Akulah Arjuna Karya Nima Mumtaz Bagian 5
benar-benar heran dengan Ayana. Selama ini kami
hanya bertukar kabar lewat percakapan di messenger
ataupun telpon. Dia selalu menolak kalau kuajak
skype ataupun melakukan video call.?
Gak suka liat muka Kak Juna!
"Yeeee... ada juga ntar Ayana yang pastinya ka?
8:33:31 AM
306
306
ngen sama Kak Juna."
Enggak tuh
"Kalo gitu Kak Juna telpon sekarang, ya?"
Enggak ah
"Kenapa, sih?"
Kan kemaren abis telponan, masa mau telponan
lagi. Mahal, ?lho
"Kan ini duit Kakak sendiri. Ya, Ayana? Kak Juna
kangen."
Tunggu aja sih, kak. Doain ya, semoga taun depan
Ayana bisa pulang
"Taun depan? Serius? Kenapa nunggu taun
depan, sih?"
Emang bisanya taun depan. Tapi gak janji. Ayana
berharap banget sih taun depan bisa balik ke sana.
"Kak Juna jemput, ya?"
Ihhh, ngapain. Ayana bisa pulang sendiri.
"Ya, udah Kak Juna tungguin aja, deh di sini,
sampe Ayana balik."
Kalo taun depan Ayana gak bisa balik?
"Ya, kak Juna tunggu sampe baliklah."
Kalo Ayana masih lama baliknya?
"Kak Juna tungguin."
Kalo Ayana gak balik?
"Kak Juna susulin."
Emang Kak Juna gak bosen nunggu?
"Enggak."
Ntar Kakak pasti bosen.
"Mungkin itu gak akan pernah terjadi Ayana."
Aku tersenyum getir melihat bagaimana percakapan
8:33:31 AM
307
307
kami lebih dari setahun lalu di pantai terulang lagi,
namun dengan posisi terbalik.
Pasti Kak Juna bakalan bosen
"Ayana emang gak percaya Kak Juna mau
nungguin?"
Enggak!
"Ayana asal kamu tau ya, aku bakalan nunggu
kamu pulang. Gak peduli selama apa, gak peduli
se??susah apa. Aku hanya ingin memulai semuanya
de?nganmu. Aku hanya ingin melihat hari berakhir
bersamamu. Kamu mau aku menunggu? Akan
kutunggu. Kamu minta aku datang? Aku akan ke
sana. Aku tak peduli lagi dengan apapun sekarang.
Aku hanya ingin matahari tetap menjadi milik kita.
Kamu dan aku." Tubuhku bergetar karena emosi
men??dalam. Apalagi yang harus kuakui pada gadis
ini? Sejak aku terhubung lagi dengannya berbulanbulan lalu, aku memang menanggalkan semua harga
diri dan benar-benar tak mengenal konsep tarik ulur
dalam suatu hubungan. Kalau perlu berlutut, aku
akan berlutut dan memohon di depannya. Apakah
ini karmaku karena tak pernah melihatnya dulu?
Entahlah "Ayana ... Ayanaaaaa!"
Kutunggu jawabannya yang tak kunjung datang.
Apa dia tidur?
"Ayana jangan bikin Kak Juna kayak om-om bego
yang baru nembak ABG, dong."
Emang Kak Juna om-om bego yang udah kaya
remaja labil nembak ABG :p
"Eehh, gadis bodoh, kamu yang bikin aku jadi
8:33:31 AM
308
308
om-om bego mirip remaja labil."
Siapa suruh?
"Gak ada, sih. Kak Juna juga sadar diri, kok se?
benernya, cuma Kak Juna yang gak tau malu aja masih
ngejar dan terus berharap."
Kok kakak ngomong gitu?
Kuhembuskan napas berat. Berbulan-bulan kami
menjalani hubungan seperti ini, memang hanya aku
yang sepertinya terlalu berharap padanya. Aku gak
ngerti apa aku yang gak tahu malu ataukah memang
membutakan mata dari semua fakta ini. Seperti orang
gila, hampir di setiap chatt kami, aku selalu meng?
umbar kata sayang dan tak ragu meluapkan rindu
dalam kata-kata bersayap yang aku yakin orang waras
akan sangat risih. Sedang ? Ayana? Dia tak pernah
berikan kejelasan apapun padaku, tak pernah meng?
iyakan kerinduanku, tak pernah bahkan sedikit saja
menunjukkan rasa. ?
Apa ini bentuk lain kegilaanku? Entahlah. Kalau
dulu aku nyaris seperti zombie yang hidup dalam
duniaku sendiri, sekarang kurasa aku seperti seorang
maniak yang dibutakan oleh sosoknya. Kadang aku
ingin ada orang lain yang tahu tentang Ayana. Hanya
ingin sekedar meyakinkan diriku sendiri kalau dia
itu ada. Karena memang tak ada yang pernah tahu
tentang kami ataupun bentuk hubungan kami. Aku
sangat ragu Pak Surya tahu tentang ini, dengan Mas
Dave pun aku tak pernah bercerita lebih jauh ten?tang
Ayana, dia hanya tahu aku sedang berpacaran dengan
ABG yang sedang bersekolah di Surabaya. ?
8:33:31 AM
309
309
"Gak papa."
Kak
"Hmm.."
Kak Juna
"Iya."
Kak Juna marah?
Marah? Kenapa harus marah? Salahku sendiri
kan jatuh cinta sama anak bayi? Salahku sendiri
ketu?laran jadi alay dan labil. Jadi sekarang aku harus
rasakan sendiri kalau nantinya patah hati,?Puas kau
Juna?
"Enggak."
Dia tak membalas chattku, akupun bingung de?
ngan apa yang akan kukatakan selanjutnya. Sampai
kemudian aku terlonjak kaget karena suara dering
ponsel kudengar. Ayana? Ada apa?
"Ya, sayang."
"Kak Juna marah?"
"Enggak."
"Aahh, Kakak marah."
"Enggak beneran Ayana, buat apa Kak Juna
marah?"
"Ayana udah pernah bilang, kan kalo Ayana gak
mau kita sama-sama berharap banyak. Tapi...."
"Ayana. Kak Juna ngerti." Kupotong langsung kata?katanya. Aku tak ingin mendengar lebih banyak lagi.
"Enggak, Kak Juna gak bakalan ngerti karena
... haaahh Kak Juna..." Suaranya bergetar di sebe?
rang sana, seperti menahan emosi yang nyaris keluar.
Kami sama-sama terdiam cukup lama.
8:33:31 AM
310
310
"Udah cukup. Gak papa Ayana. Sekarang Ayana
tidur, ya, pasti udah malem di sana."
?"Oke?tapi sebelumnya ?Ayana mau Kakak janji."
"Apapun itu."
"Tunggu Ayana pulang. Tapi kalau Ayana gak
pulang ... berjanjilah ... berjanjilah untuk tetap mene?
ruskan hidup dan jangan terlalu lama menyesali
keadaan."
"Aku gak bisa janji untuk ini." Kupejamkan mata
kuat, apa maksud gadis ini? Memaksaku berharap
yang kemudian akan mencabutnya paksa? Apa mau?
nya?
"Tuuu kan!"
"Apa ... apa ada orang lain?" Ragu kutanyakan
sesuatu yang telah lama mengganggu pikiranku. Aku
bahkan tak memikirkan harga diri lagi saat kata-kata
itu keluar.
"Kak, gak pernah ada orang lain. Kita tidak sedang
membicarakan orang lain, ini hanya tentang aku dan
kamu." Isakan lembutnya membuatku sakit. Tidak,
jangan menangis!
"Oke, kuusahakan. Walaupun itu pasti tak akan
mudah." Aku diam hanya untuk menahan agar suara?
ku tak bergetar. "Sekarang tidur ya, jangan sampai
Ayana sakit karena keseringan chatting sama Kak
Juna."
"Ya udah, Ayana tidur dulu ya. Bye Kak."
"Bye Ayana."
"Kak Juna."
"Ya."
8:33:31 AM
311
311
"Ayana sayang Kak Juna ... Love you."
Aku tertegun menatap ponselku yang sudah
tak bersuara lagi. Cukup, ini sudah lebih dari cukup
untukku.
Akulah Arjuna Karya Nima Mumtaz di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Love you too, babe.
?
8:33:31 AM
312
Enam belas
The number you are calling can?t be rea...
Kubanting ponselku ke atas bantal karena lagilagi nomer yang kuhubungi tidak aktif. Sial ...sial ...
sial ... kemana dia? Apa dia benar-benar marah? Tapi
kenapa dia gak kasih kesempatan aku buat jelasin?
Kenapa juga dia langsung hilang begitu aja? Padahal
menurutku ini hanya masalah sepele.?Sialaaannn.
Lelah, kuhempaskan tubuh ke kasur. Melihat
langit-langit kamarku sambil berandai-andai kalau
saja aku tak cukup bodoh dan mau berlagak sok
romatis dengan memberikan dia kejutan tentu se?
muanya tak akan berakhir seperti ini. Ingatanku
pun melayang pada peristiwa dua minggu yang lalu.
Malam di mana semua berubah menjadi sangat buruk
untukku.
Aku sudah pulang kantor dari jam enam sore tadi.
Entah sudah berapa ratus kali aku melirik jam tangan
menunggu waktu untuk bisa ?bertemu? dengan
gadis kurang ajar paling cantik sedunia yang sangat
kurindukan itu. Kucoba membunuh waktu dengan
me?nyibukkan diri dengan segala sesuatu yang bisa
membuat otakku sedikit teralih. Tapi tak bisa, benar
8:33:31 AM
313
313
benar tak bisa. Konsentrasiku terpecah dan hanya
ber?pu?sat pada?dia.
Setelah acara mandi dan makan, rasanya aku
hanya bisa bengong sambil tersenyum seperti remaja
yang baru dapet mimpi basah pertamanya. Hahhh...
ini sungguh menyenangkan. Berkali-kali kubolak?balik dokumen yang kuambil siang tadi dan benarbenar tak sabar untuk menyampaikan kabar yang
nyaris membuat aku jejingkrakan sepanjang hari ini.
Setelah dua bulan lalu Ayana mematikan harap?
anku bertemu karena tiba-tiba membatalkan ke?pu?
langannya ke Indonesia, dua minggu yang lalu aku
dengan nekat mengurus Visa ke Belanda. Kupikir
kedatanganku ke sana akan bisa jadi sedikit kejutan
kecil menjelang ulang tahunnya. Tapi selain itu, sih
alesan utama karena aku sangat merindukannya.
Aku ingin bertemu dengannya, aku harus bertemu
dengannya!
Siang inipun rasanya ingin kucium semua orang
yang kutemui karena kepastian jadwal mengambil
Visa dari Kedutaan Besar Belanda kudapat juga.
Yeeaayyyy Ayana tunggu kakak sayaaangg ... aku
akan datang untukmu!
Waktu menunjukkan jam 01.45 saat kulihat
tanda hijau berkedip pada nama akunnya. Senyumku
ter?kembang lebar, segera saja kuraih handphone
dan menelpon perempuan yang membuatku gila
ini. Sejak bulan lalu Ayana memang membatasi
frekuensi kencan kami. Dia hanya mau diajak chatt
setiap Senin, Rabu dan Jumat. Jika ingin menelpon,
8:33:31 AM
314
314
dia hanya mau di hari Jumat. Walaupun berat, mau
tak mau kuterima juga syarat anehnya ini daripada
aku tak bisa sama sekali ngobrol dengannya.
"Halo."
"Sayaaanggg."
Suara terkikik di sana membuatku kembali ter?
senyum, ahh rasanya hari ini jatah bibirku untuk
tersenyum sangat banyak. Tawa lembutnya saja bisa
membuat senyumku kembali merekah "Kok ketawa?
Kenapa?"
"Sebelum angkat telpon tadi Ayana udah ngomong
dalam hati, pasti yang dibilang pertama ?sayang? dan
beneran, makanya Ayana ketawa."
"Emang gak boleh?"
"Boleh, tapiiiii.."
"Tapi kenapa sayang?"
"Iihhh, Kak Junaaaa, Ayana berasa kayak ABG
jadinya."
"Haisshhh ... gak usah nyindir deh, iyaaa Ayana
masih ABG, Kak Juna yang udah om-om tua."
Suara tawanya membuatku tersenyum lebar. Ahh
bahkan suara tertawanya ?sangat indah, lebih merdu
daripada suara Elvi Sukaesih dan Rhoma irama.
"Ayana ... kangen iihh." Kupeluk guling erat-erat,
membayangkan wajahnya yang membuatku gere?
getan.
"Ayana juga kangen, Kak Juna lagi ngapain?"
"Lagi meluk guling, bayangin itu kamu."
"Aaaaaaaa... iihhh Kak Juna seremm ahh. Ayana
gigit nihhh."
8:33:31 AM
315
315
"Ya udah, gigit gih, mau yang mananya? Semua
boleh deh."
"Yeeee... maunya."
Gelak tawa benar-benar tak bisa kutahan. Ahh,
gadisku, dia memang sekarang mulai mau balas
meng?goda dengan kata-kata yang membuat aku
gemas setengah mati "Ayana lagi ngapain?"
"Baru selesai makan trus ngobrol sama Papa.
Abis itu Papa balik karena Ayana bilang mau ditelpon
kakak."
Aku baru teringat kalau Pak Surya dua hari lalu
memang bertolak ke Belanda. Heran banget sama
Pak Bos, 2-3 bulan sekali rutin nyamperin anaknya
ke sana. Kenapa gak sekalian diajak pulang trus
sekolahin di sini aja ya. Jadi kan gak repot seringsering nengokin. Kalau bingung gak ada yang jagain,
aku mau kok dapet tugas tambahan jagain anaknya
sampai gede dan siap petik.
"Balik? Pak Surya balik ke mana sayang?"
"O ... emmm ... ke ... ke ke kamarnyalah."
"Oohh. Eem ... Ayana emang Papamu tau tentang
... tentang kita?"
"Tau, dari awal Papa tau semua kok. Kenapa? Kak
Juna takut?"
Jawabannya membuatku makin tersenyum. "Eng?
gaklah, siapa yang takut. Malah enak kalo Papamu
udah tau, jadi nanti kalo Kak Juna ke sana bawa
cincin sama mas kawin, Papamu gak nanya macemmacem."
"Iiiiiiiihhhhhh ... gombal ahhh. Gak lucu tauuu."
8:33:31 AM
316
316
"Siapa juga yang mau ngelucu, Kak Juna serius
kok. Seribu rius malahan. Eeemmm ... Ayana tebak,
dong Kak Juna punya kejutan buat ulang tahun
kamu."
"Kejutan apaan?"?
"Ah, ntar aja deh, kalo udah deket waktunya. Kalo
sekarang kecepetan. Masih sebulan lagi, kan?"
"Enggak, ahh. Ayana gak suka kejutan. Ngomong
sekarang gak? Kalo enggak Ayana matiin, nih
telponnya!"
Hyaaaaa ... ngancemnya gak enak banget. Gak
tau apa kalo kangenku udah nyampe ubun-ubun
gini? Malah ngancem mau matiin telpon. Aihh rugi
banget!
"Iya, dehh ... iyaaa, Kak Juna nyerah dari pada gak
bisa ngobrol lama-lama sama Ayana," Aku menarik
nafas dalam, menenangkan jantungku yang berde?
gup cepat. "Tadi siang, apply visa yang Kakak ajukan
buat ke Belanda di approve Kedutaan."
"Kak Juna mau ke sini?"? Bisa kudengar nada
tidak percaya pada suaranya setelah diamnya yang
membuatku gugup, senyumku kembali terkembang.
"Yup. Rencananya minggu depan kak Juna be?
rangkat, ini tinggal nunggu surat cuti di-acc. Tapi
kakak gak tau kamu di mana sayang, ntar kasih tau,
ya alamatnya. Kak Juna pasti bisa cari, sementara
Kakak booking hotel di..."
"Kan Ayana bilang gak usah, kenapa sih kak Juna
ngotot? Maunya apa, sih?"
O o ... kutangkap nada tidak suka dengan sedi?
8:33:31 AM
317
317
kit kemarahan di sana. Kenapa reaksinya seperti ini?
Ini gak seperti yang kuharapkan.
"Ayana, Kak Juna cuma mau ketemu. Itu aja.
Kakak gak ada maksud apa-apa. Kak Juna rela kok
abis liat Ayana terus pulang lagi ke Jakarta. Tapi ..."
"Ayana bilang tunggu! Kenapa sih dibilangin gitu
aja gak ngerti! Kalo emang waktunya pulang Ayana
pasti pulang!"
Aku kaget, ini pertama kalinya dalam kurun
waktu hampir dua tahun aku mengenalnya dia ber?
sikap sangat tidak bisa ditebak. Reaksinya diluar
dugaan. Bahkan sewaktu masih di Jakarta dulu tak
pernah dia bersikap seperti ini. Rasanya ini bukan
Ayana, dia kasar dan terdengar sangat emosional.
"Ayana, kenapa sih sayang? Ada yang salah?"
"YANG SALAH ADALAH KAMU GAK MENG?
HARGAI MAUKU. KAMU GAK BISA DENGERIN. APA
KAMU GAK NGERTI DENGAN KATA ?TUNGGU?
KALO KAMU GAK SUKA KITA BEGINI, GAK USAH
Akulah Arjuna Karya Nima Mumtaz di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
HUBUNGI AKU LAGI."
Tut ... tut ... tut ... tut....
"Ayana ... Ayana ... Ayanaaaa!" Sia-sia kuberteriak
pada ponselku yang sudah diam. Berkali-kali redial
dan hasilnya nihil, nomernya tidak aktif ? lagi.
Kenapa?
Kupijit dahiku keras, mengingat percakapan
ter?akhir kami. Sejak itu Ayana sama sekali tak bisa
dihubungi. Entah berapa kali kumencoba, nomernya
benar-benar tak pernah aktif. Berapapun email yang
kukirim tetap tak dibalasnya, akunnya pun tak pernah
8:33:31 AM
318
318
online. Email yang kukirim minggu lalu tentang
pembatalan tiket pesawat dan hotel di Amsterdam
pun tak ditanggapinya. Bahkan sejak tiga hari yang
lalu email yang kukirim selalu failure.
Apa yang salah dengan semua ini? Memangnya
salah kalau aku mengunjunginya? Oke aku emang
gak sabaran, tapi satu setengah tahun lebih menjalin
hubungan jarak jauh seperti ini membuat aku ?sakit?.
Aku hanya ingin melihatnya, bukan mau ngajak dia
nikah. Walaupun kalau dia mau aku dengan senang
hati melakukannya. Tapi ini? Hahhhhh...
Berbulan-bulan aku hanya bisa chatting di
messenger seminggu tiga kali, mendengar ?suaranya
seminggu sekali dan tak pernah lebih dari itu. Dia
gak pernah mau diajak skype, gak pernah ngebolehin
aku berkunjung dan selalu menghindari pertanyaan
t?entang kepulangannya. Jadi kurasa cukup wajar
kalau aku gak bisa nahan kangen sama sekali.
"Ayanaaaaaaaa ... aargggggghhhhhh....." Sekuat
mungkin aku berteriak pada bantal yang kutekan
kuat ke wajah. Berharap suaraku teredam dan tak ada
orang rumah yang tau kegilaanku menunjukan tanda
kambuh kalau aku terus-terusan seperti ini.
Sekarang ini aku benar-benar tak tau apa yang
harus kulakukan. Rasa kesal dan marah campur aduk
jadi satu. Kenapa dia tak memberi aku kesempatan
berbicara dan menjelaskan. Aku sudah cukup sabar
kan? Aku juga sudah mengalah terlalu banyak, kan?
Kenapa hanya karena aku berencana ke Belan?da
untuk menengoknya bikin dia marah? Tidak adil
8:33:31 AM
319
319
rasanya bila dia memperlakukan aku seperti ini.
Tok ... tok ... tok....
"Juna Arjuna..."
Keningku berkerut dalam, terganggu dengan
interupsi yang tak kuinginkan. "Iya Mam, masuk."
Seraut wajah sabar yang selalu tersenyum itu
muncul dari balik pintu. "Kok gak kebawah Juna, sop
buahnya masih banyak, lho, biasanya kamu paling
suka. Itu di bawah juga rame lagi pada ngobrol, ikut?
an yuk."?
"Males, Mam."
Mendengar jawabanku yang ogah-ogahan Mama
melangkah masuk dan duduk ditepi ranjang, namun
tetap tak kulihat sama sekali. "Kenapa lagi Juna, kamu
ada masalah?"
"Enggak."
"Yah, kumat ini Juna. Jangan gitu dong, nak.
Mama suka khawatir kalau kamu udah begini."
Tangan halus Mama mengusap lembut rambutku,
mene?nangkan.
"Pengen kawin." Kata itu tercetus begitu saja
tanpa bisa kucegah, membuat Mama menghentikan
usapan tangannya di rambutku.
"Ya, udah, Mama lamarin, ke mana?"
Nyaris kumemutar mata melihat semangat Mama
seperti ibu-ibu yang baru menang undian mobil.
"S?emangat banget sih, Mam?"
"Ya, iyalah, gak setiap hari kamu minta kawin gini.
Cepetan bilang, mumpung semua orang lagi ngumpul
di bawah. Biar kita semua langsung berembug kapan
8:33:31 AM
320
320
mau dateng ke rumah calon kamu."
"Hhhhhh ... dianya lagi marah." Kembali kumen?
dekap guling dan memejamkan mata yang aku juga
gak tau apa tujuannya. Lama kemudian baru kude?
ngar suara Mama setelah kami sama-sama berdiam
diri.
"Juna ... setiap hubungan pasti ada naik turunnya.
Jangan ragu meminta maaf kalau kamu punya salah
dan jangan hanya minta dimengerti tanpa kamu mau
mengerti. Laki-laki itu pasti jadi kepala keluarga,
itulah kenapa dia harus matang dulu sebelum berani
bawa anak orang. Selain tanggung jawabnya besar,
pemikiran dan emosi harus stabil karena kelak dialah
yang akan membawa arah rumah tangganya." ?Mama
menatap mataku, ada sejuta pengertian di sana. Ahh
andai Mama tau.
"Dia gak bisa dihubungi Mam. Nomer sama
akun??nya gak ada yang aktif. Gimana Juna mau minta
maaf?"
"Sudah coba ke rumahnya?"
"Dia gak mau Juna dateng. Juna takut dia tambah
marah kalau Juna ke sana." Kepalaku berpindah
kepangkuan Mama, berharap kenyamanan di sana.
"Mungkin dia hanya butuh sedikit waktu Juna,
beri dia waktu sebentar hingga kepala kalian samasama dingin. Dalam suatu hubungan perselisihan
itu wajar, gak papa, kok kalau kamu mengalah terus.
Kalau kamu bisa meluluhkan dia lagi, itu berarti
kamu yang menang. Walaupun kamu mengalah pada
awalnya." Mama kembali diam sembari mengusap
8:33:31 AM
321
321
rambutku pelan
"Gitu ya, Mam?"
"Iyalah."
"Mam, pernah gak dulu Mama marah sama Papa,
trus Mama gak mau maafin Papa?" Kutolehkan kepala
ke arah Mama yang tiba-tiba wajahnya bersemu
merah.
"Pernah, waktu itu Mama marah gara-gara Papa
kamu kelupaan janji nonton di bioskop. Padahal
Mama bela-belain gak pulang dulu ke rumah kakek
walaupun capek seharian naik bis dari Bandung.
Mama marah banget sampe Mama gak mau nemuin
Papamu lagi. Tapi Papa tetep gigih dateng ke rumah
Kakek walaupun ujan-ujanan. Mama, sih waktu itu
masa bodo, udah kadung sebel gara-gara dia bikin
Mama berjam-jam seperti orang aneh di depan bios?
kop. Tapi Papa tetep nungguin di luar pager sampe
jam setengah dua belas malem. Akhirnya Mama ke?
luar juga, bawa payung, bawa anduk, tapi Papamu gak
mau masuk rumah sampe Mama maafin. Ya udah mau
gimana lagi, Mama maafin, deh dari pada kelamaan
ujan-ujanan. Eeehh, besoknya beneran sakit, jadinya
itu bikin Nenek Ira dateng ke rumah nanyain apa
Mama udah boleh dilamar. Itu akhirnya yang b?ikin
Mama nikah sebelum lulus kuliah sama Papamu.
Karena Nenek Ira nanyain terus kapan bisa ngambil
Mama jadi menantu. Nenek khawatir Papamu stress
kalau nanti Mama sampe mutusin Papa." Mama
m?engakhiri cerita masih dengan mengelus rambutku
dan senyum cerah di wajah cantiknya.
8:33:31 AM
322
322
"Jadi kalau Juna dat..."
"Eiittsss, tetep gak boleh, kalau kamu masih suka
marah, masih belum bisa ngendaliin emosi, egonya
juga masih gede. Mama percaya sama anak Mama,
tapi perempuan itu senengnya dimengerti, dimanja,
didengerin juga merasa dicintai. Kalau Juna cuma
karena pacarnya marah udah kayak orang stress
begini, Mama jadi takut kalau kamu minta dinikahin
sekarang."
"Mama ah,... sama anaknya gituu."
"Iyalah. Jangan sampe menantu mama nangis
terus tiap hari lalu pulang ke rumah orangtuanya.
Nanti Mama sama Papa dikira gak bisa mendidik
anak. Ambil dulu liburan kali Juna, siapa tau kamu
berat kerjaan juga. O, ya, ngomong-omong kapan
kamu berangkat? Waktu itu katanya mau ke Eropa.
Gak jadi?"
Pertanyaan Mama yang tiba-tiba berubah halauan
membuatku sedikit gelagapan "Eeemm... gak jadi
Mam, mungkin gak sekarang."
"Lho kenapa? Visa-nya gak turun? Tabungan?nya
gak cukup? Paspor kamu belum mati, kan?" Pan?
dangan menyelidik perempuan yang hampir tiga
p?uluh tahun menemani hidupku ini membuatku
m?a?kin salah tingkah. Semua orang memang tau aku
berniat liburan karena jauh-jauh hari aku sudah
membe?ri?tahukan hendak ke Eropa selama se?
minggu.
"Enggak, gak kenapa-napa, kok. Mungkin gak
sekarang aja.?Next time-lah."
8:33:31 AM
Akulah Arjuna Karya Nima Mumtaz di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
323
323
"Eh, gak papa Juna, kalau memang tabungan
kamu kurang Mama kan punya simpenan." Mata
perempuan yang amat kucintai itu tampak prihatin.
"Apaan, sih Mam, dari Juna kuliah kan udah bisa
cari duit sendiri, gak pernah minta lagi sama Mama.
Sekarang pun Juna bisa kok bawa Mama sama Papa
liburan kalau mau. Bukan masalah duit, emang
belum waktunya mungkin." Kembali kupeluk guling
dan berharap Mama menghentikan pembicaraan
me?ngenai liburan ini.?
"Ya, udah kalo begitu, tapi Mama serius Juna
kalau ada apa-apa ngomong ya, siapa tau Mama Papa
bisa bantu. Ya, udah ke bawah yuk, dari tadi dita?nya?
in Viona sama Sierra. Gak enak ah, masa adek?nya
selametan kakaknya gak mau liat. Ibu-ibu penga?
jiannya juga udah pulang semua kok. Lagian kamu
belum makan kan dari pagi? Jangan sampe sakit
cuma gara-gara gak makan. Yuk, cepetan!"
Dengan enggan aku mengikuti langkah mama
yang menyeret lenganku keluar kamar. Sejak pagi aku
emang belum keluar kamar sama sekali. Selain ka?
rena rumah penuh orang sebab si Vio syukuran tujuh
bulan kehamilannya, aku pun malas bertemu banyak
orang. Ada saja yang selalu ditanyain ibu-ibu penga?
jian juga tetangga-tetangga. Kapan Juna nikahlah,
Udah punya calon apa belumlah dan masih banyak
lagi. Ini membuatku mules tak berkesudahan.
Tapi kurasa mama ada benarnya juga, emosiku
harus stabil dulu. Mungkin tanpa kusadari, aku sudah?
menuntut Ayana terlalu banyak. Kalau dipikir-pikir
8:33:31 AM
324
324
perempuan mana yang tak takut kalau berhubung?
an dengan laki-laki yang jauh lebih tua dan selalu
merayunya. Karena jujur aku sering menyelipkan
niatanku serius padanya. Hah kalau dipikir lagi
memang aku yang sudah gila, anak 19 tahun diajak
pacaran dan sudah sering kubisikin untuk nikah.
Pantes aja dia takut.
"Ituuu diaaa orangnyaaa ... manja banget, ya, mau
makan aja minta dijemput Oma."
"Iya. Eh, liat deh, pantes aja belum punya pacar
sampe sekarang, mana ada sih yang mau sama omom tua yang jorok banget sampe udah mau sore
begini belum mandi?"
Heeeeee ... apaaaa maksudnya ini? Dasar calon
ABG labil, berani banget ngomong begitu. Kudekati
Ariella dan Daiva yang sedang asyik menonton DVD
dan mencubit pipi keduanya sedikit keras. Sedikit
hukuman buat mulut lancang keponakan yang udah
berani menistakan?Uncle-nya sendiri.
"Aaaaaa... Mommy"
"Bundaaaaa ... Uncle J jeleeekkkkk..."
"Sukuriin, makanya jadi anak kecil gak usah sok
tau dan sok mau tau urusan orang. Belajar aja yang
bener sono." Kutoyor masing-masing dua kepala kecil
itu dan segera berlalu menuju ruang makan. Tak
kupedulikan mereka lagi walau kurasakan dua bantal
duduk menerpa punggungku beberapa saat kemu?
dian.
Mama yang menunggu di meja makan hanya
geleng-geleng kepala menyaksikan kelakuanku.
8:33:31 AM
325
325
Sedang aku hanya menyeringai ?karena paling tidak
ada sedikit hiburan hari ?ini.
"Yang lain di mana Mam?" Aku bersuara dengan
mulut penuh karena tak melihat orang-orang sedari
tadi.
"Tadi sih ada di depan lagi pada rebutan Dewa. Vio
maunya Dewa pulang, Maminya masih mau Dewa di
rumahnya, Mbak Era ngerayu-ngerayu karena belum
dapet jatah diinepin Dewa dua minggu ini. Hhhhhh
Mama sampe capek dari tadi ngeliatnya."
Aku berusaha menahan senyumku atas keluhan
Mama. Membicarakan Dewa memang akan jadi
panjang urusannya. Karena dipastikan tak ada
satu?pun yang mau mengalah. Bayi lucu itu bisa
menghipnotis siapapun untuk suka padanya. Aku
jadi berpikir gimana kalau ada satu lagi bayi bermata
abu-abu di rumah ini. Apa akan diperebutkan juga?
Haissshhhhh Junaaaa ... jauh banget mikirnya?
Temuin dulu itu bocah, nikahin, baru mikir bayi!
"Kok makannya udahan?" Mama tampak heran
melihatku yang sudah menyorongkan piring kotor
dan meraih gelas air putih.
"Kan mau makan sop buah Mam, ntar kalo
kebanyakan nasi perutnya gak muat. Juna makannya
di kamar aja, ya." Tanpa menunggu persetujuan
Mama, kuraih mangkok yang berisi sop buah favo?
ritku. Melewati ruang keluarga aku hendak menaiki
tangga saat kudengar sayup suara Mas Dave yang
sedang mengobrol bersama Vio di sofa yang mem?
belakangi tangga. Jiwa usilku tergelitik saat Mas Dave
8:33:31 AM
326
326
menyebut-nyebut nama Pak Surya, putrinya?si
angel dan Belanda.
Dengan sikap setenang mungkin aku mendekati
sofa, berusaha mencuri dengar pembicaraan mereka.
Oke, aku tahu ini gak sopan, tapi kalo sudah me?
nyangkut putri Pak Surya, itu urusanku. Bodo amat
dengan kesopanan.
Namun langkahku terhenti seketika saat kali?
mat-kalimat Mas Dave yang mengalir lancar serasa
merontokkan persendian. Tidak, ini pasti bohong,
ini pasti cuma akal-akalan playboy mesum itu buat
ngerjain aku. Enggak ini pasti cuma candaannya, ya
dia pasti cuma bercanda. Tapi ini sumpah gak lucu!
Kepalaku pusing dan serasa berputar. Enggak, aku
gak mau percaya. Ini bohong. Ayanaku gak papa, dia
cuma sedikit marah padaku.?Dia baik-baik saja.
Akan tetapi playboy tua itu masih saja bersuara,
membuat perutku mual dan kepalaku makin
berdentam hebat. Bisakah dia hentikan ini? Tak
bisakah dia menutup mulutnya dan membuang
semua omong kosong ini? Hal terakhir yang kuingat
jelas adalah mangkuk di tanganku yang meluncur
bebas di lantai sebelum aku menerjang Mas Dave.
?
8:33:31 AM
327
Tujuh belas
"Bilang kalo itu semua bohong! Ini gak bener, kan?
Ini bohong kan? Lu cuma mau ngerjain gue, kan?"
Teriakanku tepat di depan wajahnya yang terlihat bi?
ngung. Beberapa kali kugoncangkan tubuhnya agar
dia menghilangkan ekspresi bodoh itu dan segera
menjawab pertanyaanku.
"Juna, hei ... kenapa? Sabar J ... tenang." Tangannya
berusaha menarik tanganku yang mencengkeram
k?erah kemejanya, namun kembali kusentakkan kasar.
Aku mau dia menjelaskan semua. Aku mau dia bilang
kalo ini cuma candaan murahan untuk membuatku
kesal.
"JUNA ... APA-APAAN SIH, LU?"
Apa itu suara Vio? Mungkin. Tapi aku tak yakin.
Yang kutau aku tak suka saat ada yang menarik bahu?
ku keras mencoba menjauhkanku dari Mas Dave.
Kudorong siapa pun dia, tapi aku tak sempat meli?
hatnya karena mataku tetap pada adik ipar sialan ini.
"VIONAAAA ..."
Nyeri di rahang kurasakan kemudian, juga perut
dan dada. Apa aku dipukul? Kenapa? Bukankah
seharusnya aku yang menghajar pria tua mesum itu?
8:33:31 AM
328
328
Tapi kenapa malah sekarang dia yang memukulku?
"MOMMY..."
"OPPAAAAA..."
"MAS TOLONGGG..."?
"JUNAA..."
"DAVID!"
Semua suara terdengar bersamaan. Semua ter?
jadi bersamaan. Aku dapat melihat semuanya, tapi
tak bisa berpikir kenapa itu terjadi. Viona yang
mengerang dengan wajah kesakitan di atas sofa,
orang-orang berlarian ke arah kami juga pukulan
bertubi-tubi pada wajah dan perut kurasakan. Semua
menjerit, semua berteriak histeris. Ada darah, ada
yang menangis.
"BERANI KAMU SENTUH ISTRIKU SEKALI
LAGI, KUPATAHKAN LENGANMU!"
Aku tak mengerti kenapa Mas Dave malah men?
jauh, bukankah dia harus menjelaskan semuanya?
Lalu kenapa dia malah menghampiri Vio? Aku ber?
usaha berlari lagi ke arah mereka saat kurasakan sese?
orang memelintir tanganku, menyeret dan meng?
hempaskanku ke sofa yang berseberangan dengan
Vio yang terbaring dengan Mas Dave dan Mama yang
berbicara padanya.
Akulah Arjuna Karya Nima Mumtaz di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Sayang kamu gak papa? Ada yang sakit?"
"Gak ... papa ... Dave ... uuhhhh..."
"Viona ... kamu gak papa sayang..."
"Gak papa, Mam."
Kenapa mereka? Kenapa tak ada yang mende?
ngar?ku? Kenapa tak ada seorangpun mendengarku?
8:33:31 AM
329
329
"Mas itu bohong, kan? Itu bohong, kan? Itu
bohong, iya, kan?" Kuteriakkan semua pertanyaan
padanya. Berharap dia mau segera menjawab. Namun
dia hanya melihatku dengan marah, walau begitu
aku sedikit lega karena dia meninggalkan Vio dan
menghampiriku.?
Plak ... plak ... plakkk.....
"Davee!!"
Aku mendengar suaranya bahkan sebelum me?
rasakannya. Teriakan Mama dan rasa panas di pipi
yang kurasa sedikit menyadarkanku dengan keadaan
sekitar. Apa aku ditampar? Kenapa?
Yang pertama kulihat adalah Mas Dave yang
sudah berdiri menjulang di depanku. Lalu baru
kusadari semua orang sudah berada di ruangan yang
sama. Tapi tak ada yang bersuara sedikitpun, tidak
juga hembusan napas keras. Tubuhku sedikit ber?
putar hanya untuk melihat Mas Ezra yang masih di
belakangku, menahan tanganku di punggung.?Wajahwajah pias menatap kami dengan tegang.
Kepalaku mendongak saat daguku direnggut
kasar "Kamu kenapa? Kamu sudah gila ya? Setan
mana yang nempel di kepalamu?"
Aku makin tak mengerti, bukankah sedari tadi
aku sudah bertanya? Kenapa Mas Dave tak juga
menjawab malah bertanya balik? "Itu gak bener, kan?
Itu bohong, kan?" Lemah, suaraku bahkan nyaris tak
terdengar telingaku sendiri.
"APAAAA! DARI TADI KAMU CUMA BILANG
BOHONG ... BOHONG ... APA YANG BOHONG?"
8:33:31 AM
330
330
Teriakannya membuat Mama dan Tante Deasy
terkesiap kaget. Aku bisa merasakan kekesalan dan
kemarahan memuncak padanya. Tapi aku lebih
marah lagi, lebih kesal lagi, hanya saja aku tak punya
sedikit ? tenaga untuk menyalurkannya. Aku juga
ingin berteriak padanya, ingin tau apa maksud dari
semua ini!
"Dia gak sakit, kan? Dia cuma ... cuma ... lagi
sekolah, kan? Iya, kan? Enggak ... dia gak papa, aku
yakin dia gak papa. Dia cuma sedikit marah padaku,
enggak. Dia lagi sekolah di sana ... enggak..." Kudengar
suara tawa sumbang. Apa itu tawaku? Entahlah,
akupun tak tau. Yang aku tau Ayana-ku akan pulang,
ya dia akan pulang dan dia pasti baik-baik saja.
"Juna..."
Kulihat Mas Dave yang menatapku penuh
kebingungan. Kenapa dia bingung? Kenapa dia tak
juga menjawab pertanyaanku agar ini semua cepat
selesai?
"Ayana ... Ayanaa ... gak papa kan, Mas? Tadi Mas
bilang gitu sama Vio buat ngerjain Juna, kan? Iya,
kan?"
Aku masih menatap Mas Dave tepat di matanya.
Meminta jawaban yang tak juga diberikan ketika
kulihat sorot matanya yang sedikit berubah, ada
pemahaman yang perlahan muncul di sana sebelum
akhirnya kudengar teriakannya yang menggelegar.?
"DASAR BODOHHHH ... APA YANG ADA DI
KEPALA BODOHMU ITU? KE MANA OTAKMU?"
8:33:31 AM
331
331
* * *
?
Segelas besar teh hangat disurukkan paksa dalam
geng?gamanku, aku nyaris tak merasakan suhunya
yang berbeda dengan suhu tubuhku. Otakku masih
sulit mencerna semua situasi ini. Sampai kudengar
suara Mama yang menyuruhku meminumnya.
"Minum sayang, biar kamu sedikit tenang." Elus?
an lembut Mama pada lenganku membuatku sedikit
menoleh dan mengikuti perintah Mama secara
otomatis. Cairan itu menuruni kerongkongan dan
sedikit memberi efek hangat pada tubuhku yang
rasanya sedingin es. Mama meraih kepalaku dan aku
hanya bisa menurut saat kepalaku direbahkan di
pundak Mama yang hangat.
Mataku berkeliling, memindai ruangan yang
sekarang sudah penuh. Kami semua berkumpul di
ruang tengah tanpa Ariella, Daiva dan Dewa yang
diboyong Mbok Nah ke lantai dua. Vio duduk di sofa
dengan Tante Deasy yang memijat dan mengusap
kepalanya. Mbak Era mengobati kaki Mas Ezra
yang terluka dan berdarah-darah karena menginjak
pecahan mangkuk yang kujatuhkan. Papa duduk
diam dan terlihat sedikit terguncang sedang Mas
Dave mondar-mandir sambil terus saja berbicara
bahkan kadang berteriak pada ponselnya.
Aku bingung. Benar-benar bingung dengan
situasi ini. Perhatianku teralihkan sepenuhnya saat
Mas Dave mengambil kursi lipat, meletakkannya di
depanku dan mendudukinya sambil matanya terus
8:33:31 AM
332
332
saja tertuju padaku. Ada kemarahan disana.
"Kenapa. Kamu. Gak pernah. Cerita. Kalau.
Gadis. Itu. Ayana?" Setiap kata diberikan tekanan
berat, Suaranya rendah tertahan seperti geraman
bina?tang liar, tapi aku masih cukup bingung untuk
mera?sa t?akut.
Apa yang harus kujawab? Aku bahkan bingung
dengan pertanyaannya. Ya, kenapa sedari dulu aku
tak mengatakan pada Mas Dave kalau gadis yang
membuatku seperti ini adalah Ayana, putri saha?bat?
nya? Apa karena aku cukup malu kalau orang-orang
tau aku pacaran dengan anak bos? Atau egoku yang
cukup tinggi sehingga tak sudi dihina Vio kalau
sampai dia tahu Ayana masih sangat muda? Atau aku
sendiri yang tak cukup yakin dengan perasaan A?yana
padaku hingga takut dia meninggalkanku hingga tak
siap kalau seluruh dunia tau hubungan ?kami?
Aku benar-benar tak tahu apa alasanku. Hingga
kepalaku hanya menggeleng pelan pada Mas Dave
yang masih menunggu jawaban. Kepalaku mendo?
ngak otomatis saat Mas Dave menghembuskan nafas
lelah. Dia kembali berdiri dan berjalan menjauh.
"Apa rencana liburanmu ke Eropa juga cuma
akal-akalanmu saja? Kamu berniat ke Belanda me?
ngunjunginya?"
Aku hanya mengangguk lemah. Otakku benarbenar kacau.
"Dan kamu sama sekali tak tahu kondisinya?
Kamu tak tahu apa alasan dia menetap di Belanda
dua tahun ini?" Suaranya yang tajam membuatku
8:33:31 AM
333
333
kembali mengangkat kepala dan akhirnya mengalah
pada gelengan lelah.
"Dia sakit." Dua kata itu terasa menusuk di
telinga dan hati. Rasa perihnya membuatku nyeri dan
meng?haruskanku menolak akan apa yang dikatakan
playboy tua sialan itu.
"Enggak, itu pasti bohong. Aku masih bicara
dengannya dua minggu yang lalu. Dia baik-baik saja
... baik-baik saja!" Tubuhku berayun kedepan dan
belakang. Aku tau ini hanya kebohongan ... hanya
kebohongan!
"Aku maklum kalau dia tak pernah menceritakan
keadaannya padamu. Aku tahu sekali bagaimana
putri Surya. Tapi dia benar-benar sakit Juna. Aku tak
tahu kapan tepatnya. Surya baru bercerita kondisi
Ayana padaku tiga bulan lalu. Kanker hati. Dia sudah
menjalani pengobatan di Belanda. Menurut Surya,
Ayana? sudah dinyatakan sembuh setelah enam kali
rangkaian kemoterapi. Dia masih menetap di sana
sampai sembuh total dan kondisinya pulih seperti
semula." Mata tajamnya melihatku tanpa kedip
seolah menyatakan keseriusan yang amat sangat
dengan pembicaraannya. "Tapi empat bulan lalu,
pemeriksaan lanjutan menemukan sel kanker kem?
bali tumbuh di hatinya. Dia kembali menjalani
kemoterapi, tapi kabar buruknya adalah, tubuhnya
sudah resisten terhadap obat kemo."
Kabar ini bagai air cuka yang disiramkan ke atas
lukaku, perih dan nyeri luar biasa. Aku menelusup?
kan kepalaku diantara dua lutut, tidak, aku tak mau
8:33:31 AM
334
334
mendengarnya. Ini bohong, pasti bohong! Ayana
baik-baik saja, dia pasti baik-baik saja!
"Yang masih aku tak mengerti kenapa kalian
menyembunyikan ini dariku? Surya, okelah mungkin
Akulah Arjuna Karya Nima Mumtaz di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
karena Ayana? yang memintanya, aku tahu anak itu
sangat mandiri dan ... dan ... yah ... dia memang seperti
itu. Kadang akupun tak mengerti cara berpikirnya,
dia tak seperti anak-anak lain. Tapi kamu Juna,
kenapa kamu berbohong padaku?" Tatapan dan nada
suaranya yang menuduh membuatku sedikit merasa
bersalah. Namun itu tak cukup mengalihkan rasa
sakit yang amat sangat. Hatiku bagai diremas kuat
mendengar semua ini.?Gadisku...
"Apa ... sekarang apa ... apa pengobatan ... Ayana
... apakah ... ahhh ... hhh ... hhh..." Aku bahkan tak
bisa berbicara dengan benar. Aku ingin tahu semua,
tapi napasku sesak dan perlahan menghilang yang
tak kutau sebabnya.
"Saat ini Surya masih terus membujuknya untuk
mau menjalani transplantasi hati. Tapi Ayana tak
mau melakukannya, anak itu berpendapat kalau
pengobatan untuknya sudah maksimal. Dia tak tega
melihat Surya juga harus menjalani operasi untuknya.
Surya pun hampir putus asa dengan kemauan Ayana
yang begitu keras." Suara Mas Dave yang melemah
membuatku makin tertunduk dalam. Tidak, aku gak
sanggup lagi mendengarnya.
Sayang ... kenapa semua harus begini? Kenapa??
"Aku yakin dia akan sembuh ... pasti ... dia
janji untuk pulang ... dia janji Mas ... dia minta aku
8:33:31 AM
335
335
menunggu, itu ... ituu ... berarti dia akan pulang kan,
Mas? Dia pasti pulang ... dia udah janji ... udah janji."
Kutantang Mas Dave dengan pandanganku yang
sudah berkabut. Ya, bukankah Ayana udah janji mau
pulang? Dia mau aku nunggu dia kan?
"Aku gak tau J, tapi menurut Surya kondisinya
makin melemah. Terakhir aku bicara dengan Surya
seminggu yang lalu. Menurut Surya, satu-satunya
jalan hanya transplantasi hati, selain itu kemungkin?
an hidupnya nyaris tak ada."
Aku tenggelam dalam pelukan mama saat tangis
yang tak kusadari menguasai. Tubuhku terguncang
hebat saat Mama dan Mbak Era memelukku erat.
A?yana ... gadisku ... kenapa semua harus begini?
"Aku harus ke sana. Aku harus menemuinya."
Bisikku pelan. Kurasakan tangan mama meraih wa?
jah??ku dan mengarahkannya pada beliau. Angguk?an
mantapnya memberikanku kekuatan lebih.
"Kamu yakin Juna? Kamu tau di mana mereka?"
Mas Dave kembali bersuara.
"Ke manapun akan kucari Mas. Aku gak peduli
kalau aku harus menyusuri setiap sisi jalan di
Amsterdam, aku harus ketemu Ayana." Tekadku be?
nar-benar bulat. Aku akan tetap mencarinya, walau
dengan merangkak sekalipun.
"Setelah lulus, Surya memang memboyong istri?
nya ke Belanda, tapi sepertinya mereka tidak tinggal
di Amsterdam. Karena Surya pernah bercerita
kalau mereka membeli sebuah properti di sebelah
utara Belanda. Tapi tepatnya di mana, aku kurang
8:33:31 AM
336
336
tau." Dengan raut tampak kesal Mas Dave masih
mengutak atik ponselnya sambil mendekati Vio yang
menatapku dengan mata sedih "Halo Adrian, tolong
pesankan tiket tujuan Schiphol atas nama Arjuna
Narendra Ruslan.... Secepatnya... Kelas apapun yang
kamu bisa dapat untuk keberangkatan besok pagi
saya tidak peduli apakah akan transit di Singapur
atau Abu dhabi Oke ditunggu."
"Mas, makasih banyak, tapi aku bisa urus sendiri
semuanya. Seka..."
"Kali ini jangan membantahku Juna. Diam dan
ikuti saja!" Suaranya yang rendah dan tajam mem?
buatku sedikit tersentak, bahkan Mama pun terke?
siap kaget. Memang dalam kurun waktu hampir
sepuluh tahun dia bersama kami, inilah kali per?
tama dia terlihat lepas kontrol dan membiarkan
amarahnya keluar. "Aku akan berusaha semampuku
mencari keberadaan mereka, kalau perlu aku
akan meminta bantuan semua teman-temanku di
Belanda. Urusanmu sekarang adalah mempersiapkan
keberangkatanmu ke sana. Karena saat ini asistenku
sedang mengurus akomodasimu Belanda."
"David, kalau kamu tidak bisa menghubungi
temanmu itu, bagaimana kalau minta tolong relasi
papi yang di kementrian luar negeri?" Tante Deasy
menyela sambil masih terus mengusap rambut Vio.
"Dave coba hubungi keluarga Surya yang di
Jakarta dulu Mam, nanyain alamat Surya sama nomor
kontaknya yang di Holland. Kalo udah mentok baru
nyari relasi kita yang di kementrian."
8:33:31 AM
337
337
Jawaban pendek Mas Dave membuatku makin
menyadari keadaan kritis yang kuhadapi. Aku
memang harus secepatnya ke Belanda!
"Juna ... apapun nanti yang terjadi di sana kuatkan
diri. Perjuangkan apapun itu, nak. Mama yakin de?
ngan pilihan hatimu." Mama tersenyum menguatkan
padaku tapi aku bahkan tak bisa membalas s?enyum
beliau sedikitpun. Terlebih saat Papa mendekat dan
mengucapkan kata-kata penghiburan, hatiku masih
saja kalut.
"Visamu sampai kapan Juna?"
"Januari akhir Pap."
"Pergunakan waktumu sebaik-baiknya. Lakukan
apa yang harus kamu lakukan, tapi ingatlah terus
untuk selalu meminta pada-Nya. Jangan lupa kalau
Dia sang pemberi hidup, doa kami semua tak akan
putus untukmu, nak." Tepukan lembut Papa pada
bahuku memberi kekuatan besar yang sebelumnya
tak kupunya. Papa benar, aku masih punya Tuhan
tempat meminta. Dia pasti akan mendengar doa
hambanya bukan?
"Mama, doain Juna. Papa"
"Selalu, Nak."
8:33:31 AM
338
Delapan belas
Kutimang lagi kertas print out yang diberikan Mas
Dave padaku kemarin,
23-4 1795AM Groningen
Kata Mas Dave ini alamat Ayana di Belanda, dan
supir taksi yang kusewa dari stasiun kereta api tadi
pun mengantarku pada rumah ini. Tapi benarkah di
sini dia berada?
Mataku yang berat hanya bisa sedikit ber?kon?
sentrasi pada rumah itu. Besar, berlantai dua dengan
sebagian dindingnya terbuat dari kayu. Catnya yang
berwarna coklat muda tampak menentramkan di
tengah angin ?yang serasa menggigit kulit. Ada bebe?
rapa rumpun bunga yang tak kutau namanya sedikit
menutupi pemandangan rumah itu dari luar.
Gigiku bergemeletuk menahan dingin luar biasa
karena angin begitu tak bersahabat. Sedikit ragu,
kudorong pintu pagar yang tampak berat dan me?
masuki halamannya.? "Excuse me..."? Agak bimbang
aku tak tau bagaimana mengucapkan salam dengan
bahasa Belanda. Karena tak ada jawaban, langsung
saja aku masuk dan menuju pintu. Baru saja hendak
mengetuk, aku terlonjak kaget saat suara feminin
8:33:31 AM
339
339
terdengar menyapa.
"Jadi kamu datang?"
Tubuhku berputar otomatis ke arah sisi kanan
rumah, seorang wanita dengan rambut coklat gelap
menatapku tenang, dia tinggi dan berwajah menarik.
Ada banyak kemiripan antara wanita ini dengan Pak
Surya, meski begitu ?rasa bule? pada wanita ini lebih
kental. Rupanya sedari tadi dia ada di balik rimbun
tanaman perdu yang sedang dirawatnya, tampak dari
gunting bunga yang masih dia pegang. Langkahnya
yang lebar membuatku sedikit terintimidasi.
"Anda mengenal saya?"
"Belinda. Belinda Van Dijk, kamu Arjuna bukan?"
Perempuan itu mengulurkan tangan menjabatku.
Suaranya yang tenang dengan bahasa Indonesia yang
sedikit aneh logatnya membuatku lega. Ternyata ini
Tante Ayana.
Kusambut uluran tangannya dan menganggukKan
kepala. "Ya, dari mana Anda tau nama saya?"
"Baru satu jam yang lalu Sven menerima telpon
dari?his old friend?di Jekardah. Saya tidak duga kamu
begitu cepat datang. Saya juga sering lihat kamu
punya wajah di? scrapbook memory? milik? angel? jadi
saya yakin kalau kamu Arjuna." ?
Aku mengernyit bingung "Sven?" Siapa dia?
"Ow, Im sorry,? maksud saya Surya, kami bias?a
m?emanggil dia Sven." Perempuan itu tersenyum s?e?
kilas menyadari ketidaktahuanku.
Sven? Aku jadi teringat saat mengurus dokumen
penting milik Pak Surya ada nama beliau walau dua
8:33:31 AM
Akulah Arjuna Karya Nima Mumtaz di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
340
340
inisial depannya tak kutau?S.W Suryaputra Bhatara.
Apakah S berarti Sven??
"Saya ke sini untuk bertemu Ayana emm ... maksud
saya? angel. Bisakah ... bisakah saya bertemu A?yana
sekarang?" Kulontarkan pertanyaan itu lang?sung.
Aku tak ingin berlama-lama melakukan basa-basi
tak penting ini. Walaupun jauh dari kesopanan tapi
aku sangat berharap tuan rumah mau memberikan
sedikit saja kebaikan hatinya padaku.
Dia menatapku beberapa saat, sorot matanya
membingungkan, seperti ada kesedihan di sana.
"Come, kamu butuh sedikit makan, sedikit minum
dan sedikit tidhur." Belinda membuka pintu rumah
dan mempersilahkanku masuk.
"Saya butuh bertemu Ayana sekarang mam,
please." Bergeming kucoba melakukan pena?war?an
pada Belinda.
"Akan ada waktunya Arjuna, Sven sudah mem?
berikan?instruction?jika kamu datang.?So, please?ikuti
saya sekarang." Tanpa banyak kata Belinda mem?
bentangkan lengannya, menyuruhku berjalan di
depan.
"Bagaimana dengan Pak Surya?"
Belinda hanya tersenyum dan menggeleng
lemah. Mau tak mau akhirnya aku menyerah kalah,
tampaknya Belinda benar-benar berkeras agar aku
mengikutinya. Wanita itu membimbingku melewati
ruangan tempat sederet sofa minimalis berjajar dan
langsung menuju sebuah tangga pendek dengan
p?egangan kayu yang menuju lantai dua.?
8:33:31 AM
341
341
"Di mana Pak Surya? Apa saya benar-benar tak
bisa bertemu dengan beliau?" Mencoba peruntung?
an, kembali kuminta Belinda mempertemukanku
dengan Pak Surya. Paling tidak aku ingin mendapat
pen?jelasan dari Pak Surya tentang Ayana.
Belinda tak mengindahkan pertanyaanku, dia
malah membuka sebuah pintu pertama didekat pun?
cak tangga dan mempersilahkan aku masuk. "Per?ja?
lanan panjang pasti membuatmu?jet lag. Isti?rahatlah
dulu, makan siang akan siap tiga jam lagi dan jika
kamu butuh minum ada refrigerator di dalam. Oke,
saya tinggal kamu, kalau butuh sesuatu saya ada di
bawah." Belinda meninggalkanku yang masih ter?ma?
ngu sen?dirian dalam ruangan bernuansa biru cerah
itu.
Kenapa aku merasa kalau Belinda menghalangi?
ku bertemu Ayana atau Pak Surya? Tapi mungkin
itu hanya perasaanku saja. Mungkin memang aku
butuh istirahat. Rasa sedikit melayang dan pusing
dikepala mengingatkanku kalau aku belum terpejam
sama sekali setelah lebih dari 15 jam perjalanan
dari Jakarta. Ditambah aku memang susah tidur
malam sebelumnya di rumah Mama. Kurebahkan
badanku yang terasa sangat penat diatas seprai putih
yang n?yaman. Rasa perih di perut juga kembali
menyadarkanku k?alau satu-satunya yang masuk
perut dalam beberapa jam terakhir adalah saat
makan siang di rumah Mama kemarin. Apa benar itu
kemarin? Entahlah sepertinya itu sudah sangat lama
hingga aku malas mengingatnya lagi.?
8:33:31 AM
342
342
Ayana ... Kamu di mana sayang? Tahukah kamu,
aku sudah datang? Aku hanya mau kamu sekarang.
Aku ingin bertemu ... aku ingin bertemu.
Ayana....
Kusebut namanya lagi, lagi, dan lagi, berjuang
me?lawan kantuk dan pusing yang kurasa. Tidak, aku
tak ingin tidur, aku ingin tetap terjaga, aku sudah
sejauh ini, seharusnya aku tak menyia-nyiakan waktu??
ku untuk tidur bukan? Enggak, aku gak boleh tidur. ?
Ayana ... Ayana....
Aku tetap menyebut namanya, sebelum akhirnya
kabut tipis kesadaran menghalangi.
Suara berisik menelusup dalam tidurku yang
tanpa mimpi. Bunyinya seperti benda yang dihentak
bertubi-tubi dengan benda lain. Ini pasti Dewa yang
sedang mengobrak-abrik dan melemparkan k?aleng
susu kemana-mana. Aku masih ingin tidur lagi, tapi
suara itu tak juga mau pergi. Ya, Tuhaaannnnn ...
kenapa anak Vio begitu berisikkk! Ke mana emakbapaknya?
Dengan terpaksa aku membuka mata dan meng?
alami disorientasi. Ruangan biru cerah yang tak
kukenal, dengan seprei lembut di bawah kulit. Jendela
kaca di sebelah kanan menawarkan pemadangan
yang sedikit mengherankan. Hujan deras. Rupanya
air hujan yang jatuh langsung memukul-mukul kaca
dan menciptakan suara berisik yang membangunkan
tidurku. Jadi itu tadi bukan suara Dewa? O, ya aku
baru ingat kalau sekarang aku di Belanda untuk
bertemu Ayana.
8:33:31 AM
343
343
Ayana....
Nama itu bagai dipakukan langsung ke kepalaku.
Membuatku terlonjak kaget dan merutuki diri sen?
diri kenapa tidur begitu lama. Empat jam kubuang
sia-sia hanya untuk tidur!
Setelah mandi dengan cepat dan berganti pakai?
an aku bergegas turun dan menemukan Belinda ber?
sama seorang lelaki berambut merah yang tampan.
Mereka duduk di meja makan dan tampak me?
ngobrol de?ngan bahasa Belanda yang sama sekali tak
kumengerti.
"Hai, Arjuna, bagaimana tidurmu? Kuharap me?
nyenangkan." Senyum wanita itu tampak tulus saat
menyapa, sebelum dia berpaling pada lelaki disam?
pingnya "O, ya ini Piter? my husband. Darling? ini
Arjuna, tamunya Sven."?
"Hai Arjuna." Pria itu bangkit dari duduknya dan
menyalamiku singkat sebelum kemudian menarikku
ke sisinya. "Semoga senang di sini, jangan malu. Pikir
saja kami your family di sini."
Bahasa Indonesia Piter yang terpatah-patah de?
ngan kosakata yang bisa membuat kening berkerut
membuatku sedikit heran. Mungkin raut wajahku
yang kebingungan membuat Belinda bersuara lagi
"Jangan heran, Piter bisa berbahasa Indonesia
ka?rena Sven tak pernah mau menggunakan Bahasa
Belanda jika di sini. Dulu saat Farah masih hidup dia
selalu memaksaku menggunakan Bahasa Indonesia
dan tetap menggunakan kebiasaan-kebiasaan me?
reka selama di Indonesia. Itulah kenapa angel sangat
8:33:32 AM
344
344
mengenal negara itu. Keluarga besar kami juga
banyak yang menetap di sana, jadi kami tidak asing
dengan Indonesia."?
Aku hanya mengangguk dan mencoba mengerti,
walaupun kemarin aku hanya bermodal nekat tapi
sempat terbersit kekhawatiran bagaimana aku bisa
menemukan orang yang bisa berbahasa Inggris dan
mengerti percakapanku saat di sini. Karena kudengar
tak semua orang Belanda bisa berbahasa Inggris,
malah ada beberapa daerah yang katanya masih
meng?gunakan bahasa lokalnya.
"Ehmm... jadi kapan saya bisa bertemu Ayana?"
Kutatap bergantian dua orang dihadapanku. Berha?
rap mereka akan segera mempertemukanku dengan
Ayana.
"Makanlah dulu Arjuna, jangan sampai kunjung?
an pertama ke Holland membuatmu sakit."
Lagi-lagi aku hanya bisa menurut saat Belinda
menyorongkan piring yang sepertinya berisi?mashed
potatoes, beberapa macam sayuran dan sepotong sosis
yang menggoda. Dengan terpaksa aku menyantap
makananku dan baru menyadari kalau perutku
sangat lapar. Tuan rumah sangat menghargaiku
dengan hanya menggunakan Bahasa Indonesia dan
Bahasa Inggris saat kami mengobrol ringan. Obrolan
kecil yang kupaksa untuk sedikit menyibukkan otak
saat ini.
Secara keseluruhan dua orang ini sungguh me?
nyenangkan, kalau saja aku tak terlalu tegang dengan
situasi ini, mungkin aku akan dengan senang hati
8:33:32 AM
345
345
mengajak mereka bertukar informasi dan mengenal
lebih jauh negara mereka. Tapi ingatan tentang A?yana
terus saja mengganggu dan otakku memang tak bisa
diajak untuk sedikit saja mengalihkan fokusnya pada
hal lain.
Setengah jam lebih acara makan dan ngobrol
ramah tamah kami benar-benar menguji kesabaran,
mungkin juga Belinda mengetahuinya dari posisi
dudukku yang gelisah dan sulitnya aku memfokuskan
Akulah Arjuna Karya Nima Mumtaz di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
diri pada topik obrolan kami. Dengan senyum pe?
ngertian dia mengantarkanku ke sebuah pintu kayu
yang tertutup di sudut lain rumah itu.
"Ayana?" tanyaku pada Belinda. Benarkah dia
yang ada di balik pintu ini? Kerinduan yang amat
b?esar mendesakku hingga membuat napasku sesak.
"Bukan. Sven ingin bicara padamu. Masuklah,
tak perlu mengetuk. Dia sudah menunggu." Belinda
tersenyum menyemangati dan menepuk bahuku
singkat sebelum meninggalkanku sendirian.
Detak jantungku memburu saat kudorong pintu
itu terbuka. Kira-kira apa yang akan dibicarakan Pak
Surya? Sebenarnya aku tidak butuh basa-basi apapun
lagi, aku benar-benar ingin bertemu Ayana sekarang.
Apa Pak Surya akan mencegahku untuk bertemu
A?yana? Tidak, kalau perlu akan kulawan beliau kalau
sampai aku tak bisa menemui gadisku.
Kakiku melangkah dalam ruangan dengan pen?
cahayaan terang yang didominasi warna coklat muda
yang lembut. Ruangan itu luas dengan sofa lebar yang
menghadap perapian di tengah ruangan. Tampak
8:33:32 AM
346
346
sangat nyaman dan?hommy.?
Beliau di sana, berdiri membelakangiku, meng?ha?
dap perapian yang menyala dan tampak asyik mem?
perhatikan sesuatu yang tergantung di dinding atas
perapian. Foto Ayana. Ya, itu foto gadisku, walaupun
dalam foto itu tampak sekali dia masih sangat belia,
tapi aku mengenalinya sebagai wajah gadisku.
"Dia cantik bukan? Sejak dulu dia memang sa?
ngat cantik. Wajahnya mengingatkanku pada Farah,
walaupun banyak yang mengatakan kalau lebih ba?
nyak garis wajahku padanya. Sejak dia lahir aku be?
gitu mengaguminya, dia seperti keajaiban yang
T?uhan berikan padaku."
Apa Pak Surya bicara padaku? Entahlah, tapi tak
ada orang lain di sini, jadi kurasa beliau memang
bicara padaku. Tangannya berpindah pada sebuah
pigura lebih kecil yang diletakkan di atas batu per?
apian. Foto Ayana yang lain.
"Dia sangat ceria, selalu melihat dunia ini dengan
kegembiraan. Dialah yang selalu menjadikan harihari kami penuh semangat. Cara dia tertawa, caranya
berbicara, semuanya begitu indah. Dialah bidadari di
rumah kami. Dia adalah keajaiban. Taukah kamu Juna,
dulu dia hanya tertawa saat kami semua menangisi
ayahku yang meninggal. Dengan polosnya dia malah
berucap enteng kalau Opa sekarang sudah tenang
dan tersenyum lebar di sana karena bertemu dengan
Oma. Tentu mereka akan bahagia sekali karena tak
harus selalu menahan rindu. Mungkin bagi orang
akan terdengar aneh, tapi itulah putriku, dia selalu
8:33:32 AM
347
347
memandang setiap masalah dengan caranya sendiri."
Aku hanya bisa diam dan tak bisa berkata apapun,
lagi pula apa yang harus kutanggapi. Memang demi?
kianlah Ayana, aneh dengan cara yang indah.
"Saat itu?angel?baru berumur sepuluh tahun, dia
mendambakan seorang adik dan dia dengan caranya
selalu membujuk Farah untuk mau memberikan dia
saudara. Akhirnya aku dan Farah sepakat menga?
bulkan keinginannya. Lagipula jarak usia keduanya
akan jauh, jadi tak ada kekhawatiran kalau kami tak
akan bisa mengurus bayi itu. Taukah kamu Juna,
putriku sangat bahagia saat tau dia akan menjadi
seorang kakak. Dia bahkan selalu membeli banyak
mainan dan baju bayi saat kami berbelanja. Dia
juga menginginkan tempat tidur yang bersebelahan
dengan adiknya.?Angel?sangat tidak sabar menunggu
kelahiran bayi mungil itu. Saat-saat itu benar-benar
membahagiakan."
Pak Surya menghampiri nakas tinggi berwarna
putih yang terdapat deretan pigura berbagai ukuran
diatasnya. Tangannya mengelus dengan sayang ping?
giran sebuah pigura yang menampakkan foto seorang
perempuan cantik dan seorang anak perem?puan
kecil. Apakah itu Ayana dan ibunya?
"Ini Farah. Pendarahan hebat saat proses me?la?hir?
kan dan terjadinya komplikasi membuat dia tak bisa
bertahan, istriku meninggal diikuti bayi mungil kami
beberapa jam kemudian. Dia pergi meninggalkan?ku
dan angel yang sangat terpukul karena kejadian itu.
Berminggu-minggu angel menangis dan berbulan
8:33:32 AM
348
348
bulan dia mengurung diri di kamar. Putriku sangat
terguncang, dia menganggap ini semua adalah
kesa?lahannya. Dia selalu berpikir kalau saja dia tak
pernah meminta adik, tentu mamanya akan tetap
hidup.? Angel? selalu beranggapan dialah penyebab
k?ema?tian Farah." Suara Pak Surya bergetar, sedang
aku hanya bisa menahan rasa sesak yang amat sangat
di dadaku. Ayana
"Aku memutuskan kembali ke Indonesia, me?
mulai hidup baru bersama Ayana di sana. Aku ingi?n
a?ngel? menyembuhkan rasa bersalahnya dan hidup
normal lagi. Aku rindu melihat tawanya, keceriaan?
nya juga tingkah usilnya. Aku sangat berharap pera?
saan bersalah yang selalu dirasakan Angel akan
hilang dengan suasana dan kehidupan yang baru.
Tapi memang semuanya berubah, semuanya tak
sama lagi dan aku ragu semua itu bisa kembali.
Putriku bertransformasi menjadi gadis yang sangatsangat mandiri, dia sangat serius dan mempelajari
segala sesuatunya seolah dia memang bertanggung
jawab untuk itu. Angel tak pernah tertawa lepas lagi
dan seperti sengaja tak mau berhubungan dengan
teman-temannya di sini. Kamu tau Juna, sedih rasa?
nya melihat seorang gadis kecil matian-matian
belajar buku resep, belajar merajut dan menolak ber?
sekolah yang normal hanya karena dia ingin selalu
ada di rumah saat aku pulang kerja. Dia selalu ingin
jadi nyonya rumah dan lebih sibuk bergaul dengan
para asisten rumah tangga kami untuk belajar tetek
bengek urusan domestik rumah tangga.?Angel?berniat
8:33:32 AM
349
349
menggantikan Farah yang dia yakini meninggal
karena permintaan anehnya."
Lama kemudian kami sama-sama diam dalam
pikiran masing-masing. Aku sudah tak tahu apakah
aku masih sanggup mendengar kisah hidup gadisku.
Dadaku makin sesak dan mataku sudah berkabut
oleh air yang mengancam turun. Tapi tampaknya Pak
Surya tak akan berhenti sampai di sini.
"Aku kehilangan putriku, sangat kehilangan.
Mung?kin sebagian orang akan bangga saat mereka
punya anak yang cerdas dan tak pernah sekalipun
membuang waktunya dengan bermain atau keluyur?
an di luar jam sekolah. Tapi tidak denganku, aku
sedih saat dia memamerkan menu baru masakannya
atau dia bangga dengan topi yang berhasil dia rajut
karena setelah sekian lama hanya kaos kaki dan ikat
rambut yang berhasil dia buat. Aku juga sedih saat
dia asyik belajar karena mengejar ujian persamaan di
saat anak-anak seumurannya sibuk menjelajah dari
satu mall ke mall yang lain. Dia tidak punya teman,
tak punya sahabat ataupun gadis lain tempatnya bisa
membicarakan sesuatu seperti? fashion? atau buku
atau apapun yang sedang trend saat ini. Dia hanya
punya Belinda tempatnya bertanya semua hal. Aku
bahkan menangis saat melihat kontak di ponselnya
yang hanya berisi nomor keluarga kami dan nomor
kantorku. Dengan mudah aku tertipu saat dia berkata
sedang? chatting? dengan teman-temannya atau se?
dang sibuk dengan akun socmednya yang lain. Dia
bahkan tak punya teman! Aku kehilangan dia, sangat
8:33:32 AM
350
350
kehilangan."
Suara Pak Surya yang serak dan basah membuatku
terjatuh dalam gelombang emosi yang besar. Aku tak
bisa berkata apapun saat ini, tanpa kusadari pipiku
basah oleh air ?mata. Kenapa aku baru tahu ini semua
sekarang? Ya, Tuhan, Ayanaaa kenapa semua terasa
sangat memilukan? Dia masih sangat muda.
"Satu hari aku bingung melihat dia, tak biasa?
nya? angel? melamun. Aku bahkan takut dia sakit
karena beberapa kali dia menjatuhkan gelas minum?
nya, komik yang biasa dia lahap habispun hanya
dipegang tapi tak juga berpindah halaman. Beberapa
kali panggilanku tak ditanggapi karena dia seperti
berada di tempat yang jauh. Aku sangat khawatir,
putriku tak pernah melamun, dia selalu fokus dengan
apa yang dia kerjakan. Dan saat itu aku hanya bisa
tertawa karena dengan polosnya dia berkata,? I?m in
love papa...I?m in love."
Senyum kecil kembali pada Pak Surya yang me?
lihatku dengan tatapan sedih.
"Dia berubah, putriku kembali. Dia ceria dan
selalu tertawa sepanjang hari, dia juga berubah
Akulah Arjuna Karya Nima Mumtaz di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
centil, suka mematut diri di depan cermin, memakai
par?fum, juga suka sekali menyanyi dan menari
meng?ikuti i?rama musik. Setiap hari dia menelpon
Belinda, de?ngan riang dia akan bercerita bagaimana
dia melewati hari dengan menemani Kak Juna-nya
makan, melihat Kak Juna-nya bekerja, mengintip
dari kantor Papa bagaimana Kak Juna-nya tersenyum
dan tertawa. Tahukah kamu Juna, saat itu aku sangat
8:33:32 AM
351
351
membencimu, aku ingin sekali menghajarmu karena
selalu mengabaikan putriku, tak pernah sedikitpun
memberikan senyum yang sangat ditunggunya. Aku
benar-benar ingin memecatmu saat itu karena kamu
malah sibuk dengan pacarmu. Aku benar-benar
murka padamu." Suara tajam Pak Surya membuatku
ter?kesiap kaget.
"Tapi pasti? angel? akan marah besar dan meng?
anggapku sangat kekanakan kalau sampai aku me?
lakukan itu padamu, bukan? Walaupun menya?kit?
kan, tapi aku hanya ingin melihat putriku bahagia,
ingin melihat dia tertawa lepas dan ... dan ... dia ...
dia mendapatkan apa maunya. Saat itu aku sangat
bahagia karena aku mendapatkan putriku yang dulu.
Tadinya aku ? berharap ini hanya ... hanya perasaan
sesaat yang akan segera hilang. Akan tetapi meng?
ingat bagaimana sifatnya, aku tau semua tak akan
sesederhana itu."
"Maaf ... maafkan saya ... maaf..." Kugigit pipi
sebelah dalamku kuat-kuat. Berusaha menahan air
mata yang tanpa permisi datang. Andai aku bisa
mengulang waktu tentu aku akan ulang saat itu,
akupun menyesalinya. Sangat menyesalinya. Aku
masih berkutat dengan penyesalan, saat Pak Surya
meraih sebuah pigura lain yang berisi foto Ayana
kemudian memejamkan mata dan mendekap pigura
itu erat.
"Fisik angel memang lemah, dia sering sakitsakit?an, tapi tak pernah mau menunjukkannya dan
selalu menyembunyikan itu dariku. Sampai suatu
8:33:32 AM
352
352
hari aku sudah tak bisa mentolerir lagi karena dia
sering demam tak beralasan, juga bobot tubuhnya
yang sepertinya berkurang cepat. Aku curiga dia
terkena semacam infeksi atau apalah. Dokter pribadi
kami menyarankan pemeriksaan menyeluruh di
Singa?pura. Saat itulah kami tahu dia dinyatakan
positif mengidap kanker hati. Perasaanku hancur,
bagaimana mungkin penyakit yang bahkan sangat
jarang diderita perempuan bisa jatuh pada putriku?
Di antara berapa juta kemungkinan, kenapa itu malah
terjadi pada angel. Apa rencana Tuhan untuk ini?
Tak cukupkah putriku mengalami semua kepahitan
ini? Tak cukupkah aku kehilangan istri dan apakah
aku juga harus kehilangan anak? Ini tak adil ... tidak
adil!" Teriakan tertahan Pak Surya meremas hatiku.
Membuatku serasa dihempaskan dalam lubang gelap
hitam yang membuatku benar-benar berharap ada
seseorang yang bisa menyelamatkanku dari sana.?
Kami berdua luruh dalam tangis yang dalam.
Aku benar-benar tak siap untuk ini. Aku tak bisa
kehilangan gadisku. Aku tak mau, Ayana....
"Kenapa kamu datang Arjuna?"
Pertanyaan yang dilemparkan dengan nada tajam
itu membuatku tersentak. Kenapa aku datang? Tentu
saja aku ingin bertemu dengan Ayana, aku tak rela
kalau harus kehilangan dia. Aku ingin memilikinya
walaupun nantinya Tuhan mengharuskanku mele?
pas?kannya.?
"Saya mencintai Ayana, Pak. Saya tak sanggup
kehilangan dia dan saya akan melakukan apapun
8:33:32 AM
353
353
asal dia tetap hidup." Suaraku bergetar, aku masih
m?enahan sesak ini.
"Hhhhhhhhh...." Hembuskan nafas lelah Pak
Surya terdengar sebelum akhirnya beliau duduk di
sofa single di depanku.
"Angel? tak pernah mengizinkanku memberi?ta?
humu tentang semua ini. Dia tak pernah suka saat ada
orang yang memandangnya penuh rasa kasihan. Pu?
triku terbiasa merasakan, menahan dan menghadapi
semuanya seorang diri. Itulah mengapa aku juga tak
pernah mengatakan ini padamu. Aku sangat gembira
saat dokter menyatakan dia sembuh, satu-satunya
keinginannya saat benar-benar pulih adalah kembali
ke Indonesia, menemuimu. Kamulah alasan dia mau
mempercepat keberangkatannya ke Belanda untuk
menjalani pengobatan, dia ingin sembuh walaupun
saat itu dia sudah pasrah kalau kamu akhirnya me?
milih orang lain."
"Izinkan saya menemuinya Pak, saya mohon."
Suaraku tak lebih keras dari bisikan. Tenggorokanku
tercekat oleh sesak yang dalam. Aku tak sanggup
mendengar ini lebih banyak. Namun Pak Surya seper?
tinya belum puas menyiksaku dengan semua cerita
memilukan ini, beliau tak berhenti
"Angel? sangat bahagia mempersiapkan hari ke?
pu?langan yang amat dia tunggu. Rambutnya sudah
kembali lebat, kulitnya tak lagi pucat dan badannya
sudah mulai berisi lagi saat kabar itu datang. Harapan
kami hanyalah tinggal harapan karena pemeriksaan
lanjutan empat bulan yang lalu menemukan sel
8:33:32 AM
354
354
kanker kembali tumbuh dan kali ini obat kemo tak
bisa menanggulanginya lagi. Tubuh putriku sudah
kebal terhadap obat itu."
"Ya, Tuhaann." Kakiku benar-benar goyah dan tak
mampu menopang tubuhku lagi, aku jatuh terduduk
diatas karpet aubusson tebal yang melapisi lantai
kayu yang kupijak. Walaupun sudah mendengar ini
dari Mas Dave, tapi saat mendengar kepastian kabar
ini dari Pak Surya hatiku kembali tersayat perih. "Tak
adakah ... tak adakah ... cara ... cara lain?"
"Satu-satunya cara hanya transplantasi hati se?
belum sel kanker menyebar ke organ tubuh lain. Tapi
dia bahkan tak mau mempertimbangkan hal itu.
Walaupun dokter sudah memastikan ini aman baik
baginya atau bagiku sebagai donor, tapi? angel? tak
mau aku juga menjalani operasi demi dirinya. Putriku
khawatir operasi ini akan menyebabkan aku juga
kehilangan nyawa sama seperti dulu saat Farah hamil
dan akhirnya meninggal.? Angel? beranggapan Tuhan
memang menggariskan hidupnya hanya sampai di
sini. Baginya ini adalah jalan untuk bertemu Farah
karena dia masih menganggap inilah karma karena
dia yang menyebabkan Farah meninggal. Dia gadis
bodoh.... Benar-benar bodoh!" Tatapan mata Pak
Surya serasa menusuk saat kemudian dia bersuara
pelan. "Bisakah aku meminta sesuatu padamu untuk
putriku, Juna?"
"Apapun itu Pak, saya akan lakukan apapun."
"Aku akan memberikan apapun, apapun yang
kamu mau, jika kamu bisa membujuknya untuk
8:33:32 AM
355
355
men?jalani transplantasi hati." Pak Surya diam seje?
nak sebelum kemudian suaranya pecah dalam tangis.
"Tolong bujuk dia, aku tak sanggup ... aku tak sanggu?p
kehilangan Ayanaa..."
Kami menangis bersama, larut dalam air mata
yang tak berkesudahan. Kami hanya pria-pria me?
nyedihkan yang sama-sama mencintai seorang gadis
dan tak sanggup kehilangannya.
Ayana....
?
* * *
?
Suasana sore begitu damai saat kami tiba di depan
s?ebuah bangunan bercat putih di sudut kota
Groningen. Tak ada sisa-sisa hujan tadi siang, sebagai
gantinya matahari bersinar redup karena hari sudah
senja. Pak surya mengatakan memang cuaca pada
musim gugur di Belanda sangat susah diprediksi.
Kadang hujan akan turun sangat deras padahal se?
belumnya matahari bersinar terik.
Satu jam perjalanan yang kami lalui tak bisa
kunikmati seutuhnya. Walaupun pemandangan di
sepanjang jalan begitu menarik dengan berbagai
hal baru yang tak bisa kulihat di Jakarta, tetap saja
konsentrasiku hanya pada Ayana. Pak Surya pun
s?epertinya juga tak berminat untuk mengobrol, be?
liau tetap memandang lurus ke depan dan hanya
terfokus pada kemudi mobil.
?St. Clementius Hospitaal? demikianlah yang ter?
pampang di plang nama Rumah sakit yang tampak
8:33:32 AM
356
356
Akulah Arjuna Karya Nima Mumtaz di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kecil kalau dibandingkan dengan RSCM di Jakarta.
Meski demikian tetap saja kesan yang ditimbulkan
menyeramkan. Entah kenapa aku tak suka rumah
sakit sejak dulu, bagiku rumah sakit dekat dengan
berita buruk.
Aku mengikuti Pak Surya yang berjalan lebih
dulu memasuki lobby rumah sakit. Kami berhenti
sejenak di ruangan di mana terdapat beberapa orang
memakai seragam berwarna hijau muda. Pak Surya
tampak mengobrol serius dengan seseorang yang jauh
lebih tua dari beliau. Aku tak tau apa yang mereka
bicarakan tapi beberapa kali Pak Surya menunjuknunjuk ke arahku.
Kembali kuikuti langkah Pak Surya menyusuri
lorong pendek menuju sayap kanan bangunan itu.
Kami menapaki tangga besar yang mengarah ke lantai
dua, suara detak sepatu kami terasa menakutkan di
telingaku sendiri.? Aku masih mengekor Pak Surya
yang berbelok menyisir koridor panjang yang sepi.
Hanya dua kali kami berpapasan dengan beberapa
orang yang memakai seragam putih, tampaknya
mereka perawat atau petugas medis di sini. Aku men?
duga sayap kanan ini adalah tempat khusus untuk
pasien rawat inap, sepertinya ini kelas VIP. Terlihat
dari fasilitas yang cukup mewah dan sangat sedikit
orang yang bebas keluar masuk area ini.
Makin ke ujung dinding putih yang membatasi
koridor berganti kaca tembus pandang hingga
aku bisa melihat pemandangan di luar yang begitu
tenang. Sekilas kulihat air yang berwarna biru sebagai
8:33:32 AM
357
357
latar halaman belakang rumah sakit ini. Rupanya
bangunan ini berada tak jauh dari laut. Di lantai dua
ini ada taman buatan yang menghadap langsung ke
Barat, ke arah di mana matahari yang bulat besar
bersiap turun.
Aku tak tahu apa yang akan kuhadapi nanti, tapi
apapun itu aku hanya berdoa semoga Tuhan me?
nguatkan aku agar tak setetes pun air mata tumpah.
Dia tak akan suka itu.
Pak Surya berhenti diujung koridor, menatap de?
ngan sayu kearah luar. Sinar matanya meredup saat
tangannya ?yang besar melambai ke arah kaca.
"Itu yang dilakukannya setiap sore jika cuaca
bagus. Selalu seperti itu," desahan nafas berat Pak
Surya tak begitu kupedulikan, bahkan kalimat se?
lanjutnya yang beliau ucap hanya sekilas kudengar.
"Dia selalu mengatakan, ingin menikmati sunset
seperti yang pernah kau janjikan."
Mataku terarah keluar, menangkap sosok berbalut
selimut tebal yang sedang duduk terkulai di atas kursi
roda. Rasa sesak yang tak kuundang kembali d?atang
tiba-tiba. Sunset. Ya, kita memang pernah berjanji
akan menikmati sunset bersama kan, sayang?
Gadisku....
Kakiku melangkah otomatis menapaki lantai
menuju pintu yang menghubungkan bangunan ini
dan taman buatan di luar. Tubuhku gemetar mena?
han rasa perih yang dalam. Ingin rasanya kupeluk
dia saat ini juga, menghapuskan rindu yang nyaris
membunuhku.
8:33:32 AM
358
358
Dia duduk menghadap matahari, tubuhnya ber?
balut selimut tebal dengan syal berlapis yang mem?
belit leher. Kepalanya tertutup topi rajut warna?beige
lembut. Sepertinya dia tak menyadari keha?diranku.
Setelah jarakku kian menipis dengannya, barulah
kusadar? kalau sedari tadi dia memegang sebuah
benda seperti buku yang bersampul kulit tebal, be?
berapa kali jemarinya yang gemetaran membuka
lembaran-lembaran buku itu dan mengusap pelan
setiap halam?annya. Dan aku tak bisa ?menahan diri
lagi saat tak sengaja buku itu terjatuh di kakinya.
Berlutut di hadapannya kupungut buku itu,
ternyata sebuah album foto. Album foto yang penuh
ber?isi fotoku, juga foto kami saat di pantai dulu.
Hatiku makin perih saat kutemui banyak sekali
fotoku yang sepertinya diambil candid.
"Kamu curang, ya, aku cuma punya satu fotomu.
Itupun kuambil dari Ava messengermu. Di sini, kamu
punya banyak banget fotoku, juga foto kita berdua.
Ini gak adil," ujarku saat membuka kembali lembaran
album itu.
Mata kami bertemu, dan entah untuk berapa
menit, jam atau tahun tatapan kami terkunci. Ya,
Tuhan, aku sangat merindukannya, bocah tengilku
yang manis, dengan segala keusilannya, tertawanya,
sikap jahilnya, semuanya.
Mata indah itu terbelalak kaget, aku bisa melihat
ketidakpercayaan di sana. Apakah dia tak percaya aku
datang? Entahlah. Aku bahkan tak sanggup berpaling
darinya. Aku teramat merindukannya. Mata indah
8:33:32 AM
359
359
itu masih menatapku, sampai akhirnya ada s?etetes
bening jatuh dari sana, diikuti setetes lagi, b?erubah
menganak sungai dan akhirnya berubah menjadi
tangis yang tak terbendung.
"Ssshh jangan sayang ... jangan menangis..."
Bisikku dalam suara yang juga basah. Apa akupun
menangis?
"Kak-kaakkk....."
"Ya, sayang, Kak Juna datang."
"Kak Junaaaa..." Tangan kurus itu menyentuh
wajahku, menelusuri alis, mata, hidung dan bi?bir?
ku, menangkup rahangku dalam rengkuh?annya yang
lemah. Jari pucatnya mengusap pipiku yang basah.
"Ini sungguh dirimu?"
Suaranya nyaris tak terdengar dalam bisikan yang
rapuh.
"Iya sayang, Aku kangen kamu dan aku gak bisa
tahan lagi. Maaf aku datang walaupun sudah kamu
l?arang." Kutangkup tangannya, bersandar pada ta?ngan
kami berdua yang kubawa ke mulutku. Mengecup?nya
ringan.
Gadisku terkesiap sebelum akhirnya menarik
tangannya? dari genggamanku, wajahnya berpaling
dan matanya menghindar.
"Ayana, sayang?" Kukejar matanya yang masih
berusaha menjauh.
Kepalanya menggeleng lemah. "Enggak ... sebaik?
nya ... sebaiknya kakak pergi ... pulanglah ... maaf
... sebaiknya ... sebaiknya ... kita gak usah ketemu
lagi." Lengan kurus itu memeluk tubuhnya sendiri,
8:33:32 AM
360
360
gemetar dalam tangis yang tak kunjung berhenti.
"Heii ... ribuan mil kulalui bukan untuk men?
da?patimu seperti ini. Aku datang bukan untuk
kau hindari, aku ingin bertemu karena tak bisa
lagi menahan rindu. Aku kemari karena kamu su?
dah terlalu lama di sini. Bukankah sudah pernah
kubilang kalau aku akan menyeretmu jika kau mem?
buatku menunggu lama? Lagi pula aku harus segera
membawamu pulang, karena Mamaku sudah tak
sabar ingin kenalan sama calon menantunya." Aku
tak bisa menatap wajahnya utuh karena mataku
kabur oleh air yang masih menggenang. Air mata tak
berkesudahan mengalir di pipinya, tidak, aku gak
suka dia nangis.
"Carilah gadis lain untuk jadi menantu ibumu."
"Tapi aku cuma mau kamu sayang."
"Untuk apa? Kita ... kita ... sama-sama tau ini sulit
Kak. Buat buat ... apaaa?"
"Ayanaa ... aku ke sini buat jemput kamu. Kita
punya impian yang sama, kan? Kita akan pulang ke
Indonesia, menikah dan punya banyak anak di sana.
Kita akan pulang."
"Untuk apa semua ini? Kak Juna tau kan ini
hanya sebuah kesia-siaan?" Matanya menghindariku,
menatap kosong, jauh kedepan.
"Ayana, sampai kapan kamu akan menyiksaku,
ha? Sampai kapan?"
"Berapa Papa membayarmu untuk ini?" Suara?
nya yang lemah terdengar tajam ditelingaku, mem?
bangkitkan amarah yang datang tanpa kuundang.
8:33:32 AM
361
361
"Apa kamu pikir aku serendah itu Ayana? Sehina
itukah kamu memandangku?" Kugertakkan rahang
menahan semua amarah yang nyaris membutakan
mata. Benarkah gadisku hanya menganggapku se?
perti itu?
Matanya kembali padaku, ada banyak kesedihan
dan luka di sana. Kami hanya saling menatap tanpa
interaksi lainnya. Kenapa dia tak juga mengerti?
Kenapa dia tak mau memahami?
"Lalu untuk apa kamu datang Arjuna? Kamu
kasihan padaku? Ingin berbaik hati memberikan
kebahagian menjelang kematianku, sampai akhirnya
Akulah Arjuna Karya Nima Mumtaz di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menawarkan pernikahan? Asal kamu tau, aku tak
butuh dikasihani!"
"Kasihan? Kasihan padamu? Siapa yang sudi
kasihan padamu, gadis bodoh! Siapa yang sudi ka??
sihan pada gadis yang telah mempermainkan hati
dan hidupku berkali-kali? Aku kasihan pada diriku
sendiri yang sudah seperti orang gila meng?harap?
kanmu. Aku kasihan pada hatiku yang telah jutaan
kali patah karena mengharap kepastian darimu! Aku
kasihan pada otakku yang bahkan tak bisa ?berpikir
apapun kecuali dirimu! Jadi sekarang tolong Ayana
kasihanilah aku, tolong jangan kejam padaku.
Kumohon..." Kudekap tangan kurusnya di dadaku,
aku tak rela ... aku tak sanggup.
Isak tangisnya membuat air mataku makin deras.
"Tttaa ... ta ... tapi ... tapi ... aku ... aku mungkin
tak akan bisa bertahan. Bahkan ... bahkan tidak un?
tuk dua bulan ke depan."
8:33:32 AM
362
362
"Kalau begitu izinkan dua bulan itu jadi milikku.
Izinkan aku memilikimu untukku. Hanya untukku."
"Pulanglah Kak, ini sudah lebih dari cukup."
Apa maksudnya? Dia menyuruhku pergi? Me?
nyuruhku pulang membawa hatiku yang hancur?
Pergi membawa kenangan tentangnya yang begitu
memilukan?
"Kenapa Ayana? Apa karena kamu yakin kamu
akan mati? Oke, bagaimana kalau kita menikah
sekarang, kemudian aku loncat dari atas sini. Aku
berharap kepalaku terbentur duluan, aku koma
lalu kita bisa mati bersama. Bagaimana sayang? Itu
bisa jadi jaminan buatmu? Dengan begitu kamu
mau mene?rimaku dan tak akan mengusirlu lagi?
Iya, kamu mau seperti itu?" Aku berusaha tidak
berteriak didepannya. Namun sesak di dadaku makin
menghimpit, mem??buatku megap-megap kesulitan
menata ucapanku.
"Kak Junaaaa..."
Tubuh kurus itu menjatuhkan dirinya padaku.
Kami menangis bersama dalam hening suasana
senja. Angin musim gugur membuatku menggigil
kedinginan, tapi aku tak peduli. Itu tidak penting,
tak cukup penting karena aku mendapat ? gadisku.
Kudekap tubuhnya menghadap matahari yang
tergelincir di batas horizon. Menikmati detik-detik
bola merah itu kembali dalam pelukan gelap. Tidak,
aku tak akan melepasnya. Tidak untuk apapun. ?
Aku tak akan bilang cintaku sedalam samudera,
tidak juga setinggi bintang-bintang di angkasa.
8:33:32 AM
363
363
Cintaku hanyalah sebuah cinta yang sederhana,
yang hanya ingin melihatmu tersenyum bahagia dan
menikmati hari-hari kita bersama.? Kamu dan aku
adalah Cinta.?Aku mencintaimu dan tak ada apapun
yang bisa merubah itu, selamanya.
?
?
8:33:32 AM
364
364
Sembilan belas
Mataku kembali melirik jam di pergelangan tangan.
Lima belas menit lagi dari jadwal seharusnya. Ughh
semoga tak ada? delay, semoga tak ada hambatan
di? gate, semoga tidak terjadi apa-apa. Semoga dia
cepat datang. Berusaha kuredam detak jantungku
yang seirama lari kuda. Walaupun sangat menantikan
ini, tapi ketika pertemuan sudah ada di depan mata,
mau tak mau aku jadi gugup.
Seperti apa dia sekarang? Walaupun hampir tiap
malam menyambanginya meski lewat skype, men?
dengar suaranya di telepon, ribuan SMS dan juga
sa?ling bertukar foto, tetap saja pertemuan secara
lang?sung ini membuatku takut. Bagaimana kalau dia
tak menyukaiku lagi? Bagaimana kalau dia berubah
pikir?an dan ingin mengakhiri segalanya? Bagaimana
kalau ternyata selama ini di sana dia punya seseorang
yang disuka? Bagaimana kalau
Aaaarrggghhh ribuan pengandaian itu ber?ke?
liaran bebas di otakku, menyabotase ?pikiran waras?
ku yang mencoba mengedepankan nalar dan logika
dalam bertindak. Seharusnya memang aku berpikir
positif, kan? Kalau memang dia seperti itu, buat
8:33:32 AM
365
365
apa dia meladeni setiap panggilan teleponku? Buat
apa dia terlihat antusias saat kami bertatap muka di
layar komputer, buat apa dia membalas semua sms
mesraku? Buat apa?
Tapi satu tahun lebih ... ya, Tuhaaann satu tahun
lebih tak bertemu membuat aku bisa saja menelan
gajah bulat-bulat karena sangat rindu padanya. Kalau
saja rasa rinduku ini bisa diubah menjadi angin, tentu
dia akan menjadi tornado yang bisa memporakporandakan sebuah negara. Terlalu dalam rasa rindu
ini pada gadis kecil penghuni hatiku.?Ayana...
Bersandar pada pilar tinggi didepan pintu ke?
datangan luar negeri, aku menghitung detik-detik
menjelang pertemuanku kembali dengannya. Kena?
pa terasa lebih menyiksa, ya? Kenapa 16 bulan dan 22
hari yang lalu tidak begitu terasa? Kenapa hanya 15
menit membuatku bagai menunggu 15 tahun lagi?
Aarrrgggghhhh ... ini semua gara-gara lelaki tua
sialan itu. Kalau saja dia tak melakukan ini padaku
tentu aku tak akan merasa semerana ini?
Ingatanku melayang pada peristiwa 16 bulan
lalu. Di sebuah rumah bertingkat dua yang menjadi
tempat berteduhku selama hampir dua bulan se?
jak kedatanganku pertama kali ke Belanda. Aku
berhadapan dengan Pak Surya yang sore itu meng?
ajakku bicara serius di ruang kerjanya.
"Juna saya ingin membicarakan masalah? angel.?
Hm ... mungkin membahas bagaimana kondisinya
sekarang."
Mendadak tubuhku dingin setelah mendengar
8:33:32 AM
366
366
kalimat Pak Surya. "Apa itu Pak?" Tanyaku sambil
mengabaikan rasa takut yang datang tiba-tiba.
"Seperti yang kamu ?tau, sekarang ini kondisinya
sudah stabil. Tidak ada penolakan tehadap organ
baru, liver yang dicangkokkan juga sudah tumbuh dan
volumenya pun mulai normal. Yah ... bisa dikatakan
kekhawatiran terbesar adanya? rejection? tidak tejadi
dan seperti kamu lihat kondisinya sudah jauh mem?
baik dibanding dua bulan yang lalu."
Aku hanya mengangguk mengerti walaupun
sejujurnya tetap tidak mengerti. Maksudku hal ini
sama-sama kami tahu. Bahkan Ayana sudah boleh
dibawa pulang dua minggu yang lalu dari rumah sakit
tempatnya di rawat selama beberapa bulan terakhir.
Ya, akhirnya Ayana mau menjalani operasi cang?
kok hati setelah rayuan, juga semua tipu muslihat
yang kujejalkan ke otaknya. Mungkin dia tidak
tahan karena setiap hari aku memohon-mohon
dan mena?ngis di hadapannya atau mungkin dia su?
dah sa?ngat bosan mendengar ocehanku yang tak
pernah berhenti. Aku tak tahu, tidak juga peduli
apa alasannya. Yang pasti aku sangat bahagia saat
dia dengan pasrah bersedia melakukan transplantasi
sebagai satu-satunya harapan memperpanjang masa
hidupnya.
Setelah hampir 18 jam proses operasi, dicabut dari
daftar pasien kritis setelah 3 hari menginap di ICU,
melawan kemungkinan penolakan organ baru, juga
kemungkinan adanya infeksi pasca operasi, sebulan
setelahnya Ayana sudah diperbolehkan pulang dan
8:33:32 AM
367
367
menjalani proses pemulihan di rumah. Satu bulan
yang sangat panjang saat kami semua diharuskan
bersiap-siap menghadapi kemungkinan terburuk
s?etelah proses yang melelahkan ini.
Ya, aku juga tahu semua itu, sangat tahu. Karena
setiap hari aku melihat monitor yang merekam detak
jantungnya, aku yang?walaupun tak tega?melihat
entah berapa banyak selang untuk bisa menunjang
hidupnya berseliweran membelit tubuh mungil
A?yana, tubuh gadisku. Walaupun hanya lewat pem?
batas kaca, aku yang menungguinya setiap hari.
Karena saat itu keinginanku hanya satu, kalaupun
Tuhan memanggilnya, aku ingin dia melihatku ada
di sana. Aku ingin dia tahu aku melepasnya, tapi tak
akan pernah melepas semua kenangan tentang kami.
Aku ada di sana, untuk dia.
Aku tahu semua itu. Dokter juga selalu mem?
beritahukan padaku dan Pak Surya semua perkem?
bangan Ayana, sekecil apapun itu. Jadi apa masalahnya
se?karang? Apa sebenarnya maksud Pak Surya? Apa
Akulah Arjuna Karya Nima Mumtaz di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang tidak aku tau? Apakah ada yang di sembunyikan
d?ariku?
"Oleh karena itu," mata abu-abu Pak Surya
menatapku dalam-dalam sebelum melanjutkan lagi,
"saya memandang tidak ada pentingnya lagi kamu
ada di sini. Saya sudah mengurus semuanya, besok
pagi kamu pulang ke Jakarta." Suara Pak Surya yang
teramat tenang begitu ? menipu saat kucerna lagi
kalimatnya.
"Maksudnya Pak?"
8:33:32 AM
368
368
"Apa yang tidak kamu mengerti Arjuna? Bukan?
kah semua sudah jelas? Kamu tidak di butuhkan lagi
di sini, jadi kembalilah ke Indonesia besok pagi. Tiket
pesawat sudah saya siapkan dan besok Piter yang
akan mengantarmu ke Amsterdam."
Maksudnya? Apa maksudnya ini? Aku harus
pulang setelah semua ini? Hahhh jangan harap pak
tua! "Maaf Pak, saya akan kembali bersama Ayana.
Jika saya harus pulang maka Ayana harus ikut!"
"Kamu tau kan kalau putriku sedang dalam
kondisi tidak memungkinkan untuk pergi jauh?
Kamu dengar sendiri apa kata dokter, proses?recoverynya? memang lambat dan membutuhkan waktu
yang lama. Paling tidak butuh waktu enam bulan
hingga dia bisa beraktivitas normal lagi. Apa kamu
tega kondisi? angel? menurun? Aku tak akan pernah
membiarkanmu membawa anakku ke Indonesia
sampai dia sembuh total. Kamu pulang sendiri dan
tinggalkan dia di sini!" Tekanan suara Pak Surya
terasa mengintimidasi namun aku tak akan gentar.
Akan kuperjuangkan hak-ku sampai aku men?da?pat?
kannya.
"Tidak Pak, saya akan tetap di sini. Kalaupun saya
harus pulang itu hanya untuk perpanjangan visa. Saya
akan menemaninya sampai dia sembuh total dan bisa
saya bawa pulang."
"Lalu pekerjaanmu? Masa pemulihan Ayana
butuh waktu yang sangat lama. Apa selama itu juga
kamu tidak akan bekerja? Lalu dengan apa kamu
akan menghidupi putriku? Dengan usaha patung?
8:33:32 AM
369
369
an bersama temanmu itu? Hah ... bahkan usaha itu
bukan hak milikmu sepenuhnya Juna, jadi tak usah
kau sombongkan sebagai mata pencarian utama
di hadap?anku. Aku tak mau putriku kelaparan dan
hidup susah karena dia sudah biasa hidup berkecu?
kupan."
"Saya akan..." Aku menghentikan ucapanku
saat tangan Pak Surya terangkat memperingatkan,
menandakan beliau sedang tak ingin dibantah.
"Aku juga tak mau putriku tinggal di apartemen
sempitmu itu, aku mau dia melanjutkan kuliah di
perguruan tinggi terbaik di Jakarta, aku mau hidupnya
terjamin. Sangat terjamin." Mata tajam Pak Surya
melihatku dengan pandangan menilai. Membuat
egoku sebagai laki-laki terkoyak.
"Saya jamin saya bisa melakukannya Pak. Anda
bisa melakukan apapun pada saya jika saya tidak bisa
memenuhi semua keinginan Bapak. Saya suaminya
dan saya akan bertanggung jawab penuh atas istri
saya." Kutatap tajam mata Pak Surya, berharap beliau
bisa di yakinkan kalau aku sanggup menghidupi istri?
ku dengan baik nantinya.
Tiga hari setelah tiba di Groningen, aku memang
menikahi Ayana di depan kelurga besarnya yang?
walaupun tak semuanya?sengaja datang dari
Amsterdam. Seluruh keluargaku di Jakarta juga me?
nyaksikan prosesi ini meski lewat skype. Suasana
khid?mat ?yang harusnya penuh suka cita itu malah
menjadi sangat mengharukan. Apalagi setelah akad
nikah selesai, tangis beberapa orang pecah saat
8:33:32 AM
370
370
aku menghampiri ranjang Ayana dan memegang
ubun-ubun istriku seraya mengucap doa. Tangisan
Mama, Vio, dan Mbak Era terdengar samar dari
laptop yang menyala di hadapan kami. Tapi aku tak
mempedulikannya, pikiranku saat itu hanyalah aku
sudah menjadi seorang suami, walaupun entah untuk
berapa lama.?
Saat itu, aku juga tak memikirkan hal lain, hanya
rasa syukur yang dalam karena akhirnya Ayana
mau menikah denganku dan Pak Surya demikian
mudahnya merestui kami.
"Saya tidak butuh jaminan Arjuna, saya butuh
pembuktian. Selama itu belum terbukti kamu tidak
akan bisa membawa Ayana kemanapun!"
"Tapi Pak!"
"Besok kamu pulang ke Jakarta, saya sudah
kirim email ke jajaran direksi. Untuk jelasnya lagi,
kita a?dakan? teleconferense? nanti begitu kamu tiba
di I?ndonesia. Yang pasti kamu harus terjun langung
membantuku mengurus perusahaan sialan itu. Ja?
batan baru sudah menanti, jadi selama saya belum
pulang rajinlah belajar untuk tau apa yang harus
kamu lakukan. Mey, Amran, dan Petrus sudah saya
instruksikan untuk membantumu secara langsung!"
Maksudnya? Kenapa otakku begitu lambat men?
cerna semuanya? Sebentar, apa maksudnya tadi?
Jabatan baru? Sial...
"Maaf Pak, saya menolak. Saya bisa mencari uang
dengan cara sendiri dan saya yakin tanpa perusahaan
Bapak, saya tetap bisa menghidupi istri saya."
8:33:32 AM
371
371
"Arjuna saya sedang malas berdebat denganmu!
Jadi setelah ini bereskan semua barangmu dan kem?
balilah ke Jakarta besok pagi atau aku aku sendiri
yang akan menendangmu pergi dari sini!" Suara
beliau santai, terdengar malas.
"Pak Surya! Anda tidak bisa melakukan itu pada
saya, Ayana adalah hak dan kewajiban saya sekarang.
Saya akan tetap berada di sekitarnya sampai bisa
mem?bawanya pulang!" Kemarahan perlahan-lahan
menguasaiku, aku tidak rela kalau di tendang begitu
saja ke Indonesia dengan cara seperti ini. T?idak, aku
gak akan pulang tanpa istriku! "Maaf, saya menola?k!"
"Pulanglah, atau.."
"Atau apa?" Tantangku penuh tekad. Apapun
akan kulakukan untuk melawan kemauan Pak Surya
yang kurasa sudah sangat keterlaluan ini.
"Atau saya tidak akan menguruskan pernikahan?
mu secara hukum dan akan mengungsikan?angel?ke
belahan dunia lain hingga tak ada kesempatanmu
lagi untuk bertemu dia. Sekarang bisa saja saya meng?
angkat telepon dan? angel? akan segera berangkat ke
Amerika atau ke mana pun yang saya mau dan saya
sangat yakin kamu tidak akan bisa mengejarnya!"
T?atapan angkuh bosku itu ingin sekali kubalas de?
ngan satu tonjokan di mulutnya yang juga tersenyum
sinis. Yaa, Tuhaannnnn ... kenapa begini?
"Berapa lama?" ujarku akhirnya, mencoba meng?
abaikan rasa kesal yang sudah sangat memuncak.
"Tergantung, sampai angel? dinyatakan seratus
persen sembuh, urusannya yang di sini selesai semua,
8:33:32 AM
372
372
pernikahan kalian tercatat secara legal, perpindahan
kewarganegaraan, banyak sekali yang harus di urus."
?Itu berarti berarti..." Aku bahkan tak bisa mem?
bayangkan waktu yang bakal kulalui nantinya.?
"Yahhh ... aku tidak bisa memastikan," ucapnya
santai. "Pemulihannya sendiri paling sedikit butuh
waktu enam bulan. Pergantian dokumen dan lainlain juga sedikit rumit, kamu tau sendiri, putriku
masih memegang kewarganegaraan Belanda, tapi
saat ini dia ingin sekali berganti Indonesia. Dia juga
belum mendapat ijazah SMA. Jadi ... yahhh mungkin
setahun, bisa jadi lebih."?
"Saya tidak mau!" Nyaris berteriak kuucapkan
kata itu pada si tua sialan yang jadi mertuaku itu.
"Saya bukan melakukan penawaran Arjuna, tapi
saya memberi perintah. Pertama sebagai atasan yang
kedua sebagai ayah mertuamu!" Senyum mengejek
itu jelas sekali terpampang di wajahnya. Ugghhh.....
Akhirnya setelah berbagai argumenku tetap
ditolak dengan sangat terpaksa kukibarkan bendera
putih dan mengikuti kemauan pak tua satu ini. Aku
tak sudi jika Pak Surya benar-benar merealisasikan
ancam?annya dengan mengungsikan Ayana jauh-jauh.
Bila itu terjadi, ke mana lagi aku akan mencarinya??
Malam itu untuk pertama kalinya Pak Surya
meng?izinkanku tidur di kamar Ayana karena sebe?
lum-sebelumnya aku memang hanya diperbolehkan
mengobrol bersamanya hingga satu jam sesudah
m?akan malam, dan harus langsung kembali ke kamar
yang disediakan untukku. Tak boleh lebih dari itu
8:33:32 AM
373
Akulah Arjuna Karya Nima Mumtaz di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
373
dan aku menerimanya karena sangat mengerti kon?
disi Ayana yang memang membutuhkan banyak
istirahat. Malam itu, aku hanya memeluknya sam?pai
pagi, menikmati momen-momen terakhir sebe?lum
koperku dilempar paksa Pak Surya ke jalanan. Tak ada
kata perpisahan juga tak ada kata-kata penuh janji saat
kami berpisah keesokan harinya. Dia hanya berucap,
"Tunggu Ayana, kak," yang kuberikan anggukan
pasti sebelum akhirnya aku berlalu bersama mobil
Piter menuju Amsterdam. Aku tak ingin melihat air
matanya, juga tak ingin dia melihat air mataku.
Akan kubuktikan pada mertuaku itu kalau aku
bisa dibanggakan sebagai menantu yang baik. Aku
mau beliau tak meremehkanku lagi dan melihat
kemampuanku. Beliau harus tahu kalau aku bisa
diandalkan. Berapapun waktu yang disyaratkan akan
k?ulalui tanpa mengeluh, bagaimanapun Ayana istri?
ku dan Pak Surya tak akan bisa menahanku lamalama bukan?
Tapi ternyata teori tak semudah praktek ko?man?
dan! Berat euyy. Menahan rindu berbulan-bu?lan
benar-benar menyiksa batin dan perasaan. Apa?lagi
Pak Surya benar-benar kejam karena tak mem?per?
bo?leh?kan aku mengunjungi Ayana. Satu kalipun tak
boleh. Sampai batas waktu yang beliau tentukan
nantinya, aku hanya berhubungan jarak jauh dengan
istriku. Emang gila banget ini Pak Mertua!
Namun yang membuat aku iri setengah mati
adalah bebasnya keluargaku yang lain mengunjungi
Ayana di Belanda. Bahkan dalam setahun terakhir
8:33:32 AM
374
374
sudah dua kali Mama, Papa, dan keluarga Mbak Era ke
sana, belum lagi Mas Dave dan Vio yang lebih ?sering
mondar mandir Indonesia-Belanda. Entah untuk
alasan bisnislah, liburanlah atau buang duit. Cihhh ...
menyebalkan sekali, beneran pingin gigit sendal kalo
gini ceritanya. Gimana gak kesel coba, di saat keluar?
gaku diberikan izin tak terbatas bertemu A?yana, aku
harus puas memandangi wajah istriku pada layar
datar laptop, mengiriminya kata-kata mesra yang
membuatku nyaris gila, juga merayunya seperti
operator? phonesex yang seperti lelaki kurang kasih
sayang.?Anjriitttt...
Berkali-kali Mama menguatkanku, menyuruh
bersabar dan mengalihkan fokus pada pekerjaan
baru?ku serta memperbanyak puasa. Yaelahhh
Maakkkk bagaimanapun anak bujangmu ini nor?
mal dan sangat butuh sentuhan menantumu. Lalu
bagaimana bapak mertuaku itu tega memisahkan
kami dan menjadikanku laki-laki jablay? Kejam ... ini
kejam Jendral!
Kulirik lagi jam di pergelangan tangan.
02.50
Lah, bukankan ini sudah lewat sepuluh menit dari
jadwal seharusnya? Bodoh kau, Juna! Kenapa sampai
lupa waktu begini? Biasanya aku tak akan melamun
dalam jangka waktu yang lama karena fokusku selalu
pada pekerjaan yang dibebankan bos sialan itu. Tapi
kali ini aku membiarkan anganku berkelana bebas
tak tentu arah hingga melupakan waktu.
8:33:32 AM
375
375
Tergeragap aku melihat sekeliling dan membeku
saat menyadari ada sosok lain sedang mengamati tak
jauh dari tempatku berdiri. Itukah dia?
Seorang gadis berdiri diam melihatku, tubuhnya
yang berbalut jaket biru gelap kontras sekali dengan
kulitnya yang putih dan rambut yang berwarna cok?
lat gelap. Sepatu boot yang dia pakai pendek de?ngan
hak rendah, meski demikian tingginya hampir me?
nyamaiku. Benarkah itu dia? Benarkah itu Ayana?
16 bulan dan 22 hari aku tidak melihatnya se?cara
langsung, tapi aku selalu melihatnya di layar kom?
puter ataupun video call jadi tidak mungkin aku salah
bukan? Tapi memangnya Ayana setinggi itu??
Perlahan aku menghampirinya, memperpendek
jarak hingga benar-benar tepat di hadapannya.
Duniaku rasanya menyusut hingga hanya menyisa?
kan aku dan dia. Membutakan mataku akan sekitar
karena sosoknyalah yang memenuhinya.? Berusaha
kutarik wajah itu dari ingatanku yang lemah. Tapi
ini memang dia, aku masih hafal dengan semua sisi
wajahnya, dengan mata abu-abu terangnya, dengan
senyuman manisnya. Ya, ini memang dia, gadisku!
Inginnya kupeluk dia saat ini juga, menyentuh
halus kulitnya, menghirup aroma tubuhnya, meya?
kinkan kalau dia itu nyata. Tapi aku hanya terpaku
di tempatku, menikmati setiap detil hingga tak ?ada
yang terlewat.
"Hai..." Hanya itu ?yang mampu keluar dari pita
suaraku, karena selanjutnya dadaku telah banjir oleh
rasa sesak. Ya, tuhan... aku amat merindukannya.
8:33:32 AM
376
376
"Hai..." Getaran pada bibir dan suaranya, mem?
buatku ingin sekali merengkuhnya dalam pelukan.
Tak ada cukup kata yang bisa mewakili rindu ini,
tak ada cukup kalimat yang bisa kurangkai untuk
mencurahkan segala rasa yang terpendam dalam.
Aku hanya bisa berlama-lama menatapnya, meresapi
sosoknya yang selalu hadir dalam mimpi yang selalu
mengusik hari-hariku dengan bayangannya.?
"Selamat datang... Nyonya Arjuna."?
"Kakaaaakkkk..."
Tubuhnya menabrakku keras. Meniadakan jarak
antara kami, melelehkan rindu yang menggumpal
dan membeku setelah sekian lama waktu yang harus
dilewati. Isakan halusnya di leherku terasa sa?ngat
m?e?nya?yat hati. Jangan menangis, tolong. Aku ingin
mengatakan demikian, tapi aku bahkan tak bisa
menga?takan apapun karena air mataku pun telah
me?rembes turun. Rasanya penantian itu tak cukup
lama, hari-hari penyiksaan itu tak cukup membuatku
men?derita. Karena saat pertemuan datang, semua itu
hanya seperti titik-titik debu yang tersapu hujan.
Semuanya hilang, tak berbekas.
Sepanjang perjalanan tak ada sepatah katapun
yang terucap. Aku menggenggam tangan kanannya
erat, dengan kepalanya yang rebah di dadaku dan
tangan kirinya yang melingkari perutku. Tak tahu
kenapa, tapi momen ini benar-benar tak ingin
kurusak bahkan hanya untuk menanyakan kabarnya
atau bagaimana perjalanan yang baru dia lalui. Ini
terlalu berharga untuk dilewatkan dengan banyak
8:33:32 AM
377
377
kata, semua ini sudah cukup mengisyaratkan rindu
yang teramat sangat.
Aku jadi mengerti maksud Ayana saat kontak
terakhir kami dua hari yang lalu. Waktu itu ia
minta d?ijemput menggunakan taksi atau aku harus
m?embawa sopir. Dia ngotot aku gak boleh bawa mobil
sendiri. Sekarang aku tahu semuanya. Coba aku tetap
nekat bawa mobil sendiri, kan gak bisa peluk-pelukan
begini.?Haaiiiyyaaaaa ... Junaaa otakmuu!
"Capek, ya?" Tanyaku setelah meletakkan koperkopernya di kaki ranjang, tapi Ayana hanya mengge?
leng pelan dan masih asyik memperhatikan tiap su?
dut ruangan.
Aku memang membawanya pulang ke rumah Pak
Surya, beliau yang menginginkan demikian. Meski
begitu, saat kami tiba, pak tua itu tak tampak batang
hidungnya. Mungkin beliau masih asyik bergelung di
dalam selimut karena memang kami sampai masih
jauh dari waktu subuh.
Kuperhatikan Ayana yang sedang membuka se?
patu juga jaketnya, menampakkan perubahan fisik
yang begitu jelas daripada saat terakhir kami ber?te?mu.
Dia berubah, jauh berubah. Ayana jauh lebih cantik,
lebih tinggi dan eemmm ... lebih berisi. Aku sam?pai
bingung bagaimana semua lemak itu bisa m?enye?bar
di tempat yang pas sekali. Yaelahh maaakkk ... ini
k?enapa aku jadi mikir ngeres yak?
"Eeemm ... istirahat dulu sayang, nanti sakit.
Pasti ... pasti kamu pusing, kan? Atau ... atau kamu
mau makan? Minum?" Sedikit berbasa-basi kubuka
8:33:32 AM
378
378
topik obrolan yang melintas begitu saja di kepalaku.
Gak tau kenapa tapi aku merasa sangat gugup.
"Enggak, ah Ayana mau bobo?an aja di sini."
D?engan teramat santai, dia menarikku untuk ikut
rebah di sampingnya. Di atas ranjang empuk yang
begitu nyaman dan menggoda.
O ... o ... ini berbahaya, komandan. Sangat
berbahaya. Oke, aku tidak pernah tidur satu ranjang
dengan spesies berjenis kelamin perempuan selain
Mama, Mbak Era, Vio, Iva, Ariella dan Vara. Jadi saat
sekarang aku ditempatkan dalam sebuah situasi di
mana ada perempuan yang bisa membuatku menelan
ludah berulang kali apa yang harus kulakukan?
Akulah Arjuna Karya Nima Mumtaz di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ya, memang dia istriku dan tak ada halangan
bagiku menyentuhnya sama sekali. Tapi entah
kenapa selalu saja melintas pikiran-pikiran yang
mem?buatku meragu, bukan untukku tapi untuknya.
Dia menyukaiku saat masih sangat belia, 16 tahun
dan kunikahi saat masih 19 tahun. bagaimana
kalau perasaanya berubah? Bagaimana kalau nanti
ada penye?salan baginya? Jalan Ayana masih sangat
panjang dengan usia yang baru akan 21 tahun.?Kurasa
aku harus membicarakan ini dengan dia, belum
terlambat jika Ayana ingin lepas dari ikatan ini,
mumpung kami belum terlampau jauh. Tapi jika
benar dia ragu untuk meneruskan, apa aku akan
sanggup berpisah darinya?
"Kak."
"Hmmm.."
"Mikirin apa, sih?"
8:33:32 AM
379
379
Aku tergagap saat sesuatu yang halus menyen?
tuh rahangku dan mengusapnya lembut. Kami tidur
pada satu bantal dan sangat dekat. Aku bisa melihat
de?ngan jelas mata abu-abunya yang bening sedang
menatapku menunggu jawaban. Apa aku melamun?
"Mmmhh enggak ... gak mikirin apa-apa, kok."
Aku hendak meneruskan kalimatku namun ter?henti
saat kepalanya pindah ke bawah daguku dan wajahnya
menempel di sana. Tubuhnya yang hangat menyu?sup
dalam pelukanku. Alamaakkkk!?
"Ayana mau bobo?, Kakak juga, ya."
"Ayana aja yang istirahat, ya sayang, Kak Juna
mau pulang dulu."
"Pulang? Ke mana?"
"Ke apartemen."
"Enggak, ahh ... Ayana ikut." Wajah cemberut?nya
kulihat kemudian karena dia sudah berpindah posisi
lagi di depan wajahku.
"Ayana, kamu harus istirahat. Pasti pusing, kan?
Kak Juna tungguin sampai tidur, ya, tapi abis itu Kak
Juna ?harus balik buat ganti baju. Soalnya ada rapat di
kantor nanti jam 8. Kalo kakak telat, ada bos tua yang
pastinya ngamuk besar."
Kikikan tawanya terdengar kemudian, merdu
sekali. "Kakak manggil Papa, pak tua gitu, Papanya
tau gak, sih?"
"Ya, enggaklah, kalo tau pasti aku udah dikirim
ke kutub selatan buat beternak pinguin di sana!"
Tak kusangka tawanya malah meledak keras
m?eramaikan penghujung malam. "Iiihhhh Kak Juna
8:33:32 AM
380
380
lucuuuuu, dehhhhh." Masih dengan ?sisa-sisa tawanya
dia kembali meringkuk dalam pelukanku. "Ya, udah,
tapi nanti pulang kerja langsung ke sini lagi, ya."
"Iya."
"Ayana dipeluk, dong biar bisa bobo."
Hayaaaahhhhhh ... ini mahhh namanya enakk ...
ehh ... maksudnya kok permintaannya aneh gini sih,
aku kan jadi enak.
Tangannya memeluk pinggangku erat, sedang
kepalanya menyusup di leher, membuatku merin?
ding dengan hembusan nafas hangatnya di sana.
Tak bosan-bosannya kubelai rambut panjangnya
yang terasa sangat halus, mencium wanginya yang
menenangkan. Ahh, istriku.
Tak lama kemudian kurasakan nafasnya sudah
teratur dan tak ada gerakan apapun lagi. Perlahan
kurebahkan kepalanya di bantal dan berniat pergi,
tapi gak tau kenapa aku tak bisa berpaling sama
sekali dari wajahnya. Alisnya yang melengkung
indah, bulu matanya yang gelap dan tebal, hidungnya
yang mancung, tulang pipinya yang tinggi juga bibir
pinknya yang ... menggoda. Maakkkkk ... mantumu
ini kenapa cantik banget, sihh. Ya, amppoooonnn ...
beneran bikin senam jantung kalo begini!
Aku tak bisa menahan diri sama sekali hingga
dengan nekat mengelus pipinya yang halus berulang
kali, menyibakkan rambut panjangnya hingga me?
nampakkan keseluruhan wajah dan leher, memper?
hatikan dadanya yang naik turun dengan halus.
Aaarrggghhh ... aku harus segera pergi dari sini,
8:33:32 AM
381
381
sekarang juga. Sebelum aku? lost control? dan mela?
kukan hal-hal lain.
Tapi, lagi-lagi aku hanya bisa diam dan kemudian
bertingkah seperti maling mencuri ciuman kecil
pada pipinya dan membenamkan wajahku pada ram?
butnya yang tebal. Aroma tubuh Ayana yang kuhi?
rup membuat dadaku sakit oleh debaran yang di luar
batasan normal, Perutku pun mulas dan tegang oleh
antisipasi. Alarm tanda bahaya berdering keras di
otakku. Tidak, aku harus pergi. Belum waktunya, ada
hal lain yang harus kami perjelas tentu saja. Kukecup
puncak kepalanya singkat sebelum pulang lagi ke
apartemen. Sekarang waktunya kembali ke alam
nyata.
?
* * *
?
Tok ... tok ... tok....
Ketukan kecil di meja membuatku mengangkat
wajah. Pak bos tua sedang mengamatiku bergantian
dengan kertas-kertas yang masih jadi pusat kon?
sentrasiku.
"Ya, pak?"
"Jam setengah dua."
"Maksudnya Pak?"
Ini pak bos ngemeng apa coba? Ada apa dengan
jam setengah dua?? Beliau bahkan baru datang se?
tengah jam yang lalu setelah melimpahkan semua
pekerjaan padaku hanya melalui SMS. Lalu kenapa
sekarang nyinggung-nyinggung waktu? Dasar kakek
8:33:32 AM
382
382
tua tak tau diri.
Beliau pasti tahu kan kalau isteriku ada di rumah?
Pasti tahu juga kan kalau aku kangen setengah mati?
Pasti juga sangat tahu kalau aku saat ini ingin sekali
menggigit ujung jempolnya karena pura-pura tak me?
ngerti dengan kondisiku dan malah membebankan
pekerjaan berlimpah serta menolak permohonan cuti
tahunan yang kuajukan minggu lalu setelah dengan
wajah meledek dia mengabarkan kalau Ayana akan
pulang. Beliau pasti tahu aku dongkol setengah mati
padanya! Lalu kenapa hari ini malah semua kerjaan
The Name Of Rose Karya Umberta Eco Dewa Arak 49 Geger Pulau Es Hantu Hijau Dari Appleville Karya Jean
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama