Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat Bagian 5
Di antara mereka, Bayu Ketiga dan Ayu Kirana
terancam bahaya, kendati mengeroyok dua.
Tumenggung Umbul Sari benar-benar tangguh.
Nama besarnya sebagai ahli ilmu pedang bukan
nama kosong. Pedangnya berkelebat cepat sekali
sulit diduga perubahannya. Antara serangan gertak
dan serangan sungguh-sungguh sulit dibedakan,
sehingga Bayu Ketiga maupun isterinya repot
menghadapi. Sementara tangan kiri yangKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
326
menggunakan keris itupun. sedikit lengah bisa
menikam tubuh.
Tiba-tiba terdengar suara yang amat nyaring,
"Trangggggg....."
Ternyata benturan pedang Umbul Sari dengan
golok Bayu Ketiga, membuat ujung golok Bayu
Ketiga patah sedikit. Akibatnya suami-isteri ini
kaget, justeru peristiwa ini tidak terduga-duga.
Kendati dikeroyok dua, Umbul Sari diatas angin.
Umbul Sari mendesak terus. Ketika pedangnya
berkelebat mengancam pundak Bayu Ketiga, tiba
tiba berubah ke kanan dan ujung pedang
mengancam payudara Ayu Kirana, membuat
suami-isteri ini kelabakan.
Tetapi di saat suami-isteri itu terdesak dan dalam
ancaman bahaya, terdengar suara desing tiga kali.
Diah Kuntari sekarang telah melompat maju sambil
melepaskan tiga batang pisau kecil.
"Trang trang trang..." tiga kali benturan
terdengar berturut-turut. Ternyata pisau itu
berbenturan dengan pisau Kuda Karengan,
kemudian berjatuhan di lantai.
Dengan gerakan yang gesit Diah Kuntari
menerjang ke arah Umbul Sari. Gedis ini tidak takut
walaupun Umbul Sari sakti mandraguna. Sebab
kekurangannya tertolong oleh ketajaman pedangKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
327
pusaka pemberian gurunya, bernama Salaka
Muncar.
Umbul Sari tersenyum. Ia menyambut pedang
Diah Kuntari dengan maksud untuk menempel,
agar pedang itu lepas. Kesempatan ini tidak disia
siakan oleh Bayu Ketiga dan Ayu Kirana. Dengan
berbareng mereka membacokkan golok.
Dan Diah Kuntari gerakannya cukup tangkas.
Usaha Umbul Sari untuk menempel pedangnya
gagal. Malah kemudian dengan gerakan tak
terduga, sudah terdengar suara bret. Ujung lengan
baju Umbul Sari malah robek memanjang.
Umbul Sari kaget sekali. Mimpipun tidak lengan
bajunya akan dapat dirobek pemuda ingusan.
Akan tetapi walaupun penasaran ia dapat
menguasai perasaan, Ia tidak boleh mengumbar
kemarahan di saat menghadapi lawan tangguh.
Kemudian ia merubah siasat. Ia sekarang tidak
mendesak lagi dan malah seperti hanya bertahan.
Nampaknya saja Bayu Ketiga yang dibantu Ayu
Kirana dan Diah Kuntari diatas angin. Akan tetapi
yang jelas Umbul Sari tidak terdesak dan setiap
memperoleh kesempatan ia dapat melancarkan
serangan berbahaya.
Sekarang ini Diah Kuntari di tengah dengan
senjata pedang. Sedang suami-isteri yang
bersenjata golok itu mengapit di kiri dan kanan.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
328
Dengan sikap yang tenang gadis ini selalu berhasil
memunahkan serangan Umbul Sari. Hingga
membuat Ayu Kirana heran berbareng kagum. Ia
seperti mengenal gerakan ilmu pemuda ini. Tak
tahan lagi, Ayu Kirana sudah bertanya, "Apakah
engkau kenal dengan Swara Manis?"
"BeIiau guruku," sahutnya terus terang.
"Aih, apakah dia sehat-sehat saja?"
Justeru pada saat ini pedang Umbul Sari
menyambar. Untung perempuan ini sadar, hingga
dapat menghindari.
"Sesungguhnya kakek dan isteri sudah amat
rindu dengan kalian," sahut Diah Kuntari. "Tetapi
bibi, biarlah semua ini kita tunda dulu. Yang penting
kita binasakan dahulu orang jahat ini."
Selesai mengucapkan kata-katanya, gerak
pedang Diah Kuntari kembali menyambar dahsyat
sekali.
Namun Umbul Sari seorang sakti mandraguna.
Walaupun dikeroyok tiga masih tetap dapat
mempertahankan diri dengan baik. Mendengar
ucapan Diah Kuntari itu, ia menyambut dengan
ejekan, "Heh-heh-heh-heh, engkau ingin
membunuh aku? Huh, jangan mimpi. Lebih baik
kamu menyerah baik-baik agar terhindar dari
kebinasaan. Huh, tahukah engkau bahwa sekarangKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
329
ini telah siap ratusan prajurit Mataram dan siap
menghujani anak panah? Apabila kamu masih
sayang akan nyawa, buang senjatamu kemudian
tunduk perintahku memenuhi undangan ingkang
Sinuhun."
Umbul Sari tidak hanya gertak sambal. Ketika
Diah Kuntari memperhatikan, di luar terdengar
suara ringkik kuda dalam jumlah banyak.
"Anak, serbulah pintu!" bisik Bayu Ketiga kepada
Diah Kuntari.
Permintaan Bayu Ketiga ini memang beralasan.
Mereka takkan dapat berdaya apabila prajurit itu
menghujani anak panah.
Diah Kuntari insaf akan bahaya. Secepat kilat ia
melompat menuju pintu. Akan tetapi justeru
kesempatan ini dipergunakan oleh Umbul Sari
sebaik-baiknya untuk mendesak. Melihat ancaman
bahaya ini Diah Kuntari tidak tega. Ia terpaksa
kembali dan membantu menghujani serangan
kepada Umbul Sari, hingga kembali terdesak
mundur. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh
suami isteri tersebut untuk menyerbu pintu.
Sesuai dengan kedudukannya sebagai Kiageng,
yang mempunyai hak istimewa sebagai penguasa
daerah perdikan, dirinya selalu dihormati orang.
Kedudukan Kiageng tidak di bawah pangkatKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
330
Tumenggung. Maka melihat sikap Tumenggung
Umbul Sari secongkak itu, ia muak. Ia ketawa
mengejek, lalu katanya, "Heh-heh-heh-heh, bagus!
Atas undangan bendara Tumenggung, biarlah aku
si tua berangkat dahulu!"
Ketika itu Tumenggung Umbul Sari tengah
memperhatikan Bayu Ketiga. Bangkitnya Kiageng
Danaraja kurang mendapat perhatian, lalu
berteriak kepada si laki-laki kecil, "Hai Branjangan.
Engkau yang berhak melayani dia."
Orang kecil tubuhnya itu Branjangan. Ia bangkit
dari kursi, lalu mendorong tubuh Kuda Sempati
sambil berkata, "Mari kita bersama-sama
menyambut para tamu."
Kiageng Danaraja bersikap tenang. Seperti tidak
memperdulikan siapapun, langkahnya tetap
menuju pintu. Kemudian dengan gerakan tak
terduga telah menikam lutut Branjangan.
Tikamannya tepat sekali, Branjangan yang
menghadang di pintu roboh.
Tetapi Branjangan memang sengaja roboh.
Sambil rebah ia menghunus golok, kemudian
membabat kaki orang. Nyatalah bahwa Branjangan
ini telah meyakinkan ilmu tata kelahi seperti
trenggiling. Berkelahi sambil bergulingan.
Menghadapi orang mengguhakan ilmu tata kelahi
dengan bergulingan ini, Kiageng DanarajaKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
331
mendengus dingin. Bagi dirinya, tentu saja amat
paham tentang ilmu ini. Bukankah murid
tunggalnya tadi juga berkelahi sambil bergulingan?
Sekarang setelah ia tahu Branjangan mengerti ilmu
tata kelahi ini. Tidak mengherankan lagi kalau
Branjangan dapat membantu Kuda Sempati hingga
dapat mengalahkan Karso Tani.
"Hemm, di tempat belud engkau menjual udet.
Mana laku?" ejeknya.
Sesudah berkata, Kiageng Danaraja menyontek
dengan tongkatnya dengan gerakan seperti
tombak.
"Prakk!" terdengar suara keras akibat benturan
ujung tongkat dengan lutut Branjangan. Ternyata
si Branjangan yang geraknya lincah itu tak dapat
menghindari serangan Kiageng Danaraja.
Kuda Sempati penasaran. Teriaknya, "Bendara
Tumenggung dengan baik hati mengundang kalian.
Tetapi mengapa engkau malah bersikap kurang
ajar seperti ini?"
Kuda Sempati bermaksud menolong Branjangan.
Tetapi manakah Kiageng Danaraja memberi
kekempatan? Si gundul ini telah mengalahkan
muridnya. Ketika Kuda Sempati dalam jarak dekat,
tiba-tiba saja tongkatnya menyambar pinggang.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
332
"Hebat benar!" teriak Kuda Sempati mengejek
sambil memutar tubuh. Kemudian disusul dua
tangannya membalas serangan secara berantai.
Bagaimanapun Kiageng Danaraja sudah lanjut.
Dalam hal tenaga luar tentu saja kalah dengan yang
masih muda. Ia tidak mau keras lawan keras, dan
ia menghindar sambil menyabat dengan
tongkatnya.
"Ha-ha-ha," Kuda Sempati mengejek, "Apakah
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sebabnya engkau tak berani beradu tenaga?"
Tetapi Kiageng Danaraja tak mau melayani
tantangan orang, lalu menggunakan kecepatan
gerak. Bagaimanapun orang tua ini sadar, bahwa
dua tangan si gundul ini ampuh dan dapat
mematahkan tulang.
"Hemm, kiranya engkau atos juga," teriak si
gundul. Tetapi tangannya terus bergerak.
"Ternyata aku salah melihat orang. Terbukti engkau
tidak hanya menyombongkan diri."
Nyatalah bahwa sekalipun sikapnya sembrono,
Kuda Sempati benar-benar seorang jujur. Karena
jujur maka dalam memuji, apa yang dikatakan
sama dengan kata hati. Akan tetapi celakanya
pujian ini diterima salah oleh Kiageng Danaraja. Ia
merasa diejek, dan akibatnya menyerang lebih
dahsyat.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
333
Terjadinya perkelahian antara Kiageng Danaraja
dengan Kuda Sempati ini menyebabkan
Tumenggung Umbul Sari tidak dapat menahan
sabar lagi.
Katanya kemudian, "Nyata sekarang bahwa
kamu telah menolak maksud baik ingkang Sinuhun
Kangjeng Sunan Amangkurat. Orang yang berani
melawan raja, terepaksa aku hadapi dengan
kekerasan."
Justeru ancaman ini menyadarkan Bayu Ketiga
kehadiran Tumenggung Umbul Sari mengandung
maksud tidak baik. Secepat kilat ia menghunus
golok sambil berteriak nyaring, "Saudara-saudara,
serbu pintu. Hai Tumenggung Umbul Sari, aku tak
takut kepada lagakmu!"
Umbul Sari terkekeh. Sambil memperhatikan
Bayu Ketiga, ia menghunus pedangnya.
"Trang!" sekali bergerak golok dan pedang
berbenturan menerbitkan suara nyaring.
Sesungguhnya golok itu lebih berat dibanding
pedang. Tetapi begitu berbenturan, golok Bayu
Ketiga terpental menyeleweng.
Melihat suaminya sudah berkelahi, Ayu Kirana
tak dapat tinggal diam. Ia pun sudah mencabut
goloknya, lalu maju membantu suaminya
menyerang Tumenggung itu. Hanya saja antara
dirinya dengan lawan, terhalang meja.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
334
"Heh-heh-heh," Tumenggung Umbul Sari
terkekeh. "Bagus sekali kalau suami isteri maju
bersama dan mengeroyok!"
Sambil berkata Umbul Sari telah mendupak meja
di depan Ayu Kirana untuk menghalangi gerak maju
perempuan itu, lalu disusul gerakan pedangnya
untuk menikam perut Bayu Ketiga.
Sungguh sayang bahwa saat itu Bayu Ketiga
sudah terlanjur bergerak. Hingga golok tak
mungkin dapat dipergunakan menangkis. Untuk
menolong diri, ia menyambar semangkuk soto yang
masih panas dan disembitkan ke arah Umbul Sari.
"Trang!" sambitan mangkuk itu ditangkis dengan
pedang dan terbelah menjadi dua, sedang kuahnya
berhamburan. Sebagian kuah itu memercik dan
mengotori pakaian Ayu Kirana. Akan tetapi
perempuan ini tidak perduli, melompat ke atas
meja langsung membacok.
"Trang!" benturan terjadi lagi. Saat itu golok
Bayu Ketiga datang menyambar, tetapi dengan
tangkas dapat dihindari Umbul Sari.
Tiga orang itu berkelahi cukup sengit.
Tumenggung Kuda Karengan juga tidak tinggal
diam. Ia berusaha menghalangi mereka yang ingin
keluar. Pintu samping segera ditutup dan ia jaga
sendiri. Dua orang pemuda menyerbu sambilKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
335
menyerang. Tetapi Kuda Karengan ketawa dingin,
hardiknya, "Robohlah!"
Celakanya Umbul Sari tergoda oleh keinginan
memiliki kuda itu. Tentu saja ia tak ingin Kuda
Karengan dapat menangkap si hitam. Karena itu ia
cepat berteriak.
"Karengan! Lebih penting tangkap dahulu
pemberontak itu!"
Sungguh keji mulut Umbul Sari. Tanpa ragu lagi
sudah menuduh Bayu Ketiga dan isterinya sebagai
pemberontak.
Bayu Ketiga dan isterinya ngamuk punggung,
seperti banteng ketaton. Setiap prajurit yang
berusaha menghalangi segera roboh tak berkutik
lagi.
Dalam menghadapi keadaan ini, suami isteri itu
terpaksa tidak kenal kasihan lagi demi kepentingan
jiwa sendiri. Setiap golok berkelebat, disusul pekik
ngeri dan robohnya orang. Oleh amukan suami
isteri ini mau tidak mau mereka jeri juga, hingga
memberi kesempatan Bayu Ketiga dan Ayu Kirana
mendekati Diah Kuntari. Namun berbareng dengan
itu, jaraknya dengan kuda Karengan menjadi dekat
juga.
Timbul keraguan dalam hati Kuda Karengan.
Sebenarnya ia menginginkan kuda bagus itu. TetapiKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
336
sebaliknya ia pun tak dapat membantah perintah
Umbul Sari sebagai atasannya. Sesuai perintah
raja, apabila Bayu Ketiga dan yang lain
membangkang harus ditangkap hidup maupun mati
sebagai pemberontak.
Sadar akan kedudukan dan tugasnya, Kuda
Karengan melompat dan langsung mendekati Bayu
Ketiga dan Ayu Kirana. Ia seorang ahli tangan
kosong, di samping tubuhnya kebal oleh
perlindungan baju lapis. Maka kendati bertangan
kosong, ia tidak takut menghadapi sambaran golok.
Dua tangannya bergerak cepat. Tangan kiri
menghajar Bayu Ketiga sedang tangan kanan
menyambar dahsyat ke arah Ayu Kirana.
Serangan yang dahsyat ini mau tidak mau suami
isteri ini dipaksa mundur juga. Namun demikian
tidak asal mundur melulu. Sebab sambil mundur ini
Bayu Ketiga sudah bersiap diri melancarkan
serangan balasan. Dengan gerakan golok yang
seperti kilat cepatnya, ia ingin menabas dua tangan
lawan.
Tetapi Kuda Karengan seorang atos. Begitu golok
Bayu Ketiga membabat, secepat kilat ia berkelit
sambil merendahkan tubuh. Kemudian ia
mengulangi serangannya ke arah Ayu Kirana.
Bayu Ketiga kaget. Ia takkan tega kepada
isterinya dan ia cepat membacok untuk menolong.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
337
Sayang sekali saat sekarang Kuda Karengan sudah
siaga. Ketika golok Bayu Ketiga menyambar lewat
tangan kiri bergerak secepat tatit dan tidak
terduga. Serangan yang cepat di luar dugaan ini
menyebabkan Bayu Ketiga tidak sempat
menghindar.
"Plak!" tak ampun lagi dada Bayu Ketiga terpukul
telak sekali dan Bayu Ketiga terhuyung mundur.
Peristiwa itu di luar dugaan dan menyebabkan
Ayu Kirana tidak sempat menolong dan melindungi
suaminya.
Tetapi bersamaan waktunya dengan Bayu Ketiga
terpukul oleh Kuda Karengan ini, dari dalam rumah
makan tampak rombongan keluar dari warung.
Mereka terdiri dari pemilik rumah makan,
pelayan, juru masak dan yang lain, digiring oleh
seorang Lurah prajurit. Karena pemilik rumah
makan itu sudah cukup tua, maka pemilik rumah
makan tidak dibelenggu. Berbeda dengan para
pelayan dan juru masak yang masih muda, mereka
diikat dengan tali.
Tindakan Tumenggung Umbul Sari memang tidak
tanggung-tanggung. Pemilik rumah makan dan
seluruh penghuni, dianggap ikut bersalah dan
berserikat akan memberontak. Maka semuanya
ditangkap.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
338
Rombongan orang ini tidak jauh lagi dari Kuda
Karengan. Ketika itu Kuda Karengan justeru sudah
menggerakkan tangannya untuk mengulang
serangannya ke arah Bayu Ketiga, di saat orang
masih terhuyung.
Tiba-tiba saja pemilik rumah makan yang sudah
tua itu memutar tubuh. Dari mulutnya terdengar
suara nyaring. Dua tangannya bergerak seperti
kilat cepatnya, dan tahu-tahu dua lengan lurah
prajurit itu sudah ditangkap. Sebelum lurah prajurit
itu sadar akan bahaya, tubuhnya sudah terangkat
tinggi. Sejenak kemudian tubuh lurah prajurit itu
dilemparkan kearah Kuda Karengan.
Memang setelah melihat Bayu Ketiga terancam
bahaya, pemilik rumah makan ini tidak lagi
berpura-pura tolol. Ia segera turun tangan untuk
menolong, maka tubuh lurah prajurit itu
dilemparkan.
Kuda Karengan kaget sekali, namun masih
sempat membela diri. Sadar akan bahaya, ia
memutar tubuh dan membatalkan serangannya.
Kemudian dengan dua tangan ia mendorong tubuh
yang melayang ke arah dirinya, dikembalikan
kepada pemilik rumah makan.
"Nakmas Bayu, cepat lari!" teriaknya. Sambil
berteriak ia tidak tinggal diam. Pemilik rumahKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
339
makan ini segera menerjang ke arah Kuda
Karengan.
Tetapi manakah mungkin Bayu Ketiga mau
melarikan diri? Ia sadar bahwa pemilik rumah
makan itu bukan tandingan Kuda Karengan. Kalau
dibiarkan dalam waktu singkat orang tua itu akan
tewas. Oleh sebab itu ia malah maju dan menerjang
Kuda Karengan dengan golok, membantu pemilik
rumah makan.
Kendati telah terluka, Bayu Ketiga masih cukup
tanggguh. Goloknya menyambar dahsyat. Dan
akibatnya Kuda Karengan harus melompat mundur.
Bantuan tenaga dari pemilik rumah makan itu
berguna juga. Sementara itu Ayu Kirana juga tidak
tinggal diam. Dengan goloknya, ia menerjang
membantu. Dengan demikian Kuda Karengan
dikeroyok tiga, sehingga terpaksa main mundur.
Diah Kuntari mengkuatirkan keselamatan Bayu
Ketiga dan Ayu Kirana. Lebih lagi Bayu Ketiga
sudah terluka cukup parah. Apabila terus-menerus
demikian, usahanya menyelamatkan diri akan
gagal.
Sambil berseru nyaring Diah Kuntari sudah
menghujani serangan kepada Umbul Sari maupun
Kuda Karengan denan senjata rahasia. Sebagai
akibatnya dua orang ini menjadi sibuk menangkis
dan menyelamatkan diri. Kesempatan iniKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
340
dipergunakan Diah Kuntari baik sekali. Ia
mendekati Bayu Ketiga dan Ayu Kirana. Teriaknya,
"Paman dan bibi. Lekaslah naik ke kuda ini."
Suami-isteri itu tampak ragu. Sanggupkah kuda
kecil itu menahan berat tubuh tiga orang? Akan
tetapi Diah Kuntari terburu waktu. Desaknya,
"Lekas! kudaku sanggup membawa kita bertiga."
Keadaan memang sudah amat mendesak dan
berbahaya. Ayu Kirana segera menolong suaminya
naik lebih dahulu, kemudian baru perempuan ini
menyusul dan duduk paling belakang.
Umbul Sari dan Kuda Karengan marah sekali.
Mereka berteriak memberi aba-aba, supaya
menghujani anak panah dan mereka sendiri
berusaha mengejar.
Bagi mereka yang lain tidak begitu berharga.
Akan tetapi suami isteri Begelen ini, harus dapat
ditangkap hidup atau mati.
Sayang sekali si hitam memang bukan kuda
biasa. Walaupun harus membawa beban tiga orang,
kuda itu bergerak tangkas sekali. Menyepak,
menendang dan menggigit.
Di samping itu Diah Kuntari dan suami isteri
tersebut melakukan kerjasama baik sekali. Bayu
Ketiga dan Ayu Kirana menggerakkan golok untuk
menghalau sambaran anak panah, sedang DiahKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
341
Kuntari yang duduk paling depan menggunakan
tangan kiri menyebarkan pisau belati, sedang
tangan kanan dengan pedang merobohkan setiap
prajurit yang menghalangi.
Keadaan menjadi kacau-balau tak keruan.
Perhatian semua orang tertuju kepada kuda hitam
yang galak dan membawa beban tiga orang. Hingga
mereka lupa kepada orang yang lain.
Setelah bekerja keras, akhirnya Diah Kuntari dan
suami-isteri ini dapat menerobos kepungan prajurit
yang ketat itu dan melarikan diri. Kuda hitam masih
terus berlarian cepat, dikejar sambaran anak
panah.
Kuda hitam milik Swara Manis ini memang hebat.
Kendati tanpa diberi aba-aba dan kendali, sudah
tahu ke mana harus menuju dan menyelamatkan
diri. Dalam waktu singkat kuda ini sudah jauh,
menerobos gelap malam. Setelah merasa aman,
Diah Kuntari lalu memberi aba berhenti dan
istirahat dalam sebuah hutan.
Setelah beberapa saat lamanya duduk berdiam
diri dan mengatur pernapasan, Bayu Ketiga
merasakan dadanya agak lapang, sekalipun luka
dalam belum berkurang. Desisnya kemudian,
"Hemm, sejak muda sampai menjadi setua ini.
sudah tidak terhitung aku berhadapan dengan
musuh tetapi selama ini sekali saja aku belumKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
342
pernah terluka seperti sekarang. Huh, aku takkan
puas sebalum sakit hati ini dapat terbalas."
Ayu Kirana mengerti kalau suaminya masygul
dan penasaran. Tetapi dalam keadaan terluka
seperti sekarang ini kalau suaminya mengubar rasa
penasaran bisa berakibat tidak baik. Hiburnya
kemudian.
"Kakang, sudahlah! Engkau tidak perlu masygul
dan penasaran. Kita harus ingat bahwa ada kalanya
air sungai akan surut, dan ada kalanya pasang pula.
Demikian manusia di dunia ini, tidak dapat
menepuk dada sebagai yang paling sakti. Kakang,
manusia mengenal sakit dan derita. Kalau memang
sudah takdir Yang Maha Tinggi, mengapa kita harus
menyesal?"
"Heh-heh-heh," Bayu Ketiga terkekeh lirih, "Yang
membuat aku menyesal dan penasaran, mengapa
malam ini bisa terjadi peristiwa semacam ini? Aku
tidak pernah menduga bahwa orang bernama
Umbul Sari, segagah dan sesakti itu. Sudah
mengeroyok dua dengan engkaupun tidak berhasil.
Apa pula kalau aku menghadapi seorang diri, tentu
tak sanggup melawan dia. Ahh, ini merupakan
cambuk bagi kita. Tidak seharusnya kita
bermalasan dan mabuk dipuji sanjung orang.
Akibatnya hanya merugikan diri sendiri."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
343
"Sudahlah, hal ini tak perlu kita perpanjang lagi."
hibur Ayu Kirana. "Secara tidak sengaja, kita telah
dapat bertemu dengan murid kakang Swara Manis.
Bukankah hal ini amat menggembirakan? Tetapi
aih... apakah kakang Swara Manis mempunyai
murid laki-laki?"
Diah Kuntari baru sadar dirinya menyamar
sebagai pria. Maka sambil tersenyum manis, gadis
ini merenggut ikat kepala sambil berkata, "Bibi,
saya bukan laki-laki."
"Aihhh..." seru suami-isteri itu tertahan. Lalu Ayu
Kirana berkata, "Penyamaranmu sungguh rapi,
hingga aku tidak mengenal lagi bahwa
sesungguhnya engkau perempuan."
Bayu Ketiga mengangguk-angguk, akan tetapi
tiba-tiba paras wajahnya berubah. Ia menjadi maju
sendiri kalau teringat tadi, duduk di atas kuda
berboncengan dengan gadis ini. Kalau saja tahu,
manakah mungkin ia sedia duduk merapat di
punggung gadis ini?
"Saya datang ke wilayah ini memang sengaja
mencari paman dan bibi," kata Diah Kuntari.
Suami isteri itu membelalakkan mata. Lalu Bayu
Ketiga bertanya, "Apakah sebabnya?"
"Ampunilah saya," pinta gadis ini. Kemudian ia
menceritakan apa yang sudah terjadi. DirinyaKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
344
difitnah bekas tunangannya sendiri, raden mas
Jarot, putera Tumenggung Brojokusumo.
"Kalau hanya saya sendiri yang menjadi korban
fitnah keji itu tidak mengapa. Akan tetapi tindakan
Brojokusumo terlalu jauh. Ia memberi laporan
keliru kepada Sunan Amangkurat. Akibatnya guru
yang tidak bersalah dilibatkan. Akibatnya sekarang
guru sekeluarga pergi entah ke mana....."
"Ahhh..." suami isteri itu berseru kaget.
"Saya melihat dengan mata kepala sendiri,
rumah tinggal guru telah menjadi puing," lanjut
Diah Kuntari dengan gemetar. "Semua itu tentu
Tumenggung Brojokusumo yang sudah berbuat.
Sulit saya bayangkan betapa sedih hati guru
dengan peristiwa tidak terduga ini. Guru sekarang
harus berkelana dan saya merasa berdosa."
Diah Kuntari berhenti sejenak. mengambil napas
kemudian lanjutnya.
"Karena keamanan saya terancam, maka
kemudian terpikirlah datang kemari dengan
maksud mohon bantuan paman dan bibi. Akan
tetapi ahh... tidak saya duga sama sekali, prajurit
Mataram sudah datang ke mari dan berusaha
menangkap paman maupun bibi."
"Ahh... aku tahu sebabnya sekarang," desis Ayu
Kirana.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
345
"Tahu tentang apa? tanya Bayu Ketiga.
"Aku tahu, kehadiran Tumenggung Umbul Sari
dan para pnajurit itu, memang sengaja memenuhi
perintah Sunan Amangkurat untuk menangkap
kita."
"Sesungguhnya aku menjadi heran berbareng
bingung," Bayu Ketiga mengeluh. "Mengapa setelah
aku menolak panggilan raja, kemudian dengan
gampang mereka menuduh aku sudah
memberontak?"
Isterinya tersenyum, katanya, "Kakang, setelah
kita mendengar penuturan Diah Kuntari. kita
menjadi tahu sebab dan persoalannya. Jelas sekali
persoalan Kuntari ini dikembangkan dengan
tuduhan kakang Swara Manis memberontak.
Setelah menuduh kepada kakang Swara Manis,
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kemudian Brojokusumo menjadi kuatir kalau
sahabat-sahabatnya diminta bantuannya. Karena
kuatir, Brojokusumo mempengaruhi raja Mataram,
agar mengirimkan utusan memanggil kita. Kalau
kita tidak sedia datang menghadap, jelas kita sudah
berserikat dengan kakang Swara Manis
memberontak. ltulah sebabnya Umbul Sari tadi
berpendirian bahwa kita harus ditangkap sebagai
pemberontak."
"Hemm, ternyata Tumenggung Brojokusumo
lalim dan kejam." Bayu Ketiga penasaran danKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
346
geram. "Anaknya sendiri yang tidak baik malah
dibela setengah mati, dan tanpa menyelidik telah
menyebar fitnah. Huh, manusia macam itu
memang tidak pantas dibiarkan hidup lebih lama.
Huh, setiap kesempatan aku akan berusaha
membunuh dia."
"Ya, memang setiap orang akan menjadi
penasaran oleh sikap Tumenggung Brojokusumo
itu," kata Ayu Kirana. "Akan tetapi kakang jangan
hanya menurutkan perasaan hati. Tumenggung
Brojokusumo merupakan orang penting di
Mataram. Dia dijaga cukup banyak prajurit dan
orang sakti. Kalau baru berhadapan dengan Umbul
Sari saja kita tidak mampu, maka jalan lain yang
lebih baik apabila kita selalu menghindar dari
mereka."
Bayu Ketiga menghela napas dalam penuh sesal.
Untuk beberapa saat lamanya mereka berdiam
diri. Memang tidak gampang menghadapi
Tumenggung Brojokusumo yang berlindung kepada
raja Mataram.
"Dan sebaiknya paman istirahat," ujar Diah
Kuntari. "Tetapi sayang sekali, kita di dalam hutan."
"Hemm, kita terpaksa harus menginap barang
semalam di hutan ini," kata Ayu Kirana. "mari kita
sekarang mencari pondok pomburu. Kiranya amat
berguna untuk tempat istirahat."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
347
Di saat itu tiba-tiba terdengar suara ringkik kuda
si hitam. Mendengar itu Diah Kuntari heran. Apakah
sebabnya? Ia segera bersiul nyaring untuk
memanggil. Akan tetapi sungguh aneh, kuda itu
tidak menurut dan tidak pula segera datang. Diah
Kuntari mengulang siulannya untuk memanggil,
tetapi si hitam tidak juga muncul. Diah Kuntari
menjadi kuatir. Secepat kilat gadis ini melompat
lalu berlarian mengejar.
Ketika gadis ini baru saja muncul dari tikungan
sudah terdengar bentakan garang, "Jahanam
terkutuk! Siapa sudah berani mengganggu dan
mencuri kuda kesayangan Swara Manis?"
Bentakan itu belum lenyap, orang sudah
menerjang dan mengirimkan serangan dahsyat.
Sambaran anginnya kuat sekali dengan sebatang
tongkat.
Diah Kuntari kaget bukan main. Untung ia cukup
tangkas. Ia melompat menghindar berbareng
mencabut pedang untuk membela diri. Gadis ini
ingin bertanya tetapi tidak mendapat kesempatan,
dan orang itu terus mendesak dengan serangan
berbahaya.
Penyerang yang bersenjata tongkat ini seorang
kakek tinggi kurus. Jenggot, kumis maupun alisnya
sudah putih seperti kapas. Kakek ini mengenakan
pakaian warna gelap. Hingga di waktu malamKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
348
seperti ini, tubuhnya hanya tampak seperti sebuah
bayangan yang berkelebatan cepat.
Sadar berhadapan dengan lawan sakti, Diah
Kuntari tidak berani melawan dengan kekerasan. Ia
tidak berani menangkis, tetapi menggunakan
kegesitannya. Sambaran tongkat kakek itu tidak
pernah berhasil menyentuh tubuh Diah Kuntari,
akan tetapi si kakek terus menyerang dengan
bernafsu.
"Tidak! Dengarlah dahulu... tahan!" teriak Diah
Kuntari setelah terdesak hebat.
"Apa? Engkau ingin bicara apa?" sahut kakek itu
garang.
Sambil berkata si kakek sudah melompat ke
samping. Namun dengan gerakan tak terduga,
tongkat kakek ini sudah menyambar dahsyat.
Akibatnya pedang Diah Kuntari terlepas dari tangan
dan terbang ke udara.
"Ha-ha-ha," kakek ini ketawa bekakakan sambil
menyimpan tongkatnya. "Tidak aku sangka,
engkau memang murid Swara Manis. Akan tetapi
eh, mengapa Swara Manis mempunyai murid laki
laki?"
Kakek itu secara tepat dapat menduga bahwa
Diah Kuntari memang murid Swara Manis, karena
mengenal gerak ilmu pedang itu, ilmu pedangKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
349
Samber Nyawa, peninggalan Hajar Sapta Bumi.
Namun karena Diah Kuntari mengenakan pakaian
pria, kakek ini heran dan bertanya.
Diah Kuntari heran bukan main. Dalam waktu
singkat kakek ini telah dapat menduga asal
usulnya.
Ia melompat sambil memungut pedangnya, dan
sesudah menyarungkan, ia mengamati kakek itu
dengan perasaan heran. Siapakah kakek ini? Dan
lebih heran lagi ketika gadis ini melihat si hitam.
Mengapa sekarang kuda itu bersikap aneh dengan
seekor kuda milik si kakek? Seakan dua ekor kuda
itu merupakan dua sahabat yang sudah lama sekali
tak pernah ketemu.
Tiba-tiba gadis ini teringat kepada seorang sakti
yang sering diceritakan gurunya. Akan tetapi belum
juga gadis ini sempat membuka mulut, tiba-tiba
terdengar suara Bayu Ketiga, "Ahh, saya kira siapa,
tidak tahunya paman Panembahan Geseng."
Diah Kuntari memalingkan muka. Segera ia
melihat bahwa Ayu Kirana memapah suaminya
menghampiri. Melihat itu, Diah Kuntari tahu,
kiranya suami-isteri ini mengkhuatirkan
keselamatan dirinya setelah agak lama belum
kembali.
Namun Diah Kuntari cepat menyadari
kedudukannya, setelah mendengar disebutnyaKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
350
nama Panembahan Geseng. Tiba-tiba saja gadis ini
berlutut didepan kakek itu sambil berkata, "Kakek
guru, cucu murid Diah Kuntari mohon maaf."
"Heh-heh-heh, bangunlah!" kakek itu terkekeh
"Ternyata engkau seorang gadis yang menyamar
sebagai pemuda. Hampir saja aku dapat engkau
kelabui."
Perlu dijelaskan bahwa Panembahan Geseng ini
memang paman guru Swara Manis. Ia seorang sakti
mandraguna, akan tetapi karena lebih suka bertapa
dan mengaisingkan diri, maka jarang sekali orang
mengenal Panembahan Geseng, dan hanya
terbatas beberapa orang saja.
Kepergian Panembahan Geseng sekarang inipun
di luar kesengajaannya, hingga tiba di tempat ini.
Ia pergi dari tempat pertapaannya di gunung
Kawi karena rindu kepada Swara Manis dan
keluarganya.
Akan tetapi sungguh sayang, ketika kakek ini tiba
di Dieng, tempat tinggal Swara Manis sudah
menjadi puing. Kakek ini menjadi heran. Apakah
murid keponakannya itu sudah terlibat permusuhan
dengan orang sakti, hingga tak dapat mencegah
rumahnya dibakar orang?
Sekarang kakek ini gembira sekali dapat bertemu
dengan Diah Kuntari. Ia sudah akan bertanyaKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
351
tentang Swara Manis. Tetapi sebelum sempat
bertanya, tiba-tiba melihat keadaan Bayu Ketiga
yang sulit berjalan dan terpaksa dipapah isterinya.
Kakek ini kaget, tanyanya cepat, "Bayu, engkau
terluka?"
"Ya, paman. Akibat dikepung musuh!" sahutnya
"Ceritakanlah apa yang terjadi. Tapi ah, marilah
kita duduk di situ."
Panembahan Geseng menunjuk sebuah batu.
Kemudian Diah Kuntari maupun Bayu Ketiga
menuturkan apa yang baru terjadi. Mendengar ini
wajah Panembahan Geseng berubah. Ia nampak
gemas.
Lalu sambil memukulkan tongkatnya ke tanah, ia
berdesis, "Kurang ajar Tumenggung Brojokusumo!
Anaknya yang tidak urus, mengapa orang tak
berdosa difitnah? Huh-huh, orang macam
Brojokusumo itu memang pantas dihajar sampai
mampus. Hemm, lalu ke manakah Swara Manis dan
keluarganya sekarang?"
"Cucu kurang tahu," Diah Kuntari menerangkan.
"Kepergian cucu sekarang ini, di samping
menghindarkan diri dari ancaman prajurit Mataram
juga bermaksud mencari guru. Kemudian terpikir
oleh saya untuk mengunjungi paman Bayu Ketiga,
sebagai salah seorang sahabat guru untuk mencari
perlindungan. Akan tetapi mimpipun tidak, setiba diKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
352
Loano hampir saja celaka oleh perbuatan dua
Tumenggung dan pasukannya itu."
"Hemm," Panembahan Geseng meraba jenggot
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan kumisnya, pertanda kakek ini penasaran.
"Sungguh sombong Tumenggung Brojokusumo.
Ah, tetapi Brojokusumo bukan lawan berat.
Sayangnya ia berlindung kepada Sunan
Amangkurat, hingga raja itu dapat ditipu. Untuk
dapat menegakkan keadilan, kita perlu
menghimpun tenaga cukup banyak."
Tiba-tiba Ayu Kirana menyela, "Apakah kita perlu
melawan Mataram, dan tidak hanya ditujukan
kepada Brojokusumo?"
"Heh-heh-heh, pengalaman menjadi guru.
Dahulu Ali Ngumar dengan bantuan banyak tokoh
sakti melawan Mataram, namun nyatanya gagal
dan berantakan. Karena itu kiranya lebih tepat
kalau yang kita musuhi Tumenggung Brojokusumo,
dan bukan Mataram." Bayu Ketiga memberikan
pendapatnya.
"Benar," sahut Panembahan Geseng sambil
mengangguk. "Kita tidak perlu mengulang
pengalaman pahit. Berat melawan kekuasaan raja
Mataram, kendati sesungguhnya Sunan
Amangkurat juga bukan raja bijaksana."
"Apa sebabnya?" Diah Kuntari bertanya.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
353
"Karena Sunan Amagkurat berbeda dengan
ayahnya, Sultan Agung. Dulu, Sultan Agung kokoh
pendirian, bahwa Kumpeni Belanda tidak
mempunyai hak hidup di bumi Nusantara ini.
Hingga bertahun-tahun Sultan Agung
menyelenggarakan peperangan dengan Kumpeni
Belanda. Akan tetapi Sunan Amangkurat, bukan
meneruskan kegagahan Sultan Agung, malah
menyelenggarakan kerjasama dengan Kumpeni
Beianda. Orang-orang yang menentang di sapu
bersih, dan terjadi kekejaman di Mataram."
Panembahan Geseng menghela napas, kemudian
lanjutnya, "Ketahuilah, manusia seperti
Brojokusumo dan Jarot itu tidak pantas disebut
bangsawan. Karena bangsawan itu mempunyai
makna, yang perlu menjadi contoh bangsanya.
Tetapi ayah dan anak itu tidak memberi contoh
baik, malah jadi pengkhianat. Menjadi tukang
fitnah."
Kakek itu mendeham, sesaat kemudian terusnya,
"Cucuku, kemuliaan hidup bukan oleh pangkat
tinggi. Akan tetapi ditentukan oleh langkah dan
perbuatannya yang terpuji. Yang lebih banyak
memikirkan kepentingan manusia lain yang
memerlukan pertolongan, dibanding hanya
memburu dan mencukupi kebutuhan pribadi."
"Apakah bedanya kemuliaan dan kebahagiaan?"
tanya Diah Kuntari.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
354
"Kemuliaan hidup dan kebahagiaan hidup
berlainan. Kemuliaan hidup seperti yang sudah aku
katakan tadi. Sedang kebahagiaan hidup tidak
mungkin orang dapat mencapai dan
memperolehnya dengan harta kekayaan berlimpah
ruah;"
"Mengapa bisa begitu kakek, bukankah
kebahagiaan hidup itu berkaitan dengan kekayaan
seseorang?"
"Hemm, engkau keliru. Kebahagiaan hidup tidak
ditentukan oleh kekayaan harta benda dan pangkat
tinggi. Sebab apa yang disebut bahagia itu urusan
hati dan jiwa, yang takkan dapat dicapai dengan
harta benda dan pangkat tinggi. Ada kalanya orang
yang berkedudukan tinggi, orang kaya-raya, tetapi
hidupnya selalu menderita dan merasa tersiksa.
Tetapi sebaliknya ada kalanya manusia yang tidak
berkedudukan, hidup sederhana, harus
membanting tulang dalam usaha mencukupi
kebutuhan keluarga, namun dapat hidup merasa
bahagia. Jelasnya, kebahagiaan hidup manusia di
dunia ini, tergantung bagaimanakah manusia ini
menerima hidupnya. Hidup manusia di dunia ini
sekadar singgah minum."
Bayu Ketiga, Ayu Kirana dan Diah Kuntari
berdiam diri mendengar kata-kata Panembahan
Geseng ini.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
355
Sejenak kemudian kata kakek itu.
"Kamu semua tahu, aku hidup seorang diri, tidak
mempunyai apa-apa dan tidak mempunyai
kedudukan apa-apa. Akan tetapi aku merasa
bahagia. Mengapa? Karena aku dapat menerima
hidupku ini sesuai dengan kodrat Tuhan."
Panembahan Geseng menghela napas pendek.
Kemudian, "Sudahlah, mengapa ngelantur? Bayu
terluka. Lukamu tidak berat tetapi sebaliknya juga
tidak ringan. Untuk kepentinganmu, engkau harus
istirahat sampai sembuh benar. Akan tetapi
sebaliknya engkaupun tidak boleh pulang dan
berdiam di rumahmu, sebab tidak aman lagi.
Menurut pendapatku lebih baik engkau mengungsi
di tempat lain untuk sementara waktu. Apakah
engkau mempunyai pandangan tempat dan
berdekatan dengan tabib yang bisa dipercaya?"
"Ada!" sahut Ayu Kirana. "Dan nasihat paman
memang tepat. Sebab Brojokusumo takkan puas
sebelum dapat menawan kakang Bayu maupun
aku."
"Bagus! Jadi engkau sudah mempunyai
pandangan untuk istlrahat sementara waktu,
sambil menunggu suamimu sembuh?"Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
356
"Ya. Ada seorang sahabat yang bisa dipercaya
dan tahu tentang ilmu pengobatan. Dan kebetulan
pula, rumahnya tidak jauh dari sini."
"Kalau begitu, untuk keselamatanmu, sebaiknya
aku antar."
"Ah, Paman, terima kasih. Mengapa paman
bercapai diri untuk kepentingan kami?"
"Heh-heh-heh, siapakah yang capai dan lelah?
Merupakan kewajibanku untuk memberi bantuan
apabila memang bisa. Hayolah, sekarang juga kita
berangkat."
Mereka kemudian berangkat mengantar Bayu
Ketiga dan Ayu Kirana ke tempat sahabatnya.
Tetapi belum jauh mereka melangkah, tiba-tiba
tampak sebuah obor kayu menyala dibawa
seseorang penunggang kuda. Ketika itu mereka
justeru di tempat yang tinggi, hingga mereka dapat
melihat jelas orang yang berkuda dengan suluh
obor itu.
"Hemm, sungguh pandai sekali orang itu
menunggang kuda," desis Panembahan Geseng.
"Apakah kalian mengenal orang itu?"
"Dia Tumenggung Umbul Sari!" sahut Diah
Kuntari setelah melihat orang itu jelas. Diam-diam
gadis ini tegang. Mengapa orang itu masih juga
datang ke tempat ini? Dan seorang diri pula?Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
357
"Umbul Sari?" kakek ini mengerutkan alisnya
yang putih.
"Ya. Dialah utusan Mataram yang akan
menangkap saya, paman," Bayu Ketiga
menjelaskan. "Sungguh sombong orang itu.
Seorang diri berani mengejar ke mari."
Panembahan Geseng menggeram lirih. Sepasang
mata kakek ini tiba-tiba menyala. Lalu timbul niat
kakek ini untuk menghajar orang itu.
Di pihak lain, Tumenggung Umbul Sari juga
dapat melihat mereka. Ia menghentikan kuda, lalu
mengangkat obbr kayunya tinggi-tinggi sambil
terkekeh, "Heh-heh-heh, kalian masih di sini?
Apakah engkau sudah tidak dapat lagi bergerak
karena lukamu, Bayu Ketiga? Itu salahmu sendiri.
Dengan baik Ingkang Sinuhun Kangjeng Sunan
Amangkurat mengundang ke Mataram tetapi
engkau menolak. Maka tidak ada cara lain, kecuali
harus menangkap kamu semua."
Diah Kuntari tak dapat menahan hatinya lagi. Ia
sudah menghunus pedang dengan maksud
melayani Umbul Sari. Pendeknya dalam keadaan
terpojok seperti sekarang ini, tidak lagi memikirkan
mampu atau tidak. Sekalipun mempertaruhkan
nyawa, tidak takut.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
358
"Jangan!" tiba-tiba kakek itu mencegah.
"Serahkan dia padaku, dan bagianmu melindungi
keselamatan Bayu."
Tanpa menunggu jawaban Diah Kuntari, kakek
ini sudah menjejakkan kakinya ke tanah. Tubuhnya
melenting dan melesat ke depan. Sekali bergerak
sudah mencapai tempat Umbul Sari. Ketika kakek
itu berdiri di tanah, tahu-tahu tongkatnya sudah
menyerampang kaki kuda.
Akan tetapi kuda tunggangan Umbul Sari
memang bukan kuda sembarangan. Kuda itu
pilihan yang sudah terlatih dalam peperangan. Oleh
sambaran tongkat itu si kuda kaget dan meloncat
tinggi.
Umbul Sari marah, dan dengan membentak
sudah menyambitkan obor kayu.
Obor menyala itu menyambar Panembahan
Geseng. Tetapi kakek ini tidak bergeser dari
tempatnya, lalu menggunakan tongkatnya
menangkis. Tangkisan itu dahsyat, dan akibatnya
obor kayu melesat beberapa tombak jauhnya, lalu
berhamburan di tanah. Untung juga tempat itu jauh
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dari ilalang kering. Kalau saja terdapat daun kering,
tentu terjadi kebakaran hebat.
Gerak tangkisan itu diteruskan dengan lompatan
jauh untuk melancarkan serangan yang kedua.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
359
Umbul Sari sadar, sekalipun tua, lawan ini cukup
tangguh. Karena itu ia melompat turun dari kuda.
Kemudian dengan pedangnya ia membalas
serangan
"Hebat!" puji Panembahan Geseng setelah
melihat kegesitan Umbul Sari. Kemudian kakek ini
menggunakan tongkat untuk menangkis, keras
lawan keras.
"Trangg...!" akibatnya dua orang itu sama-sama
terhuyung.
"Siapa engkau!" bentak Umbul Sari.
"Aku Dewa pencabut nyawa anjingmu! Sekali
pukul kepalamu akan bocor dan nyawamu
melayang!" sahut Panembahan Geseng kasar,
saking penasaran dan benci mendengar penuturan
Diah Kuntari dan Bayu Ketiga. "Engkau manusia
sombong dan kejam. Malam ini aku takkan
memberi ampun lagi dan engKau harus mampus."
Memang setelah tahu siapa orang ini,
Panembahan Geseng menjadi amat marah.
Keponakannya Swara Manis sekeluarga terpaksa
pergi dari rumah akibat perbuatan prajurit
Mataram. Untuk membalaskan sakit hati timbullah
niat Panembahan Geseng untuk membunuh Umbul
Sari.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
360
Tubuh Panembahan Geseng berkelebat secepat
kilat, dan tongkatnya menyambar hebat.
Umbul Sari repot juga melayani serangan ini
Sebagai orang yang luas pengalaman menghadapi
lawan berat, ia tidak berani keras lawan keras dan
menggunakan kelincahannya bergerak.
Umbul Sari memang cerdik. Sambil
menggunakan kegesitannya ini, setiap kali
memperoleh kesempatan membalas dengan
serangan berbahaya.
Dalam waktu singkat dua orang sakti ini telah
terlibat perkelahian sengit. Pedang dan tongkat
menyambar-nyambar menerbitkan angin tajam
dan kadang pula pedang umbul Sari bersuara
mengaung.
Tetapi Umbul Sari sering harus mundur sambil
menutup diri dengan putaran pedangnya seperti
baling-baling. Apabila memperoleh kesempatan
barulah berusaha membalas. Diam-diam Umbul
Sari heran dan kaget. Ia tidak menduga, kakek tua
ini tangguh sekali.
Kalau dua orang sakti mandraguna sudah
berkelahi, bisa berakibat jauh. Barang siapa yang
kalah tangguh akan menebus dengan nyawa.
Diah Kuntari, Bayu Ketiga dan Ayu Kirana
mengamati perkelahian itu dengan hati berdebarKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
361
dan jantung tegang. Diam-diam pula tiga orang itu
kuatir kalau Panembahan Geseng yang sudah tua
itu kehabisan napas.
Perkelahian mati-matian itu tambah sengit.
Waktu sudah cukup lama tetapi dua pihak masih
sama tangguhnya. Menyaksikan ketangguhan
Umbul Sari menghadapi Panembahan Geseng ini,
diam-diam Diah Kuntari, Ayu Kirana dan Bayu
Ketiga menyadari, mengapa tadi mereka bertiga
mengeroyok tidak juga berhasil mengalahkan
Tumenggung ini. Ternyata sekarang walaupun
menghadapi Panembahan Geseng yang terkenal
sakti mandraguna, kakek itu belum juga mampu
merobohkan Umbul Sari.
Melihat kakek gurunya belum juga dapat
mengalahkan Umbul Sari ini, Diah Kuntari menjadi
gelisah. Ingin sekali dapat membantu, namun
kemudian terpikir, perbuatannya dapat dianggap
lancang, dan salah-salah kakek gurunya marah.
Betapa tidak? Panembahan Geseng derajatnya
begitu tinggi. Tentu saja kakek itu akan merasa
malu kalau menghadapi orang yang lebih muda
harus mengeroyok.
Disaat Diah Kuntari mengikuti perkelahian itu
dengan gelisah dan kuatir, tiba-tiba terdengar
ringkik kuda si hitam.
"Ada orang jahat!" seru Bayu Ketiga tertahan.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
362
Diah Kuntari memalingkan muka, kemudian
dapat melihat hadirnya Branjangan muncul dari
balik batu besar. Karena tubuh orang itu memang
kecil, gerakannya sampai tidak tertangkap oleh
telinganya.
Dari tempat sembunyi itu, Branjangan
mempersiapkan peluru besinya untuk menyambit
Bayu Ketiga. Akan tetapi ketika perbuatannya
diketahui si hitam yang lalu meringkik nyaring,
sekarang sasarannya beralih kepada kuda.
Diah Kuntari marah sekali. Tangannya bergerak
tiga kali menyambit, dan tiga batang pisau belati
menyambar saling susul ke arah Branjangan. Belati
pertama secara tepat membentur peluru yang
ditujukan ke kuda hitam, sehjngga setelah terjadi
benturan nyaring runtuh ke tanah. Menyusul pisau
kedua menyambar ke arah leher Branjangan. Ia
berusaha menangkis tetapi meleset dan tangannya
terluka Di saat orang ini kaget, pisau ketiga sudah
menyambar ke arah kepala. Branjangan cepat
cepat berkelit. Akan tetapi gerakannya terlambat,
sehingga ikat kepalanya jatuh ke tanah dan kulit
kepalanya lecet.
Dalam kaget dan takutnya, Branjangan sudah
membanting diri bergulingan ke tanah, karena
kuatir kalau disusuli serangan lagi.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
363
Dalam marahnya, Diah Kuntari tidak mau
memberi ampun lagi. Ia sudah melompat dan
dengan pedangnya menyerang bertubi-tubi.
Memang Branjangan dapat bergerak lincah sambil
bergulingan dan membalas menyerang. Akan tetapi
berhadapan dengan murid Swara Manis ini, dia mati
kutu. Gadis ini gesit sekali seperti dapat terbang.
Serangan Branjangan selalu mengenakan angin
sebaliknya pada suatu ketika tendangan Diah
Kuntari tepat mengenakan sasarannya. Tengkuk
bagian tubuh yang ringkih. Begitu ditendang, tubuh
Branjangan terpental dan ketika jatuh di tanah, tak
berkutik lagi.
Ayu Kirana melompat sambil membawa tali.
Tak lama kemudian Branjangan sudah dapat
ditelikung, dan menggeletak di tanah tak berkutik.
Ketika itu kendati sedang berkelahi sengit
melawan Panembahan Geseng, masih juga Umbul
Sari melihat robohnya Branjangan itu. Ia tadi
memang mengajak Branjangan mengejar orang
orang ini.
Dan ia tadi sudah memberi tugas kepadanya
untuk menyerang dari tempat bersembunyi.
Dengan begitu Umbul Sari akan dapat menangkap
buruannya dengan mudah.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
364
Mimpipun tidak bahwa tiga buruannya ini
bertemu dengan Panembahan Geseng. Akibatnya,
dirinya sekarang harus berhadapan dengan kakek
sakti mandraguna ini.
Nyatalah sekarang, dirinya salah hitung.
Pembantunya sudah ditangkap lawan, dirinya
sendiri belum tentu bisa mengalahkan kakek ini.
Makin lama berkelahi, semangat Umbul Sari
semakin surut. Sebab kemudian dibayangi rasa
kuatir apabila si "pemuda" yang ilmu pedangnya
hebat itu, akan datang pula dan mengeroyok. Kalau
pemuda itu sudah terjun dalam perkelahian,
manakah mungkin dirinya sanggup bertahan lagi?
Justeru mempunyai pikiran begitu, tiba-tiba ia
membentak nyaring dan menyerang Panembahan
Geseng lebih hebat. Ketika lawan dapat didesak
mundur, secepat kilat ia melompat ke belakang,
lalu memutar tubuh dan tak lama kemudian
membedalkan kuda secepat terbang.
Panembahan Geseng tidak mengejar sekalipun
penasaran. Sebagai seorang tua yang derajatnya
cukup tinggi, tentu saja pantang mengejar musuh
yang melarikan diri. Karena yang melarikan diri
berarti takut.
Tetapi di balik itu Panembahan Geseng juga
mengakui bahwa Tumenggung Umbul Sari memang
musuh yang cukup tangguh. Memperoleh bukti iniKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
365
sekarang ia baru mengerti mengapa sebabnya Bayu
Ketiga sampai menderita luka dalam cukup parah?
"Hemm, berbahaya!" desisnya setelah Umbul
Sari pergi jauh. Kemudian ia memalingkan muka,
dan begitu melihat Branjangan ditelikung tak
berkutik, ia membelalakan mata dan bertanya, "Eh,
untuk apa manusia ini?"
"Paman, manusia ini amat berbahaya karena
licik!" sahut Ayu Kirana. "Tetapi dia tidak akan kami
ganggu, dan hanya kami telikung saja."
"Eh, apakah tidak membuat engkau repot?"
"Mengapa repot?" sahut Ayu Kirana. "Orang ini
tidak akan kami bawa pergi, tetapi biarlah
menggeletak di sini. Untung-untungan paman,
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kalau nasibnya mujur, dia akan ditolong kawannya.
Akan tetapi kalau malang, akan datang harimau
dan mengkoyak-koyak tubuhnya."
Panembahan Geseng menghela napas pendek.
Sebagai pertapa, sesungguhnya tidak dapat
menyetujui maksud itu. Sebab dengan begitu,
berarti sengaja menyiksa orang. Musuh memang
bisa dibunuh. Akan tetapi menyiksa orang yang
sudah tak berdaya bukanlah perbuatan terpuji.
Namun sebaliknya ia pun dapat menerima alasan
Ayu Kirana. Orang ini cukup berbahaya. Maka kalau
sekarang ditelikung dan dibiarkan di dalam hutan,Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
366
tergantung nasibnya saja, masih dapat
mempertahankan hidupnya atau tidak.
Dan ia pun dapat merasakan betapa penasaran
dan sakit hati Ayu Kirana saat sekarang ini, oleh
perbuatan Umbul Sari dan pasukannya, suaminya
menderita cukup berat. Sebagai seorang isteri
setia, derita suaminya tentu saja merupakan
deritanya pula. Sebagai orang tua bijaksana, ia
tidak sampai hati untuk mencela.
"Baiklah," katanya kemudian. "Sekarang mari
kita melanjutkan perjalanan. Biarlah aku
mengawasi keselamatanmu sampai tempat tujuan.
Baru kemudian aku pergi meneruskan perjalanan,
mencari Swara Manis."
"Tetapi kakek," kata Diah Kuntari. "Akupun ingin
bertemu dengan guru. Bolehkah kiranya saya
menyertai kakek mencari guru?"
Panembahan Geseng mengamati Diah Kuntari
sejenak. Ia mengurut-urut jenggotnya yang putih
sebatas dada. Lalu katanya lembut, "Cucu,
sebaiknya engkau istirahat bersama pamanmu
Bayu Ketiga. Selama pamanmu belum sembuh,
tenagamu amat diperlukan. Percayalah! Tak lama
kemudian aku akan datang kembali bersama
gurumu."
"Baiklah kalau demikian," sahut Diah Kuntari
terpaksa tunduk. "Memang siapa tahu kalau orang-Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
367
orang Mataram masih berusaha mengganggu
paman dan bibi."
Demikianlah, Bayu Ketiga diboncengkan
Panembahan Geseng, sedang Ayu Kirana
berboncengan dengan Diah Kuntari. Dan
Branjangan dibiarkan menggeletak pingsan di
tanah, kaki dan tangan ditelikung.
Akan tetapi agaknya nasib Branjangan masih
cukup baik. Ketika dini hari, ia siuman dari
pingsannya. Branjangan kaget sekali mendapatkan
dirinya ditelikung dan tak dapat bergerak sama
sekali. Lebih-lebih ia tahu bahwa sekarang ini
dirinya di dalam hutan. Apabila tiba-tiba datang
harimau, manakah mungkin dirinya dapat
melawan?
Tetapi otaknya cukup cerdik. Ia teringat kepada
pisau belati yang tadi melukai tangan dan
kepalanya. Bukankah pisau belati itu akan dapat
menolong dirinya? Sayang amat gelap, tak mudah
menemukan pisau itu.
"Hemm, " ia menghela napas menyesal. "Apakah
memang sudah nasibku harus mampus menjadi
mangsa binatang buas?"
Branjangan berdiam diri. Walaupun gelap dirinya
harus tetap berusaha. Ia bergulingan perlahan
dengan harapan tubuhnya menyentuh pisau yang
dicari.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
368
Ia tidak kenal menyerah dalam usahanya
mempertahankan hidup. Ia terus bergulingan
dengan hati hati. Tiba-tiba kakinya menyentuh
sesuatu. Mulutnya meringis dan wajahnya berseri.
Teringatlah ia kepada ikat kepala yang tadi runtuh
oleh sambitan "pemuda" itu. Tentu pisau tadi masih
menyangkut pada kain. Dengan hati-hati kaki
meraba-raba. Kemudian ia menghela napas
masygul dan kecewa. Yang tersemuh melulu ikat
kepala, dan pisau belati terpental entah ke mana.
Hampir saja ia putus asa, setelah bergulingan
cukup lama belum juga menyentuh sebatang pun
pisau. Tetapi ketika teringat bahwa pisau itu
mempertaruhkan nyawa, tiba-tiba saja
semangatnya kembali menyala. Lalu ia bergulingan
lagi.
"Ah, dapat...! serunya tertahan ketika kakinya
menyentuh sesuatu yang dingin. Ternyata benar,
itulah pisau yang dicari. Namun setelah berhasil ia
menjadi bingung. Tangannya ditelikung orang di
belakang tubuhnya. Bagaimanakah dapat
mengambil? Dan kalau sudah dapat mengambil lalu
bagaimana kah caranya dapat memutuskan tali
yang mengikat kaki dan tangannya?
Untuk beberapa saat lamanya Branjangan
berdiam diri dan memutar otak. Untung juga cukup
cerdik. Setelah berpikir beberapa saat ia dapat
menemukan akal. Pisau itu harus memutuskan taliKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
369
yang mengikat tangannya dulu. Nanti apabila
tangan sudah bebas takkan sulit memutuskan tali
pada kakinya.
la membalikkan tubuh. Lalu berusaha meraih
pisau itu dengan tangan yang ditelikung. Ia
beringsut beberapa kali, baru dapat memegang
pisau itu.
Branjangan tersenyum setelah pisau belati itu
terpegang tangan. Lalu dengan hati-hati ia
menggerakkan tubuh, untuk dapat berdiri dengan
lutut. Akan tetapi karena kakinya ditelikung erat, ia
harus mengerahkan tenaga. Setelah dapat berdiri
dengan lutut ini, ia menjepit hulu pisau di antara
kaki. Oleh jepitan kaki ini, kemudian Branjangan
dapat memutus tali yang mengikat tangannya.
Setelah tangannya bebas, dengan gampang ia
membabat putus tali pengikat kaki.
"Ha-ha-ha," Branjangan ketawa bekakakan
setelah kaki dan tangannya bebas. Akan tetapi ia
agak terhuyung ketika melompat berdiri, sebab
kaki yang agak lama ditelikung itu darahnya belum
dapat mengalir secara lancar.
"Hemm, berbahaya!" desisnya.
Tetapi sesudah dirinya bebas, diam-diam heran.
Bagaimanakah akhir dari perkelahian antara Umbul
Sari dengan kakek itu? Kalau Umbul Sari menang,Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
370
mengapa membiarkan dirinya pingsan dan
ditelikung orang? Akan tetapi untuk menduga
kalah, ia tak percaya. Ia sudah mengetahui
ketangguhan Umbul Sari. Walaupun dikeroyok tiga
orang masih dapat mengatasi. Mungkinkah hanya
berhadapan dengan kakek tua tak sanggup
melawan?
Sambil bertanya-tanya ini Branjangan
melangkah pergi. Gerakannya cukup gesit menuju
desa Loano. Iapun berharap, mudah-mudahan
Umbul Sari dan pasukannya belum meninggalkan
desa itu.
*****
Kita tinggalkan mereka dan kita ikuti kembali
perjalanan Kiageng Ringin Putih.
Dengan hati masygul, sedih dan tertindih, ia
terus pergi tak tentu tujuan dan hanya menurutkan
langkah kaki. Ia tak pernah mimpi, bahwa bukan
saja murid tunggalnya yang sejak kecil dikasihi
seperti anak sendiri itu, sekarang bukan saja
berkhianat, melakukan perbuatan terkutuk, tetapi
juga menyebar racun yang membuat
kedudukannya sulit. Beberapa orang yang sudah
dijumpainya di perjalanan menuduh dirinyaKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
371
sombong. Menuduh dirinya berusaha menyebar
tantangan untuk memancing permusuhan.
Sungguh ia amat menyesal sekali mengapa Ditya
Margono sejauh itu melangkah.
Akan tetapi ia seorang yang sudah cukup
merasakan serbaneka hidup di dunia ini. Dahulu
dirinya hidup mulia di Ponorogo sebagai putera
Bupati. Sekarang dirinya hidup menderita sebagai
seorang petani. Maka kakek ini menjadi sadar
sesadar-sadarnya, bahwa manusia hidup di dunia
ini selaras dengan garis Tuhan. Apa harus dikata
kalau hidupnya harus lewat pengkhianatan
muridnya sendiri?
Justeru ingat kepada suratan takdir ini, Kiageng
Ringin Putih menjadi terhibur. Semuanya
diserahkan sepenuhnya kepada Tuhan. Dan apabila
ketetapan waktu tantangan muridnya kepada
sekalian orang tiba, ia akan datang ke hutan
Wonokerto dengan hati mantap. Ia tidak akan
menyesal kalau ternyata dalam perkelahian itu,
dirinya harus tewas. Yang penting dirinya takkan
mundur menghadapi ancaman bahaya, dikeroyok
orang banyak.
Dengan langkah perlahan Kiageng Ringin Putih
menyusuri jalan desa, tak jauh dengan rawa amat
luas di bawah gunung Telomoyo (sekarang disebut
Rawa Pening - Red.) Sudah cukup lama ia mencari
jejak Ditya Margono. Ternyata muridnya sepertiKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
372
dapat menghilang dan tidak dapat diketemukan. Di
saat kakek ini melangkah perlahan menyusuri jalan
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
desa ini, tiba-tiba dari depan datang seorang
penunggang kuda yang cepat seperti terbang,
hingga debu mangepul tinggi. Kiageng Ringin Putih
cepat-cepat minggir, agar tidak keterjang kuda
yang mbedal itu.
Akan tetapi sebaliknya penunggang kuda itu
malah sengaja menubruk. Kendati di bagian lain
lapang, namun penunggang kuda itu malah
membedalkan kuda ke arah kakek itu. Kiageng
Ringin Putih yang tidak menduga menjadi kaget.
Untuk meloncat ke kiri tidak mungkin, sebab
merupakan tebing tanah ketinggian. Sebaliknya
untuk melompat ke kanan, ia pun tidak sanggup. Di
sisi kanan itu merupakan jurang. Dan apabila
dirinya tercebur dalam jurang itu, belum tentu
masih hidup.
Karena baik ke kiri maupun ke kanan tidak
menguntungkan dirinya, jalan satu-satunya
menyelamatkan diri, hanya dengan menghentikan
kuda itu.
Maka ketika kuda itu sudah menerjang dekat
sekali, Kiageng Ringin Putih menggerakkan dua
tangannya untuk menggentak kendali kuda.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
373
Terdengar suara kuda yang meringkik nyaring,
kuda itu berhenti dan penunggangnya melompat
turun sambil ketawa bekakan, "Ha-ha-ha, bagus!"
Kiageng Ringin Putih mengamati penunggang
kuda itu dengan wajah heran. Apakah maksud
penunggang kuda ini sebenarnya?
"Hai kakek!" kata orang itu sambil mengamati
Kiageng Ringin Putih menyelidik. "Dugaanku
ternyata benar. Kendati tampaknya engkau
seorang tua pikun, akan tetapi engkau berisi."
Kiageng Ringin Putih menghela napas panjang,
kemudian sahutnya sabar, "Anakmas, engkau salah
pandang. Aku hanya seorang tua tiada guna dan
seorang petani miskin. Saya mohon agar anakmas
tidak mengganggu aku."
"Ha-ha-ha, petani miskin yang dapat
menghentikan kudaku hanya sekali tarik?"
Kiageng Ringin Putih menyelidik. Laki-laki itu
pakaiannya indah, dan pada pinggangnya
tergantung sebatang pedang bersarung indah pula.
Sebagai seorang putera Bupati, tentu saja segera
dapat menduga pangkat dan kedudukannya orang
ini. Setidaknya penunggang kuda ini seorang
Tumenggung.
Dugaan Kiageng Ringin Putih tepat. Orang ini
memang Tumenggung, ponggawa Mataram yangKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
374
sudah kita kenal, Tumenggung Umbul Sari. Tetapi
apakah sebabnya secara tiba-tiba sudah muncul di
tempat ini?
Memang sesudah usahanya menangkap Bayu
Ketiga di Loano gagal dan usahanya mencari Swara
Manis belum juga berhasil, Umbul Sari menjadi
penasaran. Ia tidak mau pulang ke Mataram
memberi laporan. Karena apabila hal itu dilakukan,
hanya akan mendapat dampratan karena tidak
becus melaksanakan tugas.
Pengalamannya menghadapi Bayu Ketiga dan
isterinya maupun Panembahan Geseng, orang ini
menjadi congkak dan bangga. Ia cukup mengerti
bahwa dirinya cukup tangguh. Dan karena merasa
tangguh ini kemudian timbullah hasratnya untuk
mengalahkan orang-orang yang terkenal sakti. Ia
ingin membuktikan bahwa dirinya mampu
mengalahkan orang-orang sakti itu. Dan apabila
berhasil, bukankah namanya akan menjadi
termasyhur dan dirinya akan disegani setiap orang?
Dari jauh ia tadi sudah melihat langkah kakek tua
ini. Sepasang matanya yang awas segera dapat
melihat jelas sekali bahwa kakek ini langkahnya
mencurigakan. Sebab walaupun jalan itu berdebu,
tetapi debu tidak mengepul. Dengan begitu berarti
langkah kakek itu ringan sekali, yang tidak mungkin
terjadi bagi manusia biasa. Justeru melihal itu.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
375
semangatnya untuk berkelahi tergugah. Kemudian
ia membedalkan kuda dan sengaja menubruk.
Sekarang dugaannya benar belaka. Kakek itu
sanggup menahan kudanya yang lari secepat
terbang. Oleh sebab itu begitu turun dari kuda,
Tumenggung Umbul Sari sudah ketawa bekakakan.
Dan ketika Kiageng Ringin Putih
menyembunyikan kesaktiannya, Umbul Sari sudah
mengejek.
Setelah mengamati sejenak lamanya, Kiageng
Ringin Putih membungkukkan tubuh sambil
merendah diri, "Bendara Tumenggung, hamba
mohon agar bendara tidak mengganggu hamba,
seorang petani miskin."
Umbul Sari kaget dan mengerutkan alisnya. Ia
belum memperkenalkan diri, mengapa kakek ini
sudah tahu kedudukannya? ia bukan saja menjadi
bangga akan kedudukannya sebagai Tumenggung,
tetapi ia juga curiga, tentu kakek ini bukan orang
desa sembarangan.
Maka ia ketawa bekakakan lagi, lalu katanya,
"Ha-ha-ha, ternyata dugaanku benar. Engkau
bukan orang desa biasa. Katakanlah siapa namamu
dan di mana rumahmu. Aku Tumenggung Umbul
Sari dari Mataram."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
376
Kiageng Ringin Putih mengamati Umbul Sari
dengan sepasang matanya berkilat. Namun
perubahan sinar mata itu hanya sekejap saja
terjadi. Karena Kiageng Ringin Putih cepat berhasil
menguasai perasaannya lagi. Memang, ketika
mendengar pengakuan Umbul Sari sebagai
Tumenggung Mataram, mendadak saja rongga
dadanya terangsang oleh marah. Ia masih ingat
peristiwa runtuhnya Ponorogo, hingga keluarganya
hancur.
Untung sekali bahwa setelah ia bertapa di Ringin
Putih, ia berubah menjadi sabar dan bijaksana.
Dalam waktu singkat ia sudah dapat melawan
perasaan itu, lalu berkata dengan ramah dan tetap
menghormat.
"Bendara Tumenggung keliru memandang
hamba. Sebabnya hamba tahu bahwa bendara
berpangkat Tumenggung, bukan lain melihat
pakaian bendara yang indah ini, dan mengenakan
baju indah. Hamba hanya seorang petani, tiada
harganya bendara mengenal nama hamba."
Umbul Sari belum membuka mulut, dan ia
mengamati Kiageng Ringin Putih penuh selidik.
Sebaliknya Kiageng Ringin Putih pura-pura
ketakutan. Ia membungkuk lalu meratap, "Bendara
hamba mohon agar bendara tidak mempersulit
hamba. Sekarang ini hamba sedang menuju keKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
377
rumah cucu hamba dan dia sedang menderita sakit.
Sekarang ini cucu hamba amat mengharapkan
kehadiran hamba, dan hamba kuatir apabila cucu
hamba tak dapat ditolong lagi."
"Ha-ha-ha," Umbul Sari tetap bekakakan dan
sombong. Ia memang sudah sengaja memancing
perkelahian dengan kakek ini. Tidak mungkin ia
sedia membiarkan kakek ini pergi begitu saja.
Ia tidak ingin berpanjang mulut dan
berbantahan.
Untuk menjajaki kakek ini, tidak ada jalan lain
kecuali menyerang. Kalau oleh serangannya kakek
ini tidak dapat membela diri dan mati terbunuh,
semua nya menjadi beres dan selesai. Akan tetapi
apabila oleh serangannya dapat membela diri, jelas
kakek ini berusaha menutupi keadaannya.
"Baik! Engkau akan aku biarkan pergi, apabila
berhasil menghindari seranganku!" Begitu berkata
tangannya seperti kilat cepatnya menghunus
pedang dan langsung menikam.
Gerakan mencabut pedang kemudian terus
menikam ini sungguh amat cepat. Dan orang yang
dapat melakukan seperti itu, hanya terbatas
kepada orang yang sudah ahli saja.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
378
Sepasang mata Kiageng Ringin Putih terbelalak
untuk sejenak. Namun tangan sudah terangkat,
dan dengan jari tangan sudah menyentil.
Akan tetapi tiba-tiba Kiageng Ringin Putih kaget.
Tikaman Umbul Sari itu yang nampaknya seperti
tikaman biasa, ternyata cukup aneh gerak
perubahannya. Di tengah jalan, pedang itu arahnya
berubah, dari menikam sudah bergerak membabat.
Untung Kiageng Ringin Putih cukup sebat. Sedikit
saja terlambat, jari tangannya bisa terbabat putus.
Kiageng Ringin Putih memang jago pedang pula.
Melihat ancaman bahaya itu tidak menjadi gugup.
Di saat batang pedang sudah hampir menyentuh
jari tangan, mendadak saja kakek ini sudah
membalikkan telapak tangan, dan jari tangan yang
setengah melengkung itu mencengkeram batang
pedang dengan maksud merebut.
Hampir pada saat itu juga, pedang Umbul Sari
yang luput dicengkeram sudah menyambar lewat
samping telinga Kiageng Ringin Putih. Akan tetapi
sebaliknya dengan gerak yang seperti kilat
cepatnya pula, jari tangan Kiageng Ringin Putih
sudah menyambar lengan lawan. Apabila lengan
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Umbul Sari berhasil dicengkeram, niscaya lengan
itu akan patah.
Tetapi Umbul Sari seorang jago pedang yang
namanya terkenal pula. Dalam bahaya, iapun dapatKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
379
menolong diri. Pada detik amat berbahaya itu,
Umbul Sari Sempat menarik kembali tangannya,
kemudian menggunakan hulu pedang untuk
memukul pergelangan tangan lawan. Dengan
serangan ini apabila Kiageng Ringin Putih tidak
mengurungkan serangahnya, dua-duanya akan
menderita rugi. Baik Kiageng Ringin Putih maupun
Umbul Sari akan patah lengannya.
Seperti kilat cepatnya Kiageng Ringin Putih
meloncat mundur, hingga kemudian dua-duanya
selamat dari tangan patah.
Justeru terjadinya gebrakan yang baru saja
berlangsung itu, Umbul Sari terbangun
semangatnya.
Sekarang menjadi jelas bahwa kakek ini seorang
sakti yang menyamar sebagai petani. Ia ketawa
terkekeh, kemudian katanya, "Heh-heh-heh,
sekalipun engkau berusaha menyembunyikan diri
di belakang nama petani, tidak urung ketahuan
juga. Kakek, lekas katakan siapakah sebenarnya
engkau ini? Aku sedang mendapat tugas ingkang
Sinuhun Kangjeng Sunan Amangkurat untuk
mengumpulkan para tokoh sakti. Maka betapa
gembira hatiku apabila engkau sedia memenuhi
undangan lngkang Sinuhun. Percayalah, bahwa di
Mataram setidaknya engkau akan diangkat menjadi
Tumenggung seperti aku ini."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
380
"Hemm," dengus Kiageng Ringin Putih. Muak
juga kakek ini mendengar tawaran itu. Kendati
demikian ia masih menjawab halus, "Terima kasih
atas perhatian bendara. Akan tetapi aku lebih
bahagia hidup sebagai petani. Sudahlah, engkau
jangan mengganggu aku lagi."
Tidak urung Umbul Sari terbelalak mendengar
jawaban tidak terduga ini. Banyak orang berusaha
memperoleh jabatan. Sebagai Bekel saja, orang
sudah gembira setengah mati. Akan tetapi
mengapa ia menawarkan jabatan Tumenggung,
tetapi kakek ini tidak tertarik? Kecurigaannya
makin bertambah dan kehendaknya untuk
mengalahkan kakek ini semakin besar. Katanya
kemudian dengan sikap garang.
"Kakek, engkau bisa menipu orang lain, tetapi
tak mungkin dapat menipu aku. Jelas engkau bukan
petani biasa. Buktinya dengan tangan kosong
engkau dapat menggagalkan seranganku. Tetapi
karena engkau tidak juga menurut maksud baikku,
terpaksa aku harus menggunakan kekerasan. Huh,
apakah alasanmu menolak mengabdi kepada
Mataram?"
Kiageng Ringin Putih masih tetap menahan
sabar. Kemudian jawabnya halus, "Apakah sudah
pada tempatnya, bendara Tumenggung bertindak
sewenang-wenang kepada seorang tua miskin,
seperti aku ini? Alangkah celakanya para kawula,Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
381
apabila orang-orang yang berkuasa menekan
kawulanya begitu rupa. Bendara....."
"Jangan banyak mulut!" bentak Tumenggung
Umbul Sari memotong sambil mendelik. Ia menjadi
marah dirinya dituduh sewenang-wenang. "Hai
kakek tua! Engkau harus mengerti bahwa ingkang
Sinuhun Kangjeng Sunan Amangkurat
membutuhkan bantuan para tokoh sakti. Pilih salah
satu diantara dua. Menurut ataukah
membangkang?"
"Maksudmu?" tanya kakek ini. Sekarang tidak
lagi bersikap begitu menghormat seperti tadi.
"Kalau menurut berarti engkau hidup mulia di
Mataram. Membangkang berarti memberontak dan
harus mati oleh pedangku!"
"Hemm," Kiageng mendengus. Kemudian ia
menggumam seperti berkata kepada diri sendiri.
"Beginikah watak dan tabiat para ponggawa
Mataram yang diberi kekuasaan? Hemm, apabila
engkau mendekatkan diri dengan perbuatan
sewenang-wenang, terpaksa aku harus menghajar
engkau."
"Apa?" hardik Umbul Sari. Kata-kata kakek itu
tidak terdengar begitu jelas. Tetapi ia dapat
menduga kalau kakek itu mencela dirinya.
"Cabutlah senjatamu. Mari kita tentukan siapa yang
unggul di antara kita. Tetapi eh, sebelumnyaKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
382
engkau harus berjanji. Apabila engkau tak sanggup
melawan aku, harus menyerah dan menurut aku
bawa ke Mataram."
"Kalau aku yang menang?" pancing kakek ini.
"Aku tak lagi mengganggumu."
"Heh-heh-heh, tidak adil dan engkau mencari
enak sendiri. Tetapi biarlah aku melayani engkau
bermain-main barang sebentar. Sayang sekali aku
tidak mempunyai senjata. Maka biarlah aku
melayani pedangmu dengan kayu itu."
Kiageng Ringin Putih segera mematahkan
sebatang ranting pohon. Ranting itu hanya kecil,
sebesar ibu jari kaki. Sesudah dibuang daunnya
ranting itu dilintangkan di depan dada yang
kerempeng sambil berkata. "Mulailah!"
Umbul Sari mengertukan alis sejenak,
mangamati kakek itu dengan seksama. Namun
kemudian Tumenggung ini merasa terhina dan
marah. Mengapa kakek ini hanya menggunakan
ranting kayu melayani dirinya? Padahal dirinya
seorang ahli pedang yang namanya sudah harum.
Sudah banyak sekali ia merobohkan lawan dengan
pedangnya. Bagaimanakah mungkin kakek ini
dapat melawan dirinya hanya dengan kayu kecil?
Justeru merasa terhina dan direndahkan ini, ia tak
dapat sabar lagi.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
383
Mendadak ia melompat sambil mengelebatkan
pedangnya dan berteriak, "Jaga pedangku!"
Padang Umbul Sari menyambar dahsyat. Tetapi
tanpa kesulitan Kiageng Ringin Putih dapat
menghindari sambaran pedang itu dengan gerak ke
kiri.
Hampir berbareng kakek ini telah melesat ke
samping. Di lain saat ia telah berada di belakang
lawan.
Sungguh gesit gerakan Kiageng Ringin Putih.
Walaupun telah tua, sudah pikun, tetapi gerakan
tubuh tuanya amat mengagumkan. Lalu tanpa
menerbitkan suara sedikitpun, ranting kayu itu
sudah menikam punggung lawan.
Senjata kakek itu memang hanya ranting kayu.
Akan tetapi cukup berbahaya apabila di tangan
orang sakti.
Umbul Sari kaget. Ia tidak menduga sama sekali
si kakek dapat bergerak segesit itu. Secepat kilat ia
membalikkan tubuh sambil mengangkat pedangnya
untuk menangkis.
Apabila serangan itu diteruskan, tentu ranting
kayu itu putus tersabat pedang. Maka Kiageng
Ringin Putih menarik kembali ranting kayunya.
Namun di saat itu pula Umbul Sari meneruskan
gerak tangkisannya untuk membalas menyerang.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
384
Dua orang itu segera terlibat perkelahian sengit
sekali. Saling serang dengan hebat, dan dalam
waktu singkat tubuh dua orang itu telah lenyap,
yang tampak hanya warna pakaian masing-masing
yang berpindah-pindah. Bergulung-gulung di
samping sambaran senjata yang menimbulkan
angin dahsyat.
Sayang sedikit senjata Kiageng Ringin Putih
hanya sebatang ranting kayu. Salah sedikit saja
gerakannya, ranting kayu itu bisa putus disabat
lawan.
"Hemm, bagus!" seru Kiageng Ringin Putih.
Kakek ini menghindari serangan sambil memutar
tubuh. Namun belum juga tubuh terputar
seluruhnya, senjatanya sudah menikam.
Umbul Sari ketawa dingin. Ia melihat satu
peluang yang amat bagus. Ia mengangkat
pedangnya untuk membabat. Akan tetapi secara
tidak terduga sama sekali, angin serangan
menyambar tajam. Ia menghindari dalam usaha
mencari selamat. Namun ia menjadi kaget sekali
ketika telinganya panas seperti putus. Ternyata
dengan gerakan tidak terduga, Kiageng Ringin
Putih telah berhasil memukul telinganya.
Umbul Sari meloncat menjauhkan diri. Ketika
tangan kiri meraba bagian yang basah, darah sudah
membasahi bawah telinganya. Sekarang ia menjadiKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
385
sadar bahwa akibat sabatan senjata ranting kayu
itu, telinganya menjadi pecah.
Tetapi justeru telinganya terluka ini, Umbul Sari
tambah marah dan penasaran. Ia merasa dirinya
jago pedang yang terkenal jaman kini. Dan ketika
menghadapi suami-isteri Bayu Ketiga dan Ayu
Kirana pun ia dapat mempermainkan begitu rupa.
Apakah sekarang hanya berhadapan dengan lawan
yang sudah pikun saja tak dapat merobohkan?
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lebih lagi kakek ini hanya bersenjata ranting kayu.
Apakah tidak memalukan dan menurunkan
derajatnya, kalau sampai diketahui orang?
Umbul Sari menggertak gigi saking marah.
Kemudian ia sudah melompat ke depan sambil
berteriak, "Mampuslah!"
Sayang sekali gerakan Umbul Sari yang amat
cepat itu, masih kalah cepat dengan gerakan
Kiageng Ringin Putih. Tahu-tahu kakek itu telah di
belakangnya sambil mengirimkan serangan.
Untung Umbul Sari cukup waspada, hingga dapat
menyabatkan pedangnya ke belakang untuk
menangkis.
Umbul Sari berbuat seberani itu karena tahu
senjata lawan hanya ranting kayu. Hingga menurut
perhitungannya, dengan babatan itu akan dapat
mematahkan ranting kayu.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
386
Sungguh sayang Umbul Sari tidak menyadari,
dirinya sedang berhadapan dengan jago pedang
bernama Kiageng Ringin Putih. Ketika ia sadar
sudah terlambat dan pedangnya sudah lepas dari
tangan terlempar beberapa tombak jauhnya.
Mendadak saja wajah Tumenggung Umbul Sari
pucat dan giginya gemeretak. Ia amat penasaran
terjadinya peristiwa tidak terduga ini. Dirinya,
seorang jago pedang jarang tandingan. Mengapa
sekarang hanya berhadapan dengan kakek
bersenjata ranting kayu saja dirinya tak berdaya?
Akan tetapi walaupun penasaran, peristiwa ini
memberi kesadaran kepada si sombong ini. Dirinya
telah salah duga, menganggap dirinya sudah tanpa
lawan. Ternyata sekarang ketanggor batu,
berhadapan dengan tokoh sakti yang bersembunyi
di balik baju petani.
"Sekarang pergilah! Dan ingat, jangan suka usil
dan menggangu orang!" bentak Kiageng Ringin
Putih.
Wajah Umbul Sari sebentar pucat dan sebentar
merah. Ia menahan rasa penasaran. Kemudian
tanpa membuka mulut lagi, Tumenggung Umbul
Sari melangkah, memungut pedangnya yang tadi
terlempar di tanah. Setelah pedang di sarungkan,
ia menghampiri kuda. Tak lama kemudian ia
melarikan kuda secepat terbang.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
387
Kiageng menghela napas panjang dan lega. Ia
beruntung dapat mengatasi lawan. Diam-diam
dalam hati ia memuji, bahwa sebenarnya
Tumenggung Umbul Sari jago pedang yang
berbahaya. Gerakannya cekatan dan tangguh. Ilmu
pedangnya termasuk tingkat tinggi dan gerak
perubahannya sulit di duga.
Kalau saja dalam menghadapi tadi tidak
menggunakan kecerdikannya, manakah mungkin
hanya menggunakan ranting kayu bisa membuat
lawan gentar?
Jelas bahwa dirinya tadi di pihak yang rugi.
Senjatanya tidak dapat mengimbangi senjata
lawan.
Setelah dapat mengusir Tumenggung Umbul
Sari, kakek ini meneruskan perjalanan sambil
menghela napas lega. Ranting kayu itu tidak
dibuang. Sekarang dipergunakan sebagai tongkat.
Sambil melangkah ini, Kiageng Ringin Putih
mengeluh. Mengapa di saat dirinya telah berusia
lanjut ini, hidupnya tidak semakin menjadi baik?
Sekarang ia terpaksa mengembara untuk mencari
muridnya yang berkhianat. Malah di tengah jalan
juga dimusuhi orang.
Dalam menyesali nasibnya ini, mendorong
kepada dirinya untuk mengingat-ingat
penghidupannya di kala muda. Ia seorang puteraKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
388
Bupati, dan hidup dihormati dan dimuliakan seluruh
kawula. Hidupnya bergelimang dengan
kemewahan. Justeru teringat kepada masa
mudanya ini, ia menjadi menyesal sekali. Tiba-tiba
saja teringatlah akan peristiwa yang sulit
dilupakan.
Peristiwa itu terjadi ketika dirinya masih berusia
dua puluh tahun. Sesuai kedudukannya sebagai
putera Bupati, hidup bergelimang dengan
kemewahan dan juga terkenal sebagai pemuda
tampan dan gagah, maka selalu menarik perhatian
wanita.
Setiap dua minggu sekali ia tentu pergi berburu
ke hutan dengan hamba sahaya pengiring yang
puluhan jumlahnya. Tetapi apabila menurut
kebiasaan Sumirang (nama Kiageng Ringin Putih
ketika muda ? Pen.) berburu ke hutan belantara di
pinggang gunung Wilis, hari ini menuju tempat lain.
Sumirang tertarik ke alam pegunungan Lawu.
Justeru menurut laporan orang, hutan di pinggang
Lawu ini banyak dijumpai babi hutan dan banteng.
Ternyata laporan orang itu benar. Di hutan ini
banyak babi hutan dan banteng. Menangkap dan
berburu babi hutan tidak segembira berburu
banteng.
Karena binatang banteng ini gagah berani dan
tidak gampang menyerah, di samping binatang ituKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
389
tangguh dan tangkas. Dengan begitu, perburuan ini
sekaligus untuk melatih ketangkasan olah krida
senjata bagi para prajurit. Maka apabila para
prajurit ini melihat berkelebatnya seekor banteng,
terbangunlah semangat mereka. Lalu bersorak
gemuruh untuk membuat binatang itu lari
kebingungan. Banteng itu kemudian berlarian tak
tentu arah. Akan tetapi setelah berhadapan dengan
bahaya, timbullah semangat dan keberanian
banteng itu.
Kemudian terjadilah perang tanding yang
mendebarkan dan hebat sekali antara banteng
dengan seorang prajurit yang terpilih. Raden Mas
Sumirang maupun yang lain menonton sambil
berkali-kali bersorak untuk memberi semangat
kepada prajurit itu. Tetapi biasanya lembu hutan ini
memang tangguh. Walaupun tubuh telah terluka
senjata dan mandi darah, banteng itu juga tidak
menyerah, melainkan malah mengamuk hebat.
Dan biasanya apabila si banteng sudah marah oleh
luka yang diderita itu, malah tambah garang dan
berbahaya. Dengan tanduknya yang runcing tajam,
ia mengamuk. Dengan dikeroyok oleh aneka
macam senjata itu, walaupun gagah pada akhirnya
banteng itu roboh juga dan mati. Akan tetapi
sebaliknya sering pula terjadi terluka cukup
berbahaya, akibat serudukan tanduk yang runcing
tajam itu.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
390
Namun yang jelas binatang yang berhasil
dibunuh mati itu biasanya segera disembelih dan
dikuliti. Daging binatang itu segera dimasak dan
menjadi hidangan para prajurit yang lapar. Hanya
apabila cukup banyak binatang yang berhasil
dibunuh sebagai hasil perburuan itu, biasanya lalu
dikeringkan atau diasap untuk di bawa pulang ke
Ponorogo sebagai oleh-oleh.
Apabila sudah berburu seperti itu, Raden Mas
Sumirang menjadi gembira. Keadaan alam yang
indah, daun pohon menghijau dan pekik binatang
itu, tidak mungkin bisa ditemukan di Ponorogo dan
rumahnya. Setelah malam tiba, Sumirang tidak
tidur di atas kasur yang empuk dan kamar berbau
harum. Akan tetapi hanya di atas kayu yang diberi
alas rumput kering, dilindungi oleh tenda.
Ketika pagi tiba, Sumirang disertai beberapa
orang pengiring ke sumber air untuk mandi. Tetapi
menjadi agak heran berbareng kaget, ketika
mendengar suara wanita ngidung.
"Ehh, apakah hutan belantara di pinggang
gunung Lawu ini, terdapat penghuninya?" tanyanya
kepada pengiring yang berdekatan.
"Mungkin lelembut," sahut seorang pengiring.
"Sebab yang ngidung itu bukan lagu gembira,
tetapi lagu sedih."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
391
"Benar!" ujar Sumirang. "Ya, suara itu. Ahh, di
dalam kidungnya itu dia sesambat. Jelas dia dalam
keadaan sedih dan menyesal. Akan tetapi hemm,
wanita itu tentu bukan lelembut. Bukan peri, bukan
wewe dan bukan pula demit. Jelas dia manusia
biasa seperti kita semua ini."
"Hamba tidak percaya bendara. Sebab tidak
mungkin di belantara seperti ini terdapat
penghuninya."
Akan tetapi Sumirang tidak cepat mau percaya.
Ia berpendirian bahwa wanita yang ngidung itu,
sesambat dan campur tangis, adalah seorang
perempuan menderita dan perlu pertolongan.
"Akan aku selidiki. Siapa tahu perempuan itu
butuh pertolongan."
"Sebaiknya jangan bendara, sebab hamba pun
menduga perempuan itu lelembut." Seorang hamba
lain berusaha pula mencegah.
Para hamba pengiring itu nampak tegang.
Mereka menjadi kuatir kalau junjungannya ini
"kalap" (hilang) diganggu lelembut. Apabila sampai
begitu, betapa marah sang Bupati, dan mereka
semua tentu berhadapan dengan hukuman berat.
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sumirang tersenyum melihat kekuatiran mereka
ini. Lalu katanya, "Hemm, kalian takut? Jika takut,Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
392
tunggulah di sini. Biarlah aku sendiri datang kesana
untuk melihat keadaan dan apa yang terjadi."
"Bendara hamba mohon agar tidak datang
kesana," salah seorang berusaha membujuk.
"Sebab apabila terjadi sesuatu dengan keselamatan
bendara, semua hamba pengiring takkan
memperoleh ampun."
Mendengar bujuk salah seorang hamba yang
setengah meratap ini, Sumirang menjadi bimbang.
Ia mengerti dan sadar bahwa puluhan orang hamba
pengiring ini bertanggung-jawab atas
keselamatannya. Dan apabila sampai terjadi
sesuatu, mereka yang tak bersalah itu akan
dihukum berat dan mungkin berhadapn dengan
maut.
Akan tetapi kendati menyadari keadaan itu,
suara perempuan yang sesambat itu lebih
berpengaruh. Dirinya seorang ksatria. Seorang
putera Bupati. Sudah sepantasnya menyingsingkan
lengan dan menolong hambanya.
"Tidak!" katanya kemudian. "Aku tak dapat
membiarkan orang yang membutuhkan
pertolongan. Dan jika kamu takut, tinggalkan aku.
Tunggulah di tempat kita istirahat, dan tak lama
lagi aku akan datang ke sana."
Tentu saja mereka tidak berani berbantahan lagi
walaupun perasaan mereka tegang dan kuatir.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
393
Mereka kemudian mengikuti Sumirang. Beberapa
saat kemudian suara wanita itu tambah nyata. Dan
sekarang menjadi lebih jelas lagi. Ternyata
perempuan itu tidak ngidung seperti dugaan
mereka tadi, melainkan benar-benar menangis dan
sesambat. Memang dalam sesambat dan menangis
itu, diucapkan serupa dengan irama seorang
sedang ngidung dengan lagu sedih.
Sumirang memalingkan muka mengamati para
hamba. Bibirnya tersenyum, lalu katanya, "Nah,
sekarang kamu yakin? Bukankah seorang
perempuan itu sedang menangis dan butuh
pertolongan?"
Tidak seorang pun di antara pengiring membuka
mulut. Dalam hati mereka masih tetap saja
berpendapat bahwa suara itu bukan suara manusia,
lebih-lebih suara perempuan. Hutan belantara di
pinggang gunung Lawu ini luas sekali dan tidak
dihuni manusia. Mana mungkin seorang perempuan
di tengah rimba seperti ini dan menangis? Mereka
tetap berpendapat bahwa perempuan itu
penjilmaan lelembut, dan pura-pura menangis
untuk membangkitkan perhatian orang. Apabila
orang sudah tertarik dan memperhatikan, orang itu
akan terkena "kemayan" (jebakan). Kemudian
orang akan "kalap" dan terbawa ke alam lelembut.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
394
Justeru pendapat semua hamba pengiring masih
seperti itu, kemudin seorang tua memberanikan diri
membuka mulut.
"Bendara, sebenarnya hamba masih kurang
yakin apabila perempuan yang menangis itu
manusia biasa. Dan hamba malah berpendapat,
lelembut itu menjilma sebagai manusia dan
menangis, sedang memasang "kemayan".
Bagaimanakah jadinya apabila bendara
terpengaruh kemayan itu dan kalap? Kasihanilah
hamba semua ini. Hamba semua ini akan
berhadapan dengan maut apabila pulang ke
Ponorogo."
Sumirang tersenyum Akan tetapi dalam hati
mencela sikap cengeng para praiurit pengiring itu.
Bagaimanakah mungkin prajurit dapat
mempertahankan negaranya, kalau diliputi oleh
keraguan dan ketakutan? Lebih-lebih apabila
gampang dipengaruhi pendapat orang, bahwa
lelembut dapat mengalahkan manusia? Mahkluk
tertinggi di dunia ini hanyalah manusia. Lelembut
akan bisa ditaklukkan dan ditundukkan manusia.
"Jika kamu kuatir, maka lebih baik kamu semua
ikut aku!" katanya. "Kalau toh aku terjebak oleh
kemayan lelembut itu, dan kamu pun ikut,
bukankah lebih baik lagi. Hingga kamu tidak perlu
takut mendapat marah ayahku?"Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
395
Mereka mengeluh. Tidak seorangpun membuka
mulut, akan tetapi juga tidak seorangpun berani
mengemukakan alasan. Mereka semua hanyalah
hamba. Hidup matinya di tangan sang junjungan.
Andaikata Sumirang memerintahkan membunuh
salah seorang di antara mereka, juga tidak
seorangpun berani melawan.
Mereka bergerak terus menuju ke asal suara
tangis itu. Dan makin menjadi dekat, suara tangis
itu menjadi semakin nyata. Tangis itu memilukan
hati setiap orang yang mendengar. Raden
Sumirang segera memberi isyarat agar semua
hamba pengiringnya tidak membuka mulut, lalu
diperintahkan berhenti di tempat. Sesudah itu
tubuh Sumirang melesat ke atas. Gerakannya
ringan sekali, memanjat sebatang pohon besar.
Para hamba sahaya yang berhenti dan
bergerombol di bawah pohon, diam-diam kagum
menyaksikan gerakan Sumirang yang ringan itu.
Diam-diam mereka juga memuji ketangkasannya.
Akan tetapi walaupun begitu, perasaan semua
prajurit itu masih tegang dan kuatir. Sebab mereka
masih tetap saja berpendapat bahwa yang
menangis itu bukan manusia, tetapi penjilmaan
lelembut yang menggoda manusia.
Sumirang terus memanjat tinggi. Ia menebarkan
pandang matanya menyelidik ke arah suara tangis.
Akhirnya Sumirang melihat sesuatu yang membuatKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
396
matanya terbelalak. Dadanya sesak, jantungnya
berdegup lebih cepat.
Ia melihat perempuan muda tanpa busana,
terlentang di atas batu datar. Kaki dan tangan gadis
itu diikat pada patok-patok kayu. Hingga
perempuan itu tidak dapat bangkit maupun
meninggalkan batu itu, kecuali menangis dan
menyesali nasibnya yang buruk.
Sumirang heran sekali. Siapakah perempuan ini
dan siapa pula yang mengikat di tempat itu. Pantas
saja perempuan itu sesambat melas asih. Ternyata
memang membutuhkan pertolongan.
Ia tahu, apabila keadaan perempuan itu
diceritakan kepada para hamba pengiring, tentu
terjadi kegemparan. Maklum mereka semua pria.
Peristiwa seperti ini tentu besar sekali daya
pengaruhnya.
Setelah menetapkan hati, Sumirang turun dari
pohon. Katanya, "Jika kamu takut, tak perlu ikut.
Tetapi jika tidak, ikutlah! Bayangi saja aku dari
jarak jauh."
Tanpa menunggu jawaban Sumirang bergerak
pergi. Gerakannya cepat sekali, hingga mereka tak
sempat mencegah maupun bertanya. Tetapi karena
kuatir, di antara mereka sudah berteriak dan
memburu. Maksud mereka, memperingatkan
kepada Sumirang agar hati-hati.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
397
Sumirang ingat benar ancar-ancar di manakah
perempuan itu diikat orang. Tetapi ternyata tempat
itu tidak semudah dugaannya. Daerah itu rimbun
sekali, gelap dan penuh duri dan belukar. Namun
Sumirang tidak mundur. Menggunakan pedangnya
ia membabat dan memapas tumbuhan apa saja
yang menghalangi perjalanan. Sumirang tidak
gentar berhadapan dengan bahaya.
Berkat kebulatan tekatnya, akhirnya berhasil
juga Sumirang menerobos semak belukar itu. Para
hamba pengiring yang mengikuti di belakang
tinggal enak. Tanpa kesulitan segera mengikuti.
Walaupun begitu diam-diam mereka takut. Mereka
hanya membayangi dari jarak jauh.
Sumirang lega setelah melewati rintangan yang
sukar itu. Tibalah kemudian ia pada sepetak tanah
lapang yang tidak begitu luas, dan ditumbuhi
rumput subur. Tanah lapang ini dikelilingi pohon tak
begitu tinggi. Ketika ia mengamati ke seberang,
baru sadar untuk datang ke sana, lewat bagian lain
yang paling gampang. Agaknya memang dari arah
sanalah untuk masuk ke tempat ini.
Begitu masuk ke tanah lapang ini, Sumirang
cepat melepas kain panjang yang dipakai.
Kemudian kain panjang itu dipergunakan menutup
tubuh gadis itu. Baru kemudian ia menggunakan
pedang, memutuskan tali pengikat pada tangan
dan kaki.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
398
Begitu lepas dari ikatan ini, si gadis bangkit dan
ingin dapat turun dari batu datar itu. Akan tetapi
maksudnya tak terwujud, dan karena terlupa
bahwa kain itu hanya menutup saja, maka begitu
bergerak kain itu lepas. Disusul oleh tubuh
perempuan ini yang sempoyongan hampir jatuh.
"Aihh...!" jerit gadis itu saking kaget. Tetapi
menjadi ternganga ketika merasakan lengan kuat
telah memeluk pinggangnya. Hanya sejenak
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kemudian gadis ini ingat keadaannya. Secepatnya
ia melepaskan diri dari pelukan Sumirang. Lalu
menyambar kain panjang itu untuk menutup
tubuhnya sebatas dada. Sesudah selesai menutup
tubuh, tiba-tiba gadis ini menjatuhkan diri duduk
bersimpuh, dan menangis sesenggukan.
Sumirang menghela napas. Ia merasa iba sekali
kepada gadis malang ini. Akan tetapi juga timbul
pertanyaan dalam hati, apakah sebabnya gadis ini
diperlakukan orang seperti itu? Dan apa pulakah
maksud orang berbuat sekejam itu?
Sumirang memperoleh kesempatan mengamati
gadis itu penuh perhatian, Gadis ini wajahnya
menunduk, tertutup oleh dua telapak tangan dan
air membanjir dari matanya. Namun sekilas
pandang tadi ia dapat melihat, bahwa gadis ini
cukup jelita.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
399
Tubuhnya denok, kulit tubuhnya kuning.
Siapakah gadis ini dan dari manakah asalnya?
Sebagai seorang muda, apa yang tadi disaksikan
menyebabkan isi dadanya bergelora.
la menghela napas pendek. Kemudian dengan
langkah perlahan ia mendekati. Setelah sejenak
memandang, ia bertanya, "Diajeng... siapakah
engkau ini?"
"Hu-hu-huuu..." gadis itu menangis. Namun
karena ditanya orang, dan yang sudah
menolongnya pula, gadis ini membuka wajahnya.
Ia mengangkat kepala, dua pasang mata bertemu
sejenak.
Sumirang terkesiap. Sepasang mata gadis ini
bersinar seperti bintang pagi dan amat
mempesona. Di samping itu ternyata wajah gadis
inipun cantik sekali. Untuk menutup perasaannya
ini, ia bertanya lagi, "Diajeng... siapakah engkau.
Dan mengapa pula di tengah hutan begini? Dan
mengapa engkau diikat pula?"
"Hu-hu-huuu... aku... aku Suprati... ." sahut
gadis itu tidak lancar.
"Apa sebabnya engkau diikat di sini?
"Hu-hu-huuu, aku... aku diculik orang....."
"Diculik orang? Siapakah yang menculik
engkau?" Sumirang kaget.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
400
Suparti menggeleng. Kemudian ia menyeka air
mata yang membasahi pipi montok itu dengan
punggung tangannya. Tak tahu... tapi... tapi... ah
dia... laki-iaki kerdil berjenggot panjang....."
"Dari manakah asalmu?"
"Aku... aku dari Magetan....."
"Ahh... cukup jauh. Apakah maksud orang
menculikmu?"
Suparti menundukkan kepalanya dan tangisnya
kembali menjadi-jadi. Sumirang melangkah
menghampiri, menjadi dekat sekali. Kemudian
tanpa disadari jari tangan pemuda ini telah
mengusap-usap rambut gadis yang ikal itu sambil
menghibur.
"Sudahlah, jangan menangis. Kedatanganku ini
untuk menolong engkau."
Tetapi usapan tangan itu malah menyebabkan
tangis Suparti bertambah. Sumirang menghela
napas, terharu dan trenyuh. Entah mengapa
sebabnya, tiba-tiba saja Sumirang tertarik kepada
gadis ini. Di Ponorogo tidak terhitung jumlahnya
puteri cantik jelita. Namun pengaruh kecantikan
Suparti ini bukan main. Ia tidak kuasa menahan
hati, kemudian menarik gadis itu dan memeluk.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
401
Untung para hamba sahaya pengiring tadi, belum
menyusul sampai ke tempat ini. Hingga tidak
seorang pun melihatnya.
Namun naluri gadis ini segera menolak pelukan
itu. Kemudian beringsut mundur.
Sumirang maklum dan bersenyum. Katanya,
"Mari, sekarang ikutlah aku, dan akan aku antar
pulang kepada orang tuamu."
Suparti mengamati Sumirang dengan mata
basah, sahutnya, "Tetapi... tak mungkin."
"Mengapa tak mungkin?"
"Dia itu... sakti mandraguna... Ayahku tewas...
dan beberapa orang tetanggaku juga banyak yang
mati... dalam usaha membela aku....."
Apa yang diucapkan Suparti ini benar terjadi,
laki-laki yang menculik dirinya hanya seorang diri.
Namun ternyata di desa itu tidak seorangpun
sanggup melawan. Ayah Suparti tewas, demikian
pula para tetangganya.
"Jangan kuatir. Aku tidak seorang diri, dan
sebentar lagi mereka datang. Percayalah aku
dengan orang-orangku akan sanggup mengusir si
kerdil itu."
Gadis ini mengamati wajah Sumirang yang
tampan dalam sekilas. Kemudian gadis iniKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
402
menundukkan muka. Katanya, "Aku heran...
apakah sebabnya engkau... di hutan ini?"
"Aku sedang berburu."
"Berburu?" Suparti melengak.
"Ya. Dan aku tadi mendengar suara tangis dan
sesambatmu, hingga aku datang ke mari. Tetapi ah
engkau... tadi tanpa busana....."
Sumirang menghentikan kata-katanya yang
belum selesai. Agaknya Sumirang menjadi kuatir
kalau perasaan gadis ini tersinggung.
Gadis ini mengeluh. Diam-diam merasa malu,
dalam keadaan tanpa busana dilihat orang. Tanpa
sesadarnya ia mengamati tubuh sendiri. Namun
hatinya agak lega, justeru dengan kain sampai
dada sekarang ini, sudah agak patut.
"Hemm... aku menolak maksudnya... yang akan
memperisteri aku....."
"Jadi, karena engkau tak sudi diperisteri, orang
itu kemudian menghukum engkau dengan cara itu."
Suparti mengangguk. Jawabnya, "Pakaianku di
sembunyikan entah di mana. Dan dia tadi... setelah
mengikat aku pada batu itu... mengancam. Pendek
nya dia... akan membiarkan aku mati kedinginan
atau menjadi mangsa binatang buas... Kecuali
kalau aku... sedia menyerah menjadi isterinya....."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
403
JILID : V
Suparti berhenti sejenak lalu lanjutnya, "Tetapi
aku tetap tak mau tunduk... dan malah mencaci
maki... Aku sudah bertekat lebih baik mati... dari
pada diperisteri setan itu... Kemudian setelah
membujuk tanpa hasil... dia pergi....."
"Kurang ajar!" Sumirang geram. "Jika aku
ketemu dia, tentu kuremuk kepalanya. Mari,
sekarang ikutlah aku. Dia takkan dapat
menghalangiku."
Ketika itu terdengar suara berisik, langkah orang
menyentuh daun kering dan ranting pohon kering.
Suparti kaget dan ketakutan, mengira penculiknya
muncul lagi.
Tetapi Sumirang tersenyum, hiburnya, "Jangan
kuatir. Orang-orangku telah datang."
Dan benar. Muncullah belasan laki-laki tegap
membawa serta senjata. Melihat munculnya
belasan orang dan disebut sebagai orang-orangnya
itu, tiba-tiba saja Suparti berdebar dan kuatir.
Apakah laki-laki penolongnya ini bukan pemimpinKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
404
perampok? Jika sampai terjadi begitu, ibarat lepas
dari mulut harimau jatuh ke mulut buaya.
Untung sekali, kekuatiran Suparti ini segera
tertolong oleh ucapan salah seorang dari mereka.
"Bendara! aih... hamba semua tadi
kebingungan."
"Ha-ha-ha-ha, tak perlu ribut," sahut Sumirang.
"Yang penting, sekarang kamu sudah bertemu
dengan aku, dan selamat bukan?"
"Benar bendara, tetapi tentu saja hamba semua
ini amat kuatir."
Tetapi kemudian perhatian semua prajurit itu
beralih ke arah Suparti yang cantik dan berdiri tak
jauh dari Sumirang. Mengapa gadis itu sekarang
mengenakan kain panjang junjungannya, dan
junjungan itu sekarang tanpa kain panjang?
"Bendara, hamba akan pergi mengambil," kata
salah seorang.
"Mengambil apa?"
"Mengambil pengganti kain panjang bendara."
"Tidak perlu. Kita akan segera kembali kesana."
Tubuh Suparti menggigil karena takut. Perasaan
gadis ini menjadi tidak keruan. Hatinya bertanya
tanya, siapakah bangsawan yang telah menolongKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
405
dirinya ini? Ingin bertanya tetapi mulut seperti
terkancing. Maklum, dirinya gadis desa dan tidak
pernah bergaul dengan bagsawan.
Tiba-tiba ketenangan rimba itu dikuak suara
aneh.
"Kek-kek-kek... kek-kek-kek....."
Semua orang mengalihkan pandang mata ke
arah suara aneh itu. Suparti menutup mukanya
dengan telapak tangan, dan tubuhnya gemetaran
ketakutan. Sendi lututnya menjadi lemas dan
terhuyung.
Untung Sumirang waspada. Secepat kilat ia
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengulurkan tangan memeluk gadis itu, hingga
tidak roboh.
"Aku takut dia itulah.. dia itulah.. " rintih
Suparti sambil membalas memeluk.
"Jangan kuatir diajeng. Dia akan aku usir!" sahut
Sumirang mantap. "Dia seorang diri takkan mampu
melawan aku dan orang-orangku. Sekarang
menyingkirlah, dan akan aku binasakan dia".
"Aku takut... aku takut..." rintih Suparti sambil
mempererat pelukannya.
"Jika engkau begini, bagaimana aku dapat
mengusir dan membinasakan orang itu? Tenangkan
hatimu. Orang-orangku akan melindungimu."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
406
Sumirang memanggil para hambanya untuk
melindungi keselamatan Suparti. Yang diperintah
tak seorangpun membantah. Dan atas
perlindungan berlasan orang ini Suparti terhibur. Ia
duduk di sebuah batu.
"Kek-kek-kek... kek-kek-kek... siapa berani
mengacau kesenanganku?!" teriaknya sambil
berloncatan seperti katak.
Sumirang berdebar melihat orang yang baru
muncul ini. Bukan saja tubuhnya tidak lumrah
manusia, tetapi gerakannya seperti kodok.
Laki-laki yang baru muncul itu tubuhnya kerdil,
pendek sekali. Kepalanya gundul kelimis seperti
habis dicukur, tetapi berjenggot dan berkumis.
Mata orang itu menakutkan sekali, sebesar jengkol
dan menonjol keluar seperti mau copot. Hidungnya
juga berbeda sekali dengan hidung manusia biasa.
Hidung itu bundar seperti terong dan warnanya
merah. Bentuk orang itu lucu sekali, hingga di luar
sadarnya baik Sumirang maupun semua prajurit itu
mentertawakan riuh sekali.
"Kek-kek-kek-kek, kurang ajar! Siapa yang
kamu tertawakan?" bentak orang kerdil itu, sambil
kemudian berdiri berkacak pinggang. Matanya yang
kasar seperti jengkol itu mendelik, membuat orang
yang dipandang bergidik.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK
407
Melihat bentuk tubuh orang yang aneh itu
sekarang Sumirang menjadi sadar, mengapa
Suparti ketakutan setengan mati. Agaknya bukan
bentuk badan saja yang aneh, akan tetapi juga
tingkah lakunya. Kalau tingkah lakunya lumrah
manusia, tentunya tidak akan sampai hati
membuat Suparti bugil, kemudian diikat di atas
batu.
Karena mempunyai cacat kerdil dan aneh ini,
Dewi Tombak Karya Unknown Malaikat Dan Iblis Angels And Demons Pendekar Slebor 55 Alengka Bersimbah
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama