Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat Bagian 3
gelanggang perkelahian. Pengalaman Kelana Dewa
yang luas membantu banyak. Makin lama
pertahanan Rara Inten kacau dan terdesak.
"Kakek," bisik Retna Ayu. "Bolehkah aku
menolong mbakyu yang cantik itu?"
"Jangan!" cegah Marsih. "Lebih baik nenekmu
yang menolong."
"Tidak!" Swara Manis menggeleng. "Lebih baik
aku yang melerai."
Ada sebabnya Swara Manis melarang. Retna Ayu
belum mampu untuk melerai. Sebaliknya Marsih,Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
162
kendati mampu melerai tetapi bisa menimbulkan
hal kurang baik, mengingat watak Marsih yang
masih berangasan dan kurang sabaran, kendati
sudah nenek-nenek.
"Tahan!" hampir berbareng dengan seruannya,
tubuh Swara Manis sudah melayang ringan sekali.
Lalu, "Wutt plak plak... aihhh....."
Rara Inten memekik tertahan ketika dirinya
terdorong oleh angin kuat, sehingga tubuhnya
mundur ke belakang. Namun demikian ia tidak
merasakan apa-apa, hanya merasa heran.
Kelana Dewa juga kaget ketika pedangnya
terpukul membuat lengannya seperti lumpuh,
sedang tubuhnya terhuyung ke belakang beberapa
langkah.
Begitu melihat seorang kakek yang buntung kaki
dan berdiri di atas tongkat, Kelana Dewa menjadi
penasaran. Kelana Dewa menatap tajam sambil
mengerahkan pengaruh Aji Pengasihan, dalam
usahanya menundukkan kakek yang lancang ini.
Secara kebetulan justeru kakek itupun memandang
dirinya tajam, hingga dengan bertatap pandang
pengaruhnya lebih gampang.
"Kakek yang lancang. Lekas berlutut di depanku
dan minta ampun!" desis Kelana Dewa.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
163
Akan tetapi betapa kaget pemuda ini ketika
kakek itu tidak segera berlutut sesuai perintahnya
malah bertolak pinggang dan terkekeh.
"Heh-heh-heh, ilmu sulapmu itu hanya dapat
engkau pergunakan menipu bocah cilik, tetapi
bukan untuk aku." Swara Manis mengejek. "Lekas
ketakan, siapa gurumu?"
Kelana Dewa tidak menjawab. Ia masih
berkemak-kemik mengucapkan mantra
pengasihan, dalam usahanya menundukkan lawan.
"Lekas katakan. Siapa gurumu?" bentak Swara
Manis.
Tetapi Kelana Dewa hanya mendengus dingin,
"Hemm, nama besar guruku tidak sembarang orang
boleh mengetahui."
"Apa katamu? Aku tidak berharga mengetahui
nama gurumu? Jangan lancang mulut. Bukankah
gurumu bernama Barat Waja yang jahat?"
Kelana Dewa terbelalak kaget mendengar
tepatnya dugaan kakek itu. Diam-diam ia menjadi
sadar, sekalipun buntung kakek ini bukan tokoh
sembarangan. Sebagai seorang muda yang cerdik,
licin dan penuh tipu muslihat, tentu saja tidak
berani sembrana.
Mencari selamat, segala jalan perlu ditempuh
kendati bertentangan dengan kegagahan. KarenaKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
164
itu kalau semula membentak dan angkuh, tiba-tiba
saja Kelana Dewa sudah membungkuk memberi
hormat.
Katanya halus, "Maafkan saya paman. Kiranya
paman segolongan dengan kami. Karena itu
kehadiran paman amat menggembirakan aku dan
terima kasih."
Rara Inten kaget. Kalau benar kakek buntung ini
segolongan dan sahabat Barat Waja, akan
celakalah dirinya. Tidak urung kakek ini akan
membantu pemuda itu dan menangkap dirinya.
Akan tetapi Rara Inten bukan gadis penakut.
Maka diam-diam telah memutuskan, apabila kakek
itu membantu dirinya akan melawan sampai titik
darah penghabisan.
Marsih dan Retna Ayu sudah mendekat pula.
Nenek dan cucu ini tidak membuka mulut.
Namun sepasang mata Retna Ayu yang seperti
bintang kejora itu, mengamati Rara Inten tak
berkedip.
Swara Manis mendengus dingin. Kemudian
katanya, "Enak saja engkau bicara, anak muda.
Engkau keliru jika menganggap aku segolongan
dengan gurumu. Dengar baik-baik. Aku bukan
sahabat gurumu, tetapi malah musuh besarnya.
Tahu?"Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
165
Tak terlukiskan betapa kaget Kelana Dewa
mendengar jawaban itu. Bibirnya yang semula
tersenyum-senyum itu sekarang terkatup rapat.
Sikap yang semula menghormat sekarang berubah.
Ia berdiri tegak dalam keadaan siap-siaga. Kendati
begitu, mulutnya yang cerdik sudah berkata.
"Tetapi aku bukan guru, dan sebaliknya guru
bukan aku. Di samping itu akupun tidak tahu
persoalan yang menyebabkan terjadi permusuhan
antara paman dengan guru. Maka jelas sekali, saya
tidak termasuk di dalamnya."
"Heh-heh-heh, murid macam apakah engkau
ini?" ejek Swara Manis. "Huh, jelas sekali engkau
seorang yang licik dan pengecut. Orang macam
engkau tidak pantas hidup lagi."
Hampir berbareng dengan ucapannya, Swara
Manis telah mengangkat tongkat kanan. Kelana
Dewa berusaha menghindar, tetapi tak berhasil.
Ujung tongkat yang menyambar cepat sekali itu
telah menusuk lengan kanan. Tusukan itu tidak
keras. Namun Kelana Dewa merasakan lengannya
kesemutan dan panas. Belum juga dapat berbuat
apa-apa, ujung tongkat Swara Manis telah
menyentuh lutut, akibatnya Kelana Dewa roboh
terbanting.
Kelana Dewa kaget setengah mati. Dada
dirasakan sesak, lengan lumpuh dan panas, sedangKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
166
kaki juga seperti lumpuh. Untung Swara Manis
tidak meneruskan serangannya. Setelah ketawa
dingin lalu berkata, "Hanya seperti inikah murid
Barat Waja. Hemm, tidak lekas minggat dari sini,
apakah minta gebug?"
Kelana Dewa ketakutan setengah mati. Maka
kendati tangan kanan lumpuh dan kaki lemas, ia
memaksa diri berdiri. Kemudian pemuda ini pergi
dengan kaki terpincang-pincang.
"Mau ke mana kau?" teriak Rara Inten berusaha
mencegah.
"Biarkan bocah itu pergi, denok." Ujar Swara
Manis halus.
Rara Inten menghentikan langkahnya. Lalu
mengamati kakek buntung itu dengan pandang
mata protes. Katanya, "Tetapi pemuda itu berbuat
amat kurang ajar kepada diriku. Aku harus
membalas penghinaan itu."
Sebagai seorang yang sudah lanjut dan
berpengalaman, Swara Manis maklum maksud Rara
Inten. Katanya kemudian, "Aku mengerti
perasaanmu. Dan memang sudah seharusnya
setiap perempuan membenci setiap laki-laki kurang
ajar seperti itu. Dan laki-laki tak tahu adat, jika
dibiarkan merajalela akan sewenang-wenang. Akan
tetapi engkau jangan penasaran kalau aku
mencegah dirimu. Sebab engkau memang bukanKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
167
tanding pemuda itu. Maka sebelum memperoleh
kemajuan dalam ilmumu, engkau harus menjauhi
pemuda itu agar tidak celaka di tangannya."
Dalam hati Rara Inten juga mengakui kebenaran
ucapan kakek itu. Dirinya tadi sudah hampir celaka
oleh pengaruh tak wajar dari Kelana Dewa yang
tidak dapat ia lawan. Dan dirinya tadi tersadar
setelah mendengar lengking nyaring yang tajam.
"Terima kasih atas peringatan kakek," ujarnya
kemudian.
Swara Mams tersenyum. Sebelum sempat
bertanya, Retna Ayu telah mendahului, "Nama
mbakyu siapa? Aku bernama Retna Ayu."
Rara Inten tersenyum, sambil memandang Retna
Ayu, jawabnya, "Namaku dua. Nama pemberian
ibu, Rara Inten. Tetapi dari nenek mendapat nama
Sriningsih."
"Kalau begitu bisa dipanggil mbakyu Rara Inten
dan juga bisa mbakyu Sriningsih."
"Benar. Dua-duanya sama saja."
"Engkau menguasai pedang Nyai Baruni dan juga
ilmu pedang Bumi Gonjing. Apakah hubunganmu
dengan Prayoga dan Sarini?" tanya Swara Manis.
Rara Inten kaget dan menatap Swara Manis.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
168
Tetapi ketika melihat pandang mata kakek itu
sejuk, ia menunduk lalu menerangkan, "Kakek
benar. Pedang di tanganku ini memang Nyai Baruni
dan aku tadi menggunakan ilmu pedang Bumi
Gonjing. Sedang hubunganku dengan kakek
Prayoga dan nenek Sarini, aku sebagai cucunya."
"Ah..." seru Marsih tertahan. "Engkau cucu dia?
Lalu engkau anak Untara ataukah Untari?"
Rara Inten agak ragu menjawab. Swara Manis
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tahu, bocah ini ragu-ragu. Untuk tidak
menyebabkan curiga, ia bertanya, "Sebelum
engkau menerangkan tentang orang tuamu,
kiranya jawablah dahulu pertanyaanku. Apakah
engkau mempunyai kakek lain di luar kakek
Prayoga?"
"Apakah sebabnya kakek menanyakan itu?" Rara
Inten masih ragu.
"Ada sebabnya. Sebab apabila engkau anak
Slamet dan Untari, engkau tentu kenal nama
kakekmu yang lain."
"Ah... kakek sudah kenal ayah dan ibuku?" Rara
Inten heran.
"Heh-heh-heh," Swara Manis terkekeh. "Jadi
engkau anak Slamet? Kalau anak Slamet, engkau
tentu kenal kakekmu bernama Swara Manis."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
169
"Ya." Rara Inten menatap Swara Manis. "Aku
tidak pernah ketemu dengan kakek Swara Manis.
Aku baru kenal nama, diberitahu oleh ayah.""
"Dia inilah kakek Swara Manis," ujar Retna Ayu.
"Tetapi dia ini juga kakekku."
"Oh... kakek Swara Manis?" Rara Inten ragu.
Rara Inten memang pernah mendengar cerita
ayahnya. Dirinya mempunyai kakek bemama
Swara Manis yang buntung dua kakinya, dan hidup
di Dieng bersama isteri kedua. Akan tetapi Dieng
jauh sekali dari tempat ini. Mungkinkah kakeknya
yang buntung bisa sampai di Krenda Wahana?
"Jadi... jadi..." Rara Inten tergagap.
"Memang aku yang jelek ini Swara Manis,
kakekmu..." ujar Swara Manis halus.
"Kakek..." tiba-tiba saja Rara Inten menubruk
lalu memeluk Swara Manis.
Swara Manis amat terharu. Karena tidak
mungkin dapat memeluk cucunya ini sambil berdiri,
maka kemudian Swara Manis duduk di atas batu.
Pertemuan tidak terduga ini mendatangkan
berbagai macam perasaan. Terharu, gembira dan
bangga.
Setelah agak lama cucu dan kakek ini
menumpahkan perasaan masing-masing,Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
170
terdengar Swara Manis bertanya, "Apakah
sebabnya engkau seorang diri di sini? Dan apakah
engkau seorang diri pergi dari rumah?"
"Aku pergi bersama guruku," sahut Rara Inten
"Siapa guru mbakyu?" tanya Retna Ayu.
"Heh-heh-heh, engkau memang tepat sekali
memanggil mbakyu. Inten, dia ini memang adikmu.
Retna Ayu lahir dari Rukmini, sedang engkau
adalah anak Slamet, anak sulung kakek yang lahir
dari nenekmu Mariam." Swara Manis mengamati
Retna Ayu, lalu lanjutnya. "Ayu, engkau dan
mbakyumu Inten ini merupakan saudara sepupu."
"Ya, aku tahu," sahut Retna Ayu. "Aku gembira
dapat bertemu dengan mbakyu Inten. Tadi aku
melihat ilmu pedangmu bagus, mbakyu. Siapakah
gurumu?"
Rara Inten bersenyum manis kepada Retna Ayu,
kemudian jawabnya, "Guruku kakek Cing Cing
Goling."
"Aih, engkau murid paman Cing Cing Goling?"
ujar Marsih. "Lalu di manakah dia sekarang?"
Belum juga Rara Inten sempat menjawab, Retna
Ayu, mendahului berkata, "Pedang milik mbakyu
Inten ini bagus sekali ya kek. Betapa bangga dan
gembira Ayu, kalamana memiliki pedang yang
menyinarkan cahaya hijau macam ini."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
171
Swara Manis mengerutkan alis, lalu, "Apa
sebabnya engkau berkata begitu?"
"Hi-hik," Retna Ayu ketawa dan sikapnya manja,
lalu menyandarkan tubuhnya kepada kakeknya,
terusnya, "Tentu saja kek, sebab Ayu memang
kepengin mempunyai pedang seperti itu. Bukankah
kakek sendiri pernah menceritakan kepada Ayu,
bahwa pedang yang mempunyai cahaya
menyilaukan itu pertanda pedang pusaka."
"Lalu, sesudah engkau memiliki pedang pusaka
ampuh, apa yang akan engkau lakukan?"
"Ayu akan membela kebenaran. Membela si
lemah yang ditindas oleh si kuat. Aku akan
memusuhi kejahatan dan membela keadilan."
Tersentak ketawa Swara Manis. Ia terkekeh
kekeh, dan sesudah puas ketawa, jawabannya
membuat Rara Inten melengak keheranan.
"Betapa mudahnya orang mengucapkan kata
kata akan membela kebenaran, keadilan dan
membela si lemah dari tindasan yang kuat. Dengar
baik-baik cucuku, janganlah gampang
mengucapkan keadilan dan kebenaran itu. Hayo
jawablah pertanyaanku. Adil untuk siapa?"
Gadis kecil bernama Retna Ayu ini, tersenyum.
Sepasang matanya yang bulat dan bening itu
berputar-putar. Sejenak kemudian ia menjawabKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
172
dengan mantap, "Tentu saja keadilan untuk orang
banyak, kek."
"Hemm, keadilan untuk orang banyak? Dan
kebenaran juga untuk orang banyak? Cucuku,
banyak orang secara latah bicara tentang keadilan
dan kebenaran. Sepanjang jaman orang selalu
berbincang tentang keadilan dan kebenaran itu.
Akan tetapi kita lupa bahwa keadilan dan
kebenaran sejati, yang tidak terbantah itu,
hanyalah Yang Maha Tinggi. Sebaliknya keadilan
dan kebenaran yang berlaku di dunia ini,
merupakan sesuatu yang tidak berwujud, namun
selalu diperebutkan tanpa henti. Setiap orang akan
bilang demi keadilan dan kebenaran untuk orang
banyak. Benarkah itu?"
Swara Manis berhenti sejenak mencari kesan.
Rara Inten tertarik akan ucapan kakeknya yang
buntung ini, hingga amat memperhatikan. Retna
Ayu sendiri juga amat tertarik. Tanyanya kemudian
"Masih ada terusnya?"
"Ya," sahut Swara Manis sambil mengangguk,
"Kalian harus tahu dan menyadari. Manusia yang
hidup di dunia ini sudah terlanjur dipengaruhi
sesuatu pamrih demi keuntungan pribadi. Dan
karena telah dipengaruhi oleh pamrih untuk pribadi
ini, menjadi selalu tidak jujur. Kalian harus tahu
bahwa pamrih untuk pribadi ini, menjadi selaluKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
173
tidak jujur. Kalian harus tahu bahwa pamrih
mempunyai bermacam bentuk. Mungkin harta
benda, mungkin kedudukan, mungkin
perlindungan, mungkin pengaruh dan lain
sebagainya. Demi pamrih itu, kemudian orang
segera berteriak ikut-ikutan, itu adil dan itu benar.
Sudah adil dan sudah benarkah sekalipun sudah
disuarakan orang banyak? Belum tentu!"
Marsih tampak masa bodoh. Ia tidak membuka
mulut, tidak mengganggu, namun tidak
memperhatikan. Sebaliknya Rara Inten merasa
tertarik sekali akan ucapan kakeknya ini. Baru
terbukalah mata kesadaran gadis ini sekarang,
tentang apa yang disebut keadilan dan kebenaran
itu. Tidak sedikit terjadi sesuatu yang bertentangan
dengan hati nurani, tetapi banyak mulut yang ikut
ikutan bicara dan mendukung. Nyatanya mereka
memang mempunyai pamrih demi pribadi.
Swara Manis mendeham. Kemudian
melanjutkan, "Cucuku, Ayu, selama manusia ini
masih mengjar pamrih untuk keuntungan sendiri,
selama itu dunia ini selalu penuh pertentangan,
perpecahan, saling benci, perang, bunuh
membunuh, iri hati, balas dendam dan lain
sebagainya. Mengapa? Karena manusia ini
bergolong-golongan, berkelompok. Oleh karena itu
Ayu, adil dan benar itu barulah sejati, apabila
diterima secara wajar, tanpa menggunakan pikiranKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
174
yang menilai dan memperbandingkan, serta bebas
dari prasangka. Setiap engkau mengucapkan
kata"adil"dan "benar" cobalah engkau
mengheningkan pikiran sebentar. Bebaskanlah
engkau dari pikiran itu. Bertanyalah engkau kepada
hatimu sendiri dalam keadaan seperti itu. Mungkin
engkau akan terkejut sendiri, karena hatimu akan
mengakui bahwa apa yang baru diucapkan tidak
jujur. Tidak bebas dan tidak apa adanya. Karena
ada sesuatu pamrih yang tersimpan dalam dadamu
dalam mengucapkan kata-kata adil dan benar itu
tadi. Kalau terjadi demikian, waspada dan hati
hatilah jika mengucapkan kata-kata adil dan benar
itu. Engkau jangan menipu dirimu sendin dengan
hiburan semacam itu."
"Lalu apa yang harus dilakukan Ayu kalau
menghadapi soal-soal semacam itu?" tanya gadis
cilik itu.
"Hadapilah segala sesuatu secara wajar, apa
adanya. Jauhkan dari penilaian dan perbandingan.
Sebab keadilan dan kebenaran itu akan
menampakkan bentuknya sendiri tanpa engkau
cari. Dan dengan begitu, engkau tidak menipu diri
sendiri demi kesejahteraan umat manusia di dunia
ini. Itulah kewajibanmu, kewajiban kita, orang
orang yang telah ditakdirkan hidup di dalam
kemelutnya manusia saling mengejar keuntungan
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pribadi dan tak segan merugikan orang lain."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
175
Rara Inten mengangguk-angguk. Kemudian,
"Kakek, terima kasih atas nasihatmu. Sekarang
mata batinku terbuka. Tidak gampang
mengucapkan apa yang disebut adil dan benar itu.
Sebab tentu ada kelanjutannya, adil untuk siapa
dan benar untuk siapa."
Swara Manis mengulum senyum. Ia bangga dan
gembira, bahwa cucunya inipun dapat menangkap
maksud ucapannya.
Swara Manis berkata lagi, "Ayu, aku tidak
menyalahkan engkau yang tertarik kepada benda
bagus. Tetapi kendati begitu, mulai sekarang
engkau harus mengamati pergolakan nafsumu
sendiri. Nafsu yang dapat menjerumuskan engkau
kepada hal-hal tercela. Pedang itu bagus, bunga ini
indah, maka pandanglah secara wajar dan apa
adanya, tanpa penilaian dan perbandingan. Sebab
apabila telah dibebani oleh pikiran ini yang menilai
dan membandingkan, akan timbul kemudian nafsu
untuk memiliki. Itu tidak benar, cucuku! Itu akan
membuat selama hidupmu takkan merasa aman.
Engkau akan gampang terbimbing kepada
perpecahan dan permusuhan."
"Tetapi mengapa sebabnya kakek bermusuhan
dengan guru pemuda tadi?"
Swara Manis terkekeh. Lalu jawabnya, "Aku tidak
bermusuhan dengan siapapun."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
176
"Tetapi... kakek tadi....."
"Heh-heh-heh, aku sengaja mengucapkan kata
kata itu guna memancing, guna mengetahui mata
batin pemuda itu. Aku melihat sinar wajah dan sinar
matanya yang membayangkan kelicikan dan jiwa
pengecut. Kemudian ternyata dugaanku benar.
Begitu aku katakan sebagai musuh besar gurunya,
bocah tadi cepat-cepat cuci tangan. Sungguh
merupakan sikap pemuda yang tidak patut. Demi
keselamatan diri sendiri, tidak segan berkhianat
kepada gurunya."
Mereka baru sadar mendengar penjelasan itu.
Sebelum yang lain membuka mulut Swara Manis
sudah bertanya, "Lalu, di manakah tempat tinggal
ayah bundamu sekarang?" .
"Apakah kakek belum tahu?" Rara Inten heran.
"Kalau sudah tahu, tentunya takkan bertanya,"
sela Marsih. "Engkau harus tahu, tempat tinggal
kakekmu amat jauh. Dulu kami hanya tahu ayahmu
tinggal di Muria. Akan tetapi setelah Muria hancur
oleh penyerbuan Mataram, tak tahu lagi akan kabar
beritanya."
"ltulah sebabnya Inten, sejak itu kami tak tahu
tempat tinggal orang tuamu." Swara Manis
menambahkan.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
177
Rara Inten mengangguk. Sekarang baru jelas
sebabnya kakek ini tak tahu di mana ayah
bundanya tinggal. Sahutnya kemudian, "Kami
tinggal di desa Jonggrangan, tak jauh dari gunung
Ungaran. Yang tinggal di sana, kecuali ayah
bundaku, kakek Cing Cing Goling, juga kakek
Baskara."
"Oh, si Bongkok itu juga di sana?" Marsih
melengak. Tak heran kalau Marsih menyebut si
Bongkok dan tidak Baskara. Perempuan ini masih
mempunyai kesan kurang baik kepada Baskara,
gara-gara Swara Manis dimusuhi orang Muria,
ketika bermaksud menolong orang-orang Muria
oleh pengkhianatan Untara.
"O ya," Marsih berkata lagi "Apakah engkau
pernah bertemu seorang gadis bernama Diah
Kuntari?"
"Siapa dia?" Rara Inten heran.
"Diah Kuntari itu muridku dan juga cucu
kemenakan. Dan sesungguhnya kepergianku
sekarang ini mencari bocah itu."
"Adakah sesuatu yang penting?"
"Hemm, ada sesuatu yang menyebabkan aku
mencari. Sekarang terangkan sejujurnya, engkau
kenal atau tidak?"Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
178
"Aku belum pernah kenal dia. Sayang... aku tak
dapat membantu kakek."
"Tidak apa. Agar engkau menjadi jelas, akan aku
ceritakan Sebabnya dia pergi."
Diceritakan oleh Swara Manis, bahwa Diah
Kuntari di samping muridnya juga cucu
kemenakan. Karena gadis cucu Darmi, kakak
Marsih. Gadis itu di samping cantik juga cerdas,
maka sekalipun masih muda kepandaiannya sudah
bisa diandalkan. Selama setahun lalu Diah Kuntari
telah dipertunangkan dengan pemuda bangsawan,
Raden Mas Jarot, putera seorang Bupati di
Mataram.
Pada suatu hari, ibu Jarot sakit. Telah banyak
tabib yang diminta mengobati, namun belum
kunjung sembuh. Akhirnya Swara Manis diminta
bantuannya, justeru Swara Manis dikenal sebagai
seorang ahli obat. Tetapi karena Swara Manis
buntung dua kakinya tak sanggup datang ke
Mataram, pilihan jatuh kepada Diah Kuntari agar
mengantar ramuan obat itu, sekaligus dapat
bertemu dengan calon suami.
Ternyata obat Swara Manis ini mustajab sekali.
Beberapa saat setelah minum, Raden Ayu
Tumenggung Brojokusumo agak ringan deritanya.
Beberapa hari sebeumnya, perempuan itu hanya
berbaring saja. Akan tetapi sejak mendapat obatKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
179
itu, sudah dapat bangkit sekalipun memerlukan
bantuan.
"Engkau tak usah pulang hari ini," ujar
Tumenggung Brojokusumo kepada Diah Kuntari.
"Sebaiknya engkau menginap di sim, dan pulang
esok pagi."
Jarot cepat menyambut, "Benar. Perjalanan
cukup jauh, sebaiknya pulang esok pagi. Aku akan
menyertai diajeng, agar engkau tidak kesepian di
jalan."
Sesungguhnya Diah Kuntari ingin pulang hari ini
juga. Sudah biasa bagi gadis ini melakukan
perjalanan jauh seorang diri, karena itu tidak kuatir
mendapat gangguan di perjalanan. Akan tetapi ia
merasa tidak enak hati kepada calon mertua
maupun calon suaminya.
Malam itu Diah Kuntari tidak menolak ketika
diajak Jarot menuju taman. Taman yang indah,
dipenuhi aneka macam tanaman pohon bunga yang
terpelihara. Kemudian mereka duduk di atas kursi
batu panjang, di tepi kolam ikan yang airnya amat
jernih.
"Diajeng."
Diah Kuntari menoleh menatap wajah calon
suaminya. Dua pasang mata bertaut. Jantung DiahKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
180
Kuntari berdegup cepat berdekatan dengan calon
suami yang tampan.
"Bagaimanakah perasaanmu malam ini?
Bagaimana? Bahagia atau sedih?"
"Ah... kau..." gadis itu menundukkan kepala
merasa malu.
"Diajeng, pandanglah aku....."
"Ah..." seru gadis ini lirih, tetapi tidak berusaha
melepaskan jari tangan yang mengangkat
dagunya.
"Diajeng, engkau cantik..." puji pemuda itu.
Pujian yang jujur, justeru Diah Kuntari memang
jelita.
Sesungguhnya, gadis sama saja di manapun.
Apabila mendapat puji sanjung tentu senang.
Demikian pula Diah Kuntari, ia gembira sekali dipuji
cantik oleh calon suaminya.
Kemudian sambil meletakkan telapak tangan di
pundak gadis itu, Jarot berkata sungguh-sungguh
"Engkau cantik seperti bidadari... ."
"Ah... engkau merayu saja....."
"Diajeng aku bukan melulu merayu Tetapi
merupakan kenyataan tak terbantah. Kalau tidak
ayu manakah mungkin aku memilih engkau sebagaiKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
181
calon isteri? Dan manakah mungkin ayah bundaku
setuju kalau engkau buruk rupa?"
Diah Kuntari hanya mengulum senyum kendati
dalam dadanya gemuruh rasa bangga.
"Diajeng, lihatlah bulan di angkasa itu," kata
Jarot sambil menunjuk bulan di angkasa. "Dia
tersenyum-senyum, seperti aku dan engkau."
Diah Kuntari menurut dan mengangkat kepala
memandang angkasa. Dan gadis ini tidak
memberontak pula ketika tangan Jarot memeluk
leher lalu ditarik mendekat. Detak jantung Jarot
terdengar oleh telinganya, dan membuat detak
jantung sendiri semakin cepat pula. Kemudian ia
menyandarkan tubuh jatuh dalam pelukan.
"Diajeng, tak lama lagi kita akan membangun
bebrayan bahagia. Berapakah engkau inginkan
anak nanti?"
"Ih... mengapa sejauh itu engkau berpikir?
Tentang itu hanya Yang Maha Kuasa saja yang
tahu. Namun jika boleh memilih, tiga orang sudah
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
cukup. Kemudian hari kita didik agar menjadi
manusia-manusia yang berguna bagi Mataram."
"Bagus. Akupun ingin tiga saja. Dua laki-laki dan
satu perempuan."
"Ih... mengapa sudah menentukan seperti itu?"Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
182
"Baiklah diajeng, semua itu masih jauh dan
belum perlu kita bicarakan sekarang,"
Namun tiba-tiba Diah Kuntari berseru lirih. Akan
tetapi Diah Kuntari tak kuasa menghindar ketika
bibirnya disambar. Pengaruhnya bagai dalam
mimpi indah. Sesuatu yang asing terjadi. Hampir
saja Diah Kuntari tenggelam dalam impian. Untung
dia segera sadar. Sambil memekik lirih gadis ini
memberontak, kemudian meloncat berdiri.
Wajahnya pucat setelah sadar keadaan. Ternyata
Jarot sudah jauh melangkah, dan membuat Diah
Kuntari tersinggung dan marah. Sebab ia melihat si
pemburu sudah mendaki bukit.
"Diajeng..." Jarot seperti dipagut ular, kemudian
meloncat sambil menyambar lengan Diah Kuntari.
"Apa sebabnya engkau seperti dipagut ular?"
"Tetapi mengapa engkau sejauh itu?" sahut Diah
Kuntari keras. "Kita baru bertunangan."
Jarot tersenyum Sepasang mata berkedip, lalu
bujuknva, "Kita sudah direstui orang tua, lagi pula
calon suami-isteri. Apa salahnya kalau kita makin
mendekatkan hati masing-masing?"
"Tetapi itu tidak sepatutnya."
"Aku mencari obat rindu. Mengapa malam indah
seperti ini kita lewatkan?" bujuknya.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
183
Diah Kuntari mundur selangkah. Lalu berkacak
pinggang sambii membentak, "Hemm, jika
kangmas nekat, aku bisa marah. Aku sudah
mengantuk. Aku mau tidur. Sampai ketemu esok
pagi."
Diah Kuntari membalikkan tubuh kemudian lari,
dalam usahanya menyembunyikan air mata yang
mulai menitik. Dalam dadanya campur aduk antara
marah dan rasa kasih. Ia marah karena terhina
mengapa calon suami melangkah sejauh itu? Ia
seorang gadis yang kokoh pribadinya. Apapun
alasannya, gadis harus pandai mempertahankan
kesuciannya sebelum sah sebagai seorang isteri.
Akan tetapi di balik itu iapun merasa tidak tega
karena bagaimanapun ia merasa kasih kepada
pemuda bangsawan itu.
Diah Kuntari gelisah di atas pembaringan dalam
kamarnya. Diam-diam terjadi perang batin dalam
dadanya. Ia mencintai putera Tumenggung itu.
Cinta sepenuh hati yang tak dapat ditawar-tawar
lagi. Pengalaman baru sekilas itu bagai mimpi
indah. Akan tetapi ia juga tak rela jika langkah
orang telalu jauh.
Malam sudah larut. Akan tetapi mata gadis ini tak
juga mau dipejamkan. Hawa begitu panas di dalam
kamar, menyebabkan gadis ini gerah. Saking tak
kuat menahan gerah, akhirnya Diah Kuntari
melangkahkan kaki keluar kamar.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
184
Rumah Tumenggung Brojokusumo yang luas itu
sudah sepi. Hanya di rumah jaga tak jauh dari pintu
gerbang, masih terdengar suara orang bicara dan
tertawa. Kiranya para prajurit itu menggunakan
berbagai macam cara dalam usaha mereka
melawan kantuk.
Mula-mula gadis ini hilir mudik di depan kamar.
Kamar yang ditempati bagian dari kamar
"keputren" tak jauh dari taman. Hanya
Tumenggung Brojokusumo dan anak-anaknya
sajalah, laki-laki yang boleh keluar masuk keputren
ini. Tidak mengherankan apabila deretan kamar ini
sudah sepi.
Tanpa terasa kakinya melangkah keluar dari
keputren. Tiba-tiba gadis ini melesat ke samping,
menyembunyikan diri di balik rumpun bunga
karena melihat berkelebatnya bayangan. Sepasang
mata Diah Kuntari tidak berkedip, mengamati
seorang laki-laki yang bergegas menuju bangunan
terpisah. Tiba-tiba jantungnya berdenyut, sesudah
pasti bahwa laki-laki itu calon suaminya sendiri,
Jarot.
Timbul rasa heran dalam dadanya. Apakah
sebabnya Jarot belum tidur, dan malam larut
seperti ini malah menuju bangunan terpisah itu?
Tiba-tiba saja timbul keinginannya membayangi.
Keinginan tahunya mendorong kaki gadis iniKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
185
mengikuti dengan hati-hati. Kemudian ia melihat
pintu rumah itu terbuka dan sejenak kemudian
tertutup lagi.
Tetapi kemudian langkah Diah Kuntari tertunda
karena terjadi pertentangan dalam dada.
Pertentangan antara membayangi atau kembali
saja ke kamar lalu tidur. Namun akhirnya kaki
melangkah juga mendekati bangunan terpisah itu.
Lalu menggunakan ketajaman pendengarannya, ia
berusaha meneliti keadaan dalam bangunan itu,
"lh..." Diah Kuntari menekap bibirnya sendiri,
karena tanpa sesadarnya sudah berseru lirih.
Dari rumah yang tertutup rapat itu, ia
mendengar secara jelas. Suara laki-laki dan
perempuan diseling suara cekikikan.
Jantung Diah Kuntari berdebaran. Suara
siapakah pcrempuan yang kini bicara dengan Jarot
itu?
"Ah..." ia mengeluh. Sekarang tahu jawabannya.
Kiranya rumah ini merupakan tempat Jarot
menyimpan perempuan. Tiba-tiba saja timbul rasa
cemburu. Kiranya Jarot main mata dengan
perempuan lain. Ia mencintai pemuda itu setulus
hati. Tetapi sebaliknya, Jarot malah menyeleweng
dengan perempuan lain. Pantaskah laki-laki macam
itu dicintai? Belum juga menjadi suami-isteri, dia
sudah sanggup berkhianat. Apapula nanti apabilaKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
186
dirinya sudah kawin, tentu Jarot akan mengobral
cinta dengan perempuan lain;
Namun kemudian ia ingat akan keadaannya
sendiri. Ibunya, Darmi, hanya sebagai selir seorang
Bupati. Ia mempunyai banyak saudara tiri, yang
lahir dari ibu lain. Mungkinkah secara diam-diam,
Jarot sudah mempunyai selir?.
Debaran jantungnya tambah cepat. Dugaannya
kalau Jarot sudah mempunyai selir, mendorong
dirinya untuk mengetahui lebih jelas. Kemudian
tanpa dapat dicegah lagi, kakinya menjejak tanah
lalu tubuhnya sudah melenting tinggi, kemudian
hinggap di atas sirap tanpa suara. Beberapa saat
lamanya ia berdiam diri. Kuatir kalau gerakannya
tertangkap telinga Jarot.
Namun temyata gerakannya cukup halus dan
Jarot tidak mendengar. Terbukti kemudian, ia
mendengar suara seorang perempuan yang manja
dari dalam rumah.
"Kangmas, apakah engkau tega menyiksa hatiku
terus-menerus seperti ini?"
"Heh-heh-heh," Jarot terkekeh. "Siapa yang
menyiksa engkau? Bukankah kehadiranku di rumah
ini engkau merasa bahagia?"
"Apabila dapat bersanding seperti malam ini.
tentu hatiku amat bahagia. Akan tetapi kalauKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
187
hubungan kita ini sampai didengar dan diketahui
Kanjeng Bupati, apa jadinya? Aku salah seorang
selirnya yang muda. Sedang engkau salah seorang
puteranya."
Berjingkat kaget Diah Kuntari, mendengar
ucapan perempuan itu. Jadi, demikian pikirnya,
perempuan itu salah seorang selir ayahnya? Tetapi
mengapa bisa terjadi seperti ini?
Mendadak saja kepala Diah Kuntari seperti
pecah. Mimpipun tidak bahwa pemuda yang dicinta
itu ternyata curang, dan sanggup berbuat khianat
kepada ayah sendiri. Kalau kepada ayahnya sendiri
saja sedia berkhianat, kepada dirinya apa lagi! Jarot
tentu gampang melupakan janjinya sendiri, yang
pernah diucapkan.
Tiba-tiba saja di dalam dada gadis ini timbul
pergolakan. Jantungnya berdenyut keras dan tiba
tiba saja darahnya mendidih. Timbul keinginannya
untuk membuka sirap, meloncat turun, masuk ke
dalam rumah dan mengamuk. Inginlah ia
menghajar pemudia bejat dan perempuan tak tahu
malu itu. Menurut pendapatnya, seorang
perempuan yang sudah diperisteri orang, tetapi
masih menyeleweng dengan laki-laki lain, adalah
perempuan busuk. Apapun alasannya perempuan
yang sanggup mengadakan hubungan cinta dengan
anak tirinya sendiri itu, benar-benar tak bisa
dimaafkan.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
188
Akan tetapi sebelum ia membuka sirap dan
melihat ke dalam bangunan itu, tiba-tiba datang
kesadarannya. Di rumah ini dirinya seorang tamu.
Tidak seharusnya bertindak sendiri dan
menghukum mereka yang bersalah. Di dalam
rumah ini kekuasaan tunggal di tangan
Tumenggung Brojokusumo sendiri. Apakah tidak
lebih baik sekarang juga ia melaporkan kepada
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tuan rumah itu saja?
Namun ketika ia akan bertindak untuk melapor
kepada Tumenggung Brojokusumo, mendadak saja
timbul lagi rasa ragunya. Ia menjadi kuatir sekali
kalau saat sekarang ini, Tumenggung Brojokusumo
tidak sendirian di dalam kamarnya. Atau, siapa
tahu malam ini Tumenggung Brojokusumo tidur di
dalam kamar salah seorang selirnya? Bukankah hal
itu bisa jadi, dirinya malah dianggap sebagai
scorang yang tidak kenal adat dan kesopanan,
malam larut seperti sekarang ini membangunkan
Bupati. Bisa jadi salah-salah, Tumenggung
Brojokusumo tidak mau terima kasih atas
laporannya, malah marah dan menuduh dirinya
lancang dan memfitnah.
Diah Kuntari belum bergerak dari tempatnya
bersembunyi, dengan menimbang-nimbang untung
dan ruginya. Tetapi celakanya suara bisik mesra
dan ketawa manja itu, masih saja terdengar dari
dalam rumah, dan makin lama membuat hati gadisKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
189
ini panas. Dalam marah campur cemburu itu,
menyebabkan Diah Kuntari kehilangan kesadaran.
Tiba-tiba saja tangan kanan bergerak dan memukul
kayu sirap dan pecah berantakan berhamburan ke
dalam rumah.
Terdengar jerit perempuan dan Jarot mencaci
maki kalang kabut. Disusul sambaran angin
pukulan, kemudian tubuh Jarot sudah melenting
lewat lubang atap.
Namun ketika Jarot sudah berdiri di atap, tetapi
ia tidak melihat seorangpun. Akan tetapi
sebenarnya tidak mungkin kayu sirap itu pecah
sendiri,dan rontok ke bawah, kalau tidak dipukul
orang. Lalu siapakah orang yang berani lancang
mengganggu kesenangannya, bercengkerma
dengan salah seorang selir ayahnya ini?
Setelah berhasil mengamankan selir ayahnya ke
dalam kamar selir itu sendiri, hati dan perasaan
Jarot baru bisa tenang. Bergegas ia kembali masuk
ke gedung semula. Dengan ringan tubuh pemuda
itu sudah melenting di atas atap dan menyelidik
lagi, tetapi hanya sebentar di atas atap, Jarot sudah
meloncat turun ke bumi. Ia langsung menuju kamar
Diah Kuntari yang letaknya tidak jauh.
Tiba-tiba saja timbul kecurigaannya kepada
tunangannya itu. Mungkin Diah Kuntari tahu
kelakuannya, lalu marah melihat apa yangKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
190
dilakukannya dengan selir itu. Jantung Jarot
berdebar-debar ketika makin dekat dengan kamar
Diah Kuntari. Kamar itu masih terang benderang.
Agaknya gadis itu memang belum tidur. Dengan
hati-hati ia mengetuk pintu sambil memanggil.
Namun telah berkali-kali ia lakukan, tidak diperoleh
jawaban dari dalam kamar. Jarot penasaran. Ia
melenting ke atap lagi.
Secara hati-hati ia membuka atap sirap dan
menyelidik ke dalam. Jantung pemuda ini
berdebar-debar. Ternyata Diah Kuntari tidak di
dalam kamar.
Sekarang dugaannya menjadi kuat, bahwa Diah
Kuntari sudah mengetahui apa yang ia lakukan.
Padanya penuh kekuatiran, kalau hubungan gelap
ini sampai bocor dan dilaporkan kepada ayahnya.
Ia menyadari betapa ayahnya akan marah, dan
hukuman berat yang harus ia derita.
Lebih lagi kalau sampai ayahnya sampai tahu,
bahwa hubungan gelap yang ia lakukan bukan
hanya dengan selir itu. Tetapi juga masih ada selir
ayahnya yang lain, secara rahasia berhubungan
cinta dengan dirinya.
Dalam keadaan terpojok dan ketakutan itu, tiba
tiba saja terpikir, lebih baik berbuat mendahului
daripada kena akibat. Tidak perduli gadis itu calon
isterinya sendiri. Akan tetapi kalau membahayakanKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
191
dirinya, tak ada salahnya dikorbankan untuk
menolong diri.
"Huh, dia baru calon isteri. Antara aku dengan
Kuntari belum terikat hubungan apapun," desisnya.
"Andaikata sudah menjadi isteriku sendiripun,
kalau membahayakan diri pribadiku harus aku
tindak. Tidak terhitung jumlahnya perempuan
cantik di dunia ini. Kehilangan seorang Diah
Kuntari, masih akan bisa memperoleh yang lain,
huh! Engkau sudah tahu rahasiaku. Rasakan
pembalasanku!"
Anehnya terjadinya perubahan mendadak dari
sikap Jarot terhadap Diah Kuntari ini? Aneh dan
tidak aneh, hal semacam itu bisa terjadi di tengah
masyarakat ini? Bukan lain karena setiap individu
manusia lebih mementingkan "aku" daripada yang
lain. Hingga cinta kasih kepada sesama hidup itu,
kebanyakan dijadikan istilah yang latah.
Lebih celaka lagi, sering sekali hal itu malah
digunakan orang yang bermaksud jahat guna
mengeduk keuntungan pribadi. Setiap
"keakuannya" ini masih selalu berada di paling
depan, selama itu pula tidak mungkin mengenal
akan cinta kasih kepada sesama hidup maupun sudi
menanam amal. Tidak mungkin mengenal
kebijaksanaan dan kebajikan, karena semuaKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
192
ucapan dan tindakan selalu dijuruskan untuk
memperoleh keuntungan bagi si "aku".
Selama manusia-manusia ini mementingkan
"aku"-nya, tidak mungkin sanggup mawas diri. Dan
selama itu pula tidak akan pernah mau
menyalahkan diri sendiri. Apabila merasa bersalah
lalu ketakutan setengah mati dan berusaha
melemparkan kesalahan itu kepada orang lain.
Tentu mencari "kambing hitam" guna kepentingan
pribadi. Dan saking takutnya ini, maka Jarot
sekarang ini ingin melemparkan kesalahan itu
kepada Diah Kuntari. Gadis yang tak berdosa itu
dijadikan "kambing hitam" dengan jalan fitnah. Ya,
fitnah yang lebih kejam daripada pembunuhan.
Anehkah yang dilakukan Jarot ini? Tidak! Selama
manusia tidak mau mawas diri, berusaha mencari
dan mengakui kesalahan sendiri, selama itu pula
dunia ini akan selalu kacau. Apa yang disebut
"keadilan" hanya menjadi ucapan yang latah.
Padahal ilmu dan amal itu sesungguhnya
merupakan "dwi tunggal" yang tak dapat
dipisahkan.
Ilmu ibarat pohon dan amal itu ibarat buahnya.
Manusia yang sadar akan tugas hidupnya di dunia
ini, yang sesungguhnya hanya "mampir ngombe"
(singgah untuk minum) tidak akan
menenggelamkan diri dalam "duniawi", dan
mengotori arti hidupnya ini.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
193
llmu tanpa amal, bukanlah ilmu namanya. Makin
banyak dan makin tinggi ilmu seseorang,
sepantasnya dapat mawas diri dan selalu berusaha
mencari kesalahan sendiri, untuk memberikan buah
atau amal itu guna kepentingan manusia yang lain.
Setiap manusia yang hidup di dunia ini, takkan
dapat membawa apa saja yang dimiliki, di saat
kembali kepada asal, sesudah dipanggil Tuhan,
kecuali hanya amal salehnya. Amal kebaikannya.
Tidur merupakan pelajaran baik-baik setiap
manusia yang mau mawas diri, dan mau berusaha
memberi arti di dalam hidupnya di dunia ini. Orang
disaat menjelang tidur memang masih dapat
membedakan antara pematang sawah, rumah
buruk dan kamar berbau harum bersanding dengan
isteri cantik, atau sebaliknya suami tampan dan
gagah. Akan tetapi sesudah manusia itu tidur, apa
yang dilihat dan apa yang dirasakan menjelang
tidur, semuanya akan musnah. Semuanya tidak lagi
bisa dibawa dalam tidur. Antara gelandangan yang
tidur di sembarang tempat dan para pembesar
kerajaan sama saja. Sebab tidur itu ibarat mati.
Tidur tidak akan membawa apa-apa lagi. Baik
rumah gedung, isteri cantik suami tampan, dan
kekayaan yang tidak terhitung lagi. Manusia dikala
tidur sudah dipisahkan dengan itu semua. Ya, kalau
baru tidur saja tidak dapat membawa apa-apa diKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
194
dalam tidurnya, apa pula kalau manusia mati. Tidak
secuwilpun yang dimiliki dapat dibawa mati.
Hanya satu saja yang selalu menyertai manusia
sampai mati, ialah amal. Amal saleh atau amal baik.
Kalau demikian halnya mengapa kita tidak
mendekatkan diri dengan amal saleh, justeru amal
itulah yang kelak apabila manusia mati dapat
dibawa?
Dan itu pula keangungan Yang Maha Tinggi.
Manusia yang baru tidur saja sudah tidak
bedanya orang mati. Namun oleh kekuasaan Yang
Maha Tinggi, pada saatnya manusia akan
dibangunkan kembali, sehingga dapat melihat isi
dan keramaian maupun kelezatan masakan koki.
Inilah pelajaran baik bagi setiap manusia untuk
menonjolkan "keakuannya" dan selalu berbuat
pelanggaran.
Sungguh sayang, putera Bupati yang bernama
Jarot ini lupa akan semua itu. Yang terpikir saat
sekarang ini, ia berusaha menyelamatkan diri dari
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bahaya. Menghindari kekuatiran bocornya rahasia
pribadi yang buruk. Ia tidak peduli lagi apapun yang
akan diderita Diah Kuntari. Yang penting dirinya
selamat.
Secepatnya Jarot mengumpulkan semua prajurit
berdinas jaga malam ini. Ia membagi "hadiah" dan
sesudah itu semua prajurit harus tunduk. JarotKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
195
mengajari kepada setiap prajurit, apa yang harus
diucapkan dan dilaporkan kepada Tumenggung
Brojokusumo. Bahwa Diah Kuntari telah masuk ke
dalam kamar senjata, kemudian mencuri sebatang
pedang pusaka bernama "Sokayana".
Sesudah semua siap, Jarot cepat menuju kamar
selir kedua, di mana Tumenggung Brojokusumo
tidur.
"Ayah... aduh celaka! Ayah... ayah... celaka!"
teriak Jarot sambil menggedor pintu.
"Hai..,. siapa itu...?" bentak Tumenggung
Brojokusumo dari dalam kamar bernada marah.
"Ayah... hamba Jarot...! Celaka... ayah...
celaka.. Ayah... lekas... ada pencuri......"
Masih tetap di pembaringan Tumenggung
Brojokusumo memhentak marah. "Jarot! Ah,,
engkau sungguh memalukan. Kalau memang ada
pencuri lekas tangkap. Mengapa harus melapor
kepadaku malam seperti ini?"
"Ayah... hamba tidak sanggup... Sedang semua
praiurit juga takut. Karena... pencuri itu tidak lain
... Diah Kuntari....."
"Apa?!" Tumenggung Brojokusumo kaget.
Tak lama kemudian pintu kamar terbuka.
Tumenggung Brojokusumo berdiri di tengah pintuKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
196
sambil berkacak pinggang. Jarot cepat
menjatuhkan diri sambil memberikan sembah,
sedang kepalanya menunduk. Akan tetapi kendati
tampaknya pemuda ini menunduk, namun matanya
melirik dan mencuri pandang ke arah pembaringan.
Melirik ke arah selir itu yang sekarang tubuhnya
dibungkus selimut. Selir inipun secara diam-diam
juga gendaknya.
"Apa katamu?" hardik Brojokusumo. "Diah
Kuntari sebagai pencuri?"
"Benar ayah!" Jarot, menjawah mantap. "Dia
telah merusak kunci kamar penyimpan pusaka. Dan
pedang pusaka "Sokayana"....."
"Apa? Pedang Sokayana?" Broiokusumo
berjingkrak kaget.
"Benar ayah."
Mendengar pedang pusaka Sokayana dicuri
orang, Tumenggung Brojokusumo gugup. Ia
melompat dan Jarot mengikuti di belakangnya.
Mulut menyeringai bagai iblis. Karena dengan fitnah
ini, berarti Diah Kuntari harus menebus dengan
hukuman berat.
"Heh-heh-heh, mampus kau, Diah Kuntari,"
katanya dalam hati. "Engkau sudah membuat
hatiku kecewa, karena telah mengintip
perbuatanku. Hilang satu perempuan seperti kau,Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
197
akan tumbuh seribu perempuan yang lebih cantik
dibanding engkau. Huh, engkau gadis sombong.
Engkau tidak pantas menjadi isteriku."
Betapa kejam hati manusia dalam ketakutan
seperti Jarot ini, sungguh di luar dugaan.
Seharusnya seorang bangsawan, berarti orang
terhormat tidak pantas berbuat macam itu. Akan
tetapi hati manusia di dunia ini memang sulit
diduga dan diperhitungkan. Karena itu ada kalanya
manusia lebih kejam dan lebih buas dibanding
binatang.
Di saat Tumenggung Brojokusumo menuju
kamar pusaka itu, terdengar suara ribut dari para
prajurit yang telah menerima suap dari Jarot.
Hingga keributan yang terjadi itu sudah diatur
sebaik-baiknya oleh Jarot.
"Sungguh celaka. Aku tadi melihat perempuan itu
meloncat ke atas tembok. Tetapi entah bagaimana
caranya bergerak, tahu-tahu dia sudah
menghilang."
"Soalnya pencuri itu merupakan tamu Kangjeng
Bupati. Hingga sekalipun kita meronda semalaman,
kita tidak pernah menduga kalau ada maling
seberani itu."
Macam-macam yang diributkan para prajurit itu.
Yang nadanya menyesal dan penasaran, mengapa
justeru seorang tamu malah menjadi maling.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
198
Dalam pada itu merekapun menyatakan
penyesalan, tidak dapat menangkap perempuan
perkasa itu.
Betapa mendongkol dan penasaran sang Bupati
mendengar pembicaraan para prajurit itu, dan
masih sibuk mencari dengan obor, dalam jumlah
banyak, sehingga keadaan menjadi terang
benderang.
Akan tetapi apa harus dikata, justeru
Brojokusumo sendiri mengakui keperkasaan gadis
bernama Diah Kuntari itu. Lebih lagi sesudah
menguasai pedang pusaka Sokayana, kendati
dikeroyok oleh puluhan orang, ibarat perempuan
itu seperti seekor harimau tumbuh sayap. Dia
menjadi tambah perkasa dan sulit ditundukkan.
Temyata pintu kamar penyimpanan pusaka
terbuka lebar, dan dalam keadaan rusak. Seorang
prajurit yang menjaga di tempat itu segera
membawa obor sebagai suluh, mendahului masuk.
Terbelalak sepasang mata sang Bupati ketika
melihat keadaan dalam kamar. Semua senjata
tidak ada yang hilang maupun diusik. Akan tetapi
peti kayu cendana sebagai tempat menyimpan
pedang pusaka Sokayana telah rusak dan terbuka.
Air mata menitik dari sepasang mata Brojokusumo.
Karena pedang tersebut merupakan pedang
keturunan yang dikeramatkan. Apabila pedang
pusaka itu sampai pergi dari tempatnyaKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
199
menyimpan, merupakan firasat akan timbulnya
bencana dan malapetaka di dalam keluarga itu
sendiri.
Setelah dapat menenangkan hati dan perasaan,
Tumenggung Brojokusumo lalu berkata garang,
"Jarot! Dosa perempuan itu tidak bisa diampuni
lagi. Sejak saat ini juga pertunanganmu dengan
gadis itu putus. Kemudian, pimpinlah pasukan
prajurit terpilih, berangkatlah ke Dieng."
Brojokusumo berhenti sejenak menghela napas.
Kemudian, "Temuilah Swara Manis, dan
terangkanlah apa yang sudah dilakukan Diah
Kuntari di rumah ini. Bicarakan baik-baik, agar
orang buntung itu sedia menyerahkan muridnya
disertai pedang pusaka Sokayana. Akan tetapi
kalau sampai terjadi Swara Manis membandel dan
membela muridnya, serbulah tempat tinggal si
buntung itu dan hancurkanlah bersama dengan
penghuninya."
Ia berhenti lagi sejenak. Setelah menebarkan
pandang matanya ke sekeliling, baru meneruskan,
"Akan tetapi ingat. Jangan memaksa diri. Kalau
memang engkau tak sanggup menghadapi orang
buntung itu, mundurlah. Aku sendiri yang akan
datang ke sana dengan pasukan besar untuk
menghukum mereka."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
200
"Baik ayah, akan hamba lakukan dengan baik,"
janji Jarot sambil memberikan sembahnya.
"Tunggu! Biarlah aku menulis surat penangkapan
terhadap Diah Kuntari, guna pembuktian di depan
Swara Manis."
Brojokusumo bergegas masuk kamar tulis. Ia
segera menulis surat perintah penangkapan itu.
Sungguh menyedihkan, seorang Bupati yang
cukup berpengaruh dan dipercaya oleh Sunan
Amangkurat, telah bertindak ceroboh. Ia telah
menuduh seseorang tanpa penelitian lebih dahulu.
Ia terkecoh oleh fitnah. Bagaimana mungkin,
seorang Bupati seperti Brojokusumo ini dapat
melakukan tugasnya dengan baik?
Yang terjadi di dunia ini kebanyakan memang
seperti yang terjadi di rumah Brojokusumo ini.
Selain akan lebih percaya kepada anggota keluarga
sendiri, daripada orang lain. Lebih-leblh terhadap
anak sendiri.
Akan tetapi justeru sikap seperti inilah yang
dapat membahayakan anak sendiri. Kepercayaan
orang tua yang tanpa meneliti setiap masalah dan
persoalan yang dihadapi, membuat si anak
menyalah gunakan kepercayaan ini untuk
kepentingan pribadi. Sikap seperti itu bisa
berakibat meracuni hati anak itu sendiri, hingga tak
segan berbuat jahat Memang setiap orang tua wajibKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
201
mencintai anaknya.Tetapi kalau terlalu percaya,
berarti cinta beracun.
Demikianlah, setelah menerima surat dari
ayahnya, Jarot segera memerintahkan seorang
Lurah Prajurit, agar mempersiapkan pasukan
bersenjata lengkap, semuanya berkuda, jumlahnya
empat Puluh orang.
Sesungguhnya apa yang terjadi di dalam rumah
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Brojokusumo ini diketahui semua oleh Diah Kuntari
yang bersembunyi. Hampir saja gadis ini muncul
mendengar dirinya difitnah Jarot. Dan timbul pula
niatnya untuk membongkar kejahatan Jarot di
depan ayahnya sendiri. Akan tetapi kemarahan dan
penasarannya itu ditekan. Menurut pertimbangan
akal sehatnya, saat sekarang ini dirinya tidak
mungkin dapat membersihkan diri, sebelum dapat
memberikan bukti kuat tentang fitnah itu. Sekarang
ini Jarot dibantu oleh semua prajurit yang telah
menerima suap. Akibatnya keterangannya takkan
dipercaya oleh Bupati, dan salah-salah dirinya
diadili secara tidak wajar.
Tetapi Sudah tentu fitnah Jarot ini membuat Diah
Kuntari kecewa sekali. Mimpipun tidak bahwa
pemuda yang diserahi cinta kasihnya, merupakan
seorang pemuda bangsawan yang busuk. Masih
untung dirinya belum menjadi isteri Jarot.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
202
Dengan berurai air mata, Diah Kuntari
meninggalkan rumah Bupati Brojokusumo. Ia
bergerak cepat menerobos gelap malam. Menjelang
pagi Diah Kuntari sudah tiba di Dieng. Dengan
gerakan hati-hati gadis ini mendekati ruang besar,
di mana Swara Mams dan isterinya tinggal. Dari
celah dinding kayu ia mengintip dan melihat guru
dan isterinya tenggelam dalam semadi. Diah
Kuntari tak ingin bertemu dan menceritakan apa
yang dialami di Mataram. Ia langsung menuju
kamar, kemudian menelungkup di pembaringan
sambil menangis. Hatinya terasa hancur
menghadapi peristiwa tak terduga ini.
Akan tetapi Diah Kuntari tidak tenggelam dalam
tangis sedihnya. Gadis itu kemudian pergi, sambil
meninggalkan secarik surat pamit kepada Swara
Manis. Di sampmg minta diri, gadis itupun minta
agar pertunangannya dengan Jarot dibatalkan. Ia
tidak menerangkan terus-terang apa yang dialami
di Mataram. Ia hanya mengemukakan,
kepergiannya untuk membersihkan nama baik dari
fitnah keji.
"Begitulah peristiwa yang dialami Diah Kuntari
yang malang itu," tambah Swara Manis, setelah
menceritakan kepergian Diah Kuntari. "Ketika hari
berganti siang, betapa kagetku ketika datang
sepasukan prajurit dipimpin oleh Jarot. Begitu tiba,
Jarot telah menuntut agar aku menyerahkanKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
203
muridku untuk diadili, karena tuduhan mencuri
pedang pusaka."
"Kasihan..." desis Rara Inten.
"Ya. Ketika itu aku menjawab bahwa Diah Kuntari
belum pulang. Namun Jarot tidak percaya dan
memaksa untuk melakukan penggeledahan dalam
rumah. Tentu saja aku tersinggung dan marah.
Kendati begitu masih aku tahan, dan aku katakan
Diah Kuntari memang benar belum pulang. Apabila
sudah pulang, aku sendiri sedia menangkap
kemudian menyerahkan kepada Bupati
Brojokusumo."
JILID : III
SWARA MANIS berhenti sejenak, setelah
mendehem melanjutkan, "Tetapi putera Bupati itu
ngotot. Memaksa untuk menggeledah".
"Ah, mana bisa?" seru Rara Inten. "ltu sewenang
wenang."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
204
"Aku juga berpendapat begitu, cucuku. Aku tak
mengijinkan orang lancang masuk ke rumahku
tanpa seijinku."
"Tetapi celakanya Jarot malah menuduh aku
berkomplot dengan Diah Kuntari melakukan
pencurian itu," ujar Swara Manis. "Tuduhan. itu
terlalu berat bagi diriku. Aku menjadi marah,
kemudian mereka aku usir. Mereka memaksa diri,
dan terjadilah perkelahian."
"Hi-hik," tiba-tiba Retna Ayu ketawa cekikikam
lalu gadis cilik ini berkata, "Aku gembira sekali
ketika itu. Aku membantu kakek dan nenek
mengusir manusia-manusia busuk itu dengan
pedangku ini."
Gadis itu meraba pedang pendek yang
tersembunyi dalam baju. Kemudian terusnya,
"Untung kakek melarang aku maupun nenek
melakukan pembunuhan. Maka dalam perkelahian
itu, aku hanya melukai dan merobohkan. Hi-hi-hik,
tidak tahu malu. Mereka yang jumlahnya banyak
itu, akhirnya melarikan diri seperti anjing dipukul."
"Tetapi tadi kakek menceritakan, Diah Kuntari
sudah pulang. Tetapi mengapa kakek menerangkan
belum pulang?" tanya Rara Inten.
"Di saat aku menerima kehadiran mereka dan
berakhir dengan perkelahian itu, aku memang
belum tahu kalau Diah Kuntari sudah pulang,"Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
205
sahut Swara Manis. "Aku baru tahu kalau dia sudah
pulang, setelah aku menemukan suratnya di atas
pembaringan. Surat itu hanya menerangkan, agar
pertunangannya dengan Jarot diputuskan, dan
kepergiannya untuk membersihkan nama baiknya
dari fitnah."
"Tentunya fitnah itu, tuduhan mencuri pedang
pusaka itu kek?"
"Kiranya benar. Semula aku memang tidak tahu.
Tetapi setelah aku hubungkan dengan tuduhan
Jarot, jelas Diah Kuntari penasaran." Swara Manis
menghela napas panjang. Kemudian, "Sebaiknya
aku lanjutkan ceritaku."
"lh, cerita kakek belum selesai?" Rara Inten
heran.
"Belum. Peristiwa itu bukan hanya berakhir
sampai di situ. Dua hari kemudian datang pasukan
dalam jumlah besar, dipimpin Bupati Brojokusumo
sendiri, untuk menangkap aku dengan tuduhan
memberontak."
"Aihh... mana bisa begitu?" seru Rara Inten.
"Cucuku, jangan kaget. Semua itu bisa saja
terjadi, karena seorang Bupati juga manusia, dan
dapat menyalah-gunakan kekuasaan. Ia dapat
memberi laporan palsu kepada raja Mataram,Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
206
Sunan Amangkurat. Akibatnya Sunan Amangkurat
terpengaruh dan diriku dituduh memberontak."
"Lalu apa tindakan kakek?"
"Kalau menurutkan penasaranku, inginlah aku
melawan. Namun aku tidak menurutkan rasa
penasaran itu. Aku, Marsih dan Retna Ayu
meninggalkan rumah lewat belakang. Hemm, tetapi
betapa sedih hatiku, ketika dari jauh aku melihat
asap tebal membumbung ke angkasa....."
"Aihh..." jerit Rara Inten tertahan. "Rumah
kakek....."
"Ya, rumahku telah mereka bakar," sahut Swara
Manis. "Rumah yang aku bangun dan sudah aku
tempati puluhan tahun itu, dalam sekejap telah
musnah menjadi mangsa api. Ketika itu inginlah
aku Mengamuk dan membunuh mereka. Akan
tetapi untung... ya untung sekali aku dapat
menekan perasaanku. Aku mengerti sebabnya
terjadi semua ini. Aku dianggap membangkang
tidak mau menyerahkan Diah Kuntari. Akan tetapi
benarkah Diah Kuntari bersalah seperti tuduhan
Jarot itu? Mengingat surat yang ditinggalkan Diah
Kuntari hanya minta pertunangannya diputuskan,
kemudian akan mencuci namanya dari fitnah, jelas
di belakang peristiwa ini terjadi sesuatu. Jelas
terselip peristiwa yang perlu diselidiki."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
207
"Tetapi aku tidak dapat menahan diri," kata
Retna Ayu. "Melihat rumah kakek dibakar, aku
menangis. Kemudian aku menghunus pedang,
melompat untuk mengamuk bersama nenek. Akan
tetapi kakek melarang....."
"Ya, aku melarang Marsih maupun Retna Ayu
untuk menghindarkan diri dari hal-hal yang tidak
aku harapkan. Bagaimanapun, kami hanya bertiga,
manakah mungkin sanggup melawan prajurit yang
ribuan banyaknya? Benar kami akan dapat
merobohkan puluhan orang. Namun tidak urung
kami akan menjadi korban pula. Itulah sebabnya
lebih baik aku menghindar, mengalah dan
merelakan rumah menjadi mangsa api. Aku
percaya, kelak kemudian hari dapat membongkar
rahasia peristiwa ini."
"Jadi, kakek tidak percaya tuduhan mencuri
pedang itu?" tanya Rara Inten.
"Sebelum aku dapat bertemu dengan Diah
Kuntari, mana bisa aku mengatakan benar dan
tidaknya? Namun menilik surat yang ditinggalkan
dan menilik watak tabiat Diah Kuntari, mustahil dia
melakukan pencurian itu. Aku percaya, dia takkan
berani berdusta kepada diriku. Tetapi aku juga
belum tahu, siapa yang memfitnah dia."
"Kasihan juga mbakyu Diah Kuntari," Rara Inten
menyesal. "Ah, tetapi yang menghadapi masalahKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
208
ruwet bukan kakek seorang. Sekarang ini aku
bersama kakek Cing Cing Goling sedang mencari
Kiageng Ringin Putih....."
"Siapa Kiageng Ringin Putih?" tanya Swara
Manis.
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Sahabat kakek Goling. Sekarang ini Kiageng
Ringin Putih pergi tak diketahui di mana, mencari
murid tunggal dan anak angkatnya yang
berkhianat, bernama Ditya Margono. Pemuda itu
melakukan kekejaman-kekejaman, mengacau
masyarakat."
"Dan sudah ketemu?"
"Belum."
"Sebaiknya tidak engkau teruskan kepergianmu
ini." Marsih yang sejak tadi diam saja, tiba-tiba
memberi nasihat.
"Apa sebabnya?" Rara Inten terbelalak.
"Pengalamanmu yang baru terjadi, membuktikan
belum waktunya engkau bepergian seorang diri.
Apa jadinya dengan engkau, kalau tidak secara
kebetulan kakekmu tahu dan menolong dirimu?
Huh, kakekmu Goling itu memang kurang hati
hati."
"Apa sebabnya?"Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
209
"Karena tega melepaskan engkau seorang diri,
tanpa perlindungan."
"Tetapi mungkin paman Cing Cing Goling
mempunyai alasan sendiri," Swara Manis
memberikan pendapatnya. Ia seorang cerdik, maka
sudah dapat menduga maksud Jim Cing Cing Goling
yang sebenarnya.
"Bagaimanakah alasan kakek Goling itu, kek?"
tanya Retna Ayu.
Sambil mengusap rambut gadis cilik itu penuh
kasih, Swara Manis menjawab, "Agaknya paman
Goling ingin memberi pengalaman berharga kepada
muridnya. Pengalaman-pengalaman berbahaya
akan membangkitkan rasa hati-hati dan rasa
percaya diri. Semua itu demi kepentingan Rara
Inten sendiri kelak kemudian hari, setelah terjun ke
dalam masyarakat."
Tiba-tiba mereka menjadi kaget, mendengar
suara orang dani arah atas.
"Heh-heh-heh, ternyata kecerdasan otak Swara
Manis masih tetap seperti ketika mudanya. Secara
tepat telah dapat menduga maksudku memberi
pengalaman yang berharga bagi Rara Inten."
"Kakek, di mana kau?" Rara Inten yang
mengenal suara Jim Cing Cing Goling berteriak.
"Heh-heh-heh, aku di sini."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
210
Belum lenyap suaranya, bagai seekor burung,
Jim Cing Cing Goling meniup turun dari sebatang
pohon yang daunnya rimbun.
"Bagus," seru Swara Manis. "Ternyata paman
Goling bersembunyi di dahan pohon. Kalau begitu,
paman hadir lebih dahulu dibanding aku?"
Sambil menghampiri mereka, Jim Cing Cing
Goling terkekeh. Lalu, "Tidak! Aku kalah dulu
dengan engkau. Dan terima kasih pula atas
pertolonganmu kepada cucumu sendiri."
"Tetapi ketika menolong, aku belum tahu kalau
Rara Inten ini cucuku sendiri." Swara Manis
membantah.
"Itulah anugerah Tuhan kepadamu. Rumahmu di
Dieng sudah berantakan, dan engkau tidak punya
tempat tinggal lagi. Tetapi dengan pertemuan ini,
sementara waktu engkau dapat berdiam di rumah
Slamet."
"Engkau jangan menghina dan mengejek, paman
Goling," Marsih yang wataknya tetap berangasan
itu tersinggung. "Kami masih sanggup membuat
rumah sendiri."
"Heh-heh-heh, sejak dulu dan sekarang sama
saja, watak Raden Ayu Marsih," sahut Jim Cing Cing
Goling. "Aku tidak bermaksud menghina engkau.
Tetapi apakah salahnya kalau kalian singgah diKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
211
rumah Slamet sebagai tamu dan sekaligus
keluarga?"
"Sesungguhnya kami memang sudah rindu sekali
dengan Slamet dan keluarganya," Swara Manis
mendahului isterinya, untuk merubah suasana.
"Tetapi sayang sekali, sejak Muria diserbu
Mataram, antara kami tidak pernah saling
berkabar. Kalau tahu anakku berdiam di dekat
Ungaran, tentu sejak lama aku sudah berkunjung
ke sana."
"Kakek sudah ketemu Kiageng Ringin Putih?"
tanya Rara Inten.
"Belum," Jim Cing Cing Goling menggeleng.
"Tetapi aku sudah ketemu muridnya. Dan sekarang
persoalan menjadi lebih jelas, dan tidak perlu
berpayah-payah mencarinya."
Kemudian Jim Cing Cing Goling bercerita tentang
fitnah yang dilancarkan Ditya Margono, dalam
usahanya mencari selamat. Ditya Margono telah
menyebarkan kabar bohong, bahwa Kiageng Ringin
Putih menantang kepada semua orang untuk
bertanding di hutan Wonokerto, tiga bulan
mendatang pada waktu bulan purnama.
"Ahh, murid murtad dan kurang ajar," seru Retna
Ayu tiba-tiba.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
212
Jim Cing Cing Goling memandang Retna Ayu dan
menyeringai. Swara Manis tanggap, jelasnya, "Ayu,
kakek Goling ini orang tua sakti mandraguna jaman
ini. Berilah hormat, siapa tahu engkau kebagian
rejeki?"
"Aih..." Jim Cing Cing Goling berseru tertahan.
"Di dunia ini mana ada orang yang dapat
menandingi kecerdikan kakekmu?"
"Ih... paman Goling sudah tahu bahwa dia
cucuku?" Marsih bertanya.
"Tentu saja! Aku tadi sudah mendengar
semuanya. Bukankah bocah ini anak Rukmini?"
"Paman benar."
"Lalu, di mana Rukmini sekarang? Dan siapa pula
suaminya?"
"Ahh... itu rahasia....."
"Heh-heh-heh, sudahlah. Memang sejak dulu
engkau suka teka-teki. Nah sekarang, apa yang
akan kalian kerjakan? Apakah kalian ingin
menunggu terbenamnya matahari di hutan Krenda
Wahana yang gawat keliwat-liwat ini? Yang dikenal
orang banyak demit dan jim....."
"Heh-heh-heh," Swara Manis terkekeh. "Kami
bersama paman. Apa yang ditakutkan? Bukankah
paman juga....."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
213
"Aku juga Jim... heh-heh-heh, tetapi jim yang
sudah kamanungsan. Sekarang begini. Kalau kalian
setuju, lebih baik kita pulang ke Jonggrangan.
Bukankah lebih cepat dapat bertemu dengan
Slamet dan Untari, kalian akan senang?"
Akhirnya mereka meninggalkan hutan Krenda
Wahana ini, menuju desa Jonggrangan, di mana
Jim Cing Cing Goling maupun keluarga Slamet
tinggal.
*****
Kita ikuti kembali kepergian Ditya Margono yang
melakukan fitnah terhadap ayah angkat dan
gurunya sendiri. Pemuda liar itu amat penasaran
karena tidak berdaya sama sekali menghadapi Jim
Cing Cing Goling. Kekebalan tubuhnya ternyata
tidak mampu menerima pukulan kakek itu. Padahal
sejak dirinya meninggalkan desa Ringin Putih,
selama itu dirinya tidak pernah kalah.
"Celaka!" desisnya. "Kalau begitu, tak mungkin
aku sanggup bertahan lagi jika ketemu guru. Aku
bisa mati konyol sebeium berhasil mencapai cita
citaku. Hemm, ke mana aku harus pergi sekarang?"
Merasa bingung juga pemuda liar itu sekarang.
Bingung berhadapan kenyataan pahit yang belumKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
214
pernah ia alami. Pemuda raksasa itu sekarang
membanting pantatnya di bawah pohon rindang. Ia
memegang dahi dengan jari tangan kanan.
Kepalanya terasa pusing dan tak tahu apa yang
harus dilakukan.
Tiba-tiba saja pemuda itu ketawa bekakakan
"Ha-ha-ha-ha."
Ketawanya yang lepas bekakakan itulah yang
menolong. Wajahnya tambah lebih cerah.
Kemudian ia meloncat berdiri, berkacak pinggang
dan dadanya membusung. Katanya kemudian
dengan mantap.
"Huh, apa yang harus aku takuti? Aku sudah
melangkah, mengapa ragu? Aku sudah berbuat,
mengapa gelisah? Pendeknya hidupmanusia di
dunia ini hanya satu kali. Hidupku tidak lama.
Mengapa tidak aku gunakan sebaik-baiknya untuk
menuruti segala kehendak dan kemauanku? Setiap
manusia mempunyai kesempatan memkmati apa
saja yang sudah tersedia di dunia ini asal mampu.
Huh, aku juga harus mampu. Harus mampu!"
Tak lama kemudian Ditya Margono melangkah
pergi. Ia melangkah tanpa tujuan, dan hanya
menurutkan langkah kaki. Akan tetapi sudah pasti,
setiap memperoleh kesempatan ia akan menyebar
tantangan. Agar tiga bulan lagi, gurunyaKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
215
berhadapan dengan banyak musuh sakti, dan pasti
mati terbunuh.
Tetapi tiba-tiba pemuda ini kaget setengah mati,
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
karena dirinya terlompat tinggi di udara tanpa
diketahui sebabnya. "Aihh....."
Untung sekali pemuda ini tidak cepat gugup. Ia
mematahkan dorongan yang dahsyat itu kemudian
melayang turun.
"Hekk... aduhh..." Ditya Margono mengaduh
kesakitan dan peringisan, karena turunnya dari
udara jatuh kantap. Pantatnya serasa pecah dan
rasa senut-senut menjalar sampai ubun-ubun.
Saking sakit pemuda ini tak cepat bangun.
Di tengah rasa sakit ini, hatinya heran bukan
main. Mengapa dirinya terlempar ke udara dan
begitu melayang turun bisa terbanting kantap
seperti ini?
Di saat Ditya Margono keheranan dan
bertanyatanya tanpa dapat dijawab sendiri itu,
tiba-tiba terdengar suara mengikik seperti suara
ayam. Kemudian disusul suara caci-maki, "Kek
kek-kek... bangsat! Setan! Siluman! Banaspati!
Huh, siapa berani menginjak orang sedang tidur?"
Ditya Margono melompat bangkit dan lupa senut
senut pada pantatnya. Sekarang pemuda ini ingat.
Sebelum terlempar ke udara dirinya merasaKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
216
menginjak sesuatu yang lunak. Jadi, dirinya tadi
menginjak orang sedang tidur?
Yang mencaci-maki tadi seorang kakek. Ia telah
berdiri tegak, akan tetapi anehnya, tinggi tubuhnya
hanya sebatas pusar Ditya Margono. Kakek ini
kerdil, tetapi lucu dan jika diamati menggelikan.
Kepala kakek itu gundul kelimis tiada rambut
sehelaipun. Sepasang matanya besar sekali seperti
buah jengkol. Hidungnya berbentuk lucu sekali.
Bundar seperti buah terong kecil dan warnanya
merah.
Alisnya tipis seperti dicukur, mulutnya lebar
dilindungi kumis lebat. Sedang di bawah mulutnya,
tumbuh jenggot lebat dan panjang sebatas dada.
Bentuk manusia yang lucu seperti ini,
memancing ketawa Ditya Margono, "Ha-ha-ha,
lucu....."
Pemuda ini menjadi lupa akan rasa sakit pada
pantatnya yang njarem.
"Kek-kek-kek... setan! Siluman! Apanya yang
lucu?" hardik si kakek sambil meloncat-loncat
seperti katak. "Enak saja engkau membuka mulut.
Orang sedang enak tidur kau injak. Tidak minta
maaf, engkau malah mentertawakan orang. Huh,
bocah seperti engkau ini, kiranya ingin dihajar."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
217
Tetapi rasa geli yang memenuhi dada Ditya
Margono belum hilang. Pemuda ini masih ketawa
bekakakan. "Ha-ha-ha-ha, engkau ini manusia
ataukah demit ?"
Kurang ajar! Setan Alas! Apakah matamu sudah
buta dan tidak mengenal manusia lagi?"
"Heh-heh-heh, baru kini aku bertemu manusia
berbentuk lucu seperti engkau. Sudah lucu,
menggelikan lagi. Kemana perginya rambut
kepalamu dan menyebabkan kelimis seperti itu?"
Disadari atau tidak, kakek kerdil ini mengusap
kepalanya yang gundul tanpa rambut. Tetapi
anehnya kakek ini menjawab juga, "Rambut
kepalaku pergi ke mana? Setan alas... mana
mungkin rambut bisa pergi sendiri dari kepala?"
"Dan alismu itu, mengapa bisa tipis dan kecil
seperti dicukur?"
Anehnya lagi kakek ini juga mengusap alisnya
dengan jari tangannya. Katanya, "Alisku? Huh,
siapa yang mencukur? Aku tidak tahu. Tetapi alisku
memang seperti ini sejak dulu. Bukankah alis
seperti milikku ini bagus sekali? Buktinya banyak
wanita yang meniru bentuk alisku ini."
"Ha-ha-ha," Ditya Margono masih geli. "Tetapi
mengapa jenggotmu dapat tumbuh lebat begitu?"Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
218
"Apa?! Kurang ajar! Mengapa soal ini engkau
tanyakan? Mengapa engkau tidak bertanya kepada
ibuku yang melahirkan aku?"
"Ha-ha-ha... ha-ha-ha....."
Ditya Margono makin terpingkal-pingkal
mendengar jawaban kakek itu.
"Hush! Mengapa engkau ketawa tak pernah
berhenti seperti itu? Apakah perutmu tidak mulas?"
"Ha-ha-ha, aku ketawa dengan mulutku sendiri.
Mengapa engkau geger? Hayo lekas terangkanlah
apakah sebabnya hidungmu bundar dan merah
semacam terong?"
Kakek kerdil yang semula berdiri tegak itu,
mendadak meloncat-loncat seperti katak.
Kemudian terdengarlah bentaknya, "Kurang ajar!
Mulutmu cerewet. Hayo, engkau minta maaf atau
tidak, sudah menginjak perutku di saat aku tidur
pulas?"
Tentu saja Dityo Margono yang tidak pernah
takut berhadapan dengan orang itu, bukannya
minta maaf tetapi malah teringat pantatnya yang
senut-senut.
Matanya mendelik merah. Bentaknya, "Hai kerdil
yang lancang mulut! Engkau tidur tidak pakai
aturan, tidur di sembarang tempat. Huh, secara
curang engkau sudah melempar aku, membuatKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
219
pantatku sakit Mengapa engkau tak mau minta
maaf kepadaku?"
"Kek-kek-kek," si kerdil terkekeh geli sambil
memngang perutnya yang buncit. "Pantatmu sakit?
senut-senut? Itulah upahmu yang kurang ajar.
Untung aku masih murah hati. Kalau tidak, apakah
engkau masih bernyawa lagi?"
"Apa?" sepasang mata pemuda itu membelalak,
dan marahnya bertambah. "Jadi, engkau tadi
sengaja melemparkan aku? Kurang ajar! Aku Ditya
Margono. Jika aku tidak bisa membanting hancur
tubuhmu yang kerdil seperti katak itu, jangan
engkau sebut manusia lagi."
"Kek-kek-kek-kek..." kakek kerdil itu malah
terkekeh. "Kalau aku katak, malah lebih berharga
dibanding manusia."
"Apa? Lebih berharga?"
"Tentu saja! Coba engkau pikir. Katak tidak
pernah pinjam silit (pelepasan) manusia. Tetapi
sebaliknya, manusia malah pinjam silit kodok. Kek
kek kek kek... hayo, engkau mau mengaku pinjam
silit kodok apa tidak?"
Tanpa disadari Ditya Margono meraba silit
kodoknya yang masih senut-senut akibat terbentur
batu. Ia sudah hampir tertawa, karena ucapan
kakek kerdil itu benar belaka. Manusia memangKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
220
meminjam silit kodok. Akan tetapi sambil menahan
ketawanya, pemuda ini lalu membentak, "Hai kakek
kerdil, tidak usah engkau banyak mulut. Hayo,
katakan dahulu namamu sebelum engkau mampus
dan aku banting hancur, sebagai hukumanmu
melemparkan aku tadi."
"Kek-kek-kek, engkau berani menantang
Danyang Ilu-Ilu? Babo babo, apakah yang akan
engkau andalkan menantang aku?"
"Kunyuk tua, tidak usah banyak mulut. Sekali
aku banting, tubuhmu tentu remuk menjadi
tepung."
Saking marah, Ditya Margono tidak lagi banyak
mulut. Silit kodoknya masih senut-senut dan ingin
membalas. Merasa lebih gagah dan lebih kuat,
Ditya Margono sudah menuburuk maju. Maksudnya
sekali ringkus, tubuh kerdil itu akan dibanting
sekuatnya.
"Kek-kek-kek-kek... luput..." ejek si kerdil.
Danyang Ilu-Ilu yang bertubuh kerdil itu
bergerak gesit sekali ketika Ditya Margono
menubruk maju, ia memang tidak bergerak. Akan
tetapi ketika jari tangan pemuda itu hampir
menyentuh baju, tiba-tiba saja tubrukan Ditya
Margono mengenakan angin.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
221
Tanpa menunda waktu, pemuda liar itu
menubruk lagi. Tetapi lagi-lagi tubrukannya luput.
Setelah tiga kali luput, Ditya Margono tambah
penasaran dan merubah serangannya,
menggunakan cengkeraman dan pukulannya.
"Kek-kek-kek-kek... luput lagi," ejek si kerdil.
Sudah belasan kali Ditya Margono menerjang,
menubruk, mencengkeram dan memukul. Namun
semua serangannya gagal, dan menambah
kemarahannya.
Danyang Ilu-Ilu belum membalas. Ia hanya
menghindar sambil berloncatan seperti katak.
Tetapi kendati begitu, gerakannya gesit bukan
main, hingga Dltya Margono seperti menyerang
bayangan setan.
"Kek-kek-kek-kek... luput lagi... ,horee... luput
lagi..." ejeknya.
Sayang sekali Ditya Margono berotak tumpul dan
liar. Seharusnya pemuda ini sadar, ilmu kesaktian
kakek kerdil ini masih jauh di atas tingkatnya.
Maka sekalipun mengerahkan seluruh
kepandaiannya tidak mungkin berhasil
mengalahkan kakek itu.
Makin lama serangan Ditya Margono semakin
gencar dan bernafsu membunuh. Danyang Ilu-Ilu
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menjadi kurang senang, katanya kemudian, "Kek-Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
222
kek kek-kek, engkau orang muda tak tahu diri.
Huh, agaknya engkau memang perlu dihajar
sedikit."
Ditya Margono tidak membuka mulut, kemudian
melancarkan serangan dengan pukulan berbahaya.
"Plak...! Aduhh... .!"
Tubuh raksasa Ditya Margono terhuyung ke
belakang sambil mengaduh, ketika tinjunya yang
besar itu bertemu dengan telapak tangan Danyang
Ilu-Ilu yang hanya kecil. Ditya Margono merasakan
dorongan tenaga kuat tidak tampak, sehingga
tenaganya berbalik dan menyerang diri sendiri.
Sebaliknya sepasang mata Danyang Ilu-Ilu yang
menonjol seperti jengkol itu, menjadi makin
menonjol lagi seperti mau meloncat keluar,
menyaksikan pemuda raksasa itu tidak roboh oleh
dorongannya.
"Kek-kek-kek-kek... mengherankan..." desis
kakek mi keheranan. Tenaga dorongannya tadi
bertenaga kuat bukan main. Pohon sebesar paha
manusia biasa bisa tumbang oleh tenaga
dorongannya. Tetapi mengapa pemuda itu tidak?
Akan tetapi kakek kerdil itu tidak bisa main heran
lebih lama lagi, karena Ditya Margono sudah
kembali menerjang dengan pukulannya. Namun
Danyang Ilu-Ilu tidak terhenyak dari tempatnyaKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
223
berdiri. Ia malah mengangkat tangan kiri untuk
mencengkeram pergelangan tangan kiri lawan yang
akan mencengkeram kepalanya. Kemudian tangan
kanan telah menyambut tinju lawan yang
mengancam lambung.
"Plak... aduhh....."
Lagi-lagi terjadi benturan tenaga akibat pukulan
itu. Danyang Ilu-Ilu bergoyang-goyang tubuhnya
tetapi Ditya Margono terlempar, terhuyung
beberapa kali kemudian roboh di tanah. Benturan
tenaga tadi telah membuat dada Ditya Margono
bergolak sedang pandang matanya menjadi kabur.
"Kek-kek-kek-kek... hebat...!" desis Danyang
Ilu-Ilu, melihat lawannya yang muda itu roboh,
tetapi tidak apa-apa.
Akan tetapi justeru melihat ketangguhan
pemuda perkasa itu, tiba-tiba timbullah rasa aneh
dalam dada kakek ini. Perasaan itu antara lain
merasa sayang, kalau pemuda bertenaga raksasa
ini menjadi terluka berat atau roboh binasa dalam
tangannya.
Memang tidak biasa Danyang Ilu-Ilu sayang
kepada lawan yang dihadapi. Entah sudah berapa
kali manusia roboh tak bernyawa oleh tangannya.
Semua itu akibat ucapan yang menyinggung
perasaan, karena ia bertubuh kerdil dan buruk.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
224
Atau bisa juga akibat tingkah orang yang menghina
dan merendahkan dirinya.
Nampaknya Danyang Ilu-Ilu ini tubuhnya kecil
kerdil seperti anak umur sebelas tahun. Akan tetapi
yang benar, kakek ini seorang sakti mandraguna,
di samping tangannya ganas tidak kenal ampun
ternadap lawan. Kakek ini seorang tokoh
terpendam. Ia jarang dikenal orang, karena lebih
banyak berkelana di dalam hutan, dibanding
telusupan ke desa-desa.
Namun bagi mereka yang sudah mengenal watak
dan tabiatnya, lebih baik menyingkir jauh-jauh
daripada harus berurusan dengan kakek kerdil ini.
Salah-salah, nyawa bisa melayang oleh keganasan
dan kesaktiannya.
Danyang Ilu-Ilu memang seorang tokoh aneh,
tokoh yang suka sekali berkelahi dengan siapapun.
Ia bertempat tinggal di tepi laut, pada muara kali
Bodi (dekat Kendal sekarang). Ia tidak pernah mau
perduli, lawan yang dihadapi dari golongan bersih
maupun golongan hitam.
Sesungguhnya Danyang Ilu-Ilu bukan penjahat.
Tetapi tidak sedikit orang yang menyebut jahat.
Tangannya ganas! Jarang orang masih bisa hidup
apabila berkelahi dengan tokoh ini.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
225
Akan tetapi sekarang ini terjadi keajaiban. Begitu
bertemu dengan Ditya Margono, tiba-tiba saja
timbul perasaan sayang. Rasa sayang itu timbul
bukan lain akibat pukulannya yang tidak dapat
menyebabkan lawan yang masih muda ini muntah
darah.
Maka betapa hebatnya pemuda ini kalau
mendapat gemblengan ilmu sakti. Kemudian hari
tentu akan menjilma sebagai tokoh sakti pilih
tanding, justeru telah mempunyai kekebalan tubuh.
Perasaan sayang yang timbul ini bertambah lagi,
ketika terlngat dalam usianya yang sudah lebih
enam puluh tahun, tetapi tidak mempunyai
seorangpun murid. Padahal sudah lama ia berusaha
mencari murid hebat. Murid yang berbakat dan
bertulang baik, agar kelak kemudian hari dapat
menjunjung tinggi namanya. Namun selama ini
usahanya selalu gagal. Ia belum pernah
mendapatkan seorang bocah calon murid seperti
yang diharapkan.
Danyang Ilu-Ilu menilai, pemuda yang dihadapi
sekarang ini memenuhi selera dan harapannya. Di
samping tubuhnya kebal, bertenaga raksasa,
pemberani juga bertulang baik.
"Kek-kek-kek-kek... bocah, siapa namamu?"Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
226
"Hemm, aku Ditya Margono. Jaga seranganku!"
sambil menjawab, Ditya Margono melompat dan
menyerang lagi.
Kali ini Danyang Ilu-Ilu memutuskan untuk dapat
menundukkan pemuda ini tanpa menderita. Oleh
sebab itu, ia segera memamerkan kecepatannya
bergerak. Tahu-tahu telah hilang dari pandangan
mata Ditya Margono.
Pemuda ini kaget. Ia celingukan ke kanan dan ke
kiri. Kemudian ia membalikkan tubuh, namun
kakek kerdil itu tidak juga tampak, seakan tiba-tiba
bisa menghilang.
"Hai kakek kerdil. Mengapa kau bersembunyi?
Hayo keluarlah jika memang berani."
Sambil menantang Ditya Margono sudah bersiap
diri. Dua belah telapak tangannya sudah terkepal,
siap untuk memukul.
"Kek-kek-kek-kek, aku di sini. Siapa yang
bersembunyi?"
Suara jawaban itu dari arah belakang. Ditya
Margono cepat membalikkan tubuh sambil
melancarkan pukulannya. Tetapi aneh. Ia memukul
angin. Orang kerdil itu tidak tampak batang
hidungnya. Selagi ia mau membuka mulut, ia
merasa dihembus dari belakang dengan mulut.
Secepat kilat Ditya Margono membalikkan tubuhKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
227
sambil melancarkan pukulannya lagi. Namun kali ini
pukulannya juga mengenai angin dan bayangan
Danyang Ilu-Ilu tidak tampak. Namun ia sudah
menduga, tentu kakek kerdil itu sudah di
belakangnya lagi. Tanpa membalikkan tubuh ia
melancarkan pukulannya. Baru kemudian tubuhnya
membalik. Akan tetapi sungguh aneh, kakek kerdil
itu tidak kelihatan batang hidungnya.
Apa yang terjadi sebenarnya? Kakek kerdil yang
bertubuh kecil ini dapat bergerak cepat bukan
main. Setiap Ditya Margono menggerakkan kaki
untuk membalikkan tubuh, Danyang Ilu-Ilu sudah
mendahului melesat cepat sekali, sehingga Ditya
Margono tidak dapat mengikuti gerak cepat kakek
itu.
Saking penasaran dan merasa dipermainkan oleh
kakek kerdil ini, Ditya Margono telah menyerang
kalang-kabut, membabi-buta. Hal ini justeru
merugikan diri sendiri, karena mempercepat
kelelahannya. Tahu-tahu dua belah tangannya
tidak dapat digerakkan lagi dan mulut pemuda itu
meringis kesakitan. Sebab pergelangan tangannya
sudah dicengkeram oleh si kerdil. Cengkeraman itu
kuat sekali bagai jepitan baja. Ditya Margono tidak
mau menyerah begitu saja. Lalu mengerahkan
kekuatannya untuk memberontak. Akan tetapi
makin memberontak, cengkeraman itu menjadiKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
228
semakin keras dan hampir saja pemuda ini tidak
kuasa menahan sakit.
"Kek-kek-kek-kek, engkau menyerah atau
tidak?"
"Hemm, siapa sudi menyerah kepadamu?"
"Jika engkau tak menyerah, tanganmu akan
patah." ancam Danyang Ilu-Ilu. "Tetapi jika engkau
sedia menyerah, engkau akan aku angkat sebagai
muridku."
"Apa? Muridmu? Huh, tubuhmu kecil dan kerdil.
Engkau bisa mengajar apa kepadaku?"
"Kek-kek-kek-kek, apakah keadaan tubuh
merupakan ukuran seseorang bisa memperoleh
kesaktian. Hemm, jika engkau tidak percaya boleh
coba! Biarlah aku berdiri, dan angkatlah dengan
seluruh tenaga dan kekuatanmu."
Danyang Ilu-Ilu melepaskan cengkeramannya.
Kemudian kakek kerdil ini berdiri sambil mengulang
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Hayo, angkatlah aku jika bisa. Kek-kek-kek
kek, tetapi engkau harus berjanji. Jika engkau tak
dapat mengangkat tubuhku, engkau harus berlutut
di depanku, kemudian mengangkat aku sebagai
gurumu."
"Tetapi sebaliknya jika aku bisa mengangkat
tubuhmu?"Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
229
"Terserah maumu. Engkau boleh membanting
aku ke tanah atau ke batu."
"Hemm, engkau akan segera mampus."
Tubuh kakek tua ini kecil dan kerdil pula. Menurut
pendapat Ditya Margono, apakah sulitnya
mengangkat kemudian membanting? Dirinya
terkenal sebagai seorang pemuda perkasa, yang
mempunyai tenaga raksasa. Maka dengan rasa
penasaran ia sudah berdiri dengan kuda-kuda
kokoh. Kemudian kedua tangannya yang berbulu
itu, sudah dilinggkarkan pada pinggang si kerdil.
Sesudah itu ia mengerahkan seluruh tenaga dan
kekuatannya, untuk mengangkat dan sekaligus
membanting.
Tetapi ternyata kakek kerdil itu bergerak pun
tidak. Kakinya seperti berakar di dalam tanah.
Melihat ini Ditya Margono menambah tenaga dan
kekutannya. Hingga tanpa terasa telapak kakinya
sudah melesak ke bumi sebatas mata kaki, sedang
peluh sebesar biji jagung menitik turun dari dahi
maupun lehernya. Makin besar tenaga yang
dikeluarkan, seakan-akan pada telapak pada kaki
Danyang Ilu-Ilu semakin bertambah banyak dan
masuk lebih dalam ke tanah.
"Kek-kek-kek-kek... bagaimana? Kau tak bisa
mengangkat aku, bukan?" ejek Danyang Ilu-Ilu.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
230
"Hayo, sekarang engkau harus berlutut di depanku,
dan mengangkat aku sebagai gurumu."
Ditya Margono tidak menjawab dan tambah
penasaran. Namun bagaimanapun ia berusaha
untuk mengangkat kakek yang kecil itu, usahanya
tetap saja tidak berhasil. Kakek yang kerdil dan
kecil itu tetap saja tidak dapat diangkat. Akhirnya
Ditya Margono melepaskan pelukan pada pinggang,
lalu ia berdiri tegak sambil berkata, "Hemm, aku
baru mau tunduk kepadamu, asal engkau dapat
mengangkat diriku!"
Menurut pikiran pemuda ini, manakah mungkin
kakek kerdil itu sanggup mengangkat dirinya yang
bertubuh tinggi besar dan bertenaga seperti
raksasa itu. Tubuh kakek itu kerdil dan lengannya
hanya pendek. Lengan itu takkan takkan cukup
melingkar pada pinggangnya.
"Kek-kek-kek-kek, betulkah?"
"Betul!" sahut Ditya Margono sambil
mengerahkan tenaga pada kakinya, agar tidak
dapat diangkat.
Danyang Ilu-Ilu tersenyum. Ia mendekati Ditya
Margono. Ia tidak memeluk seperti yang tadi
dilakukan Ditya Margono. Tetapi kakek ini hanya
menggunakan sebelah tangannya saja,
mencengkeram ikat pinggang sambil membentak,
"Naik!"Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
231
Apa yang kemudian terjadi hampir tidak dapat
dipercaya. Kakek yang tubuhnya kecil dan kerdil
itu, lengannya pendek dan tinggi tubuhnya hanya
sebatas pusar Ditya Margono, telah berhasil
mengangkat tubuh pemuda itu hanya
menggunakan sebelah tangan. Malah bukan saja
tubuh raksasa Ditya Margono dapat diangkat, tetapi
oleh tangan kecil itu tubuh si pemuda telah
dilemparkan ke udara. Lemparannya cukup tinggi,
dan setelah tubuh itu meluncur turun, ia
membentak, "Kek-kek-kek-kek, naik!"
Lengan kanan yang kecil dan pendek itu
didorongkan ke atas. Tanpa menyentuh tubuh Ditya
Margono. Akan tetapi ternyata Ditya Margono telah
membal kembali terapung di udara seperti semula.
Ditya Margono kaget bukan main ketika
tubuhnya terlempar ke udara. Timbullah kekuatiran
pemuda ini, kalau dirinya mengalami seperti tadi,
jatuh kantap di tanah, kemudian pantat pinjaman
dari kodok itu tertumbuk oleh batu lagi. Rasanya
sampai sekarang masih senut-senut, tidak mau
rasanya kalau hal itu harus diulang.
"Sudah, sudah, aku menyerah....." teriak
pemuda ini, setelah tubuhnya turun naik sampai
lima kali.
"Kek-kek-kek-kek, bagus. Hayo sekarang
engkau harus berlutut dan mengangkat akuKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
232
sebagai gurumu!" perintahnya keren, setelah Ditya
Margono diturunkan ke tanah.
Pemuda yang keras kepala ini sekarang benar
benar tunduk. Ia kagum bukan main kepada kakek
kerdil ini. Lalu timbul pula kepercayaan dalam
hatinya, bahwa sekalipun kerdil, kakek ini tentu
sakti mandraguna, ia dapat mengharap
bimbingannya lebih lanjut, dan di samping itu
malah dapat pula dijadikan semacam pelindung
dari kejaran dan ancaman Kiageng Ringin Putih.
"Kek-kek-kek-kek, muridku yang baik,
bangunlah!" perintah kakek kerdil itu senang sekali,
setelah Ditya Margono berlutut di depannya.
Akan tetapi Ditya Margono belum juga bangun.
Katanya, "Guru, saya takkan mau bangun
sebelum guru berjanji."
"Kek-kek-kek-kek, manakah ada guru harus
berjanji kepada muridnya? Semestinya engkau
sebagai murid yang harus berjanji di depanku,
bahwa engkau akan selalu tunduk padaku."
"Guru, murid berjanji akan selalu tunduk kepada
perintah guru. Tetapi sebaliknya muridpun mohon
guru juga berjanji. Murid mempunyai musuh
bebuyutan. Maka saya mohon kesediaan guru
untuk membinasakan musuh itu."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
233
"Kek-kek-kek-kek, jangan khawatir. Bangunlah
anak baik. Aku akan selalu melindungi
keselamatanmu dan musuh besarmu itu biarlah
nanti kita bicarakan untuk membinasakan. Tetapi
siapakah yang membuat engkau ketakutan
setengah mati ini?"
"Dia seorang tokoh sakti dari desa Ringin Putih
di lereng gunung Lawu, dan dia bernama Kiageng
Ringin Putih."
"Kek-kek-kek, tidak perduli ringin putih atau
ringin hitam. Apabila dia bertemu dengan aku, akan
aku bunuh mampus. Jangan khawatir. Apa sih yang
diandalkan Kiageng Ringin Putih itu? Hemm, agar
hatimu cepat menjadi lega dan dadamu menjadi
lapang kiranya lebih baik kalau secepatnya manusia
busuk itu aku bunuh. Hayo, kita cari sampai
ketemu."
"Guru. Tak usah dicari dia akan datang sendiri,
tiga bulan lagi di waktu bulan purnama. Hemm,
guru, manusia busuk itu terlalu sombong."
"Apa yang disombongkan?"
"Dia menentukan waktu tiga bulan lagi, di saat
bulan purnama. Dia menantang setiap orang,
mengajak bertanding kesaktian, dengan bertempat
di hutan Wonokerto. Dan... aih....."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
234
Ditya Margono melengak kagum berbareng
heran, karena itu ia berseru tertahan. Sebabnya, ia
melihat gerakan Danyang Ilu-Ilu yang ringan sekali
seperti bisa terbang, melenting cukup tinggi di
udara.
"Kek-kek-kek-kek, bangsat edan!" caci-maki
kakek ini setelah turun kembali ke bumi. Tadi
saking marah dan kaget, ia berjingkrak dan
tubuhnya melenting tinggi di udara. Katanya
kemudian, "Dia berani menantang seperti itu,
apakah sudah mempunyai cadangan nyawa? Huh,
biarlah aku yang akan menghadapi di sana, tiga
bulan lagi."
"Bagus! Murid percaya bahwa dia akan mampu
guru kalahkan dalam dua gebrakan."
"Apa? Dua gebrakan?" Danyang Ilu-Ilu mendelik.
"Manakah mungkin? Apakah dia itu orang macam
tahu, dua kali kunyah sudah masuk perut. Kek-kek
kek-kek, aku gembira sekali mendengar tantangan
itu. Aha, tentu di sana bakal berkumpul banyak
tokoh sakti. Biarlah kelak di sana, akan aku tantang
semua orang, sesudah aku dapat merobohkan
Ringin Putih. Semua akan aku bunuh, dan dunia ini
hanya aku seorang yang disebut manusia sakti
mandraguna."
Dityo Margono bertepuk tangan saking gembira.
Pemuda ini setelah merasa dan mengalami sendiri,Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
235
tak dapat berkutik melawan gurunya, ia percaya
penuh bahwa kakek kerdil ini tanpa tanding pada
tiga bulan lagi.
"Sekarang, kita pergi ke mana, guru?"
"Kck-kek-kek-kek, pergi ke mana? Tolol kau!
Tentu saja aku kepingin tidur. Huh, engkau tadi
telah lancang membangunkan aku di saat sedang
pulas. Padahal aku tadi sedang mimpi yang
menyenangkan sekali."
"Guru mimpi apakah?"
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku miinpi sedang tidur dengan perempuan ayu
....."
"Aihh... guru masih suka.....?"
"Tolol kau! Murid goblok! Kek-kek-kek-kek, tentu
saja setiap laki-laki akan suka perempuan. Dan
tentu saja akupun tidak melarang engkau suka
perempuan. Kek-kek-kek-kek, tetapi perempuan
yang aku suka lain dari yang lain. Aku hanya suka
kepada perempuan yang menghina dan
memperolok aku yang seperti bocah cilik
jenggotan, dan berkepala gundul kelimis ini. Jika
ada perempuan berani menghina aku seperti itu,
kek-kek-kek-kek, tentu aku tangkap menjadi
teman tidur. Biar kapok dia, tidak berani lancang
mulut lagi."
"Ha-ha-ha-ha....."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
236
"Hai tolol! Mengapa kau tertawa?"
"Murid tertawa karena geli. Mengapa guru
memakai syarat macam itu? Kalau murid, asal saja
bertemu dengan gadis dan murid tertarik,
perempuan itu tentu murid tangkap."
"Boleh saja, aku tidak melarang. Asal saja
engkau sopan."
"Sopan? Bagaimanakah maksud guru?"
"Engkau jangan menangkap isteri orang. Carilah
yang belum punya....."
"Murid setuju!"
Baru saja Ditya Margono selesai bicara, sudah
terbelalak heran. Sebab tiba-tiba saja kakek kerdil
itu sudah menggeletak terlentang di tanah, malah
sudah mendengkur seperti babi. Sungguh pandai
sekali kakek ini tidur. Agaknya kepandaian tidur
yang sudah dilatih sejak bayi telah mendarah
daging dalam tubuhnya.
Mau tak mau Ditya Margono harus menunggu tak
jauh dari tempat ini. Ia memilih tempat di atas
rumput tebal, duduk sambil menyandarkan
punggung pada pangkal batang pohon. Sebagai
akibat lelahnya karena tadi banyak mengeluarkan
tenaga, akhirnya pemuda ini juga tertidur.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
237
Entah sudah berapa lama ia tidur, tahu-tahu
kakek kerdil itu berkaok-kaok, "Kek-kek-kek-kek
kek, bangun, hai bangun!"
Ditya Margono geragapan bangun. Tetapi keika
ia membuka matanya aambil mengucak-ucak mata
pakai punggung tangan, ternyata gurunya masih
terlentang di tempatnya tadi, dan tetap
mendengkur seperti babi.
Pemuda ini sungguh heran. Apakah bukan
gurunya yang membangunkan tadi? Tetapi ia
merasa dirinya terbangun oleh suara gurunya.
Kemudian pemuda ini bangkit dan menggeliat,
masih sambil menguap. Tiba-tiba perutnya merasa
lapar dan kerongkongan kering. Ia segera mencari
sumber air dan setelah hilang dahaganya, ia
mencari binatang buruan untuk pengisi perut.
Sungguh kebetulan, pemuda ini memperoleh dua
ekor ayam hutan yang gemuk. Dengan wajahnya
yang berseri, dipangganglah daging ayam itu,
untuk santapan sore. Sayang tidak ada bumbu.
Akan tetapi tanpa bumbu pun, daging ayam ini
akan sedap juga.
Bau yang gurih dan sedap segera menebar
sekitarnya. Mendadak kakek kerdil itu bangkit dan
terjaga dari tidur. Hidungnya yang bundar seperti
terong dengan warna merah itu bergerak-gerak.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
238
"Kek-kek-kek-kek, baunya sedap. Daging
apakah itu?"
"Daging ayam hutan, guru. Murid memperoleh
dua ekor."
"Kek-kek-kek-kek, perutku lapar sekali. Berikan
daging yang sudah matang itu untuk aku."
Sebagai murid, Ditya Margono tidak bisa
membantah sekalipun hati mendongkol, dan perut
melilit-lilit minta isi. Yang matang baru sepotong
daging dan sekarang sudah diminta gurunya. Apa
boleh buat, ia menahan selera sendiri dan paha
ayam matang itu untuk gurunya.
Kerdil tubuhnya, dan tampaknya seperti bocah
umur sebelas tahun, akan tetapi karena mulutnya
lebar dan perutnya buncit, agaknya membuat
kakek itu mcnjadi rakus akan makanan. Daging
yang panas itu digerogoti, dan dalam waktu singkat
sudah tinggal tulangnya.
Hidung yang bundar seperti terong itu bergerak
gerak. Tahu-tahu tubuhnya melesat seperti anak
panah. Sepotong daging yang cukup besar di
tangan Ditya Margono sudah direbut.
"Berikan padaku! Anak muda ndak boleh makan
brutu."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
239
Terbelalak sesaat Ditya Margono mendengar
ucapan gurunya. Tetapi pemuda itu ragu-ragu,
karena perutnya melilit.
"Berikan padaku!"
Tangan kakek itu melambai. Ditya Margono
terbelalak heran sekali. Tahu-tahu sepotong daging
dengan brutu itu telah meloncat sendiri dari
tangannya. Daging panas dan mengepul itu,
langsung digegoti secara rakus. Hingga tingkah
kakek kerdil ini membuat air liur Ditya Margono
mengucur, karena perutnya hampir tak dapat
ditahan lagi.
Ditya Margono membakar daging lagi. Akan
tetapi karena dua kali diminta gurunya, membuat
dirinya tak sempat makan, maka sekarang
membakar dua potong. Maksudnya kalau yang
sepotong diminta gurunya, ia masih mendapat
sepotong. Ia sudah membayangkan betapa
nikmatnya makan daging ayam itu sekalipun tanpa
bumbu, justeru perutnya sudah lapar bukan main.
Belum juga daging yang dipanggang itu matang,
si kakek sudah selesai menggerogoti daging.
Bibirnya yang berminyak, kumis dan jenggotnya
itupun berlepotan lemak.
Tak lama kemudian dua potong daging itu
matang. Liur Ditya Margono makin mengucur. Kali
ini ia akan memperoleh kesempatan untukKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
240
menggerogoti daging yang gemuk itu. Tetapi
sungguh lacur, si kerdil yang belum kenyang telah
minta daging itu.
"Aku lagi!" serunya.
Ditya Margono segera pula menyerahkan daging
panggang itu dengan tangan kanan.
Danyang Ilu-Ilu menerima daging itu sambil
menyeringai. Langsung digerogoti, dipegang
tangan kiri. Akan tetapi ketika Ditya Margono sudah
bersiap diri untuk menggerogoti daging yang lain,
tahu-tahu daging yang dipegang itu telah meloncat
ke arah gurunya.
Ditya Margono mendongkol bukan main. Empat
potong daging yang sudah matang, semua dimakan
oleh gurunya. Akan tetapi di samping mendongkol
diam-diam pemuda ini juga kagum sekali. Gurunya
mengunakan ilmu apa, sehingga hanya
melambaikan tangan saja, daging itu sudah
meloncat sendiri dari tangannya?
Rasa kagum akan kepandaian gurunya, dan rasa
ingin mempelajari ilmu ajaib itu, menyebabkan
berkurang rasa mendongkolnya. Biarlah dirinya
sekarang mengalah. Nanti setelah gurunya
kenyang, tidak urung dirinya akan memperoleh
kesempatan untuk menikmati daging ayam itu.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
241
"Guru," katanya. "Murid mohon agar guru suka
memberi tahu tentang rahasia ilmu tadi."
"Apa yang kau maksudkan?" sahut si kerdil
masih sambil mengunyah.
"Itu tadi. Dengan melambaikan tangan, guru
dapat membuat potongan daging meloncat
sendiri."
"Kek-kek-kek-kek, kau tak perlu kuatir. Menjadi
muridku, semua kesaktianku akan menjadi
milikmu."
Sebenarnya saja kakek kerdil ini memang
sengaja merebut empat potong daging secara
rakus, dengan maksud untuk mencoba kesetiaan
bocah ini.
Sebab seorang murid yang setia, tentu tidak
menyesal untuk mengalah kepada gurunya. Karena
itu sekarang kakek ini menjadi senang, muridnya
cukup setia.
Tak lama kemudian semua daging ayam telah
ludes. Masing-masing merasa kenyang.
Sambil mengusap perut yang buncit, kakek itu
berkata, "Kek-kek-kek-kek, setelah kenyang,
sekarang aku haus."
"Biarlah murid pergi sebentar mencari air."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
242
"Hemm, tak usah. Mari sekarang kita pergi
bersama kesana. Hari telah sore dan aku ingin
mandi."
"Benar. Mari guru, murid antarkan pergi ke
sumber air itu."
"Kek-kek-kek-kek, aku malas melangkah.
Biarlah aku sekarang menjadikan engkau semacam
kuda."
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ah guru, mana mungkin?" Ditya Margono kaget.
"Jadi aku harus merangkak seperti kuda dan guru
duduk di atas punggung?"
"Kek-kek-kek-kek, bukan begitu. Engkau
melangkah biasa seperti layaknya manusia. Aku
duduk di atas pundakmu, sehingga lehermu terjepit
di antara pahaku. Dengan begitu, bukankah lebih
bagus?"
"Tetapi guru terlalu berat. Manakah mungkin
murid sanggup mengangkat?"
"Kek-kek-kek-kek, siapa bilang aku berat? Aku
ringan seperti kapas."
Sambil berkata, tiba-tiba tubuh Danyang Ilu-Ilu
telah melayang ke arah Ditya Margono. Kakek itu
duduk di atas pundak, kepala Ditya Margono
terjepit di antara paha, sedang kepala sebagai
pegangan.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
243
Diam-diam Ditya Margono heran bukan main.
Mengapa bisa terjadi perubahan macam ini? Jelas
ketika dirinya tadi harus mengangkat kakek kerdil
ini, kendati sudah mengerahkan seluruh tenaga tak
juga berhasil. Seakan tubuh kerdil itu berubah
menjadi sebuah batu besar terpendam kokoh
dalam bumi. Akan tetapi mengapa sekarang ini
keadaan berbalik? Tubuh kakek ini ringan sekali,
hingga tidak terasa kalau saat ini seorang kakek
duduk di pundaknya.
Peristiwa ini menambah rasa kagum dan
hormatnya kepada gurunya yang baru ini.
Demikianlah, Ditya Margono melangkah menuju
sumber air. Pemandangan ini menimbulkan sesuatu
yang lucu. Nampaknya seperti seorang pemuda
sedang mengasuh adiknya yang kecil.
"Kek-kek-kek-kek... heh-heh-heh-heh..."
Danyang Ilu-Ilu terkekeh gembira. "Dengan duduk
pada pundakmu, mendadak saja aku jauh lebih
tinggi dan bisa memandang isi dunia ini lebih terang
lagi."
Diam-diam mendongkol juga pemuda ini. Enak
saja kakek kerdil itu bicara, dirinya yang harus
menjadi kuda beban. Yang jelas bukan menjadi
lebih terang melihat isi dunia, tetapi dengan duduk
bermalas-malas, dia sudah bisa tiba di tempat
tujuannya.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
244
Kendati mendongkol dan mengeluh, tetapi Ditya
Margono tidak berani memprotes dan membantah.
Begitu gurunya duduk di atas pundak, hidungnya
menjadi cengar-cengir karena menghirup bau tidak
sedap. Bau yang pesing, seperti bau yang
disebarkan WC. Dan celakanya lagi bau pesing itu
campur pula dengan bau petai.
"Ah, kalau guru terbiasa macam ini, aku akan
celaka. Jelas sekali guruku ini seorang penggemar
petai."
Setelah tiba di sumber air, kakek itu tanpa malu
melepas seluruh pakaiannya. Lalu meloncat ke
dalam air dan berenang.
"Lebih celaka lagi," pemuda ini mengeluh dalam
hati.
Sumber air itu jernih, dan keluar dari bawah
pohon beringin tua, ditampung oleh kolam alam
yang sempit. Akan tetapi akibat Danyang Ilu-Ilu
masuk ke dalam kolam, lumpur yang semula
mengendap didasar sumber seperti diaduk. Air
yang semula jernih berubah menjadi kecoklatan.
Ditya Margono kecewa sekali, karena tidak
mendapat tempat ikut mandi.
Dan lebih mendongkol lagi, setelah selesai
Mayat Dalam Lemari Body In Closet Karya Candi Murca Karya Langit Kresna Hariyadi
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama