Guntur Geni Dan Cambuk Kilat Karya Widi Widayat Bagian 6
menyerang kaki. Tetapi mendadak cambuk Mayangseto sudah menyerang
kepala. Untuk melindungi kepala, tangan kiri bergerak menangkis. Busur
bertemu dengan cambuk, sulit ditarik karena terlilit. Maka pedang Joko
Buwang bergerak amat ccpat untuk membabat putus cambuk yang melilit
busur.
Mayangseto tersenyum, justru sebenarnya yang dikehendaki. Pada
saat Joko Bawang lengah ini, ia meroboh tenaga. Apa bila semula menarik,
sekarang berobah mendorong. Dan akibatnya, Joko Buwang merasa
terdorong oleh kekuatan yang tak terlawan. Pedang yang semula akan
membabat diurungkan lalu berjungkir balik untuk memunahkan serangan
lawan. Tetapi celaka, busur yang terlibat oleh cambuk itu lepas. Kemudian ia
sempat menyaksikan busur yang amat berguna itu, membalik agak tinggi
keatas, dan ketika meluncur turun telah dipukul oleh Mayangseto. Terdengar
suara gemeletak, dan hancur berkeping2lah busur yang berharga itu.Menyaksikan busur yang hancur itu, Joko Buwarg marah sekali.
Dengan pedangnya ia menyerang cepat dan ganas. Akan tetapi serangan itu
dengan mudah dapat digagalkan oleh Mayangseto.
Untung juga bagi Joko Buwang, bahwa Mayangseto tidak berani
melanggar sumpah yang pernah diucapkan dihadapan gurunya ketika akan
meninggal. Bahwa apabila tidak terpaksa, dilarang melakukan pembunuhan.
Kalau saja tidak mengingat akan sumpahnya itu, sebenarnya Mayangseto
ingin meremukkan kepala pemuda ini. Karena pemuda inilah yang secara
curang sudah menyerang dan menggunakan panah beracun, dan
mengakibatkan Kiageng Gunturselo meninggal. Maka dari itu serangan2
Mayangseto selalu mengarah kepada bagian2 tubuh yang tidak mematikan.
Pada suatu ketika timbullah niat Joko Buwang untuk membabat putus
ujung cambuk Mayangseto. Ia percaya bahwa oleh ketajaman pedangnya
yang dibantu oleh tenaga dalam, cambuk itu akan terbabat putus.
Terpikir demikian, Joko Buwang segera merobah serangannya, la
sengaja memberl kesempatan kepada musuhnya agar menyerang bagian
atas. Begitu ia melihat pancingannya berhasil, dengan tersenyum mengejek
ia segera menyabatkan pedang secara cepat.
Tetapi, Joko Buwang menjadi amat gugup. Dengan mengerahkan
tenaga ia berusaha menguasai pedang yang terlibat oleh ujung cambuk, dan
tertarik amat kuat. Terjadilah sekarang mereka berjoang mati2an untuk
mengadu kekuatan. Masing2 tidak bergerak dari tempatnya, untuk mengadu
kekuatan tenaga dalam.
Perjoangan yang amat berat ini berlangsung beberapa lama. Masing2
berdiri tak bergerak, akan tetapi peluh sudah membanjir membasahi tubuh.
Bharoto menyaksikan perjuangan mati2an itu dengan perasaan yang
tegang. Timbul keinginan untuk membantu Mayangseto, akan tetapi ia takut
dikatakan orang sudah mengeroyok. Padahal sekalipun satu lawan satu,
belumlah tentu kawannya itu akan kalah. Namun demikian beberapa kali ia
mengeluh dan kakinya bergerak ingin melangkah.
Menyaksikan keadaan Bharoto itu, Murningdyah merasa geii. Tadi
ketika orang bertempur begitu hebat, tampak tenang2 saja, tetapi mengapa
justru sekararg yang bertempur sedang mengaso, malah menjadi gelisah.
Oleh karena itu, sambil tersenyum ia menyapa : ?Mbakyu, mengapa kau
gelisah ? Bukankah mereka baru mengaso?"
Mendongkol, tetapi juga geli mendengar ucapan Murningdyah lni.
Orang sedang berjoang mati2an, malah dikatakan sedang mengaso. Namun
ia merasa tidak tega harus marah kepada gadis yang tidak mengerti ini.
Maka jawabnya kemudian :?Adik, mereka bukan mengaso seperti
sangkamu. Tetapi sedang berjoang mati2an untuk merebut kemenangan".
?Kau ini lucu mbakyu, slapa yang mau percaya? Mereka berdiam dirimalah dikatakan berjoang mati2an". Bantah Murningdyah. ?Orang tentu
bilang bahwa ketika mereka bergerak amat cepat dengan pedang
menyambar2 itu tadi, baru bisa dikatakan berjoang mati2an."
Ah, ketanggor dengan orang yang tidak mengerti tentang ilmu
kepandaian. Sulitlah untuk memberi penjelasan kepada orang yang masih
buntu ini. Daripada harus berategang, lebih baik dibiarkan. Karena itu
Bharoto kembali memperhatikan mereka yang sedang bertempur dengan
perasaan yang tegang.
Mendadak Murningdyah lari mendekati yang sedang bertempur, seraya
berseru: ?Sudah sudah, kalian tak usah bertempur. Lebih baik kita bersatu
dan rukun."
Suara Murningdyah itu merdu dan jelas didengar Joko Buwang. Dan
celakanya pemuda hidung belang ini terpengaruh oleh suara yang merdu itu.
Perhatiannya menjadi terpecah.
Bharoto amat terkejut atas kelancangan Murningdyah itu. Ia cepat
mengedjar dan akan menampar pipinya agar menjadi kapok.
Mendadak terdengar pekik Joko Buwang, disusul dengan lepasnya
pedang dari tangan dan tubuhnya yang terdorong kebelakang dua langkah.
Lalu ter hujung2 jatuh terduduk, batuk tiga kali kemudian muntah darah.
Sedang Mayangseto sendirl bergojang2 sebentar lalu cepat duduk bersila
untuk mengatur pernapasan.
Entah mengapa sebabnya, Murningdyah tampak terkejut menyaksikan
Joko Buwang muntah darah Ia lari menghampiri dengan maksud untuk
menolong sebisanya. Agaknya dia ini merasa tidak tega membiarkan orang
yang pernah menolong itu, mengalami derita.
Bharoto memekik mencegah serayas mengejar. Akan tetapi terlambat.
Tangan Joko Buwang bergerak memukul dada Murningdyah. Dan akibatnya
hebat sekali. Tubuh gadis itu terpental kebelakang lebih satu tombak, lalu
tidak bergerak lagi untuk selamanya.
Sedang Joko Buwang roboh terguling dan kembali muntah darah
segar.
Semua itu berlangsung amat cepat. Bharoto berdiri terpaku beberapa
saat, tak tahu apa yang harus diperbuat. Dalam hati timbul rasa menyesal
mengapa Murningdyah begitu lancang, dan berakibat membahajakan diri
sendiri. Akan tetapi ia juga begitu gemas mengapa Joko Buwang begitu
kejam dan ganas, orang yang tidak bersalah dipukul hingga tewas.
Mendadak timbul amarah dalam dada. Pemuda kejam dan ganas ini
seharusnya dibunuh mati saja. Ia masih belum lupa akan kekurangajaran
Joko Buwang terhadap dirinya. Dan sekarang ini merupakan kesempatan
amat baik untuk membalas dendam. Maka tangannya cepat bergerak
melolos pedang. Lalu meloncat untuk menghunjamkan pedang itu kedadaJoko Buwang.
Akan tetapi mendadak ia terhenti oleh kekuatan yang tidak terlawan.
Ketika ia mengamati, ternyata ujung cambuk sudab melilit tubuhnya. Dan
kemudian terdengarlah kata Mayangseto: ?Adi, jangan lancang."
Bharoto menundukkan kepala dengan perasaan kecewa. Tetapi untuk
membantah tidak mungkin! Maka ia segera menyarungkan pedangnya dan
melangkah lunglai mendekati tubuhnya Murningdyah yang tidak bergerak.
Ia memeluk tubuh Murningdyah dengan tersedu, airmata yang bening
membasahi dua belah pipinya yang kuning montok Ia merasa tidak tega
menyaksikan gadis yang tidak bersalah ini harus mengalami nasib
menyedihkan.
Tetapi ia menghentikan tangisnya mendadak, ketika terdengar suara
parau dari mulut Joko Buwang. ?Hai Mayangseto! Kau memang hebat dan
hari ini aku mengaku kalah. Akan tetapi rasakan pembalasanku kemudian
harl, untuk membuktikan siapa yang lebih kuat".
?Tutup mulutmu bangsat!" damprat Bharoto masih dengan mata yang
marah ?Kalau saja kakang Mayangseto tidak mengampuni jiwamu, apa kau
masih hidup?"
Joko Buwang ketawa ter bahak2, lalu kemudian mengejek: ?Hem, kau
laki2 cengeng, berani jual tampang. Kau juga akan kubunuh kemudian hari".
Bharoto menjadi amat marah. Ia mencabut pedangnya dan akan
menyerang, Akan tetapi Mayangseto cepat mencegah lagi dan membujuk :
?Adi, kau jangan menurutkan hati. Biarkan dia membual semaunya".
Bharoto tidak berani membantah sekalipun dalam hati merasa
mendongkol. Entah mengapa sebabnya, Bharoto selalu merasa tunduk
kepada pemuda ini.
?Joko Buwang", Mayangseto berkata ramah seraya memandang
kepadanya, ?kapanpun kau akan membalas akan kulayani dengan senang
hati. Dan sekarang, kau luka parah. Maka pelihara dan obatilah dahulu
lukamu".
Joko Buwang ketawa ter bahak2 lagi. Tiba2 ter batuk2 lalu kembali
muntah darah segar. Dadanya terasa sesak dan kepala amat pening. Maka
ia hanya dapat menjawab singkat: ?Bagus ! Tunggulah kedatanganku lain
waktu".
Dengan bertatih dan terhuyung Joko Buwang pergi.
Mayangseto mengeluh, mengapa pemuda itu tidak mau menyadari
kesesatannya. Mengapa ia tidak mau insyaf sekalipun sudah diberi
kemurahan, tidak dibunuhnya. Malah sekarang ia mengancam akan
membalas dalam waktu lain.
Bharoto memandang kepadanya, lalu katanya setengah berbisik:
?Kakang, ia masih marah kepadamu".?Hem, apa boleh buat adi. Aku ingin menjunjung tinggi pesan guru".
Jawab Mayangseto seraya memandang jenazah Murningdyah yang terkapar
tidak bergerak ?Tetapi adi, apabila kemudian hari aku berhadapan dengan
dia maka dengan terpaksa aku akan rnembunuhnya. Karena orang seperti
Joko Buwang ini sebenarnya amat berbahaya, disamping kejam dan ganas.
Gadis ini tidak bersalah, namun sampai hati juga ia membunuhnya".
?Itulah sebabnya mengapa aku tadi akan membunub dia kakang.
Tetapi kau mencegah".
?Ya, aku juga menginsyafi kemarahanmu. Akan tetapi adi, kau jangan
mengotori tanganmu. Serahkanlah seluruhnya kepada Tuhan, bahwa siapa
yang bersalah akan mendapat hukuman setimpal. Dan sekarang marilah kita
kuburkan jenazah gadis ini sebagaimana layaknya".
Mereka berdua kemudian sibuk membuat lobang pada tanah yang
tidak begitu keras. Dan sesuclah selesai, jenazah itu dikubur dengan iringan
air mata Bharoto. Ia tidak kuasa menahan air mata dan menangis terisak2
Mayangseto menghela napas menahan rasa haru, dan membiarkan gadis itu
tetap menangis.
?Adi," hibur Mayangseto kemudian sesudah ditunggu lama belum juga
berhenti, ?biarkantah ia kembali ketempat asal. Marilah kita sekarang
melanjutkan tugas. Hari sudah mulai sore".
Bharoto mengangkat kepala, memandang matahari dengan mata
basah. Terkejut juga ketika menyaksikan matahari sudah dibagian barat.
Bharoto bangkit, dan bersama Mayangseto menuju perkampungan
Wirotaksoko.
?Wirotaksoko sudah berhasil membangun benteng demikian kuat".
Keluh Mayangseto perlahan. ?Untuk menghancurkan bukan pekerjaan yang
gampang. Dan semua ini akulah yang bersalah".
?Apa kesalahan kakang?" Bharoto terkejut seraya menatap. ?Kau amat
perasa kakang, selalu menganggap diri sendiri bersalah."
?Adi, aku memang merasa bersalah. Mengapa aku teledor dalam
urusan ini? Kalau saja aku bertindak pada setahun yang lalu, Wirotaksoko
tentu belum sekuat ini".
?Ya, tetapi kau juga belum memiliki kepandaian seperti sekarang.
Nyatanya kau terluka parah oleh Jogosatru. Karena itu kakang tidaklah perlu
menyesal dan merasa bersalah Sebaiknya apa yang kita ketahui kita
laporkan ke Mataram. Dengan pasukan yang kuat, aku percaya dapat
berhasil menghancurkannya.
?Tidak!" Mayangseto menggeleng. ?Aku harus cepat akhiri kejahatan2
Wirotaksoko yang sudah makan banyak korban. Disamping itu juga sudah
cukup lama pula Wirotaksoko merusak nama baik Mataram. Adi, malam
nanti aku harus sudah dapat menghancurkan kekuatan Wirotaksoko".?Tetapi kakang," Bharoto ragu2 , ?kau bilang bahwa guru Wirotaksoko
yang bernama Ki Jogosatru itu begitu sakti. Hanya kita berdua apakah
kiranya sanggup menaklukkan mereka ? Maka menurut pendapatku biar
lambat tetapi selamat, dan perlu melaporkan penyelidikan kita ini lebih
dahulu kepada Panembahan Senopati".
Mayangseto menghela napas. Timbul rasa ragu2 dan merasa tidak
mampu sebenarnya, hanya berdua dengan Bharoto. Ki Jogosatru dan
Wirotaksoko merupakan orang2 yang tidak gampang dilawan. Meskipun ia
merasa mampu untuk melawan Ki Jogosatru, dan Bharoto mampu untuk
Guntur Geni Dan Cambuk Kilat Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melawan Wirotaksoko, namun pasukan Wirotaksoko yang berjumlah ribuan
itu harus masuk didalam perhitungannya pula.
Nekad, membawa risiko yang amat berat. Apabila ia dan Bharoto
tewas, merupakan pengorbanan yang sia2. Padahal tugas perjoangan yang
lain masih membutuhkan tenaganya. Maka lebih baik maksudnya ditunda
saja.
Akan tetapi perasaannya demikian ini, tidak lama bersarang dalam
dada. Mengapa harus ragu2? Mengapa harus takut? Hidup dan mati ditangan
Tuhan. Kalau memang ajal belum sampai, Tuhan akan selalu menolong
umatnya. Oleh karena itu cepat timbul bantahan hatinya. Tidak ! Tugas
mulia ini harus tidak ter tunda2 lagi. Wirotaksoko sudah cukup banyak
menimbulkan korban. Gerombolan ini sudah cukup lama merampok dan
menculik gadis2 untuk barang permainan. Merupakan tugas yang tidak
dapat pula dikesampingkan begitu saja. Ia sudah merasa bersalah, mengapa
menunda2 tugas mulia ini. Apakah sekarang harus ditunda lagi?
Tidak! harus segera dilaksanakan. Apapun yang terjadi ia tidak akan
mundur setapakpun juga. Biarlah ia mati dalam perjoangan ini kalau
memang Tuhan sudah menghendaki. Mati hanyalah soal waktu, dan
semuanya itu sudah ditentukan oleh Tuhan yang tidak akan bisa dibantah
oleh tiap maausia.
?Tidak ! Tidak adi, tidak! Kita harus cepat menyelesaikan tugas mulia
ini. Kita harus cepat mencegah perbuatan2 Wirotaksoko yang kejam dan
ganas. Cukup lama sudah Wirotaksoko mengacau rakyat. Cukup sudah
korban yang ditimbulkan oleh perbuatannya. Maka kita tidak perlu ragu2
lagi".
?Kakang," jawab Bharoto dengan manatap pemuda tampan ini,
?bukankah kita harus berpikir dengan otak dan tidak menyerah kepada
hati?"
?Apa maksudmu ?? |
?Maksudku, semua perbuatan dan semua tindakan harus di
perhitungkan dengan teliti. Bukankah kakang selalu memberi nasihat
kepadaku tentang itu? Apakah keputusan kakang sekarang ini bukan hanyaterdorong oleh hati ?"
Tersenyum Mayangseto mendengar kata2 Bharoto. Sementara lama ia
memandang kepada kawannya ini, dan barulah ia berkata: ?Adi, aku bukan
hanya berpikir dengan hati. Aku sudah berpikir dengan otak".
?Apakah kakang sudah yakin dapat mengatasi?" Bharoto agak cemas.
?Apakah adi takut menghadapi tugas ini?" balas Mayangseto.
Terbelalak mata Bharoto yang indah mendengar kata Mayangseto ini.
Hatinya merasa tersinggung dianggap takut itu. Maka timbullah rasa marah
dan mendongkol dalam hati tetapi tidak tega untuk mengemukakan. Tiada
jalan lain lagi, kecuali menitikkan airmata yang bening.
?Adi, mengapa . adi?" Mayangseto gugup.
Tetapi desakan hati wanitanya menyebabkan airmata itu makin
banyak mengalir. Lalu ia duduk dan menangis ter sedu2. Hingga Mayangseto
menjadi bingung dan tidak mengerti. Beberapa saat lamanya Mayangseto
berdiri tertegun, tidak tahu apa yang harus diperbuat. Ia berpikir dan
mengingat ingat, apa kata2nya ada yang menyinggung?
Untung ia cepat Ingat. Ia cepat menginsyafi bahwa hati gadis ini
merasa tersinggung dikatakan ?takut". Karena itu ia cepat duduk
mendampingi Bharoto, dan dengan kata setengah berbisik menyatakan
penyesalannya: ?Adi, maafkan aku."
Tetapi Bharoto tldak menjawab. Ia tetap menangis seraya menyeka air
mata yang membanjir.
?Adi," hibur Mayangseto, ?sudahlah. Aku tidak sengaja menyinggung
hatimu adi"
?Tetapi . kau menganggap aku penakut," protes Bharoto disela
sedan. ?Biarlah aku nanti akan mengamuk dan tewas dalam pertempuran.
Agar .. agar hatimu puas dan tahu bahwa aku bukan penakut."
?Adi, aku tidak bermaksud begitu. Jangan adi, jangan kau berkata
begitu." ratap Mayangseto.
Pemuda ini teringat akan Resi Duhkito yang sudah menitipkan anak
gadisnya. Teringat akan kesanggupannya untuk menjaga dan melindungi
keselamatannya. Ia tidak berani me nyia2kan kepercayaan orang
kepadanya. Ia tidak berani mengingkari apa yang sudah dijanjikan.
Oleh perasaan ini, kemudian ia menjadi merasa iba. Maka dengan
tidak disadari ia sudah memegang pundak gadis yang menyamar sebagai
laki2 ini dengan berbisik: ?Adi maafkanlah aku! Biarlah aku menurut
pendapamu untuk mengurungkan maksudku. Biarlah kita tunda dulu
maksudku, dan lapor kepada Panembahan Senopati dahulu"
Akan tetapi diluar dugaan. Jawaban Bharoto bukannya menyetujui,
tetapi malah sebaliknya ?Tidak! Maksudmu tidak boleh ditunda. Ayo kita
serbu sekarang."Dan dengan tak terduga gadis ini sudah menolakkan tangannya untuk
berdiri. Untung Mayangseto cepat bergerak menarik dan merangkul
pinggang Bharoto. Akibatnya Bharoto kehilangan keseimbangan badannya.
Ia limbung laiu jatuh terduduk dengan badan bersandar kepada dada
Mayangseto. Taagan Mayangseto masih memeluk pinggangnya demikian
etat.
Dengan tak terduga, perasaan aneh menjalar memenuhi dada, dan
pelukan Mayangseto ini dirasakan amat bahagia. Maka ia tidak berusaha
melepaskan diri, dan sebaliknya Bharoto malah memejamkan matanya.
Kemudian hatinya berkata ?Teruskan kakang, peluklah aku lebih erat. Ah,
alangkah menyenangkan sekali apabila perasaanmu seperti yang aku
rasakan sekarang ini."
Akan tetapi tiba2 Mayangseto sadar akan apa yang diperbuatnya. Ia
cepat2 melepaskan pelukannya, tersenyum agak malu dan kemudian
berbisik : ?Maafkan adi, aku tidak sengaja."
Bharoto tersenyum, tetapi hatinya menangis. Mengapa pemuda yang
diharapkan dan dicintai itu tidak mendengar jeritan hatinya? Oh hampir saja
ia menangis. Ia seorang gadis timur yang terikat oleh adat dan kesopanan.
Pantang baginya untuk mendahului menyatakan cinta sebelum laki2
memulai lebih dahulu. Karena dengan perbuatan itu bisa mengakibatkan
salah tafsir dan menurunkan derajat sendiri.
Entah mengapa sebabnya, sesudah selalu berdampingan dengan
Mayangseto selama empat bulan sejak pertemuannya yang pertama,
Bharoto selalu merasa kagum kepada pemuda ini. la selalu merasa bahagia
apabila sudah berdampingan, dan merasa ada sesuatu rasa yang amat kuat
selalu mengikat hatinya untuk tetap berdekatan. Oleh perasaan itulah maka
kemudian hari berkembang, ia menjadi patuh dan tunduk kepadanya. Dan
kemudian setiap kata2nya diperhatikan dan meminta hatinya untuk
menurut. Kata- katanya lebih dapat menundukkan hatinya daripada kata2
ayahnya sendiri.
Ah, alangkah bahagia hatinya, apabila seorang pemuda yang pernah
dikatakan ayahnya dulu itu, adalah Mayangseto ini. Akan tetapi ah, ayahnya
belum pernah menyebut nama pemuda yang dimaksud. Ayahnya belum
pernah memberi kesempatan untuk melihat dengan mata kepala sendiri
tentang pemuda yang dimaksudkan. Maka sudah barang tentu ia tidak dapat
menaruh kepercayaan kepada kata2 ayahnya, justru sama halnya orang
membeli kucing dalam karung. Padahal persoalan rumahtangga tidaklah bisa
dibuat gampang. Kawin satu kali untuk selamanya, maka harus
dipertimbangkan amat jauh.
Akan tetapi ah, hati gadis ini mengelah. Pemuda tampan yang selalu
diharapkan ini agaknya mempunyai hati yang tak bermata danperasaannyapun tuli. Buktinya sudah lebih empat bulan selalu bersanding,
namun Mayangseto tidak pernah menundjukkan sifatnya sebagai laki2
terhadap wanita dewasa. Menurut perasaan Bharoto sikap Mayangseto tidak
lebih seperti kepada seorang gadis kecil yang perlu ditolong dan dilindungi.
Atau seperti seorang kakak terhadap adiknya yang mesti menjadi tanggung
jawabnya.
Hati Bharoto amat kecewa dan masygul Hampir saja ia berlaku nekad
dan berterus terang menyatakan perasaannya. Namun ah, ia tidak sesempit
itu berpandangan. Ia wanita yang selatu dididik orang tuanya untuk
mengerti akan kedudukannya. Maka ia tidak mungkin berani menurunkan
derajat sendiri. Apapun yang diderita, apapun yang dialami akan
dipertahankan sekuat tenaga. Akan tetapi ah, mengapa matanya berbuat
lain. Mata itu sudah mengeluarkan airmata ber tubi2. Karena itu ia cepat
memalingkan muka agar Mayangseto tidak sempat melihatnya.
Tetapi celakanya Mayangseto tidak dapat ditipu. Dengan gugup dan
memandang Bharoto kemudian bertanya: Apakah kau sakit adi ?"
Bharoto menggelengkan kepala, lalu cepat menutup muka dengan
telapak tangan.
Atas sikap gadis ini Mayangseto makin merasa bahwa dia merasa
tersinggung atas perbuatannya. Ia bisa mengerti, sekalipun sekarang dalam
penyamaran sebagai laki2 tetapi dia tetap wanita. Maka atas perbuatannya
itu tentunya gadis ini menganggap berbuat kurangajar.
Mayangseto menghela napas dalam2. Tidak tahu apa yang harus
diperbuatnya, menghadapi gadis yang sedang menangis ini. Karena ia makin
khawatir apabila apa yang dilakukan makin menyebabkan gadis ini merasa
tersinggung.
Akan tetapi Bharoto sendiri kemudian juga sudah dapat menguasai
seluruh perasannya. Kedatangannya dihutan ini justru bukan untuk
bersenang2. Bukan untuk bertangisan. Kedatangannya mengemban tugas
suci, tugas kemanusiaan untuk menumpas orang2 yang berbuat durhaka.
Menumpas orang yang menurutkan hawa nafsunya, digelimangi oleh
kekuatan dan kekuasaan yang ada padanya.
Oleh kesadarannya itulah kemudian secara tiba2 airmatanya menjadi
kering. Ia menatap kepada pemuda yang disanjungnya itu seraya
menyungging senyum. Dan kemudian ia berkata lirih. ?Kakang, kau tidak
bersalah."
Mayangseto ternganga. Bukan saja mendengar suara gadis itu yang
amat merdu, tetapi juga oleh senyuman yang amat manis. Akan tetapi
untunglah bahwa perasaan mudanya cepat dapat ditindas. Kemudian ia
sendiri tersenyum dan bertanya : ?Apakah kau tidak sakit adi ? Dan tidak
lelah pula ?"Bharoto mengge!engkan kepaia, sekalipun sebenarnya memang terasa
amat lelah. Akan tetapi dasar ia berwatak keras, maka ia tidak ingin
mengaku. Dan kemudian terdengarlah jawabnya : ?Kakang, aku tidak akan
merasa lelah berada disampingmu. Apa lagi dalam menunaikan tugas".
Bharoto sendiri merasa amat terkejut mengapa gelora perasaannya
bocor. Ia menjadi amat cemas apabila teringat akan kata2nya sendiri. Akan
tetapi sebaliknya Mayangseto tidak menangkap getaran perasaan gadis ini.
Penangkapannya hanyalah sederhana, bahwa apa yang diucapkan oleh gadis
ini bukanlah oleh dorongan perasaan kasih, tetapi oleh perasaan bangga.
Dianggapnya bahwa ia selalu dapat menjaga dan melindungi
keselamatannya.
?Ah adi amat merendahkan dirl," kata Mayangseto. ?Kepandaianmu
tidak terlalu banyak selisih dengan diriku. Itulah sebabnya maka paman Resi
Duhkito tidak mengkhawatirkan kau pergi sendirian".
Bharoto tersenyum. Akan tetaptitidak terduga, menyelinaplah rasa
rindu kepada ayah yang sudah lebih empat bulan ditinggalkan tanpa. seijin.
Diam2 ia menjadi merasa malu kepada diri sendiri, mengapa sebagai
seorang gadis pergi meninggaikan rumah tanpa ijin orang tua. Timbullah
kemudian rasa cemas apabila orang tuanya sudah salah paham akan
kepergiannya, disangka sudah berbuat yang kurang baik. Akan tetapi
perasaannya itu tidak lama bersarang dalam dada. Karena ia percaya bahwa
ayahnya tidak akan mempunyai pandangan sepicik itu.
Bharoto ingin segera dapat menghela segala perasaan itu. Ia tidak
mau diombang-ambingkan perasaan yang membuatnya ragu. Maka ia
segera kembali kepada pokok semula: ?Kakang, apa yang harus kita lakukan
nanti malam? Perlukah kita menggunakan pengaruh sirep? Agar dalam tugas
kita tidak banyak menemui kesulitan?"
Terkejut juga Mayangseto mendengar pernyataan Bharoto ini yang
secara tiba2 audah menyetujui maksudnya. Namun karena ia sudah
memutuskan untuk bertindak secara cepat, maka ia seegera menjawab:
Guntur Geni Dan Cambuk Kilat Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
?Kita telah dididik untuk berwatak dan berbuat secara ksatrya. Maka kita
tidak perlu menggunakan pengaruh sirep itu sekalipun bahaya mengancam
setiap waktu. Dan sekalipun tugas yang kita pikul ini merupakan tugas
kemanusiaan untuk membebaskan orang lain dari derita. Adi, kita harus
melakukan tugas dengan jalan wajar. Dengan jalan wajar itu aku menjadi
puas karenanya. Dan semuanya kita serahkan secara bulat kepada Tuhan
Yang Maha Esa, apabila Tuhan mengijinkan apa yang kita perbuat, tentu
melindungi dan membantu."
?Aku setuju kakang, memang demikianlah seharusnya kita berbuat."
Bharoto gembira seraya memandang Mayangseto dengan mata bersinar.
?Tetapi kakang, apakah kita tidak perlu merusak pagar itu agar lebih mudahkita masuk?"
?Dengan apa akan kau lakukan ? Bukankah dengan perbuatan itu akan
timbul suara berisik, dan mengejutkan orang dalam perkampungan?"
Bharoto ketawa, dan kemudian berkata : ?Aku mempunyai maksud
agar mereka dapat kita pancing keluar perkampungan: Bukankah dengan
jalan itu lebih menguntungkan?"
?Betul!" seru Mayangseto tiba2. ?Pendapatmu amat tepat adi, dan
bahagialah aku mempunyai teman seperti kau ini. Ternyata kau lebih cerdas
daripada aku, dan dengan adanya kau disampingku, tugas2 yang beratpun
akan dapat kuselesaikan dengan gemilang."
Dada Bharoto dipenuhi rasa bahagia mendengar ucapan Mayangseto.
Maka gadis ini tersenyum lebih manis, lalu katanya kemudian : ?Ah, kakang
terlalu memanjakan. Ah, perutku lapar kakang, mari makan dahulu".
Mayangseto ketawa, dan mendadak perutnya menjadi lapar. Kemudian
mereka segera mengambil bekal makan dan minum yang sudah
dipersiapkan dari rumah.
Malam itu bulan separo menghias angkasa Dari perkampungan
Krendawahana terdengar suara gamelan mengalun dan mengasikkan.
Terdengar suara perempuan yang merdu disela lengking bonang, melagukan
KInanti yang berisi kisah cinta. Menguak kesepian hutan dan menghibur hati
gundah. Itulah acara tetap setiap malam dan pagi yang sudah ditentukan
oleh Wirotansoko, agar dengan irama gamelan penghuni perkampungan itu
terhibur. Akan tetapi yang lebth penting sebenarnya untuk keperluan
sendiri. untuk dapat menikmati hidup yang penuh kebahagiaan.
Dibawah sinar bulan yang tidak penuh itu, Mayangseto dan Bharoto
mulai mendekati perkampungan. Mereka kemudian melaksanakan
rancangan, membobol pagar untuk memancing orang keluar kampong.
Gemerasak daun bambu oleh tarikan batang yang roboh amat
mengejutkan orang yang sedang bertugas mengawal keselamatan kampung
pada malam itu. Dan betapa terkedjut penjaga itu sesudah mengetahui
bahwa pagar bambu ori yang kuat itu sudah bobol.
Teriakan para penjaga yang amat keras, mengejutkan seluruh
penghuni. Gamelan berhenti mendadak dan terdengarlah kemudian hiruk
pikuk orang berbondong dan membekal senjata. Dalam waktu singkat pagar
yang bobol itu sudah ditutup dengan pagar manusia hidup ratusan
banyaknya.
Mayangseto dan Bharoto meloncat keatas batu besar diluar
perkampungan. Pedang Bharoto sudah siap ditangan sebaliknya Mayangseto
tetap bertangan kosong.
?Hai Wirotaksoko dan Jogosatru! Hayo sambutlah kedatanganku",
teriak Mayangseto keras2.Terdengar suara hiruk pikuk dalam perkampungan tetapi tiada
jawaban. Akan tetapi tidak lama kemudian muncullah lima orang laki2 tegap
membekal senjata dan keluar kampung berurutan dengan gerakan ringan.
Mereka itu bukan lain para senopati yang diandalkan Wirotaksoko. Lalu
diikuti oleh berbondongnya orang dalam jumlah ratusan dengan cepat sudah
membentuk lingkaran dan mengepung Mayangseto dan Bharoto.
Mayangseto dan Bharoto cepat turun dari batu tempatnya berdiri,
mencari tempat yang agak lapang.
Lima orang yang tadi keluar memelopori sekarang sudah menyebar,
siap sedia menghadapi segala kemungkinan. Perlahan mereka mendekati,
dan terdengarlah kemudian Jalusekti sudah menghardik : ?Siapa kamu,
berani mati mengganggu kami?"
Mayangseto ketawa dan kemudian menjawab: ?Dengarkan baik2. Aku
Mayangseto, ingin bertemu dengan pemimpinmu Jogosatru dan
Wirotaksoko".
Terkejut juga lima orang senopati itu ketika mendengar nama
Mayangseto disebut. Mereka sudah mendengar tentang pertempuran yang
pernah terjadi antara Mayangseto dengan Ki Jogosatru dilereng Merapi. Ki
Jogosatru pulang ke Krendawahana dengan hati amat masygul, karena
ternyata Mayangseto dapat mengimbangi. Atas peristiwa itu kemudian Ki
Jogosatru pergi dan hingga sekarang belum kembali. Kalau Ki Jogosatru saja
hanya dapat mengimbangi kepandaiannya, maka apa artinya mereka
berlima?
Diam2 Jalusekti dan kawan2nya menjadi keder. Mereka tidak berani
sembarangan menyerang, dan dalam hati mengharapkan agar Wirotaksoko
dan Wirosardulo senera keluar dan menyambut kedatangan pemuda ini.
Dengan maju bersama2, Jalusekti berpengharapan akan bisa melayani
pemuda gagah ini.
Harapan Jalusekti itu memang tidak usah menunggu lama. Karena
pada saat itu terdengarlah suara ketawa yang bergelak2 menyeramkan,
laksana suara seekor naga yang sedang marah. Suara ketawa itu
membahana keseuruh penjuru hutan, mengusap tebing dan merayu batu.
Inilah suara ketawa Wirotaksoko raja Krendawahana. Memang tepatlah ia
menamakan diri Wirotaksoko yang berarti seekor ular perwira. Dan belum
lenyap suara ketawanya yang memenuhi udara hutan, berkelebatlah dua
bayangan orang yang amat cepat. Tahu2 sudah berdiri berhadapan dengan
Mayangseto dan Bharoto.
Terkejut juga Mayangseto dan Bharoto menyaksikan kecepatan
bergerak Wirotaksoko dan Wirosardulo. Agaknya sekarang Wirotaksoko
sudah banyak mencapai kemajuan dibawah gurunya Ki Jogosatru.
Jalusekti dan empat kawarmja menjadi amat gembira sesudahpemimpinnya menampakkan diri. Tidak lagi ia merasa khawatir dan ragu
ragu, dan mereka kemudian bersiap diri untuk mengeroyok. Mereka percaya
bahwa dengan mengandalkan jumlah akan dapat menaklukkan dua orang
pemuda yang menjual kesombongan di Krendawahana.
?Uah, cocok dengan impianku semalam, Ha - ha- ha- ha! Cocok!
Cocok!" Seru Wirotaksoko lantang disertai ketawa ber-gelak2 ?Ketahuilah
Wirosardulo, tadi malam aku ditemui eyang Bathari Durga. Krendawahana
membutuhkan tumbal dua orang pemuda. Dan sekarang, tanpa angin dan
tanpa hujan dua orang pemuda yang kita butuhkan sudah datang sendiri."
Wirosardulo ketawa keras2 sehingga perutnya berguncang2. Dan
kemudian terdengarlah jawabnya yang parau : ?Kakang, itulah tanda bahwa
eyang Bathari Durga selalu melindungi kita."
?Betul adi, betul sekali ! Dan bagaimana cara memasang tumbal itu?
Dikubur hidup2 ataukah harus disiksa dulu? Diambil hati dan jantungnya,
baru kemudian dibunuh? Mana yang baik?"
?Kiraku eyang Bathari Durgo Iebih senang apabila diambil jantung dan
hatinya lebih dahutu untuk sesaji. Dan darahnya dicampur anggur,
kemudian untuk hidangan minum dalam sesaji itu."
Panas sekali hati Bharoto mendengar ocehan Wirotaksoko dan
Wirotardulo yang terang2 meremehkan itu. Maka ia sudah cepat melompat
menyerang Wirotaksoko seraya berteriak: ?Awas pedang!"
Terdengar suara ketawa Wirotaksoko yang mengejek. Ia melompat
kesamping, dan tangan kanan cepat mengambil senjata pusaka tombak
pendek.
Menyaksikan itu Mayangseto terkejut juga. Mengapa Bharoto sudah
memilih lawan yang terberat. Maka ia segera melompat dan berseru: ?,Adi,
mundurlah!"
Akan tetapi Wirosardula dan lima orang senopati Krendawahana sudah
melompat menghalangi. Enam orang iut senjatanya masing2 sudah
menyerang bersama dari segala jurusan. Karena itu maksud Mayangseto
untuk mencegah Bharoto tidak terlaksana, dan kemudian melayani enam
orang musuhnya dengan tangan kosong. Ia bergerak amat lincah dan cepat
menghindar dan memukul.
Dalam waktu singkat sudah terjadi dua pertempuran yang amat seru.Perajurit2 Krendawahana yang melingkari arena pertempuran itu
menyaksikan penuh rasa kagum. Mereka dapat menyaksikan secara jelas
atas bantuan bulan separo yang menghias angkasa.
Ternyata Wirosardulo dan lima orang senopati itu merupakan orang2
yang berilmu dan dapat bekerjasama sedemikian rapat dan tangguh. Oleh
karena itu maksud Mayangseto untuk menolong Bharoto tidak berhasil, dan
terpaksa harus melayani keroyokan tersebut penuh perhatian. Angin
pukulannya menyambar2 dan kuasa merobah arah senjata lawan. Namun
dengan mengandalkan jumlah, enam orang tersebut tetap menyerang dari
segala penjuru. Tenyata orang Krendawahana dengan mendapat bimbingan
dan gemblengan Ki Jogosatru menjilma mendjadi orang2 yang begitu
tangguh dan tidak dapat dibuat sembarangan.
Dalam pada itu pertempuran antara Wirotaksoko dan Bharoto
barlangsung lebih seru. Masing2 berusaha untuk dapat mengatasi lawan
dalam waktu singkat. Tombak pendek Wirotaksoko menyerang bertubi2,
mematuk2 dan melingkari ruang gerak Bharoto amat rapat. Disamping itu
tangan kiri Wirotaksoko melancarkan serangan pula dengan pukulan2 Gelap
ngampar yang dapat menghanguskan badan musuh apabila tersentuh. Ilmu
gelap ngampar ini adalah hasil gemblengan Ki Jogosatru. Sedang ilmu
tersebut adalah warisan Pangeran Harya Panangsang yang sakti
mandraguna.
Bharoto terkejut juga ketika merasakan hawa panas yang
menyambar2 dari pukulan tangan kiri lawan. Untung bahwa ia seorang
puteri pertapa sakti. Maka ia dapat membentengi tubuhnya dengan hawa
murni dalam tubuh yang berasal dari air, untuk menindas pengaruh hawa
pukulan yang panas menyentuh2. Pedangnya berkelebat amat cepat
mengimbangi gerak pukulan dan serangan lawan, seraya menghindari
benturan. Karena tiap benturan dapat berakibat merugikan diri sendiri,
justru ia merasa bahwa masih kalah tenaga.
Akan tetapi sebaliknya, Wirotaksoko maklum juga akan kehendak
lawan yang selalu menghindari benturan itu. Maka ia selalu berusaha untuk
membenturkan senjata dan sekaligus dapat mengukur kekuatan lawan.
Pada suatu saat yang tidak terduga, tombak pendek Wirotaksoko
bergerak amat cepat menyerang dari segala jurusan. Bharoto terpaksa
menggunakan kelincahan bergerak meloncat dan melenting. Namun
kemudian suata benturan tidak dapat dihindarkan lagi pada saat Bharoto
sedang menginjakkan kakinya. Pijar api bertebaran kesekeliling.
Senjata mereka masing2 tergetar, dan kemudian telapak tangan
terasa panas. Dengan benturan ini mengertilah mereka bahwa kekuatannya
hampir seimbang. Tetapi Wirotaksoko mempunyai kelebihan tenaga sedikit.
Karena itu maka kemudian mereka melanjutkan pertempuran dengan makincepat. Akan tetapi makin lama Bharoto makin terdepak. Pukulan2 tangan
kiri yang dilancarkan oleh Wirotaksoko makin terasa panas menyentuh2.
Disamping tombak pendek Wirotaksoko makin bergerak cepat dan
berbahaya. Bharoto banyak menangkis dari pada menyerang, dan
keadaannya makin tidak menguntungkan, karena setiap saat dapat
dirobohkan.
Menyaksikan keadaan Bharoto yang terdesak itu, diam2 Mayangseto
terkejut dan amat khawatir. Sejak mala Mayangseto memang sudah
menduga bahwa gadis ini tidak akan kuat menandingi Wirotaksoko Maka
ketika melihat Bharoto terdesak, Mayangseto menjadi gelisah dan cemas.
Maksud hati ingin menolong, akan tetapi keroyokan musuhnya selalu rapat
menjaga hingga sulit untuk ditembus.
Dalam keadaan yang amat sulit dan berbahaya ini, tiada jalan lain
kecuali harus menggunakan cambuk wasiat. Diloloslah kemudian cambuk
warisan Kiageng Mahesotopo itu dari pinggangnya. Lalu terdengar suara tar
- tar dua kali membelah angkasa dan cambuk tersebut sudah bergerak amat
cepat mematuk dan melibat2.
Dengan bantuan cambuk ini Mayangseto lebih dapat leluasa
Guntur Geni Dan Cambuk Kilat Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menyerang dari jarak agak jauh. Pada saat cambuk itu digerakkan memutar
keatas, terdengarlah pekik terkejut dari Jalusekti dan Priyosekti. Golok
mereka sudah terpental dan terasa tangannya seperti lumpuh.
Tetapi bersamaan dengan itu terdengarlah jerit dari Bharoto. Ketika
Mayangseto menoleh, ternyata Bharoto sudah melawan kerepotan hanya
bertangan kosong. Karena pedangnya sudah berhasil dmentalkan oleh
Wirotaksoko. Menyaksikan keadaan Bhatoto dalam bahaya itu maka secepat
kilat Mayangseto memukulkan cambuk untuk membuka jalan. Kemudian
dengan cepat pula sudah melompat dan menggerakkan cambuknya kearah
Wirotaksoko.
Oleh sambaran cambuk itu, Wirotaksoko terpaksa menghindari dengan
melompat mundur. Tetapi kemudian dengan mengeluarkan suara berdesis2
seperti ular, Wirotaksoko sudah melancarkan serangan2 cepat dan begitu
ganas. Baik pukulan tangan kiri yang berisi ilmu ?Gelap- ngampar" maupun
tombak pendeknya selalu ber-sasaran pada tempat2 yang mematikan.
Namun demikian Mayangseto dapat mengimbangi dengan baik, dan
pada saat itu Bharoto bergerak cepat untuk mengambil kembali sepasang
pedangnya. Untung sekali bahwa gerakan Bharoto itu amat cepat, sehingga
ketika Kakungsekti dan Jagosekti menyerang bersama, Bharoto sudah
berhasil merenggut pedang, lalu meloncat tinggi menghindari serangan.
Mayangseto berusaha sekuat tenaga untuk menggiring kekuatan musuh itu
menjadi satu. Karena hanya dengan jalan itu sajalah Bharoto dapat dibantusetiap menderita kerepotan. Maka seru pemuda ini kemudian : ?Adi, kau
jangan menjauhi aku. Marilah kita bekerjasama menghalau keroyokan."
(Bersambung jilid V).S I N O M.
Sakadare linakonan.
mung tumindak merak ati,
angger tan dadi prakara,
karana wirajat muni,
,,ichtijar iku jekti,
pamilihing reh rahaju",
sinambi mbudidaja,
kanti awas lawan eling,
kang kaesti antuka marmaning suksma.
( R. Ng. Ronggowarsito ,,Kalatida").1
=GUNTUR GENI DAN CAMBUK KILAT=
(oleh : Widi Widajat)
JILID V
??? X ???
BHAROTO tidak menjawab, tetapi tubuhnya sudah berkelebat cepat dan
kemudian memberi perlawanan amat rapat dan saling membantu. Baik
cambuk Mayangseto maupun pedang Bharoto melancarkan serangan ber
tubi2 untuk memereteli kekuatan lawan. Namun agaknya tokoh2
Krendawahana ini juga tidak mau kalah. Tujuh orang itu bekerjasama
begitu rapi sehingga sulit untuk dikalahkan dalam waktu singkat. Agaknya
mereka memang sudah amat terlatih didalam pertahanan bersama ini.
Mendadak terdengarlah suara ketawa berderai2 menyeramkan,
menebarkan kekuatan gaib yang amat hebat. Suara ketawa itu kuasa
menggoncang jantung, sehingga jantung Mayangseto dan Bharoto
merasa begitu sakit. Dalam hatinya kemudian bertanya2 siapakah orang
yang baru datang ini?
Tidak usah lama berteka-teki, Mayangseto maupUn Bharoto jadi
terkejut ketika tiba2 Wirotaksoko berseru keras: ?Guru! Aha, bapa datang
pada saat yang amat tepat. Tolonglah bapa, bantulah mencincang dua
ekor tikus yang sombong ini",
?Siapa Yang berani mengganggumu?" suara pertanyaan itu
menggema memenuhi udara arena pertempuran. Dan begitu selesai
ucapannya, maka sudah berkelebat amat cepat bayangan orang langsung
masuk arena.
Ia berdiri diatas kaki sebelah kanan, sedangkan kaki kirinya
tergantung. Kemudian ia kembali ketawa menyeramkan sesudah
mengetahui siapa yang dimaksud oleh Wirotaksoko. Pantas saja muridnya
meminta bantuannya.
?Adi, harap kau hati2", kata Mayangseto perlahan. ?Orang ini bukan
lain Jogosatru, guru mereka. Kita harus memeras tenaga kepandaian".
Pertempuran itu berhentl sesudah Jogosatru hadir. Ki Jogosatru ini
dengan mata yang berkilat tajam mengawasi Mayangseto dan Bharoto
tak berkedip. Dan ketika ia mengamati Bharoto, maka mendadak Ki
Jogosatru ketawa bergelak2, lalu terdengar suaranya yang parau berat:
?Hah, Wirotaksoko. Kau agaknyaa sudah lamur, hingga mudah dikelabui
orang. Hayo, perintahkan orang2mu mundur. Biarlah murid tuabangka
Gunturselo aku yang membereskan, sedang kau lawanlah gadis itu".2
Bukan saja Wirotaksoko yang terkejut, tetapi Mayangseto dan
Bharoto tidak terkecuali. Mata Ki Jogosatru ini ternyata begitu tajam
hingga dalam waktu singkat saja sudah dapat menebak secara tepat.
Tetapi Wirotaksoko masih bertanya: ?Mana guru?"
?Goblok kau!" Bentak Ki Jogotatru. ?Dia bukan laki-laki seperti
sangkamu. Dia adalah gadis menyamar sebagai laki2. Tetapi Wiro, kau
jangan gegabah. Dia gadis yang cantik. Dia jangan kau lukai dan jangan
kau sakiti. Tak usah kau melawan bersungguh cukup kau cegah jangan
sampai lari. Biarlah sasudah aku selesai membereskan tikus dari Merapi
ini, maka dia akan kutangkap sendiri. Uah, dapat rejeki besar aku malam
ini. Pulang dari berprihatin setengah tahun, mendapat gadis jelita Ha-ha
ha ha...bahagia aku malam ini".
Muak sekali Bharoto dan Mayangseto mendengar ocehan orang tua
yang tak tahu malu ini. Kalau saja Mayangseto tidak cepat menahan
Bharoto, sudah tentu gadis ini sudah menerjang Ki Jogosatru dengan
nekad. Karena itu maka gadis yang menyamar sebagai laki2 ini hanya
membanting2 kaki dengan amat geram.
Tiba2 Ki Jogosatru sudah bergerak amat cepat tak terduga. Untuk
mengadu tenaga adalah amat berbehaya. Maka tiada jalan lain kecuali
mereka meloncat bersama dan menghindar Dan akibatnya sekarang, Ki
Jogosatru sudah berhasil memisahkan Bharoto dan Mayangseto. Lalu
dengan tidak memberi waktu sedikitpun. Ki Jogosatru sudah menyerang
dengan ilmu Gelap- ngampar. Angin pukulannya menderu2 menebarkan
hawa amat panas.
Menghadapi Ki Jogosatru ini, maka Mayangseto tidak berani
main2.Cambuknya segera bergerak amat cepat melancarkan serangan
dengan jurus Cambuk kilat, sedang tangan kiri bergerak cepat pula
menggunakan jurus2 pukulan gunturgeni. Dengan ilmu gunturgeni ajaran
Kiageng Gunturselo ini maka pukulan Ki Jogosatru dapat dipunahkan.
Disamping itu Wirotaksoko sudah cepat menubruk maju menyerang
Bharoto Tetapi mengingat pesan gurunya agar tidak melukai dan
menyakiti, maka perlawanannya hanyalah sekedar untuk mengurung agar
tidak lari dan tidak dapat membantu Mayangseto.
Berdebar juga hati Mayangseto menghadapi perkembangan baru
yang tidak terduga ini. Terang sekali bahwa Bharoto tidak akan dapat
mengimbangi kepandaian Wirotaksoko. Padahal untuk memberi bantuan,
tidaklah mungkin. la sendiri menghadapi musuh yang tangguh. Sekalipun
ia pernah dapat mengusir Ki Jogosatru ketika menyerbu ke Merapi,
namun gelagatnya sekarang dia sudah lebih maju lagi. Diam2 ia menjadi
cemas dan mengeluh, disamping menyesal mengapa memaksa untuk
bertindak. Kalau saja ia menurut pendapat Bharoto, lapor kepada
Panembahan Senopati. Maka dengan kekuatan yang cukup tidaklah sulit
untuk menumpas.3
Bagi dirinya sendiri, ia tidak akan menyesal etkalipun tewas dan
menjadi korban didalam melakukan tugas. Akan tetapi Endang Palupi.
gadis yang menyamar dengan nama Bharoto tidak boleh menjadi korban.
Ia merasa bertanggung- jawab atas keselamatannya, dan bertanggung
jawab pula dalam segala hal.
Teringat akan semua ini maka la makin membentengi diri dan
mempercepat serangannya agar bisa mengusir KI Jogosatru. Namun
celaka sekali bahwa usahanya selalu gagal, karena Ki Jogosatru dapat
mengimbangi perlawanan yang diberikan.
Pertempuran antara Mayangseto dan Jogosatru ini makin lama
makin bertambah hebat. Tubuh mereka berkelebat amat cepat sulit
diikuti. Sehingga ratusan orang yang mengelilingi arena itu merasa
pening untuk mengikuti gerak mereka yang sulit diikuti. Mereka belum
pernah menyaksikan pertempuran sehebat inn karena bagi
Krendawahana kepandaian Ki Jogosatru diatas segala-galanya. Ki
Jogosatru dianggap berkepandalan sepertl dewa, dan merupakan guru
seluruh orang. Maka demi melihat Mayangseto dapat mengimbangi
kepandaiannya, diam2 orang2 Krendawahana menjadi amat terkejut
juga.
Pertempuran antara Bharoto dan Wirotaksokopun juga amat seru.
Akan tetapi karena Wirotaksoko terpaksa harus berhati-hati maka apa
yang dilakukan Wirotaksoko banyak kesulitan. Beberapa kali tombak
pendeknya terpaksa ditarik kembali apabila akan mencapai sasaran.
Namun sebaliknya, Bharoto juga amat mengeluh. Pertempuran itu
membikin payah juga karena sudah berlangsung begitu lama. Dalam
pada itu dirasakan juga bahwa tenaganya makin berkurang. Padahal
untuk meminta bantuan Mayangseto tidaklah mungkin, justru dia sendiri
sedang repot melawan Ki Jogosatru yang ber kepandalan tinggi.
Pada saat tidak terduga, pedang Bharoto lepas lagi dari tangan. Ia
memekik dan mengejutkan Mayangseto. Pemuda ini amat cemas
menyaksikan keadaannya, tanpa senjata melawan Wirotaksoko. Maka
Mayangsato makin mempercepat serangan cambuknya dengan maksud
segera dapat menundukkan lawan.
Akan tetapi lagi2 maksudnya gagal. Ki Jogoratru yang sudah
mengerti akan keampuhan cambuk wasiat itu tidak berani menerima
dengan kulitnya, meskipun ia sebenarnya kebal akan senjata. Ia selalu
menghalau pukulan cambuk itu dengan pukulan2 jurus Gelap-ngampar
yang dapat dibanggakan kehebatannya. Melihat kenyataan ini, maka
Mayangseto makin cemas. Perhatiannya makin terpecah dan kemudian
berakibat pula merugikan diri sendiri. Pada suatu saat yang tidak terduga
hampir saja Mayangseto kena pukulan kepalanya. Untung sekali
Mayangseto masih dapat bergerak cepat, menjatuhkan diri dan kemudian
berjungkir balik seraya memukulkan cambuknya.4
Akan tetapi celakanya pada saat Mayangseto sudah berdiri kembali,
terdengarlah jerit Bharoto. Ternyata Bharoto sudah terguling. Pada saat
itu Mayangseto menyaksikan bahwa Wirotaksoko ketawa ber gelak2 dan
kemudian sudah membungkukkan diri akan menangkap Bharoto.
Dengan menggeretakkan gigi karena amat marah, Mayangseto
melancarkan serangan cambuk dengan jurus inti dari ilmu ?cambu kilat".
Dalam kecemasan dan kekhawatirannya ini Mayangseto sudah lupa akan
pesan gurunya untuk tidak membunuh. Akan tetapi saat sekarang ini
amat yang amat berbahaya. Kalau harus menghindarkan pembunuhan,
tidaklah mungkin dapat memberi pertolongan kepada Bharoto. Karena itu
maka cambu yang digerakkan menurut jurus inti ?cambuk-kilat" ini
segera berobah. Melanda musuh dengan pukulan2 pada tempat
berbahaya.
Ternyata Ki Jogosatru tidak berani gegabah. Ia menggunakan kaki
sebelah itu untuk berloncatan menghindari serangan. Kesempatan yang
amat semplt ini segera dipergunakan untuk melompat seraya
mengayunkan cambuk menyerang Wirotaksoko. Atas serangan secara
tiba2 ini maka Wirotaksoko terkejut dan melompat mundur.
Mayangseto menggunakan kesempatan itu amat cepat. Ia sudah
melompat dan berusaha menyelamatkan Bharoto. Tetapi Ki Jogosatru
tidak berdiam diri. Dengan menggeram ia sudah melompat pula dengan
serangan jurus yang bernama ?pamungkas". Dua belah tangan bersatu
memukul kedepan, menerbitkan angin yang amat deras dan menebarkan
hawa yang sangat panas. Atas serangan tak terduga ini, Mayangseto
Guntur Geni Dan Cambuk Kilat Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sudah tidak mempunyai kesempatan lagi untuk menghindar. Jalan
satu2nya untuk bisa melindungi Bharoto hanyalah dengan untung2an.
lalah dengan mengadu tenaga.
Pada saat Mayangseto sudah bersiap diri bergerak untuk melawan
dengan jurus sakti ?gunturgeni". Terdengarlah suara ketawa orang yang
merdu, dan disusul dengan kata2 menyindir: ?Uah, orang tua tidak malu
mengeroyok bocah''.
Hampir bersamaan dengan suara itu terdengar, meniuplah
bayangan seorang amat cepat dari pohon rindang. Langsung menerima
serangan Ki Jogosatru.
Terdengar suara yang agak keras. Ki Jogosastru terlempar
kebelakng hingga empat langkah, sedang orang yang tiba2 datang itu
hanya mundur satu langkah.
?Ayah!" teriak Bharoto tiba2.
Mendengar teriakan Bharoto itu, Mayangseto baru sadar bahwa
orang yang datang secara tiba2 itu Resi Duhkito. Karena itu cepat2
Mayngseto menyapa: .Bapa datang pada saat tepat. Terima kasih bapa".
Terdengar Resi Duhkito ketawa sejuk, dan kemudian katanya
perlahan: ?Mayangseto, tidak perlu kau repotkan tentang kedatanganku.5
Ayo kau kubantu membereskan tua bangka yang tak tahu malu ini Tetapi
bebaskan dulu adikmu dari totokan".
Seakan baru sadar dari mimpi. Dengan cepat Mayangseto
menggerakkan tangan untuk menepuk punggung Bharoto. Begitu
bebas dari totokan, maka Bharoto cepat bangkit dan terdengar suaranya
yang takut2 : ?Ayah, kau tidak marah kepadaku ?"
?Hem", dengus Resi Duhkito, lalu katanya penuh kasih: ?Ayahmu
bukan seorang pemarah dan berpikiran sempit. Aku gembira kau
berkawan dengan Mayangaseto".
Geli juga Mayangseto mendengar pembicaraan ayah dan anak ini.
Membuktikan bahwa Bharoto tidak pernah menyadari bahwa ayahnya
sudah menyusul ke Merapi, dan menitipkan kepadanya.
Akan tetapi rasa bahagia pertemsuan ayah dan anak yang sudah
berpisah selama empat bulan lebih itu, tidsk dapat lama mengusap2
hatinya. Karena pada saat itu Ki Jogosatru sudah memekik marah seraya
menyerang Resi Duhkito Sedang Wirotaksoko dibantu Wirosardulo dan
lima orang senopati sudah bergerak menyerang Mayangseto dan Bharoto.
Pertempuran kembali menghebat lagi dalam arena. Tetapi
Mayangseto sudah tidak khawatir dan cemas lagi dengan kedatangan Resi
Duhkito. Ia bersama Bharoto melayani serangan tujuh orang musuh itu
tanpa rasa gentar. Cambuk Mayangseto kembali bersuara tar. tar
membelah angkara, mematuk dan memagut laksana burung Garuda
sedang marah Sedang sepasang pedang ditangan Bharotopun kembali
berputar laksana baling2.
Terdengar kemudian pekik kesakitan dan diusul dengan robohnya
Lanangsekti dan Wirosardulo. Lanangsekti merintih dan darah merah
mengucur dari lengan kanan yang buntung oleh pedang Bharoto, sedang
Wirosardulo merasakan nyeri dan lumpuh seluruh tubuhnya oleh pukulan
cambuk.
Melihat dua orang anak buahnya roboh itu, Wirotaksoko amat
marah. Ia menggeram dan menyerang secara hebat. Sedang empat
orang senopatinya juga tidak mau mennunjukkan kelemahannya, dengan
senjata masing2 sudah menyerang amat gencar.
Akan tetapi dengan tak terduga, pedang Bharoto sudah kembali
bekerja. Jalusekti yang lengah telah terbacok pundaknya Ia menjerit dan
berusaha membalas menyerang. Tetapi celaka. gerakannya kalah cepat.
Pundak yang lain terbacok lagi ia menjerit keras dan roboh mandi darah.
Sekarang tinggallah empat orang yang mengeroyok kekuatan makin
berkurang. Maka Wirotaksoko segera memekik memberi aba2 supaya
pasukannya ikut maju mengeroyok.
Mendapat aba2 itu pasukan yang tadi melingkari arena segera
bergerak maju. Akan tetapi, dengan amat gesitnya Mayangseto dan6
Bharoto sudah menghalau mundur. Ketika bebarapa orang roboh maka
pasukan itu menjadi jeri. Mereka mundur berserabutan menghindari
maut.
Wirotaksoko marah bukan buatan. Ia me-mekik2 memberi aba2
Namun pasukannya sudah kuncup nyali, mereka tetap tak bergerak
memenuhi perintah. Menyaksikan pasukannya tidak mau menurut
perialahnya, ia menjadi kalap. Kemudian ia menyerang membabi-buta,
bermaksud untuk membalas kekalahannya.
Akan tetapi perbuatannya itu justru mempercepat kekalahannya.
Karena ia kurang pangamatan diri, sehingga ketika dengan gencar
menyerang Mayangseto, maka Bharoto sudah menyerang dengan
pedang. Pada saat Wirotaksoko berusaha menangkis serangan Bharoto
ini, tiba2 tombak pendeknya sudah terikat oleh kekuatan yang tak
terpatahkan. la amat gugup ketika menyaksikan tombak sudah terbelit
olah ujung cambuk Mayangasto.
Kemudian ia nekad. Tombaknya dilepaskan dengan maksud
mengadu jiwa dengan Bharoto. Tetapi belum juga ia berhasil meloncat,
kakinya sudah terikat oleh ujung cambuk Mayangseto dan kemudian
roboh terguling. Pada saat yang tidak terduga ini pedang Bharoto sudah
menghujam dadanya. Wirotaksako menjerit dan kemudian tak bergerak
lagi. Menyaksikan pedang Bharoto membunuh Wirotaksoko, Mayangseto
terkejut. Namun demikian Mayangseto tidak dapat berbuat apa2 la tidak
bisa menyalahkan Bharoto, karena pertempuran yang terjadi sekarang ini
bukan secara ksytrya. Terlebih pula Bharoto tadi hampir dicelakakan oleh
Wirotaksoko kalau sekarang gadis ini marah adalah sudah lumrah.
Menyaksikan Wirotaksoko tewas dalam pertempuran ini anak
buahnya menjadi geger. Mereka kalang kabut malarikan diri, takut
apabila mengalami nasib serupa dengan pemimpinnya.
Untunglah bahwa Mayangseto cepat berseru: ?Hai! Kalian tidak
perlu takut Kembalilah ! Kembalilah !"
Seruan Mayangseto itu ber ulang2, sehIngga kemudian mereka
yang lari berseraburan berkumpul kembali dengan perasaan takut.
Anak buah Wirotaksoko itu kemudian berdiri mematung seraya
mengawasi pertempuran yang masih berlangsung antara Resi Duhkito
dan Jogosatru.
Pertempuran itu hebat sekali. Masing2 mengerahkan kepandaian
yang dimiliki. Tetapi nyata sekali bahwa Ki Jogosatru pada pihak yang
terdesak. Ternyata ia sudah menggunakan sebilah keris bersinar merah
dalam perlawanannya. Menyaksikan keris bersinar merah dan
menebarkan hawa yang panas itu, Mayangseto amat terkejut. Ia cepat
dapat menduga bahwa keris yang dipergunakan oleh Ki Jogosatru itu
merupakan keris pusaka yang amat ampuh.
Dugaan Mayangseto itu memang benar Keris yang dipergunakan Ki7
Jogosatru sekarang ini memang keris pusaka, milik mendiang Pangeran
Harya Panangsang, yang bernama Setan kober. Kepergian Ki Jogosatru
selama enam bulan sesudah mengalami kekecewaan kalah bertempur
dengan Mayangseto tenyata berhasil. Ia benar2 mendapatkan keris
pusaka milik mendiang gurunya yang amat ampuh. Pada mulanya ia
berziarah kemakam Pangeran Harya Panangung di Kadilangu. Disini ia
berprihatin, dan kemudian merasa ditemui oleh mendiang Pangeran
Harya Panangsang.
Tetapi Pangeran Harya Panangsang amat marah kepadanya
mengapa muridnya ini melakukan kejahatan2. Tetapi oleh kepintaran
Jogosatru berdalih, maka menurut perasaannya waktu itu kemarahan
gurunya reda. Lalu merasa diberi petunjuk untuk menjauhkan diri dari
perbuatan2 jahat. Jogosatru menyanggupkan diri. Ki Jogosatru lalu
berprihatin dan bermatiraga didekat makam Pangeran Harya Panangsang
itu berbulan2. Pada akhirnya ketika ia pagi2 bangun dari tidur sudah
mendapatkan keris beserta rangka menggeletak didekatnya.
Akan tetapi sekarang, sesudah ia berhasil mendapatkan keris
pusaka itu. Ternyata ia tidak mematuhi pesan gurunya, la sekarang
menggunakan keris pusaka itu dalam usahanya untuk mempertahankan
Krendawahana.
Keris pusaka Itu oleh Jogotatru dipergunakan menyerang bertubi2
kepada Resi Duhkito. Namun menghadapi pertapa sakti ini, keris itu tidak
berdaya. Karena pertapa ini sudah mempunyai perisai gaib yang dapat
melawan pengaruh dari luar.
Maka pertempuran itu berlangsung seru sekali. Mayangseto yang
sudah mempunyai ilmu tinggi, namun menyaksikan gerak dan
perlawanan Resi Duhlato merasa belum nempil. Tubuhnya amat ringan
bergerak seakan tidak mengijak bumi.
Dengan tidak terduga, tiba2 Ki Jogosatru melompat jauh
kebelakang. la menyarungkan kembali kerisnya, memandang Resi
Duhkito dengan berkata nyaring: ?Hebat! Biarlah kita tunda dulu
permainan ini. Kita masih dapat bertemu kemball lain kesempatan".
Ki Jogoaatru ketawa bergelak2 amat menyeramkan, dan kemudian
cepat melompat. Dalam waktu singkat la sudah lenyap entah kemana.
Semua orang menyaksikan kepergian KI Jogosatra itu dengan
berdiri terpaku. Meskipun ia cacat sedemikian rupa, kaki kiri sudah tidak
dapat dipergunakan menapak, namun geraknya masih sedemikian cepat,
Dalam hati Mayangseto merasa kagum juga akan kehebatan Ki Jogosatru.
?Hem, tidak kusangka keris ?Setan- kober" itu muncul kembali".
Keluh Resi Duhkito lirih. .Ah, pertanda akan banyak bermunculan
malapetaka yang tidak terduga".
?Apakah keris itu yang bakal mendatangkan malapetaka bapa?"
Mayangseto terkejut.8
?Hem,bukan keris itu sendiri yang kumaksud. Tetapi, justru
mengapa keris pusaka itu jatuh ketangannya. Pusaka itu sudah
mempunyai cacat, mempunyai sejarah yang berlumuran darah. Kalau
pusaka itu jatuh ketangan orang maka orang akan berusaha agar tidak
bertambah korban2 baru. Akan tetapi apabila terjatuh ketangan orang
jahat, maka mendorong orang untuk melakukan kejahatan2". Resi
Duhkito berhenti dan menghela napas, agaknya merasa sedih.
?Anakku", sambungnya keraudian, ?pusaka adalah benda yang
tak bergerak. Maka tergantung kepada orang yang menggerakkanlah
terjadinya hal2 yang baik dan buruk. Apakah ia seorang pengabdi
kemanusiaan ataukah ia seorang perusak kemanusiaan. Begitu pula corak
sesuatu pemerintahan dan negara. Adalah tergantung kepada mereka
yang kuasa. Kalau yang berkuasa itu mengabdi kepada kemanusiaan dan
melaksanakan perintah2 Tuhan maka negara itu akan membawa
kesejahteraan umat manusia. Tetapi apabila penguasa itu sebaliknya,
maka keadaannya juga akan terbalik. ?Ah mudah2an saja pusaka ?Setan
kober" itu tidak membuat keonaran lagi".
Baik Mayangseto maupun Bharoto merasa amat terpengaruh oleh
kata2 Resi Duhkito. Dalam hati juga mengharapkan agar pusaka
mendiang Pangeran Harya Panangsang itu tidak akan membuat korban2
baru.
Resi Duhkito kemudian menebarkan pandangannya kesekeliling,
kepada sekalian penghuni Krendawahana yang masih berdiri pada
tempat. Kemudian Resi Duhkito berbicara panjang lebar untuk memberi
kesadaran kepada gerombolan tersebut agar mau kembali kejalan yang
benar. Mejauhi perbuatan2 yang jahat dan mengabdikan diri kepada
kebenaran dan keadilan. Pada saat sekarang negara sedang banyak
membutuhkan tenaga, untuk membela cita2 mempertahankan keturunan
Pajang. Mereka yang sadar diampuni, kembali kemasyarakat atau ikut
memperkuat Mataram.
Mereka yang mendengar uraian Resi Duhkito itu semangatnya
tergugah. Pada dasarnya apa yang mereka perbuat melulu terpengaruh
oleh Wirotaksoko. Mereka sadar bahwa selama ini hanyalah dipergunakan
alat untuk kepentingan Wirotaksoko. Maka ketika mendengar adanya
Guntur Geni Dan Cambuk Kilat Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kesempatan untuk ikut memperkuat Mataram, sekalian penghuni
Krendawahana bersorak sorai dan menyatakan sumpah setia kepada
Mataram.
Resi Duhkito, Mayangseto dan Bharoto menjadi terharu mendengar
kebulatan tekad mereka. Resi Draksto kemudian menugaskan kepada tiga
orang bekas senopati Wirotaksoko yang tidak terluka untuk mengatur
segala sesuatunya baik untuk penguburan mereka yang tewas maupun
pengaturan untuk boyong ke Mataram dan pengembalian seluruh9
tawanan gadis yang sudah diculik. Dan kepada mereka yang luka, oleh
Resi Dulatato kemudian diobati.
?Ayah", Endang Palupi memeluk pinggang ayahnya sesudah selesai
apa yang harus dikerjakan, ?apakah ayah mencari aku?"
Resi Duhkito memandang puterinya, dan cepat mengerti bahwa
Endang Palupi merasa amat khawatir. Karena itu ia ketawa lembut, dan
kemudian membalas bertanya: ?Kalau benar aku mecarimu mengapa?"
?Tetapi tetapi aku belum mau pulang ." jawab Endang Palupi
gugup.
?Anakku", Resi Duhkito seraya mengusap2 rambut puterinya yang
lebat hitam itu, ?tak usah kau khawatir. Aku tidak akan memaksamu
untuk pulang, justru dalam pengembaraanmu akan memperoleh
pengalaman yang berharga".
Mendengar jawaban ayahnya itu, gadis ini gembira sekali.Dan
terdengarlah Endang Palupl ketawa merdu sambil berjingkrak. Tetapi apa
yang dilakukan itu hanyalah sebentar, ia merasa malu sesudah
pandanganya tertumbuk kepada Mayangseto.
?Tetapi mengapa ayah sampai disini?" tanya Endang Palupi
kemudian seraya menatap wajah ayahnya.
?Gara2 kakangmu Putut Kaloka, aku terpaksa pergi meninggalkan
goa Resi". Jawab orang tua ini dengan tenang.
?Ada apa dia ayah, o, ya, dia sudah melapor kepada ayah tentang
pertempurannya dengan kakang Mayangseto?"
?Marilah kita mencari tempat duduk yang enak. Akan kuceritakan
seluruhnya kepadamu". Ajaknya kemudian.
Sesudah mereka meletakkan pantatnya diatas batu yang dipilih,
Mayangseto dan Endang Palupi segera memasang telinga untuk
mendengarkan cerita Resi Duhkito. Dan ternyata benar bahwa Putut
Kaloka sudah memfitnah dan menghasut kepada Resi Duhkito, dengan
maksud agar marah kepada puterinya.
Akan tetapi laporan Putut Kaloka itu diterima oleh Resi Duhkito
dengan dingin. Karena pertapa sakti ini tidak dapat begitu saja ditipu.
Getaran suara, roman muka dan sikap Putut Kaloka sudah mencerminkan
bahwa laporan yang disampalkan itu hanyalah fitnah dan hasutan. 0leh
karena itu bukannya Resi Duhkito mau percaya, malah sebaliknya marah.
?Tetapi ternyata kemudian pada suatu hari ia melarikan diri'. Resi
Duhkito melanjutkan ceritanya. ?Kepergianku sekarang ini memang
bermaksud mencari dia. Karena ternyata dia telah melakukan perbuatan2
terkutuk dan merugikan nama baik perguruan".
?Dia berbuat apa ayah?" sela Endang Palupl.
?Beberapa laporan yang kuterima ternyata dia telah melakukan
perbuatan2 yang sesat. Dia telah mencemarkan dua orang gadis didesa
Bulukerto. Gadis itu menjadi hamil, tetapi dia tidak bertanggungjawab.10
Jadi, mungkin sekali kepergiannya tanpa pamit kepadaku, sehubungan
dengan peristiwa tersebut".
?Bedebah!" teriak Eadang Palupi seraya menghentakkan kaki.Ia
tampak amat marah sekali, sesudah mendengar cerita ayahnya itu. Dan
kemudian la melanjutkan: ?Ayah, aku berjanji akan membunuhnya
apabila bertemu. Karena aka khawatir apabila dia melakukan perbuatan
lebih dari itu".
?Memang hal ini merupakan kewajibanmu pula. Namun anakku,
kepandaian Putut Kaloka diatas dirimu. Karena itu kau harus selalu minta
nasihat kepada kakangmu Mayangseto". Kemudian Resi Duhkito
memandang kepada Mayangseto lalu katanya lembut: ?Mayangseto,
kepadamu aku berikan hak secara penuh untuk menasihati,
memperingatkan dan kalau perlu memarahinya apabila Endang Palupi
melakukan perbuatan yang kurang baik. Maka kau tidak perlu segan2
bertindak kepadanya sebagai wakilku".
Mayangseto memberi hormat kepada Resi Duhkito dan kemudian
menjawab: .Pesan bapa akan saya lakukan sebaik2nya.".
?Terimakasih atas kesanggupanmu Mayangseto, dan kepadamu
Endang, kau tidak boleh nakal".
?Tetapi ayah, bagaimana kalau dia yang nakal?" tanya Endang
Paduli sambil mengulum senyum, dan kemudian mengerling kepada
Mayangseto.
Resi Duldlito ketawa merdu, kemudian jawabnya: ?Kaupun juga
boleh memarahinya kalau perlu".
> XXX <
Dengan ber tatih2 dan menahan rasa sakit yang amat sangat
didalam dadanya, Joko Buwang terus menyusuri hutan2 dan jalan2
pedusunan. Ia tidak segagah seperti biasanya. Ia bermuka pucat dan
tanpa lagak. Busur yang dibanggakan sudah remuk, maka ia harus
melaporkan kekalahan yang dialami ini kepada gurunya.
Ia menuju ketimur, melewati Sukowati (Sragen), langsung lewat
Madiun dan masih terus menuju ketimur. Ia sengaja melewati pedusunan
dan hutan. Karena tujuannya tidak lain pulau Nusabarung, tempat tinggal
gurunya. Pulau Nusabarung adalah pulau kecil terletak disebelah selatan
Lumajang.
Setengah bulan kemudian sampailah Joko Buwang disebelah
selatan Lumajang. Ia menyusuri sungai Bondoyudo menuju selatan. Akan
tetapi keadaannya sudah amat payah. Karena perjalanan yang dilakukan
amat berat, sehingga obat2 yang sudah dimakan untuk menyembuhkan
luka dalam tidak begitu berarti. Kalau saja Joko Buwang tidak memaksa
diri, obat2 yang ditelan itu akan bisa menolong.11
Ketika ia sampai dipantai selatan, badannya sudah tidak mau lagi
dipaksa. Ia roboh diatas pasir dan pingsan. Entah sudah berapa lama ia
tidak sadarkan diri. Ketika ia membuka mata, maka matahari sudah
rendah dibarat. Sinarnya sudah merah dan lemah, mendekati senja.
Badan dlrasakan amat lemah sekali, dan dada terasa sesak seakan
tidak mau bernapas. Ia mengeluh, karena tiada terlihat seorangpun
nelayan menangkap ikan. Laut Hindia membentang tak bertepi, dengan12
gelombang laut yang ber-gulung2 berdesah menumbuk karang. Laut
pasang menjelang senja, maka para nelayan tidak berani bermain dengan
ombak. Angin berdesau tanpa henti, menggoncang daun dan pohon2
ditepi laut. Hati Joko Buwang amat berduka oleh derita yang dialami.
Karena itu ia merintih dan meratap kepada Tuhan mohon pertolongan.
Ah, pemuda sesat ini baru sekaranglah ingat kepada Tuhan. Pada
saat ia sedang menderita. Pada saat sedang tak berdaya. Akan tetapl
sebelum ia menderita seperti sekarang, ia lupa sama sekali bahwa Tuhan
itu ada dan menentukan segala2nya.
Akan tetapi Tuhan Maha Murah dan Maha Pengasih Selalu memberi
dan tidak pernah meminta. Maka kepada orang sesat ini pun masih
berkenan mengulurkan tangannya.
Waktu itu tampaklah sebuah sampan yang laju melawan
gelombang. Meskipun sampan itu hanya kecil dan dipermainkan
gelombang, namun seorang nelayan tua yang duduk didalam perahu itu
tampak amat tenang. Ia mendayung perlahan sambil berdendang.
Suaranya mengalun mengatasi suara gelombang yang berdentam dan
berdeburan. Jelas, bahwa nelayan tersebut sedang mengidung
(menyanyi) sedang kidung itu berisi ratapan hidup manusia yang
dirundung malang dan derita. Agaknya nelayan tersebut hidup nya tidak
beruntung, dipenuhi oleh rasa kecewa dan kemenyesalan.
Memang tidaklah aneh apabila nelayan tersebut menyesali hidupnya
yang tidak beruntung. Karena nelayan itu bukan lain Pangeran Kartiko,
seorang Pangeran yang hidup menderita dan terpaksa mengasingkan diri
kepulau Nusabarung yang kosong. Ia putera Pangeran Seda Lepen yang
terbunuh secara gelap.
Akan tetapi dasar nasibnya yang sial. Meskipun benar ia seorang
putera Pangeran Seda Lepen, namun tidak mendapatkan secara syah.
Ibunya hamil sebelum mendapat pengesyahan sebagal garwa selir,
karena dengan mendadak Pangeran Seda Lepen tewas. Untunglah bahwa
kemudian hari Pangeran Harya Panangsang bersedia mengakui sebagai
adiknya. Ia mendapatkan tempat bernaung di Kadipaten Jipang.
Akan tetapi kemudian derita dan malapetaka kembali melanda
perjalanan hidupnya. Ketika Pangeran Harya Panangsang tewas oleh
Sutowijoyo dalam usahanya untuk menuntut hak sebagai pewaris Demak
oleh persatiwa itu Jipang geger, dan pada saat terjadinya keributan itu
ibu dan isteri yang dicintainya hilang tanpa bekas. Padahal pada saat
terjadinya peristiwa itu, ia seosang pengantln baru yang kawin belum tiga
bulan. Maka sulit untuk digambarkan betapa duka dan derita yang dialami
oleh Pangeran Kartiko waktu itu. Ia seperti seorang gila kehilangan isteri
dan ibu yang dicintainya itu.
Oleh pukulan derita dan kedukaan yang amat sangat tersebut2 ia
menjadi orang yang putus asa. Dapat dimengerti, justru semula ia hidup13
sebagai seorang bangsawan dengan mendadak ia kehilangan segala2nya
yang amat berharga bagi hidupnya. Ia tidak mempunyai tempat tinggal
dan tidak mempunyai apa2 lagi. Ia hidup ter lunta2 dan amat berat
dirasakan. Oleh kemalangan yang tidak terderitakan ini kemudian dengan
tidak terduga, sudah merobah watak dan kelakuannya. Ia menjadi
seorang liar dan ganas, dan seakan derita yang dialami itu kesalahannya
dilemparkan kepada seluruh orang.
Ia menjadi seorang yang iri dan membenci kepada setiap orang
yang hidup bahagia. Apa pula terhadap para pengantin baru. Banyaklah
korban2 manusia yang sudah tewat oleh perbuatannya yang nekad.
Perbuatan2 yang dilakukan itu mula2 memang tidak di ketahui orang,
justru ia pandai menyamar dan berkepandaian cukup tinggi. Tetapi oleh
perbuatannya yang terus-menerus dan menggelisahkan masyarakat.
Maka kemudian peristiwa itu mendapat perhatian pula secara khusus dari
Sultan Hadiwijoyo dan para tokoh2 sakti pada jaman itu.
Kemudian dapat diketahui bahwa yang melakukan perbuatan2
terkutuk itu bukan lain Pangeran Kartiko. Maka untuk selanjutnya ia
selalu dikejar2 dan dimusuhi oleh para tokoh sakti, antara lain
Bondansari, Kiageng Gunturselo, Kiageng Mahesotopo, Sutowijoyo, Resi
Duhkito dan sementara tokoh Bakti yang lain.
Pangeran Kartiko manjadi bingung. Ia selalu dalam keadaan tidak
aman. Pada akhirnya ia melarikan diri ketimur. Didalam
pengembaraannya itu, ia menemukan tempat yang dianggapnya aman.
lalah pulau Nusabarung yang tanpa penghuni manusia. Pangeran Kartiko
dapat hidup mengasingkan diri dirempat terpencil ini, karena pulau
tersebut bertanah subur. Hutan amat lebat memenuhi seluruh pulau dan
banyak pula menghasilkan buah yang dapat dimakan manusia. Disamping
itu juga banyak binatang2 sejenis kelinci, kijang, rusa dan sebagainya
yang enak dimakan. Maka ia merasa kerasan tinggal disini.
Akan tetapi cita2 untuk bisa hidup kembali ditengah masyarakat
belum pernah lenyap. Malah cita2 untuk merebut kekuasaanpun selalu
memenuhi dadanya. Karena ia sadar bahwa apa yang di derita dan yang
menyebabkan hidup bersembunyi diputau Nusabarung ini, sebagai akibat
dan perbuatan Sultan Hadiwijoyo. Maka pada saat2 tertentu nanti ia akan
muncul dan merebut kekuasaan.
Oleh cita2 yang demikian ini, ditempat persembunyiannya ia tidak
lupa memperdalam ilmu kepandaian. la insyaf, bahwa tidak terhitunglah
banyaknya tokoh2 sakti. Karena itu ia harus dapat merobah dirinya
sebagai seorang yang paling sakti dan tidak terlawan Iagi.
Guntur Geni Dan Cambuk Kilat Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Atas ketekunannya la kemudian berhasil memperkembangkan ilmu
?Gelap-ngampar" yang dulu diterima ber-sama2 dengan Pangeran Harya
Panangsang. Ilmu ?Gelap-ngampar" itu sesudah dirobah dan ditambah
disana-sini, pada kemudian menjadi sebuah ilmu yang hebat dan dahsyat.14
Oleh Pangeran Kartiko, ilmu itu kemudian dirobah namanya menjadi
?Gelap-sosro". Meskipun baik ?Gelap- ngampar" maupun ?Gelap-sorro"
merupakan satu sumber.
Namun kehebatan ?Gelap-sosro" lebih nyata. Karena bukan saja
ganas, tetapi juga keji.
Sesudah ia berhasil menciptakan ilmu ?Gelap-sosro" kemudian ia
menemukan senjata yang amat ampuh. Ialah racun hijau. Ia menemukan
racun hijau ini secara tidak sengaja. Terjadi pada suatu pagi ketika ia
sedang menyusuri pantai untuk mencari telor kura2. Ia terkejut
menyaksikan suatu pertempuran yang seru antara seekor banteng
dengan harimau kumbang. Agaknya pertempuran itu sudah berlangsung
agak lama, karena masing2 sudah terluka mandi darah. Namun dua ekor
binatang tersebut masing masih bersemangat. Pantang mundur sebelum
berkalang tanah.
Dengan tak terduga berkelebatlah amat cepat seperti terbang
benda kecil berwarna hitam. Mula2 menempel kepada banteng dan
kemudian beralih menempel kepada harimau. Pandangan matanya yang
tajam segera mengenal bahwa benda hitam yang terbang itu seekor ular
kecil sebesar ibu jari dan panjangnya lebih kurang satu kaki.
?Bandot krawang!" desis Pangeran Kartiko.
Pertempuran yang seru itu tiba2 berhenti. Baik banteng maupun
harimau kemudian roboh dan tidak berkutik lagi. Ia terbelalak, dan
insyaflah bahwa kematlan dua ekor binatang hutan itu karena racun ular
bandot krawang. Ular ini memang tidak berjalan diatas tanah seperti
umumnya ular. Karena tubuhnya yang pendek, ia berjalan melenting
seperti terbang. Sekali loncatan ia akan dapat mencapai sejauh lima
sampai sepuluh meter. Caranya melenting ( meloncat) ialah menekuk
badannya, sehingga kepala dan ekor bersentuhan. Ia berloncatan terus
amat cepat. Racun ular bandot krawang memang amat jahat dan
berbahaya, sulitlah korban dapat diselamatkan.
Apa yang baru saja terjadi dan dilihatnya ini membuka pikirannya
untuk membuat senjata beracun yang ampuh. Alangkah hebatnya apabila
racun ular bandot krawang ini dicampur dengan racun ular hijau. Orang
yang terkena oleh racun itu, niscaya tidak akan dapat ditolong lagi.
Sesudah mendapat pikiran itu, ia segera berusaha mendapatkan
ular2 yang diperlukan. Untuk menangkap ular bandot krawan2 tidaklah
sulit, dan dilakukan pada waktu malam. Karena ular bandot krawang itu
akan datang sendiri tanpa dicari, apabila orang menyalakan obor. Ular
bandot krawang akan datang beterbangan menyerang obor tersebut, dan
apabila obor itu hanya berapi kecil sekali sambar tentu padam. Pada saat
ular menyerang obor ini Pangeran Kartiko gampang menangkap.
Dan tentang ular hijau, juga gampang didapat. Akan tetapi
memerlukan kewaspadaan karena ular tersebut hanya kecil sebesar jari15
dan berwarna hijau seperti daun. Ketika diadakan percobaan hasilnya
hebat sekali. Batang pobon yang dilukai dan di beri racun, dalam waktu
singkat sudah menjadi layu. Maka kemudian oleh Pangeran Kartiko
diciptakan batang anak panah dari buluh, dan didalamnya diberi racun.
Begitu Joko Buwang mendengar suara gurunya berdendang, la
segera menyalurkan tenaga yang masih tersisa padanya. Ia berteriak
sekuat tenaga untuk mengatasi suara ombak yang berdeburan: ?Guru!
Tolonglah saya guru. Saya Joko Buwang menderita luka parah".
Pangeran Kartiko dapat mendengar suara itu secara jelas. Ia
berhenti berdendang dan dengan air muka terkejut dan dahi berkerut2 ia
cepat mendayung sampan dan menepi. Pangeran Kartiko terbelalak
ketika menyaksikan muridnya dengan pakaian kusut terlentang tak
bergerak diatas pasir. Oleh lontaran suara itu tadi, menyebabkan dada
sesak secara tiba-tiba dan ia menjadi pingsan.
Pangeran Kartiko meloncat darl sampan, kemudian dengan badan
yang bongkok sudah mendapatkan muridnya.
?Hah! Terluka parah !" Ia terkejut, seraya cepat membuka mulut
Joko Buwang. Kemudian diberinya sebuah pil berwarna putih sebagai
obat. Dan sesudah itu ia mengambil kantung air untuk memberi minum.
Tidak lama kemudian Joko Buwang siuman, dan dengan tidak sabar
Pangeran Kartiko bertanya : ?Hai Buwang, kau luka parah. Siapa yang
melukaimu?"
?Guru dia .. murid .Gunturselo .." jawab Joko Buwang tidak
lancar.
Seperti disengat lebah, Pangeran Kartiko berjingkrak. Dada
terengah mendadak terlanda kemarahan yang sangat, mata merah berapi
dan sambil memukulkan tinjunya keudara ia memekik: ?Bangsat
Gunturselo. Ayoh kubalaskan kekalahanmu!"
?Tapi aku masih luka parah guru." Bantah Joko Buwang mencegah.
?Goblok! Tentunya tidak sekarang. Ayoh kita pulang dulu. Besok
pagi kita bisa berangkat, dan kau sudah agak baik,"
Dengan sulit Joko Buwang bangun. Ia berjalan bertatih2 tidak dapat
cepat. Pangeran Kartiko tidak sabar lagi, maka muridnya itu segera
dipondong. Orang sakti yang sudah bongkok ini dengan gesit sudah lari
mendapatkan sampannya kembali.
Keesokan paginya guru dan murid ini meninggalkan Nusabarung
menuju Pajang. Laporan muridnya tentang meninggalnya Sultan
Hadiwijoyo amat menarik perhatiannya untuk dapat merebut kedudukan.
Ia berkeinganan untuk meneruskan perjoangan saudara tuanya.
Pangeran Harya Panangsang yang dulu gagal. Dan untuk maksud ini,
kubu Wirotaksoko harus direbutnya dulu sebagai modal pokok. Akan
tetapi mengingat kesehatan muridnya belum mengijinkan, maka16
perjalanan yang ditempuhnya tidak begitu cepat. Tiga hari kemudian
mereka sudah mulai menyusuri sungai Lesti. Kesehatan Joko Buwang
sudah pulih kembali, mereka menikmati pemandangan indah sepanjang
sungai, dan alam indah yang dimiliki alas Lodaya.
Pada saat mereka sedang istirahat, terdengarlah suara perempuan
yang merdu nembang Dandanggula. Joko Buwang teringat akan
kebiasaannya, maka sepasang mata yang liar itu sudah mencari2 dimana
gerangan pemilik suara yang merdu itu.
Pada mulanya Joko Buwang mengira bakwa suara merdu itu lepas
dari mulut gadis pegunungan pencari kayu. Tetapi ternyata salah,
sesudah matanya menangkap suatu bayangan merah cepat meluncur
disungai. Ternyata gadis yang memiliki suara emas itu sedang
bersampan, Dan tiba2 jantungnya berdetak keras sesudah mengetahui
akan keayuan gadis yang sedang bersampan itu.
Joko Buwang menatap gurunya untuk meminta ijin, Dan ketika
menyaksikan gurunya tersenyum seraya mengangguk maka ia cepat
melompat. Hanya beberapa kali lompatan ia sudah, berdiri diatas batu
tidak begitu besar dipinggir kali. Matanya liar menatap keayuan gadis
yang masih tetap menembang sambil mendayung, seakan tidak
menyadari bahwa sepasang mata kasmaran sedang memperhatikannya
?Adik, bolehkah aku menemanimu bersampan?" sapa Joko Buwang
seraya memberi senyum.
Gadis berbaju merah itu terkejut. Ia mengangkat muka, sepasang
alis yang tidak begitu tebal terangkat naik dan sepasang mata yang
bersinar memandang tak berkedip. Mendadak gadis tersebut
menggeretakkan gigi, dan cepat mendayung ketepi. Kemudian ia
meloncat ketebing sungai dengan gerakan yang ringan, dan dengan
mengangkat dayung untuk menuding gadis itu sudah mendamprat
?Bangsat! Rasakan pembalasanku atas kekurangajarmu. Kau pemuda liar
pemetik bunga, hari ini harus kubunuh."
Terkejut juga Joko Buwang menyaksikan gerakan gadis tersebut
yang begitu ringan. Akan tetapl disamping itu ia menjadi makin kagum,
justru sekalipun mendamprat dan marah, kecantikannya malah
bertambah. Pipi yang segar itu berobah bersemu merah dan malah makin
merangsang darah muda. Maka ia tidak marah, bibirnya tersenyum lalu
menyaut: ?Adik, mengapa kau marah? Apakah aku salah mengajak
bersababat? Bukankah lebih baik berteman daripada bersampan
sendirian?"
?Tutup mulutmu !" teriaknya marah. ?Lupakah kau kepada gadis
yang akan kau celakakan di Merbabu? Akulah gadis itu. Dan sekarang,
kau harus menerima pembalasanku. Kau harus mati sekarang".
Gadis ini memang Puspitosari yang pernah akan dijadikan korban
kebiadaban Joko Buwang. Begitu selesai mengucapkan dampratannya, ia17
sudah menyerang dengan dayung. Geraknya begitu cepat sekaligus
mengarah empat pejuru kiri, kanan, tengah dan atas.
Joko Buwang terkejut menyaksikan serangan yang cepat itu. Dalam
hatinya timbul rasa heran mengapa gadis ini belum satu tahun sudah
berubah. Bukan saja makin cantik, tetapi ilmu kelahinya maju pesat
sekali. Akan tetapi Joko Buwang bukan pemuda sembarangan, ia murid
seorang sakti. Maka dengan membuang diri kebelakang sambil jungkir
balik serangan itu sudah dapat dihindari. Akan tetapi dengan tak terduga,
gadis itu sudah menyusul serangannya dengan jurus menyapu badai
Hampir saja ia terpukul apabila tidak cepat menggulingkan diri dan
kemudian melompat.
Kemudian dengan busur pemberian gurunya yang baru ia sudah
melayani serangan Puspitosari. Cepat lawan cepat, sehingga dalam waktu
singkat sudah bertempur seru sekali. Namun dalam waktu dekat Joko
Buwang segera mengerti bahwa Ilmunya masih lebih tinggi dari gadis
tersebut. Timbul kemudian rasa sayang untuk mencelakakan gadis yang
ayu itu. Ia harus dapat ditangkap, agar rasa kasmaran yang memenuhi
dada dapat terujud. Maka sambil tersenyum dan dengan tingkah
menggoda, Joko Bawang berusaha memancing kemarahan calon
korbannya.
Pada saat Puspitosari mengayunkan dayung untuk menyodok, Joko
Buwang menggeser tubuh kesamping. Lalu dengan gerakan kilat tangan
kanan mencongkel sambil memuntir dayung Puspitosari dengan busur.
Disusul dengan gerakan yang cepat tangan kiri sudah berhasil mengusap
pipi gadis itu. Puipitosari terkejut, ia membuang diri kebelakang. Dayung
dapat diselamatkan, tetapi pipi tidak dapat terhindar dari jari Joko
Buwang yang mengusap.
Akibat perbuatan Joko Buwang yang amat menyentuh perasaan
kewanitaannya itu, Puspitoaari amat marah sekali, Dengan melengking
marah ia sudah menerjang lagi secara kalap. Lebih baik mati daripada
dihina orang.
Menyaksikan keadaan Puspitosari Itu, Joko Buwang gembira.
Memang itulah saat yang diharapkan. Tanpa kesulitan akan segera dapat
menundukkan gadis ini tanpa melukai, kemudian dapat ditangkap.
Akan tetapi pada saat Joko Buwang berhasil memukul dayung
senjata Puspitosari, maka terdengarlah suara orang yang mengalun
menembangkan Asmaradana :
Nora gampang tiong ngaurip,
yen tan weruh uripira,
Uripe pada lan kebo,
Angur kebo dagingira,
Kalal yen pinangana,18
Pan manungsa dagingipun,
yen pinangan pasti karam.
Mendadak kaki Joko Buwang seakan lumpuh tak bertenaga; Ia
cepat2 berusaha melawan pengaruh itu, akan tetapi tetap tidak mampu.
Pada saat ia sudah akan roboh, tubuhnya sudah dikepit orang dan seperti
terbang. Ternyata gurunya sendiri, dan ketika dilepaskan oleh gurunya Ia
cepat bertanya : ?Guru, mengapa bapa tidak membantu kesulitanku?" .
Guntur Geni Dan Cambuk Kilat Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
?Goblok kau !" bentak gurunya. ?Apakah perbuatanku ini bukan
membantumu?"
?Tetapi .. mengapa kita .."
?Kau heran kubawa lari?" putu2 gurunya.
Joko Buwang memandang gurunya penuh tanda tanya. Tidak lama
kemudian pemuda inl bertanya: ?Apakah guru takut kepadanya?"
?Siapa yang takut?" hardik gurunya sambil nnektot. Orang tua ini
merasa tidak senang dituduh takut.
?Mengapa harus lari?"
Pangeran Kartiko yang menamakan dirinya Iblis Bongkok itu ketawa
bergelak2, dan kemudian menjawab: ?Apakah urusan sekecil itu aku
harus bertempur dengan dia ? Apa kau sudah gila ?"
Sesudah ia mengamati muridnya, lalu ia menyambung :
?Kepergianku untuk urusan yang lebih besar. Kita harus berhati2 agar
tidak bertambah musuh. Aku tidak pernah takut kepada siapapun, tetapi
dalam menghadapi sesuatu harus memikirkan akibat yang bisa terjadi".
Mendengar jawaban gurunya ini Joko Buwang menjadi sadar.
Gurunya sudah lama mengasingkan diri ke Nusabarung. Tidaklah
mungkin ia mau meninggalkan tempat tinggalnya itu kalau tidak terjadi
sesuatu yang besar. Padahal perjalanan yang dilakukan sekarang bukan
lain untuk merebut kekuasaan. Maka ia merasa bersalah, ia menunduk
dan tidak berani membuka mulut.
?Buwang, aku tidak akan melarang kesukaanmu". Iblis Bongkok
meneruskan katanya dengan perlahan, memancarkan rasa kasih dan
sayang. ?Tetapi juga harus selalu kau ingat, bahwa cita cita kita diatas
segala2nya. Bukankah dengan tercapainya cita-cita, kau akan mempunyai
keleluasaan mendapatkan perempuan2 cantik? Maka kita harus berusaha,
untuk tidak memancing permusuhan. Dan sebaliknya kita harus berusaha
mencari sahabat dan pembantu2 seti untuk dapat diajak serta".
?Apakah guru berpendapat bahwa orang tadi dapat diajak
kerjasama?" tanya Joko Buwang.
?Hem, orang tadi tidak mungkin mau berpihak kepadaku. Itu pasti!
Akan tetapi lebih untung apabila kita tidak bermusuhan".19
?Siapa dia ?"
?Mungkin kau sudah pernah kudongengi. Dia ituah yang disebut
orang Menak Jolosengoro, gemuk dan berkepala gundul. Tokoh sakti dari
Belambangan. Dan aku percaya gadis tadi tentu nauridnya".
?Hem, pantas hebat," dengus Joko Buwang.
?Apanya yang hebat?" gurunya heran.
?Tenaga yang disalurkan lewat tembang Asmadana tadi. Dada saya
pernah menjadi sesak secara mendadak pada waktu menyalurkan tenaga
lewat suara, dan berbenturan digunung Merbabu. Ternyata dia yang
sudah menolong gadis itu. Dan tadi secara mendadak kakiku serasa
lumpuh tak mau berdiri."
Iblis Bongkok ketawa, kemudian berkata ?Itulah apa yang disebut
orang aji petak Gelap sayuto, dan yang sudah mencapai tingkat tinggi.
Hingga dapat disalurkan lewat tembang yang mengalun dan menarik.
Tidak mudah orang berbuat demildan, apabila ia belum mencapai puncak
kesempurnaan,"
?Guru, aku pernah dengar bahwa Menak Jolosengoro itu keturunan
Menakjinggo. Betulkah?"
?Akupun mendengar tentang itu. Benar dan tidaknya aku tidak
mengerti. Tetapi dia memang sakti, itulah sebabnya Gundolo atau
Jalujinggo terpaksa lari bersembunyi. Entahlah dia sekarang dimana
berada."
?Jalujinggo? Guru membutuhkan dia?" Joko Buwang menatap
gurunya.
?Ya, Aku menginginkan bantuannya. Dia salah seorang sahabatku,
maka aku percaya bahwa dia tentu sedia membantu."
?Aku pernah mendengar, Jalujinggo berdiam dl Watulawang tidak
jauh dari Salatiga."
?Betulkah katamu?"
?Benar guru, kita dapat kesana,"
?Ya, aku tentu kesana sesudah kita ke Krendawahana. Ah, akan
menggembirakan sekali apabila dua kekuatan bersatu, memukul Pajang."
Guru dan murid ini segera meneruskan perjalanan. Mereka
melewati Tulungagung, Trenggalek langsung Ponorogo. Tetapi ketika tiba
dihutan Krendawahatta Joko Buwang menjadi pucat dan terkejut. Yang
didapatkannya bukanlah perkampungan seperti yang pernah disaksikan.
Perkampungan tersebut sekarang tinggal merupakan puing dan tanaman
disekitarnya hangus dan kering.
?Guru, telah kedahuluan orang," keluh Joko Buwang sedih, seakan
minta maaf.
?Hem," dengus Iblis Bongkok terengah2. ?siapa yang sudah lancang
tangan merusak rencanaku ini?"
Mendadak Joko Buwang ingat peristiwa beberapa minggu yang lalu.20
Ia mendapat luka dalam pertempuran dengan Mayangseto didekat
perkampungan ini. Tidaklah mustahil bahwa pemuda itulah yang sudah
lancang tangan. Karena itu ia segera memberitahukan akan dugaannya
tersebut. Iblis Bongkok mengangguk2kan kepala tanda dapat menerima.
?Marilah kita cari. Akan kucincang orang yang lancang tangan itu"
geram Iblis Bongkok.
?Tetapi guru, apakah tidak sebaiknya kita menuju Watulaswang
dulu menemui Jalujinggo ?" usul murid yang setia ini.
Sesudah berpikir sejurus, kemudian Iblis Bongkok bisa menerima
usul muridnya ?Baiklah Buwang, sebaiknya menemui Jalujinggo dahulu."
Mereka berjalan cepat menyusuri hutan Krendawahana menuju
keutara. Ketika mereka tiba di Kalioso lalu beristirahat di sebuah warung
untuk makan. Didesa ini mata Joko Buwang yang selalu liar tertumbuk
oleh seorang gadis desa yang amat manis. Gadis tersebut lewat dimuka
warung menggendong bakul berisi jagung godog yang masih mengepul
hangat. Joko Buwang amat tertarik, maka dipanggillah gadis itu dengan
dalih mau membeli.
Ketika gadis itu sudah menurunkan bakul berisi jagung dari
gendongannya dengan senyum menarik Joko Buwang menanyakan soal
harganya. Akan tetapi sebelum dapat menjawab, tangan Joko Buwang
sudah bertindak amat cepat. Dengan totokan pada pusat jalan darah
dilambung dan urat gagunya.
?Guru, aku pergi mendahului." seru Joko Buwang sambil mengepit
gadis itu dibawa lari.
Iblis Bongkok terkejut menyaksikan tindakan muridnya ini. Akan
tetapi yang lebih terkejut lagi si tukang warung. Dengan sigap ia
mengambil pisau daging dan dibacokkan kepada Iblis Bongkok. Akan
tetapi dengan ketawa Iblis Bongitok sudah menggerakkan tangan dan
jarinya menyentil. Pisau itu seakan terdorong oleh kekuatan yang besar
sekali meluncur membalik, dan terdengarlah jerit tukang warung, lalu
roboh dengan leher hampir putus.
Pada saat Iblis Bongkok dengan badan yang bongkok keluar dari
warung, ternyata sudah terjadi keributan. Orang laki2 bersenjata
berserabutan berlarian, dan suara gendang tanda bahaya mengumandang
bertalu3. Ia tersenyum, karena tidaklah mungkin orang, itu berhasil
mengejar muridnya yang melarikan gadis.
Ia berjalan seenaknya agar tidak menarik perhatian orang dan
membiarkan orang berlarian mendahului. Akan tetapi dengan tak
terduga, seorang perempuan berteriak: ?Tangkap pembunuh! Tangkap!
Orang bongkok .. tangkap! Pembunuh!"
Orang yang mendengar berpandangan. Tetapi juga cepat mengerti
bahwa yang dimaksud tentu orang tua asing ini. Maka tanpa bertanya lagi
orang2 desa itu sudah mengepung untuk menangkap. Dua orang muda21
bersenjata parang sudah mendekati dan menghardik ?Kakek, kau telah
melakukan pembunuhan. Dan anakmu sudah menculik gadis. Karena itu,
kau jangan berusaha melawan."
Iblis Bongkok ketawa panjang. dan tongkat bambu berwarna hitam
dipergunakan menopang. Ia menebarkan pandangannya keseleliling,
memandang orang2 yang mengepung. Sepatah katapun tiada jawaban
yang meluncur dari mulut.
Dua orang muda berbadan tegap itu segera maju menubruk. Iblis
Bongkok mengangkat tangan, jarinya menyentuh dan dua orang muda itu
menjerit dan roboh. Ternyata kulit badannya sudah menjadi hitam seperti
hangus. Orang2 desa int terkejut, dan dengan nekad sudah menyerbu
dari segala jurusan dengan senjata masing2. Orang2 desa itu memang
tidak menyadari bahwa orang bongkok yang dihadapi sekarang ini
seorang sakti yang suit dilawan.
Iblis Bongkok ketawa bergelak. Kemudian mengangkat tongkat
bambunya dan digerakkan berputar. Ia tidak memukul, tetapi berusaha
membuktikan keampuhan racun penemuannya. Terdengarlah kemudian
pekik yang kacau dari puluhan manusia yang mengerumuninya, dan
disusul dengan tubuhnya roboh berserakan saling tindih.
Menyaksikan puluhan korban dalam waktu singkat sudah mati itu,
Iblis Bongkok menjadi gembira. Sambil ketawa senang ia berjingkrakan
seperti anak kecil dan memutarkan tongkat menyebarkan jarum halus
beracun. Akibatnya korban bertambah lagi, sedang orang desa yang lain
menjadi jeri. Mereka kemudian lari ketakutan sambil bertertiak ribut
?Siluman ngamuk! Siluman ngamuk!" Teriak itu sambung-menyambung
dari mulut kemulut, dan dalam waktu singkat desa Kalioso menjadi sepi.
Rumah2 terkancing rapat, bersembunyi dengan ketakutan.
Menyaksikan puluhan orang menjadi korban dalam waktu singkat
itu ia menjadi gembira sekali. Iblis Bongkok makin berjingkrak seperti
anak kecil, justru dengan hasil percobaan ini maka keampuhan racunnya
dapat dibanggakan. la akan menjadi tokoh tersakti diseluruh kolong langit
ini.
Pada ia masih berjingkrak seperti orang gila ini, terdengar suara
ketawa yang merdu seperti suara perempuan. Kemudian terdengarlah
suara bentakan yang nyaring ?Hai ! ?Apakah kau sudah gila ?!"
Iblis Bongkok terbelalak kaget katika mennyaksikan seorang laki2
berbadan kuning sudah berdiri dimukanya. Tetapi hanya sebentar,
kemudian ia ketawa terbahak dan menjawab dengan nada marah : ?Yang
gila kau sendiri Bondansari. Kau mengganggu orang sedang bergembira".
?Hem," dengus Bondansari tidak senang, ?ternyata kau masih tetap
buas dan ganas seperti dulu Pengeran Kartiko. Nyawa manusia kau
samakan dengan ayam".
Iblis Bongkok ketawa lagi lebih panjang, lalu menyaut ?Pangeran22
Kartiko sudah tiada, ia sudah mati bersama penderitaannya puluhan
tahun yang lalu. Pangeran Kartiko sudah mati bersama dengan saudara
tuanya Pangeran Harya Panangsang. Yang ada sekarang tinggal Iblis
Bongkok. Orang tua yang berbadan bongkok."
Bondansari ketawa merdu, dan kemudian ujarnya memperingatkan
: ?Kau membuang nama yang ternoda, tetapi mengapa dengan namamu
yang baru kau berbuat sebuas ini? Membunuh orang2 tidak berdosa
seperti iblis. Ingatlah sahabat, carilah jalan lapang".
?Ha-ha-ha ha, aku tidak membutuhkan ocehanmu Bondansari. Kau
boleh menyebut dengan apa saja kepadaku. Uah, tetapi memang tepat
juga nama yang kau berikan untuk aku."
Ia berjingkrak lagi seperti orang gila, dan kemudian menggumam.:
?Ah, tetapi masih kurang lengkap Bondansari, itu masih kurang. O ya,
aku sendiri dapat menambahkan. Iblis Bongkok dari Nusabarung. Ha-ha
ha-ha, nama yang bagus, nama yang cocok. Terimakasih atas
pemberianmu. Nama Iblis Bongkok dari Nusabarung membuat aku puas."
Mendongkol dan muak sekali menghadapi orang seperti gila ini.
Akan tetapi ia masih berusaha menyabarkan diri. Ia sadar bahwa orang
ini bukan orang sembarangan. Sesudah ia mengamati penuh perhatian
Guntur Geni Dan Cambuk Kilat Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kepada orang2 yang sudah tewas tidak bergerak itu, kemudian ia
berkata: ?Hem, kau tetap saja merupakan orang berbahaya. Dahulu dan
sekarang masih belum mau berubah."
?Apa perdulimu? Orang mempunyai kebebasan. Mengapa kau
heran? Apakah kau akan melarang perbuatanku ? Hem, lihatlah hasil
percobaanku ini baik2. Dalam waktu singkat puluhan orang roboh tak
bernyawa akibat racun yang kusebarkan." Ejeknya seraya berjingkrak
senang, dan kemudian sambungnya : ?Pergilah Bondansari, sebelum aku
marah! Sayangilah jiwamu, jangan sampai aku menggunakan kau
sebagal percobaan seperti orang-orang ini."
Bondansari menjadi marah sekali mendengar ejekan orang yang
menamakan dirinya sebagai Iblis Bongkok dari Nusabarung ini. Maka ia
segera membentak ?Ngaco! Kan kiira aku takut? Kau orang berbahaya.
maka harus lenyap dari bumi ini sebelum banyak timbul korban oleh
perbuatanmu yang ganas dan buas".
?Uah, apa kau kira gampang? Marilah kita mencoba. Siapa diantara
aku dan kau yang sudah lebih maju".
Dengan gerak yang amat cepat sekali Iblis Bongkok sudah bergerak
menyerang dengan pukulan tangan kiri. BondansarI terkejut ketika hawa
amat panas menyambar cepat. Ia sadar bahwa iblis ini sudah menyerang
dengan pukulan ?gelap-sosro". Maka ia cepat menggerakkan tangan kiri
untuk menolak serangan yang cukup ganas itu. Terjadilah kemudian
benturan tenaga, dan berakibat masing2 mundur satu langkah.23
Percobaan kekuatan ini kemudian disusul dengan serangan2 yang
cepat dari dua belah pihak. Bondansari sudah pula mencabut tongkat dari
kayu cendana, untuk menghalau serangan tongkat24
Iblis ini. Karena laki-Iaki yang mirip perempuan ini Insyaf, bahwa tongkat
musuhnya amat berbahaya.
Pertempuran antara tokoh berkepandaian tinggi ini dalam waktu
singkat sudah berlangsung puluhan jurus. Mereka bergerak cepat seakan
bayangan.
Ber-kali2 Iblis Bongkok menyerang dengan jarum2 halus yang
tersimpan dalam tongkatnya. Namun Bondansari selalu berhasil menyapu
jarum beracun tersebut dengan susah payah. Ia terpaksa harus
memutarkan tongkatnya seperti baling baling untuk melindungi tubuhnya.
Marah juga Iblis Bongkok mendapat kenyataan yang tidak terduga
ini. Lalu timbul kekhawatiran, kalau harus terus-menerus membuang
jarum beracun secara sia2 akan menderita rugi sendiri. Maka ia segera
merubah serangannya, menggunakan iimu ?gelap - sosro". Sambil
mencoba sampai dimanakah ilmu andalan yang sudah berhasil diyakini
ini. Ternyata kemudian bahwa hawa yang amat panas segera menyambar
dan mengurung ruang gerak Bondansari.
Terkejut juga Bondansari, mendapat serangan2 yang mengandung
hawa panas ini. Ia sadar bahwa musuh ini sudah menggunakan ilmu
?gelap-sosro".Tokoh dari Begelen Ini tidak mungkin mau menyerah begitu
saja. Ia sudah berhasil meyakini ilmu gurunya Sunan Gunungjati. Maka
mendapat pukulan2 ber-hawa panas ini, ia segera bergerak lebih cepat
seraya mengirimkan pukulan2 balasan yang cukup berbahaya.
Pertempuran ini sudah berlangsung lebih seratus jurus. Namun
masing2 masih tampak segar dan bersemangat. Akan tetapi Iblis
Bongkok segera ingat akan muridnya. Mengapa sesudah ia berhasil
melarikan gadis itu, lama sekali tidak muncul kembali? Ada sesuatu firatat
menyelinap dalam dada, bahwa muridnya mengalami sesuatu diluar
kemauannya.
Ia menjadi gelisah, Apabila meneruskan pertempuran ini belum
tentu dapat selesai sebelum matahari terbenam. Dan belum tentu pula, ia
mesti menang. Kalau mesti menang saja, sekalipun harus bertempur
beberapa hari akan sanggup. Sebaliknya kalau mendertita kekalahan,
tanpa ada artinya ia meninggalkan pulau Nusabarung. Tujuan yang
pertama adalah untuk melanjutkan cita2 saudara tuanya dapat merebut
kerajaan. Itu lebih penting. Maka daripada harus bertempur dengan
orang ini tanpa hasil yang pasti, toh lebih baik diakhiri dan melanjutkan
perjalanan. Terpikir demikian, la segera melancarkan serangan barantai.
ketika Bondansari masih sibuk untuk menghindari dan menangkis
serangannya, la sudah melompat jauh dan cepat melarikan diri.
Bandansari menarik napas lega. Ia tidak mengejar dan hanya
memandang musuhnya penuh kagum. Ternyata sesudah
menyembunyikan diri beberapa lama, iblis itu makin maju dan makin
berbahaya. Dalam hati Bondansari mengakui, apabila pertempuran25
berlangsung lebih lama lagi, niscaya tldak kuasa melawan.
?Kakek, mengapa iblis Itu dibiarkan larl ?" teriak seorang gadis
sambil berlarian mendapatkan.
Bondansari terkejut, bibirnya tersenyum dan kemudian menjawab :
?Dia hebat Mirah, biarlah dia lari." Tetapi orang tua ini kemudian
memandang sekeliling, dan bertanya agak gugup: ?Mana mbakyumu (
kakakmu)?"
Tetapi gadis itu seraya ketawa manis menjawab seenaknya: ?Yu
(kak) Minten tadi bilang mau kekali mencari ikan."
?Cari ikan kekali ?" Bondansari terkejut dan khawatir. ?Ayo cepat
kita susul Mirah."
Mendadak terdengar suara merdu : ?Aku didni kakek."
Bersaman dengan suaranya yang terakhir, melayanglah turun dari
suatu dahan pohon seorang gadis manis dan kemudian lari2
mendapatkan Bondansari.
?Pertempuran yang hebat!" katanya perlahan. ?Kakek hebat, dan
orang tadi juga hebat. Siapa orang tadi kakek?"
Bondansari tersenyum, kemudian menjawab: ?Dia Pangeran
Kartiko, guru pemuda yang melarikan gadis tadi."
?Uah! Dia tentu marah kalang kabut sesudah menemukan muridnya
kakek," udjar Mirah sambil ketawa.
?Ayoh kita susul dia, aku ingin tahu apa yang dia perbuat."
sambung Minten.
?Hush! Jangan main2. Pemuda tadi ber kepandaian cukup tinggi."
Hardik Bondansatri. |
?Aku tidak takut," bantah Minah.
?Betul!" sambung Minten. ?Kalau kita keroyok dua belum tentu kita
kalah".
Bondansari ketawa, dan hati ingin menjelaskan bahwa sekalipun
mengeroyok dua, pemuda itu akan dapat mengalahkannya.
Akan tetapi Bundansari seoang bijaksana, dan tidak ingin
murid2nya ini menjadi kecewa. Maka ia segera mengalihkan perhatiannya
kesoal lain : ?Sudahlah, kalian jangan memikirkan soal yang tidak perlu.
Ayoh sekarang membantu orang2 desa ini untuk mengurus jenazah2. O,
Ya, apakah gadis tadi sudah kalian antar sampai rumah ?"
Minten menganggukkan kepala tanda mengiakan.
Tidak lama kemudian desa Kalioso dipenuhi ratap tangis isteri yang
menyesalkan kematian suaminya. Desa Kaltioso berkabung, sedang Mirah
dan Minten amat terharu menyaksikan malapetaka yang menimpa desa
Kalioso hari ini. Sesudah dihitung ternyata sejumlah empatputuh satu
orang yang mencijadi korban keganasan.
Sementara itu Iblis Bongkok yang lari menyusul muridnya. Ketika ia
sudah masuk dalam hutan, ia segera mencari2 dimana muridnya26
bersembunyi. Mendadak ia mendengar suara muridnya : ?Guru, aku
disini".
Ia terkejut, lalu mendongak keatas dan terkejutlah ketika
menyaksikan muridnya terikat pada sebatang dahan dengan kaki diatas
dan kepala dibawah. Dengan gerakan yang amat ringan ia sudah
meloncat keatas, lalu duduk diatas dahan sambil melepas tali yang
mengikat badan Joko Buwang. Hampir saja pemuda ini jatuh kebawah
apabila Iblis Bongkok tidak cepat menahan. Baru sadarlah Iblis Bongkok
bahwa selain diikat, juga tertotok pusat jalan darahnya. Maka punggung
pemuda itu segera ditepuk perlahan.
?Siapa yang mengganggumu ?" tanya Iblis Bongkok tidak sabar.
Dengan ber sungut2 Joko Buwang sudah menjawab : ?Seorang lakii
tua dengan dua orang murid perempuan".
?Kau kalah?"
Joko Buwang memandang gurunya, tetapi dengan cepat
menundukkan kepala. Dan agak lama baru menjawab : ?Guru dia
mempunyai ilmu Iebih tinggi. Aku sudah berusaha melawan tetapi
dikalahkan. Aku tertotok dan kemudian diikat pada dahan ini. Dan gadis
tadi sudah direbut dan dibawa lari".
Iblis Bongkok terengah2 menahan marah. Akibat perbuatan
muridnya, ia terpaksa bertempur dan mengerahkan kepandaian. Ia ingin
marah, tetapi tidak dapat. Tiap akan marah, segera terbayang wajah ibu
Joko Buwang yang sudah meninggal, Isteri yang setia dan amat dicintai,
dan sudah berjasa besar. Ibu Joko Buwang diketemukan sesudah
mengasingkan diri dipulau Nusabarung, dengan tidak sengaja. Ialah pada
suatu pagi dalam keadaaan pingsan dipantai. Ia gadis yatim piatu yang
sengaja membunuh diri. Akibat sudah tidak kuat lagi menahan derita. Ibu
Joko Buwang meninggal ketika pemuda ini baru berumur dua tahun,
sesudah menderita sakit dua bulan dan usahanya mengobati tidak
berhasil. Akan tetapi ia sengaja menutupi keadaan yang sebenarnya,
sehingga Joko Buwang sendiri tidak mengerti bahwa gurunya itulah
ayahnya.
Untuk melampiaskan rasa marah itu kemudian ia menggerakkan
tangan kanan memukul dahan. Sekali pukul sudah putus, dan dengan
gugup Joko Buwang meloncat turun.
?Mari kita meneruskan perjalanan". Perintahnya kaku. Joko Buwang
tidak berani membantah, kemudian mengikuti langkah gurunya agak
ragu2.
Joko Buwang merasa heran kepada sikap gurunya. Mengapa tidak
mau membela, sebaliknya malah mempunyai tanda2 marah. Ia tidak
mengerti sama sekali akan sikap gurunya yang demikian. Tidak mau
membalaskan sakit hatinya yang dihinakan orang, diikat pada pohon
bergantungan seperti kalong.27
Hari sudah kiamat pada waktu guru dan murid ini hampir sampai
didesa Karanggede. Matahari sudah merasaa payah sesudah menyuluhi
bumi sepanjang hari. Jagad menjadi gelap, dan desa Karanggede tampak
sepi. Hanya tinggal beberapa rumah saja yang masih membuka pintu
pertanda belum tidur. Merupakan kebiasaan bagi penduduk desa
pegunungan, mereka akan cepat tidur sesudah matahari terbenam.
Mereka sudah payah bekerja sepanjang hari, maka mereka cepat2 ingin
dapat melepaskan lelah.
Pada saat jagad menjadi gelap kehilangan matahari itulah, para
pengawal mulut goa Watulawang amat terkejut. Dua orang pemuda
tampan berpakaian ringkas secara tiba2 sudah berdiri dekat dengan
mulut goa dan terdengarlah suara salah seorang memerintah: ?Hayo,
cepat laporkan kepada Jalujinggo. Aku datang ingin bertemu."
Pengawal yang berjumlah duapuluh orang itu bangkit bersama2
menyiapkan senjata. Mereka menjadi curiga, dan terdengarlah jawaban
salah seorang: ?Menyesal sekali, bahwa beliau tidak dapat menerima
tamu pada waktu malam. Datanglah lagi besok."
?Tidak! Malam ini juga aku harus dapat bertemu. Persoalannya
amat penting yang harus kubicarakan," jawab pemuda tersebut.
?Kalian tidak bisa memaksa kami. Apakah kami harus melakukan
kekerasan untuk mengusir kamu?" hardik salah seorang pengawal seraya
maju menghadapi. Agaknya dia merupakan penanggung jawab
keamanan.
?Tidak! Aku harus bertemu malam ini,"
?Menyesal sekali." Jawabnya lantang, dan kemudian sambil
mengamati kawan2nya orang tersebut memerintah ?Hayo, usirlah dua
Guntur Geni Dan Cambuk Kilat Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
anjing yang tidak tahu aturan ini."
Dengan sigap para pengawal itu sudah melompat maju dan
mengeroyok. Akan tetapi dua orang pemuda itu, hanya bertangan kosong
sudah melawan dengan cepat. Baru beberapa gebrakan saja sudah
terdengar pekik dan jerit kesakitan yang kacau. Beberapa orang sudah
roboh terguling ditanah tidak berkutik, sekalipun mereka tidak mati.
Dua orang pemuda yang datang secara tiba3 digoa tempat tinggal
Jalujinggo ini bukan lain Mayangseto dan Bharoto. Terdorong oleh tugas2
kemanusiaan sesudah mereka mendengar ratap dan keluh kesah
beberapa penduduk desa yang dijumpai dalam perjalanannya. Bahwa
gerombolan Watulawaag kembali mengganas melakukan perampokan dan
penculikan gadis2 orang, disamping melakukan pembunuhan2 secara
kejam dan ganas.
Mendengar keluh kesah para penduduk yang menderita kemalangan
ini, mereka kemudian bersepakat untuk bertindak. Dan terdorong oleh
perasaan tidak tega membiarkan penduduk menderita, mereka tidak lagi
memperhitungkan keselamatannya sendiri sudah datang kegoa28
Watulawang.
Keributan yang terjadi dimulut goa itu agaknya amat mengejutkan
mereka yang berada didalam goa. Muncullah kemudian dua orang tua
dimulut goa, dan disusul suaranya memerintah: ?Mundur! Kalian tidak
akan mampu menangkap dua ekor tikus yang sombong ini."
Terkejut juga Mayangseto melihat munculnya dua orang ini. Karena
Siluman Ular Putih 06 Lembah Kodok Perak Pedang Siluman Darah 5 Hidung Belang Harian Vampir 04 Takdir
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama