Adji Tameng Wadja Karya Hartanto Ps Bagian 1
Kolektor E-Book adalah sebuah wadah nirlaba bagi para
pecinta Ebook untuk belajar, berdiskusi, berbagi
pengetahuan dan pengalaman.
Ebook ini dibuat sebagai salah satu upaya untuk
melestarikan buku-buku yang sudah sulit didapatkan di
pasaran dari kepunahan, dengan cara mengalih mediakan
dalam bentuk digital.
Proses pemilihan buku yang dijadikan objek alih media
diklasifikasikan berdasarkan kriteria kelangkaan, usia,
maupun kondisi fisik.
Sumber pustaka dan ketersediaan buku diperoleh dari
kontribusi para donatur dalam bentuk image/citra objek
buku yang bersangkutan, yang selanjutnya dikonversikan
kedalam bentuk teks dan dikompilasi dalam format digital
sesuai kebutuhan.
Tidak ada upaya untuk meraih keuntungan finansial dari
buku-buku yang dialih mediakan dalam bentuk digital ini.
Salam pustaka!
Team Kolektor E-BookADJI TAMENG WADJA
Karya : Hartanto Ps
Penerbit : C.V. BURUNG WALI, SALA
Pustaka Koleksi : Gunawan AJ
Image Source : Awie Dermawan
Kontributor : Yons
Juni 2019, Kolektor - EbookHanya orang
Yang berhasil menyelesaikan
Semua kewajibannya
Dengan sebaik - baiknya
Yang dianugerahi kebahagian sejatiKATA PENGANTAR
Pembaca yang budiman,
Apabila dalam cerita Adji Tameng Wadja ini, anda menjumpai nama Prajurit
Singasari. Ini tidak berarti kalau Prajurit Singasari adalah Bala Tentara dari
kerajaan Singasari.
Prajurit Singasari adalah nama golongan prajurit pada jaman kerajaan
Mataram.
Untuk lebih jelasnya kami sebutkan adanya empat golongan prajurit pada
masa itu:
1. Prajurit2 Wiraraja, yang bertugas menjaga keamanan dalam keraton
termasu pengawal pribadi raja.
2. Prajurit2 Singasari, yang bertugas menjaga keputren.
3. Prajurit2 Wirasinga, yang bertugas menjaga keamanan daerah diluar
keraton.
4. Prajurit2 Wiratani yang terdiri dari lasykar orang-orang desa.
Dengan adanya penjelasan kami ini, maka adanya salah tafsir tentang arti
prajurit Singasari dapat dihindarkan.
Semoga cerita ini memuaskan anda.
Hormat kami
P E N E R B I T.1
I. P A S U K A N S I N G A S A R I.
????????????????????????????????????????????????????????????
Hari masiH pagi. Matahari baru saya terbit. Disebuah lapangan yang
biasa dipergunakan untuk berlatih para prajurit Kraton, terlihat dua orang
yang mengrmakan pakaian kepra djuritan tengah berbicara dengan asyik.
?Kakang Lembu Cemani, apakah kau jadi diberangkatkan ke
Blambangan?" bertanya Windu Segara, salah seorang dari prajurit tadi.
Laki-laki yang dipanggil dangan nama Lembu Cemani, yang
memang berkulit hitam, tidak segera menjawab, melainkan hanya
menatap kearah kawannya yang berusia lebih muda itu.
Windu Segara, disamping masih muda juga memiliki wajah yang
cakap. Bentuk tubuhnya tidak seberapa besar, tetapi nampak kokoh kuat.
?Ya, adi windu Segara. Saya termasuk diantara pasukan Wiraraja
yang diberangkatkan." jawab Lembu Cemani setelah terdiam beberapa
saat.
?Jadi kalau begitu Sri Sultan Agung sendiri yang akan memimpin
penyerangan ini." kata Windu Segara.
?Ya. Adi Windu Segara. Apabila Sri Sultan Agung tidak memimpin,
maka pasukan Wirarajasa pasti tidak diberangkatkan." demikian Lembu
Cemani meneruskan keterangannya." Hanya saya tidak semua pasukan
Wiraraja diberangkatkan. Sebagian masih tetap berada di Karta untuk
menjaga keselamatan Keraton dan keselamatan pribadi Putra Mahkota
yang memegang tampuk pemerintahan selama Sri Sultan memimpin
penyerangan ini."
Selama lembu Cemani berbicara, Windu Segara memperhatikan
raut wajah kawannya itu. Dilihatnya wajah laki-laki tinggi besar itu
nampak murung.
Hal itu dapat difahami oleh Windu Segara. Karena dengan diikut
sertakannya pasukan Wiraraja dalam penyerangan ke Belambangan ini,
sekali lagi Lembu Cemani harus rela meninggalkan anak bini, demi
menjalankan tugas negara.
Diam-diam Windu Segara menaruh kasikan pada Lembu Cemani.
Dengan keberangkatannya ke Belambangan nanti, entah untuk
keberapa kali Lembu Cemani harus meninggalkan anak bininya. Dan
apakah ia akan kembali dalam keadaan segar bugar, hal inipun sekali lagi
merupakan pertanyaan, seperti halnya keberangkatannya pada waktu
waktu yang lampau.
?Ah, adi Windu Segara. Bila aku tahu begini jadinya, dulu aku akan
memilih menjadi anggota pasukan Singasari." terdengar kata Lembu
Cemani dengan tiba-tiba dengan nada yang aneh.
Kata-kata itu menyebabkan Winda Segara tersentak Dipandanginya
Lembu Cemani dengan sikap heran. Tiba-tiba, entah ini apakah hanya2
menurut pandang matanya, ia melihat sekilas senyum disudut bibir
Lembu Cemani.
Dan seketika rasa belas kasihan yang tadi tertuju pada Lembu
Cemani seketika lenyap, lenyap bagaikan mega tersapu angin.
?Apakah kakang menyesal?" demikian kata Windu Segara dengan
nada suara dalam.
Kali ini Lembu Cemani yang tersentak.
?Menyesal? Maksudmu adi Windu Segara?"
?Apakah kakang menyesal telah menjadi anggota pasukan
Wiraraja?"
Jawaban itu membuat Lembu Cemani menatap Windu Segara
dengan pandang mata yang tajam.
?Saya tidak pernah berkata begitu adi Windu Segara?" berkata
Lembu Cemani dengnn nada kurang senang.
?Tetapi kenapa tadi kakang bicara tentang salah pilih?"
?Itu tidak berarti bahwa saya menyesal menjadi anggota pasukan
Wiraraja.
?Lantas, kalau begitu apa maksud kakang?"
Lembu Cemani bungkam.
?Katakan kakang Lembu Cemani. Apa maksud kakang dengan kata
kata tadi. Windu Segara penegasan.
Lembu Cemani tetap diam. Hanya pandang matanya yang tajam
menatap Windu Segara.
?Apakah dengan kata-kata tadi kakang bermaksud merendahkan
kedudukan prajurit Singasari?"
?Adi Windu Segara, kau berwasangka yang bukan-bukan."
?Tidak kakang Lembu Cemani. Aku tidak berprasangka. Aku tahu
itulah maksud kakang. berkata Windu Segara dengan tegas.
Sejenak kedua orang itu terdiam.
?Baiklah, adi Windu Segara. Kalau begitu tafsiranmu, sudahlah"
berkata Lembu Cemani sambil berpaling ke-arah jalanan.
Saat itu suasana dijalanan masih sepi. Belum nampak seorangpun
yang berlalu ditempat itu. Sehingga tidak ada alasan sedikitpun bagi
Lembu Cemani untuk memalingkan muka.
Windu Segara sangat tertusuk oleh sikap Lembu Cemani itu. Ia
merasa diremehkan.
Sikap Lembu Cemani yang semacam itu memang sudah lama
dirasakannya.
Lembu Cemani adalah anggota pasukan Wiraraja. Tugas utama
pasukan Wiraraja adalah menjaga keselamatan keraton dan keselamatan
pribadi raja. Oleh karena itu walaupun tidak pada setiap pertempuran
pasukan ini diberangkatkan kemedan perang, tetapi setiap kali raja
memimpin langsung pertempuran maka pasukan Wiraraja ikut diberang
katkan.3
Ketika untuk pertama kali Lembu Cemani diangkat menjadi anggota
pasukan Wiraraja. ia langsung terpilih untuk menjalankan tugas
mengikuti Sri Sultan Agung dalam memimpin penyerangan kekota
Surabaya. Begitulah berturut-turut Lembu Cemani selalu terpilih untuk
mengikuti Sri Sultan Agung dalam melakukan penyerangan keberbagai
kota didaerah Brang Wetan.
Semula ia menjalani tugas yang diberikan itu dengan semangat
yang bernyala-nyala. Didalam setiap pertempuran Lembu Cemani selalu
menunjukkan jasa yang tidak kecil Sehingga karenanya ia cepat naik
pangkat.
Tetapi lama kelamaan timbul perasean aneh dalam dirinya. Apakah
perasaan ini perasaan bosan? Ia tidak tahu dengan pasti.
Perasaan itu mulai timbul ketika ia melangsungkan perkawinan.
Baru beberapa hari ia menikmati hidup sebagai penginten baru, tiba-tiba
ada tugas untuk mengikuti sri Sultan ke Batavia.
?Ah. Perang. Perang. Kenapa sri Sultan begitu gemar berperang."
begitu gumamnya pada waktu itu. Apakah Sri Sultan dilahirkan kedunia
hanya untuk berperang saja?"
Walau begitu akhirnya ia berangkat juga. Namun semangatnya
sudah tidak seperti masa-masa yang lampau. Demikian pula untuk tugas
tugas yang selanjutnya.
Seringkali, pada waktu tengah mendapat tugas berjaga malam
diperkemahan. Lembu Cemani duduk termenung memandangi bintang
yang bertaburan dilangit.
?Ah, mengapa dulu kupilih jalan hidup sebagai seorang prajurit ?"
demikian katanya dalam hati. ?Apabila aku bukan seorang prajurit tentu
pada malam-malam seperti ini aku berkumpul dengan anak isteri."
Sekali waktu, ketika ia tengah duduk bermenung seperti itu,
teringatlah ia sesuatu.
?Ah, tidak. Walaupun aku seorang prajurit aku tidak perlu bersusah
payah seperti ini, andaikata aku anggota prajurit Singasari. Bukankah
mereka tidak pernah diberangkatkan kemedan perang. Tugas mereka
hanya mengawasi keputren, menjaga keselamatan puteri-puteri keraton
besarta harta bendanya." demikian bisik suara hatinya. ?Ah, alangkah
enaknya menjadi anggota prajurit Singasari.
Apa yang direnungkan Lembu Cemani malam itu menimbulkan
perubahan dalam sikap Lembu Cemani kepada arggota anggota prajurit
Singasari.
Sejak saat itu Lembu Cemani selalu menunjukkan sikap mengejek
terhadap setiap orang anggota pasukan Singasari. Hal itu sangat nampak
dari kata-kata yang diucapkau pada setiap anggota Singasari, baik kata
kata itu halus ataupun kasar.
Windu Segara sebagai anggota pasukan Singasari walaupun belum
pernah diejek oleh Lembu Cemani, namun sikap Lembu Cemani pada4
rekan-rekannya sudah ia ketahui.
Dan agaknya pagi ini datang gilirannya untuk mendapat ejekan dari
Lembu Cemani.
?Kakang Lembu Cemani." terdengar Windu Segara membuka bicara
Adji Tameng Wadja Karya Hartanto Ps di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
setelah kedua orang itu terdiam sesaat.
?Hmm." Lembu Cemani berdeham, Tetapi mukanya tetap
dipalingkan kejalanan.
?Seharusnya kakang tidak bersikap demikian." berkata Windu
Segara terlebih lanjut. Walaupun ia sangat tertusuk oleh sikap Lembu
Cemani, namun ia tetap berusaha mengekang perasaannya. ?Bukankah
kita sama-sama prajurit Mataram yang menjaga keselamatan dan
kesejahteraan."
Windu Segara diam sejenak kemudian katanya:
?Kukira kakang Lembu Cemani sependapat dengan saya bahwa jika
sesama kita terjadi kejadian yang tidak diinginkan, kekompakan prajurit
Mataram akan terganggu. lni tidak menguntungkan kita, kakang. Ini
hanya akan menguntungkan lawan."
Mendadak Lembu Cemani berpaling. Sinar matanya nampak merah
bernyala. Ditatapnya Windu Segara tajam-tajam. Seakan-akan apabila ia
mampu, tubuh Windu Segara itu akap ditelannya bulat-bulat.
?Windu Segara, teruskanlah prasangkamu itu." katanya deangan
nada dalam.
Windu Segara menggelengkan kepala.
?Tidak kakang. Sekali lagi kutegaskan. Saya tidak ber prasangka,"
demikian kata Windu Segara dengan tegas. ?Sudah banyak kawan kawan
dari prajurit Singasari yang kau jadikan bulan-bulanan ejekan. Sindu,
Prama, Julung dan masih banyak lagi nama nama yang panjang untuk
kusebut satu persatu. Mereka semua pernah tertusuk perasaannya oleh
ketajaman kata kakang Lembu Cemani."
Windu Segara kembali diam sesaat. Setelah menatap Lembu
Cemani tajam-tajam barulah ia meneruskan kata-katanya. ?Apakah
kakang Lembu Cemani tetap menuduh saya berprasangka? Ataukah
kakang menutupi kenyataan itu?"
Lembu Cemani tidak menjawab. Tetapi kali ini sikapnya terhadap
Windu Segara berlainan. Ia tetap menatap Windu Segara dengan sinar
mata berapi-api, hanya saya kali ini disudut bibirnya terkilas senyum
yang aneh, senyum sinis.
Windu Segara juga melihat senyuman itu. Tetapi ia tetap
mengekang perasaannya.
?Kakang Lembu Cemani, Kita sesama prajurit Mataram, Kuhargai
kedudukan kakang sebagai anggota pasukan Wiraraja. Tetapi hargailah
pula kami dari prajurit Singasari. Tugas kamipun berat, seberat tugas
prajurit2 Mataram yang lain. Seberat beban tugas prajurit Wiraraja,
prajurit Wira Singa dan prajurit Wiratani.5
Tiba-tiba teidengar Lembu Cemani."
?Huh. Apa susahnya menjadi anggota prajurit Singasari?"
Darah Windu Segara tersirap. Kata-kata itu biasa saja, tetapi nada
suaranya sangat menyakitkan hati.
Tadi Windu Segara masih berusaha untuk mengendalikan
perasaannya. Tetapi ucapan Lemba Cemani itu sudah berlebih-lebihan,
melampaui batas kesabarannya.
?Apa kata kakang?" kata Windu Segara dengan suara bergetar
menahan perasaan marah.
?Apa susahnya bertugas sebagai pengawas keputren? Bukankah
setiap hari berkesempatan melihat puteri - puteri yang cantik?"
Darah Windu Segara serasa menggelegak ketika mendengar kata
kata Lembu Cemani yang terachir itu.
?Kakang, mestinya sebagai orang yangg lebih muda aku harus
menghormati kakang Lembu Cemani. Tetapi ternyata ucapan kakang
Lembu Cemani tidak lebih dari ucapan seorang anak kecil."
?Habis kau mau apa?" potong Lembu Cemani.
?Kakang Lembu Cemani, jika Sindu, Prana, Julung dan yang lain
lain dapat bersabar. Saya, Windu Segara, tidak mengikuti jejak mereka.
Saya akan menunjukkan bahwa anggota prajurit Singasari tidak boleh
sembarangan dihita." berkata Windu Segara dengan suara yang
menggeledek.
Kali ini suasana betul-betul panas. Kedua orang muda itu sudah
sama-sama bersiaga. Bila salah seorang dari padanya mulai bergerak
maka jadilah peristiwa yang tidak diinginkan.
Tetapi tiba-tiba kesunyian tepian lapangan itu dipecahkan oleh
suaraderap langkah kaki kuda.
Mau tidak mau kedua orang itu menoleh kearah suara derap kaki
kuda itu.
Dalam jarak sepemanah terlihat seorang yang memacu kudanya
dengan kencang. Kuda beserta penunggangnya itu semakin dekat. Dan
Windu Segara segera mengenal sipenunggang, yang tidak lain dari pada
Sindu, sahabat karibnya.
?Windu Segara, tadi kucari kau dirumahmu. tidak ada. Aku lantas
menduga bahwa kau sedang berlatih raga dilapangan ini. Dugaanku
ternyata benar." teriak penunggang kuda itu ketika semakin dekat.
?Oh, kakang Lembu Cemani. Kaupun berada disini?" sapa Sindu
ketika melihat Lembu Cemani yang berdiri tidak jauh dihadapan Windu
Segara.
Sindu merasa bahwa agaknya antara kedua orang itu terjadi suatu
hal yang tidak wajar. Namun begitu ia toh berkata:
?Windu Segara. Pagi ini ada panggilan Kilat buat seluruh anggota
prajurit Singasari untuk segera berkumpul diistana. Sri Sultan akan
memberikan pesan pesan berhubung dengan keberangkatan beliau6
beberapa hari ke Belambangan."
Semula darah Windu Segara serasa masih mendidih. tetapi ketika
mendengar kata-kata Sindu, mau tidak mau gejolak kemarahannya
menjadi mereda.
Windu Segara adalah seorang prajurit yang berpandangan luas, Ia
dapat segera melakukan pilihan dari dua situasi yang ia hadapi.
Dan pagi ini pilihannya jatuh pada perintah kilat itu. Ia harus segera
meninggalkan tempat itu walaupun dengan demikian ia harus menekan
kemarahannya pada Lembu Cemani.
?Apakah harus sekarang kita berkumpul?" kata Windu Segara minta
penegasan.
?Ya, sekarang Windu Segara. Tunggu apa lagi?" jawab yang
ditanya.
Tiba-tiba terdengar suara tertawa terbahak-bahak:
?Ah, kebetulan Sindu! Kebetulan! Kedatanganmu tepat pada
waktunya. Ha, ha, ha."
Suara tertawa terbahak-bahak yang diiringi dengan kata-kata yang
bernada sinis itu datang dari Lembu Cemani.
Kemarahan Windu Segara yang mulai mereda dengan kedatangan
Sindu itu kembali timbul. Untung ia segera ingat bahwa jika ia melayani
Lembu Cemani maka hal ini berarti penundaan keberangkatannya
keistana untuk menghadap Sri Sultan Agung.
Karena itu dengan sekuat kuasa ditahannya kemarahannya.
?Kakang Lembu Cemani. Kukira masih cukup banyak kesempatan
untuk menyelesaikan persoalan ini." berkata Windu Segara dengan penuh
kepastian.
Setelah itu tanpa menghiraukan Lembu Cemani lagi, Windu Segara
lantas meloncat kepunggung kuda tunggang Sindu.
Sindu marilan kita-cepat cepat ke istana.
Semula Sindu nampak agak ragu-ragu. Percakapan antara Windu
Segara dan Lembu Cemani itu terasa aneh. Oleh karena itu ketika Windu
Segara berbicara dengan Lembu Cemani ia hanya menatap kedua orang
itu silih berganti.
Tetapi ketika dilihatnya Windu Segara telah duduk dipunggung kuda
tunggangnya maka mau tidak mau ia segera memacu kudanya untuk
berlari meninggalkan tempat itu.
?Windu Segara. Apakah yang telah terjadi?" bertanya Sindu pada
Windu Segara ketika sudah agak jauh dari lapangan tadi.
?Sudahlah Sindu. Lain kali saya kita bicara Yang penting. Pagi ini
kita harus cepat-cepat menuju istana. jawab Windu Segara. ?Oh ya
dimana kita berkumpul."
?Dialun-alun."
Demikianlah kuda tunggang yang memuat dua orang prajurit
Mataram itu berlari dengan kencang. Dalam waktu yang tidak lama7
sampailah dialun-alun.
Saat itu dialun itu sudah terlihat anggota-anggota prajurit Singasari
berkumpul. Tumenggung Nirbita, pemimpin prajurit Singasari sudah
nampak hadir pula ditempat itu.
Ternyata Windu Segara adalah prajurit yang terakhir datang Karena
begitu Windu Segara datang, Tumenggung Nirbita lantas memerintahkan
para prajurit Singasari untuk mengatur barisan. Diam-diam Windu Segara
mengucapkan syukur, bahwa ia telah datang tepat pada waktunya. Kalau
tadi ia tidak dapat mengendalikan diri pasti ia datang terlambat. Dan ia
bukan saja mendapat marah, tapi kemungkinan besar akan menerima
hukuman dari Tumenggung Nirbita.
Dalam waktu yang singkat Prajurit-prajurit Singasari itu sudah
membentuk barisan yang rapi. Setelah itu mereka berbaris menuju ke
Istana.
Kedatangan para prajurit itu disambut oleh Sri Sultan Agung
disebuah bangsal.
Ketika melihat Sri Sultan Agung berdiri dihadapan mereka, sekalian
anggota Prajurit Singasari memberi penghormatan dengan khitmatnya.
Sri Sultan Agung setelah membalas penghormatan itu dengan
anggukan kepala lantas mulai bersabda:
?Para Perwira prajurit Singasari, kukira kalian sudah tahu apa
sebabnya kalian kukumpulkan disini, setidak-tidaknya kalian sudah dapat
menduga-duga. Apabila kalian menduga bahwa hal ini berhubungan
dengan keberangkatanku ke Belambangan beberapa hari lagi, maka
dugaan itu sama tidak salah. Seperti kebiasaan kita bahwa setiap kali aku
sendiri yang memimpin pasukan maka pasukan Wiraraja, yang bertugas
menjaga keselamatan keraton dan keamanan pribadiku, akan ikut
diberangkatkan, walau tidak seluruhnya. Oleh karena itu seperti yang
telah biasa kita kerjakan berhubungan dengan keberangkatan sebagian
besar dari prajurit Wiraraja, maka tugas kalian sebagai anggota prajurit
Singasari bertambah. Kalian tidak hanya bertugas menjaga keamanan
keputren terapi diuga harus ikut serta menjaga keamanan keraton dan
keamanan pribadi Putra Mahkota, yang menjalankan pemerintahan di
Karta selama kepergianku."
Sehabis berkata begitu Sri Sultan Agung menyapukan pandang
kesetiap wajah dari prajurit Singasari itu. Satupun tak ada yang ia lewati.
Kemudian barulah beliau berkata lagi:
?Jadi kalian sebagai anggota prajurit Singasari harus membantu
sisa prajurit Wiraraja yang tidak diberangkatkan ke Balambangan dalam
menjaga keamanan keraton dan keamanan pribadi putra mahkota,
Sanggupkah kalian!"
Tanpa berfikir lagi, sekalian anggota prajurit Singasari itu dengan
suara serempak menyanggupkan diri.
Sekilas wajah Sri Sultan Agung nampak berseri-seri. Agaknya beliau8
merasa bangga terhadap semangat yang menggelora dari sekalian
prajuritnya. Perang yang terus menerus melanda bumi Mataram itu
ternyata tidak mampu mematahkan semangat juang prajurit-prajurit
Mataram. Tidak peduli apakah mereka dari Prajurit Wararaja, Prajurit
Wira Singa, ataupun prajurit Wiratani.
Dan kini suara kesanggupan yang diucapkan oleh anggota Prajurit
Singasari cara serempak itu, cukup membuktikan bahwa juga mereka
tidak patah semangat.9
Kemudian Sri Sultan Agung memberikan petuah-petuah yang pada
Adji Tameng Wadja Karya Hartanto Ps di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pokoknya bertujuan untuk memelihara semangat sekalian prajurit
Mataram dalam menghadapi bahaya dari luar kerajaan.
Sekalian anggota prajurit Singasari itu mendengarkan semua
petuah itu dengan tekun.
Jauh sebelum tengah hari pasukan dibubarkan dan untuk hari itu
kepada mereka diberi istirahat penuh sehari semalam, kecuali beberapa
orang yang mendapat tugas jaga.
Windu Segara pun lantas pulang kerumah tinggalnya.
Sepanjang perjalanan pulang yang dipikirkannya hanyalah peristiwa
pertentangannya dengan Lembu Cemani tadi pagi.
Peristiwa pagi itu menyebabkan terulangnya kembali segala
pertanyaan yang muncul dari dalam batinnya. Mengapa Sri Sultan Agung
menempatkan dia sebagai anggota prajurit Singasari?
Pertanyaan ini tidak akan timbul apabila ia tidak mengetahui,
bahwa Sri Sultan Agung mengena sejarah hidupnya.
Windu Segara adalah putera Windu Prakosa, seorang perwira
Mataram, anggota prajurit Wirasangan, yang banyak berjasa. Dalam
setiap pertempuran, dimana Windu Prakosa terlibat didalamnya, laki - laki
itu selalu menunjukkan kegagahberaniannya. Bahkan seringkali ia
melakukan hal-hal yang langka dan sulit diterima dengan manusia.
Pernah Windu Prakosa terkepung seorang diri ditengah-tengah
puluhan orang lawan. Semua kawan - kawannya sudah tidak
mengharapkan untuk berjumpa dengan Windu Prakosa dalam keadaan
hidup. Bahkan kematiannyapun mungkin dengan tubuh yang terluka
parah arang kranjang. Tetapi sungguh heran kawan-kawannya ketika
beberapa lama kemudian mereka melihat Windu Prakosa berdiri
dihadapan mereka dengan tubuh segar bugar.
Peristiwa itu tidak terlupakan oleh setiap orang yang
menyaksikannya. Mereka lantas mulai menduga-duga bahwa Windu
Prakota memiliki aji Welut Putih.
Oleh karena itu ketika orang-orang itu mendengar berita gugurnya
Windu Prakosa dalam menjalankan tugas menyerang Batavia, mereka
sangat terkejut. Peristiwa gugurnya Windu Prakosa itu membangkitkan
kesedihan yang mendalam disanubari rekan- rekannya.
Ketika peristiwa gugurnya Windu Prakosa sampai ditelinga ibu
Windu Segara, maka wanita itu lantas jatuh sakit. Selang beberapa hari ia
meninggal dunia mengikuti jejak suaminya.
Maka tinggallah Windu Segara sebagai anak yatim piatu. Untunglah
ada seorang yang merasa belas kasihan pada Windu Segara dan
kemudian mengangkatnya sebagai anak angkat. Orang itu adalah ki
Wisrawa, kawan karib almarhum Windu Prakosa.
Ki Wisrawapun adalah bekas perwira wirasinga. Hanya tangannya
terpolong dalam suatu perempuran di Batavia, ia lantas dibebas10
tugaskan.
Berkat usaha ki Wisrawa, Windu Segara mendapat kesempatan
berlatih dalam olah keprajuritan. Ternyata ia menunjukkan bakat yang
luar biasa. Dalam waktu singkat. Dasar dasar keprajuritan sudah ia
kuasai.
Ketika Windu Segara menginjak dewasa ia lantas didaftarkan ki
Wisrawa untuk menjadi prajurit Mataram.
Permohonan itu diterima dan Windu Segara ditempatkan dalam
lingkungan prajurit Singasari.
Penempatan ini sudah barang tentu tidak menyenangkan hati
Windu Segara, yang ingin mengikuti jejak ayahnya sebagai perwira Wira
Singa.
Tetapi hal itu sudah menjadi keputusan Sri Sultan Agung, Windu
Segara tidak berani membantahnya.
X X X
II. BERTEMU DENGAN KI BARGAWA.
????????????????????????????????????????????????????????????
Hari keberangkatas pasukan Mataram menyerang Belambangan
telah ditentukan.
Sekalian rakyat Mataram mengetahui rencana rajanya. Oleh karena
itulah pada hari keberangkatan pasukan Mataram ke Belambangan
mereka beramai-ramai menghantar. Ada yang berdiri disepanjang jalanan
yang diltewati pasukan dengan meneriakkan pekik-pekik perjuangan yang
mengobarkan semangat Mataram yang berbaris dengan rapinya
disepanjang jalan, tetapi adapula yang bersembahyang dimesjid-mesjid,
langgar-langgar untuk memanjatkan doa agar pasukan Wirasinga, tetapi
juga pasukan Wiratanl dan pasukan Wiraraja.
Sri Sultan Agung yang berada dibarisan paling depan di kawal oleh
sepasukan lengkap pasukan Wiraraja.
Dibelakangnya nampak berbaris pasukan Wirasinga dengan
tegapnya.
Dibarisan paling belakang terlihat pasukan Wiratani dengan wajah
wajah muda yang menunjukkan keteguhan dan keyakinan.
Ketika pasukan Mataram itu sudah sampai diperbatasan sekalian
penduduk yang menghantar berhenti berjalan.
Namun begitu mereka tidak segera kembali kerumah mereka
masing-masing sebelum pasukan Mataram menghilang dikejauhan.
Baru setelah kepulan debu yang ditinggalkan oleh derap pasukan
Mataram itu lenyap, pulanglah mereka beramai-ramai kerumah mereka11
masing-masing.
Sedang yang hari itu harus bekerja segeralah menuju ketempat
mereka bekerja. Kesibukan meceka sehari-hari tidak akan terpengaruh
oleh suasana perang.
Mereka sudah terbiasa menghadapi hal itu,
X X X
Hari itu adalah hari kelima belas dari keberangkatan pasukan
Mataram untuk menaklukkan Belambangan. Berita tentang hasil
penyerangan belum terdengar.
Bagi Windu Segara malam itu adalah malam untuk beristirahat. Ia
mendapat istirahat selama dua hari penuh. Biasanya Windu Segara selalu
dapat memanfaatkan hari-hari seperti itu dengan sebaik-baiknya. Pada
malam-malam seperti itu ia bisa tidur nyenyak sepuas-puasnya.
Tetapi malam itu sungguh berlainan. Tadi sehabis sholat Isja ia
lantas membaringkan tubuh untuk melenakan diri. Namun usahanya sia
sia belaka. Pikirannya terganggu oleh aneka bayangan kehidupannya.
Terutama sekali peristiwa dengan Lembu Cemani dilapangan tempat
mengadakan latihan ke prajuritan itu menimbulkan kesan yang aneh
dalam dirinya. Kata-kata Lembu Cemani yang bernada ejekan itu sangat
membekas dalam disanubarinya.
Oleh karena tidak dapat segera terlena, maka untuk mengurangi
kegelisahan hatinya. Windu Segara lantas bangkit berdiri dan lantas
berjalan keluar rumah.
Pekarangan rumah ayah angkatnya itu malam ini diterangi sinar
bulan muda. Suasana terasa sunyi Yang kedengaran hanya suara
cengkerik yang diselang seling dengan desir daun-daunan yang tertiup
angina.
Dengan perasaan lesu Windu Segara lantas duduk di sebuah lincak
yang tersedia dipekarangan rumah itu.
Pikirannya lantas melayang jauh kemedan pertempuran di daerah
Belambangan. Terbayang dibenaknya betapa saat itu rekan-rekannya
tengah berrgulat dengan maut.
?Ah, dalam saat-saat seperti sekarang ini mereka tengah berjajar
jajar berbaring dipesangarahan dengan senjata siap disamping mereka.
Kalau mereka tidur tentu tidur mereka tidak nyenyak karena setiap kali
muncul bahaya maut." demikian kata-kata Windu Segara didalam hati.
?Dan bahkan mungkin saat ini mereka tengah menghadapi suatu
pertempuran dahsyat. Ya siapa tahu. Peperangan memeng tidak
mengenal waktu."
Didalam benak Windu Segara segera membayangkan suasana
perang dikala malam. Diantara dering suara senjata yang beradu pasti
terdengar suara jeritan kesakitan. Dalam suasana seperti itu seringkali
sukar membedakan lawan dan kawan Sehingga seringkali terjadi hal-hal12
yang tidak diiinginkan. Yaitu secara tidak sengaja seseorang binasa
diujung senjata kawannya sendiri. Tetapi bagi Windu Segara hal semacam
itu hanyalah bayangan belaka. Ia belum pernah mengalami saat saat
semacam itu. Selama menjadi prajurit Mataram belum pernah ia
dikirimkan kemedan perang.
?Ya, mereka tengah bergulat melawan maut. Tetapi aku, aku, aku
.. " bisik Windu Segata didalam hati.
Tanpa terasa ia menghela nafas panjang.
Ditengah kesunyian malam suara helaan nafas itu terdengar nyata.
?Windu Segara. Kau belum tidur nak?" terdengar suara menyapa
Windu Segara yang tengah duduk termenung itu. Dan suara inipun
terdengar nyata.
Windu Segara kenal baik suara itu. Itulah suara Ki wisrawa ayah
angkatnya, sahabat karib mendiang ayahnya. Oleh karena itu ia segera
bangkit berdiri.
?Oh, bapa. Bapapun belum tidur." demikian katanya.
?Ya, nak. Aku biasa tidur hingga larut malam." jawab Ki Wisrawa."
Tetapi kau seharusnya menggunakan malam ini sebaik-baiknya untuk
beristirahat. Bukankah jika sedang bertugas juga malam dikeraton sering
kali jaga semalam suntuk.
Windu Segara tidak segera menjawab, Karena ia tidak tahu
bagaimana harus memberi jawaban. Apakah ia akan menceritakan segala
hal yang baru saya menemui benaknya?
Ah, tidak. Tidak. Dia tidak ingin memberatkan pikiran ayah
angkatnya, yang ia anggap sebagai ayahnya sendiri.
Ketika Windu Segara tengah termangu-mangu itu mendadak
terdengat Ki Wisrawa berkata :
?Windu Segara. Jangan kau kira bahwa aku tidak mengetahui apa
yang kini tengah bergolak dalam hatimu."
Windu Segara tersentak. Tetapi Ki Wirsawa tidak menghiraukannya.
Ia meneruskan kata-katanya:
?Sejak beberapa hari yang terachir ini kulihat kau sering duduk
termenung."
Sejenak ki wisrawa diam sehingga suasana disekeliling kedua orang
itu terasa hening. Tetapi tidak lama kemudian terdengar Windu Segara
berkata:
?Tidak bapa. Tak ada sesuatu yang kupikirkan."
?Windu Segara jangan berkata begitu. Berkatalah yang
sebenarnya."
Windu Segara tersudut. Ia cukup tahu betapa besar kasih sayang Ki
wisrawa kepadanya. Perlakuan orang tua itu kepadanya sudah seperti
ayah sendiri. Karenanya ia tidak boleh membohonginya. Tetapi dilain
fihak kalau ia menyatakan segala sesuatu yang tengah dipikirkannya
maka ayah angkat itu tentu akan bersedih hati. Dan Windu Segara tidak13
menginginkan ki wisrawa bersedih hati.
?Baiklah, Windu Sagara. Jika kau tidak mengatakan apa yang
tengah kau pikirkan, akulah yang akan menebak." berkata ki wisrawa
setelah dilihatnya windu Segara diam saya.
?Windu Segara, aku tahu, bahwa yang kau renungkan adalah
kedudukanmu sebagai anggota prajurit Singasari. Bukankah demikian."
Darah Windu Segara tersirap. Ternyata ayah angkatnya dapat
menebak dengan tepat apa yang tengah ia renungkan. Karena itu yang
dapat ia perbuat hanyalah mengangguk dengan perlahan.
Melihat anggukan Windu Segara, ki Wisrawa yang semula menatap
dengan pandang yang tajam, kini pandang mata itu mulai memudar. Dan
kemudian terdengar ia menghela nafas panjang.
Adji Tameng Wadja Karya Hartanto Ps di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
?Windu Segara demi kesejahteraan Mataram, jangan kau teruskan
sikapmu itu. Jika setiap prajurit Mataram bersikap raga-ragu dalam
menjalankan tugas. Maka Mataram akan lapuk dari dalam." berkata ki
Wisrawa dengan nada perlahan.
Tetapi walaupun begitu kata-kata tadi ibarat sembilu yang
menggeres gores Windu Segara.
?Bapa sama sekali aku tidak ragu-ragu dalam menjalankan tugas."
?Tetapi bukankah kau tidak puas dengan kedudukanmu?"
Windu Segara mengangguk.
?Ketidak puasan itu akhirnya akan berkembang menjadi keragu
raguan dalam menjalankan tugas."
Tetapi bagaimana aku dapat puas dangan kedudukanku. Aku adalah
putera Windu Prakosa, perwira Wirasinga yang kenyang dengan
pertempuran dimedan perang. Tetapi kiri aku, aku, aku .. . . dikala kawan
-kawanku dari Prajurit Wiraraja, Wirasinga dan Wiratani bergulat dengan
maut ditanah Belambangan aku hanya berpangku tangan sambil sesekali
memandangi puteri-puteri keraton."
?Windu Segara. Kalau begitu kau meragukan kebijaksanaan Sri
Sultan. Setiap kali beliau menempatkan seseorang, tentu beliau
mempunyai alasan-alasannya."
?Tidak bapa. Aku kurang yakin apakah ini benar-benar tunjukan Sri
Sultan."
?Maksudmu?"
?Ada seseorang yang membujuk Sri Sultan untuk mendudukkan
diriku dalam lingkungan prajurit Singasari."
Saat itu walaupun sinar bulan yang menerangi pelataran tidak
seberapa terang, namun Windu Segara sempat melihat perobahan diraut
wajah ki Wisrawa.
?Windu Segara jangan kau mengira yang tidak tidak."
Windu Segera menggeleng. Setelah itu ia berkata:
?Bapa sudah lami aku menunggu kesempatan semacam ini,
sekarang barulah kesempatan ini datang."14
?Kesempatan yang bagaimana ?" kata ki Wisrawa dengan nada
keheranan.
?Kesempatan untuk menanyakan sesuatu."
?Mengapa untuk mengajukan sesuatu pertanyaan saja mesti
menunggu terlalu lama. Segeralah katakan apa yang akan kau tanyakan."
?Bapa, adakah almarhum ayah mempunyai musuh?"
?Pertanyaanmu menggelikan Windu Scgara. Almarhum ayahmu
adalah perwira wirasinga. Dalam setiap pertempuran ia selalu berada
dibarisan paling depan. Sudah barang tentu banyak musuhnya."
?Maksudku musuh dikalangan pasukan Mataram sendiri. Atau
setidak-tidaknya orang yang memiliki sikap permusuhan terhadap
almarhum ayah."
Dahi ki Wisrawa berkerut.
?Windu Segara. Pertanyaanmu itu membingungkan. Aku tidak
mengerti maksudmu mengajukan pertanyaan itu." demikian kata ki
Wisrawa dengan nada suara yang menujukkan ketidaksenangan.
?Menurut hematku pasukan Mataram adalah pasukan yang kompak. Rasa
benci membenci dikalangan sendirilah tidaklah ada."
?Tetapi bapa, benci membenci karena urusan pribadi saya kira ada."
Ki Wisrawa menatap Segara tajam-tajam.
?Windu Segara, kalau yang kau maksud kebencian karena soal
pribadi, maka menurut sepengetahuanku orang yang mempunyai sikap
permusuhan pada ayahmu itu juga tidak ada."
Jawaban yang diberikan Ki Wrisawa itu menurut Windu Prakasa
tidak bersesuain dengan raut wajah yang ia lihat. Agaknya ada sesuatu
yang sengaja disembunyikan oleh Ki Wisrawa. Karena itulah Windu
Segara meragukan kebenaran jawaban itu.
Windu Segara tetap berpegangan teguh pada pendiriannya. la tetap
berpendapat, bahwa didalam pengakatannya sebagai anggota Prajurit
Singasari ada seorang yang bermain dibelakang layar. Seseorang yang
tidak menyukai atau setidak tidak nya menaruh iri pada ayahnya, Windu
Prakosa. Kemudian orang itu menumpahkan kebenciannya pada dirinya.
Dengan menempatkan dia sebagai anggota prajurit Singasari, maka
tidak ada kesempatan baginya untuk membaktikan diri dimedan perang.
Sehingga ia tidak sempat mengikuti jejak ayahnya.
?Sudahlah Windu Segara, tak perlu kau melibatkan dirimu dalam
dugaan-dugaan yang tidak beralasan." terdengar ki Wisrawa berkata.
?Kini malam telah larut. Istirahatlah."
?Bila bapa sudah mengantuk, silakan bapa beristirahat," Aku masih
belum mengantuk." jawab Windu Segara.
Ki Wisrawa tidak mendesak. Ia lantas berjalan masuk kerumah.
Kini tinggallah Windu Segara seorang diri duduk termenung diatas
lincak itu.
Kali ini yang mengganggu benaknya adalah kata-kata Lembu15
Cemani tempo bari.
?Apa susahnya bertugas sebagai pengawas keputren? Bukankah
setiap hari berkesempatan melihat puteri - puteri yang cantik?"
Kata-kata Lembu Cemani itulah yang dulu menyebabkan darah
Windu Segara menggelegak. Dan sekarang kata - kata itu kembali
mengiang dirongga telinganya.
?Ah, dia. Dia tak tahu bahwa pekerjaan seorang anggota Prajurit
Singasari tidak seringan yang dia sangka." Dia mengira, bahwa pekerjaan
Prajurit Singasari hanya duduk termenung sambil memandangi puteri
puteri cantik. Dia tak tahu bahwa menjadi anggota Prajurit Singasari
sering kali juga menghadapi ancaman bahaya, bahkan jika tidak kuat
imannya ia akan terjerumus kejurang bencana." demikian gumam Windu
Segara.
Dan membayanglah pengalaman yang baru saja ia alami beberapa
hari yang lalu.
Hari itu adalah hari kesepuluh keberangkatan pasukan Mataram
menyerang Belambangan. Windu Segara mendapat tugas untuk berjaga
malam. Dan malam itu puri yang dijaga adalah puri tempat kediaman
Puteri Sekar Pandan, selir sri Sultan Agung yang masih muda belia.
Sindu teman Windu Segara berjaga malam belum datang. Sedang
hujan lebat yang tadi malam turun berhasil menciptakan udara malam
yang dingin.
Malam sudah mulai larut tetapi Sindu belum juga kelihatan batang
hidungnya.
?Ah, kemana gerangan orang itu?" gerutu Windu Segara sambil
menahan hawa yang dingin menusuk tulang.
Tetapl dibalik perasaan mengkalnya itu, timbul juga rasa
khawatirnya.
?Ah, siapa tahu kalau Sindu atau keluarganya sakit secara
mendadak " demikian pikirnya.
Sejenak Windu Segara memandang keangkara. Ternyata tak
sebuah bintangpun yang kelihatan. Awan hitam masih menggantung
dilangit. Mungkin malam ini hujan akan turun kembali.
Tiba-tiba dari dalam puri keluarlah seorang emban yang langsung
menjumpai Windu Segara.
?Kakang Windu, sang Putri memanggilmu." demikian kata emban
tadi.
Windu Segara heran. Walau begitu ia toh bangkit juga dan berjalan
kearah pintu puri. Sesampai diruangan dalam dilihatnya sang putri Sekar
Pandan tengah berdiri didekat jendela. Emban yang tadi memanggilnya
sudah masuk keruang belakang.
?Tuan putri memanggil hamba?"
?Ya, Windu Segara. Jendela ini sukar sekali ditutup." jawab putri
Sekar pandan. Suaranya merdu merayu. ? Mungkin karena pengaruh16
hujan kayu jendela ini menjadi seret."
?Baik tuan puteri akan kucoba untuk menutupnya." jawab Windu
Segara sambil berjalan mendekati jendela.
Ketika Windu Segara berjalan mendekati jendela itu puteri Sekar
Pandau tetap berdiri pada tempatnya semula tadi. Ia tidak bergeser
sedikitpun.
?Maaf tuan puteri." demikian kata Windu Segara agak ragu-ragu
untuk meneruskan langkah.
?Lekaslah kemari jangan malu-malu." berkata Puteri Sekar Pandan
sambil tersenyum.
Walau masih ragu-ragu, Windu Segara terus berjalan mendekati
jendela.
Ketika windu Segara melirik kearah puteri Sekar Pandan dilihatnya
puteri itu tersenyum kepadanya, senyum yang aneh. Dan bersamaan itu
bau yang wangi menyambar hidungnya.
Saat itu Windu Segara sudah menarik daun jendela untuk
dikatupkan dan . . . . ia merasa heran. Dan jendela itu dengan mudah
dikatupkan, tidak seret sedikitpun. Ia mula mencium adanya sesuatu
yang tidak beres.
Mendadak bau wangi yang tadi tercium olehnya semakin
merangsang. Pada ketika lain ia merasakan tangan halus meraba
lengannya.
?Windu Segara. Kau sangat kuat." terdengar suara lembut. Suara
itu terdengar dekat, sangat dekat dengan lobang telinganya.
Peristiwa itu betul - betul mengejutkan Windu Segara. Sehingga
karenanya untuk sesaat ia terpukau.
?Windu Segara. Tubuhmu amat kokoh." terdengar sekali lagi sang
puteri berbisik.
?Tu .tuan puteri. Hamba harus segera kembali kpos penjagaan."
demikian kata Windu Segara setelah berhasil menguasai diri.
?Windu Segara, udara sangat dingin. Temanilah aku!" kata puteri
Sekar pandan sekali lagi.
Windu Segara terdiam. Dan bau wangi yang merangsang itu
menimbulkan perasaan aneh.
Tetapi mendadak seperti ada suara yang memperingatkan dirinya:
?Windu Segara. Cepat-cepatlah keluar dari ruangan ini. Cepat,
sebelum terlambat."
Karena itulah ia segera berkata:
?Sang puteri. Maafkan. Diluar kawan saya tengah menanti."
Sehabis berkata begitu ia cepat cepat mengundurkan diri, tanpa
berani menatap lagi wajah puteri Sekar pandan.
Ia tidak menghiraukan lagi apakah puteri Sekar Pandan akan marah
ataupun tidak. Satu-satunya yang ia inginkan ialah cepat- cepat
meningggalkan tempat itu.17
Sampai diluar Sindu belum datang. Windu Segara gelisah. Jangan
jangan puteri Sekar Pandan akan mengejarnya keluar puri.
Tetapi ternyata yang ditakutkan tidak terjadi. Puteri Sekar pandan
tidak mengejar keluar.
Tak lama kemudian Sindu datang.
?Hai kemana saja kau Sindu. Mengapa malam begini baru datang."
kata Windu Segara dengan nada mengkal.
?Windu. Aku terpaksa harus menunggu anakku yang sakit
mendadak. Kini ia telah dapat tidur dengan nyenyak maka barulah aku
enak hati untuk meninggalkannya." demikian jawab Sindu.
Windu Segara percaya. Karena selama bergaul dengannya Sindu
belum pernah membohong.
Demikian peristiwa yang dialami Windu Segara lima hari berselang.
Suatu pengalaman yang tidak dapat ia lupakan.
Setiap kali ia mengingat peristiwa itu keringat dingianya mengalir.
Dan malam itupun peristiwa itupun kembali membayang dibenak
Windu Segara.
Adji Tameng Wadja Karya Hartanto Ps di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hingga larut malam barulah windu Segara masuk kedalam
kamarnya dan kemudian membaringkan diri.
X X X
Pagi hatinya seperti biasanya pada hari hari libur, Windu Segara
pergi berburu kehutan, yang terletak tidak berapa jauh dari Karta.
Matahari belum seberapa tinggi merambat diangkasa, tetapi dengan
menyandang anak panah Windu Segara telah berangkat kehutan.
Tetapi rupanya hari itu hari yang sial baginya. Biasanya sebelum
tengah hari ia sudah memperoleh kijang ataupun kelinci. Namun kali ini
hingga tengah hari belum seekorpun hasil buruan yang ia peroleh.
Jangankan kijang ataupan kelinci, Seekor burungpun tidak ia lihat.
Windu Segara heran. Kemanakah gerangan hewan - hewan ini.
Padahal pada saat-saat seperti itu biasanya ia sudah menguliti hasil
buruannya untuk dimasak dan dijadikan sarapan siang.
Dengan langkah yang mulai lesu Windu Segara terus menerobos
kedalam hutan. Dan akhirnya ia menginjak bagian hutan yang belum
pernah ia injak.
Tetapi oleh karena hasratnya untuk memperoleh hasil buruan
sangat besar, maka tanpa ragu-ragu Windu Segara lantas masuk
kebagian hutan itu.
Belum lama ia melampaui daerah itu mendadak ia mendengar suara
erangan.
Semula ia kurang percaya, tetapi setelah diperhatikannya ternyata
ia tidak salah dengar. Memang suara yang ia dengar itu ialah suara
erangan.
Maka cepat-cepat Windu Segera berjalan kearah suara erangan18
tadi.
Tak berapa lama kemudian sampailah ia kesebuah tempat yang
agak lapang dibagian hutan itu. Suara erangan itu agaknya datang dari
tempat itu.
Dan dugaannya benar. Ketika pandang matanya disapukan
kebagian hutan yang lapang itu, matanya tertumbuk pada sessosok tubuh
yang terbaring tidak berdaya.
Tanpa menunda-nunda lagi Windu Segara lantas bergegas
mendekati tubuh yang terbaring tidak berdaya itu.
Tubuh yang terbaring tidak berdaya itu ternyata tubuh seorang laki
laki yang sudah agak lanjut. Ketika Windu Segara meraba tubuh laki - laki
tua itu, ia mejumpai tubuh yang luar biasa panas.
?Orang menderita demam, Aku harus segera menolongnya. Tetapi
bagaimana caraku menolong?" kata Windu Segara dalam hati.
Pada saat Wiudu Segara tengah kebingungan untuk memberikan
pertolongan mendadak orang tua itu nampak bergerak-gerak.
Dengan harap-harap cemas Windu Segera memperhatikan wajah
orang tua itu. Mendadak dilihatnya orang tua itu membukakan matanya.
Matanya nampak sayu.
Ketika Windu Segara tengah memandangi orang tua itu dengan
perasaan haru, orang tua tadi nampak menunjuk-nunjukan jarinya
kesesuatu arah.
Windu Segara segera mengikuti arah yang ditunjuk oleh orang tua
itu. Tetapi Windu Segara tidak menjumpai sesuatu pun yang istimewa.
Windu Segara cepat berkata:
?Apa yang bapa cari."
Orang tua itu tidak memberikan sesuatu jawaban. Ia hanya
mengerang-erang dan kemudian menggelengkan kepala.
?Agaknya tidak ada sesuatu yang dicari-cari oleh orang tua itu.
Tetapi mengapa ia menunjuk-nunjuk kesesuatu arah? Apa maksudnya?"
Selang beberapa lama barulah la menemukan jawaban.
?Ah. Aku sungguh tolol. Orang tua itu pasti menunjukkan arah
tempat kediamannya.
Dengan cekatan Windu Segara lantas mendukung tubuh orang tua
itu dan kemudian membawanya kearah yang ditunjuk.
Bagian dari hutan yang dilalui kali ini penuh dengan semak belukar.
Sehingga karenanya Windu Segara harus berhati-hati. Karena bila tidak
berhati-hati kulitnya akan tergores eleh duri-darian yang banyak terdapat
disitu.
Tak lama kemudian sampailah ia kesuatu tempat yang jarang
ditumbuhi pepohonan.
Windu Segara mulai ragu-ragu. Apakah dugaannya tadi benar?
Ketika ia tengah ragu-ragu mendadak terdcngar suara lirih.
?Bukit ."19
Hanya itulah kata yang ia dengar. Setelah itu hanyalah erangan
panjang yang ia dengar.
Walaupun demikian Windu Segara agak merasa lega. Ia dapat
menafsirlan maksud orang tua itu. Yang dimaksudkan orang tua itu
pastilah bukit yang terdapat hutan itu. Karenanya Windu Segara terus
berjalan.
Tak lama kemudian sampailah ia diluar hutan. Tak jauh dari hutan
nampaklah tempat yang agak ketinggian. Mungkin tempat itulah yang
dimaksud oleh orang tua itu.
Dengan tidak mengenal payah Windu Segara lantas mulai berjalan
mendaki bukit itu sambil terus mendukung orang tua tadi.
Dan alangkah gembira Windu Segara ketika ia melihat kearah
beberapa langkah diHadapannya.
Apa yang ia lihat.
Tidak lebih sepulUh langkah didepannya, WiNdu Segara melihat
sebuah rumah, atau tepatnya sebuah gubuk.
?Mungkin gubuk inIlah tEmpat kediaman orang tua ini." demikian
pikir Windu Segara.
Walau ia telah berfiklr begitu toh ia berkata juga:
?Bapa, apakah gubuk itu rumah tinggal bapa?"
Orang tua yang terkulai didalam pondongan Windu Segara itu
nampak mengangguk. Walaupun anggukan itu perlahan tetapi sudah
cukup bagi Windu Segara. Bahwa orang tua itu membenarkan
terkaannya.
Dengan penuh semangat Windu Segara berjalan kearah gubuk tadi.
Pintu depan gubuk itu ternyata tidak terkancing. Dengan mudah
Windu Segara berhasil mendorongnya hingga membuka.
Sejenak Windu Segara memperhatikan keadaan dalam gubuk itu
yang memiliki peralatan yang tidak banyak. Hanya balai-balai, meja dan
sebuah rak. Kecuali meja, yang lain-nya terbuat dari bambu.
Segera Windu Segara membaringkan tubuh orang tua itu kebalai
balai bambu tadi. Dan terdengarlah suara berderak. Hal ini membuktikan
bahwa balai-balai berusia cukup tua.
Begitu tubuhnya terbaring orarg tua itu segera menunjuk kesuatu
arah.
Windu Segara menoleh kearah yang ditunjuk, yang tidak lain dari
pada rak bambu tadi. Diatas rak bambu itu terdapat sebuah guci.
?Mungkin guci itulah yang dimaksud olehnya?" demikian pikir Windu
Segara.
Cepat Wiadu Segara mengambilnya dan kemudian segera
diserahkan pada orang tua itu.
Tetapi mendadak orang tua itu memberi isyarat. Dari gerak isyarat
itu Windu Segara dapat menduga bahwa orang tua itu bermaksud
menyuruhnya untuk membuka tutup guci itu.20
Windu Segara segera membukanya.
Setelah berhasil membuka, barulah Windu Segara mengetahui
bahwa guci itu berisi butiran-butiran.
?Ah, mungkin ini adalah jamu yang sudah dipulung-puluNg dan
kemudian dikeringkan." pikirnya.
Kembali terlihat orang tua itu menunjuk-nunjuk kesuatu arah. Kali
ini kearah meja.
Ketika Windu Segara menolek kearah meja, ia melihat sebuah kendi
terdapat diatas meja.
?Oh. bapa haus?" tanya Windu Segara sambil berjalan kearah meja
untuk mengambil kendi itu, yang ternyata masih penuh air.21
Windu Segara menoleh kekiri kekanan. Ia mencari sesuatu yang
mungkin dapat dipergunakan sebagai alat untuk memberi minum.
Akhirnya ia mendapatkan sebuah tempurung kecil.
Oleh karena tempurung itu kotor, maka terpaksa ia membasuhnya
dulu. Kemudian barulah ia menuang sedikit air kedalam tempurung itu,
dan meminumnya pada orang tua tadi.
Agaknya orang tua itu benar-benar haus. Karena dalam sekejap
habislah ia separoh tempurung.
Setelah itu Windu Segara mengambil sebuttr jamu pulung dari
dalam guci tadi. Dilumatkannya jamu pulang itu di tempurung tadi dan
kemudian setelah dituangi sedikit air lantas diminumkan pada orang tua
tadi.
Ternyata jamu yang dilumatkan itu terminum habis oleh orang tua
tadi.
Setelah meminum habis orang tua tadi memejamkan mata.
Sebentar kemudian terdengarlah helaan nafasnya yang beraturan.
Windu Segara merasa lega. Alunan nafas demikian membuktikan
bahwa orang tua itu tertidur dengan nyenyaknya.
Dengan perasan kasihan Windu Segara memandangi tubuh tua
yang kini terlena itu.
?Agaknya orang tua ini mendiami rumah ini seorang diri. ?Apakah ia
tidak bersanak saudara?" demiklan pikir Windu Segara.
Mendadak teringatlah Windu Segara akan keadaan dirinya Ia
datang kehutan untuk berburu. Dan sebelum mcmperoleh hasil buruan ia
sudah menjumpai tubuh orang tua itu.
?Apakah aku akan meninggalkan orang tua ini?" pikir Windu Segara.
Tetapi setelah ia mempertimbangkan lagi maka ia lantas mengambil
keputusan untuk menunggui orang tua itu hingga ia terjaga. Ia ingin
mengetahui bagaimana perkembangan kesehatan orang tua itu. Jangan
jangan jika ia menimbulkannya begitu saja penyakit orang tua tadi akan
menjadi-djadl.
Kemudian ia meraba tubuh orang tua itu ternyata panas badannya
sudah mulai menurun.
Windu Segara merasa lega, disamping merasa kagum terhadap
kemustajaban dari pulung tadi. Kemudian Windu Segara bangkit berdiri
dan berjalan kea rah pintu depan.
?Ah, orang tua ini betul-betul pandai memilih tempat
tinggal.Pemandangan disini betul-betul indah." berkata Windu Segara
dalam hati. Tapi kenapa dia memilih jalan hidup seperti ini. Menyendiri
dan bersunyi-sunyi? Apakah ia tidak punya sanak keluarga?"
Ketika Windu Segara menyapukan pandang kesekeliling gubug itu,
ia melihat sebidang tanah yang ditanami dengan aneka tanaman
palawija .
?Agaknya pekerjaan berkebun inilah yang menjadi samben orang22
tua ini."
Kemudian Windu Segara berjalan mengelilingi tempat itu. Belum
seberapa jauh ia mendengar suara gemericiknya air yang mengalir. Dan
tak lama kemudian Windu Segara menjumpai sebuah sungai kecil . Air
sungai itu amat jernihnya."
?Ah, pantas, Orang tua kerasan tinggal ditempat ini. Kiranya
ditempat ini terdapat sungai yang jernih airnya." pikir Windu Segara.
Saat itu Matahari bersinar dengan terik. Sehingga keadaan hawa
terasa menggerahkan. Dan Windu Segara merasakan juga hal itu.
Karenanya ketika dihat air yang sangat jernih itu timbul niatnya untuk
mandi. Dengan segera dilepaskannya semua pakaian yang melekat
ditubuhnya dan kemudian terjun kedalam sungai kecil itu.
Adji Tameng Wadja Karya Hartanto Ps di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Selesai mandi Windu Segara merasakan kesegaran yang luar biasa.
Kemudian ia segera kembali kegubug tempat tinggal orang tua tadi.
Sesampai digubug itu dilihatnya orang tua itu masih tidur dengan
nyenyaknya.
Terpaksa Windu Segara menyabarkan diri, untuk menanti hingga
orang tua itu terjaga dari tidurnya. Untung Windu Segara tidak menanti
terlalu lama, karena tiba-tiba orang tua tadi membukakan mata.
Begitu membukakan mata orang tua itu menatap Windu Segara
tajam-tajam. ?Kau, menungguiku, angger." bertanya orang itu dengan
suara yang lemah.
?Ya, bapa. Bagaimana keadaan bapa kini? Apakah sudah terasa
ringan?"
?Ya, angger. Panas badanku sudah turun banyak." jawab orang tua
tadi. ?Kukira kau tidak perlu menungguiku lagi."
?Jika demikian saya akan meninggalkan bapa, te.pi jika tidak ada
aral melintang, besok saya akan hembali kesini lagi."
?Tetapi, angger. Kuminta angger merahasiakan pertemuanku
denganmu. Jangan katakan pada siapapun juga, sekalipun pada keluarga
terdekat, angger." kata orarg tua itu ketika melihat Windu Segara
berpamit.
Walaupun hatinya diliputi perasaan heran, namun Winda Segara
menyanggupi perintah orang tua itu.
Windu Segara sampai ditempat kediamannya ketika matahari sudah
hampir tenggelam tanpa membawa hasil buruan. Sudah barang tentu Ki
Wisrawa heran. Ketika keheranannya itu diutarakan pada Windu Segara,
pemuda itu menjawab sekenanya.
Malam harinya sekali Windu Segara tidak dapat memicingkan mata,
tetapi kali ini yang mengganggu pikirannya adalah orang yang ia jumpai
dihutan tadi. Siapakah gerangan orang tua itu? Kenapa ia memilih jalan
hidup bersunyi-sunyi seperti itu?
Pagi harinya pagi-pagi benar ia sudah berangkat kembali kegubug
orang tua itu. Untuk orang tua itu ia sengaja membawakan bubur yang23
masih hangat dan sedikit buah-buahan.
Sudah barang tentu orang tua itu sangat berterima kasih.
Bagi Windu Segara yang menyenangkan hatinya bukan ucapan
terima kasih orang tua itu. melainkan ketika ia melihat keadaan orang tua
itu yang sudah berkembang baik. Kali ini orang tua itu sudah dapat
bangkit.
Begitulah, pada hari-hari berikutnya, setiap pagi Windu Segara
selalu meluangkan waktu untuk menyambangi orang tua itu, yang
belakangan mengaku bernama Bargawa. Ki Bargawa.
Kian hari keadaan ki Bargawa semakin berkembang baik Hal ini
semakin menggembirakan Windu Segara.
Pada hari kelima kesehatan ki Bargawa telah betui-betul pulih.
Walau begitu hubungan Windu Segara dengan orang tua itu tidak
berhenti sampai disitu. Setiap kali ada ke sempatan, Windu Segara selalu
meluangkan waktu untuk berkunjung pada ki Bargawa.
Hanya saja kunjungan Windu Segara pada orang tua itu, suatu
ketika harus terhenti karena adanya suatu peristiwa diluar dugaan, yang
menimpa diri Windu Segara.
X X X
III. PUTRI SEKAR ASIH.
????????????????????????????????????????????????????????????
Malam itu Windu Segara mendapat tugas berjaga malam. Puri yang
menjadi bebannya malam itu adalah puri tempat kediaman dari putri
Sekar Asih, salah seorang putri kesayangan Sri Sultan Agung, walaupun
ia hanya berasal dari selir.
Oleh karena itu tidaklah aneh untuk penjagaan puri itu disediakan
pos yang istimewa. Setiap malam prajurit Singasari yang berjaga dipos
penjagaan itu sebanyak enam orang.
Malam itupun demikian pula halnya. Windu Segara di kawani oleh
lima orang kawannya.
Suasana malam yang amat dingin itu dilewati mereka dengan ber
omong2.
Mendadak ketika mereka tengah beromong-omong muncullah
seorang yang mereka kenal sebagai prajurit Wiraraja. Kehadiran anggota
prajurit Wiraraja itu betul-betul mengherankan keenam orang ilu.
?Prana, kau beserta keempat orang kawanmu diminta datang kepos
penjagaan Wirarejan, ada suatu hal penting yang akan dibicarakan oleh
Tumenggung Suradirja. Sedang Windu Segara biarlah ditempat itu."
Prana saling pandang dengan keempat orang kawannya. la merasa
heran menerima panggilan dari Tumenggung Suradirja, pimpinan dari
prajurit Wiraraja yang tidak diberangkatkan kemedan perang. Beum24
pernah ia mendapat panggilan saperti itu. Namun walau begitu mereka
berangkat juga.
Kini tinggallah Windu Segara seorang diri. Didalam hati ia
mengumpat pada prajurit Wiraraja yang menyebabkan ia ditinggalkan
seorang diri ditengah malam yang dingin itu. Terapi dibalik perasaan
mengkal itu, Windu Segara merasa heran. Apakah gerangan sebabnya
Tumenggung Suradirja memanggil kelima orang temannya? Mengapa
bukan salah seorang saja ? Dan persoalan penting apakah yang akan
dibicarakan?
Semula disabar-sabarkannya hatinya menunggu kedatangan
kembali kelima orang temannya itu. Tetapi akhirnya ia merasa jengkel
karena setelah sekian lama menunggu kelima orang kawan itu belum
kembali juga.
Mendadak terdengar suara jerit tertahan, jerit yang bernada
ketakutan yang amat sangat.
Tanpa berfikir lagi dengan suatu loncatan panjang Windu Segara
meloncat kearah suara jeritan tadi.
Pagar bata puri yang cukup tinggi itu diloncatinya, Sekejap saja ia
sudah bertengger diatas tembok. Sejenak diperhatikannya keadaan
tempat itu, disapukannya pandang matanya kesetiap sudut keputren
tempat kediaman puteri Sekar Asih, dibukanya telinganya lebar-lebar
untuk menangkap setiap bunyi yang mencurigakan.
Tetapi untuk beberapa saat ia tidak menangkap sesuatu yang
mencurigakan. Ia mulai ragu-ragu apakah suara tadi hanya hasil
khayalanya saja.
Ah tidak. Ia tahu pasti bahwa tadi ia mendragar suara jeritan
tertahan yang bernada ketakutan. Dan ia yakin bahwa suara jeritan itu
berasal dari tempat itu. Tetapi kenapa tempat itu kini sunyi-sunyi saja?
Tengah Windu Segara dalam keadaan ragu-ragu mendadak suara
jeritan tadi terdengar kembali. Kali ini jelas, sangat jelas dan asal
suaranya adalah ruangan dalam keputren itu.
Tetapi walaupun kini ia jelas mendengar suara jeritan Windu Segara
merasa ragu-ragu untuk segera bertindak. Ia marasa tidak enak hati
untuk masuk keputren itu seorang diri.
?Tidak. Aku tidak boleh ragu-ragu. Aku harus segera ber-tindak."
demikian keputusan suara hatinya. Untuk menanti temannya sudah tidak
mungkin lagi. Keadaan sangat mendesak.
Secepat kilat Windu Segara meloncat kependapa keputren tadi dan
begitu kakinya hinggap dipendapa ia lantas berlari kearah ruangan dalam,
yaitu dari mana jeritan tertahan itu berasal.
Suasana diruangan dalam agak terang dibanding dengan suasana
dipendapa yang hanya diterangi oleh sebuah lampu gantung. Diruangan
dalam terdapat dua lampu gantung.
Begitu Windu Segara masuk keruangan dalam ia disuguhi oleh25
suatu adegan yang menyebabkan darahnya meluap
Diruangan itu ia melihat puteri puteri Sekar Asih tengah meronta
dalam pelukan seorang laki-laki. Pakaian puteri Sekar Aslh sudah nampak
tidak keruan.
Windu Segara tidak dapat melihat dengan jelas wajah laki laki itu,
karena wajahnya tertutup dengan selembar kain hitam.
Ketika melihat kedatangan Windu Segara tadi lantas mendorong
tubuh pateri Sekar Asih, sehingga tubuh yang tengah meronta2 tadi
roboh terguling. Sedangkan berkerudung itu cepat berdiri menghadapi
Windu Segara.
Melihat laki - laki tadi berdiri menghadapinya secepat kilat Windu
Segara meloncat meenerjang sambil melancarkan sebuah serangan.
Namun dengan gerak yang luar biasa gesit laki itu dengan mudah
menghindari serangan Winda Segara.
Setelah berhasil menghindar dari serangan Windu Segara, secepat
kilat dia meloncat kearah pintu yang menghubungkan ruangan dalam itu
dengan pendapa. Windu Segara mencoba mencegah. Tetapi sia - sia
belaka.
Ketika tubuh Windu Segara hampir menyentuh tubuh laki-laki tadi,
ia merasakan tolakan suatu tenaga yang luar biasa kuat, yang
menyebabkan tubuhnya terhuyung.
Untung Windu Segara segera dapat menguasai keseimbangan
tubuhnya.
Hanya saja pada saat itu laki-laki tadi sudah tidak nampak lagi.
Windu Segara tidak putus asa. Dengan suatu loncatan panjang ia
meloncat kearah pendapa. Diperhatian keadaan dipendapa maupun
disekelilingnya.
Tetapi yang didjumpai ditempat itu hanyalah kesunyian yang
mencekam.
Windu Segara cepat berlari meloncat ketembok. Tetapi tetap ia
tidak melihat sesuatu yang mencurigakan. Bahkan gerak daun-daunan
yang tertiup angin saja tidak ia lihat.
?Setan Alas. Orang itu luar biasa tangkas." gerutu Windu Segara.
Oleh karena sudah mungkin lagi untuk melakukan pengejaran
terhadap laki-laki berkerudung kain hitam, tadi maka Windu Segara
segera kembali masuk keruangan dalam untuk meninjau keadaan puteri
Sekar Asih.
Keputusan Windu Segara ini adalah keputusan yang tolol. Andaikata
ia tidak kembali keruangan dalam tentu ia tidak perlu mengalami
rangkaian peristiwa yang pahit.
Ketika Windu Segara sampai diruangan dalam terlihatlah puteri
Sekar Asih roboh terkulai dalam keadaan tidak berdaya. Pakaiannya
nampak tidak beraturan.
Windu Segara bingung. Akan segera memberi pertolongan malu26
hati. Tetapi bila tidak ia khawatir akan keadaan puteri itu.
?Ah, yang penting aku harus mengetahui apakah beliau masih
dapat diselamatkan." Pikirnya.
Karena itu Windu Segara lantas berjalan mendekati tubuh puteri
Sekar Asih yang tidak sadarkan diri itu. Setelah dekat ia lantas
berjongkok.
Dirabanya pergelangan tangan puteri Sokar Asih. Ketika ia masih
merasakan adanya denyut nadi dipergelangan tangan itu, Windu Segara
merasa lega.
?Puteri ini masih dapat diselamatkan." pikirnya ?Aku harus cepat
cepat memberi tahu pada kawan - kawanku, untuk minta pertimbangan
bagaimana tindakan kita terlebih landjut."
Tetapi baru saja ia akan berdiri, mendadak ia mendengar suara
langkah diambang pintu.
Cepat Segara menoleh. Dan dilihatnya Prana dan keempat orang
temannya yang tadi meningglkan ia seorang diri dipos penjagaan.
?Windu Segara, apa yang tengah kau perbuat." berkata prana
dengan suara suara dalam disertai dengan pandang mata yang tajam.
Bukan hanya Prana, tetapi juga keempat temannya yang lain,
menatapnya dengan pandang mata yang tajam. Seakan-akan dengan
Adji Tameng Wadja Karya Hartanto Ps di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pandang matanya itu ia ingin menelan Windu Segara hidup-hidup.
Windu Segera heran melihat sikap kawan-kawannya itu. Karena itu
cepat-cepat ia berkata:
?Prana, aku tadi menjumpai seorang akan berniat kurang ajar
terhadap puteri Sekar Asih. Untung aku cepat-cepat mendatangi."
Selama Windu Segara bercerita Prana dan keempat temannya tetap
menatap dengan pandang mata yang seperti tadi.
?Windu Segara, jangan mengarang cerita." Berkata Prana
mendadak." Aku tadi berada disekitar tempat ini. Tak kulihat seorangpun
yang keluar dari puri ini."
Kata-kata itu ibarat halilintar ditelinga Windu Segara. Tubuhnya
menjadi tergetar karenanya. Bukan karena takut,tetapi karena menahan
marah. Tuduban keji itu sungguh diluar dugaannya.
?Jangan sembarang menuduh, Prana." kata dengan suara keras.
?Dan kau, Windu Segara. Jangan sembarang membantah. Bukti
sudah didepan mata." jawab Prana. ?Kau tahu Windu Segara apa akibat
perbuatanmu bagi nama Prajurit Singasari?"
Setelah itu prana lantas menolah pada keempat orang kawannya.
Kemudian katanya:
?Ayo, kawan. Tunggu apa lagi. Tangkap dia."
Windu Segara tahu, bahwa dalam situasi semacam itu sudah tidak
mungkin lagi menghindar dari tuduhan. Kalau ia akan berusaha melarikan
diri justru akan memberatkan dakwaan.
Sementara itu keempat prajurit Singasri kawan prana tadi agak27
ragu-ragu untuk bertindak. Ia kenal baik siapa Windu Segara, sehingga
mereka merasa sungkan untuk menangkapnya.
?Jangan ragu ragu, kawan. Tangkaplah. Aku tidak akan melawan."
kata Windu Segara." Tetapi ingat, Ini tidak berarti berarti bahwa aku yang
telah berbuat tidak senonoh ini."
Keempat orang prajurit kawan prana lantas mendekati Windu
Segara untuk mengikatnya. Dan benar juga, Windu Segara tidak
melawan.
Kemudian setelah Windu Segara berhasil diikat, mereka lantas
membawanya menghalap kepada Tumenggung Nirbita malam itu juga.
Sementara itu keributan tadi sudah terdengar oleh para emban
yang berdam di puri puteri Sekar Asih.
Mereka lantas sibuk tidak keruan. Segala mereka kerjakan untuk
menyadarkan puteri Sekar Asih. Ibunda puteri Sekar Asih,Sekar Mirah
segera dating.
Atas anjuran puteri Sekar Mirah, dukun istana Kyai waskita segera
dipanggil.
Kyai Waskita lantas segera datang. Begitu datang ia segera
bertindak.
?Bagaimana keadaannya bapa." berkara puteri Sekar Mirah, ibunda
Sekar Asih dengan perasaan khawatir.
?Gusti putri tidak perlu khawatir. Pemuda itu belum sempat
melaksaakan niat buruknya " demikian jawab Kyai Waskita." Beliau hanya
terkejut saja."
Jawaban ini sangat melegakan hati puteri Sekar Mirah. Yang ia
takutkan adalah jika tangan kotor pemuda itu telah berhasil memetik
mahkota kehormatan Sekar Mirah.
Tetapi kini dari jawaban Kyai Waskita jelaslah bahwa apa yang
ditakutkan itu belum terjadi.
Sementara itu Kyai waskita terus berusaha menyembuhkan puteri
Sekar Asih.
Berkat usaha kyai waskita tidak lama kemudian putcri Sekar Mirah
telah berhasil disedarkan.
Semula puteri Sekar Mirah akan menanyai puterinya, tetapi kyai
Waskita memberi isyarat untuk tidak melakukannya.
?Biarkan beliau beristirahat dulu gusti puteri. Besok, apabila beliau
telah sadar minumi air ini." berkata begitu kyai Waskita sambil
menyerahkan sebuah botol yang berisi air jernih.
?Terima kasih. Bapa atas usahamu." jawab puteri Sekar Mirah
sambil menerima botol berisi air jernih itu.
Setelah itu kyai waskita lantas kembali pulang.
Sepeninggal dukun istana itu, puteri Sekar Mirah nampak tidur
dengan nyenyak.
Puteri Sekar Mirah merasa lega.28
X X X
Sementara itu, alangkah terkejut Tumenggung Nirbita ketika
menerima laporan tentang peristiwa dipuri puteri Sekar Asih tadi.
?Windu Segara? Windu Segara berani melakukan perbuatan hina
itu?" katanya setengah terpekik ketika mendengar laporan yang
disampaikan olek prana.
?Kamipun tidak akan percaya kalau tidak menyaksikannya dengan
mata kepala sendiri, ? berkata prana.
?Kalau begitu kurung dulu ia. Besok aku baru dapat memberi
keputusan Aku harus melaporkan dahulu peristiwa ini pada Sri
Amangkurat." demikian kata pemimpin prajurit Singasari itu akhirnya.
?Tetapi ingat peristiwa ini harus kau rahasiakan. Jangan katakan pada
siapapun, bahkan kepada isterimu sekalipun. Peristiwa ini menyangkut
kehormatan keraton."
Demikian Tumenggung Nirbita memberi pesan kepada Prana dan
keempat orang kawannya.
?Jika peristiwa ini sampai tersiar diluar, kalian yang bertanggung
jawab. Hukuman berat pasti akan menanti kalian.
Prana dengan keempat orang kawannya lantas menyanggupi.
Setelah melaksanakan perintah Tumenggung Nirbita untuk mengurung
Windu Segera. . . . Mereka lantas kembali kepos penjagaannya malam
itu dengan perasaan harap-harap cemas.
Sepeninggal anak buahnya, Tumenggung Nirbita lantas berkemas
kemas untuk berangkat kekeraton.
Tujuan utamanya adalah puri kediaman puteri Sekar Asih, Ia ikut
merasa gembira ketika diberi tahu bahwa puteri Sekar Asih dalam
keadaan sehat walafiat dan kini tengah tertidur nyenyak.
Tetapi sementara itu dalam dalam rongga dadanya bergolak suatu
perasaan aneh. Dalam dirinya timbul ketidak percayaan, bahwa Windu
Segara berani melakukan perbuatan sedemikian hina.
Tumenggang Nirbita kenal betul siapa Windu Segara. Pemuda
bersifat seperti Windu Segara itu tidak mungkin melakukan perbuatan
sedemikian hina.
Kalau begitu apakah Prana memfitnah?
Itupun juga tak mungkin. Iapun juga kenal baik sifat prana. Tak
mungkin ia memfitnah orarg tanpa alasan.
Lantas kalau begitu apa latar belakang peristiwa ini?
Tumenggung Nirbita termenung. Dipandanginya suasana disekitar
puri itu. Seakan-akan ia ingin mencari petunjuk untuk memecahkan
persoalan yang ia hadapi.
Tetapi tak sesuatupun yang ia lihat dihadapannya selain suara daun
yang bergerak gerak tertiup angin.29
Suasana malam tetap sunyi membeku.
?Ah, sukar dilukiskan bagaimana sikap Sri Amangkurat nanti, bila
sampai mengetahui terjadinya peristiwa ini. Beliau adalah seorang yang
berangasan, yang tidak kenal ampun." kata Tumenggung Nirbita didalam
hati.
Dan apa yang dikhawatirkan Tumenggung Nirbita itu memang
benar-benar terjadi
Begitu Sri Amangkurat, putera mahkota, mendengar laporan
Tumenggung Nirbita, ia lantas memerintahkan untuk membawa Windu
Segara kehadapannya.
Ketika melihat pemuda itu yang dalam keadaan terikat
dihadapkannya kepadanya, Sri Amangkurat menatapnya dengan pandang
yang tajam.
Pada waktu itu yang ada ditempat itu adalah Prana, keempat
prajurit teman berjaga semalam dan sekalian prajurit Singasari.
Tumenggung Nirbita juga berada ditempat itu.
Suasana terasa sunyi mencekam.
Walaupun yang diadili adalah Windu Segara, tetapi sekali anggota
prajurit Singasari merasakan pengadian itu ditujukan pada mereka
sekalian.
?Windu Segara." kau tahu mengapa kupanggil kehadapanku
Windu Segara terdiam sesaat, setelah itu baru berkata:
?Hamba akan paduka tanyai tentang peristiwa yang terjadi
semalam dipuri puteri Sekar Asih."
?Dan kau tahu jelas jalannya peristiwa, bukan!
?Ya, gusti. pertama kali kudengar jeritan ngeri
Kata-kata itu belum selesai sudah dipotong oleh Sri Amangkurat.
?Windu Segara jangan berpanjang panjang bicara. Mengakulah
bahwa kau yang telah melakukannya!"
?Maaf, Sekali- kali hamba tidak berani melakukan perbuatan
semacam itu."
?Windu Segara! Mengakulah!"
?Hamba tidak melakukan. Bagaimana hamba akan mengaku."
?Windu Segara kau keras kepala."
Windu Segara membisu.
?Apakah aku harus memaksamu supaya mengaku?" bentak Sri
Amangkurat dengan suara yang menggeledek. Nada suara itu seakan
akan mampu merobohkan ruangan itu.
?Windu Segara mengakulah." sela Tumenggung Nirbita.
Namun kali ini Wiudu Segara membisu. Ia tidak merasa melakukan
perbuatan itu. Tak mungkin ia mengeluarkan pernyataan pengakuan.
?Baiklah! Windu Segara. Kalau kau tetap tidak mau mengaku. Aku
terpaksa mengambil jalan untuk memaksa kau mengaku." terdengar kata
Sri Amangkurat.30
?Sindu, cambuk dia! Jangan berhenti sebelum dia mau mengakui
kesalahannya" perintah Sri Amangkurat pada Sindu.
Sindu tersentak. la adalah sababat karib Windu Segara, Kali ini ia
mendadak mendapat perintah putera Mahkota untuk mencambuk kawan
karibnya. Maka bingunglah ia. Mau membantah tidak betani, mau
melaksanakan tidak sampai hati. Pada saat itu Tumenggung Nirbita yang
berada didekatnya berkata perlahan:
?Sindu. Jangan membuat putera mahkota naik darah. Kerjakan
perintah beliau."
Kali ini Sindu tidak membantah.
Cambuk yang biasa dipergunakan untuk merangket orang segera ia
terima dari seorang yang biasa menyimpan cambuk itu. Kemudian ia
berdiri dipinggir kalangan menghadap ke-arah Windu Prakosa yang
ditempatkan ditengah kalangan.
Windu Segara tetap tidak menunjukkan perlawanan sedikitpun.
Dengan patuh ia membiarkan dirinya ditempatkan sesuka hati oleh
orang-orang yang menawannya.
Putera Mshkota terus menatap Windu Segara dengan pandang mata
yang murka.
Sementara itu Sindu telah mulai mengayunkan cambuk.
Begitu tangan Sindu bergerak terdengar suara geletar cambuk
memecah kesunyian.
Taar. Dan pada ketika lain ujung cambuk yang di lecutkan oleh
Sindu menyentuh tubuh Windu Segara.
Anggota-anggota Prajurit Singasari yang mempunyai hubungan baik
dengan Windu Segara tidak sampai hati menyaksikan peristiwa itu. Oleh
karena itu pada saat ujung cambukylang dilecutkan Sindu menyentuh
Adji Tameng Wadja Karya Hartanto Ps di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Windu Segara, ada diantara mereka yang memalingkan muka dan bahkan
ada memejamkan mata.
Kemudian terdengar jerit tertahan.
Kawan-kawan Windu Segara yang tadi tidak sampai hati
menyaksikan ujung cambuk menimpa tubuh Sindu Segara, dan lantas
memejamkan mata,mengira bahwa jerit tertahan itu jerit kesakitan
Windu Segara.
Tetapi alangkah terkejut mereka, ketika membukakan mata. Apa
yang mereka lihat sungguh diluar dugaan.
Saat itu terlihat Sindu ruboh terguling ditanah tidak berkutik.
Cambuk yang tadi ia lecukan sudah jatuh terlepas dari pegangan.
Ternyata pada saat ujung cambuk yang dilecutkan Sindu itu
menyentuh tubuh Windu Segara, terlihat tubuh Sindu terpental
kebelakang dan serta merta cambuk ditangan kanannya tadi terlepas dari
pegangan. Sikap Sindu itu di sertai jerit tertahan.
?Sindu, kenapa kau?" sapa Tumenggung Nirbita.
Nada suara itu terdengar aneh, karena Tumenggung Nirbita31
mengira kalau Sindu hanya berpura-pura. Ia cukup tahu betapa akrab
persahabatan Sindu dengan Windu Segara, sehingga perintah untuk
mencambuk Windu Segara dirasakan sebagai siksaan.
Kalau dugaan itu betul sudah barang tentu akan menimbulkan
kemurkaan Sri Amangkurat. Diam-diam Tumenggung Nirbita melirik
kearah Sri Amangkurat. Samar-samar terilhat dahi Sri Amangkurat
berkerut. Dan tiba-tiba terdengar beliau berkata:
?Prana, coba kau yang melakukannya!"
Kata-kata Sri Amangkurat itu mengejutkan Tumenggung Nirbita. Ia
merasa heran, mengapa Sri Amangkurat seperti acuh tak acuh terhadap
Sindu dan kemudian tanpa menghiraukan Sindu lantas memerintah
Prana?
Sementara itu kranapun tidak kurang terkejutnya tadi ketika ia
melihat Sindu bersikap aneh, ia juga mengira kalau Sindu bersandiwara.
Karena itu ia yakin kalau Sri Amangkurat akan menegor Sindu. Tetapi
dugaannya meleset. Sri Amangkurat nampak acuh tak acuh terhadap
Neraka Hitam Seri Bara Maharani Karya Pendekar Rajawali Sakti 130 Pemburu Tujuh Pedang Tiga Ruyung Karya Gan K L
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama