Bila Mencintaimu Indah Karya Triani Retno A Bagian 2
Tawa Keisha berderai-derai. "Jomblo jaminan
mutu!"
"Jaminan mutu atau nggak laku-laku?" ledek
Maura. "Ibu-Ibu, Bapak-Bapak, siapa yang punya
anak tolong akuuu, aku yang tengah malu karena
cuma dirikuuu yang tak laku-lakuuuu," suara fales
Maura melantunkan lagu Cari Jodoh?-nya Band Wali.
"Hahaha enak aja nggak laku! Gue kan high
quality jomblo. Lagian, malam Minggu begini enakan
jadi pi-ar."
"Pi-ar?"
"Yo-i do-i. Pi-ar. PR. Perempuan Rumahan."
"Aiiih, kasihan banget teman gue ini. Memangnya
nggak ada yang ngapelin elo, Kei?"
Keisha tertawa lebar hingga beberapa serpihan ke?
ripik beterbangan dari dalam mulutnya. "Wa?duuuh!
Belum ada cowok yang segitu kurang kerjaannya sampe-sampe ngerasa perlu ngapelin aku, Ra!"
Bila Mencintaimu Indah
"Oya?" tanya Maura dengan suara jenaka. "Yang
betuuul?"
"Iya."
"Eggy juga enggak?"
"Eeeh! Kok jadi ngomongin Eggy, sih?" sergah
Keisha.
Maura tertawa. "Udah deh, Kei! Terima aja."
"Terima apaan?" Keisha masih mengelak.
"Terima Eggy, lah, Keeei. Masa ?terima kasih atas
waktu dan kesempatan yang telah diberikan pada saya??
Itu, sih, sambutan Pak RT tiap kali ada rapat, Kei!"
"Apaan, sih?"
"Eggy, kan, masih suka sama elo, Kei. Selama lo di
Amrik, Eggy nggak pernah, lho, deket sama satu cewek
pun. Kegiatannya cuma belajar, organisasi, belajar,
organisasi. Gituuu terus. Yaaa masih hangout juga
sih sama gue, Imel, dan Andre. Tapi udah, gitu doang.
Nggak pernah ada gosip dia jadian sama siapaaa gitu.
Gosip dia naksir cewek juga nggak pernah ada."
"Naksir cowok juga enggak, kan?" tanya Keisha
iseng.
Maura terbahak. "Dasar lo tuh, ya. Memangnya lo
rela kalo Eggy sampai naksir cowok?"
Keisha manyun. "Iiih, amit-amit, tau!"
"Kei, cocok banget, lho."
"Apanya yang cocok?"
"Ya elo sama Eggy. Kayaknya elo dan Eggy memang
berjodoh, deh. Coba bayangin. Selama kuliah, Eggy rajin
banget ikut pengajian gitu. Nah elo? Waktu berangkat ke
Amrik tampilan lo masih kayak anak gaul, rambut juga
Bila Mencintaimu Indah
masih dicat cokelat. Eeeh begitu balik dari Amrik
lo malah udah rapi pake jilbab. Bingung gue, Kei. Lo
sebenernya kuliah di Amrik apa di Kairo, sih?"
Keisha tertawa. "Hidayah kan bisa datang di mana
aja, Ra."
"Aaah gue curiga. Kayaknya lo sama Eggy LDR,
ya? Long distance relationship."
"Idih, nuduh! Nggak ada tuh pacaran-pacaran,
Ra."
"Ya abis, perubahan lo sama Eggy tuh sejalan
banget, Kei. Tunggu apa lagi? Kalau nggak mau
pacaran, langsung aja married, Kei. Kamu dan Eggy,
kan, sama-sama udah punya pekerjaan tetap. Cukuplah
untuk tahap awal hidup berumah tangga. Lagian Eggy
kayaknya udah siap lahir batin buat nikah...."
"Gombal!"
Maura cuek. "...udah cukup umur juga. Kalau
ditunda-tunda terus... nanti keburu menopause, Kei!
Kalo udah menopause, nggak bisa hamil, lho!"
"Huh!"
"Eeeh ini anak! Dibilangin! Jujur, dong, sama
perasaan elo sendiri, Kei."
"Jujur gimana?"
"Sebenernya elo juga suka, kan, sama Eggy?"
"Gombal! Gombal! Gombal!" gerutu Keisha.
"Biar gombal, tapi gue tau banget kalo kaset Kenny G
yang dikasih Eggy waktu SMA dulu masih jadi barang
keramat di mobil elo."
"Itu karena gue memang suka sama Kenny G,"
Keisha mengelak.
Bila Mencintaimu Indah
Elakan yang sia-sia karena Maura benar-benar
pantang mundur.
"Kenny G apa Eggy G?"
Keisha menggaruk-garuk kepala. "Jangan bikin
gosip, Ra."
"Apanya yang gosip? Kenyataannya memang begitu,
kan?"
"Gue sama Eggy nggak ada apa-apanya."
"Ada juga nggak apa-apa," kata Maura kalem.
"Kalian berdua dapat doa restu dari gue."
Keisha menyingkirkan stoples berisi keripik lalu
merebahkan diri di karpet. "Ra, elo sendiri malam
mingguan gini lagi ngapain?"
"Bengong."
"Idiiih! Kasihan banget, deh, elo!" ledek Keisha,
senang bisa mengalihkan topik pembicaraan dari Eggy
dan sekaligus berkesempatan untuk balik menggoda
Maura. "Makanya, Ra, si Dion elo suruh balik aja ke
Jakarta," usul Keisha.
"Enak aja! Dia lagi PTT."
"Alaaa PTT! Ngapain PTT? Udah kuliah mahalmahal di Kedokteran, belajarnya susah, lulusnya lama,
eh begitu lulus malah PTT entah di mana. Gaji
sering telat, lagi. Mendingan desersi aja!"
"Subversif lo!" maki Maura.
Tawa Keisha makin kencang. "Telat lo, Ra! Hari
gini masih ngomongin subversif."
"Payah, nih, ngomong sama wartawan!" sindir
Maura.
Bila Mencintaimu Indah
"Hehehe enakan ngomong sama dokter, ya,
Ra?" balas Keisha tak kalah sigap.
Selama beberapa saat hanya terdengar gerutuan
Maura yang kian kemari. Merepet seperti petasan
renteng di malam tahun baru.
Keisha sama sekali tak mendengarkan. Ia
malah menurunkan ponsel dari telinganya dan
menghadapkannya ke tembok.
"Tek kotek-kotek-koteeek anak ayam turun
sejutaaa mati satu tinggal sembilan ratus sembilan
puluh sembilan ribu sembilan ratus sembilan puluh
sembilaaan. Tek kotek-kotek-koteeek anak ayam
turun sembilan ratus sembilan puluh sembilan ribu
sembilan ratus...."
"Kei!"
"...sembilan puluh sembilan ...."
"KEI...!!!"
Keisha berhenti bernyanyi ketika mendengar
teriakan Maura. Ia kembali mendekatkan ponselnya
ke telinga. "Halo, Maura? Ada apa?" tanya Keisha
manis.
"Sialan! Pasti tadi gue ngomong sama tembok, ya?"
Tawa Keisha pecah di udara. "Lagian elo ngomel
melulu. Sakit, nih, kuping gue."
Maura menggerutu pelan.
"Bete nih, Kei," kata Maura setelah kehabisan
gerutuan.
"Kenapa?"
"Gue lagi sendirian di rumah. Dari tadi mencetin
remote teve melulu. Bosen. Adek gue lagi naek gunung.
Ortu gue lagi kondangan."
Bila Mencintaimu Indah
"Kenapa nggak ikut kondangan aja?" tanya
Keisha. "Lumayan, Ra, dapat makan gratis. Makan di
acara resepsi gitu kan enak-enak, Ra. Bagus tuh buat
perbaikan gizi."
"Rese lo!" sergah Maura. "Biar gue baru lulus dan
belum punya pekerjaan tetap, kalo untuk makan aja,
sih, gue masih sanggup bayar sendiri, asal jangan yang
mahal-mahal!"
Keisha tertawa. "Pembantu lo ke mana?"
"Si Inah? Yailaa dia lagi! Abis Magrib tadi udah
diapelin sama si Moko. Tau, deh, ke mana tuh orang.
Biasanya, sih, mejeng di taman kompleks sambil makan
bakso."
"Yaelaaa kalah, deh, sama pembantu!" ledek
Keisha.
"Makanya, lo ke sini dong, Kei."
"Ngapain?" tanya Keisha tanpa perasaan.
"Temenin gue."
"Hah? Ngapelin elo? Ogah, ah, Ra. Gue nggak
ada rasa sama elo," jawab Keisha.
"Amit-amiiit!" jerit Maura jengkel. "Mendingan
juga makan sate kambing. Kenyang. Atau sekalian aja
naik haji. Ketauan berpahala. Daripada diapelin
Mak Lampir kayak elo!"
Keisha tergelak-gelak.
"Maksud gue."
Lama kalimat Maura menggantung di situ. Keisha
mengernyitkan dahi.
"Halooo? Maura? Yuuuhuuu! Ra, lo lagi
ngomong sama gue, lho. Bukan sama tembok. Masa
Bila Mencintaimu Indah
baru dikerjain segitu aja udah ngambek? Biasanya kan
lebih kejam."
Maura masih tak bersuara.
"Maura! Yuhuuu!" seru Keisha.
Beberapa saat kemudian barulah terdengar suara
Maura. "Sori, Kei. Tadi gue kok kayak ngedenger pintu
samping kebuka."
"Si Inah kali udah pulang," Keisha bantu me?
nebak.
"Iya, kali, ya," tanggap Maura. "Eh, tapi baru juga
Bila Mencintaimu Indah Karya Triani Retno A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
jam segini. Nggak biasa-biasanya dia udah pulang."
"Lagi berantem, kali, sama si Moko."
"Masa?" tanya Maura seolah Keisha itu paranormal.
"Tadi waktu Moko datang keliatannya akur-akur aja.
Nggak ada tanda-tanda mau berantem."
"Tanda-tanda mau berantem!" seru Keisha.
"Hujaaan, kali, pake tanda-tanda gitu. Kali aja si Inah
pulang dulu karena kebelet pipis," tebak Keisha asal
bunyi.
"Ngaco! Eh, Kei." Suara Maura terputus lagi.
Kali ini bahkan lebih lama daripada yang pertama.
Kening Keisha mengernyit lebih dalam. Bukan kebiasaan Maura untuk menganggurkan lawan bicaranya
di telepon. Apa Maura sedang melihat pintu samping
yang katanya terbuka? Kok nggak bilang-bilang dulu?
Kan bisa aja berjalan sambil berbicara di ponsel?
"Maura? Halooo? Maura!" panggil Keisha.
Tak ada jawaban.
"Maura? Ra! Halo Ra! MAURA...!" panggil
Keisha makin keras.
Bila Mencintaimu Indah
Sesaat masih tak ada sahutan.
"Siapa kalian?"
"Ra...?"
DUG!
PRAAANG ...!!!
"Tolooong...! Toloooong...! Tooo aaarghhh!"
Suara jeritan itu terputus.
Sepi.
"Maura?" panggil Keisha tegang. "Ra, ada apa?
MAURA...! MAURA! Ra, jawab aku, Ra! MAURA!"
Tak ada suara sedikit pun. Keisha baru menyadari
bahwa tak terdengar lagi nada sambung di ponselnya.
Entah sejak kapan.
Keisha mulai panik. Berkali-kali ia mencoba meredial ponsel dan telepon rumah Maura. Tetap tak ada
nada sambung.
Sunyi.
Punggung Keisha basah oleh keringat. Tubuhnya
gemetar. Teriakan minta tolong itu....
*****
Keisha panik luar biasa. Instingnya mengatakan ada
se?suatu yang tak beres. Pasti terjadi sesuatu pada Maura.
Ada apa sebenarnya? Mudah-mudahan bukan se?
suatu yang buruk. Tapi suara jeritan itu.
Keisha tak bisa berpikir lebih panjang lagi. Ia
meloncat bangkit, memasukkan ponselnya ke saku
piyama. Ia menyambar kunci mobil dan dompet yang
Bila Mencintaimu Indah
tergeletak di meja tulisnya, lalu mengenakan kerudung
kaus yang tersampir di sandaran kursi. Tak sedikit pun
terpikir lagi olehnya untuk berganti pakaian.
Tergesa-gesa ia membuka pintu kamar, lalu berlari
menuruni anak tangga. Suara langkah kakinya yang
berdebum-debum mengusik kedua orangtuanya yang
sedang duduk santai di depan televisi.
"Lho, Kei? Mau ke mana?" tanya Mama.
"Ke rumah Maura!" sahut Keisha tanpa berhenti.
Tak terlintas di benak Keisha untuk bersopan-santun
lagi.
"Malam-malam begini?" tanya Mama heran. Lebihlebih melihat Keisha yang hanya mengenakan piyama
biru muda bergambar Teddy Bear dan kerudung kaus
berwarna hitam.
"Ma, tolong teleponin Eggy. Suruh dia ke rumah
Maura sekarang, ya, Ma," pesan Keisha tanpa
menjawab keheranan Mama.
"Kei."
Keisha sudah melesat pergi. Menit selanjutnya terdengar deru mobil Keisha menggerung meninggalkan
rumah.
Malam Minggu celaka! Mengapa banyak sekali
mobil di jalan raya? Katanya sedang resesi. Katanya
ekonomi sulit. Katanya harus mengencangkan ikat
pinggang. Hidup hemat!
Ah! Kata siapa? Lihat saja mobil-mobil yang berderet di sepanjang jalan. Lihat saja kafe-kafe yang
masih penuh dengan pengunjung. Lihat saja pusatpusat perbelanjaan yang tumbuh di mana-mana,
Bila Mencintaimu Indah
meng?goda orang-orang untuk berbelanja, berbelanja
dan berbelanja. Lihat saja pentas-pentas musik yang
selalu gegap gempita dan menimbulkan kemacetan.
Jadi, apanya yang resesi? Apanya yang ekonomi
sulit? Apanya yang hidup hemat?
Dengan gusar Keisha memencet klakson keraskeras ketika mobil di depannya tak juga bergerak
maju meskipun lampu lalu lintas telah menyala hijau
sejak beberapa detik lalu.
"WOOOY...! Elo dapat SIM di mana, sih? Nge?
bedain mana gas mana rem aja kagak bisa! Kalau
belum bisa nyetir, jangan bawa mobil! Main gundu
aja dulu!" teriak Keisha ketika akhirnya berhasil
mendahului mobil itu.
Ia menginjak pedal gas dalam-dalam. Melahap
kilometer demi kilometer. Melibas tikungan demi
tikungan. Menyumpahi lampu merah demi lampu
merah yang entah kenapa begitu kompak menahan
lajunya. Rasanya sudah seabad berlalu ketika akhirnya
Keisha tiba di Taman Melati Indah, kompleks tempat
tinggal Maura.
Keisha tak sabar. Ia ingin segera sampai di tujuan.
Secepatnya. Detik ini juga.
Ketika melewati taman, Keisha teringat sesuatu.
"Siapa kalian?"
Teriakan minta tolong.
Astaga! Kalau benar terjadi apa-apa di rumah
Maura, apa yang harus kulakukan? Bagaimana kalau
ada penjahat yang masuk ke rumah? Kalau cuma
seorang mungkin masih bisa kuatasi. Tapi kalau empat
Bila Mencintaimu Indah
atau lima orang? Konyol itu namanya. Mengantar
nyawa.
Siapa kalian?
Kalian! Kalian, bukan kamu. Berarti ada lebih dari
satu orang. Jadi, bagaimana?
Keisha merinding ketika teringat pada jeritan
Maura tadi. Oh, tidak! Tak mungkin Maura hanya
iseng mengerjainya agar ia mau datang. Tidak. Tidak
mungkin. Maura tidak seperti itu!
Inah!
Kata Maura, Inah dan Moko biasa pacaran di
taman kompleks. Di tukang bakso.
Tanpa berpikir lagi, Keisha segera berputar kembali
ke arah taman. Ia menurunkan kaca mobil. Matanya
jelalatan mencari Inah. Butuh waktu beberapa menit
untuk menemukan Inah. Yang dicari sedang asyik
makan bakso sambil bergurau dengan Moko dan
teman-temannya.
Teeet! Teeet! Teeet!
Keisha memencet klakson kuat-kuat sehingga
banyak orang menoleh karena terganggu. Ada yang
terang-terangan mengumpat. Keisha tak peduli.
"Inah!!!" panggil Keisha.
Inah masih asyik dengan Moko.
"Inaaah! INAAAH...!" teriak Keisha. Ia kembali
memencet klakson sekeras-kerasnya.
Inah yang merasa dipanggil menoleh sambil cemberut. Kesal karena keasyikannya terganggu. Tapi kemudian ia mengenali mobil Keisha yang memang sering
datang ke rumah majikannya. "Ya ampun!" serunya.
Bila Mencintaimu Indah
"Siapa, Nah?" tanya Moko, tak suka pujaan hatinya
dipanggil-panggil dengan cara seperti itu.
"Non Keisha, Bang," sahut Inah. Ia meletakkan
mangkuk baksonya dan tergopoh-gopoh meng?
hampiri Keisha.
Keisha berhenti membuat keributan ketika me?
lihat Inah setengah berlari menghampirinya.
"Lho Non Keisha toooh? Ada apa, Non?" tanya
Inah dengan napas masih belum teratur.
"Maura di rumah sendirian, Nah?"
"Tadi iya, Non. Memangnya nggak ada, Non?"
Keisha menggeleng dengan tak sabar. "Ini gue baru
mau ke sana. Gimana, sih? Kamu ikut, Nah."
Inah melongo. "Saya?"
"Iya! Kamu!"
"Tapi Non saya."
"Ajak si Moko sekalian!" teriak Keisha.
"I iya, Non."
"Sekalian bawa teman si Moko barang dua tiga
orang. Yang badannya gede-gede dan kuat-kuat!"
Inah semakin heran. "Memangnya ada apa,
Non?"
Keisha bingung. Ia sendiri tak tahu ada apa. Ia
hanya mengikuti alarm bawah sadarnya. "Pokoknya
ikut!"
"I...iya, Non...."
"Cepetan!" bentak Keisha.
Meskipun masih tak mengerti, Inah kembali ke
tempat Moko dan teman-temannya berada. Berbicara
sebentar sambil menunjuk-nunjuk mobil Keisha. Tak
Bila Mencintaimu Indah
lama kemudian Inah kembali menghampiri Keisha
bersama Moko dan tiga orang temannya.
"Malam, Non," sapa Moko yang juga sudah me?
ngenal Keisha.
"Masuk, Ko!" perintah Keisha tanpa membalas
salam yang diucapkan oleh Moko.
"Tapi, Non...."
"Cepetan...!" kata Keisha tak sabar. "Kamu di
depan, Nah!"
Dengan sungkan mereka masuk ke mobil Keisha.
Tanpa berkata apa-apa, Keisha menginjak gas.
Mobilnya kembali melaju. Tak ada yang berani
bertanya walau masing-masing menyimpan tanda
tanya besar.
Kalau tak ada apa-apa, paling-paling mereka
menganggap Keisha gila atau sedang kurang kerjaan.
Begitu kurang kerjaannya hingga menyusahkan orang
Bila Mencintaimu Indah Karya Triani Retno A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lain.
Kalau ada apa-apa?
Mobil Keisha berhenti tepat di depan pintu pagar
rumah Maura. Rumah itu sepi. Sekilas kelihatan baikbaik saja.
Pintu pagar tak terkunci.
Keisha langsung berlari ke pintu depan. Keisha
mengetuk pintu keras-keras sambil memanggil-manggil Maura.
"Maura! Maura!" teriak Keisha.
"Lewat pintu samping saja, Non," kata Inah. "Saya
punya kunci serep untuk."
Bila Mencintaimu Indah
Keisha langsung menyambar kunci yang dipegang
oleh Inah. Ia berlari ke pintu samping rumah diikuti
Inah, Moko, dan teman-temannya. Sesampainya di
pintu yang dimaksud, Keisha tertegun.
Pintu telah dibuka paksa.
Tengkuk Keisha dingin.
Moko langsung mengambil alih. "Hati-hati, Non.
Biar saya saja yang masuk duluan," kata Moko sambil
mengambil sebatang kayu sebesar lengan. Tindakan
Moko diikuti teman-temannya. Mereka mengambil
benda apa saja yang dapat dijadikan senjata.
"Nah, kamu cepat ke pos satpam di depan. Bilang
rumah Non Maura dirampok," kata Moko.
Inah mengangguk gugup.
"Cepat, Nah!"
Inah langsung berlari pergi. Saking gugupnya,
hampir saja ia menabrak pagar.
Perlahan-lahan Keisha, Moko, dan ketiga temannya
melangkah memasuki rumah Maura.
Keisha membisikkan sesuatu pada Moko. Mereka
lalu menuju ruang keluarga, tempat Maura menelepon
sambil menonton televisi. Itu kegiatan terakhir
yang dilakukan Maura sebelum hubungan terputus.
Mestinya ia ada di ruangan itu.
Ruangan keluarga berantakan. Sebuah guci
pajangan pecah berserakan di lantai. Telepon tergeletak
di lantai. Kabelnya disentakkan hingga putus.
Semua menggenggam senjata masing-masing eraterat. Semua pancaindra ditajamkan.
Bila Mencintaimu Indah
Sesaat kemudian Keisha menjerit ketika melihat
Maura tergeletak di lantai dengan tubuh bermandi
darah.
*****
Ketika siuman, Keisha menemukan Eggy sudah
berada bersamanya.
"Gy, Maura.," ujar Keisha serak.
Eggy menatap Keisha, sembari berusaha menahan
air yang hendak meluap dari kedua matanya sendiri.
"Maura Maura! Maura mana, Gy?"
"Maura sudah meninggal, Kei," kata Eggy pelan.
"Maura apa?" tanya Keisha. Wajahnya pucat.
"Maura Maura sudah meninggal."
"Tidaaak!" jerit Keisha histeris.
"Kei...."
"Tidak mungkin! Maura."
"Relakan Maura pergi, Kei."
"Maura Mauraaa!" ratap Keisha dengan air
mata membanjir.
"Kei.," Eggy berusaha menenangkan Keisha.
"MAURAAA...!"
Eggy mencengkeram bahu Keisha, mencoba
menguatkan hati gadis itu. "Keisha...."
"Nggak mungkin, Gy. Tadi gue sama Maura
lagi ngobrol. Nggak mungkin Maura meninggal.
Mauraaa! Maura ini gueee. Ini gue datang. Tadi
lo minta gue datang buat nemenin lo, kan? Gue
datang, Maura!" Keisha meronta, melepaskan diri
Bila Mencintaimu Indah
dari cengkeraman Eggy. Ia berlari ke pintu kamar
tempatnya berada.
Eggy mengejar. "Kei."
Keisha berdiri tertegun. Matanya berkunangkunang ketika melihat lantai yang merah oleh darah.
Tubuh Maura tergeletak tanpa nyawa di sana.
"Maura."
Eggy menarik pergelangan tangan Keisha, berusaha
mengalihkan pandangan Keisha dari jasad Maura.
Keisha makin histeris.
*****
Mata Keisha merah. Menatap laut yang menghitam di
depannya. Andy berdiri diam di sampingnya.
"Maura meninggal, An," kata Keisha parau. "Apa
salah Maura sampai dia harus meninggal dengan cara
seperti itu?"
Andy tak berkomentar.
"Baru beberapa menit sebelumnya aku ngobrol
sama Maura di telepon. Bergurau. Tertawa-tawa
tahu-tahu dia meninggal. Aku shock berat. Aku nggak
tau harus berbuat apa. Mungkin lain kejadiannya
kalau Maura meninggal karena sakit."
Keisha menutup wajah. Terisak pelan. "Tapi Maura meninggal secara tidak wajar. Maura dibunuh de?
ngan sadis."
Bintang-bintang yang tadi berpendar cerah ikut
meredup. Seolah tak sanggup mendengar cerita perih
itu.
Bila Mencintaimu Indah
"Pelakunya tertangkap?" tanya Andy.
"Ya. Mereka tertangkap. Mereka hanya dihukum
lima sampai tujuh tahun penjara," kata Keisha pahit.
"Bayangkan, An! Lima tahun! Sekarang sudah dua
tahun. Berarti mereka sudah menjalani hampir
setengah masa hukuman mereka. Setelah itu mereka
bebas, sementara Maura nggak mungkin kembali lagi.
Apa itu yang disebut keadilan?" tanya Keisha dengan
suara meninggi.
Andy diam, terkesima melihat perubahan emosi
Keisha. Wajah cantik yang dikaguminya itu merah
padam, terbakar oleh kemarahan.
"Sebentar lagi mereka keluar dari penjara, lalu
berkeliaran lagi, membunuhi orang-orang lagi. Seha?
rusnya mereka dihukum mati. Seharusnya orangorang jahat seperti mereka dihukum mati supaya
orang-orang baik bisa hidup dengan tenang."
Emosi Keisha meledak tumpah. Betapa bencinya
Keisha pada orang-orang yang secara brutal mengakhiri
hidup Maura. Betapa bencinya Keisha pada hukuman
yang dianggapnya terlalu ringan itu.
"dan itu terjadi pada orang yang aku sayangi, di
tempat yang aku cintai. Sakit sekali rasanya, An."
Nada suara Keisha mulai turun. Pelan. Perih.
Debur ombak semakin keras.
"Kamu dendam pada mereka, Kei?"
Bukannya menjawab, Keisha malah balik bertanya.
"Kamu pernah kehilangan orang yang kamu sayangi,
An?"
"Pernah."
Bila Mencintaimu Indah
"Karena apa?"
"Kecelakaan lalu lintas."
"Ini lain, An. Seandainya saja kamu pernah
merasakan kehilangan seperti ini."
Andy memandang Keisha. "Kei, tidakkah kamu
berpikir mungkin saja orang-orang itu sudah
tidak jahat lagi? Mungkin mereka sudah menyadari
kesalahan mereka dan akan hidup sebagai orang baikbaik."
Keisha mendengus. "Mending kalau jadi baik!"
sergah Keisha. "Bagaimana kalau justru semakin jahat?
Kamu pernah dengar penjara adalah sebuah school of
crime, An?"
"Hm... ya...."
Keisha tersenyum sinis. "Banyak orang yang se?
telah dipenjara bukannya insaf, bertobat dan menjadi
orang baik-baik. Mereka malah menjadi lebih jahat
karena mempunyai banyak waktu untuk bergaul secara intensif dengan para pelaku kejahatan lainnya.
Mereka justru mengasah kejahatan me?reka, mempelajari bebagai modus kejahatan...."
"Kenapa kamu tidak belajar untuk memaafkan,
Kei?"
Rahang Keisha mengeras. "Aku belajar, An."
"And then?"
"Tapi untuk kasus yang satu ini, rasanya aku belum
lulus."
*****
Bila Mencintaimu Indah
Cincin
utan di pinggir Kampung Cikalong Wetan
masih lebat, tak seperti kebanyakan hutan
lain yang telah terjarah oleh tangan-tangan
manusia.
Mitos-mitos yang diceritakan turun-temurun dari
generasi ke generasi telah turut menjaga kelestarian
hutan Cikalong. Meskipun kebenaran mitos-mitos
ini masih entahlah, nyatanya penduduk kampung
tak berani menebangi pohon-pohon di sana karena
takut terkena kutukan para leluhur. Mereka palingpaling hanya mengambili ranting-ranting kayu yang
berserakan di pinggir hutan untuk dijadikan kayu
bakar.
Hal itu pulalah yang sedang dilakukan oleh Ali
dan Ujang. Kedua remaja tanggung itu sedang sibuk
mengumpulkan ranting-ranting kayu ketika Si Hitam
menggonggong.
"Hush! Hitam! Berisik wae! Aya naon4?" tanya
Ujang pada anjingnya itu.
"Aya bagong, meureun,"5 kata Ali.
4. Aya naon = ada apa.
5. Ada babi, mungkin.
Bila Mencintaimu Indah
Si Hitam memang biasa digunakan untuk mem?
buru babi hutan yang biasa berkeliaran hingga ke
dekat kampung. Jika tak diburu, para bagong atau
babi-babi hutan itu sering merusak tanaman milik
warga kampung yang berada di pinggir hutan.
"Hah? Bagong?"
Bila Mencintaimu Indah Karya Triani Retno A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Si Hitam menggonggong lagi lalu berlari masuk ke
hutan. Ujang dan Ali berpandangan.
"Gimana, Li? Masuk tidak?"
Ali ragu-ragu sejenak. Ia belum pernah masuk
terlalu jauh ke dalam hutan itu. Kata neneknya, orangorang yang masuk ke hutan itu jarang ada yang bisa
keluar lagi dengan selamat. Kebanyakan terpikat oleh
kecantikan dan ketampanan para manusia penghuni
hutan yang sebenarnya adalah penjelmaan dari siluman
harimau. Orang-orang yang nekat masuk ke hutan itu
akan tinggal selama-lamanya di dalam hutan bersama
para siluman harimau. Mereka tak akan pernah bisa
ditemukan karena telah dibawa masuk ke alam yang
berbeda dengan alam manusia.
"Li?"
Ali tak menyahut.
"Masuk, teu?" tanya Ujang.
"Maneh teu sieun?" 6 tanya Ali pada Ujang.
"Sieun oge," 7 sahut Ujang jujur, mengakui ke?takut?
an?nya. "Maneh kumaha?" 8
"Sarua. Urang ge sieun. Kumaha mun aya macan
atau siluman eta? Hiiiy." 9
6. Kamu nggak takut?
7. Takut juga.
8. Kamu bagaimana?
9. Sama. Saya juga takut. Gimana kalau ada macan ada siluman itu?
Bila Mencintaimu Indah
"Tapi Si Hitam...."
"Masuk saja, lah. Tapi jangan jauh-jauh. Kita lihat
ke mana Si Hitam," ujar Ali memberanikan diri.
Kedua anak lelaki itu menyingkirkan rasa takut
mereka dan berlari menyusul Si Hitam.
Ternyata Si Hitam tak terlalu jauh berlari. Dengan
segera Ali dan Ujang sudah menemukan Si Hitam
yang sedang sibuk mengorek-korek tanah. Tanah hasil
korekan Si Hitam berhamburan ke mana-mana.
Tanah yang sedang digali Si Hitam tampaknya
sudah pernah digali sebelumnya. Mungkin oleh
binatang liar yang masih banyak terdapat di dalam
hutan.
Ujang dan Ali memperhatikan tingkah Si Hitam
yang tidak biasa-biasanya itu.
"Milarian naon, Hitam?"10 tanya Ujang.
Si Hitam menoleh pun tidak. Menggonggong pun
tak sempat. Ia sedang sibuk. Sangat sibuk. Ia terus saja
menggali. Setelah beberapa lama menggali, tampak
plastik berwarna hitam yang sudah terkotori oleh
tanah.
"Plastik apaan, tuh, Jang?" tanya Ali.
Ujang menggedikkan bahu. "Tau!"
"Heh, Hitam! Ngapain kamu gali-gali yang
beginian?" tegur Ali.
Si Hitam tentu saja tak bisa menjawab.
"Maneh the... siga anjing kalaparan wae."11
Memangnya kamu tidak pernah dikasih makan sama
si Ujang?" gerutu Ali.
10. Mencari apa, Hitam?
11. Kamu seperti anjing kelaparan saja.
Bila Mencintaimu Indah
"Sembarangan maneh! Dibere makan atuh ku
urang,"12 bantah Ujang kesal.
"Taaah, eta buktina!"13
Si Hitam makin giat menggali. Ia tak puas hanya
dengan menemukan plastik hitam itu. Sesuatu di
bawah, atau di dalam, plastik itu lebih menarik
perhatiannya.
"Tinggalin aja, Jang!" usul Ali. "Ngeliatin si Hitam
terus nanti malah nggak dapat kayu buat Emak
masak."
Ujang ragu-ragu. Ali benar. Selain itu, ia pun takut
berlama-lama di dalam hutan ini. Tapi meninggalkan si
Hitam sendiri? Bagaimana kalau si Hitam tak pulang?
Bisa berabe urusannya. Bagi keluarga Ujang, si Hitam
adalah anjing pemburu yang bisa diandalkan.
"Hayuk, Ujang. Ngantosan naon deui?"14 ajak Ali
lagi.
Ujang memperhatikan si Hitam sebentar, lalu
mengangguk. Kedua anak lelaki itu hendak beranjak
pergi ketika si Hitam berhenti menggali dan mulai
menyalak dengan ribut.
"Ampuuun...! Aya naon deui ieu15." suara
Ujang menghilang ketika matanya melihat apa yang
ditemukan oleh Si Hitam.
Ali melotot.
Detik berikutnya, kedua anak lelaki itu berlari
lintang pukang sambil berteriak-teriak ketakutan.
*****
12. Sembarangan, kamu. Saya kasih makan, kok.
13. Itu buktinya.
14. Ayo, Ujang. Nunggu apa lagi?
15. Ada apa lagi ini.
Bila Mencintaimu Indah
Ketenangan yang selama ini melingkupi Kampung
Cikalong Wetan terkoyak oleh ditemukannya se?sosok
mayat di dalam hutan Cikalong. Jasad tak dikenal
itu tak dikafani layaknya mayat, melainkan hanya
dibungkus plastik tebal berwarna hitam.
Polisi yang mendapat laporan dari penduduk segera
turun ke tempat kejadian perkara dan mengamankan
lokasi.
Wartawan pun mulai berdatangan.
Penduduk yang ingin tahu pun berusaha mendekati
lokasi. Takut, tetapi juga penasaran.
Kampung Cikalong Wetan tak lagi tenang.
Di tengah keramaian itu, Harry dan Yusuf sibuk
bekerja.
*****
"...kami masih terus mencari serta menyelidiki barang
bukti dan saksi-saksi," kata AKP Surya Sudiro, Kapolsek
yang membawahi Kampung Cikalong Wetan. Saat
itu ia sedang memberi keterangan di hadapan para
wartawan yang datang meliput penemuan mayat itu.
"Kira-kira sudah berapa lama mayat itu berada di
sini sebelum ditemukan oleh warga?" tanya seorang
wartawan.
"Kami belum bisa memastikan. Melihat kondisinya,
mungkin sekitar satu bulan."
"Apakah ini merupakan korban mutilasi?" tanya
wartawan lain.
Bila Mencintaimu Indah
"Dugaan sementara demikian," sahut Kapolsek.
"Untuk pastinya, kita harus menunggu hasil visum
dari rumah sakit."
"Apakah ada kemungkinan korban merupakan
bagian dari korban pembunuhan berantai dan mutilasi
yang ditemukan di Jakarta dan Jawa Timur?" tanya
Harry.
"Hal itu akan segera kami selidiki."
"Selama ini tingkat kejahatan di wilayah ini sangat
rendah. Apakah korban merupakan penduduk daerah
ini atau korban kejahatan dari daerah lain yang
dibuang di sini?"
"Akan kita ketahui nanti!" tegas Kapolsek.
Wilayah Cikalong Wetan selama ini memang
terkenal sebagai wilayah yang tenang dan aman.
Penemuan sesosok jasad dengan kondisi mengenaskan
tentu menjadi berita hangat.
Setelah memberi keterangan selama beberapa saat
lagi, Kapolsek meninggalkan lokasi yang telah diberi
police line berwarna kuning.
Yusuf merekam lokasi penemuan mayat dan
suasana di sekitar tempat itu. "Ada lagi yang mau kau
ambil, Har?" tanya Yusuf pada Harry yang tak banyak
bicara.
Harry masih diam merenung.
Yusuf menepuk bahu Harry. "Hei, Har! Jangan
melamun di sini! Tak baik. Apa tak tahu mitos tentang
hutan ini? Yaaah, hanya mitos, tapi entahlah. Lebih
baik berjaga-jaga."
Barulah Harry bergerak sedikit.
Bila Mencintaimu Indah
"Kalau mau melamun jangan di sini, Har! Bisabisa malah kemasukan!" tegur Yusuf.
"Hm...."
"Kata orang kampung sini, ini hutan keramat. Di
hutan ini ada siluman harimau," Yusuf melanjutkan.
Harry menghela napas berat.
"Kamu tidak berpikir korban ini adalah korban
harimau siluman, kan?" tanya Yusuf.
Harry menggeleng.
"Bagus! Aku tidak mau melakukan investigasi ke
alam gaib," ujar Yusuf.
Harry menarik napas panjang. "Tak habis pikir
aku, Sup...."
"Apa?" sela Yusuf.
"Mengapa pula ada orang yang begitu gampang
membunuh orang lain? Kadang-kadang alasannya
sangat sepele. Karena uang seribu-dua ribu rupiah,
nyawa melayang. Karena cemburu, golok pun beraksi.
Mudah kali mereka mencabut nyawa orang. Senggol,
bacok. Tak suka, tikam. Seolah-olah mereka lebih
berkuasa daripada Tuhan," ujar Harry.
"Tuhan? Masih adakah Tuhan dalam hati mereka?"
Yusuf malah balik bertanya.
"Mana aku tahu," ujar Harry.
"Sama. Aku juga tidak tahu," kata Yusuf.
"Lebih tak habis pikir lagi aku," lanjut Harry.
"Orang-orang yang tega membunuh itu kadang-kadang bukan orang yang buta agama. Kalau mereka
belajar agama, apa mereka tak tahu membunuh itu
dosa? Apa mereka tak tahu kalau membunuh orang
Bila Mencintaimu Indah
lain itu tak hanya merampas hak orang lain untuk
hidup tapi juga sudah merampas hak Tuhan untuk
Bila Mencintaimu Indah Karya Triani Retno A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mencabut nyawa? Bah! Sombong kali mereka jadi
manusia. Mereka pikir, apa mereka itu sampai beraniberaninya menantang Tuhan...."
"Mereka memang belajar agama, tapi mungkin
tidak sampai masuk ke hati," kata Yusuf.
"Begitu?"
"Kalau orang belajar agamanya benar, agama itu
akan masuk ke hati dan keluar menjadi perbuatan
yang sesuai dengan tuntunan agama," ujar Yusuf.
"Ya."
"Makanya tadi aku tanya Har, masih adakah Tuhan
dalam hati mereka?"
Harry diam.
"Tak usah kamu jawab sekarang," ujar Yusuf
sambil mengibaskan tangan di udara. "Kapan-kapan
saja. Anggap saja itu PR untukmu."
"Sup, menurut kau, kenapa ada orang yang begitu
gampang membunuh orang lain?" tanya Harry.
"Balas dendam, mungkin?"
"Balas dendam....," ulang Harry lambat-lambat.
"Atau bisa jadi motif ekonomi, persaingan
bisnis, rasa cemburu dan posesif yang berlebihan,
psikopatologi, atau naluri manusia?" lanjut Yusuf.
"Alamakjaaang! Banyak kali kemungkinannya."
Yusuf mengangkat bahu. "Sekarang ini makin
banyak yang bisa dijadikan alasan bagi seseorang
untuk membunuh orang lain. Pembunuhan manusia
oleh manusia sudah terjadi sejak awal diciptakannya
Bila Mencintaimu Indah
manusia. Kau ingat kisah tentang anak-anak Nabi
Adam? Habil dan Qabil?"
Harry mengangguk. Wajahnya semakin keruh.
"Rupanya kita memang sedang mengalami krisis hati
nurani."
"Satu aspek dari krisis multidimensi yang membuat
negara kita hancur," Yusuf tersenyum masam.
Harry dan Yusuf melangkah meninggalkan TKP.
Peristiwa seperti ini dapat dikatakan sudah menjadi
santapan Harry sehari-hari. Dari kasus artis yang
tewas over dosis obat terlarang, penemuan mayat
dalam koper, ibu membunuh anak kandung, majikan
menganiaya PRT hingga tewas, hingga kasus mutilasi
dan pembunuhan berantai yang menelan banyak
korban.
Namun, setiap kali Harry masih terkesima,
terhenyak. Tak jarang jiwanya gemetar dan meng?
gigil.
Inikah manusia, makhluk yang paling tinggi
derajatnya di muka bumi? Inikah manusia, makhluk
yang telah diberi amanah oleh Tuhan untuk menjadi
khalifah di muka bumi?
"Siapa dia sebenarnya?" tanya Harry setengah
bergumam.
"Mana aku tahu," komentar Yusuf tak mau ambil
pusing. Bagi Yusuf, inilah cara untuk dapat bertahan
dalam pekerjaannya sebagai juru kamera program
kriminal di B-TV.
Bila Mencintaimu Indah
"Apakah dia punya keluarga?" tanya Harry lagi
seolah tak mendengar komentar Yusuf. "Punya istri?
Atau anak? Atau mungkinkah baru akan menikah?"
"Har...."
"Sup, kau masih ingat mayat yang ditemukan di
dalam koper? Ternyata dia baru tiga bulan menikah.
Saat peristiwa itu terjadi, istrinya sedang hamil dua
bulan. Korban lain dibunuh satu hari menjelang
pernikahannya. Tragis kali. Tak bisa kubayangkan
macam mana hancurnya perasaan orang-orang yang
menyayanginya. Hari pernikahan yang ditunggutunggu, yang seharusnya menjadi hari paling
membahagiakan justru menjadi hari pemakamannya.
Orang-orang yang membunuh itu... tak pernahkah
mereka membayangkan perasaan orang-orang itu?"
"Sudahlah, Har!" putus Yusuf.
"Macam mana pula dunia yang kita tempati ini?"
gugat Harry, tak tahu pada siapa.
"Kamu terlalu sentimental," kata Yusuf.
Harry menarik napas panjang. Sentimental.
Hah, aku memang sentimental. Setidaknya kali ini.
Wartawan?wartawan kriminal sekalipun?tetaplah
manusia biasa. Punya hati, punya perasaan.
"Kita tunggu saja hasil otopsi."
Harry mengangguk.
"Har, kamu mau lihat korban?"
*****
Bila Mencintaimu Indah
Beberapa hari kemudian, Kapolsek memberikan
keterangan resmi mengenai peristiwa pembunuhan
yang menggemparkan wilayahnya itu.
"Korban adalah seorang laki-laki berusia sekitar
25 sampai 30 tahun," AKP Surya Sudiro melihatnya
catatannya.
Harry menelan ludah. 25 sampai 30 tahun! Dia
seumur denganku! Punya karier jugakah dia? Di
mana? Punya kekasih? Kenapa dia dibunuh? Siapa
namanya?
"Korban meninggal akibat tindak penganiayaan.
Hasil visum menunjukkan adanya retak pada tulang
tengkorak korban serta patah pada tulang iga. Setelah
meninggal, mayat korban dimutilasi menjadi enam
bagian."
Mutilasi! Harry mual mendengar penjelasan itu.
"Mungkin aku tak cocok menjadi wartawan kriminal.
Tak sanggup lagi aku. Balik ke Jakarta nanti aku akan
minta pindah jadi wartawan infotainment saja," putus
Harry.
"Melihat kondisi korban, dokter memperkirakan
peristiwa ini terjadi sekitar satu bulan lalu, mungkin
lebih, tapi tidak lewat dari dua bulan," lanjut AKP
Surya Sudiro.
"Bagaimana dengan barang bukti?" tanya seorang
wartawan. "Apakah tidak ada yang dapat mengarah
pada siapa korban sebenarnya atau bahkan pada
pelaku pembunuhan ini?"
"Terus terang, tak banyak barang bukti yang
kami peroleh," aku Kapolsek. "Kami masih terus me?
Bila Mencintaimu Indah
ngembangkan penyelidikan dan mengumpulkan ke?
terangan dari warga sekitar. Kami pun sangat mengharapkan bantuan dari rekan-rekan pers. Berdasarkan
peng?alaman yang sudah-sudah, banyak kasus terkuak
berkat pemberitaan di media."
Seorang anggota polisi menunjukkan kantongkantong plastik transparan yang berisi barang bukti.
Tak banyak. Salah satunya adalah sebuah cincin yang
sudah berwarna kehitaman.
Harry memperhatikan cincin itu dengan saksama.
Agaknya semula cincin itu berwarna putih. Harry
mencoba menyingkirkan rasa mualnya dan berkonsentrasi pada pekerjaannya. "Apakah itu cincin milik
korban?" tanya Harry.
"Ya. Penelitian dokter menemukan bahwa ukuran
cincin tersebut cocok dengan ukuran jari korban
semasa hidup. Cincin itu ditemukan di dalam saku
celana jins yang dikenakan oleh korban."
Mata Harry nyaris tak berkedip memperhatikan
cincin itu.
Kalau memang emas, pasti pembunuhan ini tidak
dilatarbelakangi oleh perampokan. Mana mungkin
perampok mau meninggalkan barang berharga seperti
emas putih? Apalagi sekarang ini harga emas sedang
melambung tinggi. Atau mungkin luput karena
cincin itu tidak berada di jari korban melainkan di
dalam saku celana jins? Tapi rasanya jarang ada pelaku
perampokan yang memutilasi korbannya. Biasanya
mutilasi dlakukan oleh orang yang mempunyai urusan
Bila Mencintaimu Indah
pribadi dengan korban. Orang yang terbakar amarah,
kebencian, dendam, cemburu buta....
Dan... cincin di dalam saku celana? Cincin
kawinkah? Cincin pertunangan? Siapakah orang
yang diikat dengan cincin putih itu? Mengapa
cincin itu hanya dikantongi? Mengapa tidak dipakai
di jari seperti layaknya orang lain? Apakah pemilik
cincin ini sudah menyangka hidupnya akan berakhir
secara tragis begini? Mungkinkah pemilik cincin ini
sudah menyadari tak ada harapan untuk kembali
ke kehidupannya semula? Mungkinkah ia berusaha
untuk meninggalkan sebuah petunjuk? Mungkinkah
pemilik cincin ini sampai pada pemikiran bahwa
jika jasadnya tak dapat dikenali lagi, cincin itu bisa
memberi titik terang?
Mengerikan sekali ketika menyadari maut sudah
di depan mata. Maut yang kedatangannya didahului
oleh sebuah siksaan....
Siapa pemilik cincin ini? Korban ini? Kalau
benar dia berpikir sampai sejauh itu, sepertinya dia
bukan orang sembarangan. Dia pasti orang cerdas
dan terbiasa berpikir panjang. Berpikir sebab akibat.
Korban ini pasti bukan orang yang diambil secara
acak oleh seorang pembunuh berantai yang mengidap
kelainan jiwa.
"Emas putih?" tanya seorang wartawan.
"Perak," sahut AKP Surya Sudiro.
Harry mengerutkan kening.
Bila Mencintaimu Indah
"Hanya cincin perak biasa. Cincin seperti ini bisa
dengan mudah dibeli di toko-toko perhiasan," lanjut
Kapolsek.
Kening Harry masih berkerut. Cincin perak biasa.
Pasaran. Siapa yang mungkin memilikinya? Hm.
Siapa saja bisa. Apalagi harga cincin perak tak semahal
cincin emas. Kecuali jika ada berlian menempel di
cincin perak itu.
Harry memperhatikan cincin itu. "Apa ada yang
istimewa dari cincin itu? Mungkin cincin perak
Bila Mencintaimu Indah Karya Triani Retno A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bermata berlian?" tanya Harry. Telinganya merasa
janggal mendengar pertanyaannya sendiri. Cincin
perak bermata berlian. Yang benar saja! Harganya tak
sepadan. Ah, tapi siapa tahu?
"Tidak. Cincin perak biasa tanpa mata, apalagi
berlian," lanjut AKP Surya Sudiro.
Harry mengusap-usap dagu. Hm... tak ada berlian
di sana. Benar-benar hanya cincin perak biasa. Berarti
bukan cincin kawin. Rasanya tak ada orang yang
mengenakan cincin kawin dari perak. Emas. Cincin
kawin biasanya dari emas. Walaupun hanya 18 karat,
walaupun hanya 2 gram, tetap emas.
Cincin ini hanya cincin perak.
"Yang tak biasa adalah tulisan yang digrafir di
bagian dalam cincin itu. Kita harapkan tulisan itu bisa
mengarahkan kita pada siapa korban sebenarnya," ujar
AKP Surya Sudiro.
"Apakah itu nama korban?" tanya seorang warta?
wan.
Bila Mencintaimu Indah
Kapolsek menggeleng. "Sepertinya bukan. Mungkin lebih cocok kalau merupakan nama geng atau ke?
lompok tertentu. Tulisan itu berbunyi Monas-E."
"Monas-E?"
"Ya. Monas-E. Dengan huruf M dan E besar."
*****
Harry, Yusuf, dan Iwan?sopir?sedang duduk meng?
hadapi gelas-gelas berisi kopi panas. Yusuf merokok.
Iwan mengambil sepotong pisang rebus. Harry
menggigit-gigit tusuk gigi sambil berpikir-pikir.
Kening Harry berkerut-kerut. Air mukanya tampak
serius.
"Kenapa lagi kamu sekarang, Har?" tanya Yusuf
sambil mengepulkan asap rokoknya.
Harry masih sibuk berpikir.
"Masih berpikir tentang korban yang di Cikalong
Wetan itu?" tebak Yusuf.
"Hmmm.," gumam Harry.
"Ah kamu ini, Har!" dengus Yusuf. "Jangan terlalu
terlibat secara emosional dengan sumber berita, yang
hidup apalagi yang sudah meninggal. Nanti kau jadi
tak objektif lagi. Betul tidak, Wan?"
Iwan mengangguk setuju. "Betul, Bang."
Harry tak berkomentar.
"Bang Harry, kalau mau deket-deket dengan
sumber berita Abang, kayaknya enakan jadi wartawan
gosip, Bang. Artis-artisnya cantik-cantik, seksi, masih
hidup lagi," kata Iwan jenaka. "Siapa tahu ada yang
Bila Mencintaimu Indah
bisa dijadikan pacar atau malah bisa sekalian diajak
ke pelaminan."
Yusuf tertawa. "Betul itu, Har! Masa kamu mau
dekat-dekat dengan mayat terus?"
Harry bergeming. Ia tetap diam dengan kening
berkerut-merut.
"Tertawalah sedikit, Har!" seru Yusuf di sela-sela
derai tawanya. "Jangan terlalu serius seperti itu."
Harry sama sekali tak tertawa. "Cincin itu." kata
Harry lambat-lambat, berusaha menyusun potongan
gambar yang berseliweran di kepalanya. Gambargambar itu bermunculan secara acak.
"Cincin itu lagi!" sergah Yusuf.
"Cincin perak," gumam Harry.
"Memang cincin perak, Har. Ada apa lagi dengan
cincin itu?" tanya Yusuf.
"Rasanya aku sudah pernah melihat cincin seperti
itu."
Yusuf mendecak. "Apa anehnya?"
"Eh? Maksud kau?"
"Iya. Apa anehnya," ulang Yusuf.
"Maksud kau?" Harry menatap Yusuf.
"Pak Surya sendiri sudah mengatakan bahwa
cincin itu cuma cincin perak biasa. Tidak istimewa,"
ujar Yusuf.
"Tidak istimewa.," ulang Harry lambat-lambat.
"Pasaran!" tegas Yusuf.
"Maksud kau?" tanya Harry lagi. Ia tak ubahnya
burung beo yang hanya bisa berkata "Maksud kau?"
Bila Mencintaimu Indah
"Siapa saja bisa membeli cincin seperti itu di
toko perhiasan. Apalagi harganya tidak seberapa
dibandingkan emas," ujar Yusuf.
"Ya."
"Mungkin kau pernah melihatnya di toko perhiasan, Har," Yusuf menyodorkan sebuah kemungkin?
"Aku tak pernah ke toko perhiasan," sahut Harry.
"Bertemu dengan seseorang di jalan?" terka Yusuf.
Iwan cengengesan. "Memangnya Bang Harry
merangkap jadi penjambret, Bang?"
Tak ada yang menanggapi gurauan Iwan.
"Sumber berita?"
Harry menatap Yusuf. Sumber berita?
"Kalau memang sumber berita, sebaiknya yang
masih hidup, Har, supaya bisa kita tanya-tanya," kata
Yusuf. "Aku tidak tertarik bertanya-tanya pada sumber
berita yang sudah meninggal."
Harry menatap langit malam, lalu perlahan-lahan
menggeleng. "Bukan. Bukan itu."
"Lalu?"
"Tulisan yang digrafir di cincin itu."
"Monas?"
"Ya. Berapa banyak cincin perak yang digrafir
dengan tulisan Monas?" tanya Harry.
"Mana kutahu," sahut Yusuf. "Setahuku belum
pernah ada survei tentang tulisan apa yang paling
banyak digrafir di sisi dalam cincin."
"Setahu saya, Bang, tulisan yang digrafir di cincin
paling-paling nama pasangan," ujar Iwan. "Tentu saja
Bila Mencintaimu Indah
pasangan resmi, Bang, bukan pasangan selingkuh."
"Bukan Monas?" tanya Harry.
"Bisa saja," sahut Yusuf. "Kenapa tidak? Siapa tahu
memang ada orang yang bernama Monas. Karena
korban kita kali ini laki-laki, mungkin si Monas di
cincin itu adalah tunangannya yang bernama Sri
Monaswati atau Siti Monas Julaeha. Atau bisa jadi
Monas itu nama si korban sendiri. Ahmad Monasdi,
misalnya. Atau Monas Santoso."
Iwan tak dapat menahan gelaknya.
"Lho, siapa tahu kan? Tak sedikit orangtua
yang memberi nama tak lazim pada anaknya. Ada
pembalap yang memberi nama anaknya Ferrari Benz
Hondayani. Anak tetanggaku bernama Putri Cahaya
Bulan Purnama. Anak seorang penyanyi terkenal
malah diberi nama Air Bening Mengalir. Jadi bukan
tidak mungkin ada orang yang bernama Monas."
Harry tetap serius. "Tapi aku pernah lihat," Harry
bersikeras.
"Kau sudah bilang tadi. Di mana?" tanya Yusuf.
"Itu dia masalahnya. Aku lupa di mana."
Yusuf menyerah. Ia membiarkan Harry tenggelam
dalam pikirannya lagi. Kalau didiamkan berpikir,
mungkin Harry akan lebih cepat selesai, pikir Yusuf.
Oleh karena itu, ia dengan tenang memesan segelas
kopi panas lagi.
Setelah cukup lama memeras ingatannya, tiba-tiba
Harry berseru keras hingga mengagetkan Yusuf dan
Iwan.
"Ada apa, Har?"
Bila Mencintaimu Indah
"Jangan-jangan Bang Harry kesurupan siluman
harimau, Bang!" kata Iwan.
"Jangan macam-macam kalau bicara!" Yusuf
keras menegur Iwan. Ia tak sepenuhnya percaya pada
siluman harimau itu, tetapi tak ada salahnya berhatihati.
Iwan terdiam, memperhatikan Harry tanpa
berkedip.
Bola mata Harry bersinar-sinar.
"Har! Har! Nyebut, Har! Nyebut!" ujar Yusuf.
"Iya, Bang Harry. Istigfar, Bang, istigfar," tambah
Iwan. "Astagfirullahal ?adziim... astagfirullahal
?adziim."
Yusuf menepuk-nepuk punggung Harry.
Harry tertegun. Dia! Pasti dia. Jawaban itu harus
segera kudapatkan. Dia pasti bisa memberikan
jawaban. Tapi bagaimana....
"Istigfar, Bang, istigfar...."
Harry menghela napas berat. Kalau dugaanku salah,
berarti aku harus mulai dari awal lagi. Kalau dugaanku
benar... aku tak sanggup melihat dia berduka. Aku tak
sanggup melihat dia menangis, Harry membatin resah.
Ia menutup wajah dengan kedua telapak tangan.
"Astagfirullahal ?adziim."
Bila Mencintaimu Indah
Monas
Harry masih sibuk dengan ponselnya. Wajah?
nya menyiratkan rasa kesal dan kecewa.
Sudah berkali-kali ia mencoba menelepon,
namun hanya terhubung dengan mailbox.
Harry mengentakkan kaki. Gemas. Sedang apa
kau, Cantik? Aku butuh kau. Angkat hape kau itu,
Cantik.
"Jangan-jangan Bang Harry kesurupan korban
mutilasi itu, Bang," bisik Iwan pada Yusuf.
Yusuf menyikut Iwan.
"Atau mungkin... kesurupan siluman harimau?"
"Hush! Sudah kubilang, jangan sembarangan kalau
bicara! Bisa-bisa nanti kamu sendiri yang kesurupan!"
Iwan terdiam. Matanya tak lepas dari Harry. Yusuf
pun tak berkata apa-apa, hanya matanya mengawasi
Harry yang mondar-mandir dengan gelisah.
"Pasti. Dia pasti tahu," gumam Harry berkali-kali.
"Tak mungkin dia tak tahun. Yakin kali aku. Dia pati
tahu."
Bila Mencintaimu Indah Karya Triani Retno A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Monas. Itu adalah kata paling norak yang pernah
digrafir di sebuah cincin. Setidaknya itulah yang ter?
norak yang diketahui oleh Harry. Umumnya orang
Bila Mencintaimu Indah
akan menggrafir nama orang yang di?cintainya di ling?
karan dalam cincin. Atau nama geng. Nama geng bi?
asanya keren dan unik. Tapi Monas? Apa kerennya?
Apa uniknya? Geng seperti apa itu yang bernama Mo?
nas?
Sama sekali tidak keren dan unik untuk digrafir
di sebuah cincin. Jangan-jangan sebentar lagi ada
yang menggrafir ?Gambir?, ?Ragunan?, ?Tugu Tani?,
atau ?Bunderan HI? di cincin. Namun, justru karena
kenorakannya kata itu tak lepas dari ingatan Harry.
Setelah beberapa saat mondar-mandir seperti setri?
kaan, Harry kembali memencet tombol call di ponsel?
nya. "Ayo, Cantik. Angkat hape kau. Harry Nasution
membutuhkan kau saat ini. Sangat membutuhkan
kau. Sedang apa kau sekarang sampai tak bisa meng?
angkat hape kau? Demi Allah, angkatlah hape kau,
Cantik...."
"Halo? Assalamu?alaikum?"
Harry nyaris terlonjak girang ketika mendengar
sebuah suara yang sangat dinanti-nantikannya.
"Halo... halo... wa?alaikumsalam," balas Harry
tergesa.
"Hai, Har! Ada apa?"
"Kau sedang siaran?"
"Tidak. Kalau sedang siaran, mana mungkin aku
bisa terima telepon dari kamu...."
Harry langsung memotong, "Lagi ngapain pun
kau sekarang, sorry kalau aku mengganggu."
"Ya. Sudah telanjur, Har. Memang sudah meng?
ganggu."
Bila Mencintaimu Indah
"Sorry," kata Harry, mengabaikan nada sindiran
yang jelas sekali ditangkapnya.
"Jadi, mau apa kamu ganggu aku malam-malam
begini?"
"Aku cuma mau tanya sedikit."
"Tanyanya memang sedikit, Har. Jawabannya?"
"Relatif."
"Yes or no question?"
Harry tak menanggapi sindiran itu. "Kau pakai
cincin perak putih?" tembak Harry tanpa basa-basi
lagi.
"Iya. Kenapa...."
"Aku mau tahu soal cincin itu."
"Kenapa?"
Lagi-lagi Harry memotong dengan nada tak sabar.
"Please."
Terdengar suara napas yang diembuskan dengan
keras.
Sorry, Cantik. Tapi ini penting sekali. "Bisa kau
ceritakan tentang cincin itu?" tanya Harry.
"Untuk apa?"
"Please... jawab saja dulu. Nantilah aku jelaskan.
Aku serius."
Diam sejenak.
"Cincin itu identitas gengku waktu SMA. Semua
anggota geng punya cincin ini. Cincin perak biasa saja.
Desainnya juga pasaran. Murah meriah. Banyak dijual
di toko-toko perhiasan. Yang penting bagi kami adalah
kebersamaannya, bukan harganya. Lagian anak SMA
mana bisa beli yang mahal-mahal."
Bila Mencintaimu Indah
"Cincin geng?" ujar Harry nyaris pada dirinya
sendiri.
"Kalau mau, kamu juga bisa beli. Nggak mahal,
kok. Kalau kamu nggak punya uang, nanti aku belikan
satu."
Harry tak memedulikan kalimat terakhir
yang berbau sindiran itu. Ia sudah tak sabar ingin
mengetahui kebenaran dugaannya. "Ada kata yang
digrafir di dalamnya, kan?"
"Ya. Kamu tahu dari mana?"
"Aku pernah lihat."
"Oooh! Aku ingat. Kamu, ya, yang dulu
menertawakan aku habis-habisan?"
"Sorry," Harry meringis.
"Jadi sekarang mau kamu apa, Har? Menertawakan
aku lagi?"
"Bukan, bukan," sergah Harry. Gawat kalau si
Cantik sampai memutuskan hubungan sebelum
pembicaraan selesai.
"Jadi?"
"Apa kata yang digrafir itu?"
"Katanya kamu pernah lihat...."
"Takut lupa. Nama pacar kau?"
"Bukan."
"Jadi, apa?" kejar Harry.
"Monas."
"Monas?"
"Tuh, kan! Mau menertawakan lagi, ya?"
Harry menggeleng. "Nggak."
"Lalu?"
Bila Mencintaimu Indah
"Kenapa Monas?"
"Waktu SMA, aku dan teman-teman satu geng sering
berolahraga di Monas kalau hari Minggu pagi. Hampir
setiap Minggu. Jadi itu yang kami ambil untuk nama
geng...."
Harry terdiam sejenak mendengar penjelasan
yang bernada sentimental itu. "Apa ada kata lain
selain Monas?" tanya Harry, berusaha menahan rasa
tegangnya.
"Kata? Tidak."
"Huruf?"
"Huruf, ya."
"Apa?"
"Tergantung siapa pemiliknya."
"Maksud kau?" tanya Harry sambil menahan napas.
Kepingan puzzle yang terakhir itu sudah menari-nari
di depan matanya.
"Inisial nama pemiliknya."
"Punya kau ada huruf K?"
"Ya."
Harry memejamkan mata. Petunjuk itu semakin
jelas. Tapi... tidakkah itu nanti akan menyakitkan si
Cantik ini? Aku tidak sanggup jika ia sampai terluka
karenanya.
"Kalau E?" tanya Harry lambat-lambat.
Sejenak tak ada jawaban.
"Halo?"
"Eggy."
Harry terdiam. Ternyata E itu memang ada....
"Halo?"
Bila Mencintaimu Indah
"Eh, ya...."
"Dari mana kamu tahu ada yang berinisial E,
Har?"
Harry terdiam. Dari mana aku tahu? Tentu saja
dari.... Jantung Harry seperti diremas kuat-kuat. "Apa
ada apa ada kemungkinan pemilik cincin bertukar
cincin dengan pemilik yang lain? Misalnya E dengan
K."
"Tidak."
"Yakin?"
"Yakin seyakin-yakinnya. Ada apa, sih, Har?"
Harry tak menjawab. Ia masih terus bertanya
untuk menyempurnakan dugaannya. "Kau bisa
mempertemukan aku dengan Eggy?"
Diam sejenak.
"Tidak."
"Kenapa?"
"Aku tidak tahu di mana Eggy sekarang."
"Ada orang yang mungkin tahu? Seseorang yang
bisa aku hubungi? Orangtuanya, mungkin?" kejar
Harry semakin penasaran.
"Tidak."
"Kenapa?"
"Orangtuanya juga tidak tahu di mana Eggy berada.
Hanya Tuhan yang tahu di mana Eggy sekarang."
"Maksud kau?"
"Eggy hilang...."
"Hilang?"
"Mungkin diculik."
"Diculik?" ulang Harry.
Bila Mencintaimu Indah
"Mungkin."
"Kapan?"
"Sekitar satu setengah bulan yang lalu."
"Kenapa?"
"Aku nggak tau. Nggak ada yang tau."
"Sebenarnya, siapa Eggy itu?" tanya Harry.
"Maksudku, selain sebagai teman satu geng kau...."
Hening sejenak.
"Halo?"
"Kamu pasti tahu, Har. Eggy adalah aktivis LBH
Ummat yang dilaporkan hilang sejak...."
*****
Sejak kecil Harry sudah tergila-gila pada cerita-cerita
detektif. Dari kisah petualangan Lima Sekawannya Enid Blyton, Trio Detektif-nya Alfred Hitchock
hingga Hercule Poirot-nya Agatha Christie dan
Sherlock Holmes-nya Sir Arthur Conan Doyle telah
habis dilahapnya. Koleksi buku-buku detektifnya
sangat lengkap. Sherlock Holmes dan Hercule Poirot
pun menjadi pahlawan pujaannya.
Bagi Harry, Sherlock Holmes dan Hercule Poirot
sangat membumi jika dibandingkan dengan Super?
man, Batman, atau Spiderman. Holmes dan Poirot
Bila Mencintaimu Indah Karya Triani Retno A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bukan manusia dengan kekuatan super yang bisa ter?
bang, bisa berjalan di dinding secara vertikal, atau bisa
mengeluarkan sinar dari matanya. Holmes dan Poirot
adalah manusia biasa yang memaksimalkan fungsi
otak mereka. Manusia yang tahu cara memanfaat?
Bila Mencintaimu Indah
kan sel-sel kelabu mereka yang luar biasa. Itulah yang
membuat Harry semakin tergila-gila.
Bagi Harry, Holmes dan Poirot adalah manusia
genius. Manusia yang tak menyia-nyiakan potensi
lebih dari 100 miliar sel di dalam batok kepala
mereka. Sel-sel saraf otak yang jika direntangkan akan
mencapai panjang ribuan kilometer.
Beranjak remaja, film-film bertema detektif
menjadi kegemaran Harry. Dari Hunter?serial TV
zaman dulu yang ditonton Harry melalui koleksi
rekaman kaset video milik omny?hingga Mission
Impossible dan X-Files.
Ada perasaan puas jika berhasil memecahkan tekateki yang membingungkan semua orang.
Dengan kegemaran itu, tak heran jika sejak kecil
Harry telah menetapkan cita-citanya untuk menjadi
seorang detektif. Ya, detektif. Bukan dokter, guru,
atau insinyur seperti kebanyakan anak kecil lainnya.
Akan tetapi, harapan dan keinginan orangtua sem?
pat membelokkan keinginan Harry. Ia menghabiskan
lima tahun waktunya untuk mempelajari manajemen
di Fakultas Ekonomi.
Setelah menyelesaikan kuliahnya, Harry sempat
bingung. Ia memang sudah bekerja sebagai asisten
manajer di sebuah perusahaan swasta nasional.
Namun, ia tak yakin bahwa memang itulah yang
dikehendakinya. Hingga kemudian B-TV membuka
lowongan bagi tenaga-tenaga fresh graduate untuk
menjadi reporter.
Bila Mencintaimu Indah
Mulailah karier Harry dalam dunia jurnalistik.
Ternyata ia jatuh cinta pada dunia barunya ini. Citacita masa kecilnya mulai memperlihatkan bentuk
nyata ketika ia ditugaskan untuk meliput peristiwaperistiwa kriminalitas.
Harry tak sekadar melaporkan, tetapi selalu mencari
sesuatu di latar belakangnya. Something behind the
screen. Mencoba menyatukan potongan-potongan
kecil hingga menjadi suatu gambar yang utuh.
Harry merasa menjadi seperti pahlawan masa
kecilnya. Seperti Hercule Poirot. Seperti Sherlock
Holmes.
Harry selalu penasaran meskipun kadang-kadang
jiwanya menggigil melihat kenyataan yang harus di?
hadapinya.
Rasa penasaran itu juga yang sekarang mengantar?
kan Harry berdiri di depan pintu sebuah rumah.
Rumah bernomor tujuh belas itu sepi.
Pelahan-lahan Harry mengetuk pintu. Setelah
beberapa saat menunggu, barulah pintu rumah
terbuka.
"Assalamu?alaikum," sapa Harry sopan.
Laki-laki separuh baya yang membuka pintu itu,
Pak Haryono, mengamati Harry. "Wa?alaikum?salam."
"Bisa bertemu dengan Pak Haryono?"
"Saya sendiri."
Harry mengulurkan tangan, mengajak berjabat
tangan. "Saya Harry Nasution dari B-TV."
Wajah Pak Haryono berubah cerah. Sebaris se?
nyum menghiasi wajah tuanya.
Bila Mencintaimu Indah
"Oh, Nak Harry. Mari mari. Silakan masuk,"
sambut Pak Haryono ramah.
"Terima kasih."
"Saya dan istri saya sudah menunggu kedatangan
Nak Harry," ujar Pak Haryono.
"Maaf?" Harry tak menyembunyikan keheranan?
nya.
Pak Haryono membuka pintu lebih lebar, mem?
persilakan Harry masuk. "Keisha sudah menelepon
kami. Dia mengatakan Nak Harry akan datang ke sini
hari ini."
"Oh, Keisha," gumam Harry.
"Bu! Ibu!" panggil Pak Haryono seraya
memalingkan kepala ke arah ruangan dalam. "Ini,
lho, Nak Harry sudah datang."
Sepi sejenak. Sesaat kemudian seorang perem?puan
yang masih tampak cantik dan anggun di usia tuanya
datang dari ruangan dalam.
"Ini Nak Harry, Bu. Teman Keisha," kata Pak
Haryono pada istrinya.
Bu Haryono tersenyum dan menyapa Harry
dengan hangat. "Apa kabar, Nak Harry?"
"Baik, Bu."
"Keisha sehat?" tanya Bu Haryono lagi.
"Sehat, Bu."
"Sudah satu bulan ini Keisha tidak pernah datang
ke sini."
"Keisha sering ke sini, Bu?"
"Dulu, ya. Tapi sekarang sudah jarang. Tapi ka?
lau kangen Keisha, kami bisa melihatnya di televisi.
Bila Mencintaimu Indah
Rupanya B-TV membuat kalian semua selalu sibuk,
ya?"
Harry tertawa sopan. "Begitulah, Bu."
Seorang pembantu datang membawakan hidang?
an. Tiga cangkir teh hangat dan sepiring kue.
"Silakan diminum, Nak Harry," tawar Bu Hary?
ono.
"Terima kasih, Bu." Harry mengambil cangkir
di hadapannya dan menghirupnya sedikit. Tercium
aroma vanila yang manis semerbak.
"Keisha rupanya akrab sekali dengan keluarga
Bapak Ibu," ujar Harry mencoba mengulur waktu.
Pasangan suami istri itu tersenyum mendengar
kata-kata Harry.
"Memang. Keisha itu sudah bersahabat dengan
Eggy sejak SMA," tutur Bu Haryono. "Mereka itu
akrab sekali. Bahkan lebih akrab dibandingkan dengan
teman-teman yang lain. Ya, kan, Pak?"
Pak Haryono mengangguk-angguk, membenar?
kan perkataan istrinya.
"Kami bahkan mengira mereka pacaran."
Jantung Harry merosot ke perut. Ada satu hati lagi
yang akan hancur. Hatinya. Ya Tuhan, andai aku bisa
memeluknya, menahan hatinya agar tak hancur.
"Dasar anak-anak. Mereka selalu mengatakan
tidak pacaran, tetapi juga tidak pernah menunjukkan
pacar masing-masing, Ya, kan, Pak?"
Pak Haryono mengangguk-angguk.
Bila Mencintaimu Indah
"Sampai kuliah dan bekerja pun, Eggy tak pernah
pacaran. Kata Eggy, nanti saja, kalau sudah waktunya
ia akan langsung menikah," lanjut Bu Haryono.
"Dengan... Keisha?" tanya Harry kering.
Bu Haryono tersenyum. "Kalau ya, pasti kami
restui. Tapi Eggy tidak pernah mengatakan akan
menikah dengan siapa."
Pak Haryono mengangguk. "Bagaimanapun,
Keisha sudah kami anggap seperti anak kami sendiri.
Kami sempat mengira Keisha akan berubah setelah
pulang dari Amerika. Ternyata tidak. Kalau ada waktu
senggang, dia sering main ke sini. Dian, anak kami
yang bungsu, juga senang punya kakak perempuan
seperti Keisha."
Harry memandang ke dinding ruang tamu itu,
menatap foto-foto yang tergantung di sana. Pada
foto yang paling besar tampak suami istri Haryono,
seorang anak perempuan berusia belasan tahun, dan
seorang laki-laki muda yang tampan dan tampak
cerdas. Pemuda itukah....
"Yang laki-laki itu Eggy. Yang perempuan itu
Dian. Sekarang Dian masih kuliah di Surabaya. Foto
itu diambil tidak lama setelah Eggy lulus kuliah,"
jelas Pak Haryono yang menangkap arah pandangan
Harry.
Perasaan Harry trenyuh. Mengapa hal-hal buruk
harus terjadi pada keluarga baik-baik seperti ini?
"Nak Harry," ujar Pak Haryono membuyarkan
kecamuk pikiran dan perasaan Harry. "Kata Keisha,
Bila Mencintaimu Indah
kedatangan Nak Harry ke sini ada hubungannya de?
ngan Eggy."
"Betul, Pak," sahut Harry berat. Waktunya sudah
tiba.
"Apakah ada petunjuk di mana Eggy berada?"
tanya Bu Haryono penuh harap.
Harry diam beberapa saat lalu menarik napas
dalam-dalam.
*****
Wajah Harry keruh.
Dalam beberapa hari belakangan ini ia merasa
menjadi sepuluh tahun lebih tua. Harry merasa lelah.
Namun, ia tahu, ia tak akan berhenti sebelum berhasil
menguak suatu kasus.
Sherlock Holmes sedang beraksi.
*****
Harry dan AKP Surya Sudiro terlibat dalam
pembicaraan serius. Tak jauh dari mereka, Bapak
dan Ibu Haryono duduk dengan tangan saling
menggenggam.
Dalam perjalanan dari Jakarta ke Kampung
Cikalong Wetan, Harry tak banyak bicara. Harry
masih berharap bahwa ia salah menyusun potongan
puzzle yang sedang dihadapinya.
Hercule Poirot yang sangat membanggakan sel-sel
kelabu di kepalanya tentu tak pernah berharap salah
Bila Mencintaimu Indah
Bila Mencintaimu Indah Karya Triani Retno A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dalam menyusun potongan puzzle. Tapi ini... ini
berhubungan dengan si Cantik. Aku tak tega melihat si
Cantik bersedih, pikir Harry galau. Setelah identifikasi
mayat ini selesai, hidup pasti tak akan sama lagi.
Harry menghela napas. Berat. Berharap jasad tak
dikenal itu bukan Eggy. Berharap Eggy masih hidup di
suatu tempat. Mungkin saja cincin Monas milik Eggy
hilang lalu ditemukan dan dikantongi oleh seseorang.
Seseorang yang kemudian ditemukan dalam kondisi
terpotong enam.
Hanya berharap. Harapan itu semakin tipis.
Demikian pula harapan di hati kedua orangtua Eggy.
Bagaimanapun sedikitnya informasi yang diberikan
Harry, sudah cukup bagi Bapak dan Ibu Haryono
untuk bersiap menerima kemungkinan yang paling
buruk.
Harry menghampiri lalu duduk bersama mereka.
Beberapa saat kemudian AKP Surya Sudiro pun
ikut bergabung. Ia menunjukkan cincin perak yang
menjadi barang bukti.
Kedua orangtua Eggy berpandangan. Mereka
mengenali cincin itu.
"Ya, ini memang milik Eggy. Eggy dan sahabatsahabatnya di SMA mempunyai cincin yang sama.
Hampir setiap Minggu pagi mereka berolahraga di
Monas. Jadi, kata Monas itu yang mereka pilih untuk
digrafir di cincin mereka. Huruf E di belakang kata
Monas menunjukkan inisial nama Eggy," jelas Pak
Haryono.
Bila Mencintaimu Indah
"Apakah Eggy pernah mengalami kecelakaan?
Sekitar beberapa tahun yang lalu?"
Pak Haryono mengangguk. "Sekitar empat tahun
yang lalu Eggy mengalami kecelakaan motor. Ketika
itu tangannya patah."
Kapolsek dan Harry berpandangan.
*****
Pak Haryono yang melihat ke kamar mayat RSUD
Cikalong memastikan bahwa jasad itu memang Eggy.
Bu Haryono sendiri menolak untuk melihat
jenazah Eggy. Perempuan berwajah teduh itu
menggeleng. Wajahnya sembap dengan air mata yang
masih menetes dari sudut-sudut mata tuanya. "Ibu
ingin mengenang Eggy sebagaimana adanya Eggy
ketika masih hidup."
*****
Harry bersandar di tiang lorong rumah sakit. Sedikit
pun ia tak menghiraukan orang-orang yang berlalulalang di sekitarnya.
Berita ini belum bocor ke telinga pers. Ia satusatunya wartawan yang mengetahui perkembangan
terakhir. Bahkan ia yang membantu menguak tabir
gelap yang menyelubungi kasus ini.
Kebetulan. Ya. Faktor kebetulan sering menjadi
penentu eksklusivitas berita. Beberapa tahun lalu,
sebuah televisi swasta tampil terdepan dalam peristiwa
Bila Mencintaimu Indah
pengeboman sebuah kantor kedutaan besar di Jakarta.
Kebetulan, karena kedua kantor berada di kawasan
yang sama.
Sekarang faktor kebetulan itu sedang berpihak
padanya. Korban bukan orang sembarangan. Berita
menghilangnya Eggy sempat menjadi pembicaraan
hangat. Pasti akan demikian pula halnya dengan
ditemukannya jenazah Eggy. Seorang pengacara muda
ditemukan meninggal dalam keadaan mengenaskan
di dalam hutan.
Namun, bukan itu yang dipikirkan Harry. Tangan
Harry menimang-nimang ponsel. Kebimbangan
datang lagi.
*****
Bila Mencintaimu Indah
Aku Cinta Kamu
Studio 5 B-TV.
Keisha sedang berada dalam sebuah diskusi.
Tokoh sentral dalam diskusi itu adalah
Hardianto Arya Kusuma, seorang aktivis lingkungan
hidup.
Ketika proses rekaman selesai, Keisha masih
bertahan untuk terus berbincang dengan Hardianto.
Hardianto yang sedang tak memiliki agenda lain
pun dengan senang hati memuaskan keingintahuan
Keisha.
Indri datang menghampiri lalu mencolek bahu
Keisha. "Mbak Keisha. Maaf, Mbak."
Keisha menoleh. "Ada apa, In?"
"Tadi Bang Harry menelepon," kata Indri.
"Ada apa?"
Indri menggeleng. "Tidak tahu, Mbak, tapi
katanya penting sekali."
Keisha mendengus. Terakhir kali Harry me?nele?
pon, ia juga mengatakan ada urusan yang sangat pen?
ting. Akan tetapi, Harry hanya membuatnya bingung
tanpa mau memberikan penjelasan apa-apa. Nanti
Bila Mencintaimu Indah
kujelaskan, kata Harry waktu itu. Nanti kapan? Seka?
rang? Atau menunggu kucing bisa bersiul?
Sepenting apa lagi kali ini? Mau menanyakan
ukuran jarinya supaya bisa membelikan cincin emas
sebagai pengganti cincin perak? Huh! Awas dia kalau
ternyata tidak benar-benar ada berita penting! Asal
tahu saja, aku tidak akan menerima cincin dari siapa
pun kecuali dari ....
"Bang Harry berkali-kali menelepon ke ponsel
Mbak tapi nggak aktif. Kemudian dia menelepon
saya. Saya bilang Mbak sedang rekaman dengan
Pak Hardianto. Bang Harry minta supaya Mbak
menelepon dia secepatnya setelah selesai rekaman,"
lanjut Indri.
"Begitu?"
"Iya, Mbak. Kata Bang Harry, dia menunggu
telepon dari Mbak."
Keisha mengerutkan kening. Harry lagi! Harry
lagi! Harry benar-benar seperti tamu tak diundang.
Selalu datang pada saat yang tak diharapkan.
Keisha menoleh pada Hardianto Arya Kusuma,
berbasa-basi sebentar, lalu pergi menjauh.
Ia menghidupkan ponsel lalu menghubungi
Harry. Mudah-mudahan kali ini benar-benar ada hal
yang penting. Lebih penting daripada sekadar urusan
cincin....
Keisha tak perlu menunggu lama untuk ter?
sambung dengan Harry. Rupanya Harry memang
sudah menunggu.
Bila Mencintaimu Indah
"Kei."
"Harry Nasution!" sela Keisha tanpa memberi
kesempatan pada Harry untuk berbicara. "Mudahmudahan kali ini kamu punya alasan yang bagus
untuk mengganggu aku. Aku baru saja melaporkan
kamu ke polisi karena mengganggu ketenangan orang
lain. Dan aku dengan senang hati akan memasukkan
pengaduan baru lagi."
Harry diam mendengarkan omelan Keisha.
"Nah! Ada apa, Har?"
"Kei."
"Apa?"
"Temanmu sudah ditemukan."
"Temanku?" ulang Keisha.
"Ya."
"Siapa?"
"Eggy."
Keisha ternganga. Selama beberapa detik ia tak
sanggup berkata-kata.
"Kei?"
"Ya... ya. Yang bener, Har?"
"Benar."
"Eggy sudah ditemukan?"
"Ya," sahut Harry pendek.
"Akhirnya... setelah hampir dua bulan.... Di mana
dia sekarang, Har?" tanya Keisha antusias, tak sabar
untuk segera mengetahui keberadaan Eggy.
"Ada bersamaku."
"Bersama kamu?" ulang Keisha menegaskan.
"Ya."
Bila Mencintaimu Indah
"Di mana?"
"Di Cikalong Wetan."
"Cikalong Wetan?" seru Keisha.
"Ya."
"Di mana itu?"
"Ciamis."
Keisha tak dapat menyembunyikan kegembiraan?
nya. "Sedang apa dia di sana? Menghilang-menghilang!
Nggak ngasih kabar apa-apa... bikin cemas semua
orang saja. Aduuuh... ya Allah... alhamdulillah. Dia
sehat-sehat saja, kan, Har?"
Harry diam. Kegembiraan yang diperdengarkan
oleh Keisha justru membuat Harry semakin sedih.
Maafkan aku, Cantik. Kabar ini tak sebaik yang kau
kira. Ini kabar buruk, malah. Sangat buruk. Aku takut
kau terluka karenanya. Andai aku bisa kembali ke
Jakarta detik ini juga.
Harry merasa terperangkap dalam dilema.
Memberi tahu Keisha saat ini bisa menghancurkan
hati gadis itu. Namun, menunda hingga ia kembali
ke Jakarta pun bukan pilihan bagus. Berita ini akan
segera tersebar. Cepat atau lambat, Keisha akan tahu.
Pemberitaan di media?nanti?bukan tidak mungkin
akan lebih menyakitkan hati Keisha. Apalagi jika
ada wartawan sontoloyo yang menaburkan terlalu
banyak bumbu penyedap untuk korannya yang gemar
memburu berita-berita sensasional.
"Har, bisa aku bicara dengan Eggy?"
Harry tak menyahut.
Bila Mencintaimu Indah Karya Triani Retno A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Halo? Harry?" panggil Keisha.
Bila Mencintaimu Indah
"Ya?"
"Bisa aku bicara dengan Eggy?"
"Maaf, Kei. Tak bisa...."
"Kenapa?"
"Keisha, Eggy sudah meninggal."
"Apa?" desis Keisha.
Harry menghela napas berat. "Eggy...."
Penjelasan Harry terdengar kian samar di telinga
Keisha.
Eggy ditemukan....
Meninggal....
Mutilasi....
Sudah diidentifikasi....
Orangtua Eggy....
Positif.
*****
"Aku cinta kamu, Kei."
"Aku juga sayang sama kamu, Gy. Tapi aku nggak
tau apa aku masih bisa sayang seperti ini sama kamu
kalau kita pacaran."
"Apa ini berarti penolakan?"
"Aku benar-benar sayang sama kamu, Gy. Tapi entah
kalau cinta. Setidaknya saat ini. Entah kalau nanti...."
"Aku lebih suka Bryan Adams. Suaranya itu, lho,
seksi abis."
"Coba dengar Kenny G."
"Kenapa?"
Bila Mencintaimu Indah
"Tenang. Mengalir. Menyentuh ke kedalaman jiwa.
Membuat kamu terbang melintasi batas ruang dan
waktu."
"Romantis juga kamu."
"Forever love."
"Apa?"
"Forever love."
"Eggy! Selamat, yaaa!"
"Gile lu, Gy! Pelajar teladan, bo!"
"Iya iya! Tapi gimana aku pulang nanti kalau
aku jadi Eggy Goreng Tepung begini?"
"Tau, deh. Emangnya gue pikirin?"
"Rese lo pade!"
"Aku mau jadi pengacara."
"Kenapa jadi pengacara? Kamu mau ngebelain
orang-orang jahat supaya bebas berkeliaran lagi? Kenapa
nggak jadi notaris aja?"
"Aku bukan mau ngebelain orang jahat, Kei, tapi
ngebelain orang-orang yang butuh keadilan. Nggak
sedikit orang yang terpaksa menjalani hukuman atas
sesuatu yang nggak dilakukannya. Kebayang nggak sama
kamu, Kei, gimana sedihnya kalo lagi ada masalah berat
trus nggak ada yang nolongin?"
"Relakan Maura pergi, Kei."
"Mereka harus dihukum mati!"
"Hukum akan bicara, Kei. Keadilan akan me?
nunjukkan dirinya."
Keadilan?
Keadilan seperti apa?
Bila Mencintaimu Indah
"Kalaupun keadilan di dunia ini dibungkam, Allah
tetap ada. Allah tidak pernah lengah. Dia adalah Sang
Mahahidup. Sang Mahaadil."
Keisha membuka mata. Sekelilingnya putih.
Keisha memejamkan mata lagi, merasakan kesadaran
mengalir di seluruh tubuhnya. Setelah beberapa saat
barulah ia membuka mata kembali. Warna-warna
putih kembali menyergap pandangannya.
Harum. Keharuman yang steril. Aroma obat.
Klinik B-TV. Apa yang terjadi?
Perlahan-lahan ingatan Keisha kembali. Harry.
Eggy. "Eggy....," lirih suara Keisha.
"Mbak Keisha...."
Keisha mendongak, baru menyadari keberada?
an Indri yang berdiri di dekat ranjang yang di?
tempatinya.
"Kenapa aku ada di sini, In?" tanya Keisha.
"Tadi Mbak Keisha pingsan," ujar Indri.
"Pingsan?"
"Ya, Mbak. Kami membawa Mbak ke sini. Kata
Dokter Yanna, Mbak. perlu istirahat," ujar Indri.
Tatapan Keisha tajam menusuk. "In, tadi Harry
betul-betul menelepon aku, kan?" tanya Keisha.
"Ya, Mbak," sahut Indri pelan.
"Jadi benar, Eggy sudah meninggal?"
Indri diam sejenak. Ia tak kenal Eggy. Ia hanya
mendengar nama itu dari Harry yang mengatakan
bahwa Eggy sudah meninggal. Ia menanyakan itu
pada Harry sesaat setelah Keisha jatuh pingsan.
Bila Mencintaimu Indah
"In?"
Indri mengangguk. "Ya, Mbak."
Tangis Keisha pecah. Ternyata ini bukan mimpi.
Ternyata ini benar-benar terjadi.
Aku cinta kamu, Kei.
Wartawan dan pengacara. Pasangan yang cocok.
Kebenaran itu harus ditegakkan, Kei. Bukan
dibungkam. Makanya, kamu harus selalu menyampaikan
berita yang benar, ya, Kei. Jangan takut.
Suara-suara masa lalu menyerbu ingatan Keisha.
Berbalap dengan kenyataan masa kini.
"Saya ikut berdukacita, Mbak," kata Indri pelan.
Kalau kabar kematian Eggy bisa membuat Keisha tak
sadarkan diri, berarti orang bernama Eggy itu sangat
berarti bagi Keisha. "Semua yang hidup pasti akan
kembali pada Sang Pencipta. Hanya soal waktu."
"Tapi kenapa Eggy harus mati dengan cara begini?"
tanya Keisha serak.
Indri tak bisa menjawab.
Air mata Keisha mengalir deras. Duka dan amarah
menguasai jiwanya. Duka dan amarah yang timbul
dari rasa kehilangan. Dari rasa penyesalan. Sesal
karena telah menyia-nyiakan banyak waktu....
"Eggy itu manusia, In. Bukan kambing yang bisa
disembelih lalu dipotong-potong!" kata Keisha serak.
Indri diam, tak tahu harus berkata apa melihat ke?
dukaan Keisha. Kematian Eggy dengan cara seperti itu
tentu membuat luka yang sangat dalam di hati Keisha.
Bila Mencintaimu Indah
Tiba-tiba Keisha berteriak keras. Emosinya
meluap, melampaui kapasitasnya. Amarah, frustrasi,
dan kesedihan itu meledak. "Eggy tidak pantas mati
dengan cara seperti ini! Eggy terlalu mulia! Orangorang yang membunuh Eggy harus ditangkap!
Pembunuh-pembunuh itu harus dihukum berat!
Mereka harus dihukum mati dua kali. Tiga kali!
Tangkap merekaaa! Tangkaaap!"
Teriakan Keisha membuat Dokter Yanna berlari
menghampirinya. "Keisha...."
Keisha menatap dokter perusahaan berusia tiga
puluhan itu.
"Eggy tidak bersalah, Dok. Kenapa harus Eggy
yang dibunuh? Apa salah Eggy?" teriak Keisha dengan
air mata bercucuran. "Begitu mudah darah tumpah di
sini. Begitu mudah nyawa melayang. Tidak ada lagi
cinta. Tidak ada lagi kasih sayang. Semuanya sudah
hilang."
"Mbak Keisha...."
"Aku benci negeri ini. Benciiii! Ini negeri para
biadab! Ini negeri orang-orang munafik! Negeri para
kanibal! Kenapa orang-orang yang aku sayangi harus
mati dengan cara begini? Maura dibunuh. Eggy
juga...." Dengan kasar Keisha menghapus lelehan air
mata di pipinya.
"Harus ada yang bertanggung jawab untuk ini
semua. Pelakunya harus dihukum mati. Ini pasti
pembunuhan berencana! Pasti ada skenario besar di
balik pembunuhan ini! Pasti ada orang penting yang
terlibat di sini! Tidak mungkin Eggy dibunuh dengan
Bila Mencintaimu Indah
cara seperti ini kalau tidak ada motif yang kuat di
baliknya...."
Dokter Yanna menyiapkan obat penenang untuk
disuntikkan pada Keisha.
"Jangan, Dok!" tolak Keisha keras.
"Keisha...."
"Obat penenang itu tidak akan menghilangkan
kesedihan saya," ujar Keisha.
Dokter Yanna menatap Keisha.
"Ketika pengaruh obat itu hilang, saya tetap akan
bersedih," kata Keisha dingin.
"Saya ikut berduka, Kei."
Air mata Keisha menetes lagi.
"Hidup ini memberi pilihan, kok, Kei. Hidup mulia
atau mati sebagai syuhada. Kalau aku boleh memilih,
aku ingin hidup mulia dan mati sebagai syuhada."
Allah mengabulkan keinginan Eggy.
*****
Bila Mencintaimu Indah
Lebih dari Men?cintaimu
Siang itu jenazah Eggy dimakamkan.
Imel dan Andre berdiri berdampingan dalam
diam, menyaksikan jalannya pemakaman.
Liang lahat sudah ditutup. Menempatkan sesuatu
yang berasal dari tanah untuk kembali ke tanah.
Tanah merah yang menggunduk di hadapan me?
reka tertutup oleh taburan bunga beraneka warna.
Beberapa karangan bunga pun berada di sekitar gun?
dukan tanah yang kini menyimpan jasad Eggy. Wangi
bunga semerbak terbawa angin.
Sampai acara pemakaman selesai, Keisha tak
tampak di antara ratusan pelayat yang mengantar
Bila Mencintaimu Indah Karya Triani Retno A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Eggy ke makam.
"Keisha ke mana?" tanya Andre pada Imel.
Yang ditanya mengangkat bahu.
"Keisha tidak menelepon kamu, Mel?" tanya
Andre lagi.
"Tidak," sahut Imel.
"Sudah kamu telepon?"
"Berkali-kali. Ponselnya tidak pernah aktif. Aku
telepon ke rumahnya, selalu tidak ada. Aku telepon
ke kantornya juga tidak ada," sahut Imel.
Bila Mencintaimu Indah
"Sudah coba lewat e-mail, Facebook, atau Twitternya?"
Imel mengangguk. "Ya, tapi tidak ada balasan,"
kata Imel.
Andre terdiam. Teringat pada pertemuan ter?
akhirnya dengan Keisha ketika berziarah ke makam
Maura beberapa waktu lalu.
"Setiap pagi kuhitung hari yang telah hilang. Setiap
pagi aku berharap akan mendapat kabar dari Eggy atau
setidaknya kabar tentang keberadaan Eggy. Setiap hari
aku mengecek inbox e-mail dan Facebook-ku, berharap
ada kabar dari Eggy. Setiap hari aku mengecek Facebook
dan Twitter Eggy, berharap ia telah memperbarui
statusnya dan memberi petunjuk tentang keberadaannya
saat ini. Berharap ia berada di suatu tempat, baik-baik
saja... cuma belum sempat memberi kabar.
Tapi setiap hari aku hanya mendapati kekosongan.
Eggy belum juga kembali.... Eggy belum juga memberi
kabar...."
Keisha pasti sangat terguncang.
Andre menghela napas berat. Teringat lagi tahuntahun panjang persahabatan mereka. Ia membiarkan
air matanya menetes, membasahi pipinya. Tak apa.
Laki-laki tak haram menangis. Terlebih jika kehilangan
sahabat sebaik Eggy.
Andre menatap makam yang masih basah di
depannya. Selamat jalan, Gy.
*****
Bila Mencintaimu Indah
Bagi Keisha ini jauh lebih buruk daripada sekadar
mimpi buruk. Sebuah mimpi buruk akan berakhir
ketika terbangun dari tidur. Tetapi ini tidak ada
akhirnya karena ini adalah kenyataan.
Ini bukan mimpi. Ini adalah kenyataan. Kenyataan
yang sangat buruk.
Keisha tenggelam dalam kenangan.
Eggy memang patut dikenang. Cita-citanya.
Dedikasinya. Idealismenya. Pribadinya.
Cintanya.
Sejak remaja Eggy telah mantap memilih menjadi
pengacara. Bukan Eggy jika tidak bersungguhsungguh dengan keputusannya.
Eggy telah magang di LBH Ummat sejak masih
berstatus sebagai mahasiswa fakultas hukum. Di sini
Eggy belajar untuk melihat kenyataan praktik hukum
di Indonesia.
"Hampir semua aspek kehidupan kita bersentuhan
dengan hukum. Tapi kenyataannya, sedikit sekali orang
yang mengerti hukum. Bayangkan, Kei, bagaimana
jadinya jika orang-orang yang buta hukum itu harus
berhadapan dengan hukum atau bagaimana jika hukum
justru mempermainkan orang-orang yang tak mengerti
hukum itu...."
Keisha dan Eggy masih sering bertemu di selasela kesibukan mereka. Bertukar pikiran atau sekadar
berbagi cerita. Jika tak sempat bertemu, SMS, e-mail,
dan jejaring sosial menjadi penghubung.
Bila Mencintaimu Indah
"Kalau dipikir-pikir, sebenarnya tugas kita sama ya,
Kei."
"Masa, sih?"
"Ya. Sama-sama berusaha menegakkan ke?be?nar?an."
"Iya, ya. Kita ini bekerja sebagai pembela kebenaran,
ya, Gy? Eh, pembela kebenaran atau pembela kebetul?
an?"
"Kamu ini!"
"Hehe...."
"Tetap sampaikan berita yang benar ya, Kei."
"Itu kan sudah kode etik jurnalistik, Gy. Kami
tidak menyampaikan berita bohong atau yang berbau
fitnah."
"Bagus. Sepertinya kita memang berjodoh."
"Eh, apa?"
Sekarang Eggy telah meninggal. Tidakkah orangorang di kantornya tahu sesuatu tentang itu? Sesuatu
yang tidak pernah dipublikasikan? Sesuatu yang off
the record? Sesuatu yang sangat mungkin mengancam
keselamatan jiwa Eggy? Sesuatu yang perkaranya
pernah ditangani oleh Eggy? Sesuatu yang membuat
pihak tertentu kebakaran jenggot lalu merasa harus
membungkam, bahkan melenyapkan Eggy?
Semenjak Eggy menghilang, Keisha masih
menyimpan harapan suatu saat Eggy akan kembali.
Eggy memang kembali, namun tanpa nyawa. Dokter
forensik bahkan memastikan bahwa kedua telapak
tangan Eggy tak ada di lokasi penemuan mayat.
Telapak tangan.
Bila Mencintaimu Indah
Usaha untuk menghilangkan jejak. Tak ada telapak
tangan berarti tak mungkin melacak identitas korban
dari sidik jari.
Keisha yakin, Eggy memang sengaja dihilangkan.
Pasti ada sesuatu yang tak beres pada salah satu kasus
yang ditangani Eggy.
Tapi apa? Yang mana?
Semuanya seperti mimpi buruk yang tak ber?
kesudahan.
*****
Keisha tidak sanggup datang pada saat Eggy di?
makamkan. Ia baru datang dua hari kemudian ketika
bunga-bunga di atas makam Eggy sudah mulai layu.
Rasa sedih mencengkeram hati Keisha saat me?
natap gundukan tanah yang menyimpan sisa tubuh
Eggy.
Keisha tak sanggup membayangkan kesakitan
seperti apa yang dialami Eggy pada saat-saat akhir
hidupnya.
Rasa sakit itu berakhir ketika hidup Eggy ber?
akhir.
Keisha hanya berharap Eggy meninggal dalam
keadaan husnul khatimah. Meninggal dalam ke?
baikan.
"Kalau boleh memilih, aku ingin hidup mulia dan
mati sebagai syuhada...."
Bila Mencintaimu Indah
Keisha menghela napas panjang. Bersimpuh di sisi
makam Eggy. Memperhatikan nama yang tertera di
nisan.
Eggy Gunawan bin Haryono Setiawan.
"Itu betul-betul nama kamu, Gy. Rasanya asing
sekali melihat nama kamu tertera di nisan ini. Rasanya
ini tidak nyata."
Keisha mengelus lembut nama yang tertera di
nisan itu. "Semua orang mengatakan kamu sudah
pergi, Gy. Semua orang mengatakan kamulah jasad
yang ditemukan di dalam hutan itu. Semua orang
mengatakan di sinilah tempat peristirahatan terakhir?
mu. Aku harus percaya, Gy. Walaupun rasanya sakit...
sakit sekali, aku memang tak punya pilihan lain ke?
cuali memercayai dan menerima kenyataan ini.
"Aku nggak bawa bunga. Gy. Aku cuma bawa
kasih sayangku yang dulu. Seperti dulu, aku tetap
menyayangi kamu. Setelah jauh dari kamu, baru
aku sadar aku juga mencintai kamu. Baru merasa
kehilangan kamu. Rasa kehilangan ini sangat dalam,
Gy. Sangat, sangat dalam. Kenapa tidak dari dulu
aku akui perasaan ini? Kenapa tidak dari dulu aku
akui rasa cinta ini? Betapa sombongnya aku untuk
mengakui perasaan itu. Sekarang, sejuta pengakuan
yang kubuat pun tak akan bisa mengembalikan kamu.
Satria Gendeng 16 Setan Madat Wiro Sableng 115 Rahasia Perkawinan Wiro Animorphs 22 Akhir Sebuah Pengkhianatan
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama