Ceritasilat Novel Online

Sang Mawar Gurun Firaun 2

Asiyah Sang Mawar Gurun Firaun Karya Sibel Eraslan Bagian 2

dengan rasa gembira. "Anubis sebagai penguasa para mumi,

satu kali pun tak pernah muncul dari Ibrani selama beriburibu tahun!" seru kepala komandan dengan sedikit bercanda.

Candaan ini ditanggapi dengan perkataan keras oleh kepala

pendeta yang masih diselimuti wajah curiga.

"Sekali Ibrani akan terus menjadi Ibrani. Meskipun dia

membawa kepala Anubis, takkan ada bedanya... Raja Mesir

takkan pernah berasal dari seseorang berdarah Ibrani. Abdi

Apa, apakah kau berkata bahwa dia mampu menghapal

seribu resep? Jika dia mau menghapal sepuluh ribu resep atau

mengubah semuanya dengan kecerdasan alkimia yang dimiliki,

aturan ini takkan pernah berubah! Ka akan terus mengabdi

pada kerajaan, tapi karena garis keturunan dan asal usulnya

dia takkan pernah bisa masuk ke dalam militer. Sekarang, dia

bisa terus melanjutkan pekerjaannya di pusat spesialisasi milik

akademi. Masa depan Ka akan ditentukan oleh keputusan raja

dan ratu yang akan datang... Majelis Musayawarah, terima

kasih atas informasi-informasi penting yang kalian berikan.

Kalian bisa kembali ke tugas masing-masing....

Syarat-syarat yang diinginkan oleh kepala pendeta di awal

musyawarah mendapatkan dukungan yang besar dan dengan

penjelasan Apa, hasil keputusan musyawarah ditetapkan.... Ra,

akan menjadi raja...

rrr

75

8. Gad?s Yang Berada d?

Hadapan Cerm?n,

d? Har? Pemakaian

Mahkota...

"Aku tak pernah merasakan kesedihan seperti ini atas

kebutaan kedua mataku," ucap Apa berulang kali, berhari-hari.

Bersama dengan pelukannya terhadap Yes?a yang berputarputar gembira seperti seorang putri peri, rasa rindu mulai

terasa di dalam batin Apa....

"Apa-ku, penyerahan mahkota kepadaku takkan mengubah

diriku, percayalah padaku. Aku masih putri kecilmu,

Asiyah...."

"Mereka telah memutuskan untuk memberikan julukan

Yesiyis kepadamu, wahai anakku... Mulai sekarang, aku harus

membiasakan bahasaku. Aku harus memanggilmu dengan

kata-kata yang layak bagi seorang ratu."

"Ah, wahai Apa-ku! Kau adalah ibuku, ayahku, kakekku,

dan juga guruku, Wahai Apa, siapa yang bisa mengalahkanmu

dalam hal bahasa? Masih ingatkah kau dengan perjanjian yang

kita buat? Ketika kau ingin aku diam atau mengingatkanku

untuk bersikap lebih berhati-hati? Kau selalu memanggilku

dengan panggilan ?Asiyah?...."

76

"Bagaimana aku bisa melupakannya, wahai putriku yang

cerdas! Berkat hal ini kita bisa melewati hari-hari pengasingan

itu."

"Bukankah dunia adalah tempat pengasingan ruh seperti

puisi yang pertama kali kita hafal? Kita masih berada di

pengasingan, Apa-ku..."

"Maksudnya?"

"Maksudnya, Apa-ku, permainan yang kita mainkan ini

harus berlanjut selama kita masih hidup. Yang terhormat guru

Akademi Apa-amon, sebagai sahabat setia Ratu Mesir Yesiyis,

aku memohon darimu untuk menggunakan kata-kata sandi ini

lagi sebagai nasihat-nasihat yang kau berikan kepadaku."

"Tuanku, permohonan Yang Mulia merupakan sebuah

perintah yang akan saya lakukan dengan senang hati."

"Tapi, Yang Mulia ini sekarang ingin memakaikan mahkota

dengan kedua tanganya kepada Apa," ucap Asiyah sambil

kembali memeluk Apa.

DUA RUANG, DUA CERMIN, DUA MAHKOTA...

Di waktu yang sama, keduanya merias diri mereka di

depan cermin di ruang yang berbeda.... Mereka adalah Ra

dan Asiyah. Mereka telah dipilih sebagai raja dan ratu yang

akan memimpin kerajaan baru. Restorasi yang dibicarakan,

sebenarnya merupakan sebuah masa yang akan mereka

tinggalkan tak jauh dari sebuah revolusi berdarah. Fondasi

pemerintahan lama Kerajaan Mesir akan kembali. Mahkota

raja yang berpindah dari sang ayah kepada anaknya, akan

turun-temurun diwariskan dalam garis keturunan mereka....

Lahirnya Asiyah dari garis keturunan raja, membuat

pernikahan ini dua kali disahkan. Oleh karena itu, singgasana

77

khusus dari emas milik Ratu Yesiyis di upacara penyerahan

mahkota berdampingan sama tinggi dengan tahta milik

suaminya, Raja Ra.

Perhiasan Ratu Yesiyis adalah burung Ibis. Simbol burung

ini meninggi di sekitar mahkota emas dengan butiran-butiran

permata berukuran besar yang di ujungnya dihiasi daundaun dari batu kecubung bewarna ungu. Kedua sayap burung

tampak mengepak dengan indah. Sementara itu, ujung-ujung

ekor dihias dengan batu-batu permata berwarna biru tua.

Ekor gaun berhias bulu biru menjuntai dari bawah mahkota

gemilang yang menyapu lantai. Ujung ekor gaun ini dipegang

oleh enam pengiring pengantin kecil. Semua itu mengubah ratu

seperti sebuah siluet mimpi, sosok pengantin anggun dengan

gaun megah berhias bulu dan mutu manikam, menutupi ratu

dari ujung kepala hingga kaki, seakan terselubung misteri.

Gaun pengantin yang diberinama ?sungai yang berjalan? oleh

penjahit istana ini diselesaikan dalam waktu yang lama, hanya

bisa diselesaikan dalam waktu empat puluh hari oleh empat

puluh penjahit yang bekerja siang dan malam...

Kaftan luar yang dijahit dari kain tafta sutra berwarna emas

membuat Ratu terlihat anggun dengan leher baju tinggi yang

melapisi lehernya. Sedangkan di bagian depan, butiran-butiran

mutiara disematkan dengan indah. Melengkapi penampilan

sang ratu adalah sebuah ikat pinggang yang luar biasa! Ikat

pinggang yang terbuat dari batu-batu zamrud ini, selain

diwariskan turun temurun dari ratu ke ratu semenjak beratusratus tahun yang lalu, juga mengisyaratkan kelahiran sihirsihir. Para ahli alkemi menyiapkan ramuan cinta campuran

kesturi dan ambar yang disesuaikan dengan kulit ratu dan raja,

lalu merendam ikat pinggang itu ke dalam air mawar selama

78

empat puluh hari. Setelah dibacakan mantra sihir, sabuk ini

diletakkan ke kotak khusus berhias bunga mawar. Sabuk ini

hanya bisa diambil dan dipakai sendiri oleh sang ratu dan tak

ada yang bisa menyentuhnya, selain sang raja...

Dan selendang-selendang kebesaran yang menggantung

dileher memanjang sampai ke tanah... Selendang-selendang

sutra yang jahit bermotifkan burung Ibis yang di masingmasing ujungnya dihiasi dengan jahitan emas dan perak ini,

bertemakan kebesaran yang sesuai dengan setiap kostum

berwarna yang akan dipakai oleh sang Ratu... Dan sepatusepatu... Terbuat dari kulit tipis domba dan serbuk emas yang

menghiasi sol, mutiara-mutiara dipasangkan di permukaan

sepatu dengan tali beludru biru tua membuat sepatu-sepatu

itu bersinar terang melenggkapi keindahan gaun sang Ratu.

Dan tongkat. Sebuah simbol kerajaan agung yang akan selalu

dia genggam di tangannya seperti sebuah tanda tanya selama

hidupnya... Memiliki bentuk burung Ibis dari mutiara berwarna

putih susu, tongkat ini dirancang sangat indah. Kepala burung

Ibis pada tongkat dihiasi dengan berlian.

Kolam-kolam berisikan susu dan minyak zeytin yang

digunakan ratu selama empat puluh hari membuat dirinya

sebening air Sungai Nil, terlapisi dengan riasan-riasan khusus

bagi ratu di hari penyerahan mahkota... Seluruh wajahnya

tertutup bedak putih, begitu juga leher dan lengannya.

Membuatnya terlapisi oleh sebuah topeng yang berlebihan.

Rambut palsu hitam dikenakan di kepalanya yang memanjang

sampai leher. Poni-poni yang dipotong lurus menutupi seluruh

dahinya dan pedimen perak yang akan menjadi tempat mahkota,

membuat kedua matanya bersinar seperti pancaran bintangbintang. Dan di sekitar kedua matanya... Garis hitam seperti

79

gelapnya malam terlukis dengan pensil dan arang, menyajikan

keagungan yang menimbulkan kekaguman, menyebabkan

orang yang melihatnya tersihir layaknya terhipnotis... Dan

memang secara hukum, setelah ini tak satupun mata yang akan

memandang ratu mulai dari lutut ke atas.

Kedua mata yang hanya bisa dipandang oleh raja ini

menjadi seperti dua buah sumur tert?tup yang menyimpan

misteri dan keagungan. Setelah hari ini, tak ada yang tahu

kapan sang Ratu bahagia atau bersedih. Kedua matanya akan

seperti sebuah sampul surat yang tersegel... Memang, inilah

tujuan dari riasan-riasan itu, menciptakan cankang tiram

yang di dalamnya menyimpan mutiara, sebuah topeng yang

membedakan mereka, raja dan ratu, menutupi mereka dari

pandangan rakyat jelata..

Tujuan terbesarnya adalah menciptakan sebuah topeng

kekuatan yang membuat orang-orang tunduk kepada mereka...

Ketika mengenakan topeng ini, serasa mereka mengenakan

wajah-wajah raja ratu Mesir beribu-ribu tahun yang lalu.

Mereka terlepas dari jati diri mereka dan berubah menjadi

kekuasaan yang mutlak. Wajah itu, apapun namanya, semua

saling dimiripkan sebagai raja dan ratu dan sekali lagi saling

mengulang masa lalu... Seakan jika mereka menjadi diri mereka

sendiri, topeng yang mengemas wajah-wajah raja dan ratu

beribu-ribu tahun yang lalu ini akan menderita dan kehilangan

kekuatannya. Seakan topeng menjadi wajah zaman. "Siapapun

dirimu, akulah yang berhak berbicara dan akulah yang akan

memutuskan untuk melihat atau tak melihat orang yang

memandangku dari luar sana...," ucap pemilik topeng...

Sesaat sebelum mengenakan mahkota, untuk terakhir kali

Asiyah memandang bayangannya di cermin... Benarkah wajah

bertopeng ini miliknya?

80

Dia tak mengenal dirinya sendiri, mencari jiwa aslinya sekali

lagi dia memandang wajahnya di putih batu marmer...

Ini adalah detik-detik terakhir sebelum dia menjadi Ratu.

Jeritan seorang gadis yang ingin melihat dirinya untuk

terakhir kali...

Topeng ini, wajah ini apakah miliknya?

Makna apa yang tersirat dari menjadi seorang pengantin?

Orang yang menjadi seorang teman sampai kemarin,

akankah menjadi seorang suami dihari ini dan hari-hari

selanjutnya?

Perpisahankah, penyambutankah, ataukah penerimaan?

Dia akan menjadi ratu bagi seluruh Mesir...

Hatinya harus seluas permukaan bumi ini, pemaaf dan

murah hati...

Apakah dia siap?

Sekejap teringat mimpi yang dia lihat kemarin malam ketika

dia memandang dirinya di cermin... Berjalan di antara pasirpasir padang pasir yang sangat luas, terembus angin hangat yang

diam dan tenang ke wajahnya. Dia tahu, jalan ini akan menuju
Asiyah Sang Mawar Gurun Firaun Karya Sibel Eraslan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ke sebuah rumah... Bagaimanapun, dia tak tahu bagaimana dia

tahu tentang rumah itu... Tapi, seakan rumah itu seperti akhir

dari semua jalan di dunia ini... Dirinya diiringi sebuah suara

batin yang asing. Akhir dari perasaan tak memiliki rumah

yang selalu terpendam dalam hatinya sejak kecil, kesendirian

yang selalu meluap dalam dirinya. Jika dia tiba ke rumah ini,

seperti sebuah pengetahuan yang terbongkar. Dan seputih

apapun kristal, sebuah pengetahuan yang jelas... Cepatnya

detak jantung, seperti jahitan-jahitan yang bertambah banyak

81

dalam sekejap. Dia percaya bahwa dia mengikuti jalan rumah

pengetahuan dan cinta dalam mimpi yang dia lihat...

Dalam mimpinya, dia bertemu dengan Apa tua, kemudian

bersama-sama dengannya pergi menuju piramida Raja Zoser

di Padang Pasir Sakkara. Keduanya berhenti di depan makam

paling tua di Mesir yang dikelilingi makam-makam besar

berukuran enam meter tanpa saling bertukar kata, seperti ayahanak yang saling paham tanpa perlu berbicara. Apa membahas

mengenai ?pembelahan atau membuka hati batu? kepadanya...

Seketika, dia menyadari awan-awan hujan berwarna kelabu

yang bergerak cepat melewati ujung piramida bertangga.

Awan-awan berisikan air hujan ini menjelaskan ?zaman air? di

hari-hari penciptaan. Hari-hari saat dunia hanya berisikan air...

Dan dengan perintah Tuhan, muka Bumi bergerak di bawah

perairan, puncak-puncak awal alam semesta yang diibaratkan

dari lautan, keluar dari perairan. Puncak-puncak yang keluar

dari dalamnya laut, membuat hati Asiyah berdetak kencang

ketika ujung-ujung puncak muncul dari laut seperti atap

rumah-rumah pertama di Bumi. Di hadapan pemandangan

inilah, dia memahami maksud ?pembelahan hati batu? yang

Apa bisikkan kepadanya. Muncullah gunung-gunung pertama,

puncak-puncak, seluruh permukaan Bumi dan terakhir, padang

pasir seiring surutnya air.

Kemudian, sekali lagi mimpinya terpaku pada piramida

bertangga... Sekarang, dia mengerti bahwa sebenarnya makam

Raja Zoser merupakan sebuah prasasti yang mengingatkan

pada hari yang membahas bahwa Tuhan takkan membiarkan

kemanusiaan berjalan ke arah yang salah di muka Bumi

ini. Sama seperti perasaan kesendirian yang berbagai cara

apapun tak menenangkan dirinya, dia merasakan usaha Zoser

82

membangun sebuah rumah yang akan mendekatkan dirinya

kepada Tuhan. Sesungguhnya, Piramida ini dibangun oleh

Zoser seperti sebuah tangga yang memanjang tinggi ke langit.

Perjalanannya berawal dari puncak paling tinggi piramida

pertama di muka Bumi ini... Batu-batu makam yang dimiripkan

dengan sebuah lereng menuju langit didaki langkah demi

langkah. Dari puncak paling tinggi, dia memandang langit

dalam mimpinya... Entah bagaimana, jarak ditempuh dengan

kecepatan berlipat-lipat, terbang di atas hati batu yang

terbelah... Di balik langit-langit bertingkat tujuh, menuju surga

keindahan ?Kota Bambu?, lalu dari sana menuju ?Kota Janji?

tempat harapan dan doa-doa dikirimkan, kemudian mengarah

ke ?Negeri Danau? seperti yang tertulis dalam bunga-bunga.

Akhirnya, mengunjungi pantai surga ?aliran air yang berputar?

yang diyakini membersihkan semua yang masuk ke dalamnya...

Perasaan memulai sebuah perjalanan menuju hati miliknya....

Sebenarnya, perjalanan milik Asiyah adalah sebuah

perjalanan hati yang tak menginginkan pembelahan batu, dari

batu rumah raja yang membuka hatinya... Di balik semua hal

yang ditinggalkan oleh Apa dan Raja Zoser, setelah semua langit

dan kisah surga satu per satu melewati batinnya... Hatinya

seperti sebuah batu granit yang terbelah layaknya pemisahan

dedaunan dari rantingnya, jatuh satu per satu. Dalam mimpinya

,dia melihat dirinya bertemu dengan Rumah yang telah dia

rindukan sejak kecil...

Dalam mimpinya Asiyah tiba ke rumah...

Rumah yang dia temui setelah menempuh perjalanan penuh

batu dan khayalan, rumah itu berada di hadapannya... Seakan,

sebuah tanda yang dikirim Tuhan ke muka Bumi sebagai sebuah

penghibur lara. Rumah yang dihadiahkan seperti sebuah tanda

83

ini dia rasakan dengan seluruh hatinya. Sebenarnya, rumah itu

tak lain tercipta dari pilar nurani... Rumah yang menyambung

kan langit dan daratan... Ketika kepala diangkat untuk bisa

melihat pancaran nurani dan kemegahan rumah itu, terjadi

sesuatu yang aneh. Kedua matanya dihiasai berbagai warna.

Dia merasakan para malaikat yang bentuk dan wajahnya tak

terlihat bertawaf di sekeliling rumah itu dengan melafalkan

doa-doa penuh kegembiraan. Batinnya bergetar aneh, rasa

kesendirian dan tak memiliki siapapun yang sulit dia lewati

tiba-tiba sirna. Dia pun mulai berputar gembira di sekeliling

rumah. Semakin cepat berlari, semakin terbiasa dirinya dengan

lingkungan sekitar. Saat bertawaf, perasaannya bergejolak ceria

penuh dengan rasa bahwa dirinya terhubung dengan suatu

tempat...

"Tuhanku, terimalah aku dalam rumah-Mu,

selamatkanlah aku dari kesendirian, jauhkanlah

aku dari kesombongan para raja ratu terdahulu,

bukakanlah hatiku Kepadamu, takdirkanlah

aku untuk menjadi tamu di rumah-Mu," terucap

butiran-butiran doa dari bibirnya...

84

Dalam mimpinya, batu di dalam hatinya telah terbelah...

Tergaris sebuah peta dari hatinya menuju langit, dari langit

menuju rumah... Melewati semua rintangan dari lautan api,

jalan tak berbintang, danau penuh serigala, naga-naga berkepala

tujuh, para penyihir hitam... Tiba ke rumah ini... Rumah penuh

misteri yang sampai sekarang tak pernah dia temui itu, seakanakan menyambut Asiyah seperti anaknya sendiri...

Dengan kecemasaan, getaran hati yang muncul dari

perjalanan ini membuat Asiyah terbangun di pagi hari di hari

pernikahan...

Dan sekarang, dalam cermin yang dia pandangi sebelum

mengenakan mahkota, Asiyah sekali lagi teringat mimpi yang

dia lihat.

Dia pun mulai menggambar rumah itu dengan ujung jarinya

pada permukaan cermin....

Ketabahan hati pada piramida, sebuah batu persegi...

Itu saja...

"Tuhanku, terimalah aku dalam rumah-Mu. Selamatkanlah

aku dari kesendirian, jauhkanlah aku dari kesombongan para

raja dan ratu terdahulu, bukakanlah hatiku kepada-Mu.

Takdirkanlah aku untuk menjadi tamu di rumah-Mu," terucap

butiran-butiran doa dari bibir Asiyah

...

rrr

85

9. Asiyah... Kolam...

Bunga...

Cahaya Matahari siang terpancar ke seluruh pelosok

Memphis. Begitu tegaknya, begitu halusnya, jatuh ke

permukaan setiap benda... Dan begitu terangnya pancaran

sinarnya, membuka semua penglihatan... Tak menyisakan satu

rahasia di muka Bumi ini...

Oleh karena itu, mungkin juga karya para pelukis negeri

yang tak bisa menyembunyikan rahasia secara keseluruhan

akan tergores garis-garis yang indah dan kaya dengan berbagai

warna. Jika sela-sela pun terwarnai, mereka akan memilih warna

yang terang. Pancaran yang semakin terang di bawah teriknya

Matahari ini sering kali membutakan mata di usia yang masih

muda... Di jam itu, tak ada satu pun tempat untuk menghindar

dari bayangan kota. Seakan setiap wajah di permukaan

kota duduk di bawah sinar Matahari seperti seseorang yang

diinterogasi, menanyai sampai hal yang paling kecil sekalipun.

Semua makhluk, sampai serangga-serangga di muka Bumi tak

dapat bergerak, menderita di bawah teriknya sinar Matahari

siang hari. Mereka seolah berlomba untuk berlindung di suatu

tempat agar tak jatuh ke dalam pancarannya...

Permukaan Bumi kosong dengan manusia di siang musim

panas. Saat-saat seperti itu menunjukkan keangkuhan bendabenda. Dari istana-istana, gudang-gudang, tempat-tempat

menginap di pesisir sungai dan vila-vila, ke rumah-rumah

86

penduduk desa, sampai ke tempat-tempat berteduh... Saat

semua benda memantulkan sinarnya dengan keangkuhan... Di

waktu yang sama, detak jatung melambat, waktu mengantarkan

rasa kantuk siang hari...

Kedua mata bersembunyi dari Matahari

Membuka batin seraya menghadapkan badan ke Matahari

Dari air susu burung

Kurma, ranjang besar dari daun-daun

Berlari dari satu tempat ke tempat lain dalam mimpimimpinya

Dalam ayunan tempat tidur bergantung

Meneteskan kelelahannya ke tanah

Membuka wajahnya ke dalam bayangan

Melipat kedua tangannya di atas dada

Mencoba menenangkan hatinya

Dalam kecemasan dan kepucatan yang singkat

Mengumpulkan kekuatan hidup dengan harapan

harapannya

Terbangun sekali lagi ingin menjalani

Kehidupan ini...

Ratu, di saat seperti ini, tak merasakan rasa kantuk.

Dia berjalan di sekitar pohon-pohon palem yang dengan

bayangannya mengingatkan pada taman surga. Dia memeriksa

satu per satu bunga, kemudian berhenti di bawah pohon jeruk

limau yang sangat dia sukai. Terkadang ,berenang di kolam

ujung selatan taman bersama satu atau dua pengiring pengantin

yang menjadi teman curahan hati. Di dasar kolam, butiran
87

butiran pasir membuatnya seperti berjalan di bentangan

kain sutra ketika menginjaknya dengan kaki telanjang. Tak

pernah air yang sama digunakan dua kali, meskipun ada yang

berenang atau tidak. Butiran pasir dan air kolam diperbaharui

setiap hari dari Nil... Sudut-sudutnya dihiasi dengan batu-batu

syenite yang ketika terkena sinar Matahari berkilau terang,

memberikan kesan terbuat dari perak. Karena kesukaan sang

Ratu pada batu granit ungu yang diambil dari Aswan, dengan

perintah raja, kolam yang diberi nama ?Mimpi sang Ratu? ini

dibangun untuknya sebagai hadiah. Di atas kolam, terdapat

atap yang mengingatkan pada awan. Pilar-pilar tinggi dari batu

granit Aswan berwarna ungu yang menopangnya membuat
Asiyah Sang Mawar Gurun Firaun Karya Sibel Eraslan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang-orang yang baru melihatnya mengira seakan bukan

terbuat dari batu, melainkan bulu-bulu burung....

Di Mesir, setiap batu memiliki bahasa mereka masingmasing. Di negeri ini, batu-batu diyakini bisa berbicara. Batu

granit berwarna biru sampai keunguan yang dibawa dari

Aswan bersama batu syenite berwarna gelap merupakan dasar

dari rancangan arsitektur istana. Batu-batu itu sangat kuat

dan sulit dipecahkan, tahan di hadapan terik Matahari. Hal ini

membuat orang-orang percaya bahwa negeri mumi itu terukir

oleh bongkahan-bongkahan kedua batu ini...

Tak ada satu pun kecacatan di setiap benda atau bangunan

yang dibangun untuk para ratu. Sebuah bangunan Krizantem

yang dibangun untuk seorang ratu pada suatu masa yang terkenal

akan kecantikannya, berakhir dengan amarah sang Raja. Rasa

cinta kepala arsitek yang tumbuh diam-diam sekeras batu granit

dan seluruh rahasia terbongkar ketika batu menjelma daundaun Krizantem, menghasilkan karya yang mengagumkan...

Dan yang terjadi, terjadilah... Di hari pembukaan bangunan

88

Krizantem, raja dengan tatapan tajamnya menyadari rasa

cinta sang arsitek kepada permaisurinya yang terlihat dari cara

memandangnya... Dengan murka, raja memerintahkan untuk

menghancurkan bangunan itu, rata dengan tanah... Tak cukup

di situ saja, kedua mata kepala arsitek dibutakan dan dikirim

ke Nubye sebagai budak.

Seribu budak dengan palu di tangan mereka ditugaskan

untuk meleburkan semua reruntuhan bangunan selama empat

puluh hari sampai hanya tersisa tumpukan puing berwarna

ungu. Tetapi, malam itu terjadi peristiwa yang sungguh aneh.

Tumpukan puing granit ungu itu dalam satu malam berubah

menjadi taman bunga mawar. Raja yang menyadari hal ini di

pagi hari kehilangan akal sehatnya dan menjadi gila. Mengikuti

perintah para pendeta, budak-budak membabat dan membakar

bunga-bunga mawar itu. Sang Ratu yang melihat semua

kejadian ini jatuh sakit karena tak tahan menahan kepedihan,

meninggalkan dunia untuk bersanding dengan puing-puing

granit ungu di pagi hari itu juga. Batu granit kemudian dikenal

sebagai ?batu perpisahan?. Para perancang istana di masa-masa

berikutnya selalu mengambil langkah berhati-hati dalam

mendirikan bangunan untuk ratu. Mereka dengan sengaja

akan meninggalkan sebuah kecacatan, meskipun kecil.

Dan oleh karena itu, patung-patung bastet (kucing) dan

ibis yang menghiasi kolam dan tempat berteduh Ratu Asiyah

memiliki sebuah kecacatan. Salah satu mata bastet dipahat

juling, sementara burung ibis dipahat dengan satu sayap yang

patah ujungnya... Sang Ratu justru sangat menyukai kesalahan

dalam pahatan-pahatan patung itu. Terbesit dari hatinya bahwa

kesempurnaan adalah sifat yang hanya dimiliki oleh Tuhan.

Dia menganggap bahwa kesalahan atau kecacatan merupakan

89

sebuah kesempatan, sebuah penyesalan, sebuah keputusasaan

dan waktu untuk berdoa. Sebuah permohonan bagi manusia...

Dia memiliki pemahaman yang berbeda dengan sang

Raja mengenai keutuhan dan kesempurnaan. Sang Ratu

menyukai hal-hal yang ramah, wajar, dan biasa. Sementara

itu, kesempurnaan yang diimpikan oleh sang Raja berubah

menjadi sebuah kesombongan dalam dirinya. Pemujaan atas

kesempurnaan ini membawa dirinya ke arah keangkuhan yang

mutlak di atas segalanya, sebuah perasaan kesempurnaan

mutlak yang berkibar dalam dirinya... Senyuman sinis dan

tawa cemoohnya hadir saat ia melihat bastet yang juling dan

ibis yang hanya memiliki satu sayap. Tapi, sang Ratu sangat

meyukai dari hati yang paling dalam terhadap kucing bermata

juling yang gemetar di hadapan keangkuhan dan burung yang

sayapnya terluka oleh keegoisan ini. Terkadang, dia membelai

patung-patung itu dengan berlinangan air mata seolah lupa

bahwa mereka terbuat dari batu...

Bebatuan... Merupakan bahasa negeri Mesir... Batu diorit,

basal, akik, mirah, berlian, marmer, poriri, batu kapur, dan

sampai pada gips... Batu yang menyilaukan seluruh individu

di permukaan negeri ini merupakan sebuah bibir hening

yang telah menulis banyak keberuntungan. Sebuah bibir yang

mengeluarkan kata-kata dari bongkahan batu... Siapa yang

tahu dan dari ramalan manakah bahwa negeri Mesir memiliki

sebuah bahasa kuno dari bongkahan batu yang berumur

ribuan tahun. Dari piramid sampai patung-patung, semua

pahatan di pemakaman sampai rumah-rumah di desa. Seakan

penciptaannya berhenti di tengah jalan di pesisir Nil. Seakan

menghilangkan diri ketika ruh-ruh akan ditiupkan, mengubah

seluruh badan kota menjadi batu...

90

B

Ba

Bat

Batu

Batuu

Batuuu

Batuuuu

Batuuuuu

Batuuuuuu

Piramida yang telah kita bicarakan tak lain dari desisan

ular

Sanggahan terhadap Matahari yang menyinari rahasiarahasia

Bersembunyi di balik kegelapan

Bagi kesedihan bernama ular hitam yang dianggap sebagai

akhir dari alam semesta, ketika mengirimkan salam dari dunia

ini, tubuh piramida seperti bahasa resmi bongkahan batu.

Ular, tak hanya menyimbolkan racun, melainkan perjalanan

dan pengetahuan. Ular adalah racun mimpi. Setiap napas di

seluruh daratan tertulis dalam buku catatannya... Piramida

adalah jeritan-jeritan awal ular di muka Bumi, napasnya

terengah-engah ketika memandang langit dan hukuman

keabadian hanya bisa ditempuh sebagai batu... Hidup di

puncak paling tinggi piramida, tapi di antara laba-laba yang

paling tua, ular-ular yang penuh amarah, dan burung-burung

hantu yang tak tahu bahasa... Mereka adalah makam tercinta

yang agung. Cinta, sebuah bongkahan batu yang tak bisa

91

menahan kepedihan perpisahan... Cinta adalah tumpukan batu

menjulang berbentuk piramida....

Ratu tiba ke seberang setelah bergerak dua langkah melewati

bagian kolam yang paling dalam, menyentuhkan tangannya di

dinding marmer seperti dalam perlombaan renang di masa kecil,

kemudian bersandar di tembok batu syenit berwarna perak

yang berkilau di bawah sinar Matahari. Dia mengambil napas

panjang di depan batu-batu yang memberikan kehangatan di

punggungnya itu, kemudian berenang dengan kecepatan yang

membuat cemburu ikan-ikan ke sudut seberang berjarak dua

puluh meter.

Meskipun bukan merupakan sebuah adat di Mesir untuk

memasukkan seluruh bagian kepala ke dalam air, ratu sangat

menyukai gaya berenang ini yang juga bermakna terlepas dari

riasan resmi kerajaan. Selain di hari hari raya atau perayaan,

empat buah rambut palsu berbeda, bedak putih, dan riasan mata

memenuhi wajahnya seperti sebuah topeng. Bagi sang Ratu, ini

merupakan siksaan... Setiap waktu siang hari di musim panas...

Kolam-kolam berbunga teratai di taman... Merupakan waktu

sang Ratu untuk bebas dari seluruh beban... Kemurniannya

mengejutkan para pengiring pengantin, membuat mereka

bertanya-tanya betapa mudanya dia. Di hadapan mereka,

berdiri sosok perempuan muda Mesir yang sebelumnya selalu

tertutupi oleh riasan.

Taman ini memiliki beraneka tumbuhan yang langka.

Berkat kasih sayang Ratu Mesir yang rendah hati, semua jenis

tumbuhan di negeri ini bisa ditemukan di sini. Pohon-pohon

akasia yang merupakan simbol Nil, pohon-pohon delima

berbunga merah, pohon ara yang setiap daunnya memanjang,

pohon-pohon kurma yang tak hanya diberkahi dengan

92

buahnya saja, melainkan seluruh bagiannya bisa digunakan

sebagai anyaman, sapu, keranjang, dan tongkat... Tak hanya itu,

banyak pepohonan yang memiliki tampilan biasa tumbuh di

dalam taman. Para bangsawan kerajaan lainnya tak menyukai

pohon-pohon umum ini. Bagi mereka, tumbuhan langka lah

yang terpenting.

Ratu Asiyah sangat menyukai taman yang indah ini, tapi

impiannya tidak berubah. "Jika mempunyai sebuah rumah, aku

akan menanam bunga mawar dan tanaman mint, kemudian

semangka dan labu...," ucap sang Ratu. Namun, sang Raja

melihat impian rendah hati itu sebagai sebuah kesederhanaan

yang dimiliki oleh orang umum. Raja terkejut dengan sikap

permaisurinya yang belum beradaptasi dengan lingkungan

istana besar. Dengan geram, dia berkata pada dirinya sendiri.

"Rumah selalu ada dalam pikiran sang Ratu. Meskipun kita

membuat sebuah istana dari emas untuknya, belum terhitung

sebagai rumah yang dia impikan!"

Padahal, mereka dulu memimpikan rumah yang sederhana

di hari-hari kecil mereka, masing-masing terhubung dengan

kasih sayang keluarga. Terkadang, Apa membawa mereka

menuju tempat persinggahan musim panas milik temannya di

kampung sekitar istana. Pengalaman hidup sederhana bersama

orang-orang di sana merupakan kenangan yang paling tak

terlupakan dari hari-hari masa kecil mereka. Kehidupan desa

jauh dari kesombongan, saling mencintai dari hati dan penuh

keceriaan. Hari saat mereka harus kembali ke istana setelah

menyelesaikan liburan yang pendek dan kembali mengikuti

peraturan dingin istana membuat Apa khawatir dan sedih...

"Ah, betapa indahnya saat itu," ucap sang Ratu ketika

mengenang hari-hari itu. Meskipun istana memberikan

93

semua kebutuhan dan kemegahan, bagi Ratu Asiyah itu tak

pernah bisa menjadi rumah impiannya, takkan pernah...

Meskipun miskin dan sederhana, keramahan, kasih sayang,

dan pengorbanan yang terhubung satu sama lain membentuk

ikatan hangat keluarga di dalam rumah. Membayangkan

dapur kecil yang memberikan seribu satu harapan membuat

hati sang Ratu bahagia. Tapi, apakah istana seperti itu? Orang

tua yang takut dengan amarah anak-anaknya, anak-anak yang

diasingkan dengan perintah orang tua, saudara-saudara yang

saling meracuni karena ambisi menduduki tahta, kerabat yang

saling memandang dengan pandangan memusuhi, anak-anak

bangsawan yang sudah lama lupa dengan orang tuanya...

Kekayaan, tahta, dan kekuasaan takkan pernah cukup
Asiyah Sang Mawar Gurun Firaun Karya Sibel Eraslan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memenuhi kekosongan yang ada pada manusia. Peraturanperaturan istana mengubah masing-masing individu menjadi

patung marmer. "Istana mengikuti budaya pemakaman," pikir

sang Ratu. Pahatan-pahatan makam yang megah, seakan

semua penghuni Istana membatu seperti patung-patung pada

pemakaman yang megah.

Ketika sang Raja dalam keadaan bahagia, ia akan berkata

dingin sambil membuka tangan kanannya. "Sempurna,"

ucapnya. Ungkapan itu membuat seluruh bulu kuduk Ratu

Asiyah berdiri. Ungkapan ?sempurna? yang diucapkan seakan

mengubahnya menjadi batu bersama keangkuhannya,

menghancurkan ruhnya, membuatnya menjadi benda

mati. Rencana sempurna kemiliteran, rencana sempurna

perancangan, dekorasi sempurna, kekuatan sempurna,

keindahan sempurna...

Kehausan dalam mencari, menginginkan, dan mengharapkan

kesempurnaan ini membuat sang Raja tak bahagia dan tak

94

pernah puas. Membuat dia merendahkan semua orang.

Misalnya, selain sang Ratu, tak ada satu pun orang yang boleh

mendekat lebih dari empat meter, tahta dan kursi-kursi yang

akan dia duduki harus lebih tinggi, bahkan ketika berjalan,

tempat untuk berhenti sudah dia tentukan sebelumnya. Tak

pernah terbatuk-batuk, tak pernah jatuh sakit, tak pernah

lelah, tak pernah berkeringat, tak pernah kelaparan, tak pernah

kehausan, tak pernah tersenyum, tak pernah menangis... Sang

Raja mulai bertingkah laku layaknya patung. Tempat yang bisa

mengubah orang menjadi seperti itu bukanlah rumah, tapi

hanya bisa terjadi di bangunan penuh kemegahan bernama

istana.

Kekuatan kemudian kelemahan, muda kemudian kekanakkanakan dan tua, keberhasilan kemudian kegagalan, keletihan,

sakit, kepercayaan diri, sampai keraguan. Asiyah yang

menerima semua aspek kehidupan semakin tertekan di istana.

Dia berteduh di taman.

Meskipun sang Raja tak layak bagi istrinya, dia tak pernah

melukainya. Dia memberikan dua puluh tukang kebun yang

dipilih langsung oleh ahli taman istana karena sang Raja

mengetahui kesukaan Asiyah terhadap tanaman.

Salah satu pohon yang sangat disukai oleh ratu adalah

akasia. Pohon-pohon Akasia yang tumbuh besar di tepian Nil,

memiliki aroma yang wangi dibandingkan pohon lainnya.

Embusan angin yang menggerakkan daun-daun dan rantingranting akasia, seakan seorang perempuan yang menyisir

rambutnya.

Dan pohon-pohon delima... Pohon delima yang penuh

dengan keberkahan Nil, ranting-rantingnya yang seperti

95

tangan para dermawan dan tubuhnya yang membungkuk

karena beban yang ditopang...

Sementara itu, pohon-pohon ara yang buah-buahnya penuh

rasa manis madu dilihat dengan mata sang Raja di taman sang

Ratu. Asiyah selalu berdua agar pohon yang terkenal bermanfaat

bagi masyarakat ini karena mampu mengenyangkan orangorang yang lapar dan memberikan kekuatan hidup bagi yang

lemah. Pohon ara disebut sebagai pohon surga oleh orangorang Mesir. Hadiah Allah yang diberikan kepada rumahrumah miskin yang dapurnya tak mengebulkan asap, anakanak yatim, dan orang-orang tua yang lemah. Pohon ini juga

melindungi para petani dari terik Matahari dengan tangantangan hijaunya sehingga mendapatkan kehormatan yang

tinggi. Dalam pandangan sang Ratu, pohon ini seperti seorang

ibu Mesir yang dermawan. Di masa-masa musibah kelaparan,

taman milik sang Ratu ini terbuka bagi masyarakat, membantu

meringankan penderitaan mereka. "Kami mencintai sang Ratu

seperti mencintai buah ara," seru masyarakat tak mampu.

Oleh karena itu, Raja Ra berterima kasih kepada sang Ratu.

Dia menyatakan sang Ratu sebagai ?Ibu Rakyat? di masa-masa

kelaparan yang terjadi beberapa tahun yang lalu dan pohon ara

dengan buahnya yang melegenda sebagai pohon suci.

Pohon lain yang disukai oleh Ratu Asiyah adalah pohon

palem. Buahnya seperti madu dari sekumpulan sarang lebah.

Sang Ratu menyamakan buah pohon ini seperti perempuan

Mesir berkulit kecokelatan yang bekerja keras. Pohon rendah

hati ini memiliki jiwa di dalam jiwa. Bagian-bagiannya

digunakan sebagai anyaman, tongkat, keranjang, dan sapu...

Sang Ratu menyebut pohon ini sebagai ?Peti barang milik

Mesir?. Perawatan dan pohon-pohon yang akan dipotong

96

diperiksa dengan teliti, sesuai arahan sang Ratu. Pohon palem

juga ditanam di seluruh pelosok Mesir.

Bagaimana dengan kurma? Buah yang mengeluarkan

suara renyah ketika digigit ini merupakan kejutan bahagia

yang dipersiapkan bagi anak-anak Mesir. Buah-buah kurma

yang juga dikenal sebagai halvah ini memberikan kekuatan

kepada yang orang yang memakannya, melindungi dari segala

permasalahan. Semua pohon yang berasal dari keluarga

palem-paleman sangat menyukai hawa panas padang pasir

Mesir. Akar-akar pohon yang panjang seperti rambut seorang

perempuan yang menyatu dengan hamparan pasir. Buah-buah

kurma ini selalu memanjatkan doa pujian-pujian Mesir di

sepanjang Sungai Nil. Tak pernah berhenti, tak pernah lelah...

Asiyah selalu mengikuti perayaan buah kurma bersama

puisi-puisi yang dinyanyikan oleh anak-anak yang diadakan

di pesisir Nil di setiap tahun panen. Dia membawakan banyak

hadiah kepada anak-anak, memberikan pesan dan nasihat

mengenai manfaat menanam pohon kurma kepada masyarakat.

Abdi tua Apa yang juga berada di antara gerombolan anakanak mendapatkan banyak sekali nasihat dan pengetahuan

mengenai buah kurma. Orang-orang melihat pohon ini seperti

bagian dari keluarga besar, bahkan benih yang dihasilkan

oleh pohon betina pun disebut sebagai ?kelahiran?, tunas

yang berumur sampai delapan tahun disebut ?anak?, pohon

yang berumur tujuh puluh hingga delapan puluh tahun dan

seluruh daun-daunnya menguning tua mendapatkan segel

?wafat?. Pohon kurma betina disebut ?nyonya?, sementara pohon

jantan disebut dengan panggilan ?tuan?. Orang-orang Mesir

memberikan perlakuan yang berbeda kepada pohon kurma

dari pohon yang lain. Mengutip penjelasan kisah-kisah lama

97

yang diceritakan oleh Apa, layaknya manusia, buah kurma juga

diciptakan dari tanah. Sebelum menciptakan tubuh manusia,

Tuhan Maha Esa memberikan tugas kepada para malaikat

untuk masing-masing mengambil segenggam tanah dari muka

Bumi dan memerintahkan mereka untuk mengaduknya seperti

adonan. Para malaikat mengaduk tanah yang mereka ambil

dari muka Bumi selama berhari-hari. Mereka memisahkan

sisa-sisa tanah yang melekat di saringan untuk pohon kurma,

sementara adukan tanah yang melewati saringan digunakan

untuk menciptakan manusia pertama...

Anak-anak selalu tertawa mendengarkan cerita Apa.

"Kurma adalah nenek moyang kalian."

Selama beberapa malam, Asiyah merasakan daya tarik

dengan pohon kurma yang memukau dirinya. Dia menganggap

pohon ini seperti seorang sahabat perempuan berwarna cokelat

tanah tempat bercurah hati. Dia memberikan nama kepada

pohon-pohon itu satu per satu, memberikan perawatan lebih

kepada pohon-pohon kurma betina yang tengah berbunga,

dan menyebarkan perintah untuk menanam biji-biji berjarak

kurang lebih satu meter dari pohon dewasa sampai biji-biji itu

genap berumur tujuh atau delapan tahun.

"Memisahkan anak dari sang Ibu adalah kejahatan yang

besar," ucapnya, ketika mengetahui biji-biji yang ditanam jauh

dari pohon dewasa akan mati dalam satu atau dua hari. Dia

memeriksa sendiri laporan yang dicatat oleh seluruh petugas

yang berkewajiban mengawasi pohon kurma di Mesir. Ratu

Asiyah selalu memeriksa berapa jumlah pohon betina, pohon

jantan, dan biji-biji kurma yang hidup di Mesir. Biji-biji yang

dikeluarkan dari pohon-pohon kurma betina dengan ketelitian

dan kecermatan akan tumbuh besar dan sehat di samping sisi

98

ibunya. Memasuki musim semi kesembilan, mereka diambil

dari tempatnya dan dibawa ke lokasi berbeda untuk tumbuh

menjadi ratu-ratu taman yang baru.

Dan pohon lontar.... Cinta sang Ratu kepada pohon

lontar...

Ratu Asiyah mendapatkan pengetahuan dan informasi

mengenai tanaman dari para tukang kebun. Dia juga suka

mendengarkan cerita-cerita mengenai beragam tanaman

dan pohon yang belum pernah dia lihat dari para diplomat

dan pengembara yang datang berkunjung ke istana. Dia akan

meneliti daun-daun yang dikeringkan dengan penuh rasa ingin

tahu, meminta gambar pohon-pohon kepada para duta besar,

dan mengarsipkan semua catatan mengenai tanaman.

Keingintahuan yang tak ada habisnya terhadap hal-hal baru

dan pertanyaan-pertanyaan yang tak pernah salah menjadikan

Ratu Asiyah berbeda dengan petinggi kerajaan lainnya.

Seperti kebanyakan orang-orang Mesir, para petinggi kerajaan

memandang Bumi sebagai sebuah tempat yang rata layaknya

piring. Bagi mereka, Mesir dan Bumi ibarat lempengan daun

lontar yang bergerak maju di tengah-tengah Nil. Langit yang

luas menyelimuti lempengan lontar tersebut... Mesir seperti

dua selimut besar, satu di atas dan lainnya di bawah. Satu

lempeng zaman, satu selimut sejarah...

Dan bintang-bintang...

Di malam hari, bintang-bintang memancarkan sinarnya

dari langit seperti lilin... Lilin bintang ini terus berkedip di

kedua mata Ratu Asiyah. Layaknya orang dalam kesendirian,

dia juga berkali-kali berbicara dengan bintang-bintang. Dia

menceritakan seluruh permasalahannya kepada mereka.

99

Kedua mata Asiyah yang tak bisa menyimpan rahasia,

seketika mencurahkan keceriaan, kesedihan, kecemasan, dan

semangatnya keluar. Ra! Ah, Ra! Sebelum menjadi Raja, ketika

jiwa masih bebas, karakter Asiyah inilah yang sangat dia sukai,

pancaran sinar dari kedua matanya itu.. Tapi, kenapa sekarang

dia sama sekali tak menyadari hal itu? Asiyah menangis sedih,

seakan kedua mata itu seperti sepasang orang bersalah yang

terpenjara...

Padahal, Asiyah adalah perempuan yang sang Raja cintai

sampai hari kemarin. Bukankah baginya dia adalah ?negara??

Bukankah dia mengatakan ini semua kepada perempuan

yang dia cintai di hari saat mereka besama-sama memandang

Mesir dari patung paling tinggi di pemakaman kuno yang

terletak di Kefren? Dari tempat yang tinggi, hari itu Mesir

tampak tak berujung seperti sebuah perkebunan gandum.

Dengan bentuk geometri yang rata, busur-busur persegi dan

perkebunan-perkebunan yang terbelah dengan aliran saluran

air dari bata yang dikuatkan dengan lumpur Nil, rumah-rumah

tradisional Mesir dengan dinding berwarna putih....
Asiyah Sang Mawar Gurun Firaun Karya Sibel Eraslan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Negara indah yang tersiram berkah Nil. Bukankah telah

tersedia perkebunan, taman, dan ladang yang subur? Dengan

tangan kanannya, dia menandai seluruh cakrawala. "Inilah

negaraku," seru Ra... Kemudian, sambil memandang dalam

kedua mata calon pengantinnya, Ra kembali berseru. "Inilah

negaraku!"

Asiyah akan menjadi istrinya, negaranya, tempat tinggalnya,

tanahnya.... Tapi, impian yang Asiyah harapkan tak sejauh ini.

Dia, memandang orang yang dicintai lebih seperti sebuah

rumah, bukan negara. Hari-hari yang dia lewati di istana tak

100

pernah memenuhi kekosongan rumah yang dia tinggalkan

di masa kecilnya. Leluhur Asiyah yang sebenarnya juga para

raja, tapi dalam hati kecilnya mereka lebih seperti seorang

ayah, paman, dan kakek dibanding seorang raja... Takdir juga

menjadikan dia seorang istri raja. Tapi, dalam hatinya masih

ada perasaan ?ketiadaan rumah? lama itu... Dengan berbagai

cara, dia tak pernah bisa menghapuskan perasaan ini dari

dalam dirinya. Selama beberapa waktu di hari-hari awal

pernikahannya, harapan mengenai ?rumah? sekali lagi bersinar.

Tapi, dalam waktu singkat sinar itu padam oleh peraturan istana

yang keras dan dingin. Menghancurkan seluruh impiannya...

Betapa panjangnya malam di istana.... Kesibukan raja yang

harus mengikuti perjalanan jauh dan memimpin pasukan

saat menghadapi musuh membuat Asiyah kerap merenung

sedih di malam-malam yang dia lewati sendiri. Seiring waktu,

malam mulai tak jauh berbeda dengan keramaian di siang hari.

Malam seolah membelah hati dari bongkahan batu Mesir.

Seperti di setiap sudut, sebenarnya ini merupakan sebuah hal

yang ditandakan oleh tulisan dalam piramida, ?kata-kata akan

diungkapkan?. Setiap kata yang akan diungkapkan, menyentuh

seluruh permukaan malam. Seberapa banyak bagian batu

yang terbelah, seperti perkataan ahli piramida, berarti ?pintu

bersayap dua langit telah terbuka? di malam hari.

Asiyah keluar menuju teras kamarnya, menghitung satu

per satu lilin-lilin yang padam di rumah-rumah yang berada

jauh dari pandangannya. Ia kemudian bersandar di tempat

duduknya dan mulai bertanya kabar dengan teman-temannya

yang berada di langit. Meskipun cuaca dapat berubah sedikit

dingin, balkon itu bisa digunakan untuk tempat tidur di

berbagai musim setiap tahunnya. Bahkan jika berada di musim

101

panas, nikmat apa lagi yang lebih hebat selain air murni dingin

yang mengusir hawa panas yang membuat tubuh berkeringat?

Tapi di siang hari musim panas, hawa Mesir layaknya embusan

api yang keluar dari mulut naga. Sebuah negeri yang terhimpit

oleh panas dari timur maupun barat sepanjang hari dan ketika

malam tiba kesejukan berganti mengapitnya. Malam dan

siang layaknya batu es yang dijemur, satunya sangat dingin

sementara yang lain membakar. Satunya memanggang, yang

lain memadamkan.

Menjalani kehidupan sesuai dengan iklim merupakan salah

satu adat orang-orang Mesir. Oleh karena itu, hidup dimulai

setelah siang hari, menggunakan seluruh energi di malam hari,

lalu beranjak ke tempat tidur mereka di pertengahan malam.

Dan waktu-waktu itu adalah saat Ratu Asiyah bisa terlepas

dari keramaian palsu dan meluangkan waktu untuk sendiri.

Dari teras balkonnya, dia memandang Sungai Nil yang

mengalir dengan seribu satu rahasia, mengucapkan salam,

kemudian memandangi rumah-rumah yang memancarkan

keramahan di bawah pancaran sinar Bulan. Dia menghafal

seluruh jalan yang dia lihat dari dataran rendah sampai ke

puncak-puncak bukit, menandai satu per satu lilin yang padam,

dan menghitung tirai-tirai.

Berdoa kepada Allah...

Berbicara dengan Allah...

Kesendirian memenuhi hatinya. Tak ada selain Allah...

Mesir dengan cuaca dan lingkungannya memiliki

kebudayaan yang sesuai dengan garis balik utara. Dengan

syarat-syarat yang berat di garis balik utara, penduduk Mesir

bersikap hati-hati dan pasrah. Bersama dengan harapan dari

102

alam, sungai, angin, dan awan, mereka memohon kepada

Allah...

Sungai...

Angin....

Dan Matahari....

Dia menghafal seluruh jalan yang dia lihat dari

dataran rendah sampai ke puncak-puncak bukit,

menandai satu per satu lilin yang padam, dan

menghitung tirai-tirai.

Berdoa kepada Allah...

Berbicara dengan Allah...

Kesendirian memenuhi hatinya. Tak ada selain

Allah...

Tanah-tanah yang subur dan diberkahi merupakan amanah

dari tuhan, sebuah pertanda.... Orang-orang Mesir sangat peka

mengenai hal-hal, seperti permohonan dan syukur kepada-Nya,

ketakutan akan azab-Nya, dan perlindungan-Nya... Ketakwaan

bukan hanya berupa ritual-ritual pendeta yang megah. Dengan

paksaan para ibu, agama bagi masing-masing anggota keluarga

menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari.

103

Hujan yang hanya turun selama dua puluh lima hari di

satu tahunnya adalah segalanya. Para penguasa di setiap

kota yang ditaklukkan merasa bahagia menyambutnya,

seperti ?menaklukkan sebuah awan berisikan air?. Para

lelaki membacakan doa ?turun hujan seperti hujan? kepada

perempuan yang akan menjadi istrinya, menyayangi anakanaknya seperti butiran gandum, ibu dilihat seperti tanah,

sementara ayah seperti langit... Kelahiran adalah luapan air

Sungai Nil... Sementara, kematian disamakan dengan petirpetir di langit.

Bertahun-tahun Mesir tidak pernah tidak melewati hari-hari

tanpa mekarnya bunga. Bertahun-tahun seluruh kota seperti

taman musim panas yang berubah dari satu warna ke warna

lainnya. Belalang, kalajengking, serangga, dan nyamuk adalah

makhluk hidup yang tak pernah kurang di taman musim panas

ini. Para bayi di Mesir juga layaknya para pengantin, hanya bisa

tidur di dalam kelambu. Kelambu atau renda malam adalah

bagian dari malam-malam di Mesir.... Dan kipas-kipas pengusir

nyamuk... Kipas beraneka warna dengan ukuran beragam

selalu ada di rumah orang-orang tak mampu sampai istana...

Kipas-kipas yang ujungnya dihiasi dengan bulu-bulu burung

berwarna hijau dan ungu ini membuat orang tersihir jika trus

memandanginya... Ketika mengucapkan rasa terima kasih

kepada seseorang, para perempuan lanjut usia di Memphis

akan berkata, "Jadilah tukang kipas bagi sang Raja!"...

Semua ini adalah irama kota yang terbesit dalam diri Ratu

Asiyah, tak diragukan seperti detak jantung...

Dan Angin...

Angin dingin berembus dari utara, hingga negeri Punt,

yang berhasil menyakinkan butiran-butiran kecil pasir

104

untuk bercampur menjadi satu, membakar kulit-kulit yang

disentuhnya... Angin besar yang berembus dari negeri

piramida hitam yang juga dikenal dengan sebutan Hartum

ini meluas hingga wilayah Delta yang berada di selatan.

Sementara itu, jika embusan angin dari arah pantai bertemu

embusan angin yang berlawanan arah di tepian tebing Gunung

Meltem akan menimbulkan kekacauan yang besar. Angin

dingin itu mengangkat butiran-butiran pasir di sepanjang

Sungai Nil. Tangan-tangan angin dingin penuh dengan pasir,

menutupi semua yang berada di sekelilingnya... Hujan pasir

ini jatuh mengguyur pasar-pasar, tempat berdagang, gedunggedung pemerintahan, para pengembara yang berteduh di

bawah pohon-pohon palem, hingga orang-orang lanjut usia

yang beristirahat di tempat persinggahan. Selama lima puluh

hari, seluruh Mesir menjadi tawanan angin dingin ini. Dan

memang karena sebab inilah masyarakat memberikan nama

itu kepadanya.

Para pengembara menemukan padang pasir yang selalu

berbeda setiap kali mereka melewatinya;. Gumuk-gumuk

pasir yang berpindah letak seiring permainan embusan angin

membuat pengembara kebingungan. Bahkan, rombongan

pengembara yang paling berpengalaman pun dibuat bingung.

Mereka bersumpah bahwa padang pasir yang bergoyang

dengan butiran-butiran pasir putihnya tak pernah sama satu

kali pun...

Tapi, para raja terus membangga-banggakan dirinya,

meskipun negerinya dihimpit Matahari dan angin... Di setiap

masa angin dingin ini, wajah dan kedua mata mereka dipenuhi

pasir, membutakan pandangan...

105

Asiyah tertawa menyaksikan para petinggi kerajaan dalam

lima puluh hari masa angin ini. Mereka tak pernah keluar dari

rumah setelah siang hari... Di lima puluh hari ini, mereka lebih

sering membuang waktu mereka di dalam sauna. Sebuah sauna

istana berbentuk persegi dengan atap kubah yang di bawahnya

terdapat sumber air panas menjadi tempat favorit. Sauna yang

terletak tak jauh dari pintu utara istana dan dihubungkan

dengan sebuah lorong menurun ini merupakan satu-satunya

hiburan para petinggi kerajaan di masa angin dingin ini. Di

dalamnya terdapat ruang-ruang dengan kolam air panas

berukuran besar bagi para lelaki serta cekungan besar dengan

air terjun untuk para perempuan dan anak-anak. Cekungan air

terjun ini tak hanya digunakan sebagai pemisah kolam laki-laki

dan perempuan saja, tapi di waktu yang sama sebagai tempat

pembuangan air yang digunakan istana untuk mencuci ke

Sungai Nil.

?Dua pantai yang menuju pembangkitan? adalah sebutan yang

diberikan kepada surga air bawah tanah ini. "Bahkan, mumi

akan bangkit seketika jika dimandikan di air panas ini," kata

para pembuat kolam penuh kebanggaan... Dan hanya bagian

yang digunakan oleh raja dan keluarganya yang dilapisi dengan

batu granit dan dihiasi bunga-bunga teratai ungu... Berbagai

macam perlengkapan mandi mewah untuk para pangeran dan

putri, seperti susu, minyak thyme, dan minyak zaitun tersedia

melimpah. Juga batu-batu hangat untuk pemijatan....

Kubah yang terletak tepat di atas sauna kerajaan itu dihiasi

dengan lukisan bintang-bintang di langit. Bagian dalam kubah

berlapis emas itu memberikan kesan yang megah dengan

balutan uap air panas yang tertahan. Aroma mint dalam sauna

memberi kesan sihir cinta yang datang dan pergi. Sebelum
Asiyah Sang Mawar Gurun Firaun Karya Sibel Eraslan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

106

sang Ratu bersama para pengiringnya datang, kelopak bunga

mawar dihamburkan, bunga teratai diganti dengan yang segar,

dan minuman segar disiapkan. Sang Ratu datang dengan

iringan gadis-gadis penyanyi dan pengibas kipas.

Sementara itu, di balik pilar-pilar yang menopang kubah

terdapat sebuah kamar mandi, berlapis batu-batu perak

yang dilengkapi spon-spon pembasuh yang didatangkan dari

Delta. Bak-bak mandi berhiaskan ukiran kepala elang yang

mengalirkan air dingin dari sungai membuat air di dalamnya

menjadi hangat. Para perempuan sangat suka mencuci wajah

dan tangan mereka di air berwarna putih susu ini. Mereka

saling bercanda, tertawa, dan mengeluarkan bunyi-bunyi

dering dari gelang kaki yang mereka pakai.

Lagu-lagu yang diiringi dengan terompet dan petikan senar

kecapi sama sekali tak mengubah perasaan sang Ratu yang

sebenarnya memang tidak menyukai lagu-lagu istana. ?a pun

memanggil para penari yang menari bersama alunan melodi

dan irama lagu. Melodi tentang kerinduan akan kota kelahiran

ini membuat perasaan kesendirian yang ada dalam dirinya

kembali terkuak. Seekor burung bulbul berkepala emas seolah

hinggap dalam butiran-butiran air... Dia tersadarkan oleh

suara keceriaan dan kegembiraan anak-anak yang menggema

di seluruh kolam dan sauna.

Saat hari beranjak semakin siang, setelah merasakan angin

yang berembus dari utara di waktu menjelang sore, layaknya

lonceng yang tak nampak yang memberikan peringatan kepada

penghuni istana bahwa waktu penggunaan sauna telah berakhir.

Angin ini seakan mengembuskan nafas terakhir kepada setiap

bangunan yang berada di hadapannya. Pintu-pintu dan

jendela-jendela istana tertutup rapat, para pesuruh berlarian

107

kesana-kemari. Seluruh jendela, balkon, taman bunga, kolam,

dan pilar-pilar pintu masuk bagian selatan berubah menjadi

berwarna kekuningan, tertutup oleh pasir yang dibawa angin

dingin. Para pesuruh istana menjadi sibuk membawa ember

dan sekop, berlarian membersihkan tumpukan pasir.

Sementara itu, kamar tidur dan teras sang Ratu tak ada yang

membersihkannya, selain dua pengiringnya yang setia. Dua

perempuan hitam yang mengenakan kain tipis yang menutupi

bibir sampai hidungnya ini selalu siap membantu sang Ratu.

Kejadian ini akan menjadi penyebab goncangnya peraturan

istana jika terdengar oleh petugas kerajaan. Atas perintah sang

Ratu, mereka diminta untuk menyembunyikan hal ini kepada

orang lain. Tak satu pun orang yang mengetahui permainan

pasir yang dilakukan oleh sang Ratu yang sedih ini.

Sampai...

Sampai ketika suatu hari, cincin sang Ratu hilang dalam

tumpukan pasir di ruangannya setelah angin badai...

Cincin berlian yang ditemukan oleh seorang budak

hitam dan tanpa sepengetahuannya dipasangkan ke jarinya

ditafsirkan oleh Kepala Pendeta Haman sebagai sebuah

pertanda buruk. Dengan dakwaan telah mencuri cincin yang

merupakan tanda kebesaran kerajaan, mereka memutuskan

untuk segera mengeksekusi budak hitam itu. Tak cukup sampai

di situ, Haman juga mendakwa dua abdi setia Ratu Asiyah atas

hilangnya cincin kebesaran kerajaan dan memberikan perintah

untuk mengasingkan mereka.

Setelah semua selesai begitu saja tanpa satu orang pun

memahami yang terjadi, sang Ratu baru menyadari ada sesuatu

ketika melihat dua pesuruh baru... Hubungan sang Ratu

108

dengan Haman pun semakin memburuk. Tindakan ekseskusi

tanpa pengadilan itu membuat sang Ratu menyalahkan

kepala pendeta. Sementara, kepala pendeta menunjukkan

penentangannya dengan mengatakan bahwa sang Ratu telah

mengabaikan peraturan kerajaan dengan membaur bersama

dua budak yang kemudian menyebabkan hilangnya cincin

kerajaan, di hadapan para bangsawan dan pendeta...

Ketika sebuah tulisan bernuansa ancaman yang berisikan

bahwa hal ini akan dijelaskan di hadapan sang Raja setibanya

dari perjalanan... Kepala pendeta lantas memutuskan

untuk meninggalkan istana dengan alasan ingin mengawasi

pembangunan kuil di kota Teb. Sementara itu, sang Ratu

memutuskan untuk tak satu kali pun mengambil langkah

mundur. Dia telah melihat kesombongan Haman dan

penyalahgunaan kekuasaannya.... Bahkan, sudah lama tertulis

bahwa dia akan pergi menuju Gosen, kota lama para Apiru

bersama Karun yang merupakan salah satu sahabat masa

kecilnya dan juga seorang ahli kimia kerajaan...

rrr

109

10. Perjalanan Menuju

Gosen...

Bagaimana mungkin jarak antara sang raja dan sang ratu

membentang sejauh ini? Bagi Raja Pare-amon yang melakukan

satu perjalanan ke perjalanan lain, apakah ada makna

selain kehormatan di mata masyrakat dan harga dirinya?

Keberlanjutan kerajaan tak diragukan lagi hanya menjadi

tanggungan sang Ratu. Dia, Sang Ratu Yesiyis, seperti seekor

lebah yang duduk di tahta besar Mesir...

Tapi, seberapa banyakkah hubungan hal itu dengan makna

kehidupan dan kenyataan? Apakah dia merupakan seorang

perempuan yang dicintai, diinginkan, dan dipilih? Ataukah

dia sekedar seorang pengantin yang dipilih demi masa depan

pemerintahan, sesuai adat dan tradisi kerajaan? Kenangankenangan indah yang pendek dan manis seluruh anak bersama

sang raja hanya hinggap dalam bibirnya. Sementara itu, bibir

sang Ratu terdiam dengan sebuah rahasia yang tak pernah

terbuka ke dunia luar...

Kesunyiannya.... Pengorbanan dirinya untuk masyarakat

dan kemanusiaan... Sebuah perjalanan hidup untuk tidak

hanya menjadi seorang perempuan biasa, melainkan sebagai

pelindung yang murah hati.... Sebenarnya mereka adalah teman

baik di awal dengan suaminya. Bahkan mereka bisa berbicara

berjam-jam mengenai politik Mesir sampai ke kehidupan

sehari-hari dan berbagai jenis peristiwa sosial, dari luar mereka

110

terlihat memiliki banyak titik-titik kesamaan yang menyatukan

mereka. Tapi tak diragukan lagi, diantara mereka diperlukan

sesuatu yang datang melewati diri mereka, hal-hal lain yang

dapat menyatukan satu sama lain dengan kuat... Mengenai

suami istri... Misalnya, jika mereka memiliki seorang anak,

mungkin dengan lengan-lengan kecilnya dia bisa memeluk ibu

dan ayahnya seperti sebuah tali yang mengikat satu sama lain.

Mungkin, ini bisa saling mendekatkan diri mereka. Tapi, jarak

mereka justru menjauh satu sama lain.

Pancaran keagungan Pare-amon mengingatkan pada sebuah

patung perunggu. Rambut pirangnya yang membelai bahunya

yang lebar, tubuhnya yang selalu terlihat tinggi dibandingkan

siapa pun yang berada di sampingnya, orasinya yang memukau,

gigi-gigi ratanya yang bersinar terang seperti berlian di antara

bibirnya ketika berbicara, dahinya yang lebar, telinga yang

lebar, anting di kedua telinganya yang membutakan manusia

dengan kekaguman, kedua tangan panjangnya yang selalu

dihiasi cincin dan gelang, sandal yang melindungi jari-jari kaki

yang terang seperti perak, dan syal mewah yang dia pakai.... Di

setiap acara yang dia ikuti, seluruh pandangan terpaku pada

dirinya. Para perempuan kerajaan tergila-gila dengannya...

Penggabungan kekuasaan dan kekuatan bersama dengan

kekuatan orasinya, seluruh perempuan di dunia dapat

memusnahkan diri mereka sendiri. Seperti para wali kota yang

menyerahkan dengan kedua tangannya kunci-kunci kota-kota

kepada komandan para penduduk, mereka menyerahkan diri

mereka pasrah tanpa perlawanan, para perempuan keturunan

kerajaan, para putri muda, janda-janda yang sedih... Para putri

negeri asing berbaris seperti gendang-gendang cemas yang

menanti untuk bisa menyanyikan lagu yang terbagus. Tapi lagu
111

lagu yang terdengar di telinga itu hanyalah sebuah hal yang

memalukan bagi Nil, dalam waktu yang singkat mereka bosan

dengan diri mereka sendiri, di beberapa benteng yang telah

ditinggalkan Raja untuk para ayah kemenangan-kemenangan

baru setelah melewati beberapa waktu damai yang pendek,

memanjang dengan istana-istana baru dan nyanyian-nyayian

kemenangan baru...

Ataukah para Ratu janda berkulit putih yang mengingatkan

pada jam pasir wawasan yang bagus dalam membalikkan dirinya

di setiap perjalanan... Kerajaan tak hanya dengan kekuatan

senjata dan para pasukan yang memiliki kemampuan yang luar

biasa saja, dengan kekuatan diplomasi menaklukan negaranegara kecil dan lama, kota-kota yang memiliki nama yang

lemah tapi kenangannya tak pernah terlupakan. Tenggelam

seperti kuda-kuda yang terdiam tak bergerak di kolam,

tenggelam dalam khayalan kapan dia akan melepaskan baju

penderitaan, menghancurkan kehidupan para Ratu janda yang

pasrah terhadap kemalangannya, dibukanya anemon biru dari

belahan kayu yang kering, para lelaki Mesir jenuh harapan lama

berkulit putih dengan gelang-gelang emas, sebagai gantinya

berkali-kali dan berkali-kali mengambil dari tempat madu ini

yang hanya berhenti di sebuah musim dingin atau paling lama

lima belas hari... Kemudian badanya tumbuh semakin tinggi,

rambutnya terurai, kepopuleran diatas kepopuleran, kekuatan

diatas kekuatan, setiap benteng baru atau pun kunci-kunci

kota membuatnya berputar angkuh dan sombong...

Berputar... Berputar... Berputar... Putaran sang Raja

menghanguskan. Setiap putaran, seperti sebuah tarian api

yang menjauhkan dirinya kepadanya. Menjauhkan dari Asiyah

dengan kekuatan yang berpusat pada irama tarian api...

112

Menjauh dari suara kebaikan dan kebenaran... Menjauh dari

cinta sultanah...

Di setiap putaran, sang raja semakin menjauh...

Di setiap putaran, sebuah pemutaran...

Pencarian sebuah rumah.

Pembangunan sebuah rumah.

Penghancuran sebuah rumah...

Rumah raja manakah yang ada di dunia?

Raja, dirinya sendiri yang selalu menunda ide tentang

sebuah rumah di kemudian hari, seperti akan menemukannya

dengan mudah setelah mati, seolah dapat berlindung di sebuah

rumah setelah mati. Mimpi tentang rumah ini selalu berada

di hari kemudian. Sekarang adalah waktunya perampasan,
Asiyah Sang Mawar Gurun Firaun Karya Sibel Eraslan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perampasan hari, perampasan detik, perampasan dunia.... Tak

memiliki rumah, tapi tenggelam dalam dunia.

Tapi, sang ratu selalu mencium bau berbeda setiap sang raja

datang kembali, seperti sebuah kisah cinta yang hilang. Kotakota dan benteng-benteng hasil taklukan yang bersinar seperti

tanda pangkat yang tak terlihat di bahunya. Negeri-negeri yang

terjajah, tangisan dan jeritan, kota-kota dan para perempuan

yang terkumpul seperti sebuah medali yang terpasang, baik itu

sesuai dengan kemauan atau paksaan...

Bukit-bukit, lereng-lereng, benteng-benteng di puncakpuncak gunung, tempat bawah tanah yang rahasianya tak

terungkap selain oleh para jin, istana-istana yang runtuh, kuilkuil yang hancur rata menjadi satu dengan tanah, prasasti yang

terbelah dua, pemakaman-pemakaman yang retak, dua mata

air yang menangis dengan dua mata, lembaran-lembaran kertas

113

yang lupa untuk ditulis, pohon-pohon suci yang tumbang oleh

kedzaliman, desa-desa yang diselimuti oleh asap, reruntuhan

patung-patung, batu-batu prasasti dengan nama-nama raja

terdahulu yang terukir dengan pisau, takdir-takdir yang

berbalik, langit-langit dan keberuntungan...

Sejarah ibarat butiran pasir yang menelusup di antara jarijari tangan sang raja...

Dia menggenggam di telapak tangannya istana-istana,

jalan-jalan, dan desa-desa yang berjatuhan satu per satu dari

sela jemarinya. Kemudian, dia menyatukannya lagi di atas

reruntuhan semua tanda kemenangan dan tanda kepahlawanan,

sebelum menghancurkannya di balik bayangan piramida, lalu

dibangkitkan dan menantang sekitarnya...

Keangkuhan, kesombongan, mahkota dan tahta, menghiasi

dirinya dengan beribu-ribu tuhan berhala dari batu... Singasinga yang terbuat dari pahatan batu, patung-patung setengah

manusia dan setengah naga, raksasa-raksasa, para jin, jaringjaring raksasa...

Dia memiliki semuanya di dunia dan semua ada.

Tapi, tidak semua.

Satu yang tak ada adalah rumah...

Allah tak memberikannya rumah.

Allah memberikan kehidupan kepadanya tanpa Asiyah...

Mendapatkan semuanya, menaklukkan semuanya, tapi tak

pernah mendapatkan hati Asiyah, dan itulah satu-satunya yang

tak dapat dia taklukkan...

Asiyah adalah sultanah cinta.

114

Maka dari itu namanya Firaun, nasibnya terputus-putus,

sang raja yang bergantung pada takdir...

Kota-kota, pemerintahan, perempuan, harta karun yang

tak ada akhir di depannya... Jika dibandingkan dengan Asiyah,

masing-masing hanyalah sebuah batu giok yang menggoda,

selir yang penuh pesona... Berlarilah Firaun, berlarilah... Berlari

menuju permainan, berlari pada boneka-boneka, dengan jubahjubah sutra yang menyapu tanah, dengan cermin-cermin yang

memantulkan bayangan dirimu, kekaguman terhadap bayangan

hitam di kolam, melepaskan jiwamu dari dirimu, berlari

menuju cinta palsu yang membutakan dirimu. Ambillah debu

mahkota yang membudakkan dirimu kepada nafsu, cintailah

kunci-kunci harta kekayaan, perbaharui kekuatanmu dengan

kulit-kulit segar yang membuatmu selalu muda, berikanlah

salammu kepada dirimu yang pintar. Berikanlah salam kepada

kecerdasaanmu, kecerdikanmu. Memenjarakan dirinya dalam

penjara satu orang...

Bagimana dengan Padisah?

Apakah dia sultanah yang merupakan padisah Sungai Nil?

Asiyah dengan kesuciannya bersahabat dengan para malaikat.

Sendiri berada di dalam jurang-jurang samudera gelap yang

paling hitam, berlian sedih yang bersinar terang. Asiyah adalah

berlian. Jernih dan bersih, tenang dan gigih, penuh berkah dan

suci, sesuci butiran air hujan. Orang yang menanti. Menanti

dengan penuh kesabaran. Pelindung kasih sayang.

Bagaimana dengan sang raja?

Dia yang berada di sisi sang ratu tak lain hanyalah seorang

laki-laki yang kehilangan jalannya....

115

Di sisi? Sungguh menyesalkan! Dia, sang raja, tak berada di

sisinya, meskipun ketika dia berada bersamanya... Sesungguhnya,

Raja Pare-amon merupakan hasil dari politik yang terbentuk

dengan mahir oleh Haman. Kekuatan permainan baru yang

telah disiapkan, semakin mencemaskan, lebih licik dari

sebelum-sebelumnya, berada di antara tipu daya kekuasaan.

Meskipun terlihat sebagai peran utama, sesungguhnya sang

raja merupakan orang kedua dalam permainan. Seperti sebuah

anak panah yang dilepaskan ke negeri jauh di sana... Sifat tak

mau ada kesalahan dan kesempurnaan selalu dijadikan dan

diarahkan sebagai kekuatan mutlak yang diharapkan oleh

penasihat Haman yang sangat tahu akan sifat raja...

"Ratuku, kita akan melakukan perjalanan menuju Gosen.

Kita akan segera melakukan persiapan yang diperlukan sesuai

dengan harapan Ratu."

"Ah Apa, abdiku yang bijaksana dan setia. Seperti yang

engkau katakan di masa kecilku, ?setiap pengembara akan

menemukan keindahan dalam perpindahan tempat.? Kami

pun melakukan hal yang telah kau ajarkan kepada kami. Dan

sesungguhnya, Ka, pemimpin Akademi Ilmu Pengetahuan

Kerajaan, tak begitu suka dengan tanah kelahirannya karena

perjalanan ini. Tapi kau tahu apa yang mereka katakan, setelah

sang Ratu telah naik ke atas tandu maka tak ada kata untuk

berbalik. Kita pun akan melanjutkan perjalanan ini bersama

para pengiring..."

Ketika mereka berbicara seperti ini, Karun yang namanya

tercantum di antara orang-orang yang melakukan perjalanan

sibuk memandang tempat kerjanya di Akademi Ilmu

Pengetahuan untuk terakhir kalinya. Karun membuang

badannya ke tempat duduk setelah melihat sekilas lembar
116

lembar kertas peta yang dia gambar dengan berbagai warna

dan rumus kimia yang terakhir dia kerjakan. Uh! Betapa

banyak hal yang dia kerjakan tanpa terselesaikan... Dia

mengambil pena peraknya untuk memberikan catatan

terakhir mengenai pekerjaan alkimia yang dia kerjakan. Tepat

ketika akan menuliskannya, dia menyadari dari balik bahunya

bahwa seorang pemuda pembantunya yang bernama Ye??u

berada dalam ruangan tanpa sepengetahuannya dan sedang

memandang dirinya. Dia menyelipkan penanya di telinga

sebelah kiri, membalik badan ke arah Ye??u yang berwajah

cerah dengan senyumannya yang lebar...

"Tuanku, dari apa yang saya dengar, Anda sedang

mempersiapkan perjalanan menuju tanah kelahiran Anda,

Gosen"....

"Aku kira sudah memperingatkanmu untuk tak berbicara

sembarangan seperti ini sebelumnya, wahai Ye??u. Hanya ada

satu kota kelahiranku, dan itu adalah Kerajaan Mesir yang suci

ini. Gosen hanyalah salah satu wilayah kekuasaan Mesir. Aku

hanyalah seorang Mesir yang beruntung dapat tumbuh besar

di bawah perlindungan Istana Mesir. Jabatan ini aku dapatkan

dengan usahaku dan ilmu pengetahuanku. Aku mendapatkan

hak untuk membawa segel dan tanda Anubis suci yang ada

pada medali dan simbolku. Tak ada satu pun campur tangan

dari keluarga atau garis keturunanku. Suatu hari, hal yang sama

akan tiba padamu, wahai Ye??u... Aku menyarankanmu untuk

mengambil contoh karir dan jabatan yang aku miliki. Jangan

pernah berpegang pada hal lain, selain kecerdasan dan ilmu

pengetahuan dalam hidup ini. Kemampuan dalam mengatur

hubungan dan mengikuti politik bersama dengan kecerdasaan

maka suatu hari kau pun akan menjadi seperti Tuan Karun.

117

"Kami sangat menghargai posisi Tuan Ka yang didapatkan

dengan kekuatan, kepintaran, dan ilmu pengetahuan. Kami

semua mencontohnya. Tapi, kami juga berharap untuk

mengingatkan mengenai kehidupan akhir-akhir ini yang

bertambah buruk dikarenakan sistem kasta yang mutlak dan

politik kependudukan yang dijalankan oleh kerajaan bagi

orang-orang keturunan bangsa Israil..."

"Ye??u, ini semua adalah permainan politik. Jika para

keturunan bangsa Israil ingin selamat dan terbebaskan dari

keadaan yang buruk ini, mereka harus mengambil contoh aku

dan dirimu. Semua kehormatan hanya bisa didapat dengan

kecerdasan yang tinggi, ilmu pengetahuan, dan kesenian..."

"Kerabat Anda dari keturunan bangsa Israil pasti iri melihat

keberuntungan besar yang Anda peroleh, Tuanku..."

"Ini bukanlah sebuah keberuntungan yang besar. Aku

berada di jabatan ini dengan usahaku sendiri. Apakah kau kira

aku tak mengetahui bahwa semua orang, khususnya kerabatku

cemburu denganku?"

"Di surat-surat terakhir yang aku dapatkan, mereka

menuliskan bahwa paman Anda, Tuan Imran, sedang

mengalami musibah dan sakit. Dan mungkin perjalanan ini

akan menjadi perantara untuk mengucapkan duka cita dan

sebagai silahturahim kepada mereka."

"Lagi-lagi, kau melakukan sesuatu yang bukan tanggung

jawabmu dan tugasmu, wahai Yes?u muda. Hubunganku

dengan kerabatku adalah tanggung jawabku. Apapun perintah

yang diberikan oleh Raja Pare-amon dan Ratu Yesiyis yang aku

banggakan, akan aku lakukan sesuai harapan mereka, termasuk

perjalanan ini. Aku tak memiliki hak untuk memohon hal-hal

yang bersifat pribadi bagiku."

118

"Tuanku, semua orang di Istana sedang membahas

perdebatan terakhir antara Kepala Pendeta Haman dan Ratu

Yesiyis."

"Orang-orang yang tak bisa menghilangkan gosip-gosip,

takkan pernah mendapatkan peningkatan di dalam tugastugas pemerintahan, wahai Ye??u. Tak ada satu pun perselisihan

di antara kepala pendeta dan ratu. Kami semua adalah teman

yang saling kenal baik sejak hari-hari kecil dan muda. Ucapanucapan buruk itu hanyalah sebuah berita sesat yang dikatakan

oleh orang-orang berhati buruk."

"Tapi, Tuanku, keputusan ratu untuk melakukan perjalanan

ini, meskipun raja belum kembali ke istana menjadi salah satu

penyebab gosip muncul."

"Ratu Yesiyis, sebagai putri seorang raja yang terhubung

dengan kerajaan kuno dan seorang istri raja, merupakan

satu-satunya orang di kerajaan yang mendapatkan hak untuk

membawa segel bersimbol dua. Dengan tongkatnya, tak ada

satu pun pintu, kota, dan rumah di Negeri Mesir ini yang tak

bisa Yesiyis masuki. Jangan pernah lupa itu! Kepala Pendeta

Ha pun tahu betul tentang hal ini, bahkan Raja Pare-amon pun

memahaminya...

Sekarang, kita perlu mempersiapkan pakaian yang akan

dibawa dalam perjalanan panjang ini. Aku ingin kau menjaga

kesopanan, wahai saudara mudaku. Semua buku dan catatanku,
Asiyah Sang Mawar Gurun Firaun Karya Sibel Eraslan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tempat pena, botol-botol parfum, dan peta bintang terakhirku

harus dikemas dengan rapi. Semua ini kau yang bertanggung

jawab, Ye??u. Mari kita lihat apakah kecerdasaanmu juga

sepanjang lidahmu! Jika aku menemukan sebuah kesalahan,

bersiap-siaplah pembantu mudaku yang banyak bicara dan

pemalas...

119

"Semoga Tuhan melindungimu, Tuanku..."

"Tuhan-Tuhan, Ye??u... Semoga Tuhan-Tuhan melindungi

kita...."

Dengan kebiasaan merendahkannya yang aneh, seperti

bukan keturunan bangsa Israil, melainkan dari garis keturunan

para K?pti, Ka mengucapkan perkataan terakhir itu dengan

gerakan tangan khusus...

...

"Lalu, tak adakah dokter yang memeriksa sakit

Anda? Kami melihat Anda tampak kurus

dan lemah. Apakah ada masalah kekurangan

gizi di sini? Apa saja permasalahan yang

Anda sekalian hadapi? Apa saja persoalan

yang menimpa Anda sekalian? Katakanlah

kepada kami dari hati yang paling dalam.

Tolong berbicaralah kepadaku tanpa memikirkan

perbedaan yang ada pada kita..."

120

"Kepada Ratu Yesiyis yang suci, saya memperkenalkan

pemimpin ke-12, Pamanku Lavi, putra Imran..."

Dan akhirnya, Karun bisa mengikuti perjalanan rombongan

Ratu Asiyah menuju kota kelahirannya, Gosen...

Sang Ratu dengan wajah penuh senyum puas melihat

sekelilingnya.

"Kami sebagai rombongan Ratu Mesir Yesiyis datang

ke hadapan Tuan Imran untuk berkunjung dan medoakan

kesembuhan baginya. Kami mengenal Tuan Ka, pemimpin

Akademi Ilmu Pengetahuan, seperti saudara kami sendiri.

Posisi kerabat-kerabatnya, khususnya pamannya sangat tinggi

di mata kami semua. Tapi, karena keadaan-keadaan sulit yang

anda hadapi membuat hati kami penuh dengan rasa belas kasih.

Kenapa keluarga Anda yang berjumlah banyak ini tak hidup di

rumah yang sesuai? Sejak kami melangkahkan kaki ke kota ini

sampai tiba di tempat ini, kerusakan jalan-jalan tak terlepas

dari mata kami. Sebenarnya, kami sangat terkejut dengan

kondisi dan kehidupan yang dijalani oleh masyarakat di sini

yang juga berada di bawah perlindungan kerajaan. Kami tak

mengerti kenapa tak satu pun pengurus kerajaan melaporkan

kondisi ini.

Kami akan meminta laporan dari pengurus-pengurus

kerajaan mengenai kekurangan dan kerusakan yang terjadi

Gosen saat kembali ke istana...

"Lalu, tak adakah dokter yang memeriksa sakit Anda? Kami

melihat Anda tampak kurus dan lemah. Apakah ada masalah

kekurangan gizi di sini? Apa saja permasalahan yang Anda

sekalian hadapi? Apa saja persoalan yang menimpa Anda

sekalian? Katakanlah kepada kami dari hati yang paling dalam.

121

Tolong berbicaralah kepadaku tanpa memikirkan perbedaan

yang ada pada kita. Katakan padaku seperti bagaimana Anda

berbicara dengan keponakan Anda, Ka."

Batin sang Ratu terasa pedih ketika duduk di samping

tempat tidur Imran yang terbaring sakit. Yakobed, istri Imran

yang datang bersama putrinya untuk memberikan jamuan susu,

memberanikan diri untuk berbicara setelah mendengarkan

semua perkataan sang Ratu.

"Ah, Tuanku... Sang Ratuku... Ah, Nyonyaku... Semua

permasalahan kami takkan pernah sampai ke istana emas

Anda. Derita dan nasib kami takkan pernah sampai kepada

Anda sekalian. Para kepala pengurus pembangunan yang

ditugaskan dalam pembangunan candi sang Raja Pi-Pareamon

memperkerjakan secara paksa seluruh laki-laki di wilayah ini.

Selama satu minggu, mereka bekerja siang hari, lalu selama

satu minggu lainnya mereka bekerja di malam hari. Semua

laki-laki bekerja tanpa beristirahat di pembangunan candi itu.

Suamiku Imran merupakan salah satu Apiru yang ditugaskan

untuk menarik bongkahan-bongkahan batu terakhir yang

memiliki tinggi kurang lebih enam puluh meter. Ketika tali

gerobak putus, batu-batu besar itu bergulingan ke arah para

pekerja yang berada di bawah. Di musibah terakhir, kurang

lebih tiga puluh pekerja meninggal dunia tertindas batu.

Suamiku Imran ketika menolong para pekerja yang berada di

sekitar gerobak mendapatkan cambukan dari kepala pengurus

pembangunan yang berhati keras. Tak cukup sampai di

situ, mereka juga memberikan hukuman berat kepada para

pekerja yang selamat. Beratus-ratus pekerja seperti suamiku

Imran dijemur di tengah padang pasir yang terik dan panas.

Penderitaan yang menimpa kami tak ada batasnya, Tuanku.

122

Kami rindu dengan kehidupan kami yang penuh keadilan

dan kerja keras di hari-hari lama kami. Bukankah kita juga

merupakan amanah-amanah Nabi Yusuf kepada Mesir?

Mereka semua telah mengambil perkebunan dan perternakan

kami di Gosen. Tapi, di tangan para Apiru masih terdapat sisasisa peninggalan kerajaan di masa Nabi Yusuf. Apa yang telah

terjadi sehingga kami jatuh dalam hal seperti ini? Kami pun

tak tahu. Kami tak tahu kesalahan dan kelalaian kami. Para

tentara kerajaan menghancurkan dan membakar perkebunan,

merampas hewan-hewan ternak, dan menempatkan kami di

lembah-lembah tandus. Bahkan untuk melewati satu jalan ke

jalan lain, kami harus mendapatkan izin tertulis dari tentara

yang berjaga. Untuk memisahkan jalan-jalan dan desa-desa

mereka membangun tembok yang tinggi. Jika kami berkunjung

ke orang-orang lanjut usia atau orang yang sakit, kami takut

takkan kembali lagi dengan selamat. Mereka menawan semua

dokter kami, tak ada lagi obat-obatan yang dapat digunakan

untuk mengobati orang-orang yang sakit. Setiap malam,

tentara datang ke rumah kami dan mengambil para pemuda

secara paksa. Banyak yang tak mengetahui kabar mereka lagi,

tapi kami mendengar bahwa mereka dipekerjakan di proyekproyek pembangunan milik kerajaan. Syukurlah, biarkan

mereka bekerja, itu pun kami ridho. Tapi, mereka memisahkan

para pemuda itu dari keluarga mereka. Tentara membawa

para suami perempuan muda ke tempat-tempat bekerja dan

membiarkan anak-anak mereka yang masih kecil kelaparan.

Kami juga tak diperbolehkan untuk bertani dan berkebun.

Beberapa waktu yang lalu, pasukan kerajaan membakar

perkebunan kami. Mengapa mereka melakukan semua ini?

Seandainya mereka membebaskan kami dan membiarkan

123

kami kembali ke kota asal kami... Ah, Tuan Putriku, tolong

ampuni saya telah berbicara seperti ini. Maafkan keluarga

kami, ampuni kami. Saya tak tahu apa lagi yang saya katakan

karena kesedihan ini."

Sang Ratu dengan mata penuh kesedihan melihat keadaan

orang-orang bersih dan baik ini. Pemandangan tersebut

meninggalkan luka dalam dirinya. Dia mencium anak-anak satu

per satu. Dia mengangkat selendang kuningnya, memberikan

perintah untuk membawa masuk semua barang kepada

pengawalnya. Keranjang-keranjang penuh hadiah, keranjang

buah, aneka kain, dan alat-alat rumah tangga memenuhi

seluruh ruangan, bahkan hingga halaman rumah.

Pada awalnya, tak banyak penduduk yang menyadari

kunjungan sang Ratu. Tapi, bisikan-bisikan yang menyebar

dari satu telinga ke telinga lainnya cukup untuk membuat

rumah, pintu, dan halaman rumah Imran segera dibanjiri

warga. Para Apiru adalah orang-orang yang sedih berwajah

pucat. Mereka adalah orang-orang kelas paling rendah di

dalam sistem kerajaaan. Dengan tubuh yang terpanggang

panas Matahari, tapi kokoh, mata yang besar, rambut hitam,

dan kulit berwarna terang, mereka adalah masyarakat yang

hidup di daerah-daerah terbelakang Mesir. Para lelaki tampak

mengalami kesulitan dalam berjalan karena bekerja terlalu

berat, anak-anak kurus kering karena kurangnya gizi, dan para

perempuan yang berusaha tegar. Mereka semua memandang

sang Ratu dengan wajah penuh keseriusan...

Sang Ratu memerintahkan untuk menurunkan kursi

perjalanan di halaman rumah Imran. Sebelum Matahari

tenggelam, dia ingin berbicara dan berkenalan dengan orangorang yang merupakan kerabat Karun ini. Para pemuda dan

124

anak-anak mengelilingi Karun, memandang penuh kekaguman

kepada sahabat ratu. Mereka semua membayangkan untuk

menjadi dirinya. Ka tak nyaman dan merasa terganggu dengan

keadaan ini. Pandangan dan gerak tubuh yang mengungkapkan

keinginan untuk segera pergi dari tempat itu tertuju langsung

pada ratu... Apa Tua pun merasa terganggu oleh sesuatu hal.

Ia merasa tak nyaman. Tak ada perempuan-perempuan yang

menari dengan iringan musik, tak ada juga alunan musik yang

menghibur.

Akhirnya, dia mendekat ke arah sang Ratu.

"Tuan Putriku," ucapnya dengan suara berbisik. "Tuan

Putriku, kita perlu tiba ke benteng di pesisir sungai sebelum

hari gelap.

Dengan sekali mengangkat selendang kuning yang berada

di tangannya, dia memanggil pengawal ke sampingnya. Para

pengawal pun sujud berjajar di sampingnya. Sang Ratu meminta

diri dari keramaian dengan anggukan kecil memberikan

salam. Seorang gadis kecil berlari mendekat ke arah sang Ratu,

memberikan mahkota yang terbuat dari bunga. Dia adalah

anak gadis Imran yang paling kecil... Sang Ratu membelai

kepala gadis kecil itu seraya memberikan selendang kuning

bersulam burung Ibis kepadanya, "Jangan lupakan aku," bisik

sang Ratu. Gadis kecil membungkukkan kepalanya ke depan,

memberikan salam kepada Sang Ratu...

Ketika mereka tiba ke benteng di pesisir sungai, Matahari

sudah akan tenggelam sepenuhnya. Benteng dengan temboktembok dan parit pemisah yang memisahkan wilayah-wilayah

Apiru, bendera menara yang tak lepas di antara pengamatan

istana. Sistem pembagian wilayah berbentuk segitiga dibuat

125

untuk memantau perkembangan pupulasi Apiru di atur oleh

sebuah benteng di bawah perintah kerajaan.

Ratu keluar menuju balkon di kamar kerajaan di benteng

yang memandang ke arah sungai. Ketika dia memandang ke arah

belakang, tak ada satu pun, selain lilin yang redup menyala di

rumah-rumah para Apiru yang kumuh dan miskin. Sementara

itu, ketika memandang ke arah lain di balkon, ke arah Istana,
Asiyah Sang Mawar Gurun Firaun Karya Sibel Eraslan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tampak sinar terang-benderang yang luar biasa... Sebuah sinar

tampak seperti cahaya bulan... Siapa yang tahu hiburan apa,

siapa yang tahu pesta apa yang dirayakan oleh penghuni istana.

Para bangsawan terpuaskan dengan makanan dan minuman

di pagi hari dan selalu disibukkan dengan ketidakpuasaan

atas apa yang telah dimiliki. Ketika di satu sudut orang-orang

menderita kelaparan, di sudut lainnya orang-orang hidup

berlebihan. Di satu sudut hidup dalam kegelapan, sementara

pada sudut lainnya diterangi sinar Matahari buatan yang

terang, kuat, tak ada harapan, tak ada kepedulian, dan penuh

kesombongan... Bagaimana dengan dirinya sendiri? Di mana

dia berada di antara sudut-sudut ini? Sekali lagi, sang Ratu

merasakan kepedihan tak berada di suatu tempat. Kemudian,

dia berbalik ke arah sungai. "Wahai temanku berambut panjang

dan penuh kesabaran," ucapnya kepada Nil... "Ceritakan apa

yang kau ketahui kepadaku..."

Mereka akan berangkat di awal pagi hari keesokan hari. Apa

akan membawa mereka ke pemakaman yang disebut sebagai

"buluh-buluh muka Bumi". Meskipun tak bisa lepas dari

penglihatan kedua matanya, seseorang dengan batuk yang tak

dipedulikan, kedua kaki yang semakin lemah di setiap langkah

yang dia ambil, seperti sebuah kabar yang mengabarkan

dekatnya dia dengan hari ajalnya. Menurut Asiyah, Apa

126

adalah seseorang yang tak pernah lelah, takkan pernah lelah,

tapi perjalanan ini seperti menyulitkan dirinya. Teringat

kenangan-kenangan masa kecilnya, sang Ratu berbaring di

tempat tidurnya sambil tersenyum. Terdengar sebuah suara

pelan seperti lagu tidur, lagu ilahi dari kejauhan. "Itu pasti

dari tempat semayam para Apiru," pikirnya. Meskipun tak

memahami apa yang diucapkan, syair lagu tidur itu seperti

memberikan dukungan kepada dirinya...

Setelah dari Gosen, mereka memutar arah perjalanan ke

barat laut padang pasir Sakkara. Setelah beristirahat beberapa

waktu di depan piramida bertangga yang dibuat oleh Zoser,

seorang Raja Kuno yang dipanggil dengan sebutan "Orang yang

Membelah Batu", mereka masuk ke dalam benteng berdinding

tinggi yang terbuat dari batu kapur putih. Terdapat sebuah

kenyataan yang mencemaskan. Proyek-proyek pembuatan

bangunan besar yang diperintahkan oleh Raja Pareamon

menghancurkan seluruh peninggalan kerajaan kuno, seakan ia

ingin menghapus semua peninggalan peradaban kuno.

Bongkahan-bongkahan batu besar ditarik di atas batangbatang kayu besar yang telah dioles minyak. Agar patung ini

berdiri kokoh, mereka menggali lorong-lorong dan lubang

dalam di padang pasir. Permukaan dan kondisi padang pasir

yang tak stabil membuat lorong dan lubang ini sering kali

menjadi kuburan bagi para budak pekerja. Memang, batubatu yang akan digunakan sebagai patung atau pilar piramida

harus tertanam di dalam pasir setidaknya hingga sepertiga

tingginya agar kokoh. Piramida yang terlihat dari luar

memiliki tinggi kurang lebih enam puluh meter, memerlukan

penggalian duapuluh meter di bawah tanah. Untuk menggali

sebuah terowongan sedalam dua puluh meter memerlukan

127

para penggali dan pekerja yang handal, di samping harus

menyesuaikan dengan cuaca dan pergerakan angin. Badai pasir

yang sering terjadi dapat menutup lubang masuk terowongan

dan mengubahnya menjadi labirin tanpa jalan keluar.

Ketika sang Ratu dan rombongan yang berada di bawah

perlindungannya tiba di tempat pembangunan di Sakkara, rasa

cemas dan khawatir memenuhi tempat ini. Para pekerja yang

akan turun menggali terowongan sedalam dua puluh meter

saling mengucapkan kata perpisahan, sementara para pekerja

lain tak tahu harus bagaimana menanggapi perpisahan itu...

Matahari dengan terik panasnya, debu-debu yang

berterbangan menutupi area pembangunan membuatnya

menjadi seperti sebuah penjara raksasa. Kurang lebih dua ribu

pekerja dan budak berbadan kurus bekerja di dalam debu dan

berbaur jadi satu. Sang Ratu yang melihatnya dari kejauhan

segera mengerti bahwa keramaian samar-samar itu adalah

masyarakat Apiru. "Masyarakat Apiru...," ucapnya kepada

Karun yang juga melihat bersamanya... "Masyarakat Apiru,

mereka bekerja untuk membangun kuil milik kerajaan."

"Kita semua," ucap Karun... "Kita semua, Raja Ra, Kepala

pendeta Ha, aku si ahli alkemi Ka, dan Anda, Ratuku, Yes?a...

Kita semua bekerja untuk Mesir yang agung. Dan memang

sudah seharusnya masyarakat Apiru membayar hutang

kepada pemerintah Mesir karena sudah lama bertamu. Selain

itu, semua berusaha dengan seluruh kekuatan mereka dan

mendapatkan pekerjaan sesuai kemampuan masing-masing."

"Kau berkata benar, Ka... Tapi, keadaan dan kondisi para

pekerja ini sangat menyedihkan. Apakah kau tak melihatnya?

Apakah ini sebuah pekerjaan yang masuk akal? Menggali,

128

mengangkat, dan membelah batu-batu besar di bawah

panasnya padang pasir?"

"Proyek pembangunan ini, dengan wewenang kerajaan akan

diceritakan kepada generasi yang akan datang, Ratuku."

"Dengan mengorbankan beribu-ribu manusia menderita

kelaparan, terluka, dan meninggal dunia?"

"Semua orang menjalani kehidupan dalam lingkungan

yang sesuai dengan kemampuan mereka, Ratuku. Ada yang

mendapatkan kehidupan yang bagus, baik dengan kecerdasan

maupun ilmu pengetahuan. Tapi, jika tak bisa mengembangkan

diri maka mereka akan melewati kehidupannya penuh dengan

penderitaan, sama seperti para pekerja itu."

Mereka membicarakan ini semua sambil memandang

para pekerja yang berlarian seperti segerombolan semut.

Sambil memandang sahabatnya, Karun, yang diselimuti

kesombongan dan kecerdasaan, sang Ratu menyadari bahwa

dia menutup dirinya terhadap asal usulnya dalam tembok yang

tak bisa digapai. Meskipun Karun berasal dari garis keturunan

yang sama, dia bertahun-tahun menutup kedua matanya dan

menjadi buta terhadap musibah yang menimpa kaum Apiru.

Dan memang tak perlu harus dari garis keturunan yang sama

dengan mereka untuk menentang ketidakadilan yang dialami

oleh para pekerja.

Tubuh para pekerja yang semakin hitam di dalam balutan

debu bercampur keringat yang mengalir deras, bekerja seperti

irama yang hilang di setiap menitnya. Bahkan, kematian

akibat dari kecelakaan kerja pun tak mudah. Di setiap jeritan,

debu berbaur dengan warna darah yang segera dihapus dan

digantikan dengan tubuh berwarna hitam lainnya.

129

Batu-batu granit kokoh yang dibawa dari utara Sungai

Nil, teriakan para penjaga, dan lecutan cambuk seolah

menjelaskan pembangunan sebuah neraka ketika ribuan

pekerja mengangkatnya satu per satu. Adonan tanah dicampur

oleh ratusan pekerja sebagai bahan batu bata, menaruhnya

dalam cetakan, dan mengeringkannya di bawah sinar

Matahari. Sementara itu, kelompok lain yang membawakan

air. Setiap kendi air yang pecah harus dibayar dengan nyawa

mereka. Kelompok lainnya sibuk dengan kayu-kayu yang akan

mengokohkan bata sebagai permulaan sebuah tembok.

Pekerjaan yang memedihkan batin! Kerajaan memutuskan

untuk membuktikan kemegahan dirinya dengan membangun

pemakaman-pemakaman besar yang terbuat dari batu dengan

berhiaskan pohon dan air di tengah padang pasir yang tak ada

satu tetes air, sebongkah batu, dan sebatang pohon. Semua

hanya untuk membuktikan ke-maharaja-annya...

Keangkuhan ini... Keangkuhan yang mengancam langit...

Setiap orang yang melihatnya diselimuti rasa takut akan

terjadinya hujan batu di atas negeri Mesir. Bongkahanbongkahan batu ketuhanan, penolakan, perselisihan yang

mencuat tinggi ke langit di tengah padang pasir ini. Tapi, tak

ada satu pun orang yang melihat. Tak ada satu pun orang yang

memandang... Hanya sebuah kutukan tajam yang mengancam

langit... Irama ketukan para mandor pengawas yang semakin

nyaring terdengar dari balik debu merah padang pasir dan

rimba jeritan... Kepala sang Ratu pusing di dalam hutan

pembantaian ini...

"Hati batu tak bisa dibuka seperti ini, wahai Abdi yang

Bijaksana," terucap kata bernada sedih.

130

"Bukan milik batu, melainkan jika para raja mencoba

membuka hati mereka masing-masing, pernahkah terpikirkan

oleh Anda apa yang akan terjadi, wahai Ratuku?"

"Bukankah piramida-piramida besar, patung-patung sphinx

yang menjulang tinggi di tengah padang pasir, dan bangunan

menjulang tinggi ke langit ini takkan pernah ada?"

"Bisakah kau sebutkan nama-nama raja yang dikenang

dengan keadilannya kepadaku, wahai Ratuku?"

"Apakah begitu penting meninggalkan nama di muka Bumi

ini, wahai teman perjalananku yang setia?"

"Tahta juga memiliki sebuah takdir, wahai Putriku. Setiap

tahta di muka Bumi ini berenang di atas air mata dan darah."

"Ini merupakan sebuah keinginan yang tak mengenal batas.

Mereka sudah menghancurkan dunia dan sekarang giliran

langit."

"Oleh karena itu, pengadilan para raja akan lebih besar dari

yang lainnya, wahai Putriku."

"Bukankah ini merupakan penghancur hubungan

masyarakat dengan para pemilik tahta?

"Putriku, ini takkan berlangsung untuk selamanya."

"Ayo kita pergi, Apa. Ayo kita pergi dari padang batu-batu

ini..."

"Besok pagi, kita akan melakukan adat janji kepada orangorang yang berbaring di pemakaman Sakkara, kemudian

berangkat meninggalkan tempat ini, Tuan Putriku. Kita akan

meninggalkan kota ini dengan janji ?seribu roti dan seribu

serbat?, ?seribu sapi dan seribu ayam?, serta ?seribu obat dan

seribu baju?..."

131

Ketika kata janji ini terlintas, hati sang Ratu terasa ringan,

meskipun hanya sedikit...

"Seribu roti dan seribu serbat."

"Seribu sapi dan seribu ayam."

"Seribu obat dan seribu baju," ucapnya mengulang

perkataan Apa.

Apa si guru tua tak henti mengulang gumaman, seperti

?Kata-kata akan dikatakan? dan ?Kata-kata akan dikatakan?

saat mengucapkan salam pamit kepada sang Ratu. Sebuah

ungkapan yang berasal dari buku agama di luar batas dunia...

"Kata-kata akan diucapkan...," ulang sang Ratu sampai
Asiyah Sang Mawar Gurun Firaun Karya Sibel Eraslan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tertidur.

Banyak sekali kata yang ingin Apa sampaikan, tapi waktu

tak mengizinkan. Dengan sikap seseorang yang kehabisan

waktu, dia mengulang kata-kata itu... Sementara, sang Ratu

merasakan dirinya berada di tengah badai pasir.

Esok hari merupakan sebuah hari yang sangat penting bagi

ayat kata-kata yang akan dikatakan. Tapi, Apa menghalangi

sang Ratu yang memutuskan untuk kembali ke istana setelah

melakukan upacara janji dengan tawaran sebuah ?perjalanan

laut?...

Karun, dengan izin sang Ratu, kembali ke Istana. Sementara,

?kelompok kata-kata yang akan diucapkan? bergegas

melanjutkan perjalanan...

Mereka berada di tempat yang berjarak dua hari perjalanan

laut. Sang Ratu merasa gugup karena akan bertemu dengan

mimpi yang selama ini dia dengarkan dari para rombongan

pengembara.

132

Abdi Apa menjelaskan makna ayat kata-kata yang akan

dikatakan tanpa mengambil satu kali pun tarikan napas...

Apa membuka penjelasannya kepada sang Rat? dengan

menceritakan sebuah peristiwa yang berada di antara mimpi

dan kenyataan ketika menjadi abdi Raja Akhen... Bertahuntahun yang lalu, dia menaati perintah sang Raja Agung untuk

menginjakkan kakinya ke atas kaki raja, dia seakan terbang

tinggi dan begitu banyak yang dia lihat. Banyak sekali yang dia

lihat...

Dia melihat para malaikat dan anak-anak berwajah terang

yang bergandengan tangan. Dia juga melihat seorang tua

bijaksana dalam jubah hijau, dengan rambut putih yang

memanjang sampai pinggang dan jenggot putih yang setiap

helainya memancarkan sinar perak. Ia tampak mencoba

menenangkan ikan forel Nil yang bergerak dalam keranjang

yang dia panggul di lengannya. Nama orang tua ini adalah Khidr.

Apa merasakannya sebagai Tuan Zaman, mendendangkan lagu

ilahi bersama anak-anak. Sekelompok burung ibis berjumlah

tiga puluh pasang dengan bulu seribu satu warna terbang

mengikuti burung Hudhud yang memimpin mereka. Para

penjahit sahabat Nabi Idris mengangkat jarum-jarum berlian

ke udara ketika melakukan parade resmi sehingga benangbenang berwarna biru yang diikatkan pada jarum-jarum oleh

para malaikat bersayap berjatuhan seperti hujan yang turun

dari langit. Serigala yang dituduh dengan kebohongan bahwa

dia memakan Nabi Yusuf mengenakan mahkota dan berjalan

dengan damai di antara ratusan domba putih. Seorang

pemuda berwajah terang dari sekumpulan pengirim surat

yang diceritakan dalam kisah-kisah tampak memakai baju

133

yang terlapisi doa-doa. Di atasnya tertulis sebuah ungkapan

bertuliskan ?baju lengan panjang suci yang memberikan

kesembuhan kepada pengikut Nabi Yusuf ?...

"Tuan Putriku, betapa dahsyatnya yang aku rasakan di saat

melihat kenikmatan yang luar biasa ini. Setelah mengetahui

kalian sehat dan hidup sampai saat ini, tak ada lagi yang ingin

kulihat di dunia ini."

Apa tua menceritakan kisah penuh hikmah ini di kala

suhu tubuhnya meningkat dan terbatuk-batuk. Sang Ratu tak

langsung menyadari bahwa itu tak lain merupakan pertanda

sebuah perpisahan.

...

Di akhir hari kedua setelah meninggalkan benteng, bau

garam laut sudah mulai tercium di hidung mereka. Cuaca

berubah di ujung perjalanan ini. Mereka sudah dekat dengan

laut. Esok pagi mungkin mereka akan tiba di pantai, siapa yang

tahu... Setelah melihat gerak cepat awan-awan, Ratu Asiyah

menyadari bahwa hujan akan segera turun.

"Aku kira sebentar lagi akan turun hujan, wahai Apa-ku.

Awan-awan akan segera mengeluarkan cambuk mereka..."

Badai mengandung butiran garam yang tiba-tiba muncul

dari arah laut menjadi sebuah pusaran yang aneh ketika

bertemu dengan angin padang pasir yang berembus dari barat,

tepat seperti apa yang dikatakan oleh Ratu Asiyah. Petir saling

menyambar seperti saling berlomba, siapa yang paling banyak

menyentuh, siapa yang paling banyak mendorong... Membuat

keledai dan unta tak tenang. Rombongan perjalanan mencoba

melewati pergulatan cuaca yang mengguncangkan tendatenda ini dengan mengucapkan mantra-mantra dan mencari

134

tempat perlindungan... Curahan air hujan tumpah ke muka

Bumi. Kilatan petir menerangi malam seperti siang hari, silih

berganti menyambar permukaan padang pasir, membakar

pasir-pasir...

Orang-orang yang melakukan perjalanan menganggap

kejadian ini sebagai azab tuhan-tuhan Mesir yang geram.

Mereka mengangkat patung-patung berhala ke arah langit,

berharap dapat menghentikan badai. Namun, petir justru

menyambar patung-patung berhala yang diangkat, membakar

mereka yang percaya kepada benda-benda mati itu, lebur

menjadi abu...

"Ini adalah keadaan dunia, langit, dan lautan," ucap Apa...

Cahaya jatuh ke dalam kegelapan kedua matanya yang tak bisa

melihat. Apa menyarankan kepada Asiyah untuk berbaring

ke tanah seperti yang dia lakukan seraya memanjatkan doa.

"Kami berlindung kepada Rabb sang Pencipta, berikanlah

keselamatan kepada kami Ya Rabb yang Maha Pengampun..."

Badai reda tak lama kemudian. Bulan sekali lagi menampilkan

wajahnya di tengah kejernihan langit. Tenda-tenda yang rubuh

didirikan kembali. Hewan-hewan yang berlari ketakutan

dikumpulkan. Tiupan angin mengubah keadaan padang pasir,

menjadikannya seolah labirin menyesatkan di gelap malam.

Tak ada satu pun penerang jalan yang tersisa, selain bintangbintang...

Mereka mengeluarkan semua barang yang bisa ditemukan

dari timbunan pasir. Menantikan datangnya esok hari

untuk menguburkan dua orang teman yang menjadi korban

keganasan badai pasir.

Kemana perginya amarah yang baru saja terjadi?

135

"Karena mereka saling rindu satu sama lain...," ucap Apa.

"Inilah yang terjadi ketika angin bergaram yang berembus

dari laut merah bertemu angin dari padang pasir bagian

barat. Cinta mereka adalah cinta yang berdengung dan keras...

Ketika bertemu, kedua mata mereka tak melihat apapun. Batu

merupakan salah satu benda yang paling keras di dunia... Dan

anaknya, padang pasir yang tak berujung dan tak berbahasa

adalah ranjang cinta. Aku selalu menganggap butiran pasir

sebagai anak batu. Ketika petir menyambarnya, terjadi

sebuah peleburan yang tak stabil. Terlahir pecahan kaca-kaca

berwarna terang dari penggabungan ini... Api menghantam

batu, membakarnya, melebur, apapun yang berada di

dalamnya larut dengan api, tertata kembali dengan api... Api

meringankan batu. Begitu ringannya, begitu tipisnya... Dengan

terbukanya hati batu, muncullah kristal-kristal paling halus di

dunia dari dalam sana. Ah, Asiyah... Tak ada kesabaran sebesar

tangan-tangan kecil api di muka Bumi yang luas ini. Tangantangannya yang sabar dan kecil itu bahkan bisa menghaluskan

batu, seperti sebuah tenunan, sama seperti daun bunga

mawar... Kaca adalah anak yang terlahir dari cinta pasir dan

api... Takdirnya pun sungguh ganjil seperti dirinya. Kuat, tapi

juga rapuh."

Cahaya-cahaya yang menerangi padang pasir malam itu

hampir seperti air mata sekumpulan bintang. Ketika semua

orang menyibukkan diri mereka dengan pekerjaan setelah

badai berakhir, Apa dan sang Ratu pergi keluar mengikuti jejak

petir. Abdi buta terus menceritakan semua hal berulang-ulang

kepada teman seperjalanannya.

Sinar pagi telah menyinari permukaan tanah ketika mereka

tiba di kumpulan batu-batu pendek menyerupai pulau di lautan

136

pasir. Batu-batu hitam yang bagian atasnya terang mengilap ini

membuat kagum sang Ratu.

"Berabad lamanya batu-batu ini menunggu di sini, wahai

putriku," ucap Apa, dan melanjutkannya seraya bersandar

untuk menghirup udara.... "Betapa taatnya mereka kepada janjijanji yang diberikan kepada tuhan mereka. Para pengembara

menyebut batu-batu sebagai lentera padang pasir. Lautan

berjarak tiga hari dari puncak batu-batu hitam ini. Siapa yang

tahu sejak berapa abad mereka menunggu di bawah terik

panasnya Matahari padang pasir ini? Bertahan walau badai

angin bertiup kencang dan petir menyambar punggungnya.

Adakah yang setingkat dengan mereka, membuka dadanya

untuk seluruh penderitaan dan kesedihan? Dan, inilah

penderitaan cinta yang mereka katakan. Seperti seorang ahli

ibadah yang selalu berdzikir, seperti hamba-hamba Allah

yang selalu berpuasa, seperti tentara-tentara cinta Rab, dan

padang pasir jatuh ke dalam keberkahannya... Mereka teriris

pilu sambil beterima kasih dan mengucapkan syukur atas

penderitaan cintanya.

Orang-orang berkata bahwa batu tak memiliki bibir. Tapi,

aku sering mendengar mereka menangis. Mereka tak pernah

sekali pun melarikan diri dari sambaran-sambaran petir. Di

masa kecil, aku melihat para darwis yang datang dari utara

Negeri Punt di Pulau Ab. Mereka berdzikir ketika berjalan

dengan kaki telanjang di atas api yang berkobar-kobar di

permukaan tanah, berdoa... Dan batu-batu hitam karena

takdir ini juga hampir seperti cinta yang bersenang-senang di

atas kobaran api itu... Orang-orang yang bersabar karena cinta,

orang-orang yang bertahan terhadap musibah dan penderitaan,

mereka seperti permata...

137

Lihatlah api itu, apa saja yang telah dia perbuat? Dan inilah

arti pembukaan hati batu. Orang yang bersabar, orang yang

selalu berusaha akan menemukan jalan menuju kristal di dalam

batu. Kobaran cinta, tapi hanya jika engkau bersabar, wahai

putriku, akan menberikan hadiah kristal terindah di dunia ini

kepadamu. Di zaman dahulu kala, para dzalim yang angkuh

melempar Nabi Ibrahim ke dalam kobaran api... Tapi, betapa

kuat dan setianya sang Nabi terhadap cinta dan keyakinannya,

kobaran api berubah menjadi taman bunga mawar...

Kau pun berjalan di dalam hati yang berpasir. Jalanmu penuh

dengan bebatuan, perjalananmu penuh batu-batu yang paling

keras di dunia... Bersabarlah putriku, terus berusahalah... Yakin

dan percayalah, dari dalam batu itu terdapat jalan menuju

taman bunga mawar..."

Sang Ratu tak kuasa lagi menahan haru mendengarkan

cerita dan penjelasan Abdi Apa. Dia mulai meneteskan air

mata. Pada kenyataannya, Asiyah ibarat pengembara sebatang
Asiyah Sang Mawar Gurun Firaun Karya Sibel Eraslan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kara di dunia penuh bongkahan batu. Di dalam dunia itu, yang

ada hanya batu-batu kesombongan dan keangkuhan. Apakah

Abdi Apa berkata taman bunga mawar di dalam batu? Apakah

yang dia maksud adalah bunga mawar yang berada di dalam

kobaran api? Pasti dirinya layak untuk mendapatkan bunga

mawar. Sabar untuk bunga mawar. Bersabar untuk bunga

mawar...

"Sebentar lagi, wahai anakku, bertahanlah... Bunga mawar

dari kristal itu telah mendekat ke tepian batu... Badai dan petir

yang kita alami malam ini akan membawa kabar-kabar gembira

ketika kau kembali, insyaAllah. Sesuatu yang terlahir dalam

hatiku berkata bahwa telah tiba waktunya hati batu untuk

138

terbuka. Aku tak tahu apakah aku akan bisa melihatnya. Aku

sangat lelah, tapi aku yakin, engkau Ratuku akan melihatnya...

Kekuatan untuk memunculkan sebuah kristal bunga mawar

dari peradaban batu yang keras ada padamu. Peganglah bunga

mawar itu, jagalah baik-baik bunga itu, wahai putriku..."

Sebuah pembicaraan yang ganjil. Apa terus melanjutkan

pembicaraannya seperti deras air hujan yang turun sepanjang

malam... Rombongan perjalanan bersusah payah untuk

menyadarkan diri dan kembali bangkit setelah musibah yang

mereka alami. Mereka meletakkan Apa di tandu ratu bagian

belakang. Apa kesulitan untuk bernapas. Sang Ratu yang

baru pertama kali melihat teman seperjalanannya selelah ini

terkejut kagum melihat percikan-percikan terang yang ada di

dahi Apa.

Sesaat kemudian, Apa memanggil seorang pengawal ke

sisinya. Dia membisikkan sesuatu ke telinga pengawal. Pengawal

mengangkat kedua tangannya ke udara sambil terheran

mendengarkan. Kadang, dia menggelengkan kepalanya...

"Apa Guru Ratu yang terhormat, dengan izin sang Ratu,

meminta untuk mengubah arah perjalanan kita ke sebuah

desa kecil bernama Tempat Peristirahatan Azizah. Kami

siap melaksanakan perintah baginda Ratu. Sang Guru Apa

juga menginginkan saya untuk menyampaikan bahwa ini

merupakan sebuah permintaan yang darurat," ucap pengawal

kepada Ratu Asiyah seraya menundukkan badan.

Sambil mengangkat selendang kuningnya ke udara, sang

Ratu memerintahkan, "Segera laksanakan!"

Kemudian, dia berjalan mendekat ke arah seorang lanjut

usia penuh keringat yang berada di tandu bagian belakang.

139

"Ketika kita tiba di desa bernama Tempat Peristirahatan

Azizah, kau akan melihat laut untuk pertama kalinya, wahai

putriku. Di pandangan pertama, ia hampir sama seperti Nil.

Tapi, laut bukanlah sungai. Laut adalah tempat seluruh sungai

mengalirkan semua kerinduan. Nil muncul dari surga dan

seluruh aliran di permukaan Bumi ini selalu berasal dari surga.

Dengarkanlah Nil baik-baik, wahai putriku. Dia terlahir dari

surga dan ujung jemarinya akan kembali sampai ke surga.

Sementara, lautan adalah sebuah tempat barokah lain yang

dibawa oleh para malaikat.

Sekarang, kita pergi menuju makam seorang darwis padang

pasir di tepian pantai yang pernah hidup di masa Nabi Yusuf.

Di sana, kau akan melihat sebuah sarkofagus terbentuk dari

potongan-potongan laut. Sisa waktuku tak banyak lagi,

ucap hati tuaku ini. Pesanku padamu, kuburlah aku tepat di

bawah kaki-kaki Azizah, potongan-potongan lautan, tempat

diceritakan sebuah kisah cinta tanpa harapan kepada Nabi

Yusuf. Hanya Allah yang tahu seberapa besar kebenaran kisah

itu. Ketika ada seorang putri yang kaya dan anggun, dia kagum

dengan keindahan Nabi Yusuf saat melihatnya. Panah cinta

menusuk ke dalam hatinya. Di samping takut akan amarah

yang bakal menimpanya, demi tak merendahkan kemurnian

sang Nabi, dia meninggalkan semua harta kekayaannya dan

berkelana di padang pasir. Setelah melemparkan tubuh Nabi

ke lubang sumur, dan sejak saudara-saudara Nabi mengatakan

kebohongan besar kepada ayah mereka dengan berucap

?Serigala telah memakan saudara kami?, kelompok serigala

menjadi musuh bagi para manusia. Dan darwis bisu yang

terjatuh di padang pasir karena cinta ini bertemu dengan

140

leluhur kelompok serigala ini. Para serigala membentuk

sebuah pengadilan di padang pasir. Karena dia berasal dari

kelompok manusia, pada awalnya mereka meminta hukuman

baginya. Tapi, setelah menyadari bahwa dia bisu para serigala

memberikan ampunan baginya. Lihatlah serigala-serigala itu,

bagaimana mereka menyelesaikan masalah dengan ampunan,

sementara kita dengan amarah...

Seiring dengan waktu berlalu, abdi terhormat yang bisu

bersahabat dengan para serigala di padang pasir. Mereka

mengelilingi padang pasir sambil bersama-sama meneteskan

air mata. Mereka juga cinta kepada Nabi Yusuf, sama seperti

Azizah. Mereka juga merupakan korban itnah-itnah. Tidak

bersalah, berjalan di padang pasir sambil menangis. Seluruh

penduduk Mesir mencemooh Azizah. Ketika mereka sibuk

membuat gunjingan, dia meninggalkan semua kekayaan,

mahkota, dan tahtanya, kemudian menjejakkan kakinya ke

padang pasir agar tak memberikan penderitaan bagi orang

yang dia cintai. Tak satu kali pun dia berkata dan memberikan

perlawanan. Tidak kepada siapa pun dia bercerita mengenai

rahasianya, selain kepada para serigala. Dia sembunyikan

nama dan jejaknya dari semua orang...

Jika kau mencintai seseorang, wahai Ratuku, maka

cintailah dia seperti ini. Namamu akan dihapus. Sejarah

takkan membahas dirimu. Namamu yang terukir di batu

prasasti, lembaran kertas, dan piramida akan dihapus. Kau

harus rela dengan kebisuan. Mengunci bibir dan memendam

semua rahasiamu. Tak satupun rumah di dunia ini akan

menerimamu. Dan memang dunia yang mereka katakan adalah

sebuah padang pasir tak berdinding dan tak beratap. Zaman

141

akan melupakanmu. Zaman akan menabur abu dan pasir di

atasmu. Kemudian, setelah berabad-abad berlalu, namamu

akan ditemukan oleh para pendatang. Terus mencari di antara

abu dan pasir. Sementara, dirimu takkan pernah memberikan

rahasiamu kepada seorang pun. Seribu atau beribu-ribu tahun

setelahnya, para pemburu akan datang. Para pemburu akan

memburu serigala yang cinta kepada Nabi Yusuf. Memburu

Azizah... Memburu dirimu... Mereka akan bertanya pada batu

dan butiran pasir. Bertanya mengenaimu kepada padang pasir.

Mereka akan bertanya mengenai serigala-serigala yang jatuh

cinta, para perempuan yang berkelana di padang pasir karena

cinta...

Para pemburu sangat pintar, tapi tak sabar wahai Ratuku.

Mereka akan memburu cerita mengenai dirimu. Dan sebagai

gantinya, mereka akan jatuh ke dalam kerapuhan kristal kaca


Pendekar Rajawali Sakti 143 Iblis Blind Date Karya Aliazalea Sembilan Pusaka Wasiat Dewa Seri

Cari Blog Ini