Ceritasilat Novel Online

Welas Asih Tak Terkalahkan 1

Welas Asih Tak Terkalahkan Karya M mep T W L Bagian 1



Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

0

1

WELAS ? ASIH

tak terkalahkan

Jilid - I

Oleh: M. mep -T. W. L.

Sumber Pustaka

Juru potret / Sean

Distribusi & Arsip

: : :

Aditya Indra Jaya

Awie Dermawan

Yon Setiyono

2

WELAS ASIH

tak terkalahkan

JILID 1

Perdesaan Tun San, yang termasuk wilayah propinsi Su Juan,

adalah salah sebuah desa yang terbilang sangat subur. Dengan

sawah-sawah-ladangnya yang menghijaup pepohonan serta tanam
tanaman lainnya tumbuh dengan suburnya. Tetapi siapa menduga,

bahwa didaerah yang subur ini, mestinya penghidupan kaum

taninyapun akan mengalami juga keadaan yang aman, tenteram dan

makmur. Namun tidak demikianlah keadaannya, karena temyata

didaerah yang sangat subur itu, keadaan penduduknya malah

menderita kemelaratan dan kemiskinan. Lantaran apa, olen sebab

disitu masih bercokol tuan-tuan tanah yang sangat kejam dan bengis

yang hidup dengan mewahnya, atas hasil dari pemerasannya

terhadap si tani miskin yang hidupnya sudah nyenen-kemis itu.

Sehingga didesa ini terjadilah suatu pepatah : Penghisapan manusia

atas manusia !!

Di suatu jalan yang berbelok-belok dipedusunan tersebut,

terlihatlah dari kejauhan 2 orang pemuda yang berpakaian perlente

dan sangat mewahnya berjalan dijalanan itu. Kedua orang ini

masing-masing menyengkelit senjata tajam berupa pedang yang

berkilat-kilat terkena sinarnya sang matahari, yang pada saat itu

sedang terik-teriknya.

Salah seorang diantaranya nampaknya sangat bengis dan

kejam, yang berjalan dengan megal-megol berlagak seperti jagoan

silat yang tak ada tandingannya. Namanya, ialah : Thio King. la

terkenal didaerah itu karena tabiatnya yang jahat, yaitu suka bikin

heboh dengan perkelahian-perkelahian, mencari steru dan

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

3

perselisihan-perselisihan diantara penduduk sedesanya. Belum lagi

terhitung mengenai kejahatannya sebagai Don Yuan atau si Hidung

belang yang suka mengganggu gadis-gadis yang masih suci-murni,

untuk dijadikan permainan kotornya. Dan entah sudah berapa

banyaklah gadis-gadis didusunnya yang telah dijadikaa korban

kebiadabannya.

Dimana saja ia berada, senantiasa didampingi oleh gojonya

yang tidak kalah pula kejam serta bengisnya dari pada majikannya,

yakni Kwan Ling namanya. Si algojo ini berperawakan besar

bagaikan sapi saja layaknya. Oleh karena ia memiliki pula

kepandaian beberapa ilmu silat yang terbilang lumajan juga, maka

sudah barang tentu ia semakin ditakuti oleh sementara penduduk. Ia

memelihara juga jenggot yang sangat lebat, sehingga tampangnya

semakin garang. Ketika itu, ia memegangi kipas-tangan sembari

beit siul-siul tak keruan juntrungnya mengikuti tuannya.

Di dusun yang penduduknya kebanyakan terdiri dari pe tani
tani miskin ini, yang lantaran sawah-ladang mereka di. kuasai oleh

tuan-tuan tanah yang mengangkangi hasil-hasil pertaniannya,

terlihatlah sebuah rumah gubuk kecil berdinding bambu yang sudah

reyot dan bobrok keadaannya. Setibanya didepan gubuk ini, pemuda

perlente itu segera menyuruh algojonya mengetuk pintu.

Kwan Ling segera melakukannya dan dengan galaknya ia

mengetuk pintu keras-keras sambil mengomel kalang-kabut,

lantaran saat itu pintunya belum juga dibuka. Saking marahnya,

pintunya lantas ditendang sekuat tenaga hingga roboh berantakan.

Cepat-cepat ia masuk kedalam seraya memaki-maki: "Heee, mana

nih oranignya ? Apakah sudah mampus semith-nya ? Ayo, lekas

keluar !!"

Tiba-tiba muncullah dari belakang, seorang gadis remadia

puteri yang dengan muka penuh kecemasan lantaran kaget melihat

4

pintu rumahnya hancur berantakan. Dan dengan suara yang

bergemetaran, anak gadis ini lalu bertanya gagap-gagap.

"A ada ap apa, tuan ?"

"Heee, ada apa? Barangkali anak perempuan ini sudah

sekongkol dengan bapaknya, masakan tidak tahu ! Ayo lekas bilang

terus-terang, mana situa-bangka bapakmu itu?", dengus si algojo

dengan marah.

?Ayah be..be-lum lagi pu pulang, tuan", jawab gadis ini

dengan suara. tersekat dan terputus-putus, yang nampak sekali

kegugupannya. Sambil tangannya yang jari-jarinya tentik-tentik itu

diusap-usapkan kebajunya yang sudah koyak-koyak, yang agaknya

ketika itu Baru mencuci pakaian dibelakang rumahnya, maka

sambungnya lagi :

"Sejak pa pagi-pagi buta, i ia sudah pergi, tu tuan !"

"Kurang-ajar !! Ayo, kita pergi cari dia, cepat !!", hardik Kwan

Ling sembari tolak-pinggang dan matanya melotot.

Gadis ini semakin panik dan takut dibuatnya, sehingga tak tahu

apa yang harus dilakukan. Mukanya tampak pucat-pasi, bibirnya

bergemetaran, sedang keringat dinginnya meleleh membasahi

bajunya yang robek-robek itu.

Pada saat-saat yang kritis ini, mendadak saja dari kejauhan

nampaklah seorang laki-laki tua yang berjalan menuju ke gubuk

reyot tersebut, yang seolah-olah kelihatan letih sekali. dipundaknya

memikul sebuah pacul kotor penuh dengan lumpur, sedang sebelah

tanziannya menjinjing keranjang rotan tua yang keabu-abuan

warnanya.

Orang tua yang berpakaian kumal dan lusuh ini, seakan-akan

sudah tahu tentang segala apa yang terjadi didalam gubuk itu,

5

sehingga jalannya dipercepat dan mulutnya komatkamit seperti akan

berbicara tetapi tak keluar suaranya.

Setibanya didepan pintu, orang tua ini lantas memberi hormat

serta menyilahkan duduk kepada kedua orang muda itu. Dengan

membungkuk-bungkuk tanda hormat dan takutnya, orang tua ini

lalu menaruh pacul dan keranjangnya disebelah gentong tua yang

berisi air sumur.

Sebenarnya orang tua itu bernama Oen Kok Siang, yang hidup

sebagai petani miskin didesanya bernama anak perempuan satu
satunya yang kini telah menginjak usia dewasa, Oen Hong Kiauw

namanya. Ibu sigadis telah lama meninggal dunya, yaitu sewaktu

Oen Hong Kiauw m:asih kecil, lantaran tidak tahan menderita

kesengsaraan hidup yang senantiasa menimpa keluargaca, yakni

kemelaratan dan kemiskinan!

Kini, gadis itu telah remaja-puteri, bak' bunga mawar yang

sedang mekar menyebarkan bau harurn-semerbak kesegenap

penjuru dusunnya. Maka tak ayal lagi, bahwa banyaklah kumbang

jaw.): berkeliaran ingin menghisap madunya. Sehingga di depan

gubuk itu, setiap sorenya berhilir-mudik perjaka-perjaka yang

kesemuanya jual-lagak pasang-aksi untuk menarik perhatian serta

akan mempersunting sibunga mawar yang sedang mekar-mekarnya

itu.

Dan entah sudah berapa kali ia dipinang oleh pemuda-pemuda

sedesanya, termasuk si Hidung-belang-Thio King itu, namun.

hingga sekarang belum satupun yang diterimanya. Lantaran, selain,

memang belum ada seorang pemuda yang menjadi tambatan

hatinya, pun juga dengan pertimbangan, bahwa la merasa kasihan

kepada orang tuanya yang tentunya akan hidup sendirian tanpa ada

yang mengurusinya, apabila ia kawin dan kemudian dibawa

suaminya.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

6

Pada tiap-tiap harinya, gadis ini selain tempo-tempo membantu

pula pekerjaan ayahnya diladang, pun juga yang pokok bekerja

didapur. Dan temyata anak perawan. ini bukan saja hanya memiliki

paras yang elok-rupawan, namun pandai juga memasak yang lezat
lezat rasanya. Perangai dan kelakuannya pun sangat ter puji, karena

pandai ia membawakan diri, hormat dan sopan santun terhadap

siapapun juga serta tidak sombong membang gakan kecantikannya.

Ia sangat patuh dan sayang kepada Orang tuanya. Dengan demikian,

maski ia terbilang anak gadis yang sangat melarat, namun ia disukai

dan disegani oleh tetangga nya tua maupun muda.

Oen Kok Siang didesanya hidup bekerja di sawah sebagai

buruh-tani miskin yang diperalat dan ditindas oleh seorang tuan
tanat yang kejam dan tak mengenal ampun. Ia menyewa beberapa

petak sawah untuk dkerjakannya.

Tetapi oleh karena sewa tanahnya sangat berat, ditambah

dengan masih adanya sistim-ijon yang kala itu didesanya, maka

begitu ia memetik hasilnya, begitu pula hasilnya ini habis untuk

membayar hutang. Malahan seringkali ia menunggak hutangnya,

lantaran uangnya itu dipergunakan untuk makan tiap-tiap harinya,

sehingga sepanjang hidupnya senantiasa dkejar-kejar hutang yang

semakin lama semakir bertambah besar pula jumlahnya.

Jangankan untuk membei, pakaian, sedang untuk makan 'setiap

harinya saja jauh dari-pa.da cukup. yang mana sering pula terjadi,

pagi makan ? sore tidak, dan sore makan ? pagi tidak,

demikianlah seterusnya. Walaupun demikian, betapapun berat

penderitaan janc menimpanya it,u, namun orang tua ini masih tetap

sabar dar tawakal kepada Tuhan, sehingga tetaulah ia menjauhkan

dirt, dari. Perbuatan-perbuatan yang tidak halal dan dari segala

macam kejahatan

7

Telah dua tahun ini uang sewa tanah belum mampu

membayarnya, karena uangnya habis untuk berobat tatkala orang

tua ini sakit payah, padahal sakitnyapun belum juga sembuh sama
Welas Asih Tak Terkalahkan Karya M mep T W L di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekali. Kini datanglah Thio King, anak si tuan tanah, beserta

algojonya. Dan sudah barang tentu, kedatangannya ini akan

menagih hutangnya.

"Heee, s itua-hangka! Apakah engkau pura-pura tidak tahu

untuk apa aku datang kemari ?", bentak Thio King menegas.

Dan sambungnya lagi: "Mana uang sewanya, apakah mau

ngemplang tidak mau bayar ?"

Mendengar bentakan ini, Oen Kok Siang tak berkutik dan

hanya berdiam diri saja, lantaran memang sudah merasa bersalah.

Padahal jangankan untuk membayar hutang, sedang untuk makan

hari ini saja tidak ada! Tetapi bagi anak gadisnya, bentakan itu

bagaikan geledek saja terdengarnya, karena merupakan penghinaan

besar terhadap ayah nya. Dan tak terasa, melelehlah air-matanya

membasahi pipinya yang merah-jambu dan montok itu sehingga

semakin cantiklah nampaknya. sedangkan 'bibirnya bergemetaran

menahan tangis.

Melihat si dara mencucurkan air-rnatanya, yang hingga nampak

semakin cantik dan menawan hati itu, nafsu birahi Thio King

semakin berkobar-kobar, bagaikan kambing lapar lihat daun muda.

Tetapitersebab lamarannya pemah ditampik juga, maka amarahnya

lamas ditumpahkan kepada ayah sigadis.

"Ayo, lekas jawab!! Sudah berapa kali aku datang kemari, tapi

engkau selalu minta tempo dan menunda-nunda saja. Kalau hari ini

belum juga diberesi, engkau tahu rasa!", ancam Thio King dengan

mata melotot dan menunjuk-nunjuk orang tua yang sudah tak

berdaya itu.

8

"Saja mohon ampun, tuan-muda! Karena saya baru saja sembuh

dari sakit, sehingga uangnya telah habis untuk berobat, maka kali

ini saja belum bisa membayar. Sedikit hari lagi kalau uangnya telah

terkumpul, akan kuantarkan kerumati tuan muda", rintih orang tua

ini seraya membungkuk-bungkuk hormat minta belas-kasihan.

Mendengar jawaban itu, Thio King bukannya merasa kasihan

dan memberi maaf, melainkan sebaiiknya malah menguntpat

kalang-kabut : "Apa, kau mau menunda-nunda lagi sampai engkau

masuk ke liang kubur Kalau engkau memang sudah bosan hidup

dan lekas-lekas mau masuk keliang kubur, ayolah kuantarkan

sekarang juga !!", maki sianak tuan-tanah ini sambil mengacung
acungkan tinjunya. Kemudian sambungnya iagi : "Sekarang aku

sudah tak bisa sabar lagi. Pokoknya engkau mau bayar sekarang

juga atau memilih kupukul sampai mampus?"

"Yaa Thian, ampun tuanku! Sabarlah dulu, tunggulah sampai

heberapa hari lagi tentu akan kubayar", sahut orang tua itu seraya

menggigil ketakutan.

Melihat siorang tua beraemetaran ketakutan, Thio King

tersenyurn bangga. Tetapi sungguh mengherankan dan tak dapat

diduga-duga semula, bahwa dengan mendadak saja ia lantas

merubah sikapnya, yakni dari sikap yang bends dan ganas, kini jadi

lunak dan halus. Kemudian katanya :

"Tetapi, jaa begini La Pek, aku sekarang punya usul, Sewa

tanah itu bisalah kau anggap lunas saja, bahkan sawahnyapun boleh

kau miliki ! Tetapi ?

"Tetapi, bagaimana tuan-muda?", sahut Oen Kok Siang tak

sabar.

"Tetapi, . asal ... asal anak-gadismu diserahkan kepadaku!",

jawab Thio King sambil matanya yang sipit itu maelirik kearah Oen

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

9

Hong Kiauw penuh harap. Ia menduga, bahwa kali ini siasatnya

tentu akan berhasil.

Tempi, demi sigadis mendengar jawaban ini, hatinya lantas

terkesiap dan jadi keder dibuatnya, tak ubah seperti disambar

geledek meleset. Lantaran, dirinya merasa dihina dan dibuat

permainan dianggap seperti barang saja, yaitu dipakai sebagai

penyahur hutang! Maka berkatalah ia kepada ayah nya dengan

beriba-iba : "Oh ayah ku, kasihanilah aku ! Aku tak sudi dianggap

seperti barang saja untuk membayar hutang !!".

"Jangan kuatir nak, aktioun tak sehina itu akan mengorbankan

dirimu untuk membayar hutang!! Sebab hutang harus dibayar pula

dengan uang", bisik sang ayah kepada anaknya yang disayanginya

itu. Kemudian katanja kepada Thio King:

"Maafkan tuan-muda, sebenarnya orang bersuami-isteri itu

harus ada saling mencinta diantara keduanya, jadi perkawinan itu

supaya bisa awet hingga kakek-kakek dan nenek-nenek! Padahal

terus-terang saja, bahwa anakku belum suka bersuami biar kepada

siapapun, ia sekarang masih senang sendirian mengurusi ayahnya",

katanja berhenti sejenak memikir-mikir sambil batuk-batuk. Ke
mudian samburignja lagi, "Maka, sekali lagi saja minta maaf

sebesar-besarnya, bahwasanya saja belum bisa menerima usul tuan
muda tersebut. Tentang sewa tanah yang belum kubayar, akan
selekasnya kuusahakan, dan setelah dapat akan kuantarkan ke
rumah tuan-muda dengan segera".

Tatkala mendengar jawaban ini, Thio King marahnya bukan

main, karena merasa ditampik lagi dan siasat jahatnja gagal.

Mukanya lantas berubah menjadi merah-padam nampak garang dan

buas sekali, sedang matanja merah blingsatan seperti maling

konangan! Kemudian tangannja lantas memberi isyarat kepada

algojonya.

10

Sernentara itu, Kwan Ling sesudah menerima isyarat dari

tuannya, tanpa pikir panjang serentak melesat maju kemuka. Dan

dengan cepat bagai kilat ia mengayunkan tinjunja ke arah kepala si

orang tua yang malang ini. Kemudian "Plok, plok", tinjunja

mengenai sasaran.

"Aduh, ampuunn!! Ma mati aku sekarang pekik Oen Kok

Siang sambil memegangi kepalanya terhuyung-huyung lalu jatuh

tersungkur dan terpental keluar dari gubuknja.

Demi melihat ayahnia jatuh terpelanting, Oen Hong Kiano

tergetar hatinya, lalu menjerit dan menubruk tubuh ayahnya yang

disayanginya ini. Seketika itu juga, tubuh siorang tua sudah tak

berkutik sedikitpun, hanya napasnya saja yang masih kembang
kempis. Maklumlah ia baru saja sembuh dari sakit-nya. mendadak

saja dipukul 2 kali. dengan sekuat tenaga yang hingga kepalanya

berdarah terkena bogem-mentah si algojo.

Menyaksikan keadaan yang mengharukan itu, Kwan Ling

malah tertawa terbahak-bahak sampai perutnya terguncang
guncang. Dan agaknya ia belum merasa puas juga menyiksa orang

tua yang sudah tak berdaya ini, terbukti malahan mengangkat

sebelah kakinya lagi untuk menyepak tubuh yang sudah tidak

berdaya itu. Keruan saja tubuh ini lantas terguling-guling dan

dibarengi pula dengan dieritan ngeri menyayat hati dan mulut

sigadis jang malang itu. Lantaran, selain ia sangat iba-kasihan

terhadap nasib ayahnya, pun juga ia sendiri terkena tendangan dari

si algojo yang bengis dan tak mengenal ampun ini.

Selagi tendangannya akan diulangi lagi, mendadak-sontak

muncullah dari belakang seorang pemuda yang tampan dan gagah.

Dengan sebat luar-biasa, tahu-tahu tangannya telah menyambar

lenean si algojo lalu dipuntirnya. Dan dengan gampangnya, badan

Kwan Ling diangkat keatas lantas diputar-putar seperti kitiran yang

11

kemudian dilemparkan sampai sejauh sepuluh langkah. Karuan saja

tubuh Kwan Ling melajang-layang sejenak diudara terus jatuh

terpelanting tak dapat bangun lagi.

Setelah mana, pemuda ini lantas menghampiri Thio King

dengan kalemnya, seolah-olah tak terjadi apa-apa. Seraya membeti

hormat, pemuda tampan ini bertanya dengan sopannya,

?Maafkankan sobat, kenapa kalian memukuli orang tua yang

sudah tak berdaya hingga pingsan?"

"Perduli apa, keparat! Engkau tak perlu ikut-campur urusan

orang lain. Kalau ingin selamat, lebih balk kau pergi saja dari sini",

jawab Thio King dengan kasar dan matanya melotot sambil

menuding-nuding.

"Bukan begitu, kawan! Kalau engkau memang seorang sejati,

tentu saja tak sampai hati menyakiti seorang yang sudah tak berani

melawan. Lebih-lebih senerti kawanmu itu, masakan orang tua yang

sudah pingsan masih ditendangi. Apakah itu perbuatan seorang

satria?", sahut pemuda ini dan berhenti se jenak mengesankan.

Kemudian sambungnya : "Apalagi kalian berdua adalah pemuda

yang gagah-gagah, tetapi mengapa bertega hati melawan seorang

yang sudah lanjut usianya dan tak berdaya untuk melawan ?"

Walaupun, sebetulnya hati-kecilnya membenarkan juga

omongan si peniuda ini, namun dasar Thio King pemuda licik,

maka lantaran merasa diatasi, malahan timbullah amarahnya, dan

dengan sangat sombongnya ia mendamprat.

"Bangsat, eng-kau menggurui aka! Semenjak kapan engkau

kuangkat jadi guruku? Kau tahu, siapa aku? Inilah Thio King,

putera seorang kaya-raya yang berkuasa didusun ini", katanya

sambil menepuk-nepuk dada dengan lagaknya.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

12

"Baiklah sobat, namun kehormatan seseorang tidak tergantung

atas kaya dan miskin. Hanya budi-pekerti yang luhurlah yang patut

dihormati ! Dan mungkin sobat ingin pula mengeuahui namaku.

yang sudi memanggilnya, aku adalah Lay Ting Hok".

"Sekarang kau tak perlu banyak mulut dan menasehati saja

yang penting engkau harus segera pergi dari sini, keparat.? jawab

Thio King dengan kasar dan garangnya, sambil bertolak pinggang

seperti teko saja.

"Jangan terburu nafsu, sobat! Baiknya kita bermusya-warah

dulu", kata Lay Ting Hok dengan sabar, meski ia selalu dimaki

dengan kasar. Sehabis kata ia lantas membungkuki tubuh si orang

tua yang sudah tak bergerak itu dengan maksud akan menolong

mengangkatnya.

Tetapi tak diduga sebelumnya, karena dengan tiba-tiba saja ia

mendenear kesiuran angin keras menyambar kepalanya. Ternyata

datangnya dari kaki Thio King yang dengan liciknya menendamg

dan menyerang dari belakang. Dan dengan secepat-kilat, Lay Ting

Hok mundur selangkah mengelak, sehingga sepakan itu kosonst
melompong tak mengenai sasarannya.

"Hai, kau pengecut! Belajarlah sedikit jantan, jangan membabi
buta menyerang dari belakang teriak Lay Ting Hok yang sudah

habis kesabarannya. Mestinya ia masih akan berlaku sabar, tetapi

karena ia diserang secara pengecut, terpaksalah ia akan

meladeninya. Dan dengan sebat luar-biasa, Lay Ting Hok lantas

menjejak tanah meloncat tinggi keudara sambil menggunakan ilmu
Welas Asih Tak Terkalahkan Karya M mep T W L di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ngo Ciak Sia (Kuntul lapar mematuk udang) lalu menyambar

lawannya.

Mendapat serangan balasan yang mendadak ini, Thio King

kelabakan juga. Tetapi, secepat kilat iapun menangkis pula pukulan

13

taut itu dengan memakai ilmu Hiap Liong Pa We (Naga hitam

mengayunkan ekornya).

Sambil menggunakan ilmu U Ngo Ciak Sia, Lay Ting Hok berganti

menyerang Thio King ..

Setelah beberapa jurus bertarung dan belum ada juga yang

kalah atau menang, tiba-tiba Thio King menahantam lagi dengan

pukulan tangannya yang menggunakan ilmu ?Pik U Hui Fa? (Kuntul

14

putih bentangkan sayapnya) mengarah kedada Lay Ting Hok. Thio

King mengira, bahwa dengan pukulan yang menggunakan ilmu

yang sangat lihay ini tentu akan dapat memukul rubuh lawannya.

Tetapi siapa tahu, bahwa lawannya ini memang lawan yang tangguh

dan tak boleh dipandang enteng.

Karena temyata, begitu ia mendapat serangan maut dari lawan
nya, begitu pula ia menangkisnya dengan memakai ilmu gaib yang

hebat keliwat-liwat Tuk Pik Cing Thian (Tangan tunggal penangkis

bahaya udara). Dengan demikian, gagallah serangan hebat dari Thio

King.

Pertarungan ini berjalan seimbang, dan telah berlangsung

beberapa saat lamanya, namun masing-masing maasih dapat

bertahan dan tak matu menyerah kalah pada lawannya. Setelah

beberapa gebrakan telah berlangsung dan belum ada juga yang

roboh, maka kini mereka masing-masing mempergunakan

Iweekangnya, sehingga semakin sengitiah pertandingan itu. Ke
empat kaki dan keempat lengannya telah bergumul dan berbelit
belit menjadi satu, tak ubahnya seperti kipas yang sedang diputar
putar. Sedangkan kedua kepala saling beradu dengan hebatnya,

sehingga mendebarkan ha.ti bagi siapa yang menyaksikan-nya.

Sementara itu, pertandingan Iweekang masih berlangsung

dengan serunya, namun selama ini masih belum juga ada yang kalah

atau unggul, masing-masing mempertahankan kelihay-annya. Tetapi

dengan mendadak, Thio King lantas membatin, bahwa naga
naganya kalau diteauskan bertanding dengan mengadu tenaga

Iweekang, tak urung ia akan kalah juga. Memperoleh pikiran de
mikian, maka cepat-cepat ia melepaskan cengkeramannya terhadap

Lay Ting Hok, lalu mundurlah ia beberapa langkah. Tetapi

kesempatan ini dipergunakan sebaik-baiknya oleh Lay Ting Hok.

Dan begitu ia tahu lawannya mundur, secepat kilat ia melesat dan

mengapung keudara. Kemudian : "Plok, plok", punggung Thio King

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

15

kena terhajar dua kali oleh tangan-besi Lay Ting Hok. Sedangkan

pantatnya kena sepakan karats bagaikan palu-godam yang tepat

mengenai sasarannya, yang mengakibatkan pula Thio King lantas

jatuh tersungkur tak bergerak lagi.

Menyaksikan majikannya jatuh dan tak berkutik lagi Kwan

Ling timbul amarahnya lalu bangun dan berdiri, meski. pun

sebenarnya badannya masih terasa nyeri luar-biasa. Dengan

menggunakan ilmu Hen Jue Jung Jien (Pukulan palu-besi memecah

lingkaran), ia menyerang lawannya dengan dahsyat. Tetapi kali ini

lawannya bukanlah laWan yang empuk, sebab begitu ia diserang,

malah berbalik menyerang dengan tidak kalah pula dahsyatnya.

Yaitu dengan memakai ilmu yang sangat tinggi tingkatannya dan

yang terkenal dengan nama She Ce Fen Jue (Sepuluh jari memecah

pukul-besi), ia bisa terhindar dari sambaran si algojo yang penuh

nafsu itu.

Memang ilmnu silatnya si algojo ini masih cetek dan belum

terbilang dari cabang tinggi. Sehingga dalam menghadapi Lay Ting

Hok yang sudah berpengalaman ini, jadi kelabakan dan pontang
panting pada saat menangkis setiap serangan yang dilancarkan

dengan gencar oleh lawannya. Keruan saja belum sampai beberapa

jurus, la sudah dapat dirobohkan untuk yang kedua-kalinya oleh

lawan yang bukan tandingnya ini. Setelah ia bangun dari diatuhnya

buru-buru ia berdiri. Tetapi bukannya untuk menyerang lagi,

bahkan dengan segera angkat kaki-panjang dan lari terbirit-birit

meninggalkan arena pertandingan. Dan sebentar kemudian, segera

disusul pula oleh majikannya yang merangkak-rangkak seraya

memegangi pantatnya yang kena tendangan itu. Samba berdiri

perlahan-lahan menahan nyeri ia lantas tertatih-tatih meninggalkan

gelanggang pertarungan, dengan dibarengi oleh suatu perasaan

dendam-kesumat yang berkobar-kobar.

16

Tatkala itu, Oen Hong Kiauw masih terus tersedu-sedu sambil

merangkul tubuh ayah nya yang malang ini. Air-matanya meleleni

membasahi baju ayah nya yang kumal dan koyak-koyak itu.

Sekonyong-konyong pemuda tampan ini mendekati sigadis, lalu

mengajak bersama-sama mengangkat tubuh s iorang tua yang masih

pingsan itu.

Setelah Oen Kok Siang dibaringkan di balai-balai, kemudian

Lay Ting Hok berkatalah kepada sigadis samba menghibur : "Hen

daknya, janganlah menangis saja! Diamlah dik, dan susutlah air
matamu! Karena keparat-keparat itu kini telah pergi semua!", bujuk

sipemuda. Kemudian lalu bertanya : "Apakah orang tua yang

malang ini ayah mu?"

"Oh, terima kasih banya:k, Engko, atas pertolonganmu yang

telah mengusir si keparat-keparat itu. Dan memang betul, bahwa ini

adalah ayah-kandungku sendiri", jawab sigadis sambil masih

terisak-isak. Kemudian sambungn.ja lagi : "Pemuda-pemuda bengal

itu memang sering datang kemari dan selalu membikin kacau dan

heboh saja. Kawannya Thio King itu adalah algojonya, namanya :

Kwan Ling. Tetapi Engko, biaroun Engko telah dapat mengusir dan

menyakiti mereka, justru inilah yang perlu dikuatirkan! Karena

besar kemungkinannya, mereka akan membalas-dendam .. A ..

aku ta .. takut, Engko ..!? keluh Oen Hong Kiauw penuh

kecemasan.

"Engkau jangan takut, dik ! Aku akan senantiasa menjaga

keselamatan keluargamu. Lantaran akulah yang menyakiti keparat
keparat itu, jadi aku pulalah yang harus berani bertanggung jawab

atas segala iakibatnya! Kini yang lebih penting, marilah Lo Pek kita

rawat dulu, jangan memikirkan yang bukan-bukan!''

Sementara itu, Para tetangganyapun berdatangan untuk

menengok dan menanyakan tentang segala apa yang telah terjadi.

17

Diantaranya terdapat pula dua orang pemuda kawan-karibnya Lay

Ting Hok, yang masing-masing bernama : So Hok Sing dan Lo Cie

Sian. Sesampainya didepan pintu, merekapun segera masuk

kedalam. Tetapi kedua pemuda ini alangkah terkejutnya demi

melihat, bahwa didalam gubuk itu terdapat pula teman-karibnya,

yakni : Lay Ting Flak ! Serentak mereka lalu bertanya : "Lhoo,

Engko Lay !! Ada apa, dan mengapa berada disini ?"

"Ooo, kalian datang juga! Aku tidak apa-apa, hanya menolong

orang tua ini ". jawabnya dengan tenang. Lanta.s diandarkanlah

semua apa yang baru saja terjadi dan yang telah dialaminya. Kedua

pemuda ini terlongoh-longoh mendengarkan cerita yang

mengharukan itu dengan penuh perhatian, dan akhirnya mereka

berdua manggut-manggut tanda solider atas perbuatan jantan

kawan-karibnya ini, setelah keduanya tahu duduk perkaranya.

Untuk selanjutnya, mereka bertiga lalu berunding untuk

menjaga segala kemungkinan yang akan terjadi. Lantaran mereka

berpendapat, bahwa tak urung si pemuda pengecut itu tentu akan

membalas-dendam pula terhadap Lay Ting Hok, dan begitu pula

terhadap seisi rumah ini, yang sudah barang tentu akan

membahayakan pula bagi jiwa ayah dan puterinya itu. Dan

akhirnya, mereka bersepakat untuk saling membantu guna meng
hadapi segala kemungkinan.

Sesaat kemudian, Oen Hong Kiauw datang sambil membawa

tiga cangkir teh panas lalu ditaruh diatas meja, untuk disuguhkan

kepada mereka bertiga. Kemudian dengan nada suara, yang masih

mengandung kesedihan, gadis ini lantas mempersi lahkan minum

kepada pemuda-pemuda tersebut.

? oOo ?

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

18

Kini, ketiga pemuda itu telah lama pergi, dan tinggallab Oen

Hong Kiauw bersama ayah nya yang masih sakit itu. Gadis ini

dengan tekun dan sabar merawat ayahnya, sehingga ia tak mengenal

waktu dan selalu berada disamping tempat tidur ajaihnya.

Meski Oen Hong Kiauw memiliki wajah yang cantik-jelita,

namun ia tak pemah membanggakan kecantikannya, sehingga

pekerjaan apa saja yang kasar maupun yang berat-berat selalu ia

kerjakan sendiri tanpa malu-malu. Memang gadis ini terbilang anak

yang radiin sedesanya, karena ia bekerja hampir sepanjang hari

penuh mengurusi keperluan-keperluan rumah-tangganya, yang

boleh dibilang istirahatnya hanya kalau ia sedang tidur.

Pagi-pagi buta, ia telah bangun dari tidurnya. Setelah

membersihkan badan, lalu menyapu pekarangan rumah, yang

seterusnya mengambil air disumur. Sesudah selesai semuanya,

barulah kini memasak air, dan dilanjutkan dengan menanak nasi

untuk sarapan pagi. Pekerjaan-pekerjaan itu masih ditambah dengan

mencuci pakaian, membantu pekerjaan ayah nya diladang, dan lain
lainnya lagi. Demikianlah setiap haririja gadis ini memeras tenaga

m tak mengenal capai dan lelah, dan yang selalu sibuk dengan

pekerjaan-pekerjaannya. Narnun deinikian, ia tak pemah mengeluh,

karena merasa bahwa ia dilahirkan sebagai anaknya orang miskin,

yang mau tidak mau harus selalu prihatin dan tahan-uji dari segala

penderitaan.

Sekarang Oen Hong Kiauw sudah dewasa, dan sudah

sepatutnyalah apabila ia segera mendapat jodoh. Namun hingga

sekarang belum ada satupun laki-laki yang memikat dan maenjadi

tambatan hatinya.

Tetapi kini, semenjak hadirnya seorang pemuda yang tampan,

gagah dan simpatik itu, ditambah pula berbudi luhur dan "welas
19

asih" terhadap sesamanya, yang hingga dapat menyelamatkan jiwa

ayahnya, maka diam-diam hati-kecilnya mulailah timbul suatu

perasaan aneh yang selama ini belum pemah dirasainya. Oleh

karenanya. kini wajah sipemuda itu selalu terbayang-bayang

dipelupuk-matanya. Dan masih terngiang-ngianglah ditelinganya,

suara pemuda itu yang mengatakan " diamlah dik, dan susutlah air
matamu itu !?
Welas Asih Tak Terkalahkan Karya M mep T W L di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hingga sampai disini lamunannya, Oen Hong Kiauw lalu

mengeluh dalam hatinya : "Oh Tuhan, apakah ini yang dinamakan

"penyakit" cinta itu?"

Sejak saat itu gadis ini suka termenung-menung dan duduk

melamun sendirian. Dan tak terasa bahwa kini hatinya telah tertusuk

oleh panah asmara, yang lukanya merasuk dalam-dalam kehati
sanubarinya. Namun demikian, ia sebagai gadis yang bijaksam dan

tahu harga-diri, maka tetaplah teguh menyimpan rahasia ini, yang

hingga ayahnya sendiripun tak mengetahuinya bahwa kini anak

gadisnya sedang mabok-kepayang, merindukan kekasihnya

? oOo ?

Kini beralihlah kita kepemuda ganteng yang suka menolong itu,

yakni Lay Ting Hok. Ia sekarang sedang memutar-otak untuk

mencari siasat bagaimana caranya melindungi keselamatan keluarga

Oen Kok Siang supaya terhindar dari pembalasan-dendamnya Thio

King yang kejam, bengis dan tak mengenal peri-kemanusiaan itu. Ia

merasa bertanggung-jawab atas keselamatan jiwa orang tua dan

anaknya ini, lantaran ia pulalah yang menyakiti dan mengusir

sipengecut itu.

Lantas terbayanglah dimukanya, segala peristiwa yang telah

terjadi digubuk orang tua itu. Setelah sampai pada saat

20

membayangkan wajah-aju rupawan yang dimiliki Oen Hong Maths',

mendadak saja hatinya jadi keder dan berdebar-debar luar biasa.

Segera terbayanglah dimukanya, betana gadis, jelita ini sedang

menangis terisak-isak yang menyayat hati bagi siapa saja yang

melihatnya. Dan air-matanya yang jatuh meleleh di pipinya yang

montok dan berwarna merah-jambu itu, yang seolah-olah sebagai

mutiara yang jatuh dari embanan, membuat orang jadi belas-kasihan

dan sangat terharu. Begitu pula ketika gadis menghantarkan teh

panaskepadanya, dimana pada waktu itu ia ingin mencuri-pandang

untuk menikmati wajahnya, tiba-tiba tak tahunya mata si gadis yang

celi itu memandang pula kepadanya! Sehingga pandang pun

bertemu pandang, dan gadis itu menun-duk tersipu-sipu sarnbil

menarik nanas panjang. Pipinya lantas narnpak kemerah-merahan,

yang semakin menambah cantik luar-biasa.

Semakin dirasa, semakin jadi kelabakanlah ia dibuatnya. Kini

ia barn tahu, bahwa betapa ampuhnya panah asmara itu, yang

hingga mampu menembus dadanya yang ,sudah kebal terhadap

segala macam senjata tajam ini. Padahal Lay Ting Hok adalah

seorang pemuda yang teguh imannya, namun setelah menghadapi

gadis-ayu Oen Hong Kiauw, terpaksalah ia bertekuk lutut dan

menyerah kalah. Kalau tadinya ia terbilang anak muda yang giat

dan tak pemah diam, tetapi setelah hatinya terkena panah amor, kini

ia suka bermenung-menung sendirian dan melamun, bagaikan orang

sinting saja layaknya.

Sebetulnya yang membuat ia selalu gelisah dan pikirannya jadi

kalut itu, ialah yang mengenai soal : Apakah kiranya gadis itu

mencintai juga kepadanya ? Inilah suatu pertanyaan yang meliputi

hati-sanubarinya yang senantiasa menggodanya dan yang belum

pemah terjawab, yang mana hatinya lantas tidak tenteram dan

bimbang selalu. Sehingga tidur tak lelap, makanpun ,tak enak

dirasanya.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

21

? oOo ?

Sementara itu, marilah kita beralih lagi ke-nemuda bengal yang

sudah bangkrut dan gulung-tikar itu. Setelah ia menderita kekalahan

besar dan memalukan itu, segera pulanglah ia kerumahnya. Betapa

terkejut sang ayah, demi melihat anaknya Pulang dengan

berhunuran darah, mukanya pucat-pasi, sedangkan pakaiannya

rontang-ranting tak keruan dan kotor sekali. Begitu pula setelah

melihat si algojo Kwan Ling yang orangnya besar dan mengaku

sebagai pendekar silat yang tinggi ilmunya itu, kini nampak pula

datang membuntuti tuannya sembari megal-megol jalannya seperti

mentok saja layaknya. Sedang raut-mukanya menunjukkan, bahwa

ia sedang menahan rasa sakit luar-biasa. Kini muka si algojo ini tak

keruan bentuknya, dan kepalanya nampak benjol-benjol

menggelikan.

Setelah behenti sejenak, Thio King lantas mengisahkan segala

apa yang telah terjadi dan yang baru saja ia alami. Mendengar

andaran anaknya ini, sang ayah marahnya bukan kepalang, karena

baru kali inilah ia maerasa dihina. Dan dengan muka merah-padam,

la lantas menggebrak meja kuat-kuat yang kebetulan berada

didepannya. Sucia.h barang tentu semua barang-barang yang ada

diatas maeja ini, lantas jatuh berantakan kelantai. Kemudian dengan

mata naelotot, ia berteriak-teriak tak keruan jun. trungnya,

memanggil pengawal-pribadinya. Dengan tergopoh-gopoh,

datanglah menghadap seseorang yang berkumis lencir-melengkung

serta berbadan kurus-jangkung Ting Liang namanya. la adalah

seorang yang -banyak akal-jahatnya serta licin bagaikan belut.

Semibari membungkuk-bungkuk hormat, ia lalu bertanya :

"Ada apa tuanku?"

22

"Ih, mestinya kau tak usah tanya lagi! Tentunya kupingniu telah

mendengar sendiri tentang segala apa yang telah dituturkaa

puteraku ini", dengus si raja-tuan-tanah Thio dingin.

"Oooo, tentang itu? Gampang saja, tuan tak perlu kuatir;

serahkan saja seluruh persoalannya kepada saya, tentu beres.

Masakan membunuh orang semacam cecurut itu sampai gagal??

jawab Ting Liang dengan sombongnya.

Mendengar jawaban yang belakangan ini, ayah Thio King jadi

gembira dan lega hatinya. Sambil menepuk-nepuk punggung

pengawal-pribadinya ini, ia tertawa riuh sampai perutnya yang

gendut dan buncit itu terguncang-guncang. Kemudian katanya :

"Bagus, bagus ! Jadi tak percuma aku piara kau! Dan kalau segala

persoalannya telah bens semua, jangan kuatir engkau akan kuberi

hadiah yang besar! Buat sementara, ini uang untukmu sebagai bekal

menjalankan tugas", kata si raja tuan-tanah Thio dan berhenti

sejenak mengesankan. Kemudian sambungnya lagi : "Tetapi sekali

lagi 'jangan luoa, sesu.dah semuanya itu 'bisa berjalan dengan

sukses, hadiah besarlah yang menantimu!"

Pada keesokan harinya, pagi-pagi buta Ting Liang telah bangun

dari tidurnya. Setelah mengenakan pakaian, bergegaslah ia menuju

kearah jalan besar. Maksud kepergiannya ialah akan menghadap

Suhunya, yakni seorang ahli silat yang kenamaan, Liang Hong

namanya. Sedangkan Ting Liang adalah salah seorang muridnya,

yang berguru kepadanya dalam soal cara-cara menggunakan

bermacam-macam senjata tajam serta beberapa jumlah ilmu-ilmu

silat lainnya.

Setibanya dirumah Suhunya, setelah memberi hormat lain

langsunglah ia menuju keserambi tengah untuk memulai berlatih.

Sedangkan diruangan tengah ini telah nampak olehnya 2 orang

muda, yaitu masing-masing So Hok Sing dan Lo Cie Sian, yang

23

pada saat itu Lo Cie Sian sedang berlatih dalam suatu cabang ilmu

silat yang dinamakan Jien Shen Lang Dien (Serangan tinju didalam

gumpalan debu). Ilmu ini adalah merupakan suatu cabang ilmu silat

yang paling sukar dipelajarinya. Tetapi Lo Cie Sian telah dapat

melakukannya dengan baik dan sempurna mengenai segala gerak

maupun langkahnya.

Demi melihat atas hasil kemajuan resat yang diperoleh Lo Cie

Sian, muridnya yang paling rajin ini, tersenyumlah bangga Suhunya

itu, seraya katanya : "Bagus-bagus, aku merasa bangga dan memuji

atas kemajuan yang kau neroleh selama ini. Hendaknya teruslah

rajin berlatih hingga mencapai kesempurnaan seperti apa yang kau

cita-citakan !"

"Terima kasih Suhu, kami senantiasa akan mematuhi segala

petuah Guru ! Memang selainnya disini, dirumahpun kami selalu

berlatih dengan giat, misalnya mengangkat batu-batu besar yang

supaya tubuhku bertambah kuat'', sahut Lo Cie Sian.

"Memang demikianlah hendaknya. Nah, sekarang kalian berdua

boleh mengasoh sebentar, nanti latihannya boleh dilan jutkan lagi",

kata Suhu Liang Hong lebih lanjut.

Setelah kedua orang muda ini diperkenankan beristirahat,

keduanya lalu duduk-duduk diserambi belakang sambil beromong
omong.

"Engko So, sebenarnya hingga sekarang ini saya selalu

memikirkan tentang keadaan keluarga Oen Kok Siang. Karena, saya

sangat kuatir, jangan-jangan lantas dianiaya lagi oleh si pengecut

Thio King yang rupa-rupanya sangat cinta kepada Oen Hong Kiauw

tapi tak terbalas, serta sebagai pembalasan dendam atas

kekalahannya itu", kata Lo Tile Sian memulai bicara.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

24

"Akupun punya pikiran demikian, dan jangan lupa, tentu-nya

kawan rkita Lay Ting Hok tidak luput Pula akan menghadapi

marabahaya", sahut So Hok Siang dan berhenti sejenak memikir
mikir. Kemudian lanjutnya : "Kalaupun hanya kedua iblis si Thio

King dan Kwan Ling itu saja, saja kira tidak begitu membahayakan

bagi jiwa Lay Ting Hok. Lantaran, keduanya telah pemah dihajar

habis-habisan dan nyatanya kalah. Yang saya kuatirkan, ialah

apabila Thio King lantas meminjam tangan orang lain untuk

membalaskan dendam-kesumatnya !"

"Itu memang betul, Engko So! Tetapi kalau saja, Engko dan

Lay Ting Hok bersatu, kita 'bertiga secara bersama-sama tentulah

dapat melawan dan menandinginya si pengehianat-penghianat itu.

Walaupun andaikata mereka dibantu oleh Malaikat dari Kajangan,

kita tak akan mundur setapakpun menghadapinya. Percayalah,

bahwa : Bersatu kita teguh, hercerai kita runtuh ! Kita berani karena

benar, dan pasti menang !!", kata Lo Cie Sian dengan penuh

semangat.

?Memang benarlah semua tutur-katamu! Akupun berjanji

kepada diriku sendiri, bahwa aku akan membantu seratus prosen

untuk turut-serta memberantas si angkara! Dan akupun merasa amat

kasihan atas nasib yang diderita oleh orang tua dan anak-gadisnya

itu. Apalagi kalau sampai kejadian orang tua ini tewas teraniaja, lain

bagaimanakah nasib anakgadisnya yang sudah tak beribu lagi itu?

Dan tentunya lantas hidup sebatang-kara .?

Hingga disini pembicaraan terhenti sebentar, karena nampaklah

Suhunya berjalan menuju kebiliknya. Setelah gurunya masuk

kekamarnya dan tak terlihat lagi, maka pembicaraan ini pun segera

dilanjutkan lagi.

"Konon kabarnya, ayah Thio King adalah seorang raja tuan
tanah kaya yang sangat kejam dan bengis. Ia memperlakukan
Welas Asih Tak Terkalahkan Karya M mep T W L di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

25

buruh-taninya seperti terhadap sapi saja. Si tani miskin bekerja

mati-matian siang-malam disawah sewaannya, tetapi hampir seluruh

hasilnya, situan-tanah-lah yang mengangkanginya! Lantaran apa,

karena sebelumnya situan-tanah ini telah memberi hutang lebih dulu

yang bunganya sangat berat kenada si petani tersebut, sehingga

begitu sipetani memetik hasilnya, maka begitu pulalah hasilnya ini

dirampas oleh situan-tanah. Belum lagi terhitung, betapa besarnya

tarif sewa-tanah yang dkenakan kepada penggarapnya, sehingga hal

ini semakin mencekik kaum tani yang sudah payah hidupnya itu",

kata Lo tie Sian lebih lanjut.

"Kalau demikian, itulah yang sekarang dinamakan Penindasan

manusia atas manusia !", teriak So Hok Sing dengan berangnya.

Dan kata selanjutnya, "Oleh karena itu, marilah kita ganyang habis
habisan setan-setan desa yang kejam dan tak mengenal peri
kemanusiaan itu !"

Begitulah percakapan antara kedua sahabat-kental ini telah

berlangsung beberapa saat lamanya. Tetapi tidak diduga-duga

sebelumnya, bahwa segala percakapannya itu telah didengar

semuanya oleh Ting Liang, yang memang dengan sengaja

mendengarkannya secara diam-diam. Dan temyata, ketika kedua

sahabat tadi memulai 'pembicaraannya, diam-diam Ting Liang

menyelinap dibelakang pohon Yang Liu yang besar, yang letaknya

tidak jauh dari tempat yang diduduki oleh kedua orang muda

tersebut. Ia mengintip dan .mendengarkan dengan cermat segala apa

yang dibicarakan bleh So Hok Sing dan Lo tie Sian Si.

Setelah selesai pembicaraannya, Ting Liang lantas melesat

pergi. Dan dengan sekejap-mata saja ia sudah tak tampak batang
hidungnya, ,bagaikan siluman saja layaknya. Lantaran tatkala ia lari

itu sambil memnergunakan ilmu Kaw Ce Dhian, sehingga ia dapat

mengentengkan ,badannya untuk lari secepat kilat dan menghilang

diantara semak-semak belukar.

26

Sesampainya dirurnah Thio King, ia pun segera menceritakan

pengalarnannya serta segala apa yang ia dengar itu. Thio King jadi

tahu, bahwa musuhnya tambah 2 orang. Kemudian mereka berdua

lalu mengadakan perundingan rahasia untuk mengatur siasat

maksud-maksud jahatnya.

? oOo ?

Matahari hampir silam digaris barat, menyelinap diantara bukit
bukit dan gunung-gunung yang menjulang tinggi keangkasa.

Suasana udara jadi lembut dan nyaman, sedangkan burung-burung

mulai sibuk mencari penginapan. Disana-sini terdengarlah kicau
riangnya, yang seakan-akan mereka mentieritakan pengalamannya

masing-masing sehari-harian tadi.

Dari kejauhan, nampaklah Oen Kok Siang yang berjalan

lambat-lambat menuju kerumahnya. Orang tua ini kelibatan lelah

sekali, setelah sehari-suntuk memeras tenaga bekerja disawahnya.

Sesudah membersihkan badan dan makan-sore, orang tua ini

lalu berbaring dihalaman muka pondoknya, sambil menghisap Ta

Low Cuk (pipa-penghisap rokok yang berbentuk panjang). Ia

melepaskan lelahnya setelah sehari-harian menunaikan tugas

bekerja disawah.

Tidak jauh dari tempat orang tua ini berbaring, duduklah Oen

Hong Kiauw sambil menyulam lukisan bunga mawar berwarna

merah diatas kain sutera yang halus. Wajahnya nampak cantik

berseri-seri terkena sinarnya sang matahari senja yang merah
kekuning-kuningan itu. sedangkan jalanan didepan gubuk ini,

seperti biasa kalau Oen Hong Kiauw sedang duduk-duduk didepan

pondoknya, lalu berhilir-mudiklah pemuda-pemuda untuk saling

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

27

bersaing mencari perhatiannya sidara-ayu ini. Namun sebegitu jauh,

Oen Hong Kiauw tetap menunduk saja menekuni pekerjaannya, dan

tidak mau melihat ataupun memperhatikan sikap pemuda-pemuda

tersebut. Karena siapa tahu, bahwa hati sidara kini telah Ada yang

mengisinya.

Dengan jari-jemarinya tang lentik-lentik itu, maka dengan lin
cahnya dua jari-jari ini menari-nari diatas sulaman bunga mawar

yang sudah hampir selesai itu. Dan sebentar kemudian, sulaman

itupun segera selesai dengan basil yang sangat indahnya, karena

sulaman ini dkerjakan dengan penuh perasaan yang tertanam pada

lukisan bunga itu.

Memang, bunga mawar yang sedang mekar yang dilukiskan

dalam sulaman itu, adalah merupakan cetusan dan pencerminan

jiwanya yang bagaikan setangkai bunga mawar yang sedang mekar

dan harum baunya, yang menantikan sang kumbang untuk

menghisap madunya.

Menyaksikan hasil sulamannya yang indah ini, ia merasa

bangga, maka berkali-kali lantas diamat-amatinya. Semakin lama ia

memandang lukisan bunga itu, semakin membumbung tinggilah

angan-angannya, yang seolah-olah telah melihat hari depannya yang

gilang-gemilang. Lalu pandangnya dialihkan kearah yang jauh, nun

disana, diatas bukit-bukit yang tinggi yang terbentang didepannya,

yang dihiasi pula dengan bintang-bintang yang gemerlapan

memenuhi angkasa biru.

"Oh, betapa indahnya pemandangan senja ini ! yang seolah
olah menjadi firasat bagi masa depanku yang terang-benderang

penuh kebahagiaan bersama si dia sipenolong jiwa ayah

ku Oh, Tuhanku, semogalah cita-cita hamba-Mu ini dikabulkanlah

hendaknya demikianlah kata-hatinya, seraya mulutnya komat-kamit

tapi tak bersuara. Tak tahunya, air-matanya menetes bagaikan

28

mutiara terlepas dari embanan. Cepat-cepat air-mata ini disusutnya,

lantaran kuatir dketahui ayah nya, namun telah terlanjur

dketahuinya.

Ketika itu, ayah nya tak tahu apa yang terkandung didalant hati

anaknya, hanya tahu anaknya meneteskan air-mata. Ia mengira,

bahwa anaknya mungkin ingat kepada mendiang ibunya sehingga

menangis itu. Kemudian hiburnya.

?Mengapa engkau menangis, nak? Janganlah engkau

memikirkan yang bukan-bukan! Serahkanlah segala nasib

peruntungan kita ditangan Tuhan, karena Tuhan itu Maha Pengasih

dan Penyajang!", kata ayah nya dan berhenti sejenak untuk

menyedot rokoknya yang apinya hampir padam. Kemudian

sambungnya : "Maka sekarang tidurlah, dan sekali lagi, janganlah

engkau memikirkan yang bukan-bukan, karena hal itu akan merusak

jiwamu saja !"

Dengan perasaan yang sedih dan pilu, dara ini lalu menatap

wajah ayah nya yang sudah kisut-kisut itu, sedangkan badannya

kurus-kering sebagai pertanda bahwa hidupnya selalu menanggung

kepahitan-hidup yang luar-biasa sengsaranya. Mengingat akan hal

ini, semakin deraslah air-matanya mengalir jatuh dipangkuannya.

Kemudian gadis ini cepat-cepat bangkit berdiri masuk kegubuknya,

lalu merebahkan diri ketempat-tidurnya.

Malam telah larut, namun Oen Hong Kiauw belum juga bisa

tertidur.. Kendall matanya dipejam-pejamkannya, tetapi sebegitu

jauh hatinya tetap tak mau tidur. Pikirannya terbang melayang
layang keangkasa kealam khajal, yang akhirnya sampailah kepada

pemuda pujaan hatinya, Lay Ting Hok. Ketika itu, seolah-olah

pemuda ini datang, lalu mengajak duduk didepan pondoknya.

Dengan disinari sang bulan-purnama yang memancarkan sinarnya

yang lembut, kedua muda-mudi ini duduk berdampingan dengan

29

mesranya. Mereka berdendang me lagukan lagu cinta-asmara yang

suaranya mengalun 'tinggi ke-cakrawala, menembus gumpalan

awan ke Kajangan para Dewa-dewa, yang diterima oleh sang Dewa

Asmara. Kemudian kembalilah suara ini turun ke Majapada, lalu

diterimalah oleh kedua asjik-masjuk ini lagi. Dan tiba-tiba tangan

pemuda itu lantas memeluk tubuh sang dan dengan mesranya.

Tetapi Oen Hong Kiauw lepaskannya, dan ...... "bruk", badan Oen

Hong Kiauw jatuh dari tempat-tidurnya. Mendengar suara barang

yang terjatuh ini, ayahnya bangun dari tidurnya dibarengi dengan

rasa kaget bukan kepalang. Dan dengan tergopoh-gopoh ia datang

ketempat asalnya suara, sedang saat itu anaknya nampak sudah

duduk ditepi ranjangnya. Dengan terengah-engah, ayah nya

bertanya :

"Ada apa; nak ?"

"Oh, ti tidak apa-apa, a ajah", jawab gadis ini dengan gugup

dan tersekat-sekat. Lalu sambungnya lagi : "Mung mungkin aku

mimpi, lantas ja jatuh, ayah !"

"Oooo, kalau begitu tak apalah Sekarang tidur lagi saja", sahut

ayah nya dengan perasaan lega Subuh mulai mendatang, ajam2

pun berkokok bersaut-sahutan, seakan-akan membangunkan

manusia-manusia supaya tidak lupa akan tugas kewajibannya.

Oen Hong Kiauw bangun dari tidurnya merasa kaget, karena

memang agak kesiangan ketimibang biasanya, sebab hampir

sema'am suntuk ia tak bisa tidur lelap. Ia melihat ayah nya telah

duduk dikursi dan telah mengenakan pakaian kerjanya yang koyak
koyak itu. Dengan gugupnya, Oen Hong Kiauw lantas pergi

kedapur untuk memasak air, tanpa terlebih dulu membersihkaa

badannya. Tetapi segera dicegah oleh ayahnya, seraya katanya :

"Biarlah nak, tak usah kau repotrepot memasak air, karena ayah

telah minum air teh sisa kemarin", kata ayah nya dengan nada suara

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

30

yang iba-kasihan terhadap anaknya. Lantaran iapun tahu, bahwa

semalam anaknya memang kurang tidur. Lalu katanya lagi,

"Sekarang aku akan pergi kesawah, baik-baiklah menjaga rumah!

Dan apabila sianak tuan-tanah itu datang lagi, katakanlah bahwa

aku pergi untuk mencari pinjaman uang, guna membayar sewa

tanahnya itu", pesan ayah gadis ini sambil melangkahkan kaki

keluar rumah.

Kini tinggallah Oen Hong Kiauw dirumahnya seorang diri. Ia

merasa kesepian dan sangat kuatir, jangan-jangan anak si tuan-tanah

itu datang lagi, dan ia tak tahu apa yang akan terjadi. Hatinya

menjadi ciut dan takutnya bukan kepalang, karena siapakah yang

akan membelanya jikalau ia digoda dan dibuat permainan oleh

sibajul-buntung itu? Tetapi, ya apa boleh buat, lantaran kalau ia

pergi lantas siapa yang menjaga rumahnya, dan siapa pula yang

menanakkan nasi untuk ayah nya?

Untuk menghilangkan kerisauan hatinya, ia segera mengambil

pakaian yang koyak-koyak untuk dijahit dan ditambalnya. duduklah

ia didekat jendela rumahnya. Tiba-tiba, terdengarlah ketukan pintu

dari luar. Dengan hati yang berdebar-debar dan gemetaran, lantaran
Welas Asih Tak Terkalahkan Karya M mep T W L di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengira bahwa yang datang ini ntentulah sianak tuan:tanah itu,

maka bangkitlah ia dari duduknya.

Dengan harap-harap cemas, ia mendekati pintu lalu membuka
nya. Dan ia tertegun sebentar tak bergerak, bagaikan patung saja

layaknya. Lantas diusap-usapnya matanya, yang seolah-olah tak

percaya pada apa yang dilihatnya. Sebabnya, yang berdiri didepan

pintu ini, tak lain dan tak bukan, adalah si pemuda Lay Ting Hok,

yang semalam dilamunkannya. Dengan agak heran karena sikap

sigadis yang aneh itu, pemuda inipun segera mengucapkan :

"Selamat pagi, nona "

31

"Oh, seselamat pa pagi, Engko", jawab Oen Hong Kiauw

dengan gagap-gagap. Kemudian "Marilah, silahkan masuk!"

"Terima kasih", sahut Lay Ting Hok seraya melangkah masuk.

Sesudahnya si pemuda masuk, sikap serta gerak-gerik sidara

nampak berubah jadi canggung dan gugup, saking girang bercampur

malu. Makanya lantas kasak-kusuk serba salah, pergi kesana-pergi

kesini, tak keruan juntrungnya. Ketika mempersilahkan duduk

tamunya, yang disodorkan bukannya kursi, tetapi temyata keliru

keranjang !

Menyaksikan segalanya ini, keruan saja siperjaka jadi sampai
sampai tak bisa menahan tertawanya. Demi merasa ditertawai, maka

sigadis semakin malu-lah ia dibuatnya, sehingga pipinya kemerah
merahan yang semakin menambah cantik 'bukan kepalang.

Kemudian ia imengambil kembali keranjang itu untuk diganti

dengan kursi rotan yang sudah reyot karena saking tuanya, sembari

mempersilahkan tamunya duduk.

Menghadapi tamunya ini, Oen Hong Kiauw membungkam

seribu bahasa, pikirannya pepat tak tahu apa yang harus dikatakan,

sedangkan kepalanya menunduk tak berani memandang ta-munya

yang ketika itu selalu memperhatikannya. Mestinya banyaklah hal
hal yang akan dituturkannya, tetapi mulutnya bagaikan tersumbat

saja, sehingga bibirnya yang mungil dan merah bat delima merekah

itu hanya komat-kamit saja tak bersuara.

Dasar pemuda ini seorang yang bijak, maka seolah-olah ia telah

dapat membaca segala apa yang terkandung dalam kalbu si gadis
ayu ini, maka lantas Lay Ting Hok-lah yang memulai berbicara :

"Oh, kiranya Lo Pek telah pergi kesawah, karena temyata cuma

adik sendiri yang ada dirumah".

32

"Betul Engko, ia telah pergi semenjak pagi-pagi buta", jaiwab

Oen Hong Kiauw seperlunya saja dengan muka yang masih

menunduk, seraya tangannya mempermainkan 'benang sulaman

yang akan digulungnya.

?Agaknya adik pandai juga menyulam, apakah betul demi
latian ?"

Seperti diingatkan, dengan tanpa menjawab gadis ini segera lari

untuk mengambil hasil sulamannya yang tadi malam baru saja

diselesaikannya. Tetapi, dasar pikiran baru linglung, ia malah

tertegun-tegun dimuka meja-makan didapur. Setelah menanusin

kekeliruannya, ia segera berbalik, dan kini barulah ia ingat bahwa

hasil sulamannya itu, tadi malam ditaruh dibiliknya. Dan dengan

sebat ia lantas lari ke biliknya, kemudian dengan terenyum sedikit,

sulaman ini lantas diserahkan kenada tamunya tengan tanpa kata
kata.

Demi melihat hasil sulaman yang memang sangat indahnya dan

yang berlukiskaa bunga mawar itu, tanpa disadarinya tercetuslah

pujiannya sipemuda.

"Ah, aku tak menduga, bahwa basil sulaman ini begini

indahnya, sesuai pula dengan yang membuatnya ..!?

Sungguh tepat pujian ini, sehingga merasuk kelubuk-hati si

gadis yang membuatnya. Ia tersipu-sipu kemalu-maluan, pipinya

yang montok-padat itu, dengan mendadak berubah menjadi merah
jambu, yang semakin menambah manis luar-biasa. Karuan saja, hati

sipemuda semakin jadi kelabakan dibuatnya.

Sebenarnya maksud kedatangan Lay Ting Hok kemari adalah

untuk merundingkan sesuatu dengan Oen Hong Kiauw, yang

sebelumnya kata-katanya telah diatur lebih dulu sedemikian rupa,

yang hingga ia telah hafal. Tetapi entah mengapa, setelah berhadap
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

33

hadapan dengan orangnya, malahan kata-kata yang telah diatur

rapih itu macet didalam dan tak mau keluar juga dari

kerongkongannya. Iapun merasa heran, mengapa sekarang hatinya

menjadi sekecil semut menghadapi seorang dara yang selalu di.

Impi-impikannya ini sehingga segala isi hatinya yang akan dicurah
kan dihadapan kekasihnya ini masih tetap tersimpan didalam

kalbunya.

Setelah agak lama mengingat-ingat dan menenangkan pikiran,

tiba-tiba teringatlah akan sesuatu yang dibawanya, yakni yang

berupa lembaran uang emas disakunya, kemudian 'katanya.

?Adik Cu, sebetulnya aku merasa kasihan kepada ayahmu,

karena seseorang yang telah berusia lanjut seperti ayah mu itu,

mestinya sudah tidak boleh bekerja keras-keras memeras-tenaga

yang hanya untuk mencari sesuap. nasi belaka".

"Kukira memang betul kata-katamu itu, Engko! Seharusnya ia

sudah beristirahat tak perlu bekerja keras membanting tulang.

Tetapi apa boleh buat, Engko, sebab ia bekerja keras sebenarnya

terpaksa juga, karena tidak ada orang lain yang membantunya.

Padahal, kendati ayah bekerja keras pada tiap-tiap harinya, namun

hasilnya untuk makan saja tidak cukup. Apalagi kalau ia sama
sekali tidak bekerja, lalu bagaimanakah jadinya?", jawab Oen Hong

Kiauw sambil air-matanya mengemberig dipelupuk matanya.

"Ya, memang itulah yang perlu kita pikirkan, dik! Sebab aku.

pun tahu, bahwa biar bagaimanapun ayahmu membanting-tulang

memeras-tenaga, tetapi kareha ia mengerjakan sawah orang lain

yang sewa-tanahnya sangat berat, tentu saja hasilnya jauh daripada

cukup! Sebaliknya biarpun hanya sepetak kecil saja sawah itu,

tetapi miliknya sendiri, hasilnyapun akan lumajan juga", sahut Lay

Ting Hok, dan berhenti sejenak sambil memikir-mikir. sambungnya

lagi : "Oleh kaiena itu dik, engkau jangan bersedih hati! Kini aku

34

membawa beberapa lembar uang emas, usahakanlah supaja uang

ini selain untuk melunasi hutang, juga buat membeli tanah untuk

bersawah. Maka terimalah dengan hati terbuka, demi kebahagiaan

hidup keluargamu selanjutnya!"

Sehabis kata, Lay Ting Hok lantas mengeluarkan pundit yang

berisi uang emas dari sakunya, dan kemudian diletakkan diatas

meja.

Walaupun dalam hatinya bukan main girangnya serta sangat

bersjukur, namun Oen Hong Kiauw sebagai gadis yang tahu harga
diri, maka seolah-olah ia menolak. pemberian itu, tetapi dengan

sangat sopannya : "Oh, Engko, sebelumnya kuucapkan terima kasih

yang tak tethingga atas. pemberian itu! Tetapi maaafkanlah aku,

bahwa dengan sangat menyesal aku tidak dapat menerimanya.

Sebabnya, biar bagaimanapun juga aku masih mempunyai orang

tua, jadi seyogjanya Engko berikan saja kepada ayahku, kalaupun

Engko betul-betul ingin menolong keluargaku".

"Memang dik, tadinya akupun mempunyai pikiran demikian,

yaitu menyerahkan uang ini kepada ayah mu. Tetapi lantaran aku

kuatir kalaupun ayah mu akan menolaknya, maka lantas kuberikan

kepadamu", jawab pemuda ini menegas, sambil ia membatin, bahwa

gadis ini memang berhati sebab kendati miskin, ia tidak mata
duitan. Kemudian katanya lagi : "Tetapi meski demikian, baiklah

uang ini akan kuserahkan juga kepada ayahmu, dan nanti sore aku

akan datang lagi kemari".

Sementara itu, suara bergolaknya air mendidih didapur

terdengar dengan jelas, sehingga mengganggu pula pembicaraan ini.

Sebab, Oen Hong Kiauw pun segera bangkit dari duduknya, untuk

menyiapkan teh panas bagi tamunya. Angin pagi meniup lembut,

melewati jendela gubuk ini. Lalu masuklah kedalam dan

xnemperrnain2kan rambut Oen Hong Kiauw yang panjang terurai

35

itu, yang ketika itu sudah duduk-duduk lagi maenghadapi tamunya.

Sedangkan diatas meja telah tersedia 2 cangkir teh panas, secangkir

untuk siperjaka sedang secangkir lagi buat ia sendiri untuk

mengiringi tamunya. Kedua asyik-masyuk ini hanya berdiam diri

saja, tetapi hati mereka saling berpadu dengan mesranya, seolah
olah mereka dapat membaca isi hatinya masing-masing. Hanya

kadang-kadang diseling dengan kerlingan mata yang celi dari

sigadis ini sambil bersenyum-simpul manis sekali, sehingga

membuat siperjaka jadi semakin keder hatinya. Mereka masing
masing membiarkan angan-angannya membumbung tinggi

kecakrawala, yang seolah-olah keduanya telah menjadi sepasang

suami-isteri yang penuh kebahagiaan, sehingga dianggapnyalah

bahwa seantero jagat ini hanya mereka berdualah yang punya.

Mereka tersedar dari lamunannya, tetapi tak terasa bahwa tahu
tahu matahari telah berada diatas gubuk itu, yang memancar-kan

sinarnya yang amat terik. Kemudian Lay Ting Hok lantas meminta

diri meski sebenarnya agak berat meninggalkan sang gadis yang

telah mencuri hatinya ini. Begitu Dula keadaan Oen Hong Kiauw, ia

sangat berat juga melepas sioerjaka yang menjadi tambatan hatinya

itu. Setelah mengucapkan janji, bahwa nanti sore ia akan datang

kemari lagi, Lay Ting Hok lalu bergegas-gegas meninggalkan

gubuk tersebut.

Sore hari itu, seperti biasanya Oen Kok Siang baru saja datang

dari sawahnya setelah bekerdia sehari-harian. Pada waktu mana,

orang tua ini sedang duduk-duduk dikursi reyotnya didalam

gubuknya, sambil melamun memikirkan nasibnya yang Bakal

datang yang mempunyai hari depan yang gelap-gulita.

Lain halnya dengan anak-gadisnya yang ketika itu sedang

duduk pula tidak jauh dari tempat duduk ayah nya. Ta dengan muka

berseri-seri menandakan hatinya sedang bersuka, sambil sebentar
sebentar menengok keluar lewat jendela memandangi jalanan yang

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

36

terbentang didepan gubuknya, yang seolah-olah menantikan

sesuatu. Keadaan didalam rumah ini hening tak ada yang berbicara,

masing-masing sibuk mengumbar lamunannya. Sekonyong
konyong pintu diketuk dari luar, dan gadis ini segera lari-lari kecil

menuju kepintu penuh harap, karena mengira bahwa yang datang

tentulah kekasihnya yang dinanti-nantikannya itu, yakni Lay Ting

Hok.

Tetapi, berbareng dengan membukanya pinta, tiba-tiba melon
catiah kedalam ketiga orang berseragam hitani yang bertopeng,
Welas Asih Tak Terkalahkan Karya M mep T W L di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang masing-masing memegang golok dan pedang panjang.

Seketika itu juga, Oen Hong Kiauw akan menjerit minta tolong,

tetapi dengan sebat luar-biasa salah satu diantara orang yang

bertopeng ini lantas meringkus sigadis sambil mulutnya disumbat

dengan saputangan yang rupa-rupanya telah disediakan sebelumnya.

Keruan saja sigadis ini lantas tak dapat bersuara, selain hanya

meronta-ronta akan melepaskan diri dari cengkeraman orang itu,

tetapi sia-sia belaka. Maklumlah hanya tenaga.seorang wanita yang

lemah in1, tentu saja tak mampu melawannya.

Sementara itu, kedua orang yang lainnya lagi dengan secepat
kilat lantas menyambar badan siorang tua yang sedang melamun itu.

Dan tanpa mengenal ampun, punggung orang tua ini lantas ditotok

kuat-kuat dengan gagang-pedang, keruan saja ia lalu mengaduh

kesakitan terus tak sadarkan diri. Selanjutnya, kedua tangannya lalu

diikat erat-erat kebelakang badannya, kemudian tubuhnya diseret

dan diikat lagi pada tiang rumahnya.

Kini Oen Hong Kiauw sudah tak berdaya lagi, karena kaki dan

tangannya telah diikat erat-erat pula, yang selanjutnya di masukkan

kekarung goni yang sebelumnya telah disediakan. Dan dengan

hanya memakan waktu yang sangat singkat, gadis ini lantas

digendong.keluar rumah. Sedangkan pintu gubuk itu lalu ditutup

dari luar serta diberi palang dan diikat kuat-kuat, sehingga

37

walaupun andaikata orang tua itu siuman kembali dan dapat terlepas

pula dari ikatannya, toch ia tak akan dapat keluar rumah. Dengan

sekejap-mata saja, gerombolan penjahat bertopeng ini telah lenyap

dari pandangan mata samhil menggendong tubuh Oen Hong Kiauw

yang dimasukkan kedalam karung itu, entah akan dibawa pergi

kemana

? oOo ?

Kini, marilah kita tengok keadaan sipemuda Lay Ting Hok

dirumahnya. Sore itu, ia telah slap untuk pergi kerumah Ocri Kok

Siang seperti apa yang telah pemah ia janjikan kepada keka-sihnya

tadi pagi. Saat itu ia berpakaian mentereng sambil di pinggangnya

menyengkelit sebuah golok, yang nampak emakin tampan dan

gagah. Sedangkan disakunya telah tersedia beberapa lembar uang

emas yang akan diberikan kepada ayah si gadis.. .Sambil bersiul
siul riang, ia lantas meninggalkan rumahnya menuja kearth jalan

besar.

Baru saja ia berjalan kirakira lima lie jauhnya, padahal saat itu

ia sedang enak-enaknya memikirkan bagaimana nantinya ia harus

berbicara dihadapan ayah Oen Hong Kiauw, sekonyong-konyong

hujanpun turan dengan lebatnya. Keruan saja pemuda ini lantas

bingung mencari tempat berteduh. Dan sedan kebetulan sekali,

nampaklah olehnya sebuah Kelenteng tua yang sudah tak dipakai

lagi, jang. terletak tidak jauh dari . situ. Kemudian, segeralah ia lari
lari kecil maenuju ke Kelenteng tersebut, dan selanjutnya berteduh

diemperan Kelenteng yang sebagian besar gentengnya telah banyak

yang pecah-pecah dan rontok.

38

Sambil berteduh itu, Lay Ting Hok lalu melanjutkan

memikirkan tentang bagaimana caranya ia harus berbicara diha.

dapan ayah kekasihnya ini. Selagi enak-enaknya melamun,

mendadak saja lapat-lapat ia dengar suara rintihan orang yang

seakan-akan dicekik lehemya ataupun mungkin juga disumbat

mulutnya. Memang daya-pendengaran sipemuda ini sangat tajant

luar-biasa, karena ia memang memiliki ilmunya, sehingga dengan

cepat dan tepat ia telah dapat menentukan dari mana datangnya

suara itu, yang bagi pendengaran lumrah tak mungkin bisa

mendengarnya.

Dasar ia seorang pemuda yang usilan, yang sok ingin tahu

tentang segala peristiwa yang ia dengar ataupun dilihatnya meski

hal itu sebetulnya bukan urusannya. Maka berbareng dengan

meredanya hujan. tanpa pikir panjang, Lay Ting flok lantas

memetak ilmu entengkan-badan yang sangat tinggi tingkatannya.

Dengan sekali menjejak tanah, melesatlah keatas badan si pemuda

ini bagaikan terbang saja layaknya, yang tahu-tahu telah berada

diatas genteng.

Setelah meloncat-loncat dari atap keatap lainnya dengan tanpa

bersuara sedikitpun, sampailah kini Lay Ting Hok berada diatas

atap serambi-tengah Kelenteng tersebut, yang secara kebetulan ada

beberapa genteng yang sudah retak-retak sehingga ia dapat melihat

kebawah menyakslkan keadaan didalam. ruangan ini. Segera

nampaklah olehnya ketiga sosok tubuh yang sedang mengelilingi

sebuah karung yang terikat. Mereka ketiga-tiganya berseragam

hitam dan memakai topeng, sedang dipinggang mereka masing
masing menyengkelit golok dan pedang panjang yang seorang

bertubuh sedang, satunya lagi berbadan besar bagaikan sapi saja,

sedangkan yang seorang lagi bertubuh kecil jangkung.

Salah seorang diantaranya lalu membuka ikatan karung itu, dan

berbareng dengan terlepasnya tali ikatan, muncullah sesosok tubuh

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

39

yang terikat kaki-tangannya, sedang mulutnya disumbat dengan

kain. Kiranya tubuh seorang wanita! Dan dengan sangat tergesa
gesa, tubuh ini lantas digotong oleh dua orang, yang selanjutnya

dibawa masuk kesalah sebuah kamar Kelenteng, yang rupa-rupanya

telah direncanakan dan dipersiapkan terlebih dulu sebelumnya.

Kemudian kedua orang keluar dari bilik, sedang yang seorang lagi

tertinggal didalam sembari mengunci pintu kamar ini dari dalam.

Dan kedua orang yang keluar ini, lantas duduk-duduk didekat pintu

itu, seakan-akan sedang berjaga.

Lay Ting Hok tak sabar lagi, ia ingin tahu apa jg. diperbuat

oleh orang yang ,berada didalam kamar. Cepat-cepat ia melesat, dan

jatuh tepat diatas atap bilik itu. Dan dengan hati yang berdebar
debar, ia melihat kebawah lewat celah-celah genteng yang retak
retak sembari memetak ilmu pentajaman-penglihatan. Kemudian

nampaklah kini dengan jelas apa yang terjadi didalam kamar ini.

Pada saat itu, wanita yang terikat kaki-tangannya dan disumbat

mulutnya ini, sedang dibaringkan telentang dalam keadaan masih

pingsan. Ia dibaringkan dilantai beralaskan bekas pembungkusnya,

sedangkan bajunya nampak koyak-koyak compang-camping, yang

hingga bagian atas tubuh-nya yang terlarang ini kelihatan semua.

Orang laki-laki yang berbadan sedang dan bertopeng Int,

nampak tak sabar menyaksikan keadaan yang demikian itu. Dan

dengan dibarengi oleh nafsu-binatangnya yang berkobar-kobar,

lantas ia menghampiri tubuh ini, kemudian cepat-cepat ia

melepaskan ikatankaki siwanita yang sudah tak .berkutik itu rupa
rupanya ia akan berbuat mesum, memperkosa tubuh siwanita yang

sudah tak berdaya ini.

Betapa terkejutnya anti sipemuda yang mengintip diatas

genteng, sampai-sampai tak terlukiskan, demi melihatnya bahwa

wanita yang akan diperkosa oleh si binatang ini, adalah Oen Hong

40

Kiauw kekasihnya! Dan berbareng dengan terlepasnya tali ikatan
kaki sigadis yang dilepaskan oleh orang yang berto-peng itu,

dengan kekuatan yang luar-biasa, Lay Ting Hok lantas menjejak

atap yang diinjaknya. Sangatlah hebat akibatnya, sehingga atap ini

runtuh dan hancur berantakan berjatuhan ke bawah.

Dan tak kalah pula terkejutnya si orang bertopeng ini, lan-taran

tak diduga sebethinnya bahwa akan terjadi suatu kejadian yang

mengagetkan itu. Belum lagi ia tahu apa yang menyebab-kannya

dan baru sibuk menduga-duga, sekonyong-konyong berkelebatlah

suatu bayangan menyambar kepalanya. Dan secepat-kilat pula ia

menghindar sambil menggulingkan badannya kelantai. Sesudahnya

ia bangkit' lagi, segera nampaklah didepannya seorang pemuda

tampan sedang bersiap akan menyerangnya lagi. Ketimbang

didahului, ia ambil putusan untut menyerang lebih lulu, dan dengan

sebat ia menghunus pedang-panjangnya lantas menikam kearah

dada lawannya.

Tetapi, temyata lawannya ini adalah lawan yang tangguh, sebab

begitu ia diserang dan ditusuk dengan pedang ia lantas miringkan

tubuhnya, sehingga serangan ini menumbuk udara kosong.

Sesaat si orang bertopeng ini akan menarik pedangnya,

mendadak-sontak pergelangan tangannya yang memegang pedang

kena sabetan tangannya si petnuda tampan itu, sehingga pedangnya

terlepas dan terpental jauh.

Belum lagi ia dapat berdiri tegak, lawannya telah mengirimkan

tendlangan kearah tulang-rusuk dengan dahsyatnya hingga

menimbulkan kesiuran-angin keras. Tetapi siorang bertopeng ini

dapat menghindar kesamping sambil menghantam punggung

lawannya.

Lay Ting Hok melihat tendangannya gagal dan kini malah

berganti diserang, maka pukulan tangan lawannya yang tiba-tiba itu

41

bukannya dihindarinya, melainkan dengan tenangnya malah

menangkis dengan keduabelah. tangannya yang disilangkan keatas,

dan "Prok", kedua-belah tangannya beradu. Hebat akibatnya, Lay

Ting Hok dengan mempergunakan tipuan ini, selain ia telah dapat

menangkis pukulan lawannha, bahkan dapat pula meminjam tenaga

musuhnya untuk mementalkan kembali musuhnya itu, jadi

lawannya ini seperti menubruk per saja layaknya, sehingga kalau

lawannya memukul dengan keras, ia akan terpental pula dengan

keras.

Begitu juga keadaan orang yang bertopeng itu, begitu ia

menghantam punggung lawannya dengan sekuat-tenaga, dan begitu

pulalah ia lantas terpental jauh kebelakang sampai beberapa

langkah, yang akhirnya jatuh telentang. Belum lagi ia bisa berdiri

lurus, tiba-tiba "Plok, plok", punggungnya kena terhajar sampai

dua-kali, sehingga ia terpelanting dan jatuh tengkurap tak berkutik

lagi.

Tatkala Lay Ting Hok akan membalikkan badan untuk

menolong kekasihnya, sekonyong-konyong "Bruk", pintu kamar

ini jatuh berantakan roboh kedalam Dan berbareag dengan

robohnya pintu, muncullah kedua orang bertopeng yang tadi berjaga

diluar, sambil masing-masing memegang pedang yang berkilat-kilat

cahajanya. Dengan secara berbareng, kedua orang ini lantas

menyerang bersama-sama kearah Lay Ting Hok.

Menghadapi kedua lawan yang masing-masing bersenjata ini,

padahal saat mana sebetuinya ia sudah sangat lelah setelah

bertempur melawan musuhnya yang telah keok itu, maka Lay Ting

Hok agak keripuhan juga. Maka cepat-cepat ia menghunus

goloknya untuk menangkis serangan itu.

Setelah beberapa gebrakan telah berlalu, kini tahulah Lay Ting

Hok, bahwa lawan satunya yang berbadan besar ini, sebetulnya ilmu

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Sean/foto image : Awie Dermawan
Welas Asih Tak Terkalahkan Karya M mep T W L di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

42

silatnya beluin begitu lihay. Terlintas dipikirannya, bahwa

sebaiknya ia ditundukkan lebih dulu, dengan demikian nantinya

hanya tinggal satu lawan satu.

Memperoleh pikiran demikian, segeralah ia mulai menyerang

dengan dahsyatnya kearah orang bertopeng yang berbadan besar itu.

Dengan memperguna'kan tipu dan ilmunya yang sa-ngat lihay,

maka baru satu gebrakan saja lawannya ini telah dapat dipukul

rubuh. Kini lawannya tinggal seorang, tetapi kali ini ia menghadapi

lawan yang tidak enteng, yang sangat tinggi ilmu silatnya. Maka

didalam menghadapinya, Lay Ting Hok sangat hati-hati dan

nampak serius. Pertarungan telah berjalan beberapa jurus lamanya,

sedang kini nampak sekali Lay Ting Hok dibawah angin, sehingga

sekarang sifatnya hanya mempertahankan diri belaka.

Pada suatu ketika, pemuda ini mengadakan serangan balasan

sambil goloknya berkelebat menikam kearah lambung lawannya.


Pendekar Rajawali Sakti 175 Manusia Winnetou Kepala Suku Apache Karya Dr Angrek Tengah Malam Seri Pendekar Harum

Cari Blog Ini