Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong Bagian 2
terdengar cegahan dari Hek le Toosu: "Tahan!"
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Scan/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
52
Berbareng dengan cegahannya itu, tubuhnya telah melesat
seraya menotok ke jalan darah. That Hai Hiat dibagian dada Tiong
Houw, yang membikin keponakan si nelayan tua jadi lemas seketika
tu juga dan jatuh tak berkutik lagi.
"Binatang yang harus mampus, sampai paman sendiri tak kau
kenali!" Maki nelayan tua itu terhadap keponakannya. Habis
berkata ia sudah hendak menghajar pada Tiong Houw,
keponakannya.
"Sudahlah, ia telah memakan obat-berbisa dari Peh Kut Loo
Koay, ingatannya telah lenyap sama sekali, jangan kau sakiti lagi
padanya." Cegah Poan Hweeshio.
"Bila demikian halnya, ia takkan berguna lagi seumur
hidupnya." Kata kakek yang menjadi pamannya.
"Jangan kau bersusah-hati atau berputus asa saudara Han,
setiap racun pasti ada pemunahnya, maka itu baik kita periahan
lahan mencarinya guna memulihkan ingatan keponakanmu ini."
"Kalau boleh aku tahu siapakah gerangan gelaran Loo
cianpwee bertiga yang terhormat? Saudara ini pasti terkena racun
buatan Peh Kut Loo Koay dari Ho In To." Tanya Piauw Hiang.
"Hei budak, dalam usia semuda ini bagaimana kau bisa tahu
tentang Peh Kut Lao Koay Ouw Hian Hong?" Tanya Hek Ie Toosu
sambil memperlihatkan roman terperanjat.
"Perihal itu saya tahu dari penuturan seorang Loocian-pwee
yang kini masih terkurung didalam pulau neraka!" Menerangkan
nona Goei.
Habis mana, ia lantas menceritakan perihal dirinya sampai
akhirnya ia tiba di pulau maksiat tersebut. Selesai mendengar
penuturan Piauw Hiang, ketiga empe gagah juga lantas
53
memperkenalkan diri masing-masing. Mereka ternyata adalah Hu
Hai Sam Kie (Tiga orang gagah dari Hu Hai), si Tosu bernama
Gwen Seng Gwan, bergelar Hek Ie Tun Tun Yang, ilmu yang
paling diandalkan ialah Pun Tian Kiam Hoat yang terdiri dari 72
jurus. Sedang si Hweeshio bergelar Cian Chiu Tat Mo Beng In
Siansu, disamping senjata bulan sabitnya, ilmu Am-gie nyapun
lihay luar biasa. Sedang si nelayan tua bernama Han Beng, bergelar
Ie Pak Ie In, ia adalah turunan lurus dari panglima besar Han Sie
Cong ja dizaman Song, tangannya lihay sekali, ia bertempur
umumnya dengan tangan kosong. Biarpun ketiga orang ini berasal
dari lain-lain daerah, namun mereka sefaham dan paling mem-benci
kejahatan. Mereka hanyak muncul disekitar Hu Hai, itu pulalah
sebabnya digelari orang sehagai tiga orang gagah dari Hu Hai.
Maksud kedatangan mereka kesitu ialah hendak mencari cari
keponakan Han Beng, Han Tiong Houw beserta puterinya sendiri
yang bernama Han Siok Lang. Sebab mereka mendapat kabar
bahwa kedua anak muda itu, selagi hendak menolong mala-petaka
yang ditimbulkan oleh kawanan mayat-hidup, malah mereka sendiri
akhirnya yang kena tertawan dan dibawa pergi.
Kini sewaktu bertemu dengan keponakannya, Tiong Houw
ternyata telah hilang daya sadarnya, sehingga Han Beng menduga
bahwa puterinya pasti akan mengalami hal yang serupa, mungkin
lebih menyedihkan lagi. Hal mana membikin empe Han menjadi
sangat sedih berbareng marah. Sedih melihat nasib malang kedua
anak muda itu, keponakan serta puterinya yang belum diketahui
keadaannya, marah terhadap kawanan mayat-hidup, terutama
terhadap pemimpinnya, Peh Kut Loo Koay!
(III)
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Scan/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
54
"Jangan kau kelewat bersusah hati saudara Han, baik kita sama
sama menyerbu kepulau neraka guna membasmi kawanan mayat
hidup berikut kepalanya sekali, Peh Kut Loo Koay sekalian mencari
obat pemunah racun yang telah me-rangsang diri keponakanmu."
Beng In Siansu memberi saran.
Piauw Hiang yang memangnya sangat khawatir akan nasib
Bong San Kiam Khek berikut paman serta kedua sau-dara
misannya, begitu mendengar saran tersebut segera berkata: "Betul,
jalan satu-satunya yang terbaik ialah kita harus pergi kepulau
neraka!"
Dengan adanya usul serta sokongan, Han Beng akhirnya
menyetujui dan menyarankan supaya sebentar malam mereka
menuju kesana.
Siong Hok bersama puteranya, karena melihat banyak orang
pandai berada disitu, nyali merekapun jadi besar. Begitu menjelang
senya, mereka segera pasang layar me-nuju kepulau yang dimaksud.
Dengan menggenggam senjata gaetan
serta pedang, Seng Goan berdiri didepan perahu, ia
memperhatikan ke-adaan pulau yang amat ditakuti oleh penduduk
disekitarnya. Batu-batu pada menjulang tinggi serta curam pula,
ditambah dengan kegelapan sang malam, keadaannya sangat
menyeramkan.
"Keadaan disini betul-betul merupakan suatu neraka bagi
manusia. Rasanya Peh Kut Loo Koay tentunya telah lama berdiam
disini." Pendeta itu kata didalam hati.
Waktu perahu telah mendekati tempat tujuan, tiba-tiba
terdengar Piauw Wang berteriak: "Coba Cianpwee sekalian
memperhatikan, disebelah sana ada orang yang tengah berlari-lari
seperti dikejar setan!"
55
Kawanan orang gagah memperhatikan ketempat yang ditunjuk
oleh si nona dan mereka segera menampak, dian-tara kegelapan
malam terlihat sebuah bayangan yang lad dengan kencangnya,
sedangkan dibelakangmja mengejar beberapa bayangan pula.
Bayangan yang ada disebelah depan mengenakan juba putih, yang
ketika jarak mereka telah dekat pantai, nona Goal segera dapat
mengenali bahwa itulah Bong San Kiam Khek Ciong- Peng adanya!
"Itu adalah Ciong Loocianpwee, mari kita lekas memberi
pertolongan padanya!" Kata Piauw Hiang pada orang banyak.
Begitu mendengar seruan tersebut, tanpa berkata Gwen Sang
Gwan bersama Beng Ire Siansu sudah lantas membentangkan Hai
Yan Lang Po (walet melintasi ombak), dengan kaki sekali menjejak
pada papan perahu, tubuh mereka melayang menuju kepantai dan di
lain saat mereka telah berada diatas batu karang. Maka tak dapat
disangkal pura, bahwa dengan dapat berbuat demikian, dengan
sekali melompat mereka telah berhasil melintasi jarak kira-kira
sembilan depa, ilmu meringankan tubuh mereka telah mencapai
tingkat kesempurnaan.
Maka kini, diantara Hu Hai Sam Kie hanya tinggal Han Beng
seorang, sebab yang dilatihnya ialah ilmu luar, tak dapat ia menelad
perbuatan kedua kawannya. Namun iapun tidak mau ketinggalan, ia
segera mengambil gala, dengan alat mana ia tusukkan kedalam laut
dan tubuhnya dengan meminjam tenaga dari benda tersebut telah
melayang ke atas sambil menggunakan gerakan Peh Hok Ciong
Thian (Bangau putih melambung ke angkasa), dilain saat badannya
telah mencapai batu karang yang ada di hadapannya.
Adalah pada waktu itu, wajah Bong San Kiam Khek telah
pucat-pias, napasnya telah memburu dan keadaannya terlihat sangat
letih, begitu melihat kedatangan ketiga orang tersebut, ia lari kearah
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Scan/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
56
itu. Akan tetapi sebelum ia dapat mencapai tujuan, tubuhnya telah
keburu ambruk dan tak ingat orang lagi.
Han Beng cepat-cepat membopong padanya dan membawanya
kepinggir. Sedang Seng Gwan dan Beng In Siansu sudah lantas
berpencar untuk menghadapi dua makhluk aneh yang berpakaian
serba merah yang tengah mengejar Ciong Peng. Kedua orang tua
gagah ini telah membuka serangannya dengan senjata masing
masing diarahkan kehadapan lawannya.
Akan tetapi kedua makhiuk aneh bukannya takut akan serangan
senjata musuh, mereka malah memapaki dengan tangan masing
masing, mereka menggunakan Kin Na Chiu Heat, dengan
menggaet, merobek, membetot, menutup, memukul dan memeluk
menghadapi senjata musuhnya. Kuku-kuku mereka rata-rata tajam
mengkilap dan ketika lebih ditelitikan ternyata mereka mengenakan
selongsong baja, yang bukan saja dapat menangkis senjata lawan
tanpa takut menderita luka, pun mereka dapat merebut dan
memukul serta mencakar lawannya.
Disatu pihak, Gwen Seng Gwan lantas membentangkan gaetan
serta pedangnya dengan menggunakan ilmu Pun Tian Kiam Hoat,
kedua senjatanya berkelebat kian kemari, laksana naga sakti yang
tengah menari dilautan. Hanya biar bagaimanapun ia memeras
keringat dan otak guna menghadapi lawannya, namun usahanya
ternyata tak membawa hasil.
Malah kadang-kadang, bila ia berlaku sedikit lengah, kuku
kuku lawan telah datang mencekeram, mengarah pundaknya! yang
membikin ia, mau atau tidak, harus cepat-cepat lompat menyingkir
kesamping, untuk kemudian menyusulkan sera-ngan berikutnya.
Demikianlah, pertempuran antara seorang pendeta melawan
makhluk aneh yang berpakalan serba merah berjalan dengan seru
tapi mengerikan, tiadak boleh sala satu diantaranya yang berbuat
57
lengah, bisa mengantarkan jiwanya tanpa diketahui terlebih dahulu.
Masing-masing pada me-ngeluarkan kepandaian simpanan dan
kelincahan tubuh. Hanya makhluk aneh berada didalam posisi yang
agak- menguntungkan, sebab bukan saja jari-jari tangannya tak
takut senjata tajam, seluruh tubuhnya juga ternyata kebal. Maka
biarpun Seng Gwan telah herusaha sekeras tenaga, ia tetap tidak
dapat menjatuhkan musuhnya.
Dilain pihak, dengan senjata bulan-sabitnya Cian Chiu Tat Mo
menempur makhluk aneh lainnya, hanya keadaannya hampir
bersamaan dengan kawannya, biar ia telah mengeluarkan ilmu-ilmu
simpanannya, lawannya tetap berada dipihak yang agak
menguntungkan. Hingga akhirnya, dari pada menyerang terus
menerus dengan membuang banyak tenaga, ia mengambil posisi
menahan sekalian hendak memperhatikan keadaan lawan.
Ang Ie Koay U mengira paderi itu berada dibawah angin, ia
mendesak terus, hebat serangan-serangannya, hanya sebegitu jauh ia
tetap tak dapat menyatuhkan lawannya. Akhirnya ia jadi bosan
melawan. Tapi biar bagaimana ia adalah satu makhluk yang berbudi
rendah lagi keji, tak bisa mencelakakan orang secara terangBanjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terangan, ia lantas mencari sasaran lain yang sedang lengah.
Dilihatnya kala itu Gwen Seng Gwan sedang berkutet dengan
temannya, maka dengan gerakan yang cukup sebat ditinggalkannya
si Hweeshio dan menubruknya sang Tosu dari sebelah belakang.
Sambil menubruk la bentangkan cakarnya untuk mencengkeram
bahu orang.
Han Beng yang sejak tadi berdiri disebelah samping, begitu
melihat temannya sedang berada didalam bahaya, sambil
mengeluarkan bentakan hebat badannya segera melayang, dengan
jurus Siang Long Cut Hai (sepasang naga keluar dari dalam laut)
dan dengan menggunakan Kim Kong Chiu (tangan-baja) nya, ia
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Scan/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
58
hantam Tay Yang That si makhluk aneh, hebat lagi cepat
serangannya itu.
Namun di belakang kepala Ang Ie Koay U seperti ada matanya,
belum lagi serangan empe Han sampai, ia sudah lantas
membalikkan badannya, lalu dengan gerakan yang sebat luar biasa,
ia arahkan cakarnya kebawah perut musuhnya sambil menggunakan
gaya Hu Tee Cong Kun (menyodok kebawah perut). Hal itu
membiki Han Beng mau atau tidak harus melompat mundur. Hanya
iapun tak mau memberi banyak kesempatan bagi musuhnya untuk
menyerang tetus.
Habis berkelit, ia susulkan mengulurkan tangan kanannya
untuk memegang pergelangan musuh. Inilah yang disebut gerakan
Kim Liong Siauw Heng (naga emas melilit ditiang) dari ilmu Kim
Liong Chiu (tangan naga emas). Andaikata serangan tepat mengenai
sasaran, orang yang kena dipegang tangannya pasti akan rontok
tulang-tulangnya yang kena tercengkeram.
Tidak tahunya makhluk luar biasa itu cepat sekali gerakannya,
ia bukan saja dengan mudah dapat mengegoskan serangan musuh,
malah masih bisa balas menyerang, kali ini yang diarah ialah bagian
Sim Nu Muinya Han Beng.
Biar bagaimana cepat empe Han hendak mengegos, namun
sudah tidak keburu, pundak kanannya kena terhajar, yang membikin
Han Beng harus melompat kebelakang sambil kesakitan.
? ooOoo ?
59
Jilid II
Disamping penasaran Han Beng jadi sangat mendongkol,
sehabis mengerahkan tenaga dalarn, ia menerjang kembali seraya
menggunakan tendangan berantai Tay Lek Cian Kin Kiok Hoat
(tendangan seribu kati), diarahkan ketiga jurusan dibagian bawah
lawannya.
Serangan empe Han sekali ini cepat luar biasa serta diluar
dugaan, membikin biar bagaimana lihaypun mayat hidup tersebut,
ia tetap tak keburu mengegoskan serangan tersebut, hingga
tubuhnya tertendang jatuh.
Han Beng yang masih mendongkol, waktu melihat serangannya
membawa hasil, ia susulkan pula tendangan berikutnya guna
menghabiskan nyawa Ang Ie Koay U.
Hanya sekali-kali tak disangkanya bahwa gerakan lawannya
aneh serta cepat luar biasa, biarpun badannya tengah terguling, ia
toh dapat berlaku sebat, begitu serangan musuhnya hampir sampai,
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Scan/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
60
badannya lantas bergulingan seraya menangkap kaki musuhnya dan
usahanya ternyata berhasil. Hingga antara Han Beng dan dirinya
jadi bergumal diatas batu karang sambil bergulingan.
Empe Han tahu, bahwa bila melawan Ang Ie Koay U dengan
cara itu, takkan menguntungkan baginya. Maka kemudian, begitu
ada kesempatan, ia segera melambungkan tubuhnya melompat
bangun dengan gerakan Beng Houw Cut Tong (macan buas keluar
dari dalam goa), seraya kemudian membarengi menggunakan Kim
Liong Chiunya kembali, menghantam kebahu lawan.
Biarpun serangan tersebu tepat mengenai sasaran, namun
makhluk luar biasa itu seperti tak berasa apa-apa.
Baru saja ia hendak melancarkan serangan lainnya, tiba-tiba
terdengar bentakan kawannya, Beng In Siansu: "Kena!' Akan tetapi
Ang Ie Koay U seperti tidak takut akan ujung senjata bulan sabit si
Hweeshio yang tajam, tubuhnya sekeras baja. Biarpun senjata Beng
In Siansu tepat mengenai sasaran, namun tak membawa hasil
sedikitpun. Si makhluk aneh hanya terdorong mundur sedikit.
Si Hweeshio jadi penasaran, sambil membentangkan Heng
Kong Hwie Sin (ilmu langkah terbang) dari Siauw Lim Pay, tubuh
si Hweeshio gemuk dapat bergerak lincah, berkelebat kian kemari
mengelilingi badan Ang Ie Koay U, sambil sebentar-sebentar
menyodokkan senjatanya.
Mengetahui bahwa dirinya agak berada dibawah angin,
makhluk aneh yang mengenakan pakaian serba merah jadi agak
kalap, ia segera mengambil sebuah batu besar, lalu dilemparkan
menuju kebatok kepala sang Hweeshio. Beng In Siansu cepat-cepat
mengegos, kemudian ia susulkan serangannya dengan gerakan
Hong Hong Sauw Yap (angin pujuh menyapu daun), menyodokkan
senjatanya kepinggang musuhnya.
61
Kini giliran si makhluk aneh yang harus cepat-cepat mengegos.
Tapi iapun tidak mau kalah sigap, ia melemparkan batu berikutnya
ke arah kaki musuhnya.
Beng In Siansu cepat-cepat melompat ke atas, hingga batu
tersebut membentur batu karang yang ada di sisinya sehingga
menimbulkan suara keras yang memekakkan telinga.
Beruntun Ang Ie Koay U melemparkan delapan buah batu
kearah sang Hweeshio, namun semuanya tak ada yang mengenai
sasaran.
Belakangan Beng In Siansu habis sabar, sambil mem-bentak, ia
melambungkan tubuhnya setinggi satu depa lebih Kemudian dengan
menggunakan gerakon Sin Long Liang Kong (naga sakti turun dari
angkasa), orang berikut senjata terjuju melayang turun, yang begitu
hampir tiba pada sasarannya, lantas membentak: "Kena!"
Senjatanya sekaligus disapu kebagian bawah tubuh si makhluk
aneh, tenaga sapuan ini besar sekali dan tepat mengenai sasaran,
membikin musulinya terpental jatuh sejauh lima depa.
Melihat serangannya berhasil, Beng In Sansu jadi sangat
girang, tubuhnya lantas mencelat maju dan menjujukan ujung
senjatanya ketenggorokan lawan.
Tidak tahunya tangan si makhluk aneh yang berpakaian serba
merah dapat bergerak cepat sekali, begitu senjata musuh hampir
mengenai dirinya, badannya segera hergelinding kesamping, sedang
tangannya dengan kecepatan luar biasa memegang ujung gagang
senjata lawannya sambil membetotnya sekali. Hampir saja senjata
bulan sabit terlapas dari genggaman Beng In Siansu, untung
pegangannya cukup kuat, hingga senjatanya tak sampai kerebut.
Namun begitu mereka harus berkutet dengan saling tarik dan
mengadu tenaga masing-masing.
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Scan/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
62
Han Beng khawatir makhluk aneh itu menggunakan tipu untuk
mencelakakan kawannya, cepat-cepat ia melompat kedekat mereka.
Hanya sebelum ia turun tangan membantu Beng In Siansu telah
meneriakinya: "Loosam, lekas kau ambil batu dan timpuk
kepalanya!"
Empe Han dapat menyelami maksud kawannya, cepat-cepat ia
melompat kesamping dan mengambil sebuah batu besar, untuk
kemudian ditimpukkan kearah si makhluk aneh.
Mengetahui serangan berbahaya mengancam dirinya, terpaksa
makhluk aneh itu melepaskan cekalannya terhadap senjata si
Hweeshio dan cepat-cepat melompat menyingkir kesebelah
samping. Han Beng tidak mau memberi kesempatan pada Ang Ie
Koay U, begitu serangannya pertamanya tidak menernui sasaran,
segera ia susulkan serangan kedua dan tepat mengenai dada si
makhluk aneh. Terdengar kemudian ia berteriak-keras dan
melompat mundur, disusul belakangan lantas membalikkan
tubuhnya dan lari tanpa memperdulikan temannya.
Makhluk luar biasa berbaju merah satunya lagi, ketika melihat
kawannya kabur, semangat untuk bertempur telah musnah baginya,
iapun segera meninggalkan Gwen Seng Gwan, guna menyusul
kawannya merat dari situ.
Ketiga empe gagah karena takut mereka masih mempunyai
kawan-kawan yang tengah bersembunyi disekitar situ, supaya
mereka tidak sampai terjebak, mereka tidak melakukan pengejaran.
Han Beng sudah lantas memondong tubuh Bong San Kiam
Khek, sedang Gwen Seng Gwan lantas memeriksa nadinya.
"Kiranya ia tidak terluka, hanya kecapean belaka. Loo Poan
(saudara gemuk), lekas beri dia sebutir Soat Can Wan!" Ia kata
sesaat kemudian.
63
Beng In Siansu segera mengeluarkan obat yang dimaksud dan
memasukkannya kedalam mulut Bong San Kian Khek.
Dalam pada itu Han Beng segera mengurut seluruh tubuh
Ciong Peng, lewat sesaat, pendekar tua she Ciong ini mulai
sadarkan diri, hanya badannya masih agak lemah. Akan tetapi,
berkat obat Soat Can Wan, yang terbikin dari Jin Som Tiang Pek
San dan teratai salju dari Thian San serta dicampur oleh beberapa
macam obat mujarab lagi, perlahan-lahan tenaganya pulih kembali
dan sudah dapat berdiri kembali. Hanya mukanya masih agak pucat.
"Syukur Ciong Loocianpwee selamat. Mana pamanku?" Tanya
Piauw Hiang setelah melihat orang telah sadarkan diri kembali.
"Aku tak tahu. Aku saja hampir-hampir saja mati bila tidak
ditolong oleh ketiga saudara ini. Kalau boleh aku tahu, siapakah
nama saudara yang terhormat?" Sahut Bong San Kiam Khek seraya
kemudian bertanya kepada Hu Hai Sam Kie.
Seng Gwan beserta kedua saudara angkatnya lantas
menyebutkan nama.
"Kiranya kalian adanya. Tak percuma orang-orang pada
memuji akan kepandaian saudara bertiga yang tinggi."
"Mengapa saudara sampai bisa diuber-uber oleh kawanan
mayat-hidup?" Tanya Seng Gwan.
Ciong Peng lantas menceritakan kejadian yang menimpah
dirinya selama beberapa saat itu.
? ooOoo ?
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Scan/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
64
Kiranya, sewaktu Ciong Peng masuk kedalam goa, ia mendapat
kenyataan bahwa dalamnya goa itu kira-kira ada 10 depa, sedang
lebarnya lebih kurang delapan depa. Akan tetapi semakin ia masuk
kedalam, dugaannya tentang panjang goa itu ternyata meleset, sebab
makin kedalam, semakin tak berujung goa itu. Sebab jalan yang
menuju kedalam selalu berliku-liku dan selalu terhalang oleh batu
batu ka-rang. Hawa disitu dingin sekali serta lembab.
Mendadak terdengar suara keras, seperti ambruknya sesuatu,
yang membikin empe Ciong jadi sangat terperanjat dan ketika ia
berpaling, ternyata pintu untuk keluar telah tertutup sama sekali.
Tak ada kemungkinan baginya keluar melalui pintu itu lagi. Maka
mau atau tidak, terpaksa ia harus berjalan maju sambil membawa
obor kecil, yang memang selalu disisipkan di ranselnya. Tadi ketika
ia hendak masuk kedalam goa itu, sengaja ia membawanya masuk.
Sewaktu ia melangkah maju lagi sekira tiga puluh tindak, tiba
tiba didepannya berkelebat sebuah bayangan putih. Ciong Peng
cepat-cepat mencabut pedangnya dan menubruk bayangan putih
tersebut sambil menggunakan gerakan Kim Cin Tu Sian (benang
memasuki lobang jarum emas), pedangnya disabetkan dengan
kecepetan luar biasa dan terdengarlah suara koyaknya kain, yang
disusul dengan jatuhnya benda putih itu, yang ketika ditelitikan,
ternyata adalah sehelai kain belacu. Diatasnya tertera beberapa titik
merah, waktu disuluh dengan obor, ternyata adalah empat huruf
yang berbunyi: "Tempat ini merupakan kuburan bagi siapa yang
berani memasukinya."
Bong San Kiam Khek bukannya takut akan ancaman itu, ia
malah jadi tertawa besar. Tapi mendadak ia menjadi sangat terkejut,
sebab begitu ia tertawa, dari empat penjuru terdengar gema dari
suara tertawanya tadi. Lewat sesaat, barulah suara itu lenyap dari
pendengarannya.
65
Keadaan menjadi sangat honing. Hanya suasana itu tidak lama
berlangsung, sebab terdengar jeritan yang mendirikan bulu-roma
dan terdengar bergelombang. Biar bagaimana gagah dan tabah
kakek luar biasa ini, toh bulu-kuduknya bangun juga.
Cepat-cepat ia merebahkan diri dan menempelkan kupingnya
ketanah, dengan saksama ia memperhatikan asal suara. barusan.
Lewat sesaat, ia mendapat kepastian, bahwa suara tadi berasal dari
tempat yang tidak berjauhan dari situ. Cepat-cepat ia melompat
bangun, lalu dengan gerakan Pat Po Kan Shan (delapan langkah
mengejar tonggeret), badannya melangkah maju terlebih jauh.
Sekira ia berjalan tiga depa, sampailah ia kesebuah ruangan
yang cukup lebar, disitu terdapat batu karang yang beraneka bentuk,
yang umumnya menyulur kebawah. Disebelah pojok terdapat
sebuah perapian, yang rupanya khusus untuk menerangkan ruangan
tersebut. Pada sudut sebelah tengah terdapat sebuah pembaringan
bats, diatasnya berba-ring seorang, yang seluruh tubuhnya telah
penuh darah. Waktu lebih ditelitikan, bahna kagetnya, hampir saja
obor terlepas dari pegangan kakek Ciong.
Ternyata orang yang berbaring diatas pembaringan batu
tersebut adalah seorang yang berkulit atau lebih tepat dikatakan
telah dilucuti kulitnya, tubuhnya berkelejatan kian kemari, ini
menandakan bahwa orang itu masih hidup. Hanya sudah tidak dapat
dibedakan jenis kelaminnya lagi. Keadaannya persis dengan seekor
katak yang telah dikuliti. Sepasang telapak kaki serta telapak
tangannya dipantek oleh paku yang panjangnya kira-kira tiga dim.
Tak dapat salah lagi, bahwa teriakan yang mendirikan bulu-roma
serta menyeramkan tadi adalah berasal dari mulut orang ini.
Sehabis memperhatikan keadaan sekelilingnya, barulah Ciong
Peng berani menghampiri orang itu. "Siapa kau, kawan? Mengapa
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Scan/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
66
kau bisa jadi begini?" Tanya Bong San Kiam Khek perlahan
dipinggir kuping orang malang itu.
Orang yang ditanya tampak mengkemak-kemikkan mulutnya,
tapi sedikitpun tak dapat dimengerti oleh Ciong Peng. Sekonyong
konyong Bong San Kiam Khek mendapat suatu akal, segera ia
mencongkel paku pada tangan kanan orang itu. Tampak tubuh
orang tak berkulit tersebut berkelejatan sebeiitar, rupanya ia
menahan sakit yang luar biasa. Dari bekas pantekan mengucurlah
darah segar. Orang itu rupanya mengerti akan maksud Bong San
Kiam Khek, ia segera menggerakkan tangannya untuk menulis
sebaris surat, yang ketika ditelitilcan ternyata berbunyi: "Tempat ini
adalah pintu masuk keistana dibawah permukaan laut, Peh Kut
.. " Sebelum selesai ia menulis seluruhnya, darah telah
mengucur habis dan tak dapat ia meneruskan perbuatannya.
Ciong Peng segera menggunakan pedangnya lagi untuk
mencongkel paku ditangan yang satu lag'. Hanya bedanya, biarpun
si orang yang telah dikuliti berusaha dengan susah payah, tapi
tampaknya sukar baginya ia menulis dengan tangannya itu. Maka
baru saja ia habis menulis empat huruf, darahnya telah berhenti
mengucur. Adapun bunyi keempat huruf tadl adalah: "Dibawan
goa!"
Habis mana ia lantas mengangkat tangannya dan
mengisyaratkan kepada Ciong Peng untuk menusuk lehernya.
Sebagai orang yang arif, Bong San Kiam Khek mengerti akan
maksudnya itu, sebetulnya ia tidak tega melakukannya, tapi karena
melihat penderitaan orang yang luar biasa, terpaksa ia harus
mengeraskan hatinya dan menusukkan pe-dangnya ketenggorokan
orang itu.
67
Maka terdengarlah jeritan yang memilukan beberapa saat,
disusul dengan berkelejatan tubuh orang itu, namun tak lama,
tubuhnya berhenti bergerak untuk selama-lamanya.
Baru saja Bong San Kiam Khek selesai menjalankan
permintaan orang, mendadak dibelakangnya terasa menyamber
angin dingin. Cepat-cepat ia anenundukkan kepalanya, dua buah
kampak batu melayang lewat diatas kepalanya dan membentur
dinding goa, hingga menimbulkan lelatu api, menyebar keempat
penjuru.
Bong San Kiam Khek segera membalikkan tubuhnya dan
segera hendak menerjang musuh yang membokongnya, tidak
tahunya ia telah didahului. Sebab tiba-tiba ada dua bayangan aneh
yang menerjang padanya. Waktu ditegaskan, dua mayat hidup
dengan sepasang tangan seperti gaetan, telah menjuruskan
tangannya mencengkeram kekepala Ciong Peng.
Insyaf akan kawanan mayat hidup yang kebal akan sen-jata
biasa, disamping itu ia tidak mau tambah mengotorkan pedang
pusakanya dengan darah bangsa kurcaci, maka ia lantas
memasukkan pedangnya kedalam sarungnya. Untuk kemudian
segera membentangkan ilmu Tay Kin Na Hoat, begitu berhasil
mengegoskan serangan musuh, ia betot salah seorang lawannya,
untuk kemudian diangkat dan dilempar ke dinding! Kali int ia tidak
mau main kasihan-kasihan ia melempar dengan sepenuh tenaganya,
ditambah pula tubuh mayat-hidup tersebut tepat benar membentur
dinding, hingga tak ampun, tanpa mengeluarkan suara lagi, mayat
hidup tersebut kini benar-benar telah menjadi mayat!
Mayat hidup yang satunya jadi amat terkejut, hingga untuk
sesaat lamanya ia jadi berdirl bengong.
Ciong Peng tidak mau menyia-nyiakan kesempatan tersebut, ia
segera mendupakkan kaki kanannya, ia tidak mendupak
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Scan/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
68
sesungguhnya, hanya begitu serangannya hampir sampai, tanpa
mengeluarkan banyak tenaga, ia gaet kaki orang. yang membikin
simayat hidup jadi jatuh-terjengkang.
Karena tubuhnya yang berat, begitu jatuh, mayat-hidup tersebut
tak dapat segera bangun. Berhubung melihat keadaan orang yang
dikuliti, hatinya jadi panas betul ia tidak kenal pada orang yang
malang itu, tapi perbuatan lawannya sungguh keliwatan, kejam serta
tak berperikemanusiaan. Iapun tak sungkan-sungkan lagi untuk
menurunkan tangan kejam pada pihak lawannya, maka begitu
melihat musuhnya jatuh terlentang, tanpa membuang waktu, ia
tubruk badan orang, lalu diangkat untuk kemudian dilemparkan
keranyang batu tempat orang dikuliti berada. Kepala si mayat hidup
tepat mengenai pinggir batu pembaringan hingga pecah berantakan,
otak bercampur darah mengucur ditanah, segera ia menyusul
kawannya untuk melaporkan diri kepada Giam Loo Ong!
Selesai membereskan jiwa kedua mayat hidup, Ciong Peng
segera hendak melompat kedalam guna meneruskan
penyelidikannya. Namun mendadak berkelebat sebuah bayangan
merah, yang langsung menubruk kearah dirinya. Mengetahui akan
kedatangan musuh barunya, cepat-cepat ia menggunakan gerakan Ju
Yan Sieh Hui (walet kecil belajar terbang), tubuhnya menerobos
dibawah lawannya.
Begitu berhasil meloloskan diri, ia segera membalikkan tubuh
untuk menanyakan diri lawannya, tapi telah ada angin santer
menyamber lagi, menyusul terlihat bayangan aneh berwarna merah
telah menerkam dirinya lagi, kali ini bagian kepalanya yang
menjadi sasaran.
Ciong Peng cepat-cepat membentangkan Ceng Teng Hui Sul
Siang (capung terbang diatas air), tubuhnya segera mengegos
kesamping. Waktu ia memperhatikan, ia melihat bahwa yang
69
menyerang dirinya adalah Ang Ie Koay Jin (orang aneh berpakaian
merah). Muka orang itu rupanya memakai kedok, hingga romannya
tak terlihat sedikit perasaanpun, dingin dan kaku! Rambutnya
panjang mencapai pundak, hingga tak dapat dibedakan, sebenarnya
orang itu atau perempuan. Kalau dilihat dari gerakannya, maka
ginkangnya tak dapat dipandang enteng, mengenai kepandaiannya,
menurut dugaan Ciong Peng, tentu beberapa puluh kali lipat diatas
kedua kawannya terdahulu.
Tanpa ajal lagi Bong San Kiam Khek segera mencabut
pedangnya dan lantas melancarkan gerakan Liong Bun Sam Cie
Lang (ombak tiga kali menggempur gerbang sakti), membabat
lawannya pada tiga jurusan. Serangan itu bukan saja dilakukan
cepat sekali, pun diluar dugaan, yang memaksa lawannya harus
melompat mundur.
Akan tetapi Ang Ie Koay Jin juga bukanlah musuh yang
empuk, yang bisa sekali diserang lantas kabur, sebab sehabis
mundur, ia segera mencabut sesuatu dari pinggangnya dan
Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terlihatlah sebuah cambuk panjang (Tiang Pian) yang luar biasa
bentuknya. Panjang benda itu sekira ada lima depa, bila lebih
ditelitikan, bentuknya menyerupai seekor kalajengking. Pada kedua
sampingnya terdapat kaitan-baja sejumlah empat puluh delapan
buah, teratur rapat sekali, hingga menyerupai benar dengan kaki
berkait dari kala-jengking. Diujungnya terdapat dua buah benda
tajam yang agak melengkung, bentulcnya seperti huruf "U". Tak
dapat disangkal lagi, bahwa pada ujung-ujung yang tajam dari
senjata luar biasa ini pasti diborehi racun. Bila orang kena dikait,
bukan saja baju beserta dagingnya akan gompal, racun segera
menyalar keseluruh tubuh orang itu. Inilah rupanya yang disebut
Ngo Kong Pian atau cambuk kala-jengking.
Begitu mencabut senjatanya, tanpa menunggu dirinya diserang
lagi, Ang Ie Koay Jin telah mendahului menyerang, hebat
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Scan/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
70
serangannya itu dan rupanya ia hendak membalas serangan
lawannya tadi, sebab sekali menyerang diarahkan ketiga jurusan,
kebagian kepala, terus menurun keping-gang dan akhirnya menyuju
Berta membabat bagian ping-gang musuh. Inilah gerakan yang
disebut In Liong Sam Sian (ular naga muncul tiga kali).
Bong San Kiam Khek tak berani berlaku ajal, segera ia
bentangkan Bu Khek Kiam Hoat, sinar pedangnya bagaikan naga
dan ular yang tengah menari. Sebentar saja pertempuran telah
berjalan sampai dua puluh jurus lebih, keadaan mereka boleh dikata
seimbang.
Ciong Peng tidak mau bertempur lama-lama, sebab disamping
keadaan disitu amat gelap, pun ia tidak mengetahui posisi tempat
lawan. Ia takut kalau salah langkah akan masuk kedalam perangkap
musuh. Pula ia tidak mengetahui akan jumlah musuh yang
bersembunyi, andai kata ia dilawan secara bergelombang, biar
bagaimana tinggi kepanduan serta kosen dirinya, ia toh manusia,
yang perlahan-lahan tapi pasti akan berkurang juga tenaganya, apa
lagi kini ia telah berusia agak tua. Maka kemudian, ia lantas
mengambil dan melancarkan serangan dengan Cit Kiat Sin Cin
dengan menggunakan gerakan Kim Cin Tu Sian (benang
menerobosi lobang jarum emas).
Ang Ie Koay U cepat-cepat mengegos, lalu dengan nada yang
dingin ia berkata: "Setelah masuk kegoa Giam Ong, jangan harap
kau bisa keluar dengan mash bernyawa. Kepandaian silatmu
terhitung boleh juga, maka sebaiknya kau menyerah pada kami,
hidupmu pasti akan terjamin dan senang. Bila tidak, nasibmu akan
seperti Oey Bok Toojin yang telah dikuliti itu!"
Didengar dari suaranya, nyata itu adalah suara seorang
perempuan, biar keras diucaplcannya, namun lembut terdengar.
Sejak berada diatas pulau neraka ini, Baru pertama kali Cing Peng
71
mendengar pihak lawannya bisa berbicara. Dari keterangan
lawannya itu, tahulah ia bahwa orang yang ada dipembaringan batu
adalah Oey Bok Toojin dari Bu Tong Pay.
"Kau kira aku takut akan gertakanmu, biar apapun yang akan
menimpa diriku, takkan sudi aku takluk pada kawanan iblis! Jaga
seranganku!" Bentak Bong San Kiam Khek.
Habis mana, ia lantas membentangkan gerakan Leng Hong Pat
Kiam (delapan pedang menyanggah angin), diserangkan sekali
kedelapan jurus, dibagian-bagian bahaya dan penting dari anggota
tubuh lawannya, inilah salah satu gerakan yang terhebat dari ilmu
Bu Khek Kiam Hoat. Sedang pada tangan lawannya, ia segera
melontarkan tiga batang jarurn-saktinya, diarahkan kesepasang mata
serta leher makhluk aneh tersebut.
Wanita aneh berbaju merah itu bukanlah seorang yang lemah,
yang dapat dijatuhkan dengan begitu saja. Begitu melihat pihak
lawan menyerangnya dengan menggunakan senjata rahasia, cepat
cepat ia menundukkan kepalanya, hingga ketiga jarum-sakti Ciong
Peng lewat diatas kepalanya.
"Kepandaian melempar senjata gelapmu ternyata boleh juga,
coba kau bandingkan dengan lemparan senjata-rahasia Loo-nio
mu!" Bentak lawannya.
Habis berkata, si wanita aneh segera menggerakkan tangannya,
sekelompok paku baju segera mengarah diri Bong San Kiam Khek,
diarahkan kebagian atas, tengah dan bawah tubuhnya.
Ciong Peng dapat mengenali bahvva itu adalah Peh Kut Teng
(paku tulang putih) yang disamping halus buatannya, ujungnya
sangat beracun serta diberi bahan belirang.
Empe Ciong tidak berani gegabah menghadapi senjata ini,
cepat-cepat ia menggunakan gerakan Peh Hok Ciong Thian
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Scan/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
72
(Bangau putih menerjang keangkasa), tubuhnya melambung tinggi,
semua senjata gelap yang diarahkan padanya lewat dibawah
kakinya. Habis mengegoskan serangan lawannya, ia tidak mau
menunggu sampai dirinya diserang lagi, selagi tubuhnya melayang,
ia lantas menggunakan gerakan Thian Ma Heng Kong (Kuda
sembrani turun dari angkasa), pedangnya diputar demikian rupa,
hingga merupakan suatu lingkaran yang melindungi dirinya, yang
ketika telah dekat Idengan tubuh lawannya, ia lantas membabatnya
dengan kecepatan luar biasa serta diluar dugaan.
Wanita aneh itu cepat. menggulingkan diri, tapi biar bagaimana
cepat gerakannya, toh rambutnya kena terbabat sebagian.
Ciong Peng tidak mau memberi kesempatan lagi pada
lawannya, sebelum musuhnya sempat melakukan suatu apa, ia
segera menyerang lagi, kali ini dengan senjata gelapnya, cepat
sekali gerakannya, yang disusul kemudian dengan terdengarnya
teriakan dari si wantta berbaju merah, rupanya serangan tersebut
tepat mengenai sasaran, hanya Ciong Peng tidak tahu lawannya
terserang dibagian mananya. Sebab begitu habis menjerit kesakitan,
lawannya lantas lari dan menghilang dibalik batu karang.
Biarpun Ciong Peng bernyali besar dan tinggi kepandaiannya,
namun ia juga mempunyai perhitungan yang matang. Karena biar
bagaimana hebat kepunsuannya, ia hanya seorang diri, menghadapi
seorang lawan saja, ia sudah begitu susah payah untuk
mengalahkannya, apa lagi dirinya nanti dikeroyok, bisa runyam
dirinya nanti. Ia bermaksud hendak mencari jalan keluar, hanya
baru saja ia melangkah beberapa tindak, tiba-tiba dibelakangnya
telah menyamber angin dingin lagi.
Tak percuma Bong San Kiam Khek melatih diri selama
beberapa puluh tahun, hingga kupingnya menjadi sangat tajam.
Begitu merasa ada angin dingin berkesiur dibelakangnya, ia segera
73
membalikkan tubuhnya seraya membarengi membabatkan
pedangnya dengan menggunakan gerakan Bwee Hoa Lok Tee
(Bunga Bwee jatuh ketanah).
Lawan yang menyerangnya segera harus menyingkir, hingga
sewaktu empe Ciong membalikkan diri, ia tak usah takut untuk
dibokong lagi. Ia segera melihat bahwa orang yang menyerang
dirinya kembali adalah seorang wanita aneh, tapi roman musuh
yang baru datang ini lebih mending dari wajah temannya yang
terdahulu.
Tanpa menunggu musuhnya, turun tangan, ia telah mendahului
menyerang dengan dua buah babatan pedang, masing.
menggunakan gaja Kho Couw Kong Coa (Kaisar Kho Couw
membidik ular) dan Kim Cin Tu Sian (benang menerobosi lobang
jarum emas), masing diarahkan kebagian leher dan dada si wanita
berbaju merah.
Ang Ie Lie Jin cepat-cepat mengegos kesamping, sambil
kemudian ia mengeluarkan lima utas dadung yang digabung
menjadi satu. Pada masing-masing ujungnya terikat sebuah cakar
yang amat tajam, entah benda ini terbuat dari bahan apa, yang hanya
dapat digunakan lemas dan keras. Sekali digerakkan lima bagian
yang diarah.
Seumur hidup baru kali ini Bong San Kiam Khek melihat
senjata seaneh itu, segera ia membentangkan gerakan Pat Pui Hong
Ie (Hujan badai didelapan penjuru), pedangnya berkelebat kian
kemari, melindungi dirinya dari setiap serangan.
Sebentar saja, pertempuran telah berjalan tiga puluh jurus lebih,
selama itu keadaan mereka tetap berimbang. Bong San Kiam Khek
coba-coba merangsek, tapi senjata musuhnya hebat luar biasa,
disamping dapat digunakan untuk menyerang, sebagian lagi bisa
dipakai guna melindungi dirinya, hingga untuk beberapa saat sukar
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Scan/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
74
bagi Ciong Peng untuk mengalahkannya. Maka belakangan,
sembari merangsek hebat, Ciong Peng menyusulkan menyerang
musuhnya dengan jarum-saktinya sebanyak tiga batang, masing
masing menyurus kebagian yang dianggap lemah oleh si kakek.
Namun wanita ini cukup lihay, baik mata maupun gerakannya,
begitu melihat dirinya diserang, ia bukannya mengegos atau
berusaha memukul jatuh serangan lawan, malah menarik
senjatanya. Hanya waktu jarum Bong San. Kiam Khek hampir
mengenai sasaran, satu per satu dipukulnya sampai jatuh ketanah,
tanpa menimbulkan luka sedikit-pun pada tangan si penepak tadi.
Hal mana membikin Ciong Peng jadi agak terkejut,
diperhatikan tangan lawannya; baru kemudian ia tahu bahwa tangan
musuh yang satu itu adalah tangan palsu yang terbikin dari baja
putih. Pantas saja senjata gelap empe Ciong tak dapat melukal
dirinya, malah dapat menepaknya sekali tanpa rasa takut sedikitpun.
Bila dilihat keadaannya, tangan palsu tersebut, bukan saja dapat
menepak jatuh semua senjata rahasia, malah nampaknya bisa
digunakan untuk menyanggah setiap senjata, lawan. Sesudah
memukul jatuh senjata gelap musuh, dengan roman puas berkatalah
Ang Ie Lie Jin: "Hai kawan, setelah dapat melayani aku sebanyak
tiga puluh jurus, kepandaianmu terhitung boleh juga dan dapat
dimasukkan didalarn golongan Hoohan (orang gagah)! Kiauw-cu
(pemmpin) kami amat senang pada orang yang berbakat serta
berkepandaian lumayan, maka lebih baik kau meletakkan senjatamu
untuk menyerah pada kami, jiwamu akan terjamin dan hidupmu
akan senang sepanjang masa. Bila tidak, jangan harap kau bisa
keluar dari dalam goa ini dengan masih bernyawa!"
Ciong Peng bukannya menerima tawaran tersebut, ia malah
menjadi sangat gusar, ia segera membentak: "Kena!"
75
Ang Ie Lie Jin mcengira musuhnya kembali menyerang dirinya
Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan senjata gelapnya, ia segera mengangkat tangannya untuk
menepak setiap serangan musuhnya.. Tidak tahunya bentakan Bong
San Kiam Khek tadi hanyalah sebagai pancingan belaka. Ia
bukannya hendak benar-benar menyerang, hanya sehabis
membentak, ia majukan diri seraya menjujukan dua buah jarinya
untuk menghantam Long Tay Hiatnya musuh. Tapi kemudian ia
batik pikir, umumnya orang Peh Kut Kiauw memakai baju dari kulit
buaja, setiap totokan tentu takkan membawa hasil. Maka
belakangan ia jadi mereobah serangannya, ia segera mengerahkan
Thiat Pie Pee Chiu (tangan kecapi besi), menghantam kedekat pusat
lawannya. Ilmu Thiat Pie Pee Chiu ini bukan saja dapat
memusnahkan kekebalan musuh yang memiliki ihnu weduk seperti
Kim Ciong Co (lonceng ernas), Thiat Po San (baju besi), pula
terhadap orang-orang yang memakai bahan pakaian yang tak
mempan senjatapun dapat diterobosinya.
Berhubung serangan kakek Ciong dilakukan divar dugaan, tak
dapat bagi wanita berbaju merah untuk mengegoskannya, dengan
telak ia merasai pukulan tersebut sampai tubuhnya jatuh terguling.
Tapi ia cukup lihay, begitu jatuh, tubuhnya sudah lantas dapat
mencelat bangun lagi dan segera melompat kebelakang tempat tidur
batu, untuk kemudian menghilang dibalik dinding.
Baru saja Ciong Peng hendak mengejarnya, tapi tiba-tiba
tempat dimana wanita tadi menghilang, telah tertutup rapat dengan
sebuah batu besar. Menyusul belakangan, jalan keluar dari situpun,
entah sejak kapan, telah ditutup oleh pintu batu lainnya. Dengan
begitu, Ciong Peng jadi terkurung ditengah-tengah ruangan
tersebut. Andai kata ia tak dapat keluar selama sepuluh hari atau
lamanya setengah bulan disitu tanpa makan dan minum, dengan
sendirinya ia akan mati lemas. Namun empe gagah ini tidak
kekurngan akal, ia melihat bahwa batu dimana orang yang telah
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Scan/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
76
dikuliti berbaring lain keadannya dengan batu-batu yang terdapat
disekitarnya. Ia segera menghampirinya dan setelah memperhatikan
beberapa saat lamanya, ia membentangkan sepasang tanganna.,
memegang kedua ujung dari pembaringan tersebut. Sambil
mengeluarkan seruan, tangannya berhasil mengangkat batu seberat
tiga ratus kati dan melemparkannya kesebelah samping.
Tampak kemudian, bahwa disebelah bawahnya terdapat sebuah
goa yang menjurus kedasar goa lainnya. Keadaan disitu tampak
terang, ia menandakan bahwa lobang itu merupakan sebuah jalan
keluar. Hal mana membuat Ciong Peng jadi sangat girang, cepat3
melompat kedalamnya.
Benar saja, begitu kakinya menginjak dasar ruangan tersebut, ia
sebuah jalan lurus yang dapat menembus ketempat lainnya. Cepat
cepat ia berjalan kearah itu. Tapi baru saja ia berjalan beberapa
langkah, tiba-tiba entah dari mana datangnya telah menyambar
dirinya beberapa buah batu karang besar, yang datangnya saling
susul serta diluar dugaani Cepat-cepat Ciong Peng mundur guna
menghindarkannya. Baru saja kakinya melangkah kebelakang,
tempat keluar baginya telah tertutup lagi. Begitupun tempat kosong
dimana ia masuk barusan, telah disumbat kembali.
Menyusul belakangan, dari sekitar ruangan tersebut muncul
beberapa buah lobang, yang disusul dan dalamnya menyemburkan
pasir yang deras sekali.
Tahulah Ciong Peng kini, bahwa lawan-lawannya hendak
mengubur dirinya hidup-hidup ddalam pasir, yang terus mengalir
masuk keruang itu tanpa henti-hentinya, makin lama makin tinggi
saja tumpukannya.
Bong San Kiam Khek segera melompat keatas dinding batu
tersebut, dengan menggunakan limo Pit Houw Kong (cecak
melekat) ia menempelkan tubuhnya disitu. Tumpukan pasir makin
77
lama makin tinggi saja, dari dua depa, meningkat ketiga depa
akhiranya mencapai tujuh depa.
Empe Ciong insyaf, keadaan itu pasti akan lebih banyak
membawa celaka baginya dari pada menguntungkan. Tak dapat ia
berdiam diri terus tanpa mencari usaha lainnya, maka ia segera
menggerakkan pedang pusakanya. Sekali tusuk, pedang tersebut
telah berhasil menembus dinding sedalam setengah depa lebih
kedalam dinding disampingnya. Ia gunakan tancapan pedang
tersebut sebagai tempat kakinya berpijak. Baru kemudian ia
tempelkan tangannya ke dinding batu seraya membentangkan ilmu
Kim Kong Ciang Hoat. Begitu lihay tangannya ini, sebab begitu
tangannya menempel, batu dikedua sisinya segera pada hancur
berantakan. Perlahan tapi pasti tangan empe Ciong terus mendesak
masuk, dengan disusul runtuh sedikit demi sedikit batu-batu
dikedua sisinya.
Setelah lewat beberapa saat, tangannya telah berhasil masuk
dan mengorek sedalam kira-kira tiga depa lebih. Sedangkan
tumpukan pasir telah makin meninggi juga, andai kata ia tidak
cepat-cepat menggali, niscaya badannya pasti akan tertimbun
didalamnya.
Ciong Peng tidak menjadi gentar atau putus-asa karenanya,
sebab didalam dirinya tertanam suatu keyakinan, bahwa dimana ada
kemauan dan usaha, tiada satu soalpun yang akan sukar
diselesaikan: Sambil menggeretek gigi, ia percepat usahanya, ia
gunakan sekuat tenaga yang ada untuk terus mengorek. Maka ketika
tumpukan pasir telah mencapai kedekat kakinya, ia telah berhasil
membuat sebuah lobang, yang cukup baginya untuk lolos keluar.
Dengan cara merayap, sehabis mencabut pedangnya, ia terus
masuk kedalam lobang yang baru dibuatnya, dilain saat tubuhnya
telah berada ditempat yang bebas. Hanya barn saja tubuhnya
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Scan/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
78
muncul, ia mendapatkan disitu ada beberapa mayat hidup yang
berpakaian serba kuning, hal mana membikin ia jadi sangat
terkejut!
Kawanan mayat hidup sedikitpun tak menduga bahwa pendekar
tua yang gagah serta ulet ini bisa lobos dengan cara demikian.
Begitu melihat Ciong Peng keluar, mereka segera melemparkan
kantoug pasir yang sejak mereka tumpahkan kedalam goa dan
cepat-cepat'. memburu kearah Bong San Kiam Khek.
Bila didalam keadaan biasa, jangan kata baru beberapa mayat
hidup, puluhan bahkan ratusan lagi Cong Peng masih tak gentar
menghadapinya. Tapi sayang kini tenaganya boleh dikatakan telah
berkurang sekali, tak dapat ia melawan mereka terlebih jauh, baik
jasmani maupun rokhaninya telah berada didalam keadaan cape
sekali. Maka begitu melihat mereka mendatangi, tanpa
memperdulikan suatu apa ia lantas membentangkan ilmu Liok Tee
Hwie Heng (terbang diatas tanah), terus lari sambil mengempos sisa
tenaga yang masih ada. Ia kabur menuju kepantai!
Dua mayat hidup tak mau melepaskan padanya, terus mengejar
sampai dimana ia pergi, mereka masing-masing menggunakan
gerakan Co Siang Hwie Heng (terbang diatas rumput)!
Sambil lari didalam diri Ciong Peng mengharapkail bisa
berjumpa dengan Yo Ceng Tong dan lainnya, ia sama sekali tidak
menduga bahwa kawan-kawannya sebagian besar telah kena
ditawan oleh musuh, hanya Piauw Hiang seorang yang dapat
meloloskan diri. Maka biarpun ia telah lari kemana juga, ia tetap tak
dapat menjumpai teman-temannya. Tenaganya kian berkurang,
matanya telah mulai berkunang. Apa mau, sesampainya dipantai, ia
juga tidak melihat perahunya Siong Hok. Maka habislah segala
pengharapannya, ia lari sembarangan saja, tak tahu kemana ia harus
menuju. Lawan-lawannya makin lama makin mendekati dirinya dan
79
untung ketika ia hampir tertangkap, datanglah Gwen Sang Gwan
dan kawan-kawan.
(IV)
Hu Hai Sam Kie bermaksud mengajak orang banyak untuk
sementara berlalu dulu dari tempat tersebut. Sebab mereka insyaf
akan kepandaian lawannya yang boleh dikata telah hampir
mencapai tingkat kesempurnaan, yang biarpun mereka bertiga
bergabung, belum tentu mereka bisa men-jatuhkan musuh. Mereka
lantas mengusulkan supaya semuanya untuk sementara kembali
dulu kedaratan, pergi ke Bu Tong San guna memberitahukan perihal
kematian Oey Bok Cinyin kepada partai Bu Tong. Baru kemudian,
dengan beramat-ramai mereka datang pula kesitu guna mem-basmi
Peh Kut Sin Kun beserta komplotannya.
Namun usul itu tidak dIsetujui oleh Bong San Kiam Khek
beserta Goei Piauw Hiang. Sebab menurut mereka, lebih penting
menolong teman-teman yang telah kena ditawan, sebab bila
terlambat, mereka takut kalau keadaan mereka akan seperti Tiong
Houw yang menjadi mayat-hidup! Bila usaha mereka menolong
kawan berhasil, barulah mereka kembali kedaratan, guna
mengundang orang-orang gagah untuk membasmi kawanan orang
keji tersebut.
Atas usul tersebut, untuk beberapa saat lamanya Hu Hai Sam
Kie berdiam diri, mereka tak dapat mengambil keputusan dengan
segera.
Melihat ini nona Goei telah berkata lagi: "Sebelum mendapat
kepastian bahwa kita harus atau tidak kembali dulu kedaratan
sebelum menolong teman-teman yang tertangkap oleh musuh, maka
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Scan/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
80
sebaiknya kita usahakan supaya kesadaran saudara Han dapat
dipulihkan dulu. Aku rasa, dengan mengandalkan kepandaian
sekaiian Loocianpwee, mesti diantara kalian ada yang dapat
mengobatinya. Siapa tahu, dari diri saudara Han kita mendapat
keterangan berharga tentang keadaan di sarang musuh."
"Bila tidak kau sebutkan, hampir saja aku lupa. Sau-dara
gemuk, kau adalah seorang akhli didalam bidang pengobatan urat
nadi serta tusuk jarum, coba tolong kau lihat, apakah Tiong Houw
masih bisa ditolong atau tidak?" Kata Seng Gwan kepada temannya.
"Aku rasa susah, sebab racun Peh Kut Loo Koay susah sekali
dicari pemunahnya, terkecuali dari tangan iblis itu sendiri. Aku kira
kita tak usah membuang banyak tenaga untuk menelitikan keadaan
Tiong Houw, nanti saja setelah kita berhasil menyerbu dan
membasmi musuh, kita mencari obat pemunahnya disarang
mereka." Kata Beng In Siansu sambil menggeleng-gelengkan
kepalanya.
"Apa salahnya didalam menggunakan beberapa saat bagi kita
Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
untuk berpikir, disamping itu kita gunakan untuk melihat-lihat
keadaan keponakanku. Siapa tahu kau bisa secara diluar dugaan kita
bisa mengobatinya!" Kata Han Beng.
"Tak mungkin," kata paderi itu cepat. "Kecuali kita
mendapatkan obat pemunahnya."
"Sebelum dicoba janganlah kau mengatakan tak mungkin, coba
kau usahakan dulu setelah mana barulah kau membikin suatu
kesimpulan!" Seng Gwan menyokong usul temannya yang satu.
Didesak sana sini, akhirnya Beng In Siansu jadi tak berdaya
untuk mengelakkan lagi permintaan teman-temannya. Sambil
mengangguk perlahan ia menghampiri tubuh Tiong Houw, seraya
sebelumnya menyuruh Kim Hoat membawa pelita kesitu.
81
Setelah memeriksa sesaajt, mendadak romannya yang tadinya
agak lesu jadi berseri, segera, ia berkata kepada Han Beng:
"Dugaanmu tepat Loo-sam, keponakanmu masih ada harapan bisa
sembuh kembali."
"Benarkah?" Tanya kawannya cepat, la takut kupingnya salah
dengar.
"Betul. Rupanya Thian memang pemurah. Entah mengapa,.
kawanan Peh Kut Loo Koay kali ini turun tangan secara meleset,
hingga racun yang diberikan kepada keponakanmu belumlah
meresap benar, baru dibagian luar saja yang kena terserang.
Rupanya pekerjaan meracuni orang sampai lupa diri, lupa segalanya
itu bukanlah dilakukan oleh Peh Kut Loo Koay sendiri!"
"Sjukurlah kalau begitu," Han Beng berkata dengan roman
berseri, kemudian ia menegaskan lagi, "Jadi kau merasa pasti bahwa
keponakanku dapat kau obati ?"
Si paderi menganggukkan kepalanya.
Habis mana ia segera membuka kantong obatnya,
mengeluarkan beberapa batang jarum mas dan meminta Seng Gwan
untuk membuka baju Tiong Houw. Sedang ia sendiri lantas
membakar tiga batang jarum diatas api pelita, kemudian ia meraba
dulu kejalan darah si pemuda, disusul dengan menusukkan sebatang
kedalamnya. Begitu jarum tersebut menembus daging, segera
terlihat ada semacam asap-putih tipis yang mengepul keluar dari
badan Tiong Houw.
Badan si pemuda tampak menggigil dan menggeliat kian
kemari, romannya tampak sangat menderita.
Waktu melihat roman orang yang begitu menderita, Seng Gwan
menjadi kasihan. Tapi sebagai seorang yang juga akhli didalam soal
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Scan/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
82
pengobatan, ia tahu bahwa pengobatan temannya membawa hasil
yang diharapkan.
Dilain pihak Beng In Siansu tidak berhenti sampai disitu saja,
beruntun tapi secara hati-hati ia menusuk kebe-berapa buah jalan
darah dibagian dada, diantaranya jalanl darah, Ciang Tay, Cong
Bun dan Sin Teng. Sedangkan dibagian punggung orang ia
tusukkan juga tiga batang jarum lainnya, yaitu masing-masing
dijalan darah Hun Bun, Hian Ie dan Siong Kie. Biasanya, didalam
mengobati orang dengan jarum, Beng In Siansu paling banyak
menggunakan tiga batang jarum saja, boleh dikata baru sekali ini ia
menggunakan jarum emasnya begitu banyak. Dan hal diatas, dapat
diketahui betapa hebatnya dan parahnya yang diderita oleh Tiong
Houw.
Tak lama, terdengar kerongkongan pemuda she Han berbunyi,
si paderi cepat-cepat membuka totokan yang dilakukan Seng Gwan
sebelumnya untuk melumpuhkan 'si mayat hidup' Tiong Houw.
Dengan kecepatan luar biasa ia sambar kaki orang, untuk diangkat
dan dibalikkan serta menyelamkan tubuh si pemuda.
Hal itu membikin orang banyak jadi sangat terperanjat, sebab
perbuatan paderi ini adalah diluar dugaan mereka,
"Loo-jie kau kau sudah gila-kah kau?" Han Beng berteriak.
Tidak tahunya Beng In Siansu bukannya hendak melelepkan
seluruh tubuh orang, banya waktu badan Tiong Houw terendam
separoh dengan kepala disebelah bawah, ia lantas mengangkatnya
kembali, lalu membaringkannya diatas papan perahu. Tak usah
lama menunggu, sebab tiba-tiba pemuda she Han lantas muntah
muntah, mengeluarkan banyak cairan kuning-gelap serta kemerah
merahan.
83
"Cukuplah sudah!" Demikianlah Beng In Siansu berkata
dengan roman berseri.
Selesai berkata ia mengeluarkan tiga butir Soat Can Wan-nya,
lalu dimasukkan kedalam mulut keponakan Han Beng. Menyusul
paderi ini menyuruh Kim Hoat mengambil air hangat untuk
diminumkan pada Tiong Houw.
Tak lama si pemuda she Han tampak mengangkat kepalanya
dan melihat orang banyak. memandang orang banyak dengan mata
pudar, namun perlahan-lahan jadi bersinar kembali! Wajah yang
tadinya ke-tolol-tololan tiba-tiba berobah memperlihatkan perasaan
kaget. Ia menundukkan kepalanya sambil memperhatikan
pakaiannya yang basah, kemudian memperhatikan ju-ga keadaan
disekelilingnya.
"Tempest apa ini? Mengapa aku bisa berada disini?"
Gumamnya.
Melihat keponakannya telah pulih kesadarannya, Han Beng jadi
sangat girang, ia lantas berkata: "Tiong Houw, akhirnya sadar juga
kau!"
"Mengapa paman bisa berada disini? Dimana encie Lang?"
Tanya si pemuda.
Waktu mendengar Tiong Houw menanyakan perihal anaknya,
Han Beng jadi sedih hatinya, begitu sedih dan pilunya ia, hingga
tanpa dapat dicegah air mata mengalir dari kelopak matanya, baru
belakangan ia berkata: "Aku sendiri sedang mencarinya!"
"Keadaan Tiong Houw masih lemah, tak boleh ia banyak bicara
dulu. Sebaiknya kita membiarkan ia menukar pakai-annya yang
basah serta mengisi perutnya dulu, memberi beberapa butir Soat
Can Wan lagi dan menyuruhnya beristirahat untuk beberapa saat
lamanya!" Seng Gwan kata pada orang banyak.
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Scan/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
84
Dengan adanya peringatan itu, orang banyak jadi tidak banyak
menanyakan ini dan itu lagi. Sehabis menukar pakaian, mengisi
perut dan memakan beberapa butir Soat Can Wan serta mengasoh
beberapa saat lamanya, kesehatan Tiong Houw telah berangsur
pulih, hanya tenaganya saja yang masih lemah.
Setelah orang banyak merasa si pemuda telah cukup mengasoh,
maka bertanyalah nona Goei: "Sewaktu masih berada didalam
istana Peh Rut Sin Kun tempo hari, apakah saudara Han melihat
ayahku?"
Habis mengajukan pertanyaan, ia segera melukiskan keadaan
dan roman orang tuanya.
Belum lagi Tiong Houw keburu menyawab, Han Beng telah
bertanya juga: "Tiong Houw, selama kau berada dibawah pengaruh
musuh, apakah kau melihat encie Leng-mu?"
"Aku tak begitu lama berdiam di istana bawah tanah, disamping
itu keadaanku pada saat itu telah berada didalam keadaan kurang
sadar, berkat obat-racun yang diberikannya kepadaku." Sahut Tiong
Houw, "Yang aku tahu hanyalah bahwa murid-murid Peh Kut Loo
Koay terbagi didalam dua golongan, yang satu bisa berbicara,
sedang lainnya tidak. Umumnya rambut orang-orang yang ada
didalam istana dibawah tanah selalu meriapkan rambutnya, serta
mengenakan topeng, hingga tak dapat dibedakan mana yang wanita
serta mana prianya. Itulah sebabnya, baik ayah nona Goei seperti
yang telah dilukiskan romannya tadi serta encie Leng tidak
melihatnya sama sekali!"
"Setelah mendengar keterangan saudara Han, menurut hernatku
biar bagaimata kita harus masuk serta melabrak sarang musuh, guna
sekalian menolong ayah, paman beserta anak-anaknya serta Siok
Leng Ciecie, bila tidak, mereka pasti akan dijadikan mayat hidup!"
Piauw Hiang kata sambil dengan roman memohon.
85
Hu Hai Sam Kie berdiam diri, belakangan terdengar Beng In
Siansu bertanya pada Seng Gwan: "Toa-ko, tahukah kau akan
kepandaian khusus dari Peh Hut Loo Koay?"
"Ilmu yang dilatih Loo Koay kalau tak salah adalah Kiu Im
Sian Kong, hanya pada seratus tahun belakangan ini, boleh dikata
jarang terdengar orang yang memiliki ilmu ini. Tapi andai kata Peh
Hut Loo Koay benar telah melatihnya serta hampir sempurna
tingkatannya, dapat kau bayangkan sendiri betapa tinggi
kepandaiannya itu!" Seng Gwan menerangkan.
"Sebaliknya sebelum Peh Kut Loo Koay sempurna benar
ilmunya, kita menyerbu sarang serta membunuhnya. Bila terlambat
lagi beberapa waktu, bila ia telah bisa melatih ilmunya sampai
sempurna betul, akan susah bagi kita untuk membasminya!" Piauw
Hiang mengusulkan.
"Jangan kau terburu-buru Hiang-jie, sebaiknya kita tunggu
sampai fajar menyingsing baru memasuki sarang musuh. Aku kira
kawanan Peh Kut Kiauw tentunya takut akan sinar matahari, sebab
mereka sudah menjadi seperti setan dan sebangsanya yang takut
akan cahaya!" Sela Bong San Kiam Khek.
"Begitupun baik, kita tunggu sampai fajar menying-sing baru
memasuki serta mengubrak-abrik sarang musuh!" Beng In Siansu
menyokong usul tersebut.
"Tapi sebelum kita memasukinya, kita harus mengatur jalan
keluarnyai" Kata Seng Gwan.
"Bagaimana cara mengaturnya, Toa-ko?" Tanya Han Beng.
"Dipihak kita kini sedikitnya ada tiga orang yang tidak dapat ikut
menyerbu kesarang musuh, yaitu Tiong Houw beserta saudara Yu
sama anaknya. Maka menurut hematku, sebaiknya mereka naik
perahu meninggalkan pulau ini. Sedangkan kita, bila diberkahi
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Scan/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
86
umur panjang oleh Thian hingga dapat membasmi kawanan Peh
Kut Kiauw tanpa mengantarkan nyawa sendiri, kta boleh menyulut
panah berapi untuk digunakan sebagai tanda. Dengan adanya tanda
tersebut, Tiong Houw dan Kim Hoat bisa cepat-cepat kemari!"
Orang banyak menyetujui usul itu. Piauw Hiang lantas pergi
kedapur untuk masak nasi dan lauk-pauknya, yang kebanyakan
terdiri dari daging ikan. Setelah masing-masing kenyang perutnya,
Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lantas menyediakan bekal untuk dua hari lamanya, kemudian
masing-masing naik keatas pulau.
Han Tiong Houw bersama empe Yu dan anaknya lantas
meninggalkan pulau itu. Gwen Seng Gwan memberi tanda disebuah
batu karang, sebagai tanda bahwa itulah ternpat mereka mendarat.
Kala itu fajar telah menyingsing, matahari memancarkan cahayanya
yang jernih-bening, sinarnya terpantul terang tatkala terkena air!
Selama itu Bong San Kiam Kheklah yang menjadi penunyuk jalan,
sesampainya didekat puncak gunung, mendadak terdengar Ciong
Peng mengeluarkan seruan aneh: "Aneh, mengapa goa ditutup oleh
batu besar pada siang hari?"
"Orang-orang Peh Kut Kiauw persis seperti yang kita duga, tiga
bagian menyerupai orang, sedang tujuh bagiannya mirip setan.
Begitu melihat matahari mereka segera menutup goa-setannya,
takut kalau-kalau ada orang masuk kesitu. Han Loo-sam, mari kita
berdua menggunakan Tay Lek Kim Kong untuk membobolkan batu
renghalang ini!" Kata Beng In Siansu.
"Baik, mari!" Sahut Han Beng bersemangat.
"Tunggu dulu, berat batun ini sedikitnya seribu kati lebih, susah
dan akan memakan banyak tenaga bagi kita untuk membukanya.
Menurut perkiraanku, disekitar sini masih banyak goa semacam itu.
Sebaiknya kita mengadakan pemeriksaan dulu." Cegah Bong San
87
Kiam Khek. Orang banyak mau menurut perkataan Ciong Peng,
mereka memeriksa sekitarnya.
Betul juga apa yang dikatakan oleh empe Ciong, sebab tak lama
mereka melihat sebuah goa lainnya yang tak tertutup. Bila dilihat
dari luar, orang banyak tak tahu berapa dalamnya goa itu, hanya
keadaannya tampak menyeramkan.
"Sewaktu kau meloloskan diri, apakah melalui goa ini Ciong
Loocianpwee?" Tanya Piauw Hiang.
"Aku tak ingat lagi, sebab kala itu aku berada didalam keadaan
letih dan kacau pikiran, begitu melihat ada jalan keluar, terus
kulalui tanpa memperhatikan keadaannya lagi." Sahut Bong San
Kiam Khek.
"Sebaiknya kita masuk dari sini saja, tak perduli goa ini
merupakan perangkap sekalipun. Lebih cepat kita menolong teman
teman kita adalah terlebih baik pula." Han Beng mengusulkan.
"Betul kata Loo-sam, bila kita tak berani memasuki sarang
macan, takkan bisa mendapatkan anaknya. Mari kita masuk." Kata
Seng Gwan dan Beng In Siansu dengan suara hampir bersamaan.
Habis berkata, dengan mengandalkan mata mereka yang tajam
mereka menerjang masuk didalam keadaan yang samar-samar.
Begitu masuk mereka segera mendapatkan aneka-bentuk batu yang
aneh tapi menarik untuk dipandang. Sewaktu lebih ditelitikan,
biarpun letak batu-batu aneh tersebut tampaknya sangat tak teratur,
hanya kelihatannya didalamnya diatur Pat Tin Touw (barisan segi
delapan). Hal itu pertama-tama dapat diketahui oleh Gwen Sang
Gwan, maka cepat-cepat ia peringatkan temannya yang berjalan
disam-ping: "Loo Poan, berhati-hatilah!"
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Scan/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
88
Baru saja peringatannya itu habis diucapkan, tiba-tiba telah
menyambar beberapa titik putih kearah mereka. "Setan sialan,
berani kau bermain-main dihadapan Hud-ya-mu!" Bentak si paderi.
Setelah membentak, ia lantas menggerakan senjatanya sambil
menggunakan gerakan Sin Liong Sie Hai (Naga Sakti berpesiar
dilaut). Menyusul terdenga.r suara tring, tring beberapa kali, tujuh
atau clelapan batang Siauw Kong Piauw (badi-badi baja kecil).
Sambil tertawa besar Beng In Siansu telah berkata lagi: "Segala
tembaga dan besi rongsokan masih berani kalian perlihatkan
dihadapanku. Hai Peh Kut Loo Koay, bila engkau benar-benar
mempunyai kepunsuan, lekas kau perlihatkan diri dihadapan Hud
ya-mu!" Belum lagi habis perkataannya diucapkan, tiba-tiba dari
samping kanannya telah menyemburkan asap kuning, menyembur
kearah kepala sang paderi.
"Loo Poan, lekas kita berlalu dari sini, itulah asap beracun!"
Begitu mendengar peringatan kawannya, Beng In Siansu cepat
cepat menotolkan ujung senjatanya, dengan menggunakan gerakan
Ju Yan Sieh Hwie (burung walet kecil belajar terbang), tubuhnya
mencelat keluar. Teman-temannya menelad perbuatannya menuju
kedepan goa.
"Loo Poan, lekas kau keluarkan pil anti racunmu, lekas bagi
bagikan pada, setiap orang yang hendak masuk kedalam goa ini.
Dengan begitu kita tak usah takut lagi pada uap racun dan
sebagainya."
Si paderi menurut apa yang diusulkan oleh temannya. Dari
jubahnya ia mengambil sebuah tabung, dari dalamnya ia
mengeluarkan lima butir pil, yang masing-masing dibagikan kepada
orang banyak seorang sebutir.
89
"Mari kita masuk!" kata Seng Gwan pada orang banyak.
Selesai berkata ia mendahului melompat masuk dengan diikuti oleh
kedua orang kawannya.
Piauw Hiang dan Ciong Peug juga segera menelad perbuatan
Hu Hai Sam Kie.
Demikianlah, bagaikan beberapa ekor burung walet yang
lincah-gesit tubuh kawanan orang gagah memasuki tumpukan batu.
Malah Seng Gwan telah mendahului orang banyak memasuki Seng
Bun (pintu-hidup) dari tarisan batu tersebut. Baru saja kakinya
melangkah masuk, tiba-tiba dibelakangnya ada angin dingin
menyambar kearah tiga jurusan dari tubuhnya.
Cepat-cepat Tosu ini mengegos kesamping, hingga serangan
tersebut lewat disisinya. Waktu ditelitikan, kiranya benda yang
menyerang dirinya adalah senjata yang berbentuk cakar-ayarn
dengan bersambung-sambung dengan rantai sebagai pegangannya.
Bokongan tadi berasal dari sebelah kiri dan dilakukan oleh seorang
yang berpakaian merah.
Habis mengegos, tanpa menunggu dirinya diserang, Seng Gwan
telah mendahului melompat menerkam sambil menusukkan
pedangnya dengan menggunakan gerakan Cun Li Ca Can (Awan
bertebaran), diarahkan kernuka lawannya.
Dengan adanya gerakan cepat dan luar biasa dari kakek Gwen
ini, si pembokong cepat mengegos kesisi. Hanya sebelum ia sempat
berbuat epa, serangan kakek gagah itu telah tiba lagi, kali ini dengan
gerakan To Coan Im Yang (menyungkir-balik negatif dan positif).
Pedangnya disabetkan kebatok kepala musuh.
Ang Ie Jin kembali jadi gelagapan, dengan sekuat tenaga ia
melompat menyingkir, hanya gerakannya kalah cepat dengan
babatan pedang Seng Gwan. Maka biar ia telah berusaha bagaimana
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Scan/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
90
juga, walupun betul dirinya luput dari ancaman bahaya, namun
rambutnyalah yang menjadi sasaran, dengan terpapas sebagian
besar dari atasnya. Hal mana membikin si pembokong tadi, biar
bagaimana nekat dan tabahnya dia, mau tak mau jadi mengeluarkan
keringat dingin juga, nyalinya boleh dikata pecah seketika.
Si Tosu she Gwen bukan saja lincah gerakannya, permainan
pedangnyapun hebat luar biasa. Begitu melihat serangannya tidak
begitu membawa hasil, tapi toh ia mendapat angin, ia susulkan
serangan berikutnya, sebuah serangan berantai, yang sekali
dihantarnkan diarahkan kedua buah jurusan, masing-masing dengan
gerakan Kim Cin Eng Sian (menjahit dengan jarum emas) dan Kie
Bok Ciang Po (ombak menghantam bebokong), diarahkan kebagian
atas dan bawah bebokong musuh.
Hanya sebelum serangannya mengenal sasaran, Ube- Seng
Gwan merasakan ada sambaran angin yang menyuju kepalanya.
Cepat-cepat ia menunduk, terlihat dua buah kampak bath lewat
diatas kepalanya dan membentur dinding goa, yang disamping
menerbitkan suara keras pun menimbulkan lelatu api, bahna keras
benturan tersebut.
Begitu berhasil meloloskan diri dan serangan musuh, dengan
gerakan yang cepat luar biasa si Tosu mengayunkan tangannya, dan
batang Kim Cian Pauw melayang kearah asal datangnya serangan
kampak barusan.
Tak lama, terdengarlah suara jatuhnya sesuatu, maka tahulah si
empe bahwa serangannya membawa hasil seperti yang
diharapkannya. Ia menjadi sangat girang, segera. hendak menerjang
kearah itu. Hanya sebelum ia sempat melaksanakan maksudnya,
tiba-tiba telah melayang kearahnya beberapa titikputih.
Jarak bokongan musuh kali ini disamping begitu cepat pun
diluar dugaannya, pula jarak yang dilakukannya dekat sekali. Hal
91
mama membikin kakek Gwan jadi sangat terkejut. Cepat-cepat ia
menggunakan gerakan Tiat Poan Kio (jembatan besi), tubuhnya
setengah-ngejengkang kebelakang, yang membikin titik putih tadi
lewat persis diatas tubuhnya, benda tadi ternyata adalah tiga batang
panah pendek.
Tanpa menunggu serangan lawan berikutnya, Hek Ie Tun Yang
Gwen Seng Gwan sudah lantas mencelatkan tubuhnya seraya
mengayunkan pedangnya, kearah datangnya serangan gelap
barusan. Begitu hampir sampai ditempat sasaran, ia gerakan
senjatanya dengan menggunakan gaya To Cian Seng Ho (membabat
ribuan bintang) dan 'Ttrrraaaannnggg', suara beradunya senjata
tajam dengan benda keras, tapi tiada terlihat ada sebuah tubuh
manusiapun.
"Lihay benar gerakan pembokong tadi!" Pikir Seng 'Gwan.
Namun waktu ia lebih menelitikan, tahulah ia akan sebabnya.
Ternyata ditempat yang diserangnya barusan memang asalnya tidak
ada orang, yang ada hanya pasangan tali busur yang diikat pada dua
buah batu karang, diikat demikian rupa, hingga biarpun tiada orang
yang menyaganya, tali busur yang memangnya telah ditarohkan
panah bisa melayang sendiri, sedang si pengaturnya. boleh berdiam
ditempat yang berjarak kira-kira dua atau tiga depa dari situ, Inilah
suatu tiara mengatur yang manis serta sempurna!
Dengan adanya cara, mengatur dari lawan yang demi-kian,
untuk selanjutnya, didalam melakukan penyelidikan berikutnya
Seng Gwan jadi tidak berani berlaku sembrono lagi. Dengan
langkah waspada, dengan mata dan kuping yang dipasang benar
benar, perlahan-lahan serta hati-hati ia maju kedepan. Sebab ia
khawatir, suatu waktu salah langkah, masuk kedalam perangkap
lawan, dengan dibarengi pula oleh senjata-senjata beracun lawan,
biar bagaimana lihaynya dia, suatu waktu pasti akan dapat membuat
kelambatan serta kelalaian. Hingga bila dirinya sampai kena
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Scan/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
92
terserang oleh senjata-senjata lawan yang beracun serta dilakukan
secara licik begitu, akan mati konyollah dia.
Dilain pihak, kedua temannya, yaitu Beng In Siansu serta Han
Beng juga ikut masuk kedalam Tin (barisan) lawan. Begitu mereka
masuk, mereka segera disongsong oleh tiga orang Ang Ie Koay Jin,
yang kesemuanya bermuka pucat dengan rambut yang berurai
panjang serta tak teratur. Ditangan masing-masing pada
menggunakan senjata cakar-tangan-manusia dengan direnteti oleh
rantai-rantai bersambung sebagai pegangannya. Diantara. mereka
segera terjadi pula suatu pertempuran yang dahsjat.
Beng In Siansu dengan senjata bulan sabitnya yang bengagang
panjang menghantam kesana kemari, sedang Han Beng dengan
bertangan kosong, sambil membentangkan ilmu 'fay Lek Kim Kong
Chiu Hoat menghadapi musuh. Bila diatas tanah datar, tak usah
dikata, didalam tempo sekejap, kedua kakek gagah ini pasti dengan
mudahnya menjadikan ketiga musuhnya. Tapi keadaan pada saat itu
berlainan sekali, mereka berternpat diatas batu-batu yang pada
menonyol disana-sini, serta didalam Tin buatan lawan lagi.
Tak biasa mereka bertempur dengan cara itu dan berlainan
sekali dengan ketiga musuhnya, yang telah biasa dan boleh dikata
telah hafal diluar kepala jalan-jalan mana yang harus dilaluinya.
Hingga dengan begitu, biar kedua kakek ini memeras tenaga dan
mengeluarkan kepandaian simpanannya yang istimewa, mereka
tetap tak dapat merobohkan musuhnya, keadaannya jadi berimbang,
sebentar saja empat puluh jurus telah dilalui.
Piauw Hiang dan empe Ciong yang sejak tadi menyak-sikan
dari luar Tin, waktu melihat keadaan tersebut, nona Goei jadi tidak
sabar, ia lantas mencabut pedang pendeknya dan segera hendak
menerjang masuk kedalam Tin. Namun telah keburu dicegah oleh
empe Ciong: "Jangan kau masuk kesana, kau tak tahu akan siasat
93
yang diatur didalam Pat Kwa Tin musuh, jadi andai kata kau
bertemu bahaya nanti, tiada akan bisa orang yang menolongmu."
Mau si nona menuruti perkataan orang tua itu, akan tetapi
hatinya rupanya belum peas, ia berkata: "Setelah teman-temannya
kita bertempur, Ciong Loocianpwee, masakan kita terus menerus
berpeluk tangan menyaksikan mereka bertempur. Disamping itu,
bukankah masukmya mereka ke-mari adalah atas anyuran kita serta
untuk menolong teman kita pula. Tak baik kiranya kalau kita tidak
ikut turun tangan."
"Anak tolol, kau hendak kemanakan ilmu Ciat Kiat Sin Cin
mu? Dari luar Tin kita membantu menggempur musuh, bukankah
akan sama dengan kita menerjang masuk kesana?" Si kakek
menerangkan.
Akan perijelasan itu, nona Goei jadi sangat bergirang Kati,
sambil tersenyum ia berkata: "Betul, mengapa tidak sejak tadi
Loocianpwee mengatakannya. Mari kita sama-sama menjajal ilmu
tadi, supaya kawanan binatang-aneh merasai kelihayan senjata
kita!"
"Baik, mari." Ciong Peng menyetujui.
Lalu mereka masing-masing mengambil posisi disebelah kanan
dan kin barisan (Tin), dan mana, dengan serentak mereka
melemparkan jarum-jarum sakti yang diarahkan kepada ketiga
lawannya. Dan usaha mere!ca ternyata membawa hasil. Sebab biar
bagaimana tajam kuping dan awas mata orang-orang Peh Kut
Kiauw, tapi senjata yang dilemparkan oleh Bong San Kiam Khek
dan Piauw Hiang adalah sangat halus disamping boleh dikatakan
tidak menimbulkan suara sama sekali. Hingga salah seorang
diantaranya telah tekena timpukan jarum pada bahunya. Betul ia
tidak sampai terluka berkat baju yang dilapis, namun toh ia jadi
sangat kaget sampai menjadi lengah, maka tak ampun lagi pukulan
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Scan/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
94
Han Deng tepat menghajar badannya, hingga tubuhnya jadi
terpental dan membentur batu.
Akan tetapi orang itu sungguh kuat, begitu jatuh, ia lantas
melompat bangun, bukan untuk menyerang, hanya lantas raelarikan
din dan menghilang dibalik batu. Dilain pihak, salah seorang kena
dihajar oleh jarum fang dilemparkan oleh Piauw Hiang, yaitu pada
jidatnya. Biarpun muka orang itu bertopeng, namun serangan
tersebut membikin ia jadi sangat terkejut. Semangat untuk
bertempur terlebih lama jadi lenyap sama sekali. Sambil bersiul, ia
segera membalikkan tubuhnya dan larii, dilain saat telah
menghilang dibalik batu!
Gwen Seng Gwan dan lain-lainnya tidak mengejarnya, sebab
mereka takut akan masuk kedalam perangkap musuh. Empe Gwen
sudah lantas tertawa besar, sebab biarpun mereka tidak berhasil
membunuh lawan-lawannya, tapi mereka telah berhasil memberi
suatu hajaran-pahit. Ia kemudian membawa teman-temannya
melintasi batu-batu karang yang berserak disana sini, yang
sebenarnya membentuk sebuah barisan segi delapan. Setelah
menikung tujuh belokan, mereka sampai disebuah jalan lurus yang
sangat gelap.
Empe Gwen menyuluh obornya, baru saja ia hendak memimpin
orang banyak untuk memasuki jalanan tersebut, tiba-tiba ada sebuah
batu kecil melayang, tepat menyambar kearah batang obor tersebut
hingga patah dan apinya jadi mati seketika.
Hal mana membikin semua orang yang ada disitu jadi sangat
terperanjat, terlebih-lebih empe Gwen. Ini disebabkan batu obornya
biarpun bukan terbuat dari baja tempaan, namun lebih kuat dari
gagang suluh yang biasa. Adalah aneh dan hebat bagi si penyerang,
yang dengan sekali serang dengan batu kecil saja sudah bisa
memutuskannya. Dari hal itu dapat dipastikan bahwa sipenyerang
95
gelap pasti mem-punyai kepandaian yang luar biasa. sedang
Iweekang boleh dikata telah mencapai tingkat sempurna.
Sang Govan cepat-cepat melompat kebelakang sambil
melemparkan gagang obor yang telah buntung itu. Sebagai
gantinya, ditangan kanannya ia memegang senjata gaetannya,
sedang ditangan kirinya menggenggam pedang panjangnya. Dengan
sikap waspada ia siap menghadapi musuhnya yang tidak terlihat.
Beng In Siansu dan Han Beng masing-masing melompat kedua sisi
tubuh temannya.
Setelah menunggu teberapa saat lamanya, si penyerang gelap
masih juga belum munculkan diri, yang membikin orang banyak
jadi merasa sangat heran. Tiba-tiba terdengarlah suara orang
tertawa, hebat serta tajam suara tersebut, membikin setiap orang
yang mende-ngarnya jadi sedikit menggidik.
"Hai orang yang bersembunyi, engkaukah Peh Kut Loo Koay?
Lekas keluar menerima kematianmu!" Bentak empe Gwen.
"Betul, Couw-su-ya-mu adalah Peh Kut Sin Kun. Tempo hari
karena kurang hati-hati aku jadi kena ditipu oleh kawanan tikus.
Baiknya. ilmuku telah sempurna, biar apapun yang mereka lakukan,
mereka takkan bisa mengambil jiwa Couw-su-ya-mu. Ha, ha, ha,
kini kalian kawanan tikus kecil lainnya berani pula datang
mencariku disini, inilah yang sebenarnya aku tengah harapkan. Aku
akan menjadikan kalian sebangsa mayat hidup atau seperti Oey Bok
Toojin yang ku-kuliti kernudian dipantek diatas pembaringan batu!
Ha, ha, ha ..!"
Biar bagaimana tabahnya Piauw Hiang, tapi ia adalah seorang
wanita, waktu mendengar suara yang menyeramkan itu, hatinya jadi
berdebar dan tubuhnya sedikit menggidik.
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Scan/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
96
Berlainan dengan orang laki lainnya, mereka biarptm agak jeri
didalam hati, namun mereka dapat menguasai dengan suara hampir
berbareng, membentaklah Hu Hai Sam Hie: "Hai bangsat tua,
ajalmu kini telah hampir sam-pai, bila kau benar-benar seorang
jantan, tunjukkanlah tam-pangmu guna menerima pembalasan
setimpal dari perbuatan g kejam lagi keji-mu selama ini!"
Mendengar mana, terdengar Peh Kut Sin Kun tertawa besar lagi
serta bergelombang, suaranya lebih menyeramkan serta, menusuk
kuping dari pada sebelumnya.
"Oh .. oh .. kalian berani menantang Couw-su-ya
mu? Bagus, bagus. Tapi aku segan melayani kalian bangsa kurcaci
seperti kalde botak, Tosu hidung kerbau serta lain-lainnya yang
berupa kacoa kecil. Sebab sebelum kalian bisa bertemu denganku,
kalian pasti akan mati. Hanya sebelum kalian menemui ajal, aku
akan memperlihatkan beberapa kelihayan kaum Peh Kut Kiauw,
supaya kalian mati tidak penasaran. Disamping itu, bila kalian ada
pesan apa-apa sebelum mati, lekas beritahukan Couw-su-ya-mu,
supaya aku bisa menyuruh orangku menyampaikan pesan kalian
sama keluargamu! Ha, ha, ha, ha!"
"Hai makhluk tua busuk, waktu kami datang kemari kami telah
bertekad tidak menghiraukan jiwa kami lagi, tapi sebelum kami
mati, kami percaya akan bisa memusnakan kau, manusia paling keji
didalam dunia ini!"
Tidak terdengar Peh Kat Loo Koay berkata lagi. Seng Gwan
dan lain-lainnys terus saja memaki serta me-nantang. Lewat pula
sesaat, tetap masih tidak ada reaksi dari lawan. Mendadak Ciong
Peng ingat sesuatu, ia segera berkata kepada kawan-kawannya:
"Tak usah kita memaki pula, sebab lawan kita telah berlalu dari
sini."
"Dari mama kau tahu?" Tanya Seng Gwan.
97
"Dulu sewaktu aku terkurung, aku mengalami hal yang serupa,
tidak tahu lawanku berada disebelah atas." Bong San Kiam Khek
menerangkan.
"Jadi maksudmu kita berada dilapis bawah, sedang lawan ada
dilapis atas?" Sang Gwan menegaskan.
"Ya, tegasnya ruangan ini terbagi dalam dua bagian." Ciong
Peng kata sambil menganggukkan kepalanya, "Maka kini sebaiknya
kita melanjutkan petijelidikan kita."
Baru saja kawanan orang gagah ini hendak melangkah maju,
tiba-tiba mereka menampak disebelah depan ada dua buah titik
merah yang tengah jalan mendatangi. Setelah dekat, barulah mereka
melihat tegas berada apa yang sedang jalan menghampiri, yang
ternyata adalah dua orang anak kecil berpakdian merah dengan
muka berkedok.
Tatkala menampak empe gagah, kedua bocah tadi lantas
membalikkan tubuh dan lari kembali. Bang In Siansu lantas
Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengejar. Tapi nyatanya, biarpun masih sangat muda usianya,
gerakan kedua bocah itu sangat lincah dan ringan sekali, dengan
beberapa kali lompatan, mereka telah berhasil menghilang dibalik
batu.
Si Hweeshio jadi sangat penasaran, terus mengejar, biarpun
sasarannya telah lenyap dari hadapannya.
Ciong Peng dan lain-lain karena khawatir masuk kedalam
perangkap, membuntuti jejaknya.
Setelah lewat beberapa tikungan, sampailah mereka disemua
tempat yang terang, yang ketika ditegaskan, mereka telah sampai
ditepi sebuah lembah. Luas lembah itu lebih kurang seratus meter
persegi. Disitu hanya terdapat sebuah jalan, baik untuk masuk
kedalamnya maupun bagi keluarnya juga. Didasar lembah tersebut
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Scan/foto image : Awie Dermawan
Distribusi & arsip : Yon Setiyono
98
tampak berkumpul sekelompok bayangan berjubah kuning, tujuh
atau delapan orang membentuk sebuah bagian.
"Bukankah yang berbaring didasar lembah itu kawanan mayat
hidup adanya?" Teriak Piauw Hiang sambil menunjuk kearah yang
dimaksud.
Waktu orang banyak memperhatikan kearah yang ditunjuk,
benar seperti yang dikatakan oleh nona Goei, itulah kelompok
kawanan mayat-hidup, yang seluruhnya ditaksir berjumlah seratus
orang lebih. Cara mereka berbaring luar biasa sekali, bukan baring
sembarang berbaring. Setiap tujuh atau delapan orang membentuk
sekelompok kecil. Bentuk dari kelompok tersebutpun sang-at aneh,
ada yang membentuk bulat, ada pula yang membentuk semacam
Tin. Sedangkan muka mereka rata-rata menghadap keatas. Untuk
beberapa saat lamanya kawanan orang gagah jadi bengong
memandang keadaan mereka.
Mendadak dari lamping gunung terdengar suara ting, ting, ting,
tiga kali. yang luar biasa adalah, begitu mendengar suara itu, setiap
mayat-hidup yang tengah berbaring cepat-cepat pada bangkit dan
berbaris rapih sekali! Menyusul dari lamping gunung mencelat
turun sembilan bayangan Ang le Jin (orang yang berpakaian serba
merah), turunnya tepat ditengah-tengah kawanan mayat hidup.
Begitu sampai, salah seorang lantas menepuk tangannya sebanyak
tiga kali.
Tepukan mana membikin kawanan mayat hidup yang
berpakaian serba kuning pacta memencarkan diri, kemudian
membikwin sebuah barisan kecil lagi, setiap delapan atau sepuluh
orang membentuk sebuah kelompok, masing-masing pada
mengambil posisi didalam barisan Kiu Kiong (sembilan istana).
Tiba-tiba salah seorang Ang Ie Jin, yang rupanya menjadi
kepala dari rombongan orang yang berpakaian serba merah, segera
99
membentak kearah kawanan orang gagah: "Setelah kalian berani
datang kepulau neraka ini, kepandaian kalian tentunya telah
lumayan. Tapi kalian harus mengetahui, bahwa Peh Kut Touw Hun
Tin kami lihay sekali, maka sebelum kami gerakkan, sebaiknya
kamu menyerah saja, dengan begitu kalian masih ada harapan untuk
hidup, bila tidal, hemm .. jangan harap kamu bisa lolos dari
barisan pencabut nyawa dari Peh Kut Kiauw ini!"
Dengan mendengar nadanya yang halus tapi tajam itu, orang
banyak lantas dapat memastikan bahwa si pembicara adalah seorang
wanita.
"Hai wanita iblis, bila engkau hendak turun tangan silakan, tak
usah kau ngoceh terus disitu! Sebab kedatangan kami kemari
bukanlah untuk menyerahkan diri, tapi sebaliknya, hendak
memusnahkan kalian!" Han Beng balas membentak.
Mendapat jawaban seperti diatas, si wanita aneh jadi sangat
marah, ia segera bersiul panjang, menyusul mana, seratus lebih
kawanan mayat hidup lantas menyerbu kearah Sang Gwan dan
kawan-kawannya.
Hu Hai Sam Kie dan lain-lainnya tahu bahwa rombongan
mayat hidup tersebut bukanlah benar-benar-' mayat hidup, tapi
hanyalah rombongan orang biasa yang telah dibius hingga lupa diri.
Sebetulnya mereka tidak tega untuk membunuh mereka, hanya bila
mereka tidak berbuat demikian, merekalah yang akan menjadi
mangsa. Maka tak ada lain jalan, biar bagaimana mereka harus
mengeraskan hati untuk menyambuti kedatangan lawan secara
kekerasan juga.
Waktu gerombolan mayat-hidup telah mendekati, Han Beng
mendahului kawan-kawannya menyambut kedatangan mereka
Dewi Ular 67 Rahasia Anak Neraka Kitab Ilmu Silat Kupu Kupu Hitam Naga Roro Centil 18 Penunggang Kuda Setan
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama