Guntur Geni Dan Cambuk Kilat Karya Widi Widayat Bagian 2
merepotkan tentang nama dan gelar segala. Karena aku hanyalah orang
yang tak berarti. Aku hanya orang yang bermukim dilereng Merapi. Dan
katakanlah kepada Mayangseto, bahwa aku berharap agar segera pulang
kesana."
Sesudah mengucapkan kata itu, tiba2 kakinya bergerak, dan lenyap
ditelan gelap. Maruto masih berdiri terlonggong longgong menyaksikan
peristiwa yang dialami sendiri, seakan sedang mimpi.
Dan betapa rasa terkejutnya, ketika merasa pada telapak tangan
kanan sudah menggenggam barang yang lunak. Ketika dilihatnya, ternyata
dalam tangannya sudah tergenggam kantung dari kain putih.
Kemudian Maruto ingat kepada empat orang penjahat yang tadi roboh
tak berkutik. Ia dan kawan2nya bermaksud menggunakan kesempatan itu
untuk membunuh, sebagai pembalas dendam. Akan tetapi Maruto menjadi
terbelelak keheranan ketika ia tidak lagi melihat empat perampok tersebut.
Timbullah dugaannya kemudian, bahwa empat perampok itu sudah dibawa
pergi oleh orang tadi secara ajaib.
Kemudian mereka bergegas pulang. Tiga orang kawannya yang
terluka segera mereka dukung dan bawa pulang.
Ketika tiba didesanya kemball, Maruto cepat2 menemui Jogotirto
sambil menceritakan pengalamannya. Tiba2 Jogotirto berseru : ?Ah, beliau
Kinageng Gunturselo."
?Kiageng Gunturselo ?" tanya Maruto dengan terkejut.
?Mana ramuan obat itu sekarang ?" tanya Jogotirto tidak sabar.
Maruto segera mengambil kantung kecil yang diterima tadi dan
diserahkan kepada Jogotirto. Dengan wajah berseri, Jogotirto segera
membuka kantung tersebut, lalu diambillah sebutir obat dan dimasukkan
dalam mulut Mayangsato
?Kakang, aku amat kagum dibuatnya," kata Maruto kemudian. ?Karena
sebelum aku sempat mernbuka mulut Kiageng Gunturselo sudah pergi amat
cepat. Dan perampok2 yang tadi roboh, ternyata sudah dibawanya pergi"
?Tidak mengherankan akan kesaktiannya, justru beliau orang sakti
jaman ini. Beliau keturunan Kiageng Tarub". Kata Jogotirto.
?Keturunan Kiageng Tarub yang beristerikan bidadari Nawangwulan ?"
?Benar Maruto. Beliau adalah cicit, karena Kiageng Gunturselo itu,putera Kiageng Getaspandowo".
?Amat untunglah aku tadi bertemu dan diberinya obat ini, hingga tidak
usah pergi ke Ampel. Karena apabila aku harus ke Ampel, tentu belum
pulang".
Tidak lama kemudian Mayangseto tampak bergerak dan membuka
mulut : ?Air . air ...."
Dengan cekatan Jogotirto mengambil air minum yang sudah
disediakan, lalu diteteskan tedikit demi sedikit kedalam mulut Mayangseto.
Tidak lama kemudian Mayangseto sudah siuman. Hal itu amat
menggembirakan hati Jogotirto. Maka katanya kemudian ?Syukur raden
sudah siuman".
?Dimana aku ini?" tanya Mayangseto lemah.
?Dalam rumah hamba raden. Agaknya raden mendapat luka dalam".
Mayangseto menghela napas agak dalam untuk mengetahui keadaan
dada. Lalu menggerakkan tangan dan kaki. Terasa dada agak sesak dan
sakit, namun Mayangseto berusaha untuk bangun dan ditolong oleh
Jogotirto dan Maruto.
?Hem, katamu benar," kata Mayangseto perlahan. ?Aku terluka dalam
sesudah bertempur di Krendawahana kemarin dulu. Untung aku
mendapatkan pertolongan Kiageng Gunturselo".
?Dan sekarangpun Kiageng Gunturselo pula yang menolong," sambung
Maruto cepat.
?Kiageng Gunturselo? Mana sekarang?" Mayangseto terbelalak.
Jogotirto segera menceritakan tentang Maruto pergi berusaha obat
dan kemudian bertemu dengan Kiageng Gunturselo. Mayangseto
mendengarkan cerita itu penuh perhatian.
Suasana yang penuh keprihatinan sekarang tersapu bersih, dan semua
penduduk desa Troketon menjadi gembira sesudah mendengar dari Maruto
bahwa Mayang sudah siuman kembali. Malam ini penduduk desa Troketon
menyambut kedatangan Mayangseto dengan suasana gembira dan
diselenggarakan pula pesta sederhana.
Dalam kesempatan ini kemudian, Mayangseto memberikan pengertian
kepada orang2 desa tersebut, bahwa keadaan negara Pajang amat gawat.
Pertentangan antara pembela Demak disatu pihak dan pembela Pajang pada
pihak lain sudah amat menghebat. Kalau saja Sultan Hadiwijoyo tidak
bijaksana, tentu sudah terjadi pertempuran2 terbuka karena masing2 pihak
sudah tidak sabar lagi. Tetapi berkat kebijaksanaan Sultan Hadiwijoyo yang
tidak menghendaki pertumpahan darah, maka tiap pertentangan diusahakan
pemecahannya secara dingin dan damai.
Tetapi Sultan Hadiwijoyo sekarang sudah tua. Apabila Sultan mangkat,
bayangan pertumpahan darah nampak. Baik Demak maupun Mataram tentumengerahkan segala kekuatannya untuk mengalahkan yang lain.
Kemudian oleh Mayangseto diceritakan tentang pembunuhan mati
kepada saudara tuanya, Pabelan, dengan tuduhan menyelenggarakan
hubungan cinta dengan puteri Sekar Kedaton, dan disusul penangkapan dan
penawanan ayahnya. Orang2 desa yang mendengarkan menjadi terharu dan
bela sungkawa.
?Oleh karena itu paman," kata Mayangseto kemudian kepada
Jogotirto. ?Aku meminta bantuanmu sekalian, susunlah kekuatan untuk
menghadapi kemungkinan setiap waktu agar Mataram dapat menang."
Jogootirto menyanggupkan diri untuk menyusun kekuatan membela
Mataram dan Pajang.
Pagi harinya kemudian Mayangseto dipersilahkan untuk menyaksikan
latihan2 para pemuda dibawah pimpinan Maruto. Dan pada kesempatan ini,
Jogotirto menceritakan tentang gangguan keamanan yang dilakukan oleh
gerombolan penjahat dari Watulawang Karanggede, dipimpin oleh seorang
sakti bernama Jalujinggo.
?Hamba mohon bantuan raden, agar pemuda2 desa ini, makin menjadi
maju". Kata Jogotirto.
?Tentu paman, akan kubantu sekuat kemampuanku. Tetapi paman,
kalian harus menyadari pula bahwa timbulnya kekacauan dari perampok2
yang mengganas tentu tidak berdiri sendiri. Tetapi mempunyai pertalian
yang amat erat dengan keadaan. Jadi mungkin memang ada penggeraknya,
untuk mengacau keamanan negara. Dan aku akan mencoba semampuku
untuk menumpas kejahatan2 itu sebelum merajalela. Karena bukan hanya di
Watulawang terdapat gerombolan perampok yang mengganas, tetapi juga di
Krendawahana terdapat pula perampok yang berbahaya
?0?
Mayangseto merasa kesehatannya pulih kembaii sesudah tiga hari
beristirahat didesa Troketon. Karena itu ia segera minta diri kepada Jogotirto
dan seluruh penduduk Troketon yang sudah menerima kedatangannya
dengan baik itu.
Untuk menuju ketempat Kiageng Gunturselo. Jogotirto memberi
petunjuk supaya lewat pinggang Merbabu. Karena di sini terdapat jalan yang
dibuat oleh para pencari kayu hutan yang langsung menuju Merapi.
Mayangseto menyusuri ladang penduduk seraya menikmati keindahan
alam sekitarnya. Petunjuk Jogotirto ternyata memudahkankan
perjalanannya, memasuki hutan dikaki Merbabu tanpa mendapat kesukaran.Pada saat ia sudah mulai menginjakkan kakinya dalam hutan yang
memisahkan Merapi dan Merbabu, ia menjadi terkejut ketika telinganya
menangkap suatu suara yang mencurigakan. Mayangseto segera
mengendap endap dengan hati2 untuk menyenliki apa yang terjadi. Dan
tiba2 hatinya tergetar dan berdebar2 menyaksikan dua orang yang sedang
bertempur amat seru, pada sebuah tempat yang sempit dan berbatu. Tidak
jauh dari tempat bertempur itu, terdapatlah jurang yang menganga lebar
dan dalam.
Dua orang yang sedang bertempur itu bergerak amat cepat hingga
sulit untuk diikuti geraknya. Bergulung2 dan saling berbelit laksana tak
menginjak bumi. Batu2 dan pohon yang berdekatan dengan arena
pertempuran itu, berantakan seakan terlanda oleh taufan yang maha
dahsyat. Batu yang terpecah2 dan lepas dari tempatnya, berguguran
memasuki jurang dan menebarkan suara yang nggegirisi, seakan gunung
Merapi dan Merbabu meletus ber-sama menyemburkau lahar dan batu.
Menyaksikan pertempuran yang hebat ini, tiba tiba saja ia merasa
amat kecil dan tidak berarti. Gerak2 yang sulit ditangkap oleh matanya, dan
angin pukulan yang sanggup menghancurkan batu sebesar kerbau dan
pohon2 yang besar itu, tidaklah mungkin dapat dilakukan oleh orang2
seperti dirinya. Maka ia segera dapat menduga bahwa yang sedang
bertempur ini merupakan tokoh tokoh angkatan tua setingkat dengan
Kiageng Gunturselo.
Makin lama dirasakan pandangan matanya makin kabur dan agak
pening menyaksikan pertempuran dahsyat ini, Karena disamping cepatnya
gerak mereka juga debu mengepul tebal dan menghalangi penglihatan.
Agaknya pertempuran ini sudah berlangsung lama, terbukti dengan keadaan
sekitar pertempuran sudah morat-marit dan berantakan.
Tetapi kemudian gerak mereka itu berobah, seakan sepasang penari
yang sedang beraksi diatas panggung. Gerakannya demikian lambat dan
berkitaran, hanya kadang2 saja menggerakkan tangan kedepan. Gerak
mereka menjadi lucu, seakan sepasang jago akan bersabung.
Dan terbelalaklah mata Mayangseto, sesudah sekarang dapat
menyaksikan secara jelas, ternyata salah seorang diantaranya yang sedang
bertempur itu, Kiageng Gunturselo. Sedang musuhnya, mempunyai
perawakan yang tinggi kurus pula, tetapi mukanya bersih tanpa kumis dan
jenggot. Hanya rambutnya yang tertutup ikat kepala hijau muda itu sudah
putih. Bajunya kuning tua sedang celana berwarna ungu. Dan kain
panjangnya bercorak gringsing, sehingga corak pakaiannya itu begitu
menyolok dan Mayangseto tersenyum Mengapa orang tua itu memilih
pakaian begitu aneh.
Mereka masih tetap bergerak lambat seakan menari, tetapi secarajelas Mayanseto dapat menyaksikan akibatnya, bahwa gerak yang lambat itu
lebih berbahaya. Karena ternyata baik pohon mau pun batu yang terkena
sambaran angin pukulannya menjadi berantakan, Mayangseto merasa amat
kagum menyaksikan pertempuran tingkat tinggi tersebut, sehingga
perhatiannya terpaku.
Tiba2 orang yang berpakajan menyolok itu melesat tinggi dan disusul
oleh suara ketawanya yang seram tapi ber ? derai2 seakan orang
melagukan sesuatu. Dan suara ketawa itu kuasa menggoncangkan perasaan
Mayangseto. Lalu jantungnya seperti terpukul, dan persendian tulangnya
seakan lepas dari tempatnya.
Mayangseto mencoba uatuk memusatkan batinnya melawan pengaruh
ketawa orang itu, akan tetapi tidak berhasil. Jantungnya masih bergoncang
hebat, sedang persendian tulangnya mau lepas. Ia jatuh terduduk, dan tak
kuata bergerak lagi.
Belum juga suara ketawa itu hilang, maka terdengarlah suara nyaring
melengking tinggi. Tetapi mempunyai pengaruh kebalikan, menyelinap
dingin keseluruh tubuh Mayangseto dan mengusir goncangan yang memukul
jantung dan kekuatannya pulih kembali.
Kemudian suara ketawa itu menjadi lemah, makin surut dan kemudian
berhenti. Tinggallah sekarang suara nyaring melengking itu yang masih
membahana udara dan menebarkan rasa sejuk. Suara yang nyaring
melengking itu bukan lain adalah genta yang selalu bergantung pada
pinggang Ki ageng Gunturselo.
Mayangseto perlahan bangkit, dan sekarang dapat menyaksikan
bahwa Kiageng Gunturselo berdiri tegak seraya menggoncangkan sepasang
genta, sedang sepasang matanya yang bersinar itu memandang tak
berkedip kesebuah batu besar dimana orang berpakaian aneh tadi berdiri.?Gunturselo!" seru orang itu lantang, tetapi amat kecil dan mirip
dengan suara perempuan. ?Ternyata kau makin maju dalam sepuluh tahun
ini. Aku sudah menggembleng diri dan mendapat kemajuan. Tetapi ternyata
belum juga dapat mengimbangi, kepandaianmu. Baiklah kita hentikan dulu
perrnainan ini, dan tunggulah kedatanganku dikemudian hari".
?Hem," terdengar dengus Kiageng Gunturtelo, dan kemudian
terdengar jawabannya yang lembut: ?Kau masih berusaha juga mengusik
Guntur Geni Dan Cambuk Kilat Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
peristiwa yang sudah jauh berlalu Bondan. Peristiwa2 yang kuanggap sudah
selesai".Orang yang oleh Kiageng Gunturselo disebutnya dengan nama Bondan
itu tertawa nyaring, mirip ketawa perempuan, dan kemudian katanya :
?Menurut pendapatmu sudah selesai, tetapi sebaliknya aku merasa belum
salesai. Kecuali apabila kau mau menyerah, bertekuk lutut dimukaku,
barulah peristiwa yang lalu itu selesai. Akan tetapi Gunturselo ingat2lah
kataku ini. Bahwa sebelum aku dapat mencincangmu maka selama itu pula
aku masih selalu mencarimu untuk membuktikan siapa yang lebih kuat".
?Bondan, kau ternyata masih berdarah panas sekalipun sudah makin
tua. Terserah kepadamu jika kau masih belum puas. Akan tetapi sebenarnya
aku sudah tidak bernafsu lagi untuk melanjutkan masa muda yang
bergelimang dengan dosa dan perkelahian".
?Haha-ha ha, kau berlagak seorang alim sekarang, apa kau bermaksud
menebus dosamu kala muda?"
?Bagiku Bondan, usiaku yang sudah tinggal beberapa hari ini harus
kupergunakan setepat tepatnya. Mendekati Tuhan untuk menebus dosa2
yang sudah kuperbuat baik sengaja ataupun tidak. Dan bukannya untuk
menuruti angkara seperti yang kau perbuat sekarang ini".
?Ha.ha-ha-ha, kau pandai memberi nasihat sekarang. Sudahlah,
selamat tinggal. Apabila kita lanjutkan pertempuran ini, barangkali kau dan
aku masing2 mati lemas kehabisan tenaga. Tiada gunanya kita berdua mati
konyol dilereng Merapi ini".
Mayangseto terbelalak kagum menjaksikan gerak orang tersebut,
membuka dua belah tangannya meloncat dan tiba2 saja sudah lenyap
masuk hutan.
Kiageng Gunturselo mengibaskan debu yang mengotori pakaiannya
dengan tangan, dan kemudian terdengar katanya ?Mayangseto, mari kita
segera pulang. Kau akan tahu siapa dia".
Mayangseto amat terkejut, bahwa kehadirannya yang rahasia itu
sudah diketahui juga oleh Kiageng Gunturselo. Ia cepat melompat keluar
dari tempat persembunyiannya, dan memberi hormat. Sesudah itu, bersama
Kiageng Gunturselo ia melangkah perlahan menuju pinggang gunung
Merapi.
?Syukurlah anakku, kau sudah sehat kembali," Kiageng Gunturselo
memulai.
?Ya, atas pertolongan bapa saya sudah sembuh kembali sekarang".
,Bukan aku yang menolongmu Mayangseto. tetapi Tuhan Yang Maha
Esa. Manusia tidak bisa berbuat apa2 apabila Tuhan tidak menghendaki."
Kata Kiageng Gunturselo seraya melayangkan pandangannya kemuka, tetapi
tidak lama lalu memandang Mayangseto. dan lanjutnya: ,.Kau mendengar
juga apa yang diucapkan Bondan tadi ?"
?Mendengar seluruhnya, bapa."Kiageng Gunturselo tersenyum, lalu katanya: ?Dia bicara tentang
masa mudaku. Manusia hidup didunia ini sulit untuk menghindarkan diri dari
kekhilafan, anakku Demikian juga aku ini puluhan tahun yang lalu. Tentunya
kau bingung dan bertanya2 apa yang dimaksudkan Bondan tadi?"
?Benar bapa, mengapa agaknya ia amat benci kepada bapa?"
?Kau ingin mendengarnya?"
?Jika bapa mengijinkan, saya ingin mendengar."
?Baiklah anakku, akan kuceritakan kepadamu, sekalipun peristiwa ini
amat kusesalkan dan selama ini pula selalu mempengaruhi hatiku. Marilah
kita duduk ditempat yang teduh itu. Hari masih pagi, tak perlu takut
kemalaman dijalan."
Mereka kemudian mengambil tempat duduk diatas batu, sedang
Mayangteto memilih duduk pada akar pohon yang besar diatas tanah.
Dia bernama Bondansari," kata Kiageng Gunturaelo memulai. ?Dia
memang hebat anakku, seorang yang sebenarnya sulit kulawan. Aku
bertempur dengan Bandan sebenarnya sudah sejak kemarin sore"
?Kemarin sore?" Mayangseto kagum.
?Benar, dan tanpa mengaso sedikitpun".
Kiageng Gunturselo menghela napas, kemudian katanya lagi : ?Sedjak
kemarin sore hingga pagi ini tanpa mengaso sedikitpun. Ia sengaja mencari
aku, dengan maksud menuntut balas atas kematiaan adiknya kira-kira
limaputuh tahun yang lalu, dimana kala itu aku masih jaka."
?Limapuluh tahun yang lalu ? Mengepa peristiwa yang jauh berlalu itu
masih dituntutnya ?"
?Itulah manusia anakku, sekalipun hal itu sudah kulupakan, tetapi
Bondan masih belum puas. Pada sepuluh tahun yang lalu aku sudah
bertempur dengan Bondan. Tetapi tidak berlangsung lama karena ia segera
melarikan diri. Pada waktu itu, sebagai layaknya seorang pemuda dimana
sedang dalam masa orang selalu dikejar cinta. Manusia biasa anakku, yang
hidup dari tulang dan daging maka bagaimanapun pula aku juga mengalami
masa dikejar cinta tersebut."
Sesudah menghirup hawa segar, orang tua ini meneruskan: ?Mungkin
sudah suratan Tuhan bahwa hidupku harus melalui jalan salah, dan
menyebabkannya aku menyesal seumur hidup. Anakku ketika itu kerajaan
Demak masih jaya. Tersebutlah seorang dalang wayang kulit yang terkenal,
disebabkan mempunyai seorang isteri yang amat cantik menarik. Dalang
tersebut bernama Ki Bicak. Pada mulanya aku tidak percaya akan kabar
tersebut, dan mengira bahwa kabar itu ditambah orang. Tetapi sesudah aku
melihat dan menyaksikan isteri Ki dalang tersebut, tiba2 saja aku menjadi
gandrung dan jatuh cinta. la memang cantik melebihi kecantikan puteri2
keraton, dan namanyapun indah, ialah Mawursari. Pada mulanya akumemang masih dapat memerangi kehendak itu, karena aku menyadari
bahwa Mawursari sudah bersuami, dan tidak layaklah bahwa aku harus
merebut isteri orang. Akan tetapl anakku, hati muda yang masih
dipengaruhl watak2 kesombongan dan mengagungkan diri itu sulit sekali
kuperangi menju jalan yang benar. Rasa rindu dan cintaku kepada
Mawursari makin hari makin tebal, dan tidaklah dapat tidur nyenyak. Pada
pelupuk mataku hanya selalu terbayang wajahnya yang jelita, senyumnya
yang sedap dan kerlingan mata yang mempesonakan. Dan timbullah
kemudian rasa tidak puas dalam hatiku sebelum bisa merebut dan
menguasai Mawursari dari tangan Ki Bicak. Maka kemudian aku berbicara
terang2an dengan dalang itu dan minta agar dia mau menyerahkan
isterinya. Aku berjanji untuk memberikan ganti gadis2 cantik yang lain
untuk isterinya, dan akan kutambah dengan beberapa barang berharga".
Mayangseto mendengarkan cerita Kiageng Gunturnalo ini dengan
penuh perhatian. Matanya tak berkedip memperhatikan gerak dan gaya
Kiageng Gunturselo menceritakan kisah mudanya.
Kiageng Gunturselo menghela napas, lalu membasahi bibirnya dengan
lidah, dan kemudian lanjutnya : ?Anakku, sebagai seorang laki2 sudah tentu
apa yang aku kemukakan itu dianggapnya suatu penghinaan. Dan kiranya
bukan hanya Ki Bicak sendiri yang akan marah, apabila isteri yang dicintai
ltu akan diambil orang. Akan tetapi pada waktu itu sama sekali aku tidak
menyadari. Karena kesadaranku kala itu amat terpengaruh oleh gelora cinta
yang sulit kuhindarkan".
?Maka atas pernyataanku itu, dalang tersebut amat marah. Dengan
mata ber-api2 ditantangnya aku bertanding. Dalam pertandingan ini, apabila
aku dapat membunuhnya maka ia rela menyerahkan isterinya kepadaku.
Tetapi sebaliknya apabila aku kalah dan terbunuh, peristiwa itu harus tidak
diganggu gugat. Tantangan itu kuterima dengan senang bati. Dan kemudian
terjadilah perkelahian yang hebat hampir setengah hari, dengan berakhir
aku yang menang, dan dalang tersebut mati kubunuh."
Kiageng Guaturselo terbatuk batuk, dan sesudah batuknya reda,
katanya lebih lanjut : ?Anakku, sudah barang tentu dengan kemenanganku
tersebut, aku amat bangga dan berbesar hati. Berarti apa yang kuharapkan
terwudjud, dan aku akan berhasil memperisterikan Mawursari yang cantik.
Kemudian Mawursari beserta harta kekayaan Ki Bicak yang berujud gamelan
kurampas. Tetapi dari seluruh gamelan itu akhirnya hanya sebuah yang
amat menarik perhatianku, ialah ?k e m p u l". Menurut pendapatku, kempul
tersebut adalah amat menarik dan amat cantik. Kuamat - amatilah kempul
tersebut, buatan dari mana. Tetapi anakku, sesudah aku menjamah kempul
tersebut, keajaiban terjadi. Kalau pada mulanya aku sangat gandrung dan
cinta kepada Mawursari, maka tiba-tiba saja aku sadar dan menyesal sekali.Mengapa aku harus berbuat demikian terkutuk, membunuh orang untuk
merebut isterinya. Membunuh orang yang tidak bersalah apa -apa. Berarti
aku sudah berbuat sewenang wenang dan serakah. Maka kemudian aku
menyadari bahwa apa yang kuperbuat itu seharusnya tidak terjadi. Apa pula
seperti diriku, tiap orang menyebut aku dengan julukan Kiageng, yang
seharusnya selalu memberi contoh yang baik. Aku menyesal sekali dan
kemudian tidak malu-malu pula minta maaf kepada Mawursari atas
kekhilapanku. Ia kubebaskan dan tidak jadi kuperisteri, begitu pula seluruh
harta benda kukemballkan kecuali kempul tersebut yang kuanggap sebagai
benda pusaka. Karena oleh benda itu kesadaranku pulih kembali".
?Lalu kemana wanita itu?" sela Mayangseto.
?Tidak tahulah aku kemana perginya". Jawab Kiageng Gunturselo
seraya mengeluh ?Kembali kepada kempul tersebut, aku mempunyai
keyakinan bahwa benda itu merupakan benda pusaka. Maka kempul
tersebut kemudian kujadikan ?bende" dan sesuai dengan pemiliknya bende
itu kuberi nama ?Ki Bicak". Aku percaya Mayangseto, bahwa benda tersebut
kelak kemudian hari akan menjadi benda pusaka yang amat berharga.
(Bende Ki Bicak ini sekarang disimpan dalam keraton Surakarta sebagai
pusaka. Konon menurut cerita, pada waktu keraton masih selalu berperang,
bende tersebut dipukul lebih dahulu untuk dipergunakan pertanda. Apabila
bende tersebut berbunyi nyaring, suatu pertanda bisa menang. Akan tetapi
apabila tidak berbunyi, suatu pertanda akan kalah-Penulis).
Sesudah berhenti sebentar untuk menghirup hawa segar Ki-ageng
Gunturseto melanjutkan ceritanya : ?Sesudah peristiwa itu anakku, hatiku
selalu diliputi oleh rasa penuh kemenyesalan yang amat sangat Aku merasa
berdosa kepada Tuhan, dan merasa bersalah amat besar, sulit ditebusnya
selama hidupku. Rasa kemenyesalanku yang selalu mengganggu hatiku
itulah kemudian yang mendorongku untuk menebus segala dosa yang sudah
kuperbuat, dengan jalan bertapa. Kemudian aku meninggalkan desaku
dimana sekarang keluargaku berada, ialah desa Selo dalam wilayah
Purwodadi, lalu menghuni lereng Merapi. Dengan harapan agar segala
kesalahan dosaku diampuni oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Oleh pengaruh
kurang tidur dan kurang makan itu akhirnya membawa hatiku tenang dan
menyadari, bahwa hidup manusia ini dibebani oleh tugas kewajiban yaitu
berbuat baik melaksanakan dharma hidupnya sebagai titah Tuhan yang
tertinggi. Manusia serba lebih dibandingkan dengan hewan, syetan, jin dan
sebagainya. Dan selaras dengan dharma hidup manusia itulah, disamping
aku bertapa, tiap kali menggunakan sisa hidupku ini untuk memberi
pertolongan kepada tiap manusia yang membutuhkan, sesuai dengan
kemampuanku. Begitulah anakku, peristiwa puluhan tahun yang lalu yang
sekarang masih selalu kusesalkan.?Tetapi bapa," kata Mayangseto, ?bukankah penyesalan itu, dan
mengakui akan kesalahannya, sudah merupakan hukuman yang amat
berat?"
?Katamu tepat sekaii anakku, memang ujar darI para cendikia, bahwa
penyesalan dan mengakui kesalahannya itu sebenarnya sudah merupakan
hukuman yang berat. Karena bayangkanlah apa yang kuderita ini. Peristiwa
sudah terjadi limapuluh tahun yang lalu, namun perasaan itu masih tetap
menggangguku. Berarti, aku sudah mendapat hukuman limapuluh tahun,
namun Tuhan masih belum pula berkenan mengakhiri".
Hening beberapa saat, dan yang terdengar hanyalah nyanyi burung
diatas dahan dan desah angin.
?Tetapi aku juga merasa heran bapa," kata Mayangseto seraya
mengawasi orang tua ini, ?mengapa peristiwa yang sudah jauh berlalu
Bondansari masih pula mengusiknya ? Apakah Bondansari beranggapan
bahwa hutang jiwa harus dibayar dgn jiwa?"
Kiageng Gunturselo tersenyum, lalu jawabnya ?Itulah sifat manusia
anakku. Orang yang tidak dapat menguasai hati akan selalu tersesat. Kau
masih muda, maka kau harus berhati2 dalam segala hal. Kau harus pandai
melaksanakan dharma hidupmu".
?Bapa, apakah dharrna manusia hidup selengkapnya ?"
Guntur Geni Dan Cambuk Kilat Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
?Menurut pendapatku, dharma hidup rnanusia didunia ini tercakup
dalam ?panca kewajiban" selaras dengan hidup yang di kuasai oleh
pancadriya. Karena jika kau ditinggalkan oleh salah satu dari indera itu,
maka kau akan menderita cidera dan hidupmu tidak lengkap lagi. Panca
kewajiban itu, pertama ? berbakti lah terhadap kepada Tuhan yang Maha
Esa dan bersahalah agar kau selalu bisa melaksanakan seebaik baiknya
seluruh petunjuk dan perintah2 Nya. Yang kedua hargailah orang tuamu,
karena orang tuamu merupakan perantara hidupmu didunia ini. Yang ketiga
? belalah dan tegakkanlah bangsa dan negaramu sekalipun harus
mengorbankan jiwa dan ragamu. Yang keempat ? cinta dan kasihanilah
sesama hidupmu sebagaimana kau mencintai dan menyayangi dirimu
sendiri. Dan yang kelima ? berbuatlah kejujuran dan kebaikan, dan jauhilah
perbuatan2 yang tidak baik. Tirulah amal dan perbuatan para Wali".
Mayangseto merenungkan dalam2 apa yang sudah diterimanya dari
orang tua ini. Dan dalam hati berjanji akan melakukan petuah2 tersebut.
Kiageng Guaturselo mengeluh, kemudian katanya lagi dengan nada
menyesal : ?Anakku, belum lagi dosa perbuatanku itu lunas, ternyata aku
sudah berbuat kesalahan lagi".
?Apa lagi bapa?" Mayangseto heran dan terkejut.
?Jogosatru, orang bertopeng dan yang pernah melukaimu itu, dulu
muridku bernama Gupolo. Tetapi ternyata apa yang diperbuatnyabertentangan dengan apa yang selalu kuajarkan".
?Anakku", sambung Kiageng Gunturselo sesudah berhenti beberapa
saat, ?kira2 tigapuluh tahun yang lalu, datanglah seorang muda dan
bersimpuh dimukaku menyatakan ingin mengabdikan diri. Permintaannya itu
kukabulkan, karena aku sayang akan bakat dan keadaan jasmaninya yang
kuat dan baik, Pada mulanya memang: aku agak segan untuk mengakui
sebagai murid, justru tujuanku mengasingkan diri untuk menyucikan diri dan
menebus dosa2 yang sudah kuperbuat. Tetapi melihat bakat dan kecerdasan
Gupolo, pada akhirnya kuberikan beberapa macam ilmu yang berguna. Ia
merupakan murid tunggal, karena aku memang tidak ingin punya murid.
Pada waktu itu, sesudah dua tiga tahun, tampak kepandaiannya dapat
dibanggakan. Dan sudah barang tentu aku sendiri merasa gembira dan
bangga bahwa usahaku mendidiknya berhasil. Tetapi kemudian, pada suatu
hari, aku amat heran dan terkejut menyaksikan Gupolo pulang dengan
tingkah laku seperti hewan. Ia merangkak-rangkak dengan amat sulit. Baru
sesudah aku melihat noda darah pada muka dan baju yang dipakainya aku
terkejut dan tergetar. Ternyata Gupolo menderita luka amat parah."
?Apa yang terjadi?" tanyaku gugup.
?Guru..." hanya itu sajalah yang dapat diucapkan oleh muridku tadi, ia
lalu jatuh pingsan. Tubuh Gupolo cepat kangkat pulang, dan luka -luka yang
diderita kuberi obat. Kaki sebelah kiri patah tulang betisnya, sebelah mata
rusak, dan pipinya luka parah berdarah. Dan sementara giginyapun tanggal.
Dalam hatiku timbul dugaan bahwa luka2 yang di derita itu tentu akibat
bertempur dengan seseorang.
Ternyata dugaanku itu benar, Gupolo segera menerangkan sesudah
siuman, bahwa baru saja terlibat pertempuran dengan ayahmu dan
dikalahkan. Anakku, waktu itu ayahmu oleh Kiageng Mahesotopo diberi
nama Pancoko. Sudah tentu aku amat terkejut ketika ia menerangkan
bahwa musuhnya bertempur adalah Pancoko.
?Apa katamu?" kataku terkejut. ?Kau bertempur dengan Pancoko
murid kakang Mahesotopo?"
Gupolo mengangguk, lalu kataa seterusnya: ?Aku tidak bersalah guru,
apakah guru tidak merasa terhina oleh derita yang kualami ini ?"
Atas pertanyaan muridku itu sudah barang tentu dalam hatiku juga
merasa terhina. Akan tetapi aku masih bertanya lagi : ?Apa persoalannya ?"
?Persoalannya . . . seorang gadis"
?Kau berebut gadis ?"
?Tidak guru. Bukan berebut. Tetapi saya bermaksud menolong gadis
itu dari gangguan Pancoko."
Tergetar hati Mayangseto mendengar ayahnya semasa muda disebut
sebagai pemuda pengganggu gadis.?Apa yang diperbuat Pancoko?" tanyaku kepadanya.
?Guru, saya baru saja pulang dari mengelilingi ladang. Karena merasa
gerah, maka saya menuju kesumber air dengan maksud untuk mandi. Tiba2
saya mendengar jerit seorang perempuan. Hanya sekali, dan selanjutnya
tidak terdengar lagi. Dengan hati berdebar dan langkah hati2, saya
memasang telinga dan menajamkan mata. Tiba2 saya melihat seorang laki2
memondong seorang wanita akan berlindung pada rumpun ilalang. Melihat
keadaan wanita itu, yang meronta dengan rambut tak teratur, timbullah
kecurigaan saya bahwa laki2 tersebut mempunyai maksud tidak baik. Saya
segera menyelinap pada balik batu untuk menyelidiki apa yang terjadi.
Guru, tiba2 darah saya mendidih sesudah menyaksikan wanita yang
lemah tak berdaya itu dipaksa untuk menyerah. Cepat2 saya mengambil
sebuah batu dan saya sambitkan. Batu itu saya sengaja tidak mengenainya,
dan hanya untuk peringatan kepada laki2 tersebut, peringatan itu ternyata
berhasil. Laki2 itu berdiri, dan saya amat terkejut. Ternyata orang laki2 itu
Pancoko murid Kiageng Mahesotopo. Saya peringatkan bahwa perbuatannya
itu tidak baik, dan bisa berakibat menodai nama baik Kiageng Mahesotopo.
Namun ternyata peringatan itu malah menyebabkan ia marah dan
menantang berkelahi.
Guru, ternyata kemudian Pancoko lebih hebat. Dalam perkelahian itu
saya selalu terdesak, dan berakhir dengan kekalahan saya menderita luka
parah seperti sekarang ini.
Mendengar penuturan Gupolo itu Mayangseto, aku terkejut dan
gejolak marah memenuhi dadaku. Derita yang dialami Gupolo ini harus
kuurus dengan kakang Mahesotopo, agar ia dapat memberikan hajaran yang
menimpal kepada muridnya.
?Benarkah rama berbuat terkutuk itu?" sela Mayangsato tiba2.
?Nanti dulu anakku, dengarkan dulu ceritaku ini sampai ber-akhir,"
Jawab Kiageng Gunturselo. ?Dengan cepat Gupolo kutinggalkan untuk
menemui kakang Mahesotopo. Dan beruntung sesudah aku sampai di
Pangrantunan dapat bertemu dengan dia. Dan pada waktu itu Pancoko
sedang menghadap didepannya. Kakang Mahesotopo menyambut
kedatanganku dengan ramah dan wajah berseri. Lalu mempersilahkan aku
duduk. Baru saja aku mau mengucapkan maksud kedatanganku, maka
kakang Mahesotopo sudah mendahului: ?Adi Gunturselo, aku tahu bahwa
kedatanganmu tentu bermaksud bicara tentang Gupolo yang menderita luka
parah."
?Benar kalcang, kedatanganku memang bermaksud mengurusnya.
Dan mengapa Pancoko membuatnya Gupolo luka parah sedemikian rupa ?
Padahal Gupolo bermaksud baik dan ingin menyelamatkan kakang
Mahesotopo dari noda atas perbuatan Pancoko yang terkutuk".Kakang Mahesotop tersenyum, dan kemudian jawabnya: kau ternyata
masih saja dikuasai oleh amarah, seperti beberapa tahun yang lalu. Adi,
benarkah laporan Gupolo itu sudah dapat kau jadikan pegangan ? Artinya
bukan merah dikatakan hitam dan hitam dikatakan merah? Adi, bukannya
aku bermaksud melindungi Pancoko berbuat jahat. Tidak sama sekali. Dan
apalbila Pancoko berbuat jahat, sudah tentu aku rela siapapun
menghajarnya agar sadar akan kesalahannya".
Mendengar jawaban kakang Mahesotopo itu seakan aku sadar dari
mimpi dan merasa amat malu karena ucapan kakang Mahesotopo itu tepat
sekali, Aku masih dikuasai oleh amarah sekalipun sudah hidup
mengasingkan diri dan bertapa. Padahal seharusnya aku menyelidiki dahulu
akan kebenaran laporan Gupolo, sebelum datang kepada kakang Mahesotop.
Oleh karena aku merasa malu maka sulitlah aku akan mengucapkan
sesuatu.
?Adi, bukannya aku bermaksud mencampuri urusanmu. Hanya sebagai
sahabat dan saudara tua. aku ingin mengemukakan bahwa kau lengah
dalam mengendalikan muridmu. Hingga apa yang diperbuatnya tidak pernah
kau ketahui. Adi, aku memberimu sekedar keterangan tentang persoalan
tersebut. Lakukanlah penyelidikan secara langsung kepada para penduduk
desa lereng Merapi ini. Aku percaya bahwa adi akan menerima keterangan
dari sumber pertama yang tidak mungkin berbohong. Apabila ternyata
Pancoko berbuat tidak baik, ia kuserahkan kepadamu dan apapun hukuman
yang kau berikan, tidaklah meneyebabkan aku menyesal".
Aku merasa amat menyesal, dan secara cepat minta diri. Aku lalu
menuju kedesa lereng Merapi untuk mendengarkan keterangan penduduk
tentang kelakuan Guplo dan Pancoko.
Tiba2 darahku mendidih dan marah sekali sesudah mendengar
keterangan dari para penduduk lereng Merapi. Ternyata aku sudah ditipu
mentah2 oleh Gapolo. Nama baikku dinodainya oleh perbuatan2nya yang
terkutuk. la mengandalkan kepandaiannya untuk mengambil gadis orang,
dan mereka yang tidak mau menyerahkan dimintanya dengan kekerasan
Tetapi gadis2 ini. yang diperisterikannya segera disia-diakan sesudah ia
bosan Maka aku amat menyesal selalu mempercayai segala alasan dan
dalihnya tiap ia pergi.
Aku mendapat laporan pula, bahwa pada suata hari terjadilah
peristiwa yang menyedihkan. Seorang penduduk telah dianiaya oleh Gupolo,
disebabkan ia mempertahankan isterinya yang cantik dan Gupolo bermaksud
mengambilnya. Tetapi untung sekali, bahwa sebelum orang tersebut sampai
tewas, Pancoko sudah datang melrainya. Gupolo diberinya nasihat agar
menyadari kekeliruannya Akan tetapi bukannya sadar, sebaliknya malah
marah dan terjadilah perkelahian yang seru disaksikan oleh penduduk. Danberakhir dengan kekalahan Gupolo. Ia menggeletak tidak sadarkan diri lagi.
Mungkin ia akan remuk dicincang penduduk, apabila Pancoko tidak tangkas
membawanya pergi dengan maksud untuk diserahkan kepadaku. Tetapi
maksud itu diurungkan karena takut apabila aku salah faham.
Begitulah Mayangseto, peristiwa sebenarnya tentang sebabnya
Pancoko, ayahmu, bertempur dengan Gupolo. Jadi Gupolo sendirilah
sebenarnya yang jahat. Oleh sebab itu dengan kemarahan meluap-luap aku
segera pulang. Akan tetapi apa yang terjadi? Gupolo sudah lenyap. Ia lari
dengan mencuri sebuah pusaka ?Bende Ki Bicak",
?Apakah sampai sekarang belum ketemu?"
?Belum."
?Mengapa tidak bapa tangkap ketika dihutan Krendawahana dulu ?"
Kiageng Gunturselo tersennyum, lalu jawabnya: ?Aku mengerti bahwa
kau merasa heran mengapa aku tidak bertindak ketika itu. Begini anakku,
pertama aku sudah tidak ingin mengotori tanganku ini dengan darah
manusia agar tidak menambah dosaku yang sudah banyak. Dan yang kedua
aku menyerahkan hal ini kepada Tuhan bahwa akan diberikan peradilan
kemudian hari. Dan agaknya Tuhan sudah mengulurkan tangan untuk
penyelesaian itu, dengan kehadiranmu disampingku."
Mayangseto terkejut mendengar kata2 orang tua ini. Tetapi sebelum
sempat membuka mulut. Kiageng Gunturselo sudah melanjutkan: ?Agaknya
sudah kehendak Tuhan bahwa kaulah yang harus memikul tugas berat ini
untuk melaksanakan hukuman kepada Gupolo serta orang lain yang
bergumul dengan kejahatan."
?Tetapi apakah saya mampu melaksanakan tugas itu?"
?Tiap tugas yang kau pikul akan dapat kau selesaikan asal saja dengan
sepenuhnya kau usahakan dan selalu yakin bahwa untuk melaksanakan
tugas yang dibebankan pada pundakmu itu oleh Tuhan kau selalu diberi
petunjuk, dilindungi dan diijinkan. Dan untuk keperluan tugasmu, akan
kucoba untuk menolongmu dengan membimbing kearah kemajuanmu.
Bukankah kau berkeinginan agar dapat naenggunakan cambuk pusaka
warisan kakang Mahesotopo yang sekarang kau miliki?"
?Benarkah itu bapa?" Mayangseto terkejut dan gembira.
?Aku tidak berbohong. Dan mulai saat ini kau kuangkat sebagai
muridku." Jawab Kiageng Gunturselo tegas.
Mayangseto cepat memberikan hormat kepada Kingeng Guaturselo
dengan hati yang amat gembira.
?Marilah kita pulang sekarang anakku, hari sudah makin siang."
Mereka berdua segera bangkit dan berjalan menuju lereng Merapi.
Mereka berjalan seenaknya sambil menikmati pemandangan indah lereng
Merapi.Sambil berjalan ini Kiageng Gunturselo melanjutkan tentang cerita
Guntur Geni Dan Cambuk Kilat Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lenyapnya Gupolo. Diceritakan oleh otang tua ini bahwa sesudah Gupolo
melarikan diri karena cacat yang dideritanya, kemudian ternyata bahwa ia
berguru kepada Pangeran Harya Panangsang seorang sakti mandraguna
musuh utama Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijaya. Oleh gemblengan
Pangeran Harya Panangsang, ia kemudian mendapatkan banyak ilmu
kesaktian dan menjadi kebal akan senjata. Dan karena gurunya ini merasa
iba menyaksikan wajah cacat Gupolo, maka dicarikan seorang pandai untuk
membikinkan penutup muka dari kulit rusa. Ternyata sesudah ia menjilma
sebagai seorang yang sakti, lalu berganti nama Ki Jogosatru. Dan karena ia
pernah mendapat hinaan dan di sia2 kan orang, maka sesudah ia menjadi
seorang sakti, timbullah pikirannya untuk membalas dendam. Dengan
memperguaakan Wirotaksoko, lalu memimpin berbuat kejahatanl.
?0, ya", kata Kiageng Gunturselo seperti ingat sesuatu. ?Mengingat
bahwa kau adalah cucu murid kakang Mahesotopo, maka untuk
membimbingmu aku akan minta ijinnya lebih dahulu".
Mayangseto terkejut. Kiageng Mahesotopo sudah meninggal, mengapa
masih akan dimintai ijin segala? Maka tanya Mayangseto cepat: ?Bukankah
Kiageng Mahesotopo sudah meninggal?"
Kiageng Gunturselo tersenyum, kemudian jawabnya: ?Benar anakku,
akan tetapi aku akan datang berziarah kemakam kakang Mahesotopo. Entah
mendengar atau tidak, aku akan mengucapkan kata2 minta ijin tentang
maksudku mengambilmu sebagai murid. Ah.. hari sudah makin siang.
Marilah kita mempercepat perjalanan."
Tanpa menunggu jawaban Mayangseto maka orang tua ini sudah
meloncat lalu lari secepat terbang. Mayangseto tertegun sebentar, dan
sesudah mengagumi kecepatan Kiageng Gunturselo, ia sendiri segera
melompat dan mengerahkan kepandaiannya lari cepat. Akan tetapi orang
tua itu sudah tidak nampak bayangannya, seakan sudah menghilang masuk
bumi.
Ketika ia sampai disuatu ketinggian, Mayangseto amat terkejut. Pada
lembah yang sempit itu tampak terjadi pertempuran yang tidak seimbang.
Seorang melawan lima orang Pertempuran itu berlangsung amat cepat dan
seakan mereka tidak menginjak bumi. Mayangseto insaf banwa pertempuran
yang berlaugsung itu terdiri dari tokoh2 sakti.
Ia menjadi amat kaget sesudah pandangan matanya menyaksikan
lebih tegas. Ternyata orang yang dikeroyok itu bukan lain Ki ageng
Gunturselo. Karena itu dengan jantung berdebaran, kemarahanya meledak.
Ia cepat lari menuruni ketinggian itu bermaksud untuk membantu guru yang
baru diangkatnya.
Akan tetapi Mayangseto terkejut ketika mendengar seruan Ki agengGunturselo: ?Mundur anakku. Mereka bukan tandinganmul"
?Bapa !" teriak Mayangseto bermaksud memaksa untuk dapat ikut
bertempur.
?Bahaya! Tinggalkan aku dan pulanglah lebih dahulu!" perintah
Kiageng Guaturselo seraya melayani lima orang musuhnya.
Perintah itu tidak terbantah lagi. Mayangseto terpaksa mundur dan
menjauhi pertempuran. Namun ia tidak segera pulang seperti perintah
Kingeng Guaturselo. Ia hanya menyelinap didalam gerumbul. Dalam hati
merasa tidak tega, bermaksud untuk membantu apabila diperlukan.
Dengan hati yang berdebar Mayangseto mengkuti peetempuran yang
sengit itu. Lima orang yang mengeroyok gurunya itu, berwajah
menyeramkan. Mereka memelihara kumis tebal disamping berjenggot lebat.
Tetapi pakaian mereka terbikin dari kain yang mahal harganya, yaitu dari
kain sutera yang halus. Menurut gerak dan caranya menyerang, Mayangseto
cepat dapat memaklumi bernarlah apa yang dikatakan Kiageng Gunturselo.
Mereka terdiri dari orang2 berkepandaian tinggi.
Namun Kiageng Gunturselo juga amat mengagumkan. Ia dapat
melayani lima orang musuhnya dengan tangan kosong. Ia dapat melayani
lima orang musuhnya dengan tangan kosong. Tangan dan kakinya bergerak
amat cepat , dan pukulan2nya menerbitkan angin menderu. Sehingga lima
orang pengeroyoknya itu juga sibuk dalam penyerangannya.
Mendadak terdengar teriakan salah seorang pengeroyo itu : ?Babi tua
ini ternyata masih hebat. Ayoh kita percepat dengan senjata".
? Jadi, tidak menawan hidup2?" tanya seorang kawannya.
?Mati dan hidup sama saja. Yang penting, bisa kita bawa pulang".
Jawab orang yang pertama.
Kiageng Gunturselo ketawa sejuk, dan kemudian terdengar jawabnya:
?Boleh! Boleh! Agar Ranggajati menjadi puas".
?Hem, kau jangan banyak mulut, babi tua!" teriak sitinggi besar
seraya menyerang dengan pedang.
Tetapi serangan itu dapat dibentur dengan angin pukulan tangan kiri
hingga melenceng. Akan tetapi pada saat itu dua orang yang bersenjata
golok sudah menyerang dari belakang amat cepat. Mayangseto terperanjat
dan hampir terpekik. Karena serangan itu tidak terduga dan cepat sekali,
sehingga sulit untuk dihindari.
Akan tetapi diluar dugaan Mayangseto, ternyata Kiageng Gunturselo
dapat menghindari serangan itu hanya dengan memiringkan tubuhnya
dibarengi dengan kibasan tangan. Malah golok itu kemudian berbenturan
dan pengeroyoknya kaget sendiri sambil menarik senjatanya. Mayangseto
makin kagum dan bersyukur bahwa gurunya terhindar dari bahaya.Pertempuran itu berlangsung makin sengit. Lima orang berewok itu
tampak mempercepat serangannya, agaknya bermaksud agar segera dapat
menyelesaikan pertempuran.
Mayangseto merasa heran dan bertanya dalam hati. Mengapa Kiageng
Gunturselo yang baru saja bertempur semalam,sekarang sudah datang
musuh baru yang berjumlah lima orang. Apakah Kiageng Gunturselo
memang mempunyai banyak musuh yang berusaha membalas dendam ?
Karena itu dalam hatinya timbul kekhawatiran. Ia sudah tua, dan semalam
sudah mengerahkan tenaga untuk bertempur. Apakah jika pertempuran itu
berlangsung lama tidak menyebabkannya celaka?
Mayangseto menjadi amat gelisah. Akan tetapi ia tidak berani
membantu, karena gurunya sudah mencegah. Ia merasa takut apabila orang
tua yang dihormati itu marah oleh perbuatannya.
Mata Mayangseto terbelalak penuh kekhawatiran ketika menyaksikan
Kiageng Gunturselo agak terdesak. Senjata2 yang tajam itu mengancam
dari segala jurusan dan sekali lengah tidaklah dapat dibayangkan akibatnya.
Tiba2 terdengar salah seorang mengejek : ?Hai babi tua! Menyerahlah!
Sia2 saja kau melawan, dan sayangilah jiwamu".
?Hem, jangan banyak mulut". Jawab Kiageng Gunturselo dingin. ?Aku
tak akan mundur setapakpun menghadapi kalian".
?Uah! Babi tua ini tua masih sombong benar. Baik, kau memang
kepala batu Terpaksa kami tidak segan.segan lagi membunuhmu".
Sesudah mengucapkan kata2 itu, orang ini cepat menyerang dengan
cambuk rantai. Ia bertenaga amat besar, maka rantai yang dipukulkan itu
menerbitkan angin menderu. Rantai itu cepat menyambar pada bagian atas.
Sedang kawan2nya yang lain, menyerang dari empat penjuru pada bagian
tengah dan bawah. Dengan pengeroyokan demikian ini akan sulitlah orang
menyelamatkan diri.
Mayangseto makin gelisah dalam persembunyiannya, menyaksikan
serangan2 yang ganas dan cepat itu. Tampak sekali bahwa para pengeroyok
itu sudah dipengaruhi oleh nafsu membunuh.
Kalau Mayangseto amat gelisah, sebaliknya Kiageng Gunturselo juga
mengeluh. Ia sudah bersumpah tidak akan mengotori tangannya lagi dengan
darah Maka dkeroyok oleh lima orang bersenjata ini, menjadi kewalahan
juga. Dirasakan tenaganya makin surut, dan napasnyapun sudah makin
memburu. Belum lama berselang ia mengalami pertempuran yang berat
dengan Bondansari. Barang tentu dalam perlawanan sekarang inil, tenaga
dan kekuatannya sudah banyak berkurang.
Sebenarnya kalau mau, dengan menggoncangkan genta sakti yang
tergantung pada pinggangnya, kerepotannya itu akan tertolong; Karena oleh
suara genta sakti itu, semangat orang akan terampas. Akan tetapi KiagengGunturselo merasa malu untuk menggunakan kesaktian genta pusakanya.
Maka bagaimanapun sulitnya, ia akan melawan dengan tenaga yang masih
ada.
Akan tetapi tekanan dari musuhnya makin berat dan berbahaya.
Kerjasama itu makin rapat dan rapi, sehingga sulitlah perlawanannya.
Untunglah bahwa pada saat2 berbahaya ini, Kiageng Gunturselo masih
belum kehilangan perhitungan. Dengan kecepatan luar biasa ia sudah
berhasil memukul jatuh senjata seorang lawan. Dan sebelum orang itu dapat
bergerak, ia sudah dapat ditangkap hidup2 oleh Kiageng Gunturselo. Lalu
tubuh orang ini diputarkan untuk perisai, sehingga orang yang tertangkap
itu ber teriak2 kepada kawannya: ?Jangan serang! Jangan serang! Aduhhh
aku akan mati ... aduhhh jangan
Kawan2nya terkejut dan menarik senjata masing2. Kiageng
Gunturselo ketawa sejuk, lalu terdengar ia berkata : ?Sahabat, marilah
berdamai!"
Orang yang bersenjata rantai itu memandang Kiegeng Gunturaselo
dengan mata mendelik, dan kemudian bertanya : ?Bagaimana maksudmu?"
?Pertempuran ini kita akhiri," jawab Kiagenn Gunturselo;
?Kawanmu ini kubebaskan, tetapi dengan janji kamu harus segera
meninggalkan tempat ini."
?Hem," dengus orang itu ?Baiklah! Lepaskan segera kawanku."
Kiageng Gunturselo cepat melepaskan tawanannya itu tanpa menaruh
rasa curiga. Akan tetapi begitu bebas, orang itu cepat mengambil senjatanya
dan ikut mengurung Kiageng Gunturselo. Mereka siap siaga untuk
menyerang kembali dari segala jurusan.
Kiageng Gunturado keheranan menyakskan musuhnya tidak segera
pergi. Dengan heran ia bertanya: ,,Hai sahabat-sahabat, mengapa kalian
tidak segera pergi ?"
?Ha haha.ha! Kau babi tua yang goblog!" ejek orang bersenjata rantai.
?Kau kira aku mau mentaati janji itu?"
?Jadi maksudmu?" Kiageng Gunturselo heran.
?Kami tak akan pergi sebelum mencincang tubuhmu". Jawab orang
senjata rantai itu. ?Ketahuilah hai tuabangka. Aku sudah mendapat kuasa
penuh dari kakang Ranggajati. Baik hidup atau mati kau harus dapat
kubawa kembali ke Karangbolong. Kakang Ranggajati ingin menggunakan
tubuhmu sebagai sesaji dilaut selatan, sebagai pembalas kebaikanmu lima
belas tahun yang lalu".
?Hem Ranggajati. Mengapa dia masih penasaran?" Kiageng Gunturselo
mengeluh. ?Dia tidak menginsyafi dosa dan perbuatannya sebaliknya malah
menjadi2"
Mendadak terdengar suara ketawa orang bergelak2, dan melayangkanseorang bertubuh tinggi besar dan berewok dari salah satu pohon. Ketika ia
sudah menginjakkan kakinya diatas bumi, terdengar ia berkata: ?Ha-ha-ha!
Babi tua yang goblok! Masihkah kau berkepala batu untuk melawan aku?"
Terkejut juga Kiageng Gunturselo dengan kedatangan Ranggajati
secara mendadak itu. Dengan hadirnya Ranggajati akan berlipat dualah
kekuatan musuhnya. Padahal keadaannya sudah sedemikian payah dan
kekuatannya hampir habis. Keadaan yang sangat tidak seimbang ini amat
tidak menguntungkan bagi Kiageng Gunturselo.
Namun demikian, bagi seorang ksatrya adalah pantang untuk
menyerah. Meskipun keadaan sudah nyata tidak menguntungkan, namun
harus tetap membulatkan tekad untuk melakukan perlawanan. Mati dalam
pertempuran lebih berharga daripada mati konyol.
Oleh karena itu kemudian terdengar ketawa Kiageng Gunturselo yang
lembut. Ia tidak memperlihatkan keterkejutannya dan kemudian menjawab:
Hem, kedatanganmu amat kebetulan Ranggajati. Aku ingin melihat sampai
dimana kemajuan yang sudah kau capai."
Ranggajati ketawa bergelak2 hingga perutnya yang besar itu
bergerak2 seperti perut babi. Kemudian terdengar katanya: ?Ha-ha-ha-ha!
Meskipun kau berkepandaian setinggi langit, dimanakah kemampuanmu
menghadapi enam orang?"
(Bersambung jilid II)Sipengung nora nglegewa
Sansajarda denira cacariwis
Ngandar andar angandukur
Guntur Geni Dan Cambuk Kilat Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kandane nora kaprah
Saya elok alangka longkangipun
Si wasis waskita ngalah
Ngalingi marang si pingging.
( Sekar Pangkur Wedatama).=GUNTUR GENI DAN CAMBUK KILAT=
(oleh : Widi Widajat)
JILID II
MAYANGSETO yang bersembunyi, mendongkol sekali mendengar
jawaban Raggajati yang licik. Jelas menunjukkan bahwa orang ini sengaja
hendak mencelakakan gurunya. Mereka datang bukanlah bermaksud baik
tetapi memang sengaja datang untuk mencelakakan. Sebab, kalau mereka
datang akan dengan maksud jahat, sudah tentu masih mengingat akan
pertempuran secara kestrya. Tidak melakukan pengeroyokan.
Namun apa daya. Orang itu berilmu tinggi, dan ia sudah dilarang oleh
gurunya. Bagaimanapun juga ia hanya dapat marah2 dalam hati.
Tetapi disamping itu diam2 ia juga memuji akan ketabahan dan
keagungan gurunya. Meskipun sudah nyata keadaan tidak seimbang. namun
Kiageng Gunturselo nampak tenang dan tidak gugup. Wajahnya tetap
lembut dan tidak menunjukkan kemarahan oleh sikap orang yang mengejek
dan meremehkan. Ia tetap bersabar sekalipun orang sudah melakukan
kecurangan.
Terdengarlah kemudian jawaban Kingeng Gunturselo yang tetap sabar
: ?Hem, Ranggajati! Ternyata kau masih tetap seperti dulu, dan sekalipun
sudah bertambah tua masih tetap ganas .Apakah hal2 yang sudah lama
berlalu itu kau anggap sebagai permainan kanak2? Hingga kau tidak malu2
pula menjilat ludahmu sendiri ? Ingatkah kau akan perbuatanmu yang
meratap2 meminta kepadaku supaya diampuni dosamu?"
?Ha-ha-ha ha!" Ranggajati ketawa lantang. ?Ternyata ketuaanmu itu
hanyalah bentuk dan ujudmu melulu. Tetapi otakmu masih tetap goblok
seperti kerbau. Manusia wajib berikhtiar dalam menghadpi bahaya
Begitupun aku ketika itu, apa yang kuperbuat ialah sebagai usaha untuk
bisa menghindari kematian dalam keadaan tidak berdaya. Tetapi sekarang,
adakah larangan bagi aku mengingkari janji yang sudah lalu ?"
Terbelalak juga Kiageng Gunturselo mendengar jawaban yang tidak
tahu malu itu. Dengan jawaban itu, teranglah bahwa Ranggajati dan
orang2nya sudah tidak lagi mempunyai harga diri. Tidak lagi beranggapan
bahwa sesuatu janji merupakan kesatuan antara kata dan perbuatan.
Namun demikian Kiageng Guntureelo masih tetap dapat menyabarkan diri.
Dalam hati orang tua ini masih terlintas sesuatu maksud untuk dapat
memberi nasihat dan menginsyafkan kegelapan Ranggajati.
?Ranggajati," Kiageng Guntunelo penuh kesabaran, ?benarlah apa
yang sudah kau katakan bahwa tiada larangan bagi seseorang mengingkarijanji, Akan tetapi ingatlah wahai sahabat, bahwa manusia tidak akan dapat
hidup terus. Apakah kau tidak takut akan kutukan Tuhan kelak kemudian
hari atas dirimu ?"
Ranggajati makin ketawa ter bahak2. Demikian pula kelima orang
begundalnya, ikut ketawa ha-ha-ha-ha dan riuh sekali, seakan
mendengarkan kelakar badut yang amat lucu.
Orang2 yang sudah bejad moral dan wataknya ini sudah tentu
menganggap lucu akan kata2 Kiageng Gunturslo yang penuh nasihat.
Mereka sudah tidak perduli lagi akan Tuhan dan segla perintahNya. Maka
terdengarlah kemudian jawaban Ranggajati : ?Gunturselo! Tidak usah kau
banyak mulut dan berlagak mensihati. Aku hidup dan berhak menuntut
kehidupan. Karena itu berhak pula aku menentukan cara hidup sendiri.
Bersiaplah sekarang kau rnenghadapi kematian."
Bertepatan dengan ucapannya yang terachir itu, Ranggajati sudah
menggerakkan tangan dan kaki untuk menyerang. Apa yang diperbuat oleh
Ranggajati ini kemudian diikuti pula oleh orang2-nya, terus melakukan
pengeroyokan. Tetapi Kingeng Gnturselo juga tidak gentar. la melawan
serangan itu dengan hati yang pasrah kepada Tuhan.
Ternyata enam orang itu dapat melakukan kerjasama amat rapi. Dan
sesudah Ranggajati ikut mengeroyok, kekuatannya jauh bertambah.
Ranggajati memimpin pengeroyokan dengan pukulan2 yang amat dahsyat
Angin pukulannya menyambar-nyambar dan menekan perlawanan Kiageng
Gunturselo. Akibatnya menjadi hebat Kiageng Gunturselo tampak amat
repot dalam melawan.
Serangan2 yang dilancarkan itu secara rapat mengurung ruang gerak
Kiageng Gunturselo. Pada bagian atas dikurung oleh serangan rantai baja,
dan empat orang yang lain menyerang dengan senjata dari segala jurusan.
Sedang Raggajati yang mempunyai ilmu paling tinggi, selalu menggunakan
tenaga yang besar untuk menghalau pukulan2 Kiageng Gunturselo.
Benar2 sekarang ini, Kiageng Gunturselo merasa kerepotan. Ia harus
mengerahkan seluruh kepandaianya untuk dapat memunahkan serangan
lawan. Dengan suatu gerakan yang cepat sekali, rantai baja yang
menyambar kepala dapat ditangkap. Akan tetapi pada saat akan merebut
senjata itu, dari samping dan belakang terdengar desir angin senjata. Ia
masih merasa sayang untuk menerima senjata2 itu dengan tubuhnya. Maka
ia terpaksa melepaskan rantai baja itu, untuk menghalau senjata yang
mengancam dari belakang dan samping.
Pada saat Kiageng Gunturselo menggunakan kedua tangannya untuk
menghalau serangan lawan in, dengan tidk terduga orang yang bersenjata
rantai baja sudah menjabat kaki. Dan bersamaan dengan itu, dua golok
sudah mengarah lambung. Serangan yang berat itu masih ditambah lagidengan pukulan2 jarak jauh dari Ranggajati yang cukup berbahaya.
Terkejut juga Kiageng Gunturselo rnendapat serangan ini. Untuk
menghindari serangan rantai dan golok, baginya masih cukup mudah
dengan meloncat tinggi. Akan tetapi dalam keadaan terapung ini, pukulan
jarak jauh Ranggajati merupakan hal yang berbahaya. Karena dapat
menyebabkan luka dalam yang parah. Ia sudah cukup mengenal ilmu
?telaga muncar" yang diandalkan Ranggajati ini, yang cukup ganas dan
berbahaya.
Akan tetapi keadaan sudah mendesak dan memaksa. Jalan satu2nya
untuk menghindari serangan yang rapat itu hanyalah dengan meloncat
tinggi. Untuk itu maka Kiageng Gunturten terpakza harus membagi tenaga.
Agar tidak terluka oleh pukulan Ranggajati.
Karena itu dengan gerakan yang cepat Kiageng Gunturselo sudah
meloncat tinggi. Dan Ranggajati sudah mempersiapkan serangan ilmu
?telega muncar". Apapun yang terjadi, Kiageng Guntunde sudah tidak
memperhitungkan lagi.
Menyaksikan keadaan Kiageng Gunturselo yang amat sulit itu,
Mayangseto menggigil dan cemas sekali. Ia akan meloncat untuk menyerbu
memberi pertolongan sebisanya. Akan tetapi sikaki celaka tidak mau
bergerak, seakan tertancap pada bumi.
Dengan tak terduga, Ranggajati sudah mengurungkan seranganya.
Karena ia mendengar desiran angin yang halus menyentuh lambung. Karena
itu dengan gerakan yang cepat ia sudah membalikkan diri, tangannya
bergerak dan benda yang melayang itu dipukul jatuh dan remuk seketika.
Ternyata benda yang melayang akan menyerang itu, hanyalah buah
kedondong.
?Hai! Siapa berani berbuat curang ?!!" teriak Ranggajati marah.
Baik Kiageng Gunturselo, anak buah Ranggajati dan Mayangseto
terkejut mendengar teriakan Ranggajati itu. Bagi Kiageng Gunturselo dan
Mayangseto merasa bersyukur dengan serangan tak terduga itu, tetapi bagi
Ranggajati dan anak buahnya merupakan suatu hal yang membuat
kemarahan. Karena dengan itu, maka gempuran yang cukup berbahaya itu
menjadi gagal total.
Pada saat orang masih bertanya2 itu, terdengarlah ketawa orang
terkekeh. Dan belum lenyap suara ketawanya, muncullah seorang laki2 tua
berbadan gemuk dengan kepala yang gundul licin. Ia berjalan perlahan
mendekati arena pertempuran dengan bibir masih ter senyum2.
Munculnya orang berkepala gundul itu mengejutkan Ranggajati dan
Kiageng Gunturselo sendiri.
?Kiageng, apa kabar?" sapa orang gundul itu.
?Ya, sehat2 saja Menak", jawab Kiageng Gunturselo.Tiba2 Ranggajati mendamprat : ?Hai, keledai gundul ! Kau berbuat
curang !"
?Hem, dengus orang gundul itu. ?Siapa yang curang?"
?Kau menyerang secara gelap! Pantaslah itu dilakukan orang jantan ?"
Ranggajati mendamprat.
?Ho ho-ho ho! Kau melakukan keroyokan itu apakah perbuatan yang
jantan? Aku sekedar membalas perbuatanmu, Ranggajati". Saut orang
gundul itu sambil ter senyum2 mengejek.
Merah padam wajah Ranggajati mendengar sindiran itu. Lalu dengan
kemarahan meluap2 Ranggajati sudah bertriak : ?Bangsat Menak
Jolosengoro! Kau datang sengaja menghina aku. Rasakan sekarang
pukulanku ini".
Orang gundul itu ternyata Menak Jolosengoro. Mendapat serangan
Ranggajati itu ia ketawa dan tidak bergerak. Ketika tangan Ranggajati sudah
dekat sekali barulah Menak Jolosengoro mengangkat tangan. Ranggajati
sangat terkejut. Karena serangan itu seakan tenggelam dalam lautan yang
dalam. Maka ia buru2 menarik tangannya, untuk kemudian kembali
menyerang lebih dahsyat.
?Kiageng !" seru Menak Jolosengoro. ?Maaf kaulah aku sahabat,
terpaksa aku lancang mewakilimu".
?Boleh, boleh! Kau dan aku sama saja". Kiageng Gunturselo seraya
tersenyum.
Menyaksikan Ranggajati sudah memulai serangannya lagi itu, maka
anak buah Ranggajati segera menggerakkan senjata mengeroyok Kiageng
Gunturselo. Pertempuran kembali amat sengit, terbagi menjadi dua
kelompok. Kiageng Gunturselo amat bersyukur dalam hati, bahwa didalam
keadaan yang sulit Menak Jolosengoro datang membantu.
Ranggajati yang sudah mencoba dengan pukulannya, ia tidak berani
gegabah dengan orang gundul ini. Serangan2 yang dilancarkan tidak dapat
hanya mengandalkan kepada kekuatan dan kekerasan. Karena akan sia2
dan membuang tenaga tak berarti. Dan sebaliknya Menak Jolosengoro juga
tidak berani sembarangan. Karena Ranggajati merupakan tokoh sakti
Karangbolong yang disegani orang.
Pertempuran antara dua orang sakti ini makin lama menjadi makin
hebat. Gerak mereka makin cepat berputaran dan angin2 pukulannya
menyambar2. Ternyata Menak Jolosengoro yang bertubuh gendut itu dapat
bergerak ringan sekali, seakan sebuah bola yang dapat mental kesana
kemari.
Diam diam Ranggajati mengeluh juga dalam hati. Karena
serangan2nya selalu punah, oleh tenaga tangkisan Menak Jolosengoro yang
empuk laksana kapas. Akan tetapi Ranggajati bukannya menjadi luntursemangat. Ia makin menekan dengan serangan2 ilmu ? telaga muncar" yang
dahsyat menggelombang. Dalam hati sudah berjanji harus bisa merobohkan
tokoh Belambangan yang gundul inl.
Dan sebaliknya Menak Jolosengoro terkejut juga mendapat serangan
yang memancarkan hawa dingin menusuk tulang itu. Karena harus melawan
dengan tenaga murni dari dalam tubuh untuk dapat menghalau pengaruh
dingin dari musuhnya.
Mayangseto yang menyaksikan pertempuran itu dari tempat
persembunyian, makin merasa dirinya amat kecil. Merasa bahwa dirinya
sama sekali tidak berguna apabila berhadapan dengan tokoh2 sakti itu.
Maka ia menjadi makin yakin bahwa dunia ini penuh oleh tokoh2 sakti yang
satu sama lain saling berlomba untuk dapat mengatasi yang lain. Dengan itu
ia makin menjadi sadar pula, bahwa sekarang dituntut oleh keadaan harus
memperdalam ilmu yang berguna. Baik untuk cita2 perjuangan maupun
untuk membela kebenaran dan kemanusiaan. Apapula jika diingat bahwa
sekarang ia mewarisi cambuk pusaka dari Kiageng Mahesotopo. Adalah amat
memalukan sekali apabila dirinya mewakill Kiageng Mahmotopo, tetapi
ternyata ilmu yang dimilikinya tidak berarti. Dan dengan demikian, akan bila
berakibat menurunkan derajat Kiageng Mahesotopo yang selalu disanjung
orang.
Guntur Geni Dan Cambuk Kilat Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Namun demikian, ada pula sesuatu perasaan timbul dalam hati.
Mengapa orang masih juga berusaha balas membalas dan mengganggu
gugat peristiwa lama. Tadi pagi Kiageng Gunturselo bertempur dengan
Bondansari, persoalannya bukan lain dendam. Dan sekarang ia terlibat
dalam pertempuran pula, bukan lain persoalan dendam.
Apakah jadinya apabila dunia ini hanya diperenuhi oleh nafsu balas
membalas dan dendam mendendam, pembunuhan2 berlangsung untuk
memuaskan hati melulu. Mayangseto menghela napas. Timbullah rasa kecut
dalam hati, bagaimana dirinya kemudian hari sesudah ikut berkecimpung
dalam dunia ini ?
Ia diombang ambingkan oleh perasaan sendiri yang tidak menentu.
Kadang2 merasa cemas dan kecut menyaksikan orang ber-tempur dan
bunuh-membunuh, tetapi kadang2 pula timbul semangat untuk membawa
diri menjadi seorang berilmu.
Pada saat Mayangseto terombang ambing oleh perasaan sendiri itu,
terdengarlah pekik seseorang. Ia terkejut, dan ketika mengamati arena
pertempuran dapat dilihatnya orang bersenjata rantai baja itu terguling
roboh. Rantai baja itu sudah putus menjadi dua dan menggeletak diatas
tanah.
Musuh Kiageng Gunturselo kurang seorang, namun anak buah
Ranggajati itu masih bersemangat mengeroyok dan memutarkan senjatasecara ganas, dikuasai oleh nafsu membunuh. Agaknya mereka sudah amat
nekad dan marah sekali, tidak dapat merobohkan Kiageng Gunturselo yang
tua.
Orang yang bersenjata rantai itu, tiba2 meloncat bangun. Dengan
amat cepat ia sudah mencabut golok dan ikut lagi bertempur. Ia memang
tidak mendapat luka. Ia tadi roboh akibat kehilangan keseimbangan pada
saat rantai yang dipertahankan tiba2 putus. Mayangseto cepat dapat
menduga bahwa gurunya itu tidak mau mencelakai musuh. Dalam hati
Mayangseto menyesal mengapa menghadapi orang jahat itu Kiageng
Ganturselo tidak juga mau turun tangan semestinya.
Ketika pandangan matanya beralih kepada Ranggajati dan Menak
Jolosengoro, ia lebih terkejut. Ternyata dua orang sakti , itu sudah
bertempur antara hidup dan mati. Mereka berdiri tanpa bergerak. Telapak
tangan mereka beradu dan butiran2 peluh sudah mulai menitik dari kedua
belah pihak, membasahi pakaian masing2.
Namun demikian Mayangseto masih dapat menyaksikan secara jelas,
bahwa wajah Ranggajati tampak sebentar pucat dan sebentar merah. Dada
tampak berkembang kempis seakan sulit bernapa2. Berbeda dengan Menak
Jolosengoro, wajahnya masih tampak segar tiada perobahan sedang
dadanya tidak tersengal. Menyaksikan keadaan itu tiap orang segera
mengerti bahwa Menak Jolotengoro masih mempunyai kelebihan apabila
dibanding dengan musuhnya.
Pertempuran antara Menak Jolosengoro dan Ranggajati ini amat
menegangkan. Karena mereka sedang berjuang mati2an. Sulitlah mereka
untuk menghindari malapetaka sebagai akibat per-tempuran tenaga murni
ini.
Pada saat itu matahari sudah condong dibarat. Sinar yang lemah dan
merah sudah terhalang oleh ketinggian puncak Merapi. Hanya sinar yang ke
merah2an saja tampak memberi warna langit. Angin pegunungan yang
sejuk mengusap wajah2 tegang yang bertempur. Namun kesejukan hawa
yang memberi rasa nyaman itu tidak dapat dinikmati. Bukan saja mereka
yang sedang bertempur, sedang Mayangseto yang hanya melihat dari
tempat persembunyiannya, rasa sejuk itu sama sekali tidak dirasakan.
Tiba2 terdengar suara pekik yang nyaring. Ternyata dua orang
pengeroyok Kiageng Gunturselo terpental lebih dua tombak. Mereka
berjungkir balik dan kemudian meloncat berdiri. Tetapi baru saja tegak,
mereka terhuyung2 dan muntah darah segar.
Pekikan itu berakibat amat merugikan kepada Ranggajati yang sedang
berjuang mati2an. Meskipun hanya sedikit lengah. namun akibatnya besar
sekali. Ia terlempar kebelakang hingga satu tombak dan ter huyung2.
Kemudian ter batuk2 beberapa kali dan segumpal darah meloncat darimulut. Namun patut dipuji juga kehebatannya. Meskipun terluka, Ranggajati
masih dapat bergerak amal cepat lari masuk belantara.
Anakbuahnya terkejut. Sambil menyeret kawannya yang ter-luka,
mereka melarikan diri. Sedang Kiageng Gunturselo dan Menak Jolosengoro
hanya ketawa tanpa mengejar.
?Menak, terimakasih kuucapkan kepadamu". Kata Kiageng Gunturselo
seraya memeluk sahabatnya.
Menak Jolosengoro ketawa terkekeh kemudian menjawab: ?Kiageng,
sudahlah tidak perlu kau repntkan. Aku merasa beruntung dapat ber main2
sebentar. Sehingga otot2ku yang ludah lama kaku dapat lemas."
Kiageng Gunturselo ketawa sejuk, kemudian ia mengajak : ?Menak,
marilah mampir dahulu kerumahku. Telah lama kita tidak berjumpa. Banyak
yang ingin kubicarakan denganmu, Menak".
?Terimakasih Kiageng, tetapi maafkan aku tidak dapat mampir. Aku
segera berburu dan ingatkah kau kepada seorang bernama Gundolo?"
?Mengapa?" Kiageng Gunturselo agak heran.
?Aku akan membalas dendam lama."
?Ah, mengapa kau masih menurunan hatimu?"
Menak Jolosengoro ketawa terbahak. Dan kemudian menjawab tegas
?Ah Kiageng, bukannya aku menurutkan hati. Tetapi untuk mencari
keadilan. Cobalah kau pikir, adikku Menak Demung tidak bersalah. Oleh
Gundolo dituduh sudah membunuh anaknya. Kemudian Gundolo membalas
deadam. Akan tetapi perbuatan Gundolo itu menyakitkan hatiku benar.
Karena bukan saja Menak Demung yang dibunuh, tetapi juga anak dan
isterinya. Seluruh keluarga habis terbunuh oleh keganasan Gundolo.
Kiageng, apakah perbuatannya itu tidak ganas dan kejam? Kalau benar
Menak Demung bersalah kemudian dibunuh orang, akan kuterima dengan
hati dingin. Tetapi mengapa keluarga yang tidak bersalah itu diikutsertakan
bersalah? Apakah hal itu adil?"
Menak Jolosengoro memandang Kiageng Guaturselo. Dan beberapa
saat kemudian melanjutkan : ?Kiageng, hal itu masih belum menyakitkan
hati benar kalau saja adikku Menak Demung melakukan pembunuhan
terhadap anak Gundolo. Akan tetapi terbukti kemudian bahwa adikku Menak
Demung tidak bersalah. Kematian anak Gundolo itu oleh perbuatan orang
lain. Karena bukti2 itu Kiageng, apakah aku harus tinggal diam dan tidak
membuat perhitungan kepadanya ?"
Kiageng Gunturselo tidak dapat ber kata2 mendengar penjelasan
Menak Demung itu. Karena dalam hati ia tidak dapat menyalahkan apabila
orang manjadi marah dan berusaha membalas dendam.
Menak Jolosengoro mendesak: ?Klageng, aku ingin bertanya
kepadamu Apakah peristiwa itu harus kubiarkan saja dan tanpa menuntutkeadilan?"
Klageng Gunturselo menarik napas dalam2, baru sesaat kemudian
memberi jawaban : ?Mungkin juga seperti apa yang kau perbuat".
?Nah!" seru Menak Jolosengoro lega. ?Itulah sebabnya aku harus
mencari Gundolo. la melarikan diri dan selalu berusaha menghindari aku.
Dan karena itu aku belum puas sebelum dapat mencincang Gundolo.
Sudahlah Kiageng. ijinkanlah aku pergi sckarang juga. Masih banyak waktu
kemudian hari untuk mampir kerumahmu".
Kiageng Ganturselo merasa tidak dapat menahan sahabatnya ini.
Maka kemudian ia menjawab: ?Baiklah Menak, semoga usahamu berhasil".
Sesudah sekali lagi mereka berpelukan, maka kaki Menak Jolosengoro
bergerak. Dalam waktu singkat la sudah tidak tampak ditelan oleh hutan
yang mulai gelap.
Dan Kiageng Gunturselo sesudah mengawasi kepergian sahabatnya,
kakinya bergerak juga dan lari secepat terbang mendaki lereng Merapi.
Mayangseto amat terkejut. la cepat melompat dan memanggil : ?Bapa!
Bapa!"
Akan tetapi panggilan itu tidak mendapat jawaban. Suara Mayangseto
menggema dan memantul dari tebing- ketebing lama menguak hutan.
Ketika ditunggu sementara tiada tanda2 Kiageng Gunturselo kembali, maka
Mayangleto menggerakkan kaki untuk menyusul. Sesudah ia menyaksikan
pertempuran2 hebat dan merasa dirinya kecil, timbullah rasa gentar
sendirian dalam butan. Ia khawatir apabila kepergok oleh seseorang yang
mempuny1ai ilmu lebih tinggi.
Untung baginya bakwa suasana gelap itu tidak berlangsung lama, dan
bulan ditimur menyinarkan sinar kuning gemerlapan. Dengan bantuan sinar
bulan ini, kesulitannya menembus belantara berkurang.
Didalam perjalanan menuju pulang ini. timbullah pendapat nya.
Alangkah hebat apabila para tokoh sakti itu bersedia menceburkan diri
dalam perjuangan Mataram. Dengan bantuan orang2 sakti ini, tentu
Mataram menjadi makin kuat dan pada waktu2 pecah perang nanti tidak
akan mengecewakan.
Oleh pikirannya yang demikian in maka timbullah keinginannya untuk
membicarakan persoalan itu dengan Kiageng Gunturselo. Mungkin dengan
mempergunakan pengaruh orang tua ini, para tokoh sakti yang sudah
dikenalnya bersedia membantu perjuangan Mataram, yang menghandaki
berlangsungnya keturunan Pajang menduduki tachta kerajaan.
Demikianlah, Mayangsato menuju pulang dengan benaknya dipenuhi
oleh rencana2 perjuangan. Akibatnya lupa bahwa dalam hutan belantara ini
bisa timbul bahaya2 yang mengancam seriap saat.
Dan ia amat terkejut sekali ketika secara tiba2 seekor harimau lorengyang besar sudah menghalang perjalanan dan siap menerkam. Hati
Mayangseto agak gentar berhadapan dengan harimau besar dan buas ini.
Namun ia segera bersiap diri untuk melawan.
Dengan mengaum keras, harimau loreng itu sudah meloncat tinggi
dan menerkam Mayangseto. Akan tetapi dengan gerakan yang cukup
tangkas Mayangseto sudah melompat kesamping. Dan pada saat itu juga
Mayangseto menghantam tubuh harimau sekuat tenaga. Akan tetapi
ternyata harimau itu juga tangkas dapat menghindari pukulan Mayangseto
itu, dengan memukulkan ekornya yang besar.
Mayangseto cepat menarik tangannya, karena takut terlibat oleh ekor
harimau, sambil melompat untuk bersiap diri. Harimau itu tampak amat
marah oleh perlawanan Mayangseto. Terdengar mengaum dahsyat sambil
membalikkan tubuh dan langsung menyerang dengan kuku yang amat
tajam.
Mayangeto menggulingkan diri dan dengan kecepatan luar biasa sudah
menggerakkan kaki memukul perut. Buk! Tendangan kaki itu tepat
mengenai perut harimau. Agaknya harimau itu merasa sakit juga, ia
mengaum hebat sambil memukulkan ekor. Namun Mayangseto sudah
bersiap diri, dengan suatu loncatan ber-hasil menghindar.
Akan tetapi belum juga Mayangseto siaga, harimau itu sudah kembali
menerkam. Hampir kulit Mayangseto terobek oleh kuku harimau yang tajam
runcing apabila lambat sedikit gerakannya. la melompat kesamping seraya
memukul dengan tinju. Buk! Punggung harimau terpukul. Harimau
mengaum sambil membalikkan tubuh dan menyerang lagi. Kali ini loncatan
harimau terlalu tinggi. Maka sambil merendahkan tubuh ia sudah berhasil
lagi memukul perut.
Agaknya pukulan2 itu menyebabkan merasa sakit. Harimau itu dengan
menggeram sudah menyerang begitu cepat dan ber-tubi2. Kukunya yang
runcing berusaha mencakar dan meraut tubuh Mayangseto yang selalu
dapat bergerak cepat dan menghindar.
Beberapa kali pukulan sudah mengenai tububnya. Namun ternyata
harimau itu masih dapat bergerak begitu cepat dan ganas seakan tubuhnya
sudah kebal dan tidak merasa sakit. Diam-diam Mayangseto menjadi agak
gentar. Baru kall ini sajalah ia mengalami pertempunan melawan harimau
yang buas. Karena itu sesudah menyaksikan pukulan2nya tidak berhasil ia
menjadi agak bingung. Lalu apa yang harus dilakukan untuk bisa
merobohkan harimau yang buas ini?
Kalau pertempurannya dengan harimau ini berlangsung lama, ia amat
khawatir apabila tenaganya menjadi habis. Akan tetapi untuk dapat
mempercepat, ia tidak mengerti apa yang harus dilakukan.
Ia melawan harimau itu sambil sibuk berpikir. Anggauta tubuhharimau yang lemah adalah mata. Akan tetapi untuk menyerang mata itu,
Guntur Geni Dan Cambuk Kilat Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bukanlah suatu hal yang mudah. Memang apabila dapat berhasil menyerang
mata, harimau itu akan menjadi buta. Kalau sudah buta, akan mudahlah
untuk merobohkan. Tetapi bagaimana cara yang dapat ditempuh untuk
dapat menyerang mata itu? Ia merasa sulit.
Kembali sebuah pukulan Mayangseto bersarang pada perut. Harimau
itu mengaum dan menyerang lebih ganas. Pada saat Mayangseto
menghindari terkaman, Mayangsasto meloncat kesamping. Akan tetapi
celaka. Ia tergelincir dan terguling. Harimau menggunakan kesempatan itu
untuk menerkam. Mayangseto amat terkejut, untung tidak kehilangan
kesadaran. Ia menggulingkan diri sambil memukulkan telapak tangan yang
dimiringkan dengan sasaran pada perut Tetapi oleh gerak harimau yang
cepat, pukulan itu tidak mengenai perut. Melainkan kaki sebelah belakang.
Sekali lagi harimau itu mengaum hebat. Lalu menjilat2 kaki belakang yang
baru kena pukulan. Agaknya harimau itu merasakan kesakitan pada
kakinya. Nyatanya menjadi pincang.
Namun demikian harimau itu kembali menyerang dengan ganas. Akan
tetapi gerakannya sudah tidak secepat tadi. Menyaksikan keadaan harimau
itu, ia menjadi gembira. Ternyata serangan yang tidak terduga itu menolong
dan membuka pikirannya. Bahwa untuk melumpuhkan harimau itu, maka
serangan2nya harus dipusatkan kepada kaki.
Maka ia menjadi hati- hati tidak sembarangan memukul. Ia ingin
menghemat tenaga, tidak perlu memukul apabila bukan kaki. Akan tetapi
agaknya harimau itu juga insyaf akan bahaya2 yang mengancam.
Gerakannya lebih hati" dan mengbindari pukulan' yang dapat mengenai
kaki. Karena itu kemudian gerakan mereka tmat seacpat tudi. Masing'
berusaha untuk mencari kelengahan.
Dengan tidak terduga. harimau itu menggunakan akal yang licik.
Menggeram dan kaki bergerak seakan meloncat. Mayangseto sudah
bergerak kesamping untuk menghindari. Akan tetapi ternyata gerakan
harimau itu hanyalah tipu belaka Harimau itu tidak jadi meloncat, dan
kemudian menerkam kepada Mayangseto yang baru tegak. Terkaman yang
tidak terduga ini amat mengejutkan Mayangseto. Untuk menjatuhkan diri
dan bergulingan adalah berbahaya Maka ia cepat meloncat sambil menjejak
punggung Tetapi celaka. Begitu Mayangseto hinggap ditanah. harimau sudah
menyerang lagi dengan ganas. Mayangseto gugup. ia meloncat lagi
menghindari. Namun harimau itu dapat bergerak cepat dan terus menerkam
lagi.
Mayangseto menjadi gugup. Apabila terus menerus begini, niscaua
harimau itu akan berhasil merobek kulit dan mengunyah dagingnya Secara
tidak sadar ia meraba pinggang. Barulah ingat bahwa sebaiknyamenggunakan senjata dalam perlawanan ini. Maka dengan cepat keris
pusaka ?Baju bojro" itu dicabut. Mata keris itu menyinarkan cahya hijau
kemilauan. Harimau itu mendadak mengaum hebat dan tidak menyerang
lagi. Agaknya sinar hijau yang memancar dari mata keris itu membikin
ketakutannya. Dengan gerakan yang cepat harimau itu membalikkan diri
dan melarikan diri.
Mayangseto merasa puas dan lega. Ternyata keris pusaka pemberian
ayahnya itu mempunyai kesaktian. Terbukti harimau itu sudah lari sebelum
diserang. Keris itu kemudian di timang2 sambil mengamati, Jelas memancar
sinar hijau dan hawa yang dingin seakan menyembur keluar dari mata keris.
?Keris yang bagus!" suara itu terdengar amat mendadak dan
mengejutkan Mayangseto. Lalu berdirilah dihadapannya seorang laki2 yang
kurus tinggi dengan ketawa terkekeh.
Mayangseto terbelalak. Jelas ia tidak mendengar sesuatu suara. tetapi
ternyata orang laki2 kira2 berumur empat puluh tahun sudah berdiri
dihadapannya. Maka diam2 ia menginsyafi bahwa laki2 yang datang secara
tiba2 ini tentu seorang sakti sederajad Kiageng Gunturselo.
?Hai anak muda !" orang itu menyapa dergan katanya yang lantang.
?Darimana kau mendapatkan keris itu ?"
Mayangseto tercengang mendengar pertanyaan itu. Dan cepat
dapat mengambil kesimpulan bahwa kedatangan orang ini mempunyai
sesuatu yang tidak baik. Maka Mayangseto bersikap hati2, dan kemudian
menjawab : ?Maafkanlah aku yang muda. Dapatkah kiranya bapa
menerangkan nama dan tempat tinggal ?"
Sekali lagi orang itu ketawa terkekeh. Dan baru sesudah berhenti
ketawa ia berkata : ?Bagus! Kau ingin mengerti aku? Hem, dengarlah baik2.
Aku Bathara Jungkung yang tiada duanya didunia ini. Dan kau ingin
mengerti tempatinggalku? Baik! Tempat tinggalku dipuncak Tangkuban
Perabu".
Terkejut sekali ketika Mayangseto mendengar pengakuan orang itu. Ia
sudah pernah mendengar cerita dari ayahnya, bahwa orang yang bernama
Bathara Jungkung ini seorang sakti mandraguna yang bertabiat amat aneh.
Ia dapat melakukan perbuatan yang kejam sekali dengan persoalan yang
sepele. Menurut cerita ayahnya, orang yang berani menanyakan nama dan
tempat tinggalnya tentu segera dibunuh tanpa ampun lagi. Padahal ia tadi
sudah terlanjur bertanya. Maka ia sudah dapat membayangkan tantang
peristiwa2 yang segera dihadapi.
Terdengar Bathara Jungkung ketawa terkekeh lagi, dan kemudian
membentak: ?Hai! Mengapa kau hanya berdiam diri dan tidak segera
menerangkan tentang keris itu?"?Keris ini pemberian ayah." Jawab Mayangseto agak gemetar.
?Ayahmu ? Hem, keris yang bagus ! Hayo, serahkanlah kepadaku anak
muda. Dalam tanganku keris itu akan lebih banyak guna dan faedahnya."
Bathara Jungkung mendekat, tetapi Mayangseto cepat2 melompat
menjauhi.
?Hai Apakah kau mau membandel? Hem, tikus kecil seperti kau ini
berani melawan perintahku?"
Dengan tak terduga ia sudah bergerak amat cepat berusaha merebut.
Namun Mayangseto nekad bertahan. Keris yang masih telanjang itu segera
digerakkan untuk menusuk. Timbullah tekad dalam hati, apapun yang
terjadi harus terap mempertahankan keris itu.
?Aya!" seru Bathara Jungkung terkejut. Ia mengibaskan telapak
tangannya sambil menggeser kesamping untuk menghindari pengaruh hawa
dingin yang memencar dari keris itu.
Akan tetapi dengan gerak yang cepat dan tidak terduga tangannya
sudah menyelonong kemuka untuk mencekal pergelangan tangan
Mayangseto. Untung bahwa Mayangseto dapat menghindar cepat, sehingga
usaha orang dapat digagalkan.
Mendadak Bathara Jungkung menjadi marah sesudah dua kali
serangannya gagal. Maka ia menggeram lalu menyerang dengan pukulan
mematikan.
Mayangseto amat terkejut ketika secara tiba2 mendapat serangan
hebat dari segala jurusan, dengan angin, pukulan yang amat menekan dada.
Karena oleh angin pukulan itu dada dirasakan menjadi amat sesak sulit
untuk bernafas, dan tidak dapat bergerak untuk menghindar. Tidak ada
jalan lain kecuali harus menggerakkan kerisnya secara untung2an dan
pasrah kepada Tuhan Yang Maha Tunggal. Karena itu Mayangseto segera
memejamkan mata, untuk mengurangi rasa ngeri menghadapi kematian
ditangan Bathara Jungkung yang berwatak aneh dan kejam ini.
Akan tetapi ia merasa heran sendiri. Kematian itu ternyata tidak
segera datang. Dan juga tidak segera datang pukulan Bathara Jungkung
yang mematikan. Malah kemudian dada yang tadi dirasakan sesak itu
sekarang kembali longgar, sedang keris yang tadi dipegangnya masih tetap
ditangan.
Ketika ia membuka sepasang mata, ia sangat terkejut. Ternyata
Bathara Jungkung malah membelakangi dirinya. menggerakkan dua belah
tangannya memukul kesana-kemari seperti orang gila. Pada saat
Mayangseto masih berdiri keheranan. terdengarlah Bathara Jungkung
menyumpah kalang kabut ?Hai! Kalau memang jantan jangan menyerang
dengan sembunyi. Aku Bathara Jungkung dari gunung Tangkuban Perahu.
Tidak akan kecewa kau melawan aku, Hai! Bangsat! Mengapa kau masihtetap menyerang dengan bersembunyi ?"
Mayangseto ter longong2 menyaksikan Bathara Jungkung bergerak
sendiri memukul kesana- kemari. Oleh karena merasa heran, sehingga
Mayangseto lupa bahwa pada saat orang ini sedang sibuk menangkis
serangan orang dapat dipergunakan untuk melarikan diri. Kesempatan yang
baik itu disia-siakan, dan masih tetap berdiri keheranan.
Kemudian terdengar suara ketawa orang ber gelak2 menguak hutan
Dan sebelum suara ketawa itu lenyap melayang turun sesosok bayangan
orana yang berkelebat cepat dari atas pohon Dan ketika orang itu sudah
berdiri diatas tanah, ia kembali ketawa bergelak2.
Oleh pertolongan sinar bulan Mayangseto dapat melihat secara jelas
bahwa orang yang datang secara tiba2 ini bertuhuh pendek dan kecil Kalau
saja orang itu tidak memelihara jenggot yang panjang bergontai mennyapu
dada, orang tentu menyangka bahwa ia masih seorang anak berumur lebih
kurang enapat belas tahun.
Menyaksikan orang yang datang mengganggunya itu hanya seorang
anak kecil yang berjenggot, Bathara Jungkung ketawa terbahak2 merasa
geli. Ia merasa aneh, mengapa seorang anak kecil sudah berjenggot
panjang.
?Ha ha - ha - ha! Aku menjadi kebingungan untuk menyebutmu
sahabat". Bathara Jungkung berkata sambil ketawa ?Kalau aku menyebutmu
sebagai orang tua, tetapi keadaanmu tidak lebih seorang anak kecil. Dan
sebaliknya kalau aku menyebutmu anak kecil juga salah, karena kau sudah
berjenggot panjang dan ber warna putih pula. Ha - ha - ha. ha!"
Orang bayang itu agaknya seorang periang dan suka berkelakar. Ia
bukannya marah oleh kata2 orang, malah ketawa bergelak gelak dan
berjingkrakan. Baru sesaat kemudian orang itu menyaut: ?Hwaduh, gembira
hatiku malam ini bertemu orang yang mengagumi keadaanku. Ha - ha ha ha
l Aku memang manusia istimewa. Tuhan sudah menakdirkan aku hidup
didunia ini dalam keadaan lain dari yang lain".
Ternyata sekalipun keadaan tubuhnya kecil dan pendek, Suara nya
hebat sekali, besar dan berpengaruh.
?Boleh ! Boleh kau membanggakan diri sebagai manusia istimewa".
Bathara Jungkung mendamprat. ?Tetapi dihadapan Bathara Jungkung, orang
tidak boleh menyombongkan diri dan berlagak. Hayo, lekas katakan siapa
namamu orang kerdil ? i"
?Hwaduhhh! Bathara itu artinya dewa. tetapi mengapa tabiatmu galak
dan angkuh?" Orang kerdil itu menyindir. ?Tetapi baiklah kujawab
pertanyaanmu, bahwa aku bernama Bimo Kunting. 0, ya, kau ingin juga
mengerti tempat tinggalku atau tidak? Jika ingin tahu sekaligus
kuberitahukan bahwa tempat tinggalku beratap angkasa dan berselimutawan".
?Uah ! Bertemu dengan gelandangan aku hari ini", ejek Bathara
Jungkung.
?Apa katamu ?!" Bimo Kunting mendamprat. ?Kau bilang aku
gelandangan? Hwaduhhh l Kau ini sombong benar. Dengarkan baik2 apa
yang kumaksud. Aku bilang beratap angkasa dan berselimut awan, bukan
berarti tidak bertempat tinggal. Tetapi tempat tinggalku memang tinggi,
dipegunungau Dieng. Tahukah kau tentang goa Jimat ?"
Mayangseto terkejut demi mendengar jawaban Bimo Kunting. Orang
ini datang dari tempat yang jauh, dan berkeliaran dilereng Merapi. Apakah
yang dikandung hati orang2 ini?"
Terdengar Bathara Jungkung ketawa terbahak2. Dan baru beberapa
saat kemudian berkata : ?Uah, bagus! Bagus! Aku dapat bertemu dengan
kau malam ini. Dan sekarang cepat jawab, apa maksudmu mengganggu
aku?"
?Hem," dengus Bimo Kunting, ?apakah kau tidak malu memaksa
kepada seorang bocah ?"
?Bangsat! Apa perdulimu?"
?Aku tidak dapat melihat tingkah lakumu yang tidak semestinya.
Mengapa kau mau merampas milik orang?"
?Ah, kau ini cerewet benar. Rasakan pukulanku ini". Begitu selesai
mengucapkan kata2nya, Bathara Jungkung sudah menggerakkan tangan
kanan.
Guntur Geni Dan Cambuk Kilat Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sambil ketawa lebar Bimo Kunting melompat kesamping, dan
terdengarlah suara ?krak"! Ternyata angin pukulan Bathara Jungkung telah
mematahkan sebatang pohon sebesar paha yang tumbang dan daun2nya
terdengar gemerasak.
Tergetar hati Mayangseto menyaksikan akibat dari pukulan itu. Diam2
merasa bersyukur bahwa seorang yang belum dikenal sudah bersedia turun
tangan menolong, pada saat ia dalam keadaan bahaya.
?Bagus! Pukulan yang bagus!" seru Bimo Kunting memuji seraya ber
gerak2 melawan. ?Bukankah pukulanmu itu menggunakan ilmu ?pecat
nyawa" ?"
Bathara Jungkung tampak terkejut mendengar musuhnya dapat
menebak secara tepat. Ia menghentikan serangannya memandang Buno
Kunting dengan mata terbelalak. Sedang sikerdil dengan sikapnya yang lucu
dan mengejek memandang Bathara Djung-kung seraya tersenyum2".
?Iblis!" teriak Bathara Jungkung mendongkok ?Darimana kau tahu
bahwa aku menggunakan ilmu ?pecat - nyawa" ?"
Bimo Kunting ketawa ter bahak2 dan kemudian mengejek: ?Apa sih
hebatnya ilmu ?pecat nyawa" itu bagiku ? Kau sangka hanya kau sendiriyang dapat melakukan? Lihat! Akupun dapat".
Dengan memasang kuda2 yang kokoh, Bimo Kunting sudah
menggerakkan tangan kanan. Mula2 diangkat tinggi dengan jari rapat
mengepal, Dan ketika tangan itu bergerak memukul kemuka, Mayangseto
terkejut dan kagum, Ternyata Sebatang pohon yang sama besarnya sudah
dapat dirobohkan oleh Bimo Kunting dengan sekali pukul.
Menyaksikan kenyataan yang tidak terduga itu, Bathara Jungkung
amat terkejut dan sekaligus heran. Mengapa ada orang lain yang dapat
melakukan pukulan ilmu ?pecat- nyawa" ?
?Bangsat! Kau sudah maling ilmu dari perguruanku", damprat Bathara
Jungkung tiba2
?Maling?! Siapa yang maling ? Kau kira ilmu itu milikmu sendiri?" ejek
Bimo Kunting. ?Dan kau tentu akan lebih terkejut apabila aku dapat
menebak secara tepat siapa gurumu. Bukanlah gurumu bernama
Sarpalegawa .?"
Berjingkrak amat terkejut Bathara Jungkung ketika mendengar orang
kerdil itu dapat mengetahui segalanya. Bukan saja mengerti tentang iimu
?pecat- nyawa", tetapi juga mengenal nama gurunya. Karena itu ia menjadi
gentar, dan dengan pura2 menyerang ia sudah menggerakkan kaki dan
melarikan diri. Diiring ketawa Bimo Kunting ber?gelak2
Mayangseto berdiri ter-longong2 menyaksikan semua itu. Tanpa
bergerak ternyata orang kerdil itu sudah bisa membikin musuhnya
tunggang-langgang.
?Anak muda," sapa Bimo Kunting halus, ?untunglah aku sempat
mengetahui perbuatannya. Kalau tidak, ah kasihan kau. Siapa namamu anak
muda ?"
?Bapa, saya yang bodoh bernama Mayangseto," jawab Mayangseto
seraya menghormat.
?Saya menuju pulang bapa, dan tiba2 orang tadi sudah bermaksud
merebut kerisku pada saat aku melawan harimau yang mengganggu
perjalananku."
?Hem, dia amat ganas, anak muda." Bimo Kunting mengeluh.
?Menyesal aku, mengapa gurunya membiarkan anak muridnya melakukan
perbuatan2 tidak baik."
?Bapa sudah mengenal kepada gurunya ?"
Bimo Kunting ketawa terkekeh, menepuk pundak Mayangseto seraya
menjawab: ?Sudah tentu aku mengenal gurunya, disamping mengenal ilmu
yang dipergunakan. Karena Sarpalegawa itu bukan orang lain. Tetapi
saudaraku muda dalam perguruan."
Mendapat keterangan itu Mayangseto mengerti sekarang, mengapaorang kerdil ini tadi dapat menebak secara tepat. Ternyata seorang kakak
perguruan Sarpalegawa.
?Anak muda, kau bertulang amat baik," puji Bimo Kunting. ?Siapa
gurumu ?"
?Kiageng Gunturselo."
?Kiageng Gunturselo ? Bukan Kiageng Mahesotopo ?" Bimo Kunting
meraaa heran sambil mengamati cambuk yang melingkar pada
pinggangnya.
Dengan agak gugup Mayangseto menjawab: ?Bapa, Kiageng
Mahesotopo itu kakek guruku. Mengapa bapa dapat mengerti hubunganku
dengan almarhum?"
Terdengar Bimo Kunting ketawa ter kekeh2 lagi, dan kemudian
menjawab ?Tiap orang tua seperti aku ini tentu tidak akan pernah lupa
kepada cambuk pada pinggangmu itu. Cambuk pusaka Kiageng Mahesotopo
yang tiada bandingannya. Itulah sebabnya aku menanyakan tentang
hubunganmu dengan almarhum. Karena itu anak muda, orang tua seperti
aku ini akan selalu menghormati Kiageng Mahesotopo sebagai seorang
ksatrya tanpa pamrih. Dan akan menghormati pula kepada ahli waris
perguruannya yang mendapat kepercayaan membawa cambuknya. Itulah
sebahnya aku tadi tertarik dan kemudian menolongmu."
?Terimakasih bapa, atas pertolongan bapa aku dapat selamat. Dan
apakah bapa juga sudah kenal dengan Kiageng Ganturseio?" tanya
Mayangseto.
?Tentu saja aku kenal kepadanya. Ia seorang ksatrya tanpa pamrih
pula, sahabat terdekat Kiageng Mahesotopo almarhum. Berbahagialah kau
anak muda, mempunyai guru dan kakek guru orang2 yang mempunyai
nama harum."
Bimo Kunting berhenti beberapa saat, dan kemudian baru
melanjutkan: ?O, ya, sampaikanlah salamku kepada Kiageng Gunturselo.
Aku tidak dapat mampir. maka mintakanlah maaf Karena aku harus
mengamati sepak terjang Jungkung yang dapat menodai nama perguruan.
Anak muda, sudahlah. Aku minta diri agar tidak kehilangan dia."
Mayangseto bermaksud mencegah, tetapi orang tua itu sekali bergerak
sudah lenyap tanpa bekas, Ia merasa kagum menyaksikan kecepatan orang
kerdil itu bergerak. Dan sesudah sementara saat, Mayangseto segera
meneruskan perjalanannya menuju pulang.
Namun demikian, benaknya masih tetap dipenuhi oleh peristiwa sehari
tadi. Dengan bermunculannya tokoh2 sakti yang membikin ia makin menjadi
kecil dan tak berarti.
Demikianlah Mayangseto mendaki lereng Merapi ini dengan masihdiganggu oleh peristiwa2 yang baru terjadi. Kira2 tengah malam, ia baru
tiba dirumah Kiageng Gunturselo. Ia dapat mendengar secara jelas suara
dengkur dari dalam rumah. Dan tahulah Mayangseto bahwa gurunya sudah
tidur palas. Karena itu dengan perlahan sekali ia membuka pintu, untuk
masuk kedalam.
Tetapi tiba2 terdengar suara pertanuaan Kiageng Ganturselo: ?Kau
baru pulang Mayangseto? Pergi kemana sajakah tadi siang?"
Mayangeeto terkejut tetapi juga amat kagum dibuatnya. Jelas
didengarnya tadi Ktageng Gunturselo tidur pulas dan mendengkur. Tetapi
mengapa dengan garakannya yang perlahan dan berhati hati masih pula
dapat ditangkap oleh beliau ?
?Bapa, saja tidak pergi kemana2", jawab Mayangseto penuh hormat.
Lalu diceritakannya apa yang terjadi atas dirinya.
?Kau bertemu dengan Bimo Kunting?" seru Kiageng Gunturselo. ?Hem,
kau amat beruntung anakku. Lalu apakah kau minta sesuatu kepadanya ?"
Mayangseto heran. Karena itu segera bertanya : ?Minta apa bapa ?"
?Apakah kau tidak meminta barang sejurus ilmu ?pecat-nyawa" yang
hebat itu?" Kiageng Gunturselo bertanya dengan suara heran.
?Tidak bapa".
?Uah! Kau menyia2kan kesempatan yang amat bagus. Hem, sayang
sekali. Karena aku percaya anakku, apabila kau mengaku terus terang
sebagai muridku, ia tentu rela memberi kepadamu barang satu dua jurus".
?Bapa, saya tidak berani". |
?Tidak berani ? Yah, aku tahu alasanmu. Kau takut kepadaku bukan ?
Menyangka bahwa aku akan marah oleh perbuatanmu. Hem, ilmu
kepandaian itu kesemuanya baik. Tergantung untuk apa ilmu dipergunakan.
Maka tiada salahnya kau tekun mempelajari segala ilmu. Ya, sudahlah
sebaiknya kau segera tidur sekarang. Malam telah larut, agar semua
kelelahanmu segera hilang".
?Terima kasih bapa".
Mayangseto segera menuju pembaringan. Dalam hati agak menyesal,
mengapa tadi tidak mempergunakan kesempatan untuk meminta sesuatu
ilmu yang hebat itu dari Bimo Kunting. Tetapi yah, semuanya itu sudah
terlanjur. Maka tidak lagi dapat disesalkan.
XXX
Malam ini hening dan sepi. Semenjak sore Mayangseto tidak
mendengar suara Kiageng Gunturselo berlagu memuji keagungan Tuhan
aeperti biasa. Maka ia segera dapat menduga bahwa gurunya sedang pergi,
tetapi entah kemana. Karena tidak berpesan apa2.
Perut kosong hanya diberi jaminan minum air tawar melulu olehgurunya. Malam ini merupakan malam terakhir dalam ujian rohani dalam
usaha menggembleng dan membajakan Mayangseto. Telah beberapa waktu
lamanya sejak masih siang, Mayangseto secara tekun melatih pernapasan
dan semadi.
Badan dirasakannya amat lemah, ia bersandar pada tiang rumah dan
kaki yang penat sekarang diluruskan kemuka, untuk mengembalikan
perjalanan darah
Pada sebelum mendapat gemblengan dari gurunya, malam begini ia
merasa dingin oleh udara pegunungan. Tetapi malam ini rasa dingin itu
sudah tidak terasa lagi, seakan dari dalam tubuhnya sudah terdapat daya
penahan dingin.
Tiba2 ia menangkap suara halus langkah seseorang yang amat ringan.
Menandakan bahwa orang yang datang itu mempunyai ilmu yang tinggi.
Hatinya ber debar2 ketika suara langkah itu makin dekat.
Tiba2 pintu terbuka perlahan, dan tampaklah sesosok tubuh orang
berdiri dimuka pintu. Mayangseto terkejut, dan tiba2 giginya gemeretak,
darahnya bergolak sesudah dapat mengerti siapa orang yang datang tanpa
diundang. Tamu itu berdiri dengan kaki sebelah, muka tertutup topeng dan
mata yang bersinar mengawasi tak berkedip.
?Jogosatru!" teriak Mayangseto dan cepat melompat amat ringan.
Terdengarlah suara ketawa yang menyeramkan, lalu jawab orang
tersebut : ?Hem, kau masih ingat, Mayangseto".
Apa maksudmu datang kemari?"
Jogosatru ketawa lebih panjang dan kemudian jawabnya mengejek :
?Hem, kau masih juga berlagak tidak tahu. Aku datang dari jauh kelereng
Merapi ini dengan dua maksud. Pertama, aku akan membereskan hutang
piutang dengan tua bangka Gunturselo yang sudah menipu diriku. Dengan
pura2 mendidik bermacam2 ilmu tetapi kenyataannya kosong belaka.
Sehingga aku kalah berkelahi kala itu. Dan yang kedua, aku bermaksud
membereskan hutang-piutang yang pernah dibuat ayahmu, Pancoko atau
Tumenggung Mayang. Derita yang kualami sekarang ini, atas perbuatan
ayahmu. Sedang ayahmu sulit kucari, maka anaknyapun bisa sebagai ganti
untuk pelunasan hutang itu".
Darah Mayangseto bergolak hebat mendengar pernyataan Jogosatru
ini. Bagaimanapun pula ia tidak sudi untuk menyerah begitu saja kepada
manusia serigala ini, dan seberapa bisa harus melawan. Akan tetapi
disamping kemarahan yang amat sangat, timbullah pula rasa cemas dalam
hati. Ia sedang dalam keadaan perut kosong dan lemah, apa bisa memberi
perlawanan dengan baik? Peraman yang demikian ini menyebabkan ia
ragu2.Dan agaknya Jogosatru dapat menyelami sikap Mayangseto, maka ia
ketawa lagi dan kemudian hardiknya: ?Hayo! Menyerahlah anak muda, agar
tidak membikin aku lebih marah dan menyiksamu."
?Tidak!" Jawab Mayangseto seraya melompat dan langsung
menyerang. Mayangseto sengaja menyerang dengan maksud agar Ki
Jogosatru menghindar dan membuka jalan keluar, dan dengan demikian ia
dapat bertempur diluar.
Ternyata benar dugaan Mayangseto. Ki Jogosatru menghindar
Guntur Geni Dan Cambuk Kilat Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kesamping, hingga Mayangseto dapat melompat keluar. Tetapi belum lagi
berdiri tegak Jogosatru sudah menyerang. Jari-nya dikembangkan,
bermaksud menerkam musuhnya dengan sasaran leher. Dan apabila
Mayangseto menghindar dengan merendahkan badan, maka kepala anak
muda ini akan diterkam hancur. Ki Jogosatru tidak takut akan serangan
Mayangseto karena kulitnya kebal akan senjata.
Akan tetapi Mayangseto yang sudah mengerti kesaktian Jogosatru
tidak mau gegabah. Ia meloncat kebelakang lalu melenting kekiri sambil
menyerang dengan kakinya. Namun serangan ini baru setengah ditariknya,
dan menggunakan tangan untuk menyerang tiga jurusan. Bawah, tengah
dan atas.
Ki Djogruatru ketawa mengejek, dengan kaki yang berbeda
panjangnya itu, ia menghindari dengan loncatan kebelakang. Dan
Mayangseto gemas mendapat ejekan ini, dengan segera menyerang bertubi
tubi, lincah dan cekatan mengurung ruang gerak Jogosatru. Kemudian
tangan kanan Mayangseto melancarkan serangan menghantam dada, tetapi
cepat ditariknya, jari tangan dirobah menjadi lurus dan dirapatkan. Tenaga
batin disalurkan untuk memukul Jogosatru.
Ki Jogosatru yang tidak menyadari bahwa serangan ini amat
berbahaja, hanya ketawa mengejek dengan membuka dada. Dan akibatnya,
tubuh Ki Jogosatru terpental dua tombak lebih, tetapi Mayangseto sendiri
terdorong kebelakang dan terguling, telapak tangannya terasa amat panas.
Belum juga Mayangseto bangun, ternyata Ki Jogosatru sudah meloncat
dan menyerang. Mayangseto gugup, tetapi untung tidak kehilangan
kesadaran, maka cepat berguling sambil mengirim serangan bagian bawah.
Melihat kenyataan bahwa Ki Jogosatru kuat menahan serangannya ia
segera ingat pesan gurunya, untuk menggunakan cambuk pusaka warisan
Kiageng Mahesotopo. Oleh karena itu dengan cepat ia segera melepas
cambuk yang melingkar pada pinggangnya, dan dengan cambuk wasiat ini
Mayangseto mulai menyerang.
Perobahan cambuk ini, yang dikemudiken oleh tenaga batin sulit
diduga perobahannya, Karena kadang bisa kencang seperti tombak, bisa
lencur seperti pedang dan kadang lemas dapat membelit.Ki Jogosatru terkejut mendapat serangan cambuk yang gerak
perobahannya sukar diduga inl. Ia agak kerepotan untuk menghindari
serangan, justru tiap cambuk itu menyentuh badan terasa panas dan pedas.
Maka ia makin berhati2 dalam menghadapi.
Untung bahwa Mayangseto belum mendalam ilmu ?Cambuk kilat" ini,
maka serangan yang dilancarkan belum begitu berbahaya.
Akan tetapi Ki Jogosatru yang menganggap dirinya kebal kini merasa
repot juga menghadapi serangan ilmu ?Cambuk kilat". Namun demikian, ia
adalah jago tua yang mendapat gemblengan Pangeran Harya Panangsang
yang sakti mandraguna. Maka angin pukulan yang dilancarkan akan dapat
mematahkan batang pohon. Dan nyatanya hal ini dirasakan benar oleh
Mayangseto, bagian tubuh yang terkena pukulan merasa nyeri dan panas.
Pertempuran ini makin dahsyat, masing2 mengerahkan kepandaian
dan keuletannya.
Didalam bertempur ini, Mayangseto merasa heran akan keadaan
dirinya. Mengapa tubuh yang semula dirasakan lemas lunglai akibat perut
kosong, sesudah bertempur malah amat ringan dan segar. Tenaga batin
dapat disalurkan amat lancar melewati cambuk pusaka. Kalau saja
Mayangseto masih seperti enam bulan yang latu niscaya tidak akan dapat
mengimbangi kesaktian Ki Jogosatru. Mayangseto akan cepat mendapat
celaka seperti dihutan Krendawahana dulu. Oleh pukulan batu kecil dari
jarak jauh saja sudah muntah darah dan luka berat.
Padahal sekarang pukulan2 Ki Jogosatru dalam jarak dekat. Maka Ki
Jogosatru juga merasa amat heran melihat perobahan Mayangseto yang
cepat ini. Akan tetapi Ki Jogosatru yang sudah berpengalaman itu, sesudah
bertempur agak lama makin memperkeras tekanan kepada musuhnya. Ia
sekarang tidak berkisar dari tempat berdiri dengan kaki yang hanya sebelah
itu. Dan setiap serangan dari cambuk Mayangseto ditangkis dengan angin
pukulan yang makin dahsyat menyalur lewat tangannya. Dan hebatnya,
murid dari Pangernn Harya Panangsang almarhum ini, sambil menangkis
masih pula membalas menyerang dengan pukulan jarak jauh yang ganas
bertubi-tubi. Ilmu warisan dari gurunya yang bernama ?gelap ngampar"
dipergunakan, dan hebatnya Ilmu ini bisa menyebabkan hangus orang yang
terpukul seperti terbakar.
Mayangseto amat terkejut mendapat pukulan dahsyat yang memukul
dada. Menindih, bertubi2 hingga menyesakkan pernapasan. Oleh karena itu
Mayangseto lalu merobah perlawanannya dengan jurus inti ilmu ?Cambuk
kilat". Jurus ini terdiri dari lima jurus pokok, dan tiap jurus mempunyai
delapan perobahan yang ruwet dan sulit. Sedang jurus ilmu ?Cambuk - kilat"
sebanyak empat puluh lima dengan setiap jurus mempunyai gerak
perobahan tujuh belas macam. Jadi jurus ilmu ?Cambuk kilat" iniseluruhnya sebanyak empat puluh lima jurus dengan tujuh belas perobahan,
ditambah lima jurus inti yang mempunyai delapan perobahan.
Lima jurus inti ini titik beratnya bukanlah mengandalkan kelincahan
gerak, tetapi malah sebaliknya. Gerakannya lambat dan seakan lengah
menjaga bagian tubuh yang lemah. Hingga musuh bisa salah duga terhadap
saktinya jurus inti ini. Karena sebenarnya tiap serangan yang dilakukan
secara lambat itu mengandung tenaga batin yang dahsyat bergelombang,
ber gulung2 makin menekan. Dan kalau saja Mayangseto sekarang ini sudah
berhasil meyakini ilmu ?Cambuk - kilat" ini, sebenarnya tangan kiri dapat
membantu dengan pukulan2 jarak jauh. Tetapi karena Mayangseto masih
belum sempurna, maka tangan kiri belum bisa membantu gerak cambuk.
Namun demikian, ujung cambuk itu sekarang memagut magut dan
mematuk2 bagai seekor burung garuda yang sedang marah. Justru dalam
Ilmu ?Cambuk kilat" ini mengandung unsur ilmu Garudasakti ciptaan
Kingeng Mahesotopo yang tidak bisa dipandang rendah.
Ki Jogosatru sekarang dikurung pukulan2 ujung cambuk yang dapat
mencambuk nyawa. Apabila ia bukan orang sakti niscaya sudah hancur
terlanda dan tertindih oleh ilmu ?Cambuk kilat".
Namun Ki Jogosatru nampak kokoh seperti tugu baja. la tetap berdiri
diatas sebelah kaki kanan, dan yang bergerak hanyalah tangan yang seperti
menyanggah sesuatu, dan kadang2 memukul. Akan tetapi kadang juga
seperti sedang menari, kepala dan kedua belah tangan bergerak bersama.
Makin lama Mayangseto merasakan benturan tenaga yang amat
dahsyat. Hati Mayangseto agak tergetar jadinya, justru tenaga dahsyat yang
dilontarkan oleh Ki Jogosatru seakan menggoncang jantung. Makin lansa
dada terasa panas membara, jantung tergoncang hebat, dan peluh dingin
mengucur membasahi tubuh. Apa yang dirasakan Mayangseto ini adalah
akibat pukulan2 ilmu sakti ?gelap ngampar" warisan dari Pangeran Harya
Panangsang. Kalau saja Mayangseto bukan orang berisi, tentu sudah roboh
dan dagingnya rontok.
Mayangseto amat cemas, justru saat ini gurunya tidak ada. Hingga
tidak mungkin gurunya dapat menolong. Merasakan betapa berat melawan
orang yang cacad ini, ia menyadari, mengapa Wirotaksoko menyerah dan
bertekuk lutut kepadanya. Dirinya yang sekarang sudah jauh lebih maju
oleh gemblengan Kiageng Gunturselo ternyata belum juga mampu
mengimbangi kesaktiannya, dan makin lama kedudukannya makin
berbahaya. Maka Mayangseto merasa putus asa dalam menghadapi.
Untung bahwa Mayangseto tidak kehilangan kesadaran. Didalam
kedudukannya yang berbahaya ini ia segera ingat akan pesan gurunya agar
setiap menghadapi musuh supaya memelihara ketenangan sebaik2nya.
Karena rasa was- was menyebabkan goyahnya pertahanan yang merugikandiri sendiri. Teringat akan pesan ini, maka Mayangseto kembali dapat
menguasai perasaan dan hatinya. Dipusatkan tenaga batinnya untuk
melawan arus dahsyat yang menekan makin berat, sedang serangan yang
dilancarkanpun makin gencar. Makin dapat mengumpulkan kembali tenaga
batinnya, makin berkurang panas yang dirasakan oleh dada.
Jurus inti ilmu ?Cambuk kilat" sekarang tinggal jurus yang terakhir
yang bernama ?api kekal. Mayangseto berdiri tegak dengan kaki terbuka
kokoh. Tangan kiri ditekuk dan disilangkan dimuka dada dengan telapak
tangan terbuka menutup dada, Tangan kanan bergerak amat cepat berputar
putar, berayun memukul menabas dan menusuk.
Agaknya kedahsyatan jurus terachir ini dirasakan pula oleh Ki
Jogosatru. Ternyata tubuhnya sekarang bergoyang2. Dan melihat keadaan
Ki Jogosatru ini maka Mayangseto makin memperhebat tekanan. Tenaga
batin disalurkan secara deras ketangan kanan.
Tetapi tiba2 tubuh Ki Jogosatru kini berdiri tegak sesudah merobah
tangan. Ia tidak menari sekarang, melainkan dirangkapkan dimuka dada.
Hanya sebentar, lalu berobah dikembangkan seperti menerima sesuatu. Dan
tiba2 tangan kiri ditarik kekiri, siku ditekuk jari mengembang menghadap
kemuka dan telapak tangan kanan mendorong kemuka. Dan akibatnya
kekuatan maha dahsyat memukul Mayangseto. Untung dada sudah
dilindungi telapak tangan kiri. Maka cepat2 Mayangseto mengurangi tenaga
yang melur ketangan kanan untuk ditambahkan ketangan kiri. Maka
sekarang dada tidak sesak.
Akan tetapi dengan tak terduga, ujung cambuk yang semula
mematuk2 laksana burung garuda yang marah itu, tiba2 tersedot oleh
kekuatan hebat. Dan tahu2 ujung cambuk sudah dapat ditangkap oleh
tangan Ki Jogosatru. Mayangseto terkejut, tetapi tidak lengah. Dua orang ini
sekarang berbenturan tenaga lewat cambuk. Untung bahwa cambuk wasiat
hasil karya seorang pertapa sakti Kiageng Mahesotopo atau Kiageng
Kebokanigoro. Ia bukan cambuk biasa, tetapi cambuk yang didapat dengan
perut kosong dan dari bahan yang tidak mudah dibuat orang. Cambuk itu
The Chronicles Of Narnia 5 Kursi Perak Pendekar Rajawali Sakti 203 Kitab Lily Pencarian Cinta Gadis Eropa Karya
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama