Ceritasilat Novel Online

Ki Ageng Ringin Putih 6

Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat Bagian 6

maka si kerdil gampang sekali tersinggung.

Gampang marah dan melakukan perbuatan yang

gila. Lebih-lebih apabila perasaan si kerdil ini sudah

tersinggung oleh sikap perempuan yang menghina,

dia dapat berbuat ganas dan kejam seperti

binatang buas.

Apa yang terjadi dengan Suparti, tidak lain

karena dia tersinggung dan marah. Suparti

ketakutan dan jijik sekali, maka bukan saja

menolak tetapi juga mencaci-maki. Mendengar

caci-maki orang dan merasa terhina, dia menjadi

marah. Kemudian Suparti hanya merasakan

sambarang angin di sekeliling tubuhnya. Tahu-tahu

dirinya sudah tidak berbusana lagi, karena semua

pakaian sudah cabik-cabik oleh renggutan tangan

si kerdil. Suparti yang malu dan marah, kemudian

pingsan. Dan ketika siuman, telah terlentang di

atas batu dengan tangan dan kaki terikat.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

408

Si kerdil ini memang tokoh aneh dan liar.

Keanehan dan keliarannya ini, sesungguhnya oleh

sikap orang sendiri pula yang tidak adil. Manusia

hidup di dunia ini lahir atas kehendak Tuhan yang

sudah tidak dapat dibantah lagi. Mengapa cacat

tubuh orang dihina dan diremehkan?

Begitulah keadaan yang sebenarnya. Karena

bertubuh kerdil ini dia dikenal dengan sebutan si

Kunting. Akan tetapi si kerdil ini sendiri, kalau

mengaku namanya, Danyang Ilu-Ilu.

Tetapi celakanya para prajurit itu merasa geli.

Maka kendati si kerdil berkacak pinggang dan

marah-marah, mereka tetap saja ketawa riuh.

"Kek-kek-kek-kek, kurang ajar!" bentak si

Kunting alias Danyang Ilu-Ilu. Dan tiba-tiba saja

tubuhnya yang kecil itu melesat.

Wut... prak plak plak... aduh biyung... ah aduh"

Ternyata begitu tubuhnya melesat, gerakannya

cepat sekali. Sebelum mereka sadar, si kerdil telah

membagi pukulan kepada para prajurit. Mereka

tidak dapat menghindar, sedang Sumirang sendiri

tidak sempat melindungi.

Kenyataannya kaki dan tangan si kerdil ini

memang kecil dan pendek. Tetapi walaupun begitu,

akibat pukulannya mengejutkan. Di antara para

prajurit itu, kepalanya ada yang menjadi benjol,

ada yang pipinya bengkak, pelipisnya tumbuhKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

409

benjolan sebesar telor, dan ada pula yang mulutnya

berdarah.

Sumirang kagum berbareng kaget. Nyata

sekalipun kerdil, tangan orang ini keras. Dalam

menghadapi, ia berjanji akan bertindak hati-hati.

"Hai kisanak!" bentak Sumirang. "Mengapa

engkau meneyerang orang tidak bersalah?"

Si kerdil mendelik sambil berkacak pinggang.

Sahutnya, "Apa? Tidak salah? Mereka sudah

mentertawakan aku. Untuk itu mereka harus aku

beri hadiah bogem mentah. Dan kau huh, apa

sebabnya engkau datang ke mari dan mengacau

rencana dan kesenanganku? Aku sedang

menghukum isteriku sendiri agar mau tunduk.

Tetapi mengapa dia engkau lepaskan dari

belenggu?"

Sumirang tersenyum mendengar kata-kata si

kerdil ini. Lalu, "lsterimu? Hemm, dia bilang engkau

telah menculik secara paksa. Dan dia juga tidak

sudi menerima kehadiranmu sebagai suami."

"Apa?" sepasang mata yang menonjol keluar itu

membelalak seperti mau copot. "Bukan isteriku?

Bohong! Hayo, lekas kembalikan kepadaku

sebelum aku marah."

Kalau saja Suparti sekarang ini tidak dalam

ketakutan setengah mati, tentu perempuan iniKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

410

membantah. Tetapi karena ketakutan, mulut

perempuan ini seperti terkancing.

Sumirang pun tahu keadaan perempuan itu. Ia

kasihan sekali. Katanya kemudian, "Kisanak, aku

minta agar engkau mengerti tentang perbuatanmu

yang keliru dan tidak baik. Sekarang engkau jangan

mengganggu dia lagi, dan pergilah!"

"Apa? Pergi? Huh, enak saja engkau membuka

mulut!" bentak si kerdil tambah marah. "Pendeknya

kau serahkan kembali atau tidak isteriku itu? Aku

sudah memutuskan bahwa dia harus menjadi

isteriku. Dan tidak seorangpun dapat menghalangi

maksudku ini. Tahu?"

Sumirang masih bersikap sabar. Jawabnya,

"Dengan sikapmu seperti itu, berarti engkau ingin

memaksakan kehendak sendiri. Itu tidak baik, dan

engkau harus menghentikan semua perbuatanmu

yang tidak baik itu."

"Apa? Tak baik? Huh-huh, sekarang tak perlu

banyak mulut, Pendeknya engkau serahkan atau

tidak isteriku itu?"

Sumirang tersenyum dingin. "Kalau tidak, mau

apa?"

"Kurang ajar! Jangan membanggakan diri

engkau bertubuh lebih besar dibanding aku.

Sekalipun aku kecil, aku sanggup menghajarKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

411

engkau. Tahu? Hemm, mumpung aku masih bisa

sabar. Kembalikan isteriku dan habis perkara.

Tetapi jika engkau nekat, rasakan sendiri kerasnya

pukulanku."

"Baik! Pendeknya akupun tidak membiarkan

engkau berbuat sewenang-wenanng kepada

perempuan tak bersalah itu. Jika engkau tak lekas

pergi, akupun dapat memerintahkan para prajurit

ini, untuk mencincang tubuhmu."

"Babo babo!" si kerdil membusungkan dadanya

yang kecil sambil menepuk dada sendiri. "Perintah

kan gentong-gentong kosong itu untuk

mengeroyok aku. Makin banyak makin baik. Heh
heh-heh....."

Tantangan si kerdil ini, akhirnya memanaskan

telinga beberapa prajurit. Mereka memang tahu

akibat dari pukulan si kerdil tadi. Akan tetapi apa

yang terjadi, nyatanya di luar dugaan sehingga

prajurit tidak siap diri. Kalau dalam keadaan siaga,

mana mungkin? Di samping itu, orang kerdil ini

hanya kecil saja. Mungkinkah menghadapi orang

sekecil ini tak mampu?

Lima orang segera maju di depan Sumirang.

Mereka memberikan sembah, dan salah seorang di

antara mereka minta ijin.

"Perkenankanlah hamba berlima maju

menghajar manusia busuk itu, bendara. ApabilaKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

412

dibiarkan manusia sombong itu akan makin kurang

ajar."

Sesungguhnya Sumirang tahu belaka, sekalipun

kerdil, orang ini bukan sembarang orang. Ia dapat

menduga, melihat kecepatannya bergerak. Namun

kalau ia melarang, ia kuatir mereka menjadi tidak

senang dan tersinggung. Maka biarlah lima orang

ini mencoba maju dan melawan. Apabila ternyata

lima orang prajurit ini bukan lawan si kerdil, kiranya

belum terlambat untuk turun tangan sendiri.

"Baiklah," katanya kemudian. Lalu nasihatnya.

"Tetapi kamu harus hati-hati. Sekalipun kerdil, dia

sakti."

"Terima kasih bendara," lima prajurit itu

gembira. Kemudian mereka meloncat bangkit dan

menghadapi si kerdil dengan senjata di tangan.

"Kek-kek-kek... kamu mau apa?" ejek si kerdil.

"Hunus senjatamu. Dan mari kita coba. Apakah

kau sanggup melawan kami?"

"Kek-kek-kek-kek... melawan kamu saja, tangan

dan kakiku ini sudah cukup."

Jawaban itu membuat para prajurit tak kuasa

menahan sabar lagi. Salah seorang yang bertindak

sebagai pemimpin, segera memberi aba-aba,

"Serbu!"Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

413

Lima orang prajurit itu dengan tangkas segera

bergerak dan mengurung. Kemudian lima batang

senjata, terdiri dari dua batang tombak dan tiga

batang golok, menyambar hampir berbareng.

"Slut... wut... trangg...!" lima prajurit ini kaget

dan pucat, ketika senjata masing-masing

berbenturan sendiri, dan tahu-tahu si kerdil telah

lenyap.

Mereka baru sadar ketika salah seorang harus

menghindar sambil menyabatkan goloknya.

"Kek-kek-kek-kek, kamu tak dapat melawan

aku..." ejek si kerdil.

Gerakan si kerdil ketika menghindari serangan

lima batang senjata itu memang mengagumkan

sekali. Bukan saja didukung tubuhnya yang pendek

kecil. himgga dapat menyelinap den keluar dari

kepungan. Tetapi juga si kerdil ini memang amat

gesit. Ia tadi menjatuhkan diri, kemudian sambil

tiarap telah melejit keluar lewat sela-sela kaki

lawan.

Setiba di luar, si kerdil segera menghantam

pantat salah seorang. Untung saja yang dipukul

waspada, hingga meleset.

Segera terjadi perkelahian sengit. Tetapi

sesungguhnya tidak mirip perkelahian, melainkan

seperti lima ekor kucing memperebutkan seekorKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

414
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tikus sakti. Tikus itu malah membuat lima ekor

kucing kelabakan.

Tubuhnya yang pendek kecil dan gerakannya

yang cepat dengan lompatan pendek membuat

setiap sabatan golok dan tikaman tombak selalu

luput.

Malah berkali-kali terdengar suara benturan

senjata, dan si kerdil terkekeh mengejek. Semua ini

membuat Sumirang kagum di samping bersabar.

Nyatalah bahwa si kerdil ini memang tangguh.

Kemudian Sumirang menjadi kuatir pula, apabila

lima prajurit itu celaka di tangan si kerdil. Maka

terpikir untuk segera memerintahkan mundur.

Tetapi belum juga sempat membuka mulut

memerintahkan para prajurit itu mundur, sudah

terdengar suara plak-plok disusul jerit ngeri. Apa

yang terjadi membuat para prajurit lain yang

menonton pucat wajahnya. Sebab lima orang itu

telah roboh tewas di atas tanah dan dada mereka

pecah.

"Kek-kek-kek-kek, siapa ingin maju dan mampus

lagi?" tantangnya.

Gigi Sumirang gemeretak saking marah.

Sepasang matanya merah, kemudian bentaknya

menggeledek, "Keparat. Engkau manusia keji."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

415

Si kerdil sudah berhadapan dengan Sumirang. Si

kerdil bertolak pinggang sambil mengejek, "Kek
kek-kek-kek, aku manusia dan engkau manusia.

Kalau aku keparat, engkau juga keparat. Jika

engkau tidak segera mengembalikan isteriku, huh,

engkau pun akan mengalami nasib sama dengan

orang-orang itu."

"Jangan sombong. Cabut senjatamu dan kita

mulai."

"Aku cukup dengan dua tangan dan kaki.

Ambillah senjatamu."

"Mari kita coba dengan tangan kosong."

Sumirang cukup hati-hati. Ia mengerti gerakan si

kerdil gesit dan tubuhnya ringan. Jika dirinya

terpancing, dirinya sendiri akan rugi. Sumirang

tahu, dirinya mempunyai tangan dan kaki lebih

panjang. Apabila menjaga diri secara rapat, lawan

takkan berhasil menerobos pertahanannya.

Begitulah. Dua orang ini segera terlibat

perkelahian tangan kosong yang sengit. Tubuh si

kerdil berkelebatan cepat sekali dengan loncatan
loncatan, menerobos ke sana dan ke mari. Kaki dan

tangan yang pendek itu selalu menyerang bertubi
tubi mencari lowongan. Akan tetapi karena

pertahanan Sumirang rapat sekali, serangan itu

kandas.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

416

Semua prajurit kagum. Sekarang para prajurit

itu terbuka matanya, bahwa sang junjungan jauh

lebih tinggi kepandaiannya di banding mereka.

"Plak plak...!" benturan nyaring sering terjadi.

Akibatnya tubuh si kerdil terpental beberapa

meter jauhnya. Namun secepat kilat telah meloncat

dan menyerang lagi. Gerakannya mengagumkan,

gesit seperti seekor tupai.

Beberapa saat kemudian tubuh si kerdil

terlempar oleh pukulan Sumirang. Si Kerdil

berjungkir balik beberapa kali. Para prajurit

menduga tentu si kerdil kali ini tak dapat bangun

lagi. Karena itu para prajurit bersorak gegap

gempita.

Tetapi ternyata dugaan mereka salah, Si kerdil

tidak roboh, cepat bangkit berdiri, malah kemudian

si kerdil segera berjongkok dalam sikap seperti

katak. Menyusul kemudian terdengar suara kok kok

kok seperti suara katak bangkong.

Semua prajurit heran dan tak mengerti. Mereka

mengamati dengan pandang mata heran.

Sumirang terkesiap. Teringatlah ia akan pesan

gurunya yang sudah tiada. Apabila seseorang

dalam berkelahi bersikap seperti katak dan

terdengar suara kok kok kok, itu merupakan

pertanda orang itu memiliki Aji "Kodok Brama"Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

417

(katak api). Pukulan dengan aji seperti ini amat

berbahaya, sebab dapat menimbulkan keracunan.

Satu-satunya jalan menggagalkan serangan itu,

hanya dengan Aji "Gelap Ngampar".

Akan tetapi menggunakan Aji "Gelap Ngampar"

ini disertai bentakan menggeledek. Orang-orang di

sekitarnya akan ikut menderita kala mana

telinganya tidak ditutup rapat-rapat. Padahal

sekarang ini, hadir para prajurit pengiring, juga

Suparti.

"Prajurit!" teriaknya. "Tutup telingamu rapat
rapat!"

Para prajurit heran mendengar perintah itu.

Tetapi sekalipun heran tetap saja mereka menurut

perintah.

Ketika si kerdil mengangkat dua belah tangan

untuk memukul ke depan, Sumirang telah

mengetrapkan Aji "Gelap Ngampar" dan

membentak, "Pergi!"

Suara menggeledek dan memekakkan telinga

serta bisa membuat jantung rontok menggema di

tempat itu. Tubuh si kerdil terlempar sampai

beberapa tombak. Kemudian menggeletak di tanah

tak berkutik,.

Prajurit yang kurang rapat menutup telinga, ikut

pula roboh dan pingsan. Sedang yang menutupKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

418

telinga rapat-rapat hanya merasakan jantung

terguncang hebat dan kaget.

"Bendara....."

Teriakan itu membuat Sumirang kaget dan urung

menghampiri si kerdil. Dengan gugup Sumirang

melompat ke arah Suparti. Perempuan yang

pingsan itu kemudian dalam pondongannya.

"Kembali ke kemari!" perintahnya, dan Sumirang

mendahului.

Suparti roboh pingsan akibat gadis desa ini tidak

tahu maksud dari perintah Sumirang. Ia tadi

memang mendengar, dan juga menutup telinga,

hanya saja kurang rapat. Untung bentakan Aji

"Gelap Ngampar" tadi ditujukan kepada si kerdil.

Walaupun pingsan, deritanya tidak sehebat si

kerdil. Sesudah dirawat beberapa saat, Suparti

siuman dan tak menderita sesuatu.

Garam di laut, asam di gunung, tidak urung

ketemu di kuali. Agaknya memang sudah kehendak

Tuhan. Begitu bertemu dan melihat kecantikan

Suparti, putera Bupati ini jatuh cinta. Perempuan

itu kemudian diboyong ke rumahnya, dinikah

sebagai isteri dan dicintai penuh kasih.

Kiranya Suparti akan hidup mulia sebagai isteri

Sumirang, apabila tidak terjadi peristiwa yang

menyusul kemudian.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

419

Tiada asap tanpa api. Begitu pula yang terjadi

dengan Sumirang ini. Kendati dalam memperisteri

Suparti sudah dirahasiakan, tidak urung diketahui

ayahnya.

Bupati amat marah. Perkawinan itu oleh Bupati

dlanggap menurunkan derajat. Ayah Sumirang

menyuruh menangkap Suparti kemudian agar

dibunuh di hutan, di saat Sumirang tidak di rumah.

Peristiwa itu merupakan pukulan batin bagi

Sumirang. Dan hampir saja ia membunuh diri.

Tiba-tiba Kiageng Ringin Putih terhuyung. Lalu

mengeluh lirih, "Ah Parti... isteriku....."

Kemudian ia duduk terengah-engah. Seakan

wajah Suparti terbayang kembali di depan

matanya.

Untung juga Kiageng Ringin Putih cepat dapat

menguasai perasaan. Kemudian ia bangkit berdiri

dan meneruskan perjalanan.

Tak lama kemudian kakek ini bertemu dengan

sungai yang airnya dalam dan deras. Ia sudah akan

menyeberang sungai itu, tetapi langkahnya tiba
tiba ditunda ketika mendengar langkah orang

berlarian. Tak lama kemudian muncul seorang

gadis muda yang berlarian sambil berurai air mata

menuju sungai. Menyusul kemudian di belakang,Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

420

banyak kaki berlarian mengejar, dan ada pula yang

berteriak.

"Minah, berhenti!"

Tetapi gadis itu tidak juga menghentikan

langkahnya dan tetap saja mendekati sungai yang

dalam itu.

Tiba-tiba Kiageng Ringin Putih terkesiap. Secepat

kilat ia melompat, tahu-tahu gadis itu sudah

memekik dan meronta dalam pondongan kakek itu.

"Aihh... lepaskan!"

Dengan halus Kiageng Ringin Putih bertanya

"Sabar anakku. Apa sebabnya engkau mencebur

sungai ini?"

"Bukan urusanmu. Lepaskan aku... biar mati

saja..." pekik gadis itu sambil memberontak.

"Sabarlah! Dengan alasan apapun membunuh

diri tidak baik!" bujuknya. "Anakku, semua masalah

di dunia ini akan dapat diselesaikan. Mengapa

semuda engkau sudah putus asa? Tenanglah

anakku, dan ceritakan masalahmu kepadaku."

Bujukan kakek ini berpengaruh juga. Gadis ini
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengamati wajah tua itu sambil sesenggukan

menangis. Sambatnya, "Tetapi biarkan aku mati

saja kek... daripada harus dipaksa kawin dengan

bandot tua itu....."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

421

"Bandot tua yang mana?" tanyanya sambil

mengurut jenggotnya.

"Huh-hu-hu, orang kaya itu... yang lebih tua dari

ayahku....."

Terdengar suara kaki berat berlarian. Menyusui

teriakan.

"Hai Minah! Mengapa di situ? Hayo cepat

pulang!"

"Aihh...!" tiba-tiba gadis itu melompat untuk lari

sambil berteriak.

Akan tetapi mana mungkin dapat pergi, justeru

di dekatnya terdapat Kiageng Ringin Putih? Sambil

memegang lengan itu ia membujuk.

"Sabar anakku, jangan gelisah. Jika engkau tak

mau, tidak seorangpun dapat memaksa."

Sebenarnya saja Kiageng Ringin Putih tak ingin

mencampuri urusan orang lain. Akan tetapi melihat

kesedihan dan kenekatan gadis ini, yang ingin

membunuh diri kalau dipaksa kawin dengan

"bandot tua", diam-diam Kiageng Ringin Putih

curiga. Ia menduga di belakang peristiwa ini tentu

terselip hal-hal yang tidak beres.

Ketika itu beberapa orang laki-laki yang tadi

mengejar sudah datang dan menghampiri. Mereka

mengamati orang tua itu dengan pandang mataKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

422

curiga. Mengapa Minah sekarang malah duduk

berduaan dengan seorang kakek renta?

"Minah!" teriak ayahnya marah. "Hayo pulang!

Apakah engkau sengaja membuat malu orang

tuamu sendiri?"

"Tidak... hu-hu-hu... lebih baik mati..." ratap

gadis ini.

"Memang daripada engkau memalukan orang tua

lebih baik mati!" teriak ayahnya gemas. Kemudian

ia maju ke depan, tangannya bergerak untuk

menggelandang anak yang dianggap bandel itu.

"Sabarlah, mari kita duduk," bujuk Kiageng

Ringin Putih.

Begitu diperintah Kiageng Ringin Putih, mereka

terpengaruh. Tanpa membuka mulut orang-orang

itu duduk di depan kakek ini, di atas batu dan akar

pohon.

Setelah mengamati seorang demi seorang

sekilas, kakek ini berkata halus tetapi berpengaruh,

"Anakku semuanya, aku seorang tua renta yang

belum kenal dengan kalian. Akan tetapi maafkan

aku, terpaksa ikut mencampuri urusan ini, ketika

aku melihat bocah ini melompat dan berusaha

membunuh diri di sungai itu."

Mendengar ini mereka baru sadar bahwa orang

tua ini telah menyelamatkan Minah. PandanganKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

423

mereka berubah. Ayah gadis itupun tanpa malu

membungkuk memberi hormat sambil berkata,

"Ohh, terima kasih atas pertolongan paman, hingga

anak saya selamat."

Kiageng Ringin Putih mengangguk-angguk

sambil mengusap jengotnya yang panjang. Tetapi

tidak menjadi bangga atas ucapan orang yang

menyatakan terima kasih itu.

"Jadi, bocah ini anakmu?"

"Benar! Dan sore nanti menjadi pengantin."

"Aku tak mau... lebih baik mati..." jerit gadis itu.

"Apa? Apakah engkau akan memalukan orarg

tuamu yang sudah mengundang orang? Apakah

engkau ingin mencelakakan orang tuamu sendiri?"

"Siapa sudi... kawin dengan bandot tua itu?"

"Hush! Jangan lancang membuka mulut, Minah.

Siapa yang berani menentang ndara Nilohartono?

Anakku, engkau harus pulang dan menjadi

pengantin."

"Tidak... aku mati saja....."

Minah sudah melompat lagi ingin menuju sungai.

Tetapi usahanya gagal, karena tangan Kiageng

Ringin Putih bergerak lebih cepat.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

424

"Anak, percayalah kepada kakek dan jangan

putus asa," bujuknya. "Aku ingin mendengar

keterangan ayahmu lebih dulu."

Minah tidak menjawab. Ia mermndukkan kepala

sambil menangis.

"Anak," kata kakek ini sambil mengamati ayah

gadis itu. Sesungguhnya aku memang tidak berhak

mencampuri urusan ini. Tetapi mengingat anakmu

menolak dan ketakutan seperti ini, inginlah aku

mendapat penjelasan. Apakah sebabnya anak

memaksa kawin bocah ini dengan orang tua?"

Karena melihat kakek ini hanya seorang tua

berkeriput, ayah gadis itu menjawab ketus,

"Hemm, siapakah yang tidak gemas menghadapi

anak bandel seperti dia ini? Anak perempuan akan

mempermalukan dan mencelakakan orang tua

sendiri. Huh, tidak seorangpun dapat menolak

kemauan ndara Nilohartono. Orang yang berani

melawan kehendaknya akan celaka. Itulah

sebabnya aku memaksa Minah agar mau kawin

dengan dia."

Seorang laki-laki setengah tua memperkuat.

Katanya, "Benar! Siapa yang berani menentang

kehendak ndara Nilohartono tentu celaka. Maka

seorang anak gadis yang baik, harus sedia

berkorban untuk menyelamatkan keluarganya."

"Tapi aku lebih baik mati..." pekik Minah.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

425

Sekalipun belum jelas, Kiageng Ringin Putih

sudah dapat menduga sebabnya. Agaknya orang

kaya bernama Nilohartono, mempunyai kekuasaan

dan pengaruh yang besar sekali. Hingga tidak

seorangpun penduduk desa sekitar ini berani

melawan dan menentang kehendaknya.

Menggunakan pengaruh kekayaan, dia melakukan

tekanan. Di samping tekanan, kiranya Nilohartono

menggunakan kekerasan dan kekejaman. Hingga

semua orang ketakutan.

"Aku mengerti alasanmu anak", katanya

kemudian. "Akan tetapi sebaliknya akupun

mengerti alasan bocah ini. Apabila dipaksa tentu

membunuh diri. Hemm, menurut pendapatku lebih

baik begini. Batalkan rencana perkawinan itu,

kemudian akulah yang akan mengurus soal ini

hingga beres."

Wajah gadis itu tiba-tiba pucat. Teriaknya.

"Apakah sangkamu begitu mudah berurusan

dengan dia. Paman, engkau sudah tua. Lebih baik

engkau mengurusi dirimu sendiri saja dan tidak

mengurus masalah berbahaya ini. Siapakah yang

akan tega menyaksikan engkau harus menghadapi

kekejaman tukang-tukang pukulnya?"

Kiageng Ringin Putih tersenyum. Jawabnya

halus, "Sungguh kebetulan sekali kalau orang

memukul dan menyiksa aku sampai mati. Aku

sudah tua dan sesungguhnya aku sudah bosanKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

426

hidup. Tidak perlu kalian pikirkan lagi hidup dan

matiku. Sekarang tunjukkanlah di mana rumah

orang itu."

Tentu saja semua orang yang hadir tidak

percaya. Malah semua orang menjadi kuatir,

apabila perbuatan orang tua ini merembet kepada

semua penduduk. Hingga dengan mudah

Nilohartono akan menuduh penduduk mencari

bantuan. Tentu Nilohartono marah bukan main.

"Kakek!" ujar seorang muda yang tubuhnya

gagah dan mempunyai kumis tebal. "Engkau

jangan main-main. Apa yang engkau akan lakukan,

bisa menyebabkan semua penduduk desa menjadi

korban. Tukang-tukang pukul ndara Nilohartono

galak sekali, jumlahnya cukup banyak. Huh, lebih

baik engkau pergi dan jangan mencampuri urusan

ini."

"Benar!" sambung orang muda yang lain. "Yang

muda-muda saja tidak berani melawan. Mengapa

engkau yang sudah tua menjual lagak? Sudahlah

kakek, pergilah dan jangan membual kosong di

sini."

Kendati direndahkan, kakek ini tersenyum dan

tidak marah. Ia tidak membuka mulut. Tetapi tiba
tiba tangan kanannya bergerak dan menancapkan

ranting kayu yang dipegang ke batu tak jauh dari

tempatnya duduk.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

427

Batu hitam itu keras sekali. Akan tetapi tanpa

kesulitan kakek ini dapat menancapkan ranting

kayu itu ke batu, seperti ke tanah yang lembek.

Semua orang yang menyaksikan terbelalak dan

mulutnya melongo saking kagum. Apa yang mereka

saksikan ini merupakan keajaiban. Sesuatu yang

langka dan tidak bisa dipercaya, dapat dilakukan

manusia. Mendadak saja semua orang

menjatuhkan diri duduk bersila sambil memberikan

sembah.

Mengapa tiba-tiba mereka berbuat seperti itu?

Penduduk desa ini masih sederhana caranya

berpikir. Melihat keajaiban yang terjadi di depan

matanya, orang-orang segera beranggapan, orang
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tua yang tampak di depannya ini bukan manusia

sebenarnya. Tetapi penjilmaan dari yang

"mbaureksa" yang menjaga desanya. Yang

baureksa itu menjilma menjadi manusia untuk

menolong penderitaan penduduk.

Kiageng Ringin Putih sendiri menjadi kaget

berbareng heran. Sesungguhnya apa yang telah

dilakukan tadi di luar kemauannya sendiri. Untuk

apa harus pamer kesaktian di depan orang orang

ini? Tetapi karena mereka tidak yakin dan tak

percaya, maka orang-orang ini harus dibuat

percaya.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

428

"Ah, kalian jangan memberi sembah seperti itu.

Kembalilah duduk di tempat semula," katanya

sambil menggerakkan tangan.

Tiba-tiba semua orang yang duduk bersila di

depan kakek itu, merasa seperti diangkat oleh

kekuatan tidak nampak. Di luar kehendak sendiri,

mereka telah kembali ke tempat duduk semula.

Tentu saja peristiwa ini menambah hormat dan

ketakutan mereka, dan makin percaya bahwa

orang tua ini penjilmaan yang "mbaureksa".

"Kyai, kami mohon pertolongan agar dapat

dibebaskan dari gangguan orang kaya yang tamak

dan kejam itu," ayah si gadis memberanikan diri

mewakili yang lain.

"Cobalah engkau terangkan perbuatan apa saja

kah, yang sudah dilakukan orang kaya itu?"

Beberapa orang berebut bercerita. Kesimpulan

dari cerita mereka itu sebagai berikut.

Nilohartono menjadi seorang kaya-raya, karena

kejam dan tak kenal ampun kendati terhadap famili

dan tetangga sendiri. Orang yang membutuhkan

uang dan pinjam kepadanya, bunganya berat.

Orang yang pinjam dan tidak dapat mengembalikan

tepat waktu, pada mulanya dibiarkan saja tanpa

ditagih. Dia baru menagih sesudah bunga berlipat
ganda dari pinjaman pokoknya. Kalau sampai

terjadi si peminjam tidak dapat mengembalikanKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

429

pinjamannya itu, dilakukan perampasan terhadap

tanah sawah, ladang, atau barang milik yang lain,

dan tidak terkecuali perempuan.

Kepala Desa tidak berani berbuat apa-apa karena

lakut akan pengaruh Nilohartono. Pengaruh uang

suapnya kepada orang-orang yang berkuasa di atas

Lurah Desa, menyebabkan Lurah Desa ini

mendapat teguran keras.

Kaki tangan dan tukang pukulnya banyak, kejam

dan ganas. Hidup Nilohartono tidak bedanya raja

kecil di desa itu. Kekuasaannya jauh di atas Kepala

Desa sendiri. Dalam usaha mengumpulkan

kekayaan dengan memeras penduduk sekitarnya,

dia tidak segan-segan menggunakan akal jahat.

Mereka yang diincar, orang-orang yang beristeri

cantik dan mempunyai gadis cantik.

Sesungguhnya orang tua Minah yang bernama

Kromoharjo ini, seorang yang hidupnya hati-hati

dan rajin sekali, di samping hidupnya sederhana.

Sekeluarga hidup dari sepetak sawah dan

kebunnya, kendati tidak banyak tetapi tidak pernah

kekurangan. Namun sesudah Nilohartono

mengincar Minah, dia terjebak oleh akal jahat

Nilohartono. Hingga tanpa dapat berkutik lagi sedia

menyerahkan Minah untuk diperisteri Nilohartono.

Kalau perempuan-perempuan itu diperisteri

benar benar seperti layaknya laki-laki beristeri,Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

430

kiranya para orang tua tidak keberatan mempunyai

menantu orang kaya seperti Nilohartono. Tetapi

karena setiap perempuan itu hanya habis manis

sepah dibuang, maka setiap orang tidak rela.

Akal jahat yang menyebabkan Kromoharjo

terjebak ini, caranya hampir tidak berbeda dalam

menjebak korban yang lain.

Sawah milik orang yang diincar itu, tiba-tiba saja

rusak dan tidak dapat panen lagi. Semua itu tidak

lain hasil pekerjaan orang-orang upahan

Nilohartono. Mereka yang menderita tak dapat

berbuat apa-apa. Di samping takut juga tidak

mempunyai bukti cukup. Dan kalau toh mempunyai

bukti, tidak urung laporannya tidak memperoleh

tanggapan wajar karena penguasa sudah menerima

suap.

Yang terjadi pada sawah Kromoharjo lebih

menyedihkan lagi. Padi di sawah yang subur dan

mulai berbuah, dan merupakan tumpuan harapan

sekeluarga, pada suatu pagi telah rusak. Butir-butir

padi yang belum tua itu sudah terpotong. Hingga

Kromoharjo tidak dapat panen.

Kemudian Kromoharjo memperbleh tawaran

padi, beras dan uang dari Nilohartono sebagai

pinjaman. Kromoharjo semula menolak dan

bertekat tidak akan meminjam. Dengan persediaanKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

431

padi yang masih ada Kromoharjo membuat

pembibitan padi.

Pada waktu dicabuti dan ditanam dengan

bantuan para tetangga. Akan tetapi apa yang

terjadi pagi esok paginya? Tanaman padi itu sudah

hancur seperti usai dibajak.

Bisa dibayangkan betapa derita keluarga ini,

justeru hidup menggantungkan hasil sawah.

Semula Kromoharjo sekeluarga masih dapat

bertahan dengan menjual barang miliknya. Akan

tetapi setelah batang miliknya habis terjual untuk

kebutuhan, akhirnya Kromoharjo terpaksa minta

pinjaman kepada Nilohartono.

Hutang yang tidak seberapa jumlahnya itu,

kemudian bunganya menjadi bertumpuk-tumpuk

karena tidak segera dapat melunasi. Pada akhirnya

terjadilah perundingan, hutang lunas dan masih

ditambah sejumlah uang, asal saja Minah

diserahkan kepada Nilohartono.

"Hemm," Kiageng Ringin Putih menghela napas,

dalam usaha menahan marah. Apabila dibiarkan

terus, perbuatan ini akan lebih jahat lagi di samping

kejam. Maka ia bertekat harus menyelesaikan

urusan ini lebih dahulu, sebelum ia memikirkan

urusannya sendiri.

"Akan aku urus dan selesaikan sekarang juga

orang kaya bernama Nilohartono itu. MariKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

432

tunjukkanlah. Di manakah rumah dia?" katanya

kemudian sambil berdiri.

"Marilah kyai."

Tanpa rewel lagi Minah sedia diajak pulang.

Dengan langkah perlahan, Kiageng Ringin Putih

diiringkan para penduduk desa menuju rumah

Nilohartono.

Semula yang mengikuti Kiageng Ringin Putih

hanya belasan orang saja. Tetapi makin dekat

dengan rumah Nilohartono, jumlah semakin

banyak.

Terbangun semangat orang-orang desa ini untuk

melakukan perlawanan kepada orang kaya yang

jahat itu. Akan tetapi walaupun begitu, di antara

mereka masih ada yang kuatir kalau orang tua ini

celaka.

Rumah Nilohartono di samping luas juga kokoh

dan kuat. Pekarangan dilindungi tembok tinggi.

Pintu gerbang yang berpintu dijaga dua orang

bersenjata tombak.

Kiageng Ringin Putih yang sudah tua renta

dengan langkah lebar menuju rumah itu. Orang
orang yang semula mengikuti berhenti agak jauh

karena takut. Hanya beberapa orang yang tadi

menyaksikan kakek itu menancapkan kayu ke batuKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

433

saja yang berani mendekat. Karena percaya akan

kesaktiannya.

Begitu menghampiri pintu, penjaga pmtu gerang

yang galak itu sudah membentak kasar, "Hai

pengemis tua. Pergi."

Penjaga itu sudah mengangkat tombak untuk

memukul. Tetapi sebelum dapat berbuat lebih jauh,

dua orang penjaga itu sudah roboh dengan cara

aneh. Kakek itu hanya menuding dengan ranting

kayu tanpa menyentuh tubuhnya.

Orang-orang yang melihat melongo dan kagum.

Orang tak habis mengerti, mengapa bisa terjadi

begitu. Sedang orang-orang yang menduga kakek

ini penjilmaan dari "yang mbaureksa" desa, dengan

sombong berkata, "Makin yakin hatiku, kakek itu

penjilmaan yang mbaureksa untuk menghukum si

tamak dan jahat. Kalau orang biasa, mana mungkin

hanya menuding dengan kayu saja, orang sudah

roboh?"

"Sungguh mengherankan," orang lain merasa

kagum.

"Mari kita mendekat ke sana. Dan kita lihat apa

yang akan terjadi!" seorang muda mengajak.

"Betul. Mari kita mendekat," sambut yang lain.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

434

"Tetapi, kita jangan hanya menonton. Hayo kita

ambil senjata, kalau perlu membantu dia."

"Benar. Kita harus membantu kakek itu!"

beberapa orang menyambut penuh semangat.

Mereka kemudian berlarian menuju rumah untuk

mengambil senjata apa adanya. Kemudian mereka
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berbondong menuju pintu gerbang orang kaya itu.

Mereka berteriak dan bersorak-sorak, meneriakan

Nilohartono dan orang-orangnya harus ditumpas

habis.

Dua orang penjaga yang tadi roboh telah siuman

kembali. Tetapi wajah mereka menjadi pucat dan

ketakutan ketika melihat arus manusia bersenjata

menuju tempatnya berjaga. Dengan gugup mereka

lari ke dalam dan cepat-cepat menutup pintu.

Maksud penjaga itu akan melapor. Namun

mereka terbelalak kaget ketika melihat di halaman

telah berdiri seorang kakek dan berhadapan

dengan belasan orang kawannya.

Kendati semangat orang-orang desa itu sudah

terbangkit, tetapi tidak berani gegabah masuk

setelah pintu tertutup rapat. Mereka hanya berisik

di depan pintu gerbang.

Di saat orang-orang desa bersenjata itu

memenuhi depan pintu gerbang, datang seorangKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

435

pemuda tegap. Pemuda ini heran melihat ratusan

orang bersenjata dan berkumpul di tempat itu.

"Eh, ada apakah kalian bersenjata dan

berkumpul di tempat ini?" tanya pemuda itu.

Orang-orang semula berisik kaget dan cepat

menghadapi dan memandang pemuda itu. Bagi

mereka, pemuda ini asing. Timbullah kecungaan

mereka, kalau pemuda ini salah seorang pembantu

Nilohartono. Karena itu serempak, mereka

mengurung.

Si pemuda tersenyum. Lalu membungkuk

memberi hormat sambil berkata ramah. "Saudara
saudara semua, jangan cepat salah duga. Aku tadi

secara kebetulan lewat di desa ini dan tertarik

melihat kalian berkumpul dan bersenjata. Timbul

pertanyaan dalam hatiku, apa yang terjadi?"

Melihat keramahan pemuda itu berkurang

kecurigaan mereka. Sebab pembantu Nilohartono

semuanya kasar.

"Saudara datang dari mana? Dan siapa pula

nama saudara?" tanya salah seorang.

"Aku Sunu Prabandaru," sahut pemuda ini.

"Rumahku cukup jauh. Terus terang aku tertarik

melihat kesibukan kalian. Apa yang terjadi di rumah

orang kaya ini?"Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

436

"Orang kaya itu bernama Nilohartono, Dia

hartawan jahat, suka memeras kami. Tetapi selama

ini kami takut melawan karena pembantunya amat

banyak dan galak."

"Tetapi mengapa sekarang berani?"

"Karena ada seorang kakek yang membela kami

Sekarang dia telah di dalam. Dan karena kami

mengkuatirkan keselamatan kakek itu, kami

datang membantu."

"Seorang kakek, dan sudah di dalam? Kalau

begitu biarlah aku membantu."

"Tetapi pintu sudah ditutup. Saudara lewat

mana?"

Sunu Prabandaru tersenyum. Jawabnya, "Ada

jalan lain. Lewat situ!"

Orang-orang melengak heran. Sebab yang

ditunjuk tembok yang cukup tinggi. Mana mungkin?

"Lewat tembok itu?" seorang tua yang merasa

heran tak kuasa menahan mulutnya., "Tembok

setinggi itu, tanpa tangga. apakah dapat lewat?"

"Akan saya coba paman," katanya. Kemudian

masih sambil tersenyum-senyum, pemuda ini

sudah menjejakkan kakinya ke tanah dan wut...

tubuhnya sudah melesat ringan sekali, dan kakinya

hinggap di atas tembok.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

437

Apa yang mereka Iihat itu benar-benar

mengagumkan dan membuat mereka heran.

Akibatnya, tanpa tercegah lagi, mereka bersorak

memuji.

Sorak-sorai rakyat desa itu mengagetkan semua

penghuni rumah Nilohartono. Begitu pula tukang

tukang pukul yang belasan banyaknya, yang

sekarang sedang berhadapan dengan Kiageng

Ringin Putih.

Tadi begitu Kiageng Ringin Putih masuk ke

halaman, para tukang pukul Nilohartono kaget.

Mengapa kakek pengemis ini bisa masuk, dan

penjaga di luar tidak melarang? Maka seorang

tukang pukul muda segera menyongsong kakek itu

sambil menghamburkan makiannya.

"Hai pengemis tua. Enyah dari sini. Engkau

jangan membuat kotor tempat ini. Tahu?"

"Anak, tolong laporkan kepada Nilohartono. Aku

ingin ketemu!" sahut kakek itu halus.

"Apa? Heh-heh-heh!" tukang pukul muda itu

terkekeh mengejek. "Jika tak lekas enyah dari sini,

apakah engkau ingin dipukul seperti anjing?"

"Anak, aku datang ke mari ingin ketemu dengan

pemilik rumah ini, dan tidak ingin ribut."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

438

"Cerewet! bentak orang itu yang tak sabar lagi.

"Apakah engkau ingin diusir dari tempat ini secara

kasar?"

Begitu berkata orang muda ini sudah

mendorong. Menurut pikirannya, sekali dorong

kakek ini tentu roboh.

Namun apa yang terjadi di luar dugaan tukang

pukul muda itu. Bukan orang tua itu yang roboh

terdorong, malah dirinya sendiri yang roboh

terjengkang. Bukan main marahnya tukang pukul

ini, hingga sepasang matanya menyala.

"Bangsat tua! Engkau berani mendorong aku.

Rasakan pukulanku!"

Kalau tukang pukul muda ini tidak bertindak

kasar dan mau menyadari keadaan, kiranya akan

lebih baik. Karena jelas bahwa dia sendiri yang

mendorong, tetapi tubuhnya sendiri yang roboh

terjengkang.

"Aduhh...!" yang memekik kesakitan bukan

kakek itu, tetapi malah si pemukul sendiri. Dengan

meringis kesakitan, tukang pukul muda ini

memegang lengan kanannya yang menjadi

bengkak mandadak.

Masih untung bagi tukang pukul muda ini, bahwa

yang dipukul Kiageng Ringin Putih, dan tidak ingin

mencelakakan. Kakek itu hanya melindungi bagianKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

439

tubuhnya yang dipukul dengan hawa sakti. Dan

tukang pukul muda ini menderita hanyalah karena

tenaganya sendiri kembali memukul diri sendiri.

Akan tetapi suara teriakan tukang pukul muda

itu, telah menarik perhatian kawan-kawannya.

Mereka segera berlompatan ke luar dengan marah.

Lalu menghadapi kakek tua itu dengan siaga. Tentu

saja mereka semua ini menjadi marah. Mereka

takut kepada sang majikan kalau marah,

membiarkan pengemis tua ini masuk ke dalam.

"Pengemis tua yang kotor!" bentak si pemimpin

yang berewok dan bertubuh tinggi besar. "Lekas

keluar dan jangan membuat kotor tempat ini."

Kiageng Ringin Putih menghadapi mereka

dengan tenang. Kemudian katanya sabar, "Aku

bukan pengemis. Aku datang ke mari ingin ketemu

dengan Nilohartono."

"Ha-ha-ha... heh-heh-heh.:. huh-huh-huh..."

para tukang pukul itu segera ketawa riuh

mengejek.

Si pemimpin yang berewok itu menjawab kasar,

"Tidak gampang ketemu dengan majikan kami, hai

pengemis tua. Dan sekarang lebih baik segera

enyah dari sini sebelum aku usir seperti anjing."

Sepasang mata kakek itu menyala. Ia merasa

terhina sekali oleh ucapan ini. Untung ia seorangKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

440

bertapa, sehingga sejenak kemudian telah berhasil

menindas rasa marah itu.

"Anak semua, aku seorang tua. Aku datang

kemari dengan maksud baik. Tetapi mengapa

kalian menyambut diriku secara kasar begini?"

"Tidak perduli. Tidak sembarang orang diijinkan

masuk ke rumah ini. Tahu? Maka lekaslah enyah

dari sini sebelum tinjuku ini memecahkan

kepalamu."

"Engkau toh hanya budak-budak Nilohartono,"

Kiageng Ringin Putih masih tetap sabar. "Tetapi

mengapa segalak ini sambutanmu kepada tamu?"

"Ha-ha-ha," si pemimpin mengejek. "Tamu?

Huh, menggelikan. Orang yang berhak disebut

tamu dalam rumah ini, hanya orang-orang berada.

Dan engkau seorang pengemis seperti ini, tentu

datang hanya akan minta bantuan saja."

"Hai orang tua!" bentak yang lain. "Engkau

segera enyah dari sini atau tidak? Jangan

menunggu aku melemparkan engkau ke sumur

mati."

Justeru pada saat itu terdengarlah suara sorak
sorai penduduk, yang menyambut dengan pcnuh

kagum kepada Sunu Prabandaru yang dapat

bargerak seperti terbang. Kiageng Ringin Putih

mengerutkan alisnya yang sudah putih. IaKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

441

menduga penduduk desa itu sudah mengurung

tempat ini, dan salah salah bisa menimbulkan

akibat lebih jauh.
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Lekas panggil majikanmu keluar dan ketemu

dengan aku!" desak Kiageng Ringin Putih.

"Manusia busuk lancang mulut. Robohlah!" teriak

seorang muda yang langsung menerjang

menyerampang kaki kakek itu..

"Aduhhh...!" pemuda itu sendiri yang memekik

kesakitan lalu roboh. Kakinya sakit seperti patah.

Kakinya yang menyapu kaki kakek itu seperti

berbenturan dengan baja.

Sebaliknya Kiageng Ringin Putih masih berdiri

tegak tak bergerak sedikitpun.

Melihat ini si pemimpin kaget. Sadarlah bahwa

kakek ini bukan sembarangan orang. Perintahnya,

"Serbu! Keroyok!"

Karena melihat dua orang kawannya telah

menderita cedera akibat menyerang kakek ini,

maka dengan sebat para tukang pukul ini

menghunus senjata masing-masing. Mereka hidup

enak dan mendapatkan upah yang cukup karena

jasa-jasa mereka mengancam dan membuat orang

takut. Perbuatan mereka selalu ganas dan kejam,

dan yang penting untuk membuat sang majikan

senang dan puas. Maka mereka bisa disebut lebihKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

442

buas dibanding serigala. Karena itu walaupun

sekarang yang dihadapi hanya seorang kakek tua

renta, belasan orang itu segera mengeroyok

dengan senjata. Menghujani serangan ke arah

tubuh tua itu.

Tetapi pada saat itu, terdengarlah bentakan dari

atas tembok, "Bangsat tak tahu malu. Mengapa

kamu mengeroyok orang tua?"

Belum juga lenyap suara bentakannya,

berkelebatlah bayangan seorang pemuda dan

langsung menggerakkan tangan dan kakinya.

"Trang trang buk plak... aduh biyung...!"

beberapa batang senjata berbenturan sendiri dan

kemudian terbang. Beberapa orang yang lain telah

roboh dan merinth-rintih.

Dalam marahnya, Sunu Prabandaru tadi telah

menghajar mereka. Namun kemudian pemuda ini

menjadi melengak dan kagum, ketika sempat

melihat bagaimana oreng tua itu bergerak. Kakek

itu mengepit sebatang ranting kayu di ketiak

tangan kiri. Kemudian dengan tangan kosong, telah

membuat semua senjata yang menyerang runtuh.

"Paman, maafkan saya," katanya sambil

membungkuk memberi hormat.

Tidak mengherankan kalau pemuda ini memberi

hormat dan minta maaf. Karena ia merasa lancangKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

443

bertindak, padahal sesungguhnya kakek ini tidak

perlu dibantu, dan tentu jauh lebih sakti dibanding

dirinya.

"Sudahlah, mengapa minta maaf?" sahut

Kiageng Ringin Putih. "Siapakah namamu, dan

apakah hubunganmu dengan adi Warok Dirada?"

Sunu Prabandaru kaget bukan main dan makin

menghargai kakek ini. Mengapa hanya melihat

gerak tata kelahinya dalam waktu singkat saja,

telah dapat menduga secara tepat? Jelas sekali

kakek ini seorang tokoh sakti, dan tentunya pula

sudah kenal dengan gurunya.

"Saya yang muda bernama Sunu Prabandaru.

Dan Warok Dirada adalah guru saya," sahut

pemuda ini sambil membungkuk memberi hormat.

"Heh-heh-heh, pantas masih muda sudah begitu

hebat."

"Ah... paman membuat saya malu. Bolehkah

kiranya saya mohon keterangan..?"

Kata-kata pemuda ini terputus kerena Kiageng

Ringin Putih sudah memotong, "Sudahlah, aku

hanya seorang tua tidak berharga. Mana gurumu?"

"Saya seorang diri memenuhi perintah guru. Dan

tadi ketika lewat di desa ini, saya kaget melihat

puluhan orang bersenjata di luar tembok. Saya

mendapat keterangan, ada seorang kakek masukKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

444

ke dalam untuk mencegah pemilik rumah yang

kaya-raya sewenang-wenang. Paman, itulah

sebabnya saya tertarik dan masuk ke mari. Dan

maafkan kelancangan saya."

"Engkau mewarisi watak gurumu yang tidak

senang kepada yang sewenang-wenang. Nah,

karena ada engkau sekarang selesaikanlah urusan

ini dan biarlah aku menonton saja."

Sunu Prabandaru mengerti, kakek ini memberi

kesempatan untuk menolong rakyat. Akan tetapi ia

tahu, kakek itu tentu akan turun tangan memberi

bantuan kala mana dirinya tak mampu mengatasi.

Maka pemuda ini bangga berbareng terima kasih.

"Terima kasih," sahutnya sambil meinbungkuk

memberi hormat lagi.

Dengan berdiri tegak dan hati mantap, Sunu

Prabandaru segera menghadapi para tukang pukul

itu. Jumlah mereka sekarang bertambah banyak

setelah mendengar terjadinya keributan. Walaupun

begitu, mereka tidak berani gegabah bertindak.

Mereka menyadari akibatnya, hanya dalam

segebrakan, telah roboh delapan orang.

Tetapi bukannya para tukang pukul ini takut.

Tidak! Mereka berjumlah banyak. Dan pengacau

yang datang ini hanya dua orang. Walaupun berototKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

445

kawat dan bertulang besi, kalau dikeroyok tidak

urung akan remuk juga.

"Lekas suruh tuan rumah keluar dan bertemu

dengan aku." Sunu Prabandaru menghardik. "Aku

ingin minta pertanggungan-jawaban perbuatannya

yang tidak patut."

Tiba-tiba terdengar suara nyaring, kendati

orangnya belum tampak, "Hai, siapa berani kurang

ajar di sini?"

Sunu Prabandaru kaget. Kiageng Ringin Putih

mengerutkan alisnya yang putih. Dari suara

teriakannya yang nyaring penuh tenaga jelas

bahwa orang itu bukan orang sembarangan. Pantas

saja Nilohartono berani berbuat sewenang-wenang,

ternyata mempunyai pelindung.

"Mampuslah kamu!" ejek seorang tukang pukul,

yang segera mundur seperti yang lain. Lalu mereka

berdiri dengan membentuk gelanggang pada

halaman yang luas itu.

Pada saat itu, terdengar suara gedoran pada

pintu gerbang. Diikuti oleh suara teriakan hiruk
pikuk dari luar tembok. Agaknya puluhan penduduk

bersenjata di luar tembok itu menjadi gelisah dan

tak sabar lagi, karena dua orang pembela mereka

tidak juga muncul keluar lagi. Mereka menjadi

kuatir, dan timbullah tekad mereka untuk

menghancurkan pintu gerbang itu untuk masuk.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

446

Pintu itu berderak-derak hebat sekali, dan tak

lama kemudian jebol.

Penduduk itu dalam mendobrak pintu

menggunakan bermacam senjata. Maka tak

mengherankan pintu itu tak kuat bertahan

walaupun kokoh.

Si pemimpin segera memberi perintah untuk

mencegah orang bisa masuk. Akan tetapi gerakan

mereka kalah cepat dengan Sunu Prabandaru.

Pemuda ini telah menghadang dan membentak.

"Biarkan mereka masuk!"

Karena telah merasakan betapa kerasnya tinju

dan tendangan pemuda itu, mereka terpaksa

mundur kembali.

Akibatnya para tukang pukul itu tidak dapat

mencegah. Pintu telah jebol. Dan puluhan orang

bersenjata seperti laron, masuk ke dalam.

Penduduk ini kemudian menjadi lega ketika melihat

kakek dan pemuda penolong mereka tidak

mengalami apa-apa. Lalu dengan senjata siap di

tangan, mereka membuntu pintu.

Keadaan bertambah menegangkan. Sedang para

tukang pukul itu merasa serba salah. Walaupun

biasanya mereka garang dan bertindak kejam,

tetapi setelah melihat semangat penduduk bangkit,

mereka tidak berani gegabah. Mereka hanya dapatKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

447

menyumpah-nyumpah dan mengancam akan

membunuh para penduduk. Akan tetapi mana

penduduk yang telah nekat itu takut? Mereka malah

berteriak-teriak dan menantang.

Keadaan menjadi ribut dan riuh bukan main.

Para penghuni perempuan dalam gedung yang

besar itu pucat dan mulai panik ketakutan.

"Hai! Siapa bikin ribut di sini?" bentakan itu amat

berpengaruh. Suasana menjadi reda dengan

sendirinya.

Tak lama kemudian muncul tiga orang laki-laki

dari rumah besar. Mereka telah di tengah pendapa,

yang langsung menuju ke halaman. Tindakan

mereka nampak gagah, dengan mata tak berkedip

mengamati halaman yang penuh orang.

Di tengah seorang kakek kira-kira berumur enam

puluh lima tahun. Tubuhnya kurus dan wajahnya

merah, tetapi sepasang matanya bersinar tajam. Di

sebelah kanan seorang laki-laki berumur kira-kira

empat puluh lima tahun. Tubuhnya gagah,

berkumis tetapi tidak berjenggot, dan wajahnya

pucat. Pakaiannya indah sekali terbuat dari sutera.
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dia inilah Nilohartono, si hartawan. Sedang

sebelah kirinya seorang pemuda sebaya dengan

Sunu Prabandaru, kira-kira dua puluh dua tahun.

Pemuda ini tubuhnya kurus dan wajahnya pucat.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

448

Kumis tipis menghias bawah hidung, tergolong

pemuda tampan pula. Bibir pemuda itu tersenyum
senyum, tetapi mengejek.

"Bagus, ternyata engkaulah pengacau itu!" teriak

si pemuda sambil melompat mendahului yang lain.

"Apakah engkau sudah bosan hidup?"

Sunu Prabandaru mengerutkan alis. Tetapi

setelah mengenal kembali, ia ketawa mengejek,

"Haha-ha-ha, engkau di sini Kelana Dewa? Bagus

sekali! Tak usah aku cari, engkau telah datang

sendiri."

Tak lama kemudian dua orang muda itu telah

berdiri berhadapan dalam jarak empat langkah.

Sepasang mata Sunu Prabandaru merah menyala.

Tak heran kalau pemuda ini menjadi amat marah

berhadapan dengan Kelana Dewa. Sebab Sunu

Prabandaru segera teringat peristiwa menyedihkan

yang terjadi di Magetan hampir setahun lalu. Ia

harus menderita sedih dan kehilangan calon isteri,

karena membunuh diri. Calon isterinya membunuh

diri akibat telah tertipu Kelana Dewa dan ternoda.

"Cabut senjatamu, bangsat busuk!" teriak Sunu

Prabandaru. "Sekarang kita tentukan siapa yang

harus mampus hari ini."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

449

Sebelum Kelana Dewa sempat menjawab,

terdengar kakek itu bertanya, "Dewa! Siapakah

pemuda lancang mulut itu?"

"Dia Sunu Prabandaru, murid Warok Dirada."

"Murid Warok Dirada?" agaknya kakek itu kaget.

Sunu Prabandaru ketawa mengejek, "Heh-heh
heh, lihat gurumu. Baru mendengar nama guruku

saja sudah takut!"

"Bocah lancang!" bentakan ini dibarengi dengan

berkelebatnya bayangan orang yang cepat Sekali,

menyambar dari pendapa.

"Plak plak...!" benturan tangan yang bertenaga

sakti menerbitkan suara nyaring. Kakek itu

terhuyang mundur beberapa langkah dengan mata

terbelalak hcran.

Apa yang terjadi sebenarnya? Dalam marahnya,

guru Kelana Dewa yang bernama Barat Waja telah

melesat dan menyerang Sunu Prabandaru. Tetapi

Kiageng Ringin Putih waspada. Melihat gerakan kaki

kakek itu, ia telah melesat pula menyambut.

Terjadilah benturan hebat, dan dua-duanya

terhuyung mundur.

Sunu Prabandaru berterima kasih oleh kesebatan

kakek itu. Ia sendiri menyadari tentu tak berdaya

menghadapi guru Kelana Dewa.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

450

"Siapa engkau!" hardik Barat Waja yang kaget,

kakek itu sanggup menyambut serangannya.

"Engkaukah guru bocah itu yang bernama Warok

Dirada?"

Kiageng Ringin Putih tersenyum. Jawabnya,

"Manakah aku yang tua renta ini bisa disamakan

dengan Warok Dirada yang sakti mandraguna?"

"Hemm, kalau begitu katakan namamu sebelum

mampus."

"Aku orang tua tak berharga dan sudah lupakan

namaku sendiri."

"Bagus. Mampuslah!" sambil membentak ini,

Barat Waja sudah melancarkan serangannya.

Serangan yang hebat sekali dan angin pukulannya

menyambar amat dahsyat.

Akan tetapi yang diserang sekarang ini seorang

kakek sakti mandraguna. Maka tanpa kesulitan

Kiageng Ringin Putih dapat memunahkan serangan

itu dan membalas.

Bukan main hebatnya perkelahian antara dua

tokoh sakti ini. Dalam waktu singkat tubuh mereka

berkelebat cepat sekali hingga yang tampak tinggal

warna pakaian masing-masing. Orang tak dapat

mengikuti gerakan dua orang sakti itu saking

cepatnya. Malah bagi para tukang pukul yangKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

451

hanya garang di luar, sudah menjadi pening dan

tidak dapat mengikuti gerak dua tokoh sakti itu.

Setelah gurunya bergebrak dengan kakek itu

Kelana Dewa tak dapat menahan diri lagi. Bertemu

dengan musuh lama ini, Kelana Dewa tak mau

sungkan-sungkan lagi. Ia ingin dapat membunuh

lawan secepatnya. Maka pedang pada pinggangnya

segera dicabut. Kemudian langsung menyerang

tanpa memberi peringatan lebih dulu.

Untung Sunu Prabandaru selalu waspada.

Gerakannya tak mau kalah dengana lawan. Ia juga

mencabut golok.

"Trang...!" dua batang senjata telah

berbenturan. Dua-duanya terhuyung mundur.

Tetapi secepatnya pula dua orang muda ini telah

saling labrak keras lawan keras.

Gerakan Sunu Prabandaru tadi tak kalah

cepatnya dengan gerakan lawan. Begitu pedang

lawan menyambar, dengan cekatan ia telah

mencabut golok lalu menangkis. Dua-duanya masih

muda dan tenaganya masih penuh. Berkali-kali

terjadilah benturan senjata yang amat nyaring.

Tidak seorangpun di antara tukang pukul itu

berani bergerak maupun menerjunkan diri dalam

perkelahian. Terlalu tinggi ilmu kesaktian mereka

yang berkelahi ini bagi mereka. Karena

sesungguhnya para tukang pukul itu hanya garangKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

452

di luar tetapi sebenarnya kosong. Mereka hanya

mengerti sedikit ilmu tata kelahi, dan mereka selalu

mengandalkan jumlah untuk main keroyok. Maka

sekarang mereka melongo kagum, dan hati mereka

berdebaran menyaksikan hebatnya perkelahian itu.

Kalau saja pada saat ini di rumah tersebut tidak

sedang menerima tamu Barat Waja dan Kelana

Dewa, manakah mereka sanggup menghadapi

mengamuknya kakek dan orang muda ini?

Majikan mereka sendiri seorang lemah. Tahunya

hanya menghitung uang dan mengumpulkan

kekayaan, di samping mempunyai kesenangan

berganti-ganti perempuan.

Wajah Nilohartono menjadi tambah pucat dan

lemah karena hanya menurutkan nafsu tamak.

Rumahnya yang besar menampung belasan wanita

muda yang cantik dan digundik. Mereka dikurung

dan tidak mempunyai kebebasan lagi. Bagi mereka

yang kemudian hamil, oleh Nilohartono cepat-cepat

diberikan kepada para pembantu. Akhirnya kalau

perempuan itu tidak mati membunuh diri, juga

hidup sengsara. Sebab orang yang diberi hadiah

perempuan inipun, kemudian hanya

mempermainkan saja. Sering sekali oleh para

tukang pukul ini dijadikan alat pertaruhan dalam

perjudian. Hingga perempuan itu seperti barang,

berganti-ganti pemilik.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

453

Telah beberapa hari lamanya Barat Waja dan

muridnya ini menjadi tamu terhormat di rumah ini.

Tamu yang tidak diundang, tetapi kemudian selalu

dihormati oleh Nilohartono.

Guru dan murid ini datang di waktu malam dan

kehadiran mereka mengejutkan Nilohartono.

Karena Barat Waja dan Kelana Dewa melompat

turun dari atas rumah, di saat Nilohartono sedang

menyiksa seorang gadis yang bandel, tidak mau

tunduk sekalipun telah diserahkan orang tuanya

sebagai pembayar hutang.

Gadis itu menjerit-jerit kesakitan karena

dicambuki oleh Nilohartono. Hingga kulit yang halus

dan lumar itu pecah berdarah dan babak-belur.

Kelana Dewa justeru seorang pemuda yang

apabila mendengar jerit perempuan selalu tertarik.

Secara tangkas ia telah berhasil merebut cambuk di

tangan Nilohartono. Dan sebelum Nilohartono

sempat memanggil tukang pukul, telah dibuat tidak

berdaya oleh Kelana Dewa. Untuk membuat

Nilohartono ketakutan dan tunduk, Barat Waja

mengambil sebutir batu kecil. Di depan hidung

Nilohartono, kakek ini meremas batu itu.dengan

tangan hingga hancur.

"Jika engkau membandel, kepalamu akan aku

remuk seperti batu ini!" Barat Waja mengancam.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

454

Hingga Nilohartono ketakutan setengah mati dan

tunduk.

Sejak masih muda, Barat Waja seorang penjahat

yang bergelimang dengan kejahatan. Walaupun

telah berusia tua tetapi ia seorang bandot tua, dan

selalu ingin daun muda. Watak dan tabiat gurunya

ini ditiru pula oleh Kelana Dewa.

Kehadiran guru dan murid ini akhirnya

menggembirakan Nilohartono, karena merasa lebih

aman mempunyai pelindung sakti.

Akan tetapi mimpipun tidak. Hari ini datang

seorang pemuda dan seorang kakek yang

mengacau.

Ternyata pula dua orang yang selama ini ia

anggap sakti seperti dewa itu, memperoleh

tanding. Nilohartono menjadi amat kuatir. Maka
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dalam hati selalu berharap agar dua orang tamunya

itu sanggup mengalahkan dan mengusir dua

pengacau ini.

Perkelahian dua orang kakek dan dua orang

pemuda itu berlangsung sengit sekali. Sementara

itu Para penduduk yang memenuhi halaman

semakin tambah jumlahnya. Agaknya ada orang

yang memberitakan tentang perisnwa ini. Hingga

mereka berbondong datang dengan senjata apa

adanya. Mereka merasa bahwa kesempatan baikKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

455

inilah dapat membalas segala hinaan dan

kesewenangan Nilohartono selama ini.

"Aduh...!" tiba-tiba terdengar pekik Kelana Dewa

yang kesakitan. Ternyata sekarang, pundak

pemuda itu terluka dan berdarah.

Pemuda ini dengan menggigit bibir menahan

sakit, kembali menggerakkan pedang semakin

ganas sayang sekali yang dihadapi sekarang ini

seorang pemuda tangguh murid Warok Dirada.

Sedang di samping itu Sunu Prabandaru amat

dendam, membuat pemuda ini tak mau memberi

kesempatan lawan lolos.

Goloknya menyambar cepat dan menerbitkan

angin kuat. Pemuda ini makin bersemangat dan

ingin segera dapat merobohkan lawan. Celakanya

Kelana Dewa sekarang berkelahi seperti harimau

terluka. Pedangnya menyambar-nyambar hebat

sekali di samping ganas. Maka usahanya untuk

segera mengalahkan lawan belum juga berhasil.

Walaupun begitu dengan kesabaran dan

keuletannya, ada keyakinan dapat mengalahkan

lawan.

Sementara itu perkelahian antara Kiageng Ringin

Putih dan Barat Waja makin mencapai puncak.

Dalam marahnya berkelahi dengan tangan

kosong tak berhasil mengusir lawan, Barat Waja

telah mencabut pcdang. Pedang itu kemudianKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

456

menyambar-nyambar dahayat sekali menghujani

tubuh lawan.

Untung yang menghadapi sekarang ini Kiageng

Ringin Putih. Tetapi karena orang tua ini tidak

mempunyai senjata, maka ranting kayu itu sajalah

yang dipergunakan sebagai senjata. Ranting kayu

itupun digerakkan seperti orang bermain pedang.

Tetapi kendati hanya ranting kayu, di tangan

seorang sakti seperti Kiageng Ringin Putih ini tetap

saja amat berbahaya.

Semula lingkaran pedang Barat Waja cukup lebar

dengan angin dahsyat sekali, mengurung lingkaran

senjata lawan. Namun belasan jurus kemudian

keadaan ini berubah. Dari sedikit lingkaran ranting

kayu ini berhasil menguasai dan menindih lingkaran

pedang.

Dalam hal ilmu pedang, Kiageng Ringin Putih

memang sudah mempunyai nama harum semenjak

muda. Akan tetapi karena sudah puluhan tahun

lamanya kakek ini tidak pernah muncul, maka

nama besar kakek ini dilupakan orang. Lebih lagi,

ia memang sengaja menyembunyikan diri dari

gangguan raja Mataram.

Sayang sedikit kakek ini hanya menggunakan

ranting kayu. Bagaimanapun ranting kayu

berhadapan dengan pedang di tangan Barat Waja,

menghadapi kesulitan juga. Sedikit saja salah danKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

457

kurang cepat gerakannya, akan dapat kutung oleh

sambaran pedang lawan.

Akan tetapi sambil berkelahi ini, Barat Waja

heran dan hatinya menjadi gentar. Ia terkenal

sebagai tokoh sakti. Mengapa sekarang hanya

menghadapi kakek tua bersenjata ranting kayu

saja, tidak segera dapat mengatasi? Kemudian

teringatlah ia kepada seorang ahli pedang

kenamaan. Mungkinkah kakek ini yang dahulu

terkenal dengan nama julukan "Si Pedang Kilat"?

"Tak mungkin!" bantahnya sendiri dalam hati.

"Orang itu telah mampus bersama hancurnya

Kabupaten Ponorogo."

Memperoleh pikiran begitu hatinya kembali

mantap. Pedangnya bergerak seperti tatit

cepatnya, dalam usaha mengatasi ranting kayu

lawan.

Akan tetapi pada saat itu, mendadak

terdengarlah pekik panjang dan ngeri dari mulut

Kelana Dewa.

Barat Waja kaget dan melirik ke arah muridnya.

Ternyata murid itu sekarang tangan kirinya telah

buntung sebatas siku dan darah mengucur dari

lengan yang buntung. Kelana Dewa terhuyung

mundur, menahan sakit sambil masih berusaha

melawan.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

458

Runtuh semangat Barat Waja melihat muridnya

terluka itu. Maka yang penting sekarang harus

mencari selamat lebih dahulu.

"Plak!" Barat Waja menggigit bibir menahan

sakit. Ia tak juga menunda gerakannya,

menyambar tubuh Kelana Dewa lalu melompat ke

atas tembok pekarangan, kemudian dengan

teriakan nyaring panjang, menghilang di balik

tembok.

Sunu Prabandaru yang penasaran dan ingin

mengejar, telah dicegah Kiageng Ringin Putih.

"Jangan anak, amat berbahaya."

Sunu Prabandaru tidak membantah. Kemudian ia

berdiri dengan golok masih di tangan, menantang,

"Hai, siapa berani maju lagi?"

Semua tukang pukul pucat dan ketakutan.

Mereka hanya orang-orang kasar. Kemudian

membuang senjata lalu menjatuhkan diri berlutut.

Tidak seorangpun di antara mereka berani

melawan.

Yang kelabakan setengah mati adalah

Nilohartono. Ia tadi telah merasa pasti, dua orang

tamunya yang sakti mandraguna itu akan berhasil

mengusir pengacau ini. Tetapi yang terjadi

sekarang justeru sebaliknya. Maka wajah yang

sudah pucat itu makin menjadi pucat lagi, tubuhnyaKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

459

menggigil ketakutan, kemudian berusaha lari ke

dalam rumah.

Akan tetapi manakah mungkin hartawan jahat itu

dapat lolos begitu saja? Baru beberapa langkah, ia

telah terjengkang oleh tarikan tangan kuat.

Kemudian tengkuknya sudah dicekuk tak dapat

berkutik lagi.

"Ampun... jangan dibunuh..." ratapnya.

Sunu Prabandaru yang sudah marah karena

kejahatan orang ini menyeret tubuh Nilohartono,

hingga membuat orang ini berteriak kalang-kabut

sambil meratap minta ampun.

Sementara itu para penduduk yang sudah

memenuhi halaman, muiai berteriak, "Bunuh dia!

Bunuh penjahat itu!"

"Ayah bundaku sudah mati dibunuh dia."

"Adik perempuanku diambil secara paksa."

"Kakakku juga diambil. Huh, berikan kepada

saya. Aku yang akan membunuh."

Beberapa orang laki-laki muda berlarian sambil

membawa senjata. Mereka marah dan akan

membalas dendam.

Para tukang pukul nu sekarang pucat-pasi dan

ketakutan, melihat penduduk menyerbu denganKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

460

senjata. Mereka sadar nasib apakah yang harus

dialami akibat kemarahan penduduk itu.

Nilohartono lebih ketakutan lagi. Semangatnya

terbang. Ratapnya, "Ampun raden... tolonglah

saya. Selamatkan saya dari kemarahan

penduduk....."

Sunu Prabandaru mengerti dan menyadari

akibanya, kalau orang jahat ini diserahkan kepada

penduduk. Tentu para penduduk itu akan menyiksa

habis-habisan kepada Nilohartono yang telah

membuat mereka menderita. Sadar akan akibat ini,

Sunu Prabandaru segera mencegah.

Bentaknya, "Berhenti di situ. Tidak boleh maju!"

Beberapa penduduk menghentikan langkah dan

surut lagi. Tetapi seorang pemuda yang telah

kehilangan ayah dan ibunya di samping juga

saudaranya oleh kekejaman Nilohartono tidak

puas.

Bantahnya, "Manusia busuk itu sudah besar

sekali dosanya. Mengapa tuan melarang membalas

dendam?"

Sunu Prabandaru mendelik ke arah pemuda itu.

Hardiknya, "Kalian semua harus tunduk kepada

perintahku, tahu? Tanpa aku, apakah kamu semua

berani melawan Nilohartono?"Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

461

Pemuda itu pucat wajahnya dan sadar. Tanpa

bantuan kakek dan pemuda ini memang benar,

mereka tidak berani apa-apa. Mereka hanya

menerima nasib saja, sekalipun Nilohartono dan

orang-orangnya berbuat kejam dan ganas. Maka

kemudian pemuda ini mundur kembali, berkumpul

dengan yang lain.

Sunu Prabandaru menjadi lega melihat hasil

gertakannya. Lalu ia menyuruh dua orang tukang
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pukul supaya masuk ke dalam rumah, dan

memanggil seluruh penghuni perempuan. Yang

diperintah tak berani membantah maupun curang.

Mereka melaksanakan perintah itu dengan rasa

takut.

Tak lama kemudian berbondong-bondonglah

perempuan muda yang pucat wajahnya dan kurus

keluar lewat pendapa. Beberapa penduduk yang

merasa mempunyai keluarga segera berteriak.

Mereka menyerbu maju. Lalu terjadilah peristiwa

mengharukan. Perempuan-perempuan muda yang

baru bebas itu, menangis dalam pelukan ayah,

saudara dan keluarga.

Mendadak dua orang perempuan memekik

sambil menghampiri Nilohartono yang duduk

bersimpuh di tanah. Begitu dekat, dua orang wanita

muda ini langsung mencaci-maki Nilohartono.

"Bangsat busuk kau. Huh, kubalas hinaanmu!"Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

462

"Aku cakar mukamu, bajingan!"

Dua perempuan ini menggunakan tangan

menjambak rambut dan mencakar mukanya.

"Aduhh... jangan... ampunilah aku... ya aku

sudah bersalah..." Nilohartono tidak berani

membela diri, hanya berteriak minta ampun dan

meratap.

Kegarangan Nilohartono lenyap. Sekarang

menghadapi dua perempuan saja meratap-ratap

minta ampun. Kasihan juga keadaannya sekarang

ini. Rambutnya awut-awutan tak keruan, mukanya

berlumuran darah akibat cakaran kuku panjang,

pukulan dan oleh gigitan.

Akhirnya Sunu Prabandaru tak sampai hati dan

mencegah. Ia sadar, apabila tidak dicegah, akan

jatuh korban terlalu banyak oleh amukan

penduduk.

Sebab tidak mungkin para penduduk sedia

memaafkan dosa dan kesalahan Nilohartono

maupun para tukang pukulnya. Untuk mencegah

hal-hal tak diharapkan, Sunu Prabandaru

memanggil Kepala Desa yang ketika itu sudah

hadir.

Kepala Desa itu berumur lebih kurang lima puluh

tahun. Ia menghampiri Sunu Prabandaru sambil

membungkuk-bungkuk.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

463

"Engkaulah Kepala Desa di sini?"

"Ya, raden, sayalah Kepala Desa," sahutnya.

"Mengapa kau biarkan orang-orang ini

mengganas dan berbuat kejahatan?"

"Ohh... ehh... saya... Bisa berbuat apakah.....?"

"Apakah sebabnya tidak bisa berbuat?"

"Sebab atasan saya yang berkuasa. Raden,

sungguh mati... dan boleh raden tanyakan sendiri

kepada dia..." Kepala Desa itu segera menunjuk

Nilohartono yang sekarang ujudnya tak keruan.

"Benarkah itu, Nilohartono? Engkau mendapat

perlindungan dari atasan Kepala Desa ini?"

"Auuuhh ah... ya benar..." maksudnya

Nilohartono ingin menyembunyikan apa yang sudah

terjadi. Tetapi ketika melihat sinar mata pemuda

itu, ia keukutan dan mengaku terus terang.

"Hemm," Sunu Prabandaru menghela napas.

Kemudian ia mengamati Kepala Desa, perintahnya,

"Sekarang aku tugaskan engkau menyelesaikan

urusan ini. Kumpulkan dan daftar semua penduduk

yang telah dirugikan. Harus teliti, jangan sampai

ada yang keliru dan ketinggalan. Di samping itu

kumpulkan dan hitung semua kekayaan orang ini.

Lalu bagikanlah secara adil, selaras dengan

kerugian yang mereka derita. Awas! ApabilaKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

464

engkau main curang dan tidak adil, dalam

melaksanakan tugas ini, engkau akan merasakan

sendiri. Aku takkan tinggal diam dan akan datang

ke mari lagi, untuk menghukum engkau sesuai

dosamu!"

"Tidak... raden... saya tidak...! Akan saya

lakukan seadil-adilnya," Kepala Desa yang

ketakutan itu menjawab dengan gugup.

"Baiklahl Aku percaya! Nah sekarang, semua

orang berdosa ini menjadi urusanku. Mereka akan

aku bawa menghadap Kangjeng Bupati agar

memperoleh hukuman yang setimpal."

Sunu Prabandaru berhenti dan menebarkan

pandang matanya, mengamati semua penduduk

yang nampak tidak sabar itu. Setelah tersenyum,

terusnya.

"Kalian telah mendengar sendiri apa yang aku

bicarakan dengan Kepala Desa. Harta benda orang

kaya yang jahat ini menjadi milik kalian. Akan

tetapi sudah tentu harus dibagi rata secara adil.

Aku juga mengerti pula, bahwa Kepala Desa ini

takkan dapat bekerja seorang diri. Maka aku

sekarang minta kesediaan dan bantuan kalian. Aku

membutuhkan lima orang di antara kalian untuk

membantu mengurus masalah ini. Majulah ke

mari."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

465

Penduduk itu berisik beberapa saat. Seorang

laki-laki setengah tua maju ke depan. Disusul

seorang lagi. Dalam waktu cepat telah maju tujuh

orang. Beberapa penduduk berteriak

menganjurkan agar yang dua orang mundur. Tetapi

dengan bijaksana Sunu Prabandaru berkata,

"Biarlah, tujuh orang malah baik. Lebih banyak

yang mengurus akan lebih baik dan akan lebih adil.

Tetapi awas! Apabila ada salah seorang di antara

kalian berani main curang, aku akan datang dan

menghukum."

Tujuh orang ini membungkuk memberi hormat.

Lalu salah seorang mewakili yang lain berkata,

"Kami semua sudah merasa betapa besar

pertolongan raden. Hingga sekarang kami semua

terbebas dari tekanan dan penindasan. Kami

takkan lupa jasa raden, dan sudah tentu kami akan

melakukan tugas ini dengan baik."

"Terima kasih." Sunu Prabandaru puas.

"Sekarang ijinkanlah aku pergi mengurus orang
orang ini."

Sunu Prabandaru menebarkan pandang matanya

mencari kakek yang tadi membantu urusan ini.

Tetapi ia menjadi kaget dan getun sekali, ketika

kakek itu tidak tampak lagi. Ia menyesal.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

466

Tentunya kakek itu menjadi kecewa karena

dirinya telah mengatur semuanya tanpa bicara dulu

dengan kakek itu. Ia sedih dan merasa bersalah,

lalu meninggalkan tempat ini sambil menggiring

Nilohartono dan para tukang pukulnya.

Demikianlah, akhirnya mereka yang bersalah

dlserahkan kepada Bupati. Agar mereka mendapat

hukuman setimpal.

Tetapi setelah urusannya selesai, ia menghela

napas panjang. Sebab rasa sesal kembali

menguasai perasaannya. Ia belum memperoleh

keterangan jelas tentang kakek yang telah

mengenal gurunya itu. Tetapl ternyata sudah pergi

diam-diam.

*****

Baiklah kita tinggalkan dahulu pemuda ini, dan

kita mengikuti perjalanan tokoh lain dalam cerita

ini. Seorang gadis cantik berkulit kuning dan

bertubuh denok, melarikan kudanya melintasi jalan

berdebu yang diapit persawahan. Gadis ini masih

amat muda, tetapi cara menunggang kuda amat

tangkas.

Rambut gadis itu hitam berombak dan disanggul.

Tetapl karena berkuda, sebagian rambut gadis ituKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

467

sekarang berkibaran lepas dari sanggul, di samping

pula rambut itu agak kotor oleh debu.

Siapakah gadis ini? Kita sudah kenal. Dialah Rara

lnten alias Sriningsih, murid Jim Cing Cing Goling

dan masih cucu Swara Manis.

Dibagian depan telah diceritakan, gadis ini

hampir celaka berhadapan dengan Kelana Dewa,

apabila tidak ditolong Swara Manis.

Pertemuan tidak terduga antara cucu dan kakek

itu, kemudian membuat Swara Manis gembira

sekali. Akhirnya bersama Jim Cing Cing Goling,

mereka menuju desa Jonggrangan untuk bertemu

dengan Slamet dan Untari.

Pertemuan antara ayah dan anak yang sudah

belasan tahun berpisah itu amat mengharukan.

Lebih lagi setelah Slamet mendengar, ayahnya

dituduh memberontak dan rumahnya dibakar oleh

orang Mataram. Slamet terharu di samping diam
diam penasaran.

Selama di Jonggrangan ini, Swara Manis

menumpahkan kasih sayangnya kepada Rara Inten

maupun Retna Ayu. Sedang Slamet kemudian

mewakili ayahnya mencari jejak Diah Kuntari,

dengan petunjuk-petunjuk Swara Manis. Sebagai

orang cerdik, Swara Manis menduga bahwa Diah

Kuntari tentu mengungsi kepada sahabat-Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

468

sahabatnya. Maka Slamet harus datang kepada

sahabat-sahabat ayahnya itu.

Berkat ketekunan dan kesungguhan Slamet,

akhirnya dapat bertemu dengan Diah Kuntari di
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bagelen. Di tempat ini Diah Kuntari ikut merawat

Bayu Ketiga yang menderita luka. Demi keamanan

dan keselamatan Diah Kuntari, kemudian gadis itu

diajak pulang ke Jonggrangan. Hingga

berkumpulah di desa itu, Baskara alias si Bongkok,

Jim Cing Cing Goling, Swara Manis, Retna Ayu, Diah

Kuntari, Rara Inten, Slamet dan isterinya Untari.

Akan tetapi Rara Inten memang memiliki darah

petualang seperti kakeknya, Swara Manis. Ia

merasa tidak betah tinggal di rumah terus. Gadis ini

kemudian teringat kepada Kiageng Ringin Putih

yang dikhianati muridnya sendiri. Dalam hatinya

timbul niat, ingin dapat bertemu dengan kakek itu

dan ingin pula membantu kesulitannya.

Kepergian Rara Inten yang tanpa pamit ini

menyebabkan geger. Seluruh keluarga bingung.

Akhirnya diputuskan, si Bongkok Baskara bersama

Slamet mencari dalam satu rombongan, sedang Jim

Cing Cing Goling, Swara Manis dan Marsih dalam

satu rombongan. Sedang Untari, Retna Ayu dan

Diah Kuntari di rumah.

Pada dasamya Rara Inten mewarisi keberanian

kakek dan neneknya. Ketika muda, Swara ManisKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

469

terkenal sebagai seorang petualang, cerdik,

pemberani dan pandai bersiasat. Sedang neneknya,

Sarini, ketika mudanya merupakan gadis lincah dan

berani. Justeru sering mendengar kisah tentang

kakek dan neneknya ketika muda ini, maka Rara

Inten tidak kerasan di rumah. Lalu diam-diam pergi

seorang diri.

Tiba-tiba gadis ini membelalakkan mata, dan

mengekang kendali kuda. Dari depan mengepul

debu yang tinggi, diterjang kaki kuda yang dilarikan

cepat. Matanya yang jeli segera dapat melihat, dari

depan itu tiga ekor kuda datang dengan

penunggang tiga orang laki-laki.

Sebagai gadis, ia tak ingin berpapasan dengan

tiga penunggang kuda itu dan ingin menghindar

lewat jalan lain. Tetapi sungguh sayang, jalan ini di

tengah persawahan dan tidak ada simpangan.

Satu-satunya yang dapat dilakukan untuk

menghindar, kalau berbalik atau menerobos sawah.

Sayangnya ia gadis angkuh dan merasa malu

kalau harus berbalik arah. Dalam hatinya kuatir

kalau dirinya direndahkan orang. Maka kendati

hatinya kuatir, ia tetap saja meneruskan

perjalanan.

Justeru keangkuhannya ini menyebabkan dirinya

hampir berhadapan dengan maut. Sebab ia tidakKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

470

menyadari bahwa tiga penunggang kuda dari arah

berlawanan itu, bukan orang sembarangan.

Siapakah tiga orang penunggang kuda itu?

Yang paling depan dan termuka, bukan lain

Raden Mas Jarot, putera Tumenggung

Brojokusumo. Sedang dua orang pengiringnya

bernama Tumenggung Gajah Ngoling dan

Tumenggung Jaran Goyang. Tujuan dari kepergian

Jarot sekarang ini tidak lain mencari jejak Diah

Kuntari maupun gurunya.

Seperti yang telah dilakukan oleh Tumenggung

Umbul Sari, baik Jarot maupun Tumenggung

Brojokusumo belum merasa puas kalau belum

dapat menangkap dan membunuh guru dan murid

itu. Pencurian pedang pusaka merupakan

penghinaan yang tak dapat diampuni.

Padahal tuduhan mencuri pedang pusaka ini,

yang benar hanyalah fitnah dan akal Jarot saja,

untuk mencelakakan Diah Kuntari. Justru

sebenarnya pedang itu dicuri oleh Jarot sendiri.

Begitu melihat gadis cantik dan berkuda seorang

diri, Jarot sudah cengar-cengir. Lalu timbul nafsu

jahatnya untuk dapat menangkap gadis itu.

Katanya kepada pengiring, "Paman! Gadis

berkuda itu secrang diri dan cantik sekali. Aku

menghendaki dia, maka harus kalian tangkapKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

471

hidup-hidup. Hemm, betapa senangku apabila

dapat menghibur diri dengan gadis secantik itu."

Sudah menjadi kewajiban bagi orang-orang yang

berjiwa budak, bahwa apa yang dilakukan hanyalah

untuk dapat membuat sang majikan senang. Maka

yang dilakukan itu tidak perduli baik atau buruk.

Lebih lagi dua orang Tumenggung inipun

mempunyai watak dan tabiat kurang baik apabila

berhadapan dengan perempuan. Maka tentu saja

keinginan Jarot itu mereka sambut dengan

gembira.

"Hamba kagum akan kepandaian bendara

menaksir perempuan," Tumenggung Jaran Goyang

berkata.

"Apa sebabnya?" Jarot agak heran.

"Sebab perempuan bertubuh denok seperti dia

memang menyenangkan, ha-ha-ha."

Jarot pun ketawa bekakakan.

Tumenggung Gajah Ngoling tak mau

ketinggalan. Katanya, "Terus-terang saja, apabila

bendara sudah bosan, hamba sedia menerima

gadis itu."

"Heh-heh-heh," Jarot terkekeh. "Paman, soal itu

tidak perlu dibicarakan sekarang. Yang penting

tangkap dulu, agar aku puas."Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

472

"Apakah sulitnya menangkap gadis itu?" Gajah

Ngoling membusungkan dada.

Sriningsih mengerutkan alis mendengar suara

ketawa dan pembicaraan mereka itu. Sepasang

matanya tiba-tiba menyala, amat marah. Betapa

tidak? Jelas sekali tiga orang laki-laki itu

mempunyai maksud buruk. Ia pun juga sadar tiga

orang ini tentu bukan sembarangan. Namun

sebagai perempuan, tentu saja tak sudi dihina dan

direndahkan.

"Berhenti!" bentak Jaran Goyang.

Kendati tidak disuruh berhentipun, Rara Inten

sudah berhenti. Sebab jalan yang sempit itu sudah

buntu oleh tiga ekor kuda.

Rara Inten masih berusaha menahan hati dan

bertanya dengan halus, "Apakah sebabnya kalian

menghentikan aku?"

"Engkau perempuan muda dan cantik. Mengapa

melakukan perjalanan seorang diri? Hemm, apakah

Engkau tidak kuatir bertemu dengan orang jahat?"

tanya Gajah Ngoling.

"Hemm," Rara Inten mendengus dingin. "Kamu

kah orang jahat itu?"

"Ha-ha-ha, kalau benar mau apa?" Jarot

menyahut sambil tertawa. "Engkau begitu cantik

dan menarik, diajeng. Tidak baik melakukanKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

473

perjalanan seorang diri. Karena itu lebih baik

bersama kami, dan tentu aman dalam perjalanan.

Di samping itu, bukankah akan menyenangkan pula

kalau selalu bersanding dengan aku?"

"Jangan sembarangan membuka mulut!" bentak

Rara Inten dengan mata menyala. Ia tidak lagi

dapat menguasai perasaan dan tersinggung. "Hayo,

kalian mau minggir apa tidak? Jika tidak mau

minggir, rasakan tanganku."

"Ha-ha-ha....."

"Heh-heh-heh....."

Jaran Goyang dan Gajah Ngoling menyambut

dengan ketawanya mengejek. Kemudian hardik

Gajah Ngoling, "Hai perempuan muda. Mengapa

mulutmu selancang itu di depan bendara Jarot,

putera bendara Tumunggung Brojokusumo? Hayo,

lekaslah berlutut dan memberikan sembah sambil

mohon ampun."

Kalau saja Gajah Ngoling tidak memperkenalkan

nama Jarot sebagai anak Tumenggung

Brojokusumo, adalah baik. Akan tetapi karena

nama itu diperkenalkan, gadis ini menjadi meledak

kemarahannya. Pemuda inikah yang telah

memfitnah Diah Kuntari, hingga menyebabkan

kakeknya harus meninggalkan Dieng dan

mengungsi ke Jonggrangan.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

474

Pemuda ini terlalu jahat, di samping bermoral

bejat. Kalau tidak bermoral bejat, tentunya takkan

sampai hati melakukan hubungan gelap dengan

para selir ayahnya sendiri.

Teringat akan derita Diah Kuntari dan kakeknya

sekeluarga, dadanya seperti meledak. Katanya

dingin, "Hemm, jadi engkaukah orang bernama

Jarot itu?"

Jarot ketawa senang. Pemuda ini mengira, gadis

ini segera tertarik setelah tahu, dirinya seorang

bangsawan tinggi dari Mataram. Di samping itu

pemuda ini juga mengira namanya terkenal di

kalangan para gadis, hingga menjadi buah bibir.

"Heh-heh-heh, engkau sudah mengenal namaku,

bukan?" Jarot berkata. "Bagus sekali jika engkau

sudah mengenal namaku yang terkenal, sebagai

pemuda tampan dan putera Bupati. Maka marilah

kita menjadi sahabat baik, dan aku takkan

keberatan mengantar engkau ke manapun."

"Cuh" saking amat muak Rara Inten meludah.

Kemudian, "Siapa yang sudi bersahabat dengan

manusia kejam dan buas melebihi binatang buas.

Dosamu terlalu banyak, maka lebih baik engkau
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyerah aku bunuh."

Tiga orang itu kaget sekali mendengar ucapan

gadis ini. Dari kaget mereka marah.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

475

"Apa katamu?" bentak Jaran Goyang. "Engkau

berani menghina bendara Jarot? Huh, manusia

macam engkau ini pantasnya dibunuh mampus.!"

"Siluman betina!" teriak Gajah Ngoling. "Apabila

hari ini aku tak dapat menangkap engkau atau

membunuh, aku bersumpah lebih baik membunuh

diri sendiri."

Tumenggung Jaran Goyang segera

mengeluarkan senjatanya yang istimewa. Sebatang

kipas dengan jari-jari baja. Senjata kipas ini kendati

tampaknya pendek, akan tetapi amat berbahaya.

Jari-jari yang terbuat dari baja itu amat tajam,

hingga dapat menembus kulit maupun daging, dan

apabila digunakan menyabet akan dapat

mematahkan tulang. Juga apabila kipas itu

dipergunakan mengebut disesertai tenaga sakti,

akibatnya akan hebat sekali. Orang bisa menderita

luka berat tanpa tersentuh oleh kipas.

Setelah mempersiapkan senjata istimewa itu

kemudian ia melompat turun dari kuda. Ia memang

cerdik sekali. Ia ingin mengajak berkelahi dengan

gadis itu tanpa kuda mempunyai maksud yang

menguntungkan pihak sendiri. Pertama kalau tanpa

kuda, mereka dapat mengeroyok gadis ini tanpa

kesulitan. Yang ke dua, ia menduga bahwa tenaga

wanita takkan dapat menang melawan tenaga laki
laki. Dan apabila harus menghadapi keroyokan

tidak urung akan lelah.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

476

Tetapi yang mereka hadapi sekarang ini Rara

Inten, murid Jim Cing Cing Goling yang tabah.

Kendati ia sudah dapat menduga maksud lawan, ia

tidak takut. Secepat kilat iapun melompat dari

kuda, lalu kuda itu dilepas bebas. Kemudian dengan

gerak yang ringan dan trampil, ia menghadapi

lawan.

Berbareng dengan gerak maju gadis ini, Jaran

Goyang telah mengebut dengan kipasnya.

Sambaran anginnya cukup kuat dan berbahaya.

Sriningsih segera merasakan sambaran angin

dahsyat ke arah dadanya. Gadis ini .menggerakkan

tangan kiri dari arah depan dada untuk menangkis

angin pukulan itu. Hingga dengan tangkisan ini,

angin pukulan lawan itu punah.

Jaran Goyang menjadi marah. Ia menggeram,

sehingga lupa akan tujuan semula untuk

menangkap hidup-hidup. Ia segera akan melompat

maju untuk, mengirimkan serangan susulan yang

berbahaya.

"Hai, adi Jaran Goyang!" teriak Gajah Ngoling.

"Apakah engkau sudah gila? Lupakah engkau akan

perintah bendara Jarot?"

Jaran Goyang menjadi sadar. Ia menjadi malu,

kemudian melirik ke arah pemuda itu. Ternyata si

pemuda cemberut wajahnya, menandakan

memang tidak senang akan perbuatannya.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

477

Dan Gajah Ngoling segera mengucapkan kata
katanya yang membujuk, "Anak, aku minta agar

engkau tidak bersikeras seperti ini. Apakah engkau

tidak tahu bahwa kami bertiga dan engkau hanya

seorang diri? Manakah mungkin engkau mampu

melawan kami? Nah dari pada kita ini menanam

bibit permusuhan, bukankah lebih baik apabiia

engkau menurut saja kehendak bendara Jarot?"

"Tutup mulutmu tua bangka! Siapa yang sudi

mendengar ocehanmu itu?" bentak Rara Inten.

"Pendeknya aku seorang diri, tidak takut kamu

keroyok. Hayo, majulah! Aku sudah siap melayani."

"Mengapa engkau keras hati anak cantik," Gajah

Ngoling masih berusaha membujuk. "Bendara Jarot

berkedudukan amat tinggi. Ayahnya seorang Bupati

sepuh di Mataram, dan mendapat kepercayaan

raja. Apakah engkau tidak ingin hidup....."

"Jangan banyak mulut!" potong Rara Inten.

"Jarot dan ayahnya merupakan bangsawan busuk.

Siapa sudi berdekatan dengan manusia iblis seperti

dia itu?"

"Bangsat!" teriak Jarot yang tersinggung. Sejak

tadi ia sudah amat marah, dirinya disebut banyak

dosanya. "Siapakah engkau ini, sehingga berani

bersikap kurang ajar di depanku?"

"Hi-hi-hik, engkau tidak perlu tahu siapa aku."

sahut Rara Inten. "Tetapi engkau harus tahu bahwaKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

478

akulah yang akan menghukum kebusukan dan

kejahatanmu yang suka memfitnah orang."

Sepasang mata Jarot menyala, dan pemuda itu

menggertak gigi. Ia melompat turun dari kuda, ia

menjadi lupa akan tujuan semula, ketika melihat

kecantikan Rara Inten. Sekarang tujuan itu

berubah.

Yang penting gadis ini harus dapat ditangkap

baik hidup atau mati. Kalau mati tubuhnya akan

dicincang, tetapi kalau hidup akan dihina dan

disiksa.

"Tak ada ampun lagi. Maju dan keroyok!"

teriaknya geram.

Atas perintah Jarot ini, Jaran Goyang sudah

bergerak lebih dahulu, menyerang dengan

senjatanya. Kipas itu bukannya mengembang,

tetapi menutup rapat dan kipas itu meluncur cepat

sekali ke depan. Hingga kipas itu sekarang berubah

seperti tombak pendek.

Rara Inten sadar bahaya. Sebat sekali gadis ini

sudah mencabut pedang langsung dipergunakan

menangkis. Akan tetapi Gajah Ngoling yang sudah

siap-siaga, tidak tinggal diam. Ia mencabut tongkat

yang terselip di pelana kuda. Lalu dengan tongkat

itu, iapun menyerang.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

479

Jarot sendiri juga sudah marah, ia tidak hanya

menonton. Ia juga sudah mencabut pedangnya,

lalu ikut menerjang maju ke depan.

Kipas di tangan, Jaran Goyang itu apabila

terbuka mendatangkan angin pukulan dahsyat.

Begitu pula tongkat di tangan Gajah Ngoling amat

berbahaya padahal sekarang ditambah lagi dengan

Jarot yang berpedang. Maka apabila Rara Inten

tidak hati-hati sulit untuk meloloskan diri.

Memang walaupun tadi ia menantang supaya

lawan mengeroyok, tidak ururig jantung gadis ini

tegang. Ia menyadari bahwa tiga orang lawan ini

memang amat berbahaya. Sadar keadaan ini, Rara

Inten segera mengerahkan seluruh perhatian,

tenaga dan kepandaiannya untuk menjaga diri dan

membalas menyerang.

Begitu pedang di tangan berkelebat, telah

berubah menjadi gulungan sinar hitam yang

menyilaukan mata. Pedang pusaka Nyai Baruni itu

segera mengaung dan sambarannya berbahaya.

Makin cepat gerakan gadis ini, tubuh Rara Inten

menjadi lenyap dan sekarang tinggal gulungan

hijau yang menyambar-nyambar. Ia berusaha

membentengi tubuh serapat-rapatnya. Kemudian

setiap memperoleh kesempatan, dengan kecepatan

luar biasa telah telah melakukan serangan

berbahaya. Pendeknya kepada dua orangKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

480

Tumenggung ini, mungkin dirinya masih bisa

memberi ampun. Tetapi kepada Jarot, ia akan

membunuh pemuda itu. Sebab pemuda inilah yang

sudah menyebabkan kakeknya terpaksa harus

mengungsi ke Jonggrangan, tempat tinggal

ayahnya.

Akan tetapi walaupun Rara Inten seorang gadis

gagah perwira, kepandaiannya sudah cukup tinggi,

tetapi tiga orang ini bukan lawan yang setimpal.

Kalau seorang lawan seorang masih mungkin.

Tetapi melawan tiga orang sekaligus, sulit untuk

dapat mengalahkan. Lebih lagi bagi Jaran Goyang

dan Gajah Ngoling lebih berpengalaman

berhadapan dengan lawan. Dua orang Tumenggung

ini merupakan lawan alot.

Keuntungan satu-satunya yang dimiliki Rara

Inten, ia menggunakan pedang pusaka Nyai Baruni

yang tajam bukan main. Kendati pedang itu

berujung tumpul, pedang itu amat berbahaya.

Sambarannya berbahaya sekali, di samping

gerakannya gesit.

Tiga orang lawannya menyadari kalu senjata

gadis ini pedang pusaka. Karena itu mereka tidak

sembarangan menggerakkan senjata dan tidak

berani pula membenturkan senjata.

Tetapi sekalipun Rara Inten ini gadis perkasa dan

tabah, dan ilmu pedangnya hebat sekali, setelahKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

481

berkelahi lebih seratus jurus, gadis ini mulai

terdesak. Walaupun gerakannya masih tetap

mantap dan rapat tetapi sudah lebih banyak

membela diri dibanding dengan menyerang.

Melihat keberhasilan pihaknya yang telah dapat

mendesak begitu rupa pemuda Jarot mulai ketawa

mengejek, "Heh-heh-heh, aku kira engkau sakti

mandraguna seperti Dewa. Nyatanya tidak

seberapa kepandaianmu."

Tentu saja Rara Inten terhina dan marah sekali.
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Akan tetapi gadis ini tetap menekan perasaan,

sebab apabila terpancing kemarahannya akan

menderita rugi sendiri.

"Paman!" kata Jarot lagi. "Kalian harus tahu

maksudku. Dia jangan engkau lukai dan engkau

bunuh. Dia harus dapat kita tangkap hidup-hidup.

Hemm, betapa gembira hatiku malam nanti, aku

memperoleh pelayanan dari gadis secantik ini.

Maka....."

"Tutup mulutmu yang kotor. Aku bukan

perempuan rendah seperti selir ayahmu, yang

dapat engkau tiduri!" pekik Rara Inten marah sekali

sambil memutarkan pedangnya menyerang

pemuda itu.

Jarot kaget sekali mendengar ucapan gadis ini

yang mengetahui rahasia pribadinya. Demikian

pula Jaran Goyang dan Gajah Ngoling, mataKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

482

mereka membelalak. Benarkah ucapan gadis itu

bahwa Jarot meniduri selir ayahnya sendiri?

"Jangan gubris ocehan gadis itu. Hayo serang

dan tangkap hidup-hidup!" perintah Jarot yang

tambah marah dan gregetan.

Perkelahian tambah sengit. Sekarang setiap

getakan pedang Rara Inten makin menjadi ganas

dengan maksud untuk membunuh. Sebaliknya tiga

orang yang masih berusaha menangkap hidup
hidup ini, berkelahi dengan hati-hati. Ini berarti

memberi keuntungan kepada Rara Inten.

Tetapi bagaimanapun, keadaan Rara Inten makin

lama semakin berbahaya. Walaupun begitu gadis

ini tetap tabah, dan gerakan pedangnya masih

tetap berbahaya setiap memperoleh kesempatan

menyerang. Gerak pedangnya tidak kacau,

sehingga ilmu pedang yang hebat itu masih tetap

saja berbahaya.

Perekelahian yang tak seimbang itu tambah lama

menjadi tambah seru. Tiba-tibai pedang pusaka

Rara Inten memperoleh kesempatan bagus sekali.

"Crak...!" Gajah Ngoling kaget dan melompat

mundur. Wajahnya berubah menjadi merah.

Ketajaman pedang gadis itu telah berhasil

memapas sebagian tongkatnya, dan peristiwa ini

tidak pernah diduga sama sekali. ,Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

483

Tetapi justeru terpapasnya sebagian tongkat ini

menyebabkan Gajah Ngoling tambah marah. Tiba
tiba tongkat itu menyerampang kaki. Secara

kebetulan pada saat itu Jaran Goyang menyerang

ke arah dada gadis itu. Sedang Jarot yang tak

tinggal diam, dengan pedangnya menyerang

pundak.

Serangan dari tiga jurusan ini bukan main

hebatnya. Merupakan serangan amat berbahaya.

Sebab saat ini Rara Inten dalam keadaan terdesak.

Hingga tentu saja Rara Inten kesulitan dalam

menyelamatkan diri.

Masih untung Rara Inten murid Jim Cing Cing

Goling, dan merupakan puteri Slamet dan Untari.

Kendati masih muda, gadis ini telah memperoleh

gemblengan dari empat orang. Di samping ayah

bundanya dan Jim Cing Cing Goling, juga mendapat

gemblengan pula dari si Bongkok Baskara. Dengan

tabah dan cekatan sekali, ia melakukan gerakan

berbareng. Pedang di tangan kanan dipergunakan

menangkis pedang Jarot. Tangan kiri dipergunakan

menangkis sambaran kipas dari samping yang

mengarah dada.

"Trangg...!" terdengar benturan keras sekali dan

pijar api beterbangan, ketika pedang Rara Inten

bertemu dengan pedang Jarot. Untung juga putera

Bupati Brojokusumo ini menggunakan pedangKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

484

pusaka. Walaupun benturan itu keras sekali,

pedang itu tidak rusak dan kutung.

Hebatnya dalam menggunakan tangan kiri untuk

menangkis kipas baja itu, Rara Inten

mengembangkan jari tangannya untuk

mencengkeram senjata lawan. Namun

cengkeramannya itu kemudian dilepaskan, karena

gadis ini merasakan telapak tangannya perih.

Tepat pada saat itu sambarang tongkat ke arah

kakinya datang. Dalam keadaan seperti itu tiada

waktu lagi bagi gadis ini untuk melompat

menghindarkan diri. Dalam pada itu dua tangannya

juga baru saja berhasil menghalau dua buah

senjata lawan, tidak mungkin dapat menolong

kakinya yang diserampang.

Untung sekali ia cukup tabah dan berani. Dalam

keadaan bahaya tidak menjadi gugup. Secepat kilat

gadis ini mengangkat kaki. Kemudian menerima

sambaran tongkat dengan telapak kaki. Berbareng

dengan itu ia telah mengerahkan tenaga sakti

untuk menolak hawa pukulan dari lawan, lalu

menggunakan tongkat lawan itu sebagai batu

loncatan.

Tubuh Rara Inten melenting tinggi. Di udara

gadis ini berjungkir-balik tiga kali, hingga tubuh itu

tidak turun malah melambung tinggi. Sesudah itu

dengan ketabahan luar biasa, Rara Inten telahKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

485

melayang turun dengan kepala di bawah dan kaki

di atas Pedang Nyai Baruni diputar sedemikian

rupa, hingga sinar hijau menyambar dengan hebat.

Sambaran pedang seperti itu merupakan

pertahanan yang kuat sekali di samping amat

mengagumkan. Membuat tiga orang lawan tidak

berani mendesak dan malah memandang dengan

kagum. Mereka tidak pernah menduga, gadis ini

dapat bergerak sepertl itu.

"Hebat..." tanpa terasa Jaran Goyang telah

memuji.

Tetapi walaupun memuji dan kagum, mereka

menyerang lagi. Perkelahian tambah hebat, dan

desakan semakin berbahaya. Bagaimanapun

kuatnya, Rara Inten hanya terbatas. Setelah

mengerahkan kepandaian dan tenaganya,

kemudian gadis ini merasakan kelelahan yang tak

tertahankan lagi. Hingga kemudian sulitlah bagi

Rara Inten yang sudah terdesak ini semakin

terdesak lagi. Hingga kemudian sulitlah bagi Rara

Inten untuk dapat mempertahankan diri dan

keselamatannya.

Sesungguhnya perkelahian tidak seimbang itu

sudah sejak lama diperhatikan oleh sepasang mata

tua yang tajam dan menyala. Mata tua itu

bersembunyi di balik pohon, dan mengamatiKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

486

permainan pedang gadis itu dengan mengangguk
angguk.

Tetapi setelah melihat Rara Inten terdesak hebat

sekali hingga sulit untuk menyelamatkan diri.

Kakek ini melesat keluar dari tempatnya

bersembunyi. Kakek itu hanya memegang ranting

kayu sebesar ibu iari kaki dan seluruh rambutnya

sudah putih.

Tetapi walapun tua gerakan kakek ini masih

tangkas dan mantap. Dialah Kiageng Ringin Putih.

Kakek ini memang pangling kepada Rara Inten.

Namun ia takkan dapat lupa kepada ilmu pedang

gadis itu merupakan ilmu pedang campuran antara

Bumi Gonjing, warisan Ladrang Kuning dengan ilmu

pedang Sapu Jagad ciptaan Jim Cing Cing Goling

sendiri. Ilmu pedang gubahan baru tersebut, oleh

penggubahnya, Jim Cing Cing Goling, diberi nama

ilmu pedang Sapu Angin.

Begitu melompat dan mendekati medan

perkelahian, kakek ini berkata halus sebagai

teguran "Hemm, tidak tahu malu! Mengapa kalian

mengeroyok orang muda, malah wanita pula?"

Teguran itu membuat mereka kaget. Akan tetapi

bukannya membuat mereka mundur, malah

tambah marah. Sudah cukup lama mereka tadi

mengeroyok tidak juga berhasil mengalahkan.Ki Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

487

Karena itu teguran kakek ini membuat mereka

malu di samping penasaran.

"Jangan mencampuri urusan kami!" hardik Jaran

Goyang mendelik.

"Mengapa tidak? Aku tentu mencampuri urusan

yang tidak adil seperti ini."

Kemudian ia mengamati Rara Inten sambil

berkata, "Inten, mundurlah! Biarlah tulangku yang

sudah keropos ini melayani mereka."

Untuk sejenak Rara Inten terbelalak, kakek ini

telah mengenal dirinya. Namun hanya sejenak saja

lalu gadis ini gembira. Ia memberi hormat sambil

berkata, "Ah kakek, kebetulan saya dapat ketemu

kakek. Saya....."

"Sudahlah, nanti kita bisa bicara lebih banyak.

Sekarang lebih baik menyelesaikan urusan ini

dulu!" potongnya.

Tentu saja tiga orang itu menjadi kaget, bahwa

antara si gadis dengan kakek itu sudah saling kenal.

Tanpa membuka mulut lagi, Jaran Goyang

menyerang dengan kipasnya. Serangan itu hebat

sekali dengan pengerahan tenaga, hingga anginnya

dahsyat menyambar.

Kiageng Ringin Putih tersenyum. Ia

memindahkan ranting kayu ke tangan kiri. Lalu iaKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

488
Ki Ageng Ringin Putih Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menggetakkan tangan kanan untuk menangkis.

Tangan kanan itu bergerak memutar, hingga

menerbitkan angin dahsyat.

"Krak.....!"

Jaran Goyang melompat mundur dengan kaget

dan wajah pucat. Ketika mengamati kipasnya, kipas

itu robek dan dua batang jari bajanya telah patah.

"Bangsat tua! Katakan siapa namamu? Butakah

matamu bahwa kami adalah ponggawa Mataram?"

bentaknya lantang. Saking marahnya, setelah

membentak ia menyerang lagi dengan kipasnya.

Walaupun dua jari kipas telah patah, tetapi Jaran

Goyang nekat. Bagaimanapun senjatanya masih

cukup berbahaya bagi lawan.

"Sabar!" kata Kiageng Ringin Putih sambil

menghindar. "Jawablah dahuiu pertanyaanku.

Mengapa sebabnya kalian tidak tahu malu dan

mengeroyok gadis itu?"

Tetapi Jaran Goyang seperti tidak mendengar. Ia

terus menyerang dan mendesak. Membuat kakek

itu menggunakan ranting kayu untuk senjata.

"Hemm, melihat tingkah lakumu yang tidak

menggubris ucapanku, jelas kamu bukan manusia

baik-baik!" hardik kakek itu.

Tanpa membuka mulut, Jaran Goyang terus

menyerang dan berusaha mendesak. Ia penasaranKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

489

sekali, sebab tadi mengeroyok tiga saja, cukup

lama tak dapat mengalahkan gadis itu. Dengan

tambahan tenaga kakek ini, tentu saja membuat ia

tidak senang.

Tetapi justeru terpengaruh oleh rasa penasaran

ini, Jaran Goyang menyerang seperti kerbau gila.

Serangannya lebih banyak ngawur, justeru

tujuannya tidak lain ingin segera dapat membunuh

kakek itu.

Sayang sekali Jaran Goyang tidak mengenal

siapakah kakek yang dihadapi sekarang ini. Kakek

sakti mandraguna yang namanya sudah harum

sejak muda dan sebagai jago pedang. Maka

walaupun sekarang yang dipergunakan hanya

ranting kayu, tetapi tak dapat dianggap ringan.

Ranting kayu itu apabila dipergunakan menusuk

bisa menembus kulit dan daging. Apabila

dipergunakan memukul, bisa menyebabkan tulang

patah.

Maka ketika Jaran Goyang menyerang hebat

sekali dengan kipas itu, Kiageng Ringin Putih

menggerakkan ranting kayu itu. Seperti julukannya

Si pedang Kilat, maka ranting kayu itu menyambar

dahsyat seperti tatit. Begitu menangkis kipas

lawan, gerak ranting kayu itu segera memutar.

Putaran ini bukan main hebatnya karena

mengandung daya sedot hingga dapat menempel

senjata lawan. Akibatnya menjadi hebat. JaranKi Ageng Ringin Putih | KOLEKTOR E-BOOK

490

Goyang tidak dapat menahan putaran itu, tetapi

sebaliknya juga tak sedia melepaskan senjatanya.

"Lepas!" teriak kakek ini sambil mengerahkan

tenaga.

Kendati Jaran Goyang berusaha

mempertahankan kipasnya, tak urung kipas itu

lepas dan melesat ke atas. Kemudian dengan

gerakan gesit, kipas itu. sudah disambar oleh si

kakek dengan tangan kiri.

Namun Kiageng Ringin Putih memang tidak ingin


Lima Sekawan 7 Memburu Kereta Api Hantu Pendekar Pulau Neraka Perisai Kulit Naga Si Teratai Merah Ang Lian Li Hiap Karya

Cari Blog Ini