Low Pressure Karya Sandra Brown Bagian 7
"Secara tidak adil."
493
"Mungkin, mungkin tidak."
Steven menatapnya tajam.
"Howard mungkin tahu perbuatan Susan," ujar
William lembut.
Steven menggeleng dengan keras kepala. "Ia pasti
akan menghentikannya."
"Ia harus mengakuinya dulu. Sebagai pria yang
memiliki prinsip, yang memegang teguh nilai-nilai
kekeluargaan, Howard jelas mustahil menerima bahwa
putri remajanya culas, jahat, murahan. Alih-alih mengonfrontasi fakta itu, mungkin saja ia mengabaikannya, bahkan pada diri sendiri, dan menutup sebelah
mata sementara Susan melanjutkan teror atas dirimu."
Itu cuma teori, tapi tetap meresahkan. Steven menumpukan siku di lutut dan membenamkan wajah di
kedua tangan. "Ya Tuhan. Aku menipu diri, mengira
telah melupakan segalanya, padahal tidak."
"Mestinya kau ikut konseling."
"Itu berarti aku harus bicara dulu. Dan aku tidak
bisa membicarakannya."
William duduk di sampingnya dan menyentuh
kepala Steven yang tertunduk. "Susan sudah mati."
"Kuharap begitu," katanya dengan suara yang serak
karena penderitaan. "Tapi, aku terbangun tengah malam, merasakan napasnya di wajahku."
"Aku tahu. Dan kegelisahanmu makin buruk sejak
Low Pressure diterbitkan." William berdecak kesal.
"Demi Tuhan, kenapa Bellamy memulai kegilaan ini?
Kenapa ia tidak mau berhenti?"
494
"Sebab dia dihantui juga. Dia menginginkan akhir
semua ini, seperti aku, dan caranya adalah dengan
mencari jawaban-jawaban atau berbagai pertanyaan
yang terkubur bersama Susan." Ia mengangkat kepala
dan melihat di mata William irasat buruk yang juga
tampak di matanya sendiri. "Sampai mendapatkan
jawaban-jawaban itu, aku takut dia takkan berhenti
mencari." Ia menambahkan sambil berbisik, "Tapi,
aku sama takutnya bahwa ia akan berhenti."
Ray menduga ia pasti dikutuk.
Mungkin ada musuh tak diketahuinya yang punya
boneka voodoo mirip Ray, menusukinya dengan seribu jarum. Barangkali bintang-bintang yang mengatur
nasibnya keluar dari jalur atau bertabrakan dengan
satu sama lain.
Pokoknya ada yang kacau. Kalau tidak, kenapa ia
sial melulu?
Bellamy Price tinggal beberapa detik lagi dari
serangannya yang sudah direncanakan masak-masak.
Ketika ada telepon berdering.
Ray mendengarnya dari dalam lemari. Bahkan sambil ternganga karena tak habis pikir dengan nasib
sialnya, Ray mendengar wanita itu berlari menjauh.
Ia mendengar Bellamy berseru, "Jangan ditutup!" seraya melesat menuruni tangga.
Telepon itu berhenti berdering. Dengan terengahengah, Bellamy berkata, "Aku di sini, Olivia."
Kemudian, beberapa saat, sepi, dan Ray mengira
495
wanita itu demikian tekun menyimak apa yang dikatakan ibu tirinya sehingga mungkin takkan mendengar dirinya. Situasinya ternyata tidak hancur total.
Pelan-pelan ia membuka pintu lemari, menyelinap
ke luar, dan berjingkat-jingkat menuju pintu ganda
kamar, tempat ia berhenti untuk mendengarkan.
Bellamy berbicara dengan bergumam. Dia seperti
terisak, lalu menangis tersedu-sedu.
Ray meninggalkan kamar dan mengendap-endap
menyusuri koridor, tahu bahwa tangisan Bellamy akan
membuat wanita itu tak bisa mendengarnya. Menurut
Ray, Bellamy sepertinya berada di kaki tangga. Sedekat itu. Jika ia dapat mencapai landasan tangga tanpa
ketahuan, suara yang ditimbulkannya ketika turun tidak lagi jadi masalah. Saat Bellamy menyadari kehadirannya dan bereaksi, dia akan mati.
Ray mendengarnya berkata, "Aku akan segera berangkat dan tiba di sana secepat mungkin." Kemudian
lebih pelan. "Tidak, kali ini aku bawa mobil."
Mereka bertukar salam perpisahan lembut, lalu
Bellamy menutup telepon.
Ray mengintip dari atas pegangan tangga dan melihat wanita itu menyambar tas sandang besar dari
meja koridor, lantas langsung pergi ke pintu depan
dan mengambil koper. Ia berhenti hanya cukup lama
untuk menekan sakelar lampu dan menyelimuti ruangan-ruangan di lantai satu dengan kegelapan sebelum
melesat melewati pintu depan dan menguncinya.
Semua terjadi begitu cepat sehingga Ray masih
mengintai di landasan tangga, mencengkeram belati
496
dengan tangan berkeringat dan menimbang-nimbang
tindakan selanjutnya, ketika mendengar mobil
Bellamy menyala. Sorot lampu menyapu jendela-jendela depan ketika wanita tersebut mundur dari jalan
masuk dan melaju pergi. Dan begitu saja, ia lenyap.
Ray tak punya pilihan selain menunda. Lagi.
Dan itulah sebabnya ia yakin ada nasib sial yang
mengikutinya. Ia meninggalkan rumah Bellamy dan
berjalan kaki kembali ke tempat ia meninggalkan
pickup. Sejauh yang ia tahu, tidak ada yang memperhatikan mobil itu. Supaya aman, ia mengganti pelat
nomornya beberapa kali sebelum pergi ke
Georgetown.
Karena lelah dan kehabisan pilihan, ia memutuskan
pulang.
Sekarang, empat puluh menit setelah lagi-lagi gagal,
ia sampai di dupleks. Ray memasukkan pickup ke
garasi, kemudian berjalan ke pintu depan dan masuk.
Sambil meraba-raba jalan di ruang tamu, ia
menurunkan tirai gelap di kedua jendela depan.
Setelah itu, barulah ia bergerak ke meja dan
menghidupkan lampu ber-watt kecil.
Ketika berbalik menuju dapur, ia tersentak. "Ya
Tuhan," gerutunya. "Kau bikin takut saja. Apa yang
kaulakukan di sini?"
Rupe Collier melangkah ke luar bayangan dan
berdiri di dalam lingkaran cahaya temaram. "Aku di
sini karena kau tidak mematuhi perintahku."
497
Aku tidak mau kau perintah." Dengan tak acuh Ray
melewati Rupe dan pergi ke dapur. Rupe mencium
bau badan Ray yang menguar ketika pria itu berlalu
di dekatnya.
"Kau bau, Ray. Bagaimana kalau kau mandi?"
"Bagaimana kalau kau cium pantatku?" Ia mengambil sebotol bir dari kulkas, memutar tutupnya, yang
jatuh ke lantai, dan menenggak setengah isinya sebelum menurunkan botol dan mengusap mulut dengan
punggung tangan. Ia kemudian bersendawa dengan
keras dan terdengar basah.
Hebat, pikir Rupe. Begitu tidak lagi bermanfaat,
Ray harus dilenyapkan.
Dari awal, kerja sama mereka goyah dan lemah,
palsu, tak ada rasa percaya di antara kedua belah piBab 25
498
hak. Namun, demi ketenangan pikiran Rupe, ia harus
pura-pura menjalin persahabatan ini.
Setelah penikaman Allen yang berakibat fatal itu,
Rupe mendengar berbagai usaha Ray untuk merobohkan dinding, dalam arti hariah maupun kiasan, yang
melindungi keluarga Lyston. Sebagai jaksa yang menyebabkan Allen dihukum, Rupe menduga ia juga
akan menjadi target pembalasan dendam Ray. Orang
itu idiot, namun cukup temperamental dan cukup
bodoh untuk jadi berbahaya, seperti senjata tak bertuan.
Lagi pula, Rupe sangat percaya pada pepatah yang
mengatakan lebih baik jadi orang mujur daripada jadi
orang pintar.
Ia takut suatu hari Ray akan mujur dan bakal
membunuh, membantai, atau melukainya dengan satu
atau lain cara. Rupe tak ingin seumur hidup ketakutan, tapi ia sudah berusaha satu kali mengakhiri hidup
Ray dengan mengatur kecelakaan mobil itu. Ia lalu
memutuskan untuk melaksanakan taktik berbeda dan
berteman dengan pria tersebut.
Sebab Rupe juga percaya pada pepatah yang berbunyi akrablah dengan teman-temanmu, tapi rangkullah
musuh-musuhmu.
Ia mendapati Ray tinggal di rumah bobrok yang
dulu ditempatinya bersama almarhum abangnya. Karena serbakurang termasuk lengan kirinya yang cacat, ia
tak bisa mendapatkan pekerjaan bagus dan hidup ala
kadarnya dengan tunjangan sosial.
Lalu datanglah Rupe Collier bagai kesatria penyela499
mat berkuda putih?sebetulnya Cadillac putih mencolok?menawari Ray tempat tinggal baru, gratis. Ia
memberi laki-laki itu truk pickup hasil penyitaan barubaru ini dan pekerjaan di perusahaan kaca, yang dibeli
Ray supaya perbaikan dan penggantian kaca depan
mobil dapat dilakukan di sana dengan murah.
Awalnya Ray menanggapi tawaran perdamaian itu
dengan ancaman akan meremukkan kepala Rupe. Rupe
lalu pura-pura ketakutan dan lemah, meminta maaf
serta mengatakan bisa memaklumi sikap antagonis Ray.
Tentu saja kata "antagonis" harus dijelaskan.
Ray melunak berkat permintaan maaf itu, namun
kecurigaannya tidak sepenuhnya hilang. "Kenapa kau
melakukan ini?"
"Kalau aku tidak menangani kasus abangmu sebaik
itu, ia mungkin masih hidup. Aku merasa sangat tidak enak karenanya. Bahkan jika Allen bersalah, ia
tidak dijatuhi hukuman mati. Seharusnya ia tidak tewas di penjara. Dan kalau ia tak bersalah yah, itu
kemungkinan yang tak sanggup kupikirkan."
"Ia tidak bersalah. Kau dan Moody mengarang-ngarang kasus terhadapnya."
"Kau benar sekali, Ray," kata Rupe, dengan penuh
penyesalan. "Moody bertekad bulat menjebloskan
abangmu ke Huntsville."
"Meskipun ia tidak berbuat apa-apa?"
Rupe mendesah. "Moody tidak bisa mempertahankan kecurigaan pada Denton Carter. Ia tidak punya
orang lain untuk disalahkan atas kejahatan itu,
jadi"
500
Ia memberi isyarat tanda tak berdaya dan membiarkan kalimatnya menggantung. Alis tebal Ray menunjukkan tanda-tanda bahwa otak udangnya berusaha
memahami perkataan Rupe. Akhirnya dia sampai
pada kesimpulan yang diharapkan Ray. "Karena
Moody-lah Allen tewas."
Rupe memprotes, tapi lemah. "Aku harus mengatakan bahwa aku ikut bertanggung jawab. Itu sebabnya
aku di sini. Aku tak bisa mengembalikan abangmu,
tapi aku dapat membuat hidupmu lebih mudah. Kalau tidak, aku akan selalu merasa bersalah."
Ray menerima tawarannya. Ia bekerja untuk Rupe,
tinggal di apartemen berkamar dua yang dibayarkan
Rupe, mengemudikan pickup baru dua atau tiga tahun sekali, dan tidak memberitahu siapa pun tentang
penyandang dananya.
"Aku ingin tetap anonim. Kau tahu apa artinya
itu, Ray?" Setelah menjelaskan konsep anonimitas, ia
berkata, "Artinya aku bakal seperti teman khayalanmu.
Tak seorang pun boleh tahu tentang persahabatan
kita. Hanya kita."
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kenapa kau tidak ingin siapa pun tahu?"
"Karena kebaikan sejati tidak usah digembar-gemborkan."
Jika Ray merenungkannya, ia mungkin akan bertanya-tanya mengapa, kalau begitu, Rupe sering difoto
saat menyerahkan cek dalam jumlah besar pada badan-badan amal lokal. Dana itu berasal dari para pegawainya, yang didorong, bahkan dipaksa, menyumbang. Tak satu sen pun berasal dari kantong pribadi
501
Rupe, tapi ia mengaku-aku atas kebaikan Collier
Motors.
Ray mematuhi perintah Rupe dan menyewa kotak
surat, sehingga surat-menyurat tidak dialamatkan ke
apartemennya. Ia memakai ponsel, bukan telepon rumah. Orang keuangan Rupe membayar semua tagihan
sehari-hari Ray, dan jumlah yang relatif kecil itu tersembunyi begitu rapi dalam pembukuan badan-badan
korporat dan perusahaan-perusahaan terbatas sehingga
auditor takkan menemukan hubungan di antara kedua pria itu.
Satu-satunya benda yang disuruh Rupe supaya didaftarkan Ray atas namanya sendiri adalah truk
pickup itu.
"Kalau kau melanggar hukum saat mengemudikan
mobil ini, aku tidak mau jadi incaran mereka." Setelah mengatakannya, Rupe tersenyum, mengedipkan
sebelah mata, dan menepuk punggung Ray, membuat
pria itu mengira mereka berteman baik.
Kenyataannya tidak. Walaupun pengaturan itu
menguntungkan bagi Ray, lelaki itu juga jadi mudah
dikontrol Rupe, dan Rupe mengontrolnya dengan
ketat. Rupe juga jadi punya orang suruhan yang bodoh tapi kuat, dan kedua sifat itu berkali-kali terbukti
bermanfaat. Kalau ada masalah, Rupe sering mengandalkan kesukaan Ray pada kekerasan untuk membuat
pihak lawan menerima pendapat Rupe.
Ray berotak beku, patuh, tidak suka ingin tahu,
dan gampang diatur. Sejak awal kesepakatan mereka,
502
tak pernah sekali pun ia mempertanyakan instruksi
Rupe atau menolak saat disuruh melakukan sesuatu.
Hingga minggu ini. Itulah sebabnya Rupe sekarang
berada di dapur kotor ini, memandang jijik ketika
Ray melipat selembar bologna dingin dan memasukkannya ke mulut. Sambil mengunyah, dia bertanya,
"Kenapa mukamu?"
"Nanti kita bahas. Pertama, aku ingin tahu ke
mana saja kau dan mengapa kau mengabaikan telepon-teleponku."
"Aku sibuk."
"Bukan urusan pekerjaan. Pengawasmu memberitahu aku bahwa sudah beberapa hari kau tidak bekerja."
"Aku membuntuti Bellamy Price. Kupikir kau mau
aku terus melakukannya."
"Kumohon, Ray. Jangan sok tahu soal pikiranku,
oke?"
Rangkaian acara publisitas Bellamy mengesalkan
dan membuat Rupe waswas. Salah satu tukang sita
Rupe yang bisa diandalkan kebetulan punya kenalan
yang memiliki sepupu di Brooklyn. Dia kenal orang
yang, dengan bayaran sekadarnya, bisa menyampaikan
pesan "dengan menggetarkan". Rupe menghubunginya
via telepon, dan, setelah disodori berbagai pilihan, ia
memilih kado tikus itu, yang sebenarnya membuat
Rupe sendiri bergidik.
Tidak lama kemudian, ketika mengetahui Bellamy
Price kembali ke Austin, ia takut bahwa wanita itu
bukan ketakutan sehingga membungkam, tapi hanya
503
ketakutan sehingga memindahkan karnaval medianya
tepat ke wilayah Rupe. Saat itulah ia memerintahkan
Ray membuntuti Bellamy selama beberapa hari dan
melihat apa yang dilakukan wanita tersebut.
Ternyata tidak ada. Bellamy beberapa lama tinggal
bersama orangtuanya di mansion mereka, kemudian
menyewa rumah, tapi selalu tidak menarik perhatian.
Tidak ada wawancara, kuliah, acara penandatanganan
buku. Dengan lega, Rupe menarik Ray mundur. Tetapi, Ray rupanya punya pendapat sendiri.
"Untung saja aku terus membuntutinya. Kau ingin
tahu kenapa? Coba tebak dengan siapa ia bergaul."
"Denton Carter. Dan alasan aku tahu adalah karena mereka mendatangi rumahku sore tadi."
"Hah?"
"Benar."
Ray sangat kaget, tapi menutupinya dengan sikap
menjengkelkan dan ketidakpedulian yang tampak jelas. "Jadi mau apa mereka?"
"Tidak, aku yang bertanya duluan. Katakan apa
yang kaulakukan beberapa hari terakhir ini."
"Sudah kubilang."
"Apa lagi?"
"Tidak ada."
"Aku lebih tahu, Ray. Satu hal yang kaulakukan,
kau menghajar Dent Carter."
Ray mengangkat dagu perseginya. "Memangnya
kalau ya, kenapa?"
"Di mana?" Rupe bertanya cuma untuk membandingkan versi Ray dengan Dent. Kisah yang dicerita504
kan Ray dengan bergumam itu kurang-lebih sesuai
dengan versi Dent.
"Tapi, ia tidak mengenaliku. Ia tidak menyebutkan
namaku."
"Yah, kau salah soal itu. Ia sendiri yang memberitahu aku bahwa kau menyerangnya."
Rupe tahu ucapannya meresahkan Ray, tapi yang
dikatakan Ray cuma, "Omonganku lebih bisa dipercaya daripada omongannya."
"Sebaiknya begitu. Apa yang kaulakukan setelah
meninggalkan restoran pancake itu?"
"Aku kabur secepat kilat." Ia memberitahu Rupe
tentang melacak mereka, kehilangan jejak, menemukan
jejak mereka lagi di tempat Dent, di rumah Bellamy,
sampai Rupe jadi bingung. Jelaslah bahwa Ray tidak
bisa mengingat urutannya dengan jelas.
"Tapi, cepat atau lambat Dent selalu kembali ke
lapangan udara tua itu. Mereka berangkat dari sana
beberapa kali beberapa hari terakhir ini."
"Naik pesawatnya?"
"Tidak. Pesawat lebih besar. Punya dia hancur. Si
laki-laki tua mengerjakan?"
Tiba-tiba Ray membungkam dan membuang muka
dari Rupe. Ia mengusap-usapkan tangannya yang besar pada tato mengerikan di lengan kirinya, seolah
membelai ular.
Rupe memiringkan kepala. "Si laki-laki tua? Gall
Halloway? Dia mengerjakan?" Ia menggantung kalimatnya, nadanya bertanya. "Ray? Bagaimana kau tahu
apa yang dia kerjakan?"
505
Ray tetap membisu. Ia memandang berkeliling seolah mencari jalan meloloskan diri terdekat.
Rupe menghela napas. Meskipun tak ingin menyentuh apa pun di tempat ini, ia bersandar di meja, bersedekap, dan menyilangkan kaki. "Apa yang kaulakukan selama ini? Dan awas kalau kau bohong
padaku."
Ray menimbang-nimbang beberapa lama, tapi kemudian menyeletuk, "Wanita itu sekarang kaya dan
terkenal. Itu tidak pantas."
Kemudian ia bicara selama sepuluh menit, ludahnya yang berisi potongan bologna muncrat bersama
setiap patah kata. Rupe mendengarkan tanpa menyela.
Ia menyisihkan apa yang dianggapnya kebohongan
total atau setengah kebenaran, menebak apa yang ia
duga disembunyikan Ray, dan mulai memikirkan cara
untuk memanfaatkan tindakan gegabah Ray.
Dan setelah menemukan caranya, ia harus berusaha
keras menahan diri agar tidak tersenyum lebar. Ia malah pura-pura kecewa pada anak buahnya itu, marah
karena tindakan-tindakan independen Ray, dan amat
khawatir tentang konsekuensi-konsekuensi yang mungkin terjadi.
Sedangkan Ray, setelah monolognya, jadi berbusabusa. Keringatnya membanjir. Bahkan kulit kepalanya
penuh butir-butir keringat, bau masamnya menambah
bau badan. Secara releks ia mengedutkan otot bisep
kiri serta membuka dan menutup jari-jari di tangan
itu.
Dengan gigi dikertakkan, ia berkata, "Bellamy ha506
nya tinggal beberapa langkah dari lemari. Aku bisa
mencium baunya. Lalu teleponnya berdering." Sejak
tadi ia mondar-mandir bagai beruang dalam kandang.
Sekarang ia mendadak berhenti dan memukulkan telapak tangan ke kening beberapa kali. "Begitu dekat."
Rupe berdecak. "Begitu dekat untuk menegakkan
keadilan bagi Allen."
Ray menyapukan lengannya yang telanjang ke keningnya yang berkeringat. "Tepat sekali. Utang nyawa
dibayar dengan nyawa." Ia mengambil sebotol bir lagi
dari kulkas, membuka tutupnya dengan memutarnya,
menenggak isinya banyak-banyak, lalu menghadap
Rupe dan memutar-mutar bahu, seakan bersiap menghadapi perkelahian. "Sekarang setelah tahu apa saja
yang kulakukan, kau akan memecatku? Mendepakku
dari tempat ini? Silakan, aku tak peduli."
"Mestinya aku melakukan itu. Tapi, faktanya, aku
tidak tahu apa yang harus kulakukan padamu, Ray.
Aku terkoyak."
"Terkoyak?"
"Antara tugas dan kewajiban. Antara hukum dan
keadilan."
"Aku tidak mengerti."
Rupe menarik-narik bibir bawahnya sambil berpikir. "Maukah kau menjawab beberapa pertanyaanku?"
Ray, senang diberi pilihan, mengait kaki kursi dan
menyeretnya dari bawah meja, kemudian mengempaskan diri ke situ. "Silakan." Ia menyeruput isi botol
bir.
507
"Sebelum mematikan lampu hanggar, apakah Gall
melihatmu?"
"Mungkin saja. Tapi, selain cahaya dari lampu kerja
di kolong pesawat, tempat itu gelap. Karena itulah
aku tidak sadar bahwa sosok itu bukan manusia sungguhan."
Keraguan beralasan, pikir Rupe. Bahkan jika Gall
Halloway bersumpah demi Alkitab bahwa penyerangnya Ray Strickland, ucapannya bisa dipatahkan dengan mengatakan bahwa di dalam hanggar terlalu
gelap sehingga ia tidak mungkin bisa mengidentiikasinya dengan pasti.
"Kau tidak meninggalkan apa-apa? Atau mengambil
apa pun?"
Ray mengangguk, tapi Rupe merasa pria itu berbohong. Ia diam saja. Sebetulnya memang lebih bagus
jika ada sesuatu pada Ray yang menyebabkan dirinya
bisa dipastikan berada di hanggar tersebut malam itu.
Namun, Rupe tidak ingin lelaki itu ditangkap dulu.
"Kau mengganti pelat nomor mobilmu?"
"Lima kali," sahut Ray. "Tapi, toh orang tua itu
tidak mungkin bisa melihatnya, karena aku parkir
jauh dari hanggar."
Selama beberapa saat Rupe pura-pura berjuang
mengambil keputusan dan akhirnya mendesah berat.
"Seharusnya kau tanya aku dulu sebelum mengambil
tindakan-tindakan itu. Tapi, kau tak melakukannya,
dan sekarang Dent Carter, mungkin Gall Halloway,
mewaspadaimu."
"Aku tidak takut pada mereka."
508
"Bagaimana kalau mereka menghubungi polisi? Apakah kau tidak takut pada mereka? Apakah kau mau
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
masuk penjara dan berakhir seperti Allen?"
Ia langsung terdiam.
"Kau melakukan kejahatan, Ray. Aku tak bisa melindungimu. Malah, mestinya aku menyerahkan dirimu."
"Setelah semua yang kulakukan untukmu? Persetan."
Omongannya tepat sekali. Tetapi, Rupe tidak memberi laki-laki itu waktu untuk menyadarinya. "Tenang.
Kita berteman, dan aku tidak akan mengkhianati teman. Lagi pula, aku mengerti mengapa kau ingin
membalas dendam pada Bellamy Price karena menulis
buku itu dan menyeret-nyeret nama abangmu lagi."
Setelah jeda yang strategis, ia berkata, "Tapi, bukan
dia target utamamu. Bukan dia yang menghancurkan
hidup Allen. Dan hidupmu."
Rupe meninggalkan meja dan berdiri di samping
Ray, memegang bahunya. "Tadi kau bertanya siapa
yang menghajar wajahku. Kuberi kau tiga kesempatan
menebak dan dua yang pertama tidak penting. Pelakunya orang yang juga menjebloskan abangmu ke
penjara, ke kematiannya."
Ray menggeram, "Moody."
Rupe meremas daging tebal di bawah tangannya.
"Moody."
* * *
509
Perjalanan ke Houston ditempuh Bellamy selama hampir empat jam.
Hanya dalam beberapa detik setelah menerima telepon Olivia, ia meninggalkan rumah dan melaju di
jalanan. Ia bahkan tidak sempat mengganti baju yang
dipakainya tidur ketika berada di Marshall.
Tidur bersama Dent ketika berada di Marshall.
Bellamy tidak mau membiarkan dirinya memikirkan
pria itu dan fakta mengejutkan yang terungkap akibat
pertengkaran terakhir mereka. Ia memaksa diri berkonsentrasi mengemudi. Ia berhenti dua kali untuk minum kopi, walaupun pikirannya terlalu kalut sehingga
tidak mungkin ada bahaya ia tertidur saat menyetir.
Bahaya sesungguhnya adalah karena air mata yang
terus membasahi matanya dan mengaburkan pandangan.
Ayahnya meninggal. Bellamy gagal memenuhi permintaan terakhirnya. Dan ada kemungkinan, bahkan
kemungkinan besar, bahwa Bellamy membunuh putri
sulung sang ayah. Ayahnya mungkin meninggal dalam
keadaan percaya bahwa Bellamy melakukannya.
Saat tiba di rumah sakit, ia langsung pergi ke kamar tempat Howard meninggal. Lampu-lampu telah
diredupkan, tapi kamar masih cukup terang sehingga
kesedihan ibu tirinya masih kelihatan. Kerut-kerut
kesedihan yang dalam terukir di wajah Olivia, membuatnya tampak lebih tua secara drastis.
Selama beberapa menit, kedua wanita itu berpelukan erat dan menangis, kedukaan yang sama-sama
mereka rasakan membuat kata-kata tak dibutuhkan.
510
Akhirnya Olivia perlahan menjauh dan mengusap
mata. "Direktur pemakaman tadi tiba sebelum kau,
tapi tak kuizinkan mereka membawanya. Aku tahu
kau pasti ingin bersamanya dulu. Silakan." Ia menyentuh lengan Bellamy dengan lembut, kemudian meninggalkan ruangan.
Bellamy mendekati tempat tidur dan menatap jasad
ayahnya untuk pertama kali sejak memasuki kamar.
Orang mengatakan segala hal tentang orang yang meninggal. Betapa damai kelihatannya, betapa almarhum
tampak seperti cuma tidur.
Bohong semua. Diucapkan karena bersimpati,
mungkin, tapi tetap bohong. Ayahnya tidak kelihatan
tidur; ia tampak mati.
Dalam beberapa jam setelah Howard mengembuskan napas terakhir, semua tanda kehidupan telah
meninggalkan tubuhnya sepenuhnya. Kulitnya sudah
tampak seperti lilin. Howard kelihatan bukan terdiri
atas darah dan daging atau apa pun yang organik,
melainkan sesuatu yang artiisial.
Alih-alih membiarkan fakta itu membuatnya gundah, Bellamy terhibur ketika menyadari bahwa yang
tertinggal dari Howard bukanlah pria itu sama sekali.
Bellamy tidak ingin memeluk jasad kaku tersebut atau
mencium pipinya yang pucat. Ia memilih mengenang
saat-saat ia memeluk atau mencium Howard ketika
ayahnya itu masih hidup, hangat, dan dapat membalasnya.
Jadi ia tidak berbicara pada jasad itu. Ia berbicara
pada jiwa yang ia tahu masih hidup. "Daddy, aku
511
minta maaf. Aku tidak bisa memenuhi tenggatmu.
Dan kalau kalau kalau aku membunuh Susan,
maafkan aku. Kumohon. Maafkan aku."
Ia membisikkan permohonan itu berkali-kali, membuatnya jadi kidung yang diikuti sedu-sedan yang
mengguncang sekujur tubuh. Tangisannya makin lama
makin keras sehingga Olivia kembali masuk ke kamar.
"Sayang, jangan." Ia memeluk Bellamy erat-erat.
"Howard pasti tidak ingin kau menangisinya. Ia sama
sekali takkan mau. Ia sekarang sudah tenang, tidak
menderita."
Bellamy tahu itu tidak benar, tapi dibiarkannya
Olivia membimbingnya ke luar kamar dan menghiburnya sampai mereka harus membereskan masalah-masalah praktis menyangkut pemindahan jasad Howard ke
Austin.
Bellamy menangani urusan administrasi, senang
karena perhatiannya teralihkan. Ia benar-benar terlalu
hancur secara emosional untuk berpikir bahwa orang
yang dicarinya, individu yang menyebabkan keluarganya jadi begitu kacau dan tidak bahagia, orang yang
diharapkan ayahnya diketahui secara pasti sebelum
meninggal, adalah Bellamy sendiri.
Olivia telah memesankan Bellamy kamar di hotel
yang berada persis di sebelah rumah sakit. Sudah pukul empat pagi ketika Bellamy akhirnya naik ke tempat tidur. Ia terkejut ketika bisa langsung pulas dan
512
tidak bermimpi sama sekali. Rupanya ia terlalu lelah.
Olivia membangunkannya pada pukul 10.00.
"Steven dan William langsung kemari dari bandara,
dan kita berangkat ke Austin segera setelah mereka
sampai. Aku sudah memesan kopi dan sarapan untuk
diantarkan ke kamarmu. Bisakah kau siap pada pukul
11.00?"
Air panas di pancuran terasa sangat menyenangkan.
Bellamy menggunakan perlengkapan mandi yang disediakan hotel dan membawa cukup banyak kosmetik
sehingga tetap bisa tampil pantas. Untung saja ia kemarin mampir ke rumah orangtuanya. Ia memakai
setelan jas dan celana panjang yang dibawanya di koper. Ketika menyambut saudara tirinya dan William
di lobi lantai satu, ia tampak cukup segar.
"Kau punya kacamata hitam?" tanya Steven sambil
membimbingnya melewati pintu kaca otomatis dan
menuju limusin yang diparkir di belakang mobil jenazah.
"Apakah itu cara sopan untuk memberitahuku bahwa mataku hitam serta bengkak dan concealer setebal
apa pun tidak ada gunanya?"
"Itulah gunanya saudara."
Komentar jailnya menghangatkan hati Bellamy dan
ia tersenyum pada Steven sambil mengenakan kacamata hitam. Tetapi, langkahnya seketika terhenti dan
senyumnya lenyap ketika ia melihat laki-laki yang bersandar santai pada tiang penyangga bagian depan hotel.
513
Mengikuti arah pandangannya, Steven bertanya,
"Siapa itu?"
"Apakah kau tidak mengenali dia dari fotonya di
tabloid? Itu Rocky Van Durbin."
"Ya Tuhan," ujar Olivia.
"Astaga," desis William. "Memangnya ia tidak punya perasaan sedikit pun?"
"Sama sekali," sahut Bellamy.
"Ini keterlaluan. Steven, panggil Keamanan."
"Jangan, Olivia," kata Bellamy. "Ia cuma akan mendapatkan perhatian yang memang diinginkannya." Sambil menguatkan diri, ia berkata, "Biar kubereskan."
Sebelum mereka sempat menghentikannya, Bellamy
berjalan mendatangi Van Durbin, yang mendorong
dirinya menjauhi tiang dan maju untuk menyambutnya.
Bellamy menatap tajam si fotografer, yang sudah
sibuk menjepretkan kamera. "Bisa tolong berhenti?"
Pria itu menunggu sampai Van Durbin memberinya
isyarat, kemudian menurunkan kamera dan melangkah pergi. Ketika orang tersebut sudah keluar dari
jarak dengar, Van Durbin berkata, "Ms. Price, izinkan
aku mengucapkan turut berbelasungkawa."
"Tidak usah berbasa-basi. Kematian ayahku bagimu
cuma berarti satu lagi artikel provokatif yang berdasarkan desas-desus, spekulasi, dan khayalanmu sendiri
yang berlebihan."
"Bukan khayalanku melihatmu dan mantan musuhmu keluar dari apartemennya. Dalam keadaan berantakan," ia menambahkan disertai cengiran mengejek.
514
"Denton Carter tak pernah jadi musuhku."
"Aw, sudahlah," ejeknya. "Ia tidak pernah punya
pendapat baik tentang keluargamu. Orangtuamu benci padanya bahkan sebelum kakakmu tewas. Harus
kauakui, hubunganmu dengan dia yang sekarang begitu mesra agak ajaib juga."
"Tidak."
"Gambar tidak bohong. Aku suka foto yang di
bandara, ketika tangannya menyentuh rambutmu. Sangat manis. Sangat intim."
Tiba-tiba ia sadar Van Durbin mungkin sebetulnya
bisa membantu. Dari dasar tas bahu, Bellamy mengeluarkan amplop berisi foto-foto yang ditinggalkan pria
itu di tangga rumahnya. Ia mengambil foto yang menampakkan Jerry di latar belakang dan menunjuk pria
itu. "Apakah kau tahu orang ini?"
Van Durbin melihat dengan cermat dan mengangkat bahu. "Orang biasa."
"Kau tidak mengenalinya?"
"Ya. Mestinya aku kenal? Siapa dia?"
"Tadinya kuharap kau bisa memberitahuku."
Steven berseru memanggilnya dan ketika memandang berkeliling, Bellamy melihat Olivia sudah berada
di dalam limusin. William berdiri di dekat pintu yang
terbuka, dan wajah Steven menunjukkan kegusaran.
Ia mengetuk-ngetuk jam tangan.
"Cepat juga saudara tirimu sampai," Van Durbin
berkomentar. "Perjalanannya jauh dari Atlanta. Siapa
yang bersamanya?"
"Partner bisnisnya."
515
"Partner bisnis?" Ia menyeringai mesum. "Kalau
kau bilang begitu."
Bellamy menjejalkan amplop kembali ke dalam tas,
membuka kacamata hitam, dan menatap si kolumnis
dengan marah dan jijik. "Kalau punya setitik saja hati
nurani, kau akan menjaga jarak dari aku dan keluargaku. Setidaknya sampai ayahku dibaringkan di tempat peristirahatan terakhirnya."
Van Durbin berpikir-pikir. "Aku bisa melakukannya. Sebagai imbalan?"
"Bellamy. Olivia mulai gelisah."
Ia melirik Steven dan mengacungkan telunjuk, meminta pria itu menunggu sebentar. Pada Van Durbin,
ia berkata, "Apa imbalannya?"
"Berterus terang padaku."
"Tentang apa, spesiiknya?"
"Dale Moody."
Ia mempertahankan eskpresi wajahnya tetap datar.
"Memangnya dia kenapa?"
"Apakah kau bertemu dia baru-baru ini?"
"Aku ingin mewawancarainya waktu aku melakukan riset untuk bukuku, tapi tak berhasil menemukannya."
Bellamy tidak berbohong, tapi juga tidak menjawab
pertanyaannya, dan cengiran Van Durbin menunjukkan laki-laki itu menyadarinya. "Alasan aku bertanya,
ada kabar burung bahwa Moody mungkin membengkokkan peraturan selama penyelidikannya."
"Aku juga menyebutkannya secara samar dalam
bukuku."
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
516
"Yeah, tapi burung kecilku tidak sesamar itu. Burung kecilku jelas-jelas menuduh Moody tahu bahwa
ia menjebloskan orang yang salah ke penjara."
"Apakah si burung kecil punya nama?"
Van Durbin mengerutkan kening dengan gaya bercanda. "Kau tahu aku takkan mengungkapkan sumberku, Ms. Price."
Bellamy yakin orang itu Rupe Collier, yang rasanya
paling mungkin dan sesuai dengan karakternya.
"Bellamy." Kali ini Steven memanggilnya dengan
nada yang makin kesal.
Kepada Van Durbin, Bellamy berkata, "Aku bersumpah padamu, demi peti mati ayahku, bahwa aku
tidak tahu di mana Dale Moody berada. Kalau tahu,
aku sendiri akan mewawancarainya. Nah, aku sudah
berterus terang padamu. Jauhi aku serta keluargaku
dan biarkan kami berkabung karena kematian ayahku
dengan tenang. Kalau kau tidak melakukannya, aku
akan minta surat perintah pelarangan atas dirimu, kemudian menuntut kau dan koran kelas terimu."
517
Howard secara spesiik meminta acara di rumah
pemakaman dibuat tertutup, hanya untuk para eksekutif perusahaannya dan teman-teman pribadi yang
akrab.
Pemakamannya sendiri lebih terbuka. Bellamy tidak
sabar seberapa terbuka sampai limusin yang membawa
keluarga mendekati gereja. Motor-motor polisi yang
mengawal terpaksa dipakai untuk menyibakkan lalu
lintas ke tempat-tempat parkir di sekitar yang sudah
penuh sesak. Meskipun banyaknya pelayat terasa
mengharukan dan menunjukkan betapa ayahnya dihormati banyak orang, Bellamy gentar memikirkan harus
melalui misa dan semua acara sesudahnya.
Ia, Olivia, Steven, dan William dibawa masuk ke
gereja lewat pintu samping dan diantar ke ruang duduk, tempat mereka menunggu sampai lonceng gereja
Bab 26
518
berdentang menunjukkan pukul dua siang, kemudian
mereka masuk ke ruangan utama dan duduk di baris
depan.
Selama misa, Bellamy mencoba berkonsentrasi mendengarkan himne-himne yang dinyanyikan, naskahnaskah suci dibacakan, dan pidato-pidato tentang
ayahnya serta hidupnya yang mengesankan, tapi semua itu tercampur aduk. Di atas segalanya, ada fakta
bahwa ayahnya telah tiada dan ia mengecewakan sang
ayah.
Dan kalau ia membunuh Susan, berarti ia melakukan dosa besar.
Mereka berempat dibawa ke luar lebih dahulu daripada yang lain. Ketika mereka memasuki limusin,
Steven berkomentar tentang kamera-kamera TV dan
para reporter yang ditahan di balik barikade di seberang jalan. "Kulihat ada Van Durbin di antara kerumunan itu."
Bellamy melihat pria tersebut dan fotografer andalannya. "Asal dia menjaga jarak saja."
"Kurasa gerombolan kuda liar sekalipun tak sanggup mengusirnya."
Mula-mula Bellamy mengira Olivia juga mengomentari Van Durbin, tapi ia kemudian menyadari ibu
tirinya melihat ke arah pintu utama gereja, tempat
orang-orang keluar dan menuruni tangga.
Laki-laki itu pasti tampak menonjol dalam kerumunan mana pun, namun ia kelihatan sangat menarik
dalam setelan jas hitam dan kemeja krem. Tentu saja
ia takkan pernah menuruti tata krama sepenuhnya,
519
dan memang itulah yang terjadi saat ini. Dasinya diikat longgar di bawah kerah yang terbuka dan rambutnya dibiarkan apa adanya, tak diatur-atur, seperti juga
dirinya. Tampak janggut berusia sehari di dagunya.
Melihat pria itu membuat jantung Bellamy berdebar tak keruan.
Bibirnya menipis membentuk garis muram saat ia
menuruni anak-anak tangga gereja. Ketika tiba di dasar, ia berhenti dan berdiri diam di sana, menatap
tajam kaca belakang limusin, meski Bellamy tahu ia
tak mungkin bisa melihat ke balik jendela-jendela berlapis ilm gelap tersebut.
Bellamy berpaling dan menatap ke luar jendela
seberang. Tetapi, beberapa menit kemudian, waktu
limusin akhirnya bergerak meninggalkan gereja, ia tidak bisa menahan diri untuk menoleh ke belakang.
Dent masih di sana, memandang mereka.
Setelah upacara pemakaman, lebih dari lima ratus
orang datang ke resepsi di country club. Howard mengatakan siapa pun yang mau boleh datang, karena ia
tidak ingin ada yang terlewat waktu daftar tamu disusun.
Tak satu pun anggota keluarganya suka dengan keputusan itu, tapi mereka dengan tabah berjejer di
foyer klub dan menyambut para tamu yang berdatangan. Steven dan William pindah ke bar begitu sudah
terasa pantas menurut etiket. Bellamy tetap di samping Olivia beberapa saat lebih lama, tapi ketika ia
520
ditarik para anggota klub bridge-nya, Bellamy juga
meninggalkan tempatnya.
Bellamy berjalan ke bar dan bergabung dengan
Steven serta William di meja pojok. William berdiri
saat ia mendekat dan menarikkan kursi baginya.
"Kami tidak sanggup lagi menghadapi acara membosankan ini," ujar Steven. "Kalau sekali lagi saja kudengar ?Darlin?, aku turut berdukacita, tabahkan hatimu?, aku akan gantung diri."
"Kan maksud mereka baik, Steven."
"Kau mau minum apa?" tanya William pada
Bellamy.
"Anggur putih."
"Tidak cukup kuat untuk kesempatan ini." Steven
mengacungkan gelas vodkanya.
"Kau mungkin benar, tapi aku tetap memilih anggur putih saja."
"Kuambilkan," kata William, dan meninggalkan
mereka untuk memesan minuman di bar.
"Aku suka dia," ujar Bellamy sambil memandangi
William berjalan pergi. "Ia penuh perhatian dan baik.
Peduli pada orang lain. Ia sangat memperhatikan
Olivia."
"Aku berusaha membujuknya supaya tidak datang.
Ia berkeras."
"Ia keluargamu, dan aku senang ia mendampingimu. Aku tahu sangat sulit bagimu untuk kembali ke
sini." Steven sejak tadi mempermainkan pengaduk
plastiknya dengan gugup. Bellamy meraih ke seberang
meja dan menggenggam tangan pria itu untuk mene521
nangkannya. "Kalau sanggup bertahan sebentar lagi
saja, kau?" Ia mendadak terdiam waktu melihat ekspresi Steven berubah drastis. Ia menoleh cepat dan
melihat penyebab kegusarannya.
Dale Moody baru saja memasuki bar dari teras
luar. Pandangan mereka bertemu. Pria itu menyapa
Bellamy dengan mengangkat dagu.
Steven, melihat gerakan tersebut, memandang adik
tirinya dengan waswas. "Kalian sekarang berteman?"
"Bukan berteman. Tapi, aku menemui dia setelah
berjumpa denganmu di Atlanta."
"Ya Tuhan, Bellamy," kata Steven pelan. "Buat
apa?"
"Jawaban." Ia tidak mau menghadapi kekesalan
abang tirinya sekarang. Moody keluar lagi dari pintu
tadi dan menghilang. "Permisi."
Bellamy buru-buru melintasi ruangan dan pergi ke
teras. Moody berdiri dalam bayangan tiang yang dijalari tumbuhan wisteria rimbun, menyalakan rokok,
tak peduli pada larangan merokok.
"Turut berdukacita," katanya sambil mematikan
pemantik. Ia menggunakannya untuk memberi isyarat
ke arah bar. "Kelihatannya saudara tirimu cukup sukses. Ia memancarkan aura kemakmuran."
"Ia tidak suka padamu."
"Oh, hancur hatiku."
"Ketika menginterogasi dia, apakah kau tahu dia
gay?"
Moody mengangkat bahu. "Aku menebak begitu."
"Apakah kau mengganggunya karenanya?"
522
Moody menjentikkan abu dari ujung rokok. "Aku
hanya melakukan tugas."
"Tidak. Kau menyiksa anak di bawah umur."
Mata pria itu menyipit marah. "Jangan bikin aku
menyesal datang kemari. Kau masih mencari jawaban
atau tidak?"
Bellamy menahan kejengkelan. "Jelas."
"Kalau begitu, dengar. Kutitipkan berkas kasusnya
pada Haymaker. Temui dia. Ia akan memberitahumu."
Moody berusaha berpaling, tapi Bellamy mengulurkan tangan dan menyambar lengan jas laki-laki itu.
"Itu saja?"
"Itu saja yang kaubutuhkan. Semua ada di sana,
termasuk pernyataan dariku, mengakui cara-cara yang
kupakai, juga Rupe."
"Pengakuan bertanda tangan?"
"Yep. Dan untuk menghilangkan keraguan atau
perselisihan mengenai keabsahannya, aku juga memberikan cap jempol. Kau takkan menghadapi masalah
dengan Haymaker. Sudah kuberitahu dia bahwa kau
akan datang." Ia mencoba menjauh, tapi Bellamy menahannya lagi.
"Dua hal," katanya. "Tolonglah."
"Katakan dengan ringkas."
"Dent dan aku kembali ke pondokmu untuk memperingatkan kau mengenai Ray Strickland." Ia menceritakan serangan yang dialami Gall di dalam hanggar.
"Strickland bermaksud membunuhnya."
"Kelihatannya ia nekat."
523
"Sepertinya begitu."
"Peringatanmu kuterima," ujar Moody. "Tapi hal
yang kedua?"
Bellamy menjilat bibir. "Sejak terakhir bicara denganmu, aku teringat hal lain tentang hari itu."
Perhatian Moody langsung terpusat. "Apa?"
"Aku tak sengaja mendengar Susan mengatakan
sesuatu tentang aku. Omongan jahat." Ia menelan
ludah dengan susah payah dan jantungnya berdebar
begitu kencang sehingga berdentam di telinganya. "Selama penyelidikan, apakah kau menemukan sesuatu
yang mengindikasikan aku mungkin membunuhnya?"
"Tidak."
"Tapi, kau pasti akan mengabaikan aku karena
umurku, ukuran tubuhku. Pernahkah terlintas di benakmu kemungkinan aku sebagai tersangka? Kau
sekarang tahu aku melihatnya tergeletak tak bernyawa
sebelum badai."
Moody mengamatinya selama satu atau dua detik,
kemudian melemparkan pemantik padanya. Dengan
releks Bellamy menangkapnya di dada. "Apa yang
kaulakukan?"
"Kau kidal." Ia menunjuk tangan Bellamy yang
memegang pemantik. "Setelah kemarin dulu kau
menggambarkan lokasi kejadian, aku mengeceknya,
hanya untuk memastikan. Kau mungkin memang melihat jasad kakakmu, tapi kau tidak membunuhnya.
Siapa pun yang menghantam bagian belakang kepala
Susan, dia menggunakan tangan kanan."
524
Ketegangan di dalam dada Bellamy mulai mereda.
Ia benar-benar tersengal saking leganya. "Kau yakin?"
Moody membuang rokok ke teras dan melumatnya.
"Aku tetap tidak tahu siapa pembunuh kakakmu, namun aku tahu siapa yang bukan pelakunya."
Ia mengambil pemantik dari Bellamy, tiba-tiba berbalik, lalu melangkah pergi. Bellamy berusaha mengejar namun baru beberapa langkah, salah satu teman
lama ayahnya keluar dari bar dan memanggilnya.
Bellamy tidak punya pilihan selain bicara dengan pria
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu.
Sementara orang tersebut menyampaikan ucapan
berbelasungkawa, Dale Moody sekali lagi menghilang.
Dent tidak melewati barisan keluarga yang menyambut tamu. Ia masuk klub lewat pintu lain kemudian
membaur di antara tamu-tamu. Ia tidak makan, tidak
minum, tidak bicara dengan siapa pun, dan menjaga
jarak dari keluarga Lyston, meski sebisa mungkin tetap mengawasi Bellamy. Kalaupun menyadari kehadirannya, wanita itu tidak menunjukkannya.
Bellamy kelihatan lelah, resah, sedih. Dan tampil
menawan bagai tokoh utama wanita yang tragis. Ia
cocok mengenakan warna hitam. Bahkan bayangan di
bawah matanya menimbulkan kesan rapuh yang menarik.
Ketika barisan keluarga bubar, ia mengikuti
525
Bellamy sampai pintu ganda menuju bar. Ia tidak masuk, tapi melihat Bellamy duduk di meja bersama
Steven. Dent menunggu di koridor, dan ketika lewat
lagi, ia melihat Bellamy meninggalkan bar lewat pintu
teras.
Karena melihat kesempatan untuk berbicara berduaan dengan wanita itu, Dent keluar melalui pintu
terdekat, mengelilingi kolam renang, dan mengitari
sudut bangunan, akhirnya sampai di teras teduh tempat Bellamy bercakap-cakap dengan pria setengah tua,
yang menekan tangan Bellamy dengan tangannya.
Begitu lelaki itu meninggalkan Bellamy, dan sebelum Bellamy sempat masuk lagi ke bar, Dent memanggilnya. Ia takut Bellamy akan pergi begitu melihatnya. Ternyata tidak. Wanita itu menunggunya
menghampiri.
Dari jarak dekat, Dent bisa melihat mata Bellamy
bengkak karena habis menangis. Wanita itu juga sepertinya butuh makanan. Ia memang langsing, tapi sekarang tampak lemah. Setelah beberapa detik hanya
memandang, Dent mengajukan pertanyaan yang sudah berhari-hari menyiksanya.
"Kenapa kau tidak meneleponku?"
Ayah Bellamy, orang yang kata wanita itu paling
disayangnya di dunia, meninggal. Tetapi, ia bahkan
tidak menelepon Dent untuk mengabari. Dent terkejut ketika menyadari betapa sakit hatinya diabaikan
begitu. Bellamy juga tidak menanggapi puluhan pesan
voice-mail darinya. Dent bisa-bisa mengira Sial, ia
tidak tahu apa yang ada dalam pikirannya sendiri.
526
Atau harus berpikir bagaimana sekarang, karena
Bellamy tetap tidak mengatakan apa pun.
"Aku harus mendengarnya dari Gall," ia berkata,
"yang mengetahuinya dari siaran berita. Kenapa kau
tidak meneleponku begitu kau mendapat kabar?"
"Kita tidak berpisah baik-baik."
"Tapi, ayahmu meninggal." Ia mengucapkannya
bagai akhir argumentasi, seakan hal lain tidak perlu
diucapkan.
"Buat apa aku merecokimu dengan berita itu?"
"Merecoki aku?" Dent menatapnya bingung beberapa saat, kemudian berpaling dan memandang ke seberang panorama lapangan golf. "Wow. Dalam sekali
omonganmu. Menunjukkan bagaimana pendapatmu
tentang aku. Ternyata kau bahkan lebih Lyston daripada keluarga itu."
Beberapa detik kemudian, ia menoleh kembali
pada Bellamy dan menatapnya. Dent lalu mendengus
kesal, meninggalkannya dengan cepat, dan masuk ke
bar melalui pintu teras. Ia memandang sekilas meja
tempat Steven duduk bersama William. Mereka asyik
bercakap-cakap.
Olivia berdiri bersama sekelompok laki-laki dan
perempuan berpakaian bagus. Ia tampak mendengarkan apa yang dikatakan salah satu pria beruban itu,
namun tatapannya hampa.
Dent berpikir untuk tinggal dan memesan minuman bagi dirinya sendiri. Kehadirannya bakal merusak
pesta mereka, membuat situasi jadi kikuk, dan saat
ini ia cukup marah sehingga ingin melakukan itu. Ia
527
bahkan mengecek untuk melihat apakah ada kursi
kosong di bar. Dan saat itulah ia melihat lelaki itu.
Jerry.
Laki-laki tersebut duduk di bar, membungkuk di
atas gelas bir. Tetapi, tatapannya terpaku pada
Bellamy saat wanita itu masuk dari pintu teras, tampak galau, mengusap mata dengan tisu.
Jerry dengan cepat meraih sesuatu di bawah bar.
Semua kejadian ini dicerna Dent dalam sepersekian
detik. Ia memproses situasi yang kemungkinan berbahaya itu dan segera bereaksi, hanya satu hal yang ada
dalam pikirannya: Lindungi Bellamy.
"Hei!" ia berteriak.
Jerry bersikap seperti semua orang di bar itu. Tatapan kagetnya melesat kepada Dent dan, melihat bahwa
untuk dirinyalah teriakan tadi ditujukan, ia terpaku.
Tetapi, lamanya tak sampai sedetik. Kemudian ia kabur.
Dent melesat mengejar. Jerry lari seperti dikejar
hantu. Saking terburu-burunya, ia tidak melihat bahwa
jalannya lewat pintu ganda tak sepenuhnya kosong. Ia
menabrak salah satu pintu, memecahkan beberapa bidang kaca, dan menghancurkan kusen kayu.
Para wanita menjerit. Pria-pria bergegas menyingkir.
Jerry, terhuyung-huyung lari, mencoba meloloskan
diri, tapi Dent menyambar kerah bajunya, menyeretnya kembali ke bar, dan menghantamkan wajahnya
ke dinding. Orang itu berteriak ketakutan dan kesakitan sementara Dent mendesaknya dari belakang.
528
"Apa ceritamu, Jerry?"
"Lepaskan dia."
Dent tak memedulikan teriakan yang berasal dari
seseorang di dalam ruangan. Ia menginginkan penjelasan dari orang yang membuntuti Bellamy dari New
York ke Texas. "Apa yang kauraih di bawah bar?"
"B-b-buku," jawab Jerry tergagap.
"Dent." Bellamy berdiri di sebelahnya, berusaha
menarik Dent dari pria itu. "Tidak apa-apa. Ia memang membawa buku. Lihat, itu dia. Di bawah bangku barnya."
Dent berkedip ketika melihat buku Low Pressure
itu. Pelan-pelan ia mundur dari laki-laki tersebut.
Jerry berbalik di ruang sempit itu. Beberapa lukanya
akibat menabrak pintu meneteskan darah. Hidungnya
juga berdarah karena dihantamkan ke dinding.
Dent menekankan pangkal telapak tangannya di
tulang dada Jerry, menjepit pria itu ke dinding.
"Mengapa kau mengikuti dia?"
Mata Jerry membelalak takut. Bibirnya bergerak-gerak namun tidak ada kata yang keluar.
"Lepaskan dia."
Dent mengenali suara yang tadi juga berbicara itu.
Ia menoleh ke arah suara tersebut berasal, dan melihat
Steven.
Steven memberi isyarat agar Dent menarik tangannya dari dada Jerry. "Ia mengikuti Bellamy karena
aku yang menyuruhnya."
Dent memandang Steven dengan tak percaya. Ia
lantas menoleh pada Bellamy, yang berdiri bersama
529
ibu tirinya, sama-sama terpaku, terdiam, dan menatapnya dengan ngeri.
Ia menurunkan tangan, dan Jerry terpuruk di lantai. Dent menunjukkan isyarat yang menyatakan kebencian teramat sangat pada semua orang di ruangan
itu. "Persetan dengan kalian."
Ia kemudian melangkahi Jerry dan berjalan ke luar,
menginjak pecahan-pecahan kaca dengan sepatu bot.
Perjalanan selama sepuluh menit naik limusin itu berlangsung dalam keheningan total.
Bellamy yang pertama masuk ke rumah. Helena
mendekat, tapi Bellamy menggeleng, dan pengurus
rumah itu pun mundur dengan penuh pengertian.
Bellamy pergi ke ruang duduk, mengayunkan tas ke
sandaran kaki, dan berbalik untuk menghadapi ketiga
orang lainnya sementara mereka melangkah di belakangnya.
"Namanya Simon Dowd," ujar Steven bahkan sebelum Bellamy sempat meminta penjelasan. "Ia detektif
swasta."
"Ya Tuhan," erang Olivia. "Steven, apa-apaan?"
Bellamy mengibaskan tangan, memotong apa pun
yang tadinya akan diucapkan sang ibu tiri. Ia hanya
ingin mendengarkan pembelaan diri Steven. "Kenapa,
demi Tuhan, kau menyewa detektif swasta untuk
membuntuti aku? Kukira dia penguntit!"
"Kuberitahu kau ya, semua urusan ini memang
payah," Steven berkata. "Kantornya kecil, di lantai
530
tiga. Mejanya mini. Pada pagi aku menemuinya, ada
bagel yang baru dimakan setengah?"
"Aku sama sekali tidak peduli soal itu! Kenapa kau
sewa dia untuk membuntuti aku?"
"Untuk perlindunganmu." Suara Steven sekarang
sama marahnya dengan Bellamy. "Kau menulis buku
tentang kejahatan yang benar-benar terjadi tapi membuat akhir yang terbuka terhadap berbagai interpretasi.
Kemudian kau mulai mempublikasikannya, menjadikan dirimu sasaran bagi siapa pun yang terlibat yang
tidak menyukainya."
"Misalnya siapa?"
"Misalnya Dent Carter. Yang tak sampai satu jam
lalu membuktikan ia memang preman. Bukan fakta
yang mengejutkan, sebetulnya."
"Kelakuan yang memalukan," Olivia berkomentar
dengan suara pelan. "Aku takkan sanggup muncul di
klub itu lagi."
Bellamy berteriak, "Dikiranya ia melindungi aku!"
"Jelaslah kau langsung membelanya," kata Steven.
"Saat aku bertemu kalian di Atlanta, wajahnya belum
penuh luka dan lebam begitu. Siapa yang menghajarnya?"
"Jangan coba-coba mengganti topik pembicaraan.
Katakan mengapa kau suruh si si Simon Dowd ini
mengikutiku."
"Dalam bukumu, kau bisa dibilang menuduh Dale
Moody sebagai polisi busuk. Mengatakan ia tidak
kompeten. Ia bisa saja ingin membalasmu. Bahkan
531
Rupe Collier. Begitulah, aku jadi mengkhawatirkan
keselamatanmu. William akan memberitahumu."
Bellamy melirik lelaki itu. William mengangguk.
"Tujuannya baik. Ia sangat mencemaskan dirimu."
"Jadi kusewa Dowd," Steven melanjutkan, mengembalikan perhatian Bellamy padanya. "Ia sangat suka
teater. Ia menganggap dirinya aktor. Ia meyakinkan
aku bahwa ia orang yang pas, bahwa ia dapat berperan sebagai penggemar berat. Dengan begitu, ia bisa
dekat denganmu terus saat kau tampil di muka
umum. Dan sebelum kau mengamuk, izinkan aku
menegaskan bahwa tindakanku menyewa dia tervalidasi ketika kau memberitahuku soal paket tikus itu,
vandalisme terhadap rumahmu, pesawat Dent."
Olivia memandang mereka bergantian dengan bingung. "Apa sih yang kalian maksud?"
"Sekarang sudah tidak penting." Dengan lelah
Bellamy duduk di lengan kursi dan menggosok-gosok
kening. Saat memikirkan beberapa hari terakhir, ia
sekarang mengerti mengapa Steven tidak terlalu ter-kejut waktu melihat dirinya dan Dent ketika mereka
tahu-tahu muncul di Maxey?s. Jerry?Dowd, siapa pun
namanya?mengikuti mereka dari taman di Georgetown sampai bandara Austin. Ia sudah memberitahu
Steven mengenai perjalanan mereka ke Atlanta.
"Dan sampailah kita pada hari ini," Steven berkata.
"Aku tahu pemakaman bakal dihadiri banyak pelayat,
dan aku jadi gugup memikirkan keselamatanmu. Keselamatan kita semua. Maka kuminta Dowd datang,
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
untuk menjaga kita, dan, lagi, aku tidak salah mela532
kukan itu. Pemakaman ini menyebabkan mereka semua keluar. Moody. Rupe Collier."
"Ia ada tadi?" tanya Bellamy, mengangkat kepala.
"Aku tidak melihatnya."
"Duduk dua baris di belakang kita di gereja."
"Dan jadi pemimpin di ruang jamuan country
club," Olivia bercerita. "Seolah ia teman baik keluarga
kita."
"Jangan lupa soal Dent," Steven mengingatkan.
"Kau dan dia selalu menempel seperti perangko akhirakhir ini. Aku heran kau tidak menyerbunya seperti
anak berumur dua belas tahun lagi, mabuk kepayang
pada cowok pertama yang kautaksir."
Pipi Bellamy memerah, seakan Steven menamparnya. Ia berdiri dari lengan kursi dan mendatangi pria
itu. "Kenapa kau mengatakan hal-hal seperti itu?"
"Seperti apa?"
"Hal-hal yang menyakitkan. Hal-hal yang penuh
kebencian."
"Bellamy"?Olivia menghela napas?"tolong jangan
macam-macam. Jangan hari ini."
Mengabaikan permintaan ibu tirinya, Bellamy terus
menatap Steven. "Kenapa sih kau ini? Waktu masih
muda, kau sensitif terhadap perasaan orang lain."
"Aku makin besar."
"Tidak, kau makin jahat. Pemarah, suka menghina,
dan berhati busuk seperti orang-orang yang dulu kaubenci." Ia menggeleng bingung. "Aku tidak memahamimu. Betul-betul tidak paham."
"Aku tidak pernah minta kaupahami."
533
"Tapi, aku ingin memahamimu." Bellamy meraih
tangan pria itu. "Steven," ia berkata dengan nada memohon, "sejak dulu aku menganggapmu sebagai saudara kandung. Aku sayang padamu. Aku ingin kau
sayang padaku."
"Kita bukan anak-anak lagi." Ia menarik tangannya
dari genggaman Bellamy. "Sudah saatnya kau tumbuh
dewasa juga, dan menyadari bahwa hidup jarang
memberi apa yang kita inginkan."
Bellamy menatap matanya dalam-dalam, melihat
betapa hati Steven bagai tak tersentuh, dan pada saat
itu, ia mengasihani saudara tirinya tersebut. Secara isik, Steven tampan, namun secara emosi ia cacat.
Pelecehan yang dilakukan Susan berefek tragis pada
hidupnya.
Namun, dengan menolak melupakan, Steven menghalangi kesembuhan dirinya. Ia membiarkan kebencian dan dendam meracuninya hingga ia jadi suka
mengkritik, sinis, dan sulit memaafkan. Ia punya ibu
yang menyayanginya sepenuh hati. Steven disayangi
partner yang sabar dan penuh kasih, yang cintanya
tampak dalam setiap tindakan, besar maupun kecil.
Namun, Steven mempertahankan sebagian dirinya
terpisah bahkan dari mereka. Ia tak mau menerima
total cinta mereka dan memberikan cintanya sebagai
balasan.
Itu, Bellamy menyadarinya, adalah tragedi yang sesungguhnya.
534
Matahari terbenam dan senja pun turun. Lampu
depan Corvette menyala waktu Dent mengemudikannya memasuki tempat parkir, tapi Bellamy tetap tidak
kelihatan sampai pria itu mulai menaiki tangga logam. Ketika melihat wanita itu duduk di tengah tangga, Dent berhenti melangkah beberapa detik, lalu
kembali menaiki anak-anak tangga dengan langkah
mantap.
Ia membawa jas dengan mengaitkannya di telunjuk
dan menyampirkannya di bahu. Dasinya sudah dibuka dan tergantung lunglai di dada.
Bellamy berdiri, membersihkan bokong celana, dan
mengambil sepatu hak tingginya, yang tadi terasa begitu tidak nyaman sehingga ia melepasnya. Dent tidak
mengatakan apa-apa saat mengitari wanita itu dan
terus menyusuri koridor menuju apartemen.
Bab 27
535
Bellamy berusaha menyusulnya. "Kuharap kau tidak keberatan aku menunggumu pulang. Aku tidak
tahu kapan kau bakal muncul. Atau apakah kau akan
pulang malam ini."
Dent membuka kunci pintu dan masuk ke apartemen. Bellamy ragu-ragu di ambang pintu. "Boleh aku
masuk?"
"Pintunya terbuka." Dent melemparkan gantungan
kunci ke meja kopi, mengayunkan jas ke punggung
kursi, kemudian dasi.
Bellamy melangkah ke dalam dan menutup pintu.
"Kurasa kau sedang tidak ingin berpanjang-panjang,
jadi aku akan singkat saja. Maafkan aku."
Dent pergi ke dapur dan mengeluarkan sebotol air
dari kulkas. "Maaf karena apa?"
"Karena tidak menghubungimu soal Daddy. Sejujurnya, aku tidak tahu bagaimana kau akan bereaksi
kalau aku meneleponmu tentang apa pun. Aku telah
bicara kasar padamu." Ketika pria itu tidak mengatakan apa-apa, Bellamy meneruskan. "Aku juga minta
maaf karena tidak membelamu di klub tadi. Aku
Aku cuma bisa bilang bahwa aku syok."
"Tidak usah kaupikirkan. Aku tidak memikirkannya." Ia memutar tutup botol air sampai terbuka dan
meminum isinya. "Itu saja?"
"Apakah kau baik-baik saja?"
"Kenapa tidak?"
"Kau sangat marah waktu meninggalkan country
club."
"Cuma sebentar. Sudah kusalurkan."
536
"Apa yang kaulakukan?"
"Terbang."
"Aku mengerti."
"Aku meragukannya."
Balasan itu singkat tapi menohok. Bellamy menunduk dan menatap sepatu rancangan desainer yang
dipegangnya. Diamatinya pita hitam di bagian jari
kaki. Sepatu itu indah tapi terasa menjepit. Mengapa
ia selalu tertarik pada hal-hal yang buruk baginya
atau menyakitkan?
"Moody datang," Bellamy memberitahu. "Aku bicara dengannya tepat sebelum melihat kau. Ia bilang?"
Dent menukasnya. "Aku tidak ingin tahu omongannya. Aku tidak peduli pada ucapannya. Aku sudah
bosan bicara tentang dia atau apa pun yang berhubungan dengan masalah itu." Ia memandang Bellamy
dari ujung rambut sampai ujung kaki. "Kalau kau
mau membuka pakaian dan berdansa di pangkuanku,
kau boleh tetap di sini. Jika tidak, kembalilah ke pelukan keluarga busukmu dan jangan ganggu aku." Ia
memberi Bellamy waktu setengah detik untuk memutuskan, dan ketika wanita itu bergeming, ia mendengus. "Sudah kukira. Jangan sampai terjepit pintu
waktu kau keluar."
Ia kembali ke ruang duduk dan mengambil remote
TV. "Mungkin aku masih sempat melihat detik-detik
terakhir pertandingan yang tidak kutonton demi
menghadiri acara untuk mengenang ayahmu."
Penolakan Dent, terjadi begitu berdekatan dengan
537
penolakan Steven, terasa menyesakkan. Bellamy terisak
ketika berbalik dan berjalan menuju pintu.
Tetapi, sebelum ia sempat membukanya, Dent
menghalangi, memaki pelan, memutar Bellamy agar
menghadap padanya. Pria itu menekankan telapak
tangan pada pintu, memerangkap Bellamy di antara
pintu dan dirinya, dan menempelkan keningnya pada
kening Bellamy. "Perkataanku barusan sangat tidak
pantas."
"Kurasa aku pantas mendapatkannya."
"Tidak, omonganku keterlaluan. Jahat. Sebab aku
tahu betapa sayang kau padanya, betapa sedih dirimu."
"Kalau sedang marah, omongan kita ngawur. Kau
sedang marah."
"Sangat." Dent mengembuskan napas panjang dan
menggerak-gerakkan dahinya pada dahi Bellamy. "Aku
tidak tahu bagaimana kau melakukannya, Bellamy
Lyston Price."
"Melakukan apa?"
"Membuatku begitu murka." Ia bergerak mendekat.
"Dan membuatku tetap begitu mendambakanmu."
"O ya?"
"Sangat menyiksa."
Dent menjauh sedikit. Bellamy mendongak dan
menatapnya. Dent tak mungkin tidak melihat kerinduannya ketika Bellamy memusatkan pandangan pada
bibir laki-laki itu. Tetapi, setelah begitu sering ditolak,
Dent tidak mau bertindak duluan. Yang terjadi selanjutnya terserah pada Bellamy.
538
Bellamy berbisik, "Aku takut."
"Mengecewakan aku?"
Ia mengangguk.
"Takkan terjadi."
Inilah alasan Bellamy datang kemari. Ya, ia memang ingin minta maaf, tapi yang paling diinginkannya adalah bersama Dent. Saat mengasihani Steven
karena menolak cinta yang diserahkan sepenuhnya,
seutuhnya, di benak Bellamy melintas pikiran bahwa
dirinya sendiri pun melakukan hal itu. Ia tak mengizinkan dirinya mencintai atau dicintai.
Aman merupakan cara hidup yang sangat sepi.
Ia menjatuhkan sepatu ke lantai dan dengan hatihati meletakkan tangan di dada Dent. Lama mereka
berdiri seperti itu, tak seorang pun bergerak. Kemudian Bellamy membuka salah satu kancing kemeja
Dent. Setelah yang pertama, yang lain-lain terasa tidak begitu mengintimidasi.
Saat menyibakkan kemeja lelaki itu, gairah Bellamy
ternyata lebih besar daripada yang diduganya. Ia mencondongkan tubuh. Bulu dada Dent terasa lembut di
wajahnya. Menggelitik hidungnya. Ia mencium dada
pria itu, lalu membuka mulut. Kulit Dent hangat dan
agak asin.
Dent menggeram, memegang bagian bawah rahang
Bellamy, dan mengangkat wajah wanita itu. Bibir
Dent posesif serta ganas, dan makin lama mereka berciuman, makin panas ciuman-ciuman itu. Lengan
Dent memeluknya, mendekatkan Bellamy, dan waktu
wanita itu menanggapi tekanan yang dilakukan Dent
539
dengan memutar panggul, pria tersebut memaki pelan
dan menghentikan ciuman untuk memutar Bellamy
sehingga memunggunginya.
Setelah meraup rambut Bellamy dan menyampirkannya di bahu, ia membuka kait di bagian atas gaun
wanita itu, kemudian perlahan-lahan menarik ritsleting turun sampai melewati pinggang. Ia menyusupkan tangan dan menaruhnya di pinggul, menarik
Bellamy ke arahnya, mengatur posisi bokong wania
itu.
Napas Bellamy tertahan waktu ia dengan lemah
bertumpu di pintu.
Dent dengan lembut mencium tengkuk Bellamy
kemudian mengisap kulitnya dengan gigi terkatup.
Pelan-pelan tangannya menyusuri rusuk wanita itu
sampai menyentuh bra. Ia membukanya, dan selama
beberapa detik yang menyiksa tidak melakukan apaapa.
Bellamy belakangan bertanya-tanya apakah mungkin Dent saat itu memberinya kesempatan untuk
berhenti di titik itu. Jika ya, berarti Dent menyia-nyiakan beberapa detik berharga kesempatan bercinta, sebab Bellamy menginginkan lelaki itu, menginginkan
ini lebih daripada apa pun yang pernah diinginkannya
seumur hidup.
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tangan Dent bergerak ke bagian depan, naik hingga
ke bagian bawah bra, dan menangkup payudaranya. Ia
menarik Bellamy menjauhi pintu hingga menempel di
dadanya. Bellamy mendesah dan membiarkan tubuhnya disangga sementara Dent membelai payudaranya,
540
mula-mula dengan lembut, lalu dengan erotis sampai
Bellamy gelisah dan panas karena mendamba. Dent
mengetahuinya.
"Kemarilah."
Saat memutar Bellamy, Dent mendorong gaun wanita itu dari bahu dan membiarkan gaun tersebut jatuh ke lantai. Bra-nya menyusul. Dent melemparkan
kemeja, lalu meraih tangan Bellamy dan menariknya
saat ia berjalan mundur menuju kamar. Ketika mereka
sampai di sana, Dent sudah melepas ikat pinggang
dan celana. Beberapa detik kemudian, ia terbebas dari
segalanya. Bellamy menatapnya, dan memandang bukti gairahnya begitu lama sehingga Dent berkata waswas, "Oke?"
Bellamy tertawa pelan, seakan mengatakan Kalau
saja kau tahu seberapa oke, dan Dent tersenyum. "Coba
lihat dirimu," gumam pria itu. Tangannya yang besar
mengusap payudara Bellamy. Jari-jarinya bermain dengan ringan. Setelah menggoda bagian itu dengan bibir, Dent menjauh dan tersenyum lagi pada Bellamy.
Kemudian matanya menggelap. Sebab Bellamy menyentuhnya. Mula-mula hanya beberapa belaian cobacoba dengan jemari, untuk memuaskan rasa ingin
tahunya tentang berbagai tekstur di sana, tapi, terdorong oleh napas tersendat dan ekspresi gelap di mata
laki-laki itu, Bellamy memegangnya. Dipandu bisikanbisikan serak pria tersebut, dan naluri, ia terus membelai. Napas panas menyapu kepalanya ketika Dent
menunduk dan mengerang mengucapkan namanya.
Bellamy lalu mengisap ibu jarinya yang tadi berada
541
di sana dan menekankannya di tengah bibir bawah,
yang menurut Dent seksi. Dengan parau Dent berkata, "Sama sekali tidak mengecewakan," dan melumat
bibir Bellamy dengan ciuman yang menyebabkan wanita itu melupakan segalanya. Sebelum sadar bagaimana bisa sampai di sana, tahu-tahu Bellamy sudah terbaring di tempat tidur. Dent membungkuk dan
menciumi perutnya sambil melepas celana dalam
Bellamy.
Bellamy tidak tahu apa yang terjadi pada potongan
pakaiannya itu sampai beberapa saat kemudian. Celana dalamnya lenyap saat ia tenggelam dalam kenikmatan serangkaian ciuman yang membawa bibir Dent
ke bagian tubuhnya yang berdenyut-denyut karena
gairah, kenikmatan saat pipi kasar pria itu menyapu
pahanya, kenikmatan akibat aksi bibir Dent, lidahnya,
jemarinya yang menyusup, deru kata-kata pujian dan
makian-makian kasar yang tidak pernah dianggap
Bellamy menggairahkan, sampai saat ini.
Dalam kenikmatan ketika Denton Carter bercinta
dengannya.
"Kau sudah kembali?" bisik Dent.
Mata Bellamy terbuka sedikit. "Hmm."
"Kau yakin?" Dent harus bersusah payah menahan
diri agar cuma menyentuhnya, tidak menyatu dengannya. Tetapi, sial, susah sekali rasanya.
Mata Bellamy sekarang terbuka lebar. "Ya, aku sudah kembali."
542
Dent nyengir jail. "Suka?"
Bellamy bersemu merah.
"Suka?" Ia menyentuhnya lagi, tapi kali ini sambil
mendorong sedikit.
"Ya," jawab Bellamy terkesiap.
"Bagus." Dent menyapukan bibir pada bintik-bintik
di tulang pipi Bellamy.
"Terima kasih," bisik Bellamy.
"Aku yang senang."
"O ya?"
Dent berhenti bercanda, menjauhkan kepala dan
menatap mata indah Bellamy, yang selalu tampak
agak sedih. Ia bertanya-tanya apakah mata itu akan
pernah kehilangan ekspresi muram tersebut sepenuhnya. "Ya." Mereka berpandangan selama beberapa saat
yang sarat makna.
Dent mendesak lebih dalam dan Bellamy melengkungkan leher. "Rasanya nikmat sekali."
"Bagiku juga."
"Tapi, kau tidak"
"Belum."
"Mengapa?"
"Karena kau tenggelam dalam kenikmatan. Padahal
aku ingin kau mengingat ini. Dengan jelas."
Bellamy menyentuh pipi Dent yang terasa kasar.
"Aku takkan pernah melupakan ini."
"Aku juga."
"Hanya karena kau harus begitu bersusah payah
sebelumnya."
543
"Tidak. Karena kau begitu cantik." Ia terus mendesak makin dalam dan meringis nikmat. "Dan karena
kau terasa begitu menyenangkan. Dan karena sekarang
aku di sini, serta tahu betapa nikmat dirimu, aku
ingin menahannya selama mungkin. Tapi, terkutuklah
aku kalau bisa melakukannya."
Sedetik kemudian, mereka menyatu sepenuhnya,
jemarinya terbenam dalam rambut Bellamy, napasnya
keras dan kasar di leher wanita itu. Dent menyusupkan tangan ke bawah bokong Bellamy, mengangkatnya, dan menyatukan diri dengan wanita itu sedalam
mungkin.
"Ya ampun, Bellamy." Dent berharap dengan erangan parau itu ia membuat wanita tersebut mengerti
betapa rapat, panas, dan nikmat dirinya terasa.
Karena begitu mulai bergerak, ia dengan cepat lupa
segalanya.
"Hei, kau? A.k.a.? Kau tidur?"
Bellamy merapat pada Dent dan mendesah puas.
"Tidak. Cuma berpikir."
Dent meraih segumpal rambut Bellamy dan menyapu-nyapukan ujungnya ke puncak payudara wanita
tersebut. "Bagaimana rambutmu menyapu dada? Hal
paling seksi yang pernah kulihat. Bikin aku sinting.
Tapi, kurasa aku pernah memberitahumu."
"Itu bikin aku sinting," balas Bellamy sementara
Dent terus menyapu-nyapu dengan santai.
544
"Sinting yang enak?"
"Sinting yang nikmat."
Dent memiringkan kepala Bellamy ke belakang dan
mereka berciuman. Ketika akhirnya menyudahi ciuman, ia bertanya, "Apa yang tadi kaupikirkan?"
"Aku takut pada ini karena tidak mau dibandingkan dengan kakakku. Tapi, aku yakin kau tidak ingat
dia sama sekali."
Dent tidak mengatakan apa-apa selama beberapa
detik. Lalu, "Kau punya kakak?"
Bellamy tertawa dan menekankan wajah di dada
pria itu. Tangannya menyusuri perut Dent sampai ke
pusar. "Kau tidak memakai perban lagi."
"Punggungku sudah baikan. Kadang agak perih
saja."
"Dan ini?" Ia mencondongkan tubuh dan mencium
luka-luka di wajah Dent.
"Bakal membutuhkan banyak ciuman."
"Dan di mana senjatamu?"
"Menurutku sebaiknya tidak kubawa ke pemakaman."
"Untung saja kau tidak membawanya. Kau bisabisa menembak Jerry. Meski namanya bukan itu."
"Nanti saja kita bicarakan. Sekarang ini" Ia menarik Bellamy ke atas, lalu wanita itu bertanya ke
mana Dent terbang setelah meninggalkan resepsi.
"Apakah kau membawa pesawat si senator?"
Dent menggeleng. "Ketika aku pergi ke lapangan
terbang, ada teman Gall di sana. Ia punya Stearman.
Kau tahu apa itu?" Waktu Bellamy menggeleng, ia
545
menjelaskan pesawat kuno berkursi dua yang dulu
digunakan sebagai pesawat latih militer tapi sekarang
populer untuk aerobatik pada pameran dirgantara.
"Sejak Gall memberitahuku tentang orang ini dan
pesawatnya, aku sudah ingin menerbangkannya. Ia
mengajakku, lalu mendarat, dan kami bertukar tempat."
"Ia mengizinkan kau menerbangkannya?"
"Dan aku sangat senang. Pesawat itu cepat dan lincah."
"Bukankah berbahaya?"
"Tidak kupikirkan. Aku hanya memikirkan betapa
seru rasanya." Ia mengedipkan sebelah mata dengan
jail. "Aku punya dua kegiatan favorit. Keduanya
sama-sama seru, dan sama-sama berawalan f dalam
bahasa Inggris."
Memahami maksud Dent, Bellamy tersenyum.
"Tapi, hanya satu yang berbahaya."
"Tergantung dengan siapa kau melakukannya."
"Kenapa kau sangat menyukainya?"
"Kenapa tidak? Telanjang, kulit bersentuhan dengan
kulit, rasanya nikmat. Tak ada yang bisa menandingi
pemandangan dan perlengkapannya." Ia menyentuh
puncak payudara Bellamy dan tersenyum melihat reaksinya. "Terutama milikmu." Ia menyapukan tangan
pada bokong wanita itu dan memantapkan posisi
Bellamy. "Tapi, bagian terhebatnya adalah merasakan
kau mencapai puncak."
Pipi Bellamy membara. "Maksudku, terbang."
546
"Ohhhh, kenapa aku suka terbang."
Mereka tertawa serentak, kemudian Dent memeluknya erat. "Kelakuanku menyebalkan waktu aku pulang
tadi, tapi sebetulnya aku suka melihat ada kau di
sini."
"Aku gugup."
"Kaupikir aku bakal menolak dan mendepakmu?"
"Begitulah."
"Tak mungkin."
Ia menyusurkan tangan di bokong Bellamy sampai
mencapai paha, lalu mengangkat Bellamy supaya bisa
menyatukan tubuh mereka.
Dent sudah bergairah lagi, dan Bellamy menekankan tubuhnya diiringi desahan puas. Ia memajukan
tubuh dan mencium bibir pria tersebut, lama dan
perlahan, kemudian bergerak ke bawah dan menyentuhkan ujung lidah ke dada Dent. Dent mengeluarkan
suara dalam serta seksi dan memintanya mengulangi.
Gairah Dent membangkitkan gairahnya juga, tapi
waktu Bellamy mulai bergerak, laki-laki itu memegang
bahu Bellamy dan mendorongnya ke posisi duduk.
"Aku mau lihat."
"Apa?"
Pria itu membentangkan telapak tangan di bagian
bawah perut Bellamy. "Bersandarlah ke belakang. Lebih jauh. Pegang pahaku."
Bellamy ragu-ragu, kemudian melakukan instruksi
Dent, membuat dirinya terpapar pada tatapan panas
pria itu dan pada ibu jarinya, yang disusupkan Dent
547
di antara tubuh mereka. Dent mengamati jarinya, lalu
menatap Bellamy sementara ia mulai mengusap dengan gerakan memutar yang menyebabkan Bellamy
bergerak semakin cepat. Bellamy menengadah ke langit-langit, memejamkan mata, dan hanyut dalam
berbagai sensasi.
Tanpa malu-malu ia menuruti dorongan hati, bergerak sesuai kemauan tubuh, dan membiarkan diri
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sepenuhnya dikendalikan indra-indra. Ia mendengar
desis nikmat Dent, merasakan bibir laki-laki itu di
dadanya, aksi lidahnya yang mengimbangi belaian ibu
jarinya.
Ia melengkungkan punggung dan meneriakkan
nama laki-laki itu.
Pada suatu saat menjelang pagi, mereka cukup lelah
sehingga berbaring berdekapan. "Kau tidak pernah
memberitahuku," kata Bellamy mengantuk.
"Memberitahumu apa?"
"Mengapa kau begitu suka terbang. Kau bilang jatuh cinta pada terbang ketika Gall pertama kali mengajakmu naik pesawat. Ia mengatakan padaku kau terpesona."
"Gall bilang begitu?"
Bellamy tertawa lembut dan berbalik untuk menghadap Dent. "Aku yang mengajukan kata itu, tapi
begitulah dia menggambarkanmu." Ia memeluk pinggang Dent dan menyandarkan pipi di bulu dada pria
itu. "Ceritakan bagaimana perasaanmu hari itu."
548
Sambil mengingat-ingat, jemari Dent menyisiri rambut Bellamy. "Selama yang bisa kuingat, aku selalu
berusaha mengetahui mengapa ayahku tidak suka padaku dan apa yang dapat kulakukan untuk merebut
hatinya. Hari itu, ketika Gall membawaku terbang,
rasanya seakan aku meninggalkan semua itu di darat.
"Selama penerbangan lima menit tersebut, tak lagi
penting bagiku apakah Dad menyukaiku atau tidak.
Ketidakpeduliannya tak mampu menggapaiku di langit. Aku tahu telah menemukan sesuatu yang lebih
penting bagi hidupku daripada dia sebab aku lebih
menyukainya. Aku menemukan rumah baru."
Dent tertawa pelan. "Tentu saja waktu kami mendarat, tak ada pikiran puitis seperti itu yang melintas di
benak remajaku. Selama bertahun-tahun kemudian aku
memikirkan penerbangan pertama tersebut dan betapa
penting penerbangan itu bagiku. Namun, saat itu pun
aku tahu pengalaman tersebut mengubah hidupku,
tapi, tentu saja, tidak ada yang seketika berubah.
"Kami mendarat, dan aku pulang ke rumah dingin
serta orang tidak berperasaan itu. Aku tetap penuh
kemarahan dan kebencian, temperamental seperti
biasa. Bedanya, sekarang ada yang kutunggu-tunggu.
Dad tidak bisa lagi mengunciku di luar sebab aku
sekarang tidak lagi ingin masuk."
Dent terdiam sejenak, seolah menimbang-nimbang
akan melanjutkan ceritanya atau tidak. "Ini bakal terdengar sangat klise. Tapi"?ia kembali ragu?"tapi
selama penerbangan itu, ada kisaran waktu, mungkin
549
45 detik, ketika matahari bersinar dari celah di antara
awan-awan. Celah yang sangat kecil. Kau tahu bagaimana kadang-kadang hal itu terjadi, tepat sebelum
matahari terbenam dan ada awan-awan di kaki langit?
"Begitulah, kami terbang pada ketinggian yang sempurna untuk menjajarinya. Berkas sinar matahari itu
menyorot tepat ke arahku. Aku menatap ke dalamnya
dan aku memilikinya. Seperti semacam pertanda saja.
Bagi anak yang tidak punya ibu, dan yang ayahnya
mengabaikannya, itu Yah, sangat berarti.
"Dan aku berkata dalam hati, ?Inilah dia. Takkan
pernah lebih baik daripada ini. Ini momen sempurna
hidupku. Kalau umurku sampai seratus tahun, aku
akan ingat hari ini sampai mati."
Lama sekali Bellamy tidak bergerak. Akhirnya Dent
bergumam, "Sudah kubilang ceritaku klise."
"Tidak, bagus kok."
"Kau pernah mengalami momen seperti itu? Apakah kau mengerti yang kumaksud?"
Bellamy mengangkat kepala, dan sebutir air mata
menetes ketika ia tersenyum pada Dent dan berkata
lembut, "Saat ini, ya."
Mereka tidur beberapa jam dan bangun untuk bercinta lagi sambil mandi bersama. Dent sedang membuat
kopi waktu Bellamy muncul dari kamar mandi, hanya
mengenakan kemeja yang dicampakkannya tadi malam, sambil mengeringkan rambut dengan handuk.
550
Ketika Dent menoleh dan melihatnya, tampak ekspresi aneh di wajah pria itu. "Apa?" tanya Bellamy.
Dent menggeleng pelan, lalu nyengir jail padanya.
"Aku cuma berpikir betapa bagus kelihatannya."
"Kemejamu?"
"Seks."
Bellamy merah padam.
"Sial, selalu menggairahkan."
"Apa?"
"Kau tersipu-sipu begitu."
"Aku tidak tersipu-sipu."
"Kau bakal tersipu-sipu."
"Bakal?"
Dent duduk di salah satu kursi, menangkap tangan
Bellamy, dan menarik wanita itu ke pangkuan. Beberapa saat kemudian barulah mereka bisa minum kopi.
Di antara cangkir-cangkir yang mengepul, Bellamy
memberitahu Dent semua yang diketahuinya mengenai orang yang mereka kenal sebagai Jerry. Dent
menggumamkan beberapa makian. "Mestinya Steven
yang kuhajar."
"Ia menyewa orang untuk menjagaku. Maksudnya
baik."
Dent tampak akan berkomentar tapi akhirnya memilih tidak melakukannya. "Apa yang ada dalam benak Moody?"
Bellamy menceritakan perbincangan mereka dan,
ketika selesai, ia berkata, "Akuilah, Dent. Kau pasti
agak lega."
"Mengetahui bahwa kau tidak membunuh Susan?"
551
Ketika Bellamy mengangguk serius, Dent berkata,
"Aku lega demi kau. Dari sudut pandang praktis, aku
tidak pernah berpikir kau pelakunya."
"Tapi, kau memikirkan kemungkinan itu."
"Kita anggap saja aku berharap bahwa ketika kau
memperoleh ingatanmu lagi, bukan tentang kau mencekik Susan. Aku bersyukur kau tidak lagi dihantui
pikiran itu."
"Ya. Tapi kalau bukan aku, dan bukan Strickland,
lalu siapa? Moody bilang cuma tahu siapa yang bukan
pelakunya. Bukan siapa pelakunya. Kita harus?"
"Menemui Haymaker," katanya.
Pensiunan detektif itu tampak semungil biasanya. "Turut berduka mengenai ayahmu," ia berkata pada
Bellamy.
Bellamy berterima kasih tapi tidak mau berlamalama membahas masalah itu. "Kata Moody, kau sudah
menunggu kami."
Haymaker menepi dan menyilakan mereka masuk.
Mereka duduk seperti sebelumnya, pria itu di kursi
santai, mereka berebutan tempat di sofa dengan si
anjing. Haymaker menunjuk berkas kasus yang tergeletak di meja kopi. "Kenal itu?"
Bellamy mengangguk.
"Terus terang, aku takjub Dale mau berbagi ini."
Ia mengangkat kedua tangan dan mengangkat bahu.
"Tapi, siapa yang bisa tahu bagaimana hati nurani
orang lain?"
552
"Ia bilang meninggalkan semacam pengakuan padamu."
Si mantan polisi mengeluarkan beberapa lembar
kertas yang terlipat dari saku kemeja dan membukanya. "Ditandatangani."
"Dan dicap jempol," Bellamy menimpali, memeriksa lembaran terakhir, tempat tanda tangan Moody
tertera bersama cap jempolnya.
"Jadi apa tepatnya yang ia akui?" tanya Dent.
Haymaker mengubah posisi duduknya menjadi lebih nyaman di kursi. "Pernah dengar tentang polisi
Brady?"
Bellamy dan Dent menggeleng.
"Ada kasus Mahkamah Agung, pertengahan enam
puluhan, kurasa. Berasal dari persidangan kasus pembunuhan, Brady versus Maryland. Pengadilan memenangkan Brady. Setelah kasus itu, polisi dan jaksa
bertugas, berkewajiban, memberitahu pengacara si terdakwa tentang materi atau informasi meringankan,
meski mereka beranggapan bukti tersebut konyol.
"Walaupun mereka hampir pasti bahwa si saksi terang-terangan berbohong guna membela si terdakwa,
mereka tetap diwajibkan memberitahu pihak lawan
tentang apa yang diberitahukan kepada mereka. Jika
penyelidik menemukan sendiri sesuatu yang meringankan si terdakwa, ia tetap wajib menginformasikannya."
"Itu memberi banyak ruang menelikung," ujar
Dent.
"Dan kami?maksudnya polisi?suka menelikung.
553
Tapi, polisi-polisi yang berbohong atau sengaja merahasiakan sesuatu dianggap membohongi sistem peradilan dan hukum negeri ini. Mereka disebut polisi
Brady."
Bellamy bertanya, "Itukah yang dilakukan
Moody?"
"Dengan Jim Postlewhite. Moody menanyainya di
awal, juga pria-pria pada barbekyu itu." Haymaker
memajukan tubuh, meraih ke dalam berkas, dan
mengeluarkan selembar kertas berisi nama Postlewhite
yang digarisbawahi dengan tinta merah.
Ia memakai kacamata baca. "Mr. Postlewhite memberitahu Moody di mana ia berada dan apa yang
dilakukannya tidak lama sebelum dan sesudah tornado
menghantam taman nasional. Ia menggambarkannya
dengan mendetail. Ia bercerita pada Moody bahwa ia
mendorong anak-anak menyelamatkan diri ke dalam
pipa saluran air sebelum ia sendiri berlindung.
"Kalau kau bisa membaca cakar ayam Moody, semua tertulis di sini." Ia melepas kacamata dan memandang mereka. "Cerita Postlewhite menghapus
Strickland dari daftar tersangka."
"Kenapa begitu?"
"Sebab Allen menolongnya mengarahkan anak-anak
itu ke dalam pipa saluran."
"Di mana letak pipa saluran ini?" tanya Bellamy.
"Jauh dari tempat jasad kakakmu ditemukan. Dan
Postlewhite berkata Allen lari mendatanginya dan
anak-anak dari tempat parkir, tempat ia mencari adiknya."
554
Dent berkomentar, "Ia tak mungkin berada di dua
tempat pada saat yang bersamaan."
Haymaker mengangguk. "Kau punya alibi yang
tidak bisa diganggu gugat Dale dan Rupe, jadi Rupe
bilang mereka akan menangkap Allen Strickland. Namun Dale mengingatkan Rupe bahwa Postlewhite bisa
bersaksi Strickland berada di tempat lain saat pembunuhan terjadi. Rupe menyuruh Dale melakukan apa
saja supaya Postlewhite melupakan fakta itu."
"Oh tidak," kata Bellamy muram.
Haymaker menepuk udara. "Ia tidak perlu melakukan apa pun. Postlewhite meninggal akibat serangan
jantung tiga hari setelah tornado."
"Untung bagi mereka," sahut Dent masam.
"Rupe jelas beranggapan begitu. Dale tahu bocah
itu sebetulnya punya peluang untuk lolos."
"Tapi ia tidak pernah memberitahukan apa yang
dikatakan Postlewhite padanya."
Haymaker terdiam sejenak dan menggaruk pipi
sambil berpikir. "Dale dulu polisi yang baik. Keras,
mungkin," katanya, melirik Dent. "Tapi, merahasiakan
fakta-fakta meringankan jelas melewati batas. Juga ada
?kecelakaan? yang membuat adik Strickland tidak bisa
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bersaksi. Namun, saat itu Dale sudah terlibat begitu
dalam dengan Rupe sehingga tidak lagi melihat ada
jalan keluar."
"Apa yang terjadi pada polisi Brady waktu ketahuan?" tanya Bellamy.
"Mereka dipermalukan, dibeberkan sebagai pembohong. Biasanya mereka dipecat. Ada yang dimasukkan
555
daftar Brady, yang pada dasarnya merupakan daftar
hitam yang beredar di kalangan badan-badan penegak
hukum lain."
"Moody takkan peduli pada konsekuensi seperti
itu," ujar Dent.
"Kau benar," sahut Haymaker. "Dale yang malang
tidak terlalu rugi. Tapi, kalau sampai ketahuan bahwa
Rupe tidak melaksanakan proses semestinya ketika
bertugas sebagai jaksa penuntut, dan dengan sadar
menjebloskan orang tidak bersalah ke penjara, ia
mungkin akan dihukum. Terutama karena Strickland
meninggal di sana. Minimal, reputasinya bakal luluh
lantak. Ia takkan bisa lagi menjual sepeda roda tiga
sekalipun."
Bellamy bertanya, "Apakah Moody mengharapkan
kami membeberkan semuanya?"
Haymaker melipat kembali pengakuan bertanda
tangan itu dan menyerahkannya pada Bellamy. "Aku
membuat salinannya untuk diriku sendiri, tapi aku
tidak akan menggunakannya terhadap temanku. Dale
membiarkan kalian memutuskan sendiri akan diapakan dokumen aslinya. Diserahkan ke Kepolisian
Austin. Ke jaksa wilayah. Jaksa Agung. Ke media."
"Kenapa ia tidak menyerahkannya padaku kemarin?"
Tanpa penyesalan, Haymaker menjawab, "Ia butuh
waktu untuk pergi dari Dodge. Ia juga tidak akan
kembali ke tempatnya sebelumnya. Kita takkan bertemu dia lagi."
"Ia pengecut," kata Dent.
556
"Ia memberitahuku bahwa kau bilang begitu padanya langsung. Ia juga mengatakan kau tidak salah."
Bellamy mengerutkan kening sambil berpikir. "Bahkan kalaupun aku memberitahukan ini pada pihak
berwenang, Rupe akan bilang ini semua bohong."
"Jelas. Omongan Dale versus omongannya. Tapi,
catatan Dale di berkas kasus mendukung bagian tentang Postlewhite. Semua polisi tahu betapa catatan
seseorang bisa berarti sangat penting. Dan kalau arsip
kasus itu tidak berbahaya bagi seseorang, mengapa
arsip itu hilang secara misterius dari kepolisian? Kalau
semua dihubung-hubungkan, bisa berakibat buruk
bagi Rupe. Raja Mobil akan terguling dari takhtanya."
Ia kemudian mencondongkan tubuh pada Bellamy
dan, dengan nada bersungguh-sungguh, berkata, "Satu
hal terakhir. Dale ingin aku menekankan padamu
bahwa baik ia, atau siapa pun, tidak pernah menemukan secuil pun bukti yang memberatkanmu."
"Ia bilang begitu padaku. Ia juga tahu bahwa Allen
Strickland tidak membunuh Susan. Berarti kita tetap
tidak tahu siapa pelakunya."
Dari jauh di dalam tas bahu Bellamy, terdengar
ponselnya berdenting. Bellamy mengambilnya. "Ada
pesan masuk." Ketika membukanya, ia bergumam,
"Foto." Ia menyentuh tanda panah di layar lalu menutup mulut dengan ngeri ketika gambar yang diperbesar itu muncul.
Foto Dale Moody. Tenggorokannya digorok.
557
Ray tersenyum puas waktu memikirkan bagaimana
Bellamy menerima MMS itu. Nomor wanita itu tersimpan di ponsel Gall, yang ditemukan Ray di saku
celana terusannya. Untung saja ia membawa "boneka"
itu kabur ketika lari dari hanggar.
Betul, kan? Ada alasan mengapa segala sesuatu terjadi seperti adanya. Allen selalu bilang begitu. Ia seharusnya lebih mendengarkan dan memercayainya.
Bellamy dan Dent akan melihat foto Moody dan
memahami apa yang menanti mereka. Memikirkan
betapa takutnya mereka membuat Ray terkekeh. Ia
tinggal memikirkan cara membereskan kedua orang
itu. Rupe akan membantu. Orang itu jago menyusun
rencana.
Namun, masalah pertama Ray adalah bagaimana
menyingkirkan mayat itu dan membersihkan kekacauBab 28
558
an yang ditimbulkannya. Ia baru tahu bahwa tubuh
manusia dapat mengandung begitu banyak darah.
Dale Moody berkubang darah seperti babi ditusuk,
menyebabkan tempat tinggal Ray sangat kotor.
Ia sedikit pun tidak menyangka si detektif menunggunya ketika ia pulang menjelang pagi. Ray
semalaman berusaha memburu bangsat itu, padahal
ternyata Moody sudah ada di sini, menunggu untuk
menyergapnya ketika ia masuk lewat pintu depan.
Sesuai rencana, Rupe menelepon Ray dari resepsi
setelah pemakaman. Ray ingin datang, tapi Rupe bilang ia akan tampak mencolok di antara orang-orang
kaya itu, dan itu bisa jadi bencana. Rupe juga menduga Moody akan muncul pada acara mengenang Lyston,
dan dia benar. Rupe memang pintar seperti itu.
Ia melihat Moody luntang-lantung di sekitar
country club. "Ia bicara sebentar dengan Bellamy. Musuh-musuhmu akrab dengan satu sama lain, Ray."
Rupe memberitahu Ray deskripsi mobil Moody
serta nomor pelatnya, dan menginstruksikannya parkir
tak jauh dari gerbang country club, supaya ketika
Moody pergi, Ray bisa membuntutinya. Ia parkir di
belakang Moody, naik mobil yang dipinjamkan Rupe
dari perusahaan kaca tempat Ray bekerja.
Rupe menyuruh Ray tetap di belakang Moody dan
mencari tahu ke mana pria itu pergi, dengan siapa dia
bicara, dan apa yang dilakukannya. Namun, naluri
Moody pasti memberitahunya, karena tak sampai tiga
kilometer kemudian, Ray kehilangan orang tersebut.
Rupe berkali-kali meneleponnya malam itu, tapi
559
Ray tidak menjawab. Ia tahu Rupe menelepon untuk
mengetahui perkembangan, tapi, menurut Ray, persetan dengan Rupe. Ia punya misi sendiri. Ia ingin
menemukan dan membunuh orang yang menjebloskan
abangnya ke penjara.
Sepanjang sisa malam itu ia mendatangi semua
tempat yang dijuluki Rupe sebagai "tempat-tempat
nongkrong Moody" tapi percuma saja. Moody tidak
bisa ditemukan. Ia terkejut setengah mati waktu masuk ke apartemen berkamar duanya dan segera berhadapan dengan orang itu sendiri. Dengan tangannya
yang satu lagi, si mantan polisi menekankan moncong
pistol ke pelipis Ray.
"Kenapa kau mencoba membuntutiku, Ray? Hah?
Kudengar kau macam-macam akhir-akhir ini. Melukai
Dent Carter, berusaha membunuh orang tua. Apakah
aku yang selanjutnya? Kenapa kau ini?"
Ray menghantamkan siku ke perut buncit Moody
dan membuat cengkeraman pria itu terlepas. Ray berbalik, dan sambil melakukannya, mencabut belati dari
sarungnya dan menyerbu. Moody melihat serangan
Ray, tapi napasnya tertahan, dan dia mencengkeram
dada dengan tangan yang memegang senjata, dan?
Ray merasa ia tidak cuma membayangkan ini?tersenyum samar.
Belati Ray langsung beraksi. Mata pisaunya melukai
leher Moody bagai pisau memotong mentega hangat.
Darah menyembur ke mana-mana, ke dinding, perabotan, ke Ray, yang melompat mundur tapi kurang
jauh sehingga masih terkena semburan.
560
Moody menjatuhkan pistol namun selain itu tidak
bergerak. Ia berdiri saja dengan senyum aneh itu di
wajah, memandang Ray. Kemudian akhirnya matanya
membalik ke atas, lututnya goyah, dan ia terpuruk
bagai sekantong semen.
Ray, memaki percikan darah yang mengotori rompi
kulit kesayangannya, melangkahi mayat Moody, masuk ke dapur, mencuci belati dari darah, mengeringkannya dengan lap piring, dan memasukkannya lagi
ke sarung. Ia lalu mencuci tangan dan membungkuk
di atas bak cuci untuk meraup beberapa genggam air
dingin dan memasukkannya ke mulut.
Membunuh ternyata lebih sulit daripada yang tampak di ilm-ilm.
Ia menduga mestinya ia menelepon Rupe, melaporkan ini, menyingkirkan orang itu. Tetapi, Rupe tidak
menjawab. Bajingan itu mungkin sudah tidur sementara Ray bersusah payah bekerja.
Ray meninggalkan pesan lugas. "Moody mati. Ia
mengotori rumahku, jadi aku mungkin harus pindah."
Ia menutup telepon, membuat roti isi daging, dan
melancarkannya dengan segelas susu.
Ketika kembali ke ruang tamu dan melihat betapa
Moody tampak lucu dengan kepala terkulai begitu, ia
mendapat ide untuk memotretnya dan mengirimkannya pada Bellamy, menggunakan telepon si tua bangka. Dengan begitu Bellamy tidak akan mengetahui
nomor telepon Ray, yang kata Rupe memang hanya
boleh diketahui oleh mereka berdua saja.
561
Setelah beres, ia sekarang sadar betapa lelah dirinya.
Ia beraksi sepanjang malam dan pagi ini. Sebelum
memikirkan cara memindahkan mayat Moody, ia memutuskan beristirahat.
Ia masuk ke kamar, membuka lemari, dan berjongkok dengan bertumpu pada satu lutut. Di mata orang
biasa, sudut lantai vinyl itu tampak sama dengan yang
lain, seakan masih menempel pada beton di baliknya.
Hanya Ray yang tahu bahwa bagian itu dapat ditarik
dengan mudah karena dirinyalah yang mengelupasnya
sehari setelah pindah kemari.
Ia menggali beton di bawahnya, sampai membuat
lekukan dangkal. Memang tidak perlu dalam, hanya
cukup besar untuk menyimpan sehelai celana dalam
wanita, dan celana dalam itu tidak makan banyak
tempat. Bahannya sangat tipis. Tembus pandang.
Ia mengeluarkan celana dalam tersebut dari tempat
persembunyian, mengaguminya seperti waktu Allen
pertama kali menjejalkannya ke tangannya. Ray mengingatnya dengan jelas, seolah baru terjadi kemarin.
Allen gelisah. Tidak, lebih daripada gelisah. Takut.
Moody dan detektif lain parkir di depan rumah mereka dan menyusuri jalan masuk.
Allen bicara dengan cepat. Ia berkeringat. "Kau
harus menyembunyikan ini, Ray. Oke?"
"Itu celana dalam cewek?"
"Cepat. Ambil. Sembunyikan."
Ray menjejalkannya ke dalam celananya sendiri, ke
balik celana dalamnya, kemudian menepuk-nepuknya
supaya rapi kembali. Allen mengawasi, mengangguk
562
setuju. "Begitu kau bisa, singkirkan. Bakar. Berjanjilah."
"Aku janji."
Lalu polisi mengetuk pintu kuat-kuat. Allen mengusap bagian atas bibirnya yang basah, menepuk bahu
Ray, dan membuka pintu. Moody membacakan hakhaknya sementara detektif lain memborgol Allen.
Mereka lantas membawanya pergi.
Selama Allen di penjara, mereka tak pernah membicarakan celana dalam itu lagi. Allen tidak pernah
bertanya apakah Ray sudah membakarnya, dan Ray
tidak pernah mengakui telah melanggar janji. Ia tidak
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sanggup menghancurkan celana dalam itu. Pakaian
dalam tersebut hartanya yang paling berharga. Itulah
benda terakhir yang pernah diberikan abangnya.
Ia tidak terlalu sering mengeluarkannya dari tempat
persembunyian. Tidak sesering yang diinginkannya.
Tetapi, kalau membunuh Moody bukan kesempatan
istimewa, ia tak tahu lagi apa yang bisa disebut begitu.
Ia telentang di tempat tidur dan memasukkan tangan ke balik celana dalam itu, lalu mengacungkannya
ke arah jendela dan memandang jemarinya yang terbuka di balik bahan tipis tersebut. Ia mendesah puas
dan berguling ke samping sebelum pulas.
Kokpit sempit pesawat jet tempur tidak pernah membuat Dent merasa klaustrofobia, tapi berada di dalam
ruang interogasi Dinas Kepolisian Austin terasa meng563
gelisahkan, mengingatkannya pada kali terakhir ia
berada di sini, dicecar Dale Moody. Bahwa Moody
sudah mati tidak ada pengaruhnya. Dent tetap merasa
ingin mencakari dinding saking gelisahnya.
Di sampingnya, Bellamy tampak pucat serta terguncang, dan siapa pun yang bicara dengannya sering
harus mengulangi perkataan sebelum wanita itu paham. Bisa dipahami mengapa ia kalut seperti itu.
Bellamy syok karena melihat foto Moody dengan leher terluka lebar.
Karena semua orang di kantor polisi itu mengenalinya sebagai selebritas, dan sebagai putri Howard
Lyston yang belum lama meninggal dunia, para detektif menghormatinya.
Meski begitu, keringat langsung mengaliri rusuk
Dent begitu mereka dibawa ke ruang interogasi untuk
memberikan pernyataan. Ia menggenggam erat tangan
Bellamy, untuk menenangkan wanita itu dan dirinya
sendiri juga.
Haymaker menelepon kepolisian dari rumahnya.
Berbicara pada detektif bagian pembunuhan, ia memberitahu pria itu tentang MMS mengerikan tersebut,
mengenali si korban sebagai pensiunan polisi bernama
Dale Moody, dan memberitahukan nomor ponsel
Gall pada si detektif.
"Orang bernama Ray Strickland diyakini memegang
telepon itu, dan dialah yang mengirimkan MMS tersebut. Dia diburu sebagai tersangka pelaku penyerangan,
jadi kau sudah punya laporan tentang dia. Kami ber564
tiga akan berangkat sekarang dan tidak lama lagi
sampai di sana."
Ketika tiba di kantor polisi, mereka segera ditemui
Nagle, detektif bagian pembunuhan yang tadi bicara
dengan Haymaker, dan detektif lain bernama Abbott.
Menurut Dent, kedua orang itu sangat mirip. Seumur. Sama tinggi dan potongan tubuhnya. Jaket
sport yang serupa.
Mereka mengambil telepon Bellamy, melihat foto
yang dikirimkan via MMS, dan mengakui mereka
belum tahu alamat orang bernama Ray Strickland namun berusaha mengetahui lokasinya dengan melacak
sinyal telepon orang itu.
"Kami juga telah mengeluarkan BOLO." Yang dijelaskan Haymaker pada Dent dan Bellamy sebagai
singkatan be on the lookout.
"Mengapa si Strickland ini ingin membunuh Dale
Moody?" tanya Nagle.
Haymaker menyerahkan salinan berkas kasus Susan
Lyston. "Semua berawal dari sini."
Sekarang, lebih dari satu jam kemudian, mereka
masih bicara, menjawab pertanyaan-pertanyaan, dengan cermat menceritakan seluruh kisahnya. Pada
suatu saat, seorang petugas berseragam menjulurkan
kepala ke ruangan dan memanggil Abbott agar keluar
ke koridor. Nagle mempersilakan Bellamy melanjutkan.
Ia sedang menceritakan percakapannya dengan
Moody pada resepsi sesudah pemakaman ketiba, tibatiba, Abbott kembali dan mengumumkan, "Tubuh
565
Moody ditemukan di dalam tempat tinggal
Strickland."
"Bagaimana mereka menemukannya?" tanya Nagle.
"Ponselnya?"
"Bukan, kita mendapat info tentang di mana ia
tinggal."
"Dari siapa?" Nagle bertanya.
"Rupe Collier."
"Apa?" Bellamy dan Dent berseru serentak.
"Yeah, sepertinya Mr. Collier mengasihani
Strickland setelah abang orang itu dibunuh di penjara.
Ia mendapati Strickland hidup seadanya. Ia memberi
pria tersebut pekerjaan, menyewakan apartemen, tempat ia tinggal sekarang. Ia bilang Strickland tidak
pernah mengganggu siapa pun. Penyendiri, tapi bukan
perusuh. Mekanik, juga tukang kaca, yang cukup andal. Ia yang membuat kaca mobil untuk Mr.
Collier."
Detektif itu memandang Bellamy dengan tidak
enak. "Tapi, menurut Mr. Collier, sejak bukumu terbit dan mendapat begitu banyak perhatian, Ray sering
bolos kerja. Ia marah pada atasan dan rekan-rekan
kerjanya. Mr. Collier bilang sudah berkali-kali bicara
dengannya lewat telepon, berusaha membujuknya agar
tidak larut dalam masa lalu.
"Namun, katanya Strickland makin gusar dan
akhir-akhir ini mengancam kalian berdua dan Dale
Moody. Kemarin, ia pergi dengan membawa mobil
milik Mr. Collier. Ia beberapa kali mencoba bicara
dengan Strickland via telepon dan membujuk orang
566
itu supaya mengembalikan mobil sebelum ia terpaksa
melaporkannya dicuri. Strickland tidak menjawab teleponnya dan tak pernah balas menelepon.
"Kemudian, belum lama berselang, Mr. Collier
mendapat pesan voice-mail dari Strickland, yang ditinggalkan pria itu pagi-pagi tadi. Ia mengatakan bahwa Moody sudah mati dan bahwa ia mungkin harus
pindah karena rumahnya jadi kotor. Mr. Collier segera menghubungi 911 dan memberitahukan alamat
Strickland."
"Orang yang baik sekali," gumam Dent. Tetapi,
para detektif tidak mendengarnya karena Nagle bertanya pada Abbott tentang kondisi Strickland waktu
laki-laki itu ditahan.
"Ia tidak ditahan."
"Ia masih bebas?"
"Begitulah. Kita mengetahui nomor pelat mobilnya.
Mestinya tidak butuh waktu lama untuk menangkapnya. Statusnya telah ditingkatkan jadi bersenjata dan
berbahaya."
"Bagaimana ia bisa kabur?" tanya Bellamy.
"Menurut para petugas yang pertama datang, mereka mendapatinya di kamar, pulas di tempat tidur.
Mereka mengepungnya. Ia tersentak bangun dan langsung menyerang dengan belati, jelas itu senjata yang
menewaskan Moody. Kata mereka, ia seperti gila. Tidak memedulikan perintah mereka untuk menjatuhkan belati.
"Salah satu polisi terluka. Bahunya kena tusukan
belati. Lukanya dalam dan kotor, tapi kelihatannya ia
567
akan sembuh. Itu kabar baiknya. Kabar buruknya,
Strickland berhasil meloloskan diri.
"Ada lagi," lanjut Abbott, memandang Bellamy.
"Strickland meninggalkan ini di tempat tidur." Dari
saku jaket, ia mengeluarkan kantong barang bukti
tertutup dan mengulurkannya pada Bellamy. "Mungkinkah ini milik kakakmu?"
Bellamy tidak suka menyentuh kantong itu, namun
ia menerimanya dari si detektif dan melihat benda
yang ada di dalamnya. Tenggorokannya tersekat. Dengan kalut ia mengangguk, lalu berkata, "Itu tipe
yang biasa dipakainya."
Abbott mengambil kembali kantong barang bukti
tadi. "Akan kubawa ke lab, untuk melihat apakah ada
bukti forensik untuk memastikan ini milik kakakmu."
Haymaker berkata, "Dale sejak dulu berpendapat
orang yang menyimpan celana dalam Susan adalah
pembunuhnya. Kalau aku tidak salah ingat, Allen itu
wali Ray. Mungkin ia rela disalahkan demi adiknya."
Bellamy mengajukan teori lain. "Barangkali Allen
memberikannya pada Ray supaya ia tidak tertangkap
basah menyimpan benda itu."
"Kami akan membongkar berkas kasus itu lagi,"
kata Nagle. Ia tampak bersemangat.
"Mumpung kau melakukannya, mungkin kau ingin
melihat ini juga." Bellamy menyerahkan pengakuan
Moody pada si detektif. "Menurutku, kau akan meng568
anggapnya bacaan yang menarik. Terutama menyangkut Rupe Collier dan mengapa dia orang pertama
yang ditelepon Ray setelah membunuh Dale
Moody."
Steven menutup telepon dan berbalik untuk bicara
dengan ibunya. "Kata Bellamy, ia akan mampir dan
memberitahukan detail-detailnya pada kita. Ia kedengaran lelah dan agak serak karena berjam-jam bicara
dengan polisi, tapi katanya ia pada dasarnya baik-baik
saja." Dengan masam Steven menambahkan, "Ia juga
bilang tidak mau membuka MMS lagi dalam waktu
dekat."
"Pasti mengerikan sekali kejadiannya bagi Bellamy,"
ujar Olivia.
"Ia memakai istilah ?menyeramkan?."
"Aku mengkhawatirkan dia. Begitu banyak yang
harus dilalui Bellamy selama beberapa hari terakhir
ini."
"Dan aku ikut bertanggung jawab. Itukah yang
akan Ibu katakan?"
"Sama sekali bukan."
"Yah, itulah yang sebenarnya." Steven menghela
napas dan membenamkan diri lagi di kursi. "Aku takkan pernah memaafkan diriku karena menyewa
Dowd, yang hanya menambah beban pikiran
Bellamy."
"Kau melakukan kesalahan," William menimpali.
"Niatmu baik. Kau tidak memikirkan bagaimana tang569
gapan orang tentang tindakanmu itu atau bagaimana
jadinya. Kau sudah meminta maaf. Lupakanlah."
Steven tersenyum pada partnernya. "Terima kasih."
William membalas senyumnya, kemudian meminta
diri. "Aku akan menelepon restoran-restoran dan mengecek, memastikan tak ada krisis."
Steven tahu ia cuma mencari alasan. William mengerti ada urusan-urusan keluarga yang ingin dibicarakan Steven dengan ibunya dan memberi mereka privasi untuk melakukannya.
Begitu pria itu melewati pintu, Olivia tidak lagi
menjaga postur. Bahunya merosot karena lelah, dan
Steven tahu itu karena Olivia berhari-hari menjaga
Howard. Ibunya juga merasakan kesedihan dan penderitaan mental yang sama.
"Begitu si Strickland ini ditangkap, semua akan
beres, Ibu. Akhirnya dan untuk selamanya."
"Ya Tuhan, kuharap begitu."
Steven tertawa hambar. "Pasti akan aneh rasanya,
bangun pagi tanpa rasa takut menghadapi hari dan
kejutan-kejutan tak menyenangkan yang mungkin
terjadi. Sejak buku Bellamy mulai dijual, tak ada hari
yang kusambut gembira."
"Aku mengerti maksudmu. Aku juga begitu. Aku
hanya berharap Yah, banyak harapanku yang tidak
bisa terwujud."
"Misalnya?"
"Aku berharap Bellamy tidak menerima MMS mengerikan itu."
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ada Dent yang mendampinginya."
570
"Itu juga salah satu harapanku. Aku berharap pria
itu tidak ada dalam hidup Bellamy."
"Mereka tidak resmi berhubungan."
Olivia memandangnya dan mengangkat alis.
"Belum," tambah Steven muram.
"Apakah menurutmu itu tak terhindarkan?"
"Aku sudah lihat bagaimana mereka berpandangan."
"Yaitu?"
"Seperti kau dan Howard berpandangan setelah
berkenalan."
Olivia tersenyum sedih. "Seburuk itu? Yah, bagaimana pun, aku tak bisa berbuat apa-apa. Seperti aku
juga tidak bisa menghentikanmu kembali ke Atlanta
besok. Kuharap kau tidak harus pergi secepat itu."
Olivia akan sakit hati kalau tahu betapa inginnya
Steven meninggalkan rumah yang menyimpan begitu
banyak kenangan buruk baginya ini. Ia tinggal sebegini lama hanya karena tidak mau Olivia berduka
sendirian. Namun, ia baru akan tenang kalau sudah
jauh dari tempat ini.
"Aku terutama," kata Olivia diiringi helaan napas,
"berharap Howard hidup cukup lama untuk melihat
akhir semua ini."
"Aku juga berharap begitu. Tapi, untunglah ini akan
segera berakhir bagi kita semua. Pencarian Bellamy, itu
istilah paling tepat, berakhir ketika celana dalam Susan
ditemukan di rumah Ray Strickland. Kasus ditutup."
Olivia menumpukan siku di lengan kursi, menyandarkan kepala di tangan, dan memijat kening. "Dite571
mukannya celana dalam Susan bakal jadi berita. Kejadian itu akan ditulis, dibicarakan, diperdebatkan.
Berhari-hari."
"Tapi, tidak untuk selamanya. Kisah menggemparkan lain akan segera muncul."
"Aksi Susan berakibat sangat besar bagi kita semua."
Steven seketika mematung. Ia berhenti bernapas,
dan ia berani bersumpah jantungnya juga berhenti
berdetak, tapi tubuhnya mendadak dialiri gelombang
panas yang hebat. Matanya terpaku dan tak berkedip
menatap sang ibu.
Olivia akhirnya menurunkan tangan, menengadah,
dan memandang Steven, tersenyum sendu. "Kita tak
punya pilihan selain menghadapi serbuan media yang
akan terjadi. Tuhan tahu aku?" Ia terdiam dan menatap anaknya dengan penuh rasa ingin tahu. "Steven?
Ada apa?"
Steven menelan ludah. "Ibu tadi bilang aksi Susan
berakibat sangat besar bagi kita semua."
Bibir Olivia membuka, tapi tidak ada suara yang
keluar.
"Aksi apa yang Ibu maksud?"
Olivia tetap tidak bersuara.
"Ibu, aku bertanya padamu. Aksi apa? Aksinya melepaskan celana dalam dan memberikannya pada lakilaki?"
"Aku?"
Steven melesat berdiri. "Ibu tahu?"
"Tidak, aku?"
572
"Ibu tahu, kan? Ibu tahu ia melakukan aksi itu
padaku. Berkali-kali. Apakah Ibu juga tahu tentang
semua hal lainnya?"
Ketika bangkit, Olivia berdiri goyah dan harus
mencengkeram punggung kursi sebagai tumpuan.
"Steven, dengarkan aku. Kumohon."
"Ibu tahu mengenai segalanya? Semuanya? Dan
tidak melakukan apa-apa?"
"Steven?"
"Ibu tidak menghentikannya. Mengapa?"
"Aku tak bisa," rintihnya.
Steven gemetar karena marah. "Hidupku jadi hancur karenanya!"
Olivia menutup mulut untuk menahan isakan.
Sekujur tubuhnya terguncang karena tangis, tapi
Steven mencecarnya tanpa ampun. "Kenapa Ibu tidak
menghentikannya?"
"Aku?"
"Kenapa? Kenapa?"
"Karena Howard!" teriak Olivia. "Ia pasti hancur
kalau tahu."
Lama Steven hanya mematung, menatap wajah ibunya yang terpana. "Howard akan hancur, dan Ibu tak
mau itu terjadi. Tapi, tidak apa-apa kalau aku yang
hancur."
"Tidak," ratap Olivia, meraihnya.
Steven menepis tangan wanita itu.
"Steven! Steven!"
Olivia masih menjeritkan namanya ketika Steven
menaiki tangga dua anak tangga sekaligus.
573
Dent menghentikan mobil di jalan masuk setengah
lingkaran di depan rumah keluarga Lyston. "Pemilihan
waktu Gall sangat buruk, tapi aku yang meminta pertemuan itu, jadi kurasa aku harus menghadirinya."
"Kau jelas mesti hadir," ujar Bellamy.
"Aku akan membuatnya singkat saja."
"Ini penting bagimu, jadi jangan terburu-buru hanya karena aku. Lagi pula, aku akan sibuk memperbaiki suasana. Ketika aku pergi dari sini kemarin, semua orang galau dan marah."
"Kau mendatangiku dan menginap di tempatku.
Untuk itu saja, mereka mungkin mencoretmu dari
Keponakan Penyihir Magician Nephew Assasins Credd Karya Oliver Bowden Jangan Ganggu Aku Karya Wen Rui An
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama