Ceritasilat Novel Online

Banjir Darah Di Pulau Neraka 1

Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong Bagian 1



Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

0

1

BANJIR DARAH DIPULAU NERAKA

(HIAT SIE TEE GAK TO)

JILID KE I ? III (BUNDEL)

Saduran: KIAM HONG

PENERBIT :

U.P. KARYA BARU

JAKARTA

Sumber Pustaka

Juru potret / sean

Distribusi & Arsip

: : :

Aditya Indra Jaya

Awie Dermawan

Yon Setiyono

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

2

Hak penyadur dan pencetakan buku ini dipegang sepenuhnya

oleh U.P. KARYA BARU di JAKARTA jang

diperlindungi oleh. UNDANG-UNDANG

Perc. Saksama Oplag. 4000 exp.

3

Banjir Darah Di Pulau Neraka

JILID KE I

(I)

Bagian timur dari propinsi Ciatkang menghadap kelaut, disitu

terdapat beberapa teluk dan diantaranya yang terbesar adalah teluk

Hang-ciu. Disekitarnya terdapat banyak pulau kecil. Dibagian barat

teluk Hang-ciu berdiri sebuah kam-pung nelayan, kecil daerahnya

tapi cukup ramai keadaannya. Penduduk disitu semuanya adalah

nelayan, terkecuali seorang keluarga Goei Thian Co yang menuntut

hidup lain.

Menurut kabar, leluhur keluarga Goei adalah seorang jenderal

yang berjasa dalam mempertahankan kota Siang Yang dikala

melawan tentara Goan. Namun setelah keraja-an Song runtuh,

keluarga Goei lantas mengasingkan diri ketempat itu.

Goei Thian Co mempunyai seorang puteri yang bernama Goei

Piauw Hiang, usianya kala itu. baru tujuh belas tahun, sejak kecil ia

telah ditinggal mati oleh ibunya. Selama itu kedua ayah dan anak ini

hidup berbahagia, mereka selalu menyauhi keruwetan hidup.

Pada suatu pagi, penduduk didesa In Hu ini digemparkan

dengan adanya dua baris jejak aneh diatas pesisir. yang luar biasa

adalah bentuk kaki tersebut, satu sama lainnya selalu berjarak kira
kira delapan depa. Dengan begitu, kesimpulan penduduk ialah

bahwa pemilik telapak itu selalu berlompat, bukannya berjalan

seperti biasa!

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

4

Beberapa hari kemudian, dikala tengah malam, A Mao dari

keluarga Kiang yang baru berumur sepuluh tahun, mendadak

lenyap. Sedang kedua orang tuanya telah mati terbunuh! Pada

malam berikutnya, beberapa keluarga lainnya mengalami nasib

yang sama dengan keluarga Kiang itu, Rata-rata dada mereka kena

dicakar oleh benda runcing serta leher mereka ada bekas-cekekan.

Itu pulalah yang menye-babkan kematian mereka. Ada beberapa

orang diantaranya, sebelum menghembuskan napas yang terakhir

masih sempat berteriak: "Ada setan, ada hantu . tolong .!"

Namun penduduk desa-nelayan itu yang masih tebal akan

kepercayaan mereka akan tahajul, tak berani mereka datang

menolong pada malam itu juga, baru pada keesokan harinya mereka

beramai-ramai datang melongok ketempat orang yang meminta

pertolongan semalam, yang ternyata telah menjadi mayat dengan

mata melotot!

Rata-rata yang mengalami peristiwa diatas adalah orang. yang

mempunyai anak yang berumur dari tujuh sampai sepuluh tahun.

Sang anak lenyap tanpa junterungan, sedang orang tuanya mati

terbunuh!

"Hiang-jie, tahukah kau bahwa didalam beberapa hari ini

sering terjadi peristiwa orang mati dibunuh hantu?" Demikian tanya

Thian Co pada puterinya.

Sambil menganggukkan kepala Piauw Hiang menyahut: "Aku

pernah mendengarnya dari pelayan tua kita, Goei-ngo tentang hal

itu. Tapi menurut pendapatku, sipembunuh bukanlah setan
sungguhan, hanya samaran orang jahat belaka. Baik sebentar malam

kita menyelidiki keadaan untuk kemudian menempur gerombolan

orang jahat itu!"

"Kau hendak ikut membasmi kawanan mayat-hidup?

Bagaimana dengan senjata pelurumu?" Tanya sang ayah.

5

"Silakan ayah saksikan dikebun!" Kata Piauw Hiang. Habis

berkata, ia pergi kekamarnya untuk mengambil busur dan peluru

besinya. Thian Co menunggu puterinya dikebun.

Tak lama terlihat nona Goei mendatangi. Tanpa berkata ia

mulai beraksi, mulanya ia, melepaskan dua butir peluru, selagi

kedua benda tersebut masih melayang, ia bidikan dua peluru lainnya

dan tepat mengenai kedua peluru yang dilepas terdahulu. Ia tidak

berhenti sampai disitu, ia susulkan lagi membidikan keempat peluru

lainnya, kembali mengenai tepat keempat peluru yang masih

melayang. Demikianlah dengan beruntun ia melepaskan tiga puluh

dua butir peluru besi, satu sama lainnya selalu membentur

diangkasa!

"Cukup, malam ini kau boleh ikut bersamaku." Kata sang ayah.

Malam itu mereka pergi kepantai, sebab dari tempat itulah

pertama kali para nelayan nielihat jejak aneh. Mereka bersembunyi

disemak yang tumbuh diseberang pantai. Biar mereka telah

menunggu agak lama, namun mereka tidak melihat suatu

pergerakan, apalagi mayat-hidup yang dimaksud. Hal mans

membikin mereka jadi agak kesal mendadak, dari belakang mereka

terdengar suara keresekan Waktu mereka berpaling, kedua ayah dan

anak ini jadi sangat terkejut! Sebab apa yang dilihatnya ialah,

dibela-hang mereka telah berdiri empat mayat hidup!

Thian Co bersama puterinya lantas mencelat ke batu karang

yang berada diseberangnya. Sedang keempat mayat hidup tersebut,

dengan tindakan yang berat lagi kaku, perlahan-lahan menghampiri

kearah mereka. Biar tagaimana beraninya Piauw Hiang, tapi ia toh

seorang wanita yang bernyali agak kecil bila dibandingkan dengan

kaum pria, diam' ia jadi menggidik juga.

"Jangan takut Hiang-jie, keempat benda aneh ini hanyalah

samaran orang belaka!" Thian Co menasehati puterinya.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

6

Selesai berkata, ia lantas mencabut golok kepala harimaunya,

lalu dengan kecepatan luar biasa ia menerjang kesalah satu mayat
hidup dengan menggunakan gerakan Pat Pui Hong Ie (hujan badli

didelapan penjuru), diarahkan kebagian atas lawannya.

Suatu keanehan segera, terjadi, sebab biarpun nampaknya

gerakan si mayat hidup semula begitu kaku dan berat, namun begitu

diserang, dengan kegesitan luar biasa ia mengegoskan serangan

Thian Co. Malah kemudian ia balas menyerang dengan

mencengkeram!

Thian Co juga bukannya seorang yang lemah, waktu melihat

dirinya balik diserang, cepat-cepat ia melompat kesamping seraya

membarengi menabaskan goloknya kebagian bawah musuh dengan

gerakan Sin Liong Tiauw Bwee (naga sakti menukar ekor). Akan

tetapi lagi-lagi serangannya dapat diegoskan oleh si mayat hidup

dengan gerakan yang lincah sekali.

Dilain pihak Piauw Hiang telah membentangkan Yan Ceng Cap

Pwee Kun (delapan belas jurus dari ilmu pedant walet terbang),

beberapa kali ujung pedangnya mengenai sasaran, namun lawannya

ternyata kebal, badannya tak ter-makan oleh senjata tajam!

Maka terjadilah suatu pertempuran yang cukup seru serta

mengerikan, empat mayat hidup melawan dua orang manusia!

Beberapa kali Thian Co bersama putrinya berhasil menabaskan

senjatanya, namun tak membawa hasil sama sekali. Belakangan

sang ayah insyaf akan keadaan lawarmja ia segera meneriaki

puterinya: "Hiang-jie, lekas serang bagian muka serta mata mereka

dengan peluru besimu!"

Mendengar itu, Piauw Hiang cepat-cepat menggunakan gerakan

Yan Cu Coan In (Burung walet menerobos keawan), badannya

segera melayang kebatu karang yang berjarak dua, depa dari situ.

Dari mana ia lantas membentangkan busurnya dan membidikkan

7

pelurunya kemuka mayat-hidup dan tepat mengenai sasaran!

Anehnya, biar mereka kena diserang, tapi seperti tidak berasa.

Dilain pihak, sambil bertempur, Thian Co telah meneriaki

puterinya lagi: "Anak tolol, serang mata mereka!"

Piauw Hiang menurut, tanpa membuang tempo lagi ia segera

melepaskan tiga helas butir pelurunya lagi, namun tiada sebutirpun

yang mengenai sasaran yang dimaksud. Kini keempat mayat hidup

tersebut telah mengurung dan menerjang kediri Thian Co.

"Dasar tolol, jangan kau menyerang keempat arah, bidik saja

kesalah satu diantaranya!" Teriak sang ayah lagi.

Piauw Hiang seperti orang yang baru sadar, ia lantas menuruti

petunjuk tersebut, hasilnya ialah salah satu dari mayat hidup

tersebut lantas mengeluarkan teriakan yang mengerikan, serta

sembarang menerjang!

Melihat serangannya membawa hasil, Piauw Hiang jadi senang

hatinya, ia susulkan serangan berikutnya. Akan tetapi mayat hidup

yang diserang kali ini cukup sebat gerakannya, dengan

melambungkan diri, ia berhasil mengdsi lewat serangan itu. Piauw

Hiang tidak mau meraberi ketika kepada mereka, ia teruskan

serangannya dengan membidikkan kern-bali peluru besinya dengan

gencar sekali.

Begitu juga dengan Thian, ia perhebat permainan goloknya,

selalu diarahkan kebagian atas lawan'nya. Melihat gelagat kurang

begitu menguntungkan, salah satu dari mayat-hidup 'antes

mengeluarkan teriakan aneh, menyusul mana mereka lantas pada
Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melarikan diri dengan melompat.

Piauw Hiang bersama ayahnya sudah lantas mengejar, namun

kelincahan tubuh mereka kalah blia dibandingkan dengan ginkang

kawanan mayat-hidup, yang sekali lompat sudah bisa mencapai

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

8

tujuh atau delapan depa! Maka tak heran, seben-tar saja, kawanan

mayat-hidup tersebut telah lenyap dari pandangan ayah dan anak

itu. Tak ada lain jalan lagi bagi Thian Co bersama puterinya kecuali

kembali kerumah guna melakukan pengintaian pada hari

berikutnya.

Pada keesokan malamnya, mereka mengintai lagi. Biar mereka

telah menunggu sampai menjelang subuh, tapi makhluk-makhluk

yang ditunggu belum juga muncul. Untuk malam itu mereka

menanti tanpa hasil. Begitu juga pada malam kedua dan ketiganya.

Maka pada malam keempatnya, Thian Co berkata ke-pada

puterinya: "Hiang-jie. malam ini sebaiknya kita me-ngasoh dulu, tak

usah melakukan pengintaian lagi."

Malam itu sang rembulan menyembunyikan diri, hingga

keadaan menjadi remang-surain. Keadaan didalam kam-pung

menjadi hening-sepi, hanya suara binatang malam saja yang

terdengar berdendang-ria, menyambut kedatangan dunia mereka,

yaitu malam hari!

Sekira pada kentongan kedua, pintu depan keluarga Goei

terdengar diketok orang. Pesuruh Goei-ngo yang kebe-tulan baru

layap-layap tidur, mengira ada tamu yang tak diundang masuk

kesitu, segera memeriksa keadaan. Tapi tiada suatu perobahan yang

mencurigakan. Pintu depan kembali diketok. Dengan

memberanikan diri Goi-ngo berjalan kedepan dan bertanya dengan

suara keras: "Siapa?"

Diluar tiada terdengar jawaban. Setelah menanti sesaat, tetap

tidak terdengar sesuatu, make, pesuruh ini membesarkan nyalinya

untuk membuka pints guna melihat keadaan diluar. Akan tetapi

begitu pints terbuka, ia jadi sangat terkejut, untuk beberapa saat ia

tidak dapat bersuara, belakangan dengan menguatkan hatinya ia

berteriak: "Tolong . ada setan . !"

9

Setelah itu, bahna takutnya ia jadi jatuh pingsan. Thian Co yang

tidur dikamar depan, mendengar teriakan tersebut, cepat-cepat

bangun dengan membawa goloknya ia me-lompat keluar. Begitu

melihat siapa yang datang, tanpa berkata ia segera menyerang

dengan menggunakan gerakan Lo Eng Sin Jiauw (Garuda tua

mengulurkan cakarnya), goloknya diarahkan kebagian dada mayat
hidup!

Makhluk-aneh yang diserang tetap berdiam ditempatnya

semula, ia mengasi dadanya diserang dan terdengarlah ben-turan

yang cukup kencang, disusul dengan tergetarnya tangan si orang she

Goei! Dalam pada itu, si mayat hidup telah mengulurkan kukunya

guna mencengkeram kepala Thian Co.

Goei Thian Co segera mendongkokan kepalanya, seraya

membarengi menyerang dengan Sian Hong Tui (Tendangan angin

topan) nya.

Mau atau tidak, karena serangan Thian Co kali ini ditujukan

kebagian lernahnya, si mayat hidup harus melompat kesamping.

Baru saja si orang she Boei hendak menyusulkan serangan

berikutnya, enendadak ia merasakan bagian bahunya telah kena

tercakar hingga selain pakaian di bagian itu kojak pun pundaknya

terluka. Cepat-cepat Thian Co menggunakan gerakan Lee Hie

Tiauw Liong Bun (Ikan gabus melompati gerbang sakti),

menyingkir kepinggir lain seraya nieneriaki puterinya: "Hiang-jie,

lekas kemari!"

Sekali-kali Thian Co tidak tahu bahwa kala itu Piauw Hiang

juga tengah dikurung oleh dua orang mayat-hidup lainnya. Maka

biarpun teriakannya terdengar oleh puterinya, tapi nona Goei tak

bisa datang kepadanya.

Keadaan Thian Co kala itu benar-benar telah terdesak, kawanan

mayat-hidup kian lama kian rapat mengurung dirinya seraya

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

10

mengeluarkan teriakan aneh serta menyeramkan, salah satu

diantaranya sudah lantas lompat menerkam seraya mernbentangkan

mulutnya, dari dalamnya mengeluarkan uap yang amat memuakkan,

yang begitu masuk kehidung Thian Co, kepalanya jadi swat pening,

kaki dan tangannya men-jadi lemas sekali. Dengan menggunakan

tenaga yang terakhir, ia lemparkan goloknya kemuka lawan, hanya

karena tenaga yang terkandung didalam lemparan tersebut lemah

sekali, sebelum mengenai sasaran telah jatuh dengan sendirinya.

Disusul dengan jatuhnya sang tubuh dan pingsan!

Dilain pihak Piauw Hang repot menghadapi musuh:t anehnya,

ia berusaha sekuat tenaga membidikkan peluru-besinya, tapi semua

serangannya tak membawa hasil. Lawan-lawannya cukup tangguh

dan kebal, pula lincah lagi ganas! Kian lama kian dekat dengan diri

si nona, yang membikin Piauw Mang akhirnya tak berdaya

melepaskan pelurunya lagi. Terpaksa ia gunakan pedangnya,

dengan membentangkan ilmu pedang yang pernah dipelajari,

ditabaskan kian kemari, senjatanya berkelebat sebentar kekiri dan

kekanan, dilain saat kebawah dan keatas. Namun semuanya tetap

tak mem-bawa hasil yang dikehendaki, malah ia sen'diri belakangan

jadi tambah terdesak. Maka kemudian, karena mengetahui tak ada

harapan untuk dapat mengungkuli kepandaian lawannya, dengan

menggunakan gerakan Ju Yan Hwie Co (Walet kecil kembali

kesarangnya), tubuhnya melompat keatas tern-bok rumah. Baru saja

ia hendak melompat keluar, diluar ternyata telah menunggu satu

mayat-hidup lainnya. Hal mana membikin ia jadi batal melompat

kearah itu, dengan kesebatan luar biasa ia meloncat kebagian

lainnya, sambil lari ia berteriak: "Ada maling ada maling

tolong...."

Inilah kecerdikan si nona, sebab andai kata ia berteriak ada

setan, penduduk pasti takkan berani membantunya, lain halnya

kalau ia berteriak ada maling, maka atas dasar kesetia-kawanan

11

serta kegotong-rojongan yang umum terdapat didesa-desa, mereka

pasti akan keluar berbondong-bondong untuk menangkapnya. Dan

perkiraannya itu tak meleset, sebab tak lama kemudian tampak

beberapa orang nelayan lari mendatangi dengan masing" membawa

obor, kian lama kian banyak jumlahnya.

Kawanan mayat-hidup melihat gelagat kurang baik, segera

pada menghilang dikegelapan malam.

Sewaktu para nelayan telah sampai ditempat Piawa, Hiang

berada, mereka melihat wajah si nona pucat-pasi, rambutnya telah

awut-awutan tak keruan, keadaannya menun-jukkan perasaan takut

dan tak tenang! Salah seorang diantaranya telah bertanya

kepadanya: "Dimana malingnya nona Hiang? Mana paman Goei ?"

"Bukannya coaling, tapi mayat-hidup. Rumahku habis diubrak
abrik kawanan mayat-hidup!" Piauw Hiang menjelaskan dengan

napas terengah-engah.

Dengan adanya penjelasan itu, para nelayan yang berkumpul

disitu jadi sangat terperanjat. Ada diantaranya beberapa orang yang

bernyali kecil, sudah lantas pada menggidik ketakutan.

"Paman sekalian tak usah takut atau khawatir, sebab mayat
hidup yang datang kerumahku hanyalah samaran orang belaka.

Malah ayahku kini masih bertempur dengan mereka. Mari kita

kesana!" Kata nona Goal kemudian. Terdorong oleh perasaan setia

kawan, serta karena mengingat jumlah mereka yang besar, akhirnya

para nelayan pada ikut dengan Piauw Hiang untuk kembali

kerumahiija Tidak tahunya, sesampainya disitu, keadaa.n telah

menyadl hening sepi, pintu luar rumah keluarga Goei telah

terpentang lebar.

Dengan meminjam sebuah obor Piauw Hiang mendahului

menerjang masuk dengan sikap yang penuh waspada. Ia segera

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

12

mendapatkan bahwa Goei-ngo, pelayan tua yang setia, telah mati

dengan usus pada keluar. Dilain pihak, Coa-ma, pengasuhnya sejak

kecil, mengalami nasib yang sama. Didinding kamar terdapat noda
noda darah. Sebegitu jauh nona Goei tetap tidak dapat menemui

ayahnya, ia segera memanggilnya. "Thia-thia, Thia-thia, dimana

kau?"

Hanya suara panggilannya yang berkumandang kembali,

sedang sahutan sang ayah tetap tak terdengar. Belakangan mata

Piauw Hiang tertumbuk sesuatu, sambil mengeluarkan jeritan yang

menyedihkan, ia lantas jatuh pingsan.

Kiranya diatas tanah disudut pekarangan depan tampak topi

ayahnya, tidak jauh dari situ terlihat dua gumpal darah hidup yang

sudah mulai membeku. Namun Thian Co tak ada disitu. Piauw

Hiang menduga, bahwa setelah kena dilukai dan dibunuh, tubuh

sang ayah dibawa kabur oleh para mayat-hidup. Tak dapat ia

menahan perasaan sedihnya, sambil terteriak ia jatuh pingsan.

Lewat sesaat. ia siuman kembali dan terus menangis dengan

sangat menyedihkan.

"Sudahlah nona Hiang, kau tak usah menangisi orang yang

telah mati, sebab sampai kau mengeluarkan air mata darah

sekalipun, ia takkan bisa hidup lagi!" Salah seorang nelayan-tua

menasehati padanya, "sebaiknya sekarang kau pergi berlidung dulu

kesuatu tempat yang aman, supaya pada suatu waktu kau dapat

membalas dendam itu!"

Piauw Hiang pikir benar juga nasehat itu, ia tidak menangis

terlebih jauh dan mengambil keputusan bahwa besok akan

berangkat ke Leng Po untuk menemui pamannya, kakak dari ibunya

almarhum!

13

Demikianlah, pada keesokan harinya, seorang nelayan tua yang

bernama Yu Siong Hok bersama puteranya mengantar Fiauw Hiang

ke Leng Po.

Karena baru pertama kalinya Piauw Hiang naik perahu layar,

disepanjang jalan matanya terus memandang kian kemari guna

menikmati panorama laut yang cukup mange sankan, hingga

perasaan sedihnla jadi terhibur sedikit karenanya.

Sewaktu perahu berada ditengah-tengah taut, mendadak Piauw

Hiang melihat bahwa tak jauh dari situ berlayar sebuah perahu aneh.

Perahu mana dibagian depan dan belakangnya menjulang tinggi lagi

runcing. Dibagian tengahnya dibuat demikian rupa hingga rendah
Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekali serta tak ada layarnya. Akan tetapi jalannya sangat laju,

sebentar saja telah lenyap dari pandangan nona Goei.

"Kim Hoat-ko, tahukah kau siapa pemilik perahu aneh itu?"

Tanya Piauw Hiang pada anak kakek Yu.

Baru saja si pemuda hendak memberi penjelasan, tapi telah

keburu dibentak oleh ayahnya: "Jangan kau usil, Hoat-jie!"

Dengan adanya bentakan itu, pemuda she Yu jadi batal berkata.

"Aku harap kau tidak menjadi kecil hati karenanya nona Goei,

sebab kami yang hdup diatas-air ini mempunyai banyak pantangan

yang tak boleh diberitahukan pada orang lain. Maka aku minta

dengan sangat tapi hormat, supaya seterusnya nona tidak menanya

ini dan itu lagi kepada kami." Kata empe Yu guna menghilangkan

kekecewaan orang atas tindakannya barusan.

Biarpun sebenarnya Piauw Hiang ingin benar mange-tahui

tentang kapal aneh tadi, tapi dengan adanya peringatan si kakek, ia

jadi tak enak hati untuk bertanya terlebih jauh.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

14

Pada keesokan harinya perahu Siong Hok mendarat dikota

Lang Po. Sehabis mengantarkan Piauw Hiang sampai kerumah

pamannya, empe Yu mengajak anaknya kembali keperahunya.

Kedatangan nona Goei sungguh berada diluar dugaan Yo Ceng

Tong, sang paman. Ia sudah lantas bertanya: "Kau datang sendirian,

Hiang-jie? Mana ayahmu?"

Piauw Hiang tak dapat menahan rasa sedih dan pilunya, sambil

menangis ia menyawab: "Ajah telah dibunuh oleh kawanan mayat
hidup, paman!"

"Mayat-hidup? Didunia ini mana ada mayat-hidup? Itu

mungkin samaran orang belaka!" Kata sang paman agak terperanjat.

"Tapi aku benar-benar telah menempur mereka, keadaannya

memang menyerupai mayat-hidup seperti yang pernah diceritakan

oleh orang." Kata nona Goei.

"Ya, aku ingat sekarang. Pada beberapa hari yang lalu disinipun

pernah terjad suatu peristiwa yang manggemparkan, yaitu gudang

penyimpan ransom dan harta telah kena dirampok oleh para mayat
hidup, mungkin mereka satu komplotan dengan mayat-hidup yang

datang kekampungmu." Kata Ceng Tong.

Ternyata sejak bangsa Mongol berhasil menyatuhkan kerajaan

Song, tata-negara kerajaan mengalami perobahan besar. Kerajaan

Goan ini membagi keadaan di Tiong goan menjadi delapan belas

Tiong Su Sin (sernacam propinsi sekarang), pejabat yang tertinggi

kedudukannya disebut Tiong Su Leng (jabatannya seperti Gubernur

sekarang). Biarpun Hang Ciu adalah ibu propinsi Ciat Kang, namun

segala uang dan ransum dikumpulkan dikota Leng Po, supaya

mudah diangkat melalui perairan dari kota tersebut keberbagai

tempat, baik kebarat maupun ketimur. Karenanya di Leng Po

didirikan sebuah gudang khusus untuk itu. Diluarnya diadakan

15

penyagaan yang kuat sekali, yang dijaga secara bergilir. Tapi pada

beberapa hari yang lalu, penduduk kota digemparkan oleh suatu

peristiwa perampokan berdarah, para penyaga gudang pada

menggeletak dengan usus keluar dan mata melotot atau lidah

mereka menyulur kedepan dengan dileher mereka ada tanda

cekekan. Ada salah seorang penyaga yang hampir mati masih

sempat menerangkan bahwa pada malam hari gudang tersebut

didatangi oleh kawanan mayat-hidup!

Dengan sedih Piauw Hiang menuturkan pengalamannya kepada

Ceng Tong.

Untuk beberapa saat sang paman berdiam diri sambil

mengerutkan keningnya, rupanya ia tengah memikirkan cara untuk

menghadapi kawanan mayat-hidup tersebut.

Yo Ceng Tong mempunyai seorang putera dan seorang puteri,

masing-masing bernama Yo Kian Kong dan Yo Lie Cu, umur

mereka berada dibawah umur Piauw Hiang.

"Piauw-cie, baik besok kita bertiga pergi mencari gerombolan

mayat-hidup tersebut!" Lie Cu mengajukan usul sehabis mendengar

penuturan encie misannya.

"Untuk apa kau hendak mencari mereka?" Tanya sang ayah.

"Sudah tentu untuk membasmi mereka, bukan begitu engko

Kong?" Sahut nona Yo seraya bertanya kepada saudaranya.

Kian Kong menganggukkan kepalanya sambil berkata:

"Memang, bangsat laknat semacam itu harus kita basmi sampai

keakar-akarnya, supaya tidak menimbulkan susah serta kerugian

bagi masjarakat!"

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

16

"Semangatmu tinggi hanya dapatkah kau melawan mereka.

Jangan-jangan bukannya mereka yang kena dibasmi, tapi malah

kalian yang kena ditumpas!" Kata sang ayah.

"Thia-thia kelewat memandang enteng pada kepandaian kami."

Kata Kian Kong agak kurang senang.

Baru saja sang ayah hendak berkata lagi, tiba-tiba ada pesuruh

datang melaporkan bahwa didepan ada tamu.

"Siapa yang mencariku?" Tanya Ceng Tong.

"Tuan itu hanya menyebut dirinya sebagai Peng Cong Bu Eng."

Sang pesuruh menerangkan.

"Oh kiranya dia, aku akan segera mendatangi" Kata empe Yo,

kemudian ia berpaling ke arah Piauw Hiang seraya berkata:

"Menurut pendapatku ayahmu belum mati."

"Benarkah? Dari mana paman bisa tahu?" Tanya nona Goei.

"Bukankah menurut ceritamu yang selalu diculik adalah anak

yang berumur antara sepuluh tahun dan selama itu tidak pernah

mereka membawa orang tua. Sedang setiap orang tua yang mereka

jumpai selalu mereka bunuh dan ayahmu ternyata tak tampak

mayatnya. Keadaan itu membikin aku mendapat suatu kesimpulan

bahwa ayahmu belum mati, hanya terluka. Tapi mungkin juga telah

dibawa oleh mereka, tapi kau tal usah risau, asal ayahmu masih

hidup, masih ada kesempatan bagi kita untuk menolongnya. Nah

kau tunggu sebentar, aku hendak menyambut tetamu dulu!"

Dengan langkah lebar Ceng Tong menuju keruang disitu ia

lantas menjabat tangan tamunya, yang ternyata seorang yang mirip

kutu-buku, namun matanya sangat bercahaya.

Ceng Tong lantas niemimpin tamunya kedalam dan

memperkenalkan kepada kedua anaknya serta Piauw Hiang:

17

"Cianpwee ini adalah seorang yang dikalangan Kang-oua dijuluki

Bong San Kiam Khek, Ciong Loocianpwee! Lekas kalian beri

hormat kepadanya!"

Kian Kong, Lie Cu serta Piauw Hiang lantas menjalankan

peradatan. "Bangun, bangun, tak usah kalian menjalankan segala

peradatan lapuk." Kata Ciong Peng seraya membangunkan mereka.

"Angin apa yang membawa saudara datang kemari?" Tanya

Ceng Tong sehabis menyilakan tamunya duduk.

"Angin mayat-hidup yang meniupkan kemari." Sahut sang

tamu sambil bersenyum.

"Apa? Jadi saudara telah mengethui tentang kejadian disini?"

Tanya tuan rumah.

Ciong Peng menganggukkan kepala, kemudian berkata:

"Rupanya si iblis belum puas setelah tempo hari sarangnya diubrak
abrik oleh lima pemimpin partai persilatan, kini ia mulai berani

munculkan diri lagi, malah kelihatannya lebih ganas dari tempo

hari."

"Iblis mana yang saudara maksud?" Tanya Ceng Tong.

"Siapa lagi kalau bukannya Peh Kut Loo Kui!" Sahut. Ciong

Peng.

"Tak kusangka ia masih hidup sampai sekarang. Bila benar dia

yang menjadi pemimpin mayat-hidup, susah bagi kita untuk

menumpas gerombolan mayat-hidup yang makin mengganas ini!"

Kata empe Yo.

Ceng Tong teringat akan peristiwa pada empat puluh tahun

yang lampau, lima pemimpin partai persilatan, masing-masing dari

Siauw Lim Pay, Bu Tong Pay, Siong Yang Pay, Kun Lun Pay dan

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

18

Ngo Bie Pay, telah berhasil mengubrak-abrik serta membakar

sarang Peh Nut Loo Kui di Ho In To, di Tong-hay!

"Kalian dengar tidak, jangan kata kepandaian seperti kalian

berdua, sampaipun aku sendiri juga rasanya tak sanggup untuk

menghadapi si setan tua bertulang putih itu." Kata Ceng Tong pada

kedua anaknya.

"Coba aku that sampai ketaraf apa kepandaian putera.

puterimu." Kata empe Ciong.

"Aku adalah seorang yang tolol, mana bisa aku mendidik anak

sampai sempurna." Kata Ceng Tong, merendah.

"Saudara tak usah merendah, siapa yang tak tahu akan

kepandaian tunggal dari keluarga Yo dijaman Song. Aku harap

saudara suka memandang mukaku untuk tidak menolak bagi

anakmu untuk mempertunjukkan kepandaiannya dihadapanku!"

Kata Ciong Peng.

"Bila itu juga yang menjadi kehendak saudara, baik-lah. Tapi

aku minta setelah menyaksikan kepandaian anak-anakku, harap kau

tidak mentertawakannya." Kata Ceng Tong.

"Mana berani aku, silakan!"

"Kong-jie, lekas keluarkan segala kepandaianmu, supaya nanti

mendapat petunjuk dari Ciong Loocianpwee."

"Baik," sahut sang anak. Sehabis membuka baju dan memberi

hormat, Mulailah ia memamerkan kepunsuannya.

Pertama ia memperlihatkan ilmu pukulan dan tendangan Tiang

Kun Cap Toan Kin dari Bu Tong Pay, badannya bergerak lincah

kian kemari, sehabis menjalankan jurus-jurus dari ilmu tersebut, ia

melompat kesamping. "Kepandaianmu cukup memadai, hanya

waktu mempelajarinya rupanya terlalu singkat, kalau aku tak salah

19

kira, kau tentunya baru empat atau lima tahun mempelajari ilmu

ini." Kata Ciong Peng.

"Matamu sungguh tajam saudara, anakku memang baru lima

tahun melatih ilmu itu." Ceng Tong kata. "Bila dilihat keadaannya,

ia lebih cocok mempelajari Gwakang, sebaiknya saudara

menurunkan ilmu tombak-emas turunan leluhurmu kepadanya."

Empe Ciong mengusulkan.

"Tadinya aku memang bermaksud demikian, tapi karena

melihat tenaganya kurang mencukupi, sampai kini aku tetap raguBanjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ragu untuk menurunkannya " Si orang she Yo menerangkan.

"Saudara tak usah menitik beratkan pada tenaga, tenaga tidak

bisa datang sendiri tanpa dllatih. Adalah omong kosong kalau orang

mengatakan bahwa anaknya mempunyai tenaga alam yang amat

besar tanpa melatih diri?" Ciong Peng bilang, "aku kini membawa

setoples Sin Liong Tan, isinya ada dua puluh satu butir. Kau

berikan pada anakmu untuk dimakan sehari tiga kali, pagi, siang

dan sore hari. Sesudah tujuh hari dengan ditambah sedikit

petunjukku, aku jamin bahwa sebulan kemudian tenaganya jadi

bertambah beberapa kali lipat."

"Mana berani aku menerima obat yang berharga ini." Kata

Ceng Tong.

"Kau tak usah shejie-shejie, ambillah demi kepentingan

anakmu serta ilmu tombak leluhurmu yang tersohor akan

kelihayannya." Ciong Peng mendesak.

"Baiklah kalau begitu, tapi dengan apa aku harus membalas

budimu ini?!" Ceng Tong kata sambil menyambuti toples yang

diangsurkan oleh kawannya.

"Mau apa saudara menyebut-nyebut budi segala, setiap

pemberian yang rela, takkan mengharapkan suatu pemba-lasan."

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

20

Kata kakek Ciong, "sekarang giliran puterimu untuk

mempertunjukkan kepandaiannya."

"Cu-jie, lekas kau tunjukkan kepandaianmu guns mendapat

petunjuk dari Ciong Loocianpwee!" Ceng Tong menitah anaknya.

Dengan sikap malu-malu dan langkah perlahan Lie Cu ma
jukan diri, sehabis memberi hormat, ia mencabut sepasang

goloknya, untuk kemudian dikebaskan kian kemari dengan

menggunakan Liok Hap Too Hoat (ilmu golok enam tahap)! Sekira

ia main sampai kejurus empat puluh, mendadak tampak tubuh empe

Ciong mencelat dari kursinya dan dilain saat kedua golok nona Yo

telah pindah tangan.

Kejadian ini membikin Lie Cu jadi agak kaget, untuk beberapa

saat ia berdiri bengong. "Ilmu golokmu telah cukup memadai,

hanya penjagaan dirimu yang masih kurang, buktinya didalam satu

gebrak golokmu telah berhasil kurampas. Baik nanti aku akan

mengajarkan kau ilmu tangan kosong untuk merebut senjata."

Melihat kesediaan temannya untuk memberi petunjuk

disamping telah memberikan obat mujijat, Yo Ceng Tong jadi amat

gembira. Belakangan ia ingat akan keponakannya yang menurut

penglihatannya. cukup pandai, segera ia memanggil padanya:

"Hiang-jie, kau juga perlihatkan kepandaianmu kepada Ciong

Loocianpwee, supaya dari padanya kau akan mendapat petunjuk

yang berharga."

Sambil tersenyum Piauw Hiang majukan diri, sesam-painya

dihadapan Bong San Kam Khek ia memberi horraat seraya berkata:

"Tadi kedua saudara misanku telah memperlihatkan ilmu pukulan

dan senjata dihadapan Loocian-pwee, bila aku memainkan cara itu

lagi tentu akan memuakkanmu. Maka aku bermaksud

memperlihatkan kejelekanku dalam hal membidikkan peluru-besi,

yang dapat kupelajari sejak kecil dari ayahku."

21

"Silakan." Kata kakek Ciong. Nona Goei tidak segera mulai, ia

memperhatikan keadaan disekeliling kamar, mendadak matanya

tertumbuk pada dua pot-kembang yang terletak disudut timur dan

barat dari ruang itu. Ia lantas berkata kepada Ceng Tong: "Pa-man,

dapatkah aku mempergunakan kedua Benda itu sebagai sasaran?!"

"Mengapa tidak, silahkan."

Didalam pot itu masing tertancap delapan tangkai bunga jadi

dalam dua pot berjumlah enam belas tangkai Hay Ciang Hoa yang

bertangkai panjang.

Tampak kemudian Piauw Hiang menggerakkan tangannya, kali

ini ia membidik tanpa menggunakan busurnya, terlihat kemudian

melayang bintik-bintik hitam dan dilain saat ke enambelas tangkai

bunga dari kedua, sudut itu telah runtuh dalam waktu yang hampir

bersamaan. Piauw Hiang memperlihatkan roman puas dan mengira

bahwa empe Ciong akan memuji kepandaiannya.

Tidak tahunya, sambil menggeleng-gelengkan kepalanya Ciong

Peng telah berkata: "Caramu membidik boleh juga hanya sayang

didalam menghadapi lawan yang bergerak boleh dikatakan tak

berguna sama sekali."

"Mengapa begitu, Loocianpwee? Bukankah cara membidik dari

Piauwcieku hebat sekali?" Tanya Lie Cu.

"Untuk menghadapi benda-benda mati mana bisa terhitung

hebat. Cara membidik dari Piauwciemu tadi kalau menghadapi

pencuri-pencuri kecil masih dapat dipakai, tapi untuk menghadapi

lawan-lawan yang berkepandaian tinggi boleh dikata tidak berguna

sama sekali." Cong Peng kata.

"Kepandaian Cianpwee didalam hal senjata gelap tentunya

sangat istimewa, dapatkah sekiranya kau memamerkan sedikit guna

membuka mataku?!" Nona Goei minta petun-juk.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

22

"Tanpa kau minta, aku juga akan mempertunjukkan nya pada

kalian supaya jangan mengatakan bahwa Loohu hanya seorang yang

bisa cakap besar saja tanpa suatu kebisaan." Ujar empe Ciong,

kemudian ia berpaling kearah Ceng Tong dan nerkata: "Tolong kau

suruh orangmu membawa dua mangkok gula putih!"

Ceng Tong menurut dan tak lama kemudian nenda yang

dimaksud telah dibawa kesitu.

Ciong Peng meminta supaya kedua mangkok gula tersebut

diletakkan diatas meja yang ada ditengah-tengah ruangan tersebut.

Semua orang yang hadir pada menunyukkan roman heran, entah

untuk apa kedua mangkok gula tersebut, namun mereka tidak mau

banyak bertanya, sebab setiap tindakan ang dilakukan oleh kakek

Ciong pasti ada maksudnya.

Tak lama kemudian, tampak diatas kedua mangkok telah

berterbangan banyak sekali lalat, baik yang besar maupun yang

kecil.

"Nah sekarang kalian boleh saksikan permainanku!" Hata empe

Ciong setelah menyaksikan keadaan itu.

Habis berkata, la mengambil tempat duduk yang berjarak kira
kira tiga depa dari meja. Dari situ ia menggerakkas tangannya

berulang-ulang, cepat sekali cara ia menggerakkan tangannya,

sehingga orang-orang yang ada disisinya tak dapat melihat tegas

berapa kali sudah ia menggojangkan tangannya. Menyusul mana,

lalat-lalat tadi yang banyak berterbangan diatas mangkok gula, telah

pada jatuh bergelimpangan, satupun tak ada yang tersisa. yang luar

biasa ialah setiap lalat jatuhnya diatas daun Hay Ciang, tiada

seekorpun yang jatuh ketempat lain.

"Pertunjukkanku selesai sudah, kini kalian boleh melihat

hasilnya!" Bong San Kiam Khek kata sambil bersenyum.

23

Waktu orang banyak lebih menelitikan, ditengah-tengah lalat

yang mati, telah tertancap sebatang jarum baja sehalus bulu kerbau,

malah nampaknya lebih halus lagi tapi kekar dan tajam keadaannya.

Iniiah suatu kepandaian luar biasa yang jarang ada duanya didalam

kalangan rimba persilatan.

Saking kagum, tokjub dan ingin bisa, Piauw Hiang lantas

menyatuhkan diri dihadapan kakek lihay itu seraya berkata: "Tolong

Loocianpwee mengajarkan ilmu yang luar biasa ini padaku!"

Sambil tertawa besar Ciong Peng berkata: "Seumur hidupku

paling takut disembah orang, ayo lekas bangun, aku akan

mengajarkannya kepadamu!"

Nona Goei jadi gembira luar biasa, sehabis mengangguk
anggukkan kepalanya beberapa kali, ia segera melom-pat bangim.

Mulai hari itu, Piauw Hiang berdua saudara misannya belajar

ilmu dibawah penilikan Bong San Kiam Khek.

Ciong Peng memberitahukan cara memakan obat Sin Liong

Tan kepada Yo Kian Kong, serta mengajar padanya tiara mengatur

pernapasan guna menambah tenaga. Sedang Lie Cu mendapat

petunyuk tentang dengan cara tangan kosong merebut senjata, yang

keseluruhannya berjumlah enam belas jalan. Biarpun tak banyak

jurus yang terdapat didalamnya, namun kegunaannya luar biasa

hebat serta ganas, bukan saja dapat merebut senjata musuh, malah

dapat juga digunakan untuk mematahkan tulang lawannya.

Piauw Hiang memperoleh ilmu melempar senjata gelap yang

diberi nama Cit Kiat Sin Cin. Tadinya nona Goei hendak

melepaskan busur serta pelor besinya, namun Ciong Peng tidak

setuju akan tindakannya itu, kakek lihay ini memberitahukan

padanya bahwa ilmu jarum yang diajarkan padanya, hanya bisa bisa

menyerang musuh didalam batas-jarak tiga depa saja. Sedangkan

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

24

kepandaian peluru yang telah diyakini oleh Piauw Hiang bisa

membidik lawan didalam ja-rak lima depa. Maka empe Ciong

meminta padanya untuk tetap melatih kedua macam ilmu tersebut.

Sebentar saja sebulan telah lalu, peristiwa perampokan gudang

harta belum juga ada kabar beritanya. Ketiga anal niuda dibawah

penilikan Bong San Kiam Khek telah memiliki suatu kemajuan

yang pesat.

Pada suatu Sari Ciong Peng mengusulkan kepada Ceng Tong

dan lain-lainnya untuk pergi kedesa Hwie In, kampung halaman

Piauw Hiang. Orang banyak lantas menyetujuinya.

(II)

Pada keesokan harinya, dipintu barat kota Leng Po tampak lima

orang penunggang kuda, yang melarikan binatang tunggangan

mereka dengan cepat sekali. Mereka menuju kearah desa Hwie In.

Kelima orang ini tak lain dari pada Bong San Kiam Khek, Yo Ceng

Tong beserta kedua anaknya serta Goei Piauw Hiang. Setelah

menempuh jalan kira-kira lujuh-puluh lie, sampailah mereka

ketempat yang dimaksud.

Begitu masuk kedalam batas kampung, Piauw Hiang jadi

sangat terkejut, sebab hanya didalam tempo lebih kurang sebulan

saja keadaan disitu telah berobah sama sekali, dari sebuah desa yang

cukup ramai dengan kaum nelayan, kini telah menjadi sepi-mati,

hanya satu dua orang saja yang terlihat, orang-orang itupun rupanya

dengan terburu-buru hendak meninggalkan tempat itu.

"Dimana rumahmu? Mari kita kesana!" Kata empe Ciong

kepada Piauw Hiang.

25
Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Nona Goei mengajak orang banyak ketempat tinggalnya dan

menyilakan mereka masuk. "Untuk sementara baik kita tak usah

masuk dulu, sebab aku rasa disitu kita tidak akan mendapat suatu

petunjuk. Coba kau sebutkan dimana kau untuk pertama kali

bertemu dengan kawanan mayat-hidup ?!" Ujar Bong San Kiam

Khek.

Piauw Hiang mengantarnya kebatu karang, dimana untuk

pertama kali la bersama ayahnya mengadakan penyelidikan.

Setelah memperhatikan keadaan disitu beberapa saat lamanya,

berkatalah Ciong Peng: "Kini aku telah mendapat sedikit

gambaran!"

"Loocianpwee rupanya telah mendapat petunjuk." Tanya nona

Goei.

"Ya, hanya aku masih ragu-ragu akan kebenarannya." Kata si

kakek, "Rupanya kawanan mayat-hidup datangnya dari laut."

"Aku rasa dugaan Loocianpwee tidak benar, sebab tempo hari,

waktu aku bersama ayah mengadakan penyelidikan, yang kami

perhatikan adalah arah laut, tapi mendadak mereka muncui dari

belakang kami. Dengan adanya kejadian itu, aku dapat mengambil

kesimpulan bahwa kawanan mayat-hidup itu datang dari darat!"

Plauw Hiang mengemukakan pendapatnya.

"Kau hanya melihatnya dari satu sudut saja, sudut luarnya. Tapi

sebenarnya aku berani memastikan bahwa mereka bukan berasal

dari darat, tapi dari laut. Sebagai misal aku kemukakan disini,

bukankah sebelum adanya kejadian pembunuhan serta penculikan

anak kecil, beberapa orang penduduk sini telah melihat telapak kaki

aneh dipantai? Jadi kemungkinan besar sekali mereka datang

dengan perahu dan mendarat disebuah pulau kosong yang

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

26

berdekatan dengan tempat ini, untuk kemudian baru menuju

kemari."

"Jadi bila demikian halnya, sarang kawanan mayat-hidup

tentunya terletak disebuah pulau kosong yang berada tidak jauh dari

kampung ini." Lie Ce manta penegasan.

"Sarang mereka kurasa mernang berada disebuah pulau kosong,

tapi tentang jauh dekatnya dari sini belum dapat kupastikan!" Sahut

empe Ciong, "Jumlah mereka kurasa tidak terbatas pada beberapa

orang atau puluhan, tapi mungkin ratusan banyaknya. Aku kira

cukup penyelidikan kita sampai disini dulu, mari kita kemball dulu

kerumah nona Goei."

Orang banyak menyetujui.

Tak lama hari telah menjadi gelap, Piauw Hiang menyalakan

pelita dan bersama-sama mereka makan malam. Selesai makan,

Bong San Kiam Khek meminta kepada Piauw, Hiang supaya

memadamkan pelita, yang membikin keadaan rumah menjadi gelap
gulita. Untung pada saat itu sedang terang bulan, hingga membikin

mereka mudah dapat melihat pergerakan diluar, dan kebetulan

rumah keluarga Goei ini menghadap kelaut.

Menjelang tengah malam, mendadak terdengar Yo Klan Kong

yang sejak tadi berdiri diberanda rumah telah berteriak: "Thia-thia,

Ciong Cianpwee, lekas kemari! Diatas laut seperti ada sebuah

perahu aneh tengah mendatangi!"

Piauw Hiang dan Lie Cu sudah segera hendak melompat

keluar, tapi telah dihalangi oleh Ciong Peng: "Kalian jangan

sembarangan bergerak! Mari kita jalan memutar untuk menyambut

kedatangan mereka!"

Karena tahu bahwa sebentar lagi pasti ada keramaian, ketiga

anak muda itu jadi bersemangat, tapi mereka tak berani sembarang

27

bergerak, selalu mengikuti petunjuk dari Bong San Kiam Khek.

Perlahan-lahan mereka menuju ke tepi laut. Dibawah penerangan

sang dewl malam, mereka melihat sekira setengah lie terpisah dari

daratan, mendadak perahu aneh tersebut berhenti dan dari atasnya

melompat dua buah bayangan keatas air dan berenang dengan

cepatnya hepantai!

Waktu jarak mereka telah semakin dekat, Ceng Tong cs dapat

melihat tegas bahwa kedua benda yang tengah berenang mendatangi

ternyata adalah dua mayat-hidup! Inilah aneh, karena mayat-hidup

yang pergerakannya kaku ternyata dapat berenang dengan

lincahnya.

Tak lama, kedua mayat-hidup itu telah sampai kepantai yang

begitu sampai terlihat mereka melepaskan beberapa macam benda,

yang ternyata adalah alat pelembung serta dua batang papan

ditelapak tangan mereka. Tahulah Ciong Peng dan lain-lainnya,

bahwa kedua mayat-hidup itu mengandalkan benda-benda yang

baru dilepasnya barusan supaya badan mereka tidak sampai

tenggelam!

Salah satu diantaranya, sudah lantas melompat-lompat, namun

belum berapa jauh ia berbuat begitu, ia sudah lantas menjerit dan

menutupi mukanya dengan sepasang tangannya yang kaku dan

segera hendak lari balik!

Belum lagi maksudnya tercapai, badannya telah kena dihadang

oleh tiga orang anak muda, yang sudah lantas mengerubutinya.

Sehingga si mayat-hidup tidak dapat mencapai maksudnya.

Sedangkan kawannya yang satu sudah lantas berenang batik

ketengah lautan.

Mayat-hidup yang satu ini, biarpun telah terluka, dan

gerakannya kaku, namun cukup lincah dalam menghadapi ketiga

anak muda, ia selalu dapat mengegoskan setiap serangan.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

28

Kiranya tadi, sewaktu ia baru mendarat dan melompat beberapa

kali, Piauw Hiang yang telah gatal tangannya telah lantas

melepaskan jarum pemberian Ciong Peng. Hal itu sebenarnya diluar

rencana Bong San Kiam Khek, ia tadinya bermaksud hendak

menangkap hidup kedua mayat-hidup tersebut, namun karena

kecerobohan nona Goei, hingga salah satu diantaranya dapat

melarikan diri.

Kini waktu melihat ketiga anak muda belum dapat

mengalahkan si mayat-hidup, empe Ciong terpaksa majukan diri

dan meminta ketiga anak muda itu untuk mundur. Dengan gerakan

Poan Liong Siauw Heng (Ular naga melingkar ditiang), tangannya

dipukulkan kearah rusuk kiri si mayat-hidup seraya mengerahkan

tenaga dalamnya sambil menggunakan ilmu Po Kiat Chin (tangan

pembela besi) dan tepat mengenai sasaran. Tak ampun lagi tubuh si

mayat-hidup terpental empat depa, begitu jatuh tak dapat bangun

lagi dan ternyata telah mati!

"Ilmumu luar biasa hebatnya, saudara Ciong!" Puji Ceng Tong

dari sebelah samping.

Bong San Kiam Khek hanya bersenyum. Perlahan-lahan ia

menghampri mayat-hidup yang kini benar-benar telah menjadi

mayat. Setelah menendangnya sekali dan ternyata tak bergerak,

barulah kakek Ciong menbongkokan tubuhnya untuk memeriksa

keadaannya dengan membuka pakaian mayat itu!

Seketika orang banyak yang berdiri disebelah samping jadi

berteriak kaget. Ternyata seluruh tubuh mayat-hidup tersebut

diselubungi oleh kulit buaya, sedangkan pada bagian perut sampai

kekakinya dilapisi pula dengan lempengan besi yang dibuat

demikian rupa, hingga menjadi tipis sekali, Begitu juga pada dada

dan bebokongnya. Itulah rupanya yang menyebabkan bahwa

makhluk aneh ini tak mempan senjata tajam! Pada mukanya,

29

dilapisi oleh kulit manusia pula, yang pada bagian kuping, hidung

dan matanya terdapat lobang. Mayat-hidup tadi ternyata adalah

manusia biasa yang berumur lebih kurang dua puluh tahun dengan

mata telah buta akibat serangan jarum Piauw Hiang barusan.

"Sungguh kasihan pemuda yang masih begini gagah lagi cakap

harus mati secara begini mengerikan, dengan pe-cahan lempengan

besi menusuk rusuknya." Kata Ciong Peng sambil menghela napas.

"Harus kalian ketahui, perbuatannya ini dilakukan diluar

kesadarannya, sebab daya-sadarnya telah dipunahkan oleh si

manusia, iblis Peh Kut Loo Koay!"

"Kenapa bisa begitu Loocianpwee?" Tanya Piauw Hiang.

"Peh Kut Loo Koay adalah seorang manusia yang berhati

melebihi kebuasan dari segala binatang berbisa. Seperti pernah

kudengar tentangnya tempo hari, orang-orang yang kena dbawah

pengaruhnya terlebih dahulu diberi semacam obat bius, yang begitu

dimakan lantas lupa akan segala hal; juga terhadap dirinya sendiri.

Keadaannya memang persis seperti mayat-hidup yang tak

berperasaan! Keadaan orang ini persis seperti mayat-mayat hidup

tempo hari yang pernah dijumpai oleh kawanan orang gagah ketika

mengubrak-abrik sarang Peh Kut Loo Koay!"

Dengan adanya penjelasan itu, teranglah duduk persoalannya

bagi Ceng Tong beserta kedua anak dan seorang keponakannya.

Karena tidak melihat ada perobanan lebih jauh, mereka kembali

kerumah nona Goei, setelah melempar mayat tadi kedalam laut,

untuk tidak menimbulkan kerewelan dan pertanyaan penguasa

setempat!

Selama tiga hari mereka menunggu dan menyelidiki keadaan

komplotan mayat hidup tanpa hasil. Maka pada malam hari

ketiganya Ciong Peng berkata kepada orang banyak: "Setelah salah

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

30

seorang anggotanya mengantarkan nyawa didesa ini, untuk

sementara aku rasa kawanan mayat-hidup tidak berani

menginjakkan kakinya kemari. Maka besok sebaiknya kita pergi

kekampung nelayan Peh Cio guna menyelidiki sepak terjang

mereka disana!"

Orang banyak menurut.

Begitulah, pada keesokan harinya, mereka berangkat kedesa

Peh Cio yang terletak tiga puluh lie dari desa Piauw Hiang. Sekira

tengah hari, sampailah mereka ketempat yang dituju. Keadaan

didesa itu ternyata sama saja dengan desa tetangganya, sejak terjadi

peristiwa mayat-hidup, penduduknya pada mengosongkan

kampung. Hanya disitu suasananya lebih ramai sedikit. Sebab biar

tiada penduduk, tapi ditepi pantai masih berdiam beberapa buah

perahu penangkap ikan.

Diantaranya Piauw Hiang lantas mengenali balrwa salah sebuah

diantaranya adalah perahunya Siong Hok. Maka ia lantas

menghampiri seraya memanggil: "Paman Hok, kau mengapa bisa

berada disini?"
Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Agak terkejut juga Siong Hok ketika melihat Piauw Hiang

beserta beberapa orang berdiri dipantai, namun begitu, ia

menghampiri juga perahunya kesitu.

Setelah dekat, dengan gerakan yang lincah nona Goei

melompat keatas perahu dengan diikuti oleh Ciong Peng.

Kakek she Yu waktu melihat kehadiran Bong San Kiam Khek,

segera mengeluarkan teriakan tertahan dan segera menyatuhkan diri

seraya berkata: "Kiranya Loojinkee turut datang kemari, maafkan

hamba tidak siang-siang datang menyambutmu!"

Kakek Ciong hanya tertawa lebar.

31

Kiranya pada beberapa puluh tahun yang lalu, Siong Hok

adalah seorang petani didesa Shia Pu, didesa mana terdapat seorang

pemeras dan jagoan jahat. Pada suatu ketika, karena kesalahan

kecil, jagoan jahat tersebut hendak merampas semua hartanya

berikut isterinya sekali. Sehingga biarpun Siong Hok seorang yang

sabar, karena tindakan yang melewati batas, ia lantas melawan. Tapi

apa mau dirinya dikeroyok oleh kawan-kawan dari si jagoan jahat,

yang bampir saja ia mengantarkan jiwa.

Untung pada saat yang berbahaya bagi diri Ciong Peng datang

Bong San Kiam Khek, yang lantas menolongnya serta memberinya

beberapa puluh tail perak untuk ongkos Siong Hok sekeluarga

didalam perjalanan, sebab sebelumnya ia telah berbasil memukul

mati beberapa orang konco dari si jagoan jahat. Dengan uang

pemberian mana akhirnya ia membeli sebuah perahu dan

menjalankan penghidupan sebagai nelayan sampai pada saat itu.

Budi Ciong Peng yang besar selalu teringat didalam benaknya.

Maka tak heran, begitu melihat tuan penolongnya, ia segera paykui!

"Jangan kau terus menjalankan peradatan usang itu, ayo lekas

bangun. Maksud kedatangan kami kedesa Peh Cio ini ialah hendak

memeriksa sesuatu dan hendak minta pertolonganmu, sudikah

engkau?" Tanya Ciong Peng kemudian.

"Jangan kata hanya pertolongan, disuruh matipun hamba rela!"

Sahut kakek she Yu pendek, tapi tegas dan bersemangat.

"Aku bukannya hendak menyuruhmu mengantarkan nyawa,

hanya hendak menanyakan sesuatu." Kata empe Ciong.

"Silakan In-jin sebutkan!"

"Kemanakah perginya penduduk disini?"

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

32

"Sejak adanya peristiwa mayat-hidup, seperti halnya di desaku,

penduduk disini juga sudah pada melarikan diri." Siong Hok

menerangkan.

"Oh begitu. Kalau boleh aku tahu sejak kapan kau menjadi

nelayan?" Tanya Ciong Peng lagi.

"Sehabis ditolong oleh In-jin tempo hari, mulai saat itu aku

lantas merobah cara hidupku sampai sekarang, jadi sudah beberapa

puluh tahun lamanya!" Sahut yang ditanya.

"Selama ini, terutama pada saat belakangan ini, sudah berapa

kali kau melihat perahu yang berbentuk aneh yang berlayar disekitar

sini?" Kakek Ciong bertanya lebih jauh.

"Kalau tidak salah sudah lima kali." "Ingatkah kau pada

tanggal-tanggal berapa kau selalu menjumpai perahu itu?"

Siong Hok tidak lantas menyawab, setelah berdiam beberapa

saat, barulah ia. berkata: "Tanggal-tamggalnya aku kurang begitu

jelas, kalau tak salah pertama kali aku menjumpainya pada tanggal

13 bulan yang lalu dan tanggal 16 bulan ini, sedang yang tiga lagi

aku lupa tanggalnya."

"Tahukah kau bahwa disekitar kota Leng Po terdapat berapa

pulau-pulau yang agak besar?" Bong San Kiam Khek bertanya

terlebih jauh. Kembali empe Yu harus berdiam diri untuk beberapd

.at lamanya, lewat sesaat barulah ia menyawab: "Perahuku adalah

perahu kecil, tak berani aku menangkap ikan sampai jauh ketengah,

karenanya, yang aku tahu hanyalah pulau-pulau didekat sini saja,

diantaranya To Hoa To, Coan San To, Ie Ang To, Sim Kee Bun.

Selain dari itu aim tak tahu. Ada-pun pulau-pulau yang kusebutkan

diatas, semuanya ada penduduknya."

Baru habis Siong Hok menerangkan, tiba-tiba Bong San Kiam

Khek telah berkata sambil menunyuk ketengah laut: "Nah perahu

33

aneh yang tengah kita bicarakan kini telah munculkan diri!" Dengan

adanya perkataan itu, semua orang yang ada disitu jadi pada

terperanjat, mereka semuanya memandang kearah yang ditunjuk

oleh kakek Ciong.

Benar saja, bahwa ditengah-tengah Taut tampak sebuah perahu

aneh, yang berlayar dengan kecepatan luar biasa.

"Mari kita ikuti!" Minta Ciong Peng pada Siong Hok.

Seketika, wajah Siong Hok berobah, ia tetap berdiri

ditempatnya semula tanpa berkata, keadaannya jadi serba salah.

Melihat itu Piauw Hiang menyela: "Paman Hok, bukankah tadi kau

telah mengatakan, bahwa jangankan diminta tolong, memberi

jiwamu sekali kau sudi. Mengapa sekarang kau jadi begini macam?"

"Baik, aku akan segera mengejarnya. Kim Hoat, lekas pasang

layar!" Kata empe 'Yu dengan lantas kepada anaknya.

Sebentar saja perahu telah disiapkan, dengan naik perahu empe

Yu, orang banyak mengikuti perahu aneh yang berlayar dimuka.

Namun perahu yang tengah dikuntit ternyata berjalan dengan cepat

sekali, sebab sesaat kemudian, biarpun Siong Hok telah berusaha

mati-matian untuk mempercepat jalannya sang perahu, namun toh

akhirnya mereka telah kehilangan jejak.

"Sayang kita agak terlambat mengikutinya!" Kata Ceng Tong.

Baru habis ia berkata, tiba-tiba ia mendengar teriakan Lie Cu

dan Piauw Hiang: "Lihat, perahu aneh ada disebelah sana!"

Waktu orang banyak memperhatikan kearah yang disebut,

benar saja perahu aneh berada diarah itu. Setelah memperhatikan

beberpa saat, berkatalah Bong San Kiam Khek: "Perahu ini

bukanlah perahu yang kita ikuti tadi! Inilah aneh!'

"Benarkah?" Tanya Ceng Tong.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

34

"Takkan salah penglihatanku. Perahu aneh sebelumnya lebih

tinggi ujung mukanya dari yang ini. Mari kita ikuti!" Kata empe

Ciong.

Yu Siong Hok menurut. Tapi baru saja mereka mengikuti

sebentar, kemball perahu aneh yang ada didepan mereka telah

lenyap lagi. Hal itu membikin hati orang banyak jadi kecewa,

terlebih lagi Ciong Peng.

Namun dengan mengandalkan matanya yang tajam, Bong San

Kiam Khek dapat memandang benda yang jauh didepannya, sambil

menunyuk kearah itu ia berkata: "Kedua perahu aneh menuju

kerentetan tiga buah pulau kecil didepan sana, mari. kita kesitu!"

Mendengar ini, cepat-cepat Siong Hok menggojang-gojangkan

tangannya seraya berkata. "Sebaiknya kita jangan ke-sana, Ciong

In-jin!"

"Mengapa?" Tanya Ciong Peng cepat.

"Ketiga rentetan pulau itu disebut orang sebagai pulau neraka.

Dari namanya saja kita telah dapat menduga akan keganasan

keadaan disitu sebab setiap orang yang menuju kesana, umumnya

hanya namanya saja yang kembali!"

"Kau jangan terpengaruh akan cerita orang, ada aku disini aku

jamin kau takkan celaka!" Bong San Kiam Khek memberi

dorongan.

Ingat akan budi orang, Siong Hok terpaksa mengikuti kemauan

tuan penolongnya. Tak berselang lama, mereka sampai disebuah

pulau yang terletak tak jauh dari apa yang disebut pulau neraka.

Berhubung pada saat itu telah lewat senya, mereka tak leluasa

untuk meneruskan perjalanan guna mencapai tempat yang dituju.

Maka mereka bermaksud mengasoh semalam dipulau itu.

35

Lewat sesaat, malampun tibalah. Yu Siong Hok mere. bagi
bagikan makanan kering kepada orang banyak, sedang. kan anaknya

sudah lantas hendak menyalahkan lampu minyak, tapi telah dicegah

oleh Ciong Peng: "Tak usah kau menyalahkan itu, baik kita

gunakan sinar rembulan untuk pene-rangan kita.

Kim Hoat menurut.

Untuk menenangkan pikiran orang banyak, sambil makan

ransum kering, Ciong Peng menceritakan tentang kejadian-kejadian

aneh didalain kalangan Kang-ouw. Begitu bisanya in. bercerita,

sehingga orang banyak tertarik akan kisah yang dituturkannya,

dengan lain perkataan untuk sementara hilanglah ketegangan yang

meliputi hati orang banyak.

Pada, suatu ketika, tanpa disengaja, dikala berpaling Piauw

Hiang melihat sesuatu yang aneh diatas pasir, ia segera berseru:

"Paman, Loocianpwee, coba kalian lihat apa yang menggeletak

diatas pasir?"

Dengan matanya yang tajam, Bong San Kiam Khek lantas

mengetahui apa yang dimaksud oleh nona Goei. Tubuhnya seger

mencelat kearah yang ditunjuk dan berjongkok disitu. Kiranya

diatas pasir terlihat tiga buah tumpukan kulit kerang, yang rata-rata

sebesar mangkok, tebal pula, "Kalau begitu tepat dugaanku, bahwa

Peh Kut Loo Koay telah bangkit kembali!"

"Dari mana Loocianpwee tahu?" Tanya Piauw Mang cepat.

"Dari ketiga baris kerang ini, yang masing-masing membentuk

huruf Toa (besar), dua buah bintang dan satu bulan sabit. Semuanya

menunyukkan suatu pertemuan, tempat dan dipermulaan bulan.

Coba kalian periksa, aku rasa dibeberapa tempat dari pulau ini pasti

terdapat tanda-tanda serupa!" Empe Ciong menjelaskan.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

36

Dengan berpencar orang banyak lantas memeriksa, dan ternyata

apa yang dikatakan oleh kakek luar biasa itu terbukti!

Karena adanya hal itu, orang banyak jadi repot setengah

malaman untuk memeriksa keadaan, hingga waktu hampir fajar

barulah mereka masing-masing pada tidur.

Piauw Hiang bessama Lie Cu tidur didalam perahu. Sedangkan

Siong Hok bersama anaknya dan Ceng Tong beserta puteranya

tinggal digeladak. Tadinya empe Yu menyilakan Ciong Peng untuk

tidur bersama disitu, tapi telah ditolak oleh Bong San Kiam Khek

dengan alasan, bahwa bila ia tidur juga disitu, tempat yang sudah

sempit itu jadi semakin sempit. Sedangkan ia adalah seorang yang

melatih ilmu dalam, andai kata didalam keadaan terpaksa, ia juga

dapat bertahan untuk tidak tidur sampai dua hari dua malam.
Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Biar ia didesak bagaimana, ia tetap tidak mau tidur diatas

perahu, maka akhirnya Siong Hok juga tidak me-maksa terlebih

jauh. Karena cape pada slang harinya, tak, lama kemudian orang

banyak terlelap dalam mimpi.

Setelah melihat orang banyak pada tidur, Ciong Peng pergi

kesebuah batu karang. Sebetulnya, batu karang disitu sangat dingin,

ditambah pula oleh angin laut yang bertiup santer, bila diganti orang

biasa, orang itu pasti akan menggidik kedinginan. Namun lain

halnya dengan Ciong Peng, dengan menyalurkan Iweekangnya,

angin santer itu dirasakannya seperti angin malam yang bertiup

sepoi-sepoi serta menyejukkan! Biarpun pada seat itu matanya telah

dipejamkan, tapi kupingnya dipasang benar-benar.

Mendadak telinganya mendengar suatu suara yang aneh, cepat.

kakek luar biasa ini membuka matanya dan memandang kearah laut,

samar-samar ia melihat ditengah-tengah laut terdapat sebuah kapal

aneh. Dari dalamnya melompat baberapa buah titik hitam, yang

37

tampaknya berenang menuju ketempat dimana Ciong Peng dan

lainnya berada.

Dari balik batu karang Ciong Peng dapat melihat tegas

kedatangan mereka dan setelah mereka mendarat, barulah Bong San

Kiam Khek dapat melihat tegas roman mereka.. Bentuk mereka

aneh sekali, seluruh tubuh mereka dibungkus oleh selaput benda

hitam yang mengkilap, yang terlihat hanyalah mata dan mulut

mereka.

Tanpa mengeluarkan suara, tubuh Ciong Peng mencelat,

menerkam kearah dua diantara mereka yang telah mendarat dengan

gerakan Kie Eng Po To (Elang lapar menerkam kelinci). Begitu

tubuhnya hampir sampai, ia barengi menendang dengan tipu To

Tang Chit Seng (Menendang tujuh bintang), menyepak kesalah satu

diantaranya. Dan ia tidak berhenti sampai disitu, begitu

tendangannya berhasil membikin terpental satu lawannya, ia

susulkan lagi tangan kanannya menotok kejalan Hun Bun Hiat

seorang lainnya.

Biarpun kedua serangannya itu tepat mengenai sasaran, namun

kedua makhluk aneh itu kelihatannya tidak berasa apa-apa, apa lagi

terluka. Yang satu begitu kena ditendang, lantas melompat bangun

dan menceburkan diri kembali ke-laut, dilain saat telah lenyap dari

pandangan si kakek. Sedang satu lainnya, sehabis ditotok sampai

jatuh, juga hendak menelad perbuatan temannya, tapi ia agak

lambat, ia kena dihadang!

Tanpa berkata, Ciong Peng segera menggerakkan tangannya,

cepat luar biasa gerakannya itu, kali ini ia menggunakan tipu

menangkap can menempel. Menangkap kaki lawan dan

menempelkan tangan satunya keleher musuhnya, untuk kemudian

membenturkan tubuh makhluk aneh tersebut keatas karang, yang

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

38

membikin tak ampun lagi makhluk luar biasa itu jadi jatuh terkulai

dan tak sandarkan diri pula.

Baru saja kakek Ciong hendak mengikatnya, tiba. ia mendengar

diatas perahu timbul kegaduhan, segera ia menuju kesana. Kiranya

perahu empe Yu hendak dibikin tenggelam oleh kawanan makhluk

aneh lainnya dengan mambolongi bawah perahu. Cepat Ciong Peng

menuju kearah itu, dengan gerakan Pay San In Ciang (Menyalurkan

tenaga membariskan gunung), ia dorong perahu Siong Hok ketepi.

Ceng Tong juga tidak mau tinggal diam, ia turut membantu, maka

dilain seat perahu empe Yu telah dapat diselamatkan ketepi.

Melihat gelagat kurang begitu menguntungkan pihaknya,

kawanan makhluk aneh sudah lantas melarikan diri dengan

berenang ketengah.

Kim Hoat yang masih penasaran, ia segera mengambil tombak

dan melemparkannya kearah salah satu yang bere-nang paling

belakang seraya membentak: "Kena!"

Betul tombaknya tepat mengenai sasaran, namun membal balik.

"Sudahlah, percuma kita menyerang mereka dengan sen-jata

tajam biasa, badan mereka diselubungi oleh kulit yang tak tembus

senjata. Mari kita lihat salah satu yang telah berhasil kutangkap."

Kata kakek Ciong. Orang banyak lantas mengikuti.

"Rupanya Cianpwee telah membunuhnya lagi?!" Tanya Kian

Kong.

Sambil bersenyum Bong San Kiam Khek berkata: "Setelah ada

pengalaman mengenai mayat hidup tempo hari, aku tidak mau

sembarang turun tangan. Makhluk ini hanya kubikin pingsan saja."

Habis berkata, ia lantas jongkok disamping makhluk yang

tengah pingsan, dengan pisau kecil ia membuka jahitan kulit yang

39

menutup makhluk itu. Kiranya benda hitam mengkilap tersebut

hanya semacam baju luar yang menutupi seluruh tubuh orang

dengan menggunakan urat-kerbau sebagai benang untuk

menjahitnya.

Begitu penutup tersebut berhasil dibuka, orang banyak jadi

sangat terkejut. Ternyata didalamnya adalah seorang pemuda yang

berumur kira-kira dua puluh dua tahun, ia memakai pakaian kasar

lagi telah koyak-koyak. Wajahnya sangat pucat, seperti tak

berdarah.

Ciong Peng meraba dada orang, yang ternyata masih hangat

dan jantungnya masih berdenyut. Hanya badan pemuda itu saja

yang telah kaku. Cepat empe gagah ini mengurutnya dan tak lama

kemudian terdengar si pemuda menjerit aneh serta segera, hendak

lari ke air.

Kian Kong mencegatnya, namun ia kena didorong oleh pemuda

itu, yang ternyata bertenaga besar sekali, yang membikin tubuh

pemuda she Yu jadi terpelanting.

Si pemuda terus saja lari kearah air, akan tetapi sebe-lum

maksudnya tercapai, ia telah kena dihadang oleh Ciong Peng, yang

dengan sekali mengulurkan tangannya telah berhasil menotok Leng

Tay Hiatnya, hingga ia jatuh terkulai diatas pasir!

"Hai kawan, kau berasal dari mana? Siapa pemimpinmu dengan

mengapa, kau hendak mencelakai kami?" Bentak empe Ciong.

Pemuda itu bukannya menyawab, ia malah memandang kepada

si penanya dengan roman ketolol-tololan.

"Hai Siauwcu, tulikah engkau? Lekas jawab pertanya-an Ciong

Loocianpwee!" Bentak Kian Kong seraya menamparnya dengan

keras.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

40

Namun si pemuda tetap tidak ada reaksi apa-apa, kelihatannya

tamparan keras tak sedikitpun tak berasa baginya.

"Jangan kau sakiti padanya, ia telah kena dibius orang.

Nampaknya ia hidup tanpa kesadaran akan dirinya sendiri serta tak

berperasaan lagi. Baik kita angkut saja keperahu. Suatu waktu pasti

ada gurianya!" Kakek Ciong kata, habis mana ia lantas mengikat

tubuh orang.

Kala itu fajar telah menyingsing, di sana-sini tampak mulai

berterbangan burung-burung laut. Dalam pada itu terdengar empe

Yu telah perintahkan anaknya untuk memasang layar. Tak lama,

perahu yang ditumpangi oleh orang-orang gagah ini telah berlayar

maju menuju kepulau neraka!

"Pemuda ini sungguh harus dikasihani, kita harus me-rawatnya

baik. dan kita harus memberinya makan dan minum secukupnya,

supaya ia tidak mati kelaparan dan ke-hausan!" Kata empe Ciong

kepada orang banyak.

Kim Hoat lantas mengambil makanan kering dan air guna

diberikan kepada pemuda penyamar itu. Tak lama kemudian, ia

kembali lagi kepada orang banyak seraya berkata: "Siauwcu itu

benar-benar telah gila, melihat aku membawakan makanan serta,

minuman, ia terus memandangku sambil bersenyum. Sedikitpun ia

tidak mau makan, hanya meminum air sedikit!"

"Bila demikian halnya, biarlah ia terus berdiam disitu!" Ujar

empe Ciong.

Perahu empe Yu maju terus kemuka dengan layunya, beberapa

saat kemudian, sekira menjelang tengah hari, sampailah mereka

ketempat yang dituju.

Pulau neraka ternyata adalah pulau yang terjadi dari kumpulan

bukit-bukit batu karang, diantaranya bukit yang berada paling

41

tengah yang tertinggi. Di sekitarnya tidak terdapat sebuah tempat

datarpun. Jangankan pohon, rumputpun tak tumbuh disitu. Begitu

juga binatang-binatang, tak ada yang terlihat. Malah air yang

terdapat disekitarnya, bukan makin dekat kedarat makin tenang, ini

malah sebaliknya, jadi semakin kencang dan tinggi ombaknya.

Baiknya Siong Hok telah berpengalaman didalam menghadapi soal

semacam itu, dengan susah payah dan membuang banyak tenaga,

berhasil juga ia menepi disebuah batu karang yang menjulang

tinggi.

Siong Hok berdua anaknya yang berdiam diperahu, sedang

yang lainnya, dengan merambati tebing, akhirnya sampai juga

mereka diatas pulau tersebut. Begitu mereka berada diatas, mereka

dibikin terkejut oleh tumpukan tengkorak-tengkorak orang.

Biarpun didalam hati agak jeri, namun nona Goei gatal

tangannya, ia segera mengulurkan tangannya hendak menjamah

tumpukan tengkorak tersebut, topi telah keburu dibentak oleh Bong

San Kiam Khek: "Kau jangan semba-rang bergerak, benda-benda

itu adalah suatu tanda dari orang dikalangan Kang-ouw yang tak

boleh sembarang dijamah!"

Dengan adanya bentakan tersebut, Piauw Hiang jadi

mengurungkan niatnya. Mereka berjalan maju lagi dan lewat sesaat,

sampai-lah mereka disebuah goa.

Didalam goa tersebut ternyata gelap sekali, sebab talc ada

cahaya yang dapat menembusinya. Didepan goa itu terdapat dua

buah tumpukan tengkorak orang.. Anehnya ialah, tumpukan

disebelah kiri menghadap kedepan, sedangkan tumpukan yang satu

lagi, yaitu yang sebelah kanan, menghadap kedalam. Setelah

menelitikan beberapa saat, berkatalah Bong San Kiam Khek kepada

orang banyak: "Aku akan memeriksanya, kalian harap menunggu

sebentar disini!"

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

42

"Aku kira didalamnya tentu ada apa-apa yang kurang beres

saudara Ciong." Kata Ceng Tong dengan nada penuh kekawatiran.

"Justeru itu aku jadi hendak menyelidikinya. Kau tak usah
Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengkhawatirkan diriku, aku pasti dapat menyaga diriku dari segala

mara bahaya. Lagi pula kau harus ingat, bahwa siapa yang takut

memasuki goa macan, mana mungkin bisa mendapatkan anak
harimau!" Kata si kakek dengan tenang.

Selesai barkata, tubuhnya lantas mencelat masuk. Lewat sekira

sepemakan nasi, mendadak didalam goa terdengar suatu getaran

keras dan gaduh, hal mana mem-bikin orang-orang yang menunggu

disebelah depan jadi sangat terperanjat.

"Celaka, saudara Ciong pasti akan tertimbun hidup' didalam

goa ini!" Kata Ceng Tong agak gugup, "Mari kita lekas

menolongnya!"

Begitu ia habis berkata, tubuhnya lantas mencelat masuk, tapi

baru saja kakinya menginjak mulut goa, dirinya telah diserang oleh

empat orang mayat hidup!

Piauw Hiang bersama kedua saudara misannya tidak mau

tinggal diam, mereka segera mencabut senjata masing-masing

menyambut kehadiran empat lawan. Maka terjadilah pertempuran

dahsjat. Dimana golok dan pedang berkelebat kian kemari untuk

memusnakan kawanan mayat hidup.

Dengan membentangkan ilmu Hian Lie Kiam Hoat nona Goei

memutarkan pedangnia dengan kecepatan luar biasa serta diluar

dugaan. Pada suatu ketika ia gunakan gaja Giok Lie To Cun

(Bidadari menenun), pedangnya disapukan kedua jurusan, masing
masing kearah mata dan leher lawan.

Si mayat hidup melihat datangnya serangan, lantas

menengadahkan kepalanya guna menghindarkan tusukan pada

43

matanya, tidak tahunya, pedang si nona bergerak demikian cepat,

betul matanya dapat terhindar, namun ujung pedang telah berhasil

menusuk leher dan merobeknya sekali! Maka tak ampun lagi sambil

mengeluarkan teriakan yang mengerikan tubuh si mayat hidup jatuh

terkulai lemah dan tak berkutik lagi.

Melihat serangannya membawa basil, Piauw Hiang jadi tambah

bersemangat, ia lantas hendak menerjang ketiga lawan lainnya.

Hanya bertepatan dengan itu, ketiga mayat hidup masing-masing

telah mengeluarkan sebuah tabung, ketika dibuka, dari dalamnya

menyemburkan asap kuning, yang masing-masing menuju kearah

Ceng Tong, Kian Kong dan Lie Cu.

Empe Yo karena tidak menduga bahwa akan ada serangan

gelap serta licik dari lawannya itu, sehingga hidungnya menyedot

semacam bau-bauan yang amat menusuk, menyusul mana

kepalanya menjadi sangat berat dan matanya berkunang-kunang,

kemudian ia jadi tak sadarkan diri lagi.

Hal yang sama dialami oleh anaknya sang lelaki, yang segera

menyusul jahnya jatuh terjungkal. Lie Cu terlebih cerdik, begitu

melihat gerakan lawan yang agak mencurigakan, ia segera

menundukkan kepalanya, sehingga terhindar dari asap-berbisa

lawannya.

Namun begitu, hidungnya toh masih sempat menyedot sedikit

asap tersebut, yang membikin ia jadi agak muak dan rada pusing

serta lemah seluruh tubuhnya. Dengan kekuatan yang masih tersisa

ia berteriak kearah Piauw Hiang: "Ciecie, lekas tolong aku!"

Melihat paman serta saudara misannya yang lelaki dibikin

pingsan, nona Goei mengetahui bahwa keadaan kurang

menguntungkan pihaknya, maka jalan yang paling baik baginya

hanyalah berlalu untuk sementara dari situ. Tanpa berkata, ia

samber tangan adik misannya, guna segera diajak berlalu dari situ.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

44

Apa mau, baru saja mereka lari beberapa langkah, mendadak leher

Lie Cu terjerat dari sebelah samping dan terseret kebalik tumpukan

batu karang.

Ketika Piauw Hiang berpaling, dua mayat hidup berdiri

dihadapannya, merekalah rupanya yang menjerat saudara misannya.

Disamping terkejut ia-pun jadi amat marah akan perbuatan licik

lawannya.

Baru saja ia hendak menerjang, dari sisi kirinya berkelebat

beberapa bayangan, dilain saat dihadapannya telah menghadang

lima mayat-hidup lainnya, yang begitu muncul lantas menerkam

dirinya seraya membentangkan sepasang tangannya untuk

mencengkeram.

Dengan adanya hal itu, nona Goei tak ada kesempatan lagi

untuk menolong Lie Cu. Sambil membentak ia melontarkan

beberapa batang Cit Kiat Sin Cin kearah kawanan mayat-hidup.

Rombongan lawan rupanya mengetahui akan kelihayan senjata

rahasia si nona, cepat-cepat mereka menyingkir kekanan dan kekiri.

Piauw Hiang menggunakan kesempatan itu segera

melambungkan badannya dengan menggunakan Yam Cu Coan Lim

(Burung walet melintasi hutan), tubuhnya lewat disisi lawannya, ia

terus membentangkan langkahnya, lari sekuat tenaganya!

Kawanan mayat hidup rupanya tak rela melepaskannya begitu

saja, mereka terus mengejarnya.

Walaupun Piauw Hiang mengetahui bahwa rombongan

lawannya hanyalah samaran orang belaka, namun karena jumlah

mereka jauh lebih banyak serta dirinya berada disarang orang,

takkan menguntungkan baginya untuk terus melawan. Ia terus

melarikan diri dan waktu hampir kena kecandak, ia lantas

melontarkan jarum-rahasianya, yang membikin lawannya mau atau

45

tidak harus merandek sebentar. Hal mana memberi kesempatan bagi

nona Goei untuk dapat lari terlebih jauh. Tidak tahunya, ketika ia

sampai ketempat dimana perahu empe Yu menunggu, keadaan

disitupun tengah mengalami bahaya.

Kiranya ada dua mayat hidup yang berusaha menyeret perahu

tersebut ketepi lainnya. Empe Ye bersama anaknya berusaha mati
matian mempertahankan posisi perahunya. Rupanya belakangan

kedua mayat hidup tersebut habis kesabarannya, mereka tidak lagi

berkutet untuk mengalihkan arah perahu, tapi terus hendak

membereskan jiwa baru kemudian merampas perahu mereka.

Didalam keadaan keritik itu, Piauw Hang sampai. Tanpa

berkata ia melompat dan sebelum ia menginjakkan kakinya diatas

papan perahh, ia menendang salah seorang lawannya. Mayat-hidup

yang satu ini karena tidak menduga akan adanya serangan

mendadak tersebut, tanpa ampun belakangan tubuhnya kena

disepak, badan siapa lantas tercebur.

Kawannya yang seorang lantas menerkam nona Goei,

mencengkeram batok kepalanya. Piauw tidak menunggu sampai

serangan lawannya sampai, ia mendahului menyerang mata lawan

dengan ujung pedangnya sambil menggunakan gerakan Hoat Liong

Tiam Ceng (membuat mata, dalam melukis naga).

Dengan adanya serangan tersebut si mayat hidup cepat-cepat

menundukkan kepalanya. Apa mau nona Goei tidak mau berhenti

sampai disitu saja, melihat serangan pertamanya gagal, ia susulkan

serangan berikutnya dengan menggunakan Wan Yo Twie

(tendangan merpati), menepak keulu Kati lawan. Karena tak

menyangka si nona dapat bergerak begitu cepat, tanpa, ampun lagi

dirinya kena diserang dan tubuhnya terpental ke air, menyusul

kawannya yang satu!

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

46

Kim Hoat mengambil bambu panjang untuk menolak batu

karang didepannya, hingga perahu mereka terayun menuju

ketengah-laut. Ditambah pula empe Yu mengayunkan dayungnya,

sehingga sebentar saja perahu mereka telah terpisah kira. lima depa

dari pulau neraka.

"Sjukur kita dapat lolos dari bahaya maut." Kata nona Goei

gembira. Namun begitu, ketika ingat akan diri Bong San Kiam

Khek, Yo Ceng Tong beserta kedua anaknya yang belum ketahuan

akan nasib mereka, ia jadi amat masjgul dan sedih.

Mendadak terdengar Siong Hok berteriak kaget. Waktu Piauw

Hiang berpaling, ternyata diburitan perahu telah menjambret dua

pasang tangan mayat hidup yang tadi tercebur.

Tanpa berkata nona Goei berdiri dan menggerakkan

tangannya,'menyusul terdengar teriakan yang mengerikan dan

terceburlah dua sosok tubuh.

Baru pada saat itu hati Piauw Hiang, Kim Hoat bersama

ayahnya jadi agak lega, tapi sekonyong-konyong kembali terdengar

empe Yu berteriak: "Celaka. dibelakang mengejar perahu aneh!"

Waktu Piauw Hiang memperhatikan, benar saja dibe-lakang

perahu mereka tengah mendatangi sebuah perahu aneh yang

berlayar cepat menuju keaxab. mereka. Tampaknya tak lama lagi

perahu mereka akan tersusul. Nona Goei menggigit bibirnya seraya

menyiapkan jarum rahasianya, matanya terus mengawasi kearah

perahu itu. Ia bertekad, andai kata sampai tersusul, ia akan

bertempur mati-matian.

Selagi perasaan tegang mencengkam diri Plauw Hiang tiba-tiba

terdengar Kim Hoat berteriak: "Mereka rupanya sengaja hendak

menjepit kita. Lihat didepan sana ada sebuah sampan yang tengah

mendatangi!"

47

Apa yang dikatakan oleh Kim Hoat memang cocok dengan

penafsiran Piauw Hiang, tapi ia tak menjadi gentar karenanya. Ia

memperhatikan kearah yang baru ditunjukkan, yang ternyata adalah

sebuah Shia-ku (sampan kecil peranti menangkap udang, umumnya

hanya muat untuk tiga orang) tengah mendatangi dengan cepatnya.

Inilah diluar dari pada biasanya bahwa sebuah sampan kecil biasa

berlayar begitu cepat dengan memotong ombak!

Sedang perahu aneh dibelakang mereka telah makin mendekat

jua, sekira jarak mereka terpisah beberapa depa lagi, mendadak dari

mulut perahu muncul dua buah lobang. dari dalamnya segera

melayang dua batang panah berapi menuju keperahu empe Yu.

Nona Goei cepat-cepat menggerakkan pedangnya untuk

menghalaunya dan usahanya berhasil. Namun lagis dari perahu aneh

menyerang datang dua batang lainnya. tapi kern-ball dapat

dienyahkan oleh Piauw Hiang.

Beruntun dari kepala perahu aneh tersebut memuntahkan tujuh

atau delapan batang anak panah, akan tetapi kesemuanya dapat

disingkirkan oleh nona gagah ini.

Dilain pihak sampan yang ada didepan mereka juga telah

sampai, yang begitu tiba segera terlihat berkelebat dua buah

bayangan, yang mencelat keperahu Piauw Hiang.

Nona Goei jadi amat terperanjat, cepat-cepat ia melompat

kesamping dan memperhatikan kedatangan orang. yang pertama

sampai ternyata adalah. seorang Toojin (pendeta To) yang berbaju

serba hitam, ditangan kanannya menggenggam sebatang pedang,
Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sedang ditangan kirinya memegang senjata gaetan. Dibelakangnya

menyusul seorang Hweeshio (pendeta Buddha) yang gemuk

pendek, dari kepala sampai kebagian mukanya serba licin
mengkilap, ia menggenggam sebatang Pui Plan Can (senjata

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

48

bergagang panjang, yang pada ujung,nya berbentuk seperti bulan

sabit).

Karena menganggap kedatangan mereka tentunya tidak

mengandung maksud baik, tanpa berkata lagi Piauw Hiang segera

menyerang si Toojin dengan menggunakan gerakan Ho Pa Siauw

Thian (Dengan obor membakar langit), disapukan kekaki si Tosu.

Bertepatan dengan serangan none Goei ini, dari perahu aneh

telah melompat dua mayat-hidup, salah satu diantaranya lantas

menyerang Kim Hoat, yang biarpun menggunakan pengayuh

sebagai senjatanya, tak urung bahunya kena dijambret oleh kuku

tajam, hingga bayunya kojak dan bahunya terluka, sambil menjerit

kesakitan anak muda she Yu ini jatuh keatas papan perahu. Mayat
hidup yang baru datang ini ternyata sangat kejam, ia tak memberi

hati kepada orang yang telah terluka ini, siapa lantas menerkam dan

mencengkeram kepala Kim Hoat untuk dtkirim menemui Giam Loo

Ong.

Sebetulnya Tosu berpakaian serba hitam hendak mengajar adat

kepada Piauw Hiang yang dianggapnya sangat sembrono, hanya

disamping itu ia melihat Kim Hoat tengah berada didalam bahaya,

cepat-cepat ia menggerakkan badannya dengan gerakan Ju Yan Ce

Co (walet kecil meninggalkan sarangnya), tubuhnja melayang

melewati kepala nona Goei, jatuhnja tepat didepan si mayat-hidup

yang kala itu hendak mengambil nyawa orang. Begitu ia

menjejakkan kakinja, Tosu ini segera menyabetkan pedangnya dan

"Breeet", baju kebal si-majat-hidup dibikin bobol, hingga dengan

dada tergores pedang, tubuhnja lantas terpental ke laut sambil

mengeluarkan teriakan jang mengerikan.

Dilain pihak si Hweeshio gemuk juga, tidak mau tinggal diam,

dengan gerakan Pat Po Kan Shan (delapan langkah mengejar

tonggaret), badannja jang gemuk itu ternyata dapat bergerak cepat

49

lagi lincah, dengan beberapa langkah badannja telah berada

dihadapan majat-hidup lainnya.

Si mayat-hidup rupanja tidak mau kalah sigap, sebelum dirinja

diserang ia telah menyerang terlebih dulu, mencengkeram kediri

sang Hweeshio.

Poan Hweeshio tidak mendjadi gugup atau gentar karenanya, ia

agak mendoyongkan badannja ke belakang, sehingga serangan

lawan lewat disisi badannya, bersamaan dengan itu ia

menggerakkan senjata bulan sabitnya dengan gerakan Hoat Pun Tu

Mang (mendayung rakit melintasi sungai), ditusukkan kebagian

rusuk lawan, begitu cepat serangannya, membikin lawannya tak

dapat berkelit, tubuhnya tak ampun lagi kena diserang dan diangkat

oleh udjung senjata si Hweeshio serta diangkatnja sekali dan

dilemparkannja kelaut!

Kawanan mayat-hidup yang berada di atas perahu aneh ketika

melihat gelagat kurang menguntungkan pihaknya, cepat-cepat

mereka putar haluan dan melarikan perahunya. Hek Ie Toojin sudah

lantas hendak melompat keperahu sana, namun mendadak dirinya

kena diserang oleh beberapa batang panah berapi, sehingga mau

atau tidak ia harus menangkisnya dan dengan begitu perahu aneh

jadi mempunyai kesempatan untuk melarikan diri.

"Sayang, sungguh sayang kita tak berhasil membasmi semua

kawanan anjing itu!" Gumam si Tosu kemudian.

Pada saat itu Piauw Hiang baru sadar bahwa kedua orang

beribadah itu bukanlah kawan dari rombongan mayat-hidup, agak

menyesal juga tadi ia turun tangan sembarangan, baru ia hendak

meminta mast, si Tosu telah berkata kearah sampannya: "Lootee

lekas kemari, kawanan anjing telah kita usir semua!"

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

50

Dari dalam sampan mendadak telah melompat seorang lagi,

begitu cepat dan lincah gerakannya, dilain saat orang itu telah

berdiri dihadapan orang banyak.

"Hai budak, mengapa tanpa sebab tadi kau menyerangku?!"

Tanya si Tosu pada Piauw Hiang setelah melihat temannya telah

menyejakkan kakinya diatas perahu.

Akan tetapi tanpa menunggu jawaban ia telah berpaling kearah

si Hweeshio seraya berkata: "Poan-heng, lekas kau tolong

mengobati luka saudara kecil itu!"

Sehabis memerilcsa beberapa saat, berkatalah Poan Hweeshio:

"Lukanya hanya dikulit saja, tidak membahayakan jiwanya. Dengan

memakan sebungkus obatku lukanya pasti akan segera sembuh."

Selesai berkata, si Hweeshio mengangsurkan sebungkus obat

kepada empe Yu guna mengobati anaknya, Berulang-ulang Siong

Hok mengucapkan terima kasihnya, lalu membopong anaknya

maauk kedalam tenda untuk diobati. Tapi sebentar kemudian, ia

telah lari keluar lagi sambil tetap membopong anaknya seraya

berkata dengan napas empas-empis: "Celaka, mayat-hidup telah

lepas dari ikatannya!"

Wajah Piauw Hiang segera berobah, cepat-cepat ia cabut

pedangnya dan menuju ketempat yang ditunjuk oleh empe Yu.

Namun sebelum ia melangkah jauh, telah terlihat si mayat-hidup

keluar, yang begitu melihat orang, lantas menerkam hendak

menggigit tenggorokan orang.

Ketika melihat roman si mayat-hidup, baik si Tosu maupun si

Hweeshio sama-sama jadi mengunyukkan roman kaget, dengan

suara hampir bersamaan mereka berkata: "Tiong Houw, kiranya kau

disini!"

51

Sebetulnya nona Goei sudah lantas hendak menyerang dengan

pedangnya, akan tetapi ketika mendengar kedua orang suci itu kenal

akan si mayat-hidup, ia menjadi ragu-ragu. Dan justeru karena itu,

pergelangan tangannya jadi kena dicengkeram oleh si mayat-hidup

tersebut, yang membikin sendi-sendinya jadi berasa sakit sekali.

Dalam pada itu, teman kedua orang beribadah yang baru datang

itu, yang berpakaian sebatai seorang nelayan, telah membentak:

"Jangan kau berbuat sembarangan Tiong Houw! Pamanmu ada

disini!"

Bentakan mana membikin si pemuda jadi berdiam sejenak,

kemudian ia melepaskan cekalannya terhadap si nona dan batik

menerjaug kearah si nelayan tua seraya membentangkan kesepuluh

jarinya guna mengorek sepasang mata orang yang menjadi

pamannya.

Si nelayan tua tetap tenang ditempatnya semula, ia menunggu

sampai serangan si pemuda hampir tiba, segera mundur sedikit, lalu

dengan gerakan Teng Pouw Pa Lian (mengatur langkah

membariskan teratai), kaki kanannya diayunkan kemuka,

ditendangkan kearah paha keponakannya, membikin orang yang

disebut belakangan jadi terpental dan jatuh terguling diatas papan

perahu.

Akan tetapi rupanya pemuda itu memang benar telah hilang

daya sadarnya sama sekali, degan jatuh, ia lantas melompat kembali

dan lagi menerkam kearah nelayan tua.

"Sudah gilakah kau, Tiong Houw?" Bentak orang yang

diserang sambil menyiapkan Tiat Bun Peng (pukulan pintu besi).

Hanya sebelum ia melaksanakan serangannya, tiba-tiba


Pendekar Rajawali Sakti 94 Pendekar Aneh Lima Sekawan Melacak Topeng Hitam Pendekar Naga Putih 74 Misteri Di Bukit

Cari Blog Ini