Ceritasilat Novel Online

Dekut Burung Kukuk 10

Dekut Burung Kukuk The Cuckoos Calling Karya Robert Galbraith Bagian 10

tapa menderitanya aku, tapi tetap saja dia pergi untuk menemui te?

mannya. Aku harus minum obat, lalu tidur. Tidak, aku tidak pernah

melihat Tony; aku tidak bertemu siapa pun lagi. Dia mungkin bilang

dia ada di sini, tapi aku tidak ingat apa pun sampai John membangun?

kanku dengan nampan makan malam. John jengkel. Dia memarahiku."

"Kenapa?"

"Menurutnya, aku terlalu sering minum obat," ujar Lady Bristow,

seperti anak kecil. "Aku tahu dia menginginkan yang terbaik untukku,

anak malang itu, tapi dia tidak tahu... tidak bisa tahu... begitu banyak

kepedihan dalam hidupku. Dia duduk menemaniku lama sekali ma?

lam itu. Kami berbicara tentang Charlie. Kami bercakap-cakap sampai

dini hari. Dan sementara itu," katanya, suaranya melemah hingga ting?

gal bisikan, "pada saat kami sedang mengobrol, Lula jatuh... dia jatuh

dari balkon.

"Jadi, John-lah yang mengabariku, keesokan paginya. Polisi datang,

pagi-pagi sekali. Dia masuk ke kamar untuk memberitahuku dan..."

Dia menelan ludah, lalu menggelengkan kepalanya yang lemah,

nyaris tak bernyawa.

"Karena itulah kanker itu kembali, aku tahu. Manusia tidak sang?

gup menanggung begitu banyak kepedihan."

Suaranya semakin tidak jelas. Sementara mata Lady Bristow mulai

memejam, Strike bertanya-tanya berapa banyak Valium yang sudah

diminumnya.

"Yvette, bolehkah saya menggunakan kamar mandi Anda?" tanya

Strike.

Yvette Bristow hanya mengangguk mengantuk.

Strike berdiri, dan dengan gesit masuk ke ruang pakaian, tanpa

menimbulkan suara?cukup mengejutkan untuk pria dengan ukuran

tubuh sebesar itu.

Robert Galbraith

Dinding ruangan itu penuh deretan pintu kayu mahoni yang men?

capai langit-langit. Strike membuka salah satunya dan melongok ke

dalam, melihat gantungan yang sarat gaun serta mantel, dengan rak

berisi tas dan topi di atasnya, menghirup bau apek sepatu dan kain

lama yang, meskipun nyata-nyata mahal, tetap saja baunya seperti

toko barang loak. Tanpa suara dia membuka dan menutup pintu-pin?

tu lain, sampai pada upaya keempat dia melihat tumpukan tas yang

jelas kelihatan baru, dalam berbagai warna, yang dijejalkan di rak atas.

Strike menurunkan tas yang biru, masih baru dan berkilau. Ada

logo GS di sana, dan lapisan sutra dengan ritsleting di bagian dalam.

Jarinya menyusuri sekelilingnya, ke setiap sudut, lalu dengan cekatan

mengembalikannya di rak.

Berikutnya dia memilih tas yang putih lapisan sutranya bermotif

gaya Afrika. Sekali lagi dia menyusurkan jarinya di bagian dalam. Ke?

mudian dibukanya lapisan itu.

Seperti yang telah digambarkan Ciara, lapisan sutra itu tampak se?

perti skarf berpinggiran logam, memperlihatkan bagian dalam kulit

putih yang kasar. Tidak ada apa pun di dalam sampai Strike meneliti

lebih saksama?kemudian dia melihat garis biru muda tipis di balik

alas persegi berlapis kain yang kaku, yang menjaga bagian bawah tas

tetap pada bentuknya. Diangkatnya alas itu, dan di bawahnya, dia me?

lihat secarik kertas biru muda yang terlipat, penuh tulisan tangan yang

tak rapi.

Dengan tangkas Strike mengembalikan tas itu ke rak atas dengan

lapisan sutra teronggok di dalamnya. Dari saku jasnya dia mengeluar?

kan kantong plastik bening, dan menyisipkan kertas biru muda itu ke

dalam kantong, dalam kondisi terbuka namun belum terbaca. Dia me?

nutup pintu kayu mahoni itu dan terus membuka yang lain. Di balik

pintu kedua terakhir, terdapat lemari besi yang diamankan dengan

keypad digital.

Strike mencabut kantong plastik lagi dari saku jas, memasukkan

tangannya, lalu mulai memencet tombol-tombol?tapi sebelum upaya?

nya selesai, dia mendengar gerakan di luar. Tergesa-gesa menjejalkan

plastik ke saku, dia menutup pintu lemari sepelan mungkin dan kem?

bali ke kamar, mendapati perawat itu sedang membungkuk di atas

Yvette Bristow. Wanita itu berpaling saat mendengarnya.

Dekut Burung Kukuk

"Salah masuk," kata Strike. "Kupikir kamar mandinya yang ini."

Kemudian dia masuk ke kamar mandi, dan di balik pintu tertutup,

sebelum mengguyur toilet serta membuka keran air demi kepentingan

si perawat, Strike membaca surat wasiat terakhir Lula Landry, yang

ditulis tangan di atas kertas surat ibunya dan disaksikan oleh Rochelle

Onifade.

Yvette Bristow masih berbaring dengan mata terpejam ketika

Strike masuk kembali ke kamar.

"Dia tidur," kata perawat itu lembut. "Memang sering begini."

"Ya," ucap Strike, darahnya menderu-deru di telinga. "Tolong

pamitkan kepadanya nanti. Saya harus pergi sekarang."

Mereka berjalan bersama di lorong yang nyaman itu.

"Lady Bristow sepertinya sakit parah," komentar Strike.

"Oh, ya, memang," jawab si perawat. "Dia bisa pergi sewaktu-wak?

tu. Kondisinya sangat buruk."

"Saya rasa saya ketinggalan..." kata Strike tak jelas, lalu berbelok ke

ruang duduk kuning yang tadi dimasukinya, membungkuk di atas sofa

untuk menghalangi pandangan si perawat, lalu dengan hati-hati me?

luruskan gagang telepon pada tempatnya.

"Ya, ini dia," katanya sambil menggenggam sesuatu yang kecil dan

menyusupkannya ke saku. "Yah, terima kasih banyak untuk kopinya."

Dengan tangan memegang kenop pintu, Strike berpaling menatap

si perawat.

"Kecanduannya pada Valium sama parahnya seperti dulu, kalau

begitu?" dia bertanya.

Tanpa menaruh curiga, dengan penuh rasa percaya, perawat itu

menyunggingkan senyum pengertian.

"Ya, memang, tapi tidak akan menyakiti dia sekarang. Asal Anda

tahu," katanya, "saya tidak keberatan menyatakan pendapat saya pada

dokter-dokter itu. Lady Bristow punya tiga dokter yang meresepkan

Valium selama bertahun-tahun, kalau melihat dari label di wadahwadah itu."

"Sangat tidak profesional," kata Strike. "Terima kasih lagi untuk

kopinya. Selamat tinggal."

Dia berlari kecil menuruni tangga, ponsel sudah keluar dari saku,

begitu bergairah sehingga tidak memperhatikan langkahnya. Ketika

Robert Galbraith

berbelok di tangga, dia berteriak kesakitan tatkala kaki palsunya ter?

peleset di tepi anak tangga; lututnya terpilin dan dia jatuh menuruni

enam undakan, mendarat keras di dasar dengan rasa nyeri yang panas

menyiksa pada sambungan dan tunggul tungkainya, seolah-olah baru

saja diamputasi, seolah-olah jaringan yang terluka itu masih rawan.

"Brengsek! Brengsek!"

"Anda tidak apa-apa?" teriak perawat itu, melongok dari pagar

tangga, wajahnya berkerut-kerut.

"Ya, ya?tidak apa-apa!" balasnya dengan seruan. "Terpeleset! Ja?

ngan khawatir! Brengsek, brengsek, brengsek," dia mengumpat pelan,

sambil berusaha berdiri dengan berpegangan pada tiang tangga, tak

berani menumpukan berat badan pada kaki palsunya.

Terpincang-pincang dia turun ke lantai dasar, sebanyak mungkin

bertumpuan pada susuran; setengah melompat-lompat menyeberangi

lobi dan berpegangan pada pintu depan yang berat itu sementara dia

keluar ke undakan depan rumah.

Anak-anak yang tadi berolahraga sedang menjauh dalam barisan

ular-naga-panjangnya yang berwana biru muda dan biru tua, kembali

ke sekolah untuk makan siang. Strike berdiri bersandar pada dinding

bata yang hangat, menyumpahi diri sendiri dengan fasih, dan ber?

tanya-tanya bagaimana kerusakan yang dihasilkannya. Rasa nyeri itu

sungguh tak tertahankan, dan kulitnya yang sudah teriritasi rasanya

seperti terkelupas; membara di bawah lapisan gel yang semestinya me?

lindunginya. Bayangan dirinya harus berjalan jauh ke stasiun sungguh

tidak menyenangkan.

Dia duduk di anak tangga paling atas dan menelepon taksi, kemu?

dian melakukan panggilan telepon berturut-turut yang pertama pada

Robin, lalu Wardle, kemudian ke kantor Landry, May, Patterson.

Taksi hitam berbelok di sudut jalan. Untuk pertama kalinya ter?

lintas dalam pikiran Strike, betapa serupanya kendaraan hitam yang

megah ini dengan mobil jenazah, sementara dia menghela tubuh un?

tuk berdiri dan berjalan terpincang-pincang, dengan rasa nyeri yang

semakin menjadi, turun ke trotoar.

Bagian Lima

Felix qui potuit rerum cognoscere causas.

Berbahagialah orang yang memahami sebab musabab

segala sesuatu.

Virgil, Georgics, Buku 2

"Kupikir," kata Eric Wardle lambat-lambat, sambil menunduk me?

natap surat wasiat itu di dalam kantong plastiknya, "kau akan menun?

jukkannya kepada klienmu terlebih dulu."

"Mestinya begitu, tapi dia sedang di Rye," kata Strike, "padahal ini

mendesak. Aku sudah bilang padamu, aku berusaha mencegah dua

pembunuhan lain. Kita berhadapan dengan maniak, Wardle."

Keringatnya mengucur karena dia kesakitan. Bahkan ketika duduk

di jendela yang dibanjiri cahaya matahari di Feathers, sambil men?

desak si polisi agar segera bertindak, Strike bertanya-tanya apakah

tempurung lututnya meleset ataukah tibia yang tersisa padanya retak

akibat dia tadi jatuh di tangga rumah Yvette Bristow. Dia tidak ingin

langsung mengutak-atik kakinya di taksi, yang sekarang masih me?

nunggunya di luar. Argometernya mengeruk uang muka yang dibayar?

kan Bristow padanya, dan dia tidak akan menerima sisanya, karena

hari ini akan ada penangkapan, apabila Wardle mau beranjak untuk

segera bertindak.

"Harus kuakui, ini mungkin menunjukkan adanya motif..."

"Mungkin?" ulang Strike. "Mungkin? Sepuluh juta mungkin me?

nunjukkan adanya motif? Demi Tuhan?"

"...tapi aku perlu bukti kuat untuk diajukan ke pengadilan, dan kau

belum memberikannya padaku."

"Aku baru saja memberitahumu di mana kau bisa menemukannya!

Pernahkah aku salah? Aku sudah bilang padamu ada surat wasiat, dan

Robert Galbraith

itu," Strike menunjuk kantong plastik, "itu dia. Minta surat perintah

penangkapan!"

Wardle mengusap wajahnya yang tampan seolah-olah dia sedang

sakit gigi, keningnya berkerut sambil menatap surat wasiat itu.

"Demi Tuhan," kata Strike, "berapa kali lagi? Tansy Bestigui ada di

balkon, dia mendengar Landry berkata ?Aku sudah melakukannya?..."

"Kau menempatkan dirimu di atas lapisan es yang sangat tipis,

Bung," kata Wardle. "Pengacara pembela akan menggilas bukti yang

didapat dengan berbohong kepada tersangka. Saat Bestigui menge?

tahui tidak ada foto, dia akan menyangkal semuanya."

"Biarkan saja. Tapi Tansy tidak akan membiarkan dia. Dia memang

sudah tidak tahan lagi. Tapi kalau kau terlalu lembek untuk melaku?

kan sesuatu, Wardle," kata Strike, dapat merasakan keringat dingin

mengalir di punggung dan nyeri yang menyengat di sisa tungkai

kanannya, "dan ada lagi orang dekat Landry yang mati, aku akan lang?

sung menghubungi pers. Aku akan memberitahu mereka bahwa aku

sudah memberimu setiap potong informasi yang kumiliki, dan kau
Dekut Burung Kukuk The Cuckoos Calling Karya Robert Galbraith di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memiliki banyak kesempatan untuk menangkap pembunuh ini. Aku

akan mendapat uang dengan menjual ceritaku, dan kau bisa menyam?

paikan pesanku ini pada Carver.

"Nih," katanya sambil menyorongkan secarik sobekan kertas di atas

meja, di atasnya dia menulis enam angka. "Coba ini dulu. Sekarang

dapatkan surat perintah sialan itu."

Didorongnya surat wasiat itu di atas meja ke arah Wardle, lalu dia

turun dari bangku tinggi. Perjalanan dari bar ke taksi sungguh me?

nyiksa. Semakin banyak tekanan yang dia tumpukan pada kaki kanan?

nya, semakin hebat nyeri yang dirasakannya.

Robin telah mencoba menghubungi Strike selang sepuluh menit sejak

pukul satu, tapi Strike tidak menjawab. Dia menelepon lagi, semen?

tara dengan susah payah Strike menaiki tangga besi menuju kantor,

menghela tubuh dengan kedua lengannya. Robin mendengar dering

ponsel Strike bergema di tangga, lalu keluar ke puncak tangga teratas.

"Akhirnya! Aku sudah meneleponmu terus-menerus, ada banyak

sekali... Ada apa, kau tidak apa-apa?"

Dekut Burung Kukuk

"Aku baik-baik saja," Strike berbohong.

"Tidak, kau... Apa yang terjadi?"

Robin bergegas menuruni tangga menghampirinya. Wajah Strike

pucat pasi, banjir keringat, dan, menurut Robin, dia seperti hendak

muntah.

"Kau minum-minum?"

"Tidak, aku tidak minum-minum, sialan!" tukas Strike. "Aku?

maafkan aku, Robin. Aku kesakitan. Hanya perlu duduk."

"Apa yang terjadi? Izinkan aku..."

"Sudahlah. Tidak apa-apa. Aku bisa sendiri."

Tertatih-tatih Strike naik ke puncak tangga dan tertimpang-tim?

pang payah ke sofa tua itu. Sewaktu dia menjatuhkan berat tubuhnya

di sana, Robin mendengar bunyi patah pada struktur sofa itu, lalu

membatin, Kami perlu beli yang baru, kemudian, Tapi aku kan mau

pergi.

"Apa yang terjadi?" tanya Robin.

"Aku jatuh di tangga," jawab Strike sambil agak tersengal, mantel?

nya masih dikenakan. "Seperti orang kikuk."

"Tangga apa? Apa yang terjadi?"

Dari kedalaman penderitaannya, Strike menyeringai melihat

ekspresi Robin, yang separuh ngeri, separuh bersemangat.

"Aku tidak berkelahi dengan siapa pun, Robin. Hanya terpeleset."

"Oh, baiklah. Kau agak?kau kelihatan agak pucat. Kau tidak ber?

pikir ada yang serius? Aku bisa memanggilkan taksi?mungkin se?

baiknya kau pergi ke dokter."

"Tidak perlu. Kita masih punya obat pereda sakit?"

Robin membawakan segelas air dan parasetamol. Strike meminum?

nya, lalu meluruskan tungkainya. Dia mengernyit, lalu bertanya

"Jadi, apa saja yang terjadi di sini? Graham Hardacre mengirimkan

foto?"

"Ya," jawab Robin, lalu bergegas ke komputernya. "Ini dia."

Dengan lambaian mouse dan sekali "klik", foto Letnan Jonah

Agyeman memenuhi layar.

Tanpa suara, mereka memandangi wajah pria muda yang ketam?

panannya tidak jadi berkurang karena telinga lebar yang diwarisinya

dari ayahnya. Seragam merah, hitam, dan emas itu cocok untuknya.

Robert Galbraith

Senyumnya agak miring, tulang pipinya tinggi, rahangnya persegi, dan

kulitnya yang gelap memiliki warna sekunder kemerahan, seperti teh

yang baru diseduh. Dia pun menampilkan pesona alami seperti Lula

Landry; kualitas yang tak dapat dijelaskan, yang membuat orang me?

mandang gambarnya lebih lama.

"Dia mirip sekali dengan Lula," Robin berkata lirih.

"Yeah, benar sekali. Ada apa lagi?"

Robin seperti disentakkan kembali ke alam nyata.

"Oh, astaga, ya... John Bristow menelepon setengah jam yang lalu,

katanya dia tidak bisa menghubungimu. Dan Tony Landry menelepon

tiga kali."

"Sudah kuduga dia akan melakukannya. Apa yang dia katakan?"

"Diaat sangat?well, pertama kali, dia minta bicara denganmu,

dan sewaktu kukatakan kau tidak ada, dia menutup telepon sebelum

aku sempat memberikan nomor ponselmu. Kedua kalinya, dia me?

ngatakan bahwa kau harus menelepon dia segera, tapi membanting

telepon sebelum aku sempat mengatakan kau belum kembali. Tapi

kali ketiga, dia hanya?well?dia benar-benar marah. Membentakbentak aku."

"Sebaiknya dia tidak mengatakan hal-hal yang tidak sopan," ujar

Bristow, wajahnya merengut.

"Tidak kok. Yah, tidak kepadaku?semuanya ditujukan padamu."

"Dia bilang apa?"

"Kata-katanya agak tidak masuk akal, tapi dia menyebut John

Bristow ?keparat tolol?, lalu dia mengomel tentang Alison yang tibatiba keluar, dan menurutnya itu ada hubungannya denganmu, karena

dia berteriak akan menuntutmu, karena pencemaran nama baik dan

sebagainya itu."

"Alison keluar dari pekerjaannya?"

"Ya."

"Dia bilang ke mana Alison?tidak, tentu saja tidak, bagaimana

dia bisa tahu?" Strike mengakhiri kalimatnya, lebih kepada diri sen?

diri, bukan kepada Robin.

Dipandanginya pergelangan tangannya. Jam tangannya yang murah

sepertinya membentur sesuatu ketika dia jatuh di tangga, karena ber?

henti pada pukul satu kurang seperempat.

Dekut Burung Kukuk

"Jam berapa sekarang?"

"Lima kurang sepuluh."

"Sudah sesore itu?"

"Ya. Kau membutuhkan sesuatu? Aku bisa tinggal sebentar."

"Tidak, aku mau kau keluar dari sini."

Nada suara Strike sedemikian rupa sehingga Robin tetap diam di

tempat, alih-alih mengambil mantel dan tasnya.

"Apa yang kauharapkan akan terjadi?"

Strike sedang sibuk dengan tungkainya, tepat di bawah lutut.

"Tidak ada apa-apa. Kau sering lembur belakangan ini. Kuduga

Matthew akan senang kalau sekali-sekali kau pulang cepat."

Mustahil bisa menyesuaikan prostetiknya dari balik pipa celana.

"Pergilah, Robin," katanya sambil mendongak.

Robin ragu-ragu, kemudian akhirnya beranjak mengambil mantel

dan tasnya.

"Terima kasih," ujar Strike. "Sampai besok."

Robin pergi. Strike menunggu suara langkahnya menuruni tangga

sebelum menggulung pipa celananya, tapi tidak mendengar apa-apa.

Pintu kaca itu terbuka, dan Robin muncul lagi.

"Kau menunggu kedatangan seseorang," kata Robin sambil men?

cengkeram daun pintu. "Ya, kan?"

"Mungkin," jawab Strike, "tapi itu tidak penting."

Strike mengerahkan senyum melihat ekspresi Robin yang kaku dan

tegang.

"Jangan khawatir tentang aku." Ketika mimik muka Robin tidak

berubah, dia menambahkan "Aku bertinju sedikit, di angkatan darat,

kau tahu."

Robin tertawa kecil.

"Ya, kau pernah menyinggungnya."

"Oh ya?"

"Berkali-kali. Pada malam kau... kau tahu."

"Oh. Begitu. Yah, begitulah."

"Tapi siapa yang kau...?"

"Matthew tidak akan berterima kasih padaku kalau kau kuberi?

tahu. Pulanglah, Robin, sampai ketemu besok."

Kali ini, meskipun dengan enggan, Robin akhirnya berlalu. Strike

Robert Galbraith

menunggu sampai dia mendengar pintu di Denmark Street menutup,

lalu menggulung pipa celana, melepaskan prostetik, dan memeriksa

lututnya yang bengkak, juga ujung tungkainya yang merah dan mera?

dang. Dia bertanya-tanya apa yang telah dia lakukan pada dirinya sen?

diri, tapi tidak ada waktu untuk membawanya ke dokter malam ini.

Sekarang dia setengah berharap tadi meminta Robin membelikan

makanan sebelum dia pergi. Dengan canggung, melompat dari satu

tempat ke tempat lain sambil berpegangan pada meja, lemari arsip,

dan lengan sofa, dia berhasil membuat secangkir teh. Dia minum di

kursi Robin, makan separuh bungkus biskuit, dan selama itu mere?

nungi wajah Jonah Agyeman. Parasetamol itu nyaris tidak berdampak

pada nyeri di tungkainya.

Setelah biskuit sebungkus itu habis, dia mengecek ponselnya. Ada

banyak panggilan tak terjawab dari Robin, dan dua dari John Bristow.

Dari tiga orang yang dia perkirakan akan muncul di kantornya ma?

lam itu, Bristow-lah yang dia harap akan tiba lebih dulu. Kalau polisi

menghendaki bukti kokoh pembunuhan itu, cuma sang klien yang

akan dapat menyediakannya, kendati Bristow mungkin tidak menya?

darinya. Kalau Tony Landry atau Alison Cresswell yang muncul di

kantor, Aku hanya perlu... lalu Strike mendengus geli di kantornya

yang kosong, karena kiasan yang muncul di kepalanya adalah "mon?

dar-mandir sambil berpikir".

Namun pukul enam datang, kemudian setengah jam berlalu, dan

tak ada yang membunyikan bel. Strike mengoleskan krim ke ujung

tungkainya, lalu memasang kembali prostetik itu. Sungguh menyiksa.

Dia terpincang-pincang ke ruang dalam, menggeram kesakitan, duduk

merosot di kursinya, lalu akhirnya menyerah dan melepas kembali

kaki palsunya. Dia membungkuk, merebahkan kepalanya di lengan,

ingin mengistirahatkan matanya yang lelah sejenak saja.

Langkah-langkah kaki di tangga besi. Strike langsung tersentak

waspada, tidak tahu apakah dia telah tertidur selama lima menit atau

lima puluh menit. Seseorang mengetuk-ngetuk pintu kaca.

"Masuklah, tidak dikunci!" dia berteriak, lalu mengecek prostetik?

nya yang tak terpasang tertutup pipa celananya.

Strike sangat lega ketika melihat John Bristow yang memasuki

ruangan, matanya mengerjap-ngerjap di balik kacamatanya yang tebal

dan sikapnya gelisah.

"Hai, John. Masuklah, silakan duduk."

Tapi Bristow berderap menghampirinya, wajahnya bebercak merah,

sama marahnya seperti pada hari itu ketika Strike menolak menerima

kasusnya. Dia mencengkeram punggung kursi yang ditawarkan.

"Sudah kukatakan," katanya, rona merah padam datang dan surut

di wajahnya yang tirus ketika dia menudingkan telunjuknya yang

kurus pada Strike. "Sudah kukatakan dengan sejelas-jelasnya bahwa

aku tidak mau kau menemui ibuku tanpa kehadiranku!"

"Aku tahu itu, John, tapi?"

"Diaat sangat sedih. Aku tidak tahu apa yang kaukatakan pada?

nya, tapi dia menangis dan terisak-isak kepadaku di telepon tadi sore!"

"Maafkan aku, tapi tampaknya dia tidak keberatan dengan per?

tanyaan-pertanyaanku ketika?"

"Kondisinya sangat buruk!" teriak Bristow, giginya yang besar-besar

berkilau. "Berani-beraninya kau menemui dia tanpa aku. Berani benar!"

Robert Galbraith

"Karena, John, seperti yang sudah kukatakan padamu pada hari
Dekut Burung Kukuk The Cuckoos Calling Karya Robert Galbraith di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kremasi Rochelle, kurasa kita menghadapi pembunuh yang mungkin

akan membunuh lagi," kata Strike. "Situasinya berbahaya, dan aku

ingin menghentikannya."

"Kau ingin menghentikannya? Menurutmu, bagaimana perasaan?

ku?" Bristow menjerit, suaranya pecah menjadi falsetto. "Tahukah kau

kerusakan yang telah kauakibatkan? Ibuku terguncang, dan sekarang

pacarku seperti hilang ditelan bumi, dan Tony menyalahkanmu ka?

renanya! Apa yang kaulakukan terhadap Alison? Di mana dia?"

"Aku tidak tahu. Kau sudah mencoba menelepon dia?"

"Dia tidak menjawab. Apa sebenarnya yang sedang terjadi? Aku se?

perti memburu hantu sepanjang hari, dan aku kembali?"

"Memburu hantu?" ulang Strike, diam-diam menggeser pahanya

untuk menjaga prostetiknya tetap lurus.

Bristow mengenyakkan diri di kursi di seberang meja, napasnya

menderu, ditatapnya Strike dengan mata menyipit karena sinar mata?

hari petang hari yang masih terang menyelusup dari jendela di bela?

kangnya.

"Ada orang," katanya dengan geram, "menelepon sekretarisku tadi

pagi, mengaku sebagai klien kami yang sangat penting di Rye, yang

meminta bertemu untuk urusan mendesak. Aku pergi jauh-jauh ke

sana hanya untuk mendapati dia pergi ke luar negeri, dan tak ada

orang yang menelepon ke kantorku. Kau keberatan," tambahnya, ta?

ngannya terangkat menudungi matanya, "menutup kerainya? Aku ti?

dak bisa melihat apa-apa."

Strike menarik tali, dan kerai itu tertutup dengan bunyi berderak

keras, membungkus mereka dalam kekelaman yang sejuk dan ber?

garis-garis samar.

"Cerita yang ganjil sekali," kata Strike. "Seolah-olah ada orang yang

ingin memancingmu ke luar kota."

Bristow tidak menyahut. Dia mendelik pada Strike, dadanya naikturun.

"Sudah cukup," katanya tiba-tiba. "Aku menyudahi penyelidikan

ini. Kau boleh menyimpan uang yang sudah kuberikan padamu. Aku

harus memikirkan ibuku."

Dekut Burung Kukuk

Strike mengambil ponselnya dari saku, menekan beberapa tombol,

lalu meletakkannya di pangkuan.

"Kau bahkan tidak ingin tahu apa yang kutemukan tadi di ruang

pakaian ibumu?"

"Kau masuk?kau masuk ke ruang pakaian ibuku?"

"Ya. Aku ingin memeriksa bagian dalam tas-tas baru Lula, yang di?

dapatnya pada hari dia meninggal."

Bristow mulai tergagap

"Kau?kau..."

"Tas-tas itu memiliki lapisan dalam yang bisa dilepas. Aneh, bu?

kan? Tersembunyi di bawah lapisan dalam tas yang putih, terdapat su?

rat wasiat yang ditulis tangan oleh Lula, di atas kertas surat biru milik

ibumu, dan disaksikan oleh Rochelle Onifade. Aku sudah memberi?

kan surat wasiat itu kepada polisi."

Mulut Bristow ternganga lebar. Selama beberapa detik dia tidak

mampu berbicara. Akhirnya, dia berbisik

"Tapi... apa katanya?"

"Bahwa dia meninggalkan segalanya, seluruh miliknya, kepada

adiknya, Letnan Jonah Agyeman dari Royal Engineers."

"Jonah... siapa?"

"Pergilah ke monitor komputer di luar. Kau bisa melihat fotonya

di sana."

Bristow berdiri dan bergerak seperti orang yang berjalan dalam ti?

dur, menghampiri komputer di ruang sebelah. Strike melihat layar

berpendar hidup sewaktu Bristow menggeser mouse-nya. Wajah tam?

pan Agyeman bersinar dari monitor itu, dengan senyumnya yang ter?

kesan meledek, rapi dalam seragam resminya.

"Oh, Tuhan," ucap Bristow.

Dia kembali ke Strike dan duduk perlahan di kursinya, mulutnya

masih menganga.

"Aku?aku tidak percaya."

"Itulah orang yang terlihat di rekaman CCTV," ujar Strike, "berlari

menjauh dari tempat kejadian pada malam Lula meninggal. Dia tinggal

di Clerkenwell bersama ibunya yang janda, selama cuti dari penugasan?

nya. Karena itulah dia terlihat berjalan terburu-buru di Theobalds

Road dua puluh menit kemudian. Dia menuju arah pulang."

Robert Galbraith

Bristow menarik napas keras-keras.

"Mereka semua bilang aku mengada-ada," dia hampir berteriak.

"Tapi ternyata aku tidak mengada-ada!"

"Tidak, John, kau tidak mengada-ada," ujar Strike. "Tidak meng?

ada-ada sama sekali. Lebih tepat kalau dibilang edan."

Dari jendela yang tertutup kerai terdengar suara-suara London

yang tidak pernah mati, berderum dan bergemuruh, separuh manusia,

separuh mesin. Tidak ada suara apa pun di dalam ruangan kecuali

napas Bristow yang memburu.

"Permisi?" kata Bristow, berlagak sopan. "Kau menyebut aku apa?"

Strike tersenyum.

"Kubilang kau edan. Kau membunuh adikmu, lolos, kemudian me?

mintaku menyelidiki kembali kematiannya."

"Kau?kau pasti tidak serius."

"Oh, aku serius. Sudah jelas bagiku sejak semula bahwa orang yang

paling mendapat keuntungan dari kematian Lula adalah kau, John. Se?

puluh juta pound, begitu ibumu meninggal. Tidak pantas diremehkan,

bukan? Terutama karena menurutku kau tidak punya banyak uang se?

lain gajimu, sesering apa pun kau mengoceh tentang dana perwalian.

Saham Albris tidak sebagus di atas kertas sekarang ini, bukan?"

Bristow masih melongo menatapnya selama beberapa saat lagi;

lalu, menegakkan diri di kursinya, dia melirik ranjang lipat yang di?

sandarkan di sudut.

"Keluar dari mulut gelandangan yang tidur di kantornya, katakatamu itu sungguh menggelikan." Suara Bristow tenang dan me?

remehkan, tapi napasnya tersengal-sengal.

"Aku tahu kau punya uang jauh lebih banyak ketimbang aku," ujar

Strike. "Tapi, seperti yang kaukatakan sendiri, itu tidak penting. Dan

aku akan menyatakan bahwa aku belum serendah itu sehingga mau

menipu klien-klienku. Berapa uang Conway Oates yang kaucuri se?

belum Tony menyadari apa yang kauperbuat?"

"Oh, aku juga penipu, ya?" kata Bristow, tawanya terdengar dibuatbuat.

"Ya, kurasa begitu," Strike menimpali. "Walaupun itu tidak penting

bagiku. Aku tidak peduli apakah kau membunuh Lula karena kau

perlu mengembalikan uang yang kautilap, atau karena kau mengingin?

Dekut Burung Kukuk

kan hartanya, atau karena kau sekadar membencinya. Tapi dewan juri

pasti ingin tahu. Mereka selalu ingin mengetahui motif."

Lutut Bristow mulai memantul-mantul lagi.

"Kau sudah gila," katanya, lagi-lagi diiringi tawa yang dipaksakan.

"Kau menemukan surat wasiat yang menyatakan dia meninggalkan

segalanya bukan untukku, tapi untuk orang itu." Dia menuding ke

arah ruangan luar, tempat dia tadi melihat foto Jonah. "Kau mem?

beritahuku bahwa dialah orang yang berjalan menuju flat Lula, yang

tampak di kamera pada malam Lula mati karena jatuh dari balkon,

dan yang terlihat berlari cepat melewati kamera sepuluh menit kemu?

dian. Tapi, kau menuduhku. Aku."

"John, jauh sebelum kau datang padaku, kau sudah tahu yang ada

di rekaman CCTV itu adalah Jonah. Rochelle yang memberitahumu.

Dia ada di Vashti sewaktu Lula menelepon Jonah dan mengatur per?

temuan dengannya malam itu, dan dia menjadi saksi surat wasiat yang

meninggalkan segalanya kepada Jonah. Rochelle datang padamu,

memberitahumu segalanya, lalu mulai memerasmu. Dia menginginkan

uang untuk membayar sewa flat dan pakaian mahal, dan sebagai ganti?

nya dia berjanji akan menutup mulut tentang fakta bahwa kau bukan?

lah ahli waris Lula.

"Rochelle tidak tahu kaulah pembunuhnya. Dia pikir Jonah men?

dorong Lula dari jendela. Dan dia getir sekali karena melihat surat

wasiat yang tidak mencantumkan namanya, lalu ditinggalkan di toko

pada hari terakhir hidup Lula. Dia tidak peduli tentang pembunuh

yang berjalan bebas, asal dia mendapat uangnya."

"Omong kosong. Kau memang sudah gila."

"Kau sekuat tenaga menghalang-halangiku menemukan Rochelle,"

Strike melanjutkan, seolah-olah tidak mendengar ucapan Bristow

sama sekali. "Kau berpura-pura tidak tahu namanya, atau di mana dia

tinggal; kau berlagak keheranan sewaktu kubilang dia mungkin ber?

guna untuk penyelidikan dan kau menghapus foto-foto dari laptop

Lula supaya aku tidak bisa melihat rupa Rochelle. Bisa saja Rochelle

langsung memberitahuku siapa orang yang berusaha kauperangkap

untuk pembunuhan itu, tapi di pihak lain, dia tahu ada surat wasiat

yang bisa menggagalkanmu mendapatkan warisan itu. Prioritasmu

yang nomor satu adalah menjaga agar tak ada yang tahu tentang surat

Robert Galbraith

wasiat itu sampai kau bisa menemukan dan menghancurkannya. Agak

lucu, memang, karena selama ini surat wasiat itu ada di lemari pakaian

ibumu.

"Tapi, kalaupun kauhancurkan surat wasiat itu, John, lalu apa?

Yang kau tahu, Jonah sendiri tahu bahwa dialah ahli waris Lula. Dan

ada saksi lain yang mengetahui adanya surat wasiat, meskipun kau

tidak menyadarinya Bryony Radford, si penata rias."

Strike melihat lidah Bristow membasahi bibirnya. Dia dapat me?

rasakan ketakutan si pengacara.

"Bryony tidak mau mengaku bahwa dia mengintip-intip barang-ba?

rang Lula, tapi dia melihat surat wasiat itu di flat Lula, sebelum Lula

sempat menyembunyikannya. Tapi Bryony disleksia. Dia pikir ?Jonah?

adalah ?John?. Dia menggabungkan fakta itu dengan yang diucapkan

Ciara, bahwa Lula akan meninggalkan segalanya pada saudaranya, dan

menyimpulkan dia tidak perlu memberitahu siapa pun apa yang sem?

pat dia baca sekilas, karena toh kau juga yang akan mendapatkan wa?

risan itu. Kau memiliki keberuntungan iblis, kadang-kadang, John.

"Tapi aku bisa melihat, dalam benakmu yang sinting itu, solusi ter?

baik atas persoalanmu adalah menjebak Jonah sebagai pembunuh. Ka?

lau Jonah mendapat hukuman seumur hidup, tidak jadi masalah apa?

kah surat wasiat itu akan muncul atau tidak?atau bila dia maupun

orang lain tahu tentang itu?karena bagaimanapun uangnya akan ja?

tuh ke tanganmu."

"Dasar ngawur," ucap Bristow dengan napas tersengal. "Sebaiknya

kau berhenti jadi detektif, dan menulis novel fantasi, Strike. Kau tidak

punya sepotong pun bukti atas apa yang kaukatakan?"

"Aku punya." Strike memotongnya, dan Bristow seketika terdiam,

wajahnya yang pasi tampak jelas dalam keremangan. "Rekaman

CCTV itu."

"Rekaman itu memperlihatkan Jonah Agyeman berlari dari tempat

kejadian perkara, seperti yang baru kaukatakan!"

"Ada orang lain lagi yang terlihat di kamera."

"Berarti dia punya teman sekongkol?yang mengawasi."

"Aku ingin tahu apa pendapat pengacara pembela tentang dirimu,

John," Strike berkata pelan. "Narsisisme? Semacam God complex? Kau?

pikir dirimu tidak terjamah, bukan, kaupikir kau genius yang mem?

Dekut Burung Kukuk

buat kami semua tampak seperti simpanse? Orang kedua yang berlari
Dekut Burung Kukuk The Cuckoos Calling Karya Robert Galbraith di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dari tempat kejadian itu bukan rekan sekongkol Jonah, bukan orang?

nya yang bertugas mengawasi, bukan juga pencuri mobil. Orang itu

bahkan tidak berkulit hitam. Dia laki-laki kulit putih yang memakai

sarung tangan. Orang itu adalah kau."

"Tidak," bantah Bristow. Sepatah kata itu bergetar panik; tapi ke?

mudian, dengan upaya yang hampir kasatmata, dipasangnya kembali

cibiran itu di wajahnya. "Bagaimana mungkin itu aku? Aku ada di

Chelsea bersama ibuku. Dia sendiri yang memberitahumu. Tony me?

lihatku di sana. Aku ada di Chelsea."

"Ibumu adalah invalid pecandu Valium yang tidur hampir sepan?

jang hari itu. Kau baru kembali ke Chelsea setelah membunuh Lula.

Menurutku, kau masuk ke kamar ibumu pada dini hari, menyetel jam?

nya, lalu membangunkan dia, pura-pura itu saat makan malam. Kau?

pikir kau penjahat pintar, John, tapi trik itu pernah dilakukan berjutajuta kali, walaupun jarang dengan segampang itu. Ibumu nyaris tidak

tahu hari apa itu, karena begitu banyaknya obat yang beredar dalam

tubuhnya."

"Aku ada di Chelsea sepanjang hari," ulang Bristow, lututnya me?

mantul-mantul. "Sepanjang hari, kecuali ketika aku mampir di kantor

untuk mengambil berkas."

"Kau mengambil sweter bertudung dan sarung tangan dari flat di

bawah Lula. Kau memakainya di rekaman CCTV itu," ujar Strike, ti?

dak menggubris interupsi Bristow, "dan itu kesalahan besar. Sweter

bertudung itu unik. Hanya ada satu di dunia ini; dibuat khusus oleh

Guy Som? untuk Deeby Macc. Benda-benda itu hanya bisa berasal

dari flat di bawah flat Lula, jadi kita tahu di sanalah kau berada."

"Kau tidak mempunyai bukti sama sekali," kata Bristow. "Aku ma?

sih menunggu bukti."

"Tentu saja," ujar Strike dengan sederhana. "Orang yang tidak ber?

salah tidak akan duduk di sini mendengarkanku. Dia pasti sudah

menghambur keluar dari sini sekarang. Tapi jangan khawatir. Aku pu?

nya bukti."

"Tidak mungkin," bantah Bristow, parau.

"Motif, sarana, dan kesempatan, John. Kau punya banyak sekali.

Robert Galbraith

"Mari kita mulai dari awal. Kau tidak menyangkal bahwa kau pergi

ke flat Lula pagi-pagi sekali..."

"Tidak, tentu saja tidak."

"...karena orang melihatmu di sana. Tapi menurutku Lula tidak

pernah memberimu kontrak dengan Som? yang kaugunakan sebagai

dalih untuk naik ke flatnya dan menemui dia. Menurutku, kau pernah

menggunakan alasan itu pada suatu saat sebelumnya. Wilson meng?

izinkanmu naik, dan beberapa menit kemudian kau bertengkar de?

ngan Lula di pintu depan flatnya. Kau tidak bisa berbohong itu tidak

pernah terjadi, karena si petugas kebersihan mendengarnya. Untung?

nya bagimu, bahasa Inggris Lechsinka parah, sehingga dia membenar?

kan versimu, bahwa kau marah karena Lula kembali dengan pacarnya

yang tukang teler.

"Tapi kupikir pertengkaran itu sebenarnya mengenai Lula yang ti?

dak mau memberimu uang. Teman-teman Lula yang pintar memberi?

tahuku bahwa kau memang terlihat menginginkan hartanya, tapi hari

itu kau pasti sedang sangat terdesak, sampai-sampai memaksa masuk

dan ribut-ribut seperti itu. Apakah Tony sudah menyadari berkurang?

nya dana dalam account Conway Oates? Apakah kau perlu segera

menggantinya?"

"Spekulasi tanpa dasar," sanggah Bristow, lututnya masih me?

lompat-lompat.

"Kita lihat saja apakah benar tanpa dasar, begitu kasus ini sampai

di pengadilan," ujar Strike.

"Aku tidak pernah menyangkal bahwa aku dan Lula bertengkar."

"Setelah dia menolak memberimu cek dan membanting pintu di

depan mukamu, kau turun lewat tangga, dan melihat pintu Flat Dua

terbuka. Wilson dan teknisi alarm itu sedang sibuk di depan panel

alarm, dan Lechsinka ada di suatu tempat di dalam?mungkin sedang

menyedot debu, karena derumnya pasti dapat menutupi suara lang?

kahmu yang mengendap-endap masuk ke ruang depan di belakang

dua orang itu.

"Sebenarnya risikonya tidak terlalu besar. Kalau mereka berbalik

dan melihatmu, kau bisa saja beralasan hendak berterima kasih pada

Wilson karena mengizinkanmu naik. Kau menyeberangi ruang depan

itu sementara mereka sibuk dengan sekering alarm, lalu bersembunyi

Dekut Burung Kukuk

di suatu tempat di dalam flat yang besar itu. Ada banyak ruangan.

Lemari kosong. Kolong tempat tidur."

Bristow menggeleng-geleng dalam penyangkalan tanpa suara.

Strike melanjutkan dengan nada datar

"Kau pasti mendengar Wilson menyuruh Lechsinka agar menyetel

alarm itu dengan kode satu sembilan enam enam. Akhirnya,

Lechsinka, Wilson, dan orang Securibell itu pergi, dan kau sendirian

di dalam flat. Namun, sayangnya bagimu, Lula sudah pergi saat itu,

jadi kau tidak bisa kembali ke atas untuk memaksanya mengeluarkan

uang."

"Benar-benar fantasi hebat," kata pengacara itu. "Aku tidak pernah

menginjakkan kaki di Flat Dua selama hidupku. Aku meninggalkan

flat Lula dan mampir ke kantor untuk mengambil berkas?"

"Dari Alison?itu, kan, yang kaukatakan padaku waktu pertama

kali kita merunutkan kegiatanmu hari itu?" tanya Strike.

Bercal-bercak merah muda muncul lagi di leher Bristow yang ku?

rus. Setelah bimbang sejenak, dia berdeham dan berkata

"Aku tidak ingat apakah?aku hanya ingat aku cuma mampir se?

bentar; aku ingin segera kembali ke ibuku."

"Menurutmu, bagaimana dampaknya di pengadilan, John, sewaktu

Alison duduk di kursi saksi dan memberitahu juri bahwa kau telah

meminta dia berbohong untukmu? Kau memainkan peran sebagai ka?

kak yang berdukacita di depannya, lalu mengajaknya makan malam,

dan wanita malang itu begitu senang mendapatkan kesempatan tampil

sebagai wanita yang diinginkan di hadapan Tony, sehingga dia setuju

melakukannya. Beberapa kali kencan kemudian, kau membujuk dia

untuk mengatakan dia melihatmu di kantor pada pagi hari sebelum

Lula meninggal. Dia pikir kau hanya terlalu gugup dan paranoid, bu?

kan? Dia percaya kau telah memiliki alibi yang kokoh hari itu dari

Tony, pujaan hatinya. Dia pikir, tidak apa-apa kalau dia mengatakan

dusta putih untuk menenangkanmu.

"Tapi Alison tidak ada di sana hari itu untuk mengambilkan ber?

kas apa pun, John. Cyprian menyuruhnya pergi ke Oxford begitu dia

sampai di kantor, untuk mengecek Tony. Setelah kremasi Rochelle,

kau jadi agak gugup ketika menyadari aku mengetahui itu, bukan?"

"Alison tidak terlalu pintar," ujar Bristow lambat-lambat, tangannya

Robert Galbraith

saling menggenggam seperti sedang mencuci tangan, lututnya naik-tu?

run. "Dia pasti bingung soal harinya. Dia jelas salah paham. Aku tidak

pernah memintanya mengatakan bahwa dia bertemu denganku di

kantor. Ucapannya melawan ucapanku. Mungkin dia berusaha mem?

balas dendam padaku, karena kami putus."

Strike terbahak.

"Oh, kau jelas-jelas didepak, John. Setelah asistenku meneleponmu

tadi pagi untuk memancingmu ke Rye?"

"Asistenmu?"

"Ya, tentu saja. Aku tidak ingin kau ada di sana sementara aku

mencari-cari di flat ibumu, kan? Alison yang membantuku dengan

nama klienmu itu. Ceritanya, aku menelepon Alison, memberitahu

semuanya, termasuk fakta bahwa aku punya bukti Tony tidur dengan

Ursula May, dan bahwa kau akan ditangkap atas tuduhan pembu?

nuhan. Itulah yang meyakinkan Alison untuk mencari pacar baru dan

pekerjaan baru. Kuharap dia sudah kembali ke rumah ibunya di

Sussex?itulah yang kusarankan kepadanya. Kau menjaga Alison te?

tap dekat karena kaupikir dialah alibimu yang antigagal, dan karena

dia punya telinga untuk mengetahui apa yang dipikirkan oleh Tony,

orang yang kautakuti. Tapi belakangan, aku khawatir kau sudah tidak

menganggap dia bermanfaat, dan mungkin akan jatuh dari tempat

tinggi."

Bristow mencoba menyuarakan tawa penuh hinaan lagi, tapi ke?

dengarannya palsu dan hampa.

"Jadi ternyata tidak ada orang yang melihatmu mampir ke kantor

untuk mengambil berkas pagi itu," lanjut Strike. "Kau masih ber?

sembunyi di flat tengah di Kentigern Gardens nomor delapan belas."

"Aku tidak ada di sana. Aku di Chelsea, di rumah ibuku," Bristow

bersikeras.

"Aku tidak berpikir pada saat itu kau sudah berencana membunuh

Lula," Strike meneruskan tanpa peduli. "Kau mungkin hanya mem?

pertimbangkan akan mencegatnya lagi ketika dia pulang. Tidak ada

yang menunggumu di kantor hari itu, karena semestinya kau bekerja

di rumah, menunggui ibumu yang sakit. Kulkas di flat itu penuh, dan

kau tahu cara keluar-masuk tanpa membuat alarm berbunyi. Kau bisa

melihat jelas ke jalan, jadi kalau Deeby Macc beserta rombongannya

Dekut Burung Kukuk

muncul, kau punya banyak waktu untuk keluar dari sana, lalu turun

dengan gertakan bahwa selama ini kau menunggu adikmu di flatnya.

Satu-satunya risiko hanyalah kemungkinan adanya pengiriman ke flat,

tapi vas mawar yang besar itu toh datang tanpa ada orang memergoki?

mu bersembunyi di sana, bukan?

"Kuduga, gagasan pembunuhan itu mulai berbenih di sana, pada

jam-jam kau seorang diri, di antara segala kemewahan itu. Apakah

kau mulai membayangkan betapa enaknya kalau Lula mati?semen?

tara kau yakin dia tidak pernah membuat surat wasiat? Ibumu yang

sakit pasti juga akan melunak, terutama karena anaknya tinggal kau

seorang. Dan itu pun sudah bagus, bukan, John? Menjadi anak tung?

gal, pada akhirnya? Dan tidak pernah kalah lagi dari saudara yang le?

bih rupawan, yang lebih dicintai?"

Bahkan dalam keremangan yang semakin pekat, Strike dapat me?

lihat gigi Bristow yang tonggos, serta tatapan tajam mata yang lemah

itu.

"Tak peduli sebesar apa pun upayamu untuk mengambil hati ibu?

mu, dan berperan sebagai anak yang berbakti, kau tidak pernah men?

jadi yang utama, bukan? Dia selalu lebih mencintai Charlie, bukan?

Semuanya lebih mencintai Charlie, bahkan Paman Tony. Dan begitu

Charlie pergi, ketika akhirnya kau berharap bisa menjadi pusat per?

hatian, apa yang terjadi? Lula datang, dan semua orang mulai meng?

khawatirkan Lula, mencurahkan perhatian pada Lula, memuja Lula.

Ibumu bahkan tidak menempatkan fotomu di ranjang kematiannya.

Hanya Charlie dan Lula. Hanya dua yang dicintainya."

"Keparat," umpat Bristow. "Keparat kau, Strike. Tahu apa kau, de?

ngan ibumu yang pelacur itu? Dia mati karena apa? Sifilis?"

"Bagus," timpal Strike, berterima kasih dengan sinis. "Aku baru

mau bertanya apakah kau menggali informasi pribadiku ketika sedang

mencari sasaran yang gampang dimanipulasi. Kau pasti mengira aku

akan bersimpati pada John Bristow yang malang dan sedang berduka,

terutama karena ibuku sendiri mati muda, dalam kondisi yang men?

curigakan. Kaupikir kau akan dapat memainkanku seperti biola ce?

laka...

"Tapi sudahlah, John. Kalau tim pembelamu tidak bisa menemu?

kan kelainan psikologis pada dirimu, kuduga mereka akan mengaju?
Dekut Burung Kukuk The Cuckoos Calling Karya Robert Galbraith di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Robert Galbraith

kan pembelaan bahwa masa kecilmulah yang patut disalahkan. Tidak

dicintai. Tidak dihiraukan. Tertutup bayang-bayang. Kau selalu me?

rasa dikerjai, bukan? Aku memperhatikannya sejak hari pertama ber?

temu denganmu, sewaktu kau menangis dengan air mata yang meng?

harukan saat mengenang Lula dibawa masuk ke rumahmu, ke dalam

hidupmu. Orangtuamu bahkan tidak mengajakmu ketika menjemput

dia, bukan? Mereka meninggalkanmu di rumah seperti anjing pe?

liharaan, putra yang tidak cukup memadai untuk mereka setelah

Charlie tidak ada; putra yang dinomorduakan sekali lagi."

"Aku tidak perlu mendengarkan semua ini," desis Bristow.

"Silakan saja kalau kau mau pergi," ujar Strike, menatap mata yang

tak lagi dapat dilihatnya di balik kacamata Bristow dalam kegelapan

ini. "Kenapa tidak pergi saja?"

Tapi pengacara itu tetap duduk di sana, sebelah lututnya masih

memantul-mantul, tangannya masih saling menggenggam seperti men?

cuci tangan, menunggu bukti dari Strike.

"Apakah lebih mudah pada kali kedua?" tanya detektif itu pelan.

"Apakah lebih mudah membunuh Lula daripada Charlie?"

Dia melihat geligi yang pucat dalam keremangan ketika Bristow

membuka mulutnya, tapi tak ada suara yang terdengar.

"Tony tahu kau yang melakukannya, bukan? Segala omong kosong

tentang hal-hal keji yang dia katakan setelah Charlie mati. Tony ada

di sana; dia melihatmu bersepeda menjauh dari tempat kau mendo?

rong Charlie. Apakah kau menantang Charlie bersepeda sampai ke

tepi? Aku kenal Charlie dia tidak bisa menampik tantangan. Tony

melihat Charlie mati di dasar jurang itu, dan dia memberitahu orang?

tuamu bahwa menurutnya kaulah yang melakukannya. Benar, bukan?

Karena itulah ayahmu memukul Tony. Karena itulah ibumu pingsan.

Karena itulah Tony diusir dari rumah setelah Charlie mati bukan ka?

rena Tony mencela ibumu karena telah membesarkan anak-anak

nakal, tapi karena dia berkata ibumu telah membesarkan seorang psi?

kopat."

"Ini? Tidak," bantah Bristow serak. "Tidak!"

"Tapi Tony tidak sanggup menghadapi skandal keluarga. Dia me?

nutup mulut. Dia agak panik ketika mendengar mereka akan meng?

adopsi anak perempuan, bukan? Dia menelepon orangtuamu dan ber?

Dekut Burung Kukuk

usaha mencegahnya. Dia pantas khawatir, bukan? Kupikir sejak dulu

kau memang selalu agak takut pada Tony. Sungguh ironis karena

akhirnya dia terpojok ketika terpaksa menjadi alibimu dalam pem?

bunuhan Lula."

Bristow tidak mengucapkan sepatah kata pun. Napasnya pendekpendek.

"Tony harus mengatakan dia ada di suatu tempat, di mana saja, se?

lain di kamar hotel bersama istri Cyprian May hari itu, jadi dia

mengaku dia kembali ke London untuk mengunjungi kakaknya yang

sakit. Kemudian dia menyadari bahwa kau dan Lula seharusnya ber?

ada di sana pada saat yang sama.

"Keponakannya sudah meninggal, jadi Lula tidak dapat memban?

tah kata-katanya; tapi dia tidak punya pilihan selain berbohong bahwa

dia telah melihatmu dari pintu ruang kerja, dan tidak bicara padamu.

Dan kau mendukung dia. Kalian berdua, sama-sama berdusta, ber?

tanya-tanya apa yang sebenarnya kalian lakukan, tapi terlalu takut un?

tuk saling bertanya. Menurutku, Tony terus meyakinkan diri untuk

menunggu sampai ibumu meninggal sebelum dia mengonfrontasimu.

Mungkin karena itulah dia sanggup menenangkan hati nuraninya.

Tapi dia masih cukup khawatir sehingga meminta Alison mengawasi?

mu. Sementara itu, kau mengumpaniku omong kosong tentang Lula

yang memelukmu, juga rekonsiliasi yang menyentuh sebelum dia pu?

lang."

"Aku ada di sana," ujar Bristow, bisikannya parau. "Aku ada di flat

ibuku. Kalau Tony tidak ada di sana, itu urusannya sendiri. Kau tidak

dapat membuktikan aku tak ada di sana."

"Pekerjaanku bukanlah membuktikan yang tidak ada, John. Aku

ingin menandaskan, kau sekarang sudah kehabisan alibi, kecuali ibu?

mu yang di bawah pengaruh Valium.

"Tapi, mari kita berandai-andai. Anggap saja begini sementara

Lula mengunjungi ibumu yang sakit, dan Tony tidur dengan Ursula di

suatu hotel entah di mana, kau masih bersembunyi di Flat Dua, dan

mulai memikirkan pemecahan yang lebih berani untuk masalah ke?

uanganmu. Kau menunggu. Pada suatu saat kau mengenakan sarung

tangan kulit hitam yang ditinggalkan di lemari pakaian untuk Deeby,

Robert Galbraith

untuk mencegah ada sidik jari yang tertinggal. Itu saja sudah men?

curigakan. Seakan-akan kau mulai memikirkan tindakan kekerasan.

"Akhirnya, pada siang hari itu, Lula pulang, tapi sayangnya?se?

perti yang dapat kaulihat dari lubang intip di pintu flat?dia bersama

teman-temannya.

"Dan sekarang," kata Strike, suaranya mengeras, "kupikir kasusmu

mulai menjadi serius. Pembelaan pembunuhan tanpa sengaja mungkin

berhasil?terjadi kecelakaan, kami ribut sebentar dan dia terjungkal

dari balkon?jika kau tidak diam di lantai dua selama kurun waktu

itu, ketika kau tahu dia menerima tamu. Seseorang yang hanya ber?

maksud mendesak adiknya agar memberikan cek dalam jumlah besar

mungkin akan menunggu sampai adiknya sendiri lagi?tapi kau sudah

mencoba dan tidak berhasil. Jadi bagaimana kalau mencoba naik ke

sana ketika dia, barangkali, dalam suasana hati yang lebih enak, men?

coba lagi sementara ada teman-temannya di ruang sebelah? Mungkin

dia mau memberimu sesuatu hanya supaya kau segera pergi?"

Strike mulai dapat merasakan gelombang ketakutan dan kebencian

mengalir dari sosok yang berangsur-angsur sirna dalam bayang-bayang

di seberang meja.

"Tapi sebaliknya," dia berkata, "kau menunggu. Kau menunggu se?

panjang malam, setelah melihat Lula meninggalkan gedung. Kau pasti

sudah sangat tegang saat itu. Kau punya waktu untuk menyusun ren?

cana kasar. Kau mengamati jalanan; tahu benar siapa yang ada di da?

lam gedung dan siapa yang tidak ada; kau memperkirakan ada jalan

untuk lolos tanpa dipergoki siapa pun. Dan jangan lupa?kau pernah

membunuh. Besar perbedaannya."

Bristow melakukan gerakan tajam, lebih dari sekadar sentakan.

Strike langsung menegang, tapi Bristow tetap di tempatnya, dan

Strike sangat menyadari kaki palsunya yang hanya bersandar di paha?

nya.

"Kau mengawasi dari jendela dan melihat Lula pulang sendiri, tapi

paparazzi masih ada di luar. Kau pasti sudah sangat putus asa waktu

itu, bukan?

"Namun, ajaibnya, seolah-olah semesta hanya ingin membantu

John Bristow memperoleh apa yang dia inginkan; rombongan papa?

Dekut Burung Kukuk

razzi itu pergi. Aku yakin sopir Lula yang memberi mereka kisikan.

Dia memang orang yang senang menjaga hubungan baik dengan pers.

"Jadi sekarang jalanan kosong. Waktunya tiba. Kau mengenakan

sweter Deeby. Kesalahan besar. Tapi harus kauakui, setelah begitu ba?

nyak keberuntungan yang kauperoleh malam itu, pastilah ada sesuatu

yang tak beres.

"Kemudian?dan aku memberimu nilai tinggi, karena untuk wak?

tu lama sekali hal ini membuatku kebingungan?kau mengambil be?

berapa tangkai mawar putih itu dari vas, bukan? Kauseka bagian ba?

wahnya yang basah?tidak benar-benar kering seperti yang

seharusnya kaulakukan, tapi lumayanlah?dan kau membawanya

keluar dari Flat Dua, meninggalkan pintunya terkuak sedikit, lalu naik

tangga ke flat adikmu.

"Omong-omong, kau tidak memperhatikan air dari tangkai mawar

itu menetes-netes ke lantai. Belakangan, Wilson terpeleset karenanya.

"Kau naik ke flat Lula, lalu mengetuk pintu. Ketika dia mengintip

dari lubang di pintu, apa yang dia lihat? Mawar putih. Sebelum itu dia

berdiri di balkon, dengan jendela-jendela terbuka lebar, mengawasi

dan menunggu adiknya yang telah lama hilang menyusuri jalan, tapi

entah bagaimana sepertinya adiknya berhasil masuk tanpa terlihat

olehnya! Dengan penuh semangat, Lula membuka pintu?dan kau

pun masuk."

Bristow bergeming. Bahkan lututnya sudah berhenti memantulmantul.

"Dan kau membunuhnya, sama seperti kau telah membunuh

Charlie, sama seperti kemudian kau membunuh Rochelle kau men?

dorongnya, keras dan cepat?mungkin kau mengangkatnya?tapi

Lula sama sekali tidak menyangka, bukan, seperti yang lain-lain?

"Kau membentaknya karena tidak mau memberimu uang, karena

merenggut porsi cinta kasih orangtua yang seharusnya menjadi milik?

mu, seperti yang sejak dulu kaurasakan, bukan, John?

"Dia membalas dengan berteriak bahwa kau tidak akan mendapat?

kan sepeser pun, bahkan jika kau membunuhnya. Sementara kalian

bertengkar, dan kau mendesaknya menyeberangi ruang duduk ke arah

balkon dan ketinggian itu, Lula mengatakan bahwa dia memiliki

saudara lain, saudara sungguhan, dan saudaranya itu sedang dalam

Robert Galbraith

perjalanan, dan bahwa dia sudah membuat surat wasiat yang mewaris?

kan semua kepadanya.

"?Sudah terlambat, aku sudah melakukannya!? dia berteriak. Kau

mencacinya jalang tukang bohong, dan kau mendorongnya dari

balkon, ke jalan, ke kematian."

Bristow nyaris tidak bernapas.

"Menurutku, sebelumnya kau menjatuhkan mawar-mawar itu di

pintu depan flat Lula. Kau berlari keluar, memungutnya lagi, lari me?

nuruni tangga, dan kembali masuk ke Flat Dua, menjejalkan mawarmawar itu kembali ke vasnya. Celakanya bagiku, kau memang berun?

tung. Vas itu pecah karena tak sengaja disenggol polisi, padahal mawar

itulah satu-satunya petunjuk bahwa pernah ada orang di dalam flat

itu; kau tidak bisa mengembalikannya dengan rapi seperti rancangan

dari floris, karena kau tahu hanya punya waktu beberapa menit untuk

keluar dari gedung itu.

"Bagian berikutnya perlu nyali luar biasa besar. Kurasa kau tidak

mengira orang akan secepat itu membunyikan tanda bahaya, tapi

Tansy Bestigui ada di balkon di bawahmu. Kau mendengar teriakan?

nya, dan menyadari waktumu untuk keluar dari sana bahkan lebih se?

dikit daripada yang telah kauperkirakan. Wilson keluar ke jalan untuk

memeriksa Lula, kemudian, kau menunggu di pintu, mengawasi dari

lubang intip, melihat Wilson lari ke lantai paling atas.

"Kau menyetel alarm, keluar dari flat, dan melipir menuruni

tangga. Pasangan Bestigui sedang saling berteriak di dalam flat mereka

sendiri. Kau berlari ke bawah?terdengar oleh Freddie Bestigui, wa?

laupun pikirannya sedang disibukkan hal lain saat itu?lobi kosong?

kau berlari menyeberanginya dan keluar ke jalan, ketika salju sedang

turun dengan deras.

"Dan kau terus berlari, bukan? Kepala tertutup tudung, wajah ter?

sembunyi, tangan yang berlapis sarung mengayuh seiring kau berlari

cepat. Di ujung jalan, kau melihat seorang pria lain juga berlari, lari

kesetanan, menjauh dari sudut jalan tempat dia baru saja menyaksikan

kakaknya jatuh dan mati. Kalian tidak saling kenal. Menurutku, kau

tidak berpikir apa-apa tentang siapa dia?tidak pada saat itu. Kau

berlari secepat-cepatnya, dalam pakaian yang kaupinjam dari Deeby

Macc, melewati kamera CCTV yang merekam kalian berdua, lalu ber?

Dekut Burung Kukuk
Dekut Burung Kukuk The Cuckoos Calling Karya Robert Galbraith di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

belok di Halliwell Street, tempat keberuntungan menjumpaimu lagi,

dan tidak ada kamera di sana.

"Kuduga kau membuang sweter dan sarung tangan itu di tempat

sampah, lalu naik taksi, bukan? Polisi tidak akan repot-repot mencari

seorang pria kulit putih bersetelan jas yang berada di jalan pada

malam itu. Kau pulang ke rumah ibumu, membuatkan makan malam

untuknya, mengutak-atik jamnya, lalu membangunkan dia. Dia masih

yakin kalian sedang membicarakan Charlie?sentuhan yang bagus,

John?pada saat Lula jatuh dan mati.

"Kau sudah lolos, John. Sebenarnya kau mampu terus membayar

Rochelle seumur hidup. Dengan keberuntunganmu, Jonah Agyeman

pun mungkin akan mati di Afghanistan; harapanmu melambung, bu?

kan, tiap kali kau melihat foto tentara kulit hitam di koran? Tapi kau

tidak ingin memercayai keberuntungan. Kau bajingan sinting yang

arogan, dan kaupikir kau bisa mengatur segala sesuatunya dengan

lebih baik."

Kesunyian yang mencekam kali ini sangat panjang.

"Tidak ada bukti," akhirnya Bristow berkata. Ruangan itu sudah

begitu gelap sekarang, sehingga hanya siluetnya yang terlihat oleh

Strike. "Tidak ada bukti sama sekali."

"Sayangnya, kau mungkin keliru," Strike menyanggah. "Polisi se?

harusnya sudah mendapatkan surat penangkapan sekarang."

"Untuk apa?" tanya Bristow, dan akhirnya dia merasa cukup per?

caya diri untuk tertawa. "Membongkar tempat sampah di seluruh

London untuk mencari sweter yang kaubilang dibuang tiga bulan

lalu?"

"Tidak. Untuk menggeledah lemari besi ibumu, tentu saja."

Strike bertanya-tanya apakah dia dapat menaikkan kerai jendela

itu dengan cukup cepat. Jaraknya dari sakelar lampu cukup jauh, dan

kantor itu sangat gelap, tapi dia tidak ingin mengalihkan pandangan

dari sosok Bristow yang berbayang-bayang. Dia yakin pembunuh tigakali ini tidak datang dengan tangan kosong.

"Aku sudah memberi mereka beberapa kombinasi untuk dicoba,"

Strike meneruskan. "Kalau tidak berhasil juga, kurasa mereka harus

memanggil pakar untuk membukanya. Tapi kalau aku penjudi, aku

mau bertaruh untuk kombinasi 030483."

Robert Galbraith

Suara gemeresik, kelebatan tangan yang pucat dalam keremangan,

dan Bristow menyerang. Ujung pisau itu nyaris menggores dada Strike

sewaktu dia menghantam Bristow ke samping; si pengacara tergelincir

dari meja, bangkit, dan menyerang lagi. Kali ini Strike terjungkal di

kursinya, terperangkap antara dinding dan meja, Bristow berada di

atasnya.

Strike mencengkeram sebelah pergelangan tangan Bristow, tapi ti?

dak dapat melihat di mana pisau itu segalanya gelap, dan dia me?

layangkan pukulan yang mendarat keras di rahang Bristow, kepalanya

terdongak dan kacamatanya melayang lepas. Strike mengayunkan tinju

lagi, dan Bristow menghantam tembok. Strike berusaha duduk tegak,

sementara Bristow menahan tungkai separuhnya yang nyeri itu tetap

di lantai, dan pisau itu menikam lengan atasnya dengan keras dia me?

rasakan pisau yang menusuk dagingnya, dan darah yang mengalir ha?

ngat, dan rasa nyeri yang panas menyengat.

Dia melihat siluet Bristow yang gelap mengangkat lengannya di?

latarbelakangi jendela yang pucat; sambil memaksa dirinya bangkit di

bawah berat tubuh si pengacara, dia berhasil menghindari tikaman ke?

dua, dan dengan upaya luar biasa berhasil mendorong Bristow. Kaki

palsunya terlepas dari pipa celananya ketika dia berusaha menahan tu?

buh Bristow di bawah, sementara darahnya yang panas memercik ke

segala arah, dan selama itu dia tidak mengetahui di mana pisau itu

berada.

Meja kerja terguling akibat berat tubuh Strike. Kemudian, semen?

tara dia berlutut dengan lututnya yang sehat menekan dada Bristow

yang tipis, tangannya menggerayang untuk mencari-cari pisau itu,

mendadak cahaya terang merobek bola matanya, dan seorang wanita

menjerit.

Dengan matanya yang silau, Strike melihat kilasan pisau itu ter?

angkat ke perutnya; dia menyambar kaki palsu di sebelahnya dan

menghantamkannya seperti tongkat ke muka Bristow, satu kali, dua

kali?

"Stop! Cormoran, STOP! KAU AKAN MEMBUNUH DIA!"

Strike berguling dari atas tubuh Bristow, yang kini tak lagi ber?

gerak, menjatuhkan kaki palsunya, dan berbaring telentang sambil

Dekut Burung Kukuk

mencengkeram lengannya yang berlumuran darah di samping meja

yang terguling.

"Kupikir," katanya dengan napas tersengal, tanpa dapat melihat

Robin, "kau sudah kusuruh pulang?"

Namun Robin sudah berbicara di telepon.

"Polisi danbulans!"

"Dan pesankan taksi," Strike mengerang parau dari lantai, ke?

rongkongannya kering karena terlalu banyak bicara. "Aku tidak mau ke

rumah sakit bersama keparat ini."

Dia mengulurkan tangan dan mengambil ponsel yang tergeletak se?

meter jauhnya. Layarnya pecah, tapi benda itu masih merekam.

Epilog

Nihil est ab omni

Parte beatum.

Tak ada sesuatu pun yang sempurna dalam segala-galanya.

Horace, Odes, Buku 2

Sepuluh Hari Kemudian

Angkatan Darat Inggris mengharuskan tentara-tentaranya me?

nyisihkan kebutuhan serta ikatan individual; sesuatu yang hampir tak

dapat dipahami oleh benak rakyat biasa. Ia tidak mengenali hak indi?

vidu; dan krisis-krisis kehidupan yang tak terduga?kelahiran, ke?

matian, pernikahan, perceraian, dan penyakit?umumnya tidak ber?

dampak apa pun pada rencana-rencana militer, bagaikan kerikil yang

memantul pada dinding perut tank. Kendati pun demikian, ada

situasi-situasi pengecualian, dan oleh sebab situasi yang demikianlah

penugasan kedua Letnan Jonah Agyeman di Afghanistan harus diper?

singkat.

Kepolisian Metropolitan mendesak agar dia segera kembali ke

Inggris, dan meskipun umumnya tidak menilai Met lebih berhak dari?

pada dirinya, angkatan darat dalam kasus ini bersedia bekerja sama.

Situasi yang melingkupi kematian kakak Agyeman telah menarik per?

hatian internasional, dan serbuan media terhadap seorang letnan zeni

yang sebelumnya tak dikenal dirasa tidak menguntungkan bagi indi?

vidu itu sendiri serta angkatan darat tempatnya mengabdi. Karena itu,

Jonah diterbangkan pulang ke Inggris, dan angkatan darat melakukan

upaya yang mengesankan untuk melindunginya dari kejaran pers yang

lapar.

Publik pembaca beranggapan bahwa Letnan Agyeman akan merasa

sangat gembira, pertama-tama karena bisa pulang dari medan pertem?

puran, dan kedua karena dia dinantikan oleh kekayaan yang jauh me?

Robert Galbraith

lampaui mimpinya yang paling liar. Meski demikian, si prajurit muda

yang ditemui Cormoran Strike di bar Tottenham pada jam makan

siang, sepuluh hari sejak penangkapan pembunuh kakaknya, boleh di?

bilang tampak berang, dan sepertinya masih dalam kondisi tergun?

cang.

Kedua pria itu, pada periode waktu yang berbeda, menjalani ke?

hidupan yang sama, mengambil risiko kematian yang sama. Ikatan

itulah yang tidak dapat dipahami orang biasa, dan selama setengah

jam mereka tidak membicarakan apa pun selain angkatan darat.

"Kau orang Cabang Khusus, ya?" kata Agyeman. "Orang Cabang

Khusus memang cuma bisa bikin berantakan hidupku."

Strike tersenyum. Dia tidak menangkap sikap tak tahu terima ka?

sih pada diri Agyeman, walaupun jahitan di lengannya menyengat me?

nyakitkan setiap kali dia mengangkat gelasnya.

"Ibuku yang ingin aku menyatakan diri," kata prajurit itu. "Dia

terus berkata, itu adalah satu hal baik yang muncul dari situasi kacaubalau ini."

Itulah rujukan tak langsung pertama pada alasan utama mereka

bertemu di sini, bahwa Jonah tidak berada di tempat seharusnya dia

berada, bersama dengan resimennya, dalam kehidupan yang telah di?

pilihnya.

Kemudian, sekonyong-konyong, dia mulai berbicara, seolah-olah

telah menunggu Strike selama berbulan-bulan.

"Ibuku tidak pernah tahu ayahku punya anak lain. Ayahku tidak

pernah memberitahunya. Ayahku pun tidak yakin apakah wanita ber?

nama Marlene itu jujur ketika mengatakan dia hamil. Sebelum ayahku

meninggal, ketika tahu dia hanya memiliki waktu beberapa hari, dia

berbicara padaku. ?Jangan membuat ibumu sedih,? katanya. ?Aku mem?

beritahumu hanya karena aku akan mati tak lama lagi, dan aku tidak

tahu apakah kau memiliki saudara laki-laki atau perempuan lain ibu

di luar sana.? Dia bilang ibu anak itu kulit putih, dan dia menghilang.

Dia mungkin menggugurkan kandungannya. Sialan. Kalau saja kau

kenal ayahku. Tidak pernah sekali pun bolos ke gereja hari Minggu.

Menerima komuni sebelum meninggal. Aku tidak pernah menyangka

akan mendengar hal seperti itu, sedikit pun tidak.

"Aku bahkan tadinya tidak mau memberitahu ibuku tentang Dad

Dekut Burung Kukuk

dan wanita ini. Tapi kemudian, tahu-tahu saja, aku menerima telepon.

Syukurlah aku ada di rumah, sedang cuti. Tapi, Lula," dia mengucap?

kan nama itu dengan ragu-ragu, seakan-akan tidak yakin apakah dia

berhak mengucapkannya, "berkata dia pasti akan langsung menutup

telepon kalau ibuku yang mengangkatnya. Katanya, dia tidak ingin

menyakiti siapa pun. Kedengarannya dia oke."

"Kurasa juga begitu," kata Strike.

"Yeah... tapi, sialan, aneh sekali. Bayangkan. Bisakah kau percaya

kalau seorang supermodel meneleponmu dan mengatakan dia adalah

kakakmu?"

Strike teringat sejarah keluarganya sendiri yang ganjil.

"Barangkali," sahutnya.

"Yeah, well, mungkin begitu. Untuk apa dia bohong? Itulah yang

kupikir waktu itu. Jadi kuberikan nomor ponselku dan kami berbicara

beberapa kali, kalau dia bisa bersama temannya, Rochelle. Dia sudah

mengatur agar pers tidak tahu. Cocoklah, kalau begitu. Aku tidak

ingin ibuku sedih."

Agyeman mengeluarkan sebungkus rokok Lambert and Butler dan

memutar-mutar kotak itu dengan gugup di antara jemarinya. Rokok

itu bisa dibeli dengan harga murah di toko NAAFI, pikir Strike, di?

serang nostalgia.

"Dia meneleponku pada hari sebelum?sebelum itu terjadi," lanjut

Jonah, "dan dia memohon agar aku datang. Aku sudah pernah bilang,

tidak bisa menemui dia pada masa cuti itu. Wah, situasinya bikin

kepalaku pening. Kakakku supermodel. Mum khawatir karena aku

akan segera berangkat ke Helmand. Aku tidak bisa begitu saja mem?

beritahu dia bahwa Dad punya anak lain. Tidak saat itu. Jadi kukata?

kan pada Lula, aku tidak bisa menemui dia.

"Dia memohon agar aku menemui dia sebelum aku berangkat tu?

gas. Dia terdengar gelisah. Kubilang, mungkin aku bisa keluar agak

malam, setelah Mum tidur. Aku bisa bilang aku keluar minum ber?

sama teman atau apalah. Dia menyuruhku datang larut malam, sekitar
Dekut Burung Kukuk The Cuckoos Calling Karya Robert Galbraith di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

setengah dua.

"Nah," ucap Jonah, menggaruk tengkuknya dengan kikuk, "pergilah

aku. Aku ada di tikungan jalan tempat tinggalnya... dan melihat ke?

jadian itu."

Robert Galbraith

Tangannya menyapu mulutnya.

"Aku lari. Pokoknya lari. Aku tidak tahu harus berpikir bagaimana.

Aku tidak ingin berada di sana, tidak ingin harus menjelaskan apa

pun pada siapa pun. Aku tahu dia punya masalah kejiwaan, dan aku

ingat betapa gelisahnya dia di telepon, dan aku berpikir, apakah dia

sengaja memancingku datang untuk melihat dia melompat?

"Aku tidak bisa tidur. Aku senang bisa pergi, jujur saja. Menjauh

dari liputan berita terkutuk itu."

Bar itu berdengung di sekeliling mereka, penuh para pelanggan jam

makan siang.

"Kupikir, alasan dia begitu ingin bertemu denganmu adalah karena

apa yang dikatakan ibunya," ujar Strike. "Lady Bristow minum banyak

Valium. Kuduga, dia ingin membuat Lula merasa bersalah karena me?

ninggalkan dia, jadi dia memberitahu Lula apa yang dikatakan Tony

tentang John bertahun-tahun sebelumnya bahwa John-lah yang men?

dorong adiknya, Charlie, ke jurang itu, dan membunuhnya.

"Karena itulah Lula begitu galau sesudah meninggalkan flat ibu?

nya, dan karena itulah dia terus-menerus berusaha menghubungi pa?

mannya untuk memastikan kebenaran cerita itu. Dan kurasa dia ingin

sekali bertemu denganmu karena dia menginginkan seseorang, siapa

pun, yang dapat dia cintai dan percayai. Ibunya orang yang sulit dan

sedang sakit parah, dia membenci pamannya, dan dia baru saja diberi?

tahu bahwa kakak angkatnya seorang pembunuh. Dia pasti putus asa.

Dan kurasa dia ketakutan. Pada hari sebelum dia meninggal, Bristow

meminta uang darinya dengan paksa. Dia pasti bertanya-tanya apa

yang akan dilakukan John setelah itu."

Bar itu riuh dengan bunyi dentang, gumam obrolan, dan gelas yang

berdenting, tapi suara Jonah terdengar jernih mengatasi semuanya.

"Aku senang kau mematahkan rahang bangsat itu."

"Dan hidungnya," kata Strike riang. "Untung saja dia menusukku,

kalau tidak, aku mungkin tidak akan lolos dengan alasan pembelaan

diri yang selayaknya."

"Dia datang membawa senjata," kata Jonah dengan muram.

"Tentu saja," kata Strike. "Aku sudah menyuruh sekretarisku mem?

berinya kisikan pada kremasi Rochelle, bahwa aku mendapat ancaman

pembunuhan dari orang sinting yang ingin membelek tubuhku. Benih

Dekut Burung Kukuk

itu tertanam di kepalanya. Dia pikir, kalau terpaksa, dia akan mem?

buat kematianku seakan-akan diakibatkan oleh Brian Mathers yang

malang. Lalu, bisa jadi, dia pulang, mengutak-atik jam ibunya lagi, dan

mencoba mengulang trik yang sama. Dia tidak waras. Tapi bukan ber?

arti dia bukan bajingan pintar."

Sepertinya tidak banyak lagi yang bisa dibicarakan. Ketika mereka

meninggalkan bar, Agyeman, yang dengan gugup telah bersikeras

membayar minuman mereka, kurang-lebih menawarkan uang dengan

ragu-ragu kepada Strike, yang kondisi keuangannya telah banyak di?

beritakan di media. Strike segera menampik penawaran itu, tapi dia

tidak tersinggung. Dia dapat melihat prajurit muda itu masih ber?

usaha mencerna gagasan mengenai harta yang baru diterimanya; bah?

wa dia terbungkuk-bungkuk karena beban tanggung jawab itu, dengan

segala tuntutannya, daya tariknya, keputusan-keputusan yang menjadi

konsekuensinya; bahwa dia lebih merasa tercengang ketimbang gem?

bira. Tentu saja dia juga sadar kejadian mengerikan macam apa yang

telah mengakibatkan kekayaan bernilai jutaan itu sampai di tangan?

nya. Strike menduga pikiran Jonah Agyeman melompat-lompat liar

antara teman-temannya di Afghanistan, bayangan tentang mobil sport,

dan saudara tirinya yang tergeletak tak bernyawa di jalan bersalju. Tak

ada yang lebih memahami lemparan acak biji dadu nasib, kecuali pra?

jurit yang tak dinyana-nyana kejatuhan durian runtuh.

"Dia tidak akan lolos, kan?" tanya Agyeman sekonyong-konyong,

ketika mereka hendak berpisah jalan.

"Tidak, tentu saja tidak," sahut Strike. "Surat kabar belum tahu,

tapi polisi telah menemukan ponsel Rochelle di dalam lemari besi ibu

Bristow. Dia tidak berani membuangnya. Dia sudah menyetel ulang

kode lemari besi itu supaya tidak ada yang bisa membukanya kecuali

dia 030483. Minggu Paskah, sembilan belas delapan tiga hari dia

membunuh temanku, Charlie."

Ini adalah hari terakhir Robin. Semula Strike mengajaknya menemui

Jonah Agyeman, yang telah berhasil ditemukan dengan upayanya yang

tidak sedikit, namun dia menolak ikut. Strike merasa Robin perlahanlahan sedang menarik diri dari kasus ini, dari pekerjaan, dari dirinya.

Robert Galbraith

Siang hari itu dia punya janji temu di Pusatputasi di Queen

Mary?s Hospital; Robin pasti sudah pergi begitu dia kembali dari

Roehampton. Matthew akan mengajaknya ke Yorkshire untuk ber?

akhir pekan.

Seraya terpincang-pincang kembali ke kantor melalui morat-marit?

nya pekerjaan jalan yang masih berlangsung, Strike bertanya-tanya

apakah dia akan pernah bertemu lagi dengan sekretaris temporernya

itu setelah hari ini. Dia meragukannya. Belum lama berselang, kondisi

tak permanen di antara mereka adalah satu-satunya hal yang berhasil

membuatnya menenggang keberadaan Robin, tapi sekarang Strike

tahu dia akan merasa kehilangan gadis itu. Robin menemaninya dalam

perjalanan naik taksi ke rumah sakit, membungkuskan mantelnya

pada lengannya yang berlumuran darah.

Ledakan publisitas di sekitar penangkapan Bristow sama sekali ti?

dak merugikan bisnis Strike. Bahkan, dia mungkin akan membutuh?

kan sekretaris tak lama lagi; dan benar saja, ketika Strike tertatih-tatih

kesakitan mendaki tangga ke kantornya, dia mendengar suara Robin

menelepon.

"...janji untuk hari Selasa, karena sayangnya Mr. Strike sangat sibuk

sepanjang hari Senin... Ya... Tentu saja... Kalau begitu, Anda saya

daftarkan untuk janji temu pukul sebelas. Baik. Terima kasih."

Robin berputar di kursinya ketika Strike masuk.

"Bagaimana Jonah?" dia bertanya.

"Orangnya baik," jawab Strike, sambil menurunkan tubuh ke sofa

yang ringsek itu. "Situasi ini membingungkan dia. Tapi pilihan yang

lain adalah Bristow yang mendapatkan sepuluh juta itu, jadi mau tak

mau dia harus membiasakan diri."

"Ada tiga calon klien yang menelepon sementara kau pergi tadi,"

kata Robin, "tapi aku agak khawatir dengan yang terakhir. Bisa jadi dia

jurnalis yang lain lagi. Dia lebih tertarik membicarakan dirimu ketim?

bang persoalannya sendiri."

Ada cukup banyak telepon semacam itu. Pers gembira berhasil

mendapatkan cerita dengan berbagai sisi, serta segala sesuatu yang sa?

ngat mereka sukai. Strike sendiri banyak mendapat liputan. Foto yang

paling sering dimuat?dan Strike senang karenanya?adalah foto dari

sepuluh tahun lalu yang diambil ketika dia masih di Red Cap; tapi

Dekut Burung Kukuk

pers juga berhasil menggali foto sang bintang rock, istrinya, serta sang

supergroupie.

Banyak artikel ditulis mengenai ketidakkompetenan polisi; Carver

difoto sedang berjalan bergegas, jasnya mengepak, noda keringat ter?

lihat jelas di kemejanya; tapi Wardle, Wardle yang tampan, yang telah

membantu Strike meringkus Bristow, sejauh ini diperlakukan dengan

simpatik, terutama oleh para jurnalis perempuan. Namun, media

berita kembali berpesta pora dengan mayat Lula Landry; setiap versi

cerita dihiasi foto-foto wajah sang model yang tanpa cela, serta tubuh?

nya yang ramping dan indah.

Robin sedang berbicara; Strike tidak mendengarkan, perhatiannya

teralihkan pada lengan dan kakinya yang berdenyut-denyut menyakit?

kan.

"...catatan semua berkas dan agendamu. Karena sekarang kau akan

membutuhkan seseorang; kau tidak akan bisa membereskan semua ini

seorang diri."

"Benar," Strike mengiyakan, sambil berdiri dengan susah payah.

Tadinya dia bermaksud melakukannya nanti, pada saat kepergian

Robin, tapi sekaranglah saat yang paling tepat, sekaligus alasan untuk

beranjak dari sofa yang sangat tidak nyaman itu. "Robin, dengar. Aku

belum mengucapkan terima kasih dengan sepantasnya..."

"Sudah kok," kata Robin tergesa-gesa. "Di taksi dalam perjalanan

ke rumah sakit?lagi pula, tidak perlu. Aku menikmatinya. Bahkan,

aku sangat menyukainya."

Strike sudah terhuyung-huyung masuk ke ruang dalam, dan tidak

mendengar suara Robin yang tertahan. Hadiah itu disembunyikan di

dasar tas bepergiannya. Bungkusnya sangat tidak rapi.

"Ini," kata Strike. "Ini untukmu. Aku tidak akan sanggup melaku?

kannya tanpa dirimu."

"Oh," ucap Robin dengan suara pecah; Strike terharu sekaligus

agak waspada ketika melihat air mata mengalir di pipi Robin. "Tidak

perlu..."

"Bukalah di rumah," kata Strike, tapi terlambat; bungkusannya

yang tidak rapi itu boleh dibilang terbongkar sendiri di tangan Robin.

Sesuatu yang hijau seperti racun melata keluar melalui celah pada

bungkusan itu, jatuh ke meja di hadapannya. Robin tersentak.

Robert Galbraith

"Kau... oh Tuhan, Cormoran..."

Robin mengangkat gaun yang pernah dicobanya, dan sangat di?

sukainya, di Vashti. Dia menatap Strike dari atas gaun itu, wajahnya

merona, matanya berkilauan.

"Ini mahal sekali! Kau tidak mampu membelinya!"

"Bisa saja," ujar Strike sambil bersandar di dinding pemisah, karena

sedikit lebih nyaman daripada duduk di sofa. "Klien-klien baru ber?

datangan. Kerjamu hebat sekali. Kantormu yang baru sangat ber?

untung mendapatkanmu."

Dengan geragapan Robin menghapus air mata dengan lengan baju?

nya. Dari mulutnya terlontar isakan dan kata-kata yang tak terdengar.

Tanpa melihat dia meraih tisu yang dibelinya dengan uang kas, untuk

mengantisipasi klien-klien seperti Mrs. Hook. Dia membersit hidung,

menyeka mata, lalu berkata, sementara gaun hijau itu teronggok dan

terlupakan di pangkuannya

"Aku tidak ingin pergi!"

"Aku tidak sanggup menggajimu, Robin," kata Strike datar.

Bukan berarti Strike tidak pernah mempertimbangkan hal itu. Ma?

lam sebelumnya, dia berbaring tanpa sanggup memejamkan mata di

ranjang lipatnya, benaknya menghitung-hitung, berusaha menghasil?

kan penawaran yang tidak terdengar terlalu menghina bila dibanding?

kan dengan gaji yang ditawarkan perusahaan konsultan media itu. Ti?

dak berhasil. Dia tidak lagi dapat menunda pembayaran pinjamannya;

selain itu ada kenaikan harga sewa, dan dia sendiri perlu mencari tem?

pat tinggal lain yang bukan kantornya. Kendati pun prospek jangka

pendeknya meningkat jauh, jangka panjangnya masih tak jelas.

"Aku tidak berharap kau memberikan gaji setara dengan yang me?

reka tawarkan," kata Robin dengan suara penuh emosi.

"Mendekati pun aku tak sanggup," timpal Strike.

(Tapi Robin tahu kondisi keuangan Strike hampir sama baiknya

dengan Strike sendiri, dan dia dapat menduga berapa gaji tertinggi
Dekut Burung Kukuk The Cuckoos Calling Karya Robert Galbraith di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang dapat diharapkannya. Tadi malam, ketika Matthew menemukan?

nya sedang berurai air mata menghadapi kepergiannya yang sebentar

lagi, Robin memberitahukan berapa perkiraan gaji yang dapat ditawar?

kan oleh Strike.

Dekut Burung Kukuk

"Tapi dia belum menawarkan apa pun padamu," kata Matthew.

"Ya, kan?"

"Memang belum. Tapi kalau ya..."

"Well, semuanya terserah padamu," ujar Matthew kaku. "Itu pi?

lihanmu sendiri. Kau yang harus memutuskan."

Robin tahu Matthew tidak ingin dia terus bekerja untuk Strike.

Matthew duduk berjam-jam di Unit Gawat Darurat sementara lukaluka Strike dijahit, menunggu untuk membawa Robin pulang. Dengan

agak formal, Matthew berkata bahwa Robin telah melakukan tin?

dakan yang benar, menunjukkan inisiatif yang baik, tapi sejak itu

sikapnya menjaga jarak dan tampak tidak setuju, terutama saat temanteman mereka ribut ingin mengetahui detail-detail tentang segala

berita yang muncul di media.

Namun, tentunya Matthew akan menyukai Strike kalau mendapat

kesempatan bertemu dengannya? Dan Matthew sendiri yang berkata

keputusan ada di tangannya...)

Robin berusaha menguasai diri, membersit hidung lagi, dan mem?

beritahu Strike?dengan ketenangan yang sedikit terganggu cegukan

kecil?berapa gaji yang bisa diterimanya dengan senang hati untuk be?

kerja di sini.

Butuh waktu beberapa saat sebelum Strike mampu menjawab. Dia

sanggup membayar gaji yang diusulkan Robin; ada di sekitar angka

lima ratus pound yang telah dihitung-hitungnya sendiri. Dari sudut

mana pun, Robin adalah aset yang tak mungkin tergantikan dengan

gaji sejumlah itu. Hanya ada satu hal kecil yang tertinggal...

"Aku sanggup," katanya. "Yeah. Aku sanggup membayar gajimu."

Telepon berdering. Sambil tersenyum lebar padanya, Robin men?

jawab telepon itu, dan kegembiraan dalam suaranya begitu rupa se?

akan-akan dia telah menantikan panggilan telepon itu selama berharihari.

"Oh, halo, Mr. Gillespie! Apa kabar? Mr. Strike baru saja mengi?

rimkan cek kepada Anda, saya sendiri yang mengeposkannya tadi

pagi... Seluruh tagihan, ya, dengan sedikit tambahan... Oh, tidak, Mr.

Strike dengan tegas menyatakan ingin membayar lunas pinjaman itu...

Well, Mr. Rokeby baik sekali, tapi Mr. Strike lebih senang kalau bisa

Robert Galbraith

melunasinya. Dia berharap akan dapat membayar penuh dalam be?

berapa bulan ke depan..."

Satu jam kemudian, saat sedang duduk di kursi plastik keras di Pusat

Amputasi dengan tungkai terjulur di depannya, Strike berpikir, bila

dia tahu Robin akan tetap bekerja dengannya, dia tidak akan mem?

belikannya gaun hijau itu. Dia yakin hadiah itu tidak akan mendapat

sambutan baik dari Matthew, terutama begitu Matthew melihat gaun

itu dikenakan Robin, dan mendengar bahwa Robin pernah memeraga?

kan gaun itu di hadapan Strike.

Sambil mengembuskan napas panjang, dia meraih majalah Private

Eye yang tergeletak di meja di sampingnya. Ketika namanya dipanggil

pertama kali oleh dokternya, Strike tidak menjawab; dia asyik mem?

baca halaman berjudul "LandryBalls", yang penuh berisi ekses jur?

nalistik menyangkut kasus yang baru dipecahkan olehnya dan Robin.

Begitu banyak kolumnis yang menyebut-nyebut kisah Kain dan Habil,

sampai-sampai majalah itu menerbitkan liputan khusus.

"Mr. Strick?" seru dokter itu untuk kedua kalinya. "Mr. Cameron

Strick?"

Dia mendongak, menyeringai.

"Strike," ujarnya dengan jelas. "Nama saya Cormoran Strike."

"Oh, saya minta maaf... silakan..."

Sementara Strike tertimpang-timpang mengikuti dokter itu, selarik

kalimat melayang dari bawah sadarnya, kalimat yang pernah dibacanya

dulu kala, jauh sebelum dia melihat mayatnya yang pertama, jauh se?

belum dia mengagumi air terjun di punggung gunung Afrika, jauh se?

belum dia mengamati wajah seorang pembunuh runtuh tatkala me?

nyadari telah terbongkar rahasianya.

Aku menjelma sebaris nama.

"Silakan naik ke meja periksa, dan lepaskan prostetiknya."

Dari mana kalimat itu berasal? Strike berbaring di meja periksa

dan mengerutkan kening ke arah langit-langit, mengabaikan dokter

yang kini membungkuk di atas tungkainya yang tersisa, menggumam

sambil memeriksa dan memegang-megang dengan lembut.

Dekut Burung Kukuk

Baru beberapa menit kemudian Strike berhasil menyeret barisbaris kalimat yang pernah dipelajarinya pada masa yang telah silam.

Aku tak mampu rehat dari petualangan

aku mau mereguk tuntas hidup hingga tandas,

sampaipas; seluruh waktu telah kunikmati

sehikmat-hikmatnya, telah melukaiku secuka-cukanya,

baik ketika bersama mereka yang kucintai,

atau saat aku sendiri menemani diri;

Di landai pantai, gugus bintang Hyades berjatuhan bagai

hujan petir

menyalakan samar hampar lautan aku menjelma sebaris

nama...

Tamat




Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu Apartemen Lantai Tujuh Karya V Lestari Pendekar Naga Putih 71 Petualang Sakti

Cari Blog Ini