Ceritasilat Novel Online

Banjir Darah Di Pulau Neraka 3

Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong Bagian 3

dengan pukulan Kim Kong Hoat In (Arhad menguak awan) dari

Tay Lek Kim Kong Chiu Hoatnya. Begitu tangannya digerakkan,

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

100

segera angin pukulan yang dahsyat menyambar kerombongan

delapan mayat hidup yang berbaris paling depan. Andai kata

serangannya ini mencapai sosaran, sedikitnya ada beberapa mayat
hidup yang pasti akan terluka parah. Namun sebelum serangannya

sampai, tiba-tiba ada angin dingin menyambar dibelakangnya, maka

terpaksa ia menarik kembali serangannya, untuk kemudian

mengegos sambil membalikkan badannya.

Ia melihat, bahwa yang menyerang dirinya adalah seorang Ang

Ie Jin yang bersenjata pedang panjang yang bergagang tulang. Han

Beng tidak menanti serangan lawannya lagi, ia mendahului

menyerang dengan pukulannya, hingga lawannya harus mengegos

sambil melompat mundur. Baru saja empe Han hendak mendesak

tapi dirinya telah dihadang, kembali oleh delapan orang mayat
hidup, serta meluruknya dengan serentak dari berbagai jurusan.

Inilah hahaya bagi diri Han Beng, sebab bila ia memulcul kesatu

bagian, bagian lainnya sudah lantas akan menghantam ke arahnya,

maka tak ada lain jalan baginya selain lantas melompat menghindari

kelompok lawannya dengan menggunakan gerakan Kan Tee Pa

Touw (mencabut bawang ditanah gersang), tubuhnya melompat

kebelakang rombongan lawan, dari mana ia segera hendak

menghantam mereka. Hanya lagi-lagi sebelum ia keburu

melancarkan serangannya, telah berkelebat sebuah bayangan merah

kearahnya, yang begitu sampai lantas menyerangnya dengan

menggunakan pedang panjangnya, diarahkan kejalan darah Man

Kie Hiat dibebo-kong Han Beng.

Begitu juga kedelapan mayat hidup, waktu tak berhasil

menyergap musuhnya, begitu mengetahui bahwa lawannya telah

berada, dibelakang mereka, mereka segera membagi diri menjadi

dua kelompok, menerkam Han Beng dari dua jurusan. Biar

bagaimana jagonya Han Beng, tapi ia tak dapat menghadapi sekali

gus serangan lawannya dari tiga jurusan ini, kembali ia harus

101

lornpat menyingkir seraya menggunakan gerakan Ya Hok Ciong

Thian (bangau liar menerjang ke angkasa).

Dipihak lainnya, Seng Gwan, Cian Chiu Tat Mo, Ciong Peng

mengalami hal serupa yang dialami temannya, mereka harus

menghadapi barisan tembok-orang dari lawan. Sedangkan orang
orang yang berpakaian merah umumnya hanya memberi petunjuk,

dimana perlu mereka ikut menerjang guna membantu temannya,

bila berada didalam bahaya.

Hal itu membikin empe Gwan dan kawan-kawannya jadi repot

sekali, mereka terpaksa harus sering menggunakan gerakan

ginkang, baik gaya It Hok Ciong Thian (bangau menerjang

keangkasa) maupun Yan Cu Hwie In Ciong (walet terbang kian

kemari).

Dengan mengandalkan ilmu-ilmu entengi tubuh itu, untuk

beberapa saat mereka masih dapat menghindari serangan-serangan

lawan dan bila bertemu dengan kesempatan, mereka balas

menyerang. Hanya karena tubuh-tubuh lawannya pada memakai

lapisan-kebal, bila hanya kena terhantam, paling-paling mereka

terpental, kemudian bangkit kembali untuk bergabung dengan

temannya mengerubuti musuhnya lagi.

Keadaan Piauw Hiang pada saat itu terlebih payah lagi, sebab

diantara orang-orang gagah. yang menerjang kesitu,

kepandaiannyalah yang paling rendah, sedang Iweekangnyapun

belum lagi dalam, tak dapat ia mengikuti perbuatan kawan
kawannya untuk melompat kesana-kemari guna menghindari

serangan-serangan musuh.

Sebab sesudah ia menyingkirkan diri dari serangan-serangan

lawan sebanyak dua tiga puluh jurus, napasnya telah mulai

memburu, keringatnyapun telah mengucur keluar juga. Sedangkan

kurungan lawannya makin lama jadi semakin rapat serta serangan
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

102

serangan mereka juga jadi semakin berbahaya, yang membikin

kemudian pandangannya jadi berkunang-kunang. Diam-diam ia

berkata pada dirinya sendiri: "Tak kusangka bahwa akan

mengantarkan jiwa ditempat ini!"

Serangan-serangan mayat hidup masih saja dipergencar dan

diperhebat, tampaknya pada saat itu dirinya tidak bakal lobos lagi

dari hantaman musuh. Ia telah memejamkan mata untuk menerima

saja kematian.nya. Tapi tiba-tiba terjadi hal yang diluar dugaannya,

sebab ketika serangan musuhnya hampir mengenai sasaran,

mendadak Ang Ie Jin (orang yang berpakaian serba merah) yang

menjadi pemimpin rombo-ngan bagi kawanan mayat hidup yang

mengurung dirinya mengasi perintah supaya teman-temannya

mundur.

Dengan begitu ia jadi mendapat napas lagi. Ia lantas hendak

mencelat pergi. Namun kembali telah terkurung lagi. Anehnya

ialah, setiap kali dirinya berada didalam bahaya, kepala dari

rombongan lawannya yang menggenggam golok lantas memberi

perintah pada teman-temannya untuk mundur atau mengambil lain

arah. Sehingga beberapa kali dirinya terluput dari bahaya.

Hal itu membikin Piauw Hiang yang tadinya tidak begitu

memperhatikan Ang Ie Jin, kini mau atau tidak ia meman-dangnya

juga. Setelah melihat sesaat lamanya, hatinya jadi memukul keras.

Dengan gerakan lincah lagi cepat tubuhnya mencelat kearah orang

yang berpakaian serba merah itu, begitu sampai dihadapannya, ia

lantas menggerakkan pedangnya sambil menyerang dada Ang Ie Jin

seraya menggunakan gerakan Oey Liong Touw Cu (Naga kuning

menyemburkan mutiara).

Ang Ie Jin cepat-cepat menyembatkan goloknya seraya

menggunakan gaya Heng In Toan San (Kelompok awan memotong

gunung), inilah gerakan dari ilmu golok keluarga Goei yang sering

103

diajarkan oleh Thian Co pada Piauw Hang. Hal ini membuktikan

bahwa orang berpakaian serba merah yang telah menjadi mayat

hidup sebenarnya adalah ayahnya sendiri. Setelah mendapat

kepastian. ia segera berteriak: "Ayah! Kiranya kau telah menjadi

orang Peh Kut Kiauw!"

Memang benar bahwa Aug Ie Jin yang bersenjata golok ini

adalah Goei Thian Co, ayah Piauw Hiang, yang hilang pada dua

bulan yang lalu. Begitu mendengar teriakan anaknya, untuk

beberapa saat ia jadi tertegun, seakan-akan otaknya tengah memikir,

mengapa terhadap gadis itu ia jadi enggan turun tangan. Inilah

karena hubungan darah antara ayah dan anak, biarpun dirinya telah

dibikin lupa ingatan, tapi perasaan kasih diantara ayah dan anak

yang tadinya demikian besarnya, kini jadi mempengaruhi

tindakannya.

Sehabis memanggil, nona Goei sudah lantas hendak menubruk

dan memeluk tubuh ayahnya. Hanya sebelum maksudnya

kegampaian, tiba-tiba di belakangnya telah menerkam seorang Ang

Ie Jin lainnya, yang waktu tubuhnya hampir sampai sudah lantas

membentak: "Hai budak, siapa yang menjadi ayahmu?"

Habis membentak, dengan menggunakan senjata tulang dari

besi ia menyerang kebagian bawah si nona, memaksa Piauw Hiang

harus mundur lagi. Ang Ie Jin ini begitu sampai lantas mengambil

alih pimpinan terhadap kawanan mayat hidup berjuba serba kuning,

disamping itu ia segera berkata kepada temannya yang

menggenggam golok: "Bu Cie, lekas mundur!"

Bong San Kiam Khek bersama Hu Hai Sam Kie ketika

mendengar teriakan nona Goei barusan, mereka tahu bahwa Mien

Co telah dibikin hilang ingatannya, disamping kaget merekapun jadi

bertambah sernangat bertempurnya jadi bertambah berlipat ganda.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

104

Sambil mengeluarkan bentakan, Sang Gwan menyabetkan

senjata gaetannya, serangannya diarahkan ke Ang Ie Jin yang

memimpin barisan. Sebab setelah bertempur beberapa puluh jurus,

ia telah dapat mengenal kurungan lawannya, yang tak lain

menggunakan Kiu Kiong Tin Hoat (barisan sembilan istana) seperti

yang telah diduganya semula. untuk membubarkan Tin tersebut,

yang pertama-tama harus dihantam adalah yang memimpinnya,

itulah sebabnya, begitu menyerang ia lantas membabat kepada Ang

ia Jin.

Waktu diserang, orang yang berpakaian serba merah cepat
cepat lompat menyingkir. Empe Gwen tidak mau membuang-buang

waktu, ia sudah lantas melambungkan diri, dengan gerakan Ya Hok

Ciong Thian (bangau liar menerjang ke angkasa), tubuhnYa

melarnbung sampai dua depa lebih, selagi badannya melayang

turus, ia menggerakkan, sepasang tangannya, dari dalam lengan

jubahnya lantas melayang sepuluh buah Kin Cian Piauw, semuanya

diarahkan kebagian mata dan tenggorokan mayat-hidup. Begitu

cepat serta diluar dugaan serangannya itu, hingga tak ampun lagi

beberapa mayat-hidup terserang telak, tanpa bersuara lagi tubuh

mereka terguling.

Dengan jatuhnya beberapa mayat-hidup, maka bujarlah barisan

musuh yang amat diandalkan itu. Hal mana membikin wanita

berpakalan serba merah yang membikin ia jadi sangat marah, ia

segera mencabut Ngo Kong Tiang Piar (cambuk panjang kala
jengking) nya., melompat menerkam kearah musuhnya. Selagi

tubuhnya melayang, ia telah menye-rang dengan serangan berantai,

sekali menghantam, tiga jurus yang diarah.

Seng Gwan tahu bahwa kaitan dari senjata musuhnya beracun,

tak berani ia berlaku ajal lagi, cepat-cepat melompat mundur seraya

mengangkat senjatanya untuk melindungi dirinya sambil

menggunakan Baja Lek Hoat Yung Kouw (Dengan tenaga menggali

105

parit) serta Kho Couw Kong Coa (Kho Couw memanah ular),

hingga terjadilah bentrokan yang amat membisingkan!

Dilain pihak Beng In S:ansu serta Han Beng, yang masing
masing dengan senjata bulan sabit serta pukulan Tay Lek Kim Kong

Chiunya berhasil memukul jatuh beberapa mayat-hidup.

Sedang Ciong Peng juga tidak mau ketinggalan, dengan

menyebarkan Cit Kiat Sin Cinnya ia menyerang mata musuhnya,

sebentar saja beberapa musuhnya telah kena dilukainya. Maka

didalam sekejap mata saja, telah ada kira-kira tujuh belas orang

kena dilukainya, dengan begitu barisan musuh jadi kucar-kacir!

Piauw Hian,g menggunakan kesempatan yang tengah kalut itu
Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

segera mengejar ayahnya yang telah menjadi mayat-hidup. Hanya

Ang Ie Jin yang menggunakan tulang besi sebagai senjatanya tak

mau membiarkan nona Goei pergi begitu saja, ia terus berusaha

menghalanginya dengan berbagai cara, diantaranya ialah

memperhebat desakannya.

Terpaksa Piauw Wang harus melompat kekiri dan berkelit

kekanan, dengan susah payah ia baru dapat mengegoskan serangan
serangan musuhnya. Pada suatu ketika, sehabis mengegos, ia segera

menggerakkan tangan kanannya seraya mem-bentak: "Kena!"

Lawannya mengira ia melepaskan senjata gelapnya, cepat-cepat

menundukkan kepalanya. Tidak tahunya nona Goei hanyalah

menggertak belaka, begitu melihat keadaan lawan, ia segera

melambungkan diri melompat melewati kepala orang seraya

menggunakan gerakan Yan Cu Toan In (burung walet menebus

awan).

Dengan beberapa kali menggerakkan badannya, ia telah

berhasil melewati dua kelompok mayat hidup yang belum bubar.

Dilain saat ia hanya terpisah lebih kurang satu depa dengan Ang Ie

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

106

Jin yang menggenggam senjata golok. Ia segera memanggilnya:

"Ajah, tunggu ayah!"

Hanya sebelum ia mencapai tujuannya, di belakangnya tampak

berkelebat sebuah bayangan hitam, yang begitu sampai lantas

membentangkan Kin Na Chiunya memeluk tubuh nona Goei.

Sewaktu Piuw Hang hendak berontak, mendadak hidungnya telah

nitekap oleh sehelai sapu-tangan yang mengandung obat pulas,

dalam tempo sekejap saja nona Goei telah pingsan.

Kejadian tersebut dapat dilihat oleh Bong San Kam Khek dan

Han Beng, mereka bermaksud hendak menolongnya, tapi sudah

tidak keburu. Biarpun begitu, mereka hendak mernburu kearah itu,

ramun telah ada seutas dadung halus yang menyerang diri Ciong

Peng.

Bong San Kiam Khek tak terani berlaku ajal, cepat-cepat ia

menggunakan gerakan Liu Ceng Enng Hong (kapas tertiup angin),

tutuhnya melompat kesebelah camping. Waktu ia menegaskan,

ternyata orang yang menyerang dirinya adalah wanita berpakalan

merah yang pernah ia lukai didalam goa kemarinnya. Aneh sekali,

luka jang dideritanya boleh dikata cukup berat, didalam tempo

begitu cepat telah dapat sembuh!

Dalam pada itu si wanita telah menyerang lagi dengan

menggunakan gerakan Ciong Tee Liong (Naga menembus tanah),

dadungnya disabetkan kekaki Ciong Peng.

Bong San Kiam Khek cepat menggunakan gerakan Kan Tee Po

Touw (mencabut ditanah gersang), dirinya mencelat sampai kira
kira lima depa tingginya. Selag tubuhnya melayang turun, la

sapukan pedangnya dengan gerakan Lek Niauw Hoat See (burung

menggores pasir). Lawannya cepat-cepat mengargkat dan

menyabetkan tali dadungnya kesenjata musuh, dengan begitu kedua

senjata jadi telibat satu sama lainnya.

107

Cong Peng segera membentak sambil mengerahkan tenaga

dalam yang hebat, membetot senjatanya keatas, membikin tubuh si

wania jadi terbetot naik!

Ang Ie Lie Jin cepat-cepat mengarahkan Cin Kiu Tiok (kaki

seribu kati) nya, sepasang kakinya ditancapkan kukuh sekali,

disamping itu ia juga mengalirkan tenaga dalarnnya ke sepasang

tangan dan balik membetot tubuh lawannya.

Kini tibalah giliran tubuh Bong San Kiam Khek yang jang

terbetot kebawah. Ciong Peng cepat-cepat menggunakan gerakan

Hui Niauw Ku Lim (burung terbang melintasi rimba), pedang

ditangan kirinya ia biarkan terlibat dengan tali dadung musuh,

sedang tangan kanannya dihantamkan kedada lawan dengan

pukulan Po Ciong Kin (memecahkan palu), cepat serta diluar

dugaan serangannya, itu. Tampaknya tak lama lagi tubuh si wanita

pasti akan terpukul dan menderita luka parah!

Siapa sangka, sebelum Ciong Peng bisa berhasil dengan

pukulannya, sewaktu jarak diantara mereka telah dekat sekali,

tampak Ang Ie Lie Jin menggerakkan tangannya, dua kelompok Peh

Kut Teng menyambar kearah si empe she Ciong!

Didalam keadaan dem!kian, tak ada kesempatan bagi Ciong

Peng untuk mengegos lagi, maka diam-diam ia menyebut celaka,

sambil begitu ia coba mengerahkan tenaga dalam untuk menutup

semua jalan darahnya.

Namun setiap kejadian kadang-kadang terjadi diluar dugaan,

selagi empe Ciong repot dan khawatir, tiba. telah menyambar

sebuah tubuh orang yang berjubah kuning melewati depan

tubuhnya, hingga semua paku-tulang-putih dari lawannya bersarang

dibadan orang itu!

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

108

Kiranya, dilain pihak, Han Beng waktu hendak menolong

Piauw Hiang telah dikepung oleh kawanan mayat-hidup berbaju

kuning, dengan begitu, ia seperti juga Ciong Peng jadi tak dapat

menolong nona Goei, harus dengan kesungguhan hati melayani

lawan-lawannya.

Pada suatu ketika, ia melihat temannya berada didalam bahaya,

cepat-cepat ia merangsak musuh yang dilihatnya berkepandaian

paling rendah, dengan satu gerakan yang tagus lagi cepat, ia terhasil

menangkap badan orang, lalu cepat dilemparkan ketengah-tengah

antara si wanita dengan Ciong Peng. Dengan begitu Bong San Kiam

Khek jadi terhindar dari serangan gelap.

Begitu menjejakkan kakinya ditanah, Ciong Peng segera

menggerakkan Yan Siang Hui (burung walet terbang berpasangan),

menendang tulang selangka si wanita.

Ang Ie Lie Jin segera imengulurkan tangan buatannya, hendak

menangkap telapak kaki lawannya. Siapa tahu pada saat itu Han

Beng telah sampai disitu, tan:a bericata ia hantam bebokong orang,

yang tepat sekali mengenai sasaran. Membikin tubuh wanita itu jadi

sempoyongan.

Belum lagi ia bisa berbuat apa-apa, jalan darah Jit Sie Hiat,

yang terletak dipaha kiri, telah kena ditendang lawan, tak ampun

lagi tubuhnya jadi jatuh.

"Han-heng, jangan kau lukai dia! Kita gunakan dia setagai

jaminan!" Kata Bong San Kiam Khek.

Ciong Peng menganggukkan kepalanya, ia gerakkan ujung kaki

kanannya, mendepak jalan darah Hong Mao Hiatnya orang, yang

membikin si wanita sambil menjerit perlahan lantas tak sadarkan

diri.

109

Dilain pihak Gwen Sang Gwan bersama Beng In Siansu,

dengan menggunakan pedang dan senjata bulan sabit mereka

mengubrak-abrik Para mayat-hidup yang berjubah kuning. Dengan

begitu barisan musuh benar-benar menjadi kucar-kacir!

Beberapa orang yang rupanya menjadi pemimpin dari

rombongan Peh Kut Kiauw itu, ketika melihat keadaan kurang

menguntungkan, ia lantas bersiul panjang. Maka terlihat kemudian,

kawanan mayat-hidup lantas pada melarikan diri. Tapi apa mau

jalan keluar dari dalam lembah-mati itu hanyalah sebuah, hingga

mereka jadi berebutan hendak lari lebih dahulu. Makin mereka

berlaku demikian, makin susah mereka keluar, sebab saling

mendesak.

Sang Gwan dan kawan-kawannya tidak mau main kasihan

mereka lantas menyapu dan membabat kelemahan kawanan mayat
hidup tersebut, hingga sebentar saja telah terkapar dua puluh lebih

kawanan Peh Kut Kiauw, sebagian mati dan lainnya menderita luka

parah!

Hu Hai Sam Kie tidak berhenti sampal disitu saja, mereka terus

merangsek dan membabat, hingga dilain saat kembali ada sepuluh

orang mayat-hidup yang menggeletak di tanah. Sedang lain-lainnya

lagi telah berhasil meloloskan diri.

Han Bang yang selalu terkenang akan puterinya, walau-pun la

tahu bahwa wanita baju serba merah bukanlah puterinya, sebab Siok

Lang tidak buntung sebelah tangannya. Namun karena ia khawatir,

setelah berada ditangan orang-orang Peh Kut Kiauw puterinya

lantas dibuntungkan tangannya, ia jadi ingin tahu wajah siapa

sebenarnya yang berada dibalik topeng! ia lantas meneriaki

temaninya: "Sudahlah, kita tak usah mengejar mereka lagi. Mari

kita lihat tawanan yang berhasil kutangkap!.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

110

Bong In Siansu dan lainnya tidak mengejar terlebih jauh,

mereka pada menghampiri Han Bang.

Ciong Peng yang telah berpengalaman menghadapi orang
orang dari Peh Kut Kiauw, la mendahului teman-temannya

mencelat kedepan Ang Ie Lie Jin. Perlahan-lahan ia mencongkelkan

pedang,nya kebagian bawah dagu orang, lalu tangan kanannya

membeset kulit dibalakang telinganya. Dilain saat topeng yang

dikenakan tawanan itu telah terbuka, dan terlihattah wajah

sebenarnya dari si wanita.

Orang banyak jadi sangat terperanjat begitu melihat roman

orang, sebab wajah orang yang ada dihadapan mereka luar biasa

sekali. Biarpun masih muda usianya, namun pada bagian muka

nona itu terdiri dari dua bagian. yang sebelah kanannya sangat

hitam, rusak seperti bekas terbakar. Sedang dibagian kirinya putih
licin serta halus sakali, tampaknya sangat cantik.

"Toako, sebagal orang yang luas pengalaanan, tahukah kau

sebabnya hingga wanita ini mengenakan tangan palsu?" Tanya Han

Beng pada Seng Gwan.

Sebelum kakek Gwen menyawab, Beng In Siansu telah

mendahului berkata: "Sebabnya tentu mudah saja, tangannya pasti

telah kena dibuntungkan oleh seorang gagah didalain suatu

pertempuran, hingga kemudian ia terpaksa mengenakan tangan

palsu. Bukankah begitu Loo-toa?"

"Aku rasa tidak. Kebanyakan ia sengaja membuntungkan

tangannya sendiri, untuk melatih ilmu yang luar biasa." Kata Seng

Gwan.

"Masa ada orang yang begitu tolol, hendak mempelajari suatu

ilmu dengan membuntungkan tangannya?" Tanya Beng Siansu.

111

Sambil bersenyum dan dengan wajah sungguh-sungguh empe

Gwan menjelaskan: "Itulah keistimewaan dari ilmu silat Peh Kut
Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Loo Koay. Sebab setelah berhasil mempelajari ilmunya, dengan

menggunakan tangan palsu, lawannya kurang hati-hati, pasti akan

terpedaya olehnya. Tangan yang pada ujung-ujung' diborelai racun,

bila berhasil mencakar atau menusuk lawan dengan kukunya,

musuhnya pasti akan mati keracunan!"

Sehabis mendengar penjelasan tersebut, Ciong Peng jadi ingat

akan kediadian tempo hari, dimana gadis itu menyambuti senjata

rahasinya dengan tangan-palsunya tersebut, ia segera berkata:

"Betul apa yang dikatakan oleh Gwan-heng, tempo hari aku juga

mengalaminya. Tapi kini bukanlah saat yang tepat bagi kita untuk

berbicara panjang lebar, sebaiknya kita berusaha menolong nona

Goei beserta beberapa orang yang telah kena ditawan!"

Hu Hai Sam Kie menyetujui usul tersebut, mereka segera

hendak keluar dari datam lembah tersebut. Han Beng yang

menggendong si nona berjalan paling belakang.

Baru beberapa langkah mereka berjalan, tiba-tiba terdengar

Bong San Kiam Khek sambii berteriak kaget telah berkata: "Musuh

telah menutup jalan keluar kita!"

Ketika orang banyak memperhatikan, benar saja telah ada batu

besar lagi berat, yang bentuknya merupakan pintu telah

menghalangi jalan keluar mereka. Beng In Siansu mendahului

temannya melompat ke depan, dengan menyalurkan tangannya ia

mendorongnya, namun sedikitpun talc bergerak.

"Mari kita bersama-sama menghancurkan batu penghalang ini!"

Ia kata kemudian kepada orang banyak.

"Sebaiknya kita, jangan melakukan itu. Batu penghalang di

jalan ini tentunya bukan hanya sebuah saja, andai kata kita telah

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

112

berhasil menghancurkan yang, satu ini, kita dihadapkan pada yang

lainnya. Dengan bagiu, untuk menyingkirkan semua penghalang,

akan memakan tenaga kita yang banyak sekali. Tak usah dikatakan

lagi, sampai pada saat kita telah berhasil melintasi semua

penghalang, kita pasti akan kehabisan tenaga, atau sedikitnya tenaga

kita akan herkurang banyak sekali. Pada saat itu, bila lawan secara

serentak menyerang kita, bukankah kita takkan sangugup melawan

mereka?!" Cioag Peng mengemukakan pandangannnya.

Bang In Siansu masih penasaran, ia coba mendorong batu besar

lagi tebal dan berat itu dengan senjata bulan sabitnya, tapi usahanya

sia-sia balaka, jangan kata terbuka, bergemingpun tidak. Hal mama

membuatnya jadi sangat masgul. Begitu juga teman-temannya.

Lewat sesaat, mendadak Han Bang berkata: "Kita tak usah

melalui jalan ini, masih ada satu jalan bagi kita luntuk meloloskan

diri!"

"Lekas kau terangkan caranya Sam-tee!" Kata Seng Gwan

cepat.

"Mari ikut aku!" Han Beng kata sambil memimpin orang

banyak kembali ketengah-tengah lebbah-mati tersebut.

"Jangan kau bermain-main pada saat demikian, Loo-sam!

Disini mama ada jalan lainnya?" Kata Bang In Siansu.

"Aku tidak main-main," ujar Han Bang. Lalu sambil menunjuk

kelamping gunung ia berkata: ''Tadi bukankah bebarapa Ang Ie Jin

turun dari lamping sana, setelah mereka bisa melakukan itu,

mengapa kita tidak?"

Orang banyak pada menganggukkan kepala, mereka

menganggap perkataan temannya baralasan.

113

Namun setelah memparhatikan beberapa saat, berkatalah Seng

Gwan: "Usulmu tak dapat dilaksanakan., Sam-tee."

"Mengapa?" Tanya Han Beng cepat.

"Coba kau perhatikan sekelilingnya!"

Empe Han dan menelti keadaan disekitar term pat itu dan

mereka dapat kenyataan bahwa pada permukaan batu gunung

tersebut ditumbuhi oleh lumut-lumut yang tebal lagi licin

nampaknya. Rupanya karena lereng lembah beglu lurus kebawah,

matahari hanya bisa mencapai sampai tengah gunung itu, sedang

dibagian bawahnya sama sekali tidak terkena sorotan sang Surya.

"Aneh, didalam keadaan demikian, memang susah bagi kita

untuk mencapai puncaknya. Tapi mengapa tadi kawanan Ang Ie Jin

nampaknya mudah saja menuruninya?" Gumam Han Bang.

"Kau harus tahu, Sam-tee. Menuruni lembah jauh lebih mudah

dari mendakinya. Lagi pula mereka nampaknya tidak turun secara

begitu saja, mungkin mereka memakai tambang, yang ketika sampal

dibawah, tambang yang mereka pakai lantas dilepaskan." Seng

Gwan mengemukakan pendapatnya.

Penjelasan tersebut sangat masuk diakal, hingga orang banyak

dapat menerimanya.

"Kali ini betul-betul kita masuk kedalam perangkap si iblis tua.

Kelihatannya kita Bakal mengantarkan jiwa secara percuma,

disini!" Kata Beng In Siansu.

"Tak usah kau berputus asa dulu Loo Peon. Coba kita priksa,

cukup untuk berapa harikah bekal yang kita bawa?" Kata, Seng

Gwan memberi dorongan.

"Kira-kira untuk tiga hari!" Menjelaskan Ciong Peng.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

114

"Nah, didalam tempo tiga bari cukup bagi untuk berichtiar

mencari jalan keluar dari sini." kata empe Gwan pula.

"Betul, kita harus berichtiar selama kita masih bernapas."

Cion.g Peng manimpali perkataan orang. Beberapa saat lamanya

mereka pada berdiam diri.

(V)

Lewat sesaat, meneladak Han Beng mengemukakan

usulnya:."Bagaimana. kita coba merambat keatas ?!"

? ooOoo ?

JILID III

115

"Susah, lereng gunung :ang begitu curam dan licin, biar kita

memiliki ginkang yang bagaimana tin.ggi juga, sukar bagi kita

untuk mendakinya." Kata Beng In Siansu yang rupanya tak

sependapat dengan usul kawannya.

"Bukankah pada diri kita masing-masing ada Pek Lian Hwie

Jiauw (rantai yang pada ujungnya berbentuk cakar)? Dengan

menggunakan alat itu kita perlahan-lahan merambat keatas!" Han

Beng mempertahankan pendapatnya.

"Loo-sam, rencanamu terlalu muluk. Jangan kata manusia,

semutpun takkan bisa merambat terus sampai keatas." Beng In

Siansu terus menolak usul temannya.

"Kita toh manusia yang mempunyai pikiran lebih panjang dan

luas dari pada binataag. Memang tak mungkin bagi kita untuk

merambat begitu saja. Didalam hal ini memerlukan ketelitian serta

kesabaran kita disamping ketekunan yang harus kita miliki. Kita

bisa menggunakan Hwie Jiauw sebagai pegangan serta membikin

lobang untuk batu injakan kita. Dengan begitu, setapak demi

setapak kita bisa merambat keatas." Empe Han masih tetap

mempertahankan usulnya.

Teman-temannya yang lain dapat menerima uulnya itu, hanya

Beng In Siansti telah berkata lagi: "Rencanamu itu memang bagus

dan dapat kia coba. Tapi kau harus ingat, bila kita telah merambat

sampai ketengah-tengah, mendadak musuh dari atas menghujani

kita dengan batu-batu besar, dimana kita harus melindungkan diri?

Bukankah dengan begitu kepala kita bakal hancur tertimpah batu

besar dan tulang-tulang kita akan berantakan mana kala tubuh kita

terbanting dari tengah-tengah lamping gunung kedasar lembah?

Coba kau pikirkan itu. Aku bukannya sengaja tidak menyetujui

usulmu itu. Rencanamu memang baik dan dapat kita coba, tapi

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

116

disamping itu kita juga harus mencari jalan guna menghindarkan

akibat yang akan timbul dari perbuatan kita."

"Aku rasa yang kau khawatirkan itu takkan terjadi. Bukankah

pada saat ini telah lewat kentongan kedua, dengan sendirinya

lawan-lawan kita tentu takkan menduga kita akan mencoba jalan

tersebut. Disamping itu keadaan disini sangat gelap, asal kita

berlaku hati-hati, tentu takkan dapat dikeahui oleh lawan kita!" Kata

Han Beng lagi.

Karena jalan lain tak ada lagi, orang banyak lantas menyetujui

usul tersebut. Mereka lantas mencobanya, dengan Gwen Seng

Gwan sebagai pembuka jalan. Ciong Peng mengikuti paling

belakang dengan menggendong gadis berbaju merah. Setelah

mereka merambat sampai dua pertiga dari lamping tersebut, sudah

tidak ada lagi lumut yang tumbuh Dengan demikian mereka jadi

lebih cepat lagi merambat keatas. Nampaknya tak lama lagi mereka

akan mencapai puncaknya.

Tapi mendadak dari puncak gunung tersebut jadi terang

benderang. Kehadiran mereka jadi nampak jelas, menyusul

belakangan ada sebuah batu yang menggelinding turun menghantam

kearah mereka.

Memang benar yang dikhawatirkan oleh Beng In Siansu,

mereka jadi repot menghindarkannya. Untung mereka rata-rata

berkepandaian tinggi, hingga dengan susah payah dapat juga

menghindarkan lemparan batu tersebut, yang bukan saja dilakukan

oleh timpukan batu yang besar tapi gencar lagi. Inilah hebat, andai

kata lawan-lawannya lebih gencar lagi melakukan perbuatannya,

niscaya mereka pada suatu waktu, pasti akan terkena dengan

timpukan tersebut.

Untung bagi mereka, keadaan mereka pada saat itu mengambil

jalan terpencar, dibagian Seng Gwan yang agak jarang mendapat

117

serangan, maka dialah yang paling cepat juga dapat merambat

keatas, meninggalkan kawan-kawan lainnya disebelah bawahnya.

Tak lama, usahanya berhasil, ia telah bisa mencapai puncak

yang dimaksud, lalu dengan meminjam tenaga kaitan, dengan

gerakan Yan Cu Coan In (burung walet menembus awan), tubuhnya

melambung dan berada ditengah-tengah dataran puncak tersebut.

Begitu berhasil, ia segera melihat ada dua orang Ang Ie Jin

tengah menggelundungkan batu-batu besar kebawah. Hal mana

membikin empe Gwen jadi panas hati, bagaikan banteng luka,

sambil membentak keras ia menusukkan pedangnya kepinggang

salah seorang lawannya sambil menggunakan gerakan Sun Tian Tu

Hoat (geledek mendadak menyambar). Sedang tangan yang satunya

lagi, menyabetkan cakar besinya kekepala musuhnya.
Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Namun kepandaian lawannya juga tak dapat dipandang enteng,

sambil menghentikan perbuatannya, mereka memencarkan diri

kekiri dan kanan seraya masing-masing mencabut senjata

tulangnya.

Seng Gwan tidak mau mengasi hati, apa lagi sekarang

keselamatan kawan-kawannya sedang terancam bahaya. Melihat

serangan pertamanya tak membawa hash, ia susulkan serangan

berikutnya. Badannya melambung cakar rantai besinya digerakkan

dengan digabungkan menusukkan pedangnya kebebokong lawan

satunya lagi. Hebat lagi cepat luar biasa serangannya, itu, disusul

terdengar jeritan-jeritan mengerikan dan jatuhnya dua buah tubuh!

Empe Gwen belum reda panas hatinya, ia bermaksud

menendang tubuh-tubuh lawannya yang telah jatuh tak berdaya itu

kedalam jurang. Namun tiba-tiba dibelakangnya berasa menyambar

angin dingin, menyusul sebuah cambuk kala-jengking menyabet

pinggangnya.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

118

Sebagai seorang yang telah berpengalaman, ia tetap berlaku

tenang, walaupun ia tahu dirinya tengah dibokong musuh. Dengan

gerakan yang lincah ia membalikkan tubuh seraja menggerakkan

pedangnya guna menyanggah senjata musuhnya. Kedua senjata

Gjadi bentrok keras, begitu kencang bentrokan tersebut, hingga

tubuh lawannya harus mundur beberapa tindak. Sedang Seng Gwan

hanya tergetar sedikit.

Empe Gwen tidak berhenti sampai disitu, ia lancarkan serangan

berantainya, masing-masing diarahkan kejalan darah Sin Teng,

Tiong Hong dan Tan Tian.

Mendapat serangan gencar serta hebat, mau atau tidak si wanita

berbaju merah kembali harus melompat mundur lagi.

Baru saja Seng Gwan hendak merangsek terlebih jauh, tiba-tiba

dibelakangnya telah menyambar senjata tulang-besi musuh lainnya.

Hal mana membikin ia harus membatalkan maksudnya, cepat-cepat

menggunkaan gerakan Yan Cu Coan In (Burung walet menerobos

awan). Bertepatan dengan itu, mendadak mencelat mendatangi

seorang lain, yang ketika ditegaskan, ternyata adalah Beng In

Siansu.

Begitu sampai, Hweeshio ini segera melancarkan serangan

dengan menggunakan gerakan Pay San In Ciang (menyalurkan

tenaga membariskan gunung), sepasang telapak tangannya

dirangkapkan, mendorong Ang Ie Jin yang membokong Seng

Gwan.

Lawannya karena mengetahui bahwa serangan musuhnyu tak

dapat dihindarkan lagi, cepat-cepat ia mengerahkan tenaga

dalamnya ketempat yang menjadi sasaran musuh. Serangan Beng In

Siansu tepat mengenai sasaran, tapi lawannya nampak tak menderita

suatu apa akibat serangan tersebut. Hal mana mmbikin si Hweeshio

jadi bengong untuk beberapa saat lamanya.

119

Orang berbaju merah yang bersenjatakan tulang besi,

menggunakan kesempatan itu untuk melakukan serangan balasan,

mengarahkan senjatanya kebagian Tan Tian si tangan seribu dengan

menggunakan gerakan Sun Sui Tui Couw (mengayuh sampan

mengikuti aliran air).

Beng In cepat-cepat melompat kesebelah samping sambil

menggunakan gerakan Kua Houw Teng San (harimau mendaki

gunung). Menunggu senjata lawan lewat disisinya, ia balik

menyerang Tay Yang Hiatnya Ang Ie Jin, sedang tangan satunya

lagi dihantamkan kebagian dada, yaitu Hian Kie Hiat musuh.

Melihat datang serangan dahsyat dari lawan, Ang Ie Jin cepat
cepat melompat mundur dan hendak melarikan diri.

Siansu ini tak mau memberi hati, ia hendak mengejar dan

menghajar sampai mati pada musuhnya. Akan tetapi baru saja ia

hendak melambungkan diri, tiba-tiba kedua kakinya berasa berat

dan susah digerakkan, seakan-akan melekat sesuatu pada bagian

bawah tubuhnya ini. Cepat-cepat Cian Chiu Tat Mo menggunakan

Cian Kin Tiok (injakan seribu kati) nya, seraya memandang

kebawah.

Entah dari kapan, kakinya telah dipeluk oleh dua orang anak

kecil yang baru berumur kira-kira sepuluh tahun. Muka mereka

mengenakan topeng. Kedua bocah ini mati-matian memegang kaki

si paderi.

Mengingat akan ganasnya komplotan lawan, Beng In tak mau

main kasihan-kasihan lagi, ia menggerakkan sepasang telapak

tangannya untuk memukul batok kepala kedua lawan ciliknya.

Sebelum maksud si paderi tercapai, tiba-tiba Ang Ie Jin yang

tadinya hendak melarikan diri, kini telah balik lagi datang

menyerang. Dengan begitu keadaan Beng In jadi seperti Seng Gwan

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

120

barusan, didepan menghadapi kedua musuh cilik yang ternyata

cukup lincah, sedangkan dibelakangnya selalu datang membokong

Ang Ie Jin.

Baiknya pada saat itu telah datang Bong San Kiam Khek dan

Han Beng. Si wanita berbaju merah begitu melihat dibelakang

Ciong Peng menggendong gadis berbaju merah, Ang Ie Koay So

(wanita aneh berpakaian merah) ini segera berte-riak aneh sambil

melambungkan tubuh dan menyabetkan sen-jata kala-jengkingnya.

Bong San Kiam Khek tetap berdiam ditempat asalnya seraya

menyiapkan tiga batang jarum sakitnya. Waktu sera-ngan musuhnya

hampir sampai, ia menundukkan kepalanya seraya melontarkan

senjata gelapnya itu.

Karena tempo hari telah merasai akan kelihayan Cit Kiat Sin

Cin musuh, tak berani ia berlaku ayal lagi, ia mengegoskan,

tubuhnya, hingga ketiga serangan tersebut lewat disisinya. Untuk

kemudian, tanpa menunggu dirinya diserang lagi, ia menyabetkan

Ngo Kong Piannya pula, kali ini kepala musuh yang diarah.

Bong San Kiam Khek adalah seorang yang cerdik, melihat si

wanita begitu menampak nona yang ada dipondongannya segera

mengeluarkan teriakan aneh dan terus menyerang dirinya, ia tahu

antara kedua wanita ini pasti mempunyai hubungan rapat. Maka

kini, waktu dirinya diserang, ia tidak mengegos, malah memasang

tubuh gadis yang ada digendongannya untuk dihajar.

Hal mana adalah diluar dugaan Ang Ie Koay So, meanbuat ia

jadi sangat terkejut, cepat-cepat ia menarik kembali serangannya.

Ciong Peng tidak mau mmbuang-buang kesempatan tersebut, selagi

wanita itu berada didalam keadaan panik, ia hantamkan telapak

tangan yang mengandung Thay Khek Kun Goan Kie Kunnya,

serangan mana tepat mengenai sasaran.

121

Ang Ie Koay So hanya tergerak badannya sedikit, tiba-tiba ia

kembali melambungkan tubuhnya dan sewaktu melayang turun,

beruntun ia sabetkan Ngo Kong Pian lagi, diarahkan ketiga jurusan,

seraya membentak: "Bangsat tua, lekas lepaskan puteriku!"

Perkataan itu sungguh diluar dugaan empe Ciong, betul ia menduga

bahwa antara kedua wanita ini mempunyai hubungan yang erat, tapi

paling banter mereka adalah guru dan murid atau kakak-beradik.

Sekali-kali tak disangkanya bahwa mereka adalah ibu dan anak.

Cepat-cepat ia mengegoskan ketiga serangan tersebut.

Berhubung hatinya masih terangsang oleh hal yang diluar dugaan

itu, sehabis berkelit, untuk beberapa saat ia berdiam diri. Lain

halnya dengan si wanita, melihat serangannya kembali tak

membawa hasil, ia kembali majukan diri, tapi bukan menyerang

dengan senjatanya, hanya mengebutkan sehelai sapu tangan kemuka

Ciong Peng.

Bong San Kiam Khek tahu bahwa sapu tangan sutera tersebut

mengandung obat bius, baiknya waktu memasuki goa tali ia telah

memakan pil pemunah pemberian Cian Chiu Tat Mo. Biarpun obat

tersebut kini telah larut kedalam tubuhnya, tapi khasiatnya belum

lenyap. Dengan begitu serangan obat bius si wanita sedikitpun tak

membwa hasil.

Namun sebagai seorang yang cerdik serta telah matang

pengalarnannya, empe Ciong berpura-pura terkena pengaruhnya, ia

goyangkan tubuh perlahan-lahan. seakan hendak jatuh dengan

menutup sepasang matanya. Si wanita mengira rencananya berhasil,

ia jadi bergirang hati, cepat-cepat ia majukan diri seraya

mengulurkan tangannya hendak merebut puterinya dari tangan

musuh.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

122

Tapi diluar dugaannya, sebelum usahanya berhasil, mendadak

terdengar hentakan Ciong Peng dengan membarengi memukulkan

tangan kirinya, menghantam pinggang musuh.

Biar si wanita telah berusaha keras hendak mengegos, namun

sudah tidak keburu. Serangan musuh tepat mengenai dirinya,

membuat tubuhnya terpental beberapa langkah. Tapi ia cukup lincah

dan kuat, setelah mundur beberapa tindak, ia telah bisa berdiri tetap

lagi. Bukannya segera menyerang, hanya lantas membalikkan tubuh

dan melarikan diri dengan cepatnya, sebentar saja badannya telah

lenyap dari pandangan orang banyak.

Aug Ie Jin yang bersenjatakan tulang-besi, ketika melihat

kepergian lawannya, ia lantas juga mencelatkan diri, meninggalkan

Han Bong.

Begitu juga kedua bocah, yang selalu dengan lincah

mengegoskan setiap kali tangkapan Beng In Siansu. Menampak

kawan-kawannya pada melarikan diri, merekapun ikut kabur dan

setelah meloncati beberapa buah batu aneh, tubuh me-reka lantas

lenyap.

Hu Hai Sam Kie dan Ciong Peng tidak mengejar, mereka

beristirahat sambil menyenderkan diri. Lewat sesaat, lenyaplah

sudah segala keletihan mereka.

"Ciong-heng, bagaimana pendapatmu kalau kita mengorek

keterangan tentang lceadaan perkumpulan Peh Kut Kiauw serta

kawan-kawan kita yang ditawan oleh mereka dari mulut gadis

tangkapan kita ini?!" Tanya Han Beng pada Bong San Kiam Khek.

"Aku kira itulah jalan yang paling tepat bagi kita!" Ciong Peng

kata.

"Mari kita laksanakan!" Seng Gwan menyokong usul

kawannya. Selesai berkata, tubuhnya lantas mencelat dan menepuk

123

Cay Kong Hiat orang seraya bertanya: "Siapa namamu budak kecil?

Sejak kapan kau masuk kedalam perkumpulan Ph Kut Kiauw ?
Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dimana sarang Peh Kut Loo Koay? Berapa jumlah orang-orang dari

partaimu? Lekas jawab! Bila kau membandel, kau pasti akan

merasakan derita yang amat sangat!"

Nona yang beroman aneh, bukan saja tidak menyahut,

meladenipun tidak.

"Rupanya kau hendak merasakan kelihayanku?! Baiklah kalau

begitu." Bentak Seng Gwan seraya mengulurkan tangannya

menotok Roan Cie Hiat orang.

Pada mulanya gadis tadi tidak begitu berasa sakit, tapi kian

lama ia jadi kian menderita. Ia mengira dengan menyalurkan tenaga

dalamnya ia bisa membebaskan diri dari derita tersebut. Banyo

sekali-kali tak disngkanya bahwa makin ia mengerahkan

Iweekangnya, makin menderitalah ia. Seluruh tubuhnya bagaikan

tersennat beribu-ribu ular beracun. Belakangan rasa panas yang

amat sangat mulai menjalar keseluruh tubuhnya. Dilain saat

berganti dengan rasa dingin yang begitu hebat, bagaikan dirinya

berada dipuncak gunung salju.

"Baik aku menerangkan, tolong kau lekas bebaskan diriku dari

totokan ini!" Ia memohol pada akhirnya.

"Coba dari tadi kau tidal; membandel, kau takkan menderita

seperti Kata Seng Gwan seraya membebaskan totokannya. "Ayo,

lekas kau terangkan!"

"Peh Kut Sin Kun adalah ayahku . !"

Keterangan itu membikin orang banyak jadi sangat terkejut,

hingga mereka rata-rata pada mengeluarkan teriakan tertahan.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

124

Dalam pada itu si nona berbaju merah telah meneruskan

perkataannya: "Biarpun betul adalah ayahku, tapi aku tak

mengakuinya sebagai Thia-thiaku. Sampai ibukupun tak

mengakunya sebagai suaminya."

"Mengapa bisa begitu? Siapa nama nona serta ibumu?" Tanya

Sang Gwan dengan sikap yang telah berobah menjadi ramah.

"Namaku Hoa Pit Ya, sedang ibuku bernama Hoa Lie Ciang."

Si nona menjelaskan. "Begitu bencinya aku bersama ibu pada Peh

Kut Sin Kun, hingga she (marga)-ku adalah menurut she ibu."

"Bagaimana duduk persoalannya ?" Tanya Seng Gwan lagi.

"Bila hendak diceritakan, mesti dari mula, yaitu mulai dari

hancurnya sarang Peh Kut Sin Kun dan Ho In To." Kata Pit Ya,

kemudian ia mulai menuturkan kejadian tersebut.

? ooOoo ?

Pada beberapa puluh tahun yang lalu, sewaktu pendekar
pendekar gagah dari lima partai mengubrak-ambrik dan membakar

sarang Peh Kut Loo Koay, mereka mengira orang tua aneh itu pasti

akan mati terbakar dan ikut musna bersama sarangnya. Maka orang

banyak, setelah memeriksa kesekitarnya tak dapat menemui si Loo

Koay, bersama-sama mereka meninggalkan tempat tersebut.

Tak tahunya disarang Peh Kut Sin Kun ada sebuah jalan bawah

tanah rang tembus langsung kelaut. Loo Koay setelah melihat

posisinya berada dalam bahaya, tanpa menunggu orang-orang gagah

memusnahkan sarangnya, ia lantas mengajak dua orang murid

kesayangannya, menembus jalan rahasia dan dengan menaiki

sampan yang memang telah disediakan melarikan diri melalui laut.

125

Kala itu hari telah malam, jadi kepergian mereka tak diketahui oleh

lawan.

Sebetulnya pada saat itu Peh Kut Sin Kun telah menderita luka

parah, biarpun ia, tak sampai menemui ajalnya, namun dirinya

susah bergerak. Kedua murid yang menyertainya, yang seorang

bernama Khek Seng, sedang lainnya bernama Kim Ie. Mereka

adalah orang-orang yang mendapat ajaran langsung dari Ouwa Hian

Hong, hingga kepandaian kedua orang ini boleh dikata telah cukup

lumayan. Mereka asalnya adalah bekas bajak-laut, yang kemudian

tunduk dan men-jadi murid empe Ouw. Kini waktu membawa sang

guru, mereka lantas mengajak Hian Hong ke Tee Gak To, tempat

dimana dulu pernah menjadi sarang mereka.

Peh Kut Sin Kun mengira kedua muridnya ini dengan sepenuh

hati menolong dirinya. Tidak tahunya, sewaktu mereka telah berada

didalam goa, dengan mata yang galak dan sambil membentak kejam

kedua muridnya ini lantas merejang padanya dan menepuk empat

buah jalan darah di belakang bebokongnya dan menengkurapkan

dirinya diatas pembaringan batu.

Dari dalam jubanya Kim Ie mengeluarkan Ngo Tok Cin (jarum

lima bisa), memantek keenam belas jalan darah dibagian tangan dan

kaki si kakek, yang membikin Ouw Hian Hong jadi tak dapat

bergerak. Dengan jalan itu mereka coba memaksa pada sang guru

untuk mengeluarkan Thay Eng Sian Keng dan sebuah kitab obat

serta tempat penyimpanan harta rampasan mereka, yang hanya Peh

Kut Sin Kun seorang yang mengetahui rempatnya.

Ouw Hian Hong insyaf, andai kata ia berikan semua yang

diminta oleh kedua muridnya, itu berarti bahwa akan tamatlah

jiwanya ditangan mereka. Maka biar bagaimana, ia tetap bungkem

dalam seribu bahasa. Hal mana membuat Kim Ie dan Khek Seng

jadi sangat marah, mereka segera menjalankan hukum picis yang

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

126

amat keji dan diluar batas perikemanusiaan, yaitu dengan mencabuti

rambut, kuku serta menusukkan jarum beracun keberbagai jalan

darah secara sembarangan saja, hal mana membikin Ouw Hian

Hong beberapa kali menjadi pingaan karenanya. Namun selama itu

Ouw Hian Hong terus bungkemkan diri.

Kim Ie berdua tak berani membunuh sang guru, sebab bila

mereka melakukannya, segala kitab pusaka, buku obat dan tempat

penyimpanan harta, takkan mereka bisa memperolehnya. Itulah

sebabnya, biarpun mereka terus menyiksa, mereka tetap tak mau

membikin Peh Kut Loo Koay sampai mati.

Pada suatu hari, karena persediaan makanan mereka telah

habis, Khek Seng pergi mencari makanan. Tinggal Kim Ie seorang

yang menyaga disitu. Tiba-tiba Peh Kut Sin Kun mendapat satu

akal, sambil memaksakan dirinya tertawa ia berkata:

"Kim-jie, sebagai seorang murid yang telah lama mengikuti

aku, kau tentunya mengetahui sifatku yang tak takut akan

kekerasan, tapi paling tunduk dan lemah terhadap kebaikan serta

kelemah-lembutan. Semakin kau sakiti, aku jadi semakin kukuh dan

keras kepala. Disamping itu, takkan ada gunanya kau bunuh aku,

sebab barang-barang yang kalian inginkan takkan dapat kamu

peroleh! Sebagai seorang yang cerdik kau tentunya mengetahui itu

semua. Sebehim aku mati, hendaknya kau memperlakukan aku

secara baik, hingga aku bisa menutup mata secara puas. Bila telah

sampai waktunya nanti, aku akan memberitahu padamu seorang

akan tempat itu dan hasilnya boleh kau kangkangi seorang."

Kim Ie adalah seorang yang cerdik, sebetulnya ia tak mudah

dapat dibujuk, hanya karena terdorong oleh rasa tamaknya,

timbullah niat mengambil seluruh bagian dari barang-barang yang

diingin tanpa mengindahkan temannya lagi. Tapi dimulutnya ia

berkata:

127

"Bagaimana aku harus memperlakukanmu? Aku takkan

sebodoh yang kau kira hingga mau membebaskan dirimu!"

"Entah aku telah melakukan dosa apa didalam hidupku hingga

menjalani siksaan demikian hebat, sampai kini boleh dikata

sembilan per sepuluh bagian tubuhku telah berada didalam keadaan

mati." Kata Ouw Han Hong dengan suara lemah, "Dan tak lama lagi

aku pati akan menemui ajalku. Maka aku harap, sebehun aku mati,

hendaknya kau melakukan sedikit perbuatan yang baik terhadapku.

Dengan begitu, sebagai imbalannya, akan kuberitahukan kau tempat

penyimpanan kitab serta harta padamu. Disamping itu aku juga

tidak minta banyak darimu, cukup kau cabut saja dua batang Ngo

Tok Cin yang ada di Sin Cang Hiat, yang tartancap dibebokongku

dan Thian Tiok Hiat dileherku. Dengan demikian, sebelum mati aku

akan bisa bernapas lega untuk beberapa saat lamanya."

Kim Ie menampak keadaan Hian Hong yang rupanya memang

betul' telah dekat pada ajalnya. Pula ia pikir, hanya mencabut dua

batang jarum beracunnya takkan membawa suutu pengaruh buruk

bagi dirinya. Maka akhirnya, sambil menganggukkan kepalanya ia

berkata: "Aku akan menuruti kehendakmu, tapi bila kemudian kau

memberikan keterangan palsu padaku, hmm, aku takkan

mengampuni jiwamu lagi!"

Selesai berkata, ia mengulurkan tangannya, mencabut jarum

yang menancap di Sin Cang Hiat Peh Kut Sin Kun, baru kemudian

Thian Tiok Hiatnya. Begitu paku-paku dikedua jalan darah tersebut

tercabut, Ouw Hian Hong jadi tertawa nyariug dan dengan

kecepatan luar biasa ia menyemburkan darah hitam kemuka

muridnya.

Kim le sama sekali tak menduga akan hal itu, hingga sedikitpun

ia tak bersiap siaga. Waktu ia hendak berkelit, gumpalan darah

hitam telah mengemai mukanya. Bagaikan mendapatkan pukulan

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

128

keras dari palu besi, mukanya menjadi remuk dan menghembuskan

napasnya yang terakhir! Maka dapat dibayangkan betapa tinggi

kepandaian Peh Kut Sin Kun.

Melihat rencananya berhasil, Ouw Hian Hong jadi tertawa

besar, lewat sesaat, ia menge; ahkan Khie-kongnya dan

menggerakkan kepalanya, lalu menggunakan giginya mencabut dua

batang jarum yang menancap pada bahunya. Dengan begitu

sepasang tangannya jadi dapat digerakkan dengan leluasa. Maka

kemudian, dengan mudahnya ia mencabut seluruh sisa jarum yang

menancap dibadannya.

Setelah berhasil bebaskan diri dari segala rintangan, ia

melompat turun dan bertepatan dengan itu Khek Seng kembali

kesitu dengan membawa, makanan.

Begitu ia melangkah masuk, ia tak melihat lagi diatas

pembaringan terpantek tubuh sang guru. Juga tampak baginya tubuh

kawannya telah terkapar ditanah. Hal mana membuat ia jadi sangat

terperanjat. Baru saja ia hendak berlalu lagi, tiba-tiba telah

menyambar angin dingin, bersamaan de-ngan terlihatnya Peh Kut

Sin Kun.

Khek Seng cepat-cepat meletakkan bungkusan makanannya

dan menyambuti serangan gurunya. Namun ia bukanlah menjadi

tandingan sang guru, tak sampai lima gebrak, kepalanya telah kena

dipukul remuk, matilah ia pada saat itu juga.
Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kembali Ouw Hian Hong tertawa besar, lalu makan sampai

kenyang.

Berkat ilmunya yang tinggi, tak berselang lama, semangatnya

telah pulih seperti sediakala.

129

Sebetulnya kerns niatannya untuk kembali kedaratan, hanya

karena ia ingat akan peristiwa yang baru lalu, dimana dirinya

hampir menemui ajalnya, hatinya jadi tawar kembali.

Selama tiga bulan lebih ia berdiam didalam goa sambil

merawati lukanya. Ketika dirinya sembuh, kebetulan persediaan

makanan yang dibawa oleh Khek Seng tempo hari telah habis.

Dengan naik sampan ia pergi ketempat dimana harta serta kitab

pusakanya disimpan. Kemudian ia mengangkutnya secara

berangsur-angsur ke Tee Gak To.

Selama beberapa tahun ia melatih diri lagi dan selama itu ia

tidak muncul didalam kalangan Kang-ouw.

Pada suatu hari, ada sebuah kapal terdampar waktu Ouw Hian

Hong memeriksa, ia melihat ada beberapa puluh orang yang

terkapar lemah serta kelaparan digeladak. Selain beberapa orang

tukang perahu, sisanya terdiri dari laki-laki muda dan wanita-wanita

yang baru meningkat dewasa.

Ketika ia menanyakan pada salah seorang tukang perahu, ia

mendapat tahu bahwa pemuda-pemudi itu semuanya berasat dari

propinsi Shoa-tang dan hendak dibawa ke-istana untuk dijadikan

Thay-kam (orang kebiri) dan Kiong-lie (dayang). Apa mau, waktu

kapal mereka lewat disitu, didampar oleh badai ombak sampai ke

atas pulau neraka!

Hal itu sungguh cocok dengan rencana Peh Kut Sin Kun, sebab

ia sendiri tadinya memang telah bermaksud pergi mencari orang

untuk dijadikan pengikutnya yang setia dan tak tahu apa-apa,

dengan lain perkataan hendak dijadikan mayat-hidup.

Maka kini, ia lantas memberi obat bius pada semua orang yang

ada dikapal, yang bila mereka sadar nantinya, akan melupakan

segala-galanya. Hanya ketika ia hendak membius seorang nona

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

130

yang terakhir, tertarik akan kecantikan serta keindahan tubuh orang,

nafsu Peh Kut Sin Kun yang selama ini bisa dikekang, jadi berkobar

demikian rupa, ia lantas mengoyak pakaian orang, Tatkala melihat

kulit orang yang lembut, ia lupa segala apa, ia bopong tubuh

rupawan itu keruang batu sebelahnya dan dilain saat hanya

terdengar rintihan lemah, diselingi oleh isak-tangis bercampur

dengan helaan-napas puas dari Ouw Hian Hong!

? ooOoo ?

Bercerita sampai disitu Pit Ya berhenti, lalu menangis sedih

sekali.

"Biar bagaimana aku harus membalas dendam pada Peh Kut

Sin Kun yang telah menyakiti ibu dan aku sendiri!" Ia kata dengan

suara gemas dan dengan air mata tetap mengucur.

Orang banyak pada berdiam diri.

"Tenanglah nak, sakit hatimu nasti akan terbalas kelak!" 'Ciong

Peng coba menghibur.

Pit Ya masih terus menangis dengan sedihnya. Tiba-tiba dari

balik batu terdengar helaan napas. Orang banyak jadi heran

berbareng kaget. Hu Hai Sam Kie dan Ciong Peng bersiap-siaga

menantikan segala kemungkinan.

Bersamaan dengan habisnya helaan napas tadi, dari balik batu

muncul seorang wanita berpakaian serba merah. Pit Ya segera

memanggil: "Ibu!"

Sebetulnya ia segera hendak menghampiri ibunya, tapi

tubuhnya berada dibawah pengaruh totokan hingga tak dapat

bergerak.

"Ya-jie!" Bales panggil si wanita dengan suara lemah-haru.

Pada mulanya ia percepat langkahnya, namun waktu melihat Seng

131

Gwan dkk berada didalam keadaan siaga, ia jadi mandekkan tubuh.

Baru belakangan melangkah pula dengan tindakan perlahan.

"Harap lealian jangan memperlakukan aku sebagai lawan.

Memang telah lama aku menunggu kesempatan ini, tapi selama itu

belum kudapat. Banyak sudah orang-orang gagah yang datang

menerjang kemari, namun tiada seorangpun yang dapat meloloskan

diri dari rintangan yang dibuat oleh Peh Kut Sin Kun. Didalam hati

aku memang telah bartekad, bila ada orang gagah yang dapat

menerobos sampai kemari, aku segera menggabungkan diri padanya

untuk bersama-sama mernbasmi si laknat tua Ouw Hian Hong!" Ia

kata dengan suara perlahan. Sikapnya sungguh harus dkasihani.

Ciong Peng dan kawan-kawan sebagai orang-orang yang telah

cukup memakan asam-garam penghidupan dikalangan Kang-ouw

jadi pada sangsi. Andai kata sebelumnya mereka tidak mendengar

penuturan dari Pit Ya, yang dianggapnya masih cukup jujur dan

suci, biar apapun alasan yang dikemukakannya, takkan diladeni

oleh orang banyak, malah sebaliknya mereka akan terus

menggempurnya.

Setelah memperhatikan sejenak, orang banyak mau percaya

bahwa wanita itu memang telah berobah dan ia berbuat jahat

semata-mata dipaksa oleh keadaan. Hingga belakangan kawanan

orang gagah bersikap biasa lagi dan kalau keadaan memungkinkan,

mereka akan berlaku ramah terhadapnya.

Melihat perobahan orang banyak, wajah si wanita she Boa, ibu

Pit Ya, jadi berseri. Ia melangkah terlebih cepat, setibanya didepan

orang banyak, ia lantas menjura.

"Tak usah kau berlaku shejie nyonya, coba tolong kau tuturkan

kisah kalian berdua setelah kau berada disarang iblis tua ini!" Kata

Seng Gwan dengan ramah.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

132

Wajah yang tadinya telah berseri, kini kembaii menjadi murung

dan sedih. Belakangan ia terkulai lemah dan duduk diatas sebuah

batu sambil menangis sedih sekali.

"Jangan kau ,bersedih nyonya, sebab kami jadi ikut sedih

karenanya." Kata Seng Gwan Cengan terharu.

Lie Ciang masih tetap menangis. Anaknya ikut sedih dan

akhirnya turut menangis juga. Keempat empe gagah itu jadi repot

menghibur. Rupanya bagi mereka, lebih balk menghadapi musuh

yang ganas dari pada disuruh menghibur wanita yang menangis.

Baiknya tak lama Lie Ciang menghentikan tangisnya dengan diikuti

oleh puterinya.

Keadaan ini membikin lega hati keempat kakek gagah.

Tanpa diminta oleh orang banyak, nyonya itu menuturkan kisah

dirinya: "Sehabis melanggar secara paksa kehormatan-ku, Peh Kut

Sin Kun memaksa diriku untuk dijadikan isterinya. Tadinya aku

berkeras tidak mau dan aku bertekad lebih baik mati dari pada

,menjadi isteri kakek tua yang terkenal keganasannya lagi buruk

rupa itu. Namun belakangan aku berobah pikiran. Aku berpura-pura

menuruti segala keinginannya, sambil menunggu kesempatan yang

baik untuk kabur dari situ. Siapa sangka, empe ini disamping ganas,

keji pun licin sekali. Ia seperti juga telah dapat membace maksudku.

Betul di luarnya ia tak mengatakan tapi diam-diam didalam

makananku dicampurinya semacam obat, yang perlahan-lahan tapi

tetap bekerjanya, didalam beberapa saat mukaku jadi berobah kasar

dan berkisut disana-sini. Pada mulanya tak kuketahui bahwa

perobahan pada mukaku itu adalah perbuatannya. Akan tetapi pada

suatu ketika, selagi kami merayakan hari ulang tahun Pit Ya yang

pertama, ia minum arak banyak sekali dan memborehi pipi puteriku

dengan semacam bubuk. Tak lama muka anak itu yang tadinya licin

bagus, separohnya jadi berobah hitam dan buruk sekali. Hal ini

133

tentu saja membikin aku jadi sangat marah. Aku maki dia habis
habisan, namun ia hanya ganda tertawa saja, hingga kemudian aku

hanya bisa menangis. Malah yang bikin aku lebih panas lagi, ia

membuka rahasia yang selama ini terpendam, yaitu sebabnya

mukaku berobah jadi begini adalah atas perbuatannya, yang

mencampuri semacam obat didalam makananku sehari-hari.

Sebabnya ia berbuat demikian, ia takut aku main gila dengan orang

lain. Mulai saat itu, aku bukan saja benci dia, marah menaroh

dendam padanya. Aku bertekad didalam hati, bahwa pada suatu

ketika akan kumusnakan dia. Tapi selama ini belum kujumpai

kesem-patan itu. Sejak terjadi pengrusakan muka puteri yang

kusayangi, ia terus berusaha membujuk dan berlaku manis

terhadapku. Aku tetap berkeras tak meladeninya. Belakangan aku

mendapat satu daya, yaitu aku hendak mempelajari ilmu silatnya. Ia

berkeras tak mau mengajarkan. Aku tak kehabisan akal, setiap kali

ia hendak mengadakan hubungan kelamin denganku, kutolak!"

Bercerita sampai disitu Lie Ciang berhenti sebentar.

Sehabis menghela napas, nyonya itu meneruskan ceritanya lagi:

"Pada mulanya, biar kutolak, ia memaksanya dengan kekerasan dan

sudah tentu maksudnya itu bisa dicapainya dengan kepuasan

sepihak. Belakangan, entah karena kasihan padaku ataukah karena

hanya puas sepihak kurang begitu nikmat atau sebab lainnya,

akhirnya ia mengajarkan ilmu silatnya juga padaku. Begitu juga

puteriku, sewaktu ia telah berumur sembilan tahun. aku ingat betul,

kala itu telah senja hari, tidak seperti biasa, puteriku kembali

dengan menangis. Waktu kutegaskan, tangannya telah putus

sebelah. Ketika kutanya, siapa yang berbuat begitu keji

terhadapnya, ia memberitahukan bahwa ayahnyalah yang

melakukan. Aku menjadi sangat marah, kudatangi Ouw Hian Hong,

begitu bertemu, kuterjang dia. Selama aku menyerang, ia terus

makin kelit seraya memberi penjelasan, berhubung Ya-jie berbakat

dalam ilmu silat, ia jadi bermaksud menurunkan ilmu istimewa

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

134

padanya. Untuk mempelajari ilmu luar biasa tersebut, tangannya

harus dibuntungkan. Karena merasa tak ungkulan, juga karena aka

berniat membikin puteriku berilmu tinggi, hingga pada suatu waktu

kelak membantuku untuk membunuh ayahnya yang kejam itu.

Mulal saat itu aku tak mengacuhkannya lagi dan puteriku tidak lagi

she Ouw, tapi memakai she-ku, yaitu Hoa. Biarpun namanya saja

kami suami isteri, tapi sebenarnya kami jarang mengadakan

hubungan lagi, baik jaasmami maupun bathin. Hanya puteriku yang

masih sering berkunyung pada ayahnya, itupun untuk mempelajari

ilmu silat saja. Tapi biarpun begitu, demi untuk tidak dicurigai oleh

si tua she Ouw, aku mengurus juga keadaan rumah tangga disini,
Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

termasuk segala tata-tertibnya. Hingga belakangan, selain suamiku,

hanya aku seorang yang bisa memerintah orang-orang disini, yang

semuanya telah dijadikan mafat-hidup. Setiap kali ada orang gagah

menyatroni kemari, akulah yang pertama datang menyam-butinya,

setelah sebelumnya orang itu berhasil menerobos beberapa

penghalang yang dipasang dimuka. Maksudku berbuat demikian,

pertama ialah untuk mendapatkan kepercayaan penuh dari Hian

Hong, kedua adalah bila orang gagah yang datang itu benar-benar

perkasa, bila ia telah berhasil membubarkan barisan dari lembah

dibawah kita, aku akan bergabung padanya untuk ikut membasmi

Ouw Hian Hong. Hanya sayangnya selama ini aku belum berhasil

menemui apa yang kucari. Baru pada hari ini aku bertemu dengan

kalian! Rupanya memang telah diatur oleh Thian, bahwa hari mus
nanya si tua bangka she Ouw telah sampal!"

Habis berkata, Hoa Lie Ciang kembali menghela napas.

"Kagum aku akan ketekadanmu yang begitu kuat serta

pandanganmu yang luas. Disamping itu aku jadi turut terharu atas

derita yang kau alami selama ini!" Kata Seng Gwan. Habis berkata,

ia sudah hendak membebaskan Pit Ya dari totokannya.

135

Namun telah keburu dicegah oleh Lie Ciang: "Jangan kau

lakukan itu. Biarkan puteriku berada didalam keadaan begitu. Dan

aku minta kau juga menotok diriku seperti itu!"

Inilah permintaan yang diluar dugaan orang banyak, bukan saja

Seng Gwan, ketiga temannya juga jadi pada bengong, hingga untuk

beberapa saat mereka bingung apa sebaiknya yang harus mereka

lakukan ?!

"Jangan kau bimbang, lekas lakukan apa yang kuininta. Hal ini

semata-mata untuk mengelabui mata orang-orang Peh Kut Kiauw.

Dengan begitu aku jadi leluasa memberitahu jalan rahasia yang

menuju ke sarang mereka." Kata Lie Ciang.

Tatkala melihat orang banyak masih tetap ragu-ragu, ia

meneruskan perkataannya: "Lekas kau lakukan, bila terlambat bila

Peh Kut Sin Kun telah berhasil menyempurnakan Thay Eng Sin

Kunnya, yang menurut dugaanku kira-kira tinggal satengah hari lagi

akan selesai ia latih, jangan kata baru kalian berempat, ditambah

dengan Ciang Bun Jin-Ciang Bun Jin dari partai-partai tersohor,

juga akan susah menumpasnya. Kemungkinan malah bisa jadi

sebaliknya, kalianlah yang akan disapu bersih! Ayo lekas, jangan

kita membuang waktu percuma, hingga melalaikan tugas besar lagi

mulia!"

Atas desakan mana, terpaksa Song Gwan turudi'tangan, tapi

secara hati', sebal; ia takut kesalahan tangan sampai menyakiti si

nyonya yang bernasib malang itu.

"Sekarang salah seorang dari kalian lekas bopong aku, aku akan

memberi petunjuk melalui kisikan!" Si nyonya telah berkata pula.

Karena takut akan Peh Kut Sin Kun bisa menyelesaikan ilmu

yang tengah dilatihnya, bisa membikin kapiran urusan besar, malah

mungkin jiwa mereka sendiri akan terancam bahaya, maka tanpa

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

136

berkata dan dengan tidak menghiraukan sopan-santun akan adat

yang berlaku pada saat itu, Han Beng membopong si nyonya.

Belum mereka berjalan jauh, tiba-tiba didepan mereka telah

berkelebat dua buah bayangan kecil dan waktu lebih ditegaskan

ternyata adalah dua bocah berbaju merah yang tadi melarikan diri.

"Mereka adalah anak angkat dari Peh Kut Loo Kay yang

bernama Hong Ngo dan Hong Tong. Biarpun masih sangat kecil,

tapi mereka telah dapat mewarisi sifat ayah angkatnya, licik dan

keji, sebaliknya kalian membereskan jiwanya supaya tidak

menimbulkan keruwetan dikemudian hari." Lie Ciang berkata

dengan suara perlahan.

Kedua bocah itu, begitu melihat Beng In Siansu, mereka segera

membalikkan tubuh, lompat kebalik batu besar.

"Hendak lari kemana kalian bocah-ingusan?! Lihat senjataku!"

Bentak si Hweeshio.

Baru saja Beng In habis berkata, tiba-tiba didepannya telah

datang menyambar delapan buah benda bersinar kearahnya. Sebagai

seorang ahli didalam senjata gelap, tak mudah Siansu ini kena

diserang begitu saja, segera ia putar senjatanya, di lain saat semua

senjata yang menyambar padanya telah dibikin jatuh seluruhnya. Si

Hweeshio sudah lantas hendak menerjang maju lagi, tapi

dibelakangnya terasa menyambar angin dingin, cepat ia kebatkan

senjatanya kearah itu dan terbenturlah benda yang menyambarnya,

yang ternyata adalah sebuah batu dengan senjata bulan sabitnya.

Biar kecil batu itu, tapi begitu bentrok, Bang In Siansu merasa

pergelang,an tangannya sakit sekali sampai menembus ke ulu-hati.

Hal mana membikin ia jadi sangat terkejut dan memastikan bahwa

penyerang gelap dirinya yang baru ini pasti mempunyai Iweekang

yang tinggi sekali.

137

"Celaka, Peh Kut Sin Kun telah datang!" Lie Ciang membisiki

Han Beng.

Dilain pihak Hong Ngo dan Hong Tong telah berani munculkan

diri lagi, mereka baru jingkrak-jingkrak kegi-rangan seraya berkata:

"Ayah datang!"

Dihadapan orang banyak kini telah muncul seorang tua kurus,

jelek lagi menakutkan. Padanya wajahnya tidak terlukis perasaan

sedikitpun, sikapnya dingin sekali. Begitu sampai dihadapan orang

banyak, Peh Kut Sin Kun segera tertawa panjang lagi aneh serta

menusuk panda-ngaran.

"Setelah kalian bisa melukai banyak sekali orang-orangku,

kalian tentunya adalah jago' yang tak dapat dipandang enteng,

hingga aku jadi sangat tertarik untuk meminta sedikit pengajaran

dari kalian!" Ia berkata kemudian.

Ciong Peng yang ingat akan koadaan Oey Bok Toojin jadi tak

dapat ,mengendalikan perasaannya, ia segera membentak:

"Kejahatanmu telah melewati takaran dan hari ini adalah hari

musnanya kau, Ouw Loo Koay!"

Mendengar itu, kembali Peh Kilt Sin Kun tertawa besar dan

panjang, tak enak didengar.

"Aku hendak lihat, hari ini siapa yang akan musnah, aku atau

kalian?!" Ia berkata dangan sikap menantang.

Habis berkata, tubuhnya dengan kecepatan luar biasa

melambung dan menerkam kediri Ciong Peng seraya menggerakkan

sepasang tangannya ke kepala Bong San Kiam Khek. Sebelum

serangannya sampai, angin dingin telah mendahului, menyambar,

yang membikin orang yang diserang, biar telah bertahan bagaimana

kuat juga, tak urung tubuhnya jadi sedikit menggigil dan susah

bergerak. Seng Gwan melihat keadaan kurang begitu menguntung
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

138

tungkan temannya, yang nampaknya, tak lama lagi pasti akan

mengalami celaka, cepat ia maju menerjang dengan senjata

gaetannya, menggaet pinggang Ouw Hian Hong. Namun

kepandaian Peh Kut Sin Kun sungguh luar biasa, melihat datangnya

serangan, ia tetap berlaku tenang, begitu hampir sampai, tubuhnya

berputar, cepat bagaikan gulungan angin, selain dapat

menghindarkan dirinya dari serangan musuh, ia malah berbalik

menyerang Seng Gwan.

(VI)

Diantara keempat ernpe gagah yang datang kepulau ne-raka itu,

kepandaian kakek she Gwenlah yang tertinggi, tapi kalau

dibandingkan dengan kepunsuan Peh Kut Sin ia masih kalah jauh.

Maka kini, waktu dirinya diserang begitu rupa, ia tahu bahwa

dirinya bukanlah menjadi tandingan pemimpin dari Peh Kut Kiauw.

Ia segera meneriaki kedua saudara angkatnya untuk ikut membantu

meggerubuti empe ganas tapi gagah dari Tee Gak To ini.

Ouw Hian Hong tidak takut biar dirinya dikerubuti, ia

bertempur sama lincahnya seperti sebelumnya. Badannya bergerak

kian kemari dengan susah diduga terlebih dahulu, setiap kali

serangannya setengah sungguh-sungguh dan merupakan juga

sebagai pancingan. Itulah gerakan Yu Cin Ciang (pukulan khajal

dan nyata).

Satu waktu, sehabis berkelit, Beng In Siansu seperti mendapat

kesernpatan, ia menyodokkan tongkat bulan sabitnya dengan sekuat

tenaga. Tak tahunya itu hanyalah merupakan pancingan Peh Kut Sin

Kun saja, sebab begitu si paderi menyodokkan senjatanya, ia injak

dengan kakinya. Begitu hebat dan berat injakan itu, hampir saja

Beng In melepaskan senjatanya. Bersamaan dengan itu, pukulan si

139

kakek ganas telah mengarah batok kepalanya! Cepat lagi ganas

serangan tersebut, nampaknya Cian Chiu Tat Mo, takkan dapat

mengegoskan hajaran tersebut.

Baiknya didalam keadaan keritis baginya, telah menyambar

lima titik terang kearah bagian-bagian berbahaya dari tubuh Peh Kut

Sin Kun.

Biar bagaimana kosennya. Ouw Hian Hong, tapi toh dirinya

tetap seorang manusia yang terdiri dari darah dan daging. Maka

waktu melihat diserang oleh senjata gelap, kelima bagian yang

berbahaya lagi, ia jadi terpaksa membatalkan serangannya dan

melompat sambil berpoksay (berjungkir-balik) keatas udara, waktu

turunnya, ia segera menerjang kearah Hu Hai San Kie. Cepat ketiga

kakek gagah mengegoskan diri.

Dalam pada itu Seng Gwan segera berkata: "Tunggu sebentar,

aku ada omongan yang hendak disampaikan padamu!"

Peh Kut Sin Kun tertawa besar, sambil mundur beberapa

tindak, ia berkata dengan sombongnya: "Rupanya kini kalian telah

mengetahui kelihayan Kiauw-couw-mu, maka lekaslah kalian

berlutut dihadapanku sambil menganggukkan kepala untuk meminta

ampun, dengan begitu mungkin aku masih bisa menaroh belas

kasihan untuk mengampuni kalian."

"Jangan kau sombong, Ouw Loo-koay." Kata Seng Gwan, lalu

sambil menunyuk ke arah isteri beserta puteri Hian Hong, yang kala

itu dijaga oleh Ciong Peng, yang tadi menyerang dengan Cit Kiat

Sin Cin nya untuk menolong Bang In Siansu, empe Gwen telah

berkata lagi: "Lihatkah kau, bahwa jiwa anak dan isterimu kini telah

berada ditangan kami!"

"Jangan kau buru-buru merasa puas, orang-orangmu sendiri

telah ada enam orang yang jatuh ditangan. Su-couw-ya-mu, tiga

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

140
Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

laki-laki dan tiga wanita! Hmmm, tidak lama lagi kalian juga akan

mengikuti nasib mereka!" Ouw Hian Hong mengejek.

"Jangan kau mimpi Ouw Loo Koay, takkan mudah kau berbuat

terhadap kami seperti apa yang kau ucapkan barusan. Namun

begitu, aku mempunyai usul, kini kite masing-masing mempunyai

tawanan, sebaiknya kita tukar saja!" kata Seng Gwan tak mau

kalah-hawa.

"Kau omong seenaknya saja, mana ada aturan dua tukar enam?

!"

Peh Hut Sin Kun bilang sambil tertawa besar. "Tak kusangka

bahwa Ouw Hian Hong yang tergagah dan menjadi pemimpin satu

partai sesat begitu kecil nyalinya." Ejek Sang Gwan.

"Ape kau bilang?"

"Aku kata nyalimu kecil. Sebab kalau tidak begitu, masakan

dengan menambah enam orang dari pihak kami Saja kau takut! Bila

kau benar" seorang pemberani, takkan kau halangi pertukaran kita

yang adil ini." Empe Gwen terus membakar kemarahan lawannya."

"Hmmm, kau kira aku takut, baik, kita boleh menukar masing
masing tawanan!" Kata Hian Hong dengan suara keras.

Sebabnya Peh Kut Sin Kun mau melulus permintaan kawanan

orang gagah, pertama terdorong oleh perasaan pangs hatinya,

keduanya ia berpikir, bahwa diantara keenam orang tawanan, hanya

seorang saja yang masih sadar seperti manusia biasa, sisanya telah

menjadi mayat-hidup semua.

Selesai membentak, ia berpaling kearah Hong Ngo dan Hong

Tong dan berkata: "Hay-jie (anakku), lekas kalian pergi keistana

untuk membebaskan keenam orang tawanan!"

141

"Baik a.jah," sahut kedua bocah dengan suara hampir

berbareng.

Tak berselang lama, mereka telah kembali lagi dengan diiring

oleh sebaris mayat hidup yang berpakaian serba kuning, dengan

mengiringi enam orang, yang waktu ditegaskan, mereka adalah Yo

Ceng Tong, Goei Piauw Hiang, Goei Thian Co, To Kian Kong, To

Lie Cu dan Han Siok Leng. Selain Piauw Hiang seorang yang masih

sadar seperti menusia biasa, lima orang lainya telah pudar

pandangan hidupnya serta jalannya seperti mayat, kaku lagi berat.

"Lepaskan mereka!" Perintah Hian Hong sewaktu me-reka

telah berada dihadapan orang banyak. Oey Ie Hok Ciang (kawanan

mayat hidup berpakaian serba kuning), menurut perintah,

melepaskan serta mend rong mereka kehadapan orang gagah.

Begitu terlepas, Piauw Hiang lantas lari kesamping Bong San Kiam

Khek, dengan muka bercucuran air mata ia me-manggil: "Ciong

Cianpwee!"

"Kini aku telah melepaskan mereka, kalian juga harus

melepaskan dua orangku!" Bentak Hian Hong. Sebagai seorang

gagah yang menepati janyi, biar bagaimana harus melakukan apa

yang pernah diucapkannya barusan.

Sambil menghela napas Ciong Peng sudah hendak melepaskan

Lie Ciang beserta puterinya. "Tunggu dulu Ciong Cianpwee!" Ujar

Piauw Hiang perlahan, "Kau tak usah terburu-buru melepaskan

mereka. Baik kita menipunya sekali lagi tntuk mengajaknya

bertempur ditepi laut. Setelah mama baru kau lepaskan mereka."

"Apa maksudmu Tit-jie? Meugapa kita harus bertern-pur ditepi

laut dengannya?" Tanya. Ciong Peng.

Piauw Hiang sudah lantas memberi penjelasan dipinggir kuping

Ciong Peng: "Secara tak sengaja aku mendengar percakapan dari

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

142

orang-orang Peh Kut Kiauw yang berpakaian serba merah yang

mengatakan, bahwa setiap orang yang telah dijadikan mayat-hidup,

asal tidak lewat seratus hari, kalau dimasukkan garam kedalam

mulutnya sebanyak sekali, ingatannya akan pulih kembali!"

Keterangan itu membikin Bang San Kiam Khek jadi sangat

girang, tahulah ia mengapa nona Goei memintanya untuk bertempur

ditepi laut. Sebab andai kata Yo Ceng Tong dan lain-lainnya dapat

disedarkan kembali, dengan menggabungkan tenaga mereka, biar

bagaimana lihaynya Ouw Hian Hong, dengan bertambahnya tenaga,

akan lebih mudah bagi mereka untuk menghadapinya.

Berpikir sampai disitu, Bong San Kiam Khek segera berkata

dengan suara yang sengaja ditinggikan: "Kau menyuruh melepaskan

orang-orangrnu, Ouw Loo Koay, itu mudah kami lakukan. Tapi

harus ditepi laut!"

"Kalian jangan berbicara seenaknya saja, mengapa harus ketepi

laut kalian baru mau melepaskan orang-orangku?" Bentak

pemimpin dari Peh Kut Kiauw.

"Betul kau telah melepaskan keenam teman kami dan sudah

seharusnya kami juga melepaskan orangmu. Tapi harus kau ketahui,

lima orang yang kau lepas itu telah menjadi mayat hidup dan tak

ada gunanya bagi kami. Hanya harus kau ketahui, bahwa kami

mempunyai adat yang aneh, andai kata harus mati, lebih baik kami

mati dilaut dari pada didarat!" Ciong Peng kata.

Dilain pihak, Hu Hai Sam Kie, waktu melihat Piauw Hiang

berkasak-kusuk dengan Ciong Peng, tentunya pasti ada apa-apa

yang tengah dibicarakan untuk menghadapi si setan tua. Maka

sampai ketika mendengar perkataan terakhir dari temannya, mereka

lantas menimpali: "Betul, kami mempunyai adat aneh itu. Hai, Loo

Koay U, beranikah engkau menghadapi kami disana!"

143

Ouw Hian Hong tidak lantas menyawab, setelah berpikir

sebentar, ia baru berkata.

"Kalian kira aku takut, mari kita pergi kesana!" Melihat

usahanya berhasil, Piauw Hiang jadi sangat girang, ia segera berkata

kepada Ceng Tong berlima: "Lekas kalian ikut aku!"

Kelima orang itu menurut apa yang diperintahkan oleh nona

Goei. Hoa Lie Ciang ibu dan anak masing-masing digendong oleh

Bong San Kiam Khek dan Han Beng. Jarak antara mereka dengan

tepi pantai hanyalah beberapa ratus langkah saja. Maka didalam

sekejap mata mereka telah sampai ketempat yang dimaksud.

"Aku manta Sie Wie Loocianpwee tolong menghadapi Peh Kut

Sin Kun dalam beberapa puluh gebrak, aku hendak mengobati

beberapa orang yang telah menjadi mayat hidup. Bila telah berhasil,

aku akan segera datang membantu!" Kata Piauw Hiang dengan

suara cukup keras.

Selesai berkata, ia tarik leher ayahnya, kemudian

menyelesapkannya kedalam air laut. Melihat ini barulah Peh Rut

Sin Kun sadar bahwa dirinya kena ditipu oleh orang banyak. Ia

menjadi sangat marah dan segera lompat menerkam kearah Hu Hai

Sam Kie.

Gwen Sang Gwan bertiga juga tidak mau kalah sigap, habis

mengegos, mereka masing-masing balas menyerang, Mereka

bertempur dengan bergilir, bila satu maju, dua lainnya menjaga

keselamatan temannya. Kalau. dua yang menyerang, yang satu

melindunginya.

Demikianlah, pertempuran ini lain dari pada yang lain, bukan

saja dilakukan dengan cepat dan diluar dugaan, namun setiap

serangan pasti mengarah kebagian yang berbahaya. Piar bagaimana

jagonya Hu Hai Sam Kie, tapi perlalian-lahan, tapi tetap, mereka

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

144

telah berada dibawah angin. Melihat ini, Ciong Peng lantas

menceburkan diri kedalam gelanggang, ikut membantu ketiga

temannya. Keadaan boleh dikata menjadi seimbang kembali.

Sebentar saja tiga puluh jurus lebih telah dilalui.

Dilain pihak, ayah Piauw Hiang setelah menelan air laut cukup

banyak, mendadak in jadi muntah-muntah, mengeluarkan cairan

yang berwarna kuning. Lewat sesaat, kesadarannya mulai pulih,

maka bertanyalah ia kepada puterinya: "Apa yang sedang kau

lakukan Hiang-jie? Mengapa kini bisa berada disini?"

Melihat usahanya membawa basil, nona Goei jadi sa-ngat

girang, ia berkata pada ayahnya: "Ajah, lekas kau to-long paman

dan lainnya guna membebaskan mereka dari pengaruh racun dari

pihak Peh Kut Kiauw!"

Begitu habis berkata, ia lantas memegang kepala Lie Cu dan

menyelesapkannya kedalam air.

Pada mulanya Thian Co masih merasa heran, tapi belakangan,

waktu ia melihat keempat orang gagah tengah menghadapi Peh Kut

Loo Koay serta keadaan Ceng Tong dan lain"nya, tahulah ia apa

yang tengah terjadi. Ia lantas menelad perbuatan anaknya,

menelungkupkan kepala Ceng Tong kedalam air laut. Tak berselang

lama, Ceng Tong dan lain-lainnya telah dibikin sadar semua. Ciong

Peng yang sambil bertempur terus memperhatikan keadaan dipihak

Piauw Hiang, waktu melihat usaha nona Goei berhasil seluruhnya

dengan memuaskan, ia segera berteriak: "Kalian lekas kemari untuk

membantu memus-nakan orang tua yang keji ini!"

Sambil membentak Thian Co sudah hendak majukan diri, tapi

telah keburu ditarik leher bayunya seraya seraya membisiki: "Thia
thia, gunakanlah senjata ini!"

145

Setelah menerima pedang, Thian Co ikut masuk ke dalam

gelanggang pertempuran. Begitu juga To Ceng Tong berserta kedua

anaknya, hanya sayang pada saat itu mereka tak bersenjata. Hendak

menggunakan senjata cambuk dan dadung dari Pit Ya beserta

ibunya, tak biasa mereka lakukan, hingga tak sesuai dengan gerakan

mereka. Maka kemudian, mereka lantas mengundurkan diri lagi dan

menonton pertandingan seruh dari sebelah samping.

Tiba-tiba diatas laut tompak mendatangi sebuah kapal aneh

berwarna hitam, dengan kecepatan luar biasa benda itu me-nuju

kepantai!

Melihat mana Piauw Hang jadi sangat girang, ia me-neriaki

kawan-kawannya: "Lihat Khek-wie, orang yang mengantarkan

senjata telah sampai!"

Orang banyak tak mengerti apa yang dimaksud olehnya,

mereka bengong memandang kekapal aneh yang makin lama makin

dekat, tak lama benda, itu telah menepi. Tanpa berkata, nona Goei

lantas menggunakan gerakan Liu Kin Eng Hong (kapas terbang

terbawa angin), badannya melambung tinggi dan menuju keatas

kapal aneh tersebut.

Baru saja Piauw Hiang menyejakkan kakinya diatasnya, dari

dalam geladak telah keluar satu mayat hidup yang, berpakaian serba

kuning.

Tanpa mengenal kasihan lagi Coei Piauw Hiang menggerakkan

kakinya dengan memakai gaya Yan Siang Hui (walet terbang

berpasangan), menyusul dengan terlihatnya terceburnya Oey Ie Hok

Ciang itu!
Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dari pintu geladak telah muncul satu lainnya, mayat hidup itu

yang baru ini menggenggarn golok.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

146

Dengan sebuah gerakan yang lincah lagi cepat, si nona telah

berhasil merebut senjata musuh dengan memakai gaja Kin Na Chiu,

setelah mana ia melemparkan golok tersebut kedarat seraya

berteriak: "Lekas sambut senjata ini!"

Barulah sekarang orang banyak tahu akan makna perkataan dari

nona itu barusan! Ceng Tong cepat-cepat menyam-butinya, lalu

iapun melompat kekapal dan mendobrak pintu geladak, didalamnya

terdapat lebih kurang dua puluh mayat hidup, ditambah tiga orang

tawanan yang diikat kencang sekali, mereka tak lain dari pada Han

Tiong Houw, empe Sion Hok bersama anaknya, entah sejak kapan

mereka bisa jatuh kembali ketangan kawanan mayat hidup!

Sambil membentak keras Ceng Tong mengubat-ngabitkan

senjatanya kian kemari, membikin kawanan mayat hidup jadi

kelabakan untuk mengegoskannya, apa lagi hendak mengeluarkan

kepandaian masing-masing, sudah tak mungkin, sebab ruangan

tersebut sempit sekali. Maka tak heran, didalam tempo sekejap saja,

telah ada lima enam orang yang kena dilukainya. Ditambah pula

belakangan Piauw Hiang melontarkan Cit Kiat Sin Cin, yang

mengarah selalu kebagian lemah dari lawannya, membikin kawanan

mayat hidup jadi sangat kacau dan umumnya mereka.berusaha

meloloskan diri keluar dari ruangan itu, untuk kemudian

menceburkan diri kelaut!

Piauw Hiang bersama pamannya dengan enaknya memunguti

senjata lawan'nya, kemudian melemparkan kedarat dengan

disambuti oleh Kian Kong dan lain-lainnya.

Dengan adanya senjata ditangan, nyali mereka lebih besar jauh

dari pada bertangan kosong barusan, mereka semuanya meluruk

kemedan pertempuran, mengurung diri Peh Kut Sin Kun.

Kala itu kedua anak angkat Peh Kut Sin Kun telah meniup

semacam tanda, tak berselang lama, dari sekitar pulau telah

147

bermunculan kawan-kawan dari mayat hidup, mereka menyerbu

bagaikan gelombang yang tengah mengamuk.

Melihat itu Lie Ciang jadi sangat terkejut, segera ia meneriaki

kawanan orang gagah: "Away Khek-wie, kawanan Peh Kut Kiauw

telah mengurung kira, 'elms meloloskan diri!"

Ketika mendengar teriakan itu, Peh Kut Sin Kun jadi

terperanjat, barulah ia insyaf kini bahwa isteri dan anak
perempuannya telah menyeberang kepihak musuh, ia mengeluarkan

tertawa besar yang sangat mnusuk pendengaran. "Wanita busuk she

Hon, inikah pembalasanmu atas perlakuanku yang cukup baik

selama. ini? Kau lihatalh, setelah aku berhasil membereskan

kunyuk' kecil ini, akan kuatur sebuah perjalanan bagimu untuk

menemui Giam Loo Ong, begitu juga anakmu!"

Ciong Peng mendadak neendapat satu akal, ia melompat keluar

gelanggang pertempuran, lalu dengan kecepatan luar biasa ia

membebaskan totokan Lie Ciang bersama puterinya seraya berkata:

"Tolong kalian halangi kawanan mayat hidup supaya jangan maju

terlebih jauh. Lekas!"

Permintaan empe Ciong ini membikin sadar Pit Ya bersama

ibunya, sebab pada biasanya, bila Peh Kut Sin Kun berhalangan,

merekalah yang mewakilinya. Jadi semua anggota dari Peh Kut

Kiauw, selain mendengar kata serta perintah dari pemimpin niereka,

mereka juga patuh terhadap kedua wanita ini. Tanpa berkata,

mereka menyongsong kedatangan kawanan mayat hidup, guira

mencegah kemajuan mereka terlebih jauh. Ouw Hian Hong juga

tidak mau kalah pengaruh, biar ia lagi repot, ia lantas

memerintahkan kedua anak angkatnya: "Ngo-jie dan Tong-jie, lekas

halangi kedua wanita bangsat itu!"

Sehabis mengiakan, kedua bocah itu terus menjalankan

perintah, menyusul dan mencoba menghalangi Lie Ciang bersama

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

148

anaknya. Namun biar bagaimana, ilmu entengi tubuh mereka masih

kalah jauh terhadap wanita yang lari duluan, sebab kala itu Lie

Ciang telah mengeluarkan kelenengan emas dan menggoyang
gojangkannya beberapa kali, barisan kawanan mayat hidup yang

berada paling depan lantas berhenti bergerak. Dilain pihak Pit Ya

juga mengeluarkan benda yang sama dan melakukan perbuatan

yang serupa dengan ibunya, hasilnyapun sama juga, barisan lain

berhenti pula.

Kala itu kedua oocah tadi telah sampai disitu, mereka segera

membentak: "Wanita-wanita yang tak tabu diri, selama ini suhu toh

memperlakukan kamu baik-baik, mengapa kalian melakukan

perbuatan yang tak mengenal budi ini. Rupanya kalian telah bosan

hidup!"

Lie Ciang bersama anaknya jadi sangat marah, serentak mereka

menerjang kedua bocah yang lancang mulut ini. Dan sudah tentu,

bahwa Hong Ngo dan Hong Tong bukanlah menjadi tandingan dari

ibu dan anak ini, pada suatu ketika, sambil sama-sama melompat

mundur, mereka masing-masing menge-uarkan senjata gelapnya

dan serentak ditimpukkan kearah Pit Ya berdua. Senjata yang

dilontarkan oleh kedua bocah itu adalah ajaran tunggal dari Oaw


Mentari Senja Seri Arya Manggada V Pengemis Binal 15 Sengketa Orang Orang Pendekar Rajawali Sakti 46 Misteri

Cari Blog Ini