Bumi Karya Tere Liye Bagian 6
ayahnya yang gugur saat perang besar."
Aku memperhatikan Av dan Tog bergantian. Itu berarti meskipun
terlihat baru berusia empat puluh tahun, usia Tog sesungguhnya sama
dengan Av. Di dunia ini, dengan orang-orang bisa berusia panjang dan
memanggil satu sama lain dengan nama langsung, membuat kami sulit
memahami hubungan kekerabatan mereka.
"Dengan bantuan Tog, kami sepertinya bisa memenangkan
pertempuran, hingga akhirnya Tamus datang. Ditemani Panglima Barat,
314
Tamus menyerang lorong Bagian Terlarang dengan marah. Tidak ada yang
bisa menghadapi Tamus yang marah besar. Dia tidak sabaran lagi
menguasai benda-benda di dalam ruangan. Ada sesuatu yang dicarinya.
Tog bertahan habis-habisan, anak buahnya tewas satu per satu.
"Di detik terakhir, Tog merelakan tubuhnya menahan serangan
Tamus. Aku tidak tahan melihat penderitaan Tog. Aku memutuskan
sudah saatnya melarikan diri, menggunakan bubuk api. Segel pintu dan
sistem keamanan yang tersisa bisa menahan Tamus beberapa detik. Aku
segera menyambar tubuh Tog, membawa benda-benda penting, tapi itu
tidak cukup untuk memindahkan semua benda di Bagian Terlarang ke
sini."
Av menghela napas kecewa. Wajah sepuhnya terlihat kusam.
"Ini kacau sekali. Semoga Tamus tidak berhasil mendapatkan benda
yang dia cari."
Suara api membakar kayu di perapian terdengar berkeretak. Ilo
menatap prihatin. Ruangan depan rumah peristirahatan lengang sejenak.
"Kalian baik-baik saja?" Av menoleh kepadaku.
"Kami baik-baik saja, Av," Ali yang menjawab.
Av menatap Ali. "Kamu bilang apa tadi?"
"Kami baik-baik saja," Ali mengulangi kalimatnya.
Av terlihat menyelidik, berpikir sebentar, lantas terkekeh pelan. "Ini
sungguh hebat, Nak. Kamu sepertinya sudah bisa menggunakan bahasa
dunia ini, bukan?"
Ali mengangguk.
"Bukan main. Ini sungguh mengagumkan. Aku jangan-jangan keliru
menyimpulkan, atau boleh jadi pengetahuanku yang amat dangkal.
Jangan-jangan, Makhluk Rendah-lah yang sebenarnya menguasai ilmu
pengetahuan dan kebijaksanaan paling penting dari empat dunia. Kalian
bisa melakukan hal-hal lebih hebat dibanding klan mana pun. Termasuk
315
belajar bahasa dunia ini hanya dalam sehari saja. Dan kamu, lihatlah,
masih berusia lima belas tahun."
316
OG membuka matanya lima belas menit kemudian.
Tubuhnya masih lemah, tapi dia jelas petarung yang pantang
menyerah. Dia memaksakan diri duduk bersandarkan meja. Wajahnya
mengenaskan, dengan biru lebam di dahi, dagu, dan darah kering di
ujung bibir. Aku tahu itu pasti akibat pukulan Tamus.
Av menyuruh Vey mengambilkan air minum.
Vey segera kembali dari dapur dengan gelas berisi air segar. Av
mengusap gelas itu, bergumam pelan, lantas memberikannya kepada Tog.
Tog menghabiskannya dalam sekali minum.
"Aku ada di mana?" Tog meletakkan gelas kosong, mendongak,
menatap kami.
"Rumah peristirahatan Ilo, cucu dari cucu cucuku," Av menjawab,
menunjuk Ilo.
Tog melihat Ilo. "Aku kenal dia. Orang-orang mengidolakannya."
Av tertawa, menepuk bahu Ilo. "Kalau begitu, kamu memang
terkenal, Ilo. Kamu pasti belum pernah bertemu dengan Panglima
Pasukan Bayangan, belum mengenal mereka, tapi sebaliknya panglima
paling kuat di antara mereka mengenalmu."
Wajah Ilo memerah.
Tog beranjak bangkit. Ali hendak membantunya, namun Tog
menggeleng, mengangkat tangannya tegas, ingin berdiri sendiri. Susah
payah Tog berhasil berdiri.
Tog mengangguk pelan ke arah Ilo, yang dibalas anggukan sopan
dari Ilo.
"Itu istri Ilo, namanya Vey. Di mana Ou?" Av menoleh ke arah Vey.
317
"Sudah tidur di kamar. Seharian bermain di pantai, dia lelah."
Av mengangguk, meneruskan memperkenalkan kami. "Dan tiga
anak-anak ini, seperti yang aku ceritakan di perpustakaan. Yang tinggi,
dengan rambut panjang adalah Ra. Dia yang dikejar-kejar oleh Tamus di
dunia Makhluk Rendah."
Tog mengangguk kepadaku. Aku ragu-ragu ikut mengangguk.
"Yang satu lagi, rambut sebahu, namanya Seli. Dia petarung dari
Klan Matahari. Usianya baru lima belas, tapi dia sudah bisa
mengeluarkan petir dari tangannya. Dengan latihan yang baik, dia bisa
melampaui kemampuan petarung terbaik Klan Matahari yang pernah
ada."
Tog kali ini membungkuk dalam kepada Seli, suara beratnya
berseru, "Sungguh kehormatan bertemu petarung Klan Matahari. Sekutu
lama."
Seli kikuk. Dia melirikku, bingung apa yang harus dia jawab. Aku
menunjuk Tog yang membungkuk. Seli ikut membungkuk, patah-patah.
"Yang satu lagi, yang berambut berantakan..." Av menatap Ali,
tertawa. "Aku lupa, kamu sudah bisa berbahasa kami, kamu jangan
memasang wajah masam, Nak. Aku mengatakan ?rambut berantakan? itu
sebagai pujian." Av masih terkekeh. "Namanya Ali. Dia Makhluk Rendah
paling brilian. Semakin lama di dunia ini, maka semakin banyak yang dia
serap dengan amat mengagumkan."
Tog mengangguk ke arah Ali, yang dibalas dengan anggukan.
"Mereka bertiga masuk ke dunia ini setelah dikejar Tamus,
diselamatkan oleh seorang petarung Klan Bulan bernama Selena. Tanpa
mengetahui buku apa yang dia miliki, sama sekali tidak tahu betapa
kuatnya buku itu, Ra mengaktifkan Buku Kehidupan, membuka sekat
antardunia, tiba di kamar Ou, anak Ilo. Mereka masuk dalam seluruh
cerita." Av mengusap rambut putihnya.
318
"Mungkin sebaiknya kita bicara sambil duduk, Av," Vey menyela
sopan. "Aku bisa menyiapkan minuman segar atau makanan jika kamu
dan Tog membutuhkannya."
"Ide yang baik." Av mengangguk. "Mari kita duduk. Aku sudah
berjam-jam berdiri, punggung tuaku ini sudah terasa pegal sekali. Dan
kamu benar, Vey, perutku kosong."
Av melangkah menuju meja makan. Bunyi tongkatnya yang
mengetuk lantai terdengar berirama. Kondisi Tog dengan cepat membaik.
Dia sudah berjalan mantap, ikut duduk di bangku. Mungkin karena
kekuatan penyembuhan Av, mungkin juga karena kekuatan Tog sendiri
yang bisa pulih dengan cepat. Sekarang, melihatnya duduk kokoh di
sebelah Av, baru terasa pesona wibawanya sebagai seorang panglima.
Wajahnya tegas dan keras.
Vey dengan tangkas menyiapkan minuman dan makanan di dapur.
Dia menggeleng saat aku menawarkan bantuan. "Kalian lebih dibutuhkan
di sana, Ra."
Aku dan Seli ikut duduk di sekeliling meja makan.
"Bagaimana situasi terakhir di Tower Sentral? Apa yang terjadi
dengan Bagian Terlarang perpustkaan setelah dikuasai mereka?" Ilo
sudah membuka percakapan, bertanya kepada Av.
"Situasinya
buruk."
Av
menggeleng,
"Dengan
jatuhnya
perpustakaan, seluruh titik terpenting telah dikuasai oleh Tamus. Bisa
dibilang, seluruh kota telah jatuh ke tangannya, dan dengan jatuhnya
Kota Tishri berarti seluruh negeri telah dikuasai."
"Tapi kenapa belum ada pengumuman siapa yang berkuasa?
Kenapa Tamus tidak muncul dan mengumumkan dia menjadi raja?
Bukankah itu yang dia inginkan?" Ilo bertanya lagi.
"Karena bukan Tamus yang akan duduk di kursi kekuasaan," Tog
yang menjawab, suara beratnya terdengar seperti mengambang di udara.
Kami menoleh kepadanya. Bukan hanya aku yang bingung, dahi Ali
terlihat berkerut. Kalau bukan Tamus, lantas siapa? Bukankah memang
319
tujuan Tamus merebut kekuasaan dari Komite Kota untuk
mengembalikan posisi para pemilik kekuatan? Mengganti sistem
pemerintahan menjadi kerajaan. Dia menjadi raja, yang otomatis
memuluskan rencana menguasai dunia lain?
"Aku keliru menebak rencana Tamus." Av menghela napas, "Dia
tidak berencana membuka sekat ke dunia Makhluk Rendah. Dia
berencana membuka sekat ke tempat lain."
"Sekat ke tempat lain?" Ilo memastikan.
"Ya, sekat ke tempat lain. Sejak pertempuran besar, kalah dan
tersingkirkan, Tamus berkeliaran ke mana-mana. Dia melatih
kekuatannya, mencari catatan lama, buku-buku tua. Mengunjungi
tempat-tempat yang tidak pernah didatangi orang. Entah sajak kapan dia
bisa menembus sekat dunia, tapi itu memudahkannya untuk melewati
batas kekuatan lebih jauh lagi, mempelajari pengetahuan dunia lain. Jika
aku hanya menghabiskan hari demi hari di perpustakaan, para pemilik
kekuatan lain menghabiskan masa tua dengan tenang, Tamus justru
diam-diam mengelilingi dunia, menyusun rencana besar mengerikan."
Av menatap kami bergantian. "Akan kujelaskan agar kalian bisa
mengerti. Tamus punya rencana lain, dan itu semua berasal dari dongeng.
Itu sebenarnya dongeng favoritku. Aku pikir itu hanya cerita lama.
Diceritakan oleh kakek dari kakekku dulu menjelang tidur.
"Cerita itu mengisahkan, pada suatu zaman yang telah dilupakan
orang-orang, pernah ada kekacauan besar melanda seluruh negeri, yang
membuat Raja bertempur habis-habisan dengan orang-orang jahat yang
dipimpin oleh si Tanpa Mahkota. Seluruh negeri dicekam ketakutan.
Gelap menyelimuti langit, penduduk tidak bisa melihat bulan bertahuntahun.
"Kisah ini disampaikan lewat lagu-lagu, yang dinyanyikan lembut
sebagai pengantar tidur. Aku ingat sekali irama dan syair potongan lagu
yang dinyanyikan kakek dari kakekku saat dongeng ini diceritakan, itu
bagian kesukaanku.
320
"Lihat, aduh, lihatlah
Itu si Tanpa Mahkota berdiri gagah
Dia adalah pemilik kekuatan paling hebat
Menjelajah dunia tanpa tepian
Untuk tiba di titik paling jauh
Bumi, Bulan, Matahari, dan Bintang
Ada dalam genggaman tangan.
"Lama-kelamaan, pengikut si Tanpa Mahkota semakin banyak. Dia
memiliki pasukan, sekutu, dan orang-orang yang menyatakan kesetiaan.
Hingga tiba masanya, diselimuti ketamakan dan kebencian, si Tanpa
Mahkota menuntut dijadikan raja. Dia menyerang istana. Sekali pukul,
dia menguasai seluruh kota, dan Raja terpaksa mengungsi. Si Tanpa
Mahkota mengangkat diri menjadi raja. Tetapi cerita jauh dari selesai.
Sejak hari itu, pertempuran terjadi di mana-mana, di kota-kota, di sudutsudut negeri, karena dari tempat pelarian, Raja memberikan perlawanan.
"Lihat, aduh, lihatlah
Seratus purnama berlalu tiada berjumpa
Bumi Karya Tere Liye di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Asap gelap membungkus langit
Sedih dan tangis terhampar di Bumi
Ratap pilu menyambut matahari
Apalagi bintang, hanya teman kesusahan
Entah hingga kapan.
321
"Setelah bertahun-tahun bertempur, Raja akhirnya mempunyai
senjata untuk mengalahkan si Tanpa Mahkota. Dia bersama orang-orang
terbaik yang masih setia padanya menyerbu istana, melawan si Tanpa
Mahkota. Pertempuran hebat terjadi. Saat Raja terdesak, hampir kalah,
Raja membuka sekat menuju dunia lain. Itu bukan empat dunia yang
ada, melainkan petak kecil yang disebut ?Bayangan di bawah Bayangan?,
sepotong dunia kecil yang gelap, tanpa kehidupan. Tempat tidak ada
cahaya. Penjara yang sempurna untuk si Tanpa Mahkota. Rencana itu
berhasil. Pada detik terakhir, si Tanpa Mahkota terseret masuk ke dalam
sekat, Raja pun menyegel sekat itu. Musuh paling mengerikan Klan Bulan
hilang selama-lamanya."
Av menghela napas, suara kertak nyala api di perapian terdengar
samar.
"Itu cerita favoritku. Aku suka sekali mendengarkannya. Berkalikali, diulang-ulang. Tapi aku baru tahu bahwa ternyata cerita itu bukan
isapan jempol. Itu kejadian nyata ribuan tahun lalu, sejarah yang
dilupakan Klan Bulan. Tamus memercayainya. Dia berkeliling
mengumpulkan
potongan
misteri
cerita
itu,
kekuatan
dan
pengetahuannya terus bertambah, dan dia akhirnya berhasil
mengumpulkan seluruh potongan. Lengkap.
"Tamus tidak berencana membuka sekat ke dunia Makhluk
Rendah, tidak sekarang. Dia ingin membuka sekat ke petak Bayangan di
bawah Bayangan, penjara si Tanpa Mahkota. Itulah rencana mengerikan
miliknya. Dia sama sekali tidak tertarik duduk di kursi kekuasaan?dia
ingin menjemput orang yang paling berhak menurut dia. Sekali si Tanpa
Mahkota kembali berkuasa, maka apa pun rencana Tamus akan mudah
diwujudkan. Mereka akan cocok. Tamus bisa menjadi panglima
kesayangannya."
"Dari mana kamu tahu rencana Tamus itu, Av?" tanya Ilo.
"Aku yang tahu," Tog menjawab dengan suara beratnya. "Sebulan
sebelum Tamus menyerbu Komite Kota, dia sudah bicara dengan delapan
Panglima. Dia tidak bicara secara langsung, tapi secara nyata dia
menginginkan Kota dipimpin kembali oleh orang yang berhak. Ide itu
322
disetujui mentah-mentah oleh sebagian besar Panglima. Sejak dulu kami
menyukai kekuatan, ambisi berkuasa, dan perang. Semua yang bisa
diberikan oleh Tamus. Kami mengenal dia, terlebih Tamus datang
memamerkan seluruh kekuatan yang dimiliki.
"Aku sempat bertanya, jika Komite Kota berhasil disingkirkan, siapa
yang akan duduk di kursi kekuasaan? Apakah dia yang akan menjadi
raja? Tamus tertawa. Dia bilang, orang yang tidak pernah dimahkotailah
yang akan kembali berkuasa. Aku hendak bertanya lagi, tapi Tamus
menghilang, kemudian muncul mencekik leherku, berbisik mengancam,
siapa pun yang menentang rencananya akan berakhir menyedihkan.
Ruangan pertemuan ditutupi tabir, berubah seperti malam hari. Sungguh
mengerikan kekuatan yang dia miliki.
"Setelah pertemuan itu, aku memutuskan mendatangi beberapa
Ketua Akademi, dan segera tahu bahwa Tamus sudah bergerak lebih
dalam dan sejak lama. Hampir seluruh akademi telah dia datangi. Tamus
mengintimidasi Ketua Akademi untuk bersekutu dengannya. Tidak semua
menurut, tapi menolak berarti masalah serius. Tamus juga mengunjungi
siapa pun yang memiliki kekuatan penting selama pelariannya. Jika dia
masih remaja, Tamus menawarkan diri menjadi guru, menggoda dengan
kekuatan tidak terbilang. Jika sudah dewasa, Tamus menawarkan
kesempatan bersekutu, kekuasaan.
"Bersama beberapa orang yang bisa dipercaya, aku sempat
membuat rencana seandainya Tamus menyerang Komite Kota, tapi belum
genap rencana itu, Tamus sudah menyerbu Tower Sentral lebih dulu.
Enam dari Panglima Pasukan Bayangan ada di bawah kakinya.
Menyisakan Panglima Selatan dan aku yang menolak ide gila tersebut.
Tamus bergerak lebih cepat dari dugaan. Dengan jatuhnya
Perpustakaan Sentral, hanya soal waktu akhirnya dia bisa membuka
sekat ke penjara si Tanpa Mahkota, membawa pulang Raja yang dia
inginkan."
"Tapi bagaimana dia bisa membuka sekat itu?" Ali bertanya dengan
bahasa dunia ini.
Tog menggeleng.
323
Av juga menggeleng perlahan. "Aku tidak tahu, Ali. Karena itu
hanya dongeng, cerita itu tidak detail. Tidak ada penjelasan selain lagulagu yang dinyanyikan. Tapi apa pun itu, benda yang dibutuhkan Tamus
ada di Bagian Terlarang perpustakaan. Aku sempat menyelamatkan
sebagian besar, membawanya kemari, tapi boleh jadi yang dia cari
tertinggal."
"Apa yang terjadi jika sekat itu berhasil dibuka?" aku akhirnya buka
suara, ikut bertanya.
"Tidak ada yang tahu, Ra. Mungkin mimpi buruk bagi seluruh Klan
Bulan. Juga mimpi buruk bagi dunia lain. Si Tanpa Mahkota tidak akan
senang telah dipenjara ribuan tahun di sana." Av mengusap rambut
putihnya.
"Apa yang akan kita lakukan untuk mencegahnya, Av?" Ilo
bertanya dengan suara bergetar.
"Kita harus menyusun rencana bagus secepat mungkin. Semoga
waktu dan keberuntungan masih berpihak pada kita," Av menjawab
pelan.
"Pasukanku bisa digunakan untuk melawan Tamus," Tog berkata
lebih mantap. "Kami bagian terbesar dari Pasukan Bayangan. Ditambah
dengan Panglima Selatan, kekuatan kami cukup untuk menghadapi enam
panglima lainnya. Dari tiga puluh dua akademi, tidak semuanya
mendukung Tamus, lebih banyak yang terpaksa melakukannya. Kita bisa
punya tambahan kekuatan dari kadet senior. Dan yang lebih penting lagi,
penduduk Kota Tishri menolak ide para pemilik kekuatan kembali
berkuasa. Kita masih punya kesempatan besar."
"Tog benar, itulah kenapa aku bilang semoga waktu dan
keberuntungan masih berpihak pada kita." Av mengangguk. "Kita masih
bisa mencegahnya. Karena sekali sekat itu berhasil dibuka, permainan
ini selesai. Tamus menang."
Meja makan kembali lengang. Di dapur Vey sudah hampir selesai
menyiapkan makanan.
324
Tog menoleh padaku. "Bagaimana rupa dan perawakan orang yang
membantu kalian melawan Tamus di dunia kalian?"
Aku menatap Tog. "Miss Selena?"
Tog mengangguk. "Apakah dia wanita berusia tiga puluhan, dengan
tubuh tinggi rampin dan rambut pendek meranggas?"
Aku mengangguk. Apa maksud pertanyaan Tog? Kenapa dia tahu
ciri-ciri Miss Selena?
Tog masih menatapku. "Dia ada bersama Tamus saat menyerang
Perpustakaan Sentral. Aku sempat melihatnya."
Aku terkejut. Miss Selena? Bersama Tamus?
"Tidak, tentu saja dia tidak ikut menyerang kami." Tog menggeleng.
"Dia dibawa oleh Pasukan Bayangan, tubuhnya terluka parah, kondisinya
buruk, diikat dengan jaring perak. Dia menjadi tawanan musuh,
diletakkan di salah satu ruangan Perpustakaan Sentral."
Aku menutup mulut dengan telapak tangan. Hampir berteriak.
"Tidak ada yang bisa kita lakukan sekarang, Ra. Kamu jangan
panik," Av berseru.
"Miss Selena! Kita harus menolong Miss Selena!" Aku justru berdiri
berseru-seru.
Av segera menyentuh tanganku, mengalirkan perasaan tenang dan
fokus. "Kita harus berpikir rasional, Ra. Dalam situasi seperti ini, selalu
gunakan akal sehat. Kita akan menyelamatkan gurumu, juga
mengalahkan Tamus, menghentikan rencana gilanya, tapi dengan
rencana yang baik."
Aku terduduk kembali di bangku kayu, sentuhan hangat yang
diberikan Av memaksaku tetap tenang.
"Apa rencana kita, Av?" Ilo bertanya.
325
"Besok pagi-pagi akan ada pertemuan dengan Panglima Selatan,
beberapa Ketua Akademi, dan para pemilik kekuatan yang berada di
pihak kita. Mereka akan tiba di rumah ini saat fajar menyingsing. Segera
setelah pertemuan, kita bisa menentukan langkah berikutnya, termasuk
kemungkinan menyerang Tamus di Perpustakaan Sentral."
"Apakah itu tidak terlalu telat?"
Av menggeleng. "Kamu seharusnya lebih dari dewasa untuk berpikir
rasional, Ilo. Urusan ini bukan hanya soal cepat atau lambat. Tapi juga
tepat dan akurat. Bunuh diri jika kamu menyerang Tamus tanpa
rencana. Besok pagi-pagi. Sekarang aku lapar berat, lebih dari 36 jam
perutku tidak diisi apa pun. Inilah rencanaku paling cepat, menghabiskan
masakan Vey."
Vey datang membawa nampan berisi makanan dan minuman segar.
Seli menyikut lenganku, berbisik, "Mereka tadi menyebut Miss
Selena, bukan? Ada apa dengannya, Ra?"
Aku menunduk menatap meja, sentuhan hangat Av sudah
menghilang, suasana hatiku kembali seperti semula. Aku menjawab
pertanyaan Seli dengan suara serak, berbisik pelan, "Kita akan
menyelamatkan Miss Selena malam ini."
326
TU ide gila, Ra!" Ali berseru pelan berusaha menjaga volume
suara.
"Aku tahu itu ide gila," aku menjawab datar. "Aku tidak meminta
pendapatmu. Aku hanya ingin bilang, malam ini aku akan pergi
menyelamatkan Miss Selena. Terserah kalian mau ikut atau tidak."
"Aku ikut!" Seli berkata mantap, memegang lenganku.
Aku menatap Seli penuh penghargaan, dia selalu bersamaku.
"Tapi bagaimana kamu akan ke sana?" Ali bertanya.
"Kamu lebih dari tahu caranya." Aku menatap Ali. "Bukankah
kamu juga diam-diam mengambil salah satu kantong milik Av di atas
meja depan perapian? Aku akan menggunakan bubuk api untuk melintas
menuju perapian di Bagian Terlarang perpustakaan."
Ali
mengembuskan
berantakan.
napas,
menggaruk
rambutnya
yang
Sudah setengah jam lalu pertemuan di meja makan selesai. Av dan
Tog telah beristirahat di kamar masing-masing, memanfaatkan waktu
tersisa beberapa jam sebelum fajar tiba. Vey menyuruh kami masuk
kamar segera, bilang dengan tegas bahwa semua harus istirahat sebelum
Bumi Karya Tere Liye di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melakukan apa pun besok.
Aku sama sekali tidak mengantuk. Bahkan aku tidak berencana
untuk tidur. Sejak dari meja makan aku memikirkan kemungkinan itu.
Aku akan pergi menyelamatkan Miss Selena di gedung perpustakaan.
"Tidak bisakah kamu menunggu besok, Ra? Agar semua lebih
terencana?"
"Besok sudah terlalu terlambat. Kita tidak tahu seberapa lama Miss
Selena bisa bertahan." Aku menggeleng, tekadku sudah bulat. "Lagi pula,
327
kamu seharusnya juga tahu persis, setelah bertempur lama, mereka pasti
kelelahan. Gedung perpustakaan tidak akan dijaga ketat oleh Pasukan
Bayangan. Kita bisa menyelinap diam-diam ke ruangan tempat Miss
Selena ditahan, membebaskannya, lantas segera kabur lewat perapian.
Tidak akan ada yang bisa menyusul kita. Walaupun punya bubuk api,
mereka tidak pernah ke rumah ini, mereka tidak bisa melintasi perapian
yang belum pernah mereka datangi."
"Bagaimana dengan Tamus? Atau Panglima Pasukan Bayangan
lainnya? Mereka boleh jadi ada di sana, Ra." Ali mengangkat bahu.
"Aku tidak peduli mereka ada di sana atau tidak. Aku akan
menyelamatkan Miss Selena. Dia rela mati demi kita, aku akan
melakukan hal yang sama untuknya. Aku yang melibatkan Miss Selena.
Jika Tamus menyebalkan itu menginginkanku, aku akan datang
menemuinya."
"Kamu akan membantu Ra atau tidak, Ali?" Seli bertanya perlahan.
"Tentu saja aku akan membantu," Ali berseru ketus. "Aku tidak
akan membiarkan satu pun dari kita sendirian di dunia ini. Tapi aku
bertanggung jawab memikirkan apakah tindakan kita masuk akal atau
tidak. Itulah kenapa aku banyak bertanya. Karena kalian berdua terlalu
sibuk dengan kekuatan itu. Kalian tidak sempat memikirkan hal lain.
Bahkan membawa buku dan peralatan pun tidak kalian pikirkan."
Aku menatap Ali lamat-lamat.
"Aku tahu, kamu mungkin menganggapku menyebalkan, Ra. Tapi
aku tidak akan membiarkanmu pergi sendirian ke Bagian Terlarang itu.
Kamu pergi, maka aku ikut pergi. Mari kita lakukan bersama hal bodoh
ini," Ali berkata mantap, balas menatap tatapanku.
"Terima kasih," aku berkata pelan.
"Mari berkemas-kemas. Hampir pukul satu malam, ini jelas bukan
waktu yang tepat untuk mendatangi gedung perpustakaan, meminjam
buku, tidak akan ada petugas yang jaga. Tapi ini waktu terbaik untuk
menyelinap ke gedung itu." Ali mencoba bergurau, balik kanan, melintasi
pintu penghubung, segera masuk ke dalam kamarnya.
328
Aku dan Seli mengangguk, juga segera berkemas.
Tidak banyak yang kami siapkan, hanya berganti pakaian, memakai
sepatu, lantas mengenakan sarung tangan pemberian Av. Ali muncul tiga
menit kemudian dengan tas ransel di punggung dan gulungan kertas di
tangan.
"Apa itu, Ali?" Seli bertanya.
"Peta gedung perpustakaan. Aku robek dari salah satu majalah Ilo,
yang memuat liputan khusus seluruh bagian gedung untuk pengunjung.
Kalian tidak memikirkan ada berapa puluh ruangan di sana, bukan?
Ratusan lorong yang menghubungkan ruangan? Tanpa peta, jangankan
menemukan Miss Selena, kita akan tersesat bahkan persis saat tiba di
Bagian Terlarang."
Aku dan Seli saling lirik. Jangan-jangan sejak lahir Ali memang
sudah terbiasa berpikir dua langkah ke depan.
Kami bertiga membuka pintu dengan pelan, lantas berjalan
menuruni anak tangga tanpa suara. Itu mudah dilakukan karena seluruh
pakaian dan sepatu yang ada di rumah Ilo adalah jenis terbaru dan paling
maju teknologinya. Kami bisa berjalan tanpa suara sama sekali.
Nyala api di perapian redup, menyisakan bara merah.
Ali meraih beberapa kayu bakar, meniup-niup, membuat nyala
apinya kembali besar.
"Setidaknya apinya tetap hidup hingga dua-tiga jam ke depan. Kita
tidak bisa kembali ke perapian ini jika apinya padam. Tanpa mengetahui
perapian di rumah lain, kita akan terkunci di Bagian Terlarang," Ali
menjelaskan.
Ali menghela napas. "Tapi sebenarnya ada yang aku cemaskan."
Aku dan Seli menatap Ali.
"Bagaimana jika ternyata perapian tujuan kita telah padam? Sudah
tiga jam lalu Av dan Tog melintasinya. Jika padam, lorong api ini
tertutup."
329
Aku menggeleng. "Pasti masih menyala. Av pasti membuat nyala api
di perapian sana tetap menyala berjam-jam, agar dia bisa kembali kapan
saja. Av akan membuat banyak rencana cadangan dalam situasi seperti
ini."
"Aku tidak mencemaskan soal itu, Ra. Tentu saja Av akan
meninggalkan nyala api di sana. Bagaimana kalau ada Pasukan
Bayangan yang memadamkan api di perapian tersebut?"
"Tidak sembarang anggota Pasukan Bayangan bisa masuk ke dalam
ruangan tersebut. Itu tempat paling penting."
"Bagaimana
perapian?"
jika
Tamus
justru
sedang
menunggu
di
depan
"Itu lebih baik, kita bisa segera menyerang dia," jawabku ketus.
Tidak bisakah Ali berhenti bertanya? Tekadku sudah bulat. Sejak tadi aku
memutuskan berhenti bertanya dan cemas.
"Baiklah. Mari kita mencoba peruntungan kita." Ali mengangguk,
mengeluarkan kantong bubuk api dari ransel. "Kamu mau
melakukannya, Ra?" Ali mengulurkan tangannya.
"Biar aku yang melakukannya." Seli melangkah maju sambil
nyengir. "Kamu kan yang bilang, aku penyuka matahari, jadi apa pun
yang berhubungan dengan api adalah keahlianku, bukan keahlian
Makhluk Rendah."
Ali ikut nyengir, mengulurkan kantong api ke Seli.
"Seperti yang dijelaskan Av, cukup kamu taburkan ke atas
perapian, lantas kita bersama-sama memikirkan ruangan Bagian
Terlarang. Seharusnya tidak sulit. Kita tinggal melangkah masuk ke
dalam nyala api."
Seli mengangguk, menjumput segenggam bubuk api dari kantong,
lantas menaburkannya ke dalam perapian. Nyala api langsung
membesar, menjilat tinggi. Kami refleks melangkah mundur, jeri
menatapnya, tapi tidak ada waktu lagi untuk cemas. Aku sendiri yang
meminta kami pergi ke gedung perpustakaan.
330
Seli membungkuk, melangkah masuk ke dalam perapian, disusul
Ali. Aku ikut membungkuk melangkah masuk. Tidak terasa panas, lidah
api hanya menerpa wajah, seperti angin hangat. Aku berkonsentrasi
penuh membayangkan ruangan Bagian Terlarang, dan dalam sekejap
kami sudah masuk ke dalam lorong api. Kiri, kanan, depan, belakang,
atas, dan bawah hanya nyala api. Aku, Seli, dan Ali berdiri rapat.
Sensasinya sama seperti melintasi lorong berpindah, seperti melesat
cepat menuju sesuatu yang tidak terlihat. Dalam hitungan detik, lorong
itu membuka, membentuk celah, aku bisa melihat ke depan. Meja tua
dengan kursi-kursi di sekelilingnya. Juga lemari berdebu. Ruangan
pengap yang pernah kami datangi.
Ali membungkuk, melangkah keluar lebih dulu. Disusul oleh Seli.
Terakhir aku.
Kami sudah tiba di Bagian Terlarang Perpustakaan Sentral.
***
Nyala api yang menyembur tinggi di belakang kami perlahan
mengecil, lantas kembali normal. Kecemasan Ali tidak terbukti, Av
memang meninggalkan perapian di Bagian Terlarang tetap menyala
stabil, dan tidak ada siapa pun yang menunggu kami.
Tidak ada yang berubah di ruangan itu, persis seperti terakhir kali
kami datang?sama pengapnya. Posisi meja dan bangku tetap sama. Yang
berbeda adalah lemari tua berdebu itu kosong. Seluruh buku, kotak, dan
gulungan kertas di lemari lenyap. Mungkin sebagian dibawa Av, sebagian
lagi dipindahkan Pasukan Bayangan. Ali membuka sobekan majalah
yang dia bawa, meletakkannya di atas meja berdebu. Kami ikut
memperhatikan peta gedung Perpustakaan Sentral.
"Kita tidak akan sempat memeriksa seluruh gedung dan memang
tidak perlu memeriksa semuanya. Dari puluhan ruangan, setidaknya ada
dua belas tempat ideal yang mungkin dijadikan tempat menahan Miss
Selena. Ruangan luas, dengan pintu sedikit, dan tempat Pasukan
Bayangan berjaga-jaga. Kita bisa menghapus ruangan di sayap kanan
gedung. Menurut siaran televisi, bagian itu sudah runtuh, ruangan di
331
bagian depan juga hancur. Tinggal enam ruangan yang mungkin
digunakan. Kita akan menyisir satu per satu dari sayap kiri gedung."
Ali menatapku. "Kamu di depan, Ra. Kamu bertugas sebagai
pengintai. Aku yang akan memberitahu harus bergerak ke mana. Jika
terjadi sesuatu, segera gunakan sarung tangan itu, serap seluruh cahaya
secepat mungkin. Hanya kamu yang bisa melihat di kegelapan,
memastikan jalan di depan aman. Itu bisa memberi kita waktu empat
puluh detik untuk menilai situasi, apakah segera kabur melewatinya atau
berputar mencari jalan lain."
Aku mengangguk.
"Dan ingat, kita tidak datang untuk bertempur. Misi kita
sederhana, menyelamatkan Miss Selena. Jadi segemas apa pun kalian
jangan menyerang duluan, jangan membuat keributan, kecuali tidak ada
pilihan lain. Itu termasuk kamu, Sel, jangan melepas petir sembarangan."
Seli mengangguk.
Ali menarik napas panjang, mengusap dahinya, menatap kami
serius. "Kalian tahu, meskipun ini amat berbahaya, sebenarnya ini seru
sekali. Keren. Aku belum pernah setegang sekaligus seantusias ini."
Aku dan Seli menatap Ali, tidak mengerti arah pembicaraannya.
"Jika terjadi sesuatu, karena aku jelas yang paling lemah di
rombongan ini. Makhluk Rendah rentan celaka. Maka kalau kalian bisa
pulang ke kota kita dengan selamat, tolong sampaikan ke orangtuaku
bahwa aku menyayangi mereka. Mungkin mereka tidak cemas aku
berhari-hari tidak pulang, karena aku pernah tidak pulang sebulan dan
mereka tidak repot mencari, berbeda dengan orangtua kalian yang selalu
menyayangi. Tetapi sampaikan kepada mereka, aku selalu mencintai
mereka." Ali diam sebentar.
"Kamu bicara apa sih?" Aku melotot.
"Eh, ini sejenis pesan terakhir, Ra." Ali mengangkat bahu, serius.
332
"Kita berangkat sekarang." Aku sudah bergerak ke pintu bulat kecil.
Entah kenapa Ali jadi aneh begini, tiba-tiba melankolis. Jangan-jangan
dia mabuk gara-gara melintasi lorong api barusan.
Seli tertawa kecil melihat tampang kusut Ali, lalu bergegas
mengikuti langkahku.
Ali segera menyusul sambil mendengus sebal.
Bumi Karya Tere Liye di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Aku mendorong pintu bulat itu, menatap lorong remang di depan
kami, menghela napas untuk terakhir kali, membulatkan tekad,
kemudian melangkah masuk. Tidak ada lagi kesempatan untuk kembali.
Inilah saatnya. Kami harus menemukan Miss Selena segera,
menyelamatkannya.
Aku memimpin rombongan, berjalan cepat di lorong pertama. Tidak
ada siapa-siapa. Tiba di ujung lorong, ada pintu di sana. Aku tahu, pintu
ini menuju ruangan besar Bagian Terbatas, tempat Av menemui kami
pertama kali. Napasku menderu kencang, jantungku berdetak lebih
cepat. Seli dan Ali berdiri di belakangku.
Aku membuka pintu perlahan. Mengintip ke depan. Kosong dan
gelap. Setelah membuka lebih lebar pintu bulat, aku melangkah masuk
penuh perhitungan. Ruangan ini nyaris gelap. Lampu kristal di atas mati,
dua di antaranya bahkan rontok di atas pualam, hanya menyisakan larik
cahaya dari langit-langit. Mungkin cahaya dari luar. Hampir seluruh
dinding berlubang, bekas pukulan mematikan. Buku berserakan di
lantai, di antara kayu lemari yang hancur lebur. Aku tidak punya waktu
menatap sedih semua buku yang rusak. Kami harus fokus atas misi ini,
bukan hal lain.
"Aman, Ra?" Seli berbisik dari balik pintu.
Aku mengangguk. Ali dan Seli ikut melangkah masuk ke dalam
ruangan.
Ali melihat peta di tangannya, memeriksa sekitar, berbisik pelan,
"Kita menuju pintu di dekat meja besar."
333
Kami bergerak cepat, gesit melintasi serakan buku dan kayu.
Sepatu yang dipinjamkan Ilo amat berguna untuk bergerak cepat tanpa
suara. Kami berhenti sejenak di depan pintu dekat meja besar. Napasku
semakin cepat. Aku harus bisa mengendalikannya, diam sebentar.
"Kamu masuk, terus berlari hingga ujung lorong, Ra. Abaikan dua
pintu lain di sisi kanan. Ruangan pertama yang akan kita periksa ada di
ujung, Bagian Koleksi Flora Fauna," Ali memberi instruksi.
Aku mengangguk. Aku sudah siap memasuki lorong kedua.
Mendorong pelan pintu, mengintip, kembali memastikan di depan aman.
Lantas bergerak cepat melintasi lorong yang remang. Peta yang dipegang
Ali akurat. Ada dua pintu di sisi kanan, aku terus bergerak maju. Lima
belas meter melintas, aku tiba di pintu yang disebutkan Ali. Tapi tidak
ada lagi daun pintunya, sudah hancur terpelanting di dalam ruangan.
Aku refleks menghentikan gerakanku, berdiri merapat ke dinding, tidak
mengira daun pintunya tidak ada. Kuangkat tanganku, bersiap menyerap
cahaya jika terjadi sesuatu.
Lengang.
Ruangan di depan kami juga kosong. Gelap. Sepertinya seluruh
jaringan listrik di gedung padam. Ini ruangan pertama yang menurut
perhitungan Ali kemungkinan besar tempat menahan Miss Selena.
Ruangan ini sama besarnya dengan Bagian Terbatas. Aku melangkah
maju, hendak memeriksa, kemudian segera mematung. Aku hampir
berseru tertahan, tapi segera menutup mulut dengan telapak tangan.
"Ada apa, Ra?" Ali bertanya, dia sudah tiba di belakangku.
Aku gemetar menunjuk lantai pualam.
Di depan kami, bergelimpangan tubuh anggota Pasukan
Bayangan. Tewas. Ini pemandangan mengenaskan. Seli mengangkat
tangan, membuat cahaya redup untuk melihat seluruh ruangan lebih
baik. Anggota pasukan yang tergeletak di lantai mengenakan simbolsimbol seperti yang dipakai Panglima Timur. Mungkin ini anggota
pasukannya yang tewas saat membantu Av, belum dievakuasi, atau
senggaja dibiarkan oleh Pasukan Bayangan lain yang memihak Tamus.
334
"Baik, kita coret ruangan ini." Ali membuka
mendekatkannya ke tangan Seli yang bercahaya.
petanya
lagi,
Aku masih berdiri dengan napas tertahan.
"Kita harus menuju sudut ruangan, Ra. Ada pintu di dekat tiang
yang roboh di sana, lorong berikutnya." Ali menatapku.
Aku menelan ludah. Itu berarti kami harus melewati hamparan
lantai yang dipenuhi korban pertarungan selama 36 jam terakhir. "Kita
harus melewati tubuh mereka?"
"Tidak ada jalan lain. Itu satu-satunya lorong menuju ruangan
kedua." Ali menggeleng.
Aku mengepalkan tangan, berusaha meneguhkan hati. Melewati
tumpukan buku di atas lantai saja tidak mudah, apalagi harus melewati
tubuh anggota Pasukan Bayangan yang tewas.
Aku menggigit bibir, segera bergerak secepat mungkin. Berlari di
sela-sela tubuh dingin tak bergerak, ini horor. Dua puluh meter, aku tiba
di seberang, segera berpegangan ke dinding di dekat tiang roboh. Tadi
beberapa kali aku tidak sengaja menginjak tubuh mereka. Seli juga
menahan napas saat tiba di sebelahku. Wajahnya pucat. Hanya Ali yang
segera membuka kembali petanya, memeriksa arah kami.
"Kamu masuk ke lorong, Ra. Ada persimpangan di depan, ambil
segera yang kanan. Terus lurus, kita akan menemukan pintu menuju
ruangan kedua yang harus kita periksa, ruangan Bagian Koleksi AnakAnak."
"Apakah kita akan menemukan ruangan dengan korban
pertempuran lagi, Ali?" Napasku menderu. Aku berusaha lebih
terkendali.
"Aku tidak tahu." Ali menatapku, berusaha bersimpati. "Seluruh
ruangan jelas telah menjadi arena pertempuran. Setidaknya, kita tidak
menemukan satu ruangan penuh dengan anggota Pasukan Bayangan
yang masih hidup. Itu lebih rumit."
335
"Semoga ruangan berikutnya adalah tempat Miss Selena ditahan,
Ra," Seli berbisik pelan, membesarkan hatiku.
Aku menatap Seli dan Ali bergantian, mengangguk, mendorong
pintu. Kami segera menuju ruangan berikutnya.
Tidak ada apa pun di ruangan kedua, gelap dan kosong. Ruangan
itu lebih parah. Langit-langitnya runtuh, koleksi buku-buku dan
permainan anak-anak di ruangan luas itu hancur ditimpa batu, kayu,
dan material lainnya.
Tinggal empat ruangan.
"Kamu akan masuk ke dalam lorong yang panjang dan penuh
perlintasan, Ra. Akan ada empat kali perlintasan, terus lurus, jangan
berbelok. Kamu akan tiba di Bagian Koleksi Ilmu Kedokteran &
Penyembuhan, ruangan ketiga." Ali memeriksa peta dengan saksama,
mencoret ruangan sebelumnya. Dia terlihat fokus dan tenang.
Aku segera melintasi lorong panjang, hampir tiga puluh meter,
dengan banyak pintu di kiri-kanan. Aku selalu cemas melintasi lorong
dengan banyak pintu, karena sekali saja tiba-tiba pintu itu terbuka, dan
ada Pasukan Bayangan yang melintas, kami dengan segera diketahui
sedang menyelinap. Apalagi saat menemukan perlintasan lorong, posisi
kami lebih terbuka lagi.
Napasku tersengal, tiba di pintu ruangan ketiga. Aku menunggu
Seli dan Ali yang baru bergerak setelah aku tiba di ujung.
"Ini ruangan dengan koleksi buku paling berharga milik
Perpustakaan Sentral," Ali membaca keterangan di peta, setelah tiba di
dekatku. "Sekaligus ruangan paling besar, paling indah, dan dilengkapi
dengan tempat paling nyaman untuk membaca."
Aku menatap Ali. "Apakah keterangan itu penting? Dengan ruangan
sebelumnya yang hancur, sepertinya tidak ada ruangan di gedung ini yang
masih utuh."
Ali mengangkat bahu. "Siapa tahu informasi itu berguna, Ra. Kamu
siap masuk sekarang?"
336
Aku mengangguk, menahan napas, perlahan mendorong pintu bulat
besar.
Seberkas cahaya menerpa wajahku. Terang.
337
KU menelan ludah. Langkahku terhenti. Ruangan di depan
kami tidak gelap.
Aku membuka pintu lebih lebar, mengintip, mengangkat tanganku.
Ruangan itu luas sekali, dengan meja-meja besar dan sofa-sofa panjang.
Lampu kristalnya menyala terang. Tidak hanya satu atau dua, tapi
belasan lampu kristal. Aku mendorong pintu lebih lebar lagi, kosong,
tidak ada siapa-siapa di ruangan itu.
Keterangan di peta Ali tidak keliru. Ruangan ini indah sekali. Lantai
pualamnya dilukisi simbol-simbol besar. Langit-langitnya dari potongan
kaca kecil warna-warni. Ruangan ini utuh. Tidak ada satu pun buku yang
jatuh ke lantai, tetap berbaris rapi di lemari tinggi yang menyentuh langitlangit. Sejauh mata memandang hanya buku yang terlihat.
Aku melangkah hati-hati, masih berjaga-jaga. Maju perlahan,
memeriksa semua kemungkinan. Tapi ruangan itu memang kosong. Tidak
ada siapa-siapa.
Seli dan Ali menyusul setelah aku memberi kode. Mereka berdua
juga terpesona menatap ruangan. Kami belum pernah menyaksikan
ruangan perpustakaan senyaman dan seindah ini. Seperti berada di
rumah sendiri, dengan koleksi buku tidak akan habis dibaca sepanjang
umur.
"Perapiannya" Seli berbisik, menunjuk ke depan.
Aku bergegas melangkah ke arah yang ditunjuk Seli.
Salah satu dari empat perapian di ruangan itu masih menyala. Di
atas sofa dan meja dekat perapian ada sisa makanan dan minuman. Juga
tetes darah di lantai pualam.
"Ada anggota Pasukan Bayangan di tempat ini beberapa jam lalu."
Ali mengangkat salah satu gelas, memeriksa sebentar, kemudian
berjongkok, memperhatikan bercak darah.
338
"Mereka
kepadaku.
membawa
seseorang
yang
terluka."
Ali
mendongak
Kami bertiga saling tatap. Entah kenapa, aku jadi tegang. "Miss
Selena?"
Ali mengangguk. "Ruangan ini utuh karena cukup jauh dari arena
pertempuran. Jika ada orang terluka yang dibawa ke ruangan ini, dijaga
ketat oleh Pasukan Bayangan, itu berarti seseorang yang penting.
Kemungkinan besar Miss Selena."
"Mereka memindahkan Miss Selena ke mana?" aku mendesak, tidak
sabaran.
Ali mengangkat peta di tangan, memeriksa. "Kita sudah dekat, Ra.
Dekat sekali. Jika Miss Selena tidak dibawa keluar dari gedung
perpustakaan ini, maka kemungkinan besar Miss Selena hanya dibawa ke
ruangan berikutnya, agar menjauh dari pertempuran."
Ali menatapku. "Dia dipindahkan ke ruangan Bagian Koleksi Novel."
"Ke arah mana?" Napasku menderu kencang, memastikan.
"Pintu lorongnya ada di dekat perapian ujung ruangan ini."
Belum habis kalimat Ali, aku sudah bergerak cepat menuju pintu
itu. Lima belas meter, aku tiba di pintu bulat dengan daun pintu
berwarna elok keemasan.
"Sebentar, Ra!" Ali berseru, menahanku.
Ali dan Seli segera menyusulku.
Bumi Karya Tere Liye di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kita harus menyusun rencana." Ali memegang tanganku yang
hendak mendorong daun pintu. "Kamu tidak bisa masuk ke ruangan itu
begitu saja."
"Kenapa tidak?" aku menjawab ketus.
"Jika benar Miss Selena ditahan di sana, berarti ruangan itu
sekaligus tempat komando Pasukan Bayangan. Av dan Tog sudah
339
menjelaskan hal itu, Tamus memindahkan markasnya ke gedung
perpustakaan ini, agar dia bisa segera menggunakan benda-benda dari
Bagian Terlarang."
Aku mendengus. Aku tidak peduli.
"Ali benar, Ra. Kita harus menyusun rencana." Seli mengangguk
kepadaku.
"Dengarkan aku, Ra. Lorong menuju ruangan itu hanya lurus,
tanpa pintu. Jadi kamu bisa melintas dengan mudah. Tapi yang sulit
adalah Bagian Koleksi Novel, ruangan besar dengan desain paling canggih,
paling futuristik," Ali membacakan perlahan penjelasan di sobekan
majalah yang dia bawa.
"Seluruh lemari ditanam di dalam dinding, semua meja dan sofa
baca bisa tenggelam di dalam lantai pualam. Pengunjung bisa
mengaktifkannya dengan menyentuh tombol, maka lemari, meja, dan sofa
baca akan muncul. Jika pengunjung ingin merasakan sensasi desain
canggih ini, jangan sungkan meminta petugas kami ?menghilangkan?
seluruh lemari, meja, dan sofa, maka kita seolah berada di ruangan
kosong melompong. Hanya lantai pualam, dinding putih, dan langit-langit
sejauh mata memandang, padahal di sana setidaknya ada seratus ribu
koleksi novel terbaik seluruh negeri."
Ali mengangkat wajahnya dari sobekan majalah. "Itu berarti, sekali
kita masuk ke dalam ruangan itu, jika Pasukan Bayangan
menghilangkan lemari, meja, dan sofanya, maka kita persis masuk ke
arena pertempuran luas. Tidak ada tempat berlindung. Sama persis
seperti aula sekolah. Sekali kita membuka pintu ruangannya, kita segera
ketahuan, dan seluruh isi ruangan bisa melihat kita."
Aku menelan ludah.
"Lantas apa yang akan kita lakukan?" tanya Seli.
"Ra bisa menghilang dengan menangkupkan telapak tangan di
wajah. Dia akan masuk ke ruangan dengan cara itu. Kita akan menunggu
di sini, berjaga-jaga. Apa pun yang kamu temukan, kamu harus segera
340
kembali memberitahu kami. Kita akan mendiskusikan
berikutnya. Jangan mengambil tindakan gegabah."
langkah
Aku mengangguk. Rencana Ali masuk akal.
"Apa pun yang kamu lihat, Ra, jangan mengambil tindakan sendiri.
Kembali ke sini. Karena mungkin saja mereka menyiapkan jebakan buat
kita," sekali lagi Ali mengingatkanku.
"Aku mendengarnya, Ali," aku berseru pelan.
"Hati-hati, Ra." Seli memegang lenganku, menyemangati.
Aku mengangguk, membuka pintu bulat di depan kami, dan masuk
ke lorong berikutnya. Menarik napas panjang, aku lantas bergerak ke
ujung lorong yang jaraknya hanya sepuluh meter, dan tiba di sana dengan
cepat.
Napasku menderu semakin kencang. Aku menyeka peluh di leher,
menatap pintu bulat. Ini ruangan keempat yang akan kuperiksa.
Semenyebalkan apa pun Ali, perhitungan dia tidak pernah keliru. Di balik
pintu ini pasti ada sesuatu. Apakah itu ratusan anggota Pasukan
Bayangan? Panglima Barat? Atau bahkan Tamus? Miss Selena pasti
berada di antara mereka, ditahan dalam kondisi terluka dan
mengenaskan.
Aku mengangkat telapak tangan ke wajah. Tubuhku segera
menghilang.
Saatnya aku masuk.
Perlahan kudorong pintu dengan siku. Syukurlah, setidaknya
semua pintu di gedung ini tidak ada yang berderit karena engselnya
karatan. Pintu terbuka pelan. Tidak ada berkas cahaya yang keluar
seperti ruangan sebelumnya. Aku mendorong pintu lebih lebar, mengintip
dari sela jari.
Ruangan di depanku remang, tidak gelap, tidak juga terang. Ada
cahaya redup yang datang dari langit-langit ruangan, seperti lampu yang
hanya dinyalakan separuh. Aku membuka pintu lebih lebar, memeriksa
seluruh sudut, kemudian terhenti menatap persis ke tengah ruangan.
341
Dadaku berdegup kencang.
Ada seseorang terbaring di sana, dengan tubuh dililit jaring perak.
"Miss Selena!" aku berseru.
Aku benar-benar melupakan pesan Ali agar menahan diri, segera
kembali, berdiskusi menyusun rencana berikutnya. Demi melihat Miss
Selena meringkuk di sana, aku menurunkan tangan, lompat sekuat
mungkin. Tubuhku melayang sejauh dua puluh meter, mendarat dengan
mudah di samping Miss Selena yang persis berada di tengah ruangan.
Belum sempat aku merengkuh tubuh Miss Selena, berusaha
melepas jaring perak itu, ruangan besar itu tiba-tiba terang benderang.
Dan dari dinding-dinding ruangan, keluar beberapa orang dengan pakaian
gelap. Dinding tersebut tidak hanya berfungsi menghilangkan lemari, tapi
juga bisa dipakai untuk tempat bersembunyi.
Wajahku pucat. Separuh karena terkejut, separuh lagi karena
gentar.
Lima orang melangkah mendekatiku. Mereka mengenakan seragam
sama persis seperti Tog, hanya simbol-simbol di pakaian gelap mereka
yang berbeda satu sama lain.
Aku sempurna telah dikepung oleh
Bayangan.
lima Panglima
Pasukan
***
"Selamat datang," salah satu dari mereka menyapaku. "Kami sudah
menunggumu dengan sabar. Perhitungan Tamus tidak pernah keliru."
Aku beranjak berdiri, melangkah mundur, tanganku terangkat.
Tidak ada sosok Tamus di antara mereka berlima.
"Kamu tidak akan melawan kami, bukan?" yang satunya bertanya,
terus mendekat.
Aku
seruku.
mengatupkan
rahang.
"Jangan
coba-coba
mendekatiku!"
342
"Jangan anggap dia remeh, Stad." Salah satu dari mereka ikut
mengangkat tangan, siap menyerang.
Ini semua keliru. Aku mengeluh, seharusnya aku mendengarkan
Ali. Tidak akan mungkin kami semudah ini menemukan Miss Selena,
tidak ada yang menghalangi di lorong, tidak ada Pasukan Bayangan di
mana-mana. Mereka, bagaimanapun caranya, tahu kami akan datang,
dan mereka memilih menunggu.
"Aku tidak diperintahkan menyakitimu. Jangan salah paham."
Orang yang bernama Stad berhenti, membuat empat yang lain ikut
berhenti. Jarak mereka dariku hanya dua meter.
"Aku justru diperintahkan menyambutmu dengan baik." Stad
mencoba tersenyum?meski senyumnya terlihat buruk. "Namaku Stad,
aku Panglima Barat, aku yang bertanggung jawab di gedung ini selama
Tamus belum kembali. Hei, kalian seharusnya menurunkan tangan
kalian." Orang itu menoleh ke rekan-rekannya. "Aku tahu anak ini
spesial, punya kekuatan hebat, tapi kita tidak akan mengeroyoknya."
Empat rekannya saling tatap, berhitung. Dua orang menurunkan
tangan, yang lain tetap berjaga-jaga.
"Kamu juga bisa menurunkan tanganmu, Nak. Kita bisa bicara
baik-baik."
"Lepaskan Miss Selena." Aku menatap Stad, berseru serak.
Stad menghela napas. "Sayangnya itu tidak bisa kulakukan."
"Lepaskan Miss Selena!" aku membentak.
Stad
menggeleng.
"Kalaupun
bersedia,
aku
tidak
bisa
melepaskannya. Jaring perak itu diikat oleh Tamus, dan hanya Tamus
atau kekuatan besar yang bisa memutusnya. Kita bisa menunggu Tamus
kembali. Jika kamu bersedia memenuhi permintaan Tamus, jangankan
melepaskan satu-dua orang, kamu akan menjadi sekutu terhormat
kekuasaan baru."
Aku menggeram, tidak tertarik dengan omong kosong itu. Aku
datang demi Miss Selena, yang meringkuk diam di lantai pualam. Cepat
343
atau lambat mereka akan menangkapku juga, maka dengan menggigit
bibir, aku memutuskan menyerang lebih dulu.
Sarung tanganku langsung berubah hitam pekat, dalam radius dua
puluh meter cahaya segera menghilang. Aku loncat, memukul orang
paling dekat denganku, angin kencang mengalir di tinjuku. Terdengar
suara berdentum, orang itu langsung terpelanting jauh.
"AWAS!" salah satu dari mereka berseru.
"Aku bilang juga apa, Stad. Jangan pernah remehkan anak ini. Dia
memakai Sarung Tangan Bulan. Mundur ke tempat terang!"
Dentuman berikutnya kembali terdengar, aku sudah lompat ke
kanan, memukul yang lain. Orang yang kuserang sempat merunduk.
Pukulanku menghantam dinding, membuat retak.
Pertarungan segera meletus di ruangan gelap gulita itu. Lima lawan
satu. Aku diuntungkan karena bisa melihat dalam gelap, tapi lima
Panglima Pasukan Bayangan bukan nama omong kosong. Orang yang
terpelanting telah berdiri, menyeka wajahnya, menggeram marah.
"Kamu sendiri yang memintanya, Nak." Orang itu loncat ke arahku.
Aku tidak tahu bagaimana cara mereka bisa melihatku, tapi
keuntunganku karena ruangan gelap tidak bertahan lama. Mereka jelas
lebih terlatih dalam pertarungan, mungkin membaca dari arah suara
angin pukulan.
Tinju Stad mengarah ke arahku. Aku membuat tameng, meniru
gerakan Miss Selena sewaktu di aula. Tameng itu terbentuk, menyerap
pukulan Panglima Barat. Aku lompat ke samping kiri, membalas
memukul, siap mengenai tubuhnya, tapi... terdengar suara gelombang air
pecah. Plop! Dia menghilang. Dan sebelum aku sempat menyadarinya,
Stad sudah muncul di atasku, menghantamkan tangannya.
Aku tidak sempat membuat tameng. Tidak sempat menghindar.
Aku tidak pernah berlatih berkelahi, tidak ada yang mengajariku trik bela
diri.
344
Maka dengan berteriak parau, aku justru panik memukulkan
tinjuku melayani pukulan Stad. Itu gerakan yang brilian?tanpa kusadari.
Tinju kami beradu, posisi kakiku kokoh, kuda-kudaku mantap,
Bumi Karya Tere Liye di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sedangkan Stad melayang. Maka saat dua tenaga bertemu, berdentum,
Stad terlontar jauh, menghantam langit-langit, lantas jatuh ke lantai
pualam.
Aku tidak sempat memastikan apakah Stad bisa bangkit atau tidak
karena empat panglima lain sudah menyerangku, susul-menyusul dalam
kegelapan. Aku segera lompat menjauh, bergerak cepat berlari di dinding.
Pukulan mereka berdentum susul-menyusul mengenai dinding, membuat
lubang besar.
Ruangan kembali terang beberapa detik kemudian. Aku mengeluh,
kekuatan menyerap cahaya itu tidak bertahan lama seperti yang
kuinginkan. Belum genap keluhanku, Stad bangkit berdiri, tubuhnya
kotor oleh debu. Stad menatapku marah. "Pukulanmu kencang, tapi
tidak cukup untuk menghabisi kami. Kamu perlu berlatih lebih banyak.
Saatnya kamu belajar bagaimana petarung terbaik Klan Bulan
bertempur."
Stad melompat, tubuhnya menghilang. Disusul empat lainnya. Lima
panglima itu menghilang, kemudian muncul satu per satu di sekitarku.
Aku menangkis dua serangan, merunduk menghindari serangan ketiga
dan keempat. Tapi tinju Stad telak menghantam tubuhku, membuatku
terpelanting jauh ke pintu ruangan.
Dengan buas Stad menghunjamkan tinjunya ke badanku yang
masih melayang. Aku berseru jeri. Tidak sempat melakukan apa pun.
CTAR!
Selarik petir dengan cahaya terang menyambar dari lorong di
belakang. Tubuh Stad terbanting jauh, dipanggang oleh gemeretuk
listrik.
Seli sudah masuk ke dalam ruangan, berteriak marah.
Tangan Seli terangkat lagi, petir berikutnya kembali menyambar ke
tengah ruangan, sekali lagi menyelimuti tubuh Stad yang masih
345
meringkuk di lantai pualam. Seli tersengal, melampiaskan seluruh
tenaganya. Itu petir yang besar. Empat panglima lain terdiam menatap
apa yang terjadi.
Ali segera menahan tubuhku yang jatuh, kami terjatuh di lantai
pualam.
Seli melangkah mundur ke posisiku.
"Kamu baik-baik saja, Ra?" tanya Seli.
Aku menyeka ujung bibir yang berdarah. "Aku baik-baik saja, Sel."
Setidaknya semangatku baik-baik saja. Aku beranjak berdiri. Kami
bertiga merapat satu sama lain, menatap ke depan.
Salah satu panglima memeriksa kondisi Stad. Tubuh Panglima
Barat itu seperti hangus terbakar. Mungkin hanya pakaiannya, atau boleh
jadi seluruh tubuhnya. Dia tidak bergerak meski sudah digerak-gerakkan
oleh yang lain.
"Kamu seharusnya segera kembali ke lorong, Ra," Ali berbisik.
"Bukan justru melawan mereka sendirian. Kalau kami terlambat
menyusul, kamu bisa celaka."
Aku mengangguk, napasku masih menderu kencang.
"Apa yang akan kita lakukan sekarang?" Seli berbisik, bertanya
kepada Ali.
"Sudah terlambat untuk menyusun rencana. Kita bertarung," Ali
berkata pelan. "Atau tepatnya, kalian berdua yang akan bertarung."
Aku mengeluh pelan, bukan karena kalimat Ali, tapi lihatlah, di
tengah ruangan, Stad beranjak duduk. Orang-orang dengan kekuatan di
dunia ini sepertinya tahan sekali terhadap serangan.
Tamus berkali-kali terkena pukulan Miss Selena sewaktu di aula
sekolah, tapi dia tetap segar bugar. Juga Tog, mungkin puluhan pukulan
mengenai tubuhnya, tapi dia tetap bernapas.
346
"Ini menarik," Stad mendesis, matanya menatap galak. "Aku tidak
tahu ada petarung Klan Matahari di antara kalian. Tamus tidak bilang.
Dan kamu mengenakan sarung tangan itu, Sarung Tangan Matahari.
"Aku tidak peduli Tamus menginginkan kalian hidup-hidup. Aku
akan menghabisi kalian." Stad menggeram jengkel, lalu mengacungkan
tangan. Seluruh ruangan tiba-tiba terasa dingin, butir salju turun di
sekitar kami.
Aku tahu apa yang dilakukan Stad, dia memiliki kekuatan itu,
meski tidak sekuat Tamus. Empat panglima di sebelahnya juga
melakukan hal yang sama. Mereka siap mengirim serangan mematikan
seperti saat Tamus menghabisi Miss Selena.
Ali melangkah mundur di belakangku dan Seli.
Aku mengangkat tangan, bersiap menyambut serangan, sarung
tanganku kembali berwarna hitam pekat. Juga Seli, sarung tangannya
berwarna terang kemilau.
Tanpa banyak cakap lagi, Stad dan keempat panglima itu lompat
menyerang kami. Tapi tiba-tiba tubuh mereka menghilang, lalu muncul
di depan kami dengan tinju terarah sempurna.
Aku segera membuat tameng besar, berusaha menyerap sebanyak
mungkin serangan. Seli melontarkan petir ke depan. Dua serangan
mereka terserap tamengku, satu orang lagi terbanting terkena sambaran
petir Seli, tapi dua tinju berhasil menerobos pertahanan, satu mengenai
tubuhku, satu mengenai Seli. Bunga salju berguguran di sekitar kami.
Aku dan Seli terpelanting ke belakang, tertahan dinding. Itu
pukulan yang kencang. Tubuhku serasa remuk, dan hawa dingin
menyelimuti tubuhku, membuat badanku mati rasa. Kondisi Seli lebih
parah. Dia tergeletak, darah segar keluar dari bibirnya. Sarung tangan
kami menjadi redup.
Stad melangkah mendekatiku, siap mengirim pukulan mematikan.
Ali berseru, takut-takut mencoba menghalangi. Mudah saja bagi
Stad, dia mendorong Ali. Tubuh Ali terpental ke tengah ruangan,
347
ranselnya terlepas, isinya berserakan di lantai pualam. Stad tidak
berhenti walau sejenak oleh gerakan Ali, tinggal dua langkah.
Aku tidak bisa menghindar lagi. Seli juga tidak bisa menolong.
Nasibku akan sama seperti Miss Selena.
Saat itulah, ketika tinju Stad terangkat mengarah ke kepalaku,
kesiur angin terasa dingin. Aku menatapnya gentar. Ruangan yang terang
benderang mendadak menjadi redup, seperti ada tabir yang menutup
seluruh dinding ruangan, membuat suasana seperti malam bulan
purnama.
Plop! Seperti suara gelembung air yang meletus pelan, muncul
orang lain di sampingku, dan segera menepis pukulan Stad.
Stad terbanting ke dinding satunya.
Aku mendongak, ingin tahu siapa yang menolongku.
"Halo, Gadis Kecil," suara khas itu menyapa.
348
ITA bertemu lagi, Nak." Sosok tinggi kurus itu tersenyum.
"Tapi sebelumnya, biar aku urus anak buahku yang tidak becus."
Tamus menghadap ke depan, berseru galak kepada lima Panglima
Pasukan Bayangan, "Aku menyuruh kalian menyambut mereka dengan
baik, bukan membunuh mereka!"
Tangan Tamus terangkat tinggi. Stad yang terbanting di lantai
terangkat mengambang di udara. Tangan Tamus menepis ke samping,
tubuh Stad terlempar ke dinding seberang. Empat panglima lain berseru
tertahan, tapi mereka tidak bisa melakukan apa pun.
"Kamu melihatnya, gadis kecil Klan Matahari?" Tamus menoleh ke
arah Seli. "Bukankah itu trik milikmu? Keren, bukan?"
Seli menggeram, hendak mengangkat tangannya.
"Aku tahu kamu memakai Sarung Tangan Matahari, Nak, yang bisa
melipatgandakan kekuatan. Tapi kamu butuh latihan lama untuk bisa
melempar orang lain dengan mudah. Hanya petarung lemah yang
membutuhkan sarung tangan." Tamus tersenyum.
Seli hendak berteriak marah, tapi kondisinya buruk, tangannya
hanya bisa terangkat separuh. Cahaya redup di sarung tangannya
padam sejak tadi. Aku juga hendak berdiri, tapi seluruh tubuhku sakit
dan mati rasa setelah terkena pukulan Stad.
"Bawa mereka ke tengah ruangan!" Tamus berseru ke empat
Panglima Pasukan Bayangan.
Empat orang itu segera bergerak, dan plop! dua orang muncul di
sebelahku, menyeretku. Dua orang lain muncul di sebelah Seli, membawa
Seli dengan kasar.
Tamus melangkah lebih dulu ke tengah ruangan, melewati Ali.
349
"Dunia ini tidak cocok untuk Makhluk Rendah yang bodoh dan
hina." Tamus berdiri satu langkah di depan Ali yang tergeletak di lantai
pualam. "Kamu kira kalian sangat pintar? Genius? Ilmu pengetahuan klan
kalian bahkan tidak seujung kuku pengetahuan Klan Bulan."
Tamus membungkuk. "Tapi aku akan mengucapkan terima kasih,
kamu telah membawakan benda yang sangat kucari seratus tahun
terakhir, sekaligus membawa orang yang sangat kubutuhkan. Ini khas
sekali dengan kebiasaan Makhluk Rendah, merasa paling pintar, padahal
hanya pelayan paling bodoh yang dimanfaatkan."
Tamus terkekeh, mengangkat buku PR matematikaku.
Aku dan Seli diletakkan di dekat Miss Selena. Ali dibiarkan
tergeletak lima meter dari kami.
"Bantu dia berdiri!" Tamus berseru.
Dua Panglima
memaksaku berdiri.
Pasukan
Bayangan
mengangkat
lenganku,
"Kamu hendak membebaskan Miss Selena, Nak?" Tamus
memegang daguku. "Aku justru membuat jebakan ini untuk kalian.
Tidak ada yang pernah lolos dari Tamus. Bagaimana mungkin Av begitu
yakin aku tidak mampu membunuhnya bersama Tog di ruangan Bagian
Terlarang? Aku membiarkannya meloloskan diri. Kabur melewati jaringan
api, trik lama Klan Matahari. Persis seperti yang kuperkirakan, dia
muncul di tempat kalian berada.
"Dan urusan ini menjadi mudah. Aku sengaja memperlihatkan guru
berhitungmu kepada Tog. Setelah mendengar cerita Av dan Tog, kamu naif
sekali mendatangi gedung perpustakaan ini. Kamu kira ini apa?
Meminjam buku? Kalian butuh berlatih lama untuk sekadar menang
melawan lima Panglima Pasukan Bayangan. Aku tahu mereka bodoh,
tidak becus, tapi mereka petarung yang tahan banting. Kamu perlu
kekuatan besar untuk membuatnya diam selama-lamanya." Tamus
menunjuk Stad?yang susah payah berdiri.
Tamus menatapku, tersenyum, senyum yang sama ketika ia dulu
muncul di cermin kamarku. "Kamu tahu apa yang kucari di ruangan
350
Bagian Terlarang? Buku milikmu. Buku Kehidupan. Aku tidak
menemukannya di Bagian Terlarang, tapi tidak masalah, buku ini justru
datang sendiri menemuiku, bersama pemilik aslinya."
Aku menatap buku PR matematikaku yang dipegang Tamus.
"Seribu tahun aku hidup dalam pelarian, Gadis Kecil. Seribu tahun
aku mengelilingi sudut dunia, menyiapkan rencana besar ini. Aku
mengumpulkan orang-orang, melatih mereka, menyiapkan mereka,
meski kemudian sebagian kecil dari mereka justru mengkhianatiku."
Tamus menunjuk Miss Selena dengan wajah menghina. "Hari ini seluruh
rencana itu sempurna. Aku menguasai seluruh kota, memiliki Buku
Kehidupan, dan kamu ada di sini. Malam ini semua akan selesai."
Bumi Karya Tere Liye di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Aku menelan ludah. Dengan posisi sedekat ini, aku bisa melihat
Miss Selena tidak pingsan. Dia sadar, bisa mendengar seluruh
percakapan dengan tubuh terluka. Tapi jaring perak di tubuhnya
mengunci, tidak memberi celah untuk bergerak atau bicara.
"Dalam cerita ini, aku bukan orang jahat, Nak. Kamu keliru jika
menatapku penuh kebencian." Tamus menggeleng, dia memegang
daguku, membuatku mendongak. "Saat usiamu sembilan tahun aku
justru mengirimkan hadiah, kotak dengan dua kucing itu. Kamu
menerimanya, bukan? Dua ekor kucing yang lucu. Aku justru
menyayangimu, anak kecil yang malang."
Jika situasiku lebih baik, aku akan memukul sosok tinggi kurus ini.
Aku benci dia menyebut-nyebut kucing itu?dia mengirim kucing itu
untuk mengawasiku. Tetapi tubuhku masih mati rasa, dan dua Panglima
Pasukan Bayangan mencengkeram bahuku agar bisa berdiri.
"Tidak pernahkah kamu bertanya, kenapa kamu memiliki kekuatan
itu? Bisa menghilang? Di dunia ini sekalipun itu tetap menakjubkan. Ada
yang harus berlatih di akademi bertahun-tahun, kemudian berlatih di
Pasukan Bayangan lebih lama lagi, bahkan tidak bisa menghilangkan
jempolnya sendiri. Kenapa kamu sebaliknya, menguasainya sejak usia
dua tahun? Karena kamu mewarisi sesuatu, sekaligus mewarisi buku ini."
Tamus menatapku dengan sorot tajam. Embusan napas dinginnya
menerpa wajahku, membuat kulitku membeku, seperti disiram es.
351
"Baik, sebelum aku memberitahu kenapa kamu begitu spesial, akan
kuceritakan sebuah kisah, Gadis Kecil. Agar kamu mengerti apa yang
telah terjadi. Jika kamu telah mendengar versi yang menyesatkan
sebelumnya, maka ini akan meluruskannya." Tamus memejamkan mata,
seperti sedang memilih kalimat terbaik untuk memulai cerita.
"Dua ribu tahun lalu, lahir seorang bayi yang gagah dan tampan.
Sejak kecil sudah terlihat sekali betapa besar kekuatan anak ini.
Tumbuh remaja, beranjak dewasa, pemuda ini memutuskan pergi
melihat dunia. Dia ingin belajar apa pun. Dia mendatangi setiap sudut.
Tidak puas di Klan Bulan ini, dia membuka sekat ke dunia lain.
Mendatangi Klan Matahari, dunia Makhluk Rendah, bahkan hingga Klan
Bintang yang berada di titik jauh. Tidak terbayangkan betapa jauh
perjalanan yang pernah dia lakukan.
"Saat usianya dua puluh tahun, terbetik kabar, ibunya meninggal
dunia. Pemuda ini bergegas kembali, hanya untuk menemukan pusara
ibunya. Ayahnya memeluknya penuh kesedihan. Itu kabar malang bagi
seluruh negeri. Pemuda ini menjadi piatu. Ayahnya kehilangan istri yang
amat dia cintai.
"Tetapi dua tahun setelah ibunya meninggal, ayahnya menikah lagi
dengan seorang gadis jelita, kecantikannya terkenal di seluruh negeri.
Dan tidak lama setelah pernikahan itu berlangsung, lahirlah si kecil adik
tirinya. Pemuda gagah ini kembali mengunjungi banyak tempat, dia tahu
kabar bahagia dari ayahnya yang kembali menikah, juga tahu kelahiran
adik tirinya, tapi dia sibuk belajar untuk melupakan kesedihan karena
mengingat ibunya.
"Usia empat puluh tahun, pemuda ini telah menjadi seseorang yang
begitu lengkap. Wajahnya gagah, perawakannya memesona, ilmunya
tinggi, dan kekuatan yang dimilikinya tidak terbilang. Dia adalah putra
pertama ayahnya, maka bahkan tanpa semua kehebatan itu, dia jelas
lebih berhak mewarisi apa pun yang dimiliki ayahnya, termasuk mahkota
raja.
"Tapi apa yang terjadi? Ayahnya yang sepuh, sakit-sakitan, justru
menunjuk adik tirinya. Keputusan yang mengejutkan seluruh negeri.
Pemuda ini datang menghadap ayahnya, meminta penjelasan. Ayahnya
352
menggeleng, keputusan itu telah bulat, ayahnya telah memilih pengganti
terbaik. Marah sekali pemuda ini. Dia hendak berteriak marah, tapi demi
mengingat ibunya, seluruh kebaikan ayahnya, dia memutuskan
mengalah. Maka sejak hari itu, pemuda ini sekali lagi pergi meninggalkan
negeri, menetap di tempat jauh, dan semua orang memanggilnya ?Si
Tanpa Mahkota?.
"Kamu harus tahu, siapa yang jahat dalam situasi ini? Bukan
ayahnya, tapi ibu tirinya yang tamak dan ambisius. Dia membisiki
suaminya yang telah tua, sakit-sakitan, tidak cakap mengambil
keputusan, dengan bisikan beracun setiap hari, sehingga ayahnya buta
penilaian, menjadikan si kecil, si bungsu yang tidak becus dalam hal apa
pun, sebagai raja. Lihatlah, masih persis seperti remaja manja, berada di
bawah ketiak ibunya. Tapi keputusan ayahnya sudah bulat, maka sejak
hari kematian ayahnya, kerajaan resmi dipimpin oleh adik tirinya.
"Si Tanpa Mahkota memutuskan hidup tenang di tempat jauh,
menekuni ilmu pengetahuan. Pengikutnya banyak, orang yang
menyatakan kesetiaan padanya terus bertambah. Apalagi dengan
keadaan negeri yang kacau-balau karena ibu tirinya justru lebih asyik
hidup bermewah-mewah dan memaksa penduduk mengongkosi
kemewahan tersebut.
"Hanya soal waktu, orang-orang semakin mencintai si Tanpa
Mahkota, dan sebaliknya, membenci Raja. Melihat situasi itu, ibu tirinya
merasa terancam, mahkota anaknya dalam posisi terancam. Jahat sekali
hati yang dimiliki wanita jelita itu, maka dia melepaskan berita bahwa si
Tanpa Mahkota dan pengikutnya adalah pengkhianat besar, mereka orang
tamak yang haus kekuasaan, penjahat yang menekuni pengetahuan
gelap dari dunia lain."
Tamus diam sejenak, menatapku tajam. "Kenapa, Gadis Kecil? Versi
yang kamu dengar tidak seperti itu?"
Tamus tertawa. "Terlalu banyak dusta yang ditulis dalam buku
sejarah, Nak. Bahkan kamu sendiri tahu, cerita ini sama sekali tidak ada
dalam buku sejarah, hanya ada dalam dongeng, kisah yang disampaikan
lewat nyanyian.
353
"Lihat, aduh, lihatlah
Itu si Tanpa Mahkota berdiri gagah
Dia adalah pemilik kekuatan paling hebat
Menjelajah dunia tanpa tepian
Untuk tiba di titik paling jauh
Bumi, Bulan, Matahari, dan Bintang
Ada dalam genggaman tangan."
Tamus menyanyikan potongan lagu itu dengan suara serak. Lantas
terkekeh lagi.
"Pertempuran pecah di seluruh negeri. Raja dan ibunya yang tamak
mengirim pasukan untuk menangkap si Tanpa Mahkota. Segala cara
dilakukan ibunya, termasuk menutup langit dengan asap pekat agar
bulan tidak terlihat, karena itu sumber kekuatan Klan Bulan terbesar.
Tetapi mereka keliru, kekuatan si Tanpa Mahkota lebih besar dari yang
diduga, dia justru berhasil menaklukkan istana, mengambil alih
kerajaan. Mereka terusir, mengungsi.
"Setelah berbulan-bulan tinggal di tempat pengungsian, ibunya
yang tamak mengirim anaknya untuk berdamai, meminta pengampunan.
Si adik tiri datang ke istana menyerahkan diri. Tapi itu dusta! Itu jebakan
maut. Ketika si Tanpa Mahkota hendak memeluk adiknya, tanpa rasa
malu, adiknya mengangkat Buku Kematian, membuka sekat menuju
petak kecil yang disebut penjara ?Bayangan di bawah Bayangan?. Si
Tanpa Mahkota terseret dalam lubang itu, terperangkap, dan berhasil
disingkirkan selama-lamanya.
"Seribu tahun berlalu sejak kejadian itu, semua orang lupa. Tidak
ada catatan sejarahnya. Pihak yang menang selalu bisa menulis sendiri
sejarah yang diinginkannya. Maka pengikut yang masih setia dengan si
Tanpa Mahkota mewariskan kisah itu lewat lagu, dongeng pengantar
tidur, tanpa tahu itulah bukti kebenaran. Seribu tahun berlalu,
354
kekuasaan si bungsu semakin besar, ibunya yang tamak semakin kuat,
maka tibalah mereka dengan ide menguasai dunia lain. Tidak merasa
cukup atas Klan Bulan.
"Aku Panglima Pasukan Bayangan saat itu, pemimpin delapan
panglima lainnya. Usiaku masih muda, seratus tahun. Raja memanggilku,
memintaku memimpin penyerangan ke dunia lain, menguasai dunia
Makhluk Rendah. Aku bertanya, bagaimana sekat itu akan dibuka? Raja
mengacungkan Buku Kematian yang dia miliki. Aku masih terlalu muda,
dan dengan janji gelimang kekuasaan, dijanjikan menjadi raja di dunia
itu, tunduk dalam perintah mereka, aku membantu rencana Raja dan
ibunya. Adalah tugasku sebagai Panglima untuk setia pada Raja. Tapi
banyak yang menolak rencana gila itu. Av salah satunya, juga ayah Tog,
Panglima Timur saat itu. Mereka meminta bantuan Pasukan Cahaya dari
Klan Matahari. Pertempuran besar meletus.
"Raja dan ibunya yang tamak terbunuh, puluhan ribu Pasukan
Cahaya tewas, apalagi Pasukan Bayangan, tidak terhitung. Kami kalah
pengetahuan dan teknologi dibanding mereka. Pasukan Cahaya kembali
ke dunia mereka, mengunci seluruh sekat. Kerajaan hancur lebur.
Penduduk memutuskan untuk membentuk Komite Kota sebagai
penguasa baru. Aku? Av dan ayah Tog tidak pernah tahu intrik politik
sebenarnya. Mereka hanya memahami kulit luarnya saja, bahwa aku
penjahatnya. Bahwa aku akal keji dari seluruh rencana itu.
Kenyataannya? Tidak sama sekali. Aku korban ambisi. Apa dosanya
dengan setia pada raja? Bahkan aku tidak tahu bahwa dia seharusnya
tidak pernah jadi raja."
Tamus menghela napas perlahan, yang membuat butir salju
berguguran di sekitar kami.
"Siapa pun yang memenangkan pertempuran, maka dialah yang
menulis catatan sejarah. Aku adalah pihak yang kalah perang, melarikan
diri, memutuskan mulai mempelajari banyak buku tua, catatan-catatan
lama, hingga akhirnya aku tahu kebenaran itu. Si Tanpa Mahkota adalah
orang yang paling berhak menguasai dunia ini. Aku adalah korban ambisi
raja palsu dan ibunya yang tamak."
355
"Kamu bohong!" Aku akhirnya bisa berseru, memotong penjelasan
Tamus.
"Oh ya? Aku berdusta? Gadis kecil lima belas tahun, dengan
pengetahuan dangkal, menuduhku berdusta?" Tamus tertawa, dia
melangkah mendekati Miss Selena, mengangkat tangannya. Tubuh Miss
Selena yang meringkuk mengambang, lantas berganti posisi menjadi
duduk.
Tamus mengulurkan tangan, menebas pelan jaring perak di mulut
Miss Selena.
"Kamu tanyakan pada guru berhitungmu ini, Gadis Kecil. Apakah
cerita versiku yang benar atau cerita versi lain?"
Aku menatap wajah lebam Miss Selena. Hatiku teriris melihat
kondisi Miss Selena. Jaring perak itu membuatnya sama sekali tidak bisa
bergerak, bahkan menoleh pun tidak. Dia hanya bisa membuka mulut.
"Ayo! Tanyakan kepada gurumu ini!" Tamus membentakku.
Aku gemetar menahan rasa marah dan sedih. Andai saja tenagaku
pulih, akan kupukul sosok tinggi kurus ini.
"Dia benar, Ra." Suara Miss Selena terdengar pelan.
Aku menoleh. Apa yang dikatakan Miss Selena?
"Seluruh ceritanya benar." Miss Selena menatapku, mata itu terlihat
bengkak.
Astaga! Aku tidak percaya.
"Tapi kamu sama saja seperti mereka, Tamus." Miss Selena susah
payah terus bicara, suaranya pelan sekali. "Dengan penjelasan itu,
dengan semua kejadian menyedihkan itu, bukan berarti kamu berhak
Bumi Karya Tere Liye di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
membalas siapa pun."
Aku menatap Miss Selena. Tidak mengerti.
356
"Kamu sekarang sama jahatnya seperti Raja dan ibunya. Kamu
mengintimidasi, mengancam, bahkan membunuh orang-orang yang
berseberangan dengan rencanamu. Anak-anak ini, bahkan kamu enteng
saja akan membunuh mereka jika tidak menuruti keinginanmu. Kamu
ingin mengembalikan si Tanpa Mahkota melalui jalan penuh darah, dan
tidak ada yang menjamin apakah si Tanpa Mahkota akan kembali dengan
baik atau dia akan membenci seluruh klan ini, membalas semua orang,
sama persis seperti yang kamu lakukan. Kamu sama jahatnya dengan
Raja dan ibunya yang tamak."
Tamus tiba-tiba menampar Miss Selena.
Tubuh Miss Selena terbanting ke lantai.
Aku berseru. Seli yang terbaring di lantai pualam ikut berseru. Ali
hanya meringkuk, entah apakah dia masih pingsan atau tidak.
"Tutup mulutmu, Selena! Lancang sekali kamu mengajariku,
seseorang yang mendidikmu sejak kecil, kamu ajari tentang moralitas,
hah?" Tamus menggeram.
Aku berontak, hendak melepaskan diri, tapi cengkeraman dua
panglima itu kokoh.
"Aku menyesal menjadi muridmu, Tamus," Miss Selena berseru
dengan suara bergetar. "Aku menyesal. Dulu aku sangat percaya kamu
memang berniat baik. Kamulah yang berkhianat."
"Sekali lagi kamu bicara, aku akan menghancurkan kepalamu,"
Tamus membentak.
Ruangan besar itu lengang sejenak. Napas Miss Selena tersengal
pelan.
"Ceritaku belum selesai, Gadis Kecil." Tamus menatapku lagi.
"Ceritaku bahkan baru saja dimulai. Dan jika kamu membenci versi
ceritaku, tidak mau memercayainya, maka kamu harus menerima
kenyataan menyakitkan, kamu adalah bagian dari cerita itu.
"Kenapa kamu sejak usia dua tahun sudah bisa menghilang?
Karena di tubuhmu mengalir darah petarung terbaik seluruh Klan Bulan.
357
Ketika Raja lama wafat, dia memberikan dua buku kepada dua anaknya.
Satu buku dengan sampul bergambar bulan sabit menghadap ke bawah,
dipilih sendiri oleh istrinya yang culas, Buku Kematian, yang digunakan
anaknya yang licik untuk memenjarakan kakak tirinya. Satu buku lagi,
diberikan kepada kakak tirinya tersebut, Buku Kehidupan. Si Tanpa
Mahkota.
"Maka inilah rahasia besarnya. Sebelum dia dilemparkan dalam
penjara Bayangan di Bawah Bayangan, si Tanpa Mahkota telah menikah,
memiliki seorang putra. Setelah kejadian itu, pengikut setia si Tanpa
Mahkota mengirim pergi putranya ke dunia lain agar tidak dibunuh Raja
dan ibunya. Dua ribu tahun berlalu, garis keturunan itu tetap terjaga di
dunia Makhluk Rendah. Kamu adalah cucu dari cucu cucunya si Tanpa
Mahkota. Orangtuamu adalah Klan Bulan, mereka meninggal saat kamu
masih bayi dalam sebuah kecelakaan. Di dunia hina itu orang-orang
sayangnya tidak menggunakan lorong berpindah, tapi memilih benda mati
yang disebut pesawat terbang. Kamu selamat, dan dititipkan kepada
orangtuamu sekarang."
Aku menahan napas mendengar penjelasan Tamus.
"Buku ini, Buku Kehidupan, adalah milik kakek dari kakek
kakekmu, si Tanpa Mahkota. Dulu dia menghabiskan banyak waktu
mempelajarinya, menyingkap misteri kehidupan. Buku ini dipenuhi
kebaikan, mengembalikan yang telah pergi, menyembuhkan yang sakit,
menjelaskan yang tidak dipahami, melindungi yang lemah dan tidak
berdaya.
"Maka malam ini," Tamus mendongak, menatap langit-langit
ruangan, tertawa, "malam ini, buku ini akan mengembalikan si Tanpa
Mahkota. Kamu akan melakukannya untukku, Gadis Kecil. Kamu akan
melakukannya untuk kakek dari kakek kakekmu sendiri. Dia akan
bangga melihatmu membawanya pulang."
Tamus mendekatiku, lantas meletakkan buku itu di genggaman
tanganku.
"Jangan lakukan, Ra!" Miss Selena berkata serak.
Aku menoleh.
358
"Jangan lakukan." Miss Selena meringkuk kesakitan. "Kamu akan
mengembalikan orang yang dua ribu tahun telah pergi. Dia bisa menjadi
ancaman bagi seluruh empat dunia."
Tamus terkekeh. "Aku tahu ini tidak akan mudah. Jadi aku sudah
menyiapkan rencana cadangan agar kamu bersedia melakukannya."
Tamus mengeluarkan sebuah buku dari balik pakaian gelapnya.
Buku dengan sampul bulan sabit menghadap ke bawah. Tamus
mengangkat Buku Kematian, lantas bergumam pelan. Seketika, di
depannya terbentuk sebuah lubang. Awalnya kecil, tapi lama-kelamaan
membesar setinggi orang dewasa. Pinggir lubang itu seperti awan pekat
berpilin, dengan butiran salju runtuh. Di dalam lubang hanya kosong,
gelap, tidak terlihat apa pun.
Tamus memandangku dengan tatapan mengancam. "Aku bukan
pewaris buku ini, aku justru mencurinya dari tubuh Raja yang tewas.
Tapi setelah berpuluh tahun mempelajarinya, aku tahu cara
menggunakannya. Kamu dengarkan aku baik-baik, Buku Kematian hanya
bisa membuka sekat menuju penjara Bayangan di Bawah Bayangan, tapi
tidak sebaliknya. Nah, aku sudah membuka lorong menuju petak itu."
Tamus menatapku semakin serius. "Gadis Kecil, sekarang
giliranmu yang akan membuka jalan pulang dari penjara itu ke dunia ini.
Hanya bukumu yang bisa melakukannya."
Aku menggeleng, tidak mau melakukannya.
"Malam ini, semua harus berakhir, Nak." Napas Tamus menderu
dingin di wajahku. "Jika kamu menolak membuka lorong itu, membawa
pulang si Tanpa Mahkota, maka aku akan mengirim siapa pun di sini
yang kamu sayangi ke penjara tersebut."
Aku menggeleng semakin kuat.
"Baik! Kamu yang memilihnya sendiri. Jangan salahkan siapa pun."
Tamus mengangkat tangan, tubuh Miss Selena langsung mengambang.
Tangan Tamus bergerak mendorong, dan tubuh Miss Selena juga
bergerak, menuju lorong gelap pekat. "Yang pertama adalah guru
berhitungmu."
359
Seli di sebelahku menjerit.
Aku menggigit bibir.
"Kamu lakukan, atau aku lempar gurumu ini ke penjara tanpa
kehidupan. Dia tidak akan pernah bisa pulang, kecuali kamu bukakan
lorongnya."
"Aku tidak tahu cara melakukannya!" aku berteriak parau, suaraku
panik.
Tamus menggeleng. "Kamu pewaris buku itu, kamu tidak perlu tahu
caranya. Dia menuruti perintah yang diberikan tuannya."
"Jangan lakukan, Ra. Kumohon!" Miss Selena yang mengambang
dua meter dari lorong gelap berseru serak.
Aku menggigit bibir. Apa yang harus kulakukan?
"Sepertinya aku harus memberikan motivasi tambahan." Tamus
menatapku. "Baiklah. Aku akan menghitung hingga sepuluh, Gadis Kecil.
Sama seperti ketika aku melatihmu lewat cermin itu."
"Sepuluh!" dia mulai menghitung.
Tanganku gemetar memegang buku PR matematikaku.
Panglima Pasukan Bayangan masih mencengkeram bahuku.
Dua
"Sembilan!"
"Jangan lakukan, Ra," Miss Selena berkata pelan. Aku tahu, dia
susah payah mengeluarkan suara. Miss Selena memaksakan diri dengan
seluruh rasa sakit.
"Delapan!" Tamus terus menghitung.
Apa yang harus kulakukan?
"Tujuh!"
Lubang hitam pekat itu terlihat mengerikan. Jarak Miss Selena
hanya dua meter darinya. Aku menatap gentar.
360
"Enam! Waktumu semakin sempit, Gadis Kecil."
Aku
mulai
matematikaku.
panik.
Tanganku
mencengkeram
buku
PR
"Lima!"
Seberkas cahaya keluar dari buku yang kupegang.
"Empat! Bagus sekali, buku itu menuruti apa yang kamu pikirkan."
Apa yang telah kulakukan? Aku mengeluh tertahan. Cahaya itu
merambat keluar dari bukuku, lantas membentuk lubang kecil terang
benderang di depan kami, yang terus membesar. Aku menginginkan Miss
Selena selamat. Buku yang kupegang menuruti perintahku, tanpa bisa
kucegah dia mulai membuka lorong menuju penjara Bayangan di Bawah
Bayangan. Tetapi aku tidak ingin membukanya.
"Tiga! Lebih besar lagi!" Tamus terus menghitung.
"Jangan lakukan, Ra! Biarkan aku yang pergi," Miss Selena berseru.
Aku gemetar memegang buku PR matematikaku. Aku tidak ingin
membuka lorong itu. Aku hanya ingin Miss Selena selamat. Lubang
dengan cahaya terang benderang itu semakin besar, sedikit lagi sempurna
sudah bisa dilewati.
"Dua!" Tamus tertawa penuh kemenangan.
Tidak! Aku tidak akan membuka lorong itu. Aku menggeleng panik.
Aku tidak akan membukanya demi Tamus. Aku berseru parau. Di detik
terakhir, sebelum lorong itu sempurna terbuka, aku melepaskan buku PR
matematikaku. Buku itu jatuh ke lantai pualam, dan lubang dengan
cahaya terang itu lenyap seketika.
Tawa Tamus bungkam. Dengan marah dia menepis tangannya ke
depan, dan tubuh Miss Selena langsung meluncur, terseret ke dalam
lubang gelap pekat.
"Miss Selena!!" aku berteriak panik.
361
Ali juga berteriak. Ternyata dia sudah siuman sejak tadi. Dia
beranjak duduk.
Tetapi tubuh Miss Selena yang meluncur ke dalam lubang terhenti,
ada aliran listrik yang merambat di tubuhnya.
Seli! Dengan posisi duduk, Seli mengangkat tangannya, berusaha
menahan tubuh Miss Selena dari jarak jauh, menggunakan kekuatannya.
Tangan Seli gemetar, wajahnya meringis menahan sakit.
"Biarkan saja!" Tamus mencegah salah seorang
Pasukan Bayangan yang hendak menghentikan Seli.
Panglima
"Dia tidak akan kuat menahannya." Tamus menatap Seli. "Dan ini
semakin menarik."
Apa yang dikatakan sosok tinggi kurus menyebalkan ini benar, Seli
tidak kuat menahan tubuh Miss Selena. Seli justru sekarang terangkat
dari lantai pualam. Tubuh Miss Selena mulai terseret ke dalam lorong
Bumi Karya Tere Liye di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pekat gelap.
"Kamu sendiri yang memintanya. Jangan salahkan siapa pun, Gadis
Kecil." Tamus menatapku.
Situasi semakin kacau. Seli mati-matian mengerahkan tenaga
tersisa. Sarung tangannya bersinar redup, berusaha menahan tubuh
Miss Selena. Sejenak Seli bisa kembali duduk, tapi hanya sebentar.
Tubuhnya segera terangkat, dan kali ini lebih cepat.
"Hentikan!" aku berteriak panik.
"Tidak ada yang bisa menghentikannya, Gadis Kecil." Tamus
tertawa. "Guru berhitungmu dan teman terbaikmu akan terseret ke
dalam lorong itu. Maka kita lihat, apakah setelah itu kamu akan bersedia
membukakan jalan pulang untuk mereka."
"Lepaskan aku, Seli!" Miss Selena berseru, tubuhnya sudah masuk
separuh ke dalam lorong.
"Aku tidak akan melepaskan Miss Selena!" Seli meraung.
362
Aku berontak, hendak melepaskan diri dari cengkeraman tangan
Panglima Pasukan Bayangan. Mereka sebaliknya, memegangku lebih
kokoh.
Tubuh Seli sudah naik satu meter. Hanya soal waktu, di detik
kapan pun, saat dia tidak kuat lagi, dia dan Miss Selena akan diseret
habis oleh lubang pekat gelap itu.
"Hentikan! Aku mohon! Aku akan melakukan apa pun yang kamu
minta!"
Tamus menggeleng. "Sudah terlambat, Nak. Kita akan memakai
rencanaku. Hanya dengan begini kamu benar-benar bersedia membuka
lorong itu untukku. Dan ini jadi semakin menarik, karena setelah kamu
membuka lorong itu, boleh jadi si Tanpa Mahkota tidak mengizinkan guru
dan temanmu itu pulang."
Aku menggigit bibir, menangis. "Aku mohon. Hentikan..."
Lihatlah, tubuh Miss Selena sudah terseret semakin dalam, dan Seli
ikut bersamanya.
"Aku mohon, siapa pun yang bisa menolong, tolong hentikan
semua ini."
Tamus bersedekap, menonton.
363
AAT itulah, ketika sepertinya tidak ada lagi bantuan yang
datang, dari tengah ruangan terdengar teriakan marah. Tapi itu bukan
teriakan manusia. Itu raungan hewan buas. Seperti beruang besar yang
sedang amat marah.
Kami menoleh ke sumber suara.
Aku tidak pernah menduga. Bahkan Tamus boleh jadi tidak pernah
tahu bahwa Makhluk Rendah juga memiliki kekuatan terbaik
alamiahnya. Mereka tidak menghilang, mereka juga tidak meniti cahaya
atau mengeluarkan petir. Mereka menggunakan naluri bertahan yang
sangat primitif, tapi sekaligus paling mengerikan.
Ali, tubuh Ali membesar berkali-kali lipat. Dia meraung lagi, lebih
kencang dan mengerikan, membuat dinding ruangan bergetar.
Tangannya membesar, kakinya membesar, dan seluruh tubuhnya
dibungkus dengan cepat oleh bulu tebal berwarna hitam.
Hanya dalam hitungan detik, Ali berubah menjadi beruang dengan
tinggi badan menyentuh langit-langit ruangan. Kuku-kuku panjang dan
tajam muncul. Tangannya bahkan sebesar orang dewasa. Matanya merah.
Taring berlumuran ludah keluar dari mulutnya.
Ali meraung, membuat langit-langit berguguran. Belum habis suara
raungannya, tangan kanan Ali menyambar Tamus, seperti memukul
boneka, Tamus terlempar jauh.
Satu tangan berbulu tebal hitam itu meraih Seli dan Miss Selena,
melempar mereka ke dinding seberang, menyelamatkan mereka dari
lorong gelap.
Lima Panglima Pasukan Bayangan berseru?termasuk Stad yang
telah pulih. Mereka loncat, menghindari pukulan dari beruang besar
yang mengamuk. Lima Panglima Pasukan Bayangan tiba-tiba menghilang,
kemudian muncul di sekitar tubuh Ali, mengirimkan pukulan mematikan,
berdentum. Lima dentuman kencang.
364
Beruang itu meraung marah, terhuyung sebentar, tapi segera
memukul dua orang paling dekat. Dua Panglima Pasukan Bayangan
terpelanting kencang. Stad berusaha memukul wajah beruang besar, tapi
Ali meninjunya lebih dulu. Stad terbanting ke dinding, jatuh ke lantai
pualam, kaki besar Ali menginjaknya. Dua Panglima Pasukan Bayangan
lainnya lompat mundur, menghilang, dan muncul di sudut ruangan
dengan wajah pucat.
Tamus berusaha bangkit. Dia jelas tidak menduga hal ini akan
terjadi, wajahnya merah padam. Tangan kirinya masih memegang Buku
Kematian, lubang menuju penjara Bayangan di Bawah Bayangan itu
masih terbuka.
Tiba-tiba tubuh Tamus menghilang, dan muncul di depan Ali.
Tamus berteriak, mengirim pukulan. Beruang besar itu terbanting ke
belakang, menabrak dinding, membuat retak besar.
Aku menjerit ngeri. Itu pukulan yang amat keras.
Ali meraung marah.
Tubuh Tamus menghilang lagi, lalu muncul di samping Ali. Tamus
mengirim pukulan kedua. Beruang besar itu terbanting lagi, terduduk.
Dua panglima lain yang merasa Tamus kewalahan mengatasi beruang
besar itu, loncat hendak ikut membantu.
Tubuh Tamus menghilang lagi, muncul di atas kepala Ali. Tapi dia
keliru, kali ini tangan Ali sudah sejak tadi menunggunya. Sebelum
Tamus sempat melepaskan pukulan, Ali sudah menyambarnya. Jemari
besar Ali yang berbulu mencekik Tamus hingga dia tidak bisa bergerak,
apalagi melepas pukulan.
Ali meraung ke depan, meninju dua Panglima Pasukan Bayangan
lainnya dengan tangan kiri. Dua panglima itu terpelanting. Kaki-kaki
beruang besar bergerak cepat menuju tengah ruangan, tangan kanannya
masih menggenggam badan Tamus. Sebelum Tamus menyusun rencana
dan berhasil membebaskan diri, bahkan sebelum dia tahu apa yang akan
dilakukan Ali, tangan besar beruang itu sudah melemparkan tubuhnya
ke lorong gelap.
365
Tamus berteriak parau. Suaranya terdengar penuh kemarahan.
Tapi terlambat, tubuhnya sudah masuk, terseret ke dalam lorong.
Lubang itu mengecil, kemudian hilang.
Ali meraung, panjang dan kencang. Aku sampai menutup telinga,
tidak tahan mendengarnya. Seli memeluk Miss Selena. Langit-langit
ruangan berguguran. Dua Panglima Pasukan Bayangan yang masih
mampu berdiri terduduk di lantai pualam, menatap ngeri.
Semua telah berakhir.
366
V, Ilo, Tog, dan beberapa orang muncul di ambang pintu.
Aku yakin, ketika Ou tidak menemukan kami di kamar, Av segera
tahu harus mencari ke mana. Mereka memutuskan menyusul kami,
membatalkan pertemuan.
Mereka berseru cemas melihat seluruh ruangan. Seli memeluk Miss
Selena, bersandarkan dinding sebelah kiri. Aku di tengah ruangan,
mendongak menatap beruang besar yang masih menggerung marah.
Cakar besarnya bergetar, menggaruk lantai pualam. Stad entah apa yang
terjadi dengannya, tergeletak, injakan beruang besar tadi membuatnya
terkapar tanpa bergerak. Dua Panglima Pasukan Bayangan lain yang
terkena hantaman tangan besar Ali, meringkuk tidak bergerak. Yang lain
masih terduduk dengan wajah pucat.
Tubuh Ali mulai menyusut. Tangan, kaki, dan seluruh tubuhnya
yang dipenuhi bulu tebal kembali ke ukuran semula, lantas tergeletak
lemah di atas lantai pualam.
Ilo berlari mendekati kami, disusul oleh Av.
"Kamu baik-baik saja, Ra?" Ilo memegang lenganku, panik.
Aku mengangguk.
Av melepas jubah yang dipakainya, menutupi tubuh Ali.
"Miss Selena,
memberitahu.
dia
butuh
pertolongan,"
aku
berkata
pelan,
Av mengangguk, lalu segera berlari mendekati Miss Selena. Tangan
Av memutus jaring perak dengan cepat?yang lebih mudah dirobek
setelah Tamus terlempar ke lorong gelap. Av menyentuh leher Miss
Selena, konsentrasi penuh mengeluarkan seluruh tenaga penyembuhan
yang dia miliki.
367
Tog, dan beberapa Ketua Akademi yang menyertainya, mendekati
Stad dan empat Panglima Pasukan Bayangan. Dua Panglima yang masih
bisa berdiri tidak melawan, mereka menyerah.
Aku merangkak mendekati Ali yang diselimuti jubah Av.
Mata Ali terbuka, menatapku lemah. "Apa yang terjadi, Ra?"
"Kamu tidak ingat apa yang terjadi?"
"Entahlah. Kepalaku pusing. Aku tidak bisa mengingat apa pun.
Tiba-tiba semua gelap. Tubuhku seperti melayang, lantas luruh dengan
seluruh badan terasa sakit."
Aku tersenyum. "Kamu baru saja membuktikan teori ikan buntal,
Ali."
"Ikan buntal?" Ali menatapku bingung?sepertinya
mengetahui dia baru saja berubah menjadi beruang besar.
dia
tidak
Aku mengangguk. Ali sendiri yang menjelaskan, ketika terdesak,
panik, seekor ikan buntal akan menggelembung besar, berkali lipat
ukuran aslinya, duri-durinya berdiri tajam. Ikan buntal mewarisi gen
spesial itu. Kekuatan spesial.
"Apakah Seli dan Miss Selena baik-baik saja?" Ali bertanya.
"Mereka baik-baik saja," Av yang menjawab, melangkah mendekati
kami. "Miss Selena kondisinya serius. Terlambat beberapa detik saja, dia
tidak bisa diselamatkan lagi, tapi dia akan sembuh. Sebentar lagi dia
sudah bisa duduk dan bicara normal. Seli hanya terluka kecil, tubuhnya
akan pulih sendiri dalam hitungan menit. Boleh aku memeriksamu?"
Ali mengangguk.
Av menyentuh leher Ali, mengalirkan sentuhan hangat selama tiga
puluh detik.
"Kamu telah merusak ruangan favoritku, Ali." Av melepaskan
tangannya. "Di ruangan ini terdapat novel-novel terbaik seluruh negeri.
Aku paling suka menghabiskan waktu di sini."
368
"Aku merusak apa?" Ali beranjak duduk, masih berselimutkan
jubah. Dia menatap sekitar dengan bingung. Dinding ruangan dipenuhi
lubang dan cakaran. Juga lantai pualam, ada bekas cakar dalam di dua
tempat. Langit-langit runtuh di sudut-sudutnya.
Av mengangkat bahu. "Kamu berubah menjadi beruang besar, Ali.
Aku sempat menyaksikannya meski di detik terakhir. Beruang besar yang
melemparkan Tamus ke dalam lubang gelap. Kamu tidak ingat?"
Ali sekali lagi menatap kami bergantian, dia juga menatap jubah
Bumi Karya Tere Liye di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang menyelimutinya, tidak mengerti ke mana pakaian gelapnya. Aku
dan Av saling tatap.
Masih banyak sekali masalah yang harus diselesaikan, di luar
penjelasan kepada Ali bahwa dia tadi tiba-tiba menjadi beruang besar. Tog
menangkap Stad dan Panglima Pasukan Bayangan yang membelot.
Puluhan anak buah Tog menyusul masuk ke dalam ruangan. Pertikaian
politik itu telah selesai. Akan ada banyak pekerjaan bagi Tog, termasuk
memulihkan Komite Kota.
Av juga harus mengurus perpustakaan besarnya. Dengan separuh
gedung hancur, akan butuh waktu lama untuk memperbaiki dan
mengembalikan kemegahan Perpustakaan Sentral, belum lagi ratusan
ribu koleksinya yang rusak.
Aku mendekati Miss Selena yang sudah bisa duduk. Tubuhnya
lebam dan terluka. Baju gelapnya robek di banyak tempat, tapi wajahnya
mulai bercahaya. Aku lompat memeluk guru matematikaku itu erat-erat.
"Terima kasih, Ra," Miss Selena berbisik.
"Aku yang harus bilang terima kasih. Terima kasih banyak, Miss
Selena."
Seli sekali lagi ikut memeluk Miss Selena. Kami bertiga berpelukan.
Masih banyak hal yang harus kami lakukan di dunia ini, tapi kami
bisa pulang. Miss Selena bisa membuka portal menuju kota kami. Juga
ada banyak yang bisa kami tanyakan kepadanya, Miss Selena yang
369
sengaja mengumpulkan kami bertiga di sekolah, dia menyimpan banyak
penjelasan yang kami butuhkan.
Dan setelah kami pulang ke kota kami, akan lebih banyak lagi hal
yang harus diselesaikan. Gardu trafo yang meledak. Bangunan sekolah
yang runtuh. Kecemasan orangtua kami selama berhari-hari. Klub
Menulis Mr. Theo. Rencana Mama mengadakan arisan di rumah, masalah
mesin pencacah di pabrik tempat Papa bekerja. Termasuk yang sangat
penting, bagaimana aku akan bertanya tentang orangtua asliku kepada
Mama dan Papa.
"Kita akan menyelesaikannya bersama, Ra. Jangan cemas." Miss
Selena masih memelukku.
Aku dan Seli mengangguk.
"Kalian membicarakan apa?" Ali ikut mendekat, menjadikan jubah
Av seperti kain, melilit tubuhnya hingga ketiak.
"Membicarakanmu," aku menjawab sambil nyengir.
"Aku?"
"Iya, kenapa kamu malas sekali mengerjakan PR matematika
selama ini, dan terpaksa diusir Miss Selena ke lorong kelas."
Ali menggaruk rambut berantakannya.
Aku, Seli, dan Miss Selena tertawa.
Saat matahari semakin tinggi, kami meninggalkan ruangan itu
disertai Ilo, Tog, dan anak buahnya. Lorong berpindah telah diaktifkan,
kami bisa segera menuju Rumah Bulan Ilo.
"Aku lupa satu hal," aku berkata kepada Av.
Kami sedang bersiap memasuki lorong berpindah yang dinyalakan
Ilo.
Av menoleh kepadaku. "Apa?" tanyanya. Yang lain ikut menoleh.
370
"Aku lupa memberitahu, Tamus membawa Buku Kematian ke
lorong gelap tadi. Bagaimana kalau buku itu dikuasai oleh si Tanpa
Mahkota. Bukankah itu berbahaya?"
Tamat
371
Nantikan lanjutannya yang lebih seru.
Buku 2: "BULAN"
372
373
Pengemis Binal 19 Pewaris Mustika Api Pendekar Rajawali Sakti 102 Pembunuh Patung Pembawa Maut Karya Aryani
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama