Bila Mencintaimu Indah Karya Triani Retno A Bagian 3
Sekarang pasti sudah ada bidadari yang menemani
kamu. Bolehkah aku cemburu pada bidadari itu, Gy?
"Seandainya saja kamu bisa mengatakan siapa
yang melakukan semua ini pada kamu seandainya
saja kamu bisa, Gy. Aku tidak akan berhenti mencari
Bila Mencintaimu Indah
tahu siapa yang melakukan ini pada kamu. Bukan
sekadar karena aku mencintai kamu, Gy, tapi supaya
kebenaran bisa ditegakkan.
"Gy, selama masih ada hari esok, aku masih
berharap kebenaran akan terungkap. Kalaupun hari
esok sudah tidak ada lagi, Allah masih tetap ada. Allah
tidak pernah tidur, kan, Gy? Jadi, kamu istirahat saja
yang tenang. Aku mencintaimu. Akan selalu berdoa
untukmu."
Makam Eggy menjadi bayang-bayang kabur di
mata Keisha yang terus meneteskan air.
*****
Bila Mencintaimu Indah
Di Kedalaman Duka
Tanah di bawah kaki Keisha memang ber?
guncang, tetapi langit belum runtuh. Hidup
masih terus berjalan.
Berdiam diri justru membuat Keisha semakin
larut dalam kesedihan, sementara kesedihan tak akan
menyelesaikan apa-apa. Keisha tahu ia harus bangkit.
"Kasus Eggy dibuka lagi, Kei," kata Harry ketika
bertemu Keisha beberapa hari kemudian. "Ada titik
terang. Masalah ini pasti akan terungkap."
"Thank you, Har. Pastikan mereka mendapat
hukuman yang setimpal," kata Keisha datar.
Tiba-tiba Harry merasa iri pada Eggy. Begitu
istimewanya Eggy bagi kau, Cantik. Maukah kau
memperhatikan aku seperti kau memperhatikan Eggy?
bisik hati Harry. Ia memperhatikan Keisha.
Keisha masih saja murung.
"Kei, kau baik-baik saja?" tanya Harry akhirnya.
"Baik," sahut Keisha.
"Sure?"
"Ya. Kenapa?"
Bila Mencintaimu Indah
"Kehilangan orang yang sangat dekat apalagi de?
ngan cara yang tragis seperti ini tentu sangat menya?
kitkan," ucap Harry.
"Memang," ujar Keisha datar.
Harry menatap Keisha.
"...tapi yang masih hidup juga perlu diurus," sahut
Keisha, masih dengan nada datar yang sama.
Harry menghela napas. Keisha memang masih
berduka. Duka itu tampak jelas di matanya. Di
wajahnya. Apa yang dapat kulakukan untuk membantu
kau keluar dari duka itu, Kei? Pertanyaan itu bergaung
di benak Harry.
Keisha merenung. Ia sedang menimbang-nimbang.
Harry tahu cukup banyak tentang kasus Eggy. Ada
baiknya melibatkan Harry dalam urusan ini. Harry
pasti bisa.
"Keisha?" tegur Harry.
Keisha mengerjapkan mata. Ia telah membuat
keputusan. "Har," kata Keisha serius. "Eggy pernah
bercerita tentang kasus-kasus yang turut ditanganinya.
Banyak yang mungkin mendendam padanya."
"Kau tahu yang mana?" tanya Harry.
Keisha terdiam beberapa saat. "Tahu pasti... hm...
tidak."
"Baru dugaan kau?" tanya Harry lagi.
"Ya." Keisha terdiam lagi beberapa saat. "Yang
terakhir adalah pencemaran lingkungan yang me?
libatkan PT Jaya Sentosa."
"PT Jaya Sentosa?" ulang Harry.
Bila Mencintaimu Indah
"Ya. Limbah produksi perusahaan itu mencemari
lingkungan sekitarnya. Banyak warga jatuh sakit,
bahkan meninggal karena kualitas lingkungan yang
sangat buruk sejak PT Jaya Sentosa itu beroperasi,"
tutur Keisha.
Harry mengangguk-angguk.
"Kata Eggy, ini mungkin ada hubungannya dengan
seorang tokoh politik. Tokoh penting dari salah satu
parpol yang sedang berkuasa saat ini. Kalau bukan
tokoh penting yang punya kekuasaan besar, perusahaan
itu tidak mungkin diberi izin untuk beroperasi. Kalau
bukan karena kekuasaan besar di belakangnya, tidak
mungkin kasus pencemaran ini jadi bertele-tele dan
kemudian tak jelas juntrungannya seperti sekarang
ini," ujar Keisha melanjutkan.
"Siapa, Kei?"
Keisha menggelengkan kepala. "Ini... baru dugaan.
Aku tidak tahu siapa, karena Eggy tidak pernah
menyebutkan namanya. Tapi bisa saja dugaanku ini
ternyata benar, kan?"
"Kau curiga ini berkaitan dengan kematian Eggy?"
tanya Harry.
Keisha mengangguk tegas. "Ya."
"Apa tidak mungkin karena kasus lain yang pernah
ditangani oleh Eggy?" tanya Harry.
"Mungkin saja," sahut Keisha. "Tapi dari semua
yang mungkin, sepertinya ini yang paling mungkin."
Harry berpikir sejenak. "Aku akan cari informasi
tentang ini," ujarnya kemudian.
"Thanks."
Bila Mencintaimu Indah
"Sama-sama."
"Yang jelas...." ujar Keisha lambat-lambat.
"Kematian Eggy tidak ada hubungannya dengan kasus
pembunuhan berantai yang sekarang sedang ramai."
"Oya?"
Keisha mengangguk. "Ya. Walaupun pelakunya
masih buron, walaupun modus operandinya sama,
sama-sama memutilasi korbannya, aku yakin Eggy tak
ada hubungannya dengan pembunuh itu, Har."
"Kamu yakin, Kei?"
"Ya. Aku yakin seyakin-yakinnya."
Harry diam.
"Semua korban pembunuhan berantai itu gay,
kan, Har?"
Harry mengangguk. "Setidaknya yang sudah
teridentifikasi."
Tatapan Keisha menerawang jauh. "Eggy bukan
gay," ujar Keisha lirih. "Aku tahu itu."
Harry menarik napas panjang. Tentu saja kau tahu
itu, Cantik, lirih hatinya. "Kei?"
"Apa?"
"Biar aku yang mencari informasi tentang ini.
Kau...."
"Aku kenapa?"
"Kau....," Harry menarik napas dalam-dalam.
"Kau tak usah ikut campur."
Keisha menatap tajam pada Harry. "Kenapa?"
"Jangan libatkan diri kau dalam bahaya."
*****
Bila Mencintaimu Indah
"Keisha, saya ikut berdukacita," ujar Pak Irvan.
Keisha mengangguk.
"Kamu tidak sendiri, Kei. Kita semua merasa
kehilangan Eggy," ujar Pak Irvan melanjutkan.
Keisha tersenyum tipis tanpa berkata apa-apa.
Pak Irvan mengamati Keisha. Hari-hari belakangan
ini pasti sangat berat bagi Keisha. Meskipun tak pasti,
Pak Irvan merasakan ada perubahan pada diri Keisha.
Murungkah ia? Menyimpan dendamkah ia? Atau
malah menjadi keras seperti batu?
"Kamu mau ambil cuti beberapa hari?" tawar Pak
Irvan. Mungkin cuti akan membuat Keisha merasa
lebih baik.
"Tidak, Pak," kata Keisha seraya menggelengkan
kepala. Cuti hanya akan membuatnya tenggelam
semakin dalam.
"Mungkin kamu perlu menenangkan diri selama
beberapa waktu," tawar Pak Irvan lagi.
Keisha tetap menolak. "Terima kasih, Pak. Tapi
tidak perlu. Saya baik-baik saja. Saya masih bisa
bekerja seperti biasa."
"Are you sure?"
"Yes, I am," tegas Keisha.
Pak Irvan menatap Keisha. Gadis itu bersungguhsungguh.
*****
Simpati datang dari mana-mana, termasuk dari Indra.
Kejadian ini membuka mata Indra tentang hubungan
Bila Mencintaimu Indah
Keisha dan Eggy. Pantas saja Keisha begitu tertarik
pada kasus hilangnya Eggy Gunawan.
"Aku ikut berdukacita, Kei."
"Terima kasih, Mas."
Indra mendesah. "Siapa sangka nasib Eggy akan
berakhir seperti ini?"
Apalagi aku, pikir Keisha getir. Aku tahu Eggy
sejak dulu. Tahu betapa cemerlangnya Eggy. Tahu
hitam putihnya Eggy. Tahu.
"Aku tidak kenal Eggy secara personal," ujar Indra.
"Tapi aku yakin dia pasti istimewa."
Aku kenal Eggy. Aku mencintainya. Keisha
menelan ludah. Pahit. "Ya. Dia istimewa."
Indra menggeleng-geleng. "Aneh sekali hidup
ini. Orang-orang baik pergi begitu cepat, sementara
orang-orang jahat masih saja berkeliaran."
"Ya," ucap Keisha datar.
"Mungkin ini cara Tuhan supaya orang-orang baik
tak terperosok dalam kejahatan dan supaya orangorang jahat masih mempunyai kesempatan untuk
bertobat," ujar Indra.
"Ya," ujar Keisha skeptis. "Sudahlah, Mas. Lupakan
saja. Toh kesedihan, simpati dan semua air mata kita
Bila Mencintaimu Indah Karya Triani Retno A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tidak akan bisa menghidupkan Eggy lagi."
Indra mengawasi Keisha dengan kening berkerut
halus. Tabah? Tegar? Atau mengingkari?
Wajah murung Keisha menceritakan pada Indra
tentang dalamnya duka yang sedang ia rasakan.
*****
Bila Mencintaimu Indah
Keisha terus menyibukkan diri. Tak ada waktu yang
dibiarkannya terlewat percuma. Hanya dengan
memaksa diri Keisha dapat keluar dari kubangan duka
citanya.
Waktu yang semula bagaikan berhenti, akhirnya
mulai berlari kembali. Hidup memang masih terus
berjalan. Life goes on.
*****
"Sebenarnya apa yang kamu cari, Kei?"
Keisha meletakkan cangkir kopinya dan menatap
Andy. "Apa?"
"Aktivitas kamu dan semua kesibukan kamu ini."
Keisha memicingkan mata.
"Saya tahu kamu mencintai pekerjaan kamu ini,"
kata Andy.
"Sudah tahu kok masih nanya!"
"Kamu sekarang bukan lagi sekadar mencintai
pekerjaan kamu, Kei," terang Andy.
"Lalu?"
"Kamu terobsesi!"
Keisha mengerutkan dahi.
"Kamu jadi ambisius, obsesif."
"Dari dulu aku begitu," ucap Keisha keras kepala.
Andy menggeleng-geleng. "Nein! Nein! Kamu
berubah, Keisha, tapi kamu tidak mau mengakui per?
ubahan itu," Andy diam sejenak.
"Aku tidak merasa berubah," kata Keisha, tetap
dengan pendiriannya.
Bila Mencintaimu Indah
"Apa ini ada hubungannya dengan kematian Eggy?"
tanya Andy dengan hati-hati, khawatir menginjak
ranjau.
Ranjau itu memang ada.
"Ya," sahut Keisha tanpa basa-basi.
Andy mengatupkan bibir. Menatap Keisha.
"Dia sangat berarti dalam hidupku," ujar Keisha
sentimental. "Rasanya aku masih belum percaya Eggy
sudah meninggal."
"Kalau Eggy tahu, dia pasti berbahagia," ko?mentar
Andy.
"Kenapa?"
"Sudah meninggal saja ia masih mendapat tempat
istimewa di hati kamu, apalagi kalau ia masih hidup,"
ujar Andy.
Keisha terdiam. Benarkah seperti itu? "Eggy patut
mendapatkan perhatian dan tempat istimewa itu.
Dia memang istimewa. Semua orang mencintai dia,
kecuali... kecuali orang-orang biadab yang menghabisi
hidup Eggy," kata Keisha dingin.
"Kamu kecewa, Kei," ujar Andy.
"Aku tidak cuma kecewa, An. Aku marah. Kamu
dengar itu, An? Aku MARAH! ANGRY...!"
Andy menatap Keisha. "Berapa banyak kekecewaan
dan kemarahan lagi yang bisa kamu tanggung, Kei?"
"Mana aku tahu," ujar Keisha tak peduli.
"Semua orang punya batas daya tahan masingmasing."
"Maksud kamu?"
Bila Mencintaimu Indah
"Kalau terus begini, pada suatu saat kamu akan
melampaui daya tahan kamu, Kei," ujar Andy sambil
mengamati Keisha.
"Oya?"
"Kalau kamu masih bisa pergi, pergilah Kei."
"Melarikan diri?" komentar Keisha sinis.
Andy menatap Keisha. Tidakkah Keisha sadar
bahwa sekarang pun ia sedang melarikan diri? Secara
fisik Keisha memang tidak ke mana-mana, tetapi tidak
demikian dengan hatinya, dengan pikirannya.
"Ikutlah dengan saya."
"Ke mana?"
"Jerman."
"Untuk apa?"
Andy menatap Keisha. "Kei, mungkin ini bukan
saat yang tepat, tapi saya ingin kamu tahu."
"Tentang apa?"
"Saya akan kembali ke Jerman."
"Seterusnya?" tanya Keisha.
"Ja."
"Oh."
"Saya tahu kamu sedang berduka karena kepergian
Eggy. Kalau kamu izinkan, saya akan menjadi peng?
gantinya," tutur Andy.
Keisha terdiam.
"Ich liebe dich. Saya cinta kamu, Keisha. Saya tidak
akan membiarkan seorang pun menyakiti kamu. Saya
tidak bisa membiarkan sesuatu pun mengecewakan
kamu," ujar Andy lembut.
Keisha masih diam. Cinta?
Bila Mencintaimu Indah
"Kei?"
"Entahlah."
"Itu bukan jawaban," kata Andy.
"Need an answer?"
"Ja."
"Tidak," sahut Keisha datar. Keisha membuang
pandangan menjauhi Andy. Masalah yang satu saja
belum selesai sudah ditambah lagi dengan masalah
lain. Tadi ia menerima ajakan Andy untuk bertemu
di kafe ini dengan harapan dapat menemukan suasana
baru. Namun, yang ia temukan justru masalah baru.
Tatapan Keisha menerawang jauh. Mungkin
seharusnya aku tidak ke kafe. Mungkin seharusnya
aku tetap menyendiri, menjalani masa berkabung ini
sendiri. Mungkin seharusnya aku tetap tinggal dalam
kepompongku. Mungkin seharusnya aku tetap berada
di bawah cangkang kura-kura. Berdiam di sana selama
mungkin. Entah sampai kapan.
Andy tak mencoba mengejar jawaban Keisha.
Ia mengalihkan perhatian pada musik yang sedang
dimainkan. Mencoba menikmati.
Lama keduanya berdiam diri.
"An?"
"Ya?"
"Lusa aku berangkat ke Surabaya."
*****
Alunan saksofon Kenny G memenuhi kamar Kei?
sha yang berantakan. Lemari pakaiannya terbuka,
Bila Mencintaimu Indah
sementara sebuah koper kecil terbentang di atas
tempat tidur. Di atas meja terdapat setumpuk kertas
yang baru diterima Keisha dari Indra kurang dari tiga
jam lalu.
Mama masuk, kemudian duduk di tempat tidur
Keisha. Selama beberapa saat ia hanya memperhatikan
kesibukan Keisha. Masih terbayang jelas di mata
Mama tentang Keisha kecil yang mengatakan ingin
menjadi wartawan. Ternyata Keisha bersungguhsungguh dengan ucapannya. Bukan sekadar cita-cita
anak kecil yang gampang berubah haluan.
Keisha bukan anak kecil lagi. Keisha sudah
menjadi gadis dewasa yang mengalami cukup banyak
hal dalam hidupnya.
Kalau saja dulu cita-cita sebagai wartawan tak
pernah diusulkan ke hadapan Keisha, masihkah ia
akan menjadi seorang wartawan? Ataukah mungkin
memang sudah begini jalan hidupnya?
"Jadi berangkat besok, Kei?" tanya Mama setelah
cukup lama hanya menjadi seorang pengamat.
"Jadi, Ma."
"Hati-hati, Kei," ujar Mama menasihati.
"Ya, Ma."
"Bukan tidak mungkin ada pihak-pihak yang tidak
suka kegiatannya disorot pers. Apalagi kalau kegiatan
itu melenceng dari hukum dan norma-norma," ujar
Mama.
"Ya, Ma," sahut Keisha lagi tanpa menghentikan
kesibukannya berkemas-kemas.
Bila Mencintaimu Indah
"Sejak kejadian yang menimpa Eggy, Mama selalu
khawatir kalau kamu bepergian ke luar kota atau se?
dang meliput suatu berita yang mungkin bisa mem?
bahayakan kamu," tutur Mama dengan nada khawa?
tir. Kekhawatiran seorang ibu yang tak pudar ditelan
waktu.
Kegiatan Keisha berhenti sejenak ketika mendengar
nama Eggy disebut. Saat berikutnya ia sudah kembali
dengan kesibukannya.
"...bahkan lebih cemas dibandingkan dulu, saat
kamu baru lulus SMA dan Mama harus melepas kamu
ke Amerika," lanjut Mama.
"Tenanglah, Ma. Kei bisa jaga diri, kok."
"Semua orang pasti akan mengatakan begitu. Tapi
lihat apa yang terjadi pada Eggy!"
Keisha berhenti berkemas, lalu duduk di sebelah
Mama. Lihatlah, Gy. Mama juga merasakan kehilangan
yang sama. Gy, semua orang merasa kehilangan kamu.
Semua orang menyayangi kamu. Kecuali orang-orang
keji berdarah dingin itu.
"Eggy itu anak baik. Kenapa harus mengalami
nasib seperti itu?" ucap Mama lirih.
Keisha tak bisa menjawab. Pertanyaan yang sama
juga selalu bergaung di benaknya, di hatinya.
"Mama bahkan pernah berangan-angan Eggy akan
menjadi bagian dari keluarga kita. Menjadi menantu
Mama...."
Bila Mencintaimu Indah Karya Triani Retno A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Keisha menelan ludah. Mama.... "Ma, Eggy pasti
sedang melakukan sesuatu yang benar ketika ia me?
ninggal. Eggy selalu ingin mengatakan yang benar itu
benar," ujar Keisha lirih.
Bila Mencintaimu Indah
"Kamu juga, Kei?"
Keisha terdiam, tak menjawab. Tatapannya tertuju
pada dinding kamar. "Sekarang Eggy memang sudah
meninggal, Ma. Tapi kebenaran itu tidak ikut terkubur
dengannya," kata Keisha pelan. Air matanya sudah
mendesak ingin keluar lagi.
Dua perempuan berbeda generasi itu berdiam
diri.
Mama menghela napas. "Ya. Tapi Mama minta
sekali, Kei. Jaga diri kamu baik-baik. Hanya kamu
anak Mama dan Papa."
Hati Keisha tersentuh melihat kekhawatiran
ibunya. "Ya, Ma. Kei janji. Tidak akan ada apa-apa."
Mama tersenyum, mengusir mendung tipis di
wajahnya. "Andy tahu kamu akan pergi besok?"
"Tahu, Ma."
"Kamu serius dengan Andy, Kei?"
Keisha menggeleng. "Andy cuma teman ngobrol,
Ma."
"Hanya itu?" tanya Mama.
"Ya. Itu saja. Nggak ada yang spesial."
"Andy tahu itu?"
"Ya, Ma. Kei sudah bilang itu sama dia."
Mama memeluk Keisha. "Mama percaya, kamu
sudah bisa berpikir dewasa, Kei."
Keisha menghela napas berat. Pandangannya ter?
tumbuk pada sebuah cincin perak yang tersemat di
jari manisnya.
*****
Bila Mencintaimu Indah
Trafficking
elum lama berselang tersiar berita tentang
perdagangan anak. Bocah-bocah perempuan
di bawah umur dikumpulkan di suatu tempat
lalu dikirim ke berbagai tempat tujuan. Untuk apa lagi
kalau bukan untuk dijadikan pekerja seks, baik secara
terang-terangan maupun berkedok seribu wajah.
Kebanyakan dijanjikan pekerjaan sebagai pem?
bantu rumah tangga atau pelayan di rumah makan.
Iming-iming gajinya menggiurkan, bisa mencapai
kisaran lima hingga enam juta rupiah per bulan. Jum?
lah yang sangat banyak bagi anak-anak perempuan
yang masih hijau, tak berpengalaman, tak mempunyai
bekal pendidikan memadai dan hampir semuanya be?
rasal dari masyarakat kelas ekonomi bawah.
Tak sedikit pun terlintas di benak mereka bagaima?
na mungkin mengumpulkan rupiah sebanyak itu tan?
pa kemampuan apa-apa. Tanpa bekal pendidikan dan
keterampilan yang memadai. Gambaran tentang uang
itu telah membius mereka. Membius keluarga me??reka.
Melambungkan angan-angan untuk dapat keluar dari
kemiskinan yang kian mencekik.
Bila Mencintaimu Indah
Maka berangkatlah anak-anak perempuan nan
lugu itu dari kampung halaman mereka dengan
harapan dapat meningkatkan taraf hidup keluarga.
Dapat membantu orangtua.
Sesampai di tempat tujuan, serigala segera melepas
topeng dan pakaian bulu dombanya. Tampaklah
wajah asli sang serigala. Seringai sang serigala penuh
kemenangan ketika melihat anak-anak domba lugu
yang berada dalam kurungan yang kokoh.
Saat itu, sudah terlambat untuk berlari. Sudah
tak ada lagi jalan untuk pergi. Semua pintu sudah
terkunci.
Mereka, anak-anak itu, adalah komoditas yang
menggiurkan. Tak perlu banyak modal untuk dapat
memperoleh keuntungan besar dari mereka.
Yang terlibat dalam perdagangan manusia ini pun
tak sedikit. Dari calo yang bergerilya di kampungkampung hingga oknum aparat yang melicinkan jalan
untuk berangkat ke luar negeri.
Konon, banyak orang tergiur melakukan pekerjaan
ini karena mendatangkan untung besar tanpa
mengeluarkan banyak modal.
Perdagangan manusia memang bukan kasus baru.
Menurut laporan Global Watch Against Child Labour,
setiap tahun 700.000 hingga 1.000.000 anak menjadi
korban perdagangan di seluruh dunia.1
Indonesia yang jumlah penduduknya semakin
menyemut termasuk ke dalam negara yang mendapat
sorotan internasional karena kasus trafficking ini.
1. Suara Pembaruan, 16 Desember 2007. Perdagangan Anak Meng??
khawatirkan.
Bila Mencintaimu Indah
Bayi-bayi tak berdosa yang baru lahir langsung
diperjualbelikan. Anak-anak perempuan dibujuk, di
rayu, bahkan diculik untuk kemudian dijual. Yang
sangat memprihatinkan, dalam beberapa kasus justru
orangtua yang menjual anak kandungnya sendiri.
Memproduksi anak seperti memproduksi barang
dagangan saja. Rahim perempuan pun dijadikan tak
lebih sebagai sebuah mesin produksi. Seperti kasus
Yayasan Ibu Sury di Bekasi yang terungkap beberapa
tahun silam. Sudah 300 anak dijual oleh yayasan
ini dalam kurun waktu sekitar 20 tahun ke Jerman,
Belanda dan Malaysia. Harga jualnya sekitar Rp25
juta per bayi.2
Terungkapnya kasus Yayasan Ibu Sury ini tak
lantas mematikan aksi perdagangan bayi dan anakanak. Di tempat-tempat lain, modus serupa terus
bermunculan.
Untuk kasus trafficking seperti itulah Keisha pergi
kali ini.
Semangat Keisha meluap-luap.
*******
Andy menyalakan TV di ruang kerjanya, menunggu
pemunculan Keisha. Itu pun kalau ada.
Sudah tiga hari Keisha pergi. Berarti, sudah selama
itu pula mereka tak bertemu. Sedangkan pertemuan
yang terakhir kalinya pun tak dapat dikatakan
menyenangkan.
2. Gatra Nomor 3 Beredar Senin, 28 November 2005. Penjualan Anak:
Tersibak Rintihan Bocah.
Bila Mencintaimu Indah
Sorot mata Keisha menunjukkan kesedihan hati?
nya. Kehilangan Eggy-kah yang menjadi alasan? An?
dai saja Keisha mau ikut ke Jerman, mungkin luka
hati itu bisa terobati. Tetapi, maukah Keisha?
Andy mengalihkan pandangan dari kesibukan lalu
lintas nun di bawahnya ketika mendengar suara yang
ditunggu-tunggunya.
"di sini berlaku hukum pasar. Ada permintaan,
ada penawaran. Apakah para remaja putri yang menjadi
pekerja seks komersial itu benar-benar menyadari apa
yang mereka lakukan?"
Gambar di TV menunjukkan pemandangan
sebuah kota, lengkap dengan aktivitas penduduknya.
Suara Keisha terdengar di latar belakang.
Andy memperhatikan dengan saksama. Be careful,
Kei! Investigasi kamu ini menyerempet bahaya.
Pintu ruang kerja Andy terbuka perlahan. Siska
masuk dan melihat Andy mematung di depan TV.
Suara yang terdengar dari TV itu tak asing bagi Siska.
Wajahnya apalagi.
Gadis yang beruntung, pikir Siska. Tahukah gadis
itu betapa beruntungnya dia? Seandainya saja gadis itu
adalah aku. "Pak Andy ."
Andy menoleh, menemukan Siska berdiri di dekat
pintu.
"Ah, Siska. Ada apa?"
"Ada Pak Reynold, Pak. Dia ingin bertemu Bapak
tetapi tidak ada perjanjian sebelumnya."
"Reynold?"
"Ya, Pak."
Bila Mencintaimu Indah
"Oke. Saya terima sebentar lagi," ujar Andy.
"Baik, Pak."
"Sis," panggil Andy menghentikan langkah Siska
yang hendak ke luar dari ruangannya.
"Ya, Pak?"
"Surat-surat saya sudah beres semuanya?" tanya
Andy.
"Sudah, Pak," sahut Siska. Ia diam sejenak, menelan
ludah. "Bapak benar akan kembali ke Jerman?" tanya
Siska.
"Benar."
"Saya em kami akan merasa kehilangan
Bapak," kata Siska, berusaha menyembunyikan pe?
rasaannya.
"Don?t worry. Kalian akan mendapatkan peng?ganti
yang lebih baik daripada saya."
Siska diam. Bukan. Bukan itu!
******
Di sebuah ruangan, empat orang laki-laki sedang
menyaksikan berita siang di B-TV dengan saksama.
"berapa banyak lagi anak bangsa yang akan
kehilangan masa depannya karena ulah segelintir
orang? Adalah tugas kita semua untuk menyelamatkan
masa depan mereka. Keisha Damayanti, Andhika
Irawan, B-TV."
TV dimatikan.
Hening sejenak.
Bila Mencintaimu Indah
"Semakin lama mereka semakin menjengkelkan.
Mengais di sana-sini seperti anjing. Bereskan me?
reka!"
*****
Bila Mencintaimu Indah Karya Triani Retno A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Di Hotel Angsana Raya, Keisha dan Andhika sedang
minum kopi sambil menunggu sarapan tiba.
Keisha membaca catatannya. "Yang dikatakan Pak
Ismail kemarin itu menarik, lho, Dhik."
"Yang mana, Kei?"
"Itu, lho. Negeri ini, bangsa ini, selalu membang?
gakan diri sebagai bangsa yang ramah tamah, religius,
toleran pada sesama, dan sebagainya. Bagaimana bisa
toleran pada sesama tetapi justru banyak anak yang
teraniaya di sini? Itu kan berlawanan. Kalau sama
orang lain bisa toleran, harusnya pada anak sendiri
lebih-lebih lagi, kan? Nyatanya, banyak yang diper?
jualbelikan, tak beda dengan orang memperjualbe?
likan sandal jepit atau permen. Ini kita baru bicara
tentang anak yang diperdagangkan, Dhik, belum
tentang anak-anak yang dianiaya oleh orangtuanya,"
tutur Keita.
"Tapi dalam kasus kita kali ini, tak selalu orangtua
yang menjual anak, Kei. Ada yang dijual oleh pacar
atau suami. Ada yang ditipu oleh para calo perdagang?
an manusia," tambah Andhika.
"Ya," sahut Keisha.
"Ironis," komentar Andhika.
Bila Mencintaimu Indah
Keisha terdiam. Teringat ketika meliput kasus
dua anak yang disiksa oleh ayah kandungnya sendiri
?dibakar hidup-hidup. Seorang meninggal akibat
luka bakar yang dideritanya mencapai sembilan puluh
persen. Seorang berhasil melewati masa kritis namun
cacat seumur hidup. Belum lagi luka batin yang entah
kapan akan terobati.
"Padahal katanya, induk harimau tak akan
memakan anaknya sendiri. Ternyata manusia bisa
lebih tega daripada induk harimau," tutur Andhika.
Keisha menarik napas panjang. "Islam meng?
anjurkan para ibu untuk menyusui anak mereka
hingga usia dua tahun," ujar Keisha.
"Pasti ada alasannya, kan?"
Keisha mengangguk. "Penelitian membuktikan
bahwa air susu ibu yang diberikan secara eksklusif
mampu melindungi tubuh anak dari berbagai penyakit
kronis. Ternyata dalam air susu ibu ada zat kekebalan
yang dapat meningkatkan daya tahan anak terhadap
penyakit. Bayi yang diberi ASI nggak cuma lebih sehat
dan lebih kuat, tapi juga lebih cerdas. Secara emosional,
bayi-bayi yang mendapat ASI juga lebih dekat dengan
ibu mereka. Susu-susu bayi yang diklaim plus ini dan
itu sebenarnya menyontek formula yang ada dalam
ASI. Tetap saja, sontekannya tak bisa sebagus aslinya.
Ini juga yang mendorong gerakan inisiasi menyusui
dini semakin digalakkan."
"Kalau nanti kamu punya bayi, jangan lupa kasih
ASI sampai dua tahun, Kei," komentar Andhika
sambil tersenyum.
Bila Mencintaimu Indah
Keisha ikut tersenyum. "Ya. Tapi sebelumnya, aku
harus bertemu dengan calon ayahnya."
"Haha."
Keisha tersenyum. Calon ayah. Calon kuat
sudah pergi jauh. Dia sudah menyeberang ke dunia
lain dan tak akan kembali. Calon lain? Mungkin
butuh audisi yang memakan banyak waktu untuk
menemukan calon pengganti. Itu pun kalau ada.
"Kata orangtua dulu, banyak anak banyak rezeki,"
ujar Andhika mengembalikan kesadaran Keisha.
"Ya. Kemarin Pak Ismail juga mengatakan itu.
Setiap anak punya rezeki masing-masing. Makanya
agama Islam melarang umatnya membunuh anakanak mereka karena takut miskin. Semua anak
sudah mempunyai rezeki masing-masing. Nyatanya
sekarang, banyak orangtua membunuh anak mereka
karena takut tak bisa menafkahi. Banyak orangtua
menjual anak mereka karena alasan ekonomi." Keisha
menghela napas panjang.
"Yang seperti ini bisa disebut sebagai durhaka
orangtua pada anak atau tidak, Kei?" tanya Andhika.
Keisha menatap Andhika. "Hei! Bagus itu, Dhik,"
ujar Keisha.
"Apa?" Andhika mengerutkan kening.
"Durhaka orangtua pada anak. Kita, kan, selalu
dicekoki dengan pemahaman durhaka anak pada
orangtua. Dari kecil kita didoktrin bahwa anak yang
membangkang, yang melawan orangtua, berkata dan
berlaku kasar pada orangtua adalah anak durhaka.
Jarang sekali ada yang membahas kebalikannya. Ba?
Bila Mencintaimu Indah
gaimana jika orangtua yang melakukan semua per?
buatan buruk itu pada anaknya?"
Seorang pelayan datang mengantarkan nasi
goreng yang mereka pesan. Aroma wangi yang hangat
langsung menyergap penciuman.
"Pak Leo mana, nih?" tanya Andhika. "Dia sudah
datang, kan?"
"Harusnya sudah. Kemarin aku minta dia datang
ke sini pukul setengah tujuh pagi," sahut Andhika.
"Biar sekalian sarapan di sini."
"Telepon Pak Leo, Dhik. Kasihan, nih, nasi
goreng kalau keburu dingin," kata Keisha. "Nanti
kelezatannya turun beberapa level."
Andhika tertawa kecil. "Oke."
Keisha menyimpan buku catatannya. Sudah
banyak hal yang mereka yang peroleh. Lusa mereka
akan kembali ke Jakarta.
"Hari ini kita ke mana, Kei?" tanya Andhika setelah
menelepon Pak Leo.
"Sesuai rencana, Dhik. Kita wawancara dengan
Pak Andono. Setelah itu kita Pak Ismail lagi. Masih
ada yang mau aku tanyakan."
"Soal durhaka orangtua pada anak?"
"Ya."
"Oke."
Beberapa meja dari tempat Keisha dan Andhika
berada, dua orang lelaki memperhatikan mereka.
*****
Bila Mencintaimu Indah
Jalan raya belum terlalu ramai ketika Keisha dan
Andhika memulai aktivitas mereka hari itu. Pak
Leo bersiul-siul sambil mengemudikan mobil. Di
belakangnya, Keisha dan Andhika mengobrol santai.
"Masih suka Kenny G, Kei?" tanya Andhika.
"Masih."
"Mau dengar pagi-pagi gini, biar lebih se?mangat?"
tawar Andhika berbaik hati.
Keisha menolak. "Nggak, deh."
"Kenapa?"
"Terlalu mello untuk pagi hari seperti ini. Lebih
baik dengar lagu yang lebih bersemangat," ucap
Keisha.
"Seperti?"
Keisha memicingkan mata sejenak lalu mulai
bersenandung. "Maaaju tak gentaaar membeeela
yang benaaar. Maaaju tak gentaaar hak kiiita
diseraaang."
Andhika dan Pak Leo tertawa.
"Beneran, lho," kata Keisha. "Kalau kerja seperti
kita begini benar-benar harus punya semangat maju
tak gentar."
"Apalagi kalau nyetir mobil, Mbak," timpal Pak
Leo. "Kalau nggak maju-maju berarti mogok dan
harus didorong...."
Keisha tertawa. Ponselnya berbunyi, menandakan
ada SMS yang masuk. Keisha mengambil ponselnya.
Harry Nasution.
"Pagi, Kei. Masih di Sby?"
Bila Mencintaimu Indah
Jari-jemari Keisha bergerak cepat mengetik ba?
lasan. Pagi, Har. Masih. Lusa balik ke Jkt. Kamu di
mana?
"Bali. Kau baik-baik saja, kan?"
Keisha tak segera membalas. Kau baik-baik saja,
kan? Ia tercenung. Sejak kasus Eggy, Harry semakin
memperhatikannya. Harry yang selalu to the point
dan apa adanya itu tak pernah menutup-nutupi
perhatiannya pada Keisha. Harry tak melimpahinya
dengan perhatian, tetapi ia ada ketika Keisha butuh
teman bicara dan tempat bersandar.
Kau baik-baik saja, kan?
Baik, Har ? Aku akan jaga diri baik2, balas Keisha
akhirnya.
"Harus. Aku tak mau terjadi apa2 sama kau."
Keisha tersenyum. Kamu juga. Jaga diri baik2 ?.
Tak ada balasan lagi dari Harry. Jadi, Keisha
kembali menyimpan ponselnya di dalam tas.
"Ehm! Senyum-senyum pada ponsel di pagi hari
pasti Andy," goda Andhika.
"Sok tau! Itu Harry, bukan Andy."
"Oh, hehehe. Gimana kabarnya si Andy, Kei?"
tanya Andhika.
"Baik. Masih bule seperti biasanya," sahut Keisha
enteng.
"Haha."
"Tidak mungkin dia berubah menjadi bukan bule,
Dhik. Dia kan bukan Power Rangers."
Bila Mencintaimu Indah
"Bukan itu, Kei. Maksudku, kapan peres?mian?
nya?"
Keisha melirik. "Peresmian apa? Jembatan?"
Andhika tertawa lagi. "Peresmian jembatan itu biar
jadi urusan pejabat negara. Kita nggak usah ngurusin,
kecuali kalau disuruh meliput jembatan yang ambruk
tepat ketika sedang diresmikan," kata Andhika.
Keisha meringis.
Bila Mencintaimu Indah Karya Triani Retno A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Peresmian hubungan kamu dan Andy, Kei."
"Aku sama Andy cuma teman."
"Yang benar?" selidik Andhika.
"Sangat benar."
"Kalian bukannya sudah jadian?"
"Jadi teman, ya. Jadi kekasih, kalau itu maksud
kamu, tidak," sahut Keisha saklek.
"Oooh."
"So, berhentilah menjadi mak comblang, Dhik.
Kalau mau jadi mak comblang, kamu buka biro jodoh
saja. Buka fanspage di Facebook soal perjodohan ini.
Pasti banyak yang tertarik," kata Keisha.
Andhika meringis.
"Tapi sebelumnya, kamu cari jodoh aja dulu buat
dirimu sendiri," sindir Keisha. "Sendirinya masih
jomblo kok berani-beraninya ngejodoh-jodohin orang
lain."
Andhika tergelak. "Kenapa hanya sebatas teman,
Kei? Andy itu benar-benar suka sama kamu."
"Aku nggak ada hati sama dia," ujar Keisha datar.
"Atau karena, hm Harry?"
Bila Mencintaimu Indah
Keisha mengerling kesal.
"Belakangan ini kulihat Harry sangat mem?
perhatikan kamu, Kei. Seperti sekarang," Andhika
tersenyum. "Aku yakin seribu persen, SMS tadi pasti
bukan soal pekerjaan."
"Andhikaaa!"
"Kalau orang Jawa bilang, Kei, witing tresno jalaran
soko kulino. Cinta bisa datang karena sering bertemu.
Sekarang memang belum ada hati tapi lama-kelamaan
bisa sampai juga ke pelaminan."
"Please, deh, Dhik."
Ciiit...!!!
Kata-kata Keisha terputus. Secara mendadak Pak
Leo mengerem laju kendaraan.
"Aw...!"
"Ada apa, Pak Leo?" tanya Andhika.
Pak Leo tak menjawab. Matanya menatap tegang
ke depan. Sebuah mobil jip menghadang perjalanan
mereka di tempat yang sepi. Tiga orang lelaki berbadan
kekar yang mengenakan penutup wajah seperti ninja
turun dari mobil dan menghampiri mereka.
"Apa lagi maunya ini?" desis Pak Leo.
Andhika membuka pintu mobil.
"Dhika, jangan...."
Andhika sudah terlanjur keluar dari mobil.
Langkah yang keliru.
"Hei, Bung!"
Sebuah tinju langsung membalas seruan Andhika
hingga membuatnya sempoyongan.
Keisha terpekik. "Dhika!" jeritnya.
Bila Mencintaimu Indah
Dua orang lainnya membuka pintu mobil secara
paksa. "Turun!" Dengan kasar mereka menarik Keisha
dan Pak Leo keluar dari mobil.
"Siapa kalian? Apa mau kalian dari kami?" tanya
Keisha berusaha menutupi rasa takutnya.
"Jangan banyak bicara, Nona Keisha!"
Keisha tertegun mendengar lelaki itu menyebut
namanya. Belum habis keheranan Keisha, laki-laki
itu memepet Keisha ke bodi mobil. Detik itu juga
naluri pertahanan diri Keisha muncul. Ini bukan
perampokan. Ini pasti sudah terencana! Mereka memang
mengincarku dan Andhika.
Sekuat tenaga lutut Keisha menendang selang?
kang?an penyerangnya itu lalu berusaha lari. "TO?
LOOONG! TOLOOONG!" teriak Keisha.
Malang, jalanan itu sedang sangat lengang. Tak
seorang pun melintas. Di kiri kanan jalan tak terlihat
rumah penduduk. Jalanan itu benar-benar sepi. Hanya
batang-batang padi yang berdiri diam di hamparan
berwarna hijau di kedua sisi jalan
"TOLOOONG!" Keisha terus berteriak sambil
berlari sekuat tenaga. Namun, dengan cepat Keisha
tertangkap kembali.
Sebuah pukulan keras mendarat di wajahnya.
Darah mengalir dari sudut bibir Keisha. Ia ter?
huyung-huyung. Pandangannya berkunang-kunang.
Dengan sisa-sisa tenaga, Keisha berusaha me?
lawan. Mencakar dengan kuku-kukunya yang selalu
terpotong pendek. Meninju wajah lelaki yang me?
nyerangnya. Melakukan apa saja selain menyerah.
Bila Mencintaimu Indah
Akan tetapi, sia-sia saja Keisha melawan. Pukulan
demi pukulan mendarat di tubuhnya. Rasa sakit tak
tertahankan lagi oleh Keisha.
"Ini peringatan untuk kalian supaya tidak
mencampuri urusan orang lain!" kata laki-laki itu
dengan suara kejam. Tubuh Keisha yang sudah tak
berdaya didorongnya hingga terjatuh ke aspal jalan
yang keras.
Darah mengalir dari kening Keisha.
Pandangan Keisha gelap. Hitam.
*****
Bila Mencintaimu Indah
Kritis!
Pak Irvan tergopoh-gopoh memasuki Rumah
Sakit Mitra Sehat. Langkah-langkahnya ber?
tambah cepat saat menyusuri lorong-lorong
rumah sakit. Langkahnya baru terhenti di depan
ruang ICU.
Dillihatnya Harry bersandar di tembok dengan
wajah muram. Beberapa langkah dari Harry, sepasang
suami istri duduk di bangku panjang dengan wajah
sangat cemas.
"Har!" sapa Pak Irvan.
Harry menoleh. "Pak Irvan."
"Bagaimana Keisha?"
"Parah," sahut Harry pendek.
"Separah apa?"
Harry tak bisa menjawab. Ia tak punya kata lain
untuk menggambarkan kondisi Keisha saat itu.
"Sudah sadar?"
"Belum."
"Dhika dan Pak Leo?"
Wajah Harry makin keruh. "Lebih parah lagi."
Pak Irvan menatap Harry sejenak, lalu melangkah
mendekati ruangan tempat Keisha berada. Ia meng?
Bila Mencintaimu Indah
intip ke dalam. Sesaat Pak Irvan merasa asing melihat
sosok yang tergolek tak berdaya di kamar itu. "Astaga!
Itu Keisha?" batinnya terkejut.
Perban putih bernoda darah membebat kepala
Keisha. Wajahnya memar. Selang-selang berseliweran
di tubuhnya.
"Bagaimana kejadiannya, Har?" tanya Pak Irvan,
kembali pada Harry.
"Sejauh yang saya tahu, Keisha, Andhika dan sopir
mereka, Pak Leo, dihajar oleh sekelompok orang
yang tidak menyukai investigasi mereka. Penduduk
menemukan mereka terkapar di jalan dalam kondisi
tidak sadar dan babak belur," jelas Harry. "Kamera
yang dibawa Dhika rusak. Rekamannya hilang. Ponsel
Keisha dan Andhika juga dirusak."
Pak Irvan memegangi kepalanya dengan kedua
belah tangan.
"Perkaranya sudah ditangani polisi. Ini jelasjelas bukan perampokan," kata Harry. "Kalau hanya
perampokan biasa, tak perlu menghancurkan kamera
televisi. Ini pasti berhubungan dengan investigasi
mereka."
Pak Irvan tak menanggapi.
Harry tahu Pak Irvan yang menugaskan Keisha
dan Andhika mengejar berita itu. Tentu saja tak bisa
membebankan kesalahan pada Pak Irvan. Kalau tahu
kejadiannya bakal begini, tentu mereka tak akan
diturunkan ke sana.
Lagi pula, hal itu bisa terjadi pada siapa saja, kapan
saja, di mana saja. Ini bukan tindak kekerasan pertama
Bila Mencintaimu Indah
yang menimpa wartawan. Sayangnya masih saja
terjadi. Masih ada saja wartawan yang diperlakukan
kasar saat sedang bertugas. Jangankan preman, pejabat
saja sering bertindak kasar pada wartawan.
Keisha dan Andhika telah menambah panjang
daftar wartawan yang menjadi korban kekerasan di
Indonesia.
Fuad Muhammad Syafruddin alias Udin wartawan
Bernas meninggal dunia di Yogyakarta, menyisakan
tanda tanya besar yang tak kunjung tuntas terjawab.
Ersa Siregar dan Ferry Santoro, wartawan RCTI
Jakarta, sempat disekap di Nanggroe Aceh Darussalam.
Ersa Siregar kemudian tewas tertembak menjelang
dibebaskan dari penyekapan.
Di Bandung, seorang wartawan dipukuli saat
sedang bertugas.
Di Bali, seorang wartawan tewas setelah dianiaya
oleh sekelompok orang yang tak suka dengan berita
yang ia angkat.
Di Sumatra Utara, seorang wartawan di?culik.
Di Sumatra Barat, seorang wartawan dihajar
hingga babak belur ketika sedang meliput.
Belum terhitung wartawan yang diteror, di?ancam,
dilecehkan, direndahkan secara seksual, dihina....
Mengapa harus terjadi juga pada Keisha?
Harry menghela napas berat. Dadanya sesak.
Sebenarnya Harry hanya singgah di Surabaya
dalam perjalanan pulangnya dari Bali. Tadinya ia ingin
memberi kejutan pada Keisha. Namun, di Surabaya ia
justru mendapat kabar tentang wartawan B-TV yang
ditemukan sekarat oleh penduduk desa.
Bila Mencintaimu Indah Karya Triani Retno A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bila Mencintaimu Indah
Kabar itu langsung membuat perasaan Harry tak
enak. Ia hanya ingat satu nama ketika itu. Keisha!
Keisha sedang memburu berita di Surabaya.
Berkali-kali Harry mencoba menelepon Keisha
dan Andhika, tapi tak berhasil.
Tubuh Harry lemas ketika akhirnya mendengar
informasi dari polisi bahwa kedua wartawan B-TV itu
adalah Andhika Irawan dan Keisha Damayanti. Setelah
itu, ia segera meluncur ke rumah sakit. Kecemasannya
menggunung. Keisha! Kenapa harus Keisha?
"Itu orangtua Keisha?" Pak Irvan melirik sepasang
orangtua yang duduk diam. Jari-jemari sang istri tak
lepas dari seuntai tasbih kecil.
Harry mengangkat wajah. "Ya," sahutnya pen?dek.
Ia kembali terpekur.
Sudah dua hari berlalu. Tak ada kemajuan yang
dicapai oleh Keisha. Gadis itu masih belum siuman.
Detak jantungnya pun masih sangat lemah. Menurut
dokter, Keisha bisa selamat jika berhasil melewati
masa kritisnya.
Kalau bisa. Kalau tidak bisa?
Dada Harry semakin sesak. Haruskah semua
berakhir begini? Ayo bangun, Cantik! Mana semangat
hidup kau! Bangun, Keisha! Bangun! Masa kau mau
menyerah begitu saja?
Derap langkah tergesa menyadarkan Harry. Jan?
tung?nya terasa berhenti berdetak ketika melihat rom?
bongan dokter dan perawat menyerbu memasuki
kamar Keisha.
Bila Mencintaimu Indah
Harry bergerak mendekat, mencoba untuk me?
ngetahui apa yang membuat para dokter dan perawat
itu begitu terburu-buru. Apa yang terjadi? Ada apa
dengan Keisha?
Harry makin gelisah. Ya Tuhan, tolonglah
selamatkan Keisha.
"Kenapa, Dok?"
Tak ada yang sempat menjawab pertanyaan itu.
Mereka diburu waktu. Keisha semakin kritis.
Denyut jantungnya menghilang.
*****
Tasbih kecil di tangan Bu Hamid terputus. Butiranbutiran kecil berwarna putih berhamburan di lantai.
Harry tercekat melihat kejadian itu. Tasbih...
Keisha.... Pertanda apakah ini?
Bu Hamid mendekap butiran tasbih yang tersisa di
tangannya. "Ya Allah, Engkaulah penguasa kehidupan
ini. Di tangan-Mu hidup dan mati kami. Engkau
Maha Penyembuh. Engkau sebaik-baiknya pelindung.
Ya Allah, hamba mohon perlindungan-Mu atas anak
hamba, Keisha. Janganlah Engkau berikan ia beban
yang tak akan sanggup ia tanggung. Bila memang
belum waktunya bagi Keisha untuk menghadapMu, sembuhkanlah Keisha. Engkau Mahatahu, ya
Allah. Jadikanlah hati kami berserah diri pada-Mu.
Jadikanlah kami ikhlas pada takdir-Mu. Tidak ada
daya dan upaya selain dengan kehendak-Mu."
Bila Mencintaimu Indah
Mata Harry memanas menyaksikan kepasrahan
Bu Hamid. Melihat air mata yang membasahi wajah
perempuan yang telah melahirkan dan membesarkan
Keisha. Mendengar doa-doa yang terucap dari bibir
yang gemetar.
Doa dari hati seorang ibu.
Doa yang lahir dari sebuah kepasrahan.
Doa-doa yang menembus pintu-pintu langit.
*****
Dada Harry bagaikan meledak dalam kebahagiaan
ketika mendengar Keisha berhasil melewati masa
kritisnya.
Keisha akan sembuh.
Keisha akan sembuh! Welcome back, Kei.
*****
Segera setelah kondisi mereka memungkinkan, Keisha
dan Andhika dipindahkan ke Jakarta. Selain untuk
mempermudah perawatan, juga untuk menghindari
hal-hal yang tidak diinginkan.
Setiap ada waktu luang, Harry selalu menjenguk
Keisha di rumah sakit.
Harry tak mengingkari, ia sedih ketika melihat
Keisha berduka atas kematian Eggy. Ia ingin awan duka
itu segera menyingkir dari wajah Keisha, menghilang
selama-lamanya dari hidup Keisha. Ia ingin selalu
melihat senyum Keisha, senyum tanpa kepedihan.
Bila Mencintaimu Indah
Harry tersenyum sendiri ketika ingat pikirannya
beberapa bulan lalu, ketika mereka makan bersama
di kantin kantor. Cantik-cantik tapi makannya rakus.
Bukan gadis macam ini yang nanti jadi ibu dari anakanakku. Ah. Dia tak rakus. Hanya lapar sekaligus
harus bergegas karena tugas sudah menanti.
Kematian Eggy, lalu penganiayaan yang dialami
Keisha ini menyebabkan Harry merasa lebih dekat
dengan Keisha. Merasa ingin selalu melindungi Keisha.
Merasa tak tega melihat Keisha disakiti. Merasa nye?
ri ketika melihat Keisha berjuang mempertahankan
selembar nyawanya agar dapat tetap hidup.
"Masih sakit, Kei?" tanya Harry.
Keisha meringis. "Mau merasakan sendiri?"
"Terima kasih," tolak Harry sopan. "Tak usah
repot-repot."
Keisha tersenyum lemah. "Thanks ya, Har, mau
sering-sering datang ke sini."
"Sama-sama," sahut Harry. Ia diam sejenak. "Mana
pacar kau, Kei? Tak datang menjenguk dia?"
"Pacar?" tanya Keisha.
"Si bule Jerman."
"Dia bukan pacarku."
Harry bersorak dalam hati. "Jadi, yang mana
pacarmu?"
Keisha menggeleng. "Tidak ada."
"Wah!"
"Kenapa?"
"Jomblo!" ledek Harry.
Bila Mencintaimu Indah
Keisha tersenyum tipis. Kepalanya masih terasa
sakit. Berdenyut-denyut nyeri.
Harry mengamati Keisha. Tentu saja Keisha tak
punya pacar. Bukankah Keisha baru saja berkabung
karena meninggalnya Eggy?
"Kei, setelah sembuh nanti, kau ingin pindah ke
liputan lain em yang tidak berisiko tinggi seperti
ini?" tanya Harry hati-hati. Harry tak tahu, apakah ini
saat yang tepat untuk membicarakan hal seperti itu.
Harry hanya ingin menemani Keisha. Berbicara apa
saja dengan gadis itu. Berlama-lama dengannya.
Keisha menatap Harry dan balas bertanya,
"Kenapa?"
"Kau tidak takut?" tanya Harry.
"Entahlah." Keisha diam, memejamkan mata.
Nyeri di kepalanya berdenyut-denyut lagi. Perlahan ia
membuka mata, menatap Harry. "Kamu sendiri?"
Harry menatap langit-langit ruangan yang
berwarna putih bersih. Teringat pada rasa mual yang
sering dialaminya jika melihat kematian dan kekerasan
dalam tugasnya. Jika melihat darah yang berceceran,
luka yang menganga, usus yang terburai, wajah yang
rusak dan tak dapat dikenali lagi, bahkan kadangkadang tubuh yang terpotong-potong, seperti....
"Kadang-kadang," kata Harry mengaku.
"Lalu?"
"Setiap kali merasa takut dan mual, aku selalu ber?
niat pindah. Jadi wartawan infotainment pasti lebih
enak. Siapa yang tak mau nge-date dengan Asmi?
randah atau Michelle Ziudith? Lebih nyaman, lebih
Bila Mencintaimu Indah
wangi dan yang terpenting mereka hidup," Harry
tersenyum.
"Kenapa tidak jadi?"
"Penasaran. Rasa ingin tahu selalu menarik aku
untuk kembali menekuni pekerjaan ini."
"Oh."
Harry menatap Keisha. "Tapi beberapa kejadian
belakangan ini memaksaku untuk berpikir ulang."
Keisha diam mendengarkan.
"Mau minum, Kei?"
Keisha mengangguk. Harry mengambilkan
gelas berisi air putih dan sebatang sedotan, lalu
menyodorkannya pada Keisha.
"Thanks."
Harry memperhatikan Keisha yang sedang
menyedot minuman. Sangat berhati-hati. Sangat
perlahan. Jauh berbeda dengan Keisha yang selalu
energik di hari-hari kemarin.
"Waktu kecil cita-citamu apa, Har?" tanya Keisha
setelah mengembalikan gelas minumnya pada Harry.
"Jadi detektif."
"Apa?" tanya Keisha.
"Detektif," ulang Harry.
Keisha tersenyum kecil.
"Kau tanyalah padaku tentang semua tokoh
detektif dalam buku cerita dan film. Aku pasti tahu.
Aku hafal semua jalan ceritanya. Kasusnya, motifnya,
analisisnya... semuanya."
"Tapi kamu malah jadi wartawan," kata Keisha.
Bila Mencintaimu Indah
"Ya. Mungkin sebaiknya aku jadi detektif swasta
saja. Khusus untuk mencari anjing dan kucing yang
hilang."
Lagi-lagi Keisha tersenyum geli.
"Sebenarnya pekerjaanku sekarang masih ber?
hubunganlah dengan pekerjaan detektif. Resmi?nya
memang wartawan, tapi aku juga melakukan peker?
jaan seorang detektif," sela Harry. "Kerjanya double,
Bila Mencintaimu Indah Karya Triani Retno A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
gajinya single."
Keisha tersenyum. Ia senang mendengar Harry
berbicara. Ia merasa aman dan nyaman bersama lelaki
dari Tanah Batak yang telah bertahun-tahun tinggal di
Jakarta ini. Keisha tertegun sendiri. Aman? Nyaman?
Pintu kamar Keisha terbuka.
"Keisha."
"Mama."
Harry berdiri dan menyapa ibu Keisha. "Selamat
sore, Tante."
"Sore. Sudah lama, Har?"
"Lumayan, Tante."
Keisha memandang mamanya dan Harry bergantiganti. "Mama sudah kenal Harry?" tanya Keisha
heran.
Mama tersenyum. "Sudah."
"Kapan?"
"Sejak kamu sedang koma di Surabaya," sahut
Mama.
"Oh."
"Hampir setiap hari, Harry menemani Mama di
sana," ujar Mama.
Bila Mencintaimu Indah
"Iya, Har?"
"Hm... ya."
"Harry banyak membantu Mama dan Papa di
sana. Entah bagaimana kalau Harry tidak ada," ujar
Mama lagi.
Keisha melirik Harry dengan sorot mata bertanya.
Harry tersenyum-senyum. "Ah, kebetulan saja aku
ada di dekat sana waktu peristiwa itu terjadi."
"Memangnya kamu tidak kerja?" tanya Keisha.
"Aku dapat izin khusus dari Pak Irvan," jelas Har?
ry. Tepatnya, ia yang mendesak Pak Irvan agar mem?
berikan izin khusus untuk memantau per?kembangan
Keisha. Tentu saja dengan membawa-bawa nama An?
dhika, Pak Leo, BTV, kebebasan pers, dan entah apa
lagi. Apa saja agar bisa menemani Keisha di Surabaya.
Bagaimana mungkin ia tega meninggalkan gadis yang
tengah dalam kondisi kritis itu? Gadis yang belakang?
an ini mulai mengisi ruang kosong di hatinya.
"Oh."
"Mana bisa aku kerja dengan tenang kalau kau
masih koma begitu," kata Harry lagi.
"Thanks."
"Aaah, itu bukan apa-apa!" ujar Harry.
"Kamu ngomong apa saja dengan Mama?"
"Ada, lah."
"Kamu dan Mama tidak menggosipkan aku, kan?"
selidik Keisha.
Harry tertawa. "Apa yang perlu digosipkan dari
kau?"
"Siapa tahu."
Bila Mencintaimu Indah
"Tahu apa?"
"Kamu kan ingin pindah jadi wartawan info?
tainment. Baru saja kamu bilang begitu," ujar Keisha.
"Jangan sok jadi selebriti!"
"Aku tidak bilang begitu. Kamu saja yang merasa,"
kilah Keisha.
"Memaaang, gara-gara babak-belur begini, kau
sempat ramai diberitakan di mana-mana. Di teve,
di koran tapi belum pantaslah kalau kau disebut
selebriti. Haha...."
Mama tersenyum.
Keisha mencibir. "Jadi kamu bicara apa dengan
Mama?"
"Tidak banyak," jawab Harry. Ia tak segera
melanjutkan kalimatnya. Matanya menatap Keisha
sesaat.
Keisha tertegun. Tatapan itu hanya sekilas tetapi
seperti Eggy. Eggy sering menatap seperti itu. Bukan,
bukan menatap berlama-lama tetapi sinar mata itu.
Debar jantung Keisha mulai tak beraturan. Untung
mesin pemantau detak jantung itu sudah tak terpasang
lagi. Kalau ya, pasti lonjakan detak jantungnya akan
terlihat jelas di sana.
"Aku cuma tanya satu hal, Kei....," ujar Harry.
"Apa?"
"Kapan aku bisa melamar kau," ujar Harry.
"Gombal!" gerutu Keisha.
"Aku serius," ujar Harry lembut. "Kau kenal aku,
Keisha. Aku bukan orang yang suka berbasa-basi."
Keisha terdiam.
Bila Mencintaimu Indah
"Jadi, kapan aku bisa melamar kau, Kei?"
Kata-kata Harry itu membuat wajah Keisha
bersemu merah.
*****
Sore berikutnya, Siska datang menjenguk. Kedua
perempuan itu saling berpandangan sejenak. Mengirangira. Menilai-nilai.
"Selamat sore, Bu Keisha," sapa Siska.
"Selamat sore," sahut Keisha sambil mengamati
Siska. Siapa dia?
Penganiayaan yang baru saja dialaminya mem?
buat Keisha cepat curiga jika bertemu orang yang tak
dikenalnya.
"Saya Siska, sekretaris Pak Andy."
"Oh," Keisha tersenyum.
"Saya turut prihatin atas kejadian yang menimpa
Ibu," ujar Siska.
"Terima kasih."
"Maaf, baru sekarang ini saya bisa menjenguk
Ibu."
"Tidak apa. Terima kasih sudah datang," Keisha
diam sejenak. "Pak Andy sedang keluar?"
"Pak Andy masih di Jerman, Bu."
"Jerman?" ulang Keisha. "Sejak keberangkatan
yang dulu itu?"
"Betul, Bu. Ketika Pak Andy mendengar kecelakaan
yang menimpa Ibu, Pak Andy langsung menyuruh
saya untuk menemui Ibu."
Bila Mencintaimu Indah
Keisha terdiam, merenung-renung. Sudah berapa
lama itu? Sudah berapa lama Andy pergi? Dua minggu?
Sebulan? Atau setahun? Keisha tak bisa mengingat
dengan pasti.
Siska mengamati Keisha. Sedang terbaring babak
belur begini saja masih terlihat menarik. Pantas saja Pak
Andy tertarik, pikir Siska.
"Pak Andy jadi kembali ke Jerman?" tanya
Keisha.
"Sepertinya begitu, Bu," sahut Siska sopan. Setelah
menarik napas dalam-dalam dan menyingkirkan rasa
cemburunya jauh-jauh, ia melanjutkan, "Pak Andy
titip salam untuk Bu Keisha."
Keisha terdiam lagi. Salam? Salam apa? Bukankah
aku sudah mengatakan tidak? Apakah itu belum
cukup?
*****
Bila Mencintaimu Indah
Love is Not Blind
Lebih dari satu bulan Keisha dirawat di rumah
sakit. Setelah keluar dari rumah sakit pun ia
masih harus banyak beristirahat dan rutin
kontrol ke dokter.
Keisha yang terbiasa sibuk ke sana kemari sekarang
dipaksa untuk lebih banyak berdiam di rumah. Harry
tak bisa lagi sering datang, tetapi ia menyapa setiap
hari.
"Aku harus kerja, Kei. Aku sudah kehabisan
alasan untuk tak masuk kantor. Haha. Biarpun
aku tak bisa sering-sering datang, doaku selalu datang
menemani kau."
Keisha menarik napas panjang, lalu mengembus?
kannya pelan-pelan.
"Aku cuma tanya satu hal...."
"Apa?"
"Kapan aku bisa melamar kau?"
Keisha tersenyum tipis. Eggy. Harry. Dua lelaki
yang tak sempat saling mengenal. Dua lelaki yang
Bila Mencintaimu Indah
membuatnya merasa aman dan nyaman. Dua lelaki
yang menyerahkan cinta padanya.
*****
Tak banyak yang dapat dilakukan Keisha di rumah.
Hanya membaca, menonton televisi, browsing di
internet, membalas e-mail dan sapaan di jejaring
sosial, atau sekadar memperhatikan ikan-ikan hias di
akuarium milik Papa.
Keisha tak tahu nama ikan-ikan yang berwarnawarni cantik itu. Memang Papa pernah memberi
tahu, tetapi Keisha tak ingat. Yang Keisha tahu, me?
mandangi gerak-gerik ikan-ikan itu dan mendengar
air bergemericik di sana seperti terapi baginya. Me?
nenangkan pikirannya. Menenteramkan hatinya.
Tenang sekali ikan-ikan itu berenang kian kemari.
Tak ada ikan buas yang akan memangsa. Tak ada
predator. Makanan pun selalu tersedia. Namun,
mereka harus membayar ketenangan itu dengan
hilangnya kebebasan.
Enakkah hidup seperti itu? pikir Keisha.
Seekor ikan menggerakkan siripnya yang indah.
Melenggok anggun, lalu berenang ke sisi lain
akuarium.
Keisha terpana melihatnya. Luar biasa. Indah sekali.
Kalau aku, maukah aku diperlakukan seperti ikan-ikan
itu? Aman terlindung tetapi kehilangan kebebasan?
Tak ada orang yang akan menyakiti aku. Akan selalu
Bila Mencintaimu Indah
ada yang mengurus, merawat dan melindungi aku.
Bukankah enak hidup seperti itu? Aman. Aku....
Seekor ikan berwarna kuning emas menempelkan
Bila Mencintaimu Indah Karya Triani Retno A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mulutnya di kaca akuarium. Mulutnya membuka dan
menutup.
Mata Keisha mengerjap. Tidak! Bukan aku yang
harus dikurung di suatu tempat yang kokoh agar
tak terganggu. Bukan aku yang harus hidup di balik
terali! Penjahat-penjahat itulah yang harus dikurung!
Penjahat-penjahat itulah yang harus dikerangkeng agar
tak berkeliaran mengusik dan menyakiti orang baikbaik. Ya, mereka! Bukan aku!
Bulu kuduk Keisha meremang saat teringat pada
apa yang baru saja dialaminya. Seperti itu jugakah yang
dialami Eggy dulu? Ah, pasti jauh lebih parah. Lebih
menyakitkan. Lebih. Keisha memejamkan mata.
Hatinya teriris perih membayangkan saat-saat akhir
hidup Eggy.
Ya Tuhan. Eggy. Betapa besar sakit yang Eggy
rasakan saat itu. Padahal ini saja sudah sangat sakit. Di
mana orang-orang itu sekarang? Apakah mereka masih
akan mencari dan menghajarku lagi? Apakah mereka
puas hanya sampai di sini? Bagaimana kalau....
"Kei!"
Keisha nyaris terlonjak.
"Maaf. Mama mengejutkan kamu, ya, Kei?" tanya
Mama, tak menyangka Keisha akan terkejut seperti
itu. Padahal Mama sudah bersuara sehalus mungkin.
Mungkin peristiwa penganiayaan itu masih mening?
galkan trauma mendalam di jiwa Keisha.
Bila Mencintaimu Indah
"Mama?"
"Obatnya sudah diminum, Kei?"
"Sudah, Ma," sahut Keisha. Ia berpaling menatap
Mama. "Seandainya waktu itu Kei mau mendengarkan
kata Mama."
Mama tersenyum bijak. "Tidak ada gunanya
disesali, Kei. Hidup, kan, tidak berjalan mundur."
Keisha tersenyum. "Terima kasih, Ma."
"Pelajaran untuk kita semua supaya lebih berhatihati," ujar Mama. "Bukan hanya kamu, tapi kita
semua."
"Ya, Ma."
"Ada tamu untuk kamu."
"Siapa?"
"Andy."
Keisha menghela napas. Untuk apa Andy datang
ke sini?
"Temuilah dia, Kei," ujar Mama.
Perlahan-lahan Keisha bangkit dari duduknya.
"Ya, Ma."
Andy sedang duduk membaca majalah ketika
Keisha memasuki ruang tamu. Keisha mengambil
tempat di seberang kursi yang diduduki oleh Andy.
Sebuah meja kaca menghalangi mereka.
Andy tersenyum. "Feeling better?" tanyanya.
"Ya."
"Gut."
Andy mengamati Keisha. Gadis itu memang su?
dah terlihat lebih segar dibandingkan saat terakhir
kali dijenguknya meskipun belum sesegar dan segesit
Bila Mencintaimu Indah
biasanya. Mungkin masih ada luka dalam yang belum
pulih. Mungkin masih ada trauma psikologis. Pasti
berat sekali saat-saat itu bagi Keisha. Berapa lama lagi
kamu masih bisa bertahan, Kei?
"Kamu masih mau tetap di sini, Kei?" tanya
Andy.
Keisha mengangkat alis. "Maksud kamu?" tanya
Keisha sambil menatap Andy.
Andy menghela napas. "Kei, saya harus kembali
ke Jerman."
"Kamu sudah pernah cerita tentang itu," ujar
Keisha tenang.
"Mungkin untuk seterusnya."
"Oh."
"Keisha, I really love you."
Keisha bergeming.
Andy diam, mencermati air muka Keisha. Tak ada
ekspresi apa-apa di sana.
"Kei, will you marry me?"
Keisha tak bersuara.
"Menikahlah denganku dan kita pindah ke
Jerman."
Mata Keisha mengerjap. Jadi, kapan aku bisa
melamar kau, Kei? Kenapa malah suara Harry yang
terdengar begitu jelas? Harry tak mengatakan cinta,
tak memintanya menjadi kekasih. Harry langsung
bertanya kapan bisa melamar. Langsung di depan
Mama. Harry.
"Saya harus pulang ke Jerman," Andy membuyarkan
suara Harry yang bergaung dalam benak Keisha.
Bila Mencintaimu Indah
"Pulanglah."
"Tapi rasanya saya tidak bisa meninggalkan kamu
di sini dalam keadaan terancam bahaya," ujar Andy.
"Terancam bahaya?" ulang Keisha.
Andy menatap Keisha dengan tatapan serius.
"Sahabat-sahabatmu dibunuh secara keji. Kamu
sendiri baru saja mengalaminya. Kamu dihajar habishabisan hingga hampir tewas. Apa orang-orang itu
sudah tertangkap? Belum, kan?"
Keisha menggeleng. Ia memang belum menerima
kabar tertangkapnya orang-orang yang menganiayanya
dulu, apalagi aktor intelektual yang berada di balik
layar penganiayaan itu.
"Setelah semua yang terjadi ini, apa kamu masih
mau bertahan di sini?"
"Jangan pengaruhi aku, An," elak Keisha.
"Sorry. Saya cuma memikirkan keselamatan ka?mu,
Kei."
"Thanks."
"Jadi bagaimana?" tanya Andy lagi.
Keisha menarik napas dalam-dalam. "Tidak, An."
"Pardon?"
"Aku dan kamu punya kehidupan sendiri-sen?
diri. Kita jalani aja hidup kita sendiri-sendiri," tutur
Keisha.
"Dan kamu... kamu tetap membiarkan diri kamu
dalam bahaya?" tanya Andy.
"Bahaya ada di mana-mana," kata Keisha diplo?
matis. Diplomasi yang menutupi kecemasan hatinya.
Bila Mencintaimu Indah
Keisha masih merasakan adanya bahaya itu. Bahaya
yang membuatnya ketakutan.
"Kei...."
"Di Jerman juga ada bahaya, kan? Di Jerman juga
ada orang yang berbuat jahat, kan?"
"Tapi...."
Keisha tersenyum tipis. "Aku yakin bahwa apa yang
kuperbuat ini benar. Memang nggak banyak yang bisa
kulakukan untuk menegakkan kebenaran. Tapi lebih
baik sedikit daripada tidak sama sekali," tutur Keisha
tenang. "Sedikit tapi berarti."
Andy menarik napas panjang.
"Aku senang bisa kenal dan berteman dengan
kamu, An. Tapi kalau cinta...." Keisha menggeleng.
"Tidak."
*****
Malam setelah kedatangan Andy, Keisha terpekur di
depan jendela kamarnya. "Aku memang sayang kamu.
Tapi tidak kalau cinta...."
Bertahun-tahun yang lalu Keisha pernah meng?
ucapkan kalimat itu pada seseorang. Perlahan waktu
membuktikan bahwa sebenarnya cinta itu ada. Na?
mun, ketika kesadaran itu datang, sang cinta telah
pergi.
Sebuah keputusan yang salah.
Tadi kalimat serupa itu terucap lagi. Mudahmudahan kali ini adalah keputusan yang benar.
Keisha menatap rumpun mawar di bawah jendela
kamarnya. Andy memang menarik. Andy juga teman
Bila Mencintaimu Indah
bicara yang menyenangkan. Smart. Gentle. And so
handsome.
Keisha menggeleng. Keputusan kali ini bukan
karena ketaktegasan untuk menjawab. Keputusan kali
ini didasarkan pada sebuah keyakinan yang tak ingin
ditukarkannya dengan apa pun. Keyakinan yang akan
ia pegang teguh sampai kapan pun.
Right or wrong is my country?
Tidak. Kalau wrong tetap harus diluruskan. Tapi
cinta tidak buta. Love is not blind.
*****
Bila Mencintaimu Indah
Breaking News
antor B-TV ramai seperti biasanya. Keisha
merasa hatinya hangat ketika melihat ge?
dung itu. Pekerjaannya belum selesai. Ah,
bukan belum selesai. Pekerjaan ini mungkin baru saja
dimulai. Yang telah dimulai harus segera diselesaikan.
Ting!
Pintu lift terbuka.
Keisha melihat semua yang dirindukannya ada di
sana.
Nuke langsung terpekik jerit ketika melihat Keisha
datang. "Keishaaa!" Ia langsung menghambur
memeluk Keisha.
"Hai, Ke."
"Aduuuh...! Kamu udah sembuh beneran, nih?
Kami kangen berat, lho. Rasanya udah seabad nggak
ketemu kamu," celoteh Nuke.
Keisha tersenyum menanggapi sambutan Nuke
yang meriah itu.
Beberapa orang datang menyalami atau menepuknepuk bahu Keisha.
"Welcome back, Kei."
Bila Mencintaimu Indah
"Sekarang kamu jadi beken, lho, Kei. Berita
Bila Mencintaimu Indah Karya Triani Retno A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tentang kamu ada di mana-mana."
"Senang rasanya kamu ada di sini lagi, Kei."
"Hai, Kei!"
Keisha bahagia. Kehadirannya terasa berarti.
Pak Irvan datang menghampiri. "Keisha! Apa
kabar?" seru Pak Irvan.
"Baik, Pak."
"Kamu benar-benar sudah siap untuk bekerja
lagi?"
Keisha mengangguk. "Siap, Pak Irvan."
"Bagaimana kata dokter?" tanya Pak Irvan lagi.
"Dokter juga mengatakan saya sudah pulih."
"Sepenuhnya?"
Keisha tak menjawab. Belum, jawab Keisha dalam
hati. Aku masih harus kontrol ke dokter dan psikiater.
"Jangan memaksakan diri, Kei," kata Pak Irvan.
"Saya tidak memaksakan diri di luar batas
kesanggupan saya, Pak," kata Keisha tenang.
Pak Irvan tersenyum lebar. Ini memang Keisha
yang dulu. Keisha yang tak bisa diam. Keisha yang
selalu ingin melakukan sesuatu. Namun, ia tak
berani mengambil risiko. Keselamatan Keisha harus
dinomorsatukan. Harus menjadi prioritas, apalagi
belum semua pelaku penganiayaan di Surabaya tempo
hari itu tertangkap.
"Untuk sementara kamu jangan turun ke lapangan
dulu, Kei," ujar Pak Irvan.
Keisha menatap Pak Irvan. "Maksud Bapak?"
"Kamu tugas di dalam saja dulu."
Bila Mencintaimu Indah
"Tapi, Pak."
"Setidaknya sampai kamu pulih sepenuhnya,"
sergah Pak Irvan.
"Saya sudah pulih, Pak."
Pak Irvan tersenyum. Usianya yang sudah setengah
abad memberinya banyak asam garam kehidupan.
"Yang sudah pulih adalah semangat kamu, Keisha.
Fisik kamu masih butuh penanganan sampai benarbenar sembuh seratus persen."
Keisha tak menanggapi.
"Kamu sudah tidak trauma dengan kejadian
kemarin, Kei?" selidik Pak Irvan.
Keisha tak langsung memberikan jawaban. "Jangan
anggap saya lemah karena kejadian kemarin, Pak,"
kata Keisha setelah terdiam beberapa saat.
"Saya tidak pernah menganggapmu lemah," ucap
Pak Irvan tenang.
"Kejadian seperti yang saya alami itu bisa terjadi
pada siapa saja," lanjut Keisha.
"Ya, memang," tanggap Pak Irvan. "Tapi kami
sudah memutuskan untuk menarik kamu ke dalam."
Keisha menatap Pak Irvan. "Tidak bertugas ke
lapangan? Sampai kapan, Pak?"
"Sampai ditentukan kemudian," jawab Pak Irvan.
Ia mengangkat bahu. "Omong-omong, kita punya
acara talkshow baru. Sayangnya, belum ada host yang
cocok. Sepertinya kamu yang paling cocok untuk
menjadi host-nya."
*****
Bila Mencintaimu Indah
Harry tersenyum lebar ketika melihat Keisha sudah
kembali berada di kantor.
"Hai, Har!"
"Hai! Apa kabar, Jagoan?" sapa Harry.
Keisha tertawa. "Baik baik."
"Aku juga baik," ujar Harry tanpa ditanya.
Keisha tersenyum. "Makasih, ya, Har."
"Makasih untuk yang mana?"
"Untuk semuanya," sahut Keisha sambil tersenyum.
"Kamu sudah banyak sekali membantu aku."
Harry mengibaskan tangan di udara. "Sudah!
Simpan saja terima kasih kau itu. Traktir aku makan
siang, oke? Sudah lama kali kita tak makan siang
sama-sama."
"Boleh. Siapa takut?" balas Keisha senang.
Kesempatan hidupnya yang kedua memberikan
nuansa warna yang berbeda daripada sebelumnya.
Mungkin ini sebuah titik balik.
"Kei, kau akan tetap di sini?" tanya Harry menga?
lihkan percakapan.
"Tetap, dong."
"Tidak minta pindah ke bagian yang lebih
aman?"
Keisha mengangkat alis. "Sepertinya kita pernah
berbicara tentang ini, ya, Har?"
"Kau minta pindahlah ke bagian liputan yang tidak
banyak mengundang bahaya. Olahraga, misalnya.
Atau wisata atau...."
Keisha menggeleng.
"Kau tidak takut?"
Bila Mencintaimu Indah
"Tentu saja aku takut. Aku hanya manusia biasa
yang bisa merasa takut, Har."
"Lalu?"
Keisha malah tertunduk merenung. Rasa takut itu
ada. Akan tetapi, ketakutan itu berhadapan de?ngan
keinginan untuk melakukan sesuatu. Perlahan kepala
Keisha menggeleng.
"Jangan bahayakan diri kau lagi, Kei," ujar Harry.
Keisha diam.
"Aku tak bisa tenang kalau kau masih me?nyerempet
bahaya, Kei," lanjut Harry.
"Terima kasih."
"Aku sungguh-sungguh, Kei."
Keisha menatap Harry. Bukan hanya mulut Harry
yang berkata. Air mukanya, sinar matanya pun berbi?
cara. Lelaki ini memang bersungguh-sungguh. Aku serius. Kau kenal aku, Keisha. Aku bukan orang yang suka
berbasa-basi. Jadi, kapan aku bisa melamar kau, Kei?
"Kei."
"Pak Irvan memintaku menjadi host acara talkshow
yang baru," ujar Keisha pelan.
"Kau terima?"
"Ya."
Harry mengembuskan napas lega. "Terima kasih,
Kei."
"Terima kasih untuk apa?"
"Untuk membuatku tidak khawatir." Harry
tersenyum. "Omong-omong, Kei, kasus Eggy sudah
semakin kelihatan jejaknya," ujar Harry hati-hati.
"Oya?"
Bila Mencintaimu Indah
"Ya. Kasus ini pasti akan terungkap," kata Harry
optimistis.
"Bagus!" ujar Keisha. "Pastikan orang-orang itu
mendapat hukuman yang setimpal!"
Tatapan Harry tak lepas dari Keisha.
"Pastikan juga aktor intelektual di belakang semua
ini tidak lepas dari jerat hukum," lanjut Keisha.
"Kau masih dendam pada mereka, Kei?" tanya
Harry.
"Bukan masalah dendam atau tidak, Har."
"Lalu?"
"Ini masalah kebenaran. Masalah keadilan," ujar
Keisha tegas. "Mereka sudah melakukan perbuatan
yang sangat keji. Masa mereka harus dibiarkan
melenggang bebas tanpa sanksi hukum?"
"Benar?" tanya Harry meminta penegasan.
"Ya," Keisha mengangguk.
"Bukan... hm... dendam pribadi?"
Keisha menatap Harry. "Orang-orang jahatlah
yang harus berada di dalam sel, bukan orang baik yang
harus terpenjara dalam ketakutan. Kamu perhatikan
Har, sekarang ini pintu dan jendela di setiap rumah
dipasangi teralis besi yang kokoh. Halaman rumah pun
dipasangi pagar yang tinggi. Untuk apa? Pasti untuk
aman. Lihat, Har, untuk mendapatkan keamanan,
orang baik-baik harus menciptakan penjaranya
sendiri."
"Perumahan model kluster tidak," kata Harry.
"Ya. Tapi ada pengamanan berlapis untuk masuk ke
perumahan jenis ini. Bahkan di beberapa perumahan,
Bila Mencintaimu Indah
masih ada pagar dalam pagar. Pintu masuk kompleks
yang hanya satu sudah dipagar dan dijaga satpam.
Di dalamnya, ada pagar lagi plus satpam yang
memisahkan satu kluster dengan kluster lainnya.
Seperti sistem pengamanan di penjara saja, kan? Lagilagi, mengapa orang baik-baik harus menciptakan
penjaranya sendiri?" tutur Keisha.
Harry meringis, membenarkan penuturan Kei?sha.
Pengamanan ekstraketat yang memenjarakan diri
sendiri itu kadang-kadang menyusahkan pe?miliknya.
Pada beberapa kasus, jatuhnya korban tewas dalam
peristiwa kebakaran di rumah-rumah kelas menengah
adalah karena si korban tak bisa keluar dari rumahnya
yang diteralis rapat. Orang-orang yang hendak meno?
long dari luar pun tak berdaya karena tak ada celah
yang bisa diterobos.
Maunya aman, malah mencelakakan.
"Kalau mereka sudah dipenjara, setidaknya
berkuranglah jumlah orang jahat yang berkeliaran,"
ujar Keisha.
"Jadi benar, Kei, bukan karena sentimen pribadi?
Bukan karena... kedekatan kau dengan Eggy?" tanya
Harry lagi.
Keisha menatap Harry. "Kalau ya?"
Harry balas menatap Keisha. "Boleh aku cemburu?"
tanya Harry lembut. "Aku juga ingin kau perhatikan
seperti kau memperhatikan Eggy. Aku akan mencintai
kau lebih daripada Eggy mencintai kau. Aku akan
mencintai kau lebih daripada aku mencintai diriku
sendiri."
Bila Mencintaimu Indah
Bila Mencintaimu Indah Karya Triani Retno A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Waktu berputar perlahan.
"Tak usah kau jawab sekarang," ujar Harry dengan
nada lembut yang sama. "Pikirkanlah baik-baik."
Keisha membiarkan dirinya terbawa pusaran rasa.
Eggy. Harry. Masa lalu. Masa kini dan masa depan.
Bila mencintaimu adalah indah
Biarkan aku tetap di hatimu
Hingga waktu pun tak bisa memisahkan.
*****
Enam bulan kemudian di ruang redaksi B-TV.
"Hubungi kontributor Surabaya! Cepat!" teriak
Pak Irvan segera setelah membaca pesan singkat yang
diterimanya. "Konfirmasi tentang ledakan yang baru
terjadi di sana!"
"Informasi."
"Kontak Kadiv Humas!"
"Cari tahu jumlah korban!"
"Info valid."
"Kirim gambar!"
"Segera!"
"Suruh Indra kumpulkan data sekunder. Se?ka?
rang!"
"Kita breaking news!"
Keisha baru saja menyelesaikan rekaman Kata
Hati Kita. Tamunya kali ini adalah seorang penderita
schizopfrenia yang berupaya hidup normal dan meniti
karier sebagai fashion designer.
Bila Mencintaimu Indah
Keributan di ruang redaksi menghentikan langkah
Keisha. Benaknya dipenuhi pertanyaan.
"KEISHA!" teriak Pak Irvan ketika melihat Keisha.
Ia melambaikan tangan.
Lambaian tangan itu sudah lebih dari cukup untuk
membuat Keisha mendekat. "Ada apa, Pak?"
"Kamu bawa breaking news sekarang. Bom meledak
di mal besar di Surabaya."
"Sekarang, Pak?"
"Sekarang! Mana ada breaking news yang ditunda?
Belajar di mana, sih, kamu? Begitu saja tidak tahu!"
"Tapi."
"Cepat!"
"Saya."
"Tidak pakai tapi-tapi! Cepat!" sergah Pak Irvan
sembari mendorong Keisha. "Ini!"
Keisha tak bisa menolak lagi. Ia tahu, percuma saja
menjelaskan sekarang.
Satu menit kemudian, Keisha sudah mengudara
dengan sebuah breaking news.
"Lima belas menit yang lalu, tepatnya pukul dua
belas lewat empat puluh menit, terjadi ledakan besar
di sebuah pusat perbelanjaan di Surabaya. Ledakan
diperkirakan dari sebuah bom mobil yang diparkir
di lantai bawah gedung tersebut. Hingga saat ini
api belum berhasil dipadamkan meskipun dua belas
unit mobil pemadam kebakaran telah diturunkan ke
lokasi. Dikhawatirkan ada banyak korban yang jatuh,
mengingat ledakan bom ini terjadi pada saat jam isti?
rahat siang ketika banyak karyawan dari perkantoran
Bila Mencintaimu Indah
di sekitarnya, makan siang dan berbelanja di tempat
ini...."
Layar B-TV menunjukkan lokasi pengeboman.
Gambar yang tak jelas dan bergoyang-goyang.
Keisha muncul lagi. "Nantikan breaking news
selanjutnya bersama saya, Keisha Damayanti. Selamat
siang."
Selesai.
Pak Irvan masih sibuk menginstruksikan ini-itu.
Tak ada yang suka dengan kejadian seperti ini. Na?
mun, bencana alam, kecelakaan, kerusuhan, teror,
mempunyai nilai berita yang tinggi.
Keisha mengembuskan napas lega. Aneh rasanya
membawakan acara breaking news ini setelah.
Ponsel Keisha berbunyi.
"Kei!" seru Harry.
Keisha meringis. Ia tahu apa yang akan dikatakan
Harry.
"Kenapa kau yang muncul di breaking news?"
"Aku."
"Kau ditarik lagi sama Pak Irvan ke sana?"
"Bukaaan. Itu cuma kebetulan."
"Kebetulan macam mana pula?"
"Ya kebetulan. Kebetulan pas informasi itu masuk,
pas aku selesai rekaman. Kebetulan pas aku lewat
ruang redaksi, pas Pak Irvan melihatku."
Harry mendengus.
"Bener-bener kebetulan, kok. Kebetulan juga
aku masih rapi dengan make up setelah selesai re?
kaman."
Bila Mencintaimu Indah
"Bilang sama Pak Irvan, aku tak mau bakal ibu dari
anak-anakku diceburkan lagi dalam bahaya."
"Bilang saja sendiri."
"Aku tak bisa, Keisha Damayanti Nasution. Sebentar
lagi aku meeting dengan klienku."
"Klienmu yang cantik itu?"
"Haaa! Kau cemburulah terus sama dia. Tak apa.
Biar nanti anak kita cantik macam dia. Hahaha."
Keisha meringis. "Suami yang aneh!" cibirnya.
Pak Irvan berhenti di depan Keisha. Mulutnya
terbuka seolah hendak mengatakan sesuatu, tetapi tak
ada suara yang keluar.
"Ssst, udah, ya. Ada Pak Irvan."
"Hei, jangan lupa sampaikan pesanku pada Pak
Irvan, ya, Kei!" seru Harry.
"Iya, Cinta. Sampai jumpa di rumah, ya. Aku akan
masak gulai bebek kesukaanmu."
Pak Irvan masih mematung memandangi Keisha.
"Pak Irvan," sapa Keisha sambil tersenyum.
"Saya lupa," gumam Pak Irvan.
"Maaf, Pak?"
Pak Irvan menggaruk-garuk kepala. "Saya lupa
kamu bukan reporter dan news reader B-TV lagi."
Keisha tertawa kecil. "Nggak apa-apa, Pak. Sekalisekali. Lagi pula saya kan masih jadi host di Kata Hati
Kita."
Pak Irvan mengangguk-angguk. "Ya ya Ang?
gap saja ini kondisi darurat." Ia tersenyum. "Apa kabar
Harry?"
"Baik, Pak. Dia titip salam untuk Bapak."
Bila Mencintaimu Indah
"Terima kasih," sahut Pak Irvan. "Sudah mantap
dia dengan pilihannya jadi ghostwriter?"
"Sejauh ini sudah, Pak. Jadi ghostwriter masih
memberinya kesempatan untuk main detektifdetektifan. Dengan narasumber yang masih hidup
normal, tentunya. Bukan dengan mayat di dalam
koper atau dengan para psikopat kriminal. Saya tak
sanggup kalau ia masih menjadi wartawan kriminal."
Pak Irvan tertawa.
Rafa menghampiri mereka. "Pak, kita sudah dapat
gambar ledakan itu. Wawancara via telepon dengan
Pak Kapolda juga siap."
Keisha tersenyum. "Saya pamit dulu, Pak Irvan.
Rafa."
"Ya. Hati-hati di jalan, Kei."
"Ya, Pak." Setelah mengucapkan salam, Keisha
meninggalkan ruangan itu.
"Rafa, cari news reader buat breaking news sebentar
lagi! Cepat!"
Keisha tersenyum mendengar instruksi itu. Ia terus
melangkah. Sepatunya yang berhak lima sentimeter
berketak-ketuk berirama di lantai.
Kawasan B-TV masih tampak ramai. Mobil-mobil
datang dan pergi. Orang-orang hilir mudik dengan
berbagai kepentingan. Ada para pesohor yang hendak
syuting, ada grupies yang menjadi penggembira dalam
acara tertentu, ada orang-orang dari perusahaan ini
dan itu yang menjalin kerja sama, ada juru kamera
dan wartawan yang bergegas-gegas.
Bila Mencintaimu Indah
Keisha tersenyum. Ia senang menjadi bagian dari
semua kesibukan ini.
Mobil yang dikemudikan Keisha bergerak perlahan
keluar dari kawasan B-TV. Singgah ke supermarket
dulu untuk membeli daging bebek dan bumbubumbu gulai. Setelah itu, pulang. Memasak gulai
bebek dan menulis laporan perjalanan untuk majalah
Travelicious.
Tamat
*****
Bila Mencintaimu Indah
Tentang Penulis
Triani Retno A. Sejak cerpen pertamanya
dimuat di majalah Aneka Yess kala masih
kuliah di Fikom Unpad Bandung, ia semakin
rajin menulis. Kini, ratusan cerpennya telah dimuat
di majalah, tabloid, dan koran (Story, Say, Kawanku,
Sekar, Kartika, Gaul, Tribun Jabar, dll).
Lebih dari 20 novel dan buku nonfiksinya telah
terbit. Antara lain Kayla, Twitter Kemping (Elex Media
Komputindo), Ibuku Tak Menyimpan Surga di Telapak
Kakinya (Diva Press), Bodyguard Bawel (Gramedia
Pustaka Utama), Foolove (Lingkar Pena Publishing
House), Smile Aku Naksir Kamu (Sheila/Penerbit
Andi), The Reunion (Sheila/Penerbit Andi), Menjemput
Risalah-Mu (Mizania), Bukan Jilbab Semusim (Tiga
Serangkai), dan 25 Curhat Calon Penulis Beken
(Gramedia Pustaka Utama). Selain itu, tulisannya pun
ada dalam belasan antologi, antara lain A Cup of Tea
for Writer (Stiletto Book), Dalam Kasih Ibu (Glitzy),
Titik Balik (Leutika), dan Scary Moments (Indie Pro
Publishing).
Bila Mencintaimu Indah Karya Triani Retno A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Beberapa kali menjadi pemenang dalam lomba
menulis. Di antaranya, pemenang harapan dalam
Bila Mencintaimu Indah
Lomba Menulis Novel Islami (Mizan 2005, Gema
Insani Press 2005, dan Tiga Serangkai 2006),
pemenang berbakat Lomba Cerita Konyol Gramedia
Pustaka Utama (2008), pemenang harapan Lomba
Mengarang Cerita Detektif Majalah Bobo (2009),
dan pemenang I Lomba Kisah Inspiratif "Titik Balik"
(Leutika, 2010).
Menetap di Bandung dan dapat ditemui di FB:
Triani Retno A, Grup FB: Curhat Calon Penulis Beken
(admin), Twitter: @retnoteera, blog: http://www.
kompasiana.com/triani-retno dan www.takhanya?
novel.blogspot.com
*****
Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Goosebumps 17 Kenapa Aku Takut Lebah Pendekar Pemanah Rajawali Sia Tiauw Eng
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama