Ceritasilat Novel Online

Cindewangi Melanda Istana 4

Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo Bagian 4

sedjak kita datang kemari.
- Ja, tetapi jakinkah kau?
- Ja. Sekarang aku sangsi.
- Nah.
- Nah, tetapi apakah kau sampai berpikir dia bukan anak2

sesungguhnja.
Keduanja terdiam tiba2. Karena memang sesungguhnja ada

sesuatu jang aneh dari pandangan anak gadis ketjil itu. Pandangan jang

mempunjai sesuatu jang menakdjubkan.

Tetapi kegelisahan ini tiba2 terdesak masalah lain Mendadak

waktu itu datang beberapa orang pengawal jang baru pulang dari

penjelidikan didaerah benteng batu besi, langsung melaporkan dengan

nada gugup. Pengawal itu hampir2 tidak djelas karena nafasnja masih

tersendat waktu mentjoba mendjelaskan :

- Nampaknja terdjadi malapetaka bagi kita Panglima.
- Kau tahu benar?
- Sedjak semalam, kira2 lewat tengah malam dari benteng batu

besi terdengar suara gemuruh. Nampaknja sedang berpesta pora. Suara

gemuruh, tertawa2 dan bersorak, tiada habisnja. Sedangkan kalau

diperkirakan Panglima waktu itulah Puteri telah sampai kedalam benteng.

Apakah tidak mungkin bahwa pesta itu adalah pesta kemenangan mereka,

karena tertawannja Puteri Tjindewangi dan Sekarkembar?
- Kau jak?n itu suara pesta pora?
- Ja. sorak itu tiada henti2nja hampir sampai mendjelang subuh

hari. -193

- Oh. Sampai kau meninggaIkan tempatmu?
- Ja, Sampal hamba pergi meninggalkan tempat pengintaian itu

masih terdengar bahkan makin gemuruh dan makin gegap gempita.
Karangselo dan Wiroseno seketika terpaku, tak bisa

mengutjapkan sepatah katapun. Lain tidak bajangannja, bawa memang

pesta itu pasti pesta kemenangan mereka atas tertawannja Tjindewangi.

Mungkin djuga tontonan berdarah sudah mulai berlangsung.

Karangselo hanja bisa menarik nafas pandjang dan

memerintahkan agar pengawalan diperkuat. la sendiri kemudian

mengadjak Wiroseno berunding lebih pandjang, untuk mengambil

kesimpulan dan apa jang harus dikerdjakan djika berita itu benar dan

suara2 gemuruh itu benar2 pesta berdarah untuk Tjindewangi.

Sampai didalam ruangan, Karangselo telah memulai dengan

nada jang sangat muram.

- Seno. Apa kesimpulannja atas berita pengawal tadi?
- Mungkin memang benar begitu. Karena menurut berita dari

pengawal pengawal jang menjamar sebagai rombongan penabuh.

Tjindewangi tertangkap mendjelang tengah malam. Sedangkan benteng

itu tidak begitu djauh dari daerah Danau Tojagumelar.
- Apakah tidak ada kemungkinan jang lain?
- Kemungkinan jang mana? Tjoba, tiba2 sadja mereka berpesta

pora apa, atau tidak karena tertangkapnja Tjindewangi.
Karangselo makin gugup:

- Djadi artinja?
- Artinja kau tahu sendiri. Singolawu bukan manusia lagi dalam

hal kesenangannja menjiksa orang. Dia bukan manusia lagi. Dia sudah

berbaur dengan nafsu binatang jang paling rendah. Aku tahu sedjak dulu.

Hanja memang orang sematjam jang dibutuhkan oleh Keradjaan Gunung

Tunggal, hingga dia mendapatkan kedudukan jang tinggi. Memang dia

sakti dan tangguh dalam segala hal.

- Bangsat Singolawu itu harus setjepatnja kita musnahkan. Oh

Tjindewangi, Tjindewangi dan Sekarkembar pasti tidak ada beda nasibnja.
- Ja tentu. Mereka tentu sudah mengetahui sekarang siapakah

jang membunuh Prameswari. Sekalipun itu buat Singolawu sesuatu hal194

jang baik. Singolawu tetap akan mempermainkan Sekarkembar sebagai

boneka jang bisa diludahi dan dibenamkan kedalam kolam pemandiannja,

sekalipun mungkin tidak akan sampai mati. Karena Sekarkembar tjukup

sangat djelita untuk orang sematjam Singolawu. Tetapi itu lebih parah dari

hukuman mati.
Keduanja achirnjapun hanja bisa terpaku, masing masing diliputi

angan2nja sendiri, disamping memuar otak mentjari djalan keluar dari

kegelapan jang sangat gawat , sebab djelas bahwa terlambat beberapa

waktu, mereka akan menemui majat Tjindewangi.

Tetapi sampai sekian djauh mereka berpikir, sama sekali tidak

ada djalan keluar itu. Bahkan kemudian kegelapan makin menggulat hati

dan perasaan mereka. Karena tiba tiba datangja berita lagi dari pengawal
pengawal jang lain.

- Panglima. Seorang telah memberikan kabar baru. Pedukuhan

Tojagumelar teah dibakar habis oleh pasukan2 benteng besi. Karena

mereka tahu desas desus bahwa mereka akan melawan benteng batu
besi. Tentu hal ini setelah mereka tahu dari pentjulikan semalam. Sama

sekali dibakar habis dan tidak seorang jang diketemukan masih hidup.

Ketjuali jang sempat melarikan diri.

***195

BAGIAN III.

UNTUNGLAH, apa jang dibajangkan oleh Karangselo dan

Wiroseno belum terdjadi. Memang benar dalam benteng batu-besi malam

itu berlangsung pesta pora jang ?isertai permainan jang mengerikan.

Dimana mulainja hanja sederhana. Singolawu mendadak mendjadi iseng

setelah tjukup puas menggoda gadis2 rampokan. Kemudian keluar

berkelakar dengan para Panglima dan tukang2 banjol dalam benteng.

Timbul ingatan Singolawu:

- O ja, kita kan punja permainan jang baik. Hai.. bagaimana kalau

kita bawa panglma p?kun Tunggulwono kemari, untuk sedikit diadjak

bitjara dan diadjar sedikit agar tahu bagaimana rasanja tjambuk? Tentu hal

itu akan menjenangkan. Rasanja sudah lama aku t?dak melihat permainan

sematjam itu, Damarsungsang sekalian, tetapi dia tjukup melihat dulu.

Sebab besok baru giliran dia.- Sambil berkata begitu, Singolawu tertawa

lebar, ketika ingat bagaimana Tunggulwono mendadak mendjadi pikun

waktu ditanjakan dan supaja menirukan sumpah setianja.

Jang lainpun mendadak mendjadi ingin permainan, langsung

seketika menjambut pikiran itu:

- O ja, pasti itu akan lebih menjenangkan. Dari pada merggoda

gadis2 jang mulai banjak menangis.
- Ja, pengawal. Bawa Tunggul pikun kemari, bawakan pakaian

jang baik, agar dia tidak tahu akan didjadikan permainan disini. -196

- Ja tuanku.
- Nah djangan lupa Darmatenggelam itu djuga. Dan perintahkan

malam ini kita makan besar, untuk menghormat tamu kita Tunggul pikun

itu.

Seketika dalam benteng itu mendjadi sibuk karena mendadak

Singolawu ingin makan besar. Singolawu kemudian bertanja sanbil

tertawa:

- Apa permainan kita nanti sebaiknja,supaja malam ini djadi tidak

membosankan.
- Pertama bagaimana kalau kita suruh panglima pikun itu untuk

tarik suara ?ebih dulu? Kemudian akan kita adjarkan dia bagaimana menari

monjet?
Kelakar mereka makin mendjadi djadi waktu Panglima

Tunggulwono telah diseret dan didorong kehadapan mereka dengan

pakaian jang bagus dan dikepalanja diselipkan sehelai bulu2, entah dari

mana bulu-bulu itu didapatkan.

Damarsungsang melihat kedjadian ini, merasakan kegetiran jang

penuh pemberontakan jang tiada taranja Tetapi sekal? ini diluar dugaan

Singolawo, Tungguwono jang nampak telah agak pikun karena sudah agak

landjut usia, jang kemarin agak gugup dihadapannja, kini memandangi

Singolawu dengan tadjam dan penuh kebentijan. Singolawu heran dan

tersinggung:

- Hai, Tunggul pikun. kenapa kau melihat begitu djelek

kepadaku? Apakah sudah tahu benar bahwa aku akan menghukum mati

kau besok pagi?
- Sudah.
- lalu bagaimana kau sekarang? Kalau misalkan aku berbaik hati

sedikit untuk mempertimbangkan hukuman mati itu, itu kalau misalnja

kau mengadjukan permohonan arnpun. Sebab terus terang akupun

merasa sajang hendak memerintahkan memantjung kepalamu. Ada

keinginanmu untuk minta ampun
Singolawu jakin dan mengira bahwa djelas Tunggulwono akan

penuh pengharapan minta ampun, untuk bisa dibebaskan dari hukuman197

mati itu tetap sama sekali diluar dugaan Singolawu, Tunggulwono tiba2

berteriak:

- Apakah kau mengira aku sudi minta ampun kepadamu? lebih

baik kau perntahkan njobek dadaku ini dari pada aku menjembahmu,

Seorang jang tidak pantas djadi tjalon Radja.. Aku sudah siap ?ingolawu. Ini

tebih baik dari pada aku menjembah memohon pengampunan.
Seketika suasana mendjadi senjap, mereka terpaku oleh

teriakan jang begitu berani, Singolawu mendadak seperti djantungnja

disengat lebah, marahnja merajap begitu tjepat. Seketika meraih sebuah

tjambuk dan diajunkan sekuat tenaganja, hingga Tunggulwono ambruk

seketika. Tetapi sama sekali tidak mengaduh. Ajunan jambuk diulangi,

entah berapa kali hingga untuk beberapa lama Tunggulwono tidak bangkit

lagi. Kemudian memerintahkan agar Tunggulwono disiram air untuk bisa

sadar kembali.

Tiba2 sekali lagi Singolawu mendelik, melihat Damarsungsang

tersenjum melihat dirinja:

- Kau djuga monjet, kenapa kau tersenjum. Apakah kau

menganggap permainan lutju.
Belum sempat Damarsungsang mendjawab karena marah ia

telah menggeliat. Tubuhnja terguling karena ajunan tjambuk jang

membelit Punggungnja. Singolawu membentak sekali lagi:

- Seret dia, ikat ketengah lapangan. Nanti kita pikirkan

bagaimana kita harus mengadjar mereka. Monjet jang bodoh itu.
Begitulah dari permulaan iseng, achirnja Singolawu mendjadi

kalap dan nampak mendjadi lebih ganas. Hanja memang terdjadi sesuatu

dalam lubuk hati Singolawu. Bahwa apapun jang terdjadi ada terasa

harinja retak. Bahwa tidak Semua orang takut kepadanja. Masih hidup

orang2 jang sebenarnja mau melawannja, sekalipun harus dibajar dengan

maut, tetapi perasaan ni dilenjapkan seketika dengan teriakan-teriakan

agar para badut2 benteng keluar, pesta dimulai. Inilah jang agak

menguntungkan Tjindewangi. Sebab waktu rombongan pentjulik datang

menghadap, dimana pimpinan pasukan sudah siap2 untuk mendapatkan

pudjian dan mungkin seketika naik kedudukannja karena bisa198

mempersembahkan dua gadis jang begitu djelita, achirnja mendapat

bentakan:

- Sekarang ini bukarn urusan perempuan. Simpan barang?

nampokan itu, Besok baru sampaikan berapa orang jang tjantik.
- Ja Tuanku.
- Tetapi sekalipun demikian siapa jang mengganggu barang

rampokan itu akan kupenggal lehernja.
- Ja, Tuanku.
- Nah sekarang simpan mereka baik2.
Tindewangi selamat dari malapetuka malam itu Artinja ia

sempat memikirkan tindakan apa jang harus dikerdjakan besuk pagi, untuk

memulai sedjarahnja dalam benteng itu. Sedjarah jang mengambil satu

resiko besar. Masih ada waktu, itulah jang menolong Tiindewangi dan

Sekarkembar. Bahkan mereka sempat melihat bagaimana orang2

mendjadi kalap oleh pesta pora jang disertai permainan siksa itu.
Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tjindewangi masih ingat kepada Tunggulwono. Hanja kepada

Damarsungsang ia belum pernah mengenalnja.

Makin malam pesta itu makin ramai, karena tiba2 Singolawu

mendapatkan pikiran jang aneh. lalah hendak mengadu Tunggulwono

dengan Damarsungsang.

- Nah, sekarang. Bagaimana kalau sipikun itu kita adu dengan

Damarsungsang?. Mungkin agak djadi ramai permainan ini, dan siapa jang

menang kemudian kita adu dengan kerbau. Kalau tidak salah dulu aku

telah perintahkan agar membuat seekor kerbau diadi ganas?. Kalau

banteng memang tidak lutju. Karena boleh merasa bangga kalau bisa

menang melawan banteng. Kerbau akan lebih baik dan lebih lutju. Kalau

dia menang, jukup tidak bisa berbangga, karena hanja menang lawan

kerbau. Sebenarnja mereka tidak ada bedanja bangga atau tidak. Sebab

mereka djuga akan mati besok. Sudah paham semua?. Nah kalau sudah

paham, semuanja kerdjakan dengan tjepat. Kau tahu Singolawu tidak ingin

melihat orang jang lambat bekerdja.
Permainan inilah jang paling menjiksa hati Damarsungsang,

bahw dia harus melawan Tunggulwono. Hingga achirnja Damarsungsang

tanpa sadar berteriak:199

- Kenapa kalian mau adu dengan panglima jang sopan ini.

Apakah kalian tidak punja lagi djago jang sanggup melawan

Damarsungsang?. Apakah tidak ada djago jang djantan lagi dari benteng

perkasa ini?
Seketika beberapa Panglima mendjadi tersinggung dan salah

seorang jang terbesar tubuhnja madju kelapangan, dengan dada jang

bergolak oleh perasaan marah dan tersinggung.

- Tutup mulutmu monjet ketjil. Aku jang akan membuatmu djadi

bungkam selamanja.
- Nah. Djadi masih ada. Kenapa kau lemparkan Tunggulwono

uatuk melawan Damarsungsang?.
- Bungkam mulutmu itu monjet.
Sementara itu salah seorang pengawal diperintah melepaskan

ikatan tali Damarsungsang dan keduanja telah berhadapan dengan baik.

Karena masih djelas tidak mau mendjadi bangkai. Singolawu berteriak:

- Kubebaskan kau Damarsungsang, kalau kau menang.
Sebentar kemudian disekeliling lapangan itu telah penuh tentera

dan Singolawu bersama panglima duduk diatas tempat jang meninggi

sambil tertawa tawa, sebab mereka jakin bahwa Panglima bertubuh besar

itu, tidak mungkin terkalahkan hingga selama ini mendapat djulukan Setan

aduan. Setan aduan tanpa memberi waktu lagi, dengan amat litjiknja

menjerang Damarsungsang, sebelum Damarsungsang siap sama sekali.

Hingga serangan pertama ini menjebabkan Damarsungsang terlempar

djauh. Tetapi sama sekali sorak jang meledak itu kemudian mendjadi

senjap kembali, karena Damarsungsang djatuh seperti kutjing jang

dilemparkan ketempat manapun. Djatuh dan dengan enaknja berdiri

kembali. Damarsungsang sendiri heran bahwa ia t?ba2 mendapatkan

kejakapan jang tiada ia sadari. Setan aduan menjerang sekali lagi dengan

kekuatan jang lebih dahsjat dan berhasil menjekap Damarsungsang,

bahkan ia berhasil mengangkat Damarsunsang tinggi 2 diputarnja diatas

kepalanja hingga berkali - kali menyebabkan sorak-sorai kembali meledak.

Dan setelah puas sisetan aduan in memutarkan tubuh

Damarsungsang, setjepatnja dia membanting kuat-kuat dengan maksud

meremukkan tulang-tulang Damarsungsang. Tetapi begitu200

Damarsungsang terlempar, sekali lagi Damarsungsang djatuh sebagai

semula. tidak ada pengaruhnja sedikitpun lemparan jang membentur

dirinja dengan batu dinding disebelah utara lapangan.

Maka kemnali sekal lagi lapangan mendjadi senjap. Karena

orang-orang tertjengang tanpa disadari oleh mereka sendiri lama lama

mereka sebagian besar beralih pihak, kini mereka memihak kepada

Damarsungsang jang muda dan sedemikan tjekatan gerak dan

kemampuannja menghindar dan menjerang. Makin lama makin banjak

orang2 berpihak Damarsungsang, hingga kemudian terlempar sebuah

kata2 edjekan jang menjakitkan hati:

- Bagaimana ini setan aduan kita? Apa sudah waktunja kejok?.
- Mundur sadja Panglima kita ini.
Bermatjam2 lagi teriakan mereka hingga Singolawu sendiri

tanpa disadari ikut serta mengedjek :

- Setan aduannja sudah remuk.
Mendengar Singolawu mengedjek langsung beberapa orang

jang semula agak takut mengedjek, karena mungkin ditjambuk, oleh

Singolawu. Meledak edjekan2 jang lebih menjakitkan hati panglima setan

aduan ini Makin sengit Ia menjerang tetapi sedemikian djauh, semua

serangan hampa dan Damarsungsang tetap masih segar bugar dan makin

lintjah. Bahkan kini Tjindewangi jang mengintip dari djendela ikut

menganggumi.

Dalam sesaat itu Tjindewangi merasa bahwa ada sesuatu jang

bisa diharapkan lebih baik dari semula. Bahwa dalam benteng itupun

terdapat orang2 jang masih bersedia melawan Singolawu. Sekarkembar

tidak sampai demikian, melihat Damarsungsang, timbulah gairah wanita

mudanja, hingga tanpa menjadari mengutjap:

- Ah, masih muda lagi.
Tjindewangi tersenjum dan mentjoba mengingatkan bahwa

waktunja sangat gawat.

- Ja, memang masih muda. Tetapi kita semuanja dalam anjaman

panglima diatas itu. sajang.
sekarkembar tersenjum, dalam hati merasa djuga agak malu,

tetapi kemudian malahan dilandjutkan.,201

- Ja, dalam keadaan begini api hidup sematjam itu makin indah

kurasakan, masak perasaan demikian hanja pada aku sendiri.
Tjindewangi tidak sempat mendjawab karena tiba2 lapangan itu

seakan2 gontjang oleh teriakan. waktu itu panglima setan aduan itu telah

terangkat oleh kedua tangan Damarsungsang, diputarnja entah berapakali

diudara dan kemudian djatuh berdentang terbentur sebuah batu

Kepalanja petjah.

Sorak sorai sampai kepada puntjaknja. tetapi kemudian

Singolawu ingat bahwa Damarsurgsang adalah seorang jang sangat

dibentjinja, maka iapun berteriak keras:

- Monjet. Kau djangan berbangga bisa meremukkan kepala setan

aduaa jang tolol itu. Kau k?ra pauglima benteng batu besi ini hanja seorang.

Kalau misalkan semua remuk akan masih ada jang hidup Damarsungsang.
Sambil mengatakan itu Singolawu menundjuk kepada Panglima

dari pantai selatan. Panglima jang paling tegap tetapi paling suka adu ajam,

hingga mendapatkan sebutan setan djudi. Begitu ia gila berdjudi adu ajam,

sampai pernah sekali isterinja dipertaruhkan untuk taruhan. Dan ia kalah

maka sebutan kemudian jang didapatnja ialah Setan djudi isteri.

Dan memang ada jang luar biasa dari panglima djudi istri ini, ia

mempunjai kesaktian jang aneh, ialah sama sekali ia tidak pernah

tertangkap oleh tangan lawan, dan selama ini belum pernah sebilah

sendjata manapun pernah menjentuh tubuhnja.

Damarsungsang mengerti hal ini, hingga dia terpaksa hati2 untuk

tidak mendjadi majat di-tengah2 lapangan itu. Dan pertarungan tanpa

sendjata ini memang ternjata lebih dahsjat dari semula, karena masing2

sama sekali mampu menggeliat bagaikan belut dan jang seorang sematjam

ular laut jang berkilatan geraknja. Hngga sampa sekian lama, sama sekali

masing2 belum sempat menangkapnja.

Pertarungan mendjadi hanja sematjan kilatan2 tjahaja jang

sukar ditangkap oleh pandangan mata. Hingga masing2 terpaksa menahan

napasaja untuk bisa mengikuti pertarungan jang aneh, Damarsungsang

sendiri sama sekali heran kepada dirinja, bahwa tiba2 ia mempunjai

gerakan jang belum dimilikinja, Ia tidak mengerti dan ia tidak

membajangkan hal jang sematjam itu akan terdjadi..202

Sekarang orang2 sama sekali se akan2 dibelah dua, Sepihak

berpihak setan djudi, sepihak berpihak kepada Darmarsungsang,

Sedangkan Singalawu sendiri achirnja mendjadi gentar djuga, bahwa jang

berada dalsm benteng itu dua orang jang luar biasa. Dan ini merupakan

bahaja besar. Maka apapun jang terdjadi, semuanja kelak harus dibunuh

setjepatnja sebelum mereka mengadakan perlawanan terhadap dirinja.

Ja, memang demikian, mereka berdua harus diusahakan

terbunuhnja dengan apapun. Kalau perlu dengan djalan jang terlampau

litjik. Inilah jang terpikir Sngolawu, di tengah2 orang jang bergembira dan

kagum. Di-tengah' sorak sorai jang meledak2 karena perasaan heran,

kagum dan terpesona itu.

Inilah jang terpikir dalam otak Singalawu jang telah mulai gelap

oleh keinginan mendjadi orang besar. Sekalipun ia sendiri ingat bahwa

baru sadja berdjandji akan membebaskan Damarsungsang jika berhasil

menang dalam pertarungan ini.

Tjindewangi makin terpesona, makin tertarik pada pribadi

Damarsungsang dan ia mengharapkan bahwa Satu waktu Damarsungsang

akan berpihak kepadanja untuk memperkuat kedudukan dan perlawanan

tentera Ki Ageng Tunggal, Ja ini pasti dan Damarsungsang mas?h,

sedangkan achirnjapun pasukan2 ini harus selalu mengambil tenaga2

muda bagi kelangsungan kedjajaannja.

Makin lama pertarungan makin menakdjubkan dan makin

mempesona, sehingga mereka jang melihat merasa bukan melihat

pertarung?n hidup dan mati antara seorang melawan seorang lawan.

Tetapi merasakan suatu tontonan jang menarik sekal?. Sorak sorai kini

bukanlah sorak untuk kemenangan atau kekalahan dua orang jang berada

diudjung maut, tetapi sorak-sorai kegembiraan dan kekaguman melihat

dua orang jang tjakap dan berani dan luar biasa. Kini sebaliknja Singolawu

mendjadi ketjut hatinja, melibat kedjadian ini, Ia m?ndjadi tjemas bahwa

kedjajaannja akan mendjadi suram oleh keluarbiasaan dua orang itu. Maka

tiba2 singolawu berteriak keras2.

- Berlenti!
Suasan mendjadi senjap, karena mendengar perintah Singolawu

jang meledak, se-akan2 menjapu seluruh suara jang sedang riuh.203

- Berhenti. Kalian berdua ternjata sama2 tolol. Ataukah kalian

berdua sengadja main2 dihadapan mataku? Atau memang kalian berdua

sama2 takut mati? Oh, dalam benteng ini hanja untuk orang2 jang benar2

lelaki. Bukan sematjam kalian berdua.
Kemudian terpikir oleh Singolawu bagaimana ia akan bersikap

sekarang kepada Damarsungsang. Djelas bahwa kalau ia memerintahkan

menangkapnja, mungkin tidak ada pasukan jang mampu menjergap .

Mungkin djuga akan berakibat buruk. Karena ternjata sebagian besar dari

tentera sudah menaruh hati kepada orang muda jang luarbiasa itu. Maka

dengan sombongnja Singolawu dalam kedjengkelan berteriak :

- Tetapi sebagaimana sudah aku katakan. Dengan hatiku jang

terbuka dan menepati djandji. Kau kubebaskan. Atas nama kebesaran

hatiku kau boleh tinggal dalam benteng ini dan kukembalikan

kedudukanmu sebagai pimpinan pasukan. Tetapi ingat djangan kau

mendjadi besar kepala disini.
Achirnja pesta pora dilandjutkan sampai lewat larut malam dan

Singolawu tetap lupa bahwa pasukan pentjulik telah berhasil membawa

gadis2 rampokan jang diantaranja terdapat dua orang gadis djelita. Sama

sekali lupa. Dan persoalan inilah jang agak menguntungkan Tjindewangi.

la mempunjai kesempatan untuk berpikir dan mengetahui keadaan dalam

benteng serjara selintas. Hatinja telah tetap dan kini mendjadi makin kuat.

***

Koleksi Kolektor Ebook204

BAGIAN IV.

PAGI HARINJA setelah malam pesta pora jang mendjengkelkan

Singolawu, ternjata masih membawa kedjengkelan jang ber-larut2.
Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Singolawu bangun terlambat dan langsung kemudian keluar ber-djalan2

mengelilingi benteng itu, untuk menundjukkan bahwa dia jang berkuasa

dan bertanggungdjawab dibawah kebesaran dan hidupnja benteng itu.

Selain itu ia sengadja mentjari kesan, apakah mungkin dua orang jang

jakap dan masih muda itu achirnja akan mendapatkan perhatian lebih

besar dari padanja. Hingga pimpinan pasukan pentjulik jang ingin tergesa2

mentjari nama karena telah membawa gadis rampokan jang begitu djelita,

terpaksa mentjari2. Hingga tanpa disadari ia mengumpat:

- Oh, begini kalau orang perintahan sematiam aku jang

kebetulan jang tukang perintahnja linglung.
Temannja hanja tersenjum, sebab dia sudah lama djuga

menaruh bentji kepada pimpinan pasukan jang gila kedudukan itu.

- Linglung bagaimana?
- Ja, berapa kali aku di maki2. karena membawa gadis jang

katanja tidak tjantik. Padahal mana bisa mereka itu tidak tjantik. Akupun

diberi tidak menolaknja. Sekarang aku telah membawa jang begitu tjantik,

hanja untuk melaporkan sudah harus keliling2. Hanja untuk melaporkan.

Tjoba pikir hanja utituk melaporkan. Itu kalau nasib baik, laporan itu tidak

mendjad? sebab aku di maki2 atau ditjambuk. Heranku, tjambuk itu kenapa

tidak pernah berpisah dari tangannja. -205

- Biarkan sadja. Itu tidak akan umur lama. Aku memang bukan

peramal. Tetapi pertjajalah bahwa semua orang jang menggali dan

menanam akan menerima hasilnja. Dia mengali kebentjian dan

malapetaka, Satu waktu dia akan menerima kebentjian dan malapetaka

itu. Itu masih untung djika dia mendapatkan satu banding satu. Biasanja

dua tiga kali lipat akan menimpa dirinja.
- Masak begitu. Ja. Buktinja sekarang memang tidak ada seorang

jang berani melawan dia?
- Ja. tunggulah. Tunggu.
Waktu itulah Tjindewangi dan Sekarkembar telah menjiapkan

diri untuk menghadapi kedjadian jang akan pasti datang pada hari. Bagi

Tjindewangi itu sudah djelas, bahwa hari itulah hari jang menentukan

apakah ia akan disobek-sobek seluruh tubuhnja ditengah tengah lapangan

benteng itu ataukah ia akan bisa menundukkan Singolawu dan artinja akan

bisa direbutnja benteng tanpa mengeluarkan korban jang banjak bagi

kedua belah pihak. Sekalipun ia belum tahu apakah jang akan dikerdjakan.

Apakah ia akan menggertak. Ataukah ia akan mempergunakan

kedjelitaannja untuk menundukkan Singolawu. Djelas bahwa hal itu akan

tergantung nanti bagaimana keadaannja. Waktu itulah Tjindewangi

memohon kepada Jang Maba Esa untuk mendapatkan tjahaja jang

membawa perbaikan bagi rakjat Gunung Tunggal. Dan kira2 waktu itulah

d?uga pimpinan pengawal itu telah berhasil mendapatkan Singolawu dan

dengan senjum2 ia menjampaikan :

- Menurut perintah Panglima semalam, hamba harus

melaporkan tentang hasil rampokan itu. Maka apakah sekarang hamba

telah diidjinkan menjampaikan?
- Ja mestinja begitu.
- Ja djadi didj?nkan sekarang?
- Tetapi sebaiknja kau berpikir dulu apakah jang kau bawa itu

tjantik atau tidak? Kalau masih sama dengan lainnja ebih baik kau pergi

dan kembalikan barang rampokan itu kedesanja,
- Oh, tidak Panglima. Sekali ini lain.
- Lainnja bagaimana, kakinja mentjeng? -206

- Tidak. Sungguh sekali ini hamba bawa dua orang gadis jang

sangat luar biasa.
- Menurut kau?
- Tidak panglima, semua orang mengatakan begitu.
- Ja, begitu?- Singolawu maksudnja bertanja kepada pengawal

jang lain, tetapi karena tidak begitu djelas, pengawal itu diam sadja.

- Apa betul begitu? Sudah tuli kau?
- O ja ja ja Panglima ja, dua orang ini amat luar biasa, Hamba

sendiri remuk mata hamba melihatnja.
Singolawu sekali menbentak lebih keras karena makin djengkel.

- Aku tanja bagaimana luar biasanja. Aku tidak ingin tahu apakah

matamu remuk atau ambjar.
. Ja ja, Panglima sungguh2 luar biasa. Bibirnja bagaikan bunga

mawar.
- Bunga mawar?
-Ja, ja, ja Pangima. Bunga mawar jang sudah merekah dipagi hari,

jang sedang ditimpa sinar matahari. Matanja bertjahaja, dan tubuhnja

bagaikan pualam.
- Kakinja?
- Kakinja ketjil Panglima, tumitnja kemerahan dan rambutnja.

Rambutnja aduh rambutnja, rambutnja, itu rambutnja, Rambutnja

bagaikan berdjuta rambut.
- Dari mana?
Dari pedukuhan Tojogumelar ditepi danau., Memang disana

sedjak dahulu terkenal Panglima. Sangat terkenal.
- Namanja?
- Hamba tidak tahu..

- Baiklah, sekalipun kau masih tetap tolol bahwa orang tanpa

tahu namanja. Kau boleh bergembira, karena kalau kau benar2 membawa

jang menjenangkan hatiku, kau akan segera naik pangkat. Tetapi ingat

kalau jang kau bawa seperti angsa. Kau berdua akan kudjadikan angsa

lehermu.
- Ja Pangliaa.
- Sekarang kau boleh pergi,-207208

Betapa lapangnja dada kedua pengawal itu, haru sekali mereka

berdua tidak dimaki-maki. Keduanja tersenjum2.

- Ja moga2 sadja Panglima kita ini berkenan hati. siapa tahu aku

dan kau naik pangkat djadi Panglima muda. Nah akan kusikat nanti semua

gadis disekitar benteng ini. Tjoba pikir berapa kali aku berhasil membawa

dengan susah pajah, seorangpun aku belum pernah mendapatkan

bagiannja?
Temannja seketika tertawa bergelak gelak mengedjek2 :

- Panglima muda. Rusak bentengi ini kalau kau djadi Panglima

muda. Terang sama sekali rusak.
- Eh, kau pikir aku tidak pantas djadi Panglima muda?-
Saat itu djuga entah bagaimana mulanja, pimpinan pasukan itu

telah menempeleng temannja sampai djatuh tersungkur.

Singolawu sendiri, achirnja tergerak djuga oleh pembitjaraan

kedua pengawalnja jang membajangkan bagaimanakah gadis jang

dibawanja. Mulai kini terbajang tubuh jang djernih bagaikan pualam, mata

jang bertjahaia dan berambut seolah-olah berdjuta rambut. Maka maksud

untuk mengelilingi seluruh benteng itu diurungkan dan kembali menudju

kearah kediamannja.

Nafasnja telah mulai turun naik terdesak bajangan2 tubuh

bagaikan pualam, mulai sesak dan darahnja terasa mengalir lebih

kentjang. hingga Singolawu sama sekali hilang sudah perasaannja sebagai

seorang panglima Jang menguasai benteng besar dan perkasa itu. Sama

sekali hilang dari pandangan matanja benteng jang terlampau besar, tinggi

dan lengkap dengan persendjataannja, dimana benteng-benteng itu

dalam keadaan sangat gawat, dalam keadaan terantjam dari seluruh

dendam rakjat seluruh Gunung Tunggal. Sama sekali hilang, jang tinggal

kini hanjalah seorang lelaki jang nafsunja terbakar oleh nafsu birahi jang

menjala-njala dan bergegas ia menudju ketempat kediamannja, di tengah2

benteng. Ia melangkah terantuk antuk batu udjung djari kakinja jang hanja

beralaskan dua buah telumpah, bagaikan serigala jang mentjium bahu

kidjang muda disuatu danau.

Tetapi begitulah nasib Tjindewangi. Siang hari itu belum djuga

datang saatnja ia harus bertemu dengan Singolawu. Karena tiba2 waktu209

Singolawu hampir mentjapai tempat kediamannja, terdengar teriakan2

dan djeritan beberapa wanita jang tersimpan disuatu tempat karena dua

orang Panglima jang kalap tiba2 memasuki ruangan itu dalam keadaan

mabok.

Kedua orang itu masuk dan menjergap beberapa orang gadis,

mentjiumi mereka dan ter-tawa2 bergelak dan memburu jang lain lagi,

hingga bubarlah gadis2 itu berlarian melepaskan diri dari serbuan dua

lelaki jang telah mabok dan kalap.

Singolawu melihat keadaan itu mendjadi marah dan

tersinggung, lupa akan bajangan tubuh bagaikan pualam, lupa akan

gambaran2 rambut sedjuta dan berlari mentjari tempat dimana gadis2 itu

mendjerit. Dan betapa makin marahnja Singolawu melihat dua orang

Panglima jang tengah mabok itu, ter- tawa2 dalam ruangan gadis2

rampokan. Berteriak dan mengatakan kata2, jang tertontar, begitu sadja

tanpa disadari.

- Nah mari putri dari kajangan. Kenapa kalian lari2?

Aku kan bukan serigal. Aku Panglima benteng batu-besi jang

hendak menaburkan bunga2 tjinta. Kenapa ka!lian lari? Hei, kenapa kalian

lari. Tidakkah kau melihat bahwa aku seorang tampan dan perkasa dan

satu waktu akan bisa mengganti Radja Gunung Tunggal? O, kalau aku

sudah tertjapai mendjadi Radja, dan Keradjaan Gunung Tunggal ini akan

kunamakan Keradjaan Gunung Mutiara. Mutiara mustika, mustika djamrut

mutu manikam.
Jang Seorang menambahi dengan tertawa terkekeh kekeh

karena sudah melebihi maboknja;

- Ja, Keradjaan Gunung Mutiara Laut dan aku akan mendjadi

wakilnja. Ja begitu kan. kau setudju bahwa keradjaan besok mempunjai

Radja dan wakilnja., Sehingga kalau kau mampus segera aku menggantikan

tidak usah repot.
Jang seorang mendadak terbelalak matanja:

- Apa kau kira bisa mampus! Aku bukan Radja jang akan bisa

mampus, bahkan akan selalu mendjadi muda kembali. Muda kembali.

muda belia, belia remadja,- remadja putera. Nah hei kenapa kalian lari210

bagaikan kidjang2 jang diburu singa? Apakah kalian melihat diwadjahnja

ada terbayang wadjah singa?
Ja, itulah permulaan kenapa Tijindewangi siang hari itu belum

Sempat ditemui Singolawu, karena Singolawu kemudian terlibat dalam

ruangan2 gadis. ?ambil membentak:

- Monjet, Apa kerdjamu disini? Kidjang2? Mana itu kidjang? Kau

jang seharuspja mendjadi kidjang jang harus dibakar hidup2.
Waktu itulah sebelum Singolawu mengutjapkan kata2 jang

terachir landjutannja, tjambuk telah terajun. Tetapi diluar dugaannja

kedua Panglima jang mabok itu melawan dan pergumulan berlangsung

dalam ruangan perempuan. Singolawu dikrojok dua orang bingga terpaksa

harus melajani serangan itu dalam waktu jang agak lama.

Dan sore harinja, pesta pora kembali berlangsung karena dua

Panglima harus mendjalani hukuman mati. Sederhana hukuman itu.

Keduanja diadu sampai mampus dan kemudian jang masih hidup

dipenggal kepalanja.

Waktu malam mulai turun, dalam benteng itu mulai senjap.

sama sekali senjap dan muram bartjampur gelisah. Kini mulai terasa

bahwa perasaan takut dan tjemas mulai membebani perasaan mereka

melihat kedua panglima itu dihukum mati tanpa dipertimbangkan lebih

lama lagi. Sedangkan soalnja hanja remeh. Mabok dan berteriak-teriak. Ja

apapun jang terdjadi kenapa mereka berteriak dan menjerbu kedalam

ruangan simpanan perempuan mesti ada sebabnja, ialah sebab tekanan

kesunjian dan keadaan dalam benteng jang mulai katjau dan

menggelisahkan. Suasana mendjadi senjap dan lengang, nampak terasa

bahwa hukuman mati sematjam itu bisa djuga terdjadi bagi siapapun. Bagi

siapapun jang menjebabkan Singolawu marah, tjukup membawa mereka
Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ketiang gantungan atau ketonggak pemantjungan.

Damarsungsang dan Tunggulwono mulai membitjarakan

bagaimana ia berdua bisa meloloskan diri dari benteng laknat itu dan

bahkan beberapa orang jang lain lagi telah mulai dirajapi api

pemberontakan jang makin terasa mendesak-desak agar setjepatnja

dikerdjakan. Tetapi masih belum tahu djalannja. Dan masing2 masih takut

untuk menjampaikan hati masing2. Perasan sematjam baru merajap dan211

merajap dalarm hati mereka jang membisu, merajap disudut-sudut

benteng batu besi.

Djuga Tjindewagi kini merasakan kengerian itu, setelah

bagaimana Singolawu menghukum mati dua orang panglima. Tjindewangi

merasa babwa keadaan sangat buruk dan mungkin Singolawu masih dalam

keadaan gusar atau haus darah.

Dan Tjindewangi jakin bahwa malam itu pasti akan datang

waktunja Singolawu mendjumpainja. Pasti. Karena beberapa malam ini

nampak bahwa Singolawu sibuk dengan pesta jang tidak menentu. Pasti

dan malam itulah saatnja Hingga Sekarkembarpun jang tidak dapat

menahan kegelisahannja menanjakan:

- Bagaimana nanti Puteri? Apakah jang harus kukerdjakan?
Tjindewangi terpaksa masih mendjawab dengan nada Jang

gelisah:

- Akupun belum tahu. Keadaan begitu buruk.
- Djadi bagaimana?
- Aku belum tahu akan bagaimana?
Keduanja kemudian terdiam. terdesak makin terdesak, saat itu

terdengar langkah orang mendekati. Setapak demi setapak langkah

terdengar dan makin dekat makin dekat. Setapak demi setapak langkahnja

seakan-akan menapak dihati kedua wanita itu, jang belum tahu apa

hendak dikerdjakan djika langkah itu benar2 langkah Singolawu dan

kemudian pasti akan masuk kedalam ruangannja. Setapak demi setapak

langkah itu merupakan pukulan2 jang sangat pelahan dan makin lama

makin keras, menggetarkan hati

Tjndewangi hanja bisa mengutjapkan sesuatu jang hampir tidak

kedengaran:

- Mungkin sekarang waktunja Sekarkembar. Kita berdiri ditepian

maut atau sebaliknja ditepian kemenangan. Tetapi jakinlah bahwa apa

jang aku kerdjakan mempunjai tudjuan jang tesar. Apa jang kita kerdjakan

adalah tjahaja pengharapan bagi orang lain.
Sekarkembar jang masih lebih muda dalam usia dan pengalaman

itu makin sesak napasnja, hampir2 tidak bisa ditarik lagi. Dan langkah ?tu212

sekarang telah berhenti. Artinja langkah itu telah sampai didepan pintu

dan kemudian pintu itu akan terbuka.

Tetapi jang aneh, nampaknja Singolawu sendiri seperti tersekad

perasaan aneh, dan menggetarkan. Karena waktu tiba didepan pintu

seakan-akan ada sesuatu desakan jang tidak ia kenal sendiri.

la mendjadi ragu dan natasnja tiba2 seakan-akan membeku.

Nafsu berahinja bahkan tiba2 mendjadi padam dan tulang-tulangnja

terasa lemah. Beberapa waktu ia terpaku dipintu saat tangannja hendak

mengetok pintu.

Baru sesaat kemudian tenaganja pulih kembali dan bajangan

wanita bertubuh pualam itu kembali tergambar makin djelas. Nafasnja kini

mulai kentjang kembali dan menggelora. Singolawu batuk.batuk dan

mengetok pintu beberapa kali Kemudian terdengar suara dari dalam.

- Ja.
Singolawu terasa seperti disambar kilatan petir mendengar

suara jang begitu lembut dan menggigit-gigit.

- Aku Singolawu. Bukakan pintu.
- Ja Panglima.
Sekali lagi Singolawu terasa disambar petir dua kali dan nafasnja

makin kentjang.

***

Koleksi Kolektor Ebook213

BAGIAN VI.

SEKARKEMBAR kemudian membukakan pintu dan langsung

menundukkan mukanja, hanja sudut matanja selintas dapat melihat

bagaimana Singolawu telah terengah2 nafasnja ter-tahan2. Tetapi sambi

menenangkan perasaannja Singolawu mengatakan dengan nada jang di
buat2 :

- Oh, djadi benar laporan pengawal2. Oh sama sekali aku tidak

menduga kalian begitu djelita. Duduklah dan djangan takut. Aku Panglima

jang besar dan akan selalu menghormati setiap wanita djelita. Siapa nama

mu berdua?
Singolawu belum memperhatikan benar2 wadjah Tjindewangi

dan Sekarkembar sebab ia masih sibuk bagaimana bisa menenangkan

urat2 sjarafnja jang makin tegang terasa, langsung berbaring dan

mengatakan lebih landjut.

- Di sini tidak apa2. Sekalipun kalian kubawa kemari dengan tjara

rampokan, kau akan hidup disini dengan baik dan mewah. Kemudian nanti

akan pindah keistana pualam jang luar biasa indahnja. Kau telah pernah

masuk ke istana Gunung Tunggal? Oh. Ja, ja memang benar kata2

pengawai2 tetapi sajang ku-maki2 karena tololnja, lalu, ja tadi aku bertanja

siapa namamu?
Suasana mendjadi senjap dan se-akan2 mati karena Tjindewangi

terpaku dan belum tahu apakah ia akan mengatakan nama sebenarnja

atau tidak? Hingga achirnja mendjawab:

- Apakah Panglima memerlukan-214

- Ja pasti, pasti. Tetapi baiklah aku jang menamakan kalian

berdua. Kau Sekarwengi dan kau jang lebih muda Sekarsore. Nah kau tahu

djuga bahwa aku djuga bisa membuat nama. Bagaimana masih kurang

baik?
Tjndewangi hanja tersenjum dan sejum itu sedemikian

membuat Singolawu nafasnja sama sekali beku. Tetapi samar2 kemudian

?ingolawu ingat bahwa ia pernah melihat wadjah sematjam itu, tetapi

entah dimana ? karena pikiran unuk kewadja Tjindewangi djelas amat

djauh dan tidak sama sekali terpikirkan. Tetapi kemudian Singolawu

bertanja pula sambil nampak keheranan.

- Tetapi kenapa rasanja aku pernah melihat kau berdua? Kau

pernah melihat aku selama ini?
Tjindewangi menjahut, pelahan dan senjumnja makin

menggelorakan hati Singolawu, menggelora dan benar2 telah kalap sama

sekali perasaan lelakinja dan kini mungkin djika Tjindewangi harus

memerintahkan seluruh benteng itu menjerah mungkin hanja tnggal

memintanja dengan halus. Hingga Tjindewangi agak longgar hatinja,

nafasnja mulai kembali tenang dan menjahut :

- Ja, mungkin begitu Panglima. Tetapi hambapun lupa dimana?
- Aneh, mungkin sudah ditakdirkan oleh Jang Maha Esa kau akan

mendjadi djodohku. tetapi kau ingat dimana waktu itu kita bertemu?
- Hamba tidak ingat Panglima.
- Baiklah, kukira itu djuga tidak penting.
- Ja, mungkin begitu Panglima.
- Tetapi sekarang namamu jang sebenarnja siapa, dari mana dan

selama ini kau bekerdja dimana? Atau djelasnja kau sudah bersuami atau

sama sekali belum?
Tjindewangi hanja tersenjum dan tertunduk, menjebabkan

Singolawu makin remuk hatinja, hingga kemudian tanpa disadarinja

bangkit mendekati dan berkata:

-Kukira kau pasti belum bersuami, karena djelas bahwa

sebenarnja hanja pantas kalau bersuami seorang Panglima. atau memang

begitu kehendakku? Gampang djelas amat terlampau gampang. Aku jang

pertamakal akan melamarmu sebagai suami jang baik. Kau perlu tahu215

bahwa akulah satu2nja tjalon Radja di Gunung Tunggal ini, kalau nanti

seles?i peperangan. Kau tahu sampai dimana kekuatanku. Tjindewangi,

Wulungseto itu Ki Ageng Pikun itu akan segera menjerah kemari. Tetapi

kau tidak perlu kawatir sebab aku tidak akan mengambil Tjindewangi

sebagai isteri atau prameswari. Tidak dia akan kulemparkan ketengah

lapangan benteng ini sampai mendjadi majat, Entah dimana aku akan

membunuhnja, aku belum tahu.
Djelas bahwa Tjindewangi dan Sekarkembar waktu itu nampak

terdesak perasaanja, hanja masih bisa djuga mereka berdua menguasai

perasaan itu, bahkan Tjindewangi sebaliknja menggoda:

- Ah masak. Seluruh orang jang pernah melihat Tjindewangi

kabarnja tidak bisa lagi berkutik.
Singolawu membentak dan membanggakan dirinja

- Ja memang djelas begitu sebab mereka adalah lelaki jang

mudah remuk hatinja. Tetapi aku jang telah menganggap Tjindewangi

musuhku terbesar sepandjang djaman, bagaimanapun tidak akan berbalik

mendjadi begundalnja sekalipun dia menjerahkan dirinja untuk diperistri,

oh tidak tidak. Sama sekali tidak. Singolawu akan membuktikan bahwa dia

lelaki jang sanggup menjobek dada seorang wanita jang bagaimanapun

djelitanja kalau ia pernah melawanku. Memang dulu aku pernah tergetar

djuga melihatnja tetapi setelah tahu dia adalah pengchianat paling besar

dalam sedjarah hidup Keradjaan Gunung Tunggal, itulah sebab aku hendak

membunuhnja: Memang dalam hal ini tentu aku merasa beruntung djuga

sebab dengan pemberontakan Tiindewangi ada kesempatan bagiku untuk

mendjadi Radja. Nah tetapi Tjindewangi tetap Tjindewangi jang harus

dimusnakan sampai keluarganja, seluruh, seluruhnja tidak akan

seorangpun tinggal. Nah sekarang kau sudah tahu apa jang hendak

kukerdjakan. Bagaimana pikiranmu? Krasan disini?
- Ja Panglima,
- Kau sidjelita ketjil jang manis?.
- Ja Panglima.
- Nah kalau begitu tidak ada soal lagi sekarang. Sekarang tentu

kalian berdua tahu apa jang kukehendaki?
- Belum. Panglima.-216

- Belum tahu bagaimana. Kau seorang wanita dan aku seorang

Panglima jang telah lama merindukan gelora asmaranja Bagaimana kau

belum mengetahui hal jang semudah itu?.
Tjindewangi merasa kini bahwa keadaan mulai mentjapai kesatu

tingkat dimana dia harus menghindarkan diri dari malapetaka nafsu

serigala Singolawu. Sekarkembar sendiri merasa geli bertjampur tjemas

melihat keadaan jang makin memburuk, nampak dari mata Singolawu jang

makin liar dan menjala2. Tjindewangi mentjoba menghindarkan

kelandjutan jang berbahaja itu bagi kewanitaannja.

- Ja memang hamba belum mengetahui; tetapi apakah waktu

tjukup baik Panglima, hari ini.?
- Ja tentu tidak ada hari jang jelek bagi Singolawu untuk hal2

sematjam itu ketjuali kalau parempuan itu memang memuakkan.
- Kalau boleh hamba hendak bitjara sedikit. Ja mungkin ini tidak

begitu berarti. Tetap. Panglima. Hamba mendengar berita bahwa pasukan

Tjindewangi dan Wulungseto telah bergabung disatu tempat, ber- sama2

pasukan Karangselo untuk merentjanakan penjerangan. Maaf pangtima

kalau hamba terlampau lantjang mengatakan sesuatu.
- Ja ja ja tidak tidak. Kau akan kuberikan hadiah djika bisa

membantu soal ini.
- Hamba hanja mendengar dan beberapa orang waktu itu.

mampir kepedukuhan Tojagumelar.
- Lalu?
- Ja mereka dengen bangga mentjeriterakan bahwa penjerbuan

itu akan merupakan penjerbuan kemenangan, kemenangan bagi Rakjat

Gunung Tunggal. Begitu Panglima kata2 mereka jang sombong dan penuh

jakin bahwa benteng ini akan berhasil dihantjurkan.Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

- Ah omong kosong.
- Begitu hamba dengar Panglima.
- Ja kau boleh meadengar seribu kali kata2 sematjam itu. Tetapi

itu omong kosong, omong besar, omong jang gentajangan tanpa kenjataan

atau mereka buta sama sekali bahwa benteng ini sama sekali tidak akan

bisa dihantjurkan oleh kekuatan manapun.-217

Tjindewangi merasa akan berhasil pembitjaraan ini kearah

masalah lain dari pada rentjana Singolawu hendak melampiaskan nafsu

gairah asmaranja. Tjindewangi mendesak:

- Mereka mengatakan hal ini dengan tertawa lebar2, benar2

memuakkan. Tetapi hamba lihat betapa mereka itu membawa

perlengkapan jang luar biasa banjaknja.
- Ja, itu omong kosong kalau kau tahu. Benteng ini ditjiptakan

oleh Keradjaan Laut Selatan jang tidak akan bisa dihantjurkan oleh

siapapun. Benteng ini ditukar dengan biaja jang sangat mahal ialah ribuan

gadis harus dikirimkan kesana. Ketjuali kalau bumi ini meledak barangkali

baru benteng ini akan turut hantjur sama sekali, lain hal tidak mungkin

terdjadi.
Tjndewangi tersenjum dalam hati karena melihat bahwa

Singolawu benar2 terbakar dalam hatinja oleh kata-katanja dan sekali ini

nampak perhatiannja sama sekali beralih, djuga sekarkembar makin reda

nafasnja. Dadanja terasa agak lapang dan menarik nafas pandjang2.

Singolawu makin beringas,memandang keluar dengan liar, Sebab dalam,

hatinja memang ada ketjemasan itu sekalipun sudah berusaha

dilenjapkan.

- Sampai kapan benteng ini berdiri tegak sepandjang djaman.

Sepandjang djaman. Kau tahu sepandjang artinja tidak akan ada saatnja

beracbir. Dan tjoba kalau kalian mau tahu siapakah Panglima jang bisa

dibanggakan dari tentera Ki Ageng Pikun itu? Siapa tjoba, tjoba kau

katakan?
- Djelas bahwa hamba tidak tahu Panglima.
- Nah kalau kau mau, tidak ada. Tidak seorangpun ketjuali

Wulungseto jang suka perempuan itu satu waktu kesaktiannja akan lenjap.

lenjap!!!
Singolawu berhenti mengumpat dan kemudian terbaring karena

merasa tjapai oleh ketegangan jang tiba2 mendesak. Ia mengerti sekarang

bahwa tentara djuga begitu tolol dan sampai tidak mengeiahui persiapan

lawan jang seharusnja sudah harus dikerdjakan. Begitu lengah dan sama

sekali tidak ada tanggung djawabnja.218

- Tetapi, dapatkah kau buktikan beritamu itu ? Kalau tidak itu

artinja aku harus membunuhmu?
Tjindewangi mengangguk

- Tentu Panglima.
- Memang monjet2 semuanja, Tentera Wulungseto djuga

monjet, tenteraku djuga lebih dari monjet sampai tidak tahu apa jang

diketahui. Aku sendiri djuga hampir djadi monjet, begitu pertjaja bahwa

keadaan sudah mendjadi baik. Monjet2 semuanja monjet.
Tjindewangi dapat merasakan lega untuk sesaat karena tiba2

Singolawu kemudian keluar, langkahnja ter-gesa2 nampak bingung dan

tjemas, langsung berteriak memanggil panglima2 jang kebetulan ada

disekitarnja. Kemudian langsung dibentak:

- Kalian semuanja telah mendjadi monjet, sebagaimana tentara

Radja Gunung Tunggal dahulu. Kenapa kalian tidak tahu bahwa

Tjndewangi telah merentjanakan penjerangan besar-besaran kemari.

Kenapa kalian telah mendjadi buta dan tuli?
Panglima jang daiang mendadak mendjadi ketjut hatinja, takut

dan tidak mengerti apa jang dikatakan oleh Singolawu.

-- Kau tahu atau belum apa jang kukatakan.
- Belum Panglima.
- O ja memang kalian sudah begitu keadaannja. Dengarkan.

Tjindewangi dengan pasukannja akan menjerang benteng ini besar2an.

Ribuan rakjat telah dikerahkan dan seluruh kekuatan dipadukan untuk

menjerang benteng. Dan itu tanda kalian goblok. bahwa berita sematjam

itu tidak kalian ketahui.
- Berita itu dari mana, pengawal2 jang meronda sampai

ditempat jang begitu djauh tidak melihat persiapan ini Panglima.
- Ja karena pengawal2 itu memang sudah mendjadi monjet jang

seharusnja telah dikubur dilautan selatan.
Panglima terpaksa terdiam karena semuanja menjangsikan, dan

tidak bisa mengambil kesimpulan manakah jang benar.

- Nah sekarang kalian sudah tahu, djadi harus sudah seharusnja

kalian mengerdjakan apa jang mesti dikerdjakan untuk menghadapi

penjerangao itu. -219

Singolawu kembali masuk kedalam meninggalkan para Panglima

jang masih terpaku, hingga Singolawu terpaksa berpaling dan berteriak:

- Musuhmu akan menjerang. Apakah kau masih tidak pertjaja

bahwa kenjataan ini benar?
Singolawu langsung menudju kekamarnja, tidak kembali

keruangan Tjindewangi, karena dia terpaksa harus meneliti pusaka2nja

dan berusaha untuk memohon kepada kepertjajaannja unfuk bisa

dikabulkan memperoleh kekuatan jang lebih besar. la menjadari bahwa

benar2 sekali ini dia akan menghadapi sesuatu jang paling gawat dan

paling menentukan mati hidupnja sebagai seorang tjalon Radja. Dan

kemudian entah karena apa, tiba2 dalam ruangan pusaka2.nja, ia seakan

akan dingatkan oleh sesuatu jang tidak dikenalnja. Ia kemudian berpikir.

- Aneh, aneh sekali seorang gadis pedukuhan jang tidak pernah

bergaul dengan sapapun di- mana2 tentunja, bisa mengatakan hal itu

sedemikian lantjar.
Dan kini terbajanglah wadjah dua gadis itu dengan berbaur

dengan wadjah Tjindewangi dan Sekarkembar jang pernah dikenalnja.

Singolawu mulai berpikir. Dan mengapa mereka berdua sampai saat

terachir belum djuga mengatakan siapakah namanja?, Singolawu makin

ragu dan menaruh tjuriga bahwa ada sesuatu jang tidak wadjar dari kedua

gadis itu.

- Pasti mereka itu setidak- tidaknja dua orang dari pasukan

Tjindewangi jang mentjoba menjusup kedalam benteng.
Maka segera Singolawu kembali masuk kedalam kamar

Tindewangi dan dengan pandangan jang sedemikian tadjam menatap

Tjindewangi dan Sekarkembar jang tiba2 mendadak merasa terkedjut,

Singolawu tersenjum-senjum kini rabaannja mengenai siapakah kedua

wanita dan kemudian mentjoba menjelidiki:

- Terima kasih kau telah berbitjara. Aku sudah menjiapkan

segalanja untuk pertahankan benteng ini sampa titik darah jang

penghabisan. Djuga kau tidak usah kawatir benteng ini akan djadi hantjur.

Tetapi sekarang aku hendak ingin tahu siapa namamu? Namamu jang

sebenarnja dan kau djangan mentjoba mempermainkan aku.-220

Tetapi achirnja, entah apa jang terpikir oleh Tjindewangi.

Dengan tenangnja Tjindewangi mendjawab, tjahaja matanja sama sekali

tidak menundjukkan ketjemasan atau kegelisahan:

- Aku memang Tjindewangi dan jang didepanmu itu

Sekarkembar, seorang jang telah membunuh Prameswari. Aku tidak tahu

Panglima mau berbuat apa kepada aku berdua. Tetapi sekarang aku ada

didepanmu.
Seketika Singolawu terbelalak matanja, kemarahannja bangkit

seketika itu dan terpaku memandangi Tjindewangi seakan-akan mau

menelannja mentah-mentah. Kemudian dengan suara membentak:

- Lalu maksudmnu? Maksudmu menjusup kedalam benteng ini?

Tjoba katakan, tentu tidak lain hanja akan mengetahui rahasia benteng ini

dan kalau mungkin kau ingin menundukkan aku dengan senjum atau air

matamu?
Singolawu kemudian terlawa, mengedjek dan membanggakan

dirinja sebagai seorang jang lebih pandai.

- Itu terang tidak mungkin Tjindewangi. Aku sudah katakan

bahwa Singolawu tidak ada lain jang dipikirkan hanja ingin membunuh

Tjindewangi. Biar kau mendjual senjum dan air matamu sampai

membasahi seluruh benteng ini, Singolawu tetap Singolawu jang hanja

ingin memenangkan peperangan ini, setjepat-tjepatnja, setjepatnja. Kau

dengan apa jang kau katakan, Singolawu hanja ingin memenangkan

peperangan dan membunuh semua begundal Ki Ageng Tungga, jang telah

mendjadi pikun itu. Ja ketjuali Sekarkembar ini barangkali masih mendjadi

pemikiranku apakah akan ikut serta kulemparkan kedalam lobang maut,
Singolawu mengatakan itu sambil mentjari kesempatan untuk

menutup pintu itu dan menguntjinja kuat-kuat setelah jakin bahwa

Tjndewangi tidak bersendjata. Pada hal inilah jang diharapkan oleh

Tjindewangi, bahwa pintu itu terkuntji dan ia telah memutuskan untuk

lebih baik mati bersama.sama dalam satu ruangan dengan Singolawu,

sebelum Singolawu mendjamah tubuhnja. Dan Singolawu kemudian

merubah djuga sedikit kemarahannja setelah melihat betapa ketjantikan

dua wanita dihadapannja, dihadapannja dalam keadaan kamar terkuntji

dan hanja dia satu2nja jang berkuasa. Kemudian berkata:221

- Ja tetapi itu keputusanku sebagai Panglima Tjindewangi. Aku

sebagai Singolawu jang mengenal sebagai seorang wanita jang berani dan

mempunjai tjita tia jang tinggi. Jang kukenal sebaga seorang puteri jang

djelita, tentu aku mempunjai, masih mempunjai kemauan jang baik untuk

menjelamatkan kau. Tentu djika kau djuga memahami kemauan baikku.
Tjindewangi agak lega setelah melihat Singolawu sedikit

merubah sikapnja. Djelas bahwa bagaimanapun keadaannja Singolawu

masih nampak kemudian gelora hatinja sebagai seorang lelaki.

- Maksud Panglima bagaimana?
- Maksudmu sendiri apa?
- Aku toh tidak mengerti bahwa akan ikut serta ditjulik bersama

sama orang jang lain.
- Ja tetapi bagaimana aku bisa pertjaja? Kenapa kau

dipedukuhan Tojagumelar dan menjamar sebagai gadis2 pedukuhan.

Bahkan Sekarkembar ini menjamar sebagai seorang pesinden? Tjoba

apakah itu bukan akal bulusmu?
- Aku memang sedang berada disana, untuk mentjari/hiburan

dari ketegangan selama ini. Dan Sekarkembar memang suka begitu sedjak

lama. Bahkan sedjak ketjil kutahu. Dan kaupun mestinja memahami bahwa

dalam keadaan seperti sekarang ini orang mendjadi iseng. Dan Panglima

djuga mesti mengerti, bahwa bagiku apa jang paling penting hanjalah ingin

membunuh Radja Gunung Tunggal jang memeriatahkan menbunuh

ajahku. Damarwangi. Hanja itu. Sesudah itu aku tidak mempunjai maksud

jang lain terhadap Keradjaan ini. Entah siapa jang hendak memerintah.

Buat apa aku pajah2 memikirkan hal2 sematjam itu. Tentu kau tidak

pertjaja. Tetapi itu benar, bahwa apa jang kukerdjaan selama ini, sedjak

Radja telah terbunuh, ketjuali mentjari kegembiraanku sendiri dimana
mana bersama-sama Sekarkembar,
Singolawu telah mulai lemah dan makin hanjut dalam ajunan

suara Tjindewangi jang mendesak-desak. Tiba2 ia bertanja kepada

Sekarkembar:

- Masak kau berdua selama ini bersanma - sama sekedar

mentjari kesenangan hati apakah djuga hanja dengan djalan kau mendjadi

pesiaden begitu?-222

- Ja Panglima. Habis mau apa lag?. Akupun hanja ingin hidup

senang. Aku tjantik kata orang. Kenapa tidak kupergunakan ketjantikan

dan suaraku untuk itu. Buat apa memikirkan peperangan. Bodoh kukira

djika kukerdjakan hal2 sematjam itu.
- Ja, ja tentu itu hal bodoh. Sangat bodoh. Djika kau tjantik dan

mempunjai suara bagus buat apa berperang? ja, ja tentu satu hal bodoh.

Nah sekarang kukira tjukup pembitjaraan ini. Untuk masing2 berpikir
Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

baik2.
Tjindewangi makin jakin bahwa keadaan bisa teratasi achirnja

dan mentjoba masuk kedalam hati Singolawu dengan pura2 bersedih.

- Ja tetapi sekalipun demikian Panglima. Kalau misalnja sebagai

Panglima memang seharusnja mesti membunuh aku dan Sekarkembar.

Kenapa tidak lebih dulu kau kerdjakan. Mungkin dengan begitu

Keradjaanmu akan mendjadi lebih besar. Aku merasa sudah puas hidup,

sudah puas bergembira dan sudah puas dendamku, ialah membunuh

pembunuh ajahku. Hanja itu jang kuidamkan selama ini, aku sudah

member? tahu setidaknja, bahwa pasukan Wulungseto telah bersiap untuk

menjerang benteng. Setidaknja aku telah berbuat jang kau perluan. Dan

sekarang terserah kepala Panglima, karena nasibku sudah ditanganmu.
Singolawu tersenjum makin lemah hatinja dan kemudian

menarik nafasnja pandjang2.

- Oh, tidak. Aku tidak akan berbuat demikian. Setidaknja kau

telah berdjasa kepadaku dan makin lama kau terasa menjenangkan. Kau

setidaknja telah menjelamatkan benteng dan kau nampak makin tjantik

dalam benteng ini. Oh tidak. Aku tidak berpikir lagi membunuhmu. Ja, ja

memang sebaiknia begitu. Sajang. Terlampau sajang dan terlampau tidak

adil. Nah sekarang baik2 menanti disini. Aku akan segera kembali dan ingat

djuga benar2 bahwa djika aku kembali kau telah berarti bersedia

segala2nja menurut kemauanku. Djangan kau mentjoba membuat

kemarahanku jang telah hilang sekarang ini. Itu djika kau ingin selamat.
- Ja, Panglima.
- Nah. Dan aku sekarang mengidjinkan kau tidak memanggil

Panglima. Itu tidak lutju.
- Djadi harus memanggil siapa?-223

- Panggilah aku seperti dulu ajahku dulu memanggilku. Kau tahu

namaku waktu masih anak anak ? Ajahku selalu memanggil aku Boma.

Boma jang berarti Kebo mata lima. Lutju kan? Tetapi itu tidak lutju, karena

dulu aku sedjak ketjil selalu berkurap, se-besar2 mata kebo kurap itu.

Tetapi itu dulu, sekarang aku djelas tjalon radja..
Terdorong oleh sifatnja jang hanja selalu ingin dibanggakan dan

dilebihkan dalam se- gala2nja, kini ternjata bahwa Singolawu merasa ,

bahwa mengambil Tjindewangi sebagai isteri, akan lebih baik artinja akan

lebih tersohor dan lebih segala-galanja. Maka sekeluarnja Singolawu dari

dalam kamar itu mendjadi ter-senjum2. Seakan akan tidak ada lagi

persoalan dalam bentengi itu. Ia hanja berpikir bahwa satu2nja orang jang

bisa menguasai Tjindewangi hanja dia. tidak Wulungseto jang lebih muda,

lebih tampan dan lebih dulu mendekati Tjindewangi, ia tidak berhasit

menguasai Tjindewangi. Hanja dia, hanja dia, hanja dia. Inilah jang

dipikirkan dan merasa dirinja paling beruntung.

Sebaliknja Tjindewangi jang sekarang mendjadi gusar karena

sekalipun keadaan memungkinkan ia berpikir mentiari djalan keluar jang

tepat. Singolawu segera akan kembali dan menagih. Bahwa dia harus

menerima dan memenuhi keinginan singolawu sebagai laki2 jang tengah

dilanda gairah asmara. Dilanda nafsu birahi dan dilanda kebanggaan

dirinja sebagai seorang jang berhasil menguasai Tjindewangi. Sekali ini

kalau dia menolak sudah pasti segera tindakannja lebih kedjam akan

diterimanja.

Kemudian Tjindewangi berkata2 pelahan kepada Sekarkembar

jang masih senjum2 merasa geli melihat wadjah Singolawu jang ber ubah2

tidak menentu. Mula mula segar memaki2 Tjindewangi bahkan

bersumpah ingin membunuhnja. lalu datang dengan penuh tjuriga,

berganti lagi marah bukan kepalang, lalu berubah lagi mendjadi senjum,

senjum jang aneh tetapi sinar matanja berubah mendjadi sinar mata

seekor serigala jang sedang menghadapi seekor kidjang muda. Hingga

hampir2 suara Tjindewangi tidak kedengaran:

- Sekarang saatnja Sekarkembar. Djika dia datang kembali. Kau

sebaiknja pergi dan berusahalah lolos dari benteng ini. Sebab aku sudah224

djelas, hanja akan bisa mentjari djalan keluar dengan mati ber-sama2

Singolawu dalam kamar ini. Kurang lain djalan tidak ada
- Masak?
- Ja, mau djalan keluar bagaimana? Dia sudah begitu kalap, dan

nampak dalam tidak ada jang bisa diharap ikut berbuat. Ketjuali dua orang

jang kemarin hendak dihukum itu. Akupun belum tahu namanja jang

seorang itu. Dan mereka sama sekali tidak mengetahui kita disini.
Sekarkembar menatap dergan tadjam penuh pertanjaan dan

perasaan haru jang tiada taranja, melihat wadjah Tjindewangi jang

nampak sama sekali tidak berubah waktu mengatakan demikian. Telapi

Tjindewangi tidak mentjoba berkata lebih landjut, hanja tersenjum.

Senjum jang menakdjubkan dan memberikan kejakinan lebih dari

perkataan mana pun. Dan Sekarkembarpun tersenjum:

- Ja, kalau demikian kehendakmu. Aku akan berusaha lolos dan

melandjutkan segala apa jang sudah kita mulai.
Ketika itulah Tjindewangi langsung memeluk Sekarkembar

keduanja sama sekali tidak bisa menahan titik-titik air matanja, jang mulai

membasah kepipi, keleher dan kedada mereka, Pelukan mereka makin

kuat, makin kuat dan dalam hati mereka merajap kesedihan, kesedihan

jang tidak bisa dihindarkan lagi.

- Lalu bagaiman kalau sekiranja Wulungseto bertanja kelak?
- Bagaimana jang mana?
- Adakah pesanmu Tjindewangi.
- Kuharap dia bersedia mentjintai
Sekarkembar makin tidak bisa menahan apa jang membasah dan

makin membasahi seluruh dadanja dan achirnja hanja bisa mengangguk

kepalanja, sama sekali terbungkam. Sesaat kemudian baru Tjindewangi

melepaskan pelukan itu dan mentjoba tersenjum mengusap dahi

Sekarkembar dan melandjutkan kata-katanja:

- Kukira sudah wakunja kita menjiapkan diri. Kau masih ingat.

Pergilah djika Singolawu masuk dan berusahalah meloloskan diri. Kalau

mungkin bersama anak muda jang kita lihat kemarin. Ada kiranja dia bisa

kira harapkan segala-galanja.-225

Sekarkembar sekali lagi mengangguk dan tangan jang ha?us dan

djari2 jang masih getar itu mengusap airnata dan mentjoba tersenjum:

- Semoga tidak terdjadi apa2 Tjindewangi. Kau tidak boleh pergi,

tidak boleh.
- Aku djuga tidak ingin pergi meninggalkan rakjat Gunung

Tunggal. Tetapi kau tahu sendiri jang harus kuhadapi itu binatang jang

tengah haus. Haus kebesaran. Haus ketjintaan. Haus gairah asmara. Nafsu

serigala jang sedang terlempar di tengah2 lautan, dimana hanja ada seekor

kidjang muda.
Sekarkembar mentjoba sekarang beralih kesoal lain dan

kemudian menengok kearah pintu. Menengok dan mulai terdesak

kengerian,karena waktu itu terdengar suara langkah seseorang.

Tjindewangi dan sekarkembar ?jelas telah mengira bahwa siapa jang

datang. tidak lain ketjuali Singolawu. Mereka berdua telah terpaku pada

tempatnja berdiri.

Memang benar, pintu itu kemudian diketok. Hanja kenapa lain?

Artinja tidak sekeras waktu Singolawu mengetok. Sekarkembar melangkah

dan membuka pintu dengan hati jang mulai tegang. Nafasnja terhenti

seketika dan betapa terkedjut mereka berdua. Jang mengetok pintu.

Damarsungsang Tiba2 menjelinap masuk kedalam ruangan, langsung

menguntji pintu dan memberi isjarat kepada mereka berdua agar diam.

Setelah pintu terkuntji, Damarsungsang bersembunji dibalik

sebuah tirai jang pandjang dan sama sekali tidak mengatakan sesuatu.

Tjindewangi telah mengerti apa jang harus dikerdjakan, mereka berdua

berdiam dan kemudian Tjindewangi mendekati sambil berkata berbisik2:

- Siapakah kau? Dan kenapa datang kemari?
- Aku Damarsungsang. Aku hendak membunuh Singolawu. Kau

djangan mendjerit. Djangan membuka tirai ini. Dan djangan berbuat jang

lain2 jang mentjurigakan.
Tjindewangi agak lega rasanja dan bisa sekarang menarik nafas

agak pandjang begitu djuga Sekarkembar.

- Ja, tetapi dalam ruangan ini jakinkah kau bisa mengerdjakan

itu?-226

- Singolawu tidak mungkin terbunuh kata Tunggulwono, ketjuali

di saat berdampingan dengan seorang wanita. Hanja itu djalan satu2nja.

Maka kuminta kau membantu aku. Kudjandjikan apapun nanti djika

maksud ini tertjapai.
- Kau dari mana?
- Dari pantai utara.
- Siapa ajahmu?
- Aku telah katakan tadi.
- Aku tidak mendengar tadi. S?apa namamu jang sebenarnja.
- Damarsungsang
- Ajahmu?
- Damarwangi, dari Gunung Tunggal. Tetapi ajahku terbunuh,

telah lama terbunuh.
Seketika Tjindewangi hampir2 mendjerit kegirangan karena

inilah jang ditjari tjarinja sedjak lama, adik kandungnja. Teapi Tjindewangi

masih mentjoba menguasai perasaannja dan pelahan-pelahan

mengatakan:

-Tetaplah kau sembunji Damar. Aku akan membantumu dan

ketahuilah bahwa akulah Tjindewangi, kakak kandungmu jang djuga ingin

membunuh Singolawu. Lalu apa kata panglima Tunggulwono?.
Tjindewangi tidak mengetahui apakah jang terdjadi dibalik tirai

sedangkan Sekarkembar sama sekali terpukau oleh kedjadian itu. Dan

sesaat keadaan dalam ruangan itu Senjap, hanja nafas Damarsungsang

nampak mendjadi terdesak, hanja mengutjapkan sepatah kata:

-. Oh. kakakku.
- Apa kata Tunggulwono.
-, Singolawu memang tidak bisa terbunuh ketjuali waktu hendak

mengadakan hubungan dengan seorang wanita. Maka itu kumasuki

ruangan ini.
- Baiklah kalau begitu, tetapi hendaknja kau djangan bertindak

terlambat. Sebab tidak ingin kehormatanku terdjamah oleh serigala itu.
***227

Singolawu jang masih berdjalan dengan senjum-senjum

sendirian, kemudian memerintahkan memanggil beberapa panglima

untuk sekedar diadjak berbitjara mengenai sesatu hal dimana akan pasti,

ia mendjadi pusat kekaguman mereka. Dan waktu mereka telah datang

menghadap dalam keadaan gelisah. Karena biasanja kalau Singolawu

memerintahkan kumpul hanja untuk dimaki maki atau dihina dalam

beberapa hal.

Tetapi keraguan dan ketakutan lenjap seketika waktu melihat

Singolawu telah tersenjum-senjum lebih dulu dan dengan ramahnja

menjilahkan duduk.

- Nah kali ini, kita akan bitjara mengenai sesuatu soal jang lain

dari jang lain. Kita lupakan untuk sedjenak soal peperangan atau jang

menjebabkan dia mendjadi djengkel atau marah.
- Ja Panglima, sebaiknja memang sesaat kita harus memikirkan

jang lain, jang menjenangkan hati.
Dielas mereka telah berpikir dan mengharapkan bahwa malam

itu mereka akan mendapatkan giliran atau mungkin mendapatkan bagian

dari hasil rampokan

- Apa Panglima sudah ada jang mermbosankan. Hingga perlu

dibagi kepada kita.
- Kami akan sangat bergembira.
Jang lain-lainpun ter-senjum2 karena telah membajangkan

segala jang menjenangkan hati panglima.
Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

- Ja Panglima. Mungkin memang sudah waktunja Panglima
Singolawu hanja Senjum senjum dan kemudian dengan bangga

dan puas:

- Ja, ja ada maksudku begitu. Tetapi ada soal jang lain lagi hendak

kutanjakan sebelumnja.
- Ja, ja ja. Segalanja akan beres Panglima.
- Tetapi sebelumnja kini tjoba kalian djawab dengan terus

terang, tidak usah takut2. Bagaimana pendapatmu mengenai

Tjindewangi?.
Hampir semua jang ada waktu itu terpukau, terkedjut, heran dan

tidak mengerti apa jang harus didjawabkan, hingga Singolawu mengulangi:228

- Ajo tidak usah takut2, tidak akan apa2.
Salah seorang kemudian mentjoba memberanikan diri:

- Dengan sedjudjur-djudjurnja Pangima?. Tidak akan

menjebabkan Panglima marah dan kemudian akan memberi gandjaran

tjambuk?.
- Bahkan kalau kalian tidak berkata sedjudjur-djudjurnja akan

kupenggal lehermu mengerti apa jang kumaksudkan.
- Ja. kalau hamba harus berkata sejara djudjur. Memang

sekalipun Tjindewangi musuh hamba untuk selama-lamanja. Tetapi

misalkan terdjadi satu ketika hamba bisa menangkapnja, Mungkin tidak

akan hamba bunuh. Bahkan kalau misalkan andajkata seumpama dia mau

djadi isteri hamba.
Sambil mengatakan itu panglina djangkung tertawa sendiri:

- Ja memang begitu kenjataannja karena memang sukar

mendapatkan bandingan diseluruh keradjaan ini , mungkin diseluruh

djagad Panglima,
Kemudian jang lain baru munjul bitjara dengan lebih bergairah:

- Ja, memang kenjataaanja begitu Panglima, tjoba

misalkanTjindewangi menjerah. Kalau bukan Panglima sendiri jang

memberi perintah hukum itu kepadanja, Siapa jang memerintahkan

membunuh Tjindewangi hendak hamba bunuh sendiri. Sumpah itu

Panglima, demi ketjantikan dia, tidak akan hamba biarkan siapapun jang

hendak membunuh Tjindewangi. Ja ketjuali kalau Panglima sendiri jang

memberi perintah. Apa boleh buat. Karena memang wah, wah..
Terachir panglima jang berbadan gemuk pendek, sebelumnja

telah tertawa2, kemudian baru mengatakan dengan pendek tetapi

tekanannja sangat mejakinkan

- Pokoknja begini Panglima, pokoknja pokok Tjindewangi ini

hanja satu dari sedjuta. Apa kira2 kurang djelas dengan perempun ini.

Kalau belum dielas begitu kira2 jang tjotok, Tjindewangi ini sumber dari

njawa lelaki.
- Ja ja? kiranja sudah tjukup. Akupun kira2 kemudian akan

berpikir seandainja dapat menangkap Tjindewangi hidup2. Karena rasanja

aku akan bisa menangkapnja. Nah sekarang sebagai hadiahku hari ini229

kepada kalian. Kalian boleh bagi semua perempuan jang ada dalam

simpanan.. Tjukup djelas?
Belum sempat mereka mendengar apa jang terachir dikatakan,

beberapa orang telah berd?ri, tetapi masih ragu2 akan kebenaran perintah

itu.

- Benar begitu Panglima?
- Kuperintah sekarang. Ingat kalau kau memperlambat perintah

itu ku tjabut kembali.
Seketika mereka bujar masing2 bergegas sekalipun di-tahan2

menudju ketempat dimana gadis2 simpanan dan entah apa jang diterdjadi

disana. Singolawu sendiri kemudian dengan senjum2 sendiri kembali

keruangan diamana Tjindewangi berada dan sudah siap dengan maksud

satu. Tentu ma ksud jang satu itu . Maksud jang penuh gelora dan me
njala2. hingga nampak langkah itu se-akan2 gemetaran. Tetapi ketika

sampai didepan pintu kamar, tiba2 ia terpaku. Ada terasa sesuatu

perasaan jang tidak enak. Ada terbersit sesuatu jang menggelisahkan,

bahkan se-akan2 terdengar suara2 jang tersamar.

- Djangan. Djangan masuk kau. Ada Sesuatu.
Tetapi Singolawu kemudian ingin mendengar suara itu jang

dianggap suara tidak ada artinja. Dan itu memang hanja terdengar dalam

hatinja. Dilenjapken suara dalam hati itu, karena kemudian lebih terdengar

djelas suara2 jang mendorong ia bertekad bulat.

- Kenapa kau bodoh. Tidak setjepatnja kau renggut Tjndewangi

jang begitu djelita. Seluruh djagad ini hanja seorang sematjam Tjndewangi.

Hanja seorang hanja seorang, hannja seorang. Kau lelaki dan seorang

panglima jang mendapatkan sesuatu jang paling baik dari dunia ini.
Singolawu tersenjum dan mengetuk pintu.

***

Koleksi Kolektor Ebook230

BAGIAN ViI,

SEBALIKNJA PARA Panglima jang bergegas2 seakan-akan ingn

sampai lebih ?ahulu, sambil ter-senjum2 mereka saling memandang.

- Kau ingat? Ada berapa gadis disana ?
- Tudjuh belas kalau tidak salah.
- Nah kalau begitu kita seorang masing2 dapat dua orang paling

sedikit. Sebab kita mesti ingat djuga kepada kepala pasukan pentjulik itu.
- Ah sebaiknja bagi rata sadja. Kepala pasukan itu sebaiknja kta

perintahkan tjari sendiri .
- Ja, ja, mungkin lebih baik begitu. - Jang seorang menjahut.

- Tetapi awas, kalau kalian mengambil jang paling gemuk itu. Aku

sudah sedjak lama mengintjar dia.
Jang lain tertawa tawa.

- Aku tidak akan memilih si gendut itu. Ambillah semua jang

gendut. Buat apa?
Mereka makin kalap dan ter tawa2 sepandjang langkah mereka

menudju ketempat kediaman gadis2 itu jang didjaga rapi oleh para

pengawal. Hingga menjebabkan para pengawal terkedjut melihat

rombongan panglimaa itu mendatangi sambil ter-tawa kegirangan.

Masing2 ber tanja2 apakah mungkin mereka akan mengusir

perempuan2 itu ? Ataukah memang sudah waktunja diadakan pembagian

djatah? Sama sekali mereka tidak bisa mengambil kesimpulan, karena baru

pertama kali ini para panglima berombongan datang dalam keadaan231

begitu gembira. Biasanja mereka sembunj? dan dalam keadaan tegang,

waktu mentjari kesempatan menjelinap dalam tempat itu.

Tetapi sebenarnja keinginan mereka itu ada satu kesukaran.

Sebab ketika ?ingolawu memerintahkan pembagian djatah itu untuk para

Panglima, salah seorang badut2 dalam benteng itu, jang berkaki pengkor.

Karena merasa djengkel dan ditambah pula salah seorang gadis itu berasal

dari kampung jang sama. Tiba2 berlari mendahului menudju ketempat

kediaman gadis2. Untunglah bagi si pengkor ini tidak pernah ia dijurigi

masuk ketempat gadis2 oleh para pengawal karena telah biasa dan si

pengkor dianggapnja hanja disebabkan ingin membadut di-tengah2

gadis2.

Si pengkor langsung dapat menemui Roro Ireng jang sedjak lama

ia kenal dan dengan tergesa-gesa memberi kabar:

- Tjelaka. sangat terlalu Panglima2 itu. Kalian akan dibagi rata

sekarang. Karena Panglima besar itu telah mendapatkan dua orang jang

sangat djelita.
Beberapa orang gadis jang mendengar kabar itu seketika

mendjadi marah dan sebagian tjemas. Hanja beberapa orang merasa

senang.

- Nah itu lebih baik. Kukira para Panglima itu hampir semuanja

lebih tampun dan lebih muda dari Singolawu.
Tetapi Roro Ireng menjahut dengan garang:

- Ja, memang dari soal itu tampan dan mudanja. Tetapi apakahl

kau tidak merasa memang kita disini tidak ubahnja sebagai barang-barang

rampokan. Itu melebihi barang rampokan, kita ini sama halnja sisa-sisa dari

sampah jang karena mulai membau kemudian dibiarkan berserakan?
-Ja tetapi apa daja kita? Kita disini semua gadis, tanpa seorag

jang berani membantu kita? - Salah seorang jang merasakan hal itu

sebagaimana Roro Ireng merasakan;

- Tjoba kalau ada djalan keluar, akupun tidak ingin mendjadi

pelajan mereka itu, pelajan masih mempunjai hak, tetapi kita Kita mungkin

hanja mempunjai hak menanti hadiah. Dan melajani mereka itu , Sama

sekali memuakkan.-232

Tiba2 Roro Ireng ingat, bahwa dia telah diberi tahu mengenai

buah jang nenjebabkan sakit perut, sakit perut jang begitu tiepat dan harus

kebelatang setiap saat. Kira2 selama dua hari dua malam Dan buah iu

terdapat dibelakang tempat penjimpanan gadis2

Langsung Roro Ireng meninggalkan ruangan dan pergi

mengambil buah, langsung pula membuat minuman jang nanti akan

disuguhkan kepada para panglima jang pa?ti dalam keadaan haus karena

ketegangan sjaraf mereka. Roro Ireng sudah bulat tekanja, sekalipun

mungkin perbuatannja itu akan membawa malapetaka. Tetapi semua

malapetaka sama djuga dengan keadaan sekarang ini, dimana semua gadis

itu dirampok dan didjadikan sematjam itu.

Minuman itu selesai, para Panglima telah datang dan sambil ter
tawa2 mereka memasuki taman dimana para gadis itu sedang berada.

Salah seorang kemudian mendahului:

- Aa. Kalian boleh bergembira sekarang, bunga2 ditaman ini akan

segera mendapatkan djodohnja masing2.
Gadis gadis sekalipun sebagian besar atjuh tak atjuh, beberapa

nampak djengkel dan muak melihat tingkah para Panglima, hingga dia

melandjutkan bitjaranja:

- Tetapi kalian tidak perlu gelisah atau kawatir, sebab kita ini

akan teiap bertindak bidjaksana dan adil Artinja segala sesuatu akan

diselaraskan dengan keadaan masing2. Misalkan terjadi kesalahan pilih,

masih akan bisa diperbaiki lagi. Sebab kitapun menjadari bahwa

bagaimanapun kalian telah dalam keadaan sebagai tawanan, telah berada

dalam kekuasaan benteng ini Masing2 mempunjai selera jang berlainan.

kalianpun masih dapat menjesuaikan selera itu.
Sementara itu Roro Ireng telah menjiapkan minuman dan

dengan sangat ramahnja menjediakan minuman untuk para Panglima,

jang seketika menjepabkan hati mereka dingin tetapi tergigit. Mereka

merasa bahwa mereka pun sebag?an besar akan dengan senang dibagikan

Hingga Panglima jang berbitjara itu makin kesenangan berbitjara karena

merasa berhasil baik.233

- Nah sekarang mungkin kalian mempunjai persesuaian djika

kutjeiterakan sekarang nama2 Panglima dan dari mana asainja. Setidaknja

persamaan asal daerahmu akan membawa kesenangan jang lebih.

- Nah ini jang djangkung ini Panglima Rogosemadi, sekalipun

sekarang dia tidak pernah bersemadi. Asalnja Gunung Semeru. Paling suka

adu djengkerik, tetapi itu dulu waktu masih anak anak. Sekarang telah

berubah mendjadi paling suka main dadu, Ini jang agak pendek, gemuk dan

suka tertawa lebar2, ini Panglima Waringin Sempal, karena waktu lahir

pohon beringin didepan rumah ambruk oleh angin. Kesukaannja aku tidak

tahu. Karena dia selalu menjendiri, mungkin djuga dia suka makan buah

beringin. Asalnja dari Gunung Kawi. Nah ini jang berambut keriting ini,

Panglima Dandang Sigar. Entah bagaimana sebabnja ajahnja memberi

nama Dandang Sigar akupun tidak tahu. Tetapi ajahnja dulu memang

seorang penebang hutan, berasal dari hutan sebelah timur Gunung Raung.

Nah ini, Panglima Karpo, ini Karangabang, ini Ronggoseba Aku tidak tahu

semuanja dari mana. Dan aku sendiri? Apakah kalian ingin djuga tahu

namaku?
Roro lreng senjum-senjum menjahut:

- Ah tentu, tentu Panglima. Itulah jang hamba tunggu-tunggu.Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Djelas bahwa panglima itu begitu mendjadi lebih kalap

mendengar Roro Ireng dengan ramahnja menjahut, bahkan suaranja agak

mendesak desak perasaan.

- Tetapi djangan kalian terkedjut kalau namaku aneh. Kalau dulu

aku tahu mungkin aku sendiri tidak mau. Nama itu begitu mendjengkelkan

sebenarnja. Namaku, namaku Kamdi.
Semuanja terpaksa menahan tertawa, hanja beberapa orang

tidak bisa menahannja.

- Ja, memang begitu. Nah sekarang sudah selesai omong kosong

ini sebaiknja kalian tahu bahwa hari ini kalian semuanja telah beralih

alamat dan Panglima Besar kita sudah memerintahkan kalian semua boleh

kami bawa ketempat kita masing2.
Tetapi tiba2 panglima Waringinsempal menjela:

- Ah tetapi saja kira perintah itu tidak sampai mereka boleh

dibawa. Hanja dibagi. Apakah panglima Kamdi tidak salah dengar.-234235

- O ja ja, ja, mungkin memang hanja begitu, Tetapi setidaknja

hampir sama bahwa kalian semuanja ja mudahnja sudah berganti alamat.
Sementara itu mereka telah minum semuanja jang telah

dihidangkan tepat ketika mereka itu telah mulai naik darahnja, melihat

wanita2 jang berada disekitar mereka.

Hanja masing2 memang masih agak segan untuk seketika itu

menjerbu. Tetapi djelas nampak mata mereka seolah2 telah tergambar

kuda2 jang dipatju, bahkan sebagian dimatanja nampak bajangan serigala

jang menggelepar di-tengah2 tanah kering.

Roro Ireng jang sangat tjemas karena minuman itu kenapa

belum djuga bekerdja, untuk membuat perut mereka mendjadi

tergontjang. Apakah tidak benar buah itu bisa membuat perut

tergontjang. Kemudian salah seorang berbisik:

- Lalu bagaimana kiia akan membagi?
Panglima Kamdi berpikir, sambi tersenjum. Tetapi tiba2 muka

berkeringat. Ada sesuatu jang terasa dalam perutnja. Perutnja, perutnja,

kemudian jang lainpun nampak begitu.

Perut, perut, perut mereka tiba2 seperti tergontjang dan rasanja

ada seekor djengkerik dalam perutnja jang menggigit-gigit.

Dan satu2 mereka tiba2 pamit kepada temannja:

- Tetapi sebentar. Aku mau kebelakang.
Sepergi jang seorang ini kemudian satu2 pamit dan achirnja

pergilah semuanja.

Singolawu jang sebaiknja, kalau mereka itu kemudian tiba2

terpaksa pergi meninggalkan tempat gadis2 itu karena hadjat masing2

jang sama, Singolawu telah berada dalam kamar Tjindewangi dan

Sekarkembar telah sengadja pergi keluar untuk menghadapi kemungkinan

lain djika terpaksa rentjana Tjindewangi dan Damarsungsang gagal.

Sebab djelas bahwa Singolawu seorang jang luar biasa sakti dan

tangguhnja. Kata Tunggulwono jang mengatakan bahwa Singolawu tidak

terbunuh, ketjuali, waktu sedang berdampingan dengan seorang

wanitapun belum tentu benar. Damarsungsang sendiripun masih ragu

mengenai kebenaran ini, semuanja baru akan dialami.236

Hinga waktu Tjindewangi menguraikan rambutnja pertanda

bahwa segala sesuatu telah bisa dimulai, ber?amaan dengan makin

menjalanja gairah asmara Singolawu, timbul djuga ketjemasan bagi

Tjindewangi. Kalau perkataan itu tidak benar dan ia telah terlandjur

memberkan kehormatannja kepada seorang jang sanga dibentjinja.

Singolawu melihat rambut Tjindewangi telah terurai,

memandjang hampir menjelimuti tubuhnja, seketika tidak bisa menahan

apa jang bergolak dan membakar hatinja. Kemudian ia berdiri mendekat

dan mentjoba membuat suasana djadi sedikit menarik:

- Segitu bagus rambutmu
- Ah masak Panglima.
Tjindewangi tersenjum dan menatapkan matanja dengan penuh

kemesraan jang menjebabkan Singolawu, seketika gelap pandangan

dimatanja.

Terasa kini berdjuta kunang2 berterbangan dikegelapan itu.

Tjindewangi melandjutkan rajuan:

- Tetapi apakah Panglima memang benar2 ingin menghendaki

sekarang?
- Ja, ja kapan lagi?
- Tetapi Panglima berdjandji bahwa akan membawa hamba

keistana Gunnng Tunggal.
- Sudah barang tentu, tentu, tentu, tentu.
- Lalu Panglima akan membawa rakjat kepada kehidupan jang

lebih baik dari sekarang?
- Tentu, tentu, tentu, , apapun keinginanmu akan kulakukan.
Tidak sadar lagi, Singolawu makin dekat dan tidak ada djalan lain

bagi Tjindewangi ketjuali menjediakan kesempatan untuk maksud jang

terachir.

Tetapi tiba2 saat2 terachir Singolawu hendak mulai memeluk

Tjindewangi jang telah membuka sebagian dari badjunja, tiba2 seakan
akan tersentak dalam.

Ada sematjam alamat membersit dalan hatinja hingga kemudian

Singolawu undur kembali menatap mata Tjindewangi. Membersit alamat237

buruk itu mungkin karena nalurinja dan kesaktiannja. Bahkan kemudian

tatapan matanja makin tadjam penuh pertanjaan dan ketjurigaan.

Tjindewangi ?juga terkedjut, ia merasa bahwa setiap orang

memang pasti mempunjai firasat sematjam saat2 menghadapi

malapetaka. Mulai merajaplah dalam hatinja kegelisahan kalau2 maksud

ini gagal.

Tjindewangi mentjoba tersenjum:

- Kenapa Panglima?
Singolawu tidak bisa rmendjawab sepatah katapun, hatinja

makin gontjang oleh alamat jang membersit. Makin undur dan

memandang makin tadjam kearah pusat jahaja mata Tjindewangi.

Tjindewangi melandjutkan dengan nada jang lembut;

- Kenapa Panglima, nampaknja ada sesuatu. Hamba telah

menjediakan waktu untuk kegembiraan Panglima?
- Tidak Tjindewangi. Aku ingin bertanja sekali lagi. Karena

kurasakan ada sesuatu jang tidak wadjar. Berkatalah terus terang dan

setjara sunggulh2. Sebab djelas aku mulai merasa ada sesuatu

dipandangan matamu jang tidak wadjar. Aku tahu dan merasa hal ini. Kau

djangan mentjoba main2. Aku Singolawu jang selama ini tidak bisa

terkalahkan.tidak mungkin terbunuh, tidak mungkin terpaksa menjerah

selama hidupku. Aku memang merasa sesuatu jang wadjar dalam diriku

tetapi segala sesuatu telah kumulai dan akan kuachiri kapan aku mau

mengachiri.
- Hamba sudah berkata, bukan sekali. Tjindewangi hanja ingin

mentjari kemenangan bagi dirinja, karena dendan dan sakit hatinja telah

lunas dengan terbunuh Radja Gunung Tunggal. Apa jang hendak

kukerdjakan selain mentjari keputusan diri sendiri?
- Tetapi tjahaja dimatamu berkata lain. Aku merasa itu tjahaja

jang mana? Apa tidak nampak tjahaja gairah asmara jang sunji dan telah

lama merindukan setitik air jang menundjukkan?
- Tidak. Jang kulihat kepastian akan kemenangan jang hendak

kau tjapai. Dan itu jang tidak kuhendaki. Aku melihat dimatamu perasaan

tinggi jang jakin dan pertjaja aku akan tunduk kepadamu,
- Ah, tidak mungkin Panglima, itu perasaan karena tjuriga.-238

- Kau tahu Tjindewangi, aku perdjuangkan nasibku sedjak aku

sebagai tentara biasa sedjak jaman Keradjaan Gunung Tunggal baru

berdiri, aku sikat semua orang jang pantas disikat, kulenjapkan semua

orang jang menghalangi maksudku untuk berkuasa. Sekarang kau jang

terachir nampak hendak mengerdjakan hal sematjam itu. Tidak mungkin

Tjindewangi. Tidak mungkin itu kau kerdjakan dan kau hendaknja tahu

bahwa hatiku sekarang telah kembali seperti sediakala. Singolawu jang

harus mengachiri kemenangan-kemenangannja atas kembali Keradjaan

Gunung Tunggal. Kau sekarang sebagai tawaanku dan aku tidak menjentuh

tubuhmu sesaatpun, karena aku merasa bahwa hal itu akan membawa

dirimu menguasai hidup matiku. Kau sebagai tawananku dan entah kapan

kau akan djalani hukuman mati setjara apa jang telah kukatakan.
Sambil mengatakan itu, Singolawu telah melangkah hendak

meninggalkan kamar itu dan Tjindewangi hampir hampir putus harapannja

untuk melandjutkan permainannja.

Waktu itulah Tindewangi menjingkapkan badjunja, jang

menutup sebagian dari dadanja, dan Singolawu jang telah melangkah

hendak keluar, selintas dapat melihat tubuh jang djernih dan

mempersonakan. Langkahnja terhenti. Tjindewangi mengatakan lebih

landjut:

- Ja, kalau kehendak panglima begitu. Tetapi hendaklah

Panglima tahu bahwa Tjindewangi menginginkan seorang jang bersedia

menemani semalam ini , sebelum hukuman mati itu didjatuhkan. Tentu

Panglima tidak keberatan mengidjinkan permohonan hamba jang hanja

satu-satunja itu.
Waktu itulah Singolawu berpikir,. memang itulah jang

dikehendaki Tjindewangi. Sekedar mentjari kepuasan hati. mentjari

kegembiraan sekalipun besok akan mendjalani hukuman mati.

Ketjurigaannja karena alamat jang membersit dalam hatinja mulai kabur

dan kemudian mengatakan dalam hati:

- Ah, memang tidak ada apa-apa. Apa salahnja memenuhi

permohonan Tjindewangi. Apa salahnja memenuhi gairah asmaranja

sendiri jang telah begitu amat terbakar? -239

Singolawu melangkahkan kembali dan menatap Tjindewangi

dengan senjum-senjum jang lebih memuakkan.

Malam berlalu dari saat kesaat. Singolawu telah berada

dipuntjak kegontjangan sjaraf2nja. Malam makin senjap. Hanja burung

malam jang terbang berkeliaran, se akan2 tahu bahwa akan terdjadi

sesuatu hal jang menguntungkan baginja.

Ialah adanja bangkai jang hendak dilempar keluar benteng.

Entah majat siapa dan dari kamar jang mana. Sekarkembar jang menanti

dikamar sebelahpun telah sampai dipuntjak ketegangannja karena ia jakin

bahwa Singolawu telah pada titik puntjak hdup matinja, karena lama tidak

kedengaran suara apapun, ketjuali nafas jang lirih2 kedengaran begitu

sesak.

Dan tiba2 kemudian malam itu seakan2 terbelah, dipetjahkan

suara teriakan jang memandjang, makin pandjang dan hampir2 menjentuh

awan jang tengah berarak dilangit jang muram. Entah suara apa

Sekarkembar belum djelas benar.

Beberapa waktu kemudian teriakan itu baru lenjap dan

terdengar suara tubuh jang terguling dilantai. Sekarkembar belum bisa

mejakinkan suara siapakah? Karena suara Damarsungsang atau Singolawu

dalam teriakan sematjam itu belum ia kenal.

Pengawal2 berlarian menudju kearah datangnja suara teriakan

jang menjajat hati itu, ketjuali beberapa panglima masih sibuk dengan

urusannja sendiri, ialah urusan minuman jang disediakan oleh Roro Ireng.

Tetapi pintu dari mana datangnja suara itu terkuntji dan mereka mentjoba

mendobrak pintu itu.

Sebentar kemudian pintu terbuka: Tjindewangi telah berdiri

dipintu dengan menatap mereka tadjam2. Beberapa orang berbisik

dengan keheranan dan ketjemasan.

- Tj?ndewangi
- Ja aku Tjindewangi. Dan aku hendak mengabarkan bahwa

singolawu telah mati. Sampaikan pada panglimamu, bahwa malam ini

Tjindewangi telah membunuh Singolawu dan siapa jang melawan

Tjindewangi akan ditumpas. Pengawal-pengawal karena belum lenjap240
Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perasaan heran dan terkedjutnja, tidak mampu berbuat apapun dan

mereka kembali berbalik mentjari panglima jang sedang sakit perut.

Seketika dalam benteng itu se-olah2 tergontjangkan. Teriakan2

bahwa Tjindewangi telah mernbunuh Singolawu menjebabkan

kegembiraan bagi jang masih setia kepada Tjindewangi dan ketakutan bagi

jang selama ini me-maki2 Tjindewangi. Para Panglima tidak sempat

berpikir. Kemudian dalam benteng.

Sekarkembarlah jang kemudian ambruk dari berdirinja karena

kelegaan jang tiada tara, air matanja menitik dan kemudian makin

berguguran titik titik airmata itu karena mendengar teriakan-teriakan

Tjindewangi jang melanda benteng itu, makin lama makin keras dan makin

banjak.

Belum lagi teriakan-teriakan lenjap disusul lagi oleh teriakan dari

luar benteng, dimana pasukan Wulungseto, Karangselo bersama-sama

seluruh rakjat jang mengetahui rentjana penjerangan itu, menggema dan

berpadu dengan teriakan dalam benteng jang mulai lagi dengan lebih

keras.

Tjindewangi dengan langkah jang tetap menudju keluar dan

melihat bagaimana hampir seluruh penghuni benteng itu telah berada

didepannja dengan satu sambutan jang tidak terduga. Bahwa mereka itu

masih menaruh penghargaan kepadanja.,

Beberapa orang panglima jang masih membentji dan tidak ingin

kehilangan kedudukan hanja bisa mengumpat-umpat karena mas?h dalam

keadaan sakit perut jang sangat parah. Sakit sekali tidak, tetapi urusan

kebelakang membuat mereka pusing2 dan tidak berdaja.

Mereka tergambar bahwa mestinja mereka akan bisa membalas

dendam terhadap gadis2 jang kurang adjar itu. kini mendjadi sesak

nafasnja, karena tidak mungkin itu dikerdjakan.

Sebaliknja Roro Ireng jang telah tjemas akan akibatnja, djadi

berbalik bersorak dalam hati hingga terlontjat dalam teriakan2 jang

melebihi kerasnja dari jang lain.

Seluruh penghuni benteng seakan-akan dilanda oleh angin jang

tidak pernah terbajangkan sama sekali, kini hanjut oleh kewibawaan

Tjindewangi dan hanjut oleh teriakan dari luar makin dekat, dimana241

ribuan bahkan puluhan ribu pasukan Wulungseto dan Karangselo telah

mengepung benteng itu sama sekali ketat.

Kemudian pasukan dibawah pimpinan Damarsungsang lari

menudju kepintu gerbang dan membukanja. Dengan teriakan teriakan:

- Kami telah menunggu kedatangan kalian. Singolawu telah

terbunuh. Dan tidak seorangpun menghendaki perlawanan
Teriakan disambut dengan teriakan jang lebih kuat hingga

seakan akan diatas benteng batu besi itu hendak runtuh kebumi.

Tjindewangi hanja bisa mengutjapkan sukur dalam hati dan diangan angan

kini terbajang wadjah Wulungselo.

Dua hari kemudian pintu gerbang benteng batu-besi pagi pagi

telah terbuka lebar2 dan muntjul dari pintu gerbang pasukan2 lengkap

deagan persendjaaannja, penuh perasaan gembira dan meriah.

Seluruh pasukan jang ada seluruh jang berada dibenteng batu
besi ditambah lagi dengan ribuan rakjat keluar dari pintu gerbang itu,

berbaris merupakan lautan manusia jang mempunjai perasaan damai dan

penuh harapan. Keluar dan meninggakan benteng itu menudju ke istana

Gunung Tunggal.

Dan barisan merupakan tidak hanja merupakan lautan manusia,

tetapi lautan warna dilautan tjahaja ketjerahan jang tiada taranja, karena

tidak hanja merasa telah menjelesaikan peperangan jang mereka bentji

tetapi lebih dari itu ialah harapan kepada masa depan djelas mereka akan

sampai kepada sesuatu jang lebih baik.

Sama sekali benteng itu akan dikosongkan, maka panglima
panglima jang sebenarnja membentji Tjindewangi ikut kedalam barisan

itu. Hanja mereka jang masih menggeletak dalam satu kereta, karena

belum selesai dengan urusan pribadinja. lalah akibat hidangan Roro Ireng.

Roro Treng sempat mendjenguk mereka dalam perdjalanan

dengan senjum2 bertanja:

- Kenapa panglima? Bagaimana tentang lamaran panglima

terhadap hamba2 jang malang ini?
Tetapi para Panglima masih belum mendjawab karena

gontjangan dalam perutnja belum djuga lenjap. Dalam hati mereka242

memaki2,. karena mereka kemudian merasa bahwa segala ini akibat dari

para wanita jang mendjengkelkan itu.

Mendjelang sore hari barisan lautan manusia. lautan warna, dan

lautan tjahaja jang penuh gembira itu mendekati istana Gunung Tunggal

Jang megah dan begitu indah. Begitu indah dan kini benar2 merupakan

lambang dari harapan manusia, bukan sumber malapetaka seperti djaman

jang lalu.

Tjindewangi sempat tersenjum waktu Wulungseto sesaat

nampak menghampiri dan lalu dengan mengendarai kuda putih. Senjum

dalam arti segalanja. Senjum kesediaan menerima djaman jang akan

mendjelang.

Ja tetapi dapatkah achirnja Tjindewangi mentjapai titik puntjak

dari kebesarannja ?

TAMAT

Bersambung:

GAIRAH TJINTA TJiNDEWANGI.

Pulau Cemara, 22-07-19 / 09.33 WIB / Koleksi Kolektor Ebook243


Annes House Of Dreams Buku 5 Karya Lucy Benteng Astral Tom Swift 5 Misteri Karibia Caribbean Mystery Karya

Cari Blog Ini