Welas Asih Tak Terkalahkan Karya M mep T W L Bagian 2
Tetapi siorang bertopeng yang bertubuh kurus-jangkung ini,
mendapat serangan tersebut bukannya mengelak, sebaliknya
pedangnya malah ditempelkan diatas golok Lay Ting Hok, yang
hingga kedua senjata ini melekat jadi satu seperti ada besi
beraninya.
Dengan tidak enggerakkan badannya, orang bertopeng, ini
lantas gerakkan tangan-kiri dan kaki-kanannya. Sambil tangan
kirinya digetar-getarkan dan kaki-kanannya diangkat, bersamaan itu
Pula Lay Ting Hok merasakan, bahwa golok yang dipegangnya
semakin bertambah berat, sedang ujung pedang lawannya kini
menempel tepat pada gagang-goloknya.
Kemudian nampak badan si orang bertopeng ini mendesak
maju sambil berjongkok sedikit. Kini Lay Ting Hok merasakan
seolah-olah golok yang dipegangnya seperti lebih satu kwintal
beratnya, sehingga ia tak kuasa memegangi goloknya lebih lama
43
lagi. Sementara itu matanya merasa berkunang-kunang, dan
goloknya pun segera terlepas dari genggamannya. Dan berbareng
dengan itu, kaki-kanan siorang bertopeng telah menyapu betis Lay
Ting Hok yang hingga jatuh terpelanting kelantai. Selanjutnya
orang bertopeng ini lantas mengayunkan tinggi-tinggi pedang
panjangnya untuk membabat leher lawannya.
Saat itu Lay Ting Hok telah membatin : "Kini tibalah saat-nya
aku mesti mati! Oh, selamat tinggal kekasihku, aku mati demi kau
.. " Ia telah memejamkan matanya rapat-rapat, dan sebentar lagi
tentulah pedang lawannya itu telah memenggal lehemya.
Tetapi selama ini ia menjadi heran luar-biasa, karena meingapa
pedang itu belum juga menyentuh lehemya? Cepat-;cepat ia
membuka mata, dan terlihatlah olehnya siorang bertopeng itu telah
jatuh terpental keluar kamar. la semakin heran dibuatnya, lantaran
melihat pula bahwa kedua orang yang bertopeng yang telah
dirobohkan itu, kini telah siuman dan buru-buru merat bersama
sama orang bertopeng yang hampir saja memenggal lehemya itu.
Merekapun lantas angkat kaki-panjang meninggalkan Kelenteng
tersebut sambil lari pontang-panting!
Setelah Lay Ting Hok dapat berdiri lurus, kemudian "Ha
haahahaaa ..", terdengarlah suara tertawa riuh di belakangnya.
Sesudah ia menoleh, temyata yang tertawa ini adalah kedua
sahabat-karibnya yang setia : So Hok Sing dan Lo Cie Sian! Segera
berlarilah ia menghampiri kedua kawannya itu sambil kedua-duanya
dirangkul kuat-kuat. Kemudian katanya,
"Oh, kawan-kawanku yang baik hati! Sungguh, suatu
pertolongan yang sangat tepat waktunya, lantaran, andaikata
terlambat sedetik saja, tentulah kalian tak mungkin dapat
menjumpai aku lagi dalam keadaan masih hidup! Oleh karena itu,
dengan hati yang tutus-ikhlas, aku mengucap terima kasih sebesar
44
besarnya atas pertolonganmu itu, yang hingga aku percaya, bahwa
tak mungkinlah kiranya aku dapat membalas segala budi baik kalian
itu !"
?Ah terima kasih kembali, Engko Lay! Ja-nganlah
memikir jank bukan-bukan, karena memang sudah seharus-nyalah
kita hidup didunya ini saling tolong-menolong-! Tentang mengapa
pertolongan itu sampai tepat pada waktunya, adalah karena
Kehendak Tuhan belaka, yang berarti Engko memang belum
saatnya untuk meninggalkan dunia yang penuh pengkhianatan
jawab So Hok Sing dengan penuh perasaan.
"Lalu, bagaimanakah mula-mulanya sehingga kalian bisa
mengetahui kalau aku berada didalam Kelenteng ini ?", tanya Lay
Ting Hok.
"Oooo, tentang itu! Tapi sejogjanya nanti saja setelah kita
berada ditempat yang agak aman, yang hingga kita bisa saling
mengisahkan pengalamannya masing-masing dengan leluasa! yang
lebih penting, sekarang Engko Lay supaya segera menolong nona
Oen!", jawab Lo Cie Sian mengingatkan.
Bersambung ke Jilid II (Tamat).
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
45
46
WELAS ? ASIH
tak terkalahkan
Jilid - II
Oleh: M. mep -T. W. L.
Sumber Pustaka
Juru potret / Sean
Distribusi & Arsip
: : :
Aditya Indra Jaya
Awie Dermawan
Yon Setiyono
47
WELAS ASIH
tak terkalahkan
JILID 2
RINGKASAN CERITA JILID KE-I
Thio King, sianak tuan-tanah, dengan didampingi oleh
algojonya : Kwan Ling, telah datang kegubuk Oen Kok Siang (Si..
petani miskin). Maksud kedatangannya ialah, selain untuk menagih
hutang sewa-tanah kepada orang tua ini, juga akan memancing ikan
diair keruh. Yaitu dengan jalan akan membebaskan segala hutang
Oen Kok Siang, asalkan anak gadisnya yang bernama Oen Hong
Kiauw diserahkan kepadanya. Oleh karena dari pihak anak gadisnya
tak mau menjalani untuk dipakai sebagai pembayar hutang,
sedangkan Oen Kok Siang sen did juga tak menyetujuinya, maka
orang tua ini lantas dipu kuli sampai pingsan oleh Kwan Ling..
Mendadak saja, datanglah seorang penolong, yakni seorang
pemuda tampan Lay Ting Hok namanya. Maka lantas terjadilah
suatu pertarungan sengit antara sipenolong, itu de-ngan anak situan
tanah beserta algojonya. Akhirnya kedua pemuda bengal fili dapat
dirobohkan oleh Lay Ting Hok, dan larilah mereka berdua terbirit
birit pulang kerumahnya, dengan disertai rasa dendam-kesumat
yang tak ada taranya.
Sementara itu, kedua muda-mudi, yakni Lay Ting Hok dan Oen
Hong Kiauw, hati masing-masing saling mendekat, yang akhirnya
tumbuhlah menjadi rasa cinta yang mendalam diantara mereka
berdua.
Mengenai kedua pemuda bengal Thio King dan algojonya,
setelah mereka berdua keok bertanding melawan Lay Ting Hok,
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
48
maka segeralah hal ini diberitahukan kepada ayahnya Thio King,
yaitu si raja tuan-tanah Thio. Betapa marahnya situan tanah ini,
demi mendengar kisah anaknya, maka dengan dibantu oleh
pengawal pribadinya : Ting Ljang, salah seorang yang banyak akal
jahatnya, meteka berempat pun segera mengatur siasat untuk
membalas-dendam.
Sementara itu, antara sigadis Oen Hong Kiauw dan pemuda
tampan Lay Ting Hok, hati masing-masing saling mengandung
rindu yang tak putus-putusnya. Dan untuk memupuk tumbuhnya
rasa cinta ini, sipemuda lantas menawarkan bantuannya yang berupa
beberapa lembar uang emas, yang selain dimaksud untuk melunasi
hutang ayah sigadis, pun juga supaya dibelikan tanah untuk
bersawah bagi si petani tua yang miskin itu. Tetapi dengan hormat,
bantuan ini ditolak oleh sigadis, dengan maksud supaya uang
tersebut diserahkan saja kepada ayahnya. Dan setelah berjanji
bahwa sore harinya pemuda ini akan datang lagi untuk
menyerahkan uang itu kepada ayah sigadis, maka Lay Ting Hok
lantas pulang meninggalkan kekasihnya. Janji telah tiba, dan sore
itu sigadis maenunggu dengan penuh harap kedatangan kekasihnya.
Tetapi ternyata yang datang bukanlah sipemuda pujaan hatinya,
melainkan ketiga orang gerombolan bertopeng, yang akhirnya
malah menculik sigadis ini, sedangkan ayah nya diikat erat-erat
pada tiang rumahnya, dan pintu rumahnya ditutup serta diikat dari
luar. Kembali diceritakan tentang pemuda tampan Lay Ting Hok.
Sore itu ia bermaksud akan memenuhi janjinya, yakni akan
menyerahkan uang emas tersebut kepada ayah sigadis. Tetapi
ditengah jalan ia kehujanan, dan kemudian berteduh disebuah
Kelenteng tua yang sudah tak terpakai lagi. Tak tahunya, di
Kelenteng ini ia mergoki kekasihnya akan diperkosa oleh seorang
yang bertopeng.
49
Dan disini Lay Ting Hok lantas bertempur mati-matian
melawan ketiga orang bertopeng yang telah menculik kekasihnya
itu. Dua orang lawannya telah dapat dirobohkan, tetapi untuk
melawan yang satunya lagi, yakni yang berbadan kurus-jangkung,
sipemuda ini hampir saja tewas dipenggal lehemya oleh lawannya
ini.
Kemudian datanglah suatu pertolongan yang sangat tepat
waktunya, yaitu dari kedua sahabat-karib Lay Ting Hok, yang
masing-masing bernama So Hok Sing da.n Lo Cie Sian.
HALAMAN 54 HILANG
Diingatkan demikian, Lay Ting Hok lantas berbalik badan, dan
menghampiri badan kekasihnya. Tetapi pada saat itu, Oen Hong
Kiauw telah siuman kembali dalam keadaan tengkurap, yang
mungkin merasa malu karena ketika itu boleh dibilang su-dah
hampir tak berbaju lagi, sedangkan keduabelah tangannya masih
terikat kebelakang. Kemudian setelah sumbatnya dibuang, lalu
ikatan tangannya segera dilepaskan oleh Lay Ting Hok.
Walaupun kini tangannya telah terlepas dan sudah tak terikat
lagi, namun sigadis ini tetap masih menelungkup juga. Oleh karena
Lay Ting Hok tahu soalnya, maka seketika itu juga ia lantas
melepas bajunya untuk ditrapkan dibadan kekasihnya, sehingga ia
sekarang hanya tinggal berbaju dalam saja. Setelah memakai baju
yang kebesaran ini, Oen Hong Kiauw lantas duduk dan berkata :
"Engko, Lay-! Baiknya Engko lekas-lekas pergi ke rumahku,
tolonglah jiwa ayah! Tentang diriku, janganlah dipikirkan lagi,
karena si iblis-iblis itu telah maerat dari sin?'.
50
Ketiga pentuda ini lantas berunding sebentar, dan kemudian
diputuskanlah, bahwa Lo Cie Sian ditugaskan untuk mengawal Oen
Hong Kiauw, sedangkan Lay Ting Hok beserta So Hok Sing akan
mendahuluinya kerumah sigadis untuk menolong ayah nya.
Hari mulai gelap, pelita-pelita rumah diperdesaan telah mulai
dinyalakan. Tatkala itu kedua orang muda Lay Ting Hok dan So
Hok Sing telah sampai didepan pintu rumah ayah Oet Hong Kiauw,
Welas Asih Tak Terkalahkan Karya M mep T W L di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lantaran kedua penauda ini masing-masing memang telah. memiliki
ilmu entengkan badan yang amat lihaynya, Sehingga secepat itu
pula ia sampai kegubuk tersebut. Sesudahnya Lay Ting Hok
membuka palang-pintu yang diikat dari luar cepaujepat kedua
nemuda ini lantas masuk kedalam gubuk.
Ketika itu Oen Kok Siang telah tersedar dari pingsannya, tetapi
lantaran mulutnya disumbat sedang badannya diikat erat-erat pada
tiang rumahnya, maka iapun tak dapat berbuat apa-apa kecuali
hanya matanya saja yang kelap-kelip sangat mengharukan bagi
siapa yang melihatnya.
Menyaksikan keadaan yang demikian, kedua pemuda lantas
serentak maju untuk membuka sumbat serta melepaskan ikatannya.
Sesudah ia terlepas dari ikatannya, pertama-tama yang ditanyakan
ialah mengenai nasib anak-gadisnya. Dan setelah mendapat
jawaban, bahwa anaknya didalam keadaan selamat, bare nampak
lega-lah hatinya, kemudian katanya :
"Sjukur, sjukurlah kalau ia selamat! Oh anak muda, betapa
terima kasihku kepada kalian yang telah berulang kali
menyelamatkan jiwa anakku dan juga nyawaku! Kiranya aku, tak
mungkin dapat membalasnya, kecuali hanya Tuhanlah jant akan
membalas atas segala budisluhurmu yang welas-asih terhadap
sesamamu !", kata orang tua ini sambil air-matanya mengalir
membasahi pipinya yang sudah kisut-kisut itu, mungkin saking
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
51
terharu dan girangnya karena anaknya terlepas dari mau bahaya,
yang hingga meski ia seorang laki-laki sampaisam-sampai
mengeluarkan air-matanya juga.
"Oooo, terima kasih kembali, Lo Pek! Memang sudah
sewajibnyalah, bahwa manusia hidup didunya ini hares saling
tolong-menolong", jawab Lay Ting Hok merendah.
Sesaat kemudian, muncullah Oetn Hong Kiauw bersama Lo Cie
Sian dengan bergegas-gegas masuk kedalam rumah. Ketika gadis
ini nampak ayahnya selamat tak kurang suatu apa, iapun segera lari
menubruk ayah nya. sambil menangis dengan-nyaringnya, sedang
ayah nyapun tak dapat membendung keluar nya sang air-mata yang
hingga ayah dan anaknya ini lalu bertangistangisan, yang membuat
hail terharu bag: siapa yang melihatnya. Begau pula ketiga orang
muda ini lantas menundukkan kepalanya, sebagai pertanda hati
merekapun turut terharu pula.
Setelah tangisnya mereda, barulah mereka menceritakan
pengalamannya masingmasing.
"Yang paling mengherankan hatiku sampai sekarang ini, ialah
bahwa mengapa dengan tiba-tiba saja adik Lo muncul di Kelenteng
ma itu? Dan mengapa pula kalian sampai tahu, bahwa aku berada di
Kelenteng tersebut, padahal sebelumnya kita tidak pemah berjanji
?", tanya Lay Ting Hok menyatakan keheranannya.
"Tentang hal itu, sebetulnya jawabnya gampang saja, Eng-ko
Lay! Begini : Semenjak Engko Lay memukul rubuh kedua pengecut
nu, aku berdua lantas selalu berjaga-jaga dan mengawasi Engko
Lay, sebab siapa tahu kedua orang iblis ini lantas membalas
dendam kepadamu !", jawab So Hok Sing.
"Dan ketika Engko Lay keluar dari rumahmu dengan
berpakaian mentereng sambil bersiul-siul riang itu, sebenarnya aku
52
berdua telah membuntuti dari kejauhan!", sambung Lo Tile Sian
sembari tersenyum menggoda.
"Wah, kalau begitu cilaka hidupku ini, karena selalu dimata
matai, sehingga tentunya semua rahasiaku telah kalian ketahui!",
jawab Lay Ting Hok membanyol. Dan seketika itu juga meledaklah
tertawa riuh, yang hingga ayah dan gadisnya ini juga turut
tersenyum lebar.
Malam itu juga, dengan disaksikan Pula oleh kedua sobatnya,
maka Lay Ting Hok lantas mengeluarkan pundi-pundi yang berisi
beberapa lembar liana emas dari sakunya, yang kemudian ditaroh
diatas meja, seraya katanya :
"Lo Pek, sebetulnya maksud kedatanganku jauh-jauh dari
rumahku sampai kemari ini adaiah untuk menyerahkan beberapa
lembar uang emas ini, yang supaya dipergunakan untuk melunasi
hutang sewa-tanah, sedang sisanya harap dibelikan tanah untuk
bersawah", kata Lay Ting Hok sambil mengingat-ingat. Kemudian
lanjutnya : "Karena menurut pendapatku, kalau hutang sewa-tanah
itu telah dibayar, sedang Lo Pek sudah tidak mengerjakan lagi
tanah-sewaan tersebut, maka mereka, si tuan-tanah Thio beserta
anaknya itu, tak punya alasan lagi untuk berbuat semau-maunya
saja terhadap keluarga Lo Pek! Oleh karenanya, terimalah uang
yang tak seberapa ini dengan senang dan hati terbuka, lantaran uang
ini kuberikan dengan hati yang tulus ikhlas pula !"
Sejenak orang tua ini diam tak berkutik, tetapi air-mukanya
nampak berseriseri sebagai pertanda hatinya sangat bersuka-cita.
Dan mungkin saking girangnya pulalah maka ia lantas tak kuasa
menjawabnya, sedang dipelupuk matanya mengembeng airmata
kegirangan. Betapa tidak, karena bagi kaum tani, tanah adalah
nyawanya!
53
Setelah sesaat lamanya orang tua ini masih tetap membungkam
saja, Oen Hong Kiauw sudah tak sabar lagi, lantas menyiku tangan
ayah nya yang masih menunduk dan agaknya sedang melamun itu.
Keruan saja, setelab kena siku anaknya, orang ma ini jadi kaget
dibuatnya. Kemudian segera teringatlah, bahwa ia harus
menjawabnya, lalu katanya,
"Oh, anak-muda yang berbudi luhur dan welasasih!Betapa
girang dan terima kasihku kepadamu atas segala pertolongan yang
telah kau ,berikan keoada keluargaku yang sengsara ini, sampai
sampai aku tak bisa melukiskannya dengan katakata maupun
perbuatan ......", jawab orang tua ini dengan terus-terang, karena
hatinya memang sederhana, sehingga ia tak pandai berpura-pura.
Sesudahnya bungkusan uang itu diterimanya, lalu disimpanlah baik
baik. Selesai penyerahan uang, segera berundingiah ketiga orang
muda itu untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya.
Merekapun bersepakat untuk secara bergilir meronda dan menga
wasi keselamatan orang tua beserta anak-gadisnya ini
? oOo ?
Sepekan telah berlalu, dan kini Oen Kok Siang telah meng
garap sawah miliknya sendiri. Sudah barang tentu, sekarang
bekerjanya lebih giat dan hatinya pun selalu riang-gembira, lantaran
hutang telah tiada, sedang sawahpun kepunyaan sendiri. Lay Ting
Hok seringkali datang menengoknya, sedang selama itu pula belum
pemah terjadi hal-hal yang mencurigakan yang sekiranya akan
mengancam keselamatan keluarga Oen. Dengan demikian,
perondaan terhadap rumah keluarga Oen oleh ketiga pemuda itu,
kini telah sedikit dkendorkan.
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
54
Perhubungan antara Lay Ting Hok dengan Oen Hong Kiauw
semakin hari semakin bertambah eratnya, sehingga kini tumbuk. lah
menjadi cinta-kasih yang murni dan semakin subur.
Hari mulai jadi gelap, dan kini malam pun tiba. Malam malam
gelap, tiada berbulan, tetapi langit yang hitam letkam penuh ditaburi
bintang-bintang yang bergemertanan. Angkasa. kelihatan jauh
sekali, amat luasnya, sedang angin pegunungan meniup sejuk amat
nyaman.
Dan didepan gubuk Oen Kok Siang, nampaklah dua sosok
tubuh yang sedang duduk rapat-ranat disebuah bangku panjang
yang sudah tak keruan bentuknya. Mereka merasakaa, seolah-olah
seantero jagat jang maha besar ini, hanya mereka berdualah Mereka
merasakan pula semacam kegaiban alam dari malam kelam ini,
kegaiban alam yang turun dari angkasa hitam berbintang, dan
datang turun dibawa angin pegunungan yang sejuk itu kepada
mereka, kepada kedua orang muda lain jenis yang duduk
berdampingan ini. Mereka merasa seakan-akan menjadi anak
pilihan alam yang berkuasa, dan didalam pelukan kegaiban malam
itu, mereka merasa sentausa, dijaga dari segala mara. bahaya dan
ancaman.
Siapakah gerangan, kedua asyik-masyuk yang sedang duduk
dengan tenteramnya itu? Mereka berdua, tak lain dan tak bukan,
adalah Lay Ting Hok dan kekasihnya Oen Hong Kiauw. Setelah
sesaat lamanya mereka hanya berdiam diri saja, kemudian
terdengarlah suara berbisik-bisik :
"Oh dik Oen yang manis, aku cinta kepadamu!". Dan sebagai
jawabannya, gadis yang berada disampingnya pemuda itu, hanyalah
memeluk bahu sinemuda ini.
"Nanti setelah rumah ini kita perbaiki, kita kawin !", kata Lay
Ting Hok lagi dengan berbisik pula. Dan gadis inipun tetap tak
55
menjawabnye juga, hanya pelukannya saja yang semakin erat,
sedang dadanya dirapatkan ketuhuh sipemuda itu.
Sedang asjik-asjiknya mereka bercumbu-rayu dengan
mesranya, tak tahulah mereka berdua, bahwa pada waktu itu
keenam mata sedang mengintipnya dengan sinar kebencian yang
meluap-luap. Dan sekonyong-konyong "Plok", kepala sipemuda
dipukul dari belakang dengan potondan kayu besar. Kemudian :
"Aduh mati aku ", teriak pemuda ini lalu ambruk jatuh dari temnat
duduknya seraya memegangi kepalanya yang memancurkan darah,
dan dibarengi pula dengan jerit ngeri yang memilukan hati dari
mulut sigadis. Gadis ini menjerit sambil maenubruk tubuh
kekasihnya yang sudah tak bergerak lagi itu.
Tetapi sebelum ia menyentuh tubuh kekasihnya, tahu-tahu
badannya terangkat keatas, dan kemudien diringkus serta mulutnya
disumbat, sedangkan kaki-tangannya diikat erat-erat.
Sementara itu Oen Kok Siang, yang ketika itu sedang tiduran
diranjang, demi mendengar jeritan anakgadisnya, cepat-cepat ia
keluar rumah sambil mencabut palang-pintu. Setibanya di tempat
ribut-ribut, orang tua ini lantas mengayunkan palang. pintunya
kearah kepala salah seorang bertopeng yang memegang golok. Dan
dengan sebat pula, orang ini mengelak seraya menya bet bahu Oen
Kok Siang dengan goloknya. Lalu "Aduh ", sambat si orang tua
lantas jatuh terguling, guling menggelepar ditanah badannya
berlumuran darah, seperti seekor ayam yang disembelih
Melihat ayah nya menggelepar dan herlumuran darah darah,
gadis ini memastikan bahwa ayah nya telah melayang jiwanya. Oen
Hong Kiauw lantas menjerit panjang, meski tak keluar suaranya
karena mulutnya disumbat.
Nampak kepala sigadis ter kulai kesamping pundaknya, dan
pingsan tak sadarkan diri. Kemudian badan Oen Hong Kiauw yang
Welas Asih Tak Terkalahkan Karya M mep T W L di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
56
sudah tak berkutik lantas dimasukkan kedalam karung yang telah
disiapkan lebih dulu. Dan sesudah diikat ujungnya, maka segera
dibawa pergi oleh ketiga orang penjahat itu, seperti membawa beras
saja.
Kini diceritakanlah, kedua pemuda sehidup semati yang tak
pemah berpisah itu, yakni So Hok Sing dan Lo Cie Sian. Tat kala
itu mereka baru saja pulang ciari rumah Suhunya Liang Hong,
untuk menerima ajaran-ajaran ilmu silat baru yang di pelajari oleh
gurunya itu. Mestinya mereka akan terus pulang kerumahnya
masing-masing, tetapi entah mengapa, seketika itu juga mereka
lantas teringat rumah Oen Kok Siang seraya hatinya terasa
berdebar-debar, seolah-olah sedang menghadapi suatu bahaya besar.
Bagaikan terkena tarikan besi berani saja layaknya keduanya lantas
berbalik jalan menuju kearah rumah ayah sigadis itu.
Malam semakin gelap, suasana pedusunan semakin hening
sepi, hanya suara gonggongan anjing saja yang kadang-kadang
terdengar lapat-lapat dari jauh menyeramkan, membikin bulu kuduk
meremang. Dan kedua orang muda ini sampailah kini dipekarangan
rumah orang tua itu.
Mereka tertegun sejenak didepan pintu, karena pintu gu-buk ini
dalam keadaan terluka, namun didalamnya sunyisepi tak ada suara
sedikitpun. Mereka mulai curiga, lalu masing-masing menghunus
goloknya, sambil berjingkit-jingkit masuk kerumah. Kedua orang
muda ini merasa heran, lantaran dise genap penjuru rumah ini telah
habis dikitari dan dijelajahi, namun mereka tak menjumpai apa-apa.
Mendadak saja mereka mendengar lapat-lapat orang merintih
dan mengerang kesakitan disamping rumah. Dengan hati-hati,
merekapun burusburu keluar rumah seraya mempersiap-kan
senjatanya. Dan terhhatiah oleh mereka, sesosok tubuh yang
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
57
merangkak-rangkak disamping sebuah bangku-papnjang samba
mengerang kesakitan.
"Siapa itu ?", bentak So Hok Sing dengan keras.
"A .. aku Lay Ting Hok", jawabnya tersekat-sekat.
"Oh Engko Lay!", teriak kedua pemuda ini berbareng. Dan
serempak mereka membungkuki tubuh Lay Ting Hok. Setelah
diketahuinya, bahwa yang terluka dikepalanya, Lo Cie Sian lantas
melesat lari masuk kerumah untuk mencari kain pembalut.
Sesudahnya dapat, lain dibalutnyalah kepala Lay Ting Hok yang
terluka kena pukulan ini.
Sebentar kemudian, sebelum kedua sahabatnya sempat bertanya
tentang sebab-musababnya, tiba-tiba Lay Ting Hok lantas bangkit
dari duduknya seraya masih memegangi kepalanya, berkatalah
kepada. kedua teman setianya ini :
"Adik So dan adik Lo, tolong rawatlah tubuh ayah Oen Hong
Kiauw yang ada dibawah pohon itu! Tetapi, baiknya bawalah
kerumahmu saja! Dan kini aku pinjam golokmu untuk menuntut
balas dan mencari jejak kekasihku yang diculik orang-orang
bertopeng itu!" Sehabis berkata, tanpa menunggu jawaban, dengan
cepat ia merebut golok Lo Cie Sian yang kemudian melesat pergi.
Dan dengan sekejap mata saja, Lay Ting Hok telah lenyap dari
pandangan mata.
Kedua pemuda yang ditinggalkan ini, hanya terlongoh-longoh
saja menyaksikan kawannya yang mempunyai hati seperti baja itu.
Betapa tidak? Karena ia sendiri sebetulnya terluka-parah, tetapi
tanpa memikirkan keselamatan jiwanya, lantas bertekad teguh untuk
menuntut-balas pada lawannya yang telah-berani mencuiik
kekasihnya yang sangat ia cintai. Kini, kedua orang muda ini hanya
patuh dan menurut sa. ja pada apa yang telah dipesankan oleh
58
sahabat-karibnya, Lay Ting Hok. Kemudian tubuh orang tua yang
malang ini, segera digotong keruma.h Lo Tile Sian untuk
dirawatnya disana.
? oOo ?
Hari mulai terang, fajar menyingsing diuftik timur keine rah
merahan warnanya. Bukit-bukit, batu-batu, rerumputan dan
dedaunan lainnya, nampak seperti habis mandi saja layaknya
terkena embun pagi.
Pagi ini, serambi-tengah rumah tuan tanah Thio yang bagai kan
istana raja itu, nampaklah keempat orang yang sedang berunding.
Rupa-rupanya perundingan ini bersifat sangat rahasia, karena
temyata semua pintunya tertutup rapat.
Pertama-tama yang tanah Thio, katanya "Heee, Ting Liang !
Bagaimana kabarnya, apakah sudah berhasil semua tugasmu?"
"Berkat do'a tuanku, semuanya telah Beres! Dan semuanya telah
berjalan menurut apa yang kita rencanakan. Barangkali, si cecurut
itu kini sudah mampus, lantaran kebacok pundak nya sampai
menggelepar seperti ayam disembelih saja".
"Bagus, bagus, itulah yang kuharankan! Lantas anak si tikus itu
apakah sudah kepegang juga?", tanya si tuan-tanah lebih lanjut.
"Sudah ayah, malahan sekarang ia sudah kukurung dikamarku",
sambung Thio King dengan muka berseri-seri.
"Sjukur, sjukurlah! Karena engkau memangnya sudah jatuh
cinta kepadanya, meski saja sendiri sebetulnya tidak begitu
menyetujuinya. Tetapi yaa apa boleh buat, malahan sebaiknya
59
supaya lekaslekas saja kita atur dan kita tentukan hari
perkawinanmu itu'', sahut situan-tanah.
Dan Thio King hanya manggut-manggut senang tanda
menyetujui. "Cuma saja ada hal-hal yang perlu dikuatirkan,
tuanku", kata Ting Liang menyela.
"Hm, apa lagi yang perlu dikuatirkan, Ting Liang ?" membuka
pembicaraan adalah tuan.
"Begini tuanku, kukira pemuda Lay Ting Hok si keparat. itu
kini belum mampus, jadi masih bisa balas-dendam".
"Hah, masa sebodoh itu kau, Ting Liang! Percuma aku piara
kau! Masakan cuma dia sendiri seorang diri saja sampai bisa
mengalahkan kita berempat?", bentak si tuans-tanah sembari marah
marah.
"Bukan begitu, tuanku ! Memang kalau cuma dia seorang saja,
sudah barang tentu tak begitu berbahaya. Tetani, karena dia punya
sobat-kentel, yaitu Sutee-suteku So Hok Sing dan Lo Cie Sian,
inilah yang sangat berat untuk menghadaninya", kata Ting Liang
dengan sungguh-sungguh.
"Huh, macammu, Ting Liang! Justru mereka hanya adik
seperguruanmu, mengapa engkau mesti takut?"
"Terus-terang saja kuakui, bahwa kedua Suteeku tak boleh
dipandang enteng. Lebih-lebih lagi Lo Cie Sian, ia telah memiliki
ilmu yang paling sukar dipelajarinya, yaitu yang dinamakan : Jien
Sin Lang Jen. Sedang saya sendiri tak mampu mempelajarinya,
tuanku !"
"Habis, lalu bagaimana ? Apakah kita mesti gulung-tikar
saja?", sahut ayah Thio King dengan sangat marahnya, sampai
kakinya dihentak-hentakkannya ke lantai.
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
60
"Baiknya begini tuanku. Sekarang tuan-muda Thio King, Kwan
Ling dan saja sendiri supaya segera pergi kerumah Suhu Liang
Hong untuk meminta bantuannya, yaitu dengan jalan supaya Suhu
untuk sementara waktu mau berdiam dirumah tuanku sini, sehingga
dengan demikian, kalau sewaktu-waktu bahaya, cukuplah dia
sendiri yang menghadapinya !", jawall-Ting Liang yang penuh akal
busuknya ini.
"Hiii-ha-hahaaa, pendapat yang bagus inu.! Tetapi, lalu
bagaimana caranya supaya Suhu-mu itu mau bertempat-tinggal
sementara disini ?"
"Hm , untuk itu, cukuplah diserahkan saja kepadaku, tuanku!
Pokoknya, aku harus bisa memancing serta menghasut-hasut Suhu
supaya berpihak kepada kita, tuanku", jawab Ting Liang dengan
sungguhsungguh.
"Kalau begitu, baiklah, Ting Liang! Baiknya sekarang juga
engkau bertiga kerumah Suhu Liang Hong untuk meminta
bantuannya", kata situan-tanah, dan kini mukanya diadi bening lagi.
Mereka bertigapun segera mintadiri, dan bergegas-Regas pergi
menuju kearah jalan besar.
Dan tak perlu pulalah kiranya diceritakan lebih lanjut, tentang
bagaimana caranya ketiga orang itu menghasut-hasut dan
memburuk-burukkan kedua orang muda So Hok Sing dan Lo Cie
Sian dihadapan Suhunya itu. yang pada pokoknya, Suhu ini
termakan juga oleh hasutan-hasutan jahat itu, sehingga akhirnya
mau juga ia berdiam sementara dirumah siraja tuan tanah Thio yang
jahat itu, untuk dijadikan begundalnya .
Kembali-lah kita kerumah situan-tanah Thio yang pada saat
mana sedang diadakan perundingan rahasia antara situan tanah,
Ting Liang, Thio King dan Kwan Ling itu. Pada waktu mana,
saking asyik-asyiknya mereka berunding, hingga mereka tak tahu,
61
bahwa diatas genteng rumah ini telah ada sepasang telinga jg, asjik
pula mendengarkannya, sehingga semua yang dibicarakan secara
rahasia itu telah bocor dan didengar seluruhnya oleh seseorang yang
mengintip diatas genteng.
Siapakah gerangan yang berani mengintipnya itu? Dia adalah
pemuda Lay Ting Hok, yang tatkala itu sedang mencari jejak
kekasihnya yang diculik oleh ketiga penjahat yang bertopeng. Dan
kini telah menjadi jelas 'persoalannya setelah ia mende-ngar seluruh
percakapan rahasia keempat orang pengecut itu. yang paling
penting, ialah bahwa kini Lay Ting Hok telah menjadi tahu bila
kekasihnya telah dikurung dirumah tersebut. Tetapi untuk maerebut
kembali kekasihnya ini dengan hanya seorang diri saja, adalah suatu
perbuatan yang sangat gegabah dan mungkin tak akan terleksana.
Karenanya, setidak-tidaknya ia hares mencari bantuan terlebih dulu.
Memperoleh pikiran demikian, setelah ketiga orang itu pergi
keruma,h Suhu Liang Hong untuk menghasutnya, dengan secepat
kilat ia melesat turun kebawah dengan tanpa bersuara sedikitpun.
Kini, darah yang melekat dikepalanya telah mengering, namun
kadang-kadang masih terasa nyeri juga kepalanya. Tetapi hal ini tak
begitu dirasakannya, lantaran terdorong oleh rasa cinta yang sangat
besar terhadap buah-hatinya Oen Hong Kiauw, yang selama ini ia
selalu dirundung oleh mara-bahaya dan kesengsaraan hidup yang
tak ada taranya. Memikir demikian, karuan saja Lay Ting Hok
lantas semakin menjadi terharu, kasih-an, sayang, cinta dan entah
apa lagi, yang kesemuanya bercampur menjadi satu si pemuda ini.
Sehingga semakin pula mempertebal dan mempertega rasa cintanya
Welas Asih Tak Terkalahkan Karya M mep T W L di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang selama ini telah menjadi semakin bertambah subur.
Tak perlu kiranya diandarkan juga dalam perjalanannya, Kini
Lay Ting Hok telah sampai dirumah sahabat-karibnya yang
62
kcbetulan sekali pada saat mana mereka sedang berkumpul dan
duduk beromong-omong. Betapa kaget dan girangnya kedua
Pemuda itu, demi melihat Lay Ting Hok telah kembali dengan
selamat.
"Oooo, Engko Lay!", teriak kedua pemuda ini hampir
berbareng.
"Yaaa, akulah yang datang! Dan bagaimana tentang nasib Lo
Pek Oen Kok Siang ?", tanya Lay Ting Hok tak sabar, "Ia telah
siuman kembali Engko, dan luka-lukanya telah kuobati sebisa
bisanya. Tulang-iganya telah terpotong tiga ruas, sedang urat
pundaknya putus samasekali", jawab Lo Cie Sian apa adanya.
Kemudian Lay Ting Hok lantas diantar ke bilik dimana orang tua
ini ditidurkan.
Begitu Lay Ting Hok melihat tubuh siorang tua, begitu pula ia
lantas berjongkok disamping ranjangnya, sambil air-matanya
mengembeng dipelupuk matanya. Pemuda ini merasa sangat terharu
memikirkan nasib orang tua ini, yang selama itu selalu digerayangi
oleh malapetaka dan bahaya. Padahal bela kangan ini ia baru saja
merasa agak senang hidupnya, mendadak saja datang lagi bahaya
itu yang hingga hampir saja merenggut nyawanya.
Memikirkan hal yang sedemikian itu, maka membuat ia
semakin teguh niatnya untuk segera menuntut-balas, karena
sekarang ia baru tahu, bahwa biangkeladi dari kesemua-nya
kejahatan itu adalah terletak atas akal-busuknya situan-tanah dan
anaknya ini.!
Setelah mengasoh sesaat lamanya, segera diandarkanlah
hadapan kedua orang muda sahabatnya ini, tentang segala apa yang
telah ia dengar, sewaktu Lay Ting Hok mengintip diatas genteng
rumah tuan-tanah Thio.
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
63
Mendengar andaran ini, kedua pemuda So Hok Sing dan Lo Cie
Sian jadi amat marah dibuatnya, lantaran tak urung Suhunya akan
termakan juga oleh hasutan-hasutan dari si, pengecut-pengecut itu.
Sebab Ting Liang adalah murid yang tertua, sehingga sudah barang
tentu akan dipercayai pula segala omongannya. Oleh karenanya,
kedua pemuda ini lantas berse pakat untuk menuntut-balas terhadap
pengehianatan yang dilaku-kan oleh Ting Liang dan kawan
kawannya ini, sambil sedapat mungkin akan menginsjafkan
Suhunya yang tersesat itu. Runding punya runding, maka akhirnya
dengan serempak mereka telah bersepakat, bahwa pada saat itu juga
mereka segera bersiap pergi ke rumah si tuan tanah, untuk membela
kebenaran dan keadilan
?oOo ?
Pagi ini, Oen Hong Kiauw bangun dari tidurnya lantas be
ngong. Ia merasa heran ibukari main, setelah mengetahui bahwa
kini ia tidur dikasur yang empuk dengan spreinya yang putih-bersih,
sedangkan tempat-tidurnya berukir sangat indahnya dengan
dkerodongi kelambu yang bersulamkan benang emas ba-gaikan
diistana raja saja layaknya. Ia lantas menggosok-gosok matanya,
seolah-olah tak percaya pada apa yang ia lihat. Baru setelah ia
mengingat-ingat kembali kejadian tadi malam yang mengerikan
yang pemah ia alami, kini ia maenjadi sedih luar-biasa, sedang
badannya maasih terasa kaku dan nyeri sekali. Apalagi setelah
teringat pula akan nasib ayahnya yang malang itu, yang mungkin
telah tewas dianiaja oleh gerombolan penjahat yang bertoneng.
Maka gadis ini lantas menangis tersedu-sedu sembari turun dari
tempat-tidur yang indah itu, yang kemudian duduk dilantai tanpa
alas.
64
Teringatlah pula kini ia akan nasib kekasihnya yang dipukul
dari belakang dan terus rubuh berlumuran darah itu. "Apakah
kiranya ia masih hidup?", demikianlah pikir Oen Hong Kiauw
seraya semakin keras tangisnya. Karena mengingat, bahwa pemuda
inilah yang selalu menolong dan membela keluarganya, sampai
sampai ia tak mengingat akan keselamatannya sendiri. Ia pulalah
yang membelikan sawah ayahnya, sehingga ayahnya pada
belakangan ini kelihatan agak gembira. Tetapi .. oh nasib belum
lagi lama ayahnya merasakan hidup nya agak senang, mendadak
saja datanglah lagi bahaya yang menimpanya.
Lalu bangkitlah ia dari duduknya, kemudian larilah kepintu
sana, dikunci! Lari kepintu sini, juga dikunci! Lantas larilah ia
kejendela situ, sama juga, dikunci! Saking jengkelnya lalu
menjatuhkan diri kelantai seraya menangis terisak-isak.
Setelah menangis sepuas-puasnya, ketika itu ia sangat terkejut
bukan kepalang, lantaran dengan mendadak saja dan tanpa dketahui
datangnya, didepannya telah berdiri sesosok tubuh yang baunya
amis luar-biasa. Kiranya seorang nenek-nenek tua yang badannya
tinggal tulang dan kulit melulu.
Tatkala itu, nenek-nenek ini berdiri dekat sekali didepan Oen
Hong Kiauw yang duduk dilantai tanpa alas, sehingga pada saat
mana yang terlihat oleh sigadis hanya kakinya belaka. Kemudian
Oen Hong Kiauw mendongak keatas untuk melihat bagaimana rupa
sinenek-nenek ini. Tetapi "Yaaa Tuhan'', pekik sigadis ini seraya
menundukkan kembali kepalanya kelantai. Bulu-kuduknya lantas
meremang, badannya menggigil ketakutan !
Mengapa demikian? Karena muka si nenek-nenek ini sungguh
menyeramkan sekali, pipinya peot-peot, matanya cekung masuk
kedalam hampir tak kelihatan, giginya menjorok keluar, hidungnya
rumpung. Maka kalau roman muka nenek-nenek ini diamat-amati
65
serta diperhatikan betul, kiranya sudah seperti bukan manusia yang
masih hidup, tetapi tepat apabila dikatakan: Tengkorak yang bisa
jalan! Sedangkan baunya amis luar-biasa! Mungkin saking
takutnya, Oen Hong Kiauw lantas menjerit panjang tak sadarkan
diri.
Tetapi nenek-nenek tua ini masih tetap berdiri juga berada
didalam kamar ini, hanya mundur beberapa langkah saja. Dan ia
tertawa menyeringai, seolah-olah merasa puas lantaran yang
dijaganya merasa takut kepadanya. Kiranya nenek-nenek ini
memang disuruh oleh Thio King untuk menjaga agar sigadis yang
telah diculiknya itu jangan sampai melarikan diri.
Sesudah siuman kembali, Oen Hong Kiauw lantas
mengarahkan lagi pandangnya kearah nenek-nenek ini yang ketika
itu masih berdiri tak jauh dari tempat sigadis duduk. Sedang. kan
nenek-nenek tua ini, kini berdirinya membelakangi si gadis, jadi
mukanya menghadap kesana.
"Ih ha-haha-haaa, anak manis! Engkau jangan takut, karena
aku sekarang membelakangimu! Tetapi jangan coba-coba untuk
merat dari kamar ini, kalau sajang akan jiwamu!", ancam nenek
nenek ini seraja tertawa dalam hidung. Suaranja sangat parau,
seperti suara dari dalam kubur. Hong Kiauw tidak menjawab,
melainkan hanja matanja saja jang tents mengawaskan tubuh jang
nampak mengerikan itu, sembari hidungnja ditutup dengan lengan
bajunja, lantaran tidak tahan ibau anjir jang disebarkan dari badan
sinenek-nenek itu.
"Ho-ho-hi hi-ha haaaa, anak manis, anak manis! Besok engkau
akan dikawinkan dengan tuan-muda Thio King yang gagah itu.
Sungguh ini adalah keberuntunganmu, anak manis! Karena kau
akan dikawin oleh putera seorang kaya-rayja seantero dusun ini,
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
66
sedang penganten lelakinja pun masih muda dan tampan
ho-ho hi-hi-ha-haaaa ?
Mendengar omongan ini, sigadis tetap membungkam seribu
bahasa, sedang bulu-tengkuknja mulai ;bercliri lagi demi mende
ngar tertawa jang aneh itu, bagaikan tertawanja hantu kubur saja.
Kini hati Hong Kiauw berontak, lantaran tadi dikatakan, bahwa
besok ia akan dikawinkan dengan si bajul-buntung itu. Sungguh
rasa hatinja jadi pilu, jijik, jengkel, dan entah apa lagi, yang
kesemuanya beraduk menjadi satu didalam kalbu-nya. Maka lalu
mengambil. keputusan nekat, bahwa lebih baik mati daripada
diperisteri si pembunuh ayahnja ini.
Kemudian dengan cepat Hong Kiauw bangkit dari duduknya
lantas melesat lari kepintu untuk merat. Tetapi celaka, pintunja
masih tetap terkunci! Tatkala ia sedang kutak-kutik akan membuka
pintu, sekonyong-konyong dua-belah tangan kurus yang hanya
tinggal tulang melulu serta berbau amis mencengkeram pundak
sigadis dari belakang lantas dibalikkan. Dan begitu Hong Kiauw
melihat muka sinenek-nenek ini lagi, begitu pulalah ia lantas
pingsan tak sadarkan diri lagi.
Pada sore harinya. Senja ini adalah senja dimana esok harinya
akan dilangsungkan perkawinan antara Thio King de-ngan Oen
Hong Kiauw. Rumah tuan-tanah Thio ini, yang berupa sebuah
gedung besar yang dikitari oleh dinding-dinding yang kokoh dan
tinggi itu, kini telah mulai ramai dengan suara genderang dan
terompet sahut-menyahut. Sedang didalam gedung ini, yang
pintunya terlihat ,dari luar berwarna hitam mengkilat ditambah
dengan gelangan kuningan berkepala binatang besar, kini telah
dihiasi dengan lampion-lampion (ting-zing) yang dipajang sangat
indahnya.
67
Siapakah sebenarnya tuan-tanah Thio ini ? Dan siapa pula nama
selengkapnya ? Si empunya gedung ini adalah she Thio tetapi oleh
karena ia jarang sekali bergaul dengan para tetangga-nya, maka tak
seorangpun yang tahu nama kepanjangannya, hanya tahunya Thio
saja.
Konon-kabarnya, tuan-tanah Thio yang kaya-raya ini berasal
Boe Ciang (perwira) yang telah pensiun. Ia sangat kikir, bengis dan
kejam. Dan hampir seluruh sawah dan ladang didusun ini adalah
miliknya, yang disewa-sewakannya atau digarapkan pada petani
petani miskin didesanya. Sewa-tanahnya sangat berat, yang hingga
mencekik leper kaum tani, sedangkan ia memperlakukan tenaga
penggarapnya seperti terhadap binatang saja!
Tuan-tanah Thio mempunyai anak hanya seorang saja, yakni
Thio King. Oleh karena Thio King adalah anak satu-satunya, maka
sudah barang tentu anak ini sangat dimanjakan, sehingga apa saja
yang dimintanya, tentulah selalu dituruti. Dan lan-taran selalu
dimanjakan dan dituruti inilah yang membuat si pemuda itu lantas
berwatak jahat luar-biasa yang hingga melebihi kejahatan ayahnya.
Malam itu, Thio King sedang membujuk-bujuk Oen Hong
Welas Asih Tak Terkalahkan Karya M mep T W L di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kiauw supaya gadis ini jangan membangkang dan supaya menurut
saja dikawinkan dengannya. Namun selama itu Pula, si gadis tetap
menolaknya, tak sudilah ia diperisteri si pembunuh ayah nya.
"Nona Oen, engkau sekarang telah sebatang-kara, tak beribu
tak berayah, lantas siapakah yang akan mengurusimu? Sedang kalau
engkau mau dikawinkan dengan aku, hidupmu akan terjamin karena
ayahku seorang kaya-raya seantero dusun ini", bujuk pemuda ini.
Tetapi Hong Kiauw tetap membungkam tak mau menjawabnya.
Ketika itu ia tetap duduk dilantai tanpa alas, kendati didekatnya
telah tersedia kursi kursi yang tempat duduknya empuk dibungkus
dengan kain beludru yang sangat halus.
68
Sejenak setelah ditunggu-tunggu, namun sigadis tetap
membisu, maka Thio King berkata lagi : "Bagaimana nona Oen,
mengapa engkau tak mau menjawab juga? Anggaplah seluruh apa
yang ada didalam rumah ini sebagai milikmu, dan pakailah
perhiasan-perhiasan yang mahal-mahal harganya yang semenjak
tadi kutaroh dan kusediakan diatas meja itu!"
Memang, semenjak tadi diatas meja didekatnya itu telah
tersedia perhiasan-perhiasan yang bertatahkan ratna-muturmani
kam atau intanberlian, yang hingga sinarnya menyaaukan mata bagi
siana yang memandangnya, tentulah perhiasan-perhiasan ini amat
mahal harganya. Walaupun demikian, sigadis sedikit pun tak
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
69
tertarik pada perhiasan-perhiasan ini, jangankan mau memakainya,
sedang menyentuhpun ia tak sudi melakukannya. Sementara ini,
Thio King yang berwatak berangasan, sudah habis kesabarannya,
lantaran ia bicara sampai meniren, namun tak sepatahpun dapat
jawaban Hari sigadis. Ia lalu bangkit Mari duduknya. Amarahnya
pun timbul, matanya merah, mulutnya gemetaran, samba ia maju
kemuka menghampiri Hong Kiauw. Tetapi dengan sebat pula,
sigadis lantas menghunus pisau-dapur yang diselipkan
dipinggangnya. Rupa-rupanya ketika ia diantari makanan dan buah
buahan, pisaunya lalu diambil dan disembunyikannya.
"Kalau engkau berani menyentuh tubuhku, maka pilau ini akan
kutikamkan keperutku! Terus-terang aku bilang, daripada kawin
denganmu, lebili baik aku mat menyusul ayahku yang kau bunuh
itu", ancam Hong Kiauw dengan lantangnya.
Sebetulnya ia sampai berani berbuat nekat seperti itu karena
terpaksa juga, lantaran ia sudah tak tahan lagi menanggung asab
sengsara yang selalu menimpa dirinya.
Sejenak Thio King tertegun, ia amat kaget bukan main, seperti
disambar geledek meleset. Lantaran tidak diduga sebelumnya,
bahwa Hong Kiauw sampai berani akan berbuat senekat itu. Ia
lantas mundur lagi selangkah, samba memikir-mikir.
"Masakan aku tak bisa merebut pisau itu dari tangannya!",
Memperoleh pikiran demikian, maka dengan sebat luar-biasa ia
melesat menubruk si gadis ini.
Tetapi "Plok", sebuah pelor mengenai dadanya, sehingga Thio
King lantas jatuh terjengkang. Seibelum, ia mendusin apa yang
terjadi, sekonyong-konyong berkelebatlah sesosok bayangan yang
datang dari arah jendela lantas menyambar kepalanya. Tetapi,
karena Thio King memiliki juga ilmu. silat yang lumajan, maka
begitu ia diserang lantas mengelak dengan jalan mengguling
70
gulingkan badannya kelantai. Dan setelah Thio King ,bisa berdiri
tegak, segera nampaklah didepannya seorang pemuda tampan yang
berdiri dengan gagahnya. Ia adalah Lay Ting Hok yang semendjak
tadi memang sudah mengintip melalui jendela kamar ini, yang
pintunya terbuka sedikit setelah dicukil dengan goloknya.
Marilah kita tinggalkan dulu kedua pemuda yang saling
bertanding mati-matian ini. Diruangan lain, nampaklah ke-4 orang
sedang bertarung dengan sengitnya. Yakni antara Ting Liang
melawan Lo Cie Sian, sedang So Hok Sing dilawan oleh Kwaa
Ling.
Pertarungan berjalan sesaat lamanya, tetapi sebegitu lama
belum ada juga yang kalah atau menang. Lebih-lebih lagi bagi
pasangan kedua lawan yang seperguruan seperti Ting Liang dengan
Lo Cie Sian, karena biar bagaimanapun kedua-belah pihak, namun
tipu-tipunya telah sama-sama diketahui sehingga pertarungan itu
berjalan dengan tempo yang terlalu lama.
Tatkala itu, Lo Tiie Sian sedang mengadakan serangan yang
cepat sekali, sehingga Ting Liang tak sempat menghindar, dan
terpaksalah ia menangkisnya. Dan terkena benturan tangan Lo Cie
Sian ini, Ting Liang bergetar dan mundur dua langkah.
Selintas Ting Liang berpikir, bahwa kalau bertanding hanya
dengan tangan kosong belaka tentulah akan memakan waktu yang
lama. Sedangkan selama itu lawannya tentu masih kuat bertahan,
karena ia masih muda usianya. Tetapi bagi dirinya, apabila
pertarungan gampai memakan tempo lama, tentulah tenaganya akan
berkurang juga.
Memperoleh pikiran demikian, secepat-kilat ia lantas
menghunus pedangnya dan menyerang dengan dahsyatnya.
Pedangnya 3 berkelebat menikam lambung lawannya. Tetapi, Lo
Cie Sian memang lawan yang tangguh, karena begitu ia diserang
71
dengaa pedang, dengan kalemnya lantas miringkan tubuhnya sambil
menghantan, pergelangan tangan lawannya yang memegang
pedang. Kena hantaman ini, pedang Ting Liang terpental tinggi 2
keudara, dan tak diduganya lantas "Aduh mati a a-ku !", suatu
jeritan ngeri keluar dari mulut Kwan Ling, yang selanjutnya terus
amhruk kelantai melajang jiwanya. Temyata pedang Ting Liang
yang terpental keras keudara itu, jatuhnya tepat mengenai kepala
Kwan Ling yang botak ini, hingga pedang ini tertancap kekepalanya
menembus sampai ke otaknya, dan tewaslah ia seketika itu juga.
Sungguh celaka, matinya sialgojo yang kejam dan bengis ini mati
konyol, lantaran terkena senjata kawannya sendiri. Itulah sebagai
hukum alam.
Menyaksikan kawannya tewas terkena senjatanya, Ting Liang
menjadi gugup dan gelisah. Lantaran, baru seorang lawan seorang
saja ia merasa belum tentu menang, apalagi kalau ia sampai
dkeroyok dua orang yang masing-masing memiliki ilmu yang
sangat lihay. Maka hatinya lantas jadi mengkeret sebesar semut.
Sambil mengelak serangan lawannya, selintasan ia teringat,
bahwa didalam rumah situan-tanah ini banyaklah terpasang Cie
Kuan atau alat-perangkap rahasia untuk menjebak mausuh. Dan
dengan sebat ;uar...biasa, ia lantas melesat kearah pintu seraya
menekan sebuah knoll kecil.
Dan, tak diduga-duganya, lantai yang diinjak oleh So Hok Sing
dan Lo Cie Sian itu lantas bergerak kebawah, terus . terus turun
kebawah! Kini kedua orang muda itu seakan-akan berada didalam
sumur, sekelilingnya hanya tembok melulu. Sebentar kemudian,
disetiap penjuru sumur ini segera keluar airnya yang memancur
dengan derasnya. Air ini semakin lama, semakin ,bertambah tinggi,
sehingga kedua nemuda ini sekarang badannya terendam air sampai
kelututnya. Ting Liang menyaksikan segalanya ini, lantas tertawa
sem-bari mengejek :
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
72
Ha-ha-haaa, hi-hihiii, ho-ho-hooo ! Selamat tinggal, Sute
Sampaikan salamku kepada Malaikat yang akan mencabut
nyawamu . !?
Kembalilah kita kini kekamar Thio King, yang pada waktu itu
masih berlangsting pertarungan yang tidak kalah pula serunya,
Mereka saling serang-menyerang dan mempertahankan diri.
Sungguh, mereka bertempur secara mati-matian memperebutkan
sidara-ayu!
Tatkala itu, mereka berdua bertanding masih dengan tangan
kosong. Dasar kepandaian silatnya Thio King ini masih kalah
beberapa tingkat dengan Riau silatnya Lay Ting Hok, dan ini
terbukti telah beberapa kali mereka bertanding selalu Thio King-lah
yang keok, maka kali inipun si pemuda bengal itu jadi kerepotan
juga menghadapi lawan yang bukan tandingnya ini. Ketika ia
diserang dengan jurus-jurus maut yang mematikan dari Lay Ting
Hok, terpaksalah ia menghunus pedangnya untuk menangkis. Dan
lawannya inipun segera mempergunakan pula goloknya, dengan
maksud agar pertarungan ini segera dapat diselesaikan. Tetapi,
dalam mempergunakan senjata, temyata Thio King terbilang
lumajan juga kepandaiannya.
Pada suatu saat, dimana Lay Ting Hok sedang mengadakan
serangan dahsyat dengan goloknya kearah lawannya, temyata
serangan ini dapat digagalkan oleh musuhnya, yaitu dengan jalan
miringkan badannya kesamping, sambil menyapu pergelangan
tangan Lay Ting Hok yang memegang golok, dengan jejakan kaki
yang sangat kuatnya, sehingga golok sipemuda ini terpental jauh
kesudut kamar. Kini Lay Ting Hok sudah tak bersenjata lagi, tetapi
kemudian dari 'belakangnya terdengar suara : "Engko Lay, ini gu
nakanlah !!", teriak Hong Kiauw sambil menyodorkan pisau-dapur
kepada kekasihnya. Dan pisau ini segera disambut dengan hati
gembira oleh Lay Ting Hok. Kini semangat bertempurnya
73
bertambah, setelah mendapat dorongan dan bantuan dari jantung
hatinya itu. Meski hanya bersenjatakan pisau-d?nur saja, namun
gerakan-gerakannya sangat gesit dan mantap, sehingga membikin
kacau-balau lawannya.
Selagi sengit-sengitnya pertandingan, tiba-tiba dibelakang Thio
King nampaklah Ting Liang dengan pedang terhunus. Celakanya,
saat itu Thio King lantas menoleh untuk mengetahui siapakah
gerangan yang datang itu. Tetapi kesempatan baik ini tidak disia
siakan pula oleh Lay Ting Hok. Dengan sebat luar-biasa, pemuda
ini lantas menyambar badan Thio King, yang dengan sangat
mudahnya tubuh ini lantas diangkat keatas seperti mengangkat
bantal saja. Kemudian badan ini lantas diputar-putar diatas
kepalanya, yang adhirnya dilemparkan kearah badan Ting Liang,
yang ketika itu ia sudah siap dengan pedang, nya untuk menikam
dada Lay Ting Hok. Dan "Matiii .. ak .. a-ku .. !!",
terdengarlah suatu jeritan panjang yang sangat ngeri, yang keluar
dari mulut Thio King.
Temyata ketika badan Thio King dilemparkan kearah Ting
Liang bisa tepat menancap keujung pedang Ting Liang, yang pada
saat itu sedang bersiap untuk menusuk dada lawannya. Dan pedang
inipun tertanam, kedada Thio King hingga tembus sampai
dipunggungnya. Kini tamatlah riwajat pemuda bengal yang sudah
banyak dosa ini, yang matinya juga mengalami mati konyol seperti
Welas Asih Tak Terkalahkan Karya M mep T W L di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
algojonya, yakni tertusuk oleh senjata kawan-nya sendiri.
Menyaksikan tuannya mati diatas senjatanya, begitu pula Kwan
Ling yang tewasnya juga lantaran pedangnya, ia lalu menjadi kalap,
sebab betapa marahnya s ituan-tanah apabila ia mendengar
peristiwa ini. Mungkin ia lantas digantung atau dikubur hidup
hidup!. "Sungguh ngeri !", pikirnya.
74
Memikir demikian, hatinya menjadi cut dan takutnya luar biasa,
bulu-kuduknya lantas berdiri seinua. Maka ia lalu bertekad-bulat
untuk lebih baik mati saja daripada hidup tetapi disiksa oleh
majikannya yang sudah terkenal sangat bengis, buns dan tak
mengenal kasihan itu.
Dengan dibarengi oleh perasaan takut kepada majikannya serta
amarah yang tak ada taranya terhadap pemuda yang dihadapinya
itu, maka lanun segera menggerung sembari menyerang dengan
hebatnya. Tetapi oleh nafsu amarah yang meluap serta perasaan
yang membayanginya, dimana ia telah berjanji lebih baik mati
daripada hidup, maka serangan ini lebih condong kebunuh diri
daripada untuk membinasakan lawannya. Demikianlah serangan itu
dengan mudah saja dapat digagalkan oleh pemuda lawannya ini,
dengan jalan menggulingkan badannya kelantai. Dengan berguling
guling dilantai ini, Lay Ting Hok masih sempat pula sambil
menyapu betis lawannya. Dasar hatinya sedang risau dan
kalangkabut, maka sabetan kaki lawannya ini, tak dapat ia elakkan.
Dan "Bruk", Ting Liang jatuh terpelanting. Belum Iagi ia dapat
berdiri lurus, suatu bayangan telah berkelebat dimukanya seraya
menghantam dadanya dengan dahsyatnya, sehingga Ting Liang
jatuh lagi terduduk sambil mulutnya memuntahkan gumpalan
gumpalan darah.
Meskipun telah terluka parah, Ting Liang masih dapat juga
bangkit sembari menahan keluarnya gumpalan kental yang tersekat
dalam kerongkongannya. Ia bersiap akan menyerang lagi. Tetapi
kini lawannya telah memegang senjata, yaitu goloknya yang tadi
jatuh terpental kesudut kamar, yang kemudian diambil oleh Hong
Kiauw secara merangkak-rangkak yang kemudian diserahkan
kepada Lay Ting Hok. Dengan demikian, kedua kekasih ini kini
telah dapat bekerja-sama untuk menuntut-balas dan memberantas si
angkara.
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
75
Waktu itu, Ting Liang sudah mulai menyerang lagi, tetapi tidak
sehebat tadi sebelum ia terluka, sehingga serangannya dapat pula
digagalkan. Sementara ini, Lay Ting Hok ganti menyerang. Dengan
sekali menjejak tanah, ia telah melesat keudara. Turunnya, goloknya
berkelebat menusuk dada, sedang tangan kiri nya menerkam tulang
rusuk. Dan "Bruk", Ting Liang ambruk lagi, tetapi kali ini
tubuhnya sudah tak bernyawa lagi. Dadanya tembus sampai
kepunggungnya oleh tikaman golok Lay Ting Hok.
Tatkala Lay Ting Hok akan mengajak kekasihnya untuk lekas
lekas meninggalkan kamar ini, sekonyong-konyong berkelebatlah
sesosok tubuh yang seperti angin saja datangnya. Dan tahu-tahu ia
telali berada dihadapan Lay Ting Hok. Temyata dia adalah Suhu
Liang Hong. Kemudian dengan marahnya ia lantas membentak :
"Keparat, seolah-olah seantero -jagat ini hanya kau sendiri yang
laki-laki ! Engkau telah melakukan pembunuhan besar, hingga si
anak tuan-tanah dan muridku yang tertua tewas karena nya", kata
Suhu itu,berhenti sejenak untuk mengamat-amati tubuktubuh yang
sudah tak mbernyawa itu. Kemudian sambungnya "Lekas, sebutkan
namamu sebelum engkau mampus!!".
"Namaku Lay Ting Hok, Lo Pek", jawab pemuda ini dengan
hormatnya.
"Hm, lantas apa maksudmu melakukan pembunuhan keji ini,
keparat ?"
"Ya Lo Pek, aku akan menuntut balas demi keadilan dan
kebenaran !"
"Wah, aku tak perduli ! Pokoknya hutang darah harus di bayar
dengan darah pula !", dengus Suhu Liang Hong.
Dengan hanya mengibaskan lengan bajunya, maka lantas
tirnbullah desiran angin yang amat kerasnya, sehingga tahu-tahu
76
badan Lay Ting Hok terpental beberapa langkah. Dan seketika itu
juga pemuda ini lantas menyerang dengan pukulan tangannya
kearah dada orang tua ini.
Tetapi sungguh mengherankan, bahwa orang tua ini tidak
mengelak sama-sekali, dan masih berdiri dengan tenangnya di
tempat itu juga. Pukulan tangan sipemuda telah dibiarkan ben
sarang didadanya. Dan "Plok", tetapi tubuh orang tua ini tak
bergetar sedikitpun. Sebaliknya tangan Lay Ting Hok terasa panas
dan nyeri seperti memukul sebongkah batu. Ke mudian pemuda ini
lantas mengirimkan tendangannya yang bertubi-tubi, namun badan
orang tua ini tetap tak bergeser sama-sekali dari tempatnya, malah
kaki Lay Ting Hok terasa nyeri bukan kepalang.
Maka dengan penasaran, Lay Ting Hok lalu menyerang de
ngan goloknya ditikamkan kearah dada orang tua itu. Mendapat
serangan yang hebat ini, namun orang tua itu hanya miringkan
badannya sedikit, sambil ia mementil ujung golok ini dengan
jarinya. Tetapi hebat akibatnya, sebab golok ini lantas terpental jauh
dilantai. Lay Ting Hok hanya terlongoh-longoh saja menyaksikan
kesjaktian Liang Hong ini.
Dan hanya dengan gerakan sedikit saja tetapi sangat cepatnya,
sehiugga Lay Ting Hok belum lihat bagaimana caranya orang ini
melayangkan tangannya, maka tahu-tahu pundak si pemuda telah
dapat dipegangnya. Dan seketika itu juga, tubuh Lay Ting Holt
lantas tak berdaya dan tak dapat bergerak sama-sekali, badannya
menjadi lemas bagaikan seutas tali yang direndam di air. Sedang
urat-uratnya seperti terlolosi semua.
Tatkala itu, Suhu Liang Hong lalu menghunus pedang
wasiatnya, yang kemudian diangkat tinggi-tinggi untuk memeng gal
Icier Lay Ting Hok. Tetapi Suhu ini tertegun sebentar, demi
mendengar jeritan nyaring dari arah belakangnya. Seko nyong
77
konyong berlalulah sesosok tubuh yang menghampiri diri-nya.
Temyata seorang gadis yang lari-lari terus koei dihadapan-nya
sembari membenturbenturkan kepalanya kelantai.
"Oh .. Lo Pek, kasihanilah aku! Janganlah kau bunuh, dia!",
rintih Hong Kiauw.
"Hah .. siapa ini ? Mengapa ada perempuan disini, siapa
namamu ?", bentak orang tua ini.
"Namaku, Oen Hong Kiauw, Lo Pek!"
"Hm, Oen Hong Kiauw?", ulang orang tua ini agak kaget.
Kemudian tanyanya lagi, "Lantas, siapakah nama ayah mu?".
"Nama ayah ku adalah Oen Kok Siang!".
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
78
"Haaa ., Oen Kok Siang?", ulangnya lagi semakin
terperanjat, seakan-akan tak percaya.
"Betul, Lo Pek! Tetapi ayahku itu telah meninggal akibat
dianiaja dan dibunuh oleh si tuan-tanah Thio, beserta anak dan
algojo-algojonya. Sedang ibuku telah lama meninggalnya, se.. jak
aku masih kecil. Maka kini aku hidup sebatang-kara ..!? jawab
Hong Kiauw sambil menangis terisak-isak.
79
Demi mendengar penuturan sigadis ini, situa Liang Hong jadi
terkejut dibuatnya. Dan dengan tanpa mengeluarkan kata kata
sepatahpun, orang tua ini lantas melesat pergi meninggalkan kamar
itu.
Sebenarnya Suhu Liang Hong adalah seorang yang berbudi
luhur dan baik hati. Tetapi lantaran termakan oleh hasutan-hasutan
yang sangat licin bagaikan belut, maka ia lalu dapat diperdayakan
yang hingga ia bisa diperalat oleh situan-tanah untuk
maksudmaksud jahatnya. Sampai-sampai ia harus berlawan dengan
murid-muricinya sendiri.
Tadi ia mendengar dari mulut sigadis, yang menyebut tentang
nama Oen Kok Siang. Saat itu ia jadi terperanjat bukan main, dan
segera teringatlah ia bahwa Oen Kok Siang sebetulnya adalah
masih saudara sekandungnya sendiri !
Suhu Liang Hong sebenarnya adalah hanya nama samaran saja,
sedang nama yang sebetulnya ialah Oen Kok Hong. Saudara
sekandungnya Oen Kok Siang ini, olehnya telah lama ditinggal
pergi berkelana kegunung Hu Ling yang terkenal angker itu, yang
termasuk wilayah propinsi Hu Nan. Ia merantau untuk mencari dan
memperdalam ilmunya ketingkat yang lebih tinggi lagi. Kini ia
hidup berkelana sambil mengajar ilmu silat kepada anak-anak
muda, yang akhirnya sampailah ia didesa Tun San ini. Selanjutnya
ia bertempat-tinggal dipedusunan tersebut, untuk melanjutkan
tugasnya sebagai guru silat.
Setelah mengingat-ingat kejadian-kejadian yang telah lampau,
Suhu ini lantas merasa berduka dan bersedih hati bukan kepalang,
sebab tadi ia mendengar dari mulut si gadis, bahwa saudara
sekandungnya ini telah meninggal dunia, sedang kini ia berpihak
kepada orang yang telah membunuh saudaranya itu. Ia merasa
berdosa besar !!
80
Baru saja Suhu ini keluar dari kamar yang tadi dipakai
pertempuran antara Thio King, Lay Ting Hok dan Ting Liang
muridnya yang tertua itu, maka tiba-tiba nampaklah didepannya
sebuah sumur besar yang temyata didalamnya berisi kedua orang
muridnya, yaitu So Hok Sing dan Lo Cie Sian, yang ketika int
badannya terendam air yang kian lama air ini semakin tinggi. Dan
pada saat itu, airnya telah mencapai dileher kedua orang muridnya
ini, sehingga kalau tidak segera mendapat pertolongan, tak urung
kedua orang muda ini akan mati kelelap.
Sebat luarbiasa, situa Liang Hong lantas mendobrak pintu
kamar sebelahnya, yang meski pintu ini terkunci dari dalam, namun
kena gebrakan kedua-belah tangan Suhu ini lantas berdetak rubuh
kedalam. Segera nampaklah didalamnya, ketiga orang yang
berbadan tinggi-besar dan tegap-tegap yang ketika itu sedang
menjaga sebuah roda besar dengan terali-teralinya yang segede
gede lengan. Kiranya roda besar ini dipergunakan untuk menaik
turunkan lantai kamar rahasia yang telah menjebak So Hok Sing
dan Lo Cie Sian itu.
Dengan hanya mengibaskan lengan bayunya kearah tiga orang
tersebut, maka sudah cukuplah untuk merobohkan ketiga orang
yang berbadan tinggi-tinggi-besar ini. Dengan secepat-kilat Liang
Hong lantas menyentil roda besar itu dengan jarinya. Tahu-tahu
Welas Asih Tak Terkalahkan Karya M mep T W L di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lantai yang diinjak oleh So Hok Sing dan Lo Cie Sian ini lantas
bergerak naik keatas, sedang airnya tumnah ke. sebelah-menyebelah
dinding kamar.
Kini kedua orang muda ini seolah-olah telah berada didalam
sebuah kamar lagi, sedang pakaiannya .basahkujub. Setelah melihat
Suhunya, mereka lalu koei dihadapannya. Seraya katanya :
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
81
"Kami mengucap terima kasih banyak Suhu, yang mana Suhu
telah menolong kami dari bahaya-maut! Kalau sampai terlambat
sedikit saja, mungkin Suhu sudah tak dapat bersua lagi dengan kami
dalam keadaan masih hidup !"
"Hm, tak apalah! Memang sudah sewajibnya seorang guru
menolong muridnya. Kini yang sangat perlu kutanyakan, ialah :
Apakah kalian tahu tentang seorang tua yang bernama Oen Kok
Siang ?"
"Tentu saja tahu, Suhu Malah kini ia kurawat dirumahku,
lantaran ia terluka-parah dibahunya akibat dianiaja oleh si keparat
Thio King dengan kawan-kaunnya", jawab Lo Cie Sian
menerangkan.
"Ho-hooo, jadi kalau begitu apakah ia masih hidup?", katanya
sangat girang.
"Betul Suhu, ia memang masih hidup. Hanya saja ia terluka
parah".
"Haaaah Bagus, bagus. Kau memang seorang muda yang
baik-hati dan berbudi luhur. Terima kasih, terima-kasih anak muda
!", sahut Suhu Liang Hong dengan gembira sembari tangannya
menepuk-nepuk punggung Lo Cie Tian. Kemudian sambungnya
lagi : "Ketahuilah, hai anak muda, bahwa Oen Kok Siang adalah
masih saubara-sekandungku sendiri. Maka kini akan kuambil dari
rumahmu, selanjutnya akan kubawa kegunung Hu Ling untuk
kurawat dan kuobati sampai ia sembuh. Dan kalian sekarang juga
bantulah kawanmu Lay Ting Hok untuk bersama-sama menumpas
tuan-tanah dan kawan-kawannya, yang jadi sumbernya kekacauan
dan kejahatan itu!".
Belum lagi kedua orang muda ini sempat menjawab kata-kata
Suhu itu, telah melesatlah tubuh Suhunya yang nampak sangat
82
ringan itu dan dengan sekejapmata saja telah lenyap dari pandangan
mata, hingga seperti menghilang saja layaknya.
Menaati pesan gurunya, kedua orang muda ini cepat-cepat
menemui kawan-karibnya : Lay Ting Hok, yang secara kebetulan
juga saat itu ia sedang bersiap pergi untuk meninggalkan kamar itu
seraya menggandeng tangan kekasihnya. Melihat kedua orang nuda
sobat-kentalnya So Hok Sing dan Lo Cie Sian yang masih dalam
keadaan selamat ini, Lay Ting Hok lantas merangkulnya erat-erat.
Tak diceritakan lebih lanjut tentang pertemuannya ke empat
orang-orang muda ini, yang pada pokoknya mereka lantas
menghimpun segenap tenaga serta mempersiapkan segala senjata
yang ada pada mereka, untuk menumpas rezim tuan-tanah Thio si
penghisap dan penindas kaum tani itu.
Sementara itu, suasana dalam rumah gedung yang besar dan
indah ini telah menjadi kacau-balau dan kalang-kabut. Sedang
antek-antek dan begundal-begundalnya situan-tanah Thio yang
mulai dari pelayannya, penjaganya, pengawalnya dan algojo
algojonya yang bengis dan kejam-kejam itu, semuanya telah disapu
bersih oleh ketiga orang muda yang gagah-gagah dan berani ini.
Sedangkan sisanya yang masih hidup, lantas lari terbirit-birit
mencari hidup masuk kehutan-hutan-belukar.
Situan-tanah Thio sendiri sewaktu ia baru bersiapsiap untuk
merat melarikan diri, mendadak saja kepergok oleh Lay Ting Hok
yang semenjak tadi memang mencari-carinya. Ketika itu ia berada
dibelakang si tuan-tanah. Baru saja si tuan-tanah ini mengangkat
kaki-panjang untuk melarikan diri', sekonyongkonyong
berkelebatlah sebuah golok yang berkilat-kilat kena sinar-sinar
lampion, yang melesat dengan lajunya kearah punggungnya.
Kemudian ............ "Aaaaaa ............ ", suatu jeritan panjang
yang mengerikan keluar dari mulut situan-tanah yang sudah banyak
83
dosanya itu. Selanjutnya rubuhlah ia jatuh tengkurap kelantai dan
sudah tak bernyawa lagi. Sedang punggungnya tertancap sebilah
golok yang menembus sampai kedadanya. mati sia-sia !!
Temyata golok ini berasal dari tangan Lay Ting Hok yang ',ada
saat itu berada di belakang situan-tanah. Dan dengan suatu
lemparan yang menentukan serta yang dilemparkan dengan sekuat
tenaga, maka golok ini mengenai sasarannya dengan tepat, yakni
dipunggung situan-tanah itu
? oOo ?
Disebuah pekarangan yang sangat luas, bekas dimana gubuk
Bien Kok Siang dulu didirikan, berdirilah sebuah rumah gedung,
yang kendati tidak begitu besar, namun kelihatan indah dan mearik
hati. Halaman gedung yang luas ini, ditanami dengan bunga-bunga
yang bermacam-macam dan beraneka-warna, sehingga semakin
menambah asrinya pemandangan.
Memang, kini gubuk Oen Kok Siang telah dibongkar dan
diganti dengan sebuah gedung yang indah itu. Dan sekarang
baruulah bisa disebut rumah, tidak seperti dulu sebelum bangunan
didirikan, yang boleh dikata jauh daripada bisa disebut malahan
boleh dibilang hampir seperti kandang sapi saja layaknya.
Orang tua ini sekarang sudah tidak lagi bekerja sendiri di
sawahnya, sebab memang sudah lanjut usianya, jadi badan sudah
tidak kuat lagi untuk bekerja keras-keras.
Meski sekarang penghidupan Oen Kok Siang telah mengalami
kemajuan yang sangat nesat, sehingga hidupnya menjadi serba
kecukupan, namun sikap orang tua ini masih tetap tidak berubah
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Sean/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
84
terhadap para tetangganya, yakni tetap sederhana tidak sombong
serta tetap sopan-santun dan berlaku hormat terhaclap siapapun
juga.
Sedang Suhu Liang Hong alias Oen Kok Hong, ia sering pula
datang kemari untuk menengok keselamatan saudara sekandungnya
ini. Lalu bagaimana pula tentang anak-gadisnya Oen Kok Siang
yang cantik-jelita itu? Ia kini telah ciikawinkan dengan pemuda
pujaan hatinya, Lay Ting Hok. Hidupnya kini mengalami
kebahagiaan seperti apa yang dicita-citakan sebelumnya, yaitu :
Aman, tenteram dan makmur
TAMAT
Pendekar Rajawali Sakti 127 Intan Saga Lima Sekawan Melacak Topeng Hitam Wiro Sableng 041 Malaikat Maut Berambut
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama