Dekut Burung Kukuk The Cuckoos Calling Karya Robert Galbraith Bagian 9
(sejak bertemu seorang major pasukan Para dengan mata seperti itu,
yang dipecat dengan tidak hormat karena menyebabkan cedera fisik
yang serius) selalu dikonotasikan Strike dengan sifat koleris dan pem?
bawaan kasar.
"Rochelle tidak melompat. Lula Landry juga tidak."
"Omong kosong," seru Carver. "Kau sedang berbicara dengan dua
orang yang telah membuktikan Landry melompat. Kami memeriksa
setiap potong bukti terkutuk itu dengan sisir bergigi rapat. Aku tahu
niatmu. Kau bermaksud memeras Bristow yang malang itu sampai ke?
ring. Kenapa kau tersenyum-senyum padaku, bangsat?"
"Aku sedang membayangkan betapa kacaunya tampangmu kalau
wawancara ini sampai ke telinga media."
"Jangan berani-berani mengancamku dengan media, bangsat."
Wajah Carver yang lebar dan dungu tampak tegang; matanya yang
biru terang membelalak di mukanya yang merah keunguan.
"Kau terbenam dalam masalah besar, Bung. Ayah yang terkenal,
kaki buntung, dan perang tidak akan membantumu lolos dari sini. Ba?
gaimana kami tahu bukan kau yang menakut-nakuti jalang kecil itu
sehingga dia melompat? Sakit jiwa kan dia? Bagaimana kami tahu
bukan kau yang membuatnya berpikir dia telah melakukan kesalahan?
Kau orang terakhir yang melihat dia dalam keadaan hidup, Bung. Ka?
lau jadi kau, aku tidak akan suka duduk di kursimu sekarang."
"Rochelle menyeberangi Grantley Road dan berjalan pergi dariku,
sama hidupnya seperti kau sekarang. Kau akan menemukan orang
yang melihatnya setelah dia meninggalkanku. Tidak ada orang yang
akan melupakan mantel itu."
Wardle beranjak dari lemari arsip itu, menyeret kursi plastik men?
dekat ke meja, lalu duduk.
"Baik, mari kita dengarkan," katanya pada Strike. "Teorimu."
"Rochelle memeras pembunuh Lula Landry."
"Tahi kucing," hardik Carver, dan Wardle mendengus, pura-pura
geli.
Dekut Burung Kukuk
"Pada hari kematiannya," Strike berkata, "Landry bertemu dengan
Rochelle selama lima belas menit di toko di Notting Hill. Dia me?
nyeret Rochelle masuk ke ruang ganti, dan di sana dia menelepon, me?
mohon seseorang untuk menemui dia di flatnya pada dini hari itu.
Pembicaraan telepon didengar oleh seorang asisten di toko; dia ada di
bilik sebelah, yang hanya dipisahkan tirai. Gadis itu bernama Mel,
rambut merah dan tato."
"Orang akan memperhatikan segala macam omong kosong kalau
ada hubungannya dengan selebriti," cela Carver.
"Kalau Landry menelepon seseorang dari bilik itu," kata Wardle,
"orang itu adalah Duffield, atau pamannya. Catatan ponselnya menun?
jukkan dia hanya menghubungi kedua orang itu, sepanjang siang
sampai sore."
"Mengapa dia ingin Rochelle ada di sana ketika dia menelepon?"
tanya Strike. "Mengapa menyeret temannya masuk ke bilik bersama?
nya?"
"Perempuan memang suka begitu," kata Carver. "Kencing pun me?
reka maunya beramai-ramai."
"Pakai otakmu sedikit dia menelepon dengan ponsel Rochelle,"
ujar Strike, jengkel. "Dia pernah menguji semua orang yang dia kenal
untuk melihat siapa yang membocorkan ceritanya pada pers. Rochelle
satu-satunya orang yang menutup mulut. Landry menilai gadis itu
bisa dipercaya, membelikannya ponsel, mendaftarkannya atas nama
Rochelle, tapi membayar semua tagihannya. Ponselnya sendiri pernah
disadap, bukan? Dia takut ada orang lain mendengarkan pembicaraan?
nya dan melaporkan dia, jadi dia membeli Nokia itu dan mendaftar?
kan?nya atas nama orang lain, agar dia memiliki sarana komunikasi
yang benar-benaran, kapan pun dia mau.
"Memang benar, itu bukan berarti mencoret pamannya atau
Duffield, karena kalau dia menelepon mereka dengan nomor lain, ber?
arti mereka sudah bersekongkol. Kemungkinan lain, dia menggunakan
nomor Rochelle untuk berbicara dengan orang lain; orang yang dia
tak ingin sampai diketahui pers. Aku punya nomor ponsel Rochelle.
Cari tahu provider-nya, dan kalian akan dapat mengecek semuanya.
Unitnya sendiri adalah Nokia pink yang dihiasi kristal, tapi kau tidak
akan menemukannya."
Robert Galbraith
"Yeah, karena ada di dasar Thames," kata Wardle.
"Tentu saja tidak," bantah Strike. "Si pembunuh yang menyimpan?
nya. Ponsel itu harus dia dapatkan sebelum dia mendorong Rochelle
ke sungai."
"Omong kosong!" ejek Carver. Wardle, yang tadinya tampak ter?
tarik meski tidak ingin, kini menggeleng-geleng.
"Mengapa Landry ingin Rochelle ada di sana ketika dia menele?
pon?" ulang Strike. "Mengapa tidak menelepon saja dari mobil?
Mengapa Rochelle tidak pernah menjual ceritanya tentang Landry
pada pers, padahal dia tunawisma, tidak punya uang? Mereka bisa
memberinya banyak uang. Mengapa dia tidak menjualnya setelah
Landry meninggal, padahal tidak ada ruginya lagi?"
"Kepantasan?" usul Wardle.
"Yeah, itu satu kemungkinan," sahut Strike. "Kemungkinan lain
adalah dia mendapat cukup banyak uang dengan memeras si pem?
bunuh."
"O-mong ko-song," Carver mengerang.
"Oh ya? Mantel Muppet yang dia pakai itu harganya seribu lima
ratus pound."
Hening sejenak.
"Mungkin Landry yang membelikannya," kata Wardle.
"Kalau begitu, dia berhasil membelikan sesuatu yang belum ada di
toko bulan Januari lalu."
"Landry model, dia pasti punya kontak orang dalam?ah, per?
setan," umpat Carver, seakan-akan dia membuat dirinya sendiri jeng?
kel.
"Mengapa," kata Strike sambil mencondongkan tubuh ke depan
dan bertelekan lengan, memasuki ruang lingkup bau badan yang me?
ngelilingi Carver, "Lula Landry mampir jauh-jauh ke toko itu hanya
se?lama lima belas menit?"
"Dia sedang terburu-buru."
"Kalau begitu, kenapa harus pergi ke sana?"
"Dia tidak ingin mengecewakan gadis itu."
"Dia menyuruh Rochelle?gadis tunawisma yang tak punya uang
ini, yang biasa diantar pulang sesudahnya dengan mobil bersopir?da?
tang jauh-jauh menyeberangi kota, menyeretnya masuk ke bilik, lalu
Dekut Burung Kukuk
keluar dari sana lima belas menit kemudian, meninggalkan Rochelle
untuk pulang sendiri."
"Dia anak manja."
"Kalau memang begitu, untuk apa dia muncul? Karena dia harus
datang ke sana untuk memenuhi tujuannya. Dan bila dia bukan anak
manja, dia pasti sedang berada pada kondisi emosional tertentu, yang
membuatnya bertindak di luar kebiasaan. Ada saksi hidup yang me?
lihat Lula memohon pada seseorang, melalui telepon, agar datang me?
nemui dia di flatnya sesudah pukul satu dini hari. Juga ada kertas biru
yang dibawanya ketika dia masuk ke Vashti, tapi tidak dilihat siapa
pun kemudian. Mengapa dia melakukan itu? Mengapa dia menulis di
bangku belakang mobil, sebelum menemui Rochelle?"
"Bisa saja?" Wardle mulai.
"Itu bukan daftar belanja," Strike mengerang, lalu memukul meja,
"dan tidak ada yang menulis pesan bunuh diri delapan jam sebelum?
nya, lalu pergi ke kelab. Dia menulis surat wasiat, mengertikah kalian?
Dia membawanya ke Vashti untuk disaksikan oleh Rochelle..."
"Omong kosong!" teriak Carver lagi, tapi Strike tak menggubrisnya,
terus berbicara pada Wardle.
"...yang sesuai dengan yang dia katakan pada Ciara Porter, bahwa
dia akan meninggalkan semuanya untuk saudaranya, ya kan? Dia
membuatnya sah secara hukum. Itu yang ada di benaknya."
"Kenapa dia tiba-tiba membuat surat wasiat?"
Strike bimbang, lalu bersandar. Carver mencibir.
"Kehabisan imajinasi?"
Strike mengembuskan napas panjang. Malam yang tidak nyaman
dalam ketidaksadaran akibat alkohol, kesenangan yang berlebihan tadi
malam, separuh sandwich keju dan acar dalam dua belas jam dia me?
rasa kosong, terkuras.
"Kalau aku punya bukti nyata, aku pasti sudah membawanya pada
kalian."
"Probabilitas orang yang berada dekat dengan peristiwa bunuh diri
lalu mencabut nyawanya sendiri cenderung naik drastis, kau tahu itu?
Raquelle ini depresif. Dia mengalami hari yang buruk, teringat jalan
yang diambil sahabatnya, lalu meniru tindakannya. Yang membawa
Robert Galbraith
kami kembali padamu, Bung, menuduh orang dan mendorong me?
reka..."
"...melewati batas, ya," sambung Strike. "Orang terus saja berkata
begitu. Sungguh tidak pantas, dalam situasi ini. Bagaimana dengan
bukti Tansy Bestigui?"
"Berapa kali lagi, Strike? Kami sudah membuktikan dia tidak
mungkin mendengarnya," kata Wardle. "Kami sudah mendapatkan
bukti tak terbantah."
"Tidak," ujar Strike?akhirnya, pada saat yang paling tidak dia
harapkan?dia kehilangan kesabaran. "Kalian mendasarkan seluruh
kasus ini pada satu kekacauan mahabesar. Kalau saja kalian mau
menganggap serius Tansy Bestigui, kalau kalian bisa mendesaknya dan
membuatnya mengakui kebenarannya, Rochelle Onifade pasti masih
hidup."
Denganarah membara, Carver menahan Strike di sana selama
satu jam lagi. Tindakan akhir yang menyatakan rasa muaknya adalah
ketika dia menyuruh Wardle memastikan "Rokeby Junior" sudah
keluar dari gedung ini.
Wardle mengantar Strike ke pintu depan, diam seribu bahasa.
"Kuharap kau bersedia melakukan sesuatu," kata Strike sambil ber?
henti di pintu; di luar mereka melihat langit yang mulai gelap.
"Sudah banyak yang kaudapat dariku, Bung," kata Wardle dengan
senyum hambar. "Aku harus berhadapan dengan itu," dia mengacung?
kan ibu jarinya ke belakang, ke arah Carver danarahnya yang tak
terbendung, "selama berhari-hari karena kau. Sudah kukatakan ini
kasus bunuh diri."
"Wardle, kalau bajingan itu tidak ditangkap, akan ada dua orang
lagi yang terancam nyawanya."
"Strike..."
"Bagaimana kalau aku memberimu bukti bahwa Tansy Bestigui ti?
dak berada di dalam flatnya ketika Lula jatuh? Bahwa dia ada di suatu
tempat sehingga dapat mendengar semuanya?"
Wardle mendongak ke langit-langit, dan sejenak memejamkan
mata.
"Kalau kau punya bukti..."
Dekut Burung Kukuk
"Sekarang belum, tapi aku akan mendapatkannya dalam beberapa
hari."
Dua pria berjalan melewati mereka, berbicara, tertawa. Wardle
Dekut Burung Kukuk The Cuckoos Calling Karya Robert Galbraith di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menggeleng-geleng, tampangnya gusar, namun dia tidak berbalik dan
pergi.
"Kalau kau membutuhkan sesuatu dari kepolisian, telepon saja
Anstis. Dia yang berutang padamu."
"Anstis tidak bisa melakukan ini untukku. Aku perlu kau untuk
menelepon Deeby Macc."
"Apa-apaan ini?"
"Kau sudah dengar. Dia tidak akan menerima teleponku, bukan?
Tapi dia pasti mau bicara denganmu; kau memiliki wewenang, dan se?
pertinya dia menyukaimu."
"Maksudmu, Deeby Macc tahu di mana Tansy Bestigui berada ke?
tika Lula Landry mati?"
"Tidak, tentu saja tidak tahu, dia ada di Barrack waktu itu. Aku
ingin tahu pakaian apa yang dikirim kepadanya dari Kentigern
Gardens ke Claridges. Lebih spesifik lagi, apa saja barang-barang yang
dia dapatkan dari Guy Som?."
Strike tidak melafalkannya Gi demi Wardle.
"Kau mau... kenapa?"
"Karena salah satu pelari di rekaman CCTV itu memakai kaus le?
ngan panjang Deeby."
Sesaat Wardle menunjukkan ekspresi tertarik, lalu kembali jengkel.
"Barang-barang itu ada di mana-mana," kata Wardle beberapa saat
kemudian. "Yang berlabel GS itu. Pakaian olahraga. Celana kaus."
"Sweter bertudung itu dibuat khusus, hanya ada satu di dunia.
Teleponlah Deeby, tanyakan padanya apa yang dia dapat dari Som?.
Hanya itu yang kubutuhkan. Kau mau ada di pihak mana kalau ter?
nyata aku benar, Wardle?"
"Jangan mengancam, Strike..."
"Aku tidak mengancammu. Aku memikirkan pembunuh ganda
yang berjalan bebas di luar sana, merencanakan pembunuhan yang
berikut?tapi kalau kau khawatir soal apa yang dikatakan koran-ko?
ran itu, kurasa mereka tidak akan melupakan begitu saja orang-orang
Robert Galbraith
yang berpegang teguh pada teori bunuh diri begitu ada mayat lain
muncul. Teleponlah Deeby Macc, Wardle, sebelum ada orang lain
terbunuh."
"Tidak," Strike berkata tegas di telepon malam harinya. "Ini sudah
mulai berbahaya. Pengintaian tidak termasuk tugas sekretariat."
"Begitu juga pergi ke Malmaison Hotel di Oxford, atau ke SOAS,"
Robin menyanggah, "tapi kau senang-senang saja ketika aku melaku?
kannya."
"Kau tidak boleh membuntuti siapa pun, Robin. Kurasa Matthew
juga tidak akan senang."
Sambil duduk di ranjang berbalut kimono rumahnya dan ponsel
menempel rapat di telinga, Robin berpikir, aneh juga Strike bisa
mengingat nama tunangannya, padahal belum pernah bertemu de?
ngannya. Dalam pengalaman Robin, laki-laki biasanya tidak mau
repot-repot menyimpan informasi semacam itu. Matthew sering kali
melupakan nama orang, bahkan nama keponakannya yang baru lahir;
tapi mungkin Strike memang telah dilatih untuk mengingat detaildetail semacam itu.
"Aku tidak membutuhkan izin Matthew," katanya. "Lagi pula, tidak
akan berbahaya; kau tidak berpikir Ursula May bisa membunuh siapa
pun..."
(Ada kata "bukan?" yang tak disuarakan di akhir kalimat itu.)
"Tidak, tapi aku tidak mau orang tahu aku tertarik pada per?
gerakannya. Bisa saja itu membuat si pembunuh gugup, dan aku tidak
mau ada orang lain lagi yang didorong dari ketinggian."
Robin dapat mendengar jantungnya sendiri berdentam-dentam
Robert Galbraith
dari balik bahan tipis kimononya. Dia yakin Strike tidak akan mem?
beritahunya siapa menurutnya pembunuh itu; Robin sendiri agak ta?
kut mengetahuinya, meskipun dia tidak dapat memikirkan hal lain.
Dialah yang tadi menelepon Strike. Sudah berjam-jam berlalu se?
jak Robin menerima pesan singkat yang mengatakan bahwa Strike ha?
rus ikut polisi ke Scotland Yard, dan meminta Robin mengunci kantor
pada pukul lima. Robin khawatir.
"Telepon saja dia, kalau gara-gara itu kau tidak bisa tidur," tadi
Matthew berkata; tidak ketus, tidak juga memberikan indikasi bahwa
dia, tanpa mengetahui detail-detailnya, tegas-tegas berada di pihak
polisi.
"Dengar, aku ingin kau melakukan sesuatu untukku," ujar Strike.
"Telepon John Bristow besok pagi dan beritahu dia tentang Rochelle."
"Baiklah," kata Robin, matanya tertuju pada boneka gajah besar
hadiah dari Matthew pada Hari Valentine mereka yang pertama, de?
lapan tahun lalu. Si pemberi hadiah sendiri sekarang sedang me?
nyaksikan Newsnight di ruang duduk. "Apa yang akan kaulakukan?"
"Aku akan menuju Pinewood Studios untuk berbicara sedikit de?
ngan Freddie Bestigui."
"Bagaimana?" tanya Robin. "Mereka tidak mungkin mengizinkan?
mu mendekati dia."
"Oh, mungkin saja," kata Strike.
Setelah Robin menutup telepon, selama beberapa waktu Strike du?
duk bergeming di kantornya yang gelap. Pikiran tentang hidangan
McDonald?s yang baru separuh tecerna di dalam mayat Rochelle yang
membengkak tidak menghalanginya mengonsumsi dua Big Mac, ken?
tang goreng ukuran besar, dan McFlurry dalam perjalanan kembali
dari Scotland Yard. Bunyi gas di perutnya sekarang bercampur dengan
dentum bas teredam dari 12 Bar Caf?, yang belakangan ini nyaris ti?
dak dia perhatikan; bisa jadi suara itu adalah bunyi detak jantungnya
sendiri.
Flat Ciara Porter yang berantakan dan kekanak-kanakan, mulutnya
yang lebar dan mengerang, tungkainya yang putih dan panjang me?
meluk erat punggungnya, adalah bagian kehidupan silam yang telah
lama berlalu. Sekarang, seluruh pikirannya dikuasai Rochelle Onifade
yang pendek dan tidak anggun. Dia teringat Rochelle berbicara cepat
Dekut Burung Kukuk
di ponselnya, tak sampai lima menit setelah meninggalkan dia, me?
ngenakan pakaian yang sama dengan yang dia pakai ketika mereka
menariknya dari sungai.
Strike yakin dia tahu apa yang telah terjadi. Rochelle menelepon si
pembunuh untuk mengatakan bahwa dia baru saja makan siang de?
ngan seorang detektif partikelir; kemudian diatur pertemuan melalui
ponselnya yang pink dan berkeredapan; malam itu, setelah makan
atau minum, mereka berjalan dalam kegelapan ke arah sungai. Strike
membayangkan Hammersmith Bridge yang hijau lumut dan ke?
emasan, di area dekat tempat tinggal baru Rochelle tempat yang ter?
kenal untuk bunuh diri, dengan pagar rendah dan Sungai Thames
yang berarus deras di bawah. Rochelle tidak bisa berenang. Malam
hari, sepasang kekasih yang seolah-olah sedang bermain-main, mobil
menggemuruh lewat, jeritan, dan bunyi ceburan. Apakah ada yang me?
lihat?
Tidak, jika si pembunuh memiliki saraf sekuat baja dan cukup ba?
nyak kadar keberuntungan?sementara, pembunuh ini telah berulang
kali membuktikan ketangguhan sarafnya, serta dengan percaya diri
dan berani mengandalkan keberuntungannya. Pengacara pembela
tentu akan memberikan argumen ketidakseimbangan jiwa, karena
kenekatan takabur yang membuat sasaran pengejaran Strike unik; dan
mungkin, pikirnya, ada aspek patologis di sana, jenis kegilaan yang
bisa dikategorikan, tapi dia tidak terlalu tertarik pada psikologi. Se?
perti John Bristow, dia menginginkan keadilan.
Di dalam kegelapan kantornya, pikirannya melenceng tiba-tiba dan
tak terkendali ke masa silam, pada kematian yang paling personal; ke?
matian yang, menurut asumsi Lucy yang keliru, menghantui Strike da?
lam setiap penyelidikannya, mewarnai setiap kasusnya; kematian yang
telah membagi hidupnya dan Lucy menjadi dua episode yang sangat
berlainan, sehingga segala sesuatu dalam kenangan mereka terbelah
dalam dua masa yang terjadi sebelum ibu mereka meninggal, dan
yang terjadi sesudahnya. Lucy mengira Strike pergi dan bergabung de?
ngan militer karena kematian Leda, bahwa Strike kabur karena di?
dorong keyakinan tak terpuaskan bahwa ayah tirinya bersalah, bahwa
setiap mayat yang ditemuinya sepanjang kehidupan profesionalnya
pastilah memancing kenangan akan ibunya, bahwa dia terdorong me?
Robert Galbraith
nyelidiki kematian orang lain sebagai tindak penebusan pribadi se?
panjang hayat.
Namun, Strike sudah tertarik pada pekerjaan ini jauh sebelum ja?
rum terakhir menusuk tubuh Leda; jauh sebelum dia memiliki pema?
haman bahwa ibunya (dan manusia lain) adalah makhluk fana, dan
bahwa pembunuhan bukan sekadar teka-teki untuk dipecahkan.
Justru Lucy-lah yang tidak pernah lupa, yang hidup dalam kerumunan
kenangan seperti ngengat, yang memproyeksikan segala emosi ber?
tentangan yang timbul dalam dirinya setelah kematian mendadak ibu
mereka kepada semua kasus kematian yang tidak wajar.
Meskipun begitu, malam ini Strike mendapati dirinya melakukan
sesuatu yang tentunya menjadi hal biasa bagi Lucy dia mengenang
Leda dan menghubungkannya dengan kasus yang ditanganinya. Leda
Strike, supergroupie. Itulah yang selalu ditulis tentang ibunya pada foto
yang paling terkenal, satu-satunya foto yang memperlihatkan kedua
orangtuanya bersama. Leda ada di sana, dalam gambar hitam-putih,
dengan wajah berbentuk hati, rambut gelap dan berkilau, serta mata?
nya yang bulat seperti kera marmoset; dan di sana?disela oleh se?
orang pialang seni, seorang bangsawan playboy (yang pertama mati di
tangannya sendiri, yang satu lagi karena AIDS), dan Carla Astolfi,
istri kedua ayah Strike?adalah Jonny Rokeby yang liar dan bergaya
androgini, rambutnya hampir sepanjang rambut Leda. Gelas-gelas
martini dan rokok, asap meliuk dari mulut sang model, tapi ibunya
lebih bergaya dibanding mereka semua.
Semua orang, kecuali Strike, sepertinya memandang kematian
Leda sebagai akibat tercela namun tak mengejutkan dari suatu ke?
hidupan yang dijalani dengan penuh risiko, di luar norma-norma
masyarakat. Bahkan orang-orang yang paling mengenalnya menerima
dengan puas kenyataan bahwa Leda sendirilah yang memasukkan
dosis berlebih yang kemudian ditemukan di dalam tubuhnya. Ibunya,
oleh pemahaman bersama yang hampir mutlak, telah meniti tepi ju?
rang kehidupan yang tak bermoral, sehingga tidak mengherankan
kalau suatu hari dia terjungkal, mati, kaku dan dingin, di atas ranjang
kotor.
Tidak ada yang dapat menjelaskan mengapa dia melakukannya,
bahkan Paman Ted (yang diam dan remuk redam, bersandar di bak
Dekut Burung Kukuk
cuci di dapur) atau Bibi Joan (matanya merah tapi menatap marah
meja dapurnya yang kecil, dengan lengan memeluk Lucy yang berusia
sembilan belas tahun dan menangis di bahu Joan). Overdosis
sepertinya memang hal yang konsisten dengan hidup Leda; dengan
rumah-rumah madat, musisi, dan pesta-pesta liar; dengan hubungan
dan rumahnya yang terakhir; dengan narkoba yang tak pernah jauh
darinya; dengan kesukaannya mencari kesenangan secara sembrono.
Hanya Strike yang bertanya apakah ada yang pernah melihat ibunya
menyuntik; hanya Strike yang melihat perbedaan jelas antara ke?
sukaan Leda terhadap ganja dan kecanduannya yang tiba-tiba pada
heroin; hanya Strike yang memiliki pertanyaan-pertanyaan tak ter?
Dekut Burung Kukuk The Cuckoos Calling Karya Robert Galbraith di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
jawab dan melihat situasi-situasi yang mencurigakan. Namun, dia
hanyalah mahasiswa berusia dua puluh tahun, dan tidak ada yang
mendengarnya.
Setelah sidang dan vonis, Strike mengemasi barang-barangnya dan
meninggalkan segala sesuatu yang lain pers yang sejenak menaruh
perhatian, kekecewaan Bibi Joan atas berakhirnya kuliah Strike di
Oxford, Charlotte yang sedih dan marah karena menghilangnya Strike
dan langsung tidur dengan orang lain, jeritan Lucy dan kehebohan
yang ditimbulkannya. Dengan dukungan Paman Ted seorang, dia
menghilang ke dalam dunia militer, dan di sana menemukan kembali
kehidupan yang telah diajarkan Leda akar yang siap dicabut sewaktuwaktu, kemampuan mengandalkan diri sendiri, dan pesona hal-hal
baru yang tiada habisnya.
Namun, malam ini dia tak bisa menghilangkan bayangan ibunya
sebagai saudara sejiwa bagi si gadis yang cantik, manja, dan depresif
yang tubuhnya hancur di jalanan membeku, dan bagi si tunawisma
berwajah biasa yang kini terbaring dalam dinginnya kamar mayat.
Leda, Lula, dan Rochelle bukanlah wanita-wanita seperti Lucy atau
Bibi Joan; mereka tidak melakukan tindakan pencegahan yang perlu
dilakukan terhadap kekerasan maupun kesempatan; mereka tidak me?
labuhkan diri pada kehidupan yang diisi cicilan rumah dan kerja suka?
rela, suami yangan dan anak-anak yang berwajah bersih. Karena?
nya, kematian mereka tidak dikategorikan sebagai "tragedi", tidak
seperti bila hal yang sama terjadi pada para ibu rumah tangga yang lu?
rus dan terhormat itu.
Robert Galbraith
Betapa gampangnya mengambil keuntungan dari kecenderungan
merusak diri yang dilakukan orang lain; betapa sederhananya me?
nyisihkan mereka menjadi sesuatu yang tidak nyata, lalu mundur sam?
bil mengangkat bahu serta setuju bahwa itu merupakan akibat tak ter?
hindarkan dari kehidupan yang kacau-balau dan penuh bencana.
Hampir semua bukti fisik pembunuhan Lula telah terhapus sejak
lama, diinjak-injak dan tertutup salju yang tebal. Petunjuk paling me?
yakinkan yang dimiliki Strike hanyalah rekaman video hitam-putih
yang berbutir-butir, menggambarkan dua laki-laki berlari dari tempat
kejadian sepotong bukti yang hanya dilirik seperlunya dan kemudian
dibuang oleh polisi, yang sudah yakin bahwa mustahil ada orang yang
dapat memasuki gedung itu, bahwa Landry bunuh diri, dan bahwa re?
kaman video itu tidak menunjukkan apa-apa selain dua orang yang
punya niat mencuri.
Strike bangkit dan menatap jam tangannya. Pukul setengah sebelas
malam, tapi dia yakin orang yang ingin diajaknya bicara masih terjaga.
Dia menyalakan lampu meja, mengambil ponsel, kali ini menghubungi
sebuah nomor di Jerman.
"Oggy," seru suara yang jauh di ujung sambungan telepon. "Bagai?
mana kabarmu?"
"Perlu bantuan, mate."
Kemudian, Strike meminta Letnan Graham Hardacre memberikan
semua informasi yang bisa dia temukan mengenai seseorang bernama
Agyeman dari pasukan zeni, nama depan dan pangkat tak diketahui,
tapi dengan rujukan yang jelas mengenai tanggal penugasannya di
Afghanistan.
Itu mobil kedua yang dikemudikannya sejak kakinya hancur karena
ledakan bom. Dia pernah mencoba menyetir Lexus milik Charlotte,
tapi hari ini, berusaha menekan kesan kemayu, dia menyewa Honda
Civic otomatis.
Perjalanan ke Iver Heath makan waktu tak sampai satu jam. Akses
masuk ke Pinewood Studios diperoleh berkat kombinasi omongan ce?
pat, intimidasi, dan pameran sekilas dokumentasi resmi yang asli
meski sudah kedaluwarsa. Petugas keamanan yang tadinya bermuka
datar, terguncang oleh kepercayaan diri Strike, dengan penyebutan
kata-kata "Cabang Investigasi Khusus", serta kartu identitas yang me?
mamerkan fotonya.
"Anda sudah punya janji?" petugas itu bertanya pada Strike, yang
menjulang tinggi di samping posnya di dekat pagar elektrik, tangannya
menutupi corong telepon.
"Belum."
"Ada keperluan apa?"
"Mr. Evan Duffield," ujar Strike, dan dia melihat petugas keamanan
itu merengut sambil berpaling dan menggumamkan sesuatu ke corong
telepon.
Setelah satu-dua menit, Strike diberi petunjuk arah dan diper?
bolehkan masuk. Dia mengikuti jalur melengkung yang memutari ba?
gian luar bangunan studio, lagi-lagi memikirkan bagaimana orang da?
Robert Galbraith
pat memanfaatkan reputasi orang lain yang memiliki kecenderungan
mengacau dan merusak diri sendiri.
Dia parkir beberapa baris di belakang Mercedes bersopir yang me?
nempati area parkir bertanda PRODUSER FREDDIE BESTIGUI.
Dia tidak terburu-buru turun dari mobil sementara sopir Bestigui
mengamatinya dari kaca spion, lalu berjalan menuju pintu kaca yang
mengarah ke tangga gedung biasa. Seorang pemuda berlari turun, pe?
nampilannya seperti Spanner dalam versi yang sedikit lebih rapi.
"Di mana saya bisa menemukan Mr. Freddie Bestigui?" Strike ber?
tanya padanya.
"Lantai dua, kantor pertama sebelah kanan."
Freddie Bestigui sama jeleknya dengan yang di foto-foto, lehernya
tebal seperti banteng dan wajahnya bopeng-bopeng. Dia duduk di
balik meja di sisi yang jauh dari dinding kaca, cemberut di depan mo?
nitor komputernya. Ruang luar berantakan dan sibuk dengan aktivi?
tas, penuh wanita muda yang menempati meja-meja; poster-poster
film ditempelkan pada pilar-pilar dan foto-foto hewan peliharaan di?
tempelkan di sebelah jadwal film. Gadis menarik yang berada paling
dekat dengan pintu, mengenakan mikrofon switchboard di depan
mulutnya, mendongak menatap Strike dan bertanya
"Halo, bisa saya bantu?"
"Saya ingin bertemu dengan Mr. Bestigui. Jangan khawatir, saya
akan masuk sendiri."
Strike sudah masuk ke kantor Bestigui sebelum gadis itu sempat
menjawab.
Bestigui mendongak, matanya kecil di antara kulit kelopak yang
berkantong, bintik-bintik tahi lalat hitam di atas kulitnya yang gelap.
"Siapa kau?"
Dia sudah berdiri sekarang, jari-jarinya yang tebal mencengkeram
tepi meja.
"Saya Cormoran Strike. Saya detektif partikelir yang telah di?
sewa..."
"Elena!" Bestigui menjungkirkan cangkirnya; kopi itu tumpah di
atas kayu yang dipoles, menyebar ke berkas-berkasnya. "Keluar dari
sini! Keluar! KELUAR!"
"...oleh kakak Lula Landry, John Bristow?"
Dekut Burung Kukuk
"ELENA!"
Gadis kurus dan cantik yang mengenakan headset tadi berlari ma?
suk dan berdiri gemetaran di sebelah Strike, ketakutan setengah mati.
"Panggil sekuriti, jalang pemalas!"
Gadis itu berlari keluar. Bestigui, yang tingginya paling-paling ha?
nya 170 senti, sudah mundur dari mejanya sekarang; tidak takut pada
Strike; seperti anjing buldog yang halamannya baru saja diterobos se?
ekor Rottweiler. Elena telah membiarkan pintu terbuka, dan para
penghuni kantor luar sekarang menatap ke dalam, takjub, ketakutan.
"Saya sudah berusaha menghubungi Anda selama beberapa minggu
ini, Mr. Bestigui..."
"Kau ada dalam masalah besar, kawan," kata Bestigui, maju dengan
rahang terkatup rapat, bahunya yang tebal siap siaga.
"...untuk membicarakan malam ketika Lula Landry meninggal."
Dua laki-laki dengan kemeja putih dan membawa walkie-talkie ber?
lari di sepanjang dinding kaca di sebelah kanan Strike; muda, bugar,
tegang.
"Bawa dia keluar dari sini!" Bestigui meraung, telunjuknya menu?
ding Strike, sementara kedua petugas keamanan itu bertabrakan di
pintu, lalu sama-sama menjejalkan diri masuk.
"Terutama," kata Strike, "mengenai di mana istri Anda, Tansy, ber?
ada sewaktu Lula jatuh..."
"Bawa dia keluar dari sini dan telepon polisi! Bagaimana dia bisa
masuk?"
"...karena kepada saya telah diperlihatkan foto-foto yang sesuai de?
ngan kesaksian istri Anda. Singkirkan tanganmu dariku," tambah
Strike pada si petugas yang lebih muda, yang sedang menarik lengan?
nya, "atau aku akan memukulmu keluar dari jendela itu."
Petugas keamanan itu tidak melepaskannya, tapi memandang
Bestigui untuk menunggu instruksi.
Mata si produser yang gelap dan tajam terpaku lurus-lurus pada
Strike. Tangannya yang seperti tukang pukul mengepal, lalu dilepas?
kan lagi. Setelah beberapa saat dia berkata
"Omong kosong."
Tapi dia tidak menyuruh dua petugas keamanan yang sedang me?
nunggu instruksi itu untuk menyeret Strike keluar dari ruangan.
Robert Galbraith
"Fotografer yang mengambil foto itu berdiri di trotoar di seberang
rumah Anda pada dini hari tanggal 8 Januari. Orang itu tidak me?
nyadari apa yang telah tertangkap kameranya. Kalau Anda tidak mau
membicarakan hal ini, tidak apa-apa; polisi atau pers, saya tidak
peduli. Hasil akhirnya akan tetap sama."
Strike mengambil langkah menuju pintu; para petugas, yang ma?
sing-masing masih memegangi lengannya, kaget, dan sejenak terpaksa
melakukan tindakan absurd menahan dia pergi.
"Keluar," perintah Bestigui singkat kepada dua pionnya. "Akan ku?
beritahu kalau aku membutuhkan kalian. Tutup pintunya."
Kedua orang itu pergi. Sewaktu pintu menutup, Bestigui berkata
"Baiklah, entah siapa namamu, kau punya waktu lima menit."
Strike duduk tanpa dipersilakan di salah satu kursi kulit yang
menghadap meja Bestigui, sementara si produser kembali ke kursinya,
lalu memandangi Strike dengan tatapan keras dan dingin yang sangat
serupa dengan yang diterimanya dari istri Bestigui; tatapan penjudi
profesional yang sedang menilai lawannya dengan waspada. Bestigui
meraih kotak cigarillo, menarik asbak kaca hitam ke arahnya, lalu me?
nyulut sebatang dengan pemantik emas.
"Baik, mari kita dengarkan apa yang diperlihatkan oleh foto-foto
itu," katanya sambil menyipitkan mata dari balik awan asap berbau ta?
jam, bagaikan gambaran mafioso dalam film-film.
"Siluet," kata Strike, "seorang wanita yang berjongkok di balkon di
luar jendela ruang duduk Anda. Dia tampak telanjang, tapi seperti
yang sama-sama kita ketahui, dia mengenakan pakaian dalam."
Bestigui mengisap-isap cigarillo-nya selama beberapa detik, lalu
mencabutnya dari mulut dan berkata
"Tahi kucing. Kau tidak dapat melihatnya dari jalan. Bagian bawah
pagar balkon itu dinding batu solid. Dari sudut itu kau tidak mungkin
melihat apa pun. Kau cuma menggertak."
"Lampu ruang duduk Anda menyala. Siluetnya bisa terlihat me?
lalui celah-celah di dinding batu itu. Tentu saja, waktu itu ada ruang
kosong di balkon, karena pot-pot tanaman itu belum ada di sana, bu?
Dekut Burung Kukuk The Cuckoos Calling Karya Robert Galbraith di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kan? Orang tidak tahan untuk mengutak-atik tempat kejadian se?
sudahnya, bahkan sesudah mereka lolos," tambah Strike, seperti meng?
obrol santai. "Anda ingin memberi kesan bahwa tidak pernah ada
Dekut Burung Kukuk
ruang yang cukup untuk siapa pun berjongkok di balkon itu, bukan?
Tapi Anda tidak bisa kembali dan mengedit kenyataan dengan
Photoshop. Istri Anda ada di tempat yang tepat untuk mendengar apa
yang terjadi di atas, di balkon lantai tiga, tepat sebelum Lula Landry
mati.
"Beginilah kejadiannya, menurut saya," lanjut Strike, sementara
mata Bestigui terus menyipit di balik asap yang mengepul dari
cigarillo-nya. "Anda dan istri Anda bertengkar ketika dia sedang
berganti pakaian sebelum tidur. Barangkali Anda menemukan sim?
panan narkobanya di kamar mandi, atau Anda memergoki dia sedang
menyedot beberapa garis. Jadi Anda memutuskan, hukuman yang pa?
ling pantas adalah mengunci dia di balkon luar, dalam suhu di bawah
titik beku.
"Orang mungkin akan bertanya bagaimana paparazzi yang me?
madati jalan di depan rumah itu tidak melihat seorang wanita separuh
telanjang yang didorong keluar ke balkon di atas mereka, tapi salju
sedang turun deras saat itu, dan mereka sibuk mengentak-entakkan
kaki untuk menghangatkan tubuh, lagi pula perhatian mereka tertuju
sepenuhnya pada ujung jalan, menunggu kedatangan Lula dan Deeby
Macc. Dan Tansy tidak ribut-ribut, bukan? Dia hanya berjongkok dan
bersembunyi; dia tidak ingin ketahuan, dalam kondisi separuh telan?
jang, oleh puluhan mata fotografer. Anda mungkin mendorongnya ke
luar bersamaan dengan datangnya mobil Lula dari belokan jalan. Tak
akan ada orang yang melihat ke arah jendela Anda kalau Lula Landry
muncul dengan gaun mini."
"Kau memang banyak omong," kata Bestigui. "Kau tidak punya
foto apa pun."
"Saya tidak pernah bilang saya memilikinya. Saya bilang, foto-foto
itu diperlihatkan kepada saya."
Bestigui mencabut cigarillo itu dari bibirnya, hendak berbicara tapi
berubah pikiran, lalu mengemutnya lagi. Strike membiarkan beberapa
detik berlalu, tapi ketika jelas bahwa Bestigui tidak akan mengambil
kesempatan itu untuk bicara, dia melanjutkan
"Tansy pasti mulai menggedor-gedor jendela segera setelah Landry
jatuh melewatinya. Anda tidak mengira istri Anda akan mulai men?
jerit-jerit dan memukul-mukul kaca, bukan? Karena tidak ingin ada
Robert Galbraith
orang menjadi saksi penyiksaan domestik itu, Anda membuka jendela.
Dia berlari melewati Anda, menjerit sekencang-kencangnya, keluar
dari flat, dan turun mencari Derrick Wilson.
"Pada saat itu Anda melongok ke bawah dari pagar balkon dan
melihat Lula Landry sudah tergeletak tak bernyawa di jalan."
Bestigui mengembuskan asapnya perlahan-lahan, tidak mengalih?
kan tatapannya sedikit pun dari wajah Strike.
"Yang Anda lakukan berikut mungkin agak mencurigakan di mata
juri. Anda tidak menelepon 999. Anda tidak berlari mengejar istri
Anda yang histeris dan kedinginan. Anda bahkan?yang mungkin
akan lebih dimengerti oleh juri?tidak segera membuang kokain yang
Anda tahu berada di tempat yang terlihat jelas di kamar mandi.
"Tidak. Yang Anda lakukan, sebelum mengikuti istri Anda atau
menelepon polisi, adalah menyeka bersih-bersih jendela itu. Tidak ada
sidik jari yang memperlihatkan Tansy telah menempelkan tangannya
dari luar kaca, bukan? Prioritas Anda adalah memastikan tidak ada
orang yang dapat membuktikan Anda telah mendorong istri Anda ke
balkon dalam suhu di bawah sepuluh derajat. Dengan reputasi pe?
nyerangan dan pelecehan, dan kemungkinan tuntutan hukum dari se?
orang karyawan muda, Anda tidak ingin memberikan bukti tambahan
pada pers maupun jaksa, tentunya?
"Setelah puas bahwa Anda telah membersihkan jejak istri Anda
dari kaca, Anda berlari ke bawah dan membujuknya agar kembali ke
flat. Dalam kurun waktu pendek yang ada sebelum polisi datang,
Anda menekan istri Anda agar tidak mengakui di mana dia berada
ketika Lula Landry jatuh. Saya tidak tahu apa janji atau ancaman
Anda padanya; yang jelas, itu berhasil.
"Tapi Anda masih belum merasaan sepenuhnya, karena istri
Anda begitu terguncang dan kalut, sehingga Anda berpikir dia akan
membocorkan seluruh cerita itu. Jadi Anda berusaha mengalihkan
perhatian polisi dengan mengomel panjang-pendek tentang vas bunga
yang pecah berantakan di flat Deeby Macc, dengan harapan Tansy
akan menguasai diri dan berpegang pada kesepakatan itu.
"Yah, dia telah memegang janji, bukan? Hanya Tuhan yang tahu
berapa ongkos yang harus Anda bayarkan, namun Tansy terseret-seret
pemberitaan media yang tidak enak. Dia rela disebut pecandu kokain
Dekut Burung Kukuk
tukang berkhayal, dia bertahan dengan cerita bahwa dia mendengar
pertengkaran Landry dan pembunuhnya?dua lantai di atasnya, dari
balik kaca kedap suara.
"Namun, begitu dia menyadari ada bukti foto di mana dia berada
saat itu," kata Strike, "saya rasa dia akan dengan senang hati mengaku.
Istri Anda mungkin mengira dia menyukai uang lebih dari apa pun di
dunia ini, tapi hati nuraninya membuatnya risau. Saya yakin dia akan
membuka mulut tak lama lagi."
Bestigui telah mengisap cigarillo-nya sampai tinggal beberapa mili?
meter terakhir. Tanpa tergesa-gesa dia melumatnya di asbak kaca hi?
tam itu. Beberapa detik yang panjang berlalu, dan bunyi-bunyi dari
kantor luar menembus dinding kaca di samping mereka suara-suara,
dering telepon.
Bestigui berdiri dan menurunkan kerai kanvas di partisi kaca itu,
sehingga gadis-gadis penggugup yang ada di kantor luar tidak bisa
melihat ke dalam. Dia duduk kembali dan jemarinya yang gemuk me?
nyusuri medan yang bergelombang di wajah bagian bawah, menatap
Strike dan mengalihkan pandangan lagi, ke arah kanvas kosong yang
telah diciptakannya. Strike nyaris bisa melihat berbagai pilihan mun?
cul di benak sang produser, seolah-olah dia sedang mengocok satu set
kartu.
"Tirainya tertutup," akhirnya Bestigui berkata. "Cahayanya tidak
cukup terang untuk menciptakan bayangan seorang wanita sedang
bersembunyi di balkon. Tansy tidak akan mengubah ceritanya."
"Saya tidak akan bertaruh soal itu," kata Strike sambil meluruskan
tungkainya; kaki palsunya masih terasa tidak nyaman. "Sesudah saya
nyatakan kepadanya bahwa istilah hukum untuk apa yang telah Anda
berdua lakukan adalah ?bersekongkol untuk mengganggu jalannya pe?
negakan keadilan?, dan bahwa pengakuan hati nurani yang terlambat
dapat menyelamatkannya pada saat genting; sesudah saya memberitahu?
nya tentang simpati publik yang akan dia terima sebagai korban ke?
kerasan rumah tangga, dan jumlah uang yang akan dia dapatkan atas
hak eksklusif untuk memublikasikan ceritanya; sesudah dia menyadari
dia akan mendapat kesempatan berbicara di pengadilan, dan bahwa dia
akan dipercaya, bahwa dia akan dapat membantu mendakwa orang
yang dia dengar telah membunuh tetangganya?Mr. Bestigui, saya rasa
Robert Galbraith
Anda pun tidak akan punya cukup uang untuk membungkam mulut?
nya."
Kulit kasar di sekitar mulut Bestigui berkedut-kedut. Dia meng?
ambil kotak cigarillo, tapi tidak mengambil sebatang pun. Suasana
sunyi senyap sewaktu dia memainkan kotak itu di antara jari-jarinya,
berputar dan berputar.
Akhirnya dia berkata
"Aku tidak mengakui apa-apa. Keluar."
Strike tidak bergerak.
"Saya tahu Anda ingin segera menelepon pengacara Anda," kata?
nya, "tapi saya rasa Anda mengabaikan hikmah cerita ini."
"Aku sudah cukup mendengar ocehanmu. Keluar."
"Kendati nantinya agak tidak menyenangkan, masih lebih meng?
untungkan mengakui apa yang telah terjadi malam itu daripada men?
jadi tersangka utama suatu kasus pembunuhan. Mulai sekarang, per?
soalannya adalah siapa yang tidak bersalah. Kalau Anda mengakui apa
yang sebenarnya terjadi, Anda akan bersih dari segala kecurigaan me?
nyangkut pembunuhan itu."
Sekarang dia mendapatkan perhatian Bestigui sepenuhnya.
"Mustahil Anda yang melakukannya," ujar Strike, "karena kalau
Anda yang mendorong Landry dari balkon dua lantai di atas, Anda ti?
dak akan dapat membukakan pintu untuk Tansy dalam waktu be?
berapa detik sementara Landry jatuh. Menurut saya, Anda mengunci
istri Anda di luar, masuk ke kamar tidur, naik ke ranjang, menyaman?
kan diri?polisi berkata, ranjang itu tampak sudah ditiduri?sambil
mengamati waktu. Saya pikir Anda tidak bermaksud benar-benar
tidur. Kalau Anda meninggalkan istri Anda terlalu lama di balkon,
Anda akan dituduh melakukan pembunuhan. Pantas saja Wilson ber?
kata Tansy gemetaran seperti tikus kecebur got. Barangkali dia sudah
pada tahap awal hipotermia."
Hening lagi, hanya terdengar jari-jari Bestigui yang gemuk me?
ngetuk-ngetuk ringan di tepi meja. Strike mengeluarkan notesnya.
"Anda sudah siap menjawab beberapa pertanyaan sekarang?"
"Keparat kau!"
Produser itu mendadak dikuasai angkara murka yang sejauh ini
berhasil dipendamnya, rahangnya bergerak-gerak dan bahunya ter?
Dekut Burung Kukuk
angkat, setinggi telinga. Strike dapat membayangkan tampangnya yang
seperti ini ketika dengan kedua tangan terulur dia menyerang istrinya
yang kecil dan teler karena kokain.
"Anda tenggelam dalam masalah besar," ujar Strike kalem, "tapi ter?
serah pada Anda mau tenggelam sedalam apa. Anda bisa menyangkal
semuanya, melawan kata-kata istri Anda di pengadilan dan di media,
dan akhirnya dipenjara karena berbohong pada sidang dan mengha?
langi penyelidikan polisi. Atau Anda bisa mulai bekerja sama, seka?
rang, dan mendapatkan ucapan terima kasih dari keluarga Lula. Itu
akan sangat berarti dalam pernyataan penyesalan dan akan sangat
membantu dalam permohonan pengampunan. Kalau informasi yang
Anda berikan dapat membantu menangkap pembunuh Lula, saya
pikir hukuman yang Anda dapatkan tak lebih berat ketimbang seka?
dar teguran dari hakim. Polisilah yang akan mendapat sorotan penuh
dari publik dan pers."
Bestigui bernapas dengan berisik, tapi sepertinya dia merenungkan
baik-baik kata-kata Strike. Akhirnya dia membentak
"Tidak ada pembunuh. Wilson tidak menemukan siapa pun di
atas. Landry melompat dari balkon," katanya sambil mengedikkan ke?
pala, meremehkan. "Dia pemadat kecil, sama seperti istriku yang ter?
kutuk itu."
"Ada seorang pembunuh," kata Strike dengan sederhana, "dan Anda
membantunya meloloskan diri."
Sesuatu dalam ekspresi Strike telah membungkam keinginan
Bestigui untuk mencibir. Matanya bagaikan segaris batu nilam semen?
tara dia menimbang-nimbang apa yang baru saja diucapkan Strike.
"Saya dengar Anda ingin sekali mengajak Lula bermain film?"
Bestigui tampak bingung dengan perubahan topik itu.
"Hanya gagasan," gumamnya. "Dia dungu, tapi cantik sekali."
Dekut Burung Kukuk The Cuckoos Calling Karya Robert Galbraith di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Anda ingin menempatkan Lula dan Deeby Macc dalam satu film?"
"Kedua orang itu adalah mesin pencetak uang."
"Bagaimana dengan film yang ingin Anda buat setelah dia me?
ninggal?apa namanya, biopik? Saya dengar Tony Landry tidak se?
nang dengan itu."
Yang membuat Strike heran, senyum licik tersungging di wajah
Bestigui yang tembam.
Robert Galbraith
"Siapa yang bilang?"
"Itu tidak benar?"
Untuk pertama kali, Bestigui sepertinya merasa berada di atas
angin dalam percakapan ini.
"Tidak, itu tidak benar. Anthony Landry telah memberiku isyarat
yang cukup jelas bahwa begitu Lady Bristow meninggal, dia akan ber?
sedia membicarakannya."
"Dia tidak marah, kalau begitu, ketika dia menelepon Anda untuk
membicarakannya?"
"Asal ditampilkan dengan anggun dan berkelas, bla bla bla..."
"Anda kenal baik dengan Tony Landry?"
"Aku kenal dia."
"Dalam konteks apa?"
Bestigui menggaruk dagunya, tersenyum sendiri.
"Dia pengacara perceraian istri Anda, tentu saja."
"Sekarang ini, ya," kata Bestigui.
"Menurut Anda, Tansy akan memecatnya?"
"Mungkin harus," kata Bestigui, senyumnya menjadi seringai puas
diri. "Konflik kepentingan. Kita lihat saja nanti."
Strike melirik notesnya, dengan gaya tak acuh pemain poker ber?
bakat yang sedang menghitung peruntungannya seberapa banyak ri?
siko yang dia hadapi bila mendesak pertanyaan-pertanyaan ini sampai
batas, tanpa bukti sedikit pun.
"Apakah maksud Anda," kata Strike sambil mendongak kembali,
"Anda sudah memberitahu Landry bahwa Anda tahu dia tidur dengan
istri partner bisnisnya?"
Sejenak wajahnya tertegun, lalu Bestigui terbahak-bahak keras,
semburan tawa senang yang kasar dan agresif.
"Kau tahu, ya?"
"Bagaimana Anda tahu?"
"Aku menyewa jenismu juga. Kupikir Tansy yang selingkuh, tapi
ternyata dia melindungi kakaknya, sementara Ursula main gila dengan
Tony Landry. Asyik juga kalau melihat pasangan May cerai. Pengacara
kaliber di kedua pihak. Biro keluarga lama yang pecah kongsi. Cyprian
May tidak selembek tampaknya. Dia mewakili istri keduaku dulu.
Dekut Burung Kukuk
Aku akan menikmati tontonan itu. Sekali-sekali pengacara-pengacara
itu boleh saling tikam dari belakang."
"Lumayan juga kartu yang Anda pegang mengenai pengacara per?
ceraian istri Anda."
Bestigui menyeringai kejam di balik kepulan asap.
"Keduanya belum tahu aku tahu. Aku sedang menunggu waktu
yang tepat untuk memberitahu mereka."
Namun, sepertinya Bestigui mendadak ingat lagi bahwa Tansy
mungkin memiliki senjata yang lebih hebat dalam pertempuran per?
ceraian mereka, dan senyum itu sirna dari wajahnya yang karut, me?
ninggalkan ekspresi getir.
"Satu hal lagi," kata Strike. "Pada malam Lula meninggal setelah
Anda mengikuti istri Anda turun ke lobi, kemudian membawanya
kembali ke atas, apakah Anda mendengar apa pun di luar flat?"
"Bukannya kau mau memastikan bahwa orang tidak bisa men?
dengar apa pun dari dalam flatku kalau jendelanya ditutup?" tukas
Bestigui.
"Maksud saya bukan di luar di jalan; maksud saya di luar pintu
Anda. Tansy mungkin sedang berteriak-teriak sendiri sehingga tidak
mendengar apa pun, tapi saya ingin tahu ketika Anda berdua di lo?
rong depan?mungkin Anda berdiri di sana, berusaha menenangkan
istri Anda, begitu bisa membawanya masuk ke flat??apakah Anda
mendengar suara gerakan di luar pintu? Atau teriakan Tansy terlalu
keras?"
"Dia memang berisik sekali," ujar Bestigui. "Aku tidak mendengar
apa pun."
"Sama sekali?"
"Tidak ada yang mencurigakan. Hanya Wilson, berlari melewati
pintu."
"Wilson."
"Ya."
"Kapan tepatnya?"
"Seperti yang kaubilang tadi. Begitu kami masuk flat."
"Segera setelah Anda menutup pintu?"
"Ya."
Robert Galbraith
"Tapi Wilson sudah berlari ke atas sementara Anda masih di lobi,
bukan?"
"Ya."
Kerutan di kening dan di sekitar mulut Bestigui semakin dalam.
"Jadi sewaktu Anda masuk ke flat Anda di lantai satu, Wilson
pasti sudah tidak kelihatan dan tidak terdengar lagi?"
"Ya..."
"Tapi Anda mendengar bunyi langkah di tangga, segera setelah
Anda menutup pintu depan?"
Bestigui tidak menyahut. Strike dapat melihatnya untuk pertama
kali menyusun semua potongan itu di dalam benaknya.
"Aku dengar... yeah... bunyi langkah. Berlari lewat. Di tangga."
"Ya," kata Strike. "Dan apakah Anda ingat itu bunyi langkah satu
atau dua orang?"
Dahi Bestigui berkerut dalam, matanya menerawang, menatap jauh
ke belakang sang detektif, ke arah masa silam yang berbahaya. "Lang?
kah... satu orang. Jadi kupikir itu Wilson. Tapi tidak mungkin...
Wilson masih ada di lantai tiga, memeriksa flatnya... karena sesudah
itu aku mendengar dia turun lagi... setelah aku menelepon polisi, ku?
dengar dia lari melewati pintu...
"Aku lupa," kata Bestigui, dan selama sepersekian detik lamanya dia
tampak nyaris rapuh. "Aku lupa. Banyak yang terjadi. Tansy menjeritjerit."
"Dan, tentu saja, Anda sedang memikirkan cara menyelamatkan
diri Anda sendiri," ujar Strike singkat, sambil memasukkan notes dan
bolpoinnya kembali ke saku dan bangkit dari kursi kulit. "Yah, saya
tidak akan menyita waktu Anda lagi. Anda pasti ingin menelepon
pengacara Anda. Anda sangat membantu. Saya harap kita akan ber?
temu lagi di pengadilan."
Eric Wardle menelepon Strike keesokan harinya.
"Sudah telepon Deeby," katanya ringkas.
"Lalu?" tanya Strike, memberi isyarat agar Robin memberikan
bolpoin dan kertas. Mereka sedang duduk di meja Robin, menikmati
teh dan biskuit sambil membicarakan ancaman pembunuhan yang ter?
kini dari Brian Mathers, yang di dalamnya dia berjanji, bukan untuk
pertama kali, untuk membelah perut Strike dan mengencingi ususnya.
"Som? mengirimkan sweter bertudung buatan khusus untuknya.
Paku-paku berbentuk pistol di depan dan beberapa baris lirik lagu
Deeby di belakang."
"Hanya satu itu?"
"Ya."
"Apa lagi?" tanya Strike.
"Dia ingat ada ikat pinggang, kupluk, dan sepasang manset."
"Tidak ada sarung tangan?"
Wardle terdiam, mungkin sedang memeriksa catatannya.
"Tidak, dia tidak menyebut-nyebut sarung tangan."
"Well, itu membereskan satu hal," kata Strike.
Wardle tidak mengucapkan sepatah kata pun. Strike menunggu
polisi itu untuk menyudahi pembicaraan atau memberikan informasi
lagi.
"Sidang pendahuluannya hari Kamis," kata Wardle tiba-tiba. "Ka?
sus Rochelle Onifade."
Robert Galbraith
"Begitu," sahut Strike.
"Kau tidak terdengar tertarik."
"Memang tidak."
"Kupikir kau yakin bahwa itu pembunuhan."
"Aku yakin, tapi sidang pendahuluan tidak akan membuktikannya
dengan satu atau lain cara. Kau tahu kapan pemakamannya akan di?
lakukan?"
"Tidak," sahut Wardle jengkel. "Apa perlunya?"
"Kupikir aku akan pergi."
"Untuk apa?"
"Dia punya bibi, ingat?" kata Strike.
Wardle memutuskan sambungan dengan, Strike menduga, pe?
rasaan muak.
Bristow menelepon Strike agak lebih siang, memberitahukan wak?
tu dan tempat pemakaman Rochelle.
"Alison berhasil mendapatkan detail-detailnya," katanya kepada de?
tektif itu melalui telepon. "Dia sangat efisien."
"Jelas sekali," sahut Strike.
"Aku mau datang. Untuk mewakili Lula. Seharusnya aku dapat
membantu Rochelle."
"Kupikir memang akhirnya akan begini, John. Kau akan mengajak
Alison?"
"Dia bilang, dia ingin ikut," ujar Bristow, walaupun kedengarannya
dia tidak terlalu senang dengan gagasan itu.
"Sampai bertemu di sana, kalau begitu. Aku berharap bisa bicara
dengan bibi Rochelle, kalau dia datang."
Sewaktu Strike memberitahu Robin bahwa pacar Bristow telah
mendapatkan waktu dan tempat pemakaman, Robin sepertinya ke?
cewa. Dia sendiri telah berusaha mencari tahu, sesuai permintaan
Strike, dan sepertinya dia merasa Alison menang satu angka atasnya.
"Aku tidak menyadari kau begitu kompetitif," kata Strike, agak geli.
"Jangan khawatir. Mungkin dia sudah mencuri start."
"Maksudnya?"
Tapi Strike sedang memandanginya sambil menimbang-nimbang.
"Apa?" tanya Robin, agak defensif.
"Aku ingin kau ikut aku ke pemakaman."
Dekut Burung Kukuk
"Oh," ucap Robin. "Oke. Kenapa?"
Dia mengira Strike akan menjawab, akan tampak lebih wajar jika
mereka datang sebagai pasangan, seperti ketika Strike harus mengajak
seorang wanita untuk pergi ke Vashti. Namun, Strike berkata
"Aku ingin kau melakukan sesuatu untukku."
Setelah Strike menerangkan, dengan jelas dan ringkas, apa yang dia
inginkan dari Robin, ekspresi Robin berubahat bingung.
"Tapi kenapa?"
"Aku tidak bisa bilang."
"Kenapa tidak?"
"Aku juga memilih untuk tidak menjawab itu."
Robin tidak lagi melihat Strike dari kacamata Matthew; tidak lagi
Dekut Burung Kukuk The Cuckoos Calling Karya Robert Galbraith di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bertanya-tanya apakah dia sedang pura-pura, atau sok pamer, atau
berlagak lebih pintar daripada aslinya. Sekarang pun dia tidak menu?
duh Strike sengaja berlagak sok misterius. Tetap saja, dia mengulang
permintaan Strike, seolah-olah telinganya keliru mendengar
"Brian Mathers."
"Ya."
"Si Surat Ancaman Pembunuhan."
"Ya."
"Tapi," ucap Robin, "apa hubungannya dengan kematian Lula
Landry?"
"Tidak ada," sahut Strike, cukup jujur. "Belum."
Krematorium di London utara tempat pelayatan Rochelle diadakan
tiga hari kemudian terasa dingin, anonim, dan muram. Segala sesuatu?
nya dibebaskan dari denominasi; mulai dari bangku-bangku panjang
kayu gelap dan dinding polos yang secara hati-hati menghindari
simbol-simbol agama apa pun; hingga ke jendela kaca timah berpola
abstrak, suatu mosaik kubus-kubus kecil sewarna batu-batu mulia.
Sambil duduk di bangku kayu keras, sementara seorang pemimpin
upacara bersuara sengau menyebut nama Rochelle dengan "Roselle"
dan gerimis membasahi pola acak berwarna-warni mencolok di jen?
dela di atasnya, Strike memahami sisi menariknya patung-patung ke?
rubim emas dan para santo, gargoyle dan malaikat-malaikat dari kitab
Robert Galbraith
Perjanjian Lama, salib-salib emas dihiasi batu-batu permata; apa pun
yang memberikan aura kemegahan dan kemuliaan, janji teguh me?
ngenai kehidupan yang akan datang, atau kenangan yang sepadan de?
ngan kehidupan seperti yang telah dilalui Rochelle. Gadis yang mati
itu telah mencicipi sekelumit surga dunia penuh barang-barang ran?
cangan desainer, selebriti yang bisa dicibirinya, sopir ganteng yang ber?
canda dengannya, dan kedahagaan akan semua itu telah membawanya
kemari tujuh pelayat, dan seorang pemimpin upacara yang tidak me?
ngenal namanya.
Ada kesan impersonal yang vulgar dalam seluruh kegiatan ini, rasa
malu yang samar-samar, fakta-fakta hidup Rochelle yang dihindari de?
ngan menyakitkan. Sepertinya tidak ada yang merasa pantas duduk di
bangku paling depan. Bahkan seorang wanita kulit hitam gemuk yang
berkacamata tebal dan bertopi rajut, yang menurut dugaan Strike ada?
lah bibi Rochelle, telah memilih bangku ketiga dari depan, menjaga ja?
rak dari peti mati murahan itu. Karyawan hostel tunawisma dengan
rambut menipis yang pernah dijumpai Strike di sana juga datang, me?
ngenakan kemeja dan jaket kulit; di belakangnya duduk pria Asia ber?
wajah segar dan bersetelan rapi yang menurut Strike mungkin psi?
kiater yang mengelola kelompok rawat jalan Rochelle.
Strike, dengan setelan biru tuanya, dan Robin, dengan rok dan
blazer hitam yang dia kenakan pada saat wawancara, duduk di bangku
paling belakang. Di seberang gang duduklah Bristow, pucat dan me?
rana, bersama Alison, dengan mantel hujan hitam berkancing ganda
yang basah dan berkilat-kilat di bawah pencahayaan yang dingin.
Tirai merah murahan terbuka, peti mati itu bergeser menghilang
dari pandangan, dan gadis yang mati tenggelam itu pun dilalap api.
Para pelayat yang tak bersuara saling menyunggingkan senyum cang?
gung di area belakang krematorium; masih berdiri saja, berusaha tidak
menambah kesan terburu-buru yang terasa pada upacara tadi. Bibi
Rochelle, yang memancarkan aura eksentrik yang mendekati tidak
stabil, memperkenalkan diri sebagai Winifred, lalu dengan suara keras,
dan sedikit nada menuduh, mengumumkan
"Ada suguhan sandwich di bar. Kupikir yang datang lebih banyak."
Dia memimpin jalan ke luar, seakan-akan tidak bersedia menerima
Dekut Burung Kukuk
keberatan, menyusuri jalan menuju Red Lion. Keenam pelayat yang
lain mengikutinya, berjalan agak menunduk di bawah hujan.
Sandwich yang dijanjikan itu tersaji di nampan berlapis kertas
aluminium dan ditutup plastik, kering dan tak menggiurkan, di meja
kecil di sudut bar yang suram. Pada suatu saat dalam perjalanan ke
Red Lion, Bibi Winifred menyadari siapa John Bristow sesungguhnya,
dan sekarang dia menguasai pria itu sepenuhnya, mendesaknya ke bar,
mencerocos padanya tanpa henti. Bristow menanggapi setiap kali Bibi
Winifred memberinya kesempatan berkomentar, tapi semakin lama
Bristow semakin sering melirik ke arah Strike, yang sedang berbicara
dengan psikiater Rochelle, dan pandangannya semakin putus asa.
Psikiater itu menghindari semua upaya Strike untuk mengajaknya
berbicara mengenai kelompok rawat jalan yang dikelolanya. Ketika d?i?
tanya apakah Rochelle mungkin telah mengatakan sesuatu, dengan te?
gas namun sopan orang itu mengingatkan Strike tentang kerahasiaan
pasien.
"Apakah Anda terkejut dia bunuh diri?"
"Tidak, tidak juga. Dia gadis yang bermasalah, Anda tahu, dan ke?
matian Lula Landry mengguncangnya cukup parah."
Tak lama sesudahnya, psikiater itu menyampaikan ucapan selamat
tinggal pada semua orang, lalu pergi.
Robin, yang sejak tadi berusaha mengajak mengobrol Alison yang
hanya mengucapkan satu-dua suku kata di meja kecil dekat jendela,
akhirnya menyerah dan pergi ke kamar kecil.
Strike menyeberangi ruangan yang sempit itu dan duduk di kursi
yang ditinggalkan Robin. Alison melayangkan tatapan tak ramah, lalu
kembali mengawasi Bristow yang masih dimonopoli bibi Rochelle.
Alison tidak membuka mantel hujannya yang dihiasi titik-titik air hu?
jan. Gelas kecil yang tampaknya berisi anggur port berdiri di meja di
depan?nya, dan senyum kecil penuh kemuakan bermain-main di sudut
mulutnya, seolah-olah dia mendapati sekelilingnya begitu semrawut
dan tidak memadai. Strike masih berusaha memikirkan kalimat pem?
buka yang bagus ketika tanpa diduga-duga Alison berkata
"Seharusnya John menghadiri pertemuan dengan para eksekutor
Conway Oates pagi ini. Dia membiarkan Tony menemui mereka sen?
diri. Tony marah besar."
Robert Galbraith
Nada bicaranya seolah menyiratkan bahwa Strike, entah bagai?
mana, bertanggung jawab atas hal ini, dan bahwa dia pantas tahu ma?
salah apa yang ditimbulkannya. Alison menyesap port-nya. Rambut?
nya tergantung lepek di bahu dan tangannya yang lebar membuat
gelas itu tampak mini. Kendati penampilannya sungguh biasa-biasa
saja?yang dapat membuat wanita lain tidak kasatmata?Alison jus?
tru memancarkan sikap penting.
"Kau tidak menganggap kedatangan John kemari mengisyaratkan
niat baik?" tanya Strike.
Alison mengeluarkan suara "hah" bernada menghina, sebagai peng?
ganti tawa.
"Dia kan tidak benar-benar kenal gadis itu."
"Kenapa kau ikut, kalau begitu?"
"Tony ingin aku ikut."
Strike menangkap nada salah tingkah yang senang ketika Alison
mengucapkan nama atasannya.
"Kenapa?"
"Untuk mengawasi John."
"Tony menganggap John perlu diawasi, ya?"
Alison tidak menjawab.
"Kau dibagi di antara mereka, bukan, John dan Tony?"
"Apa?" tanya Alison tajam.
Strike senang bisa mengguncang ketenangannya.
"Mereka berbagi dirimu? Sebagai sekretaris?"
"Oh?oh, tidak. Aku bekerja untuk Tony dan Cyprian; aku sekre?
taris partner senior."
"Ah. Kenapa aku berpikir kau juga bekerja untuk John?"
"Aku bekerja pada level yang berbeda sama sekali," sahut Alison.
"John dilayani para juru ketik. Aku dan dia tidak memiliki kaitan da?
lam hal pekerjaan."
"Namun asmara bersemi melampaui jabatan dan lantai?"
Alison menanggapi sikap bergurau Strike itu dengan keheningan
penuh rasa muak. Tampaknya dia menganggap Strike tidak senonoh,
orang yang tidak selayaknya diperlakukan dengan sopan santun, di
luar batas kepantasan.
Karyawan hostel itu berdiri sendiri di pojokan, mengambil sand?
Dekut Burung Kukuk
wich, terlihat sedang mengulur waktu sampai dia bisa pergi pada saat
yang pantas. Robin muncul dari kamar kecil, dan langsung diamankan
oleh Bristow, yang tampaknya putus asa mencari bantuan untuk me?
nanggulangi Bibi Winifred.
"Jadi, sudah berapa lama kau dan John bersama?" tanya Strike.
"Beberapa bulan."
"Kalian bersama sebelum Lula meninggal, ya?"
"John mengajakku kencan tak lama sesudahnya," kata Alison.
"Keadaannya pasti parah, ya?"
"Dia benar-benar berantakan."
Alison tidak terdengar simpatik, hanya agak sebal.
"Apakah sudah lama dia menggodamu?"
Strike menyangka Alison akan menolak menjawab, tapi dugaannya
keliru. Walaupun Alison berusaha menutupinya, tak salah lagi, ter?
dengar rasa puas dan kebanggaan dalam jawabannya.
"Dia naik untuk menemui Tony. Tony sibuk, jadi John menunggu
di kantorku. Dia mulai berbicara tentang adiknya, lalu jadi emosional.
Aku memberinya tisu, dan akhirnya dia mengajakku makan malam."
Kendati perasaannya yang suam-suam kuku terhadap Bristow,
Strike berpendapat Alison senang dengan cara Bristow mendekatinya;
itu menjadi semacam trofi. Strike bertanya-tanya apakah Alison per?
nah diajak kencan makan malam, sebelum John Bristow yang putus
asa itu datang kepadanya. Pertemuan itu merupakan tabrakan dua
orang yang sama-sama memiliki kebutuhan tak sehat Aku memberi?
nya tisu, dan dia mengajakku makan malam.
Karyawan hostel itu sedang mengancingkan jaketnya. Ketika me?
nangkap pandangan Strike, dia melambai, lalu berlalu tanpa sepatah
kata pada siapa pun.
"Bagaimana perasaan bos besar tentang sekretarisnya pacaran de?
ngan keponakannya?"
"Bukan urusan Tony apa yang kulakukan dengan kehidupan pri?
badiku," tukasnya.
"Memang benar," kata Strike. "Lagi pula, dia tidak sepantasnya bi?
cara tentang mencampuradukkan bisnis dengan kesenangan, bukan?
Karena dia tidur dengan istri Cyprian May."
Sejenak tertipu dengan nada Strike yang biasa, Alison membuka
Robert Galbraith
mulut untuk menjawab?kemudian makna kata-kata itu menampar?
nya, dan kepercayaan dirinya hancur berkeping-keping.
"Itu tidak benar!" kata Alison sengit, mukanya membara. "Siapa
yang berkata begitu? Itu dusta! Sepenuhnya dusta. Itu tidak benar.
Tidak benar."
Strike mendengar suara anak yang ketakutan di balik protes wanita
itu.
"Benarkah? Kalau begitu, mengapa Cyprian May menyuruhmu
pergi ke Oxford untuk mencari Tony pada tanggal 7 Januari?"
"Itu?hanya untuk?dia lupa meminta Tony menandatangani be?
berapa dokumen, itu saja."
Dekut Burung Kukuk The Cuckoos Calling Karya Robert Galbraith di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Dan dia tidak mau menggunakan faks atau kurir, karena...?"
"Karena itu dokumen-dokumen yang sensitif."
"Alison," kata Strike, menikmati kegugupannya, "kita sama-sama
tahu itu omong kosong. Cyprian mengira Tony menyelinap entah ke
mana bersama Ursula hari itu, bukan?"
"Tidak! Tidak benar!"
Di bar, Bibi Winifred sedang melambai-lambaikan lengannya se?
perti kincir angin pada Bristow dan Robin, yang memasang senyum
kaku.
"Kau menemukan dia di Oxford, kan?"
"Tidak, karena?"
"Pukul berapa kau sampai di sana?"
"Sekitar pukul sebelas, tapi dia?"
"Cyprian tentunya menyuruhmu langsung pergi ke sana begitu kau
sampai di kantor, bukan?"
"Dokumen-dokumen itu sifatnya mendesak."
"Tapi kau tidak menemukan Tony di hotel atau di pusat konfe?
rensi?"
"Aku berselisih jalan dengannya," Alison menjawab dalam ke?
putusasaan yang panik, "karena dia kembali ke London untuk me?
ngunjungi Lady Bristow."
"Ah," ucap Strike. "Baiklah. Agak aneh juga dia tidak memberi?
tahumu maupun Cyprian bahwa dia kembali ke London, ya?"
"Tidak juga," sahut Alison dalam upaya mati-matian untuk mem?
Dekut Burung Kukuk
peroleh kembali superioritasnya yang hilang. "Dia selalu bisa dikontak.
Dia bisa dihubungi di ponselnya. Tidak ada masalah."
"Kau menghubungi ponselnya?"
Alison diam seribu bahasa.
"Kau menelepon, bukan, tapi tidak ada jawaban?"
Alison menghirup port-nya dalam keheningan yang mendidih.
"Yah, jujur saja, memang merusak suasana kalau kau menerima
telepon dari sekretarismu ketika sedang sibuk."
Strike sudah menduga Alison akan tersinggung, dan dia tidak di?
kecewakan.
"Kau menjijikkan. Kau benar-benar menjijikkan," katanya geram,
pipinya merah padam karena kesalehan yang berusaha disembunyi?
kannya di balik pameran sikap superior.
"Kau tinggal sendiri?" Strike bertanya padanya.
"Apa hubungannya dengan semua ini?" Alison balas bertanya, kini
benar-benar kehilangan pijakan.
"Hanya ingin tahu. Jadi kau tidak menganggap aneh Tony check-in
di hotel di Oxford, lalu pagi harinya mengemudi kembali ke London,
lalu berangkat lagi ke Oxford, tepat pada waktu dia harus keluar dari
hotel keesokan harinya?"
"Dia kembali ke Oxford supaya dapat menghadiri konferensi sore
harinya," jawab Alison dengan keras kepala.
"Oh, begitukah? Apakah kau menunggu di sana dan bertemu de?
ngannya?"
"Dia ada di sana," sahut Alison, menghindar.
"Kau punya buktinya, ya?"
Alison tidak menjawab.
"Coba katakan," ujar Strike, "mana menurutmu yang lebih mung?
kin Tony berada di ranjang seharian bersama Ursula May, atau ber?
tengkar dengan keponakan perempuannya?"
Di bar, Bibi Winifred sedang meluruskan topi rajutnya dan me?
ngencangkan ikat pinggangnya. Dia tampak sedang bersiap-siap hen?
dak pergi.
Selama beberapa saat Alison seperti sedang bergumul dengan diri
sendiri, kemudian, seolah-olah membebaskan sesuatu yang selama ini
dipendam, dia mendesis dengan sengit
Robert Galbraith
"Mereka tidak punya hubungan gelap. Aku tahu mereka tidak
begitu. Itu tidak mungkin terjadi. Ursula hanya peduli dengan uang;
hanya itu yang penting baginya, dan penghasilan Tony lebih kecil dari?
pada Cyprian. Ursula tidak akan menginginkan Tony. Tidak mungkin."
"Oh, mana kita tahu. Gairah fisik mungkin lebih menguasai ke?
timbang kecenderungannya yang mata duitan," ujar Strike sambil
mengawasi Alison lekat-lekat. "Bisa saja terjadi. Kaum pria mungkin
sulit menilai, tapi tampang Tony tidak terlalu jelek, bukan?"
Strike memperhatikan betapa gamblang kepedihan dan kemarahan
Alison, serta suaranya yang tertahan tatkala dia berkata
"Tony benar?kau mengambil kesempatan?mengeruk semua
yang bisa kaudapatkan?John jadi aneh?Lula melompat. Dia melom?
pat. Dia memang selalu tidak seimbang. John seperti ibunya, histeris,
membayangkan yang tidak-tidak. Lula mengonsumsi narkoba, dia
jenis orang yang seperti itu, lepas kendali, selalu menimbulkan ma?
salah dan berusaha mencari perhatian. Manja. Menghambur-hambur?
kan uang. Dia bisa memperoleh apa pun yang dia suka, siapa pun
yang dia inginkan, tapi tidak ada yang cukup baginya."
"Aku tidak tahu kau mengenal dia."
"Aku?Tony yang bercerita tentang dia."
"Tony benar-benar tidak menyukai Lula, ya?"
"Tony hanya melihat dia seperti apa adanya. Lula itu tak berguna.
Beberapa wanita," ujarnya, dadanya naik-turun di bawah mantel yang
tak berbentuk, "memang seperti itu."
Angin dingin berembus tajam ke dalam udara pengap ruangan itu,
ketika pintu tertutup di balik punggung bibi Rochelle. Bristow dan
Robin tetap tersenyum setengah hati sampai pintu itu tertutup kem?
bali, lalu berbagi tatapan lega.
Petugas bar sudah tidak ada. Hanya mereka berempat di aula kecil
itu sekarang. Untuk pertama kalinya, Strike baru menyadari lagu era
delapan puluhan yang mengalun di latar belakang The Power of Love
oleh Jennifer Rush. Bristow dan Robin menghampiri meja me?reka.
"Kupikir kau ingin bicara dengan bibi Rochelle," kata Bristow,
mimiknya seperti orang yang telah diperlakukan tidak adil, seakanakan dia telah menjalani suatu cobaan dengan sia-sia.
Dekut Burung Kukuk
"Tidak terlalu ingin sampai aku harus mengejar dia," jawab Strike
riang. "Kau sajalah yang cerita padaku."
Dari ekspresi Robin dan Bristow, Strike dapat menduga keduanya
menilai sikapnya itu apatis, tak seperti biasa. Alison merogoh-rogoh
tasnya mencari sesuatu, wajahnya tersembunyi.
Hujan telah reda, trotoar licin, dan langit mendung kelabu, meng?
ancam akan pecah lagi. Dua wanita itu berjalan di depan tanpa ber?
cakap-cakap, sementara Bristow dengan tekun menceritakan pada
Strike apa yang dapat dia ingat mengenai pembicaraannya dengan Bibi
Winifred. Namun, Strike sebenarnya tidak menyimak. Dia sedang
mengawasi punggung kedua wanita itu, yang sama-sama mengenakan
pakaian hitam-hitam?di mata pengamat biasa begitu tampak serupa
satu dengan yang lain, nyaris saling tergantikan. Dia teringat patung di
masing-masing pilar Queen?s Gate; tidak identik sama sekali, kendati
mata yang malas akan berasumsi demikian; satu jantan, satu betina,
spesies yang sama, tapi sungguh-sungguh berbeda.
Sewaktu melihat Robin dan Alison berhenti di sebelah mobil
BMW yang tentunya milik Bristow, Strike memperlambat langkah,
lalu memotong ocehan Bristow tentang hubungan Rochelle yang pe?
nuh prahara dengan keluarganya.
"John, aku perlu mengecek sesuatu denganmu."
"Katakanlah."
"Kau bilang, kau mendengar pamanmu masuk ke flat ibumu pada
pagi hari sebelum Lula meninggal?"
"Yap, benar."
"Kau yakin betul bahwa laki-laki yang kaudengar itu Tony?"
"Ya, tentu saja."
"Tapi, apakah kau benar-benar melihatnya?"
"Aku..." wajah Bristow yang mirip kelinci itu mendadak ke?
bingungan, "...tidak, aku?kurasa aku tidak benar-benar melihatnya.
Tapi aku mendengar dia masuk sendiri. Aku mendengar suaranya dari
lorong."
"Bagaimana kalau begini kejadiannya karena kau sedang me?
nunggu Tony, mungkin kau berasumsi itu Tony?"
Senyap.
Lalu, dengan nada yang berubah
Robert Galbraith
"Apakah maksudmu Tony tidak ada di sana?"
"Aku hanya ingin tahu, seyakin apa dirimu bahwa dia ada di sana."
"Wah... sampai saat ini, aku sangat yakin. Tidak ada lagi yang me?
miliki kunci flat ibuku. Itu artinya bisa siapa saja kecuali Tony."
"Jadi kau mendengar ada orang masuk sendiri ke flat. Kau mende?
ngar suara laki-laki. Apakah dia berbicara pada ibumu, atau pada
Lula?"
"Eh..." Geligi depan Bristow yang besar tampak mencolok ketika
dia merenungkan pertanyaan itu. "Aku mendengar dia masuk. Kurasa
aku mendengar dia berbicara pada Lula..."
"Dan apakah kau mendengar dia pergi?"
"Ya. Aku mendengar dia berjalan di lorong. Aku mendengar pintu
tertutup."
"Sewaktu Lula berpamitan padamu, apakah dia menyebut-nyebut
soal Tony yang baru saja datang?"
Hening lagi. Tangan Bristow terangkat ke mulut, dia berpikir ke?
ras.
"Aku?dia memelukku, hanya itu yang ku... Ya, kurasa dia bilang
dia berbicara dengan Tony. Tapi apakah benar? Apakah aku berasumsi
dia berbicara pada Tony, karena aku berpikir...? Tapi kalau itu bukan
pamanku, siapa lagi?"
Strike menunggu. Bristow memandangi trotoar, berpikir.
"Tapi itu pasti dia. Lula pasti melihat siapa pun itu, dan tidak
menganggap kehadiran orang itu istimewa?dan siapa lagi yang
mungkin ada di sana kecuali Tony? Siapa lagi yang punya kunci?"
"Ada berapa anak kunci?"
"Empat. Tiga cadangan."
"Banyak sekali."
"Yah, Lula, Tony, dan aku masing-masing punya satu. Mum ingin
kami bisa masuk dan keluar sendiri, terutama waktu dia sakit."
"Dan semua kunci ini dapat dipertanggungjawabkan keberadaan?
nya?"
"Ya?well, kurasa bisa. Aku berasumsi Lula membawa barangbarangnya ke flat ibuku. Tony masih memegang kuncinya, aku meme?
gang kunciku, dan ibuku... kuduga anak kunci itu ada di suatu tempat
di dalam flat."
Dekut Burung Kukuk
"Jadi kau tidak tahu apakah ada anak kunci yang hilang?"
"Tidak."
"Dan kalian tidak pernah meminjamkan kunci kepada siapa pun?"
"Astaga, untuk apa kami melakukan itu?"
"Aku terus-menerus teringat file foto yang dihapus dari laptop Lula
ketika laptop itu ada di flat ibumu. Kalau ada anak kunci yang ber?
edar..."
"Tidak mungkin," kata Bristow. "Ini... aku... kenapa kau berkata
Tony tidak ada di sana? Dia pasti ada di sana. Dia bilang, dia me?
lihatku dari pintu."
"Kau mampir ke kantor dalam perjalanan kembali dari tempat
Dekut Burung Kukuk The Cuckoos Calling Karya Robert Galbraith di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lula, benar?"
"Ya."
"Untuk mengambil berkas?"
"Ya. Aku hanya berlari masuk dan menyambarnya. Cepat sekali."
"Jadi kau sampai di rumah ibumu...?"
"Tak mungkin lebih dari pukul sepuluh."
"Dan orang yang masuk itu, kapan dia tiba?"
"Mungkin... mungkin setengah jam sesudahnya? Aku benar-benar
tidak ingat. Aku tidak mengamati jam. Tapi kenapa Tony mengaku
ada di sana kalau sebenarnya tidak?"
"Well, kalau dia tahu kau sedang bekerja di rumah, dia bisa saja
mengaku telah masuk, tidak ingin mengganggumu, dan langsung ke
lorong untuk menemui ibumu. Kuanggap ibumu mengonfirmasi ke?
datangan Tony pada polisi?"
"Kurasa begitu. Ya, menurutku begitu."
"Tapi kau tidak yakin?"
"Kurasa kami tidak pernah membicarakan hal itu. Mum terlalu le?
mah dan kesakitan; dia tidur terus hari itu. Kemudian keesokan pagi?
nya, kami mendengar berita tentang Lula..."
"Tapi kau tidak menganggap itu aneh, bahwa Tony tidak masuk ke
ruang kerja dan menyapamu?"
"Tidak aneh sama sekali," jawab Bristow. "Dia sedang sangat gusar
dengan urusan Conway Oates. Aku justru akan heran kalau dia ba?
nyak omong."
Robert Galbraith
"John, aku tidak ingin membuatmu khawatir, tapi kurasa kau dan
ibumu berada dalam bahaya."
Tawa gugup Bristow yang pecah terdengar tipis dan tak
meyakinkan. Strike dapat melihat Alison berdiri lima belas meter
jauhnya, lengannya bersedekap, mengabaikan Robin, mengawasi kedua
pria itu.
"Kau?kau tidak serius, kan?" tanya Bristow.
"Aku sangat serius."
"Tapi... apakah... Cormoran, apakah maksudmu kau tahu siapa
yang telah membunuh Lula?"
"Ya, kurasa aku tahu?tapi aku masih perlu berbicara dengan
ibumu sebelum kita menyudahi penyelidikan ini."
Bristow seakan-akan berharap dia dapat menenggak isi kepala
Strike. Matanya yang rabun jauh mengamati setiap senti wajah Strike,
ekspresinya separuh takut, separuh memohon.
"Aku harus ada di sana juga," ujarnya. "Dia sangat lemah."
"Tentu saja. Bagaimana kalau besok pagi?"
"Tony akan marah besar kalau aku lagi-lagi mengambil cuti."
Strike menunggu.
"Baiklah," kata Bristow. "Baiklah. Pukul setengah sebelas besok."
Keesokan paginya, cuaca segar dan cerah. Strike naik kereta bawah
tanah ke area Chelsea yang terhormat dan teduh. Ini adalah bagian
London yang hampir tidak dikenalnya, karena Leda, bahkan pada
fasenya yang paling boros, tidak pernah berhasil menjejakkan kaki ke
dekat-dekat Royal Chelsea Hospital, yang kini tampak pucat dan
anggun di bawah matahari musim semi.
Franklin Row adalah seruas jalan yang cantik dengan bangunan
berbata merah; ada banyak pohon sycamore, dan lapangan rumput luas
yang dibatasi pagar, di dalamnya anak-anak sekolah dasar sedang ber?
main dengan atasan Aertex biru muda dan celana pendek biru tua, di?
awasi para guru yang mengenakan setelan olahraga. Pekik jerit yang
gembira memecahkan suasana lengang yang pada lain waktu hanya di?
tingkahi cericip burung-burung. Tidak ada mobil lewat ketika Strike
menyusuri trotoar menuju rumah Lady Yvette Bristow, dengan tangan
terbenam di saku.
Di dinding sebelah pintu yang separuhnya dari kaca, di puncak
empat undakan batu putih, terdapat panel bel pintu Bakelite bergaya
kuno. Strike memastikan nama Lady Yvette Bristow tertera di sam?
ping Flat E, lalu mundur ke trotoar dan berdiri menunggu dalam
cuaca hangat hari itu, menatap ke kedua ujung jalan.
Pukul setengah sebelas berlalu, tapi John Bristow belum muncul
juga. Lapangan itu masih diramaikan dua puluh anak yang berlom?
Robert Galbraith
patan di antara simpai-simpai dan kerucut-kerucut berwarna di balik
pagar.
Pada pukul sepuluh empat lima, ponsel Strike bergetar di sakunya.
Ada pesan dari Robin
Alison baru saja menelepon, memberitahu JB tidak bisa datang.
Dia tidak ingin kau bicara pada ibunya tanpa kehadirannya.
Strike segera mengirim pesan pada Bristow
Kira-kira berapa lama kau tertahan di kantor? Ada kemungkinan
kita melakukannya nanti?
Baru saja dia mengirim pesan itu, ponselnya berdering.
"Ya, halo?" jawab Strike.
"Oggy?" terdengar suara Graham Hardacre yang jauh di Jerman.
"Aku sudah dapat info tentang Agyeman."
"Perhitungan waktumu sungguh hebat." Strike mengeluarkan
notesnya. "Silakan."
"Dia adalah Letnan Jonah Francis Agyeman, Royal Engineers. Usia
dua puluh satu, tidak menikah, tanggal penugasan terakhir dimulai
tanggal 11 Januari. Akan kembali bulan Juni. Kerabat terdekat, ibu.
Tidak ada saudara kandung, tidak ada anak."
Strike mencatat itu di notesnya, dengan ponsel terjepit di antara
rahang dan bahu.
"Aku berutang padamu, Hardy," ujar Strike sambil menyimpan
kembali notesnya. "Kau tidak punya fotonya, ya?"
"Bisa kukirim lewat email."
Strike memberikan alamat email kantor, lalu, setelah saling me?
nanyakan kabar serta menyampaikan harapan baik, mereka meng?
akhiri pembicaraan.
Saat itu pukul sebelas kurang lima menit. Strike menunggu di de?
kat lapangan yang tenang dan teduh, ponsel di tangan, sementara
anak-anak yang riang gembira itu bermain dengan simpai dan beanbag.
Pesawat kecil keperakan melintas dan menciptakan garis putih tebal
di langit biru cerah. Akhirnya, terdengar cericip pelan yang terdengar
Dekut Burung Kukuk
nyaring di jalan yang lengang itu, ketika balasan pesan Bristow di?
terima.
Tidak bisa hari ini. Aku terpaksa pergi ke Rye. Mungkin besok?
Strike mendesah.
"Sori, John," gumamnya, lalu menaiki undakan dan membunyikan
bel pintu Lady Bristow.
Ruang depan itu sunyi, luas, dan diterangi matahari, namun ada
kesan muram yang tak bisa disingkirkan dari suatu ruang komunal,
dengan vas berbentuk ember berisi karangan bunga kering dan karpet
hijau serta dinding kuning pucat, yang mungkin dipilih karena ber?
kesan tenang. Seperti di Kentigern Gardens, ada lift, tapi yang di sini
pintunya terbuat dari kayu. Strike memilih untuk naik tangga. Ba?
ngunan itu memiliki sedikit kesan lusuh yang sama sekali tidak meng?
hapus aura kekayaan yang bersahaja.
Pintu flat paling atas dibuka oleh perawat Macmillan asal Karibia
yang tadi menjawab bel pintu depan.
"Anda bukan Mister Bristow," katanya riang.
"Bukan, saya Cormoran Strike. John dalam perjalanan."
Perawat itu mengizinkannya masuk. Lorong rumah Lady Bristow
tampak sedikit berantakan tapi menyenangkan, dindingnya diberi pe?
lapis warna merah yang sudah pudar dan digantungi berbagai lukisan
cat air dalam bingkai tua keemasan; tempat payung penuh berisi tong?
kat berjalan, dan mantel-mantel tergantung di gantungan yang ber?
jajar. Strike menoleh ke kanan dan melihat sekilas ruang kerja di
ujung koridor meja kayu berat dan kursi putar yang memunggungi
pintu.
"Maukah Anda menunggu di ruang duduk sementara saya menge?
cek apakah Lady Bristow siap menemui Anda?"
"Tentu saja."
Strike masuk melalui pintu yang ditunjuk perawat tadi, ke ruang
menarik dengan dinding kuning pucat, penuh rak buku yang mema?
jang foto-foto. Telepon putar model lama terdapat di meja kecil di se?
belah sofa nyaman berlapis kain cita. Strike memastikan perawat itu
sudah tak terlihat, kemudian mengangkat gagang telepon dan me?
Robert Galbraith
letakkannya kembali, tanpa terlihat mencolok membiarkannya ter?
geletak agak miring di tempatnya.
Di dekat jendela menjorok, di atas bonheur du jour atau meja tulis
wanita, terdapat foto besar berbingkai perak; foto pernikahan Sir dan
Lady Alec Bristow. Mempelai pria tampak jauh lebih tua daripada
istrinya, pria gempal berjenggot yang tersenyum lebar; mempelai
wanitanya langsing, pirang, dan cantik namun tak berkarakter. Ber?
lagak sedang mengagumi foto itu, Strike berdiri membelakangi pintu,
lalu membuka laci kecil pada meja kayu ceri yang halus itu. Di dalam
laci terdapat persediaan kertas surat halus warna biru muda dan?
plop padanannya. Strike menutup laci itu kembali.
"Mister Strike? Anda boleh masuk."
Kembali ke koridor pendek dengan pelapis dinding merah, masuk?
lah dia ke kamar tidur luas yang didominasi warna putih dan biru te?
lur bebek?segalanya mencerminkan selera yang berkelas dan elegan.
Dua pintu di sebelah kiri, keduanya terkuak, menuju kamar mandi
dan ruang pakaian yang besar. Perabotnya feminin dan bergaya Pran?
cis; berbagai peralatan untuk penyakit parah?infus tergantung di
tiang logam, pispot bersih dan mengilap di lemari laci, serta berbagai
obat-obatan?bagaikan sosok-sosok penyamar yang terlalu nyata per?
bedaannya.
Wanita sekarat itu mengenakan baju hangat warna gading dan du?
duk bersandar dikelilingi bantal-bantal putih, tampak mungil di ran?
jang kayu ukirnya. Tidak terlihat jejak kecantikan masa muda Lady
Bristow. Tulang-tulang kerangkanya tampak jelas sekarang, di balik
kulit tipis yang mengilat dan kering. Matanya cekung, kabur dan ge?
lap, rambutnya yang halus bagai rambut bayi kelabu di atas kulit ke?
pala yang merah jambu. Lengannya yang tipis terkulai lemah di pe?
nutup tempat tidur, jarum infus terlihat. Sakratul maut nyaris nyata
kehadirannya di ruangan itu, seolah-olah sedang berdiri menanti de?
ngan sabar, dengan sopan, di balik tirai.
Samar-samar tercium aroma bunga tilia, namun tidak dapat meng?
halau bau disinfektan dan badan yang sudah layu; bau yang meng?
ingatkan Strike pada rumah sakit tempat dia terbaring tak berdaya se?
lama berbulan-bulan. Jendela menjorok yang besar terbuka sedikit,
sehingga udara segar mengalir masuk dan jeritan anak-anak di ke?
Dekut Burung Kukuk
jauhan sayup-sayup terdengar. Pemandangan di luar jendela itu ham?
pir setinggi cabang pohon sycamore yang paling tinggi dan disinari
matahari.
"Kau detektif itu?"
Suaranya tipis dan dan pecah, kata-katanya agak diseret. Strike,
yang tadi bertanya-tanya apakah Bristow memberitahukan profesinya
yang sebenarnya kepada Lady Bristow, bersyukur bahwa wanita ini
tahu.
Dekut Burung Kukuk The Cuckoos Calling Karya Robert Galbraith di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"John di mana?"
"Tertahan di kantor."
"Lagi," bisiknya, kemudian "Tony memaksanya bekerja keras. Ti?
dak adil." Dia melirik Strike, matanya kabur, dan memberi isyarat de?
ngan jari sedikit terangkat ke arah kursi kecil. "Silakan duduk."
Ada garis putih di sekeliling bola mata wanita itu. Seraya duduk,
Strike memperhatikan ada dua foto lain yang dibingkai perak berdiri
di meja samping ranjang. Dengan perasaan seperti disengat listrik,
Strike mendapati dirinya menatap mata Charlie Bristow yang ber?
umur sepuluh tahun, dengan pipi tembam dan rambutnya yang agak
panjang selamanya membeku pada tahun delapan puluhan, dengan
kemeja seragam sekolah yang kerahnya runcing panjang, dan ikatan
dasi yang tebal. Dia tampak seperti ketika baru saja melambai meng?
ucapkan selamat tinggal pada kawan karibnya, Cormoran Strike, ber?
harap mereka akan bertemu lagi setelah libur Paskah.
Di sebelah foto Charlie ada foto yang lebih kecil, memperlihatkan
seorang gadis kecil cantik dengan rambut ikal panjang dan mata co?
kelat yang besar, dalam seragam sekolah biru tua Lula Landry, tak le?
bih dari enam tahun usianya.
"Mary," kata Lady Bristow tanpa meninggikan suara, dan perawat
itu bergegas datang. "Dapatkah kau membuatkan Mr. Strike... kopi?
Teh?" dia bertanya pada Strike, dan dalam sekejap Strike melayang
kembali ke dua puluh lima tahun yang lalu, di taman Charlie Bristow
yang penuh cahaya matahari, ibunya yang berambut pirang dan baik
hati, serta es limun.
"Kopi saja, terima kasih banyak."
"Aku minta maaf karena tidak membuatnya sendiri," ujar Lady
Bristow ketika perawat itu berlalu dengan langkah-langkah berat, "tapi
Robert Galbraith
seperti kaulihat sendiri, aku sekarang tergantung sepenuhnya pada ke?
baikan hati orang lain. Seperti Blanche Dubois yang malang."
Dia memejamkan mata sedetik lamanya, seakan-akan hendak ber?
konsentrasi pada rasa sakit di dalam tubuhnya. Strike bertanya-tanya
apakah dia sedang sangat dipengaruhi obat-obatan. Di balik sopan
santun itu, Strike mencium selapis tipis kegetiran dalam kata-katanya,
hampir seperti wangi tilia yang tidak sanggup menutupi bau kematian,
dan dia agak heran, mengingat Bristow hampir selalu menghabiskan
waktunya menunggui ibunya.
"Mengapa John tidak di sini?" tanya Lady Bristow lagi, matanya
masih memejam.
"Dia tertahan di kantor," ulang Strike.
"Oh, ya. Ya, kau sudah bilang."
"Lady Bristow, saya ingin mengajukan beberapa pertanyaan, dan
sebelumnya saya minta maaf apabila pertanyaan-pertanyaan saya ter?
lalu pribadi, atau membuat sedih."
"Kalau kau sudah mengalami apa yang kualami," kata wanita itu
pelan, "tidak banyak lagi yang bisa menyakitimu. Panggil aku Yvette."
"Terima kasih. Anda keberatan kalau saya mencatat?"
"Tidak, tidak sama sekali," katanya, dan Lady Bristow mengamati
Strike mengeluarkan bolpoin dan notes dengan sedikit ketertarikan.
"Saya ingin mulai, kalau Anda tidak keberatan, dengan awal mula
Lula datang ke keluarga ini. apakah Anda mengetahui latar bela?
kangnya ketika Anda mengadopsi Lula?"
Dia tampak tak berdaya dan pasif berbaring di sana dengan le?
ngannya terkulai lemah di atas selimut.
"Tidak," jawabnya. "Aku tidak tahu apa-apa. Alec mungkin tahu,
tapi kalaupun begitu, dia tidak pernah memberitahuku."
"Mengapa Anda berpikir suami Anda mengetahui sesuatu?"
"Alec selalu meneliti apa pun sedalam mungkin," kata Lady Bristow
dengan senyum nostalgia. "Dia pengusaha yang berhasil, kau tahu."
"Tapi dia tidak pernah memberitahu Anda apa pun mengenai ke?
luarga pertama Lula?"
"Oh, tidak, dia tidak akan berbuat begitu." Sepertinya dia meng?
anggap pertanyaan itu aneh. "Aku ingin dia menjadi milikku, milikku
seorang, kau tahu. Alec pasti akan melindungiku, kalau dia tahu se?
Dekut Burung Kukuk
suatu. Aku tidak sanggup membayangkan ada orang lain di luar sana
yang akan datang dan mengklaim Lula suatu saat nanti. Aku sudah
kehilangan Charlie, dan aku sangat menginginkan anak perempuan.
Pikiran tentang kehilangan dia terlalu..."
Perawat itu kembali membawa nampan berisi dua cangkir dan se?
piring biskuit bourbon cokelat.
"Satu kopi," kata perawat itu dengan ceria sambil meletakkan satu
cangkir di meja paling dekat dengan Strike, "dan satu teh camomile."
Dia bergegas keluar lagi. Lady Bristow memejamkan mata. Strike
mereguk kopi hitamnya dan berkata
"Lula mencari orangtua kandungnya pada tahun sebelum dia me?
ninggal, bukan?"
"Benar," jawab Lady Bristow, matanya masih terkatup. "Aku baru
didiagnosis kanker."
Ada jeda sejenak sementara Strike meletakkan cangkir kopinya de?
ngan denting pelan, dan di kejauhan sorak sorai anak-anak kecil di la?
pangan melayang masuk melalui jendela yang terbuka.
"John dan Tony sangat marah kepadanya," kata Lady Bristow. "Me?
nurut mereka, seharusnya dia tidak mulai mencari ibu kandungnya
ketika aku sakit parah. Tumor itu sudah menyebar ketika mereka me?
nemukannya. Aku harus langsung dikemoterapi. John sangat baik; dia
mengantarku pulang-pergi ke rumah sakit, dan menungguiku pada
saat-saat yang paling gawat, bahkan Tony ikut berjaga, tapi Lula se?
pertinya hanya peduli pada..." Dia mendesah, matanya yang kabur ter?
buka, mencari wajah Strike. "Tony selalu berkata Lula sangat manja.
Aku harus mengaku bahwa itu salahku. Kau tahu, aku pernah ke?
hilangan Charlie; rasanya tidak cukup apa yang dapat kulakukan un?
tuk Lula."
"Tahukah Anda, berapa banyak yang berhasil ditemukan Lula ten?
tang keluarga kandungnya?"
"Tidak, sayangnya aku tidak tahu. Kurasa dia menyadari hal itu
akan membuatku sedih. Tidak banyak yang dia ceritakan padaku.
Yang kutahu, dia sudah menemukan ibunya, tentu saja, karena ada di
berita-berita mengerikan itu. Wanita itu tepat seperti perkiraan Tony.
Dia tidak pernah menginginkan Lula. Wanita yangat sangat jahat,"
Robert Galbraith
bisik Lady Bristow. "Tapi Lula terus menemuinya. Aku sedang men?
jalani kemoterapi selama waktu itu. Rambutku rontok..."
Suaranya memelan. Strike merasa seperti bajingan tak tahu diri?
mungkin tepat seperti yang diharapkan Lady Bristow?ketika dia
mendesak dengan pertanyaan
"Bagaimana dengan ayah kandungnya? Apakah Lula memberitahu
Anda bahwa dia menemukan sesuatu?"
"Tidak," sahut Lady Bristow lemah. "Aku tidak bertanya. Aku
mendapat kesan dia sudah menyerah begitu menemukan ibu yang me?
ngerikan itu. Aku tidak ingin membicarakannya sama sekali. Terlalu
menyedihkan. Kurasa dia menyadari itu."
"Dia tidak menyebut-nyebut tentang ayah kandungnya ketika ter?
akhir kali Anda bertemu dengannya?" desak Strike.
"Oh, tidak," sahutnya pelan. "Tidak. Dia tidak lama di sini, kau
tahu. Saat tiba, aku ingat dia berkata bahwa dia tidak bisa tinggal
lama. Dia harus bertemu dengan temannya, Ciara Porter."
Perasaan terabaikan itu melayang ke arah Strike bagaikan bau
orang sakit yang terpancar dari tubuh Lady Bristow agak apek, agak
amis. Sesuatu tentang dirinya membuat Strike teringat Rochelle; wa?
laupun kedua wanita itu bagai bumi dan langit, mereka sama-sama
menguarkan aura kebencian orang-orang yang dibohongi dan diting?
galkan.
"Dapatkah Anda ingat apa yang Anda dan Lula bicarakan hari
itu?"
"Well, aku diberi begitu banyak obat pereda sakit, kau tahu. Aku
baru menjalani operasi besar. Aku tidak ingat detail-detailnya."
"Tapi Anda ingat Lula datang menjenguk Anda?" tanya Strike.
"Oh, ya," katanya. "Dia membangunkanku, waktu itu aku tidur."
"Anda ingat apa yang Anda bicarakan?"
"Operasiku, tentu saja," jawabnya, dengan setitik nada jengkel.
"Lalu, sedikit tentang kakaknya."
"Kakaknya...?"
"Charlie," kata Lady Bristow dengan merana. "Aku bercerita pada?
nya tentang hari Charlie meninggal. Aku belum pernah benar-benar
membicarakan itu dengan Lula. Hari yang paling buruk dalam hidup?
ku."
Dekut Burung Kukuk
Strike dapat membayangkan Lady Bristow, berbaring tak berdaya
dan dipengaruhi obat, tapi tetap bersungut-sungut tentang semua itu,
menahan putrinya yang enggan di sisinya dengan membicarakan pe?
nyakitnya serta putranya yang sudah mati.
"Bagaimana aku tahu itu akan menjadi saat terakhir aku me?
lihatnya?" bisik Lady Bristow. "Aku tidak menyadari aku akan kehi?
langan anak kedua."
Matanya yang merah menggenang. Dia mengerjap, dan dua butir
air mata gemuk bergulir di pipinya yang cekung.
"Bisakah kau membuka laci itu," bisiknya, dengan jari yang keriput
menunjuk meja samping ranjang, "dan tolongbilkan pilku?"
Strike membuka laci dan melihat banyak sekali kotak putih, dari
berbagai jenis dan berbagai label.
"Yang mana?"
"Tidak masalah. Semua sama saja," katanya.
Strike mengeluarkan satu, dengan jelas diberi label Valium. Lady
Bristow memiliki Valium begitu banyak sehingga dia dapat overdosis
sepuluh kali.
"Kau bisa mengeluarkan dua butir untukku?" pintanya. "Akan ku?
minum dengan teh itu, kalau sudah tidak terlalu panas."
Strike memberikan pil-pil dan cangkir teh; tangan wanita itu ge?
metar; Strike harus memegangi cawannya, dan dia membayangkan,
dengan tidak sepantasnya, tentang pastor yang memberikan komuni.
"Terima kasih," gumam wanita itu, lalu bersandar kembali di atas
bantal-bantal sementara Strike meletakkan cangkir teh di meja. Lady
Bristow mengamatinya dengan tatapan bertanya. "Bukankah John
memberitahuku bahwa kau kenal Charlie?"
"Ya, saya kenal Charlie," sahut Strike. "Saya tidak pernah melupa?
kan dia."
"Tidak, tentu saja tidak. Dia anak yang sangat manis. Semua orang
bilang begitu. Anak manis, yang paling manis bagiku. Aku merindu?
kan dia setiap hari."
Di luar jendela, anak-anak memekik-jerit, daun-daun pepohonan
bergemeresik, dan Strike membayangkan bagaimana suasana kamar
ini pada suatu pagi musim dingin beberapa bulan yang lalu, ketika pe?
pohonan ini pastilah tinggal cabang dan rantingnya saja, ketika Lula
Robert Galbraith
Landry duduk di tempat dia duduk sekarang, dengan matanya yang
indah mungkin terpaku pada foto Charlie yang sudah mati, sementara
ibunya yang setengah tak sadar menceritakan kisah sedih itu.
"Aku tidak pernah benar-benar membicarakan hal itu dengan Lula
sebelumnya. Anak-anak pergi dengan sepeda. Kami mendengar John
Dekut Burung Kukuk The Cuckoos Calling Karya Robert Galbraith di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menjerit-jerit, kemudian Tony berteriak, berteriak..."
Ujung bolpoin Strike belum menyentuh kertas. Dia memandangi
wajah wanita sekarat yang sedang berbicara itu.
"Alec tidak mengizinkan aku melihat, tidak mengizinkan aku men?
dekati jurang. Ketika dia memberitahuku apa yang terjadi, aku ping?
san. Kupikir aku akan mati. Aku ingin mati. Aku tidak mengerti
mengapa Tuhan membiarkan hal itu terjadi.
"Tapi sejak itu, aku mulai berpikir bahwa mungkin aku memang
pantas mengalami semuanya," kata Lady Bristow sambil melamun, ta?
tapannya terpaku pada langit-langit. "Aku sudah bertanya-tanya sen?
diri apakah aku dihukum. Karena aku terlalu mencintai mereka. Aku
memanjakan mereka. Aku tidak bisa bilang tidak. Charlie, Alec, dan
Lula. Kurasa itu pastilah hukuman, karena kalau tidak, itu sangat ke?
jam, bukan? Memaksaku mengalaminya, lagi dan lagi, dan lagi."
Strike tidak memiliki jawaban. Wanita ini mengundang iba, tapi
Strike mendapati dia tidak mampu menaruh iba kepadanya, bahkan
sebanyak yang mungkin pantas dia dapatkan. Dia terbaring di sini,
meregang nyawa, berbalut jubah martir tak kasatmata, memperton?
tonkan ketidakberdayaan dan kepasrahannya seperti hiasan, namun
yang mendominasi Strike hanyalah rasa muak.
"Aku begitu menginginkan Lula," kata Lady Bristow, "tapi kurasa
dia tidak pernah... Dia anak yang menggemaskan. Begitu cantik. Aku
bersedia melakukan apa saja untuknya. Tapi dia tidak mencintaiku se?
perti Charlie dan John dulu. Mungkin terlambat. Mungkin kami ter?
lambat mendapatkan dia.
"John cemburu ketika pertama kali Lula datang. Dia sedih sekali
dengan kepergian Charlie... tapi akhirnya mereka menjadi teman baik.
Sangat dekat."
Kerutan kecil terbentuk di kulit keningnya yang tipis dan kering.
"Jadi Tony keliru."
"Keliru soal apa?" tanya Strike pelan.
Dekut Burung Kukuk
Jari-jarinya berkedut di atas selimut. Lady Bristow menelan ludah.
"Menurut Tony, kami seharusnya tidak mengadopsi Lula."
"Kenapa?" tanya Strike.
"Tony tidak pernah menyukai anak-anakku," ujar Yvette Bristow.
"Adikku itu orangnya keras. Sangat dingin. Dia mengucapkan hal-hal
yang mengerikan setelah kematian Charlie. Alec memukulnya. Itu
tidak benar. Tidak benar?yang dikatakan Tony."
Matanya yang berselaput putih susu beralih ke wajah Strike, dan
sejenak Strike melihat wanita yang dulu masih memiliki kecantikan
itu agak manja, agak kekanak-kanakan, sangat bergantung, makhluk
yang sangat feminin, dilindungi dan dirawat oleh Sir Alec, yang ber?
juang untuk memenuhi setiap keinginan dan harapannya.
"Apa yang dikatakan Tony?"
"Hal-hal buruk tentang John dan Charlie. Mengerikan. Aku," ujar?
nya lemah, "tidak ingin mengulanginya. Kemudian dia menelepon Alec
setelah mendengar kabar kami akan mengadopsi anak perempuan, dan
berkata sebaiknya kami tidak melakukannya. Alec marah besar," bisik?
nya. "Dia melarang Tony datang ke rumah kami."
"Apakah Anda memberitahu Lula tentang semua ini ketika dia ber?
kunjung hari itu?" tanya Strike. "Tentang Tony, dan hal-hal yang dia
ucapkan setelah Charlie meninggal; dan ketika Anda mengadopsi dia?"
Sepertinya dia merasa ditegur.
"Aku tidak ingat persis apa yang kukatakan padanya. Aku baru
menjalani operasi besar. Aku agak bingung karena obat-obatan. Aku
tidak ingat persis apa yang kukatakan..."
Kemudian, dengan pergantian topik yang mendadak
"Anak itu mengingatkanku pada Charlie. Pacar Lula. Anak yang
tampan itu. Siapa namanya?"
"Evan Duffield?"
"Betul. Dia datang menjengukku beberapa saat yang lalu, kau tahu.
Belum lama. Aku tidak tahu tepatnya... Aku bingung soal waktu. Aku
diberi banyak sekali obat sekarang. Tapi dia datang menemuiku. Ma?
nis sekali dia. Dia ingin berbicara tentang Lula."
Strike ingat Bristow menyatakan bahwa ibunya tidak tahu siapa
Duffield, dan bertanya-tanya apakah Lady Bristow sengaja berkata
begitu untuk mempermainkan putranya; berpura-pura lebih linglung
Robert Galbraith
daripada yang sesungguhnya, demi menggugah insting protektif putra?
nya.
"Charlie pasti tampan seperti itu, kalau dia masih hidup. Dia
mungkin akan jadi penyanyi, atau aktor. Dia suka tampil, kau ingat?
Aku kasihan pada anak itu, Evan. Dia menangis di sini, bersamaku.
Dia mengatakan bahwa dia pikir Lula dekat dengan pria lain."
"Pria lain itu siapa?"
"Penyanyi itu," kata Lady Bristow tak jelas. "Penyanyi yang men?
ciptakan lagu tentang Lula. Kalau kau masih muda dan cantik, kau
bisa bersikap kejam. Aku kasihan padanya. Dia bilang, dia merasa ber?
salah. Kukatakan bahwa dia tidak perlu merasa bersalah."
"Mengapa dia merasa bersalah?"
"Karena tidak menyusul Lula ke apartemennya. Karena tidak ber?
ada di sana, untuk mencegah kematiannya."
"Yvette, mungkin kita bisa mundur sedikit, pada hari sebelum ke?
matian Lula."
Dia tampak tersinggung.
"Sayangnya aku tidak bisa ingat hal-hal lain. Aku sudah mem?
beritahumu apa saja yang kuingat. Aku baru keluar dari rumah sakit.
Aku tidak sepenuhnya sadar. Mereka memberiku banyak sekali obat
untuk meredakan sakit."
"Saya mengerti itu. Saya hanya ingin tahu apakah Anda ingat adik
Anda, Tony, mengunjungi Anda hari itu."
Jeda sejenak, dan Strike melihat sesuatu mengeras di wajah yang
lemah itu.
"Tidak, aku tidak ingat Tony datang," akhirnya Lady Bristow men?
jawab. "Aku tahu dia bilang dia datang, tapi aku tidak ingat dia datang.
Mungkin aku sedang tidur."
"Dia menyatakan ada di sini ketika Lula berkunjung," ujar Strike.
Lady Bristow mengedikkan bahunya yang rapuh.
"Mungkin saja dia ada di sini," katanya, "tapi aku tidak ingat." Ke?
mudian, suaranya lebih keras, "Adikku jadi lebih manis padaku seka?
rang setelah dia tahu aku akan mati. Dia sering datang sekarang.
Tentu saja selalu meracuni soal John. Dia selalu begitu. Tapi John se?
jak dulu baik padaku. Dia melakukan banyak hal untukku selama aku
sakit... hal-hal yang sepatutnya tidak perlu dilakukan anak laki-laki.
Dekut Burung Kukuk
Lebih pantas kalau Lula... tapi anak itu manja. Aku menyayanginya,
tapi dia bisa sangat egois. Sangat egois."
"Jadi pada hari itu, terakhir kali Anda bertemu Lula?" kata Strike,
dengan teguh kembali ke tujuan utama, tapi Lady Bristow memotong?
nya.
"Setelah Lula pergi, aku sangat sedih," katanya. "Sangat sedih.
Membicarakan Charlie selalu membuatku sedih. Lula bisa melihat be?
Pengemis Tua Aneh Ouw Bin Hiap Kek Pedang Kunang Kunang Karya S D Liong
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama