Ceritasilat Novel Online

Pertentangan Kaum Persilatan 5

Pertentangan Kaum Persilatan Yoe hiap eng hiong 1 Karya OKT Bagian 5



Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

271

dan bahpauw hitam. Ruanganpun lantas penuh dengan

tetangga2 jang datang untuk melihat dan menanja ini-itu.

Nampaknja ingin sangat mereka mendengar segala

kabaran dari luar.

Seng Tong bertiga mengaku sebagai saudagar2 kulit

kambing, bahwa kebetulan sadja mereka mampir disitu.

Merekapun balas menanjakan tentang penghidupan

penduduk ditempat itu, atas pertanjaan itu, penduduk itu

perlihatkan air muka lesu dan masgul.

Menurut keterangannja tadinja penduduk disitu hidup

sebagai nelajan2 iang mengandalkan hasilnja dari danau

Pweedjie itu, akan tetapi sedjak sepuluh tahun jang lalu,

mereka terpaksa mesti ubah tjara hidupnja, dari nelajan

mendjadi kuli2 gembala kambing, hingga mereka tidak

dapat dahar sampai kenjang lagi. Sebabnja perubahan

penghidupan itu katanja, karena dipulau dalam danau itu

sudah terdjadi hal2 jang mudjidjad.

Tjoen Beng lihat sebuah alat penangkap ikan jang sudah

tua sekali disudut rumah, ia tanja tuan rumah berapa

usianja jang sudah landjut itu, mungkin dia tinggal disitu

sudah turun-temurun. Iapun menanjakan djuga, apa

adanja kedjadian aneh didanau itu, dan apakah pernah

terdjadi sebelumnja.

"Telah turun-temurun aku tinggal disini," sahut orang

tua itu. "Sekarang usiaku sudah tudjuh-puluh lebih. Danau

Pweedjie menghasilkan banjak ikan, dalam satu tahun

hanja dimusim Rontok dan Dingin jang aimja beku hingga

orang tidak dapat menangkap ikan. Kira2 sepuluh tahun

jang lampau, mulailah didaratan muaranja tertampak

hantu, jang makin lama djadi makin menakutkan. Suatu

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

272

waktu ditengah malam terdengar guntur dan terlihat kilat

berkelebat, lalu tertampak bajangan hantu. Sedjak itu,

kaum nelajan tidak berani datang pula kemuara itu.

Ditahun ke-dua, ada datang satu imam kekampung nelajan

jang berdekatan, imam itu mengaku sebagai utusan Thio

Thian Soe dari gunung Liong Houw San, jang diutus untuk

menakluki siluman. Kaum nelajan ragu2. Keesokannja,

benar sadja seorang diri imam itu naik perahu pergi

kemuara, lalu dimalam harinja penduduk dengar suara

hebat dari perkelahian atau pertempuran dahsjat, jang

telah berdjalau tiga malam terus-menerus, kemudian si

imam kembali sambii menerangkan bahwa semua siluman

sudah dapat ditaklukkan, tapi karenanja, ia membutuhkan

suatu rumah ( dalam tanah untuk pendjarakan siluman2

atau hantu2 Itu. Ia lantas keluarkan banjak uang, ia pakai

tenaganja nelajan2 untuk bekerdja didaratan muara itu,

jang merupakan sebuah pulau ketjil. Orang2 jang bernjali

besar pada ikut imam itu, tapi sedjak itu mereka semua

tidak pernah kembali, sebagaimana si imam sendiripun

tidak muntjul pula. Pernah ada nelajan2 jang mentjoba tjari

ikan pula dirauara itu. mereka lihat ada didirikan banjak

rumah dipulau akan tetapi tidak lama kemudian, seringlah

terdjadi nelajan2 itu lenjap tidak keruan paran, tinggal

perahu=nja sadja jang terombang-ambing dipermukaan

air. Mulai waktu itu baharulah tidak ada lagi nelajan jang

berani pergi menangkap ikan disana."

"Apakah selama tahun jang belakangan ini pernah ada

orang jang pergi kepulau itu?" tanja Tjoen Beng.

"Bagaimana dengan si imam itu, apa dia tetap masih ada

didalam pulau?"

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

273

"Ada " njeletuk seorang njonja tua, jang berdiri

dipinggiran. "Tetapi siapa jang lihat orang itu, dia mesti

kaget hingga setengah mati"

Tjoen Beng bertiga awasi njonja tua ini.

"Pada suatu hari keponakanku angkut batang2 gandum

ke Lie-kee-oeh, waduk sebelah Barat," meneruskan

sinjonja tua. "kebetulan dia terdampar angin keras sampai

dipulau itu, maka disana ia lihat dengan mata kepala

sendiri sedjumlab hantu, ada jang sedang memikul batu,

ada jang sedang menarik penggilingan batu, matanja

semua hantu itu diam tak bergerak, mulut menganga tetapi

tidak ada jang bltjara, sedang kaki mereka dirantai. Hantu

jang menarik penggilingan Itu djalan berputaran tak

hentisnja. Hal itu selalu terbajangkan dimatanja

keponakanku sehingga ber-malam2 ia tak dapat tidur..."

"Mungkin itulah orang belaka," mengatakan Tjoen Beng.

"Mustahil hantu nampak dislang hari bolong?"

"Tetapi hal itu benar2 telah terdjadi, tuan2," berkata

tuan rumah kepada ketiga tetamunja. "Ada kalanja dlwaktu

malam dimusim dingin, selagi air danau membeku, kami

sering dengar bunjinja rantai2 beradu. Karena diwaktu

demikian hantu2 itu djalan mondar-mandir diatas saldju.

Pernah djuga hantu2 itu menjeberang kekampung dltepi

telaga menebang pohon2 untuk mereka gotong pergi.

Bukan me lainkan aku sendiri jang pernah saksikan

kedjadian Itu. Karena itu, muara itu kami namakan Muara

Hantu, sedjak itu tidak ada lagi penduduk ditempat jang

berani pergi kedanau itu."

"Djuga pernah muntjul iblis Boe-siang kwie" njeletuk

seorang tua lain "Setiap waktu air telaga membeku,

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

274

diwaktu malam setempo muntjul sematjaro iblis dengan

pakaian serba putih mondar-mandir diatas es atau ditepi

danau, mereka djalan tjepat sekali bagaikan terbang..."

Seng Tong dan kedua kawannja tidak mengatakan apa2

akan tetapi dalam hati mereka perhatikan dan ingatkan

kata2nja beberapa penduduk itu, kemudian mereka

tanjakan lain2 soal mengenai keadaan dikampung itu. Dan

malam itu mereka bermalam dirumah gubuk itu.

Keesokannia Tjoen Beng minta menumpang lebih djauh

untuk tiga hari lamanja, ia berikan alasan jang masuk

diakal. Iapun memberikan sedikit perak hantjur, hingga

tuan rumah djadi sangat girang dan melajaninja dengan

telaten.

Tjoen Beng merasa puas dapat menumpang dirumah

Itu, karena mereka dapat kamar jang terpisah dari

kamarnja tuan rumah.

Dimalam ke-dua, setelah keadaan dalam rumah itu

mendjadi sunji, mereka segera dandan mengenakan

pakaian warna putih, bukan warna hitam seperti biasanja,

inilah disebabkan ketika itu musim dingin, saldju turun

setiap malam, hingga djagat seperti putih seluruhnja.

Mereka pergi keluar, setelah rapatkan daun pintu, Seng

Tong adjak kedua saudara Ong ber-lari2 kearah telaga.

Tjepat sekali mereka sampai ditepi, air danau membeku

dan terang bagaikan katja, dengan leluasa mereka ber lari2

dengan ilmu enteng-tubuh diatas danau itu, hingga dilain

saat, sampailah mereka dilain tepi, tempat jang ditudjunja.

Itulah sebuah pulau dengan pohon2 di sekitarnia,

hingga pulau seperti ketutupan. sedang muaranja banjak

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

275

tjabang atau tikungannja. Sungguh suatu tempat jang

tjotjok untuk didjadikan pusat rahasia.

Sekian lama tiga orang ini berdiam diantara pohon2,

mereka tidak bitjara tetapi memasang mata dan telinga

kearah depan dimana tertampak tembok tinggi jang

diatasnja setiap djarak kira2 sepuluh tombak, dibangun

sebuah ranggon pengintai. Tembok itu tinggi tudjuh atau

delapan tombak, dikitari selokan atau kali ketjil, seperti

kota2 umumnja jang dikurung dengan kali pelindung kota,

djuga dipasangkan djaring kawat.

Melihat demikian, tiga orang im tidak berani berlaku

sembrono. Mereka menduga dan pertjaja setiap ranggon

tentu ada orang jang mendjaganja.

Dengan Seng Tong didepan, mereka djalan merajap

seperti ular, sampai disuatu djalan diluar pagar djala kawat

ttu, dimanapun kedapatan dua lapis pagar kaju. Disitulah

mereka tampak sebuah pintu jang besar, dengan

didepannja ada djembatan gantung jang medang dikerek

linggis. Sekarang terlihat, disetiap ranggon ada dua buah

lampu penjorot, jang dengan tentu2 disorotkan keluar

tembok.

Kotanja sunji, ketjuali suara beradu nja rantaia dan

suara menggerejotnja penggilingan kaju.

Tiga orang ini tidak berani meugham piri pintu atau

djembatan gantung, sambil berdjagas dari sorotannja api

mereka tjoba tjari tembok jang lebih rendah dimana

mereka dekali pagar kawat.

Seng Tong pindj&m pedangnja Tjong Beng, untuk

ditjoba menahas kawat, la peroleh hasil jang memuaskan.

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

276

Tapi di sebelah dalam dia tas tanah, ada disebarkan tiat
tjielee ialah besi2 bertjagak, jang udjungnja dipendam

dalam tanah, siapa jang mengmdjaknja, tjelakalah kakinja.

tubuhnja djuga.

Untuk membuat lobang masuk. Seng Tong minta kedua

saudara Ong tarik pagar kawat itu, ia sendiri jang

membabati nja. Mereka berlaku hati2, supaja tidak sampai

membuat kelenengannja berbunji. Kawat berdurt itu

memang dipasangkan kelenengan.

Habis pagar kawat baharulah mereka menghadapi kali

jang dalam.

Selagi Seng Tong madju dan mengindjak tepi kali jang

dipasangkan batu itu, mendadak dan kedua samping

menjam bar keluar dua potong lempengan besi sematjam

sekup, jang terus menggentjet padanja tanpa ia sempat

berdaja. Tapi ia digentjet sebatas perut maka ia keburu

kempeskan perutnja itu, hingga ia tidak terluka ketjuaii

badju kulitnja.

Tjoen Beng dan Tjong Beng segera madju menolong

dengan tjoba membetot dan menarik dua lembar papan

besi itu, mereka tidak berhasil. Kedua papan besi itu sangat
Pertentangan Kaum Persilatan Yoe hiap eng hiong 1 Karya OKT di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kuat bagaikan tumbuh akar.

"Jangan tarik lebih djauh dikuatirkan ada lainnja

perkakas hubungannja," Seng Tong mentjegah.

Dalam bahaja itu, Tjong Beng ingat pedang mustika

Liong-gin-kiam ditangannja Seng Tong, jang lantas ia

ambil, dengan pedang itu ia tabas kedua sekup.

Njata keladjamannja pedang itu, kedua sekup telah

terpapas dan Sen Tong dapat dibebaskan.

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

277

Karena ini, ketiganja tidak madju terus, sebaliknja

mereka mundur akan umnetkan diri di-semak2. Sesudah

mengawasi kesekitarnja, mereka tampak suatu benda

sedang bergerak mendatangi. Mereka menahan napas

sambil mengawasi. Setelah benda itu datang dekat.

kelihatan njata, itulah seorang berkeredong rumput dan

memakai tudung lebar dengan tangan memegang tombak

pandjang seperti satu serdadu peronda.

"Mari," Seng Tong mengadjak, untuk membajangi

peronda Itu, sampai disuatu tanah mundjul tinggi, jang

ditumbuhi rumput lebat. Disitu orang itu memandang

kesekeliiingnja, lantas tombaknja digodrukkan tiga kali

ditanah, menjusul mana, dari bawah rumput itu terdengar

suara orang, lalu peronda mendjawm dengan tegas: "Bulan

hitam, angin tinggi." Lantas dengan mendadak rumput

didekat kakinja bergerak, lalu terbukalah sebuah lobang

guha.

Peronda itu membungkuk turun, dia lenjap dalam

sekedjap Tapi sebagai gantinja muntjul seorang lain, jang

dandanannja serupa. Dia ini lantas mulai djalan

menggantikan meronda.

Tjoen Beng bertiga dapat melihat tegas semuanja itu,

hampir berbareng mereka lompat madju menerkam

peronda itu jang satu sambar lehernja, jang lain tikam

perutnja, hingga tanpa bersuara peronda itu rubuh binasa.

Tjong Beng seret orang itu kepinggiran untuk dibukakan

badjunja, jang terus ia pakai, iapun djemput tombak untuk

mulai berdjalan seperti siperonda tadi. Seng Tong dan

Tjoen Beng mengikuti.

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

278

Mereka bertindak balik ketanah jeng tinggi tadi Tjong

Btng menggedruk lantai tiga kali, lantas dengar

pertanjaan: "Malam ini malam apa?" Dengan suara di bikin

dalam ia mendjawab: Bulan hitam angin tinggi" Segera ia

lihat terbukana pintu guha seperti tadi, maka ia lantas

bertindak turun diundakan tangga.

Didalam ada menanti dua orang jang masing

bersendjatakan golok jang tadjam.

Tjong Beng sudah siap, dengan satu gerakan tangan

kanan ia tikam rubuh orang jang dikanannja tangan kirinja

menjambar lehernja orang jang dikiri, golok siapa ia

tendang terlepas, menjusul mana, Seng Tong dan Tjoen

Beng lompat masuk akan tubruk korban itu, jang lehernja

terus ditikam dengan sebuah pisau belati, hingga djiwanja

melajang menjusul kawannja.

Dengan tjepat Seng Tong dan Tjoeu Beng singkirkan

kedua majat, jang pakaiannja pun mereka buka dan

dipakainja. Hingga dengan begitu, bertiga mereka mirip

dengan peronda2 disitu. Mereka perhatikan guha itu jang

merupakan sebuah terowongan, maka mereka lalu djalan

mengikutinja, sampai mereka tampak sinar api, ternjata

mereka sudah berada dalam kota. Sjukur disitu tidak ada

penghuni lainnja.

Seng Tong bertiga menudju kepodjok tembok, lalu

dengan gunakan bandring ia merajap naik keranggon jang

sunji, karena pendjaganja asjik ngelenggut. Maka dengan

gampang Seng Tong tikam pondjaga itu sehingga mati. Ia

menggape kebawah, dan dua saudara Ong lompat naik

keatas ranggon itu.

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

279

Diatas ranggon dengan tubuh separuh mendekam,

mereka memandang kebawah, kedalam kota. Dibawah

tjahaja api jang suram mereka tampak pemandangan jang

menggiriskan hati beberapa ratus majat hidup asjik

bekerdja dalam siksaan.

Semua majat itu rambutnja pandjang dan riap2an,

pandjang djuga kumis dan djenggotnja menandakan sudah

banjak tahun mereka tidak kenal pisau tjukur. Mata mereka

itu melek tetapi tidak ada sinarnja dan diam mati tidak bisa

melirik kekiri-kanan. Tubuh mereka semua telandjang,

hanja memakai kantjut setjabik kulit, jang ter-larlk

bersuara selagi mereka djalan. Ada mereka jang sedang

mendorong penggilingan, ada jang memikul batu, ada jang

sedang memukul batu. Tetapi mereka tidak ada jang

mendjaga atau meniliknja.

Suasana itu sangat menjeramkan. Benar2 mereka

adalah serombongan majat hidup, jang hanja tahu

bekerdja berat, lain tidak.

XI

Pendjara neraka dunia ditelaga Pweedjio itu bukannja

chajal belaka. Itu memang suatu pendjara istimewa

didjaman Boan, jang diperuntukkan mengurung dan

menjiksa musuh2 negara, jang dihukum dengan tempo tak

berbatas. Sedjak permulaan bangsa Boan memasuki

Tionggoan, sampai masanja kaisar Sie Tjong (Yong Tjeng),

tidak sedikit pendekar bangsa Han jang dldjebluskan dalam

pendjara neraka ini. Untuk pekerdjaan menilik, pemerintah

Boan lelah pakai tenaganja banjak orang liehay jang

kemaruk dengan harta dunia, hingga mereka rela mendjadi

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

280

kaki-tangannja pemerintah Boan sebagai kuku garuda, dan

diberi nama bagus jaitu how-wie atau sie-wie, pahlawan.

Korban-nja adalah mereka jang menjintai negara tetapi

tidak hati2 dalam kata2 dan tulisan, begitupun mereka jang

baharu disangka sadja. Dan Seng Tong bertiga telah

memasuki kota iblis itu, sarangnja majat2 berdjalan.

Dapat dimengerti hebatnja penderitaan semua majat

hidup itu. selagi hawa udara sangat dingin dan dilarut

majam mereka bertelandjang tubuh, ketjuali berkantjut

kulit binatang.

Tjoen Beng bertiga heran menjaksikan orang bekerdja

tanpa mandor atau penilik, namun bekerdjanja bagaikan

mesin sadja.

Disaat Seng Tong niat adjak kedua kawannja berlalu,

tiba ia tampak Tjong Beng mengawasi kearah penggilingan

dengan air mukanja berubah, seperti orang kaget dan

gelisah. Maka iapun segera mengawasi kearah

penggilingan itu.

Sama sekali ada enam-belas majat hidup jang

mendorong penggilingan besar jang mengeluarkan suara

gerejat-gerejot tak sedap didengarnja.

"Lihatlah majat hidup jang tidak ada kumisnja itu,"

berbisik Tjong Beng sambil menarik udjung badju

kakaknja. "Tidakkah dia mirip Pan Kee?"

Tjoen Beng pun agaknja terperandjat.

"Memang mirip sekali." sahutnja samhil manggut.

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

281

Pan Kee mudah dapat dikenali. Dia tidak punjakan

rambut pandjang dan tidak berkumis, djuga mukanja putih,

beda daripada jang lain2nja.

Seng Tong merasa heran. Ia pertjaja. kedua saudara itu

tidak nanti keliru mengenali orang.

Sesudah mengawasi sekian lama, Tjong Beng agaknja

hendak lontjat turun untuk menolong-membebaskan

soeteenja itu. Seng Tong jang dapat lihat gerakannja itu

lantas menarik langannja.

"Djangan lantjang!" katanja. "Disekitar tempat ini

banjak terdapat perkakas2 rahasia sangat berbahaja! "

"Aku tidak dapat bersabar lagi," kata Tjong Beng sambil

tjoba mengelakkan diri. "Aku ingin buktikan, orang itu Pan

Kee atau bukan.."

"Djangan, siauwtotjoe!" Seng Tong mentjegah pula.

"Djangan terdjang bahaja dengan tiada perlunja!

mungkinkah siauwtotjoe lupa bahwa kita tengah berada

dalam kota iblis ?"

Tjong Beng menghela napas, ia awasi kakaknja.

"Tidak perduli dosanja Pan Kee, tapi sekarang dia djadi

majat hldupnja Soe In Teng, dia perlu ditolongi," katanja.

"Sabar, adikku," Tjoen Beng menasihatkan. Kakak ini

telah berpengalaman. "Untuk menolong padanja, kita

harus pikirkan tjaranja jang sempurna, djangan kita

lantjang memasuki mulut harimau"

Belum lagi suaranja Tjoen Beng berhenti, didalam

pendjara neraka itu segera terdengar suara lontjeng, jang

disusul dengan seruan jang datangnja dari tempat tinggi

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

282

"Peronda diluar, awas ! Pintu guha keenam telah terbuka !

Lekas periksa !"

Dua kali suara peringatan itu diulangkan, lantas Seng

Tong tolak tubuhnja kedua saudara Ong agar segera

menjingkir, tetapi baharu sadja Tjoen Beng dan Tjong

Beng lompat keluar ranggon, tiba2 pintu rahasia telah

turun menutup, hingga Ang Hiotjoe kena terkurung. Dan

lantas pula berbunji suara kelenengan ber-ulang2!

Kedua saudara Ong itu terkedjut.

"Siauwtjoe lekas!" Seng Tong berteriak. "Lekas gunakan

pedangmu!"

Tjong Beng seperti baharu sadar, ia segera membabat

dengan Liong-gin-kiam, putuslah beberapa djerudjinja

pintu rahasia itu hingga dengan satu lompatan "Yan-tjoe

tjoan lian" atau "Burug walet tembusi kere". Seng Tong

njeplos keluar dari kurungan.

Sjukur waktu itu mereka masih belum dipergoki orang.

Dengan menggunakan hoei-soh, tambangnja, tiga orang

ini bisa merosot turun dari atas tembok untuk lari kemulut

terowongan. Disini api pelita telah padam, tetapi gelapPertentangan Kaum Persilatan Yoe hiap eng hiong 1 Karya OKT di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gulita tak dapat menghalangi mereka kabur terus. Selagi

mereka lari didalam terowongan itu, tiba2 Tjoen Beng

dengar dua kali suara keras dibelakangnja. Ia kaget lapi ia

segera berpaling. maka ia tampak Seng Tong dan Tjong

Beng lelah terkurung dua buah pintu besi, jang turunnja

setjara tiba2 itu.

Ingat kepada pedang Liong-gin-kinm, Tjoen Beng

segera lari balik, tanpa sangsi2 lagi ia serang pintu besi itu.

Baharu dua tabasan, ia sudah dapat membuat lobang,

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

283

hingga Seng Tong dan Tjong Beng bisa molos keluar.

Ketiganja mereka keluarkan keringat dingin.

Kembali mereka lari. Hati mereka lega ketika mereka

tampak mulut terowongan dihadapannja.

Tidak berani mereka berdiam lama2 disitu, mereka terus

turun dari tanah mundjul itu. Hanja belum sampai mereka

dibawah, Tiba2 mereka tertungkrap sebuah benda jang

enteng, ternjata mereka telah terkurung djala.

Tjoen Beng membabat ber-ulang2 dengan pedangnja,

tetapi didalam djala ia tidak leluasa geraki tangannja.

Walau beberapa lembar tali djala telah dibikin putus,

namun ia belum dapat membuat lobang untuk keluar.

DiJlain pihak, djala itu seperti mendjadi tjiut dan terangkat

naik, naik keatas tembok kota

"TJelaka..." Seng Tong mengeluh. "Aku telah

mengatakan bahwa disini banjak terdapat perkakas rahasia

"

Tjoen Beng dan saudaranja diam sadjfi, mereka hanja

terus mentjoba pedang mereka. Entah terbuat dari bahan

apa djala itu ternjata kuat sekali, putus selembar ada

lembaran lainnja. Tapi segera ternjata pula bahwa djala itu

berangkap dua.

Djala terus terangkat naik, ketiga orang jang terkurung

itu bingung sekali.

Dalam keadaan berbaJiaja itu, sekonjong2 terlihat suatu

tjahaja putih dari pohon2 lebat disamping mereka

menjambar kearah djala. Belum sempat mereka menduga

tjahaja apa itu, ketika mereka dengar suatu suara ledakan,

lalu muntjul suatu sinar terang jang mengeluarkan asap

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

284

dan berbau belerang, kemudian menjusul djatuhnja djala

itu.

Sekarang dengan gampang mereka dapat loloskan diri

dari kurungan djala. Tanpa berajal mereka lari pula. Lebih

dahulu mereka lompati kali pelindung tembok jang

diluarnja masih ada pagar kawatnja. Tidak gampang untuk

tjari lowongan dari mana tadi mereka masuk, walaupun

mereka sudah ber-lari2 sekian lama untuk mentjarinja.

Achir2nja Seng Tong berseru : "Inilah tjade! Mesti ada

perubahan pada lowongan tadi! Djlewie, baik gunakan pula

pedangmu!"

Seng Tong sudah banjak pengalamannja, ia segera

dapat lihat bahwa lapisan pagar kawat telah bertambah

malah jang disebelah luar ada lebih tinggi, hingga sukar

untuk dilompatinja.

Kedua saudara Ong pun telah dapat lihat perubahan itu.

tanpa sangsi lagi keduanja menjerang dengan Liong-gin
kiam dan Thay-kek-kiam. Kali ini mereka tidak perdulikan

lagi bahwa mereka terbitkan suara njaring dan berisik.

Sebemitar sadja mereka telah membuat lobang, dengan

saling susul bertiga mereka lontjat keluar. Baharu mereka

merdeka, atau dari antara rumput2 tebal mereka dengar

seruan pemberi-ingatan: "Lekas gulingkan tubuh

dirumput!.... Suara peringatan itu belum habis diutjapkan,

segera disamping mereka terdjadi suatu perledakan,

muntjullah uap hitam, tanah dan pasir terbang

berhamburan. Sjukur mereka taat pada pemberian ingat

itu untuk djatuhkan diri bergulingan diatas rumput, hingga

mereka terhindar dari petjahannja ledakan parit itu. Parit2

lainnja masih meledak saling-susul.

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

285

Selang sesaat suara ledakan telah ber henti, Tjoen Beng

bertiga memandang kesekelilingnja. Djauh dari mereka

lebih djauh pula dari tempat ladi mereka meloloskan diri,

tanah telah merupakan lobang2 akibat gempurannja parit2

itu. Mereka lantas insjaf bahwa ditanah berumput itu tidak

ada bahaja bagi mereka.

"Mari menjingkir, djusteru asap masih belum lenjap

anteronja!" Seng Tong mengadjak. Kita Ikuti terus tanah

berumput ini, sampai ditepi danau!"

Kakak-beradik Ong menurut, bagaikan tiga ekor kutjing

hutan ketiganja kabur, kadang2 mereka berlompatan akan

menjingkir dari daerah berbahaja itu. Ketika achlrnja

mereka sampai ditepi danau, disitu mereka dapatkan

sorotan lentera dari arah kota, hingga air jang membeku

merupakan es, memberikan tjahaja putih bergemerlapan.

"Air masih membeku, mari kita lekas menjingkir," Tjoen

Beng mengadjak. "Mungkin sudah tidak ada antjaman

bahaja lagi...."

Mereka lompat kedanau jang airnja beku itu. Disini

mereka lari sambil menjerosotkan diri.

"Gunakan Pat-pou kan siam!" tiba2 terdengar seruan

disisi mereka, dari semak2 rumput ditepi telaga. "Ambillah

djalan di es jang mengambang!"

Segera djuga Ang Seng Tong sadar.

"Toakongtjoe, kita harus mengandalkan ilmumu Pat-pou

kan siam!" ia kata. "Kita ambil es jang mengarabamg, pasti

kita bebas dari pengedjaran!"

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

286

"Akan tetapi kita berdua tidak dapat ikuti kakakku," kata

Tjong Beng.

"Itulah gampang, kita berdua pogangi pundak

toakongtjoe, biar dia lari sambil pentang kedua bahunja

" Seng Tong

berikan pikirannja.

Selagi bitjara, mereka sudah mendekati es Jang sudah

mulai lumer, tapi masih ada sepotong jang beku

mengambang. Potongan2 es itu apabila diindjak dapat

tenggelam, tetapi tidak demikian kalau jang mengindjaknja

orang2 jang mengerti ilmu enteng-tubuh Pat-pou kan siam

itu ("Delapan tindak mengedjar tonggeret").

Tiba2 Tjoen Beng merandek, dari kantongnja ia

keluarkan serupa barang.

"Inilah sepatu peranti djalan diatas es, pemberiannja

Soehoe Tjong Lloe," katanja. "Soehoe mengatakan, kalau

kita pakai sepatu ini diatas es berbareng menggunakan

Pat-pou kan siam, kita bisa lari lebih pesat; belum pernah

aku menggunakan sepatu ini, sekarang mari kita mentjoba

nja."

Segera ia pakai sepatu itu, jang dasar nja dipasangkan

sepasang beling bundar atau kristal bagaikan sepasang

mata, kemudian dengan kedua tangannja ia sambar Tjong

Beng dan Seng Tong, ia endjot kedua kakinja berlompat

keatas potongan es jang mengambang, untuk terus lari

pesat bagaikan melajangnja burung laut.

Senter dari atas tembok masih sadja me-njorot2

menerangi muka danau, hingga terlihatlah tubuh mereka

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

287

bertiga bagaikan bajangan, sesudah mana terdengar

kentongan ber-ulang2.

Seng Tong berpaling kebelakang, mengawasi kearah

tembok, maka ia dapat ke sempatan melihat orang mulai

serang mereka dengan panah, malah ia segera dengar

menganngnja banjak panah2 kedjurusunnja.

"Panah! Lekas!" seru orang tua itu. Tjoen Beng pertjepat

larinja.

"Lompat!" Seng Tong berseru kemudian, dan Tjoen

Beng endjot tubuhnja melompat kedepan dengan begitu

mereka lolos dari antjaman anak panah jang menjambar

kekaki mereka.

Baharulah setelah berada ditempai kemana anak panah

tak sampai, Tjoen Beng perlahankan larinja.

"Lootiang, siapakah orang tadi jang memberi peringatan

kepada kita?" kemudian toakongtjoe (putera sulung) Ong

Tjoen Beng tanja Seng Tong. "Aku tidak dapat mengenali

suara itu."

"Akupun tidak meugenalinja," djawab Seng Tong.

"Sekarang belum waktunja kita menduga2 siapa penolong

itu, menjingkir adalah paling perlu! Kita masih belum keluar

dari daerah berbahaja "

"Ha! " Tjong Beng berseru sebelum habis suaranja Seng

Tong. "Lihat!" Iapun menundjuk kebelakang.

Seng Tong dan Tjoen Beng berpaling, maka mereka pun

dapat lihat diatas tembok kurungan bergulung nalknja asap

tipis, dan disamplng ranggon pengintai terlihat suatu

benda diangkat, matjamnja seperti papan djembatan,

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

288

papan mana bergerak membal melontarkan satu tubuh

manusia jang mengenakan pakaian serba putih kedua

tangannja dipentang, mantelnja terbuka bagaikan sajap.

Karena adanja tjahaja terang, tampak njata orang itu

mengenakan sepasang sepatu pandjang.

Ang Seng Tong rupanja segera kenali orang itu. "Lekas,

toakongtjoe! Tiat Ma Sin-kang mengedjar kita!" ia berseru,

suaranja sedikit menggetar.

Akan tetapi Tjong Beng tidak puas. "Mari kita lajani

padanja!" katanja.

"Djangan!" Seng Tong mentjegah, agaknja ia gelisah.

"Disini adalah daerah pengaruhnja! Akan sia-sialah kita

melajaninja!"

"Dia mengedjar dengan sangat tjepat dia bisa tjandak

kita, relakah kita menjerah dibekuk olehnja?" Tjong Beng

kata pula.

"Tapi dia tjuma bisa lari diatas air jang beku semuanja,"

Seng Tong djelaskan. "Thian Tie Koay-Hiap pernah
Pertentangan Kaum Persilatan Yoe hiap eng hiong 1 Karya OKT di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

beritahukan aku, Soe In Teng tidak bisa berenang, maka

kalau kita tetap ambil djalan as mengambang ini, dia tak

akan dapat susul kita."

Selagi mereka bitjara, Tjoen Beng telah tari terus, dia

telah kerahkan tenaganja, hingga Seng Tong dan Tjong

Beng hanja dengar suara angin jang men-deru2 dikuping

mereka. Dengan tjarn ini, toakongtjoe telah memisahkan

diri dari pengedjarnja djauh dibelakangnja.

Achlr2nja Seng Tong keluarkan helaan napas lega.

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

289

"Salahkah kataku tadi?" kata ia. "Soe In Teng benar

liehay tapi dia hanja bisa njerosot disepandjang air beku,

tidak demikian dengan toakongtjoe. Sekarang perlu kita

lekas tjari daratan, djikalau kita ajal2an, ada kemungkinan

dia dapat tjegat kita didarat, karena dia dapat djalan

memutar."

Tjoen Beng menurut, ia ambil tudjuan ketepi.

Tampaknja ia lelah djuga.

Meski mereka bagaikan burung jang telah lolos dari

kurungan. Seng Tong masih tetap berlaku teliti. Ia

mentjabuti setjekal rumput, dengan itu ia gusak lumpur

ditepi untuk melenjapkan tanda2 tapak kaki mereka.

Selandjutnja mereka djalan diantara rumput, untuk tidak

meninggalkan tapak kaki kalau mereka djalan diatas saldju.

Selang sekian lama, sampailah ketiga orang ini didusun

nelajan, ketika mereka sampai ditempat mondoknja, njata

tuan rumah masih tidur. Mereka ber-hati2 masuk untuk

segera salin pakaian, baharulah mereka rebahkan diri

beristirahat. Ketika kemudian ajam berkokok, mereka

berbangkit, kepada tuan rumah mereka njatakan hendak

landjutkan perdjalanan mereka.

Tuan rumah mengantarkan ketiga tetamunja sampai

dimuka desa. Dengan menunggang kuda dan melawan

saldju Tjoen Beng bertiga meninggalkan dusun ketjil

perbatasan Boantjioe dan Mongolia itu.

Tjoen Beng potong setjabang pohon jang ia lalu ikat

pada ekor kudanja, maka ketika kudanja lari, tjabang

pohon itu bisa menjapu saldju dibelakang mereka,

melenjapkan tapak kaki kuda diatas saldju itu. Didaerah

Soe In Teng ini, mereka mesti berlaku sangat hati2.

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

290

Perdjalanan dilandjutkan sampai mereka menjeberangi

sungai Hapdjiehap dan sampai didusun Sohloen, dari

mana, menudju Selatan, mereka tiba di Liauwleng. Mereka

lantas singgah dihotel Hoat Lay.

Djongos sesudah sambuti kuda, antar ketiga tetamunja

masuk untuk ambil kamar. Tengah melalui lorong, dari

sebuah kamar mereka dengar suara tetabuhan jang

merdu. Tjoen Beng pernah pergi ke Tjeng-hay (Koko-Nor),

ia kenal alat tetabuhan itu, sematjam sam-hian, jang

dinamakan "tungpula", jang sangat digemari penduduk

Tjenghay dan barat daja.

Tjoen Beng ketarik hatinja dan ingat sesuatu, maka ia

tanja djongos, penabuh tungpula itu penduduk setempat

atau bukan.

"Dia seorang tetamu jang baharu sadja sampai,"

sahutnja djongos. "Dia berpakaian sebagai satu

sasterawan dengan membawa satu kantong obat2 serta

sebuah pajung"

Luar biasa girangnja Tjoen Beng.

"Itulah soehoel" serunja.

Seng Tong dan Tjong Beng tahu bahwa soehoe atau

gurunja Tjoen Beng adalah Oey-Bin Koay Kek siorang aneh

bermuka kuning dari daerah Ham-yang bernama Tjong

Lioe.

Tak berajal lagi Tjoen Beng tolak pintu kamar Itu dan

bertindak masuk, hingga ia saksikan gurunja asjik tengah

memetik tungpula. Ia lantas sadja berlutut memberi

hormatnja.

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

291

"Kiranja soehoe jang telah menolong kami dikota iblis

beberapa hari jang lalu itu!" katanja.

"Djangan banjak omong!" kata Tjong Lioe sambil

memimpin bangun dan tangannja jang lain dipakai

membekap mulut muridnja. "Sebentar malam kalian

bertiga pergi ketempat sembahjang dibelakang hotel ini"

Tjoen Beng mengerti, maka ia lantas menanjakan

kesehatan guru itu, lalu ia susul dua kawannja dikamar

mereka. Setjara diam2 ia bisiki Seng Tong dan Tjong Beng

tentang pesan gurunja.

Pada malam itu, setelah memasang lam pu. Tjoen Beng

bertiga keluar dari hotel, katanja untuk djalan2, tetapi

setelah djalan seputaran, mereka lalu menudju kebelakang

rumah penginapan disuatu tegalan, dlinana dibawahnja

sebuah pohon beringin kedapatan sebuah altar, tempat

sembahjang. Setelah tidak lihat ada orang lain disekltarnja,

mereka lalu menghampiri pohon itu, lantas Tjoen Beng

berikan suara pertandaan jang perlahan.

Dalam sekedjap seorarg lompat turun dari atas pohon.

Dialah Tjong Lioe.

Tjoen Beng kasi hormat pada gurunja, baharu ia

perkenalkan Ang Seng Tong dan adiknja.

"Sudah lama aku dengar golok-terbang Tiauwyang Hoei
too warisan dari Thian Tie Loodjin, baharu sekarang kita

berdjodoh bertemu muka," Tjong Lioe memudji.

"Itulah nama kosong belaka," Seng Tong merendah.

Baharu sekarang kedua saudara Ong ketahui bahwa

kawannja ini muridnja Thian Tie Koay-hiap, jang

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

292

sebelumnja mereka hanja kenal nama tidak kenal

orangnja.

"Kenapa waktu didanau Pwee-djie malam itu soehoe tak

hendak perlihatkan diri?" Tjoen Beng tanja.

"Berbahaja kalian menjelidiki kota iblis itu," sahut sang

guru dengan menjimpang. "Kau harus ketahui, Soe In Teng

itu liehay dan djahat sekali. Sjukur dia belum tahu siapa

kalian bertiga, kalau tidak, tidak nanti kalian bisa lolos dan

sekarang berada disini."

"Soehoe, apakah dia mempunjai ilmu dewa maka dia

bisa ringkus kami?" sang murid tanja.

Tjong Lioe dengan perlihatkan wadjab sungguh2

berkata:

"Tjoen Beng, kau belum tahukah Soe In Teng itu orang

matjam apa?" katanja. "Dia adalah kepala kuku garuda dari

Mo Ong si Radja Iblis sekarang ini! Diwilajah Liauwleng,

diaadakan lebih daripada delapanpuluh pos, orang2nja

terdiri dari beberapa ratus djiwa jang semuanja telah

terlatih baik. Malah sesuatu pembesar tentera setempat

kalau dititahkannja, tentu mesti djalankan titahnja itu.

Kesemuanja itu menandakan berapa besar pengaruh nja

dia itu!"

Kedua saudara Ong heran dan kagum. "Pantaslah Ang

Lootiang pun mengatakan, walaupun Thian Tie Koay-Hiap

sen diri tidak berani lantjang bertindak ter hadapnja" Tjoen

Beng kata.

"Anggapan itu sebenarnja keliru," Tjong Lioe tegaskan.

"Diantara Thian Tie Loo djin dan Soe In Teng ada satu

hubungan jang erat sekali dan terahasia, maka itu, orang

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

293

tua itu tak sudi bentrok kepada Soe In Teng. Bahwa pada

belasan tahun jang lalu Thian Tie Loodjin sudah

menempuh bahaja menolongi Kim-too Soan-nie Beng Eng,

itu adalah satu ketjuali."

"Soehoe, adakah Thian Tie Koay-Hiap dan Soe In Teng

sesama golongan, hingga dia dihargai pemerintah Boan

seperti si orang she Soe djuga ?" Tjoen Beng tanja.

"Djangan sembarang omong, Tjoen Beng " sahut guru

itu. "Sekarang djangan kau banjak tanja, kelak kau akan

dapat tahu sendirinja. Sekarang mari kita bitjarakan urusan

besar!"

Melihat kakaknja "ketemu batunja" Tjong Beng madju

untuk membeber halnja Soe In Teng bokong Leng Khong

Tiangloo, gurunja. Kemudian ia beritahukan rentjana jang

diatur dirumah Seng Tong.

"Rentjana itu memang baik, tetapi tanpa bantuannja

Thian Tie Koay-Hiap, masih sukar untuk berhasil," Tjong

Lioe njatakan.

"Tabiat guruku aneh," Seng Tong turut bitjara. "Selama

belasan tahun, tak sudi ia bitjarakan urusan Soe In Teng.

Untuk dapat membudjuk padanja, mungkin tjuma satu

orang jang bisa melakukannja, hanja sajang orang Itu tidak

ada disini dan sulit pula mengundangnja datang"

"Siapakah dia itu, lootiang ?" tanja Tjong Beng.

"Dia Tjeng In Loo-nie, ketua dari Tjeng Liong Hwee"

sahut Seng Tong. "Kata2 nja lebih daripada dua-puluh

tahun jang lalu, diantara soehoe dan pendeta wanita itu

ada persahabatan jang kekal dan guruku sangat

menghargai padanja. Kalap Tjeng In Loo-nle sudi pergi ke

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

294

Ya Kek San, mungkin soehoe dapat diundang turun

gunung."

Bukan main girangnja Tjong Beng.

"Ah, lootiang, mengapa kau tidak mengatakannja dari

siang2?" katanja. "Aku lantas pergi ke Klm-leng untuk

undang pendeta wanita itu !"

"Ong Sie-heng, sudah banjak tahun Tjeng In Loo-nie

tidak meninggalkan kuilnja," kata Tjong Lioe, "apakah kau

merasa pasti dia sudi memberikan bantuannja ?"

"Serahkan tugas ini kepada siauwtit "sahut Tjong Beng.

(Siauw-tit, atau sio-tit "keponakan ketjil" sama dengan

"aku" setjara merendah terhadap orang jang lebih tua).

Lalu mereka bitjarakan hainja kwangwa Sam Eng, tiga

djago dari Kwan-gwa, jakni tiga saudara Beng, kedua

kakak dan adik perempuan Seng Tong kuatir sebelum

rentjana diatur rapi, ketiga saudara Beng itu telah turun
Pertentangan Kaum Persilatan Yoe hiap eng hiong 1 Karya OKT di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tangan lebih dahulu, karena sangat kerasnja keinginan

mereka untuk menuntut balas.

"Hal ini tidak sulit" berkata Tjong Lioe. "Aku kenal ketiga

saudara itu, besok aku bisa pergi kepadanja, untuk adjak

mereka berdamai"

Tjong Lioe ingat hal pertolongannja kepada tiga saudara

itu serta ajah mereka ketika mereka nampak kesukaran

diwaktu membegal angkutan harta besar kepunjaan radja.

Sampai disitu mereka bubaran akan pulang dengan

berpisahan, guna menghindarkan ketjurigaan orang luar

Keesokan paginjapun, mereka tidak berangkat berbareng,

mereka hanja bertemu ditengah djalan, baharu mereka

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

295

djalan samna Tjong Lioe kenal baik wilajah Boantjioe,

maka mereka bisa ambil djalan ketjil, mengikuti bukit Hin

An Nia menu d u ke Selatan. Sesudah lintasi Tjlauw-ouw

Tat-eng di Djiat-boo (Jebol), sampailah mereka dibukit Pek

Tje San, perbatasan Tjat-hapdjie (Chahar). dekat dengan

kota To-loen, jang tinggi puntjak gunungnja hutannja

lebat, sedang ketika itu saldjunjapun banjak, indah dan

menawan hati dipemandangan.

Mereka djalankan binatang tunggangannja perlahan2,

karena sudah beberapa hari mereka telah melakukan

perdjalanan tjepat. Dlsini Tjoen Beng dapat ketika akan

tanja gurunja, benda apa jang guru itu gunakan ketika

menolong mereka dari kurungan djala.

"Itulah lioe-seng-pauw tjiptaanku sendiri," Tjong Lioe

menerangkan. "Aku aduk obat putih dengan belerang, lalu

dimasukkan kedalam satu pipa ketjil, jang tutupnja

dipakaikan pesawat, asal pesawatnja disingkirkan, obat itu

segera menjambar dan meledak sambil mengeluarkan

tjahaja terang. Biasanja aku gunakan itu untuk menembak

burung elang tapi kali ini aku pakai sampai belasan bidji

maka djala itu dapat dirusakkan."

Tjoen Beng bertiga kagum dan memudjinja.

Tjong Lioe djuga beritahukan, djala jang ulet itu terbuat

dari rotan laut jang terdapat melainkan didalam laut dari

Timur dan Utara Korea, dibuatnja setelah direndam

setengah tahun dalam minjak, lalu diraut dan dianjam

didjadikan djala atau djaring.

"Pantas demikian luar biasa uletnja," kata Seng Tong.

Mereka telah memasuki mulut selat.

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

296

Tjong Lioe keluarkan sebatang panah njaring dan

dilepasnja keudara, hingga suaranja mengaung

mengagetkan burung2. Segera, didapatkan djawaban

beruntun beberapa kali dari dalam selat, lalu diatas

djurang, dikiri-kanan, nampak gerakan bajangan2 dari

tubuh orang.

Tanpa menghiraukannja, Tjong Lioe adjak tiga

kawannja madju terus, sampai dari arah rimba terdengar

suara panah njaring balasan, baharulah muntjul dua

penunggang kuda datang menghampiri Mereka bertubuh

tinggi-besar, jang seorang membawa kartjis nama, ketika

kartjis itu diserahkan, dia lebih dahulu lompat turun dari

kudanja.

"Ketika ketua kami ketahui lootjianpwee datang, mereka

kirim kami jang rendah untuk menjambutnja," katanja.

Lalu ia dekati Seng Tong dan bitjara bisik2.

Kedua saudara Ong heran melihat kelakuannja mereka

itu.

Tjong Lioe sendiri sudah membalas hormat sambil

berkata: "Aku telah bikin tjape kalian berdua. Kali ini aku

datang bersama kedua kongtjoe dari Thay Kek Ong dari

Ngo-tay, untuk mengundjungl ketiga ketuamu, maka

tolong kalian pergi mewartakan lebih dahulu."

Kedua utusan itu memberi hormat pada Tjoen Beng dan

Tjong Beng, lantas mereka lontjat naik keatas kudanja

untuk dikasi lari balik.

Seng Tong keprak kudanja menjusul dan lewati dua

penjambut itu.

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

297

Tjoen Beng dan saudaranja segera dekati Tjong Lioe

dengan maksud meminta keterangan, tetapi guru ini dului

ia: "Aku tahu kau hendak menanjakan sesuatu padaku.

Ang Seng Tong itu adalah djuru pemikir mereka, buat

banjak hari kalian telah ikuti dia, kalian masih belum tahu

suatu apa. Mereka itu sebenarnja hendak memohon

bantuanmu kedua saudara. Semua benar apa jang Seng

Tong pernah omong padamu, dia hanja belum perkenalkan

dirinja."

Sekarang kedua saudara Ong itu baharu mengerti

bahwa mereka kena didjebak rentjananja Seng Tong,

bahwa mereka sengadja ditolongi dari lobang perangkap

untuk bikin mereka djangan pandang tidak mata pada

orang she Ang itu serta kawannja.

Mendekati pasanggrahan, dikedua sisi djalan, setiap

beberapa tombak ada orang2 jang melakukan pendjagaan

dengan rapi, terus sampai dimuka pintu pasanggrahan.

Ketika pintu dipentang, muntjullah beberapa orang,

diantaranja Tok-kak-Liong Beng Kong si Naga Tanduk

Satu, Tjianbwee-houw Beng Kiang si Harimau Ekor Lantjip

dan Siang-kiam-hong Beng Siang si Hong Sepasang

Pedang. Ang Seng Tong berada dibelakang mereka itu.

Tjong Lioe segera lontjat turun dari kudanja, tapi Beng
sie Sam Eng (tiga persaudaraan Beng) mendahului berlutut

sambil memanggil paman. Tjong Lioe madju memimpin

mereka bangun.

Tjoen Beng dan Tjong Beng pun turun dari kudanja

untuk memberi hormat.

"Djiewie hengtiang, maafkan kami," kata Beng Kong

sambil rangkap kedua tangannja. "Sebenarnja kami main2

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

298

sadja memantjing hengtiang keluar, untuk saksikan

kepandaianmu berdua saudara. Kami manfaatkan ini

karena sampai sebegitu djauh tidak ada djodoh untuk kita

membuat pertemuan."

Kedua kakak-beradik Ong tertawa.

"Djangan sebut2 itu, saudara2" kata Tjoen Beng. "Kami

djusteru bersjukur atas pertemuan ini."

Beng Kong menghaturkan terima kasih, lantas la undang

tetamu2nja masuk, untuk duduk ber-ijakap2 didalam

pasanggrahan.

Selama itu, kedua saudara Ong masih tak mengerti

hubungan diantara Oey-bin Koay Kek dengan Soe In Teng,

mereka masih men-duga2.

Tiat-ma Sin-kang Soe In Teng Djago Kuda Besi,

sebenarnja telah terima firman dari kaisar Boan untuk

mengumpulkan djago2 Rimba Persilatan untuk didjadikan

pahlawan2 istana, lapi berbareng dengan tugasnja itu

iapun ingin dapatkan satu pembantu jang liehay untuknja,

karena ia berkuasa sepenuhnja atas pendjara-rahasianja.

Ia ketarik kepada Oey-Bin Koay Kek ketika dengan seorang

diri membelai keluarga Beng ajah dan anaknja, diwaktu

mereka merampas angkutan negara di Sin-tek, sehingga

banjak pahlawan kena dirubuhkan, hanja ketika itu ia

masih belum tahu bahwa Oey-Bin Koay Kek adalah Tjong

Lioe jang untuk banjak tahun pernah tinggal dikuil Yong

Hoo Kiong bersama Tiat In Slansoe. Ia lantas tjari Tjong

Lioe setelah ia ketahui Tjong Lioe biasa berpakaian sebagal

sasterawan dan membawa2 kantong obat dan pajung besi.

Tetapi disamping itu ia sendiri tidak suka perkenalkan diri,

bahkan saudara2 seperguruan serta orang2 kaumnjapun

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

299

ada jang tidak menjangka ia kesudian mendjadi kuku

garuda atau kaki-tangannja kaisar Boan.

Sesudah dapat hadiah dari Beng Eng, Tjong Lioe niat

berhenti mendjadi begal tunggal meskipun namanja telah

mendjadi terkenal, maka ia berangkat pulang ke Tjeng-hay

untuk kembali kepada kaumnja. Akan tetapi ia dapat

ditjandak Soe In Teng, ketika ia disusul sampai di Djie-lim.

Soe In Teng tidak langsung menemui Tjong Lioe

sebagaimana lajaknja, ia hanja menjamar sebagai begal

muka bertopeng, untuk rampas hartanja Tjong Lioe.

Tjong Lioe merasa dirinja liehay, njalinjapun besar, ia

tidak pandang mata kepada begal ini. Akan tetapi setelah

mereka bentrok, baharu ia insjaf, begal ini bukan

sembarang begal, malah ketika ia sudah gunakan

kepandaiannja Djioe-boen Sip-pat Siang-twie-tjlang, ia

masih sama imbangan dengan begal itu.

Soe In Teng telah wariskan kepandaiannja Seng Siauw

Toodjin dari Ngo Bie Pay liehay djuga Iwee-kangnja,

kemudian selama beberapa puluh tahun ia pahamkan ilmu

silat Lo Han Kang serta menggabungkan kedua tjabang

Heng Liong Pay dan Go Houw Pay, hingga ia terlatih baik

dalam ilmu keras dan lembek. Didjamannja itu djarang

orang jang paham ilmu silat Heng Liong Pay dan Go Houw

Pay itu.

Sesudah bertempur belasan djurus, insjaflah Tjong Lioe

bahwa pembegal itu benar2 liehay, ia kalah setingkat. Ia

mendjadi heran dan men-duga2 siapa begal jang liehay ini.

Ia tidak berani memandang enteng lagi.

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

300

Soe In Teng lihat lawannja mulai keteter, ia segera

mendesak dengan ilmu pukulan "Tjoan-in-tjiang" atau

"Tangan Menembusi Mega", dengan dua gerakan "Gan tjie

sbia sin" ("Burung belibis miringkan tubuh") dan "Tim kio

toat tjian" ("Merusak djambatan meredakan serangan").

Tjong Lioe insjai ia sedang terantjam bahaja, ia ingin

angkat kaki untuk menjelamatkan hartanja itu, tetapi

sudah kasep, ia terdesak dan tidak dapat menjingkir. ketika

ia tjoba menjerang, lengannja kena digempur, sampai ia

rasakan lengannja itu gernetar. Masih ia mentjoba dengan

"Sio yang tjiang", atau "Tangan mengalingi matahari",

namun tetap ia didesak, hingga achirnja ia terhujung
Pertentangan Kaum Persilatan Yoe hiap eng hiong 1 Karya OKT di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

rubuh! Djusteru ia rubuh, Soe In Teng lompat menjambar

bungkusan dibebokongnja, lantas begal ini mentjelat

mundur untuk terus angkat kaki seribu!

Tjong Lioe lompat bangun hendak mengedjarnja, tetapi

segera ia rasakan tangannja sangat sakit, terpaksa ia

ngelojor balik kekota Djie-lim untuk tjari pondok dan

mengobati lukanja. Ia membutuhkan perawatan dua hari,

baharu ia berangkat pula. Ia mentjoba tjari keterangan

tentang begal bertopeng itu, tetapi siasia sadja, tidak ada

orang jang mengetahuinja. Maka achirnja, dengan merasa

menjesal dan heran, ia ambil putusan akan kembali ke

Kwan-gwa.

Suatu hari diwaktu magrib, ia sampai di Ang-shia-tjoe di

Tok-sek-kauw, Chahar, selagi ia hendak seberangi sungai,

tiba2 ia dengar sambaran angin. Dengan sebat dan

beruntun tangannja menjambuti dua batang hoei-kiam,

pedang terbang, menjusul mana ia tampak satu bajangan

berkelebat diseberang kali, masuk lenjap kedalam semak

jang lebat.

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

301

Ia mengerti, akan siasia belaka andaikan ia

mengedjarnja penjerang tidak dikenal itu. Ketika ia periksa

hoei-kiam itu, ia dapatkan gagangnja terbuat dari emas,

indah buatannja, ditabur pula dengan dua butir mutiara

sebesar katjang, sedang badan pedang terbuat dari badja

asli dan luar biasa tadjamnja. Disitupun ada nama

pembuatnja, jakni Thio Sam Tjiat dari kota-radja, jang

kesohor, jang membuat pedang atau golok hanja untuk

istana, tidak untuk orang biasa.

Memeriksa lebih djauh, lagi2 untuk keheranannja, Tjong

Lioe dapatkan diruntje gagang hoei-kiam ada tulisan jang

berbunji: "Hartamu masih terbungkus rapi tidak

diganggu, maka dalam tempo setengah bulan kau

datanglah sendiri ke Kam Tjoe Sie, harta itu akan

dikembalikan." Dibawah tulisan itu tidak ada tanda

tangannja, ketjuali lukisan dua bilah pedang pendek.

Tjong Lioe merasa heran dan tjuriga. Iapun tahu dimana

letaknja kuil Kam Tjoe Sie itu, ialah didalam wilajah propinsi

Hek-liong-kang, di Houloen Pwee-djie, dekat sungai

Hapdjiehap. Untuk sampai disana, paling tjepat

perdjalanan harus memakan waktu sepuluh hari.

XII

Uang adalah benda jang aneh. Tak dapat dipastikan,

uang itu djahat atau baik, timbulnja kedua sifat itu

bergantung kepada tjara menggunakannja. Tjong Lioe

adalah satu bukti, bagaimana ia dipermainkan uang.

Karena uang, ia dipedajai Beng Hoo hingga uangnja hilang

dan orang2 bangsanja menderita pengasingan, hingga

ajahnja terbinasa dan ia sendiri terpaksa mendjadi begal

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

302

tunggal. Tapi ia puas djuga karena musuhnja, Beng Hoo

Tjapkampou pun telah terima kebinasaan nja. Biasanja

Tjong Lioe gunakan hasil pembegalannja untuk di
bagi2kan kepada rakjat djelata jang melarat, baharu

setelelah peroleh hadlah dari Beng Eng, ia berniat bawa

pulang harta itu untuk kebahagiaan bangsanja. Tapi diluar

dugaannja harta itu telah dirampas oleh seorang jang tak

dikenal, jang kepandaiannja melebihi kepandaiannja

sendiri. Achirnja dalam ke-ragu2annja, ia berkeputusan

pergi djuga ke Kam Tjoe Sie, untuk ambil pulang uangnja

itu.

Houloen Pweedjie adalah nama-sebutan d untuk

Hekliongkang diantara penduduk . Boantjioe dan Mongolia,

sebab diutaras nja ada satu telaga Houloen, dan diselatanji

nja ada satu telaga lainnja pula, jakni Pweedjie atau

Pweedjie Tie. "Tie" adalafl } empang atau pengempang,

tetapi penduduk setempat ganti menjebutnja "ouw" ?

telaga atau danau. Dan Tjong Lioe, sambil menunggang

seekor kuda Mongolia jang besar, menudju ke Houloen

Pweedjie itu. Ketika itu adalah dibulan keenam, hawa

udara panas sekali, terutama di Houloen Pweedjie, satu

dataran dipedalaman, jang dekat dengan gurun Mongolia,

badai pasir bagaikan menutupi langit, disekitarnja tanah

kuning belaka. Bahna hausnja, sang kuda sampai letletkan

lidahnja. Dari Liauwleng (Liaoning) Tjong Lioe sampai di

Sohloen, lalu mengikuti sepandjang kali Hapdjiohap untuk

mentjapai kuil Kam Tjoe Sie, jang letaknja didekat kali itu.

Kam Tjoe Sie disebut djuga Sioe Leng Sie, didekatnja

ada sebuah dusun ketjil jang dinamakan Tay-sie-tjip,

keselatannja lagi adalah danau Pwee djle Tie. Kam Tjoe Sie

sebuah kuil ketjil jang tidak terawat, jang biasanja

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

303

mendjadi tempat singgahnja pendeta2 pelantjongan.

Ketika dahulu Tjong Lioe adjak Ang Seng Tong pergi

menolongi Beng Eng dari pendjaranerakanja Soe In Teng,

kuil itu didjadikan tempat mondok mereka. Hal ini

belakangan diketahui In Teng, dia lantas usir semua

pendeta pelantjongan jang bernawung disitu, kemudian

dia rombak kuil itu mendjadi salin rupa. Beberapa orangnja

ditempatkan dikuil itu dengan menjamar sebagai pendeta,

tugasnja untuk menjerepi kabar jang dibawa oleh

pelantjong2 jang tidak tahu perobahan sifat dari kuil Itu,

suka mondok disitu.

Achirnja sampailah Tjong Lioe di Kam Tjoe Sie, la

tampak suatu rumah sutji jang beda sekali daripada jang

pertama kali ia lihat, dari dalam pun tak hentinja terdengar

suara bok-hie ? teroktok kaju jang diperuntukkan

upatjara. Setelah tambat kudanja, ia bertindak masuk

kedalam. Dipintu kedua, satu pendeta sambut ia, jang

diundang kekamar tetamu.

Sebagai seorang jang berpengalaman, Tjong Lioe

segera tjurigai pendeta itu, jang sering mentjuri

mengawasi padanja.

Kemudian muntjul tie-kek-tjeng, pendeta jang tugasnja

melajani tetamu, jang menanjakan shenja Tjong Lioe, dan

menanjakan djuga tetamunja hendak bersudjut atau

melantjong sadja.

Kembali Tjong Lioe tjurigai tle-kek-tjeng ini, jang sinar

matanja tadjam, tindakan kakinja tetap, tidak mirip

pendeta sewadjarnja jang halus gerak-geriknja. Ia

perkenalkan diri sebagai orang she Oey jang datang untuk

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

304

bersudjut sekalian ingin menemui pendeta kepala, untuk

mohon sesuatu.

Ketika see-bie, jaitu katjung hweeshio, datang dengan

air teh, tie-kek-tjeng segera menjambulinja untuk terus

disuguhkan kepada tetamunja, tetapi dia

mengangsurkannja dengan mengerahkan tenaga dikedua

belah tangannja.

Tjong Lioe merasakan dorongan jang keras, lekas2 ia

pertahankan dirinja.

"Harap sie-tjoe sudi menanti sebentar," kata pendeta itu

kemudian, "guru kami sedang keluar untuk suatu urusan

tetapi tidak lama ia akan kembali"

Tjong Lioe haturkan terima kasih.

Tidak lama, seebie muntjul bersama barang makanan,

nasi dan sajur-majurnja, jang agak istimewa.

"Silakan dahar, sie-tjoe," mengundang tiekek-tjeng,

jang sangat ramah-tamah. Kemudian sesudah tetamunja

duduk, la memohon diri, hanja sikatjung jang meneman

tetamunja itu.

Tjong Lioe sudah lapar, ia duduk dahar. Tiekek-tjeng

muntjul pula sesudahnja Tjong Lioe habis dahar sedang

siseebie kembali menjuguhkan teh bersama buah2an.

Segala2nja Tjong Lioe dapat perlajanan manis sekali.

Selagi mendekati magrib, satu pendeta lain muntjul

untuk terus berbisik pada tiekek-tjeng, atas mana, pendeta

pelajan ini kata pacia tetamunja: "Guruku sudah kembali,

ia silakan sietjoe menemuinja. Marilah turut padaku."

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

305

Tjong Lioe berbangkit dan mengikutinja. Sesudah

melewati sebuah piutu model bulan, sampailah mereka

dipekarangon dalam jang luas, lalu djaian dilorong, sampai

didepan satu kamar jang sunji Tiekek-tjeng menundjuk

kekamar itu dan Tjong Lioe lantas bertindak masuk.

Dipembaringan ada bertjokol satu orang, melihat siapa,

Tjong Lioe tertjengang, karena orang bukan nja satu

pendeta hanja satu imam tua jang sudah putih rambut nja

tapi masih segar romannja. la mulai tjuriga akan tetapi la

tidak takut.

Imam itu turun dari pembaringan menjambul tetamunja

sambil mendjura.

Tjong Lioe mendjura djuga, untuk membalas hormat itu.

"Silakan duduk," mengundang si imam, jang angkat

sebuah kursi.

Dengan sikap merendah Tjong Lioe sambuti kursi itu,

tetapi di waktu berbuat demikian, la kerahkan tenaganja

untuk mendorong. Kalau orang biasa seumumnja, imam itu

pasti akan terdorong rubuh, Tapi tidak demikian dengan

imam ini, ia menolak demikian rupa, hingga tetamunja

merasa tuan rumahnja ini lebih liehay daripadanja. Tjong

Lioe sambuti kursi untuk diletakkan, akan tetapi tuan

rumah menjekalnja dengan keras.

"Biarlah, sietjoe, pintoo jang menaruhnja," berkata tuan

rumah. (Pintoo bahasa panggilan imam untuk diri-sendiri

Sedang sie-tjoe adalah bahasa-panggilan imam bagi

tetamunja, artinja penderma).

Segera djuga Tjong Lioe ketahui, imam ini adalah

sibegal tunggal bertopeng jang merampas hartanja. Maka

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

306

setelah ia duduk, langsung sadja ia perkenalkan diri sambil

beritahukan bahwa, karena terima panggilan sepasang

pedang, ia datang unj tuk minta pulang hartanja. lapun

mengatakan akan berterima kasih kalau si imam suka

berbuat baik kepadanja.
Pertentangan Kaum Persilatan Yoe hiap eng hiong 1 Karya OKT di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Imam itu tampak bersenjum2 sadja.

"Djangan kuatir, tjongsoe, hartamu itu tentu akan

kukembalikan," kata dia kemudian. "Sekarang tjongsoe

djawab dahulu beberapa pertanjaanku. Apa she mulia dan

nama besarmu? Kau asal mana dan siapa gurumu? Maaf

untuk segala pertanjaanku ini."

Heran Tjong Lioe atas pertanjaan itu, akan tetapi ia bisa

tetapkan hatinja, hingga la tidak mengundjukkan

perobahan pada wadjahnja.

"Malu aku menerangkannja," sahutnja. "Guruku adalah

Dai-lama Tjiang Kek Hutuhktu dari kuil Yong Hoo Kiong,

dan aku asal See-tjhong she Houho nama Hootek. Sedjak

ketjll aku turut Dai-lama ke Yong Hoo Kiong, tapi oleh

karena melakukan pelanggaran kepada Agama Kuning, aku

buron ke Kwan-gwa. Hartaku itu adalah hasil pembegalan

bersama Beng Eng terhadap angkutan negara. Dalam

perdjalanan pulangku ke Seetjhong untuk membangun

satu kuil lhama, ditengah djalan harta itu telah dirampasnja

oleh seorang jang bertopeng."

Tjong Lioe adalah seorang pemburon, maka itu

sengadja ia pakai nama palsu dan menjebutkan Hutuhktu

Tjiang Kek jang mempunjai puluhan murid lhama, pasti

sulit orang mengenali padanja.

Imam tua itu manggut2.

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

307

"Memang aku ragu2 melihat ilmu silatmu itu, jang

berasal dari Tjeng Tjhong Pay," katanja, "kiranja kau salah

satu muridnja lhama besar itu."

Lega djuga hatinja Tjong Lioe karena orang pertjaja

keterangannja itu. tap: kata2nja si imam mengundjukkan

bahwa benar dialah begal bertopeng itu.

"Tootiang terlalu memudji aku," katanja dengan

merendah. "Kedatanganku ini ialah untuk meminta kembali

hartaku itu, maka tolonglah tootiang beri petundjuk

padaku."

Si imam tidak djawab permohonan ini, hanja dia kata:

"Tahukah kau bahwa Kim too Soan-nie Beng Eng itu

musuhku? Hartamu itu "

"Aku tidak bersahabat dengan Beng Eng!" Tjong Lioe

memotong. "Itulah jang pertama kali aku bekerdja-sama

dengan dia."

"Aku ketahui itu, kalau tidak, tidak nanti aku djandjikan

kau datang kemari," kata si imam. "Bersabarlah kau untuk

berdiam beberapa hari disini, pada saatnja aku nanti

kembalikan hartamu itu, dengan tidak akan kurang

sepotongpun."

Tidak tunggu lagi djawaban orang, imam itu berdehem

dua kali, lantas muntjul dua pendeta jang tubuhnja kekar,

jang terus manggut kepada tetamu itu sambil berkata:

"Tuan, kamar sudah disiapkan, silakan turut kami."

Si imam pun segera berbangkit dan berkata: "Houho

Tam-wat, silakan! Kalau nanti ada kabar, pintoo akan

menjampaikannja padamu "

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

308

Tjong Lioe tahu akan pertjuma la menanjakan pula,

maka setelah mengutjap terima kasih, ia ikuti kedua

pendeta itu kekaraar tetamu, jang berada dibagian

belakang kuil dimana ada pintu pekarangan terbuat dari

besi. Pekarangan itu ditanami banjak pohon2 dan ada

gunung2 annja. Disitu pun ada beberapa rumah lainnja

jang terawat baik. Dikamar tetamu itu banjak

digantungkan pigura2, diatas medja terdapat pedupaan

jang mengeluarkan asap harum. Disini ia disambut oleh

satu seebie ketjil, jang mendjadi pelajannja.

Sebagai orang kang-ouw lainnja, Tjong Lioe pun tahu

diwdlajah Boan-tjioe (Manchuria) ada satu pendjara gelap,

sebuah neraka dunia, tetapi ia belum tahu bahwa

pengurusnja jang ulama adalah Tiat Ma Sin-kang Soe In

Teng jang liehay Djuga dengan orang she Soe ini ia belum

pernah ketemu. Mengenai imam ini ia menjangkanja hanja

sebagai pembegal hartanja, ia masih gelap siapa

sebenarnja pribadi imam itu.

Beberapa hari telah lewat. Berdiam di Kam Tjoe Sie,

Tjong Lioe dapat pelajanan sempurna sekali, dari barang

hidangan sampai kepada perabot tidur, hingga ia ragu2

dan heran kepada maksud orang, lebih2 pula ketika

beberapa kali ia berniat djalan2 diluar pekarangan, sl

seebie telah mentjegahnja. Seebie ini terangkan bahwa

larangan itu adalah perintah dari tjouwsoe-ya, guru

besarnja.

"Kalau sietjoe keluar dari sini, dikuatirkan sietjoe akan

nampak bahaja," si seebie mendjelaskan. "Karena itulah

maka pintu pekarangan pun dikuntji. Tanpa perkenan

tjouwsoeya. pintu itu dilarang aku membukanja."

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

309

"Njatalah aku dikurung setjara halus," pikir Tjong Lioe.

Tapi untuk hartanja, ia menjabarkan diri.

Lewat lagi beberapa hari, sehabisnja bersantap sore

Tjong Lioe didatangi tiekek-tjeng, jang terus kata padanja

"Sio tjoe, soehoe suruh aku memberitahukan, malam ini

sietjoe hendak diadjak mengambil pulang hartamu itu,

maka sekarang silakan kau lekas bersiap."

"Baik," Tjong Lioe djawab. "Aku mohon tanja gelar

gurumu itu, supaja dapat aku membahasakannja."

"Maaf sietjoe, tak dapat aku heritahukan," sahut

sipendeta. "Kalau suka, sietjoe boleh membahasakannja

sian-ong atau too-tiang." Lantas dia balik tubuhnja dan

berlalu.

Tjong Lioe segera dandan sambil membekal sendjata

rahasianja, ia turut sipendeta keluar. Dilatar ia lihat

seorang dengan pakaian malam serba putih, kepalanja

diikat rapi, kedua matanja tadjam. mukanja berewokan.

Dialah si-imam tua itu.

"Houho Laotee, mari kita djalan2 keluar!" si-imam

mendahului buka suara "Malam ini aku hendak

menambahkan penglihatanmu! Dan kalau kau tidak

berkeberatan, panggil sadja aku toako, dengan

membahasakan demikian itu kita dapat menghindarkan

ketjurigaan orang luar."

"Djikalau toako tidak mentjelanja, baiklah," Tjong Lioe

djawab.

Oey-bin Koay Kek ikuti toako (kakak) jang baru ini keluar

dari kuil. Dengan menunggang kuda mereka kabur ke

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

310

Selatan. Dilangit bulan baharu mulai mengintai keluar di

Timur.

Tjepat sekali mereka sudah sampai ditepi danau

Pweedjie jang luas tapi airnja tenang. Dimuka air, sang

Puteri Malam bagaikan sedang berkatjakan diri.

Keduanja turun dari kuda mereka. Toako itu mainkan

tjambuknja jang dipakaikan kelenengan ketjil, hingga

menerbitkan suara berisik. Djusteru itu, dari dalam rumput

dltelaga terdengar suara air, lalu terlihat sebuah getek

(rakit) kulit kambing jang ditolak dua orang.

Itulah getek kulit jang umum terdapat di Utara, biasa

dipakai dikali atau di danau, terbuatnja dari dua sampai

enambelas lembar kulit kambing didjahit rapat, dalamnja

terisi angin, kuat tenaga ngarabangnja dan sukar karam

diair deras, sangat tjotjok untuk diair jang tjetek.

Sitoako adjak Tjong Lioe menaiki getek itu, jang terus

ditolak ketengah telaga. Terlihat oleh Tjong Lioe muara

serta tembok kota kurungan, dari mana menjorot tjahaja

api.

Selagi Tjong Lioe mengawasi, ia rasakan getek sampai

ditempat tjetek, disini kedua orang jang menolaknja

menukar galah kedjen, untuk dipakai menolak getek

sampai ditepi, akan tetapi mereka berdeging menolaknja.

tidak djuga getek itu dapat madju.

Melihat demikian, Tjong Lioe minta sebatang galah jang

terus ia masukkan kedalam air, maka segera ia mengerti,

bahagian telaga disitu merupakan embal pasir.

"Semua embal pasir disini," kata satu tukang getek.

"Kalau ada hudjan malam, embal bisa berpindah2, dalam

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

311

dan tjeteknja tak berketentuan. Kalau orang atau kuda

kependam disini, mereka bisa melesak masuk dan tak

dapat meloloskan diri..."

"Machluk tak berguna!" membentak sitoako sebelum

tukang getek tutup mulutnja. Terus ia keluarkan selembar

tambang jang diikatkan sebilah pedang pendek. Setelah ia

putar2 tambangnja beberapa kali, pedang itu terajun djauh

kedepan.

"Disana tidak ada embalnja !" katanja sambil ia tarik

bandringnja jang istimewa itu, hingga getek lantas sndja

bebas dari kandasnja. Kali ini segeralah mereka sampai

ditepi.

"Laotee, inilah tempat jang terpisah dari dunia," kata

sitoako tiba2, sambil ia menoleh kepada kawannja. "Kau

harus selalu berada didampingku, tidak perduli kau lihat

apapun, djangan kau ambil pusing!"

Tjong Lioe manggut2 menjatakap bahwa ia telah

mengertiDari tembok lantas menjorot sinar lampu ketepi

untuk sitoako dan kawannja mendarat, kemudian

terdengar tiga kali suara terompet, lalu dari atas tembok

diturunkan djambatan gantung, untuk mereka masuk

kekota.

Sunji suasana kota itu, tidak tertampak orang mondar
mandir.

Selagi Tjong Lioe keheran-heranan, mereka telah

sampai didepan sebuah rumah. Sitoako menekan tembok,

lantas muntjul sebuah pintu rahasia. Disini mereka masuk,

untuk djalan naik diundakan tangga terus sampai diatas

loteng, disebuah kamar model gudang kampungan tetapi

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

312

mewah perabotnja. Empat pendjuru tembok memakai tirai
Pertentangan Kaum Persilatan Yoe hiap eng hiong 1 Karya OKT di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sulam, djendelanja terbuat dari katja, sampai Tjong Lioe

kesilauan.

"Duduk," menjilakan sitoako, dan dari sebuah lemari ia

keluarkan arak. Tjong Lioe rasakan arak itu harum sekali.

Itulah arak jang seumurnja belum pernah ia meminumnja.

Sekarang Tjong Lioe mulai lebih tenang hatinja, akan

tetapi ketika dengan tidak disengadja ia kena singkap tirai

djendela didampingnja dan melihat keluar, ia terkedjut dan

ternganga.

Diluar djendela itu, dibawah, jang mendjadi bahagian

dalam dari tembok terku rung itu, disebuah lapangan

kelihatan bergerak2nja beberapa ratus bajangan manusia.

Dibawah terangnja sinar api, nampak tegas wadjahnja

sesuatu bajangan itu sangat menjeramkan, rambut mereka

awut2an, tubuhnja telandjang separuh, mereka mirip

hantu2 tapi nampaknja tolol semua, lambat gerak-geriknja.

Tentu Tjong Lioe masih berdiri bengong mengawasinja

kalau tidak orang tepuk pundaknja, suatu tanda sang toako

berada dibelnkangnja, lantas ia dengar suara toako itu,

katanja: "Laotee, mereka semua adalah machluk2 sangat

djahat, sengadja aku kurung mereka disini Benar mereka

nampak masih seperti manusia, tapi sebenamja mereka

sudah berada dalam kedudukan separuh marusia separuh

hantu, sudah lenjap kesadaran akan dirinja mereka tidak

punja semangat membangkang hanja perasaan sakitnja

jang masih tertinggal pada tubuhnja "

"Ja, ia." sahut Tjong Lioe, jang tak tahu bagaimana

harus mendjawabnja.

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

313

Itulah pendjara rahasia atau neraka dunia jang

dibangun oleh Soe In Teng setjara diam2, dan siapa

didjebluskan disitu, dia akan mendjadi "bangkai hidup,"

sebab lenjaplah semangatnja sebagai manusia biasa

seumumnja.

"Mari," mengatakan sitoako kemudian, jang adjak

"laotee"nja ini, adik jang tua. pergi kesebuah kamar

rahasia dimana waktu ia menekan kepada tembok, kamar

rahasia itu segera turun dengan pelahan-. dan pintunja pun

terpentang. Mereka segera berada dalam sebuah ruangan

didalam tanah. Disini terdapat banjak orang jang sedang .

bekerdja masing2. Mereka adalah orang2nja sitoako ini,

antaranja ada jang mengurus pelbagai pesawat rahasia.

Pantas dilain bahagian Tjong Lioe tidak tampak orang,

klranja mereka semua bekerdja didalam ruang rahasia ini.

Sitoako menghampiri sebuah pintu, janng daunnja ia

ketok dua kali, lalu melongok keluar satu kepala orang,

baharu kemudian, daun pintu dipentang.

Itulah sebuah kamar lain, dipinggirar temboknja ada

sebuah pembaringan pandjang terbuat dari batu, diatasnja

berbaring lima orang jang dirantai kaki tangannja, mereka

sedang merintih, rupa nja mereka sedang menderita

kesakitan.

Sitoako Jang romannja bengis dan menakutkan, gulung

tangan badjunja. Dari podjok tembok dia ambil satu peles

obat tjair, dia tuang isinja kedaiam lima buah tjangkir jang

terus berbusa. Ketika dia menoleh dan melirik kepada

orang2nja, mereka segera sambut! tjangkir2 itu. Isinja

ditjekokkan kedaiam mulut kelima orang tawanan itu, jang

lantas mendjerit2 kesakitan setelah dapat telau barang tjair

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

314

itu, karena urat2 diseluruh tubuhnja berdenjut2 rupanja

djalan darahnja mengalir keras. Siapa jang berontak2

mempertahankan diri dari siksaan itu. dia akan terluka

tergosok2 rantai belengguan.

Tjong Lioe tidak tega menjaksikannja ia ingin undurkan

diri tapi djusteru itu ia saksikan sitoako menghampiri

pembaringan, dengan angsurkan kedua tangan nja

mengerahkan lwee-kang, dia tekan bergantian tubuh

kelima orang itu.

Selama mengikuti Tiat In Siansoe, Tjong Lioe telah

pahamkan ilmu menotok, akan tetapi sekarang

menjaksikan totokannja sitoako jang tjepat dan gapah,

insjaflah ia bahwa ia masih kalah djauh. Maka mengertilah

ia kenapa semua orang siksaan itu mirip boneka hidup

manusia bukan hantu pun bukan. Njatalah totokan itu

mempengaruhi djuga otak sang kurban, melenjapkan

tenaga pikiran dari rnereka itu, urat sjaraf mereka tak

saksama lagi bekerdjanja.

Tanpa merasa Tjong Lioe djadi djeri sendirinja terhadap

loako ini Ia ikut keluar sesudah sitoako selesai djnlankan

"tugasnja" itu. Disaat mereka hendak ber lalu dari situ,

beberapa oiang muntjul dari lorong dengan bawa seorang

tawanan kehadapan toako itu, terus tawanan itu di

djorokkan hingga rubuh.

Tawanan ini kemudian ternjata orang nja sitoako

sendiri, tugasnja sebagai kamtok atau mandor, tetapi

diam2 dia telah kasi minum sepotji air pada satu bangkai

hidup. Biasanja bangkai2 hidup itu dikasi minum satu

sampai dua kali satu hari. Kalau dikasi minum lebih banjak,

asabatnja akan mendjadi sembuh dengan pelahan2 dan

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

315

akan pulih kesadarannja Maka kalau orangnja ada jang

lantjang kasi makaa atau minum lebih banjak daripada

seharusnja kepada bangkai2 hidup itu, dia akan dihukum

mati.

Setelah ketahui pelanggaran jang dilakukan mandoraja

itu, sitoako sambar sebatang tjambuk kulit, dengan itu ia

menghukum beberapa rangketan, kemudian ia

memerintahkan : "Bawa dia kekamar dalam tanah,

besok hukum padanja !"

Tjong Lioe menginsafi benar2 kekedjaman toako ini.

Itulah berarti besok akan tambah lagi satu majat hidup !

Maka hatinja mendjadi tjiut.

Malam itu Tjong Lioe dan toakonja (kakak) itu tidur

diatas pembaringan jang empuk disebuah kamar diloteng,

namun ia tidak bisa lantas dapat tidur, pikiran nja tetap

bekerdja, ia ingat kepada uangnja, membajangkan

pengiihatannja tadi aang jang hebat itu. Mengenai uangnja

ia tidak berani sembarangan memintanja kembali.

Diwaktu kira2 djam lima, Tjong Lioe dengar tindakan

kaki jang enteng sekali, ketika ia buka matanja mengintai,

ia lihat pintu telah terpentang, satu bajangan hitam ber
indap2 masuk, sebelah tangannja menjekal pedang.

Bagaikan hantu, bajangan itu menghampiri pembaringan

sang toako.

Dengan mendadak Tjong Lioe lompat dari

pembaringannja melesat kebelakang bajangan itu sambil

terus mengerdjakan sebelah kakinja. Tidak ampun lagi

bajangan itu rubuh djatuh duduk. Ketika ia melihat

kepembaringan, sitoako sudah tidak tertampak lagi rebah

dipembaringannja entah kemana. tetapi selagi ia merasa

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

316

heran, tiba2 ia dengar suara tertawa dibelakang

pembaringan, kemudian dari temboknja muntjul sebuah

pembaringan lain, disitu sang toako asjik rebah.

"Laotee, kau barulah sahabatku !*' toako Itu kata.

"Djahanam Itu tidak dapat bokong aku " Ia berbangklt,

tangannja menjambar ketembok dari mana ia djemput

sebuah kopiah besi jang terus ia timpukkan kekepalanja

penjerang gelap itu, tepat menungkrup dibatok kepala

seperti orang mengenakan koplah batok.

Hebat djeritannja pendjahat itu, dia lantas rubuh,

tubuhnja bergulingan.

Selama itu Tjong Lioe kenali penjerang itu adalah

sikamtok jang telah melanggar aturan dan dihukum

rangket, entah bagai mana dia bisa lolos dan sekarang

hendak bokong sitoako. Sampai sekian lama dia

bergulingan, baharu dia diam, mukanja mandi darah,

terbanglah njawanja.

Sitoako ambil kembali kopiah batok itu, lalu ia

menggojang kelenengan memanggil orangnja untuk

singkirkan majat dan membersihkan darah dilantai.

"Tjoba periksa, ada perantaian jang lolos atau tidak!"

sitoako menitah lebih djauh. Kemudian, sesudah orang

undu? kan diri, ia kata pada adiknja jang landjut usianja:

"Djangan takut, laotee. Kopiah ini ialah jang dinamakan

hiat-toktjoe, koplah rahasia. Laotee sudah saksi kan sendiri

bahwa tanpa kepandaian istimewa, sudah tentu aku tidak

akan bisa kendalikan orang2 kosen dan liehay pelbagai

golongan!"

Tjong Lioe letletkan lidahnja.

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

317

"Toako tidak hanja liehay ilmu silatnja sendjatamu ini

pun hebat sekali!" katanja. "Siapa bisa lawan kau? Dari

manakah toako dapatkan sendjata rahasia ini ?"

Sitoako puas dipudji, dia tertawa sambil meng-usap2

kumisnja.

"Laotee, djangan kau omong pula kepada lain orang2"

ia berbisik dikuping orang"Koplah ini adalah Sri Baginda

jang berikan dengan tangannja sendiri kepadaku. Inilah

sendjata sangat liehay. Menurut apa jang aku dengar,

muianja sendjata ini ditjiptakan oleh satu Lama dari istana,

dia menghadlahkannja kepada radja.

Tjong Lioe manggut2, kembali ia memudji.

Toako Ini pertjaja dia telah berhasil membikin orang

"takluk," dia lantas tarik tirai disisi pembaringannja.

Terlihatlah sebatang pedang jang mengeluarkan tjahaja

kuning emas berkilauan. Ia turunkan pedang itu dari

tembok, untuk diserahkan pada kawannja ini.

"Lihat, laotee," katanja pula. "Kakakmu pun punjakan

kekuasaan besar untuk dapat menghukum mati lebih

dahulu baharu kemudian melaporkannja ! Sekalipun

perdana menteri, dia mesti djeri terhadap aku"."

Dengan hati-hati Tjong Lioe tjekal pedang itu, dan ia

periksa bulak-balik. Sarung pedang tertabur banjak

mutiara, terukirkan empat huruf "Tjeng kiong tjie po", jang
Pertentangan Kaum Persilatan Yoe hiap eng hiong 1 Karya OKT di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

artinja "mustika dari istana keradjaan Tjeng". Gagang

pedang diikatkan pita kuning lebar jang bersulamkan

sembilan ekor naga2an berikut delapan huruf jang

berbunji: "Berhak membunuh dahulu pengchianat dan

pemberontak, melaporkannja belakangan." Ditengahnja

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

318

ada satu tjap besar, jaitu tjap keradjaan dari Kaisar Kong

Hie sendiri.

Melihat itu, Tjong Lioe berpura2 gemetar tangannja.

"Laotee, kita baharu bertemu tetapi kita sudah djadi

sebagai sahabat kekal" kata si toako, jang pun ambil

pulang pedang itu dari tangannja Tjong Lioe. "Tadi kau

telah tolong aku, itu tandanja kau setia kepadaku, maka

tidaklah ada halangannja untuk aku omong hal jang

sebenarnja padamu. Pada mulanja akupun seorang kaum

Rimba Persilatan, hidupku dltnnah pegunungan, tidak

pernah aku mengitjipi kesenangan hidup sebagai manusia,

baharu kemudian aku dapat pikiran, dengan punjakan

kepandaian, aku harus berlaku sebagai laki2, untuk

membangun suatu usaha, bahwa djikaiau aku tidak gunai

saat mudaku ini untuk tjari kemuliaan, akan siasialah

hidupku dihari tua, achirnja aku akan djadi lemah tak

berdaja seperti rumput dan kaju ! Aku telah buktikan

bagaimana guruku berikut beberapa orang tertua lainnja

mereka hidup miskin sampai pada usia tuanja, mereka

menderita kesengsaraan. Maka segera aku ambil ketetapan

untuk guna kan kepandalanku mentjari satu djundjungan,

agar tidaklah siasia sisa hidupku selandjutnja ! Ternjata

maksudku kini telah berudjud. Satu lhama besar dari istana

telah perkenalkan aku pada Sri Baginda, dihari itu djuga

aku diberi ke dudukan penting. Sama sekali bukannja aku

tidak tahu bahwa djundjunganku bangsa asing, akan tetapi

kau lihat sendiri Ang Sin Tioe, Gouw Sam Koei dan lainnja,

bukankah mereka telah djadi menteria perbatasan jang

dihargai ? Mereka itulah jang dapat disebut oranggagah

jang mengerti dan menurut kehendak Thian. Kitapun

bukannja menteria keradjaan Beng, walau benar kita

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

319

makan gadji keradjaan Tjeng dan kedudukan kita tidak

setinggi mereka itu, namun tidaklah kita ketjewa.

Demikianlah selama belasan tahun aku peroleh

kepuasanku, angan2ku telah tertjapai. Dimataku,

melainkan kaisar jang aku djeri, jang lainnja siapapun aku

tak pandang! Semua pembesar sipil dan militer, rendah

dan tinggi pangkatnja, mereka takut dan ngeri kepadaku.

Djikaiau satu laki2 tidak angkat nama untuk kelak

dikemudian hari, namanja akan busuk se-lama2nja.

Mungkin kata2ku ini berlebih2an, akan tetapi anggapku,

beginilah satu laki2 harus perbuat, agar tidak siasia

hidupnjau"

Gembira sekali si toako bitjara, lantas ia menekan pula

kepada tembok, sebagal kesudahan dari itu menjusullah

satu suara njaring dan keras. Ditembok itu lantas mutjul

sebuah latji besar bermuatkan penuh emas dan perak serta

pelbagai batu permata, tak terhitung banjaknja Disitu, pun

Tjong Lioe lihat bertjampur hartanja jang dibegal itu, tapi

kalah mentereng. Dengan ber-pura2 dan berlagak pilon, ia

berseru: "Hai toako!.. Demikian banjak emas-perak

dan permatamu, seumur hidupmupun tak akan habis kau

memakainja!"

"Semua ini adalah hadiah dari pangeran2 dan menteri2,

tapi ini semua belum dapat dikatakan banjak," sahut sang

toako. "Kau tidak tahu bahwa, didalam istana,

kepunjaannja selir2 dan dajang2 masih berlipatkali lebih

banjak Djikalau kau membutuhkannja, Laotee, mintalah

kepada kakakmu ini. Dibelakang hari kalau kau tetap setia

mengikuti aku, djangan kualirkan lagi kepada apa jang

dinamakan kesukaran!"

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

320

Mendengar itu, didalam ha-tinja Tjong Lioe mengutuk:

"Hm, dorna, kau hendak beli aku dengan uang? Kau harus

ketahui, Tjong Lioe belum ludas kehormatannja sebagai

kau jang akui musuh sebagai ajah! Tunggulah saatnja aku

tjintjang tubuhmu!"

Toako ini sangat litjin, walaupun ia merasa bahwa ia

telah dapat takluki laoteenja itu, Houho Hootek, namun

tetap ia belum mau perkenalkan siapa sebenarnja diri

pribadinja.

Selama beberapa hari kedua orang Ini dahar disatu

medja, tidur dlsatu kamar, dan selama itu sang toako telah

berdaja sungguh2, dengan undjukkan kelojarannja sambil

perlihatkan djuga pengaruhnja, untuk mengagumkan dan

menundukkan "adiknja" supaja adik itu suka membela ia

setjara matikan.

Pada suatu hari tibaa si toako berkata kepada adiknja:

"Laotee, aku hendak omong terus-terang, harap kau

tidak djadi ketjil hati. Sedjak hari itu aku dengar kau tolongi

Beng Eng ajah dan anak, aku sudah ketahui bahwa kau

berkepandaian tinggi, maka itu dengan muka bertopeng

aku menjaru djadi begal untuk udji padamu. Njatalah tepat

dugaanku. Sekarang didalam pendjaraku ini, tidak ada

orang jang melebihi kepandaianmu. Laotee, sekarang aku

memikir hendak mengangkat saudara denganmu, akan

dibelakang hari kita hidup senang bersama, menderita

bersama djuga. Entah bagaimana pendapatmu?"

Tjong Lioe segera ketahui bahwa ia tidak dapat

menolaknja, maka dengan lantas ia djawab: "Inilah hal

jang meminta njapun aku tidak berani! Hanja aku kuatir

jang demikian itu akan merendahkan kau, toako "

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

321

"Djangan mengatakan begitu, laotee. Djikalau laotee

setudju, mari hari ini djuga kita angkat sumpah, untuk

terus diumumkan kepada semua orang, kemudian kita

berpesta."

Keduanja lantas saling tanja umur. Njata sang toako

lebih tua belasan tai hun, maka tetap dia djadi toako.

Malam itu mereka angkat saudara, sambil membakar

kertas kuning dan ber! sumpah. Tjong Lioe, sambil berlutut

dimulut mengutjapkan sumpahnja, tapi dihati, dengan

kakinja ia mengatakan: "Tidak!"

Pesta lalu diadakan diruang dalam tanah dimana hadir

semua bawahan si toako, akan tetapi Tjong Lioe tetap

ingat kepada ratusan majat hidup jang sedang menderita

siksaan itu, ia tidak napsu dahar.

Keesokannja, si toako adjak adiknja pergi kekamar

rahasia. Disitu telah disiapkan medja, rupanja ada urusan

penting jang hendak didamaikan atau diurus. Toako Itu

lantas ambil tempat dikursi tengah dan seng adik disuruh

duduk dipinggir medja Setelah itu, datang beberapa orang

menggusur dua orang jang terbelunggu kaki-tangannja.

Menghadap sang toako, dua orang itu segera berlutut.

Mendengar pemeriksaan sang toako, Tjong Lioe dapat

tahu kedua orang itu adalah orang2 kepertjajaannja

sitoako malah jg paling dipertjajainja. Tugas mereka ialah

mendjaga kamar Tahasia dalam tanah dan loteng tetapi

mereka telah melalaikan kewadjibannja.

Kamtok jang mentjoba membunuh sitoako ditahan

dalam Kamar rahasia. Karena tidak dirantai dia bisa lolos

dengan membuka pintu besi sesampainja diloteng,

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

322

djusteru pendjaganja sedang buang air pintu rahasia

loteng inipun dapat dibuka, hingga kedjadian dia bisa

datangi sitoako. Setelah dilakukan penjelidikan, sitoako

mengetahui duduknja hal itu, maka sekarang mereka

diperiksa.

"Ambil Hiat-tek-tjoe!" menitah sitoako sesudah

pemeriksaannja. Rupanja ia hendak mendjatuhkan

hukuman mati.

Mendengar disebutnja koplah rahasia itu, kedua

persakitan ketakutan hingga muka mereka putjat seperti

leniap darahnja. Keduanja manggut2 memohon ampun,

sampai djidat mereka terluka mengenai batu lantai.

Tjong Lioe tidak tega menjaksikan dua orang itu.

Romannjn Tjong Lioe memang aneh akan tetapi hatinja

pemurah, hatinja inilah jang mendorong ia menolong

mengobati Tjoen Beng. Lantas ia berbangkit dan berkata

kepada toakonja itu "Mereka ini bersalah tak berampun,

tapi kita angkat saudara belum tiga hari, aku anggap tidak

bagus toako menggunakan sendjatamu menghukum mati

orang. Aku mohon toako ampuni mereka, sudilah toako

beri muka kepadaku."

Toako itu berpikir, terus ia manggut. "Kau benar djuga,

laotee. Baiklah, mereka ditahan sadja dahulu, lain hari

baharu mereka mendjalani hukumannja" katanja.

"Lebih baik kalau mereka diberi ketika akan berbuat

djasa untuk menebus dosanja ini," kata Tjong Lioe jang

terlandjur "Kita lihat sadja, bisa atau tidak mereka

membalas budi toako ini."

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

323

Toako itu manggut pula, lantas la suruh orang ambil

buku pendjara.

"Sekarang ini kepalamu dikirim dulu," kata dia kemudian

dengan bengis kepada kedua orang persakitan itu, jang

masih terus berlutut. "Sekarang pergi keluar djaga

terowongan nomor delapan serta pendjara air. Setiap hari

tugasmu delapan djam, apabila membuat salah pula, kalian

segera akan dikirim kekota iblis! "

Dua orang itu manggut beberapa kali, merekapun

mengawasi Tjong Lioe, nampaknja mereka lega hati dan

berterima kasih, mereka lantas dibawa berlalu.

Hari terus berdjalan, setengah bulan telah berlalu.

Selama itu Tjong Lioe dapat pelajanan baik sekali, tidur dan

makan senang. Si-toako sendiri tetap berlaku manis

kepadanja walaupun ia tidak punja pekerdjaan, ketjuali,

setiap hari mengikuti sitoako memeriksa sana dan menilik
Pertentangan Kaum Persilatan Yoe hiap eng hiong 1 Karya OKT di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sini, hingga ia merasa seperti duduk diatas permadani jang

berduri. Ia djuga selalu pikirkan hartanja, tetapi ia tidak

berani menanjakannja. Ia menenangkan diri sedapatnja.

Suatu hari sang toako niat pergi ke Kam Tjoe Sie. Pagi2

dia telah bersantap dan menitahkan orang menjiapkan

getek kulit kambing. Dia minta Tjong Lioe menantikan

diloteng dan dipesannja djangan pergi keluar. Seperginja

toako itu, Tjong Lioe dengar suara diturunkannja

djembatan gantung, tandanja toako itu sudah keluar dari

kota terkurung itu.

Rebah seorang diri, Tjong Lioe berpikir keras. Kalau

terus ia mesti hidup tjara begini, entah sampai bulan dan

tahun kapan dia akan tetap menanti sadja. Ia tidak

menginginkan hidup besar dan senang andai-kata ia mesti

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

324

terus ikuti sang toako menguruskan neraka dunia sadja.

Tidak sedap terus2an ia dengarkan suara rantai2

belengguan jang mengiriskan hati. Ia tidak senang setiap

hari mengawasi kota jang suram dan seram itu.

Tiba2 ia ingat pesawat rahasia ditembok. Ia telah

melihatnja tadi sang toako menekan tembok itu. Maka ia

berbangku menghampiri untuk menekan sana dan

menekan sini. Tiba2 ia kena tekan satu bagian, atas mana

terbukalah satu lobang ketjil tempat menjimpan anak

kuntji.

Dengan bantuan tjahaja sebatang lilin, Tjong Lioe lihat

suatu lobang kuntjl, maka lantas ia gunai anak kuntji itu,

hingga dilain saat dihadapannja terpentang sebuah latji

besar dari mana menjorot tjahaja gemerlapan dari barang2

permata. Dengan tidak berajal lagi ia djemput kantong

hartanja jang masih utuh Itu.

"Kapan lagi aku hendak tunggu untuk angkat kaki

djikalau bukan sekarang ?" pikirnja. "Tidak mendjadi apa

andai-kata toako mengetahuinja, aku toh tidak ambil

permata atau uangnja "

Ia kuntji pula latji rahasia itu, terus U dandan, tak lupa

ia dengan buntalan dan sendjata rahasianja. Ketika la

hendak berlalu, tiba2 ia merandek.

"Bagaimana aku bisa keluar dari sini? Toako ada banjak

orang2nja" demikian ia ingat. Lantas ia bertindak turun

ditangga batu.

Tjong Lioe ingat satu djalan rahasia untuk terus keluar.

Sering ia ikut sang toako menggunakan djalan itu. Iapun

tahu pinta rahasia ada kelenengannja, kalau daun pintu

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

325

terbuka, keienengan itu akan bersuara. Ia memikirnja

untuk menantikan tlbanja sang malam tetapi la kuatir sang

toako Keburu balik kembali. Maka terpaksa la hendak

tempuh bahaja.

Baharu ia keluar dari pintu rahasia itu, mendadak lantai

melesak, la segera djatuh terdjeblos tanpa berdaja lagi.

Sjukur la pandai ilmu mengentengkan tubuh, begitu

kakinja indjak tanah, ia terus mendjedjak, tubuhnja

mentjelat naik pula sebelum pintu djebakan tertutup

kembali dengan menekan pinggiran lobang lantai ia dapat

naik pula dengan tak kurang suatu apa.

"Djie-ya, kau hendak pergi kemana?" tiba2 ia dengar

pertanjaan disaat ia hendak keluar dari pintu besar.

Tjong Lioe berpaling keempat pendjuru, ia tidak tampak

siapa djuga. Maka ia madju terus, sambil berlari. Entah dari

mana telah melajang menjambar anak2 panah jang

menantjap ditembok didepannja, berbaris bagaikan pagar,

hingga ia mesti merandek.

"Djieya hendak kemana? Terangkan dahulu, nanti

disebelah depan sudah tidak ada bahaja lagi!" demikian ia

dengar pula suara tanpa orangnja. Ia heran berbareng

penasaran. Karena sudah bulat tekadnja untuk angkat kaki,

ia tidak mau sangsi untuk madju terus. Maka ia tjabut

pajungnja dari bebokongnja jang ia segera pentang,

setelah mana dengan lompatas Pat-pou Kan siam ia

mentjelat kedepan.

Diatas tembok kurungan segera ramai terdengar suara

kelenengan, panah dan batupun lantas menjambar2, tetapi

dengan putar pajungnja Tjong Lioe pukul djatuh setiap

anak panah dan batu, ia berlompat2 terus bagaikan kera

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

326

gesitnja. Hanja jang sulit baginja ialah ia tidak mampu

segera lompat naik ketembok dimana sudah lantas

terpasang djala besi jang merintanginja. Terpaksa ia lari

terus mengikuti tembok.

Bukan main gelisahnja Tjong Lioe karena ia masih belum

dapat daja untuk naik ketembok Itu, jang tlngginja ada

kira2 tudjuh tombak. Maka terpaksa ia masuk kedalam

sebuah pintu berdaun dua, jang mirip pintu terowongan.

Ia masuk kesitu untuk berserabunji sementara waktu.

Melongok kesebelah dalam, Tjong Lioe lihat sebuah

pintu besi jang tertutup. Ia simpan pajungnja, lalu dengan

empos semangatnja mengerahkan tenaganja, ia tolak

pintu besi itu. Sebagai kesudahannja, ia berhasil membikin

bengkok besi palangan pintu hingga daun pintunja pun

rnendjadi renggang, ia mendorong lebih keras lagi, maka

achirnja pintu mendjeblak terbuka. Didepannja segera

kelihatan pendjara air. Untuk turun kesitu, ia dapatkan

sebuah tangga. Ia hendak loloskan diri, djalan keluar

lainnja tidak ada selain mesti turun kependjara air itu. Ia

sangsi dan bingung. Ia tidak bisa berenang dan diair tidak

ada benda untuk ia berpegangan.

"Tampaknja aku tak dapat lolos dari sini " pikirnja.

Ia gelisah, ia kuatir akan ada orang jang kedjar padanja.

Selagi ia dalam kebingungan, tiba2 terbukalah sebuah

lobang diatasan kepalanja.

"Tuan Houho, apakah kau niat keluar dari sini?"

demikian satu pertanjaan.

Tjong Lioe kaget tak kepalang. Ia lantas dongak, ia

tampak satu muka jang ia tak kenal.

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

327

"Kau siapa?" tanjanja.

"Djie-ya, aku adalah orang jang kau telah tolong itu,"

djawab orang itu. "Djangan djie-ya sangsikan aku. Disini

ada pelampung kulit kambing sebadai perahu, dengan naik

itu kau dapat mentjapai pintu air. Seharusnja aku

membukakan pintu air tetapi aku kuatir perbuatanku

ketahuan menambahkan dosaku, silakan djieya sendiri

sadja jang membukanja. Sekeluarnja dari pintu air, kau

akan berada disebuah telaga."

Kata2 itu disusul dengan dldjatuhkannja pelampung

kulit, dan lobang itupun lantas tertutup kembali.

Tjong Lioe turun keair, dengan naik pelampung itu ia

mengambang sampai kepintu air. Ia tjekal besi jang

merupakan pintu air itu, ia gunakan tenaganja untuk

mengangkat naik, terbukalah lowongan jg. tjukup besar

untuk ia segera molos ke luar. Ia ngambang terus dorgan

menggerakkan kedua kakinja bagaikan penggaju, hingga

tidak lama kemudian, ia tampak tjahaja terang, sekarang

hatinja mendjadi lega dan girang. Njatalah, setelah melalui

djalan terowongan, ia sampai dimuka telaga diluar daerah

berbahaja. Maka sekarang ia gerakkan kedua kakinja

semakin tjepat mentjapai tepi.

Ketika itu adalah diawal musim panas atau permulaan

musim rontok, air telaga sedikit surut, ada bahagian

tempat jang tjetek airnja sebatas dengkul. Disitupun dekat

dengan tembok kurungan, ada telaga jang tinggal

lumpurnja sadja. Untuk menggunakan perahu, ada satu

djalan air jang lebarnja kira2 dua tombak.

Menampak demikian, Tjong Lioe tinggalkan

pelampungnja, untuk ia gunakan kepandaiannja Pat-pou

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

328

kan siam, dengan apa ia bisa menjingkir lebih tjepat. Ia

merandek ketika tiba2 ia indjak lumpur jang lembek sekail

Ia terkedjut. Ingatlah ia kepada keterangan tukang tolak

getek, bahwa disitu ada embal pasir jang berbahaja. Sjukur

ilmunja Pat-pou kan siam telah sempurna, ia bisa madju

terus.

Tapi sekarang lagi2 Tjong Lioe mendjadi kaget sekali.

Didjarak beberapa puluh tombak djauhnja, ia dapatkan

satu orang sedang ber-lari2 kedjurusannja. Ia kaget karena

segera ia kenali sang toako!

"Laotee, lekas kembali! Tak mungkin kau dapat berlalu

dari sini!" begitu suara sang toako itu, selagi dia

mendatangi semakin dekat

"Maaf, toako" Tjong Lioe berikan penjahutan. "Ada

urusan sangat penting jang harus aku lakukan dan

meminta tempo satu atau dua bulan, maka sekarang aku

mesti pergi dahulu ! Nanti pun aku akan kembali pula."

"Tidak bisa!" sitoako berseru. "Disinl untuk datang dan

pergi, tak dapat orang bawa kehendaknja sendiri! Djangan

kau lantjang !"

Toako itu masih sadja mengedjar dan mendatangi

semakin dekat.

Dalam takutnja Tjong Lioe lari sekuat tenaganja, akan

tetapi sia-sia sadja, orang mengedjarnja semakin dekat,

sampai la dengar suara angin menjambar. Ia berada

dipuntjaknja kekuatiran ketika ia merasa leher badjunja

disambar maka tidak ajal lagi ia segera buang diri dengan

menggulingkan tubuh, setelah itu ia terus meledjit, hingga

ia lolos dari djambakan tangan sitoako.

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

329

Untuk sesaat toako itu melengak. Karena ia hanja dapat

djambak setjabik leher badju. Sesudah itu, baharu ia

mengedjar pula.

Sekarang Tjong Lioe lari kearah embal.

Ia pertjaja bahwa toako itu, walaupun tubuhnja sangat

enteng, dia tidak pandai Pat-pou kan siam.

Toako itu lihat orang lari kelain djurusan, ia memotong

djalan untuk mentjegatnja. Keras sekali keinginannja akan
Pertentangan Kaum Persilatan Yoe hiap eng hiong 1 Karya OKT di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dapat menahan adik jang tua ini, hingga ia lupa pada

embal.

Ada bedanja diantara lumpur kering dan embal, akan

tetapi diwaktu demikian itu sulit untuk membedakannja.

Toako ini lari keras, karena tadi ia telah ketinggalan. Tapi

Tjong Lioe dilain pihak tidak lari sekeras tadi .

"Kemana kau hendak mabur..." pikirnja sitoako dengan

girang. Ia pertjaja akan dirinja bahwa ia akan dapat

membekuknja. Ia tunggu sampai ia rasa sudah datang

tjukup dekat, dengan se-konjong2 ta mengapungkan diri

lompat menubruk. Tapi ia tubruk angin. Tjong Lioe telah

meledjit membebaskan diri dari tubrukan itu.

Untuk mengedjar lebih djauh, sang toako angkat kakinja

untuk berlompat pula, akan tetapi dlluar dugaannja, bukan

tubuhnja jang mentjelat naik djusteru kakinja Jang

mendjadi terpendam dan melesak kedalam embal pasir!

Kagetnja toako itu tak alang-kepalang. Ia putar tubuhnja

dan gerakkan kakinja untuk menolong dirinja, akan tetapi

djusteru karena ia gunakan tenaga, kedua kakinja melesak

seI makin dalam !

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

330

Toako ini pernah peladjari Pat-pou kan siam, inilah jang

membikin ia bisa kedjar Tjong Lioe, tetapi setelah kedua

kakinja melesak terpendam, habislah dajanja. Dalam

keadaan seperti itu, ia tidak bisa berl buat lain daripada

berteriak2 minta tolong. Ia harap nanti ada orangrnja jang

, dapat dengar dan datang menolong padanja. Tapi ia telah

terpisah tjukup djauh dari tempatnja neraka dunia itu,

teriakannnja tiada orang jang mendengarnja.

Dilain pihak, embal mulai menelan tubuhnja jang

melesak semakin dalam hingga sebatas pundak, tinggal

kepala serta kedua tangannja sadja jang tampak. Adalah

kedua tangan itu jang dipentang kekedua samping, dapat

djuga menahan tubuhnja hingga kepalanja tidak usah turut

terpendam.

XII

Sifat manusia terutama terbagi dua baik dan djahat,

dipengaruhi oleh suasana disekitarnja. Hati kuat dan hati

lemah jang akan memberi udjudnja, kesadaran jang akan

menentukannja. Sidjahat kadanga terbangun liangsimnja

? hati ketjiinja ? ia bisa berbuat baik. Dan silemah jang

baik hatinja ada kalanja tersesat. Walau diantara musuh

besar, sang liangsiin masih suka memegang peranan.

Demikian dengan Tjong Lioe dan toakonja. Tjong Lioe

lari keras, tapi ketika la dengar djeritan dan berpaling untuk

melihatnja, ia tampak toakonja telah terpendam didalam

embal. Djeritan sang toako membuat ia berpikir.

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

331

"Dia kepala neraka dunia dan djabat, tetapi terhadapku

dia beruku baik. Sekarang dia terantjam bahaja maut.

Baiklah aku tengok padanja"."

Tjong Lioe lantas lari balik. Tiba2 terbangunlah rasa

kasihannja. Pikirnja, ketjuali ia, disitu tidak ada lain orang

lagi ia terharu akan tampak keadaan toako itu jang

meminta tolong. Maka segera ia keluarkan tali bandringnja.

Sesudah tjari tempat untuk tantjap kaki, la membandring

mengarah kedua tangan si toako, terus ia menarik, hingga

tubuh toako itu terangkat dan tertjabut dari dalam lumpur.

Ia terus menariknja hingga si toako berada di tempat jang

tjetek.

Dengan susah-pajah karena lelah sang toako mentjoba

berdiri. Tjong Lioe ambil saputangan, ia tjelupkan diair

untuk dipakai menjekai muka dan lehernja si toako, djuga

pakaiannja, lalu ia pepajang toako Itu sampai ditepi. Ia

telah ambii kepastian akan kembali kekota neraka. Untuk

meloloskan diri, ia pikir nanti lain kali sadja.

Setelah mendekati kota, isjarat lantas diberikan,

segeralah muntjul sebuah getek kulit kambing untuk

membawa mereka kemuara.

Malam itu diatas loteng, si toako kata pada Tjong Lioe:

"Laotee, seumurku aku belum pernah mengutjap maaf

kepada siapapun, kaulah orang pertama Jang

mendapatkannja. Aku sangat bersjukur jang kau telah

tolong aku. Menurut tugasku, tak dapat kau dikasi berlalu

dari sini, tetapi kali ini aku mengetjualikannja. Kau sangat

bernapsu ingin berlalu dari sini, itu mesti ada sebabnja jang

sangat mendesak, karenanja aku djadi tjuriga. Laotee,

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

332

siapa kau sebenarnja ? Apabila kau tidak omong terus
terang, djangan kau memikir bisa pergi dari sini!"

Kata2 Ini memang diutjapkan sedjudjurnja, tetaplpun

dengan antjaman hebat pula.

Tjong Lioe berpikir dengan tjepat Dia datang keneraka

dunia ini karena diadjak, iapun tidak memiklmja untuk tjnrl

tahu rahasia orang, maka dia anggap tidak ada

halangannja akan la tuturkan hal dirinja. Maka

bertjeriteralah ia, bahwa ia puteranja satu touwsoe dari

Tjenghay, bahwa ia pernah ikut Tiat In Siansoe berdiam di

Yong Hoo Kiong, sampai ia dlpedajai Beng Hoo

Tjapkampou, hingga bangsanja menderita.

"Maka itu, toako, sangat ingin aku mentjari balas," ia

tambahkan. "Sekarang aku hendak pulang dahulu

kekampungku untuk membangun bangsaku, sehabis itu

baharulah aku tjari Beng Hoo, guna membuat perhitungan

dengannja. Sekarang aku belum dapat bekerdja dengan

toako, nanti sesudah aku dapat mewudiudkan

pembalasanku, baharulah aku kembali padamu."

Si toako, ialah Soe In Teng, pertjaja keterangannja

saudara angkatnja ini. Memang ia pernah dengar urusan

pemindahan penduduk suku bangsa itu. itulah bukan

kewadjiban jang ia harus mengurusnja. Tugasnja jaitu

mentjari dan menawan pemberontak atau pengchianat,

untuk disiksa didalam pendjara rahasia. Bangsanja Tjong

Lioe telah menurut dipindahkan, mereka bukan

pemberontak lagi. Tjong Lioe hendak tjari satu pendeta

Hoan, hal itupun tidak mengenai pemerintah.

"Katsipdjie, kau hendak pulang untuk menuntut balas,

aku idjinkan kau berlalu untuk sementara waktu" katanja

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

333

kemudian, "meski demikian, kau harus berdjandji akan

turut tiga sjaratku dahulu, baharulah kau dapat

meninggalkan tempat ini."

"Sebutlah, toako, asal jang aku mampu, tentu aku suka

menerimanja," Tjong Lioe djawab.

"Katsipdjie, ingat!" kata In Teng. "Pertama, selelah

meninggalkan tempat ini, kau tak boleh beritahukan siapa

djuga mengenal keadaan dislnl dan hal nubungannja

denganku Kedua, sehabis menuntut balas, kau harus

segera kembali kesini Ketiga, setelah kembali dan menemui

aku, untuk selandjutnja kau tak dapat kembali pula ke

Kwan-gwa, bahkan diluar Tembok Besarpun kau tak boleh

menglndjak walau setindakpun. Apabila kelak kau

melanggarnja, aku punjakan kesanggupan akan setiap saat

ambil djlwamu Bisakah kau berdjandji ?"

Tjong Lioe ingin lekas berlalu, tanpa banjak pikir lagi ia

berikan djandjinja.

Soe In Teng puas, maka selain kembalikan harta orang,

iapun tambahkan pula dengan banjak barang permata

lainnja antaranja satu peti emas.

Tjong Lioe terima itu sesudah ia tidak dapat

menampiknja.

Keesokannja, sang toako antar adiknja keluar dari kota

kurungan sambil menghadlahkan djuga sebatang pedang

pendek dan mengatakannja: "Katsip hiantee, apabila

ditengah djalan kau ketemu pembesar negeri jang hendak

mempersulit kepadamu, undjukkanlah pedang ini padanja,

lantas tidak ada urusan lagi.'*

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

334

Tjong Lioe terima pedang itu dengan mengutjapkan

terima kasih, setelah memi beri hormat, ia naik digetek

kulit, jang membawa padanja menjeberang kedarat

dimana sudah menantikan dua ekor kuda , pilihan. Kuda

jang kedua adalah untuk membawa barang2nja. Terus

sadja ia kabur ke Selatan. Ia membawa harta besar,

disetiap kota atau pos penting ia diperlksa, akan tetapi ia

punjakan pedang dari si toako, selalu ia bisa lewat dengan

selamat. Demikian ia dapat kembali ke Siauw Tjek Sek San

dimana ia bisa bangun bangsanja dan ia sendiri diangkat

djadi touwsoe seperti kita sudah ketahui Kemudian ia

mengembara sebagai tabib antuk tjari musuhnja, sekalian

untuk menjingkir dari Soe In Teng, hingga belakangan ia

ketemu Tjoen Beng dan berhasil tempur Beng Hoo

Tjapkampou.

Sesudah dl Tjhongtjioe menitahkan Tjoen Beng pulang

ke Ngo Tay, Tjong Lioe Ingat sate kambing di Pakkhia. Ia

seorang Islam, selama tinggal di Yung Hoo Kiong sering ia

keluar untuk dahar daging kambing. Di Pakkhia memang

ada beberapa pedagang sate jang kesohor. Orang jang

ingin dahar sate mesti nongkrong didepar hanglo untuk

membakarnja sendiri, untuk itu telah siap mmjak, ketjap

dan lainnja Karena ini, setibanja dikota radja, Tjong Lioe

pesiar setiap hari untuk sekalian dahar sate kesukaannja.

Pada suatu hari, tengah membakar sate Tjong Lioe lihat

satu orang bertindak didepan pintu. Ia terperandjat akan

mengenali orang itu, jang memakai badju kulit dan bulu

jang mahal, tanda dari seorang besar. Itulah sang toako,

jang karena dandanannja, ia tidak segera dapat

mengenalinja. Maka lekas? ia bajar uang sate, diam-diam

ia kuntit toako itu, sampai mereka lewati satu gang dan

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

335

sang toako memasuki sebuah tjioelauw atau restoran.

Iapun Ikut masuk akan ambil tempat dilain medja. Ia pesan

teh. Ia ber-pura? hendak tunggul teman. Ketika itu ia

mengenakan badju hitam, pinggang nja dilibat sabuk,

koplahnja dibelesakkan hingga menutupi kuping dan
Pertentangan Kaum Persilatan Yoe hiap eng hiong 1 Karya OKT di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dahinja, dengan tiara dandannja itu ia tidak kuatir toako itu

dapat mengenali padanja. Medja merekapun teralingkan

tirai satu dengan lain, karena dalam restoran itu masing2

tamu memakai ruang sendiri2.

Segera Tjong Lioe dengar suara orang bitjara dilain

ruang Itu. Ia kenalkan suara si toako. Kata toako itu "Kalau

Pan Kee sianak haram itu tidak mampu, maka aku nanti

bekuk botjah she Ong itu untuk dldjebluskan dalam

pendjara, aku hendak lihat, dia mau serahkan atau tidak

batu kumalanja itu !"

"Ketika dahulu tjongya habiskan djiwanja sigundul

bangkotan, apakah tjongya tidak berhasil dapatkan kumala

itu?" tanja satu suara.

"Tidak," djawab si toako. "Itulah disebabkan Pan Kee

salah mata, maka sekarang aku kurung dia, aku niat pergi

ke Pek Lok Wan untuk membuat perhitungan kepada

botjah she Ong itu !"

Mendengar ini, Tjong Lioe tahu bahwa muridnjapun

tersangkut Ia toh telah suruh Tjoen Beng pulang untuk

bantui adiknja, Tjong Beng. Ia tidak sangka, pada itu ada

sangkut-pautnja dengan si toako. Itulah hebat. Maka ia

lekas2 meninggalkan Pakkhia akan pergi ke Ngo Tay San

untuk tjari rauridnja. Sesampainja di Pek Lok Sian-lim. ia

dengar dari Han Tam bahwa muridnja sudah pergi pesiar

ke Kanglam, mungkin lagi tiga bulan baharu murid itu

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

336

pulang. Untuk dapatkan kepastian, ia pergi kerumah Tjoen

Beng, dari budjangnja ia dapat djawaban jang serupa.

Dengan hati ragu2 ia pergi ke Kwan-gwa. Disini ia dapat

keterangan dari seorang sahabatnja bahwa Tiauwyang

Hoei-too-tjhioe Ang Seng Tong telah pergi ke Sohioen

bersama dua pemuda. Ia menduga pasti, kedua pemuda

itu adalah muridnja serta saudaranja murid ini. Ia kuatir

urusan bisa djadi hebat. Maka lantas la kundjungi salah

satu dari Hek San Pat Tjoen, delapan djago dari Hek San,

jang sudah undurkan diri, jang mendjadi saudara

angkatnja Beng Eng. Djago tua itu kata padanja:

"Selama belakangan ini, persaudaraan Beng telab

menduga bahwa pembangun dari pendjara rahasia Itu

mungkin Tiat Ma Sln-kang Soe In Teng, dan mereka

sekarang sedang berdaja untuk menoiongi semua majat

hidup Itu. Dalam usahanja Itu, Ang Seng Tong bisa

didjadikan pengundjuk d jalan, karena dia pernah turut

Thian Tie Kony-Hiap dan mungkin dia masih ingat tempat

letaknja pendjara itu. Apa jang dlkuatlrkan persaudaraan

Beng adalah mereka bukan tandingannja Soe In Teng,

maka itu mereka berdaja untuk memantjing keluar

persaudaraan Ong."

Keterangan ini membuat Tjong Lioe seperti baharu

sadar dari tidurnja jang njenjak. Djadi njatalah toakonja itu

adalah Tiat Ma Sin-kang Soe In Teng, pantas toako itu

Hehay melebihi ia. Sudah tentu Tjoen Beng dan Tjong Beng

bukan tandingan toako itu. Karena inilah, ia menjangka

persaudaraan Beng hendak korbankan kedua saudara Ong

itu, supaja mereka bisa tonton siapa kalah dan siapa

menang. Tanpa umpan ketiga saudara Beng itu, tidak nanti

Tjoen Beng pergi ke Pweedjie Ouw ? pergi antarkan diri

kemulut harimau. Maka segera ia ambil putusan: lebih

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK

337

dahulu ia hendak susul dan panggil pulang kedua saudara

Ong, kemudian baharu ia hendak tegur ketiga saudara

Beng. Inilah sebabnja mengapa ia susul Tjoen Beng tapi ia

terlambat, muridnja itu sudah menjerbu kedalam pendjara

rahasia, tapi sjukur diachirnja ia dapat tolong Tjoen Beng

bertiga.

Demikian, dalam pertemuan dengan Keluarga Beng,

Tjong Lioe tuturkan hal perhubungannja dengan Soe In

Teng, hingga baharu sekarang Tjoen Beng ketahui

"rahasia" gurunja ini.

"Oh, begitu, soehoe ? Sudah lama aku ikut soehoe,

baharu sekarang aku ketahui hal-ichwal itu."

"Aku telah terima baik tiga sjaratnja Soe In Teng,

sebisa2 aku ingin simpan rahasia," sang guru terangkan.

"Akupun senantiasa berdjaga diri, kuatir aku nanti dibikin

susah, sampaipun melintas ke Kwangwa aku tidak berani.

Bahwa aku adjak kau beladjar silat di Bian Nia, itupun

sebahagian untuk menjingkir dari intaiannja In Teng. Kali

ini aku pergi ke Kwan gwa, tak lain tak bukan melulu untuk

menolong kalian. Meskipun demikian, terus aku bekerdja

setjara rahasia."

Tjoen Beng bersjukur pada gurunja ini sampai ia

mellnangkan air mata, segera ia berlutut dihadapan

gurunja.

"Apabila soehoe tidak datang inenolongnja, pastilah

kami telah mendjadi majat hidupnja Soe In Teng," kata dia.

Tjong Lioe angkat bangun muridnja itu.

"Seumurku, kau adalah muridku satu2nja, maka tidak

nanti aku diam mengawasi kau ditjaplok harimau," katanja.

Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK


Manusia Aneh Dialas Pegunungan Hong San Dua Menara Two Towers Lord Of Rings Roro Centil 10 Orang Orang Lembah

Cari Blog Ini