Guntur Geni Dan Cambuk Kilat Karya Widi Widayat Bagian 5
yakin bahwa Joko Buwang tak akan dapat mengejar. Ia lari keselatan, lalu
masuk hutan agar mudah bersembunyi.
Namun celaka. Meskipun ia sudah mengerahkan kepandaiannya lari,
namun Joko Buwang tetap dapat mengikuti. Ternyata dalam hal kepandaian
lari mereka seimbang, karena itu jaraknya tetap. Endang Palupi menjadi
khawatir, akan celakalah apabila nanti kehabisan napas. Berarti dengan
mudah Joko Buwang akan dapat menangkapnya. Kemudian dengan nekad
sekali, ia berusaha melawan. Tetapi belum berlangsung lama, datanglah
Mayangseto yang menolong.
?Ah, aku malu." Jawab Endang Palupi seraya menundukkan kepala. ?Ia
pemuda kurangajar."
Tiba-tiba Endang Palupi menguap. Dan Mayangseto segeramempersilahkan agar pergi tidur, pada sebuah ambin yang biasa la
pergunakan tidur. Sedang ia sendiri kemudian menuju ruang lain, dimana
gurunya dulu bwrdiam. Akan tetapi ia tidak berani tidur diatas ambin. Ia
amat menghormati gurunya, sekalipun sekarang sudah tiada ia tidak berani
lancang. Ia memilih tidur diatas jerami kering.
Ketika ia sedang akan tidur, telinganya menangkap suara orang
memasuki ruangan dengan perlahan. la membuka mata, dan berdebarlah
hatinya justru yang masuk Endang Palupi. Gadis itu langsung mendekat, lalu
berbisik: ,Aku takut kakang."
Ah, Mayangseto berdegup. Jelas didengarnya sebutan ?kakang" itu
amat merdu. Tadi gadis ini selalu menyebut kau, dan mengapa sekarang
berganti kakang?
Dan gadis itu, karena menyangka bahwa Mayangseto sudah tidur,
mendekatkan mulut ketelinga, lalu berbisik lagi: ?Kakang, kau sudah tidur?
Aku takut!"
Hawa yang keluar dari lobang hidung hangat menyentuh daun telinga.
Jantung makin berderap, dan berdebar ! Tetapi perasaan itu cepat ditekan,
dan kemudian ia membuka mata perlahan. Amat terkejutlah Mayangseto
ketika muka gadis itu dekat sekali. Ia cepat menghindari, seraya bertanya
lirih: ?Apa yang kau takutkan?"
?Ada suara mencurigakan diluar. Jangan2 pemuda siang tadi datang
lagi."
Mayangseto bangkit. Lalu ia berbisik : ?Kembalilah tidur Endang, aku
pergi keluar menyelidiki,"
Tanpa menunggu jawaban, Mayangseto sudah menuju pintu belakang.
Ia berindap dan mengintlp keluar dari celah dinding. Baru sesudah agak
lama, ia membuka pintu amat perlahan. Sesudah pintu ditutup kembali, ia
cepat melesat bersembunyi ditengah rumpun pisang.
Jelas didengarnya, suatu suara yang aneh. Seperti seseorang yang
sedang menggaruk tanah. Dengan hati2 ia segera berindap menyelidiki
keadaan. Tetapi aneh, tidak terlihat adanya bayangan se-=====================
Hal 69 s/d 72 hilang.
=====================
(Bersambung jilid IV).S I N O M.
Sakadare linakonan.
mung tumindak merak ati,
angger tan dadi prakara,
karana wirajat muni,
,,ichtijar iku jekti,
pamilihing reh rahaju",
sinambi mbudidaja,
kanti awas lawan eling,
kang kaesti antuka marmaning suksma.
( R. Ng. Ronggowarsito ,,Kalatida").=GUNTUR GENI DAN CAMBUK KILAT=
(oleh : Widi Widajat)
JILID IV
??? X ???
MAYANGSETO cepat menerima kitab obat2an itu seraya mengucapkan
terimakasih. Ternyata dugaannya tadi salah, dan juga tidak beralasan.
Tidaklah akan terdapat seorang tua yang akan menyerahkan anak gadisnya
begitu saja untuk diambil orang. Justru hal tersebut akan menurunkan harga
diri. Dan sebaliknya kalau sekarang mendapat kepercayaan untuk
mengawasi dan melindungi Endang Palupi, bukanlah suatu pekerjaan yang
enteng. Karena harus selalu menjaga keselamatannya. Maka ia harus
berusaha agar tidak merusak kepercayaan orang kepadanya. Karena
kepercayaan lebih berharga dari pada benda.
?Anakku, malam telah makin larut. Pertemuan kita harus berakhir. Aku
akan kembali dan semoga Tuhan selalu memberkati tugas kita masing2."
?Mudah2an bapa, aku selalu dapat melaksanakan semua amanat
bapa."
Mayangseto segera memberi hormat. Resi Duhkito berkelebat amat
cepat meninggalkan suara ketawa yang sejuk. Mayangseto berdiri tertegun,
menyaksikan gerak orang tua itu yang amat cepat.
Ayam jantan berkokok ber-saut2an dari dusun2 dibawah. Bintang pagi
telah bersinar terang diangkasa timur Mayangseto meninggalkan tempat itu
dan menuju kerumah. Ketika ia masuk, maka dilihatnya Endang Palupi
sudah tidur melingkar diatas jerami yang semula akan dipergunakan
Mayangseto untuk tidur. Dipandangnya agak sementara lama gadis itu dan
ia dapat menyaksikan bahwa bibir Endang Palupi nampak tersenyum,
sehingga wajahnya bertambah amat cantik. Hati Mayangseto berdegup
menyaksikan kejelitaan Endang Palupi. Ia cepat menekan perasaan,
melangkah meninggalkan gadis itu sambil tersenyum. Lalu mengejek kepada
dirinya sendiri mengapa baru menyaksikan gadis saja sudah gelisah. Dan
kemudian Mayangseto mulai menghempaskan diri diatas balai yang semula
disediakan untuk Endang Palupi.
Malam itu tidak terjadi sesuatu yang penting. Masing2 dapat tidur
pulas hingga mereka bangun agak siang. Endang Palupi merasa malu ketika
ia bangun tidur, karena kalah dahulu oleh Mayangseto.
?Ah, ternyata kakang lebih cepat bangun dari aku " Ujar Endang Palupi
seraya mengusap rambutnya yang tidak licin lagi.
Mayangseto memalingkan muka sambil tersenyum. Tetapi ia segeratertegun ketika menyaksikan gadis itu lebih cantik pagi ini. Padahal Endang
Palupi baru saja bangun tidur. la masih belum mandi dan belum berhias.
Namun mengapa ia sudah cantik ?
Tetapi untunglah bahwa perasaannya yang demikian itu tidak ter
lanjur2. Dan untuk menutupi perasaannya itu. ia segera memberikan jawab
: ?Ah, kau salah! Aku bukan lebih dahulu bangun. Paling2 hanya bersamaan,
tetapi aku lebah cepat meninggalkan tempat tidur. Lihatlah, aku belum
apa2"
Mendengar jawab Mayangseto itu Endang Palupi ketawa amat merdu.
Lalu berkatalah gadis ini: ?Kakang maafkanlah aku tadi malam. Aku ngantuk
sekali hingga tidak dapat menunggu ke datanganmu kembali Apa yang
sudah terjadi tadi malam ?"
?Ah, kita hanya dipermainkan oleh Bayu."
?Siapa Bayu?"
?Kudaku itulah yang bernama Bayu." Mayangseto seraya ketawa. ?Ia
sudah menggaruk2 tanah, dan agaknya dalam kedinginan. Ternyata sesudah
aku bikinkan sekedar api unggun dan menjadi hangat, ia tidak meng-garuk2
tanah lagi."
Endang Palupi ketawa merdu dan tampak begitu geli. Akan tetapi
kemudian Endang Palupi berkata dengan nada menyesal: ?Ah maafkan aku
kakang, sudah membuatmu repot."
?Kau tidak bersalah, justru ber-hati2 adalah sangat perlu." hibur
Mayangseto.
Tanpa rasa canggung lagi Endang Palupi sudah duduk disamping
Mayangseto. Dan Mayangseto yang belum pernah berdekatan dengan gadis,
berdebar hatinya.
?Hem, tadi malam aku tidur pulas sekali." Endang Palupi berkata lagi.
?Ya, mungkin karena adi amat lelah," saut Mayangseto. ? maka dari itu
sebaiknya hari ini kau beristirahat sepenuhnya."
?Terimakasih kakang," Endang Palupi seraya tersenyum dan
mengerling kepada pemuda ini.
?Dan sekarang, aku akan pergi mencari air. Harap kau di rumah dan
jangan pergi."
?Untuk apa air?" tanya Endang Palupi.
?Untuk dipergunakan memasak disamping dapat kau pergunakan
mandi."
Endang Palupi ketawa merdu, dan kemudian menjawab seraya
menatap Mayangseto: ?Mengapa kakang bersusah payah memikirkan aku?
Bukankah aku dapat mandi kesendang itu? Kemarin aku sudah mandi
kesana. Marilsh kita sekarang pergi kesana. Agar diwaktu aku mandi kakang
dapat menjaga keamanan ".?Mengapa harus dijaga segala ?" kelakar Mayangseto.
?Ah, kemarin aku hampir menjerit karena kaget " Endang Palupi agak
pucat. ?Karena beberapa orang laki2 dan perempuan tiba2 muncul. Kakang
dapat membayangkan betapa rasa terkejutku dengan hadirnya mereka itu.
sewaktu aku baru mandi. Karenanya aku agak marah. Mereka kusambit
dengan kerikil dau mereka kemudian lari tunggang langgang."
Mayangseto terpaksa harus menahan rasa geli dan ketawa, karena
takut apabila Endang Palupi tersinggung. Akibat menahan rasa geli dan
ketawa itu, sebenarnya perut Mayangseto menjadi sakit dan tidak enak.
Namun terpaksa ditahankan, dan kemudian menjawab: ?Baiklah adi, jika
kau menginginkan begitu. Akan tetapi sebenarnya lebih senang apabila kau
mandi dirumah, dan aku mengambilkan air untukmu."
?Tidak! Nanti disana aku lebih bebas menggunakan air sebanyak
mungkin. Kalau dirumah toh aku harus menghemat supaya air yang kau
ambil itu tidak cepat habis."
Pada akhirnya mereka berdua menuju sendang (mata air). Karena
untuk menolak permintaan Endang Palupi yang sekecil itu, Mayangseto tidak
sampai hati. Agaknya memang Endang Palupi belum paham akan kebiasaan
yang terjadi didaerah ini. Bahwa apabila mandi, antara laki2 dan perempuan
bersama2 dalam satu tempat. Mereka sudah kebal dan biasa, maka
persoalan itu tidak pernah lagi menjadi perdebatan.
Endang Palupi juga merupakan gadis pegunungan. Namun agaknya
oleh keadaan ayahnya, disana memiliki sumber air tersendiri. Sehingga ia
tidak mengetahui keadaan rakyat pegunungan yang untuk keperluan
hidupnya mengandalkan sumber air.
Agak tidak tenang juga hati Mayangseto harus mengawal Endang
Palupi yang baru kemarin dikenalnya itu. Akan tetapi untuk menolak tidak
sampai hati. Apapula ia merasa dibebani tanggungjawab oleh Resi Duhkito,
sehingga ia tidak berani untuk lengah sedetikpun juga.
Ia berjalan berdampingan menuruni lereng Merapi menuju sumber air
yang terletak agak dibawah. Tidak jauh letaknya dengan pedesaan. Sambil
berjalan ini, Endang Palupi mengisi kekosongan itu. Kata gadis ini : ?Kakang,
lereng Merapi ini lebih dingin jika aku bandingkan dengan tempat tinggalku
di goa Resi".
?Apakah letaknya lebih rendah?" tanya Mayangseto.
?Benar kakang. Dan banyak desa2 berdekatan dengan tempat
tinnggalku. Akan tetapi, tentang keindahan pemandangannya tidak melawan
lereng Merapi ini".
?Apakah tidak sebaliknya adi?"
?Kau tidak percaya ?"
?Bukannya tidak percaya. Tetapi kau merupakan orang baru disini, dandisana merasa terlalu biasa. Sehingga tidaklah mustahil karena sudah amat
biasa itu tidak pernah merasa kagum lagi. Dan sebaliknya disini, merupakan
pemandangan baru, maka kau menganggap lebih indah".
?Tidak! Lereng Merapi ini memang lebih menyenangkan dibanding
dengan tempat tinggalku".
?Benar! Goa Resi memang menjemukan. Itulah sebabnya kau
minggat! Ha ha ha.ha!"
Baik Mayangseto maupun Endang Palupi amat terkejut mendengar
suara orang ikut campur bicara. Dan ketika mereka melayangkan
pandangannya kesebuah batu besar yang tidak jauh dari tempatnya berdiri,
tampaklah seorang laki2 gagah dan masih muda berdiri diatas batu
Guntur Geni Dan Cambuk Kilat Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tersebut. Ia mengenakan pakaian ringan, baju lurik dan ikat kepalanya
berwarna hitam, sedang kain panjang yang diikatkan pada pinggangnya itu
bercorak kawung picis. Pada pinggangnya nampak bergantungan sebatang
pedang bersarung ber-kembang2 indah, nampak begitu garang dan
menandakan mempunyai kepandaian cukup tinggi.
Laki2 itu kira2 baru berumur tigapuluh tahun. Wajahnya tampan dan
kumis tebal yang menghias dibawah hidungnya itu menambah kegagahan
dan ketampanannya. Sepasang matanya ber-kilat2 memandang Mayangseto
dan Endang Palupi tidak berkedip, seakan sedang menyelidik.
Menyaksikan hadirnya laki2 itu, wajah Endang Palupi yang semula
cerah dan berseri2 sudah berobah merah pertanda marah. Dengan amat
cepatnya ia sudah mencabut sepasang pedanganya seraya mendamprat:
?Apa katamu? Cabutlah kata katamu tadi kakang Putut Kaloka !" ?Ha
ha ha ha!" Putut Kaloka ketawa bergelak2, dan kemudian jawabnya:
?Apakah kataku salah? Bukankah kau memang sudah minggat Palupi ? Kau
sudah membikin susah orang dan guru terpaksa pergi juga mencarimu?"
?Bedebah ! Pergi ! Pergi ! Aku bukan urusanmu!" teriak Endang Palupi
makin marah.
?Siapa bilang kau buka urusanku? Kau puteri guruku, apakah aku
dapat tinggal diam?"
?Bagus ! Tidak seorangpun berhak mencampuri urusanku. Dan tiap
orang yang berani mencampuri urusanku, kuanggap sebagai musuhku."
?Ha ha ha ha! Bagus sekali perbuatanmu Palupi, sebagai gadis berani
melawan orang tua. Tahukah bahwa perbuatanmu ini amat memalukan dan
menurunkan derajat ayahmu? Dan tahukah kau bahwa aku berkepentingan
untuk membela nama baik guru sebagai murid tertua?"
Oleh kemarahan yang amat sangat Endang Palupi sudah tidak dapat
bicara lagi. Dengan memekik marah Endang Palupi sudah meloncat keatas
batu dan menyerang dengan sepasang pedanganya. Akan tetapi Putut
Kaloka dengan dingin, sudah dapat membebaskan diri dari serangan danmelompat turun dari batu.
Endang Palupi juga segera meloncat turun dan begitu menginjakkan
kaki diatas bumi ia sudah melancarkan serangan cepat sekali.
Namun Putut Kaloka dapat menghindar dengan gampang. Tidaklah
mustahil, karena sebagai murid tertua ia sudah cukup mengenal akan gerak
Endang Palupi. Maka sekalipun hanya ber-tangan kosong, Putut Kaloka
dapat melawan serangan2 Endang Palupi dengan pukulan2nya. Agaknya
Putut Kaloka cukup yakin bahwa sekalipun dengan tangan kosong akan
dapat menundukkan Endang Palupi.
Mayangseto hanya berdiri terpaku, sambil mengawasi pertempuran
yang berlangsung. Ia merasa ditempatkan pada sudut yang sulit.
Pertempuran itu terjadi antara murid dan puteri Resi Duhkito. Apabila ikut
campur tangan timbul rasa khawatir menjadi berlarut2. Karena apabila Resi
Duhkito salah paham, tentu orang tua itu bisa marah dan memusuhinya.
Akan tetapi menyaksikan keadaannya, Mayangseto cukup paham
bahwa tingkat Endang Palupi masih belum dapat menyamai tingkat Putut
Kaloka. Sehingga sesudah pertempuran itu berlangsung agak lama,
timbullah kegelisahan dalam hatinya. Karena Mayangseto sudah dapat
menduga bahwa pada akhirnya Endang Palupi akan kalah. Namun demikian,
sekalipun ia sudah dapat menduga akan hal itu, Mayangseto tetap berdiam
diri tanpa membantu.
Pertempuran berlangsung lebih sengit lagi Ternyata sekalipun Endang
Palupi kalah pandai, namun gadis ini mempunyai ketabahan yang patut
dipuja Ia masih tetap bergerak penuh semangat melancarkan serangan,
sedikitpun tidak pernah kendor.
Dan kemudian sesudah Endang Palupi melengking nyaring, maka
sepasang pedangnya itu berobah menjadi lebih cepat dan berbahaya. Putut
Kaloka tampak terkejut melihat perobahan serangan ini, dan beberapa kali
dalam bahaya. Agaknya Endang Palupi sudah menggunakan ilmu simpanan
khusus dari ayahnya, yang tidak diberikan kepada Putut Kaloka.
Mayangseto kembali menyaksikan ilmu pedang yang amat indah dan
gerakannya lincah seperti kemarin, ketika Endang Palupi menghadapi Joko
Buwang. Mayangseto amat memperhatikan ilmu pedang yang bagus itu,
namun sesudah agak sementara lama memperhatikan ia segera paham
bahwa gadis ini belum dapat menguasai sepenuhnya ilmu pedang itu. Gerak
dan serangannya masih agak canggung dan kadang2 lambat. Agaknya
Endang Palupi belum lama menerima ilmu itu sehingga belum dapat
meyakini. Dalam hati Mayangseto percaya, apabila Endang Palupi sudah
berhasil mengusai ilmu itu sepenuhnya, kelak kemudian hari akan dapat
menjelma sebagai ahli pedang yang sulit dilawan.
Oleh desakan ilmu pedang Endang Palupi yang belum pernah dikenaloleh Putut Kaloka, laki2 itu tampak repot perlawanannya. Maka kemudian ia
mencabut pedangnya untuk melawan. Dan sesudah Putut Kaloka
menggunakan pedangnya, maka perlawanan Putut Kaloka tampak amat
berbahaya.
Kemudian terjadilah perobahan. Keadaan Endang Palupi makin lama
makin terdesak. Namun Mayangseto masih tetap berdiri terpaku, tanpa mau
turun tangan membantu.
?Ha haha ha !" Ketawa Putut Kaloka mengejek. ?Palupi apakah kau
masih nekad melawan aku?"
?Cerewet !" Damprat Endang Palupi sambil menyerang.
?Kau tidak akan mampu melawan aku. Mengapa kau tidak meminta
bantuan jantung hatimu? Ha ha ha ha ! Agaknya kau takut kalau laki2
yang kau cintai itu terluka oleh pedangku. Atau laki2 itu memang bernyali
tikus dan lari terbirit2 setiap melihat kucing ? Ah sayang..... mencintai
seorang laki2 saja penakut dan pengecut!"
?Bedebah ! Bangsat" Pekik Endang Palupi seraya mempercepat
serangannya. Oleh kemarahan yang memuncak menyebabkan Endang
Palupi tidak dapat mengucapkan kata2 agak banyak untuk memprotes
ucapan Putut Kaloka yang memfitnah.
Merah telinga Mayangseto mendengar kata2 Putut Kaloka yang
menghina itu, disamping sudah menuduh yang tidak2. Akan tetapi tentang
hubungannya dengan Endang Palupi tidak menyakitkan hatinya, karena ia
merasa bahwa Resi Duhkito sudah memberi ijin dan menitipkan kepadanya.
Yang menyakitkan hati dan membuat darah Mayangseto menggelegak
marah, adalah ucapan orang yang menganggap dirinya penakut dan
pengecut. Maka kemudian dengan menggertakkan gigi Mayangseto
melompat maju sambil berteriak : ?Adi Palupi, mundurlah ! Biarlah aku yang
melawan laki2 pemfitnah ini."
Dengan gerakan yang amat cepat Mayangseto sudah menyerang Putut
Kaloka. Hingga untuk menghindarkan diri Putut Kaloka terpaksa melompat
kesamping, dan Endang Palupi yang merasa sudah lelah segera
menyarungkan sepasang pedangnya. Endang Palupi berdiri tegak selalu siap
sedia mengawasi pertempuran seru yang berlangsung antara Mayangseto
dan Putut Kaloka.
Diam2 Endang Palupi kagum dalam hati, menyaksikan gerak
Mayangseto yang cepat dan lincah. Serangan2 yang dilancarkan cukup
berbahaya, sekalipun hanya bertangan kosong. Kemarin, ketika Mayangseto
bertempur dengan Joko Buwang ia tidak sempat menyaksikan karena cepat2
melarikan diri. Dan sekarang, sesudah menyaksikan ilmu yang dipergunakan
oleh Mayangseto, ia tertegun dan kagum dibuatnya.
Mayangseto memang sudah jauh lebih maju, sesudah mendapatgemblengan Kiageng Gunturselo la sudah pandai mengatur penggunaan
tenaga murni dalam tubuhnya. sehingga pukulan2nya kuat dan bertenaga.
Mayangseto sudah pandai mempergunkan dua ilmu dengan baik, perpaduan
ilmu sakti warisan Kiageng Mahesotopo dan Kiageng Gunturselo.
Gugup juga Putut Kaloka mendapat sarangan2 Mayangseto yang
menggelombang dan bertubi2 cukup berbahaya itu. Dan timbul rasa
menyesal dalam hati, mengapa tadi sudah lancang mulut menghina pemuda
itu. Sehingga sekarang ia terpaksa harus melawan sekuat tenaga dan
menguras seluruh kepandaian.
Akan tetapi Putut Kaloka adalah seorang murid tertua Rasi Duhkito.
Dan sebagai murid tertua, maka ia berkewajiban menjaga kehormatan nama
perguruan. Maka meskipun tekanan2 Mayangseto itu amat berat dan
berbahaya, namun Putut Kaloka tetap melawan penuh semangat.
Pada suatu ketika, Putut Kaloka menyerang dengan pedangnya
dengan perobahan2 yang amat cepat. Namun serangan2 Putut Kaloka itu
dapat digagalkan oleh Mayangseto dengan gampang.
Putut Kaloka menjadi amat marah. Maka ia segera bersiap diri untuk
menggunakan ilmu perguruannya yang amat hebat. lalah dengan berjungkir
balik.
Pada suatu kesempatan yang bagus Putut Kaloka sudah melompat dan
kemudian berdiri diatss kepalanya. Terkejut juga Mayangseto, ternyata
murid Resi Duhkito ini sudah dapat pula seperti gurunya. Untung bahwa tadi
malam ia sudah pernah mencoba Resi Duhkito sehingga sedikit banyak
sudah mengenal pula akan gerak dan serangan berjungkir balik itu. Akan
tetapi tadi malam ketika menyerang Resi Dubkito ia sudah cukup merasakan
bahwa beberapa kali dalam keadaan bahaya hampir terpukul oleh kaki yang
bergerak begitu cepat. Oleh pengalaman tadi malam itu, maka Mayangseto
tidak berani gegabah. Oleh karena itu Mayangseto segera mencabut cambuk
kilat dari pinggangnya, dan kemudian tar tar memukul udara.
Terjadilah kemudian pertempuran yang lebih seru. Putut Kaloka sambil
menggunakan kepala sebagai kaki, meloncat kesana kemari menangkis dan
menyerang dengan kedua belah kaki dan pedangnya. Sedang Mayangseto
dengan cambuk kilat itu, mengirimkan pula serangan2 ber tubi2 dan suara
tar . tar beberapa kali terdengar.
Menyaksikan pertempuran yang demikian hebat itu Endang Palupi
makin berdiri terpaku dan kagum. Ternyata baik Mayangseto maupun Putut
Kaloka masing2 merupakan laki2 berilmu tinggi. Untuk Putut Kaloka gadis
ini memang sudah kerap kali menyaksikan kehebatannya. Hingga didaerah
goa Resi dan beberapa daerah lain, nama Putut Kaloka sudah cukup dikenal
oleh banyak orang, dan amat ditakuti oleh para penjahat Akan tetapi
ternyata sekarang bahwa pemuda yang baru dikenalnya ini, ilmu yangdimiliki tampak lebih tangguh dan diatas tingkatnya. Diam2 dalam hati gadis
ini makin mempunyai kepercayaan, bahwa pada akhirnya nanti Putut Kaloka
akan dapat dikalahkan.
Ketika itu Putut Kaloka mengerahkan kepandaiannya menyerang
dengan kaki dan pedangnya. Akan tetapi serangan2 itu dengan mudah dapat
digagalkan oleh gerakan cambuk. Dan pada suatu ketika cambuk
Mayangseto melayang menyambar kaki. Akan tetapi Putut Kaloka tidak akan
mau memberikan kaki begitu saja. Maka dengan gerakan yang amat cepat,
kedua kaki Putut Kaloka sudah bergerak menjepit pucuk cambuk itu. Pada
biasanya, senjata tombak atau pedang oleh jepitan kakinya akan menjadi
patah. Jangan lagi hanya cambuk, tentu akan lebih gampang diputuskan.
Akan tetapi Putut Kaloka tidak menyadari bahwa cambuk yang
dipergunakan Mayangseto ini adalah cambuk pusaka warissn Kiageng
Mahesotopo. Pedang yang amat tajampun belum tentu berhasil
memutuskan, apalagi hanya kaki Puutu Kaloka. Maka ketika ujung cambuk
itu terjepit oleh kaki yang begitu kuat Mayangseto cepat akan melibatkan
ujung cambuk itu untuk membelenggu kaki. Biarlah dengan kaki terbelenggu
itu Putut Kaloka menyerah kalah.
Akan tetapi gerakan Putut Kaloka lebih cepat dari Mayangseto. Begitu
kaki berhasil menjepit maka segera kaki itu disentakkan kejurusan yang
berlawanan. Sehingga Putut Kaloka dapat menghindarkan diri dari libatan
ujung cambuk yang akan mengikat kakinya.
Tetapi Putut Kaloka memekik terkejut. Karena dengan gerakannya itu
ujung cambuk tidak putus, sebaliknya kaki malah dirasakan amat pedas dan
nyeri menusuk tulang. Hingga terpaksa Putut Kaloka melepaskan jepitan
cambuk ltu, dan kembali berdiri tegak. Tulang kaki dirasakan amat
sakit,namun rasa itu ditekan agar dapat berdiri tegak untuk memberikan
serangan terakhir yang menentukan. lalah dengan pukulan sakti
perguruannya yang bernama ?sindung-riwut".
Putut Kaloka berdiri dengan kaki terbuka. Lalu kedua belah tangan
bersilang didada, telapak tangan dcegan jari lurus menempel pundak.
Menyaksikan apa yang diperbuat oleh Putut Kaloka itu, Endang Palupi
Guntur Geni Dan Cambuk Kilat Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terkejut dan berteriak nyaring: ? Awas kakang Mayangseto! Pukulan sakti
?sindung-riwut" ! Kau harus ber-hati2".
Mendengar peringatan Endang Palupi itu, Mayangseto cepat menalikan
cambuk pusaka kepada pinggang. Lalu kemudian cepat bersiap diri untuk
melawan dengan pukulan sakti ?gunturgeni". Mayangeto segera menggeser
kaki kiri setengah langkah kemuka. Tangan kiri dengan jari lurus diangkat
kemuka melebihi tinggi kepala, dan tangan kanan dengan jari lurus pula
menekuk kebelakang kepala. Seraya menyalurkan tenaga murni dari tubuh
ketangan kanan, tumit sudah diangkat tinggi2 sehingga hanya berdiri diatasjari.
Endang Palupi menunggu dengan berdebar2. Timbullah rasa cemas
dalam hati, apabila sampai Putut Kaloka dan Mayangseto tertimpa oleh
malapetaka akibat pukulan2 sakti itu. Namun bagaimanapun pula perasaan
hatinya, ia tetap tidak berani berbuat apa2. Karena apabila ia berani
bertindak untuk menghalangi, salah-salah malah menderita bahaya sendiri.
Endang Palupi menutup muka dengan telapak tangannya ketika dua
orang itu sudah bergerak meloncat melancarkan pukulan sakti itu.
Bagaimanapun juga ditahankan hatinya, ia merasa juga tidak tahan untuk
menyaksikan pertempuran yang menentukan itu.
Kemudian terdengar benturan yang amat keras, dan bumi seakan
tergoncang. Endang Palupi melepaskan telapak tangan dan dilihatnya
kemudian tubuh Mayangseto dan Putut Kaloka terpental kebelakang antara
satu tombak. Mayangseto berdiri tegak dan kemudian berdiam diri untuk
mengatur pernapasan. Ketika dirasakan tiada sesuatu perubahan, legalah
hatinya bahwa oleh akibat benturan tenaga dasyat itu tidak menyebabkan
terluka.
Akan tetapi tiba2 Mayangseto terkejut mendengar jerit Endang Palupi.
Ternyata Putut Kaloka sudah rebah tidak sadarkan diri. Dan kemudian ia
menyaksian bahwa Endang Palupi tampak berjongkok didekat Putut Kaloka
yang menggeletak. Berdesirlah darah Mayangseto dan penuh rasa khawatir
apabila Putut Kaloka menderita luka berat. Maka ia cepat-cepat mendekati
dan segera memeriksa. Meskipun benar pertempuran yang dilakukan tadi
untuk membela gadis yang menjadi tanggung jawabnya. Namun dalam hati
timbul rasa khawatir apabila ia menderita luka parah mungkin sekali Resi
Dubkito akan marah kepadanya. Karena Putut Kaloka adalah murid tertua
dalam perguruannya, dan penderitaan itu salah2 bisa menyebabkan
timbulnya suatu permusuhan yang tidak disengaja. Karena bisa jadi Resi
Duhkito beranggapan bahwa peristiwa ini merupakan suatu penghinaan
kepada perguruannya.
Bergemetaranlah jari2 Mayangseto ketika mulai memeriksa keadaan
Putut Kaloka. Tetapi hanya sebentar, dan timbullah kemudian rasa gembira
dalam hati Mayangseto sesudah mengerti secara yakin, bahwa Putut Kaloka
tidak menderita luka yang parah. Ia pingsan hanyalah oleh akibat
goncangan benturan tenaga melulu.
Tidak lama kemudian Putut Kaloka sudah siuman. Ketika ia membuka
mata, pertama kali yang membayang pada wajah Putut Kaloka adalah rata
terkejut yang amat sangat.
?Syukur sekali, kau sudah siuman kembali". Ujar Mayangseto penuh
rasa penyesalan.
Tetapi Putut Kaloka menerima perlakuan Mayanguto itu secara salah.Ia beranggapan bahwa Mayangseto sudah sengaja menghina didepan
Endang Palupi. Karena itu ia menjawab dengan nada dingin: ?Terimakasih
atas budimu".
Putut Kaloka sudah duduk sambil mengatur pernapasan. Ketika
dirasakan tidak ada sesuatu perubahan, maka ia sangat gembira. Dengan
tidak terduga Putut Kaloka sudah melompat dan lari, dan terdengarlah
kemudian suaranya penuh sindiran ?Aku mengaku kalah! Kau memang
hebat dan berbahagialah kalian".
Tertegun Mayangseto menyaksikan semua itu. la berdiri terpaku, dan
merasa bingung dibuatnya, Tadi ia mendengar jelas akan tuduhan Putut
Kaloka bahwa ia dengan Endang Palupi menyelenggarakan hubungan cinta,
sehingga Endang Palupi lari dari rumah. Ia merasa beran sekali. Karena
gadis ini baru saja dikenalnya, mengapa Putut Kaloka sudah menuduh
demikian?
Pada saat Mayangseto masih diamuk oleh gelombang kebingungan
oleh peristiwa yang tidak terduga ini, telinganya yang tajam mendengar
tuara tangis ter ?isak2. Dan ketika ia memalingkan muka, terkejutlah
Mayangseto menyaksikan Endang Palupi sibuk menangis.
Pada mulanya memang Mayangseto tidak perduli kepada gadis yang
sedang menangis itu. Karena sedang diamuk oleh gelombang perasaan
memikirkan ucapan Putut Kaloka.
Akan tetapi kemudian kehalusan budi dan perasaannya merasa tidak
sampai hati membiarkan gadis itu menangis ter isak2. Ayahnya semalam
sudah menitipkan kepadanya, agar sudi melindungi keselamatannya. Tadi
malam ia sudah menyanggupkan diri, maka tidaklah mungkin akan menjilat
ludah sendiri. Sebagai Seorang yang sejak kecil sudah terdidik menjadi
seorang ksatrya, tidak akan membiarkan orang lain menderita.
Dan kemudian timbullah keteaapan dalam hati. Biarlah orang
menuduh yang bukan2. Biarlah orang memfitnah sekeji mungkin. Ia tidak
akan takut. Keseluruhannya sudah diserahkan kapada Tuhan.
Karena itu dengan langkah yang tetap dan penuh kepercayaan
Mayangseto segera menghampiri Endang Palupi. Ia segera berjongkok dan
menghibur: ?Adi, mengapa kau menangis ? Apakah perbuatanku sudah
menyinggung perasaanmu ?"
Suara perlahan dan halus yang memasuki rongga telinga Endang
Palupi, meng-usap2 lubuk hatinya. Menyebabkan hati gadis ini makin
merasa dan dapat meresapi, bahwa pemuda yang baru dikenalnya semalam
adalah seorang pemuda yang berbudi amat halus. Dan oleh sikap
Mayangseto yang demikian ini, kekerasan hatinya itu menjadi lumar tidak
berdaya. Akan tetapi mengakibatkan pula tangis gadis itu bukannya mereda,
tetapi makin menjadi.Sebabnya ialah, ia merasa bahwa oleh perbuatannya maka pemuda
yang tidak bersalah ini dituduh yang bukan2 oleh Putut Kaloka. Namun
Endang Palupi juga cukup menyadari mengapa sebabnya Putut Kaloka
menuduhnya demikian Karena sudah sejak lama ia merasa akan sikap Putut
Kaloka kepadanya yang tidak wajar. Dari sikap dan perbuatan Putut Kaloka
semasa ia masih dirumah, sebagai gadis dewasa segera dapat menangkap
perasaan Putut Kaloka. Bahwa sebenarnya laki2 itu sudah mencintainya.
Akan tetapi mungkin karena Putut Kaloka takut kepada ayahnya, sehingga
laki2 itu tidak berani berterang2 kepadanya.
Menghubungkan sikap Putut Kaloka dan kedatangannya disini dalam
usahanya mencari, maa Endang Palupi cukup memaklumi bahwa agaknya
Putut Kaloka ingin menggunakan kesempatan ini untuk menyelam sambil
minum. Agaknya Putut Kaloka berusaha untuk memberikan jasa baik kepada
ayahnya, dan dalam pada itu apabila dapat bertemu dia akan mencoba
untuk menyatakan perasaannya.
Akan tetapi ternyata kemudian, Endang Palupi diketemukan sudah
berdampingan dengan seorang pemuda. Hingga menyebabkan Putut Kaloka
cemburu dan marah. Karena merasa bahwa apa yang diharapkan tidak
terujud. Maksudnya semula ingin memaksa secara kekerasan. Tidak
diduganya tertumbuk oleh batu karang yang amat kuat. Hingga ia sendiri
yang terlanda oleh arus perasaannya sendiri.
Mengingat akan semua itu, hati Endang Palupi serasa hancur. Kalau
saja benar Majanateto bersedia, tidaklah mengapa. Karena sekalipun baru
berkenalan semalam, namun ia sudah merasa amat tertarik oleh sikap
pemuda ini. Akan tetapi kalau tidak, peristiwa yang baru saja terjadi adalah
amat menyedihkan hatinya. Karena dalam hati Endang Palupi timbul rasa
khawatir, bahwa persoalan ini akan dilaporkan kepada ayahnya. Dan apabila
ayahnya salah menyangka apakah tidak timbul peristiwa yang hebat?
Ayahnya ingin mengawinkan dengan pemuda pilihannya. Kemudian
mendengar laporan Putut Kaloka bahwa puteri tunggalnya sudah
menyerahkan diri kepada pemuda diluar tahunya. Hem, tentu dianggapnya
merupakan suatu penghinaan yang tiada taranya.
Itulah sebabnya mengapa Endang Palupi menangis. Rasa khawatir itu
menyebabkan hatinya gelisah benar.
Dan Mayangseto sendiri bingung, tidak tahu apa yang harus diperbuat.
Ia adalah seorang pemuda yang pernah berdekatan dengan perempuan,
apalagi gadis seperti Endang Palupi. Karena itu merasa kesulitan dalam
usahanya menghibur. Namun ia segera beringsut lebih dekat lagi dengan
Endang Palupi, dan kemudian hiburnya lagi: "Adi, mengapa kau menangis ?"
Mayangseto tidak dapat memilih kata2 lain kecuali bertanya. Itupun
diucapkan dengan agak gemetaran.Dengan tidak terduga, Endang Palupi sudah menubruk dan kemudian
memeluk. Muka yang basah itu sudah dibenamkan dalam dadanya.
Mayangseto kelabakan dan bingung, namun kedua belah tangannya sudah
mendekap punggung gadis itu dengan perasaan yang iba. Dalam hatinya
merasa tidak sampai hati menyaksikan gadis ini ber sedih2. Dan ketika ia
menundukkan kepala, dengan tidak disengaja hidangnya sudah menyentuh
rambut Endang Palupi yang hitam dan berbau harum. Jantungnya berdetak
amat keras, dan tubuhnya agak menggigil. Ya betapa tidak ! la seorang
pemuda hijau yang tidak pernah bersentuhan dengan perempuan. Apapula
seperti sakarang ini, berdekapan dan wanita itu menangis. Sungguh,
merupakan peristiwa yang amat asing dan tidak pernah diduganya.
Dada berdesir amat hebat. Akan tetapi perasaan itu ditekannya
dengan penuh rasa sadar. Dan kemudian terdengarlah kata Mayangseto
yang gemetar. Akan tetapi lagi2 hanya kata itu yang diucapkan: ?Adi,
mengapa kau menangis?"
Akan tetapi Endang Palupi belum menjawab. Maka Mayangseto
kembali menundukkan kepala, dan rambut tercium oleh ujung hidung, Dan
lagi2 bau harum semerbak memasuki lobang hidung.
Tidak terduga, pada saat itu Endang Palupi mendongak. Dan masing2
amat terkejut ketika dahi Endang Palupi sudah tersentuh ujung hidung.
Mayangseto cepat menengadahkan muka untuk menekan perasaan, sedang
Endang Palupi berhenti terisak dengan pipi yang memerah karena malu. Lalu
menundukkan muka, agaknya Endang Palupi juga berusaha menekan gelora
perasaan yang menyesak dada.
?Kakang," terdengar suara Endang Palupi yang lirih disela isak,
?maafkanlah aku. Oleh gara2ku maka kakang mendapat kesulitan."
Mayangseto menggeleng seraya melepaskan pelukannya. Kemudian ia
memandang wajah gadis itu dengan perasaan yang haru. Lalu berkatalah
Mayangseto tetapi agak tidak lancar: ?Adti kau tidak bersalah."
?Tetapi kakang, aku khawatir"
?Apa yang kau khawatirkan?"
?Kalau kakang Patut Kaloka sudah melaporkan kepada ayah yang
bukan2. Dan kemudian ayah salah sangka dan marah kepada mu."
Hampir terlompatlah dari bibir Mayangseto tentang pertemuannya tadi
malam dengan Resi Duhkito, untuk dapat menenteramkan hati gadis ini.
Akan tetapi untunglah bahwa sebelum kata2 itu terucapkan, ia sudah ingat
akan janjinya kepada Resi Duhkito untuk ticiak memberitahukan
pertemuannya kepada Endang Palupi.
?Adi kau tidak usah khawatir". Hibur Mayangseto kemudian. ?Ayahmu
tidak akan sesempit itu pandangannya, maka tentu tidak cepat percaya
kepada laporan seseorang".?Akan tetapi dengan pertempuranmu yang terjadi baru saja tadi,
apakah mungkin kakang Putut Kaloka tidak sengaja membakar kemarahan
ayah?" bantah Endang Palupi penuh rasa khawatir seraya memandang
Mayangseto. Namun ia cepat menghindari pertemuan pandang, dengan
menundukkan muka dan pura2 mencabuti rumput dimukanya.
?Tentang itupan aku juga tidak mempunyai keraguan bahwa ayahmu
mudah dihasut". Mayangseto penuh yakin dan kemudian melanjutkan: ?Aku
cukup tahu bahwa ayahmu seorang bijaksana dan berpandangan amat jauh
melebihi orang biasa. Maka tidaklah mungkin cepat percaya laporan dan
hasutan itu sebelum membuktikan sendiri. Apapula kau dapat kujadikan
saksi, bahwa terjadinya pertempuran itu karena aku membela
keselamatanmu. Dan disampIng itu sebabnya aku menggunakan pukulan
tadi, adalah dalam keadaan terpaksa untuk melawan pukulan sakti
Guntur Geni Dan Cambuk Kilat Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
perguruan ayahmu".
Mendengar kata2 Mayangseto itu, hatinya terhibur. Ia tidak lagi
menangis, dan kemudian beringsut agak menjauhi.
Akhirnya Endang Palupi berkata sambil menghela napas, ?Yah,
mudah2an ayah berpandangan jauh seperti pendapatmu kakang".
Agak lama mereka berdiam diri. Masing2 merasa sulit untuk
menyambung percakapan.
Waktu itu matahari sudah makin tinggi diudara. Mereka langsung
tertimpa oleh sinar matahari, namun oleh udara pegunungan yang agak
sejuk mereka seakan tidak merasa.
?Ah, hari sudah makin siang", seru Endang Palupi tiba2 seraya bangkit
berdiri. ?Marilah kakang kita segera pergi mandi".
?Marilah kita menudju sendang". Mayangseto menyetujui. Mereka
kemudian berjalan berdampingan menuju mata air. Untunglah bahwa mata
air itu sedang sepi, sehingga mereka tidak perlu menunggu.
?Kakang, tunggulah aku agak jauh disana. Tolong, jagalah keamanan
agar tidak ada orang mengganggu". Endang Palupi meminta setengah
memerintah.
Mayangseto mengangguk sambil tersenyum. Ia segera menjauhi mata
air, duduk diatas batu yang tidak begitu tinggi sambil merenung2.
Ia merenungi nasib dan menyusuri kembali jalan hidupnya yang sudah
dilalui, sejak ia meninggalkan Pajang sampai sekarang. Sejak pertemuannya
dengan Widowati, kemudian tertarik kepada anak lurah desa Troketon yang
bernama Puspitosari, dan kemudian sekarang bertemu dengan Endang
Palupi.
Mendadak ia mengeluh. Alangkah bahagia hatinya apabila gadis yang
sekarang sedang mandi itu Widowati. Entahlah mengapa sebabnya kepada
Widowati ia tidak dapat melupakan sedetikpun juga. Ia amat tertarik danamat mencintai. Dan kemudian ia merasa menyesal, mengapa sebabnya
ketika mendapat kesempatan bertemu dengan Widowati sebulan yang lalu,
mulutnya tidak berani berterus-terang mengucapkan perasaan itu? Padahal
kesempatan seperti itu adalah amat sulit didapatkan.
?Ha, kakang melamun !"
Mayangseto terkejut. Ia memalingkan muka, ternyata Endang Palupi
sudah berdiri didekatnya sambil tersenyum manis sekali. Dan sepasang
mata Mayangseto amat terpesona menyaksikan kecantikan gadis ini sesudah
mandi. Bibirnya yang mungil itu memerah karunia Tuhan, dan pipinya
nampak segar. Matanya yang indah itu amat menarik sekali, sedang rambut
pada dahi dan dekat telinga yang basah oleh air malah menambah
keayuannya.
?Ah!" pekik lirih Endang Palupi seraya membuang muka, karena
jantungnya berdegup oleh pertemuan pandang dengan Mayangseto.
?Mengapa kau cepat sekali mandi?" tanya Mayangseto untuk
menghilangkan perasaan yang meuggoda hati.
Dalam hati Endang Palupi merasa geli mendengar pertanyaan
Mayangseto itu, la sendiri merasa terlalu lama mandi, karena harus
membersihkan debu yang mengotori akibat pertempuran tadi pagi. Tetapi
mengapa sekarang Mayangseto menganggap amat cepat? Akan tetapi ia
tidak mau mengemukakan hal itu, dan kemudian jawabnya ? Yah, aku takut
kau terlalu lama mengawal keselamatanku. Dan sekarakng kau mandilah
kakang, aku menggantikan tugasmu".
Mayangseto ketawa merasa lucu mendengar pernyataan Endang
Palupi ini. Mengapa harus dijaga keselamatannya ? Apakah daerah ini
sekarang sedang dalam keadaan kacau sehingga memerlukan pengamanan
secara khusus ? Namun untuk tidak membuat kecewa gadis ini, Mayangseto
segera menjawab: ?Baiklah adi, jagalah aku dan jangan berlengah2. Maka
siapkan sepasang pedangmu, untuk menjaga segala kemungkinan".
Terdengar ketawa Endang Palupi yang merdu, sedang Mayangseto
cepat melompat dan lari menuju mata air.
Endang Palupi menggantikan tempat duduk Mayangseto itu untuk
duduk menunggu Mayangseto selesai mandi. Dengan tidak disadari, ia
sudah merenung mengingat2 peristiwa yang baru dilalui. Dalam hatinya
merasa amat heran, mengapa sesudah mengenal Mayangseto hatinya
menjadi amat terpikat. Dalam perasaannya amat sulitlah ia untuk
melupakan pemuda tampan yang baru kemarin dikenalnya ini. Apapula
sesudah ia menyaksikan bahwa Mayangseto merupakan pemuda
berkepandaian tinggi, yang dapat mengalahkan Joko Buwang dan Putut
Kaloka.
Diam2 ia menyesali diri sendiri, mengapa tidak memiliki kepandaianyang begitu tinggi. Pada mulanya ia mengira bahwa kepandaian yang
dimiliki sudah cukup tinggi dan merasa dapat menjaga keselamatan diri.
Tetapi ternyata bahwa belum lama ia meninggalkan rumah, hampir saja
mendapat bahaya oleh gangguan Joko Buwang. Dan kemudian tadi pagi.
melawan Putut Kaloka juga tidak dapat berkutik. Kesemuanya, yang dapat
menyelesaikan Mayangseto.
Dalam hati timbullah rasa menyesal, mengapa dulu ia selalu ogah2an
kalau diperintah oleh ayahnya untuk berlatih dan menekuni ilmu. Ia lebih
suka mengitari pohon2 bunga yang memenuhi taman. Padahal kalau dahulu
ia menurut perintah dan nasihat2 ayahnya, sudah tentu dapat memiliki ilmu
yang tinggi. Karena ayahnya tentu memberikan pelajaran yang tidak
cangung2 lagi sehingga akan merupakan bekal hidup yang amat berharga.
Akan tetapi nasi sudah menjadi bubur, dan sesal tiada guna. Ia
sekarang sudah jauh dari tempat tinggainya dan tidak akan berani pulang.
Maka terpaksa haruslah merasa puas dalam keadaannya sekarang, dengan
ilmu yang setengah matang.
Mayangseto sudah selesai mandi. Tetapi ketika menyaksikan bahwa
Endang Palupi tampak duduk merenung2, maka ia tidak berani
mengganggu. Dalam keadaan Endang Palupi sedang demikian itu malah ia
merasa mendapat kesempatan untuk menikmati keayuannya. Ia sempat
pula membandingkan antara gadis ini dengan Puspitosari dan dengan
Widowati. Namun menurut pendapat hatinya, sekalipun Widowati tidak
secantik Endang Palupi dan tidak semanis Puspitosari, pilihan hatinya tetap
jatuh kepada Widowati. Entah mengapa sebabnya hati berpendapat
demikian, ia sendiri tidak tahu. Akan tetapi la dapat menyadari bahwa setiap
wanita mempunyai keindahan dan kecantikan dari sudut yang berlain2an.
Akan tetapi tiba2 ia terkejut ketika menyaksikan seorang laki2
bertubuh kurus tinggi dengan bentuk mukanya yang runcing sudah bergerak
begitu ringan mendekati Endang Palupi.
Lebih terkejut lagi Mayangseto, sesudah ia dapat mengenal kembali
siapa orang laki2 itu. Ia masih belum lupa bahwa orang ini adalah Bathara
Jungkung yang pernah mengganggunya dahulu. Untung bahwa ketika itu
mendapat pertolongan orang tua kerdil yang baik hati, ialah Bimo Kunting.
Sehingga ia dapat terhindar dari bahaya.
Tergetar juga hati Mayangseto mengingat peristiwa lebih setahun yang
lalu. Ia masih belum lupa oleh keampuhan pukulan Bathara Jungkung yang
bernama ?pecat- nyawa". Hanya sekali pukul batang pohon sudah dapat
patah dan tumbang. Akan tetapi sekarang, ia merasa bertanggung jawab
atas keselamatan Endang Palupi. Maka apapun yang terjadi ia harus
melakukan perlawanan sekuat kemampuannya kepada orang ini.
Tiba2 Mayangseto berteriak : ?Adi ! Hai ! Awas!"Endang Palupi amat terkejut mendengar teriakan Mayangseto yang
kacau oleh kegugupannya itu. Namun ia cukup dapat merasai bahwa
teriakan itu adalah tanda bahaya. Maka la cepat melompat turun dari batu
tempatnya duduk, dan lalu membalikkan tubuh. Hatinya segera berdebar
dan wajahnya agak memucat ketika ia menyaksikan seorang laki2 tinggi
kurus dan memandangnya dengan sinar mata yang kehausan. Dengan
pandangan mata itu cukuplah ia menyadari bahwa laki2 itu bukanlah orang
baik-baik. Tentu seorang laki2 yang suka melakukan perbuatan2 terkutuk
diluar perikemanusiaan.
Dalam pada itu tubuh Mayangseto sudah bergerak amat cepat untuk
menolong Endaag Palupi. Dan hanya dengan beberapa kali lompatan ia
sudah berhasil mencapai tempat duduk Endang Palupi, sehingga dapat
menghalangi Bathara Jungkung.
Menyaksikan gerak Mayangseto yang cepat itu, Bathara Jungkung
tertegun sebentar. Ia cukup paham bahwa gerakan yang amat ringan itu
hanyalah dapat dilakukan oleh seorang berkepandaian tinggi. Namun rasa
terkejut itu hanyalah sebentar terasa dalam dada. Ia seorang tokoh sakti
yang mempunyai nama harum dibumi Jawa bagian barat. Oleh keharuman
namanya itu maka kemudian Sultan Yusup raja Banten mengangkatnya
sebagai perwira Tamtama. Dan jabatan itu sampai Sultan Yusup mangkat
masih tetap. Pada kala terjadi peperangan antara pengikut2 Maulana
Muhammad dengan Pangeran Japara untuk memperebutkan tahta kerajaan
Banten, Bathara Jungkung mempunyai peranan yang amat besar. Dan
kemudian pengikut2 Maulana Muhammad dapat menghalau pengikut2
Pangeran Japara.
Atas jasa2 Bathara Jungkung inilah maka selanjutnya ia menduduki
jabatan cukup tinggi di Banten. Akan tetapi ia merasa tidak kerasan
menduduki jabatan kerajaan itu. Karena merasa terikat oleh peraturan2
tertentu. Maka jabatan itu kemudian dikembalikan, dan lebih suka hidup
seperti semula. Bebas berkeliaran dan dapat berbuat sekehendak hati.
Namun setiap kali Banten membutuhkan tenaganya, ia tetap menyediakan
diri.
Kedatangannya disini sekarang, adalah dalam rangka perjalanannya
sebagai utusan raja Banten ke Pajang untuk sesuatu keperluan. Akan tetapi
dasar Bathara Jungkung memiliki watak yang liar suka menuruti kehendak
hati sendiri. Maka sekalipun ia sedang menjadi seorang urusan, namun ia
masih pula usilan. Dari Pajang bukannnya terus kembali menuju Banten,
malah berkeliaran dilereng Merapi. Adapun sebabnya ia berkeliaran didaerah
pegunungan ini ialah untuk mencari iseng. Karena gadis2 pegunungan yang
dingin banyak yang jelita, maka ia bermaksud untuk mendapatkan. Tidak
perduli dengan jalan apapun, yang pokok dapat terpenuhi maksudnya.Karena ia dapat berbuat kejam dan ganas apabila orang menghalangi
perbuatannya.
Dan secara kebetulan, mata Bathara Jungkung sempat menyaksikan
kejelitaan Endang Palupi yang sedang duduk merenung. Maka kemudian
timbullah hasrat hatinya untuk menangkap gadis yang jelita ini. Tidak
perduli pada pinggangnya tergantung sepasang pedang, karena dengan
kepandaiannya ia merasa mampu untuk berbuat sekehendak hatinya.
Akan tetapi untunglah bahwa saat itu Mayangseto sudah selesai
mandi. Hingga Mayangseto dapat melindungi keselamatan Endang Palupi.
Oleh karena itu dengan menggeram marah Bathara Jungkung segera
menghardik: ?Hai bayi! Minggir !"
Akan tetapi Mayangseto tidak bergerak dari tempatnya. Sepasang
matanya bersinar tajam mengamati Bathara Jungkung.
?Ha-ha-ha ha ! Kau tidak mau minggir? " hardiknya lagi. ?Apakah kau
memang sudah bosan hidup?!"
?Siapa yang bosan hidup ?!" bantah Mayangseto lantang.
?Hem, agaknya kau belum mengenal aku sehingga berani kurangajar."
?Siapa yang tidak tahu? Bukankah kau orang yang bernama Bathara
Jungkung dari Tangkuban Prahu ?!"
?Hal bayi! Kau sudah mengenal aku ?" Bathara Jungkung terkejut.
?Tentu saja aku tahu !" ejek Mayangseto.
?Hem, bagus sekali! Kau yang sudah sengaja mencari perkara. Dan
sebagai hukumanmu, biarlah kau akan kubikin patah tubuhmu."
Merah telinga Mayangseto oleh penghinaan Batbara Jungkung yang
amat merendahkan itu. Timbullah kemudian ketetapan dalam hati bahwa
menghadapi orang ini tidak boleh setengah2. Olch karena itu sebaiknya
harus cepat menggunakan ilmu ?Gunturgeni".
Maka dengan gerak yang amat cepat Mayangseto sudah bersiap diri
untuk menggunakan jurus sakti. Karena pukulan maut dari ilmu ?pecat
nyawa" yang dimiliki Bathara Jungkung amat berbahaya.
Perhitungan Mayangseto memang amat tepat. Bhatara Jungkung yang
merasa diganggu kehendaknya, ingin cepat memukul mampus sekali pukul.
Baginya tewasnya seseorang tidak menjadi persoalan dan pikirannya lagi.
Yang penting agar cepat dapat menangkap gadis jelita yang amat memikat
Guntur Geni Dan Cambuk Kilat Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
selera hatinya itu.
Pada saat itu Bhatara Jungkung sudah memasang kuda2 kokoh kuat,
lalu tangan kiri diputar-putar beberapakali, sedang tangan kanan siap
memukul kedepan.
Akan tetapi ketika menyaksikan Mayangseto bersiap diri dengan jurus
sakti ?gunturgeni", mendadak ia menghentikan gerak tangan dan
menyelidik. Karena dalam hati merasa amat heran dengan sikap dan gerakMayangseto yang sama sekali asing baginya.
Namun ketika ia menyaksikan bahwa pemuda di depannya itu
wajahnya berobah menjadi merah, sadarlah ia bahwa pemuda itu sedang
menyalurkan tenaga mujijad. Maka cepat2 pula ia kembali memutarkan
tangan kirinya dan mulai melancarkon pukulan sakti ?pecat-nyawa".
Pada saat itu pula Mayangseto sudah meloncat memukul dengan jurus
sakti ?gunturgeni". Hebat akibatnya l Benturan tenaga itu sekalipun hanya
satu kali, tubuh masing2 sudah terhempas dua tombak kebelakang.
Terhuyung2 sebentar dan kemudian roboh tak berkutik. Baik Bathara
Jungkung maupun Mayangseto tidak sadarkan diri lagi.
Terkejut sekali Endang Palupi menyaksikan peristiwa itu. Ia memekik
nyaring dan cepat lari mendapatkan Mayangseto. Karena dalam hati gadis
ini amat khawatir apabila Mayangseto sudah tewas. Oleh kegugupan dan
kekhawatirannya itu, air mata Endang Palupi sudah membanjir membasahi
pipinya yang segar. Lalu cepat memeriksa keadaan Mayangseto, dan merasa
agak lega sesudah mandengar detak jantung dan suara pernapasan pemuda
ini. Berarti ia belum tewas, dan hanya pingsan.
Namun demikian ia merasa khawatir juga apabila Mayangseto
menderita luka dalam yang parah.
Dengan tidak terduga, ia sudah menyeka air mata itu dan dengan
gerak yang amat cepat sudah melompat berdiri. Matanya merah berapi, dan
gigi gemeretak. Kemudian dengan cekatan ia sudah mencabut pedang, lalu
dengan loncatan ringan ia sudah mengayunkan pedang untuk membunuh
Bathara Jungkung yang masih pingsan.
Kemarahan gadis ini meluap2. Terdorong oleh dendam kesemat untuk
menuntut balas atas akibat yang diderita Mayangseto. Oleh karena itu
gerakan pedangnya itu cukup kuat dan bertenaga. Maka dapat dibayangkan
bahwa sekali pukul kepala Bathara Jungkung akan segera terpisah dengan
tubuhnya.
Akan tetapi pada saat pedang itu sudah bergerak dan hampir
menyentuh leher Bathara Jungkung, menyambarlah angin yang kuat hingga
pedang Endang Palupi melenceng arahnya. Pukulan pedang itu tidak
mengenakan leher, akan tetapi mengenai batu di dekat kepala Barbara
Jungkung. Bam. batu itu telah terpecah menjadi beberapa keping dan
berhamburan kesana sini.Endang Palupi terkejut dan heran sekali. Karena sambaran angin itu
kuat sekali, maka cepat dapat menduga bahwa seseorang berkepandaian
tinggi sudah mengganggunya. Akan tetapi dengan cepat pula Endang Palupi
sudah mengayunkan pedangnya lagi untuk mengulang perbuatannya.
Kemudian pedang itu bergerak turun amat cepatnya mengarah leher.
Tetapi sekali lagi angin menyambar kuat sekali, Dan sekali ini pedangbukannya melenceng arah, tetapi merasa terbentur oleh kekuatan maha
dahsyat, pedangnya sudah terpental dan telapak tangannya merasa pedas
dan panas. Hampir bersamaan dengan terpentalnya pedang, seseorang
sudah melayang dari atas pohon dan dengan cepat sudah menyambar tubuh
Bhatara Jungkung.
Endang Palupi terbelalak heran dan amat terkejut. Karena didepannya
sudah berdiri seorang laki2 yang pendek dan kecil. Namun oleh janggutnya
yang panjang didepan dada, maka ia cepat mengerti bahwa orang kerdil ini
sudah tua. Yang hebat, sekalipun orang itu bertubuh pendek dan kecil,
hanya menggunakan tangan kiri ia sudah dapat mengangkat tubuh Bhatara
Jungkung lalu diletakkan diatas pundak.
?Anak, sudahlah jangan marah." Ujar orang kerdil itu dengan senyum
menyungging bibir dan wajah yang lembut berseri. ?Biarlah bocah
kurangajar ini aku yang mengurusi, sedang kuwajibanmu menolong
kawanmu."
?Tapi . Tapi . " Endang Palupi gegap sulit bicara.
?Kau tidak perlu khawatir anak", katanya lembut meyakinkan.
?Kawanmu tidak menderita sesuatu. Ia tidak luka dan hanya pingsan.
Karena itu cepat bawalah pulang, tidak lama kemudian tentu siuman".
?Bapa . bapa siapa?"
Orang itu ketawa merdu, kemudian menjawab:" ?Kawanmu sudah
kenal siapa aku. Tanyakanlah kepadanya, tentu dapat menerangkan.
Sudahlah anak, ijinkanlah aku pergi".
Tanpa menunggu jawaban Endang Palupi, orang itu sudah bergerak
amat cepat. Endang Palupi amat kagum dibuatnya, karena gerak orang
kerdil itu bisa amat cepat sekalipun dibebani oleh tubuh orang yang melebihi
beratnya sendiri.
Endang Palupi cepat memungut pedangnya, dan sesudah disarungkan
segera kembali mendekati Mapangseto yang masih pingsan. Kembali lagi air
mata membasahi pipi yang montok, dan suara isak yang lirih terdengar dari
mulut gadis ini. Namun tangan Endang Palupi cepat bergerak untuk
berusaha menolong.
Tetapi kemudian timbullah pendapatnya, bahwa lebih baik di bawa
pulang daripada tetap disini, Maka kemudian dengan mengerahkan tenaga,
ia sudah mengangkat tubuh Mayangseto untuk dibawa pulang Sebenarnya ia
merasa berat membawa tubuh Mayangseto yang pingsan. Namun oleh
kemauan yang me luap2 dalam dada, meskipun berat dapat terangkat pula.
Tidak lama kemudian Endang Palupi sudah membaringkan Mayangseto
diatas balai. Dengan cekatan ia segera memijit pelipis Mayangseto, sambil
terisak2.
Ketika Mayangseto mulai sadar dari pingsannya, pemuda ini terkejutsekali ketika merasa tangan halus sedang memijit2 pelipisnya.Dan lebih2
ketika mendengar suara terisak. Ia mencoba untuk meng -ingat2 apa yang
sudah terjadi atas dirinya, dan pada saat itu mata Mayangseto terbuka.
?Kakang ." kata itu sajalah yang terlompat pertama kali sebagai
sambutan pertama rasa syukur dan gembira.
Betapa terkejut hati Mayangseto ketika mengerti bahwa dirinya sudah
terlentang diatas pembaringannya, dan Endang Palupi menunggu dan
berusaha menyadarkan. Namun ia tidak segera bangun, lebih dahulu ia
mencoba untuk menyedot udara banyak2 sambil menyelidiki dirinya sendiri
terluka atau tidak. Oleh tata pernapasan yang tidak berobah, ia segera tahu
bahwa tiada sesuatu yang terjadi atas dirinya.
?Siapa yang membawa aku kesini?" pertanyaan Mayangseto sesudah
bangkit dan duduk.
Dengan memandang dan menggunakan sepatang matanya yang
berkilat2 itu, Endang Palupi mencoba tersenyum. Akan tetapi ia segera
menundukkan kepala karena agak merasa malu, dan kemudian menjawab
lirih : ?Aku sendiri kakang
?Kau?" Mayangseto agak ragu dan tidak percaya, seraya dua belah
tangannya sudah memegang pundak Endang Palupi.
Sekali lagi dua pasang mata itu bertemu. Endang Palupi tersenyum,
dan jantungnya berdetak amat keras. Kemudian ia mengangguk tanda
membenarkan.
?Terimakamik adikku, aku telah menyusahkanmu."
?Apa? Seharusnya akulah yang berterimakasih kepadamu kakang,
karena apa yang kau alami adalah untuk membela keselamatanku." Bantah
Endang Palupi sambil menatap wajah pemuda itu. Akan tetapi lagi2 ia
merasa tidak kuat berpandangam dan cepat menundukkan kepala kembali.
?Kau tidak diganggu oleh orang tadi?"
Endang Palupi menggeleng, dan kemudian menjelaskan: ?Bukan kau
sendiri yang pingsan karena ia juga pingaan. Tetapi ketika aku
menggunakan pedang untuk membunuh dia, datanglah seorang yang aneh.
Orang kerdil yang berjanggut panjang itu sudah merebutnya dan dibawa
pergi".
?Bimo Kunting !" desis Mayangseto.
?Siapa dia?"
?Orang sakti yang bertempat tinggal digoa Jimat. Dahulu pernah
menolong aku, ketika mendapat gangguan Bhatara Jungkung itu."
?Aneh !" Endang Palupi heran. ?Dulu menolong kau, tetapi mengapa
sekarang malah menyelamatkan Bhatara Jungkung ?"
?Orang2 tua kita memang sering berbuat yang aneh dan
membingungkan. Entahlah mengapa sebabnya. Tetapi antara Bimo Kuntingdan Bhatara Jungkung mempunyai hubungan perguruan. Untunglah aku tadi
cepat2 menggunakan jurus sakti ?gunturgeni". Kalau tidak, apa yang akan
terjadi?"
?Tapi . kau tidak luka kakang?"
Mayangseto menggeleng. Dan Endang Palupi makin gembira.
Hari sudah siang. Ketika itu matahari sudah berada ditengah jagad.
Perut mereka terasa lapar, maka kemudian Endang Palugi bangkit seraya
berkata ?Kakang, hari sudah siang. Beristirahatlah kakang, aku akan
memasak."
Mayangseto mengangguk dengan hati bangga. Ia merasa bersyukur
bahwa dengan adanya gadis ini, tidak lagi hidup kesepian seorang diri.
Terapi disamping itu ia juga mengeluh, justru baru satu hari Endang Palupi
disampingnya ia terpaksa bertempur dua kali untuk melindungi
keselamatannya.
< X >
Suatu pasukan yang amat panjang berlerotan menuju ke-barat
Pasukan itu dipelopori oleh pasukan berkuda dalam jumlah besar, bergerak
cepat jauh mendahului Baru agak lama kemudian pasukan berjalan kaki
berlerotan lambat menyusul, laksana barisan semut mengungsi tergenang
air. Pada tengah2 barisan yang panjang itu, tampaklah lagi pasukan
berkuda. Dan ditengah pasukan berkuda ini tampaklah sebuah kereta
berkuda delapan, yang tertutup rapat. Pada samping kanan tampaklah
sebuah payung besar berwarna kuning emas menyilaukan.
Pasukan tersebut bersenjata lengkap, mata tombak dan pedang yang
telanjang tertimpa sinar matahari berkeredepan menyilaukan mata. Tampak
gagah ber-derap2 diwarnai oleh pakaian seragam mereka yang aneka
warna. Menyedapkan pula dipandang mata, seakan taman bunga sedang
bermekaran, berwarna warni-warni ber-kelompok2 dan ber- jenis2.
Seorang pemuda tampan berbaju hijau muda tampak berlarian cepat
sekali menuruni bukit di Bayat. Dan kemudian dengan tergesa2
memberitahukan kepada pemuda lain yang sedang duduk bersandar pada
pangkal pohon yang rindang: ?Hai ! hai ! Jangan melamun. Aku melihat
pasukan bersenjata lengkap dan besar sedang menuju kebarat."
?Pasukan apa?" tanya pemuda itu terkejut, dan cepat meloncat untuk
bangkit.
?Mari kita lihat." Ajak pemuda berbaju hijau seraya mendahului lari,
menaiki bukit kembali.
Mereka kemudian berkejaran naik bukit. Dua orang pemuda ini bukanlain Mayangseto dan Endang Palupi yang sekarang mengenakan pakaian
priya. Ia memilih nama yang dianggapnya bagus, ialah Bharoto Mereka
sedang beristirahat dikaki bukit Bayat ini, agar kuda mereka makan dan
istirahat, dalam perjalanannya menuju Mataram.
?Celaka!" keluh Mayangseto.
?Ada apa? Bukankah pasukan itu menyedapkan dipandang?" tanya
Bharoto seraya memandang Mayangseto.
?Ah, pasukan itu mengibarkan panji2 perang. Tentu akan segera
terjadi pertempuran antara Mataram dan Pajang."
?Mengapa Pajang dan Mataram bertempur?" Bharoto heran.
?Lihatlah itu kereta yang berpayung kuning. Tentu Sultan Hadiwijoyo
berada didalam, memimpin sendiri pasukan yang sedang bergerak itu."
?Kau membingungkan aku kakang. mengapa Pajang dan Mataram
bertempur? Bukankah Sultan Hadiwijoyo ayah Panembahan Senopati?"
Mayangseto menghela napas, dan kemudian menjawab. ?Agaknya
kau belum tahu secara gamblang akan ruwetnya persoalan sekarang ini."
Mayangseto kembali menghela napas, memandang kemuka penuh
perhatian. Sedang Bharoto mengamati Mayangseto penuh tanda tanya.
?Adi, Sultan Hadiwijoyo sebagai raja menghadapi dua pihak yang
Guntur Geni Dan Cambuk Kilat Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
saling bertentangan. Padahal mereka itu, bukan orang2 lain. Karena itu
beliau dalam keadaan yang amat sulit. Kau tahu, Pangeran Pangiri adalah
pewaris Demak dan menantu betiau. Pangeran Pangiri inilah yang berhak
menggantikan tahta kerajaan sesudah beliau mangkat. Namun sebenarnya,
dalam hati beliau tidak rela menyerahkan tahta kerajaan itu kepada
menantunya. Dan memilih putera mahkota Pangeran Benowo. Akan tetapi
apa bila berterang2 memihak kepada putera, berarti mengingkari janji yang
sudah dibuat dengan Ratu Kalinyamat. Karena duduknya beliau sebagai raja
hanya wakil Pangeran Pangiri yang kala itu belum dewasa." Mayangseto
berhentl, dan kembali memandang pasukan yang bergerak menuju barat.
?Mengingat akan semua itu, maka Sultan Hadiwijoyo selalu berusaha
agar tidak terjadi perpecahan. Namun agaknya sekarang kandas."
Mayangseto mengeluh, dan baru beberapa saat kemudian melanjutkana."
Agaknya Pangeran Pangiri sudah berhasil mempengaruhi beliau, dengan
laporan2 yang salah. Dapat diduga Pangeran Pangiri melaporkan bahwa
Mataram sudah mempersiapkan pemberontakan. Maka Pajang harus
memukul lebih dahulu, sebelum Mataram bergerak menuju Pajang. Dan
sebagai raja, tidaklah akan bisa tinggal diam kalau ada pemberontakan"
Bharoto menganggukkan kepala. Mereka berdiam diri sementara saat,
seraya mengawasi pasukan Pajang itu yang masih amat panjang.
?Kakang,marilah kita serbu sebelum sampai di Mataram." Ajak
Bharoto.?Kau man bunuh diri?" cegah Mayangseto.
Bharoto tersenyum, barulah insyaf ia bahwa pasukan Pajang itu
berjumlah ribuan. Meskipun berotot kawat dan berkulit tembaga, tidak
urung akan hancur dikeroyok.
?Adi, mari kita cepat mendahului ke Mataram dan melaporkan kepada
Panembahan Senopati. Kalau mesti harus bertempur, pasukan Mataram
harus sudah dapat bergerak diluar kota."
?Ya, aku setuju!"
Kemudian mereka berlarian menuruni bukit. Lalu meloncat kekudanya
masing2, melarikan kuda menuju Mataram melewati jalan yang lain.
Ketika mereka tiba di Prambanan, bertemu dengan seregu pasukan
penyelidik berkuda. Amat kebetulan bahwa pasukan itu dipimpin oleh
Gotrang. Pasukan itu memberi hormat kepada Mayangseto dan Bharoto.
Kepada Gotrang ini kemudian diperintahkan agar cepat2 menuju Mataram
melaporkan kepada Panembahan Senopati.
?Raden akan pergi kemana?" tanya Gotrang.
?Aku akan mempersiapkan pasukan dibawah tanah, untuk membantu
segala kemungkinan." Jawab Mayangseto.
Mereka tidak mempunyai kesempatan lagi untuk berbicara banyak.
Karena kwadaan sudah amat mendesak. Maka kemudian mereka berpisah
untuk menunaikan tugas masing2. Mayangseto dan Bharoto kembali cepat2
menuju ketimur. Ia akan menghubungi Joyoblendung didesa Wedi, agar
cepat2 menghuhungi pos2 yang lain untuk mempersiapkan pasukan,
sebagai pasukan cadangan.
Ketika mereka sedang menyusuri tepi kali Wedi, sehabis menghubungi
Joyoblendung, berkatalah Bharoto ?Kadang2 aku merasa heran kakang."
?Tentang apa?"
?Dahulu orang berperang tidak ingat lagi akan hubungan keluarga,
tiada lain berebut kedudukan dan kekuasaan. Dan sekarang Pajang dan
Mataram akan saling gempur dan berbunuhan. Sedang persoalannya, bukan
lain berebut kekuasaan dan kedudukan pula. Ternyata orang menjadi lupa
akan hubungan darah dan keluarga, pada saat orang mengejar pamrih
pribadi."
Bharoto mengeluh agaknya merasa menyesal. Mayangseto tersenyum,
dan kemudian jawabnya: ?Memang amat menyedihkan apabila kita sudah
berpikir tentang kemanusian, Dan kadang bisa dikatakan pula bahwa
manusia lebih buas daripada harimau. Karena binatang itu tidak mungkin
tega makan anak sendiri. Tetapi kita sekarang bukan bicara tentang
kemanusiaan. Kita bicara tentang nasib negara, tentang cita2 dan hari
depan."
Mayangseto berhenti sebentar, memandang Bharoto dan kemudianlanjutnya: ?Adi, Pajang lahir oleh perjoangan dan bantuan Sunan Kalijogo.
Maka dapatkah kita sekarang berdiam diri dan menyia-nyiakan perjoangan
beliau? Tidak! Itulah sebabnya Panembahan Senopati tampil kedepan untuk
membela keturunan Pajang. Dan adi jangan salah sangka. Mataram
berjoang demi langsungnya keturunan Pajang, tidak lain Pangeran Benowo."
Bharoto yang lahir dan hidup dldaerah pegunungan dan terpencil, sulit
untuk dapat menerima alasan2 Mayangseto. Ia bukannya menjadi terang,
malah makin bingung. Ia anak seorang pertapa, dan sejak mula kecil sudah
mendapat pendidikan kemanusiaan, tentang kebajikan dan cinta sesama
hidup. Maka ia buta terhadap soal soal kenegaraan. Dan kalau sekarang ia
ikut membela Mataram, tidak lain atas nasibat ayahnya. Ia bersedia
berjoang dan bertempur, namun tidak tahu akan tujuan sebenarnya.
Mereka kemudian tidak mempunyai kesempatan lagi untuk berbicara.
Karena pendengaran Mayangseto yang tajam sudah dapat menangkap suara
derap kuda. Mereka tidak irgin terlibat dalam pertempuran, maka segera
melarikan kuda amat cepat menuju kebarat.
Malam itu bulan tidak nampak menghias angkasa. Dua bayangan
orang berkelebat amat cepat menyusuri sungai Opak didekat desa
Prambanan. Dan kemudian keduanya meloncat naik keatas tebing, lalu
dengan gerakan yang cukup hati2 mendekati kemah pasukan Pajang yang
beristirahat disebelah timur surgai Opak.
Kemah itu berdiri berpencaran disuatu tanah lapang, agak jauh dari
candi Prambanan kesebelah timur. Beberapa orang perajurit bersenjata
tombak telanjang tampak menjaga secara rapat tiap2 pintu kemah. Malah,
sebuah kemah terbesar yang terletak ditengah dijaga secara rapat oleh
perajurit, pada setiap jarak sedepa.
Dua otang itu bukan lain Mayangseto dan Bharoto, untuk menyelidiki
keadaan lawan. Dengan menggunakan kepandaiannya, mereka dapat
berhasil menyelinap kedalam. Sultan Hadiwijoyo yang kurus dan pucat,
duduk dihadapi oleh Pangeran Pangiri dan adipati Tuban.
Dari keadaan dan suara Sultan Hadiwijoyo, Mayangseto cepat dapat
menduga bahwa beliau masih dalam keadaan gering. Apabila sekarang
memimpin pasukan itu, kiranya amat terpaksa.
Jelas didengar oleh Mayangseto. bahwa Sultan Hadiwijoyo tidak
berbicara mengenai situasi dan siasat perang yang akan dipergunakan
memukul Mataram. Tetapi malah membicarakan persoalan keluarga yang
sekarang sedang saling bertentangan. Beliau merasa amat sedih apabila
sudah memikirkan perpecahan itu. Apapula sekarang harus bermusuhan
dengan Mataram. justru Panembahan Senopati merupakan putera yang
dikasihi pula.
Mendadak terdengar teriakan orang: ?Api ! Api !"Dan kemudian terjadilah keributan. Maayangseto dan Bharoto
menggunakan kesempatan ini untuk segera keluar dari kemah. Ketika tiba
diluar, mereka segera melihat api yang cukup besar sedang melanda kemah
bagian selatan. Hitak pikuk terjadi dalam usahanya memadamkan api.
Tetapi tenyata, bahwa agak jauh diselatan lapangan itu dengan jelas
dapat dilihat terjadinya pertempuran yang kacau.
Dua kelompok pasukan sedang bertempur mati2an, dan tampak pula
beberapa orang sudah terlentang mandi darah.
Mayangseto dan Bharoto terkejut. Lalu cepat2 datang ke tempat
pertempuran itu, untuk mengetahui apa yang sudah terjadi. Dugaannya
ternyata benar, kebakaran itu ditimbulkan oleh dua regu pasukan Mataram.
Mereka dikeroyok dan dikepung oleh sejumlah pasukan Pajang. Namun
pasukan tersebut dengan gagah melawan dan menghalau tiap musuh yang
datang. Tanpa berjanji, Mayangseto dan Bharoto sudah bergerak cepat
untuk menolong.
?Cepat! Lari !" perintah Mayangseto kepada pasukan Mataram yang
sedang terkepung itu.
Mayangseto dan Bharoto melulu membuka jalan tanpa lakukan
pembunuhan. Namun orang yang berusaha melawan dengan cepat roboh
terguling akibat tertotok.
Tetapi Mayangseto menjadi heran. Beberapa orang perajurit Mataram
roboh mandi darah pada saat akan melarikan diri. Ia sempat menyaksikan
bahwa diantara pasukan Pajang itu terdapat seseorang yang geraknya amat
cepat dan sulit dilawan. Ia bersenjata pedang yang sudah menjadi merah
karena darah.
Menyaksikan keganasannya itu, meledaklah rasa marah Mayangseto.
Ia memperccpat serangannya untuk segera dapat mendekati orang itu.
Betapa terkejut Mayangseto ketika samar2 wajah itu sudah dikenalnya.
Ternyata benar apa yang diduga, orang tersebut bukan lain Maruto.
Lalu terbayanglah penduduk Troketon yang mengorek reruntuk rumah
untuk mencari sesuatu. Terbayang seorang wanita yang menjadi gila
kehilangan anak gadis dan suaminya. Terbayanglah anak2 kecil yang
telanjang dan berwajah pucat. Dan terbayanglah pula beberapa gadis yang
menjerit dan meronta dari dekapan perajurit2 yang buas. Teringat akan
derita penduduk yang tidak berdosa itu, meledaklah rasa marah. Karena
semua itu, Marutolah yang menyebabkan. Ia sudah berkhianat dan sulit
diampuni.
Ketika sudah berhadapan dengan Maruto, maka ia bergerak lebih
cepat lagi, dengan pukulan2 yang mematikan. Maruto berusaha menangkis
dengan pedangnya. Tetapi celaka, pedangnya terpental dan tidak secarasengaha pedang itu mengunjam dada perajurit didekatnya, lalu memekik
dan roboh.
Pekik perajurit itu mengejutkan Mayangseto. Teringatlah akan pesan
gurunya, jangan membunuh kalau tidak terpaksa. Akibatnya pukulan yang
mengarah dada itu segera dirobah, diselewengkan kepundak. Maruto
memekik, tetapi segera tak dapat bergerak karena totokan. Dengan
mengepit tubuh Maruto, Mayangseto berseru kepada Bharoto, dan kemudian
menghilang ditelan gelap.
Mayangseto terkejut ketika melihat Bharoto membersihkan pedang.
Diluar tahunya, ternyata Bharoto menggunakan senjata untuk melawan.
?Adi, megapa kau menggunakan senjata?" tegurnya.
?Maafkan aku kakang," jawab Bharoto dengan gugup." ?Aku terpaksa
menggunakan pedang untuk membela diri."
Mayangseto menghela napas, ia tidak dapat menyalahkan karena
keadaan amat memaksa.
?Siapa kakang ?" tanya Bharoto.
?Pengkhianat yang sudah mengambil banyak korban. Kubawa agar
mendapat pengadilan yang setimpal." Jawab Mayangseto.
Lalu diceritakan oleh Maruto tentang malapetaka yang menimpa
penduduk desa Troketon. Mendengar keterangan itu tiba2 Bharoto melolos
pedang.
?Jangan adi, biarkan dia hidup." Cegah Mayangseto seraya
menyembunyikan tubuh Maruto dibelakang punggung. ?Aku tidak senang
kau membunuhi orang."
Bharoto menghela napas sambil menyarungkan pedang.
Kemudian pertempuran besar tidak dapat dihindarkan lagi pada
keesokan harinya, antara pasukan Mataram dan Pajang. Mereka bertempur
disekitar kali Opak. Ratusan bahkan ribuan perajurit menjadi korban. Darah
merah membanjiri dan merobah warna air kali Opak menjadi merah. Ah,
anak dan isteri akan menangis kehilangan ayah dan suami.
Akan tetapi ternyata bahwa sesudah bertempur selama seminggu,
pasukan Pajang tidak kuat bertahan. Sultan Hadiwijoyo mengundurkan diri
dan dikejar oleh maut. Rusak binasalah pasukan Pajang yang menyerbu
Mataram. Kekalahan yang diderita ini merupakan pukulan yang amat hebat
bagi beliau. Oleh karena itu didalam perjalanan pulang, sakit Sultan
Hadiwijoyo kambuh kembali. Dadanya dirasakan amat sesak dan sulit untuk
bernapas. Tabib yang dibawa dari Pajang segera sibuk untuk menolong.
Tetapi apa dikata, Tuhan sudah menghendaki. Meskipun tabib
berusaha untuk menyembuhkan, namun maut sudah merenggut nyawa
Sultan Hadiwijoyo. Kehendak Tuhan tidak dapat terbantah. Pajangberkabung kehilangan raja yang arif bijaksana, terkenal dikala mudanya
dengan nama Joko Tingkir.
Guntur Geni Dan Cambuk Kilat Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
< X >
Pada saat Joko Buwang sedang berpikir untuk masuk kampung
Krendawahana, mendadak melihat seseorang menyusuri jurang. Ia
memperhatikan, dan secara jelas diketahui bahwa cara melangkahnya
mengandung rahasia. Karena itu cepat dimengerti bahwa jurang inilah
rahasia masuk kekampung tersebut. Tetapi pada jurang ini pula terdapat
alat2 rahasia yang tidak mudah ditembus.
Mendadak dengan amat gesit Joko Buwang sudah melompat dan ber
indap. Untuk mengetahui rahasia itu hanyalah dengan satu cara. Menangkap
hidup2 orag yang baru keluar dari jurang ini, dan ditanya letak rahasianya.
Dengan amat2 hati2 dan rahasia ia menguntit orang ini agar menjauhi
desa lebih dahulu. Baru kemudian bertindak cepat2.
Dengan gerakan yang amat cepat Joko Buwang sudah menyerang
orang itu dengan busur. Ia menggunakan jurus ?pacat wutuh". Dimana
sasarannya mengarah kepada beberapa jalan darah yang melumpuhkan.
Ialah jalan darah pada tubuh dan urat gagu. Agar sekaligus orang tersebut
roboh dan tidak dapat berteriak.
Akan tetapi orang yang diserang mendadak itu adalah orang ke tiga
Krendawahana. Dia Wirosekti yang mempunyai kepandaian cukup tinggi
pula. Maka ketika Wirosekti menangkap gerakan orang ada angin halus
mengarah tubah, ia sudah menjatuhkan diri dan jungkir balik. Dan secara
cepat pula ia sudah melompat berdiri seraya mencabut goloknya. Kemudian
dengan mata berapi karena marah Wirosekti memandang tajam kepada Joko
Buwang.
Memang tidaklah percuma Wirosekti merupakan orang ketiga dalam
gerombolan Krendawahana. Didalam gerombolan Krendawahana, terdapat
delapan orang pemimpin. Pertama Wirotaksoko sudah merasa sebagai raja.
Kedua Wirosardulo sebagai patih (perdana menteri). Ketiga Wirosekti ini
sebagai wakil patih. Sedang lima oranq yang lain, merupakan senopati2
bernama Jalusekti, Priyosekti, Lanangsekti, Jokosekti dan Kakungsekti.
Pagi ini Wirosekti keluar dari kubu untuk melaksanakan perintah
Wirotaksoko. Menyelidiki ke Pajang untuk mencari kebenaran berita yang
sudah didengar dari laporan anak buahnya. Menurut laporan itu, bahwa atas
persetujuan Sunan Giri, maka Pargeran Pangiri (putera Sunan Praworo)
akan dinobatkan sebagai raja sebulan yang akan datang. Untuk
menggantikan Sultan Hadiwijoyo yang sudah mangkat sekembalinya
memukul Mataram.Apabila berita itu benar maka Wirotaksoko akan menggunakan
kesempatan ini untuk mengangkat dirinya sebagai raja pula. Ia sudah
merasa cukup kuat untuk menyatakan dirinya sebagai raja.
Tidak tahunya bahwa sebelum jauh ia meninggalkan kubu sudah
kepergok dengan Joko buwang. Sudah barang tentu amat marah sekali
mendapat serangan gelap ini. Begitu ia mencabut goloknya, ia langsung
menyerang tanpa bertanya lagi. Didalam gerombolan Wirotaksoko, ia
merupakan seorang yang ahli dalam permain golok. Maka begitu ia
menyerang, golok itu bergerak amat cepat dan sekaligus dapat berobah
kelima jurusan.
Terkejut juga Joko Buwang melihat kehebatan lawan. Jurus pacar
wutah yang dipergunakan tadi amat hebat. Namun ternyata dapat
digagalkan oleh orang ini. Dan sekarang melihat golok yang berputar cepat
dan berbahaya, ia tidak berani sembarangan.Cepat2 busur dikembalikan
pada tangan kiri, sedang tangan segera mencabut pedang. Ia segera
melayani serangan musuh itu dengan hebat sekali. Pedang pada tangan
kanan bergerak cepat menangkis dan membabat sedang busur pada tangan
kiri bergerak cepat mengarah ke jalan2 darah.
Pertempuran pagi ini hebat sekali. Masing2 menggunakan ilmunya
untuk menggagalkan maksud lawan. Namun, mereka belum berani mengadu
tenaga.
Diam2 Wirosekti mengeluh juga, pagi-pagi ia harus sudah bertemu
dengan musuh tangguh. Meskipun sudah menggunakan segenap
kepandaiannya namun ternyata ilmu golok itu yang dibanggakan itu belum
berhasil. Malah busur pada tangan kiri lawannya itu tidak dapat dianggap
ringan sekalipun hanya terbuat dari kayu. Karena serangan busur ini selalu
mengarah kejalan darah yang mematikan.
Pada suatu saat Wirosekti dengan sengaja membiarkan lambungnya
terbuka. Maksudnya agar busur itu menyelonong menyerang, untuk
kemudian secara cepat dibabat putus dengan goloknya. Melihat itu Joko
Buwang tersenyum. Ia memaklumi maksud lawan. Namun ia tidak takut,
maka busur itu segera bergerak cepat menyerang. Pada saat Wirosekti
menggerakkan tangan untuk membabat, telah didahului dengan gerak
pedang yang mengarah leher. Tentu saja Wirosekti amat gugup dan
terkejut. Golok yang akan dipergunakan membabat ditarik untuk menangkis
lompat mundur. Akan tetapi mana mau murid Pangeran Kartiko ini memberi
kesempatan. Pedang digerakkan mencongkel, dan tahu2 golok Wirosekti
sudah terlepas. Dan sekalipun ia sudah melompat mundur dan berusaha
menutup jalan darah, namun ujung busur itu sudah berhasil membuat
Wirosekti mengeluh dan roboh tak dapat bergerak, Joko Buwang
menyarungkan pedangnya dengan tersenyum yang mengejek.?Bunuhlah ! Bunuhlah aku!" tantang Wirosekti.
Joko Buwang tetap tersenyum. Ia mendekati dan kemudian jawabnya
: ?Aku tidak ingin membunuhmu."
?Mengapa kau menyerang aku secara gelap ?"
?Aku memang mempunyai sesuatu kepentingan. Maka tolonglah aku
berilah keterangan saudara."
?Apakah layak membutuhkan keterangan dengan menyerang?
Pengecut!"
?Apa? Kau mengatakan aku pengecut? "Joko Buwang melotot dan
kemudian plak2 pipi Wirosekti ditampar.
Tamparan itu cukup keras dan amat pedas dirasakan oleh Wirosekti.
Namun demikian ia tidak metintih. Malah sepasang matanya melotot dan
menantang.
?Terangkan siapa namamu." bentak Joko Buwang. Senyum yang
semula menghias bibir sekarang tanpa bekas.
Akan tetapi Wirosekti tidak memberikan jawaban. Hanya sepasang
mata yang merah pertanda marah memandang Joko Buwang tak berkedip.
Plak plak, pipi Wirosekti sudah ditampar lagi. Pipi itu menjadi merah
oleh darah. Namun Wirosekti tetap tidak merintih dan mengeluh.
Jengkel juga Joko Buwang, dengan sikap kepala batu Wirosekti ini.
Hampir tangannya bergerak untuk membunuh orang ini, apabila tidak
segera teringat akan kepentingannya tentang rahasia kampung itu. Maka
kemudian ia menyabarkan diri. Karena apabila orang ini cepat dibunuh,
keterangan yang diperlukan itu tidak akan terujud.
?Begini saudara," Joko Buwang ramah, ?marilah aku dan kau saling
menolong. Kau akan segera kubebaskan dan tidak akan kuganggu lagi, asal
saja kau bersedia menerangkan secara jujur tentang rahasia kampungmu."
?Rahasia tentang apa?" Wirosekti mulai menjawab tetapi sepasang
matanya masih mendelik.
Joko Buwang tersenyum. Kemudian menerangkan: ,Aku menyaksikan
bahwa kampungmu buntu. Tetapi kau tadi keluar melewati jurang itu. Maka
coba terangkan, rahasia2 apa yang terdapat dalam jurang itu? Percayalah
saudara, atas keteranganmu itu kau akan segera kubebaskan."
Dalam hati Wirotekti ragu2. Apabila menerangkan sejujurnya barang
tentu rahasia pintu akan pecah. Akan tetapi dengan keterangannya, dirinya
akan bisa bebas dan berarti dapat melakukan tugas. Ah, tetapi hatinya
sudah sakit. Tamparan pada pipi dirasakan masih amat pedas, disamping
pipinya sekarang terasa lebih besar. Lebih baik memberi keterangan tidak
lengkap, agar orang ini dapat terjebak dan tertangkap.
?Apakah janjimu itu benar ?"
?Benar dan tidak terserah kepadamu. Apabila kau mau menerangkansudah tentu aku membebaskanmu dengan segera."
Wirosekti berpikir sebentar. Ia menimbang2, benarkah janji itu bisa
dipercaya? Siapa tuhu sesudah diberi keterangan terus membunuh? Akan
tetapi jika tidak menerangkan tidak urung juga dibunuh, dan apabila
pemuda ini tidak masuk perangkap tentu tidak bisa membalas sakit hatinya.
Terpikir demikian, maka kemudian ia menjawab: ?Benarlah dugaanmu
bahwa kampung Krendawahana ini hanya mempunyai satu pintu untuk
keluar dan masuk, melewati jurang yang kulewati tadi. Tetapi pada jurang
ini terdapat rahasia2 tertentu yang dapat mencelakakan orang apabila tidak
hati2. Karena tiap saat puluhan anak panah dan batu2 akan menyerang dari
segala djurusan."
?Hiiii .hebat I" Joko Buwang pura2 bergidik.
?Maka setiap sudah menginjakkan kaki kedasar jurang harus ingat
benar2 tentang langkah kaki. Disana ada tanda batu berbentuk naga
melingkar. Itu merupakan pertanda orang harus mulai menghitung langkah.
Sepuluh langkah dari batu berbentuk naga terdapat patok. Merupakan
pertanda, orang harus merobah arah, ialah membelok kekanan dua langkah.
Lalu merobah arah kekiri lurus sembilan langkah. Kemudian menghadap
kekiri lagi dan melangkah kemuka dua langkah. Seterusnya menghadap ke
kanan dan melangkah hanya lima langkah. Harap berhenti dahulu mencari
tanda. Apabila sudah diketemukan tanda yang sama pada tebing jurang
berujud batu hitam, maka perjalanan selanjutnya harus menyusur pinggir
jurang dimana tanda itu ada. Duapuluh langkah kemudian harus berhenti
mencari tanda berujud patok yang tersembunyi letaknya dibawah batu
hitam. Kemudian orang harus berganti menyusuri jurang pada pingggir yang
lain. Dan sesudah duapuluh langkah lagi, keadaan akan menjadi aman tanpa
gangguan lagi. Begitulah saudara, keterangan tentang rahasia pintu masuk
dan keluar desa kami."
?Terimakasih atas keteranganmu," Joko Buwang tersenyum seraya
menganggukan kepala. ?Dan sekarang kau akan kubebaskan."
Dengan gerakan yang amat cepat dan tidak terduga, tangan kanan
Joko Buwang telah memukul dada. Terdengar pekik kesakitan Wirosekti, dan
tersemburlah darah merah dari mulut. Ia sudah terluka dalam yang amat
parah dan tidak mungkin hidup lagi, akan tetapi masih harus menderlta
hebat dalam menghadapi maut. Beginilah Joko Buwang yang berwajah
tampan dan banyak tersenyum itu, apabila sudah menurunkan tangan maut,
masih dengan menyiksa pula.
Dengan wajah berseri2 Joko Buwang meninggalkan Wirosekti yang
setengah mati itu menuju jurang pintu rahasia. Dan sesuai dengan petunjuk
Wirosekti, ia mencari tanda dari batu berbentuk naga melingkar. Sebelum
melangkah ia memperhatikan keadaan sekitar jurang. Tampaknya memangtanpa tanda2 yang mencurigakan. Jurang tersebut seperti jurang yang lain
dimana pada tebingnya tidak rata, terdiri dari batu cadas dan tanah liat.
Jurang itu ternyata cukup panjang, lebih seratus tombak. Pada ujung jurang
tampak buntu oleh sebuah batu besar.
Joko Buwang mulai melangkah dengan hati- hati menurut petunjuk
Wirosekti. Ketika pada langkah terakhir, maka ia segera menginjak batu
dimana terdapat lobang djebakan. Akan tetapi karena Wirosekti tidak
membuka rahasia ini maka ia tidak mengetahui akan masuk perangkap.
Baru saja batu itu diinjaknya, batu itu sudah bergerak amat cepat
seperti meluncur. Joko Buwang amat terkejut dan cepat dengan gerakan
yang amat indah dan ringan, amat cekatan la sudah menggunakan
kepandaiannya. Pedang ditusukkan, dipergunakan bergantung. Ia dapat
bergantungan pada tebing jurang ltu dan sempat pula ia menyaksikan
bergeraknya batu tersebut kebawah, disusul dengan sebuah lobang yang
menganga lebar. Kemudian dengan cepat lobang itu tertutup kembali oleh
batu yang tadi bergerak. Dengan tertutupnya kembali lobang itu, maka
kemudian getaran berhenti.
?Hem, hampir celaka!" pikir hatinya. ?Ternyata aku masuk perangkap.
Orang tadi menerangkan tidak secara lengkap. Untunglah dia sudah
kubunuh. Apabila tidak, tidak mungkin aku dapat selamat."
Hatinya menjadi gentar. Kalau saja dapat masuk perkampungan ini,
masih juga belum bebas. Masih harus bertempur melawan ribuan orang.
Bagi orang2 yang tidak berarti ia masih sanggup untuk melawan. Akan
tetapi disamping itu banyak pula pemimpinnya yang berkepandaian tinggi.
Tadi ia sudah bertempur dengan orang ketiga. Maka tidaklah gampang
Guntur Geni Dan Cambuk Kilat Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
untuk dapat menaklukkan.
Kemudian terpikir bahwa sebaiknya kembali sebelum terlambat. Lebih
baik pulang dahulu melapor kepada guru tentang tugas yang sudah
dilakukan. Dengan adanya guru disampingnya ia makin percaya bahwa apa
yang dicitakan segera tercapai.
Maka ia segera meloncat kebawah. Lalu ia mulai melangkah menurut
cara dan hitungan yang sudah ditentukan dan keluar dari jurang tersebut
sambil bicara seorang diri: ?Alangkah hebatnya apabila guru dapat merebut
perkampungan ini, hingga akan merupakan pangkalan yang amat baik."
Mendadak ia berhenti dan kemudian bersembunyi. Telinganya
menangkap suara tindakan kaki lebih dari seorang. Dugaannya ternyata
benar. Tidak lama kemudian tampaklah lima orang laki-laki mengenakan
pakaian berwarna gelap sambil mendukung kantung. Dan melihat caranya
membawa tentu kantung2 itu berii barang berharga. Mereka berjalan
beriringan satu pereatu.
Tetapi ketika makin dekat ia amat terkejut. Ternyata salah seorangdiantara mereka itu seorang wanita yang masih muda belia dan cantik. Ia
berjalan tersaruk2 dan tampak lelah sekali, wajahnya pucat dan terdengar
isaknya perlahan. Wanita itu menangis, tetapi tanpa air mata lagi yang
menetes. Mungkin ia sudah kehabisan airmata karena terlalu lama
menangis.
?Hem, slcantik ini harus kurebut." Tangannya bergerak cepat,
kemudian busur sudah dipentang dan empat batang anak panah berbulu
putih siap ditangan. Lalu dilepaskan susul menyusul cepat sekali.
Terdengar kemudian pekik terkejut dan kesakitan. dan di susul empat
orang itu roboh terguling dengan anak panah menancap leher. Wanita muda
itupun memekik, tubuhnya menggigil tiba2 sambil menutupi muka dengan
telapak tangan. Merasa ngeri agaknya menyaksikan empat orang laki2 itu
roboh mandi darah.
Joko Buwang ketawa merdu sambil berloncatan mendekati. Lalu
sapanya perlahan: ?Selamat pagi nona."
Wanita itu terkejut dan melepaskan tangannya. Ia terbelalak ketika
menyaksikan seorang pemuda tampan sudah berdiri dimukanya sambil
tersenyum. Akan tetapi begitu melihat busur yang di pegang pemuda itu, ia
cepat bisa menduga, tentunya pemuda ini yang sudah menolongnya.
?Raden .. raden menolong saya ", ujar gadis itu tergagap.
Joko Buwarg ketawa. Mata yang buas itu menatap wajah wanita itu
tak berkedip. Karena kecantikan wanita ini makin tampak nyata setelah
dekat sekalipun wajahnya pucat. Kemudian dengan sombong ia bertanya :
?Nona siapa.? Mengapa masuk hutan ini?"
?Saya . saya.. ?" tiba2 gadis itu menangis. Butiran airmata lepas dari
pelupuk mata membasahi pipi yang kuning montok.
Joko Buwang seorang pemuda hidung belang yang sudah
berpengalaman, ditambah pula berwajah tampan. Begitu melihat wanita ini
menangis maka ia tidak gugup, dan dibiarkan dia memuaskan tangisnya.
Tidak lama kemudian wanita itu memandang Joko Buwang dengan
mata yang basah. Akan tetapi ketika bertemu dengan sinar mata pemuda
tampan ini, ia cepat - cepat menundukkan kepala. Kemudian terdengar
katanya perlahan campur tangis sedu- sedan: ?Raden.... saya diculik orang
ini tadi malam. Saya.... saya bernama Murningdyah dan berumah di
Pajang."
?Ah kasihan sekali," saut Joko Buwang penuh iba, ?untung aku dapat
menolongmu Kalau tidak .."
?Ya, saya tidak dapat membayangkan malapetaka apa yang akan
menimpa diri saja". Murtiningdyah sambil mengusap airmata. Lalu menatap
Joko Buwang penuh terimakasih. ?Terimakasih raden, apa yang akan
kuberikan sebagai pembalas budi raden yang besar ini?"?Ah, tidak perlu kau pikirkan soal itu". Joko Buwarg pura2 suci.
?Lumrah tiap manusia tolong-menolong. Apakah kau tidak terluka?"
Murningdyah menggelengkan kepala. Mata yang merah karena tangis
itu memandang Joko Buwang. Dalam hati merasa kagum juga akan
keramahan pemuda tampan ini.
Joko Buwang berjongkok, dan sambil memegang pundak Murningdyah
berkata ?Marilah ku antar pulang".
Murningdyah menurut saja ketika dibimbing oleh Joko Buwang untuk
berdiri. Karena ia sudah merasa amat lemah dan lemas dipaksa berjalan
oleh para perampok yang menculiknya. Disamping kerongkongan terasa
kering dan perut amat lapar. Akan tetapi untuk mengemukakan hal tersebut
ia merasa malu. Hanya saja, Murningdyah terpaksa berjalan terhuyung dan
kerap kali bersandar kepada Joko Buwang. Untung juga bahwa agaknya
Joko Buwang masih mempunjai perasaan.
?Apakah kau payah sekali?"
Murningdyah mengangguk lemah. Sepasang mata yang sekarang
mulai bersinar itu tampak amat indah, sedang bibirnya mulai mau
bersenyum.
?Maukah kudukung?" goda Joko Buwang.
Murningdyah merasa amat malu, cepat menundukkan kepala. Entah
mengapa sebabnya dalam dada timbul rasa yang aneh dan belum pernah
dirasakan.
?Aku tahu .. kau tentunya kepayahan", ujar Joko Buwang dengan
tutur kata yang ramah. ?Marilah kita istirahat dulu. Maukah adik?"
Atas sikap Joko Buwang yang ramah itu, maka Murningdyah jadi
tertarik. Apa pula ia sendiri merasa amat payah dan amat lapar. Maka
dengan istirahat, apa yang diderita sekarang akan berkurang. Dengan
pemuda ini disampingnya apa yang harus ditakuti?
Dengan langkah yang perlahan dan tetap bersandar pada lengan
tangan Joko Buwang yang memeluk punggung mereka menuju suatu
tempat. Tempat itu amat bagus, terletak dilereng sebuah bukit dengan
pemandangan yang amat bagus. Mereka kemudian memilih tempat yang
terlindung oleh batu2.
?Adik, tunggulah sebentar aku akan mencari makanan. Bukankah kau
lapar dan haus?" ujar Djoho Buwang ramah sekali, sambil bibirnya
tersenyum. Akan tetapi mata pemuda itu, menampakkan ketidak
jujurannya.
Murningdyah mengangguk lemah, timbul rasa malu untuk mengaku
bahwa sedang dalam keadaan haus dan lapar. Tetapi kemudian ia bertanya
juga : ?Kemana raden mencari?"
?Ah, mengapa adik meributkan soal itu ? Kita bisa mendapatkandaging binatang2 hutan"
?Jadi harus berburu?" Murningdyah terkejut. Dalam hatinya amat
khawatir apabila ditinggalkan terlalu lama. Jiwanya bisa terancam.
Joko Buwang menggeleng diiring senyum. Agaknya maklum juga akan
kekhawatiran gadis ini. Maka kemudian ia sengaja menggoda: ?Apakah kau
takut jatuh ketangan penjahat itu lagi?"
Tiba2 wajah Murningdyah pucat lagi dan tubuhnya menggigil. Siapa
yang tidak takut jatuh ketangan penjahat itu lagi ? Maka tanpa malu2 lagi ia
sudah menubruk dan memeluk Joko Buwang, dan kemudian terdengar ia
meminta: ?Jangan aku kau tinggalkan kakang...."
Kata2 Murningdyah yang diucapkan lirih setengah berbisik ini amat
merdu didengar Joko Buwang, Mereka kemudian berpandangan, diiringi oleh
senyuman berarti. Terang, bahwa Murningdyah mulai terjerat oleh sikap
ramah dan ketampanan wajah Joko Buwang. Perasaannya yang suci segera
berbisik bahwa pemuda ini tampan dan amat gagah. Bukankah dengan
gampang sudah berhasil merobohkan empat penjahat sekaligus? Yah, gadis
yang masih hijau ini tidak dapat menangkap sinar mata Joko Buwang yang
memancarkan sinar buas.
?Kau jangan khawatir adikku." bujuk Joko Buwang memikat, seraya
mengusap rambut Murningdyah yang hitam itu. ?Demi keselamatanmu akau
kubela sampai titik darah penghabisan. Dan sekarang, istirahatlah dulu
adikku, aku akan pergi sebentar. Terimalah pedang ini untuk sekedar
menjaga diri."
Murningdyah memandang kepada Joko Buwang dengan mata
bertanya. Ia tidak pernah memegang senjata apapun kecuali pisau dapur.
Karena itu katanyaa kemudian : ?Tak usah kakang, justru aku tidak dapat
menggunakan pedang. Aku akan berteriak memanggilmu apabila datang
bahaya,"
Joko Buwang tersenyum. Pedang tidak jadi diberikan kepada
Murningdyah, dan dengan hati yang tidak tega terpaksa meninggalkan gadis
itu untuk mencarikan makanan. Untung sekali bagi Joko Buwang, bahwa
tidak jauh dari tempat itu bertemu dengan ayam hutan. Tidaklah sulit untuk
menangkapnya, cukup hanya dengan lemparan kerikil.
Dengan membawa ayam hutan sudah mati itu, ia segera mencari
sumber air. Digunakannya daun pisang untuk tempat air tawar itu. Lalu
dengan wajah berseri, ia sudah kembali ketempat dimana Murningdyah tadi
beristirahar. Ketika ia datang ternyata gadis cantik itu sudah tertidur sambil
bersandar pada banu.
?Ah, mujur bagiku." gumam Joko Buwang, ?dengan tak sengaja
mendapatkan gadis demikian cantik, Hem, biarlah ia tidur dan istirahat,
akan kusiapkan dulu daging ayam panggang."Dengan amat cekatan ia segera bekerja, Daging ayam itu segera
dipotong dan diberi bumbu yang selalu tersedia didalam kantung tempat
makanan. Dengan pedang ia segera membikin api. Dan mengepullah bau
yang amat sedap dan gurih menusuk hidung.
Murningdyah bergerak dan membuka mata. Agak terkejut ketika
dirinya tidur dialam terbuka. Akan tetapi tidak lama, dan teringatlah
kemudian akan keadaannya sejak tadi malam.
Bau yang sedap dan gurih itu merangsang perut yang sedang lapar.
Hingga perut melilit2 dan berbunyi. Dengan perlahan ia bangkit, lalu duduk
didekat Joko Buwarg sambil bertanya : ?Apa yang kau dapatkan kakang ?"
Dengan berbangga hati, Joko Buwang ketawa lirih. Sesudah.
memandang kepada gadis yang cantik int, ia lalu menjawab: ?Kau
beruntung adikku, aku dapatkan ayam alas yang gemuk. Tuh, sebagian
sudah matang, makanlah!"
Gadis itu menggeleng lemah, dan kemudian jawabnya lirih: ?Kakang
yang berpayah2, mengana aku harus makan dahulu?"
Murningdyah memang sudah mendapatkan pendidikan tata krama
bagi seorang wanita. Meskipun amat lapar, tetapi janganlah makan
mendahului suami. Maka sekalipun pemuda ini bukan suaminya, bukan
kakasihnia, namun ia sudah menunjukkan sikap yang amat baik. Ia sudah
mencari makan, alangkah malunya apabila ia harus mendahului makan
sebelum orang yang berpayah itu makan.
Dan Joko Buwarg ketawa lirih mcedengar jawaban gadis ini. Ia cepat
maklum bahwa sedang berhadapan dengan seorang gadis yang amat baik
dan sopan. Gadis yang setia dan tunduk kepada tatakrama serta adat. Akan
tetapi ah, bagi Joko Buwang apakah artinya gadis yang sopan dan tahu soal
adat ? Ia tidak pernah perduli kepada adat. la tidak pernah perduli akan
kesopanan. Baginya hanyalah apa yang dikehendaki terlaksana. Cinta?
Apalagi! Asing sama sekali bagi pemuda hidung belang ini. Watak dan
kepribadiannya memang jauh berlawanan dengan wajahnya yang tampan.
?Kalau begitu, marilah kita makan bersama," ajak pemuda ini seraya
mengerling, dan memberi sepotong daging masih bertulang kepada gadis
ini.
Dengan tersenyum dan sinar mata yang memancarkan terima kasih,
Murningdyah menerima pemberian itu. Kemudian mereka mulai bersama
makan.
?Adikku, kau gadis yang cantik dan manis". bujuk Joko Buwang seraya
memuji.
Dan gadis ini, sekalipun dalam hati amat bangga namun ia menjadi
agak malu. Pipi yang kuning itu bersemu merah, muka ditundukkan dan
menjawab lirih: ?Kau terlalu memuji kakang".?Aku bukannya memuji", bantah Joko Buwang, ?tetapi sebenarnya.
Adik, aku cinta padamu".
Mendengar ucapan Joko Buwang yang berterus terang ini Murningdyah
menjadi terkejut, akan tetapi juga amat berbahagia. Siapa yang tidak
bahagia justru sebenarnya gadis ini sudah terjerat oleh kepintaran Joko
Buwang ber pura2. la sudah terpikat oleh wajah yang tampan dan tutur kata
Guntur Geni Dan Cambuk Kilat Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang manis.
Dan akibatnya Murningdyah tidak bisa berbuat lain kecuali
menyembunjikan mukanya kedada pemuda tampan ini. Akan tetapi hanya
sebentar, dengan wajah yang agak pucat ia sudah menolak pelukan Joko
Buwang dan katanya gugup: ?Tetapi .. tetapi kakang harus berbicara
dcngan ayah bundaku .."
?Adik tak usaah khawatir", bujuk Joko Buwang. ?Aku bersama adik
segera pulang dan bicara dengan ayah bundamu. Tetapi jawablah dulu
pertanyaanku. Cintakah kau kepadaku?"
Dengan sepasang matanya yang indah Murningdyah memandang
pemuda yang merenggut hatinya ini. Tetapi kerongkongannya seperti
tersumbat, maka ia kembali menyembunjikan muka kedada Dgoko Buwang.
Lalu terdengarlah bisik gadis ini menggetar: ?Ka-kang . aku . aku cinta padamu. Kau . kau jangan menyia2kan
aku.".
?Hem . tentu adikku, tak akan kusia-siakan", bujuk Joko Buwang
dengaa ketawa lirih.
Akan tetapi Murningdyah menjadi terkejut dan mundur. Tangan Joko
Buwang ditolakkan cepat dan katanya meminta: ?Jangan kakang ."
Joko Buwang tersnyum, tetapi sekarang sudah bukan senyum manusia
lagi. Senyum Joko Buwang sudah berobah, menjadi senyum iblis. Pemuda
ini sudah tidak dapat berpura pura lagi. Oleh dorongan hatinya yang jahat
dan tidak mengenal kesopanan sudah mau merusak pagar ayu.
?adikku", kata Joko Buwang dengan sinar matanya yang buas,
?bukankah kau cinta padaku?"
?Tetapi . jangan kakang . Jangan", Murningdyah meminta dengan
wajah agak pucat. ?Marilah kita pulang dahulu . bicara dengan ayah bunda
."
Joko Buwang ketawa bergelak2, lalu mengancam: ?Adikku, mengapa
kau bersitegang? Kau akan kutinggalkan didalam hutan ini, apabila menolak.
Aku sudah menyelamatkan dirimu, aku sudah menolongmu, itukah
balasanmu?"
?Kalang", ratap Murningtlyah, ?jangan aku kau tinggalkan. Aku . aku
cinta padamu kakang, tetapi marilah kita segera pulang".
Mana bisa Joko Buwang ditolak kehendaknya. Mana bisa pemuda liar
ini dapat dibujuk. Maka tanpa mengucapkan kata2 lagi, ia sudah bergerak
dengan maksud menangkapnya. Apa yang ditakuti?
Murningdyah amat ketakutan. Tubuhnya menggigil dan wajahnya
pucat. Tidak pernah disangka bahwa pemuda tampan dan memikat hatinya
itu sekarang tiba2 menjadi begini buas. Ia bingung, tak tahu apa yang harus
dilakukan. Ia mau menjerit, tetapi serasa tersumbat. Jerit itu hanya berhenti
dileher dan tidak mau keluar. Maka ia sudah amat putus asa. Ia segera
menutup muka dengan telapak tangan dan menyerahkan nasib kepada
Tuhan.
Mendadak terdengar bentakan: ?Jangan kurangajar?"
Lalu Murningdyah merasa seperti terbang. Ketika ia melepaskan
telapak tangannya, ternyata sudah didalam kepitan seorang pemuda
bertubuh kecil. Tak lama kemudian ia sudah diturunkan kembali, dan
terdengar suaranya yang merdu : ?Adik jangan takut. Aku dan kawanku
datang menolongmu dari gangguan bangsat itu."
Murningdyah terheran2. la mengawasi pemuda didepannya penuh
selidik. Jelas penolongnya ini berpakaian pria dan berwajah tampan pula.
Tetapi mengapa suaranya merdu seperti perempuan? Pemuda yang dihadapi
Murningdyah ini bukan lain Bharoto. Pemuda palsu, dan sebenarnya seoranggadis jelita bernama Endang Palupi, puteri tunggal Resi Dahkito yang
bertempat tinggal digoa Resi. Ia datang bersama Mayangseto pada amat
yang amat tepat. Dan ketika tidak mendapat jawaban Murningdyah, gadis
yang menyamar sebagai laki2 ini sudah mengarahkan perhatiannya kelain
jurusan.
Murningdyah menjadi terkejut ketika ia menyaksikan seorang pemuda
berpakaian putih sudah bertempur dengan pemuda yang tadi menolongnya.
Timbul juga rasa tidak tega terhadap Joko Buwang, justru pemuda itu yang
tadi sudah menyelamatkan dari tangan gerombolan. Akan tetapi sesudah,
teringat akan perbuatan Joko Buwang yang tadi jelas bermaksud tidak baik,
maka rasa itu cepat lenyap dan disusul rasa syukur bahwa bahwa dalam
saat berbahaya datang pertolongan.
Tetapi, ia masih juga sangsi. Jangan jangan pemuda yang sekarang
menolong ini, mempunyai maksud yang sama dengan Joko Buwang. Maka ia
kembali memandang Bharoto penuh selidik. Tadi ia merasa curiga terhadap
suara pemuda yang sudah mengepitnya membawa ketempat ini. Benarkah
dia pemuda ? Agaknya naluri kewanitaannya cepat bisa mengerti bahwa dia
bukan pemuda, tetapi gadis.
?Mbakyu ( kakak ). terimakasih," ujar Murningdyah seraya memegang
langan Bharoto.
Bharoto yang sedang memperhatikan pertempuran antara Joko
Buwang dan Mayangseto, memandang sekilas dengan tersenyum. Tadi
Bharoto memang sengaja menggunakan suara aslinya dengan maksud agar
gadis yang ditolongnya itu cepat mengenal.
?Namamu siapa adik?" tanya Bharoto.
?Murningdyay mbakyu, dan mbakyu?"
?Aku Endang Palupi. Tetapl sekarang bernama Bharoto. Mengapa kau
sampai terjatuh ketangan bangsat itu adikku ?" Bharoto tersenyum sambil
memandang Murningdyah.
Dengan kata tidak lancar Murningdyah bercerita terusterang. Bharoto
ketawa lirih, lalu menasihatkan: ?Lain kali jangan percaya akan omongan
manis orang laki2. Karena siapa tahu dibalik kata2 manis itu terselip maksud
berbisa?"
?Terimakasih mbakyu." Murningdyah agak malu. Tetapi dalam hati
mengejek kepada Bharoto, apakah kalau dia mengalami peristiwa seperti
yang dialami sekarang ini tidak menjadi tertarik ? Mudah memberi nasihat,
tetapi sulit untuk melakukan.
Murningdyah kemudian ikut memperhatikan mereka yang sedang
bertempur sekalipun agak ngeri dan tegang. Ia gadis biasa yang tidak kenal
ilmu kepandaian, barang tentu menyaksikan pedang yang bergerak cepat itu
merasa ngeri. Bagaimana kalau salah seorang mati? Tadi ketika lamenyaksikan empat penjahat terkena panah dan roboh mandi darah ia
sudah bergidik. Dan kalau sekarang harus melihat lagi orang mati terbunuh,
rasanya tidak sanggup untuk menyaksikan. Karena itu, ia segera
mengalihkan pandangannya kejurusan lain.
Kedatangan Mayangseto dan Bharoto ditempat ini, hingga dapat
menoloong Murningdyah, sebenarnya dalam rangka akan menyelidiki kubu
Wirotaksoko. Mereka terkejut ketika menyaksikan empat orang laki2 yang
mati oleh panah berbulu putih. Maka cepat dapat menduga bahwa kematian
orang itu oleh tangan Joko Buwang. Ternyata kemudian benar dugaannya,
Mayangseto dan Bharoto segera membagi tugas. Mayangseto menyerang
Joko Buwang, sedang Bharoto menyelamatkan Murningdyah.
Musuh lama bertemu. Dapat dibayangkan betapa kemarahan Joko
Buwang saat ini. Ia tidak akan dapat memberi ampun kepada orang yang
sudah mengganggunya. Padahal Mayangseto sudah dua kali ini
menggagalkan maksudnya. Maka dengan marah me-luap2 ia bertekad harus
dapat membunuhnya. Pedangnya berkelebat amat cepat, bekerja sama
dengan busur pada tangan kiri.
Akan tetapi Mayangseto bukanlah lawan yang empuk. Ia seorang
pemuda yang sudah mewarisi ilmu dari dua orang sakti, Kiageng
Mahesotopo dan Kiageng Gunturselo. Bertangan kosong saja ia dapat
memnberi perlawanan begitu hebat, apapula sekarang. Mayangseto
menggerakkan cambuk wasiat, Kiageng Mahesotopo menyambar amat cepat
dan mematuk bertubi tubi. Ilmu Cambuk kilat yang sekarang sudah dapat
diyakinkan itu, bergerak secara otomatis mengikuti unsur dan gerak dari
jurus2 Cambuk - kilat. Pukulan2 cambuk ini mengandung tenaga dalam
yang hebat, dan berbahaya. Karena bukan saja cambuk itu bisa melecut,
tetapi dengan tenaga dalam yang disalurkan dapat berobah seperti tombak
dan pedang. Cambuk wasiat ini sekali waktu dapat berobah setajam tombak
dan pedang.
Ilmu Cambuk kilat yang dipergunakan Mayagseto sekarang ini, dahulu
merupakan ilmu mujijat yang amat ditakuti lawan, ketika Kiageng
Mahesotopo masih hidup. Dengan cambuk ini, sudah ber puluh2 tokoh
penjahat sakti dapat ditaklukkan. Berpuluh puluh tokoh sakti pada jaman
Kiageng Mahesotopo mengakui keampuhannya. Maka tokog1 angkatan tua
amat menghormatinya.
Tummenggung Mayangpun sebagai murid tunggal Kiageng
Mahesotopo, mempunyai nama yang harum dan mempunyai hubungan pula
dengan cambuk wasiat ini. Tokoh2 angjatan tua menghormati kepadanya,
karena dengan tanda cambuk yang diwarisi dapat diartikan pula mewakili
gurunya. Me?wkili Kageng Mahesotopo yang amat dihormati.
Dan sekarang, cambuk wasiat ini diwarisi oleh Mayangseto. Kalau sajaJoko Buwang tidak membuta tuli, mestinya tidak akan berani gegabah
Tetapi agaknya Joko Bawang amat membanggakan ilmu gurunya yang
bernama ?Gelap- sosro". Dimana ilmu tersebut belum pernah mendapat
tandingan selama berkelana. Ilmu itu cukup hebat dan ganas, mempunyai
perubahan2 yang sulit diduga. Dengan bertangan kosong ia mampu
merobohkan pohon yang, besar. Apapula sekarang bersenjata, sekalipun
Mayangseto berkulit tembaga dan bertulang besi, apabila tersentuh oleh
pedang dan busur, akan roboh muntah darah.
Pertempuran antara murid murid orang sakti ini, berlangsung begitu
seru dan mendebarkan. Pedang dan busur Joko Buwang berkelebatan cepat
sekali, menyerang begitu ganas. Akan tetapi serangan2 itu banyak sekali
gagal oleh menyambarnya cambuk wasiat yang lebih panjang. Dan untuk
menyelamatkan diri tidak ada jalan lain kecuali menarik pedang dan
busurnya untuk melindungi diri. Diam2 Joko Buwang mengeluh pula,
mengapa lawannya ini begini tangguh. Cambuknya dapat bergerak begitu
cepat dan berbahaya sekali, dan apabila berlaku lambat niscaya roboh tidak
berkutik.
Mereka sudah bertempur puluhan jurus namun masing2 masih tampak
bersemangat. Mereka berloncatan dari titik keticik lain, berkitaran mencari
kesempatan.
Mendadak timbul pikiran Joko Buwang untuk menggunakan panah
beracun yang dibanggakan. Maka ia cepat melompat menjauhi Mayangseto,
dengan maksud mendapat kesempatan mengambil panahnya. Akan tetapi
celaka, agaknya Mayangseto tidak mudah ditipu. Ia tidak memberi
kesempatan sedikitpun kepada Joko Buwang. Karena itu terpaksa kembali
bertempur menggunakan pedang dan busurnya.
Joko Buwang terpaksa meloncat ketika cambuk secara tiba2
Candika Dewi Penyebar Maut X I I I Kisah Si Pedang Kilat Karya Kho Ping Hoo Gaung Keheningan Eloquent Silence Karya
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama