Wesi Adji Belambangan Karya Hartanto Ps Bagian 1
Kolektor E-Book adalah sebuah wadah nirlaba bagi para
pecinta Ebook untuk belajar, berdiskusi, berbagi
pengetahuan dan pengalaman.
Ebook ini dibuat sebagai salah satu upaya untuk
melestarikan buku-buku yang sudah sulit didapatkan di
pasaran dari kepunahan, dengan cara mengalih mediakan
dalam bentuk digital.
Proses pemilihan buku yang dijadikan objek alih media
diklasifikasikan berdasarkan kriteria kelangkaan, usia,
maupun kondisi fisik.
Sumber pustaka dan ketersediaan buku diperoleh dari
kontribusi para donatur dalam bentuk image/citra objek
buku yang bersangkutan, yang selanjutnya dikonversikan
kedalam bentuk teks dan dikompilasi dalam format digital
sesuai kebutuhan.
Tidak ada upaya untuk meraih keuntungan finansial dari
buku-buku yang dialih mediakan dalam bentuk digital ini.
Salam pustaka!
Team Kolektor E-BookWESI ADJI BELAMBANGAN
Karya : Hartanto Ps
Penerbit : C.V. BURUNG WALI, SALA
Pustaka Koleksi : Gunawan AJ
Image Source : Awie Dermawan
Kontributor : Yons
Juli 2019, Kolektor - EbookKATA PENGANTAR DARI PENERBIT.
Pembaca yang budiman,
Cerita Rakyat ,,WESI ADJI BELAMBANGAN" ini adalah cerita rakyat yang
terjadi pada masa kejayaan kerajaan Mataram di bawah pemerintahan Sri Sultan
Agung.
Konon menurut cerita lama. Orang-orang Belambangan kebanyakan
memiliki kekebalan. Mereka kebal terhadap senjata tajam yang dibuat dari wesi
aji yang berasal dari daerah lain. Kekebalan itu mereka peroleh berkat daun Rajeg
wesi yang hanya tumbuh di daerah Belambangan. Tetapi kekebalan mereka ada
kelemahannya yaitu mereka tidak kebal terhadap senjata tajam yang dibuat dari
wesi aji yang berasal dari daerah asal mereka, yaitu Belambangan.
Mengenai kekebalan orang orang Belambangan itu, sudah banyak
diceritakan orang. Dan kisah yang kami ceritakan ini hanya salah satu dari
padanya.
Hormat kami
P E N E R B I T.1
W E S I A J I B E L A M B A N G A N
????????????????????????????????????????????????????????????
Sore itu disebelah selatan gunung Wilis, dijalanan yang diapit oleh
hutan terlihat seekor kuda putih dipacu dengan pesat oleh
penunggangnya. Penunggang kuda itu seorang pemuda yang berpakaian
keprajuritan.
Siapakah dia. Kenapa ia melarikan kuda tunggangnya seperti
dikejar setan.
Pemuda itu adalah Jaka Prasetya, seorang prajurit Matatam yang
terkenal gagah berani.
Waktu itu tahun 1625. Kerajaan Mataram diperintah oleh Sri Sultan
Agung, yang bercita-cita mempersatukan daerah diseluruh pulau Jawa.
Dan pada tahun itu Sri Sultan Agung memimpin penyerangan ke kuta
Surabaya. Pertarungan sengit dengan patsukan adipati Surabaya tak
terhindarkan. Semula kota itu sukar dikalahkan, tetapi berkat pertolongan
Tuhan akhirnya tunduklah pasukan Surabaya.
Dalam penyerangan kekota Surabaya Jaka Prasttya ikut ambil
bagian. Dan satelah kemenangan itu mendiadi kenyataan Sri Sultan
Agung lantas menyuruh Jaka Prasetya ntuk menyampaikan kabar
kemenangan pasukan Mataram itu ke Karta.
Tanpa diperintah dua kali Jaka Prasetya lantas berangkat, karena
sebetulnya iapun sudah rindu pada ayah bundanyaa jang ia tinggalkan
didesa Butuh.
Sementrara itu sang Surya semakin condong kebarat. Pada saat itu
terbayang dipelupuk mata Jaka Prasetya wajah ibunya. Ah, betapa
gembira ibunya bila melihat kehadirannya kembali dengan selamat dan
membawa beaita kemenangan.
Sekonyong-konyong lamunannya terganggu oleh ringkik kudanya.
Kuda itu tiba-tiba berhenti berlari.
Ia mencambuk kuda itu untuk berjalan lagi, tetapi si-kuda tak mau
berlari. Jangankan berlari, berjalanpun dia tak mau. Ringkiknya
bertambah keras dan meronta-ronta.
Alangkah heran hati Jaka melihat kudanya menunjukkan kelakuan
yang sedemikian rupa. Belum pernah kuda itu membangkang terhadap
perintahnya. Sekali ini meskipun telah dicambuk berkali-kali, kuda itu
tetap tidak mau berjalan. Ada apa gerangan?
Ketika Jaka sedang keheran-heranan, sekonyong-konyong dari
semak-semak ditepi jalan itu keluar seseorang. Orang itu bertubuh tinggi
besar. Dimukanya tumbuh cambang yang tebal. Janggut orang itu
tumbuh dengan lebatnya. Orang itu mungkin seorang pemburu; karena
ditangan kanannya dia menjinjing seekor kijang yang terikat. Ditangan
kirinya terlihat busur bersama anak panahnya.2
Demi dilihat kuda putih yang berontak-rontak itu. ia berhenti
berjalan. Diperhatikannya kuda itu dengan teliti, Kini kuda itu berhenti
memberontak dan kemudian meringkik dengan perlahan. Setelah
beberapa saat orang tadi memperhatian kuda itu, ia tertawa terbahak
bahak :
?Ha, ha, ha, ha, ha, ha. Hari ini betul-betul sial aku. Dikala perut
sedang lapar, ditengah jalan terpaksa harus meringkus seorang pencuri".
?Semuda itu usiamu sudah beani mencuri kuda orang", kata orang
itu selanjutnya.
Alangkah heran Jaka demi mendengar kata orang itu. Meskipun dia
sangat gusar, tetapi ditahan sedapat mungkin, agar kegusarannya tidak
tampak dimukanya.
?Bapa, baru kali ini saya berjumpa dengan bapa, bagaimana
mungkin bapa menuduh saya seorang pencuri. Kuda ini sudah kupelihara
sejak saya berumur 10 tahun".
?Baiklah. Kalau begitu saya ingin bertanya. Adakah ayahmu
bernama Anggara?" tanya orang itu sambil meletakkan hasil buruannya.
,,Anggara? Saya tidak kenal nama itu. Ayah saya bernama
Rangga", jawab Jaka.
?Kalau begitu kamu pencuri kuda".
Demikian kata ?kuda" selesai diucapkan, orang itu bergerak dengan
cepat kearahnya dan sebuah cengkeraman mengarah kaki kanannya.
Jaka sangat terkejut, cambuknya segera disabatkan ketangan kanan
orang yang hendak mencengkeram kakinya, tetapi orang itu tidak
menarik tangannya kembali, tetapi orang itu mengubah cengkeramannya
untuk mencengkeram cambuk Jaka. Cambuk itu terpegang dan suatu
tenaga yang kuat menarik cambuk itu. Tentu saja Jaka mempertahankan
cambuknya, tetapi ketika dia sedang menggunakan tenaga untuk
mempertahankan cambuknya dari rebutan orang itu, sekonyong-konyong
orang itu melepaskan cambuk itu dengan mendadak dan bersama itu
sebuah pukulan dilancarkan. Oleh karena Jaka tidak menyangka sama
sekali akan terjadi peristiwa itu, ia menjadi limbung dan karena limbung
pukulan yang dilancarkan orang itu mengenai dengan telak didadanya.
Demi dilihatnya Jaka terpelanting dari kuda, dengan cepat orang itu
menyambar kjang (hasil burunnnya) yang dibiarkan terletak ditanah dan
dengan cepat ia meloncat keatas kuda itu.
Pada saat orang itu akan memacu kuda putih itu. Jaka telah dapat
berdiri dengan tetap dan keris yang terselip dipingganmja ditarik dengan
cepat. Ditusuk-kannya keris itu kearah dada orang itu. Maksudnya supaya
orang itu menghindar serangannya dan kemudian meloncat dari kudanya
sehingga kudanya dapat direbut kembali. Tetapi dugaannya meleset
orang itu tidak menghindar dari serangan itu. Malahan ia membusung
kan dadanya sambil bergelak-gelak dan berseru:
?Keris Mataram! Keris Mataram!"3
Jaka terkesiap, karena bukan maksudnya membunuh orang itu.
Dengan cepat tenaga yang dikerahkan diku
kurangi. Tetapi terlambat keris itu telah menyentuh kulit orang itu dan
mata Jaka terbelalak. Keris itu bukannya menembus kulit orang
itu, bahkan menjadi bengkok dibuatnya dan Jaka merasa seperti4
menusuk besi. Ketika masih belum tersadar dari kekagetannya,
sekonyong-konyong terasa tangannya kesemutan dan kemudian dadanya
seperti ditolak oleh suatu tenaga yang dahsyat dan tanpa tertahankan ia
jatuh terduduk. Saat itu dirasakan bumi disekitarnya gelap gulita
Ketika ia sadar, orang itu bersama kudanya ? si Putih ? telah jauh
berlari dengan kencang. Dengan lesu Jaka bangkit berdiri sambil
memandang si Putih kesayangannya, yang berlari semakin jauh dan
akhirnya hilang dari pandangan matanya. Ia sangat heran mengapa si
Putih demikian jinak pada orang itu. Kini ia seorang diri disitu. Suasana
disekitarnya sudah mulai gelap.
Diambilnya kerisnya yang telah bengkok. Kemudian berjalanlah ia
dengan lesu. Ia berjalan menyusur jalan tadi dengan maksud mencari
rumah penduduk. Hari bertambah gelap, tetapi tak sebuahpun rumah
penduduk yang dijumpai. Namun ia tak berputus asa. Ia berjalan terus.
Tiba-tiba ia seperti melihat cahaya lampu dari kejauhan. Hal ini
membangkitkan semangatnya. la segera mendekati arah cahaya itu.
Akhirhja sampai juga ia ditempat asal cahaya tadi. Cahaya itu datang dari
sebuah rumah.
Diketuknya pintu rumah itu. Agak sesaat ia menanti didepan pintu.
Ketika pintu terbuka seorang kakek tampak berdiri diambang pintu.
Kakek itu tampak terkejut, demi dilihatnya, bahwa yang mengetuk pintu
rumahnya adalah secrang pemuda yang mengenakan pakaian
keprajuritan.
?Bapa. Saya adalah seorang prajurit Mataram. Tak berapa jauh dari
sini. sore tadi saya menjumpai seorang perampok telah berhasil
merampas kuda saya. Maka jika bapa memperkenankan saya akan
bermalam disini."
Kakek itu nampak heran. mendengar cerita pemuda tamunya itu.
Bagaimana mungkin seorang prajurit dapat dirampok kudanya oleh
seorang perampok, tetapi akhirnya ia berkata juga :
?Tentu boleh, nak. Mari silahkan masuk."
Mendengar jawaban itu, Jaka segera melangkah masuk.
?Rumah ini buruk nak. Saya hanya tinggal seorang diri dirumah ini,
Disudut itu ada sebuah balai-balai. Anak tidur disitu malam ini. Saya biar
tidur menggelar tikar dilantai'', kata orang tua itu.
?Tidak bapa, biar sayalah yang tidur dilantar.
?Jangan nak. Jangan. Saya tahu anak terluka berat. Anak
membutuhkan tempat yang lebih hangat''. ?
Dari mana bapa tahu bahwa saya terluka berat?,'' tanya Jaka
dengan terheran-heran.
?Jalanmu tampak lesu nak dan suaramu terdengar lemah. tidak
seperti seorang prajurit pada umumnya dan samar-samar didadamu
terlihat biru bengkak. Agaknya anak berjumpa dengan perampok yang
sakti. Pukulnn ini agaknya bukan sembarang pukulan", demikian kakek5
itu menjelaskan.
Mendengar penjelasan itu. Jaka semakin heran. Kakek yang
dihadapinya itu tentunya bukan orang sembarangan.
?Jangan heran nak, saya seorang dukun. Sudah ber-kali-kali saya
dapat menyembuhkan penyakit orang. Jadi jangan heran kalau
mendengar saya dapat melihat apa yang anak derita", kata kakek itu. Kini
Jaka tidak begitu heran lagi.
Wesi Adji Belambangan Karya Hartanto Ps di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
?Bapa tadi saya sampai lupa memperkenalkan diri. Saya Jaka
Prasetya, Orang biasa memanggil saya ?Jaka".
?Orang2 biasa memanggil saya ?pak Samun" Nah sekarang (ekaslah
anak membaringkan diri, saya akan menyiapkan ramuan jamu untuk luka
nak Jaka".
Oleh karena badannya betul-betul sangat lesu. Jaka mematuhi
nasehat Pak Samun. Ia segera membaringkan dirinya dibalai-balai yang
ditunjukkan.
Saat itu kembali terbayang pengalamannya sore tadi.
Siapakah gerangan orang berjanggut yang telah merampas kudanya itu?
Kenapa si-Putih demikian patuh padanya? Sehabis pulang ke Mataram ia
berjanji akan mencari si Putih, hingga dapat diketemukan kembali.
Sementara itu Pak Samun telah datang dengan dua buah cangkir
ditangannya. Diletakkannya dua cangkir itu dimeja dekat balai-balai dan
ia kembali kedapur lagi dan sesaat kemudian ia kembali dengan
membawa piring berisi nasi.
?Nak Jaka makanlah nasi ini dahulu sehabis memakannya minumlah
jamu buatanku itu. Dirumahku ini nak Jaka tak usah malu-malu.
Anggaplah seperti dirumah sendiri", demikian Pak Samun menyilahkan.
,,Terima kasih, bapa. Budi bapa yang sebesar ini sangat sukarlah
saya membalasnya".
Hidangan Pak Samun itu sebetulnya sangat sederhana, yaitu nasi
putih dengan dua potong tempe, tetapi karena Jaka sangat lapar
hidangan itu dengan cepat dihabiskannya. Setelah itu diminumnya jamu
yang telah disediakan oleh tuan rumah itu. Jamu itu sangat pahit. Sehabis
meminum, dia merasa bahwa kelesuan badannya banyak berkurang.
Selama Jaka makan dan minum, tanpa dirasainya Pak Samun
memperhatikannya. Terutama tangan kanan Jaka dihiasi oleh sebentuk
cincin ular-ularan. Yang menarik perhatiannya ialah permata yang
terdapat pada mata ular itu. Permata itu bersinar sangat cemerlang dan
merupakan permata yang jarang didapat dan sudah barang tentu mahal
harganya.
?Cincin itu jauh lebih berharga dari pada harga seekor kuda kenapa
perampok itu tidak merampas cincin itu. Tidak melihatkah dia'", pikir Pak
Samun.
Tiba-tiba ia seperti tersentak.
?Nak Jaka", demikian katanya. ?Siapa nama ayahmu?"6
?Nama ayah saya Rangga pak. Orang didesa biasa memanggilnya
dengan nama Ki Rangga, pak".
?Pernahkah ayahmu menyebut-nyebut nama ?Anggara"
?Anggara? Tidak bapa, saya tidak kenal nama itu. Ayah beium
pernah menyebutnya'', jawab Jaka dengan heran.
Tiba-tiba ia teringat bahwa nama itu juga yang disebut perampok
itu sore tadi. Dalam waktu yang tidak berselisih lamanya telah
mendengar nama itu disebut oleh dua orang yang berlainan.
Siapakah Anggara? Apa hubungannya dengan ayahnya? Mengapa
nama itu selalu dihubungkan dengan diri ayahnya?
Melihat tamunya agak tertegun Pak Samun segera berkata:
?Sudahlah, nak. Jangan terlalu dipikirkan pertanyaan bapa tadi.
Kamu membutuhkan waktu mengaso. Tetapi sebelum mengaso akan saya
urut dulu tubuh nak Jaka. Itu kalau nak Jaka tak berkeberatan".
?Mengapa tidak, bapa. Saya percaya bahwa usaha bapa itu
berhubungan dengan kesehatan saya, Silahkan bapa memulai"
Pak Samun segera memulai mengurut-urut tubuh Jaka. Mula-mula
dibagian yang terluka, kemudian seluruh tubuh Jaka dipijat-pijat. Sambil
memijat-mijat orang tua itu menceriterakan berbagai peristwa yang
terjadi diseskitar rumahnya. Tentang kehidupan yang dialami setiap
harinya.
Setelah se!esai memijit-mijit tubuh Jaka, Pak Samun menyilahkan
tamunya untuk tidur. Sehabis dipijit-pijit Jaka merasakan tubuhnya agak
segar. la segera membaringkan tubuhnya. Saat itu terdengar Pak Samun
berkata:
?Nak Jaka, tadi saya telah merendam param. Silahkan nak Jaka
memaramkan".
Pak Samun memberikan param yang dikatakan itu. Jaka menerima
param itu dan segera memaramkan keseluruh tubuhnya terutama
dibagian dadanya. Sesudah itu, ia segera membaringkan diri dan tak
lama kemudian tertidurlah ia.
Dia dijagakan oleh kicauan burung-burung disekitar rumah itu. Jaka
segera bangkit. Dirasakaanya badannya telah pulih kesegarannya. Ketika
dilihat keadaan tubuhnya ia tersenyum sendiri. Sekujur badannya putih
semua, sehingga mirip tokoh Hanuman dalam cerita Ramayana. Didapur
terdengar Pak Samun sedang menjerang air. Maka pergilah ia kedapur
untuk menanyakan pada Pak Samun dimana sumur terletak. Setelah
diberi tahu tempatnya ia segera mandi. Sehabis mandi kesegaran
badannya terasa bertambah-tambah.
Ketika ia kembali kerumah, dilihatnya sepiring nasi yang masih
hangat, telah tersedia berikut secangkir kopi dan selain itu juga ketela
bakar. Melihat ini perutnya terasa lapar. Ketika Pak Samun menyilahkan,
ia segera memakan hidangan itu dengan lahapnya. Hanya sebentar saja
sepiring nasi itu telah dihabiskannya.7
Demi dilihatnya Jaka selesai makan Pak Samun berkata:
?Apakah nak Jaka akan melanjutkan perjalanan pagi ini juga?"
?Betul bapa. Terhadap semua pertolongan bapa sangat besarlah
rasa terima kasih saya dan sebagai tanda terima kasih saya, marilah bapa
terima cincin ini. Disamping sebagai tanda terima kasih saya, juga
sebagai kenang-kenangan". kata Jaka sambil mencabut cincin di jari
manis tangan kirinya, jadi bukan cincin ular yang dise-but diatas.
Mula-mula Pak Samun menolak, tetapi setelah dipaksa oleh Jaka.
akhirnya diterima juga. Kemudian Jaka segera memohon diri.
Disebuah desa yang tak seberapa jauh dari rumah pak Samun, Jaka
berhasil menukarkan pendok dari kerisnya yang telah bengkok kemarin,
dengan seekor kuda yang cukup kuat, meskipun tidak sekuat si Putih.
Dengan kuda itulah Jaka melanjutkan perjalanan ke Karta.ibu koka
Mataram. Walaupun kuda itu tidak sekuat si Putih, tetapi perjalanan ke
Karta tidak memayahkannya.
X X X
?Mataram menang! Mataram menang!'"
?Hidup Sri Sultan Agung! Hidup Sri Sultan Agung!"
Teriak kemenangan berkumandang diseluruh penjuru Karta. Semua
penduduk kelihatan bergembira.
Berita kemenangan yang disampaikan oleh Jaka, disambut dengan
gembira oleh penduduk Karta. Kabar itulah yang dinanti-nantikan. Dalam
sekejap teriakan kemenangan menjalar keseluruh penjuru Karta.
Adapun Jaka segera menghadap putra mahkota, Sri Amangkurat,
untuk menyampaikan pesan Sri Sultan Agung tentang kemenangan yang
telah dicapai. Tentu saja Sri Amangkurat merasa gembira pula
mendengar kabar itu.
Setelah menunaikan tugasnya, Jaka memohon diri untuk pulang
kedesa Butuh untuk meninjau ibu dan bapa-nya.
Sri Amangkurat mengizinkan.
Kedatangan Jaka Prasetya didesa Butuh pun disambut dengan
meriah oleh rakyat didesa itu. Apalagi ketika mereka mendengar
keterangan Jaka, bahwa pasukan Mataram memperoleh kemenangan
yang gilang gemilang dalam penyerbuan ke Surabaya.
Teriakan teriakan : ?Mataram menang! Mataram menang!"
terdengar diseluruh penjuru desa. Orang-orang tua yang mendengar
kabar kemenangan itupun bergembira juga. Dalam hati mereka mendo'a
,Ya Tuhan. berilah Sri Sultan Agung berusia panjang".
Lain halnya dengan anak-anak kecil. Mereka berteriak:
?Hidup kak Jaka! Hidup kak Jaka!''
Pendek kata seluruh desa diliputi kegembiraan. Sungguh gembira
hati Jaka menyaksikan kegembiraan warga desanya. Oleh karena
penyambutnya berjalan kaki terpaksa Jaka turun dari kudanya dan8
berjalan kaki. Begitu ia turun orang-orang desa Butuh itu segera meng
hujani dengan pertanyaan-pertanyaan. sehingga Jaka kewalahan
dibuatnnya. Sekonyong-konyong dari kumpulan orang banyak itu
terdengar teriak seseorang.
?Hai Sari, mengapa kamu menangis? Coba lihat. bagaimana kita
menyambut kakakmu. Jasa kakakmu terhadap Mataram tidak kecil. Dia
pasti akan mendapat anugerah pangkat yang tinggi dari Sri Sultan. Apa
yang kamu tangisi. Ayolah sambut kakakmu .."
Belum habis kata-kata orang itu, Jaka Prasetya sudah datang
mendekati mereka. Demi dilihatnya bahwa adiknya berada disitu, ia
segera berseru.
?Hai Sari, kiranya kamupun datang menjemputku'''.
Ketika dilihatnya kakaknya datang mendekatnya, Sari pun lekas
lekas berlari kearah datangnya sang kakak. Tak berapa lama kemudian,
dua kakak beradik itu sudah berpeluk-pelukan.
?Kak Jaka, tahulah kakak, bahwa t!ada suatu kegembiraan pun
yang pernah kualami yang seperti hari ini. Betapa tidak? Kakak telah
kembali dari medan juda dengan selamat dan menggondol kemenangan
yang gilang gemilang. Tetapi kak .." demikian kata Sari sambil
terisak-iaak.
?Kenapa Sari menangis? Bukankah tadi Sari mengatakan sedang
bergembira?" tanya Jaka dengan heran.
?Tetapi kak, kulihat si Putih tak bersamamu. Apakah si Putih
meninggal dimedan juda. Mendengar kata-kata adiknya Jaka merasa
sedih. Kiranya demikian sayang Sari pada kudanya, si Putih. Hal ini tidak
mengherankan, karena pergaulan mereka dengan si Putih sudah
berlangsung sejak kecil.
?Tidak, Sari. Si Putih tidak mati. Kamu tak usah khawatir. Nanti
setelah aku beristirahat, akan kuceritakan keadaan si Putih padamu".
Mendengar jawab kakaknya. tangis Sari menjadi reda. Ia
melepaskan diri dari pelukan kakaknya, dan menghapus air mata yang
mengalir dipipinya.
Kemudian sambil menuntun Sari. Jaka berjalan menuju rumahnya,
diikuti oleh orang-orang desa. Dari jauh sudah dilihat, ibu dan ayahnya
berdiri dipintu pekarangan. Jaka berlari mendapatkan mereka dan ketika
sudah dekat dipeluknya ibunya.
?lbu, lihatlah! Akhirnya aku kembali juga."
Setelah itu ia melepaskan diri dari pelukan ibunya dan berlari untuk
memeluk ayahnya.
?Ayah, Jaka sangat terkenang padamu''.
Sambil menepuk punggung Jaka, Ki Rangga berkata:
?Jaka, kegembiraan ayahmu kali ini sukar dilukiskan. Siang dan
malam tiada lain pekerjaanku selain berdoa semoga kamu dapat pulang
dengan selamat. Dan sekarang ternyata, bahwa doaku terkabul. Kamu9
pulang dengan membawa kemenangan".
Demikianlah Ki Rangga dan isterinya serta kedua orang anaknya
masuk kedalam rumah. Sementara itu sorak-sorai kemenangan masih
berkumandang diseluruh desa. Orang-orang desa yang tidak
berkesempatan menjemput Jaka, berbondong-bondong datang kerumah
Ki Rangga. Kebanyakan dari mereka menanyakan berita sanak
keluarganya yang ikut menyerbu ke Surabaya. Tentu sa ja tidak semua
orang bergembira. Ada diantara mereka yang kehilangan ayah, suami
atau anak. Tetapi meskipun bersusah hati mereka bangga, karena
kematian sanak keluarga mereka itu untuk kepentingan perjuangan Sri
Sultan Agung yang bercita-cita mempersatukan daerah-daerah dipulauan
Jawa.
Malam itu didesa Butuh diadakan perayaan yang cukup besar.
Wesi Adji Belambangan Karya Hartanto Ps di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Perayaan itu untuk merayakan kemenangan Mataram. Berpuluh-puluh
ekor ayam disembelih, bahkan beberapa ekor kerbau juga. Pesta itu
berlangsung pagi hari. Sepanjang malam itu rakyat desa Butuh makan
dan minum sepuas hati mereka.
Malam hari yang berikutnya, setelah mengaso sehari penuh Jaka
Prasetya datang menjumpai ayahnya yang sedang duduk makan sirih
dibalai-baai dimuka rumahnya. (Pada jaman itu makan sirih juga menjadi
kebiasaan orang laki-laki)
?Ayah ada sedikit pertanyaan yang akan kuajukan pada ayah''. kata
Jaka setelah duduk didekat ayahnya.
?Katakanlah lekas. Jaka-"
?Ayah, kenalkah ayah pada seorang yang bernama Angara?"
Mendengar pertanyaan anaknya muka Ki Rangga sedikit berubah. Lalu
katanya:
?Anggara? Anggra? Betulkah nama itu yang kau tanyakan-.
?Betul, ayah". Kemudian Jaka segera menceriterakan semua
pengalamannya, selama diperjalanan pulang. Setelah anaknya selesai
berbicarara Ki Rangga segera bertanya:
?Bagaimana wajah perampok kuda itu?"
?Ayah. Orang itu berjanggut lebar dan berkumis tebal. Seluruh
giginya dihitamkan. Badannya tinggi besar jauh lebih tinggi dari orang
biasa".
?Tidak salahkah katamu tentang wajah orang itu".
Tidak, ayah. Hal itu masih segar dalam ingatan saya. Saya tidak
mungkin melupakan wajah orang itu".
Jaka melihat bahwa wajah ayahnya seperti diliputi kesedihan.
Kegembiraa, diwajah ayahnya kemarin hilang lenyap. Kemudian samar
samar didengarnya ayahnya tidak mengucapkan sesuatu. Jaka menjadi
heran melihat sikap ayahnya.
?Jaka", demikian ayahnya berkata. ?Kisah tentang Anggara
sangatlah panjang. Besok malam akan kuceritakan hal itu padamu".10
Sehabis berkata demikian Ki Rangga bangkit berdiri. Tanpa menoleh pada
Jaka, ia berjalan masuk kerumah. Jaka sangat heran melihat sikap
ayahnya. Saat merasakan kesunyian yang sering kali dirasakannya. Dari
hiruk pikuknya pertempuran yang dijalaninya di Surabaya. ia seperti
dicampakkan ketempat yang sunyi senyap. Saat itu, ia baru menyadari.
bahwa apa yang dilihatnya disekelilingnya pada hari-hari yang telah lalu,
merupakan suatu keanehan. Ayahnya, ibunya dan adiknya wajahnya
selalu diliputi kesedihan. Kesedihan itu seolah-olah tak terhibur lagi. Apa
gerangan sebabnya ?
Jaka Prasetya, seorang prajurit Mataram yang gagah berani dan
Pantang mundur menghadapi musuh yang bagaimanapun juga kini
termenung seorang diri dimuka rumahnya.
Ya. la seorang prajurit Bukan hanya itu. Namanya juga dikenal
sebagai pendekar muda pembela kebenaran. Kepandaiannya
menggunakan cambuk jarang terkalahkan. Kepandaiannya bersilat
menggetarkan setiap lawan.
Ayahnjalah yang mengajarkan semua kepandaiannya itu. Tak dapat
disangkal lagi ayahnyapun seorang ?berisi" pula, tetapi mengapa
wajahnya selalu murung. Sampai lama Jaka termenung.
Untuk menghibur dirinya yang sedang kesunyian, ia segera bangkit
berdiri menuju kepekarangan belakang, tempat yang sering dipergunakan
untuk melatih diri. Dari kandang kudanya yang berada didekat
pekarangan itu, diambilnya sebuah cambuk. Dengan sungguh-sungguh
diyakinkannya permainan cambuknya. Begitu ia memainkan cambuknya
ia merasa heran. Ia dapat menggerakkan cambuknya dengan cepat, lebih
cepat dari biasanya. Tenaganyapun dirasakannya bertambah sangat
besar. Belum pernah ia menggunakan cambuk secepat itu. Bunyi
pecutannjapun sangat keras. Suatu kali ujung cambuknya menyentuh
pohon kelapa dan kulit pohon kelapa itu terbekah sedikit, bagaikan bekas
terbelah disambar petir.
?Kak Jaka, kepandaianmu ternyata maju dengan pesatnya",
terdengar suara Sari yang mungkin telah lama berada disitu.
?Sari, saya sendiripun merasa heran menyaksikan kepandaian saya
maju sepesat ini".
?Kak Jaka tak perlu heran. Dengan tidak sadari kepandaian kakak
bertambah dengan pesatnya selama pertempuran di Surabaya itu", kata
Sari sambil meninggalkan kakaknya. Kata-kata Sari itu memang
beralasan, tetapi ketika ia bertempur dengan orang yang merampas
kudanya itu kepandaiannya belum seperti ini. Ia yakin kalau ia sudah
memilikj kepandaian seperti ini tak mudahlah orang itu mengalahkannya.
Sekali lagi ia termenung memikirkan kepandaiannya yang maju
dengan pesat itu. Tetapi ia lekas-lekas menghentikan lamunannya. la
terus berlatih. Ia merasa gembira karena yakin dengan kepandaian yang
seperti itu, ia akan dapat merebut kembali si Putih dari tangan orang11
berjanggut yang telah merampas kudanya.
Jaka berlatih hingga jauh Ketika dirasakan nya bahwa latihannya
sudah cukup, ia segera menghentikannya. Setelah beristirahat sebentar ia
segera masuk kedalam rumah dan kemudian membaringkan diri
dikamarnya. Tetapi malam itu ia tidak dapat lekas-lekas memicingkan
matanya. Berbagai-bagai pikiran mengganggunya. Siapakah sebenarnya
Anggara itu? Apa hubungannya dengan diri ayahnya? Kenapa ayahnya
tampak termenung mendengar pertanyaan tentang diri Anggara? Kenapa
ayahnya selalu berwajah sedih? Tetapi oleh karena sangat lelah akhirnya
dapat jugo ia terlena.
Keesokan harinya .
Sepanjang hari itu Jaka bertambah heran menyaksikan keadaan
ayahnya. Tiada satu katapun keluar dari mulut ayahnya. Bahkan ketika
sore harinya, dilihatnya sang ayah duduk termenung dibalai-balai dimuka
rumahnya. Mukanya tunduk menekur seolah-olah sedang memikirkan
sesuatu. Hingga bedug mahrib berbunyi ayahnya baru bangkit
meninggalkan tempat duduknya dan masuk kerumah untuk sembahyang
dikamarnya. Sehabis itu Jaka melihat ayahnya lagi.
Kentong Imsa? telah berbunji. Sehabis bersolat Jaka segera keluar
rumah untuk menanti ayahnya. Tiba-tiba dilihatnya ayahnya keluar dari
pintu rumah.
?Jaka. ikutlah aku", demikian kata sang ayah.
Jaka tidak berani membantah. Ia mengikuti ayahnya keluar
pekarangan dan terus berjalan menuju keselatan desa. Ki Rangga
berhenti dibawah sebuah pohon randu alas. Jaka menantikan apa iang
akan dikatakan ayahnya dengan penuh tanda tanya. Tiba-tiba kesunyian
dipecah-kan oleh suara Ki Rangga.
?Jaka, tentunya kamu heran melihat sikap ayahmu hari ini.
Ketahuilah, nak. Sikapku itu berhubungan dengan kisah yang akan
kuceriterakan".
Setelah berhenti sebentar maka mulailah ki Rangga dengan
kisahnya.
?Kira-kira dua puluh lima tahun yang lalu adalah seorang pertapa
yang sakti. Pertapa itu berdiam dipuncak gunung Lawu. Oleh karena
tempat kediamannya didekat kawah Candradimuka, maka dia dikenal
dengan nama Kyai Ageng Candradimuka.
Pada waktu itu usia Kyai Ageng Candradimuka sudah sangat lanjut.
Usianya sudah mencapai 80 tahun.
Dia mempunyai tiga orang murid.
Murid yang pertama bernama Anggara. Wataknya sangat keras. Dia
sangat mahir menggunakan cambuk. Wajahnya sangat keren sehingga
dua orang saudara seperguruannya takut padanya.
Muridnya yang kedua bernama Krepa. Wataknya sangat halus dan
tekun. Ia putra seorang empu. Sesuai dengan bakatnya ia dididik oleh12
Kyai Ageng Candradimuka dalam ilmu keris.
Muridnya yang ketiga bernama Waja Cempani. la berasal dari
Ponorogo. Wataknya Ca blaka dan berangasan. Ia sering kali bercekcok
dengan orang lain dengan alasan yang sangat sepele. Oleh karana
keberangasannya itu Kyai Ageng Candradimuka tidak mengajarkan ilmu
senjata pada muridnya yang ketiga ini. la hanya diberi pelajaran pukulan.
Pada suatu hari Kyai Ageng Candradimuka memanggil ketiga orang
muridnya dan berkatalah pada mereka:
?Murid-muridku. Ilmu-ilmu yang kupelajarkan padamu saya kira
sudah cukup. Maka tibalah waktunya bagimu untuk mengamalkan
kepandaianmu pada masyarakat, untuk menjalankan darma bakti pada
masyarakat dan negara".
Sehabis berkata demikian Kyai Ageng Candradimuka segara
memberikan petua-petua. nasehat-Trahat dan petunjuk-petunjuk yang
sangat diperlukan dalam menjalankan darma bakti pada masyarakat.
Ketiga orana murid itu memperhatikan semua kata-kata gurunya itu.
Mereka berjanji untuk memenuhi semua kata-kata itu.
Demikianlah mulai saat itu ketiga orang murid itu menjalankan
darma baktinya kenada masyarakat. Dalam waktu yang tak lama nama
mereka telah menjadi terrkenal sebagai pendekar yang pantang mundur
dalam membela kebenaran.
Dalam menjalankan darma bakti itu mereka tidak berjalan
bersama-sama melainkan sendiri-sendiri. Setiap tahun, pada bulan Puasa
mereka berkumpul dikaki gunung Lawu dan kemudian bersama-sama
menghadap guru mereka untuk melaporkan segala perbuatan yang telah
mereka lakukan selama setahun dan sebagai kebiasaan orang Jawa pada
tanggal 1 Syawal mereka berhalal-bihalal dengan gurunya. Setelah itu
mereka kembali menurununi gunung Lawu untuk menjalankan darma
baktinya lagi kepada masyarakat seperti yang telah mereka perbuat pada
tahun yang telah lalu.
Pada suatu hari, Anggara, murid pertama dari Kyai Ageng
Candradimuka, melewati sebuah desa dikaki gunung Kawi sebelah utara.
Oleh hari telah malam maka ia terpaksa bermalam didesa itu. Waktu itu
adalah malam Jum'at Kliwon.
Entah karena apa, malam itu Anggara sangat sukar untuk
memicingkan mata. Suasana diluar rumah tempat ia bermalam sunyi
senyap.
Tiba-tiba kesunyian malam dipecahkan oleh lengkingan jeritan itu
datang dari rumah disebelah. Kemudian susui oleh teriakan:
?Jangan ambil anakku! Jangan ambil anakku!"
Mendengar twriakan itu Anggara cepat-cepat bangkit dari
tempatnya berbaring, tetapi ketika ia akan mencapai pinta terdengar tuan
rumahnya berkata :
?Jangan kesana nak kalau kamu ingin selamat".13
?Mengapa. paman".
?Rumah itu didatangi hantu yang biasa mengganggu desa kami.
Hantu itu sangat gemar makan bayi. Setiap orang yang berani
mencegahnya tentu dibunuh olehnya".
Namun Anggara tidaklah mundur, bahkan menjadi ingin menyelidik
peristiwa itu. Saat itu terbayang dimatanya peristiwa yang dialaminya
ketika masih kecil. Tetapi hanya sessat, karena ia harus segera menolong
orang yang dalam bahaya itu.
Anggara segera membuka pintu dan melangkah keluar. Ia berlari
dengan cepat menuju kearah dari mana suara itu datang. Tiba-tiba
Anggara melihat sesosok bayangan melesat keluar dari pintu rumah
sebelah. Bayangan itu seperti sedang memondong sesuatu. Dan teriakan
dari dalam rumah masih terdengar dengan sayunya.
?Jangan ambil anakku! Jangan ambil anakku!"
Dengan cepat Anggara meloncat untuk mengejar bayangan tadi.
Bayangan tadi berlari dengan cepatnya, tetapi oleh karena membawa
beban larinya kurang leluasa hingga dapat terkejar oleh Anggara.
?Berhenti!" teriak Anggara. Suaranya menggeledek.
Wesi Adji Belambangan Karya Hartanto Ps di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
?Kembalikan anak itu pada ibunya". Namun bayangan bagaikan tidak
mendengar. Ia bahkan mempercepat larinya. Anggara tidak tinggal diam.
Dengan loncatan ?Kidang Kercana'", ia meloncat kearah bayangan itu.
?Hmmm ." Hanya suara itu sebagai bunyi jawaban. Bayangan itu
ternyata adalah seorang yang berusia empat puluhan tahun. Wajahnya
tampak ramah. Betulkah orang ini yang disangka hantu oleh penduduk
desa itu. Tetapi Anggara tidak sempat berfikir. Orang itu mencoba untuk
menerobos hadangan Anggara.
Tiba-tiba dengan gerakan yanga neh orang itu meloncat kebelakang
dan dengan cepat diletakkannya bayi itu ditanah. Oleh karena merasakan
hawa yang dingin bayi itu menangis.
Orang itu tidak menghiraukannya. Ia menerjang kearah Anggara.
Semula Anggara bermaksud menggunakan kesempatan itu untuk
merebut si bayi, tetapi sebelum dapat mencapai tempat si bayi tadi, ia
melihat orang itu datang menyerangnya. Sambaran angin itu datang dari
orang tadi. Untunglah Anggara dapat menghindarinya. Orang itu terus
menghujani pukulan pada Anggara. Anggara tidak tinggal diam. Ia
membalas serangan-serangan itu dengan pukulan-pukulan yang tidak
kurang hebatnya. Tiba-tiba Anggare terkejut, Ia memandang degan tajam
kearah tangan kanan orang itu. Mengapa? Dengan pertolongan sinar
bulan Anggara melihat bahwa pada punggung tangan kanan orang itu
terdapat noda (toh) yang sangat besar dan ditumbuhi rambut.14
Tiba-tiba Anggara berseru :
?Apakah kamu Kyai Candraketu ......."
?Hmmm "
Sejak tadi setiap kali Anggara berkata orang itu tidak pernah
menjawab selain menggeram. Meskipun demikian geraman itu
menggetarkan hati yang mendengarnya. Kalau Anggara tidak mendapat
gemblengan dari Kyai Ageng Candradimuka tentu akan roboh dibuatnya.
?Lekas jawab! Apakah kamu Kyai Candraketu". Sekali lagi Anggara
mengulangi pertanyaannya.
?Kalau betul kamu mau apa'', eordengar jawab orang itu.
Kini Anggara mendapat kepastian. Dialah Kyai Candraketu. Dialah
orang yang selalu dicari-carinya. Dialah orang yang telah merenggut
dirinya dari kasih sayang orang tuanya.
?Kyai bangsat, terimalah pembalasanku". Demikian pekik Anggara
dengan penuh dendam. Ya. Dendam kesumat yang telah lama
terpendam, kini berkobar dengan mendadak. Dengan tenaga yang ada
padanya, Anggara melancarkan berbagai pukulan kearah Kyai
Candraketu. Dalam sesaat pertempuran antara kedua orang itu berjalan
dengan hebatnya.15
Tiba-tiba Kyai Candraketu melancarkan sebuah pukulan dan dari
kepalan tangannya itu keluarlah asap hitam berkepul-kepul. Asap itu
semakin tebal. Dan .. kepala Anggara menjadi pusing dibuatnya.
Anggara terhuyung kebelakang. Jiwa Anggara bagaikan telur diujung
tanduk. Disaat yang soperti itu, disaat bahaya mengancam dirinya tiba
tiba Kyai Candraketu lari meninggalkannya. Bayi yang dicurinyapun
ditinggalkan disitu. Walaupun demikian akibat dari asap hitam masih
terasa. Untuk sesaat Anggara tak dapat berdiri dengan tetap. Ketika rasa
pusingnya lenyap, Anggara segera mendekati bayi itu. Ia merasa heran
melihat Kyai Candraketu melarikan diri. Dipondongnya bayi yang malang
itu. Kemudian ia berjalan kembali menuju kedesa tempat dia bermalam.
Sesampai ditempat kediaman si bayi, ia segera menyerahkan bayi itu
pada ibunya. Kegirangan si ibu tidak terkira. Berkali-kali ia mengucapkan
terima kasih pada Anggara.
Disamping kegembiraannya, si ibu beserta semua penghuni rumah
itu merasa heran bercampur kagum terhaciap Anggara, Namun Anggara
tidak memperhatikan itu. Ia lekas-lekas kembali kerumah tempat ia
menginap.
Si tuan rumah merasa heran melihat tamunya kembali dengan
selamat.
?Apakah kamu bertemu dengan hantu itu. Bagaimana rupanya".
?Dia bukan hantu. Dia manusia seperti paman".
?Apa .......? Dia manusia ..? Tak mungkin! Kalau dia manusia,
untuk apa dia memakan jantung bayi itu?"
?Dia seorang dukun pengabdi ilmu hitam. Jantung bayi yang
dimakannya itu untuk memperkuat ilmunya".
?Oh betulkah ada manusia yang sekejam itu".
?Adikku juga pernah menjadi korban kebiadabannya"
Sebetulnya orang itu belum dapat mempercayai kata-kata Anggara, tetapi
ia tak berani menanyakan lagi, karena dilihatnya wajah Anggara yang
muram.
Malam itu Anggara tak dapat tidur. Diruang matanya kembali
terbayang peristiwa yang dialaminya dimasa kecilnya. Ia ingat betapa
ganasnya Kyai Candraketu ketika itu. Saat itu kedua orang tuanya
berusaha untuk mempertahankan adiknya yang masih bayi dari rebutan
kyai itu. Tetapi kedua orang tuanya bukan lawan kyai itu. Sekali pukul
robohlah sang ibu dan sebuah tendangan merobohkan ayahnya. Kalau dia
tidak ditolong oleh Kyai Ageng Candradimuka. tentu diapun menjadi
korban tangan kejam dari Kyai Candraketu.
Ia telah bersumpah untuk membunuh Kiai Candraketu, tetapi
setelah ia berkesempatan untuk melakukan pembalasan dendam itu ia
dapat dikalahkan oleh musuhnya. Bahkan hampir dibunuhnya. Ia merasa
mengkal dapat dikalahkan oleh Kyai itu. Namun ia merasa bersukur dapat
terhindar dari bencana kematian. Apakah sebabnya Kyai Candraketu16
melarikan diri pada saat melancarkan erangan yang begitu berbahaya? Ia
tak dapat memecahkan teka-teki itu.
Keesokan harinya, pagi-pagi benar, Anggara sudah minta izin pada
tuan rumahnya, untuk melanjutkan perjalanannya. Ia bertekad untuk
mencari tempat tinggal Kyai Candraketu. Ia bertekad untuk melakukan
pertempuran yang mati-matian dengan kyai itu.
Mulai hari itu setiap hari, pekerjaannya tak lain dari pada mencari
tempat kediaman musuhnya. Berhari-hari bahkan berbulan-bulan ia
menjalankan usahanya itu, tetapi usahanya menemui kegagalan.
Akhirnya datanglah bulan Puasa. Ia harus kembali ke gunung Lawu
untuk menghadap gurunya. Ketika dia sampai ditempat kediaman
gurunya, dilihatnya Krepa, telah menghadap sang guru. Sesampai
dihadapan sang guru, ia segera menceriterakan pertemuannya dengan
Kyai Candraketu. Anggara juga menceriterakan tentang usahanya yang
gagal dalam mencari tempat tinggal musuhnya itu.
?Kak Anggara betulkah kakak telah bertemu dengan kyai itu.
Akupun demikian, kak".
?Jadi kamupun telah berjumpa dengannya".
?Betul, kak. Bahkan saya telah mengetahui tempat kediamannya.
Aku juga hampir dibunuhnya ketika menjumpainya sedang melakukan
perbuatan jahatnya. Aku hampir binasa dibawah asap hitamnya. Disaat
yang sangat berbahaya bagi diriku datanglah seseorang menolongku. Aku
tidak dapat melihat orang yang menolongku itu dengan jelas".
?Orang yang menolongmu itu adalah kakak Kyai Candraketu",
terdengar Kyai Candradimuka menyela. Kedua orang itu terkejut.
Meskipun dia kakak kyai itu, tetapi wataknya bagaikan bumi dan
langit. Mula-mula dia tak mengetahui sepak-terjang. Akulah yang
memberitahukannya padanya. Ia sangat sedih mengetahui perbuatan
adiknya. Sejak itu ia selalu mengawasi gerak-gerik adiknya".
Setelah berhenti sebentar Kyai Ageng Candradimuka melanjutkan :
?Anggara, Krepa, ketahuilah olehmu, bahwa kepandaian orang itu
amat tinggi. Untuk mempelajari ilmu hitamnya dia telah membunuh
berpuluh-puluh bayi. Kamu berdua tak dapat menandinginya''.
?Tetaou walau bagaimanapun saya harus membalas dendam ayah
bunda sayaa, bapa".
?Anggara. Kamu tak usah khawatir. Saya pasti membantumu".
Anggara merasa lega mendengar janji gurunya.
Tetapi dengan tak diduga-duga beberapa hari kemudian Kyai Agen]
Candradimuka jatuh sakit. Sakitnya kian hari bertambah berat. Dan
beberapa hari menjelang Idul Fitri, Kyai Ageng Candradimuka dipanggil
ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa.
Alangkah sedihnya Anggara dan Krepa ditinggalkan oleh guru yang
amat mereka cintai. Dengan upacara sederhana mereka berdua memberi
penghormatan terachir pada arwah sang Guru.17
Sementara itu baik Anggara maupun Krepa, merasa heran
bercampur khawatir, karena hingga saat itu Waja Cempani belum juga
datang menghadap sang guru.
Kemanakah gerangan dia? Apakah dia tertimpa bencana?
Tujuh hari telah lampau. Waja Cempani belum datang. Mereka
semakin khawatir.
Pada suatu hari tiba-tiba Krepa berata pada Anggara:
?Kak Anggara, tahukah kakak bahwa Kyai Candraketu memiliki ilmu
hitam juga memiliki ilmu weduk yang luar biasa".
Dan apa hubungan hal itu dengan lenyapnya Waja Cempani".
?Waja Cempani sering kali berkata, bahwa ia ingin benar memiliki
ilmu wedug. Ia ingin memiliki tubuh yang kebal. Aku merasa khawatir
jangan-jangan ia berguru pada kiai itu. Dan lagi kyai itu juga mempunyai
anak gadis yang amat cantik".
?Apakah kamu khawatir, kalau Waja Cempani terpikat oleh gadis
itu.
?Betul, kak. Gadis itu meskipun cantik parasnya, tetapi mempunyai
watak yang sangat buruk''.
?Kalau begitu kita harus lekas-lekas membuktikan hal ini. Kalau
benar, kita harus mencegah Waja Cempani berguru pada Kyai
Candraketu".
Keesokan harinya setelah membersihkan makam gurunya, Anggara
dan Krepa berangkat kegunung Kawi. Mereka berdua langsung menuju
ketempat kediaman Kyai Candraketu".
?Pada suatu malam sampailah mereka ditempat kediaman kyai itu'',
demikian Ki Ranggga melanjutkan ceritanya.
Malam itu adalah malam yang tak pernah dilupakan oleh mereka
berdua. Bulan sabit yang menghiasi angkasa dan angin sepoi-sepoi basa
menambah kesunyian malam. Dengan mengenakan pakaian hitam
mereka berjalan menuju kerumah Kyai Candraketu.
Sesampai ditempat kediaman kyai itu, Anggara menyuruh Krepa
mendekati rumah itu. Dia sendiri mengawasi dari belakang dan akan
memberi pertolongan pada saat yang dibutuhkan.
Krepa berjalan mendekati rumah kyai itu dengan hati yang
berdebar-debar. Betulkah ia akan menjumpai Waja Cempani disitu? Tiba
tiba dari sebuah kamar disudut rumah itu, ia seperti mendengar suara
orang ber-cakap-cakap.
?Warsi, besok pagi aku minta izin padamu, untuk pergi kegunung
Lawu. Aku sangat rindu pada bapa guru dan saudara-saudaraku.
Perkenankanlah wahai manisku"
?Terserah padamu, kak". Terdengar suara seorang wanita.
?Warsi, mengapa kamu tampak tidak senang setiap kali aku minta
izin untuk pulang".
?Aku hanya memperingatkan padamu. Kalau kakak masih cinta18
padaku jangan pergi kesana. Lagi pula bukankah pelajaran yang diberikan
oleh ayah pada kakak belum selesai''.
?Tetapi aku sudah sangat rindu pada bapa guru".
Mendengar suara percakapan itu, Krepa terkejut. Suara laki-laki itu
adalah suara Waja Cempani. Mula-mula ia tak percaya. Tetapi setelah
diperhatikan benar-benar yakinlah ia. Suara itu benar-benar suara Waja
Cempani.
?Kak Waja'', terdengar suara watnita itu. ?Kalau kamu ingin pergi
Wesi Adji Belambangan Karya Hartanto Ps di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kegunung Lawu. Janganlah kembali kesini".
?Baiklah Warsi; kalau begitu saya tak jadi pergi".
Alangkah panasnya hati Krepa mendengar percakapan itu. Ia
segera berseru:
?Waja Cempani, kakak ingin bertemu denganmu".
?Wahai, kak Krepa " terdengar jawaban dari dalam rumah. Pintu
rumah segera terbuka dan terlihat seseorang berdiri diambang pintu.
Krepa memperhatikan orang itu. Tetapi orang itu bukan Waja Cempani
melainkan Kyai Candraketu.
?Apa maksudmu datang kesini pada waktu malam seperti ini. Tidak
punya kesopanankah, kau". Orang itu menyapa. Suaranya melenggking
tajam.
?Meskipun saya tak punya kesopanan, tetapi toh sih mempunyai
peri kemanusiaan ." jawab Krepa tidak kurang tajam.
?Oh .. Kiranya kamu, Krepa''.
Sementara itu terlihat Waja Cempani keluar dari rumah itu. Melihat
adiknya keluar, Krepa segera menyapa:
?Waja Cempani, sadarlah kamu. Tinggalkan rumah ini dengan
segera. Jangan berguru pada orang ini".
?Tetapi kak. Bapak Candraketu sangat baik terhadapku. Dan lagi
aku telah dipungut menantu".
?Waja Cempani. sadarlah adikku. Kamu teah keliru memilih isteri.
Wanita itu tak sepadan menjadi isterimu, Dia adalah wanita setan seperti
ayahnya".
Alangkah marahnya Kyai Candraketu mendengar kata-kaka Krepa,
Ia sangat takut kalau rahasianya dikatakan pada menantunya. Dengan
menggeram diterkamnya Krepa. Tetapi Krepa sudah bersiap-siaga.
Secepat kilat dia menghindarkan dari terkaman kyai itu.
?Ayah! Kakak! Berhenti! Apa artinya semua ini?"'
Waja Cempani sudah kena ?pekasih" bikinan Kyai Candraketu. Ia
tidak menyadari, bahwa mertuanya itu seorang Kyai pengabdi ilmu hitam.
Ia tak sadar, bahwa ia menjadi menantu seorang juru tenung.
Tiba-tiba terdengar suara yang nyaring bagaikan guntur : ?Krepa,
jangan khawatir. Aku datang membantu".
?Kak Anggara, kiranya kamupun datang teriak". Waja Cempani.
?Betul Waja Cempani, aku datang untuk membebaskanmu".19
Kemudian Anggara segera menyiapkan cambuknya. Tak berapa
lama terdengar bunyi cambuk memecah kesunyian malam.
Oleh karena mengetahui kekebalan Kyai Candraketu, Krepa tidak
dapat menggunakan kerisnya. Ia hanya melancarkan pukulan-pukulan
dengan sepenuh tenaga setiap ada lowongan.
Pertempuran antara ketiga orang itu segera berjalan dengan
serunya. Cambuk Anggara menggeletar, pukulan-pukulan Krepa datang
bertubi-bertubi dan serangan-serangan Kyai Candraketu mendatangkan
angin yang sangat dingin.
Waja Cempani sangat bingung. Ia tidak mengetahui mengapa
kedua orang saudaranya begitu benci pada mertuanya. Dimata Waja
Cempani. Kyai Candraketu seorang yang ramah tamah. Tak sedikitpun
kekejaman tampak diwajah orang itu. Memang inilah keistimewaan dari
Kyai Candraketu. Meskipun dia mengabdi pada ilmu hitam tetapi untuk
menyembunyikan rahasianya. dia menggunakan bermacam obat-obatan,
untuk menghindarkan perubahan mukanya. Sehingga wajahnya kelihatan
ramah-tamah.
Waja Cempani tidak menyadari hal ini. Kini ia bingung. Mana yang
akan dibantu? Yang satu mertuanya, yang lain saudara seperguruan.
Sementara itu pertempuran antara Kyai Candraketu dengan
Anggara dan Krepa semakin hebat. Kepandaian mereka seimbang. Tetapi
tiba-tiba Kyai Candraketu berseru. Suaranya terdengar menyeramkan dan
dengan tidak diduga-duga dari tangan Kyai Candraketu yang
dipergunakan untuk menyerang kelihatan asap berkepul-kepul. Asap itu
berwarna hitam. Anggara dan Krepa sudah bersiap-sedia. Dengan
sepenuh tenaga mereka mempertahankan diri dari serangan asap itu.
?Bapa Candraketu, jangan bunuh saudara-saudaraku", terdengar
Waja Cempani berteriak.
Namun terlambat ..
Dua buah pukulan dari Kyai Candraketu menghantam kedua
pendekar itu. Pada saat itu tiba-tiba terlihat sebuah bayangan yang
bergerak luar biasa cepatnya. Bayangan itu menerobos ketengah
gelanggang. Dengan gerakan yang aneh bayangan itu menangkis sebuah
pukulan kyai itu yang dilancarkan pada kedua pendekar itu. Tetapi
pukulan yang lain sudah terlanjur menyentuh tubuh Krepa. Krepa
terhuyung-huyung kemudian jatuh roboh.
Sementara itu Kyai Candraketu pun juga terpental oleh tolakan dari
bayangan tadi.
?Kakak Candrakusuma, mengapa kakak selalu meng-halang-halangi
gerak-gerikku".
?Candraketu. Korban karena kebiadabanmu sudah bertumpuk.
Kalau aku mengetahuinya sejak dulu tentu aku sudah mencegahnya.
Tetapi aku datang terlambat. Korban sudah bertumpuk. Aku hanya dapat
menyadarkanmu. Namun kiranya kamu tak mau sadar. Kali ini peringatan20
terakhir bagimu. Sekali lagi kalau aku melihatmu melakukan kejahatan,
aku akan membunuhmu".
?Kak Candrakusuma, ampunilah aku''.
?Kalau kamu dapat merobah kelakuanmu, tentu aku akan
mengampunimu".
Sementan itu Waja Cempani mendekati kakaknya.
Ia tidak memperhatikan apa yang dipercakapkan oleh kedua orang itu.
Dia bermaksud untuk menolong kakaknya yang sedang terkapar ditanah.
Tiba-tiba Anggara membentak.
?Jangan sentuh dia. dengan tanganmu yang kotor", kata Anggara
sambil mengangkat tubuh Krepa dan kemudian menggendongnya untuk
dibawa pergi meninggalkan tempat itu.
Alangkah sedihnya Waja Cempani. Ia tegak termangu menyaksikan
kepergian Anggara. Ia tidak tahu apa yang akan diperbuatnya.
?Waja Cempani", terdengar Kyai Candraketu berkata. ?Kalau kamu
mau pergi bersama kakakmu, pergilah, Saya tidak melarangnya". Suara
itu sangat aneh kedengarannya.
?Tidak bapa. Saya tak akan meninggalkan Warsi". Demikian jawab
Waja Cempani sambil menoleh kepada mertuanya.
Tiba-tiba pandangannya bertemu dengan pandangan mata orang
yang telah menolong kakaknya. Orang itu lebih tua sedikit dibanding
dengan Kyai Candraketu. Cahaya matanya tajam berkilat dan sangat
tajam seakan-akan menembus lubuk hatinya.
Memang orang itu adalah Resi Candrakusuma. Dia adalah kakak
Kyai Candraketu. Saat itu Resi Candrakusuma menatap Waja Cempani
dengan tajam. Aneh! Pandangan mata Waja Cempani tak dapat
menghindar dari pandangan mata resi itu. Ia merasa bahwa pikirannya
menjadi tenteram dan jernih. Makin lama makin jernih. Tetapi
?Kak Waja Cempani, kemarilah. Mengapa aku kau tinggalkan begitu
lama", terdengar suara seorang wanita. Kalau orang lain yang
mendengarkannya tentu akan mual dibuatnya. Nada suara itu aleman dan
genit. Namun pada pendengaran Waja Cemnani, suara itu sangat merdu
merayu. Ah, sungguh malang nasib pendekar itu. Ia telah menjadi korban
ilmu hitam Kyai Candraketu.
Semula Resi Candrakusuma bermaksud untuk menolongnya.
Dengan pandangan matanya ia bermaksud memunahkan ilmu hitam yang
menyelubungi diri Waja Cempani telah gagal. Kemudian ia menoleh pada
Kyai Candraketu sambil berkata:
?Ingatlah akan kataku tadi. Sekali lagi aku melihatmu melakukan
kejahatan, aku tak akan tinggal diam". Setelah itu ia kembali menoleh
pada Waja Cempani.
?Selamat tinggal. nak.. Baik-baiklah, kau disini",demikian katanya.
Kemudian ia segera melangkahkan kaki meninggalkan semua penghuni.
Sementara itu, dengan mendukung Krepa. Anggara berjalan.21
Betapa pedih rasa hatinya, dendamnya terhadap Kyai Candraketu belum
juga terbalas. Ini dijumpainya adik seperguruannya dalam keadaan yang
sangat menyedihkan dibawah kekuasaan ilmu hitam Kyai Candraketu.
Kepedihan hatinya semakin bertambah. Apa lagi ketika dilihatnya Krepa
dilukai oleh Kyai itu. Kalau ia tidak bersama Krepa, tentu ia sudah
bertempur mati-matian dengan Kyai itu. Tetapi Krepa membutuhkan
pertolongan ia tidak ingin melihat Krepa mati karena membelanya.
la terus berjalan dengan cepat menuruni gunung Kawi. Maksudnya
untuk mencari dukun yang dapat menolong Krepa.
Tiba-tiba ia merasakan angin dingin menyambar tengkuknya.
Dengan cepat ia menoleh kebelakang. Ketika itu dilihatnya seorang yang
berdiri sambil memandangnya dengan wajah yang menaruh belas
kasihan. Orang itu ternyata adalah orang yang telah menolongnya.,
Lekas-lekas ia menyapa:
? Bapa. saya Anggara, mengucapkan terima kasih terhadap
pertolongan bapa. Budi sebesar ini rasanya tak akan dapat membalasnya.
?Nak Anggara seharusnya sayalah yang harus meminta maaf
padamu. Karena disebabkan perbuatan jahat adikku maka kau menjadi
menderita .
?Jadi .. Kyai Candraketu itu adik bapa".
Saat itu ingatlah Anggara akan kata gurunya. Kiranya orang itulah
Kyai Candrakusuma yang telah disebutkan oleh gurunya.
?Meskipun aku saudaranya, namun aku tidak menyukai
perbuatannya. Aku berjanji padamu, nak. Kalau Candraketu masih
melakukan kejahatan sayalah yang akan menghukumnya", begitulah resi
itu berjanji.
?Terima kasih, bapa".
?Dan sekarang, marilah pergi mencari dukun untuk mengobati luka
nak Krepa. Luka yang dideritanya tidaklah ringan. Tenaga hitam yang
dilontarkan oleh Candraketu sangatlah hebat. Dia harus lekas-lekas
mendapat pertolongan".
?Dikaki gunung Kawi sebelah selatan saya mempunyai seorang
sahabat. Dia seorang dukun sakti".
Demikianlah, Resi Candrakusuma segera memimpin Anggara
berjalan menuju ketempat kediaman dukun sakti itu.
Dukun sakti itu bernama Resi Mandraguna. Dia adalah sahabat Resi
Candrakusuma dimasa muda. Alangkah terkejutnya resi itu melihat
kedatangan bekas kawan karibnya.
?Mandraguna, hari ini kawanmu datang untuk meminta pertolonmin
padamu". Kemudian Resi Candrakusuma mengutarakan maksud
kedatangannya. Ia menunjukkan luka yang diderita Krepa. Melihat luka
bekas pukulan itu Resi Mandraguna terkejut.
?Untung, anak muda ini lekas-lekas kamu bawa kesini. Kalau tidak
jiwanya sukar tertolong".22
?Sangat berbahayakah luka itu bagi jiwanya, Bapa?" tanya Anggara
dengan khawatir.
?Memang. Kalau tidak diobati secara tepat akan berbahaya bagi
jiwanya. Tetapa percayalah padaku, nak".
Anggara merasa puas mendapat jawaban itu.
Tiba-tiba resi itu memanggil seseorang.
?Sariwati. Kemarilah kamu!"
Dari pintu yang menghubungkan ruangan itu dengan ruang
belakang keluarlah seorang gadis.
?Ha, ha, ha, .. Sariwati. Kiranya kamu sudah sebesar ini.
Kemarilah, nak. Aku ingin berbicara denganmu", Terdengar Resi
Candrakusuma berkata.
Anggara memandang kearah gadis itu. Tiba-tiba perasaan aneh
Wesi Adji Belambangan Karya Hartanto Ps di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menguasai dirinya. Perasaan demikian ini belum pernah dialaminya.
Darah didalam tubuhnya serasa lebih cepat mengalir. Jantungnya serasa
berdenyut lebih keras. Pada pandangan matanya gadis itu sangat cantik
jelita. Kulitnya kuning langsat, matanya bersinar dengan cemerlang,
hidungnya yang mancung dan bibirnya bak delima merekah. Lesung pipit
yang menghias di pipinya menambah kemanisannya.
Anggara tidak berani memandang wajah gadis itu lebih lama lagi. la
segera mengalihkan pandangan pada Krepa. Dilihatnya Resi Mandraguna
sedang mengurut-urut dada Krepa. Setelah cukup lama memijit-mijit, ia
pergi keruang belakang. Ia keluar dengan membawa sebuah bungkusan.
?Sariwati, masaklah jamu ini-. Sariwati mengiakan. Diterimanya
bungkusan itu dari tangan ayahnya. Kemudian pergilah ia kebelakang. Ia
kembali dengan membawa sebuah cangkir yang telah dimasak dengan air
panas. Diberikan cangkir itu pada ayahnya. Resi Mandraguna menyuruh
Anggara untuk membantu Krepa minum jamu itu apabila Krepa telah
sadar.
Sementara itu Resi Candrakusuma mohon diri pada Resi
Mandraguna untuk melanjutkan perjalanannya. Tak lupa ia meminta
pertolongan Resi Mandraguna, untuk merawat Krepa hingga sembuh. Resi
Mandraguna menyanggupinya, Anggara tinggal untuk membantu Resi
Mandraguna mengobati adiknya.
Selang beberapa hari luka Krepa dapat disembuhkan.
Tetapi tiba-tiba terjadilah peristiwa yang tak diduga-duga.
Anggara telah jatuh hati pada Sariwati.
Pada suatu hari ketika Anggara mendapat kesempatan untuk
mengutarakan isi hatinya, ia segera menjumpai Sariwati.
Saat itu Sariwati sedang menanam sayur dikebun. Ketika dilihatnya
Anggara datang ia menyambutnya dengan senyuman, Dada Anggara
semakin berdebar.
?Sariwati, ada sesuatu yang akan kukatakan padamu".
?Katakanlah, kak".23
?Sariwati .." Anggara tak dapat melanjutkan kata-katanya. Ia
seperti terbungkam. Kata-kata yang telah dirangkaikannya seolah-olah
hilang.
?Sariwati ..Tahukah kamu betapa perasaan hatiku padamu.
Selama hidupku belum pernah aku merasakan perasaan yang seperti ini.
Sariwati . aku . aku .. mencintaimu dengan sepenuh hatiku
..".
Anggara merasa lega telah dapat mengatakan isi hatinya.
Tetapi tiba-tiba Sariwati memandangnya dengan aneh.
?Kak Anggara ..........."
?Sariwati katakanlah terus terang. Adakah kamu menerima
cintaku''.
?Kak Anggara Aku tak dapat menjawabnya".
?Mengapa tidak, Sariwati''.
Tetapi Sariwati tidak menjawab. la hanya menggelengkan kepala
dan kemudian berlari masuk kedalam rumah. Alangkah herannya Anggara
melihat tingkah laku gadis itu. Apakah ia menolak cintanya?
Malam harinya, Resi Mandraguna memanggilnya. Anggara merasa
heran. Ia menjumpai resi itu dengan penuh tanda tanya.
Ketika dilihatnya Anggara telah datang, ia menyuruhnya datang
mendekat.
?Nak Anggara ada sesuatu yang akan kukatakan padamu".
?Silahkan bapa mengatakannya".
?Nak Anggara. Sejak Sariwati dilahirkan. Aku lalu bercita-cita untuk
menjodohkannya dengan seorang pemuda yang penuh tanggung jawab.
Seorang pemuda yang gagah berani. Seorang pemuda pembela keadilan.
Kiranya permintaan saya terkabul. Seorang pemuda datang melamarnya.
Pemuda itu memenuhi syarat yang kuinginkan dan Sariwati juga
mencintainya".
Anggara berdebar-debar mendengar kata-kata resi itu
?Tetapi, nak, Tiba-tiba datanglah pemuda lainnya. Dia juga
mengutarakan maksud yang sama dengan pemuda tadi".
?Pemuda yang pertama adalah Krepa. Dan pemuda yang kedua
adalah kamu, nak".
Alangkah terkejutnya Anggara mendengar kata-kata resi itu.
?Alangkah beratnya rasa hatiku nak. Baik kamu maupun Krepa
adalah pemuda yang kuidam-idamkan. Tak kusangka keduanya datang
melamar".
?Bapa .. Kalau Krepa memang mencintai Sariwati, bapa tak
usah bingung. Dengan rela saya menyetujuinya", demikian kata Anggara
walau pada saat itu hatinya remuk redam.
?Bagus nak Anggara itulah ksatria sejati'', kata Resi Mandraguna. Ia
tahu betapa remuk perasaan hati pemuda itu.
?Namun pesanlah Sariwati supaya jangan mengatakan tentang24
maksud saya melamarnya kepada Krepa. Tidak baik jadinya kalau, dia
mengetahuinya".
?Betul, nak. Aku faham akan maksudmu''.
Malam itu juga Anggara memohon izin pada resi itu untuk
melanjutken perjalanan. Ia memesan pada Resi Mandraguna untuk
memamitkan pada Krepa.
Resi Mandraguna memahami betapa perasaan Anggara nada saat
itu. Ia menyanggupi semua kehendak Anggara. Ia melepaskan Anggara
dengan hati yang berat.
?Nak Anggara, hanya satu pesanku padamu. Janganlah kamu
berputus asa''.
?Terima kasih, bapa Mandraguna. Saya pasti akan ingat selalu
pesan bapa", jawab Anggara.
Kemudian pergilah ia. Ia pergi dengan membawa luka dihati.
Demikianlah Ki Rangga mengakhiri kisahnya. Jaka merasa kasihan
pada pendekar itu.
?Ayah, tadi ayah mengatakan bahwa kisah ini berhubungan dengan
diri ayah, Lantas apa hubungannya?" tanya Jaka.
?Jaka, kisah ini memang erat hubungannya dengan diriku, karena
.. Anggara .. yang kusebutkan dalam cerita itu adalah aku sendiri".
?Ayah, jadi Anggara .. itu . ayah .. sendiri ..".
?Betul, Jaka".
Alangkah terkejutnya mendengar perkataan ayahnya. Tak
diduganya sama sekali bahwa Anggara adalah ayahnya.
?Jaka", terdengar ayahnya berkaa, ?Orang berjanggut yang
merampas si Putih itu adalah Waja Cempani. Kuda putih itu diberikan
padaku beberapa tahun sebelum ia berguru pada Kyai Candraketu.
Mungkin dia mengira bahwa kamu telah mencuri si Putih itu dari
tanganku".
Sekali lagi Jaka terkejut.
Tetapi Ki Rangga seperti tidak menghiraukan keadaannya.
?Jaka"', demikian katanya. ?Semenjak aku bersama Krepa gagal
merobohkan Kyai Candraketu, aku menjadi berputus asa. Aku tak
mungkin membalas dendam pada Kyai Candraketu. Betapa tidak. Ia
adalah adik Candrakusuma yang tefah menolongku. Tetapi semenjak itu
aku tidak mendengar kabar beritanya lagi".
Ki Rangga berhenti sejenak. Kemudian katanya :
?Jaka, kemarin malam aku melihat bahwa permainan cambukmu
maju dengan pesat. Hal itu tidak perlu kamu herankan. Pak Samun yang
kamu katakan itu adalah saudara Resi Mandraguna. Salah satu
keistimewaan dari Pak Samun adalah kepandaian pijatnya. Kamu telah
beruntung bertemu dengannya. Tanpa kau sadari dia telah membantu
melancarkan jalan darahmu. Ini sangat besar pengaruhnya pada gerak
tubuhmu".25
?Dan sekarang aku akan mempelajarkan padamu sebuah ilmu keris
hasil ciptaanku sendiri. Ilmu keris ini mengutamakan kecepatan bergerak.
Maka mempelajarinya bukan merupakan suatu hal yang sulit bagimu.
Marilah Jaka kuajarkan ilmu itu padamu".
Sehabis berkata demikian Ki Rangga mengambil sepotong ranting
sebagai pengganti keris. Maka mulailah Ki Rangga mengajarkan ilmu
Keris ciptaannya pada Jaka.
Oleh karena Jaka telah memiliki dasar kecepatan bergerak maka
ilmu keris itu mudah difahaminya. Sejak malam itu selama berada didesa
Butuh, pekerjaan Jaka tak lain daripada berlatih Ilmu Keris ciptaan
ayahnya. Dalam beberapa hari saja Ilmu Keris itu sudah dapat
diyakinkannya.
Pada suatu hari berkatalah Jaka pada ayahnya.
?Ayah, besok pagi saya akan kembali ke Karta".
?Baik, Jaka. Jalankanlah tugasmu sebagai prajurit Mataram dengan
sebaik-baiknya".
Setelah memohon diri pada ibunya dan pada Sari. Jaka segera
berangkat ke Karta.
Dengan jatuhnya Surabaya ditangan Mataram, beban Sri Sultan
Agung masih tetap berat, Dua musuh kuat masih menantang beliau. yang
pertama adalah benteng V.O.C, di Jayakarta, yang kedua adalah Kerajaan
Belambangan.
Pada suatu hari Sultan Agung memanggil Jaka Prasetya
menghadapnya. Ketika Jaka telah menghadap berkatalah beliau :
?Jaka, aku bermaksud untuk memberikan tugas padamu. Pertama
Didaerah Timur sering timbul kekacauan yang disebabkan oleh
penyamun-penyamun yang meraja-lela disitu. Sehingga banyak rakyat
yang menderita karenanya. Maka kutugaskan padamu untuk
meringankan penderitaan Rakyat dengan jalan membasmi penyamun
penyamun itu.
Kedua Perhatikanlah gerak-gerik Belambangan. Kaau ada sesuatu
yang mencurigakan segeralah laporkan padaku''.
?Bafk, Gusti. Sayaa memohon berkah Gusti agar dapat menjalankan
tugas ini dengan sebaik-baiknya".
Setelah mendapat penjelasan lobih lanjut, Jaka segera memohon
diri untuk berangkat meninggalkan Karta.
Untuk melakukan perjalanan ini Jaka dipinjami kuda milik Sri
Amangkurat. Kuda itu berbulu hitam.
Kuda hitam itu, meskupun tidak sekuat si Putih, tetapi termasuk kuda
pilihan.
Jaka Prasetya segera mengendarai kuda itu. Dan memacunya
keluar Karta. Dia sangat gembira mendapat tugas itu. Dengan demikian
ia dapat kesempatan untuk mencari pamannya Waja Cempani dan Krepa.
Jaka menjalankan tugas yang diberikannya dengan baik.26
Disepanjang jalan, sangat banyak pertolongan Jaka yang diberikan
kepada setiap orang yang membutuhkannya Setiap kali melihat
ketidakadilan, ia selalu turun tangan. Segala kejahatan yang dijumpai
ditengah jalan diberantasnya. Banyak sarang berandal yang telah
didobraknya. Tak sedikit begal-begal yang sungsang balik karena
tendangannya dan tidak sedikit lintah darat yang memohon minta ampun
kepadanya. Jaka sengaja mengambil jalan berputar-putar. Dengan
demikian ia lebih banyak mendapat kesempatan untuk menjalankan
darma baktinya pada rakyat Mataram.
Kemudian ia menuju kegunung Kawi. la bermaksud mencari
pamannya Krepa.
Pada suatu hari, ketika dia sedang menyusuri sungai Berantas. tiba
tiba ia mendengar suara orang bertembang. Suara itu sangat merdu dan
sedap didengar ditelinga. Suara tembang itu dapat membangkitkan
semangat orang yang mendengarkannya. Suara itu sudah terang adalah
suara seorang wanita. Mendengar suara tembang itu Jaka seperti berada
ditempat yang menggembirakan.
Tanpa terasa ia turun dari punggung kudanya. Ditambatkannya
Wesi Adji Belambangan Karya Hartanto Ps di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kudanya disebuah pohon dan pergilah ia menuju kearah suara gadis yang
bertembang itu. Suara tadi ternyata datang dari sekelompok gadis yang
sedang mencuci kain disebuah anak sungai yang jernih airnya.
Oleh karena takut kalau gadis tadi berhenti bertembang, jika
melihatnya, maka Jaka bersembunyi disebuah belukar didekat sungai itu.
Gadis-gadis yang sedang mencuci kain itu berjumlah lima orang,
Diantara mereka. terdapat dua orang gadis yang paling menyolok
kecantikannya dibanding dengan ketiga gadis yang lainnya. Kulit mereka
kuning langsat. Sinar mata mereka tajam. Dilihat dari wajahnya kedua
gadis itu mungkin dua orang saudara. Yang bertembang adalah gadis
yang dalam pandangan mata Jaka adalah lebih muda dari gadis yang
satunya. Melihat gadis yang bertembang itu, Jaka menjadi terpesona.
Dadanya berdebar-debar dan jantungnya dirasa-kan berdenyut lebih
keras, Dia merasa bahwa darahnya mengalir lebih cepat.
Tiba-tiha gadis itu berhenti bertembang. Dia seperti sedang
memperhatikan sesuatu. Jaka menjadi terkejut setengah mati. Dikiranya
gadis itu mengetahui kalau sedang diperhatikannya. Tetapi rasa
terkejutnya menjadi hilang ketika diketahuinya bahwa pandangan gadis
itu tidak ditujukan kearahnya. Melainkan kearah sebuah belukar yang
letaknya lebih dekat dengan mereka.
Tak berapa lama meloncatlah seseorang dari belukar itu. Orang itu
adalah seorang pemuda yang berwajah tampan, tubuhnya kekar dan
agak besar sedikit dibandingkan dengannya. Hanya sayang ada suatu
cacat yang menyedihkan menurut pandangan Jaka. Sorot mata pemuda
itu menandakan sifatnya yang kejam.
Perhatian Jaka segera dialihkan kearah kelompok gadis itu. Kali ini27
gadis yang lebih tua dari dua orang gadis yang menarik perhatian Jaka,
tampil kedepan. Wajahnya menundjukkan kegusarannya
?Apa masudmu datang kesini", demikian gadis tadi berkata. ?Belum
puaskah kamu menggodaku lagi. Kalau adikku tahu kamu menggodaku
lagi. Dia tak akan tinanal diam. Kemarin kamu telah dihajarnya, tetapi
kini kau telah berlagak lagi. Huh dasar tak tahu malu".
Mendengar kata-kita gadis tadi, pemuda iu hanya tersenyum
senyum dan kemudian berkata .
?Candra, apakah kau kira aku betul kalah melawan adikmu.
Kemarin aku mengalah terhadapnya. Aku tak mau menyakiti hati adikmu.
Bukankah dia calon iparku".
?Cih, tak tahu malu. Orang semacammu tak mungkin mampu
mengalahkan adikku."
Mendengar kata-kata gadis itu tampaknya pemuda itu tidak marah.
Katanya:
?Candra. betapapun aku sangat cinta padamu''.
?Huh, dasar orang tak tahu malu. Lekas pergi! Kalau tidak tentu
kamu akan ditertawakan teman-temanku. Apa kau kira aku ini orang
tolol? Hanya orang yang tolollah yang mau menerima cintamu. Cerita
tentang dirimu sudah banyak dibicarakan. Bukan nama yang baik yang
kamu peroleh, tetapi nama yang busuk".
?Candra, tutup mulutmu. Berani benar kamu menghinaku
dihadapan orang sebanyak ini'.
?Siapakah yang menyuruhmu datang kemari."
Saat itu keempat gadis yang lainnya terdengar tertawa cekikikan
sambil berbisik-bisik. Merasa bahwa dialah yang ditertawakan pemuda itu
berubah mukanya.
?Diaml Apa yang kamu tertawakan. Aku tidak bicara dengan kalian.
Lekas pergi! Aku ingin berbicara berdua dengan Candra".
?Siapa yang akan kau ajak berbicara. Aku? Jangan harap akan
terkabul keinginanmu". Sarentak keempat temannya tertawa.
Dari wajahnya tampak bahwa pemuda itu sangat marah.
?Candra, kamu semakin berani menghinaku".
?Kalau kamu, tak ingin dihina segeralah pergi dari sini".
?Baik, Candra. Aku akan pergi. Tetapi sebelum pergi aku ingin
menghajar mulutmu .". Demikian kata itu selesai diucapkan, ia segera
meloncat kearah Candra. Tentu saja Candra ketakutan setengah mati.
Dan keempat temannyapun terdengar menjerit-jerit.
Tak disangka sama sekali oleh Candra, bahwa pemuda itu berani berbuat
seperti itu.
Tetapi ketika tubuh pemuda itu hampir sampai ditempat Candra
berdiri, sekonyong-konyong sesosok bayangan melesat kearah pemuda
tadi dan pandangan semua gadis yang berada disitu menjadi kabur.
Dan tahu-tahu mereka melihat pandangan yang mengejutkan. Pemuda28
yang mengganggu Candra terlihat terperosok disebuah belukar ditepi
sungai itu dan seorang pemuda lain yang bertubuh kekar dan berwajah
keren berdiri dimuka pemuda yang tidak tahu malu itu. Pemuda itu tak
lain adalah Jaka Prasetya. Jaka Prasetya yang menyaksikan peristiwa tadi
menjadi tidak tahan untuk tidak memberikan pertolongan. Untung
pertolongannya tidak terlambat datangnya. Dia meloncat kearah pemuda
pemuda itu dan dengan kecepatan yang sukar dilukiskan dipegangnya
lengan pemuda yang hendak dipergunakan untuk menampar Candra dan
dilemparkannya tubuh pemuda yang tidak sopan itu ketengah semak.
Sambil memandang pemuda itu, dia berkata dengan tandas.
?Pemuda yang tak tahu malu., Pemuda tidak sopan. Pemuda muka
tebal. Lekas enyah dari sini ." .
Tetapi tiba-tiba terdengar suana yang menggeledek dari samping
Jaka.
?Panji Jatmika, muridku. Jangan takut. Aku datang. Akan kucoba
betapa kesaktian orang yang berani menghinamu".
Jaka menoleh kearah suara itu datang. Ketika orang yang
mengeluarkan suara yang menggeledak itu terkejutlah ia. Orang itu tak
lain adalah Waja Cempani.
?Paman Waja Cempani " teriaknya.
Ketika Waja Cempani melihat pada Jaka. iapun berteriak:.
?Oh, kiranya kamulah orangnya. Tidak kusangka bahwa aku
bertemu lagi denganmu disini, pencuri kuda".
?Paman "
?Apa katamu? Paman? Siapa mau mempunyai kemenakan pencuri
kuda".
Sehabis berkata demikian Waja Cempani menerjang Jaka. Tetapi
Jaka yang sekarang lain dengan Jaka yang dulu. Ia dapat menghindar
dari terjangan Waja Cempani. Tetapi baru saja ia berhasil menghindar
dari serangan, serangan kedua datang. Serangan inipun dapat
dihindarkan. Oleh karena tidak mengira kalau akan mengalami
pertempuran, cambuknya ditinggalkan dikudanya. Maka apa yang dapat
diperbuat hanya serangan-serangan itu. Serangan Waja Cempani datang
bertubi-tubi. Dengan menggunakan kelincahannya Jaka menghindari
setiap serangan itu.
Tetapi walau bagaimapun, kepandaian Jaka belum dapat mengatasi
kepandaian Waja Cempani. Apalagi ia bertangan kosong. Maka lama
kelamaan ia kewalahan juga. Serangan-serangan pamannya semakin
gencar. Kelima gadis yang menyaksikannya merasa khawatir terhadap
keselamatan penolong Candra. Sebaliknya Panji Jatmika merasa gembira.
Dan datanglah saat yang menentukan Sebuah pukulan dari tangan
kanan Waja Cempani datang mengarah dada Jaka. Jalan satu-satunya
bagi Jaka adalah menangkisnya. Tangkisan itu berhasil, tetapi dengan tak
tersangka-sangka pukulan kedua datang. Pukulan ini datang dari tangan29
kiri Waja Campani. Yang diarahnya adalah dada bagian atas.
Tadi ketika menangkis serangan pukulan tangan kanan Waja
Cempani ia menggunakan segala kekuatan yang ada. Maka kini
menghadapi serangan pukulan Wadia Cempani. Jaka menjadi panik. Ia
menangkis dengan sekenanya. Dan .. duk . pukulan itu mengenai
sasarannya. Untunglah tangkisan Jaka mengurangi sebagian besar tenaga
pukulan lawan. Walau demikian, ia merasakan seolah-olah bumi
disekitarnya gelap dan dia sudah tidak memperhatikan serangan lawan
lapi. Tetapi sayup-sayup ia seperti mendengar suara bentakan yang keras
laksana geledek.
?Hentikan serangan!"
Namun pada saat itu. ia sudah roboh terpelanting. Dilain saat ia
saperti merasa bahunya dipegang oleh sepasang tangan yang halus.
Kemudian ia tak sadarkan diri.
Tang . Tang Tang
Demikian suara yang didengar Jaka untuk pertama kali ketika dia
mulai siuman. Suara yang demikian itu sering kali didengar Jaka. Itu
adalah suara besi ditempa yang sering didengarnya ditempat kediaman
para empu.
?Mengapa aku ada disini", demikian pikirnya. Ia membuka mata.
Kemudian ia akan bangkit berdiri. Tetapi rasa sakit dibadannya
mencegahnya. Pada waktu itu pintu dari kamar tempat ia berbaring
dibuka orang. Ketika orang yang membuka pintu itu masuk, ia segera
ingat kejadian yang baru dialaminya. Ia ingat bahwa yang membuka
pintu itu adalah salah seorang gadis yang dihumpainya ditepi sungai itu.
Gadis itu adalah gadis yang akan ditampar oleh Panji Jatmika murid Waja
Cempani.
Ketika dilihat oleh gadis itu, bahwa Jaka telah tersadar berkatalah
ia:
?Raden, menurut kata ayah luka raden tidaklah ringan. Maka ayah
menasehatkan agar raden jangan banyak bergerak dulu. Dan tak lupa
ayah mengucapkan banyak terima kasih atas pertolongan yang diberikan
pada saya".
Jaka sangat terpesona mendengar nada suara yang empuk itu. ia
ingin mengatakan sesuatu, tetapi suara yang dikeluankan sangat lemah.
Melihat bibir Jaka bergerak-gerak gadis itu segera berkata :
?Raden. saya harap jangan berbicara dulu. Hal ini sangat tidak baik
bagi kesehatan raden".
?Bambang", tiba-tiba ia berteriak.
Dari luar terdengar suaara jawaban.
?Apakah kak Candra memanggil saya?"
?Betul, Bambang. Lekas ambilkan makanan dan minuman yang
telah kusediakan untuk raden ini".30
Terdengar jawab mengiakan.
Tak berapa lama kemudian, pintu dari kamar itu kembali dibuka
orang dan terlihat seorang pemuda masuk kedalam kamar. Agaknya
pemuda inilah yang bernama Bambang. Pemuda itu tak begitu tinggi,
badannya sangat kekar. Wajahnya masih kekanak-kanakan. Jaka hanya
dapat menyambutnya dengan senyuman.
?Kak Candra, makanan itu kusuruh Dewi yang mengambilnya".
Baru saja Bambang berhenti berkata, terdengar pintu terbuka lagi
dan masuklah seorang gadis dengan baki ditangannya. Gadis itu adalah
gadis yang bertembang ditepi sungai kemarin. Ketika gadis itu
memandang arah Jaka bertemulah pandangan matannya dengan
pandangan mata Jaka. Gadis itu tampak tersipu-sipu. Pipinya menjadi
kemerah-merahan. Ia segera berjalan kedekat meja dan diletakkannya
baki yang berisi piring dan cangkir itu.
?Dewi'', terdengar Candra berkata. ?Kemarin ayah berkata bahwa
dia akan membuat ramuan jamu itu sudah tersedia. Dan jangan lupa
katakan pada ayah bahwa raden ini telah siuman".
Dewi mematuhi suruhan kakaknya. Dia segera meninggalkan kamar
itu.
Oleh karena Jaka belum dapat bangkit. maka Candra menyuruh
Bambang untuk membantu melayani Jaka makan dan minum. Tak berapa
lama Dewi datang dengan membawa sebuah cangkir. Isi cangkir itu
adalah jamu yang disebut oleh Candra tadi.
?Kak Cndra. inilah ramuan jamu yang dikatakan oleh ayah kemarin.
Wesi Adji Belambangan Karya Hartanto Ps di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pesan ayah sehabis minum jamu ini raden itu sebaiknya tidur saja'',
demikian Dewi menyampaikan pesan ayahnya.
Demikianlah sehabis makan dan minum Jaka meminum habis jamu
yang disediakan dan setelah itu dia terlena.
Entah berapa lama ia terlena Ketika dia siuman lagi ia mendengar
suara burung berkicau. Cahaya matahari menerobos sela-sela dinding
yang dibuat dari bambu.
Dirasakannya badannya telah jauh terlebih segar. Dicobanya untuk
bangkit. Meskipun dadanya masih agak sesak, tetapi sakitnya sudah
banyak berkurang dan ia dapat bangkit.
Pada saat itu pintu dibuka orang dan terlihat Bambang masuk
kedalam kamar. Demi dilihatnya Jaka telah duduk berkatalah ia sambil
tertawa.
?Oh Kiranya raden telah bangun. Sudah dua kali saya
menengok, tetapi kiranya raden masih tidur....."
?Adik, janganlah memanggil ?raden" padaku. Panggillah kakak
padaku. Namaku Jaka Prasetya. Panggillah Kak Jaka padaku''.
?Amboi. Kiranya raden .. oh . kakak adalah kak Jaka Prasetya.
Nama itu sudah lama kudengar, bahkan sangat kukagumi''.
Sementrra itu Candra dan Dewi juga masuk kedalam kamar itu.31
?Kak Candra, kiranya orang yang telah menolongmu itu adalah
kakak Jaka Prasetya".
?Betulkah katamu itu, Bambang."
?Hai, kak Bambang. Berani benar kamu memanggil ?kakak''
padanya", sela Dewi.
?Kak Jakalah yang menyuruhnya. Dia tak mau di-panggil ?raden".
Betulkah begitu, kak Jaka".
?Betull, Bambang".
?Nah. Sekarang kuperkenalkan pada Kak Jaka namna lengkap
saudara-saudaraku. Ini kakakku Candrawati"' katanya sambil menunjuk
pada Candra dan sambil merunjuk pada Dewi ia berkata ?Dan ini adalah
Dewiningsih. Saya sendiri adalah Bambang Suteja".
?Adik Candra, Bambang dan Dewi. Alangkah berhutang budiku
padak kamu sekalian yang telah merawat-dengan penuh perhatian", kata
Jaka Prasetya.
?Sayalah yang harus berterima kasih, kak'', demikian kata Candra.
?Kalau kakak tidak menolongku, entah bagaimana dengan diriku".
Demikianlah dalam sesaat saja suasana menjadi meriah. Ketiga
orang saudara itu ternyata sangat ramah. Terutama Bambang yang
paling banyak mulut. Dalam kesempatan ini Jaka bertanya pada mereka
tentang akhir dari peristiwa ditepi sungai itu.
Ternyata pada saat yang sangat berbahaya bagi diri Jaka datanglah
pertolongan dari ayah Candra. Dialah yang menyuruh Waja Cempani
menghentikan serangan.
Tiba-tiba pintu kamar dibuka orang dan masuklah seseorang
kedalam kamar. Orang itu sudah setengah umur. Menurut pandangan
Jaka, orang itu setarap dengan usia ayahnya. Tanda-tanda kegagahan
dimasa mudanya masih dimiliki olehnya.
?Kak Jaka'', kata Bambang. Dia adalah ayah".
Orang itu memandang Jaka dari kaki hingga keujung rambut.
?Paman, terimalah hormatku". Demikian kata Jaka pada orang itu.
Tetapi orang itu diam saja. Ia terus memandang Jaka. Tentu saja Jaka
amat heran. Tiba-tiba seperti ada kekuatan gaib yang menariknya. Jaka
juga memandang orang tua itu.
?Jaka, dari mana kamu peroleh keris itu'', kata orang itu dengan
menunjuk pada keris yang terselip dipinggang Jaka.
?Keris ini adalah pemberian ayah".
?Kenalkah kamu pada Anggara?"
?Anggara adalah ayah saya, paman".
Disaat itu Jaka sedang memandang ketelinga orang tua itu.
Alangkah terkejutnya Jaka demi memandang ketelinga itu. Ditelinga
orang itu ada tohnya. (toh = noda hitam pada kulit).
?Adakah, paman pernah mengenal ayah".
?Anggara adalah saudara seperguruanku".32
?Jadi . kalau begitu . paman "
?Saya adalah Krepa".
Sukarlah dilukiskan perasaan apakah yang berkecamuk dalam diri
Jaka Prasetya pada waktu itu. Perasaan gembira bercampur dengan rasa
haru menjadi satu.33
Orang yang dicarinya selama berhari-hari dengan tanpa hasil dapat
dijumpai dengan secara tak diduga-duga.
Tanpa menghiraukan rasa sakit yang sedang dideritanya Jaka
bangkit berdiri dan memeluk pamannya.
?Paman, telah lama kemenakamnu mencari-cari paman. Kiranya
Tuhan memperkenankan kita bertemu. Paman ayah sangat rindu
padamu".
?Jaka, tidak kecewalah kakak Anggara mempunyai putera seperti
kamu". Sang paman berkata sambil menepuk-nepuk bahu
kemenakannya. Meskipun Anggara dan Krepa bukan saudara kandung
tetapi hubungan mereka sudah seperti saudara kandung. Sayang bahwa
cinta telah memutuskan hubungan mereka.
Candra, Bambang dan Dewi yang memperhatikan adegan itu hanya
terlongong-longong.
?Ayah! Kak Jaka! Apa apaan ini. Bukankah kamu berdua sedang
bergembira. Mari bagi kegembiraan itu pada kami". Bambang berkata
sambil tertawa. Mendengar kata-kata Bambang itu. keduanya berhenti
berpelukan.
?Tidak Bambang kegembiraan ini tidak kami borong sendiri. Paman
Krepa katakanlah padanya siapakah saya". demikian kata Jaka.
?Bambang, ketahuilah. Dia adalah putra kak Anggara. Masih
ingatkah kamu siapa kak Anggara itu".
?Ai, kiranya bulan telah jatuh dirumah kami. Tentu. tentu tentu
saya masih ingat cerita ayah tentang uwa Anggara. Maha besarlah Tuhan
yang telah mempertemukan kita", kata Bambang dengan gembira.
Adapun Candra dan Dewi tidak kurang gembira. Tak disangkanya
sama sekali bahwa orang yang telah menolongnya adalah putera seorang
pendekar besar. Nama Anggara yang selalu didengung dengungkan oleh
ayahnya kepada mereka sebagai seorang pendekar besar sangat
berkesan dihati mereka. Kini putera pendekar besar berada dirumah
mereka
?Jaka". terdengar Krepa berkata. ?Sebetulnya kedatanganmu kesini
merupakan suatu hal yang sangat kebetulan".
?Akhir-akhir ini saya merasakan adanya sesuatu yang tidak beres
didesa ini. Bantuanmu sangat kuperlukan dalam hal ini".
Pernyataan Krepa itu tidak hanya mengejutkan Jaka Prasetya tetapi
juga Candra dan saudara-saudaranya.
?Apa gerangan yang terjadi, paman".
?Hari ini aku belum dapat mengatakannya. Nanti setelah
kesehatanmu pulih kembali akan kukatakan hal itu padamu. Kulihat
badanmu sudah tidak pucat lagi. Saya kira besok lusa kesehatanmu akan
pulih kembali dan sudah dapat mulai berlatih silat lagi. Berlatihlah
bersama-sama dengan adikmu Bambang. Dan kuberi padamu ramuan
jamu untuk memulihkan kesehatanmu. Suruhlah Dewi menjerang air34
untuk menggodok jamu ini. Nah, kerjakanlah perintahku. Aku akan
menlanjutkan pekerjaanku". Setelah berkata demikian Krepa
menyerahkan sebuah bungkusan pada Dewi dan kemudian pergi
meninggalkan mereka.
?Bambang., apakah sebetulnya pekerjaan paman Krepa".
?Didesa ini ayah bekerja sebagai empu. Ayah dikenal dengan nama
Empu Krepa".
Sementara itu Dewi segera mengerjakan apa yang dperintahkan
ayahnya. Untuk itu Dewi pergi kedapur.
?Kak Jaka", tiba-tiba Candra berkata. ?Turutilah, perintah ayah tadi.
Saya akan pergi kesungai dulu untuk mencuci kain".
?Kak akupun juga akan pergi kehutan untuk berburu", kata
Bambang sambil mengikuti kakaknya yang melangkah pergi. ?Biarlah
Dewi yang melayanimu"
Tak berapa lama Dewi telah kembali dari dapur dengan membawa
sebuah cangkir.
?Kak Jaka ramuan jamu pemberian ayah tadi. Setelah meminumnya
turutilah perintah ayah tadi". Pada waktu Dewi menyerahkan cangkir itu
dia memandang pada Jaka. Tak disangkanya Jaka pun memandangnya.
Seketika dua pasang mata bertemu pandang dan terlihat oleh Jaka
betapa pipi gadis itu kemerah-merahan. Jaka segera menerima cangkir
itu. la merasakan cangkir itu agak bergetar. Sehabis menyerahkan
cangkir itu pada Jaka, Dewi segera memalingkan mukanya sambil berkata
:
?Kak Jaka, izinkanlah saya pergi kedapur untuk menyiapkan
makanan untuk siang nanti". Tanpa menanti jawaban Jaka, ia segera
pergi meninggalkan Jaka seorang diri.
Kini tingggalah dikamar itu Jaka termenung seorang diri. Disaat itu
kembali terbayang peristiwa tadi. Kenapakah ketika menyerahkan cangkir
kepadanya tangan Dewi agak bergetar. Dan kenapakah setiap kali ia
melihat Dewi darahnya seperti bertambah cepat menimpanya. Dan kini
Dewi telah pergi meninggalkannya. Dia merasakan kesunyian amat
sangat dikamar itu. Dan dia sangat ingin untuk berjumpa lagi dengan
Dewi. Kenapakah begitu ?
Tetapi tiba-tiba dirasakan tangannya yang memegang cangkir itu
terasa panas. Maka tahulah ia kalau tadi ia sedang melamun. Jamu
pemberian Empu Krepa tadi segera diminumnya. Sehabis meminum jamu
itu Jaka segera membaringkan diri. Agak lama ia tidak dapat
memicingkan mata. Bayangan wajah Dewi selalu terpeta dimatanya
terutama senyumnya yang sangat menawan hatinya. Tetapi ketika
diingatnya pesan pamannya tadi yaitu supaya dia lekas tidur sehabis
meminum jamu itu demi pemulihan kesehatannya tertidurlah ia.
Betul juga kata Empu Krepa. Dua hari kemudian kesehatan Jaka
Prasetva telah pulih seperti sediakala. Tetapi dengan sembuhnya dari35
luka-luka yang dideritanya penyakit baru timbul.
Penyakit semacam ini memang sudah sewajarnya timbul pada
pemuda-pemuda seusia Jaka. Selama dua hari Jaka selalu dilayani oleh
Dewi: Kesempatan tidak dibiarkan lalu begitu saja. Selama itu Jaka selalu
mengajak Dewi bercakap-cakap. Mereka saling berceritera tentang
pengalamannya masing-masing.
Dewi sangat senang mendengar ceritera Jaka tentang
pengalamannya sebagai pendekar. Dan dari Dewi, Jaka mengetahui
keadaan rumah tangga Dewi sehari-hari. Ketika Jaka menanyakan pada
Dewi tentang ibunya, Dewi tampak mencucurkan air mata. Dikatakan
oleh Dewi bahwa ibunya sudah tiada lagi didunia. Bahkan dia tidak
berkesepatan melihat wajah ibunya.
Alangkah terkejutnya Jaka mendengar kisah itu. Saat itu teringatlah
ia akan ayahnya. Dan terbayang di matanya wajah sang ayah yang selalu
muram. Kemuraman yang disebabkan patah hati. Dan sekarang wanita
yang menyebabkan ayahnija patah hati itu telah tiada lagi. Tetapi ia
lekas-lekas menghentikan lamunannya. karena takut kalau dicurigai
Dewi.
Mereka segera melanjutkan percakapan. Dari Dewi tahulah Jaka
bahwa Candra telah dipertunangkan dengan seorang pemuda bernama
Kartika.
Demikianlah selama dua hari itu pergaulan antara Dewi dengan
Jaka kian rapat. Selama dua hari itu pula perasaan aneh dalam diri Jaka
terhadap Dewi semakin menghebat. Diwaktu perasaan demikian itu
Wesi Adji Belambangan Karya Hartanto Ps di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berkobar Jaka bertanya dalam hatinya apakah gerangan perasaan yang
berkecamuk dalam hatinya itu. Mengapa jika ia bertemu dengan Dewi
jantungnya berdebar-debar. Dan mengapa jika tidak berjumpa dengan
Dewi sesaat saja perasaannya seperti tersiksa?
Walaupun perhatian Jaka sebaglian besar dicurahkan pada Dewi
namun terhadap Candra dan Bambang tidaklah berkurang keramahannya.
Pada hari yang ketiga ,ketika dirasakannya bahwa kesehatannya
telah pulih seperti sedia kala maka ketika Bambang datang kekamarnya
maka ia segera mengutarakan maksudnya. Kak Jaka, ayah mengatakan
padaku agar supaya kita berdua berlatih bersama. Dengan demikian kita
dapat saling tukar menukar pengalaman".
Mendengar perkataan Jaka wajah Bambang nampak riang
?Dan kapan ,kita mulai".
?Bagaimana kita mulai sekarang".
Ajakan Jaka itu menyebabkan kegembiraan Bambang bertambah
tambah. Telah lama ia menginginkan hal itu dan kini keinginannya akan
terlaksana. Bambang segera mengajak Jaka menuju kelapangan dimana
dia sering berlatih. Lapangan itu tiada berapa jauh letaknya dari rumah
Empu Krepa.
Sesampai dilapangan itu Bambang dan Jaka segera saling menjajal36
kepandaian. Ternyata kepandaian Bambang cukup ampuh juga tetapi
sudah barang tentu bukan tandingan Jaka. Dan oleh karena Jaka telah
berjanji akan memberi bimbingan pada Bambang. ia pun segera
melaksanakannya. Bambang pun tidak malu-malu menanyakan pada Jaka
terhadap kekurangannya. Sehingga dengan demikian kepandaian
Bambang dalam sehari saja sudah maju dengan pesat.
Tengah mereka berlatih datanglah Empu Krepa kelapangan itu
bersama dengan dua orang laki-laki usia pertengahan.
?Jaka, mari kuperkenalkan kamu dengan dua orang pembantuku
yang setia. Mereka adalah Suta dan Naya".
Demikian kata Empu Krepa sambil menunjuk pada kedua orang itu.
Jaka mendekati kedua orang itu dan mengajak bersalaman. Suta
dan Nayapun menyambut salam Jaka dengan hangat.
?Jaka maksudku mengajak mereka kemari adalah agar mereka
dapat ikut serta berlatih dengan kamu dan Bambang". Kata Empu Krepa
selanjutnya.
?Sudah barang tentu hal ini sangat menggembirakan hati saya
paman". Jaka menjawab dengan wajah yang riang.
Dalam beberapa hal ia sangat membutuhkan bimbinganmu, tetapi
kepandaiannya memanah lumayan juga".
Setelah berhenti sejenak Empu Krepa menyambung bicaranya:
Selain itu aku ingin mencoba kepandaianmu Jaka. Dahulu kak
Anggara sangat terkenal dengan kepandaiannya memainkan cambuk.
?Kepandaian saya bukan tandingan ayah . Sebetulnya sangat
memalukan apabila hal ini dipertunjukkan disini", kata Jaka merendah.
?Jaka", Tiba-tiba Empu Krepa berkata dengan keras. ?Dalam hal ini
kamu tidak boleh sungkan-sungkan lagi padaku. Peristiwa yang akan kita
hadapi tidak boleh dipandang ringan. Kamu harus berlatih dengan
sungguh-sungguh. Nah marilah kita mulai".
?Kalau begitu silahkan paman menyerang dulu", kata Jaka sambil
mempersiapkan cambuknya.
Dengan cepat Empu Krepa mempersiapkan kerisnya dan dengan
cepat pula ditusukkannya keris itu kedada Jaka. Tetapi gerak cambuk
Jaka tidak kurang cepatnya. Pergelangan tangan Empu Krepa yang
memegang keris terancam. Melihat datangnya bahaya dari cambuk Jaka
dengan cepat Empu Krepa merubah serangannya. Kali ini yang diarah
perut Jaka. Namun Jaka sudah bersiaga. Cambuknya segera mengikuti
arah bergeraknya pergelangan tangan pamannya.
Dalam beberapa saat saja pertempuran antara Empu Krepa dengan
Jaka berlangsung dengan serunya. Serangan keris dari Empu Krepa yang
datang bertubi-tubi dibalas dengan serangan cambuk yang tidak kurang
tangkas.
Seluruh lapangan itu seolah-olah djgetarkan oleh bunyi cambuk
Jaka. Serangan keris Empu Krepa dapat diumpamakan bagaikan hujan37
lebat sedang permainan cambuk Jaka laksana petir yang menyambar
nyambar.
Tiba-tiba Empu Krepa memperlambat serangannya. Jaka merasa
heran, tetapi demi cambuknya akan mengarah pada pergelangan tangan
Empu Krepa seakan-akan terhalang oleh sesuatu kekuatan yang tidak
nampak.
Maka tahulah Jaka bahwa sang paman akan menjajal kesaktiannya.
Dengan segera Jaka merobah serangan cambuknya. Cambuknya
digerakkan dengan cepat, dengan menggunakan tenaga batin didikan
ayahnya. Kekuatan gaib yang menyelubungi tangan pamannya dapat
ditembusnya. Walaupun demikian oleh karena tertahan oleh tenaga gaip
dari sang paman maka serangan cambuk itu tidak dapat mengenai
sasaran. Namun hal ini sudah mengejutkan Empu Krepa karena kurang
serambut saja pergelangan tangannya akan terserempet oleh cambuk
Jaka.
Empu Krepa segera menambah tenaganya. Serangannya
dipercepat. Jaka merasakan suatu tekanan yang maha dahsyat. Meskipun
demikian ia tidak menyerah bulat-bulat. Cambuknya segera diputar
dengan cepat untuk melindungi tubuhnya. Dengan segala kekuatan yang
ada Jaka menangkis serangan pamannya. Kemudian ia meloncat keatas.
Dari atas ia melanjutkan serangannya mengancam bahu sang paman.
Dan ketika kakinya menginjak tanah ia merobah serangannya kearah kaki
pamannya.
Empu Krepa tidak menyangka kalau akan mendapat serangan
cambuk Jaka ia juga melihat Jaka meloncat keatas dan dari atas
menyerang bahunya. Serangan ini dapat dihindarkan dengan berjongkok.
Tetapi sungguh tak dikira sama sekali bahwa serangan itu tidak
diteruskan melainkan diarahkan kekakinya. Padahal ia sedang
berjongkok, hingga sulit untuk menghindar. Walaupun demikian ia bukan
Empu Krepa jika tidak dapat menghindari serangan Jaka. Dalam keadaan
berjongkok ia meloncat kebelakang. Setelah berdiri ia segera berkata :
?Cukup Jaka, kepandaianmu menggunakan cambuk sudah dapat
menyamai ayahmu. Bahkan ada kelebihannya yaitu kecepatan gerakmu,
tetapi ada pula kekurangannya yaitu tenaga seranganmu kurang kuat.
Namun sudah cukuplah ini untuk menghadapi musuh-musuh kita nanti.
Nah sekarang lanjutkanlah latihanmu''. Sehabis berkata begitu Empu
Krepa segera meninggalkan Jaka dengan teman-temannya.
?Kak Jaka kepandaianmu ternyata setarap dengan kepandaian ayah
" Kata Bambang sepeninggal ayahnya.
?Mana mungkin, Bambang''. Walaupun berkata demikian ia merasa
gembira juga dapat mengimbangi pamannya yang pernah menggetarkan
bumi Mataram.
Begitulah Jaka, Bambang, Suta dan Naya segera melanjutkan
latihan mereka dan baru berhenti berlatih ketika Dewi datang memanggil38
mereka untuk makan siang.
Dari hari mereka makin giat berlatih. Bahkan Candra dan Dewi juga
turut berlatih, Candra berlatih memanah, sedangkan Dewi mempergiat
berlatih cambuk. Disamping itu tidak lupa Empu Krepa menilik mereka
yang sedang berlatih.
Ketika Empu Krepa menyaksikan ilmu keris ciptaan Anggara yang
dipertunjukkan oleh Jaka ia merasa takjub. Maka ia membantu Jaka
untuk memperbaiki kekurangan dari ilmu keris itu. Sehingga Jaka
mengalami kemajuan yang pesat.
Selama berlatih Jaka selalu bertanya dalam hatinya. Kenapakah
Empu Krepa menyuruhnya untuk berlatih dengan hiat? Peristiwa apa yang
akan menimpa desa ihi? Apakah Kyai Candraketu akan mendatangi desa
itu disebabkan pengaduan Panji Jatmika? Walau pertanyaan itu belum
terjawab, namun Jaka terus berlatih dengan giat.
Selama itu pula perhubungan antara Jaka dengan Dewi semakin
rapat. Pada suatu hari ketika Jaka mendapat kesempatan untuk berbicara
dengan Dewi berdua iapun mengutarakan perasaan dalam hatinya. Ia
yakin bahwa apa yang berkecamuk dalam dadanya terhadapDewi itu tak
lain dan tak bukan adalah perasaan cinta pada gadis itu.
Pagi ityu kedua orang muda-mudi itu berjalan2 ditepi sebuah
sungai. Dibawah sebuah pohon yang rindang duduklah merela melepas
lelah.
?Dewi ". Demikian kata Jaka membuka percakapan.
Dewi memandang kearah Jaka. Pandangan matanya bertemu
dengan pandangan mata Jaka yang bersinar aneh.
?Bagaimana pendapatmu tentang dua ekor kupu-kupu yang sedang
terbang itu?" Jaka melanjutkan pembicaraannya sambil menunjuk
sepasang kupu-kupu yang sedang beterbangan. Dewi menoleh kearah
yang ditundjuk oleh Jaka.
?Ah kak Jaka, bagi mereka seakan-akan dunia ini hanya milik
mereka berdua .." Demikian jawab Dewi.
?Dewi " Sekali lagi terdengar Jaka berkata, tetapi hanya kata
itu yang terdengar. Kerongkongannya serasa tersumbat untuk
melanjutkan pembcaraannya.
Ketika Dewi menoleh kearah Jaka sekali lagi pandangan matanya
terbentur pada pandangan mata Jaka yang aneh. Kali ini Dewi
menundukkan kepala. Tak berani beradu pandang dengan pemuda itu.
Disaat itu dirasakannya seolah-olah darahnya bertambah cepat
mengalirnya.
Tiba-tiba didengarnya Jaka berkata :
?Dewi. Tahukah engkau perasaan apakah yang tersembunyi dalam
dadaku. Apabila aku berhadapan dengan engkau sendirian seperti ini aku
merasa sangat gembira. Dan seperti halnya dua ekor kupu-kupu tadi
disaat seperti ini, kurasakan bahwa dunia imi seperti aku sendiri yang39
punya".
Dewi hanya diam ketika mendengar semua dikatakan oleh Jaka.
?Dewi. Baiklah aku berterus terang padamu. Apakah engkau
mempunyai perasaan demikian terhadapku?
Sesungguhnya Dewi juga menanti kata-kata yang demikan itu dari
Jaka. Meskipun benar ia mempunyai perasaan demikian terhadap Jaka,
tetapi diingat bahwa perkenalannya dengan Jaka baru berlangsung
beberapa minggu tidak selayaknya ia mengutarakan perasaannya itu.
Walaupun demikian ia memberi jawaban pula.
?Kak Jaka. bila kamu menanyakan hal itu padaku maafkanlah kak
tak dapat aku memberi jawaban pada saat ini. Tetapi dari sinar mataku
kau akan tahu betapa perasaanku padamu".
Mendengar jawab yang demikian itu kegembiraan Jaka tiada
terkira. Dipegangnya kedua iengan Dewi seakan-akan tiada dilepaskan
lagi.
Peristiwa itu memberi dorongan yang tidak kecil pada Jaka. Ia
semakin giat berlatih.
Tetapi sementara itu ia melihat Candra tampak bersusah hati.
Bahkan pada hari yang akhir-akhir ini tampak selalu termenung.
Sekonyong-konyong ingatlah Jaka akan sesuatu. Ketika ia berjumpa
dengan Bambang berkatalah ia
?Bambang. Bukankah kamu belum memperkenalkan aku pada
tunangan Candra.
Mula-mula Bambang diam tiada mengucapkan sepatah katapun,
tetapi akhirnya berkatalah ia :
?Itulah yang akan kubicarakan dengan kak Jaka".
Bambang diam sejenak kemudian lanjutnya. ?Adakah pada akhir
akhir ini? Pada waktu aku akan memperkenalkan kak Kartika tunangan
kak Candra pada kak Jaka kudapati rumahnya terkunci. Kucari dia
Wesi Adji Belambangan Karya Hartanto Ps di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kemana mana tetapi tak kujumpainya. Mlula mula aku mengira bahwa
kepergiannya tidak lama. tetapi hingga kini tak muncul-muncul. Tentu
saja kak Candra menjadi khawatir, jangan2 Kartika dicelakakan oleh Panji
Jatmika. Padahal kepandaian kak Kartika tidak seberapa. Ia hanya
memiliki kepandaian yang cukup ampuh dipergunakan berburu. Oleh
karena itu apabila menghadapi Panji Jatmika akan celakalah kak Kartika.
Itulah yang menyebabkan kak Candra bersedih hati".
Mendengar jawab Bambang timbullah rasa heran pada diri Jaka.
Sejak ia datang didesa itu ia selalu menjumpai keanehan. Dan dalam hal
kepergian Kartika inipun ia yakin akan adanya sesuatu hal yang
tersembunyi. Jaka merasa heran bahwa ia merisa tertarik akan orang
yang belum pernah dikenalnya itu. Apakah gerangan sebabnya?
Pada suatu sore Empu Krepa memanggil mereka berempat. Dengan
wajah yang diliputi kesedihan Empu Krepa berkata:
?Jaka, Candra, Bambang dan Dewi. Telah hampir sebulan aku40
membiarkan pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam hatimu tentang
peristiwa apa yang akan terjadi didesa ini. Aku membiarkan pertanyaan
itu tak terjawab. Kini tibalah saat aku memberi tahukan hal itu padamu''.
Empu Krepa berhenti sebentar.
?Anak-anak. Ketahuilah olehmu. Rumah ini sudah tidak aman lagi
bagi kita. Aku sudah melihat bahwa ada beberapa orang musuhku
memata-matai rumah kita ini. Kalau mereka telah berhasil
mendatangikan kawan2nya maka celakalah kita. Sebetulnya sudah lama
aku mencurigakan hal ini, tetapi baru hari ini aku mendapat kepastian".
Sekali lagi Empu Krepa berhenti bicara. Dari raut mukanya tampak
kesedihan yang membayang. Berkali-kali ia terlihat menghela nafas. Tiba
tiba ia memandang keempat orang muda-mudi dihadapannya. Dan
kemudian berkata :
Oleh karena itu rumah ini terpaksa harus kita tinggalkan".
Mendengar perkataan itu terkejutlah keempat orang muda-mudi itu.
Ayah mengapa kita harus meninggalkan rumah ini. Tidak ada jalan
lain yang lebih baik" kata Dewi sambil menangis terisak-isak.
?Betul ayah'', demikian Bambang menyambung. ?Kita dapat
mengusir musuh-musuh ayah''.
?Bambang. Kamu jangan memandang rendah musuh-musuh saya.
Memang kepandaian musuh-musuh saya tidak seberapa. Tetapi
kekebalan mereka amat mengesalkan. Coba tunjukkan bagaimana
menghadapi tiga puluh orang prajurit Belambangan".
?Perajurit Belambangan?" Desis Bambang dan Jaka hampir
bcrsama.
?Betul. Mereka adalah prajurit Belambangan. Pada saat ini
pemimpinnya belum datang, mereka tidak berani bergerak sembarangan.
Maka lekas-lekaslah kamu se-kalian ber-siap2. Candra bungkuslah
sekedar bekal makanan. Dewi bantulah kakakmu. Jaka dan Bambang
siapkanlah kudamu masing-masing. Tadi Suta dan Naya telah kusuruh
mempersiapkan kudaku dan kuda mereka. Kita berangkat malam ini
juga-.
?Malam ini". Bambang menegaskan.
?Ya. Malam ini juga". Jawab ayahnya dengan tegas. Turutlah
nasehatku sebelum musuh keburu bergerak. Jangan membuang waktu
untuk bermenung. Lekas kerjakan perintahku", Kata Empu Krepa dengan
suara keras.
Mendengar perintah itu mereka tak berani membantah. Tetapi
ketika mereka akan meninggalkan Empu Krepa terdengar Empu Krepa
berseru.
?Jaka sehabis mempersiapkan perbekalanmu lekas-lekaslah datang
kemari. Ada sesuatu soal yang akan kubicarakan padamu". Demikian kata
Empu Krepa pada Jaka ketika pemuda itu akan melangkahkan kakinya
untuk mengerjakan perintah sang paman.41
Demikianlah keempat pemuda-pemudi itu mengerjakan semua
perintah sang Empu dengan penuh tanda tanya.
Dimuka belum kita jelaskan bahwa rumah tinggal Empu Krepa
terdiri atas dua buah rumah. Sebuah rumah tinggal dan sebuah rumah
dimana sang empu melakukan pekerjann sehari-hari. Dirumah yang
tersebut paling akhir inilah Empu Krepa mengutarakan maksudnya
hendak meninggalkan rumah beserta semua anak-anaknya.
Adapun ,Jaka setelah selesai mempersiapkan segala sesuatu yang
diperlukan untuk perjalanan segera bergegas-gegas mejumpai sang
paman.
?Jaka masuklah", terdengar suara Empu Krepa ketika dilihatnya
Jaka berdiri diambang pintu, Jaka segera masuk mendekati pamannya.
Tanpa membiarkkan Jaka menanti Empu Krepa berkata :
?Jaka. Sebetulnya sangat berat rasa hatiku untuk meninggalkan
rumah ini. Tetapi oleh karena tempat ini Sudah tak aman lagi bagi kami
sekeluarga, maka terpaksa harus saya tinggalkan. Desa ini dengan secara
diam-diam telah kedatangan tiga puluh prajurit Belambangan. Mereka
datang kemari dengan menyamar. Ada yang menyamar sebagai
perantau. Ada yang menyamar pedagang. Mereka mengira bahwa aku tak
mengetahuinya. Huh. Mereka terlalu memandang rendah Sebetulnya kita
tak perlu takut pada mereka, tetapi tak boleh kita abaikan. Untunglah
bahwa waktu yang lalu aku telah berhasil membuat keris dari wesi aji
yang berasal dari Belambangan. Hanya dengan keris semacam itulah,
mereka dapat dilawan. Marilah kuperlihatkan keris itu padamu".
Sambil berkata Empu Krepa berjalan mendekati almari tempat
menyimpan berbagai senjata. Diambilnya sebuah keris berikut
rangkanya. Dihunusnya keris itu untuk diperlihatkan pada Jaka.
?Inilah keris itu Jaka".
Jaka menerima keris itu dari tangan pamannya. Diperhatikannya
keris itu. Keris itu biasa saja tidak terlihat sesuatu yang menonjol.
?Jaka, Jika usaha kita untuk menyingkir itu ketahuan oleh mereka,
,maka sangatlah besar bahaya yang kita hadapi.Oleh karena itu keris ini
dapat kau pergunakan untuk melindungi adik-adikmu. Hai siapa
itu?" Tiba-tiba Emmi berteriak sambil menoleh kearah pintu jendela. Jaka
ikut mengawasi ke arah jendela. Tetapi pada saat itu dari arah pintu
muka melayang sesosok tubuh kearah Jaka dengan pesat dan dilain saat
Jaka merasa tangannya kosong. Keris yang dipegang Jaka tadi telah
berpindah tangan. Dan ketika Jaka menyadari hal itu bayangan tadi telah
kembali kearah pintu. Jaka terkesiap. Keris yang dibuat dengan susah
payah oleh pamannya kini lenyap dengan42
begitu mudah. Tentu saja Jaka tak tinggal diam. Tetapi sebelum dia
sempat bertindak terjadi perkembangan lain.
Pada saat bayangan itu akan mencapai pintu dengan tidak
disangka-sangka Bambang muncul diambang pintu.
Waktu itu keadaan sudah hampir gelap meskipun demikian secara
samar-samar Bambang melihat apa yang terjadi didalam ruangan itu. Ia
merasa belum kenal bayangan itu. Dengan tidak diperintah oleh ayahnya43
ia segera mengayunkan tinjunya kearah orang itu. Karena tidak
menyangka akan mendapat serangan, orang itu menghindar kebelakang.
Kesempatan ini tidak dibiarkan begitu saja oleh Empu Krepa. Cepat
bagaikan kilat Empu Krepa melancarkan sebuah pukulan kepunggung
orang tadi dan kearah pergelangan tangannya. Pukulan pertama dapat
dihindarkan, tetapi pukulan yang kedua tepat mengenai sasarannya. Keris
yang tadi dirampasnya terlempar kesaamping dan Jaka yang terus
memperhatikan keadaan itu segera menyambar keris yang sedang
melayang itu. Dan keris Belambangan itu kembali ketangan Jaka.
?Waja Cempani berani benar kamu berbuat seperti ini dirumahku''.
Memang orang tadi adalah Waja Cempani. Pada saat itu dengan
beringas ia sedang memandang kearah keris yang dipegang oleh Jaka.
?Bukankah keris itu kau buat untuk membunuh bapa Candraketu
kak".
?Kalau betul kamu mau apa". Jawab Empu Krepa.
?Lihatah apa yang akan aku perbuat " Sahut Waja Cempani
dan kemudian sambil menggeram ia menerjang kearah Jaka. Kedua
tangannya dikemukakannya dan setelah dekat pada Jaka dirubah menjadi
cengkeraman, untuk merebut keris yang dipegang Jaka. Tetapi kali ini
Waja Cempani ketemu batunya. Demikian cekereman Waja Cempani
datang secepat kilat Jaka menggerakkan kerisnya untuk menghindari
cengkeraman dan kemudian dan kemudian melancarkan serangan kearah
perut Waja Cempani.
Waja Cempani menangkap angin. Ketika ia sedang keheranan
serangan Jaka datang. Ia menghindar. Tetapj serangan berikutnya datang
mengarah bahunya. Ini pun dapat dihindarkan. Namun serangan Jaka
datang bertubi-bertubi dengan cepatnya.
Sementara itu Empu Krespa tidak memperhatikan keadaan Jaka
yang diperhatikan adalah jendela yang mengbadap kejalan. Tiba-tiba ia
berseru:
?Bambang suruhlah Suta dan Naya untuk bersiap-siap. Demikian
pula Candra dan Dewi."
Dengan cepat Bambang menuruti nasehat ayahnya. Sepeninggal
Bambang Empu Krepa segera memperhatikan keadaan Jaka. Saat itu
dengan sepenuh tenaga Jaka sedang melancarkan serangan-serangan
dengan ilmu keris ciptaan ayahnya. Oleh karena keris yang dipegang Jaka
itu terbuat dari wesi aji Belambangan, maka kekebalan Waja Cempani
tidak dapat dipergunakan. Dengan repot ia menghindar kesana kemari
tanpa dapat melakukan serangan balasan. Kecepatan bergerak Jaka tak
dapat diatasinya. Dan tiba-tiba .. krek .. terdengar suara kain yang
sobek. Kemudian terlihat Waja Cempani meloncat mundur dan setelah itu
meninggalkan tempat itu tanpa mengucapkan sepatah perkataanpun.
Ternyata sebagian dari kain yang dipakai Waja Cempani sobek.
Jaka agak termangu menyaksikan apa yang telah terjadi. Ia agak44
menyesal telah melakukan perbuatan itu. Walau bagaimanapun Waja
Cempani adalah bekas saudara seperguruan ayahnya.
?Bagus Jaka. Ilmu keris ciptaan ayahmu sudah dapat kamu
yakinkan dengan sempurna", Kata Empu Krepa. ?Jangan menyesali
perbuatan yang baru kau lakukan itu. Orang seperti Waja Cempani harus
diberi peringatan". Rupanya Empu Krenn mengetahui apa yang sedang
berkecamuk dalam pikiran Jaka.
Sementana itu terlihat Bambang datang dengan bergegas-gegas.
?Ayah. Si bangsat Panji Jatmika itu kiranya berani mengacau
dirumah ini. Tadi ketika aku akan mengajak kak Candra dan Dewi
bersiap-siap dari arah kamar kak Candra kudengar suara jeritan. Aku
segera datang ke kamar itu. Kulihat Panji Jatmika tampak sedang
menyeret kak Candra. Untung aku datang sebelum terlambat, Kuhajar dia
hingga pingsan dan kini kubiarkan dia terkapar disana", Demikian
Bambang melapor pada sang ayah. Dibelakang Bambang tampak Candra
dan Dewi mengikuti dengan wajah yang diliputi ketakutan.
?Dan bagaimanakah dengan Suta dan Naya. Sudah siap?"
?Sudah ayah ."
Tetapi kata Bambang diputus oleh suara terbahak-bahak.
Kesemuanya terkejut mendengar suara itu. ?
?Ha .. Ha . Ha . Krepa. Jangan kamu kira begitu mudah
melarikan diri dari prajurit Belambangan. Pekarangan ini sudah dikepung
rapat-rapat. Tak kurang dari tiga puluh prajurit Belambangan telah siap
menunggu perintahku untuk bertindak. Maka demi keselamatanmu dan
keselamatan anak-sanakmu menyerahlah".
?Apa? Menyerah? Empu Krepa sangat pantang melakukan hal itu".
Jawab Empu Krepa dan kemudian berseru ?Bambang lindungi kakakmu.
Jaka lindungilah Dewi".
Empu Krepa berlari kearah pintu pekarangan dimana menanti
seorang tinggi besar dan berwajah menakutkan.
?Santa Jaya, Menyingkirlah". Kata Empu Krepa.
Wesi Adji Belambangan Karya Hartanto Ps di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
?Empu Krepa. Menyerahlah". Jawab orang tinggi besar itu.
Empu Krepa merasa dipermainkan. Ia menjadi geram. Secepat kilat
ia meloncat kearah orang yang dipanggil dengan nama Santa Jaya
Sebuah pukulan dilancarkan kearah Santa Jaya. Santa Jaya tidak tinggal
diam. Dia menghindar dan kemudian membalas menyerang.
Jaka mengikuti pamannya. Dan seperti yang diperintahkan
pamannya ia berdiri disamping Dewi. Sementara itu terdengar derap kuda
menuju pintu pekarangan. Kiranya Suta dan Naya yang mengetahui
adanya gelagat tidak baik segera menyiapkan semua kuda yang akan
diperlukan dalam perjalanan. Kuda Jaka Prasetya tidak dilupakannya.
?Jaka, Bambang. Lekaslah meloncat kekuda, Terjanglah kepungan
musuh. Bawalah Candra dan Dewi beserta kalian. Biarlah saya beserta
Suta dan Naya melindungi kalian dari belakang".45
Jaka dan Bambang segera melaksanakan perintah Empu Krepa.
Tetapi baru saja mereka duduk diatas pelana kuda dan sedang membantu
Candra dan Dewi naik kepunggung kuda. tiba-tiba dari berbagai arah
meluncur beberapa anak panah. Meskipun anak panah-anak panah itu
dapat ditangkis oleh mereka tetapi mereka terpaksa melepaskan tangan
Candra dan Dewi.
Tiba-tiba terdengar jeritan. Dari atas pohon beringin yang berada
The Heroes Of Olympus 3 Tanda Athena Blind Date Karya Aliazalea Jodoh Rajawali 02 Misteri Topeng Merah
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama