Menyingkap Rahasia Tabir Hitam Karya Danang HS Bagian 1
Kolektor E-Book adalah sebuah wadah nirlaba bagi para
pecinta Ebook untuk belajar, berdiskusi, berbagi
pengetahuan dan pengalaman.
Ebook ini dibuat sebagai salah satu upaya untuk
melestarikan buku-buku yang sudah sulit didapatkan di
pasaran dari kepunahan, dengan cara mengalih mediakan
dalam bentuk digital.
Proses pemilihan buku yang dijadikan objek alih media
diklasifikasikan berdasarkan kriteria kelangkaan, usia,
maupun kondisi fisik.
Sumber pustaka dan ketersediaan buku diperoleh dari
kontribusi para donatur dalam bentuk image/citra objek
buku yang bersangkutan, yang selanjutnya dikonversikan
kedalam bentuk teks dan dikompilasi dalam format digital
sesuai kebutuhan.
Tidak ada upaya untuk meraih keuntungan finansial dari
buku-buku yang dialih mediakan dalam bentuk digital ini.
Salam pustaka!
Team Kolektor E-Book
MENYINGKAP RAHASIA
TABIR HITAM
Karya : Danang HS
Gambar : Drs OYI SOEDOMO
Penerbit : SINTA - RISKAN
Pustaka Koleksi : Aditya Indra Jaya
Image Source : Awie Dermawan
Kontributor : Yons
Juli 2019, Kolektor - Ebook1
MENYINGKAP RAHASIA TABIR HITAM
B A G I A N I.
? WARSiH ! WARSIH! Dimana ayahmu? Dimana ayahmu ?! ?
teriak Seca Ireng dengan nafas ter-engah2, karena orang itu baru, saja
lari dari tempat yang jauh.
Melihat sikap Seca Ireng itu, Suwarsih menjadi keheran-heranan.
Namun sebelum ia sempat menjawab, dari ruang dalam, ibunya telah
keluar dan langsung bertanya:
? Ada apa ? Apa yang telah terjadi ?! ?
? Kalau kakang Jaga Reksa tidak segera meninggalkan desa ini,
besok atau lusa pasti akan digantung. ?
Nyai Jaga Reksa menjadi terkejut. Demikian pula Suwarsih.
? Mengapa . Mengapa demikian ? bertanya Nyai Jaga Reksa
dengan suara ter-gagap2. ?
? Nanti sore petugas sandi dari Mataram itu pasti telah datang. ?
? Oh? ? Nyai Jaga Reksa mengeluh. Tampaklah ia berusaha
menguasai goncangan perasaannya.
? Tetapi suamiku tidak bersalah. Suamiku tidak merasa membunuh
Jaya Kimpul. ?
? Itu betul mbakyu. Tetapi bukti dan saksilah yang menentukan?
? Bahwa kakang Jaga Reksa telah membunuh Jaya Kimpul? ?
? Ya. ?
? Tetapi aku tidak yakin. Bukti dan saksi itu bisa dibuat.?
? Mungkin juga demikian. Namun bukti dan saksi itulah yang
memberatkan, bahwa kakang Jaga Reksa telah membunuh Jaya Kimpul.
Karena itu, kakang Jaga Reksa pasti akan digantung. ?
Nyai Jaga Reksa menggigit bibirnya. Wajahnya yang biasanya cerah
dan bening, mendadak menjadi muram dan pucat. Ditatapnya wajah Seca
Ireng tajam-tajam, seolah-olah ia tidak percaya dengan apa yang
diucapkan oleh lekaki itu. Namun kemudian, mata Nyai Jaga Reksa itu
pindah kewajah anaknya.
? Warsih! Susul ayahmu, lekas!?
Suwarsih yang menjadi cemas itupun, dengan tanpa menjawab
segera berlari-larian menyusul ayahnya.
Untuk sesaat suasana didalam pendapa itu menjadi sepi. Masing
masing tenggelam kedalam gejolak perasaanya.
Kemudian kembali terdengar Nyai Jaga Reksa berkata;
? Apakah petugas sandi dari Mataram itu tidak dapat disuap scperti
peristiwa yang pernah terjadi didesa ini? ?
? Apakah yang mbakyu maksudkan peristiwa terbunuhnya Krama2
Sidin itu??
Nyai Jaga Reksa mengangguk.
? Tidak mungkin! ? jawab Seca Ireng sambil geleng kepala.
? Mengapa tidak mungkin??
? Petugas sandi yang akan mengusut perkara terbunuhnya Jaya
Kimpul ini tidak mungkin mau disuap.?
? Siapa yang tidak mau disuap ? ? tiba-tiba terdengar suara dari
balik pintu.?
Seca Ireng menoleh, kemudian tampaklah Jaga Reksa masuk
kedalam pendapa dengan diiringi oleh Suwarsth, Supala dan Wahana.
Jaga Reksa bertubuh pendek kekar, matanya yang lebar
bersembunyi dibawah alisnya yang tebal dan kumisnya yang dipilin
sampai kepipinya membuat wajahnya yang bulat gembung tampak
menjadi menakutkan. Sedang Supala dan Wahana adalah 2 orang anak
muda yang berperawakan sedang. Mereka itu adalah pembantu Jaga
Reksa.
Keduanya sama-sama menaruh hati terhadap Suwarsih. Tetapi
rupa-rupanya Suwarsih lebih dekat dengan Supala. Demikian pula Jaga
Reksa, Ayah Suwarsih itupun lebih menaruh kepercayaan terhadap
Supala. Dengan demikian, dengan secara diam-diam Wahana menjadi iri
hati. Sehingga karena itu apabila ia tidak berhasil mendapat Suwarsih,
lebih baik gadis iang dicintainya itu hancur sama sekali. Sebab ia tidak
mau melihat Suwarsih berbahagia disamping Supala.
? Siapa yang tidak mau disuap? ? ulang Jaga Reksa karena Seca
Ireng belum juga menjawab pertanyaannya.
? Petugas sandi dari Mataram itu? jawab Seca Ireng.
? Apakah petugas sandi itu Kanjeng Panembahan Senapati sendiri
atau seorang Adipati yang sudah tidak kekurangan sesuatu apapun!?
? Bukan! Bukan!?
? Kalau hanya seorang petugas sandi biasa mengapa tidak mau
disuap??
? Tetapi petugas sandi ini lain dari pada yang lain?
? Apanya yang lain? Apakah kau sudah tahu siapa petugas sandi
yang akan dikirim kemari itu??
? Ya. aku tahu. ?
? Siapa??
? Buntar Watangan ? jawab Seca lreng.
Jaga Reksa menciesah. Mcskipun ia belum pernah melihat
wajahnya, namun ia pernah mendengar namanya. Siapakah Buntar
Watangan itu. Sehingga karena itu ia bergumam: ? Buntar Watangan
memang seorang petugas sandi yang jujur.?
? Kalau memang sudah tidak ada jalan lain yang bisa ditempuh,
aku sanggup menghadapi orang itu ? sela Supala tiba tiba.
Seca Ireng tertawa tertahan ? Jangan terlalu sombong Supala. Apa3
yang akan kau banggakan untuk menghadapi Buntar Watangan. ?
? Siapapun orang itu aku tidak peduli ? jawab Supala sambil
membusungkan dadanya.
? Jangan Supala ? kata Jaga Reksa ? aku sendiripun tidak akan
sanggup menghadapi orang itu dengan secara terang-terangan.
? Tetapi lalu bagaimana dengan bapak ??
Jaga Reksa tidak menjawab. Orang itu tampak sedang berpikir.
? Aku rasa masih ada jalan lain ? kata Seca Ireng.
? Jalan lain bagaimana? ? tanya Supala.
Seca Ireng memicingkan matanya. Lewat sudut matanya ia
memandang kearah Jaga Reksa. Kemudian tersenyum.
Supala menjadi tidak sabar menunggu jawaban Seca Ireng. Karena
itu ia segera mendesak ? Jalan lain bagaimana? Coba katakan! ?
? Dengan racun! ? jawab Seca Ireng.
? Jangan! Jangan! ? teriak Suwarsih tiba-tiba ? Dengan demikian
bahkan akan menambah kesulitan ayah. Sebab ayah tidak bersalah. Ayah
tidak merasa membunuh Jaya Kimpul. ?
? Kalau begitu, apakah kau menghendaki agar ayahmu digantung?
? bertanya Seca Ireng sambil tersenyum. Senyum yang menusuk
perasaan.
? Itu belum tentu. Ayah benar2 tidak bersalah. Dan petugas Sandi
itupun bukanlah orang yang goblok. ?
? Tetapi bukti dan saksi itulah yang memberatkan ayahmu.
Dengan demikian, ayahmu tidak mungkin terhindar dari tuduhan
membunuh. Sebab hukum menghendaki bukti, bukan kebenaran yang
masih samar2. ?
Suwarsih mengerutkan alisnya.
? Coba pikir! ? kata Seca Ireng selanjutnya ? Meskipun ayahmu
merasa tidak membunuh, tetapi ayahmu itupun mempunyai kesulitan
untuk mengemukakan bukti-bukti. Pada hal bukti-bukti yang ada,
memberatkan bahwa ayahmulah yang bersalah. ?
? Hukum memang menghendaki bukti-bukti ? sahut Wahana ?
Tetapi untuk memecahkan persoalan itu adalah tidak bijaksana apabila
harus mempergunakan racun. ?
Semua mata tertudju kearah Wahana. Terutama Seca Ireng. Ia
merasa tersinggung mendengar ucapan Wahana itu:
? Coba, kalau kau memang cerdik dan bijaksana. Bagaimana
caramu uatuk menghadapi petugas Sandi itu?!?
? Setiap orang pasti punya kelemahan ? jawab Wahana ? dan
dengan mengetahui kelemahan petugas Sandi itu, kita dapat meyakinkan
apa yang telah terjadi sebenarnya?!?
? Aku tidak mengerti maksudmu?! ?
? Apakah kau mengetahui kelemahan petugas Sandi yang bernama
Buntar Watangan itu? ? bertanya Jaga Reksa.4
? Ya, aku tahu. Buntar Watangan adalah seorang perwira petugas
Sandi yang selalu bertindak tegas menurut hukum. Tetapi orang itupun
pasti mempunyai kelemahan juga. ?
? Jangan me lingkar2 ? bentak Seca Ireng ? Katakanlah kalau
kau memang tahu!....
? Dengan perempuan ? jawab Wahana ? Dengan sendirinya
perempuan yang cantik dan pandai merayu. ?
? Apakah dengan perempuan itu kau maksudkan untuk
meyakinkan bahwa kakang Jaga Reksa tidak bersalah? ?
? Ya. Ternyata kaupun cerdik juga. ?
Seca Ireng ber-sungut2. Namun ia tidak mau menyerah kalah
begitu saja. Katanya: ? Tetapi untuk mencari perempuan cantik yang
pandai merayu seperti yang kau maksudkan itu tidaklah mudah.?
? Mudah. Asal gadis itu mau. ?
? Aku rasa didesa ini tidak ada. Sedang k dau mencari ketempat
lain, waktunya sudah terlalu mendesak?
? Kita tidak perlu rnencari ketempat lain ? jawab Wahana sambil
melempar pandang kearah Suwarsih.
? Apakah Suwarsih yang kau maksudkan??
Wahana mengangguk.
Suwarsih terkejut. Namun sebelum gadis itu sempat membuka
mulutnya, tiba2 terdengar Supala membentak : ? Wahana! Apakah kau
bermaksud menjerumuskan Suwarsih? ?
? Sama sekali tidak. Aku hanya menunjukkan jalan yang sebaik
baiknya. Itu kalau kau tidak menghendaki agar bapak Jaga Reksa tidak
dihukum gantung. ?
Menyingkap Rahasia Tabir Hitam Karya Danang HS di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
? Setan! ? desis Supala menjadi marah ? Jaga mulutmu baik-baik
Wahana! Atau aku terpaksa harus merobek mulutmu yang lebar itu?
? Cobalah kalau kau bisa! ? tantang Wahana sambil
membusungkan dadanya.
Supala merggeram. Selangkah ia maju. Anak muda itu telah
bersiap-siap untuk melancarkan serangan. Dan Wahanapun telah bersiap
siap pula. Namun sebelum kedua orang anak muda itu berkelahi
terdengar Jaga Reksa berkata ? Jangan bertengkar ! Semuanya
mempunyai tujuan yang baik. Dan setiap pendapat wasih harus kita
pertimbangkan.?
? Aku rasa pendapat Wahana itu benar ? kata Nyai Jaga Reksa.
? Tetapi aku tidak dapat ibu ? sahut Suwarsih.
? Kau harus dapat, dan kau harus mau. Ini demi untuk
keselamatan ayahmu.?
Supala mengumpat dalam hati : Setan kau Wahana! Rupa-rupanya
kau sengaja menghancurkan hubunganku dengan Suwarsih. Karena itu,
setiap ada kesempatan kau pasti akan kubunuh!?
Suwarsih menundukkan wajahnya. Namun ia belum juga5
menjawab.
? Pikirkanlah Warsih ? kata Nyai Jaga Reksa selanjutnya ? Hanya
kaulah yang dapat menyelamatkan ayahmu.?
? Tetapi bagaimana kalau petugas sandi yang bernama Buntar
Watangan itu ? ?
Suwarsih tidak melanjutkan kata-katanya. Namun Nyai Jaga Reksa
telah mengerti maksudnya. Maka iapun segera berkata: ? Usah kau
khawatir. Asal kau pandai menjaga dirimu, aku rasa pasti tidak akan
terjadi sesuatu apapun. ?
Betapa senyum kemenangan terbayang dibibir Wahana. Dan dalam
hatinya ia berkata : ? Mampuslah kau sekarang Supala. Akhirnya kau
hanya berhasil memetik kembang yang telah layu. Atau mungkin bahkan
tidak sama sekali. ?
Berbeda dengan Supala. Anak muda itu kini benar benar menjadi
semakin benci terhadap Wahana. Namun dihadapan Jaga Reksa
terpaksalah ia harus menahan luapan kemarahannya. Sehingga karena
itu tampaklah tubuhnya menjadi gemetar.
? Sekarang kau masih dapat tersenyum Wahana ? teriak Supala
dalam hati ? Tapi nantikan saat pembalasanku. Aku tidak akan merasa
puas sebelum berhasil memenggal batang lehermu. ?
Jaga Reksa itupun merasakan pula sesuatu yang tidak wajar pada
diri Supala. Tetapi kini keadaannya benar-benar tidak mengijinkan.
Karena itu maka akhirnya ia berkata ? Supala. Pergilah kau terlebih
dahulu. Siapkan rumah yang berada ditengah hutan itu. Sebentar
kemudian aku segera akan menyusul.?
Supala tidak dapat berbuat lain kecuali mematuhi perintah itu.
Maka dengan tanpa menjawab, ia segera melangkah keluar meninggalkan
pendapa itu.
Kemudian kepada Wahana dan Seca Ireng, Jaga Reksa berkata: ?
Kau dan adi Setia aku beri tugas untuk mengawasi rumah ini dari rumah
sebelah. Setiap ada perobahan keadaan, kalian harus segera
memberitahu kepadaku. ?
? Baiklah ? jawab Seca Ireng sambil melangkah pergi ? Mudah
mudahan semuanya dapat berjalan seperti apa yang telah kita
rencanakan.
? Mudah-mudahan ? kata Jaga Reksa.
Namun ketika dilihatnya Wahana belum juga meninggalkan
pendapa itu. maka Jaga Reksa itupun segera bertanya:
? Ada sesuatu yang hendak kau sampaikan??
Wahana tampak agak gugup. Namun cepat ia menjawab ? Ada ?
? Apa??
? Sebenarnya aku menaruh curiga terhadap sikap Supala Seolah
olah ia menyimpan rahasia yang menyangkut perkara ini. ?
Jaga Reksa meng-angguk2 kan kepalanya. Tampaklah orang itu6
sedang berpikir. Sekali-kali pandangannya meluncur kewajah Wahana,
namun sesaat kemudian segera beralih kearah isteri dan anaknya.
Setelah menghela napas dalam2 barulah ia berkata: ? Aku rasa tidak ada
sesuatu apapun yang harus dikhawatirkan. Sifat Supala memang
demikian. Ia selalu menuruti perasaannya. ?
Wahana mengerutkan alisnya. Namun kembali pula Jaga Reksa
berkata: ? Sekarang sudah tidak ada lagi persoalan yang harus kita
pikirkan. Pergilah ! Laksanakan tugas yang aku berikan kepadamu itu
sebaik-baiknya.?
Sebenarnya Wahana merasa kecewa atas tanggapan Jaga Reksa
itu. Tetapi ia tidak berani membantah. Maka iapun segera meninggalkan
pendapa itu pula.
Kini suasana didalam pendapa itu kembali menjadi sepi. Suwarsih
masih menunduk. Dalam dadanya timbul pergolakan hebat. Sehingga
karena itu, tiba-tiba saja ia menangis.
? Mengapa kau menangis Warsih? ? tanya ibunya dengan
perasaan terharu ? Tidak perlu kau kawatir. Aku rasa petugas sandi yang
bernama Buntar Watangan itupun bukanlah orang yang jahat. Bahkan
dengan demikian kau harus merasa beruntung dapat berkenalan dengan
seseorang yang mempunyai kedudukan. Apa lagi aku pernah mendengar
bahwa orang itu berwajah tampan dan belum beristri. Syukur kalau
? Ah, Jangan berpikir yang bukan-bukan, Nyai ? tukas Jaga
Kemudian kepada Suwarsih ? Yang penting kau harus dapat meyakinkan
kepada petugas sandi itu bahwa ayahmu tidak bersalah. ?
? Ya. ltulah yang terpenting ? sambung istrinya ? Tetapi kita
sebagai orang tua apakah tidak senang apabila anak kita kemudian
diambil isteri oleh orang yang berpangkat ??
? Mengapa ibu berpikir demikian? ? sahut Suwarsih sambil
menatap pandang ibunya.
? Aku tidak berpikir yang bukan bukan. Itu adalah harapan.
Harapan sebagai seorang ibu terhadap anaknya. Namun semuanya
tergantung kepadamu sendiri. Ibumu serta ayahmu hanya dapat berdoa.
?
? Sudahlah, Nyai ? kata Jaga Reksa ? Aku pergi dulu. Jagalah
anakmu baik-baik.
Dengan tanpa menunggu jawaban lagi, Jaga Reksa segera
meninggalkan pendapa itu. Sedang Nya Jaga Reksa masih terus memberi
nasehat kepada Suwarsih agar anaknya itu dapat melaksanakan
keinginannya dengan se baiki2nya.
Pada siang itu juga, dengan menunggang kuda hitam, perjalanan
Buntar Watangan telah sampai disekitar hutan Kebon Agung. Dengan
demikian, pada saat menjelang senja nanti, ia berharap telah sampai
ketempat tujuan.
Ketika matahari tepat berada diatas kepalanya, sengaja Buntar7
Watangan memperlambat kudanya kemudian berhenti dibawah sebuah
pohon yang rindang. Sesaat ia menebar pandang dan segera turun dari
kudanya. Dibiarkannya kudanya beristirahat sebentar, sebab perjalanan
yang hendak ditempub masih cukup jauh.
Setelah ia memberi minum kudanya kesebuah anak sungai yang
mengalir didekat tempat itu, maka iapun segera beristirahat pula.
Disandarkannya tubuhnya pada sebuah pohon dan terasalah silir-silir
angin yang lembut mengusap wajahnya.
Dengan tanpa disadarinya angan2-nya melayang merayap kembali
menelusuri hari-hari yang telah dilampuinya. Sudah ber-tahun2 ia
mengabdikan dirinya kepada Mataram, dan sudah ber-ratus2 kali pula ia
menjalankan tugas dengan hasil yang memuaskan. Namun sama sekali
Buntar Watangan tidak pernah merasa bangga dengan hasil yang telah
dicapainya itu. Sebab ia sadar bahwa dengan demikian ia tidak akan
mencapai kemajuan sebagaimana yang diharapkan.
Dalam pada itu, telinga Buntar Watangan yang tajam sayup2
mendengar derak kaki kuda mendatang. Semakin lama semakin dekat
dan semakin dekat.
? Hmm. Kuda itu pasti lewat jalan ini. ? pikirnya.
Meskipun demikian, namun Buntar Watangan masih tetap enak2
duduk bersandar ditempat semula. Seolah olah ia tidak mengindahkan
apapun yang mungkin akan mengancam dirinya. Namun sebenarnya tidak
demikian. Ia tidak mau lengah barang sekejappun. Sebab sebagai
seorang petugas sandi, dengan sendirinya ia mempunyai banyak musuh2
yang menaruh dendam terhadapnya. Apalagi kalau musuh - musuhnya itu
sengaja mempergunakan orang lain yang sama sekali belum dikenal. Oleh
sebab itu, maka untuk menjaga keselamatan dirinya adalah sudah
menjadi kuwajibannya untuk mencurigai setiap orang.
Ternyata benar juga dugaan Buntar Watangan. Tidak lama
kemudian, dari arah utara tampaklah seorang penunggang kuda menuju
kearahnya.
Mula2 kuda orang itu berjalan sangat kencang. Namun rupa
rupanya ketika orang itu melihat Buntar Watangan, maka tampaklah ia
mulai memperlambat kudanya. Dan kemudian, ketika tepat berada
didepan Buntar Watangan, tiba tiba orang itu menghentikan kudanya.
Sesaat dipandangnya Buntar Watangan yang pura - pura tidur itu
tajam2, kemudian dipandangnya pula kuda Buntar Watangan yang
berbulu hitam mengkilat. Setelah menghela nafas dalam2, maka orang
itupun segera turun.
Buntar Watangan masih pura2 memejamkan matanya. Meskipun
demikian namun setiap gerak-gerik orang itu tidak pernah terlepas dari
pengamatannya.
Orang itu adalah seorang anak muda sebaya dengan Buntar
Watangan. Wajahnya lonjong, hidungnya runcing matanya agak juling8
dan dagunya yang runcing itupun selalu terangkat naik, se-olah2 ia tidak
mau mehhat segala sesuatu yang berada dibawah. Pakaiannya
mentereng, sedang kerisnya yang berhulu gading dan berwerangka emas
tampak terselip dipinggangnya.
Pelahan2 orang itu mendekati Buntar Watangan. Matanya yang
agak juling sekali lagi menatap tajam2, se-olah2 ia sedang menafsir.
? Hhh! terdengar orang itu mendengus. Kemudian katanya, ? He !
Bangun? Bangun! ?
Buntar Watangan pura-pura terkejut.
Sambil tertawa orang itu berkata ? Jangan takut! Jangan takut!
Aku tidak akan merampokmu. ?
? Ah, Kisanak mengejutkan aku ? kata Buntar Watangan.
? Maafkan kalau aku mengganggumu. ?
? Tetapi apa maksud kisanak??
? Tidak apa2 ? jawab orang itu sambil mengangkat pundaknya ?
Sekali lagi maafkan kalau aku mengganggumu. ?
? Bahkan aku mengucap terima kasih karena kisanak telah
membangunkan aku ? jawab Buntar Watangan ber-pura-pura.
? Apakah semalam kisanak tidak tidur??
? Ya. Bahkan dua malam?
? Pantas ? kata orang itu ? pantas kalau ditempat seperti ini
kisanak bisa tidur nyenyak. ?
Buntar Watangan mulai menduga-duga, apa maksud orang itu yang
sebenarnya. Orang itu mengucapkan kata-katanya dengan sopan, tetapi
Buntar Watangan itupun segera dapat mengenal pula, bahwa
kesopanannya itu hanya di-buat2.
? Hmmm. Kuda kisanak bagus ? katanya pula.
Buntar Watangan mengerutkan alisnya.
Kemudian kata orang itu selanjutnya ? Dari mana kisanak
mendapatkan kuda itu? ?
? Kuda itu adalah pemberian dari ayahku. ?
Menyingkap Rahasia Tabir Hitam Karya Danang HS di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
? Apakah ayah kisanak seorang yang kaya raya? ?
Sebenarnya Buntar Watangan sudah mulai muak mendengar
pertanyaan orang itu. Namun ia menjadi bingung pula untuk menjawab.
Karena itu ia hanya menjawab sekenanya: ? Ya. Tapi tidak terlalu kaya.
?
? Orang itu tersenyum dibuat buat ? Tetapi kuda yang bagus itu
sangat tidak cocok dengan pakaian kisanak.?
Buntar Watangan terkejut. Meskipun tidak dengan secara terang
terangan namun Buntar Watangan telah dapat menebak, bahwa orang itu
menuduhnya kuda hitam itu hanya kuda curian. Sebab pakaian yang
dipakai oleh Buntar Watangan memang kelihatan kusut. Tetapi itu
memang disengaja. Sebagai seorang petugas sandi ia memang
memerlukan pakaian semacam itu untuk menyamar.9
Karena Buntar Watangan tidak menjawab, maka orang itu kembali
berkata pula: ? Aku rasa kuda itu sangat cocok kalau aku pakai. Karena
itu bagaimana kalau aku beli saja? ?
? Maaf kisanak. Akupun sayang dengan kuda itu. Apa lagi aku
sendiri memerlukan kuda itu untuk pergi ketempat yang jauh. Maka
adalah sangat tidak bijaksana apabila aku terpaksa harus menjual kuda
itu.?
? Kalau aku tukar dengan kudaku itu dan aku tambahi dengan
uang bagaimana??
? Maaf kisanak ? kata Buntar Watangan sekali lagi ? Dengan
sangat menyesal aku terpaksa tidak dapat melepaskan kuda itu. Sebab
aku sudah terlanjur sayang kepadanya.?
? Aku tertarik dengan kudamu itu dan akupun telah berusaha
menempuh jalan yang sebaik-baiknya, tetapi kisanak tetap berkeras
kepala. Karena itu bagaimana kalau aku terpaksa mempergunakan
kekerasan??
Sengaja Buntar Watangan tidak menjawab. Dibiarkannya orang itu
berlagak sekehendaknya. Namun iapun mulai ber-siap2 pula.
? Bagaimana? ! ? kata orang itu memberi tekanan pada
ucapannya ? Apakah kisanak menghendaki aku mempergunakan
kekerasan? !?
Dalam pada iru, dalam benak kepala Buntar Watangan mendadak
timbul sebuah pikiran ? Bagus! ? katanya dalam hati sambil tersenyum.
Orang itu mendesis: ? Jawablah pertanyaanku itu?!?
? Aku sudah menjawab.?
? Bahwa kisanak tetap tidak mau melepaskan kuda itu??
Buntar Watangan mengangguk.
Orang itu maju selangkah dan bermaksud hendak menyangkau baju
leher Buntar Watangan. Namun sebelum tangan orang itu sampai kearah
sasarannya, terlebih dahulu Buntar Watangan telah berhasil mencabut
belatinya terus dilekatkan kelambung orang itu.
? Oh! ? orang itu terkejut. Sama sekali ia tidak melihat bagaimna
Buntar Watangan menggerakkan tangannya, namun tahu tahu sebilah
belati telah mengancam.
? Jangan bergerak! ? bentak Buntar Watangan ? sekarang akulah
yang berganti memaksamu. ?
Orang itu menjadi ketakutan. Namun tampaklah ia berusaha
menguasai perasaannya:
? Dengan benda itu jangan coba-coba kisanak menggertak aku.
? Tapi benda ini benar-benar dapat melobangi lambung kisanak. ?
? Namun dengan demikian menunjukkan bahwa kisanak bukanlah
seorang laki2 sejati. ?
? Aku tidak mengerti maksud kisanak? ?
? Sarungkan senjatamu itu. Mari kita bertempur dengan secara10
jantan. ?
Buntar Watangan berpikir sesaat. Kemudian belatinya itupun segera
disarungkannya kembali.
? Bagus! ? dengus orang itu ? Mari kita bertempur dengan tanpa
senjata. ?
Buntar Watangan tidak menjawab. Namun dalam hatinya ia berkata
: ? Orang ini dapat aku pergunakan untuk melaksanakan rencanaku.
Karena itu aku harus berhasil menundukkannya supaya orang ini mau
menurut.?
Dengan pikiran itu Buntar Watangan segera mengangkat batu
sebesar kepala.
? Untuk apa batu itu? ? tanya orang itu.
? Bayangkanlah kalau batu ini mengenai kepalamu ? jawab buntar
Watangan.
Rupa-rupanya orang itu tidak mengerti maksud Buntar Watangan.
Namun Buntar Watangan itupun tidak mau menunggu terlalu lama. Maka
batu itu segcra dilemparkan keatas. Dan ketika batu itu dengan derasnya
meluncur kebawah, cepat Buntar Watangan melancarkan pukulannya
kearah batu itu hingga pecah ber-keping2.
Melihat hasil pukulan Buntar Watangan, orang itu menjadi terkejut
bukan alang kepalang. Sehingga tanpa disadarinya ia bergumam: ?
Dahsyat! ?
Apa lagi ketika ia membayangkan andaikata tangan Buntar
Watangan itu menggempur kepalanya, maka kepalanya itupun pasti akan
pecah seperti batu itu pula. Karena itu mendadak saja wajahnya menjadi
pucat dan tubuhnya menjadi gemetar.
? Bagaimana? ? tanya Buntar Watangan ? Apakah kau masih
menantang aku? ?
? Oh: Tidak tidak: Ma'afkan aku ? jawab orang itu tergagap
gagap.
Buntar Watangan tersenyum. Kini ia yakin, bahwa orang itu telah
berada didalam pengaruhnya. Maka iapun segera berkata : ? Sekarang
kau tinggal memilih. Mau mematuhi setiap perintahku atau aku terpaksa
harus memukul kepalamu seperti batu itu.
? Aku ..aku . mau mematuhi perintah kisanak ? kata orang itu
dengan tubuh gemetar.
? Dapatkah omonganmu itu dipercaya ? ?
?Ya . Ya dapat. Tetapi ..
? Tetapi, apa? ?
? Bolehkah aku mengetahui nama kisanak? ?
Maka untuk menjaga agar orang itu tidak menaruh dugaan yang
bukan-bukan, lapun segera menyawab: ? Tentu. Namaku Buntar
Watangan. ?
Orang itu terkejut, namun masih beragu: ? Buntar Watangan11
perwira petugas sandi dari Mataram? ?tanya orang itu dengan suara
tertahan.
Buntar Watangan mengangguk.
Seperti terkena pengaruh tenaga gaib, tiba-tiba orang itu
merebahkan tubuhnya dan berkata dengan suara bergetar :
? Oh! Ampun, tuan. Ampunilah aku. Aku benar-benar tidak
mengerti kalau tuan ini sebenarnya adalah tuan Buntar Watangan.?
? Jangan menyebut aku dengan panggilan tuan. Cukup dengan
panggilan kisanak. Itu lebih baik.?
? Tetapi? ? orang itu masih beragu.
? Tidak apa-apa ? jawab Buntar Watangan ? Aku lebih senang
dengan panggilan itu.?
Orang itu mengangguk-angggukan kepalanya. Dan kembali pula
Buntar Watangan berkata: ? Siapa namamu??
? Jaka Pameling ? jawab orang itu menyebut namanya.
? Pameling ? kata Buntar Watangan selanjutnya ? Aku
membutuhkan bantuanmu.?
? Bantuan apa kisanak??
? Begini ? kata Buntar Watangan mulai membentangkan
rencananya ? Hari ini aku mempunyai tugas untuk menyelidiki perkara
pembunuhan didesa Kali Andong. Karena itu, untuk menyelidiki perkara
itu, aku membutuhkan tenagamu untuk menggantikan aku.
? Jangan, kisanak. Jangan! Bagaimana mungkin aku bisa
menyelidiki perkataan itu. Aku bukan seorang petugas sandi. ?
? Maksudku, bukan kau aku lepaskan scorang diri. Tetapi aku akan
terus mengikutimu. Hanya kau mengaku bernama Buntar Watangan
perwira petugas sandi dari Mataram. Sedang aku akan mempergunakan
namamu dan akan menjadi pembantumu. ?
? Tetapi bagaimana kalau mereka tidak percaya bahwa akulah
yang bernama Buntar Watangan? ?
? Mereka pasti percaya, sebab mereka belum pernah melihat aku.
Kecuali itu, kau harus merubah sikapmu yang sombong. Jangan banyak
mengobral mulut. Taatilah setiap perintahku. ?
? Baiklah. Tetapi bukankah aku nanti tidak harus berhadapan
dengan seorang gadis? ?
?.Kalau berhadapan mengapa?
? Aku . aku akan gemetar, kisanak. ?
Buntar Watangan tertawa ? Apanya yang gemetar? ?
? Benar, kisanak ? jawab Jaka Pameling ber-sungguh2 ? Aku
takut . malu kalau berhadapan dengan gadis2?
? Bohong! ?
? Betul, kisanak. Selama hidupku aku belum pernah bergaul
dengan seorang gadis. Itulah sebabnya mengapa di desaku aku mendapat
julukan Jaka Banci. ?12
? Mengapa kau takut dengan gadis gadis. Apa sebabnya? ?
? Karena semenjak kecil didesaku gadis-gadis selalu mengejekku.
Sijuling, Sipenjol dan lain lain lagi. Itulah sebabnya aku malu bergaul
dengan mereka.
Buntar Watangan mengangguk-anggukkan kepalanya. Iapun dapat
memaklumi pula. Bahwa karena pengalamannya, orang itu dihinggapi
oleh perasaan rendah diri. Namun Buntar Watangan itupun bertanya pula
? Apakah seterusnya kau akan bersikap demikian? ?
? Ya Ya . Karena mereka hanya menganggap aku sebagai
permainannya. ?
? Mudah-mudahan tidak. Tetapi seandainya kau terpaksa harus
berhadapan dengan seorang gadis, maka kalau kau menolak ataupun lari,
kau akan kubunuh. ?
Wajah Jaka Pameling menjadi pucat. Namun ia tidak berani
membantah sepatah katapun.
Kemudian kata Buntar Watangan selanjutnya ? Nama2 dalam
peristiwa pembunuhan ini harus kau ingat ingat. Orang yang terbunuh
bernama Jaya Kimpul, dan tertuduh adalah Jaga Reksa. ?
Jaka Pameling menengadahkan wajahnya. Mulutnya komat-kamit
menghafal nama-nama itu.
Sementara itu, dirumahnya, Nyai Jaga Reksa, Suwarsih dan
seorang pembantunya yang bernama Saniyem mulai kelihatan sibuk
mempersiapkan segala sesuatunya untuk menyambut kedatangan
petugas sandi dari Mataram itu.
Didapur, Nyai Jaga Reksa sedang memasak. Pada sore itu ia
sengaja menyembelih 3 ekor ayam yang gemuk-gemuk. Sedang didalam
biliknya Suwarsih yang terus didorong oleh ibunya akhirnya menyerah
juga. Kini dalam benak kepala gadis itu mulai timbul harapan dan angan
angan. Dibayangkannya perawakan serta wajah Buntar Watangan seperti
apa yang telah diceriterakan oleh ibunya. Sehingga tanpa disadarinya ia
berkata seorang diri: ? Alangkah senang hatiku kalau aku berhasil
memikat petugas sandi itu. ?
? Tetapi? . Apakah aku akan berhasil memikatnya? ?
Namun kemudian, keragu-raguannya itu dibantahnya sendiri: Aku
harus berhasil dan aku pasti berhasil. ?
Suwarsih menghela nafas dalam-dalam. Dengan tanpa disadarinya
Menyingkap Rahasia Tabir Hitam Karya Danang HS di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ia tersenyum seorang diri. Dikenakannya pakaiannya yang menurut
anggapannya paling bagus, kemudian ia bercermin.
? Apakah dengan baju biru muda dan kain lurik merah ini aku
kelihatan lebih menarik? ?
? Ah, tidak. Aku pasti lebih menarik dengan baju merah muda? ?
bantahnya sendiri.
Kemudian diambilnya baju merah muda, dan baju itupun segera
dikenakannya. Namun setelah ia bercermin, ia masih merasa kurang puas13
dengan baju itu, maka diambilnya pula baju yang lain.
Dalam pada itu masuklah Saniyem.
? Yem. Bagaimana menurut pendapatmu. Dengan pakaian ini aku
kelihatan lebih menarik apa tidak? ?
? Oh, tentu. ? jawab Saniyem ? Tetapi aku rasa akan kelihatan
lebih cantik dengan baju merah muda itu. ?
? Apakah tidak lebih baik yang hijau muda itu?
? Itupun juga baik. Tetapi kainnya harus hijau pula. ?
Sesaat Suwarsih berpikir. Namun akhirnya ia berganti pula dengan
pakaian yang disarankan oleh Saniyem itu.
Terdengar diluar ibunya bertanya ? Apakah kau belum selesai
berpakaian, Sih? ?
? Belum, bu. Sebentar lagi. ? jawab Suwarsih.
Ibunya itupun kemudian menjenguk : ? Mengapa terlalu lama, Sih.
Ini sudah sore. Mungkin sebentar lagi tamu kita datang. ?
? Ah, ibu ini membuat aku gugup, ? kata Suwarsih sambil
berpaling ? Bagaimana bu, aku dengan pakaian ini??
? Ya, cantik. Tetapi mengapa kau tidak memakai kain merah dan
baju merah muda itu saja. Aku rasa dengan warna merah muda itu kau
akan kelihatan lebih cantik. ?
Suwarsih mengeluh: Tadi ibu menyuruh supaya aku lebih cepat lagi.
Sekarang ihu menyarankan supaya aku memakai baju merah muda. Ah,
bagaimana ibu ini? ?
Nyai Jaga Reksa mengerutkan alisnya. Sambil melangkah
meninggalkan bilik itu, terdengar ia berkata: ?terserahlah Sih. Dengan
pakaian itupun kau sudah kelihatan lebih cantik ?
Namun Suwarsih itupun menjadi tidak puas dengan kain hijau dan
baju hijau muda yang dipakainya, maka dengan bantuan Saniyem iapun
segera berganti pula dengan kain merah dan baju merah muda yang
disarankan oleh ibunya itu, dan kemudian bercermin. Setelah itu barulah
ia berhias dan menyisir rambutnya.
? Bagaimana menurut pendapatmu, Yem? ? bertanya Suwarsih
kepada Saniyem setelah selesai berhias.
? Sungguh cantik ? sanjung Saniyem ? Aku yakin, begitu melihat,
petugas sandi yang bernama Raden Blintar Watangan itu pasti akan
segera jatuh hati. ?
Sekali lagi Suwarsih tersenyum. Ia merasa bangga mendengar
sanjungan Saniyem itu.
Suwarsih adalah anak tunggal. Semenjak kecil ia sangat
dimanjakan oleh ayah dan ibunya. Oleh sebab itu keinginan Suwarsih
itupun selalu ingin melebihi teman2 sedesanya. Dengan demikian, ketika
ia mendapat dorongan dari ibunya untuk memikat Buntar Watangan
meskipun mula mula ia merasa malu, namun akhirnya bergembira juga:
Ia berharap bahwa keinginannya itu pasti akan berhasil. Dibayangkannya14
setelah kelak ia menjadi isteri seorang perwira sandi yang disegani. Dan
dibayangkannya pula setiap orang akan menghormat kepadanya :
Hmmm. Suwarsih Buntar Watangan seorang perwira petugas sandi yang
tenar. ? dan masih banyak lagi yang semuanya itu pada pokoknya akan
mengaguminya.
Namun tiba-tiba ia menjadi gelisah ketika terpikir olehnya
bagaimana caranya untuk memikat Buntar Watangan itu. Sebab
selamanya ia belum pernah merayu seorang lelaki. Sebenarnya dari
ibunya telah mendapat petunjuk-petunjuk seperlunya. Tetapi jika
dipikirkannya kembali ia merasa kurang puas dengan cara-cara yang
telah diberikan oleh ibunya itu. Maka kemudian Suwarsih segera bertanya
kepada Saniyem: ? Bagaimana ketika kau bertemu dengan calon
suamimu Yem?
? Suami jarg keberapa? ?
? Sudah berapa kali kau bersuami??
? Empat kali? Den Rara?
? Empat kali? ? ulang Suwarsih terkejut.
? Ya.Empat kali. Yang pertama dengan seorang pedagang kaya,
tetapi aku hanya menjadi isterinya yang ketujuh. Karena itu, ketika ada
seorang pemuda tampan yang menggoda aku. Maka karena kerap kali
aku kesepian, akhirnya aku jatuh hati kepada pemuda itu. ?
? Dan kemudian kau menjadi isterinya pemuda tampan itu??
? Ya. Setelah aku dicerai oleh suamiku yang pertama. ?
? Kalau begitu kau pasti merasa bahagia dengan suamimu pemuda
tampan itu??
? Tidak ? jawab Saniyem.
? Mengapa??
? Sebab ternyata pemuda itu tidak dapat apa apa, kecuali jual
tampan dan berjudi. Dengan demikian bahkan aku menjadi semakin
menderita. Apa lagi setelah aku tahu bahwa pemuda itu mempunyai
hubungan pula dengan perempuan-perempuan isteri orang-orang kaya
yang kesepian,maka tidak lama kemudian aku segera minta cerai
kepadanya. ?
Dan yang ketiga? ?
? Yang ketiga suamiku adalah seorang perampok. Karena kenudian
ia tertangkap dan dijatuhi hukuman seumur hidup, maka terpaksalah aku
minta cerai. Sedang yang keempat, suamiku adalah seorang petani.
Meskipun ia tidak kaya, tetapi ia sangat cinta kepadaku. Tetapi sayang
..
? Mengapa??
? Tiga bulan setelah menjadi suamiku, orang itu meninggal.?
? Karena kecelakaan? tanya Suwarsih.?
? Tidak. Karena umurnya memang sudah tua. Pantas kalau
menjadi kakekku.?15
Sudah berapa lama kau menjadi janda??
? Sudah hampir enam bulan ini.?
Memikirkan nasib Saniyem itu, Suwarsih menjadi bersedih. Namun
pikirannya itu segera dibantahnya pula. Sebab menurut keterangan ayah
serta ibunya, bahwa Buntar Watangan belum beristeri.
? Yem. kau telah berpengalaman ? tanya Suwarsih ? Bagaimana
cara yang sebaik-baiknya untuk memikat seorang lelaki??
? Mudah ? jawab Saniyem ? Apa lagi Den Rara mempunyai bekal
rupa yang cantik. Cuma yang harus diperhatikan Den Rara harus lebih
luwes. Buatlah supaya laki-laki itu sekali pandang terus bagaimana??
? Maksudmu??
? Ya terus tergila-gila dan bertekuk lutut.?
? Tapi cara bagaimana?.
? Caranya mesti harus anu. ?
? Anu bagaimana?
? Ya, anu ? kemudian Saniyem itupun segera berbisik ketelinga
Suwarsih.?
? Ah, mengapa mesti harus begitu??
? Ya, memang begitulah caranya. Itulah yang disenangi oleh setiap
lelaki. Karena itu, sebaiknya Den Rara harus memakai kemben saja.?
Suwarsih tersenyum. Ia menjadi geli mendengar keterangan
Saniyem itu. Namun karena ia telah bertekat untuk memikat Buntar
Watangan, maka meskipun bagaimana caranya, ia tetap akan
melaksanakan keinginannya itu.
B A G I A N II
KETIKA SUWARSIH sedang menganyam angan2-nya, tiba-tiba
sayup sayup didengarnya derap kuda2 mendatang.
? Mungkin mereka telah datang ? gumam Suwarsih.
? Ya. Aku rasa demikian ? sahut Saniyem.
Ternyata didapur, ibunya itupun mendengar derap kuda itu pula.
Maka bergegas gegas ia segera menengok kebilik Suwarsih: ? Apakah
kau sudah selesai? ?
? Ya, ibu. Aku sudah selesai ? jawab Suwarsih.
Tidak lama kemudian, derap kuda itupun semakin jelas terdengar.
Dan setelah ternyata derap kuda kuda itu berhenti dihalaman depan,
maka Nyai Jaga Reksa segera berkata pada Suwarsih: ? Nah, itulah
mereka telah datang. Sambutlah mereka seperti apa yang telah aku
pesankan. Jangan sampai gagal. ?
Suwarsih mengangguk. Namun jantungnya menjadi ber-debar
debar. Cemas, gelisah, gembira, malu, ragu-ragu ber dentang-dentang16
memukul dadanya. Sehingga karena itu maka ibunya berkata pula: ?
Jangan gugup. Tenangkan hatimu. Tersenyumlah. ltulah syarat utama
untuk memikat hati laki2. ?
Ternyata dugaan mereka itu adalah benar belaka. Setelah
bertanya-tanya, akhirnya Buntar Watangan dan Jaka Pameling itupun
sampai pula ketempat yang dituju.
Buntar Watangan segera turun dari kudanya, kemudian diikuti oleh
Jaka Pameling.
? Ketuk pintu itu! ? perintah Buntar Watangan kepada Jaka
Pameling ? Jangan lupa apa yang telah aku pesankan. Kau adalah Buntar
Watangan dan aku adalah Jaka Pameling, pembantumu! Kau ingat itu
semua?! ?
? Ya. ? jawab Jaka Pameling sambil mengangguk, kemudian
melangkah kearah pintu. Diketuknya pintu itu keras keras. Sekali, dua
kali dan tiga kali.
Suwarsih yang telah berada dibelakang pintu itupun belum juga
mau membuka kancingnya. Ia masih gelisah. Karena ia berusaha
menenangkan perasaannya. Dihelanya nafasnya dalam-dalam, namun ia
masih tampak gugup pula.
Jaka Pameling yang berada diluar menjadi semakin jengkel. Karena
belum juga dibukakan maka diketuknya pintu itu semakin keras.
? Siapa itu? ? terdengar suara merdu menyapa dari dalam.
Mendengar suara perempuan, Jaka Pameling menjadi terkejut dan
mendadak wajahnya menjadi pucat. Namun ketika ia menoleh dan
dengan geramnya Buntar Watangan memandang kearahnya. Maka
dengan suara yang di-besar2kan meniru suara Buntar Watangan ia
menjawab juga: ? Aku Buntar Watangan, perwira petugas sandi Mataram
?
Pintu itupun segera dibukanya, kemudian tampaklah Suwarsih
melempar senyum kepada Jaka Pameling. Sedang Jaka Pameling menjadi
gemetar setelah diketahuinya bahwa yang berada dihadapannya adalah
seorang gadis cantik. Tetapi karena ia takut dengan Buntar Watangan,
maka terpaksa ia berusaha menguasai perasaannya.
? Mari silahkan masuk, tuan ? kata Suwarsih sambil
membungkuk. Dengan demikian lekuk dada Suwarsih yang montok itu
tampak dengan jelas. Sehingga karenanya Jaka Pameling menghela nafas
dalam dalam. Sama sekali ia menjadi lupa apa yang harus dilakukan.
Baru kemudian setelah Buntar Watangan menggamitnya, dengan langkah
yang berat Jaka Patneling segera masuk.
Setelah dipersilahkan duduk, Buntar Watangan segera memberi
isyarat kepada Jaka Pameling. Namun Jaka Pameling itu diam saja. Rupa
rupanya ia menjadi lupa dengan apa yang telah dipesankan oleh Buntar
Watangan. Oleh karena itu, maka Buntar Watangan terpaksa beringsut
kemudian berbisik ketelinga Jaka Pameling: ? Tanyakan, apakah disini17
rumah Jaga Reksa dan dimana orang itu sekarang? ?
Menyingkap Rahasia Tabir Hitam Karya Danang HS di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kemudian, Jaka Pameling itupun segera melakukan apa yang
diperintahkan oleh Buntar Watangan:
? Benarkah disini rumah Jaga Reksa? ?
? Benar, tuan ? jawab Suwarsih.
? Dimana ia sekarang? ?
? Ayah sedang bepergian, tuan. ?
? Kemana? dan kapan kembali? ?
? Entah, kami tidak tahu. Mungkin nanti malam, atau mungkin pula
besuk pagi. ? jawab Suwarsih sambil sekali melempar senyumnya dan
mengerling dengan matanya yang bening berseri.
Jaka Pameling menjadi bingung. Ia menjadi tidak tahu bagaimana
ia harus bertanya selanjutnya. Karena itu, Buntar Watangan yang berada
dibelakang Jaka Pameling segera menyahut: Tuan ini serta aku adalah
petugas dari Mataram yang mendapat wewenang untuk mengusut
perkara pembunuhan Jaya Kimpul. Sedang menurut laporan yang aku
terima, yang membunuh Jaya Kimpul itu adalah Jaga Reksa. Maka
sebaiknya kau katakan saja dimana sekarang ayahmu berada. ?
Suwarsih tidak segera menjawab. Semenjak ia memperhatikan
wajah buntar Watangan ia mendapat kesan lain. Apalagi setelah ia
mendengar suaranya yang berat penuh perbawa dan pandangan matanya
yang menggetarkan, kemudian ia segera memperbandingkan dengan
Jaka Pameling yang dianggapnya Buntar Watangan. Alangkah jauh
bedanya antara kedua orang itu. Namun karena ia telah terpengaruh oleh
kebesaran nama Buntar Watangan, maka meskipun orang yang mengaku
bernama Buntar Watangan itu Jaka Pameling, sedang orang yang
mengajak bicara kini adalah Buntar Watangan yang sebenarnya. Tetapi ia
berusaha menekan getar perasaannya.
? Ah. apa peduliku dengan orang ini ? kata Suwarsih dalam hati.
Orang ini hanya pembantunya. Meskipun ia lebih menarik, tetapi
kedudukanlah yang menentukan. ?
? Dengan pikiran itu ia segera menjawab, namun jawabannya itu
ditujukan kepada Jaka Pameling :
? Sudah aku katakan tadi tuan, aku tidak tahu kemana ayah pergi.
Tetapi dalam perkara ini, sebenarnya bukan ayah yang membunuh Jaya
Kimpul. ?
? Apakah kau tahu siapakah sebenarnya yang membunuh Jaya
Kimpul itu? ? bertanya Buntar Watangan pula.
? Sayang, tuan. Aku tidak tahu. ? jawaban Suwarsih itu masih
tetap terarah kepada Jaka Pameling.
? Tetapi bagaimana kau bisa mengatakan kalau bukan ayahmu
yang membunuh Jaya Kimpul. ?
? Ketika ayah datang kerumah Jaya Kimpul, tiba-tiba ayah dipukul
orang dari belakang. Tetapi setelah ayah sadar, kemudian dilihatnya Jaya18
Kimpul telah menggeletak dihadapannya. ?
? Dan keris yang dipergunakan untuk membunuh Jaya Kimpul itu
adalah keris ayahmu dan keterangan itu aku peroleh dari ayahmu pula.
Bukankah begitu? ?
Mendengar pertanyaan itu Suwarsih terpaksa mengangguk juga.
Namun ia masih berusaha membantah ? Tetapi keterangan ayah itu
adalah benar. Sebab selamanya ayah tidak pernah berdusta. Karena itu
tuan jangan terlalu gegabah dan menetapkan bahwa ayahlah yang
membunuh Jaya Kimpul.
Buntar Watangan tersenyum : ? Itu adalah sudah menjadi
kuwajiban seorang anak untuk membela ayahnya. Tetapi hukum
menghendaki bukti-bukti. Bukan hanya jawaban yang datang secara
sepihak. ?
Suwarsih menundukkan wajahnya. Ia menjadi tidak senang
mendengar perkataan itu. Maka dalam hatinya ia berharap, agar Jaka
Pameling yang disangkanya Buntar Watiangan itu memberi pengaruh
kepada pembantunya.
Setelah berpikir sesaat, kembali Suwarsih mengangkat wajahnya.
Ditatapnya Jaka Pameling dengan pandangan meminta. Kemudian
katanya: ? Tuan. Bukankah tuan adalah orang yang pertama-tama yang
mempunyai wewenang untuk mengusut perkara pembunuhan ini? ?
Jaka Pameling tidak segera menjawab. Terlebih dahulu ia melirik
kearah Buntar Watangan. Baru kemudian setelah Buntar Watangan
memberi isyarat agar Jaka Pameiing mengangguk, maka mengangguklah
ia.
? Karena itu ? kata Suwarsih selanjutnya ? kami berharap agar
tuan bertindak bijaksana. Usutlah perkara ini terlebih dahulu sehingga
pembunuh yang sebenarnya tertangkap.
? Ya. ltu memang sudah menjadi kuwajiban kami, sahut Buntar
Watangan ? Tetapi untuk mengusut perkara itu, dengan sendirinya tuan
ini membutuhkan keterangan langsung dari ayahmu. ?
? Tetapi apakah untuk keperluan pemeriksaan itu, tuan tidak akan
menahan ayahku? ?
? Semuanya tinggal tergantung bagaimana hasil pemeriksaannya
nanti. Kalau sekiranya ayahmu tidak bersalah, mengapa harus ditahan ?
?
? Tetapi banyak pula petugas kerajaan yang bertindak ceroboh.
Mempergunakan kekuasaannya dengan secara sewenang-wenang. Main
paksa dan main tahan. Dengan tanpa melihat apakah laporan itu hanya
fitnahan ataukah laporan yang disampaikan dengan secara jujur. Apa lagi
kalau petugas itu mempunyai pamrih. Menahan seseorang hanya karena
untuk mencari uang tebusan atau karena perasaan balas dendam.
Dengan demikian, hukum itu sendiri yang harus mereka junjung tinggi,
telah diinjak-injak dan dinodai oleh orang2 yang sama sekali tidak19
bertanggung jawab. Itulah yang membuat aku kawatir. Dan aku kira
bukan hanya aku sendiri, tetapi seluruh rakyat Mataram inipun pasti
dihinggapi oleh perasaan semacam itu pula.
Buntar Watangan mengangguk-anggukkan kepalanya.
Dalam hatinya ia mengakui kebenaran ucapan itu Suwarsih itu.
Sebab kerap kali pula terjadi, seorang penegak hukum yang seharusnya
menegakkan hukum diatas kebenaran, namun bahkan mempergunakan
wewenang yang ada padanya untuk menakut-nakuti dan memeras rakyat
yang seharusnya mereka bimbing. Ini yang tidak disenangi oleh Buntar
Watangan. Karena dengan demikian, perbuatan orang-orang yang tidak
ber-tanggung jawab itu akan mengotori nama petugas2 lainnya yang
selalu bertindak jujur dan benar2 mengabdikan dirinya untuk kepentingan
negara. Maka untuk tidak menimbulkan kekawatiran pada Suwarsih,
Buntar Watangan itupun segera menjelaskan:
? Adanya hukum bukan sekali sekali untuk membuat rakyat
gelisah. Tetapi bahkan sebaliknya. Sebab tujuan hukum adalah untuk
melindungi hak2 dan kebenaran dari setiap kejahatan dan pelanggaran.
Maka adalah sangat bertentangan sekali apabila seorang petugas
penegak hukum akan menyeleweng dari ketentuan dan tujuan hukum itu
sendiri. ?
? Terima kasih ? jawab Suwarsih kepada Buntar Watangan ?
Ternyata tuanpun bijaksana pula ? kemudian kepada Jaka Pameling ?
Nama tuan telah kami kenal baik. Tuan adalah seorang penegak hukum
yang jujur bijaksana.20
Maka adalah tidak mengherankan apabila pembantu tuan inipun
dapat pula berpikir seperti tuan.?
? Jaka Pameling hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.
Sedang Buntar Watangan tersenyum geli. Scbagai seorang petugas sandi
ia telah mengenal siasat yang bagaimanapun juga. Sudah terang
Suwarsih mengucapkan kata-kata sanjungan dengan tujuan tertentu.
Namun Buntar Watangan tidak mau tergelincir oleh kata itu, bahkan ia
menjadi semakin curiga terhadap Suwarsih.
? Tapi dimana sekarang ayahmu? ? tanya Buntar Watangan
kemudian.
? Aku tidak tahu, tuan. Tetapi nanti malam atau besuk pagi pasti
datang.?21
? Kalau tidak bagaimana? ?
? Aku sebagai gantinya. Aku bersedia tuan hukum?
? Tetapi kau tidak bersalah. Apakah aku harus menghukum orang
yang sama sekali tidak tahu apa2? ?
? Ayahpun juga tidak hersalah ? kata Suwarsih.
? Aku hanya dapat mengatakan bahwa ayahmu tidak bersalah
setelah aku mengadakan pemeriksaan terhadap ayahmu sendiri.?
Sementara itu hidangan mulai mengalir. Suwarsih sengaja
mempergunakan dirinya untuk membuat Jaka Pameling yang
disangkanya Buntar Watangan itu lupa daratan. Dan sebenarnya siasat
Suwarsih itupun berhasil juga. Jaka Pameling yang selama ini merasa
rendah diri terhadap gadis gadis, kini mulai tumbuh keberaniannya.
Sehingga sama sekali ia tidak menyadari, bahwa sikap Suwarsih yang
demikian itu bukan ditujukan kepada diri prihadi Jaka Pameling, tetapi
hanya se-mata2 karena Jaka Pameling mempergunakan nama Buntar
Watangan.
Ternyata yang menjadi pening itupun bukan hanya Jaka Pameling.
Namun Buntar Watangan sendiri juga demikian. Betapapun tidak. Ia
adalah lelaki sebagaimana wajarnya laki2 yang lain. Sedang kini
dihadapannya dipertontonkan suatu pemandangan yang membuat
kepalanya berdenyut.
? Hmmm .. Gila! ? geram Buntar Warangan dalam hati. Kalau ia
tidak mengingat tugasnyaa gadis pasti telah diterkamnya hingga lumat.
Senjapun kini telah menjadi semakin gelap. Seperti gelapnya hati
yang terbakar oleh njalanya gairah yang semakin memuncak. Sehingga
tanpa disadarinya sang waktu terus merangkak bersama merayapnya
purnama yang menjadi semakin tinggi.
Dalam pada itu Nyai Jaga Reksa keluar menghampiri Suwarsih.
? Warsih ? kata ibunya dengan disertai gerak isyarat ? Aku rasa
tetamu kita ini sudah terlalu lama duduk. Tentunya sudah capai.
Bukankah begitu tuan2??
? Ah, tidak ibu ? sahut Jaka Pameling ? Aku merasa kerasan
berada ditempat ini. ?
? Syukur kalau demikian ? jawab Nyai Jaga Reksa dengan disertai
senyum yang terasa benar sampai kedasar hatinya. Karena ia merasa
gembira, bahwa orang yang disangkanya Buntar Watangan itu telah
benar2 terpikat oleh Suwarsih. Kemudian kata selanjutnya ? Meskipun
demikian, adalah tidak bijaksana apabila Suwarsih tidak mempersilahkan
tuan2 untuk beristirahat.?
? Oh! Ya, ibu. Aku lupa ? jawab Suwarsih. Kemudian kepada Jaka
Pameling ? Maafkan, tuan. Bukankah tuan suka memaafkan??
? Tentu, tentu Warsih ? jawab Jaka Pameling ? Bukankah
namamu Suwarsih??
? Benar, tuan. Nama yang tidak enak diucapkan dan tidak sedap22
apabila didengar. Lebih2 bagi orang2 kota yang punya kedudukan tinggi
seperti tuan ini. ?
? Ah, jangan terlalu merendah, Warsih. Bagiku namamu lebih
indah dari pada segala. ?
Suwarsih menggigit bibirnya. Sambil mengerling kearah Jaka
Pameling, gadis itu melempar senyum. Senyum yang menggairahkan,
senyum yang mendesak dan meregut hati laki2.
Kemudian oleh Suwarsih, kedua tetamunya itu segera dipersilahkan
beristirahat. Namun kamar yang disediakan bagi mereka, terpisah jauh
antara yang satu dengan yang lain. Untuk Jaka Pameling yang
disangkanya Buntar Watangan, disediakan kamar digandok depan.
Kamarnya kelihatan bersih dan teratur rapi. Sedang bagi Buntar
Watangan sendiri disediakan kamar digandok belakang.
Jaka Pameling diantar oleh Suwarsih sendiri, sedang Buntar
Menyingkap Rahasia Tabir Hitam Karya Danang HS di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Watangan diantar oleh ibunya.
? Ini kamar untuk tuan ? kata Suwarsih sambil membuka pintu
dan mempersilahkan Jaka Pameling masuk.
? Oh, bagus benar kamar ini ? kata Jaka Pameling setelah berada
didalam kamar itu.
? Ya, cuma beginilah keadaan didesa, tuan. Tentunya jauh berbeda
apabila dibanding-bandingkan dengan keadaan didalam kota. Yang jauh
lebih indah dan menarik, ? jawab Suwarsih sambil duduk ke-balai2 yang
dialasi kasur yang empuk.
Jaka Pameling diam terpaku. Ditatapnya Suwarsih tajam-tajam, dan
terasa nafasnya mulai berkejaran.
Suwarsih menundukkan wajahnya. Digigitnya bibirnya erat2.
Namun lewat sudut matanya ia memandang kearah Jaka Pameling.
Terdengar Jaka Pameling mendesah. Kemudian melangkah
menutup pintu.
Melihat perhuatan Jaka Pameling itu Suwarsih menjadi ketakutan.
Namun untuk tidak mengecewakan orang yang sengaja hendak
dipikatnya, maka sambil berdiri Suwarsih ber kata: ? Ah, mengapa tuan
tutup pintu itu??
? Supaya tidak terlalu dingin ? jawab Jaka Pameling sambil
melangkah mendekati Suwarsih.
? Tapi aku takut, tuan.?
? Takut apa? ? Apa yang kau takuti? ?
? Sebab menurut keterangan ibu, didalam kamar ini kadang2 ada
setannya.?
? Setan? ? tanya Jaka Pameling keheran-heranan.
? Ya, tuan. Didalam kamar ini kadang2 ada setannya. Setan gundul
yang suka membuat onar.?
? Ah, kau ini bergurau Warsih? ? kata Jaka Pameling sambil
menangkap pergelangan tangan Suwarsih.23
Tubuh Suwarsih menjadi gemetar. Apalagi ketika Jaka Pameling
semakin merapat. Maka sambil berusaha melepaskan pelukan Jaka
Pameling, Suwarsih berkata: ? Ah! Jangan, tuan! Jangan!?
? Tidak apa2, Warsih. Tidak apa2. Aku benar2 jatuh cinta
kepadamu.?
Suwarsih tidak dapat menjawab. Karena mendadak nafasnya terasa
menjadi sesak. Namun ia masih dapat menguasai kesadarannya.
Maka Jaka Pameling itupun segera didorongnya ? Nanti saja, tuan.Nanti
malam. Aku tunggu tuan dihalaman sebelah.?
Jaka Pameling menjadi kecewa. Namun ia tidak dapat berbuat apa
apa. Dibiarkannya Suwarsih melangkah membuka pintu, kemudian pergi
meninggalkan kamar itu.
Malam menjadi semakin dalam. Dilangit, bulan purnama
bersembunyi dibalik segumpal awan.
Pelahan - lahan Buntar Watangan keluar dari kamarnya. Ia
bermaksud menyelidiki keadaan disekitar rumah itu dengan secara
diam2. Dan dengan pelahan-lahan pula ia melangkah menuju kehalaman
sebelah.
Ketika Buntar Watangan sampai ketempat itu, kemudian dilihatnya
Jaka Pameling berjalan mondar mandir seorang diri sebentar2 mendesah.
Se-olah2 orang itu sedang menjadi gelisah.
Namun Buntar Watangan tidak mau mendekat. Bahkan kemudian ia
bersembunyi diantara pohon pacar. Dibiarkannya Jaka Pameling sibuk
dengan angan2nya. Sebab ia dapat menebak apa yang sedang dipikirkan
oleh anak muda itu.
Dalam pada itu, dari dalam rumah tampaklah Suwarsih keluar
mendekati Jaka Pameling.
? Aku sudah lama menunggumu, Warsih. Aku kira kau tidak
menepati janji ? kata Jaka Pameling
? Ah, aku bukan seorang pendusta tuan. Bahkan aku takut kalau
tuanlah yang tidak menepati janji ? jawab Suwarsih.
Jaka Pameling tersenyum. Dan Suwarsih itupun tersenyum pula.
Sesaat mereka saling berpandangan. Kemudian terdengar Jaka Pameling
berkata : ? Pekerjaan menunggu ini memang paling berat. Apa lagi
menunggu datangnya kekasih. Meskipun hanya sekejap namun rasanya
bagai setahun.
? Apakah tuan sudah mempunyai seorang kekasih ??
? Sudah. Kalau gadis itu mau aku minta menjadi kekasihku. ?
Tapi entah, kalau gadis itu sudah menjadi milik orang lain. Sayang
sungguh sayang . Aku lebih baik mati bunuh diri. ?
? Ah, mengapa demikian, tuan? Siapakah sebenarnya gadis itu ? ?
? Siapa lagi kalau bukan kau. Suwarsih. Gadis ayu yang telah
merenggut hatiku. ?
Suwarsih tersenyum. Kini terbayanglah dalam angan2-nya bahwa24
impiannya telah menjadi semakin nyata. Meskipun demikian namun ia
masih berusaha menguasai perasaannya. Maka katanya kemudian: ?
Dapatkah ucapan tuan itu aku percaya ? ?
? Mengapa tidak ? ?
? Tetapi aku takut kalau akhirnya tuan akan kecewa. Habis manis
sepah dibuang. ?
? Mengapa kau berkata demikian, Warsih? Bahkan sebaliknya,
akulah yang takut kalau akhirnya kaulah yang kecewa. ?
? Apakah ucapan tuan itu sudah tuan pikirkan masak2? Aku ini
hanya seorang gadis desa tuan. Sedang tuan adalah seorang perwira
kepercayaan Kanjeng Panembahan Senopati yang namanya sudah
terkenal harus keseluruh penjuru Mataram. Apakah dengan demikian
nama tuan tidak akan kusud karena memperisterikan seorang gadis desa
seperti aku ini? ?
Mendengar pertanyaan Suwarsih itu. Jaka Pameling menjadi
bingung. Sebab ia sadar, bahwa yang menarik perhatian gadis itu
sebenarnya adalah kedudukan dan nama Buntar Watangan. Namun kini ia
sudah terlanjur jatuh cinta dengan gadis itu. Karena hanya gadis itulah
yang pertama mau bersikap baik dan mau disentuhnya. Tetapi apabila
kemudian Suwarsih mengetahui bahwa dirinya bukan Buntar Watangan,
lalu bagaimana? Mungkinkah gadis itu akan melarikan diri dan me-maki2
seperti juga gadis yang lain?
Membayangkan kejadian yang mungkin akan dialaminya itu Jaka
Pameling menjadi ketakutan. Dan perasaan rendah diri yang telah lama
mencengkam jiwanya mulai tumbuh kembali.
Tetapi Suwarsih tidak mengerti apa yang sedang bergolak didalam
dada Jaka Pameling. Bahkan ia menyangka bahwa pemuda pujaannya itu
menjadi ragu2 karena ucapannya itu. Maka dengan demikian tiba2
Suwarsih menjadi bersedih, dan diantara isak tangisnya ia berkata: ?
Aku sudah menyangka, bahwa tuan tidak ber-sungguh2. Aku memang
tidak pantas menjadi kekasih tuan. ?
? Warsih. Mengapa kau beranggapan demikian. Aku ber-sungguh2.
Warsih. Aku mencintaimu. ?
Pe-lahan2 Warsih mengangkat wajahnya. Ditanyakan wajah Jaka
Pameling dengan matanya yang masih ber-kaca2: ? Kalau tuan ber
sungguh2, maukah tuan bersumpah untuk tidak me-nyia2-kan aku?
? Aku bersumpah Warsih. Demi langit dan bumi. Kalau kelak aku
me-nyia2-kan kau. matilah aku disambar petir.?
? Oh, . Alangkah bahagia hatiku ? gumam Suwarsih.
Dan kini terbayanglah olehnya, jalan yang menuju ke-istana emas.
Semna mata tertuju kearahnya, dengan perasaan iri dan kagum. Setiap
orang akan mengelu-elu menyambut kedatangannya. Seperti menyambut
seorang bidadari yang turun dari langit. Sehingga karena itu bahkan
Suwarsih kembali menangis. Tetapi bukan menangis karena bersedih,25
namun menangis kerena merasa puas dengan hasil angan-angannya.
Tetapi tidak demikian dengan Jaka Pameling. Ia membayangkan
apabila esuk atau lusa rahasianya terbongkar. Maka dari pada kemudian
gadis itu mencemoohnya, adalah lebih baik ia berkata secara ber-terus
terang. Bahwa dirinya sebenarnya bukan Buntar Watangan, tetapi Jaka
Pameling, orang yang sama sekali tidak berharga, meskipun ia
mempunyai banyak peninggalan dari orang tuanya. Namun ketika ia
hendak mengatakan maksudnya itu, terasa kerongkongannya bagaikan
tersumbat. Sebab ia takut pula apabila Suwarsih tidak mempercayainya,
atau bahkan sebaliknya. Karena sebenarnya ia memang takut kehilangan
Suwarsih. Namun akhirnya iapun berkata pula: ? Warsih. Benarkah kau
tidak akan menyesal meskipun sebenarnya aku bukan
Jaka Pameling menjadi beragu, namun Suwarsih cepat menjahut :
? Sungguh, tuan. Aku tidak akan menyesal. Dan karena tuan telah
bersumpah, maka akupun akan bersumpah pula. ?
? Jangan, Warsih: Kau tidak perlu bersumpah: ?
? Tidak, tuan. Aku harus bersumpah. Demi langit dan bumi, kalau
kelak aku menyesal, maka matilah aku dengan secara hina. ?
Buntar Watangan yang mendengar percakapan mereka itu
tersenyum geli. Sebenarnya ia merasa kasihan pula terhadap Suwarsih.
Demikian pula terhadap Jaka Pameling. Sebab pangkal peristiwa itu
terletak pada dirinya. Namun semuanya telah terlanjur. Kecuali itu ia
menaruh curiga pula terhadap Suwarsih. Bahwa perbuatan Suwarsih itu
sengaja untuk mEnutupi kejahatan ayahnya. Karena menurut dugaannya,
yang membunuh Jaya Kimpul tidak lain adalah Jaga Reksa.
Ternyata yang mengintip pertemuan Suwarsih dengan Jaka
Pameling itu bukan hanya Buntar Watangan sendtIi. Tetapi Nyai Jaga
Reksa, Wahana dan Supalapun juga mengintip pula. Hanya mereka ber
beda2 tempatnya.
Semula Nyai Jaga Reksa menjadi kawatir apabila Suwarsih tidak
berhasil memikat Jaka Pameling yang disangkanya Buntar Watangan.
Namun setelah ia mendengar mereka saling bersumpah, tiba-tiba ia
mencucurkan air matanya karena gembira. Apabila ia tidak ingat bahwa
pada saat itu ia sedang bersembunyi, pastilah ia telah berteriak karena
gembira, supaya seluruh penduduk didesa itu semuanya dapat
mendengar. Bahwa sebentar lagi ia akan mempunyai menantu seorang
yang berkedudukan tinggi.
Namun tidak demikian dengan Supala. Anak muda itu menjadi
marah sekali. Sebab menurut pikirannya, apabila Buntar Watangan tidak
datang, pastilah kelak Suwarsih menjadi miliknya. Namun akhirnya, ia
menjadi marah terhadap Wahana. Karena Wahanalah yang mula mula
menyarankan agar Suwarsih memikat Buntar Watangan.
? Hmmm .. ? Supala menggeram. Terdengar giginya gemeretak
menahan luap kemarahannya ? Setan benar Wahana itu: ? katanya26
dalam hati ? Kalau bukan karena pokal Wahana pasti tidak akan terjadi
peristiwa semacam ini: ?
Kemudian timbul pula keinginannya untuk merebut Suwarsih
dengan kekerasan. atau kalau Suwarsih menolak, maka gadis itu akan
dibunuhnya sama sekali.
Berbeda dengan Wahana yang pada saat itu mengintip pula dari
sebelah pagar. Anak muda itu menjadi gembira karena keinginannya
telah terlaksana. Dan seandainya Supala marah kepadanya, maka
mudahlah baginya untuk menghalau orang itu, Sebab Jaga Reksapun
pasti akan berpihak kepadanya.
Meskipun pada saat itu Supala telah dicengkam oleh
kemarahannya, namun ternyata anak muda itu masih dapat berpikir.
Bahwa untuk menghadapi Jaka Pameling yang disangkanya Buntar
Watangan dengan secara terang2-an. Pastilah ia tidak akan menang.
Karena itu, setelah ia berpikir sesaat, dengan sangat berhati2 segera
meninggalkan tempat persembunyiannya. Dan tidak lama kemudian,
Supala telah kembali pula dengan membawa busur lengkap dengan anak
panahnya. Dengan anak panah itu ia bermaksud hendak membunuh
Buntar Watangan.
Menyingkap Rahasia Tabir Hitam Karya Danang HS di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pada saat itu Jaka Pameling dan Suwarsib yang sedang asyik ber
cumbu2-an, sama sekali tidak menyangka bahwa Supala telah ber-siap2
untuk membunuhnya.
Bulan itu sangat indah ? kata Suwarsih.
? Ya. Bulan itu memang indah ? sahut Jaka Pameling?Tetapi
bagiku masih lebih indah wajahmu.
Suwarsih mengerling. Ia merasa bangga mendengar sanjungan itu
sehingga ketlka Jaka Pameling mendekapnya, sama sekali ia tidak
melawan. Dibiarkannya laki laki pujaannya itu melampiaskan gelora
perasaannya, sebab ia sendiri sedang tenggelam kedalam buaian asmara
yang terasa semakin mendesak.
Sementara itu, dari tempat persembunyiannya, pe-lahan2 Supala
mulai merentang busurnya. Dibidikkannya ujung anak panah itu kearah
leher Jaka Pameling. Agar sekali lepas mampuslah orang yang hendak
merebut buah hatinya itu.
Sesaat ia menahan nafas, jantungnya terasa berdentang semakin
keras. Namun ketika ia benar benar telah siap untuk melepaskan anak
panahnya, tiba2 dari belakang seseorang telah merebut anak panahnya.
Supala menjadi terkejut. Ia bermaksud hendak melampiaskan
kemarahannya terhadap orang yang berani merebut anak panahnya itu.
Namun ketika ia berpaling, dan diketahuinya bahwa orang yang berada
dibelakangnya adalah Jaga Reksa, mendadak saja tubuhnya menjadi
gemetar.
? Supala ! Kau mau apa ? ? tanya Jaga Reksa.
Supala tidak menjawab. Sama sekali ia tidak berani menatap27
pandangan Jaga Reksa. Namun dalam hatinya ia mengumpat: ? Setan !
Rupa2nya orang tua inipun minta dibunuh juga.
Kata Jaga Reksa selanjutnya: ? Supala! Kembali ketempatmu!
Jangan membuat hal2 yang merugikan. Atau aku terpaksa harus
membunuhmu. ?
Dengan tanpa menjawab, Supala beringsut bendak meninggalkan
tempat itu. Tetapi dengan tidak diketahui arah datangnya, tiba2
dibelakang Jaga Reksa telah berdiri seseorang.
? Jaga Reksa ? kata orang itu sambil menggamit lengan Jaga
Reksa.
Jaga Reksa terkejut. Cepat menoleh: Namun sebelum ia sempat
membuka mulutnya, orang itu telah mendahului bertanya:
? Bukankah namamu Jaga Reksa ? ?
Jaga Reksa mengangguk: ? Siapa kau ? ?
? Tidak perlu kau bertanya. Aku telah lama menunggumu. Mari
ikut aku. ?
Jaga Reksa mulai men-duga2. Ia telah menerima laporan dari Seca
lreng. Karena itu dengan ter-gagap2 ia bertanya: ? Apakah . apakah
.. tuan pembantu Raden Buntar Watangan? ?
Orang itu mengangguk. Sebenarnya orang itu tidak lain adalah
Buntar Watangan sendiri.
Kini orang tua itu menjadi ketakutan : ? Oh, ma'af tuan. Aku .
aku
? Jangan banjak alasan. Aku ingin mendapat keterangan langsung
dari mulutmu. ?
? Keterangan apa, tuan ? ?
?.Apa lagi kalau bukan soal pembunuhan Jaya Kimpul. ?
? Tetapi aku tidak membunuh orang itu, tuan. Aku berani
bersumpah. ?
? Aku tidak butuh sumpahmu. Aku hanya butuh keterangan atau
pengakuanmu. bahwa kaulah yang sebenarnya membunuh Jaya Kimpul
Bukankah begitu?.?
? Bukan. tuan..... Tidak tuan Bukan aku yang membunuh.?
? Kalau bukan kau, siapa ? ?
?Aku tidak tahu. tuan. ?
? Bohong! Kau mesti harus tahu !?
? Sungguh, Tuan. Aku tidak tahu.?
? Tetapi bukankah kedatanganmu kerumah Jaya Kimpul memang
dengan maksud untuk membunuh orang itu ? karena kau telah lama
bermusuhan? ?
? Kedatanganku kerumah Jaya Kimpul adalah untuk memenuhi
tantangannya. ?
? Apakah Jaya Kimpul menantangmu berkelahi dirumahnya? ?
? Tidak tuan. Jaya Kimpul menantang aku berkelahi ditepi kali28
Praga.?
? Tetapi mengapa kau datang dirumahnya? ?
? Karena ia tidak menepati janji. Sudah lama aku menunggu
ditempat yang telah ia tentukan. Tetapi karena ternyata ia tidak datang,
maka aku segera menuju kerumahnya. ?
? Dan kemudian setelah orang itu kau ketemukan dirumahnya
orang itu segera kau bunuh??
? Tidak, tuan. Ketika aku datang dan belum lagi aku bertemu
dengan Jaya Kimpul, tiba2 tengkukku dipukul orang dari belakang.
Sehingga seketika itu juga aku jatuh pinsan, Tetapi ketika aku sadar
kembali, ternyata Jaya Kimpul telah menggeletak didepanku. Orang itu
sudah mati. Entah siapa yang membunuhnya, aku tidak tahu. Telapi
setelah aku amat amati, ternyata keris yang dipergunakan untuk
membunuh Jaya Kimpul itu adalah kerisku. Maka keris itu segera aku
cabut dari lambungnya. Dan pada saat itu datanglah isteri itu Jaya Kimpul
dan seorang pembantunya yang bernama Sanepa. Karena itu mereka
menyangka bahwa akulah yang membunuh Jaya Kimpul. ?
? Bukan menyangka ? tukas Buntar Watangan ? Tetapi menurut
laporan yang aku terima, mereka menyaksikan ketika kau menikam Jaya
Kimpul....
? Oh! Jaga Reksa terkejut . Kemudian katanya ? Laporan itu
tidak benar tuan. Tuan jangan percaya dengan laporan itu. ?
Buntar Watangan berpikir sesaat. Sekali lagi ditatapnya Jaga Reksa
tajam2. Se-olah2 ia hendak mengetahui apa yang tersembunyi didalam
dadanya.
? Benarkah Jaya Kimpul menantangmu ? ?
? Benar, tuan. ?
? Apakah bukan sebaliknya? ?
? Bukan tuan, Jaya Kimpullah yang menantang aku.
? Tantangan itu kau terima langsung atau lewat seseorang ? ?
? Lewat seseorang. Dengan surat, yang dituliskan dalam lontar.?
? Mana lontar itu sekarang? ?
? Ma'af, tuan. Sudah aku robek2 dan aku lempar ke kali Praga. ?
? Lewat siapa lontar itu kau terima? ?
? Lewat Supala ? jawab Jaga Reksa sambil menebar pandang
mencari Supala. Namun ternyata Supala sudah tidak berada lagi disekitar
tempat itu. Maka kemudian terdengarlah Jaga Reka. mendesis ? Setan!
Kemana anak itu?
? Kau mencari siapa? ? tanya Buntar Watangan.
? Supala . jawab Jaga Reksa ? Anak muda yang berada disini
tadi itulah yang bernama Supala.
Buntar Watangan mengerutkan alisnya. Kembali ia berpikir. ?
? Mari kita cari Supala. ? ajak Jaga Reksa.
? Percuma. Malam ini kita tidak akan berhasil menemukan orang29
itu. Besuk pagi masih ada waktu. ?
Jaga Reksa tidak membantah.
Kembali Buntar Watangan bertanya ! ? Menurut keterangan
Supala, lontar itu diterima dari siapa? ?
? Dari Sanepa. Pembantu Jaya Kimpul ?
Buntar Watangan meng-angguk2an kepalanya. Bagus ? katanya ?
Besuk pagi aku memerlukan keterangan dari kedua orang itu. ?
? Dan sekarang ? ?
? Sekarang keterangan sudah aku pandang cukup. Tapi se-kali2
jangan meninggalkan rumahmu tanpa seijinku. Kalau kau melanggar,
kaulah yang akan aku tetapkan sebagai pembunuh. ?
*
* *
B A G I A N III
DENGAN BANTUAN Seorang Demang dan 2 orang pembantunya,
pada keesokan harinya, Buntar Watangan menuju kerumah Jaya Kimpul.
Namun ketika mereka sampai ke-rumah itu, Buntar Watangan menjadi
terkejut, karena dari arah gandok belakang didengarnya suara orang
menangis ter-sedu2.
Dengan tanpa pikir panjang lagi Buntar Watangan segera melesat
masuk kedalam bilik dari arah mana suara itu terdengar. Namun Buntar
Watangan itupun menjadi terkejut pula, ketika dilihatnya seorang laki2
terkapar dilantai berlumuran darah dan seorang perempuan tua
menelungkupi laki2 itu sambil menangis ter-sedu2.
? Siapa laki2 ini? ? tanya Buatar Watangan.
Perempuan tua itu mengangkat wajahnya. Sesaat ia masih beragu.
Namun setelah dilihatnya bahwa diantara mereka itu terdapat juga
Demang Selayuda, maka perempuan itu segera menjawab: ? Anakku,
tuan. Sanepa, ?
Buntar Watangan segera memeriksa laki2 yang terkapar itu: ?
Sudah mati desisnya.
? Siapa yang membunuhnya ? ? tanya Buntar Watangan
kemudian.
Perempuan tua itu menggeleng.
? Coba ceriterakan mula2 kau melihat mayat anakmu ini? ?
? Biasanya anakku ini pagi2 sudah bangun ? kata perempuan tua
itu mulai berceritera ? Tetapi aku lihat pintu biliknya masih tertutup, aku
sangka ia masih tidur. Sebab mungkin semalam ia terjaga. Tetapi setelah30
ternyata sudah cukup lama ia belum juga bangun, aku menjadi curiga.
Maka segera aku buka pintu itu, dan kemudian aku lihat Sanepa sudah
menggeletak tidak bernyawa.?
Buntar Watangan mengerutkan keningnya: ? Dimana Nyai Jaya
Kimpul ? ?
? Mengungsi. tuan. ?
? Mengungsi? Sejak kapan. ?
? Sejak malam tadi. ?
? Mengapa mengungsi ? ?
? Menurut keterangan Nyai Jaya Kimpul, semalam ia merasa di
bayang2i oleh seseorang. ?
? Apakah semalam Nyai Jaya Kimpul pergi seorang diri ? ?
Perempuan tua itu mengangguk.
Buntar Watangan tersenyum. Ditatapnya perempuan tua itu tajam2
Kemudian katanya: ? Coba ingat2. Aku tidak percaya kalau semalam
Nyai Jaya Kimpul pergi seorang diri. ?
? Oh! Ya . Ya . tuan ? jawab perempuan tua itu ter-gagap2 ?
Nyai Jaya Kimpul memang diantar oleh seseorang. ?
? Apakah kau tahu siapakah orang itu? ?
? Tidak, tuan. Sebab orang itu menanti diluar pagar. ?
? Siapa yang membukakan pintu ketika orang itu datang ??
? Sanepa ? jawab perempuan tua itu.
? Apakah Sanepa tidak menjelaskan siapakah orang itu? ?
? Tidak. tuan?
? Siapa yang kerap kali mengunjungi Nyai Jaya Kimpul setelah
suaminya meninggal??
Perempuan tua itu mengingat-ingat sebentar, kemudian menjawab:
? Wahana, Surata dan Seca lreng. ?
? Wahana, Surata dan Seca Ireng ? gumam Buntar Watangan
mengulangi nama2 itu. Kemudian kembali bertanya ? Siapa diantara
Menyingkap Rahasia Tabir Hitam Karya Danang HS di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ketiga orang itu yang paling kerap datang kemari? ?
? Sulit untuk menentukan. tuan. Sebab menurut sepengetahuanku,
diantara ketiga orang itu hampir sama-sama kerapnya. ?
? Dan yang paling akhir datang kemari? ?
? Wahana.?
? Kapan??
? Kemarin sore, menjelang petang. ?
? Kau tahu kemana Nyai Jaya Kimpul mengungsi? ?
? Tidak. Oh! ..... Ma..... maaf. Tahu.?
? Kemana? ? desak Buntar Watangan. Sebab ia tahu bahwa
perempuan tua itu pasti telah dipesan oleh Nyai Jaya Kimpul untuk tidak
memberitahukan tempat persembunyiannya kepada siapapun.
? Kerumah Soma Gamber ? jawab perempuan tua itu ? diujung
desa sebelah barat. ?31
? Terima kasih ? kata Buntar Watangan. Kemudian kepada
Demang Selayuda dan 2 orang pembantunya ? Mari kita kerumah Soma
Gamber.?
Keempat orang itupun kemudian segera menuju kerumah Soma
Gamber. Dan kedatangan mereka segera disambut oleh Soma Gamber
sendiri.
Setelah Demang Selayuda menjelaskan maksud kedatangannya,
maka Buntar Watangan mulai mengajukan pertanyaan: ? Benarkah
bapak yang bernama Soma Gamber? ?
? Sebenarnya namaku Soma Suwita, tuan. Tetapi orang2
menyebutku Soma Gamber. Sebab memang ....... heh heh heh heh ?
orang itu tertawa lucu.
? Jawab setiap pertanyaanku yang jelas. Jangan me-lingkar2 ?
bentak Buntar Watangan.
? Ya Ya Ya, tuan ? jawab Soma Gamber ter-gagap2 karena
takut.
? Apakah semalam Nyai Jaya Kimpul menginap dirumahmu ini??
? Benar, tuan.?
? Dimana sekarang perempuan itu??
? Sedang mandi, tuan. ?
? Suruh kemari, cepat! Aku membutuhkan keterangannya.?
Namun ketika Soma Gamber baru saja melangkah, kembali Buntar
Watangan berkata: ? He, pak! Sebentar!?
?Soma Gamber berpaling
? Tadi malam Nyai Jaya Kimpul datang bersama siapa??
? Bersama Seca Ireng, tuan. ?
? Apakah Seca Ireng juga menginap dirumahmu ini? ?
? Ya, tuan.?
? Dan sekarang, apakah Seca Ireng juga masih berada disini??
? Tidak, tuan. Sudah pulang. Tetapi kapan ia pulang, aku tidak
tahu. Mungkin pagi2 sebelum subuh.?
? Sudah berapa lama Seca Ireng dan Nyai Jaya Kimpul sering
bercanda dirumahmu ini?
? Kira2 mulai 3 bulan yang lalu.?
? Cukup ? kata Buntar Watangan ? Sekarang panggil Nyai Jaya
Kimpul. ?
Dengan tanpa berkata sepatah katapun, Soma Gamber segera
meninggalkan ruangan pendapa itu. Dan tidak lama kenaudian, orang itu
telah kembali pula bersama Nyai Jaya Kimpul.
Nyai Jaya Kimpul berperawakan padat berisi. Meskipun tidak begitu
cantik, namun mempunyai daya penarik yang sangat kuat. Matanya
menyala, bibirnya yang mungil terletak dibawah hidungnya yang
mancung. Sedang umurnya belum lebih dari pada 27 tahun.
? Nyai Jaya Kimpul ? kata Buntar Watangan langsung pada pokok32
persoalannya. ? Kedatanganku disini adalah atas laporan Nyai Jaya
Kimpul 3 hari yang lalu, bahwa suami Nyai mati terbunuh. Sedang
menurut laporan Nyai itu yang membunuh suami Nyai adalah Jaga Reksa.
Bukankah demikian??
? Benar, tuan. Aku menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri
101 Kisah Bermakna Dari Negeri China The Bourne Supremacy Karya Robert Ludlum Oliver Twist Karya Charles Dickens
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama