Ceritasilat Novel Online

Guntur Geni Cambuk Kilat 3

Guntur Geni Dan Cambuk Kilat Karya Widi Widayat Bagian 3

terbuat dari kumis singa laut jantan. Maka hebatnya tiada tandingnya.

Apabila cambuk yang dipergunakan berbenturan tenaga ini bukan cambuk

pusaka, niscaya sudah hancur terbakar.

Dalam keadaan yang gawat ini, untung Mayangseto tidak kehilangan

akal. Tenaga batin yang semula lebih banyak untuk melindungi dada,

dikurangi dan disalurkan kembali ketangan kanan. Dan akibatnya amat

mengejutkan. Tubuh Ki Jogosatru dan Mayangseto seakan terdorong oleh

kekuatan maha dahsyat. Ki Jogosatru terhempas kebelakang, jungkir balik

empat tombak jauhnya, sedang Mayangseto terhempas kebelakang

bergulingan yang sama jauhnya.Mayangseto segera bangun, duduk bersila mengatur pernapasan.

Hatinya merasa gembira bahwa ia tidak mendapat luka dalam. Akan tetapi

badan dirasakan amat lemah, karena terlalu banyak menggunakan tenaga

batin. Dipihak yang lain, Ki Jogosatrupun tampak duduk bersila mengatur

pernapasan.

Cengkerik dan binatang malam yang tadi ketakutan dan

menyembunyikan diri, kini kemhall menunjukkan kegarangannya, merajai

malam. Burung hantu kembali berkukuk menyeramkan, diimbangi oleh

suara binatang yang lain.

Mayangseto dan Jogosatru masib berlomba untuk segera memulihkan

kembali kekuatannya, dan siapa yang lebih dahulu berhasil menguasai

kekuatannya niscaya akan bisa menyerang lebih dahulu.

Agaknya alam membantu mereka berdua. Angin pegunungan dan

udara yang dingin itu, membawa daya yang menguntungkan. Kepada

mereka cepat memberi kekuatan.

Ternyata KI Jogosatru berhasil bangkit lebih dulu. Ia langsung

meloncat agak tinggi serta melakukan serangan hebat. Untung bahwa sejak

tadi Mayangseto sudah bersedia. Ketika ia melihat musuhnya meloncat dan

tangan bergerak, Mayangseto sudah melompat menghindari serangan.

Entah apa yang akan dialami oleh Mayangseto apabila tidak secara cepat

melenting menghindarkan diri. Ternyata pukulan Jogosatru itu bertenaga

penuh. Tanah bekas dimana Mayangseto duduk seakan meledak, dan debu

mengepul tinggi.

Begitu serangan pertama gagal, Jogosatru segera kembali menyerang.

Tetapi Mayangseto tidak mau menyerah begitu saja. Ia bergerak cepat dan

membalas menyerang. Tetapi celaka dagunya terpukul amat keras. Mata

berkunang2, seakan bumi berputar dan tubuhnya terhuyung2 Belum lagi ia

dapat menguasai keseimbangan badannya, sebuah tendangan mengenai

lambung kiri, Mayangseto terpental hingga dua tombak. Berguling2 untuk

menjaga diri. Tetapi semangatnya sudah hilang, ia sadar bahwa ajal telah

tiba sekarang, atau Jogosatru akan membuktikan ancamannya, menyiksa,

membuatnya cacat seumur hidup. Karena tubuh dirasakan ludah amat

lemah, lambung terasa amat nyeri, kepala berputar dan pandangannya tiba2

gelap. Jogosatru ketawa seram dan kemudian terdengarlah katanya yang

mengejek : Ha-ha-ha! Hanya sampai disini sajalah kepandaianmu

Mayangseto? Hem dengarlah anak muda. Aku adalah murid ksatrya sakti

Harya Panangsang. Apakah kau masih dapat melawan ?"

Mayangseto tidak menjawab sekalipun telinganya amat panas

mendengar ejekan itu. Mayangseto bersedia mati, tetapi tidak bersedia

untuk dibina.

?Hai! Mengapa kau berdiam?" sindir Jongosatru.?Jogosatru!" terlak Mayangseto marah. ?Jika kau mau membunuhku,

bunuhlahl Jangan kau mengejek tidak karuan".

Jogosatru ketawa ber- gelak2 seakan amat senang. Lalu ter-dengarlah

katanya mengejek lagi : ?Hem, siapa yang akan membunuhmu? Tidak! Aku

tidak akan membunuhmu. Tetapi akan membuat dirimu menderita selama

hidup seperti yang kuderita oleh perbuatan ayahmu dahulu. Kau akan

kusiksa, agar kau dapat merasakan bagaimana enak dan nyamannya orang

yang dipatahkan kaki dan tangannya, dirontokan giginya, disobek mulutnya

dan dibutakan matanya. Ha-ha. ha-ha!"

Mendengar ancaman Jogosatru itu, sekalipun hatinya ditahankan,

namun tetap merasa ngeri dan berdiri bulu kuduknya. Lalu tampak

gambaran didepan matanya, seorang muda yang semula tampan, kemudian

harus menderita cidera yang hebat. Matanya buta berjalan ter- pincang2

dan mulut terbuka lebar karena sobek. Sedang mulut yang terbuka itu

hanya melompong tanpa gigi sebuahpun.

Ngeri! Ngeri sekali melihat gambaran yang demikian itu.

Menyaksikan Mayangseto hanya berdiam diri itu, Ki Jogosatru ketawa

lagi ter bahak2. Dan kemudian terdengarlah katanya yang mengejek lagi :

?Ayoh! Undanglah gurumu tua bangka Gunturselo. Akan kucoba sampai

dimanakah kepandaian si tua bangka yang menganggap dirinya paling sakti

dijagat ini,"

Mendengar ejekan Jogosatru ini, mendadak Mayangseto menggeram

marah sekali. Barulah ingat ia sekarang akan ilmu baru pemberian gurunya,

yang bernama ?gunturgeni". Apa salah-nya menghadapi orang ini ilmu yang

belum diyakini sedalam2nya itu dicobanya untuk melawan. Dengan tenaga

yang masih tersisa dalam tubuhnya kemudian ia meloncat berdiri. Kaki kiri

digeser setengah langkah kedepan. Lalu tumit diangkat tinggi2. Dengan

jari2 miring lurus dan rapat, tangan kiri melurus kemuka sedang tangan

kanan diangkat dan menekuk dibelakang kepala. Tenaga murni disalurkan

ketangan kanan, lalu dengan cepat meloncat kedepan. Gerak itu adalah

jurus pamungkas dalam ilmu ?Guntur-geni."

Ki Jogosatru yang tidak menduga akan bahaya, hanya berdiri tak

bergerak, sambil tersenyum mengejek. Tubuhnya sudah kebal, maka ia

merasa pasti bahwa pukulan Mayangseto itu tidak menyebabkan apa2.

Tetapi akibat oleh kesalahannya sendiri inilah, ia mendapat celaka.

Seakan telinganya mendengar dentaman yang amat dahsyat. Dan kemudian

tubuh Ki Jogosatru terpental tiga tombak lebih lalu roboh terguling. Dada

dirasakan amat sesak untuk bernapas, sedang pandangan matanya menjadi

gelap. Tetapi ia masih memaksa untuk berdiri. Lalu terbatuk dan muntahdarah segar. Ki Jogosatru sadar bahwa pukulan Mayangseto menyebabkan

luka dalam. Maka untuk meneruskan pertempuran tiada lagi keuntungan

yang diperoleh. Daripada harus menderita kekalahan, lebih baik melarikan

diri.

Kepergian Ki Jogosatru ini justru amat menguntungkan Majanmeto

Karena keletihan yang amat sangat, sesudah menyalurkan tenaga untuk

melakukan pukulan ?gunturgeni" ia lalu roboh terguling dan pingsan.

Untuk melakukan pukulan ilmu ?gunturgeni yang berhasil, Mayangseto

harus mengerahkan tenaga murni dalam tubuhnya yang berasal dari api.

Ialah tenaga dalam tubuh yang menjadi daya pendorong dan gerak

manusia. Padahal ia dalam keadaan lemah disamping belum benar2

meyakini ilmu itu. Oleh karena pengerahan tenaganya belum bisa lancar,

menyebabkan banyak tenaga murni yang terbuang. Dan karena banyak

kehilangan tenaga murni dari unsur api, maka ia menjadi lemas tidak

berdaya, dan mengakibatkan ia pingsan.

Apabila dalam pengerahan tenaga murni ini sudah licin, ia akan dapat

mengatur penggunaan tenaganya. Sehingga tidak akan menyebabkan

kerugian yang diderita sendiri. Itulah sebabnya mengapa sesuatu ilmu harus

dilatih dan diyakini agar bisa didalami benar2. Karena salah2 bisa berakibat

merugikan diri sendiri.

Dan karena ilmu ?gunturgeni" ajaran Kiageng Gunturselo ini

menggunakan tenaga dari unsur api, maka apabila ia sudah dapat meyakini

secara benar, orang yang terkena pukulan niscaya akan menjadi hancur

seperti orang terbakar api. Hanya orang2 yang sudah mempunyai daya

tahan yang kuat sajalah dapat terhindar dari kematian.

Untung sekali bagi Mayangsato, bahwa Ki Jogosatru dalam

kelengahan. Kalau saja orang cacat ini menyadari akan bahaya. Tidaklah

mungkin Ki Jogosatru berdiam diri. Ia tentu akan menggunakan pula ilmu

andalannya dari pukulan ?gelap ngampar". Ilmu ?gelap ngampar" warisan

Pangeran Harya Panangsang ini juga dari unsur tenaga api. Tetapi akibatnya

lebih ganas lagi. Orang yang terpukul oleh ilmu ?gelapngampar" pada jurus

terachir tidak hanya akan hangus terbakar, tetapi dapat pula dagingnya

menjadi rontok terpisah pisah.

Karena itu apabila tadi terjadi benturan antara dua ilmu sakti itu,

niscaya Mayangseto bisa tewas. Karena Ki Jogosatru yang sudah lebih bisa

meyakini ilmunya, mempunyai tenaga kelebihan, sehingga tenaga

Mayangseto akan terpental membalik memukul diri sendiri.

Oleh hembusan angin pegunungan yang dingin menusuk tulang itu,

beberapa saat kemudian Mayangseto siuman. la terkejut ketika

mendapatkan dirinya terlentang diatas tanah yang mulai basah oleh embun.

la merasa dingin, dan dengan keadaan badannya yang lemah berusahabangun.

Tetapi kemudian ia menjadi gugup setelah teringat apa yang baru saja

terjadi. Maka ia segera menebarkan pandangannya mencari Ki Jogosatru.

Akan tetapi ternyata musuh itu sudah pergi. Kemudian ia menghela napas

dan penuh rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bahwa musuhnya

sudah pergi tanpa mengganggu pada saat ia pingsan.

Akan tetapi belum lama ia merenungi apa yang sudah terjadi dan

dilakukan, tiba2 perutnya yang sudah lapar dalam beberapa hari ini terasa

melilit dan amat haus. Kaki terasa sangat lemas dan sulit untuk berdiri.

Karena itu, ia segera bersila mengatur pernapasan untuk memulihkan

tenaga.

Baru sesudah agak kembali merasa segar, timbullah keinginan hati

untuk segera minum dan makan, agar perut yang itu segera hilang. Namun,

keinginan untuk segera mendapat makanan itu segera dihalau sesudah ia

ingat akan pesan Kiageng Gunturselo, bahwa ia dilarang makan sebelum

gurunya itu memberi. Untuk menenangkan perutnya yang berontak itu ia

kembali mengatur pernapasan.

Angin malam menghembus perlahan, membawa udara pegunungan

yang sejuk. Ranting dan daun pohon berdesah2 bergeseran seakan memberi

selamat atas kemenangan pertempurannya melawan Ki Jogosatru yang

kejam dan ganas. Bintang2 yang ber juta banyaknya dilangit biru, saling

berkedip seakan tawa dan senyum gadis cantik yang memuja Mayangseto,

dan berharap kelak kemudian hari pemuda ini bisa menunaikan tugas untuk

kejayaan bangsa dan tanah air. Tugas untuk memberantas kelaliman,

kejahatan dan manusia2 yang penuh angkara murka.

Timbul juga rasa sayang dalam hati Mayangseto, mengapa Pangeran

Harya Panangsang sampai keliru menerima murid. Akibat tindakan2 Ki

Jogosatru yang buruk itu sudah barang tentu nama baiknya akan ternoda.

Tiba2 berkelebatlah bayangan hitam seperti kilat, dan tahu2 sudah

berdiri dimuka Mayangseto seraya menyebarkan suara ketawa yang lunak

lembut, disusul oleh katanya perlahan ?Pagi sedingin ini kau sudah bangun

Mayangseto, dan mengapa kau duduk diluar? Apakah kau tidak merasakan

udara dingin ini?"

Mayangseto terkejut, mendengar kata gurunya sudah pagi. Jadi, ia

bertempur dengan Ki Jogosatru hampir semalam suntuk,

?Saya gelisah malam ini, karena bapa tiada dirumah". Jawab

Mayangseto.

Kiageng Gunturselo tersenyum, lalu berkata secara jujur: ?Aku pergi

kedesa dibawah sana. Ada seorang punya kerja yang mengundangku. Tidak

layaklah kiranya apabila aku menotak undangannya. Apapula semalam tadi

dipertunjukkan wayang kulit. Dan karena keasyikanku nonton wayang ituhingga tidak terasa fajar sudah tiba".

Dengan tidak disadari Mayangseto mendongak keatas. Pada ufuk timur

sudah merah membara, merupakan pertanda pagi segera tiba.

?Hai! Apa yang terjadi semalam anakku?" Seru Kiageng Gunturselo

tiba2 penuh rasa terkejut. ?Kau bertempur?"

?Benar bapa, saya bertempur hampir satu malam dengan Ki

Djogosatru".

Mayangseto segera menceritakan apa yang terjadi semalam.

?Hem, hebat! Kau telah banyak maju anakku, dapat mewakili aku

menghalau Jogosatru". Puji Kiageng Gunturselo dengan bangga. ?Apa

jadinya kalau aku harus melawan sendiri. Aku sudah tua bangka hampir

mati, sedang dia masih muda dan kuat".

?Tidak ! Bapa tidak akan bisa dikslahkan". Bantah Mayangseto cepat.

Kiageng Gunturselo ketawa terkekeh, hingga perutnya berguncang2.

Lalu terdengarlah pertanyaan orang tua ini ?Mengapa tidak bisa kalah?"
Guntur Geni Dan Cambuk Kilat Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

?Bapa adalah guruku. Ia bisa kuusir, mengapa bapa tidak dapat

mengalahkan?"

?Hem, kau masih terlalu muda, sehingga kau beranggapan bahwa

guru mempunyai kelebihan segala dengan muridnya. Kau keliru anakku, dan

harus kau ingat bahwa aku sudah tua. Aku sudah lemah dan kekuatanku

jauh berkurang. Kesemuanya itu serba tidak menguntungkan. Manusia hidup

didunia ini hanyalah terdiri dari tulang dan daging. Maka seharusnya

merasa, bahwa semua manusia itu sama saja. Karena sama2 lahir dari

seorang ibu. Anakku, kau harus menyadari sedalam2nya akan hal ini, bahwa

keadaan tidak berbeda dengan manusia lain. Orang tidak bisa

membanggakan kesaktian dan kepandaiannya. Dan sebaliknya malah harus

merasa sebagai orang yang lemah dan bodoh".

Mayangseto mendengarkan kara gurunya ini dengan seksama, karena

didalamnya mengandung beberapa nasihat berharga.

?Aku senang kau mandapat kemajuan. Kau kira kemajuan yang kau

capai itu karena aku? Kau keliru, justru kau sendirilah sebenarnya yang

membawamu menjadi maju".

?Bukankah bapa yang membimbingku?"

?Itu benar. Tetapi, bagaimanapun aku membimbingmu, apa bila kau

sendiri tidak berusaha, bagaimana bisa terujud? Kau sendirilah yang

melakukannya dengan tekun dan bersungguh2. Kalau saja kau tidak

melaksanakan petunjuk, apakah dapat tercapai? Tidak! Tidak mungkin dan

bagaimanapun aku berusaha membimbingmu. Kau sendiri yang berbakat,

dan aku sekedar membuka jalan, O, ya, aku hampir lupa. Sudahkah kau

mendengar berita tentang ayah bundamu?"

Jantung Mayangseto berdetak cepat mendengar pertanyaan itu, Dan lamenyangka, bahwa ayah bundanya yang di tawan oleh Pangeran Pangiri

sudah dibunuh mati.

?Belum bapa, apakah yang terjadi?" Mayangseto ragu2.

Kiageng Gunturselo ketawa terkekeh dan kemudian baru menjawab :

?Hem, kau cepat gelisah dan was2 anakku. Jangan, itu kurang baik, karena

bisa menggoncangkan perasaanmu dan kau sendiri yang rugi. Latihlah

hatimu agar bisa membuang jauh2 sifat jelek yang selalu gelisah dan was2.

Serahkanlah seluruhnya kepada Tuhan. Dan lebih tekunlah kau

mengendapkan batin, justru kesentosaan batin tersebut merupakan

landasan hidup manusia. Berdiri pada landasan yang kuat tentu akan kokoh.

Dan sebaliknya berdiri pada landasan yang ringkih, kau tentu mudah goyah

dan menderita anakku, harus kau perhatikan. Dan tentang ayah bunda-mu,

bersyukurlah kepada Tuhan Yang Maha Ela, bahwa atas perlindunganNya,

ayah hundamu selamat dan sekarang berada di Mataram".

Mayangseto berjingkrak karena gembira. Bertepuk tangan dan lupa

akan perutnya yang lapar melilit2. Lalu katanya gembira : ?Bapa, saya

senang, sekali menerima kabar itu".

Kiageng Gunturselo tersenyum mendengar pernyataan Mayangseto

itu, lalu katanya penuh nasihat : ?Begitulah sifat manusia, mudah sekali

diperkuda perasaan. Cepat sedih dan cepat bergembira. Aku seyogyakan

agar kau berusaha mengemudikan perasaan ini, agar tidak selalu ter

ombang- ambing. Para cendikia sudah mengatakan, bersenanglah dalam

penderitaan dan bersedihlah dalam kebahagiaan. Maksudnya tidak lain,

janganlah manusia ini diperkuda oleh perasaan, tetapi perasaanlah yang

dikemudikan manusia Sehinngga baik dalam keadaan menderita maupun

gembira, tetap tenang tidak goyah. Kesemuanya diterima seperti tidak

terjadi apa2''.

Tertunduk Mayangseto mendengar nasihat ini. Kemudian kata Kiageng

Gunturselo selanjutnya : ?Dan tentang abangmu, Pabelan, telah dirawat

orang didesa Sala. Ia dikuburkan selayaknya oleh orang disana". (sekarang

bernama kampung Batangan sebelah timur alun2 utara-Pen).

?Syukur sekali bapa, bahwa ada orang yang mau menolong. Apabila

kelak saya sudah bapa ijinkan, saya akan menjenguk kesana. Apakah

orang2 desa Sala mengenal bahwa itu jenazah kanda Pebelan?"

?Tidak! Orang menyebut dengan nama Kyai Batang".

Kala itu matahari yang merah sudah menyembul diufuk timur.

Keadaan disitu sudah mulai nampak lebih terang, dan ternyata didekat

Kiageng Gunturselo berdiri, terdapat anyaman daun kelapa yang diikat

pucuknya. Itu adalah tempat makanan yang khas didesa pada tiap orang

punya hajat untuk diberikan para tamu sebagai bekal.

?Anakku, tentunya kau amat lapar". Kata Kiageng Gunturselokemudian.

Mayangseto mengangguk lemah agak merasa malu.

?Pagi sudah tiba, dan amat kebetulan orang yang mengundangku tadi

memberi nasi dan lauk yang enak. Ambillah daun bawalah masuk kerumah.

Kau tak usah memikirkan aku, karena aku sudah kenyang. Kau beruntung

anakku, mendapatkan nasi berlauk ikan dan telor".

Anyaman daun kelapa yang berisi nasi dan lauk itu diberikan kepada

Mayangseto, dan sebelum Mayangseto sempat mengucapkan sesuatu,

Kiageng Gunturselo sudah mendahului masuk rumah.

Mayangseto segera bangkit dan membawa nasi itu masuk dalam

rumah. Tetapi ia tidak segera makan, meskipun perut amat lapar. Ia baru

akan makan sesudah selesai merebus air dan mandi. Dan sesudah makan

nanti, ia akan mengambil air kesendang.

XXX

Bulan2 selandjutnya Mayangseto mendapatkan kemajuan secara

cepat. Karena ketekunannya dalam melatih diri, tenaga batinnya makin kuat

dan mudah sekali dikendalikan menurut keperluan. Hawa batin yang berasal

dari air, maupun api dapat dipergunakan amat baik.

Angin pukulannya deras melanda kepada apa saja yang dijadikan

sasaran. Ia sekarang dengan ilmu Gunturgeni sudah dapat menusuk batu

menjadi berlobang dan dapat menumbangkan pohon degan pukulan jarak

jauh.

Kiageng Gunturselo amat gembira pula melihat muridnya mendapat

kemajuan cepat. Dan terdengarlah kata orang tua init: ?Janganlah kau

membiasakan dirimu dengan kekejaman dan pembunuhan. Usahakan agar

orang2 jahat menyadari kejahatannya dan mau kembali menjadi orang2

baik. Tetapi ada kalanya pula terhadap seorang penjahat yang sudah tidak

mungkin dapat kau perbaiki, enyahkanlah dari bumi Pertiwi agar tidak

merupakan ? benih2 kejahatan mengotori dunia ini. Akan tetapi

kuperingatkan lagi kapadamu, bahwa dengan ilmu yang kau miliki,

janganlah kau membanggakan diri. Karena perbuatanmu itu hanyalah akan

menyebabkan kau banyak musuh. Ingatlah bahwa didunia ini masih tldak

terhitung banyaknya orang yang melebihimu, maka carilah sahabat

sebanyak-banyakma. O ya, nantiu malam aku akan pergi untuk

mengunjungi cucuku yang baru lahir di Purwodadi. Mungkin dua atau tiga

hari aku baru pulang. Jagalah dirimu bbaik2 dan berlatihlah dengan tekun."

?Baik bapa, akan saya usahakan."

Kiageng Gunturselo amat puas agaknia mendapat kesanggupan

Mayangseto itu. Ia lalu masuk rumah dan tak lama kemudian terdengarsuara Kiageng Gunturselo yang melagu mengagungkan nama Tuhan.

Mayangseto kemuudian pergi kesendang untuk mengambil air, agar

persediaan air dirumah selalu cukup. Ketika matahari terbenam kakek sakti

itu sudah pergi. Tinggallah Mayangseto sendirian dirumah dan merasa

kesepian.

Lalu timbullah hasrat untuk berlatih. Maka ia keluar rumah dan

mulailah ia bergerak gerak berlatih, Cambuk kilat dan Gunturgeni dilatihnya

bergantian untuk dapat mendarah daging ilmu tersebut agar dengan mudah

dapat dipergunakan setiap dibutuhkan.

Mendadak ia dikejutkan oleh suara seseorang yang berkelebat amat

cepat meniup dari sebuah pohon besar, dengan katanya yang nyaring:

?Bagus! Ilmu yang bagus."

Dan kemudian disusul dengan ketawanya yang nyaring merdu seakan

suara ketawa orang perempuan yang sedang bercanda. Orang tersebut

sekarang berdiri diatas tanah dengan bertolak pinggang.

Mayangseto terkesiap mendengar suara ketawa ini, ingat bahwa suara

ketawa ini adalah milik seorang tokoh sakti yang mirip perempuan si

Bondansari.

Mayangseto berdiri bersiaga, sepasang matanya ditajamkan untuk

mengawasi.

?Hai anak muda, dimana situa bangka Gunturselo ? Mengapa tidak

mau menyambut kedatanganku?" tanya Bondansari nyaring.

Mayangseto tidak memberikan jawaban, karena ia sedang sibuk

mengumpulkan semangat dan kekuatan agar tidak gentar menghadapi

tokoh sakti ini apabila terpaksa. Ia menyadari bahwa kedudukannya malam

ini amat sulit. Kiageng Gunturseto tidak dirumah dan dikhawatirkan apabila

kemarahan Bondansari kemudian ditumpahkan kepadanya.

?Hai! Apakah kau tuli?" seru Bondansari lagi.

?Guru sedang bepergian," jawab Mayangseto singkat.

Bondansari ketawa lagi begitu merdu, dan Mayangseto merasa heran

mengapa suara ketawa itu demikian memikat seperti ketawa parempuan

yang jelita. Padahal kala itu ketika berhadapan dengan Kiageng Gunturselo,

suara ketawa Bondansari menyeramkan berderai2 dan menggoncang

jantung serta melumpuhkan sendi tulang. Mengapa sekarang ini berbeda

dan amat memikat?

?Kau murid si tua bangka itu ?" tanya Bondansari seraya mengawasi

amat tajam. ?Benar! Akulah murid tunggalnya," jawab Mayangaeto secara

jujur.

?Bagus. agaknya kau juga seorang yang mempunyai kepandaian

cukup. Tidak percuma kau sebagai murid situa bangka. Tua bangka tidak

ada, muridnyapun boleh. Lumayan, bisa kupergunakan gerak badan malamini."

Terkejut juga Mayangseto mendengar kata Bondansari itu. Mengapa

orang tua ini tidak mengerti kedudukannya sebagai orang tua, menantang

kepada seorang yang muda. Akan tetapi ia tidak mau menunjukkan

kelemahannya, maka tanpa gentar Mayangseto menjawab: ?Balklah djika

kau menghendaki. Akupun bersedia"

?Bagus, ternyata kau bernyali besar. Dan begitulah seharusnya

membela guru." Kata Bondansari serayaketawa. ?Sayang gurumu lari

sebelum aku datang."

Darah Mayangseto bergolak hehat mendengar penghinaan Bondansari

terhadap gurunya. Maka jawab Mayangseto lantang :

?Guru bukannya pergi menghindari kedatanganmu. Tapi beliau pergi karena

keperluan penting."

?Perlu apa ?"

?Menjenguk cucu yang baru lahir."

?Ha- ha-ha. ha .. tua bangka itu masih juga ingat akan kebahagiaan

berkeluarga. Masih pula ingat akan anak keturunannya. Mungkin tua bangka

itu ingln menghibur hatinya yang merasa sepi ditempat persembunyiannya

ini."

?Apa katamu ? Guru bersembunyi?"

?Kau membela gurumu?" Bondansasri ketawa nyaring.

?Bellau mengasingkan diri disini bukan lain untuk bertapa."

?Hem, boleh juga kau katakan bertapa. Untuk menyembunyikan

rahasianya, orang memang suka berdalih. Kau masih muda dan tidak tahu

akan peristiwa terkutuk puluhan tahun yang lalu."

Terkejut Mayangseto mendengar kata Bondansari ini. Namun ia pura2

tidak tahu : ?Peristiwa yang mana?"

Bondansari ketawa merdu lagi, dan kemudian katanya : ?Kau ingin

tahu? Balklah kucericakan peristiwa terkutuk lebih kurang limapuluh tahun

yang lalu. Tua bangka itu masih muda dan belum kawin. Ia tergila2 kepada

Mawursari, isteri adikku. Gunturseto berlaku sebagai pengecut. Adikku

dibunuh mati dan Mawursari di rampasnya. Tapi entah sebabnya, maksud

memperisteri Mawursari dibatalkan, dan Mawursari dibebaskan kembali. Tapi

gurumu masih merampas dan menyembunyikan bende pusaka. Anak muda,

tentang kematian adikku itu, merupakan penghinaan bagiku. Maka belumlah

puas sebelum aku berhasil membalas dendam itu."

?Tetapi peristiwa itu sudah jauh berlalu". Jawab Mayangseto membela,

?Tidaklah seharusnya kau sebagai seorang tua masih mengumbar rasa
Guntur Geni Dan Cambuk Kilat Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

marah dan diperkuda oleh dendam. Guruku sudah menyesal atas peristiwa

itu. Dan kemudian mengasingkan diri kesini, untuk menebus dosa. Danapabila seseorang hanya balas membalas terus untuk memuaskan hati,

apakah perbuatan itu benar ?"

?Katamu benar anak muda, memang tidak seharusnya berbalas.

dendam". Kata Bondansari seraya tersenyum. ?Tapi tahukah kau bahwa tua

bangka itu curang ? Kematian adikku karena dikeroyok oleh orang2nya

waktu itu. Dan pula tahukah kau akibatnya terhadap Mawursari yang

kehilangan suaminya ?"

?Mengapa dia?"

?Dia membunuh diri".

Mayangseto tercengang mendengar jawaban Bondansari itu. la

menundukkan kepala dan terharu. Dalam hatinya memang mengakui,

bahwa perbuatan Kiageng Gunturselo itu salah. Dan juga sewenang2. Tetapi

salah atau benar, Kiagreng Gunturselo adalah gurunya. Bagaimanapun nama

baiknya harus dibela, selaras kedudukannya sebagai murid yang setia.

Dalam pada itu kenyataannya peristiwa itu sudah diakui oleh Kiageng

Gunturselo dan disesalkan, sehingga Kiageng Gunturselo membuang

kemewahan hidupnya sebagai Kiageng, sebagai seorang bangsawan. Lalu

ber sakit2 diri bertapa dan hidup sebagai petani dilereng Merapi yang

terpencil. Tebusan itu sudah amat berat, maka tidak layaklah apabila

peristiwa yang sudah disesalkan itu masih juga diganggu-gugat.

Mendapat pikiran yang demikian ini, maka Mayangseto ber-kata tegas:

?Aku tidak bisa membantah akan kebenaran tuduhanmu itu. Tetapi, aku

sebagai muridnya, maka aku tidak rela jika seseorang menghina guruku".

?Bagus !" seru Bondansari dan disusul oleh ketawanya yang tetap

merdu seperti perempuan. ?Itulah kewajiban sebagai murid setia. Harus

berani menunjukkan kejantanannya menghadapi siapapun. Ayolah segera

mulai. Belalah nama baik gurumu. Dan sebagai orang tua, maka aku

memberikan kesempatan kepadamu untuk menyerang lebih dahulu".

Terdorong oleh rasa marah yang meluap2 dan menggelegak, maka

tanpa memberikan jawaban Mayangseto sudah mulai menyerang.

Mayanggeto membuka dua buah tangannya, diacungkan keatas

seakan merupakan tanduk sepasang. Inilah ciri dari ilmu Ki-ageng

Mahesotopo. Dan sebagaimana gunanya tanduk, maka tanduk itu

dipergunakan untuk menyerang musuh seperti layaknya seekor kerbau yang

marah. Tetapi dua belah tangan yang seakan tanduk itu, kemudian bergerak

amat cepat, berobah mengarah kepada tiga tempat berbahaya sekaligus,

perobahannya amat cepat sulit diduga.

Akan tetapi Bondansari hanya ketawa mengejek, rnenghindarkan diri

tanpa membalas menyerang. Dan tiba2 sikakek baju kuning ini berseru: ?Hai

anak muda, mengapa kau menyerang aku dengan ilmu orang lain?

Bukankah jurus yang kau pergunakan tadi adalah ciri khusus KiagengMahesotopo?"

?Beliau kakek guruku. Apa perdulimu?"

?Bagus. Kiageng Mahesolopo juga hebat. Aku pernah bertempur

dengan dua puluhan tahun yang lalu. Aku suka kepada ilmu kerbau gila itu.

Kerbau tua yang bernyali besar. Aku ingin tahu, apakah tandukmu sudah

tajam seperti kerbau tua dulu".

Mayangseto makin marah kakek gurunya dihina semaunya oleh

Bondansari. Maka ia mempercepat serangannya, dengan gerakan yang

lincah seperti kerbau gila.

Akan tetapi siorang tua sakti ini hanya ketawa mengejek, menghindar

sambil menyerang. Mayangseto seakan meledak dadanya karena marah.

Tiba2 pundak kiri terasa panas oleh tusukan jari Bondansari, dan

tubuhnyapun terhuyung kebelakang dua tindak. Lalu Bondansari ketawa

mengejek ?Hah, kau belum bisa menjadi kerbau gila seperti kakek gurumu.

Mengapa kau nekad menggunakan ilmu itu? Kau mengira bisa menjatuhkan

jago tua Begelen ini?"

Hinaan Bondansari itu, tak terderitakan lagi oleh Mayangseto. Maka

tiba- tiba saja, Mayangseto menggeram, dan tiba2 tubuhnya bergerak amat

cepat dengan angin serangannya menyambar dan men deru2 mengurung

Bondansari. Ia telah menggunakan ilmu Gunturgeni.

Bondansari terkejut dikurung angin pukulan itu, karena tidak

menduganya. Saking kagetnya orang tua ini bertanya : ?Hai ilmu apa ini

anak muda ?"

Tetapi Mayangreto tidak menjawab. Ia menekan terus dengan jurus2

ilmu Gunturgeni. Bagai guntur menyambar dan membelah angkasa. Namun

demikian ia berhati2 menghadapi orang tua ini, hanya menggunakan empat

jurus yang di ulang2. Karena takut apabila ilmunya cepat dikenal oleh orang

sakti ini dan tahu pula rahasianya.

Ilmu ?gunturgeni" memang sama sekali baru, diciptakan oleh Kiageng

Gunturselo dalam usaha mempersenjatai Mayangseto.Agar dalam melakukan tugasnya kemudian hari tidak dihinakan orang.

Maka ilmu gunturgeni" inI dilengkapi pula dengan pukulan sakti sebagai

pamungkas.

Beberapa bulan yang lalu, Ki Jogosatru melarikan diri sesudah dipukul

oleh Mayangseto dengan ilmu ?gunturgeni" pada jurus sakti. Ketika

menghadapi Jogosatru, ia memang belum dapat mendalami dan menyakini

ilmu tersebut. Maka secara langsung ia sudah menggunakan jurus sakti.

Tetapi sekarang, ilmu ?gunturgeni" sudah dapat dipelajari secaramendalam. Menghadapi Bondanaari sekarang tidak secara langsung

menggunakan jurus sakti.

Akan tetapi ternyata Bondansari dapat bertahan begitu hebat.

Sesudah beberapa kali mengulang2 serangannya tidak berhasil, Mayangseto

tak kuat lagi menahan diri. Ia cepat bersiap diri untuk menggunakan jurus

sakti ilmu ?gunturgeni".

Ia menggeser kaki kiri setengah langkah kemuka. Telapak tangan kiri

dengan jari turus diangkat kemuka hingga melebihi tinggi kepala. Tangan

kanan dengan jari lurus pula diangkat menekuk kebelakang kepala. Ia

menyalurkan tenaga murni ketangan kanan. Lalu cepat meloncat dan

memukul.

Tubuh Bondansari terpental kebelakang dua tombak lebih, dan

terguling roboh. Akan tetapi orang sakti itu cepat dapat meloncat berdiri

sekalipun dada dirasakan sesak dan pandangannya gelap. Namun baru saja

dapat tegak berdiri, ia ter batuk2 lalu muntah darah segar.

?Hebat !" kata Bondansari terengah. ?Tidak kusangka bahwa kau

sehebat ini anak muda. Kau pandai mempertahankan nama gurumu. Baiklah

permainan ini kita akhiri dulu. Aku sudah puas, sekalipun tidak dapat

bertemu gurumu. Ternyata kau merupakan orang muda perkasa, mudah2

an kelak kau menjadi orang sakti. Eh siapa namamu ?"

?Mayangseto."

?Nama yang bagus, selamat tinggal."

Bersamaan dengan ucapannya yang terachir tiba2 tubuh Bondansari

sudah berkelebat cepat dan menghilang ditelan gelap malam.

Mayangseto menghela napas lega, bahwa akhirnya orang sakti itu

dapat dihalaunya. Dalam hati merasa bersyukur, bahwa ilmu Gunturgeni

dapat menolong.

Tiba2 Mayangsato terkejut oleh suara kokok ajam jantan, yang

terdengar sayup2 dibawah. Merupakan pertanda bahwa malam sudah mulai

larut. Bintang pagi sudah menyinarkan cahayanya di-ufuk timur.

Mayangseto bergegas masuk rumah, dan sesudah minum lalu duduk

bersila untuk melatih bersamadi.

Ia terkejut ketika bangun, ternyata matahari sudah tinggi. Cepat2 ia

turun dari pembaringan lalu membersihkan rumah. Kemudian ia merebus

air, dan sebelum mendidih sudah ditinggal untuk mencari air kesendang.

Amat sepi dirasakan Mayangseto hidup terpencil tidak ber teman

seperti sekarang ini. Kalau saja Kiageng Gunturselo ada kesepian itu tidak

begituu terasa. Tetapi sekarang orang tua itu tidak ada, tiada seorangpun

yang dapat diajak bercakap. Ketika hari makin siang, Mayangseto

merasakan kesepian yang amat sangat. Timbullah hasrat untuk menghibur

diri kedesa Troketon. Semenjak kedatanganya kedesa itu dulu, hinggasekarang belum sempat datang kembali dan menjenguk Jogotirto.

Ia segera melompat dan lari menuruni tebing dan menerobos hutan.

Timbullah rasa heran dalam hatinya mengapa sekarang ia bisa lari amat

cepat seakan terbang.

Waktu itu hari belum sore. Ladang2 dekat desa Troketon masih

kosong, orang2 belum datang keladang Ketika ia sudah mulai dekat dengan

desa Trokelon, dua orang laki2 datang dari jalan desa. Lalu memberikan

hormat seraya mengucapkan salam. Agaknya dua orang itu belum lupa

kepada Mayangseto. Ketika ia sudah mulai memasuki jalan desa, ia

mendapat sambutan akrab dari para penduduk yang mengikuti

kepergiannya menuju rumah Jogotirto. Agaknya seseorang sudah

memberitahukan lebih dahulu, maka ketika Mayangseto tiba dirumah

Jogotirto ia sudah siap menyambut dimuka pintu gerbang rumahnya

bersama keluarga. Mayangseto amat terharu mendapat sambutan seakrab

ini.

?Telah amat lama hamba mengharapkan kedatangan raden", kata

Jogotirto.

?Maafkan paman, beberapa hal telah menyebabkan aku tidak bisa

berkunjung kesini", jawab Mayangseto sambil tersenyum dan menebarkan

pandangan matanya kepada seluruh keluarga Jogotirto yang

menyambutnya.

Darah Mayangseto tersirap tiba2 ketika tertumbuk kepada sepasang

mata yang redup amat menarik. Wajah gadis itu begitu cantik, dan berdiri

dibelakang Jogotirto dengan bibirnya yang merah tersenyum. Tetapi ketika

dipandang Mayangseto, gadis itu agak nya merasa malu dan segera

menundukkan kepala.

Timbul rasa heran dalam hati Mayangseto, mengapa bunga secantik

ini tumbuh ditengah desa? Anak siapakah dia? Apakah anak Jogotirto

sendiri? Mayangseto sibuk menebak - nebak.

Mayangleto yang masih muda itu, segera merasa amat terpesona akan

kejelitaan dara ini. Dia hanya berpakaian sederhana, tanpa hiasan apa2,

kira2 baru berumur enam belas tahun, namun sudah amat molek dan

menarik. Apapula kalau dara cilik ini berkesempatan menghias diri, tentu

akan menyebabkan banyak pria ter gila gila.

Untung bahwa Mayangseto cepat sadar. Ingat akan kedudukannya

sebagai tamu, dan kedatangannya kedesa ini bermaksud meninjau keadaan.

Maka untuk menutupi kerisauan hatinya itu, Mayangseto segera berkata:

?Paman, bagaimana keadaan disini sekarang?"

?Masih juga kadang2 ada gangguan perampok seperti dulu. Akan

tetapi para penduduk selalu siap waspada".

?Syukur paman, apabila penduduk dapat rukun".Ber sama2 Jogotirto, kemudian Mayangseto menuju rumah pendapa

Jogotirto Keluarga Jogotirto mengiring dibelakang, dan demikian pula

beberapa orang penduduk. Kiranya penghormatan kepada Mayangseto yang

demikian ini pada jaman itu sudah selayaknya. Karena Mayangseto putera

seorang Tumenggung yang terkenal, sehingga rakyat amat menghormati

dan menghargai.

Mereka segera mengambil tempat duduk sesudah sampai di pandapa.

Antara Mayangseto dengan Jogotirto segera terjadi pembicaraan yang asyik

dalam hal persiapan2 mengenai penyusunan kekuatan sehubungan dengan

perjoangan Mataram dan Pajang.

?Apakah para wanita juga diikut sertakan didalamnya, paman?" tanya

Mayangseto.

?Tidak! Karena dipandang kurang perlu".

?Mengapa tidak? Dan mengapa dianggap kurang perlu?"

?Wanita terlalu rewel".

Mayangseto tersenyum, lalu katanya : ?Paman, pandangan itu harus

dirobah. Wanita amat berguna dalam tiap perjuangan. Apa pula jika

mendapat latihan2 membela diri, akan merupaken tambahan tenaga yang

bukan kecil jumlahnya, Dan disamping itu apabila mereka pandai membela

cliri akan menguntungkan laki2 pula. Karena kemudian tidak selalu

menggantungkan bantuan laki2".

?Pendapat raden amat benar. Tetapi banyak diantara orang tua gadis

tidak dapat menyetujui. dalam pada itu, para pemuda sendiripun

menentangnya".
Guntur Geni Dan Cambuk Kilat Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

?Mengapa para pemuda menentang?"

?Mereka membayangkan akibatnya kemudian hari. Karena apa bila

gadis2 pandai membela diri dan pintar berkelahi, khawatir apa bila menjadi

isterinya akan melawan jika tejadi percekcokan".

Mayangseto ketawa. Agak lama kemudian barulah ia dapat berkata :

?Paman, pendapat itu kurang benar dan cara memandangnyapun begitu

sempit. Apakah orang berkeluarga itu mengharapkan percekcokan dan

keributan ? Tiap keluarga tentu menciptakan ketenteraman. Maka pendapat

yang kurang benar itu harus paman usahakan penerangannya, karena

dengan kepandaian wanita itu sendiri, dalam beberapa hal bisa menolong

diri. Dan apapula dalam tiap perjuangan, kedudukan wanita tidak dapat

dikesampingkan. Bantuan para wanita amat dibutuhkan oleh laki2 yang

merasa dirinya lebih kuat itu".

Pada saat itu dua orang gadis muncul dari pintu rumah, masing2

membawa penampan. Mereka berjalan beringsut2 menggunakan lututnya,

karena Mayangseto dan Jogotirto duduk diatas tikar.

Dua orang gadis yang berjalan dengan lutut itu, seorang diantaranyaadalah dara cilik yang tadi amat memikat hati Mayangseto. Gadis tersebut

sekarang mengenakan baju agak baru, berkembang biru dan putih, sedang

kain panjangnyapun sudah berganti. Rambutnya tersisir rapi sekarang, licin

oleh bekas sisir dan disanggul halus pula. Dara int sekarang nampak makin

jelita, menyebabkan Mayangseto berdegup dan terpesona dibuatnya.

Menurut pendapat Mayangseto anak ini kurang banyak bergaul, sehingga ia

menjadi gadis pemalu.

?Dia bernama Puspitosari, anak hamba yang bungsu" kata Jogotirto

menerangkan, seraya menunjuk kepada gadis tersebut. dan kemudian

lanjutnya: ?Dan yang seorang ini adalah cucu. jumlah cucu hamba sudah

selusin. Keluarga hamba memang besar."

Jogotirto ketawa terkekeh. dan Mayangseto ikut pula tersenyum.

Dua orang gadis yang sedang membawakan hidangan tersebut,

tampak amat malu. Mereka tidak berani mengangkat kepala.

?Puspitosari ini, sejak mula kecil sudah hamba beri dasar2 ilmu

membela diri," kata Jogotirto lagi. ?Tetapi ketika umurnya bertambah,

ibunya tidak setuju, dan hamba terpaksa mengalah."

?Paman, aku sendiri juga memang heran, bahwa pada umumnya para

ibu tidak suka bila anak gerempuannya bisa ber-silat. Mereka takut kalau

anak itu kemudian suka berkelahi. Padahal suka atau tidak suka berkelahi

itu bukan karena bisa bersilat. Itu karena kurang pendidikan kerohanian.

Pada nyatanya, tidak jarang wanita2 yang tidak mengerti ilmu berkelahi,

tetapi suka berkelahi. Maka aku harapkan paman dapat merobah pendirian

itu, karena amat penting bagi diri sendiri dan demi perjoangan "

Jogotirto menyanggupkan akan hal tersebut. Kemudian tanpa diminta

Jogotirto sudah menerangkan tentang anaknya. Bahwa umurnya baru

enambelas tahun, dan saat sekarang sudah tinggal menunggu

kedewasaannya karena sudah mempunyai calon suami ialah Maruto.

Terkejut Mayangseto mendengar pernyataan ini. Harapaanya tiba2

saja tersapu bersih, karena dara yang menarik hatinya ini sudah mempunyai

calon suami. Timbullah rasa duka dalam hati, sebagai seorang pemuda yang

mulai tertarik akan kejelitaan orang dara saja, belum2 sudah terenggut

kembali. Dalam pada itu timbullah kemudian rasa tidak rela apabila dara ini

jatuh ketangan orang lain, dan akan dimintanya. Mayangseto merasa yakin,

apabila ia mau meminta, tentunya Jogotirto tidak akan berani menolak.

Tetapi untung bahwa perasaan yang demikian cepat dapat ditindas.

Katena perbuatan itu berarti mengagungkan kedudukan sendiri dan berlaku

sewenang2. Ia masih selalu ingat akan nasihat gurunya, bahwa apabila kau

tidak mau dilukai hatimu, kau jangan melukai hati orang lain. Apabila ia

sekarang akan bertindak sewenang2 berarti akan melukai perasaan Maruto.

Padahal Maruto merupakan seorang pemuda setia dan berguna bagiperjoangan Mataram dan Pajang sekarang ini.

Akan tetapi meskipun ia sudah berusaha menindas dan menekan

perasaannya itu, namun agak kesulitan juga. Puspitosari begitu menarik,

dan begitu memandang, begitu tinnbul rasa cinta. Dan karena rasa masgul

ini, kalau pada mulanya ia bermaksud bermalam didesa ini barang satu

malam, sekarang keinginan itu tersapu bersih. Malah mendorong hatinya

untuk segera meninggalkan desa ini, agar tidak lagi menyaksikan kejelitaan

Puspitosari, dan rasa kecewa itu tidak mendjadi makin parah diderita.

?Paman, dapatkah paman memberi pinjaman kuda uutukku?" kata

Mayangseto seraya menatap Jogotirto.

?Mengapa tidak dapat? Kebetulan harnba mempunyai kuda yang amat

bagus, yang dapat lari cepat dan kuat. Kiranya kuda itu amat tepat hamba

serahkan kepada raden. Tetapi bukannya meminjamkan, dan kuda itu

hamba haturkan raden agar berkenan menggunakan".

?Ah jangan paman, aku hanya membutuhkan kuda itu untuk

sementara hari saja. Dan aku takut kalau kuda itu tidak terpelihara

ditanganku".

?Raden akan pergi kemana?"

Aku bermaksud meninjau keadaan di Pajang pada saat sekarang lni."

?Kapan raden berangkat?"

?Hari ini juga".

?Mengapa hari ini? Bukankah sekarang sudah sore? Dan mengapa

raden tergesa dan tidak bermalam barang satu malam disini ?"

Mayangseto mengeluh, tetapi untuk mengecewakan Jogotirto tidak

sampai hati. Maka ia mengalah dan mau menginap satu malam.

Pada pagi harinya Mayangseto dilepaskan oleh penduduk Troketon

sampai diluar desa. Ia menunggang kuda jantan berbulu putih, amat gagah

dan makin tampan, justru bulu kuda itu serazi benar dengan pakaian

Mayangseto yang berwarna putih.

Wajah tampan yang dimiliki Mayangseto ini, sebenarnya banyak

dikagumi oleh para gadis dalam desa ini. Tetapi selaras dengan jiwa dari tiap

gadis maka perasaan itu disembunyikan. Namun demikian melihat dari

sikapnya yang selalu berusaha mendekati dan minta diperhatikan, dengan

bola mata yang selalu mencuri pandang, tidak bisa disangkal bahwa dalam

hati timibul semacam harapan. Ketika Mayangseto sudah makin jauh

meninggalkan desa ini, wajah mereka membayangkan rasa kecewa dan

masygul.

Dara jelita anak bungsu Jogotirto inipun tidak luput dari perasaan ini.

Apabila ia diberi kebebasan barang tentu ia akan lebih gembira hidup

sebagai kekasih Mayangsato yang ia kagumi. Baik ketampanannya maupunkepandaiannya serba lebih, malah beberapa bulan yang lalu Maturo dan

ayahnya pernah dikalahkan. Maka sesudah Mayangsato pergi, wajah yang

semula riang berseri2 itu sekarang padam dan berduka. Kemarin pada saat

ayahnya sedang membicarakan dirinya, ber debar2 dan berharap agar

pemuda yang dikagumi itu mengucapkan mulut memintanya. Tetapi

ternyata yang diharapkan itu tidak terujud, karena ketika ayahnya

memberitahukan bahwa calon suaminya Si Maruto, Mayangseto tidak

mencela apapun, dan nampak setuju pula.

Akan tetapi perasaan Puspitosari ini tidak pernah disadari Mayangseto.

Karena ia mengerti bahwa dara itu sudah menjadi calon milik Maruto

pemuda yang gagah didesa itu. Dan oleh karena Mayangseto tidak

menyadari hati kecil gadis inilah, kemudian hari akan menimbulkan suatu

peristiwa yang hebat.

Oleh pengaruh perasaan yang tiba2 tertarik akan kecantikan gadis itu,

Mayangseto lupa bahwa sebenarnya ia sedang memikul beban

tanggungjawab dari Kiageng Gunturselo untuk menjaga rumah.

Keinginannya menuju Pajang yang terpenting adalah bermaksud kerumah

Tumenggung Wirengpati, untuk dapat bertemu dengan dara ayu yang

pernah ditolongnya, Widowati.

Kuda putih pemberian Jogotirto ini benar2 kuda yang kuat dan bagus,

Ia lari terus menyusuri jalan berdebu, melompati jurang2 kecil didaerah

Boyolali, tanpa mengenal lelah.

Alam yang dipenuhi oleh warna warni tumbuh2an liar memenuhi hutan

yang dilewatinya ini, memberikan rasa sejuk dan segar. Ia menghentikan

langkah kudanya dan turun ketika selesai mendaki bukit kecill disebelah

timur Boyolali, untuk memberi istirahat kepada kuda yang sudah dilarikan

sejak pagi.

Kuda itu kemudian ditambatkan pada sebatang pohon dan asyik

makan rumput liar disekitarnya. Sedang ia sendiri lalu duduk diatas tanah,

punggungnya disandarkan pada pangkal pohon besar dan kaki diluruskan.

Mayangseto merasa penat duduk diatas punggung kuda sekalipun belum

lama, karena sejak kepergiannya dari Pajang tidak pernah mengenal

punggung kuda lagi.

Matahari belum begitu tinggi menyinari bumi. Udara pegunungan ini

menebarkan rasa nyaman dan sejuk. Sejauh mata memandang,

terbentanglah hutan dan baru sabagian kecil dirobah orang untuk pedesaan

baru dan untuk ladang. Timbullah kemudian rasa bangga dalam hati, bahwa

Tuhan memberikan karunia bumi subur kepada bangsanya. Timbullah

semacam harapan, agar Mataram yang diperjuangkan itu kelak berhasil

menguasai bumi Pertiwi yang kaya raya ini.

Akan tetapi apa yang direnungkan itu, tiba2 terusir oleh suara yangmencurigakan. Terdengarlah sayup2 dibawa angin, suara nyaring senjata

tajam beradu, sehingga perasaannya cepat menangkap bahwa terjadilah

suatu pertempuran yang seru tidak jauh dari bukit ini.

Lalu pendengarannya ditajamkan, matanya memandang arah angin.

Oleb pendengarannya yang tajam ia segera dapat memperkirakan jumlah

orang yang bertempur. Mayangseto dapat menduga bahwa pertempuran

yang sedang terjadi terdiri dari beberapa orang. Maka timbullah

keinginannya untuk menyaksikan pertempuran itu dari dekat. Dan agar tidak

diketahui kehadirannya, sengaja kuda itu ditinggalkan disitu. Ia meloncat

serta lari secepat terbang dari bukit ini menuju ketimur laut. Dan kemudian

dengan hati hati ia sudah bersembunyi pada sebuah gerumbul.

Pada suatu dataran yang agak luas dipinggir jalan terjadi lah

pertempuran yang seru dalam jumlah banyak. Akan tetapi jumlah mereka

tidak seimbang, karena jumlah yang bertahan dibagian barat lebih banyak

dibandingkan dengan jumlah orang yang bertahan disebelah timur.

Melihat caranya bertempur. maka Mayangseto segera mengerti bahwa

baik yang bertahan pada bagian barat maupun musuhnya itu, terdiri dari

para prajurit yang terpimpin. Dan tidak jauh dari arena pertempuran itu,

banyak tertambat kuda2 baik.. Tentunya kuda2 itu merupakan kuda

tunggangan mereka.

Mayangseto mulai berusaha meneliti dan mengenal tanda2 prajurit

manakah yang kini sedang bertempur ramai itu, dan tiba2 saja darahnya

bergetar karena terkejut sesudah mengenal tanda kesatuan. Prajurit yang

bertahan disebelah barat, berbendera dua buah, ialah merah putih

didampingi bendera hidjau. Mayangseto segera tahu bahwa kesatuan ini

terdiri dari prajurit campuran antara Demak dan Tuban. Sedang prajurit

yang bertahan disebelah timur, berbendera merah putih disampingi panji2

berwarna kuning emas dengan simbul sebatang tombak berwarna merah.

Mayangseto menjadi heran, apakah sekarang sudah pecah perang terbuka

antara Mataram dan Demak?

Akan tetapi perasaan yang demikian ini dicobanya untuk dapat

disisihkan lebih dahulu. Kemudian ia tertarik kepada pertempuran secara

kesatrya, pertempuran seorang lawan seorang yang hebat. Dan melihat dari

pakaian mereka segera dapat diduga bahwa mereka yang sedang duel inilah

yang memegang pimpinan kesatuan masing2.

Pemimpin prajurit Demak yang bercampur dengan Tuban itu,

berkumis tebal menghias bawah hidung. Rambut yang ditutup dengan ikat

kepala sebagaian kecil sudah memancarkan sinar perak alias beruban. Ia

berusia kira2 empat puluh lima tabun, akan tetapi tampak masih kekar dan

penuh semangat memberikan perlawanan dengan tangkas dan gesit.

Pedang, panjang diputarkan amat cepat, dan kemudian berobah menjadigulungan sinar putih yang mengkilap mengurung ruang gerak lawan.

Musuh yang dihadapi ini, masih amat muda dan berwajah tampan. la

bermuka licin tanpa kumis dan tanpa jenggot. Gerakannya begitu lincah,

gesit, dan senjata tombak pendek berputar amat cepat untuk menusuk

setiap mendapat kesempatan.

Akan tetapi Melihat caranya bertempur, Mayangseto cepat dapat
Guntur Geni Dan Cambuk Kilat Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengukur bahwa pemuda tampan ini belum kaya akan pengalaman

pertempuran. Namun demikian ia memuji dan kagum akan ketabahan

pemuda tampan ini, meskipun banyak kali terancam bahaya, namun

sedikitpun tidak gugup dan gentar. Ia tetap memberikan perlawanan dengan

seluruh kepandaian yang ia miliki.

Namun, meski pemuda ini bersemangat tinggi dan tabah dalam

perlawanannya, apabila pertempuran itu berlangsung lebih lama lagi tentu

pemuda itu akan menderita kekalahan. Karena pemimpin prajurit Demak ini,

ilmu pedangnya tidak dapat dianggap ringan. Gerakannya begitu cepat, dan

kadang2 juga ganas ingin merenggut nyawa.

Agak lama Mayangseto berusaha mengenal siapakah pemuda ini.

Mengapa masih begini muda sudah dipercayai memimpin sepasukan

prajurit. Pemuda perkasa yang pernah dikenalnya, raden Ronggo putera

Panembahan Senopati, sekarang sudah tiada. Lalu siapakah dia?

Mayangseto mengamati lama sekali dengan amat teliti. Pemuda ini bertubuh

kecii semampai, dan bisa dikatakan mirip dengan tubuh seorang wanita.

Namun usahanya sia2 untuk dapat mengenal siapa dia.

Teringat kepada raden Ronggo, ia lalu menghela napas dalam2. Raden

Ronggo mempunyai nasib yang sama dengan saudara tuanya. Pabelan. Ke

dua2nya menjadi korban demi kejayaan Mataram. Hanya persoalannya saja

yang berlainan. Raden Ronggo sengaja dikorbankan oleh ayahnia sendiri,

Panembahan Senopati, untuk mencegah berlarut2nya suatu peristiwa.

Agaknya memang jiwa pahlawan dari Panembahan Senopati menurun

kepadanya. Sesudah dewasa, raden Ronggo merupakan pemuda yang

penuh semangat berjuang ber-sama2 dengan ayahnya. Dan berkat

gemblengan dan didikan dari kakeknya, Ki Jurumertani, raden Ronggo

merupakan seorang pemuda perkasa dan berkepandaian tinggi. Di Mataram

sulit dapat menemukan orang yang dapat mengimbangi kepandaiannya.

Selaras dengan jiwa mudanya, raden Ronggo sangat tegas dalam

menghadapi sesuatu persoalan dalam hubungan dengan Mataram Ketika

datang tujuh orang utusan Sultan Jusup ( raja Banten ) yang dipimpin oleh

Topah, pemuda ini menjadi amat curiga. Karena ia mengerti benar bahwa

Sultan yusup adalah sekutu Pangeran Pangiri. la berpendapat bahwa

datangnya utusan itu tentu bermaksud menyelidiki gerak-gerik Mataram.

Raden Ronggo ingin menunjukkan kepada para utusan itu bahwaorang Mataram bukan orang lemah. Diselenggarakan kemudian

pertandingan adu ketangkasan menggunakan senjata, antara jago Mataram

dan Banten. Tetapi ternyata prajurit pilihan yang diajukan raden Ronggo

selalu menjadi pecundang. Berang benar raden Ronggo maka kemudian ia

sendirilah yang maju.

Raden Ronggo berhadapan dengan Topah. Dan sesudah ber tanding

ternyata Topah bukan tandingan raden Ronggo, ia menemui ajalnya. Namun

raden Ronggo belum merasa puas, meskipun Topah sudah tewas. Enam

orang utusan yang lain lalu dilucuti senjatanya dan diusir keluar dari wilayah

Mataram.

Peristiwa ini amat mengejutkan Panembaban Senopati. Dengan cepat,

dikirimkanlah pewira untuk mengejar kepergian enam orang utusan Banten

tersebut, agar cepat kembali ke Mataram. Dan sesudah tiba di Matararn

kembali, enam orang utusan itu malahan mendapatkan penghormatan

terlalu tinggi. Mereka diberi beberapa hadiah berharga dari Panembahan

Senopati.

Penghormatan dan hadiah yang diberikan itu memang mempunyai

maksud tertentu. Agar terbunuh matinya Topah tidak menyebabkan

kemarahan Sultan Yusup. Dalam pada itu demi keselamatan Mataram

sendiri, kemudian raden Ronggo dihukum mati, sebagai penebus dosanya.

Mengapa dibunuh mati? Panembahan Senopati menginsyafi, bahwa apabila

tidak mengorbankan anaknya, Sultan sup akan marah dan dikhawatirkan

memukul Mataram yang masih belum kuat benar.

Mayangseto amat menyesalkan peristiwa tersebut. Karena mengapa

raden Ronggo harus dikorbankan, padahal tenaganya amat dibutuhkan.

Lalu ia menebarkan pandangannya untuk mengenali beberapa prajurit

yang lain, Terbelalaklah Mayangseto sesudah meneliti, ternyata tiga orang

diantaranya sudah dikenalnya. Ialah Kebobangah yang dahulu

memberitahukan tentang terbunuh matinya Pabelan, dan dua orang yang

lain adalah Gontrang dan Panolih yang dulu diserahi tugas untuk melapor ke

Mataram tentang gerombolan Wirotaksoko di Krendawahana.

Tiga orang ini nampak gagah melawan musuhnya, dan tiap orang

dikeroyok tiga orang. Mayangseto tersenyum bangga, karena orang2 yang

sudah dikenalnya ini tidak gentar menghadapi musuh dalam jumlah lebih

banyak. Akan tetapi senyum yang menyungging bibir itu tiba2 lenyap ketika

pandangan matanya menyaksikan bahwa pemuda tampan tadi sekarang

dalam keadaan bahaya. Ia sekarang sudah tidak bersenjata tombak pendek

melainkan sebilah keris. Agaknya tombak yang dipergunakan sudah terlepas

dan tidak mempunyai kesempatan lagi untuk mengambil. Pemuda ini

terdesak hebat, ia akan segera roboh mandi darah apabila tidak ditolongnya.

Tubuh Mayangseto berkelebat amat cepat langsung melihatkan diridalam pertempuran, sambil berseru kepada Kebobangah : ?Kakang

Kebobangah, kubantu kerepotanmu".

Kebobangah yang cepat mengenal siapa yang tiba2 muncul, segera

berseru gembira : ?Adi Mayangseto! Bagus! Kau datang tepat pada

waktunya".

Mayangseto tidak menjawab tetapi langsung bergerak cepat, dan

tahu2 pedang pemimpin prajurit Demak itu sudah terpental jauh. Lalu oleh

sebuah pukulan pada dada menyebabkan orang tersebut roboh muntah

darah, dan kemudian tewas.

Mayangseto tidak membuang waktu, bergerak amat cepat langsung

melawan prajurit2 Demak dan Tuban yang lain. Gotrang dan Panolih, serta

prajurit Mataram yang mendengar seruan Kebobangah tadi, semangatnya

kembali menyala2.

Apabila yang lain2 penuh semangat melawan musuh, sebaliknya

pemuda tampan yang nyaris celaka tadi, ketika mendengar nama

Mayangseto disebut oleh Kebobangah, ia nampak terkedjut. Dua belah

pipinya yang kuning itu berobah menjadi semu merah, lalu menyisih dari

arena pertempuran. Ia berdiri penuh perhatian mengikuti gerak Mayangseto

yang lincah dan cepat, menyerang musuh dengan tangan kosong. Tangan

Mayangseto seakan tumbuh menjadi beberapa pasang. Menyambar dan

memukul hingga banyaklah prajurit musuh yang terguling tak berkutik lagi.

Mayangseto mendekati Kebobangah untuk menolong kerepotannya

sambil bertanya : ?Kakang, apa kabar?"

"Baik saja adi," jawab Kebobangah tanpa memandang Mayangseto dan

menggerakkan senjatanya untuk menangkis dan menyerang. ?Aku kabarkan

kepadamu bahwa paman Mayang sudah berada di Mataram. Dan akupun

terpaksa melarikan diri dari Pajang, minta perlindungan Mataram."

?Mengapa kakang lari ?"

?Keadaan memaksa. Lari menghindari penangkapan yang sudah

banyak terjadi. Maka banyak yang mengungsi ke Mataram."

?Apakah sudah meletus perang, kakang?"

?Belum."

?Mengapa kalian terlibat dalam pertempuran ini?"

?Marilah segera kita selesaikan pekerjaan ini, dan adi akan segera

tahu sebab musababnya

?Baik, kakang."

Mayangrete mempercepat serangannya dengan ilmu warisan dari

kakek gurunya, Kiageng Mahesotopo.

Apabila semangat prajurit Mataram makin menyala dengan bantuan

Mayangseto, sebaliknya prajurit gabungan Demak dan Tuban makin turun

semangat bertempurnya menyaksikan pemimpinnya sudah tewas disampingbeberapa orang yang lainpun sudah tidak bernyawa lagi. Mereka merasa

tiada keuntungan untuk melawan terus, dan sebaiknya cepat membuang

senjata dan menyerah. Tetapi sebagian yang lain mempunyai pendapat

sendiri, mereka segera meloncat ke kudanya masing2 untuk melarikan diri.

Akan tetapi prajurit2 ini malah mengalami derita yang hebat. Karena

tiba2 berhamburanlah diudara anak panah yang mengejar mereka, dan

mereka banyak roboh terguling dari kuda. Hanya sedikit saja prajurit yang

dapat berhasil menyelamatkan diri.

Prajurit Mataram cepat berusaha mengumpulkan teman2nya yang luka

dan tewas. Disamping itu para prajurit Demak dan Tuban yang menyerah

segera diperintahkan oleh Kabobangah membuat lobang untuk mengubur

jenazah2 mereka yang tewas dalam pertempuran ini.

?Terima kasih atas bantuan adi," kata Kebobangah seraya memeluk.

?Berterimakasihlah kepada Tuhan, kakang," jawab Mayangseto.

Gontrang dan Panolihpun segera menyapa Mayangseto, hanya pemuda

tampan tadilah yang tidak segera mau mendekati Mayangseto dan

menyapa.

?Hamba terkejut raden, ketika hamba datang kembali ke-hutan," kata

Gotrang kepada Mayangseto. ?Hamba mendapatkan bekas pertempuran dan

noda darah yang sudah kering, dan raden tidak ada. Maka ketika itu hamba

khawatir apabila raden sampai jatuh ditangan Wirotaksoko."

Mayangseto tersenyum, lalu jawabnya: ?Betui juga dugaanmu

Gotrang, kaarena nyaris aku celaka. Dan mungkin saja kau sudah tewas

atau tersiksa apabila Tuhan tidak mengirimkan seorang untuk menolongku.

Kau ingin mendengar ceritaku ?"

?Tentu raden, hamba amat ingin." Jawab Gotrang.

?Marilah kita duduk dibawah pohon itu sambil istirahat." Ajak

Mayangseto.

Mayangseto baru teringat kepada pemuda tampan tadi, sesudah

pertempuran selesai. Dilihatnya pemuda itu sekarang masih berdiri dan

berlindung dibawah pohon rindang. Dan tiba2 Mayangseto bertanya kepada

Kabobangah: ?Kakang, siapakah pemuda pemimpin kalian ini ?"

Mendadak Gotrang, Panolih dan Kebobangah ketawa. Dan pemuda

tampan tersebut menundukkan kepala sambil mengulum senyum.

Menyaksikan semua itu, Mayangteto heran dan bertanya : Mengapa kalian

ketawa ? Apakah pertanyaanku tadi lucu?"

?Memang tidak lucu, tetapi memaksa aku ketawa."

Kebobangah menatap Mayangseto dan kemudian melanjutkan :

?Karena tadi sudah kenal, mengapa masih bertanya?"

Mayangseto cepat mengamati pemuda tersebut, tetapi pemuda

tersebut membuang muka. Ia menjadi repot untuk segera dapatmengenalnya.

Kebobangah ketawa terkekeh, dan berkata: ?Agaknya kau amat

pelupa sekarang, dia putera paman Wirengpati."

?Apakah paman Wirengpati punya putera ? Seingatku, beliau hanya

mempunyai tiga orang puteri saja."

Kebobongah ketawa makin geli, sedang Gotrang dan Panolih tampak

tersenyum. Dan anehnya pemuda yang menjadi objek percakapan tadi

segera membalikkan diri dan lari kebawah pohon yang lain, kemudian duduk

dan menghadap kearah lain.

?Ternyata kau dapat dikelabui olehnya," kata Kebobongah kemudian.

?Jangan kau sengaja membingungkan aku kakang, bicaralah yang

benar." Protes Mayangseto jengkel.

?Aku bicara benar adi, memang dia anak paman Wirengpati,

dan namanya . . . .Widowati . . . . "

Mendengar jawaban Kebobangah ini, tiba2 jantungnya ber-debar amat

keras. Karena maksud kepergiannya memang untuk menemui gadis ini

sambil menyelidiki keadaan Pajang. Tidak tahunya sekarang sudah

berjumpa disini dan gadis itu mengenakan pakaian laki2. Dan kalau

kepergiannya dari desa Troketon tadi amat tergesa untuk segera bertemu,

maka sekarang ia malah bingung dan tak tahu apa yang akan diperbuat.

Karena tiba2 saja timbul rasa takut2 dan malu untuk mendekat dan

menyapanya.

Akan tetapi perasaan dan kakinya berlainan pendapat. Apabila

perasaan menjadi bingung dan kacau, maka kakinya sudah melangkah

untuk menuju ketempat Widowati berlindung dari terik matahari.

Kebobangah yang agaknya mengetahui akan gelagat ini tersenyum

dan bermaksud menolong. Lalu kata Kebobangah sesudah dekat: ?Adimas
Guntur Geni Dan Cambuk Kilat Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bagus Widoro. Mengapa kau malu2 menyambut kedatangan teman? Kau

sudah kenal bukan?"

Mendengar ucapan Kebobangah ini Mayangseto terjengit. Ternyata

dengan pakaian pernyamarannya sebagai laki2 ia menggunakan nama

Bagus Widoro.

Dan sebaliknya Widowati setelah mendenger nama penyamarannya

disebut, seperti bangun dari mimpi. Sekarang ini dalam keadaan sebagai

laki2 mengapa perasaan wanitanya tetap berpengaruh amat besar? Maka ia

mencoba untuk menekan perasaan itu, kemudian berdiri dan tersenyum,

memandang Mayangseto seraya mengucapkan sambutanya: ?Selamat

datang saudara, terima kasih atas bantuanmu".

Akan tetapi ternyata perasan wanitanya masih belum juga bisa

dikuasai sepenuhnya. Ketika pandangan matanya bertemu, Bagus Widorocepat menundukkan kepala menghindari pandangan mata Mayangaato yang

mengandung arti.

Dan sebaliknya Mayangseto menjadi gugup menyaksikan sepasang

mata yang bersinar indah, dibawah alisnya yang tebal itu.

Darah mudanya bergejolak dan kata yang diucapkan tidak dapat

lancar: ?Eh, eh rapi juga penyamaran diajeng, Hingga akupun dapat

diajeng kelabui".

?Adi", cegah Kebobangah, ?mengapa adi menggunakan sebutan

diajeng ? Dia bukan wanita, dan namanya Bagus Widoro. Karena itu

seharusnya adi Mayangseto memanggil adimas Bagus Widoro. Itu namanya

baru tepat, dan klop".

?Eh..... o, ya kakang Kebobangah yang benar ." Mayangseto

gelagapan.

Dan Bagus Widoro mengulum senyum.

?Marilah kita duduk bercakap-cakap", ajak Kebobangah untuk

menghilangkan suasana yang kaku itu.

Mereka kemudian mengambil tempat duduk dibawah pohon rindang

itu. Mayangseto masih mengamati Widowati yang sekarang menyamar

sebagai laki2 dengan sudut matanya. Dalam hati merasa kagum, bahwa

penyamaran Widowati amat rapi. Dan bagi orang yang belum mengenalnya

tentu menganggap ia seorang pemuda yang mempunyai wajah tampan.

Akan tetapi bagi Mayangseto sekarang yang sudah mengerti akan

keadaan yang sebenarnya, bertemu dengan Widowati ini, hatinya makin

risau. Karena gadis ini makin cantik dan makin dewasa. Tubuhnya ramping,

matanya makin bersinar dan penuh daya tarik dibawah alisnya yang tebal.

Wajahnya makin ayu, dan dalam penyamarannya sebagai pemuda ini ia

amat tampan, hingga tentu akan banyak gadis yang ter gila2.

Gotrang dan Panolih duduk berdampingan sedikit menjauhi. Mereka

merasa bahwa kedudukan dirinya sebagai orang biasa, bukan keturunan

bangsawan seperti tiga orang tersebut. Mereka tampak sikut menyikut,

agaknya dengan gerak mereka yang tanpa bicara itu, mereka sedang geli.

?Kemana saja adi selama ini?" Tanya Kebobangah membuka

percakapan. ?Paman dan bibi banyak menanyakan kabar beritamu adi,

karenat beliau amat mengkhawatirkan keselamatanmu".

?Tetapi apakah rama dan ibu tetap sehat kakang?"

Kebobangah mengangguk.

Mayangseto menghela napas lega, dan katanya kemudian:
?Syukurlah apabila rama dan bunda dalam keadaan sehat. Entahlah kakang,

kapan aku bisa ke Mataram. Oleh karena itu tolonglah sesudah kakang

sampai di Mataram, kabarkanlah bahwa atas restu rama dan bunda. aku

tetap sehat tak kurang sesuatu".?Baiklah adi, akan kukabarkan keadaanmu kepada paman dan bibi.

Dan cobalah sekarang kau ceritakan pengalaman dan kepergianmu".

?Apakah kalian tidak akan jemu ?"

?Tidak," jawab Kebobangah cepat.

Bagus Widoro menyambung : ?Cerita itu tentu menyenangkan. Karena

aku akan dibawa pula dalam ceritanya."

Mayangseto tersenyum, memandang Bagus Widoro sekilas lalu

mulailah ia bercerita, sejak usahanya mencari jenaazah saudara tuanya

sampai hidup dilereng Merapi.

?Hem, pantas adi hebat," puji Kebobangah

?Ayohlah sekarang giliranmu bercerita kakang".

?Adi jangan salah paham kalau aku menyatakan gara2 perbuatanmu

pula sebagai sebab yang membawa akibat".

?Perbuatanku yang mana?"

?Pembunuhan yang kau lakukan terhadap para Tamtama itu yang

dijadikan pokok persoalan," jawab Kebobangah. ?Pangeran Pangiri amat

marah, dan berpendapat bahwa peristiwa itu dilakukan oleh orang2 pengikut

dan pembela Matamlah. Akibatnya, sudah banyak orang yang pro Mataram

ditangkap dan ditawan. Begitu pula aku, paman Wirengpati dan sementara

orang yang lain selalu dicurigai dan diawasi gerak - gesiknya. Mengingat

bahwa hidup di Pajang tidak aman lagi, maka secara rahasia aku bersama

paman Wirengpati sekeluarga, pergi mengungsi ke Mataram pada suatu

malam. Keadaan Pajang memang bertambah panas sesudah adi Pabelan

dibunuh mati, dan paman serta bibi Mayang ditawan. Tiap sesuatu

kerusuhan terjadi, orang2 pihak Mataramlah yang menjadi kambing hitam.

Kegawatan situasi ini ditambah dengan sikap dan perbuatan sementara

orang yang mencari jasa. Mereka memfitnah dan memutar balikkan

kenyataan, dan kemudian dilaporkan kepada Pangeran Pangiri. Akibatnya

celakalah orang2 yang terfitnah itu, maka bagiku kemudian tiada jalan lain

kecuali melarikan diri ke Mataram".

Mayangseto menghela napas penuh rasa penyesalan sesudah

mendengar penjelasan Kebobangah. Ternyata apa yang diperbuatnya atas

dorongan rasa marah itu berbuntut panjang dan makin memanaskan

keadaan. Hal itu tidak pernah disadari sama sekali.

Agaknya Kebobangah mengerti dan dapat menduga akan pikiran

Mayangseto. Maka ia memandang Mayangseto seraya katanya lagi : ?Adi,

sudahlah peristiwa yang sudah berlalu itu tidak usah kau risaukan.

Bagaimanapun sudah terjadi, dan tiada guna disesalkan. Memang segala

perjuangan minta pengorbanan".

?Jadi sekarang orang2 Mataram sudah tidak ada lagi di Pajang ?"

tanya Mayangseto.?Masih juga sekalipun tinggal sedikit. Dan terpaksa mereka sangat

hati2, karena dalam lahir bekerja sama dan setuju dengan Pangeran Pangiri,

tetapi dalam batin tetap setia kepada cita2 dan dari merekalah kita selalu

mendapat kabar"

?Bagaimana Pangeran Benowo".

?Pangeran Benowo sudah agak lama tidak lagi berada di Pajang.

Agaknya beliau sedang mengatur persiapan2 di Jipang. Dan kepergian kami

inipun, sehubungan pula dangan sikap Pangeran Benowo itu".

?Jadi kalian ini sebagai utusan menghubungi Pangeran Benowo?"

?Benar adi. Kami membawa surat dari Panembahan Senopati untuk

beliau. Tentang maksudnya sudah barang tentu akut tidak tahu."

?Tetapi mengapa diajeng Widowa ...... eh adimas Bagus Widoro ikut

serta kakang?"

Kebobangah ketawa sedang Widowati tersenyum malu.

?Tanyakanlah kepada yang berkepentingan sendiri adi," jawab

Kebobangah diiring ketawa terkekeh.

Bagus Widoro menyambit Kebobangah dengan batu kecil dan kembali

rnenundukkan kepala.

?Bolehkah aku bertanya adimas, tentang sebabnya kau ikut serta ke

Jipang ini ?" tanyanya hati2.

Bagus Widoro mengangkat kepala, memandang Mayangseto sekilas,

lalu jawabnya agak tidak lancar: ?Anu. ada dua kepentingan ikut sertaku

dalam rombongan ini. Yang pertama aku ingin mencari pengalaman sebagai

seorang yang secara langsung ikut dalam perjoangan ini. Dan yang kedua,

aku sudah amat rindu kepada junda disana, dan mendorong aku harus

datang dan menjenguknya."

Hening sejenak, kemudiau kata Mayangseto ?Aku sudah lama

menyaksikan pertempuran tadi, dan aku menyaksikan perlawanan adimas

Bagus Widoro penuh perhatian. Tadi aku bertanya dalam hati, siapakah

pemuda tampan yang memimpin pasukan Mataram ini ? Hem, tidak lama

lagi kepandaian adimas Bagus Widoro tentu akan lebih hebat sesudah

mewarisi keperwiraan paman Wirengpati."

Bagus Widoro tidak menjawab dan merasa malu.

Kemudian Kebobangah menolong kesulitan Bagus Widoro:

?Pendapatmu benar adi, tidak lama kemudian adimas Bagus Widoro akan

menjadi pemuda perkasa. Terbukti perlawananmu kepada Joyosekti tadi, ia

amat tangguh "

?Bohong!" putus Bagus Widoro cepat. ?Kalau kakang Mayangseto tidak

menolongnya, apa yang terjadi?"

Tetapi tiba2 Bagus Widoro main merasa malu sesudah secara tidak

sadar menyebutnya ?kakang" kepada Mayangseto. Karena segera ingat,bahwa sudah dua kali ini Mayangseto selalu menolongnya setiap dalam

keadaan bahaya. Apakah yang terjadi atas dirinya ketika itu, apabila jatuh

ketangan gerombolan penjahat Krendawahana ? Barang tentu akan sudah

mati membunuh diri. Dan belum lama berselang ini tadi, ketika dalam

kerepotan melawan Joyosekti yang ternyata tangguh, tombak pendeknya

sudah terlepas dari tangan. Tentu sudah tewas terbunuh apabila Mayangseto

tidak segera menolong.

Agaknya Mayangseto juga dapat menyelami perasaan dara cantik ini.

Maka kemudian katanya: ?Bukannya disebabkan adimas lemah dalam

perlawanan. Akan tetapi, karena kalah pengalaman. Kalau saja adimas

sudah mempunyai pengalaman bertempur yang cukup. aku berani

memastikan bahwa orang seperti Joyosekti tadi dapat kau tundukkan dalam

waktu singkat. Aku berkata sebenarnya adimas, bukannya memuji"

Akan tetapi hati Bagus Widoro tetap risau juga meskipun Mayangseto

sudah menghiburnya. Untung segera dapat ditolong oleh keadaan. Ketika itu

jenazah2 sudah selesai dikuburkan semua. Apabila terladu lama berhenti

ditempat ini akan memperlambat perjalanan. Oleh karena itu sebagai

pimpinan pasukan sementara, ia segera berdiri dan memerintahkan agar

para perajurit mempersiapkan diri meneruskan perjalanan. Dan para

tawanan perajurit Demak dan Tuban itu sesudah semua senjatanya dilucuti,

lalu dibawa serta menuju Jipang.

Pada kesempatan itu Kabobangah menyatakan pada Mayangseto:

?Tahukah adi mengapa dia bertindak sebagai pemimpin pasukan?"

?Belum kakang, memang aku bermkasud menanyakan kepadamu.

Karena aku tahu bahwa sebenarnya kaulah tentunya sebagai pimpinan."

Jawab Mayangseto seraya memandang Bagus Widoro yang sedang

mengatur perajuritnya.

?Ada dua maksud sebabnya dia kusuruh memimpin. Yang pertama,

agar dia mengerti tanggungjawab seseorang pemimpin perajurit dan kiranya

berguna kelak baginya apabila keadaan memerlukan. Pengalaman ini tentu

tidak akan bisa dilupakan seumur hidupnya. Dan yang kedua, karena dia

tidak kuserahi tugas memimpin pasukan, tidak urung malah akan

menambah beban tanggungjawabku. Karena seperti kau ketahui, dia

mengeluh karena jauhnya perjalanan dan merasa payah. Tetapi dengan

memimpin perajurit ini, dia akan malu jika menyatakan begitu."

Mayangseto ketawa mendengar penjelasan Kebobangah ini. Ternyata

orang yang melarikan diri dari Pajang ini mempunyai kecerdikan pula dalam

beberapa hal.

Ketika pasukan itu mulai berangkat, Mayangeto barulah ingat kepada

kuda yaag ditinggalkan dipuncak bukit. la merasa sayang pula kalau kuda itu

harus ditinggalkan disana, sekalipun banyak kuda yang kehilanganpenunggangnya sekarang ini akibat tewas dalam pertempuran yang baru

terjadi. Maka berkatalah Mayangseto kemudian kepada Kebobangah : ?Aku

sampai lupa kepada kuda yang kutinggalkan di puncak bukit itu. Biarlah

kuambilnya dulu".

Tanpa menunggu jawaban, Mayangseto sudah melompat kesalah

seekor kuda milik perajurit Demak lalu dilarikan amat kencang menuju

bukit.

Baik Kebobangah, Bagus Widoro maupun yang lain merasa kagum

menyaksikan Mayangseto melarikan kuda itu secepat terbang ditanah yang
Guntur Geni Dan Cambuk Kilat Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berlobang lobang.

Pasukan itu segera bergerak. Matahari sudah berada di tengah jagad

ketika itu, udara amat panas dan menyentuh kulit.

Bagus Widoro mengeluh dalam hati karena dibakar sinar matabari ini.

Akan tetapi merasa malu untuk menyatakan.

Kuda yang berpuluh banyaknya itu, maju berderap meninggalkan

tempat mala petaka itu. Kuda dilarikan tidak begitu cepat, dan sebagai

pelopor adalah Gotrang dan Panolih. Tawanan perajurit Demak dan Tuban

itu ditempatkan ditengah, untuk menjaga kemungkinan kalau melarikan diri.

Dengan cara itu maka perajurit yang tertawan ini tidak berani berkutik.

Bagus Widoro dan Kebobangah dibelakang, berjajar sambil bicara.

Antara Kebobangah dan Bagus Widoro, karena masih mempunyai hubungan

keluarga, dan sejak kecil juga merupakan teman bermain, maka tiada rasa

kaku dalam pergaulan ini.

?Aku amat kagum akan gerak kakang Mayangseto dalam pertempuran

tadi," kata Bagus Widoro mulai percakapan.

?Kiramu, kau sendiri yang kagum? Salah! Aku sendiripun kagum

dibuatnya," jawab Kebobangah. Laiu lanjutnya menggoda : ?Dan yang lebih

membuatku kagum, sekarang dia makin tampan."

?Ah, ada2 saja kau ini kakang." Bagus Widoro malu.

Perasaan wanita yang dimiliki masih tetap menguasai hatinya

sekalipun dalam penyamaran.

Mendengar jawaban Bagus Widoro itu, Kebobangah menggoda lagi :

?Mengapa agaknya kau tidak rela aku memuji? Apakah adimas Bagus

Widoro iri apabila terdapat pemuda lain yang mempunyai wajah tampan ?"

Bagus Widoro yang cepat dapat menangkap maksud Kebobangah

terpaksa ketawa, seraya memukul Kebobangsh dengan gagang cambuk.

Lalu kemudian katanya: ?Tidak kakang, aku tidak iri kepada pemuda lain

yang berwajah tampan. Apakah gunanya iri?"

Kebobangah ketawa terkekeh, agaknya amat senang dapat menggoda

gadis yang berpakaian laki2 ini.

Mereka sudah tiba dikaki bukit. Dan mereka menyaksikan bahwaMayangseto dengan kuda putih sudah menunggu dengan gagahnya ditepi

jalan.

?Ah, gagah benar adi Mayangseto berkuda putih" seru Kebobangah

dan kemudian berpaling kepada Bagus Widoro. ?Bagaimana menurut

pendapatmu adimas Bagus Widoro?"

Pada mulanya ia akan menyatakan persetujuannya. Tetapi belum juga

terucapkan, sudah didesak oleh perasaan wanitanya. Maka kemudian

jawabnya acuh tak acuh : ?Entahlah aku tidak bisa memberikan pendapat".

Kebobangah ketawa lebar atas jawaban itu. Tetapi tidak mendesaknya

lagi, kemudian melarikan kudanya mendahului pasukan untuk segera

menemui Mayangseto.

Mereka kemudian berdjadjar ditepi jalan menunggu lewatnya pasukan,

dan sesudah pasukan itu habis lalu menggabungkan diri. Mayangseto

menempatkan diri disebelah kiri Bagus Widoro, sedang Kebobangah

disebelah kanan. Hingga gadis ini terletak ditengah.

?Kemana tujuanmu tadi?" tanya Kebohangah.

?Kalau adimas Bagus Widoro mengijinkan aku akan menyertai

perjalanan ini hingga Jipang". Jawab Mayangseto, lalu memandang si jelita

ini, dan kemudian bertanya: ?Bolehkah adimas?"

?Boleh saja," jawab Bagus Widoro singkat. Tetapi dalam hati terdapat

sementara perasaan yang ingin mengusirnya agar pemuda ini segera pergi

saja. Karena berjajar dengan Mayangseto ini hatinya merasa tidak bisa

tenang. Entah perasaan apa yang menggodanya. Tetapi sebaliknya apabila

dia pergi, ada pula perasaan yang tidak rela. Karena berjajar dengan

Mayangseto ini, terlintas perasaan nyaman yang amat sulit dilukiskan.

Dalam pada itu, Mayangsetopun selalu gelisah dalam hati,

berdampingan dengan sijelita ini. Ia merasa heran pula. Mengapa sesudah

peristiwa didesa Troketon tadi, tiba2 teringat kepada gadis ini yang pernah

diselamatkan kala itu.

Dan sekarang, sesudah berhasil bartemu muka, maka tiba2 saja

terlintas rasa enggan untuk berpisah. Ada semacarn perasaan yang

menguasai hatinya, berdampingan dengan Widowati ini. Hatinya merasa

sejuk dan nyaman.

Kebobangah tersenyum2 menyaksikan Mayangseto dan Bagus Widoro

berdiam diri itu. Hatinya sudah dapat menduga bahwa masing2 sedang

disibuki oleh perasaan. Dalam hati memang amat setuju dan berpendapat

sudah tepat apabila kelak sepasang merpati ini dapat hidup berdampingan.

Karena Mayangseto amat tampan, sedang Widowatipun begitu jelita.

Tetapi harapan itu terkabul dan tidak, tergantung atas kehendak

Tuhan Yang Maha Esa. Karena tiap manusia mempunyai suratan takdir yang

tidak bisa dirobah oleh manusia, sekalipun tiap manusia mempunyaikebebasan bercita2. Karena itulah orang tidak bisa mengira irakan apa yang

akan terjadi.

Kebobangah tidak ingin mengusik perasaan mereka yang sedang

bergolak itu. Ia berdiam diri seakan memberi kesempatan kepada sepasang

merpati ini, agar terus me renung2. Akan tetapi makin lama Kebobangah

sendiri merasa tidak betah untuk berdiam diri. Maka kemudian katanya

kepada Mayangseto: ?Adi, kapankah kau tidak mengembara seperti

sekarang ini dan mau menetap di Mataram?"

?Hem," dengus Mayangseto, dan kemudian jawabnya: ?Entahlah

kakang. aku belum tahu. Karena kita masing2 mempunyai tugas dan

kewajiban. Dan bagiku masih harus pula memenuhi amanat guruku Kiageng

Gunturselo."

?Amanat apa?"

?Untuk mewakili Kiageng Gunturselo, membasmi Ki Jogosatru yang

bertindak angkara murka. Kiranya dalam keadaan negara masih seperti

sekarang ini, aku belum sempat mernikirkan soal itu, Dan sebagai seorang

yang hidup dalam negara yang tidak aman ini, yang mempunyai

tanggungjawab terhadap ketenteraman hidup manusia, sulitlah aku dapat

mengatakan kapan aku bisa hidup seperti orang biasa, tidak bergelimang

dengan perkelahian dan menyambung nyawa."

?Aku ikut berdoa kepada Tuban, agar tugas yang kau pikul dapat kau

selesaikan se-baik2nya."

?Terimakasih kakang, semoga Tuhan selalu menyertaiku dan

memberikan perlindungan."

?O ya, dapatkah adi memberikan keterangan kepadaku? Mengenai apa

yang sudah kau ceritakan dalam pengalamanmu, tentang gerombo!an

Jalujinggo dan Jogosatru? Berapakah kira2 gadis yang sudah ditawan dan

diculik?" tanya Bagus Widoro tiba2.

?Entahlah adimas, aku belum mengerti secara pasti. Tetapi aku akan

berdaya untuk dapat menghancurkan gerombolan itu dalam waktu singkat."

?Hem, apabila aku mempunyai kepandaian. Aku akan membantumu

untuk penumpasan itu."

Mayangseto dan Kebonangh ketawa.

?Mungkinkah orang2 itu sudah tidak lagi dapat disadarkan agar

kembali kejalan yang benar? Karena aku sebenarnya merasa agak sayang

terhadap Kakang Wirotaksoko itu. Dia seorang yang berani, tetapi mengapa

sekarang menjadi penjahat ?" tanya Kehobangah.

?Menurut guruku Kiageng Gunturselo, mereka sudah tidak lagi bisa

disadarkan dan sebaiknya harus dibunuh mati. Agar bibit2 kejahatan itu

tidak hidup terus dan mengotori dunia ini."

?Aku setuju dengan Kiageng Gunturselo." Ujar Bagus Widoro ?Karenasudah banyak pula mereka itu membikin korban dan melakukan

kekejaman."

Mereka kemudian diam, karena sedang melewati jalan sempit. Apabila

mereka lengah, akan bisa jatuh dari kuda dan tersangkut oleh daun2 pohon

yang melintang menghalangi jalan.

Ketika rombongan itu tiba didesa Ampel, mereka kemudian

beristirahat untuk memberi kesempatan kepada para perajurit makan.

Pada kesempatan ini. Kebobangah ingin berusaha mendekat kan hati

Mayangseto dan Widowati. Maka berkatalah Kebobangah kemudian :

?Mayangteto dan adimas Bagus Widoro. Marilah kita menikmati alam

pegunungan yang indah ini sebentar".

Atas ajakan itu, Mayangseto merasa gembira sekali. Ia memandang

Bagus Widoro, kemudian menawarkan maksud itu kepadanya: adimas,

setujukah kau apabila kita berjalan2 sebentar?"

Bagus Widoro mengangguk sambil tersenyum amat manis. Lalu ia

menjawab lirih : ?Ja, akupun setuju. Udara didesa ini agak dingin dan

nyaman sekali".

Kebobangah segera memberitahukan kepada Gotrang dan Panolih,

agar dua orang ini mengawasi para perajurit selama Kebobangah dan Bagus

Wadoro pergi. Para perajurit diperbolehkan beristirahat, akan tetapi tidak

dibenarkan untuk pergi meninggalkan pasukan.

Bagus Widoro nampak ber seri2 mendapat kesempatan menikmati

pemandangan indah dipegunungan. Gunung Merbabu yang megah

menjulang tinggi tampak dibagian barat, letaknya tidak berjauhan dengan

gunung Merapi yang selalu berasap.

Mereka mendaki dan menuruni bukit sebelah barat. Dan dari bukit ini

mereka dapat melayangkan pandangan agak jauh, seraya duduk dibawah

pohon yang rindang. Kebobangah tersenyum menyaksikan Mayangseto dan

Widowati yang tarnpak begitu canggung. Duduknya agak berjauhan, tetapi

mata mereka selalu saling mencuri pandang.

Dengan alasan untuk mencari sumber air, Kebobangah lalu minta diri

kepada mereka : ?Adi Mayangsero dan adimas Bagus Widoro, nikmatilah

alam pegunungan ini penuh rasa gembira. Aku akan mencari sumber air

dulu, karena badanku merasa gerah sesudah bertempur tadi".

Alasan Kebobangah yang diajukan itu memang tepat. Karena apabila

tidak beralasan untuk mandi, Kebobangah khawatir apabila Bagus Widoro

ikut serta, Dengan demikian tidak ada artinyalah usaha yang dilakukan

untuk mendekatkan hati mereka berdua.

?Tetapi jangan terlalu lama kakang," kata Bagus Widoro.

Mayangsetopun ikut memperkuat : ?Benar, kau jangan terlalu lama

kakang. Bukankah perjalanan kita masih jauh?"Kebobangah ketawa sejuk, kemudian pergi meninggalkan mareka. Ia

menuruni bukit itu, tapi diam - diam memutar, lalu bersembunyi dibalik batu

sambil mengintip. Kebobangah tersenyum2 ketika menyaksikan Mayangseto

dan Widowati sudah duduk saling mendekat lagi. Maka sesudah

menyaksikan itu, kemudian Kebobangah menyandarkan punggungnya

kepada batu dan menikmati pemandangan indah dimukanya.Agak canggung juga Mayangseto sesudah sekarang dapat duduk

berdua dengan gadis yang dicintai ini. Agak lama mereka tidak

mengucapkan sesuatu, agaknya mereka mendapatkan kesulltan untuk

memulai percakapan. Karena dalam hati masing2 timbullah semacam rasa

bingung untuk mendapatkan bahan percakapan.

Untunglah kemudian Mayangseto mendapatkan bahan percakapan. la

memalingkan muka kepada gadis ini seraya tersenyum, lalu, memulai :

?Diajeng, bagaimana keadaan Mataram sekarang ini?"

Bagus Widoro memalingkan muka. Mata mereka bertemu pandang dan

menyelinaplah rasa aneh dalam dada masing2. Akan tetapi Bagus Wdoro

cepat membuang muka dengan menunduk, sesudah memberikan senyuman

manis kepada Mayangseto.

?Matararn sekarang ini disibuki oleh penyusunan kekuatan", jawab

Bagus Widoro lirih dan agak menggeletar. ?Rama pernah menyatakan,

bahwa sesudah banyak pelarian yang berlindung di Mataram, Pangeran

Pangiri sekarang mencurigai Mataram, disamping raja Banten, adipati

Madiun dan adipati Tuban. Mengingat bahwa Mataram masih ringkih, maka

Panembahan Senopati memandang perlu untuk menyusun kekuatan. Itulah

sebabnya di Mataram sekarang yang tampak banyak perajurit yang berlatih

dengan tekun sekali."

?Aku bersyukur adi jika demikian". Mayangseto lega. ,Mudah-mudahan

cita2 Mataram dapat terujud. Dan mengingat keadaan Sultan Hadiwijoyo

yang selalu gering, agaknya kemudian hari pertentangan ini harus

diselesaikan dengan perang".

?Yah, memang hanya dengan jalan itu sajalah pertentangan dapat
Guntur Geni Dan Cambuk Kilat Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diselesaikan. Akan tetapi aku merasa sedih juga".

?Mengapa diajeng?"

?Bukankah dengan terjadinya peperangan itu, akan banyak timbul

korban dikalangan rakyat ?"

?Pendapatmu memang benar. Akan tetapi pengorbanan demi

perjuangan bukanlah apa2." Mayangseto memandang gadis ini, lalu

tersenyum. ?Bukankah raden Ronggo dan kangmas Pabelan sudah menjadi

korban demi perjoangan ini?"

(Bersambung jilid III).Sipengung nora nglegewa

Sansajarda denira cacariwis

Ngandar andar angandukur

Kandane nora kaprah

Saya elok alangka longkangipun

Si wasis waskita ngalah

Ngalingi marang si pingging.

( Sekar Pangkur Wedatama).=GUNTUR GENI DAN CAMBUK KILAT=

(oleh : Widi Widajat)

JILID III

MAYANGSETO menghela napas. Teringatlah ia akan saudara tuanya yang

mati terbunuh dalam keadaan menyedihkan. Jenazahnya dipersamakan

dengan anjing dan hanya dibuang kekali.

Mereka kemudian berdiam diri. Masing2 menurutkan perasaan hati,

dan belum menemukan persoalan baru yang dibicarakan dalam kesempatan

ini. Dalam hati memang, Mayangseto ingin sekali untuk mengutarakan

kandungan hatinya yang mencintai gadis jelita ini. Akan tetapi setiap ingin

menyatakan teus terang, timbullah rasa ragu. Karena itu sekalipun ingin,

perasaan itu masih selalu disembunyikan dalam hati.

Kemudian Mayangseto teringat akan Widorini, adik Widowati yang

pernah ditolongnya juga.

?Diajeng, mengapa diajeng Widorini tidak ikut serta?" tanya

Mayangseto seraya memandang gadis ini.

?Dia sekarang tidak bebas lagi. Karena Widorini diambil sebagai puteri

angkat Panembahan Senopati." Kemudian katanya dalam hati: ?Mengapa

kakang bertanya tentang dia?"

Widowati memandang Mayangseto dan menyelidik. Dalam hati gadis

ini cepat timbul rasa cemburu, dan menyangka bahwa Mayangseto lebihtertarik kepada Widorini daripada kepada ia sendiri.

Lagi, pandangan mereka bertemu. Dan berakhir dengan getaran aneh

yang menguasai dada mereka masing2. Lalu Bagus Widoro menghindari

pandangan itu dengan kepala menunduk.

?Aku ikut bergembira akan kebahagian diajeng Widorini, diangkat

sebagai puteri Panembahan Senopati". Kata Mayangseto kemudian.

?Ya, dia memang mempunyai nasib bai". Jawab Widowati bernada

mengeluh.

?Mengapa?"

?Karena dia lebih cantik daripada aku". Akan tetapi jawaban ini tidak

diucapkan, hanya dalam hati, adapun mulutnya berkata : ?Aku katakan

mempunyai nasib baik, karena diangkat sebagai anak orang yang

mempunyai kedudukan lebih tinggi dari pada rama".

Mayangseto tersenyum. Tetapi dengan jawaban Widowati itu,

mendadak merasa dirinya kecil dan timbullah salah tafsir. Timbullah rasa

lebih takut lagi untuk mengutarakan maksud hatinya, karena khawatir

bahwa bagi Widowati bernasib baik itu diukur dari kedudukan. Padahal bagi

Mayangseto sekarang, untuk hari depannya masih gelap. Jangan lagi

kedudukan yang tinggi, sedang kedudukan yang rendahpun belum tentu.

Sehingga apa yang diinginkan sejak dari desa Troketon tadi, tidak jadi

dikemukakan. Dan untuk seterusnya percakapan mereka tidak sedikitpun

menyinggung soal cinta.

Beberapa lama kemudian datanglah Kebobangah dengan wajah segar

dan berseri2. la mengira bahwa sepasang muda-mudi itu sudah berhasil

mendapatkan kata sepakat untuk hari depannya.

?Ugh, segar sekali mandi air pegunungan." Ujar Kebobangah seraya

ketawa dan mendekati.

?Apakah air Mataram dan Ampel berbeda, kakang ?" tanya Widowati.

?Bukan saja air, tetapi juga tempatnyapun jauh berbeda," sindir

Kebobangah. ?Karena aku disini mendapat kepastian baru."

?Tentang apa ?" Mayangseto tertarik.

?Ah, apalagi kalau bukan tentang persoalan .." Kebobangah tidak

melanjutkan, dan ia mengira bahwa Mayangsezo dan Widowati sudah dapat

menerka. Akan tetapi ternyata tidak tampak perobahan pada air muka

sepasang merpati itu. Mereka nampak biasa saja, sehingga Kebobangah

bersangsi dalam hati.

Sesudah agak sementara lama menyelidik keadaan Mayangseto dan

Widowati, kemudian Kebubangah mengajak mereka kembali keinduk

pasukannya. Mereka menuruni bukit itu dan tidak lama kemudian sudah

sampai ditempat pasukan berisirahat. Dan sesudah persiapan selesai,

pasukan itu meneruskan perjalanan diikuti oleh pandangan beratus-ratuspenduduk desa Ampel dengan hati ber-tany2. Kemanakah tujuan pasukan

itu?

Akan tetapi perjalanan seterusnya tidak menggembirakan seperti tadi.

Karena baik Mayangseto maupun Widowati banyak berdiam diri.

Mayangseto memang amat gelisah. Hatinya malah merasa ter siksa

untuk berdekatan lama2 dengan gadis yang dicinta ini. Terombang- ambing

oleh perasaan hati antara ya dan tidak. Antara sayang dan rasa takut2

Sesudah menimmbang- nimbang gak lama, Mayangseto memutuskan

untuk lebih baik menyertai perjalanan sampai di Sruwea saja. Untuk

seterusnya kemudian berpisah, dan menunggu kesempatan lain waktu lain.

?Kakang Kebobangah dan adimas Bagus Widoro," kata Mayangseto

kemudian sesudah tiba didesa Sruwen. ?Maafkanlah aku, hanya sampai

disini sajalah aku dapat menyertai kalian. Karena aku harus cepat kembali

ke Merapi, disebabkan guru sedang bepergian."

Kehobangah terkejut, dan ter lebih2 Bagus Widoro. Tidak pernah

disangkanya bahwa pertemuannya itu akan cepat sekali berakhir. Padahal

tadi Mayangseto menyatakan akan menyertai perjalanan hingga Jipang,

tetapi mengapa baru sampai di Sruwen sudah minta diri?

?Adi, mengapa tergesa pergi? Rinduku belum juga hilang, kau sudah

akan meninggalkan lagi." Kata Kebobangah seraya menatap Mayangseto.

?Terpaksa kakang, karena aku ingat babwa guru sedang pergi. Aku

mendapat tugas untuk menjaga rumah. Apabila terjadi sesuatu tentu guru

akan marah kepadaku." Jawab Mayangneto dengan hati yang tidak ichlas.

Dan gadis yang menyamar seperti laki2 ini, memandang kepada

Mayangseto dengan pandangan mata yang tidak rela. Dan kemudian

katanya tidak lancar: ?Bukankah kakang Mayangseto tadi menyatakan mau

menyertai sampai ke Jipang? Mengapa sekarang kakang menarik diri?"

?Maafkan, adimas,". jawab Mayangseto dengan menggeletar. ?Demi

tugas yang harus kulakukan, maka sekalipun hatiku tidak rela berpisah

sekarang, namun apa boleh buat. Bagiku sulit untuk mengingkari tugas yang

sudah kusanggupkan."

Widowati atau Begus Widoro menundukkan kepala dan tidak lagi

mengucapkan sesuatu. Dan lama sekali, belum juga gadis ini mengangkat

kepalanya kembali.

Kalau saja Mayangseto dapat membaca hati gadis yang sekarang

menyamar laki2 ini. Dengan sikapnya itu akan eudah maklum apa yang

terkandung didalam hatinya. Akan tetapi sayang bahwa Mayangseto

merupakan seorang pemuda yang masik hijau. Sudah barang tentu ia belum

dapat menduga dan menyelami perasaan wanita. Dan akibatnya ia tidak bisa

menanggapi secara wajar.Mereka kemudian ber-salam2an. Pada saat Mayangseto meng

genggam telapak tangan Widowati yang lunak dan halus itu, ada getaran

didalam telapak gadis ini. Akan tetapi lagi2 Mayangseto tidak juga mengertii

akan perasaan yang terkandung dalam hati.

Untuk dapat menghilangkan perasaan yang mengganggu hati-nya,

Mayangseto cepat2 memutarkan kudanya dan dilarikan secepat terbang.

Tanpa mau memalingkan mukanya lagi, karena khawatir perasaannya

bergolak.

Bagus Widoro dan Kebobangah, mengantarkan kepergian Mayangseto

itu dengan pandangan mata hingga hilang tertelan belantara. Dan sesudah

Mayangseto tidak tampak lagi, maka Widowati segera menundukkan kepala.

I? menahan airmata yang akan menitik dari kelopak mata. Gadis ini tiba2

merasa amat sedih sesudah ditinggalkan Mayangseto.

Dan Kehobangale amat terkejut menyaksikan keadaan Widowati.

Mengertilah ia akan kandungan hati gadis ini kcpada Mayangseto Ia

menatap gadis yang menundukkan kepala itu lama sekali. Namun gadis ini

tidak merasa samasekali diperhatikan orang.

Kebobangah menghela napas dalam2. Timbul pula rasa iba terhadap

gadis ini, yang diam2 hatinya sudah tercuri. Namun untuk mengusiknya ia

merasa tidak tega, tetapi untuk membiarkan terus juga tidak dapat.

Akan tetapi ketika ia memalingkan mukanya, ternyata pasukan

dipelopori oleh Gotrang dan Panolih itu sudah agak jauh.

Mau tidak mau Kebobangah harus mengatasi keadaan. Oleh karena itu

dengan hati2 Kebobangah segara membuka mulut : ?Adimas marilah kita

melanjutkan perjalanan. Kiranya bukan kau sendiri adimas, yang tidak

merelakan kepergiannya. Karena aku sendiripun juga merasa berat

ditinggalkannya. Dan semua itu, demi perjuangan."

Dengan agak malu Widowati mengangkat kepala dan mencoba untuk

tersenyum. Lalu jawabnya menggeletar : Marilah kakang".

Ketika Widowati memandang kemuka dan dilhatnya bahwa pasukan

itu sudah agak jauh ia terkejut. Tanpa bicara sepatahpun segera mengegrak

kudanya. Kebobangah yang ditinggalkan tersenyum getir, ia merasa amat

iba terhadap gadis ini. Timbullah penyesalan dalam hati, mengapa ia tadi

tidak memberi kesempatan kepada mereka. Kalau tadi memberi

kesempatan, tentunya tidak terjadi peristiwa semacam ini. Maka ia segera

mengeprak kudanya.

Akan tetapi akibat Mayangseto tidak beterus terang ini, kemudian hari

terjadilah suatu peristiwa yang tidak pernah diduga orang.

X X XApabila Widowati menjadi sedih berpisah dengan Mayangseto, ada

pula seorang gadis yang merasa lebih sedih lagi. sesudah ia ditinggalkan

oleh pemuda tampanini. Dan gadis itu, ialah Puspitosari anak bungsu

Jogotiro Lurah Desa Troketon.

I menangis tersedu2 dengan hati terasa hancr. Mengapa pilihan orang

tuanya untuk calon suami bukan Mayangseto, tetapi seorang pemuda desa

bernama Maruto. Alangkah bahagia rasa hati gadis ini apbila ia dapat

diperisterikan oleh seorang pemuda tampan dan berkepandaian tinggi

seperti Mayangseto. Para penduduk desanya banyak memuji akan

keperwiraan Mayangseto. Disamping ia sendiri amat mengaguminya, ia juga

amat tertarik, dan amat ingin untuk dapat berdekaten dengan pemuda itu.

Puspitosari sendiri mengakui merasa heran kepada hati sendiri mengapa

secara tiba2 menjadi tertarik. Pandangannya menjadi berobah terhadap

Maruto pilihan orang tuanya.

Maka sepeninggal Mayangseto dari desa Troketon. dara ini secara

tiba2 amat sedih dan kemudian lari kekebun, duduk dibawah pohon mangga

sambil menangis tersedu2. Dari pelupuk mata membanjir air mata yang

bening hangat, membasahi dua belah pipinya yang montok. Dua belah

tangannya sibuk menyapu air mata, tetapi air mata itu tak pernah habis dan

terus mengalir.

Maruto yang tadi ikut serta mengantar kepergian Mayangseto, amat

terkejut dan heran ketika menyaksikan gadis kekasihnya itu lari dan masuk

kekebun. Maka diam2 ia mengikuti darl kejauhan, dan amat terkejutlah

pemuda ini ketika menyaksikan kekasihnya itu manangis amat sedih. Ia

segera mendekati, langsung duduk disamping seraya menyapa dengan

halus: ?Adikku, mengapa kau menangis? Apa yang kau sedihkan ?"

Tetapi dengan tidak terduga gadis itu menatap Maruto dengan mata

yang merah basah. Lalu jawabnya kasar: ?Pergi ! Jangan kau mendekati

aku".
Guntur Geni Dan Cambuk Kilat Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Terkejut sekali mendapat dampratan gadis kekasihnya ini, disamping

merasa heran. Aneh sekali, gadis yang biasanya selalu lembut itu sekarang

bersikap kasar.

?Mengapa kau marah kepadaku?" tanya Maruto dengan bingung.

Akan tetapi Puspitotari tidak menjawab. Ia meneruskan tangisnya,

hingga pemuda ini makin terharu.

?Mengapa kau marah padaku?" ulang Maruto. ?Apakah salahku?"

?Pergi! Pergi!" pekik Puspitosari gemas. ?Tak usah kau tanya segala.

Aku benci padamu".

Mendongkol juga hati pemuda ini dibentak dan diusir oleh kekasihnya.

Namun ia masih cukup sabar, lalu katanya perlahan : ?Adikku, aku cinta

kepadamu. Maka aku tak rela kau bersusah hati".Akan tetapi jawaban Puspitosari tetap seperti tadi, membentak dan

mengusir : ?Pergi! Jangan kau dekati aku".

Puspitosari membanting2 kakinya, dan menarik rambutnya hingga

awut2an tak karuan. Maruto amat terkejut dan tak tega menyaksikan gadis

kekasihnya seperti orang gila Itu. Akan tetapi ia takut apabila kekasihnya

menjadi marah. Dengan langkah yang ragu2 pemuda ini meninggalkan

kekasihnya yang masih menangis dengan hati yang tidak rela. Tetapi Maruto

selalu berpaling seraya menghela napas, memikirkan gadis yang dikasihi itu

marah secara tiba2. la keluar dari kebun, langsung pulang kerumah.

Puspitosari segera lari amat cepat, menyusup kebun dengan rambut

terurai tak teratur. Tak seorangpun mengerti kemana larinya gadis tersebut.

Puspitosari lari terus memasuki hutan lebat dikaki gunung Merbabu.

Tidak perduli akan bahaya yang mengancam setiap waktu dari binatang2

buas dan berbisa yang menghuni hutan tersebut. Pokoknya dapat

meninggalkan rumah, matipun ia rela dari pada harus menanggung sedih

dan duka menghadapi hari depan yang suram.

Karena ia lari terus- menerus menyusup hutan yang lebat dan amat

sulit, maka makin lama makin payah. Ia terhuyung2 ketika kakinya

tersangkut kepada suatu akar pohon. Karena sudah amat lelah Puspitosari

jatuh terguling dan pingsan.

Bersamaan robohnya Puspitosari dan pingsan itu, dari tengah rumpun

ilalang yang lebat tampaklah sepasang mata yang bersinar kemilauan dan

daun2 ilalang bergerak perlahan. Aduh .. ternyata muncullah seekor

harimau tutul yang besar. Harimau itu maju perlahan2 seraya mengawasi

tubuh Puspitosari yang tidak bergerak.

Kalau saja Puspitosari tidak pingsan, kiranya ia sudah menggigil

ketakutan menyaksikan harimau tutul yang besar menghampirinya itu

.Karena kehadiran harimau tersebut tentu hanya mempunyai satu tujuan.

Bermaksud untuk menerkam dan memakan dagingnya yang masih muda.

Harimau tersebut makin dekat dengan Puspitosari yang masih

pingsan. Dan sesudah kira2 satu kali lompatan tercapai, harimau tutul ini

mengaum dan melompat. Ah. ngeri..... akan segera ter-koyak2lah tubuh

Puspitosari yang masih pingsan Itu. Akan tetapi, pada saat berbahaya

terjadilah suatu keanehan. Harimau ter.sebut mengaum amat keras seakan

amat kesakitan. Lalu tubuhnya jatuh berdentam diatas tanah, ber gerak2

sebentar kemudian tak bergerak sama sekali dan mati. Ternyata ia sudah

mandi darah dan tepat pada jantungniya menancap sebatang anak panah.

Tak lama kemudian berkelebatlah bayangan seseorang yang amat

cepat. Lalu berjongkok dan mengamati Puspitosari yang pingsan. Dan ketika

dapat mengamati wajah Puspitosari yang cantik manis. Tiba2 wajah orang

tersebut berseri2. Bibirnya tersenyum gembira dan terdengarlah suaranyaperlahan: ?Hem, untung sekali! Untung sekali! Gadis yang masih muda dan

cantik manis ini tidak menjadi mangsa harimau. Ah menggembirakan sekali.

Siapa yang tak dan tertarik dan cinta kepada gadis manis seperti ini? Ha- ha

ha aku akan lebih bahagia mempunyai gadis seperti ini. Ah, perlu segera

kutolong.

Orang yang datang secara tiba2 itu masih muda. Kira2 baru berumur

duapuluh tahun. Ia merupakan pemuda yang tampan. Ber. tubuh kurus

tinggi, dan mengenakan pakaian indah dari bahan sutera. Pada pinggangnya

tampak sebatang pedang yang bersarung indah. Sedang pada punggungnya

terdapat bumbung anak panah yang masih penuh. Busur yang tadi

dipergunakan memanah harimau itu. diletakkan didekatnya. Dan secara

cekatan kepala Puspitcoari diletakkan pada pangkuannya. Pemuda ini

mengerti bahwa gadis yang pingsan ini hanya kelelahan. Diambil kemudian

tabung tempat air, lalu bibir yang merah itu dibuka dan diberi minum.

Terlukis senyum gembira dari bibir pemuda tampan ini, ketika melihat

bahwa wajah yang semula pucat sudah mulai agak merah. Rambutnya yang

hitam lebat dibelainya, dengan hati berdebar penuh bahagia.

Tidak antara lama. Puspitosari sudah bergerak. Dan terdengarlah

suara pemuda itu perlahan : ?Ya, akhirnya kau segera siuman manisku."

Puspitosari merasa heran ketika mendengar suara halus. Ia

menggerakkan pelupuk mata, dan amat terkejutlah Puspitosari ketika

sepasang matanya tertumbuk kepada wajah pemuda yang belum

dikenalnya. dengan bibir menyungging senyum. Cepat Puspitosari bangkit

amat marah dan malu karena seorang pemuda yang belum dikenalnya

sudah berani berbuat kurangajar. Dengan pandang mata yang tajam,

terdengarlah kemudian kata Puspitosari yang menggelegar ?Kau kau

mengapa kurangajar ?" !

Tetapi dengan pandang mata yang ber kilat2, pemuda itu tersenyum

memandang Puspitosari penuh rasa kagum. Ternyata sesudah tidak pucat

lagi, kecantiakan gadis ini makin tampak nyata. Maka seraya tersenyum,

pemuda ini menjawab dengan sabar: ?Adik, mengapa kau marah? Dan siapa

yang kurangajar kepadamu?"

?Kau . . . kau . apa yang kau lakukan tadi?" jerit Puspitosari marah.

?Aduh . . . .galaknya. Duduklah dulu manis, dan coba tengoklah

sebelah kirimu itu, apa yang kau lihat ?"

Puspitosari berpaling, tiba2 wajahnya pucat dan kaki menggigil, Ketika

menyaksikan seekor harimau tutul sebesar kerbau sudah tak bergerak dan

berdarah. Ia merasa ageri, menutupi muka dengan duabelah tangannya dan

jatuh terduuk.

Pemuda tersebut ketawa perlahan, lalu berkata: ?Kau sudah

kuselamatkan dari ancaman harimau tersebut. Mengapa menuduh akukurangajar?"

Puspitosari melepaskan duabelah tangannya, memandang pemuda

tersebut dan dua pasang mata bertemu. Dengan agak gugup Pupitosari

membuang muka, karena tidak kuat bertemu pandang dengan seorang

pemuda yang tampan. Akan tetapi, bukannya merasa tertarik, sebaliknya

menjadi benci. Mesksipun ia merupakan gadis yang masih hijau, tetapi

melihat sepasang mata yang menyinarkan kehausan dan bibir yang

tersenyum memikat, hatinya telah membisikkan bahwa ia berhadapan

dengan seorang pemuda berhati palsu.

?Tetapi mengapa kau sudah meletakkan kepalaku pada pangkuanmu,

dan membelai rambut segala?" jerit Puspitosari menggeletar karena amat

marah. ?Apa itu patut dilakukan terhadap seze? orang yang belum dikenal?"

Pemuda itu tidak marah sekalipun mendapat dampratan. Ia malah

ketawa lirih, dan kemudian jawabnya: ?Ya, maafkanlah jika apa yang sudah

kuperbuat menyinggung perasaanmu. Tetapi, aku tadi sudah berbuat dalam

usahaku menolongmu. Kau tadi pingsan manis, dan akan diterkam

harimau."

Puspitosari seorang gadis yang berhati keras dan mudah tersinggung,

tetapi jujur. la tidak dapat menerima perlakuan yang keterlaluan itu, maka

kemudian menjerit keras: ?Tidak! Tidak ada maaf atas perbuatanmu yang

kurangajar itu. Tetapi aku mengucapkan terimakasih atas pertolonganmu.

Dan selanjutnya, pergilah sekarang dan jangan mendekati aku lagi."

Akan tetapi pemuda ini tidak menjadi marah atas sikap Puspitosari ini.

la malah berseri dan tersenyum, lalu menggoda :

?Aduh . . . kau memang cantik dan manis. Dalam keadaan marah saja,

makin bertambah mempesonakan hatiku, dan tak mungkin aku dapat

melupakanmu."

Atas jawaban ini Puspitosari makin marah. la merakub segenggam

tanah dan disambitkan kepada pemuda tersebut, lalu cepat2 menyelinap

masuk belantara.

Tanah yang kering itu berhamburan seperti pasir menyerang pemuda

tersebut. Untung sekali bahwa sambitan itu dari seorang gadis yang tidak

berkepandaian. Meskipun Puspitosari pernah menerima dasar2 ilmu tata

kelahi, namun masih dalam tingkat yang amat rendah dan tidak berarti.

Namun pemuda itu terpaksa meloncat kesamping menghindari

serangan. Kemudian dengan ketawa terkekeh segera mengejar Puspitosari.

Tidak sulit untuk mencari jejak Puspitosari. Dan kemudian bibirnya

tersenyum mengejek sesudah menyaksikan bahwa gadis manis itu lari

tersaruk saruk, suatu pertanda bahwa tidak mempunyai kepandaian. Berarti

memudahkan usahanya.

Hanya dengan beberapa loncatan saja, ia sudah dapat menghadangdimuka Puspitosari. Pemuda itu menyeringai, dan Puspitosari amat terkejut.

Lalu dengan amat nekat Puspitosari melompat kekanan,padahal disebelah

kanan itu merupakan suatu jurang yang amat dalam.

Dengan memekik terkejut pemuda itu sudah melompat, dan tubuhnya

melayang amat cepat. Hehat sekali kepandaian pemuda itu. Dengan tangan

kanannya ia surah berhasil menangkap tubuh Puspitosari. Dan kemudian

dengan menghentakkan kaki ketebing jurang sudah dapat melenting tinggi.

Kemudian berhasil mencapai tanah diatas jurang.

Puspitosari yang tadi amat ngeri menyaksikan jurang dibawahnya

sudah hanmpir pingsan. Maka ketika dapat disambar tubuhnya, ia jadi lemas

tak berdaya. Dengan ketawa terkekeh pemuda itu kemudian membawa

Puspitosari menjauhi jurang.

Puspitosari makin merasa muak dan benci kepada pemuda tampan

yang kurangajar ini. Karena dibalik ketampanan wajah dan dibalik matanya

yang bersinar itu tersembunyi kepalsuan hati. Meskipun Puspitosari

merupakan gadis yang masih hijau, namun ia sudah menangkap firasat yang

tidak baik. Alangkah bedanya dengan pemuda yang dikagumi, pemuda yang

diidamkan Mayangseto. Peribudinya amat halus dan mengesankan.

Berdiri bulu tengkuk Puspitosari memikirkan pemuda tampan yang kini

sedang memondongnya, dan tiba2 timbullah kebenciannya. Dengan amat

cepat jarinya yang kecil itu bergerak dan mencakar muka pemuda tersebut.

Cakaran yang tak pernah diduga itu sudah barang tentu mengejutkan. Maka

tangannya lepas dan Puspitosari menjerit terkejut. Untung bahwa sekalipun

baru sedikit ia sudah pernah diberi dasar pelajaran ilmu tata kelahi oleh

ayahnya. Ia tidak jatuh, lalu cepat2 melarikan diri. Akan tetapi belum jauh ia

melarikan diri, tahu-tahu tubuhnya sudah tergantung dalam kepitan pemuda

tersebut. la berusaha meronta, tetapi tidak dapat. Puspitosari merasa heran

dan khawatir mengapa secara tiba2 menjadi lumpuh. Puspitosari tidak

mengerti bahwa dengan kecepatan luar biasa pemuda tersebut sudah

berhasil menotok jalan darah yang menyebabkan ia menjadi lumpuh.

Tak lama kemudian sampailah mereka dihutan yang amat lebat dan

rimbun dinaungi oleh pohon2 tua dan tinggi. Gadis yang tertotok ini

dilerakkan diatas ramput. Sedang pemuda tersebut tetap tersenyum seraya


Pendekar Naga Putih 10 Bunga Abadi Di Perjanjian Hati Karya Santhy Agatha Joko Sableng Jejak Darah Masa Lalu

Cari Blog Ini