Ceritasilat Novel Online

Bila Mencintaimu Indah 1

Bila Mencintaimu Indah Karya Triani Retno A Bagian 1



Bila Mencintaimu Indah

Bila Mencintaimu Indah

Triani Retno A.

? 2013, PT Elex Media Komputindo, Jakarta

Hak cipta dilindungi undang?undang

Diterbitkan pertama kali oleh

Penerbit PT Elex Media Komputindo

Kompas - Gramedia, Anggota IKAPI, Jakarta 2013

ebook by pustaka-indo.blogspot.com

998131131

ISBN: 978--602-02-1425-2

Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau

memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin

tertulis dari penerbit.

Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta

Isi di luar tanggung jawab percetakan

Bila Mencintaimu Indah

Daftar Isi

1. Farewell Party..............................................1

2. B-TV........................................................24

3. Ziarah.......................................................36

4. Kenangan Itu............................................58

5. Cincin.......................................................95

6. Monas.....................................................104

7. Aku Cinta Kamu.....................................120

8. Lebih dari Mencintaimu..........................130

9. Di Kedalaman Duka...............................137

10. Trafficking.............................................150

11. Kritis!....................................................165

12. Love is Not Blind..................................179

13. Breaking News......................................187

Tentang Penulis...........................................200

Bila Mencintaimu Indah

Bila Mencintaimu Indah

Farewell Party

Di food court sebuah mal di kawasan Jakarta

Barat, lima orang remaja duduk mengitari

sebuah meja. Di meja mereka terhidang

berbagai makanan dan minuman. Siomay, nasi goreng

kambing, mi goreng seafood, orange juice, es kelapa

muda, dan teh botol. Namun, bukan makanan dan

minuman itu yang menjadi fokus perhatian mereka

kali ini.

"Halooo...! Masih pada hidup nggak, sih?" tanya

Keisha sambil menepukkan kedua telapak tangannya.

"Eng...."

"Kok malah bengong aja, sih?" seru Keisha.

"Sayang makanan enak-enak kalau cuma dianggurin

begini. Mubazir, tahu!"

"Kita kan sedang bengong berjemaah," celetuk

Andre.

"Bengong berjemaah?" tanya Keisha dengan alis

terangkat.

Andre mengangguk. "Katanya kan, kalo be??ngong

sendirian gampang kesurupan. Kali aja kalau be?

ngong????nya berjemaah begini setannya jadi bingung

Bila Mencintaimu Indah

mau me?rasuki yang mana. Pastinya, sih, yang dipilih

bukan yang keren seperti gue."

"Idih!"

"Bukan keren, Ndre! Lo tuh terlalu rese. Setannya

males aja masuk ke badan lo. Harga dirinya sebagai

setan pasti langsung hancur berantakan kalau sampai

dikenal sebagai setan rese," cetus Imel.

"Hahaha...."

"Ceritanya sekarang ini kita lagi farewell party,

ya Kei?" tanya Maura setengah termenung.

Keisha tersenyum. "Yaaah gitu, deh."

"Kenapa mesti kuliah di Amerika, Kei?" tanya

Maura.

"Dapatnya di sana, Maura," sahut Keisha kalem.

"Namanya juga dikasih. Kalau yang memberi beasiswa

bilang aku harus kuliah di Australia, ya aku berangkat

ke Australia."

"Nenek-nenek juga tahu, Kei," sela Andre. "Kalau

lo dapat beasiswa ke Amerika, ya, berangkatnya ke

Amerika. Masa berangkat ke Nigeria? Masa lo nggak

bisa membedakan mana angkot yang ke Amerika dan

mana angkot yang ke Nigeria?"

"Dasar udik!" ujar Imel. "Masa ke Amerika naik

angkot?"

"Oooh... nggak bisa, ya? Kalau naik bajaj bisa

nggak?" tanya Andre dengan wajah polos.

"Bisa! Tapi begitu sampai sana kaki lo harus di?

amputasi karena nggak bisa berhenti bergetar," sahut

Imel.

Bila Mencintaimu Indah

"Hahaha...," Andre tertawa lebar. "Lain ya, kalau

bicara sama sopir bajaj."

Imel mendelik.

Keisha tertawa geli.

"Kenapa nggak di sini aja, Kei?" tanya Maura

seolah celetak-celetuk Andre dan Imel tadi tak pernah

ada.

"Namanya juga kuliah dibayarin, Ra," kata Keisha

sambil tersenyum lebar. "Di sana aku kuliah gratis.

Biaya hidup pun ditanggung walau nggak berlebih.

Kalau di sini kan, biaya kuliah harus bayar sendiri.

Maksudku, orangtuaku yang bayar. Setelah dihitunghitung, jatuhnya nggak jauh beda. Malah nilai plusnya, selesai kuliah dari sana aku bisa lebih gampang

dapat pekerjaan di sini."

"Yakin amat," komentar Andre.

"Yakin, dong," balas Keisha.

"Sok tau lu!" cetus Andre lagi.

"Bukan sok tau, tapi fakta. Jujur aja deh, Ndre. Di

sini lulusan luar negeri masih lebih dihargai daripada

lulusan dalam negeri," ujar Keisha.

"Elo bakal lama, ya, di sana?" tanya Andre sambil

mencomot sepotong siomay di piring Imel.

"Yaaa... gitu, deh."

"Sampai kapan?"

Sampai kuliahku selesai aja. Beasiswaku kan

untuk kuliah, bukan untuk ganti kewarganegaraan

atau untuk tinggal selamanya di sana," ujar Keisha.

"Siapa tahu begitu lulus, kamu malah kerja di

sana. Atau dapat beasiswa lagi sampai jadi master,"

Bila Mencintaimu Indah

ujar Andre. "Kan banyak, tuh, yang seperti itu, Kei.

Yang tadinya cuma bakal tiga-empat tahun, tahu-tahu

jadi sepuluh tahun."

"Euh, nggak tau juga sih, kalo itu," Keisha

tersenyum. "Kenapa?"

"Enggak....," elak Andre. "Basa-basi aja."

"Bakal kangen, ya?" tuduh Keisha.

"Kangen sama elo?" tanya Andre. "Rese, deh, lo!"

"Lho, tadi kamu nanya-nanya," kata Keisha.

"Memangnya nanya doang nggak boleh?" tanya

Andre. "Memangnya sekarang kalau kita tanya-tanya

begitu harus bayar pajak, ya? Bakal kena Ppn dan Pph

gitu? Kasihan, deh, Bu Asri kalo kayak gitu. Bisa-bisa

gaji Bu Asri sebulan habis buat bayar pajak doang,"

celoteh Andre.

"Haha ...."

"Kualat lo, Ndre!"

Bu Asri adalah guru sejarah mereka di SMA 315

yang terkenal paling suka mengajukan pertanyaan.

Setengah dari waktu mengajarnya di kelas dan

mungkin tiga perempat dari hidupnya dihabiskan

untuk bertanya ini dan itu pada semua orang yang

ditemuinya.

"Lo sendiri bakal kena pajak besar tuh, Ndre.

Dari tadi aja lo nanya melulu ke Keisha," sindir Imel.

"Belum lagi buat lo ada pajak khusus. Pajak rese! Ih,

cowok kok rese!"

Andre celingukan. "Cowok rese? Mana? Mana? Ada

juga cowok pendiam," Andre menunjuk Eggy, "dan

Bila Mencintaimu Indah

cowok super-duper keren," kali ini Andre menunjuk

dirinya sendiri.

"Ada yang bawa kantong muntah?" tanya Imel,

wajahnya menampakkan ekspresi mual.

Andre buru-buru mengambil tas Imel dan

menyodorkannya ke wajah sahabatnya itu. "Nih!"

Imel merebut tasnya. "Rese lo!"

Keisha tertawa. Ia tahu, ia akan merindukan

sahabat-sahabatnya ini. "Ndre Ndreee. Tinggal

bilang bakal kangen aja susah amat, sih?"

"Daripada kangen sama elo mendingan juga

kangen sama sapi!" sembur Andre.

Keisha tertawa lagi. "Jadi sebenernya kamu itu

masih satu spesies dengan sapi ya, Ndre?"

"Pantesan dari tadi makan melulu. Biar gemuk ya

Ndre, supaya bisa untuk kurban pas Idul Adha nanti,"

timpal Imel.

Andre meringis. "Rese, deh, lo!"

Hening sejenak.

Keisha menyendok nasi goreng di piringnya.

"Kei, balik dari Amrik sana, lo nggak sok jadi

bule, kan?" tanya Maura yang belum terbawa oleh

keriangan Andre. Agaknya Maura yang paling merasa

kehilangan dengan kepergian Keisha.

Keisha tak jadi menyuap nasi goreng ke mulutnya.

"Ya enggak lah," sahut Keisha.

"Keisha ke Amrik untuk kuliah atau untuk operasi

plastik, sih?" celetuk Andre. "Kok bisa berubah jadi

bule? Kalau mau operasi plastik di sini saja, Kei. Kebetulan gue punya kenalan bandar yang biasa nam
Bila Mencintaimu Indah

pung plastik-plastik dari pemulung. Lo tinggal milih Kei, mau pakai kantong keresek, gelas dan botol

plastik, atau plastik bekas kemasan deterjen. Gue sih

menyarankan pakai tas keresek aja, Kei. Tas keresek

yang polos, lho. Kalau yang bekas kemasan apa gitu,

takutnya tulisan mereknya ikut nempel di pipi atau
Bila Mencintaimu Indah Karya Triani Retno A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jidat lo. Nanti dikira ada pesan sponsor...."

"Berisik!" kata Imel.

"Tapi suka, kan? Hehehe...."

Imel mencibir.

Maura masih saja tak tersenyum. "Balik dari sana,

lo masih mau temenan sama kita-kita orang kan, Kei?"

tanya Maura lagi.

"Ya iya, dong," ujar Keisha. "Memangnya aku

cewek kece apaan, sih? Aduuuh! Udahlah, pliiis!

Jangan ngomong yang sedih-sedih gitu! Aku jadi

kepengin nangis."

"Ngomong yang rese juga jangan!" serobot Imel

ketika melihat Andre sudah siap berbunyi lagi.

Andre meringis.

Sunyi lagi. Masing-masing menyibukkan diri

sendiri. Ada yang menyuap makanan, ada yang cuma

mengaduk-aduk minuman, ada pula yang hanya

melamun.

Perpisahan itu datang juga.

"Perpisahan kecil-kecilan lah," kata Keisha pelan.

"Toh kita nggak akan selamanya bisa bareng-bareng

gini. Nanti-nantinya juga kita pasti bakal punya

kesibukan sendiri-sendiri yang bikin kita jarang bisa

ngumpul begini. Kalo udah mulai kuliah di kampus

Bila Mencintaimu Indah

masing-masing, pasti udah mulai sibuk sendiri-sendiri.

Jadi nggak terlalu beda kan, aku kuliah di sini atau di

mana juga."

Tak ada tanggapan.

"Lagi pula sekarang kan ada internet. Kita masih

bisa chatting, imel-imelan...."

"Ogah gue!" sambar Andre.

"Eh?"

"Soalnya Imel suka rese," lanjut Andre sambil

meringis.

Imel melotot. "Gini nih, orang yang gaptek! Janganjangan chatting juga lo kira sejenis keripik, sodaraan

sama keripik singkong dan keripik kentang!"

"Jadi chatting itu bukannya sakit kepala sebelah,

ya?" tanya Andre.

"Itu migrain, Dodol!" gerutu Imel.

"Hehe...."

"Kita kan, nggak akan selamanya jadi remaja,"

ujar Keisha. Ia memandangi butir-butir nasi goreng

kambing di piringnya. Di Manhattan sana ada

nasi goreng kambing nggak, ya? Kalau ada, harganya

terjangkau tidak, ya? Kata orang-orang, di negeri yang

makanan pokoknya bukan nasi, nasi termasuk makanan

mahal. Keisha membatin.

"Kei, nanti di sana kamu cerita yang baik-baik aja

ya, tentang Indonesia," kata Eggy yang lama terdiam.

"Cieee Eggy!" ledek Andre. "Nasionalis amat,

sih? Cocok, nih, jadi politisi."

"Memangnya kalau jadi politisi harus nasionalis?"

tanya Imel.

Bila Mencintaimu Indah

"Yaaa... seharusnya begitu, dong."

"Kenapa?"

"Pikirkan saja sendiri. Mikir berjemaah juga boleh,

deh, biar pahalanya lebih besar. Gimana bisa memperjuangkan kepentingan bangsa dan negara kalau rasa

nasionalisme aja nggak punya? Kalau politisi nggak

nasionalis, bisa-bisa yang diperjuangkan hanya isi

dompetnya, hanya isi rekeningnya. Makanya ada aja

politisi yang korupsi, ada aja yang bisa disuap, ada aja

yang lupa kalau dia dipilih oleh rakyat untuk memperjuangkan kepentingan rakyat," kata Andre serius.

Detik berikutnya ia tertawa. "Hebat, ya, gue? Pantes

nggak kalo gue ngelamar jadi guru PKn?"

Keisha mengangkat kepala, menatap Eggy.

Eggy tetap tenang, tak terusik oleh ledekan Andre.

"Bukannya aku sok nasionalis. Tapi gini-gini aku

masih punya rasa cinta tanah air," ujar Eggy.

"Cie... cie... cie...."

"Cinta tanah air atau cinta...."

"...walaupun mungkin nggak seberapa," sam?bung

Eggy sambil menatap mata bening Keisha.

"Pasti Eggy habis ikut kuis ?Seberapa besar kamu

mencintai tanah airmu?," kata Andre.

"Memangnya ada, Ndre?" tanya Imel.

"Meneketehe," sahut Andre cuek. "Coba aja kamu

cek di Facebook. Biasanya kan ada aja kuis yang anehaneh gitu."

"Dasar rese!"

"Siapa lagi yang mau cinta sama tanah air kita

kalau bukan kita sendiri?" tanya Eggy.

Bila Mencintaimu Indah

"Iya, Kei!" sambar Andre segesit menyambar

layangan putus. "Jangan kalah sama pejabat yang

rajin mempromosikan cinta produk dalam negeri. Lo

harus rajin promosiin kita-kita orang. Naaa kalo

ada temen bule lo yang kece, yang cewek pastinya,

sebut saja nama gue. Andre Herlambang. Bilangin,

gue masih single. Single and available."

"Huuu!"

"Jadi sekarang cewek nih, Ndre? Bukan cowok

lagi?" ledek Imel. "Udah kembali ke jalan yang benar,

ya?"

"Hahaha...."

Bukannya malu, Andre malah ikut terbahak bersama teman-temannya.

*****

Mobil yang dikemudikan Eggy berhenti di mulut

jalan menuju Perumahan Taman Melati Indah, tempat

tinggal Maura.

"Bener Maura, nggak mau diantar sampai ke

rumah?" tanya Eggy.

"Nggak, deh. Makasih," tolak Maura. Imel yang

memutuskan untuk singgah dulu di rumah Maura

pun ikut-ikutan menolak.

"Kami jalan kaki aja, Gy. Deket kok," kata Imel.

"Beneran?"

"Iya. Jalan kan, sehat. Ya nggak, Ra?" ujar Imel.

Bila Mencintaimu Indah

Maura mengangguk. "Sehat banget. Walk for fun.

Walk for health. Sepuluh ribu langkah sehari untuk

mencegah osteoporosis."

"Jalan kaki gih ke Hong Kong!" celetuk Andre.

"Dodol!" sembur Imel.

"Hehe...."

"Aku mau ngasih kesempatan aja....," kata Maura

sambil mengerling pada Keisha dan Eggy bergantian.

"Kesempatan apa?" tanya Keisha polos.

Maura meringis. "Ada, deeeh. Kasih tau nggak,

yaaa?"

Keisha mengerutkan kening.

"Ya udah. Hati-hati, ya," pesan Eggy.

Maura dan Imel melambaikan tangan sementara

mobil hitam Eggy menderu pergi.

"Kiri... kiri...!" teriak Andre ketika mereka tiba di

Tanjung Duren. "Gue turun di sini."

Eggy menepikan mobilnya. "Kebiasaan naik bajaj

ya, Ndre?" sindirnya.

Andre tertawa.

"Sejak kapan rumah kamu pindah ke Tanjung

Duren sini, Ndre?" tanya Keisha heran.

"Nggak, nggak pindah. Gue cuma mau mampirmampir dulu," sahut Andre.

"Oooh...."

"Tanya dong, gue mau mampir ke mana...."

"Nggak perlu," sela Eggy. "Nggak ada pentingpentingnya."

Andre tertawa. "Rese lo! Tadinya gua mau turun di

rumah Keisha," kata Andre memberi pengumuman.

Bila Mencintaimu Indah

"Mau ngapain?" tanya Eggy dengan kening

berkerut.

"Yaaa... kali aja ada lowongan kerja atau....,"

Andre tak jadi meneruskan kalimatnya ketika melihat

tatapan tajam Eggy. "Nggak, Gy! Nggak jadi," katanya

buru-buru. "Gue turun di sini aja. Lebih aman dan

terjamin."

"Boleh, boleh," kata Eggy. "Udah sana keluar!"

Andre cepat-cepat keluar dari mobil Eggy. "Hatihati, Kei. Jangan mau kalo diajak ke KUA sama Eggy.

Bilang aja sama penghulunya kalo lo masih di bawah

umur. Di bawah umur nenek-nenek...."

Keisha tertawa.

Mobil Eggy melaju lagi.

Suara saksofon Kenny G mendayu memenuhi

mobil. Keisha tak protes meskipun sebenarnya ia lebih

menyukai Bryan Adams.

Sepanjang sisa perjalanan menuju kawasan

Kemanggisan, Keisha dan Eggy lebih banyak diam.

Berusaha menikmati kebersamaan yang tinggal

beberapa waktu lagi.

"Kei," panggil Eggy.

Keisha menoleh. "Ya?"

"Aku cinta kamu," kata Eggy tanpa merasa perlu

memberikan kata pengantar.

Keisha terdiam. Ia sudah menduga, saat-saat se?

perti ini akan datang juga. Keisha tak buta juga tak

bodoh untuk bisa menangkap isyarat yang diberikan

oleh Eggy selama ini. Meskipun senang, Keisha tak

yakin apakah ia juga memiliki perasaan yang sama

Bila Mencintaimu Indah

seperti Eggy. Atau mungkin perasaan itu memang tak

ada?

"Kei?"

"Ya?"

"Gimana?"

Keisha menghela napas panjang. Apa yang harus

kukatakan pada Eggy?

Eggy menunggu.

"Gy, kamu temanku yang paling baik. Teman

bicara, teman diskusi, sahabat yang paling baik. Paling

dekat...."

Eggy diam mendengarkan. Mencoba menebak ke

mana tujuan Keisha sebenarnya.
Bila Mencintaimu Indah Karya Triani Retno A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Keisha berpaling, menatap Eggy. "Aku juga sayang

kamu, Gy. Sayang banget. Tapi aku nggak tau, apa

aku bisa tetap sayang seperti ini sama kamu kalau kita

pacaran."

Eggy diam. Mendengarkan kata-kata Keisha yang

mengalir pelan.

"Lagi pula sebentar lagi aku pergi jauh."

"Kei!" tegur Eggy. "Aku nggak peduli kalaupun

kamu pergi ke ujung dunia."

Keisha mengibaskan rambutnya yang sebahu. "Kenapa nggak kita tunggu saja setahun atau beberapa tahun ke depan?"

"Apa ini berarti penolakan?" tanya Eggy mencari

penegasan.

Keisha menggeleng. "Aku bener-bener sayang sama

kamu, Gy...."

"Ya?"

Bila Mencintaimu Indah

"...tapi entah kalau cinta. Entahlah kalau saat ini."

Eggy menatap Keisha. Ia terpekur beberapa saat,

lalu tersenyum tenang. "Ya udah. Kalo gitu kita

temenan aja."

*****

Keisha mengira peristiwa siang itu akan membuat Eggy

berubah sikap. Betapa tak enaknya harus pergi jauh

saat ada seseorang membencinya, apalagi orang itu

adalah Eggy yang selama ini paling dekat dengannya.

Sahabat terbaiknya.

Ya, Eggy pasti jadi benci padanya.

Seharusnya peristiwa siang itu tak perlu ada. Eggy

sahabat yang baik, teman bicara yang menyenangkan.

Aduuuh...!

Keisha gelisah.

"Kei! Keisha!"

Keisha terkejut. Lamunannya buyar.

"Keisha!"

"Ya, Ma," sahut Keisha sambil berlari membuka

pintu kamarnya.

"Ada telepon dari Eggy," ujar Mama ketika pintu

kamar Keisha terbuka.

Bola mata Keisha melebar. "Eggy, Ma?"

Mama mengangguk. "Katanya ponselmu nggak

aktif, jadi dia telepon ke telepon rumah."

"Aduuuh, Ma. Bilangin aja Keisha lagi lagi."

Keisha kebingungan mencari alasan. "Lagi."

"Apa-apaan kamu ini, Kei?!" tegur Mama.

Bila Mencintaimu Indah

Keisha gelagapan. Mama pasti tak suka Keisha

mencari-cari alasan untuk menutupi kebohongannya.

"Kamu sedang marahan dengan Eggy?" tanya

Mama.

"Enggak, sih, Ma...."

"Ya udah, sana terima!"

Enggan dan deg-degan Keisha menuju tempat

pesawat telepon berada. Aduh! Eggy pasti marah

padanya. Eggy pasti.

"Halooo.," sapa Keisha pelan.

"Halo, Kei."

Suara Eggy terdengar persis seperti biasa. Keisha

tercengang. Astaga! Ini mimpi atau kenyataan?

"Malam ini ada acara nggak, Kei?" tanya Eggy

ringan.

"Nggak, siiih."

"Jalan-jalan, yuk!"

"Jalan-jalan? Sama siapa?"

"Sama aku."

"Sama siapa lagi?"

"Nggak ada. Kita berdua aja."

"Berdua aja?" tanya Keisha curiga. Ini memang

bukan kali yang pertama, tapi kan, Eggy.

"Ya ampun, Kei!" gerutu Eggy. "Curiga amat! Aku

nggak bakal ngapa-ngapain kamu! Kalo nggak percaya,

ajak si Maura atau siapa untuk jadi bodyguard kamu.

Masa tampang sekeren ini dicurigai yang enggakenggak?"

Bila Mencintaimu Indah

Keisha jadi tak enak hati karena kecurigaannya

terbaca oleh Eggy. "Eh bukan bukan gitu,

Gy."

"Mau, Kei?"

"Emmm...."

"Kei, aku cuma pengin makan-makan aja berdua

sama kamu. Kalau sama anak-anak lain kan masih

bisa besok-besok. Lagi pula kalo rame-rame... bisa tekor!

Hehe....," Eggy tertawa ringan.

Keisha meringis.

"Ayolah, Kei. Malam Minggu depan kamu sudah

nggak di Jakarta. Mumpung kamu masih di sini. Balikbalik dari Amrik nanti kamu pasti sudah jauh lebih

tua."

Keisha tertawa.

"Jadi, oke? Aku jemput, ya!"

*****

Tak sampai satu jam kemudian, Keisha telah duduk

di sebelah Eggy. Eggy mencari-cari kaset untuk disetel

di tape mobil.

"Kenny G atau Bryan Adams?" tawar Eggy.

"Kalau ada Inul aja deh," sahut Keisha.

Eggy tertawa.

Alunan lembut saksofon Kenny G kembali mengalun, menyamankan suasana sepanjang perjalanan

dari Kemanggisan menuju Tanah Abang.

Keisha lega. Ternyata Eggy tak berubah. Tak peduli

ada cinta atau tidak. Tak peduli diterima atau ditolak.

Bila Mencintaimu Indah

Eggy memang hebat. Senyum mengembang di bibir

Keisha.

"Kenapa senyum-senyum gitu, Kei?" tanya Eggy

yang melihat senyum Keisha dari kaca spion. "Salah

minum obat? Atau kebanyakan minum obat cacing?"

"Hehe aku lagi seneng aja, Gy."

"Seneng kenapa?"

"Aku kira kamu bakal marah sama aku karena

kejadian kemarin. Ternyata aku salah."

"Itu kan risiko, Kei. Berani nyatain cinta ya

harus siap segalanya. Siap diterima, siap ditolak, siap

dicuekin, siap diambangin walaupun sebenarnya

jauh lebih menyenangkan kalau diterima," ujar Eggy.

Keisha meringis.

"Kalau nggak berani nanggung risiko, lebih baik

nggak usah hidup," sambung Eggy.

Keisha melirik Eggy. "Seandainya aja aku bisa

jatuh cinta sama kamu, Gy."

Eggy tertawa lepas. "Gitu aja dipikirin!"

Keisha ikut tertawa. Dengan riang ia turun dari

mobil dan bersama-sama Eggy menuju warung

soto kaki langganan mereka. Soto kaki di Tanah

Abang ini memang terkenal enak. Eggy yang dulu

memperkenalkan Keisha pada tempat ini.

"Kamu mau nerusin ke mana, Gy?" tanya Keisha.

"Hukum," sahut Eggy mantap.

"Udah nggak berubah lagi, ya?"

Eggy mengangguk. "Aku mau jadi pengacara."

"Kenapa jadi pengacara? Kamu mau ngebelain

orang-orang jahat supaya bebas berkeliaran lagi?"

Bila Mencintaimu Indah

"Bukan gitu, Kei."

"Kenapa nggak jadi notaris aja, Gy?"

Eggy menatap Keisha dengan serius. "Aku bukan

mau ngebelain orang jahat Kei, tapi ngebelain orangorang yang butuh keadilan. Nggak sedikit orang yang

terpaksa menjalani hukuman karena sesuatu yang

nggak mereka lakukan. Kebayang nggak sama kamu

Kei, gimana sedihnya kalo lagi ada masalah berat trus

nggak ada yang nolongin?"

Keisha mengangguk-angguk.

"Kalaupun orang itu bersalah, dia tetap berhak

mendapatkan perlakuan yang adil. Kalau tidak, bisabisa terjadi hukum rimba di sini. Siapa yang kuat dia

yang menang dan berkuasa. Balas dendam di manamana. Kalau sudah pakai berbalas dendam begitu,

permasalahan justru akan semakin kusut. Semakin

susah diselesaikan," ujar Eggy.

"Daripada berbalas dendam lebih baik berbalas

pantun ya, Gy?" cetus Keisha.

Eggy tersenyum, menatap Keisha dengan pe?rasaan

sayang. Penolakan Keisha siang itu tak mengubah

perasaannya. "Kamu?"

"Apa?"

"Kamu mau jadi apa?" Eggy balik bertanya.

"Aku ingin melihat dunia," sahut Keisha sembari

tersenyum kecil.

"Bola dunia?" goda Eggy.

Keisha tersenyum.

Eggy menatap senyum itu. Menikmatinya se?penuh

hati.

Bila Mencintaimu Indah

"Sejak kecil aku sudah terbiasa berpindah-pindah,

ngikutin Papa yang dipindah-pindahin melulu. Namanya juga militer, Gy. Makin besar, rasanya makin

nggak betah kalo cuma diem-diem di satu tempat

sementara banyak tempat menarik yang minta didatangi."

Tatapan Keisha menerawang jauh ke luar warung

soto tempatnya berada. Kenangan masa kecilnya

kembali terpapar di depan mata.

"Yang kamu sukai apa, Kei?" tanya Mama.

"Yang Kei sukai?" tanya Keisha sambil me?ngerutkan

kening, berpikir. Tak lama kemudian ia tersenyum cerah.

"Jalan-jalan, Ma!" seru Keisha.

"Jalan-jalan gimana?"

"Ya jalan-jalan, Ma. Pergi-pergi ke tempat yang

jauuuh, ke tempat-tempat yang belum pernah Kei

datangi. Ketemu sama orang-orang baru, melihat

pemandangan baru, mencicipi makanan baru yang

enak-enak."

"Begitu?"

"Iya. Kan asyik banget, Ma," ujar Keisha. Ia kembali

serius. "Emh trus, enaknya Kei jadi apa ya, Ma?"

"Hm bagaimana kalau pramugari?" usul Mama.

"Pramugari?" ulang Keisha. "Pramugari yang di
Bila Mencintaimu Indah Karya Triani Retno A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pesawat itu ya, Ma?"

"Iya."

"Nggak, ah, Ma," tolak Keisha. "Kei kan nggak bisa

terbang, ntar kalo pesawatnya jatuh, gimana?"

Mama tertawa mendengar kekhawatiran Keisha.

Bila Mencintaimu Indah

"Yaah Mama malah ketawa!" gerutu Keisha sambil

menggaruk-garuk kepala. Pendulang intan pasti hanya

mencari intan. Guru ya mengajar. Kalau dokter

dokter bisa pergi-pergi nggak, ya? Atau jadi tentara saja

seperti Papa? Papa juga, kan, sering pindah-pindah. Ah,

tapi kurang asyik....

"Kalau wartawan gimana?" usul Mama lagi.

"Wartawan? Apaan itu, Ma?" tanya Keisha lugu.

"Wartawan itu orang yang kerjanya di koran,

majalah, radio, atau di televisi. Tugasnya mencari

berita untuk dimuat di tempatnya bekerja," jelas Mama

sesederhana mungkin.

"Bisa pergi-pergi ke mana-mana, Ma?"

Mama mengangguk. "Tentu. Wartawan justru harus

banyak bepergian dan ketemu banyak orang supaya

mendapat berita yang bagus."

Keisha tertarik."Kei mau jadi wartawan, Ma!" seru

Keisha tanpa berpikir sedikit pun.

Masa kecil yang indah. Kini di ambang masa

dewasa, saatnya mewujudkan cita-cita masa kecil itu

menjadi suatu kenyataan.

"Aku ingin jadi wartawan, Gy," kata Keisha

mantap. "Alhamdulillah, aku dapat beasiswa untuk

belajar jurnalistik di Amerika."

Eggy mengangguk-angguk. "Wartawan. Bagus."

"Ya, dong."

"Wartawan dan pengacara....," Eggy tersenyumsenyum penuh arti. "Hm...."

"Kenapa?" tanya Keisha.

Bila Mencintaimu Indah

"Pasangan yang cocok."

Keisha melotot pada Eggy. "Apa?"

Eggy tertawa. Matanya menatap Keisha.

Keisha membalas tatapan itu sesaat. Aku ingin

bisa mencintai kamu, Gy. Mungkin suatu hari nanti,

batinnya.

*****

Hari keberangkatan itu tiba juga. Keisha sudah stand

by di bandara. Bersamanya ada Mama, Papa, dan

keempat sahabatnya.

Mama memeluk Keisha. Mata Mama memerah

menahan air mata. Ada rasa cemas melepas anak semata wayangnya ke negeri orang. Anak pe?rempuan,

pula. Siapa pun tahu bagaimana gaya hidup remaja di

Amerika Serikat yang cenderung bebas.

"Hati-hati, Kei. Jangan lupa shalat," pesan Mama

mengulangi satu dari sederet pesannya.

"Ya, Ma," kata Keisha, juga untuk ke sekian kali?

nya.

"Apa pun yang terjadi, jangan lepaskan iman

kamu," ujar Mama.

"Ya, Ma," kata Keisha patuh.

"Di sana tidak ada Mama dan Papa yang mengawasi kamu, tapi Allah selalu mengawasi kamu, Kei.

Allah selalu bersama kamu," lanjut Mama.

"Ya, Ma."

Mama masih menatap Keisha dengan cemas.

Sebenarnya ia lebih suka Keisha kuliah di Jakarta

Bila Mencintaimu Indah

saja, atau di Bandung, atau di Surabaya. Pokoknya

di Indonesia. Tetapi Keisha justru mendapat beasiswa

untuk mengambil kuliah di Amerika Serikat.

Amerika Serikat. Banyaknya pemberitaan dari luar

negeri yang mengaitkan umat Islam dengan kegiatan

terorisme menimbulkan rasa khawatir yang tak

sedikit. Bagaimana jika di sana nanti terjadi sesuatu

pada Keisha?

Papa menepuk-nepuk punggung Keisha. "Pandaipandai membawa diri di negeri orang, Kei. Jangan

sampai ikut-ikutan dalam pergaulan bebas. Bergaul

itu memang perlu, tapi tetap ada batasnya," pesan

Papa.

"Ya, Pa."

Papa memeluk dan mencium dahi Keisha. Setelah

Papa melepas pelukannya, Keisha berpaling pada

sahabat-sahabatnya.

"Ayooo mau ngomong apa?"

"Nggak tau. Belum ada ide," sahut Andre

seenaknya.

"Pokoknya aku nggak mau dengar yang sedihsedih. Aku kan, dapat jatah pulang ke sini setahun

sekali," ujar Keisha.

"Setahun sekali, Kei?"

"Bisa lebih sering tapi kalian patungan ya, buat

ongkos pesawat pulang pergi."

"Wew...!"

Keisha tersenyum. "Eh, setelah aku pergi, kalian

jadi berempat. Pas dua pasang, nih. Jangan-jangan

malah pada jadian, lagi."

Bila Mencintaimu Indah

"Jadian?" seru Imel. "Sama Eggy? Sama Andre?

Idih! Amit-amit jabang bayi kuda nil! Mendingan

ngasih sumbangan ke panti asuhan atau posko banjir.

Ketauan ada manfaatnya."

"Rese deh lo, Kei!" kata Andre dengan kata-kata

saktinya.

"Kenapa?" tanya Keisha.

"Gue udah mati rasa sama mereka," sahut Andre.

"Siapa juga yang mau sama elo?" sembur Imel.

"Amit-amiiit! Pahit, pahit, pahit!"

Maura tersenyum-senyum penuh arti. "Kalaupun

ada yang jadian, paling cuma Imel sama Andre."

"Apa?" Imel melotot.

"Rese lo, Ra!"

"Walaupun mereka suka saling mengingkari

kenyataan, seperti sekarang ini, siapa tau, kan?

Barangkali itu cuma kamuflase supaya kita nggak tau

kalo mereka sebenarnya saling suka...."

"Kamu, kali!" sergah Imel.

"Aku? Nggak, deh. Aku nggak bakal mau sama

Andre walaupun dia udah jadi laki-laki terakhir di

dunia," tolak Maura. "Itu pun kalau dia benar-benar

laki-laki tulen."

Tangan Andre bergerak cepat menjitak kepala

Maura. Yang dijitak malah tergelak-gelak.

"Eggy nggak lo itung, Ra?"

"Eggy?" Maura berpaling pada Eggy. "Eggy siiih

mana mau sama aku?"

"Barangkali...."

Bila Mencintaimu Indah

"Hati Eggy kan, sebentar lagi ninggalin

Indonesia."

Semburat merah muda mampir di wajah Keisha.

Eggy yang dituju tak menunjukkan reaksi apa-apa.

Papa menepuk bahu Keisha, mengingatkan pada

waktu keberangkatan. Imel dan Maura bergantian

memeluk Keisha.

"Gue boleh ikutan meluk elo nggak, Kei?" tanya

Andre.

"Rese, deh, lo!" seru Imel.

"Peluk tuh tiang!" kata Maura. "Sekalian jogetjoget, nyanyi-nyanyi... biar persis seperti film India!"

Andre tertawa tanpa beban.

Keisha tersenyum.

Eggy menggenggam telapak tangan Keisha,

mengalirkan rasa hangat ke hati gadis itu.

"Ehm!" Maura berdehem dengan suara keras.

"EHM! EHM...!! Bukan mahram, woy!"

Eggy tetap tenang, pun ketika melihat wajah

Keisha merona merah. "Take care, Kei."

"You too," sahut Keisha.

"I?ll miss you."

"Me too." Keisha menghela napas panjang. Sudah

waktunya pergi.

"Keisha pergi Ma, Pa," kata Keisha sambil me?

meluk kedua orangtuanya. Setelah itu ia menatap

teman-temannya. "Assalamu?alaikum."

Keisha langsung berbalik dan berjalan menjauh.

*****

Bila Mencintaimu Indah

B-TV

Tujuh Tahun Kemudian

Suasana di kawasan B-TV tampak ramai. Mobil-mobil datang dan pergi. Orang-orang hilir mudik dengan

berbagai kepentingan. Ada para pesohor yang hendak

syuting, ada grupies yang menjadi penggembira dalam acara tertentu, ada orang-orang dari perusahaan

ini dan itu yang menjalin kerja sama, ada juru kamera

dan wartawan yang bergegas-gegas....

Di kantin, Keisha sedang menghadapi sepiring

nasi goreng. Bersamanya ada Harry, Nuke dan

Andhika. Wajah Keisha lelah namun tetap terlihat

bersemangat.

Harry menggeleng-geleng melihat betapa lahapnya

Keisha makan. Cantik-cantik tapi makannya rakus.

Bukan gadis macam ini yang nanti jadi ibu dari anakanakku, pikir Harry.

"Sudah berapa hari kau tak makan nasi, Kei?"

tanya Harry dengan nada prihatin.

"Lima!" sahut Keisha cuek.

"Lima hari?"

Keisha mengangguk.

"Kasihan kali nasib kau."

Bila Mencintaimu Indah

"Kenapa? Mau kasih sumbangan?" tanya Kei?sha.

Harry tertawa. "Jangankan menyumbang kau! Aku

saja masih perlu disumbang. Kau tengok saja mejaku.

Ada stiker bertuliskan ?menerima sumbangan dalam

berbagai bentuk?. Hahaha...."

Keisha bergumam tak jelas karena mulutnya

sedang penuh dengan makanan. Jadi reporter benarbenar membutuhkan stamina yang tinggi. Tampil

di TV dan disaksikan oleh banyak orang memang

menyenangkan. Tetapi apakah para penonton TV

itu tahu bagaimana para reporter berjungkir-balik
Bila Mencintaimu Indah Karya Triani Retno A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mencari berita? Belum lagi kalau situasinya panas dan

chaos atau harus mengejar-ngejar narasumber. Kalau

stamina tidak oke, bisa-bisa KO di ronde pertama.

Masih bagus B-TV mampu menggaji para

reporternya secara layak. Di media lain, lebih-lebih di

media cetak, masih banyak reporter yang menerima

gaji di bawah UMR. Bahkan ada yang hanya digaji

dua ratus hingga tiga ratus ribu sebulan, sedangkan

beban kerja tak dapat dikatakan ringan. Bagaimana

bisa berpikir jernih dengan gaji sangat minim seperti

itu di zaman serbamahal seperti ini?

"Lama tak makan sama-sama begini, aku baru

sadar Keisha gembul begitu," kata Harry.

"Kapan terakhir kali kita makan sama-sama begini,

ya?" tanya Nuke.

"Seratus tahun yang lalu mungkin, Ke."

"Itu sih kamu, Har. Mungkin waktu itu kamu

sedang makan dengan Leonardo Da Vinci. Jangan
Bila Mencintaimu Indah

jangan kamu yang merupakan sosok Monalisa

sebenarnya....," kata Nuke.

Harry tertawa. "Ahaha! Leonardo da Vinci me?

ninggal hampir 600 tahun lalu. Jadi, tak mungkin

seratus tahun lalu aku makan siang dengannya. Teliti

sikit1lah kau mengungkap fakta."

Bisa makan siang bersama seperti kali ini merupakan

sebuah peristiwa yang tak terjadi setiap hari. Keisha,

Andhika, Nuke dan Harry lebih sering makan di jalan

daripada di kantin kantor. Lebih sering lagi makan di

jam yang tak menentu, tergantung waktu yang ada.

Untuk urusan ini Keisha merasa jauh lebih

beruntung daripada Nuke. Keisha tak bermasalah

harus makan di mana pun. Tidak seperti Nuke yang

mempunyai riwayat sakit maag dan alergi sehingga ke

mana-mana harus membawa obat antihistamin dan

obat maag di dalam tasnya.

Nuke sendiri pernah mengakui bahwa menelan

obat antihistamin sebelum menyantap makanan yang

dapat memicu alerginya bukanlah tindakan yang bijak.

Itu hanya tindakan darurat jika tak ada makanan lain

yang bisa ia santap. Tak mungkin tampil di depan

kamera televisi dengan wajah memerah karena alergi

yang sedang kumat.

"Eh, ada yang tau Hendro Abimanyu nggak?" ta?

nya Nuke mengalihkan pembicaraan.

"Kenapa?"

"Ada perlu."

(Medan) Sedikit.

Bila Mencintaimu Indah

"Kau naksir dia?" sambar Harry. "Janganlah, Ke.

Kau itu masih muda. Masa depan kau itu masih

panjang. Lebih baik aku saja yang kau taksir. Kebetulan

aku belum punya pacar."

Nuke mencibir.

"Aku serius!" Harry nyinyir seperti nenek-nenek

kehilangan konde. "Kau tahu, Ke, si Hendro Abimanyu itu sudah punya tiga istri. Apa kau mau jadi

istri keempat? Asal kau tahu Ke, tak selamanya istri

muda lebih disayang. Yang sering terjadi, istri muda

dicemburui oleh istri tua. Haaa! Kau tengok itu! Le?

bih baik aku, kan? Aku masih bujangan tulen!"

"Terima kasih banyak, Har," tolak Nuke terangterangan. "Aku tidak tersentuh."

"Serius, Ke."

"Apanya?"

"Kujamin kau akan jadi istri pertama dan satusatunya istriku," lanjut Harry.

Nuke tak menggubris pernyataan Harry. "Eh, pada

tau nggak sih?" tanyanya lagi.

"Tanya Mas Indra, gih!" kata Andhika, tak mau

repot berpikir. "Atau cari di internet," ia menunjuk

komputer tablet Nuke.

"Nanti. Aku mau tanya kalian dulu. Siapa tau

kalian pernah ketemu langsung dengan dia. Tau

nggak?" tanya Nuke belum mau menyerah.

Keisha meminum air mineralnya. "Alhamdulillah,"

kata Keisha setelah tenggorokannya licin kembali.

"Kamu tahu, Kei?"

Bila Mencintaimu Indah

"Waktu masih di FOKUS aku pernah mewa?

wancarai dia," ujar Keisha pada Nuke. "Kenapa, Ke?"

"Aku mau mewawancarai dia untuk acara Kon?

sumen dan Konsumsi minggu depan. Cuma, aku

nggak tau banyak tentang Hendro. Rasanya lebih

enak kalau tahu siapa yang sedang diajak bicara," jelas

Nuke.

Harry mengangkat bahu mendengar penuturan

Nuke. Ia tak selalu butuh itu. Tokoh utama dalam

berita yang sedang diliputnya kadang-kadang terlalu

histeris untuk bisa diajak mengobrol. Kadang-kadang

malah sudah tak bisa berbicara lagi.

"Hendro itu bagaimana, ya, orangnya?" tanya

Nuke lagi.

Keisha mengedip-kedipkan mata beberapa kali,

mengingat-ingat. "Hendro itu dia pintar. Bisa di?

bilang dia genius di bidangnya. Kamu harus cukup

pintar untuk berhadapan dengan dia. Dia tidak

suka pada wartawan bego yang nggak tau apa-apa.

Wartawan bego dan asbun yang nggak menguasai

masalah."

Nuke mengangguk-angguk. Dalam hati ia ber?

harap tak termasuk kategori wartawan bego dan asbun

itu.

Keisha sendiri merasa perlu menggarisbawahi hal

itu mengingat banyaknya media baru dengan ber?

bagai tingkat kualitas wartawan. Ia menatap Nuke,

tersenyum. "Tapi dia juga mudah terpikat pada

perempuan yang cantik dan sekaligus pintar."

Bila Mencintaimu Indah

"Hah?"

Harry dan Andhika terbahak.

"Tenang, Nuke. Kau tak cantik-cantik kali pun,"

ujar Harry. "Tak ada apa-apanya dibandingkan istriistrinya yang sekarang."

Nuke mencibir kesal.

"Jangan tanya-tanya masalah pribadinya, apalagi

soal keputusannya untuk berpoligami," sambung

Keisha. "Dia tidak suka kalau urusan pribadi dan

profesional dicampuradukkan. Dia juga tidak suka

gosip dan hal-hal yang berbau sensasional."

Nuke masih mengangguk-angguk, mencatat da?

lam hati.

"Ingat-ingat itu, Ke!" ujar Harry.

"Apa?"

"Kalau kau punya urusan pribadi lebih baik sama

aku saja," kata Harry. "Aku jamin akan lebih nyaman

dan prospektif."

Nuke melengos mendengar Harry yang masih

maju tak gentar.

"Eh, omong-omong soal liput-meliput, aku punya

berita hangat," ujar Andhika yang sejak tadi lebih

banyak diam.

"Apa?" tanya Keisha, Nuke, dan Harry nyaris se?

rentak.

Andhika malah berpaling pada Keisha. "Kei, ingat

tidak waktu kita meliput di Kedubes Jerman bulan

lalu?"

Keisha mengangguk. "Apa yang harus diingat?"

Bila Mencintaimu Indah

"Bukan apa, Kei, tapi siapa. Kamu ingat Andrew

Mueller?" tanya Andhika.

Keisha tersenyum lebar. "Si ekspat tampan itu?"

Andhika mengangguk. "Ekspat, ya. Tampan,

entah?lah."

Keisha tertawa. Dasar laki-laki! Tak mau meng?

akui ketampanan laki-laki lain. Takut dikira pencinta

sejenis atau ego yang terlalu tinggi? "Ya ingat, laaah!

Mana mungkin aku bisa lupa sama dia."

Nuke yang mendengar embel-embel ?tampan? jadi

semakin tertarik. Bule tampan? Aha!

"Ada apa dengan dia?" tanya Keisha.

"Kemarin aku ketemu dia."

"Oya?"

"Ya. Dia banyak tanya soal kamu, Kei."

"Kamu cerita apa aja, Dhik?" sergah Keisha.

"Macam-macam."

"Awas kalau cerita yang jelek-jelek tentang aku!"

Keisha menatap Andhika penuh selidik.

Harry cepat menyela. "Ah, kau, Kei! Memang

sudah dasarnya jelek, mau dibaguskan macam mana

pula? Sudah dipoles-poles, sudah diketok mejik, tetap

saja jelek."

Nuke yang biasanya berseberangan kata dengan

Harry kali ini memihak Harry. Lain perkara kalau

sudah menyangkut yang tampan-tampan. Bule, pula.

"Kalau memang tampan, oper ke aku aja, Dhik,"

kata Nuke. "Selera Keisha rada-rada nggak jelas.

Daripada tuh bule tersia-sia. Kasihan kan, sudah jauhjauh kerja ke Indonesia malah disia-siakan."

Bila Mencintaimu Indah

Digoda seperti itu Keisha hanya meringis sementara

Andhika malah tersenyum-senyum.

"Bagaimana, Dhik?"

"Tidak bisa, Ke."

"Kenapa?"

"Jelas-jelas Andy titip salam untuk Keisha," ujar

Andhika kalem.

Sebenarnya bukan hal yang aneh jika Keisha

mendapat salam dari seseorang. Keisha bisa

memperolehnya dua puluh kali dalam sehari. Namun,

entah kenapa kali ini wajah Keisha bersemu merah.

Rona merah itu tak luput dari tatapan jeli Harry.

"Kau ada hati sama dia, Kei?" tanya Harry.

"Ah, enggaaak.," elak Keisha.

"Kalau tidak, kenapa pula kau tersipu-sipu macam

itu?" tembak Harry tanpa perasaan.
Bila Mencintaimu Indah Karya Triani Retno A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Wajah Keisha semakin merah.

*****

Keisha mengemudikan mobilnya dengan kecepatan

sedang. Malam belum terlalu larut dan Keisha masih

ingin menikmati Jakarta di malam hari. Jakarta

memang tak pernah tidur. Kehidupan malam bahkan

sedang berdenyut kencang di bawah siraman cahaya

lampu. Sinar lampu di mana-mana. Dari yang

temaram hingga terang-benderang, seolah krisis listrik

tak pernah ada. Penghematan energi menjadi sesuatu

yang berada di awang-awang. Yang kecil disuruh

berhemat, yang besar makin gemerlap.

Bila Mencintaimu Indah

Musik instrumental Kenny G memenuhi ruang

dalam mobil keluaran sepuluh tahun lalu itu. Musik

yang tenang dan melodius, tepat untuk mengendurkan

saraf yang tegang.

Hari yang melelahkan.

Sejak pagi hari Keisha dan Andhika berada di

kawasan Petamburan untuk meliput penertiban

pemukiman liar di sana. Penertiban itu berlangsung

panas. Warga yang tak rela rumahnya digusur melawan

dengan golok dan lemparan batu. Pihak tramtib dan

polisi tak mau kalah. Situasi baru bisa diredakan setelah

beberapa tokoh masyarakat turun tangan. Meskipun

demikian, 19 orang terlanjur menjadi korban.

Pada keadaan seperti itu, Keisha harus me?

nyingkirkan rasa takutnya jauh-jauh. Seandainya saja

bukan bagian dari pekerjaan, Keisha tak akan mau

berada pada situasi yang kasar dan beringas seperti

itu.

Wartawan juga manusia biasa yang memiliki rasa

gentar dan takut.

Selesai dengan urusan di Petamburan, Keisha masih

harus mengejar narasumber di bagian lain Jakarta.

Negara ini luas. Akan tetapi, sebagian besar

informasi berputar di Jakarta. Informasi dan uang.

Ponsel Keisha melantunkan nada panggil. Lagilagi Kenny G.

"Halo?" sapa Keisha.

"Hallo? Keisha?"

"Betul," sahut Keisha sambil mengerutkan kening.

Siapa? Nomor telepon yang masuk tak dikenalnya.

Bila Mencintaimu Indah

Sepintas Keisha menangkap logat asing pada suara si

penelepon. "Siapa, ya?" tanya Keisha enggan menebaknebak terlalu lama.

"Andy."

"Andy siapa?" tanya Keisha. Andy F. Noya?

Sepertinya suara Andy F. Noya tak seperti ini....

"Andy Mueller."

Sejenak Keisha kehilangan kata. Andy Mueller?

"Maaf kalau saya mengganggu," kata Andy.

"Oh enggak, enggak! It doesn?t matter. Saya

cuma em cuma.," Keisha kebingungan

mencari kata yang tepat.

"Ja?"

"Saya cuma tidak menyangka," lanjut Keisha.

Memang itulah yang terjadi. Keisha tak mengira Andy

akan meneleponnya malam itu. Keisha menarik napas

panjang. Pelan-pelan. Tenang. "Apa kabar?"

"Baik. Kamu pasti baik-baik juga, kan?"

"Pardon?"

Andy tertawa kecil. "Tadi siang saya lihat kamu di

TV. Segar bugar."

Keisha tertawa. "Setidaknya nggak kena timpuk

batu."

"Gut. Kalau sampai terjadi sesuatu pada kamu, saya

pasti akan merasa sangat kehilangan."

"Thanks," sahut Keisha dengan nada biasa.

"Saya penggemar kamu. Saya selalu menonton

reportase-reportase kamu."

"Oya? Thank you very much," sahut Keisha

tenang.

Bila Mencintaimu Indah

"Di mana kamu sekarang, Keisha?"

"Aku sedang di perjalanan, mau pulang. Mau

istirahat."

"Oh."

"Ada apa?"

"Ah, Nein. Saya hanya ingin bertemu."

"Ada sesuatu yang penting?"

"Nein...! Nein...! Hanya ingin bertemu kamu, Keisha.

Yaaah memang sudah terlalu malam untuk dinner,

tapi mungkin sekadar minum kopi dan mengobrol?"

"Sorry. Saya."

"Tidak apa-apa," potong Andy. "Kamu memang

perlu istirahat."

"Ya."

"Maybe next time?"

"Boleh."

"Kapan kamu ada waktu?"

Keisha tak segera menjawab. Pada kenyataannya,

ia memang bingung menentukan waktu luang.

Terdengar suara Andy tertawa pelan. "Selalu sibuk,

ya?"

"Hm...."

"Begini saja, Keisha, nanti saya hubungi lagi. Weekend

ini saya ke Singapore, sekitar seminggu. Mungkin kita

bisa bertemu setelah itu."

"Ya."

"Kamu mau oleh-oleh apa?"

"Apa ya?" Keisha mengerutkan kening lalu

tersenyum iseng. "Kalau ada pria Singapore yang

keren, bawakan satu untuk saya."

Bila Mencintaimu Indah

Andy tertawa. "Bagaimana kalau pria Jerman yang

keren saja?"

Keisha terdiam. Wajahnya bersemu merah. Apa

maksud Andy?

*****

Bila Mencintaimu Indah

Ziarah

ebuah mobil berjalan pelan menyusuri deretan

toko bunga di kawasan Rawabelong. Akhirnya

mobil itu berhenti di depan sebuah toko.

Beberapa detik kemudian, pintu sebelah kanan depan

terbuka. Seorang perempuan bergaun hitam turun

dan masuk ke toko itu.

Beberapa menit kemudian perempuan itu keluar

dari toko bunga dengan membawa sebuah keranjang

kecil berisi bunga tabur dan dua tangkai mawar

berwarna putih.

Ia kembali masuk ke mobil. Tak lama kemudian,

mobil itu telah kembali melaju di jalan raya Jakarta.

*****

Keisha termenung menatap jalanan. Pikirannya jelasjelas tak sedang berada di tempat itu. Entah tengah

berada di mana.

Andhika yang duduk bersama Keisha menatap gadis itu dengan heran. Ini tak biasa. Keisha yang dikenalnya selama satu tahun ini adalah Keisha yang tak

Bila Mencintaimu Indah

pernah bisa diam. Gadis itu cerdas walaupun kadangkadang emosinya sangat gampang meledak.

"Kei," panggil Andhika.

Keisha tak bereaksi.

"Kei...." panggil Andhika lagi, kali ini dengan

volume suara yang lebih keras.

Barulah Keisha menoleh. "Apa?"

"Ada apa?" tanya Andhika khawatir.

Keisha menggeleng.

"Kamu sakit?"

Keisha menggeleng.

"Betul?"

Keisha mengangguk.

Andhika menggaruk-garuk kepala. Mengangguk,

menggeleng, menggeleng, mengangguk, mengangguk.... "Keisha, say something, please," kata Andhika.

Keisha mengerjap-ngerjapkan mata. "Sekarang

tanggal 19 Maret ya, Dhik?"

Andhika makin bingung. "Ya, tapi."

Ponsel Keisha berbunyi sebelum Keisha sempat

menjawab pertanyaan Andhika. Kenny G.

Keisha melihat nama yang tampil di layar, lalu

menghela napas berat. "Assalamu?alaikum."

"Wa?alaikumsalam. Keisha?"

"Ya. Apa kabar, Mel?"

"Baik, Kei. Kamu gimana? Baik?"

"Baik."

"Lagi sibuk, ya, Kei?"

"Biasa, deh, Mel. Ini sedang di jalan."

"Wartawan, sih, ya. Sibuk terus...."

Bila Mencintaimu Indah

"Ah, biasa saja, Mel."

"Itu, kan, menurut kamu, Kei. Eh Kei, kamu ingat

nggak, hari ini pas dua tahunnya Maura?"

Dada Keisha sesak. Tentu saja ia ingat. Pada tanggal

dan bulan ini, dua tahun yang lalu, Maura meninggal.

Bagaimana mungkin bisa melupakan peristiwa itu?

"Iya, Mel. Aku ingat," kata Keisha lirih.

"Nggak terasa, ya? Tahu-tahu sudah dua tahun saja.

Seperti baru kemarin kita hangout bareng."

"Ya."

Hening sesaat.

"Kamu mau ziarah, Mel?"

"Iya. Ini aku baru sampai di Karet."

"Oh...."

Kebetulan siang ini aku sedang tidak sibuk. Andre

mungkin baru bisa nanti sore karena siang ini dia ada

meeting dengan kliennya. Kamu gimana, Kei? Bisa ke

sini sekarang?"

Keisha terdiam sejenak.

"Halo?"

"Em mungkin nanti sore juga, Mel. Aku usahakan. Soalnya ada berita yang harus aku kejar se?karang.

Kalau nggak sempat hari ini em mungkin besok." Keisha berusaha menjelaskan.

"It?s OK."

"Thanks."
Bila Mencintaimu Indah Karya Triani Retno A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Eggy gimana, Kei?"

Dada Keisha makin sesak. "Aku aku nggak tau,

Mel."

"Belum ada kabar?"

Bila Mencintaimu Indah

"Belum."

"Di antara kita semua yang paling punya akses untuk

tahu tentang Eggy kan kamu, Kei. Maksudku, kamu kan

kerja di TV, pasti punya jaringan dan akses informasi

yang lebih luas dibandingkan aku atau Andre."

Keisha menggigit bibir. Jaringan... akses....

Mengapa sekarang semua itu tak berarti apa-apa?

"...kamu juga yang paling dekat dengan Eggy kan,

Kei?"

Suara Imel terdengar samar-samar di telinga

Keisha. Paling dekat dengan Eggy. Benarkah?

"Kei, kalau ada kabar tentang Eggy, bilang-bilang

ya."

Keisha mengerjapkan mata yang terasa menghangat.

"Ya... ya, Mel. Pasti akan kukabari."

Hening sejenak.

"Ya udah, deh, Kei. Take care, ya."

"Kamu juga."

Hubungan terputus.

Wajah Keisha kian murung. Beberapa kali ia

menghela napas panjang, berusaha menyingkirkan

beban berat yang mengimpit hatinya.

Semua itu tak luput dari pengamatan Andhika.

"Kei?"

Keisha mengusap wajah.

"Kei, kamu menangis?" tanya Andhika. Sepasang

alisnya bertaut keheranan.

Keisha menggeleng. "Nggak. Aku cuma." Keisha

tak mampu menjelaskan apa yang dirasakannya saat

itu. Terlalu dalam. Terlalu menyesakkan dada.

Bila Mencintaimu Indah

Andhika memperhatikan Keisha tanpa berkata

apa-apa. Keisha tak sedang menangis. Ia hanya tengah

menitikkan air mata. Sama saja.

"Dhik, setelah meliput ini kita mampir ke Karet,

ya?" pinta Keisha.

Andhika memicingkan mata. "Karet?"

"TPU."

"Ada apa?"

"Aku mau ziarah."

Kening Andhika berkerut. "Begitu kita selesai

nanti mungkin sudah sore. Apa kamu tidak bisa ziarah

besok pagi saja?"

"Cuma sebentar."

"Yang benar saja, Kei!"

"Sebentar, Dhik. Sebentar saja," pinta Keisha lagi.

Wajah Keisha begitu berharap hingga Andhika tak

sampai hati menolak.

*****

Hari itu berjalan sangat lambat dan berat bagi Keisha.

Setengah jiwanya melayang jauh. Setengah lagi terikat

pada pekerjaannya di dunia nyata.

Keisha sadar sikapnya itu tidak profesional.

Namun, Keisha malah menutupinya dengan berbagai

alasan. Terlalu emosional, memang.

Susah payah Keisha menyelesaikan hari itu.

"Jadi ke Karet, Kei?" tanya Andhika.

Keisha melihat arlojinya. Masih ada sedikit waktu

sebelum azan Magrib berkumandang. "Jadi."

Bila Mencintaimu Indah

"Tidak takut gelap?" tanya Andhika.

"Tidak."

"Tidak takut setan?"

"Dhika!"

"Ini sudah menjelang Magrib, Kei. Konon, ini

merupakan salah satu saat yang disukai para lelembut

untuk gentayangan atau menampakkan diri," kata

Andhika.

Keisha tersenyum tipis. "Come on, Dhika. Aku

cuma sebentar di sana," ujar Keisha. Ya. Untuk apa

berlama-lama di sana? "Sebentar saja. Sebelum setan

sempat menampakkan diri, aku sudah pergi."

Akhirnya Andhika tersenyum dan mengangguk.

"Ayolah. Siapa takut? Semoga saja setan-setan yang

biasa bergentayangan di Karet sedang mengunjungi

kerabat mereka di Tanah Kusir atau sekalian sedang

berlibur di Union Cemetery," ujar Andhika menyebut

perkuburan paling angker di Amerika Serikat.

Keisha diam saja. Ia tahu tempat itu meskipun tak

pernah tertarik mengunjunginya. Lagi pula untuk apa

ke sana? Menemui hantu White Lady? Tidak. Terima

kasih.

Di sepanjang perjalanan, Keisha tak banyak bicara.

Andhika pun segan memancing pembicaraan. Mereka

singgah di toko bunga. Keisha turun dan membeli

dua tangkai mawar putih.

Andhika melirik. Keisha tak membeli bunga tabur,

hanya dua tangkai mawar putih. Begitu spesifik.

Orang yang hendak diziarahi Keisha pastilah sangat

istimewa baginya.

Bila Mencintaimu Indah

TPU Karet.

Sepi. Tak tampak satu kendaraan pun di tempat

parkir. Memang sudah terlalu sore untuk berziarah.

"Benar, tidak perlu kutemani Kei?"

"Benar."

"Ya sudah. Hati-hati!" pesan Andhika.

"Ya."

"Kalau ada apa-apa, teriak yang keras, Kei," kata

Andhika mewanti-wanti. Ia masih merasa tak nyaman

dengan waktu ziarah yang dipilih oleh Keisha.

Mungkin bukan dipilih, tapi memang hanya waktu

ini yang tersedia di sepanjang hari ini.

Keisha tersenyum dan melangkah memasuki kompleks pemakaman. Keisha berjalan dengan langkahlangkah mantap, sama sekali tak ter?pe?ngaruh oleh

suasana di sekelilingnya. Ia berhenti di depan sebuah

makam.

Maura Indahsari.

"Assalamu?alaikum, Maura. Semoga keselamatan

dan kesejahteraan selalu menyertai kamu."

Keisha meletakkan dua tangkai mawar yang

dibawanya di samping dua tangkai mawar putih yang

sudah lebih dulu ada.

Dua.

Maura menyukai angka dua. Menurut Maura,

ada filosofi di balik angka dua yang disukainya itu.

Selalu ada dua hal dalam hidup ini. Benar dan salah.

Hitam dan putih. Siang dan malam. Laki-laki dan

perempuan. Kaya dan miskin. Sehat dan sakit. Hidup

dan mati. Surga dan neraka. Semua selalu berpasangpasangan. Tak pernah berdiri sendiri.

Bila Mencintaimu Indah

Keisha memperhatikan bunga mawar putih dan

bunga tabur aneka warna di atas makam Maura.

Bunga-bunga itu pasti dibawa oleh Imel. Baru dua

tangkai. Berarti Andre belum datang. Dan Eggy.

Eggy....

Keisha menghela napas. Menundukkan kepala dan

mulai berdoa. Al-Faatihah.

"Ya Allah, ampunilah dia, kasihanilah dia,

sejahterakanlah dia, maafkanlah kesalahannya,

hormatilah kedatangannya, lapangkanlah tempat

kuburnya, cucilah dia dengan air, es, dan embun,

serta bersihkanlah ia dari dosa sebagaimana kain putih

yang dibersihkan dari kotoran. Gantilah rumahnya

dengan rumah yang lebih baik. Gantilah keluarganya

dengan keluarga yang lebih baik. Masukkanlah ia ke

surga, lindungilah ia dari siksa api neraka. Ya Allah,

ampunilah kami, baik yang masih hidup maupun yang

sudah mati, yang hadir dan yang tidak hadir, yang kecil

dan yang besar, yang laki-laki dan yang perempuan.

Ya Allah, siapa saja yang telah Engkau hidupkan di

antara kami, maka hidupkanlah dia dengan agama

Islam, dan barang siapa Engkau matikan di antara

kami maka matikanlah dia dalam keadaan iman.

Ya Allah, janganlah Engkau menghalangi kami dari

mendapat pahalanya, dan janganlah sesatkan kami

sesudahnya. Dengan rahmat-Mu wahai Tuhan Yang

Maha Mengasihani. Segala puji bagi Allah, Tuhan

seru sekalian alam...."2

2. Doa ziarah kubur.

Bila Mencintaimu Indah

Seseorang datang dan meletakkan dua tangkai

mawar putih. Orang itu berdiri diam di samping

Keisha.

Dari aroma parfumnya, Keisha tahu siapa yang

datang. Andre. Hanya Andre. Lalu, di mana Eggy?

"Seharusnya ada dua tangkai mawar putih lagi ya,

Ndre," gumam Keisha lirih.

"Ya." Andre menghela napas.

"Berarti tinggal Eggy yang belum datang," gumam

Keisha lagi.

"Belum ada kabar tentang Eggy, Kei?" tanya

Andre.

"Belum," sahut Keisha tak berdaya.

"Sudah lebih satu bulan sejak Eggy hilang," ujar

Andre pelan.

Angin sore bertiup pelan, menggugurkan daundaun kering yang sudah terlalu lelah menempel di

dahan.

Keisha menggigit bibir. Satu bulan lebih....

Keisha terakhir kali bertemu Eggy di kantor LBH

Ummat. Di sanalah Eggy bekerja. Dua hari setelah

pertemuan itu, Eggy hilang. Tak ada yang tahu ke

mana perginya Eggy. Tidak keluarganya, temantemannya, atau rekan-rekan kerjanya. Eggy hilang

begitu saja. Eggy tak meninggalkan pesan apa pun

pada siapa pun.

Andre dan Keisha sama-sama terdiam sebelum

akhirnya beranjak meninggalkan makam Maura.
Bila Mencintaimu Indah Karya Triani Retno A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sambil berjalan beriringan mereka berbincang dengan

suara pelan.

Bila Mencintaimu Indah

"Susah dipercaya, ya, Ndre. Waktu SMA dulu

kita berlima barengan ke mana-mana. Sekarang kita

tinggal empat. Tiga malah, karena Eggy tidak jelas ada

di mana."

"Ya," sahut Andre pelan.

"Kadang-kadang aku berpikir, setelah ini siapa lagi

yang akan pergi dan menghilang seperti."

Andre segera menyergah. "Hush, Kei! Nggak boleh

ngomong seperti itu. Pamali!"

"Bayangin saja, Ndre. Dulu Maura dibunuh

dengan sadis. Sekarang Eggy menghilang begitu saja.

Tanpa jejak, tanpa pesan. Tiga puluh sembilan hari,

Ndre. Banyak yang bisa terjadi dalam waktu tiga

puluh sembilan hari. Sehatkah Eggy? Masih hidupkah

dia? Atau sudah meninggal...?" Tenggorokan Keisha

terasa kering. Kering yang menyakitkan.

Andre diam.

"Setiap pagi kuhitung hari yang telah hilang.

Setiap pagi aku berharap akan mendapat kabar dari

Eggy atau setidaknya kabar tentang keberadaan Eggy.

Setiap hari aku mengecek inbox e-mail dan Facebook,

berharap ada kabar dari Eggy. Setiap hari aku

mengecek status Facebook dan Twitter Eggy, berharap

ia telah memperbarui status, mengunggah foto, atau

memberi petunjuk tentang keberadaannya saat ini.

Aku selalu berharap Eggy berada di suatu tempat dan

dalam keadaan baik-baik saja, cuma belum sempat

memberi kabar. Tapi setiap hari aku hanya mendapati

kekosongan. Eggy belum juga kembali. Eggy belum

juga memberi kabar....," tutur Keisha lirih.

Bila Mencintaimu Indah

"Kei...."

Keisha berpaling, menatap Andre. Saat itu mereka

telah tiba di pelataran parkir. "Menurut kamu, apa

mungkin Eggy sengaja menghilang?"

"Nggak!" sahut Andre cepat. Tak sedetik pun ia

merasa ragu. Andre bisa seyakin itu karena telah

bertahun-tahun mengenal Eggy. Tiga tahun ia sekelas

dengan Eggy di SMA. Setamat SMA, meski berbeda

fakultas, mereka masih sering bertemu dan hangout

bersama.

"Kamu yakin?"

"Ya. Itu bukan tipe Eggy."

Keisha mengangguk setuju.

Andre menatap Keisha sambil berpikir-pikir. Di

antara mereka semua, sepertinya Keisha yang merasa

sangat kehilangan. Keisha dan Maura memang seperti

lem dengan prangko. Tetapi dengan Eggy?

"Kei, boleh aku tanya sesuatu?"

"Tanya saja."

"Kamu pacaran dengan Eggy?" Andre tak bisa lagi

membendung rasa ingin tahunya. "Atau pernah?"

Kelopak mata Keisha mengedip cepat. Namun,

tak sepatah kata pun keluar dari bibirnya.

Andre mengangkat bahu, tak mau mendesak

Keisha untuk memberikan jawaban. Ia menoleh ke

arah mobil B-TV. Selain mobilnya dan mobil B-TV,

tak ada mobil lain di sana. "Mau pulang, Kei? Aku

antar?" tawar Andre.

Bila Mencintaimu Indah

Keisha menggeleng. "Thanks. Masih ada yang

harus kukerjakan di kantor. Lagi pula mobilku juga

masih di sana."

Andre tersenyum. Ia menatap Keisha. "Kei, kita

semua memang sedih dan marah karena apa yang

terjadi pada Maura dan Eggy. Tapi kemarahan kita

tidak akan menyelesaikan masalah, Kei. Tidak akan

bisa menghidupkan Maura lagi," ujarnya.

Keisha diam. Ia tahu, kemarahan memang tidak

akan menyelesaikan apa-apa. Marah pun pada

siapa? Pada apa? Pada keadaan?

"Eggy pasti akan kembali."

Keisha menelan ludah. "I hope so."

*****

Kembali ke gedung B-TV, Keisha langsung menuju

perpustakaan. Ada seseorang yang ingin ditemuinya

di sana.

Indra Basuki adalah satu orang genius yang

dimiliki oleh B-TV. Ia mencintai teknologi dan

mempunyai daya ingat luar biasa. Kedua hal itulah

yang mengantarkan Indra menjadi periset terandal

di B-TV. Nyaris tak ada hal yang mustahil baginya.

Indra menjadi tumpuan harapan bagi para reporter

B-TV dalam menemukan data yang tepat di dalam

belantara informasi. Indra adalah kunci untuk masuk

ke ruangan informasi.

Satu-satunya hal yang tampak sangat sulit bagi

Indra adalah soal jodoh. Sampai menjelang usia 38

Bila Mencintaimu Indah

tahun, Indra belum juga menemukan belahan jiwanya.

Agaknya, menikah menjadi sesuatu yang sangat jauh

bagi Indra. Yang menghibur Indra adalah kenyataan

bahwa ia seorang laki-laki.

Beban sosial yang harus ditanggung oleh seorang

laki-laki yang tak kunjung menikah lebih ringan

daripada yang ditanggung seorang perempuan dengan

masalah yang sama. Demikian pula dengan beban

biologis. Hingga di usia senja pun seorang laki-laki

masih bisa membuahi seorang perempuan. Tak seperti

perempuan yang dibatasi oleh masa produktif untuk

bereproduksi. Jika masih produktif pun, perempuan

akan berhadapan dengan usia berisiko tinggi untuk

melahirkan.

Hingga menjelang pukul delapan malam, Indra

masih sibuk di depan komputer. Ia sedang me?

ngumpulkan informasi tentang penyalahgunaan

AMDAL. Beberapa saat kemudian ia mengangkat

telepon.

"Halo, Pak Budi," sapa Indra. "Datanya mau diprint lalu diambil di sini, saya kirim lewat e-mail, atau

bagaimana?"

Indra diam beberapa saat, mendengarkan katakata Budi. "Oke!" tutup Indra. Sedikit bicara, banyak

bekerja. Mesin printer pun langsung bekerja mencetak

pesanan Budi.

Indra mengambil setumpuk berkas dan bermaksud

membacanya ketika seseorang datang menghampiri.

"Selamat malam, Mas Indra."

Bila Mencintaimu Indah

"Selamat malam." Indra mendongak dan terpana.

"Kei?"

Keisha mengerutkan kening. "Kok kaget, Mas?"

"Oh, eh, enggak."

"Aku mengganggu, ya? Aku tidak menggigit,

kok."

Indra mengusap-usap rambut. "Oh tidaaak

tidaaak! Hanya sedikit heran. Tidak biasanya malammalam begini kamu muncul di sini. Ada siaran malam,

Kei?"

"Enggak, kok, Mas. Ini juga sudah mau pulang,

tapi mampir sebentar ke sini," ujar Keisha.

"Oh!" Indra mengangguk-angguk. Biar hanya

sebentar tapi sudah menjadi vitamin mata yang

menyegarkan, apalagi kalau lama. Atau selamalamanya. Seumur hidup. "Ada yang bisa aku bantu,

Kei?"

Keisha menghadiahkan seulas senyum. "Aku cuma

mau tanya sedikit tentang berita orang hilang."

"Berita orang hilang?"

"Ya. Kejadiannya belum terlalu lama, sekitar satu

setengah bulan yang lalu."

"Kenapa tidak tanya Harry saja, Kei?" tanya Indra.

"Dia kan, spesialis kasus seperti ini."

Keisha tersenyum samar. "Dua hari yang lalu Harry

ditugaskan ke Palembang, Mas. Mungkin minggu

depan baru balik ke Jakarta."

"Oh."

Bila Mencintaimu Indah

"Semua berita yang pernah direkam, kan, ada di

sini. Lagi pula Mas Indra biasanya memonitor semua

berita."

"Mungkin tidak semua saya monitor," Indra

merendah, "tapi sebagian besar, ya."

"Mas Indra tahu Eggy Gunawan?" tanya Keisha.

Indra mengerutkan kening. "Eggy Gunawan?"

tanya Indra. "Hm... sepertinya pernah dengar...."

"Orang LBH Ummat."

Eggy Gunawan. LBH Ummat. Ingatan Indra langsung menjadi semulus jalan tol. Berita-berita tentang

menghilangnya Eggy Gunawan seolah ter?bentang lagi

di depan matanya. Terang benderang.

Keisha menatap Indra penuh harap. Air muka

Indra jelas-jelas mengatakan ia sudah ingat pada Eggy

Gunawan.

"Oya. Eggy Gunawan. Pengacara muda yang tibatiba menghilang itu, kan?" tanya Indra.

"Mas tahu?" tanya Keisha.

"Sekadar tahu, ya. Dia banyak disorot media

karena sikap kritisnya. Dia juga sering menulis untuk

media cetak. Kalau tidak salah, sejak masih mahasiswa

dia sudah jadi aktivis, ya?"

"Ya," gumam Keisha.

"Kita butuh orang seperti dia," kata Indra.

"Seperti apa?"

"Orang yang kritis dan konsisten. Banyak, Kei,

orang yang saat masih muda, saat masih mahasiswa

menjadi aktivis yang sangat kritis memperjuangkan

kepentingan rakyat. Sedikit-sedikit turun ke jalan.

Bila Mencintaimu Indah

Sedikit-sedikit demonstrasi dengan alasan memperjuangkan nasib dan aspirasi rakyat. Tapi ketika sudah

masuk ke lingkaran kekuasaan dan sudah merasakan

nikmatnya duduk di kursi empuk, kekritisan itu hi?

lang tanpa bekas. Ternyata bukan rakyat yang diperjuangkan, tetapi kepentingan pribadi," tutur Indra.

Keisha mengangguk. Ia tahu apa yang dimaksud
Bila Mencintaimu Indah Karya Triani Retno A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

oleh Indra. Ia juga mengenal beberapa orang yang

termasuk kategori itu.

Mahasiswa aktivis yang selalu menjadi motor

aksi demonstrasi mahasiswa, yang setelah memiliki

kekuasaan justru memberikan izin pembukaan hutan

lindung. Hutan yang menjadi resapan air menjadi

gundul. Kekeringan, longsor, dan banjir bandang pun

selalu mengintai penduduk desa-desa di kawasan itu,

menebar hawa kematian.

Mahasiswa aktivis yang lantang meneriakkan

"gantung koruptor!", tetapi ketika sudah memiliki

kekuasaan justru ikut melakukan korupsi berjemaah.

Agar tak digantung, peraturan-peraturan dan undangundang pun diotak-atik agar mengamankan posisi

mereka. Tak sekadar mengamankan, tetapi sekaligus

menguntungkan.

"Sejauh ini kelihatannya Eggy konsisten dengan

apa yang ia perjuangkan sejak masih mahasiswa," ujar

Indra.

Keisha mengangguk. "Ya."

Memang begitulah Eggy sejak dulu. Pintar, kritis.

Tak ada yang ditakutkan oleh Eggy, terlebih setelah

ia menemukan kenikmatan dalam Islam Eggy yakin,

Bila Mencintaimu Indah

segala sesuatu terjadi atas izin Allah. Bagi Eggy,

kehidupan menyediakan pilihan: hidup mulia dan

mati sebagai syuhada.

"Zaman sekarang, untuk syahid sebagai syuhada

bukan berarti harus berperang dengan mengangkat

senjata. Bukan dengan mengangkat pedang atau pistol.

Banyak jalan untuk menjadi syahid, Kei. Kita bisa

menjadi syuhada dengan membela kebenaran. Bahkan

kita pun bisa menjadi syuhada jika mati saat sedang

mencari rezeki halal untuk keluarga kita. Daripada

hidup bergelimang harta haram hasil korupsi, lebih

baik mati sebagai syuhada. Siapa yang mau mengenang

koruptor? Sementara seorang syuhada, ia akan hidup

selama-lamanya...."

Keisha menghela napas, teringat isi salah satu

e-mail lama dari Eggy. Eggy mulai tekun mempelajari

ajaran Islam ketika kuliah di fakultas hukum. E-mail

Eggy. Sudah satu setengah bulan ini tak pernah ada

e-mail dari Eggy. Ada yang tak genap karenanya. Rasa

kehilangan dan rindu.

"Kenapa, Kei?" tanya Indra, memperhatikan wajah

Keisha yang mendadak tersaput mendung.

Keisha mengerjapkan mata, menarik dirinya keluar

dari lamunan. "Ada kabar baru tentang Eggy, Mas?"

tanya Keisha.

Indra menggeleng. "Belum. Belum ada, Kei.

Sayang sekali."

Keisha menggigit bibir.

Bila Mencintaimu Indah

"Informasi terakhir, ada saksi mata yang

mengatakan Eggy terlihat pergi bersama beberapa

orang pria. Setelah itu, Eggy dilaporkan hilang," tutur

Indra. "Sampai sekarang, para pria itu juga belum

terlacak. Setidaknya, belum ada berita lebih lanjut

mengenai Eggy dan para pria misterius itu."

Dada Keisha terasa sakit mendengar informasi

yang diberikan oleh Indra. Itu informasi lama.

Keisha sudah tahu itu. Polisi bahkan sudah meminta

keterangan darinya.

Bayangan Eggy berkelebat begitu nyata di mata

Keisha. Suaranya. Tawanya. Senyumnya. Tatapan

matanya. Perhatiannya. Cintanya.

Mata Keisha menghangat. Ia merasakan kehilangan

yang sangat. Kehilangan yang belum pernah ia

rasakan sebelumnya. Kehilangan itu pun tak terasa

menyakitkan ketika bertahun-tahun mereka berpisah

setelah lulus dari SMA.

Inikah cinta yang dulu kuingkari keberadaannya?

Inikah cinta yang dulu tersembunyi entah di mana? Inikah

cinta yang tak pernah kuakui? Keisha memejamkan

mata. Bergulat dalam perasaan perihnya.

Di mana kamu, Gy? Tak bisakah kamu memberi

kabar, sedikit saja? Jika tidak padaku, kabarilah

orangtuamu. Mereka sangat mengkhawatirkan kamu.

Mereka merindukan kamu, Gy. Aku... aku juga rindu

kamu, Gy. Dan khawatir. Sangat khawatir. Aku sudah

berusaha keras untuk selalu berpikir positif tentang

menghilangnya kamu. Namun, kekhawatiran itu tetap

ada.

Bila Mencintaimu Indah

Aku ingin menjalani hari-hari bersama kamu.

Bersama-sama berjalan di jalan yang kita yakini

bersama. Bukankah aku perempuan yang kamu cintai,

Gy? Bukankah aku perempuan yang ingin kamu nikahi?

Kamu tahu, Gy, tahun-tahun yang telah kita lewati

membuatku sadar betapa aku juga mencintaimu. Aku

hanya belum sempat mengatakannya padamu. Aku.

Indra mengamati Keisha yang terduduk me?lamun

di depannya. Mengapa Keisha begitu tertarik dengan

kasus Eggy Gunawan ini? Mengapa Keisha tampak

sangat murung dan bersedih seperti ini? Apakah

Keisha mempunyai keterikatan secara pri?badi dengan

kasus ini?

"Kei?" tegur Indra perlahan.

Keisha membuka mata. Sinar matanya tampak

sendu. Ia menarik napas dalam-dalam.

"Kamu kenal Eggy?" tanya Indra.

"Ya," kata Keisha dengan suara serak. "Dia

sahabatku."

"Oh!" ujar Indra. Beruntung sekali Eggy Gunawan

itu, dikhawatirkan oleh gadis cantik dan cerdas seperti

ini. Pengacara dan wartawan. Sepertinya cocok.

Ah! Seandainya saja aku yang mendapat perhatian

seperti ini. Periset dan wartawan. Cocok juga. Hm

sejauh apa hubungan mereka sebenarnya? Benarkah

hanya sahabat? Atau....

"Ada lagi yang bisa aku bantu, Kei?" tanya Indra

menepis dugaan-dugaan yang melintas di benaknya.

Keisha menggeleng. "Sudah cukup, Mas. Terima

kasih banyak."

Bila Mencintaimu Indah

"Sama-sama. Aku senang bisa membantu ka?mu."

"Aku harus pergi sekarang." Keisha bangkit

dan berjalan lemas meninggalkan Indra yang masih

terpaku. Titik-titik air mata mengalir ke pipi Keisha.

*****

Nuke sedang berbicara dengan seseorang ketika melihat

Keisha memasuki ruang redaksi. Nuke menyeringai

melihat wajah Keisha yang muram. "Kei!" seru Nuke

sambil melambaikan tangan.

Keisha mendekat.

"Ya ampun, Kei! Muka jangan ditekuk gitu, dong.

Nanti kamu bisa mengalami penuaan dini! Senyum,

dong, Kei! Senyuuum!" celoteh Nuke.

Keisha memaksakan diri menarik sudut-sudut

bibirnya ke atas.

"Naaah kalau begitu, kan, lebih enak dilihat,"

komentar Nuke. "Masa baru beberapa hari nggak

ketemu sudah sedih begitu?"

Keisha menatap Nuke dengan heran, tak mengerti.

Baru beberapa hari? Tiga puluh sembilan hari? Apa

maksud Nuke? Siapa yang dimaksudnya? Eggy? Nuke

tahu apa tentang Eggy?

Nuke terus mencerocos. "Kura-kura dalam perahu,

Kei. Katanya nggak ada hati, padahaaal."

Keisha makin bingung. "Siapa yang naik perahu,

Ke?" tanya Keisha linglung.

"Kura-kura," sahut Nuke iseng.

"Ke mana?"

Bila Mencintaimu Indah

"Ke Jerman."

"Jerman?" ulang Keisha.

Nuke tertawa lebar. "Andrew Mueller."

Barulah Keisha mengerti maksud Nuke. Ia

tersenyum kecil ketika mendengar nama Andrew

Mueller disebut. Andrew, bukan Eggy. Eh, katanya,

dia mau ke Singapore? Mungkin besok? Ah, bukan

urusanku.

"Kamu beneran nggak ada hati sama dia?" tanya

Nuke, berusaha mengorek hati Keisha.

"Nggak," sahut Keisha sambil menggeleng.

"Bener?" Nuke berusaha memastikan.

Keisha mengangguk. "Bener."

"Bener aja atau bener banget, Kei?"

Keisha tersenyum tipis. "Bener banget, Nuke."

"Kalau begitu, buat aku saja ya, Kei. Biar second

hand tapi kalau keren begitu, rasanya aku nggak bisa

nolak," kata Nuke. "Buat perbaikan keturunan, Kei.

Terutama untuk masalah tinggi badan dan tinggi

hidung."

Keisha tergelitik geli. Nuke yang berpostur mungil

itu memang selalu bermimpi mempunyai tubuh

yang lebih tinggi. Setidaknya, 167 sentimeter seperti

Keisha. Itu kata Nuke beberapa waktu lalu. Namun,

untuk urusan hidung, Nuke tak iri pada Keisha. Hidung Nuke dan Keisha sama-sama Indonesia banget.

"Ambil deh, ambiiil!" kata Keisha.

"Serius?"

"Sepuluh rius, malah."

Nuke tersenyum lebar.

Bila Mencintaimu Indah

"Ke, kok kamu tahu dia keren? Memangnya kamu

pernah bertemu dia?" tanya Keisha.

"Ya iyalah. Tadi siang dia ke sini."

"Oya?"

"Iya. Nyariin kamu," kata Nuke.

"Oya?"

"Iya. Aduh, Kei! Kamu dicariin sama bule

seganteng itu. Aku juga mau, Kei. Kali-kali aja
Bila Mencintaimu Indah Karya Triani Retno A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jodoh," celoteh Nuke ramai. Ia menutup celotehannya

dengan menyenandungkan lagu Anang dan Ashanty.

"Jodohku, maunya ku dirimu."

Keisha mengangkat bahu. Ia tak tertarik pada

Andrew Mueller atau siapa pun. Ia hanya ingin

Eggy kembali. Setelah Eggy kembali, ia akan jujur

tentang perasaannya. Setelah itu, mungkin mereka

bisa membicarakan pernikahan. Sudah terlalu banyak

waktu terbuang.

*****

Bila Mencintaimu Indah

Kenangan Itu

am di dashboard mobil Keisha menunjukkan

pukul 8.40 pm. Sudah terlambat sepuluh

menit dari waktu yang dijanjikannya pada

Andy. Bukan kencan, hanya pertemuan biasa.

Sekadar mengobrol dan minum cappuccino. Sekadar

mengendorkan urat saraf setelah seharian bekerja.

Keisha menatap lalu lintas di depannya, lalu melirik

kaca spion. Melihat pantulan wajahnya di sana. Yang

tampak di sana adalah seraut wajah yang letih, lusuh

dan berminyak, dibingkai oleh kerudung merah muda

yang tak lagi selicin dan seharum tadi pagi.

Keisha sering tak merasa telah menghabiskan wak?

tu dua belas jam sehari?atau bahkan lebih?untuk

bekerja. Mungkin karena ia melakukan pekerjaan yang

ia cintai. Bukankah orang-orang bijak menganjurkan

agar seseorang melakukan pekerjaan yang ia cintai

atau setidaknya mencintai pekerjaannya? Bekerja

dengan cinta akan mem?berikan hasil yang maksimal,

hasil yang berada di luar bingkai teori.

Bekerja dengan cinta akan membuat bekerja tak

seperti bekerja. Bekerja akan terasa seperti bersenangsenang saja.

Bila Mencintaimu Indah

Love and passion.

Namun, wajah yang lusuh dan berminyak seperti

ini.... Keisha meringis. Bukan penampilan yang baik

untuk seorang gadis muda.

Tangan kiri Keisha mulai mengacak-acak isi tasnya.

Cairan pembersih wajah, kapas, bedak, lipstik. Ketika

berhenti di lampu lalu lintas yang tengah menyala

merah, Keisha bergegas merapikan diri seadanya.

Membersihkan wajahnya yang berkeringat dengan

cairan pembersih beraroma jeruk nipis.

Lampu hijau menyala ketika Keisha baru akan

memoles bibirnya dengan lipstik merah muda. Keisha

urung mewarnai bibirnya. Ia memilih menunggu

hingga lampu merah berikutnya atau.

Keisha buru-buru memoles lipstik itu ke bibirnya

ketika mobilnya terpaksa berhenti untuk memberi

jalan pada ambulans. Sirene mobil putih itu meraungraung, meminta diberi prioritas.

Selesai. Keisha memperhatikan wajahnya kini.

Lumayan. Setidaknya jauh lebih cantik daripada

kuntilanak.

Kuntilanak?

Harry pernah melihat kuntilanak ketika sedang

mengungkap kasus pembunuhan berantai di

Lampung.

"Amit-amit, Kei! Kalau boleh memilih, aku lebih

suka bertemu dengan Selena Gomez. Lebih cantik,

lebih seksi, lebih muda dan yang jelas masih hidup."

Rivanni yang menjadi presenter sebuah acara

misteri, bahkan pernah bercerita di mobilnya tiba
Bila Mencintaimu Indah

tiba tercium bau kemenyan sesaat setelah ia selesai

rekaman.

Ingatan akan itu membuat Keisha merinding.

Keisha melirik ke kaca spion. Tidak ada apa-apa.

Aman!

Kafe yang dituju Keisha sudah tampak.

Mudah-mudahan segala macam kuntilanak,

genderuwo, atau para arwah penasaran tidak suka

bergaul di kafe.

Di dalam kafe, Andy duduk sendiri menghadapi

sebuah meja. Di depannya ada segelas minuman.

Beberapa gadis secara diam-diam atau terang-terangan

melirik Andy. Beberapa melontarkan kata-kata

menggoda. Laki-laki bule itu terlalu tampan untuk

duduk seorang diri di sebuah kafe.

Andy tersenyum basa-basi tanpa menanggapi lebih

lanjut. Matanya mencari-cari Keisha. Senyumnya

melebar ketika menemukan sosok yang ditunggutunggunya itu.

"Hai!" sapa Keisha.

"Hai!" balas Andy sambil tersenyum.

Keisha duduk. "Sudah lama menunggu?"

"Lumayan."

"Sorry. Aku terlambat keluar kantor."

Andy tersenyum-senyum. Sebagian geli melihat

Keisha yang salah tingkah. Sebagian lagi geli melihat

penampilan Keisha yang ala kadarnya.

Menyadari pandangan Andy, Keisha tertawa kecil.

"Sorry, lecek. Aku tidak sempat mandi, apalagi berganti

pakaian. Ini juga masih agak bau laut," kata Keisha

Bila Mencintaimu Indah

sambil mengendus pakaiannya sendiri. Ia menutup

hari ini dengan membuat liputan tentang kehidupan

nelayan yang semakin terjepit oleh kenaikan harga

BBM. Menjadi nelayan di negeri bahari ternyata tak

serta-merta memberikan kemakmuran.

Ini negeri yang aneh. Negeri agraris dengan

kekayaan alam yang melimpah, tetapi para petani

terjerat dalam kemiskinan. Negeri bahari dengan

harta karun tak ternilai di lautan, tetapi para nelayan

terengah-engah mempertahankan hidup.

Andy tersenyum. "No problem. Kamu tetap

cantik."

"Terima kasih."

"Kecantikan seseorang tidak hanya dilihat dari

penampilan fisiknya, pakaiannya, atau dandanannya.

Memang semua itu membuat enak dilihat, tapi ada

satu lagi yang lebih penting. Inner beauty. Kepribadian.

Kecerdasan," tutur Andy sambil menatap Keisha.

"Makanya pemilihan Miss Universe selalu

mengusung 3B. Beauty, Brain, Behavior. Walaupun

pada kenyataannya tetap saja lebih menonjolkan unsur

beauty," kata Keisha menanggapi. "Beauty and body."

Ia tersenyum skeptis. Unsur B-Body tak termasuk 3B,

tetapi faktanya? Mana ada Miss Universe yang tak

bertubuh tinggi semampai dan seksi?

"Kamu tidak suka itu?" tanya Andy.

"Perempuan mana yang tidak suka disebut

cantik? Semua perempuan pasti suka disebut cantik

dan menjadi cantik. Tapi kalau perempuan dinilai

hanya dari kecantikan fisiknya, dari keseksian dan

Bila Mencintaimu Indah

kemulusan tubuhnya ketika mengenakan bikini,

itu sama saja dengan melecehkan perempuan," ujar

Keisha. "Perempuan itu lebih dari sekadar fisik."

"Kamu tidak hanya cantik, Kei."

Keisha tersenyum tanpa berkata apa-apa.

Andy mengulurkan sebuah kado mungil pada

Keisha.

"Apa ini?" tanya Keisha.

"Hadiah. Untukmu."

"Oh. Terima kasih."

Andy menatap Keisha. "Saya tidak menemukan

pria Singapore yang keren."

Keisha tertawa, teringat pada pesanannya beberapa

hari yang lalu. Itu sekadar iseng....

"Semoga seleramu bukan pria Singapore, tetapi

pria Jerman," sambung Andy.

Keisha terdiam. Apakah itu pernyataan cinta?

Kalau ya, cintakah aku padanya?

Sepertinya....

Tidak!

*****

Pertemuan pertama itu disusul dengan pertemuan

kedua di hari Minggu.

"Saya penggemar kamu," kata Andy mengakui.

"Saya selalu berusaha mengikuti semua reportase

kamu."

"Thanks."

"Profesi ini sudah jadi pilihan kamu?" tanya

Andy.

Bila Mencintaimu Indah

"Ya. Kenapa?"

"Profesi ini berat, Kei. Kadang berbahaya."

Keisha tersenyum. "Hidup ini penuh risiko, An.

Semua pekerjaan punya risiko."

"Hm...."

"Bukan hanya pekerjaan yang mempunyai risiko,"

lanjut Keisha. "Semua punya risiko. Makan pun

berisiko. Mungkin jadi kekenyangan, mungkin harus

membayar lebih mahal daripada budget, mungkin

terkena diare, alergi, atau malah stroke jika sampai

salah makan. Tertawa juga mempunyai risiko. Bisa

terlihat konyol, kekanak-kanakan, atau kurang

berwibawa. Jadi kenapa harus takut?"

"Betul. Hanya kadang-kadang saya merasa cemas,"

ujar Andy.

Keisha menyingkirkan tumpukan kulit kerang

dari hadapannya. "Jangan khawatir. Aku bisa menjaga

diri."

Andy mengangguk. "Sebaiknya begitu. Saya tidak

mau kehilangan kamu," ujar Andy serius.

Ikan bakar yang mereka pesan tiba. Menyusul

kemudian udang goreng saus asam manis dan cah

kangkung. Asap yang masih mengepul-ngepul dari

hidangan itu menebarkan aroma sedap.

Hidung dan perut Keisha langsung tergelitik.

"Kelihatannya lezat," komentar Andy.
Bila Mencintaimu Indah Karya Triani Retno A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apalagi rasanya. Cobalah. Kamu pasti suka," kata

Keisha.

Andy mengambil sepotong udang goreng dan

meng???gigitnya. "Lecker," 33komentarnya.

3. Lezat.

Bila Mencintaimu Indah

"Sebenarnya aku punya warung seafood langganan

di daerah Kemanggisan," kata Keisha.

"Warung? Di pinggir jalan?" tanya Andy.

"Ya. Warung kaki lima. Tapi rasanya hm hotel

bintang lima."

Andy tertawa.

"Kalau mau suasana laut yang asli, ya lebih baik

langsung ke sini. Di Kemanggisan mana ada laut?"

"Delicious?"

"Of course. Jangan salah, An. Di Jakarta ini banyak

makanan enak yang dijual di warung kaki lima atau di

gerobak dorong. Higienis? Orang Indonesia dikaruniai

perut yang cukup kuat hingga relatif tak bermasalah

meskipun menyantap makanan kelas pinggir jalan

yang mungkin tidak higienis menurut standar kalian

di Eropa atau Amerika."

Andy tampak serius mendengarkan.

"Memang harus tetap pintar-pintar memilih,"

lanjut Keisha. "Tidak sedikit pedagang nakal menjual

makanan yang diawetkan dengan formalin atau boraks.

Ada saus tomat yang dibuat dengan buah busuk plus

pewarna tekstil. Ada daging ayam bangkai yang

dijadikan campuran mi ayam atau bubur ayam. Ada

yang menjual minuman dingin dengan menggunakan

air mentah. Di negara kamu, tidak masalah minum

air langsung dari keran. Di sini? Jangan coba-coba. Air

tanah di Jakarta ini sudah tercemar bakteri E-coli. Air

tanahnya juga terasa asin karena terkena rembesan air

laut."

"Right or wrong is my country?"

Bila Mencintaimu Indah

Keisha tersenyum. "No. Kalau wrong ya harus

diluruskan dulu. Dikembalikan ke jalan yang benar.

Kalau tidak begitu, bisa-bisa Indonesia akan terus

dikenal sebagai negara paling korup sedunia. Masih

ditambah lagi sebagai negara dengan tingkat polusi

yang tinggi dan daya saing SDM yang rendah. Tidak

bagus itu. Tidak bisa terus-terusan seperti itu...."

Suasana malam begitu sempurna. Langit cerah

hingga bintang-bintang terlihat begitu jelas. Di

kejauhan terdengar debur ombak. Bau laut begitu

kuat menyergap penciuman.

Berjalan-jalan di bawah cahaya bulan dan bintang

diiringi debur ombak merupakan kenikmatan

tersendiri yang tak setiap saat bisa dinikmati.

"Kamu kenal Dhika di mana, An?" tanya Keisha

mengalihkan pembicaraan.

"Waktu ada acara di kedutaan itu."

"Oh! Aku kira sudah lama."

"Kenapa?"

"Kamu dan Dhika kelihatan sudah akrab," kata

Keisha.

Andy menggeleng. "Setelah malam itu, saya

memang pernah beberapa kali bertemu Dhika.

Jadi."

"Jadi kamu mengorek-ngorek informasi tentang

aku dari Dhika?" tukas Keisha.

Andy tertawa lebar. "I told you, Keisha. Saya

penggemar kamu."

Keisha meringis. "Dhika cerita apa saja tentang

aku?"

Bila Mencintaimu Indah

"Banyak."

"Mudah-mudahan hanya cerita yang baik-baik

tentang aku."

Andy tertawa lagi. "Baik buruknya kamu."

"Apa?" bola mata Keisha melebar.

"Kamu bukan malaikat, kan?"

"Tentu saja bukan," ujar Keisha. Hatinya

melemparkan gerutuan pada Andhika. Awas kamu,

Dhika! Aku bikin jadi siomay kamu kalau kita ketemu

nanti.

"Dhika juga cerita, beberapa hari yang lalu kamu

ziarah ke Karet menjelang malam. Bukan waktu yang

lazim," kata Andy.

"Ya."

"Orang itu pasti sangat istimewa bagi kamu."

"Memang," sahut Keisha pendek-pendek.

"Saudara kamu?"

"Bukan."

Keisha terdiam cukup lama. Suasana hatinya

terjungkir balik. Kenangan menyakitkan itu berkelebat

lagi di matanya.

Jeritan.

Darah.

Keisha menghela napas panjang. "Maura."

"Pardon?"

"Sahabatku."

*****

Bila Mencintaimu Indah

Dua Tahun yang Lalu

Malam itu malam Minggu. Malam panjang yang

membosankan bagi mereka yang tidak punya pasangan

atau acara pelipur lara.

Keisha duduk berselonjor di lantai kamarnya

sambil asyik mengobrol di ponsel. Mulut Keisha

benar-benar dalam keadaan sibuk. Mengobrol dan

mengunyah keripik kentang.

"Nggak gue nggak ke mana-mana. Lo kayak

nggak tau gue aja, Ra!" kata Keisha pada Maura,

teman bicaranya di telepon.

"Jomblo forever, heh?" ledek Maura.


Pendekar Mabuk 014 Pedang Guntur Biru Misteri Tirai Setanggi Tujuh Manusia Darah Dan Cinta Di Kota Medang Seri

Cari Blog Ini