Ceritasilat Novel Online

Kebo Tandes Mencari Pusaka 1

Kebo Tandes Mencari Pusaka Karya Soetamo Bagian 1

Diunggah di .

https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Pemilik Pustaka . Aditya Indra Jaya Juru Foto / Scan . Awie Dermawan Pengantar/Juru Arsip . Yon Setiyono Drs. SOETAMO KEBO TANDES MENCARI PUSAKA

Jilid I TAMAN PUSAKA RAMA Jl.

Yudanegaran 38 SALATIGA Dicetak dan diterbitkan oleh .

2 Hiasan Kulit .

WIBOWO Gambar Dalam .

WIBOWO cerita ini kami gali dari masa silam kami persembahkan untuk masa mendatang TAMAN PUSTAKA RAMA Jl.

Dipanegara 38 SALATIGA HAK CIPTA DILINDUNGI OLEH UNDANG-UNDANG 3 Pengantar Kata.

Ceritera ini terjadi pada zaman kerajaan Kediri dan Jenggala disekilar tahun 1049 hingga wafattila prabu Kertajayapada tahun 1222.

Dimulai sejak pembunuhan Dewi Ngreni dengan Keris pusaka Pulanggeni.

Nama- nama yang menjadi peraga dalam ceritera ini ada yang pemah dikenal eleh masyarakat, ada Pula yang belum, karma tidak pemah diucapkan dalam sejarah.

Karena kejadian itu selesai hampir 173 tahun lamanya, maka geritera thi dalam bentuk semi silat akan terdiri dari beberapa jilid.

Sumber dari ceritera-ceritera ini berpedoman pada.

a.

Serat-serat Pauji karja R.

Vg.

Ronggowarsilo.

b.

Sejarah Indonesia Sanusi Pane.

c.

Babad Tanah Jawi sekar

Jilid 11 XXXI Balai Pustaka.

Dari sumber-sumber ini kami olah sedemikian rupa kami sesuaikan dengan keadaan dewasa ini dan diriasarkan atas tujuan nation and character building Indonesia.

Mudah-mudahan buku ini dapat berguna bagi masyarakat.

Tegur sapa dari penggemar karya-karya kami dan para cerdik cendikia sangat kami harapkan.

Surabaja, Pebruari 1967 Penulis Drs.

Soetamo 4 BAGIAN I KABUT dalam kerajaan Jenggala pada waktu itu terjadi disebabkan karena putera mahkota Panji Inu Kartapati yang dahulu sudah dipertunangkan dengan Puteri Kediri yang hemama Candrakirana, kawin dengan Dewi Ngreni anak Patih Kudanawarsa di Jenggala.

Hal yang demikian itu menyebabkan keretakan dari kedua raja kakak beradik.

Antara Prabu Lembu Amiluhur di Jenggala disatu pihak dan Prabu Lembu Amijaya di Kediri dilain pihak.

Baik raja Jenggala maupun raja Kediri berusaha untuk menyelesaikan sengketa itu dengan jalan damai, agar supaya jangan sampai terjadi hale yang tidak diinginkan antara kedua saudara dan kedua negara itu.

Untuk itu Prabu Lembu Amiluhur minta bantuan kakaknya, Wiku Kilisuci seorang pendeta putri di Kepucangan, untuk menyelesaikan sengketa itu dengan jalan damai.

Mula-mula Wiku Kilisuci menemui Prabu Lembu Amijaya di Kediri dengan Dewi Candrakirana.

Untuk diminta keterangannya, apakah yang menyebabkan retaknya hubungan antara Kediri dan Jenggala itu.

Padahal menurut pesan dari Maharaja AirIangga almarhum, antara Kediri dan Jenggala tidak boleh berselisih paham.

Kedua raja itu harus meneiptakan suasana kerukunan antara kedua saudara.

Prabu Lembu Amijaya mengatakan, sebab musabab terjadinya perselisihan karena Prabu Lembu Amiluhur mengingkari janji.

Panji Kartapati sudah dipertunangkan dengan Candraktrana.

Sebab apakah belum sampai niatnya itu dilaksanakan, Panji Inu Kartapati sudah mendahului kawin dengan Dewi Ngreni anak patih Kudanawarsa di Jenggala.

Pada hal menurut janjinya, sebelum Panji itu kawin dengan Candrakirana tidak akan kawin dengan putri lain.

Begitu pula Candrakirana tidak mau dimadu.

Kejadian itulah yang menyebabkan retaknya hubungan.

Karena seorang raja walaupun saudaranya sendiri bila mengingkari janji wajib tidak dihubungi.

Karena akan memerosotkan martabat kerajaan.

Mendengar keterangan tersebut Wiku Kilisuci tidak menyalahkan Amijaja, sebab seorang raja harus menyunyung tinggi janjinya.

Apa yang telah diucapkan itu sekali jadi tidak berubah-ubah.

Sabda pandita ratu, sepisan datan kena wola-wali.

Begitu pula juga tidak menyalahkan Amiluhur karena Amiluhur sendiri tidak mengetahui asal mulanya Panji Inu Kartapati kawin dengan Dewi Ngreni.

Patih Kudanawarsapun telah ditanya sebab musababnya hingga terjadinya perkawinan oleh Prabu Amiluhur, tetapi tidak mengetahuinya, sebab perhubungan asmaranya sudah berjalan lama melalui dayang-dayang dan biti perwara.

Jadi letak kesalahan berada di Panji Inu Kartapati sendiri.

Tetapi walaupun demikian orang tuanyapun ikut pula memikul akibatnya, Sesuai dengan bunyi kata pepatah jawa .

Anak polah bapa pradah.

Setelah mengetahui duduk perkaranya, Wiku Kilisuci menganyurkan kepada adiknya, agar supaya berdamai kembali.

Persoalan itu akan diselesaikan.

Raja Lembu Amijayamenyanggupi seta-lab benar-benar Raja Lembu Amiluhur menetapi janjinya.

Dengan adanya kesanggupan damai tersebut maka sinar terang sudah mulai kelihatan, untuk menyinari kabut pertentangan antara Jenggala dan Kediri menuju kearah perdamaian.

Maka Kilisuci segera pergi menemui raja Lembu Amiluhur dan Panji lnu Kartapati, memberikan keterangan hal-hal yang dapat memperdamaikan Jenggala dan Kediri.

Atas nasehat Kilisuci Amiluhur sudah mendapatkan ja!an.

Tetapi bagi Panji !nu Karpati, keras sekali hatinya tetap tidak mau berdamai dengan Kediri.

Hal yang demikian itulah yang menyebabkan tidak senangnya Raja Lembu Amiluhur.

Jalan perdamaian sudah tidak manakin ditempuh apabila Panji Inu 6 Kartapati tidak mau mengubah sikapnya.

Tetapi rakyat dan negara harus diselamatkan.

Keputusan Raja Lembu Amiluhur untuk mengadakan perdamaian demi untuk keselamatan negara dan rakyat, tidak lain harus berani mengadakan korban.

Mengorkankan seorang tidaklah mengapa asal timbul kerukunan.

Satu-satunya jalan Dewi Ngreni harus dilenyapkan.

Karena sumber sengketa ini timbulnya karena dia.

Pokok pendapatnya ini telah dipertimbangkan semasak-masaknya.

Tinggal mencari jalan untuk melaksanakannya.

Had raja Lembu Amiluhur pada seat itu sangatlah bimbang.

Bimbang mengingat karena Panji Inu Kartapati dan Ngreni tidak dapat berpisah sejengkal rambutpun.

Bagaimanakah caranya akan membunuh Ngreni? Tidakkah selanjutnya Ngreni setelah binasa, Panji Inu Kartapati tidak akan menuntut bela? Bila demikian tidaklah raja Amiluhur akan kehilangan putra mahkota? Kebimbangan raja Amiluhur itu menjadikan mentahnya pertimbangan lagi.

Tetapi setelah ingat akan terjadinya malapetaka yang akan terjadi dirialam negerinya, maka keragu-raguan itu hilang.

Maksud untuk menyelamatkan negara dan rakyatnya diteruskan.

Maka diambillah keputusan.

Dipanggilnya Panji Inu Kartapati sendirian dan selanjutnya akan diperintahkan untuk pergi ke Kapucangan, dengan alasan agar supaya menghadap Wiku Kilisuci Perintah raja harus dilaksanakan dan tidak boleh ditolak lagi.

Perpisahan Ngreni dan Panji Inu Kartapati pada waktu itu penuh dengan kasih sayang dan kesedihan.

Lebi-lebih pada waktu malam sebelum Panji Inu Kartapati mendapat tugas, Ngreni bermimpi memakai pakaian putih dan kemudian ia masuk kedalam lubang bersama-sama dengan inang pengasuhnya.

Lama sekali Panji Inu Kartapati menghibur istrinya, dan memberitahu kan bahwa mimpinya itu tidak akan mempengaruhi apa-apa.

Sebab mimpi itu rangkaian orang tidur.

Setelah dapat terhibur, Panji Inu 7 Kartapati beserta Jarudeh, Prasanta pergi meninggalkan Kasatrian menuju ke Kapucangan.

Sepeninggal Panji Inu Kartapati, Raja Lembu Amiluhur memanggil putranya yang tertua berasal dari selir, bemama Brajanata.

Sabda baginda .

"Brajanata, tahukah kamu bahwa Kerajaan Jenggala dalam keadaan bahaya?"

"Daulat tuanku sjah alam. Patik sudah rasakan, bila tidak ada pemecahan yang bijaksana, maka terjadilah peperangan antara Kediri dengan Jenggala, yang disebabkan dari adinda Panji Inu Kartapati."

"Setelah kau ketahui sebab musababnya, bagaimanakah pendapatmu?"

"Tuanku, sebenamya berat rasa hati patik untuk menghaturkan pertimbangan. Karena ada dirialam terdapat antara cinta dan keselamatan negara. Hal tersebut hanya ramanda baginda sendirilah yang dapat memecahkan parsoalan ini. Karena bila tidak demikian maka akan terjadi korban yang berlarut-larut. Bila ramanda menurut kehendak Pandii akibatnya negara akan terjadi paperangan. Tetapi bila ramanda ingat akan rakyat dan negara, ramanda harus berani mengorbankan salah satu. Karena tiada pengorbanan, sesuatu usaha tidak akan tercapai."

"Brajanata, bila demikian, apa yang telah kau katakan itu sependapat dengan isi hatiku. Aku ini seorang raja. Lebih dahulu harus memikirkan negara dan rakyatku. Persoalan pribadi dan keluargaku akan kami kesampingkan demi negara dan rakyatku. Sebenamya apa yang akan kulaksanakan ini merupakan suatu perbuatan yang terkutuk. Tetapi tidaklah mengapa demi untuk keselamatan negara. Brajanata, ini pusaka kerajaan Kyai Pulanggeni tidak ada sarungnya. Sarungnya berada diriada Ngreni istri Panji 8 Inu Kartapati. Maka sarungkanlah pusaka ini kedada Ngreni. Apabila anakku tidak berani menyarungkan pusaka kerajaan ini kedada Ngreni, kusumpahi engkau! Percuma engkau menjadi anakku yang tertua, tidak dapat mengamankan kerajaan yang kini sedang dalam keadaan bahaya!", sabdanya dengan memberikan keris Kyai Pulanggeni yang indah itu. Brajanata menerima keris itu kemudian minta diri untuk melaksanakan tugasnya yang berat itu. Dengan hati yang penuh kegelisahan ia kemudian pergi ketempat kediaman Panji Inu Kartapati. Kedatangan Brajanata dirumah Panji`Inu Kartapati diterima dengan baik oleh Dewi Ngreni yang pada waktu itu kelihatan suram dan sedih wajahnya, karena ditinggaikan suaminya. tetapi walaupun demikian kecantikan wajahnya malahan bertambah manis. Memang Dewi Ngreni adalah putri yang sangat elok rupanya. Tiada seorangpun yang tiada memuji akan keelokan parasnya. Setelah beberapa lama bercakap cakap tentang keselamatan dan la- in sebagainya, maka Brajanata mulailah menyampaikan maksudnya.

"Dinda Ngreni, kanda merasa kasihan engkau sendirian di rumah, ditinggalkan oleh suamimu. Coba berpakaianlah marilah kuantarkan menyusul suamimu."

Dewi Ngreni yang sudah mengerti gerak-gerik dari akhli waris kerajaan yang memang sejak dabulu tidak setuju dengan perkawinannya, dan sesuai dengan ilham yang diterimanya dari dewata, maka dengn tidak menaruh sjakwasangka lagi, ia berpakaian serba putih dengan disertai oleh emban Condeng.

Melihat Dewi Ngreni berpakaian putih tadi, Brajanata bertanya.

"Wahai adinda Ngreni sebab apakah engkau memakai pakaian serba putih. Seperti pakaian orang yang hendak menuntut bela suaminya masuk dalam api di pancaka?" 9

"Pangeran, akan bagaimana lagi. Memang hidup mati manusia itu ada ditangan Sanghyang Widi Wasa. Manusia itu hanya diibaratkan berjalan dengan singgah untuk minum air. Tetapi perjalanan hidup yang penuh dengan lika-liku ini hanya merupakan kenangan saja. Bukankah Pangeran mengetahui, bahwa manusia itu berhak membuat rencana. Tetapi keputusan selanjutnya adalah ditangan Sanghyang Widi Wasa."

"Sudahlah dinda, marilah kita lekas berangkat!"
Kebo Tandes Mencari Pusaka Karya Soetamo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Setelah perjalanan sudah jauh sampai ditengah hutan yang lebat, Dewi Ngreni diajak berhenti oleh Brajanata katanya.

"Dinda Ngreni marilah kita berhenti disini."

"Baiklah Pangeran. Dimanakah kakanda Panji Inu Kartapati?"

"Adinda sebenamya kakanda ini mendapat perintah dari Baginda untuk membunuh adinda Ngreni sebagai tumbal kerajaan. Negara baru akan menjadi aman apabila engkau sudah mati."

"Kakanda bila memang demikian titah baginda. Laksanakanlah perintah raja. Adinda rela menjadi korban, demi kesejahteraan Jeng gala pada umumnya dan kakanda Panji khususnya. Hanya. pesan dinda kepada kanda Panji sampaikanlah . Supaya perkawinannya dengan Sekartaji terus dilaksanakan. Saya akan mendoakan dia, karena berkat perkawinan itu akan menyunyung tinggi kerukunan Seri Baginda Airlangga, Pangeran, kami rela mati. Mati untuk membela cinta. Cintaku kepada kakanda pauji kubawa mati. Mana- kah pusaka yang akan dipergunakan untuk membunuh aku?"

"Inilah Kyai Pulanggeni. yang akan dipergunakan untuk membunuh adinda."

Katanya sambil menunyukkan keris pusaka itu Pada waktu Brajanata menunyukkan keris pusaka itu, keris itu dimintanya oleh Dewi Ngreni, yang kemudian ditikamkan sendiri diriadanya.

Pada ketika itu juga Dewi Ngreni coati.

Emban 10 Condeng melihat kejadian itu juga tidak mau ketinggalan.

Ditariknya keris pusaka itu dari dada Dewi Ngreni, darah menyembur mengenai diri Brajanata beserta pakaiannya, yang selanjutma Brajanata seperti orang yang gila selalu ingat kepada Dewi Ngreni.

Dia merasa menyesal akan perbuatannya.

Sedang Emban Condengpun dengan keris Kyai Pulanggeni membunuh dirinya.

Setelah adanya kejadian tersebut, maka Brajanata tidak ingat a-kan pusaka saktinya.

Ia hanya senantiasa menaruh rasa betas ka-Itihannya kepada Dewi Ngreni katanya .

"Duhai adikku Dewi Ngreni, engkau tidak berdosa. Engkau hanya menjadi korban. Dinda aku tidak membunuhmu. Tetapi engkau sendiri yang membunuh diri dengan pusaka sakti Pulanggeni. Bagaimana nanti susah adinda Panji bila mengetahui peristiwa ini. Aku berdosa dinda. Wahai Kebo Tandes"

Katanya kepada salah seorang punggawanya yang mengikutinya.

"Ya tuanku."

Katanya dengan menyembah.

"Kumpulkanlah bunga-bunga Angsoka ini, sebagai penimbun jenazah ini. Dan marilah kita segera pulang menghadap baginda setelah pekerjaan ini kau lakukan. . datanglah kabut yang gelap dan terjadi angin ribut. Sehingga Brajanata dan Kebo Tandes berpisah karena dibuncang oleh angin besar yang tiba-tiba datang. 12

"Ya tuanku."

Kebo Tandes segera mengumpulkan bunga? angsoka sebagai penimbun jenazah Ngreni dan Emban Condeng.

Setelah kejadian tersebut datanglah kabut yang gelap dan terjadi angin ribut dan suasana gelap gulita.

Sehingga, Brajanta dan Kebo Tandes terpisah karena dibuncang oleh angin besar yang tiba-tiba datang.

Bagimana halnya dengan Pulanggeni puaka kerajaan itu? Ditinggalkankah? Dibawa Kebo Tandeskah? Hanya Dewata yang mengetahui.

Karena kejadian inilah yang menyebabkan terjadinya parjalanan hidup keluarga kerajaan Jenggala dan Kediri.

Brajanata yang kena guncangan angin ribut itu jatuh dialun- alun ketaton Jenggala.

Sedang Kebo Tandes tidak diketahui dimana jatuhnya.

Rakyat Jenggala merasa heran dan takut dengan adanya angin ribut yang dahsya itu.

Mereka banyak kahilangaa harta benda dan terkena malapetaka akibat dari adanya angin ribut ini.

Baginda Lembu Amilehur melihat kejadian tersebut sangatlah duka citanya.

Sang Prabu mengira bahwa kejadian tersebut disebabkan karena ia dimarahi uleh Shiwa dewa perusak, karena perbuatannya.

Maka seteiah angin ribut selesai, diperintahkan kepada seluruh rakyat agar mengadakan sesaji mohon kepada Dewatanya agar dibebaskan dari malapetaka.

Tidak lama kemudian datanglah manghadap Brajanata sambil menangis katanya.

13 Tuanku ..

hamba berdosa, Ngreni mati ...

karena keris pusaka yang ditusukkannya sendiri.

Ngreni ..

Ngreni ..

maafkanlah daku ..

saya ..

hanya menjalankan perintah.

Cintamu direnggut de ngan pak ..sa dari dinda dinda dinda Panj ka rena ke adaan ..

Ruanku..

hukum bunuhlah .

hamba ...

Mendengar kata anaknya itu, Lembu Amiluhur sangatlah iba hatinya.

Ia mengetahui bahwa perbuatannya yang salah.

Memisahkan anaknya yang tidak berdosa.

Membunuh orang yang tidak berdosa.

Tetapi apa boleh buat, nasi telah menjadi bubur.

Bebendu yang diberikan Dewata sudah datang, Maka sabda baginda selanjut-nya .

"Janganlah menangis Brajanata. Hilangkanlah semua darah yang ada dibadanmu. Darah yang berbau harum Darah dari orang yang tidak berdosa. Kamu tidak berdosa anakku. Kamu hanya seorang yang diperintahkan oleh raja untuk melaksanakau tugas. Dosa dan siksa dari Batara biarlah aku yang memikuinya. Kamu tidak perlu sedih anakku Memang suratan takdir Negeri harus demikian. Kami tidak dapat apa-apa Dan sekarang dimanakah keris pusaka itu?"

Alangkah terkejutnya Brajanata setelah mengetahui bahwa Kyai Pulanggeni tidak dibawanya kembali. Maka sembahnya se- pada Raja Lembu Amiluhur.

"Ampun tuanku, karena terjadinya angin ribnt dan datangnya gelap gulita yang mendahsatkan tadi setelah hamba membunuh Ngreni, hamba terbuncang angin ribut tadi, tahu-tahu sudah di alun- alun. Keris pusaka itu tidak ketahuan. Mungkin keris pusaka itu kembali le Kadewatan ataukah bauaimana, hamba belum mengetahui yang jelas keris pusaka itu sudah tidak ada pada hamba. Hamba sanggup menerima hukuman paduka, karena sampai melepaskan senjata pusaka itu. seorang prajurit yang 14 menghilangkan senjatanya harrus dihukum. Hukuman apakah dari baginda, hamba terima dengan baik."

Mendengar keterangan Brajanata tadi, mula-mula baginda terkejut.

Tetapi seperti ada yang memberikan ilham.

bahwa Pu- langgeni tidak diperkenankan untuk membunuh orang yang tidak berdosa.

Apabila dipergunakan membunuh orang yang tidak berdosa akan mendapat siksa kutukan dari Hyang Widhi Wasa.

Karena Sang Prabu sudah merasa akan kesalahannya, tidaklah menjadi murka.

Ia menyerahkan segala sesuatunya itu kepada takdir.

Maka sabda baginda kepada Brajanata yang sudah mengakui kesalahannya.

"Brajanata, besuk lagi janganlah mudah melepaskan senjatamu dari tangan. Karena seorang prajurit mati hidup harus dengan senjatanya. yang sudah ya sudah. Dibelakang hari harus kamu ingat- ingat. Sebenamya hilangnya pusaka kerajaan itu akan menjadi keringkihan kerajaan. Tetapi apa beleh buat. Kita sekalian harus berani menerima siksa kutukannya Dewata raja. Kita sudah berani menggunakan pusaka itu untuk membunuh orang yang tidak berdosa, padahal perbuatan itu tidak diperkenankan oleh Dewata raja. Jadi sudahlah sewajamya apabila pusaka itu lepas dari tangan. Kamu tidak bersalah Brajanata. Aku yang bersalah karena melanggar pepati (pantangan) dari leluhur kita. Jadi murkanya pusaka itu sudah harus menerima segala dengan hati yang tenang. Tetapi kita tidak perlu gelisah. Kita harus berichtiar mencari pusaka itu. Dan kita harus sadar bahwa kita itu berdosa. Dosa itu harus ditebus dengan rasa penyesalan. Penyesalan itulah yang akan menghilangkan dosa. Walaupun telah menyesal, akan tetapi tidak berani merobah peri perbuatannya, Hyang Widhi Wasa tidak akan memberikan ampun kepada makhluknya yang berdosa itu. Mundurlah Brajanata, gantilah pakaian terlebih dahulu. Kemudian pergilah ke Kepucangan beritahukan kejadian ini kepada yunda Wiku Kilisuci, apakah yang kita perbuat?" 15 Besar hati Brajanata setelah mendengar sabda ayahnya yang budiman itu. Dengan hati yang besar itu ia menyembah kemudi-an kembali ketempat tinggalnya. Setelah berganti pakaian maka pergilah ia ke Gunung Kepucangan untuk menemui Rema Wiku Kilisuci. Sebeium berangkat ia pergi kelempatnya Kebo Tandes, tetapi Kebo Tandes tidak berada ditempat. Maka Brajanata terus meneruskan perjalanannya ketempat dima-na terjad;nya pembunuhan Dewi Ngrcni Siapa tahu barangkaii Kebo Tandes masih berada disitu. Dan siapa tahu pula Pulanggeni masih berada disitu pula. Setelah sampai ditempat yang dituju, alangkah terkejutnya, bahwa majat Dewi Ngreni dan Emban Condeng sudah tidak berada ditempat dan Kebo Tandes sudah tidak ada ditempat itu. Hati Brajanata penuh keheran-heranan mengapa terjadi hal-hal yang demikian? Brajanata berpendapat bahwa jenazah Dewi Ngreni beserta Emban Condeng diambil ke Sorga oleh Dewata ke Kahyangan. Setelah apa yang dimaksudkan ditempat itu tidak terdapat apa- apa, maka diteruskanlah perjalanannya ke Kapucangan. Rema Wiku Kilisuci pada waktu itu duduk dihadap oleh Raden Panji Inu Kartapati, beserta Jarudeh dan Prasanta. Dirielam percakapannya Rema Wiku Kilisuci yang mempunyai pengetahuan luas dan mengerti apa yang akan terjadi dan telah terjadi, memberikan beberapa nasehat kepada Panji Inu Kartapati, agar supaya ia tabah dan ikhlas menghadapi segala sesuatu yang akan terjadi dan yang telah terjadi. Karena diriunia ini tidak ada barang yang kekal. Menurut Wiku Kilisuci katanya kepada Panji Inu Kartapati, hari ini kita mengalami sukacita, besok akan mengalami dukacita. Dukacita dan suka cita itu memang sudah disediakan oleh Dewata dalam hidup. Jadi janganlah senang apabila mendapat kesenangan. 16 Tetapi janganlah pula susah apabila mendapat kesusahan. Karena ada kalanya susah dahulu akan mendapatkan kebahagiaan, sebaliknya bahagia dahulu akan mendapatkan kesusahan. Semua itu sudah meajadi takdir Dewata. Manusia wajib berencana, tetapi Dewata Raja yang menentukannya. Oleh karenanya dianyurkan kepada Panji Inu Kartapati, janganlah sedih apabila akan terjadi hal hal yang akan menimpa dirinya. Karma kemalangan yang diterimanya itu, akan membawa kebahagiaan dirinya beserta keturunannya. Memang tidak ada sesuatu kebahagiaan yang dapat dengan tidak berkorban lebih dahulu. Banyak sekali petuah-petuah dan nasehat-nasehat yang diberikan Wiku Kilisuci kepada Panji Ina Kartapati agar supaya mempunyai ketetapan hati. Tidak lama kemudian datanglah Brajanata mengadap Wiku. Setelah duduk dan menyembah, Rema Wiku Kilisuci bertanya.

"Bradimata, walaupun saya sudah mengetahui maksud keda tanganmu dan apa permintaan adinda Lembu Amiluhur, tetapi tidak ada jeleknya apabila aku bertanya kepadamu. Sudahkah Pulanggeni itu diketahui jejaknya?"

Brajanata menjawab.

"Siwa Wiku yang bijaksana. Kedatangan hambapun untuk menanyakan soal tersebut. Dimanakah Pulanggeni sekarang berada?"

"Ini merupakan jalan yang sukar."

Jawab wiku Kilisuci.

"Letak kesalahan ada pada ayahmu sendiri. Tetapi setelah ayahmu menginsjafi sendiri akan kesalahannya, walaupun lama Pulanggeni akan kembali ke keturunan pihak ayahmu. Sekarang ketahuilah wahai Panji anaku, istrimu Dewi Ngreni telah mati menjadi tumbal kerajaan. Tetapi rokh-nya menjelma ke Candrakirana. Dan kamu harus mengawini dia. Memang anakku, berat sekali rasa hatimu tentunya setelah istrimu meninggal. Tetapi apa yang hendak dikata. 17 Tadi sudah ku katakan kepadamu Panji, janganlah engkau merasakan sedih hatimu, apabila kamu mengalami kesedihan. Tetapi sebaliknya juga janganlah merasa senang selama kamu mengalami kesenangan. Percayalah bahwa akan mendapatkan kesenangan lebih lanjut. Korbanmu a';an mengan-tarkan kebahagiaanmu dan anak cucumu. Percayalah!"

Mendengar keterangan Wiku Kilisuci, Panji Inu Kartapati jatuh tidak sadarkan diri. Tetapi Wiku Kilisuci setelah berkata demikian.

"Panji, tingkah lakumu tidaklah layak seperti tingkah laku seorang kesatria. Bangunlah bila kamu mengaku cucu dari Airlangga penjelmaan dewa Wisnu.!"

Mendengar kata Wiku Kilisuci yang sakti itu, Panji Inu Kartapati kemudian bangun dan menangis tersedu-sedu.

Wiku Kilisuci tidak segan won memberikan nasehat kepada Panji Inu Kartapati agar dia menjadi sadar dan tenang.

Berkat nasehat-nasehat dari Rema Wiku Kilisuci itu Panji Inu Kartapati dapat menyingkirkan pikiran-pikirannya yang kusut itu.

Walaupun dengan rasa yang berat bagaimanapun juga.

Setelah Brajanata menyampaikan pesan Dewi Ngreni kepada Panji Inu Kartapati, maka timbullah suatu keyakinan Panji Inu Kartapati bahwa Devi Ngreni menjelma ke Candrakirana.

Tidak lama kemudian, setelah keadaan tenang, Wiku Kilisuci berkata demikian.

"Brajanata, carilah Pusaka Kraton Pulanggeni yang hilang!"

"Kemana harus hamba cari kangjeng wa!"

"Carilah dahulu, Kebo Tandes. Setelah ketemu pergilah bersama-sama ke Sela Mangleng, setelah sampai di Sela Mangleng, perintahkanlah Kebo Tandes untuk ke Kerajaan Bantarangin. Dari situlah nanti akan dapat diketemukan jalan dimana Pulanggeni 18 berada. Dan kamu Panji kembalilah ke Jenggala, siap-siaplah menghadapi perkawinanmu dengan Galuh Candrakirana. **** BAGIAN II KEBO TANDES yang terjatuh dibawah Gunung Klotak karena dibuncang oleh angin ribut, sangat keheran-heranan, mengapa terjadi kejadian seperti yang telah dialami ini., la berusaha akan meninggalkan tempat tersebut, kembali ke Jenggala. Tetapi bans saja ia akan melanflahkan kakinya, ia dipegang oleh seseorang yang tidak dikenal. Maka tanya orang ha kepada Kebo Tandes.

"Berhentilah dahulu, akan pergi kemanakah kamu? Dan sia- pakah nama mu?"

"Aku akan kembali ke Jenggala. Namaku Kebo Tandes salah suatu punggawa dari Kerajaan Jenggala. Siapakah nama saudara dan dengan maksud apakah saudara menghentikan maksudku?"

"Aku bemama Kebo Ijo seorang penyamun yang menguasai Gunung Klotak ini. Apakah kamu tidak tahu bahwa barang siapa ada orang yang memberanikan diri masuk kedaerah Gunung Klotak ini akan dipancung lehemya dan setidak-tidaknya kamu menyerahkan segala harta bendamu. Maka janganlah pergi dahulu sebelum kamu menyerahkan harta atau nyawamu."

"Jangan terburu nafsu dahulu Kebo Ijo. Baiknya kita bermusyawarah dahulu."

Kata Kebo Tandes dengan sabar, walaupun ia menghadapi suara yang kasar.

19 Sesudah berkata demikian kemudian ia mengatur siasat.

Tetapi tak diriuga sebelumnya, karena dengan tiba-tiba saja ia mendengar kisaran angin keras menyambar kepalanya.

Temyata datangnya dari kaki Kebo Ijo yang dengan liciknya menendang dan menyerang dari belakang.

Dan dengan secepat kilat Kebo Tandes mundur selangkah mengelak, sehingga sepakan itu tidak mengenai sasarannya.

"Hai kau pengecut. Belajarlah sedikit sopan, jangan membabi buta menyerang dari belakang!"

Teriak Kebo Tandes yang sudah habis kesabarannya.
Kebo Tandes Mencari Pusaka Karya Soetamo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sebetulnya ia masih akan berlaku sabar, tetapi oleh karena ia diserang secara pengecut, terpaksalah ia akan melayaninya.

Dan dengan sebat luar biasa, Kebo Tandes kemudian menjejak tanah meloncat tinggi sambil menggunakan ilmunya lalu menyambar lawannya.

Kebo Ijo mendapat serangan balasan yang mendadak ini, ia merasa kewalahan juga.

Tetapi secepat kilat iapun menangkis pula pukulan maut itu dengan menggunakan ilmunya juga.

Setelah beberapa jurus bertarung dan belum ada juga yang kalah atau menang, tiba-tiba Kebo Ijo menghantam lagi dengan pukulan tangannya diarahkan kepada Kebo Tandes.

Kebo Ijo meagira, bahwa dengan pukulan yang menggunakan ilmu yang sangat ampuh itu tentu akan dapat memukul rubuh lawannya.

Tetapi siapa tahu bahwa lawannya ini memang lawan yang tangguh dan tak boleh dipandang ringan.

Karena temyata, begitu ia mendapat serangan maut dari lawannya, begitu pula ia menangkisnya dengan menggunakan ilmu gaib yang lain, hingga dapat menggagalkan serangan hebat dari Kebo Ijo.

Pertarungan ini berjalan seimbang dan telah berlangsung bebe-rapa saat lamanya, namun masing-masing masih dapat 20 bertahan dan tak mau menyerah kalah pada lawannya.

Setelah beberapa gerakan dan gertakan telah berlangsung dan belum ada juga yang ro-boh, maka kini mereka masing2 menggunakan senjatanya, se-hingga semakin sengitlah pertandingan itu.

Keempat kaki dan keempat lengannya telah bergumut dan berbelit-belit menjadi satu, tak ubahnya seperti kipas yang sedang diputar-putar.

Sedangkan kedua kepala saling beradu dengan hebatnya, sehingga mendebarkan hati bagi siapa yang menyaksikannya.

Sementara itu, pertandingan masih berlangsung dengan serunya, namun selama ini masih belum juga ada yang kalah atau unggul masing-masing mempertahankan kepandaiannya.

Tetapi tiba-tiba Kebo Ijo mendapat ilham baru, bahwa apabila pertandingan semacam ini diteruskan, dia akan kalah juga.

Ilham yang demikian itu, maka cepat-cepat ia melepaskan cengkraman Kebo Tandes lalu mundurlah ia beberapa langkah.

Tetapi kesempatan ini dipergunakan seba-ik-baiknya oleh Kebo Tandes.

Begitu Kebo Tandes mengeta-hui lawannya mundur, secepat kila t ia melompat tinggi, ke mudian disepaknya pantatnya tepat mengenai sasarannya, yang mengakibatkan pula Kebo Ijo jatuh tersungkur tak bergerak lagi.

Melihat Kebo Ijo jatuh dan tidak berkutik lagi itu, Kebo Peteng kawan dari Kebo Ijo timbul amarahnya lalu bangun dan berdiri, dari persembunyiannya.

Dengan menggunakan ilmunya ia menyerang Kebo Tandes dengan dahsyatnya, Tetapi kali ini lawannya bukanlah lawan yang mudah terkalahkan, sebab begitu ia diserang, dibalasnya serangan itu yang tidak kalah dahsyatnya.

Kebo Tandes membalas serangan Kebo Peteng dengan mempergunakan ilmu silat yang lebih tinggi nilainya dari pada il-mu silat yang dimiliki oleh Kebo Peteng dan memang sangat mendahsyatkan.

Semua serangan 21 serangan Kebo Peteng dapat dihindarinya.

Mielihat kesaktian musuhnia ia lari terbirit- birit.

Setelah Kebo Ijo dan Kebo Peteng tidak mengadakan serangan lagi, maka Kebo Tandes meneruskan perjalanannya hendak kembali ke Jenggala.

Baru dapat beberapa langkah jalannya, dari jauh kelihat-an Brajanata berjalan dengan melambai-lambaikan tangan- nya, rupanya ia tahu bahwa yang berjalan Itu Kebo Tandes.

Maka digegaskanlah jalannya.

Setelah bertemu muka, maka ke- dua orang ini berpeluk-pelukanlah dan menanyakan kabar tentang kejadian-kejadian yang telah dialaminya.

Kebo Tandes berkata .

"Tuanku, kabut yang akan meretakkan hubungan antara Jenggala dan Kediri telah kelihatan titik-titik terangnya. Sekarang tinggal melaksanakan apa yang telah diidam-idamkan para narapraja."

"Kebo Tandes temanku. Janganlah engkau mengira bahwa tugas yang kau jalankan ini sudah selesai. Dan engkau jangan juga menganggap bahwa negara dalam keadaan aman. Karena ketahuilah, bahwa keris pusaka Pulanggeni yang saya bawa dahulu untuk membunuh Dewi Ngreni hilang tidak ketahuan jejaknya. Oleh karenanya, atas perintah dari uwa Kilisuci atas nama ayahanda, engkau diperintahkan untuk mencarinya! "Tuanku, sebenamya berat amat tugas yang dipikulkan diatas pundak hamba. Tetapi karena itu titah baginda. Walaupun berat bagai manapun juga akan kami jalankan."

"Duhai kawanku, engkau adalah seorang pahlawan yang gagah perkasa. Pahlawan yang senantiasa tunduk akan perintah, itulah yang disebut pahlawan sejati. Kudoakan, Kebo Tandes, mudah- mudahan usahamhi dapat lekas berhasil. Aku yakin bahwa usahamu akan mendapat perlindungan Dewata Agung." 22

"Puja-puji Tuanku akan hamba junyung tinggi, mudah mudahan atas doa restu Tuanku dapat mempertebal semangat hamba untuk melakukan tugas hamba. Dan apakah Sang Rema Wiku Kilisuci sudah memberikan petunjuk kemana hamba harus mencari pusaka itu?"

"Engkau harus pergi dahulu ke Sala Mangleng. Disitu menurut Uwa Wiku Kilisuci, kamu akan mendapatkan petunjuk dimana pusaka Pulanggeni berada atau setidak-tidaknya dart situlah nanti akan terbuka pikiranmu untuk mengusahakan pusaka keramat itu."

"Bila demikian halnya, izinkanlah hamba berangkat, dan hamba mohon doa restu Tuanku."

Kebo Tandes kemudian meneruskan perjalanannya.

Sedangkan Brajanata kembali ke Jenggala.

Jalan-jalan yang dilalui oleh Kebo Tandes ialah Bangarsari, Danamulya, Purwareja, Ngliman dan sampailah ke Sela Mangleng.

Di Sela Mangleng ia berjalan-jalan kesana-kemari seakan-akan ada bends yang dicarinya.

Mari dalam Gua tingkah laku Kebo Tandes tadi dilihat oleh orang-orang yang berada dirialam gua tersebut.

Orang-orang yang berada dirialam gua .tu sebenamya adalah suatu komplotan yang hendak menghancur.

kan kerajaan Kediri.

Komplotan-komplotan itu berasal dari kerajaan Bantarangin yang dipimpin oleh raja Klana Sewandana.

Raja Klana Sewandana menganggap bahwa raja Lembu Amijayaberlaku culas.

Sebab janji- janjinya tidak dipenuhinya.

Klana Sewandana kemudian metre- rintahkan punggawanya bersiap sedia dimuka Gua Sela Mangleng yang merupakan pintu gerbang ke Kerajaan Bantarangin.

Tetapi, tidak seorangpun yang mengetahuinya, bahwa gua itu merupakan pintu gerbang dan jalan raya menghubungkan dengan Bantarangin.

Orange merijangka bahwa gua itu, gua yang angker, bekas pertapaan orange sakti Jadi tidak seorangpun yang me-ngetahuinya.

Tempat itu jarang sekali diriatangi oleh orang.

Mereka takut 23 mungkin akan terjadi sesuatu hal yang akan terjadi.

apabila mendekati tempat itu.

Kebo Tandes yang sudah mempunyai jiwa pahlawan tidaklah takut menghadapi suatu apapun.

Ia merasa apa maksud perintah Rema Wiku Kilisuiji, agar ia pergi ke Sela Mangleng dalam mencari pusaka Kyai Pulanggeni.

Padahal Sela Mangleng hanya merupakan suatu gua tua yang angker.

Apaksh maksudnya ia harus bertapa dahulu dalam gua tersebut sebelum melaksanakan tugasnya? Mungkin demikian.

Tidak dengan dipikir panjang maka dimasukilah gua itu.

Ia tidak akan takut akan bahaya yang akan menimpanya.

Para penyaga dari Ban tarangin pada saat itu berd.am diri dahulu.

Mereka akan mengetahui gerak-gerik orang yang baru masuk kedalam Gua tersebut.

Kebo Tandes dirialam Gua itu sudah satu hari lamanya.

Tetapi pada suatu malam terdengarlah suatu hal yang mengejutkan.

Saat itu, ketika malam kelam dirialam gua itu.

Kebo Tandes sedang duduk bersemedi.

Tiba-tiba dilihatnya seseorang berjalan lurus menuju kearahnya.

Dirialam gelap itu Kebo Tandes tidak mengenal siapakah orang itu.

Ketika orang itu sudah berdiri dekat dihadapannya, tidak dengan mengeluarkan sepatah kata juapun orang itu langsung menyerangnya.

Mula-mula Kebo Tandes terkejut, tetapi kemudian ia sadar bahwa ia harus membebaskan dirinya.

Maka dari sebab itu ia segera meloncat menghindari.

Melihat kejadian tersebut penyerangnya tidak membiarkan begitu saja.

la mendiaga jangan sanapai yang diserang lobos.

Kebo Tandes diserang lebih hebat lagi.

Untuk beberapa saat Kebo Tandes menjadi ragu-ragu.

Dalam hati kecilnya ia ber-tanya kedalam hatinya sendiri.

Apakah salahnya dan siapakah orang itu? Sambil meloncat menghindari ia berteriak .

"Siapakah engkau ini? Apakah sebabnya engkau menyerang aku?" 24 Penyerang itu sama sekali tidak menghiraukannya. Dengan penuh nafsu orang itu menyerang terus. Akhirnya karena tak ada kemungkinan lain Kebo Tandes terpaksa melayaninya. Mula-mula ia masih berusaha untuk meyakinkan orang itu, bahwa mungkin ia keliru, sebab selama di Sela Mangleng Kebo Tandes tidak mempunyai musuh dan merasa tidak menyakiti had orang lain. Kebo Tandes menjadi terkejut sekali ketika orang yang menyerangnya itu berkata dengan lantangnya, katanya.

"Hai Kebo Tandes, kau sekarang tidak akan dapat lepas dari tanganku."

Sahut Kebo Tandes .

"Apakah hubunganmu dengan diriku hingga engkau ber- maksud menangkap aku? Dan siapakah kau ini sebenarnja?"

"Ha ..ha ..ha ....inilah balas dendamku. Ingatkah kamu ketika di Gunung Klotak? Mu adalah Kebo Peteng Ha ..ha ..Tidak mengira bahwa engkau akan datang kemari. Katanya dengan serangannya yang bertubi-tubi dan menjadi bertambah cepat dan mendesak. Tetapi Kebo Tandes tidaklah tinggal diam, karena ia memiliki silat yang tinggi, ia tidak akan menyerah demikian saja. Ia terpaksa harus melawannya dengan tenang dan lincah sambil berkata.

"Hai Kebo Peteng, dahulu kamu melarikan diri takut melawan aku. Ingatlah Kebo Peteng, bahwa kebenaran senantiasa berada ditangan orang yang tidak bersalah. Terdapat di orang-orang yang jujur. Orang yang salah akan seleh. Orang yang tidak jujur pasti hancur. Karena kami dipihak yang benar, walaupun bagaimana jua kami tidak akan takut melawanmu,"

Katanya sambil menangkis serangan-serangan itu dengan mudah.

25 Tetapi ia tidak dapat terus menerus menghindari dan mengelak.

Sebab kali ini orang yang menyerangnya menjadi makin kalap.

Gerak-geriknya semakin cepat dan berbahaya.

Karena itu akhirnya Kebo Tandes terpaksa melakukan serangan-serangan pula, sebagai suatu cara terbaik untuk mempertahankan diri.

Perkelahiannya makin lama makin menjadi semakin ramai.

Namun dimasa-masa yang pendek Kebo Tandes sempat mengamatamati bahwa penyerangnya adalah memang sakti.

Beda dengan ketika ia tandtng di Gunung Klotak, mungkin pada waktu itu Kebo Peteng hanya pura-pura kalah saja.

Sekarang wajahnya tampak bengis.

Ia selalu cepat bergerak.

Memang Kebo Peteng mempunyai ilmu yang tinggi.

Tetapi walaupun demikian, Kebo Tandes tidak akan diam sampai disitu saja.

Dalam perkelahian itu Kebo Tandes bekerja keras dan ia tidak merasa cemas.
Kebo Tandes Mencari Pusaka Karya Soetamo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mati itu bukan apa-apa bila betul-betul membela tugas dan keyakinannya.

Ia terus melayani serangannya.

Selelah bertempur beberapa lama, akhirnya Kebo Tandes mendengar desah nafas lawannya semakin lama semakin cepat.

Ia menjadi bergembira, karena dengan demikian ia tahu bahwa sebentar lagi lawannya akan kehabisan naf as.

Karena itu ia tidak perlu untuk melawannya dengan sungguh- sungguh.

Ia cukup mengganggunya sehingga apa bila nafas orang itu telah benar-benar tersekat.

Maka itu dengan mudah akan dapat menangkapnja.

Tetapi Kebo Peteng menyadari kelemaahannya, oleh karenanya maka dengan tergesa-gesa ia meloncat mundur sebelum kehabisan nafas dan berusaha melarikan diri.

Tetapi Kebo Tandes sama sekali tidak melepaskannya.

Ccpat ia berusaha untuk mengejamya Namun ia menjadi keheran-heranan.

Orang yang dikejamya itu, masih dapat melarikan diri walaupun nafasnya sudah hampir habis.

26 Kebo Tandes berhenti mengejamya ketika orang itu menyusup ke gua yang lainnya.

Sekarang Kebo Tandes mengetahuinya bahwa gua itu memang lebar dan luas.

Ada beberapa jalan yang menghubungkan ke beberapa jurusan.

Kata Kebo Tandes dalam hatinya .

"Tidaklah kukira-kirakan bahwa di dalam gua ini terdapat jalan yang luas dan kelihatan terang benderang begini Maka tidaklah mengherankan adanya berita-berita yang mengatakan bahwa banyak sekali kejadian-kejadian, kerusuhan-kerusuhan, penyamunan- penyamun kedalam gua inilah hilangnya. Mungkin gua inilah yang menjadi sarang dari penyamun-penyamun yang mengacau kerajaan Kediri dan Jenggala. Bila demikianlah halnya, demi untuk keamanan negara. Aku tidak akan mundur setapakpun, untuk menghadapi penjahat-penjahat ini. Aku rela mati demi untuk kesejahteraan nusa dan bangsaku."

Dilanjutkannya jalannya menurutkan jalan yang kelihatan lebar dalam gua itu. Tetapi tidak lama kemudian, datanglah beberapa orang menghampirinya sambil berkata.

"Hai, saudara, berhentilah sebentar. Saya ingin berbicara denganmu sekarang sejenak saja."

Kebo Tandes berhenti dan beran melihat orang-orang yang menghampiri dirinya itu. Katanya .

"Siapakah kalian ini? Memberanikan diri menghentikan ja- lanku?"

"Aku adalah punggawa dari Kerajaan Bantarangin, Rama saya Kelana Soka. Sedang saudara-saudara saja ini bernama Kelana Rudra, Kelana Jaja, Kelana Jati. Kami berempat menjaga pintu gerbang ini untuk menantikan kabar dari raja Lembu Amijaja, bagaimana keputusan selanjutnya terhadap janjinya. Siapakah sau- dara ini? Dan hendak kemana?" 27 Dalam hati kecilnya Kebo Tandes, merasa bersyukurlah ia berhadapan dengan beberapa orang yang bersenjatakan lengkap. Mungkin orang-orang itu dapat diminta bantuannya untut menghantam penyamun-penyamun yang berada dirialam gua Sela Mangleng itu. Ia akan menggabungkan diri dengan punggawa tersebut. Siapa tahu nanti akan mendapatkan petunjuk-petunjuk untuk melanjutkan azas tujuannya mencari Kyai Pulanggeni. Maka jawabnya.

"Saudara-saudara sekalian, kenalkanlah saya. Saya adalah Kebo Tandes, asal saya dari kerajaan Kediri. Karena saya tidak menyetujui akan tingkah laku baginda Lembu Amijaya yang culas itu, maka kami pergi dari kerajaan Kediri, memang sengaja hendak mencari kalian ini. Perlunya saya akan mengabdi kepada rajamu."

"Bila demikian kehendakmu, marilah saudara kuantarkan menghadap raja kami Klana Sewandana, saya yakin bahwa saudara tentu nanti akan diterima menjadi punggawa. Karena Prabu Klana Sewandana menginginkan tenaga akhli yang berasal dari kerajaan Kediri."

"Terima kasih atas kesediaan kalian untuk menolong diri kami pada Baginda Klana Sewandana, terlebih dahulu kalian akan kami aj ak menghilangkan kepala penyamun dan anak buahnya yang membuat kacau kerajaan Kediri dan Bantarangin. Sebab penyamun- penyamun ini apabila tidak disingkirkan, akan membawa akibat yang tidak kita inginkan."

"Dimanakah penyamun-penyamun itu berada saudara?"

"Didalam Gua Seta Mangleng ini, pula yang sebelah kiri tidak jauh dari sini. Tadi saja sudah berkelahi dengan dia. Ia kemudiaan lari kesana. Bila tidak demikian, maka akan terjadi kerusuhan- kerusuhan yang tidak akan putus hentinya." 28

"Bila demikian kehendak anda, saja sanggup akan mem- berikan pertolongan kepada anda. Saudara-saudaraku sekalian Kalian sudah mendengar sendiri bahwa kalian harus turut memberikan bantuan kepada saudara ini. Di dalam sebelah sana di gua ini terdapat raja penyamun yang apabila tidak segera dibasmi akan terjadi hal-hal yang bersimaharajalela. Bahkan penjahat- penjahat ini akan masuk daerah kita. Bantarangin,"

Kata Klana Soka kepada punggawa-punggawa yang lain.

Punggawa-punggawa Bantarangin yang dikepalai oleh Kelana Soka yang berada didalam Gua itu bersedia membantu Kebo Tandes, mengejar penyamun- penyamun yang bersembunyi di dalam gua itu.

Kini kelima orang itu lelah berbalik ke tempat dimana Kebo Peteng membelokkan diri tadi.

Meskipun Kebo Tandes beserta kawan-kamannya yang bersenjatakan lengkap itu memasuki- simpangan jalan dirialam gua itu dengan gagah berani, namun hatinya bergetar juga, karena gelap gulita dirialam gua itu memang lain dari pada yang lain.

Kellum orang itu selalu bersiap-siaga.

Dari kejauhan kelihatan sinar lampu yang menyinari gua yang membuat terang Gua itu.

Kebo Tandes berbisik-bisik dengan Kelana Saka.

"Saudara, itu kelihatan ada lampu. Mungkin disitulah tempat penyamun-penyamun itu bersarang."

"Hati-hatilah. Kita harus berpisah terlebih dahulu, saya nanti yang akan maju. Berilah aku pertolongan apabila aku nanti memerlukan pertolongan."

Sahut Kelana Soka dengan berbisik pula .

"Saya akan menolong anda, dengan sepenuh tenagaku."

Kebo Tandes menuju ketempat dimana pelita itu menyala dengan pertahan-lahan jejaknya.

Tetapi tidak berapa lama berselang, Kebo Tandes dikejutkan adanya sebuah bayangan yang seakan-akan muncul tidak diketahui asalnya, dan dengan langkah yang cepat langsung menuju arahnya.

29 Walaupun Kebo Tandes sengaja menanti kejadian itu, namun hatinya bergetar juga.

Bayangan itu mungkin menghampiri dia.

Ketika orang itu sudah makin dekat, Kebo Tandes segera meloncat berdiri serta mempersiapkan diri.

Sebab menilik gerak serta arah datangnya, maka orang, ini pasti lebih berbahaya dari pada dua orang yang pemah melawannya.

Melihat Kebo Tandes berdiri serta mempersiapkan diri, orang itu berhenti.

Agaknya ia beran melihat sikap Kebo Tandes itu.

Tetapi kemudian ia tertawa terkekeh-kekeh.

Katanya.

"Aku sudah tahu dan mungkin tidak akan keliru lagi, sesuai dengan laporan yang kami terima dari Kebo peteng. Inilah kiranya orang yang bemama Kebo Tandes. Beh ..heh ... heh .... heh ...Orangnyapun tidak seberapa. Betulkah engkau Kebo Tandes yang membunuh Kebo Ijo?"

Di dalam gelap Kebo Tandes mencoba mengawasi orang itu Tetapi yang dapat diketahuinya adalah orang itu perawakannya gagah perkasa berkumis dan berjanggut.

Setelah mengamat-amati gerak gerik orang itu.

Dengan suara yang tetap Kebo Tandes menjawab pertanyaan orang itu.

Katanya .

"Ya, akulah Kebo Tandes. Apakah yang akan engkau perbuat? Dan kamu mau apa? Ha ha ha ..."

"Kau memang berani Kebo Tandes. Aku kira kau akan tidak mau berterus terang. Tidak takutkah engkau mendapat bahaya?"

"Sebab apa aku takut. Atka sulah mengira bahwa kau akan berkata seperti orange yang telah saya lawan beberapa hari yang telah lampau, walaupun orangnya tidak sama."

Orang itu heran mendengar kata-kata Kebo Tandes yang tidak sedikitpun mempunyai rasa takut. Maka katanya .

"Jadi engkau tidak takut dengan aku?" 30 Jawab Kebo Tandes dengan tertawa .

"He ..he ... Aku bukan anak kecil!"

Mendengar jawaban Kebo Tandes orang itu rupanya sudah berpikir dalam hatinya .

"Agaknya ia telah mendahului aku."

Kemudian ia berkata kepada Kebo Tandes katanya .

"Jadi beranikah engkau melawan aku?"

Mau tidak mau Kebo Tandes berdebar-debar jantungnya mendengar kata-kata itu.

Apakah sebabnya orang itu berkata demikian? Maka dari sebab itu ia menjadi geram dan marah amat sangat.

Dengan tidak menunggu lebih lama lagi, Kebo Tandes meloncat mendahului menyerarg orang itu, dengan serangan yang hebat sekali dengan menggerakkan tenaganya yang ada.

Orang yang diserangnya terkejut sekali.

la tidak mengira bahwa Kebo Tandes akan memulai dahulu.

Cepat ia meloncat kesamping.

Tetapi Kebo Tandes tidak membiarkannya.

Disusullah seranganan dengan serangan .berikutnya.

Serangan itu datangnya cepat sekali, sehingga orang itu tidak sempat mengeIakkan dirinya.

Karena itu cepat-cepat ia berusaba dengan kedua tangan yang disilangkan dimuka dadanya.

Terjadilah suatu benturan yang keras.

Kebo Tandes terdorong beberapa langkah surut, tetapi orang itupun tak dapat bertahan pada tempatnya dan terlempar beberapa langkah pula.

Dengan demikian masing-masing mengetahui bahwa kekuatan mereka berimbang.

Maka untuk memenangkan pertempuran adalah terletak pada ketinggian ilmunya dan keprigelannya.

Kebo Tandes segera mempersiapkan dirinya lagi.

la merasa bahwa apabila orang itu dapat mengalahkannya, niscaja ia akan mati.

la tidak mau mati konyol di dalam gua Sela Mangjeng.

Sesaat kemudian terjadilah pertempuran yang dahsyat.

Ma- sing-masing mempergunakan segenap tenaganya serta segenap 31 ilmunya.

Sehingga dengan demikian perkelahlan itu terjadi sangat dahsyatnya.

Kadang.kadang Kebo Tandes dikeljutkan oleh gerakan- gerakan yang tidak disangka-sangka dan aneh yang dtlakukan oleh lawannya.

Tetapi oleh karena lawannya itupun belum begitu menguasai ilmunya secara mendalam, maka ia tidak dapat memenuhi apa yang dikehendakinya.

Kebo Tandes yang lincah dan kuat itu dapat menyelamatkan diri dari serangan-serangan yang demikian.

Setelah mereka bertempur beberapa lama maka terasaiah oleh Kebo Tandes bahwa meskipun kekuatan lawannya dapat menyamainya tetapi ia masih dapat membanggakan kelincahannya.

Orang itu agaknya terlalu memberatkaa serangan-serangannya pada kekuatan tenaga serta beberapa unsur geraknya yang meskipun berbahaya tetapi belum dapat dilakukannya dengan lancar.

Karena itu lambat laun ia merasa bahwa ia akan dapat berhasil mengatasinya.

Sebaliknya lawannya Kebo Tandes akhirnya kehabisan akal.
Kebo Tandes Mencari Pusaka Karya Soetamo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Karena ilmu serta tenaganya sudah dicurahkannya, namun ia sama sekali tidak berhasil menangkap musuhnya.

Meskinun beberapa kali ia berhasil mengenal akan gerak-gerik Kebo Tandes.

Namun dia sendiri telah beberapa kali dikenai badannya dengan bertubi-tubi.

Dengan kejadian itu, tidak adalah harapan lagi baginya untuk memenangkan pertempuran itu.

Maka akhirnya orang itu berputus asalah.

Dengan membabi buta menggunakan ilmu tangan tunggal penangkis bahaya.

Setelah demikian bagi Kebo Tandes, merasa untung sekali.

Sebab serangan yang demikian itu, lawannya telah kehilangan sebahagian dan pengamatan diri serta kewaspadaan.

Karena itulah maka semakin berada dalam keadaan yang menguntungkan.

Karena kejadian tersebut diatas, maka orang itupun kemudian meloncat melarikan diri.

Kebo Tandes mengejamya tetapi tidak dapit berhasil menangkapnya, karena orang itu lari dalam suasana 32 gelap Melihat keterampilan Kebo Tandes mengbadapi serangan musuhnya, Kelana Soka temganga.

Ia memuji akan kepandaian dan ketinggian limo Keho Tandes dalam ilmu silatnya.

Maka di- dekatinya gambit berkata.

"Saudara, memang hebat sekali sepak terjang anda dalam menghadapi penyamun-penyamun itu. Tentu akan takut penyamun- penyamun itu melawan anda."

"Saudaraku Kelana Soka, janganlah khawatir. Aku berjuang untuk kebenaran dan keadilan. Oleh karenanya, Dewata Agung melindungi kita. Sekarang mardah kita serbu tempat penyamun ulung itu. Bakarlah api untuk obor kita!"

Kelana Soka beserta kawannya membakar api.

Terang benderanglah gua itu dan sinar api yang menyala-nyala.

Membakar rumput-rumput kering dan kayu-kayu.

Dengan adanya nyala api itu, maka mereka yang bersembunyi berbondong-bondonalah lari tunggang langgang, menuju ketempat Kebo Tandes minta perfindungan.

Kata Kebo Anaberang kepala penyamun itu kepada Kebo Tandes.

"Tuanku, hamba sudah menyerah kalah. Hamba tahu, bahwa Tuanku telah menerima wahju dari Dewata. Tuanku orang yang kuat dapat mengalahkan hamba beserta pemuka-pemuka suruhan hamba. Hamba serahkan diri hamba. Pancung cecahlah leher dan diri hamba, hamba serahkan kesemuanya itu kepada Tuanku. Hidup mati hamba terserah pada Tuanku!"

"Hai Penyamun. Tidakkah kamu ketahui bahwa sebusuk-busuk bangkai dibungkus, lambat bun akan berbau juga. Oleh karenanya. Sudahilah perbuatan jahatmu. Alihkanlah perbuatanmu kearah perbuatan yang berguna. Masih banyak tempat yang memerlukan tenaga baikmu. Bila kalian mau berbuat yang baik, kalian akan 33 kuberi ampun. Kalian akan kuajak menyelesaikan suatu pekerjaan yang berat demi untuk kesejahteraan umat manusia. Tetapi bila kalian tidak mau menanggapi ajakan kami ini, kalian akan kubunuh. Kalian harus mempertanggung jawabkan perbuatan kalian."

Sahut Kebo Anaberang.

"Hamba akan mengikuti jejak Tuanku asal hamba sekalian diberikan jalan untuk meneruskan hidup hamba."

"Bila demikian, marilah kita bersama sama menghadap ba- ginda Klana Sewandana ke Bantarangin, untuk minta nasehat apa yang harus kita perbuat."

Kebo Tandes dan Kelana Soka beserta Kebo Anaberang beserta pengikutnya meneruskan perjalanannya mengikuti jejak Kelana Soka hendak menuju ke Kerajaan Bantarangin, melalui Gua Sela Mangleng.

Alangkah suka ria Prabu Klana Sewandana setelah menerima keterangan dari Kelana Soka perilaku Kebo Tandes.

Maka diterimalah Kebo Tandes menjadi bupati tamping Prabu Klana Sewandana dengan diberi gelar Tumenggung Kelana Sarimurti.

Semua penyamun yang telab bertobat, dijadikan prajurit kerajaan Bantarangin.

34 BAGIAN III PRABU LEMBU AMIJAYA di Kediri duduk di Dalairung dengan dihadap oleh puteranda Raden gunung Sari beserta patih Narataka.

Tidak lama kemudian datangliah pendeta putri Wiku Kilisuci, bersama-sama dengan adipati Urawan dari Singasari.

Kedatangan Rena wiku Kilisuci itu disambut dengan penuh rasa hormat oleh baginda Lembu Amijaja.

Setelah duduk, maka berkatalah Rema Wiku Kilisuci kepada baginda katanya .

"Adinda Prabu Jaya, kabut pertentangan yang akan menimbulkan bahaya antara Kediri dan Jenggala kini sudah ada titik-titik terang penyelesaiannya. Oleh karena itu adinda prabu, kembalilah damai. Tidak ada gunanya bertengkar antara Saudara dengan saudara. Kakandamu Amiluhur juga sudah saya beri nasehat banyak-banyak, agar supaya kembali berdamai lagi. Adinda Prabu, sebenamya persoalan ini adalah persoalan kecil yang bisa diselesaikan dengan jalan bermusyawarah. Kesalahan Panji merupakan kesalahan biasa. Kesalahan darah muda yang lazim terjadi dia 'tiara orang-orang muda. Dinda Prabu dahulu juga pemah menjadi muda seperti Panji. Bukankah bila sudah menghadapi persoalan cinta, akhirnya akan menjadi buta? Buta segala-galanya? Adinda Prabu. Apa yang dahulu dipertengkarkan, kini sudh tidak ada lagi. Ngreni sekarang sudah mati. Mati karena menghendaki adanya persatuan Kediri dan Jenggala. Bila adinda prabu tidak mengindahkan nasehatku ini, berarti adinda akan melanggar pepati almarhum ayahanda Prabu Airlangga dan Empu Baradah."

Mendengar keterangan Rema Wiku Kilisuci yang demikian itu, Prabu Lembu Amijaya tidak dapat menahan air matanya.

Ia ingat akan pesan almarhum ayahandanya.

Pesan dari gurunya yang sakti.

35 Ingat ketika timbul pertengkaran rebutan tachta dahulu.

Maka sabda baginda .

"Junda junjungan dinda, Ampunilah hamba yang senantiasa memulai pertengkaran antara saudara dengan saudara. Dahulu ketika almarhum Ramanda belum moksa bila terjadi perselisihan faham antara hamba dan kakanda Amiluhur ramandalah yang menjadi penengah. Sekarang yundalah yang menggantikan ramanda almarhum. Bila memang demikian halnya, hamba akan menuruti perintah junda dan hamba ingin mendapatkan petunjuk-petunjuk dari yunda bagaimana selanjtnya agar hamba dapat berdamai kembali dengan kakanda Amiluhur."

"Adinda prabu, hal ini sudah kami atur. Satu-satunya jalan ialah pandekatan keluarga. Candrakirana harus segera dikawinkan dengan Panji."

"Perkawinan Panji dengan Candrakirana dapat dilaksanakan yunda, setelah Kediri lepas dari bahaya. Karena hamba dahulu sudah menlikat janji dengan raja Bantarangin Prabu Klana Sewandana. Sebelum Klana Sewandana mati hamba kira perkawinan Panji dengaa Candrakirana tidak dapat dilangsungkan. Karena pada saat hubungan hamba dengan kakanda Jenggala agak reregang. Klana Sewandana mengajukan lamaran untuk meminang Sekartaji Candrakirana. Lamaran itu hamba terima asal Klana Sewandana dapat menibuat jalan dibawah tanah dari Kediri ke Bantarangin. Rupanya-rupanya apa yang saya mintanya dapat terpenuhi. Dibuatnya jalan melalui gua Sela Mangleng menuju le Bantarangin."

"Dinda Prabu, persoalan ini memang sulit untuk mengatasinya. Tetapi buat kita tidaklah ada barang yang sukar. Semua harus dapat diatasi dengan penuh kesungguhan. Jer basuki wawa bea. Menurut Takdir Dewata Agung, Klana Sewandana musuhnya hanya dengan Panji. Oleh karena adinda Prabu tidak usah khawatir menghadapi 36 Klana Sewandana. Klana Sewandana pasti mati dengan Panji Inu Kartapati, yang penting perkawinan Panji dengan Candrakirana. Harus dilaksanakan terlebih dahulu. Ketahuilah juga wahai dinda Prabu, kakanda Amiluhurpun kini juga dalam keadaan duka cita. Duka cita disebabkaa karena hilangnya Pulanggeni pusaka tinggalan ayahanda ketika terjadi peristiwa penabunuhan Dewi Ngreni. Tetapi persoalan itu perlu kau hiraukan. Antara Kediri dan Jenggala mengalami kesedihan. Tetapi antara kesedihan itu akan timbul persatuan. Dengan adanya persatuan itu segala kesulitan akan dapat teratasi. Pilihlah diantara satu. Kediri akan berkawan dengan Bantarangin akhirnya turun-temurun tidak akan dapat menjadi raja di Nusantara ini dari pada kamu berkorban perasaan sebentar tetapi wahyu kerajaan nanti akan berada percampuran darah antara putera Jenggala dan puteri Kediri. Karena sudah ditakdirkan bahwa Panji dan Candrakirana adalah yang akan menurunkan raja-raja di Nu- santara."

"Yunda junyungan hamba. Bila memang demikian halnya hamba memilih yang kedua demi untuk kejajaan anak cucu hamba."

"Bila memang demikian hainya, bersiap-siaplah dahulu, carilah hari Candrakirana. Junda hendak pergi mendapatkan dinda Amiluhur keJenggala. Apakah pesan adinda kepada dinda Atniluhur yang baik untuk perkawinan Panji dengan Candrakirana?"

"Sembah bakti adinda kepada kakanda prabu Amiluhur. Mintakanlah ampun akan segala kesalahan-kesalahan hamba."

Blum sampai Rema Wiku Kilisuci meninggalkan tempat duduknya, patih Narataka datang menghadap Prabu Lembu Amijaya memberi tahukan bahwa ada utusan dari kerajaan Bone hendak menghadap baginda.

37 Setelah baginda memperkenankan menghadap, Baginda menanyakan apa maksud utusan itu .

"Hai caraka, siapakah namamu dan dari manakah asalmu?"

Sembah utusan .

"Hamba adalah Karaheng Galesung berasai dari kerajaan Bone, datang dihadapan duli tuanku hendak mengunjukkan surat baginda Arung Widarba."

"Coba berikanlah surat rajamu itu kepadaku!"

Karaheng Galesung memberikan surat itu kepada raja Lembu Amijaja.

Setelah surat itu dibuka dan dibacanya maka terus diberikan kepada Wiku Kilisuci untuk dibacanya.

Rema Wiku Kilisuci keheran-heranan membaca surat tersebut.

isi surat tersebut, meminang Putri Galuh Candrakirana untuk dijadikan permaisuri raja Arung Widarba.

Rema Wiku Kilisuci mengedipkan matanya, memberikan isjarat kepada Raja Amijayaagar supaya memberikan jawaban kepada utusan tersebut.

Sabda Lembu Amijaja.

"Karaheng Galesung, surat rajamu telah saja terima dengan baik. Harap menjadikan pengetahuanmu, bahwa putriku Galuh Candrakirana sudah kami pertunangkan dengan Panji Kuda Wanengpati atau Panji Inu Kertapati. Apabila kalian dapat mengalahkan keluarga Panji dan anak saya Gunungsari ini, kalian dapat membawa Galuh Candrakirana menjadi permaisuri rajamu. Tetapi sebaliknya, bila kamu tidak dapat mengalahkan Panji, kalian akan mendapat siksa dad raja Kediri!"

Mendengar sabda raja Amijaja, Karaheng Galesung panas hatinya, maka katanya .

"Baginda Amijaja, hamba tidak akan takut menghadapi siapapun, tuanku. Kami datang dari seberang, sudah mempunyai bekal yang cukup. Kedatangan hamba ke Pulau Jawa tidak akan 38 takut mati. Walaupun terhadap dengan Baginda sendiripun hamba tidak akan takut!"

Putera Mahkota Gunungsari mendengar kata Karaheng Gale- sung panas hatinya. Katanya dengan marah .

"Hai Setan Seberang. Jangan lancang mulut. Apabila memang kamu sudah sakti, marilah bertanding dengan Gunung sari terlebih dahulu, sebelum kalian akan bertanding dengan ramanda Prabu."

"Marilah Satria, kami layani. Kumpulkanlah terlebih dahulu kekuatanmu. Bawalah segala ilmumu Aku tidak akan takut ....."

Katanya dengan tidak minta diri terlebih dahulu pada Raja Lembu Amijaja, dan segera keluar dari sitinggil.

Gunungsari setelah menyembah, segera keluar mengejar Ke- raheng Galesung yang lancang mulut itu.

Setelah sampai diluar istana Gunungsari bertanya kepada Karaheng Galesung katanya .

"Hai, Karaheng Galengsung apakah kehendakmu kini?"

"Gunungsari, apakah bams kuterangkan lagi maksudku? Maksudku untuk meminang saudaramu Candrakirana untuk permaisuri rajaku. Bila tidak dapat kuminta dengan baik-baik, akan ku hancurkan Kediri beserta laskarlaskamya!"

"Setan keparat ..!"

Bagaikan seekor harimau yang sedang beranak Gunungsari tiba-tiba ia sambil membungkuk agak serong kesamping kiri, me lompatlah ia kearah lawannya.

Sebelum Karaheng Galesung menyadari apa yang terjadi atas dirinya.

Gunungsari telah memukul pergelangan tangan lawannya kuat-kuat.

Pedang Karaheng Galesung dalam genggamannya lepas terlempar kedalam rumput, sedang disaat berikutnya ia dikejutkan oleh gerak lawannya secara tiba-tiba mencekam kakinya sebelah kanan, Karaheng Galesung hilang keseimbangannya dan jatuhlah ia terjerembab diatas tanah.

39 Pada saat itulah Gunungsari mencabut kerisnya dan sambil bertolak pinggang ia berseru .

"Hai setan! Katanya kamu seorang sakti. Kena apa begitu saja telah jatuh. Hai setan, seseorang yang betul betul sakti, tidak banyak bicara tetapi segala sesuatunya dibuktikan dengan ke nyataan. Orang yang sombong, tinggi hati, pada suatu saat akan jatuh karena perbuatannya. Bila kamu memang sakti, bangunlah!"

Karaheng Galesung mendengar caci maki Gunungsari ha panas hatinya.

Diambilnya belatinya.

Sambil menggeliatkan badan ia menubruk Gunungsari dari arah samping belakang sambil menikam punggungnya.

Tetapi suatu gerakan yang berbahaya ini dapat dihindari dengan cekatan sekali oleh Gunungsari.

Sekali berkiblat Gunungsari itu, sambil mengelak sedikit kedepan, kerisnya ditikamkan kearah dada lawannya.

Disini lerlihat betapa pandainya kedua orang yang sedang bertanding itu.

Belati Karaheng Galesung yang hendak ditikamkan ketubuh Gunungsari luput dari sasarannya, sebab tepat pada waktunya Gunungsari sudah menggerakkan hadan kearah samping depan.

Tetapi kerisnya yang sudah masak-masak dipertimbangkannya, tentu dapat menumpas Karaheng Galesung, harapannya meleset, Karaheng Galesung bagaikan katak menghindari tikaman, ia meloncat tinggi-tinggi meskipun sambil menjaga keseimbangan badannya, akibat tikaman yang telah meleset tadi.

Gunungsari merasa malu, sebab tikaman kerisnya telah meleset.

Gunungsari secepat kilat sudah memutarkan badan, sedang senjata ditangannya diputar putarkan gemerlapan laksana baling- baling berputar.

Disaat itulah Karaheng Galesung menubruk kearah lawannya untuk kali yang kedua, hendak menikamkan belati kearahnya.

40 Keris dan belati bertemu laksana suara taufan yang bersuara sangat dahsyatnya.

Melihat kesaktian Gunungsari, Karaheng Galesung segera melarikan diri.

Musuh yang lain, selelah mengetahui Karaheng Galesung lari akan memberikan bantuan.

Lain orang lain pula kepandaiannia Sudah barang tentu, dalam menghadapinya harus memakai siasat lain pula.
Kebo Tandes Mencari Pusaka Karya Soetamo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Munculnya musuh baru, temyata sudah diduga lebih dahulu oleh Gunungsari.

Keesokan harinya sehabis Gunungsari bercakap- cakap dengan Para prajurit Kediri, tiba-tiba datanglah sepasukan prajurit Karaheng Galesung menggerebeg prajurit Kediri dan Gunungsari.

Untung Gunungsari telah menggerakkan segenap anak buah- nya supaya siap siaga setiap saat, untuk menghadapi segala kemungkinan.

Dua tiga orang prajurit Karaheng Galesung sudah dapat mengerojok prajurit Kediri.

namun demikian, Gunungsari melawannya.

Lebih sepuluh jurus belum juga sempat dirobohkan.

Gu- nungsari hampir kewalahan menghadapi pradiurir-prajurit pilihan dari Bone itu.

Segera ia mencoba menggunakan ilmu silatnya gerak Harimau hitam menerkam.

Dua kali gagal.

Gunungsari hampir jatuh terjerembab akibat serangannya yang kedua.

Tiba-tiba ia meloncat dengan sigapnya kebelakang lawannya, untuk sesaat kemudian sudah merangkak lari kemuka sambil menyipitkan matanya.

Lawannya yang telah dibuat kacau oleh gerak-geriknya, loncatnya, kebelakang, kedepan, berulang kali, hingga pada suatu saat ia lengah, ujung keris Gunungsari menembus rusuk lawannya hingga meninggal.

"Hai orang Kediri keparat! Akan kupenggal lehermu bila engkau tidak menyerahkan puteri Kediri!" 41 Gunungsari mendengar ancaman itu dari arah belakangnya, yang baru saja ia mencabut kerisnya dari dada lawannya. Se-bilah pisau melayang tepat kearah dadanya, yang dilontarkan oleh tangan yang ulung. Gunungsari mendengar lagi suara musuh yang lainnya dari kejauhan pula. Ia telah bersiaga, sambil berpaling kebelakang seperti diperingatkan oleh suara gaib, telah menyerang badan kesamping. Pisau yang diarahkan kepada Gunungsari tidak mengenai sasarannya, mengenai prajurit lainnya yang berada didekatnya. Pada saat itu berikutnya Gunungsari sudah meloncat tinggi dengan menggunakan ilmu silat yang tinggi, ia hendak menerkam musuhnya. Musuhnya terpesona melihat kesiap siagaan Gunungsari, hampir saja musuhnya lengah. Tetapi begitu keris ditikamkan ia sempat menangkisnya dengan keris pula, yang secepat kilat telah dihunusnya. Serangan itu akhirnya meleset juga tidak dapat menjatuhkan Gunungsari. Keris tadi ditangkis dengan keris pula. Pertarungan sengit segera terjadi, antara Daeng Malewang dengan Gunungsari. Prajurit-prajurit Gunungsaripun juga masih berlawan dengan hebatnya menghadapi lawan. Selagi Gunungsari dengan gigih melayani serangan-serangan lawannya yang baru itu, tiba-tiba terdengar jerit Daeng Malewang sebab terkena keris lengannya yang jatuh seketika itu juga. Semangat Gunungsari bertambah hebat demi melihat musuhnya sudah jatuh. Ia sigap kembali meloncat, kemudian menerjang lawannya dengan menggunakan ilmu silatnya. Harimau buas menerkam. Kali ini ia berhadapan dengan lawan lain yang lebih tangguh yang bemama Daeng Poso. Daeng Poso pada saat itu sangat lengahnya. Gunungsari dianggap ringan saja serangannya. 42 Kembali keris Gunungsari ditikamkan ke dada lawan, yang mana lawannya roboh disaat itu juga. 43 Ketika yang baik ini digunakan oleh Gunungsari kembali keris Gunungsari ditikamkan kepada lawan, yang mana lawannya roboh di saat itu juga. Hanya teriak yang lemah saja yang sempat keluar dari kerongkongannya. Melihat orang yang sangat diharapkan oleh Karaheng Galesung mati terbunuh oleh Gunungsari, Karaheng Galesung mundur untuk sementara. Kemudian Gunungsari kembali ke Kediri setelah melihat Karaheng Galesung menghentikan perlawanannya. **** BAGIAN IV Gunungsari setelah melaporkan kejadian-kejadian yang telah dialaminya kepada ayahandanya, maka untuk selanjutnya ia diperintahkan oleh raja Lembu Amijaya untuk bertahan. Kediri pada waktu itu terancam bahaya besar. Kediri harus menghadapi raja Bone disatu pihak dan Bantarangin dilain pihak. Karena adanya bahaya itu, maka baginda Lembu Amijayaminta bantuan ke Jenggala. Karena perdamaian antara Kediri dan Jenggala sudah pulih kembali, maka Prabu Lembu Amiluhur tidak akan berkeberatan mengirimkan bantuan. Lebih-lebih sekarang pokok persoalan sengketa itu karena memperebutkan Galuh Candrakirana. Maka Baginda Lembu Amituhur merasa berkewajiban calon menantunya harus dibela dari must& Maka dikirimkanlah beribu ribu bala tentara dengan dipimpin oleh para putera raja. Brajanata, 44 Kartala, Panji Sinom Piadapa, Wirun dan Panji Inu Kartapati sendiri. Karaheng Galesung yang mundur untuk menyusun kekuatan itu, setelah berhenti sejenak, segera mengumpulkan kekuatannya. Daeng Matanta, Daeng Manurung, Daerg Suweta, Karaheng Madakung yang merupakan pembantu utama dari Karaheng Galesung, mereka berlatih dengan sungguh-sunguh dan setelah siap, mereka baru keluar dari persembunyiannya. Dari kejauhan kedengaran Lama Karaheng Galesung dipercakapkan orang. Karaheng Galesung tahu bahwa yang mempercakapkan dirinya itu adalah Gunungsari yang memimpin pasukan Kediri. Melihat panji-panji perang kerajaan Kediri itu, Karaheng Galesung tidak ragu-ragu lagi. Maka akan dilawannya sekuat tenaganya bersama- sama dengan kawan-kawannya. Masing-masing kemudian mengatur siasat. Gunungsari berhadapan lagi dengan Karaheng Galesung. Maka kata Gunungsari.

"Hai Karaheng Galesung, agaknya engkau mempunyai nyawa rangkap bukan? Apabila demikian marilah kita teruskan kita mengadu kekuatan!"

"Gunungsari, dulu engkau mengatakan sendiri bahwa kesombongan itu pintu kejatuhan. Ketahuilah karena kesombonganmu itulah engkau akan jatuh. Buat aku sebagai prajurit lebih baik mati berkalang tanah dari pada hidup becermin bangkai. Apa yang engkau kehendaki akan kulajani."

Maka segera pertempuran itu berjalan cepat.

Karaheng Galesung telah berusaha untuk mengurangi tikaman Gunungsari dengan menyerangnya pula berkali-kali.

Tiba tiba ia telah dapat melayani musuhnya jauh lebih sempuma dari saat-saat yang lelah lampau.

Dengan tangkasnya ia menyerang, kemudian melingkar diudara kalau kebetulan ia terlempari oleh pukulan-pukulan 45 musuhnya yang dahsyat.

Namun demikian ia sudah berusaba mengelakkan se-baik-baiknya.

Dalam keadaan yang demikian tak ada maksud Karaheng Galesung untuk mencoba menyelamatkan dirinya.

Sebab adalah tidak mungkin sama sekali baginya berbuat demikian.

Jadi yang dilakukan itu adalah merupakan suatu siasat agar supaya jangan terjadi malapetaka yang akhirnya dapat mengurungkan maksud Arung Widarba.

Walaupun demikian Gunungsari adalah tetap lawannya.

Gunungsari adalah seorang kesatria yang mempunyai pengetahuan yang tinggi dan kepribadian pahlawan dan mempunyai kemampuan yang luar biasa.

Gunungsari sebenamya mengetahui seberapa kekuatan tenaganya Karaheng Galesung telah berada jauh dibawah kekuatannya, karena sebelumnya ia sudah bertempur mati- matian melawannya.

Maka daya Karaheng Galesung segera tampak surut.

Dengan demikian maka serangan Gunungsari semakin banyak mengenai tubuhnya.

Meskipun demikian, Karaheng Galesung sama sekali tidak mengeluh.

Dengan tenaganya yang semakin lemah itu tetap melawan sedapat-dapatnya.

Tetapi apa yang dapat dilakukannya adalah tidak seberapa lama.

Sebuah serangan Guuungsari yang dahsyat datang mengarah kelambungnya.

Dengan tenaga yang masih ada padanya Karaheng Galesung meneoba menghindari serangan itu dengan memiring-kan tubuhnya, tetapi ia tidak berhasil.

Dengan kerasnya ia ter-lempar beberapa langkah dan kemudian jatuh terpelanting.

yang dapat dilakukannya hanyalah meneoba menyelamatkan tubuhnya dengan berusaha menjatuhkan diri sebaik-baiknya.

Dan apa yang diusahakan itu sebagian berhasil.

Namun setelah itu, kembali seluruh tulang tulangnya terasa telah lepas.

Tubuhnya menjadi lemas dan darahnya seolah olah tidak mengalir lagi.

Bagaimanapun ia berusaha namun ia sudah tidak 46 mampu lagi menggerakkan bagian-bagian dari tubuhnya.

Namun meskipun demikian Karaheng Galesung tetap tidak me-ngeluh sama sekaii.

Dengan dada menengadah ia menanti apa yang terjadi.

Kemudian dilihat Gunungsari berjalan mendekatinya sambil berkata .

"Karaheng Galesung, apakah yang akan kau perbuat?"

"Sudahlah tuanku hamba menyerah kaiak Hamba akan menyerah pada Tuanku."

"Bila engkau menyerah, bagaimana akan kawan-kawanmu yang lain?"

"Tuanku, tentunya mereka sudah dapat berpikir. Tentu saja mereka akan mengeluarkan pendiriannya masing-masing. Hamba tidak dapat mempengaruhi mereka. Mungkin mereka Baru akan menyerah setelah mereka mengalami kekalahan."

"Apakah tidak dapat kau pengaruhi kawan-kawanmu itu Galesung?"

"Pengaruh hamba tidak akan dapat termakan olehnya Tuanku."

"Bila demikian halnya, berhentilah sejenak. Aku hendak minta bantuan saudara-saudaraku yang lain."

Tidak lama kemudian datanglah Panji Sinom Pradapa men- datangi tempat Gunungsari sambil berkata.

"Adinda Gunungsari, rupanya lawanmu telah menyerah. Apa musuh-musuh yang lain sudah dapat terkalahkan?"

"Kanda Sinom Pradapa, walaupun Karaheng Galesung telah menyerah kalah, namun yang lain belum juga mau menyerah kalah, Oleh karena hamba motion bantuan kakanda untuk menghadapi musuh musuh dari Bone itu!" 47

"Janganlah khawatir aku akan membantumu walaupun dengan jalan bagaimanapun."

Maka masuklah Panji Sinom Pradapa masuk kedalam pertempuran menemui Daeng Manurung yang sudah bersiap untuk menyerang Gunungsari, alangkah terkejutnya bahwa yang menemuinya bukanlah Gunungsari melainkan Panji Sinom Pradapa.

Maka bertanyalah Daeng Manurung kepada lawan yang akan di- hadapi itu.

"Wahai, satria, siapakah kekasihmu, datang menemui aku?"

Pergilah jangan menghalangi niatku, untuk melawan Gunungsari yang termasyur itu."

"Namaku Panji Sinom Pradapa adik dari Panji Kuda Wanengpati yang akan menjadi suami Candrakiraaa. Siapakah namamu?"

"Daeng Manurung namaku. Sekarang begini saja Kesatria. Serahkanlah Sekar Taji Candrakirana kepada Arung Widarba. Dari pada terjadi pertempuran antara Bone dengan Kediri."

"Daeng Manurung, jangankan kamu akan minta Sekartaji, pengasuhnya saja tidak akan kuberikan kepadamu."

Rupa-rupanya Daeng Manurung mempergunakan keuntungan itu sebaik-baiknya.

Dengan mulut tertutup rapat Panji Sinom Pradapa tidak menanti orang itu selesai berkata, diserangnya orang itu dengan dahsyatnya.

Daeng Manurung mendapat serangan itu terkejut.

Tetapi dengan tangkasnya ia menggeser kakinya sehingga ia dapat membebaskan serangan-serangan Sinom Pradapa.

Sinom Pradapa yang hatinya sudah terbakar oleh kemarahan itu, dengan cepatnya menyerang pula.

Sekali lagi Daeng Manurung terpaksa mengelakkan diri, tetapi agaknya ia tidak mau diserang.terus-menerus.

Maka kemudian 48 dengan garangnya iapun menyerang kembali, na-n3un temyata Sinom Pradapa memiliki kelincahan yang cukup pula, sehingga serangan serangan yang dahsyat dapat dielakkan-nya.

Kemudian terjadilah pertempuran yang hebat.

Masing-ma -sing melanearkan serangan-serangan yang dahsyat dan berbaha-ja.

Tetapi masing- masing temyata memiliki kegesitan dan keta-hanan yang cukup.

Tetapi suatu hal yang kurang menguntungkan bagi Sinom Pradapa.

Adalah Daeng Manurung mempunyai perawakan lebih besar dan lebih tinggi, maka kesempatan Daeng Manurung untuk mengenainya agak lebih banyak.

Tangan serta kakinya yang agak lebih panjang temyata mempengaruhi jalan pertempuran itu.

Rupa-rupanya Daeng Manurung itu mempergunakan keun- tungan itu sebaik-baiknya.

Ia selalu melawan serangan Pan-ji Sinom Pradapa, dengan serangan pula.

Beberapa kali Sinom Pradapa dapat dikenai dengan cara demikian sebelum serangan tangannya sempat menyentuh tubuh orang itu.

Sehingga Panji Sinom Pradapa menjadi semakin marah dan bertempur mati-matian.

Kali ini temyata lawannya benar-tangguh.

Daeng Manurung licin seperti belut, serta gerakannya lincah sekali.

Beberapa kali, apabila serangan serangan Panji Sinom Pradapa agaknya sudah tidak dapat dihindari tiba-tiba ia melenting beberapa langkah dan kemudian dengan cara yang sama ia telah menyerang kembali.

Menghadapi serangan yang demikian Panji Sinom Pradapa merasa agak sulit.

Dengan menjatuhkan diri ia meneoba membebaskan dirinya.

Tetapi Daeng Manurung tidak membiarkan Sinom Pradapa lobos.

Dengan kakinya yang kokoh ia meloncat kearah dada Sinom Pradapa.

Sekali lagi Panji Sinom Pradapa berguling, tetapi sekali lagi Daeng Manurung melakukan serangan yang sama pula sebelum Panji Sinom Pradapa sempat lari.

Panji Sinom Pradapa kemudian menjadi agak gugup.

Beberapa kali ia harus berguling-guling.

Tiba-tiba ia teringat akan ilmunya.

Ia sangat 49 ingat akan gerak dan unsur yang dikuasainya.

Maka digeserlah tubuhnya cepat-cepat ia menangkap pergelangan kaki lawannya.
Kebo Tandes Mencari Pusaka Karya Soetamo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan mempergunakan daya dorongnya sendiri.

Panji Sinom Pradapa ternyata berhasil menjatuhkan Daeng Manurung, dengan menghantam betisnya.

Ketika Daeng Manurung terjatuh berguling-guling, kesempatan itu cepat dipergunakan oleh Panji Sinom Pradapa untuk berdiri.

Tetapi demikian ia berdiri orang itupun dengan suatu gerak seperti roda yang bergulung, iapun telah berdiri dihadapannya pula.

Panji Sinom Pradapa melihat hal yang demikian itu bertambah menjadi marah.

Matanya menjadi merah menyala-nyala dan dadanya berdegupan.

Dengan dahsyatnya ia melontar maju anenyerang dada Daeng Manurung.

Serangan itu demikian sengitnya dan tak terduga duga sehingga Daeng Manurung tidak dapat mengelaknya.

Karena itulah maka dadanya terpaksa terhantam bertubi-tubi, sehingga terhuyung-hu junglah ia terdorong beberapa langkah surut.

Tetapi Panji Sinom Pradapa tidak mau melepaskan kesempatan itu lagi.

Dengan ga- rangnya ia memburu dan sekali lagi menghantamnya.

Sayang bahwa Daeng Manurung sempat memiringkan tubuhnya, sehingga serangan Sinom Pradapa tidak mengenai sasaraunya, bahkan ia sendiri hampr-hampir kehilangan keseimbangannya Dalam saat yang demikian, tampak lawannya mengayunkan tangannya dengan dahsyatnya.

Mehhat serangan itu Panji Sinom Pradapa agak bingung.

Tiba-tiba tanpa dasadarinya ia telah mempergunakan unsur-unsur gerak lain, cepat ia sedikit merendahkan diri, menangkap Lengan orang itu sambil memutar tubuhnya dan dengan bantuan tenaga berat lawannya.

Panji Sinom Pradapa menarik orang itu sempat melampaui pundaknya.

Sangat kerasnya Daeng Manurung 50 terlempar keatas lewat diatas pundaknya dan terbanting dirumput ditepi sungai Brantas.

Panji Sinom Pradapa sekali lagi merasa keheran-beranan, melihat Daeng Manurung terbanting, demikian ia bergulung gulung dan dengan cepatnya bangkit kembali.

Namun sesaat kemudian ia sadar bahwa lawannya adalah orang luar biasa.

Karena sesaat Daeng Manurung berdiri, demikian kaki Panji Sinom Pradapa terlontar mengenai perutnya.

Sekali lagi Daeng Manurung terdorong beberapa langkah, kebelakangnya.

Tetapi seterusnya ketika Panji Simon Pradapa menyusul menyerang dagu orang itu, maka orang itu pun menghantamnya pula.

Kali ini Panji Sinom Pradapa mengalami kembali hal yang sangat merugikan.

Tangannya agaknya lebih pendek dari pada tangan lawannya.

Dengan demikian sebelum tangannya menyentuh dagu Daeng Manurung terasa wajahnya seperti tersentuh bata.

Dengan kerasnya wajahnya terangkat dan ia terlempar beberapa langkah surut, kemudian jatuh terlentang.

Serangan itu di-susul dengan suatu serangan yang dahsyat sekali.

Panji Sinom Pradapa belum sempat bangun.

Maka tidak ada suatu cara yang mungkin untuk membebaskan dirinya kecuali dengan kedua kakinya menghantam Daeng Manurung.

Akibatnya Daeng Manurung melayang kearahnya.

Kemudian orang itu dilemparkan ke udara.

Tetapi Panji Sinom Pradapa kali ini menjadi keheran- beranan.

Dengan gerak yang bagus orang itu melingkar diudara dan jatuh pada punggungnya untuk kemudian berguling-guling dua kali.

Setelah itu dengan cepatnya ia meloncat berdiri.

Pada saat itu Panji Sinom Pradapa telah berdiri pula.

Keringatnya mengalir membasahi seluruh tuhuhnya yang hampir seluruhnya terbalut oleh debu-debu dan pasir.

Sebenarnya Panji Sinom Pradapa pada saat itu telah menjadi gelisah sekali, sebab lawannya memang benar-benar licin.

Mungkin 51 Gunungsari tidak akan dapat melawan musuhnya ini.

Daeng Manurung temyata benar-benar licin seperti belut.

Kemudian terjadilah suatu hal diluar dugaan.

Daeng Manurung tiba-tiba menjadi gelisah dan liar.

Nafasnya turun naik dengan derasnya.

Panji Sinom Pradapa melihat keadaan itu, merasa lega hatinya.

Ia tahu bahwa lawannya telah kehabisan tenaga.

Karena itu ia tidak mau memberi kesempatan lagi.

Cepat-cepat ia melangkah maju dan menyerangnya dengan hebat.

Ternyata Daeng Manurung telah hampir tidak mampu melawannya.

Beberapa kali Panji Sinom Pradapa berhasil menghantamnya sampai orang itu terhuyung-huyung roboh.

Sekali lagi kegembiraan membajang cliwajah Panji Sinom Pradapa, Daeng Manurung pasti akan dapat dibunuhnya.

Tetapi ketika sekali lagi ia maju menyerang tiba-tiba orang itu melemparkan segenggam pasir kali Brantas kearah matanya.

Cepat- cepat Panji Sinom Pradapa memalingkan mukanya namun beberapa butir pasir telah menyebabkan matanya merasa sakit.

Ketika ia sedang sibuk membersihkan matanya itu, ia dihantam musuhnya mengenai punggungnya.

Untunglah bahwa tenaga orang itu telah hampir kehabisan gerak, sehingga dengan demikian hantamannya telah tidak lebih dari sebuah dorongan saja.

Walaupun demikian, karena Sinom Pradapa sama sekali tidak menduga bahwa lawannya akan berbuat curang, menjadi sangat terkejut dan jatuh tertelungkup.

Sinom Pradapa amat marah, diputarnya tubuhnya, untuk menanti serangan berikutnya yang dapat saja dilakukan dengan curang oleh lawannya itu.

Tetapi Panji Sinom Pradapa menjadi terkejut sekali sehingga tubuhnya menjadi gemetar.

Orang yang sudah kehabisan tenaga dan hampir saja dapat dibunuhnya itu hilang tidak diketahui dimana perginya.

Beberapa kali Panji Sinom Pradapa membersihkan mukanya dan membeisihkan matanya yang masih merasa nyeri itu.

52 Setelah Daeng Manurung tidak ketihatan maka pergilah ia menemui Gunuagsari.

Kata Panji Sinom Pradapa .

"Dinda Gunungsari, tahukah adinda akan perkelahian saya dengan Daeng Manurung? Hamba melihat dari jauh kakauda. Daeng Manurung mendapatkan tanding kakanda. Hamba kira apabila adinda yang maju mungkin sudah tidak akan membawa harapan hidup. Dia memang ulung kakanda."

"Dia berlaku culas adinda, mataku ditimbun dengan pasir. Kemudian ia mundur belum diketahui kemana perginya."

"Kakanda, kita harus berhati-hati. Sebab yang sudah pernah terjadi prajurit-prajurit Bone itu mundur dengan menyusun kekuatan lebih lanjut."

"Dinda, bila memang demikian halnya, marilah kita berhenti sebentar."

"Mari, Hambapun juga akan beristirahat juga."

"Lo, adinda, itu ada panggilan rupanya. Dari kejauhan kelihatan paman patih Kudanawarsa pergi ketempat ini. Rupa-rupanya ada hal yang penting."

Patih Kudanawarsa pergi ketempat kedua pangeran itu sambil berkata demikian.

"Ananda Sinom Pradapa. Atas perintah Baginda Lembu Amiluhur, ananda diperintahkan untuk pergi mencari pusaka Pulanggeni ke kerajaan Sambojaya. Perintah Baginda ananda dapat membawa pengikut Jodeh Prasanta dan Raden Wirun. Sedangkan pertahanan Kediri akan dipegang oleh ananda Panji Kuda Waneng Pati."

Alangkah terkejutnya Panji Sinom Pradapa mendapat perintah itu.

Pada hal ia belum puas hatinya sebelum dapat membunuh Daeng Manurung.

Daeng Manurung yang kini telah melarikan diri 53 tidak mungkin akan menyerah kalah jika tidak mendapat lawan yang lebih ulung lagi.

Tetapi sebagai kesatria yang mendapatkan tugas untuk melakukan pekerjaan atas tita.h raja harus dilaksanakan.

Ia akan memenuhi tugasnia itu.

Maka kata Panji Sinom Pradapa kepada Patih Kudanawarsa .

"Paman Patih. Titah ayahanda akan kami laksanakan. Hamba akan berpesan Paman, sepeninggal hamba menuju ke Sambojaya, agar kakanda Panji Inu Kartapati atau Kuda Wanengpati, sedapat mungkin mentruskan melawan pertempuran para prajurit Bugis dari Bone yang akan membuat kekacauan diriaerah Kediri. Ingat akan nama Daeng Manurung. Daeng Manurung ini adalah orang yang harus diawasi benar-benar."

"Pesan ananda itu akan hamba sampaikan kepada rakanda Panji Kuda Wanengpati. Dan bila selama beberapa bulan berada di Sambojaya tidak mendapatkan keterangan hingga hari perkawinan ananda Kuda Wanengpati ananda diperkenankan kembali. Menurut Rema Wiku Kilisuci di Sambojaya terdapat pusaka yang bemama Pulanggeni. Mungkin nama itu nama pusaka Pulanggeni yang kemudian diubah namanya. Oleh karena itu diperintahkan oleh ayahanda ananda agar berita itu diyakinkan kebenarannya."

"Paman, Hamba akan berkuda saja. Agar supaya hamba dapat segera sampai ketempat yang hamba tujuan."

"Menurut pendapat paman juga demikian nanda."

Setelah berpamitan dengan para prajurit dan sanak saudaranya, maka bersama-sama dengan Raden Wirun dan Jodeh Prasanta naik kuda menuju ke kerajaan Sambojaya untuk mencari keris pusaka Kyai Pulanggeni.

Keempat ekor kuda yang ditunggangi oleh Panji Sinom Pra dapa, Raden Wirun dan Jodeh Prasanta dipacukan agar lekas sampai ditempat yang ditujunia.

Karena lari kudanya amat kencang, maka dibelakangnya kelihatan debu yang tinggi 54 berhamburan.

Keempat ekor kuda itu kabur bagaikan berkejar- kejaran, karena yang dua ekor didepan, yang lainnya disebelah belakang.

Kuda yang disebelah depan yang ditunggangi oleh Panji Sinom Pradapa, berbulu putih dan tinggi besar badannya.

Sedang Wirun menunggangi kuda yang berbulu merah, Jodeh Prasanta kudanya masing-masing berbulu hitam.

Lari kuda itu sangat kencangnya.

Setelah sampai disalah satu tempat dekat hutan Saradan lari kudanya itu dihentikan.

Sebab rupanya kudanya sudah agak penat.

Panji Sinom Pradapa berkata kepada Witun katanya .

"Dinda Wirun, perjalanan kita sudah jauh. Nanti kita bermalam ditengah hutan saja sebentar. Esok pagi-pagi meneruskan perjalanan kita."

"Baiklah kakanda. Kasihan kepada kuda kita ini. Kita harus mempunyai kasih sayang dengan binatang juga. Karena mereka sama-sama adalah makhluk Dewata bukan?"

"Betul katamu itu adinda. Hai Paman Prasanta. Marilah kita berhenti disini dahulu. Kalian harus berhati-hati gantian tidumya. Kuda kita biar makan rumput dahulu sekenyang-kenyangnya.

"Ya Tuan, hamba akan mengindahkan perintah Tuan."
Kebo Tandes Mencari Pusaka Karya Soetamo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Setelah bermalam ditengah hutan untuk melepaskan lelahnya, pagi-pagi benar mereka sudah meneruskan jalannya.

Seperti biasanya kuda dipacukan.

Kuda ini memang kuda yang baik dia telah lari pesat berpuluh-pulult pal.

Tetapi dia masih terus dapat lari keras.

Panji Sinom Pradapa agak terkejut, karena mendengar suara ringkikkan kuda yang bukan kudanya dan kuda yang ditunggangi rombongannya.

Rupa-rupanya mereka dikejar oleh pengendara kuda juga.

Rombongan pengejar yang terdiri dari empat puluh orang itu, selelah melihat keempat kuda tersebut, akhirnya dipecah menjadi 55 dua.

Siapakah pengejar-pengejar itu? tidak lain tentara dari Bone yang ingin akan membunuh Panji Sinom Pradapa.

Salah satu pengejar yang memegang tombak sudah menusukkan tombaknya kepundak Wirun.

Tetapi tusukan itu tidak menyebabkan apa-apa.

"Mampus kamu!"

Katanya orang pengejar itu.

Dua orang melompat turun dari masing-masing kudanya, guna menghampiri tubuh Wirun dan Sinom Pradapa.

Kemudian kedua orang itu membalik untuk mengadakan penggeledahan kepada kedua orang tersebut atas perintah dari pemimpinnya.

Sekoniong-konyong saja Wirun mengambil pedangnya.

Pedang dihunus dari sarungnya.

Dengan tiba-tiba sekali pedang yang putih mengkilat itu berkelebat mengenai kedua orang yang tidak sopan itu, yang akhirnya menyerit roboh dan menjadi korban.

Semua orang menjadi terkejut sekali, tidak menyangka bahwa Wirun yang dikiranya telah mati itu demikian sempurnanya, hingga tidak menghiraukan tombakan pada pundaknya.

Dengan adanya kejadian itu orang-orang sama mengundurkan kudanya.

Pemimpin yang memerintahkan untuk menggeledah keempat orang tersebut melihat kejadian itu segera mengambil dan memutar goloknya.

Katanya .

"Sinom Pradapa kau benar-benar tangguh."

Golok diarahkan kepada kepala Sinom Pradapa dan Wirun.

Sinom Pradapa menangkis.

Tetapi ia telah terluka, hingga keku atannya berkurang.

Ketika ia mundur hingga tiga langkah, kemu dian Sinom Pradapa mengambil senjatanya, ia hendak melawan.

Dengan ikalan pedangnia yang seperti kilat ia dapat merobohkan lawannya.

56 Wirun tidak tinggal diam ia membantu pula kakaknya, Penyerang-Penyerang itu kemudian dihalaukan dengan pedangnya.

Setelah pengejar-pengejar itu dibikin kalang kabut, maka ia kembali keatas kudanya.

Kuda itu kemudian lari sekencang-kencangnya.

Rombongan pengejar itu tidak berani meneruskan maksudnya karena mereka merasa bahwa mereka juga tidak akan menang andaikan mereka mengejamya.

Sinom Pradapa dan pengikutnya meneruskan jalannya ke Sambojaya.

Dalam perjalanan itu tidak mendapatkan suatu aral apapun.

Mereka diterima oleh raja Sambojaya dengan baik.

Sinom Pradapa kemudian akan diambil menantu oleh raja Sambojaya dikawinkan dengan putrinya yang bemama Dewi Cipta-wulan.

**** BAGIAN V Hidup Kelana Sarimurti di Bantarangin penuh dengan suka duka.

Suka karena senantiasa dekat dengan raja.

Apa kehendaknya dapat terpenuhi.

Lebih-lebih ia sebagai punggawa yang sangat dikasihi oleh raja.

Tetapi apabila ingat akas tugas yang dipikulkan kepadanya dari Prabu Lembu Amiluhur, ia bersedih hati.

Sedih karena ia mengemban tugas yang luhur belum dapat terpenuhi.

la berpendirian, seorang kesatria yang ingkar akan tugasnya berarti pengecut.

Jiwa Kebo Tandes alias Kelana Sarimurti yang teguh laksana baja itu, tidak akan mengungkiri tugasnya.

Karena ia telah menyanggupinya untuk mencari pusaka Pulanggeni.

Jadi ia tidak akan undur selangkahpun apabila belum mendapatkan keris pusaka 57 itu.

Maka ia senantiasa memanjatkan doa kepada Dewata agar supaya ia mendapatkan petunjuk, dimana keris pusaka itu berada? Selama di Bantarangin ia senantiasa mencari keterangan secara diam-diam baik dirialam keraton maupun diluar Keraton barangkali ada orang yang mempunyai pusaka yang aneh dan agung- bangunnya.

Tetapi sia-sia saja.

Hanya didalam Keraton ada pusaka yang bemama Kyai Kalanadah.

Keris Kyai Kalanadah itu dahulu berasal dari pemberian nenek mojang prabu Klana Sewandana.

Kebo Tandes mengetahui bahwa keris itu dahulu berasal dari Keluarga Barata Pendawa ketika zaman Purwa.

Keris Pusaka Ar juna yang kemudian diberikan kepada Pregiwa istri raja Pringgodani Prabu Gatutkaca.

sebab Sebenamya keris itu dahulu memang kepunyaan Prabu Tremboko nenek Gatutkaca.

Kemudian keris itu turun temurun sampai ke kerajaan Bantarangin.

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa Klana Salaam dana adalah keturunan dari raja-raja Pringgadani.

Dalam hati kecilnya Kebo Tandes bertengkar dengan hatinya.

Ia hendak berbuat jahat dengan Klana Sewandana, karena Klana Sewandana akan memakan Kediri dan mempunyai pusaka Kalanadah yang keampuhannya sebanding dengan Pulanggeni.

Apabila Pulanggeni memang tidak dapat diketemukan, dapat dapat digantikan dengan Kalanadah.

Tetapi pikirannya yang lain memperingatkan bahwa .

Jangan berbuat jahat dengannya.

Bukankah ia telah dibikin baik olehnya.

Klana Sewandana tidak berbuat jahat dengannya.

Jadi apabila ia mendahului akan berbuat jahat akibatnya akan menimpa dirinya sendiri.

Bukankah hukum karma senantiasa ada diriekatnya a Hal yang demikian itu setiap harinya memenuhi pikirannya.

Akhirnya Kebo Tandes hanya akan menunggu dahulu perkembangan lebih lanjut.

Selama didalam kerajaan Bantarangin Kebo Tandes senantiasa mendapat kepercayaan Prabu Klana Sewandana.

yang makin lama 58 kepercayaan itu bertambah-tambah.

Hingga Kebo Tandes diangkat menjadi menteri Bendahara negara, yang diberikan kepercayaan mengatur keluar masuknya uang dan harta benda negara.

Kejadian.

yang Luar biasa itu menyebabkan terjadinya rasa iri hati antara para punggawa yang lain.

Lebih-lebih Patih Bujangganong.

Patih Bujangganong itu terkenal dengan kesaktiannya.

Walaupun raut mukanya jelek, namun ia termasuk orang yang sakti dan jagoan perang.

la sudah banyak mengalahkan raja-raja disekitar Bantarangin la sudah dapat mengalahkan Raja Singa Lodra di Lodaja.

Raja di Pacitanpun sudah terkalahkan juga.

Oleh karenanya Patih Bujangganong sangat disegani oleh Klana Sewandana.

Patih Bujangganong melihat ada orang sesudah dia kini dekat dengan Klana Sewandana, merasa kecewa hatinya.

la akan mencari kesalahan Kebo Tandes.

Oleh karenanya semua gerak-gerik Kebo Tandes senantiasa diperhatikan.

Pada suatu hari Kebu Tandes atau Kelana Sarimurti menerima upeti dari Prabu Sinaa Lo-dra di Lodaja berupa mas dan sajap boning badak.

Tetapi satu diantaranya upeti tersebut ada yang ketinggalan.

Tetapi tidak ditanyakan oleh Kebo Tandes.

Hal tersebut digugat oleh Patih Bujangganong kemudian diadukan pada Klana Sewandana.

Klana Sewandana sukar untuk mengadakan peradilan.

Karena kedua duanya adalah benar.

Sebenaenya letak kesalahan adalah pada Singa Lodra.

Maka terjadilah pertengkaran mulut antara Patih Bujangganong dan Kebo Tandes.

Perang mulut tadi akhimya menjadi tegang, dan akhirnya timbul perkelahian.

Sebelum terjadinya perkelahian Kebo Tandes berkata demikian .

"Patih Bujangganong, kekuasaanmu janganlah kau gunakan untuk menindas orang yang lemah. Ingatlah kekuasaan itu hanya merupakan sampiran saja. Kekuasaan tidak akan dapat kekal, bila digunakan untuk sewenang-wenang, Tetapi kekuasaan itu akan 59 menjadi kalah dengan kebenaran. Kebenaran nanti akan menjadi hakim dari kekuasaan yang menyasar itu. Aku tidak bersalah. Aku akan membela kebenaran dan keadilan. Walaupun bagaimana nanti akan terjadinya, aku tetap pada pendirianku."

"Kelana Sarimurti. Tutuplah mulutmu, bila kanau memang jantan tentu berani melawan aku."
Kebo Tandes Mencari Pusaka Karya Soetamo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Katanya sambil menyerang Karla Sarimurti.

Serangan itu dapat dielakkan oleh Kelana Sarimurti dengan jalan mengguling-gulingkan badannya.

Seteiah ia bisa berdin le-gak dengan memperbaiki sikapnya, Bujangganong mengadakan serangan yang cepat sekali, tetapi Sarimurti dapat menghindari dan menangkisnya mengenai tangan Bujangganong.

Kelana Sarimurti menggetar tangannya, dan ia mundur dua langkah.

Kemudian Kelana Sarimurti berpikir, bahwa kalau bertanding hanya dengan tangan kosong belaka tentunya akan memakan waktu yang lama.

Ia sadar bahwa lawannya ilu mempunyai ilmu silat yang tinggi dan ia adalah terkenal orang sakti.

Tetapi walaupun demikian Kelana Sarimurti tidak main mundur begitu saja.

Ia berpendapat apabila pertarungan ini sampai memakan waktu lama, akan menghabiskan tenaga juga.

Maka dengan itu, secepat kilat ia segera menghunus kerisnya dan menyerang dengan dahsyatnya.

Kerisnya berkelebat menikani lambung lawannya.

Tetapi, Bujangganong memang orang yang sakti dan tangguh, karena begitu ia diserang dengan keris.

perlahan ia lantas memiringkan tubuhnya sambil menghantam pergelangan tangan lawannya yang memegang keris.

Karena hantaman ini, keris Kelana Sarimurti terlepas dari tangannya memantul keudara, dan tak diriuganya keris tersebut jatuh mengenai kepala Bujangganong.

"Aduh .... mati a... a ... ku"

Jerit yang keluar dari mulut Bujangganong, yang selanjutnya jatuh ketanah tidak sadarkan diri.

Keris Kelana Sarimurti tertanam dikepala Bujangganong.

60 Melihat Bujangganong terjatuh, Kelana Sora pengikut Bujangganong menjadi gelisah.

Sabah Kelana Sarimurti memang orang yang tergolong sakti juga, walaupun ia akan dikerojok, tentu akan dapat dielakkan.

Talaka Kelana Sora menyerang Kelaaa Sarimurti dengan gigihnya.

Mereka berdua bertanding masih dengan tangan kosong.

Dasar kepandaian silatnya.

Kelana Sora ini masih kalah beberapa tingkat dengan ilmunya Kelana Sari-murti, ini dapat dibuktikan oleh beberapa kali kekalahan Kelana Sora.

Kelana Sora merasa ia menghadapi lawan yang bukan lawannya.

Ia kemudian menyerang dengan menggunakan jurus-jurus maut.

Karena Kelana Sora merasa kewalahan maka terpaksalah ia menghunus pedangnya untuk menangkis, serangan Kelana Sarimurti.

Kelana Sarimurti tidak tinggal diam segera ia mempergunakan pedang dengan maksud agar pertarungan ini segera dapat diselesaikan.

Tetapi dalam mempergunakan senjata ini Kelana Sora memang termasok ahli juga.

Pada suatu saat, dimana Kelana Sarimurti sedang mengadakan serangan dahsyat dengan pedangnya kearah lawannya, temyata serangan itu dapat digagalkan oleh musuhnya, dengan jalan memiringkan badannya kesamping, sambil menyapu pergelangan tangan Kelana Sarimurti yang memegang pedang, dengan jejakan kaki yang sangat kuatnya, sehingga pedangnya lepas dari tangannya terpeutal jauh.

Kelana Sarimurti alias Kebo Tandes kini sudah tidak bersenjata lagi, tetapi walaupua demikian ia tidak akan putus asa.

Dari jauh kelihatan ada sebilah pisau.

la mundur beberapa langkah diambilnyalah pisau itu.

Kini semangat bettempumya bertambah setelah mendapatkan pisau tadi, walaupun hanya dengan pisau, namun gerakan-gerakannya sangat gesit sehingga dapat membikin kacau balau lawannya.

61 Selagi sengit-sengitnya pertandingan tiba-tiba dibelakang Kelana Sarimurti nampaklah Bujangganong yang sudah sadar kembali dengan membawa keris terhunus.

Pada saat itu ia menoleh kebelakang melihat Bujangganong sudah sadar, ia tidak menyianyiakan kesempatan yang baik itu.

Dengan sebat luar biasa, Kelana Sarimurti kemudian menyambar badan Bujangganong, yang dengan mudahnya tubuh ini, dapat diangkat, kemudian badan ini di- putar-putar diatas kepala, yang akhirnya dilemparkan kearah badan Kelana Sora, yang pada saat itu sudah merubawa pedang terhunus.

Bujangganong kena pedang Kelana Sora, ia sudah tidak bisa sadarkan diri lagi.

Kemudian pedang Kelana Sora diatuh ketanah.

Kemudian setelah pedangnya Kelana Sora lepas dari tangannya, Kelana Sarimurti menghajar Kelana Sora sampai setengah mati.

Kelana Sarimurti memikir bahwa persoalan ini mungkin akan menjadikan murkanya baginda Klana Sewandana.

Walaupun de- mikian ia tidak akan merasa takut.

Mati bukan apa-apa, apabila ia membela krbenaran.

Dengan perasaan marah ia menghadapi serangan-serangan dari pengikut-pengikut Bujangganong.

Dengan pilau terhunus tadi ia dapat banyak korban.

Singasora maju sambil berkata.

"Keparat, seolah-olah diriunia ini hanya engkau sendiri yang laki-laki. Engkau telah membuat kacau Bantarangin. Sebelum engkau ada disini, tidak pemah terjadi hal- hal yang begini, lekas serahkan nyawamu kepadaku. Inilah tumenggung Singasora dari Lodaya yang akan menghabisi nyawamu."

"Hm, lancang benar perbuatanmu. Sebenamya kericuhan ini terjadi karena ada rasa iri Kati. Aku berbuat dcmikian karena aku menuntut keadilan dan kebenaran."

"Aku tidak perduli. Pokoknya hutang darah harus dibajar dengan darah pula." 62 Dengan tangkasnya Singasora meloncat seolah-olah ia ingin memperlihatkan ketangkasannya. Dengan mata yang memancarkan kemarahan dan gigi yang gemertak terdengar ia menggeram. Setelah ini bibimya sajalah yang gemetar, tetapi tak ada katanya yang keluar. Meskipun didalam dadanya berdesak-desakkan berbagai macam perasaan yang akan dilahirkan. Tetapi sungguh mengherankan, bahwa Kelana Sarimurti diserang oleh Singasora tidak mengelak sama sekali, dan masih berdiri dengan tenangnya ditempat itu juga. Pukulan tangan Singasora itu telah dibiarkan saja, Setelah ia tidak mendapat lajanan dari Kelana Sarimurti, kemudian ia menendang bertubi-tubi. Tendangan-tendangan itupun diriiamkan saja. Singasora merasa panas hatinya, maka diambilnyalah senjatanya berupa keris kemudian ditikamkan kedada Kelana Sarimurti. Mendapat serangan yang hebat ini, namun Kelana Sarimurti tidak juga membalasnya, ia hanya mengiringkan badannya sedikit sambil ia menyelentik ujung keris itu dengan jarinya, yang kemudian keris itu jatuh ketanah Kemudian dengan gerakan sedikit saja tatapi sangat cepatnya, sehingga Singasora tidak melihat bagaimana geraknya Kelana Sarimurti melayangkan tangannya, maka tidak lama kemudian pundak Singasora sudah dapat dipegangnya. Seketika itu juga tubuh Singasora seakan-akan kehilangan urat nadi. Badannya lemah. la jatuh dan minta maaf katanya .

"Ampun Tumenggung, hamba minta hidup. Janganlah hamba dibunuh. Hamba ingin akan hidup panjang. Berilah hamba ampun tuanku." 63 Singasora merasa panas hatinya, maka diambillah senjatanya berupa keris, kemudian ditikamkan ke dada Kelana Sarimurti. 64

"Wahai Singasora. Bukanlah kata-kataku ini benar. Kekuasaan dan kebenaran ini yang menunjukkan, mana yang menang. Walaupun berkuasa tetapi tidak benar, niscaja akan jatuh. Tetapi sebalikaja benar tetapi tiadak berkuasa ya akhirnya tidak ada artinya. Namun kebenaranlah yang akan membimbing segala sesuatunya itu. Oleh karenanya Singasora, kembalilah kejalan yang benar. Dewata berada dipihak yang benar. Singasora, tahukah ka- mu bahwa aku ini tidak bersalah. Tetapi karena saja difimah dan difihak yang benar, kita akan menang."

"Tumenggung Kelana Sarimurti, hamba kena bujuk oleh Patih Bujangganong."

"Jangan ikut orang yang gila hormat itu. Bukanlah kamu telah mengetahui sendiri bahwa pada suatu saat Bujangganong yang dahulu sakti dan terhormat itu karena kesombongannya ia jatuh juga."

Setelah terdiadi perkelahian dengan Bujangganong, Kebo Tan des alias Kelana Sarimurti tidak merasa tenang hatinya.

Ia ingin akan meninggalkan Bantarangin.

Ia akan meneruskan perjalanannya mencari keris pusaka Pulanggeni yang hilang itu.

Tetapi ia ti-dak akan kembali dengan tangan hampa.

Ia ingin akan membawa dan mengambil pusaka kerajaan Bantarangin Kyai Kalanadah.

Keris itu disimpan digedung pusaka yang menjadi tanggungannya.

Sebenamya Kebo Tandes tidak sampai hati akan berbuat menjalankan pekerjaan pagar makan tanaman.

Tetapi karena hal ini terpaksa harus dilaksanakan, namun ia tidak akan takut akan dosa.

Dosa yang harus dilakukan merupakan dosa wajib yang dapat ditebus dengan perbuatan utama.

Niatnya sudah dibulatkan.

Ia mengumpulkan orang-orang berasal dari gua Seta Mangleng untuk bersiap sedia pergi meninggalkan Bantaraogin.

Seteiah terdapat kata sepakat diwaktu tengah malam, Kebo Tandes dengan membawa pusaka Kyai Kalanadah, diikuti oleh Kebo Anuberang, Kebo Peteng 65 dan Kelana-kelana sahabatnya kecuali Kelana Sora yang karena iri hati ia berkhianat, tidak diajaknya.

Esok harinya raja Bantarangin Klana Sewandana terkejut karena Kelana Sarimurti pergi meninggalkan Bantarangin dengan membawa pusaka Kyai Kalanadah.

Klana Sewandana mengetahui sebab musababnya Kelana Sarimurti meninggalkan Bantarangin.

Patih Bujangganong yang pada waktu itu dalam keadaan sakit.

Diberitahukan oleh baginda tentang kepergiannya Kelana Sarimurti dengan membawa pusaka kerajaan.

Kepergan Kebo Tandes dari Bantarangin menjadikan suka dukanya Patih Bujangganong.

Suka karena akan kembalilah kewibawaannya dan duka karena ia pasti diperintahkan untuk mencari pusaka yang hilang itu, la percaya, bahwa apabila ia berhadapan dengan Kebo Tandes pasti ia akan kalah.

Prabu Klana Sewandana segera memerintahkan kepada patih Bujangganong, supaya segera mencari pusaka yang hilang dan dibawa oleb Kebo Tandes ke Kediri.

Patih Bujangganong menyanggupinya.

**** BAGIAN VI Kebo Tandes setelah pergi dari kerajaan Bantarangin dengan membawa keris pusaka kerajaan Bantarangin kyai Kalanadah, tidak segera pulang kembali ke kerajaan Jenggala atau Kediri, melainkan meneruskan perjalanannya hendak mencari kyai Pulanggeni.

Kebo Tandes pergi ke jurusan Barat.

Ia akan menuju Pranaragi, minta petunjuk kepada.

Batara Raja, seorang raja yang sudah seperti dewa kcpandaiannja.

Batara Raja adalah saudaranya tunggal guru dengan raja Airlangga almarbum sama sama muridd Ernpu Baradah.

Batara 66 Raja yang sudah setua itu belum meletakkan singgasananja.

Karena ia tidak mempunjai putera seorangpun.

Hubungannya dengan kera- jaan Kediri masih tetap berlangsung.

Kediri dan Jenggala dan Pranaragi merupakan negara bersahabat yang baik.

Perjalanan Kebo Tandes ke Pranaragi melalui hutan belantara dan gunung-gunung yang tinggi.

Adanya pengikut Kebo Tandes yang dibawa dari Bantarangin diperintahkan untuk meneruskan perjalanannya ke Kediri / Jenggala dengan diberikan surat agar supaja menemui Brajanata, dan menceriterakan kejadian-kejadian yang telah dialami.

Selama dalam perjalanan Kebo Tandes senantiasa mengalami pahit dan getir.

Halangan yang dihadapi oleh Kebo Tandes diterima dengan sebaik baiknya.

Semua hidupnya diserahkan kepada Dewata Agung yang mengatur hidup mati manusia dan segala peruntungannya.

Pada waktu itu perjalanan Kebo Tandes sampailah disalah sebuah pedesaan yang sangat suburnya.

Desa tersebut bernarna desa Ngrayun.

Memang desa Ngrayun terkenal akan kesuburanaja.


Pendekar Hina Kelana 17 Dendam Manusia Wajah Di Jendela Karya No Name Pendekar Darah Pajajaran Karya Kusdio

Cari Blog Ini