Asiyah Sang Mawar Gurun Firaun Karya Sibel Eraslan Bagian 5
satu-satunya saksi malam tanpa tidur... Dirinya yang kembali
bercahaya karena Musa, sekali lagi meredup karena perpisahan
dengannya.
"Bagindaku, mereka menyebut Anda dengan sebutan
Sultanah Nil..."
Tahnem yang tak dapat menahan dirinya, bermaksud
untuk berkata kepada sang Ratu yang meneteskan air matanya
di ambang jendela. "Saya mohon, jangan menangis, Baginda.
Saya mohon, jangan buat diri Anda bersedih..."
"Kami telah merangkai sebuah kalung mutiara baru bagi
Sultanah Nil."
Sare menyerahkan serangkai kalung mutiara dengan
tangan gemetar. Sebenarnya, dia mengetahui bahwa mutiara
itu akan redup di sisi pemiliknya. Tapi, ia berusaha untuk
membuat sang Ratu yang sedih tersenyum, meskipun sedikit
saja. Sebentar saja, kedua matanya kembali tenggelam... Jauh
ke sana, dia memandang hingga jauh di balik Nil dan wilayah
lain dari balik jendela.
296
Selain kedua abdi setianya, sultanah hanyalah sebuah jubah
besar kesendirian...
"Kalian masih berada di sini, wahai sahabat mudaku?"
Seluruh badannya berbalik ketika berbicara. Memandang
dalam wajah orang yang dia ajak bicara.
Membelai rambut Sare, memberi salam dengan senyum
kepada Tahnem. Dia membolak-balik rangkaian mutiara.
"Seribu kali selamat untuk ahli mutiara Sare. Jika kau
bersedia, wahai ahli mutiara, berikanlah rangkaian kalung
mutiara ini kepada ibu susu Musa, Yakobed. Aku harap dia tak
sedih dengan pilihan kita ini."
Sare meleleh oleh pujian ini. Seketika dia berlutut
menundukkan kepalanya di hadapan sang Ratu...
Sang Ratu mengangkat badan gadis muda ini.
"Hanya ada tiga kepala yang tak akan menunduk selain
hanya kepada Allah di istana yang luas ini. Bukankah kita
sudah berbicara mengenai hal ini, Sare. Bukankah kita sudah
setuju dengan hal ini, Tahnem?"
Sang Ratu sedikit berbicara, sedikit tapi bermakna...
Di setiap kunjungan mingguannya ke rumah Yakobed, sang
Ratu tak pernah datang dengan tangan kosong...
Begitu terikat dirinya dengan ibu susu bayi Musa, dia selalu
menanti kunjungan mingguan ini sepenuh hatinya...
Seperti kali ini, dia duduk di atas kursi dalam tandu emas
berhiaskan rajutan burung ibis, diiringi sepuluh pengawal.
Bersama Tahnem dan Sare, mereka tiba di wilayah para
Apiru...
297
Wilayah yang kurang lebih berjarak satu jam perjalanan
ini telah menampakkan kemajuan berkat perhatian sang
Ratu. Jalan-jalan telah diperbaiki, tapi masih saja terasa jejak
kemiskinan dan keterasingan.
Meskipun mereka adalah orang-orang miskin, kaum Apiru
dikenal dengan kebersihannya. Di hari saat sang Ratu akan
melakukan kunjungan, halaman setiap rumah disiram dengan
air dan disapu, jendela-jendela dihiasi dengan bunga-bunga,
dan membakar dupa-dupa di depan pintu rumah. Mereka
pun menyiapkan jamuan berupa manisan susu, sop tepung,
serbat mint, dan bunga mawar untuk sang Ratu yang dipanggil
dengan nama "Bathiya".
Ketika tandu sang Ratu terlihat, seketika keributan muncul
di jalan-jalan, diiringi dengan ucapan "Bathiya! Bathiya!" oleh
anak-anak. Mereka mendendangkan lagu selamat datang yang
diiringi tiupan alat musik dan petikan kecapi para gadis. Lilinlilin pun dinyalakan di tengah hari...
"Bathiya datang!"
"Bintang kita di langit, Saudara perempuan pelindung kita.
Penolong kita telah datang!"
Perjalanan ini terasa tak ada akhirnya bagi Asiyah. Dia tak
bisa menahan diri, melupakan adat turun dari tandu. Sang
Ratu turun dari tandu emas di antara kain-kain penutup...
Dia memberikan isyarat kepada Tahnem dan Sare untuk
membagikan hadiah kepada masyarakat yang berkumpul
di sekitarnya. Asiyah memandang dengan senyum kepada
Yakobed yang selalu menantinya di depan pintu rumah.
Diambilnya Musa ke dalam pelukannya dan membelai
rambutnya. Sebelum masuk ke dalam rumah bersama bayi
298
Musa di pelukannya, dia berbalik badan memberikan salam
kepada masyarakat...
Asiyah melepaskan selendangnya sebelum masuk ke
rumah, mencium putranya yang berada dalam pelukannya.
Setelah berada di dalam rumah, dia melepaskan jubahnya
dan menyerahkannya kepada Sare, sementara tongkatnya
diberikan kepada Tahnem. Kursi yang dibawa dari istana pun
disiapkan untuknya.
Selanjutnya, Sang Ratu mempersilahkan untuk membuka
keranjang hadiah, menanyakan keadaan anggota rumah
dengan bayi Musa tak lepas dari pelukannya. Rumah ibu susu
ini terasa seperti surga baginya...
Ketika matahari mulai terbenam dan hari semakin gelap,
seyumnya pun mulai pudar. Rasa sedih telah mengambil
senyum yang ada di wajahnya, rasa sedih akan perpisahan telah
menyelimuti kedua matanya. Kadang kala, dia tak habis pikir
bagaimana waktu berlalu begitu cepat. Dia tersadar dengan
peringatan yang diucapkan oleh Tahnem secara sopan.
"Baginda Ratuku, para tamu Anda telah menunggu untuk
makan malam... Bagindaku, undangan Raja untuk malam ini...
Baginda Ratu, Matahari akan terbenam..."
Dengan berat hati dia memakai jubahnya, menggenggam
tongkat dengan tangannya yang bergetar... Kemudian
berjalan keluar menuju para pengawal yang menantinya di
halaman rumah. Dia membalikkan badan ketika hendak
menaiki tandunya. Yakobed yang mengetahui hal ini seketika
memberikan bayi Musa kepada sang Ratu untuk memberikan
ciuman terakhir. Sering kali kedua perempuan ini menangis.
Bayi Musa seakan mengetahui hal ini, dia berusaha menghibur
mereka dengan senyuman manisnya.
299
Dan hari saat sang bayi terlepas dari ibu susunya...
Menurut adat Mesir, bayi-bayi yang telah melewati umur
dua tahun dua bulan dan dua hari harus dipisahkan dari air
susu. Mereka masuk ke sebuah dunia baru dengan upacara.
Ratu Asiyah berbulan-bulan mempersiapkan upacara ini,
penuh dengan kegembiraan karena bayi Musa akan kembali
ke Istana.
Sultanah Nil sangat bahagia, seakan dirinya memiliki dua
sayap. Semangatnya mengalir seperti mata air...
Seperti perjanjian yang dibuat dengan Yakobed, ibu susu
yang penuh kasih sayang ini akan mendampingi sampai bayi
Musa beradaptasi dengan istana. Tapi seakan terjadi sesuatu
yang aneh pada diri Yakobed akhir-akhir ini. Sang Ratu merasa
bahwa Yakobed sangat membantu Musa segera terbiasa dengan
suasana Istana... Ketika wajah Asiyah bermekaran bungabunga mawar, wajah Yakobed diselimuti awan gelap.
Menurut adat Mesir, bayi-bayi yang telah
melewati umur dua tahun dua bulan dan dua hari
harus dipisahkan dari air susu. Mereka masuk
ke sebuah dunia baru dengan upacara. Ratu
Asiyah berbulan-bulan mempersiapkan upacara
ini, penuh dengan kegembiraan karena bayi Musa
akan kembali ke Istana.
300
Dia adalah Musa!
Siapa pun yang melihat wajah indahnya, seketika jatuh hati
padanya, terikat sepenuh hati kepadanya. Dan memang dia tak
memiliki kesempatan untuk memikirkan hal ini.
Seluruh harapannya hanyalah raja pun akan menyukai
Musa mungil seketika melihatnya. Dia tak mau memikirkan
hal sebaliknya.
Satu bulan sebelumnya, Asiyah telah menyiapkan sebuah
ruangan khusus untuknya karena sang Ratu tak pernah terpikir
untuk memberikan Musa ke Akademi Kerajaan. Sebuah
ruang yang terhubung langsung dari kamar sang Ratu yang
dipenuhi dengan karpet sutra. Tempat tidur bayi yang dihiasi
kristal-kristal, sebuah lemari indah untuk menaruh pakaian
bayi, beberapa mainan yang disiapkan untuk bayi Musa, dan
lonceng-lonceng cantik yang tergantung manis...
Persiapan yang dilakukan untuk merayakan hari diterimanya
bayi Musa ke istana tak dibagi Asiyah kepada siapa pun,
kecuali dua abdi mudanya. Dia sudah memutuskan upacara
"pengangkatan anak" sebagai kejutan. Upacara pengangkatan
anak Raja selalu menjadi sebuah perlombaan di antara para
keturunan bangsawan Mesir. Upacara yang diumumkan
kepada seluruh kota hanya membuat masyarakat bersaing dan
berselisih untuk memberikan hadiah spesial di hari itu.
Seberapa pun Ratu Asiyah tak menyukai hal ini, dia
berpikir bahwa ini merupakan sebuah ujian politik bagi Raja
Pareamon.
"Dengan begini," ucapnya, "Anda pun akan menguji
kecintaan dan kesetiaan masyarakat kepada Anda, Tuanku.
Mari kita lihat di dalam rakyat Anda ini, golongan manakah yang
301
sebenarnya mendukung Anda. Kita harap semuanya berlomba
untuk memberikan hadiah indah yang akan membanggakan
Anda. Ini akan menjadi petunjuk seberapa setianya mereka
ketika kita berada di masa sulit. Jangan pernah berpikir bahwa
ini hanya sebuah upacara pengangkatan anak yang sederhana.
Ini sesungguhnya akan menjadi ujian kesetiaan masyarakat
dan para bangsawan."
Sang Raja menyetujui tawaran ini, tapi hatinya bagaimana
pun belum bisa menerima anak yang ditemukan di sungai itu.
Kedua mata sang Ratu selama dua tahun ini hanya melihat bayi
ini, tak pernah melihat yang lain. Sang Raja menyadari hal ini...
Meskipun dalam dirinya muncul sebuah kecemburuan, demi
senyum di wajah sultanah, dia menghilangkan pikiran ini. Tapi
bagaimanapun juga, sang Raja sangat menantikan hasil ujian
kesetiaan yang dipersiapkan oleh sang Ratu.
Ketika hari yang ditentukan telah tiba, jalan-jalan
diluaskan, bangunan-bangunan diperbaiki, jejak kemiskinan
dan penderitaan berusaha ditutup. Wilayah Apiru yang kini
rapi dengan cat seragam berubah menjadi sebuah lapangan
upacara. Pohon-pohon kurma ditanam berderet di tepi jalan.
Tempat tinggal keluarga Imran seperti mendapatkan sentuhan
tongkat sihir...
Asiyah Sang Mawar Gurun Firaun Karya Sibel Eraslan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Para bangsawan tiba dan berdiri di tempat mereka masingmasing sebelum sang Raja datang. Beraneka hadiah yang
mereka bawa diserahkan kepada petugas, dibuka, dicatat, dan
ditaruh di meja-meja besar. Peti perhiasan bermacam ukuran
yang berisi berlian, mutiara, intan, gelang emas, kalung, dan
cincin berjajar di jalan. Tempat ini mendadak terlihat bukan
seperti tempat yang satu minggu lalu penuh dengan orang
sakit dan ibu yang membunuh bayinya.
302
Bagaimana dengan para Apiru?
Mereka juga tak kalah sibuknya dengan para bangsawan.
Semua telah diatur. Pembagian tugas dilakukan untuk
menentukan siapa yang berdiri berjejer di jendela-jendela
rumah, siapa yang keluar dan duduk di halaman rumah,
bahkan siapa yang duduk di ranting pohon yang paling atas
untuk melihat upacara pengangkatan anak ini. Tandu-tandu
warna-warni milik para bangsawan dan penduduk istana
datang satu per satu. Kemeriahan di sekitar rumah keluarga
Imran membuat rumahnya seakan seperti istana megah.
Terdapat jalan lain yang diperuntukkan bagi peti-peti hadiah
yang dibawa dari negeri-negeri utara, selir-selir yang membuat
jatuh hati orang-orang yang melihatnya, bermacam kudakuda mahal, singa yang terlatih, gajah putih yang didatangkan
dari negeri Punt, berbagai macam burung bulbul, sepasang
burung ibis, dan beberapa patung kristal... Tumpukan hadiah
ini menggunung hingga melimpah ke halaman rumah para
Apiru.
Semua kemeriahan ini sungguh menarik perhatian anakanak. Anak-anak yang sudah terbiasa dengan cambukan dan
pukulan, hari ini telapak tangan mereka penuh dengan biskuit
dan permen...
Para perempuan pemetik kecapi dengan pakaian sutra ungu
berjajar seperti patung-patung perak istana, mendendangkan
lagu ?Semoga berumur panjang wahai Raja kita?.
303
Para badut berkeliling membawa rebana, memainkan
sandiwara yang membuat tertawa para penonton. Pemain
akrobat yang memainkan gelas di tangannya dan tak
pernah jatuh, pawang ular dengan ular kobra yang menari,
pesulap yang menghilangkan cincin dari jemari, buaya yang
membawa tuannya di punggungnya, dan para pemain api yang
menyemburkan api dari mulutnya...
Pendeknya, semua saling berlomba untuk memeriahkan
upacara pengangkatan anak angkat Raja... Bahkan, para Apiru
pun mengeluarkan lilin mereka, kemudian menyalakannya
di tengah panasnya siang hari. Roti dan kue yang disiapkan
malam sebelumnya berjejer dalam baki di sepanjang jalan.
Dupa-dupa yang dibakar, serbat mint, dan kurma segar yang
disiapkan dalam kendi disediakan untuk orang-orang yang
datang dan lewat...
Tandu yang terakhir datang adalah milik sang Raja yang
tampak puas dengan keramaian perayaan yang telah disiapkan
melebihi apa yang dia perkirakan. Dengan isyarat suara para
pengawal yang memberi kabar kedatangan sang Raja, seluruh
musik, keramaian, dan suara-suara obrolan seketika terdiam
sunyi.
Semuanya bersujud ke tanah. Lalu, dengan gerakan tangan,
sang Raja memberikan salam dari balik kain penutup tandu
yang mengisyaratkan ?lanjutkan? dan mengangkat tongkatnya
ke atas.
Ratu Asiyah turun dari tandunya diiringi taburan bunga dan
tiupan terompet. Dia berjalan dengan langkah penuh keyakinan
menuju rumah keluarga Imran. Anggota keluarga Imran yang
menantinya di depan pintu halaman rumah memberikan
304
hormat dengan takzim. Sang Ratu memberikan hadiah melalui
para pengawalnya seraya membalas penghormatan mereka.
Musa...
Bayi Musa, sebelum dibawa masuk ke tandu ratu di dalam
pelukan Sare, ditunjukkan kepada masyarakat oleh Ratu
Asiyah yang memakai pakaian dan selendang berwarna ungu
berajut pola burung ibis yang menutupi kepala sampai kakinya.
Tampak pada wajahnya seribu bunga mawar...
Di waktu yang sama, bersama iringan suara ?Untuk Putra
Raja yang Agung?, upacara mulai dilakukan dengan iringan doa
?Hidup yang panjang, semoga hidup yang panjang, Berjalanlah
di dalam Nama Negeri Mumi? dari seluruh rakyat. Setelah itu,
Asiyah pun menaiki tandunya.
Tandu sang Raja yang tertutup rapat ketika datang ke
perayaan, dibuka dalam perjalanan pulang. Rakyat dan
bangsawan ingin sekali melihat kedua mata sang Raja, yang
mungkin takkan terjadi lagi hingga mereka mati. Ini semua
berkat si kecil Pangeran Musa.
Perayaan ini, anak yang diangkat sebagai anak angkat raja,
berlangsung hingga ia memasuki istana. Kipas besar yang
terbuat dari bulu-bulu burung merak menaungi sang bayi
seperti sebuah bayangan setia.
Musa kecil layaknya bunga surga...
Mengikat semua orang yang melihatnya, seorang hamba
yang membangkitkan cinta kepada Allah.
Di sisi lain, sang Raja merasa tak suka dengan Musa,
meskipun masih seorang bayi, karena menarik semua perhatian
seperti magnet. Pertama kali dalam hidupnya, julukan "orang
yang menarik perhatian semua orang" telah diambil oleh
305
seorang anak yang masih kecil. Sebelum ini, dialah yang
menjadi pusat perhatian. Kemampuan ini telah menjadi sebuah
kesombongan, kebanggaan diri, menatap rendah orang-orang
di antara daratan dan langit.
Kehadiran Musa meninggalkan perasaan yang tak pernah
dia rasakan sejak masih kecil. Ini seakan gerhana Matahari
bagi dirinya. "Sebuah bayangan malapetaka," ucapnya dalam
batin, "sebuah bayangan malapetaka menyelimuti diriku."
Perasaan ini adalah ujian sesungguhnya baginya. Tinggi dari
yang lainnya, menarik dari yang lainnya, memesona dari yang
lainnya, atau mendapatkan hadiah yang membuatnya berbeda
dengan yang lain. Perbedaan dirinya dengan yang lainnya
ini seiring waktu mengubah Ra menjadi seorang diktaktor.
Rakyat, komandan militer, penasihat, anak-anak, orang lanjut
usia, bahkan para raja asing merasakan perubahan hawa ini...
Untuk pertama kalinya pecah...
Cermin-cermin sang Raja retak...
Perbedaan yang menurutnya merupakan sebuah kemampuan
khusus yang ada padanya mulai sirna. Untuk pertama kalinya,
dia merasakan mimpinya goyah. Di waktu yang sama, ini juga
merupakan pertama kalinya dia melihat dirinya dengan lebih
jernih. Untuk pertama kalinya, dia mendengar suara hatinya.
Dia memandang ke dalam dirinya.
Miskin, sebuah rumah tanpa perabotan... Angin bertiup
kencang ke dalam rumah dari pintu yang reot, lalu keluar dari
jendela. Tahun-tahun hidupnya dilalui dengan kesedihan.
Seluruh hari yang dilalui dengan keistimewaan... Itu semua
hanya meninggalkan sesuatu yang kosong dalam dirinya.
306
Memandang memohon kepada perempuan yang berada
di sisinya... Lingkaran ungu kesedihan di sekeliling kedua
matanya, garis-garis yang tepat terletak di samping bulu mata,
pupil mata yang menangis mekipun ketika tertawa, tak peduli
dengan panas Matahari yang membakar kulitnya, dan kulit
kedua tangan yang menunjukkan umurnya...
Ratu Asiyah tak memedulikan semua itu. Bertambah tua,
turunnya kekuatan, kekalahan dalam kehidupan, kehilangan,
kesalahan. Apakah Matahari pun tak mampu menggoyahkannya
perempuan yang terbiasa dengan kesedihan ini? Apakah dia
selalu bersikap kepala dingin, bahkan kala dinomorduakan?
Seakan seperti bukan sebuah beban baginya untuk tak menarik
perhatian, tak terlihat mewah... Apakah karena hal ini dia bisa
bahagia dengan hal-hal kecil?
Asiyah meletakkan daun teratai yang dipetik Tahnem dari
taman. Terlihat sama sekali tak ada beban. Memandang bayi
Apiru yang dia temukan dari Nil dengan pandangan sesuatu
yang berharga.
Ah... Asiyah... Bagaimana kau begitu bahagia?
Ribuan belatung menggerogoti diri sang Raja. Dia berada
di bawah bayangan Musa. Tapi, sampai saat ini dia tak pernah
menginginkan sesuatu. Dunia adalah tempat persinggahan
besar yang selalu tunduk padanya. Untuk pertama kalinya, dia
menyadari pintu-pintu tempat persinggahan telah tertutup.
Untuk pertama kalinya, sang Raja berada di luar. Untuk
pertama kalinya, dia harus meminta.
"Asiyah!"
"Silahkan, Bagindaku."
307
"Apakah aku masih bisa berharap bahwa kau masih
mencintaiku?"
"Seluruh Mesir berada di bawah perintahmu, Bagindaku."
"Itu bukan jawaban yang aku inginkan."
"Seluruh patung berhala di Nil dan Pi-Pareamon adalah
milik Baginda."
"Apakah begitu tak ada harapan keadaan Ra?"
"Apakah Baginda menanyakan ini ketika orang-orang yang
bersujud sangat takut terhadap Anda?"
"Aku bukan membahas mengenai takut."
"Bagindaku, tak ada hal yang tersisa di Mesir, selain rasa
takut kepada Anda."
"Aku sudah mendapatkan jawabannya."
"Kami bukan orang yang pantas untuk memberikan jawaban
kepada Baginda Raja, dan memang sering kali jawaban yang
tak diberikan lebih berat dari yang diberikan."
"Ucapanmu seperti bahasa teka-teki Sphinx."
"Batu-batu juga memiliki bahasa, Bagindaku. Suatu saat
akan tiba batu-batu berbicara."
...
Ketika malam menjelang, Asiyah mengajak bayi Musa
berkeliling. Seraya belajar berjalan, dia mencoba mengenal
ruang-ruang istana.
Suatu ketika, Musa bermain dengan tongkat milik sang Raja,
kemudian dia ingin berada di pelukan sang Raja. Membuka
kedua lengannya ke arah Pareamon...
"Putra kita ingin berada dalam pelukan Baginda."
308
"Bukan kita, dia adalah putramu, Asiyah."
"Dia masih anak yang kecil dan polos. Izinkanlah dia
mendapatkan cinta Baginda, tak hanya rasa takut kepadamu."
Asiyah Sang Mawar Gurun Firaun Karya Sibel Eraslan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Baiklah... Datanglah ke pelukanku, wahai makhluk paling
kecil di Kerajaan Mesir."
Sang Ratu mengangkatnya dengan bahagia, kemudian
meletakkan Musa ke dalam pangkuan sang Raja. Mungkin
doa-doa yang diucapkan berhari-hari telah terkabul. Putra
yang mengikat hati semua orang yang melihatnya ini akhirnya
seperti akan memenangkan hati sang Raja. Mungkin mereka
bertiga bisa dilukis bersama, sebagai ibu, ayah, dan anak...
Mungkin cinta ini bisa menghapus awan gelap di atas Mesir.
Mungkin mereka juga bisa menjadi keluarga, mungkin juga ada
sebuah rumah milik Asiyah seperti orang-orang lain... Hatinya
berdetak kencang ketika memikirkan hal ini.
Kebahagiaan Asiyah ini hanya berjalan singkat...
Diiringi jeritan, Pareamon melempar Musa dari
pangkuannya... Semua yang berada di ruangan seketika
bersujud... Musa menangis keras di atas lantai, sementara
sang Raja menjerit kesakitan sambil memegang jenggot
dan rahangnya. Bahkan, dia sempat menghunus belati yang
berada di pinggangnya. Sang Ratu memegang tangan yang
menggenggam pisau. Kali ini, pandangannya tertuju pada Ra.
"Dia masih anak-anak. Tak tahu apa-apa Bagindaku, dia
masih anak-anak. Maafkanlah!"
"Apa yang masih anak-anak! Apa yang tak tahu apa-apa!
Terlihat jelas, dia sengaja menarik jenggotku."
Asiyah tak tahu harus tertawa atau menangis... Di satu sisi,
dia menekan rahang sang Raja dengan sapu tangan. Di sisi lain,
309
sesuatu datang ke dalam pikirannya. Kematian dan kehidupan
menjadi masalah utama sekarang...
"Bagindaku yang tercinta... Anak yang engkau coba tusuk
dengan pisau belati masih seorang bayi. Dia melakukan ini
karena dia tahu Baginda adalah ayahnya."
"Tidak! Anak Apiru ini adalah anak yang berada dalam
mimpiku yang akan memusnahkan seluruh negeri Mesir."
"Bagindaku, sekarang akan aku selesaikan permasalahan
ini dan memperlihatkan betapa tak masuk akalnya apa yang
telah engkau lakukan. Tahnem! Segera bawakan dua bara
dari dapur. Sare! Bawakan batu rubi dari kotak perhiasaanku.
Letakkan keduanya saling berdampingan di atas baki. Jika
Musa awalnya membungkuk ke arah batu rubi
merah. Tangan sang Raja sudah bergerak siap
mengambil pisau belatinya. Bibirnya penuh dengan
kata-kata menginginkan segera terselamatkan dari
anak kecil ini. Tak tahu kenapa, seketika Musa
kecil mengubah arahnya. Sambil tersenyum, dia
menjulurkan tangannya ke bara api...
310
Musa memilih batu rubi maka berarti dia sudah keluar dari
masa anak-anak. Tapi jika dia memilih bara api, saat itu juga
kita akan tahu bahwa dia masih seorang bayi karena semua
bayi memilih sesuatu yang terang. Kita akan tahu bahwa dia
tak sengaja menarik jenggot Baginda."
Semua dalam kesibukan menjalankan perintah yang
diberikan oleh sang Ratu. Sementara itu, Asiyah sendiri
berharap putranya yang dia coba selamatkan hidupnya
melewati ujian berat ini tanpa masalah.
Dalam diri perempuan terdapat kobaran api...
Hanya dengan kecerdasaan dan intuisi seorang ibu, ujian
ini diusulkan. Sementara itu, saat ini, seribu keputusasaan
menyeruak... Seandainya dia bisa menahan lidahnya... Tapi,
saat itu juga pisau belati akan menusuk Musa. Asiyah tahu
bahwa hanya darah yang bisa mengembalikan pisau itu ke
sarungnya.
Dahi Tahnem dan Sare dipenuhi keringat dingin. Seolah
merekalah yang akan mengikuti ujian ini. Mereka sungguh
gugup ketika meletakkan baki di depan Musa kecil. Mereka
membaca seluruh doa yang mereka ketahui agar Musa memilih
bara api, bukan batu rubi...
Musa awalnya membungkuk ke arah batu rubi merah.
Tangan sang Raja sudah bergerak siap mengambil pisau
belatinya. Bibirnya penuh dengan kata-kata menginginkan
segera terselamatkan dari anak kecil ini. Tak tahu kenapa,
seketika Musa kecil mengubah arahnya. Sambil tersenyum, dia
menjulurkan tangannya ke bara api, memegang bara api yang
panas dan melemparkannya ke dalam mulutnya.
311
Kali ini, giliran sang ibu yang menjerit. Tanpa memikirkan
tahta mahkota dan kedudukannya, Asiyah menghampiri Musa.
"Anakku!" ucapnya. Tangannya segera dimasukkan ke dalam
mulut putranya dan menuangkan air. Sang ibu menangis,
putranya pun menangis... Tahnem dan Sare berdiri seketika
penuh kecemasan, tak tahu harus tertawa atau menangis.
Pisau belati ini... Hanya dengan sesuatu yang berharga bisa
dikembalikan ke tempatnya. Lidah Musa adalah pengganti
untuk mengembalikan pisau belati itu ke dalam sarungnya.
Lidah... Bahasa milik Musa, bahasa anak kecil yang masih belum
tahu apa-apa. Bahasa ini, bahasa yang bisa berkomunikasi
dengan sang Pencipta... Bara apilah yang mengubahnya,
bukan batu rubi... Guru pertamanya adalah bara api... Bahasa
yang tak terbakar, apa yang cinta tahu... Kalimat yang berada di
sisi api cinta itu memadamkan batu-batu rubi dan membelah
dunia... Bahasa yang tersentuh dengan api itu adalah detak hati
para malaikat... Bahasa itu adalah bahasa yang terbakar oleh
api, membelah batuan, mengeluarkan air, dan dengan bahasa
yang sama melewati api untuk merajai perairan...
Di ruangan itu, hanya Sare yang memecahkan rahasia ini.
Dia mengenal wajah asli setiap orang dari ujung jemari. Dalam
batin Sare terucap, "Anak ini... Anak ini, ya Anak ini, anak yang
memakan api, anak yang menelan api, suatu saat akan tiba
waktunya dia merajai seluruh lautan. Air, hari saat ia berdiri
dengan lidahnya yang terbakar ini, dia akan menguasai seluruh
rahasia kobaran api dengan air yang telah dikuasai."
Terdapat juga sosok yang tak terlihat di ruangan itu,
seorang malaikat yang juga gurunya... Namanya adalah Jibril,
tapi sampai saat itu tak pernah dzikirnya melewati istana...
312
Itulah bernama yang tak bernama... Itulah sosok yang tak
terlihat yang terlihat... Memegang kedua tangan Musa.
Ketika pikirannya menuju batu rubi, mengubah pikirannya ke
arah bara api... Pikiran itu telah menutupi kecerdasan, harta
karun telah disembunyikan. Karena itu dia terlindung dari
perampasan. Dia adalah Jibril... Utusan pembawa irmanNya... Dengan embusan badai rahmat di sayap-sayapnya,
Jibril melindungi Musa... Hanya orang-orang murni yang bisa
melihatnya. Sang Raja tak mampu melihatnya, malaikat yang
bersemayam dalam hati, tak bernama yang memiliki nama, tak
tampak yang nampak, bersemayam di telapak tangan seorang
bayi... Memegang kedua tangannya yang menjulur ke arah
batu rubi dan mengarahkan jalan Musa ke bara api... Melewati
kobaran api, kemudian bersama-sama masuk ke dalam taman
bunga mawar...
Bayi dan Malaikat...
Pisau belati yang telah keluar, dengan ini dimasukkan
kembali ke sarungnya...
Ujian telah selesai, semua dapat mengambil napas lega...
Ini adalah hari pertama Musa di istana...
rrr
313
24. Ratu Tanpa Istana
Musa tumbuh besar di bawah pendidikan istana yang sangat
ketat selama tujuh tahun, tapi tak pernah lepas dari pengawasan
Yakobed. Rakyat memanggilnya ?Pangeran?. Pangeran yang
merupakan cahaya mata sang Ratu
Mawar-mawar sang Ratu merekah setelah kedatangan Musa.
Mawar-mawar yang selama bertahun-tahun, baik di musim
dingin maupun musim panas, mengubah dirinya menjadi
keibuan.
Bahkan, sang Raja pun tak luput dari peristiwa mengejutkan
ini. Dia selalu berbicara tentang keindahan dan jiwa muda
yang berbeda, meskipun waktu berlalu kepada sang Ratu.
Ketakjuban akan hal ini membuat Raja mengingat kembali
kenangan lama. Kedua matanya mengikuti sang Ratu, sambil
membuka tangan kanannya ke atas:
"Sempurna...," katanya kepada Asiyah. "Sebuah keindahan
yang sempurna"
Sementara itu, Kepala Pendeta Haman yang melihat
kejadian ini langsung berbalik dan bergumam.
"Hanya demi seorang Apiru. Semuanya demi seorang
bayi Apiru. Baginda Ratu pasti telah kehilangan akal sehatnya,
semua kehormatan telah runtuh hanya untuk suatu hal yang
tak berarti ini."
"Apa yang ingin kau katakan, katakanlah! Sifat keibuan
sangat sesuai bagi Baginda Ratu! Sangat indah, sejak di hari
pertamanya."
314
Raja Mesir Pareamon, sesuai kabar gembira
yang diterima oleh Kepala Pendeta Haman,
malam ini akan dinyatakan sebagai Tuhan...
"Saya harap Baginda Raja ingat mengenai janji kepada Ratu
Utara dan Pangeran Suppil saudaranya."
"Malam ini upacaranya, benarkan?"
"Atas perintah Tuan, upacara besar ini telah diumumkan
kepada seluruh penduduk."
Upacara...
Haman yang sudah lama menjalin persekutuan dengan
Pangeran Hattusas, sekali lagi menyiapkan sebuah kegilaan
baru untuk sang Raja. Malam ini akan diadakan upacara
kehormatan merayakan pengangkatan Putri Utara sebagai istri
Raja di Istana Mesir untuk membangun hubungan yang baik
dengan kerajaan tetangga, Hattusil.
Namun, masih ada kejutan lain yang telah disiapkan oleh
Kepala Pendeta dan Pangeran Suppil.
Raja Mesir Pare-amon, sesuai kabar gembira yang diterima
oleh Kepala Pendeta Haman, malam ini akan dinyatakan
sebagai tuhan...
Tujuan utamanya adalah untuk menghancurkan kekuatan
Ratu Asiyah dalam pemerintahan kerajaan dan memperkuat
posisi Ratu Utara sebagai istri kedua yang resmi
315
Menurut adat Kerajaan Utara, raja juga berarti tuhan. Dan
mengapa adat ini tidak berlaku juga di Mesir?
Upacara yang akan membuka jalan ketuhanan bagi sang
Asiyah Sang Mawar Gurun Firaun Karya Sibel Eraslan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Raja ini juga berfungsi menaikkan derajat orang-orang di balik
pekerjaan ini di mata sang Raja.
Inilah kejutan yang telah disiapkan...
Selama beberapa bulan telah dibangun sebuah pelabuhan
yang membentang dari tangga-tangga marmer dermaga istana
hingga ke tengah sungai Nil. Sebuah perahu besar yang indah
berlabuh di ujung pelabuhan dan di dalamnya terdapat tahta
dari mutiara yang akan digunakan untuk mengesahkan sang
Raja sebagai tuhan
Menggunakan sakitnya Musa sebagai alasan, Ratu Asiyah
telah lama mengumumkan ketidakhadirannya dalam upacara.
Hanya membayangkan tentang apa yang akan terjadi saja
sudah membuatnya susah bernapas. Demi kekuasaan, mereka
keluar dari jalur kemanusiaan, bahkan mengangkat seorang
manusia sebagai Tuhan. Di tengah masyarakat yang hidup di
bawah kemiskinan dan tertimpa penyakit, beban pajak-pajak
yang semakin hari semakin bertambah, akal sehat Asiyah
tak mampu mencerna tahta mutiara dan kapal indah yang
mengapung megah di permukaan Nil. Terlebih lagi, ia tak
dapat menerima penuhanan sosok manusia. Manusia-manusia
ini pasti telah kehilangan akal sehat mereka... Sekat baja
menutupi telinga, tirai besi menutupi kedua mata mereka
Hati tertutup, tersegel, tak bisa melihat kebenaran... Ketika
terdapat manusia-manusia yang meninggal karena kelaparan,
bagaimana bisa langit yang memanggul keluhan-keluhan orang
tertindas menerima seluruh kepemimpinan tak bermoral ini,
seluruh penyelewangan ini!
316
Kepala Ratu tak bisa lagi menahan semua ini. Terucap
sebuah kalimat beracun dari bibirnya.
"Fir?aun"
Pernikahannya terasa seperti botol yang hancur dihantam
petir Perjanjian setia yang diucapnya ketika pernikahan
menjadi seperti bukit yang terbelah dua oleh gempa Katakata yang keluar seperti ini, sudah tak ada lagi kata maaf yang
bisa diberikan Benang-benang telah terputus Seluruh
ember yang turun dengan semangat ke bawah sumur telah
kering di bawah panas terik Matahari...
Dan memang, mulut yang mengingatkan pada sumur
neraka telah tertutup oleh penutup besi. Seluruh kenangan
masa kecilnya terbakar, meninggalkan kursi yang mereka
tempati ketika bertunangan, tampat tidur pertama yang
beraroma anggur. Tak memedulikan vas-vas bunga yang telah
retak, lukisan-lukisan yang bergantung di tembok satu per
satu diturunkan, menarik seluruh tirai tanpa meninggalkan
sekuntum bunga pun di depan jendela, mengepak apa saja
yang ada ke dalam koper yang terbuat dari kayu, terkhianati...
"Fir?aun..."
rrr
317
25. Hari Perpisahan...
Sang Ratu tak dapat terus tinggal diam saja di dalam napas
Fir?aun yang terembus...
"Baginda Raja, kami mendengar bahwa sang Ratu
memutuskan untuk pindah menuju istana musim panas yang
terletak di Delta... Menurut surat perintah yang dituliskan
kepada abdi mudanya, Tahnem, mereka akan berangkat
melakukan perjalanan besok pagi."
"Sudahkah kau sampaikan kepada Ratu Asiyah mengenai
keputusan terakhir yang kita ambil merupakan sebuah
keharusan diplomasi, Kepala Pendeta Ha?"
"Kita tak memiliki sebuah keharusan untuk berbicara
mengenai hal ini dengan mereka, Baginda Tuhanku. Dan
memang pewaris tahta tertinggi Menmatre sekarang berada di
samping Ratu untuk bertemu dan membicarakan hal ini."
"Kita tahu bahwa Menmatre menentang kita mengenai
hal ini. Pewaris tahta Menmatre berpikir bahwa bergabung
dengan Pangeran Suppil dari Negeri Utara akan membawa kita
ke keputusan yang salah..."
"Raja dan Tuhan Mesir Pare-amon lebih tahu apa yang
terbaik. Kami setia dengan segala keputusan."
"Ratu Asiyah takkan kembali dari keputusannya."
"Bagindaku, setelah upacara yang kita selenggarakan, Anda
tak hanya seorang Raja, melainkan di waktu yang sama Anda
adalah Tuhan Pare yang memegang Mesir... Tuhan-tuhan lama
dan Ka mengabdi serta berada di bawah kuasa Anda..."
318
"Seorang yang berasal dari Utara kah yang akan duduk di
tahta sang Ratu, benarkah seperti itu?"
"Ratu baru kita telah membahas pemberian putra bagi
Anda, Bagindaku. Sebagai seorang pewaris dari Raja Hattusas,
menguasai Hattusil, musuh dan pesaing kita."
"Mesir telah mencium tangan yang tak bisa ditaklukkan. Itu
yang ingin kau katakan, Ha..."
"Banyak raja yang tak mendapatkan kemenangan dalam
peperangan, tapi menggapai kejayaan dalam meja perjanjian.
Diplomasi yang ada dalam adat Mesir kuno mengajarkan
untuk berteman dengan musuh Anda."
"Meskipun pengangkatan Putri Utara sebagai Ratu Mesir
dan sultanah utama akan menyebabkan posisi dan wewenang
Ratu Asiyah hilang?"
"Untuk masa depan Mesir, kita perlu melakukan
pengorbanan, Bagindaku."
"Seluruh sphinx, makam-makam, piramida-piramida yang
tinggi menjulang ke langit, Nil yang membentang dari satu sisi
sampai ke sisi lain Mesir... Ratu Asiyah lebih dekat kepada kita
dibandingkan semua itu. Dia adalah putri Raja. Walid, Reyyan,
Abidin, dan Muzahim adalah nama-nama leluhur Raja Mesir."
"Itu semua adalah nama-nama yang diajarkan oleh abdi
buta Raja Kair saat kita kecil."
"Kita adalah beberapa orang terakhir yang mengetahui bahwa
Ratu Asiyah adalah putri raja yang sebenarnya, wahai Ha."
"Bagindaku, sebagai seorang raja dan tuhan, mereka
telah memberikan keputusan yang paling tepat untuk Mesir.
Penduduk Apiru terlaknat semakin hari bertambah banyak.
319
Suku-suku yang memberontak telah mengepung Mesir...
Kita perlu mengambil keputusan cepat untuk meningkatkan
kekuatan Mesir di hadapan musuh. Untuk itu, sangat penting
bagi Mesir menengok ke Utara dan sekarang Pangeran Suppil
telah membuka jalan bagi kita."
"Ratu Asiyah takkan memaafkanku!"
"Ratu Utara telah menyatakan Anda sebagai tuhan, wahai
Bagindaku."
"Beritahu Pangeran Menmatre. Penuhi semua keinginan
Ratu Asiyah. Barang-barang yang diinginkan dari istana dan
harta-harta yang dia kehendaki bisa dibawa ke istana musim
panas di Delta. Hanya para pengawal yang dia pilih yang akan
mengawalnya. Dan memang kedua mata sang Ratu sekarang
tak melihat apa-apa, selain Pangeran Musa."
"Ratu Asiyah tak menginginkan siapapun, selain kedua
abdinya, Tahnem dan Sare Mereka juga memberitahu bahwa
mereka sendirilah yang akan mengiringi Pangeran Musa. Dan
masyarakat sedang berada dalam pertunjukan."
"Apa kata mereka?"
"Orang-orang Apiru, sebenanrnya adalah seluruh Gosen,
yang mengetahui keberangkatan Ratu Asiyah ke Delta seperti
melakukan perlawanan. Seluruh pekerja dan budak yang bekerja
di benteng-benteng berkata ?kami ingin memberangkatkan
ratu utama kami?, lalu meninggalkan pekerjaan mereka dan..."
"Dan...?"
"Para Kelompok Nakhoda, Kelompok Nakkas, Kelompok
Pengemis, Kelompok Dokter dan Bidan..."
"Tolong berhenti menghitung kelompok-kelompok..."
320
"Semuanya berhenti bekerja dan menyatakan hari ini
sebagai hari perpisahan. Bahkan,..."
"Bahkan?"
"Bahkan para pelayan di istana juga..."
"Jadi, ini kenapa aku mendengar ucapan ?Matahari Mesir
telah pergi? sejak pagi hari?"
"Mereka menaburkan bunga ke jalan-jalan, membakar
dupa, dan tak menyalakan lilin malam ini di seluruh Memphis
dan Gosen..."
"Berapa banyak orang yang menantang kita lewat perantara
Asiyah?"
"Sesungguhnya,ini adalah sebuah pemberontakan
Bagindaku."
"Kalau begitu, undang seluruh masyarakat Memphis ke
upacara malam ini. Awasi rumah-rumah yang tak menyalakan
lilin dan hancurkan keesokan harinya! Segera lakukan
pengumuman... Malam ini adalah malam kesetiaan... Ini adalah
malam ujian yang memisahkan antara orang-orang yang setia
kepada Mesir dan orang-orang yang menjadi penentang raja."
Sebuah perilaku raja yang aneh...
Awalnya, dia mulai dengan cinta, dengan persahabatan,
berbicara dengan kasih sayang, kemudian membeku dalam
embusan badai dingin. Setelah menerima beberapa adzab
hati kesombongan yang mengalahkannya, dia yakin mengenai
perasaannya terhadap Ratu Asiyah...
Bunga-bunga mawar yang ditanam oleh Asiyah tumbang
menghadapi badai-badai kesombongan itu...
Sisi manakah yang kalah, Ra atau Yes?a?
321
Atau Mesir yang akan menelan Matahari?
Sementara itu, dalam kesibukan di istana sang Ratu, Asiyah
tak lain adalah seorang perempuan yang menolak dengan
tegas kata-kata yang terucap dari Pangeran Menmatre yang
sejak kecil selalu kagum dengan diri sang Ratu. Ratu Asiyah
sama sekali tidak menginginkan harta, kebun-kebun kurma
peninggalan keluarganya, dan pendapatan dari kapal-kapal
dagang yang cukup untuk melewati hari-hari di istana musim
panas yang terletak di Delta, bahkan lebih dari semua itu...
Dengan kata-kata sopan, sang Ratu berusaha untuk menjelaskan
bahwa keputusan perjalanan ini tak ada hubungannya dengan
pengembalian posisi Ratu Resmi Kerajaan dan Ratu Pertama
kepada Pangeran Menmatre. Pengakuan ketuhanan kepada
raja sesungguhnya merupakan tetesan terakhir ke dalam
sebuah gelas. Pangeran Menmatre memandang kagum kepada
...Ratu Asiyah sama sekali tidak menginginkan
harta, kebun-kebun kurma peninggalan
keluarganya, dan pendapatan dari kapal-kapal
Asiyah Sang Mawar Gurun Firaun Karya Sibel Eraslan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dagang yang cukup untuk melewati hari-hari
di istana musim panas yang terletak di Delta,
bahkan lebih dari semua itu...
322
Ratu Asiyah. Seberapa mengertinya dia terhadap penjelasan
perempuan ini tak diketahui, tapi sang Ratu juga menolak
tawarannya untuk mengawal mereka dengan kesopanan yang
sama...
Mereka berpisah...
"Suatu hari, saya akan muncul di hadapan Anda dalam
keadaan yang tak pernah Anda bayangkan, wahai Ratuku.
Untuk saat ini, semoga perjalanan Anda dimudahkan..."
Mereka saling menundukkan kepala, memberikan salam...
Seluruh burung dalam sangkar telah terbang...
rrr
323
26. Hari-Hari Baru di
Avaris...
Lima puluh enam kereta kuda keluar dari istana di
Memphis, dua ratus pasukan berkuda dan seratus lima puluh
infantri membelah jalan, meninggalkan bendera-bendera yang
berkibar di menara-menara benteng istana semakin jauh di
belakang.... Setelah melewati kebun-kebun kurma, mereka
menuju arah Delta menyusuri tepian Sungai Nil selama dua
hari. Dari sana, mereka melewati Sukot dan tiba di wilayah
timur, lalu mengarungi lautan untuk tiba di Istana Musim
Panas yang terletak di Avaris. Ini adalah perjalanan lima hari,
sebagian dilalui di sungai, sementara sisanya di padang pasir
dan laut merah...
Kini telah tiba saatnya menceritakan beberapa kenyataan
kepada Pangeran Musa yang berumur sembilan tahun...
Perjalanan adalah momen yang efektif untuk membesarkan
seorang anak... Bukankah dirinya sendiri juga besar dalam
perjalanan dan pengasingan? Ratu Asiyah yang menatap
bintang-bintang di langit dari tandunya sedang berpikir
mengenai hal ini. Ia tersadar seketika saat memandang rambut
sutra putranya yang diterpa sinar bulan. Perlahan, Asiyah
mengusap rambut ikal Musa, dibelainya dengan rasa takut akan
membangunkannya. Beberapa kali Musa kecil menguap di
bawah selimut tipis yang menyelimutinya. Mimpi apakah yang
dia lihat? Beruntunglah detik-detik terakhir dia teringat untuk
mengucapkan perpisahan kepada Yakobed. Kalau tidak, hati
324
perempuan malang itu takkan bisa menahan kepergian mereka
tanpa kabar. Banyak meneteskan air mata, Yakobed mencium
Musa berulang kali. Musa pun dengan kedua matanya yang
cerah, berlari kesana kemari di samping ibu susunya...
Ibu susu...
Sang Ratu menggelengkan kepalanya yang bermakna tidak,
meneruskan tenggelam dalam pikirannya...
Tidak...
Yakobed tak mungkin seorang ibu susu...
Sekali lagi, dia memandang putranya yang mereka besarkan
bersama...
Yakobed hanya bisa menjadi seorang ibu bagi Musa...
Aku harus memberitahu Musa pikirnya. Dan dengan begini,
ketika dia mengetahui orang yang tak mempedulikannya
bukanlah ayah kandungnya, mungkin ini akan mengurangi
rasa sakit dalam hatinya...
Ratu Asiyah memandang Sungai Nil yang mengalir deras
tepat di sampingnya... "Kau adalah teman sejatiku, kau adalah
teman mengeluhku, wahai sungai," ucapnya.
Ke mana mereka pergi? Apa yang akan mereka hadapi
setelah ini? Kedua matanya mencari Tahnem dan Sare.
Tahnem yang melihat Asiyah memandang ke belakang
seketika membuka kain penutup tandu dan keluar sambil
berkata "Silahkan, Baginda Ratuku". Sang Ratu mengangkat
tangannya yang bermakna tak apa-apa agar Musa tak
terbangun... Kemudian memandang lurus ke arah tandu
Sare yang masih terpancar sinar lilin. Rupanya, ahli mutiara
sedang membaca buku... Dia bersyukur kepada Allah... Telah
325
memberikan dua sahabat yang tak mudah tertidur di gelap
malam seperti dirinya.
Hatinya dipenuhi rasa gembira ketika dia melihat burungburung ibis di ranting pohon akasia di tepian Nil saat hendak
tidur. Seakan burung-burung memandang sambil berkata
bahwa dia tak sendiri, Allah selalu berada di sisinya. Burung ibis
yang hampir punah, di tengah panggung malam yang indah,
hinggap di pohon akasia seperti malaikat. Pohon-pohon yang
dipilih untuk melindungi mereka dari kucing liar dan serigala
gurun ini seperti rumah mereka...
Pemandangan kini berganti dengan para nelayan yang
duduk di samping api unggun. Nelayan-nelayan itu tak tahu
harus berbuat apa ketika mereka melihat rombongan sang
Ratu. Awalnya, mereka berdiri kemudian segera bersujud
ketika menyadari itu adalah rombongan kerajaan. Rombongan
tersebut tak lama kemudian mencari tempat berlabuh. Oborobor berderet di tepian sungai, perahu-perahu berukuran
sedang, para penarik tambang yang muda, semua bersiap
menyambut rombongan untuk melakukan perjalanan pagi...
Dan bintang-bintang... Mereka juga bekerja siang dan malam.
Sang Ratu bukan satu-satunya yang tanpa cukup tidur, malam
pun memiliki jam kerja...
Mereka berhenti di tepi sungai Nil, tepatnya di Benteng
Tuverk untuk melakukan istirahat makan pagi. Namun,
perubahan cuaca yang mendadak membuat mereka harus
kembali membongkar tenda besar linen yang telah berdiri
anggun. Para tentara mengumpulkan ranting-ranting untuk
kayu bakar, kuda-kuda berdiri tak nyaman... Gelombang di
permukaan Nil bergerak cepat, langit berwarna kemerahan.
Setiap tempat berubah kemerahan. Badai pasir datang, penuh
326
dengan butiran-butiran debu dan pasir. Para tentara menunduk
bersembunyi karena takut, menghalangi teman-temannya
yang mencoba mengejar kuda-kuda yang melarikan diri. Badai
pasir yang menutupi pandangan ini membuat semua orang
saling bertabrakan satu sama lain...
Dan para tuhan...
Seluruh rombongan mengatakan bahwa para tuhan yang
saling berkelahi berada di balik peristiwa ini. Semua ucap dan
kata-kata yang berbeda yang keluar dari bibir semua orang
menjadi sebuah keributan di halaman benteng...
Pangeran Musa tersenyum melihat keadaan tersebut.
"Badai ini pasti takkan pernah berhenti jika benar ada
begitu banyak tuhan," ucapnya.
Saat itu, Ratu yang saling bertatapan dengan Tahnem
menyadari bahwa sang Pangeran sudah memiliki dasar
pengetahuan mengenai Tuhan.
"Kenapa kau berkata seperti ini, Pangeran muda? Apa yang
akan terjadi jika tuhan berjumlah banyak?"
"Bagaimana bisa tak terjadi apa-apa, Ibuku! Jika ada banyak
tuhan, ketika satu ingin menurunkan hujan, satu menginginkan
musim panas, satu ingin siang hari, satu ingin malam hari, satu
berkata duduk, satu berdiri maka akan seperti apa kacaunya
dunia... Tapi, di dunia ini semua terorganisir. Maksudku, hanya
ada satu Tuhan yang mengatur dunia. Jika ada banyak tuhan,
tak tahu kapan malam berakhir, tak tahu kapan badai akan
berhenti."
"Bagus, wahai putraku, pangeranku..."
"Yakobed ibu susuku juga percaya pada satu Tuhan. Sang
Pencipta yang mematikan dan menciptakan kami."
327
Satu per satu segel telah terbuka sebelum mereka
tiba di padang pasir. Hidup adalah sekolah bagi
para pengembara padang pasir... Setiap jarak
yang telah dicapai adalah tingkatan kelas yang
telah dilalui. Setiap oasis yang mereka temukan
adalah pelajaran yang telah mereka pelajari.
Padang pasir yang luas sesungguhnya merupakan
tempat manusia berhadapan dengan Allah.
"Tahnem, Sare, dan aku juga mengucapkan hal yang sama,
wahai anakku. Tapi, hal ini tak kami bagi dengan siapa pun.
Kau juga harus berhati-hati, mengerti kan? Jangan berkata hal
ini di depan sang Raja, wahai pangeranku yang cerdas."
"Jangan bersedih, wahai Ratuku, tentang pengiriman Anda
menuju Avaris oleh Pare-amon," begitu ucap ibu susuku,
Baginda Ratu.
"Aku juga akan berbicara denganmu mengenai hal ini."
"Aku tahu bahwa dia bukan ayahku. Para ahli bangunan
mengatakan hal ini ketika kita melakukan kunjungan di Gosen.
Sungguh kejam para anak buah Fir?aun memperlakukan
mereka. Mereka harus bekerja ketika punggungnya berdarah,
tak ada makanan, dan tidak boleh minum. Hanya dengan
permohonanku mereka kemudian membuat sebuah tempat
328
air minum. Aku berkata pada diriku bahwa Pare-amon tak
mungkin ayahku. Akhirnya ibu susuku menceritakan semuanya,
setelah aku memaksanya bercerita... Tapi, karena aku tak ingin
Baginda Ratu bersedih maka aku tak memberitahumu, wahai
Ibu."
"Kalau begitu, kau sudah tahu semuanya, wahai pangeran
kecilku. Ah! Malaikat indahku yang dihadiahkan Sungai Nil
kepadaku."
Pangeran muda memeluk Ibu Ratunya dengan sepenuh hati.
Satu tangannya menghapus air mata, sementara satu tangan
lainnya memegang tangan sang Ratu yang bergetar.
"Sampai akhir napasku, engkau adalah ibuku, wahai Ibu.
Kalian adalah kedua sayapku, ibu susuku dan kau."
Satu per satu segel telah terbuka sebelum mereka tiba di
padang pasir. Hidup adalah sekolah bagi para pengembara
padang pasir... Setiap jarak yang telah dicapai adalah tingkatan
kelas yang telah dilalui. Setiap oasis yang mereka temukan
adalah pelajaran yang telah mereka pelajari. Padang pasir yang
luas sesungguhnya merupakan tempat manusia berhadapan
dengan Allah. Setiap rombongan yang telah menempuh
perjalanan melalui padang pasir di antara Sungai Nil dan Laut
Merah selalu berkata, "Satu tahun kita telah tumbuh besar..."
Berapa tahun mereka telah tumbuh besar ketika mereka
menempuh padang pasir?
Berapa rahasia yang akan terungkap, berapa tujuan akan
dibuat?
Seakan sebuah payung raksasa di padang pasir ketika
Asiyah Sang Mawar Gurun Firaun Karya Sibel Eraslan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mereka melihat pohon-pohon palem. Para pengawal memberi
kabar gembira bahwa mereka telah tiba di sebuah oasis yang
329
memiliki air terjun kecil. Kelompok pengawal terdepan
segera membangun tenda-tenda, menyalakan api, dan mulai
menyiapkan makanan. Tahnem dan Musa, menatap telaga
oasis dan seketika meloncat dengan gembira...
Sambil berlari kecil, mereka menghampiri tenda besar,
duduk di depan deretan nampan dan mulai memakan kurma,
kacang kering, delima, dan buah kenari dengan lahapnya.
Sang Ratu memandang apa yang mereka lakukan dengan
senyum di wajahnya. Ketika Sare memberikan handuk
untuk mengeringkan tubuhnya, "Setelah makan, saya akan
menceritakan kisah Margir kepada Anda, Tuanku," ucap
Tahnem...
"Apa itu Margir?" tanya Pangeran Musa...
"Margir adalah seorang pawang ular. Dengan tiupan suling
dia membuat ular menari. Ia bahkan mampu menjinakkan ular
berbisa," ucap Sare.
Sare melihat wajah Pangeran Musa yang seakan berkata
dari mana kau mengetahui semua hal ini. "Ketika masih kecil,
saya seorang murid Margir...," ucap Sare dengan malu-malu.
rrr
330
27. Kisah Keberuntungan
Margir...
"Di suatu masa kuno, hidup seorang margir tua bernama
Necerhepere di Kota Teb... Festival musim semi yang diadakan
setiap satu tahun sekali di Kota Teb diikuti oleh para ahli paling
mahir dari empat sisi dunia, dirayakan dengan pameranpameran yang paling besar.
Ular besar bernama Feten milik Necerhepere merupakan
legenda. Feten yang oleh penduduk Teb disebut naga
mempunyai kekuatan luar biasa yang mampu menelan satu
ekor anak gajah hanya dengan satu kali telan. Necerpehere
menyimpan Feten bukan di keranjang seperti ular-ular lainnya,
melainkan di sebuah peti besar. Kunci peti menggantung
di tubuh ular itu, terbuka dan tertutup dengan ucapan sihir.
Necerpeher dalam pertunjukannya akan membuat ular itu
menari, kemudian si ular mengeluarkan perak dari mulutnya
ke atas baki yang dipegang pawangnya. Begitu banyak perak
yang mereka kumpulkan sehingga jika diletakkan satu per satu
akan terlihat tinggi seperti gunung...
Masyarakat yang mengetahui bahwa Necerhepere
tak melakukan ini untuk uang menyukainya dan banyak
memberikan donasi. Guru Necerhepere membagikan donasi
yang bertumpuk itu kepada para yatim, orang miskin, dan
orang-orang lanjut usia. Dia membagikannya satu per satu
dengan mengelilingi kota sehingga semakin dikenal oleh
penduduk Teb serta orang-orang di kota dan desa sekitarnya.
331
Sementara itu, penguasa Teb merasa cemburu kepada
pawang ular ini karena kedekatannya dengan penduduk. Setiap
saat, dirinya dipenuhi rencana licik untuk memusnahkan
pawang itu, tapi tak satu pun berhasil. Suatu hari, hal ini dia
ceritakan kepada penasihatnya yang licik...
Penasihat Sehemhet memutuskan mendekati Neecerhepere
dan ularnya Feten dengan berpakaian seperti seorang murid
margir... Tanpa curiga, si penasihat licik diterima sebagai
murid. Dari gurunya yang dia ikuti siang dan malam, Sehemhet
mempelajari kata-kata sihir untuk membuka dan menutup peti
Feten. Setelahnya, ia menidurkan pawang tua itu dengan apiun
dan mengangkut peti berisi Feten ke istana.
Necerhepere terbangun seketika menyadari Feten telah
dicuri. Dia mengelilingi pasar sambil berkata, ?Ularku ularku,
Fetenku Fetenku?. Masyarakat yang beberapa hari yang lalu
memuji-mujinya sama sekali tak memedulikn orang tua ini
ketika ularnya hilang. Margir Necerhepere malam itu sama
sekali tak memiliki sesuatu yang bisa dia makan.
Sementara, di tempat lain... Penasihat licik Sehemhet
setelah membuka peti Feten dengan kata-kata sihir tak bisa
memasukkan kembali ular itu ke peti. Dia sendiri tak tahu
bagaimana cara meniup alat musik. Feten lantas memangsa
penasihat, kemudian menelan penguasa Teb. Itu pun tak cukup,
setiap orang yang tak memberikan roti kepada Necerhepere
ditelan satu per satu, hilang tanpa jejak...
Necerhepere sendiri tanpa mengetahui apa yang terjadi
mengeluarkan seruling dari sakunya sambil menangis. Ketika
dia melihat serulingnya terbelah menjadi dua... "Sungguh
332
beruntung," ucapnya, "sungguh beruntung Feten dicuri dan
dibawa oleh pencuri. Kalau tidak, malam ini tak satu pun
masyarakat Teb yang akan tersisa."
Pelajaran pertama dari kisah ini adalah mengenai akhir
pahit dari orang-orang yang berlaku licik. Pelajaran kedua,
orang-orang yang tak setia dan serakah akan bernasib buruk.
Sementara itu, pelajaran ketiga adalah selalu berpikir bahwa
sesuatu yang menimpa kita pasti memiliki suatu hikmah..."
Anggota rombongan perjalanan ini mendengarkan saksama
kisah yang diceritakan oleh Tahnem di depan kobaran api.
Potongan kayu yang jatuh tiba-tiba, pikiran yang berkelebat
dalam diri... "Kita telah menaklukkan naga," bisik Ratu Asiyah
seraya memeluk Pangeran Musa yang tertidur.
Di setiap peristiwa terdapat hikmah. Setiap padang pasir
akan tiba di lautan...
Padang pasir berubah menjadi tempat belajar bagi mereka.
Dari legenda ke sejarah, dari pengetahuan agama sampai ilmu
kebijaksanaan, mereka saling menghibur dengan obrolanobrolan yang mengembuskan kesejukan...
Keesokan harinya, mereka bertemu dengan para budak dan
pekerja yang membangun Candi Pi-Pareamon yang didirikan
di sekitar Avaris. Kurang lebih seratus Apiru berjalan dengan
kaki terikat, dibagi menjadi sepuluh barisan. Seutas tali
tersampir di bahu mereka, menarik bongkahan-bongkahan
batu besar... Sementara itu, kondisi para budak yang bertugas
untuk menggali jauh lebih mengenaskan. Hampir setiap lima
menit terdengar jeritan kesakitan, baik karena tertindas batu
atau cambukan penjaga...
333
Berdiri di atas tandu, Pangeran memberikan
salam kepada para pekerja...
Kedua mata Ratu Asiyah memandangnya
dengan rasa bangga dari tandu. Matanya penuh
air mata bahagia dan haru.
"Anak yang akan menjadi seorang raja," terucap
kata-kata ini dari bibirnya...
Pangeran Musa memberikan pesan kepada pemimpin
rombongan pekerja dan budak melalui Tahnem. Dia
menuliskan sebuah perintah untuk menghentikan penggunaan
cambuk dan pemukulan sebagai hukuman. Musa kemudian
memberikan segelnya di atas surat perintahnya. Pangeran
Musa mungkin pewaris tahta yang masih kecil, tapi pendidikan
yang diterimanya membuat dia telah belajar bagaimana
menggunakan segel dan wewenangnya. Ia juga memberikan
empat tong besar berisi air untuk menghilangkan dahaga para
pekerja.
Perintah Pangeran Musa telah memberikan napas lega bagi
para pekerja dan budak. Berita pemberian hadiah tong besar
berisi air dalam waktu singkat menyebar ke seluruh rombongan
pekerja. Tanpa memedulikan rasa sakit, mereka mulai bersorak.
"Hidup Pangeran Musa! Hidup Pangeran Musa!"
334
Berdiri di atas tandu, Pangeran Musa memberikan salam
kepada para pekerja...
Kedua mata Ratu Asiyah memandangnya dengan rasa
bangga dari tandu. Matanya penuh air mata bahagia dan haru.
"Anak yang akan menjadi seorang raja," terucap kata-kata
dari bibirnya...
rrr
335
28. Petualangan Adalah
Pengetahuan...
Ratu Asiyah dan Sungai Nil adalah saudara kembar...
Keduanya memiliki karakter yang peka dan bahagia jika
dilihat dari luar... Pergi dengan semangat bergelora layaknya
ombak, menenangkan batu-batu licin dengan tangan-tangan
kecilnya... Mereka mengetahui banyak bahasa dengan
kesabaran. Bahasa-bahasa sungai, manis-pahitnya minuman,
mengumpulkan arus kata ke dalam kalimat-kalimat...
Kalimatlah yang mereka bangun.
Keduanya membangun kalimat-kalimat dunia...
Dan ketahanan...
Selalu lebih ke bawah, mengalir sampai paling bawah. Terus
mengalir hingga kedalaman palung, bergerak sampai ke tempat
paling dalam, tanpa rasa enggan untuk turun sampai bagian
paling terdalam...
Nil dan Asiyah seperti dua darwis yang bijaksana dan
rendah hati...
Tapi permukaan daratan seperti bagian bawah...
Memohon kepada mereka...
Keduanya berambut panjang.
Keduanya juga seperti pusat kosmos. Di salah satu
tangannya tergenggam kehidupan, di tangan lainnya
kematian... Matahari terbit di atasnya, tenggelam di atasnya...
336
Menopang siang dan malam di bahunya, mendendangkan
lagu-lagu tidur.
Tak hanya satu, mungkin ribuan Fir?aun...
Tak hanya seribu, mungkin keduanya adalah saksi mata
ketulusan ribuan orang...
Dalam diri Nil maupun Asiyah terdapat bunga-bunga
mawar yang bermekaran di tengah kobaran api...
Menjadi bagian orang-orang yang banyak bersyukur.
Menjadi bagian orang-orang yang tak mengetahui harga
kenikmatan juga...
Setelah hukum-hukum warisan masa lalu diinjak-injak,
masih tersisa harga diri seorang wanita yang tertindas di
bawah kaki kekuasaan... Keduanya tumbuh dewasa, baik sungai
maupun perempuan, menjadi ibu bagi seluruh anak yang tak
dilahirkan dari dirinya...
Tak pernah memilih untuk hidup dalam kehidupan
bangsawan dan kemewahan, lebih memilih hidup bersama
orang-orang tak mampu dan miskin...
Asiyah Sang Mawar Gurun Firaun Karya Sibel Eraslan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mereka berdua sesungguhnya dua ratu yang duduk di tahta
yang berdiri dalam hati...
"Mereka memanggil Anda Sultanah Nil, wahai Baginda
Ratuku."
Apa yang diucapkan Tahnem kepada Ratu seperti sebuah
kata sandi, "Jangan menangis, aku mohon". Abdi muda dan
setia Tahnem mengucapkan permohonan ini dengan cara itu
kepada Asiyah... Di setiap momen sedih, Sare selalu merangkai
sebuah rangkaian mutiara. Setiap rangkaian mutiara yang
diserahkannya dengan rasa malu, merupakan butiran-butiran
air mata yang turun dari kedua mata Ratu...
337
Tapi, dia adalah Asiyah. Di antara kesedihannya, dia
menemukan sesuatu hal yang tak dapat ditertawakan. Dia
membangun pulau-pulau taman bunga di tengah lautan api.
Musa adalah salah satu pulau itu, pulau bunga-bunga
mawar...
Dari luar, di sekitarnya tampak begitu ramai dan penuh
pertunjukan. Namun, sebenarnya dia sendiri. Dia seorang
perempuan yang sendiri.
Meskipun berada di istana terbesar di dunia, bersandar
di tahta yang paling kuat, dan mengenakan mahkota paling
indah, dia tak pernah meninggalkan kerendahan hati dan
kesedihannya.
Tersenyum... Ketika gelisah, bahkan ketika menangis...
Sabar adalah ransum perjalanannya.
Dia tak pernah meminta sesuatu, selain kepada Allah.
Sebuah keadilan yang tak pernah melepaskan kebenaran
di dalam hatinya. Sebuah timbangan yang tak pernah tidur.
Kehidupan yang ditakdirkan kepadanya, seperti jubah yang
menanggung tanggung jawab besar, sebuah beban yang berat.
Memberikan kebahagian, kententeraman, dan kesejukan
kepada adalah tujuan hidupnya... Setiap anak yang terlahir di
Mesir merupakan harapan maupun bebannya.
Bersama dengan Sungai Nil, mereka menghitung anak-anak
Mesir sepanjang negeri.
Berapa umur mereka, apakah perut mereka kenyang, siapa
yang akan merajut pakaian yang akan mereka kenakan, siapa
saja yang belajar menulis huruf-huruf, siapa saja yang tak
menemukan sesuap roti untuk makan malam, siapa saja yang
338
ibunya meninggal, siapa yang banyak bermain dan berkeringat,
siapa saja yang giginya sakit, siapa saja yang terjatuh dan
lututnya berdarah...
Setelah kehadiran Musa, rasa sayangnya kepada anakanak semakin bertambah. Bersama abdi-abdi mudanya, dia
memberikan pakaian kepada anak yatim, memeriksa orangorang yang sebatang kara, mengamati lilin-lilin yang menyala
di rumah-rumah di malam hari, siapa yang sakit, siapa yang
bekerja siang dan malam. Terbuka sesuatu yang tak tertimbang,
Mesir diatur oleh sebuah hukum yang tak adil... Dan seperti
inilah, mendengar dari anak-anak yang membawa air yang
ayah-ayahnya terluka oleh cambuk yang mendera punggung
mereka...
Satu per satu jam pasir retak di balik tembok-tembok istana
yang megah... Bibir orang-orang tak berdaya penuh dengan
pasir dari bejana jam yang pecah. Setiap hari, gigi-gigi orang
yang tertindas mengeluarkan suara gertakan... Satu makan dan
satu memandang. Oleh karena itulah ?kiamat? akan terjadi... Gigi
yang menggertak, suatu saat akan datang melawan. Seberapa
pun kuat usaha untuk menceritakannya, sang Ratu tak dapat
mendengar dengan jelas suaranya. Semua telah terjadi, itu pun
telah dilempar oleh badai...
"Ibu, apakah istana di Avaris sangat jauh?"
"Avaris merupakan sebuah kota di Delta yang ada di zaman
ketiga ketika aku masih kecil. Sebelumnya adalah Akhet,
zaman banjir, yang berarti zaman awal tahun... Kemudian kita
melewati hari-hari Peret, hari saat air terserap oleh tanah...
Kemudian tibalah hari-hari Shemu, zaman panen, zaman
ketiga... Hari-hari inilah yang paling dirindukan ketika kami
339
masih anak-anak. Guru kami Apa, jika zaman Shemu yang
penuh dengan berkah tiba selalu membawa kami ke Istana
Musim Panas di Avaris."
"Aku masih belum melihat Hijau Besar."
"Laut... Campuran hijau ke dalam warna biru, lahan paling
luas di dunia... Aku juga bisa melihatnya di tahun kelahiranmu,
ketika Apa meninggal dunia. Tapi, Apa sering menceritakan
tentang laut kepada kami... Lihatlah ke langit, ucapnya. Laut
adalah cermin langit di permukaan Bumi. Kau berpikir bahwa
sepanjang bukit adalah bagian negeri Mesir. Sementara itu,
mulai dari Avaris, dimulai dari lahan-lahan delta, mulai dari
tempat ini Mesir adalah negeri papirus."
"Aku pernah mendengar pembahasan mengenai Ibu sebagai
Putri Para Papirus di Sekolah Kerajaan."
"Negeriku berada di timur Avaris, Heka-Hasut yang datang
dari Palestina, jauh di balik Bukit Papirus."
"Jadi, Ibu juga bukan orang Mesir asli. Benarkah seperti ini,
Ibu?"
"Raja-Raja Pendeta memanggil kakek-kakek buyutku.
Mereka menjadi pemimpin adil di Mesir selama berabad-abad.
Nabi Yusuf menyelamatkan Mesir dari musibah kelaparan
besar di masa pemerintahan kakek buyutku."
"Aku juga pernah mendengar Nabi Yusuf dari Yakobed, ibu
susuku."
"Kemudian terjadi banyak pertumpahan darah di kerajaan,
kekuasaan sekali lagi dikuasai oleh bangsa K?pti, dan tibalah
kita sampai saat ini, Pangeran kecilku."
"Ibu percaya dengan ajaran Nabi Yusuf, benarkan Ratuku?"
340
"Muwahidun artinya penyatu, anakku. Muwahidun
adalah nama orang yang bersumpah yakin dan setia
kepada Allah yang satu... Jika kau mau, kita bisa
meminta Tahnem menceritakan kisah Muwahidun
Muda dengan para serigala kepada kita. Dalam
petualangan padang pasir, tak ada teman yang baik
bagi manusia, selain kisah-kisah..."
"Hal ini belum pernah aku bicarakan denganmu secara jelas,
wahai Pangeranku... Tapi, kita telah menjadi ibu-anak di padang
pasir. Dan memang petualangan yang mereka katakan adalah
sebuah pengetahuan, tata cara, mendewasakan, menguatkan
manusia... Oleh karena itu, tibalah waktu berbicara denganmu
secara terbuka."
"Aku mohon, Ibuku! Kau akan melihat kesiapanku melebihi
perkiraanmu."
"Kau memang telah siap semenjak kau datang padaku di
dalam sebuah peti, wahai Musa... Abdiku Tahnem, Sare, dan
aku... Kami adalah muwahidun yang percaya dan beriman pada
Allah yang tunggal dan satu, tak melahirkan dan tak dilahirkan,
dan pada ajaran Nabi Yusuf."
"Apa arti Muwahidun?"
341
"Muwahidun artinya penyatu, anakku. Muwahidun adalah
nama orang yang bersumpah yakin dan setia kepada Allah yang
satu... Jika kau mau, kita bisa meminta Tahnem menceritakan
kisah Muwahidun Muda dengan para serigala kepada kita.
Dalam petualangan padang pasir, tak ada teman yang baik bagi
manusia, selain kisah-kisah..."
Dan Tahnem pun bercerita.
rrr
342
29. Kisah Muwahidun
Nabi Yusuf dan
Para Serigala...
Anak-anak Nabi Yakub yang telah berumur dewasa
cemburu dengan cinta sang Ayah kepada saudaranya. Mereka
mengambil Yusuf dari pangkuan ayahnya dengan alasan akan
membawa dia untuk bermain tombak. Meskipun hati Nabi
Yakub tak rela, kakak-kakaknya sudah membawa Yusuf jauh
ke gurun pasir.
Setelah beberapa saat bermain, mereka makan dan
menceritakan sebuah rahasia. Mereka pun mulai berkata,
?kami akan melemparmu ke sumur ini dan kemudian kau akan
kami selamatkan?. Dan kisah pun berjalan seperti yang telah
tertuang dalam sejarah. Jika kau bertanya, ?bagaimanan bisa
saudara melempar saudara kandungnya ke sumur?? Inilah
dunia... Waktu berlalu, orang-orang baik akan beruntung di
antara zaman. Begitu kata para leluhur...
Seandainya saudara-saudaranya tak melempar Yusuf ke
sumur, para pedagang takkan menemukannya dan membawanya
ke Mesir. Seandainya di Mesir dia tak dijual sebagai seorang
budak, Yusuf takkan mendapat murka Zulaikha. Seandainya
dia tak dipenjara karena amarah Zulaikha yang terbakar oleh
cintanya maka dia takkan pernah dijadikan penasihat oleh
Raja Mesir. Seandainya Yusuf tak dijadikan penasihat, Mesir
takkan terselamatkan dari kelaparan...
343
Di alam semesta ini, semua berhubungan satu sama lain.
Jika tak seperti itu, hal-hal duniawi takkan seperti ini...
Nabi Yakub begitu sering menangis setelah kepergian
putranya Yusuf. Begitu banyak meneteskan air mata sampai
para malaikat berpikir bahwa terjadi badai topan kedua di
dunia...
Dia tak percaya dengan ucapan anak-anaknya yang telah
dewasa. ?Saudara kami telah dimangsa serigala?. Pikiran sang
ayah melayang ke padang pasir.
Entah bagaimana caranya, mereka menemukan
sebuah sumur yang menyebarkan aroma bunga
geranium, memandang cahaya yang menjulang
tinggi dari sumur. Mereka memohon kepada
Tuhan yang Agung, kemudian menyaksikan
malaikat turun ke sumur dari langit. ?Kita telah
menemukan Yusuf?, ucap mereka...
Dia menemukan sarang serigala di tengah gurun. Ketika
dia bertanya sambil menangis, ?Apakah kalian yang memangsa
putraku??
Para serigala pun meneteskan air mata dan bersumpah
kepada Nabi Yakub. ?Kami bersumpah kami tak memangsanya?.
344
Dalam sarangnya, serigala itu juga memiliki dua belas putra,
sama seperti Nabi Yakub. Demi ketenangan hati Nabi Yusuf,
serigala mengikat mulut putra-putra mereka dan berjanji
hanya akan memakan rerumputan sampai Yusuf ditemukan.
Asiyah Sang Mawar Gurun Firaun Karya Sibel Eraslan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Nabi Yakub kagum dengan kesetiaan dan ketulusan para
serigala.
?Siapakah kalian?? tanyanya. ?Kami adalah muwahidun?.
Itu jawaban yang diberikan. Mereka kemudian bergabung di
antara empat puluh rusa. Berhari-hari lamanya, para serigala
dan empat puluh rusa berjalan bersama mencari Yusuf...
Entah bagaimana caranya, mereka menemukan sebuah
sumur yang menyebarkan aroma bunga geranium, memandang
cahaya yang menjulang tinggi dari sumur. Mereka memohon
kepada Tuhan yang Agung, kemudian menyaksikan malaikat
turun ke sumur dari langit. ?Kita telah menemukan Yusuf ?,
ucap mereka...
Mereka berlari sambil meneteskan air mata, mencoba
untuk memberikan kabar kepada Nabi Yakub bahwa putranya
masih hidup. Empat puluh rusa bersama serigala berjalan
berdampingan di gurun. Seorang pemburu menyadari
keanehan ini. ?Di balik semua ini pasti ada sesuatu yang luar
biasa?, ucapnya dalam batin. Dia lantas mengikuti mereka.
Pemburu penyembah berhala menangkap mereka semua
dalam satu jebakan, ?Kalian?, ucapnya kepada para muwahidun,
?Kalian sangat aneh. Bagaimana bisa serigala tak memangsa
rusa! Pasti kalian melindungi sebuah harta karun yang besar.
Jika kalian tak mengatakan yang sebenarnya, setiap langkah
yang aku langkahkan maka aku akan memotong leher kalian
satu per satu!?
345
?Jangan!? ucap pemimpin serigala, ?lepaskanlah kami, wahai
pemburu yang tangguh. Kami para serigala pulang karena cinta
kami kepada Nabi Yusuf. Kami bersumpah takkan kembali lagi.
Lepaskanlah kami, biarkan kami menemui Nabi Yakub.?
Rusa-rusa melempar tubuh mereka ke depan. ?Jika kau
akan memotong leher kami semua, wahai pemburu, biarkan
kami saja yang merasakan pisau tajam itu.? Pemburu yang
menyaksikan keanehan ini mengerti bahwa harta karun ini
sangat besar, sesuai dengan sumpah-sumpah yang mereka
katakan. Seketika dia pun berteriak ?Siapa itu Yakub??. Setiap
satu langkah, dia memotong leher satu ekor rusa. Tepat empat
puluh langkah, semua rusa mati di tangannya. ?Masihkah
kalian diam? Kesabaran apa ini!? ucap pemburu marah kepada
para serigala.
?Kami para serigala bersumpah sabagai Muwahidun
untuk mengikat mulut kami, Manusia seperti apa dirimu ini,
membalikkan badan kepada seorang nabi yang menangisi
putranya,? ucap mereka. ?Kalian semua akan kupotong,? ucap
pemburu yang semakin murka. ?Jika ini memang takdir,
terjadilah,? ucap mereka seraya membungkukkan badan. Kedua
belas serigala pun menyusul para rusa.
Setelah pembantaian itu, pemburu tertegun ketika melihat
lima puluh dua jasad yang terbaring di tanah. ?Apa yang telah
aku lakukan!? ujarnya sambil menggelengkan kepalanya. Ia pun
menguburkan mereka semua. Sebagai sebuah isyarat bagi para
pejalan, dia juga menanam empat puluh pohon cemara untuk
empat puluh rusa. Setelah menanam empat puluh pohon
cemara dan membalikkan badannya, dia melihat keajaiban!
Dari kuburan dua belas Muwahidun serigala terpancar mata
air... Sang pemburu mematahkan anak panahnya satu per
346
satu, melempar pisaunya, menjeratkan tali ke lehernya, dan
berubah menjadi orang gila. Dia lupa bagaimana berjalan dan
berbicara, meraung seperti serigala, dan berjalan seperti rusarusa di gurun pasir.
Pemburu yang berkeliaran tak tentu arah ini menimbulkan
kecurigaan sebuah rombongan pejalan. Tak mengindahkan
peringatan dan pertanyaan pemimpin rombongan, pemburu
justru berlari kencang. Rombongan pejalan mengejarnya
seraya melepaskan anak panah. Sampailah mereka di pohon
empat puluh rusa. Pemburu mengembuskan napas terakhir di
depan dua belas mata air...
Rombongan yang kini dengan jelas menyaksikan lima puluh
dua kuburan berdampingan menanyakannya kepada seorang
tua yang mata dan hatinya terbuka. Orang tua ini menyelupkan
telapak tangannya ke dalam air. Melihat air sejernih kristal di
tangannya, ?Ini adalah para muwahidun,? ucapnya.
Rombongan kemudian juga menyadari bahwa rantingranting keempat puluh pohon menunjuk ke arah sumur yang
berada jauh sana. Sumur yang memancarkan cahaya ke langit.
Seketika, mereka berlari dan tiba di sumur. Mereka melempar
sebuah tali ke dalam sumur. Mereka menyelamatkan Yusuf,
keindahan dunia.
Manusia mengikuti hawa nafsunya, membutakan mata
hati dan membuang saudara kandungnya. Sementara itu,
para muwahidun setia di jalan cinta, walaupun mereka seekor
serigala. Menjaga rahasia, tak mengingkari janjinya. Jika
memang harus, mereka siap untuk mati."
Kisah yang diceritakan oleh Tahnem membuat hati semua
yang mendengarkan bergetar...
347
"Semua memiliki seorang Yusuf. Milikku adalah dirimu,
wahai putraku," ucap Ratu seraya memeluk Musa...
"Kami adalah Muwahidun," ucap Sare, tak menyadari betapa
miripnya dengan para rusa.
"Bagindaku, menara-menara Istana Avaris sudah tampak
di cakrawala," seru Tahnem. Ketika membalikkan badan ke
arah Tahnem, orang-orang mengira seekor serigala muda yang
berbicara di bawah pancaran sinar kemerahan Matahari...
rrr
348
30. Tahun-Tahun yang
Berlalu di Jalur AvarisMemphis...
Beberapa pasang kuda berwarna abu-abu dan hitam, masingmasing menarik sebuah kereta, melangkah melewati jembatan
kayu memasuki Avaris... Dengan roda-roda perunggu yang
memantulkan sinar di tengah panasnya siang hari, kedatangan
Ratu Asiyah dan Pangeran Musa diumumkan. Suara terompet
mengiringi bendera-bendera dengan lambang sang Ratu,
rajutan dengan pola burung ibis, memanggil seluruh penduduk
kota untuk tunduk hormat...
Setiap orang mengangkat tangan kanannya ke udara,
memberikan salam kepada rombongan sang Ratu yang masuk
ke dalam benteng. Seluruh balkon dan pintu bangunan kerajaan
dipenuhi pekerja pemerintahan yang berderet sesuai pangkat
dan jabatan. Sementara itu, walikota, komandan benteng,
dan kepala pendeta menanti mereka di depan pintu gerbang
utama setinggi enam puluh meter dengan mengenakan baju
upacara. Jalan utama yang membentang di Avaris dipenuhi
masyarakat yang berderet di kedua sisi jalan, menaburkan
bunga-bunga. Ratusan budak dan pekerja mendaki tembok
benteng, mendendangkan lagu pujian. Obor-obor besar yang
berada di bawah kaki patung-patung berkepala singa di kedua
349
sisi jalan menuju pusat istana menyala terang di tengah terik
Matahari...
Pangeran Musa, berdiri di kereta perunggu yang ditarik
sepasang kuda, memberikan salam dengan mengangkat
tangan kananya ketika memasuki pintu masuk benteng
Avaris. Kemudian bersama tandu Ratu yang diikuti pasukan
berkuda dan para pengawal, memasuki Avaris dengan sebuah
pertunjukan yang besar.
Hari-hari di Avaris mengalir cepat, lebih cepat dari aliran
jam pasir.
Pangeran Musa melanjutkan hubungan dengan istana di
Memphis. Tugas-tugas seperti pengawasan benteng, partisipasi
dalam hari raya dan upacara-upacara kerajaan yang diberikan
kepadanya dijalankan dengan baik. Memantapkan posisi Musa
sebagai anggota kerajaan yang terhormat dalam segala hal.
Sementara itu, Ratu Asiyah bersama abdi mudanya,Tahnem
dan Sare, memandang tempat jauh ini sebagai kesempatan
emas bagi mereka untuk meneruskan ibadah kepada Tuhan
yang Satu. Istana musim panas di Avaris yang seringkali juga
menerima ibu susu Yakobed sebagai tamu ini, meskipun pada
awalnya terlihat seperti pengasingan, berubah menjadi tempat
berlindung...
Pangeran Musa memiliki rasa ingin tahu yang kuat yang
tak dimiliki oleh anak-anak kerajaan lainnya. Kemahiran
menggunakan pedang sampai peternakan, menunggang kuda
dan mengendalikan kereta kuda, bergabung dengan masyarakat
dan mendengarkan keluhan-keluhan mereka, mengajarkan
membaca dan menulis, mengumpulkan kurma dan delima
dari pohon-pohon, memelihara kuda dan burung, memahat
350
batu dan perhiasan, mengukur minyak-minyak yang akan
digunakan dalam pembuatan lilin... Musa adalah pemuda yang
memiliki kemampuan untuk memilih sendiri dalam mengikuti
dan memecahkan rasa keinginantahuannya. Tak diragukan lagi
bahwa ini merupakan karakter khusus yang diambil dari Ratu
Asiyah. Ibunya tak pernah menahan dirinya dalam protokol
istana yang ketat. Keberadaan Ratu Asiyah mengubah dirinya
menjadi mutiara di dalam pelabuhan yang melindunginya dari
terjangan ombak besar.
Pangeran Musa juga telah mengambil langkah-langkah guna
melindungi hak-hak pekerja dan budak di seluruh benteng
di sekitar Avaris. Dia memberikan satu hari libur dalam satu
minggu kepada para pekerja atau memindahkan ke tempat
pembangunan yang dekat dengan keluarga mereka. Musa juga
membangun desa-desa baru bagi para pendatang dan pekerja
yang ingin membawa keluarganya. Para pekerja dan budak
masih belum bisa mendapatkan upah mereka, tapi dengan
perintah Ratu Asiyah kebutuhan rumah tangga ditanggung
oleh kerajaan. Mereka juga bisa mengambil kebutuhan seharihari, seperti pakaian, tempat tidur, dan selimut dari kantor
pemerintahan di Avaris. Dengan kebijaksanaan Pangeran
Musa dan Ratu Asiyah, para pekerja, budak, dan pendatang
mendapatkan jaminan kesehatan setiap bulannya. Para pekerja
yang sakit atau sudah tak mampu bekerja berat dipindahkan
ke lahan-lahan di selatan Delta dan masing-masing diberikan
sebuah kebun kecil dan sumur air. Kebijaksanaan yang tak lepas
dari penglihatan Pangeran Menmatre ini dikatakannya sebagai
hal yang tak memiliki tujuan untuk meningkatkan kesempatan
sebagai pewaris tahta.
351
Sementara itu, tepat di utara Delta, pembangunan yang
dimulai dari Memphis, diwarnai ketidakadilan yang lebih
mengenaskan dari yang sebelumnya. Tak hanya bagi para
Apiru saja, tapi seluruh pekerja dan budak yang diharuskan
bekerja dalam kondisi lapar. Sebuah kediktaktoran dzalim yang
Asiyah Sang Mawar Gurun Firaun Karya Sibel Eraslan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dibangun di atas penjajahan terhadap orang-orang miskin dan
kelaparan, di atas rakyat yang tak berdaya. Ketika bangunanbangunan dan kuil termegah dalam sejarah menjulang tinggi
ke langit, di sisi lain meninggalkan pembantaian yang tak
disaksikan oleh sejarah...
Ah, langit-langit...
Rencana yang dirancang oleh Haman dan Pangeran Utara
tak berjalan sesuai rencana. Raja Utara meninggal dunia,
sementara raja baru yang naik tahta memutuskan perjanjian
sebelumnya. Kerajaan Mesir berada dalam kondisi setiap
waktu bisa berperang dengan Negeri Utara, musuh lamanya...
Wilayah-wilayah Mesir semakin hari semakin tak kondusif.
Mesir Atas yang penuh dengan kemiskinan dan kejahatan,
bertahan dengan pendapatan yang setiap saat bisa hilang.
Pajak-pajak yang menguras rakyat tak semuanya mengalir ke
Memphis. Kelas bangsawan baru yang berada di daerah hanya
mementingkan kekuasaan mereka sendiri, bukan Memphis.
Tapi, bagi rakyat ini sama saja. Ketika Fir?aun satu menjadi
seribu... Seperti itulah...
Kepemimpinan di atas kepemimpinan. Nubya yang selama
beratus-ratus tahun memenuhi kebutuhan Mesir terhadap
emas dan perak berada dalam tarikan napas terakhir. Seluruh
peristiwa yang tercatat dalam buku para penulis menceritakan
semuanya dalam bahasa yang menarik.
352
"Ketika panen diturunkan, setengahnya adalah ularular dan setengahnya kuda nil. Ingatlah keadaan penduduk
desa yang mereka hadapi dengan pajak-pajak atas panen,
wahai para pemuda yang akan memilih pekerjaan! Tikustikus telah menguasai perkebunan, memakan semua yang
mereka temukan. Semua ini hanya membawa kelaparan dan
kemiskinan bagi para petani. Tak ada jalan untuk selamat
dari para pencuri... Dan juga datang para penagih pajak. Para
Nubya yang memegang kayu palem di tangannya bersama
pelayan yang membawa tongkat berkata, "Berikan panen
kalian!" Apa yang bisa dilakukan oleh para petani yang tak
memiliki hasil panen? Mereka memukul petani itu. Mereka
menjulangkan kepala petani ke dalam sumur. Jika kau memilih
untuk menjadi petani, ketahuilah apa yang akan kau hadapi
mulai dari sekarang, wahai pemuda."
Betapa tingginya tingkat kejahatan hingga makam-makam
raja yang bersejarah pun tak lepas dari penjarahan dan
perampokan. Kabar mengenai perampasan makam-makam
dan kuburan yang datang dari empat penjuru negeri ditafsirkan
sebagai musibah besar. Tapi, permasalahan utama sebenarnya
adalah lemahnya kepemimpinan berbalut jubah keangkuhan
raja yang mengangkat dirinya sebagai tuhan. Selain Haman
yang selalu memiliki tangan dengan seribu satu kelicikannya,
tak satu pun orang menyukai kondisi yang terjadi...
Selain kabar-kabar gembira Pangeran Menmatre yang dia
bawa dari Avaris dan Delta, Mesir berada dalam kesuraman.
Di bawah kondisi seperti ini, tak ada cara selain memanggil
Pangeran Musa yang berhasil memimpin Avaris dan daerah
sekitarnya ke Istana Memphis secepatnya. Dan memang tak
353
ada yang menolaknya, selain Kepala Pendeta Haman yang
dikenal sebagai otak di balik semua ini...
"Musa adalah seorang pangeran yang dibesarkan oleh Mesir.
Selama ini, ia berada dalam perlindungan kita. Di samping itu,
ini juga sebagai cara untuk membuktikan kesetiaannya," titah
Raja Pare-amon mengakhiri pembicaraan...
Seakan api telah jatuh ke dalam hati Ratu Asiyah seketika
mendengar kabar ini di Avaris... Dilihat dari arah manapun,
pengasingan jauh dari Memphis selama lima belas tahun
ini telah melindungi Ratu Asiyah dan Musa dari embusan
kezaliman. Pangeran Musa akan menginjak usia dua puluh
tahun ketika dia akan kembali menuju Istana Memphis.
Perintah yang datang dengan perantara Pangeran Menmatre
telah dipastikan. Ratu Asiyah memberitahu kepada Pangeran
Menmatre bahwa Musa takkan pergi sendiri ke Memphis, dia
akan ditemani oleh Tahnem dan Sare.
Tapi, naluri keibuannya memberikan peringatan lain
kepada Asiyah. Bukan hanya putranya Musa saja yang berada
dalam bahaya...
Sare!
Ah, dia tak bisa berhenti berpikir membiarkan Sare yang
selalu berada di sisinya seperti sebuah lilin yang memancarkan
cahaya berada di antara orang-orang serakah di Memphis.
Kecantikan Sare pasti menarik perhatian para bangsawan
yang berada di tempat yang akan mereka tuju. Siapa yang tahu
seribu satu jebakan dan musibah apa yang akan menimpa
dirinya! Satu-satu caranya untuk mencegah dia menjadi objek
kesenangan adalah mengirim dia ke Istana Memphis dengan
status sudah menikah. Ini bisa melindungi Sare yang cantik...
354
Dia berpikir bahwa Tahnem adalah orang yang sesuai untuk
membicarakan hal ini. Tahnem menunduk tanpa mengangkat
kepalanya mendengarkan perkataan sang Ratu. Kini, giliran
dia berbicara.
Seakan api telah jatuh ke dalam hati Ratu
Asiyah seketika mendengar kabar ini di Avaris...
Dilihat dari arah manapun, pengasingan jauh
dari Memphis selama lima belas tahun ini telah
melindungi Ratu Asiyah dan Musa dari
embusan kezaliman. Pangeran Musa akan
menginjak usia dua puluh tahun ketika dia akan
kembali menuju Istana Memphis. ..
"Bagindaku," ucap Tahnem... "Kami mengetahui, bahwa
baik saya maupun Sare setia kepada Baginda, dan selalu akan
seperti itu. Seluruh pendidikan yang telah membesarkan
kami seperti dua darwis, dua siswa, orang yang mengajarkan
kami adalah Bagindaku... Hal yang paling besar bagi kami
adalah restu Baginda. Baginda adalah sultanah negeri cinta,
sementara kami adalah dua lampu Anda. Kami seperti Bulan
dan Matahari yang menanti langit, seperti siang dan malam
yang saling mengikuti satu sama lain, seperti dua lengan kuat
Sungai Nil, kami dididik untuk melindungi dan menanti Anda
355
seperti dua sayap burung ibis suci yang terbang di udara.
Sesuai dengan janji yang kami berikan kepada guru kami, kami
bersumpah melewati masa muda ke jalan Baginda. Cahaya di
kedua mata Baginda adalah hal terbesar yang kami inginkan."
"Tahnem!" sang Ratu memotong ucapan abdi mudanya. Dia
berdiri. "Nahkoda Keratuan yang tak ada tandingannya, tentara
berkuda putih yang selalu mengawal dan menemani jalanku...
Kisah-kisah padang pasir yang berhikmah, pemilik kisah-kisah
Nil, dua pengawal negeri cinta yang setia melindungi yang
besar... Sekarang tiba waktunya untuk melindungi yang kecil."
"Siap, Bagindaku..."
rrr
356
31. Putra Semata Wayang
Dua Ibu...
Ujung jemari perempuan yang memetik kecapi, memberikan
kesejukan pada punggung-punggung yang berjujuran keringat.
Mereka berlutut tanpa bergerak satu kali pun di balkon,
mendendangkan lagu-lagu masyarakat. Dengan irama dan
melodi yang pelan dan menyejukkan... Seakan-akan Istana
Musim Panas di Avaris dipenuhi dengan ikan-ikan Nil yang
tak berbahasa setelah perpisahan Pangeran Musa dan dua abdi
yang baru saja menikah. Tak ada satu pun yang berbicara selain
kayu-kayu yang saling bertabrakan karena hembusan badai
angin.
Sungguh beruntung Yakobed datang. Selain untuk menemui
putra susunya Pangeran Musa, menghilangkan hasratnya, dia
juga menjadi teman curahan hati Ratu Asiyah.
Sebenarnya dua perempuan ini tak banyak berbicara.
Mereka saling memahami dengan pandangan mata, mereka
saling mengerti keadaan masing-masing dari tafsir mimpimimpi yang mereka lihat. Dari perempuan ke perempuan, ini
adalah sebuah pemahaman antara keduanya... Membesarkan
bersama-sama seorang anak yang sama, mengetahui cahaya
mata anak yang sama, keduanya saling menyamakan satu
sama lain tanpa memotong jalinan hubungan. Sama seperti
Sungai Nil yang melewati jalan panjang membenturkan
357
kepalanya hingga tiba di lautan, pertemuan mereka seperti
sebuah arus campuran yang penuh dengan kisah-kisah rindu
yang terkumpul. Siapa yang berbicara, yang mana yang
mendengarkan? Mereka adalah dua petualang yang membawa
bunga-bunga mawar kisah cinta yang sama.
Yakobed dan Asiyah...
Satu melahirkan, satunya memberikan kehidupan. Satu
menyusui, satunya mengajarkan berbicara. Satu muka bumi
untuk Musa, satunya seperti langit-langit yang memberikan
bayangan diatas Musa. Meskipun mereka tak menceritakan
semua rahasia-rahasia sepenuhnya, mereka sebenarnya
mengetahui semua hal yang terjadi. Mereka tahu bahwa Musa
memiliki takdir yang besar, dia akan terlepas dari perlindungan
keibuan mereka ketika waktunya tiba. Busur panah akan
terlepas dari busurnya, semua perlindungan satu per satu akan
dilewati. Waktu yang dinantikan untuk mencapai tujuan telah
usai...
Satu sama lain melemparkan pandangan "Sudah tibakah
waktunya?"...
Sebenarnya, Yakobed belum menceritakan hal ini kepada
Ratu Asiyah. Mimpi-mimpi yang dia lihat dihari-hari dia
melahirkan Musa, bisikan yang mengatakan bahwa Musa akan
menjadi Nabi yang dinanti di hari ke depan...
Rahasia itu tak dia ceritakan kepada siapa pun...
Tapi, dia adalah Asiyah...
Seseorang yang memiliki sebuah hati penuh kasih sayang
sama seperti ibu-ibu kandung.... Ombak-ombak kasih sayang
yang saling bertabrakan dalam hatinya, seperti tangan-tangan
Sungai Nil yang sabar dan kecil memiliki kemampuan untuk
358
membuka hati para batu. Kasih sayang dan perhatian kepada
Musa menyelimuti hatinya.
Hati Asiyah berada dalam tingkatan kasih sayang.
Dan tingkatan ini tak diragukan memberikan sebuah
keyakinan kepadanya. Ini adalah sebuah keyakinan yang kuat,
penuh gairah, pintar, cermat. Tangkas. Berkelanjutan. Penuh
dengan kewaspadaan dan visi. Suara keibuan dalam hatinya,
seberapa banyaknya mengucapkan untuk tak mengirimkan
putranya ke istana Fir?aun... Dia merasakan dalam dirinya
Asiyah Sang Mawar Gurun Firaun Karya Sibel Eraslan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bahwa takdir memerintahkan seperti ini.
Sementara itu, Yakobed adalah penunjuk yang penuh
dengan gairah dan kesabaran. Dia sekali lagi menyerahkan
perlindungan anaknya kepada Rabb yang telah berulang-ulang
kali menyelamatkan anaknya dari kematian. "Sultanahku, Rabb
kita mengetahui sesuatu mengenai garis takdir yang tertulis.
Marilah kita bersabar, berdoa sehingga anak kita mendapatkan
perlindungan dari segala kekuatan kejahatan."
Betapa dengan bahasa yang dalam dan fasih diucapkan hal
ini... Memberikan kesejukkan kepada Ratu Asiyah dalam panas
padang pasir yang membakar.
"Ada kalimat, seperti pisau... Ada kalimat, seperti nafas...
Sekali lagi kau mengalir seperti aliran Sungai Nil ke hati kita
yang sempit ini wahai saudaraku. Sejak dipertama kali, aku
telah merasakan anak kita akan melakukan hal-hal besar. Tak
ada cara lain selain berdoa untuk keselamatan anak kita di
tempat tujuan dan kembali dengan selamat."
"Bagindaku, ada beberapa hal yang belum saya sampaikan
kepada Anda sampai saat ini."
359
"Kau tahu, Yakobed, apa yang tertulis dalam pintupintu piramida lama. Kata-kata akan terucap. Bukit yang
bercampur antara yang terucap dengan tak terucap ini telah
mempertemukan kita. Jika aku berkata bahwa sebuah mata
ketiga berbicara padaku tentang mencintai Musa, akan
percayakah kau? Tanpa memedulikan mata ini, aku akan
berkata bahwa kau melebihi seorang ibu susu bagi Musa."
"Bagindaku... Kedekatan melebihi air susu juga diperlukan.
Seandainya bukan karena kebaikan Anda, nyawa Musa sejak
awal berada di bawah tekanan bahaya yang serius. Musa bisa
hidup sampai saat ini berkat kasih sayang dan hati Anda yang
lembut."
"Kita semua memiliki sebuah kisah kecil. Semua itu adalah
napas kecil yang berada di dalam kisah besar Anda."
"Musa akan melakukan hal-hal yang besar, dia adalah
seorang anak yang spesial, Bagindaku."
"Yakobed, tak ada satu pun anak yang tak memiliki hal yang
besar. Setiap bayi yang terlahir ke dunia merupakan harapan
baru bagi kehidupan. Kemampuan dalam kehidupan, bukan
pembantaian atau pembunuhan. Kemampuan hidup dan
menghidupkan..."
Kedua perempuan ini juga menantikan suatu harapan
dari masing-masing diri. Meskipun belum mengetahui apa
yang dinantikan, mereka merasakannya ada di dekat mereka.
Bahkan, sering kali muncul dalam mimpi-mimpi mereka.
Apapun yang mereka lakukan, tak satu pun langkah yang perlu
diambil...
Sepanjang malam, mereka tak dapat tidur dengan
nyenyak. Bangun sebelum Matahari terbit, mereka tenggelam
360
memandang cakrawala dari balkon Istana Musim Panas. Langit
cerah putih seperti mutiara yang terbelah dua oleh pisau yang
tajam, sebuah jalan susu putih mengiringi kedua ibu yang tak
tenang. Air susu yang terperas keluar dari mutiara, tangantangan kedua perempuan itu juga terbakar. Delta Nil yang
berada di semenanjung barat istana yang mengingatkan pada
seorang perempuan berambut panjang pun lengan-lengannya
berada dalam warna gelap yang aneh. Bukan biru, bukan hitam,
bukan hijau... Rambut-rambut berantakan Nil pun berwarna
putih air susu...
Apa yang harus dikatakan pada sepatu bayi yang dikeluarkan
Yakobed ketika berdiri tenggelam dalam suasana sedemikian
itu...
"Ah, ini semua milik Musa." Ketika Yakobed mengucapkan
kata ini, sang Ratu tak dapat menahan dirinya. Menangis
sambil memandang dengan pandangan mata mencari jawaban
kepada sahabat curahan hati. "Adakah jalan terlihat bagi Musa,
wahai Yakobed. Dalam mimpi, apakah kau juga melihat jalanjalan itu, wahai saudaraku?"
Keduanya pun menangis.
Dan rambut-rambut Sungai Nil...
Dan mutiara-mutiara tak termiliki zaman di langit...
Bagaimana mungkin mereka tak menangis...
rrr
Pangeran Musa, seketika tiba di istana Memphis, dia
berhadapan dengan sebuah ujian yang sulit.
361
Saat itu, dia berusaha memisahkan seorang penduduk
asli yang berkelahi dengan Apiru. Hatinya memihak Apiru
yang tampak tak berdaya dan lemah, berusaha menenangkan
perkelahian.
Tapi pikiran mengenai kebaikan dan baik hati telah
membuatnya salah, ketika dia hendak memisahkan orang-orang
yang berkelahi, telah berubah menjadi sebuah pembunuhan
Pangeran Musa, seketika tiba di istana
Memphis dia berhadapan dengan sebuah ujian
yang sulit.
Dia berusaha memisahkan seorang penduduk asli
yang berkelahi dengan Apiru. Hatinya memihak
Apiru yang tampak tak berdaya dan lemah,
berusaha menenangkan perkelahian.
yang tak diharapkan...
Penduduk asli suku Kipti meninggal dunia seketika,
sementara itu Apiru yang menjadi penyebab kematian ini
melarikan diri...
Keesokan harinya, ditempat yang sama, ketika sekali lagi
Pangeran Musa melihat Apiru yang sama sedang berkelahi
dengan penduduk asli lainnya seketika Pangeran Musa berlari
362
ke arah mereka dan ingin memisahkan mereka. Tapi kali
ini Apiru harus menerima pernyataan sebagai orang yang
bersalah. "Ataukah hari ini kau akan membunuhku?" teriak
seketika Apiru yang terlaknat... Yang lain seketika terbangun...
Dia menyebarkan berita bahwa kemarin Pangeran Musa telah
melakukan pembunuhan.
Ketika Pangeran Musa berbicara dengan Apiru mengenai
hal-hal yang terjadi, penduduk asli yang terselamatkan segera
berlari ke istana dan menjelaskan apa yang dia saksikan, bahkan
masuk dalam laporan resmi...
Abdi Tahnem saat itu berada di istana. Jika ia tak
segera pergi ke tempat Pangeran Musa laksana petir dan
memperingatkannya... Mungkin kini Pangeran Musa sudah
menjadi mangsa raja yang telah lama menantikan kesempatan
seperti ini.
Ketika saling berpisah dengan tergesa, Tahnem dengan segala
kekuatannya mencoba menjelaskan jalan untuk melarikan diri
kepada Pangeran Musa... Bukan melalui ?Jalan Besar? yang
biasa dilewati oleh Pasukan Keratuan dan para pedagang yang
membentang dari Mesir Atas sampai seluruh Mesir Bawah...
Dia menyarankan Musa untuk melewati padang pasir yang
selalu dilewati oleh sang Ratu ketika memilliki kesempatan, ke
arah selatan tanpa berhenti mendaki bukit pertama di tepian
Laut Merah, kemudian tiba di Perbukitan Aqaba. Dari sana,
setelah bukit kedua menjelang Laut Merah maka Musa akan
tiba di Midian dan ke arah ?Jalan Kecil?.
Di waktu yang sama, istana dalam keadaan ricuh...
Para prajurit padang pasir yang datang dari arah Libya telah
berhasil menaklukkan Daerah Faiyum yang selama berabadabad telah dipuji-puji sebagai lahan-lahan Mesir yang penuh
363
berkah. Kabar pembunuhan yang datang bersama dengan
kekalahan yang mengenaskan ini menarik picu kemarahan
dalam diri Raja Pare-amon....
Julukan ?anak pembunuh? semakin hari semakin menyebar
dalam pandangan masyarakat. Bahkan tembok-tembok
marmer istana pun bergetar dengan hujan suara-suara
perintah ke kanan dan ke kiri. Meskipun sama sekali tak
memiliki hubungan dengan kejadian ini, Ratu Asiyah pun
menerima dampak kemarahan ini. Seketika, Benteng Kerajaan
Istana Avaris di Delta ditutup. Ratu akan dipindahkan ke
Istana Utama di Memphis. Hal-hal yang tampak sebagai
sebuah upaya pengunduran waktu dan perlawanan akan
dianggap sebagai pemberontakan. Pangeran Musa akan
segera ditangkap dan menerima hukuman. Musa akan di
hukum di depan rakyat. Tak satu orang pun akan terlepas
dari keadilan Raja Pareamon. Nama ratu akan dihapus dari
seluruh catatan.Seluruh catatan dan dokumen mengenai Ratu
Asiyah bisa digunakan sebagai sarana menyerang Ratu Asiyah
sebagai orang yang tak mengikuti peraturan istana. Ratu akan
dihapuskan dalam sejarah garis keturunan raja dan menerima
hukuman. Sang Ratu akan ditahan di istana pengasingan yang
terletak di selatan Memphis selama masa pencarian Pangeran
Musa. Dia takkan bisa menyentuh tongkat dan mahkotanya.
Segelnya akan ditahan di sampai Pangeran Musa tertangkap.
...
Ketika perintah yang lebih beracun dari racun ini dibacakan
dengan suara keras kepada sang Ratu di Avaris, batin Pangeran
Menmatre, pewaris utama kerajaan teriris. Sementara itu,
ketenangan sang Ratu di hadapan perintah ancaman yang keras
ini menimbulkan rasa kagum kepada orang yang melihatnya.
364
Ratu Asiyah mengisyaratkan Yakobed dan para pengawalnya
yang menangis di pintu untuk keluar.
Dengan suara yang tenang, tanpa berdiri dari tempatnya
berlutut, ia berbicara kepada Pangeran. Menmatre.
"Hanya orang-orang yang bersalah yang takut, ucap para
pendeta di Akademi Kerajaan. Ini adalah prinsip utama bagi
mereka. Tapi, Guru kami Apa berpikir berbeda dari mereka.
Dia selalu berkata bahwa kita penuh dengan kekurangan.
Suatu saat, akan tiba saat rasa takut menyelimuti manusia...
Seringkali, Guru Apa mengatakan pada kita bahwa orang-orang
yang tak bersalah pun bisa merasa takut seperti orang yang
bersalah. Semua orang punya rasa takut, tapi keberanian selalu
berada di tempat yang setiap orang percaya, meskipun dalam
ketakutan... Pangeran Menmatre, Anda telah menyampaikan
kabar yang berat kepada kami. Sekarang adalah waktunya
untuk berani. Tak ada hal lain yang aku harapkan selain
keselamatan putraku, Pangeran Musa, dari peristiwa licik ini.
Sampai dia terselamatkan, pengasingan, perbudakan, atau apa
yang ingin Anda katakan, katakanlah... Aku yakin dan siap
menjadi tawanan demi Musa. Baginda Raja akan menerima hal
ini dengan senang hati... Aku bisa meminta untuk menuliskan
sebuah perintah kepada Anda untuk mengawal perjalanan
pulang ke Memphis, tapi segelku telah berada dalam
tahanan kerajaan. Untuk sekarang, permohonan ini akan aku
Asiyah Sang Mawar Gurun Firaun Karya Sibel Eraslan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tandatangani dengan pelepasan mahkota," ucapn Ratu Asiyah.
"Bagindaku, mengawal Anda bukanlah sebuah perintah bagi
kami, tapi kehormatan dan kemurahan hati, wahai Baginda
Ratuku."
Adat tulisan kuno yang menjaga Mesir pun hadir di masamasa yang paling mengerikan. Penulisan perintah pengembalian
365
mahkota sang Ratu disaksikan oleh empat saksi. Sebagai ganti
segel yang telah ditahan kerajaan, mahkota ratu dicelupkan
ke tinta dan diterakan ke kertas sebagai tanda tangan. Sang
Ratu tak akan dapat lagi mengenakan mahkota yang berukir
sepasang burung ibis dari berlian. Dan sebagai kalimat
terakhir, dia mengatakan bahwa mahkotanya disumbangkan
ke rumah anak yatim di Avaris. Sebelum memulai perjalanan,
dia memandang lurus ke laut di arah Delta dari Istana Musim
Panas. Di sana, Nil yang mengalir dari surga dan membawa
seluruh kesedihan di Mesir menyambut lautan dengan penuh
gairah kerinduan...
rrr
366
32. Jalan-Jalan yang
Memisahkan Anak dari
Ibu...
Sepuluh hari ditempuh, perjalanan Ratu Asiyah dari Avaris
sampai ke istana di Memphis...
Sepuluh hari ditempuh, pelarian Pangeran Musa tiba di
?Jalan Kecil? ke Midian...
Sepuluh hari ditempuh, Raja Pare-amon jatuh sakit secara
tiba-tiba dalam perjalanan berat menuju Faiyum...
Dalam sepuluh hari itu, mereka berada dalam ujian yang
tak mereka ketahui, dua ibu dan satu putra.
Berada dalam hari-hari dan malam-malam tanpa tidur
nyenyak, bibir kedua ibu pecah karena banyak berdoa untuk
Musa... Doa-doa ini halus melebihi sayap-sayap malaikat. Doadoa berwarna putih susu, tak berdaya. Dalam ketidakberdayaan
ini, mereka memohon kepada Allah.
Berada dalam pengasingan, doa ibu, bintang-bintang di
langit menjadi teman curahan hati.
Yakobed dan Asiyah menyinari malam-malam Musa yang
menempuh jalan pelarian seperti bintang-bintang...
Yakobed dan Asiyah. Saling memeluk dan berdoa untuk
putra yang sama dalam perjalanan pulang... Hati mereka lebih
367
tak nyaman dibandingkan hari-hari biasanya. Kedua mata
lebih tajam dibandingkan hari-hari biasanya. Pikiran mereka
lebih fokus dibandingkan hari-hari biasanya... Mereka menulis
ke dalam hati mereka. "Ya Allah, berikanlah keselamatan
kepada Musa, berikanlah petunjuk-Mu kepadanya, berikanlah
keselamatan dan ketenangan kepadanya..."
Mereka seperti dua lilin yang terbakar kecemasan.
Mereka adalah dua ibu yang terluka yang memberikan
punggung mereka satu sama lain, berbicara sepanjang
malam mencoba mengalahkan kegelisahan ini... ucapan bijak
mengatakan setiap manusia memiliki titik dalam hati yang tak
pernah rusak, tak pernah diselimuti debu. Titik hati mereka
berdua adalah Musa. Kasih sayang Musa yang diberikan oleh
Allah dari diri mereka, jatuh ke dalam cermin hati kedua
perempuan ini sebelum jatuh ke muka Bumi. Mereka sekarang
seperti merasakan perlunya mengilapkan cermin mereka
melebihi hari-hari biasanya. Kaki dan tangan mereka berada
dalam lautan api yang dirasakan setiap ibu yang kehilangan
anaknya. Mereka adalah dua perempuan yang memadamkan
kobaran api.
Dan kenangan-kenangan... Seperti kenangan-kenangan
seorang ibu yang kehilangan anaknya, mereka juga seakan selalu
menggantungkan ingatan tentang Musa di sisi mereka. Mereka
berbicara masa kecil Musa untuk memberikan keberanian dan
kekuatan pada diri mereka. Kenangan akan Musa seperi mata
air dingin yang menyejukkan hati keduanya.
Ketenangan turun menghunjam ke dalam diri mereka dari
langit bersama dengan kenangan putra mereka.
368
Mereka adalah dua ibu yang terluka yang
memberikan punggung mereka satu sama lain,
berbicara sepanjang malam mencoba mengalahkan
kegelisahan ini... ucapan bijak mengatakan setiap
manusia memiliki titik dalam hati yang tak pernah
rusak, tak pernah diselimuti debu. Titik hati
mereka berdua adalah Musa. Kasih sayang
Musa yang diberikan oleh Allah dari diri mereka,
jatuh ke dalam cermin hati kedua perempuan ini
sebelum jatuh ke muka Bumi.
"Ketika masih kecil, dia demam dan suhu tubuhnya
tinggi. Kami kemudian memandikan dia di kolam dengan air
hangat."
"Betapa cepat dia bergerak ketika berjalan... Tepat saat aku
berpikir dia akan jatuh, dia justru mulai berlari."
"Sekarang dia mungkin kehausan, dahinya berkeringat
ketika cemas dan gelisah saat masih kecil."
"Dia tahan dengan dinginnya malam. Sering kali, dia tidur
tanpa menggunakan selimut di malam hari."
"Apakah dia lapar, haus, di mana dia tidur, di mana dia
bangun?"
369
"Ya Allah, lindungilah dia dari kejahatan kalajengking dan
ular-ular."
"Ya Allah, sebarkanlah bintang-bintang yang menunjukkan
jalan baginya di langit."
"Ya Allah, jadikanlah seluruh angin-angin kebaikan di dunia
ini menjadi teman perjalanannya."
"Ya Allah, temukanlah dia dengan kebaikan-kebaikan,
berikanlah dukunganmu dengan kenikmatan kepada hambaMu yang selalu membutuhkan pertolongan-Mu."
"Ya Allah, keluarkanlah putra kami dari dalam kezaliman
dengan pertolongan-Mu, sinarilah dirinya dengan CahayaMu, aku mohon."
Dan kisah-kisah...
Seolah, kata tertulis sejak awal untuk menghibur.
Kata adalah rumah pertama yang dibangun untuk
menggantung kesendirian, ketidakberdayaan... Di rumah kata,
bersama dengan kisah-kisah, cerita-cerita, dan puisi-puisi,
mereka menenangkan kegelisahan dua ibu yang kehilangan
anak ini...
"Dalam sebuah petualangan padang pasir, aku pernah
menceritakan kisah Tuan Zaman Khidir kepadanya."
"Semoga Allah mempertemukan anak kita dengan orangorang baik yang akan melindunginya."
"Abdi muda Sare pernah mengajarkan bagaimana mengikuti
jejak seekor burung dalam petualangan padang pasir ke arah
Laut Merah. InsyaAllah, Allah memberikan pertolongan
kepada putra kita."
370
"Musa adalah anak yang akan melakukan hal besar di dalam
takdir yang dituliskan oleh Allah, wahai Bagindaku."
"Kisah kehidupannya sama seperti kisah milik Tuan Zaman
Khidir. Sesungguhnya, ini adalah kisah yang kita dengar dari
leluhur kita. Tapi hidup dengan kisah, seperti siang dan malam
saling mengikuti satu sama lain. Para leluhur berkata, mereka
adalah dua saudara kembar..."
"Kaum bani Israil juga menceritakan hal yang sama sebagai
sebuah kisah Babil. Kita menyebutnya Belya putra Melkan."
"Dalam masa Namrud, seorang raja yang dzalim, dari mimpi
yang dia lihat, kisah dimulai dengan pembunuhan semua anak
laki-laki yang ada."
"Sama seperti apa yang apa yang kita alami di Mesir,
benarkan wahai Bagindaku? Seorang perempuan dari suatu
daerah yang jauh telah bertahun-tahun lamanya menantikan
seorang anak laki-laki ketika memahami bahwa dia menanti
kelahiran seorang bayi..."
"Dia pun menyembunyikan kehamilannya kepada suaminya
yang seorang walikota..."
"Setelah menyembunyikan putranya selama sembilan bulan
sepuluh hari dengan pertolongan Allah, dia menceritakan
kebenaran di hari kelahiran bayi itu ke dunia kepada
suaminya..."
"Walikota gembirakah... Bersedihkah... Awalnya, ia tak tahu
harus berbuat apa..."
"Kemudian, bersama istrinya dengan mengenakan pakaian
untuk menyamar, mereka berjalan menuju hutan di luar kota di
tengah malam. Perempuan tersebut melahirkan bayi di sebuah
gua di hutan itu. Ketika siang hari tiba, mereka meninggalkan
371
bayi itu dan kembali ke kota, seperti tak terjadi apa-apa. Ini
berjalan selama empat puluh hari..."
"Setelah sang ibu pergi meninggalkan bayinya, seekor
kambing dan seekor serigala datang mendekat ke gua. Ketika
si kambing menyusui bayi, si serigala berjaga menunggu di
depan gua..."
"Kemudian, seorang penggembala menemukan bayi itu
dan membesarkannya. Allah yang Agung memberikan satu
ranting untuk dihinggapi oleh masing-masing burung. Anak
yang diberi nama Belya oleh penggembala dan istrinya,
tumbuh besar dengan mengetahui mereka sebagai ayah dan
ibu kandungnya..."
"Kambing yang tersentuh tangan Belya melahirkan kambing
kembar, hewan-hewan yang dia gembalakan takkan pernah
dimangsa serigala, dan rumah yang menjamunya sebagai tamu
dipenuhi dengan berkah..."
"Kemudian di suatu hari, diselenggarakan ujian pegawai
pemerintahan. Belya terpilih menjadi yang pertama dari
seluruh anak di seluruh negeri..."
"Walikota Melkan melihat kedua mata anak yang datang
dari desa ini dipenuhi kesejukan dan cahaya. ?Tuliskan namamu
di sini,? ucapnya kepada Belya. Tulisannya tak seperti tulisan
seorang pemuda dari desa...
Walikota ingin mengetahui kisah Belya lebih lanjut. ?Siapa
ayahmu, coba panggil dia?. Penggembala melewati pemeriksaan
dan interogasi yang ketat. Dan akhirnya, penggembala harus
mengatakan yang sebenarnya. ?Saya menemukan anak ini di
gua di tahun kalian membunuh semua anak laki-laki?...?"
372
Walikota Melkan tersentak. ?Itu bukan aku, itu adalah
perintah Namrud. Tapi, kau sebagai penggembala lebih
bermurah hati dibandingkan aku, lebih jujur,? ucapnya kepada
penggembala...."
Tiba giliran ibu aslinya. ?Aku mengenal anakku, jari
Asiyah Sang Mawar Gurun Firaun Karya Sibel Eraslan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
telunjuknya bergabung dengan jari tengahnya,? ucapnya...."
Belya ternyata adalah anak mereka yang hilang bertahuntahun lalu...
"Belya adalah seorang anak yang istimewa. Dia melakukan
petualangan di dalam zaman. Allah memberikan ilmu
kepadanya. Menolong orang-orang miskin, orang-orang yang
berada dalam kesempitan, orang-orang tak berdaya, anak-anak
yatim, orang-orang lemah, dia bercampur di antara rakyat..."
"Sering kali, orang-orang berkata bahwa Belya sering
berjalan-jalan di sekitar Laut Merah..."
"Semoga Allah memberikan pertolongan kepada Musa
dengan tentara-tentara di muka Bumi dan langit..."
"Belya dan orang-orang bijaksana semoga mendukung
Musa."
Dua perempuan berbicara saling melengkapi. Satu berhenti,
satu meneruskan. Yakin dari dalam hati mereka, dari satu kisah
ke kisah lain, dari doa ke doa, dari satu harapan ke harapan
lainnya... Meskipun ia seorang ratu, setiap perempuan mencari
sebuah kesempatan untuk menghibur anaknya yang berada
dalam jiwa yang gelisah. Dan memang, Asiyah dan Yakobed
bukan sebagai tatu dan penduduk biasa, tapi sebagai dua orang
ibu yang hatinya terbakar dalam perjalanan saat itu.
Malam ke siang, kebenaran kisah, bercampur dengan doadoa mengalir dalam perjalanan itu...
373
Alam kedua perempuan itu berubah... Mereka berada di
sebuah dimensi yang tak memiliki ketinggian, panjang, dan
lebar. Berada dalam pecahan-pecahan kaca yang terlihat
pada setiap ibu yang kehilangan anaknya, seakan mereka dua
orang gila yang berjalan tanpa alas kaki di atas kobaran api...
Bagaimanapun juga, mereka berjalan dengan sebuah bisikan
yang melindungi pikiran mereka. Segala macam kewaspadaan
diterapkan untuk tak menambah hukuman yang bisa mengarah
pada putranya. Mereka membahas kebaikan dan kebagusan
akhlak Musa, kembalinya Musa dalam waktu dekat, dan
ketidakbersalahan Musa kepada orang-orang yang bertanya...
Meskipun hati mereka menangis, tak satu kali pun baju
kesedihan tertera dalam tubuh kedua perempuan ini...
Yakobed menjawab pertanyaan tetangga-tetangganya yang
cemburu dan perkataan kerabatnya yang menusuk seperti
jarum dengan kesabaran dan senyum.
"Pangeran Musa adalah putra sang Raja, tumbuh besar
dengan didikan yang bagus, seorang pemuda yang adil. Saat
waktunya tiba, dia akan keluar dan kembali. Orang-orang yang
menghina akan tetap bersama dengan hinaan mereka, orangorang yang menjelek-jelekannya akan tetap bersama dengan
ucapan jelek mereka. Hari penuh dengan kebanggaan telah
dekat."
Ratu Asiyah, meskipun mendapatkan tekanan, seketika tiba
ke Memphis, menjelaskan kepada para penulis istana bahwa
Pangeran Musa dan dirinya sendiri setia kepada kerajaan.
Bersama dengan pernyataan dari guru-guru istana yang
mengajar Pangeran Musa, semua masa lalu Musa kembali
diperiksa, menyampaikan bahwa Pangeran Musa akan kembali
dalam waktu dekat.
374
Sebagian dari harinya sampai siang dia lalui di rumahrumah anak yatim di kota. Sementara, sebagian setelah siang
dia lalui di Akademi Kerajaan bersama siswa-siswa. Dia selalu
melewati hari-harinya bersama anak-anak.
Dia berpikir bahwa hal ini akan menurunkan suara-suara
yang membicarakan Musa. Dengan nilai moral yang tinggi
dari biasanya, dia memulai pekerjaan ini dengan sebuah politik
yang serius... Di samping itu, dengan bantuan Tahnem dan
Sare, Asiyah mencari kabar dari Midian. Semua ini dilakukan
secara rahasia, berjalan dengan bermacam-macam rintangan
yang berat.
Jatuh sakitnya sang Raja dalam perjalanan menuju
Faiyum sebenarnya menambah ketegangan di dalam istana.
Ketidakhadiran sang Raja di istana menyebabkan semua benang
kendali berada di tangan Haman, si Kepala Pendeta. Negeri
Mesir seperti berada dalam kuasanya. Satu-satunya orang yang
secara terbuka mengeluh dengan keadaan ini adalah pewaris
Pendekar Sakti Dari Lembah Liar Karya Pendekar Naga Putih 13 Penggembala Mayat Pendekar Gila 21 Kitab Ajian Dewa
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama