Ceritasilat Novel Online

A Man Called Ove 6

A Man Called Ove Karya Fredrik Backman Bagian 6





jambu. Dan, jika ada satu hal yang disetujui Rune dan Ove, tak peduli seberapa seringnya mereka bermusuhan pada masa itu, maka hal itu adalah pendapat bahwa siapa pun yang pada saat itu menghuni rumah tetangga pasti cenderung sangat tolol.

Pada akhir 1980-an, rumah itu dibeli oleh lelaki yang tampaknya semacam manajer bank sebagai investasi . Ove mendengarnya sesumbar kepada agen perumahan. Lalu lelaki itu menyewakan rumah itu kepada serangkaian penyewa pada tahun-tahun berikutnya. Pada suatu musim panas, rumah itu disewakannya kepada tiga pemuda yang melakukan upaya lancang untuk menjadikannya sebagai zona bebas bagi serangkaian pecandu narkoba, pelacur, dan penjahat. Pesta-pesta berlangsung sepanjang waktu, pecahan kaca dari botol-botol bir memenuhi jalan setapak kecil di antara rumahrumah bagaikan confett i, dan musik membahana begitu keras hingga foto-foto di ruang duduk Sonja dan Ove berjatuhan.

Ove pergi ke sana untuk mengakhiri gangguan itu, tapi para pemuda itu mengolok-oloknya. Ketika Ove menolak untuk pergi, salah seorang dari mereka mengancamnya dengan pisau. Keesokan harinya, ketika Sonja mencoba memberi mereka pengertian, mereka menjulukinya nenek lumpuh . Malamnya, mereka memainkan musik lebih keras lagi, dan ketika dengan putus asa Anita berdiri di luar dan meneriaki mereka, mereka melemparkan botol yang melayang masuk lewat jendela ruang duduk Anita dan Rune. Dan jelas itu gagasan yang sangat buruk.

Ove langsung mulai menyusun rencana pembalasan dendam dengan meneliti aktivitas keuangan induk semang



para pemuda itu. Dia menelepon para pengacara dan aparat pajak untuk menghentikan penyewaan rumah itu, dan dia bermaksud untuk pantang mundur walaupun harus membawa kasusnya hingga sialan jauhnya ke Mahkamah Agung , seperti yang dikatakannya kepada Sonja. Namun Ove tidak sempat melaksanakan gagasan itu.

Larut malam pada suatu hari, dia melihat Rune berjalan menuju area parkir dengan kunci mobil. Ketika kembali, Rune membawa kantong plastik yang isinya tidak bisa dipastikan oleh Ove. Lalu, keesokan harinya, polisi datang dan memborgol ketiga pemuda itu serta menuduh mereka memiliki sejumlah besar narkoba yang, setelah polisi menerima informasi anonim, ditemukan di gudang mereka.

Ove dan Rune sama-sama berdiri di jalanan ketika hal itu terjadi. Mata mereka bertemu. Ove menggaruk-garuk dagu.

Aku bahkan tidak tahu di mana tempat membeli narkoba di kota ini, kata Ove serius.

Di jalanan di belakang stasiun kereta api, kata Rune dengan tangan di dalam saku. Setidaknya itulah yang kudengar, imbuhnya sambil menyeringai.

Ove mengangguk. Mereka berdiri sambil tersenyum di sana, dalam keheningan, untuk waktu yang lama. Mobil lancar? tanya Ove pada akhirnya. Selancar arloji Swiss, jawab Rune sambil tersenyum. Setelah itu, mereka berbaikan selama dua bulan. Lalu, tentu saja, mereka berselisih kembali soal sistem pemanas. Namun seperti kata Anita, rasanya menyenangkan ketika perdamaian berlangsung.



Penyewa datang dan pergi pada tahun-tahun berikutnya, sebagian besar dengan sejumlah kesabaran dan penerimaan yang mengejutkan dari Ove dan Rune. Perspektif bisa menciptakan banyak sekali perbedaan bagi reputasi seseorang.

Pada musim panas pertengahan 1990-an, seorang perempuan pindah ke sana bersama bocah laki-laki montok berusia sekitar sembilan tahun yang langsung dicintai oleh Sonja dan Anita. Ayah si bocah meninggalkan mereka ketika bocah itu baru saja lahir, itulah yang didengar Sonja dan Anita. Seorang lelaki berleher gempal berusia sekitar empat puluh tahun yang kini tinggal bersama mereka, dan yang bau napasnya berupaya diabaikan selama mungkin oleh Sonja dan Anita, adalah kekasih baru perempuan itu.

Lelaki itu jarang di rumah, dan Anita serta Sonja tidak mau terlalu banyak bertanya. Mereka menganggap perempuan itu melihat kebaikan dalam diri lelaki itu yang mungkin tidak mereka pahami.

Dia mengurus kami, dan kau tahulah seperti apa itu, tidaklah mudah menjadi ibu tunggal, kata perempuan itu sambil tersenyum tabah pada suatu ketika. Jadi, kaum perempuan dari rumah-rumah tetangga tidak membahasnya lebih lanjut.

Ketika untuk kali pertama mereka mendengar lelaki berleher gempal berteriak menembus dinding, mereka memutuskan bahwa setiap orang harus dibiarkan mengurusi urusannya sendiri di rumahnya. Ketika mendengar untuk



kali kedua, mereka menganggap semua keluarga terkadang bertengkar, dan mungkin ini tidak lebih serius daripada itu.

Ketika kemudian lelaki berleher gempal sedang pergi, Sonja mengundang perempuan dan bocah itu untuk minum kopi. Perempuan itu menjelaskan sambil tertawa tegang bahwa memar-memar itu gara-gara dia membuka pintu lemari dapur terlalu cepat. Malamnya, Rune bertemu dengan lelaki berleher gempal di area parkir. Lelaki itu jelas keluar dari mobil dalam keadaan mabuk.

Selama dua malam setelah itu, rumah-rumah tetangga di kedua sisi jalanan bisa mendengar begaimana lelaki itu berteriak di dalam sana dan barang-barang dilemparkan ke lantai. Mereka mendengar perempuan itu berteriak singkat kesakitan, dan ketika suara tangisan bocah sembilan tahun yang memohon agar lelaki itu menghentikan perbuatannya terdengar lewat dinding, Ove pergi ke luar dan berdiri di depan rumahnya. Rune sudah menunggu.

Mereka sedang berada di tengah salah satu perebutan kekuasaan yang terburuk dalam kelompok pembina Asosiasi Warga. Sudah hampir setahun mereka tidak saling bicara. Kini, mereka hanya saling memandang sekilas, lalu kembali memasuki rumah tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Dua menit kemudian, mereka bertemu di depan rumah itu dengan berpakaian lengkap. Mereka membunyikan bel; begitu membuka pintu, bajingan itu langsung menyerang mereka, tapi kepalan tangan Ove menghantam tulang hidungnya. Lelaki itu kehilangan keseimbangan, bangkit berdiri, meraih pisau dapur, dan berlari menerjang Ove. Dia tidak pernah mencapai tujuan. Kepalan tangan kukuh Rune



menghantamnya seperti martil. Di masa kejayaannya dulu, Rune lumayan hebat. Sangat tidak bijak untuk terlibat adu jotos dengannya.

Keesokan harinya, lelaki itu meninggalkan rumah bandar dan tidak pernah kembali lagi. Perempuan muda itu tidur di rumah Anita dan Rune selama dua pekan, sebelum berani pulang kembali bersama putranya. Lalu, Rune dan Ove berangkat ke kota dan pergi ke bank, dan malamnya, Sonja dan Anita menjelaskan kepada perempuan muda itu bahwa dia bisa memandang pemberian mereka sebagai hadiah atau pinjaman, terserah mana yang lebih disukainya. Tapi, pemberian itu tidak bisa didiskusikan lagi. Jadi, perempuan muda itu tetap tinggal di rumahnya bersama putranya, seorang bocah kecil montok yang mencintai komputer dan bernama Jimmy.

Kini Ove membungkuk dan memandang batu nisan dengan sangat serius.

Aku hanya berpikir aku akan punya lebih banyak waktu, entah bagaimana, untuk melakukan & segalanya. Sonja tidak menjawab.

Aku tahu bagaimana perasaanmu jika aku menimbulkan masalah, Sonja. Tapi kali ini, kau harus mengerti. Tidak ada yang bisa berdebat dengan orang-orang ini.

Ove menusukkan kuku jempolnya ke telapak tangan. Batu nisan itu tetap berada di tempatnya tanpa mengucapkan sesuatu pun, tapi Ove tidak memerlukan kata-kata untuk mengetahui apa yang dipikirkan Sonja. Pendekatan bisu selalu



menjadi trik yang dipilih Sonja ketika berselisih dengan Ove. Tak peduli semasa dia masih hidup atau sudah mati.

Keesokan paginya, Ove menelepon Aparat Dinas Sosial atau apa pun sebutannya. Dia menelepon dari rumah Parvaneh karena sudah tidak berlangganan telepon lagi. Parvaneh menyarankannya untuk bersikap ramah dan bersahabat . Percakapan itu tidak dimulai dengan begitu baik karena Ove segera disambungkan dengan petugas yang bertanggung jawab , yaitu lelaki perokok berkemeja putih.

Lelaki itu langsung menunjukkan tingkat kemarahan yang tinggi menyangkut Skoda putih kecilnya yang masih terparkir di ujung jalanan di luar rumah Rune dan Anita. Dan ya, Ove mungkin bisa menetapkan posisi bernegosiasi yang lebih baik seandainya dia langsung meminta maaf soal itu, dan mungkin bahkan menyatakan penyesalannya karena telah secara sengaja membuat lelaki berkemeja putih mengalami kesulitan gara-gara tidak punya mobil. Itu jelas lebih baik daripada alternatifnya, yaitu mendesis: Jadi, kini kau mungkin sudah belajar membaca plang! Dasar bajingan buta huruf!

Tindakan Ove berikutnya melibatkan upaya untuk meyakinkan lelaki itu bahwa Rune seharusnya tidak dimasukkan ke panti jompo. Lelaki itu memberi tahu Ove bahwa Dasar bajingan buta huruf! adalah pilihan kata-kata yang sangat buruk dalam membahas masalah itu. Setelah itu muncullah serangkaian panjang frasa tidak sopan dari kedua ujung telepon, sebelum Ove menyatakan dengan jelas bahwa segala sesuatunya tidak boleh dibiarkan berlangsung seperti ini.



Seseorang tidak bisa datang begitu saja, memindahkan orang dari rumahnya, dan mengangkut mereka ke panti dengan cara lama apa pun sesukanya, hanya karena ingatan orang itu menjadi sedikit cacat. Lelaki di ujung lain telepon menjawab dingin bahwa kini tidaklah begitu penting di mana mereka memasukkan Rune, dalam keadaannya saat ini , karena bagi Rune mungkin hanya sedikit sekali bedanya di mana pun dia berada . Ove meneriakkan serangkaian makian sebagai balasannya. Lalu, lelaki berkemeja putih mengucapkan sesuatu yang sangat tolol.

Keputusan telah dibuat. Investigasinya telah berlangsung selama dua tahun. Tidak ada yang bisa kau lakukan, Ove. Tidak ada. Sama sekali.

Lalu dia menutup telepon.

Ove memandang Parvaneh. Memandang Patrick. Membanting ponsel Parvaneh ke meja dapur dan berteriak bahwa mereka memerlukan Rencana baru! Segera! Parvaneh tampak sangat sedih, tapi Patrick langsung mengangguk, meraih kruknya dan tertatih-tatih keluar dengan cepat lewat pintu. Seakan dia hanya menunggu Ove berkata begitu. Lima menit kemudian, yang sangat mengecewakan Ove, Patrick kembali bersama Anders si pesolek konyol dari rumah sebelah. Juga Jimmy yang membuntuti dengan ceria.

Mau apa dia kemari? tanya Ove sambil menunjuk si pesolek.

Kupikir kau perlu rencana? kata Patrick sambil mengangguk menunjuk si pesolek dan tampak merasa sangat puas.



Anders-lah rencana kita! imbuh Jimmy.

Anders memandang ke sekeliling ruangan dengan sedikit canggung, jelas sedikit berkecil hati melihat ekspresi Ove. Namun Patrick dan Jimmy bersikeras mendorongnya ke ruang duduk.

Ayolah, beri tahu dia, kata Patrick. Beri tahu apa?

Oke, jadi kudengar kau punya beberapa masalah dengan pemilik Skoda itu, kan? kata Anders memulai sambil melirik Patrick dengan gugup. Ove mengangguk tidak sabar agar dia melanjutkan.

Nah, kurasa aku belum pernah memberitahumu perusahaan macam apa yang kumiliki, bukan? lanjut Anders bimbang.

Ove memasukkan tangan ke saku. Sikapnya berubah sedikit lebih santai. Lalu Anders memberitahunya. Dan, bahkan Ove pun harus mengakui bahwa itu kedengarannya rencana yang nyaris lebih dari layak.

Di mana kau menyimpan si cewek pirang & , tanya Ove begitu Anders selesai bicara, tapi dia terdiam ketika Parvaneh menendang kakinya. Pacarmu, katanya membetulkan.

Oh. Kami putus. Dia pindah, jawab Anders sambil memandang sepatunya.

Lalu Anders harus menjelaskan bahwa tampaknya perempuan itu sedikit jengkel karena Ove sangat memusuhi dirinya dan anjingnya. Namun, kejengkelan perempuan itu tidak ada artinya jika dibandingkan dengan kemarahannya ketika Anders tahu bahwa Ove menjuluki peliharaannya



sebagai Anjing Kampung dan tidak bisa berhenti tersenyum karenanya.

Jadi, pada akhirnya, ketika sore itu lelaki perokok berat berkemeja putih muncul di jalanan mereka didampingi petugas polisi untuk menuntut agar Ove melepaskan Skoda putih dari penjaranya, gandengan dan Skoda putih itu sudah tidak ada. Ove berdiri tenang di luar rumahnya dengan tangan dimasukkan ke saku, sementara musuhnya akhirnya kehilangan seluruh ketenangannya dan mulai meneriakkan makian-makian kepadanya.

Ove menyatakan dirinya sama sekali tidak tahu bagaimana peristiwa itu terjadi, tapi dengan ramah dia menyatakan semuanya ini tidak akan terjadi seandainya lelaki itu menghormati plang yang menjelaskan bahwa mobil dilarang di area itu. Jelas Ove menghilangkan detail bahwa Anders memiliki perusahaan derek mobil, dan salah satu truk derek Anders telah menderek Skoda itu pada jam makan siang, lalu meletakkannya di tambang batu besar sejauh empat puluh kilometer di luar kota. Dan ketika petugas polisi dengan bijaknya bertanya apakah Ove benar-benar tidak melihat sesuatu pun, Ove memandang lurus ke dalam mata lelaki berkemeja putih dan menjawab:

Aku tidak tahu. Mungkin aku sudah lupa. Orang mulai kehilangan ingatan di usiaku.

Ketika polisi melihat ke sekeliling, lalu bertanya-tanya mengapa Ove berdiri di jalanan jika dia tidak punya hubungan dengan hilangnya Skoda itu, Ove hanya mengangkat bahu dengan polosnya dan melirik lelaki berkemeja putih:



Masih tidak ada acara bagus di TV.

Kemarahan memucatkan wajah lelaki itu hingga, jika memungkinkan, wajahnya bahkan lebih putih daripada kemejanya. Dia berbalik pergi, berteriak bahwa ini jauh dari berakhir . Dan tentu saja, ini memang belum berakhir. Kira-kira satu jam kemudian, Anita membuka pintu untuk seorang kurir, yang memberinya surat tercatat dari dewan kota. Ditandatangani, dikonfi rmasi, dengan tanggal dan waktu pemindahan ke panti perawatan.

Dan kini Ove berdiri di samping batu nisan Sonja dan berhasil mengucapkan sesuatu mengenai betapa menyesal dirinya .

Kau menjadi sangat marah ketika aku bertengkar dengan orang-orang. Aku tahu itu. Tapi, inilah kenyataannya. Kau harus menungguku sedikit lebih lama di atas sana. Saat ini aku tidak punya waktu untuk mati.

Lalu Ove menggali tanaman bunga berwarna dadu yang telah membeku dan menanam tanaman bunga baru, menegakkan tubuh, melipat kursi-lipat, dan berjalan menuju area parkir sambil menggumamkan sesuatu yang secara mencurigakan kedengarannya seperti karena perang sialan sedang berlangsung .[]



35

Lelaki Bernama Ove Dan

Ketidakcakapan Sosial

KETIKA PARVANEH, DENGAN MATA PANIK, langsung berlari memasuki lorong rumah Ove dan terus menuju toilet, bahkan tanpa repot-repot mengucapkan selamat pagi . Ove langsung bertanya-tanya bagaimana mungkin seseorang menjadi teramat ingin kencing dalam waktu dua puluh detik yang diperlukannya untuk berjalan dari rumahnya sendiri ke rumah Ove. Namun Sonja pernah memberitahunya bahwa tidak ada yang bisa menandingi perempuan hamil yang sedang menginginkan sesuatu . Jadi Ove diam saja.

Para tetangga mengatakan Ove telah menjadi seperti orang yang berbeda dalam beberapa hari terakhir ini, dan mereka tidak pernah melihat Ove begitu terlibat sebelumnya. Namun seperti yang dijelaskan Ove dengan jengkel kepada mereka, itu hanya karena Ove tidak pernah melibatkan diri dengan urusan tertentu mereka sebelumnya. Dia sendiri selalu menjadi orang yang sialan terlibat -nya.



Patrick mengatakan cara Ove berjalan di antara rumahrumah dan membanting pintu sepanjang waktu adalah seperti robot pembalas dendam dari masa depan yang sedang benar-benar murka . Ove tidak tahu apa maksud Patrick dengan perkataan itu. Bagaimanapun, dia menghabiskan waktu berjam-jam di malam hari dengan duduk bersama Parvaneh, Patrick, dan kedua anak perempuan mereka, sementara Patrick berupaya sebaik mungkin memberi tahu Ove agar tidak menciptakan sidik jari marah di seluruh monitor komputernya setiap kali dia ingin memperlihatkan sesuatu kepada mereka. Jimmy, Mirsad, Adrian, dan Anders juga berada di sana. Jimmy telah berulang kali meminta semua orang agar menyebut dapur Parvaneh dan Patrick sebagai The Death Star , stasiun ruang angkasa sekaligus senjatasuper dalam Star Wars, dan Ove sebagai Darth Ove , merujuk pada Darth Vader, salah seorang tokoh dalam Star Wars.

Mereka telah mempertimbangkan banyak rencana selama beberapa hari terakhir termasuk meletakkan mariyuana di gudang lelaki berkemeja putih, sesuatu yang mungkin disarankan oleh Rune. Namun setelah beberapa malam, Ove seakan menyerah. Dia mengangguk muram, meminta izin menggunakan telepon, lalu berjalan menyeret langkah ke ruang sebelah untuk menelepon.

Ove tidak suka melakukan ini. Namun perang adalah perang.

Parvaneh keluar dari toilet.

Kau sudah selesai? Ove bertanya-tanya, seakan mencurigai ini sebagai semacam jeda paruh-waktu



Parvaneh mengangguk. Namun persis ketika mereka sedang dalam perjalanan keluar lewat pintu, dia memperhatikan sesuatu di ruang duduk Ove dan langsung berhenti berjalan. Ove berdiri di ambang pintu, tapi dia tahu sekali apa yang sedang ditatap Parvaneh.

Itu & . Bah! Persetan, itu bukan sesuatu yang istimewa, gumamnya sambil berupaya memanggil Parvaneh agar keluar.

Ketika perempuan itu tidak sanggup beranjak, Ove menendang keras pinggiran kerangka pintu.

Benda itu hanya mengumpulkan debu. Aku mengampelas, memperbaiki, dan memberinya lapisan pernis lagi. Itu saja. Sialan. Itu bukan masalah besar, gumamnya jengkel.

Oh, Ove, bisik Parvaneh.

Ove menyibukkan diri, memeriksa ambang pintu dengan beberapa tendangan.

Kita bisa mengampelas dan mengecatnya kembali dengan warna dadu. Maksudku, jika bayinya ternyata perempuan, gumamnya.

Ove berdeham.

Atau, jika bayinya ternyata laki-laki. Sekarang ini bocah laki-laki boleh mendapat warna dadu, bukan?

Parvaneh memandang ranjang bayi biru muda itu, sebelah tangannya menutupi mulut.

Jika kau sekarang mulai menangis, kau tidak boleh memilikinya, ujar Ove mengingatkan.


A Man Called Ove Karya Fredrik Backman di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dan ketika Parvaneh mulai menangis juga, Ove mendesah dasar perempuan lalu berbalik dan mulai melangkah menyusuri jalanan.

Lelaki berkemeja putih mematikan rokoknya dengan injakan sepatu dan menggedor-gedor rumah Anita dan Rune kira-kira setengah jam kemudian. Dia membawa tiga pemuda berseragam perawat, seakan mengharapkan perlawanan kasar. Ketika Anita yang mungil dan ringkih membuka pintu, ketiga pemuda itu tampak sedikit malu, terutama terhadap diri mereka sendiri. Namun lelaki berkemeja putih maju selangkah menghampiri Anita dan melambai-lambaikan dokumen di udara, seakan memegang kapak.

Sudah saatnya, katanya kepada Anita dengan semacam ketidaksabaran, lalu mencoba melangkah memasuki lorong.

Namun Anita menghalangi jalannya. Sejauh yang bisa dilakukan oleh perempuan bertubuh seukurannya dalam menghalangi jalan seseorang.

Tidak! katanya tanpa bergerak satu inci pun. Lelaki berkemeja putih berhenti dan memandangnya. Menggeleng-gelengkan kepala dengan lelah dan mengerutkan hidung, hingga nyaris tampak seakan hidung itu terbenam dalam daging pipinya.

Kau sudah punya waktu dua tahun untuk melakukan ini dengan cara mudah, Anita. Dan kini keputusan telah dibuat. Jadi, selesailah sudah.

Lelaki itu mencoba melewati Anita lagi, tapi perempuan itu tetap berada di tempatnya di ambang pintu, bergeming seperti batu tegak kuno.



Anita menghela napas panjang tanpa mengakhiri kontak mata mereka.

Cinta macam apakah ini, jika kau harus menyerahkan seseorang ketika segalanya menjadi sulit? teriaknya dengan suara bergetar oleh kepedihan. Meninggalkan seseorang ketika muncul perlawanan? Katakan, cinta macam apakah itu?

Lelaki itu mencubit bibir. Muncul kedutan tegang di sekitar tulang pipinya.

Hampir sepanjang waktu Rune bahkan tidak tahu di mana dia berada. Investigasinya menunjukkan

Tapi aku TAHU! sela Anita sambil menuding ketiga perawat itu. AKU TAHU! teriaknya kepada mereka.

Dan siapa yang akan merawatnya, Anita? tanya lelaki itu kepada diri sendiri sambil menggeleng-gelengkan kepala. Lalu dia maju selangkah dan mengisyaratkan ketiga perawat itu agar mengikutinya ke dalam rumah.

Aku yang akan merawatnya! jawab Anita. Tatapannya segelap kuburan di laut.

Lelaki berkemeja putih hanya terus menggelenggelengkan kepala ketika menerobos melewatinya. Dan baru pada saat itulah dia melihat bayang-bayang yang menjulang di belakang Anita.

Aku juga, kata Ove.

Dan aku juga, kata Parvaneh.



Dan aku! kata Patrick, Jimmy, Anders, Adrian, dan Mirsad serempak sambil melangkah maju ke ambang pintu, hingga mereka saling bertumbukan.

Lelaki berkemeja putih berhenti berjalan. Matanya menyipit hingga berupa celah.

Mendadak seorang perempuan bercelana jins belel dan berjaket penahan-angin hijau yang agak kebesaran muncul di sisi lelaki berkemeja putih dengan alat perekam di tangan.

Aku dari surat kabar lokal, kata Lena, dan aku ingin mengajukan beberapa pertanyaan kepadamu.

Lelaki berkemeja putih memandangnya untuk waktu yang lama. Lalu dia mengalihkan pandangan kepada Ove. Kedua lelaki itu saling bertatapan dalam keheningan. Lena, si jurnalis, mengeluarkan setumpuk dokumen dari tasnya. Dia meletakkan semua dokumen ini ke tangan lelaki itu.

Ini adalah semua pasien yang berada di bawah tanggung jawabmu dan departemenmu selama beberapa tahun terakhir. Semua orang seperti Rune, yang telah dimasukkan ke panti perawatan dan panti jompo di luar kehendak mereka sendiri dan keluarga mereka. Semua penyimpangan yang terjadi di panti perawatan jompo, yang penempatannya menjadi tanggung jawabmu. Semua hal yang tidak mengikuti peraturan dan prosedur yang benar, kata Lena.

Dia mengucapkan ini dengan nada seakan dia hanya sedang menyerahkan kunci mobil yang baru saja dimenangkan lelaki itu dalam lotre. Lalu dia mengimbuhkan, sambil tersenyum:



Kau tahu, ketika kau menjadi jurnalis, hal hebat yang bisa dikatakan mengenai penyelidikan birokrasi adalah bahwa orang pertama yang melanggar peraturan birokrasi selalu birokratnya sendiri.

Lelaki berkemeja putih tidak melirik Lena sekejap pun. Dia terus menatap Ove. Tidak sepatah kata pun keluar dari bibir mereka berdua. Perlahan-lahan lelaki berkemeja putih mengatupkan rahang.

Patrick berdeham di belakang Ove dan melompat keluar dari rumah bandarnya dengan kruk, sambil mengangguk pada tumpukan dokumen di lengan lelaki itu.

Kami juga punya laporan bankmu selama tujuh tahun terakhir. Dan semua tiket kereta api dan pesawat yang kau beli dengan kartumu, juga semua hotel yang kau inapi. Dan semua sejarah pencarian Internet di komputer kerjamu. Dan semua korespondensi email-mu, baik soal pekerjaan maupun pribadi & .

Mata lelaki berkemeja putih berkelana dari satu orang ke orang yang lain. Rahangnya terkatup begitu erat hingga kulit di wajahnya berubah pucat.

Bukannya akan ada sesuatu yang ingin kau rahasiakan, kata Lena sambil menyeringai.

Sama sekali tidak, kata Patrick setuju. Tapi, kau tahulah & .

Begitu kau mulai benar-benar menggali masa lalu seseorang & .

& biasanya kau akan menemukan sesuatu yang lebih suka mereka simpan sendiri, kata Lena.



Sesuatu yang lebih suka untuk & mereka lupakan, jelas Patrick sambil mengangguk ke arah ruang duduk, tempat kepala Rune menyembul dari salah satu kursi-berlengan.

TV menyala di dalam sana. Aroma kopi yang baru saja diseduh melayang lewat pintu. Patrick menudingkan salah satu kruknya, menyodok pelan tumpukan dokumen di lengan lelaki itu sehingga taburan salju jatuh di kemeja putih lelaki itu.

Jika aku adalah dirimu, yang terutama aku akan melihat sejarah pencarian di Internet, jelasnya.

Lalu mereka semua berdiri di sana. Anita, Parvaneh, perempuan jurnalis itu, Patrick, Ove, Jimmy, Anders, dan lelaki berkemeja putih serta ketiga perawat itu, dalam semacam keheningan yang hanya berlangsung selama beberapa detik sebelum semua pemain dalam permainan poker yang mempertaruhkan segala yang mereka miliki harus meletakkan kartu mereka di meja.

Akhirnya setelah keheningan yang, bagi semua yang terlibat terasa seakan ditahan di bawah air tanpa kemungkinan untuk bernapas, perlahan-lahan lelaki berkemeja putih mulai meneliti dokumen-dokumen di lengannya.

Dari mana kau mendapat semua omong kosong ini? desisnya dengan bahu terangkat ke leher.

Di InterNET! teriak Ove, singkat dan berang, ketika melangkah keluar dari rumah bandar Anita dan Rune dengan tangan terkepal di samping pinggul.

Lelaki berkemeja putih kembali mendongak. Lena berdeham dan menyodok tumpukan dokumen itu.



Mungkin tidak ada apa pun yang ilegal dalam semua catatan lama ini, tapi editorku merasa cukup yakin bahwa, dengan jenis penelitian media yang tepat, akan perlu waktu berbulan-bulan bagi departemenmu untuk menjalani semua proses hukumnya. Tahunan, mungkin & . Dengan lembut dia meletakkan tangannya sekali lagi di bahu lelaki itu. Jadi, kurasa akan lebih mudah bagi semua orang yang terlibat jika kau pergi saja sekarang, bisiknya.

Lalu, yang membuat Ove sangat terkejut, lelaki bertubuh kecil itu patuh. Dia berbalik dan pergi, diikuti oleh ketiga perawat. Dia berbelok dan menghilang seperti bayang-bayang ketika matahari mencapai puncaknya di langit. Atau seperti penjahat di akhir cerita.

Lena mengangguk puas kepada Ove, Sudah kubilang, tak seorang pun ingin bertengkar dengan jurnalis! Ove memasukkan tangan ke saku.

Jangan lupa apa yang kau janjikan kepadaku. Lena menyeringai.

Ove mengerang.

Omong-omong, kau sudah membaca surat yang kukirimkan kepadamu? tanya Lena.

Ove menggeleng.

Baca sekarang! desak Lena.

Ove menjawab dengan sesuatu yang mungkin berupa ya, ya atau embusan udara garang lewat hidung. Sulit untuk dipastikan.



Ketika meninggalkan rumah itu satu jam kemudian, Ove telah duduk di ruang duduk, bicara tenang berduaan saja dengan Rune untuk waktu yang lama. Karena dia dan Rune perlu bicara tanpa gangguan , kata Ove jengkel sebelum mengusir Parvaneh, Anita, dan Patrick ke dapur.

Dan seandainya Anita tidak mengenal keduanya dengan baik, dia bisa saja bersumpah mendengar Rune tertawa keras beberapa kali dalam menit-menit berikutnya.[]



36

Lelaki Bernama Ove Dan Wiski

SULIT BAGI SESEORANG UNTUK MENGAKUI kekeliruannya sendiri. Terutama ketika orang itu telah keliru untuk waktu yang sangat lama.

Dahulu, Sonja sering mengatakan bahwa Ove baru mengaku keliru satu kali saja selama bertahun-tahun mereka menikah, dan itu pada awal 1980-an, setelah dia menyetujui Sonja mengenai sesuatu yang kemudian terbukti keliru. Ove sendiri ngotot menyatakan itu bohong, itu kebohongan sialan. Berdasarkan defi nisinya, dia hanya mengaku bahwa Sonja keliru, sedangkan dirinya sendiri tidak.

Mencintai seseorang bisa disamakan dengan pindah ke sebuah rumah. Itulah yang dulu biasa dikatakan Sonja.

Mulanya kau jatuh cinta dengan semua barang barunya, setiap pagi merasa takjub karena semuanya ini milikmu, seakan khawatir seseorang akan mendadak masuk untuk



menjelaskan bahwa telah terjadi kesalahan mengerikan, seharusnya kau tidak tinggal di tempat seindah ini.

Lalu, bertahun-tahun kemudian, dinding rumahnya menjadi lapuk, kayunya pecah di sana sini, dan kau mulai mencintai rumah itu bukan karena semua kesempurnaannya, tapi lebih karena ketidaksempurnaannya. Kau mulai mengenal semua sudut dan celahnya. Bagaimana cara menghindari kunci tersangkut di lubangnya ketika udara di luar dingin.

Papan-papan lantai mana yang sedikit meleyot ketika diinjak, atau bagaimana cara membuka pintu lemari pakaian tanpa berderit. Semuanya ini adalah rahasia kecil yang menjadikan rumah itu sebagai rumahmu.

Tentu saja Ove curiga dirinya direpresentasikan sebagai lemari pakaian di dalam contoh itu. Dan, sesekali dia mendengar Sonja bergumam: terkadang aku bertanyatanya apakah ada yang bisa dilakukan, jika seluruh fondasinya sudah keliru sedari awal, ketika sedang marah terhadapnya. Dia tahu sekali apa maksud perkataan Sonja.

Aku hanya bilang itu pasti tergantung dari harga mesin dieselnya? Dan, berapa banyak pemakaiannya per kilometer? kata Parvaneh acuh, sambil melambatkan Saab di dekat lampu merah dan berupaya, dengan sedikit menggerutu, untuk lebih menyamankan diri di kursinya.

Ove memandang perempuan itu dengan kekecewaan yang luar biasa, seakan Parvaneh tidak begitu mendengarkan semua perkataannya. Dia telah berupaya mendidik perempuan hamil ini mengenai pengetahuan dasar memiliki mobil. Dia



telah menjelaskan bahwa orang harus mengganti mobil setiap tiga tahun sekali agar tidak kehilangan uang.

Dengan susah payah dia telah menjelaskan apa yang sangat disadari oleh orang yang tahu segalanya, yaitu bahwa seseorang harus menyetir setidaknya dua puluh ribu kilometer per tahun, jika ingin menghemat uang dengan memilih mesin berbahan bakar diesel alih-alih bensin. Dan, apa yang dilakukan Parvaneh? Dia mulai mengoceh, tidak setuju seperti biasanya, mendebat hal-hal semacam pasti kau tidak menghemat uang dengan membeli mobil baru dan itu pasti tergantung dari berapa harga mobilnya . Lalu, dia bertanya, Mengapa?

Karena! jawab Ove.

Benar, kata Parvaneh, sambil memutar bola mata dengan cara yang membuat Ove curiga bahwa perempuan itu tidak mengakui keahliannya dalam topik itu, tidak seperti yang selayaknya diharapkan orang darinya.

Beberapa menit kemudian, Parvaneh berhenti di area parkir di seberang jalan.

Aku akan menunggu di sini, katanya.

Jangan mengotak-atik pengaturan radioku, perintah Ove.

Memangnya aku mau, dengus Parvaneh, dengan semacam senyum yang mulai tidak disukai Ove dalam beberapa minggu terakhir ini.

Menyenangkan sekali kau datang kemarin, imbuhnya.



Ove menjawab dengan salah satu suaranya yang tidak bisa dibilang kata-kata, karena lebih menyerupai pembersihan saluran udara. Parvaneh menepuk-nepuk lutut Ove.

Kedua putriku senang jika kau datang. Mereka menyukaimu!

Ove keluar dari mobil tanpa menjawab. Tidak banyak yang keliru dengan hidangan semalam. Itu bahkan bisa diakuinya, walaupun dia tidak merasa perlu menciptakan kerepotan semacam itu ketika memasak, seperti yang dilakukan Parvaneh. Daging, kentang, dan saus sudah sangat memadai. Namun, jika orang harus merumitkan segalanya seperti yang dilakukan Parvaneh, maka Ove mungkin bisa menyetujui bahwa nasi dengan safronnya lumayan bisa dimakan. Sungguh. Jadi dia menyantap dua porsi. Dan si kucing menyantap satu setengah porsi.

Setelah makan malam, sementara Patrick mencuci piring, si gadis tiga tahun mendesak Ove agar membacakan dongeng sebelum tidur. Ove merasa sangat kesulitan untuk berdebat dengan si kerdil yang seakan tidak memahami perdebatan normal itu, jadi dengan bersungut-sungut dia mengikuti si gadis tiga tahun melintasi lorong menuju kamarnya dan duduk di samping ranjangnya, lalu membacakan cerita dengan semangat-Ove seperti biasa, seperti yang pernah dikatakan Parvaneh, walaupun Ove tidak tahu apa maksud Parvaneh dengan perkataan itu. Ketika gadis tiga tahun terlelap dengan sebagian kepala di lengan Ove dan sebagian lagi di atas buku terbuka, Ove meletakkan gadis itu dan si kucing di ranjang, lalu mematikan lampu.



Dalam perjalanan kembali melintasi lorong, Ove melewati kamar si gadis tujuh tahun. Tentu saja, gadis itu sedang duduk di depan komputer, mengetik dan asyik sendiri. Ove mengerti, inilah yang tampaknya dilakukan semua anak sekarang ini. Patrick menjelaskan bahwa dirinya telah berupaya memberikan permainan-permainan komputer baru, tapi si gadis tujuh tahun hanya ingin menjalankan permainan itu . Dan ini membuat Ove cenderung lebih berpihak kepada gadis tujuh tahun dan permainan komputernya. Ove menyukai orang yang tidak melakukan apa yang diperintahkan Patrick.

Ada gambar di mana-mana di semua dinding kamar si gadis tujuh tahun. Sebagian besarnya sketsa pensil hitam putih. Sama sekali tidak jelek, mengingat gambar-gambar itu diciptakan tanpa adanya kemampuan deduktif dan dengan fungsi motorik yang sangat belum berkembang milik anak berusia tujuh tahun. Ove bersedia mengakui hal itu. Sama sekali tidak ada gambar orang. Hanya rumah. Ove menganggap ini teramat menarik.

Dia melangkah memasuki kamar dan berdiri di samping si gadis tujuh tahun. Gadis itu mendongak dari komputer dengan ekspresi wajah masam yang tampaknya selalu ditampilkan olehnya, dan sesungguhnya dia tidak tampak terlalu senang dengan kehadiran Ove. Tapi, ketika Ove tetap berada di tempatnya, gadis tujuh tahun menunjuk sebuah kotak penyimpanan terbalik yang terbuat dari plastik, di lantai. Ove mendudukinya. Dan dengan suara pelan gadis tujuh tahun mulai menjelaskan bahwa permainan itu menyangkut pembangunan rumah, lalu pembuatan kota dari rumah-rumah itu.
A Man Called Ove Karya Fredrik Backman di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo



Aku suka rumah, gumam anak itu pelan. Ove memandangnya. Gadis itu memandang Ove. Ove meletakkan telunjuk di layar, meninggalkan sidik jari besar, menunjuk ruang kosong di kota itu dan bertanya apa yang terjadi jika dia mengklik tempat itu. Gadis tujuh tahun menggerakkan kursor ke sana dan mengklik, dan dalam sekejap komputer itu memasang rumah di sana. Ove tampak agak curiga. Lalu dia menyamankan diri di atas kotak plastik itu dan menunjuk ruang kosong lain. Dua setengah jam kemudian, Parvaneh melangkah masuk dengan marah dan mengancam hendak menarik steker jika mereka tidak langsung berhenti bermain.

Persis ketika Ove berdiri di ambang pintu bersiap untuk pergi, si gadis tujuh tahun menarik lengan kemejanya dengan hati-hati dan menunjuk gambar di dinding, tepat di samping Ove. Itu rumahmu, bisiknya, seakan itu rahasia antara dirinya dan Ove.

Ove mengangguk. Ternyata kedua anak kecil itu lumayan juga.

Ove meninggalkan Parvaneh di area parkir, menyeberang jalan, membuka pintu kaca, dan melangkah masuk. Kafe itu kosong. Kipas-pemanas di atas kepala terbatuk-batuk seakan dipenuhi asap rokok. Amel berdiri di balik meja dengan kemeja bernoda, mengelap gelas-gelas dengan lap putih.

Tubuh gemuknya lunglai, seakan baru saja mengembuskan napas yang sangat panjang. Wajahnya menunjukkan gabungan antara kepedihan mendalam dan kemarahan tak terperikan yang hanya bisa ditampilkan oleh lelaki generasinya yang



berasal dari bagian dunianya. Ove tetap berada di tempatnya, di tengah ruangan. Kedua lelaki itu saling mengamati selama kira-kira semenit. Salah seorang dari mereka adalah lelaki yang tidak tega mengusir pemuda homoseksual dari rumahnya, sedangkan yang seorang lagi adalah lelaki yang tidak bisa menahan diri untuk tidak mengusir pemuda itu. Pada akhirnya Ove mengangguk serius dan duduk di salah satu kursi bar.

Dia menyatukan sepasang tangannya di atas meja dan memandang Amel tanpa ekspresi.

Kini aku tidak akan menolak wiski, seandainya penawaran itu masih berlaku.

Dada Amel kembang-kempis dalam beberapa tarikan napas tersentak-sentak di balik kemeja bernodanya. Mulanya dia seakan mempertimbangkan untuk membuka mulut, tapi kemudian dia berpikir ulang. Dia menyelesaikan pengelapan gelas-gelas dalam keheningan. Melipat dan meletakkan lap di samping mesin espresso. Menghilang ke dapur tanpa berkatakata. Kembali dengan dua gelas dan sebuah botol yang hurufhuruf pada labelnya tidak terbaca oleh Ove. Meletakkan kesemuanya ini di atas meja di antara mereka.

Sulit bagi seseorang untuk mengakui kekeliruannya sendiri. Terutama ketika orang itu telah keliru untuk waktu yang sangat lama.[]



37

Lelaki Bernama Ove Dan Banyak Bergajul Yang Ingin Tahu Urusan

Orang

MAAF SOAL INI, KATA OVE parau. Dia membersihkan salju dari batu nisan. Tapi, kau tahulah bagaimana keadaannya. Orang-orang sama sekali tidak menghargai batasan-batasan pribadi lagi. Mereka menyerbu rumahmu tanpa mengetuk dan menciptakan kehebohan besar. Kau bahkan nyaris tidak bisa duduk di toilet dengan tenang lagi, jelasnya sambil menggali tanaman bunga beku dari tanah dan memasukkan tanaman bunga baru menembus salju.

Ove memandang Sonja seakan mengharapkannya untuk mengangguk setuju. Namun tentu saja Sonja tidak berbuat begitu. Si kucing duduk di samping Ove di salju dan tampak seakan setuju sepenuhnya. Terutama menyangkut tidak bisa pergi ke toilet dengan tenang.

Lena mampir ke rumah Ove pagi tadi untuk mengantarkan koran. Ove terpampang di halaman depan, tampak seperti tua bangka pemarah yang tipikal. Dia mematuhi janji



dan membiarkan Lena mewawancarainya. Tapi dia tidak tersenyum seperti keledai ketika dipotret; dia telah memberi tahu mereka dengan sangat jelas.

Wawancaranya hebat! desak Lena bangga. Ove tidak menjawab, tapi Lena seakan tidak peduli. Perempuan itu tampak tidak sabar dan sedikit mondar-mandir di tempat sambil menengok arloji seakan sedang terburu-buru. Jangan biarkan aku menahanmu, gumam Ove. Sebagai jawabannya, Lena terkikik tertahan seperti remaja.

Aku dan Anders akan pergi berselancar salju di danau! Ove hanya mengangguk mendengarnya, menganggap ini sebagai penegasan bahwa percakapan telah berakhir dan menutup pintu. Dia meletakkan koran itu di bawah keset; ini akan berguna untuk menyerap salju beserta lelehannya yang dibawa masuk oleh si kucing dan Mirsad.

Sekembalinya di dapur, Ove mulai membersihkan semua iklan dan koran gratis yang ditinggalkan Adrian bersama pos hari itu (Sonja mungkin telah berhasil mengajari Adrian untuk membaca Shakespeare), tapi tampaknya berandalan itu tidak bisa memahami plang yang bunyinya TIDAK MENERIMA SURAT SAMPAH.

Di dasar tumpukan, Ove menemukan surat dari Lena, surat yang diantarkan Adrian ketika dia membunyikan bel pintu rumah Ove untuk kali pertama.

Setidaknya dulu pemuda itu membunyikan bel pintu sekarang ini dia berlari masuk dan keluar pintu seakan tinggal di sini, gerutu Ove sambil mendekatkan surat itu ke



lampu dapur seperti sedang memeriksa uang kertas. Lalu dia mengambil pisau meja dari laci dapur, walaupun Sonja selalu marah setiap kali Ove menggunakan pisau meja untuk membuka amplop, alih-alih mengambil pembuka surat.

Ove yang baik,

Kuharap kau memaafkanku karena menghubungimu dengan cara seperti ini. Lena dari surat kabar lokal telah memberitahuku bahwa kau tidak ingin membesarbesarkan hal ini, tapi dia cukup berbaik hati dengan memberiku alamatmu. Sebab, bagiku ini sesuatu yang besar, dan aku tidak ingin menjadi jenis orang yang tidak berkata begitu kepadamu, Ove. Aku menghormati keinginanmu untuk tidak membiarkanku mengucapkan terima kasih secara pribadi, tapi setidaknya aku ingin memperkenalkanmu dengan beberapa orang yang akan selalu berterima kasih kepadamu atas keberanian dan ketidakegoisanmu. Orang sepertimu tidak diciptakan lagi. Ucapan terima kasih sungguh sangat tidak berarti.

Surat itu ditandatangani oleh lelaki bersetelan hitam dan berjas panjang kelabu, lelaki yang diangkat Ove dari rel kereta api setelah pingsan. Lena telah memberi tahu Ove bahwa ketidaksadaran lelaki itu disebabkan oleh semacam penyakit otak yang rumit. Seandainya mereka tidak tahu dan tidak mulai merawatnya seperti yang mereka lakukan, penyakit itu akan mencabut nyawa lelaki bersetelan hitam itu dalam waktu beberapa tahun.



Jadi, bisa dibilang kau menyelamatkan nyawanya dua kali, teriak Lena dengan nada bersemangat yang membuat Ove sedikit menyesal tidak membiarkan perempuan itu terkunci di dalam garasinya selama masih ada kesempatan.

Ove melipat surat itu dan memasukkannya kembali ke amplop. Dia mengangkat foto yang dilampirkan. Tiga anak yang tertua sudah remaja sedangkan yang lainnya kurang lebih seusia putri tertua Parvaneh tampak balas memandang. Atau, lebih tepatnya, mereka tidak benar-benar sedang memandang, tapi bisa dibilang berbaring saling menumpuk, masing-masingnya membawa pistol air dan tampaknya tertawa hingga bisa dibilang histeris. Di belakang mereka berdirilah seorang perempuan berambut pirang berusia sekitar empat puluh lima, menyeringai lebar dengan sepasang lengan membentang seperti burung pemangsa besar, masing-masingnya membawa ember plastik penuh air. Di dasar tumpukan itu berbaringlah lelaki bersetelan hitam, tapi dia mengenakan kaus polo biru dan sedang berupaya dengan sia-sia untuk melindungi diri dari siraman air.

Ove membuang surat itu bersama-sama dengan semua iklan, mengikat kantong sampah, meletakkannya di dekat pintu depan, pergi ke dapur, mengeluarkan magnet dari laci terbawah, lalu memasang foto itu di pintu kulkas. Persis di samping gambar berwarna-warni meriah karya si gadis tiga tahun yang menggambarkan Ove, dalam perjalanan kembali dari rumah sakit.

Kembali Ove mengusapkan tangan pada batu nisan, walaupun dia sudah membersihkan semua salju yang bisa dibersihkan.



Yah, kukatakan kepada mereka bahwa seseorang mungkin menyukai sedikit kedamaian dan ketenangan seperti manusia normal. Tapi mereka tidak mendengarkan, sungguh, erangnya sambil melambai-lambaikan tangan dengan lelah ke arah batu nisan.

Hai, Sonja, kata Parvaneh di belakang Ove, sambil melambai-lambaikan tangan dengan ceria hingga sarung tangan besarnya terlepas.

Hai! teriak si gadis tiga tahun dengan riang. Hai, seharusnya kau berkata hai , kata si gadis tujuh tahun membetulkan.

Hai, Sonja, kata Patrick, Jimmy, Adrian, dan Mirsad. Semuanya mengangguk bergantian.

Ove mengentak-entakkan kaki untuk membersihkan salju dari sepatunya, lalu mengangguk sambil menggerutu, menunjuk si kucing di sampingnya.

Ya. Dan kau sudah kenal dengan si kucing. Perut Parvaneh kini sebegitu besarnya, hingga dia mirip kura-kura ketika menjatuhkan tubuh ke posisi berlutut, dengan satu tangan pada batu nisan dan tangan yang satu lagi membelit lengan Patrick. Tentu saja Ove tidak berani mengucapkan metafora kura-kura raksasa itu. Dia merasa ada banyak cara yang lebih menyenangkan untuk bunuh diri. Dan dia bicara sebagai orang yang sudah mencoba beberapa di antaranya.

Bunga ini dari aku, Patrick, dan anak-anak, kata Parvaneh sambil tersenyum ramah pada batu nisan itu.



Lalu dia mengangkat bunga lain dan mengimbuhkan, Dan ini dari Anita dan Rune. Mereka mengirim banyak cinta.

Kumpulan aneka ragam orang ini berbalik untuk kembali ke area parkir, tapi Parvaneh tetap berada di samping batu nisan. Ketika Ove ingin tahu mengapa, dia hanya menjawab, Sialan, ini bukan urusanmu! disertai semacam senyuman yang membuat Ove ingin melemparinya dengan barangbarang. Mungkin bukan sesuatu yang keras. Tapi sesuatu yang simbolis.

Ove menjawab dengan dengusan beroktaf rendah. Lalu setelah sejumlah pertimbangan tertentu di dalam hati, dia menganggap berdiskusi dengan kedua perempuan itu pada saat bersamaan akan mubazir sejak awal. Dia mulai berjalan kembali menuju Saab.

Obrolan perempuan, kata Parvaneh singkat, ketika akhirnya dia kembali ke area parkir dan duduk di kursi depan. Ove tidak tahu apa maksud Parvaneh dengan perkataan itu, tapi dia memutuskan untuk membiarkannya saja. Nasanin dibantu oleh kakak perempuannya memasang sabuk pengaman di kursi belakang.

Sementara itu Jimmy, Mirsad, dan Patrick berhasil berjejalan di dalam mobil baru Adrian di depan mereka. Toyota. Tidak bisa dibilang pilihan mobil terbaik untuk jenis orang yang bisa berpikir, kata Ove kepada Adrian berulang kali ketika mereka sedang berdiri di dealer mobil. Tapi, setidaknya itu bukan mobil Prancis. Dan Ove berhasil menurunkan harganya hingga hampir delapan ribu krona, juga memastikan agar anak itu mendapat ban musim dingin



tanpa tambahan harga. Jadi, bagaimanapun, mobil itu tampaknya bisa diterima.

Ketika Ove keluar dari dealer mobil, anak sialan itu sedang melihat-lihat Hyundai. Jadi pilihannya bisa saja lebih buruk.

Begitu tiba di rumah bandar, mereka berpisah. Ove, Mirsad, dan si kucing melambaikan tangan kepada Parvaneh, Patrick, Jimmy, dan anak-anak, lalu berbelok di dekat gudang perkakas Ove.

Sulit untuk menilai sudah berapa lama lelaki pendek gemuk itu menunggu di luar rumah Ove. Mungkin sepanjang pagi. Lelaki itu menampilkan ekspresi tabah, seperti penjaga berpunggung tegak yang ditempatkan di suatu tempat di lapangan, di dalam hutan belantara. Seakan dia terbuat dari batang pohon tebal dan suhu di bawah nol tidak membuatnya khawatir. Namun, ketika Mirsad muncul dari belokan, lelaki pendek gemuk itu melihatnya dan langsung berubah hidup.

Halo, sapanya sambil menggeliat, menggeser bobot tubuhnya kembali ke kaki pertama.

Halo, Dad, gumam Mirsad.

Malam itu Ove menyantap makan malam bersama Parvaneh dan Patrick, sementara ayah dan putranya itu bicara mengenai kekecewaan, harapan, dan maskulinitas dalam dua bahasa di dapur Ove. Yang terutama, mungkin mereka membicarakan keberanian. Sonja pasti suka, Ove tahu itu. Namun dia berupaya untuk tidak tersenyum terlalu banyak yang membuat Parvaneh memperhatikan.



Sebelum pergi tidur, si gadis tujuh tahun menekankan sehelai kertas bertuliskan Undangan Pesta Ulang Tahun ke tangan Ove. Ove membacanya seakan itu adalah pemindahan hak secara sah dalam perjanjian sewa.

Baiklah. Lalu, kurasa kau pasti ingin hadiah? gerutu Ove pada akhirnya.

Si gadis tujuh tahun menunduk memandang lantai dan menggeleng. Kau tidak perlu membeli apa-apa. Lagi pula hanya satu hal yang kuinginkan.

Ove melipat undangan itu dan memasukkannya ke saku belakang celana panjang. Lalu, dengan sedikit berwibawa, dia menekankan kedua telapak tangan ke sisi tubuhnya. Benarkah?

Lagi pula kata Mum itu terlalu mahal, jadi lupakan sajalah, kata si gadis tujuh tahun tanpa mendongak, lalu kembali menggeleng.

Ove mengangguk penuh arti, seperti kriminal yang baru saja membuat isyarat kepada kriminal lain bahwa telepon yang mereka gunakan disadap. Dia dan si gadis tujuh tahun memandang ke sekeliling lorong untuk memeriksa apakah ibu atau ayah gadis itu sedang menguping di pojok diamdiam mendengarkan mereka. Lalu Ove membungkuk dan gadis tujuh tahun mengatur kedua tangannya membentuk corong di wajah, dan berbisik ke telinga Ove.

Aku mau iPad.

Ove tampak seakan gadis tujuh tahun baru saja berkata, Awytt sczykdront!



Itu semacam komputer. Ada program-program menggambar spesial untuk iPad. Untuk anak-anak, bisik gadis tujuh tahun itu sedikit lebih keras.

Dan ada sesuatu yang bersinar di matanya. Sesuatu yang dipahami Ove.[]



38

Lelaki Bernama Ove Dan Akhir

Cerita

SECARA UMUM, ADA DUA JENIS orang. Mereka yang paham betapa kabel putih bisa teramat sangat berguna dan mereka yang tidak paham. Jimmy adalah jenis pertama. Dia menyukai kabel putih. Dan telepon putih. Dan monitor komputer putih bergambar buah di belakangnya. Kurang lebih itulah kesimpulan dari apa yang diserap Ove selama perjalanan dengan mobil ke kota, ketika Jimmy mengoceh dengan bersemangat mengenai bermacam-macam hal yang seharusnya teramat sangat menarik minat semua orang yang rasional; hingga Ove akhirnya tenggelam dalam semacam keadaan pikiran yang sangat meditatif, yang membuat ocehan pemuda kelebihan bobot itu berubah menjadi desis pelan di telinganya.

Begitu Jimmy menjatuhkan tubuh dengan berisik ke kursi depan Saab sambil membawa roti-lapis moster besar, jelas Ove berharap dirinya tidak meminta bantuan pemuda itu.



Segalanya tidak menjadi lebih baik ketika, begitu mereka memasuki toko, Jimmy beringsut pergi tanpa arah untuk melihat beberapa kabel .

Seperti biasa, jika ingin menyelesaikan sesuatu maka kau harus melakukannya sendiri, pikir Ove sambil melangkah sendirian menuju kasir. Dan setelah Ove berteriak, Kau pernah menjalani lobotomi otak depan atau apa!? kepada pemuda yang sedang mencoba menunjukkan serangkaian komputer portabel di toko itu, barulah Jimmy datang bergegas membantunya. Lalu alih-alih Ove, asisten toko itulah yang perlu dibantu.

Kami datang bersama-sama, kata Jimmy sambil mengangguk kepada asisten itu, lalu memberinya tatapan yang berfungsi sebagai semacam jabat tangan rahasia untuk menyampaikan pesan, Jangan khawatir, aku sama sepertimu!

Asisten penjualan menghela napas panjang dengan frustrasi dan menunjuk Ove.

Aku mencoba membantunya, tapi & .

Kau hanya mencoba menipuku dengan banyak OMONG KOSONG, itulah yang kau lakukan! teriak Ove kepada asisten itu tanpa membiarkannya menyelesaikan kalimat, lalu mengancamnya dengan sesuatu yang secara spontan disambarnya dari rak terdekat.

Ove tidak begitu paham benda apakah itu, tapi benda itu mirip semacam steker listrik putih dan rasanya seperti semacam benda yang bisa dilemparkannya dengan sangat keras kepada asisten penjualan, kalau-kalau diperlukan.



Asisten penjualan memandang Jimmy dengan semacam kedutan di seputar mata, yang tampaknya selalu berhasil dimunculkan Ove pada orang-orang yang berhubungan dengannya. Ini begitu sering terjadi, hingga orang mungkin bisa menamakannya sindrom Ove.

Dia tidak bermaksud jahat, Sobat. Jimmy berupaya mengucapkannya dengan ramah.

Aku mencoba memperlihatkan MacBook dan dia bertanya mobil macam apa yang kukendarai, kata asisten penjualan yang tampak benar-benar tersinggung.

Itu pertanyaan relevan, gumam Ove sambil mengangguk tegas kepada Jimmy.

Aku tidak punya mobil! Karena menurutku itu tidak perlu dan aku ingin menggunakan moda transportasi yang lebih ramah lingkungan! kata asisten penjualan dengan nada suara melengking antara kemarahan hebat dan kepasrahan.
A Man Called Ove Karya Fredrik Backman di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ove memandang Jimmy dan mengangkat kedua lengannya, seakan ini seharusnya bisa menjelaskan segalanya.

Kau tidak bisa berunding dengan orang semacam itu. Ove mengangguk dan jelas mengharapkan dukungan langsung. Lagi pula, dari mana saja kau?

Kau tahulah, aku hanya melihat monitor-monitor di sana, jelas Jimmy.

Kau hendak membeli monitor? tanya Ove. Tidak, jawab Jimmy, sambil memandang Ove seakan ini pertanyaan yang benar-benar ganjil, kurang lebih dengan cara yang dulu biasa digunakan Sonja ketika bertanya, Apa



hubungannya? ketika Ove bertanya apakah Sonja benarbenar memerlukan sepasang sepatu lagi.

Asisten penjualan mencoba berbalik pergi secara diam-diam, tapi Ove langsung memajukan kaki untuk menghentikannya.

Kau mau ke mana? Kami belum selesai di sini. Kini asisten penjualan tampak benar-benar tidak senang. Jimmy menepuk-nepuk punggung pemuda itu untuk menyemangatinya.

Ove ini hanya ingin melihat iPad kau bisa membantu kami?

Asisten penjualan memandang Ove dengan ketus. Oke, tapi aku tadi sudah mencoba menanyakan model apa yang diinginkannya? 16, 32, atau 64 gigabyte?

Ove memandang asisten penjualan, seakan dia merasa pemuda itu seharusnya berhenti memuntahkan kombinasi huruf-huruf yang acak.

Ada versi berbeda-beda dengan jumlah memori yang berbeda-beda, kata Jimmy menerjemahkan untuk Ove, seakan dia adalah juru bahasa untuk Departemen Imigrasi.

Dan kurasa mereka menginginkan banyak sekali uang tambahan untuk itu, dengus Ove menjawab.

Jimmy mengangguk, memahami situasinya dan berpaling kepada asisten penjualan.

Kurasa Ove ingin tahu sedikit lebih banyak lagi mengenai perbedaan di antara berbagai model.

Asisten penjualan mengerang.



Wah, kalau begitu, kau ingin model biasa atau 3G? Jimmy berpaling kepada Ove.

iPad itu sebagian besarnya akan digunakan di dalam rumah, atau dia akan menggunakannya di luar ruangan juga?

Ove mengangkat telunjuk senter-polisinya ke udara dan mengarahkannya langsung kepada asisten penjualan.

Hei! Aku ingin agar gadis cilik itu mendapatkan YANG TERBAIK! Mengerti?

Asisten penjualan mundur selangkah dengan gugup. Jimmy menyeringai dan membentangkan sepasang lengan besarnya, seakan menyiapkan diri untuk pelukan erat.

Katakan saja 3G, 128giga, dan semua pernik-pernik yang kau punyai. Dan bisakah kau mengimbuhkan kabel?

Beberapa menit kemudian, Ove menyambar kantong plastik berisikan kotak iPad dari gerai, sambil menggumamkan sesuatu mengenai delapan ribuduaratussembilanpuluhlima krona padahal mereka bahkan tidak menyertakan keyboard! diikuti oleh kata pencuri , bandit , dan berbagai makian.

Jadi akhirnya pada malam itu si gadis tujuh tahun mendapat iPad dari Ove. Dan kabel dari Jimmy.

Si gadis tujuh tahun berdiri di lorong, persis di balik pintu, tidak begitu yakin apa yang harus dilakukannya dengan informasi itu, dan pada akhirnya dia hanya mengangguk dan berkata, Sangat menyenangkan & terima kasih. Jimmy mengangguk bersemangat.

Kau punya camilan?



Si gadis tujuh tahun menunjuk ruang duduk yang dipenuhi orang. Di tengah ruangan terdapat kue ulang tahun dengan delapan lilin menyala. Pemuda bertubuh besar itu langsung menuju ke sana. Gadis yang kini berusia delapan tahun tetap berada di lorong, menyentuh kotak iPad dengan takjub. Seakan dia nyaris tidak berani percaya bahwa dia benar-benar memegang benda itu. Ove membungkuk ke arahnya.

Itulah yang selalu kurasakan setiap kali aku membeli mobil baru, katanya dengan suara rendah.

Gadis itu memandang ke sekeliling untuk memastikan tak seorang pun bisa melihat; lalu dia tersenyum dan memeluk Ove.

Terima kasih, Kakek, bisiknya, lalu dia berlari memasuki kamar.

Ove berdiri diam di lorong sambil menusukkan kunci rumah ke telapak tangannya yang kapalan. Patrick datang terpincang-pincang dengan kruk untuk mencari si gadis delapan tahun. Tampaknya dia mendapat tugas paling tidak menyenangkan malam itu, yaitu meyakinkan putrinya bahwa akan lebih menyenangkan untuk duduk di sana dengan mengenakan gaun dan menyantap kue bersama banyak orang dewasa membosankan, daripada berada di kamar, mendengarkan musik pop, dan mengunduh aplikasiaplikasi ke iPad barunya. Ove tetap berada di lorong dengan mengenakan jaket dan menatap lantai dengan pandangan kosong, mungkin selama hampir sepuluh menit. Kau baik-baik saja?



Suara Parvaneh menarik Ove dengan lembut, seakan lelaki itu baru saja keluar dari mimpi yang menghanyutkan. Parvaneh berdiri di ambang pintu menuju ruang duduk sambil memegangi perut membuncitnya, menyeimbangkan perut itu di depan tubuhnya seakan menyeimbangkan keranjang cucian besar. Ove mendongak, matanya sedikit berkabut. Ya, ya, tentu saja.

Kau mau masuk dan makan kue?

Tidak & tidak. Aku tidak suka kue. Aku hanya akan sedikit berjalan-jalan dengan si kucing.

Mata cokelat besar Parvaneh memandang Ove dengan tatapan menusuk, seperti yang semakin sering terjadi belakangan ini, dan yang selalu membuat Ove sangat gelisah. Seakan perempuan itu dipenuhi fi rasat buruk.

Oke, kata Parvaneh pada akhirnya, tanpa adanya keyakinan dalam suaranya. Besok kita akan belajar menyetir? Aku akan membunyikan bel pintumu pukul delapan, sarannya setelah itu.

Ove mengangguk. Si kucing berjalan memasuki lorong dengan kue ulang tahun di kumisnya.

Kau sudah selesai? dengus Ove kepadanya dan, ketika si kucing tampak siap mengiyakan, Ove melirik Parvaneh, sedikit berkutat dengan kunci-kuncinya, lalu menyetujui dengan suara rendah:

Baiklah. Kalau begitu, besok pagi pukul delapan. Kegelapan musim dingin yang pekat telah menyelimuti, ketika Ove dan si kucing melangkah menyusuri jalan setapak kecil di antara rumah-rumah. Tawa dan musik dari pesta



ulang tahun itu tertumpah keluar seperti karpet hangat besar di antara dinding-dinding. Sonja pasti akan suka, pikir Ove. Sonja pasti akan menyukai apa yang terjadi di tempat itu, dengan kedatangan perempuan asing hamil gila dan keluarganya yang benar-benar tak terkendali itu. Sonja pasti akan banyak tertawa. Dan, astaga, betapa Ove sangat merindukan tawa itu.

Ove berjalan menuju area parkir bersama si kucing. Memeriksa setiap plang dengan menendangnya keras-keras. Menarik semua pintu garasi. Memutar ke tempat parkir tamu, lalu berjalan kembali. Memeriksa ruang sampah. Ketika mereka kembali berada di antara rumah-rumah yang sederetan dengan gudang perkakas, Ove melihat adanya sesuatu yang bergerak di dekat rumah terakhir di sisi jalanan tempat rumah Parvaneh dan Patrick berada. Mulanya Ove mengira itu salah seorang tamu pesta, tapi dia segera melihat bahwa sosok itu bergerak di dekat gudang milik rumah gelap keluarga pendaur-ulang. Mereka, sepengetahuan Ove, masih berada di Thailand. Ove menyipitkan mata ke dalam kegelapan untuk memastikan bayang-bayang itu tidak menipunya, dan selama beberapa detik dia benar-benar tidak melihat sesuatu pun.

Namun kemudian, persis ketika dia siap mengakui bahwa penglihatannya tidaklah seperti biasanya dulu, sosok itu muncul kembali. Dan di belakangnya ada dua sosok lagi. Lalu Ove mendengar suara yang tak mungkin keliru lagi, suara seseorang mengetuk-ngetukkan palu ke jendela yang ditutupi pita perekat. Itulah cara yang digunakan seseorang untuk meminimalkan suara ketika sedang memecahkan kaca jendela. Ove tahu persis seperti apa kedengarannya,



dia belajar melakukan hal itu di jawatan kereta api, ketika mereka harus membersihkan kaca di jendela-jendela yang pecah tanpa melukai jemari tangan mereka.

Hei? Kalian sedang apa? teriak Ove menembus kegelapan.

Sosok-sosok di dekat rumah itu berhenti bergerak. Ove mendengar suara-suara.

He, kalian! teriaknya sambil berlari ke arah mereka. Ove melihat salah seorang dari mereka maju beberapa langkah menghampirinya, dan dia mendengar salah seorang dari mereka meneriakkan sesuatu. Ove meningkatkan kecepatan larinya dan menerjang mereka bagaikan alat pendobrak hidup. Dia sempat berpikir bahwa dia seharusnya membawa sesuatu dari gudang perkakas sebagai senjata, tapi kini sudah terlambat. Dari sudut matanya dia memperhatikan salah satu sosok mengayunkan sesuatu yang panjang dan tipis dengan tangan terkepal, jadi Ove memutuskan untuk memukul bajingan itu terlebih dahulu.

Ketika merasakan tusukan di dada, mulanya Ove mengira salah seorang dari mereka berhasil menyerangnya dari belakang dan mengayunkan kepalan tangan ke punggungnya. Tapi kemudian dia merasakan tusukan lain. Yang jauh lebih buruk. Seakan seseorang menusuknya dari kepala hingga ke bawah, secara metodis menggerakkan pedang hingga membelah tubuhnya dan keluar lewat telapak kaki. Ove menghela napas, tapi tidak ada udara yang bisa dihirup. Dia terjatuh di tengah langkahnya, tumbang dengan seluruh bobot tubuhnya ke salju. Merasakan nyeri ketika pipinya



bergesekan dengan es, dan merasakan adanya kepalan tangan besar yang seakan meremas tanpa ampun di dalam dadanya. Seperti kaleng alumunium yang diremukkan dengan tangan.

Ove mendengar langkah para pencuri yang berlari di salju, dan menyadari bahwa mereka kabur. Dia tidak tahu berapa detik telah berlalu, tapi rasa nyeri di kepalanya, yang seperti ledakan sederetan panjang lampu neon, tak tertahankan. Dia ingin berteriak, tapi tidak ada oksigen di dalam paru-parunya. Yang didengarnya hanyalah suara jauh Parvaneh di antara suara memekakkan darah yang berdenyut-denyut di telinganya. Dia merasakan adanya langkah terhuyung-huyung, ketika Parvaneh tersandung dan tergelincir melintasi salju dengan tubuhnya yang tidak proporsional di atas sepasang kaki mungil. Hal terakhir yang sempat dipikirkan Ove sebelum segalanya berubah gelap adalah: dia harus membuat Parvaneh berjanji untuk tidak membiarkan ambulans meluncur di antara rumah-rumah.

Sebab lalu lintas kendaraan bermotor dilarang di area permukiman.[]



39

Lelaki Bernama Ove

KEMATIAN ADALAH SESUATU YANG GANJIL. Orang menjalani seluruh hidup mereka seakan kematian itu tidak ada, tapi kematian sering kali menjadi salah satu motivasi terbesar untuk hidup. Pada akhirnya, sebagian dari kita menjadi begitu menyadari kematian sehingga menjalani hidup dengan lebih keras, lebih tegar, dan dengan lebih banyak kemarahan. Sebagian lagi memerlukan kehadiran kematian secara terusmenerus untuk menyadari antitesisnya. Sisanya menjadi begitu terobsesi dengan kematian sehingga mereka memasuki ruang tunggu, lama sebelum kematian itu mengumumkan kedatangannya.

Kita merasa gentar terhadap kematian, tapi sebagian besar dari kita merasa paling takut jika kematian itu membawa pergi orang lain. Sebab yang selalu menjadi ketakutan terbesar adalah jika kematian itu melewatkan kita. Dan meninggalkan kita di sana sendirian.



Orang selalu berkata bahwa Ove pemberang . Namun, dia tidak sepemberang itu. Dia hanya tidak berkeliaran sambil menyeringai sepanjang waktu. Apakah itu berarti dia harus diperlakukan seperti kriminal? Menurut Ove tidak. Sesuatu di dalam diri seseorang akan hancur berkeping-keping jika dia harus menguburkan satu-satunya orang yang selalu memahaminya. Tidak ada waktu untuk menyembuhkan luka semacam itu.

Dan waktu adalah sesuatu yang ganjil. Sebagian besar dari kita hanya hidup untuk waktu yang membentang tepat di depan kita. Beberapa hari, minggu, tahun. Salah satu momen paling menyakitkan dalam hidup seseorang mungkin muncul bersama pemahaman bahwa usia telah tercapai ketika ada lebih banyak yang harus ditengok ke belakang daripada ke depan. Dan ketika waktu tidak lagi membentang di depan seseorang, hal-hal lain harus dinikmati dalam hidup. Kenangan, mungkin.

Sore di bawah matahari menyaksikan tangan-tangan yang saling menggenggam. Aroma petak-petak bunga yang baru saja mekar. Minggu di kafe. Cucu-cucu, mungkin. Seseorang akan menemukan cara untuk hidup demi masa depan orang lain. Dan, bukannya Ove ikut mati ketika Sonja meninggalkannya. Dia hanya berhenti hidup.

Kedukaan adalah sesuatu yang ganjil.

Ketika staf rumah sakit melarang Parvaneh mendampingi tandu Ove ke dalam ruang operasi, perlu upaya gabungan dari Patrick, Jimmy, Adrian, Mirsad, dan empat perawat untuk menahan perempuan itu dan sepasang kepalan tangannya yang melayang. Ketika dokter meminta Parvaneh agar



mempertimbangkan fakta bahwa dia sesungguhnya hamil dan mengingatkannya untuk duduk menenangkan diri , perempuan itu menggulingkan salah satu bangku kayu di ruang tunggu hingga mendarat di kaki dokter itu. Dan ketika dokter lain keluar dari sebuah pintu dengan ekspresi wajah yang secara klinis netral, lalu dengan singkat menyatakan agar menyiapkan diri untuk menghadapi yang terburuk , Parvaneh berteriak keras dan roboh di lantai seperti jambangan porselen pecah. Wajahnya terbenam dalam kedua tangannya. Cinta adalah sesuatu yang ganjil. Cinta mengejutkanmu. Saat itu pukul tiga lewat tiga puluh pagi, ketika seorang perawat datang menjemput Parvaneh. Perempuan itu telah menolak meninggalkan ruang tunggu. Rambutnya tampak seperti kekacauan besar, matanya merah dan berkerak aliran air mata dan maskara kering. Ketika melangkah memasuki ruangan kecil di ujung koridor, mulanya dia tampak begitu lemah hingga seorang perawat bergegas maju untuk mencegah agar perempuan hamil itu tidak hancur berkeping-keping ketika melintasi ambang pintu.

Parvaneh menyandarkan tubuh pada kerangka pintu, menghela napas panjang, tersenyum sangat lemah kepada perawat itu dan meyakinkannya bahwa dia baik-baik saja . Dia maju selangkah memasuki ruangan dan tetap berada di sana selama sedetik, seakan untuk kali pertama malam itu dia bisa memahami sepenuhnya kedahsyatan peristiwa yang terjadi.

Lalu dia berjalan ke ranjang dan berdiri di sampingnya dengan air mata baru di matanya. Dengan kedua telapak tangannya, dia mulai memukul-mukul lengan Ove.



Kau tidak akan mati meninggalkanku, Ove, tangisnya. Jangan pernah berpikir begitu. Jemari Ove bergerak lemah; Parvaneh mencengkeram jemari itu dengan kedua tangannya dan meletakkan kening di telapak tangan Ove.

Kurasa sebaiknya kau menenangkan diri, Bu, bisik Ove parau.

Lalu Parvaneh memukul lengan Ove lagi. Kemudian, Ove memahami kearifan untuk tetap diam selama beberapa saat. Namun Parvaneh tetap berada di sana dengan tangan Ove dalam genggamannya, dan menjatuhkan tubuh ke kursi dengan perpaduan antara kecemasan, empati, dan kengerian luar biasa dalam mata cokelat besarnya itu. Lalu Ove mengangkat tangannya yang satu lagi dan membelai rambut Parvaneh. Ada selang-selang yang masuk ke hidungnya dan dadanya bergerak dengan susah payah di balik selimut. Seakan setiap tarikan napasnya adalah satu denyut panjang kesakitan. Kata-katanya keluar dengan tersengal-sengal.

Kau tidak membiarkan lelaki-lelaki itu membawa ambulans ke dalam area permukiman, kan?

Perlu waktu sekitar empat puluh menit sebelum salah seorang perawat akhirnya punya keberanian untuk kembali memasuki ruangan. Beberapa saat kemudian, seorang dokter muda berkacamata dan bersandal plastik yang, dalam pandangan Ove, jelas tampak seperti orang yang sangat kaku, memasuki ruangan dan berdiri mengantuk di samping ranjang. Dia menunduk memandang sehelai kertas.

Parr & nava & ? Dia tercenung, memandang Parvaneh dengan kebingungan.



Parvaneh, kata Parvaneh membetulkan. Dokter itu tampaknya tidak begitu peduli. Namamu tertulis di sini sebagai kerabat terdekat , katanya sambil sekilas memandang perempuan tiga puluh tahun yang sangat Iran itu di kursi, dan orang Swedia yang sangat tidak-Iran itu di ranjang.

Ketika mereka berdua tidak berupaya sedikit pun untuk menjelaskan bagaimana mungkin hal ini terjadi, selain Parvaneh sedikit menyikut Ove dan terkikik, Aaah, kerabat terdekat! dan Ove menjawab, Tutup mulutmu! dokter itu mendesah dan melanjutkan.

Ove punya masalah jantung & , katanya memulai dengan suara datar, lalu melanjutkan dengan serangkaian istilah yang tidak bisa diharapkan untuk dipahami oleh siapa pun dengan pelatihan medis kurang dari sepuluh tahun atau yang tidak kecanduan setengah mati terhadap serial televisi tertentu.

Ketika Parvaneh memberinya tatapan yang dipenuhi serangkaian panjang tanda tanya dan tanda seru, dokter itu kembali mendesah dengan cara yang sering kali dilakukan dokter muda kaku berkacamata dan bersandal plastik, ketika berhadapan dengan orang yang bahkan tidak punya kesopanan umum sialan untuk menghadiri sekolah medis sebelum datang ke rumah sakit.

Jantung hatinya terlalu besar, papar dokter itu kasar. Parvaneh menatapnya dengan pandangan kosong untuk waktu yang lama. Lalu dia memandang Ove di ranjang dengan pandangan sangat bertanya-tanya. Kemudian dia memandang



dokter itu lagi, seakan menunggu lelaki itu membentangkan lengan, membuat gerakan-gerakan mencolok dengan jemari tangannya dan berteriak: Aku hanya bergurau!

Dan ketika dokter itu tidak melakukan hal ini, Parvaneh mulai tertawa. Mulanya tawa itu lebih kedengaran seperti batuk, lalu seakan Parvaneh sedang menahan bersin dan, tak lama kemudian, tawa itu berubah menjadi serangan terkikik parau panjang berlarut-larut. Dia memegangi sisi ranjang, melambai-lambaikan tangan di depan wajah seakan untuk mengipasi dirinya sendiri agar berhenti tertawa, tapi itu tidak membantu. Dan kemudian, tawa itu akhirnya berubah menjadi tawa-perut panjang dan lantang, hingga meledak ke luar ruangan dan membuat para perawat di koridor menyembulkan kepala lewat pintu dan bertanya keheranan, Ada apa di sini?

Kau mengerti kan apa yang harus kuhadapi? desis Ove lemah kepada dokter itu sambil memutar bola mata, sementara Parvaneh yang dikuasai histeria membenamkan wajah pada salah satu bantal.

Dokter itu tampak seakan tidak pernah menghadiri seminar mengenai cara menghadapi tipe situasi ini, jadi pada akhirnya dia berdeham keras dan sedikit mengentakkan kaki dengan cepat, bisa dibilang untuk mengingatkan mereka terhadap kewibawaannya. Tentu saja itu tidak terlalu membantu, tapi setelah banyak upaya lagi, Parvaneh menjadi cukup tenang hingga bisa berkata: Jantung hati Ove terlalu besar; kurasa aku akan mati.

Sialan! Akulah yang sedang sekarat! kata Ove keberatan.


A Man Called Ove Karya Fredrik Backman di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Parvaneh menggeleng dan tersenyum hangat kepada dokter itu. Itu saja?

Dokter itu menutup arsipnya dengan pasrah. Jika dia minum obat, kami bisa menjaga penyakitnya agar tetap terkendali. Tapi sulit untuk memastikan hal-hal seperti ini. Mungkin perlu beberapa bulan atau beberapa tahun.

Parvaneh melambaikan tangan mengabaikannya. Oh, jangan khawatir soal itu. Jelas Ove BENAR-BENAR PAYAH jika menyangkut kematian!

Ove tampak cukup tersinggung dengan perkataan itu. Empat hari kemudian, Ove berjalan terpincang-pincang melintasi salju menuju rumahnya. Dia disokong Parvaneh di satu sisi dan Patrick di sisi yang satu lagi. Yang seorang memakai kruk, yang seorang lagi hamil, hanya itulah penyokong yang kudapatkan, pikir Ove. Tapi itu tidak diucapkannya; beberapa menit yang lalu Parvaneh baru saja mengamuk ketika Ove tidak mengizinkannya memundurkan Saab di antara rumah-rumah. AKU TAHU, OVE! Oke! AKU TAHU! Jika kau mengucapkannya sekali lagi, aku bersumpah kepada Tuhan akan membakar plang sialanmu itu! teriaknya kepada Ove. Dan Ove merasa itu sedikit terlalu dramatis. Setidaknya begitu.

Salju berderak di bawah sepatu Ove. Jendela-jendela terang. Si kucing duduk di luar pintu, menunggu. Ada gambar-gambar yang tersebar di seluruh meja di dapur.



Anak-anak menggambar untukmu, kata Parvaneh sambil meletakkan kunci cadangan Ove ke dalam keranjang di samping telepon.

Ketika melihat mata Ove sedang membaca huruf-huruf di pojok bawah salah satu gambar, Parvaneh tampak sedikit malu.

Mereka& maaf, Ove, jangan mengkhawatirkan apa yang mereka tulis! Kau tahulah seperti apa anak-anak. Ayahku meninggal di Iran. Mereka tidak pernah punya& kau tahulah & .

Ove tidak mengindahkan Parvaneh, hanya mengambil gambar-gambar itu dan pergi ke laci dapur.

Mereka bisa menyebutku apa pun yang mereka sukai. Kau tidak perlu ikut campur.

Lalu, Ove memasang gambar-gambar itu satu per satu di pintu kulkas. Gambar yang bertuliskan Untuk Kakek mendapat tempat teratas. Parvaneh berupaya untuk tidak tersenyum. Dan tidak berhasil dengan sangat meyakinkan.

Berhentilah terkikik dan buatlah kopi saja. Aku akan mengambil kotak-kotak barang dari loteng, gumam Ove sambil terpincang-pincang menuju tangga.

Jadi, malam itu Parvaneh dan kedua putrinya membantu Ove membereskan rumah. Mereka membungkus barang milik Sonja satu per satu dengan koran dan dengan cermat mengemas semua pakaian Sonja ke dalam kotak-kotak. Satu kenangan setiap kalinya. Dan, pada pukul sembilan lewat tiga puluh, ketika semuanya sudah selesai dan kedua gadis cilik itu sudah tertidur di sofa Ove dengan ujung jemari ternoda



tinta koran dan sudut-sudut mulut ternoda es krim cokelat, mendadak tangan Parvaneh mencengkeram lengan atas Ove seperti penjepit logam yang rakus. Dan ketika Ove menggeram ADUH! , perempuan itu balas menggeram HUSH! Lalu mereka harus kembali ke rumah sakit. Bayinya laki-laki.[]



LELAKI BERNAMA OVE DAN EPILOG

KEHIDUPAN ADALAH SESUATU YANG GANJIL.

Musim dingin berubah menjadi musim semi dan Parvaneh lulus ujian mengemudi. Ove mengajari Adrian cara mengganti ban mobil. Pemuda itu boleh saja membeli Toyota, tapi itu bukan berarti dia sudah benar-benar tak tertolong, jelas Ove kepada Sonja ketika sedang berkunjung pada suatu Minggu di bulan April. Lalu dia menunjukkan beberapa foto bayi laki-laki kecil Parvaneh. Usianya empat bulan, tapi segemuk anak anjing laut. Patrick telah mencoba mendesak Ove agar menggunakan ponsel berkamera, tapi Ove tidak memercayai barang-barang semacam itu. Jadi dia berjalan-jalan dengan membawa setumpuk tebal foto yang diikat karet gelang di dalam dompet. Dia menunjukkan foto-foto itu kepada siapa pun yang dijumpainya. Bahkan orang-orang yang bekerja di toko bunga.



Musim semi berubah menjadi musim panas, dan ketika musim gugur tiba, jurnalis menjengkelkan itu, Lena, pindah ke rumah Anders, si Pesolek Pengemudi Audi. Ove menyetir mobil van yang membawa barang-barang Lena; dia tidak percaya bajingan-bajingan itu bisa memundurkan van di antara rumah-rumah tanpa merusak kotak posnya. Jadi begitulah.

Mirsad dan ayahnya, Amel, berbaikan. Mirsad pindah ke rumah Jimmy, yang terus tinggal di rumah ibunya. Amel menamakan salah satu roti lapisnya Jimmy sebagai ucapan terima kasih, dan Jimmy menganggap itu sebagai hadiah paling menakjubkan yang pernah didapatnya.

Rune tidak semakin membaik. Pada periode-periode tertentu, dia benar-benar tidak bisa dihubungi selama berharihari. Tapi setiap kali Ove berkunjung, senyum gembira memenuhi seluruh wajahnya. Tanpa perkecualian.

Semakin banyak rumah dibangun di area itu. Dalam waktu beberapa tahun, area itu berubah dari daerah pedalaman tenang menjadi distrik kota. Dan ini jelas tidak membuat Patrick lebih kompeten ketika menyangkut pembukaan jendela atau penyusunan lemari pakaian IKEA. Pada suatu pagi dia muncul di pintu rumah Ove bersama dua lelaki yang kurang lebih seusianya, yang tampaknya juga tidak pandai soal itu. Keduanya mengatakan memiliki rumah yang berjarak beberapa jalanan dari sana. Mereka sedang memperbaiki rumah, tapi menghadapi masalah dengan kasau-kasau di atas dinding pemisah. Mereka tidak tahu harus berbuat apa. Namun tentu saja Ove tahu.



Dia menggumamkan sesuatu yang kedengarannya agak mirip tolol , dan pergi ke sana untuk menunjukkannya kepada mereka. Keesokan harinya, tetangga lain muncul. Lalu yang lain lagi. Lalu yang lain lagi. Dalam waktu beberapa bulan, Ove telah pergi ke mana-mana, memperbaiki ini dan itu di hampir semua rumah dalam radius empat jalanan. Jelas dia selalu menggerutu mengenai ketidakcakapan orangorang. Namun ketika sedang sendirian di samping makam Sonja, pada suatu ketika dia benar-benar bergumam bahwa, Terkadang bisa cukup menyenangkan jika memiliki sesuatu untuk dikerjakan di siang hari.

Kedua putri Parvaneh merayakan ulang tahun mereka dan, sebelum ada yang bisa menjelaskan bagaimana terjadinya, si gadis tiga tahun telah menjadi gadis enam tahun, dengan gaya seenaknya yang sering kali dijumpai pada gadis tiga tahun. Ove mengantarnya ke sekolah pada hari pertama. Gadis itu mengajari Ove cara menyisipkan smiley ke dalam SMS, dan Ove menyuruhnya berjanji untuk tidak pernah memberi tahu Patrick bahwa dia punya ponsel.

Si gadis delapan tahun, yang juga sama-sama bergaya seenaknya, kini berusia sepuluh tahun dan menyelenggarakan pesta piama pertamanya. Adik laki-laki mereka menyebarkan mainan di seluruh dapur Ove. Ove membangun kolam main untuk anak itu di ruang terbuka rumahnya, tapi ketika seseorang menyebutnya sebagai kolam main, Ove mendengus, Sialan! Sesungguhnya itu kolam renang, bukan? Anders dipilih kembali sebagai ketua Asosiasi Warga, Parvaneh membeli mesin pemotong rumput baru untuk halaman di belakang rumah-rumah.



Musim panas berubah menjadi musim gugur dan musim gugur berubah menjadi musim dingin. Dan, pada suatu Minggu pagi yang sedingin es, hampir empat tahun semenjak hari ketika Parvaneh dan Patrick memundurkan karavan ke kotak surat Ove, Parvaneh terbangun seakan seseorang baru saja meletakkan tangan beku di keningnya. Dia terbangun, memandang ke luar jendela kamarnya, dan menengok jam. Pukul delapan lewat seperempat. Salju belum dibersihkan di luar rumah Ove.

Ove tampak seakan sedang tertidur sangat nyenyak. Parvaneh belum pernah melihat wajah Ove tampak sedamai itu. Si kucing berbaring di sisi Ove dengan kepala mungilnya diletakkan dengan hati-hati di telapak tangan Ove. Ketika melihat Parvaneh, perlahan-lahan, perlahan-lahan, kucing itu berdiri, seakan baru saja memahami sepenuhnya apa yang terjadi, lalu si kucing naik ke atas pangkuan Parvaneh. Mereka duduk bersama-sama di sisi ranjang dan Parvaneh membelai rambut tipis di kepala Ove hingga kru ambulans tiba di sana.

Lalu lewat kata-kata dan gerakan-gerakan halus dan lembut, mereka menjelaskan bahwa mereka harus mengambil jenazah itu. Lalu Parvaneh membungkuk dan berbisik, Sampaikan cintaku kepada Sonja dan terima kasihku karena telah meminjamkan dirimu, ke telinga Ove. Lalu dari meja di samping ranjang, dia mengambil amplop besar bertulisan tangan, Untuk Parvaneh , dan kembali menuruni tangga.

Isinya penuh dokumen dan sertifi kat, rencana asli rumah, buklet instruksi untuk pemutar video, buklet servis untuk Saab. Nomor-nomor rekening bank dan dokumendokumen polis asuransi. Nomor telepon pengacara yang



ditinggali semua urusan Ove . Seluruh kehidupan disusun dan dimasukkan ke dalam arsip-arsip. Penutupan rekeningrekening. Di bagian teratas terdapat surat untuk Parvaneh. Perempuan itu duduk di depan meja dapur dan membacanya. Tidak panjang. Seakan Ove tahu kalau Parvaneh hanya akan berurai air mata sebelum tiba pada akhir surat.

Adrian mendapat Saab. Semua barang lainnya untukmu agar kau rawat. Kau mendapat kunci rumah. Si kucing menyantap ikan tuna dua kali sehari dan tidak suka buang air besar di rumah orang lain. Harap hormati itu. Ada pengacara di kota yang punya semua dokumen bank dan sebagainya. Ada rekening sejumlah 11.563.013 krona dan 67 re. Dari ayah Sonja. Lelaki tua itu punya saham. Dia luar biasa pelit. Aku dan Sonja tidak pernah tahu apa yang harus dilakukan dengan uang itu. Anak-anakmu harus mendapat masing-masing sejuta ketika menginjak usia delapan belas, dan anak perempuan Jimmy harus mendapat jumlah yang sama. Sisanya milikmu. Tapi, harap jangan biarkan Patrick sialan itu mengurusnya. Sonja pasti menyukaimu. Jangan biarkan tetangga-tetangga baru menyetir mobil di area permukiman. Ove

Di bagian bawah kertas itu, Ove telah menulis dengan huruf besar KAU TIDAK BENAR-BENAR IDIOT! Dan, setelah itu, smiley seperti yang diajarkan Nasanin.



Ada instruksi yang jelas dalam surat-surat itu mengenai pemakaman, yang dalam keadaan apa pun tidak boleh dibesar-besarkan . Ove tidak menginginkan upacara apa pun, dia hanya ingin dilemparkan ke dalam tanah di samping Sonja. Itu saja. Tidak ada orang. Tidak ada keributan! katanya dengan tegas dan jelas kepada Parvaneh. Lebih dari tiga ratus orang menghadiri pemakaman itu. Ketika Patrick, Parvaneh, dan kedua gadis itu masuk, ada orang-orang yang berdiri di sepanjang dinding-dinding dan lorong-lorong. Semua orang memegang lilin menyala bertuliskan Dana Sonja . Sebab Parvaneh telah memutuskan menggunakan uang Ove untuk dana amal bagi anakanak yatim piatu. Mata Parvaneh bengkak oleh air mata, tenggorokannya begitu kering hingga dia merasa seakan telah beberapa hari tersengal-sengal mencari udara. Pemandangan lilin-lilin itu melegakan sesuatu dalam napasnya. Dan ketika Patrick melihat semua orang yang datang untuk mengucapkan selamat tinggal kepada Ove, dia menyikut pelan pinggang Parvaneh dan menyeringai puas.

Sialan. Ove pasti membenci ini, bukan?

Lalu Parvaneh tertawa. Sebab, Ove benar-benar akan membenci pemakaman itu.

Malamnya, Parvaneh mengantarkan pasangan muda yang baru menikah untuk melihat-lihat rumah Ove dan Sonja. Perempuan muda itu sedang hamil. Matanya berkilat-kilat ketika berjalan melewati ruangan-ruangan, seperti mata yang berkilat-kilat ketika seseorang membayangkan kenangankenangan masa depan anaknya menghampar di sana, di lantai.



Lelaki muda itu mengenakan celana panjang tukang kayu dan hampir sepanjang waktu berjalan-jalan sambil menendangi lis-lis lantai dengan curiga dan tampak jengkel. Jelas Parvaneh tahu kalau tindakan itu tidak menciptakan perbedaan. Dia bisa melihat di mata gadis itu bahwa keputusan telah dibuat. Namun, ketika pemuda itu bertanya dengan nada masam mengenai garasi yang disebutkan dalam iklan, Parvaneh memandangnya dengan cermat dari atas ke bawah, mengangguk datar, dan bertanya mobil apa yang dikemudikannya.

Pemuda itu menegakkan tubuh untuk kali pertama, menyunggingkan senyuman yang nyaris tak terdeteksi, dan memandang lurus ke mata Parvaneh dengan semacam kebanggaan tak tertahankan yang hanya bisa diungkapkan dengan satu kata.

Saab. []

Tamat



Ucapan Terima Kasih

JONAS CRAMBY. JURNALIS CEMERLANG DAN lelaki sejati. Karena kau menemukan Ove dan memberinya nama pada saat pertama itu, dan karena dengan sangat bermurah hati kau mengizinkanku untuk melanjutkan kisahnya.

John Hggblom. Editorku. Karena dengan sangat cermat dan berbakat kau memberiku saran atas semua kesalahan linguistikku, dan karena dengan sabar dan rendah hati kau selalu menerima ketika aku benar-benar mengabaikan saranmu.

R olf Backman. Ayahku. Karena kuharap aku teramat sangat mirip denganmu.[]



Tentang Penulis

FREDRIK BACKMAN ADALAH SEORANG BLOGGER dan kolum nis Swedia. Tokoh utama novel pertamanya ini lahir dalam blog-nya. Di sana, lebih dari 1.000 pembaca meminta Backman agar menulis novel mengenai Ove.

A Man Called Ove telah terjual lebih dari 500.000 eksemplar di Swedia.

Novel kedua Backman, My Grandmother Asked Me to Tell You She s Sorry, yang dirilis di Swedia pada September 2013, telah terjual hampir 100.000 eksemplar, menjadikannya penulis paling sukses di Swedia pada tahun itu.[]

h

tt

p

: / / b

o

o

k f a

n

s . n

e t








Pendekar Naga Putih 44 Badai Rimba Fear Street Saga I Pengkhianatan Pendekar Mabuk 061 Setan Rawa Bangkai

Cari Blog Ini