Kisah Singkat Bree Tanner The Short Second Life Of Bree Tanner Karya Stephenie Meyer Bagian 2
beraksi. Kevin salah seorang di antaranya, tapi kelihatannya
ia mencari sesuatu yang lebih spesifik daripada hiburan.
75
Beberapa kali matanya berusaha fokus ke tempatku duduk,
tapi aura Fred membuatnya tidak bisa dekat-dekat. Ia menyerah setelah beberapa menit, kelihatannya sangat mual.
"Kudengar kau berhasil kembali dengan selamat," kata
Riley, terdengar benar-benar senang. "Aku selalu bisa mengandalkanmu, Diego."
"Bukan masalah," sahut Diego dengan suara rileks. "Kecuali kau menganggap menahan napas seharian sebagai hal
negatif."
Riley tertawa. "Lain kali, jangan pulang terlalu mepet.
Beri contoh yang lebih baik untuk bayi-bayi."
Diego hanya tertawa. Dari sudut mata terlihat Kevin lebih rileks. Apakah ia benar-benar khawatir Diego akan
membuatnya terkena masalah? Mungkin Riley lebih mendengarkan Diego daripada yang kusadari. Aku bertanyatanya dalam hati, itukah sebabnya Raoul jadi kesetanan
sebelumnya.
Baguskah bila Diego akrab dengan Riley? Mungkin Riley
oke-oke saja. Hubungan itu tidak mengompromikan apa
yang kami miliki, bukan?
Waktu tidak berlalu lebih cepat setelah matahari terbit.
Suasana begitu ramai dan berisik di basement, seperti halnya setiap hari. Seandainya suara vampir bisa serak, Riley
pasti sudah kehabisan suara karena berteriak-teriak terus.
Beberapa anak kehilangan tangan atau kakinya untuk sementara, tapi tidak ada yang dibakar. Musik berperang dengan lagu latar berbagai game, dan aku senang tidak sakit
kepala. Aku berusaha membaca buku-bukuku, tapi akhir 76
nya malah hanya membalik-balik halamannya, sudah tidak
terlalu peduli lagi untuk membuat mataku fokus pada katakatanya. Aku meletakkan buku-buku itu dalam tumpukan
rapi di sofa untuk Fred. Aku selalu meninggalkan bukubukuku untuknya, walaupun aku tidak pernah bisa mengetahui apakah ia membacanya atau tidak. Soalnya, aku tidak
bisa terlalu memperhatikannya untuk mengetahui apa, tepatnya, yang ia lakukan dengan waktunya.
Setidaknya Raoul tidak pernah melihat ke arahku. Begitu pula Kevin dan yang lain-lain. Tempat persembunyianku
tetap efektif seperti biasa. Aku tidak bisa melihat apakah
Diego cukup cerdas untuk mengabaikanku, karena aku
benar-benar mengabaikannya. Tidak ada yang bakal curiga
bahwa kami satu tim, kecuali mungkin Fred. Apakah tadi
Fred memperhatikan bahwa aku tadi sudah siap bertarung
membela Diego? Kalaupun ia menyadarinya, aku tidak
perlu terlalu mengkhawatirkannya. Bila Fred mempunyai
maksud buruk terhadapku, ia bisa saja membiarkan aku
mati semalam. Mudah saja melakukannya.
Suasana semakin berisik ketika matahari mulai terbenam.
Kami tidak bisa melihat cahaya terang semakin memudar
di bawah tanah sini, apalagi karena semua jendela di lantai
atas juga tertutup, untuk berjaga-jaga. Tapi setelah menunggu sekian lama selama berhari-hari, kau jadi peka bila
hari sudah mulai berakhir. Anak-anak mulai gelisah, mengganggu Riley terus-menerus dengan pertanyaan kapan mereka bisa keluar.
"Kristie, kau sudah keluar semalam," kata Riley, kentara
77
sekali dari nadanya bahwa kesabarannya sudah mulai menipis. "Heather, Jim, Logan?kalian silakan pergi. Warren,
matamu gelap, jadi ikutlah bersama mereka. Hei, Sara, aku
tidak buta?kembali ke sini."
Anak-anak yang dilarangnya pergi merajuk di sudut
ruangan, sebagian di antara mereka menunggu Riley pergi
supaya bisa diam-diam menyelinap keluar meski sudah dilarang.
"Mm, Fred, pasti sekarang giliranmu," kata Riley tanpa
melihat ke arah kami. Aku mendengar Fred menghela napas sambil berdiri. Semua orang mengkeret ketika ia bergerak ke tengah ruangan, bahkan Riley. Tapi tidak seperti
yang lain-lain, Riley tersenyum kecil. Ia senang pada vampir
yang memiliki keahlian.
Aku merasa telanjang dengan perginya Fred. Siapa pun
bisa memfokuskan perhatian padaku sekarang. Aku diam
tak bergerak, menundukkan kepala, sekuat tenaga berusaha
tidak menarik perhatian vampir lain ke diriku.
Beruntunglah aku, malam ini Riley sedang bergegas. Ia
nyaris tidak berhenti untuk memelototi vampir-vampir yang
kentara sekali beringsut-ingsut menuju pintu, apalagi mengancam mereka, saat ia sendiri menuju keluar. Normalnya,
ia akan menasihati kami dulu tentang perlunya tidak menarik perhatian, tapi malam ini tidak. Ia tampak banyak
pikiran, gelisah. Aku berani bertaruh ia pasti akan pergi
menemui perempuan itu. Itu membuatku semakin tidak
ingin bertemu dengannya fajar nanti.
Aku menunggu Kristie dan tiga vampir lain yang biasa
78
pergi dengannya, lalu menyelinap di belakang mereka, berusaha terlihat seperti bagian dari rombongan mereka tanpa
membuat mereka kesal. Aku tidak menoleh kepada Raoul,
juga tidak kepada Diego. Aku hanya berkonsentrasi membuat diriku terkesan tidak penting?tidak perlu diperhatikan siapa pun. Hanya vampir cewek biasa.
Begitu kami keluar dari rumah, aku langsung memisahkan diri dari Kristie dan melesat memasuki hutan. Aku
berharap hanya Diego yang peduli untuk mengikuti bauku.
Setengah perjalanan mendaki sisi gunung terdekat, aku bertengger di dahan-dahan tertinggi sebatang pohon cemara
besar yang bentangan dahannya membuat pohon-pohon
lain baru bisa tumbuh dalam jarak beberapa meter. Aku
jadi bisa melihat dengan leluasa kalau ada yang berusaha
melacak keberadaanku.
Ternyata aku terlampau berhati-hati. Mungkin aku memang sudah terlalu berhati-hati sepanjang hari. Hanya
Diego yang datang mencariku. Aku melihatnya dari kejauhan dan menyusuri kembali ruteku tadi untuk menyongsongnya.
"Hari yang panjang," ujarnya sambil memelukku. "Rencanamu sulit."
Aku balas memeluknya, kagum menyadari betapa nyaman rasanya. "Mungkin aku hanya paranoid."
"Maafkan soal Raoul tadi. Nyaris saja."
Aku mengangguk. "Untunglah Fred sangat menjijikkan."
"Aku penasaran apakah Riley tahu betapa berpotensinya
anak itu."
79
"Aku meragukannya. Aku belum pernah melihatnya melakukan itu sebelumnya, padahal aku sering menghabiskan
waktu di dekatnya."
"Well, itu urusan Freaky Fred. Kita punya rahasia sendiri
yang akan kita beritahukan kepada Riley."
Aku bergidik. "Masih belum yakin apakah itu ide bagus."
"Kita tidak akan tahu sampai kita melihat bagaimana
reaksi Riley."
"Biasanya aku memang tidak suka tidak mengetahui sesuatu."
Mata Diego menyipit dengan sikap spekulatif. "Bagaimana pendapatmu tentang petualangan?"
"Tergantung."
"Well, aku sedang memikirkan masalah prioritas klub
kita. Kau tahu, tentang mencari tahu sebanyak yang kita
bisa."
"Dan...?"
"Kurasa sebaiknya kita membuntuti Riley. Cari tahu apa
yang dia lakukan."
Kupandangi dia. "Tapi dia akan tahu kalau kita membuntutinya. Dia akan mencium bau kita."
"Aku tahu. Aku berpikir begini. Aku mengikuti baunya.
Kau menjaga jarak beberapa kilometer dariku dan mengikuti suaraku. Dengan begitu Riley hanya tahu bahwa aku
mengikutinya, dan aku bisa mengatakan kepadanya itu kulakukan karena ada hal penting yang ingin kusampaikan.
Saat itulah aku mengungkapkan soal efek bola disko. Dan
80
akan kulihat apa yang dia katakan." Mata Diego menyipit
saat menatapku. "Tapi kau... untuk sementara ini kau menjauh saja dulu, oke? Aku akan menceritakan padamu
apakah dia bisa menerima pengakuanku atau tidak."
"Bagaimana kalau dia kembali lebih cepat dari entah ke
mana dia pergi sekarang? Bukankah kau ingin mengungkapkan hal itu kepadanya menjelang fajar, saat kau bisa berkilau?"
"Ya... itu memang bisa menjadi masalah. Dan bisa jadi
itu akan memengaruhi jalannya pembicaraan. Tapi kupikir
sebaiknya kita ambil saja risiko itu. Kelihatannya malam ini
dia begitu terburu-buru, bukan? Seakan-akan dia membutuhkan waktu sepanjang malam untuk melakukan entah
apa yang sedang dia lakukan sekarang?"
"Mungkin. Atau mungkin dia hanya terburu-buru karena
ingin menemui perempuan itu. Kau tahu, kita kan tidak
ingin mengejutkan Riley saat perempuan itu ada di dekatnya." Kami sama-sama meringis.
"Benar. Meski begitu..." Kening Diego berkerut. "Bukankah terasa bahwa apa pun yang akan terjadi sepertinya
akan terjadi dalam waktu dekat? Seakan-akan kita tidak
memiliki waktu lama untuk memecahkan masalah ini?"
Aku mengangguk dengan sikap tidak senang. "Yeah, rasanya memang begitu."
"Kalau begitu, kita harus mengambil risiko. Riley percaya
padaku, dan aku punya alasan kuat untuk ingin berbicara
dengannya."
Aku memikirkan strategi ini. Meski baru satu hari me 81
ngenalnya, tetap saja aku menyadari sikap paranoid yang
ditunjukkan Diego itu sangat bertentangan dengan karakter
aslinya.
"Rencanamu yang pelik ini...," aku berkata.
"Memangnya kenapa?" tanyanya.
"Kedengarannya seperti rencana solo. Bukan petualangan
klub. Paling tidak, tidak ketika sampai ke bagian yang berbahaya."
Ia mengernyit, dan aku tahu perkataanku tadi tepat mengenai sasaran.
"Ini ideku. Akulah yang..." Ia ragu-ragu, sulit mengucapkan kata berikutnya. "...memercayai Riley. Jadi akulah satusatunya yang akan merasakan akibat dari sisi jelek Riley
kalau ternyata aku salah."
Walaupun pengecut, aku tidak sepenuhnya setuju dengan
perkataan Diego. "Yang namanya klub tidak seperti itu."
Ia mengangguk, ekspresinya tidak jelas. "Oke, kita akan
memikirkannya sambil jalan saja."
Menurutku ia tidak bersungguh-sungguh dengan perkataannya.
"Tetaplah berada di atas pepohonan, ikuti aku dari atas,
oke?" ujarnya.
"Oke."
Ia kembali ke arah kabin kayu, bergerak cepat. Aku
mengikutinya melalui dahan-dahan, sebagian besar tumbuh
begitu rapat hingga aku jarang harus meloncat jauh-jauh
dari satu pohon ke pohon lain. Aku berusaha bergerak seminim mungkin, berharap dahan-dahan yang melengkung
82
karena berat tubuhku hanya akan terlihat seperti tertiup
angin. Malam itu angin bertiup sepoi-sepoi, dan itu membantu. Hawa cukup dingin untuk ukuran musim panas,
walaupun suhu udara tidak membuatku terganggu.
Tanpa mengalami kesulitan Diego menangkap bau Riley
di luar rumah, kemudian berlari cepat mengejarnya sementara aku mengekor beberapa ratus meter di belakangnya
dan kira-kira sembilan puluh meter ke arah utara, berada
di tempat yang lebih tinggi. Di tempat-tempat yang pohonnya sangat rimbun, sesekali ia akan mengguncangkan dahan
pohon agar aku tidak kehilangan jejaknya.
Kami terus melaju, Diego berlari sementara aku berlagak
seperti tupai terbang, kira-kira hanya selama lima belas menit sebelum aku melihat Diego memperlambat larinya.
Kami pasti sudah dekat. Aku naik ke dahan yang lebih
tinggi, mencari pohon yang pemandangannya baik. Kunaiki
sebatang pohon yang menjulang lebih tinggi daripada tetangga-tetangganya, dan mengedarkan pandangan.
Kurang dari delapan ratus meter di depan ada tanah terbuka di tengah pepohonan, lapangan terbuka seluas beberapa ekar. Dekat pusat lapangan terbuka itu, lebih dekat
ke pohon-pohon di sebelah timur, berdiri sebuah rumah
yang kelihatannya seperti rumah roti jahe berukuran sangat
besar. Dicat dengan warna pink terang, hijau, dan putih,
rumah itu tampak meriah, bahkan bisa disebut konyol, dengan hiasan-hiasan pinggir dan ornamen meliuk-liuk memenuhi setiap sudut yang ada. Seandainya situasinya lebih
83
rileks daripada ini, aku pasti sudah menertawakannya
habis-habisan.
Riley tidak terlihat, tapi Diego benar-benar berhenti di
bawah, jadi asumsiku, inilah akhir pengejaran kami. Mungkin inilah rumah pengganti yang disiapkan Riley bila kabin
kayu itu hancur. Kecuali bahwa rumah ini berukuran lebih
kecil daripada rumah-rumah lain yang selama ini kami tinggali, dan kelihatannya tidak memiliki basement. Dan letaknya bahkan lebih jauh lagi dari Seattle daripada rumah
terakhir.
Diego mendongak menatapku, dan aku memberinya
isyarat untuk bergabung denganku. Ia mengangguk dan
menyusuri kembali jejaknya dengan sedikit melenceng. Kemudian ia melompat tinggi sekali?aku bertanya-tanya dalam hati apakah aku bisa melompat setinggi itu, walaupun
aku masih muda dan sangat kuat?dan menyambar dahan
yang kira-kira berada di bagian tengah pohon terdekat. Kecuali orang itu luar biasa waspada, takkan ada yang memperhatikan bahwa Diego melenceng dari jejaknya. Bahkan
Kisah Singkat Bree Tanner The Short Second Life Of Bree Tanner Karya Stephenie Meyer di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
walaupun begitu, ia masih menyempatkan diri melompatlompat di puncak-puncak pohon, memastikan jejaknya tidak langsung mengarah ke jejakku.
Ketika akhirnya memutuskan keadaan sudah aman untuk bergabung denganku, ia langsung meraih tangan kananku. Tanpa bersuara aku mengangguk ke arah rumah roti
jahe itu. Satu sudut mulut Diego berkedut-kedut.
Bersama-sama kami mulai beringsut menuju sisi timur
rumah, sambil tetap berada di atas pepohonan tinggi. Kami
84
berusaha mendekati rumah itu sedekat yang berani kami
lakukan?membiarkan beberapa pohon menghalangi kami
dari rumah itu?kemudian duduk tanpa bersuara, mendengarkan.
Untunglah tiupan angin yang sepoi-sepoi berbalik arah,
dan kami bisa mendengar sesuatu. Suara-suara gelitikan
dan sapuan lembut yang aneh. Mulanya aku tidak mengenali suara yang kudengar, tapi kemudian lagi-lagi Diego
tersenyum, mengerucutkan bibir, dan tanpa bersuara melambaikan cium jauh ke arahku.
Ciuman antarvampir kedengarannya berbeda dengan
ciuman antarmanusia. Tidak ada kecupan lembut yang basah. Hanya bibir batu, tidak lebih. Aku pernah mendengar
satu ciuman antarvampir sebelumnya?dan Diego menyentuh bibirku semalam?tapi aku tak pernah menduga itu
suara vampir berciuman. Yang kutemukan ini sangat jauh
berbeda daripada bayanganku semula.
Pengetahuan ini memutarbalikkan segala sesuatu dalam
pikiranku. Aku memang sudah menduga Riley akan pergi
menemui perempuan itu, entah untuk menerima instruksi
atau membawakan vampir-vampir baru untuknya, aku tidak
tahu. Tapi yang jelas aku tidak pernah membayangkan bakal menemukan semacam... sarang cinta. Kok bisa-bisanya
Riley berciuman dengan perempuan itu? Aku bergidik dan
melirik Diego. Ia juga tampak ngeri, tapi mengangkat
bahu.
Ingatanku melayang kembali ke malam terakhirku sebagai manusia, berjengit saat teringat perasaan terbakar
85
yang masih sangat jelas dalam ingatanku. Aku berusaha
mengingat kembali momen-momen tepat sebelum itu, menyibak semua kabut... Pertama ada perasaan takut yang
merayapi hatiku saat Riley berhenti di depan rumah yang
gelap, perasaan aman yang kurasakan di restoran burger
sebelumnya kontan memudar seluruhnya. Aku tidak mau
turun, bahkan beringsut-ingsut menjauh, kemudian Riley
menyambar lenganku dengan cengkeraman sekeras baja,
menyentakkan aku turun dari mobil seolah-olah aku ini
boneka ringan. Kengerian dan perasaan tak percaya saat
melihatnya melompat sejauh sembilan meter ke pintu. Kengerian dan kemudian kesakitan yang kurasakan tak lagi
menyisakan ruang untuk perasaan tak percaya ketika ia
menyeretku begitu keras hingga mematahkan lenganku,
masuk ke rumah yang gelap gulita. Kemudian suara itu.
Saat aku terfokus pada kenangan itu, aku bisa mendengarnya lagi. Tinggi dan melengking, seperti suara anak
perempuan kecil, tapi bernada merajuk. Suara anak yang
sedang uring-uringan.
Aku masih ingat apa yang dikatakan perempuan itu.
"Mengapa kau membawa anak ini? Terlalu kecil." Mirip itu,
kalau tidak salah. Kata-katanya mungkin tidak tepat begitu,
tapi mengancam.
Aku yakin nada Riley terdengar sangat ingin menyenangkan hati perempuan itu ketika menjawab, takut mengecewakan. "Tapi dia sosok baru. Setidaknya bisa mengalihkan
perhatian."
86
Kurasa waktu itu aku merintih, dan Riley mengguncang
tubuhku, sakit sekali, tapi tidak berbicara lagi padaku. Seolah-olah aku anjing, bukan manusia.
"Malam ini sia-sia saja," keluh perempuan bersuara seperti anak kecil itu. "Aku membunuh mereka semua.
Ugh!"
Aku ingat rumah itu berguncang hebat, seolah-olah ada
mobil menabraknya. Aku menyadari sekarang, mungkin
saja sebenarnya perempuan itu menendang sesuatu karena
frustrasi.
"Baiklah. Kurasa tambahan satu orang lagi, bahkan yang
kecil, masih lebih baik daripada tidak sama sekali, kalau ini
yang terbaik yang bisa kaulakukan. Dan aku kenyang sekali
sekarang sehingga mestinya aku bisa berhenti."
Jari-jari Riley yang keras menghilang dan ia meninggalkan
aku sendiri bersama suara itu. Ketika itu aku terlalu panik
untuk bersuara. Aku hanya memejamkan mata, walaupun
aku sudah benar-benar buta dalam kegelapan yang pekat
itu. Aku tidak menjerit sampai sesuatu mengoyak leherku,
panas membakar bagaikan pisau yang dilumuri cairan
asam.
Aku mengkeret mengingat kenangan buruk itu, berusaha
menyingkirkan bagian berikutnya dari ingatanku. Aku berkonsentrasi pada percakapan pendek itu. Perempuan itu
kedengarannya tidak sedang berbicara dengan kekasih atau
temannya. Lebih tepat dikatakan ia sedang berbicara dengan pegawainya. Pegawai yang tidak terlalu disukainya dan
yang mungkin akan dipecatnya tidak lama lagi.
87
Tapi suara-suara aneh vampir berciuman itu terus berlanjut. Seseorang melenguh senang.
Aku mengerutkan kening pada Diego. Adegan itu tidak
banyak memberi informasi. Berapa lama kami perlu bertahan di sini?
Ia hanya menelengkan kepala, mendengarkan dengan saksama.
Setelah beberapa menit bersabar, suara-suara romantis
itu mendadak terputus.
"Berapa banyak?"
Suara itu teredam jarak, namun tetap jelas. Dan bisa dikenali. Tinggi, nyaris melengking. Seperti suara anak perempuan yang manja.
"Dua puluh dua," jawab Riley, terdengar bangga. Diego
dan aku saling melirik tajam. Jumlah kami 22, setidaknya
pada penghitungan terakhir. Kalau begitu mereka pasti sedang membicarakan kami.
"Mulanya kukira aku kehilangan dua lagi karena terbakar
matahari, tapi salah satu anakku yang lebih tua ternyata...
penurut," sambung Riley. Nyaris terdengar nada sayang dalam suaranya saat ia menyebut Diego sebagai salah satu
anaknya. "Dia memiliki tempat persembunyian di bawah
tanah?dia bersembunyi di sana bersama satu anak lain
yang lebih muda."
"Kau yakin?"
Lama tidak terdengar suara apa-apa, kali ini tanpa ditingkahi suara-suara adegan romantis. Bahkan dari jarak
sejauh ini sepertinya aku bisa merasakan ketegangan.
88
"Yeah. Dia anak baik, aku yakin."
Suasana kembali hening dan tegang. Aku tidak mengerti
pertanyaan perempuan itu. Apa yang ia maksud dengan
kau yakin tadi? Apakah ia mengira Riley mendengar cerita
itu dari orang lain dan bukan melihat Diego dengan mata
kepalanya sendiri?
"Bagus juga kalau ada 22," renung perempuan itu, dan
ketegangan seolah mencair. "Bagaimana perkembangan tingkah laku mereka? Beberapa di antara mereka sudah hampir
berumur satu tahun. Apakah mereka masih mengikuti
pola-pola normal?"
"Ya," jawab Riley. "Semua yang kauberitahukan kepadaku
berjalan lancar. Mereka tidak berpikir?mereka hanya melakukan apa yang selama ini selalu mereka lakukan. Aku
selalu bisa mengalihkan perhatian mereka dengan dahaga.
Itu membuat mereka selalu bisa dikendalikan."
Aku mengerutkan kening kepada Diego. Riley tidak
ingin kami berpikir. Mengapa?
"Bagus sekali hasil kerjamu," puji pencipta kami dengan
suara mendayu-dayu, disusul ciuman lagi. "Dua puluh
dua!"
"Apakah sekarang sudah waktunya?" tanya Riley penuh
semangat.
Jawaban perempuan itu terlontar cepat, seperti tamparan.
"Belum! Aku belum memutuskan kapan."
"Aku tidak mengerti."
"Kau tidak perlu mengerti. Kau cukup tahu bahwa
musuh-musuh kita memiliki kekuatan yang hebat. Kita ha 89
rus sangat berhati-hati." Suara perempuan itu melunak,
kembali berubah manis. "Tapi 22 orang masih hidup. Bahkan dengan apa yang mampu mereka lakukan... apa gunanya
bila dihadapkan dengan 22 orang?" Perempuan itu mengumandangkan tawa gemerincing.
Selama mendengarkan percakapan itu, Diego dan aku
berpandang-pandangan, dan bisa kulihat dari sorot matanya
sekarang bahwa pikirannya sama dengan pikiranku. Ya, ternyata kami diciptakan untuk suatu tujuan, seperti yang sudah kami duga. Kami memiliki musuh. Atau, pencipta
kami memiliki musuh. Pentingkah perbedaan itu?
"Keputusan, keputusan," gumam perempuan itu. "Belum.
Mungkin beberapa orang lagi, supaya yakin."
"Menambah hanya akan mengurangi jumlah kita," Riley
memperingatkan dengan sikap enggan, seolah berhati-hati
agar tidak membuat perempuan itu marah. "Keadaan selalu
menjadi tidak stabil bila kelompok baru diperkenalkan."
"Benar," perempuan itu setuju, dan aku membayangkan
Riley mengembuskan napas lega karena perempuan itu tidak marah.
Tiba-tiba Diego memalingkan wajah dariku, mengarahkannya ke seberang padang rumput. Aku tidak mendengar
suara gerakan apa pun dari dalam rumah, tapi mungkin
perempuan itu keluar. Kepalaku berputar cepat sementara
sekujur tubuhku mematung, dan aku melihat apa yang
membuat Diego begitu terkejut tadi.
Empat sosok berjalan menyeberangi padang terbuka menuju rumah. Mereka memasuki lapangan terbuka dari sisi
90
sebelah barat, titik terjauh dari tempat kami bersembunyi.
Mereka mengenakan jubah hitam panjang dan bertudung,
jadi awalnya aku mengira mereka manusia. Orang-orang
aneh, namun tetap manusia, karena tidak ada vampir yang
kukenal pernah mengenakan jubah gaya Gothic. Dan tidak
ada vampir yang gerak-geriknya begitu anggun, terkendali,
dan... elegan. Tapi kemudian aku menyadari tak seorang
manusia pun pernah kulihat bisa bergerak seperti itu, tambahan lagi mereka tak mungkin bisa melakukannya tanpa
bersuara. Sosok-sosok berjubah hitam itu bergerak menembus rumput-rumput tinggi tanpa bersuara sama sekali. Jadi
mereka itu vampir atau makhluk supernatural lain. Hantu,
mungkin. Tapi bila vampir, berarti mereka vampir yang tidak kukenal, dan itu berarti besar kemungkinan merekalah
musuh-musuh yang dibicarakan perempuan itu tadi. Kalau
benar begitu, sebaiknya kami segera menyingkir dari sini
sekarang juga, karena saat ini kami tidak sedang bersamasama dua puluh vampir lain.
Aku sudah nyaris kabur saat itu juga, tapi terlalu takut
bakal menarik perhatian sosok-sosok berjubah tadi.
Maka kuawasi mereka berjalan anggun, memperhatikan
hal-hal lain mengenai mereka. Bagaimana mereka bisa tetap
berjalan dalam formasi berlian yang tidak pernah sedikit
pun melenceng, tak peduli bagaimanapun kondisi tanah di
bawah kaki mereka. Bagaimana sosok paling ujung dalam
formasi berlian itu bertubuh lebih kecil daripada sosok-sosok lainnya, dan mengenakan jubah yang berwarna lebih
gelap. Bagaimana mereka tampaknya tidak berjalan dengan
91
mengikuti sesuatu?tidak berusaha mengikuti jejak atau
bau apa pun. Mereka tahu persis ke mana harus melangkah. Mungkin mereka memang diundang.
Mereka bergerak lurus menuju rumah, dan aku merasa
sudah aman untuk bernapas lagi saat sosok-sosok itu mulai
menapaki undakan menuju pintu depan tanpa bersuara sedikit pun. Setidaknya mereka tidak mendatangi aku dan
Diego. Ketika mereka lenyap dari pandangan, kami bisa
menghilang ke dalam selat saat angin sepoi-sepoi berikutnya bertiup, menerobos pepohonan, dan mereka takkan
pernah tahu kami pernah ada di sini.
Kupandangi Diego dan kutelengkan kepala sedikit ke
arah kami datang tadi. Ia menyipitkan mata dan mengacungkan jari. Oh hebat, ia masih ingin di sini. Aku memutar
bola mata, walaupun sangat ketakutan aku terkejut karena
bisa juga bersikap sarkastis.
Kisah Singkat Bree Tanner The Short Second Life Of Bree Tanner Karya Stephenie Meyer di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kami memandang kembali ke arah rumah. Sosok-sosok
berjubah itu masuk tanpa suara, tapi aku menyadari bahwa
baik perempuan itu maupun Riley tidak bersuara sejak
kami melihat kehadiran tamu-tamu itu. Mereka pasti mendengar sesuatu atau mengetahui dengan cara lain bahwa
mereka dalam bahaya.
"Tidak usah repot-repot," sebuah suara monoton yang
sangat jelas memerintah dengan nada malas. Suara itu tidak
semelengking suara pencipta kami, namun tetap terdengar
seperti suara anak perempuan di telingaku. "Kurasa kau
tahu siapa kami, jadi kau pasti tahu tak ada gunanya ber 92
usaha mengejutkan kami. Atau bersembunyi dari kami.
Atau melawan kami. Atau melarikan diri."
Suara tawa terkekeh yang berat dan maskulin, bukan
suara Riley, bergema dengan nada mengancam di dalam
rumah.
"Rileks sajalah," perintah suara pertama yang monoton?
si gadis berjubah. Suaranya memiliki lengkingan yang dengan jelas menandakan ia vampir, bukan hantu atau mimpi
buruk lainnya. "Kedatangan kami ke sini bukan untuk
menghabisimu. Belum."
Sejenak tidak terdengar apa-apa, dan sejurus kemudian
gerakan-gerakan yang nyaris tidak terdengar. Perubahan
posisi.
"Kalau kedatangan kalian ke sini bukan untuk membunuh, lantas... apa?" tanya pencipta kami, tegang dan melengking.
"Kedatangan kami ke sini adalah untuk mengetahui niatmu. Secara spesifik, apakah niatmu itu melibatkan... klan
lokal tertentu," gadis berjubah itu menjelaskan. "Kami ingin
tahu apakah mereka terlibat dengan kekacauan yang kauciptakan di sini. Yang kauciptakan secara ilegal."
Diego dan aku mengerutkan kening. Pembicaraan itu tak
masuk akal, tapi yang paling aneh adalah bagian terakhir.
Hal apa yang mungkin ilegal bagi vampir? Polisi mana, hakim mana, penjara mana yang berkuasa atas kami?
"Ya," desis pencipta kami. "Rencana-rencanaku semua melibatkan mereka. Tapi kami belum bisa bergerak. Situasinya
93
rumit." Sedikit nada marah merayapi suaranya pada bagian
akhir.
"Percayalah padaku, kami tahu kesulitan-kesulitannya
lebih baik daripada kau. Sungguh luar biasa kau berhasil
melakukannya tanpa tertangkap radar, katakanlah begitu,
selama ini. Katakan"?secercah nada tertarik mewarnai
suara monoton itu?"bagaimana caramu melakukannya?"
Pencipta kami ragu-ragu, kemudian berbicara dengan
nada cepat. Hampir seakan-akan tadi ada semacam intimidasi tanpa suara. "Aku belum mengambil keputusan," semburnya. Lalu ia menambahkan dengan suara lebih lambat,
seolah enggan, "Untuk menyerang. Aku belum pernah memutuskan akan melakukan apa pun terhadap mereka."
"Kasar, tapi efektif," kata si gadis berjubah. "Sayangnya
masa-masa perenunganmu hampir berakhir. Kau harus memutuskan?sekarang?apa yang akan kaulakukan dengan
pasukan kecilmu." Baik mata Diego maupun mataku samasama membelalak mendengar istilah itu. "Sebab kalau tidak,
kami berkewajiban menghukummu sebagaimana yang dituntut hukum. Penangguhan hukuman ini, meski hanya
sebentar, mengusikku. Ini bukan cara kami. Kusarankan
kau memberi kami kepastian... segera."
"Kami akan pergi sekarang juga!" Riley berkata dengan
nada gugup, lalu terdengar desisan tajam.
"Kami akan pergi sesegera mungkin," pencipta kami mengoreksi dengan nada marah. "Banyak sekali yang harus
dilakukan. Aku berasumsi kalian ingin kami berhasil? Itu
94
sebabnya aku harus mendapat sedikit waktu untuk melatih
mereka?memberi instruksi?memberi mereka makan!"
Sejenak tidak terdengar suara apa-apa.
"Lima hari. Kami akan datang mencarimu setelah itu.
Dan tidak ada batu yang bisa kaujadikan tempat persembunyian, atau secepat apa pun kau berlari takkan bisa menyelamatkanmu. Kalau kau tak juga menyerang saat kami
tiba, kau akan dibakar." Perkataan itu tidak disampaikan
dengan nada mengancam, hanya dengan kepastian absolut.
"Dan kalau aku telah melakukan serangan?" pencipta
kami bertanya, terguncang.
"Kita lihat saja nanti," gadis berjubah itu menjawab dengan nada lebih ceria daripada yang digunakannya tadi.
"Kurasa itu semua tergantung pada seberapa sukses kau
nantinya. Bekerja keraslah untuk menyenangkan hati kami."
Perintah terakhir itu diberikan dengan sentakan datar dan
keras yang membuat tubuhku terasa dingin.
"Baik," geram pencipta kami.
"Baik," Riley menirukan dengan berbisik.
Sedetik kemudian vampir-vampir berjubah itu keluar
dari rumah tanpa bersuara. Baik Diego maupun aku tak
berani menarik napas selama lima menit setelah mereka
lenyap. Di dalam rumah, pencipta kami dan Riley juga
diam. Sepuluh menit lagi berlalu dalam keheningan total.
Kusentuh lengan Diego. Ini kesempatan kami untuk lari
dari sini. Saat itu aku tidak terlalu takut lagi kepada Riley.
Aku hanya ingin berada sejauh mungkin dari sosok-sosok
berjubah hitam itu. Aku menginginkan keamanan dengan
95
berada di tengah banyak orang yang menunggu di kabin
kayu, dan menurutku begitu pulalah yang dirasakan pencipta kami. Mengapa ia menciptakan kami dalam jumlah
begitu banyak pada awalnya. Ternyata ada hal-hal di luar
sana yang lebih mengerikan daripada yang pernah kubayangkan.
Diego ragu-ragu, masih mendengarkan, dan sedetik kemudian kesabarannya berbuah manis.
"Well," perempuan itu berbisik di dalam rumah. "Sekarang mereka sudah tahu."
Apakah yang ia maksud sosok-sosok berjubah atau klan
misterius itu? Musuh manakah yang dimaksudkan olehnya
sebelum drama tadi?
"Itu tidak penting. Jumlah kita lebih banyak?"
"Peringatan apa pun penting!" geram perempuan itu, memotong perkataan Riley. "Banyak sekali yang harus
dilakukan. Hanya lima hari!" Ia mengerang. "Tidak boleh
ada main-main lagi. Kau mulai malam ini."
"Aku tidak akan mengecewakanmu!" janji Riley.
Sial. Diego dan aku bergerak bersamaan, melompat dari
tempat kami bertengger ke pohon berikut, terbang kembali
menyusuri jejak kami tadi. Riley sekarang sedang terburuburu, dan kalau ia menemukan jejak Diego setelah apa
yang terjadi dengan sosok-sosok berjubah itu, namun tidak
menemukan Diego di ujungnya...
"Aku harus kembali dan menunggu," Diego berbisik sementara kami berlari. "Untung jejakku tidak sampai ke rumah! Tidak ingin dia tahu aku tadi mendengarnya."
96
"Sebaiknya kita bicara dengannya bersama-sama."
"Sudah terlambat untuk itu. Dia akan menyadari baumu
tidak ada dalam jejak itu. Kelihatannya mencurigakan."
"Diego..." Ia menjebakku hingga mau tak mau aku terpaksa setuju.
Kami sampai di titik tempat ia tadi bergabung denganku.
Ia berbisik dengan tergesa-gesa.
"Tetaplah pada rencana semula, Bree. Aku tetap akan
mengatakan kepadanya sesuai rencanaku sebelumnya. Sekarang memang belum menjelang fajar, tapi mau apa lagi.
Kalau dia tidak percaya padaku..." Diego mengangkat bahu.
"Banyak hal lain yang lebih besar yang perlu ia khawatirkan
daripada imajinasiku yang terlalu aktif. Mungkin ia lebih
mau mendengarkan sekarang?kelihatannya kita membutuhkan semua bantuan yang perlu kita dapatkan, dan bisa
berkeliaran di siang hari tentu bukan hal merugikan."
"Diego...," ulangku, tidak tahu lagi harus bilang apa.
Ia menatap mataku, dan aku menunggu bibirnya terkuak
membentuk senyum ramah itu, menunggunya melontarkan
lelucon lagi tentang ninja atau BFF.
Tapi tidak. Ia malah mencondongkan tubuh perlahanlahan tanpa pernah mengalihkan tatapannya dari mataku,
dan menciumku. Bibirnya yang halus menempel di bibirku
selama satu detik yang terasa lama sementara kami saling
menatap.
Kemudian ia menarik tubuhnya dan menghela napas.
"Pulanglah, bersembunyilah di belakang Fred, dan bersikap 97
lah seolah kau tidak tahu apa-apa. Aku akan menyusul tepat di belakangmu."
"Hati-hati."
Kusambar tangannya dan kuremas kuat-kuat, lalu kulepaskan. Riley tadi membicarakan Diego dengan nada sayang. Aku hanya bisa berharap semoga rasa sayang itu
nyata. Tidak ada pilihan lain.
Diego lenyap di balik pepohonan, sepelan gemeresik
angin. Aku tidak membuang-buang waktu memandanginya.
Aku langsung melesat menerobos dahan-dahan pohon dalam garis lurus, kembali ke rumah. Mudah-mudahan mataku masih cukup cemerlang dari makan semalam untuk
menjelaskan kepergianku. Hanya pergi berburu sebentar.
Beruntung?menemukan orang yang sedang jalan-jalan di
hutan sendirian. Tidak ada yang tidak lazim.
Suara musik berdentum-dentum yang menyambut kedatanganku, diikuti bau manis asap yang menandakan ada
lagi vampir yang terbakar. Kepanikanku semakin menjadijadi. Aku bisa dengan mudah mati di dalam ataupun di
luar rumah. Tapi tak ada jalan lain. Aku tidak memperlambat lariku, hanya cepat-cepat menghambur menuruni tangga menuju pojok ruangan tempat Freaky Fred berdiri, nyaris tak terlihat. Mencari sesuatu untuk dilakukan? Bosan
duduk terus? Entah apa yang sedang ia lakukan, dan aku
tidak peduli. Pokoknya aku akan menempel terus di belakangnya sampai Riley dan Diego kembali.
Di tengah-tengah lantai tampak onggokan berasap yang
terlalu besar untuk menjadi abu sepotong kaki atau lengan.
98
Pupus sudah harapan Riley memiliki pasukan berjumlah
22 vampir.
Tampaknya tak seorang pun peduli pada sisa-sisa tubuh
yang masih mengepulkan asap itu. Pemandangan itu sudah
terlalu sering dilihat.
Saat aku bergegas mendekati Fred, rasa jijik itu tidak
semakin tajam. Sebaliknya malah memudar. Tampaknya ia
tidak menyadari kehadiranku, terus saja membaca buku di
tangannya. Salah satu dari beberapa buku yang kutinggalkan untuknya beberapa hari lalu. Dengan mudah aku melihat apa yang sedang dilakukannya, karena sekarang aku
di dekatnya, bersandar di punggung sofa. Aku ragu-ragu,
heran sendiri. Mungkinkah Fred bisa mematikan perasaan
jijik itu sesuka hatinya? Apakah itu berarti saat ini kami
sama-sama tidak terlindungi? Paling tidak Raoul belum
pulang, syukurlah, walaupun ada Kevin.
Untuk pertama kali aku benar-benar bisa melihat penampilan Fred sebenarnya. Tubuhnya jangkung, mungkin
185 sentimeter, dengan rambut pirang ikal tebal seperti
yang pernah kulihat sebelumnya. Berbahu bidang dan berotot. Ia tampak lebih tua daripada kebanyakan anak-anak
lain?seperti mahasiswa, bukan anak SMA. Dan inilah
bagian yang paling membuatku terkejut untuk suatu
alasan?ia tampan. Setampan orang lain, bahkan mungkin
lebih tampan daripada kebanyakan orang. Entah mengapa
itu mengagetkanku. Kurasa mungkin karena aku selalu
mengasosiasikan dia dengan perasaan jijik.
Aku merasa aneh karena memandanginya. Aku cepat-ce 99
pat memandang sekeliling ruangan untuk melihat apakah
ada yang menyadari bahwa Fred normal?dan tampan?
saat itu. Tidak ada yang melihat ke arah kami. Aku mencuri pandang sekilas ke arah Kevin, siap mengalihkan perhatian bila ia menyadari tatapanku, tapi matanya sedang
tertuju ke satu titik di sebelah kiri kami. Keningnya sedikit
berkerut. Belum lagi aku sempat mengalihkan pandangan,
tatapannya melesat melewatiku dan tertuju ke sebelah
kananku. Kerutan di keningnya semakin dalam. Seolaholah... ia berusaha melihatku, tapi tak bisa.
Aku merasakan sudut-sudut mulutku berkedut, meski
tidak menyeringai. Terlalu banyak yang harus kukhawatirkan hingga aku tak bisa menikmati kebutaan Kevin. Aku
memandang Fred lagi, bertanya-tanya apakah perasaan jijik
itu akan muncul kembali, tapi aku malah melihatnya tersenyum padaku. Bila tersenyum seperti itu, ia terlihat sangat spektakuler.
Kemudian momen itu berakhir, dan Fred kembali menekuni bukunya. Sesaat aku tidak bergerak, menunggu sesuatu terjadi. Menunggu Diego masuk melalui pintu. Atau
Riley bersama Diego. Atau Raoul. Atau menunggu rasa
jijik itu menghantam kembali, atau Kevin memandang garang ke arahku, atau perkelahian berikutnya terjadi. Pokoknya sesuatu.
Ketika tidak terjadi apa-apa, akhirnya aku bisa menenangkan diri dan melakukan apa yang seharusnya kulakukan
tadi?berpura-pura tidak terjadi hal-hal yang tidak biasa.
Kusambar sebuah buku dari tumpukan dekat kaki Fred
Kisah Singkat Bree Tanner The Short Second Life Of Bree Tanner Karya Stephenie Meyer di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
100
dan langsung duduk di sana, berlagak seolah-olah sedang
membaca. Mungkin ini buku yang sama yang pura-pura
kubaca kemarin, tapi kelihatannya tidak mirip. Kubalik
halaman-halamannya, lagi-lagi tanpa membaca sepatah kata
pun.
Pikiranku terus berputar-putar. Ke mana Diego? Bagaimana reaksi Riley mendengar ceritanya? Apa arti semua
itu?pembicaraan sebelum kedatangan sosok-sosok berjubah, pembicaraan sesudah kedatangan sosok-sosok berjubah?
Aku menganalisis semuanya, memutar kembali ingatanku, berusaha menyusun kepingan demi kepingan hingga
membentuk gambar yang bisa dikenali. Dunia vampir memiliki semacam polisi, dan mereka sangat menakutkan.
Kelompok liar yang terdiri atas vampir-vampir berumur
beberapa bulan inilah yang pasti dimaksud dengan pasukan
tadi, dan pasukan ini, entah bagaimana, ilegal. Pencipta
kami memiliki musuh. Koreksi, dua musuh. Kami akan
menyerang salah satunya lima hari lagi, karena kalau tidak,
musuh lain, sosok-sosok berjubah yang menakutkan itu,
akan menyerang dia?atau kami, atau keduanya. Kami
akan dilatih untuk mempersiapkan diri menghadapi serangan ini... segera setelah Riley kembali. Diam-diam aku
melirik pintu, lalu memaksa mataku kembali ke halaman
buku di depanku. Kemudian pikiranku melayang ke hal-hal
yang mereka bicarakan sebelum kedatangan tamu-tamu itu.
Perempuan itu khawatir tentang sebuah keputusan. Ia senang memiliki begitu banyak vampir, begitu banyak prajurit.
101
Riley senang karena Diego dan aku selamat... Sebelumnya
ia berkata takut telah kehilangan dua anak lagi karena terbakar matahari, jadi itu pasti berarti ia tidak tahu bagaimana sesungguhnya vampir bereaksi di bawah cahaya matahari. Tapi apa yang dikatakan perempuan itu memang
aneh. Ia bertanya apakah Riley yakin. Yakin Diego selamat?
Atau... yakin cerita Diego benar?
Pikiran terakhir membuatku takut. Apakah perempuan
itu tahu matahari tidak membahayakan bagi kami? Kalau
tahu, lantas mengapa ia berbohong kepada Riley, dan lewat
dia, membohongi kami?
Mengapa perempuan itu ingin kami tidak mengetahui
hal sebenarnya? Mengapa penting baginya kami tetap tidak
tahu apa-apa? Cukup penting hingga membuat Diego terkena masalah? Perasaan panik mulai melandaku, tubuhku
membeku kaku. Seandainya masih bisa berkeringat, aku
pasti sudah berkeringat dingin sekarang. Aku harus memusatkan perhatian kembali untuk membalik halaman berikutnya, untuk tetap menundukkan mata.
Apakah Riley tertipu, atau ia juga terlibat dalam persekongkolan itu? Waktu Riley berkata ia mengira telah kehilangan dua anak lain karena terbakar matahari, apakah
maksudnya benar-benar terbakar matahari... atau oleh kebohongan tentang matahari?
Kalau jawabannya adalah yang kedua, maka mengetahui
hal sebenarnya berarti menghilang. Kepanikan menceraiberaikan pikiranku.
Aku berusaha bersikap rasional dan memikirkan semua
102
secara logis. Lebih sulit rasanya tanpa Diego. Kalau saja
ada yang bisa diajak bicara, diajak berinteraksi, itu mempertajam kemampuanku berkonsentrasi. Tanpa itu, ketakutan
mengisap pinggiran-pinggiran pikiranku, bercampur dahaga
yang selalu ada. Rayuan darah tak pernah benar-benar lenyap. Bahkan sekarang, setelah kenyang, aku bisa merasakan perasaan terbakar dan kebutuhan itu.
Pikirkan perempuan itu, pikirkan Riley, aku mengatakan
pada diriku sendiri. Aku harus mengerti mengapa mereka
berbohong?kalau benar mereka berbohong?sehingga aku
bisa mencoba memikirkan apa artinya bagi mereka bahwa
Diego mengetahui rahasia mereka.
Seandainya mereka tidak berbohong, seandainya mereka
memberitahu kami bahwa siang hari sama amannya dengan
malam hari, hal itu akan mengubah apa? Aku membayangkan bagaimana jadinya bila kami tidak harus dikurung
dalam basement gelap gulita sepanjang hari, bila kami yang
berjumlah 21?mungkin jumlahnya berkurang sekarang,
tergantung pada seberapa baik hubungan antarpara anggota
yang berburu bersama-sama?bebas melakukan apa yang
kami inginkan, kapan pun kami menginginkannya.
Kami pasti ingin berburu. Itu wajar.
Seandainya kami tidak perlu kembali, seandainya kami
tidak perlu bersembunyi... well, banyak di antara kami yang
tidak akan kembali secara teratur. Sulit memfokuskan pikiran untuk pulang bila perilaku kami dikuasai dahaga.
Tapi Riley telah sangat tegas menekankan kepada kami semua tentang bahaya terbakar, tentang kembalinya rasa sakit
103
luar biasa yang pernah kami alami dulu. Itulah alasan
mengapa kami sanggup menahan diri. Mempertahankan
diri, itu satu-satunya insting yang lebih kuat daripada dahaga.
Jadi ancaman itu mempersatukan kami. Ada tempat-tempat persembunyian lain, seperti gua Diego, tapi siapa lagi
yang memikirkan hal semacam itu? Kami memiliki tempat
yang bisa didatangi, markas, jadi kami pergi ke sana. Pikiran yang jernih bukanlah keistimewaan vampir. Riley bisa
berpikir jernih. Pikiran Diego lebih jernih daripada aku.
Vampir-vampir berjubah tadi sangat fokus hingga terasa
mengerikan. Aku bergidik. Kalau begitu, rutinitas takkan
mengendalikan kami selamanya. Apa yang akan mereka
lakukan saat kami sudah lebih tua dan pikiran kami lebih
jernih? Terlintas dalam benakku bahwa tidak ada yang lebih tua daripada Riley. Semua di sini masih baru. Perempuan itu membutuhkan kami dalam jumlah banyak untuk
menghadapi musuh misterius ini. Tapi bagaimana sesudahnya nanti?
Aku punya firasat kuat bahwa aku tidak ingin berada di
sini ketika itu terjadi. Dan tiba-tiba aku menyadari sesuatu
yang sebenarnya sudah sangat jelas. Solusi yang menggelayuti sisi-sisi pemahamanku sebelumnya, ketika aku
melacak jejak segerombolan vampir itu ke tempat ini bersama Diego.
Aku kan tidak perlu berada di sini ketika itu terjadi.
Aku tidak perlu berada di sini lebih lama lagi.
104
Lagi-lagi aku mematung. Aku memikirkan gagasan menakjubkan ini.
Seandainya Diego dan aku tidak mengetahui ke mana
gerombolan ini paling mungkin pergi, apakah kami akan
menemukan mereka? Kemungkinan tidak. Padahal mereka
gerombolan besar yang meninggalkan jejak lebar. Lantas
bagaimana kalau itu hanya satu vampir, yang bisa melompat
tinggi di atas tanah, mungkin berada di pohon, tanpa meninggalkan jejak di air... hanya satu, atau mungkin dua
vampir yang bisa berenang di laut sejauh mereka bisa...
Yang bisa kembali ke daratan di mana saja... Kanada,
California, Cile, Cina...
Kau takkan pernah bisa menemukan kedua vampir itu.
Mereka akan lenyap. Menghilang seperti asap.
Kami tidak perlu kembali lagi semalam! Seharusnya kami
tidak kembali! Mengapa itu tidak terpikirkan olehku waktu
itu?
Tapi... apakah Diego akan setuju? Aku tidak begitu yakin. Apakah Diego lebih loyal kepada Riley? Apakah ia
akan merasa sudah menjadi tanggung jawabnya mendampingi Riley? Ia sudah mengenal Riley jauh lebih lama?ia
baru benar-benar mengenalku satu hari. Apakah ia lebih
dekat kepada Riley daripada kepadaku?
Aku memikirkan hal itu, keningku berkerut.
Well, aku akan mencari tahu segera setelah kami bisa
bertemu berdua saja. Kemudian mungkin, bila klub rahasia
kami benar-benar memiliki arti baginya, tidak masalah apa
yang telah direncanakan pencipta kami. Kami bisa meng 105
hilang, dan Riley harus bisa bertahan dengan hanya sembilan belas vampir, atau membuat vampir-vampir baru dengan cepat. Mana pun pilihan yang akan diambilnya, itu
bukan masalah kami.
Aku tak sabar lagi ingin segera memberitahu rencanaku
kepada Diego. Insting terdalamku mengatakan ia akan merasakan hal yang sama. Mudah-mudahan.
Tiba-tiba aku penasaran itukah sesungguhnya yang menimpa Shelly dan Steve serta anak-anak lain yang menghilang? Aku tahu mereka tak mungkin terbakar matahari.
Apakah Riley hanya membual telah melihat abu mereka
sebagai cara lain untuk membuat kami yang masih tersisa
takut dan bergantung padanya? Supaya kami pulang menemuinya setiap fajar? Mungkin Shelly dan Steve pergi atas
kemauan sendiri. Tidak mau berurusan lagi dengan Raoul.
Tidak ada musuh atau pasukan yang mengancam masa
depan mereka.
Mungkin itulah yang dimaksud Riley dengan hilang oleh
sinar matahari. Vampir-vampir yang minggat. Kalau begitu,
ia pasti senang karena Diego tidak minggat, bukan?
Seandainya saja kemarin Diego dan aku benar-benar melarikan diri! Kami bisa bebas, seperti Shelly dan Steve. Tidak ada lagi aturan, tidak lagi takut pada matahari terbit.
Lagi-lagi aku membayangkan gerombolan besar kami
berkeliaran tanpa batas waktu. Aku bisa melihat Diego dan
aku bergerak seperti ninja dalam bayang-bayang. Tapi aku
juga bisa melihat Raoul, Kevin, dan anak-anak lain,
monster-monster berkilau laksana bola disko di tengah ja 106
lan pusat kota yang ramai, mayat-mayat bergelimpangan,
pekik jerit membahana, helikopter menderu-deru di atas
kepala, polisi-polisi yang lembek tak berdaya dengan
peluru-peluru kecil tumpul mereka yang bahkan menggores
tubuh para vampir pun tak mampu, kamera-kamera, kepanikan yang melanda seantero dunia begitu gambar-gambar beredar dengan cepat di seluruh dunia.
Vampir bukan rahasia lagi. Bahkan Raoul pun tak bisa
membunuh manusia cukup cepat untuk mencegah kabar
mengenainya beredar luas.
Ada rangkaian logika di sini, dan aku berusaha menangkapnya sebelum pikiranku teralihkan lagi oleh hal lain.
Pertama, manusia tidak tahu tentang vampir. Kedua,
Riley menekankan untuk bersikap sembunyi-sembunyi, tidak menarik perhatian manusia dan membuat mereka mengetahui keberadaan kami. Ketiga, Diego dan aku telah
memutuskan semua vampir pasti mengikuti aturan itu, sebab kalau tidak, dunia akan tahu tentang kami. Keempat,
mereka pasti memiliki alasan untuk melakukan itu, dan
alasannya bukan karena takut pada pistol polisi manusia.
Yeah, alasannya pasti sangat penting hingga semua vampir
harus bersembunyi sepanjang hari dalam basement yang
pengap. Mungkin alasan itu cukup kuat hingga membuat
Riley dan pencipta kami merasa harus membohongi kami,
menakut-nakuti kami tentang sinar matahari yang bisa
membakar. Mungkin itu alasan yang akan dijelaskan Riley
kepada Diego, dan karena alasan itu begitu penting dan
Diego vampir yang bertanggung jawab, ia berjanji merahasia 107
kan hal itu dan mereka pun sepakat. Tentu saja mereka
akan sepakat. Tapi bagaimana kalau yang sebenarnya terjadi
pada Shelly dan Steve adalah bahwa mereka menemukan
masalah kulit yang berkilau itu dan tidak melarikan diri?
Bagaimana kalau ternyata mereka mendatangi Riley?
Dan, sialan, tahap berikutnya dalam rangkaian logikaku
langsung terputus. Rangkaian itu lenyap dan aku mulai panik memikirkan Diego lagi.
Sementara aku stres, sadarlah aku bahwa aku sudah memikirkan masalah ini cukup lama. Aku bisa merasakan sebentar lagi fajar akan menyingsing. Tidak sampai satu jam
lagi. Kalau begitu di mana Diego? Di mana Riley?
Saat aku sedang memikirkannya, pintu terbuka dan
Raoul melompat menuruni tangga, tertawa-tawa bersama
teman-temannya. Aku membungkuk dalam-dalam, mencondongkan tubuh lebih dekat lagi kepada Fred. Raoul tidak
memperhatikan kami. Tatapannya tertuju pada vampir gosong di tengah-tengah lantai dan tertawa semakin keras.
Matanya merah cemerlang.
Pada malam-malam Raoul pergi berburu, ia tidak pernah
pulang sebelum benar-benar harus pulang. Ia akan makan
terus selama ia bisa. Kalau begitu, fajar pastilah lebih dekat
daripada perkiraanku sebelumnya.
Riley pasti menuntut Diego membuktikan ucapannya.
Hanya itu satu-satunya penjelasan. Dan mereka menunggu
fajar menyingsing. Hanya saja... itu berarti Riley tidak tahu
hal sebenarnya, bahwa pencipta kami juga berbohong kepadanya. Atau benarkah begitu? Pikiranku lagi-lagi kusut.
108
Kristie muncul beberapa menit kemudian bersama tiga
anggota kelompoknya. Ia melihat onggokan abu dengan tak
acuh. Dalam hati aku menghitung jumlah vampir yang sudah datang saat dua pemburu bergegas memasuki pintu.
Dua puluh vampir. Semua sudah sampai di rumah kecuali
Diego dan Riley. Matahari akan terbit sebentar lagi.
Pintu di puncak tangga basement berderit saat seseorang
membukanya. Dengan sigap aku langsung berdiri.
Kisah Singkat Bree Tanner The Short Second Life Of Bree Tanner Karya Stephenie Meyer di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Riley melangkah masuk. Ia menutup pintu di belakangnya. Berjalan menuruni tangga.
Tidak ada yang menyusul di belakangnya.
Sebelum aku sempat mencerna hal ini, Riley sudah meraung marah seperti hewan terluka. Ia menunduk memandangi sisa-sisa abu di lantai, matanya melotot marah. Semua langsung terdiam, tak bergerak. Kami sudah pernah
melihat Riley mengamuk, tapi kali ini berbeda.
Riley berbalik dan menyurukkan jemarinya ke dalam
speaker yang meraung-raung, lalu menyentakkannya hingga
terlepas dari dinding dan melemparkannya ke seberang
ruangan. Jen dan Kristie melompat menghindarinya saat
speaker itu meledak membentur dinding, menghasilkan kepulan debu drywall. Riley menghancurkan sound system dengan kakinya, dan suara bass yang berdentum-dentum
serta-merta lenyap. Kemudian ia melompat ke tempat
Raoul berdiri dan menyambar lehernya.
"Aku bahkan tidak berada di sini tadi!" teriak Raoul, terlihat ketakutan?kalau itu aku belum pernah lihat.
Riley menggeram mengerikan dan melemparkan Raoul
109
seperti melempar speaker tadi. Jen dan Kristie lagi-lagi melompat mengindar. Tubuh Raoul membentur dan menghancurkan dinding, meninggalkan lubang besar.
Riley menyambar bahu Kevin dan?dengan pekikan
familier?menyentakkan tangan kanannya hingga putus.
Kevin menjerit kesakitan dan berusaha memilinkan tubuh
agar terlepas dari cengkeraman Riley. Riley menendang bagian samping tubuhnya. Lagi-lagi terdengar teriakan kasar
dan Riley memegang sisa lengan Kevin. Ia mematahkan
lengan itu menjadi dua pada bagian sikunya dan melemparkan potongan-potongan itu ke wajah Kevin yang mengerut
kesakitan?buk, buk, buk, seperti bunyi palu membentur
batu.
"Ada apa dengan kalian?" teriak Riley kepada kami.
"Mengapa kalian begitu tolol?" Ia menggerakkan tangan hendak menyambar si cowok Spider-Man yang berambut pirang, tapi anak itu melompat menghindarinya. Ia melompat
ke kiri, terlalu dekat dengan Fred, dan terhuyung-huyung
kembali ke arah Riley, tersedak mau muntah.
"Tak adakah di antara kalian yang punya otak?"
Riley menampar seorang anak bernama Dean hingga melayang menabrak perangkat hiburan, menghancurkannya,
lalu menyambar gadis lain?Sara?lalu merenggut putus
telinga kirinya dan seberkas rambut dari kepalanya. Sara
menggeram kesakitan.
Tiba-tiba terlihat jelas bahwa Riley melakukan hal yang
sangat berbahaya. Jumlah kami di sini banyak. Raoul sudah
kembali, bersama Kristie dan Jen?biasanya mereka ber 110
musuhan?berdiri mengapitnya dengan sikap defensif. Beberapa vampir lain juga berdiri berkelompok mengitari
ruangan.
Aku tidak yakin apakah Riley menyadari ancaman itu
atau amarahnya mereda sendiri secara alami. Ia menghela
napas dalam-dalam. Dilemparkannya telinga dan rambut
Sara kembali ke pemiliknya. Sara berjengit menjauhi Riley,
menjilati pinggiran telinganya, melapisinya dengan bisa sehingga dapat dipasangkan kembali ke kepalanya. Sayang
rambutnya tidak bisa ditempel lagi; Sara selamanya akan
pitak.
"Dengarkan aku!" seru Riley, tenang tapi berapi-api. "Seluruh hidup kita tergantung pada apakah kalian mendengarkan perkataanku sekarang dan berpikir! Kita semua akan
mati. Setiap orang dari kita, kau dan aku juga, kalau kalian
tidak bersikap seolah-olah kalian punya otak selama beberapa hari saja!"
Perkataannya kali ini berbeda dari nasihat-nasihatnya
yang biasa serta permohonannya agar kami bisa mengendalikan diri. Ucapannya langsung menarik perhatian semua
orang.
"Sekarang saatnya kalian bertumbuh dewasa dan bertanggung jawab atas diri kalian sendiri. Apa kalian pikir
bisa hidup seperti ini secara gratis? Bahwa semua darah di
Seattle tidak memiliki harga?"
Kelompok-kelompok kecil vampir tidak lagi terlihat
mengancam. Mata mereka membelalak lebar, beberapa malah saling melirik dengan sikap bingung. Dari sudut mata
111
kulihat kepala Fred berpaling ke arahku, tapi aku tidak
membalas tatapannya. Perhatianku terfokus pada dua hal:
Riley, untuk berjaga-jaga siapa tahu ia mulai menyerang
lagi, dan pintu. Pintu itu masih tertutup.
"Kalian mendengarkan aku sekarang? Benar-benar mendengarkan?" Riley terdiam sejenak, tapi tidak ada yang
mengangguk. Ruangan sunyi senyap. "Mari kujelaskan kepada kalian betapa gawat situasi yang kita semua hadapi
sekarang ini. Aku akan berusaha menjelaskannya secara sederhana agar kalian yang berotak udang juga bisa mengerti.
Raoul, Kristie, kemarilah."
Ia memberi isyarat kepada para pemimpin dua kelompok
terbesar, yang pada saat ini bersekutu melawannya. Tak seorang pun dari mereka bergerak menyambut ajakannya.
Mereka memasang kuda-kuda, Kristie bahkan menyeringai
memamerkan gigi-giginya.
Aku mengira sikap Riley akan melunak, meminta maaf.
"Baiklah," bentaknya. "Kalau ingin selamat, kita membutuhkan pemimpin, tapi rupanya tak seorang pun di
antara kalian bersedia mengemban tugas itu. Kusangka kalian cerdas. Ternyata aku salah. Kevin, Jen, bergabunglah
denganku sebagai pemimpin tim ini."
Kevin mendongak terkejut. Ia baru saja selesai menempelkan kembali lengannya. Meski ekspresinya waswas, namun
tak salah lagi, ia juga tampak tersanjung. Ia bangkit perlahan-lahan. Jen memandangi Kristie seolah-olah menunggu
izin darinya. Raoul mengertakkan gigi.
Pintu di puncak tangga tak kunjung terbuka.
112
"Kau juga tidak bisa?" tanya Riley, kesal.
Kevin maju selangkah menghampiri Riley, tapi kemudian
Raoul merangsek mendahuluinya, melompat menyeberangi
ruangan dalam dua lompatan pendek. Didorongnya Kevin
ke dinding tanpa sepatah kata pun, kemudian berdiri di
sebelah kanan Riley.
Riley menyunggingkan senyum kecil. Meski manipulasinya tidak terlalu halus, namun efektif.
"Kristie atau Jen, siapa yang akan memimpin?" tanya
Riley dengan sedikit nada geli dalam suaranya.
Jen masih menunggu isyarat dari Kristie mengenai apa
yang sebaiknya ia lakukan. Sesaat Kristie memandang Jen
garang, lalu mengibaskan rambut kecokelatannya dan melesat untuk berdiri di sebelah kiri Riley.
"Kau butuh waktu terlalu lama untuk memutuskan," kata
Riley dengan sikap serius. "Padahal bagi kita waktu merupakan kemewahan. Selama ini bisa dibilang aku membiarkan
kalian melakukan apa pun yang kalian suka, tapi itu berakhir malam ini."
Ia memandang sekeliling ruangan, menatap mata semua
orang, memastikan mereka mendengarkan. Ketika tiba giliranku, aku membalas tatapannya selama sedetik, kemudian mataku tertuju ke pintu. Aku langsung mengoreksi
diriku, tapi tatapan tajam Riley sudah beranjak ke vampir
lain. Dalam hati aku bertanya-tanya apakah ia menyadari
perbuatanku tadi. Atau ia malah tidak melihatku sama sekali, yang berdiri di samping Fred?
"Kita mempunyai musuh," Riley mengumumkan. Ia mem 113
biarkan perkataannya mengendap sebentar. Kentara sekali
fakta itu membuat beberapa vampir dalam basement terguncang. Selama ini musuh mereka adalah Raoul?atau
kalau kau satu kelompok dengan Raoul, maka musuhmu
adalah Kristie. Musuh itu ada di sini, karena seluruh dunia
ada di sini. Pemikiran bahwa di luar sana ada kekuatan-kekuatan lain yang cukup kuat untuk memengaruhi kami
merupakan hal baru bagi sebagian besar kami. Itu juga hal
baru bagiku, kemarin.
"Beberapa di antara kalian mungkin cukup cerdas untuk
menyadari bahwa kalau kita ada, vampir-vampir lain juga
pasti ada. Vampir-vampir lain yang lebih tua, lebih cerdas...
lebih berbakat. Vampir-vampir lain yang menginginkan darah kita!"
Raoul mendesis, dan beberapa pengikutnya ikut berdesis
mendukungnya.
"Benar," ujar Riley, tampaknya berniat menggugah semangat mereka. "Seattle dulunya milik mereka, tapi mereka
pindah sekian tahun yang lalu. Sekarang mereka mengetahui keberadaan kita, dan iri pada betapa mudahnya kita
mendapatkan darah yang dulu milik mereka. Mereka tahu
kota ini sekarang milik kita, tapi mereka ingin merebutnya
kembali. Mereka akan memburu apa saja yang mereka inginkan. Satu demi satu, mereka akan memburu kita! Kita
akan terbakar sementara mereka berpesta pora!"
"Tidak akan pernah," geram Kristie. Beberapa anggota
kelompoknya dan beberapa anggota kelompok Raoul ikut
menggeram.
114
"Kita tidak punya banyak pilihan," kata Riley. "Kalau kita
menunggu mereka datang ke sini, itu justru akan menguntungkan mereka. Bagaimanapun juga, ini kartu turf mereka.
Dan mereka tak ingin berhadapan langsung dengan kita,
karena jumlah kita lebih banyak dan kita lebih kuat daripada mereka. Mereka ingin menangkap kita sendiri-sendiri;
mereka ingin memanfaatkan kelemahan terbesar kita. Apakah kalian cukup cerdas untuk mengetahui apakah kelemahan itu?" Ia menuding onggokan abu di kakinya?yang
sekarang menyebar di seantero karpet dan tidak bisa dikenali lagi sebagai sisa jasad vampir?dan menunggu.
Tidak ada yang bergerak.
Riley mengeluarkan suara jijik. "Persatuan!" teriaknya.
"Kita tidak memilikinya! Ancaman macam apa yang bisa kita
hadapi kalau kita tidak mau berhenti saling membunuh?"
Ditendangnya abu itu, menghasilkan kepulan debu hitam.
"Bisakah kalian bayangkan mereka menertawakan kita? Mereka mengira mudah saja merebut kota ini dari kita. Bahwa
kita lemah karena ketololan kita! Bahwa bisa dibilang kita
menyerahkan darah kita begitu saja kepada mereka."
Setengah vampir dalam ruangan itu mulai menggeramgeram protes.
"Bisakah kalian bekerja sama, atau apakah kita semua
akan mati?"
"Kita bisa menghadapi mereka, Bos," geram Raoul.
Riley memberengut ke arahnya. "Tidak kalau kau tidak
bisa mengendalikan diri! Tidak kalau kau tidak bisa bekerja
sama dengan orang lain dalam ruangan ini. Siapa pun yang
115
kaumusnahkan"?jari kakinya kembali menyenggol abu
itu?"bisa jadi justru orang yang sebenarnya bisa menyelamatkanmu. Dengan membunuh anggota klanmu berarti
kau memberikan hadiah kepada musuh kita. Ini, sama saja
dengan mengatakan, Kalahkanlah kami!"
Kristie dan Raoul bertukar pandang, seolah-olah baru
saling melihat untuk pertama kali. Yang lain juga melakukan hal yang sama. Kata klan bukan istilah asing, tapi tak
seorang pun dari kami pernah mengaplikasikannya pada
kelompok kami sebelumnya. Kami satu klan.
"Mari kuceritakan pada kalian tentang musuh-musuh
kita," kata Riley, dan semua mata tertuju padanya. "Mereka
klan yang jauh lebih tua daripada kita. Mereka sudah ada
sejak ratusan tahun lalu, dan mereka mampu bertahan selama itu karena ada alasannya. Mereka lihai, mereka memiliki keahlian, dan mereka datang untuk merebut kembali
Seattle dengan penuh percaya diri?karena mereka mendengar bahwa kelompok yang akan mereka hadapi hanyalah
sekelompok anak yang tidak terorganisir, yang tanpa diperangi pun sudah akan menghancurkan kelompoknya
sendiri!"
Lagi-lagi terdengar geraman di sana-sini, tapi sebagian
terdengar lebih kecut daripada marah. Segelintir vampir
yang lebih pendiam, vampir-vampir yang oleh Riley diistilahkan sebagai lebih jinak, terlihat resah.
Riley juga menyadari hal itu. "Begitulah cara mereka memandang kita, tapi itu karena mereka tidak bisa melihat
116
kita bersama-sama. Bersama, kita bisa menghancurkan mereka. Kalau mereka bisa melihat kita bergandengan tangan,
bertempur bersama, mereka pasti ketakutan. Dan begitulah
cara mereka akan memandang kita nanti. Karena kita tidak
akan menunggu mereka datang ke sini dan mulai menghabisi kita satu demi satu. Kita akan sama-sama menyerang
mereka. Empat hari lagi."
Empat hari lagi? Kurasa pencipta kami tidak ingin terlalu mepet dengan tenggat waktu. Kupandangi lagi pintu
yang tertutup. Di mana Diego?
Yang lain-lain menanggapi tenggat waktu itu dengan terkejut, beberapa yang lain dengan ngeri.
"Itu di luar perkiraan mereka," Riley meyakinkan kami.
"Kita semua?bersama-sama?menunggu mereka. Dan ada
satu fakta lagi, yang terbaik, yang sengaja kusisakan untuk
kuberitahukan paling akhir. Jumlah mereka hanya tujuh."
Suasana langsung sunyi senyap, tidak percaya.
Kemudian Raoul berseru, "Apa?"
Kristie menatap Riley dengan ekspresi tidak percaya yang
sama, dan aku mendengar bisik-bisik pelan menjalar di sekeliling ruangan.
"Tujuh?"
"Kau bercanda, ya?"
Kisah Singkat Bree Tanner The Short Second Life Of Bree Tanner Karya Stephenie Meyer di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Hei," bentak Riley. "Aku tidak bercanda waktu mengatakan klan ini berbahaya. Mereka bijaksana dan... penuh tipu
daya. Licik. Kita memiliki kekuatan, mereka memiliki tipu
daya. Kalau kita bermain dengan cara mereka, mereka akan
menang. Tapi kalau kita menghadapi mereka dengan cara 117
cara kita..." Riley tidak menyelesaikan kalimatnya, ia hanya
tersenyum.
"Ayo kita pergi sekarang," desak Raoul. "Segera saja kita
singkirkan mereka." Kevin menggeram antusias.
"Pelan-pelan, tolol. Menyerang dengan tergesa-gesa dan
tanpa perhitungan takkan membantu kita menang," Riley
mengecamnya.
"Ceritakan pada kami semua yang perlu kami ketahui
tentang mereka," desak Kristie, melayangkan pandangan
superior kepada Raoul.
Riley ragu-ragu, seolah-olah memutuskan bagaimana
mengungkapkan sesuatu. "Baiklah, dari mana sebaiknya kumulai? Kurasa hal pertama yang perlu kalian ketahui adalah... bahwa kalian belum tahu segalanya yang perlu kalian
ketahui tentang vampir. Aku tidak ingin membuat kalian
kewalahan pada awalnya." Lagi-lagi ia terdiam sejenak sementara semua terlihat bingung. "Kalian hanya punya sedikit pengalaman dengan apa yang kita sebut sebagai ?bakat?.
Kita punya Fred."
Semua menatap Fred?atau lebih tepatnya, berusaha menatapnya. Kentara sekali dari ekspresi Riley bahwa Fred
tidak suka dirinya dijadikan sorotan. Kelihatannya Fred
benar-benar menaikkan volume "bakat"-nya, mengikuti
istilah Riley. Riley berjengit dan cepat-cepat membuang
muka. Aku tetap tidak merasakan apa-apa.
"Ya, well, ada beberapa vampir yang memiliki bakat di
luar kekuatan super dan indra super yang biasa. Kalian sudah melihat satu aspek dalam... klan kita." Ia berhati-hati
118
untuk tidak menyebut nama Fred lagi. "Bakat itu langka?
satu dalam lima puluh, mungkin?tapi semua orang berbeda. Ada banyak jenis bakat di luar sana dan sebagian di
antaranya lebih kuat daripada yang lain."
Sekarang aku bisa mendengar gumaman di sana-sini saat
orang-orang mulai saling mempertanyakan apakah mereka
berbakat atau tidak. Belum-belum Raoul sudah berlagak
seolah-olah ia berbakat. Sepanjang pengamatanku, satu-satunya vampir di sini yang memiliki keistimewaan hanyalah
vampir yang berdiri di sebelahku.
"Perhatikan!" perintah Riley. "Aku tidak memberitahu
kalian hal ini sebagai hiburan."
"Klan musuh ini," sela Kristie. "Mereka berbakat. Benar?"
Riley mengangguk dengan sikap setuju. "Benar sekali.
Aku senang ada seseorang di sini yang mampu menghubungkan titik-titik."
Bibir atas Raoul terpilin ke belakang, menampakkan
gigi-giginya.
"Klan itu sangat berbakat, dan dengan begitu sangat berbahaya," lanjut Riley, suaranya pelan hingga hanya berupa
bisikan. "Mereka memiliki pembaca pikiran." Ia mengamati
wajah kami, melihat apakah kami memahami pentingnya
hal ini. Kelihatannya ia tidak puas dengan apa yang dilihatnya. "Pikirkan, anak-anak! Vampir itu mengetahui semua
yang ada dalam pikiranmu. Kalau kau menyerang, dia akan
tahu gerakan apa yang akan kaulakukan sebelum kau mengetahuinya. Kalau kau bergerak ke kiri, dia akan menunggu."
119
Keheningan yang dipenuhi ketakutan melanda kami saat
semua orang berusaha membayangkannya.
"Itulah sebabnya selama ini kami begitu berhati-hati?
aku, dan vampir yang menciptakan kalian."
Kristie berjengit menjauhi Riley saat ia menyebut perempuan itu. Raoul tampak semakin marah. Urat-urat saraf
semua yang ada di situ mengejang.
"Kalian tidak tahu namanya, dan kalian tidak tahu bagaimana wajahnya. Ini melindungi kita semua. Bila mereka
kebetulan bertemu dengan salah seorang dari kalian, mereka takkan menyadari bahwa kalian terhubung dengannya,
dan karena itu mereka akan membiarkan kalian. Kalau mereka tahu kalian adalah bagian dari klannya, mereka tak
segan-segan akan langsung mengeksekusi kalian."
Perkataan Riley tak masuk akal. Bukankah kerahasiaan
ini justru lebih melindungi perempuan itu daripada melindungi kami? Riley buru-buru melanjutkan keterangannya
sebelum kami sempat memikirkan penjelasannya tadi.
"Tentu saja, sudah tidak penting lagi sekarang bahwa mereka memutuskan untuk bergerak ke Seattle. Kita akan mengejutkan mereka dalam perjalanan mereka ke sini, dan kita
akan menumpas mereka." Ia bersiul pelan dari sela-sela giginya. "Selesai. Dan kota ini bukan hanya jadi milik kita, klanklan lain juga akan tahu bahwa mereka tidak bisa macammacam dengan kita. Kita tidak perlu lagi terlalu berhati-hati
mengaburkan jejak. Sebanyak mungkin darah yang kalian
inginkan, untuk semua orang. Berburu setiap malam. Kita
akan pindah ke dalam kota, dan kita akan menguasainya."
120
Geraman dan seringaian terdengar bagaikan sambutan
meriah. Semua setuju dengannya. Kecuali aku. Aku tidak
bergerak, tidak bersuara. Begitu juga Fred, tapi siapa yang
tahu mengapa begitu?
Aku tidak sependapat dengan Riley karena janji-janjinya
terdengar seperti kebohongan. Atau kalau tidak, logikaku
yang salah. Riley tadi mengatakan hanya musuh-musuh
itulah yang selama ini membuat kami harus berburu dengan hati-hati dan menahan diri. Padahal itu tidak sejalan
dengan fakta bahwa semua vampir harus bersikap hati-hati,
atau manusia sudah sejak dulu tahu mengenai keberadaan
mereka.
Aku tidak bisa berkonsentrasi untuk mengurai hal ini,
karena pintu di puncak tangga itu tidak kunjung bergerak.
Diego...
"Tapi kita harus melakukan ini bersama-sama. Hari ini
aku akan mengajari kalian beberapa teknik. Teknik-teknik
bertempur. Bertempur bukan sekadar bergumul di lantai
seperti anak kecil. Kalau hari sudah gelap, kita akan keluar
dan berlatih. Aku ingin kalian berlatih keras, tapi tetap fokus. Aku tidak mau kehilangan satu anggota klan lagi! Kita
semua saling membutuhkan?setiap orang dari kita. Aku
tidak mau menolerir ketololan lagi. Kalau kalian mengira
tidak perlu mendengarkan kata-kataku, kalian keliru." Ia
terdiam sejenak, otot-otot wajahnya bergerak membentuk
susunan baru. "Dan baru kalian tahu betapa kelirunya kalian saat aku membawa kalian kepada perempuan itu"?aku
bergidik dan merasakan getaran melanda seisi ruangan ke 121
tika semua orang juga bergidik?"dan memegangi kalian
sementara ia merenggut kedua kaki kalian kemudian pelanpelan, pelan-pelan membakar jari-jari kalian, telinga, bibir,
lidah, dan setiap anggota tubuh lainnya satu demi satu."
Kami pernah, paling tidak, kehilangan anggota tubuh,
dan kami terbakar saat menjadi vampir, jadi kami bisa dengan mudah membayangkan bagaimana rasanya, tapi bukan
ancaman itu sendiri yang sangat mengerikan. Yang benarbenar mengerikan adalah wajah Riley saat ia mengatakannya. Wajahnya tidak terpilin marah, seperti biasa kalau ia
sedang marah; wajahnya kini tenang dan dingin, mulus dan
rupawan, sudut-sudut mulutnya tertekuk membentuk
senyum kecil. Tiba-tiba saja aku memperoleh kesan bahwa
inilah Riley yang baru. Ada sesuatu yang mengubahnya,
mengeraskannya, tapi aku tak bisa membayangkan peristiwa
apa yang dapat menciptakan senyum keji sempurna itu.
Aku membuang muka, bergidik sedikit, dan melihat senyum Raoul terkuak, menirukan senyum Riley. Aku nyaris
bisa melihat tongkat persneling berpindah dalam otak
Raoul. Ia takkan terlalu cepat membunuh korban-korbannya di masa mendatang.
"Sekarang, mari kita membagi kelompok agar bisa bekerja sama dalam beberapa tim," kata Riley, wajahnya kembali normal. "Kristie, Raoul, kumpulkan anggota-anggota
kalian, kemudian bagi sisanya secara adil. Jangan berkelahi!
Tunjukkan kalian bisa melakukan ini secara rasional. Buktikan diri kalian."
Ia berjalan menjauhi kedua vampir itu, tak memedulikan
122
fakta bahwa mereka nyaris saja langsung bertarung, dan
berjalan mengitari pinggiran luar ruangan. Sambil berjalan
ia menyentuh pundak beberapa vampir, mendorong mereka
ke arah salah satu dari kedua pemimpin baru. Mulanya aku
tidak sadar bahwa ia berjalan menuju arahku, karena ia
memutar cukup jauh.
"Bree," ujarnya, menyipitkan mata ke tempat aku berdiri.
Tampaknya dibutuhkan usaha cukup keras untuk bisa melakukannya.
Tubuhku dingin bagaikan balok es. Ia pasti mencium jejakku. Matilah aku.
"Bree?" panggilnya lagi, kali ini nadanya lebih lembut.
Suaranya mengingatkanku pada kali pertama ia berbicara
denganku. Ketika ia ramah padaku. Kemudian, dengan
suara lebih pelan ia berkata, "Aku berjanji pada Diego akan
menyampaikan pesannya untukmu. Dia menyuruhku mengatakan kepadamu bahwa ini masalah ninja. Apakah pesan itu masuk akal bagimu?"
Ia masih belum bisa memandangku, tapi ia beringsutingsut mendekat.
"Diego?" gumamku. Aku tak mampu menahan diri.
Riley tersenyum sedikit. "Bisakah kita bicara?" Ia menyentakkan kepala ke pintu. "Aku sudah dua kali mengecek semua jendela. Lantai satu gelap gulita dan aman."
Aku tahu keselamatanku terancam begitu aku melangkah
menjauhi Fred, tapi aku harus mendengar pesan yang ingin
Diego sampaikan kepadaku. Apa yang terjadi? Seharusnya
aku tetap menemaninya menemui Riley.
123
Kuikuti Riley melintasi ruangan dengan kepala tertunduk. Ia memberikan beberapa instruksi kepada Raoul,
mengangguk kepada Kristie, kemudian menaiki tangga.
Dari sudut mata kulihat beberapa orang melirik ingin
tahu.
Riley lebih dulu berjalan melewati pintu, dan dapur rumah itu, seperti yang ia janjikan tadi, benar-benar gelap
gulita. Ia memberi isyarat padaku untuk terus mengikutinya
dan berjalan mendahuluiku menyusuri lorong gelap, melewati beberapa kamar tidur yang terbuka pintunya, lalu
memasuki pintu lain yang dikunci dengan gembok. Kami
berada dalam garasi.
"Kau pemberani," komentarnya dengan suara sangat
pelan. "Atau benar-benar percaya padaku. Kusangka akan
lebih sulit mengajakmu naik ke lantai atas saat matahari
sedang bersinar."
Waduh. Seharusnya aku tadi berlagak gelisah. Sekarang
sudah terlambat. Aku mengangkat bahu.
"Jadi kau dan Diego sangat akrab, benar?" tanyanya, hanya mengembuskan kata-kata itu. Mungkin, seandainya semua orang di basement sana diam, mereka masih bisa mendengarnya, tapi suasana di sana saat ini berisik sekali.
Lagi-lagi aku mengangkat bahu. "Dia menyelamatkan
hidupku," bisikku.
Riley mengangkat dagu, mengangguk sedikit, nyaris tak
kentara, menilai. Percayakah ia padaku? Apakah ia mengira
aku masih takut pada siang hari?
124
"Dia yang terbaik," kata Riley. "Anak buahku yang paling
cerdas."
Aku mengangguk satu kali.
"Kami tadi mengadakan rapat kecil mengenai situasi ini.
Kami sepakat membutuhkan pengamatan. Pergi tanpa mengenali situasi terlalu berbahaya. Dialah satu-satunya yang
kupercaya untuk pergi mengintai lebih dulu." Ia mengembuskan napas, nyaris marah. "Seandainya saja ada dua orang
seperti dia! Raoul terlalu cepat marah sementara Kristie
terlalu mementingkan diri sendiri untuk bisa memahami
gambar besarnya, tapi merekalah yang terbaik yang kumiliki, jadi aku harus memanfaatkan mereka sebaik-baiknya. Kata Diego, kau juga cerdas."
Aku menunggu, tidak yakin seberapa banyak yang diketahui Riley.
"Aku membutuhkan bantuanmu dan Fred. Wow, anak
itu kuat! Bahkan memandanginya saja malam ini aku tidak
bisa."
Aku kembali mengangguk dengan sikap hati-hati.
"Bayangkan seandainya musuh-musuh kita bahkan tidak
sanggup memandang kita. Pasti mudah sekali mengalahkan
mereka!"
Kurasa Fred tidak bakal menyukai ide itu, tapi mungkin
juga aku salah. Tampaknya ia tidak peduli sama sekali pada
klan kami ini. Maukah ia menyelamatkan kami? Aku tidak
merespons perkataan Riley.
"Kau sering menghabiskan waktu bersamanya."
125
Aku mengangkat bahu. "Tak ada yang menggangguku di
Kisah Singkat Bree Tanner The Short Second Life Of Bree Tanner Karya Stephenie Meyer di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sana. Walaupun memang tidak mudah."
Riley mengerucutkan bibir dan mengangguk. "Cerdas,
seperti kata Diego."
"Di mana Diego?"
Seharusnya aku tidak menanyakan itu. Kata-kata itu terlontar begitu saja tanpa kusadari. Aku menunggu dengan
gelisah, berusaha terlihat tak acuh dan besar kemungkinan
upayaku gagal.
"Kita tidak boleh membuang-buang waktu lagi. Aku mengirimnya ke selatan begitu mengetahui apa yang akan
terjadi. Kalau musuh-musuh kita memutuskan untuk menyerang lebih awal, kita membutuhkan peringatan awal.
Diego akan menemui kita saat kita berangkat untuk menghadapi mereka."
Aku berusaha membayangkan di mana Diego berada sekarang. Seandainya saja aku ada di sana bersamanya. Mungkin aku bisa membujuknya untuk tidak melakukan permintaan Riley dan membahayakan diri sendiri. Tapi
mungkin tidak. Kelihatannya Diego akrab dengan Riley,
persis seperti yang kukhawatirkan.
"Diego ingin aku menyampaikan pesan untukmu."
Mataku langsung terarah ke wajahnya. Terlalu cepat, terlalu bersemangat. Lagi-lagi aku kelepasan.
"Kedengarannya tidak masuk akal bagiku. Katanya
begini, ?Katakan pada Bree aku sudah berhasil menemukan
jabat tangan yang tepat. Akan kutunjukkan padanya empat
126
hari lagi, saat kita bertemu.? Aku tidak mengerti maksudnya. Kau mengerti?"
Aku berusaha memasang wajah datar. "Mungkin. Dia
pernah mengatakan kami butuh jabat tangan rahasia. Untuk gua bawah airnya. Semacam kata sandi. Tapi dia hanya
bercanda. Aku tidak yakin apa yang dimaksudkannya sekarang."
Riley terkekeh. "Kasihan Diego."
"Apa?"
"Kurasa anak itu suka padamu lebih daripada kau suka
padanya."
"Oh." Aku membuang muka, bingung. Apakah Diego
memberikan pesan ini padaku sebagai cara untuk memberitahu bahwa aku bisa memercayai Riley? Tapi ia tidak memberitahu Riley bahwa aku tahu tentang sinar matahari itu.
Meski begitu, ia pasti percaya pada Riley hingga mau bercerita banyak padanya, menunjukkan pada Riley bahwa ia
peduli padaku. Tapi kupikir lebih bijaksana bila aku tutup
mulut. Terlalu banyak hal telah berubah.
"Jangan mencoretnya dulu, Bree. Dia yang terbaik, seperti
kataku tadi. Beri dia kesempatan."
Riley memberiku nasihat romantis? Aneh sekali rasanya.
Aku mengangguk satu kali dan bergumam, "Tentu."
"Coba lihat apakah kau bisa bicara dengan Fred. Pastikan
dia ikut bersama kita."
Aku mengangkat bahu. "Aku akan berusaha sebisaku."
Riley tersenyum. "Bagus. Aku akan menarikmu ke samping sebelum kita berangkat, dan kau bisa memberitahuku
127
bagaimana hasilnya. Aku akan berusaha bersikap seolah
tidak ada apa-apa, tidak seperti malam ini. Aku tidak mau
dia merasa seolah-olah aku memata-matainya."
"Oke."
Riley memberi isyarat padaku untuk mengikutinya, kemudian berjalan kembali ke basement.
Latihan berlangsung sepanjang hari, tapi aku tidak termasuk di dalamnya. Setelah Riley kembali ke para pemimpin kelompok, aku kembali ke tempatku semula di samping
Fred. Yang lain sudah dibagi menjadi empat kelompok yang
masing-masing terdiri atas empat orang, di bawah arahan
Raoul dan Kristie. Tidak ada yang memilih Fred masuk ke
kelompoknya, atau mungkin ia mengabaikan mereka, atau
mungkin mereka bahkan tak bisa melihat bahwa ia ada di
sana. Aku masih bisa melihatnya. Ia terlihat mencolok?
satu-satunya vampir yang tidak ikut berpartisipasi, ibarat
gajah besar pirang di tengah ruangan.
Aku tidak berniat bergabung, baik ke tim Raoul ataupun
Kristie, jadi aku hanya menonton. Tampaknya tidak ada
yang menyadari aku duduk bersama Fred. Meski entah bagaimana kami tidak kelihatan, berkat bakat Fred, aku justru
merasa sangat mencolok. Dalam hati aku berharap kalau
saja aku tidak terlihat oleh diriku sendiri?bahwa aku bisa
melihat ilusi ini sehingga bisa memercayainya. Tapi tidak
ada yang memperhatikan kami, dan setelah beberapa saat,
aku hampir bisa merasa rileks.
Kuamati latihan itu dengan saksama. Aku ingin mengetahui segalanya, untuk berjaga-jaga. Aku tidak berencana
128
ikut bertarung; rencanaku adalah menemukan Diego dan
melarikan diri. Tapi bagaimana kalau Diego ingin bertarung? Atau bagaimana kalau kami harus bertarung untuk
melarikan diri dari anggota-anggota lain? Lebih baik memperhatikan.
Hanya satu kali ada yang menanyakan Diego. Yang bertanya Kevin, tapi aku punya firasat Raoul-lah yang menyuruhnya bertanya.
"Jadi, Diego dipecat juga akhirnya?" tanya Kevin dengan
nada bercanda yang dipaksakan.
"Diego bersama perempuan itu," jawab Riley, dan tak seorang pun menanyakan maksudnya. "Mengamat-amati."
Beberapa bergidik. Tidak ada yang berkata apa-apa lagi
tentang Diego.
Apakah ia benar-benar bersama perempuan itu? Aku meringis memikirkannya. Mungkin Riley berkata begitu untuk
mencegah orang bertanya-tanya tentang Diego. Mungkin ia
tidak ingin Raoul cemburu dan merasa dinomorduakan
padahal Riley justru membutuhkan dia untuk bersikap
paling arogan hari ini. Aku tidak bisa memastikan, dan aku
tak akan bertanya. Aku hanya diam, seperti biasa, dan menonton jalannya latihan.
Pada akhirnya, menonton adalah pekerjaan yang membosankan dan menimbulkan dahaga. Riley tidak memberi
pasukannya kesempatan beristirahat selama tiga hari dan
dua malam berturut-turut. Di siang hari lebih sulit memisahkan diri dari kelompok ini?kami berkumpul berjejaljejal di basement. Di satu sisi kondisi itu lebih memudahkan
129
bagi Riley?biasanya ia bisa menghentikan perkelahian sebelum telanjur memburuk. Di luar pada malam hari, mereka memiliki ruang yang lebih luas untuk berhadapan, tapi
Riley sibuk melesat mondar-mandir untuk menangkap anggota tubuh yang terlepas dan dengan cepat mengembalikannya kepada pemiliknya. Ia menjaga emosinya dengan baik,
dan kali ini cukup cerdas untuk mengumpulkan semua korek. Aku berani bertaruh latihan ini akan berkembang
menjadi tidak terkendali, bahwa kami akan kehilangan setidaknya dua anggota klan lagi dengan Raoul dan Kristie
berhadapan selama berhari-hari. Tapi Riley lebih bisa mengendalikan mereka daripada yang kusangka.
Meski begitu, sebagian besar agenda latihan adalah
pengulangan. Kulihat Riley mengatakan hal yang sama berulang kali. Bekerja sama, tetap waspada, jangan menyerangnya dari depan; bekerja sama, tetap waspada, jangan menyerangnya dari depan; bekerja sama, tetap waspada, jangan
menyerangnya dari depan. Konyol saja kedengarannya, dan
itu membuat kelompok ini jadi terkesan luar biasa tolol.
Tapi aku yakin bakal sama tololnya dengan mereka kalau
berada di tengah pertarungan bersama mereka, bukan menonton dengan tenang dari pinggir lapangan bersama
Fred.
Hal itu mengingatkanku pada cara Riley menanamkan
rasa takut terhadap matahari kepada kami. Pengulangan
terus-menerus.
Meski begitu, rasanya begitu membosankan hingga setelah kira-kira sepuluh jam pada hari pertama, Fred me 130
ngeluarkan setumpuk kartu dan mulai bermain solitaire. Itu
lebih menarik daripada menonton kesalahan-kesalahan yang
sama berulang, jadi aku lebih sering menonton Fred bermain.
Setelah kira-kira dua belas jam lagi?kami sudah kembali berada di dalam?aku menyenggol Fred untuk menunjukkan kartu lima merah yang bisa ia pindahkan. Ia mengangguk dan memindahnya. Setelah itu ia membagikan
kartu untuk kami, dan kami bermain remi. Kami tidak pernah berbicara, tapi Fred tersenyum beberapa kali. Tidak
ada yang melihat ke arah kami atau meminta kami bergabung.
Tidak ada istirahat untuk pergi berburu, dan seiring berjalannya waktu, rasa haus semakin sulit diabaikan. Lebih
sering terjadi perkelahian, padahal tanpa provokasi berarti.
Perintah Riley semakin melengking, dan ia merenggut sendiri dua lengan sampai putus. Sedapat mungkin aku berusaha melupakan dahaga yang membakar kerongkonganku?
bagaimanapun, Riley pasti haus juga, jadi ini tidak mungkin
berlangsung selamanya?tapi lebih sering hanya dahaga
yang memenuhi pikiranku. Fred tampak sangat tegang.
Awal malam ketiga?tinggal tersisa satu hari lagi, dan
saat aku memikirkan jam yang terus berdetak, itu membuat
perutku yang kosong terpelintir?Riley menghentikan semua pertarungan pura-pura itu.
"Berkumpul semua, anak-anak," perintahnya, dan semua
berkumpul membentuk setengah lingkaran menghadapnya.
Para anggota kelompok asli berkerumun berdekatan. Ter 131
nyata latihan tidak mengubah persekutuan-persekutuan
yang ada. Fred mengantongi kartu-kartunya di saku belakang celana dan berdiri. Aku berdiri dekat di sampingnya,
mengandalkan auranya yang menjijikkan untuk menyembunyikanku.
"Kalian sudah bekerja dengan baik," kata Riley kepada
kami. "Malam ini kalian akan mendapat upahnya. Minumlah, karena besok kalian pasti menginginkan kekuatan kalian."
Geraman lega terdengar hampir dari semua orang.
"Kukatakan ingin dan bukan perlu karena ada alasannya,"
sambung Riley. "Menurutku kalian sudah berhasil memperolehnya. Kalian bersikap cerdas dan bekerja keras. Musuhmusuh kita akan terkejut!"
Kristie dan Raoul menggeram, dan kedua pengikut mereka langsung mengikuti. Aku terkejut melihatnya, tapi
mereka benar-benar terlihat seperti sepasukan tentara saat
itu. Walaupun tidak berbaris dalam formasi atau sebangsanya, tapi respons mereka seragam. Seolah-olah mereka
bagian dari satu organisme besar. Seperti biasa, Fred dan
aku merupakan pengecualian, tapi kupikir hanya Riley yang
menyadari hal itu?sesekali matanya menyapu ke arah
kami berdiri, hampir-hampir seperti mengecek untuk memastikan ia masih merasakan bakat Fred. Dan Riley sepertinya tidak keberatan kami tidak bergabung. Setidaknya,
untuk sementara ini.
"Mm, maksudmu besok malam, benar bukan, Bos?"
Raoul mengklarifikasi.
132
"Benar," jawab Riley sambil menyunggingkan senyum kecil aneh. Tampaknya tak ada yang menyadari hal ganjil
dalam jawabannya?kecuali mungkin Fred. Ia menunduk
memandangiku dengan satu alis terangkat. Aku mengangkat
bahu.
"Kalian siap mendapatkan upah kalian?" tanya Riley.
Pasukan kecilnya merespons dengan raungan.
"Malam ini kalian akan merasakan bagaimana dunia kita
nantinya ketika saingan kita sudah disingkirkan. Ikuti
aku!"
Riley berlari kencang; Raoul dan timnya membuntuti
tepat di belakang. Kelompok Kristie mulai saling mendorong dan mencakar untuk bisa merangsek ke tengah dan
maju ke depan.
"Jangan buat aku berubah pikiran!" teriak Riley dari pepohonan di atas kepala. "Kalian semua boleh kehausan.
Aku tidak peduli!"
Kristie menyalakkan perintah dan kelompoknya berbaris
di belakang kelompok Raoul dengan sikap merajuk. Fred
dan aku menunggu sampai vampir terakhir lenyap dari pandangan. Kemudian Fred melambaikan tangan yang seolah
mengatakan Silakan, wanita lebih dulu. Rasanya bukan karena ia takut aku berada di belakangnya, tapi untuk bersikap sopan. Aku mulai berlari mengejar pasukan itu.
Yang lain sudah lama pergi, tapi mudah saja mengikuti
bau mereka. Fred dan aku berlari bersama sambil berdiam
diri. Dalam hati aku bertanya-tanya apa yang ia pikirkan.
133
Mungkin ia hanya haus. Tenggorokanku terbakar, jadi kemungkinan besar ia juga merasa begitu.
Kami berhasil menyusul yang lain-lain kira-kira lima menit kemudian, tapi tetap menjaga jarak. Pasukan itu bergerak dalam ketenangan menakjubkan. Mereka fokus, dan
lebih... disiplin. Aku sempat berharap seandainya saja Riley
memulai pelatihan lebih awal. Lebih mudah berada di sekitar kelompok ini sekarang.
Kami menyeberangi jalan raya dua lajur yang kosong,
melintasi hutan lagi, kemudian sampai di pantai. Permukaan air tenang, dan tadi kami bergerak hampir ke arah
utara, jadi pastilah ini selat. Kami tidak mendekati kawasan
permukiman, dan aku yakin itu dilakukan dengan sengaja.
Kehausan dan gelisah bisa segera membuat kelompok yang
tertib ini menjadi sekawanan vampir buas yang memangsa
apa saja yang mereka temui.
Kami belum pernah berburu bersama-sama sebelumnya,
dan aku yakin sekali itu bukan ide yang bagus sekarang. Aku
ingat bagaimana Kevin dan si cowok Spider-Man berkelahi
memperebutkan wanita di mobil pada malam pertama aku
berbicara dengan Diego. Sebaiknya Riley bisa menyediakan
banyak korban atau orang-orang ini akan mulai saling menyerang untuk mendapatkan darah paling banyak.
Riley berhenti di pinggir laut.
"Jangan menahan diri," katanya pada kami. "Aku ingin
kalian makan sampai kenyang dan kuat?pada kondisi puncak. Sekarang... mari kita bersenang-senang."
Ia terjun dengan mulus ke dalam ombak. Yang lain meng 134
geram penuh semangat saat menenggelamkan diri ke dalam
Kisah Singkat Bree Tanner The Short Second Life Of Bree Tanner Karya Stephenie Meyer di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
air. Fred dan aku mengikuti lebih dekat daripada sebelumnya karena kami tidak bisa mengikuti bau mereka di dalam
air. Tapi bisa kurasakan Fred ragu-ragu?siap kabur kalau
ternyata petualangan ini bukan ajang all-you-can-eat. Kelihatannya ia juga tidak terlalu percaya pada Riley, sama
seperti aku.
Kami tidak terlalu lama berenang, kemudian kami melihat yang lain berenang ke permukaan. Fred dan aku muncul terakhir, dan Riley langsung berbicara begitu kepala
kami keluar dari air, seolah-olah menunggu kami. Ia pasti
lebih menyadari kehadiran Fred daripada anak-anak lain.
"Itu dia," kata Riley, melambaikan tangan ke arah feri
besar yang berlayar dengan suara mesin berdeguk-deguk
menuju arah selatan, mungkin menjalani rute komuter
terakhirnya malam itu dari Kanada. "Beri aku waktu sebentar. Begitu listrik padam, dia milik kalian."
Terdengar gumaman penuh semangat. Seseorang terkikik.
Riley melesat cepat, dan beberapa detik kemudian kami
melihatnya terbang ke sisi badan kapal yang besar itu. Ia
langsung menuju menara kontrol di bagian atas kapal. Taruhan, pasti mematikan radio. Boleh-boleh saja ia mengatakan musuh kami adalah alasan untuk berhati-hati, tapi aku
yakin alasan sebenarnya pasti lebih daripada itu. Manusia
tak seharusnya tahu tentang vampir. Paling tidak, tidak
untuk waktu lama. Cukup sampai kami bisa membunuh
mereka saja.
Riley menendang kaca sebuah jendela besar dan lenyap
135
ke dalam menara. Lima detik kemudian, lampu-lampu padam.
Sadarlah aku Raoul sudah tidak ada. Ia pasti menyelam
sehingga kami tidak mendengarnya berenang mengejar
Riley. Semua vampir lain langsung melesat pergi, dan air
bergolak saat sekelompok barakuda menyerang.
Fred dan aku berenang dalam kecepatan relatif santai di
belakang mereka. Lucu juga, tapi rasanya kami seperti sepasang suami-isteri yang sudah lama menikah. Kami tidak
pernah saling bicara, tapi melakukan hal-hal pada saat bersamaan.
Kami sampai di kapal itu kira-kira tiga detik kemudian,
dan udara sudah dipenuhi pekik jerit dan bau hangat darah. Baunya membuatku menyadari betapa haus diriku, tapi
itu hal terakhir yang kusadari. Otakku langsung berhenti
berfungsi. Yang ada hanyalah sakit yang membakar kerongkonganku dan darah lezat?darah di mana-mana?yang
mampu memadamkan api itu.
Setelah semua berakhir dan tak ada lagi jantung yang
masih berdetak di kapal itu, aku tidak tahu berapa banyak
manusia yang sudah kumangsa. Lebih dari tiga kali jumlah
yang kumangsa saat perburuan terakhirku. Aku merasa panas dan bersemangat. Aku minum melebihi jumlah yang
sanggup memuaskan dahagaku, hanya untuk mencicipi darah. Sebagian besar darah di feri itu bersih dan segar?para
penumpang ini bukan sampah masyarakat. Walaupun aku
tidak menahan diri, tapi mungkin jumlah korbanku ter 136
masuk yang paling sedikit. Raoul dikelilingi tumpukan
mayat yang menyerupai bukit kecil. Ia duduk di puncak
gundukan mayat dan tertawa keras-keras.
Bukan dia satu-satunya yang tertawa. Kapal yang gelap
itu dipenuhi suara tawa kegirangan. Aku mendengar Kristie
berkata, "Sungguh luar biasa?tiga sorakan untuk Riley!"
Beberapa anggota kelompoknya bersorak-sorai seperti sekelompok pemabuk kesenangan.
Jen dan Kevin melompat ke atas dek, air menetes-netes
dari tubuh mereka. "Semua berhasil dibereskan, Bos," seru
Jen kepada Riley. Jadi ada beberapa orang yang berusaha
berenang menyelamatkan diri. Aku tidak menyadarinya.
Aku memandang berkeliling mencari Fred. Butuh beberapa saat untuk menemukannya. Akhirnya aku menyadari
tak bisa melihat langsung ke bagian belakang mesin-mesin
penjual minuman, maka aku berjalan ke sana. Mulanya aku
merasa goyangan feri membuatku mabuk laut, tapi kemudian setelah mendekat, perasaan itu memudar dan aku bisa
melihat Fred berdiri di dekat jendela. Ia tersenyum sekilas
padaku, kemudian melihat ke atas kepalaku. Aku mengikuti
arah pandangnya dan melihatnya mengawasi Riley. Aku
punya firasat ia sudah melakukan hal ini beberapa saat.
"Oke, anak-anak," kata Riley. "Kalian sudah merasakan
manisnya kehidupan, tapi sekarang ada tugas yang harus
kita kerjakan!"
Mereka meraung antusias.
"Ada tiga hal terakhir yang harus kusampaikan kepada
kalian?dan salah satunya berkaitan dengan hidangan pen 137
cuci mulut?jadi ayo segera tenggelamkan kapal ini dan
pulang!"
Diiringi tawa bercampur geraman, pasukan itu segera
mencopoti bagian-bagian kapal. Fred dan aku keluar melalui jendela dan menonton demo itu dari jarak agak jauh.
Tak lama kemudian feri itu patah di tengah dengan suara
erangan nyaring baja patah. Bagian tengahnya lebih dulu
tenggelam, dengan bagian haluan dan buritan mencuat ke
langit. Bagian-bagian itu tenggelam satu demi satu, bagian
haluan lebih dulu beberapa detik dibandingkan buritan.
Segerombolan barakuda berenang ke arah kami. Fred dan
aku mulai berenang menuju pantai.
Kami berlari pulang bersama para vampir lain?walaupun tetap menjaga jarak. Beberapa kali Fred berpaling padaku seperti hendak mengatakan sesuatu, tapi setiap kali itu
pula ia seolah berubah pikiran.
Sesampainya di rumah, Riley membiarkan suasana perayaan mereda. Bahkan setelah beberapa jam berlalu, ia
masih kesulitan membuat semua orang kembali serius. Kali
ini bukan perkelahian yang coba ia redakan, melainkan semangat yang meluap-luap. Bila janji-janji Riley tadi ternyata
palsu, seperti yang kukira, ia akan mengalami masalah
serius bila serangan berakhir nantinya. Sekarang setelah
para vampir berpesta pora sampai kenyang, mereka takkan
semudah itu kembali menahan diri. Tapi untuk malam ini,
Riley adalah pahlawan.
Akhirnya?tak lama setelah aku menduga matahari telah
terbit di luar sana?semua diam dan mulai memperhatikan.
138
Dari wajah mereka, kelihatannya mereka sudah siap mendengar apa saja yang hendak disampaikan Riley.
Riley berdiri di tengah tangga, wajahnya serius.
"Tiga hal," ia memulai. "Pertama, kita ingin memastikan
kita menghadapi klan yang benar. Kalau kita tanpa sengaja
bertemu klan lain dan membantai mereka, posisi kita terancam. Kita ingin musuh-musuh kita merasa terlalu percaya diri dan tidak siap. Ada dua hal yang menandai klan
ini, dan sulit melewatkan kedua pertanda itu. Satu, mereka
terlihat berbeda?mata mereka kuning."
Terdengar gumaman-gumaman bingung.
"Kuning?" ulang Raoul dengan nada jijik.
"Ada banyak vampir di luar sana yang belum pernah kalian temui. Seperti sudah pernah kukatakan kepada kalian,
vampir-vampir ini sudah tua. Mata mereka lebih lemah
daripada mata kita?menguning karena usia. Lagi-lagi satu
keunggulan kita dibandingkan mereka." Ia menganggukkan
kepala kepada dirinya sendiri seolah berkata, Satu hal sudah
pasti. "Vampir-vampir tua lain juga ada, tapi ada cara lain
untuk memastikan bahwa yang kita hadapi adalah benarbenar mereka... dan di sinilah peran hidangan pencuci mulut seperti yang kusebutkan tadi." Riley tersenyum licik dan
menunggu sebentar. "Keterangan ini sulit dicerna," ia memperingatkan. "Aku tidak memahaminya, tapi sudah melihatnya sendiri. Vampir-vampir tua ini sudah begitu lembek
hingga mereka memiliki?sebagai anggota klan mereka?seorang manusia sebagai peliharaan."
139
Pemberitahuan itu ditanggapi dengan tatapan-tatapan
kosong. Sungguh tidak bisa dipercaya.
"Aku tahu?memang sulit dicerna. Tapi itu benar. Kita
Animorphs 26 Pertarungan Di Planet Trio Detektif 07 Misteri Mata Berapi Pendekar Rajawali Sakti 95 Pangeran
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama