Ceritasilat Novel Online

Aileen 1

Aileen Karya Sherls Astrella Bagian 1

??AILEEN

by

Sherls Astrella

Chapter 1

" Di sini rupanya kau!" seseorang menangkap lengan Aileen.

Aileen terperanjat.

" Kau sudah merepotkan banyak orang."

" Maaf," Aileen berkata ringan dan melanjutkan pekerjaannya. Ia merapikan piring-piring kotor di meja ke atas nampan kosong di tangannya dan membawanya ke sebuah lubang di dinding yang menghubungkan ruangan itu dengan dapur. Aileen meletakkan nampan di sana dan seseorang dari dalam segera mengambilnya.

Ketika Aileen berbalik, Evans sudah menghadang wajah geramnya.

" Maaf!? Hanya itukah yang dapat kaukatakan?" Evans tidak suka pada raut tak bersalah Aileen. " Tahukah kau karena engkau, semua orang menjadi bingung!?"

" Maaf. Katakan pada mereka aku baik-baik saja."

Evans mengawasi Aileen yang sekarang sibuk mengelap meja kotor tadi. " Mengapa kau tidak mau pulang?" celetuknya tiba-tiba.

" Tidak apa-apa."

" Jadi," Evans menyilangkan tangan di depan dadanya, " Itu benar?"

Aileen beralih ke meja lain.

Evans terus mengekor gadis itu. " Aku pernah mendengar kau bersumpah untuk tidak kembali setelah lulus."

" Aku masih belum lulus," Aileen membenarkan.

" Sebenarnya ada apa denganmu? Tidak pulang juga tak memberi kabar. Membuat semua orang bingung!"

Aileen segera memunggungi Evans untuk menyimpan kembali lap meja.

" Aku sedang berbicara denganmu!" Evans mencengkeram lengan Aileen.

" Aku tidak punya waktu untuk berbicara denganmu," balas Aileen dingin.

Leopold Wilder, sang pemilik rumah makan itu akhirnya tidak sabar melihat seorang pria asing terus menganggu pegawainya. " Lepaskan dia!" ia menjauhkan Evans dengan paksa, " Apa kau tidak lihat ia terganggu."

" Aku punya urusan penting dengannya."

" Hadapi aku dulu!" tantang Leopold, " Jangan coba-coba menggoda pegawaiku!" Ia memasang badan di depan Aileen.

" Aku adalah kakak sepupunya!" Evans tidak suka dengan tuduhan itu.

" Aku adalah ayahnya!" Leopold tak mau kalah.

Melalui matanya, ia memerintah Aileen untuk membuka suara.

" Ia tidak berbohong," Aileen memberitahu sambil lalu.

" Kau dengar itu?" Evans membusungkan dada.

" Benarkah itu, Aileen?" Leopold mencengkeram pundak Aileen, " Jangan raguragu mengatakan kesulitanmu padaku. Aku pasti akan membantumu."

Evans tidak menyukai pria tengah baya ini.

" Aku tidak berbohong," Aileen tersenyum manis, " Ia adalah kakak sepupuku."

" Kau dengar itu?" Evans tersenyum puas.

Leopold melihat Evans dengan tidak senang lalu pada Aileen lekat-lekat.

Tanpa menanti reaksi Leopold, Evans menggenggam pergelangan tangan Aileen. " Aku pinjam dia sebentar," ia pun menarik Aileen pergi meninggalkan restoran kecil itu.

Tanpa dapat melawan kekuatan Evans, Aileen membiarkan Evans menyeretnya seperti anak kecil.

Leopold langsung mengejar keduanya.

" Sudahlah, Papa," Sigrid menampakkan diri di jendela dapur. " Aileen akan baik-baik saja."

" Kau terlalu mengkhawatirkan Aileen," Helena menyetujui pendapat putrinya.

" Aku saja tidak pernah diperhatikan seperti itu," Sigrid merajuk.

" Kau beda!" sahut Leopold. Ia melihat Aileen dan Evans yang sekarang sudah tidak nampak di pintu kaca.

Dibandingkan dengan putrinya, gadis yang telah lama bekerja paruh waktu di rumah makannya itu lebih mudah digoda lelaki. Aileen dan Sigrid yang hanya terpaut dua tahun itu sama-sama merupakan gadis yang cantik dan menarik. Namun, entah mengapa para tamu lelaki yang datang di tempat ini suka menggodanya dibandingkan putrinya. Bila dikatakan sifat Aileen lebih menarik daripada Sigrid, maka pendapat itu salah. Sigrid adalah gadis yang periang dan cepat bergaul dengan orang lain. Sebaliknya, Aileen adalah gadis yang pendiam. Bahkan kepada orang asing yang tak dikenalnya, Aileen dapat menjadi seorang yang tertutup. Maka dari itu bila dilihat dari sifat keduanya, Sigrid harusnya lebih mudah digoda para lelaki daripada Aileen. Dilihat dari kemolekan tubuhnya, Sigrid juga tidak kalah dari Aileen. Bahkan Sigrid lebih suka memakai baju seksi yang terbuka dibandingkan Aileen. Keduanya pun dapat disejajarkan di bidang akademis walau mereka mengambil bidang yang berbeda dan berbeda tingkat. Apapun penyebabnya, Leopold merasa ia mempunyai kewajiban untuk melindungi Aileen selama gadis itu bekerja padanya.

" Siapa pemuda itu?" Sigrid menyandarkan badan di jendela. Kedua sikunya bertumpu di meja jendela itu dan menopang kepalanya. " Aileen tidak pernah bercerita ia mempunyai kakak sepupu yang setampan itu."

" Pemuda itu memang tampan dan gagah," Helena sependapat.

" Sayangnya, mereka adalah sepupu," Sigrid mendesah, " Kalau tidak, aku yakin Aileen pasti tergila-gila padanya."

" Aileen bukan kau!" omel Leopold, " Cepat selesaikan tugasmu."

" Aku lebih suka Aileen berjalan bersamanya daripada Geert," celetuk Helena, " Aku rasa pemuda ini lebih cocok untuk Aileen."

" Jangan sebut nama itu lagi! Mendengar namanya saja aku tidak sudi," suara Sigrid sarat oleh kemurkaan. " Pria macam apa itu! Percuma aku memberi nilai tinggi padanya."

" Kau tidak bisa menyalahkannya," Helena memberi nasehat dengan bijaksana, " Ia pasti mempunyai alasan sendiri."

Sigrid membuang muka dengan kesal. Ini bukanlah topik pembicaraan yang ia sukai.

" Menurutmu, mengapa pemuda itu ke sini?" Helena bertanya pada suaminya, " Bukankah tadi ia menyebutkan kepulangan Aileen."

" Aku tidak ingin membicarakannya!" sekarang ganti Leopold yang kesal.

Helena melihat pintu yang kosong. Dalam hatinya ia bertanya-tanya apakah mungkin pemuda itu datang untuk menjemput Aileen? Apakah mungkin Aileen akan pulang untuk menghadiri pesta pernikahan kakaknya?

Walau ia sudah mengenal mereka selama tiga tahun terakhir, Aileen tidak pernah menceritakan apa pun kepada mereka. Ia juga tidak pernah membicarakan kepulangannya yang lalu bersama Geert Balkanende, teman sekelas Sigrid yang menyukai Aileen.

Pada awalnya, Leopold menghalang-halangi Geert mendekati Aileen. Ia percaya Geert tidak berbeda dengan pria-pria yang ingin menggoda Aileen. Dengan berselangnya waktu, hati Leopold kalah oleh keseriusan Geert. Ia membiarkan pemuda itu tiap hari melapor diri di rumah makan mereka. Ia juga membiarkan pemuda itu berusaha menarik perhatian Aileen.

Aileen juga pada awalnya mengacuhkan pemuda itu. Namun, untung bagi Geert, ia mengenal Sigrid. Perlahan-lahan, dengan perantaraan dan bantuan Sigrid, Geert berhasil mengakrabkan diri dengan Aileen.

Setiap orang yang melihat mereka, pasti dapat melihat besarnya cinta Geert pada Aileen. Karena itu tidak ada yang heran dan kaget ketika Geert memutuskan ikut Aileen pulang ke negaranya.

Tidak seorang Wilder pun tahu apa yang terjadi selama mereka di negara asal Aileen. Mereka hanya tahu sekembalinya Aileen, Geert Balkanende tidak pernah melaporkan diri lagi di rumah makan mereka. Dan, lama tak berselang, Sigrid menerima undangan pesta perkawinan Geert dengan Denise LaSalle, kakak Aileen!

Mereka tidak tahu bagaimana reaksi Aileen. Mereka juga tidak tahu apa yang ada di dalam hati Aileen. Gadis itu sama sekali tidak pernah menyebut pesta pernikahan keduanya. Ia juga tidak pernah mengomentarinya.

Masih tergambar jelas dalam ingatan Helena, hari ketika Sigrid menerima undangan itu.

Kala itu Sigrid begitu terkejut hingga ia tidak sanggup mengutarakan sebuah suara pun. Matanya hanya membelalak pada surat undangan yang mengantarkan serangan tak terduga itu.

" Dari siapa, Sigrid?" Helena heran melihat reaksi Sigrid yang berlebihan itu.

Tengah Sigrid masih terpaku dengan surat undangan di tangannya, Aileen memasuki ruangan.

Kontan Sigrid panik. Ia terburu-buru menyingkirkan undangan itu dari pandangan Aileen. Namun sikapnya itu justru membuat undangan di tangannya terbang dan jatuh di dekat Aileen.

Aileen memungut undangan itu dan mengembalikannya pada Sigrid.

Sigrid terbengong-bengong. Ia yakin Aileen melihat tulisan dalam surat undangan yang jatuh terbuka itu. " Aileen& ," Sigrid berkata hati-hati, " K-kau melihatnya."

Aileen mengangguk.

" Mengapa kau tidak mengatakan sesuatu!?" protes Sigrid.

Di luar dugaan Sigrid, Aileen balik bertanya dengan santai, " Mengapa?"

" Kau seharusnya marah! Denise telah merebut Geert darimu."

" Denise tidak merebut Geert dariku," Aileen membenarkan dan ia duduk di meja makan dengan santai. Seperti biasanya, ia mengambil dua potong roti dan mengoleskan selai kesukaannya untuk makan pagi.

Sigrid semakin terbengong-bengong dibuatnya. Hari itu tidak ada reaksi dari Aileen ketika ia dengan tidak sengaja melihat undangan pesta pernikahan Geert Balkanende dengan kakaknya. Hari ini, hampir sebulan setelah kejadian surat undangan itu, Aileen juga tidak menunjukkan gejala yang tidak wajar. Ia juga tidak menunjukkan niat menghadiri pesta pernikahan kakaknya satu-satunya itu.

Baik Sigrid maupun Helena tidak mengerti bagaimana reaksi Aileen atas pernikahan ini, pernikahan pemuda yang pernah mengejarnya hingga memaksa ikut pulang bersamanya. Hingga detik ini mereka tidak tahu apakah Aileen pernah mencintai Geert Balkanende. Dalam beberapa hal, Aileen memperlakukan Geert tidak seperti ia memperlakukan pria-pria lainnya. Namun tidak jarang pula Aileen mengacuhkan Geert seperti ia mengacuhkan pemudapemuda yang menggodanya.

Tiga tahun lamanya ia mengenal Aileen. Dua tahun lamanya Aileen tinggal di rumah mereka. Ia selalu menganggap Aileen sebagai anggota keluarganya. Ia mencintai Aileen seperti putri kandungnya. Tapi rasanya jarak di antara mereka tidak pernah berkurang.

Di mata Aileen mereka tetaplah tuan rumah dan majikannya.

RatuBuku

Aileen setengah berlari mengimbangi langkah-langkah lebar dan cepat Evans. " Lepaskan aku," protes Aileen, " Aku harus bekerja." Apa pun alasan pemuda itu marah, Aileen tidak bisa meninggalkan pekerjaannya begitu saja seperti ini. Ia tidak mau merepotkan keluarga yang telah berbaik hati padanya itu.

Evans tiba-tiba berhenti. " Kita duduk di sini," ia memutuskan.

Aileen melihat deretan meja di depan sebuah coffee bar. Evans tidak bermaksud duduk di sini, bukan? Aileen melihat Evans.

" Lepas celemekmu!" perintah Evans.

Tanpa disadarinya, Aileen menuruti perintah itu dan duduk di kursi yang ditarik Evans untuknya.

Seorang pelayan segera menghampiri mereka dengan membawa menu.

" Terima kasih," Aileen tersenyum menerima menu. Dengan tidak berminat, ia membolak-balik menu itu. Ia tampak mendengarkan pelayan tersebut mengenalkan menu spesial mereka namun hatinya melayang jauh. Matanya terpaku pada gambar-gambar cake yang nampak lezat. Otaknya berkonsentrasi mengingat dekorasi cake-cake dalam gambar-gambar itu. Karena itu Aileen terkejut ketika Evans bertanya,

" Kau mau apa?"

Aileen melihat Evans.

" Pesanlah apa pun yang kau mau," Evans mengulangi.

" Terserah."

" Apa kau ingin cake?" Evans melihat halaman menu yang terbuka di depan Aileen.

Aileen melihat menunya dengan kaget. " T-tidak. Aku& aku& aku mau teh hijau."

Evans melihat Aileen dengan mata terbelalak. " Apa kau sedang kau pikirkan? Ini adalah coffee shop. Darimana kau akan mendapatkan teh?"

Aileen menyadari jawabannya yang spontan itu.

" Beri dia secangkir cappuccino dan cake strawberry itu."

" Baik," pelayan itu mencatat pesanan Evans kemudian mengulangi pesanan mereka.

Aileen menutup menu dan mengembalikannya pada pelayan itu.

" Aku dengar kopi tempat ini lumayan enak."

" Ada perlu apa kau memanggilku?" Aileen langsung menuju pokok pembicaraan.

Evans duduk tegak dan menatap lurus ke dalam mata Aileen. " Kau akan pulang?"

" Aku kira aku sudah menjawabmu."

" Kenapa kau tidak pulang walau hanya untuk menemui keluargamu?"

" Engkaulah yang harus pulang. Aku akan memberi kabar orang tuaku."

" Kau pikir karena siapa aku di sini?"

" Aku tidak memintamu datang."

" Engkau sudah membuat orang tuamu khawatir! Denise juga bersikeras tidak menikah kalau kau tidak datang."

Aileen tidak memberi tanggapan apapun.

" Mengapa kau begitu keras kepala!?"

" Mengapa kau marah?"

" Aku tidak marah."

" Tapi kesal," gumam Aileen.

" Mengapa kau lebih suka tinggal di sini? Di sini kau tidak punya keluarga, tidak punya rumah juga uang."

" Karena itu aku bekerja," Aileen menyahut dengan dingin, " Jadi, tolong biarkan aku kembali ke tempat kerjaku sebelum aku dipecat."

" Apa kau akan selamanya bekerja di sana?"

" Bila keadaan menginginkan."

" Bukankah lebih baik kau pulang? Di rumah engkau mendapatkan segala yang kau mau."

" Aku lebih senang di sini."

" Kalau kau tidak pulang, Denise tidak akan menikah."

Gadis itu tersenyum.
Aileen Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sekilas Evans melihat senyum sinisnya.

" Katakan padanya aku pasti datang pada pernikahannya."

" Engkau sungguh keras kepala. Masalah apa yang membuatmu enggan pulang?"

Aileen berdiam diri dan menopang dagunya di meja. Matanya menjadi sayu. Sambil menatap Evans, ia berkata, " Dulu aku sangat kagum dan terpesona padamu. Engkau sangat jantan, baik hati juga gagah. Aku sering berpikir alangkah bahagianya gadis yang menjadi istrimu. Tak jarang aku ingin menjadi istrimu."

" Lalu sekarang?" Evans menopang dagu dengan kedua tangannya dan mencondongkan badan ke depan hingga wajahnya hanya berjarak tak kurang dari sepuluh centi dari wajah Aileen.

" Aku tidak tahu," Aileen menyandarkan punggung.

" Kalau aku melamarmu, bagaimana?"

Aileen terkejut. Lama ia menatap Evans. " Aku menolak."

" Mengapa?" suara Evans melembut. " Bukankah kau ingin menjadi istriku?"

" Karena aku tahu engkau sedang bercanda."

" Kalau aku serius?"

Mata gadis itu menjadi semakin sendu. " Kalau kau memang untukku," gumamnya. Aileen memutuskan untuk meninggalkan Evans dan pembicaraan yang tidak ingin dilanjutkannya ini.

" Kau mau ke mana?" Evans menangkap tangan Aileen.

" Kembali bekerja sebelum aku dipecat."

" Kau tidak akan dipecat," Evans memberi jaminan, " Aku akan menjelaskan pada mereka."

" Sudah seharusnya," Aileen sependapat, " Kaulah yang membawaku pergi dengan paksa."

" Duduklah. Pesananmu sudah datang."

" Aku tidak memesan. Itu adalah pesananmu."

" Aku memesannya untukmu."

" Aku tidak memintanya."

" Aku mentraktirmu."

" Aku tidak ingin."

" Aku memaksa."

Aileen lelah oleh perdebatan yang konyol ini. Ia pun duduk tanpa protes.

Leopold pasti tidak akan memarahinya karena pergi terlalu lama. Leopold juga melihatnya sendiri ia pergi bukan karena keinginannya sendiri. Evans tersenyum puas.

Seperti yang dikatakan Evans, pesanan mereka tiba hanya beberapa saat setelah Aileen duduk kembali.

Tak ingin membuang waktunya, Aileen segera menghabiskan kue tartnya.

" Apa kau perlu tergesa-gesa seperti ini? Cakemu tidak akan ke mana-mana," komentar Evans.

Aileen menyantap buah strawberry yang sengaja ia sisihkan dan menyeduh kopinya. " Pahit," Aileen menahan diri untuk tidak meludahkan kopi di mulutnya.

" Siapa suruh kau menghabiskan cakemu duluan!?"

Aileen memaksa diri untuk menelan seteguk kopi lagi namun dengan terpaksa ia membatalkan niatnya karena panasnya kopi.

" Apa kau perlu tergesa-gesa seperti ini?" Evans mengomentari dengan tidak senang.

" Aku tidak punya waktu," Aileen menjawab singkat.

" Hari masih panjang," Evans membenarkan.

Aileen mengabaikan Evans. Ia menyibukkan dirinya mengaduk-aduk kopinya agar segera dingin.

" Apa kau begitu tidak ingin minum kopi bersamaku?" Evans terus memperhatikan Aileen yang sebentar sibuk mendinginkan kopinya dan sebentar menghabiskannya. " Banyak wanita yang ingin pergi bersamaku, kau tahu?"

" Aku bukan mereka," sahut Aileen dingin.

" Katamu kau ingin menjadi istriku."

" Itu dulu."

" Sekarang?"

Aileen menatap Evans lekat-lekat.

Ketika ia menatap Evans seperti ini, ia tidak merasakan perasaan apa pun di hatinya. Namun ketika ia mengingat sikap gentleman Evans padanya, ia ingin terus bersamanya. Evans adalah pemuda yang tampan dan tinggi gagah tetapi bukan itu yang membuatnya segan padanya. Sikap gentlemannya itulah yang membuat Aileen terpesona.

Apakah ia benar-benar mencintai Evans? Aileen tidak tahu.

Pernah ada suatu masa di mana ia tergila-gila pada Evans. Diam-diam ia cemburu pada kekasih-kekasih Evans. Ia ingin menjadi kekasih Evans, kekasihnya yang terakhir. Dengan bertambahnya usia, perasaan itu menghilang. Sekarang di dalam hatinya Evans tidak lebih dari seorang sepupu jauh. Tetapi Aileen juga tidak dapat menyangkal debaran di hatinya ketika Evans bersikap lembut padanya.

" Itu adalah masa lalu," Aileen menolak memberinya kebenaran.

" Omong-omong, apa kau pernah pacaran?"

Aileen terperanjat.

" Itu artinya kau tidak pernah," Evans menebaknya dengan tepat.

" Bukan urusanmu!" Aileen membuang wajahnya yang terasa panas dan beranjak meninggalkan tempat itu.

" Kau marah?" Evans meraih tangan Aileen.

" Tidak," Aileen melepaskan tangannya namun Evans menggenggamnya semakin erat.

" Lalu mengapa kau berdiri?"

" Aku masih perlu kembali bekerja." Aileen benar-benar berharap Evans melepaskannya tanpa banyak bertanya.

Evans tersenyum melihat Aileen yang menolak memalingkan wajah. Gadis ini selalu begini setiap kali ditanyai pertanyaan yang menurutnya bersifat pribadi.

" Apa kau akan pulang?" akhirnya Evans kembali pada tujuan awalnya.

" Tidak," dan Aileen merasa ia perlu memberikan alasannya, " Ujian tengah semesterku sudah dekat."

" Dosenmu tidak akan keberatan memberimu ujian susulan kalau kau memberitahu mereka."

" Aku tidak ingin mendapatkan perlakuan khusus hanya karena masalah pribadi."

Evans sadar di saat tertentu Aileen bisa menjadi sangat keras kepala seperti saat ini.

" Kau bisa!" Evans tidak mau kalah, " Berjanjilah."

Tidak ingin terus menghabiskan waktu bersama Evans, Aileen menjawab, " Aku akan berusaha." Ia melepaskan tangannya. " Terima kasih atas traktiranmu," dan ia pergi.

Evans memperhatikan Aileen menjauh. Ia merasa gadis itu tidak akan pulang.

RatuBuku

Chapter 2

" Dia tidak mau pulang!?" Fanny murka, " Apa yang dipikirkannya?"

Evans tidak terkejut melihat reaksi bibinya. Ketika mendengar ia pergi ke negara tempat Aileen bersekolah, Bibi Fanny menghubunginya. Ia memintanya membujuk Aileen pulang pada pernikahan kakaknya.

Evans sempat heran mendengar permintaan itu. Kemudian ibunya memberitahu sebab di belakang permintaan aneh itu. Denise menolak menikah tanpa kehadiran Aileen sedangkan Aileen tidak mau pulang.

" Saya tidak tahu," jawab Evans. Ia juga tidak tahu mengapa Aileen bersikeras tidak mau pulang walau hanya untuk sehari dua hari.

" Benar-benar anak tidak berbakti! Pernikahan kakaknya seorang tidak mau datang!"

" Katanya, ujian tengah semesternya sudah dekat."

" ALASAN!!!" maki Fanny.

Evans terperanjat.

" Ya sudah," akhirnya Fanny menguasai kembali emosinya, " Terima kasih." Tanpa berbasa-basi lagi, Fanny meninggalkan rumah itu.

Evans mengawasi kepergian bibi jauhnya dengan penuh pertanyaan. Ia dapat mengerti keinginan Denise. Ia juga sependapat Aileen harus pulang untuk menghadiri pernikahan satu-satunya kakaknya. Hanya saja reaksi barusan terlalu aneh apalagi bila mengingat reaksi dingin Aileen. Setelah ia menghilang, Evans menoleh pada ibunya. " Apa yang terjadi?"

" Kenapa kau menanyakan itu?"

" Karena sewaktu aku bertemu dengannya, ia tampak penuh beban. Dan ketika tahu Denise akan menikah, aku seperti melihat senyum sinisnya. Ia tidak nampak gembira."

" Aku tidak tahu."

" Sikap Bibi Fanny juga keterlaluan. Aku tidak menyangka ia akan marah seperti itu mendengar Aileen tidak bisa pulang karena ujian tengah semesternya segera tiba."

" Apa boleh buat," gumam Kathy.

Evans melihat ibunya. " Mama tahu sesuatu?"

" Kau tahu liburan musim dingin terakhir Aileen pulang?"

" Ya, aku mendengarnya." Evans juga tahu dalam beberapa kesempatan ibunya menemuinya Aileen.

" Waktu itu ia tidak pulang sendirian. Ia pulang bersama kekasihnya."

" Aileen punya pacar!??" Evans kaget. Ini yang tidak pernah ia dengar maupun ketahui.

Kathy mengangguk membenarkan.

" Mama pernah melihatnya!??" Evans masih tidak percaya.

" Engkau juga akan melihatnya," Kathy memberitahu dengan tenang. " Kekasih Aileen itu akan menikahi Denise."

Kebingungan Evans semakin menjadi-jadi. " Apa itu benar, Mama? Aku tidak pernah mendengarnya."

" Hampir semua orang tahu tetapi tidak ada yang berani membicarakannya terang-terangan. Geert datang sebagai kekasih Aileen tetapi kemudian ia jatuh cinta pada Denise dan pada akhirnya menikahinya."

Evans termenung. Sekarang mengertilah ia senyum sinis di wajah Aileen ketika mendengar pernikahan kakaknya. Sekarang hanya satu yang tidak dimengerti Evans. Mengapa Aileen tidak ingin menghadiri pernikahan mereka? Aileen seharusnya datang pada pernikahan mereka. Ia harus menunjukkan pada mereka ia sama sekali tidak sakit hati oleh apa yang mereka lakukan. Ia harus menunjukkan pada mereka ia bukan gadis lemah yang mudah disakiti.

" Aku mengerti mengapa Aileen tidak mau datang," Kathy bersimpati pada Aileen, " Andaikata aku adalah Aileen, aku juga tidak mau merestui hubungan orang-orang yang telah mengkhianatiku."

Evans tetap tidak sependapat!

Pesta pernikahan Denise masih seminggu lagi. Itu artinya ia masih mempunyai waktu seminggu penuh untuk menundukkan kekeraskepalaan Aileen. Walaupun sekarang ia menjadi direktur dari salah satu perusahaan keluarganya, ia pasti bisa menyempatkan satu dua jam tiap malamnya untuk Aileen. Sekarang yang lebih perlu ia khawatirkan adalah Aileen. Apakah Aileen akan membalas emailnya dan mengobrol dengannya? Apabila diperlukan, Evans akan menelepon Aileen dan memaksanya online.

Sementara Evans memikirkan strateginya untuk menundukkan kekeraskepalaan Aileen, keributan terjadi di rumah keluarga LaSalle.

" Aku tidak mau kalau Aileen tidak ada," rujuk Denise manja.

" Anak itu memang keras kepala," Josef LaSalle, sang kepala rumah tangga ikut geram, " Entah menurun dari siapa sifatnya itu. Entah apa yang dipikirkannya. Masa pernikahan kakaknya saja tidak mau datang? Memangnya apa sih sulitnya pulang? Kalau dia tidak punya uang membeli tiket pesawat, aku bisa mengiriminya!"

" Dia sudah jelas tidak mau datang, untuk apa menunggu dia!?" Fanny kesal. " Kalau menunda-nunda terus, Geert akan direbut orang lain. Saat itu baru tahu rasa kau!"

" Tapi aku ingin Aileen menjadi penggiringku."

" Mana yang lebih kauinginkan Aileen atau Geert?" tanya Fanny tajam.

" Tentu saja Geert!"

Fanny tersenyum puas. " Sudah diputuskan."

RatuBuku

Evans melihat sekeliling.

" Apa yang kaulihat?" tegur Kathy.

" Tidak ada," tapi matanya terus berkeliling di gereja itu.

Paduan suara menyanyikan lagu pembuka.

" Pengantinnya segera datang," Kathy memperingati.

Evans duduk rapi tapi matanya terus berkeliling.

Kathy sudah tidak tahan dengan kelakuan putranya. " Siapa yang kau cari?"

" Tidak ada," lagi-lagi Evans mengelak.

" Kalau tidak ada, duduklah yang tenang."

Denise memasuki ruangan bersama kedua orang tuanya. Iring-iringan itu terlihat begitu megah. Gaun putih gading Denise yang panjang menyapu karpet merah yang digelar mulai dari pintu masuk hingga ke altar. Cadar pengantinnya yang berhiaskan berlian putih melambai-lambai seiring gerakannya. Orang tua sang pengantin wanita dengan gembira mengantar putrinya. Sementara itu sang pengantin pria menanti di depan altar dengan wajah bahagia. Pastor mengambil posisi ketika pasangan pengantin tersebut siap dan memulai acara.

" Akhirnya ia benar-benar tidak datang," Evans putus asa.

Dalam seminggu terakhir ini, Evans memanfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk membujuk Aileen. Setiap malam, dalam waktu yang menurutnya tepat, Evans memanggil Aileen. Di malam pertama, ia memanggil Aileen di tengah malam dan ia tidak mendapatkan jawaban. Baru di keesokan siangnya ia mendapatkan jawaban. Di malam kedua ia juga memanggil Aileen pada tengah malam dan ia mendapatkan jawaban pada keesokan siangnya. Karena itulah pada hari ketiga ia mengganti waktu onlinenya. Sepulang kerja, setelah mandi dan makan, ia langsung menghidupkan komputernya dan memanggil Aileen. Saat itulah ia mendapatkan jawaban Aileen. Begitu gembiranya ia sehingga pada awalnya mereka hanya membicarakan masa lalu. Baru pada hari keempat ia konsisten pada tujuan awalnya.

Reaksi Aileen begitu berbeda dengan malam sebelumnya. Ia menjadi lebih pendiam dan tak jarang mengacuhkannya. Evans yakin Aileen tidak suka dipaksa pulang. Di sisi lain, Evans tidak dapat menyebutkan nama Geert. Evans percaya bila ia menyebutkan pendapatnya ataupun mengungkit masa lalu, Aileen pasti akan marah besar dan tidak mempedulikannya.

Tidak menyukai ide itu, Evans menggunakan cara-cara halus yang diketahuinya untuk membujuk Aileen. Ia bertanya apa kesulitan Aileen sehingga ia tidak mau pulang. Seperti jawaban sebelumnya, Aileen beralasan ujiannya sudah dekat. Ketika Evans terus mendesaknya, akhirnya Aileen mengganti alasannya. Tiket pulang terlalu mahal, katanya. Evans pun menawarkan diri untuk membayar perjalanan pulang Aileen namun gadis itu menolak.

Ketika Aileen beralasan ia baru pulang, Evans bertanya apa salahnya pulang lagi untuk menghadiri pernikahan kakaknya. Ketika Aileen beralasan ia sibuk, Evans bertanya kesibukan apa yang lebih penting dari pernikahan kakaknya yang mungkin tidak akan dilihatnya untuk kedua kalinya. Begitulah Evans terus membujuk Aileen sehingga pada akhirnya Aileen berjanji akan berusaha pulang.

Aku ingin kau berjanji pulang bukan berjanji akan berusaha pulang! tulis Evans kemarin lusa.
Aileen Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Setelah menanti sekian lama akhirnya Aileen menulis balik, Baiklah. Aku janji akan pulang& bila memungkinkan. Setelah itu Aileen menulis, Aku harus belajar. Bye&

Itu adalah percakapan terakhir Evans dengan Aileen hingga hari ini.

" Siapa yang tidak datang?" Kathy bertanya.

" Tidak ada," jawab Evans. Malam ini ia pasti akan memarahi Aileen!

Ketika semua orang mengikuti pemberkatan nikah itu, pintu gereja terbuka perlahan.

Tanpa menimbulkan suara, Aileen memasuki gereja. Tak seorang pun memperhatikan kehadirannya di tengah-tengah upacara sakral ini.

Aileen duduk di barisan terakhir dan dengan khidmat mengikuti upacara yang sudah berlangsung.

Pemandangan di depan menyayat hatinya tapi ia sudah tidak bisa menangis lagi. Aileen sudah mempersiapkan hatinya untuk melihat wajah bangga orang tuanya atas pernikahan Denise. Senyum di wajah mereka menunjukkan betapa bahagianya mereka atas pernikahan ini.

Aileen sendiri dapat meyakinkan dirinya bahwa pesta pernikahannya kelak tidak akan semewah ini. Setelah peresmian pernikahan di gereja besar ini, pesta pernikahan akan diadakan di rumah Geert yang megah. Ibunya telah mengatur sedemikian rupa hingga pesta ini berlangsung megah dan meriah sehingga takkan mudah dilupakan orang mulai dari sang pengantin wanita sampai pestanya.

Sebelum upacara singkat ini berakhir, Aileen mengundurkan diri tanpa suara tanpa bayangan.

" Semoga kalian berbahagia selalu," panjatnya meninggalkan gereja.

Aileen melangkahkan kaki ke pemakaman yang terletak tak jauh dari Saint Lukas.

Selama berada di luar negeri, Aileen tidak pernah mendengar kabar Samantha sakit. Baru kemarin ketika ia tiba, ia mendengar kabar kematian Samantha, pelayan tua yang telah ikut keluarganya sejak lama. Aileen menyesal tak sempat menemui wanita itu untuk terakhir kalinya tapi ini adalah takdir yang sudah terjadi.

Aileen tidak akan melupakan Samantha. Wanita itu adalah orang yang selalu membesarkan hatinya. Ia, secara tidak langsung, turut menciptakan Aileen yang tabah menjalani kehidupan ini. Wanita tua itu, semasa masih bekerja di keluarganya, menjadi ibu asuh baginya. Ia mencintai Aileen dan Aileen pun mencintainya.

Aileen trenyuh melihat nisan dingin di depannya. Matanya terasa pedih tapi tak setetes air mata pun menetes.

" Air mata ini telah lama kering, Samantha," ucapnya lirih, " Tapi kenangan saat kau masih hidup akan terus menerangi hatiku. Sikap keibuanmu akan membimbingku terus dan kata-katamu takkan hilang dari kalbuku."

Aileen berlutut di depan pusara Samantha. " Hanya ini yang dapat kujanjikan padamu. Inilah janji seorang anak pada ibunya."

Jari-jari Aileen bertautan di depan dadanya dan matanya terpejam. Seperti sebuah pertunjukkan drama, satu per satu kenangan bersama Samantha muncul bersama doa Aileen yang khusuk.

RatuBuku

" Selamat," Kathy menyalami Josef.

" Terima kasih."

" Putrimu sungguh beruntung. Geert adalah pria yang baik."

" Ia adalah menantu yang patut dibanggakan."

Pandangan Evans mendingin.

" Denise sungguh beruntung mendapatkan Geert. Sampaikan pesanku padanya untuk menjaga Geert baik-baik," canda Kathy, " Jangan sampai Denise kehilangan Geert atau ia akan menyesal."

Evans menyembunyikan senyum sinisnya. Kemarin ibunya masih memberi komentar pedas atas penikahan ini dan hari ini ia memuji sang pengantin. Inilah sisi dunia nyata yang tidak disukai Evans namun tidak jarang ia lakukan.

Josef tertawa. " Denise sangat mencintai Geert demikian pula Geert. Mereka pasangan yang serasi."

Semakin jijik Evans dibuatnya. Mereka telah melukai Aileen namun mereka masih tega tertawa gembira seperti ini.

Semua orang sama saja! Mereka semua bersenang-senang dalam pesta pernikahan Denise. Tak adakah yang memikirkan Aileen? Tidak ada! Semua orang memperhatikan Denise tapi tidak ada yang bertanya tentang Aileen. Tidak ada yang mencarinya! Evans yakin dari hampir lima ribu tamu ini, tidak ada yang menyadari ketidak hadiran Aileen.

Semua sama saja!

Aileen juga egois. Apa yang membuat ia tidak mau menghadiri pesta pernikahan Denise, kakaknya seorang?

Apalagi kalau bukan karena Denise merebut Geert, ejek Evans.

Hanya karena itukah Aileen tidak mau datang!?

Untuk apa ia terus memikirkannya? Geert sudah direbut Denise dan mereka sudah sepakat untuk menikah. Untuk apa sakit hati? Semua telah terjadi dan tidak ada yang bisa merubahnya.

Mata Evans tertumbuk pada gadis berbaju putih gading yang sedang menutup pintu gereja yang mengarah ke pemakaman. Gadis itu begitu berhati-hati seolah tak mau membangunkan ulat yang sedang tidur tapi bukan itu yang menarik perhatian Evans.

Evans merasa ia mengenal gadis itu!

Evans mendekati gadis itu.

Gadis itu memalingkan badannya perlahan-lahan.

Mereka sama-sama terperangah.

" Ternyata kau datang," kata Evans sinis.

Aileen tak menyahut. Ia melangkah pergi tanpa suara.

Evans menyambar lengan Aileen. " Mau ke mana kau?"

" Aku tidak ingin menjelaskan apa-apa."

Sikap tenang Aileen menimbulkan kekesalan Evans. " Kau mendengarkanku?"

Aileen mengangguk dan melangkah pergi. Di belakangnya, Evans mengekor.

" Setelah ini kau akan ke mana?" Evans bertanya, " Bukannya sebentar lagi pesta pernikahan kakakmu akan diadakan di rumahmu?"

Aileen tidak menjawab. Ia terus melangkahkan kaki di sepanjang trotoar.

" Kau mau ke mana?" Evans menangkap lengan Aileen. " Aku akan mengantarmu." Daripada kehilangan jejak Aileen, lebih baik menjadi pengawalnya. Tanpa menanti tanggapan Aileen, Evans menarik Aileen ke tempat parkir mobilnya.

Aileen tidak berniat melawan. Saat ini ia tidak sedang dalam suasana hati untuk berdebat. Ia lelah.

" Kapan kau tiba?" tanya Evans begitu mereka sudah berada di dalam mobil.

" Tadi pagi," Aileen menjawab singkat.

" Pantas saja kau tidak muncul bersama orang tuamu."

Suasana nyaman di dalam mobil dan hembusan AC yang lembut membuai Aileen.

" Sekarang kau mau ke mana?" Evans sudah mengeluarkan mobil dari tempat parkir.

Ke mana? Saat ini ia tidak mempunyai tujuan. Ia juga tidak mempunyai sebuah tempat pun yang ingin ia singgahi.

" Ke manakah tujuan Anda, Tuan Puteri?" Evans mengulangi pertanyaannya.

" Ke pantai," otak Aileen langsung memberi jawaban.

" Ke pantai!? Di saat seperti ini!??" Evans kaget.

" Aku tidak pernah ke pantai di musim semi," Aileen beralasan.

" Baiklah," Evans menjalankan mobilnya ke jalanan besar, " Kalau kau sakit, jangan salahkan aku."

Aileen mengangguk. Saat ini pantai merupakan obat yang paling baik untuknya melupakan kegalauan di hatinya. Deburan ombak pantai pasti dapat meredakan gejolak perlawanan di dalam hatinya. Semilir angin pantai pasti dapat menenangkan kembali pikirannya. Saat ini tempat yang paling cocok untuknya adalah tempat yang sunyi dan damai.

Evans memasang lagu slow.

" Aileen, aku tahu tempat yang bagus. Apa kau mau ke sana? Tempat itu sejuk dan kau bisa melihat laut dari sana."

Tidak ada jawaban dari Aileen.

" Aileen?" Evans menoleh.

Tangan Aileen terlipat manis di pangkuannya. Kepalanya mengarah ke jendela luar namun matanya terpejam erat.

Evans tersenyum. Gadis itu pasti kelelahan setelah perjalanan panjangnya semalam.

Evans mengarahkan AC jauh dari Aileen dan memutar mobil ke arah tujuan baru yang diputuskannya. Ia yakin Aileen pasti akan menyukai tempat itu namun sebelum ke sana, ia masih perlu ke tempat lain.

Di depan sebuah mini market, Evans menghentikan mobilnya. Ia meyakinkan Aileen masih tidur pulas sebelum meninggalkan mobil dalam keadaan terkunci dan mesin menyala. Tak sampai sepuluh menit kemudian, ia sudah kembali ke dalam mobil dengan sebungkus besar belanjaannya.

Sesaat sebelum membuka pintu kursi belakang mobil sedannya, Evans mengeluarkan selembar selimut tipis. Dengan hati-hati, ia meletakkan belajaannya di kursi belakang dan menutup pintu mobil. Tanpa mengeluarkan suara pula, ia kembali duduk di belakang kemudinya.

Aileen masih tertidur pulas ketika Evans menyelimutinya dengan selimut yang baru dibelinya.

Evans tersenyum puas dan menjalankan mobil kembali. Semua persiapan sudah beres. Sekarang ia hanya perlu mengarahkan mobil ke tujuan mereka.

Aileen merasa mobil mulai melambat. Ia membuka matanya dengan malas. Evans masih menyetir dengan serius.

Lampu merah, pikirnya lalu menutup mata lagi. Selang beberapa waktu Aileen mulai merasakan ketidakberesan. Aileen melihat sekelilingnya yang hijau dengan bingung.

" Evans?" ia bertanya, " Di mana kita?"

" Ah, kau sudah bangun," Evans memalingkan kepala. " Lihatlah keluar. Pemandangan di sini sungguh luar biasa."

Aileen duduk tegak. Saat itulah ia menyadari keberadaan selimut di atas tubuhnya. Aileen melihat Evans dengan heran kemudian melihat pemandangan di kaca mobil yang ditunjuk Evans.

Langit biru menghampar luas sepanjang pandangan Aileen. Di sisi kanan kirinya, rimbunan daun pepohonan lebat menaungi mereka. Aileen melihat sekelilingnya dengan bingung.

Evans memencet tombol untuk membuka jendela di sisi Aileen. Sayup-sayup Aileen mendengar suara deburan ombak. Aileen melihat Evans dengan pandangan penuh ingin tahu.

" Mengapa engkau tidak melihat keluar?" Evans tersenyum pada Aileen.

Aileen tidak menunggu tawaran kedua untuk melesat keluar. Matanya terpaku pada laut di bawah kakinya. Ia tidak tahu di dekat kota mereka ada tempat yang secantik ini. Dari tempatnya berdiri, ia dapat melihat ujung pulau dan gununggunung di kejauhan. Di bawah terbing terjal di kakinya, ombak laut menerjang bebatuan di tepi pantai tanpa ampun.

Aileen menyukai perpaduan warna biru laut dan langit cerah. Ia menyukai deretan bebatuan terjal yang menggapai laut. Aileen menyukai buih putih yang menyapu pantai. Aileen mencintai tempat ini!

Evans tersenyum melihat gadis itu terperangah oleh pemandangan di depannya. Ia tidak salah. Tempat ini memang cocok untuk menghibur Aileen. Evans mengambil selimut yang dijatuhkan Aileen di lantai mobil dan menghampiri gadis itu.

" Jangan melamun," ia menutupi kepala Aileen dengan selimut.

Aileen terkejut. Tubuhnya secara spontan berbalik ke arah suara itu dan tangannya berusaha menyingkap selimut yang menutupi pandangannya. Sesaat kemudian Aileen merasa tubuhnya meluncur dengan cepat.

" Hati-hati!" Evans menangkap Aileen dan memeluknya.

Aileen pucat pasi. Tubuhnya mendingin karena kaget. Dadanya berdebar kencang. Tangannya yang mencengkeram lengan Evans bergetar.

" Lain kali jangan berdiri terlalu dekat tebing," Evans memperingati. Aileen menengadah.

" Dan jangan lupa selimutmu," Evans menyampirkan selimut itu di pundak Aileen. Aileen mencengkeram ujung selimut dan mengangguk.

Evans duduk di mulut mobil sedannya. " Kau bisa duduk di sini kalau kau mau," ia menepuk tempat kosong di sisinya.

" Tidak, terima kasih," Aileen menolak halus. Aileen lebih suka duduk di tepi tebing sambil memperhatikan ombak di bawah. Kakinya merapat di dadanya dan ia membaringkan kepala di atas kedua lututnya. Matanya terus memperhatikan buih-buih putih yang sebentar muncul dan sesaat kemudian menghilang.

Evans melihat gadis itu akan terus dalam keadaan seperti itu untuk beberapa saat. Ia kembali ke dalam mobil untuk mengeluarkan belanjaannya. Ia mengambil sebotol teh dan memberikannya pada Aileen. " Untukmu."

Aileen terperanjat. Evans juga ikut kaget. Ia langsung mencengkeram pundak Aileen.

" Terima kasih," Aileen mengambilnya dari tangan Evans.

" Untung kau hanya duduk," Evans lega. Pemuda itu duduk di sisi Aileen dan mengeluarkan sebungkus potato chips dari dalam tas kertas di pelukannya.

" Mau?" ia menawari Aileen.

" Tidak, terima kasih," Aileen menggeleng.

" Di sekitar sini tidak ada restoran dan aku tidak berniat pulang sebelum sore," Evans memperingati.

Aileen memperhatikan Evans menyantap potato chipsnya dengan lahap.

RatuBuku

Chapter 3

Aileen memandang keluar melalui dinding pesawat. Ia tidak mempedulikan kesibukan para penumpang yang memasuki kabin pesawat. Dalam waktu tak sampai setengah jam ia akan meninggalkan negara kelahirannya ini lagi. Entah kapan ia akan pulang lagi. Untuk sementara ia tidak mempunyai rencana pulang dalam waktu dekat ini.
Aileen Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jaman sekarang manusia sudah seperti burung. Di jaman purbakala, satusatunya alat transportasi manusia adalah kaki, kemudian hewan, perahu, dan sekarang pesawat terbang. Manusia benar-benar seperti burung yang bebas terbang ke mana pun mereka inginkan.

Seharusnya itulah yang terjadi namun entah mengapa ia tidak dapat terbang sebebas burung di angkasa. Entah mengapa sayapnya tidak berkembang sebaik yang lain. Mungkin juga ia yang tidak menginginkannya.

Aileen mendesah.

" Mengapa kau mendesah?"

Aileen terperanjat.

Evans duduk di sisinya sambil membaca koran.

" Mengapa kau di sini?"

" Rupanya kau. Aku tidak tahu kau akan naik pesawat ini," Evans menjawab ringan.

Aileen mencurigai Evans. Tidak mungkin ada kebetulan yang seperti ini.

Evans kembali mengalihkan pandangan pada korannya namun ia tidak dapat berkonsentrasi pada sebuah kata pun.

Sepasang mata penuh kecurigaan itu tidak melepaskan Evans.

Evans berusaha mengabaikan sepasang mata itu. Ia tidak berbohong pada Aileen untuk hal satu ini. Ia sama sekali tidak menduga Aileen akan naik pesawat ini.

Kemarin malam, ketika mengetahui tidak seorang pun di keluarga LaSalle mengetahui kepulangan Aileen, Evans sempat kesal. Ia merasa tertipu. Ia tidak berpikir banyak ketika Aileen minta diturunkan di pusat kota malam hari pernikahan Denise. Ia tidak mencemaskan Aileen pula karena ia tahu gadis itu sering berpergian seorang diri.

Evans yakin Aileen sudah terbang pergi kemarin malam tetapi itu tidak dapat menghentikan keputusannya untuk menuntut penjelasan Aileen. Karena itulah Evans sangat terkejut ketika melihat sosok Aileen yang tengah mengantri untuk check-in pesawat.

Gadis itu sama sekali tidak menyadari keberadaannya. Ia juga tidak menyadari ia tengah diikuti. Bisa dikatakan ia sama sekali tidak mempunyai kewaspadaan!

Sepasang mata itu mulai membuat Evans merasa tidak nyaman.

Pramugari memberikan pengarahan sebelum lepas landas.

" Duduklah yang baik. Sebentar lagi kita akan lepas landas," dalam hatinya Evans bersorak gembira. Ia yakin perhatian Aileen akan teralih darinya. " Kau benar-benar mencurigakan," komentar Aileen dan ia mengalihkan perhatian ke luar jendela.

Evans kaget. Perasaan Aileen memang tajam tetapi ia tidak yakin kecurigaannya itu akan berlangsung lama.

Dugaan Evans itu mungkin benar tetapi ia mulai kembali merasa tidak nyaman beberapa menit setelah pesawat lepas landas. Semenjak sesaat sebelum lepas landas hingga pesawat mendaki langit, Aileen tidak mengalihkan matanya dari jendela.

Merasa diacuhkan Aileen, Evans berkata, " Kupikir kau pergi kemarin."

Aileen berdiam diri. Itu memang rencana awalnya.

" Apakah hari ini kau tidak mempunyai kelas?" Evans bertanya.

" Hari ini aku tidak ada pelajaran," Aileen menjawab singkat. Ia tidak dalam suasana hati untuk mengobrol. Saat ini ia hanya ingin duduk diam memandang awan-awan yang memayungi daratan dengan kepala kosong.

" Kedengarannya kau berbohong," komentar Evans, " Kau tidak mungkin membiarkan waktumu kosong." Evans mengenal Aileen bukan hanya hari ini. Ia tahu gadis itu adalah gadis rajin yang tidak mau diam. Daripada membiarkan waktunya terbuang sia-sia, Aileen lebih suka mengisinya dengan sesuatu yang berguna.

" Aku sudah tingkat akhir. Sudah tidak ada pelajaran menarik yang bisa kuambil," Aileen menjelaskan, " Aku sudah menghabiskan semua mata pelajaran utamaku di tingkat dua."

" Benar-benar sepertimu," Evans mengulum senyumnya. Ini baru yang dinamakan Aileen. Selain rajin, gadis ini juga pandai dan kadang terlalu berambisi dalam belajar.

" Apa kali ini Mama juga menyuruhmu mengikutiku?" Aileen bertanya tajam.

Evans kaget. " Mengapa kau berpikiran seperti itu?"

" Mama menyuruhmu membujukku pulang, bukan?"

" Benar."

" Apa yang kali ini membuatmu mengikutiku jika bukan karena Mama menyuruhmu?" Apa lagi yang menjadi alasannya bila bukan karena ibunya? Evans tidak pernah secara khusus mempedulikannya. Evans memang selalu memperlakukannya dengan baik tetapi ia tidak pernah memperlakukannya seperti ini. Pertama karena mereka hanya sepupu. Kedua dan yang terutama adalah karena mereka jarang berhubungan.

Walaupun mereka mempunyai hubungan saudara, keluarga mereka jarang berhubungan. Ketika Aileen menginjak remaja, mereka bisa dikatakan tidak pernah berkomunikasi. Walaupun Aileen mempunyai MSN Evans, mereka tidak pernah bercakap-cakap bila tidak ada keperluan mendesak. Mereka mulai berhubungan lagi ketika Evans tiba-tiba muncul di restoran tempat ia bekerja sambilan untuk membujuknya pulang.

Evans semakin kaget. Apakah Aileen berpikir semua yang telah ia lakukan ini adalah karena perintah ibunya, Fanny? " Dengar, Aileen. Tidak seorang pun yang bisa menyuruhku melakukan sesuatu yang tidak ingin kulakukan!"

Aileen keheranan mendengar nada marah Evans tapi ia tidak mempedulikannya. " Karena itu kau tidak segera menikah."

" Kau seperti Mama!"

Sudah lama Aileen tidak mendengar komentar itu. Terakhir ia mendengar komentar itu bertahun-tahun lalu.

Aileen tidak ingat apa yang membuatnya berbelanja hanya berdua dengan Evans di supermarket. Aileen hanya ingat saat itu ia tidak mempunyai sesuatu yang ingin dibeli. Ia hanya mengikuti Evans karena ia ingin berjalan-jalan. Ketika Evans sibuk dengan belanjaannya, Aileen berkeliling di daerah peralatan dapur. Dibandingkan melihat-lihat baju atau sepatu, Aileen lebih suka melihat peralatan dapur atau perabot rumah tangga. Ketika ia memberitahu hal itu pada Evans, Evans berkomentar, " Kau seperti Mamaku!"

Seperti hari itu, Aileen menyahut, " Apa kau mau aku menjadi Mamamu?"

" Tidak!" Evans menjawab spontan persis seperti reaksinya hari itu, " Aku tidak butuh seorang Mama cerewet lagi!"

Aileen tertawa geli.

" Apa yang kautertawakan?"

" Tidak ada."

" Tidak ada tetapi masih tetap tertawa," Evans menggerutu.

Aileen tidak akan memberitahu Evans hal yang pasti sudah dilupakannya. Evans tidak akan ingat reaksinya yang sama persis dengan saat ia memberikan komentar itu untuk pertama kalinya bertahun-tahun lalu. Memberitahu Evans justru akan membuatnya semakin terlihat konyol. " Maaf," Aileen berusaha menghentikan tawanya. Ia mengambil remote control di pegangan kursinya dan mencari-cari film menarik yang dapat mengalihkan perhatiannya.

Evans melanjutkan kegiatannya membaca koran. Ia tidak mempunyai topik yang ingin ia bicarakan dengan Aileen. Setidaknya, sekarang ia yakin kecurigaan Aileen padanya sudah hilang dan ia sudah meyakinkan Aileen ia tidak menyusulnya karena permintaan Josef LaSalle maupun Fanny LaSalle.

RatuBuku

Aileen berdiri di sisi Evans dan melihatnya dengan penuh kecurigaan. " Mengapa kau di sini?"

" Tidak ada yang melarang aku menjadi tamu di sini," jawab Evans santai.

Aileen masih tidak melepaskan mata penuh curiganya.

" Kalau kau tidak segera melayaniku, aku akan melaporkanmu pada majikanmu," ancam Evans dengan bercanda.

Aileen memberikan daftar menu ke Evans. Tanpa menanti Evans membaca menu itu, ia bertanya, " Apa pesananmu?"

" Kau kedengarannya tidak tulus. Aku juga belum memilih."

" Cerewet," Aileen kesal. " Kalau kau tidak segera memesan, aku akan memesan untukmu." Seminggu sudah berlalu sejak kejadian di dalam pesawat terbang. Seminggu pula Evans muncul di restoran tempatnya bekerja sambilan.

Menilik dari waktu kedatangan Evans tiap hari, Aileen yakin Evans berada di sini karena urusan bisnis. Keluarga Renz mempunyai cabang perusahaan di sini. Aileen tahu Evans sudah menjadi direktur salah satu cabang perusahaan keluarga Renz. Tentu saja ia tidak mendapatkannya dengan mudah. Sejak ia lulus kuliah lima tahun lalu, Evans mulai bekerja di perusahaan keluarganya. Perlahan tapi pasti, karirnya meningkat sehingga sekarang ia menjadi salah satu direktur utama perusahaan. Aileen tidak tahu persis anak cabang mana dan ia tidak terlalu mempedulikannya. Mungkin saja ia diserahi anak cabang perusahaan mereka di sekitar sini. Tetapi& apa Evans perlu setiap malam melaporkan diri di restoran ini? Apa di sini tidak ada restoran lain yang bisa memuaskan selera makannya? Mengapa pula orang kaya seperti Evans tiba-tiba suka makan di restoran biasa seperti ini? Dengan sifat Aileen yang suka berpikir banyak, sangat mudah mempercayai Evans melakukan semua ini karena ia mempunyai perasaan khusus padanya. Tetapi itu tidak mungkin, bukan? Evans sering menekankan mereka hanyalah sepupu.

" Memangnya kau tahu apa yang sekarang aku inginkan?"

" Apa saja asal bisa dimakan," Aileen menjawab enteng, " Kau bukan tukang pilih makanan."

" Baiklah, kuserahkan padamu," Evans mengembalikan daftar menu dengan tersenyum.

Aileen tidak membuang waktu untuk mengambil menu itu dan memesan makanan untuk Evans.

" Lagi-lagi kau memilih menu yang tidak seberapa laku untuk Evans," komentar Helena.

" Tidak apa. Dia tidak keberatan," Aileen beralasan, " Dia bukan pemilih makanan." Daripada membiarkan makanan itu terbuang, bukankah lebih baik memakannya?

" Jangan seperti itu. Dia sudah berbaik hati mengantarmu pulang minggu lalu," Sigrid bersandar di dinding dekat Aileen.

" Ia juga membawakan kopermu yang berat itu ke kamarmu."

" Ke depan kamarku," Aileen membenarkan.

Aileen tidak mengingkari ia sangat berterima kasih atas kebaikan Evans mengantarnya ke tempat ini dan membawakan kopernya yang berat ke lantai tiga tempat kamarnya berada. Ia sempat pusing memikirkan cara membawa koper yang waktu itu penuh dengan oleh-oleh serta makanan kesukaannya ke kamarnya. Satu hal yang pasti, ia tidak ingin merepotkan Leopold namun ia juga tahu ia tidak sanggup mengangkat koper itu ke lantai atas.

Hanya kewaspadaan yang membuat Aileen sadar bila tidak memberikan batasan pada Evans, pemuda itu pasti akan melanggar prinsipnya. Aileen tidak suka seorang pria memasuki kamarnya dan ia tidak ingin seorang pria pun melangkahkan kaki ke dalam kamarnya.

Walaupun sekarang ia tinggal di rumah Wilder, keluarga itu memberinya privasi untuk mengatur kamarnya sendiri. Mereka juga tidak akan memasuki kamar tempatnya tidur dengan sembarangan terutama ketika ia tidak ada di rumah. Leopold tidak pernah memasuki kamarnya. Helena sangat jarang memasuki kamarnya. Hanya Sigrid yang sesekali mencarinya ketika ia butuh teman mengobrol.

" Lihatlah dari tadi ia tidak berhenti menatapmu," Sigrid tidak mendengarkan gerutu Aileen.

Aileen memalingkan wajah ke Evans.

Evans menghadapi laptopnya dan sibuk mengetik.

Aileen melihat Sigrid dengan tidak senang. " Jangan mencoba menggodaku."

" Aku tidak menggodamu. Dia tadi memang memperhatikanmu. Lihatlah, sekarang ia juga sedang memperhatikanmu."

Aileen kembali melihat Evans namun yang ia lihat adalah Evans yang sibuk dengan laptopnya.

" Cukup, Sigrid," ia tidak suka godaan Sigrid ini, " Ia tidak mungkin mempunyai perasaan khusus terhadapku seperti dalam pikiranmu itu. Baginya aku hanyalah sepupu."

" Lalu?" tanya Sigrid, " Tidak ada yang melarang sepupu jatuh cinta. Lagipula kalian bukan sepupu dalam arti sesungguhnya."

" Kami tetap sepupu," Aileen menekankan seperti yang biasa Evans tekankan setiap ada yang menggoda mereka.

" Tapi kau pernah jatuh cinta padanya."

" Aku hanya terkesan padanya," Aileen membenarkan.

Di malam Evans mengantarnya pulang, Sigrid memaksanya menceritakan hubungannya dengan Evans. Sigrid mengaku ia sempat curiga di saat pertama kali Evans muncul di restoran mereka tapi kekhawatiran akan suasana hati Aileen menjelang pernikahan kakaknya membuatnya menahan diri. Sigrid semakin penasaran ketika ia muncul lagi hari itu bersama Aileen.

Tidak punya pilihan lain, Aileen menjelaskan bahwa mereka adalah sepupu. Tetapi dua orang yang benar-benar sepupu adalah kakek Aileen dari pihak ibu dan nenek Evans dari pihak ayah. Dengan kata lain, nenek buyutnya dan kakek buyut Evans adalah kakak adik. Rumit memang hubungan keluarga mereka namun baik Aileen dan Evans lebih suka menganggap yang lain sebagai sepupu dibandingkan orang lain.

Begitu akrabnya ia dengan Sigrid sehingga Aileen tidak merasakan keharusan untuk menyembunyikan perasaan yang pernah ia rasakan atas Evans. Di masa kecilnya, ia sering terkesan oleh perlakuan Evans terhadapnya. Ia sering merasa diperlakukan seperti seorang lady oleh seorang gentleman. Sikap gentlemannya itulah yang membuat Aileen jatuh cinta padanya. Pada saat itu Aileen selalu merasa cemburu pada kekasih Evans. Namun setelah beberapa saat, Aileen sadar perasaan itu bukan cinta. Itu hanya kekaguman atas Evans. Hingga detik ini pun Aileen sadar tidak akan ada saat ia berhenti mengagumi Evans. Sikap gentleman Evans kepada seorang wanita akan terus membuatnya terkesan.

Sepasang wanita dan pria memasuki restoran.

" Cepatlah layani mereka. Aku akan membawa pesanan Evans."

" Ok," Aileen menjawab singkat dan segera mendekati pasangan yang sudah memilih tempat duduk itu. Ia benar-benar bersyukur Sigrid mau melakukannya untuknya. Akhir-akhir ini ia tidak lagi terkesan oleh perlakuan Evans padanya. Sikap Evans yang berlebihan itu justru membuatnya merasa tengah diintimidasi.

Evans memperhatikan Aileen dengan ramah mengenalkan menu utama restoran mereka. " Sama sekali tidak manis," gerutu Evans. Aileen selalu memasang wajah masam kepadanya tetapi ia selalu tersenyum manis kepada tamu-tamu yang lain. Aileen dengan ramah dan sabar mendengar pesanan tamu lain tetapi ia selalu tergesa-gesa melayaninya bahkan terkesan ingin mengusirnya.

" Aku menangkapmu!"

Evans terperanjat.

" Lagi-lagi kau memperhatikan Aileen," Sigrid tersenyum lebar sambil meletakkan makan malam Aileen. " Apa Aileen lebih menarik daripada masakan kami?" Sigrid duduk di depan Evans.

" Tentu saja tidak," Evans cepat-cepat mengelak, " Masakan restoran ini sangat lezat dan menarik."

" Tapi kau lebih suka membiarkan Aileen memilih menu untukmu."

" Itu karena Aileen lebih mengenal baik masakan tempat ini," Evans beralasan.

Sigrid memperhatikan mata Evans mengikuti Aileen yang menuju jendela dapur.

" Matamu terus mengikuti Aileen," ia sengaja memasang wajah cemberut, " Kau pasti punya perasaan khusus terhadap Aileen."

" Tidak. Aku tidak mempunyai perasaan apa-apa padanya."

Sigrid mendesah. " Terakhir kali aku mendengarnya, pemuda itu mengkhianati Aileen."

Telinga Evans langsung waspada. " Kau mengenal Geert Balkanende?" ia bertanya dengan wajah serius.

Sigrid kaget melihat pemuda itu tiba-tiba menjadi serius. " Ya, aku mengenalnya. Ia adalah teman sekelasku. Aku pula yang mengenalkan mereka."

Evans merasa seluruh sel otaknya langsung bangun.

" Geert tergila-gila pada Aileen. Setiap hari ia datang ke sini, duduk di kursi ini dan memperhatikan Aileen," Sigrid tersenyum. " Persis sepertimu."

Tiba-tiba Evans merasakan keinginan luar biasa untuk pindah.

" Tetapi, tidak sepertimu, setiap hari Geert memesan menu yang berbeda-beda tiap harinya. Ia beralasan ingin menikmati semua menu kami tapi aku tahu ia hanya ingin melihat Aileen. Sial baginya, Aileen sama sekali mengacuhkannya. Geert sering mencoba berbicara dengan Aileen tetapi Aileen selalu bersikap dingin padanya dan Papa juga selalu menghalanginya. Kau tahu, Papa sudah menyayangi Aileen melebihi aku, putri kandungnya sendiri. Papa tidak suka pria-pria iseng yang menggoda Aileen. Lebih dari setengah tahun lamanya Geert menaklukan Papa tetapi itu semua tidak sesulit menaklukan Aileen. Geert beruntung ia mengenalku. Ketika ia sudah hampir putus asa, ia memintaku mengenalkannya pada Aileen. Setelah itu barulah Aileen mau sedikit menghiraukan Geert. Bila dihitung, Geert mengejar Aileen hampir dua tahun sebelum akhirnya Aileen mau diajak pergi. Aku sudah yakin mereka pasti akan menikah ketika Geert bersikeras ikut Aileen pulang. Namun& .," Sigrid mendesah panjang, " Siapa tahu akhirnya Geert menikahi kakak Aileen."

" Aku benar-benar tidak mengerti jalan pikiran Geert. Ia mengejar Aileen bukan hanya satu dua hari. Dua tahun!" suara Sigrid meninggi, " Ia tidak main-main! Dua tahun lamanya ia mengejar Aileen! Dua tahun itu bukan waktu yang singkat, kau tahu!?"

Evans terperangah melihat Sigrid yang terbakar amarah.

" Aku yakin ia benar-benar mencintai Aileen. Ia benar-benar tergila-gila pada Aileen tapi& ," lagi-lagi mendesah dan dengan suara menahan amarah, ia berkata, " Ia benar-benar pria yang tidak bisa dipercaya!" Dan Sigrid menatap Evans dengan tajam, " Karena itu, kalau kau memang serius, jangan mengkhianati Aileen!"

" Maaf mengecewakanmu, tetapi aku tidak sedang berniat mengejar Aileen," dan Evans menegaskan, " Kami adalah sepupu. Aku tidak mungkin jatuh cinta padanya."

" Lalu mengapa?" Sigrid mengutarakan pertanyaan yang telah ia utarakan pada Aileen, " Banyak sepupu yang kemudian menikah. Tidak ada yang memprotes hal itu. Apalagi kalian sudah bisa dikatakan bukan sepupu."

" Kami tetap sepupu," Evans menekankan persis seperti yang dikatakan Aileen pada Sigrid beberapa saat lalu.

" Tetapi kau tidak melepaskan mata dari Aileen. Dari tadi aku memperhatikan matamu terus mengikuti Aileen walau di depanmu ada wanita cantik," Sigrid menembak tepat sasaran.

" Aku mengkhawatirkan Aileen," Evans beralasan. " Aku rasa ia cukup terluka oleh pengkhianatan Geert dan kakaknya. Aku takut ia melakukan sesuatu yang tidak masuk akal. Andai bisa, aku ingin membantunya mengobati luka hatinya itu."

" Aku yakin kau bisa," Sigrid meyakinkan. " Kau pasti dapat dengan mudah mendapatkan Aileen. Aku bahkan sangat yakin hanya kau yang bisa mengobati luka Aileen." Dan Sigrid mengemukakan alasannya, " Pertama, kau adalah pemuda tampan yang menarik. Kedua, sepanjang sepengetahuanku, hanya engkau pemuda yang tidak dicuekkan Aileen. Kau juga membuat Papa dengan cepat menerima kehadiranmu. Kau pasti bisa membuat Aileen tergila-gila padamu." " Itu tidak mungkin."

" Mengapa?" Sigrid menuntut jawaban.

" Kurasa aku sudah mengatakan padamu kami adalah sepupu. Kami tidak mungkin saling jatuh cinta apalagi menikah."

" Siapa yang menyuruhmu menikahi Aileen?" tanya Sigrid, " Aku hanya ingin kau membuat Aileen melupakan Geert. Tentu saja, akan sangat sempurna andai kalian bisa sampai ke jenjang perkawinan."

" Tetap saja, itu tidak mungkin."

Sigrid melihat Evans serius dalam perkataannya.

" Ah, sayang sekali," desah Sigrid, " Padahal aku yakin kau pasti bisa menaklukan Papa dalam waktu singkat apalagi Aileen pernah jatuh cinta padamu."

Evans membelalak kaget. " Aileen pernah jatuh cinta padaku?"

" Ya," Sigrid menegaskan, " Ia mengatakannya sendiri padaku."

" Lalu sekarang?"

" Aku tidak tahu," Sigrid menahan senyum gelinya melihat ekspresi kecewa Evans. Sigrid yakin pemuda itu sama sekali tidak menyadari ekspresinya saat ini. " Mengapa tidak kau tanyakan sendiri pada yang bersangkutan?" usulnya.

" Bertanya langsung pada Aileen?" Evans melihat Aileen yang berbicara dengan gembira pada tamu yang baru masuk. " Kurasa ia tidak akan memberitahuku," ia kembali melihat Sigrid dengan kecewa.
Aileen Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" Karena itu keahlianmu dibutuhkan."

" Keahlianku?"

" Kata Aileen, kau adalah seorang playboy yang sering berganti pasangan. Aku yakin kau pasti tahu bagaimana menghadapi gadis keras kepala seperti Aileen."

Evans termenung melihat senyum yang meyakinkan itu.

RatuBuku

Chapter 4

" Mengapa kau di sini?" Aileen bertanya tajam pada pemuda berjas lengkap yang bersandar santai di dinding gerbang utara universitasnya dengan kedua tangannya terlipat di depan dadanya.

" Apa kau tidak bisa senang melihatku walau hanya sedikit saja?" keluh Evans.

" Tidak, aku senang melihatmu."

" Tapi kau memasang wajah seperti itu," Evans merujuk pada wajah curiga Aileen.

" Siapa suruh kau mengikutiku."

" Aku tidak mengikutimu."

" Baguslah," Aileen melangkah pergi.

" Hei!" protes Evans mengikuti Aileen, " Apa kau tidak bisa bersikap sedikit lebih ramah padaku?"

" Bukannya kau tidak sedang mengikutiku?" Aileen sengaja bertanya tajam.

" Aku memang tidak mengikutimu. Aku menjemputmu."

Langkah kaki Aileen langsung terhenti. " Menjemputku?" ia bertanya, " Untuk apa? Mereka tidak menyuruhmu menjemputku lagi, bukan?" " Ya, Tuhan, Aileen," keluh Evans, " Apa kau tidak bisa berhenti berpikir seperti itu!?"

" Tidak," Aileen meninggalkan Evans.

" Apanya yang mudah," gerutu Evans. Lalu ia melebarkan langkah mengejar Aileen. " Kau mau ke mana?" tanyanya mengikuti langkah terburu-buru Aileen.

" Pulang," Aileen membenarkan tali tasnya yang hampir jatuh dari pundaknya, " Aku harus segera membantu restoran."

" Menurut Sigrid, hari ini kau tidak punya kegiatan apa-apa seusai kuliah."

Ternyata orang di balik semua ini adalah Sigrid. Pantas saja Evans tahu kapan pelajarannya hari ini selesai dan melalui pintu mana ia pergi.

Aileen menukar tangan menyangga buku-buku yang hampir setebal sepuluh centi itu ke dadanya.

Evans tidak sabar melihatnya. Tanpa banyak bicara, ia mengambil buku-buku itu dari Aileen dan membawanya dengan mudah di bawah lengannya. " Menurut Sigrid, hari ini kau hanya mempunyai satu mata pelajaran, mengapa kau membawa buku sebanyak ini?"

" Aku meminjamnya dari perpustakaan," jawab Aileen. Aileen melihat bayangan mereka di estalase toko dan ia tidak dapat menahan tawanya.

" Apa yang lucu?" Evans merasa sedang ditertawakan.

" Aku terlihat seperti sekretaris dan kau adalah bosnya. Tetapi kalau kau membawa buku-bukuku seperti itu, kita jadi tidak tahu siapa yang sekretaris," tawa Aileen terlepas lagi. Tiba-tiba Aileen menyadari sesuatu. " Mengapa kau di sini?" ia bertanya tegas.

" Sudah kukatakan, aku menjemputmu," Evans mengingatkan.

" Bukan. Bukan itu maksudku," Aileen menggeleng, " Mengapa kau di sini? Bukannya sekarang adalah jam kerja?"

" Aku adalah sang direktur. Aku berhak mengatur sendiri jam kerjaku."

Aileen mendesah. " Tidak kusangka ternyata kau adalah orang yang semaunya sendiri. Aku merasa kasihan pada bawahanmu terutama sekretarismu. Ia pasti kerepotan mengatur orang yang mau menang sendiri sepertimu."

" Aku tidak keberatan kalau kau mau menjadi sekretarisku."

" Akan kupikirkan baik-baik," Aileen menjawab asal.

Andai Evans serius, ia pasti akan langsung menanggapi tawaran itu. Aileen tidak akan menyangkal ia selalu kagum pada sekretaris. Sejujurnya, apabila ada kesempatan, ia ingin menjadi seorang sekretaris. Ia suka melihat seorang sekretaris cantik yang mengenakan baju resmi dan membawa tumpukan file di tangannya. Menurutnya wanita-wanita seperti itu selalu terlihat anggun dan menawan.

" Aku sudah memberitahu sekretarisku aku punya urusan penting."

" Urusan penting apa?" tanya Aileen penasaran.

" Rahasia," Evans menolak menjawab. Sejujurnya, ia sendiri juga tidak tahu mengapa ia memutuskan untuk menemui Aileen ketika melewati restoran tempat Aileen tinggal. Ketika mencari Aileen itulah, Sigrid memberitahunya di mana Aileen berada. Tentu saja Sigrid tidak lupa memberitahu kapan pelajaran Aileen selesai dan di mana lokasi kelasnya. " Ayo kita pergi."

Aileen kaget Evans menarik tangannya. " Pergi ke mana?"

" Aku memakirkan mobilku di depan restoran. Kau tidak keberatan menemaniku berjalan-jalan, bukan?"

" Jalan-jalan ke mana?" tanya Aileen.

" Sudahlah. Kau ikut saja."

Aileen membiarkan Evans menariknya ke taman kota. " Sekretarismu pasti sedih kalau tahu apa yang sekarang kaulakukan."

" Ia sudah biasa."

" Ah, benar. Kau pasti sering kabur dari kantor untuk berkencan."

" Itu artinya kau mengakui sekarang kita sedang berkencan," senyum kemenangan Evans menghiasi wajah puasnya.

Aileen terperanjat. " A-Aku tidak mengatakannya. Siapa yang mau berkencan denganmu!?" ia panik dalam rasa malu. Bila dipikir, saat ini mereka lebih mirip sedang berkencan daripada berjalan-jalan. Apa yang bisa kausebut dari sepasang pria dan wanita yang bukan teman dan bukan saudara, berjalan beriringan sambil bergandengan tangan?

Evans mempererat genggamannya ketika merasakan pemberontakan Aileen. Ia tidak akan membiarkan gadis itu melepaskan diri.

" Apa kita tidak bisa beristirahat walau hanya sebentar?" Aileen memprotes.

" Benar juga. Kita tidak bisa berbicara sambil berjalan."

" Apa yang akan kita bicarakan?" Aileen bertanya.

Apa yang bisa mereka bicarakan? Mereka tidak mempunyai suatu topik pun yang bisa dibicarakan. Mereka adalah dua orang yang mempunyai kehidupan masing-masing dan tidak mempunyai titik temu dalam kehidupan mereka yang bercabang-cabang ini.

" Duduklah di sini," Evans memerintah.

Aileen menuruti Evans. Ia sudah cukup capek mengikuti langkah-langkah cepat Evans.

Evans meletakkan buku-buku Aileen di sisi Aileen. " Jangan ke mana-mana," perintahnya lagi dan ia pergi meninggalkan Aileen.

Aileen lega bisa duduk. Ia ingin sekali melepas sepatu hak tingginya dan memijat kakinya tetapi ia tidak akan melakukannya di tempat ramai seperti ini. Memakai sepatu hak tinggi berjalan sepanjang hari sudah merupakan kebiasaannya namun berjalan cepat dengan sepatu hak tinggi adalah hal lain.

Aileen bersandar di sandaran kursi taman dan menengadah pada langit biru.

Hari ini memang hari yang indah untuk berjalan-jalan. Tadi, ketika ia mulai bosan mendengar dosen mengoceh di depan kelas, ia berpikir alangkah menyenangkan bila ia dapat berjalan-jalan di bawah sinar mentari yang cerah ini.

Sekarang keinginannya itu sudah terkabul. Ia berada di bawah sinar matahari yang hangat dinaungi pohon rimbun dan ditemani angin semilir yang sejuk.

Aileen memejamkan mata. Ia menikmati saat ini. Ia menyukai sinar mentari yang menghangatkan jiwanya. Ia menyukai angin sejuk yang membuai ini. Ia menyukai tempat ini dan ia tidak ingin meninggalkannya.

Diam-diam Aileen berdoa waktu akan berhenti selamanya.

Telinga Aileen menangkap nyanyian burung.

Aileen membuka matanya.

Seekor burung bertengger di dahan pohon tepat di atasnya dan menyanyi gembira.

Mata Aileen terpaku pada burung itu.

Menyadari seseorang telah menemukannya, burung itu terbang.

Aileen terkejut. Ia masih ingin mendengar nyanyiannya.

Burung itu terbang menuju kawanannya.

Aileen beranjak menuju tengah taman. Kepalanya menengadah pada burungburung yang terbang di angkasa. Matanya tidak lepas dari awan-awan yang terus berubah bentuk. Pikirannya terbang bersama angin sejuk.

Evans menerima crepe pesanannya dan segera menghampiri Aileen.

Kursi tempat ia meninggalkan Aileen kosong.

Evans panik. Matanya segera melihat sekeliling.

Beberapa orang melihat ke tengah taman. Beberapa di antaranya tampak terpesona dengan apa yang sedang ia lihat.

Tertarik, Evans mengikuti arah pandangan mereka.

Seorang gadis sedang berdiri di tengah taman dengan kepala menengadah ke langit biru. Matanya yang terpaku pada langit biru seolah-olah terserap oleh awan. Rambut panjangnya berantakan tertiup angin namun ia tidak mempedulikannya. Kedua tangannya hanya terlipat manis di depan tubuhnya mencegah rok selututnya tertiup angin. Gadis itu cantik tetapi bukan itu yang membuat mereka terus memandanginya. Aura yang ditebarkan gadis itu memikat mereka aura yang membuatnya terlihat seperti lukisan yang diturunkan dari langit.

Evans tersenyum. Bahkan hanya dengan berdiri Aileen dapat memikat banyak orang. Namun& & Evans segera mendekati Aileen dengan langkah-langkah lebar. " Apa yang kau lamunkan?" ia merangkul pundak Aileen dan menatap sinis pada pria-pria di sekeliling mereka.

Aileen terperanjat.

" Pesananmu," Evans memberikan crepe coklat Aileen.

" Aku tidak memesannya," Aileen menjawab polos.

" Aku mentraktirmu."

" Terima kasih." Mata Aileen melirik tangan Evans di pundaknya.

Jangan berharap ia akan melepaskan Aileen. Evans senang orang lain menyadari daya tarik Aileen tapi ia tidak suka para pria itu mencari kesempatan untuk mendekati Aileen. " Apa yang sedang kaulihat?" ia ikut melihat langit biru.

" Tidak ada." Aileen kikuk dibuatnya.

" Kau senang melihat awan-awan itu?"

" Ya, aku suka melihat langit."

" Kau juga suka melihat bintang?"

" Sangat menyukainya!" Aileen mengakui dengan antusias.

" Kau bisa melihatnya setiap saat, bila kau mau."

" Tidak mungkin! Bintang hanya bisa terlihat pada malam hari."

" Bukankah ada planetarium?"

" Di sekitar sini ada planetarium?" mata Aileen bersinar-sinar.

" Ya," Evans membenarkan, " Aku bisa mengantarmu ke sana setiap saat."

" Benarkah!?" mata Aileen makin bersinar.

Evans gemas oleh ekspresi manis Aileen yang penuh antusias itu. Ingin rasanya ia memiliki ekspresi ini hanya untuk dirinya sendiri. Ia sanggup melakukan apa saja asalkan ekspresi ini menjadi miliknya.

" Besok aku akan membawamu ke sana sepulang kerja."

" Benarkah!?" Aileen bersemangat. " Tunggu," Aileen teringat sesuatu, " Besok hari apa?"

" Kamis."

" Aku tidak bisa," Aileen kecewa. " Besok aku ada kerja."

" Minta ijin!"

" Tidak bisa. Besok hanya ada aku seorang."

" Kau benar-benar merepotkan!" Evans kesal. Ia mulai tidak menyukai kerja sambilan Aileen. " Kalau kau mau pergi, minta ijin. Kalau tidak mau, ya sudah!"

" Katakan saja padaku di mana planetarium itu. Aku bisa ke sana sendiri kalau aku ada waktu."

Dan membiarkan para pria itu mempunyai kesempatan untuk mendekati Aileen? Jangan harap! " Begitu kau ada waktu, beritahu aku!" Evans berkata kesal, " Aku akan mengantarmu."

" Tetapi kau hanya punya waktu luang pada malam hari sedangkan hampir tiap malam aku ada kerja."

" Aku punya waktu bebas sepanjang hari Sabtu dan Minggu. Kalau memang diperlukan, aku bisa meluangkan waktu di siang hari pada hari kerja," dan ia menekankan, " Seperti saat ini."

" Aku tidak ingin menganggu jam kerjamu," Aileen menyahut tangkas.

" Banyak alasan!" Evans benar-benar kesal.

Aileen tidak menanggapi. Ia menggigit sepotong kecil crepenya.

Ia harus menghentikan Evans. Ia tidak bisa membiarkan Evans terus mempermainkannya seperti ini.

Aileen sadar mengapa hingga detik ini ia tidak pernah berpacaran. Ia tahu mengapa ia tidak pernah benar-benar mencintai seseorang walau ia sering merasa jatuh cinta.

Benar, ia sering jatuh cinta. Setidaknya itulah yang ia rasakan. Ia mudah terpesona. Hatinya mudah tergetar oleh perlakuan seorang pria padanya. Tetapi, semudah datangnya perasaan itu, semudah itu pula perasaan itu pergi. Perasaan itu tidak pernah bertahan lebih lama dari satu bulan! Aileen tahu itu bukan karena ia adalah seorang Gemini tetapi karena sejak awal hatinya sudah memilih seorang pria, pria yang tidak mungkin didapatkannya sekeras apa pun ia berusaha.

Tidak banyak yang perlu dilakukan seorang pria untuk membuat hatinya bergetar. Ia hanya cukup sekali melakukan sebuah tindakan yang menyerupai pria itu dan Aileen akan merasa jatuh cinta padanya.

Selama ini hatinya, tanpa dapat ia cegah, selalu mencari-cari pria pilihan hatinya itu. Ia mudah jatuh cinta pada pria yang memiliki satu dari sekian syarat hatinya tetapi tidak seorang pun yang benar-benar memenuhi kriterianya.

Sigrid benar. Dalam hal ini seleranya terlalu tinggi.

Sekarang pria yang menjadi model hatinya itu sudah berada di sisinya tetapi Aileen tidak sedikit pun merasa senang.

Andai Evans terus bersikap seperti ini padanya, Aileen yakin ia pasti akan jatuh cinta lagi padanya dan kali ini ia pasti tidak akan tertolong. Aileen pernah jatuh cinta pada Evans. Sekarang ia tidak ingin jatuh cinta lagi padanya.
Aileen Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dulu dengan tidak mudahnya ia berhenti mengharapkan Evans. Dengan susah payah otaknya berhasil melupakan Evans tetapi hatinya terus mengharapkan Evans. Dan, tanpa ia sadari Evans sudah menjadi tipe pria idamannya.

Apakah mungkin hatinya yang menantikan kehadiran cinta sejati membiarkan pemuda yang sudah menjadi tipe pria idamannya ini lewat begitu saja?

Aileen meninggalkan Evans ke kursi taman.

Evans duduk tepat di sisi Aileen hanya dibatasi buku-buku yang dipinjam Aileen dari perpustakaan universitasnya.

Pasti ada alasan masuk akal atas semua tindakan Evans ini. Pemuda yang tidak pernah berhubungan lagi dengannya sejak sepuluh tahun lalu ini tidak mungkin tiba-tiba penuh perhatian padanya. Pasti ada alasan rasional di atas semua tindakannya yang tidak biasa ini.

Mungkinkah itu karena ibunya? Walaupun ini adalah alasan yang paling kuat, tapi ini bukan alasan yang rasional. Evans sudah berulang kali menyangkalnya.

Mungkinkah karena Evans sedang mengejarnya? Walaupun ini adalah alasan yang paling dapat dipercaya oleh sifat pengkhayalnya, ini juga bukan alasan yang tepat. Evans sudah berulang kali menegaskan hubungan mereka hanya sebatas sepupu.

Lalu apakah yang menjadi alasan yang masuk akal dan dapat diterima?

Apakah& Evans melakukan semua ini untuk menghiburnya?

Kathy Renz adalah ratu gosip di kota mereka. Tidak ada berita yang tidak diketahui Kathy Renz. Tidak heran pula bila Evans mengetahui segala sesuatunya tentang Geert Balkanende. Tetapi ini juga tidak masuk akal. Untuk apa Evans menghiburnya? Ibunya hanya meminta Evans untuk membujuknya pulang. Selain itu, Evans bukan orang yang suka ikut campur urusan orang lain karena menurutnya hal itu merepotkan.

Namun itu hanya bila ibu Evans tahu. Kenyataannya, tidak ada alasan Kathy Renz mengetahui hubungan antara dia dan Geert. Dalam kepulangannya yang terakhir, ia tidak bertemu Kathy. Dalam kepulangannya bersama Geert pun, ia tidak bertemu ibu Evans itu. Aileen tidak pernah menyebut Geert sebagai kekasihnya. Di sisi lain, baik ibunya maupun Denise tidak mungkin memberitahu orang lain alasan Geert mengikutinya yang sebenarnya. Orang yang tahu pun tidak mungkin berpikiran sempit. Pria yang menginap di rumah seorang wanita tidak harus kekasih wanita itu.

Jadi, apakah tujuan Evans? Aileen melirik Evans yang tenggelam dalam pikirannya.

Evans tidak tahu apa yang sedang dilakukannya. Sejak Sigrid memberitahunya Aileen pernah jatuh cinta padanya, ia tidak dapat berhenti memikirkan hal itu. Berpikir dapat dimengertinya tetapi tindakannya barusan? Ini benar-benar tidak masuk akal. Ia seperti pacar Aileen yang cemburu pada pria lain yang melirik Aileen.

Satu-satunya alasan keberadaannya di tempat ini adalah Aileen. Ia mengkhawatirkan Aileen. Ia takut gadis yang patah hati itu akan melakukan tindakan di luar perkiraannya. Ia tahu betapa rapuhnya gadis yang patah hati terutama dikarenakan pengkhianatan pacar dan kakak kandungnya. Sigrid mempunyai cara tepat untuk menolong Aileen dari jurang kesedihannya ini tetapi Evans tidak akan melakukannya. Ia tidak dapat. Aileen adalah sepupunya. Ia tidak ingin mengubah hubungan ini walau banyak yang berpendapat mereka adalah pasangan yang serasi.

Di waktu mereka masih kecil, teman-temannya sering salah menyangka Aileen sebagai kekasihnya. Mereka juga tidak jarang menggodanya. Waktu itu ibunya dan ibu Aileen sering berhubungan. Ketika para ibu itu sering bepergian, ia juga sering pergi bersama Aileen. Dalam kesempatan itu beberapa kali mereka bertemu teman sekelasnya dan mereka selalu menebak Aileen adalah kekasihnya bukan adik sepupunya.

Walaupun Aileen lima tahun lebih muda darinya, wajahnya tidak pernah nampak lebih muda dari usianya. Sifatnya juga lebih dewasa dari gadis-gadis seusianya. Tak heran banyak yang menyangka Aileen adalah kakak Denise.

Namun, sedewasa apapun Aileen, bagi Evans Aileen adalah adik sepupunya. Ia selalu ingin mempunyai adik. Ketika hubungan kedua ibu mereka dekat, mudah baginya untuk menganggap Aileen sebagai adiknya. Perasaan itu tidak pernah berubah sampai saat ini dan Evans tidak ingin mengubahnya. Lalu apakah tindakannya sesaat lalu bisa dikategorikan sebagai perlindungan seorang kakak kepada adiknya?

" Evans, apa maumu?" Aileen bertanya langsung pada topik utama. " Tidak biasanya kau bersikap seperti ini."

Evans terperanjat. Ia baru saja memikirkannya dan sekarang Aileen sudah menanyakannya.

" Apakah kau sedang mengejar Sigrid?"

Evans terperangah hingga tidak dapat mengeluarkan sebuah suara pun.

Ini adalah alasan yang paling masuk akal dan dapat diterima semua pihak. " Kalau kau ingin mengejar Sigrid, berhentilah mengangguku. Sigrid akan salah sangka." Aileen yakin ia tidak mungkin salah. Kemarin ia melihat Evans dan Sigrid berbicara dengan akrab. Dan malamnya Sigrid tidak henti-hentinya memuji Evans.

" Itukah pendapatmu?" suara Evans mengandung kekecewaan dan kemarahan.

" Kemarin malam Sigrid terus memujimu," Aileen meneruskan tanpa menyadari perasaan Evans, " Ia sudah mempunyai sedikit perasaan padamu. Kalau kau terus-terusan seperti ini, aku khawatir ia akan menduga kau sedang mengejarku."

" Aku tidak sedang mendekati Sigrid! Aku tidak punya perasaan apa-apa padanya!" Evans kesal. Ia tidak menduga ternyata Aileen memandangnya sebagai seorang pria seperti itu.

" Ya& ya& ," Aileen mengulum senyum. " Kau tidak perlu malu-malu padaku. Kalau kau mau, aku bisa membantumu."

" CUKUP!" Evans berdiri.

" Kau mau ke mana?" Aileen heran melihat pemuda itu melangkah pergi dengan cepat.

" Kembali ke kantor," jawabnya ketus tanpa menghentikan langkah.

Aileen tetap duduk memandang punggung pemuda itu menjauh dan mendesah. Ia tidak menduga Evans akan marah hanya karena digoda. Ia lebih tidak menyangka Evans bisa malu seperti ini. Tampaknya ia memang tidak mengenal Evans sebaik yang ia bayangkan.

Tetapi&

Aileen menggigit crepenya.

Evans adalah seorang gentleman. Ia selalu tahu bagaimana memperlakukan seorang wanita. Ia sadar ia mempunyai pesona yang dapat menarik hati tiap wanita. Ia pandai mengambil hati tiap wanita.

Dalam hal satu ini Aileen mempunyai kepercayaan diri. Dan karena itu pula ia tidak ingin jatuh cinta pada Evans, sang gentleman dengan pesona luar biasa yang tidak setia!

Lagi-lagi Aileen menghela nafas. Mungkin di jaman ini sudah sulit mencari lelaki yang setia dan dapat diandalkan. Ayahnya adalah lelaki yang setia tetapi ia adalah tipe suami takut istri. Evans adalah lelaki yang dapat diandalkan tetapi ia bukan tipe kekasih yang setia. Geert adalah lelaki yang cukup dapat diandalkan dan setia tetapi&

Ia mudah dibujuk, Aileen mengakui dengan sedih.

Andai pendirian Geert tidak berubah mungkin ia sudah membuka sedikit pintu hatinya untuk pemuda itu. Sayangnya&

Entah mengapa ketika ia tidak ingin berpacaran, selalu ada saja yang mendekatinya dan ketika ia ingin memadu kasih, tidak seorang lelaki setia pun yang mengejarnya.

Aileen menggigit lagi crepenya.

Hari ini sangat indah untuk dilewatkan. Tidak ada salahnya bila ia memanfaatkan kesempatan langka ini untuk membaca buku di taman.

RatuBuku

Chapter 5

" Kau bertengkar dengan Aileen!?" seru Sigrid tidak percaya.

" Ya," Evans menegaskan, " Aku menyesal telah bertengkar dengannya. Seharusnya aku tidak meninggalkannya begitu saja di taman. Sekarang aku merasa tidak punya muka bertemu dengannya."

" Aileen tidak menyebut apa pun tentang pertengkaran kalian," gumam Sigrid.

Beberapa hari lalu ia memang heran ketika Evans kembali seorang diri setelah berkata akan menjemput Aileen. Evans tidak masuk ke dalam restoran dan langsung menyetir pergi mobilnya. Kala itu Sigrid hanya berpikir ia tidak bertemu Aileen tetapi ketika ia menanyakannya pada Aileen yang baru pulang ketika hari menjelang gelap, gadis itu berkata, " Aku bertemu dengannya. Kami sempat berjalan-jalan ke taman." Sigrid tidak berpikir banyak setelah itu. Ia hanya menduga Evans terburu-buru kembali ke kantornya sehingga ia tidak dapat menemani Aileen lebih lama. Ia kembali heran ketika malamnya dan beberapa malam setelahnya Evans tidak muncul. Ia sudah mengutarakan keheranannya itu pada Aileen tetapi gadis itu hanya berkata, " Tidak tahu."

Sigrid menatap Evans penuh ingin tahu, " Apa yang kalian pertengkarkan?"

" Tidak ada."

" Lalu mengapa kalian bertengkar!?" Sigrid mulai tidak sabar.

" Aku hanya marah karena ia terus-terusan berpikir aku mengejarmu."

" Dan kau meninggalkannya begitu saja di taman sampai malam hari!?"

Evans kaget. " Aileen terus berada di sana sampai malam!?"

" Ya. Ia berkata padaku ia membaca buku di taman kota."

Wajah Evans memucat. Tidak seharusnya ia meninggalkan Aileen. Apa yang harus dilakukannya bila terjadi sesuatu pada Aileen? Apa yang harus dipertanggung jawabkannya bila setelah ia pergi seseorang menggoda Aileen? Menggoda Aileen& ? Wajah Evans semakin pucat. Benar! Mengapa ia tidak pergi begitu saja tanpa berpikir!? Bagaimana kalau saat itu Aileen digaet pria lain!? Mengapa ia begitu ceroboh!? Ia tidak ingin ada pria lain yang mendekati Aileen tetapi ia meninggalkan Aileen begitu saja di tempat umum seperti itu!?

Sigrid tersenyum geli melihat perubahan wajah pemuda tampan di depannya. " Kau begitu mempedulikan pendapat Aileen. Itu artinya kau mempunyai perasaan khusus padanya."

" Benar," Evans tidak menyangkal. " Entah sejak kapan aku tidak ingin lagi menjadi sekedar sepupu."

" Sejak awal kalian memang bukan sepupu," Sigrid membenarkan.

" Benar," lagi-lagi Evans tidak menyangkal, " Mungkin sejak dulu aku sudah terpikat padanya tetapi aku terus menyangkal dengan alasan itu. Mungkin juga aku takut mengakui perasaanku sehingga aku terus menegaskan kami adalah sepupu. Kali ini aku tidak dapat menyangkalnya lagi. Aku tidak suka membayangkan pria lain mendekati Aileen. Aku tidak suka melihat ia terus memikirkan Geert."

" Karena itu kau harus bisa membuat Aileen melupakan Geert," Helena bergabung dalam percakapan mereka.

Evans terperanjat oleh kehadiran tiba-tiba wanita itu.

" Aku mendukungmu," ia tersenyum. " Jadi, apa yang akan kaulakukan?" ia duduk di kursi kosong di meja mereka.

" Aku tidak tahu," Evans putus asa, " Kurasa Aileen sudah membenciku."

" Sebaliknya, aku rasa ia sama sekali tidak memikirkanmu."

Pernyataan Sigrid itu membuat Evans semakin putus asa.

" Itu buruk," Helena sependapat dengan keputusasaan Evans. " Itu tandanya kau sama sekali tidak berarti baginya."

Evans semakin terpuruk.

" Jangan khawatir," hibur Sigrid, " Aku yakin kau pasti dapat merebut hati Aileen. Ia pernah jatuh cinta padamu."

" Aileen pernah jatuh cinta pada Evans!?" Helena kaget, " Kapan? Mengapa aku tidak pernah mendengarnya?"

" Benar. Aileen mengatakannya sendiri padaku. Ia jatuh cinta pada Evans ketika ia masih kecil."

" Lalu bagaimana perasaannya pada Evans sekarang?"

" Aku tidak tahu. Ia tidak memberitahuku. Ia hanya berkata itu adalah masa lalu."

Helena beralih pada Evans.

" Aku juga tidak tahu," jawab Evans. Andai ia tahu, ia tidak akan pusing seperti ini.

" Hmmm," Helena berpikir keras, " Ini artinya tidak sulit membuat Aileen jatuh cinta padamu. Yang kita perlukan sekarang adalah kesempatan."

" Kesempatan apa pun itu, aku tidak akan membiarkan kau menyentuh Aileen!"

Mereka dikejutkan oleh bentakan keras dari dalam dapur.

" Jangan mengira karena tidak ada pengunjung, kalian bebas mengobrol di tempat ini! Kau juga demikian!" ia menuding Evans, " Sekarang adalah jam kerja. Mengapa kau kabur dari kantormu!?"

Sigrid tertawa geli. " Papa masih saja tidak berubah."

" Jangan kaupikirkan perkataannya," Helena sependapat, " Ia terlalu mengkhawatirkan Aileen."

" Lalu apa yang harus kita perbuat?" Sigrid kembali serius.

" Tentu saja memikirkan kesempatan untuk mereka berdua," jawab Helena.

" Kau bisa menjemput Aileen hari ini!" Sigrid mengusulkan, " Sebentar lagi ia pulang."

Itu adalah ide bagus tapi Evans tidak berani menjamin ia tidak akan memperlakukan Aileen seperti saat itu lagi.

" Aku punya ide yang lebih bagus," sahut Helena.

" Apa?" Sigrid tertarik.

Ketika ketiganya sibuk merundingkan rencana mereka, Aileen, sang sasaran rencana mereka, tengah mengawasi mereka dari seberang jalan.

Aileen memperhatikan mereka berbicara dengan akrab. Senyum di wajah mereka menunjukkan mereka tengah membicarakan hal gembira. Aileen meninggalkan tempat itu.

Ini adalah hal baik.

Evans sudah mendapatkan Sigrid. Ia tidak memerlukan lagi bantuannya. Karena itulah ia tidak pernah muncul lagi tiap malam. Tentu saja ia tidak perlu muncul tiap malam kalau ia bisa bertemu dengan Sigrid di siang hari tanpa kehadirannya.

Ini adalah hal baik.

Ketika ia belum jatuh cinta pada Evans, ia sudah patah hati. Sekarang tidak akan sulit menutup hatinya dan menganggap Evans sebagai kakaknya, seperti yang ia rasakan sebelum ia jatuh cinta pada Evans seperti masa lalu.

Aileen duduk di taman kota.

Hari ini adalah hari yang cerah untuk melupakan segala kegalauan pikirannya. Udara di bawah pohon rindang ini memang baik untuk menyejukkan perasaannya yang kacau balau. Hari ini ia ingin menghabiskan waktu di sini membaca buku.

Aileen merasa ia telah menjadi seorang pembohong besar ketika berkata pada Sigrid bahwa ia tidak peduli mengapa Evans tidak pernah datang lagi ke restoran mereka. Dibandingkan Sigrid, ia jauh lebih penasaran. Ia takut ia telah membuat Evans sangat marah. Ia takut Evans tidak ingin berhubungan lagi dengannya.

Sekarang sudah terbukti ketakutannya itu tidak berlebihan. Hanya saja Evans enggan bertemu dengannya bukan karena marah tetapi karena malu. Aileen menutup bukunya dengan kesal. Apa gunanya ia membuka buku kalau pikirannya tidak bisa terpusat pada bukunya? Apa gunanya ia berusaha memusatkan pikiran pada deretan tulisan kabur kalau pikirannya melayang jauh.

Aileen menengadah. Matanya menangkap salah satu awan putih di langit. Mungkin yang terbaik baginya kali ini adalah membiarkan pikirannya melayang bersama awan di langit.

" Sejak kapan kau punya hobi melamun?"

Aileen terperanjat.

" Untukmu," Evans mengulurkan crepe.

Aileen menerimanya dengan heran. Ia memperhatikan pemuda yang duduk di sisinya itu sambil memakan crepenya dengan nikmat. " Mengapa kau di sini?" tanyanya heran.

" Menjemputmu," jawab Evans, " Aku khawatir. Kata Sigrid hari ini kau hanya ada pelajaran sampai tengah hari. Sekarang sudah hampir pukul lima tetapi kau masih belum pulang juga."

Aileen kaget. Ia baru menyadari langit sudah gelap.

" Apa yang sedang kaulamunkan?" tanya Evans tidak senang.

" Tidak ada," jawab Aileen jujur.

Evans tidak percaya. Ia tahu Aileen pasti melamunkan Geert Balkanende. Apalagi yang bisa membuat Aileen berdiam diri menatap langit tanpa menyadari waktu kalau bukan pria sial itu?

Aileen kembali merenung. Mengapa Evans bisa di sini? Mengapa Evans menjemputnya? Dia tidak mungkin tahu di mana ia berada. Dia tidak mungkin mengikutinya, bukan?

Evans melihat Aileen kembali melamun. Ia semakin yakin gadis itu memikirkan Geert.

Evans kesal. Balkanende sudah mengkhianatinya tetapi mengapa Aileen tidak berhenti memikirkannya? Sekarang di sisinya ada pria yang memperhatikannya, tetapi mengapa hatinya terus terpaku pada pria yang tidak mungkin kembali lagi padanya? Mengapa Aileen tidak berhenti memikirkan Geert Balkanende!? Mengapa baik Sigrid maupun Helena mengatakan mudah membuat Aileen berpaling dari pria itu? Apa pula jaminan mereka Aileen akan jatuh cinta padanya? Ia sudah berdiri lebih dari setengah jam di seberang Aileen, memperhatikan gadis itu dari tempatnya yang terbuka. Ia juga telah duduk di sisi gadis itu untuk sepuluh menit terakhir. Gadis itu bukan hanya tidak menyadari keberadaannya tetapi juga tidak menyadari bahaya di sekitarnya.

Evans gemas pada Aileen. Ia cemburu pada Geert. Ia marah pada cinta buta Aileen.

Kepala Aileen hanya tertuju pada Geert Balkanende seorang sehingga ia sama sekali tidak menyadari berapa banyak pria yang sudah memperhatikannya. Entah sudah berapa pria yang sudah menggoda Aileen bila ia tidak memutuskan untuk duduk di sisi gadis itu.

Bukan penampilan Aileen yang membuat gadis itu menjadi pusat perhatian. Dibandingkan eksentrik, penampilan Aileen terkesan biasa bahkan agak puritan. Tidak ada satu hiasan maupun gambar di kaos polos ketatnya yang berlengan panjang dan berleher tinggi. Demikian pula rok satinnya yang juga berwarna tunggal. Suatu pada gadis itulah yang membuatnya selalu menjadi pusat perhatian di mana pun ia berada.

Evans bersyukur ia mengikuti saran Sigrid untuk mencari Aileen setelah gadis itu tidak muncul-muncul juga.

Aileen menggigit crepe coklatnya sambil melirik Evans. Pikirannya, tanpa dapat dihentikannya mulai melayang tinggi. Ia membayangkan Evans menyadari ia tengah memperhatikannya dari seberang restoran. Takut ia salah paham, Evans langsung mengejarnya.
Aileen Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hati Aileen bersemi oleh imaginasi liarnya. Tetapi, ia kemudian menyadari, itu tidak mungkin. Pertama, Evans duduk membelakangi jendela restoran yang mengarah ke jalan. Kedua, Evans tidak punya alasan mengejarnya. Ketiga, ia bukan tipe gadis yang bisa membuat Evans melakukan hal seperti ini, Aileen menyadarinya dengan putus asa.

Walaupun menyakitkan, Aileen tidak bisa menyangkal ia bukan gadis cantik yang Evans gemari. Ia bukan gadis yang suka mengikuti mode. Ia adalah gadis pendiam yang suka mengkhayal. Ia adalah tipe yang bertolak belakang dengan para mantan Evans. Evans menyukai gadis menyenangkan seperti Sigrid.

Setelah ini, Aileen yakin, ia pasti dapat melupakan Evans sebagai seorang pria. Ia pasti dapat memandang Evans sebagai seorang kakak, kakak lelaki yang selalu ia inginkan.

Sesuatu menggantung di pundaknya dan menutupi punggungnya. Aileen melihat Evans dengan terkejut. Tangannya memegang jas Evans yang sudah berpindah di pundaknya. Ia tidak tahu kapan Evans melepas jasnya tetapi ia menyadari jas itu sudah berpindah ke pundaknya.

" Pakai!" Evans memerintah.

" Aku tidak dingin," Aileen menjawab spontan.

" Engkau memang tidak dingin tetapi tubuhmu kedinginan," dan sebelum Aileen sempat memberikan tanggapan, Evans melanjutkan, " Walaupun sekarang sudah pertengahan musim semi, udara malam hari juga dingin." Evans mengambil crepe di tangan Aileen yang tinggal setengah. " Pakai sekarang juga," ia menegaskan, " Sebelum kau masuk angin."

Aileen menurut. Hatinya kembali menari-nari. Apakah ia benar-benar bisa melupakan Evans ketika pemuda ini terus melakukan tindakan yang mudah membuatnya salah sangka?

Tidak akan bisa, Aileen mengetahui jawabannya.

Evans tersenyum memperhatikan Aileen melipat lengan jasnya yang terlalu panjang itu. Gadis itu tampak semakin mungil dalam jasnya yang besar. Dibandingkan gadis seusianya, Aileen memang lebih pendek dan kurus.

Evans menyerahkan kembali crepe Aileen ketika gadis itu sudah siap.

" Terima kasih," Aileen menerika crepenya. Dalam hati ia mengakui kebenaran di balik pernyataan Evans. Sekarang ia merasa lebih hangat. Dengan keadaannya yang nyaman ini, Aileen yakin ia bisa duduk lebih lama di tempat ini.

Evans juga menyadarinya beberapa saat kemudian. Bintang sudah bermunculan di langit malam yang kelam. Angin malam yang dingin juga sudah berpatroli. Namun, Aileen masih tetap duduk memandang langit.

" Kau mau di sini sampai kapan?"

Aileen terkejut oleh bayang-bayang orang di depannya.

" Aku sudah lapar."

" Kau bisa meninggalkanku sendiri di sini."

Evans tidak menyukai ide itu. " Kalau kau begitu ingin melihat bintang, besok aku akan membawamu ke planetarium."

" Tidak perlu. Aku tidak terlalu ingin ke planetarium," Aileen menolak halus namun Evans tidak mendengarnya. Malahan, ia berkata penuh antusias sambil menarik tangan Aileen,

" Ayo cari sesuatu untuk dimakan."

Aileen segera meraih tasnya dan mengikuti langkah-langkah lebar Evans dengan kewalahan. Dalam hati, ia merasa kesal oleh kekeraskepalaan Evans. Mengapa pemuda ini tidak bisa membiarkannya? Mengapa Evans harus merepotkan diri dengan mengurusinya? Apa ia melakukan ini semua karena permintaan Sigrid? Apa Evans melakukannya demi mendapat bantuannya dalam mendekati Sigrid?

Kini Aileen semakin yakin ia pasti dapat melupakan perasaan berdebar-debar ini pada Evans. Ia pasti dapat menghentikannya seperti ia yang selalu terjadi pada pria-pria lain yang membuatnya terkesan kemudian tidak disukainya karena satu sifat mereka yang tidak dapat diterimanya. Namun sebelum itu, Aileen yakin Evans pasti sudah mendapatkan Sigrid.

" Tumben kau pulang larut," komentar Helena ketika ia tiba.

Aileen melihat Sigrid dan Helena sedang menonton televisi di ruang keluarga. Sementara itu, Leopold tampak jelas tidak dalam suasana hati gembira.

Rasa bersalah langsung memenuhi Aileen. Ia sudah meminta Evans untuk tidak mencari restoran yang jauh tetapi pemuda itu bukan hanya tidak mendengarnya tetapi juga menahannya. Evans memaksanya berkeliling sebelum mengantarnya pulang.

Aileen merasa ia sudah cukup merepotkan keluarga Wilder dalam tiga tahun terakhir ini. Ia tidak ingin semakin membuat mereka repot dengan menantinya pulang. Sekarang ia tidak dapat berbuat apapun kecuali berkata, " Maaf."

" Evans membawamu ke mana?" Sigrid langsung bertanya antusias.

Aileen terperangah mendengarnya.

" Apa Evans membawamu berjalan-jalan sampai sekarang?" Sigrid terus bertanya, " Ke mana saja kalian pergi? Apa saja yang kalian lakukan? Apa Evans membawamu ke restoran mahal? Apa ia membawamu berbelanja barang bermerek?"

Sekarang Aileen yakin ia tidak salah menangkap nada Sigrid.

" Duduklah. Kami ingin mendengar ceritamu," Helena menyambung dengan tidak kalah antusias.

Begitu Aileen duduk di depan kedua wanita itu, Leopold berdiri.

Aileen memperhatikan Leopold yang pergi dengan memendam rasa kesal dihatinya.

" Jangan kau hiraukan dia." Dengan tidak sabar, Helena mendesak, " Cepat ceritakan apa saja yang kalian lakukan."

Aileen tidak tahu apa yang patut ia ceritakan dari pertemuannya dengan Evans hari ini. Ia tidak mengerti mengapa hal ini menjadi sesuatu yang menarik. Ini hanyalah pertemuan antar dua sepupu. Apakah, Aileen berpikir, mereka khawatir Evans memperlakukannya lebih dari seorang sepupu? Atas dasar pikiran itu, Aileen menceritakan serinci mungkin mulai dari Evans menemukannya di taman, memaksanya bergabung untuk makan malam di luar kota, kembali ke kota ini, berjalan-jalan di taman hingga pada akhirnya mengantarnya pulang karena Aileen terus mengeluh hari sudah larut.

" Tidak kuduga ia benar-benar mengajakmu ke restoran mewah," Sigrid tidak dapat menyembunyikan kekagumannya. " Aku hanya bergurau waktu mengusulkannya. Aku lebih tidak percaya ia sampai membawamu ke luar kota hanya untuk makan malam."

Aileen semakin tidak mengerti situasi ini.

" Aileen juga tidak terduga," Helena turut berkomentar, " Aku tidak menyangka kau akan ikut begitu saja. Aku jadi ingat waktu Geert mengejar Aileen. Geert sering mengajak Aileen pergi tetapi Aileen terus menolak."

" Aku tidak ikut dengan sukarela. Evans memaksaku," Aileen segera membenarkan.

" Bukankah sudah kubilang, Mama, Aileen pasti dapat dengan cepat jatuh cinta pada Evans dan melupakan Geert," dan ia mengingatkan, " Ia pernah jatuh cinta pada Evans."

Aileen tidak suka kedua wanita ini mengambil kesimpulan sendiri tanpa mempedulikan keberadaannya. " Itu tidak mungkin!" sahutnya, " Kami adalah sepupu."

" Tetapi kau pernah jatuh cinta padanya," Sigrid tidak sependapat.

" Itu dulu! Lagipula aku tidak benar-benar jatuh cinta padanya. Aku hanya berpikir aku jatuh cinta padanya."

" Kau ikut dengannya tanpa penolakan," Sigrid terus menyerang Aileen.

" Itu karena Evans memaksaku!" Aileen mempertahankan diri.

" Geert juga sering memaksamu tetapi kau selalu bisa menolak," Sigrid tidak mau dikalahkan begitu saja. " Begitu juga dengan pria-pria yang lain!"

" Itu& itu& ." Aileen sadar ia tidak dalam posisi di atas angin.

Sigrid tersenyum penuh kemenangan.

" Tampaknya Evans bukan orang yang mudah bagimu," Helena tersenyum penuh arti.

" Itu karena ia adalah orang yang suka memaksakan kehendaknya dan mau menang sendiri," Aileen akhirnya menemukan pembelaan diri. " Aku kasihan pada sekretarisnya. Direktur yang egois seperti itu pasti tidak mudah diatur dan selalu merepotkan."

" Tunggu!" Sigrid menghentikan, " Direktur katamu."

" Ya, ia adalah seorang direktur."

Mata Sigrid membelalak lebar. " Aku kira ia hanya pegawai kantoran biasa."

" Apa menurutmu ada pegawai kantor yang terus berkeliaran di luar jam kerja?"

" Mungkin saja ia adalah seorang sales yang bertugas keliling."

" Tidak," Aileen membenarkan Sigrid, " Ia adalah seorang direktur egois yang suka memaksa."

" Aku tidak menduga ia sudah menjadi direktur di usia semuda ini," gumam Helena. " Di perusahaan manakah ia bekerja?"

" Aku kurang tahu," Aileen menjawab jujur, " Mungkin di salah satu perusahaan keluarga Renz di sini."

" Keluarga Renz!?" Sigrid terperanjat. " Evans adalah Renz, keluarga kaya raya yang mempunyai banyak perusahaan di berbagai negara!?"

" Kau sudah tahu ia adalah seorang Renz, bukan?" Aileen ingat ia memberitahu Sigrid nama Evans lengkap dengan nama keluarganya ketika Sigrid bertanya padanya.

" Benar. Tetapi Renz bukan hanya mereka."

" Evans memang bukan pemuda biasa," gumam Helena.

" Aileen!" Sigrid mengagetkan Aileen dengan panggilannya yang mendadak itu. " Kalau kau menikah dengan Evans, kau akan menjadi istri seorang milyader. Waktu itu, jangan lupakan aku."

" Jangan mengkhayal. Itu tidak mungkin terjadi. Ingat, kami adalah sepupu. Yang terpenting, Evans tertarik padamu."

" Tertarik padaku? Apa yang kaukatakan?"

" Evans tertarik padamu," Aileen mengulangi, " Itu alasan mengapa ia terus muncul di sini."

" Kau salah paham, Aileen. Ia tidak tertarik padaku. Ia jatuh cinta padamu."

" Benar. Itu benar, Aileen," Helena turut menekankan.

Aileen melihat keduanya dengan tidak percaya.

Tiba-tiba saja semuanya menjadi jelas. Alasan mengapa Evans terus mengusiknya walau ia jatuh hati pada Sigrid adalah karena kesalahpahaman ini. Evans tentu telah kehabisan akal meluruskan hal ini sehingga ia berpaling pada orang ketiga yang dekat dengan mereka. Tentu saja orang itu tak lain adalah dirinya. Dan alasan mengapa hingga kini Evans tidak pernah membuka mulut adalah karena ia malu. Dengan reputasinya yang panjang itu, ia tidak berhasil meluruskan kesalahpahaman wanita yang diincarnya.

" Evans akan sedih mendengarnya," komentar Aileen.

Baik Sigrid maupun Helena melihat Aileen tanpa kata-kata.

" Maaf aku tidak dapat mengobrol dengan kalian lebih lama lagi. Aku sudah mengantuk," Aileen mengundurkan diri, " Selamat malam."

" Selamat malam," jawab keduanya serempak.

Mereka menanti hingga yakin Aileen sudah masuk kamarnya sebelum memulai perundingan rahasia mereka. " Kurasa rencana ini tidak akan berjalan semudah anggapan kita," Helena membuka perundingan.

" Benar," Sigrid sependapat, " Aku tidak menyangka Aileen bisa salah paham sejauh ini."

" Kita harus mengubah rencana kita."

" Kurasa kita harus memulainya dengan mencari tahu bagaimana perasaan Aileen terhadap Evans. Tetapi, bagaimana?"

" Kita suruh Evans untuk berhenti menghubungi Aileen," Helena mengusulkan dengan penuh antusias, " Suruh dia untuk berhenti datang ke sini. Aku yakin Aileen pasti akan bereaksi."

" Rencana itu tidak akan berjalan. Evans sudah tidak muncul di sini untuk beberapa hari dan Aileen tetap bersikap normal."

" Mungkin ia menyembunyikan perasaannya."

" Tidak mungkin. Aileen tidak pandai menyembunyikan perasaan kesalnya."

" Kau benar," Helena kecewa menyadari idenya gagal total. Apakah ada cara bagus lain untuk mengetahui perasaan Aileen? Baik ia maupun putrinya yakin Aileen, sedikit banyak, mempunyai perasaan khusus terhadap Evans. Namun, Aileen tidak mengaku bahkan terus menyangkalnya. Mengapa? " Sigrid, menurutmu, apakah mungkin Aileen takut terluka lagi?"

Sigrid memperhatikan ibunya.

" Apakah mungkin Aileen takut Evans mengkhianatinya seperti Geert?"

" Mungkin," Sigrid sependapat, " Apalagi Aileen pernah berkata Evans adalah seorang playboy yang tidak pernah bertahan lama dengan satu wanita."

" Ini tidak akan mudah," gumam Helena.

RatuBuku

Chapter 6

" Tidak masuk akal!" seru Evans, " Aku sudah terang-terangan mendekatinya!"

" Kenyataannya ia sudah salah sangka," telapak tangan Sigrid menopang dagunya. Dan ia menambahkan dengan mengejek, " Salahmu sendiri. Siapa yang menyuruhmu menjadi seorang playboy."

" Playboy!? Itukah anggapan Aileen atas diriku!?"

" Tidak salah!" Sigrid menegaskan.

" Habislah sudah! Tamat! Cerita sudah berakhir!"

" Lalu," Helena bertanya, " Apakah kau akan mundur?"

" Mundur? Jangan bercanda! Siapa yang mengatakan aku akan mundur!?" sergah Evans, " Kalau Aileen salah paham, maka aku harus meluruskannya." Aileen sama sekali tidak mengenalinya. Aileen tidak tahu keseriusannya kali ini sudah melebihi batas normalnya.

" Bagus," Helena puas. Ia percaya Evans tidak akan melukai Aileen. " Untuk itu, hal pertama yang harus kita lakukan adalah meluruskan kesalahpahaman ini."

" Mengapa kau tidak berterus terang pada Aileen?" Sigrid mengusulkan, " Dia tidak akan sadar siapa yang ada di hatimu kalau kau tidak memberitahunya." " Aku pasti akan melakukannya." Tanpa usul itupun Evans juga berniat membuka mata Aileen.

" Mengatakannya boleh saja tetapi jangan sampai itu hanya menjadi omong kosong," Leopold menarik kursi mendekat.

Helena dan Sigrid membelalak.

" Aku tidak punya pendapat kalau kau memang mau mengobati luka Aileen tetapi aku tidak akan diam kalau kau melukainya," Leopold menegaskan.

" Aku tidak akan pernah membuatnya menangis," Evans berjanji.

" Kalau begitu, jangan menunda-nunda lagi. Besok aku akan memberimu kesempatan untuk menjelaskan isi hatimu pada Aileen," lanjut Leopold, " Besok pagi datanglah ke sini. Aku akan meminta Aileen untuk membeli beberapa bahan dan kau bisa mengusulkan diri untuk mengantarnya. Setelah membawanya ke supermarket, kau bisa membawanya ke mana pun kau inginkan."

" Ide bagus, Papa!" seru Sigrid.

" Masalah ini sudah selesai sekarang kalian bisa kembali bekerja," Leopold meninggalkan mereka.

Helena tersenyum melihat suaminya pergi ke dapur dan ia berkata pada Evans, " Lihatlah, kau sudah mendapatkan restu Leopold."

" Aku yakin tidak ada alasan kau tidak bisa mendapatkan Aileen," Sigrid menambahkan dengan mantap.

RatuBuku

Bel yang terpasang di pintu berbunyi.

Aileen yang tengah membersihkan meja langsung membalik badan. " Selamat& ." Aileen tertegun melihat Evans.

" Aku tahu apa yang akan kaukatakan," Evans mendahului Aileen. " Dan jawabanku adalah tidak ada orang yang melarangku datang. Sebaliknya, kau seharusnya bergembira langgananmu bertambah satu."

Aileen kembali melanjutkan kesibukannya. Dalam hati ia terus bertanya-tanya apakah Evans datang untuk mengajak Sigrid berkencan. Ini adalah kali pertama Evans muncul di restoran mereka pada hari Sabtu. Satu-satunya alasan yang tepat untuk kedatangannya yang tidak biasa ini tentu saja adalah untuk mengajak Sigrid berkencan.

" Kau sama sekali tidak berubah," komentar Evans sengaja duduk di meja yang tengah dirapikan Aileen. " Kalau kau terus bersikap dingin seperti ini, aku tidak akan heran kalau tamu-tamu kalian kabur."

" Jadi," Aileen memasang senyum manis, " Anda mau pesan apa, Tuan? Apakah saya perlu mengenalkan menu istimewa kami hari ini?"

" Kau sama sekali tidak tulus," komentar Evans.

" Cerewet!" Aileen kesal, " Mengapa tidak kaukatakan saja apa yang kau mau?"

" Kau bahkan tidak memberiku menu, bagaimana aku bisa memesan?"

" Tidak ada gunanya memberimu menu. Kau tidak pernah melihatnya."

" Itu karena ada kau yang bisa memilih menu untukku," Evans beralasan dan bertanya dengan senyum manis, " Hari ini menu apa yang kau usulkan?"

" Apa kau selalu makan di luar?" tiba-tiba saja Aileen tertarik.

" Aku juga tidak ingin tetapi aku tidak punya pilihan lain. Aku tidak bisa memasak dan tidak ada yang mau memasak untukku." Evans melihat ke dalam mata Aileen, " Apa kau mau memasak untukku? Aku dengar kau adalah tukang masak yang handal tetapi kau tidak pernah membuktikannya padaku."

" Aku tidak punya apapun yang harus kubuktikan padamu," Aileen menegaskan lalu ia membalik badan meninggalkan Evans.
Aileen Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" Kau mau ke mana?" Evans menarik tangan Aileen.

" Membuat pesananmu."

" Aku belum memesan."

" Aku sudah tahu apa yang kau inginkan."

" Apa?"

" Makanan yang bisa mengenyangkan perutmu yang sedang kelaparan itu."

" Salah," Evans memajang senyum kemenangannya, " Aku ingin kau menemaniku."

Mata kanan Aileen menyipit. " Sejak kapan kau menjadi genit seperti ini?"

" Sejak aku tertarik padamu," Evans menjawab polos.

" Tidak lucu!" sahut Aileen.

Setelah kemarin mendengar segala sesuatunya dari Sigrid, Evans tidak lagi kaget mendapat jawaban itu. " Aku juga tidak sedang bergurau," ia berkata serius.


Sang Penyihir Beraksi Wizard At Work Trio Detektif 27 Misteri Kelompok Dendam Dan Prahara Di Bhumi Sriwijaya

Cari Blog Ini