Ceritasilat Novel Online

Banjir Darah Di Pulau Neraka 4

Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong Bagian 4

Hian Hong, yang bila terkena angin lantas meledak dan

riengeluarkan asap beracun yang bisa membikin orang semaput.

Tapi Lie Ciang berdua juga berasal dari orang-orang Peh Kut

Kiauw, malah menjadi isteri dan anak dari perkum-pulan itu juga,

mana bisa mereka kena diserang secara begitu mudah, melihat

kedua bocah memakai senjata tersebut, mereka cepat-cepat

melompat ketempat yang berlawanan angin, dengan begitu mereka

jadi lolos tanpa menderita rugi suatu apapun. Namun mereka jadi

sangat gusar, Pit Ya dengan kecepatan luar biasa melontarkan tiga

buah senjata gelapnya, kedua bocah ini cepat-cepat memencarkan

diri untuk mengegoskan serangan itu.

149

Tak tahunya, baru saja mereka berhasil menyejakkan kaki,

telah dihujani Peh Hut Tang- oleh Lie Ciang, tak am-pun lagi dada

dan leher Hong Ngo dan Hong Tong tepat terserang, sambil

mengaduh, tubuh mereka terkapar ditanah dan menghembuskan

napasnya yang penghabisan.

Dengan matinya kedua saudara Hong, Peh Kut Sin Hun telah

kehilangan dua orang pembantunya yang dapat diandalkannya. Kala

itu ia melihat Lie Ciang bersama puterinya tengah menggiring

kawanan mayat hidtap ketepi pantai, yang membikin ia disamping

kelabakan pun menjadi sangat gusar. Hingga belakangan, didalam

keadaan gugupnya, ia bertekad hendak menggunakan Tay Eng Hian

Kongnya yang belum selesai ia latih. Ia angkat tangan kanannya,

angin kencang yang sangat dingin segera menyerang Seng Gwan!

Empe Gwen tak mau berlaku gegabah, cepat-cepat ia mengegoskan

diri seraya memperingatkan kedua saudara angkatnya: "Hati-hati

Jie-tee, Sam-tee!" Ouw Hian Hong tidak mau memberi hati kepada

orang banyak, kembali ia melancarkan serangannya. Namun tiba
tiba wajahnya berobah, sepasang matanya terbalik, dibarengi

dengan jatuh tertelungkupnya sang tubuh.

Hal ini membikin kaget orang banyak, mereka mengira sang

Iowan hendak membentangkan semacam ilmu yang aneh serta

hebat luar biasa, cepat mereka melompat keluar kalangan.

Tidak tahunya, setelah ditunggu beberapa saat, tubuh Peh Kut

Sin Kun tetap berbaring disitu. Ditunggu lagi beberapa saat, tetap

badan Hian Hong tak bergerak. "Aneh, mengapa makhluk tua ini

bisa jadi begini? Mungkinkah karena dosanya telah melewati batas

hingga nyawanya harus dicabut!" Kata Beng In Siansu.

Selesai berkata, ia beranikan diri untuk menghampiri tubuh

orang, kemudian menyodok bebokorng musuh.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

150

Sebenarnya, pada saat itu Ouw Dian Hong bukannya mati, tapi

karena belum saatnya ia menggunakan ilmu Tay Eng Hian Kong,

dengan begitu bukannya lawannya yang terkena diserang, maiah

sebaliknya dirinya sendiri yang kena akibatnya. Seluruh badannya

menjadi lemas dan kesemutan, ia terus berusaha menyalurkan

tenaganya untuk membebaskan diri, tapi selama itu usahanya tak

membawa hasil. Adalah kini, Beng In bukannya menusuk dengan

ujung senjata bulan sabitnya, tapi hanya menyodok bebokong orang

dengan gagangnya. Inilah ketika yang tengah ditungg-u-tunugu oleh

si Loo Koay. Cepat-cepat ia menyalurkan tenaga dalamnya

kebagian yang kena disodok, dengan begitu dirinya jadi bisa bebas

kembali. Begitu bebas tanpa menunggu orang ketahui, ia telah

lompat dan membentak, secara ganas ia menceng-keram diri Cian

Chiu Tat Mo.

Hal yang diluar dugaan ini membikin Beng In jadi sangat

terkejut, cepat ia melompat dengan memakai gerakan Hoat Pun Tu

Kang (sampan menyeberangi kali). Namun gerakan Peh Kut Sin

Kun cepat sekali, ia berhasil menangkap senjata orang dan

menariknya sampai putus menjadi dua keping.

Sang Hweeshio meminjam tenaga dari patahnya senjata. cepat
cepat melambungkan diri kesebelah depan, dengan begitu ia jadi

berhasil lobos dari bahaya.

Seng Gwan, Han Beng dan Ciong Peng sudah lantas majukan

diri.

Ouw Hian Hong karena kekuatannya belum pulih semua, tak

berani menghadapi orang banyak, sambil mengeluarkan teriakan

yang amat menusum pendengaran, tubuhnya melambung tinggi,

kemudian terjun kedalam laut dan menghilang dibalik gulungan

ombak!

151

Orang banyak memperkuat penjagaan serta memasang matanya

benar", mereka takut kalau-kalau Peh Kut Loo Koay secara

mendadak muncuikan dirinya bagi. Akan tetapi setelah ditunggu
tunggu selama beberapa waktu, masih juga belum kelihatan batang
hidungnya, barulah lega hati mereka. Mereka mengira bahwa situa

kejam telah mengantarkan nyawanya kedalam laut.

"Thian sungguh maha adil serta pengasih dan penyayang,

membikin kita berhasil membasmi iblis yang sedang mencelakakan

orang.

Waktu mendengar Ouw man Hong telah mati, Pit Ya bersama

ibunya jadi sangat gembira, mereka mengajak orang banyak

kembali kegoa, dari sana mereka baru menuju kesarang si iblis tua,

dimana mereka mendapatkan banyak sekali barang-barang berharga

serta lima buah kapal aneh.

Orang banyak segera memusnakan semua barang serta benda

yang dianggapnya dapat mencelakakan orang dike-mudian hari.

Piauw Hiang mencoba mengobati orang-orang yang telah

menjadi mayat-hidup, hasilnya hanya sebagian kecil yang inasih

dapat disembuhkan, sedang yang lainnya, karena telah mendalam,

tak ada harapan bagi mereka akan bisa sembuh lagi. Maka orang

banyak lantas membawa barang-barang serta orang yang telah dapat

disembuhkan kembali kedaratan. Sedangkan bagi mayat-mayat
hidup yang telah mendalam kemasukan racun, dibiarkan dipulau itu,

menunggu sampai ajal mereka sampai dan bagi mereka ditinggalkan

ransum cukup untuk beberapa saat lamanya!

Hu Hai Sam Kie, karena telah bertempur mati-matian dan

mengeluarkan banyak tenaga, mereka tidak ingin tinggal di Kwan
Iwee (didalam tembok besar), dengan membawa Han Tiong Houw,

mereka menuju ke Kwan-gwa (keluar tembok besar).

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

152

Goei Thian Co, Yo Ceng Tong beserta kedua anaknya karena

telah pernah dijadikan mayat-hidup, semangat mereka belum pulih

seluruhnya, maka dengan mengajak Bong San Kiam Khek mereka

kembali ke Leng Po. Hanya Piauw Hiang dan Siok Leng yang

bermaksud pergi ke Kang Lam untuk menikmati pemandangan

alam disana dan mereka mengundang Pit Ya bersama ibunya untuk

pergi bersama.

Lie Ciang menolaknya dengan mengemukakan alasan bahwa

mereka sudah tak ingin menikmati panorama, sebab hati mereka

telah dingin akan keindahan serta keramaian duniawi, mereka

bermaksud hendak mencari sebuah tempat yang sepi guna

menghabiskan sisa-sisa penghidupan mereka.

Siok Leng dan Piauw Hiang juga tak memaksa terlebih jauh,

dengan berdua saja mereka menuju be Kang Lam. Untuk sementara

keadaan didalam kalangan Kang-ouw telah menjadi tenang.

(VII)

Angin bertiup sepoi-spoi basah, air laut di luar kampung

nelayan Sam Tu Ouw sangat tenangnya. Ada serombongan nelayan

dari desa itu berlayar menangkap ikan. Rombongan tersebut

dipimpin oleh Sim Sam Kui dengan dibantu oleh dua orang

puteranya, Sim Hong dan Sim Yong.

Nasib mereka mereka pada saat itu rupanya sangat baik sebab

begitu mengangkat jala, telah mendapat sekelompok ikan, banyak

sekali jumlahnya. Menyusul mereka menebarkan jala lainnya,

begitu diangkat, terasa berat sekali. Dengan dibantu oleh beberapa

orang lainnya, barulah jala tersebut perlahan-lahan terangkat naik.

Untung pembuatan dari benda itu kuat sekali, hingga tak sampai

bobol dibebani benda seberat itu.

153

Namun waktu diangkat, mereka jadi sangat terkejut, sebab

disamping ikan-ikan kecil, didalam jala tersebut terdapat juga

seekor ik anbesar, yang ketiita ditegaskan adalah Mo Kui Hie (ikan

setan, sebangsa than cucut). Pada pung-gung ikan menongol sebuah

kepala orang tua yang amat menyeramkan.

Hal itu membikin kawanan nelayan dari Sam Tu Ouw jadi

sangat terkejut. Bahna kagetnya hampir mereka melepaskan jala

kedalam taut.

"Jangan dilemparkan, lekas naikkan keatas!" Perintah Sam Kui.

"Thia-thia, buat apa kau naikkan benda aneh ini? Lebih baik

kita melepaskannya kembali!" Kata Sim Hong.

"Ikan aneh ini pasti ada riwajatnya, baik kita angkat dulu

kesini!" Sang ayah memberi penjelaskan.

Sim Hong San Sim Yong selamanya menghormati ayahnya, tak

mau mereka membantah terlebih jauh. Bersama yang lain mereka

mengangkatnya keatas.

Ada seorang nelayan yang menggunakan Hie-cee (tombak

bercagak peranti menangkap ikan) hendak menusuk kekepala orang

aneh itu. Akan tetapi tiba-tiba orang itu membentangkan mulutnya

dan bersamaan dengan mana, sebuah panah air meluncur dan

mengenai tepat ke-kepala orang yang hendak menyerangnya tadi.

Sambil mengeluarkan teriakan, tubuh nelayan tadi ngeloso jatuh

dan tak sadarkan diri lagi.

"Kurang ajar, siluman ini berani melukai teman kita! Mari kita

bersama-sama membunuhnya!" Bentak Sim Hong.

Serentak dengan beberapa orang kawannya Sim Hong dan Sim

Yong lantas maju untuk menghantam.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

154

"Besar sungguh nyali kalian, sudah bosan hidupkah kalian

hingga berani berlaku kurang ajar terhadapku?"

Dibentak begitu, sebagai orang-orang desa yang masih tebal

akan kepercayaan terhadap tahayul, memang pada mulanya mereka

telah ragu-ragu untuk menghadapi orang tua aneh ini, sebab

menurut dugaan mereka, kalau bukannya jejadian, orang itu pasti

adalah utusan dewa. Kini waktu dibentak dengan suara yang

berwibawa, mereka kalah pengaruh disamping takut sikakek benar
benar membutkikan perkataannya. Sebab bukti telah cukup nyata,

bahwa dengan sekali meludab empe berjenggot ini telah berhasil

merobohkan seorang kawan mereka.
Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Maafkan pandangan kami yang picik sehingga berlaku tak

sopan terhadap paduka Dewa!" Kata Sam Kui mernpelopori yang

lainnya dengan berlutut dan menganggukkan ke palanya dihadapan

siorang tua.

"Binatang-binatang tolol, bukalah kuping kalian biar lebar, aku

adalah Sam Tay Cu (putera ketiga) dari Hai Liong Ong. Tapi

berhubung secara tak sengaja aku melanggar salah satu peraturan

dari istana, hingga diriku dihukum begini selama tiga tahun

lamanya. Tadi sengaja aku masuk ke dalam jala kalian supaya kamu

mendapat pahala dalam me-olongku. Tidak tahunya kalian berani

berlaku begitu rang ajar, hingga bukan saja pahala takkan kamu

peroleh, malah kutultanlah yang akan kamu terima. Mengapa kalian

tidak lekas berlutut dihadapan Pun-sian (dewa yang agung atau

dewa dalam membahasakan diri), untuk minta ampun atas

kesalahanmu tadi. Jangan tunggu sampai aku marah, kalian pasti

akan musnah ditelan oleh badai topan!"

Sam Kui yang masih sangat tebal kepercayaannya terhadap

tahayul, begitu mendengar perkataan tersebut, seluruh tubuhnya jadi

gemetar, cepat-cepat ia berpaling kearah kedua anaknya seraya

155

berkata: "Hong-jie, Yong-jie, lekas berlutut dihadapan Sian-ya!

Jangan kalian menunggu sampai beliau menjadi marah hingga

bukan saja kamu, aku juga akan mati konyol dibuatnya."

Kedua putera Sam Kui sebenarnya masih ragu', tapi mereka

adalah anak-anak yang mendengar kata orang tua, maka kemudian

mei?eka terpaksa ikut berlutut.

Dalam pada itu Sam Kui telah berkata lagi: "Entah ada perintah

atau pesan apa atas kehadiran Sian-ya disini?"

"Sebelum kuterangkan maksudku, aku hendak bertanya, tempat

apakah ini? Siapa nama kalian? Lekas jawab!"

Bila seorang cerdik yang mendapat pertanyaan ini, orang itu

pasti akan sadar bahwa dirinya tengah dibohongi serta

dipermainkan orang. Sebab, bila si penanya benar-benar adalah

putera ketiga dari Hai Liong Ong, dengan sendirinya ia akan

mengetahui tentang tempat itu atau nama-nama para nelayan!

Namun seperti, telah dikatakan tadi, bahwa Sam Kui adalah

seorang yang masih tebal kepercayaannya terhadap tachayul,

disamping itu keadaannya pada saat itu sedang berada didalam

ketakutan dan panik, hingga tak ia insyafi semua itu. Maka cepat
cepat ia menyebutkan namanya serta yang lain-lainnya, malah

keadaan Sam Hu Ouw juga diterangkan secara jelas sekali.

"Sekarang kalian harus lekas bawa aku ketempat yang tidak

berpenduduk. Disana aku akan melatih kesaktianku. Bila kemudian

kemujizatanku bisa pulih seluruhnya, niscaya kalian akan mendapat

pahala!" Kata si kakek.

Permintaannya itu tidak segera mendapat jawaban dari orang

banyak. Melihat para nelayan pada ragu-ragu, si kakek melanjutkan

perkataannya dengan disertai ancaman: "Kalian rupanya tidak mau

mengantarkan aku ke tenpat yang kuingini. Baik, kalian akan

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

156

merasakan kehebatanku, derita yang akan kamu alami sebentar

begitu dahsyat bila sampai aku memanggil tentara udang dan

kepitingku!"

Sam Kui dan lain-lainnya mengira si empe benar-benar hendak

membuktikan ancamannya, cepat. ia mendahului orang banyak

mengangguk-anggukkan kepalanya seraya memperlihatkan roman

gelisah dan takut. Yang lain menelad perbuatannya.

Melihat ini diam-diam kakek aneh jadi tertawa didalam hati,

karena merasa menang pengaruh. Ia segera membentak: "Bagus,

bagus. Kalian sungguh orang-orang yang dapat melihat selatan, mau

aku mengampuni jiwa kalian. Sekarang lekas antar aku ketempat

yang kuminta dan sediakan pula ransum untuk tiga hari untukku.

Jelaskah kalian?"

Sam Kui cepat-cepat menyanggupinya dan memerintahkan

anak-anaknya untuk memutar haluan. Tak berselang lama,

sampailah mereka disebuah pulau yang tak berpenghuni, terletak

diluar Sam Tu Ouw. Sehabis meletakkan ikan yang berkepala

manusia dengan hati-hati ditepi serta menyediakan ransum cukup

untuk beberapa hari, cepat-cepat mereka meninggalkan tempat itu.

Seperginya kawanan nelayan, si kakek tertawa nyaring sekali

serta menusuk pendengaran.

Empe itu tak lain dari pada Ouw Hian Hong. Tempo hari,

karena salah menggunakan Tay Eng Hian Kong hingga

melumpuhkan seluruh tubuhnya, untung kemudian Beng In Siansu

menyodok bagian bebokohgnya, hingga bagian atas dari tubuhnya

dapat bergerak lagi. Ia melambungkan diri dan menceburkan

tubuhnya kedalam laut dengan menggunakan tenaga tangannya.

Begitu pandainya ia menyembunyikan kelemahannya, hingga

cacadnya itu tak sampai terlihat oleh lawan-lawannya, yang mengira

ia telah dapat bergerak dengan leluasa kembali. Andai kata orang
157

orang gagah mengejarnya, ia pasti takkan dapat berbuat banyak,

sebab bagian bawah tubuhnya tak dapat digerakkan.

Sebetulnya, bila tidak bernasib mujur, ia akan mati tenggelam,

apa mau begitu badannya kelelap, lewat ikan Setan yang lantas

menelannya. Anehnya, ketika masuk kedalam perut ikan, bagian

pinggang keatasnya lantas dapat digerakkan dengan leluasa

kembali.

Ouw Hian Hong lantas sembarang menggigit bagian isi perut

sang ikan, yang membikin binatang itu jadi sangat menderita.

Keadaannya persis sepea-ci Gu Mo Ong didalam cerita See Yu Kie

yang diaduk-aduk perutnya oleh Sun Go Kong. Terus ia

bergulingan diatas air, sampai akhirnya bagian pinggangnya kena

digigit tembus oleh Peh Kut Sin Kun dan menemui ajalnya pada

seat itu juga.

Setelah mati, tubuh ikan hendak mengambang dan sungguh

kebetulan sekali masuk kedalam jala Sam Kui dan kawan-kawan.

Hingga belakangan ia dapat mengelabui kawanan nelayan.

Dilain pihak, Sim Hong bersama saudaranya sekembalinya

kekampung lantas mengadakan perundingan secara diam-diam,

sebab mereka masih meragukan keadaan ikan yang berkepala

manusia: "Jie-tee, bagaimana penglihatanmu tentang kepala orang

yang ada dipunggung ikan itu? Dewakah dia? Setankah ia atau

manusia biasakah?"

"Aku kurang jelas akan maksudmu, Toako!" Kata sang adik.

"Jang kumaksud ialah menurut dugaanku kakek itu kebanyakan

adalah manusia yang jatuh kelaut dan ditelan oleh ikan. Tapi entah

dengan cara apa ia sampai bisa menyembulkan kepalanya diatas

punggung ikan dan menyamar sebagai setan atu dewa untuk

menakut-nakuti kita. Coba kau pikir andai kata ia benar-benar

seorang dewa, mengapa harus kita yang mengantarkannya kedarat

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

158

dan menyuruh menyediakan ransum sekali. Benar tidak dugaanku

itu, Jie-tee?!"

"Aku sependapat denganmu itu, akan tetapi yang masih belum

kumengerti ialah, sebagai manusia biasa, setelah ditelan oleh ikan,

bukan saja ia tidak mati, malah ia bisa menembusi punggung

binatang tersebut dengan menyembulkan kepala disitu. Menurut

dugaanku ia pasti bukan manusia biasa dan tentunya mempunyai

kepandaian yang luar biasa!"

"Jie-tee, untuk menghilangkan keraguan kita, lebih baik besok

kita pergi ketempat orang aneh itu berada. Aku masih ingat akan

tempat ia diturunkan, yaitu di Loan Cio Wan."

"Baik, besok kita pergi kesana." Begitulah, perundingan dua

ora.ng bersaudara ditutup sampai disitu saja. Keesokan harinya,

pagi' benar mereka berdua menuju ketempat yang dimaksud.

Karena jaraknya tak begitu jauh hanya belasan lie dari Sam Tu

Ouw, maka tak sampai setengah hari mereka telah kembali be Loan

Cio Wan. Namun begitu sampai, mereka sama-sama menjadi kaget,

hampir saja mengeluarkan teriakan bahna terkejutnya. Kiranya,

kalau kemarin hanya kepalanya saja yang me-nongol keluar, kini

setengan badannya telah berhasil keluar dari perut ikan. Seluruh

tubuhnya nenuh darah ikan, rambutnya menggempal menjadi satu

dan kaku. Kala itu mulutnya tampak berkomat-kamit, rupanya

tengah mengunyah sesuatu, Tangannya sebentar dirapatkan,

belakangan diangkat keatas. Begitu terangkat, segera meluncur naik

beberapa kerang menuju kemulutnya, yang begitu membentangkan

mulutnya, kulit krang tersebut ikut terbuka. Terlihat kemudian Ouw

Hian Hong menghisap, isi kerang segera terlepas dari kelopaknya

dan masuk langsung kedalam mulutnya. Sedang kulitnya segera

jatuh kepasir. Kejadian itu berlangsung berulang-ulang. Hingga

didalam waktu yang amat singkat, diatas pasir telah bertumpuk kulit

kerang. Hal mana membikin Sim Hong berdua jadi bengong

159

ditempatnya. Mendadak mereka dikejutkan oleh suara tertawa

nyaring dari si kakek. Dari terkejut, mereka jadi sangat takut dan

tanpa berjanji lagi mereka sama hendak mengambil langkah seribu.

Tapi baru saja mereka hendak kabur, tiba-tiba jalan darah Cie Tong

Hiatnya Sim Hong dan Hong Tee Hiatnya Sim Yong telah kena

terhajar, yang membikin sekujur tubuh mereka jadi kesemutan dan

kaku, sedikitpun tak dapat gergerak.

"Bocah yang tak tahu mampus, berani kalian datang kemari

untuk menyelidiki keadaan Su-couw-ya-mu! Andai kata aku mau,

dengan sekali menggerakkan tangan, aku sudah akan dapat

mengambil jiwa kalian." Kata Hian Hong sambil tetap tertawa

besar.

Mendengar mana kedua tubuh saudara Sim jadi menggigil

bahna takutnya. Dalam pada itu Peh Kut Sin Run telah berkata lagi:

"Hanya karena memandang jasa ayah kalian yang sudah menolong

jiwaku, mau aku mengampuni jiwa kalian pada saat ini"

"Pandangan kami sungguh sangat picik, hingga tanpa kami

sadari telah berbuat salah terhadap kau orang tua." Kata Sim Hong,

yang biarpun tubuhnya tak dapat bergerak, tapi masih dapat

berbicara. "Kini tolong bapak lepaskan kami."

"Aku takkan melepaskanmu dengan begitu saja, tapi harus

dengan syarat." Kata Hian Hong sambil mendehem.

"Apa syaratnya Loojinkee?" Tanya Sim Hong cepat.

"Kalian hams mengerjakan sesuatu. Setelah mana Su-couw-ya
mu baru akan melepaskan kamu!" Kata Peh Kut Sin Kun.

"Apa yang harus kami lakukan? Asal yang dapat kami

kerjakan, kami pasti akan berusaha dan ichtiarkan bagi

penyelesaiannya dengan sesungguh hati." Kata Sim Hong cepat.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

160

Mendapat kesanggupan orang, Hian Hong jadi bergirang hati,

namun ia tak utarakan perasaannya itu pada mulanya. Dengan muka

dingin seperti semula ia berkata: "Aku mau tanya pada kalian,

apakah distkitar tempat ini ada rumah obat?"

"Berhubung disini adalah sebuah tempat yang terpencil, jadi tak

ada sebuah rumah obatpun yang dibuka, orang. Bila mau membeli

obat, kita harus pergi kekota yang berdekatan." Menjelaskan Sim

Hong.

"Oh begitu, berapa jauh letak kota yang terdekat dari .sini?"

Tanya si kakek.

"Jang paling dekat adalah kota Co An Shien Shia (kota kecil Co

An), letaknya kira-kira dua belas lie dari sini."

"Bagus, lekas kau pergi kesana dan bawa ini untuk didiadikan

uang pembeli obat!" Kata Peh Kut Sin Kun seraya menyentilkan

sebutir mutiara kejalan darah Sills Hong.

Dengan dibentur oleh mutiara itu, Sim Hong telah dapat

bergerak dengan leluasa lagi. Waktu ia memandang kearah mutiara

yang dilemparkan, in jadi sangat kaget. Biarpun sebagai orang

miskin yang tak pernah memiliki mutiara, tapi waktu ikut ayahnya

kepasar dikota, ia sering melihat di toko-toko dan mengetahui juga

harganya, betapa kecilpun bentuknya. Kini ia menampak akan

mutiara sebesar mata-naga, jadi harganya tentu mahal sekali.

Kemudian ia cepat. memungutnya dan memasukkan kedalam

bayunya.

"Siauwcu, lekas kau jual mutiara itu ketoko, hasil penjualannya

kau belikan lima macam obat." Kata Peh Kut Sin Kun sambil

kemudian menyebutkan kelima nama obat yang diingini.

Sim Hong menghapalkannya. Beberapa kali ia mengulanginya.

161

"Bagus," kata Ouw Hian Hong beberapa saat kemudian.

"Sekarang kau boleh pergi!"

"Kami boleh pergi sekarang, Loo-ya-cu?!" Tanya Sim Hong.

"Ya, tapi hanya kau seorang. Sedang saudaramu harus ditinggal

disini. Jangan kau mimpi bisa pergi bersama, untuk kemudian kabur

terus dengan membawa mutiaraku. Aku bermaksud menahan

saudaramu sebagai barang tanggungan, andai kata kau ternyata

kabur, jiwa adikmu akan kuhabisi!"

Baru sekarang Sim. Hong insyaf bahwa disamping lihay, orang

tua ini licin sekali. Diam-diam ia jadi mengeluh. Terpaksa sambil

mengangguk perlahan ia nieninggalkan tempat itu dengan langkah

lesu.

Tak berapa lama, sampailah ia di kota yang dituju. Ia memasuki

sebuah toko yang bernama Cin Ciang Seng dan khusus menyual

beli segala macam perhiasan. Waktu Sim Hong masuk, si pemilik

toko tengah berbicara dengan seorang pemuda kaya yang berumur

kira-kira tiga puluh tahun, yang kala itu terus menggoyang
goyangkan kipasnya. Dibelakangnya berdiri beberapa, orang

pengawal.

Begitu sipemuda masuk beberapa orang pengawal si pemuda

lantas menghalanginya dengan berkata: "Mau apa kau masuk

kemari? Tak tahukah kau bahwa pada saat ini tuan muda kami

tengah membeli mutiara? Ayo lekas keluar sini!" Sebagai seorang

yang tahu gelagat, tanpa berkata Sim Hong segera hendak berlalu,

tapi telah keburu disapa oleh si pemuda bangsawan: "Tunggu

soudara, apa maksudmu datang kemari? Hendak membeli

mutiarakah?"

"Tidak Kong-cu, aku hendak menjual mutiaraku." Sahut

pemuda she Sim.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

162

"Kau benar-benar memiliki mutiara, saudara?" Sim Hong

mengangguk. "Coba kasi aku lihat, bila cocok dengan keinginanku,

akan kubajar dengan harga bagus!"

Mendengar ini Sim Hong jadi bergirang hati, cepat-cepat ia

mengeluarkan mutiaranya, dengan sikap menghormat ia

menyerahkannya kepada si pemuda bangsawan. Begitu menerima,

Kui Kongcu jadi sangat terkejut, berbareng girang mendapatkan

benda bagus, ia membolak-balikkan beberapa kali benda itu, lalu

bertanya pada si pemilik toko: "Menurut dugaanmu, berapakah

harga mutiara it ini?"

"Inilah sebuah mutiara yang jarang ada, harganya pa-ling

murah juga diatas seribu tail!" Sun Hong jadi semakin girang, tak

diduganya semula bahwa mutiara itu bisa berharga demikian mahal.

Siapa sangka, selagi ia berasa girang, mendadak si pemuda

bangsawan telah memerintahkan orang-orangnya: "Benda ink pasti

ada barang curian, lekas kalian tangkap dan bawa kekantor ayahku

untuk diperiksa!"

Orang-orangnya menurut perintah dan dengan serentak

menyergapnya.

Sim Hong terus meronta-ronta sambil berteriak-teriak

menyatakan penasarannya, namun tak diperdulikan oleh orang
orang si Kongcu, terus diseret keluar.

Kala itu diluar toko banyak sekali yang berlalu lintas, mereka

umumnya pada heran melihat kejadian itu, apa lagi mendengar Sun

Hong berteriak meminta tolong, namun tiada seorangpun diantara

mg reka yang berani datang menolong.

Tiba-tiba dari rbmbongan orang banyak telah muncul dua orang

nona, yang menghadang pada tukang-tukang pukul si pemuda

bangsawan seraya. membentak: "Kalian toh bukannya pihak yang

163

berwajib, mengapa tanpa sebab menangkap orang? Apa salahnya

pemuda ini?"

Sim Hong ketika melihat ada orang yang hendak membela

dirinya, biarpun hanya dua gadis, tapi gagah sikap mereka.

Sebelum orang si Kongcu memberi penjelasan, ia telah

mendahului berkata: "Nona, maksud kedatanganku kemari

sebenarnya untuk menjual nautiara dan pemuda itu berjanji akan

membelinya. Tapi setelah melihatnya, bukan saja ia merampas

benda milikku, malah merampas juga kebebasanku dan hendak

diserahkannya pada pihak ;ang berwajib!"

"Siauwcu yang tak tabu diri berani kau mengatakan kami

merampas milik dan kebebasanmu!" Bentak salah seorang tukang

pukul, seraya memukul muka Sim Hong, yang membikin

pandangan pemuda ini jadi berkunang-kunang.

Pemukul itu rupanya belum puas akan perbuatannya, ia sudah

hendak menambahkan dengan tendangan.

Kedua non tak sampai hati melihat orang disakiti begitu rupa,

salah seorang yang berpakaian merah lantas majukan diri, dengan

gerakan yang amat lincah dan entah ia menggunakan gaya apa, ia

telah berhasil membikin orang galak tadi mundur sampai tujuh atau

delapan langkah jauhnya.

Pemuda bangsawan yang kala itu masih berada didalara karena

suara ribut-ribut itu, lantas berjalan keluar. Begitu mengetahui akan

persoalannya, ia segera membentak: "Lekas kalian panggil pihak

yang berwajib guna meringkus kedua wanita usilan ini!"

Baru saja ia habis berkata, badannya telah dijambret dan

dilempar sampai jatuh jumpalitan oleh nona yang berbaju hijau.

Ciutlah nyalinya seketika. Sambil meringis dan memegang

pantatnya ia mengajak orang-orangnya berlalu. Belum lagi ia

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

164

berjalan beberapa langkah, lehernya kembali telah kena dicengkuk

dan kembali dilempar, yang membikin ia menjerit kesakitan.

Karena takut nona-nona gagah mengulangi lagi perbuatan

mereka, ia segera berteriak: "Ampun aku nona aku akan

mengembalikan mutiara itu dan takkan menarik panjang persoalan

ini!"

Ia ternyata menepati kata-katanya, karena begitu bangun sambil

terbongkok-bongkok kesakitan, ia segera mengeluarkan mutiaranya

dan mengangsurkan pada si nona berbaju merah. Ang Ie Lie

menyuruh Sim Hong mengambilnya. Setelah mana ia membentak:

"Binatang yang tak tahu malu, kali ini mau Kouw-nio

mengampunimu. Lain kali bila kulihat kau melakukan kejahatan

lagi, takkan kuampuni jiwa anjing-mu lagi!"

Sambil mengangguk-anggukkan kepala, si pemuda bangsawan

mengajak orang-orangnya berlalu.

Kedua wanita itu bersenyum puas. Baru ia hendak berkata pada

Sim Hong, tiba-tiba pundaknya ada yang Eepuk. Cepat-cepat ia

berpaling, namun tak dilihat orang yang melakukan perbuatan tadi.

"Leng-moay, engkaukah yang menepukku barusan?" Ia tanya

pada temannya.

Sang kawan menggelengkan kepala seraya berkata: "Tidak.

Barusan akupun mengalami hal yang sama, kukira kau yang

melakukannya."

"Aneh!" ia menggumam, "Pasti ada orang yang hendak

bermain-main dengan kita."

Begitu selesai ia berkata, kupingnya segera mendengar orang

berkata: "Betul, aku hendak bermain-main dengan kalian!"

165

Suara itu terdengar bagaikan berasal dari sampingnya, namun

waktu ia menoleh, ia tetap tidak melihat sesuatu.

"Hei orang yang baru datang, bila engkau benar-benar seorang

pemberani, lekas perlihatkan dirimu!" Bentak Ang Ie Lie.

"Aku ada disini!" Sahut satu suara dari samping toko permata.

Kedua wanita itu waktn melihat tegas siapa yang mempermainkan

mereka, roman mereka jadi sangat girang dan segera

menghampirinya Sim Hong mengikutinya dari sebelah belakang.

"Mengapa Ciong Cianpwee bisa ada disini, bukankah kau

tengah memberi petunjuk untuk memulihkan kesehatan paman Yo

serta ayahku?" Tanya Ang Ie Lie, yang tak lain dari pada Goei

Piauw Hiang.

Sedang temannya, dengan tak usah dijelaakan lagi, pembaca

tentu sudah akan maklum bahwa ia adalah Han Siok Leng. Sedang

orang yang dipanggil paman Ciong tak lain dari pada Bong San

Kiam Khek adanya.

"Kesehatan mereka sebenarnya telah pulih, hanya masih

memerlukan beberapa saat untuk mengasoh. Dengan memberi

sedikit petunjuk dan obat, keadaan mereka akan kembali keasalnya.

Aku karena khawatir akan kalian berdua, sebagai nona-nona cilik

yang belum berpengalaman, takut kalau-kalau kalian masuk

kedalam perangkap musuh yang amat licin. Maka sejak dibeberapa
Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tempat aku telah membajangi kalian dan selama itu karena-tak ada

hal-hal yang diluar dugaan, aku jadi tak mau memperlihatkan diri.

Baru tadi, karena takut ada kawan-kawan lain dari pemuda itu yang

akan mengeroyok lagi, aku sengaja memanggil kalian kemari!"

Selagi mereka asjik bercakap-cakap, tiba-tiba mereka

mendengar teriakan Sim Hong: "Celaka!"

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

166

Dengan adanya teriakan tersebut, barulah mereka teringat akan

diri si pemuda nelayan, orang banyak lantas berpaling dan

memperhatikannya, yang ternyata Sim Hong tak kurang suatu apa,

hanya romannya saja tampak gugup dan gelisah!

"Kenapa kau? Kehilangan mutiaramu atau barang lainnya?"

Tanya Piauw Hiang.

"Barang-barangku tidak ada yang hilang, hanya jiwa adikku

yang sedang terancam bahaya!"

Keterangan tersebut membikin ketiga orang gagah itu jadi agak

terperanjat.

Nona telah bertanya lagi: "Rupanya adikmu sedang sakit payah,

hingga kau mau menjual mutiara pusakamu untuk mengundang

Sinske?!"

"Bukan, adikku sama sekali tidak sakit," menerangkan Sim

Hong sambil menggelengkan kepala. "Hanya .."

Lalu diceritakan tentang pengalamannya dalam menemui kan

Peh Kut Sin Kun.

Selesai mendengar penuturan itu, wajah ketiga orang gagah jadi

berubah, Ciong Peng segera berkata: "Tak kusangka didalam

keadaan luka Peh Kut Sin Kun masih bisa hidup dengan melarikan

diri melalui jalan laut. Setelah mendengar penuturanmu, aku dapat

menduga bahwa lukanya itu belum sembuh betul dan kalau ditilik

akan obat-obatan yang dipesan terhadapmu, sebagian dirinya pasti

sedang lumpuh, Siapa namamu bocah? Dapatkah kau mengantarkan

kami kesana?!"

"Namaku Sim Hong. Bukan saja aku bersedia mengantarkan,

malah tadinya malah aku henadk minta tolong pada Insu untuk

167

pergi kesana guna menolong saudaraku, Sim Yong. Atas kesediaan

Loocianpwee sebelumnya kuucapkan banyak terima kasih."

Sim Hong kata sambil menjura, belakangan rupanya ia ingat

sesuatu, segera memberi hormat pada Piauw Hiang berdua: "Akupin

merasa bersyukur dan berterima kasih atas pertolongan nona berdua

barusan!"

"Jangan kau berbuat demikian shejie, saudara Sim kami tak

dapat menerimanya. Bantuan kami tadi hanyalah kebetulan saja dan

memang sudah menjadi kewajiban kami untuk membasmi kawanan

orang jahat!" Kata Piauw Hiang sambil balas menjura.

"Sudahlah, jangan kita membuang-buang waktu disini dengan

segala tegur sapa yang tak berarti, mari kita lekas pergi ketempat

kakek aneh tadi!"

"Betul, mari. kita kesana!" Siok Leng menimpali.

Sim Hong menurut, ia memimpin orang banyak pergi ke tempat

Peh Kut Sin Kun berada. Namun sesampainya ditempat tang dituju,

mereka jadi kecele, sebab disitu hening saja keadaannya, jangan

kata ada orang, bayanganpun tak nampak.

"Mungkin kau salah ingot saudara Sim!" Kata Piauw Hiang

setelah meneliti keadaan disitu beberapa saat lamanya.

"Tidak, aku berani memastikan empe itu tadi berada dipinggir

laut sana, sedangkan aku bersama adikku dibikin tak berdaya

disini!" Sim Hong kata dengan suara pasti.

"Mari kita memeriksa keadaan disekelilingnya!" Ajak kakek

Ciong.

Biar mereka telah berulang kali meneliti keadaan disek;tarnya,

tapi tetap tak membawa "Jie-tee, Jie-tee, dimana kau?!" Teriak Sim

Hong berulang kali.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

168

Sampai suaranya agak serak ia tetap tak mendapat jawaban.

"Akulah yang bertanggung-jawab atas kematian saudaraku!" Si

pemuda kata kemudian dengan roman sedih dan putus-asa.

"Jangan kau mengambil kesimpulan yang bukan-bukan

sebelum melihat bukti, adikmu belum tentu telah mati ditangan si

kakek. Sebagai manus:a, apa lagi pemuda seperti kau ini, tak boleh

lekas putus asa dan harus tetap bersemangat menghadapi soal yang

bagaimana sulit sekalipun." Bong San Kiam Khek memberi

dorongan.

Dengan adanya dorongan semangat itu Sim Hong tidak lesu

seperti semula.

Sekali lagi mereka mencari kesekitarnya, namun cetap talc

berhasil.

Cuaca perlahan-lahan menjadi gelap. Walau hati mereka tak

tenang, terutama sim Hong, mereka terpaksa pulang kekampung

Sam Tu Ouw dengan langkah lesu.

Ketika mereka baru Melangitah masuk keperbatasan kampung,

telah terdengar ada orang berteriak: "Sam Kui, anakmu telah

kembali!"

Belum habis suara itu terdengar, telah terlihat Sim Sam Kui lari

keluar dari dalam kampung. Begitu melihat anaknya, ia segera

berkata: "Dari mana kau Hong-jie? Mana adikmu?"

Sim Hong tak menyawab, ia menunduk lemah.

"Ada apa Hong-jie? Apa yang telah terjadi dengan Yong-jie?"

Demikian sang ayah bertanya lagi dengan roman cemas bercampur

khawatir.

"Harap tenang saudara Sim, anakmu telah ditangkap oleh kakek

aneh yang kalian temukan kemarin. Tapi kau tak usah kelewat

169

khawatir atau takut, empe itu bukanlah Dewa, tapi hanyalah orang

jahat yang menyamar sebagai Dewa. Ia bernama Ouw Wan Hong

dan bergelar Peh Kut Sin Kun berasal dari Tee Gak To. Tempo hari

telah kami basmi dia berikut mengubrak-abrik sarangnya dan

tadinya kami kira ia telah mati didalam laut, tidak tahunya ia

muncul lagi disini." Ciong Peng menerangkan. Kemudian ia

menuturkan satu persatu tentang tingkah laku Peh Kut Sin Kun.

"Pernahkah saudara mendengar perihal dirinya?" Tanya Bong

San Kiam Khek pada akhirnya.

Berhubung keganasan Peh Kut Sin Kun telah sangat

termasyhur, beberapa saat yang lalu Sam Kui juga pernah

mendengar tentangnya. Ia jadi semakin khawatir akan jiwa anaknya.

"Bagaimana jadinya nanti tentang anakku yang bungsu, bila

tidak dibunuhnya pasti dijadikan mayat hidup oleh kakek iblis itu!"

Ia kata pada achrnya dengan suara gugup.

"Aku rasa anakmu yang bungsu itu takkan dibunuhnya, paling
paling ia dijadikan mayat-hidup, tapi andaikata belum berselang

lama, kita masih dapat mengobatinya.". Ciong Peng memberi

penerangan.

Penjelasan tersebut membikin Sam Kul agak teuang hatinya, ia

mengajak ketiga orang gagah untuk singgah dirumahnya.

"Sebaiknya, bila kalian ada waktu sekarang, mari kita ramai
ramai kesana. Aku kira dalam keadaan kurang leluasa bergerak,

orang tua itu belum pergi jauh." Bong San Kiam Khek memberi

usul.

"Betul apa yang dikatakan oleh saudara ini, mari saudara",

sekarang juga kita pergi kesana dengan membawa obor!" Sam Kui

lantas menyetujuinya.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

170

Kakek Sim biarpun bukan kepala kampung disitu, tapi

disamping usianya yang memang telah lanjut, iapun sangat disegani

oleh teman-teman sekampungnya. Maka begitu ia habis berkata,

permintaannya lantas dituruti oleh orang banyak.

Beramai-ramai mereka kesana, biar mereka telah mencari

dengan saksama, mereka tetap tak dapat menemui yang dicarinya.

Dengan langkah lesu, mereka kemball kekampung Sam Tu Ouw

telah jauh malam.

Ciong Peng bertiga menginap dirumah keluarga Sim. Pada

keesokan harinya mereka kembali lagi ketempat yang sama, malah

mencari agak jauh kemuka, namun tetap tak juga ketemu. Seperti

juga kemarinnya, mereka kembali dengan tangan kosong dan

langkah lesu.

Selama beberapa hari mereka terus menerus berusaha mencari

si kakek aneh sambil hendak menolong Sim Yong, akan tetapi

selama itu usaha mereka tetap gagal.

Pada hari kelima, Ciong Peng, Piauw Hiang dan Siok Leng

karena merasa sudah agak lama tinggal dirumah keluarga Sim,

mereka lantas hendak berpamitan. Pada mulanya Sam Kui terus

coba menahannya, tapi tak dapat ia mencegah ketiga orang gagah.

Hingga belakangan, ia tak mau menahan terlebih jauh.

Sebelum pergi Ciong Peng ingat sesuatu, ia berkata pada Sam

Kui: "Sim-heng, didalam diri anakmu terseip suatu yang bagus,

yaitu berbakat dalam mempelajari ilmu silat, Bila engkau dan

anakmu tab berkeberatan, mau aku mengajarnya ilmu silat."

"Beruntung sekali bahwa Ciong-heng sudi mengajarkan ilmu

silatmu yang amat berharga pada anakku. Memang tadinya aku juga

bermaksud hendak meminta Ciong-heng untuk menjadi guru

171

anakku, sebab anakku memang sangat berminat. Tapi karena kami

seorang desa yang hina, jadi tak berani kuajukan soal itu padamu."

"Sim-heng sungguh sangat merendah diri bila demikian halnya

sungguh kebetulan sekali. Baik kami ajak anakmu pergi

bersamaku." Ciong Peng kata dengan roman berseri.

"Terima kasih atas bantu saudara yang amat berharga." Kata

Sam Kui sambil menyura, kemudian ia memanggil anaknya:

"Hong-jie, lekas kemari untuk menemui gurumu!"

Cepat-cepat Sim Hong majukan diri, baru saja ia hendak

menjalankan penghormatan sebagai murid terhadap gurunya, telah

dicegah oleh Bong San Kiam Khek: "Tak usah kau melakukan hal

yang lapuk itu! Mari kita lekas berangkat."

Dengan diantar sampai keluar kampung oleh Sam Kui,

berangkatlah kawanan orang gagah dari Sam Tu Ouey menuju

kerumah Yo Ceng Tong. Dirumah keluarga Yo, Sim Hong

mendapat didikan silat dari Ciong Peng. Begitu juga Piauw Hiang

beserta kedua anak keluarga Yo, yaitu Lie Cu dan Klan Kong selalu

mendapat tilikan dari Bong San Kiam Khek.
Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

(VIII)

Waktu beredar cepat sekali, sebentar saja Sim Hong telah tiga

tahun lebih belajar dibawah d:dikan Ciong Peng, Disamping rajin

iapun seorang pemuda yang cerdas, hingga didalam tempo yang

boleh dikata belurn begitu lama, ia telah memperoleh kemajuan

yang boleh dibanggakan.

Pada suatu pagi, selagi Sim Hong melatih diri dengan Kian

Kong, Lie Cu dan Piauw Hiang serta Siok Leng dibawah tilikan

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

172

Bong San Kiam Khek, Ceng Tong dan Thian Co, mendadak datang

seorang pelayan tua dari keluarga Yo yang mengabarkan bahwa

didepan rumah menggeletak sebuah tubuh gadis yang berparas

aneh.

Keempat anak muda itu lantas menghentikan latihannya dan

cepat-cepat pergi kedepan dengan diikuti oleh empe Ciong dan lain
lainnya. Setibanya dimuka rumah, semuanya jadi heran berbareng

terkejut, sebab tubule orang yang menggeletak itu tak lain dari pada

Hoa Pit Ya.

Bong San Kiam Khek cepat-cepat memeriksa urat nadinya dan

ternyata masih berdenyut lemah. Segera ia meminta pada Piauw

Hiang dan Siok Leng untuk menggotong masuk dan diletakkan

dipembaringan nona Goei.

Ciong Peng memeriksanya dengan lebih teliti lagi, sampai pada

akhirnya ia menarik napes lega. Tahulah orang banyak bahwa nona

itu masih dapat ditolong. Empe Ciong meminta disediakan air

hangat dan kemu-dian membuka mulut secara paksa untuk

dimasulckan obatnya dengan didorong oleh air hangat tadi.

Wajah yang pada mulanya telah pucat benar, perlahan-lahan

berobah bersemu merah. Mendadak pada waktu yang tak begitu

lama Pit Ya menjerit ketakutan. Setelah mana ia membelalakkan

matanya, tapi ketika melihat orang banyak, mukanya jadi berseri

dan hendak turun dari pembaringan. Namun telah keburu dicegah

oleh empe Clong: "Kau tak boleh terlalu banyak btrgerak dulu,

cjiwa dan ragamu masih sangat letih. Kau mengasohlah sebentar!"

Nona Hoa menurut.

Keadaan menjadi hening untuk beberapa saat lamanya. Lewat

beberapa saat, barulah Bong San Kiam Khek bertanya: "Mengapa

kau bisa jadi begini, nona Hoa?"

173

Dengan roman sedih bercampir takut, mulailah Pit Ya

menuturkan kisahnya: "Sejak berpisah dengan paman sekalian, aku

bersama ibu berdiam disebuah tempat sepi yang tak jauh letaknya

dari sini, yaitu diatas gunung Bong Him San. Selama beberapa saat

kami hidup tenteram dan damai. Kami tak mau mengurusi lagi soal
soal keduniawian. Apa mau, kemarin, mendadak datang Peh Kut

Sin Kun. dengan membawa ular-ular berbisa. Karena telah

kepergok, tak ada jalan lain bagi kami kecuali melawannya. Sudah

tentu kami bukan menjadi tandingan iblis tua itu, apa lagi ia

membawa serta sejumlah binatang-binatang berbisa. Ibu kemudian

memberi isjarat padaku untuk sama-sama melarikan diri, didalam

satu kesempatan, kami lantas kabur dan dalam keadaan panik aku

jadi berpisah dengan ibu. Entah bagaimana nasib ibu sekarang!"

Habis bercerita, si nona jadi menangis keras.

"Jangan kau bersedih nona. Ibumu belum tentu akan jatuh

ketangan si iblis tua. Mari kita sama-sama mencarinya!" Ciong

Peng coba menghibur.

"Aku rasa ibu pasti celaka ditangan si laknat tua itu." Pit Ya

bilang sambil terus menangis sesunggukan.

"Tenangkan dirimu nona, jangan kau terlalu sedih karena

terbawa oleh arus pikiran yang bukan-bukan. Ibumu seorang yang

cerdik, rasanya ia dapat meloloskan diri dari kejaran si setan tua

itu." Bong San Kiam Khek terus menghibur.

Termakan juga akhirnya hiburan dari kakek Ciong, ia berhenti

menangis. Demikianlah, orang banyak lantas bersiap-siap untuk

pergi mencari Hoa Lie Ciang.

Tiba-tiba dari luar masuk lagi seorang pembantu rumah tangga

keluarga Yi yang mengabarkan bahwa diluar datang tiga orang tua,

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

174

seorang Tosu, seorang Hweeshio gemuk dan seorang kakek biasa

yang berpakaian seperti seorang nelayan.

Ceng Tong dan kawan-kawan jadi senang sekali, mereka telah

memastikan siapa-apa yang datang itu. Cepat-cepat mereka keluar

dan sesampainya diruang tamu telah tampak Hu Hai Sam Kie.

"Kebetulan kedatangan kalian bertiga, kami kebetulan hendak

mengurus persoalan yang memerlukan tenaga bantuan orang-orang

seperti kalian.'' Kata Cong Peng begitu melihat teman-temannya.

"Yang benar saja saudara Ciong, belum lagi kami bisa

mengasoh, kau telah hendak suruh kami bekerja lagi." Kata Loo

Poan, Si Cian Chiu Tat Mo.

"Aku kira setelah kalian dapat membereskan urusan ini, kalian

boleh terus mengasoh sepuasnya tanpa aku mengganggu kalian

lagi." Bong San Kiam Khek bilang seraya bersenyum.

"Baik, kami bersedia membantu, asal saja setelah urusan itu

selesai, kami mendapat makan, minum dan tidur sepuasnya. Serta

bila kami menghendaki sesuatu, kau harus segera memenuhinya."

Kata Bang In Siansu bergurau.

"Oh itu sudah pasti, andai kata tuan rumah tak mau

menyediakan, biar harus menggadaikan segala milikku, akan

kupenuhi dan hidupkan apa-apa yang kau ingini. Hanya Ada satu

soal yang tak dapat kupenuhi biar kau bagaimaha mendesak juga."

kata Ciong Peng.

"Kalau begitu aku tak mau membantumu." Kata Loo Poan.

"Bila mau kualat dan batal kesucianmu, boleh saja kau desak

aku untuk memintanya." Kata empe Ciong dengan wajah tetap

mesem.

175

"Coba kau sebutkan, soal apa yang tak kau penuhi bila aku

memintanya?!"

"Kau jangan pura-pura tolol, tentu saja bagimu tak dapat

kusediakan wanita, apa lagi yang cantik. Tapi bila kau mendesak

juga, aku terpaksa harus menuruti." Sahut Bong San Kiam Khek.

"Kau gila, saudara Ciong." Kata si Hweeshio dengan roman

bersemu merah.

"Sudah jangan kita bicarakan soal yang bukan', sekarang

katakan persoalan yang sebenarnya pada kami, supaya dapat kita

bereskan selekasnya."

Orang banyak pada tertawa. Sambil tetap tertawa Ciong Peng

segera menjelaskan duduk persoalannya.

Semangat Hu Hai Sam Kie jadi tergugah lagi, serentak mereka

menyatakan kesediaan untuk ikut bergabung guna menempur Peh

Kut Sin Kun lagi.

Beramai-ramai mereka berangkat kegunung Bong Him San

dengan Pit Ya berjalan disebelah depan sebagai penunjuk jalan.

Karena letak tempat tak begitu jauh, tak sampai setengah hari

tibalah mereka kerumah Pit Ya. Rumah itu merupakan sebuah

gubuk kecil-sederhana, tapi sangat manis dalam pengaturannya dan

bersih keadaannya.

Begitu sampai Pit Ya segera memanggil: "Ibu ibu dimana

kau?"

Sambil berteriak in, mendahului orang banyak lari masuk

kedalam. Namun tiada seorangpun yang terdapat di situ. Wajah Pit

Ya berobah menjadi tegang kembali dan sedih.

"Mari kita cari kesekitarnya. Ibumu mungkin tak berani pulang,

sebab ia takut Peh Kut Sin Kun menunggunya disini!"

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

176

Thong Peng mengemukakan pendapainya. Secara terpencar

orang banyak mencari Lie Ciang liesekitar tempat itu. Akan tetapi

usaha mereka tak membawa hasil.

Biar begitu, mereka tidak menjadi putus asa karenanya, terus

berichtiar untuk menemukan bu Pit Ya. Keadaan nona Hoa semakin

lemas dan putus harapan.

Tiba-tiba dipihak Ciong Peng mendengar sesuatu rintihan, ia

segera menghampiri asal suara. Biar suara rintihan itu semakin

dekat terdengar, akan tetapi orangnya tetap tak terlihat.

Waktu Bong San Kiam Khek lebih menelitikan, suara tersebut

berasal dari tumpukan bats. Cepati ia menuju ke-arah itu dan benar

saja, dugaannya tepat. Segera ia membongkarnya dan sebagai

hasilnya, dibawah tumpukan batu ia melihat sesuatu, yang

membikin ia jadi sangat kaget dan lantas meneriaki orang banyak!

Ketika melihat tegas, Pit Ya-lah yang terdahulu menjerit dan

menyatuhkan diri seraya memeluk tubuh orang yang mengeluarkan

rintihan barusan seraya memanggil-manggil dengan suara sedih

bercampur cemas: "Ibu, ibu, ini anakmu yang tak berbakti hingga

tak dapat melindungimu dari mara-bahaya!"

Orang yang dikubur hidup-hidup didalam tumpukan batu

ternyata adalah Hoa Lie Ciang. Tubuhnya penuh dengan luka bekas

gigitan, mukanya tak keruan macam akibat santokan dan gigitan

binatang-binatang berbisa. Keadaannya pada saat itu telah seperti

mayat, hanya bedanya ia masih bisa bersuara, melihat dan

mendengar!

Ketika anaknya memanggil, perlahan-lahan dibuka kelopak

matanya, dengan sayu dipandang puterinya sambil tak henti
hentinya ia menggerang kesakitan. Dengan gerakan yang berat

diusap tangan puterinya seraya, memaksakan diri berkata: "Matipun

177

kini aku tenteram setelah melihat kau berhasil lolos dari

cengkeraman si iblis tua yang telah menganiaya diriku .. dengan

ular-ilar beracunnya. Pit-jie, harap .. aku harap .. kau .. kau

balaskan .. sa .. sakit .. hatiku .. ni .. si iblis .. te ..

lah .. kembali .. ke .. Tee .. Gak To .. Aduh!"

Habis mana ia segera menghembuskan napasnya yang terakhir.

"Ibu .. !" Teriak Pit Ya seraya memeluk mayat sang ibu

sambil menangis sedih sekali.

Orang banyak yang hadir disitu ikut iba berbareng panas dan

geram hati. Iba karena melihat keadaan ibu Pit Ya yang malang itu.

Panas serta geram hati mereka terhadap Peh Kut Sin Kun yang telah

berbuat demikian kejam. Dari tindakannya itu orang banyak telah

dapat membayangkan betapa kejinya kelakuan Ouw Hian Hong,

sebab sampai isteri sendiri diperlakukan demikian kejamnya, apa
Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lagi terhadap orang lain, tak dapat mereka bayangkan!

"Tak usah kau begitu sedih nona Hoa, mungkin ini memang

kemauan Thian bahwa ibumu harus begitu menderita, yang

membawa sampai keajaluja. Andai kata kau terus menangis sampai

mengeluarkan air mata-darah sekalipun, ibumu tetap takkan dapat

hidup ke:nbali. Sebaiknya kini kita mencari jalan untuk

membalaskan penasarannya terhadap si iblis!" Ciong Peng memberi

dorongan disamping menghibur.

Lainnya juga ikut menghbur serta menenangkan Pit Ya.

Hiburan dan dorongan semangat dari kawanan orang gagah

termakan juga didala,m diri Pit Ya, hingga Oelakangan ia tak

menangis terlebih jauh.

Beramai-ramai kawanan pendekar mengubur mayat wanita

malang itu.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

178

"Ibu, aku bersumpah, biar bagaimana aku akan membalaskan

sakit hatimu ini!" Pit Ya bersumpah didepan kuburan ibunya.

"Sebaiknya kita tak usah membuang-buang waktu untuk segera

pergi ke Tee Gak To!" Seng Gwan mengusulkan.

"Mari!" Teriak lainnya dengan suara hampir bersamaan.

Dengan naik perahu mereka menuju ketemnat dimana pada

lebih kurang tiga tahun yang lulu merka pernah mengubrak-abrik

sarang Ouw Man Hong.

Begitu sampai, sayup-sayup mereka mendengar suara orang

jang lagi bertempur, lantas mereka mendarat.

Baru saja mereka menginjakkan kakinya diatas batu karang,

mereka telah disambut oleh serombongan mayat-hidup.

Ciong Peng dan kawan-kawan mengenali beberapa diantara

mayat-hidup itu adalah yang tempo hari juga.

Tanpa shejieshejie lagi mereka segera melabrak semua

makhluk yang menghadang kemajuan mereka. Sebentar saja para

mayat-hidup telah dibikin kucar-kacir dengan meninggalkan banyak

kawan-kawan mareka yang mati.

Hu Hai Sam Kie maju mendahului kawan-kawannya yang lain.

Ciong Peng dan lain-lainnya mengkuti dari belakang.

Keadaan disitu boleh dikata telah dihafal oleh mereka, jadi

tanpa susah payah mereka telah sampai keempat dimana suara

beradunya senjata tajam serta bentakan yang terdengar tadi. Hanya

sesampainya mereka disitu keadaan telah menjadi sangat sunyi.

Mereka hanya melihat ada tiga orang, dua orang muda muda

dengan seorang Tosu tua, yang kala itu tengah memandang kian

kemari, seakan-akan tengah mencari sesuatu.

179

Waktu dilihatnya kedatangan orang banyak, pada mulanya

mereka jadi sangat terkeujut. dan mempersiapkan diri lagi, akan

tetap, begitu melihat Hu Hai Sam Kie terdapat diantaranya, bukan

saja mereka jadi tenang kembali, malah si Tosu tua jadi sangat

gembira dan segera berteriak girang: "Hei tiga tolol, tak kusangka

kita bisa bertemu dis ni!"

"Hidung kerbau, mengapa kau bisa berada. disini?" Teriak Cian

Chiu Tat Mo dengan nada gemuira.

"Tanya. saja pada diri kalian, akan terdapat jawaban yang tepat,

sedikitnya bersamaan." sahut si Tosu.

"Jadi kau hendak menyatroni si iblis tua juga?" Tanya Beng In

Siansu.

Sambil menganggukkan kepala Toojin itu berkata: "Tak

kusangka si gendut tolol sekarang telah menjadi agak pintar."

"Sudah jangan kau omong yang bukan-bukan hidung kerbau,

sebab apa kau hendak membasmi si iblis?" Tanya Sang Gwan.

Dengan roman sungguh-sungguh berkatalah si Tosu: "Muridku

telah diculik oleh setan tua itu pada beberapa saat yang lalu. Ketika

kuselidiki, yang menculiknya ternyata adalah Ouw Han Hong!"

"Percuma saja kau menyebut dirimu pandai dan cerdik, kalau

murid sendiri tak dapat kau lindungi .. Awas !"

Baru habis Seng Cavan berkata, telah menyambar beberapa

buah batu besar ke kepala mereka.

Cepat-cepat mereka berkelit, namun batu-batu pada meluncur

dengan derasnya. Baal, Hu Hai Sam Kie, Wong Peng dan Tosu itu

hal ini tidak sukar untuk mengelitkannya. Tapi disamping mereka,

masih ada pemuda-pemudi yang berkepandaian belum cukup

sempurna. Jadi mereka khawatir kalau-kalau Piauw Hiang dan lain
Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

180

lainnya terluka oleh serangan tersebut, maka cepat-cepat para kakek

gagah mengajak angkatan muda kebalik batu besar untuk

berlindung.

Sementara berlindung mereka berunding dan akhirnya diambil

keputusan bahwa mereka akan menerjang orang-orang yang berbuat

curang dibagian atas sana.

Dengan ginkang yang boleh dikatakan telah mencapai taraf

sempurna, tak susah bagi mereka untuk naik keatas. Sesampainya

ditempat yang di'tuju, tak ada sebuan bangunanpun yang tampak

disitu. Biar belakangan mereka telah memeriksa keadaan di

sekelilingnya, tapi tetap tak dapat menemukan orang-orang yang

tengah dicari.

"Ini pasti adalah pancingan musuh belaka, supaya sebagian dari

kita meninggalkan kawan-kawan. Setelan mana mereka lantas

menyerang kelompok yang kita tinggaikan. Mari lekas kita balik

kesana!" Kata si Toojin.

"Mari!"

Mereka cepat. kembali ketempat semula dan benar saja, setelah

dekat, mereka melihat Piauw Hiang dan lain-lain nya sedang repot

menghadapl kawanan mayat-hidup, sedang disekeliling mereka

telah berjejer ular. berbisa.

"Dugaanmu memang tepat, hidung kerbau!" Puji Beng Iii

Siansu.

"Fakta berbicara sendiri, bahwa aku tetap lebih cerdik dari pada

kalian tiga tolol dari Hu Hai. Mari kita menerjang mereka!"

Selesai berkata, ia mendahului kawan-kawannya yang lain

menerjang masuk kedalam lingkungan pertempuran. Lainnya

menelad perbuatannya. Kawanan mayat-hidup ketika melihat

181

dipihak lawan telah datang bala bantuan, mereka pada melarikan

diri, dehgan beberapa loncatan saja telah lenyap dari hadapan orang

banyak. Tinggal kini rombongan orang gagah berada ditengah
tengah kurungan ular berbisa.

Mereka tidak jeri, masing-masing dengan kepandaian senjata

gelap menyerang kawanan tang beracun.

Terlihat mulai dari Cie Hong Piauw, Kim Cie Piauw, Cit Kiat

Sin Cin, pada bertebaran memusnakan kawanan binatang liar lagi

beracun tersebut.

Dilain saat, binatang itu telah nada menggeletak tak berdaya

seluruhnya.

"Sungguh keji perbuatan iblis tua itu. Kalau tidak kubikin

mampus, jangan panggil aku Tosu pandai dari Bu Tong San lagi!"

Kata Toojin itu dengan gemas.

"Sepandai-pandainya kau, takkan bisa kau memusnakannya

sendiri tanpa bantuan dari kami." Ejek Seng Gwan.

"Eh kau menghina!" Kata si Tosu, tapi kemudian teringat

olehnya akan pertempuran yang barusan ia alami, yaitu ketika

menghadapi Ouw Hian Hong, yang hampir' saja dirinya kena

dicelakai. Baiknya belakangan, secara tiba-tiba Peh Kut Sin Kun

melarikan diri. Pada mulanya ia merasa heran, tapi belakangan ia

tahu akan sebabnya, yaitu dengan datangnya orang banyak.

Disitupun tak dpat disangkal, disamping ilmu silatnya lihay, kuping

iblis itu ternyata hebat pula. Dengan adanya, pikiran ini, ia robah

nada suaranya dan berkata: "Kali ini aku terpaksa mengakui

pendapatmu bahwa dengan seorang diri aku takkan sauggup

menghadapi si iblis tua. Memang seharusnya kita bergabung untuk

memusnakannya. Oh ya, lama juga kita bercakap-cakap, tapi aku

tak tahu akan saudara' yang ikut bersama kalian."

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

182

Seng Gwan lantas memperkenalkan Ciong Peng dan lain
lainnya pada si Tosu, yang ternyata adalah Yap Ceng Sie dari Bu

Tong Pay. Sedang dua anak muda yang dibawanya adalah

muridnya, yang masing-masing bernama Tio Cun San dan Kam

Seng In.

Setelah bercakap-cakap untuk beberapa saat lamanya, mereka

lantas menuju keistana Ouw Hian Hong dengan dipimpin oleh Pit

Ya. Sebentar saja mereka telah sampai ditempat yang dituju, namun

keadaan disitu sunyi benar.

Baru mereka hendak memeriksa terlebih jauh, tiba-tiba

terdengar suara berisik, menyusul teriihat sekelompok burung yang

terbang menuju kearah mereka, yang begitu sampai lantas melayang

menyerang. Burung-burung itu, entah diri jenis apa, hanya

bentuknya seperti buring manyar, tapi patoknya tajam sekali dan

rupanya telah mendapat latihan sempurna, sebab mereka mematok

secara teratur, satu menyerang, yang lainnya menyusul kemudian.

Kawanan orang gagah cepat-cepat mengubat-ngabitkan senjata

mereka kian kemari. Sebentar saja telah separoh lebih dari binatang

itu dapat dimusnakan. Mendadak datang bahaya lain mengancam

keselamatan orang banyak, yaitu dengan munculnya kawanan

mayat-hidup dengan panah ditangan, yang begitu muncul lantas

melepaskan panah mereka. Hal mana membikin orang-orang gagah

jadi repot juga, diantara mereka segera. terdengar ada yang berteriak

kesakitan, kiranya Goei Thian Co dan Yo Kian Kong karena kurang

hati-hati telah terpanah masing-masing pada pundak dan paha

mereka.

Ciong Peng segera menyuruh Piauw Hian; dan Sm Hong untuk

menggotong kedua orang itu kebalik batu dengan ia sendiri sebagai

pelindung dari serangan-serangan panah 'musuh yang diarahkan

kejurusan mereka.

183

Perbuatan curang dari musuh ini membikin panas hati kawanan

orang gagah, tanpa mengenal kasihan lagi mereka melabrak dan

dilain saat telah berhasil memusnakan sebagian besar mayat-hidup,

ada beberapa Hok Ciang (mayat-hidup) yang beruntung bias kabur

dengan luka dibadan mereka. Sedangkan kawanan burung telah

kena dibunuh seluruhnya.

"Ouw Loo Koay, bila engkau benar-benar seorang jantan, lekas
Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perlihatkan dirimu!" Bentak Bang In Siansu.

Baru habis suara itu terdengar, tiba-tiba diruangan tersebut

terdengai suara tertawa yang tajam serta menusuk pendengaran.

Dan hampir bersamaan dengan itu dihadapan mereka telah muncul

Peh Kut Sin Kun dengan seluruh badannya dikelilingi oleh

beberapa belas ular beracun yang beraneka warna dan jenisnya.

Dibelakangnya mengikuti empat orang, salah satu diantaranya

diknali oleh Sins Hong. Yap Ceng Sie juga mengenali satu

diantaranya.

"Jie-tee!"

"Kim-jie!"

Suara panggilan antara Yap Ceng Sie dan Sim Hong diucapkan

dengan suara yang hampir bersamaan. Tahulah orang banyak bahwa

dua diantara keempat pengikut Ouw Hian Hong ada hubungannya

dengan Sim Hong dan Toojin dari Bu Tong San.

"Ouw Hian Hong, bila engkau mempunyai keberanian, mari

kita bertempur lagi sebanyak tiga ratus jurus!" Ejek Seng Gwan.

"Kau kira aku takut padamu!" Bentak Peh Kut Sin Hun.

Tanpa menunggu dirinya diserang, tubuhnya telah melambung

tinggi dan menerkam Seng Gwan seraya memukul ken tangan

kanannya kemuka empe Gwan.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

184

Serangan Ouw Hian Hong ini lihay luar biasa, waktu

pukulannya hampir sampai, tangannya membuat setengah

lingkaran, baru kemudian dimajukan lagi aengan gerakan yang amat

aneh. Sedangkan empat ekor ular yang ada dibahunya ikut terjulur

maju.

Seng Gwan terpaksa mundur beberapa langkah seraya

menabaskan pedangnya dengan gerakan Tui Coan Ong Gwat

(membuka jendela memandang rembulan), untuk memotong kepala

ular lawannya.

Tidak tahunya Peh Kut Sin Kun sebat sekali gerakannya,

dengan menggeserkan sedikit badannya, ia berhasil lolos dari

serangan musuh dan membarengi menggerakkan kakinya menyepak

bagian bawah tubuh lawannya. Bersamaan dengan bergeraknya

sang kaki, dua ekor ular yang melibat disitu ikut bergerak dan

bersiap menyantok mangsanya.

Dengan adanya serangan luar biasa dan aneh itu, lagi-lagi harus

memaksa kakek Gwen melompat mundur untuk menghindarkannya.

Bong San Kiam Khek dan Yap Ceng Sie waktu melihat kawannya

sangat terdesak, mereka lantas majukan diri untuk membantu.

Dilain pihak Han Ben dan Cian Chiu Tat Mo yang sehabis

memberi obat penolak racun pada Thian Co dan Klan Kong, mereka

lantas menerjang musuh, bukan Peh Kut Sin Kun yang diarah, tapi

adalah empat orang pembantunya, yang tanpa susah payah telah

berhasil mereka bereskan dengan menotok jalan-jalan darah

mereka. Habis mana mereka ikut menceburkan diri kerombongan

kawan-kawannya untuk bersama-sama menghadapi Peh Kut Sin

Kun.

Kala itu telah datang lagi serombongan mayat-hidup hendak

membantu pemimpin mereka, namun Ouw Hian Hong yang repot

menghadapi kelima lawan yang cukup tangguh, jadi tak bisa untuk

185

memberi perintah. Pit Ya unjuk kewibawaannya pada mereka,

dengan mengayun-ayunkan kelenengan ia menggiring kawanan

mayat-hidup keluar ruangan dan mengumpulkannya disebuah

ruangan serta menguncikan dari sebelah luar. Setelah itu ia kembal

lagi pada orang banyak.

Belakangan ia ingat sesuatu, ia berkata pada kawan-kawan

mudanya: "Selama ular-ular masih pada mengelilingi tubuh si iblis

tua, agak susah bagi para Loocianpwee untuk mengalahkannya.

Kita harus bantu melumpuhkannya dari luar kalangan. Tapi entah

dengan cara apa kita harus membantunya?"

"Aku kira ular paling takut pada belirang, baik kita gunakan

benda itu untuk melumpuhkannya."

Piauw Hiang mengemukakan pendapat.

"Betul," kata Pit Ya. "Tapi dimana kita bisa mendapatkannya?"

Kembali anak-anak muda itu berdiam diri, masing-masing

membawa pikirannya sendiri-sendiri.

Lewat sesaat nona Hoa berteriak girang, tanpa berkata ia

mengeluarkan dari dalam badannya beberapa buah senjata gelap

dan lantas ditimpukkan kearah Hian Hong.

Sebelum mengenai sasaran, telah meledak ditengah jalan dan

mengepulkan uap belirang. Inilah senjata rahasia pemberian Hian

Hong tempo hari padanya, untuk digunakan diwaktu kepepet

melemparkannya kepada musuh.

Karena sebelum mengenai sasaran telah meledak, betul tidak

dapat melukai lawan, tapi sediklt banyak dapat membkin musuh

jadi kaget dan merandek sesaat, Kesempatan tersebut dapat dipakai

untuk segera melarikan diri.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

186

Benda rahasia ini terbikin dari campuran belerang dan kini

digunakan justeru untuk melumpuhkan ular-ular Hian Hong.

Serangan Pit Ya ini ternyata membawa hasil yang diluar

dugaan, sebab disamping membikin tak berdaya kawanan ular, Ouw

Hian Hong sendiri. juga telah dibikn kaget oleh letusan tersebut,

hingga ia harus berdiam diri untuk beberapa saat lamanya guna

menenangkan diri.

Sampai ketika pinggir telinganya kena ditabok oleh Ciong Peng

dan bebokongnya kena terserempet oleh senjata Bang In Siansu,

ingatannya seakan-akan baru kembali lagi bahwa dirinya pada saat

itu tengah menghadapi 1awan-lawan yang tangguh.

Ia jadi semakin beringas, akan tetapi musuh-musuhnya

bukanlah lawan yang empuk. Kala itu ia tak bisa menggunakan

ilmu yang belum rampung ia latih, yaitu Tay Eng Hian Kong, sebab

ia takut berakibat seperti tempo hari.

Bar ia lihay dan licin, toh akhirnya ia tordesak juga. Sambl

bertempur otaknya terus bekerja untuk sementara ia bermaksud

hendak meloloskan diri dulu, baru kemudian ia mencari jalan-lain

guna melakukan pembalasan.

Dasar ia seorang yang cerdik luar biasa, setelah memutar

otaknya sebentar, ia mendapat jalan yang dianggapnya terbaik.

Sehabis menghindarkan bacokan Song Goan, tubuhnya mencelat

jauh kemuka, melompat keluar kalangan sambil membarengi

dengan kecepatan luar biasa disambarnya tubuh nona Goei.

Piauw Hiang tak menduga bahwa Hian Hong bisa her-buat

begitu, hingga tubuhnya kena ditangkap dan dikempit tak berdaya.

Setelah usahanya membawa hasil, Hian Hong berdiri dihadapan

orang banyak seraya memperdengarkan tertawanya yang aneh serta

menusuk pendengaran.

187

"Ouw Loo Koay, tak kusangka sebagai seorang pemimpin dari

sebuah organisasi perbuatanmu bisa selicik dan serendah itu."

Bentak Beng In Siansu.

"Tak perduli apapun yang hendak kalian katakan terhadap

diriku, pokoknya aku mau menggunakan nona ini sebagai jaminan.

Kalau kalian hendak melihat ia tetap bernyawa kalian harus

memenuhi syarat-syaratku!"

"Apa sjarat-syaratmu? Lekas katakan!" Bentak Seng Gwan

beberapa saat kemudian.

"Pertama kalian harus segera meninggalkan pulau ini dan tak

boleh menginjakkan kaki lagi kemari. Kedua, kalian harus

menyerahkan Pit Ya padaku, sebab ia adalah puteriku."

Han Hong menyebutkan syarat-syaratnya.

"Kami tak dapat menyetujui syarat-syaratmu itu." Kata Seng

Gwan dengan suara keras, menandakan kepanasan hatinya.

"Itu terserah pada kalian, aku memberikan beberapa saat bagi

kalian untuk berpikir Belum habis Peh Kut Sin. Kun berkata, telah

menyambar tubuh seseorang kearahnya. Namun ia cukup lihay,

dengan menggerakkan kakinya sedikit, ia telah berhasil membikin

terpental badan orang itu, yang tak lain dari pada Tio Cun San.

Habis mana ia lantas melambungkan diri untuk kabur dengan

mengempit tubuh Piauw Hiang.

Ciong Peng yang berdiri paling dekat dengannya lantas

menggunakan gerakan Yan Cu Coan In (burung walet menembusi

awan), badannya melesat keatas dengan membarengi menyambret

kaki Piauw Hiang. Karena sedang tergantung diatas tanah, waktu

kaki nona Goal terjambret turun, dengan sendirinya badan Hian

Hong ikut turun dengan jatuh terguling berkat kerasnya jambretan

tersebut.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

188

Belum lagi ia sempat bergerak, senjata bulan sabit Beng In

Siansu telah menembus bebokong sampai keulu-hatinya, tak umpun

lagi Ouw Hian Hong yang terkenal susah dimatikan itu, kini

terpaksa nyawanya harus menghadap Giam Lo Ong. Dasar rupa
rupanya dosanya telah helewat banyak, biar telah mati, kepalanya

masih harus mengucapkan selamat bepisah dengan tubuhnya.

Yang memotong kepalanya tenyata acalah Pit Ya, puterinya

sendiri, yang menggunakan pedang Piauw Hiang. Sehabis menabas

kepala ayahnya yang kejam itu, nona Hoa hendak menusuk dirinya

sendiri!

Untung pedangnya telah keburu direbut oleh Seng Gwan.

"Mengapa engkau hendak berlaku begitu nekad dan bodoh

nona Hoa?" Tanya kakek Gwen.

"Disamping mayat ibu aku telah bersumpah bahwa begitu aku

berhasil membunuh iblis tua ini, aku akan menyusul beliau kealam

baqa guns menemaninya sepanjang masa."

"Tindakanmu salah, nona. Untuk apa kau kelewat memikirkan

yang telah tiada. Pikirkanlah masa depanmu yang gemilang." Bujuk

Seng Gwan lagi.

"Aku sudah tak mempunyai masa depan lagi, pula dengan

sebatang kara dan roman begini siapa yang akan mau

memperdulikan aku!" Kata Pit Ya sambil menangis.

Baru Seng Gwan hendak membujuk terlebih jauh, telah

terdengar Yap Ceng Sie berkata girang: "Kau tak usah merasa hina

disebabkan oleh romanmu yang demikian, muridku telah

menemukan obat penyembuhannya dari badan si iblis."

Orang banyak lantas berpaling kearahnya, termasuk Pit Ya

yang memandangnya dengan roman ragu.
Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

189

Yap Toojin menunyukkan dua tabung pada orang hanyak

seraya berkata: "Kedua tabung ini berisi minyak untuk

menghilangkan cacat-cacat dikulit, yang satu berwarna merah muda

sedang lainnya berwarna putih. Ini obat-obat yang jarang sekali

terdapat didalam dunia, entah dengan cara bagaimama iblis ini bisa

mendapatkannya dan mengolahnya. Asal didalam tempo delapan

belas hari kau memolesinya, setiap hari tiga kali dan terlebih dahulu

kau harus memoleskan yang merah, baru kemudian memakai yang

putih, kulitmu pasti akan berobah seperti asalnya. Disamping itu

muridku, Seng In juga menemukan tabung yang berisi Yok-wan

(pil) peranti menyadarkan mayat-hidup!"

Orang banyak masih setengah percaya akan keterangan Toojin

dari Bu Tong San ini, mereka berebut untuk melihatnya. Betul saja,

diatas tabung disamping terdapat nama-nama dari obat itu, juga

kegunaannya diterakan sekali disitu. Tabung yang minyak bersemu

merah diberi nama San Hu Houw, sedang tabung yang di dalamnya

terdapat minyak berwarna putih diberi nama Eng Giok San. Dan

tabung lainnya tertera nama Kink-wan, obat penyadar!

Kawanan orang gagah jadi bergirang hati, mereka pada

mernuji-muji kemurahan hati Thian yang maha kuasa. Tapi untuk

niembuktikan bahwa obat-obat itu manjur atau tidak, mereka

mmberikan Kiok-wan pada kawanan mayat-hidup, yang ternyata

tak lama mereka menjadi sadar kembali seperti sedia kala.

"Karena kita telah berh.asil membasmi si iblis tua, seibaiknya

kita kembali kedaratan." Song Gwan mengusulkan beberapa saat

kemudian.

"Baik, mari!"

Dengan bergelombang mereka pulang kedataran Tiong Goan.

Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

Scan/foto image : Awie Dermawan

Distribusi & arsip : Yon Setiyono

190

Atas permintaan Pit Ya, Yap Ceng Sie membawanya ke Bu

Tong San. Setelah memakai kedua obat mujizat itu, muka Pit Ya

berangsur sembuh, akhrnya ia jadi seorang nona yang amat cantik.

Tio Cun San harus merawat diri selama sebulan lebih, sebab

luka didalam akibat tendangan Peh Kut Sin Kun. Didapat kabar

kemudian bahwa Pit Ya menjadi isteri Cun San. Dilain pihak, Sim

Yong yang telah sadar seperti semula, menceritakan kejadian

sebelum dirinya dijadikan mayat bidup.

Ternyata tempo hari, tiga tahun yang lalu, setelah menunggu

agak lama akan kepergian Sim Hong untuk membel obat, Ouw Hian

Hong timbul curiga terhadapnya, takut ia bukannya membeli obat

malah sebaliknya memanggil kawan-kawannya untuk mengeroyok

dirinya.

Betul kakek iblis ini tidak takut akan rombongan nelayan, tapi

apa mau badannya pada saat itu masih susah bergerak, jadi tak

leluasa baginya untuk menghadapi mereka. Disamping itu ia juga

rupanya khawatir bila sampai kejadian ia membunuh para nelayan,

bila kabar itu sampai tersiar dan kalau sampai terdengar oleh orang
orang gagah yang menjadi musuhnya, ia akan menjumpai hal-hal

yang ruwet dan akan merepotkan dirinya.

Apa lagi kemudian ia mendengar tentang tinakan ramai yang

datang kearahnya, kecurigaan Hian Hong jadi mantep. Ia segera

membebaskan Sim Yong dan menyuruhnya menggendong dirinya

untuk segera berlalu.

Tardorong oleh perasaan takut, Sim Yong menurut apa yang

diperintahkannya dan membawanya kabur. Belakangan ia dibawa

kepulau itu dan waktu ia makan sesutu yang disuguhkan, ia segera

lupa diri, untung kemudian orang-orang gagah datang

menyedarkannya kembali.

191

Demik anlah cerita si pemuda nelayan.

Mulai saat itu, disamping Sim Hong, Sim Yong-pun diangkat

sebagai murid Ciong Peng. Karena sering bertemu, akhirnya jadi

bekawan, belakangan berobah menjadi cinta, disusul kemudian

dengan tali perkawinan.

Begitulah, beberapa saat kemudian Sim Hong memperisteri

Piauw Hiang, sedang Sim Yang mendapatkan Lie Cu sebagai

isterinya.

TAMAT

Please give like to below cosplayer personal fb. Thank you.

https://www.facebook.com/kiraranpya/


Gajah Mada Madakaripura Hamukti Moksa Dewi Ular 50 Ciuman Neraka Pendekar Rajawali Sakti 36 Penari

Cari Blog Ini