Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo Bagian 3
memasuki terowongan menudju istana atas petundjuk Sekarkembar, telah
mentjapai pertengahan djalan.
Tetapi disinilah kesulitan mulai karena terowongan makin
sempit, hingga terasa bagi semua pasukan, betapa kesulitan mereka untuk
bernafas. Sekarkembarpun telah mulai lemas, tergantung dibahu
Wulungseto. Karena memang terowongan itu bukan ukurannja untuk
sekian ratus orang. Sedangkan terowongan itu sama sekali terbuat
sedemikian rupa, berlapis tjampuran batu jang keras, hingga sukar untuk
membongkar membuat djalan udara keluar. Sekalipun dapat tembus,.
mereka tidak tahu dimanakah tembusan akan nampak. Hingga
Wulungseto berkali kali bertanja?
- Masih djauhkah Sekar?
- Tifak tahu Seto. Aku tidak pernah memperhatikan dan memang
tak ada tanda-tanda disini.
Untuk mengurangi sesaknja udara terpaksa semua obor jang
telah dinjalakan dimatikan. Hingga sama sekali semua pasukan berdjalan
dalam kegelapan jang sangat dan hanja bisa berdjalan menurut langkah
orang jang didepannja.
Sedangkan Wulungseto jang paling depanpun hanja bisa
berdjalan menurut udjung kakinja, Perdjalanan makin lama makin sulit,
karena terdapat beberapa lubang tipuan dimana Wulungseto dan
Sekarkembar tak bisa mengetahui mana jang benar.
Udara makin sesak dan sangat menekan dada mereka, hingga
terasa seakan akan dada mereka tertindih batu- batu besar.
Kemudian rasa haus mulai menjerang mereka karena banjaknja
keringat jang keluar tanpa mereka mengetahui akan sampai berapa lama
lagi mereka harus merangkaki kegelapan itu.128
Beberapa orang jang memang kurang kuat telah djatuh rendah
dan sama sekali tak seorang mengetahui dan bisa menolongnja. Hingga
mereka terpaksa ditinggalkan dalam kead?an menudju kepada saatnja
terachir. Sekarkembar mulai makin lemah dan sama sekali tak berdaja
untuk mengangkat kakinja, hingga Wulungseto terpaksa mendukungnja.
- Seto. Oh Seto. Nafasku Seto. Makin tak bisa kutahankan.
- Kuatkan Sekar, oh kuatkan. Kita hampir sampai.
yakinlah kita hampir sampai. Oh Sekar tanpa kau kita akan sama
sekali tidak tahu tembusan terowongan itu sampai dimana.
- Sekar kuatkan, kuatkan Sekar.
***
Koleksi Kolektor Ebook129
BAGIAN V
- Hamba Baginda jang memghadap. Tjndewangi.
Baginda sama sekali tidak menoleh, pikirannja berputar tanpa
tahu udjung pangkalnja, karena merasa sangsi akan kedjadian jang sedang
berlangsung. Apakah ini mimpi atau kenjataan, Baginda belum jakin.
- Hamba Baginda jang menghadap, Tjindewangi jang
sebenarnja.
Baginda masih terdiam, sama sekali belum pertjaja, hingga
Tjindewangi mengulangi perkataanja lebih djelas, dalamnja lebih pelahan
pelahan:
- Hamba Baginda jang menghadap. Tjindewangi. sama sekali
bukan bajangan dan sama sekali bukan roh jang memburu.
- Lalu perlunja?
- Hamba kembali hanja untuk melandjutkan pembitjaraan jang
dulu.
- Apakah kau tidak berpikr bahwa kembali berarti kau akan ku
seret ke tiang gantungan malam ini djuga?
- Ja mungkin demikian kejadiannja. Tetapi hendaknja Baginda
ingat bahwa seluruh Keradjaan sekarang berada ditangan rakjat. Dan
Baginda hanja akan bisa selamat jika Baginda bersikap baik terhadap
hamba
Sampai perkataan ini baru Baginda berpaling menatap
Tjindewangi dngan pandangan jang membajang perasaan tersinggung,
gusar, terbaurkan perasaan tjemas karena memang telah didesak dari
semula.
- Apakah kau mimpi dengan mengatakan hal demikian? Kau tahu
benteng batu besi telah berdiri dan kukira hanja tentara dari Keradjaan
Dewa2 dapat menghantjurkan bentengku.-130
- Ja benteng batu besi tidak akan hantjur oleh tangan manusia
manapun. Hamba pertjaja. Apa lagi persendjataan pasukan-pasukan Ki
Ageng Tunggal. Tetapi Baginda, tentara Keradjaan manapun bisa
tergontjang hatinja, bisa tidak berdaja karena kelaparan. Dan sekarang
hamba bertanja berapa lamakah tentera Keradjaan bisa bertahan tanpa
pengiriman bahan makanan dari rakjat?
- Tiga tahun tentera dapat bertahan tanpa tambahan bahan
makanan.
- Rakjat sanggup bertahan tiga puluh tahun Baginda.
Lalu maksudmu apakah kau mengantjam aku supaja/aku harus
menjerah kepadamu?
- Tidak Baginda. Hamba menawarkan perdamaian djika
Keradjaan bersedia.
- Maksudmu?
- Untuk menghindari korban jang lebih banjak dari kedua belah
pihak.
Baginda terdiam sesaat, dalam hati ia merasa kagum akan
kelintjahan Tjindewangi berpikir, dan kelintjahan Tjindewangi berbuat.
Hingga waktu itupun Baginda sukar untuk berbuat apapun karena
Tjindewangi benar benar telah siap dengan sendjata ditangannja. Baginda
dengan pelahan-pelahan sambil berpikir apakah jang harus dikerdjakan
menghadapi Tjindewangi
- Ja, tjoba aku ing?n dengar bagaimana tawaran perdamaianmu?
- Baginda melepaskan kekuasaan Keradjaan dan mendapatkan
kedudukon jang lebih tepat, sebagai sesepuh Keradjaan. Tjindewangi tidak
akan ingkar, sebagaimana sedjak semula Tjindewangi tidak akan beralih
djandji.
- Lalu, siapa jang hendak djadi Radja, kau?
- Bukan Baginda. Itu terserah kepada hasil permufakatan nanti.
- Itu tidak mungkin Tjindewangi. Keradjaan Gunung Tunggal
adalah keradjaanku sedjak semula. Dan akan berarti mengingkari sedjarah
djika berpikir sematjam, itu. Bukankah lebih baik, sebenarnja kau
menghendaki apa? Ki Ageng Tunggal menginginkan apa? Wulungseto itu131
tjalon Suamimu memimpikan apa? dan semuanja jang menaruh dendam
terhadap istana mungkin karena ketjewa.
- Apa jang diketjewakan? Bukankah itu bisa disampaikan
kepadaku setjara baik baik? Nah semuanja akan mendapatkan bagiannja
masing-masing. Tetapi satu hal tidak mungkin, djika mereka menghendaki
kekuasaan Keradjaan.
- Baginda, tawaran itu memang bidjaksana Tetapi bukanlah jang
kami kehendaki. Kami menghendaki perubahan sikap keradjaan terhadap
nasib rakjat. Nasib semua penduduknja, untuk tidak mendjadi korban dari
kebesaran Keradjaan.
Baginda merasa terdesak kini, dan makin mendjadi heran.
karena sedjauh itu sama sekali tidak nampak seorang dari pengawal istana,
masuk dan mentjoba mengetahui bahwa Baginda sedang menghadapi
Tjindewangi jang mendjadi buronan utama setelah Ki Ageng Tunggal.
Baginda tidak mengetahui bahwa semua selir Baginda telah mendjaga
semua pintu masuk kedaiam ruangan dimana Baginda berada.
Tjindewangi mengetahui hal ini hingga lebih mendesak lagi untuk
meruntuhkan hati Baginda:
- Baginda tidak usah mengharapkan siapapun akan masuk
kedalam ruangan ini , Baginda.
Semua pintu masuk kedalam ruangan telah didjaga oleh selir
selir Baginda sendiri, jang tidak menghendaki pembijaraan antara hamba
dan Baginda ini terganggu.
- Monjet semuanja, semuanja telah mendjadi monjet.
- Djangan gusar Baginda. jadi berariti sampai pasukan-pasukan
Ki Ageng Tunggal masuk kedalam istana ini, tak seorangpun akan menemui
Baginda, begitu kedjadiannja. Dan lebih dari itu. Baginda hendak
mengetahui, bahwa pasukan Wulungseto akan segera memasuk? istana ini
melalui pintu rahasia dalam istana.
- Itu tak mungkin terdjadi.
- Djelas mungkin Baginda.
- Tidak mungkin. itu hanja tipu muslihatmu. Pintu itu hanja dua
orang jang bisa tahu Selebihnja, jang djuga membangun pintu ahasia telah
kubunuh semuanja.-132
- Ada seorang jang juga tahu Baginda. Sekarkembar, selir
termuda dari Panglima Honggo. Dan Sekarkembar dipihak kami.
Kemudian Baginda perlu tahu djuga bahwa saat ini sebuah busur
tali telah direatangkan, anak panahnja bisa lepas disaat Baginda akan
berbuat jang tidak kami harapkan. Wanita jang merentangkan tali busur
itupun selir Baginda jang termuda, jang paling djelita dan paling lembut
pandangan matanja.. Tjempakawangi.
Baginda melirik kearah samping dan memang benar puteri
Tjempakawangi telah merentangkan tali busur dan anak- panahnja sama
sekali, kearah lambungnja. Tanpa perasaan gentar sedikitpun. Hanja satu
hal tetap Baginda mengherankan kenapa pengawal-pengawal bisa
berganti perempuan! Tjindewangi mentjoba menebak hal itu, kemudian
mengatakan dengan tersenjum:
- Baginda tidak usah mengherankan bahwa pengawal bisa
berganti perempuan perempuan.
Itu hal jang tidak sulit Baginda. Pengawal-pengawal tentu haus
dan lapar. Dan selir selir Baginda akan dengan mudah memberikan minum
jang disertai senjum. Tidak lutju bukan dalam minuman itu telah rendam
sematjam ratjun jang tjukup membuat mereka tidur untuk selamanja?
Baginda seketika mendjadi putjat mendengar semua perkataan
Tjindewangi jang memang terbukti benar. Sama sekali tidak lagi Baginda
bisa mengharapkan akan datangnja pertolongan. Satu satunja Mamanda
Patih jang masih berada dalam telah terlandjur dipendjarakan entah
dimana ditempatkan. Tjindewangi mendesak lebih kesudut:
- Sudah djelas hamba kira, apa jang terdjadi dalam istana
Eaginda. Hanja tinggal tergantung Baginda sekarang, hendak memilih
djalan jang mana untuk menjelamatkan Baginda sendiri rasa hina. Sebab
djelas, bahwa djika rakjat berhasil merebut istana Bagnda tidak
mendapatkan perlindungan dari kami. Bajangkan Baginda apa jang hendak
terdjadi, djika rakjat marah dan berhasil menemukan Baginda?
Tetapi tita-tiba Baginda ingat bahwa masih satu rahasia dalam
istana jang bisa. menghindarkan diri dari malapetaka djika terpaksanja
harus ditempuh. Lampu besar jang tergantung terbuat dari sematjam
kristal, berisi minjak pembakar Jang tjukup mengabiskan sebagian dari133
istana. Ketjuali lantai jang Baginda pidjak, bisa terbuka kebawah dan
langsung masuk kedalam terowongan rahasia itu, dimana tempat Baginda
berdiri, ialah tempat dimana kuntji untuk kedua hal itu berada. Hingga
achirnja Baginda dengan tenangnja mendjawab semua antjaman
Tjindewangi:
- Kau memang tjerdik Tjindewang, tangkas, lintjah dan
mempesonakan. Tetapi ingat Tjindewangi. Lampu diatas kita ini. Satu saat
bisa djatuh djika kukehendaki, dan kita semuanja akan musnah. Itu djalan
terachir djika aku menghendaki Tjiadewangi. Sebab aku tahu bahwa aku
tidak bisa dihinakan oleh rakjat- Tidak mungkin dihinakan Ki Ageng
Tunggal, tetapi djuga tidak senang djika aku mati sendirian. Djadi
setidaknja kita jang berada diruangan dan sekitarnja akan mati bersama
sama. Satu hal jang indah djuga bukan?
Tjindewangi tersentak, ia melihat kemudian bahwa sebuah
Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kuntji dan sebuah tali entah dari bahan apa, menghubung-hubungkan
lampu itu dengan tiang dimana Baginda berdiri:
- Nah sekarangpun kau bisa memilih. Sudikah kau keluar dari
ruangan atau tidak? Aku telah tua, kukira tidak begitu sajang atas
meninggalku. Tetapi kau dan semua perempuan jang berhasil kau budjuk?
Tjindewangi terdesak kini, merasakan bahwa ada sebersit
perasaan jang tidak rela mengorbankan wanita2 jang telah menolongnja,
hingga Baginda mengambil kesempatan jang baik baginja. seketika
membentak:
- Bagaimana Tjindewangi. Sudikah kau keluar atau kuruntuhkan
lampu ini. Hingga semuanja bersama - sama mendiadi abu? Keluar atau
tidak?
- Disinilah Tjindewangi sama selali tersentak dari kegontjangan
hatinja, ia ingat kemudian, djika istana ini terbakar dan misalkan
Wulungseto sudah dalam perdjalanan disepandjang terowongan,
terowongan akan tertimbun dan mati bersama sama dalam satu kubur.
Semuanja Tetapi Tjempakawangi melihat suatu kesempatan jang baik,
sebelum Baginda menggerakkan tangannja untulk meraih134135
kuntji dari lampu, anak panahnja telah terlepas, tepat mengenai telapak
tangan Baginda. Hingga Baginda berteriak memaki-maki dengan
menggeliatkan tangannja. Hanja tangan jang lain sempat meraih kuntji
jang sebuah lagi, dan lantai dibawah kaki Baginda terbuka kebawah.
Seketika Baginda hilang dari ruangan itu
Tjindewangi mendjerit bersama-sama Tjempakawangi. Tetapi
kedjadian inilah jang sebenarnja merupakan hal jang sangat besar artinja
bagi Wulungseto dengan seluruh pasukannja. Waktu itu seluruh pasukan
sama sekali telah tidak berdaja untuk bergerak.
Karena sama sekali nafas mereka membeku. Dalam kegelapan
itu sama sekali udara terasa telah habis dan djalan keluar tidak lagi
terdapatkan, Sekarkembar telah pingsan didukungan Wulungseto,
menggeliat menahan meledaknja paru-paru. Sekarkembar hanja bisa
mendjeritkan djeritan jang hampir tidak terdengar:
-Oh Seto, Seto, Seto. paru-paruku Seto terasa tak berdaja lagi.
Terasa akan meledak sudah Seto.
Wulungseto sendiri tak mengerti apa jang harus dikerdjakan.
Tetapi waktu itulah dari arah depan, terlibat tjahaja membersit dan
sesosok tubuh terdjatuh ditanah, dan udara terasa mengalir kembali.
Wulungseto memaksakan tenaganja jang tinggal untuk mentjapai arah
datangnja tjahaja dimana udara terasa mengalir. Seluruh pasukan merasa
kini dadanja kembali reda dari perasaan akan meledak. Semuanja berlari
menudju tjahaja dan tempat dimana udara mengalir.
Waktu itulah Baginda melihat, dan berhas?l menjembunjikan diri
dalam satu ruangan jang merupakan lekukan terowongan, kemudian
sekarkembar berteriak:
- Kita telah sampai Seto. Diudjung sanalah djalan kita keluar.
Wulungseto lari mentjapai tempat jang ditundjkkan
Sekarkembar dan semua pasukannja berhasil keluar dari terowongan jang
berada didekat taman keputrian. Sampai diluar mereka semuanja seakan
akan ingin menghabiskan semua udara jang berada diatas bumi, lupa
bahwa dalam istanapun masih ada bahaja jang mengartjam. Sebaliknja
Baginda kinipun merasa lega, lepas terhindar dari tangkapan. Dan Baginda136
jakin bahwa akan bisa melarikan diri dari pintu terowongan diudjung jang
lain.
Sekarkembar memeluk Wulungseto dan sebentar kemudian
dada Wulungseto telah basah oleh airmata.
***
Waktu itulah pasukan Ki Ageng Tunggal melihat pertanda dari
Wulungseto ialah terbakar sebagian dari menara istana dan mulailah
penjerbuan besar2an dari segala pendjuru ibukota, dimana saat itu telah
disiapkan pembakaran semua pintu gerbang perbatasan oleh Surojudo.
Pasukan Ki Ageng Tunggal berhasil memasuki ibukota setelah
mengadakan pertempuran sengit melawan tentera Keradjaan dan berhasil
mendekati benteng istana Gunung Tunggal.
Sementara pasukan Wulungseto telah segar kembali dan
mulailah pertempuran dalam istana, dimana puteri2 selir2 istanapun
mengambil bagian jang penting, ialah mendjebak pengawal2 istana dan
memberikan djalan jang menudju kepada pengepungan jang tak berdaja.
Panglima Galing berhasil menggempur pintu bentcng |stana
sebelah selatan dan langsung memasuki pintu gerbang istana dimana
tangga pualam jang megah dan ?jauh mendjulang tinggi mentjapai tangga
istana terachir:
Sama sekali pasukan Panglima telah berhasil merajapi tangga itu
dan memaksa hampir semua pengawal2 istana bagian selatan tewas atau
menjerah Pasukan Sngopati jang hendak membantu menolong
menjelamatkan istana tertjegat ditengah djalan oleh pasukan Gondomino
dan Wiroseno, hantjur ditengah djalan.
Mendjelang subuh, pasukan Ki Ageng Tunggal telah berhasil
merebut istana dengan kemenangan gilang-gemilang.
Bendera Ki Ageng Tunggal telah berkibar dipuntjak istana dan
menggontjangkan hati pasukan-pasukana Keradjaan jang berada dalam
benteng pualam merah. Sorak gemuruh hampir hampir meledakkan
seluruh ibukota, dan sorak ini kemudian terdengar dari benteng jang
terletak disebelah timur istana. Hingga Sebentar kemudian diatas benteng137
pualam merah telah berkibar bendera put?h, penjerahan tanpa sjarat dari
mereka.
Baginda dalam terowongan mendengar djelas sorak gemuryh itu
dan merasa bahwa itu pasti pasukan Ki Ageng Tunggal. Seketika maki maki
tanpa tahu siapakah jang dimaki.
Sorak makin terdengar gemuruh, melalui lubang lubang angin
jang tersembunji. Baginda berlari dengan penuh pengharapan bahwa
istana Honggo telah kosong dan Baginda bisa meloloskan diri entah
kemana asalkan selamat dari pengedjaran tentera Ki Ageng Tunggal.
Tetapi Sampai diudjung terowongan dibawah istana Honggo,
seketik Baginda mendjadi putjat, karena pintu terowongan telah tertutup
rapat, Baginda tidak tahu bahwa pasukan Singopati telah menutup pintu
itu setelah dapat diketemukan, untuk maksud membunuh semua pasukan
Wulungseto jang lari melalui terowongan.
Baginda menghantam-hantam pintu jang tertutup dengan
teriakan teriakan jang menjajat hati.
- Pintu pintu bukakan pintu bagi Radjamu. Bukakan bagi
Radjamu hei monjet-monjet goblok.
Djeritan laginda hanja terdengar kembali sebagai gema jang
mentjengkam, tetapi sama sekali tidak dapat seorangoun mendengarnja.
Baginda mendjadi kalap dan gusar.
- Pintu. Pintu. Pintu. Bukakan pintu bagi Radjamu!
Sekali lagi gema itu terdengar dan kembali lebih mentjengkam
ditelinga Baginda, jang makin lama makin mendjadi lemah tenaganja.
Nafasnja mak?n terasa sempit karena letih dan kekurangan udara. Tjahaja
sama sekali tak nampak dari manapun. Baginda berteriak lebih keras,
tetapi jang terdengar makin lemah, Makin tidak terdengar dan hanja
merupakan rintihan-rintihan.
- Pintu. Pintu. Bukakan pintu bagi Radjamu. Gelap, sangat gelap
dan makin gelap. Bukakan pintu ! Oh, pintu dimanakah pintu jang lain.
Atau memang tidak ada lagi pintu bagiku untuk meihat kehidupan kembali
? Pintu, pintu.
Sekali lagi Baginda berteriak dengan sekuat tenaganja jang
tinggal tanpa satu pengharapan. Dan memang pengharapan itu sama138
sekali tidak ada lagi. Karena pintu diudjung lainpun telah ditutup oleh
pasukan Wulungseto.
Baginda berteriak sekali lagi jang terachir, tetapi sama sekali
teriakan itu kedengaran hanja sematjam bisikan.
- Oh, pintu, Bukakan pintu bagi Radjamu. Atau tidak ada lagi
pintu bagiku?
***
Koleksi Kolektor Ebook139140
BAGIAN VI
TETAPI Ternjata bendera putih jang dinaikkan dibenteng batu
besi kemudian turun kembali. Apa jang terdjadi ternjata bahwa bendera
putih itu dinaikkan atas perintah Singopati jang hatinja telah gontjang
tjenderung kepada kewibawaan Tjindewangi. Dan perintah ini achirnja
mendapatkan tantangan keras dari beberapa Panglima jang masih
menginginkan kekuasaan Keradjaan Gunung Tunggal dan jakin bahwa
Keradjaan Gunung Tunggal akan masih bisa bertahan, bahkan akan bisa
merebut kembali istana jang telah direbut oleh pasukan2 Ki Ageng
Tunggal. Panglima2 jang melawan Singopati itu berkobar kembali
semangatnja setelah salah seorang panglima jang selama ini tidak
terkenal, bahkan nampak selalu murung. Tetapi tiba2 seakan akan
mendapatkan ang?n baru dalam hatinja dan merasa bahwa ada satu
pengharapan jang sudah lama terpendam memantjar kembali, ialah
panglima Singolawu. Jang sebenarnja telah djauh sedjak lama djatuh hati
kepada Sekarkembar, tetapi kalah wibawa terhadap Panglima Honggo.
Singolawu merasa bahwa sudah datang waktunja untuk
menundjukkan bahwa dia bisa berbuat lebih dari panglimna Honggo jang
sekarang sudah tewas, maka tanpa berpikir pandjang dia berteriak tiba2
ditengah2 kesunjian ketika bendera putih telah dinaikkan:
- Singopati. kenapa kau berpikir terlampau dangkal. Tidak
jakinkah kau bahwa tentera Keradjaan Gunung Tunggal akan bisa menang?
Kau pikir semua panglima jang lain ini panglima2 kere ? Kalau kau merasa141
takut menghadapi tentera Ki Ageng Tunggal menjingkir atau sama sekali
bunuh diri. Tetapi tidak menaikkan bendera putih jang sangat memalukan
itu, sangat menghinakan kami semua.
Singopati terkedjut, karena perintahnja tiba2 mendapatkan
tantangan begitu menjinggung perasaan, seketika mendjadi gusar
bertjampur marah:
- Lalu apa jang kau kehendaki? Kau mau habis semuanja. Pikirkan
tinggal berapa bulan kita akan bisa bertahan dalam benteng ini, kalau tidak
ada makanan dari luar Tjoba pikir, kalau rakjat semuanja berpihak kepada
Tjindewang? siapakah jang kau perintah. Ribuan tentera dalam benteng ini
tidak ada artinja tanpa rakjat lagi?
Singolawu tersenjum, ia mentjoba mulai mentjari pengaruh
diantara panglima jang lain:
- Rakjat jang mentjintai kita tidak hanja di Keradjaan Gunung
Tunggal. Aku datang dari Gunung Lawu membawa pengharapan mereka
Singopati. Membawa tjinta dan kesetiaan mereka. Bahkan rakjat seluruh
pantai selatan disebelah barat Keradjaan Gunung Tunggal masih berpihak
padaku.
- Ingatlah Singopati, djika istana Gunung Tunggal bisa kita rebut
kembali Keradjaan Gunung Tunggal akan mendjadi lebih besar dan lebih
luas sampai kedaerah barat.
Tiba2 seorang panglima jang berasal dari daerah timur berteriak
karena merasa pula mendapatkan pengharapan baru bagi keinginannja
jang telah lama sudah terpendam.
- Saja dari daerah timur mendjamin bahwa rakjat disana djuga
masih dibelakangku.
- Nah tjoba pikir Singopati. Tjoba pikirkan dulu sebeIum
menaikkan bendera putih jang sangat memalukan itu.
Tetapi Singopati berpitir lain ketjuali merasa malu, ia berpikir
bahwa dengan menjerah kepada Tjindewangi sebelum hantjur sama
sekali, mungkin ia akan mendapatkan pengampunan dan kedudukan
baginda:142
- Itu semuanja omong kosong. Pokoknja kita lebih baik menjerah
Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan siapa jang menentang penjeraha ini. Artinja akan berhadapan dengan
Singopati dan Singopati menawarkan tantangan.
- Siapa jang hidup boleh menurunkan bendera itu. Siapa
sekarang jang masih menghendaki peperangan? Dan siapa menghendaki
perdamaian dibelakangku
Seketika keadaan mendjadi sunji. Singolawupun tidak menduga
Singopati akan memerintahkan demikian. Tetapi semuanja telah terdjadi
dan iapun merasa bahwa waktu telah datang ia mentjapai titik puntjak
jang menentukan apakah ia akan djaja atau mati.
- Tentu tantanganmu kuterima dengan senang.sahabat
sahabatku. Siapa jang berpikir bahwa kita akan menang dan mas?h tetap
mentjintai Keradjaan Gunung Tunggal. Jang masih merasa bawa kita masih
lelaki dan kesatria, djelas datang waktunja bagi kita untuk menundjukkan
semuanja itu.
Keadaan makin diam, Sama sekali semuanja nampak membatu.
Belum ada seorang pun jang bergerak untuk memutuskan apakah akan
mengikuti Singopati atau Singolawu.
Bahkan panglima jang berada dari daerah timur dan telah
berteriak karena meluapnja perasaan, jang suka menjebut dirinja
Panglima Gunungwetan seketika terdiam ragu2 melihat pantjaran mata
Singopati jang begitu jakin dan memang telah dikenal ketangguhannja,
hingga Singolawu berteriak:
- Bagaimana kau Grnungwetan. apakah kau telah berganti nama
mendjadi kulon, tiba2 mendjadi bungkam, takut?
Panglima Gunungwetan seketika mendjadi gusar, perasaan
terbelah dua, tak tahu siapakah jang hendak diturutkan, Singopati
mendapat kesempatan:
- Pikirkan baik2 Gunungwetan. Ingatlah bahwa melawan
Tjindewangi hanja akan membawa korban jang lebih banjak. Dan kita tidak
ada pengharapan lain untuk hidup kembali. Tjindewangi tjukup
mempunjai kebesaran, Ki Ageng Tunggal tjukup bidjaksana dan
Wulungseto tjukup kesatria untuk bertindak adil. Aku hanja inginkan rakjat143
Gunung Tunggal bisa hidup lebih baik, bisa kembali damai. Dan jakinlah
bahwa aku akan dapat memintakan pengampunan atas diri kita semuanja,
agar tetap dapat kembai hidup sebagai tentera Gunung Tunggal dibawah
kekuasaan Tjindewangi jang bidjaksana.
- Bidjaksana bagaimana? Apapun jang terdjadi Tjindewang nanti
akan membunuh kita semuanja. Radja manakah akan memberi ampun
terhadap tentera musuh jang djelas direbutnja ?
- Tjindewangi akan bertindak demikan. Aku kenal bagaimana
pribadi Tjindewangi.
- Ja mungkin itu terdjadi atas Tjindewangi. Tetapi panglima jang
lain akan membunuh kita achir-nja dengan diam2. Karena masing2
mempunjai kepentingan djuga, Mungkin djuga akan berpikir mungkin satu
waktu kita akan djuga kembali berontak.
Singopati agak kisruh djuga mendengar pernjataan ini karena
memang pernjataan itu ada benarnja. Tetapi segala sesuatu harus
diteruskan:
- Pokoknja siapa sekarang jang melanggar perintahku madju
selangkah,
Achirnjapun hanja Singolawu jang bergerak madju selangkah
bersamaan dengan merajapnja perasaan gel?sah bagi semua jang
melihatnja. Masing2 merasa bahwa kedjadian akan bertambah buruk.
Mereka merasa bahwa kalau Singolawu menang, keadaan akan
bertambah gelap. Hingga dalam hati mereka berharap agar Singopati jang
menang dan mereka memang merasa lama-lama bahwa lebih baik
menjerah.
Sementara itu mata Sincolawu telah memitjing dan pandangan
mentjari detik kesempatan jang baik untuk mulai serangannja, Singopati
merasakan hal itu dan rnenanti detik itu dengan tenang, hanja memang
dalam hatinja rasa adanja perasaan getar karena terdesak adanja
pandangan jang luar biasa dari Singolawu. Ketegangan makin memuntjak
waktu Singolawu undur selangkah dan Singopatipun undur dua langkah
untuk mentjari jang baik dalam menghadapi segala kemungkinan.
Lingkaran orang2 disekeliling kedua orang itu makin luas dengan
sendirinja. Masing- masing seakan akan digerakkan oleh kekuatan jang tak144
tahu dari mana asalnja, mundur membentuk lingkaran jang tjukup lebar
Karena mereka tahu kedua panglima itu mempunjai tjukup kemampuan
untuk bertanding.
Tanpa diduga pula beberapa burung hitam mulai berdatangan,
seakan-akan mereka tahu bahwa akan ada makanan baginja. Hinggap
diatas tembok beteng batu besi. Suaranja makin mendesak ketegangan
jang mentjemaskan dan mengerikan waktu itu.
Sementara itu Karangselo jang telah memerintahkan
memberhentikan serangan - serangannja dengan melepaskan ribuan anak
panah kedalam benteng, menanti utusan resmi penjerahan dari benteng
batu-besi terkedjut mendapat laporan bahwa bendera putih turun
kembali. Terkedjut bertjampur marah karena tersinggung, merasa
dipermainkan, hingga seketika memanggil seorang perwira:
- Laporkan sekarang djuga kepada Ki Ageng Tunggal atau
Tjindewangi. Bahwa benteng batu besi bersikap mempermainkan. Dan
mintakan persetudjuan bahwa kita akan menghantjurkan sama sekali
benteng batu bes? dan membunuh semua pasukan musuh. Sampaikan
bahwa Karangselo telah mempunjai satu akal untuk bisa memasuki
benteng malam ini djuga.
- Ja Panglima.
- Dan sampaikan bahwa kita semuanja dalam keadaan
baik,Makanan tidak sama sekali kekurangan, oleh bantuan rakjat. Dan
sampaikan pula bahwa hari ini aku melamar dengan resmi Aju Miranti !
Perwira itu tersenjum, djuga Karangselo tersenjum:
- Kau djangan tersenjum. Ini benar . benar dan mintakan kepada
Wulungseto agar perkawinan Karangselo dan Aju Miranti agar
berlangsung diatas benteng batu-besi.
Waktu itu djuga perwira utusan telah mematju kudanja menudju
keistana Gunung Tunggal. Karangselo kemudian memanggil Wiroseno
untuk diadjak bitjara bagaimana akan dapat memasaki benteng batu-besi
malam nanti djika bendera putih tidak dikibarkan kembali?
Tetapi Wiroseno tetap bisa menguasai perasaannja, dengan
tenang ia mendiawab:145
- Tetapi kita belum mengenal betul keadaan benteng itu
Karangselo. Sama sekali kita belum memahami kekuatan dan dimana
kelemahan benteng itu. Kukira benteng itu akan sangat baik.
Untuk menjeberangi parit jang mengelilngi benteng itupun kita
mungkin akan menghadapi kesukaran jang sangat besar, dimana didalam
parit itu pasti telah ditengkapi dengan rintangan- rintangan jang tak
mungkin ditembus oleh pasukan berkuda sekalipun. Kau mestl ingat
bahwa benteng itu dibargun oteh ribuan tangan-tangan gaib jang tak kita
kenal dari Keradjaan Laut Selatan.
- Bisa pasti bisa, karena kita berdjalan diatas kebenaran bagi
rakjat Gunung Tunggal,
- Apakah tjukup dengan itu?
- Lalu tjaramu?
- Kukira kita hanja bisa mengepung benteng itu selama mungkin
sampai mereka kehabisan makan dan kehabisan semangat. Mungkin
mereka akan hantjur dari dalam sendiri.
Seketika Karangselo terdiam, sama sekali ia belum
memperhitungkan adanja rintangan rintangan jang dipasang dalam parit,
mungkin ia ribuan tombak-tombak berbisa, mungkin air itu sendiri telah
berbisa dan mungkin buaja-buaja jang terpendam dalam kelaparan,
Hingga achirnja Karangselo berkata dengan ragu2:
- Ja, mungkin itu memang satu kesukaran luar biasa. Tetapi sikap
mereka itu sangat menghina, dan sangat menjinggung perasaan. ?
- Kita mungkin harus berunding dahulu mengenai hal ini kepada
Ki Ageng Tunggal. Mungkin hanja Ki Ageng jang dapat menemukan
djalannja untuk itu.
Karangselo merasa bahwa hal itu benar, achirnja mengakui
bahwa ia terlampau tergesa - gesa mengutus mendapatkan perintah dari
Tjindewangi:
- Ja, Memang kita hanja bisa mengepung dan menjerang dari
luar. Akan kukerahkan sekarang rakjat untuk membuat panah - panah api
dan segala matjam sendjata jang bisa dilemparkan djauh-djauh memasuki
benteng, -146
Ketika itulah kira-kira, mulai berkilatnja pedang Singolawu jang
terajun dengan tjepat dan kuatnja menebas leher Singopati. Tetapi
serangan jang pertama ini masih bisa dielakkan oleh Singopati, hingga
pedang itu hanja berkilat dan menimbulkan suara jang menggetarkan.
Ketjuali itupun terasa adanja kekuatan lain jang menjertai kilatan pedang
itu jang memantjar dari teriakan Singolawu, hingga terasa adanja getaran
lain mendesak nafas mereka. Singopati merasakan hal ini, hingga nampak
pula adanja kerisauan sekilatan tertjermin dipandangan matanja. Hanja
kemudian kerisauan terpendam ini melenjap kembali setelah ?ingopati
mempergunakan pula kekuatan lain jang terpendam dalam dirinja,
Keduanja kini benar benar telah siap dengan kekuatan luar dan
dalam dirinja. Masing - masing makin memperketat kewaspadaannja dan
masing2 merasa bahwa hidup matinja tergantung pada detik-detik jang
akan berlangsung sekarang.
Serangan Singolawu berulang lagi lebih dahsjat saat Singopati
sedang hendak menjiapkan serangannja. Jang kedua ini lebih dahsjat
karena kilatan pedangnja nampak berbareng dengan nijalanja api
berwarna biru dari mata pedangnja. Biru dan menjilaukan.
Tetapi sekali lagi serangan ini dapat dielakkan pula. Hanja
pengaruh terhadap semua jang melihat kini telah berbalik dari pihak
Singopati. Mereka merasakan bahwa mungkin akan datang saatnja
Singopati sekaii ini menemui adjalnja.
Hanja kemudian merekapun merasakan ketjemasan lain jang
merajapi, setelah ingat bahwa djika Singolawu menang, ini akan bararti
bahwa peperangan akan berlangsung lebih lama lagi, peperangan akan
sampai pada peperangan habis2an. Peperangan jang hanja mempunjai
dua kemungkinan, mati atau menang. Hanja jang kedua Ini terasa sangat
djauh bisa ditjapai.
Lebih-lebih setelah mereka melihat bahwa Singopati djelas
sangat nampak perasaan gentarnja, terdesak oleh sinar api berwarna biru
dari kilatan pedang jang menjambarnja.
Harapan akan sampainja perdamaian benar2 mulai semakin
djauh bahkan sama sekali hampir hilang, ketika serangan Singolawu jang147
ketiga jang dielakkan oleh Singopati dengan tangkisan pedangnja,
menimbulkan suara berdentjing begitu dahsat dan tiba-tiba nampak
betapa Singopati terpelanting hampir sedjauh lima langkah disertai
teriakan Singolawu :
- Rasakan Singopati, saat mampusmu sekarang.
Teriakan itu diikuti gerakan tangannja jang lebih dahsjat
mengajunkan pedang maut, dan serangan jang keempat kalinja ini benar
benar merupakan puntjak dari kekuatan Singolawu karena terdorong
kejakinan akan tertjapainja kemenangan.
Saat itulah beberapa orang jang tidak bisa menahan perasaanja,
berteriak tiemas dan sebagian berteriak kegirangan karena berpihak
kepada Singolawu.
Tetapi pengharapan dan ketjemasan mereka itu lenjap seketika,
ketika Singopati achirnja terhindar dari serangan, bahkan kemudian
mempunjai kesempatan terbaik menjerang Singolawu dengan ajunan
pcdang jang tepat mengenai lambungnja waktu Singolawu kehilangan
Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
keseimbangan dan kewaspadaan karena ajunan pedangnja ternjata dapat
dielakkan setjara tiba-tiba. Berpuluh puluh orang telah berteriak ketika
melihat pedang Singopati tepat terajun mengenai lambung Singolawu.
Tetapi kemudian ternjata mereka hanja bisa terpukau, bahkan
beberapa orang mendjadi ternganga mulutnja, ketika pedang itu menebas
lambung Singolawu hanja terdengar suara dentjing jang sangat keras,
sedangkan Singolawupun hanja tergojah sesaat tubuhnja, kemudian masih
bisa membalik dan langsung menjerang kembali.
Mereka itu tidak bisa menemukan pikirannja sendiri, kenapa
pedang jang menebas lambung itu hanja menimbulkan suara dentjingan
jang sangat keras, sedangkan sama sekali
Singolawu tidak nampak memakai lapisan besi atau badja dalam
badjunja. Bahkan kemudian digontjangkan perasaannja lebih djauh lagi,
ketika pada saat berikutnja Singopati jang mulai terengah-engah karena
kalah nafas djatuh terpelanting dan pedangnja terlempar djauh dari
tempat dimana ia terdampar. Hingga Singolawu tidak menjia2-kan waktu
jang terbaik ini untuk menebas lambung Singopati.148
Tetapi sekali lagi seluruh tentara Keradjaan Gunung Tunggal jang
tengah terpukau itu digontjanglan lagi perasaannja, karena kejakinan
bahwa Singopati pasti akan menemui adjalnja, ternjata meleset sekali lagi.
Singopaii sempat menghunus keris pusakanja dan sebuah
pantjaran tjahaja merah memantjar dari udjung keris Singopati, sangat
menjilaukan mata Singolawu, hingga seketika Singolawu memedjamkan
matanja untuk menghindarkan pantjaran tjahaja itu, jang terasakan
sematjam tikaman seribu mata pedang. Hingga pedang Singolawu
melesed utuk mengenai sasarannja,
Bahkan Singolawu sendiri kini terhujung kehilangan
keseimbangan, kemudian terasakan adanja kegontjangan dalam hatinja
kareaa waktu itu setjara terdjadi dengan sendirinja, hampir seluruh
tentara jang menjaksikan kemelesedan itu bersorak, Djelas terasakan kini
bahwa hampir selurth tentara Keradjaan Gunung Tunggal berpihak kepada
kebidjaksanaan Singopati.
Sebaliknja Singopati merasakan mendapatkan dukungan batin
dari hampir seluruh anak buah dari benteng batu besi. Seketika bangkit
kembali semangat dan kejakinannja untuk bisa mentjapai kemenangan.
Hingga pertarungan makin mendjadi lebih dahsjat, karena Singolawu
perasaannja sangat tersinggung, sangat marah dan sangat gusar dalam
hati, dljika sampai dia terkalahkan oleh Singopati berarti sama sekali tidak
ada seorangpun jang akan membelanja.
Burung-burung hitam mulai terdengar berkaok- kaok seakan
akan memberi tanda bahwa salah seorang telah mendekati adjal, bahwa
segera dalam waktu jang sangat singkat mereka akan mendjumpai pesta
pora. Sebab mereka seakan-akan sudah mengerti akan kebiasaan dalam
benteng dimanapun djika ada seorang majat terdampar hanja akan
dilemparkan keluar benteng.
Sorak jang kedua terdengar kembali lebih dahsjat, ketika
Singolawu untuk kedua kalinja terhojong, karena sekali lagi melesed
ajunan pedangnja. bahkan jang kedua ini Singolawu terdampar karena
serangan Singopati, hingga sorak-sorai makin terdengar lebih keras,
seakan akan menggontjangkan benteng besi jang besar dan sangat kokob,
Pengharapan mereka kini mulai sangat tjerah dan sangat djelas bisa149
dijakinkan bahwa Singopati akan menang dan bisa mengadakan
perdamaian dengan Tjindewangi. Hanja panglima Gunungwetan jang kini
mulai gusar karena ternjata Singolawu nampak akan bisa terkalahkan,
sedangkan is merasa bahwa sedjak pertama kali ia mendukung Singolawu.
Hatinja terpetjah dua kini, apakah akan membela Singolawu atau berbalik
membela Singopati.
Kedua-duanja sulit, karena sekalipun ia kali ini membela
Singopati, belum tentu Singopati pertjaja. Lalu misalkan terdjadi achinja
Singopati jang menang, ia pasti akan dibunuh sendiri olehnja. Membela
Singolawu, djauh pengharapan Gunung Wetan bahwa Singolawu akan
mentjapai kemenangan. Sebab sekalipun Singolawu menang, mungkin
masih harus menghadapi entah berapa panglima jang akan berpihak
kepada Singopati.
Gunungwetan makin mendjadi gusar ketika untuk ketiga kalinja
Singolawu djaiuh terdampar karena serangan Singopati jang dikuti oleh
sorak sorai jang makin dahsjat dan makin gembira.
Tak sadar Gunungweian achirnja memutuskan untuk membela
Singolawu, satu2nja kesempatan jang paling baik dari segala jang djelek.
Tetapi keika ia mengangkat busurnja untuk melepaskan anak panah
pusakanja, seorang dari perwira jang tak dikenal melepaskan anak
panahnja lebih dulu.
Gunungwetan djatuh tersungkur. 'Mati.
***
Koleksi Kolektor Ebook150
BAGIAN VII
TETAPI TERSUNGKURNJA Gunungwetan sama sekali tidak
mendapatkan perhatian dari mereka jang melihatnja, sebab waktu itu
meledak sekali lagi sorak jang sangat gemuruh, waktu Singolawu djatuh
dan pedangnja terlempar djauh dari tempat dimana ia tersungkur dan
Singopati mengambil kesempatan menjerang sekuat tenaga untuk
menikamkan keris pusakanja.
Keduanja bergumul hingga tak djeias apakah jang terdjadi atas
keduanja. Hanja kemudian suasana mendjadi seakan-akan mati. Diam dan
senjap, waktu pergumulan itu terhenti, jang bangkit bukanlah Singopati.
Tetapi Singolawu dengan keris terhunus dan berdarah jang bangkit berdiri,
menahan nafasnja jang masih terengah-engah, sedangkan Singopati
membalikkan diri, kemudian menggeliat geliat dan kemudian diam. Sama
sekali tidak bergerak lagi.
Orang-orang sama sekali tidak bisa pertjaja akan apa jang sedang
dilihatnja, baru setelah Singolawu achirnja berteriak keras keras sekalipun
berbaur dengan suara parau:
- Siapa lagi sekarang jang hendak menentang Singolawu? Masih
ada?
Semuanja tetap diam, bungkam dan sama sekali belum sadar
akan kedjadian jang tidak terduga sama sekali.
- Siapa masih mau melawan Singolawu? Siapa jang masih mau
menjerang kepada Tjindewangi ? Siapa jang masih ing?n berbuat bodoh,
dan tidak pertjaja bahwa Keradjaan Gunung Tunggal masih bisa kita
pertahankan? Siapa jang masih ingin mendjadi antekja perermpuan151
dljelita itu? Tidak akan kalian bisa diterima mendjadi apapun pada
perempuan itu,
Semuanja tetap diam dan Singolawu mengambil kesempatan
jang terbaik bagi dirinja waktu itu:
- Nah, kalau demikian aku pimpinan seluruh benteng ini.
Sekarang aku jang memerintah. Dan siapa melawan perintahku akan
kulemparkan keluar benteng. Sekarang kurasa ada baiknja aku meminta
pernjataaan setiamu kepadaku. Satu persatu bagi para panglima. Aku ingin
tahu siapakah jang sebenarnja masih tidak ingin mematuhi perintahku.
Singolawu kemudian memerintahkan untuk mengambil sebuah
kursi jang indah dan duduk dengan perasaan bangga:
- Nah kuperintahkan semua panglima madju satu persatu dan
bersedia menirukan apakah jang kukatakan. Aku tidak begitu djelas nama
nama mereka djadi hendaknja masing-masing tahu apa jang harus
dikerdjakan.. lalah madju satu persatu menurut urutan usiamu.
Tetapi seorangpun belum ada jang bergerak menuruti perintah
itu, karena masih dalam keadaan gelisah berbaur perasaan tersinggung
dan tidak mengerti. Hingga Singolawu sekali berteriak :
-Tjalon Radja mu ini ingin mendengar utjapan prasetyamu.
Apakah kalian tidak mendengar lagi. Ja, ja mungkin kalian masih bingung,
baiklah sekarang semua jang merasa diirinja panglima kuharap madju,
berdjedjer dihadapanku.
Semua panglima karena terdorong 'oleh perasaan gentar,
sekalipun dalam hatinja merasa tak senang, terpaksa madju dan
berdjedjer. Singolawu heran tidak melihat dimana panglima
Gunungwetan:
- Dimana panglima Gunungwetan?
Kemudian Singolawu melihat bahwa Gungwetan telah
tergeletak, dipunggungnja tertantjap sebuah anak panah:
- O sudah mati. Baiklah itubisa diurus belakangan, Sekarang jang
merasa paling tua madju selangkah lagi,
Panglima Tunggulwono karena merasa dirinja paling tua madju
selangkah dan menatap Singolawu. Singolawu tersenjum.152
- Oh, sudah kukenal namamu. Tunggulwono. Hanja sebenarnja
namamu itu kurang tepat. Kau mestinja bukan panglima Tunggul-wono,
tetapi panglima Tunggulondo. Tetapi bagaimanapun pengetjutmu akupun
akan menerimamu sebagai panglima kalau kau mau berdjandji
dihadapanku.
- Ja. hamba bersedia
- Nah sekarang tjoba tirukan apa jang kukatakan
- Ja, tuanku
- Nah, kau sudah makin sopan dan sangat menjenangkan.
Hamba panglima Tunggulondo
- Hamba panglima Tunggulondo
- Mulai saat ini
- Mulai saat ini
- Mengakui dengan setulus-tulusnja akan kekuasaan tjalon Radja
Singolawu
- Mengakui dengan setulus- tulusnja akan kekuasaan tjalon
Radja Singolawu
- Nah.
- Nah.
- Nah ini tidak perlu kau tirukan. Apakah otakmu tak ada lagi?
- Masih tuanku
- Hamba berdjandji
- Hamba berdjandji
- Untuk taat dan setia sampai mati.
- Untuk taat dan setia sampai mati.
- Dan mengakui kebesaran kekuasaan tjalon Baginda Singolawu.
- Dan mengakui kebesaran kekuasaan tjalon Baginda Singolawu.
- Jang hamba muljakan
-Apakah tidak lebih baik jang hamba luhurkan?
Singolawu ingin djuga tertawa tetapi jang diutjapkan lain,
dengan membentak Singolawu memerintahkan:
- Aku katakan kau hanja boleh menirukan. Apakah kau merasa
bahwa kau lebih pandai dari aku? Nah tjoba sekarang. Kau belum
menirukan kataku jang terachir -153
- Jang terachir jang mana tuanku?
Singoawu sendiri lupa manakah kalimat jang terachir jang harus
ditirukan, hingga bagaimanapun kegelisahan mereka itu terpaksa
menahan senjum. Karena melihat Singolawu sendiri kemudian menahan
senjum.
- Ja, baiklah aku sendiri lupa jang mana jang terachir. Pokokni
kau berdjandji akan setia kepadaku sampai achir hajatmu? Sampai titik
darahmu jang penghabisan?
- Ja, tuanku.
- Nah. Tetapi sekalipun kau berchianat, kukira usiamu itu akan
tidak berarti bagiku. Kau boleh mundur kembali dan kuminta jang lain.
Jang kedua inilah nampak masing2 djadi ragu2 karena. mereka
tidak tahu benar apakah dia lebih tua atau lebih muda, hingga Singolawu
kembali membentak;:
Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
- Baiklah sekarang kalau kalian memang sudah mendjadi keledai
semuanja. Kutugaskan sekarang bahwa semua jang berada dalam benteng
ini, harus tunduk kepadaku, Tunduk karena hanja dengan djalan itu kita
semua bisa kembali merebut Keradjaan Gunung Tunggal. Hanja dengan
djalan mengakui kekuasaan dan kewibawaanku, kita akan kembali
mendjadi orang2 besar. lngat, siapa jang melawan perintahku berarti
hukuman mati, , akan segera djatuh saat itu juga. Nah sekarang urusan
Gunungwetan. Siapa jang membunuh dia? Kuminta kalau kau masih
merasa kesatrya mengakui tindakannja itu.
Suasana mendjadi hening, tetapi tiba2 madju seorang perwira
jang belum samasekali terkenal dari antara perwira2 jang lain, dengan
tenangnja memandang kepada Singolawu:
- Kenapa kau bunuh dia? Kau tidak senang melawan
Tjindewangi.
- Gunungweian tidak bersikap kesatrya. Hendak memanah dari
belakang.
- Hanja karena itu ?
- Ja, Panglima.
- Tetapi tidak tahukah kau bahwa Gunungwetan satu-satunja
jang menjetudjui sikapku untuk melawan Tjindewangi.-154
- Tahu.
- Nah, djadi ada alasan lain. Ialah bahwa kau tidak senang kepada
sikapku. Besok pagi hukuman mati akan dilaksanakan untukmu.
Suara tiba-tiba mendjadi senjap, karena mereka dalam hati tidak
rela sama sekali perwira muda itu, didjatuhi hukuman mati sedangkan ia
berada dipihak jang benar, ialah bersikap melawan orang jang berbuat
litjik. Tetapi tidak seorangpun berani mengatakan hal ini. Dan saat itu
djuga Singolawu memerintahkan kepada pasukan jang kebanjakan berasal
dari daerahnja untuk menangkap perwira muda itu dan menjiksanja :
sebelum hukuman mati dilaksanakan pada esok harinja. Waktu itu djuga
perwira muda itu diseret keluar dan dilemparkan kedalam sebuah ruangan
dibawah tanah.
Tetapi waktu itulah suasana mendjadi katjau, karena serangan
Karangselo jang mendadak dengan meluntjurkan ribuan anak panah jang
berbisa dan sebagian berapi kembali datang, melanda seluruh arah
benteng itu dan Singolawu berteriak:
-- Semua serangan balas dengan lipat ganda.
Kemudian mulai saat itu, langit seakan akan mendjadi gelap oleh
meluntjurnja ribuan anak panah dari kedua belah pihak, sekali sekali
berkilatan karena tjahaja api dan tjahaja2 udjung-udjung anak panah jang
berpapasan ditengah djalan.
Mendjelang tengah serangan berhenti, Singolawu melihat
terbakar oleh dendam jang makin menjesakkan nafasnja. majat - majat
jang bergeletakan. Hatinja makin panas terasa. Hingga Singolawu
memeras otaknja, bagaimana bisa mengadakan serangan keluar benteng
untuk menghalau pasukan-pasukan pengepung jang sedemikian ketatnja
itu. Singolawu harus bisa mengadakan serangan itu dan dengan begitu ia
bisa mentjari bantuan kedaerah sekiar Gunung Lawu untuk
menjelamatkan benteng itu dari malapetaka, sebab satu waktu akan
datang waktunja makanan habis, semangat hantjur dan pengchianatan
akan mulai merajap. Kelaparan, hantjurnja semangat dan merajapnja
pengchianatan, hal-hal ini akan pasti terdjadi satu waktu kalau tidak ada
bantuan jang bisa menghalau pasukan pengepung.155
Tetapi sampai sendja hari Singolawu belum mendapatkan djalan
jang baik untuk itu, bahkan kemud?an dalam benteng kembali katjau
karena serangan-serangan dari luar, jang kini merupakan serangan
serangan jang aneh. Ialah serangan kerandjang-kerandjang jang berisikan
berpuluh-puluh ular berbisa. Dan jang sangat merepotkan ular-ular itu
hanja sepandjang dua djari, sangat gesit dan djauh lontjatannja. Hingga
dalam benteng itu medjadi simpang siur oleh kengerian jang tak ada
udjung pangkalnja.
Singolawu sendiri jang merasa dirinja kebal terhadap antjaman
segala sendjata dan pusaka-pusaka dari manapun, terpaksa merasakan
suatu kengerian Karena selama ini ia belum pernah menjari kekebalan
terhadap antjaman ular-ular. Tetapi bagaimanapun kengerian ini harus
disembunjikan baik2 untuk mendjaga perasaan seluruh benteng. Hingga
berkali kali Singolawu terpaksa menahan nafasnja, ketika seekor ular
melontjat djatuh didepan kakinja. Untung Singolawu berhasil berkai kali
menebas kepala ular2 ketjil jang merajapi hampir seluruh bagian dari
benteng, beberapa orang ternjata telah menggelepar menahan kesakitan
karena bisa ular itu terasakan sematjam api jang membakar djantungnja
dan kemudian merajap kedalam nafasnja.
Setiap orang jang terserang ular itu, ternjata mati dengan mulut
ternganga, seluruh tubuhnja hangus dan dari beberapa bagian tubuhnja
jang berlubang menetes darah jang telah berwarna biru berbaur hitam dan
merah jang mengerikan. Hingga malam itu, Singolawu mengumpulkan
segala kesaktiannja, memohon kepada sumber kepertjajaannja untuk
dikabulkan mendapatkan kekuatan menghalau serangan jang aneh dan
sama sekali belum pernah dipikirkannja.
Hanja untungnja bagi pasukan pasukan Karangselo dan seluruh
pasukan jang telah menduduki Istana Gunung Tunggal. Sama sekali
Singolawu tidak memikirkan bahwa dia dapat memintakan bantuan
kepada Keradjaan Laut Selatan untuk mengalahkan Tjindewangi. Hanja
satu hal ini jang tidak dikerdjakan, tetapi hal inilah jang menjebabkan
peperangan akan berlangsung lebh lama. Dan Singolawu hanja bisa
menggantungkan berhasil atau tidaknja menghubungi rakjat disekitar156
Gunung Lawu untuk bisa menghalau Karangselo jang kembali menjerang
istana.
Oleh panglima panglima jang lainpun tidak terpikirkan akan
mungkinnja datangnja bantuan dari Keradjaan Laut Selatan jang sama
kedjamnja, karena sibuk dengan urusan ular, dan memang telah hantjur
semangatnja, karena melihat sikap Singolawu dan keadaan dalam benteng
jang telah mulai katjau. Hingga makan malam itu terpaksa ditunda sampai
lewat tengah malam karena mendapatkan laporan bahwa beberapa ular
terlempar kedalam periuk2 nasi dan sajur2an jang sedang dimasak.
Bahkan minumpun mereka terpaksa mengulangi memasak karena
ditempat penampungan air terlihat beberapa ular mati terapung apung
dipermukaannja, dengan mentjari air jang baru.
Singolawu jang tak tahan lapar ini, memaki-maki dan
membentak-bentak, setelah selesai bersamadi dan hendak minum:
- Gila. Tjndewangi memang sudah gila, mengadakan peperangan
jang tidak lutju. Tidak lutju. Hei, kalian tahu bahwa peperangan ini tidak
lutju. Tetapi membikin malapeiaka jang tidak lutju pula. Maka ingatkan
besok, djika aku berbasil merebut istana dan menangkap hidup-hidup
Tjindewangi dengan antek-anteknja. Akan kulemparkan mereka kedalam
sumur jang kupenuhi dengan ular-ular sematjam ini. Tentu sesudah aku
puas menjiksanja dan merasakan betapa kewanitaan Tjindewangi. Kalian
nanti boleh mengerdjakan hal itu.
Baru setelah mendjelang subuh pasukan-pasukan dalam
benteng kembali kepertjajaan dan ketenangannja setelah Singolawu
berhasil mendapatkan kekuatan untuk menghalau serangan jang tidak
lutju baginja. Karena tepat dengan memerahnia fadjar ditimur semua ular
jang masih merajap itu tiba tiba melenting dan mendjadi kaku, hangus
sama sekali.
Dan setelah dikumpulkan kira diketemukan ular sedjumlah 800
ekor. Untuk membuktikan kekuatan dalam benteng itu kemudian
merekapun kembali melemparkan semua ular jang terkumpul itu sama
dengan tjara Karangselo melemparkannja kedalam benteng. Ialah dengan
alat2 pelempar jang sangat kuat.157
Kini sebaliknja pasukan2 Karangselo jang terkedjut dan mendjadi
gontjang kepertjajaannja, melihat hampir semua ular telah dilemparkan
kembali kepada mereka dalam keadaan hangus Hingga Karangselo makin
jakin bahwa melawan benteng batu besi bukan hal jang mudah. Saat itu
djuga ia bersama-sama Wiroseno menghadapi Ki Ageng Tunggal jang kini
tetap tinggal dipedukuhan Tegalmajit, menghimpun tenaga2 tjadangan
bagi peperangan jang mesti akan berlangsung lama.
Karangselo baru mengerti sekarang setelah Ki Ageng Tunggal
mendjelaskan:
- Tidak mudah Karangselo, untuk merebut benteng batu-besi
Karena djelas setelah bendera putih jang telah dinaikkan itu diturunkan
kembali, berarti bahwa ada kekuatan baru jang timbul dalam benteng itu.
Mungkin djuga kekuatan baru itu timbul karena bantuan Keradjaan Laut
Selatan dan mungkin djuga Keradjaan lain, karena aku tahu beberapa
panglima memang ada jang berasal dari Keradjaan lain jang sengadja
menjelundup untuk satu waktu bisa mercbut Keradjaan Gunung Tunggal.
Aku tahu dua panglima, ialah Singolawu dan seorang asing lagi panglima
jang sangat muda, ialah berasal dari daerah pantai utara, bernama
Damarsungsang. Entah jang mana sekarang memegang kekuasaan dalam
benteng itu, kita tidak tahu. Tetapi kduanja jang djelas, dapat meminta
bantuan epada Keradjaan Laut Selatan kalau mau. Dan untuk ini tidak ada
tjara lain, hanjalah Tjindewangi dapat merebut benteng itu. Hanja
Tjindewangi dan tidak dengan kekerasan sendjata.
- Hanja Tjindewangi.
-Ja hanja Tjindewangi dan tanpa kekerasan sendjata.
Karangselo menatap Ki Ageng Tunggal
- Apakah itu sudah takdirnja bagi Tindewangi ?
- Bukan, hanja itu tjaranja. Karena benteag itu tidak mungkin kita
masuki. Kesaktian manapun tidak mungkin menembus benteng itu. Kia
hanja bisa menanti mereka berada diluar benteng dan mereka itu bisa
tidak keluar untuk djangka waktu jang lama. Karena persediaan makanan
mereka tjukup untuk bertahan sampai kapanpun.
***158159
BAGIAN VIII
KEADAAN dalam Istana Gunung Tunggal telah kembali seperti
sediakala, pegawai2 istana mulai bekerdja sebagai biasa dan hampir
semuanja mendapatkan pengampunan dari Tjindewangi, bahkan hampir
semua jang tinggal dalam istana kembali mendapatkan kedudukannja dan
pekerdjaanja. Wulungseto mulai mempeladjari keadaan dalam istana.
Mereka berdua jakin bahwa penjerahan benteng besi tentu telah diatur
sebaik baiknja oleh Karangselo. Hanja satu hal tetap mendjadi rahasia jang
belum terbukakan sama sekali, ialah dimana Baginda Radja Gunung
Tunggal ? Sama sekali mereka tidak pernah membajangkan bahwa Baginda
Radja berada dalam terowongan rahasia dalam keadaan kehabisan
tenaga. Karena kedua pintu keluar terowongan itu telah dihantjurkan.
Patih Keradjaanpun hilang entah dimana, djenazah Prameswari telah
dimakamkan dengan baik, sekalipun sederhana.
Tjindewangi merasa kini nafasnja telah bisa mendjadi longgar,
dan saat itu Tjindewangi mentjari Wulungselo, untuk mengingatkan
bahwa keadaan telah baik. Maka Tjindewangi akan mengatakan bahwa
sudah datang waktunja, Wulungseto boleh melamarnja sebagai tjalon
isteri. sedangkan Wulungseto bukan itu jang dipikirkan, malah telah
berpikir bagaimana akan dapat membawa Tjindewangi pergi berkuda
kepuntjak bukit tertinggi disebelah timur istana, dimana ia akan menagih
djandji. Tetapi segala hal itu belum sempat dikerdjakan oleh Wulungseto
dan Tjindewangi mendadak kedatangan utusan Karangselo dan
bersamaan dengan utusan Ki Ageng Tunggal jang melaporkan keadaan
jang terdjadi dikantjah peperangan benteng batu besi: Wiroseno hanja
achirnja menegaskan:
- Pokoknja pesan Ki Ageng Tunggal. Hanja Tjndewangi jang dapat
merebut benteng batu besi dengan tanpa kekerasan. Lain djalan tidak
ada.-160
Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
- Lain djalan tidak ada ?
Wulungseto menjela, memutuskan pembitjaraan Wiroseno
karena terkedjut.
- Bagaimana bisa Tjindewangi lagi harus menjelesaikan
peperangan ini. Ini peperangan hanja bagi lelaki lelaki. Apakah kita semua
lelaki tidak akan mampu?
- Begitu pesan Ki Ageng. Kalau Wulungseto tidak puas dengan
sarat ini, sebaiknja datang pada Ki Ageng.
-- Kenapa ? Apa alasannja ?
- Benteng batu besi tidak mungkin direbut dengan kekerasan
sendjata. Kita tidak mungkin memasuki kedalamnja dengan kekuatan
manapun. Kalau bukan Tjindewangi jang harus merebut dari dalam
Wulungseto dalam hati menolak saran ini, karena ia merasa
sajang djika Tjindewangi kini sekali lagi meninggalkannja. Meninggalkan
untuk memasuki benteng batu besi jang djelas bisa dibajangkan akan sukar
bisa kembali keluar dalam keadaan selamat. Wulungseto berkeras tidak
menjetudjui bahwa peperangan benteng batu besi harus diselesaikan oleh
Tjindewangi tanpa kekerasan.
- Katakan kepada Ki Ageng Tunggal, aku jang akan memimpin
peperangan merebut benteng batu besi: Aku Wulungseto jang akan
merebut, bukan Tjindewangi.ini, telah tjukup. Tjindewangi telah tukup
menderita selama ini memperdjuangkan hidup matinja hampir sampai
kepuntjaknja. Apakah Tjindewangi harus mengalami dan menerima
hukuman matinja sekali lagi dengan tjara jang lebih kedjam?
Wiroseno menjadari Wulungseto berbitjara atas nama tjintanja
terhadap Tjindewangi dan dalam keadaan jang kurang baik untuk dilawan
kembali.
- Baiklah sekarang aku mengaso dan kita berdua besok pergi
menghadap Ki Ageng untuk mendapatkan persesuaian pendapat. Bukan
disini Seto Kau tahu aku letih dan sudah lama tidak ketemu,
Majangkembar.
Wutungseto tersenjum, dalam hati menjesal djuga kenapa tiba
tiba mendjadi marah terhadap seorang sahabatnja jang datang dari djauh161
dan membawa kepastian apa jang harus dikerdjakan untuk
menjelamatkan rakjat Gunung Tunggal:
- Ja, aku lupa Seno.
Sepergi Wiroseno Tjindewangi baru berkata kepada wulungseto:
- Memang sebaiknja aku Seto jang merebut benteng batu-besi,
untuk menghindarkan korban jang iebih besar.
-- Kau bagaimana?
- Aku, ja aku. Sebab benteng itu tidak mungkin ditembus dengan
kekuatan sendjata manapun?
-Ja, tetapi apakah mereka tidak akan mati kelaparan djika
kepungan kita begitu ketat?
- Dalam benteng itu telah tersedia makanan untuk waktu lama.
- Apakah semangat mereka tidak akan hantjur dengan kepungan
dan gangguan dari kita setjara terus menerus.
_ Makin lama memberikan kesempatan bagi mereka untuk
mentjar? hubungan keluar.
- Oh, Tjindewangi. Kenapa harus kau? Kenapa mesti kau dan
nasibmu didalam benteng itupun akan sama dengan keadaan waktu
memasuki istana Gunung Tunggal. Dan djelas hukuman bagimu akan
segera dilaksanakan dan dikerdjakan dengan tjara jang lebih luar biasa.
Tjindewangipun mengakui dan merasa apa jang dikatakan
Wulungseto memang benar, tetapi ia merasa bahwa djalan lain tidak ada.
- Tidak Seto. Lepaskan aku Seto. Tentu aku tidak akan pergi nanti
malam atau besok malam. Aku hendak memenuhi djandjiku dulu
kepadamu. Djandji sebagai seorang wanita jang menjntai seseorang,
djandji Tjindewangi sebagai seorang jang tengah terbakar nafasnja oleh
nafas seorang lelaki jang dikagumi. Atau untuk ini tidak tjukup, djika aku
berangkat lusa pagi. Bergabung dengan Ki Ageng Tunggal?
Wulungseto hanja tersenjum.
BERSAMBUNG DjILID III
(Tamat djilid tiga)
Pulau Cemara, 14-07-19 / 10.02 WIB / Koleksi Kolektor Ebook162163164
DISCLAIMER
Kolektor E-Book adalah sebuah wadah nirlaba bagi
para pecinta Ebook untuk belajar, berdiskusi, berbagi
pengetahuan dan pengalaman.
Ebook ini dibuat sebagai salah satu upaya untuk
melestarikan buku-buku yang sudah sulit didapatkan
dipasaran dari kpunahan, dengan cara mengalih mediakan
dalam bentuk digital.
Proses pemilihan buku yang dijadikan abjek alih
media diklasifikasikan berdasarkan kriteria kelangkaan,
usia,maupun kondisi fisik.
Sumber pustaka dan ketersediaan buku diperoleh
dari kontribusi para donatur dalam bentuk image/citra objek
buku yang bersangkutan, yang selanjutnya dikonversikan
kedalam bentuk teks dan dikompilasi dalam format digital
sesua? kebutuhan.
Tidak ada upaya untuk meraih keuntungan finansial
dari buku-buku yang dialih mediakan dalam bentuk digital
ini.
Salam pustaka!
Team Kolektor Ebook165
TJINDEWANGI MELANDA ISTANA
Seri Tjindewangi
Jilid III
Karya KIRJOMULJO
Gambar Luar & Dalam Drs. OYI SOEDOMO
Penerbit SINTA RISKAN Jl Judonegaran 22 Jogja
Idjin Pemeriksaan Naskah
NO. POL: 6/ Btj./02 /69/ Intel Jogjakarta 3-2 1969
Credit Ebook:
Sumber Pustaka : Pak Gunawan AJ
Sumber Image : Koh Awie Dermawan
Editor Yons
first share in Kolektor E-book166
PRAKATA
TERDJADI ATAU TIDAK kisah Tjindewangi-Wulung seto
ini, seorang tidak bisa mengatakan dengan benar. Tetapi sampai
sekarang didaerah pegunungan pualam, jang memandjang tidak
kurang dari 30 km. dicaerah pantai Kediri Selatan masih sering
terlihat, bajangan seekor elang putih jang melajang lajang ditengah
malam. Disaat-saat akan terdjadi perubahan-perubahan besar,
baik perubahan kearah jang baik maupun jang buruk. Merupakan
bajangan pengharapan dari rakjat, merupakan bajangan
pengharapan djaman jang kekal.
Dan bajangan itu kata orang adalah pendjilmaan Wulung
seto jang menjesal, jang mengharapkan dan mendorong hati
nurani bangsa Indonesia untuk bisa kembali kepada kedjajaan dan
kebesarannja, seperti djaimannja. Dan terus mentjari siapakah
pendjilmaan Tjindewangi? Ja, sebab Tjindewangi berkata, bahwa
mereka akan bisa bertemu kembali satu saat, diwaktu bangsa
Indonesia kembali djaja dan besar. Entah kapan dan siapakah
pendjilmaan Tjindewangi? Djaman akan mengatakan.
Penulis167
BAGIAN I
MATAHARI PAGI itu sangat tjerah, hingga pemandangan lembah
dikaki Gunung Tunggal nampak djelas, terbentang. Tetapi sebaliknja,
hampir seluruh isi istana merasakan sesuatu jang sebaliknja. Muram dan
tjemas, karena tid?k bisa harus melepaskan Tjindewangi untuk merebut
benteng batu-besi sebagaimana telah direntjanakan.
- Ja, rmemang hanja itu satu2nja djalan. Tidak ada djalan lain.
ketjuali pertaruhan djiwa raga Tjindewangi. Bahkan bisa dibajangkan
bahwa keselamatan Tjindewangi dalam soal ini terlampau sangat tipis.
Terlampau sangat sulit. Sebab kenjataannja memang demikian. Hampir
seluruh kekuatan istana Gunung Tunggal terpusat di sana. H?mpir seluruh
panglima2 jang tangguh dan sakti.
Wulungseto sendiri sama sekali tidak bisa mengutiapkan
sepatah katapun ketika Tjindewangi pamit. Bahkan semuanja waktu
mengantarkan Tjindewangi sampai dipintu gerbang istana, sama sekali
terdiam, diam sama sekali diam. Seakan-akan mereka telah merasa
kehilangan sesuatu jang tidak mungkin akan bisa lagi kembali. Tetapi
Tjindewangi masih tetap tersenjum dan menatap, bahkan masih sempat
mengutjapkan kata-kata dengan nada tjerah.
- Kenapa kalian terdiam. Aku akan kembali. Pertjajalah bahwa
aku akan bisa kembali, Sedjarah kita telah mulai, telah kami mulai dan tak
seorangpun bisa menghalangi -168
Wulungsetopun kemudian merasa bahwa ia seharusnja tidak
bersikap demikian. Langsung mengutjapkan sesuatu dengan nada
gembira:
- Ja. Kenapa kita terdiam. Seharusnja kita bergembira bahwa
sedjarah kita telah mendekati achir selesai. Kita tinggal melampaui titik
achirnja.. Dan benteng batu besi itu bagaimanapun kuatnja, akan runtuh
karena kita mempunjai kekuatan jang lebih besar. Ialah pengharapan dan
tudjuan seluruh rakjat.
Tidak terduga sama sekali, utjapan Wulungseto tiba- tiba
langsung merubah suasana dipintu gerbang istana, salah seorang kerdil
tukang banjol kemudian melontjat kehadapan Tjindewangi, sambil
berteriak dan menarl-nari.
- Ja, kenapa kita bersedih ? Mustinja kita bernjanji untuk hari2
jang gemilangin ini. Tetapi apakah hamba diidjinkan untuk bernjanji ?
Apakah musti menangis ?
Tjindewangi tersenjum dan menatap dengan penuh perasaan
haru,
- Ja, mengapa tidak ku ljinkan ?
- Lalu hamba harus menjanikan apa ?
- Apa jang hendak kau njanjikan?
- Tidak. Hamba pikir sebaiknja hamba berdoa.
Tetapi belum sempat si kerdil melandjutkan, salah seorang telah
berteriak!
- Tidak, kau musti menjanji untuk tuanku Puteri. Harus.
Si Kerdil tertawa, sebab memang itulah jang diharapkan.
- Tetapi sahabatku, bisakah kau menerka apa jang hendak
kunjanjikan?
Sahabatnja itupun membentak:
- Bagaimana aku bisa menebak, djika tidak kusobek dadamu.
- Ai, djangan... djangan sahabatku jang baik. Aku akan tetap
menjanji sekalipun kau tidak menerka.
Suasana makin mendjadi tjerah, sebab si Kerdil tidak
menjanjikan sesuatu dengan wadjar. Si Kerdil meraung setengah menjalak169
menjerupai andjing menggonggong, sampai sahabatnja melontjat dan
mentjekiknja. Dan meledaklah tawa dari seluruh jang melihatnja.
Kemudian si Djangkung jang sedjak mula nampak paling muram
melontjat ke tengah2 mereka berdua, dan mentjekik sahabatnja jang
sedang mentjekik si Kerdil jang terachir mereka bertiga bergumul tanpa
tahu mana lawan mana kawan.
Sekembali kedalam kamarnja Wulungseto kembali merasakan
sesuatu jang ditjemaskatn, terhadap kemungknan Tjindewangi dalam
Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
usahanja merebut benteng batu-besi. Ia masih teringat bagaimana
semalam. Bagaimanapun Tjindewangi tetap mengatakan kejakinannja,
tetapi djelas masih nampak kesangsian jang tersembunji. Hingga achirnja
Wulungsetopun mengatakan.
- Bagaimanapun aku tidak bisa melepaskan kau memasuki
benteng batu-besi itu. Djelas apa jang akan terdjadi. Sekali lagi kau akan
diseret oleh mereka sebagai tawanan jang paling dibentji. Djelas kau akan
kembali didjemur di-tengah2 benteng itu. siang malam untuk dihina
diludahi, disiksa dan sudah barang tentu kau harus melajani nafsu
panglima2 dalam benteng itu jang sedang dalam puntjak kehausannja
terhadap wanita. Tjukup kau sekali mempertaruhkan djiwa ragamu untuk
merebut istana ini, dan itu sudah selesai. Sekarang ganti bagianku.
Tjindewangi tidak bisa mendjawab, karena utjapan Wulungseto
sekali ini begitu berat dan penuh perasaan jang terlampau dalam. Hampir
tak terdengar, tersendat2 dan terputus-putus. Baru sekali ini Tjindewangi
melihat bajangan air mata Wulungseto, baru sekali ini ia melihat
bagaimana Wulungseto bergetar bibirnja, hingga hampir2 Tjindewangi
menggagalkan niatnja.
- Oh, Seto. Aku tidak ingin berpisah dengan kau. Tidak mau, tidak
kuasa. Aku ingin dalam pelukanmu siang malam, malam siang, siang
malam. Selamanja Seto, selamanja, selamanja. Dan aku ingin menjerahkan
semua urusaa ini kepada orang lain. Djangan kau, djangan aku, djangan
kita berdua.
- Tetapi dapatkah kau jakinkan balwa orang lain akan mampu
merebut benteng itu, Tidak Seto, aku harus sekali lagi.-170
Wulungseto merebahkan dirinja, terasa bahwa hatinja
kemudian berangsur berkurang, waktu dilihat diluar djendela,
pemandangan nampak hidjau, burung2 tengah bermain diantara dahan
demi dahan. Wulungseto ingat bahwa segala itu untuk sesuatu jang oleh
sedjarah kemanusiaan.
Wulungseto tjepat2 memindahkan seluruh perhatiannja untuk
menjelesaikan persoalan istana Gunung Tunggal, hingga kalau keadaan
memaksa ia segera bisa. menjusul perdjalanan Tjindewangi, terutama
dalam usahanja bagaimana bisa menemukan dimana Baginda berada.
Sepasukan tentera diperintahkan untuk mendjemput Ki Ageng
Tunggal dari pedepokan Gunung Anom untuk membantu menjelesaikan
keadaan terachir jang sangat gawat. Seluruh istana diteliti dan bahkan
seluruh wilajah sekitarnja, tetapi sama sekali tidak didapatkan djedjak
Baginda. Sedangkan terowongan dibawah istana telah runtuh, dibagian
udjung dan pangkalnja. Sedangkan ketemunja Baginda atau pembantu
pribadinja teramat penting, ternjata Baginda tidak tjeroboh dalam
keadaan jang begitu gawat. Seluruh lambang istana dan lambang
Keradjaan telah lenjap, entah dimana disimpan.
Begitulah kegelapan perdjuangan Wulungseto, ternjata belum
djuga tersingkap sama sekali. Lebih-lebih bagi Karangselo jang masih
terlampau muda dalam pengalaman pandjang ini, hampir2 patah hatinja,
hampir2 putus pengharapannja untuk bisa merebut benteng batu besi.
Sudah beberapa kali ditjobanja, tetapi ternjata benteng itu sama sekali
ketat dan menurut penjelidikan, makanan dalam benteng bisa sanggup
untuk beberapa tahun. Mereka bisa keluar menjerang tetapi Karangselo
tidak bisa memasuki. Bahkan menjerang dari luarpun sama sekali tidak
mungkin. Hingga kedatangan Tjindewangi benar2 merupakan tjahaja bagi
mereka semuanja. Semangat mereka bangki kembali dan kegelapan
tersingkap. seketika itu djuga sekalipun. mereka belum tahu apakah jang
akan bisa dikerdjakan setelah Tjindewangi bersama mereka. Dan malam
itu djuga Tjindewangi meminta pendjelasan selengkapnja mengenai
benteng batu- besi. Karangselo menguraikan semua laporannja dengan
perkataan2 jang sangat gelap.171
- Rasanja, dengan kekuatan tentara jang bagaimanapun, kukira
benteng besi tidak akan bisa dihantjurkan. Benteng itu terlampau kuat,
panah berapi jang setiap kali kita lemparkan, nampaknja. tidak
berpengaruh apa apa, sama sekali tidak pernah timbul kebakaran.
- Djadi menurut pendapatmu, tidak ada djalan lain ketjuali
memasuki benteng itu tidak dengan kekuatan sendjata?
- Mungkin hanja begitu.
- Kalau begitu aku akan memasuki, segera Karangselo.
Seluruh jang hadir dalam pertemuan itu mendadak tertjengang
dan gelisah karena hal ini, merupakan satu malapetaka.
-Ja segera aku harus memasuki benteng itu.
- Lalu bagaimana? Puteri akan menierah?.
- Tidak. Aku akan merebutnja dari dalam.
Malam itu dipusat pertahanan pasukan Karangselo benar2 sunji,
sunji dalam arti sebenar-benarnja. Karena mereka masih diliputi perasaan
heran dan kegelisahan, mengenai keputusan Tjindewangi untuk memasuki
benteng batu besi.
Hingga achirnja Karaogselo memberanikan diri untuk
mengatakan apa jang terkandung dalam hatinja, ketika Tjindewangi
sedang duduk sendirian.
- Apakah keputusanmu sudah tidak bisa dirubah ?.
- Kalau ada djalan lain, pasti bisa. Tetapi dapatkah kau memberi
tahu apakah ada djalan jang lain?
- Ja, memang belum kudapakan djalan jang lain itu. Tetapi ingat
Tjindewangi, Dendam mereka telah memuntjaknja. Kukira tidak ada
kemungkinan lain djika kau memasuki benteng itu, hanja akan mendjadi
majat.
Tiba2 diluar dugaan mereka berdua, Sekarkembar jang
menjertai Tjindewangi, malam itu djuga bermaksud menemui
Tjindewangi. langsung mengatakan isi hatinja:
- Bagaimana kalau aku jang menjoba memasuki lebih dulu
Karangselo dan Tjindewangi terdiam. Sekarkembar menatap
Tindewangi degan tadjam dan kemudian tersenjum:172
- Akulah sebaiknja jang kesana. Rakjat Gunung Tunggal tidak
akan merasa kehilangan lebih besar dari pada kehilangan Tjindewangi.
Akupun belum tahu apakah jang akan kukerdjakan disana, tetapi aku jakin
bahwa setidaknja aku akan bisa mengetahui keadaan disana dari dalam.
Mungkin itu jang terbaik dari semua tindakan kita. Kalau aku gagal
terserah.
Karangselo mengangguk dan dalam hati memang lebih
menjetudjui kehendak Sekarkembar.
- Ja kukira lebih baik begitu. Merekapun belum tahu djelas
bahwa kau jang membunuh Prameswari. Mereka belum tahu djelas bahwa
kau telah berpihak kepada kami.
- Ja, dan sama sekali mereka belum tahu dimana aku berada
selama pertempuran ini.
Tjindewang masih terdiam , karena sebenarnja hatinja berat
melepaskan Sekarkembar jang masih muda belia, tjantik dan djernih
tjahaja dimatanja.
- Kau terlampau tjantik untuk pekerdjaan ini Sekarkembar. Kau
terlampau baik. Baikah kupikir semalam ini. Besok kusampaikan
keputusanku. Apakah Sekarkembar atau aku jang pergi. Sekarang
istirahatlh baik2. Dan jakinkan bahwa segala sesuatu akan selesai dengan
baik. Hari sudah terlampau malam.
Tetapi sampai hari mendjelang subuh Karangselo sama sekali
tidak bisa memedjamkan matanja, karena terdesak kegelisahan jang
makin mendesak. Makin memburu dan keduanja berat dilepaskan. Hanja
djalan lain memang belum bisa dibajangkan.
Pagi harinja. suasana dipusat kedudukan Karangselo masih tetap
muram, mungkin Tjindewangi tidak akan melepaskan Sekarkernbar.
Mereka tahu dimana kebenaran Tjindewangi selama ini. Dan kalau
Tjindewangi lepas untuk selama2nja.?
Keadaan sebaliknja kini terdjadi didalam benteng batu besi,
karena mereka sekarang makin jakin bahwa bentengnja tidak akan bisa
ditembus oleh kekuatan manapun. ditambah lagi bahwa ternjata
serangan2 pasukan2 Karangselo makin berkurang dan bahkan tiga hari
terachir ini sama sekali sepi. Mereka mulai memikirkan bagaimana bisa173
menjerang kemhali dan sampai berhasil merebut kembali istana Gunung
Tunggal Karena beberapa Panglima kini mulai berpikir bahwa kesempatan
untuk mendjadi radja djelas terbuka, bagi siapa jang berhasil mengalahkan
istana dan sanggup menguasai simpati tentera jang ada.
Mereka telah jakin bahwa Baginda telah wafat dan mereka jakin
bahwa tidak seorangpun puteranja jang masih tinggal. Terutama bagi
Singolawu telah sangat jakin, bahwa istana Keradjaan Gunung Tunggal bisa
direbut kembali dan dialah satu2nja tjalon jang tepat untuk mengganti
kedudukan Radja.
Memang hal ini djelas bisa ditjapai oleh Singolawu sebab djika
pasukan dari Gunung Lawu telah tiba dan bisa memetjahkan kekuatan
Karangselo, dia akan bisa memusatkan seluruh tenteranja untuk merebut
istana. Memang bisa, tetapi Singolawu telah memulai dengan satu
kesalahan, ialah dengan menangkap Damarsungsang jang sebenarnja
mendjadi Panglima terkuat dan ia belum berpihak kepada Siapapun
setjara bulat. Ia baru mengerti bahwa mendjadi Panglima harus mentaati
perintah Keradjaan dan bersikap ksatrya, dalam segala hal. Sedangkan
pengikut Damarsungsang pun tidak sedikit. Bahkan sebagian dari pasukan
jang diperintah menangkap Damarsungsang adalah pengikutnja. Hingga
sampai malam harinja siksaan2 terhadap Damarsungsang belum bisa
dilaksanakan karena beberapa orang berusahs menghindarkan.
Dan Damarsungsang sendiri kini mendjadi bingung dan tidak
mengerti akan sikap Singolawu jang sama sekali diluar dugaannja. Ia
membela dan bahkan menjelamatkan Singolawu dari antjaman terachir
jang sangat gawat, kini ia sendiri dilemparkan kedalam tahanan. Kini mulai
bangkit perasaan tidak senangnja dan merasa kini mulai djelas pribadi
Singolawu jang kotor dan hanja memikirkaa impiannja untuk mendjadi
Radia,
Damarsungsang mulai berontak dalam hati dan mentjoba
mentjari djalan keluar, bagaimana akan bisa meloloskan diri dari benteng
itu dan kemudian merasa bahwa la lebih baik bergabung dengan pasukan2
Tindewangi, Setidak2nja ia akan mentjoba mengadakan pengatjauan
dalam benteng itu setjara hati2 dan berdjandji dalam hati akan membalas
sakitnja terhadap Singolawu. Hanja malam itu pendjagaan sangat ketat174
dan djelas pengikut2nja masih kalah banjak djauh sekali dengan pasukan2
jang menaruh setia kepada Singolawu.
Baru setelah lewat tengah malam. salah seorang pengikut
Damarsungsang dapat menghubungi dan sempat menjampaikan kata2nja
lewat lubang kuntji pintu ruangan gelap itu.
- Perintah Singolawu, hukuman mati bagi Tuanku akan
dilaksanakan besok pagi.
- Dimana!
- Ditengah2 lapangan dalam benteng.
- Tjaranja?
- Hamba belum tahu.
- Pagi hari?
- Ja.
- Kau tidak melihat djalan keluar?
- Belum.
- Tidak mungkin kau membunuh kepala pasukan pendjaga?
- Malam ini mereka diperintahkan tidak bo?eh tertidur
sesaatpun,
Damarsungsang makin kuat rasa kebentiannja terhadap
Singolawu, gelisah karena djalan keluar dari malapetaka itu sama sekali tak
nampak. Ia telah bisa membajangkan bahwa watak Singolawu jang
demikian itu, akan memerintahkan hukuman mati dengan tjara jang aneh.
Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dan mungkin siksaan2 jang mengerikan akan dilakukan sebelumnja dan
beberapa pengikutnja bisa dihitung dengan djari.
Mungkin ia akan diseret dengan kuda mengelilingi lapangan itu
untuk mentjapai tonggak pemantjungan. Mungkin akan dikelilingkan
kese?uruh benteng itu dengan merangkak.
Entah dengan tjara apa lagi mereka akan lakukan.
Damarsungsang tidak bisa bajangkan lagi. la hanja tersandar dibawah
dinding batu jang setengab basah dan dingin.
Dan waktu terlampau singkat. Hal ini jang mendjadi soal. Kalau
misalkan ada waktu dua tiga hari akan mungkin ditjari djalan ?olos. Tetapi
hanja semalam, semalam itu tidak Iebih lagi. Tidak mungkin dalam
semalam itu pendjaga2 akan lengah.175
Damarsungsang jakin sekali bahwa dia belurn pernab
berchianat, selama mendjadi pimpinan pasukan, dimanapun ia selalu
berhasil baik dan pembelaannja terhadap Singolawupun djelas hanja
dengan satu maksud la muak melihat pengetjut jang headak membunuh
orang lain. Siapapun orangnja ia muak. Tetapi ternjata sikap demikian bisa
menjadi korban ketamakan orang ain. Inilah jang ia sakitkan, kalau
terdjadi misalnja besok pagi ia mati sebagai seorang jang hina. Mati dalam
benteng oleh pasukannja sendiri. Selama hidup ia selalu menginginkan,
kalau mat? hendak ditengah peperangan. Tetapi besok? Besok? Besok
tjoba pikir. mati ditengah2 lapangan dikelilingi penonton jang djidjik
terbadap dirinja. Mati dihadapan seorang jang dibentjinja. Mati dihadapan
seorang jang berwatak kotor dan nafsu besar akan segala2nja.
Waktu demi waktu berdjalan dihadapan matanja, kegelisahan
Daimarsungsang makin mendesak dan terkumpul mendjadi satu kekuatan
dan kehendak bahwa apapun jang terdjadi, ia akan melawan tindakan ini.
Melawan, melawan, ia akan melawan bagaimana pun tjaranja. Asalkan
tidak mati ditangan orang lain dengan begitu sadja.
Sebaliknja Singolawu malam itu, merasakan sesuatu jang sangat
lega dan lapang. Telah terbajang apa jang terdjadi setelah Singopati
meninggal, Damarsungsang tertangkap. Gunungwetan lenjap. Sama sekali
telah djelas djalannja, bahwa dia akan pasti mendjadi Radja. Radja besar
jang tidak akan terkalahkan oleh siapapun. Maka itu ia mulai dengan
perintahnja jang mulai gila, ialah menjuruh beberapa orang pengawalnja
untuk keluar benteng mentjari gadis2 untuk kesenangannja.
Malam itu Singolawu mulai memerintahkan untuk merampok
penduduk, untuk mentjari tambahan makanan. Malam itu mulai
diperintahkan untuk menjelidiki siapakah Jang sebenarnja masih setia
kepada Tjindewangi dan siapa jang menaruh keperjajaan kepada
Singolawu.
Lewat tengah malam itu, waktu mana Damarsungsang gusar
oleh hukuman matinja besok pagi, Singolawu gusar karena pengawal2 jang
diperintahkan mentjulik gadis2 tidak kundjung datang, Singolawu mulai
membentak siapapun jang terdekat dan sempat dibentaknja.176
- Pengawal2 bodoh. Masak gadis2 disekitar benteng inikan
masih banjak. Masak semuanja meningga l?
Makin malam, kegusaran Singolawu makin bertambah Hingga
dia keluar dari ruangan tidurnja, pergi berdjalan sepandjang benteng itu
uniuk melampiaskan kegusaran. Sempat memukul beberapa pengawal
jang sedang tertidur.
- lni djuga ikut mendjadi tolol. Apa kalian tidak tahu bahwa
pasukan Wulungseto adalah pasukan2 sematjam pasukan demit? Sesaat
kau tidur, saat itu kau ditikam oleh demit2 itu. Tahu- Waktu Singolawu
pergi ketempat pengawal menggerutu:
- Lho, kan aku tidak gilir djaga? Masak harus djuga mentjitjil ikut
melek?
Jang lain tahu dan bisa meraba sebab jang menjebabkan
Singolawu djadi gusar. pelahan2 membentak.
- Djangan. Gusar ini bukan soal gilir atau tidak. Panglima kita ini
sekarang sudah gusar. Pengawal jang disuruh tjari perempuan belum
datang
- Oh begitu.
-- Tetapi kenapa aku jang ditempe?eng?
- Habis jang didjumpai kau.
- Ja, mudah2an dapatkan sisa2nja nanti.
- Sisa jang mana? Apa kau pernah lihat panglima satu ini pernah
memberi apapun kepada orang lain? Puluhan isterinja dulu. Mana aku
pernah dilempari seorang pun.
***
Koleksi Kolektor Ebook177
BAGIAN II
UNTUNGLAH bagi Damarsungsang karena pagi harinja ternjata
Singolawu terlambat bangun karena pengawal2 jang pergi mentjulik gadis
baru kembali setelah hampir fadjar.
Dan sekalipun semuanja sudah siap, ketika Singolawu bangun
dan ditanjakan apakah sudah bisa dilaksanakan hukuman mati bagi
Damarsungsang. Dengan enaknja Singolawu berkata
- Oh besuk sadja. Aku masih tjapai. Apakah tidak tahu? Gadis
gadis rampokan semalam datangnja baru setelah hampir pagi. Dan kau
tahu apa jang sangat mendjengkelkan? Hanja dapat dua orang lagi kurang
tjantik.
Sambil mengatakan itu Singolawu menguap dan pergi kembali
masuk kedalam kamarnja dan menguntji pintunja. Hingga kepala
pengawal tidak sadar menggerutu
- Hanja dua orang. Enak sadja bilang hanja dua orang.
Hingga temannja jang tidak begitu mendengar kata Singolawu
bertanja.
- Apa jang hanja dua orang?
-Rampokan tadi malam hanja dapat dua orang, budeg.
- Djadi maunja berapa?
Sedjak saat itulah, sebenarnja telah mulai timbul ketidak enakan
dalam hati beberapa orang panglima jang lain, melihat tingkah laku
Singolawu jang merasa menang sendiri.178
Tetapi sebegitu djauh belum ada seorang berani mengutjapkan
hal ini. Karena jang lain lebih banjak lagi jang menjeudjui sikap Singolawu,
karena dia sendiri mempunjai sifat2 demikian. Terutama Panglima
Tunggulwono jang tidak menduga akan dibentak dan dihina waktu
diadakan pertanjaan2 jang lalu. Hatinja terlampau sakit dan sedjak itu ia
menaruh perasaan senasib terhadap Damarsungsang.
Hingga pagi itu djuga Tunggulwono pergi mendapatkan
Damarsungsang, ketjuali untuk mengabarkan bahwa hari itu hukuman
mati ditunda, iapun hendak mentjoba mentjari djalan, bagaimana bisa
meloloskan diri Damarsungsang dari hukuman jang tidak sewadjarnja itu.
Dengan mengelabuhi dan menjogok pengawal2 Tunggulwono
bisa langsung masuk kedalam ruangant tahanan dan sempat berbitjara
dengan benar2:
- Aku dipihakmu Damarsungsang, alasannja tentu kau sudah
tahu. Kurasa kau masih mempunjai perasaan jang baik.
,- Ja, aku telah merasa.
- Maka itu aku kemari.
- Djadi kapan ditunda?
- Tidak tahu, itu tergantung Singolawu. Kau berasal dari mana!
- Pantai utara.
- Tidak dapat kau mentjari tentera disana untuk melawan
Singolawu!
- Mestinja ada. Tetapi aku tidak ingin mempergunakan. Aku
disini sekedar mentjari pengetahuan. Kudengar Keradjaan Gunung
Tunggal kerajaan jang besar. Tetapi begini kenjataannja.
- Ja begini dibawah Singolawu atau dibawah Baginda jang dulu.
Kukira tidak demikian kalau Singolawu lenjap.
- Apa rentjanamu?
- Kau harus lolos dan kumpulkan pengikutmu. Kita bergabung
kepada Tjindewangi.
Damarsungsang terkedjut dan sangat heran, kemudian ada
menaruh tjuriga
- Tetapi apakah kata2mu bukan lelutjon? -179
- Atas nama Tuhan Jang Maha Esa aku berkata. jujur, karena kau
belum tahu apa jang terdjadi kemarin. Akupun dihina sematjam kau
dilemparkan kemari kedalam ruangan lembab begini. Aku memang bukan
pemberani jang baik, tetapi perasaan jang tjukup dewasa masi punja.
- Ja tetapi apakah sudah ada djalan meloloskan diri.
- Nanti malam aku kembali kemari.
- Kau jakin?
- Aku akan mentjoba,
Tunggulwono kembali keluar dan berpikir keras. Tetapi malang
baginja sebelum akal itu didapatkan. Salah seorang jang setia mati2an
kepada Singolawu, mulai menaruh tjuriga terhadap Tunggulwono dan
melaporkan semua prasangka ini kepada Singolawu. Singolawu jang
sedang gusar karena gadis2 rampokan itu sangat mengetjewakan hatinja,
tiba2 membentak.
- Mudah sadja. Djadikan satu dengan Damarsungsang habis
perkara. Besok dua2nja pantjung sekalian.
Dan sebentar kemudian perintah itu telah dijalankan. Ja
memang benar Tunggulwono kembali ke kamar tahanan, tetapi tidak
untuk meloloskan diri Damarsugsang, iapun dilemparkan sebagaimana
orang melemparkan andjing kurapan, setelah tjukup dipukuli oleh
pengawal2 jang gila kekerasan. Tunggulwono terlempar djauh kesudut
dan tersenjum, matanja ber-kedjap.
- Nah aku sudah kembali Damar.
- Damarsungsang tersenjum dalam kegelisahan masih
merasakan sesuatu jang lutju dan iapun masih bisa melutju.
-Ja, memang kau seorang jang selalu menetapi djandji.
- Dan kau tahu.
- Waktu aku disorong kemari, ditengah lapangan sudah didirikan
dua tiang gantungan.
- Mungkin nanti sore akan bertambah djadi tiga.
-Mudah mudahan begitu.
- Djadi sekarang bagaimana? -180
- Begitulah kita akan ddjadikan tontonan besok pagi. Itu kalau
tidak ada keadjaiban datang. Sebab rasanja tidak ada waktu lagi untuk
berpikir bisa lolos dari benteng ini.
Kenjataannja memang demikian, setelah mereka mendorong
masuk Tunggulwono, pengawalan diperkuat dan sama sekali orang orang
jang disangsikan menaruh setia kepada Singolawu digeser. Bahkan ada
seorang jang langsung dilemparkan keluar benteng untuk dibiarkan
kemana perginja. Tanpa bekal sedikitpun.
Orang2 jang telah haus akan darah itupun mulai mempersiapkan
diri dengan angan2. bagaimana besok pagi ia akan menjobek muka2
manusia di tengah2 orang banjak. Bahkan salah seorang berteriak dengan
bangga.
- Ja lihatlah besok pagi. Bagaimana aku akan menjobek bibir
Tunggulwono dan bagaimana aku akan minum darahnja. Tjuma satu jang
masih kudjengkelkan. Gadis2 rampokan itu satupun belum tersisa untuk
kita.
- Lagakmu. Kau pikir gadis itu akan mau dengan kau Sekalipun
mereka itu gadis rampokan dan hanja sisa dari panglima2?
- Oh, kau pikir aku tidak mampu menjobek mulutmn. Hati2
sedikit ngomongmu.
Dan terajunlah sebuah pukulan sebelum pembitjaraan itu
berlangsung lebih ramai, menjebabkan salah seorang terdampar dan
Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengaduh. Tetapi kemudian pukulan telah kembali terajun lebih
keras.pada salah seorang jang lain. Keadaan mendjadi katjau karena
orang2 jang telah haus kekerasan, saling membela temannja, hingga
pergulatan jang tidak menentu terdjadi. Pokoknja memukul dan mengajun
tjambuk. Dan mendjelang makan siang hari, pergumulan itu baru reda,
setelah beberapa orang ternjata tidak bangun lagi. Mati.
Keputusan Tjindewangi telah bulat, bahwa Tjindewangi akan
memasuki sendiri benteng besi. Hanja tjaranja belum diketemukan.
Barulah waktu Tjindewangi mendengar berita akan adanja pentjulikan2
gadis dari desa untuk Singolawu, timbul akalnja, dan djelas dapat
diketemukan djalan jang baik. Ialah bagaimana Tjindewangi akan bisa ikut
dirampok dan dipersembahkan kepada Singolawu.181
Hari itulah kesempatan ini terbuka karena seorang tentara jang
dilemparkan keluar benteng dan diusir mentah-mentah, achirnja bertemu
dengan pasukan Karangselo dan bisa rnemberikan kabar bahwa nanii
malam mereka akan merampok ke daerah barat. ditep? danau rojagumelar
jang terkenal dengan penghuninja jang tjantik2.
Sore itu djuga Tjindewangi pergi bersama Sekarkembar untuk
menjamar mendjadi penduduk sekitar danau Tojagumelar, dikawal oleh
beberapa orang setjara menjamar pula sebagai pemuda kampung.
Tjara ini mendjadi tjara jang lebih baik lagi, karena setiba
dipedukuhan ditepian danau Tojagumelar, Sekarkermbar mendapatkan
akal, merubah pengawanja mendjadi serombongan tukang gamelan,
dimana ia sendiri akan mendjadi pesindennja.
Djelas bahwa orang2 akan berkumpul disatu tempat dan para
perampok akan mempergunakan kesempatan berkumpulnja wanita2 itu
untuk didjadikan mangsanja jang paling enak dan tepat. Tidak usah pajah2
mentjari dimana pilihannja itu jang ternjata beberapa kali salah. Hingga
ber kali2 para pentjulik itu tidak mendapatkan pudjian dari Singolawu.
Tetapi dampratan jang kotor, bahkan salah seorang pernah dihukum
mandi semalam suntuk.
Pedukuhan ditepian danau Tojagumelar memang indah, dan
hari itu purnama memantjar. Gunung Tunggal nampak dari tepian itu
dengan djelas tjahaja lampu2nja diibukota. Tjahaja diair danau itu
gemerlapan oleh riak jang tertiup angin dan pepohonan jang berbunga2
itu dapat djelas oleh Sinar purnama.
Didekat danau itu rombongan Sekarkembar mulai mengadakan
atjaranja. Kebetulan mereka hampir semua pengawal2 bisa menabuh
gamelan, jang hanja terdiri dari seruling, kendang dan beberapa alat dari
logam.
Sekarkembar memang bisa dan bahkan memang mempunjai
kemampuan jang luar biasa dalam menembang, ketjuali itu memang dia
seorang jang mempunjai daja tarik luar biasa bagi semua orang. Hingga
tidak lama sedjak kedatangan mereka, orang2 telah berkerumun disekitar
rombongan penghibur itu, makin malam makin banjak. Ja memang luar182
biasa untuk daerah itu, tontonan sematjam itu djarang ada dan tiba2 ada.
Sangat menarik, sangat mengikat.
Hanja Tjindewangi lain apa jang dipikirkan. Dia mengharapkan
rombongan pentjulik akan segera datang dan mereka akan bisa memasuki
benteng, sebelum rahasianja terbuka.
Djelas bahwa tentu ada salah seorang diantara penghuni
pedukuhan Tojagumelar itu, mengenalnja. Atau paling tidak mengenal
Sekarkembar. Bagaimanapun pakaianja telah begitu tersamar rapi. Tetapi
sampai hampir tengah malam pasukan pentjulik itu belum djuga datang.
Tjindewangi makin tjemas karena penonton makin banjak, karena berita
itu begitu tjepat tersiar dan begitu tjepat orang2 berdatangan.
Sekarkembar sampai kehab?san njanjian. Hingga terpaksa
mengambil akal lain, ialah dergan menarik orang? itu sendiri ikut dalam
tata tjaranja. Sekarkembar berdiri dan dengan gaja jang menggairahkan
sekalipun setjara sembunji:
- Bagaimana sekarang? Saja sudah kehabisan tembang. Tentu
dari kalian sendiri jang hendak mentjoba menjanjikan sesuatu. Pasti ada.
Mungkin ada jang lebih pandai.
Tetapi orang2 itu terdiam, masing2 merasa malu atau segan,
hingga Sekarkembar mengulangi:
- Bagaimana, apa saja harus menarik kalian madju kegelanggang
ini dengan paksa? ?
Beberapa orang achirnja berteriak:
- Ja, tarik sadja. ?
Disahut lagi oleh jang lain:
-- Ja, tarik sadja kerbau2 ini. Kalau jang menarik tjantik seperti
kau akan masuk djuga kegelanggang.
Jang lain berteriak lebih keras:
- Ja, tarik sadja hidungnja, asal djangan sadja saja...!
Tertawa langsung meledak, karena perkataan djangan saja,
tetapi bahkan orang2 menundjuk dia sendiri:
- Ah, itu dia. Tarik sadja. Dia pandai melawak, dimana-mana.
Tarik sadja. -183
Belum selesai utjapan ini, orang jang berteriak jangan saja tadi
sudah didorongnja masuk ketengah gelanggang. Sekarkembar langsung
menarik tangan lelaki itu jang nampak makin putjat:
- Djangan malu,
Lelaki itu makin putjat, karena memang dia tidak pernah bisa
apa2. Olok-olok jang lain makin terdengar dari mana2 :
- Ja, memang dia pandai. tjuma tidak mau, Tarik sadja. Atau tjium
dulu barangkali akan tjepat dia bisa tarik suara
Suasana makin riuh, karena mereka sama sekali tidak
mempunjai bajangan sedikitpun bahwa daerah itu telah mendjadi sasaran
pentjulikan malam ini.
Sekarkembar mengerti dan ia sengadja ingin menggoda lelaki.
- Betul begitu, kalau kutjium kau akan segera tarik suara?.
Lelaki itu makin kebingungan dan hanja bisa menggelengkan
kepala. Tetapi jang lain berteriak lagi:
- Bisa dia bisa, dia biasa main lawak dimana mana. Suaranja baik
sekali.
Sekarkembar makin menggoda;
- Nah kalau begitu harus kutjium dulu kau agar tjepat tarik
suara..
Suara2 teriakan dan tertawa riuh karena lelaki itu makin putjat
dan tidak bisa mengutjapkan sepatah katapun. Sekarkembarpun nampak
bahwa akan melakukan apa jang ia katakan.
Tetapi tiba2 lelaki itu melontjat keluar dan hendak menerobos
lingkaran. Hanja malang baginja, beberapa lelaki menghalangi,
mendorong dia kembali ketempat Sekarkembar, bahkan dua orang
kemudian memeganginja.
Tetapi waktu itulah, kemudian suara riuh itu terhenti, karena
kemudian terdengar suara telapak kuda2 jang dipatju dari kedjauhan dan
makin dekat makin dekat. Kemudian beberapa orang jang pernah
mendengar tentang pentjul?kan gadis2 itu lari.
Tetapi sebagian besar berpikir demikian, mereka berpi-mkir
bahwa itu sepasukan peronda jang kesasar sampai kedaerah. Baru setelah184
mereka mengepung dan menendang beberapa lelaki agar keluar dari
lingkaran jang penuh gadis2 itu.
Beberapa orang gadis mendjerit karena merasa terkedjut
disekap orang dari belakang dan teruama jang mendjadi sasaran ialah
Sekarkembar dan Tjindewangi. Tindewangi pura2 hendak lari tetapi
langsung disekap oleh pimpinan pasukan itu sendiri jang ingin
mendapatkan pudjian Serta kedudukan. Sekarkembarpun hendak lari,
tetapi langsung pula disekap oleh dua tentara jang ganas.
Seketika itu tudjuh orang gadis telah dilemparkan keatas kuda,
dimana pengendara2 kuda telah siap menerima, Seketika itu pula mereka
kabur menudju kebenteng batu-besi. Hanja tinggal suara2 djeritan dari
gadis itu, berbaur dengan langkah kuda jang makin kentjang meninggalkan
pedukuhan Tojagumelar. Beberapa orang ibu rmenangis sedjadi-djadinja
dan beberapa lelaki menggerutu tetapi sarna sekali mereka tak berdaja.
Bahkan para pengawal jang menjamar itupun pura2 memaki-maki.
Ada memang maksud memaki maki itu agar perasaan
membentji kepada benteng batu besi makin berkobar dan satu waktu
tinggal menjalakan perasaan itu untuk maksud jang baik. Seorang
pengawal berteriak;
- Awas, biar aku tidak punja apa-apa. Satu waktu akan kulawan
mereka itu perampok2 perempuan. Tjoba kalau demikian terdjadi dalam
waktu sebulan. Akan bagaimana nasib keadaan kita? Kalian bisa bajangan
bila Tjindewangi kalah dalam peperangan ini , apakah jang akan terdjadi
kemudian dengan gadis2 kita?.
Teriakan ini ternjata memang mendjadi permulaan jang baik,
lelaki2 langsung terbakar kebentjian dan kehendaknja untuk satu ketika
mengadakan perlawanan habis2an. Salah seorang berteriak
- Ja memang harus demikian. Aku akan kerahkan seluruh lelaki
disini jang sanggup, untuk bergabung dengan Tjindewangi. Tetapi kau tahu
dimana untuk bisa bergabung.
- Aku akan memberi kabar kemari djika keadaan
memungkinkan,
- Kau akan bisa menghubungi.
- Aku akan usahakan.-185
- Mereka dimana?
- Tahu sekarang.
- Kau berdjandji akan kembali kemari?.
- Ja.
- Kau benar2 akan ikut merebut benteng laknat itu.
- Aku berdjandji. Sebab kau tahu ketjuali aku tidak senang akan
perbuatan ini kekasihku jang dari ketjil kusajang, kini telah lenjap digondol
perampok itu. Kau tahu bahwa hal ini tentu tidak aku sendiri? Banjak dan
makin banjak lagi setiap hari bertambah dan tidak akan ada hentinja.
Wulungseto telah mendapat kabar mengenai telah ditjuliknja
Tjindewangi oleh pengawal2 Singolawu, daiam hati bangga tetapi djuga
tjemas. Tjemas bertjampur haru, haru bertiampur perasaan gairah tjinta
jang makin menggelora, karena desakan hati nurani lelakinja. Bahwa
dialah jang sanggup dan mampu mentjinta dan ditjintai sescorang jang
bernama Tjindewangi. Seorang wanita jang mempunjat kehidupan dan
pergulatan tersendiri, ialah api hidup dan api tjta2 jang tak kundjung
padam.
Dan ketika terpandanglah lembah lembah jang terbentang
dikaki gunung Tunggal, terbentang djau sampai kebatas pandang mata
diarah selatan, arah timur dan barat dimana dibalik batas adalah laut, laut
dan laut. Terbajang di-angan Wulungseto betapa djaman jang akan
datang. Djaman dimana ia akan mempunjai kesempatan memimpin rakjat
gunung Tunggal kearah kehidupan jang lebih baik. Mempunjai
kesempatan dimana ia akan mampu memadukan kekuasaan, tjinta dan api
hidup dari djaman kedjaman.
Ja,memang djelas tergambar bagaimana djaman itu akan
mendatang. Tetapi apakah saat terachir ini akan bisa dilampaui
Wulungseto belum tahu dan apakah Tindewangi akan bisa kembali
berdampngan ? Ataukah ia akan menemui majat Tjindewangi jang hantjur
dilemparkan keluar benteng batu besi. Semuanja ia belum tahu.
Wulungseto hanja tahu bahwa apa jang dikerdjakan tidak sia2. Artinja
kekuasaan keradjaan Gunung Tunggal jang buruk itu telah bisa
ditenggelamkan.186
Memang belum djelas kehantjuran keradjaan Gunung Tunggal
sebab radja sendiri belum dibetemukan apakah mati atau hidup, Benteng
batu-besi belum direbut dan jang terachir ia harus menghadapi Keradjaan
Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Laut Selatan jang belum tentu bersedia hidup berdampingan sebagimana
sekarang berlangsung. Sebab dia akan merubah sernuanja dan Keradjaan
Laut Selatan belum tentu menerima atau menjenangi perubahan ini.
Kebetulanlah pada waktu kesangsian ini mulai merajap, Ki Ageng
l'unggal jang telah didjemput dari padepokan Gunung Anom setelah
meninggalkan padukuhan Tegalmajit, untuk menghimpun rakjat Gunung
Anom sebagai tjadangan perlawanan terachir, djika peperangan tingkat
sekarang ini menemui kegagalan. Wulungseto tidak bisa lagi menguasai
perasaannja, dan diluar kebiasaan Wulungseto langsung memeluk Ki
Ageng Tunggal dan keduanja tanpa disadari telah menitikkan air mata. Air
mata keharuan paling dalam antara dua orang pedjuang jang telah ber
sama2 sampai dititik achir pergulatan, tinggal melampaui titik itu jang
menentukan apakah mereka bisa berachir baik atau sama sekali buruk.
Apa jeng diucapkan pertama kali Ki Ageng Tunggal sangat
sederhana tetapi begitu menjentuh perasaan Wulungseto:
- Bagaimana? Kau sehat2 ?
Sama sekali Ki Ageng Tunggal tidak mempersoalkan Tjindewangi
jang sudah dalam pergulatan terachir bagi hidup matinja. Sama sekali
tidak, se- akan2 semuanja itu telah sewadjarnja terdjadi. Kemudian
ditambahkan lagi keterangannja:
- Rakjat Gunung Anom telah siap. Tinggal menanti perintah
kapan mulai peperangan kembali. Kukira tidak ada perubahan dalam
rentjana kita, ialah tingkat terachir ini, ialah menunggu bagaimana kabar
Tjindewangi dalam benteng batu besi itu.
Walungseto terpaksa tidak dapat menguasai kegelisahannja.
- Bapak jakin bahwa Tjindewangi akan selamat ?
- Tidak.
- Oh.
- Tetapi masih ada djalan lain, djika dia terpaksa mendjadi
korban. Memang berat bagimu. Ja, memang begitu kenjataanja, aku tidak
bisa mengenakkan hatimu dengan berkata lain.-187
- Ja. Saja merasa, seharusnja begitu.
- Tetapi aoakah hendak kita sesalkan, bila sedjarah menghendaki
begitu.
Wulungseto sesaat mendiadi gusar dalam hati, tetapi kemudian
ia mengetahui bahwa Ki Ageng Tungga memang lebih bak berkata begitu
dari pada mendjauhi kenjataan, hanja untuk menghibur diri. kemudian
terasa bahwa utjapan lebih menguatkan hatinja, lebih menguatkan dan
kemudian perlahan2 kesangsian itu lenjap.
- Sekarang soalnja hanja bagaimana memenangkan peperangan.
Tjindewangi kembali atau tidak. Dan perasaan ini terlontar kepada Ki
Ageng Tunggal tanpa sedikit kesangsian.
- Ja, menang begitu, Mangkin memang tidak harus kembali
Tjindewangi.
- Soalnja benteng batu besi, bukan benteng kemanusiaan lagi.
Melainkan benteng dimana hidup sisa2 dari Keradjaan lama jang mungkin
akan lebh parah lagi, karena terdesak masalah2 lain. Itu djelas. Dan apakah
jang kita khawatirkan?
Perasaan sangsi ini, begitu terasa pada Wu?ungseto dengan
hampir tidak hanja penghuni istana Gunung Tungal, tapi lebih2 bagi
Karangselo, Wiroseno dan jang lain2, sedjak kabar bshwa Tjindewangi
telah berhasil menjamar scmebagai penduduk pedukuhan Tojagumelar,
dan ikut serta ditjulik oleh pengawal2 Singolawu. Karangselo dan
Wiroseno sama sekali gelisah, apa lagi setelah Karangselo sempat
berbitjara pandjang lebar dengan tentara buangan dari benteng batu besi
jang mentjeriterakan dengan nada kebentjian dan kemuakan:
- Pokoknja begini Panglima. Dalam benteng itu seluruhnja setan
setan jang memuakkan. Tjoba? Damarsungsang. Seorang jang masih
muda. Tjakap dan djudjur bahkan Damarsungsang telah menjelamatkan
Singalawu dari maut masih djuga dilemparkan kedalam kolong benteng,
dan hukuman mati mestinja sudah didjalankan. Kemudian panglima
Tunggulwono, diedjeknja dengan tjara dia harus bersumpah, belum lagi
sakit hatinja itu sembuh barang kali, sekarang dia meringkuk dalam kolong.
Tiap malam entah berapa gadis ditjulik, Panglima bisa bajangkan sendiri
untuk apakah gadis2 itu ditjulik dan dikumpulkan dalam benteng itu.-188189
Tentara buangan itu merasa longgar hatinja setelah
mengutjapkan semua kedjengkelannja, tetapi djuga diachiri dengan kata2
kesangsian berbaur ketakutan.
- Tetapi memang berat mengalahkan Singalawu Panglima. Djika
mereka itu tidak keluar dari benteng, apa lagi? Apa jang bisa kita kerdjakan
dari luar untuk membunuh Singalawu?
Hingga achirnja Karangselo berunding dengan Wiroseno
- Bagaiana pendapatmu Seno? Apakah jang harus kita kerdjakan
untuk mendjaga kemungkinan kegagalan Tjindewangi?
- Ja kita harus memasuki benteng itu dengan menjamar. Djalan
lain tidak ada.
- Tjaranja?
- Itulah jang belum kudapakan. Pengawalan benteng itu begitu
ketat dan siapapun jang diturigai. mati sebelum diperiksa.
Karangselo terdiam, sinar matanja menembus kedalam hati
nurani Wiroseno, seakan-akan tidak terbajang lagi tjahaja djalan jang akan
datang bagi mereka.
Ja, Wiroseno merasakan hal ini, terasa memang harus ada djalan
jang mesti didapatkan sebelum terlambat. Sebelum terlambat, sebelum
terlambat inilah jang mendjad? soal terutama. Karena terlambat sesaat
berarti mereka harus mendjumpai majat Tjindewangi.
- Seno, akupun tidak mampu menemukan djalan itu. Ternjata
achirnja. Keberanian sadja tidak tjukup. Kemampuan tidak tjukup hanja
kematian.
- Oh, Seno.
Aneh, baru sekali ini Wiroseno melihat Karangselo mengeluh
bahkan hampir menitik air matanja dari mata jang telah mulai tjekung :
- Oh, Seno. Aku telah banjak beladjar dari pengalaman selama
ini. Makin mendjadi dewasa terasa, tetapi menghadapi soal sekali ini.
Rasanja kembali mendjadi seorang anak-anak jang masih memerlukan
bimbingan. Tetapi dari m?na bimbingan sekarang kudapatkan? Ki Ageng
Tunggal djauh dipedepokan Gunung Anom, mungkin sudah diistana
Gunung Tunggal aku tidak tahu. Wulungseto sahabatku ?isana190
Tjindewangi entah bagaimana keadaannja sekarang. Kau tahu djalan
kemana aku rnendapatkan bimbingan sekali ini?
- Akupun tidak tahu Seto. Satu saat aku merasa kehilangan
tjahaja jang selama ini memantjar dalam hatiku,
Tiba2 keduanja terdiam waktu itu dihalaman jang penuh
pepohonan, dimana burung2 kedengaran berkitjauan, berkedjaran dan
bermain-main. Seorang gadis ketjil, bermata sangat djernih berlarian
sambil tertawa. begitu tjerah dikedjar oleh seorang anak lelaki jang lebih
ketjil ?ambil tertawa tawa gadis ketjil itu berteriak-teriak menggoda.
- Tjoba kedjarlah djika kau bisa. Nanti kuberi kau buah mangga .
Dan gadis ketiil itu berlari memutari pohon demi pohon,
dikedjar. Satu saat ia berhenti seakan-akan tidak mau berlari kembali dan
anak lelaki itu merasa bahwa ia akan bisa merebut mangga itu. Tetapi
begitu dekat ia berlari kembali lebih tjepat. Tetapi jang terachir dari segala
itu, gadis itu berhenti dan memberi mangga itu kepada adiknja. Keduanja
berbaring dibawah pohon. Mata gadis ketjil itu bersinar melihat adiknj?
tersenjum makan mangga itu.
Wiroseno dan Karangselo melihat kedjadian itu. Mereka berdua
belum mengenal anak2 itu. Mereka hanja tahu nama gadis ketjil itu.
LAJUNGSARl. Hanja itu. Mereka tidak pernah membajangkan bahwa satu
gadis itu mempunjai sedjarah tersendiri dalam djaman jang akan datang.
Lajungsari, hanja itu mereka ketahui dan ketika itu mereka berdua seakan
akan mendaptkan suatu tjahaja jang djernih dari kilatan pandangan
Lajungsari. Tjahaja jang djernih dan seakan akan mengatakan.
- Kenapa risau. Kenapa risau.
Dan Karangselo tiba2 berkata kepada Wiroseno.
- Kenapa aku tidak risau sekarang Seno?
- Akupun tidak. Terasa bahwa kita akan mentjapai sesuatu jang
kita kehendaki.
Tanpa disadari mereka berdua bangkit, kemudian melangkah
hendak mendekati gadis jang mempunjai mata jang bisa terasa berkata
kepadanja. Tetapi gadis itu waktu melihat dua orang lelaki datang, tiba2
bangkit berdiri dan berlari menudju sambil berkata:
- Maukah kakak kuambilkan mangga? -191
Karangselo dan Wiroseno mengangguk, keketjewaannja kembali
hilang untuk menemui gadis itu jang disangka melarikan diri. Mereka
menanti kedatangan Lajungsari, menanti dan menanti tetapi tidak
kundjung datang. Hanja tiba2 lima buah mangga dilemparkan dari balik
pepohonan, sambil kedengaran ter-tawa2 jang lebih tjerah.
- Terima kasih. Tetapi siapa namamu?
- Tak punja nama aku.
- Ah aku tahu namamu Lajungsari.
- Bukan. Aku tidak punja nama. Tetapi siapa nama kakak?
- Selo. dan ini Seno.
- Ah bukan tentu. Kakak tidak berkata benar2. Masih maukah
kakak mangga lagi?
- Ja, tentu mau anak manis.
Gadis ketjil itu tertawa dan menirukan, sambil menggoda :
- Mau tentu, mau, enaknja tentu. Kedjarlah aku, kalau dapat
kuberikan lagi mangga nanti.
Karangselo dan Wiroseno terpaksa tertawa mendengar
Lajungsari menggodanja menjuruh mengedjar sampai tertangkapnja
untuk sebuah mangga.
Tetapi achirnja, kedanja berpandangan. Dan saling mengangguk
untuk m?ntjoba memenuhi godaan gadis ketjil itu. Keduanja langsung
hendak menjergap Lajungsari jang bersembunji dibalik pohon. Apakah
jang terdjadi sangat mengherankan mereka berdua. Lajungsari tak ada lagi
dibalik pohon itu. Sama sekali tak ada, sekalipun keduanja menjusupi
setiap rumpun,dan lebih mengedjutkan lagi dari balik pepohonan jang lain
telah terdengar tertawa2 jang djernih sambil berteriak menggoda:
- Mana bisa? Aku disini sekarang. Ah mana bisa kakak
mengedjarku. Masih dua buah mangga, kalau bisa menangkapku.
Karangselo dan Wiroseno mendjadi panas hatinja djuga digoda
oleh Seorang anak ketjil, merasa bahwa itu menenangkan. Maka
dilandjutkan keduanja mentjari djalan lain, untuk mendapatkan tempat
dari mana tertawa itu terdengar.192
Tetapi begitu sampai sama sekali. Lajungsari telah kembali
hilang. Keduanja terpaksa tersenjum pahit, berpandangan dan tersenjum
lebih pahit lagi.
- Bisa djuga anak ketjil itu menggodanja. Nanti kita tjari
rumahnja. Aku bawakan dia seratus mangga, biar kapok. Tetapi Selo,
jakinkah bahwa dia sesungguhnja anak ketjil sesungguhnja?
Karangselo terkedjut. Baru terpikir sekarang balwa mungkin
djuga pertanjaan Wiroseno itu benar. Mereka tiba-tiba terdiam.
- Ah mana bisa. Aku sering melihat anak itu berlarian disini
Penelitian Rahasia 8 Jurus Lingkaran Shogun Karya James Clavell Pendekar Rajawali Sakti 142 Istana Ratu
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama