masih tetap sabar. Kemudian

"Dengarlah nasehatku. Kembalikan gadis itu

kepada keluarganya."

"Jangan crewet. Tidak seorangpun dapat

menghalangi."

Kendati sudah cukup sabar, tetapi kakek ini juga

manusia biasa. Ia mengerutkan alis yang memutih,

katanya kemudian, "Anak muda, siapakah

sebanarnya engkau ini? Dan murid siapa pula?"

Masih sambil memondong gadis yang pingsan

itu, Ditya Margono menjawab dengan nada lebih
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ketus, "Engkau ingin tahu siapa aku dan snapa

guruku? Heh-heh-heh, begitu mendengar engkau

akan ketakutan dan terkencing-kencing. Dengar

baik-baik. Namaku Ditya Margono, murid tunggal

dan anak angkat Kiageng Ringin Putih."

"Kiageng Ringin Putih?" kakek itu kaget juga.

"Nah, engkau kaget?" ejek pemuda itu. "Lekas

engkau enyah dari sini dan jangan mengganggu

aku lagi"

Tiba-tiba dari arah desa terdengar suara hiruk

pikuk. Puluhan orang penduduk desa Kalisoga

berlarian dengan senjata di tangan. Mereka

bergegas datang setelah mendengar laporan keKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

102

empat gadis yang tadi mengawal calon pengantin

perempuan.

Melihat datangnya para penduduk itu, si kakek

mengerutkan alis. Ia tidak menghendaki terjadinya

mala-petaka. Nasihatnya, "Anak muda, mereka

telah datang. Bebaskan dia dan mari kita pergi.

Siapa tak kenal dengan gurumu? Mari anak muda,

dengarkan nasehatku."

Tentu saja kakek ini kenal benar dengan Kiageng

Ringin Putih. Sebab bukan saja kenal tetapi malah

sahabatnya.

Jim Cing Cing Goling! Ya benar. Kakek yang

sekarang berhadapan dengan Ditya Margono ini

memang Jim Cing Cing Goling. Kehadirannya di

tempat ini bukan secara kebetulan. Tetapi memang

sengaja mencari Kiageng Ringin Putih dan

muridnya.

Agar cerita ini lebih lancar, sejenak kita jenguk

kisah persahabatan orang ini.

Jim Cing Cing Goling seorang tokoh sakti yang

suka bertualang, di samping wataknya aneh.

Dahulu, ketika para pejuang Muria menentang

Mataram di bawah pimpinan Ali Ngumar, seperti

telah diceritakan dalam "Cinta dan Tipu Muslihat",

sebenarnya Kiageng Ringin Putih ini juga diminta

bantuannya.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

103

Namun Kiageng Ringin Putih menolak, sebab

tidak setuju. Dengan berperang berarti

mengorbankan rakyat tak berdosa, kendati

membenci raja Mataram.

Pendapat Kiageng Ringin Putih ini justeru cocok

dengan pendapat Jim Cing Cing Goling, tidak

melibatkan diri dalam perjoangan itu dan memilih

bertualang sesuka hati. Dan setiap mempunyai

waktu luang, Jim Cing Cing Goling selalu

berkunjung kepada Kiageng Ringin Putih.

Akan tetapi sudah cukup lama Jim Cing Cing

Goling tidak berkunjung ke tempat tinggal Kiageng

Ringin Putih, oleh kesibukannya sendiri,

menggembleng dua orang murid. Ia harus

menggembleng Purnomo, cucunya sendiri dan

harus pula menggembleng Sriningsih, anak Slamet

dan Untari. Banyak tenaga, pikiran dan waktu yang

harus dicurahkan untuk menggembleng dan

melatih ilmu kesaktian kepada dua orang bocah itu.

Hingga belasan tahun lamanya tak sempat

berkunjung kepada Kiageng Ringin Putih.

Sebaliknya Kiageng Ringin Putih, sejak Ditya

Margono dilahirkan dan diangkat sebagai murid dan

anaknya, juga sibuk menggembleng Ditya

Margono. Waktunya sudah tersita, menyebabkan

tidak sempat teringat kepada nama Jim Cing Cing

Goling.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

104

Justeru sudah belasan tahun lamanya tak pernah

bertemu itu, pada akhirnya Jim Cing Cing Goling

merasa rindu kepada sahabatnya. Kemudian

pergilah kakek ini ke Lawu, disertai murid terkasih,

Sriningsih. Kepergiannya kali ini disertai Sriningsih,

dengan maksud untuk melatih muridnya itu

mengenal liku-liku hidup manusia di tengah

masyarakat.

Apa pula Sriningsih sekarang telah menjilma

menjadi seorang gadis cantik, secantik ibunya,

Untari.

Kendati resminya Sriningsih ini murid Jim Cing

Cing Goling, akan tetapi memperoleh gemblengan

juga dari Mariam sebagai neneknya, dan juga oleh

ayah bundanya. Sejak berusia tiga tahun dan Untari

melahirkan anaknya yang kedua, Sriningsih

diboyong ke Pajang, dimanja oleh neneknya

Mariam dan nenek buyutnya Limaran.

JILID : IIKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

105

MEMANG ada alasan, mengapa Sriningsih

dimanja oleh Mariam dan Limaran. Karena

walaupun sudah berusaha, namun Mariam tak juga

lagi melahirkan anak lagi setelah kawin dengan

Teguh Limaran. Oleh sebab itu kedudukan

Sriningsih di Pajang, sebagai adik Teguh Limaran.

Akan tetapi kepergian Jim Cing Cing Goling

bersama Sriningsih ke pondok Kiageng Ringin Putih

itu kecelik. Kiageng Ringin Putih tidak di rumah dan

hanya dapat bertemu dengan perempuan tua

pengasuh Ditya Margono. Perempuan tua itu

memberitahukan bahwa sejak dua hari lalu,

Kiageng Ringin Putih pergi untuk mengurusi

muridnya, Ditya Margono. Tetapi perempuan itu

tidak dapat menerangkan sejelasnya, dan hanya

serba sedikit bahwa Ditya Margono membuat desa

Matesih geger serta membunuh beberapa orang

penduduk desa.

Jim Cing Cing Goling dan Sriningsih alias Rara

Inten bergegas menyusul ke Matesih. Namun

ternyata orang yang dicari telah pergi dan tidak

diperoleh keterangan ke mana Kiageng Ringin Putih

dan Ditya Margono pergi. Tetapi kendati begitu, Jim

Cing Cing Goling maupun Sriningsih menjadi tahu,

apa yang sudah terjadi dan dilakukan Ditya

Margono di Matesih.

"Ningsih," katanya. "Beranikah engkau pergi

seorang diri?"Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

106

"Mengapa tidak?" sahut gadis cantik itu tegas.

"Nenek Mariam telah memberi contoh, puluhan

tahun lamanya nenek merantau seorang diri.

Kemudian ibupun ketika masih gadis juga pergi

tanpa kawan seorangpun. Akupun ingin meniru

contoh yang diberikan nenek maupun ibu."

"Bagus, itulah yang selalu aku harapkan." Jim

Cing Cing Goling memuji. "Dan murid Jim Cing Cing

Goling memang harus begitu. Harus tabah, berani

dan sanggup mengatasi apapun yang dihadapi

tanpa bantuan siapapun." .

Setelah mendehem, kakek itu meneruskan,

"Nah, sekarang kita berpisah untuk menunaikan

tugas. Aku akan menuju selatan dan engkau harus

lewat utara. Tetapi engkau harus ingat. Bertemu

Kiageng Ringin Putih atau tidak, setelah dua bulan

harus pulang ke Pajang."

"Baiklah kek, akan aku laksanakan pesanmu."

Begitulah yang terjadi. Jim Cing Cing Goling

menuju ke selatan, dan karena telah memperoleh

sedikit keterangan tentang sepak terjang Ditya

Margono maupun ciri-cirinya, begitu bertemu

segera mengenal. Dengan sabar ia memberi

nasihat agar tidak berbuat jahat.

Akan tetapi manakah mungkin Ditya Margono

mau mendengar dan tunduk kepada orang yang

belum ia kenal? Kepada gurunya sendiripun ia tidakKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

107

mau tunduk, kendati selalu berusaha menjauhi.

Karena itu berhadapan dengan Jim Cing Cing Goling

ini sikap Ditya Margono congkak dan merendahkan.

Lalu, "Heh-heh-heh, siapa yang mau pergi? Jika

engkau mau pergi silahkan. Ketahuilah orang tua,

aku sudah terlanjur suka kepada gadis ini. Dan

biarlah gadis ini menjadi pengantin dengan aku."

Jim Cing Cing Goling mengerutkan alisnya.

Dalam hati heran sekali, mengapa seliar dan

sejahat ini murid dan anak angkat Kiageng Ringin

Putih Kalau saja peristiwa semacam ini terjadi tiga

puluh tahun lalu, manakah mungkin dirinya dapat

bersabar? Tentu pemuda sejahat ini sudah diberi

hajaran setimpal.

Jim Cing Cing Goling memalingkan kepala ke

arah para penduduk desa yang berlarian sambil

berteriak riuh rendah. Melihat itu, kembali ia

memberikan nasihatnya, "Anak muda, penduduk

sudah datang. Bebaskan gadis itu dan marilah kita

pergi."

"Kakek tua bangka yang cerewet!" bentak Ditya

Margono. "Mau pergi silahkan! Siapa yang sudi

pergi bersama engkau? Tentang para penduduk itu,

huh, siapa takut? Kalau mereka marah, huh, tahu

rasa. Akan kubunuh samua penduduk desa itu."

Jim Cing Cing Goling tambah kaget. Pemuda ini

bukan saja liar tetapi juga jahat dan kejam. KalauKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

108

dibiarkan berkeliaran, akan rusaklah masyarakat di

samping pula nama Kiageng Ringin Putih semakin

ternoda.

"Anak muda, apakah engkau tak mau mendengar

nasihatku, dan tidak takut kepada gurumu?"

"Sudahlah, jangan cerewet! Aku tak punya waktu

lagi melayani engkau. Aku akan menjadi pengantin
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan gadis manis ini."

Ketika itu para penduduk desa telah datang dan

mengurung. Orang tua si gadis yang amat kuatir

cepat berteriak dan maju, "Hai... siapa engkau ini?

Lepaskan anakku....."

Untung Jim Cing Cing Goling waspada. Ia cepat

menarik mundur orang tua itu sambil membujuk,

"Sabarlah. Biar aku yang mengurus bocah ini. Tidak

perlu kuatir, anakmu tentu selamat."

Para penduduk mengamati Jim Cing Cing Goling

dengan heran dan setengah kuatir. Dapat berbuat

apakah kakek tua renta ini, berani bermulut besar?

Tetapi sekaiipun begitu tidak seorangpun membuka

mulut, hati semua orang tegang dan mengamati

kakek itu yang berhadapan dengan si pemuda liar.

"Anak muda, apakah engkau tetap membandel

dan tak mau mendengar nasihatku?" tanya Jim

Cing Cing Goling dengan nada halus.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

109

"Huh-huh, aku tak butuh nasihat macam

apapun." Ditya Margono ketus sambil mengusap
usap pipi Rinem yang masih pingsan.

"Bangsat!" teriak ayah si gadis. "Jangan kurang

ajar terhadap anakku."

Laki-laki itu melompat maju dengan maksud agar

segera dapat menghajar pemuda liar itu.

"Jangan!" cegah Jim Cing Cing Goling. Ayah gadis

itu ditangkap, dan agar tidak membuat repot, urat

nadinya dipencet. Ayah gadis itu menjerit kesakitan

dan tiba-tiba saja lengan itu lumpuh. Akan tetapi

kakek itu tak perduli, lalu orang itu didorongnya

minggir.

Sesudah menyelesaikan ayah gadis itu Jim Cing

Cing Goling mengamati Ditya Margono dengan

katanya sungguh-sungguh, "Hemm, engkau

memang bandel anak muda. Untuk kepentingan

gurumu dan untuk dirimu sendiri, aku terpaksa

mencoba ketinggian ilmumu."

"Heh-heh-heh," Ditya Margono terkekeh.

"Engkau ingin mencoba aku? Bagus! Mari kita coba,

siapa yang harus bertekuk lutut minta ampun."

Seperti telah diceritakan, bagaimanapun Ditya

Margono ini berotak udang alias tumpul. Merasa

berhadapan dengan kakek berilmu tinggi, iaKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

110

berpikir gadis yang dipondongnya ini membuat

repot saja.

Maka pemuda itu menghampiri salah seorang

penduduk menyerahkan Rinem yang pingsan

sambil berkata, "Bawalah gadis ini sebentar. Awas,

jangan kau ganggu. Setelah aku selesaikan tua

bangka ini, aku akan menjadi pengantin."

Kendati heran, laki-laki itu menerima juga. Ayah

si gadis gembira dan berteriak, "Berikan

kepadaku!"

Ditya Margono mendelik tidak senang. Ia

menggerakkan tangan dengan maksud memukul

ayah gadis itu.

"Plak...!" Ditya Margono kaget dan terhuyung ke

belakang dua langkah, sedang lengannya tergetar

hebat sekali seperti lumpuh. Kendati Ditya Margono

kebal, pengaruh tangkisan Jim Cing Cing Goling

kuasa membuat pemuda itu kesakitan.

Sebaliknya Jim Cing Cing Goling terbelalak

heran, tangkisannya hanya kuasa membuat

pemuda itu terhuyung. Diam-diam ia kagum juga

kepada murid Kiageng Ringin Putih ini. Masih amat

muda sudah memiliki tenaga yang amat kuat.

Kemudian hari apabila sudah matang ilmunya

dalam latihan tentu pemuda ini akan menjilma

sebagai tokoh sakti pilih tanding. Cuma sayang,

pemuda ini liar dan berbau sesat. Kalau tidak liarKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

111

dan seganas ini, tentu pemuda semacam ini amat

dibutuhkan masyarakat dan manusia di bumi. ini.

Pemuda yang perkasa amat berguna untuk

menghadapi orang serakah, yang batil, yang lalim,

yang menindas, yang sewenang-wenang dan yang

suka memeras.

Akan tetapi Ditya Margono memang tidak kenal

takut. Begitu merasakan lengannya kesemutan, ia

menjadi tambah marah. Dari tenggorokannya lalu

terdengar geraman nyaring, membuat orang yang

mendengar miris. Belum juga lenyap suara

geraman tersebut, Ditya Margono sudah menerjang

maju.

Tangan kiri bergerak lebih dahulu dengan jari

setengah ditekuk untuk mencengkeram, sedang

tangan kanan dengan jari terkepal untuk memukul.

Namun ternyata yang datang lebih dahulu malah

tinju kanan yang mengarah dada. Kemudian disusul

tangan kiri yang mencengkeram pundak. Sambaran

terjangan pemuda ini kuat sekali, sehingga Jim

Cing Cing Goling kaget berbareng kagum.

Namun yang dihadapi Ditya Margono sekarang

ini kakek tua yang sakti, Jim Cing Cing Goling.

Seorang tokoh tua yang sejak mudanya telah

terkenal dan disegani kawan dan lawan. Serangan

Ditya Margono itu hanya menyambar angin.

Kemudian tangan kiri kakek itu mengebut, anginKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

112

kuat tetapi halus menyambar ke muka Ditya

Margono.

Betapapun jahatnya dan betapapun liarnya

pemuda ini, namun Jim Cing Cing Goling tak ingin

mencelakai. Ia tidak ingin Kiageng Ringin Putih

kecewa dan marah. Kendati pemuda ini ganas dan

jahat, tetapi yang berhak menghukum hanya

Kiageng Ringin Putih.

Akan tetapi justeru karena perlawanan Jim Cing

Cing Goling yang tidak bersungguh-sungguh ini,

Ditya Margono tambah gemas. Ia seorang pemuda

liar yang hanya mencari menang sendiri. Karena itu

dalam menyerang, tidak segan untuk membunuh,

disertai pula geraman seperti binatang marah.

Penduduk desa Kalisoga yang, menonton

perkelahian itu, makin lama menjadi semakin

mundur tidak kuat mmahan sambaran angin

pukulan Ditya Margono. Diam-diam para penduduk

menjadi berdebar dan kuatir. Penolong mereka

seorang kakek yang sudah tua renta. Mungkinkah

seorang diri sanggup menghalau pemuda ganas

itu?

Jim Cing Cing Goling mengerutkan alis. Dalam

hatinya kagum bahwa semuda ini, Ditya Margono

sudah berilmu tinggi dan tubuhnya kebal. Ia

membandingkan antara Ditya Margono dengan

Prayoga maupun Slamet ketika masih muda. SudahKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

113

diceritakan dalam cerita terdahulu ("Cinta dan Tipu

Muslihat" dan "Menebus Dosa"). Ketika itu baik

Prayoga maupun Slamet, dipuji sanjung orang

karena masih muda tetapi gagah perwira.

Tingkatannya seimbang dengan Ditya Margono ini.

Kendati begitu, Ditya Margono setingkat lebih

menang, karena tubuhnya kebal senjata.

Yang mirip dengan kegagahan dan kejahatannya

dengan Ditya Margono ini hanya Swara Manis.

Ketika mudanya, Swara Manis yang jahat itu kejam

dan tak segan menyebar maut di samping licin dan

penuh tipu muslihat. Tetapi kendati begitu, Swara

Manis bukan penculik perempuan.

Bagaimanapun seorang pemuda yang ganas, liar

dan suka menculik perempuan macam ini,

merupakan pemuda tidak baik. Kalau saja yang

dihadapi sekarang ini bukan murid sahabatnya,

kiranya Jim Cing Cing Goling sudah turun tangan

untuk memberi hajaran setimpal. Tetapi karena

pemuda liar ini murid tunggal dan anak angkat

Kiageng Ringin Putih, ia berhati-hati agar tidak

terjadi salah paham dengan sahabat itu.

Kendati begitu, timbul rasa heran juga

memenuhi dadanya. Mengapa Kiageng Ringin Putih

sudah salah asuh, membuat murid tunggal dan

anak angkatnya seganas dan sejahat ini?

Mungkinkah akibat kekecewaan Kiageng Ringin

Putih yang belum dapat membalas dendam kepadaKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

114

Raja Mataram itu, kemudian mendidik murid

tunggalnya sejahat ini?

"Ah tidak mungkin!" bantahnya sendiri. "Di

Matesih aku sudah mendapat keterangan, Kiageng

Ringin Putih amat marah dengan sepak terjang

Ditya Margono. Justeru oleh sepak terjang

muridnya yang tidak patut itu, menyebabkan

Kiageng Ringin Putih pergi."

"Bocah, sudah terlalu cukup kita mencoba ilmu,"

katanya dengan nada tetap halus. "Sekarang

marilah kita pergi dari sini, dan janganlah engkau

mengganggu penduduk desa yang tak berdosa."

Ditya Margono menggeram sambil menyerang

dengan cengkeraman-cengkeraman berbahaya.

Setelah melancarkan serangan bertubi-tubi, tetapi

tetap tak dapat menyentuh tubuh lawan, pemuda

ini mengejek, "Huh-huh, aku lebih taat kepada guru

daripada orang lain. Huh-huh, tahukah engkau

orang tua, bahwa semua yang aku lakukan ini,

sesuai dengan perintah guru?"

"Apa katamu?" Jim Cing Cing Goling kaget dan

mengerutkan alis.

"Heh-heh-heh, guru memang memerintahkan
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

aku supaya membuat kegemparan di mana-mana.

Huh-huh, guruku sengaja menarik perhatian

orang."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

115

"Apa maksudmu?" Jim Cing Cing Goling tambah

heran.

"Engkau tidak perlu heran. Guruku ingin

menunjukkan kepada dunia bahwa semua tokoh di

dunia ini harus tunduk kepada guru!"

"Benarkah itu?"

"Mengapa tidak? Guru sudah memerintahkan

aku."

Kerut pada dahi Jim Cing Goiing tambah dalam,

dan rasa heran memenuhi dada. Benarkah Kiageng

Ringin Putih sudah merubah menjadi gila? Muridnya

diperintahkan menaklukkan semua orang?

Diam-diam Jim Cing Cing Goling menyesal sekali.

Kalau ucapan pemuda ini benar, apapun alasannya,

tidak bisa dipuji. Jalan yang ditempuh Ditya

Margono ini, yang membuat kegemparan dan

menculik perempuan adalah jalan sesat. Tindak dan

perbuatan tak terpuji. Siapapun yang berbuat jahat

dan merugikan rakyat, harus dilawan dan

dihancurkan. Tidak perduli nantinya harus

berhadapan dengan Kiageng Ringin Putih.

Jim Cing Cing Goling yang terkenal cerdik dan

licin itu, tanpa sesadarnya telah dapat ditipu Ditya

Margono mentah-mentah. Kemudian ia meragukan

keterangan penduduk Matesih.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

116

Menurutnya manusia yang hidup di dunia ini bisa

saja tergelincir dan berbuat salah, dan tidak

terkecuali Kiageng Ringin Putih. Mungkin saja

Kiageng Ringin Putih menjadi frustasi, setelah tahu

dan mendengar, semua Bupati dan Adipati yang

melawan Mataram dihancurkan. Dan semua

perlawanan dari rakyat selalu kandas di tengah

jalan. Karena frustasi dan tak tahu jalan lagi apa

yang harus dilakukan, kemudian melakukan

pengacauan lewat muridnya. Dan agar apa yang

dilakukan ini bisa tertutup, maka di depan orang

Kiageng Ringin Putih pura-pura marah.

Akan tetapi meskipun sudah menduga sejauh itu,

Jim Cing Cing Goling masih meragu. Ia masih tidak

percaya kalau Kiageng Ringin Putih sanggup

merencanakan perbuatan sejahat ini. Sebaliknya

untuk tidak mempercayai keterangan bocah ini, ia

pun tidak berani.

Justeru oleh keraguannya inilah menyebabkan

Jim Cing Cing Goling masih tetap ragu dalam

menghadapi bocah ini. Tujuannya sekarang, hanya

untuk mengusir bocah ini, hingga calon pengantin

maupun penduduk selamat dari keganasan Ditya

Margono. Hal-hal lain akan ia selesaikan dengan

Kiageng Ringin Putih apabila bertemu.

Perkelahian itu tambah lama bertambah sengit.

Namun setiap pukulan Ditya Margono, tidakKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

117

satupun berhasil menyentuh tubuh Jim Cing Cing

Goling.

Malah tiba-tiba saja bocah ini kaget, ketika

merasakan tenaga pukulannya selalu membalik dan

menghantam diri sendiri. Setiap memukul,

lengannya tergetar hebat dan dadanya menjadi

sesak. Makin kuat pukulannya, tenaga yang

membalik itu semakin kuat pula.

Akan tetapi celakanya Ditya Margono ini seorang

pemuda berotak tumpul dan keras kepala. Ia tidak

menyadari bahwa Jim Cing Cing Goling tidak

bermaksud mencelakakan dan bermaksud baik.

Ditya Margono bukannya mau mengerti, tetapi

malah tambah penasaran.

Rasa penasaran itu menyesak dadanya, karena

setelah lepas dari pengawasan Kiageng Ringin

Putih, pemuda ini belum pernah terkalahkan.

Akibatnya setelah semua pukulannya tidak

memberi hasil, pemuda ini menggeram keras.

Tahu-tahu di tangan kanan pemuda itu sudah

tergenggam sebatang pedang yang mengkilap

tajam. Lalu sambil membentak nyaring, pemuda ini

menyerang sepenuh tenaga.

Jim Cing Cing Goling kagum juga. Bakat bocah

ini sungguh bagus di samping tenaganya kuat

sekali. Di samping itu, ilmu pedang ciptaan

sahabatnya itu, sekarang tambah sempurna danKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

118

aneh. Untung sekali gerakan Ditya Margono masih

agak kaku, baru dapat menguasai kulitnya, maka

bahayanya banyak berkurang.

Sebagai tokoh misterius, cerdik, licin tetapi jujur,

Jim Cirig Cing Goling pantang mencuri ilmu orang

lain. Akan tetapi karena sekarang ini terpengaruh

oleh ucapan Ditya Margono, bahwa Kiageng Ringin

Putih sengaja menantang para tokoh sakti untuk

dikalahkan, ia berjaga diri. Kalau keterangan itu

benar, sekalipun sahabatnya, ia akan maju dan

menandingi. Ia merasa berkepentingan untuk

memperingatkan sahabatnya itu sebelum terlanjur.

Namun kalau Kiageng Ringin Putih tidak mau

mundur, apa boleh buat ia akan melawan dan

berusaha mengalahkannya.

Betapapun rasa hormatnya kepada sahabatnya

itu, tetap ada batasnya. Ia hormat dan menghargai

Kiageng Ringin Putih, yang rela meninggalkan

kemewahan hidupnya sebagai putera Bupati, lalu

bersembunyi di lereng Lawu, karena tak mau

tunduk kepada Mataram. Akan tetapi kalau Kiageng

Ringin Putih sudah berobah sombong, congkak dan

tidak memandang sebelah mata kepada orang lain

serta membiarkan muridnya berbuat jahat, ia akan

bertindak sesuai dengan panggilan jiwanya yang

akan selalu menentang kejahatan.

Di samping itu Jim Cing Cing Goling juga

mempunyai perhitungan lain. Kalau Kiageng RinginKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

119

Putih menghadapi tokoh lain, kemudian sampai

kalah, belum tentu orang itu sedia memberi ampun.

Akan tetapi kalau dirinya sendiri yang maju, dirinya

akan berusaha menyadarkan, agar tidak terlanjur

sesat.

"Hiaatt..." geraman seperti binatang itu keluar

dari mulut Ditya Margono keras sekali.

Jim Cing Cing Goling menggeser kaki, menekuk

tubuh ke belakang untuk menghindari sambaran

pedang, disusul tangannya bergerak cepat sekali

untuk mencengkeram siku Ditya Margono. Akan

tetapi pemuda itu cukup tangkas. Ia membalikkah

pedangnya untuk menabas lengan Jim Cing Cing

Goling, membuat kakek ini terpaksa menarik

tangannya.

Diam-diam Jim Cing Cing Goling heran juga.

Mengapa bocah ini mempunyai suara geraman

seperti binatang? Geraman itu mirip suara harimau

marah, tetapi juga mirip dengan geraman seeker

kera.

Perkelahian jtu sudah cukup lama, tetapi napas

pemuda itu masih tetap teratur dan tidak tersengal.

Diam-diam kakek ini tambah kagum. Ternyata

bocah ini bukan saja kulitnya kebal, tetapi juga

mempunyai napas kuda. Kalau saja tidak menjadi

pemuda yang ganas dan kejam, pemuda semacam

ini besar sekali kegunaannya bagi masyarakat.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

120

Beberapa saat kemudian, serangan yang

dilakukan Ditya Margono telah mengulang kembali

jurus-jurus berbahaya dan paling diandalkan. Jim

Cing Cing Goling tersenyum. Jelas sekali pemuda

ini masih kurang pengalaman dan picik.

Sekarang sudah tiba saatnya untuk bertindak.

Tiba-tiba tangan Jim Cing Cing Goling yang dua itu,

berubah menjadi banyak sekali saking cepatnya

bergerak, mengurung ruang gerak Ditya Margono.

Maksudnya jelas, akan menangkap pemuda ini

untuk ditundukkan

"Haiiit...!" Ditya Margono melenting tinggi dalam

usaha menghindari tendangan dan cengkeraman ke

arah perutnya. Di udara pemuda ini berjungkir balik

lalu meluncur ke bawah dengan pedang teracung

ke bawah. Kemudian dengan gerakan yang tidak

terduga, pedang itu menggetar sehingga sulit

diduga ke mana arah serangannya. Sedang

tangannya dengan jari terbuka siap pula

membantu dengan cengkeraman ke kepala lawan.

Jim Cing Cing Goling tersenyum. Setelah dapat

mempelajari ilmu lawan, tidak sulit bagi Jim Cing

Cing Goling untuk menghindari serangan

berbahaya itu. Kemudian dengan dua tangan, Jim

Cing Cing Goling mengebutkan telapak tangan

terbuka.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

121

Angin yang kuat sekali menyambar ke dada Ditya

Margono. Membuat Ditya Margono sesak dan sulit

bernapas. Di saat pemuda itu kaget, tahu-tahu

tubuhnya seperti disentakkan ke bawah. Sebelum

sadar apa yang terjadi, tubuh pemuda itu

terbanting ke tanah.

"Bukk... aduuuhhh..." dari mulut pemuda itu

terdengar teriakan nyaring. Kendati kulit tubuhnya

kebal, namun bantingan itu membuat dadanya

terguncang hebat dan darahnya bergolak.

Menyusul kemudian dari mulut pemuda ini
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyembur darah segar.

Untung juga Ditya Margono kebal. Kendati

muntah darah, ia tidak menderita luka parah. Kalau

orang lain, menerima tendangan kakek sakti ini,

kiranya sudah menderita luka hebat atau mungkin

malah tewas.

Akan tetapi justeru tendangan yang hebat dan

Jim Cing Cing Goling ini kemudian membuka mata

Ditya Margono, bahwa dirinya bukan lawan kakek

ini. Ternyata, dirinya sekarang kecelik. Padahal

menurut pendapatnya, sudah sulit mencari tanding.

Baru sekarang terbuka matanya, tidak terhitung

banyaknya tokoh sakti yang masih jauh lebih tinggi

diatas dirinya. Dan mungkin pula, gurunya sendiri

yang ia anggap tersakti itu pun, masih ada pula

orang yang kesaktiannya masih di atasnya.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

122

Namun Ditya Margono seorang pemuda keras

kepala. Kendati dadanya bergolak dan sesak,

pandang matanya berkunang, ia cepat dapat berdiri

tegak. Sepasang matanya merah seperti

memancarkan api, menatap tajam kepada kakek

itu. Dari kerongkongannya terdengar geraman

marah, namun tidak berani menyerang lagi.

Jim Cing Cing Goling tersenyum. Kemudian

katanya masih tetap halus, "Anak, apakah engkau

masih juga keras kepala, tidak mau pergi dari

tempat ini?"

Tetapi ucapan yang halus dan sayang itu,

diterima salah oleh Ditya Margono dan merasa

dihina. Ia bukannya tunduk malah menjawab

lantang, "Huh.... lumrah engkau menang melawan

aku. Tetapi tiga bulan lagi di hutan Wonokerto, aku

ingin meiihat apakah engkau sanggup melawan

guruku?"

"Engkau tak perlu kuatir," sahut Jim Cing Cing

Goling tenang. "Di saat yang telah ditetapkan, aku

tentu datang kesana menghadapi gurumu."

"Bagus, ha-ha-ha," berbareng dengan

ketawanya, Ditya Margono telah melompat lalu lari

seperti terbang, meninggalkan Jim Cing Cing Goling

yang masih berdiri tegak, sambil menghela napas

dan menggeleng-geiengkan kepaianya.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

123

Bagaimanapun pula kakek ini menjadi sedih

setelah mendengar sahabatnya itu menantang

kepada sekalian orang. Ia tak habis mengerti

mengapa bisa terjadi begitu. Mungkinkah

sahabatnya itu menjadi putus asa, setelah puluhan

tahun lamanya, belum berhasil membalaskan sakit

hati keluarganya kepada raja Mataram dan

keturunannya?

Tiba-tiba Jim Cing Cing Goling menjadi kaget dan

sadar. Para penduduk desa itu sekarang telah

mengerumuninya sambil menjatuhkan diri berlutut.

Ia menebarkan pandang matanya. Kalau

menuruti perasaan hatinya yang suka ugal-ugalan

dan memperolok orang, inginlah hatinya

memperolok mereka. Akan tetapi hati tuanya

melarang. Kemudian pandang matanya bertemu

dengan ayah calon pengantin sedang gadis itu

masih pingsan dalam pondongannya. Ia menjadi

iba, katanya halus,

"Sudahlah. bahaya telah lewat. Pamuda itu

sekarang sudah pergi, sekarang pulanglah kalian ke

rumah masing-masing. Aku ikut berdoa agar anak

yang kau kawinkan, kemudian hari dapat hidup

rukun dengan suaminya."

Masih sambil memondong anaknya, ayah

pengantin itu berkata dengan nada yang takut
takut, "Tetapi Kyai, saya ingin sekali mengundangKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

124

kehadiran Kyai dalam pesta pernikahan anak kami.

Dan apabila Kyai berkenan, kamipun ingin sekali

menghaturkan kenang-kenangan atas pertolongan

Kyai terhadap kami semua."

"Heh-heh-heh," Jim Cing Cing Goling ketawa

perlahan, "Terima kasih atas perhatian kalian.

Tetapi maafkanlah aku yang tua ini. Aku tak dapat

singgah ke rumahmu, sebab aku sedang mencari

seseorang. Penundaan perjalanan dapat

menyebabkan usahaku bertamban sulit."

Jim Cing Cing Goling tahu, baik ayah si gadis

maupun semua penduduk akan berusaha menahan

dirinya dengan bermacam alasan. Ia tidak ingin

berpanjang mulut. Ia menggunakan kegesitannya

bergerak, melenting agak tinggi lewat di atas

kepala para penduduk desa yang mengerumuninya.

Sesudah itu dengan kecepatannya berlari, dalam

waktu singkat telah berada di tempat cukup jauh.

"Ahhh... ohhh... wahhh... huwaduh..." terdengar

seruan kagum dari mulut para penduduk desa itu.

Mereka hampir tidak percaya akan pandang mata

mereka sendiri, lalu mengira kalau kakek itu bukan

manusia. Kemudian ramailah mereka

membicarakan peristiwa yang baru saja terjadi,

mereka anggap terlalu aneh. Maka tidak

mengherankan kiranya, setelah mereka tiba di

dalam desa, mereka berebut bercerita, masing-Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

125

masing merasa lebih tahu, di samping menambah

bumbu-bumbu yang tidak pernah terjadi.

Jim Cing Cing Goiing melangkah pergi dengan

nada penuh kecewa dan sedih. Di samping itu

timbul pula semacam pertanyaan, apa sebabnya

Kiageng Ringin Putih bernafsu menantang semua

orang dan ingin mengalahkan? Dengan langkah

Kiageng Ringin Putih itu apakah tidak mengundang

bahaya dan musuh? Kalau toh kiranya dalam

pertandingan kesaktian itu menang, mungkinkah

orang-orang yang dikalahkan itu akan menjadi

tunduk? Belum tentu!

Akibatnya malah bisa berbalik. Orang-orang

yang telah dikalahkan bisa sakit hati. Kemudian

mereka akan mencari kesempatan untuk dapat

membalas dendam. Dan kalau sampai terjadi

mereka mengangkat senjata bersama-sama dan

mengeroyok, mungkinkah seorang diri mampu

menanggulangi mengamuknya orang-orang itu?

Jim Cing Cing Goling kembali menghela napas

panjang. Ia kuatir sekali membayangkan akibat
akibat yang bisa terjadi oleh kesalahan langkah

sahabatnya itu. Akan tetapi apa harus dikata, kalau

murid dan guru itu sudah menyebarkan tantangan

secara luas? Ia tak mungkin bisa mencegah lagi.

Yang bisa ia lakukan hanya pada saat yang telah

ditentukan, ia akan mendahului yang lain untuk

berkelahi lebih dahulu dengan Kiageng Ringin Putih.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

126

Seperti telah disinggung di depan, kepergian Jim

Cing Cing Goling ini bersama seorang muridnya,

bernama Sriningsih alias Rara Inten. Kemudian

guru dan murid ini berpisah dalam usaha mereka

mencari Kiageng Ringin Putih. Kakek ini mencari

lewat selatan, sedang Rara Inten alias Sriningsih

lewat utara.

Bukan tiada maksud Jim Cing Cing Goling

berpisah dengan muridnya itu, maksudnya agar

Sriningsih memperoleh pengalaman berharga

dalam hidupnya. Derita bagi manusia

kedudukannya penting sekali. Sebab derita itu

kemudian hari akan menjadi bekal dan guru dalam

hidup selanjutnya. Derita akan menuntun

kedewasaan berpikir dan kedewasaannya.

Jim Cing Cing Goling memang tidak kuatir

muridnya melakukan perjalanan seorang diri,

sekalipun seorang gadis Retnaja yang cantik jelita.

Bekal yang diberikan telah cukup. Dengan bekal

ilmu kesaktian yang telah diajarkan belasan tahun

lamanya, akan sanggup mengatasi setiap perkara

yang dihadapi. Lebih lagi mengingat, Sriningsih

alias Rara Inten dididik sejak kecil oleh beberapa

orang. Dasar-dasar ilmu telah diberikan oleh ayah

bundanya, suami isteri sakti dari desa

Jonggrangan, Slamet dan Untari.

Baik Slamet maupun Untari sejak muda sudah

terkenal sebagai orang-orang sakti mandraguna.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

127

Kendati masih gadis remaja, Sriningsih alias Rara

Inten merupakan gadis berilmu tinggi. Semua itu

berkat bimbingan ayah bundanya, Jim Cing Cing

Goling maupun si Bongkok Baskara.

Gadis Sriningsih alias Rara Inten ini melakukan

perjalanan dengan hati-hati. Kalau tidak terpaksa,

ia tidak ingin berurusan dengan siapa pun. Sebab

bagaimanapun, kedudukannya sebagai seorang

gadis yang rupawan, akan mengundang sikap jahil

dari laki-laki manapun di dunia ini.

Akan tetapi ternyata kehendak hatinya tidak

sesuai dengan kenyataan yang harus ia hadapi

dalam perantauan ini. Di saat gadis ini lewat

wilayah perbukitan kering sebelah utara hutan

Krenda Wahana, telinganya yang sudah terlatih

mendengar jerit nyaring perempuan dari sebuah

desa yang terletak di lembah. Gadis ini berhenti

melangkah, alisnya berkerut dan memasang

telinga.

Untuk beberapa saat lamanya gadis ini berdiri

termangu. Akan tetapi sepasang matanya

memandang ke arah desa tidak berkedip, seakan

gadis ini sedang menduga dan menentukan, apa
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang harus ia lakukan. Namun tidak terlalu lama

bersikap seperti itu.

Sepasang matanya yang berpandangan tajam,

sudah dapat menangkap bayangan seseorang yangKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

128

bergerak gesit, keluar dari desa di lembah itu.

Bayangan orang itu tidak sendirian, tetapi sedang

memondong perempuan.

Meledak kemarahan gadis ini menyaksikan

seorang penjahat melakukan penculikan di desa itu.

Lebih lagi setelah mendengar hiruk-pikuk penduduk

desa yang berusaha mengejar penculik itu. Apapun

yang terjadi, ia harus menolong. Kakinya segera

bergerak ringan, lalu melakukan pengejaran.

Penculik itu menuju ke timur. Rara Inten

penasaran dan mengejar. Ia berhasil menyusul

penculik itu, ketika hampir masuk hutan Krenda

Wahana.

Tiba-tiba penculik itu berhenti, membalikkan

tubuh sambil ketawa mengejek. Sulit dilukiskan

betapa kaget gadis ini, setelah mengenal penculik

itu. Seorang pemuda tinggi kurus, wajahnya pucat

dan berkumis tipis. Pemuda mata keranjang,

bernama Kelana Dewa.

"Heh-heh-heh, bagus," ujarnya, sedang

sepasang mata pemuda itu menatap Rara Inten

secara jalang.

"Inten, aku tahu engkau mencintai aku. Dan aku

tahu pula engkau cemburu, melihat aku

memondong perempuan lain. Jika engkau tidak

senang melihat aku main cinta dengan gadis lain,Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

129

baik. Gadis ini akan aku lemparkan ke jurang, dan

marilah kita memadu kasih."

Rara Inten memekik nyaring saking kaget,

melihat gadis yang baru saja diculik itu benar-benar

dilemparkan ke dalam jurang. Tak mungkin dirinya

dapat menolong gadis itu tanpa membahayakan diri

sendiri. Maka Rara Inten tak dapat berbuat lain

kecuali menyesal dan tambah marah.

Saking marah, gadis ini tak sanggup membuka

mulut. Celakanya, keadaan ini disalah artikan oleh

Kelana Dewa. Pemuda bejat itu mengira Rara Inten

datang menyusul karena cemburu, melihat Kelana

Dewa menculik seorang gadis.

Kelana Dewa maju ke depan sambil

mengembangkan kedua lengannya, dalam sikap

ingin memeluk. Rara Inten melesat ke samping

sambil membentak nyaring, "Jahanam! Jangan

sentuh aku!"

"Heh-heh-heh," Kelana Dewa terkekeh.

"Mengapa tak boleh? Percayalah, aku mencintaimu

sepenuh jiwaku. Marilah adik manis, kita memadu

kasih di hutan yang sepi ini."

Kemarahan Rara Inten tambah meledak

mendengar ucapan pemuda itu. Tetapi ia tidak

berani sembrana dan gegabah, karena menyadari

pemuda ini bukan lawan ringan. Masih terbayang

dalam benak gadis ini peristiwa setengah tahunKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

130

lewat. Saat itu merupakan saat pertama kali

berkenalan dengan pemuda kurus tinggi ini.

Ketika itu seperti biasa dilakukan oleh Rara

Inten, di waktu dirinya menganggur. Matahari baru

saja bergeser ke barat, ketika Rara Inten

meninggalkan rumah Jim Cing Cing Goling. Ia

berlarian cepat sekali menuju gunung Ungaran,

tanpa tujuan lain kecuali hanya berlatih lari.

Rara Inten mewarisi ketabahan, kegagahan dan

kecerdikan neneknya, Sarini. Dulu ketika mudanya

Sarini yang gadis cantik itu, seorang diri berani

masuk ke dalam padepokan Ki Hajar Sapta Bumi di

Gunung Slamet, seperti diceritakan dalam "Cinta

dan Tipu Muslihat". Hampir saja Sarini celaka di

tangan Swara Manis kalau tidak tertolong oleh

kecemerlangan otaknya, hingga Ki Hajar Sapta

Bumi merasa malu untuk menawan Sarini.

Kemudian Sarini hampir mati di bawah tanah

berhadapan dengan Gendruwo Semanu, kalau tidak

tertolong oleh nasib.

Tiba-tiba Rara Inten kaget. Telinganya

menangkap suara bentakan orang berkelahi dan

denting senjata. Diam-diam gadis ini heran, siapa

yang berani berkelahi di tempat ini, justeru

merupakan tempat tinggal gurunya yang sakti,

disamping pula sebagai tempat tinggal ayah

bundanya dan si Bangkok Baskara.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

131

Mendadak timbul dugaannya, tentu ada seorang

jahat yang berusaha mengacau pedesaan yang

tenteram dan damai ini.

"Hai! Siapa kalian, sudah berani mengacau

tempat ini?" bentaknya kemudian, ketika melihat

dua orang pemuda sedang berkelahi di tempat yang

terlindung semak tinggi.

Bentakan Rara Inten itu mengejutkan mereka

yang sedang berkelahi. Mereka melompat mundur

dan menahan senjata masing-masing. Kemudian

dua orang pemuda itu terbelalak ketika melihat

seorang gadis cantik, yang tiba-tiba saja muncul

dan melerai.

Agaknya pemuda bertubuh tinggi, kurus dan

berwajah pucat itu lebih dahulu sadar. Ia

membungkuk memberi hormat kepada Rara Inten,

lalu berkata ramah, "Nona, maafkanlah aku. Tidak

ada maksud mengacau dan mengganggu

ketenteraman nona. Akan tetapi pemuda ini, tanpa

persoalan apapun sudah menyerang dan berusaha

membunuh diriku."

Pemuda yang lain mendelik marah lalu

membentak nyaring, "Tutup mulutmu yang busuk,

pengecut dan curang! Engkau bilang tanpa

persoalan, apakah engkau lupa kepada peristiwa

beberapa bulan lalu di Magetan? Huh-huh, hari ini

engkau harus mampus dalam tanganku!"Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

132

Setelah membentak, kemudian mengamati Rara

Inten dan berkata lantang, "Nona, urusan ini tidak

ada hubungannya dengan engkau. Saya minta,

engkau jangan mencampuri urusan ini."

Sepasang alis yang lentik itu berdiri. Hatinya

tersinggung dan marah. Akibat sikap kasar dari

pemuda ini, menyebabkan Rara Inten segera

berpihak kepada si pemuda jangkung berkumis

tipis. Karena pemuda itu sikapnya halus dan

menghormati.

"Huh-huh, aku tidak perduli urusanmu!"

bentaknya dingin. "Aku tidak akan membiarkan

orang berbuat onar di tempat ini. Huh-huh, tanpa

bertanyapun aku sudah tahu siapa yang benar dan

siapa pula yang salah. Sikapmu yang kasar

memhuktikan engkau seorang jahat!"

Rara Inten memang belum berpengalaman.

Akibatnya ia sudah salah duga, dan mudah

menuduh orang menurutkan perasaan hati. Rara

Inten belum mengenal keadaan dunia yang penuh

kepalsuan itu, hingga beranggapan, orang yang

bersikap halus tentu baik dan yang bersikap kasar

tentu jahat. Padahal ada kalanya yang bersikap

halus itu karena berusaha menutupi kejahatannya.

"Terima kasih atas luasnya pandangan nona,"

pemuda kurus pucat itu tersenyum lalu

membungkukkan tubuh memberi hormat. "NonaKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

133

sungguh hebat dan mengagumkan. Sebelum diberi

tahu, nona yang mulia sudah dapat membedakan

mana yang baik dan siapa pula yang jahat. Ah

nona, pemuda busuk itu sengaja menggunakan

kepandaian untuk berbuat sewenang-wenang

kepada yang lemah."

"Keparat! Engkau sendiri yang busuk!" teriak

pemuda itu saking tak kuasa menahan kemarahan

nya. "Engkau jahanam busuk. Dan gadis yang

lancang mulut, itupun busuk. Huh-huh, apakah

sangkamu aku takut berhadapan dengan kau

berdua yang akan mengeroyok?"

"Kurang ajar! Engkau berani menuduh aku

sembarangan?" Rara Inten telah melompat maju,

kemudian berdiri tegak di depan pemuda itu

dengan sepasang mata mendelik.

Pemuda kurus pucat bernama Kelana Dewa itu

menyeringai senang. Wajahnya berseri dan

bibirnya tersenyum. Katanya halus, "Terima kasih

sekali lagi saya ucapkan, nona. Dan betapa gembira

saya, apabila nona sudi mewakili saya yang rendah

dan hina ini. Terus terang saja nona, aku tadi sudah

hampir mampus di tangan penjahat itu. Untung

nona keburu datang dan menolong."

"Tanpa kau mintapun, tanganku sudah gatal

menghajar orang jahat dan bermulut besar ini!"Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

134

sahut Rara Inten dingin. "Huh, bersiaplah untuk

berhadapan dengan aku!"

Sepasang mata pemuda itu terbelalak kaget.

Agaknya pemuda ini sadar bahwa ucapannya tadi

begitu kasar, sehingga memancing kemarahan

gadis cantik ini. Akan tetapi sekalipun sadar bahwa

ucapannya kasar, pemuda ini tidak menyesal. Ia

seorang muda pula dan berdarah panas. Maka

salah atau benar, setiap orang yang berusaha

menentangnya, cepat pula dianggap musuh.
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Namun demikian, sebelum terjadi bentrok

dengan seseorang, pemuda ini masih perlu

bertanya tentang asal-usul gadis ini. Tanyanya,

"Nona, aku tidak mempunyai persoalan dengan

nona, apa lagi permusuhan. Tetapi mengapa secara

tiba-tiba engkau menantang aku? Siapakah

sebenamya engkau ini?"

"Tidak usah cerewet!" bentak Rara Inten ketus.

"Apakah engkau hanya seorang pengecut dan

sombong, berhadapan dengan perempuan saja

takut. Cabutlah senjatamu, dan mari bertanding

melawan aku."

Sepasang mata pemuda itu menyala dan

menatap tajam. Agaknya pemuda ini marah

dianggap sebagai pengecut. Desisnya, "Siapa

takut? Aku, Sunu Prabandaru, tidak mau melawanKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

135

orang yang tidak mau memperkenalkan nama dan

asal-usul."

"Ceriwis engkau!" lengking Rara Inten yang

sudah tidak sabar lagi. "Dengar baik-baik, namaku

Rara Inten alias Sriningsih."

"Lalu, siapakah guru nona?"

"Cerewet engkau. Untuk apa menanyakan guru

segala? Aku tak ingin menggunakan nama guru

guna membuat orang ketakutan."

Tetapi Sunu Prabandaru yang agaknya dapat

menduga asal-usul gadis ini, tetap mendesak,

"Apakah nona berdiam di desa Jonggrangan? Dan

apakah nona murid tokoh sakti Jim Cing Cing

Goling?"

"Kalau benar, kau mau apa?"

Sunu Prabandaru berjingkrak kaget. Tiba-tiba

pemuda ini membungkuk memberi hormat.

Katanya "Kalau nona murid paman Cing Cing

Goling, aku mengaku kalah. Selamat tinggal!"

Tanpa menunggu jawaban, Sunu Prabandaru

sudah melompat ke belakang, lalu berlarian

secepat terbang meninggalkan tempat itu.

Tetapi celakanya Rara Inten malah tambah

marah. Teriaknya, "Hai, berhenti!"Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

136

Dengan gerakannya yang gesit, Rara Inten telah

melompat dan mengejar. Kelana Dewa tak mau

ketinggalan. Ia mengikuti pula gerakan gadis itu.

Pemuda ini berlarian dengan bibir menyungging

senyum dan berseri. Akan tetapi sepasang matanya

menyinarkan sinar aneh dan melahap bentuk tubuh

yang denok dan padat berisi itu dari belakang.

Rara Inten yang merasa lebih faham keadaan,

bergerak cepat tanpa ragu. Ia berlarian seperti

terbang, menerobos semak. Kemudian bibir Rara

Inten tersenyum mengejek ketika melihat pemuda

itu lari ke arah jurang yang lebar dan dalam, yang

tak mungkin dapat dilewati. Terhalang jurang itu,

ia merasa pasti, pemuda itu takkan dapat

menghindar lagi, dan mau tidak mau harus

melawan dirinya. Rara Inten merasa belum puas

kalau belum dapat bergebrak dengan pemuda yang

ia anggap jahat itu, dan kalau perlu membunuhnya.

Akan tetapi tiba-tiba gadis itu kaget, ketika

melihat pemuda itu malah melompat ke dalam

jurang. Ketika dirinya tiba di tepi jurang,

menjenguk ke bawah, jurang itu menganga tanpa

dasar. Ia tidak melihat pemuda itu lagi. Mungkinkah

pemuda itu telah hancur tubuhnya di dasar jurang?

Mendadak saja ia menghela napas panjang. Ia

baru merasa getun dan menyesal. Dirinyalah yang

menyebabkan pemuda itu nekat membunuh diri.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

137

Kelana Dewa juga menjenguk ke jurang. Tetapi

tidak tampak apa-apa, dan yang terdengar hanya

gemericik air mengalir di dasar jurang. Dan ketika

mengangkat muka, melihat Rara Inten menghela

napas, Kelana Dewa heran dan kaget.

"Mengapa nona menghela napas dan sedih? Dia

sendiri yang memilih mampus di jurang ini."

"Tetapi akulah yang menyebabkan dia

membunuh diri," sahut Rara Inten. "Kalau saja aku

tidak mendesak dan mengejar, tentu takkan bunuh

diri."

"Akan tetapi nona tak bersalah."

"Tidak bersalah," Rara Inten mendelik. "Orang

yang tidak berani melawan berarti kalah. Tidak

seharusnya aku mendesak dan menekan begitu

rupa. Ah, betapa marah kakek kalau mendengar

peristiwa ini."

"Nona tak perlu kuatir, justeru tak ada orang

yang tahu. Percayalah, aku bukan pengecut. Nona

telah menolong aku dari maut, sudah sepantasnya

aku berusaha membalas budi. Apa yang baru

terjadi, tak mungkin bocor keluar."

"Engkau benar. Sekarang bahaya telah lewat,

kita berpisah sampai di sini. Saudara mau ke

mana?"Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

138

Pemuda itu menggeleng, sahutnya, "Tanpa

tujuan."

"Ihh, mengapa tanpa tujuan?" Rara Inten kaget.

"Ceritanya cukup panjang. Tetapi yang jelas aku

dalam keadaan menderita, nona. Untuk itu saya

mengembara tanpa tujuan, seperti yang aku

lakukan sekarang ini."

"Kau menderita karena apa?"

"Tak sanggup menceritakan sebabnya. Nasibku

memang buruk sekali....."

Kelana Dewa menggelengkan kepalanya.

Kemudian Kelana Dewa mengeluh dan

menjatuhkan diri duduk di atas rumput. Melihat

keadaan Kelana Dewa yang wajahnya pucat, tiba
tiba saja hati Rara Inten tergerak. Timbul rasa iba

dan kasihan. Menurut pendapatnya, memberi

pertolongan kepada seseorang tanpa pamrih itu

baik. Berkali-kali ia mendengar nasihat kakeknya,

bahwa dirinya harus selalu ringan tangan menolong

orang lain.

Tiba-tiba Rara Inten telah menjatuhkan diri, lalu

duduk di depan Kelana Dewa. Ia menatap wajah

pucat itu dengan perasaan iba. Kemudian terdengar

katanya halus, "Saudara, anggaplah aku bukan

orang lain. Ceritakan apa yang telah terjadi ,dan

engkau menderita?"Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

139

Kelana Dewa mengangkat kepala, memandang

wajah ayu itu sekilas, lalu kembali menundukkan

kepalanya sambil menghela napas berkali-kali.

Tetapi hanya sebentar pula pemuda ini

menundukkan muka. Ia kembali mengangkat

kepala, memandang ke arah lain. Sedang Rara

Inten yang merasa iba, tetap memperhatikan

gerak-gerik Kelana Dewa dengan sabar.

Namun mendadak Rara Inten merasa aneh,

kenka melihat wajah pemuda itu berubah seperti

ketakutan. Wajah pemuda itu tampak lebih pucat

lagi, dan sepasang matanya tak berkedip

mengamati ke arah belakang dirinya. Rara Inten

menjadi kuatir dan curiga. Apa sajakah yang

tampak di belakang dirinya dan membuat pemuda

itu ketakutan?

Dengan gerakan sebat, ia meloncat berdiri lalu

membalikkan tubuh. Akan tetapi ternyata tidak ada

apa-apa. Ia menyelidik dengan pandang matanya,

namun tak juga menemukan apa-apa yang

membuat pemuda itu ketakutan.

Tetapi tiba-tiba Rara Inten merasa lumpuh

mendadak, kakinya tak kuasa untuk berdiri.

Kemudian agadis ini menjerit kecil ketika tubuhnya

yang roboh telah diterima dalam pelukan Kelana

Dewa.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

140

Rara Inten sadar tetapi sudah terlambat. Dirinya

telah ditipu pemuda itu. Dan ketika dirinya berdiri

membelakangi pemuda itu, secara curang lututnya

telah diserang. Akibatnya kaki menjadi lumpuh dan

roboh.

"Kurang ajar! Kau sudah menipu aku?!" teriak

gadis ini sambil memukul.

Namun ternyata lengannyapun telah menjadi

lumpuh pula seperti kakinya, oleh serangan Kelana

Dewa yang cepat.

Rara Inten terbelalak dan tambah kuatir, ketika

melihat pandang mata Kelana Dewa, dan mulutnya

menyeringai bagai iblis,

"Kau... apakah maksudnya.....?"

"Heh-heh-heh," Kelana Dewa ketawa mengejek

"Engkau masih bertanya lagi? Sekarang engkau

menjadi tawananku. Engkau harus tunduk dan

menurut apa yang aku inginkan. Huh, harus mau!"

Mendadak saja Kelana Dewa telah mendarat kan

ujung hidung ke pipi.

"Aih... curang. Jahanam kau! Cabul... huh, awas

kubunuh kau....."

"Heh-heh-heh, engkau ingin membunuh aku?

Hayo, bunuhlah kalau bisa."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

141

Sulit dibayangkan betapa ngeri perasaan Rara

Inten sekarang ini berhadapan dengan kenyataan

tidak terduga ini. Baru sekarang dirinya sadar telah

tertipu oleh kelicikan Kelana Dewa. Dan sekarang

baru sadar pula, bahwa Sunu Prabandaru benar.

Pemuda inilah yang jahat, dan Sunu Prabandaru
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berkelahi dalam usahanya memusuhi kejahatan.

Diam-diam ia menyesal sekali, mengapa ia tadi

kurang teliti, hingga gampang tertipu oleh sikap

Kelana Dewa yang pura-pura manis. Sebaliknya

kendati kasar, tetapi Sunu Prabandanu memang

jujur.

Rara Inten menyesal tetapi telah terlambat. Dan

sekarang baru terbuka mata dan hati gadis ini,

tidak gampang menduga isi hati manusia. Yang

tampak halus belum tentu batinnya halus dan baik

pula, sebaliknya yang nampaknya kasar belum

tentu batinnya kasar dan jahat. Maka merupakan

kewajiban setiap orang, segala sesuatu haruslah

dipikir dan ditanggapi dengan hati-hati. Gampang

percaya kepada sesorang, akibatnya bisa tertipu

seperti yang ia alami. Kalau saja dirinya tidak cepat

percaya kepada Kelana Dewa, tak mungkin dapat

ditawan Kelana Dewa secara gampang.

"Bangsat! Jahanam! Lepaskan..." caci-maki Rara

Inten.

"Heh-hen-heh, engkan boleh mencaci-maki aku

bangsat dan jahanam," ejek Kelana Dewa. "TetapiKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

142

engkau takkan aku lepaskan sebelum menjadi

isteriku."

Rara Inten ngeri dan kaget setengah mati ketika

pemuda itu telah mengulum bibirnya.

Sesungguhnya gadis ini sudah berusaha

menghindar, tetapi tak berhasil. Dalam

kengeriannya ini tiba-tiba Rara Inten menjadi

nekad. Tiba-tiba bibir pemuda itu digigit.

"Plak..: plak... aduh..." Rara Inten memekik

kesakitan ketika tamparan Kelana Dewa menerpa

kepalanya.

Sepasang mata Kelana Dewa menyala. Bibirnya

yang pecah berdarah. Tetapi menyeringai bagai

iblis.

"Heh-heh-heh, engkau dalam kekuasaanku!"

desis Kelana Dewa. "Melawan tak ada gunanya lagi.

Tetapi mengapa engkau nekat? Ketahuilah aku

mencintai engkau. Sungguh mati, aku tidak

bohong."

"Tutup mulutmu yang busuk!" lengking Rara

Inten yang tambah marah. "Lepaskan aku dan mari

kita tentukan siapa yang menang."

"Setan dan iblispun tak dapat menghalangi

maksudku. Apakah engkau tak percaya? Apabila

engkau tak tunduk, jangan salahkan aku jika aku

menggunakan kekerasan."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

143

Rara Inten juga menyadari keadaan. Ia sudah

berusaha menyalurkan hawa sakti untuk

memulihkan lengan dan kakinya yang lumpuh.

Tetapi usahanya belum berhasil, membuat gadis ini

gelisah setengah mati. Terpikir kemudian untuk

mengulur waktu. Namun belum juga dilakukan,

telah dibatalkan.

Pemdua itu licik sekali, tak mungkin dapat ditipu.

Akhirnya gadis ini menjadi nekat. Teriaknya,

"Bangsat busuk! Pemuda cabul! Siapa yang sudi

menjadi isterimu? Bunuh saja habis perkara."

"Ha-ha-ha, untuk membunuh engkau apakah

sulitnya? Sekali tanganku memukul, kepalamu

hancur dan mati. Tetapi heh-heh-heh, manakah

mungkin aku tega membunuh gadis secantik

engkau? Tidak! Engkau tidak boleh mati sebelum

menjadi isteriku."

Rara Inten tak kuasa menolak ketika ujung

hidung pemuda itu menyentuh pipinya. Usahanya

mengumpulkan hawa sakti untuk memulihkan

kelumpuhannya terhalang, karena hati gadis ini

ngeri setengah mati.

"Inten, manis, engkau akan bahagia sebagai

isteriku," bujuk Kelana Dewa. "Percayalah, kita

akan hidup tenteram dan bahagia."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

144

Hampir saja Rara Inten memutuskan untuk

bunuh diri dengan menggigit lidahnya sendiri,

dalam keadaan tak berdaya seperti sekarang ini.

Akan tetapi tiba-tiba ingat nasihat gurunya, dengan

alasan apapun membunuh diri bukanlah jalan

terbaik.

Kemudian ia merasa dipondong dan dibawa lari.

Ketika membuka matanya, Kelana Dewa telah

masuk ke dalam semak belukar. Entah ke mana

dirinya akan dibawa, Rara Inten tidak tahu. Diam
diam ia menenangkan diri sambil menyalurkan

hawa sakti.

Hawa sakti bergulung di pusar kemudian

didorong agar menyalur ke lengan kaki. Tetapi

celaka, hawa sakti itu tertahan oleh sesuatu hingga

usahanya belum berhasil. Ia tidak putus asa.

Kesempatan baik ini ia gunakan untuk

membebaskan diri dari kelumpuhan.

Mendadak ia mendengar pekikan Kelana Dewa,

dan tiba-tiba saja tubuhnya terlempar. Gadis ini

kaget setengah mati dan membuka matanya.

Dalam keadaan tangan dan kakinya lumpuh seperti

sekarang ini, kalau dirinya terbanting, bisa celaka.

Mendadak ia merasakan sambaran angin ke

tubuhnya.

Rara Inten kaget berbareng gembira. Sebab

sambaran angin tadi telah berhasil membebaskanKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

145

kelumpuhan kaki maupun tangannya. Ia menjadi

sadar, tentu gurunya telah menolong. Ia berjungkir

balik, kemudian tegak di tanah tak kurang suatu

apa.

"Kakek!" serunya tertahan ketika melihat Jim

Cing Cing Goling telah berdiri tak jauh dari

tempatnya.

Kakek itu berdiri dengan tenang. Jenggotnya

yang putih berkibaran ditiup angin dan bibirnya

menyungging senyum.

Rara Inten besar hatinya gurunnya hadir. Ia

teringat kepada Kelana Dewa yang curang, lalu

mencabut pedang dan sambil melengking nyaring

gadis ini sudah melompat dengan maksud

mengejar Kelana Dewa.

"Jangan!" Jim Cing Cing Goling mencegah,

kemudian lengan gadis itu dapat disambar Jim Cing

Cing Goling.

"Mengapa, kek," Rara Inten penasaran. "Pemuda

busuk itu secara curang telah menawan aku. Belum

puas hatiku sebelum dapat membunuh pemuda

bangsat itu."

Jim Cing Cing Goling tersenyum, jawabnya,

"Engkau jangan menyalahkan orang lain, tetapi

salahkanlah dirimu sendiri."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

146

Rara Inten terbelalak dan memandang gurunya

Katanya kemudian, "Apa sebabnya? Mengapa aku

harus menyalahkan diriku sendiri? Aku tidak

bersalah, dan pemuda itu yang curang."

Jim Cing Cing Goling tertawa sejuk. Sambil

mengurut jenggotnya yang putih panjang, katanya,

"Dunia yang luas ini penuh oleh sikap palsu, curang,

tipu muslihat dan perbuatan jahat. Sesuatu yang

jelek, yang jahat, dengan mudah dapat

memperluas pengaruh dan gampang ditiru.

Sebaliknya yang disebut baik, sulitlah orang

melakukan maupun menirunya. Kelak kemudian

hari, setelah engkau terjun ke dalam masyarakat,

dari sedikit engkau akan dapat membuktikan

sendiri kebenaran ucapanku ini. Manusia lebih suka

mendekatkan diri kepada kejahatan dan perbuatan

tidak baik, kala mana merasa menderita, terpaksa,

karena kebutuhan dan mabuk oleh kekuasaan dan

merasa menang."

"Tetapi, mengapa orang yang mabuk kekuasaan

dan merasa menang dapat menjurus ke perkara

itu?" tanya Rara Inten yang tertarik.

"Cucuku, memang tidak semua manusia yang

berkuasa dan merasa menang lalu melakukan

perbuatan jahat. Karena hal itu memang ditentukan

pula oleh pribadi tiap manusia. Orang yang

menyadari akan arti hidupnya ini, takkan menjadi

mabuk apabila berkuasa maupun menang. NamunKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

147

tidak sedikit pula orang yang tidak sadar akan

hidupnya, sehingga mendekatkan diri kepada

perbuatan yang tidak baik."

Jim Cing Cing Goling berhenti, setelah tahu Rara

Inten memperhatikan, ia meneruskan, "Cucuku,

kekuasaan, harta benda maupun kesempatan, bisa

mendorong manusia ini menjadi buas melebihi

binatang buas. Bisa membuat manusia lupa

daratan, bisa mendorong melakukan sesuatu

perbuatan yang kejam dan ganas, merasa dirinya

benar sendiri dan orang lain salah. Tetapi apakah

sesungguhnya latar belakang dari semua ini? Bukan

lain adalah iba akan diri sendiri! Orang itu

ketakutan akan goyahnya kedudukan, akan

hilangnya harta benda dan lain sebagainya. Hingga

orang itu berusaha dengan segala jalan yang ada."

"Cucuku, tidak gampang untuk mengenal pribadi

manusia lain. Sebab pribadi seseorang tidak kasat

mata (tidak tampak oleh pandang mata). Karena

itu caranya mengenal bukanlah lewat pandang

mata, akan tetapi menggunakan pandang mata dari

jiwa. Bukankah engkau tadi sampai bisa ditipu
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang, karena engkau hanya mengenal dari

pandang mata yang kasar ini? Engkau melihat

sikapnya yang halus, sopan, menghormat,

kemudian engkau terpengaruh dan percaya kalau

pemuda baik. Tetapi kemudian engkau kecelik dan

sadar, bahwa dirimu tertipu."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

148

"Nah, cucuku, pengalaman ini jadikanlah guru

dan pelajaran. Kelak kemudian hari setelah engkau

hidup di dalam masyarakat, hal-hal semacam ini

dan hal-hal yang lebih sulit lagi engkau duga, akan

terjadi. Maka sikap tenang dan hati-hati sajalah

yang akan menyelamatkan dirimu dari tipu

muslihat dan kecurangan orang lain. Sudahlah

Inten, mari kita pulang."

Tanpa menunggu jawaban muridnya, Jim Cing

Cing Goling sudah melangkah pergi. Mau tak mau

Rara Inten mengikuti gurunya.

Itulah yang pernah terjadi pada setengah tahun

lalu. Oleh kecurangan Kelana Dewa, hampir saja

dirinya menjadi korban kebiadaban pemuda kurus

pucat, bernama Kelana Dewa.

Sekarang diluar kesengajaannya, ia berhadapan

lagi dengan Kelana Dewa. Maka sekarang timbullah

tekatnya, untuk membalas kekurang-ajaran

pemuda itu.

Tetapi sebaliknya Kelana Dewa tidak takut,

dengan sikap yang manis pemuda ini membujuk,

"Inten, apakah engkau lupa sikapku yang amat

manis dan mencintaimu sepenuh hati? Masih

terbayang jelas peristiwa waktu itu. Dan masih

terasa hangat pula pada lenganku ini, ketika

memeluk dirimu. Heh-heh-heh, mari manisku,

jangan rewel. Aku....."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

149

"Tutup mulutmu, jahanam busuk!" lengking

Sriningsih alias Rara Inten yang muak. Kemudian

sring.., sebatang pedang tipis dan panjang telah

dipegang tangan kanan.

Kelana Dewa terbelalak kaget melihat pedang

yang menyinarkan cahaya kemilauan itu. Sebagai

seorang pemuda yang cukup pengalaman, sekali

melihat segera mengenal pedang bagus.Tahulah ia,

pedang itu merupakan pedang pusaka, lalu timbul

nafsunya untuk dapat merebut pedang itu.

Bukan Kelana Dewa kalau tidak cerdik, pandai

bersiasat dan licik. Lebih lagi pemuda ini sudah

berbeda dengan setengah tahun lalu. Waktu itu ia

hanya mengandalkan tipu muslihat dan

kepandaiannya apabila berhadapan dengan lawan,

maupun dalam usehanya menjatuhkan hati wanita.

Hingga menyebabkan ia sering sekali berhadapan

dengan bahaya.

Selama setengah tahun ini, ia telah memperoleh

gemblengan dari gurunya, Barat Waja. Berkat

ketekunan dan bakat yang didasari otak cerdas, ia

telah berhasil menguasai ilmu baru yang hebat.

Ilmu yang disebut Aji "Pengasihan". Kegunaan dari

Aji Pengasihan ini, apabila digunakan menghadapi

perempuan, maka perempuan yang terkena

pengaruhnya akan menjadi tidak sadar dan lupa

diri. Sekalipun pada mulanya bersikeras melawanKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

150

dan menolak, kemudian akan menjadi jinak, lalu

akan menurut dan tunduk.

Sebaliknya apabila berhadapan dengan musuh

sakti, oleh pengaruh Aji "Pengasihan" ini, dapat

membuat lawan menjadi iba hati. Semangatnya

menjadi runtuh, dan timbul rasa kasih. Kemudian

lebih suka mengalah dan membiarkan dirinya

diperlakukan apa saja.

ltulah sebabnya, Kelana Dewa tenang saja

menghadapi Rara Inten yang marah, dan pedang

pusaka siap di tangan. Ia percaya, apabila ia sudah

menggunakan Aji "Pengasihan", tak urung gadis itu

akan tunduk.

"Kelana Dewa!" bentak Rara Inten. "Hari inilah

maut datang menjemput engkau. Dan hari ini pula

aku akan membalas kekurang-ajaranmu setengah

tahun lalu."

Gadis itu menatap tajam kepada Kelana Dewa.

Dan pandang mata gadis ini merupakan letak

kesalahan Rara Inten yang pertama. Aji

"Pengasihan" di samping menggunakan mantra,

juga menggunakan kekuatan mata tidak bedanya

dengan ilmu sihir. Maka begitu bertatap pandang

dengan Kelana Dewa, tiba-tiba terjadilah

perubahan dalam hati Rara Inten.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

151

Kalau semula hati gadis ini dipenuhi rasa dendam

dan marah, mendadak lenyap, berganti dengan

rasa iba, tunduk, hormat dan sayang.

"Inten, sarungkanlah pedangmu!"

Sepasang mata Rara Inten yang semula menyala

marah itu, berubah menjadi sayu. Ia mengangguk,

kemudian melaksanakan perintah Kelana Dewa.

Pedang disarungkan kembali.

Melihat hasil ini, Kelana Dewa gembira sekali. Ia

tersenyum dan bangga. Namun demikian ia tidak

berani bertindak gegabah. Ia selalu ingat pesan

gurunya, dirinya harus hati-hati berhadapan

dengan orang-orang yang telah memiliki dasar ilmu

kesaktian. Perlindungan hawa sakti yang telah

memenuhi tubuh, dapat menolak pengaruh aji

tersebut, sehingga bisa gagal.

Menurut Barat Waja, apabila telah lewat latihan

dan pengalaman, makin lama kekuatan pengaruh

aji "Pengasihan" tersebut akan menjadi tambah

kuat. Siapapun dan betapa sakti sekalipun, apabila

berani bertatap pandang akan segera terpengaruh

dalam kekuasaannya.

Teringat nasihat gurunya itu, sekalipun hatinya

sudah ingin sekali menubruk dan memeluk, masih

ia tahan. Ia masih akan menguji pengaruh Aji

"Pengasihan"-nya, dengan bertanya, "Inten,Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

152

apakah engkau datang ke mari memang sengaja

mencari dan menyusul aku?"

Seperti sebuah patung, mendengar pertanyaan

itu Rara Inten mengangguk. Matanya yang sayu itu

tak pernah beralih pandang, terus menatap Kelana

Dewa, seperti orang yang sedang mengharapakan

pemberian.

Kelana Dewa tersenyum dan makin mantap.

Sekarang ia percaya, gadis ayu itu telah dalam

pengaruhnya. Apapun yang akan dilakukan, gadis

itu tentu tunduk dan takkan melawan.

"Inten, apakah engkau mencintai aku?" sambil

bertanya Kelana Dewa melangkah maju.

Aneh sekali. Olch pertanyaan itu Rara Inten

mengangguk lagi. Saking gembira, Kelana Dewa

sudah melompat ke depan dengan maksud

menubruk dan memeluk.

Tetapi hampir berbareng dengan lompatan

Kelana Dewa yang bermaksud menubruk dan

memeluk itu, tiba-tiba terdengar lengking tajam.

Lengking itu mirip suara setan sedang marah,

dan kuasa menggetarkan jantung. Kelana Dewa

kaget.

Di saat itulah Rara Inten memperoleh

kesadarannya kembali, hingga pengaruh Aji

"Pengasihan" buyar. Seperti orang terbangun dariKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

153

tidur dan mimpi indah, Rara Inten gugup dan

melompat ke samping. Untuk sesaat Rara Inten

ragu dan bingung. Namun setelah ingatannya

terkumpul kembali, gadis ini melengking marah.

Sring... pedang pusaka bernama Nyai Baruni

telah tercabut dari sarung.

Ketajaman pedang Nyai Baruni ini nggegilani.

Pedang itu sudah terkenal sejak puluhan tahun lalu.

Seperti diceritakan dalam "Cinta dan Tipu

Muslihat", pedang pusaka Nyai Baruni ini pedang

andalan dan kesayangan Ladrang Kuning, isteri

Kilat Buwana alias Ali Ngumar. Sesudah Ladrang

Kuning meninggal, pedang itu dikuasai Sarini,

sedang pedang pusaka Kyai Baruna di tangan

suaminya, Prayoga. Pedang itu oleh Sarini,

diwariskan kepada Untari. Tetapi Untari tidak

membutuhkan pedang pusaka itu, maka kemudian

diwariskan kepada Rara Inten atas persetujuan Jim

Cing Cing Goling dan Mariam.

Kelana Dewa kaget sekali, pengaruh Aji

"Pengasihan" menjadi punah oleh suara lengking

tajam tadi. Cepat-cepat ia menggunakan kekuatan

batinnya lagi, guna menundukkan Rara Inten.

Katanya halus, "Inten, apakah maksudmu

mencabut pedang itu? Sarungkan kembali pedang

itu. Dan lupakah engkau bahwa kita ingin memadu

kasih?"Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

154

Rara Inten yang tidak menyadari berhadapan

dengan lawan yang menggunakan ajian semacam

ilmu sihir, kembali terpengarph karena berani

bertatap pandang. Ia sudah menurunkan

pedangnya untuk disarungkan kembali, dan tunduk

perintah Kelana Dewa. Akan tetapi di saat itu,

terdengar lagi lengkingan nyaring, yang kuasa

menyadarkan Rara Inten.

Pedang urung disarungkan, tiba-tiba saja sudah

berkelebat menyerang sambil menyerang,
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mampuslah..!"

Sambaran pedang yang cepat itu, membuat

Kelana Dewa kaget. Untung pemuda ini tidak

gugup, Sambil melesat ke samping, ia

menggunakan tangan kanan untuk memukul

punggung pedang lawan. Sambil menghindar ini,

Kelana Dewa masih tetap berusaha menundukkan

Rara Inten dengan Aji "Pengasihan".

"Rara Inten, ingatlah bahwa antara aku dan

engkau saling cinta. Engkau jangan menyerang aku

dan mari kita berbulan madu."

Tiba-tiba terdengar suara seorang wanita yang

nyaring, seperti terdengar dari udara, "Bocah

perempuan, hindarkanlah pandang matamu

dengan dia. Serang terus dengan pedangmu, dan

jangan kau beri kesempatan hidup lagi."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

155

Rara Inten menjadi sadar mendengar suara

perempuan itu. Dadanya seperti meledak saking

marah, lalu menghujam serangan kepada lawan.

Sulit dilukiskan betapa kaget dan marah pemuda

ini, rahasia ilmu dan ajiannya dibongkar orang.

Ia menjadi sadar, tak mungkin dapat

menundukkan Rara Inten melalui aji itu. Sekarang

dirinya harus melawan dengan kesaktian.

"Trang...!" terjadilah benturan senjata amat

nyaring. Di tangan Kelana Dewa telah terpegang

sebatang pedang yang putih mengkilat.

Gerakannya cepat dan tangkisannya kuat, sehingga

pedang pusaka di tangan Rara Inten menyeleweng.

Rara Inten sadar berhadapan dengan lawan

berbahaya, yang bisa membuat dirinya lupa diri. Ia

patuh kepada peringatan yang ia dengar tadi,

hingga ia selalu menghindari pertemuan pandang di

samping pula selalu mengerahkan tenaga batin.

Tangannya terus bergerak, pedangnya menyambar

dahsyat. Lingkaran lingkaran hijau dari pedang

Nyai Baruni, bergulung-gulung menyambar

menerjang ke arah lawan.

Akan tetapi Kelana Dewa bukan pemuda lemah.

Pedang itu menyambar pula dengan dahsyat. Dan

oleh kecepatannya bergerak, pedang yang hanya

sebatang itu seperti berubah menjadi beberapa

batang dan menyerang bertubi-tubi.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

156

Di saat dua orang muda itu saling terjang amat

hebatnya, tiba.-tiba terdengar suara kecil nyaring,

"Bagus, pedang bagus dan ilmu pedang bagus!"

Diam-diam Rara Inten dan Kelana Dewa kaget.

Dalam kesibukannya menghadapi lawan Rara Inten

berusaha melirik. Begitu melirik, Rara Inten heran.

Benarkah bccah perempuan sekecil itu yang telah

menolong dirinya, menyelamatkan dari pengaruh

Aji Pengasihan Kelana Dewa?

Sebaliknya Kelana Dewa juga merasa heran di

samping penasaran. Maka dalam hati sudah

berjanji, kalau berhasil mcngalahkan Rara Inten

akan membuat perhitungan dengan bocah

perempuan kecil itu, namun dalam hati Kelana

Dewa yang bejad, merasa sayang kalau harus cepat

membunuh. Kendati masih kecil, wajah itu amat

cantik dan lebih cantik dibanding Rara Inten.

Bocah perempuan yang muncul dan berdiri

menonton itu memang masih kecil, baru sekitar 10

tahun. Tetapi wajah bocah itu sedemikian cantik.

Sepasang matanya bening seperti bintang kejora

dan penuh daya pikat. Sedang sepasang bibir

merah pemberian alam itu tersenyum selalu. Ini

suatu tanda kemudian hari gadis ini akan menjadi

seorang gadis rupawan yang periang dan ramah.

Gadis cilik itu berdiri menonton perkelahian

sambil bertolak pinggang. Sepasang mata yangKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

157

bersinar bening seperti bintang itu, mengikuti gerak

mereka yang sedang berkelahi penuh perhatian.

Agaknya kendati masih kecil, ia seorang yang

faham pula akan baik dan buruknya ilmu pedang.

Sesungguhnya memang begitulah keadaan

bocah perempuan itu. Ujudnya memang kecil, akan

tetapi bukan bocah sembarangan. Ia seorang bocah

perempuan gemblengan. Seorang bocah yang

mendapat pendidikan dari orang sakti, bernama

Retna Ayu. Nama yang tepat dan serasi dengan

keadaan bocah itu sendiri.

"Hai mbakyu, serang terus! Babat telingannya

dengan pedangmu!" teriak Retna Ayu, seakan

memberi semangat kepada Rara Inten. Sejenak

kemudian menyusul seruannya, "Ah sayang...

mengapa luput?"

Ketika itu sinar pedang yang hijau dari pedang

Nyai Baruni telah mendesak hebat dan menguasai

medan perkelahian. Akan tetapi Rara Inten yang

belum kaya pengalaman, cepat berbesar hati. Lebih

lebih setelah mendengar seruan bocah itu yang

berpihak kepada dirinya. Inilah kesalahannya.

Membuat ia kurang hati-hati, sehingga Kelana

Dewa memperoleh kesempatan untuk melepaskan

diri dari jangkauan pedang.

Pada saat dua orang muda itu berkelahi sengit

tiba-tiba muncul di samping bocah perempuan ituKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

158

seorang nenek dan seorang kakek yang rambutnya

telah putih itu mengamati perkelahian penuh

perhatian.

Yang menarik perhatian dan tentu menimbulkan

tanda tanya, keadaan si kakek. Mengapa kakek

yang rambutnya telah putih itu, pendek sekali? Dia

masih kalah tinggi dibanding dengan Retnya Ayu

yang baru berumur 10 tahun. Kerdilkah kakek ini?

Tidak! Kakek itu memang sudah kehilangan dua

kaki sejak masih muda. Tetapi kendati tanpa kaki,

dia bukan kakek sembarangan. Dia seorang sakti

mandraguna, yang pernah menggegerkan

Mataram. Sebagai pengganti kaki, dia

menggunakan tongkat untuk berjalan dan sekaligus

sebagai sepasang senjata berbahaya.

Tentunya para pembaca telah kenal pula tokoh

ini. Dia bukan lain tokoh Dieng, tokoh dalam cerita

"Cinta dan Tipu Muslihat", Swara Manis. Dia

kehilangan dua belah kakinya oleh hukuman

pejuang Pati seperti diceritakan dalam "Menebus

Dosa". Hanya berkat pertolongan Marsih yang

mencintai sepenuh hati sajalah Swara Manis masih

bisa hidup. Kemudian mereka hidup sebagai suami
isteri di pegunungan Dieng.

Tetapi siapakah gadis cilik bernama Retna Ayu

ini. Bocah itu merupakan cucu tunggal Swara Manis

dan Marsih. Bocah itu anak Rukmini, yang pernahKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

159

menolong Mariam ketika luka parah oleh Jajar

Sewu. Semenjak kecil Retna Ayu telah digembleng

oleh kakeknya. Tidak mengherankan kiranya

kendati masih 10 tahun, sudah menjadi seorang

bocah yang gemblengan. Semua itu bisa terjadi

oleh kesungguhan Swara Manis dalam

menggembleng cucunya, dan di pihak lain Retna

Ayu memang mempunyai bakat yang bagus di

samping mewarisi kecemerlangan otak kakeknya.

Gadis cilik itu cerdik sekali. Dia selalu dapat

menangkap dengan gampang, setiap pelajaran

yang diberikan oleh kakeknya.

Selaras dengan luasnya pengalaman Swara

Manis dalam bidang ilmu kesaktian, sejarah

maupun bidang lain, maka Retna Ayu yang l0 tahun

itu sudah dapat menguasai ilmu pedang Samber

Nyawa secara baik sekali. Seperti pernah

diceritakan, ilmu pedang Samber Nyawa ini ciptaan

Ki Hajar Sapta Bumi, ayah Swara Manis. Di samping

menguasai ilmu pedang tingkat tinggi bernama

Samber Nyawa itu, Retna Ayu juga mendapat

pengetahuan macam-macam ilmu pedang yang

dimengerti oleh Swara Manis. Itulah sebabnya

begitu melihat perkelahian antara Kelana Dewa

dengan Rara Inten, sudah dapat menilai tentang

ilmu pedang yang bagus.

Swara Manis yang amat sayang dan mencintai

cucu tunggalnya itu, tak pernah mau berpisahKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

160

dengan Retna Ayu. Untuk memberi pengalaman,

kepada bocah itu, Swara Manis tak pernah

melarang cucunya pergi ke manapun. Akan tetapi

di mana Retna Ayu hadir, tentu hadir pula Swara

Manis dan Marsih, yang siap melindungi.

Marsih kurang begitu perhatian terhadap dua

orang muda yang sedang berkelahi itu. Berbeda

dengan Swara Manis. Ia mengamati penuh

perhatian, dan jantungnya berdenyut ketika

mengenal pedang Nyai Baruni ilmu pedang yang

dipergunakan Rara Inten. Ilmu pedang yang

dipergunakan bocah perempuan itu "Bumi Gonjing"

yang sudah ia kenal, merupakan ciri khas

perguruan Muria.

Dalam hati Swara Manis timbul macam-macam

dugaan. Siapakah gadis cantik itu? Keturunan

Mariam ataukah keturunan Sarini?

Mariam hanya mempunyai keturunan seorang

bernama Slamet. Padahal Slamet kawin dengan

Untari, anak Sarini. Mungkinkah gadis cantik itu

anak Slamet dan masih cucunya sendiri?

Kalau benar gadis cantik ini cucunya sendiri,

sungguh menggembirakan. Betapapun ia merasa
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bangga, bahwa cucunya dapat mewarisi ilmu

pedang sakti Bumi Gonjing, yang pernah

menggemparkan jagad ketika Ladrang Kuning

masih hidup. Hanya sayang, kendati ilmu pedangKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

161

yang dimainkan bocah itu indah dan cepat, tetapi

gerak serangannya kurang mantap. Membuktikan

bahwa gadis itu belum kaya pengalaman.

Berbeda dengan ilmu pedang yang dipergunakan

pemuda itu. Sekalipun kurang bagus dan ganas,

tetapi gerakannya mantap dan membuktikan

pemuda itu telah berpengalaman menghadapi

lawan.

"Trang trang...!" benturan pedang terdengar dua

kali. Sedetik mereka terhuyung mundur, tetapi

segera kembali terlibat dalam perkelahian seru

sekali. Sinar pedang mereka saling desak dalam

usaha mereka menguasai gelanggang perkelahian.

Tetapi dari kelanjutan perkelahian itu, pedang

Kelana Dewa yang ganas makin lama menguasai


Buku Catatan Josephine Crocked House Pendekar Naga Putih 42 Terjebak Di Mayat Dalam Lemari Body In Closet Karya

Cari Blog Ini