Ceritasilat Novel Online

Akulah Arjuna 6

Akulah Arjuna Karya Nima Mumtaz Bagian 6

diberikan padaku dan malah dateng siang dengan

sangat santai? Uuurgghhh...

O, ya, aku belum bilang ya kalau aku diangkat

jadi wakil direktur utama? Ya, aku memang naik

jabatan sejak kepulanganku dari Belanda hampir

satu setengah tahun yang lalu, jabatan siluman yang

di?paksakan ada karena aku menikahi putri tunggal

direktur utama. Walaupun kalau dipikir-pikir sama

aja dengan kerjaanku dulu sebagai asisten Pak S?urya,

b?edanya sekarang aku bisa mengambil keputusan

sendiri dan lebih sering menggantikan direktur uta?

ma yang kurasa sedikit malas karena punya wakil

baru yang rajin yaitu aku. Huh!?

"Sekarang jam setengah dua, kamu tidak pulang?

Bukankah kamu ada acara makan malam dengan

keluargamu?"

Aku hanya bisa mengangkat alis heran. Tahu dari

mana Pak Surya kalau malam ini Mama nyuruh aku

bawa Ayana ke rumah buat makan malam bersama?

8:33:32 AM

383

383

Perasaaan, aku belum ngomong apa-apa, bahkan

pada Ayana. Aku gak berani janjiin apapun ke Mama

karena takut Ayana masih capek dan masih butuh

istirahat. Jadi dari mana bos?mertuaku?ini tahu

kalo Mama nyuruh kami ke rumah?

"Emmm Bapak tahu dari mana?"

Bukannya menjawab bos menyebalkanku ini ha?

nya tertawa lepas. "Kamu pikir bisa menyembunyikan

sesuatu dari putriku Juna? Kadang dia memang

sangat menjengkelkan karena suka sekali mencaricari apa yang kita sembunyikan. Jadi sekarang beres?

kan pekerjaanmu segera dan bawa muka jelekmu itu

pergi dari sini. Aku tak mau anakku ngamuk karena

suaminya terlalu lama kencan sama komputernya di

kantor." Tanpa mengatakan apapun lagi Pak Surya

melenggang pergi, namun di depan pintu beliau

berhenti dan ? sedikit menoleh. "Aku baru saja me?

nan?datangani surat izin cutimu. Dua minggu cukup,

kan? Setelah itu segera kembali lagi ke kantor.

Jangan ada syndrom pengantin baru yang keenakan

di rumah, banyak pekerjaan menunggu. O, ya salam

buat David dan semua keluargamu. Maaf aku tak bisa

datang k?arena wakilku sedang cuti gara-gara isterinya

pulang."?

Aku masih bengong saat Pak Surya tak terlihat

lagi. Suara tawanya yang menggelegar dan di luar

kebiasaan masih terdengar jelas, membuatku sibuk

mencerna semua maksudnya. Jadi maksudnya aku

dibebasin pulang? Jam segini? Dan apa katanya tadi,

cuti dua minggu?

8:33:32 AM

384

384

Wow ... ini keajaiban, benar-benar keajaiban.

Setahun lebih aku ditempatkan di sini seperti sapi

perah yang hanya memiliki sedikit waktu untuk

isti?rahat dan sekarang aku disuruh pulang bahkan

cuti? Tunggu ... tunggu ... tunggu ... Pak Surya gak

sakit, kan? Aku gak lagi dikerjain, kan? Aku tak mau

beliau tiba-tiba datang dan berteriak, ?Bercandaaaaa?

padaku. Itu akan sangat menyakitkan jendral!

Memiliki bos sekaligus mertua seperti Pak Surya

adalah mimpi buruk. Bagaimana tidak, beliau lebih

galak daripada satpam klub erotis. Beliau selalu

mem?berikan pekerjaan bertumpuk hingga tak mem?

berikan waktu untuk sedikit saja untuk ber?santai,

bahkan di hari libur. Beliau juga tidak menem?

patkan seorangpun staf perempuan di seki?tarku,

melarang semua pegawai perempuan?kecuali Bu

Mey?berhubungan langsung denganku, juga selalu

memantau kegiatanku walaupun tidak di sekitarnya.

Seringkali mulut pedasnya menyindir hingga

mem?buatku mengeluarkan semua koleksi umpat?

anku?walau hanya dalam hati?dari yang paling

halus sampai yang paling kotor. Tidak ada hubung?

an mertua dan menantu di antara kami. Hanya

hubungan profesional antara atasan dan bawahan.

Dan itu menjadi agak keterlaluan saat dengan sengaja

mulut nyinyirnya mengingatkan para suami yang

punya isteri di rumah saat ada acara bebas di kantor.

Itu benar-benar membuatku sedikit tersinggung.

Bagaimanapun aku tak pernah melakukan sesuatu

yang merusak peranku sebagai seorang suami, lalu

8:33:32 AM

385

385

kenapa Pak Surya selalu saja mengingatkan dengan

sindirannya? Benar-benar ... menyebalkan!

Tanpa menunggu lebih lama, segera saja aku

berlari menuju lift. Aku harus segera keluar dari

tempat ini sekarang juga. Ya, sekarang juga, aku takut

ada hal lain yang bisa menahanku lebih lama. Benar

saja, belum juga aku memencet tombol lift terde?ngar

detak cepat sepatu dari belakangku.

"Mas Juna, proposal buat keikutsertaan tender ke

PT Jaya Abadi belum ditanda tangani, lalu..."

"Rayyan!" Kuhentikan dengan cepat bawahanku

itu sebelum dia meluncurkan segudang hal lain yang

bisa dia berikan. "Semua hal yang berhubungan

dengan pekerjaan, silakan laporkan ke Pak Surya.

Saya cuti sampai dua minggu ke depan."

"Tapi Mas...."

"Gak ada tapi, saya udah kesorean ini. Langsung

aja ke ruangan Bapak," ujarku sambil mengedikkan

dagu ke arah ruangan dengan pintu tertutup di ujung

koridor di mana kami berdiri.

Tanpa menunggu jawaban Rayyan, aku mema?

suki lift yang membawaku ke lobby. Tak kupedulikan

orang-orang yang memandangku aneh karena aku

berlari seperti dikejar setan begitu keluar dari lift.

Bahkan Aszumi yang menyapaku keheranan sambil

memegang perut buncitnya pun tak kugubris. Gak

ada urusan sama semua orang. Aku harus cepat s?am?

pai!

Keberuntungan memang sedang bersamaku, de?

ngan kecepatan penuh dan jalanan yang tak begitu

8:33:32 AM

386

386

ramai karena memang bukan jam macet, hanya

empat puluh lima menit waktu yang kubutuhkan

untuk sampai di rumah besar itu.?

Aku menemukannya sedang ? duduk manis di

sofa lebar ruang keluarga. Kurasa dia sedang berbi?

cara dengan Belinda di telpon, karena bahasa Belanda

yang tak kumengerti menjadi hal dominan yang

kudengar. Tangannya terulur mengajakku untuk

duduk di sebelahnya dan aku hanya menurut saja

karena akupun bingung apa yang harus kulakukan.

"Kakak udah makan?" katanya setelah meng?

akhiri panggilan telefon.

"Su ... sudah." Sial ... kenapa aku gugup? Kenapa

aku seperti remaja yang sedang kencan dengan pacar

pertamanya? Rasa berdebar dan tegang itu begitu

kuat, membuatku benar-benar tak tahu apa yang

h?arus kulakukan? Ya ampun, ini kan cuma Ayana dan

kami sudah sering ngobrol walaupun tidak pernah

bertemu dalam bentuk fisik.

"Ya, udah nih minum dulu, capek, ya?" Diang?

surkannya padaku sebuah gelas tinggi minuman

berwarna hijau muda yang baru kusadari sudah ada

di meja sedari tadi. "Mau cupcake gak? Barusan Bik

Darmi yang bikin." Tanpa menunggu persetujuanku

dia sudah menyuapiku dengan potongan-potongan

cupcake di tangannya.

Anehnya kami sama-sama diam setelahnya. Ke

mana Ayana yang biasanya cerewet itu? Ughh ... aku

benar-benar berdoa kalau dia akan banyak bicara dan

mengatakan hal-hal yang tak perlu agar bisa meng?

8:33:32 AM

387

387

alihkanku dari rasa tak menentu ini.?Tapi yang kulihat

justru pipinya yang merona merah dan senyumnya

yang malu-malu. Berkali-kali dia menggigit bibir

pinknya yang membuatku makin deg-degan. Apa

dia tau apa yang kupikirkan? Kumohon jangan. Ini

terlalu memalukan. Kalau Ayana tau, bisa-bisa dia

lari ketakutan dan mengunci pintu kamarnya rapat

karena aku sedang memikirkan bagaimana rasanya

kalau aku yang mengigit langsung bibirnya.... Hen?

tikan Junaaaaaa atau kau akan jadi gila!

"Eeemm Ayana ... emmm...."

"Ya, kak."

Yaelahhhh, itu suara kenapa lembut banget

mendesah gitu sih?

"Eeemm ... malem ini ... Mama ... maksud kakak,

Ayana capek, gak? Mama...."

"Makan malem di rumah?" Ayana memotong

ucap?anku yang pada akhirnya sukses membuat aku

bengong. Lha, ini istriku keturunan dukun apa gi?

mana? Aku kan belom selesai ngomong!

"Kok Ayana tau kalau ... kalo ... malam ini Mama

eemm ... nyuruh ... nyuruh ke rumah?"

"Tadi bangun tidur kan Ayana langsung nelpon

Mama sama Kak Vio. Mama nanya apa Kakak udah
Akulah Arjuna Karya Nima Mumtaz di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bilang kalo Mama nyuruh ke rumah malem ini. Kata

Mama kalo Ayana capek, Mama sama Papa yang mau

ke sini. Trus Ayana bilang aja kita yang ke sana. Mama

baik banget, Ayana ditanyain mau dimasakin apaan,

trus Ayana bilang aja kalo minta dimasakin makanan

kesukaan Kakak."

8:33:32 AM

388

388

Aku hanya mengangguk-angguk seperti orang

tolol mendengarkannya berceloteh. Syukurlah karena

Ayana yang bawel sudah kembali, ini membuatku tak

harus banyak bicara karena pastinya suaraku akan

bergetar karena degup jantungku pun tak terkontrol.

Tapi ternyata setelah itu dia diam dan kami samasama tak bersuara lagi.

Tik ... tak ... tik ... tak ... tik....

Rasanya aku bisa mendengar detak jam tanganku

sendiri karena senyapnya suasana di antara kami.

Kulirik Ayana yang duduk gelisah di sampingku. Jadi

sekarang apa yang harus kulakukan? Aku tak percaya

ini! Umurku sudah 31 tahun dan aku mati kutu pada

perempuan yang notabene adalah istriku sendiri! Ke

mana keberanianku? Ke mana rayuan gombal dan

kata-kata mesra yang selalu kuocehkan padanya?

Kenapa sekarang aku malah takut untuk memulai?

Aaarrrgghhhhh....

"Ayana...."

"Kakak..."

Berbarengan kami memulai pembicaraan dan

pada waktu bersamaan juga sama-sama diam dan

tersenyum malu. Aiihh, beneran ini kalo Vio tau pasti

aku kena ledek abis-abisan "Ayana mau ngomong

apa?"

"Eemm ... nanti malem kita nginep di apartemen

apa di sini?"

Heeee ... dia nanya entar malem? Aku gak peduli

nginep di mana? Aku hanya peduli apa yang kami

lakukan nanti malem.

8:33:32 AM

389

389

"Ayana ?maunya di mana? Kalo emang dari rumah

Mama ?mau balik lagi ke sini ntar Kakak anterin. Gak

papa maleman dikit, ya, pasti Mama pengen ngobrol

banyak sama Ayana."

"Trus kalo Ayana ke sini Kak Juna tidur di

mana?"

"Di apartemen."

"Iiiiihhhh Ayana ikut ah, masa Ayana di rumah

Papa, trus Kak Juna di apartemen. Kenapa gak

sekalian aja Ayana gak usah pulang kemaren!" Wajah

cemberutnya terlihat sangat kesal, tapi entah kenapa

ekspresinya berpuluh kali lebih menggemaskan.

"Jadi Ayana gak keberatan kalau ... kalau ... nanti

malem nginep di apartemen Kakak yang kecil itu?"

Kuberanikan diri menanyakan hal itu padanya.

"Kan gak penting tempatnya, yang paling penting

kan sama Kak Juna."

Eeeeaaaaa ... asyekk ... asyekk ... yessss!

Jawaban Ayana membuat kami berdua samasama malu, karena kulihat wajahnya sudah berubah

merah padam dan aku sangat yakin wajahku juga jelek

banget sekarang ini karena menahan cengiran yang

susah sekali kusembunyikan. Sebenarnya momen

ini benar-benar sangat memalukan. Tapi sumpah

demi apapun, melihat Ayana di layar laptop dan se?

cara langsung begini memang berbeda. Walaupun

memiliki tinggi di atas ukuran remaja Indonesia, tapi

dulu dia masih sangat muda dan tubuhnya kurus

kecil. Sekarang dia beranjak dewasa dan besar....

Yahh? b?esar? dan memiliki tubuh wanita dewasa

8:33:32 AM

390

390

dengan se?mua lekukan dan tonjolan yang sangat ...

mengagum?kan. Haiiisshhh Junaaaa kenapa otakmu

kesitu terusss!?

"Eeemm ... jadi ... jadi ... kita berangkat seka?

rang?"

"Ayana ambil tas dulu di kamar, ya, Kak Juna mau

ikut apa mau tunggu di sini? Eh tunggu disini aja deh.

Ntar, kalo ikut malah kita gak jadi ke rumah Mama."?

Dan aku sukses bengong mendengar kalimat

t?erakhir yang diucapkan Ayana sebelum dia berlari

kearah tangga. Haseemmm ... itu maksudnya apaaaa?

Dia menggodaku? Ya, Tuhannnn .... Ini kenapa nyiksa

banget gini, rasanya?

?

8:33:32 AM

391

Dua puluh

Perjalanan kami ke rumah Mama lebih banyak

diwarnai dengan saling diam. Hanya sesekali aku

bertanya tentang Belinda dan Piter yang akan disahut

Ayana dengan jawaban pendek hingga membuatku

bingung apalagi yang hendak kukatakan padanya.

Apa mungkin Ayana juga ngerasain apa yang kurasa?

Sumpah aku lebih suka dia yang cerewet dari pada

seperti ini.

Sewaktu mobilku berbelok dari jalan protokol

dan memasuki kompleks perumahan, tak jauh di

depan kami ada mobil putih yang kutahu milik Mas

Dave sedang melaju pelan. Ah, rupanya kami datang

hampir bersamaan.

"Masih jauh ya, Kak, rumah Mama?" Ayana

me?li??hatku dengan wajah yang sepertinya diliputi

penasaran.

"Enggak. Tuh di mana mobil putih itu berhenti

itulah rumah Mama." Ujarku sambil menunjuk mobil

Mas Dave dengan dagu.

"Emang itu mobil siapa?"

"Mobil Mas Dave."

"Berarti ada Iva, Dewa, sama Vara dong, Kak?"

8:33:32 AM

392

392

B?inar di wajah Ayana membuatku tersenyum.

"Pastinya. Ditambah bonusan emak bapaknya

yang usil itu mereka jadi paket lengkap."

Tawa kecil Ayana membuatku kembali terse?

nyum. Aku gak tahu apa yang dia pikirkan saat ini,

tapi ketika melihat mobil itu benar-benar berenti di

depan rumah Mama, Ayana diam dan hanya me?lihat

pasangan di depanku itu ?bongkar muatan?.

"Kenapa sayang?"

"Eemmm ... enggak. Mereka lucu, ya."

"Lucu dan repot kayak klub sirkus. Liat aja bawa?

annya segambreng gitu. Belum lagi kalo Dewa sama

Vara rebutan minta gendong. Udah kayak perang

dunia." Aku terkekeh pelan namun kembali terdiam

saat Ayana hanya melihatku dengan tatapan yang tak

bisa kumengerti. Apa yang sedang dipikirkannya?

"Kalo kita punya anak nanti, apa bakalan repot

kayak gitu ya, Kak?"

"Enggaklah, kan aku pendiem gak kayak Mas

Dave. Makanya anakku juga gak bakalan ngerepotin

nantinya."

"Masa? Tapi setau Ayana, Kak Juna kadang gak

pendiem, kok. Apalagi kalo di telpon, pasti lebih ce?

rewet dan bawel. Makanya Ayana gak ngerti kenapa

dari tadi Kakak jadi pendiem trus suka gugup."

Kami saling memandang dan tawa itu pecah s?e?

ketika, rupanya dia memperhatikan aku dan m?e?nya?

dari semuanya. Saat kemudian tangannya yang halus

menyentuh dan mengelus punggung tanganku pelan,

aku nyaris kehilangan nafas karena terlalu kaget.

8:33:32 AM

393

393

Mata abu-abu terangnya serasa menenggelamkanku

dalam lautan fantasi, bibirnya yang basah terasa

kuat mengundang, aku juga bisa mencium aroma

parfumnya yang membuatku lupa semua hal.?

Tidak, aku rasa harus menghentikan angan liar

ini sebelum aku berharap banyak.

"Sayang, sebenernya aku ingin membicarakan

satu hal denganmu." Apa ini waktu yang tepat? Aku

gak tahu tapi aku ingin segera memperjelas hal ini

dengannya.

"Apa kamu ... apa kamu masih yakin dengan ...

dengan pernikahan kita?"

Senyum Ayana perlahan surut, wajahnya meng?

gelap dan tatapan matanya terasa sangat menusuk.

"Maksudnya apa ngomong begitu? Kakak mau

cere-in Ayana? Ehh, denger ya Arjuna, berani kamu

b?ilang kata itu aku bisa suruh orang culik kamu trus

tenggelemin kamu di Sungai Amazon biar dimakan

k?awanan Piranha. Dan itu bisa terjadi bahkan se?

belum kamu menyadarinya. Ngerti!" Kemarahan

tam?pak jelas terpancar di mata abu-abunya yang ma?

sih menatapku garang dan aku hanya bisa menelan

ludah merasakan kengerian merambat pelan-pelan.?

"Aku, kan cuma..."

"Setelah kamu membujukku dengan semua

r?ayuan gombalmu juga airmata buayamu itu, jangan

harap bisa lari dariku, Arjuna! Kebebasanmu sudah

tamat sewaktu kamu memutuskan pergi ke Belanda
Akulah Arjuna Karya Nima Mumtaz di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dulu. Jadi terima-terima aja kalo sampe tua kamu

bakalan hidup sama aku." Dengan kasar Ayana

8:33:32 AM

394

394

melepas seatbelt-nya dan meraih tasnya. "Satu lagi

ya, jangan harap aku akan jadi istri yang manis dan

selalu menerima semua tingkahmu. Kalo kamu sekali

aja ngelirik perempuan lain atau ada niatan seling?

kuh, kumutilasi kamu hidup-hidup!"

Mataku membelalak lebar mendengar ancaman

mengerikan yang dilemparkan Ayana. Ini beneran

istriku bukan, sih? Kenapa jadi berubah mengerikan

begini? Ini bukan Mak Lampir yang nyamar jadi

A?yana, kan? Sebelum dia berhasil membuka pintu,

kutarik tubuhnya hingga kepalanya menabrak bahuku

sedikit keras. Kuraih wajahnya agar menghadapku,

dan tatapannya tepat di mataku. Hmm ... diapun

harus tahu siapa itu Arjuna!

"Eh, dengar ya gadis gila, kamu juga harus tau

kalau kamu gak bisa main-main dengan pernikahan

ini. Aku sudah membuang banyak waktuku yang

ber?harga buat ngejar kamu dan seperti orang gila

meng?harapkanmu. Jadi jangan harap kamu bisa

pergi dariku atau nyari orang lain selain aku. Karena

selamanya kamu akan jadi milikku dan gak akan

pernah bisa lari. Ngerti itu!"

Kami saling menatap sampai akhirnya dengan

perlahan rona merah merayapi kulit wajahnya yang

putih, senyum kecil tampak di sudut bibirnya yang

berusaha ditahan dengan gigitan kecil di sana.

Yaelaaah ... maakkk gimana aku bisa tahan kalo kayak

gini?

Posisi kami yang sangat dekat menawarkan

sejuta godaan agar aku membuat semua angan yang

8:33:32 AM

395

395

terpendam rapi selama lebih dari setahun ini keluar.

Ada getaran halus yang makin lama makin kuat

menelusup dalam nadiku saat wajahnya makin dekat

dan hembusan nafasnya hangat kurasa.

Cengkeraman jari-jarinya yang kuat di bahuku

membuat jantungku berdentam-dentam makin he?

bat. Ya, tuhan aku menginginkan ini, sangat. Tapi

apa dia juga menginginkannya? Pandanganku tak

bisa teralih dari bibirnya yang basah dan mengun?

dang. Aku bahkan tak pernah menciumnya dengan

sengaja selain kejadian selepas piknik aneh kami tiga

setengah tahun yang lalu. Bahkan saat di Belanda

dulu aku hanya berani mengecup puncak kepalanya

atau pipinya. Sekarang saat tak ada apapun yang

menghalangi kami bisakah aku menahan diri?

Erangan sensual terdengar saat kukecup sudut

bibirnya, membuat aku menginginkan lebih. Begitu?

pun dengan dia kurasa, karena kemudian tangannya

berpindah ke rambutku dan mengarahkan kepalaku

kembali padanya.

Ayana....

Tok ... tok ... tok....

"Junaaaaa...."

Shitttttt...... shittt....shiittttttttt.....

Ketukan di kaca terus saja berulang, membuatku

menyumpah kesal. Kulihat pantulan kekecewaan

yang dalam di mata Ayana, kekecewaanku. Dan se?

kali ini saja aku gak mau peduli dengan nenek sihir

di luar pintu mobil. Kuraih kembali wajah gadisku

dan menciumnya kuat-kuat, menyatukan bibir dan

8:33:32 AM

396

396

nafas kami dalam satu nada gairah penuh cinta,

membelitkan lidahku pada lidahnya, menyalurkan

gairah yang menggedor batas kesabaran yang nyaris

robek saat ini juga.

Aku mencintaimu... Mencintaimu... Mengingin?

kanmu...

"Junaaaaaaaa..."

Teriakan itu terdengar sangat jauh dan aku tak

mau memperdulikannya. Tubuhku gemetar hebat

karena darahku sudah mendidih oleh erangan dan

geraman yang keluar dari tenggorokannya. Ciuman

liar kami tak juga terputus, aku malah makin lapar

setelah merasakan kulit punggungnya yang halus

di jemariku. Saat kemudian kurasakan dia berontak

dalam pelukanku kehabisan nafas. Bibirku berpindah

ke lehernya yang lembut, membuat darahku meng?

gelegak tak terkontrol?

"Kita pulang ... ke apartemen ... sekarang..."

Terengah kuucapkan kalimat itu terputus-putus.

Nafasku juga habis karena menahan ketegangan

nyata akibat aktivitasku beberapa detik yang lalu.

Aku juga baru menyadari kalau sekarang Ayana sudah

sepenuhnya duduk di pangkuanku. Dahi kami saling

menempel saat kurasakan anggukannya mantap.

"Junaaaaaaa..."

Teriakan itu kembali terdengar di ikuti gedoran

berulangkali di kaca. Vio masih berteriak-teriak

seperti emak-emak keilangan cucian diluar. Apalagi,

sih anak satu ini? Kupindahkan kepala Ayana ke

dadaku dan memeluknya erat.

8:33:32 AM

397

397

"Kenapa sih, Viii?" Rahangku menggertak terta?

han setelah menurunkan seperempat kaca mobil.

"J tolongin, dong, itu Dewa gak mau turun kalo

gak digendong Dave. Tapi Vara juga maunya di gen?

dong Daddy-nya. Lu bawa satu, ya? Kalo Dewa kan

biasanya mau sama elu."

"Enggak ah, masa gak mau sama elu, sih."

"Kalo dia mau sama gue udah gue bawa dari tadi.

Lu kan tau anak gue gimana. Please, J."

Wajah memelas adik kurang ajar ini mau tak mau

membuatku kasian juga. Huh, salah siapa coba punya

anak dimanja banget begitu, ampe kalo maunya gak

di turutin bisa ngamuk seharian.

"Sayang, aku bantuin Vio dulu, ya."

Kurasakan kepalanya yang mengangguk kecil

dalam dekapanku. Nafasnya mulai teratur tapi detak

jantungnya masih senada dengan jantungku, ber?de?

tak cepat dan abnormal karena dada kami me?nempel

erat.?

"Kalian berdua abis ngapain, sih?" Tanpa dosa

nenek sihir itu mengintip dari kaca mobil dan tertawa

mengejek. "Yeeee, abis ciuman yaaaaa...."

Ejekannya yang tak kenal sopan santun itu suk?ses

membuat wajahku merah padam. "Apa sih lu, sok tau

banget, dasar adek kurang ajar!"

"Taulah, gue kan jauh lebih pengalaman dari elu.

Makanya gue tau mana yang abis ciuman mana yang

abis perang ranjang," dengan tak tahu diri emak-emak

labil itu meleletkan lidahnya makin mengejekku.

"Ayana, yuk sama Kak Vio ke dalam duluan. Juna mau

8:33:32 AM

398

398

bantuin Dave dulu bawa si Dewa."

"Enggak, Ayana mau di sini aja. Gue mau ... mau

... anterin dia pulang lagi. Bini gue masih ... masih

capek, dia kudu banyak istirahat."

"Aiisshhh ... alesan lu gak mutu tau gak, J. Lu

pikir gue gak tau apa yang ada di otak elu? Gak usah

banyak alesan, cepet turun. Banyak kamar di dalem

yang bisa lu pake, apalagi waktu makan malem masih

abis maghrib. Kalo lu mulai sekarang juga, masih bisa

dapet dua ronde. Cepetan buka pintu, ah, keburu

anak gue nangis." Dengan tampang super tega Vio

membuka paksa pintu mobil dan menyeret aku dan

Ayana keluar.

Ugghhh ... gagal sudah rencana kabur ke apar?

temen secepatnya. Apes banget punya adek senye?

belin Vio. Dengan tak berperikemanusiaan Vio mem?

bawa Ayana pergi meninggalkanku dan Mas Dave

yang harus berkutat dengan dua balita yang seperti

selalu hendak saling mencakar dan melempar apapun

yang ada di sekitarnya ke wajah lawannya.?

Sambutan keluargaku terhadap Ayana sungguh

di luar perkiraan. Walaupun aku tahu kalau mereka

dekat, karena Mama dan Vio juga mbak Era rutin

bergantian menelpon Ayana seminggu sekali saat

masih di Belanda, tapi aku gak nyangka mereka bisa

sedekat ini. Dengan alami Ayana akan menggelendot

manja pada Mama ataupun Mbak Era dan Vio.

Ayana bahkan memanggil Vio dengan sebutan

?Kak? walaupun secara aturan Ayana adalah kakak

ipar Vio. Keakrab?an yang terjalin di antara mereka

8:33:32 AM

399

399

membersitkan tanya dalam hatiku, ini yang anak

sapa yang mantu sapa, ya? Kok aku malah di cuekin?

Tapi ada yang membuatku tertawa puas sekali,

sampai sekarang Ayana gak pernah mau memanggil

Mas Dave dengan sebutan lain, tapi tetap Om David.
Akulah Arjuna Karya Nima Mumtaz di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sama seperti saat dia masih kecil dulu. Alasannya

sederhana, Mas Dave adalah teman dekat Pak Sur?

ya dan akan sangat tidak sopan kalau Ayana hanya

memanggil nama atau sebutan Mas. Itu benar-benar

membuatku girang. Sukurin lu playboy mesum, biar

nyadar umur udah tua. Tuh, ada perempuan segede

badan bini lu nyebut lu Om.

"Aunty, Iva belum puas, nih jalan-jalan di

Holland. Masa kalo ke sana Daddy cuma ajakin Iva ke

Madurodam sama ke Volendam. Pengen sekali-kali

naik kapal atau ke mana gitu yang gak ngebosenin.

Kalo nanti?aunty?balik lagi ke sana Iva ikutan, ya?"?

"Ariel juga mau ikutan. Ayah sama Bunda malah

gak pernah ngajak ke mana-mana kalo ke sana.

Enakan kamu dik bisa ke Madurodam, Kak Liel cuma

ke museum aja. Enggak seru banget!"

Suara cempreng dua ponakanku saat kami semua

berkumpul di ruang keluarga ? itu membuat semua

orang tertawa lebar. Dasar anak kecil, dulu mereka

berdua memang selalu mengeluh atas kurangnya

waktu untuk jalan-jalan saat mengunjungi Ayana

"Aunty-nya gak bakalan balik lagi ke sana. Udah

mau?stay di sini aja sama Uncle J. Lagian Aunty-nya

gak dipinjem-pinjemin buat ponakan cerewet kayak

Iva sama Liel." Kutarik lagi Ayana makin merapat

8:33:32 AM

400

400

padaku di sofa dan merengkuh pinggangnya posesif.

"Apaan sih, Uncle J, pasti nih Uncle J ngiri. Kata

Bunda, Uncle J suka kesel kalo denger kita-kita

mau pergi ke Holland. Kasian, deeh Uncle J." Ariella

memeletkan lidah, terlihat sedikit kesal.

"Iyaa ... nanti kalau kita ke sana lagi, pasti?aunty

temenin jalan-jalan." Ayana tertawa kecil me?li?hat?ku

dan Ariella serta Iva yang saling meleletkan lidah.

"Uncle J sekarang gak asik, gak pernah nemenin

kita-kita maen. Tau gak? aunty, Uncle J kayak orang

aneh, deh kalo tidur bawa-bawa photo cewek."

"Apaan, sih kamu anak kecil! Enggak ... gak gak

... kata siapa itu?"

"O ... yaaaa ... foto siapa?" Mata Ayana melebar

menatapku dan Iva bergantian.

"Foto?aunty?angel-lah. Kata Mommy, Uncle J ka?

yak anak ABG baru punya pacar, lebaaaaay. Iva per?

nah liat Uncle J ngobrol sendiri sama fotonya aunty,

beneran lebay banget, deh. Pake acara dicium-cium

segala fotonya."

Ledakan tawa semua orang membuatku kesal dan

malu luar biasa. Sialan nih bocah, kenapa nyebelin

banget??

"Apaan, sih lu anak kecil, sok tau banget. Sono

pergi maen boneka!" Kulempar kepala Iva dan Ariella

dengan anggur yang ada di tangan. Dasar ABG lebay,

aiihhh jatuh harga diriku dipermalukan di depan

umum begini.

"Iya, deh kita pergi, daaa Uncle J jelekkkk. Yuk

baby D kita ke atas aja!" Ariella menarik tangan Iva

8:33:32 AM

401

401

dan bergegas ke atas. Aku yakin mereka akan ngerumpi

tentang cowok-cowok tim basket di sekolah Ariel.

"Juna kalo dicampur Liel sama Iva udah, deh

gitu kerjaannya. Sabar aja Ayana, punya suami tua

tapi masih suka ngeledekin ABG." ?Kekehan playboy

mesum yang duduk di depanku sambil melihat aku

dan Iva yang saling memamerkan muka jelek tak

urung membuatku melemparkan tatapan sebal pa?

danya. Emang dikira dia gak usil juga apa? Kulirik

Ayana yang terkikik geli di sampingku. Aishh, beneran

jatuh deh harga diriku di depan istriku. Sekarang dia

ngeliat aku kayak apa coba?

"Enak gak cake-nya, sayang?" Mama tersenyum

sayang pada Ayana yang sedang memasukkan suapan

kecil cake chocholato ke mulutnya.

"Enak Mam, enak banget. Ayana suka."

"Itu Mama bikinin spesial, loh buat Ayana.

Pokoknya kalau Mama tau kesukaan anaknya pasti

deh sering dibikinin. Tapi yang susah mah Juna, se?

mua makanan kan dia suka, doyan banget, malah

cen?derung maruk. Jadinya Mama bingung kalo

ditanya apa makanan kesukaan Juna."

"Vio lu jangan nyari gara-gara, ya!" Kupelototi

kesal Vio yang malah asyik terkikik geli di samping

pria mesum di sampingnya. Kayanya Vio mau ikutikutan Iva sama Liel nih ngeledekin aku!

"Jadi rencana kamu nanti gimana sayang?" Mama

memfokuskan diri pada Ayana dan tak mempeduli?

kan aku dan Vio yang sudah bersiap memulai ?perang?

seperti biasa.?

8:33:32 AM

402

402

"Papa nyuruh Ayana kuliah, tapi gak tau ntar

gimana. Udah biasa? home schooling? jadi males

ngikutin kelas reguler. Lagian ijazahnya juga belum

jadi. Ayana, sih mintanya di kirim langsung ke sini

kalo udah jadi."

"Memangnya kemaren jadi ikut ujian Ayana? Gak

bisa minta surat keterangan buat daftar kuliah dulu

sebelum ijazah keluar?" Mas Ezra tampak tertarik

dengan pembicaraan Mama dan Ayana.

"Jadi Mas, Ayana ujian di Wassenar dua minggu

yang lalu. Sebelumnya, sih ikut kelas jarak jauh aja

buat nyamain dengan kurikulum yang ada di Indo?

nesia. Tadinya agak susah karena Ayana kan udah

lama gak buka buku, jadi beberapa bulan kemaren

Ayana ngebut belajar buat persiapan ujian ini. Ada,

sih surat keterangan lulusnya, cuma ya kayak yang

Ayana bilang tadi, Ayana males ikutan kelas reguler."

"Oohhh, pantes Surya gak ngebolehin Juna ke

sana. Apa jadinya kalau Juna sering-sering ke Belanda.

Yang ada Ayana gak dapet ijazah SMA, tapi dapet?

nya bayi songong yang nurunin bapaknya." Kekehan

pelan Mas Dave menular pada orang-orang di sekitar

kami.?

Kulirik Ayana di sebelahku yang wajahnya sudah

semerah tomat. Apa dia malu? Sialann bener playboy

mesum ini, gak bisa ngerem mulut usilnya barang

s?ebentar. Masa di tengah ruangan padat penduduk

gini sempet-sempetnya ngomong begitu.

"Kalau Juna gimana, jadi mau ambil rumah di

B?ogor?" Papa bertanya dengan wajah penuh senyum.

8:33:32 AM

403

403

"Kurang tau Pap, sejauh ini Juna masih liat-liat

lokasi dulu. Selain Bogor, Juna juga liat Cibinong,

Tangerang sama beberapa rumah di daerah selatan."

"Di perumahan mana J? Pengembangnya jelas

kan?"?

"Kalo yang di Bogor sama Tangerang masih tanah

Mas, kalo cocok, sih pengen bikin sendiri sesuai

keinginan," ujarku pada Mas Ezra yang tampak serius

bertanya.

"Jadi belum pasti di mananya, ya?"

"Belum Mbak, nanti kalau ada waktu luang, mau

bawa Ayana buat liat. Jadi biar ditimbang bareng

maunya gimana."

"Kalo kata Mama mendingan di daerah Selatan

aja, kan deket sama Papa-nya Ayana. Gimana juga,

kan Ayana anak satu-satunya, kasihan kalau jauhjauh dari orang tua."

"Iya, sih Mam, makanya ini juga belum pasti, kok.

Nanti diliat lagilah."

"Rumah apa, sih Kak?" Suara Ayana meng?alih?

kanku sejenak. Aku lupa kalau belum membicarakan

masalah ini dengan Ayana. Dia pasti bingung se?

karang.

"Kakak rencananya mau bikin rumah, atau ya

kalo ada yang cocok, sih beli yang udah jadi."

"Buat?"

"Buat kitalah."

"Emang kenapa sama apartemen yang sekarang?

Gak harus beli rumah lagi kali, setau Ayana masih

ada kok rumah di Kuningan sama Menteng yang gak

404

404

ditempatin. Kita bisa pake itu." Wajah cantik istriku

menampakkan ketidaksetujuan dan aku bingung

b?agaimana menjelaskan padanya.

"Sayang, kita bikin rumah buat kita berdua. Ini

bukan rumah kamu atau rumah aku, tapi rumah

kita. Bentuk tanggung jawabku sebagai suami. Jadi,

kita memang akan memulai semua dari awal banget.

Yaahh,di mulai dari rumah ini nanti."

"Papa rasa, masalah ini nanti kalian obrolkan

b?erdua saja di rumah, sama seperti bagaimana ren?

cana Ayana ke depannya. Bicarakan baik-baik de?

ngan kepala dingin, jangan terbawa emosi." Suara

Papa m?emutus apapun yang hendak Ayana katakan

padaku.?

"Ya, Pap."? Aku yakin Papa melihat bahwa ada

potensi silang pendapat antara aku dan Ayana, jadi

be?liau memilih memotongnya secepat mungkin.

"Aaaaaaaaaaaaaaa..."
Akulah Arjuna Karya Nima Mumtaz di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Suara lengkingan histeris mengalihkan perhatian

kami semua pada dua balita yang duduk di atas karpet

tebal di depan televisi. Di sana tampak pemandangan

mengerikan saat Baby Vara menggigit paha Dewa yang

sedang memukuli kepalanya dengan buku gambar.

"Ya, Tuhaannnn ... Devaraaa ... stop baby ... stop ...

udah, ya ... udah, ya." Mas Dave sudah berlari secepat

kilat mendahului kami dan segera meraih Vara yang

matanya masih menyiratkan kekesalan yang amat

sangat pada kakaknya.

"Buang Vala ... buang Vala ke tempat sampahhh

... huwaaaa ... Vala ... nakal ... jelek ... Mommyyyy!"

405

405

"Dewa ngga gak boleh gitu sayang, sini sama Oma

aja, ya." Mama meraih Dewa dalam gendongan beliau.

Balita itu masih berteriak kencang sambil m?enangis

histeris dalam pelukan Mama.

Aku, Ayana, dan Mas Ezra hanya bisa melotot

seram menyaksikan Vio yang memeriksa bekas gigit?

an Vara di paha montok Dewa yang lecet membekas

berwarna kebiruan. Sedang si tersangka, Baby Vara

masih tampak menggertakkan rahangnya gemas sam?

bil memamerkan gigi susunya yang baru delapan biji.

"Luka ya, Vi."

"Iya mbak, biru lebam gini."

"Ntar kuambilin kompres dulu."?

Namun satu hal yang tak bisa diprediksi terjadi

kemudian, Dewa melempar kotak crayon tepat ke

kepala Vara yang untungnya bisa ditangkis oleh Mas

Dave, namun tetap saja ujungnya mengenai kepala

bayi mungil itu hingga membuat Vara menjerit

histeris dan menambah ramai sore ini dengan tangis?

annya yang melengking.

"Ya, ampuunn ... Dewa stop, nak, gak boleh gitu,

ya. Sayang, ya?"

"Valaaa jelekkkk ... Vala nakaallll .... Mommyyy!"

"Mommy ... Mommy...."

Dua balita itu berteriak makin histeris menun?tut

perhatian Vio yang masih menahan kompres di paha

Dewa.?

"Udah, Dewa sama Oma aja, ya, kita main di be?

lakang, yaaa.... Nanti Oma kasih puding cokelat, ya."

Mama akhirnya berhasil mengakhiri pertempuran

406

406

itu dengan membawa Dewa ke teras belakang diikuti

Papa kemudian. Meninggalkan kami yang masih

bengong karena tangis Vara tak juga berhenti.

?"Sini sayang sama Mommy ... cup ... cup ... cup ...

ngantuk, ya?"

"Baby Vara belum tidur siang ya, Mom?" Mas

Dave menepuk-nepuk kepala Vara pelan yang sudah

mulai tenang dalam gendongan Vio.

"Belum, kan tadi mau bobo? digangguin sama

Dewa, jadi dia bangun lagi. Ya, udah aku bawa ke

atas dulu, deh. Keliatannya dia udah ngantuk jadinya

rewel banget," Vio berlalu dari hadapan kami menuju

lantai atas, namun dikaki tangga dia berhenti lagi

dan memanggil istriku "Ayana sama Mbak Era ikut,

yuk, ada yang mau kutunjukin bentaran."

Ayana menoleh padaku, sorot matanya seperti

meminta izin yang kemudian kuberi anggukan sing?

kat. Tak menunggu lama dia akhirnya mengikuti

Mbak Era yang sudah lebih dulu menuju tangga.

Akhirnya aku dan Mas Ezra yang sedari tadi

bengong bisa menghembuskan nafas lega setelah

Vio membawa bayi kecil itu ke lantai atas dan para

perempuan meninggalkan kami bertiga yang sedikit

stress dengan kejadian super mendadak tadi.

"Fiuuuhhhhh ... untung anakku cuma satu, sudah

besar pula. Jadi gak harus menghadapi yang seperti

tadi."

"Enak lagi Mas banyak anak, rame kalau di rumah.

Tapi emang, sih Dewa sama Vara itu luar biasa, susah

banget akurnya. Saya sampai kewalahan kalau mereka

407

407

berantem kayak tadi. Beda sama Iva dulu, walaupun

cerewet, tapi Iva gak usil kayak Dewa dan gak emosian

kayak Vara. Jadi lebih enak ngurusnya."

"Ya, baby D kan gak ada emaknya dulu pas kecil,

dia tau bapaknya gak akan kuat kalo ditambah

cobaan dapet anak lasak, makanya dia diem." Mas

Ezra tertawa kecil yang kusambut kekehan juga.

"Iya juga ya, Mas, kalau Iva seliar Dewa dan Vara

pasti Mas Dave bakal stress, secara waktu itu dia

baru tobat jadi berandal. Kalo ditambah cobaan anak

bandel, bisa-bisa gak jadi tobat, tuh. Udah angkat

tangan nyerah duluan." Aku menyeringai puas pada

playboy mesum yang melihatku dengan wajah kesal.

Mas Ezra yang terkekeh geli pun membuat Mas Dave

makin terlihat kesal

"Eeeemmmm ... jadiiiiii yang bininya udah

balik ...gimaanaaaa rasaaanyaaaa?"

Kata-kata si playboy tua itu menghentikan tawa?

ku seketika, kenapa aku menangkap sedikit ketidak?

beresan dalam nada suaranya? Apa maksudnya ini?

"Aaaiihhh senengnyaaaa ... sepertinya nanti ma?

lam ada gempa lokal, nih." Kekehan playboy tua itu

membuatku menggertakkan rahang. Bener kan, m?ulai

kumat usilnya. Rupanya dia mau balas dendam.

"Kenapa, sih?" Mas Ezra menyahut dari balik tab

yang sedang dia utak-atik..

"Itu tuh, Mas, si Juna kan bininya balik, bisa ba?

yangin gak apa yang akan terjadi nanti malam?"

Kontan saja mukaku memerah mendengar kali?

mat Mas Dave. Sialaaaannnn! Dasar playboy tua sok

408

408

kecakepan! Namun aku berusaha tidak menghirau?

kan mereka dan beralih memusatkan perhatian pada

gadgetku lagi.?

"Sssshhh ... jangan gitu Dave. Gak baik usil sama

adek sendiri," Syukurlah, seperti biasa Mas Ezra se?

lalu bersikap netral dan ?bisa mendinginkan suasana.

Membuatku sedikit lega, tapi hanya untuk semen?

tara, sampai akhirnya...

"Butuh Viagra gak J, kalo gak vitamin apa gitu

buat tambah tenaga. Nanti aku minta Sierra resepin,

deh khusus buat kamu."

Ledakan tawa Mas Dave membuatku benar-benar

kesal. Dasar dua kakek-kakek tua ini! Ggrrrrrr....

"Bisa gak kalian berdua diem? Gak malu, ya sama

umur? Udah bangkotan, muka keriputan semua,

masih aja godain anak muda kayak Juna." Kulirik

mereka berdua sinis. Dan taukah apa jawabannya

sodara-sodara? Dengan polosnya dua orang tua itu

menggeleng mantap dan kembali terbahak.

"Mas Ezra tau gak mas?"

"Apaan?"

"Masih perjaka di usia lebih dari 30 dan sudah

menikah adalah bencana, Jendral!"

Hahahahahahahahahahaha....

Tawa tanpa komando itu benar-benar mem?

buatku kesal setengah mati. Walaupun mencoba

sesabar ? mungkin tapi hatiku lama-lama mendidih

juga karena amarah. Ini beneran minta disantet me?

reka berdua. Kenapa juga Mas Ezra yang biasanya

diem kongsian sama Mas Dave? Apa mukaku tampak

409

409

sangat menyenangkan saat di-bully?

"Setuju Dave, itu bencana. Benar-benar bencana

besar. Untung aku gak ngalamin."

"Syukurlah ?aku juga gak ngalamin Mas. Aahh, itu

siksaan, apalagi punya istri, tapi gak bisa diapa-apain

itu double siksaan." Playboy tua itu kembali tertawa

keras hingga membungkukkan badan. Ya Tuhannn

ingin rasanya kusumpal mulut si brengsek ini agar

tidak melanjutkan bully-annya padaku.

"Iya, situ kan penjahat kelamin. Begitu udah

baligh langsung cari korban," ujarku tetap dengan

ke?sinisan yang sama.

"Itu artinya Vio dapet pengalaman dari sang ahli.

Mas Ezra juga, paling enggak walaupun Mas Ezranya

gak ngerti apa-apa, Mbak Eranya pinter masalah

anatomi tubuh manusia dan udah biasa dengan hal

itu. Enggak kayak Ayana sekarang, dapet suami yang

masih sama-sama gak ngerti. Aku curiga malam ini

kalian berdua hanya akan saling liat-liatan dan gak

ada yang berani mulai."

Dua orang makhluk di depanku ini bertoss ria dan

kembali tertawa dengan intensitas yang memuak?kan.

Ughh... lama-lama beneran pingin kucekik ke?dua?nya

sampai megap-megap dan melotot dangdut!

"Ngomong-omong udah bisa doanya belum, J?

Ntar kamu lupa doa bisa dibantuin setan loh. Kalo

belum bisa, sini aku ajarin."

"Kalo doa udah dia apalin Mas, dari beberapa

bulan lalu dia udah komat-kamit ngapalin doa sambil
Akulah Arjuna Karya Nima Mumtaz di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pegang buku panduan seks dalam pernikahan. Yang

410

410

perlu dia tau itu sekarang posisi-posisi yang asyik

kayak apa. Perlu kuajarin gak J, apa perlu buku

panduan juga?"

"Heh mulut bisa dijaga gak, sih? Kalo Ariel

sama Iva denger gimana coba?"

Diluar dugaan, dua orang penjahat itu malah ter?

tawa makin kencang. Beneran kalo kayak gini pengen

buka praktek dukun yang manjur buat ngebales

mulut usilnya si playboy mesum ini!?

"Kak ... Kak Juna ... sini, deh." Suara lembut itu

mengalihkan perhatianku dari dua pria tua mesum

dan menjengkelkan di depanku. Wajah cantik Ayana

tampak di puncak tangga, tangannya melambai

ringan padaku

"Ya, sayang ... bentar aku ke situ."

"Eeeyaaaaaa ... itu kode namanya, Juna. Kalo di

rumah cuma berdua trus dia manggil begitu siap-siap

aja lepas gesper sama turunin retsleting."

"Mas! Bisa diem gak sih, gak malu banget udah

tua!" Teriakan tertahanku malah dibalas dengan tawa

keduanya. Ya, ampuunn itu ketawa kalo bisa dikiloin

pasti laku keras dijual di swalayan.

Tapi aku benar-benar sedang malas meladeni

keduanya, bisa-bisa mereka akan tertawa makin ken?

cang dan makin girang kalau aku terpancing. Tanpa

menoleh kulemparkan gulungan koran pada Mas

Dave dan langsung menuju kamar Vio di lantai atas,

meninggalkan mereka berdua yang masih sibuk ter?

tawa melolong-lolong seperti orang gila.

Tapi pemandangan di kamar Vio sukses membuat

411

411

aku bengong seperti orang bodoh. Di atas ranjang Vio

yang lebar, Ayana, Vio dan Mbak Era tampak asyik

membongkar kantong kertas belanjaan dan memilihmilih kain halus dengan bahan seadanya.

"Juna, gue mau kasih Ayana lingerie. Minggu lalu

kan gue di Bangkok belanja banyak, nah Ayana mau

minta pendapat elu. Menurut lu yang ini bagus, gak?"

Vio mengepaskan sebuah lingerie hitam dengan

tingkat ketipisan maksimal di dada Ayana. Tuhannn...

siksaan apalagi ini?

"Mungkin Juna gak suka yang itu. Coba deh, Vi

yang ini." Mbak Era mengangsurkan sebuah kain tipis

berwarna peach pada Vio yang langsung dipaskan

lagi pada Ayana.

Walaupun istriku ini sekarang berpakaian leng?

kap, tapi aku benar-benar bisa membayangkan ba?

gaimana jika bahan halus itu membalut tubuhnya.

Pemikiran ini membuatku menelan ludah.

"Bagaimana kalau yang ini, bagus gak Mbak Era?"

Suara adikku itu kembali terdengar saat mengepas?

kan sebuah lingerie warna merah menyala pada Ayana

yang akhirnya sukses membuatku mengerang.

"Bagus. Coba dipasin ke kulitnya Ayana deh, pasti

lebih keluar warnanya."

Kemudian satu pertunjukan digelar Vio tepat di

depan mataku. Tangan iseng nenek sihir itu dengan

cekatan membuka beberapa kancing blouse yang

dikenakan Ayana dan menyingkapkan bagian atas

b?ajunya hingga mengekspose area pundak.

"Eh ... eh ... Kak Vio...."

412

412

"Udah diem Ayana, aku cuma mau tau warna

kulitmu lebih bagus yang mana di antara semua ini."

Vio bener-bener cari penyakit ini. Tanganny?a

m?enyibakkan baju juga rambut panjang Ayana ke

b?agian samping, mempertontonkan kulit putih m?u?

lus itu tepat di depan mataku. Darahku berdesir

cepat melihat bagaimana leher jenjang itu terasa

mengundang juga tulang selangka yang benar-benar

s?eksi. Yaelaahhhhh ... apa-apaan, sih ini? Itu kan

cuma leher dan tulang selangka!

"Liat deh J, bagus kan? Kayaknya yang merah nya?la

ini emang lebih cocok buat Ayana. Iya kan, Mbak?"

"Hu um, aku setuju banget. Potongannya juga

pas."

Mati-matian kutahan agar air liurku tak menetes

melihat pemandangan indah ini. Ya, Tuhan ke?luar?

kan aku dari sini sekarang juga atau aku akan mimpi

basah dalam keadaan sadar! "Emm ... i ... iya ... ba ...

bagus ... emm ... Ayana ... eehh ... Kak Juna ... kak Juna

ke ... ke ... bawah lagi, ya?" Tanpa menunggu perse?

tujuan langsung saja aku melangkahkan kaki bersiap

untuk kabur.

"Ntar duluuu kakak sukanya yang mana?" Suara

polos Ayana nyaris membuat mataku keluar. Apa dia

gak tau kepalaku udah nyaris mengeluarkan asap

tebal karena darahku sudah mendidih sedari tadi?

Kenapa sekarang dia nanya aku suka yang mana?

Ahhhhh, aku sukanya kamu gak pake apa-apaaa!

K?uteriakkan kata itu dalam kepala.

"Kak Juna suka semuanya sayang. Ambil aja

413

413

yang kamu suka." Jawabanku membuat Ayana ter?

senyum lebar dan sesuatu yang tak kusangka pun

dilakukannya, dia mengecup pipiku singkat. Mem?

buat darahku kembali bergolak liar

?"Makasih, sayang..."

Aaarrrggghhhhh ... Tuhaaan....?

* * *

Hampir jam 10 malam saat kami berpamitan p?ulang,

Masih jelas kuingat bisikan Mas Dave saat kami

sama-sama hendak berpamitan. "Inget, ya, J, enakan

gak pake kondom," yang langsung di sambut tawa

kencang Mas Ezra hingga menimbulkan kecurigaan

Ayana.?

Aaarrrgggghhh beneran punya ipar usil adalah

siksaan lahir dan batin komandan!

"Itu tadi Vara sama Dewa serem banget ya, Kak.

Untungnya Kak Vio sama Om David sabar banget

ngadepinnya. Ayana jadi kepikiran gimana kalau...."

"Kalau apa?" Kusambar kalimat menggantung

Ayana yang tak juga dia selesaikan. Namun dia tak

juga menjawab, bahkan sampai mobilku tiba di base?

ment gedung apartemen dan lift yang membawa kami

naik, berhenti di lantai empat di mana aku tinggal,

gadis itu masih saja diam. "Hei, kalau apa sayang?

Apa yang kamu pikirin?"

"Ayana kepikiran gimana kalau kita punya anak

banyak trus begitu semua, Ayana gak yakin bisa

sesabar itu. Apa mungkin Kakak masih suka sama

414

414

A?yana kalo ngeliat Ayana marah-marah terus sama

anak kita?"

"Heii kamu ngomong apa sih, sayang. Jangan

mikir terlalu jauh gitu, dong. Setiap perempuan pasti

punya naluri keibuan, dan itu akan makin kuat saat

dia hamil. Lagipula ngapain, sih mikirin punya anak

sekarang? Bukannya lebih baik kita mikirin bagai?

mana bikinnya?"

Raut wajah sendu gadisku dengan matanya

yang meredup perlahan berubah saat dia mencerna

kalimatku lebih dalam. Kulit wajah dan lehernya per?

lahan memerah dan tanpa komando dia mencubit

pinggangku keras. "Iiihhh, apaan, sih Kakakkk...."

Tawa kami berdua memenuhi koridor saat kami

melangkah dengan santai menuju pintu apartemen.

"Eh, itu Dewa kenapa kalo nangis bilangnya

?buang Vara ke tempat sampah??"

Masih sambil merangkul pinggangnya aku ter?se?

nyum lebar. "Kalau menurut Dewa, barang yang udah

gak kepake itu di buangnya ke tempat sampah. Jadi

kalau dia lagi kesel sama Vara dia berpendapat Vara

itu gak kepake lagi. Jadi nyuruhnya pasti di buang ke

tempat sampah."

Tawa indahnya kembali bergema di koridor

yang sepi hingga kami mencapai pintu apartemen.

Membicarakan anak-anak Vio memang akan selalu

membuat tawa kami pecah tanpa kenal waktu.

"Masih inget, kan tempat ini?" tanyaku saat kami

berdiri tepat di depan pintu.

"Masih, dong."

415

415

"Oke,?welcome back?Mrs. Arjuna Ruslan." Kuben?

tangkan tangan pada pintu yang terbuka, memper?

silahkan satu-satunya gadis yang pernah memasuki

sarangku dulu, mengusainya lagi.

"Kak Juna gak ubah semuanya?" Teriakan ter?ta?

hannya yang tampak kagum kubalas gelengan ri?ngan.

Semua tata letak dan dekorasi memang tak per?

nah kuubah. Masih sama seperti tiga setengah tahun

yang lalu saat pertama kalinya dia ada di sini. Aku
Akulah Arjuna Karya Nima Mumtaz di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tak sanggup mengubah apapun benda atau tempat

yang pernah dia singgahi dulu. Dan gadisku saat ini

te?ngah berkeliling ruangan menyentuh apa saja dan

me?ngomentari apapun yang tertangkap tangan dan

matanya. Membuatku makin gemas dengan lang?

kahnya yang lincah dan sesekali di selingi lom?patan

kecil.

"Kak, Ayana mandi dulu deh, gerah banget."

Tanpa menunggu jawaban, gadisku meluncur ke

kamar dengan nyanyian riang, meninggalkanku

dengan jantung seirama derap kuda.?

Dengan langkah gamang kuikuti dia ke kamar.

Suara nyanyiannya yang ceria malah membuatku

panas dingin. Apa yang harus kulakukan sekarang?

Mataku berputar ke seantero ruangan, masih bersih.

Tempat tidur juga masih rapi dengan sprei putih

yang baru kuganti kemarin malam. Dan karena

semalam tak kutiduri tak ada tanda-tanda kusut di

permukaannya.

Aku benar-benar seperti remaja tanggung yang

ketauan mencuri mangga di rumah tetangganya.

416

416

Takut, malu, bingung. Lalu bagaimana selanjutnya?

Apa yang harus kukatakan??

Kurebahkan tubuh di atas tumpukan bantal yang

empuk. Mendengar suara shower dipadu dengan s?uara

nyanyian merdu yang membuat debar jantungku

makin memburu. Jadi ini rasanya malam pertama?

Uuugghh ... jangan sampai apa yang dikatakan Mas

Dave benar-benar terjadi. Enggak! Aku gak bakalan

cuma liat-liatan malem ini. Ogah amat!!?

"Kakak kenapa?"

Aku terlonjak kaget saat suara lembut itu ter?

dengar begitu dekat di telinga.

"Kakak ngelamun, ya?" Mata abu-abunya mena?

tapku lekat dan aku hanya bisa menggeleng. Sejak

kapan dia ada di sini? "Mau mandi gak?"

Mandi? Sekarang? Buat apa? Ehh, tapi bukannya

aku memang belum mandi dari tadi? "Eh ... i ... iya ...

nanti aku mandi."

Kuubah posisiku menjadi duduk dan baru me?

nyadari kalau Ayana hanya memakai kaosku yang

tampak sedikit kebesaran di tubuhnya.

Mata gadisku mengikuti arah pandanganku ke

dadanya. "Ayana pake kaos kakak lagi, sebenernya

yang dulu masih ada di rumah. Masih Ayana simpen

rapi."

Aku hanya mengangguk seperti orang bodoh ka?

rena memang tak tahu harus berkata apa. Kemudian

seperti tanpa beban apapun dia beranjak duduk

di pangkuanku? Aarrgghhh aku bisa mencium

aroma tubuhnya yang begitu dekat, merasakan lekuk

417

417

tubuhnya saat dia meletakkan kepala di leherku dan

mendekapku erat. Mati-matian kutahan tanganku

untuk tak mengikuti keinginannya sendiri.

"Ayana ... emm ... emm ... kamu ... ka ... kamu ...

huppppp...."

Satu gerakan cepat sukses menghentikan semua

kata yang sudah di ujung lidah. Dia menciumku tepat

di bibir, hanya kecupan ringan, tapi membuat ken?

dali otakku buyar berserakan kemana-mana.

"Bisakah kita hentikan semua omong kosong ini

dan melakukan sesuatu?" Bisiknya pelan di bibirku.

Mata abu-abunya bersinar redup. Kurasa itu sudah

cukup menjadi jawaban atas semua keraguan dan

keinginanku yang terpendam.

Sangat perlahan kukecup kembali bibirnya,

me??ngirimkan sejuta rasa nikmat yang dalam. Saat

kemudian bibir kami berpagutan lambat, gelom?

bang? deja vu? menghantamku kuat. Ya, aku pernah

mela?kukan ini dengannya dulu. Tapi kali ini rasanya

seribu kali lebih nikmat, seribu kali lebih nyaman,

tanpa ada ketakutan dan kekhawatiran.

Kususuri setiap jengkal kulitnya dengan perla?

han, ingin menikmati semua proses ini dengan penuh

syukur. Memuja setiap keindahan yang dia miliki

dengan segenap kemampuanku. Aku mencintainya.

Aku tak ingin ini segera berakhir, aku tak ingin

ini berjalan cepat. Aku ingin menebus setiap menit

waktu kami yang terbuang dengan penyerahan diri

masing -masing dalam pengalaman seks pertama kali

yang akan selalu kami kenang. Tapi saat erangannya

418

418

yang serak memenuhi indera pendengaranku, saat

entah ke berapa kalinya lidahku menikmati puncak

tubuhnya atau saat tubuhnya menggelinjang dengan

semua sentuhan dan remasanku, aku pun tak bisa

menahan diri lagi. Gelombang gairah yang kuat

meng?hantamku dan membuatku lupa diri, aku tak

bisa menahan lagi, aku harus memilikinya.

Saat kuhirup napasmu, menjadikannya satu

dalam paru-paruku. Tahukah kamu kalau itu adalah

inginku? Selamanya hanya kamu yang kumau, ber?

janji dalam ikatan yang tuhan berkahi dan ingini.

Saat kamu menjadi satu-satunya halalku, ijinkan aku

memujamu dalam penghormatanku. Memuliakanmu

seperti kumemuliakan ibuku dan mencintaimu seperti

kumencintai ayahku. Kamu adalah satu, bidadari

yang akan kuijinkan tinggal dalam hatiku yang akan

mendampingi setiap langkahku, dalam hidup maupun

matiku. Aku mencintaimu ... mencintaimu....

Nafas kami berdua menyatu, memburu dalam

gairah yang perlahan ? menyurut karena telah di

lepaskan. Tubuh kami basah oleh keringat yang

berbaur. Ada titik air disudut matanya, namun ada

ke?puasan tersirat disana, sama dengan yang kurasa.

Dengan lembut, kubelai punggungnya yang

telanjang, menunggu nafas kami reda hingga tak

lagi berkejaran. Namun satu hal terasa mengganggu,

kenapa dia menangis? Apa dia menyesalinya? Apa

tadi dia memintaku berhenti? Entahlah, aku bahkan

tak ingat. Karena saat semua erangan dan teriakannya

kudengar, aku bahkan tak ingat apapun lagi. Gairahku

419

419

makin melonjak naik saat ada satu suara sekecil

apapun itu keluar dari mulutnya. Astagaaa ... kenapa

aku seperti ini??

"Sayang ... kamu ... kamu ... emmm sakit, ya?"

Gelengan kecil kurasakan dari kepalanya yang

bergoyang pelan di dadaku.

"Apa .., apa kamu ... nyesel?" Kembali kurasakan

kepalanya bergerak halus. Tapi aku penasaran, bu?

kan?kah dia tadi menangis? "Serius? Terus kenapa

kamu nangis?"

Bukannya menjawab dia malah merambat naik

dan menelusup di leherku kemudian mengigit kecil

di sana. "Aww ... kok gitu sih, Ayana? Aku kan cuma

nanya." Berusaha kuraih wajahnya yang masih ber?

sembunyi di leherku.

"Abis Kakak gak peka banget."

"Gak peka gimana."

Dia menumpukan dagunya di dadaku dan

menatap mataku lekat-lekat. "Apa yang kak Juna

rasain tadi?"

"Enak ... awww ... adududuuuuhhh," aku hanya

melotot tajam saat tanpa belas kasihan Ayana meng?

gigit dadaku keras. "Kok gigit lagi, sih?"?

"Kakkkk ... serius kenapa?"

"Aku cuma berusaha jujur sayang dan itu jawaban

yang melintas di otakku pas kamu nanya. Emang tadi

enak banget."

Kepalanya kembali menyusup di leherku dan

mengecup singkat di sana, membuat senyumku me?

lebar. "Setelah sekian lama, setelah entah berapa

420

420

banyak waktu dan hal menyedihkan kita lalui,

akhirnya kita ada di titik ini. Pernahkah Kak Juna

bayangin? Aku bahagia, sangat bahagia." Mata abuabu itu kembali menatapku dan berkaca-kaca, mem?

buatku hanyut dalam haru yang dalam.

"Ya, akupun bahagia bisa memilikimu dalam

hidupku. Aku hanya bisa bersyukur dan berterima

kasih pada Tuhan yang telah memberikan kesempat?

an ini."

Kemudian aku teringat lagi kejadian tiga setengah

tahun lalu di tempat ini, saat pertama kalinya kubuat

dia menangis. Saat itu kami hampir saja melakukan

ini, hal yang sangat terlarang "Sayang."

"Hhmmm..."

"Aku ... aku mau minta maaf."

"Untuk apa?"

"Kamu ingat hari itu di sini? Aku membuatmu

menangis, aku kasar dan hampir saja aku me.."

Jarinya yang lentik tersilang di bibirku, meng??

hen?tikan semua yang hendak kukatakan. Geleng?

an?nya kurasakan kemudian. "Terima kasih karena
Akulah Arjuna Karya Nima Mumtaz di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

saat itu Kak Juna menghentikanku dari semua

kegilaanku. Aku yang seharusnya minta maaf karena

telah menempatkanmu dalam posisi sulit, tapi aku

bersumpah tak pernah merencanakan hal itu. Saat

itu aku hanya ingin mendapat?my fisrt kiss?dari kakak

karena ... karena aku sadar kalau ... kalau ... ada

kemung?kinan yang sangat besar aku tak akan kem?

bali ke sini."

"Tapi akhirnya aku menyakitimu."

421

421

"Kuakui aku terhina sekali hari itu, sakit. Peno??

lakanmu seperti tuduhan bahwa aku telah meren?

canakan semuanya. Aku membencimu saat itu, tapi

dua jam yang kuhabiskan untuk menangis di ranjang

ini membuatku sadar, Kak Juna memang lelaki

terbaik untukku. Kakak cuma ingin menjagaku dan

aku makin mencintaimu karena itu."

"Ayana, aku tak semulia itu. Kalau kamu mau tau,

sebenarnya ... sebenarnya saat itu aku pun meng?

inginkanmu, terbawa oleh gairahku juga. Alasanku

menolakmu bukan karena moralku yang tinggi,

bukan juga karena aku berhati malaikat. Aku hanya

lelaki biasa sayang. Aku teringat bagaimana adikku

hamil dalam keadaan yang masih sangat belia, aku

ingat hancurnya harapan orangtuaku dan berapa

lama waktu penuh derita yang harus kami semua

lewati karena sakit yang tak berkesudahan. Itulah

yang menghentikanku."

Senyumannya yang indah menghiasi bibir paling

seksi yang pernah kutahu. "Kak, apapun alasannya,

aku tau kakak tetaplah yang terbaik yang Tuhan

k?irimkan, dan seperti yang kubilang sore tadi kakak

gak akan bisa pergi dariku!"

Aku hanya bisa terbahak mendengar ancaman

kecil dari istri jelitaku ini, kuraih kepalanya dan

mendaratkan lagi ciuman panjang yang seakan tak

akan bisa terputus karena entah kenapa kebutuhan

untuk selalu dekat itu sangat besar dan makin besar

seiring? gesekan kulit kami yang polos. Gairahku

bangkit dan melesat tajam tak terkendali saat

422

422

tangannya yang halus mencengkeram erat bahuku

dan saat dadanya yang berisi menekan dadaku yang

keras. Apa tidak apa-apa kalau aku mau lagi?

"Kak..."

"Hmm.."

"Kakkkkkk...." Kurasakan tangannya menarik

kepalaku yang rupanya sudah sibuk di dadanya lagi.

"Ayana mau ngobrol dulu."?

"Ngobrol apa, sih, sayang?"

"Ayana serius soal rumah, enggak usah beli lagi,

ah. Lagian Ayana suka di sini, banyak kenangannya."

Wajah memerah malu Ayana membuatku tersenyum,

tapi tidak untuk kali ini. Aku tak mau mengalah.

"Ayana, seperti kubilang tadi, ini rumah kita

bersama. Bentuk tanggung jawabku sebagai suami.

Kamu tau kan kalau posisi kita jauh beda, diban?

ding?kan denganmu, aku gak punya apa-apa. Tunggu

aku dulu yang ngomong," kuhentikan dia yang sudah

bersiap menyela. "Ini bukan sekedar pem?buktian,

tapi aku benar-benar ingin kita mandiri. Memulai

semuanya dari nol. Aku bukannya sentimen sama

nama Bhatara, tapi siapa, sih yang gak tau nama itu?

Dan saat orang tau siapa itu Arjuna yang menikahi

keturunan Bhatara, mereka pasti akan cari tau, siapa

aku. Bisa kamu bayangin apa yang ada di otak mereka

saat tau aku bukan siapa-siapa?"

"Kok, kakak mikirnya gitu, sih. Ayana gak suka,

ah. Kak Juna gengsi, ya make apapun punya Ayana?"

"Ini bukan tentang gengsi sayang. Ini tentang

ego seorang laki-laki. Lagipula Kakak mau buktiin

423

423

ke P?apamu kalo Kakak bisa ngidupin kamu dengan

sangat layak, kalau perlu Kak Juna mau keluar dari

perusahaan buat berdiri sendiri."

"Kok gitu? Papa bisa sedih kalo Kakak mundur

dari perusahaan."

"Kak Juna rasa enggak. Aku mulai mikir Papamu

gak begitu setuju kita nikah."

"Kok ngomongnya gitu, sih?" Ayana dengan

wajah berkerut gak sukanya sudah setengah duduk

sekarang. Apa dia tersinggung?

"Maaf sayang, bukannya aku ada permusuhan

pri?badi sama papamu, tapi dari awal kita nikah,

kurasa...."

"Itu kesimpulan dari mana? Kak Juna ngigo, ih."

"Hei, aku ditendang paksa dari Belanda setelah

kamu operasi itu apa namanya? Trus aku disuruh

kerja sampe lembur hampir tiap malem, gak pernah

dapet libur hampir satu setengah tahun ini, trus

papamu sinis terus sama aku, itu apa namanya? Itu

semua masih bisa kutahan, tapi satu setengah tahun

aku gak boleh nemuin kamu sama sekali, itu nyiksa

banget, sayang. Banget!" Sedikit emosi kukemukakan

alasanku pada Ayana agar dia sedikit mengerti.

"Maaf, itu bukan salah Papa, tapi Ayana yang

n?yuruh." Ekspresi bersalah terlihat jelas di wajahnya

... dan apa maksudnya tadi??

"Maksudnya?"

Wajah gadisku tampak sedikit berpikir keras,

seperti memilih kata-kata yang pas. Hembusan na?

fasnya terdengar sebelum dia berucap. "Ayana cuma

424

424

gak mau Kakak liat kondisi Ayana yang jelek banget.

Udah cukup Kak Juna liat Ayana dengan tampilan

kayak orang kurang gizi, udah gitu gak punya rambut,

pucet, jelek, liat Ayana gak bisa ngapa-ngapain, liat

tampilan Ayana yang kayak nenek-nenek, pokoknya

saat semua di Belanda itulah. Ayana udah ngomong

sama Papa, sebulan sebelumnya buat bujukin Kakak

pulang, tapi kata Papa gak usah. Papa maunya Kakak

nemenin Ayana sampe sembuh terus kita pulang ke

Jakarta bareng. Tapi Ayana yang gak mau."

"Kok gitu, sih, sayang?"

"Abisnya, Ayana tau muka Ayana jelek banget

pas waktu itu. Tapi kakak bilang cinta-cinta mulu,

ngajak nikah mulu. Ayana gak suka Kakak kasihan

sama Ayana!"

Aku terngaga lebar karena kaget dan gak ngerti

cara berfikir istriku ini. "Eh, gadis bodoh, mikir dikit

kenapa, sih. Emang ka.."

"Ayana juga yang nyuruh Papa buat kasih kerjaanbanyak-banyak buat Kak Juna, biar Kakak gak ada

waktu buat?hangout?keluar. Jadi gak bisa cari cewek

lain. Dan selama satu setengah tahun ini, Ayana tau

kok semua kegiatan Kakak. Kan Papa nyuruh orang

buat ngawasin Kakak. Itu juga Ayana yang minta."

Kurasa wajahku sudah berubah ungu saking

kesalnya. Jadi selama ini? Ya, Tuhaann ... selama ini

aku nyaris dendam setengah mati sama Pak Surya,

bahkan sampai berdoa tiap selesai ibadah semoga

ada malaikat lewat yang bisa melembutkan sedikit

hatinya. Tapi ternyata semua ini kelakuan istriku?

425

425

"Dasar sarap, gue ngawinin cewek sarap. Heh,

kamu tau gak? Satu setengah tahun ini aku dongkol

setengah mati sama Papamu. Kalo aja itu bukan

Papamu udah kucubit pake tang gede banget, ngerti

gak? Kalo aja itu bukan mertuaku udah kulaporin

KOMNASHAM juga ke polisi gara-gara kejamnya

yang gak ketulungan. Tapi sebenernya ini malah

kerjaan kamu, ya!" Dengan gemas kuarahkan tangan?

ku padanya seperti gerakan hendak mencakar.

Beneran sarap ini bocah.

Tapi dengan wajah polos tanpa dosa, dia malah

pindah duduk ke pangkuanku dan memberikan se?

nyuman yang langsung merontokkan semua ama?

rahku. Yaelahhh Junaaa ... cuma dikasih senyum

kenapa aku langsung lupa kalo aku marah sama dia?

"Aku cuma gak mau kakak liat aku dalam kondisi

terburukku, mungkin ini aneh, tapi aku selalu

berpikir kakak akan meninggalkanku saat melihat

perempuan lain yang lebih...." Dia menghentikan

ucapannya, tampak memilih kata-kata, "lebih cantik

mungkin. Karena kakak udah pernah liat aku yang

jelek. Mungkin ... mungkin ... caraku emang salah,

tapi ... aku ... hhhhhh ...?I mean .... I just I just wanna

say ... I love u. Juna-ku."

Kurengkuh wajahnya dalam tanganku, menatap

mata abu-abu paling indah yang pernah kutahu.

Menyusuri setiap inchi kulit wajahnya dengan jariku.

"Setelah hari ini jangan pernah ragukan aku lagi. Se?

telah banyak hal buruk kita lalui, ini saatnya kita

menikmati semuanya dengan tenang. Kamu dan aku."

426

426
Akulah Arjuna Karya Nima Mumtaz di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Matanya berkaca-kaca dan anggukan kecilnya

yang berkali-kali cukup untuk menutup semuanya.

Pelukan eratnya di leherku cukup untuk meyakinkan

semuanya kalau semua ini telah terlewati. Aku ter?

senyum sangat lebar saat mengingat kata ter?akhirnya

tadi, Juna-ku. Manis sekali.

Akan tetapi saat tubuh kami yang polos ber?

gesekan, hal itu membuat syaraf super sensitif di

tubuhku menegang dan tanganku pun seperti punya

pikiran sendiri, dan dengan agresif mengusap permu?

kaan halus tubuhnya dan meremas berulang kali

objek fantasiku sedari tadi.?

Junaaa ternyata kau mesum sekaliii!

"Kaakkkk..."

O o ... apa dia gak suka? Kuhentikan dengan be?

rat aksi tangan dan jariku saat tangannya menyentuh

rahang dan menatap dalam-dalam mataku.

"Lagi ya, tapi Ayana yang di atas ya...."

Mataku melebar mendengar kata-katanya. Itukan

maksudnya ... tanpa pikir panjang kutarik dia rebah

lagi.

Yiiihaaaaa....

?

END

427

EPILOG

"Jangan pake yang itu!"

"Terus yang mana? Semua gak boleh." Mende?

ngus kesal dia melirikku sebelum kembali berucap.

"Gimana kalo Ayana pake bikini aja ke pestanya. Pasti

lebih bagus."

Tak sabar kusambar tubuh molek itu dan men?

dorongnya ke dinding serta memerangkapnya di

sana.

"Perempuan gila, gak usah cari gara-gara, ya.

Kamu udah bikin aku kesel seharian ini. Belum

pernah digerayangin cowok ganteng, ya? Belum

pernah digagahi sama lelaki bar-bar yang kelamaan

dianggurin, ya!?"

Bukannya takut, perempuan jelita yang tujuh

tahun terakhir jadi istriku itu malah terkikik geli.

Lidahnya terjulur dan bibirnya yang diciptakan Tuhan

sangat menyenangkan untuk dicium itu menyung?

gingkan senyum melecehkan. Astaga, perempuan

satu ini benar-benar menurunkan harga diriku dan

meragukan kecerdasanku yang lebih tinggi dari?homo

sapiens.

"Gak usah ketawa. Gak lucu!"?

428

428

Oke, mungkin aku terdengar sedikit menjijikkan

dengan mengeluarkan ancaman seperti itu. Tapi

istriku ini benar-benar menyebalkan. Dia tahu kalau

warna biru terang yang dia pilih untuk dipakai ke

resepsi malam ini akan menonjolkan warna ram?but?

nya yang coklat gelap, juga kulitnya yang putih. Dia

pasti tahu itu kan? Semua orang akan bisa melihat

betapa istriku ini menarik luar biasa, juga mempesona

dan muda dan menggairahkan dan ahh ... Dan aku

tak suka itu! Aku lebih suka menikmatinya untuk

diriku sendiri. Sumpah demi apapun aku tak ingin

mem?baginya untuk orang lain. Sedangkan malam ini

kami akan menghadiri resepsi pernikahan yang su?

dah pasti akan banyak sekali orang hadir di sana. Apa

dia pikir aku bisa tahan memelototinya sema?laman

dan menahan jengkel karena ada ratusan pasang

mata melihat istriku? Hahhh!

"Udah kita gak usah pergi kondangan. Dari pada

aku sakit hati ngeliat kamu diliatin laki-laki di sana.

Mendingan kita di rumah aja."

"Ehh, gak bisa. Kapan lagi Ayana liat Kak Juna

salah tingkah di depan mantan. Jarang-jarang kita

menghadiri resepsi nikahan mantan pacar Kak

Juna."

Aku hanya bisa mencibir sambil menahan

keinginan untuk mencekik penyihir berambut coklat

ini. Sejak menerima undangan dua minggu lalu, dia

memang selalu menggodaku dan mengatakan aku

nyaris patah hati karena mantanku menikah. Arjuna

patah hati? Cihhh... tak usah ya!

429

429

Yah, malam ini memang resepsi pernikahan Nina.

Yup, Nina yang?itu.?Mantan pacar yang dulu pernah

kulamar. Sebenarnya akad nikahnya sudah sejak

sebulan lalu, tapi resepsinya baru diadakan malam

ini. Entahlah, mungkin ini permainan takdir, tapi aku

lebih suka mengatakan kalau ini adalah garis jodoh

yang sudah diatur oleh tangan Tuhan. Menurut cerita

yang kudengar dari Aszumi, perjalanan Nina sampai

menikah bisa dibilang cukup panjang dengan banyak

kejutan. Setelah? resign,? Nina? memulai hidup baru

sebagai salah satu staf pengajar di sebuah sekolah

kecil di kota kabupaten Tanggamus, Lampung. Selain

itu?masih menurut Aszumi?Nina memperdalam

ilmu agama di pesantren yang menaungi tempat dia

mengajar. Kemudian setahun yang lalu, saat pulang

ke Jakarta untuk menghadiri pemakaman ayah tiri?

nya, Nina bertemu lagi dengan Mas Yudi yang lima

tahun terakhir telah bercerai dengan isterinya. Dan

akhirnya, setelah melewati berbagai macam proses

beberapa waktu belakangan, Tuhan mengikatkan

mereka dalam pernikahan. Luar biasa sekali bukan?

Mungkin orang bisa mengatakan kalau ini adalah

kebetulan yang tak disangka. Namun inilah skenario

hidup yang direncanakan oleh-Nya yang memang

selalu indah pada akhirnya.

Aku ikut bahagia untuk mereka tentu saja, tapi

yang bikin gak tahan adalah, Ayana selalu saja meng?

goda dan mengatakan aku nyaris patah hati. Sambil

mendekap Ayana erat, kutempelkan bibirku di ram?

butnya dan menggeram pelan disana.

430

430

"Sayang, kalau kamu gak pengen diperkosa

habis-habisan oleh lelaki paling tampan di rumah ini.

Tolong jangan bikin aku makin gemes sama kamu.

Ranjangku udah terlalu lama dingin dan aku udah

gak sabar ingin menghangatkannya lagi."

"Kasihan. Curhat, ya, Bang?" oloknya.

"Iya. Dan aku berharap kamu ngerti lalu nyariin

solusinya." Sedikit memaksa, kutangkup rahangnya

dan mengarahkannya padaku. Sudahkah kukatakan

kalau aku punya obsesi tak wajar pada perempuan

kurang ajar ini? Tujuh tahun menikah, tapi rasanya

belum cukup lama aku memilikinya. Entahlah, tapi

sepertinya ribuan kata cinta pun tak akan cukup

untuk mewakili apa yang kurasakan pada dia.

Bibir kami nyaris bertemu dan aku sudah tak

sabar ingin merasakan kelembutannya. Sudah terlalu

lama, sangat lama.? Tapi kemudian suara rengekan

kecil membuat Ayana refleks berpaling ke arah

ranjang. Di sana, sesosok bayi montok menggapaigapai menuntut perhatian. Sepertinya dia terbangun

karena kelaparan. Ya, Tuhan...

Sudah pasti Ayana akan lebih memilih putriku,

sudah pasti aku harus mengalah dan sudah pasti aku

hanya bisa gigit jari karena aktivitas menggerayangi

istri sendiri sekarang sangat susah kulakukan. Tapi

kali ini aku bahkan tak memperulikan protes Ayana

dan terus memeluk dan menciuminya di ranjang

walau saat ini dia sedang meladeni bayi montok yang

sedang rakus menghisap dadanya.

"ARJUNA NARENDRA RUSLAN. BERAPA KALI

431

431

MAMA BILANG SAMA KAMU? ATAU MAMA

HARUS USIR KAMU PULANG KE RUMAHMU

SENDIRI SAMPAI BEBERAPA BULAN KE DEPAN?"

Suara Mama yang menggelegar membuatku ter?ke?

siap dan menghentikan aksiku yang nanggung. Sial,

kenapa aku tadi lupa kunci pintu? Lihat saja akibat?

nya sekarang, Mama bebas masuk dan aku berani

bertaruh, setelah ini aku akan ditendang paksa keluar

dari kamar.

"Maam...." Rengekku saat Mama mengisyaratkan

aku untuk pindah dari tempatku yang nyaman.

"Enggak. Apa kamu nggak kasihan sama istri

sendiri? Minggir!"

Dengan terpaksa aku beringsut menjauh ke tepi

ranjang, meninggalkan Ayana yang wajahnya sudah

merah terbakar malu. Yah, istriku ini, walaupun usia

pernikahan kami sudah masuk tahun ketujuh, tetap

saja dia akan malu kalau tertangkap basah sedang

dimesumi oleh suami tampannya ini.

"Jadilah suami yang sedikit pengertian, Juna.

Jangan egois begitu!"?

"Juna bukan gak pengertian, Mam. Juna cuma

ingin jadi suami yang baik, yang bisa selalu mem?

berikan nafkah lahir batin sama istrinya. Kalo nafkah

lahir kan udah, ini mau ngasih nafkah batin yang

belum."
Akulah Arjuna Karya Nima Mumtaz di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Seketika kurasakan sengatan tajam pada telinga

yang ditarik paksa oleh Mama disertai pelototan

legendaris beliau. "Pinter aja cari alesan!"

Dan aku yakin wajahku sekarang sudah mirip

432

432

bapak-bapak tua yang terlalu banyak cemberut saat

Mama mengalihkan perhatian pada Ayana dan Baby

Ara.

"Ini Baby Nasya udah mandi, giliran Baby Ara,

yuk. Itu di bawah Sierra juga udah dateng, kangen

sama Ara dan Nasya katanya, nanti abis ini dia yang

ambil Nasya," ujar Mama pada Ayana. "Belum selesai

ya, sayang?"

"Udah, Mam, kayaknya Baby Ara udah kenyang,"

sahut Ayana sambil mengelap bibir bayiku yang

basah.

Daannn ... pertukaran pun terjadi, Ara yang

sudah selesai menyusu diberikan pada Mama untuk

dimandikan, sedangkan Nasya yang baru selesai

mandi diberikan pada Ayana untuk disusui. Siklus

akan berputar di situ terus sampai kedua bayi itu

tertidur dan istriku juga tidur. Nah, sekarang paham,

kan kenapa aku begitu tersiksa? Paham, kan kenapa

aku selalu bertingkah seperti kucing garong ngebet

kawin? Kalau Ayana sibuk mengurus dua bocah itu,

kapan aku dimandikan dan disusui juga?

Anggota keluargaku memang bertambah dua.

Di usia pernikahanku yang ke-enam, atau empat

tahun lebih setelah aku menanggalkan status perjaka

beristri, kami diberikan karunia berupa kehamilan

Ayana. Memang sebelumnya dokter mengatakan

kami harus menunggu setidaknya tiga sampai lima

tahun jika ingin merencanakan kehamilan. Kami

harus memastikan kanker yang diderita Ayana tidak

kambuh atau muncul ?lagi dalam bentuk kanker baru.

433

433

Tapi selama ini aku dan Ayana bahkan tak mencoba

alat pencegah kehamilan apapun. Memang baru kali

inilah Tuhan menitipkan anugerah ini.

Di bulan ke empat kehamilan ayana, kami berdua

dibuat takjub dan hanya bisa bengong sampai akhirnya

menangis bahagia. ? Itu karena dokter menangkap

dua detak jantung berbeda dalam kandungan Ayana.

Anakku kembar. Begitulah kata dokter. Tapi itu arti?

nya aku kembali harus mengalami sport jantung

karena proses melahirkan Ayana melalui bedah cesar.

Ini menimbulkan trauma tersendiri padaku setelah

tujuh tahun lalu harus melihat dia bertarung antara

hidup dan mati di meja operasi. Dan ini membuatku

berpikir ulang jika ingin menambah anak.

Tentu saja semua senang, keluargaku gembira ka?

rena akhirnya akan ada bayi lain selain bayi songong?

nya Vio. Pak Surya hanya senyum-senyum gak jelas

walaupun aku tahu jauh di dalam hati, beliau pasti

senang karena akan ada penerus keturunannya. Wa?

lau sumpah demi apapun, aku tak akan sudi menye??

matkan nama ?Bhatara? di belakang nama anakku.

Pada akhirnya aku bisa membuktikan kalau aku

adalah laki-laki sehat yang mampu menghamili istri

sendiri. Bisa juga membuktikan pada semua orang

kalau kerja kerasku dan Ayana beberapa tahun ini

akhirnya membuahkan hasil. Itu membungkam

mu?lut si playboy mesum, David, juga Viona adekku

yang sering memamerkan anaknya yang sepertinya

selalu lahir kapanpun Mas Dave ingin. Apa aku sudah

bilang kalau mereka punya bayi ke-empat? Nah ya,

434

434

mereka punya satu bayi perempuan lagi bernama

Shiva. Walaupun setelah itu Viona memaksa Mas

Dave untuk melakukan vasektomi atau dia sendiri

yang akan melakukan tubektomi. Adik cerewetku

itu merasa sudah cukup dengan empat anak, dan tak

ingin mengambil resiko menambah bayi walaupun

Mas Dave masih saja membujuk Vio agar mau mem?

berikannya dua atau tiga bayi lagi. Astaga!!

Kehamilan Ayana juga bisa kujadikan balasan

untuk Riza yang kadang mengejekku karena se?ka?

rang dia sudah punya dua anak dari si nenek judes

Aszumi. Yah, pada akhirnya Aszumi memang mau

juga dinikahin berondongnya itu meski awalnya me?

nolak setengah mati. Lucunya walau sering terlihat

sebel sama Riza, tetap saja mereka bisa produksi dua

buntut yang untungnya tak sejudes Aszumi.

Putri pertamaku kuberi nama Anna-Rose

Aradhya Ruslan. Taukah kenapa kuberi nama AnnaRose? Itu adalah gabungan nama Mama dan Ayana.

Tapi satu hal yang membuat Pak Surya diam dan

melihatku dengan tatapan terima kasih yang besar?

serta membuat Ayana menangis lagi tentu saja?saat

kusematkan nama Mama Ayana pada nama putri

ke?duaku Farrah Anasya Ruslan. Keduanya kembar

identik, lahir dengan berat masing-masing 2500

gram, kulit memerah, rambut coklat gelap dan hidung

mungil menggemaskan. Cantik bukan? Tentu saja,

merek?a adalah anak-anak Arjuna, Tuhan tentu akan

adil de?ngan menganugerahkan wajah yang rupawan

pula mengingat ayah dan ibu mereka adalah pasangan

435

435

p?aling spektakuler abad ini.

Baby Nasya menggeliat, sepertinya merasa ter?

ganggu karena sedari tadi aku mencium pipinya

yang? chubby. Tangannya yang terkepal memukulmukul wajahku pelan dan kadang dia mengerang

sam?bil terus menyusu.

"Papa, ganggu, deh. Cukur dulu sana, Baby Nasya

gak suka diciumin papa kalo rahangnya kasar gini."

"Enggak, ah, Mamanya aja seneng kalo Papa

ber?janggut gini." Dengan cepat aku berpindah ke

bela?kang istriku dan kembali mencumbunya. Aku

tahu pasti, bukan hanya aku saja yang punya hasrat

besar dan seolah-olah mau meledak kalau tak segera

dilampiaskan. Ayana adalah perempuan yang sangat

ekspresif dan tak suka berpura-pura. Jadi aku tahu

kalau dia pun sama tersiksanya denganku. Kalau saja

tak dilarang Mama dan Mbak Era, pasti sudah dari

sebulan yang lalu kuakhiri ?puasa? ranjang. Sayangnya

sejak bayiku lahir, Mama memang ingin Ayana tinggal

di rumah Mama agar Mama bisa mengurus semua

keperluan Ayana. Aku senang pada mulanya, hanya

saja, sekarang lebih sering merasa tersiksa k?arena

Mama sangat mirip sekuriti, melarang aku dekat?dekat istriku sendiri. Mama harusnya tahu kalau

aku ini lelaki kreatif, jika istri dan dokter kandungan

b?ilang gak papa, bukankah artinya aku bisa sedikit

bereksperimen??

"Kak Juna.."

Tak mempedulikan protes Ayana, kutelusupkan

wajah pada lekukan lehernya yang hangat dan

436

436

lembut serta menghiba di sana. Percayakah itu,

Arjuna meng?iba? Cihhh, ini menghinakan sekali,

Jendral! Tapi inilah yang terjadi. Aku mengiba pada

istriku sendiri demi memohon sedikit waktunya agar

bersedia membuatku merasa di tepian surga,

"Sayang, sampe kapan? Ini udah tiga bulan empat

belas hari dan delapan jam. Apa kamu pikir aku

sekuat itu?"?

Ayana tak menjawab hanya melihatku dengan

t?atapan geli dan membelai rahangku yang kasar

karena bakal janggut sudah mulai tumbuh di sana.

Namun kemudian dia membalas semua kerja bibir

dan lidahku hingga membuat kami sedikit lupa

diri dengan kehadiran Nasya yang memberontak

dan menangis kencang. Tangisan Nasya rupanya

membawa Mbak Era ke kamar kami dan lagi-lagi aku

yang disalahin.

"Junaaa! Emang bener ini anak kudu dijauhin dari

Ayana," suara mbak Era di ambang pintu membuat

kami berdua terkesiap dan Ayana menjauhkan wajah

dariku. "Katanya kalian mau kondangan? Ayana dan?

dan di kamar Mbak Era aja atau di kamar Vio. Kalo

di sini pasti nanti si Juna gangguin!" ujar Mbak Era

sambil mengambil alih Nasya.

"Mbak Era kejam!" Dengusku sambil memelototi

punggung kakakku yang menghilang dibalik pintu.

"Biarin, dari pada kamu, kegatelan!" Teriakan

menghina itu kudengar walaupun si empunya suara

sudah tak terlihat.

Sebenarnya memang sudah jadi rahasia umum

437

437

kalau dua bulan belakangan aku ngotot ngejar-ngejar

Ayana kemana pun dia pergi. Awalnya aku masih tak

begitu menampakkan kecenderungan sebagai lelaki

butuh belaian isteri di hadapan orang rumah. Tapi

ternyata rasanya penantian ini sungguh lama! Aku

nggak kuat!
Akulah Arjuna Karya Nima Mumtaz di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jadi sekarang aku tak begitu peduli pada semua

orang, yang penting aku bisa membelai, mengen?

dus, menjilat, dan menggigit Ayana layaknya kucing

garong yang kena syndrom puber kedua.

"Ngapain sih dia dateng ke sini?" ujarku dengan

kesal.

"Jangan gitu, ah," beringsut ke pinggiran ranjang,

Ayana memunggungiku. "Mbak Era mau bantu Mama

jagain Ara sama Nasya."

"Tumben," aku terdiam sejenak karena merasakan

sesuatu yang aneh. "Malam ini? Ara sama Nasy?a mau

dibawa ke Bogor? Mereka masih terlalu kecil buat

jadi piala bergilir, sayang!"

"Enggak."

"Terus?"

"Kata Mama, abis dari resepsinya Nina, malem

ini kita disuruh pulang ke rumah kita, tapi besok pagi

harus cepet balik ke sini. Takutnya ASI buat Ara sama

Nasya keabisan."

Otakku terasa lamban mencerna sedikit info yang

terkandung dalam kalimat yang di ucapkan Ayana.

Dengan jantung deg-degan seperti ABG mau dapet

ciuman pertamanya, kutegaskan pertanyaan yang

berlarian di kepalaku.

438

438

"E-emang udah ... udah boleh?"

"Emm ... coba kita liat malem ini. Kata dokter, sih

gak papa, Ayana juga gak berasa sakit lagi."

Tak sabar kutarik Ayana dan merebahkannya di

kasur. Tanganku bekerja cepat merenggut kancing

bajunya.

"Eeehhh ... nanti malem, Kak. Sekarang kita mau

pergi!"

"Anggep aja pemanasan," geramku tak sabar.

"Kunci pintuuu...."

Tak kuindahkan pekikan tertahan Ayana karena

mataku sudah tertutup gairah.

Pintu?

Emang gue pikirin!

?

439

BONUS PART

PAPA I?, M IN LOVE

Aku hanya bisa menghembuskan napas lelah saat

mataku menyapu pada setumpuk barang di jok bela?

kang. Bagaimana caraku membawanya? Harusnya

tadi kuhitung dulu semuanya agar tak dipusingkan

dengan kerepotan yang akan kuhadapi ketika sampai

di sini.

"Kenapa?angel?"

Suara Papa yang begitu dekat mengalihkan per?

hatianku, matanya tampak khawatir. Aku tau Papa

selalu mengkhawatirkan aku dan aku tak suka itu.?

"Niet," Kuberikan sebuah senyum agar semua

resahnya hilang "Papa ke atas aja dulu."

"Kenapa? Kok nggak barengan?"

Kusambar kotak makan di atas? dashboard? yang

berisi sandwich tuna dan membukanya cepat. "Enggak

ah, Ayana mau sarapan dulu sambil dengerin m?usik

di mobil." Kugigit besar-besar sandwich itu agar papa

tak khawatir. Beliau harus percaya kalau aku bisa.

"Mau ditemani?"

"No."

"Yakin? Lalu semua barang ini?" Papa meng?

hamparkan tangannya ke jok belakang yang penuh

440

440

de?ngan buku-buku dan tas belanjaan, "Papa bawa

s?ebagian ke atas ya?"

"Nggak usah, Papa. Nanti Ayana bisa minta tolong

sama OB. Papa jangan khawatir." Kembali kuberikan

senyum terlebar dan termanisku agar Papa yakin dan

tidak mempermasalahkan ini lebih lama lagi.

"Baiklah kalau begitu, Papa duluan,?angel.?Bye."

"Bye, Papa." Kulambaikan tangan pada Papa yang

masih memegang pintu mobil setelah mencium

puncak kepalaku singkat. Aku baru bisa bernafas lega

setelah tubuh Papa yang tinggi besar menghilang

di balik deretan mobil-mobil lain. Papa memang

seperti itu, selalu saja mengkhawatirkan aku. Walau?

pun sesungguhnya aku benar-benar heran, apa sebe?

narnya yang Papa khawatirkan. Karena aku merasa

semuanya baik-baik saja dan aku yakin aku mampu

untuk mengatasi semuanya sendiri.

Meski begitu, sejujurnya aku bingung. Ya,

bingung. Bagaimana semua barang-barang ini bisa

kubawa? Opsi pertama, aku bisa saja bolak-balik dua

kali. Tapi pasti Papa akan tahu, selanjutnya beliau

akan diam-diam melihatku dengan mata sedih

dan berkeras membantu. Itu yang kuhindari. Opsi

kedua, aku akan membuat semua barang-barang

ini muat di tanganku?walau pastinya akan susah

sekali?dan membawanya sekalian ke ruangan Papa.

Hmm ... sepertinya pilihan kedua yang akan kuambil.

Tentu saja aku tak akan mempertimbangkan untuk

meminta bantuan OB, aku mengatakan demikian

pada Papa agar beliau tenang. Pastinya aku tak mau

441

441

merepotkan para OB, karena pekerjaan mereka pun

sudah sangat berat disini.

Oke, Ayana, kamu bisa! Pasti bisa!

Buku pelajaran, novel, dan komik-komik ku?

tumpuk jadi satu di tangan kiri, di atasnya kususun

de?ngan manis tempat makan dan kotak pensil.

Tangan kananku menenteng tas dan ... selesai. Tapi

senyumku langsung pudar saat menyadari beberapa

tas belanjaan yang berisi baju-baju yang rencananya

akan kuberikan pada anak Pak Parno?salah satu

OB di kantor Papa?masih teronggok dengan ma?

nis be?serta botol minum dan sebuah ensiklopedi

tebal. Pintar. Sekarang aku harus menata ulang lagi

semuanya!

Setengah jam kemudian, dengan langkah pelan

aku berjalan menuju lift khusus Direksi yang terletak

di sebelah kanan lobby. Sebenarnya aku malas ke sini

karena membuatku seperti anak kecil yang selalu

mengikuti papanya pergi. Tapi karena papa kerap

mengkhawatirkan aku, kupikir tak ada salahnya

kalau aku sesekali menguntit papa ke kantor supaya

beliau senang.

Melewati beberapa orang yang terburu-buru

berebut masuk lift karyawan, aku sedikit terhuyung

saat menghindari seseorang yang berhenti mendadak

di depanku dan....

Brakkkkk....

Terjadi juga!

Aku hanya bisa menatap pasrah saat semua b?a?

waanku betebaran di lantai. Inilah yang kutakutkan

442

442

sedari tadi, padahal sudah kususun semua barang ini

dengan susah payah. Sekarang apakah aku bisa menata

ulang semuanya lagi? Dari sudut mata kulihat Pak

Parno hendak mendekat, tapi sedikit k?ulambaikan

tangan pada beliau. Aku tak mau membuat repot

semua orang. Aku pasti bisa melakukan ini sendiri!

Tapi sebelum aku sempat bergerak, dia ada di sana,

memungut semua barang-barangku yang berserakan.

Seorang laki-laki berkemeja biru yang tampak pas

pada bahunya yang lebar. Rambutnya hitam tebal

dan terlihat acak-acakan seperti lama tersapu angin.

Kakinya tampak lentur saat ujung sepatu laki-laki itu

tertekuk menumpu berat tubuhnya.

Aku membeku.

"Heh, barangnya gak dipake lagi? Kok di diemin?

Ini aku bantuin, loh."

Aku tak tau apa yang terjadi, tapi kakiku gemetar,

jantungku berdetak cepat dan napasku terasa berat

saat dia menoleh dan menatapku dengan matanya

yang tajam.

Suaranya ... astaga, tak pernah ada yang

membentak aku sebelum ini, tak pernah ada yang

berani berbicara kasar, galak, ataupun sinis padaku.

Tapi dia, dengan suaranya yang dalam dan sedikit

serak, membentakku kasar dan terlihat sangat sebal.

Apa aku mengatakan sesuatu? Apa aku berbicara

padanya? Aku tak tahu. Sepertinya aku benar-benar

tak merasa. Fokusku hanya padanya saat dia berdiri

di depanku, dan entah kenapa aku tak bisa berpaling.

Dia tinggi, jauh lebih tinggi dariku, matanya yang

443

443

tajam menatap garang, alisnya tebal dan sedikit

seram, tapi aku suka. Rahangnya mengeras seperti

menahan kesal yang amat sangat, dan saat berbicara

ada lesung pipi yang tercetak jelas di kedua pipinya.

Ya, Tuhan, dia tampan dan ... dan seksi.?

Ya, itu seksi. Sekarang aku tahu apa yang sering
Akulah Arjuna Karya Nima Mumtaz di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dikatakan Belinda tentang lelaki seksi. Sekarang

aku paham apa maksudnya, karena aku sedang

berhadapan dengan lelaki itu. Aku benar-benar tak

bisa mengalihkan pandangan darinya. Satu pemikiran

gila melintas di kepalaku saat melihat rambutnya

yang berantakan. Aku ingin mengusap rambut itu,

merasakannya di antara jemariku, juga menyusuri

alisnya yang tebal, hidungnya yang kokoh, juga

rahangnya yang tegas. Kenapa denganku?

Selanjutnya aku tak bisa mengontrol lagi apa

yang kukatakan dan apa yang kulakukan. Aku terlalu

sibuk meredakan debaran jantung yang seakan

berlomba. Suaranya berdentam-dentam menulikan

telinga, membutakan mata dan membuatku gemetar.

Apa ini karena lelaki itu.

Papa ... apa yang harus kulakukan??

Papa, I?m in love!

?

Tamat



444

444

Tentang Penulis

Mulai aktif menulis di situs wattpad.com sejak Mei

2013 dan menggunakan pen name Nima Mumtaz. Tak

pernah bermimpi untuk mempunyai sebuah buku

namun buku pertamanya berjudul ?Cinta Masa lalu?

diterbitkan oleh PT Elex Media Komputindo pada

januari 2014.

Saat ini Nima tinggal di Jawa Barat bersama

keluarga dan seekor kucing bernama Liplip.

Kontak pribadi Nima Mumtaz di akun twitternya

@Nima_Saleem

Atau akun Facebooknya Nima

445

445




Ketika Angin Bertiup Karya James A Thousand Splendid Suns Karya Khaled Pendekar Rajawali Sakti 77 Misteri Naga

Cari Blog Ini