Low Pressure Karya Sandra Brown Bagian 8
daftar ahli waris."
"Sepadan kok," kata Bellamy lembut.
"Yeah?"
Mereka berpandangan dengan hangat, lalu, teringat
Bab 29
574
mengapa mereka berada di situ, Bellamy berkata, "Mereka pasti ingin mendengar tentang semua yang terjadi hari ini, dan banyak yang bisa kuceritakan."
"Dan itu satu lagi alasan mengapa aku tidak mau
meninggalkanmu. Aku tak suka kau lepas dari pengawasanku sementara Strickland masih berkeliaran."
"Ada mobil polisi di depan gerbang."
Syukurlah. Jika para detektif tidak mengusulkannya,
pasti kulakukan. Ia mendongak memandang langit
dari kaca depan mobil. Kelihatannya akan hujan juga.
"Mungkin sebaiknya aku menunggu di sini sementara
kau masuk?"
"Jangan begitu. Hari ini kau rela berada di kantor
polisi seharian demi aku. Aku berterima kasih atas
kehadiranmu, terutama karena aku tahu betapa tidak
sukanya kau di sana. Masa menerobos hujan saja aku
tidak berani?"
Ciuman perpisahan menyebabkan mereka ingin
segera membereskan kewajiban masing-masing supaya
bisa bersama lagi secepatnya. Bellamy melambai, menaiki anak-anak tangga, dan masuk ke rumah. Tidak
ada siapa pun di lantai bawah, yang mengejutkan,
sebab ia sudah menberitahu Steven bahwa ia dalam
perjalanan ke sini.
Bellamy berseru memanggil pria itu dan Olivia,
tapi Helena si pengurus rumahlah yang muncul, datang dari arah dapur. "Maaf, Ms. Price. Saya hampir
pulang dan tidak mendengar Anda masuk."
"Di mana orang-orang?"
575
"Mrs. Lyston di kamar atas. Beliau minta jangan
diganggu dulu."
"Dan abangku?"
"Beliau pergi."
"Ia berjalan-jalan?"
"Bukan, beliau dan Mr. Stroud terbang kembali ke
Atlanta."
"Kupikir baru besok mereka dijadwalkan berangkat."
"Beliau memberitahu saya bahwa mendadak ada
perubahan rencana."
Mendadak rasanya kurang pas. Steven pasti pergi
tidak lama setelah percakapan telepon mereka.
Melihat kekecewaan Bellamy, pengurus rumah itu
berkata, "Beliau meninggalkan surat untuk Anda di
meja ruang kerja Mr. Lyston."
Surat. Hanya itu yang diberikan padanya? Steven
tidak mau menunda penerbangannya cukup lama
supaya mereka dapat berpamitan dengan pantas?
"Apakah Anda ingin saya melakukan sesuatu sebelum pergi?"
"Tidak, aku baik-baik saja, terima kasih, Helena."
"Kalau begitu, saya permisi."
Bellamy langsung pergi ke ruang kerja. Rak-rak
buku yang terpasang di dinding dipenuhi benda-benda kenangan yang melambangkan perjalanan hidup
ayahnya, mulai dari foto hitam-putih Howard bersama orangtuanya pada hari pembaptisan sampai foto
dirinya bermain golf di Pebble Beach tahun lalu dengan presiden Amerika Serikat.
576
Meski nyaman, ruang kerja tersebut terasa hampa
tanpa Howard. Bellamy dan sang ayah sering berbincang-bincang lama di tempat ini. Tenggorokan
Bellamy serasa tersekat ketika ia memasuki ruangan.
Biasanya ruang kerja ini melambangkan kehangatan
dan rasa aman. Hari ini, suasananya muram dan menyesakkan, keremangannya tidak berkurang meski tirai terbuka. Di luar, langit mendung tebal.
Ia menyalakan lampu meja sambil duduk di kursi
sang ayah. Derit kulit kursi terdengar familier dan,
lagi-lagi, Bellamy dilanda gelombang kerinduan pada
Howard. Ia makin sedih waktu melihat amplop bertuliskan namanya tergeletak di meja.
Ia membuka segelnya dan membaca surat singkat
Steven.
Dear Bellamy,
Seandainya situasi hidup kita berbeda, barangkali
aku bisa menjadi abang yang kauharapkan dan
kuharapkan. Namun kenyataannya, aku ditakdirkan untuk mengecewakan dan menyakitimu. Sekali lagi aku minta maaf mengenai Dowd. Niat
yang baik, tapi ide yang buruk. Aku ingin melindungimu, sebab aku sayang padamu. Tetapi, jika
hatimu menyimpan sedikit saja rasa sayang terhadapku, demi kepentingan kita berdua, kumohon
biarlah ini menjadi perpisahan terakhir kita.
Steven
577
Surat itu menusuk hati Bellamy, membuatnya terluka karena memikirkan Steven, juga dirinya sendiri. Ia
menempelkan surat tersebut ke bibir dan berjuang
menahan tangis. Air matanya tulus, tapi tak ada gunanya menangis. Ia toh tidak bisa menghapus sejarah
yang menorehkan bekas luka begitu dalam di jiwa
saudara tirinya.
Tatapannya bergerak ke foto berpigura di sudut
meja kerja ayahnya. Bellamy bertanya-tanya apakah
Steven melihatnya waktu meninggalkan surat. Jika ya,
seperti Bellamy, pria itu mungkin menganggap foto
tersebut meresahkan.
Bellamy pernah bertanya pada ayahnya mengapa
Howard meletakkan foto itu di tempat dia bisa melihatnya setiap hari. Howard memberitahunya bahwa
itulah foto terakhir Susan, dan dia ingin mengingat
gadis itu seperti yang tampak di foto tersebut: tersenyum dan bahagia, hidup dan penuh semangat.
Foto itu dibuat pada Memorial Day tersebut, sebelum mereka berangkat ke taman negara bagian. Mereka semua mengenakan pakaian bertema merah, putih,
dan biru untuk acara itu, sesuai perintah Olivia. Mereka berkumpul di tangga depan rumah, dan ketika
mereka berpose, pengurus rumah waktu itu memotret.
Foto itu mirip potret keluarga saat Natal, hanya
saja lebih mengungkapkan kepribadian masing-masing. Steven cemberut. Susan memesona. Bellamy
tampak tak percaya diri. Olivia dan Howard, berdiri
bergandengan, tersenyum, bagai perwujudan impian
578
Amerika, seolah tragedi takkan bisa menyentuh mereka.
Gemuruh pelan petir menyebabkan Bellamy menoleh dan melirik jendela dengan gelisah. Hujan menerpa kaca jendela. Ia mengusap-usap lengannya yang
kedinginan dan bangun untuk menutup gorden.
Seolah ingin menyiksa diri, ia mendongak memandang langit.
Awan-awan tampak berbahaya dan berwarna kehijauan.
Ia memejamkan mata beberapa detik, dan ketika
membukanya lagi, melihat bahwa awan-awan ternyata
sama sekali bukan hijau. Awan-awan itu kelabu. Bergerak cepat. Awan-awan mendung yang penuh air. Hanya itu.
Sama sekali tidak mirip langit menakutkan siang
itu, 18 tahun lalu.
Bellamy kembali ke meja dan mengambil foto keluarga berpigura tadi, memegangnya tepat di bawah
lampu untuk memaksimalkan pencahayaan, memiringkannya ke sana dan ke sini supaya ia bisa melihatnya
dari sudut-sudut yang berbeda.
Apa yang ia cari, tepatnya?
Ia tidak tahu. Namun, ada yang lolos dari perhatiannya. Sesuatu yang penting dan meresahkan. Apa
ya? Apa yang tidak dilihatnya? Mengapa terasa bahwa
ia harus menemukannya?
Kilat menyambar tidak jauh dari sana, diikuti derak guntur.
Bellamy menjatuhkan foto itu. Kacanya jadi retak.
579
* * *
Dent memasuki Starbucks di dekat gedung balai kota
tempat senator negara bagian itu mengusulkan mereka
bertemu. Sebagian besar orang di kafe itu sibuk di
depan laptop atau bicara di ponsel, kecuali dua lakilaki yang menunggu Dent. Gall berpakaian rapi demi
pertemuan ini, menukar celana terusan berlumuran
oli dengan celana bersih. Dengan gugup ia menggigitgigit cerutu.
Pria yang berdiri bersamanya saat Dent mendekati
meja mereka berusia enam puluhan dan mulai botak.
Ia mengenakan kemeja kotak-kotak dengan kancing
tekan putih mutiara. Kemejanya dimasukkan ke celana Wrangler disetrika licin yang dilengkapi ikat pinggang kulit lebar dengan gesper perak sangat besar.
Wajahnya yang lebar dan kecokelatan karena matahari
berkesan terbuka serta ramah, dan tangan yang menjabat Dent ketika Gall memperkenalkan mereka terasa
semantap kulit sepatu bot.
Ia mengguncang tangan Dent beberapa kali. "Dent,
terima kasih sudah datang. Aku telah lama ingin bertemu denganmu. Silakan duduk." Ia memberi isyarat
agar Dent duduk di kursi di seberang meja kecil, di
depannya.
Tepat pada saat itu petir menggelegar, menyebabkan
jendela bergetar. Dent memandang ke luar dan melihat hujan mulai turun. Ketika memandang kedua
pria itu lagi, ia berkata, "Aku tidak bisa lama-lama."
Sikap kasarnya membuat Gall mengerutkan kening,
580
tapi sang senator tersenyum santai. "Kalau begitu aku
akan bicara cepat saja. Gall sudah mengutarakan syarat-syaratmu padamu, dan, terus terang, menurutku
itu tidak adil." Ia terdiam sesaat, kemudian tertawa.
"Aku bisa memberikan yang lebih baik."
Dent mendengarkan sementara sang senator mengajukan penawaran menarik, yang hanya akan ditolak
oleh orang tolol. Namun, sebagian besar perhatian
Dent terpusat pada apa yang terjadi di luar. Angin
mengguncang pohon-pohon sycamore yang ditanam
pada jarak tertentu di sepanjang trotoar. Gerimis berubah menjadi hujan deras. Kilat dan guntur makin
lama makin sering dan keras.
Bellamy pasti ketakutan.
"Dent?"
Ia sadar senator itu telah berhenti bicara, dan apa
pun yang diucapkannya barusan membutuhkan semacam jawaban, sebab dia dan Gall sama-sama memandangnya dengan ekspresi menunggu.
"Uh, yeah," katanya, berharap itu jawaban yang
sesuai.
Gall mencabut cerutu dari bibir. "Hanya itu yang
akan kaukatakan?"
Dent berdiri dan berbicara pada sang senator. "Pesawatmu luar biasa. Dan aku bisa menerbangkannya
lebih baik daripada siapa pun. Tapi, saat ini, aku harus pergi."
Saat berjalan di antara meja-meja, ia mendengar
senator tersebut terkekeh. "Apakah ia selalu buru-buru
begitu?"
581
"Akhir-akhir ini, yeah," jawab Gall. "Ia sedang
kasmaran."
Dent mendorong pintu, yang disambar dan disentakkan angin dari tangannya. Ia tidak berhenti untuk
menutup pintu itu, melainkan menunduk melawan
hujan yang menderu-deru lalu berlari.
Dengan tangan gemetar, Bellamy mengguncang pecahan kaca agar terlepas dari pigura, kemudian menyapukan jemari di foto. Dengan cermat ia menatap setiap
anggota keluarga, berusaha mengetahui apa yang
mengganggu pikirannya dalam foto itu.
Kilat menyambar. Ia meringis. Dan selama sedetik
itu, ia kembali berusia 12 tahun, di area hutan taman
negara bagian, lumpuh ketakutan saat berjongkok di
balik semak-semak. Ia harus berlindung dari cuaca
buruk, tapi terlalu ketakutan untuk bergerak.
Kenangan itu demikian mencekam sehingga napasnya mulai tersengal dengan suara keras dan cepat. Ia
membawa foto itu, buru-buru mengitari meja menuju
rak buku terdekat dan berlutut di depan lemari di
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bawah rak. Di dalamnya tersimpan semua bahan riset
yang ia kumpulkan saat menulis Low Pressure. Ia meminta Dexter mengirimkan semua materi tersebut,
yang ditinggalkannya ketika terbang dari New York.
Ketika bahan-bahan itu tiba, Bellamy minta izin
Howard untuk menyimpannya di sini, di tempat yang
tidak dipakai ayahnya.
Dengan goyah ia menumpuk map-map tebal itu di
582
lantai di hadapannya dan dengan cepat mulai memilah-milah sampai menemukan map berisi foto-foto
tornado itu dan kejadian sesudahnya. Bellamy mengumpulkannya dari artikel-artikel di majalah serta
surat kabar, mencetaknya dari Internet, sehingga ia
punya puluhan foto yang dibuat saat Memorial Day
nahas di Austin itu.
Namun, ia hanya mencari satu foto, dan pencariannya begitu kalut sehingga ia harus mencermati fotofoto itu dua kali baru menemukan yang dicarinya.
Teksnya berbunyi: Keluarga terpandang mencari orangorang terdekat di antara reruntuhan.
Seorang pegawai Lyston Electronics yang membawa
kamera ke acara barbekyu itu memotretnya hanya beberapa menit setelah tornado melanda. Di latar belakang, kekacauannya tampak tidak nyata. Foto tersebut
menampakkan orang-orang menangis, kacau-balau,
masih dicekam kepanikan.
Di latar depan ada Howard, Olivia, dan Steven.
Howard mencengkeram tangan Olivia, wajah pria
itu basah dengan air mata. Lengan Steven terangkat,
wajahnya tersembunyi di lekukan siku. Ekspresi Olivia
datar, sangat berbeda dari senyum yang ditampilkannya di foto yang diambil pagi sebelumnya di tangga
depan rumah.
Bellamy menjajarkan kedua foto tersebut.
Ya, ekspresi wajah Olivia sangat kontras.
Namun, perbedaan di blusnya tidak sekentara itu.
Dalam foto yang diambil duluan, ada pita di lehernya. Pada foto kedua
583
Bellamy menjatuhkan kedua foto itu dan menutupi
wajah dengan dua tangan saat kenangan menyentaknya. Ia bagai tersedot cepat ke dalam terowongan
waktu, tiba-tiba kembali berada di hutan, mencari
Susan, yang meninggalkan paviliun bersama Allen
Strickland.
Bellamy ingin menemukan mereka berdua supaya
bisa mempermalukan Susan seperti Susan mempermalukan Bellamy dengan omongannya mengenai dirinya
dan Dent.
Tetapi, waktu ia menemukan sang kakak, Susan
tertelungkup di tanah, rok gaunnya tersingkap, menampakkan bokongnya. Tangan Susan mencengkeram
tas kecil. Dia tidak bergerak. Bellamy tahu dia sudah
tak bernyawa.
Yang sama mengejutkannya, tampak Olivia berdiri
di atas Susan, menunduk memandang gadis itu. Di
tangannya ada pita yang merupakan bagian blusnya.
Ujungnya menjuntai di tanah.
Bellamy ingin berteriak, tapi ia terpaku karena ketakutan dan kaget. Ia bergeming sama sekali dan menahan napas. Toh memang sulit bernapas, sebab udara
terasa begitu menyesakkan. Hutan, entah bagaimana,
senyap dan membeku. Tidak ada yang bergerak. Burung, serangga, bahkan sehelai daun pun bergeming.
Seolah seluruh isi alam berhenti untuk memandang
Olivia mencekik anak tirinya sampai mati.
Lalu tiba-tiba kebekuan dibuyarkan embusan angin
kencang dan kesunyian dipecahkan gemuruh yang
menyebabkan Bellamy terjatuh. Perubahan itu meng584
gerakkan Olivia, yang menoleh dan cepat-cepat lari di
antara pepohonan dan semak-semak, bergerak menuju paviliun.
Bellamy bangun dengan susah payah dan berjalan
terhuyung-huyung menerobos hutan sementara angin
menerpa dan menyesakkan napas, udara yang mengandung listrik membuat rambutnya tegak. Ia belum
pernah mendengar suara seperti tadi. Suara itu bagai
geraman naga yang akan menerkamnya.
Tetapi, sebetulnya ia bukan lari dari unsur-unsur
mengerikan badai. Ia lari dari apa yang barusan dilihatnya. Dengan membabi buta Bellamy mencari perlindungan, bukan dari angin dan potongan-potongan
benda alam yang beterbangan di sekelilingnya, melainkan dari hal-hal yang tak bisa diterima akalnya.
Ketika akhirnya tiba di rumah perahu, dengan
paru-paru sesak dan jantung berdentam, ia terhuyung
masuk dan naluri membawanya ke sudut untuk meringkuk di sana, meskipun sebagian atap logamnya
robek dan bagian atap yang lain menghunjam bangunan besar itu bagai mata pisau guillotin?, membelah
perahu jadi dua. Sambil menangis tak terkendali, ia
menutupi kepala dengan dua tangan dan bergelung
serapat mungkin.
Hujan sekarang mendera jendela ruang kerja. Kilat
menyambar tak jauh dari situ. Diikuti suara keras
ledakan, lampu di meja berkedip, lalu padam.
Bellamy ingin berlindung dan bersembunyi, seperti
yang ia lakukan hari itu di rumah perahu, tapi ia bukan anak kecil lagi, dan jika menyerah pada rasa ta585
kut sekarang, ia mungkin takkan pernah mengetahui
apa yang bahkan tidak diberitahukan kenangannya
yang terungkap.
Mengulurkan tangan dari tempatnya di lantai, ia
mencengkeram sudut meja dan menggunakannya sebagai tumpuan untuk menarik dirinya bangun. Bellamy
memejamkan mata agar tidak melihat badai yang mengamuk, menarik napas dalam-dalam beberapa kali, lalu
melepaskan meja dan berjalan ke luar ruangan.
Semua lampu di rumah mati, tapi ia bisa menemukan jalan ke tangga utama. Saat memegang erat tiang
tangga, ia berhenti sebentar. Pegangan tangga yang
melengkung itu terasa penuh ancaman. Keadaan begitu gelap sehingga ia bahkan tidak bisa melihat ujungnya di puncak tangga, tapi Bellamy memaksa diri
menginjakkan kaki pada anak tangga paling bawah
dan mulai naik.
Sesekali ia disilaukan kilatan petir, membuatnya
menyambar pegangan tangga dan menunggu matanya
beradaptasi. Sesampainya di puncak tangga lantai dua,
ia memandang ke ujung koridor panjang. Tempat itu
gelap. Namun, cahaya samar memancar dari bawah
pintu kamar yang ditempati Olivia dan Howard.
Bellamy berjalan menuju ke sana dan bahkan tidak
berhenti untuk mengetuk sebelum memutar kenop
pintu dan masuk.
Lilin kecil berkedip di nakas. Olivia terbaring di
tempat tidur, berselimut sampai dada. "Olivia?"
Wanita itu mengangkat kepala dari bantal.
"Bellamy." Kemudian, lebih lemah, "Steven pergi."
586
Bellamy melintasi kamar untuk berdiri di kaki tempat tidur. Olivia sekilas memandang tangan Bellamy,
yang memegang dua foto yang mengungkapkan segalanya itu. Ketika tatapannya kembali ke wajah
Bellamy, ia menatap mata Bellamy dalam-dalam selama beberapa saat. Akhirnya, ia berkata, "Kau tahu."
Bellamy mengangguk dan pelan-pelan duduk di
pinggir tempat tidur. Sesaat mereka hanya berpandangan, tidak mengatakan apa pun. Olivia memecahkan
keheningan mencekam tersebut. "Bagaimana kau bisa
mengungkapnya?"
"Aku tidak mengungkapnya. Dengan bantuan fotofoto ini, aku akhirnya ingat."
Olivia memandangnya dengan tatapan bertanya.
Bellamy menjelaskan soal ingatannya yang hilang.
"Bahkan meski aku fokus pada hari itu dan menulis
buku, ada potongan-potongan waktu yang tak dapat
kuingat. Barusan inilah aku bisa mengingat semua
kembali."
"Kau melihatku melakukannya?" tanya Olivia
pelan.
"Aku melihatmu berdiri di atas tubuhnya sambil
memegang pita blusmu."
"Pita itu bisa dilepas. Setelah tornado, tidak ada
yang sadar bahwa pita tersebut hilang. Pakaian orangorang kan memang beterbangan. Bahkan ada anak
yang ditemukan telanjang. Angin benar-benar meniup
semua pakaiannya."
"Kau membuang pita itu di antara reruntuhan.
587
Senjata pembunuhan pun lenyap ketika kekacauan
setelah badai dibersihkan."
"Selama ini diasumsikan ia dicekik dengan celana
dalamnya."
"Jadi celana dalam yang ditemukan di rumah
Strickland hari ini?"
"Oh, aku yakin itu milik Susan. Allen mungkin
memberikannya pada adiknya sebelum ditangkap, supaya benda itu tidak ada padanya saat ia ditahan."
"Kau tahu Allen menyimpan celana dalam itu?"
"Oh, ya. Tentu saja aku tak mungkin bicara, sebab
aku tidak bisa mengatakan aku tahu. Aku yakin polisi
bakal menemukannya, yang akan memastikan bahwa
ia bersalah. Tapi, polisi tidak menemukannya. Aku
tak dapat menjelaskan mengapa Ray menyimpannya
selama bertahun-tahun ini."
Bellamy takjub dengan sikap tenang dan dingin
Olivia saat membeberkan semua ini. "Olivia, apa yang
sebetulnya terjadi di hutan itu?"
Dada wanita tersebut naik lalu turun ketika ia menarik napas dalam-dalam. "Aku melihat Susan meninggalkan paviliun bersama bocah yang mengikutinya
seolah gadis itu kucing betina yang sedang birahi. Ia
memang begitu, kau tahu. Selalu birahi. Susan menguarkan bau yang seperti binatang saat birahi.
Bau atau apalah. Aku tidak tahu. Tapi, laki-laki selalu
tahu. Begitulah, kubuntuti mereka. Aku tidak mau
kelakuan Susan mengacaukan acara penting kita.
"Aku mendengar sebelum melihat mereka. Suarasuara menjijikkan. Seperti binatang kawin. Napas
588
terengah-engah bocah itu, erangan Susan. Susan
bersandar di pohon. Bagian atas gaunnya tertarik ke
bawah. Bocah itu beraksi di payudaranya. Tangan
anak itu. Mulutnya. Ia tampak sangat menikmatinya,
tapi Susan kelihatan bosan. Dia memandang langit.
"Susan berkomentar bahwa langit tampak aneh,
sepertinya akan ada badai. Tapi, entah bocah tersebut
tidak mendengar, atau mengabaikannya. Susan menyebut namanya dan mendorongnya menjauh sedikit.
?Aku tidak mau kehujanan,? katanya.
"Laki-laki itu tertawa dan berkata, ?Kalau begitu,
kita harus cepat-cepat.? Ia membuka celana dan menyentakkannya turun melewati pinggul. Susan menunduk memandangnya dan terkikik. ?Masukkan lagi ke
celana.? Dan laki-laki itu menjawab, ?Aku takkan memasukkannya ke celana.?
Olivia bergidik. "Aku begitu jijik sehingga ingin
berbalik dan pergi. Aku tidak ingin melihat mereka.
Tapi, Susan lalu memukul tangan bocah itu yang meraba-raba. ?Aku serius. Aku tidak mau tetap di luar
sini sehingga gaunku rusak.?
"Laki-laki itu berusaha membujuknya, mula-mula
dengan bercanda, lalu marah. Akhirnya, ia memakimaki Susan, merapikan celana lagi, dan berjalan pergi.
Sambil tertawa, Susan bilang ia tidak boleh pergi sambil marah-marah.
"Aku lantas melihat gadis itu melepas celana dalamnya dan melemparkannya pada bocah tersebut, seperti
menjepretkan karet gelang. Dia menyuruh si bocah
589
menggunakan celana dalam itu saat memuaskan diri
sendiri, dan memikirkan dirinya ketika melakukannya."
Olivia memejamkan mata sesaat. "Tentu saja Susan
menggunakan kata-kata yang jauh lebih kasar."
Ia diam beberapa lama dan menarik napas dalamdalam. "Susan merapikan pakaian dan menata rambut
lagi. Meskipun ia sangat cantik, aku muak melihatnya.
Ekspresiku pasti menunjukkan perasaanku itu, sebab
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
waktu melihatku, ia berkata, ?Mau apa kau?? Kau
tahu seperti apa nada yang kumaksud. Ia tidak malu,
atau bahkan ingin tahu sudah berapa lama aku di situ
dan apa saja yang kulihat. Ia hanya mengajukan pertanyaan itu dengan nada penuh kebencian.
"Kuberitahu dia apa yang persisnya ada di pikiranku, bahwa ia memalukan, bahwa ia amat sangat jahat
dan tak bermoral. Susan mendesah dramatis, mendorong dirinya dari pohon, dan berkata, ?Sudahlah.?
Ketika berjalan melewatiku, ia menarik roknya supaya
tidak menyentuhku. Jebollah pertahananku.
"Sebelum aku menyadari tindakanku, tanganku
tahu-tahu terulur, dan kucengkeram lengannya. Ia
menyuruhku melepaskannya, tapi aku malah mendekat. Dan saat itulah aku aku aku menyuruhnya
berhenti mengganggu Steven.
Bellamy terkesiap. "Kau tahu tentang dia dan
Steven?"
"Kau juga, kelihatannya."
"Baru minggu ini. Ia memberitahuku ketika aku
pergi ke Atlanta. Kau tahu saat itu, ketika peristiwanya terjadi?"
590
Olivia berpaling sehingga pipinya menempel di
bantal. "Tuhan, tolonglah aku."
Bellamy lebih terkejut mendengar ini daripada
pengakuan Olivia bahwa dia membunuh Susan. "Kenapa kau tidak melakukan apa-apa untuk menghentikannya?"
"Susan tahu mengapa," jawabnya, nyaris hanya berupa bisikan. "Kukatakan padanya kalau ia berani
mendekati Steven lagi, aku akan memberitahu
Howard. Susan menertawakanku. ?Memangnya kaupikir aku bodoh, Olivia?? Ia tahu aku takkan memberitahu Howard karena Howard pasti akan hancur, begitu
juga keluarga kita.
"Ia putri Howard. Howard akan merasa wajib mendukungnya. Loyalitasku pada Steven. Kami bakal terpecah. Pernikahan kami. Segalanya. Aku tidak sudi membiarkan pelacur kecil itu menghancurkan kami."
"Tapi?"
"Aku tahu, Bellamy. Aku tahu. Susan tetap menghancurkan keluarga kita. Tapi, pada hari itu, aku
berusaha membuat ancamanku meyakinkan. Kuulangi
bahwa ia harus meninggalkan Steven. Ia menantangku
dan berkata, ?Tidak mau, selama banci kecil muram
itu masih bisa berdiri?."
Lama Olivia menatap nanar dinding di seberangnya
dalam diam, kemudian pelan-pelan ia menoleh untuk
memandang Bellamy. "Susan berjalan?melenggang?
pergi, sambil mengayun-ayunkan rok gaunnya.
"Aku tidak merencanakannya. Aku cuma bereaksi
karena marah sekali. Aku membungkuk dan menyam591
bar dahan pohon patah yang tergeletak di tanah, lalu
kuhantam bagian belakang kepalanya sekuat tenaga.
Susan jatuh tersungkur. Kubuka pita leher blusku dan
kulepaskan." Olivia mengangkat bahu dengan enteng.
"Rasanya seperti melihat orang lain. Gampang sekali.
Ketika sadar bahwa ia sudah mati, kupermalukan dia
dengan menyibakkan roknya."
Selama beberapa saat tak ada yang bicara. Bellamy
menatap wajah tenang Olivia. Olivia memandang
langit-langit.
Bellamy bergerak. "Aku harus bertanya. Apakah
Daddy tahu? Atau menduga?"
Wajah Olivia berkerut muram. "Tidak, tidak." Kemudian dengan nada sedih ia menambahkan,
"Kadang aku memergokinya memandangiku. Dengan
serius. Mengerutkan kening. Dan aku jadi bertanyatanya"
"Ia tak pernah bertanya?"
"Ya."
Bellamy penasaran apakah Howard tidak bertanya
karena tak ingin tahu. Mungkin Howard menugaskannya mencari kebenaran bukan untuk membebaskan
Allen Strickland dari kecurigaan, tapi Olivia. Ayahnya
tidak mau meninggal dengan secercah kecurigaan sekalipun bahwa istri tercintanya telah menghabisi nyawa
putrinya.
Mereka takkan pernah tahu apa yang ada di benak
Howard, dan Bellamy sebetulnya mensyukuri fakta
itu.
"Apakah Steven tahu?" ia bertanya pelan. "Dia
592
sendiri yang memberitahu aku bahwa dia bersyukur
Susan meninggal."
"Tidak. Tapi, aku kelepasan bicara hari ini bahwa
aku tahu apa yang dilakukan gadis itu padanya. Karena itulah Steven pergi."
Hati Bellamy mencelos saat Olivia menceritakan
kejadian tersebut. "Aku memohon agar ia memaafkan
aku, tapi ia tak mau mendengarkan. Steven mengunci
diri di dalam kamar dan ketika ia membuka pintu,
tas-tas mereka sudah dikemasi, dan taksi menunggu
untuk membawa mereka ke bandara. Aku minta ia
tinggal dan membicarakan masalah itu, namun memandangku pun ia tak mau. Itulah hukuman paling
berat atas perbuatanku."
Ia diam sesaat seolah mengumpulkan pikiran, lalu
berkata, "Aku menipu diri sendiri untuk menganggap
vonis Strickland merupakan pertanda dari Tuhan bahwa Ia memberiku kesempatan kedua.
"Steven menderita, dan bisa dibilang kau juga, namun Howard dan aku hidup bahagia selama hampir
dua dekade. Aku meyakinkan diri bahwa Susan memang pantas dibunuh, dan itulah sebabnya aku dapat
menerima tindakanku. Ia mendesah. Tapi, itu tidak
benar, bukan?"
"Ya," sahut Bellamy pelan. "Karena kau harus memberitahu pihak berwajib, Olivia. Nama Allen Strickland
harus dibersihkan. Begitu juga Dent, Steven, siapa pun
yang pernah dicurigai. Kau harus membersihkan nama
mereka."
Olivia mengangguk. "Aku tidak takut lagi. Aku
593
telah kehilangan Howard. Sekarang Steven. Tak ada
kejadian lebih buruk yang bisa menimpaku."
Bellamy mendadak sadar bahwa, selain kepalanya,
Olivia tidak bergerak. Wajah wanita itu basah dengan
air mata, tapi ia tidak mengambil tisu dari kotak di
nakas.
"Olivia?"
Mata ibu tirinya terpejam, dan ia tidak menjawab.
"Olivia!"
Bellamy cepat-cepat menyibakkan selimut, dan,
biarpun tidak suka menjerit, ia sekarang menjerit.
Olivia bersimbah darah. Kedua pergelangan tangannya
teriris.
Dengan panik Bellamy memukul-mukul pipi wanita itu, namun reaksinya hanyalah gumaman protes
samar.
Bellamy menyambar telepon tanpa kabel dari
charger di nakas, menghubungi 911, dan langsung
berbicara secepat kilat begitu operator mengangkat
telepon. Ia meneriakkan alamatnya. "Dia bisa tewas
karena perdarahan! Kirim ambulans. Cepat, cepat!"
Operator mengajukan serentetan pertanyaan, tapi
ketika melihat sorot lampu mobil di langit-langit,
Bellamy menjatuhkan telepon, berlari ke jendela, dan
menyibakkan tirai.
Meskipun hujan deras, ia segera mengenali sosok
rendah Vette ketika mobil itu ngebut memasuki gerbang yang terbuka. Ia berteriak lega.
Bellamy kembali ke tempat tidur, menyentuh pipi
Olivia, dan terkejut ketika menyadari betapa dingin
594
rasanya. "Jangan mati," bisiknya sepenuh hati, kemudian lari meninggalkan kamar.
Koridor lebih gelap daripada tadi, namun ia tidak
mengurangi kecepatan bahkan ketika sampai di tangga. Bellamy bisa dikatakan terbang menuruni tangga,
tersandung di anak tangga paling bawah, dan cepatcepat berpegangan pada tiang sebelum tersungkur.
Ia mencapai pintu depan tepat ketika Corvette berhenti. "Dent! Tolong aku!"
Tanpa memedulikan hujan yang bagai tercurah dari
langit dan kilat yang memenuhi langit dengan cahaya
biru-putih, Bellamy berlari menyeberangi teras dan
menuruni tangga depan. Ia sudah mengitari mobil
waktu Dent keluar.
Ia menubruk pria itu. "Dent, syukurlah! Olivia.
Ia?"
Lengan-lengan yang kuat memeluknya, tapi bukan
Dent.
"Akhirnya kita bertemu."
Bellamy menengadah di tengah hujan dan menatap
wajah Ray Strickland yang menyeringai mengejek.
595
Ketika sampai di lapangan parkir tempat ia meninggalkan Corvette dan mendapatinya kosong, Dent
berputar 360 derajat, mengira cuaca buruk mengacaukan pikirannya dan ia pergi ke tempat yang salah.
Lalu selama beberapa detik lagi ia terpaku di sana,
bingung, sementara hujan mengguyurnya.
Pikiran bahwa mobilnya dicuri dari tempat parkir
membuatnya mengertakkan gigi. Tetapi, jantungnya
lalu berdebar kencang waktu ia memikirkan siapa
yang kira-kira mencuri mobilnya. Mungkinkah hanya
kebetulan bahwa mobilnya dicuri sementara Ray
Strickland belum tertangkap? Strickland montir. Ia
pasti tahu cara membobol mobil, mengotak-atik kuncinya, dan melakukan hal-hal lain untuk mencuri kendaraan apa pun.
Semua ini berputar di otak Dent dalam waktu seBab 30
596
persekian detik, dan ia langsung bertindak menanggapi ketakutannya. Ia berlari ke bawah atap di bagian
depan bangunan, mengeluarkan ponsel untuk menelepon Bellamy dan memperingatkannya. Ia menekan
nomor wanita itu tapi lalu ingat bahwa Nagle dan
Abbott menyita ponsel Bellamy sebagai barang bukti
dalam kasus pembunuhan Moody. Tidak ada yang
mengangkatnya.
Dengan panik Dent menyerbu masuk Starbucks
seperti orang gila, mengagetkan para tamu dan staf.
Tidak memedulikan fakta bahwa ia basah kuyup, rambutnya melekat di kepala, dan matanya menyorot liar,
ia berteriak, "Gall, mobilmu! Diparkir di mana?"
Gall, yang masih berbincang-bincang dengan si
senator, ternganga memandang Dent. "Di mana mobilmu?"
"Tidak ada di tempat aku memarkirnya. Serahkan
kunci mobilmu. Hubungi 911 dan suruh mereka mengirim polisi ke rumah Lyston. Para polisi di gerbang
harus diberitahu bahwa Ray Strickland mungkin akan
mencoba masuk ke tempat itu dengan mobilku.
Bellamy tidak punya telepon, jadi aku tak bisa meneleponnya langsung, dan aku tidak tahu nomor telepon rumahnya. Sekarang, demi Tuhan, lemparkan
kuncimu padaku."
Gall mematuhinya dan Dent menyambar kunci
mobil yang melayang ke arahnya. "Sisi barat gedung!"
seru Gall pada punggung Dent sementara pria itu
menerobos badai.
Dent lari ke tempat parkir dan melihat mobil reyot
597
Gall. Ia naik ke mobil tersebut dan menyalakannya,
kemudian, memacu mobil secepat mungkin, ia melompati trotoar dan terlonjak ke jalanan.
Sambil memegang kemudi dengan satu tangan, ia
menghubungi 911 dengan tangan yang lain. Saat ini
Gall pasti sudah menghubungi nomor darurat tersebut, tapi tak ada salahnya kalau ia menelepon nomor
itu juga.
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ia memberitahukan namanya dan alamat rumah
keluarga Lyston pada operator yang menjawab. "Nyawa Bellamy Lyston Price dalam bahaya."
"Ada masalah apa sebenarnya, Sir?"
"Terlalu panjang untuk diceritakan. Tapi, ada beberapa polisi yang berjaga di gerbang depan. Mereka
harus diberitahu supaya mengawasi Corvette merah.
Mereka tidak boleh membukakan gerbang karena
pengemudinya mungkin Ray Strickland. Dan hubungi
Nagle serta Abbott. Mereka detektif bagian pembunuhan. Mereka tahu ada apa sebenarnya." Ia kehabisan
napas saat selesai bicara.
"Nama Anda lagi, Sir?"
"Apa?"
"Nama Anda lagi?"
"Bercanda kau ya?"
Dengan ketenangan yang menjengkelkan, wanita
itu mulai lagi menanyakan nama Dent. Sambil memaki, Dent melemparkan telepon ke bangku pickup
supaya bisa menggunakan dua tangan untuk menyetir
melewati minivan yang melaju pelan. Ia menerobos
lampu merah, seraya terus menekan klakson pickup.
598
* * *
Keberuntungan Ray berubah, dan itu karena ia
membunuh Moody.
Pasti ada hubungannya, karena setelah itulah kemujuran mulai menghampirinya.
Pertama, ia berhasil kabur dari dua polisi yang menyerbu rumahnya. Darah salah satu polisi itu masih
menempel di pakaiannya, bersama semburan darah
Moody. Diduganya ia tidak menewaskan polisi tersebut, namun ia tidak mau berlama-lama untuk memastikan.
Setelah menghindar dari peluru polisi kedua?lagilagi nasib mujur?ia berlari ke luar rumah dan meloloskan diri dari belakang tepat saat mobil-mobil polisi
lain berdecit berhenti di depan.
Ia sudah lama tinggal di daerah ini sehingga tahu
lika-liku jalan-jalannya, tahu mana yang buntu dan
mana yang merupakan jalan tercepat keluar dari labirin, bahkan bagi orang yang berjalan kaki.
Betul sekali. Dewi keberuntungan benar-benar berada di pihaknya. Dengan berlari di sela rumah-rumah
dan melompati pagar, ia berhasil sampai di belakang
deretan ruko, tempat klinik kecil berada.
Tahu bahwa staf klinik gawat darurat seperti itu
biasanya bekerja dalam shift panjang dan menduga
sepagi ini klinik tersebut baru buka, ia menarik kesimpulan bahwa mobil yang dicuri baru akan ketahuan hilang berjam-jam kemudian. Ia menunggu di
balik bak sampah sampai seorang wanita muda yang
599
mengenakan seragam dokter parkir di tempat karyawan dan masuk dari pintu belakang. Mudah sekali
mengakali kunci mobilnya.
Nasibnya betul-betul sedang mujur. Hanya beberapa menit setelah meninggalkan rumah, ia sudah
berkilo-kilometer jauhnya. Adrenalin mengalir deras.
Penuh semangat. Ingin menumpahkan lebih banyak
darah. Darah Bellamy Price.
Sejak kematian sang ayah, wanita itu tinggal bersama ibu tirinya di rumah keluarga. Ray menjadikan
tempat itu sebagai tujuannya, berpikir bahwa Bellamy
akhirnya pasti akan muncul di sana. Melaju melewati
rumah itu saat siang juga memberinya kesempatan
untuk menyusun rencana tentang cara menerobos gerbang dan memasuki halamannya.
Sekarang akan jauh lebih sulit karena ada mobil
patroli polisi di depan gerbang.
Tetapi, lagi-lagi dewi keberuntungan tersenyum
padanya.
Ia kebetulan lewat sambil mengintai untuk kesekian
kalinya ketika melihat Corvette merah milik Dent
keluar dari gerbang. Pria itu sendirian, berarti Bellamy
berada di rumah dan, untuk saat ini, tak bisa didekati.
Ray memutuskan membuntuti Dent. Dan ketika
lelaki tersebut parkir di Starbucks lalu masuk, Ray
sadar bahwa dirinya bukan hanya mujur tapi juga
pintar, sebab ia melihat jawaban mengenai cara melewati gerbang sialan itu.
Ia meninggalkan mobil curiannya di tempat parkir
600
sebelah dan masuk ke mobil keren Dent Carter. Dan,
seolah nasibnya masih kurang beruntung saja, hujan
deras mulai turun, membuat para polisi di gerbang
akan sulit melihat siapa yang ada di balik kemudi
Vette. Supaya mereka semakin susah melihat ke dalam
mobil, Ray menyalakan lampu jarak jauh.
Semua begitu gampang sehingga ia ingin tertawa.
Kedua polisi yang melambai pada Dent waktu lakilaki itu pergi sekarang melambai pada Ray saat ia
sampai di gerbang, yang terbuka bahkan sebelum ia
berhenti sepenuhnya. Abrakadabra. Ia menduga polisipolisi tersebut diberi transmitter sehingga bisa mengontrol siapa yang keluar-masuk.
Masuk ke rumah juga bukan masalah. Bellamy sendiri yang berlari ke luar untuk menyambutnya. Ray
memeluknya erat bahkan sebelum wanita itu sadar ia
bukan Dent.
Bellamy tampak begitu kaget sehingga tidak mampu berteriak. Bagus. Ray jadi tidak perlu menghajarnya. Ia tidak mau Bellamy pingsan. Ia ingin wanita
itu sadar dan ketakutan.
Tetapi, saat ia mengangkat Bellamy dan membawanya menaiki tangga, Bellamy meronta-ronta. "Tidak,
kumohon, ada ibu tiriku di atas."
"Nanti kubereskan dia. Sekali pukul, dapat dua.
Tapi, kau yang pertama."
Bellamy berusaha lebih keras untuk melepaskan
diri dari cengkeramannya dan menendang tulang kering Ray kuat-kuat. Rasanya begitu sakit sehingga
begitu mereka melewati ambang pintu dan Ray bisa
601
menutup pintu, ia melemparkan wanita itu begitu
kuat sehingga Bellamy terhuyung dan tersungkur di
lantai keramik.
Rasa sakit yang menusuk menyebar dari bahu dan
pinggul Bellamy, yang menahan sebagian besar benturan. Tetapi, ia tidak punya waktu untuk berlama-lama
kesakitan sebab Ray mencabut belati dari sarungnya.
Pria itu melambai-lambaikannya pada Bellamy, dan
Bellamy melihat belati tersebut sudah berlumuran darah kering. Darah Moody? Perasaan mual mencekik
tenggorokannya saat gambar leher tergorok si mantan
polisi melintas di benaknya. Itulah yang akan dilakukan Ray padanya jika ia tidak mencegahnya.
Ray menyeringai dan maju dua langkah.
Bellamy mengangkat tangan. "Dengar, Ray, kau tidak ingin melakukan ini."
"Jelas ingin. Kau membunuh Susan dan membiarkan"
"Tidak. Tidak benar."
"Aku mendengarmu. Aku bersembunyi di lemarimu
ketika kau mengakuinya. Mestinya kubunuh kau saat
itu juga."
Bersembunyi di lemariku? Bellamy tidak mau memikirkan informasi itu dulu. Dengan terbata-bata ia
berkata, "Aku tidak membunuh kakakku, tapi aku
juga tahu abangmu bukan pelakunya. Ia tidak bersalah. Aku akan memberitahu orang-orang bahwa ia tidak bersalah."
602
"Sudah terlambat."
"Aku tahu," ujarnya, lalu menjilat bibir. "Tidak ada
lagi yang bisa dilakukan mengenai apa yang terjadi
pada Allen. Tapi, aku ingin orang tahu bahwa ia dijebloskan ke penjara dengan tidak adil. Kau juga diperlakukan dengan tidak adil. Aku ingin membeberkan
itu. Namun, aku tidak akan bisa melakukannya kalau
kau membunuhku."
"Aku akan membunuhmu." Ray mengulurkan tangan, menjambak rambut Bellamy, dan menariknya
berdiri. Bellamy berteriak kesakitan dan melakukan
satu-satunya hal yang diketahuinya harus ia lakukan.
Ia menghajar kemaluan Ray kuat-kuat dengan lutut.
Hantamannya tidak terlalu kuat, tapi cengkeraman
pria itu pada rambutnya berkurang sedikit, cukup untuk membuat Bellamy dapat meloloskan diri.
Ia lari ke tangga. Kalau ia bisa mengunci diri di
kamar Olivia cukup lama sampai polisi yang menanggapi teleponnya ke 911 datang, ada kemungkinan
mereka berdua bisa bertahan.
Namun, ia masih jauh dari lantai dua ketika lengan Ray melilit pinggangnya. Pria itu mendorong
wajah Bellamy ke tangga dan mendarat keras di tubuhnya, membuat napas Bellamy tersentak. Dengan
memegangi kening Bellamy, Ray menekan kepala
Bellamy ke bahu Ray. Bellamy merasakan mata pisau
belati laki-laki itu di area lunak di bawah tulang rahangnya.
"Sudah kubilang kau bakal menyesal."
603
* * *
Ketika ngebut di jalanan depan rumah keluarga
Lyston, Dent melihat dua siluet di dalam mobil polisi. Kenapa mereka cuma duduk di sana?
Ia menginjak pedal rem kuat-kuat, melompat ke
luar truk, berlari mendatangi mobil polisi, dan memukul jendela pengemudi dengan dua tangan, mengagetkan kedua polisi di dalam. Ia berteriak, "Kalian lihat
Vette-ku?"
Si polisi menurunkan kaca jendela. "Tentu. Waktu
kau mengemudikannya masuk beberapa menit lalu.
Tapi bagaimana kau bisa?"
"Bukan aku. Itu Strickland."
"Strickland? Naik mobilmu?"
"Di mana transmitter yang diberikan Bellamy?"
"Ini, tapi?"
"Buka gerbangnya." Ia lari ke sana, berteriak sambil
menoleh ke belakang. "Minta bantuan."
Polisi kedua turun dari sisi penumpang dan berteriak di tengah hujan. "Operator baru saja melaporkan
ada telepon darurat dari rumah itu. Katanya ada wanita mengalami perdarahan hebat."
Dent, dicekam ketakutan, mencengkeram salah satu
batang besi gerbang dan mengguncangnya. "Buka pintu sialan ini!"
Polisi mengambil transmitter dari dalam mobil, tapi
sambil memencetnya, ia berseru pada Dent, "Tetap di
tempatmu! Ini urusan polisi."
Dent ingat kode gerbang karena mengetahuinya
604
beberapa saat lalu hari ini, tapi ada mobil polisi di
antara dirinya dan tiang tempat keypad terpasang. Ia
berputar dan mulai memanjat dinding pagar, menggunakan tanaman merambat yang basah sebagai pegangan.
"Hei! Stop!"
"Tembak saja aku."
Lututnya berhasil bertumpu pada puncak dinding
dan, bahkan tanpa melihat ada apa di sisi yang satu
lagi, ia melemparkan diri ke seberang dinding. Ia mendarat di tengah semak, mematahkan dahan-dahan saat
membebaskan diri, lalu berlari menuju rumah, yang
terasa berkilo-kilometer jauhnya dan gelap gulita.
Dadanya sesak karena tekanan isik dan ketakutan
memikirkan nasib Bellamy saat ia berlari menaiki
tangga, terpeleset di teras yang licin karena hujan,
dan menghantamkan bahu ke pintu depan ketika melesat masuk.
Ia tidak bisa melihat apa-apa sampai kilat menyambar, lalu langsung waspada ketika menatap pemandangan di depannya. Kira-kira di tengah tangga,
Strickland mendesak wajah Bellamy ke tangga. Lutut
Strickland menekan bagian bawah punggung wanita
itu dan leher Bellamy terpapar.
"Tidak!" Dent lari ke atas.
Kepala Ray menengadah cepat dan, melihat Dent,
ia melepaskan cengkeramannya pada Bellamy, membentangkan tangan bagai sayap, lalu melemparkan diri
ke bawah, menabrak Dent pada anak tangga keempat.
605
Mereka berguling-guling ke lantai foyer. Dent yang
pertama membebaskan diri dan melompat berdiri,
tapi Ray melesat dari posisi merunduk dengan belati
terhunus ke perut Dent. Dent melengkungkan punggung, perutnya jadi cukup jauh sehingga lolos dari
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
serangan fatal.
Sekarang matanya sudah cukup beradaptasi dengan
kegelapan. Waktu Strickland menyerbunya lagi, Dent
mengincar tangannya yang memegang pisau, membahayakan tangannya sendiri supaya bisa merebut senjata tersebut. Jemarinya mencengkeram pergelangan tangan Strickland dan, memanfaatkan kemarahan
sebagai tenaga, mendorong pria itu ke dinding. Dihantamkannya tangan Strickland yang memegang pisau
ke panel dinding.
Namun, pergelangan Strickland punya ruang gerak
yang cukup untuk memutar belati ke arah wajah
Dent. Ujung senjata itu sejajar dengan sudut mata
kiri Dent. Sekali tusuk bisa membutakannya.
"Aku akan membuatmu berantakan, bocah tampan.
Lalu aku akan memenggal wanita itu."
Dent mengertakkan gigi. "Akan kubunuh kau duluan."
"Jatuhkan!"
Perintah itu pasti berasal dari salah satu polisi.
Dent tidak menoleh, tapi Strickland memandang ke
arah sumber suara tersebut, dan Dent memanfaatkan
kelengahan sesaat itu untuk menyentakkan belati dan,
dengan tangannya yang bebas, menghajar jakun
Strickland. "Itu untuk pesawatku, bangsat."
606
Strickland, kesakitan dan mendadak tak bisa bernapas, berusaha menghirup udara. Dent mencengkeram
pergelangan tangannya begitu kuat sehingga dia terpaksa melepaskan belati dan benda itu jatuh berdentang ke lantai. Kemudian empat polisi mengerubuti
mereka.
Tetapi, biarpun tersengal-sengal karena tidak bisa
bernapas, Strickland tidak mau menyerah begitu saja.
Dent menerobos para polisi yang berusaha menaklukkan Strickland dan lari menaiki tangga menuju tempat Bellamy dengan lemah merayap ke atas tangga.
Dengan panik ia membungkuk di atas wanita itu.
"Apakah kau luka? Apakah ia melukaimu?"
"Tidak. Olivia." Sambil mencengkeram baju Dent
yang basah, ia merayap naik sampai tegak berdiri. "Di
atas sana. Bantu aku."
Dent memeluk pinggang wanita itu dan praktis
menggendongnya menaiki sisa anak tangga lalu menyusuri koridor gelap menuju kamar.
Begitu melihat Olivia Lyston di tempat tidur, seputih kapas, terbaring di tengah genangan darah, ia tahu
wanita tersebut telah meninggal dunia.
Beberapa menit kemudian, petugas medis mengonirmasinya.
Teriakan-teriakan makian Ray Strickland pada Bellamy
dan Dent menggema ke seluruh penjuru rumah. Butuh beberapa petugas untuk menaklukkannya, dan
sementara itu ia berteriak tentang ketidakadilan. Na607
mun, ia menangis bagai bayi ketika tangannya diborgol di punggung dan ia diseret ke mobil polisi yang
menunggu di luar.
"Aku harus membunuh mereka karena merekalah
penyebab Allen meninggal," celotehnya. Bellamy mendengar ia bertanya pada salah satu polisi yang menangkapnya apakah ia bisa memperoleh kembali celana
dalam Susan. "Abangku menyuruh aku menyimpannya."
Bellamy dan Dent ditanyai secara terpisah, dan
para polisi penyelidik, termasuk Nagle serta Abbot,
mulai memahami rangkaian peristiwa ganjil yang terjadi. Vette milik Dent diderek pergi sebagai barang
bukti.
"Aku ikut prihatin," kata Bellamy padanya saat
mereka memandang mobil derek melewati pintu gerbang. "Mula-mula pesawatmu, kemudian mobilmu."
Dent mengangkat bahu. "Keduanya tidak bisa berdarah."
Bellamy memalingkan muka untuk menatapnya.
"Ketika aku tiba di sini, para polisi memberitahuku
ada wanita di dalam rumah yang mengalami perdarahan hebat."
"Aku menelepon 911 untuk Olivia."
"Yeah, tapi aku tidak mengetahuinya." Ia memegang
bagian belakang kepala Bellamy, menekan wajah wanita itu ke dadanya, dan mencium puncak kepalanya.
"Aku masih tidak percaya ia membunuh Susan,"
bisik Bellamy. "Selama bertahun-tahun"
"Yeah," sahut Dent sambil mengembuskan napas
608
pelan. Kemudian, dengan suara yang bahkan lebih
pelan, "Ada Steven."
Polisi Austin menemukan Steven dan William di
bandara, tempat mereka menunggu penerbangan yang
ditunda karena cuaca. Salah satu petugas menghubungi Nagle. Detektif itu lalu menyerahkan ponselnya
pada Bellamy, yang mendapat tugas tidak enak untuk
memberitahu Steven tentang bunuh diri ibunya.
Lama Steven tidak berkata apa-apa, kemudian,
"Kami akan segera ke sana."
Sekarang, saat ia dan William masuk lewat pintu
depan, Bellamy mendatanginya untuk memeluknya.
Kelihatan jelas bahwa pria itu habis menangis. Mengingat bagaimana perpisahan Steven dan Olivia,
Bellamy tahu saudara tirinya itu merasa bertanggung
jawab atas perbuatan ibunya menghabisi nyawanya
sendiri.
Steven membiarkan Bellamy memeluknya beberapa
lama, kemudian menjauh. "Kami dengar tentang
Strickland dari para polisi yang mengantar kami kemari. Kau baik-baik saja?"
"Memar, tapi selain itu tidak apa-apa. Dent sampai
di sini tepat pada waktunya."
Steven memandang Dent. "Terima kasih. Sungguh."
Dent menanggapi ucapan terima kasih itu dengan
mengangguk.
Kembali pada Bellamy, Steven bertanya, "Di mana
dia?"
"Di kamarnya, tapi jangan naik dulu. Petugas pe609
meriksa jenazah masih di sana. Bagaimanapun, Olivia
pasti tidak mau kau melihatnya."
"Kau tidak mengerti. Aku harus menemuinya. Waktu aku pergi?"
"Ia memberitahuku. Tapi, jangan salahkan dirimu.
Kurasa ia memikirkan bahwa sekarang ia harus hidup
tanpa Daddy, dan merasa tidak sanggup."
"Howard merupakan hidupnya."
"Ya. Olivia rela melakukan apa saja demi Howard."
Ia ragu sesaat, lantas berkata, "Memang benar. Ia
membunuh demi Daddy."
Steven, yang dari tadi memandang puncak tangga,
sekarang menatapnya kembali. Ia berkata pelan,
"Susan."
Bellamy melirik William, yang bahkan tidak berkedip mendengar pengungkapan itu. Sambil menatap
Steven lagi, ia menanyakan sesuatu yang sepertinya
sudah jelas. "Kau tahu?"
"Tidak, aku bersumpah. Tapi, aku memang curiga."
"Sejak kapan?"
"Sejak awal, kurasa. Kapan kau mengetahuinya?"
"Ingatanku mengenai kejadian itu kembali malam
ini." Ia menceritakan semua yang terjadi sejak Dent
mengantarnya kemari. "Dia sudah sekarat. Kupikir
dia pasti sangat lega, bisa memberitahukannya pada
seseorang."
Ia terdiam sejenak ketika menyadari sesuatu. "Aku
sekarang mengerti kenapa kau begitu menentang bukuku. Kau tidak mau orang?aku?tahu."
610
"Demi kepentingan kau dan Howard, juga Ibu.
Setidaknya dia meninggal tanpa harus mengakuinya
pada Howard. Itu bisa membunuh Ibu. Aku, mungkin lebih daripada siapa pun, tahu betapa Ibu sangat
mencintainya. Lebih daripada apa pun. Atau siapa
pun." Suaranya pecah. William memeluk bahunya
untuk menenangkan, dan Steven tersenyum padanya
dengan penuh terima kasih.
"Steven?" Bellamy mengucapkan namanya dengan
lembut, dan ketika pria itu memandangnya lagi, ia
berkata, "Aku memberitahu polisi." Melihat ekspresi
menderita di wajah saudaranya, ia berkata, "Mereka
menyelidiki lagi kasus itu. Aku terpaksa memberitahu
mereka. Itu tindakan yang benar. Semua harus diluruskan."
Steven tidak membantah, namun tampak sangat
muram.
Bellamy menyentuh lengannya. "Begitu semua terungkap, bagiku juga tidak mudah atau menyenangkan,
namun kita sudah delapan belas tahun dibebani kebohongan ini. Aku tidak mau lagi menanggungnya selama sisa hidupku."
Beberapa saat kemudian, jasad Olivia dibawa keluar
dan dibaringkan di ambulans yang akan menuju kamar jenazah. Sementara mereka memandangi mobil
itu pergi, Steven berkata pada Bellamy, "William dan
aku akan menginap di Four Seasons. Tidak akan ada
acara basa-basi seperti saat Howard meninggal. Kita
611
makamkan dia di samping Howard. Dengan acara
tertutup."
"Aku mengerti dan setuju."
"Sedangkan yang lain" Ia membuang muka sebentar sebelum kembali memandang Bellamy dan
berkata, "Lakukanlah apa yang menurutmu harus kaulakukan. Bagaimanapun, bisa dibilang ini melegakan,
bukan?"
Bellamy memeluknya erat-erat dan berbisik, "Bagimu juga, kuharap."
Dengan mata berkaca-kaca ia menatap pria itu menuruni tangga dan masuk ke taksi yang sudah menunggu bersama William. Hubungan Bellamy dengan
Steven takkan bisa kembali seperti ketika mereka
remaja dulu. Ia naif saat percaya itu bisa terjadi. Kepribadian mereka, tujuan hidup mereka, berubah
karena apa yang terjadi pada Memorial Day itu.
Tetapi, ia akan terus berharap bisa menjalin hubungan dengan Steven.
Detektif Abbott meminta Bellamy bersiap-siap menjawab berbagai pertanyaan yang pasti akan timbul.
"Ray Strickland akan dituduh melakukan serangkaian
kejahatan. Kau akan dipanggil untuk bersaksi."
Ketika kedua detektif itu akan pergi, Nagle memberikan kartu nama pada Bellamy dan berkata, "Petugas kebersihan khusus."
Memikirkan itu dan semua tanggung jawab tidak
menyenangkan lain yang menunggunya, Bellamy pasti
gundah jika tidak ada Dent yang menemaninya mengunci rumah lalu berjalan bersamanya ke gerbang
612
depan. Hujan telah berhenti, badai bergerak ke timur.
Masih ada beberapa mobil polisi di jalan. Para petugas harus mengusir orang-orang yang datang untuk
menonton kejadian gawat darurat itu. Begitu melewati
kerumunan, Dent berkata, "Dasar burung bangkai."
Tampak Rocky Van Durbin duduk di kap mobil
Gall.
"Tidak, tunggu," kata Bellamy, mengulurkan tangan untuk menahan Dent. Ia terus melangkah sampai hanya berjarak tiga puluh sentimeter dari Van
Durbin, kemudian berbicara dengan nada yang
menyiratkan ketegasan, "Pergi dari mobil itu."
Sambil nyengir memuakkan, Van Durbin meluncur
turun. "Aku tidak bermaksud jahat."
"Tentu," balas Bellamy, menyindir.
"Betul," kata Van Durbin. "Aku menunggumu
cuma untuk bertanya tentang bunuh diri Mrs. Lyston.
Apakah dukacita karena kematian ayahmu yang menyebabkan ia melakukannya?"
Bellamy menarik napas dalam-dalam. "Van Durbin,
kau bajingan jahat, culas, yang memanfaatkan musibah orang lain. Kau benalu, makhluk hidup terhina
yang bisa kupikirkan. Tapi, sebetulnya" Ia diam
sejenak untuk menekankan omongannya. "Aku senang
bertemu denganmu."
Ia merasakan kekagetan Dent.
Sedangkan Van Durbin, cengiran liciknya goyah,
seakan ia mengira salah mendengar ucapan Bellamy.
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Di mana fotografermu?" ia bertanya.
613
Kolumnis itu ragu-ragu, kemudian menunjuk
semak-semak yang memisahkan halaman Lyston dari
tetangga. "Sekali saja ia memotret, percakapan ini selesai," ujar Bellamy. "Beritahu dia."
Van Durbin memandangnya beberapa saat, lantas
menoleh ke semak-semak dan memberi isyarat seperti
menggorok leher, gerakan yang membuat Bellamy
bergidik. Ia tidak punya waktu atau kesempatan untuk memikirkan serangan Strickland yang nyaris berakibat fatal pada dirinya tadi, tahu bahwa kalau ia
memikirkannya, emosinya bakal kacau. Ia menundanya sampai bisa sendirian.
Ia menyuruh Van Durbin menyiapkan notes.
Pria itu mengeluarkannya dari saku bersama pensil
yang setipnya habis digigiti.
Bellamy berkata, "Aku punya penawaran untukmu,
dan ini syarat-syaratnya. Kau akan mencatatnya, kata
demi kata, tidak memakai steno atau simbol, dan menandatanganinya. Setuju?"
"Tidak, tidak setuju. Syarat-syarat seperti apa, dan
apa imbalannya?"
Bellamy hanya menatapnya. Sesaat kemudian, Van
Durbin menggerutu, "Apa syarat-syaratnya?"
"Kau tidak akan mengungkapkan aku sebagai narasumber atas apa pun yang akan kuberitahukan padamu."
"Beres."
"Catat." Ia menunggu sementara pria itu melakukannya sebelum melanjutkan, "Kau tidak akan menu614
lis apa pun, dan maksudku satu titik pun, satu suku
kata pun, tentang kematian ibu tiriku."
Van Durbin ternganga memandangnya. "Ini lelucon?"
"Boleh aku menelepon National Inquirer?"
Van Durbin memasukkan setip pensil ke mulut
dan mengunyah-ngunyahnya sambil berpikir, kemudian menulis di notes.
Bellamy berkata, "Kau juga tidak boleh mengungkit-ungkit saudara tiriku, Steven. Namanya tak boleh
disebut dalam artikel apa pun yang kautulis tentang
ini."
"Ini, apa? Sejauh ini kau tidak memberiku apaapa."
Dent menimpali, "Kalau jadi kau, aku akan tutup
mulut dan mematuhi wanita ini."
Van Durbin menelengkan kepala ke arah Dent.
"Kurasa dia juga tak boleh diotak-atik?"
"Salah besar," jawab Bellamy cepat. "Ia harus disebut sebagai pahlawan karena menyelamatkan nyawaku.
Namanya harus dibersihkan sepenuhnya menyangkut
kematian kakakku. Tapi, kau tidak boleh menulis apa
pun mengenai kehidupan pribadi kami. Hidupnya
maupun hidupku. Masing-masing atau bersama. Sampai kapan pun. Dan tidak boleh lagi ada foto
kami."
Van Durbin tampak siap menolak mentah-mentah.
"Sebaiknya cerita yang akan kausampaikan ini benarbenar bagus."
"Memang." Bellamy mengambil notes jurnalis itu,
615
membaca tulisannya, lalu mengembalikannya. "Tanda
tangani." Begitu sudah menyimpan pernyataan bertanda tangan itu, Bellamy memberi isyarat pada potongan pensil di tangan Van Durbin. "Kau akan butuh
pensil yang lebih panjang."
"Kau bisa membayangkan betapa terkejut aku waktu
tahu kemarin bahwa salah satu pegawaiku, yang pernah kubantu, menghabisi nyawa orang lain dengan
begitu mengerikan."
Rupe memutuskan mengadakan konferensi pers di
ruang pamer toko utama. Tim penjualnya menjadi
penonton yang penuh perhatian. Para pelanggan yang
datang untuk membeli mobil pagi ini mendapat bonus pertunjukan.
Ia mendirikan panggung kecil dengan sistem mikropon built-in. Ia tidak mau ada yang ketinggalan sepatah kata pun omongannya yang penuh perasaan. Semua stasiun televisi lokal hadir. Karena popularitas
Low Pressure, kisah tentang Ray Strickland dan Dale
Moody?bab akhir menyentak dari saga sepanjang 18
tahun?pasti akan jadi berita nasional. Sang Raja Mobil kemungkinan besar bakal tampil di TV skala nasional malam ini.
Ia bahkan tidak mengeluh tentang wajahnya yang
luka-luka. Efeknya jadi lebih dramatis. Ia begitu bersemangat sehingga sulit mempertahankan sikap muram yang pantas untuk situasi ini.
Semua tidak mungkin lebih baik baginya.
616
Strickland membereskan Moody, dan polisi membereskan Strickland. Pria itu ditahan, marah-marah dan
mengoceh seperti orang gila. Kutipan-kutipannya yang
dimuat di surat kabar?misalnya minta celana dalam
Susan Lyston dikembalikan padanya?membuat Ray
terkesan tidak waras.
Ia juga terus mengutarakan ancaman balas dendam
pada Bellamy Price, Denton Carter, dan bisa dibilang
semua orang yang ada di planet ini. Takkan ada yang
mau mendengarkan tuduhan orang gila terhadap mantan asisten jaksa wilayah, penegak hukum dan keadilan.
Dengan berpikir cepat, Rupe berhasil membelokkan
pertanyaan apa pun yang mungkin timbul mengenai
telepon untuk dan darinya di ponsel Ray Strickland.
Ia mengakui pernah menolong Ray, yang sekarang
lebih terkesan sebagai perbuatan amal daripada cara
untuk mempertahankan kontrol atas potensi ancaman.
Dan omong kosong tentang salinan berkas kasus
itu? Moody tidak membawanya ke liang kubur, dan
berkas itu tidak ditemukan di mobilnya. Rupe menduga Bellamy Price hanya menggertak mengenai keberadaan berkas tersebut.
Semua urusan sudah beres bagi Rupe. Moody, lenyap. Strickland, bisa dibilang begitu juga. Bellamy
Price dan bukunya jadi terkesan luar biasa berkat
pengakuan menghebohkan Olivia Lyston menjelang
kematiannya.
Untuk memanfaatkan kabar panas itu semaksimal
617
mungkin, Rupe mengadakan konferensi pers sendiri
demi menghapus dugaan apa pun mengenai hubungannya dengan Ray Strickland, untuk mengungkapkan
keprihatinan menyangkut kematian mengerikan Dale
Moody, polisi yang dikenangnya dengan baik serta
sangat dihormatinya, dan untuk sekali lagi menyampaikan dukacita pada keluarga Lyston, yang mengalami nasib begitu tidak menyenangkan.
Ia begitu lihai melakukan segalanya dan para reporter menelan omongannya bulat-bulat.
Ia hampir menyudahi pidato ketika Van Durbin
dan si fotografer memasuki ruang pamer.
Liputan nasional! pikirnya.
Kolumnis itu melambai ringan padanya. Sementara
Rupe menjawab pertanyaan terakhir yang diajukan
padanya, kedua orang itu mendesak maju sampai
mereka berdiri persis di depan Rupe. Ketika Rupe
berhenti bicara, Van Durbin mengangkat tangan.
"Ah, kulihat teman kita dari EyeSpy telah bergabung. Mr. Van Durbin, kau punya pertanyaan untukku?" Ia tersenyum pada si fotografer, yang mengambil
serentetan gambarnya.
"Tidak ada pertanyaan. Aku sudah punya semua
jawabannya. Dalam pengakuan bertandatangan yang
ditinggalkan Dale Moody pada Bellamy Price."
Perut Rupe langsung mulas. Tetapi, ia berbicara
dengan suara keras dan melontarkan senyum lagi.
"Moody pemabuk delusional. Jadi apa pun yang dikatakannya?"
"Ia mengatakan bahwa kau dan dia menjebloskan
618
Allen Strickland ke penjara atas pembunuhan Susan
Lyston, padahal kalian tahu betul ia tidak melakukan
kejahatan itu. Kau bertanggung jawab atas kematiannya, juga kematian Moody. Kau bersalah, Rupe."
"Kauterbitkan itu dan aku bersumpah?"
Namun, Van Durbin memandang ke belakang
Rupe.
Rupe berbalik dan mendapati dirinya berhadapan
dengan dua pria bertampang serius. "Siapa kalian?"
desaknya.
"Aku Detektif Abbott. Aku kemarin bicara denganmu di telepon ketika kau melaporkan bahwa Dale
Moody terbunuh. Ini partnerku, Detektif Nagle. Senang bertemu denganmu, Mr. Collier." Lalu, sedetik
kemudian, "Kau berhak untuk tidak bicara."
Nagle melangkah ke belakang Rupe dan memakaikan semacam pengikat plastik di pergelangan tangannya.
Fotografer Van Durbin mendapatkan foto-foto luar
biasa.
619
SEMINGGu kemudian.
"Aku butuh pilot."
"Yeah? Kebetulan aku pilot."
"Kudengar kau hebat."
"Kau tidak salah. Ke mana kau akan pergi?"
"Ke mana-mana."
"Jelas sekali."
"Bisakah kita membicarakannya?"
"Tentu. Apa yang ingin kaubicarakan?"
"Bisakah kita bertemu untuk membicarakannya?"
"Kurasa. Maksudku, tentu."
"Aku masih di Four Seasons. Apakah kau bisa menemuiku di sini?"
"Baik. Kapan?"
"Seberapa cepat kau bisa ke sini?"
Satu jam kemudian, Dent mengetuk pintu suite
Epilog
620
Bellamy. Bellamy melihatnya dari lubang intip di pintu dan, meski kaca cembung di lubang intip membuat semua kelihatan aneh, Dent tampak menawan.
Dia berpakaian seperti ketika Bellamy melihatnya pagi
itu saat ia mencarter pesawatnya untuk pertama kali.
Jins dan sepatu bot, kemeja putih, dasi hitam diikat
longgar di bawah kerahnya yang terbuka.
Rupanya Dent menganggap ini pertemuan bisnis.
Bellamy menarik napas dalam-dalam dan membuka
pintu. "Hai."
"Hai."
Dent masuk ke suite dan, berdiri di tengah ruangan, menyusupkan tangan ke saku belakang jins dan
memandang berkeliling. Akhirnya ia menatap Bellamy.
Bellamy berkata, "Terima kasih kau mau datang meski aku memintamu secara mendadak."
"Aku masih butuh carter."
"Kau tidak menerima tawaran kerja dari senator
itu?"
"Yeah, kuterima."
"Bagaimana perkembangannya?"
"Oke. Aku menerbangkannya bolak-balik antara
kota ini dan peternakannya. Gampang. Tak sampai
satu jam kalau ada angin. Pada hari Sabtu, aku mengantarkan ia dan istrinya ke Galveston untuk makan
malam bersama teman-teman. Sudah di rumah pada
pukul 01.00."
"Jadi semua beres."
"Baru seminggu, tapi sejauh ini baik-baik saja."
621
"Aku ikut senang. Sementara itu, bagaimana perkembangan perbaikan pesawatmu?"
"Itulah penyebab aku butuh carter. Pengeluaranku
banyak. Walaupun Gall yang melakukan reparasi,
suku cadang-suku cadang penggantinya mahal."
Mereka cuma berbasa-basi, menghindari topik yang
sebetulnya harus mereka bicarakan, dan keduanya
sama-sama menyadari hal itu. Jantung Bellamy serasa
hampir meledak di dalam dadanya. Ia menunjuk kursi bersandaran tangan. "Duduklah. Mau kuambilkan
minuman dari mini-bar?"
"Tidak usah, terima kasih."
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dent duduk di kursi itu. Bellamy duduk di sofa.
Pria tersebut memandang sekelilingnya, menyadari
betapa kamar itu tampak seperti telah lama ditempati.
"Kau sudah seminggu di sini?"
"Ya, sejak kau mengantarku."
Percakapan panjangnya dengan Van Durbin berpindah dari jalanan di luar mansion ke rumah makan
yang buka 24 jam. Ketika akhirnya mereka selesai
bicara pada dini hari, Bellamy meminta Dent mengantarnya ke hotel. Lelaki itu melakukannya, tanpa
membantah atau berkomentar. Ia memeluk Bellamy
sebelum pergi tapi tidak menawarkan atau meminta
untuk tetap bersamanya.
Bellamy tidak mendengar kabar apa pun lagi darinya sampai ia berhasil mengumpulkan keberanian
untuk menelepon laki-laki itu satu jam lalu.
622
"Setelah Olivia Aku tidak mau tinggal di rumah
orangtuaku."
"Bisa dimaklumi."
"Sudah cukup berat bagiku dan Steven untuk menyusuri rumah itu, kamar demi kamar, memilah apa
yang ingin kami pertahankan. Ia mengambil beberapa
benda milik Olivia. Aku menyimpan beberapa benda
milik Daddy yang mengandung kenangan istimewa
bagiku. Benda-benda lain, bahkan perhiasan Olivia,
diserahkan kepada likuidator estate. Steven dan aku
sepakat untuk menyumbangkan semua hasil penjualannya kepada penampungan tunawisma. Kami akan
menjual propertinya."
"Apakah kau yakin ingin melakukannya? Tempat
itu sudah lama sekali jadi milik keluargamu."
"Tempat itu menyimpan terlalu banyak banyak kenangan buruk, selain kenangan menyenangkan, bagi
kami."
"Bagaimana dengan rumah di Georgetown?"
Bellamy memeluk diri sendiri. "Mengetahui Ray
Strickland pernah berada di dalamnya, bersembunyi
di dalam lemariku, menyentuh barang-barangku?aku
tak mungkin sanggup menginap semalam lagi di sana,
jadi kulunasi lease-ku. Aku menyewanya lengkap dengan perabotan. Untung saja aku belum mengeluarkan
semua barang pribadiku dari kotak pindahan."
"Berarti tinggal New York. Kapan kau kembali?"
Bahwa Dent bisa bertanya begitu datar menghancurkan hati Bellamy, tapi ia mempertahankan suaranya tetap tenang. "Sebetulnya, aku belum memutus623
kan di mana akan menetap. Apartemenku di sana
bukanlah rumah yang sesungguhnya. Tempat itu merupakan investasi. Aku mempertahankannya sebagai
pied-?-terre, tapi?"
"Pita apa?"
Bellamy tersenyum. "Tempat tinggal setiap kali aku
harus ke New York untuk urusan bisnis."
"Kau akan terus menulis?"
"Kali ini, betul-betul cuma iksi," jawabnya sendu.
"Tapi, aku bisa menulis di mana pun."
"Itukah sebabnya kau meneleponku? Kau mau aku
menerbangkanmu ke sana kemari sampai kau menemukan tempat yang kau suka?"
"Tidak," ujar Bellamy perlahan. "Aku meneleponmu
karena sepertinya kau takkan pernah meneleponku.
Aku menduga bahwa jika suatu saat ingin bertemu
denganmu lagi, aku harus mengarang-ngarang alasan."
Dent mengubah posisi duduknya di kursi. Ia menumpukan sebelah kaki di lutut kaki yang satu lagi,
kemudian segera menjejakkannya lagi di lantai. Ia menyapukan tangan di sepanjang dasi seakan merapikannya, meski tindakan itu tidak diperlukan.
Melihat tanda-tanda kegelisahannya, Bellamy bertanya, "Inikah saat kalian mengatakan berbagai hal
padahal sebetulnya tidak bersungguh-sungguh?"
"Tidak."
"Kau mengejarku terus sampai aku tidur denganmu, Dent. Kau menghancurkan penghalang yang tidak pernah berhasil dilakukan lelaki lain. Apakah kau
624
cuma ingin menang? Apakah orgasmeku merupakan
troi bagimu?"
"Ya Tuhan," kata Dent, menggeleng. "Tidak."
Bellamy terus memandanginya kemudian mengangkat bahu, bertanya tanpa kata-kata, Kalau begitu,
apa?
Dent bergerak-gerak gelisah lagi dan akhirnya berkata, "Aku tidak tahu cara melakukan ini."
"Tidak tahu cara melakukan apa, tepatnya?"
"Menjadi bagian dari sesuatu. Partner, atau pacar, atau belahan jiwa, atau apa pun istilah yang kaugunakan untuk menyebutnya. Dan aku terlalu berani
berandai-andai, sebab bisa saja kau tidak berpikir begitu tentang aku. Kita.
"Tapi, kalau ya, kuberitahu kau, sejujur-jujurnya,
bahwa aku mungkin tak bisa melakukannya dengan
baik. Dan aku benci itu. Karena aku tidak mau jadi
bajingan yang menyakitimu. Lagi. Lebih menyakitimu
daripada yang sudah kaualami. Kau berhak bahagia."
"Apakah kau akan bahagia?"
"Kalau apa?"
"Kalau kau jadi bagian dari sesuatu, partner, pacar,
belahan jiwa, atau apa pun."
"Bersamamu?"
Bellamy mengangguk.
"Aku tidak tahu bagaimana menjawabnya sebab
belum pernah melakukannya. Yang kutahu adalah
ketika meninggalkanmu di sini minggu lalu, dan semua kelihatannya akan baik-baik saja, aku mengira
tindakan terbaik yang dapat kulakukan bagimu adalah
625
menjauh dan membiarkan kau melanjutkan hidup.
Demi Tuhan, itu merupakan pengorbanan karena aku
masih ingin bersamamu. Dan aku sebetulnya bisa
bersamamu. Dan aku tahu itu. Tapi, menurutku itu
bukanlah yang terbaik bagimu. Jadi aku pergi, berpikir, ?Yah, menjauhlah, Santo Dent. Kau sudah berbuat
baik.? Belum pernah aku merasa sesenang itu setelah
mengambil suatu keputusan. Atau seburuk itu."
Ia bangun dari kursi dan berdiri di dekat jendela
yang menghadap ke hamparan taman hotel dan sungai di kejauhan. "Aku memikirkanmu sepanjang
waktu. Apartemenku sebelum ini terasa menyebalkan,
tapi aku betul-betul tidak tahan berada di sana sekarang, sebab ke mana pun aku memandang, aku melihatmu. Situasiku jadi begitu buruk sehingga dua malam ini aku tidur di hanggar. Gall tak mau bicara
padaku."
"Karena kau tidur di hanggar?"
"Karena aku terlalu bodoh untuk hidup."
"Dia bilang begitu?"
"Ya. Dia, uh" Beberapa saat kemudian barulah
ia pelan-pelan berbalik untuk memandang Bellamy.
"Katanya, jatuh cinta memang membuat orang jadi
bodoh. Tapi aku, karena diriku, jadi lebih daripada
bodoh dan membiarkan kau pergi."
Mata Bellamy berkaca-kaca. "Bisa gawat kalau Gall
sampai marah padamu."
Belakangan, mereka berdebat mengenai siapa yang
bergerak duluan, tapi yang penting adalah mereka
626
bersatu dalam pelukan yang melebur tubuh dan bibir
mereka. Tangan-tangan yang tak sabaran membuka
pakaian, namun waktu Dent mendesaknya ke jendela,
Bellamy menyadarkan pria itu dan mengatakan bahwa
siapa pun di halaman hotel bisa melihat mereka, dan
Dent berkata, "Siapa peduli?" dan ketika Bellamy bilang ia peduli, Dent menariknya ke lantai, tempat
protesnya yang masih ada tersingkirkan secepat sisa
pakaian mereka yang masih melekat.
Akhirnya mereka pindah ke kamar dan di sana memanfaatkan tempat tidur king-size dengan baik, kemudian rileks, puas untuk sesaat, saling membelai.
"Pagi itu," ujar Dent. "Waktu kau keluar dari kamar
mandi, baru saja selesai mandi, memakai kemejaku."
"Hmm. Kau memandangku dengan tatapan
aneh."
"Yah, aku memang merasa aneh."
"Mengapa?"
Ia menggosok-gosokkan bibir pada pelipis Bellamy,
mulai bicara, lalu terdiam sebelum berkata, "Aku tadi
akan mengatakan bahwa itulah pertama kalinya aku
senang melihat wanita pada pagi hari setelah kami
bercinta. Tapi, sebetulnya lebih daripada itu. Aku juga
tersadar bahwa kalau kau tidak ada, betapa aku akan
sedih karena tidak melihatmu saat bangun pagi."
Bellamy memejamkan mata karena emosi yang memenuhi hatinya. "Aku tidak tahu bagaimana hubungan ini akan berkembang, Dent, atau apa yang akan
terjadi," ia berbisik di leher pria itu. "Aku cuma tahu
627
aku ingin bersamamu seperti ini sesering mungkin,
selama mungkin."
"Aku bisa menerimanya. Malah, aku ingin hidup
bersamamu." Ia menjauhkan kepala agar dapat menatap wajah Bellamy. "Kau tidak keberatan bahwa aku
miskin dan kau kaya?"
"Kau sendiri?"
"Sama sekali tidak. Biarpun Gall bilang sebaliknya,
aku tidak bodoh."
Bellamy menarik bulu dada Dent. "Apakah kau
mengincar uangku?"
"Tentu saja. Tapi ada yang harus kulakukan terlebih dahulu."
Ia menyentuh Bellamy dengan cara yang menyebabkan wanita itu terkesiap, kemudian ia berada di atas
Bellamy lagi, bergerak bersamanya, tidak sesemangat
tadi tapi perlahan dan penuh perasaan. Selesai menggoda wanita itu, ia memegang wajah Bellamy dengan
dua tangan, mencium kelopak matanya yang menutup, dan ketika Bellamy membuka mata, ia berkata,
"Matamu tidak lagi kelihatan sedih."
"Itu karena aku amat sangat bahagia."
"Berarti kita sama."
"Jadi kau peduli tentang apakah aku meneleponmu
atau tidak?"
Menatapnya lekat-lekat, Dent meraih tangannya,
meletakkannya di kanan dan kiri kepala, lalu, telapak
tangan bertemu telapak tangan, menjalin jemari mereka erat-erat. Dent menyandarkan kening pada kening
Bellamy, menindihnya, dan berkata parau, "Aku pe628
duli. Aku sangat peduli. Syukurlah kau cuma butuh
waktu seminggu."
Dengan lembut Bellamy mencium bibirnya. "Seminggu dan delapan belas tahun."
Saat menulis buku ini, aku membutuhkan banyak
bantuan mengenai sequence penerbangan bagi pesawat
pribadi bermesin ganda dan pesawat komersial. Terima kasihku kepada Ron Koonsman, teman dan andalanku, yang memberikan begitu banyak informasi
berharga, termasuk memperkenalkanku pada Jerry
Lunsford. Ia dengan sabar dan mendetail menjawab
banyak pertanyaanku dan mengenalkan aku pada
landscape kokpit yang seratus persen asing bagiku.
Jerry Hughes memberiku masukan tentang aspek-aspek dan istilah-istilah teknis. Orang-orang lain, yang
minta tetap dirahasiakan, tahu betapa sangat berterimakasihnya aku karena mereka mau berbagi pengalaman pribadi dan pengetahuan luas mereka.
Aku minta maaf jika ada kesalahan, yang seratus
persen merupakan kesalahanku, bukan kesalahan para
pilot yang kusebutkan di atas.
Sandra Brown
Juni 2012
Ucapan Terima Kasih
Gramedia Pustaka Utama
Pembelian Online
e-mail: cs@gramediashop.com
website: www.gramedia.com
Low Pressure Karya Sandra Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bellamy Lyston baru berusia 12 tahun ketika
kakaknya, Susan, ditemukan tewas dalam badai.
Delapan belas tahun kemudian, Bellamy menulis
buku bestseller berdasarkan kejadian itu. Namun,
begitu banyak yang mengincarnya: reporter yang
ingin membeberkan skandal keluarga Lyston, orang
yang tak ingin penyebab kematian Susan terungkap,
juga orang yang menyimpan dendam pada
keluarganya.
Maka gadis itu terpaksa berurusan lagi dengan Dent
Carter, mantan pacar Susan yang berandalan.
Bellamy bertekad terus berusaha mengungkapkan
siapa pembunuh Susan.
Kecuali kalau si pembunuh menyerang duluan...
Tamat
Dewi Sri Tanjung 8 Perjalanan Yang Raja Petir 02 Empat Setan Goa Mayat
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama