Dekut Burung Kukuk The Cuckoos Calling Karya Robert Galbraith Bagian 3
marah-marah karena ada orang yang menghancurkan vas bunganya?"
"Yeah," ujar Wilson, mengedikkan bahu sedikit. "Dia memang ka?
yak begitu."
Dekut Burung Kukuk
"Dia kenal Deeby Macc?"
Wilson mengangkat bahu lagi.
"Rapper ini sempat datang ke flat?"
Wilson menggeleng.
"Setelah ada urusan itu, dia langsung ke hotel."
"Berapa lama kau meninggalkan meja ketika membantu meletak?
kan vas mawar itu di Flat Dua?"
"Mungkin lima menit, paling banter sepuluh menit. Setelah itu,
aku di meja seharian."
"Kau tadi bilang ada paket-paket untuk Macc dan Lula."
"Ya, dari desainer. Tapi aku memberikannya pada Lechsinka untuk
diletakkan di flat. Pakaian untuk Deeby Macc dan tas tangan untuk
Lula."
"Dan sejauh yang kauketahui, semua orang yang masuk hari itu su?
dah keluar lagi?"
"Ya," kata Wilson. "Semua tercatat di buku di meja depan."
"Seberapa sering kode pintu depan diganti?"
"Kodenya diganti sejak dia meninggal, karena separuh penduduk
kota sudah mengetahuinya begitu urusan itu selesai," jawab Wilson.
"Tapi selama tiga bulan Lula tinggal di sini, kode itu tidak pernah di?
ganti."
"Kau bisa memberitahuku kodenya?"
"Sembilan belas enam enam," sahut Wilson.
"Piala Dunia 1966? ?They think it?s all over??"
"Yeah," ujar Wilson. "McLeod selalu mengomel tentang itu. Ingin
kode itu diganti."
"Menurutmu, berapa orang yang tahu kode pintu itu sebelum Lula
meninggal?"
"Tidak terlalu banyak."
"Petugas pengantar? Tukang pos? Orang yang membaca meteran
gas?"
"Orang-orang seperti mereka selalu minta dibukakan pintu oleh
kami yang di meja. Penghuni biasanya tidak memasukkan kode, ka?
rena kami bisa melihat mereka dari kamera, jadi kami yang mem?
bukakan pintu. Keypad itu hanya digunakan kalau sedang tidak ada
Robert Galbraith
orang di meja?kadang-kadang kami sedang di ruang belakang, atau
membantu sesuatu di atas."
"Dan semua flat punya kuncinya masing-masing?"
"Ya, dan sistem alarmnya masing-masing."
"Apakah alarm Lula diaktifkan?"
"Tidak."
"Bagaimana dengan kolam renang dan ruang olahraga? Apakah di?
pasangi alarm?"
"Cuma kunci. Semua orang yang tinggal di gedung ini mendapat
kunci-kunci kolam renang dan ruang olahraga ketika kunci flat di?
serahkan pada mereka. Dan satu kunci lagi untuk pintu garasi bawah
tanah. Pintu itu dipasangi alarm."
"Apakah alarmnya aktif?"
"Nggak tahu, aku tidak di sana ketika mereka memeriksanya. Se?
harusnya sih aktif. Teknisi itu yang memeriksa semua alarm pagi hari?
nya."
"Malam itu, apakah semua pintu ini terkunci?"
Wilson bimbang sejenak.
"Tidak semua. Pintu kolam renang terbuka."
"Apakah kau tahu ada orang yang menggunakan kolam renang hari
itu?"
"Aku tidak ingat siapa pun menggunakannya."
"Jadi sudah berapa lama pintu itu terbuka?"
"Nggak tahu. Colin yang bertugas malam sebelumnya. Seharusnya
dia yang mengecek."
"Oke," kata Strike. "Kau berkata, menurutmu laki-laki yang di?
dengar Mrs. Bestigui itu adalah Duffield, karena kau pernah men?
dengar mereka bertengkar. Kapan kejadiannya?"
"Tidak lama sebelum mereka putus, sekitar dua bulan sebelum
Lula meninggal. Lula mengusirnya dari flat, dia menggedor-gedor
pintu dan menendangnya, berusaha mendobraknya, mengatai Lula de?
ngan bahasa kotor. Aku naik untuk membawanya keluar."
"Kau terpaksa menggunakan kekerasan?"
"Tidak perlu. Waktu melihatku datang, dia mengambil barangbarangnya?Lula melempar jaket dan sepatunya ke luar setelah
mengusirnya?dan pergi begitu saja melewatiku. Dia teler," Wilson
Dekut Burung Kukuk
berkata. "Matanya nanar, kau tahu. Keringatnya bercucuran. Kausnya
kotor. Aku tidak pernah mengerti apa yang dilihat Lula dari orang itu.
"Nah, ini Kieran datang," tambah Wilson, nada suaranya lebih
ringan. "Sopir Lula."
Seorang lelaki berumur pertengahan dua puluhan meniti jalan di da?
lam kafe yang kecil itu. Dia pendek, kurus, dan sangat tampan.
"Hei, Derrick," sapanya, lalu pengemudi dan satpam itu bertukar
salam, berjabat tangan erat, dan saling membenturkan tinju. Kemu?
dian Kolovas-Jones duduk di sebelah Wilson.
Sebagai mahakarya yang dihasilkan campuran ras yang sudah tak
terlacak lagi, kulit Kolovas-Jones berwarna perunggu-buah zaitun, tu?
lang pipinya tajam, hidungnya sedikit bengkok, biji matanya cokelat
tua dengan bulu mata hitam legam, rambutnya yang lurus disisir ke
belakang dengan rapi dari wajahnya. Wajahnya yang mencengangkan
itu termaafkan oleh kemeja dan dasi konservatif yang dia kenakan,
dan senyumnya rendah hati, seolah-olah dia sengaja mengambil hati
para pria lain demi mencegah mereka membencinya.
"Mana mobilmu?" tanya Derrick.
"Di Electric Lane." Kolovas-Jones mengarahkan ibu jarinya ke balik
bahu. "Aku cuma punya waktu dua puluh menit. Harus kembali ke
West End sebelum pukul empat. Apa kabar?" tambahnya, mengulur?
kan tangan kepada Strike, yang lalu menjabatnya. "Kieran KolovasJones. Kau...?"
"Cormoran Strike. Derrick bilang, kau punya?"
"Ya, ya," sela Kolovas-Jones. "Aku nggak tahu apakah ini penting,
mungkin juga tidak, tapi polisi nggak peduli. Aku hanya ingin me?
mastikan aku sudah memberitahu seseorang. Aku tidak bermaksud
Dekut Burung Kukuk
mengatakan itu bukan bunuh diri, kau mengerti," dia menambahkan.
"Pokoknya aku ingin hal ini diluruskan. Tolong kopinya, love," katanya
kepada pelayan separuh baya itu, yang wajahnya tetap pasif, tak ter?
pengaruh pesona pemuda itu.
"Apa yang meresahkanmu?" tanya Strike.
"Aku selalu menyopiri dia, kan," kata Kolovas-Jones, mulai melan?
carkan ceritanya. Cara bicaranya memberitahu Strike bahwa dia sudah
menghafalkan cerita itu. "Dia selalu meminta aku."
"Apakah dia punya kontrak tetap dengan perusahaan tempatmu
bekerja?"
"Yeah. Well..."
"Yang mengatur meja depan," timpal Derrick. "Salah satu layanan
yang diberikan untuk penghuni. Kalau ada yang membutuhkan mobil,
kami menelepon Execars, perusahaan tempat Kieran bekerja."
"Ya, tapi dia selalu meminta aku," Kolovas-Jones mengulang de?
ngan tegas.
"Kau jadi lumayan kenal dia, ya?"
"Ya, lumayan," kata Kolovas-Jones. "Kami jadi?yah, aku tidak bi?
lang kami dekat?well, boleh dibilang dekatlah, semacam itu. Hu?
bungan itu jadi lebih dari sekadar sopir dan klien, ngerti, kan?"
"Oh ya? Lebihnya sejauh apa?"
"Nggak, bukan yang semacam itu," sahut Kolovas-Jones sambil ter?
senyum lebar. "Bukan yang seperti itu."
Tapi Strike melihat pengemudi itu bukannya tidak senang bahwa
gagasan itu muncul, bahwa hal itu dianggap mungkin saja terjadi.
"Sudah satu tahun aku menyopiri dia. Kami banyak bicara, kau
tahu. Banyak kesamaan. Latar belakang yang mirip, ngerti, kan?"
"Mirip bagaimana?"
"Ras campuran," kata Kolovas-Jones. "Dan keluargaku juga agak
kacau, kan, jadi aku memahami dari mana dia berasal. Dia tidak ba?
nyak kenal orang yang seperti dia, lebih-lebih setelah jadi terkenal. Ti?
dak bisa bicara blakblakan."
"Soal ras campuran itu memang jadi masalah buat dia, ya?"
"Tumbuh besar dengan kulit gelap dalam keluarga kulit putih, me?
nurutmu bagaimana?"
"Dan masa kecilmu juga seperti itu?"
Robert Galbraith
"Ayahku setengah India, setengah Welsh. Ibuku setengah Liver?
pool, setengah Yunani. Lula sering bilang dia iri padaku," katanya sam?
bil menegakkan duduknya. "Dia bilang, ?Kau tahu asal-usulmu, bah?
kan kalaupun darahmu dari mana-mana.? Dan pada ulang tahunku,"
tambahnya, seolah-olah dia belum cukup membuat Strike terkesan
dengan sesuatu yang baginya sangat penting, "dia memberiku jaket
Guy Som? yang harganya sekitar sembilan ratus pound."
Karena diharapkan memberikan reaksi, Strike mengangguk, ber?
tanya-tanya apakah Kolovas-Jones datang kemari hanya untuk mem?
beritahu orang perihal kedekatannya dengan Lula Landry. Setelah
puas, si pengemudi melanjutkan
"Nah, pada hari dia meninggal?pagi hari sebelumnya?aku
mengantar dia ke rumah ibunya. Dan dia tidak senang. Dia tidak per?
nah senang pergi mengunjungi ibunya."
"Kenapa begitu?"
"Karena wanita itu aneh," sahut Kolovas-Jones. "Aku pernah satu
kali mengantar mereka berdua, kurasa hari itu ulang tahun ibunya.
Dia menyeramkan sekali, Lady Yvette itu. Dia selalu menyebut Lula
darling, my darling hampir pada tiap kesempatan. Pokoknya sikapnya
aneh dan posesif dan berlebihan.
"Nah, hari itu ibunya baru saja keluar dari rumah sakit, jadi
suasananya tidak menyenangkan, kan? Lula tidak terlalu kepingin ber?
temu ibunya. Sikapnya tegang sekali, tidak seperti biasa.
"Lalu kukatakan padanya, aku tidak bisa menyopiri dia malam
harinya karena sudah dipesan untuk Deeby Macc, dan dia juga sama
sekali tidak senang."
"Kenapa?"
"Karena dia suka aku yang mengantarnya, kan?" kata KolovasJones, seolah-olah Strike dungu sekali. "Aku biasa menolongnya ber?
urusan dengan paparazzi atau apa, berlaku jadi bodyguard-nya ketika
masuk atau keluar."
Hanya dengan kernyitan kecil otot wajahnya, Wilson berhasil me?
nyampaikan pendapatnya mengenai gagasan bahwa Kolovas-Jones
pantas menjadi bodyguard.
"Tidak bisakah kau bertukar tempat dengan pengemudi lain, su?
paya bisa mengantar Lula, bukannya Macc?"
Dekut Burung Kukuk
"Bisa saja, tapi aku tidak ingin," Kolovas-Jones mengaku. "Aku
penggemar Deeby. Ingin bertemu dia. Karena itulah Lula kesal sekali.
Pokoknya," dia melanjutkan dengan terburu-buru, "aku mengantar dia
ke tempat ibunya dan menunggu. Lalu, ini yang ingin kuberitahukan
padamu, oke?
"Dia keluar dari tempat tinggal ibunya dan kelihatan aneh sekali.
Dekut Burung Kukuk The Cuckoos Calling Karya Robert Galbraith di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tidak pernah kulihat dia seperti itu. Diam, sangat diam. Seakan-akan
dia shock atau apa. Lalu dia pinjam bolpoin dariku, dan mulai menulis
sesuatu di kertas biru. Tidak bicara padaku. Tidak mengucapkan apa
pun. Hanya menulis.
"Lalu aku mengantarnya ke Vashti, karena dia harus bertemu de?
ngan temannya di sana untuk makan siang?"
"Vashti itu apa? Teman yang mana?"
"Vashti itu toko?butik, sebutannya. Ada kafe di dalamnya. Tem?
pat yang trendi. Dan teman itu..." Kolovas-Jones menjentik-jentikkan
jemarinya berulang kali, keningnya berkerut. "Dia teman Lula sewaktu
Lula masuk rumah sakit karena masalah kejiwaan itu. Sialan, siapa sih
namanya? Aku sering mengantar mereka berdua. Demi Tuhan...
Ruby? Roxy? Raquelle? Pokoknya begitulah. Dia tinggal di hostel St.
Elmo di Hammersmith. Dia memang tidak punya rumah.
"Nah, pokoknya Lula masuk ke toko itu, kan, dan dia sudah bilang
padaku dalam perjalanan ke tempat ibunya bahwa dia akan makan
siang di sana, tapi dia hanya masuk sekitar seperempat jam, lalu ke?
luar sendiri dan menyuruhku mengantarnya pulang. Nah, itu aneh,
kan? Dan Raquelle, atau siapalah namanya itu?nanti juga aku akan
ingat lagi?gadis itu tidak bersamanya. Biasanya kami mengantar
Raquelle pulang, kalau mereka keluar bersama. Dan kertas biru tadi
sudah tidak ada. Lula tidak bicara sepatah kata pun padaku dalam
perjalanan pulang."
"Kau menyinggung soal kertas biru itu kepada polisi?"
"Ya. Mereka sama sekali tidak menganggap itu penting," ujar
Kolovas-Jones. "Mereka bilang, itu mungkin cuma daftar belanja."
"Kau ingat bagaimana rupanya?"
"Pokoknya warnanya biru. Seperti kertas surat biasa."
Pemuda itu melirik jam tangannya.
"Aku harus pergi sepuluh menit lagi."
Robert Galbraith
"Jadi, itu terakhir kali kau melihat Lula?"
"Ya, benar."
Dia mengorek ujung kukunya.
"Apa yang terpikir olehmu pertama kali, ketika kau mendengar dia
sudah meninggal?"
"Nggak tahu," jawab Kolovas-Jones, sambil menggigit kulit di dekat
kuku yang dikoreknya tadi. "Aku shock banget. Tidak mengira itu ter?
jadi. Apalagi baru beberapa jam sebelumnya aku melihat dia. Korankoran bilang, Duffield yang melakukannya, karena mereka bertengkar
di kelab malam dan sebagainya. Terus terang, menurutku mungkin
saja itu dia. Bangsat."
"Kau kenal dia, ya?"
"Beberapa kali aku mengantar mereka berdua," jawab KolovasJones. Cuping hidungnya mengembang, garis mulutnya menegang, se?
olah-olah dia mencium bau yang tidak enak.
"Apa pendapatmu tentang dia?"
"Menurutku dia sampah tak berguna." Dengan bakat yang tak ter?
duga, tiba-tiba dia menirukan suara yang datar dan diseret "Kita nanti
masih butuh dia, Lules? Sebaiknya dia menunggu, ya?" ucap KolovasJones, ekspresinya mendidih. "Tidak pernah sekali pun dia bicara
langsung padaku. Bangsat goblok mata duitan."
Derrick menimpali dengan penjelasan, "Kieran ini aktor."
"Hanya peran-peran kecil," kata Kolovas-Jones. "Sejauh ini."
Kemudian dia melantur, dengan singkat menjelaskan drama televisi
yang pernah dibintanginya. Menurut Strike, itu menandakan ke?
inginan mendalam untuk dianggap lebih daripada penilaiannya ter?
hadap diri sendiri, juga harapan akan sesuatu yang tak terduga, ber?
bahaya, dan mengubah hidup ketenaran. Kalau sering menyopiri
orang-orang terkenal tanpa ketularan apa pun dari para penumpang?
nya, pastilah sangat menggoda (dalam pikiran Strike), bahkan bisa
jadi membuat frustrasi.
"Kieran pernah ikut audisi film Freddie Bestigui," cetus Wilson.
"Ya, kan?"
"Ya," sahut Kolovas-Jones tanpa semangat, yang memberitahukan
hasilnya dengan jelas.
"Bagaimana kau bisa mendapat kesempatan itu?" tanya Strike.
Dekut Burung Kukuk
"Dengan jalan biasa," kata Kolovas-Jones dengan sedikit angkuh.
"Melalui agenku."
"Tidak berhasil?"
"Mereka memutuskan untuk mengambil arah yang berbeda," sahut
Kolovas-Jones. "Mereka mencoret peran itu."
"Oke, jadi malam itu kau menjemput Deeby Macc dari mana? Ban?
dara Heathrow?"
"Ya, Terminal Lima," jawab Kolovas-Jones. Setelah diseret kembali
ke keseharian yang menjemukan, dia melirik jam tangannya. "Wah, se?
baiknya aku pergi sekarang."
"Tidak keberatan kalau aku berjalan denganmu sampai ke mobil?"
tanya Strike.
Wilson tampak tidak keberatan ikut serta. Strike membayar ta?
gihan mereka bertiga, dan mereka pun pergi. Di trotoar di luar, Strike
menawarkan rokok kepada dua orang yang lain; Wilson menolak,
Kolovas-Jones menerimanya.
Mobil Mercedes perak diparkir tak jauh dari sana, di dekat be?
lokan di Electric Lane.
"Ke mana kau membawa Deeby setelah dia tiba?" tanya Strike ke?
pada Kolovas-Jones, sementara mereka berjalan ke arah mobil itu.
"Dia ingin pergi ke kelab, jadi kuantar ke Barrack."
"Pukul berapa kau mengantarnya ke sana?"
"Entahlah... sekitar setengah dua belas? Dua belas kurang seperem?
pat? Dia sedang ?tinggi? sekali. Tidak ingin tidur, katanya."
"Kenapa Barrack yang kaupilih?"
"Jumat malam di Barrack adalah malam hip-hop paling keren di se?
luruh London," kata Kolovas-Jones sambil tertawa kecil, seakan-akan
itu pengetahuan umum. "Dan dia pasti menyukainya, karena lewat
pukul tiga baru dia keluar lagi."
"Jadi kau mengantarnya ke Kentigern Gardens dan mendapati po?
lisi ada di sana, atau...?"
"Aku sudah dengar apa yang terjadi di radio mobil," sahut KolovasJones. "Waktu Deeby kembali ke mobil, aku memberitahunya. Rom?
bongannya langsung menelepon ke sana kemari, membangunkan
orang-orang perusahaan rekaman, mengatur rencana lain. Mereka
mendapatkan suite di Claridges untuknya, jadi aku mengantar dia ke
Robert Galbraith
sana. Aku baru pulang sesudah pukul lima. Mencari saluran berita
dan menonton semuanya di Sky. Benar-benar sulit dipercaya."
"Aku penasaran, siapa sebenarnya yang memberitahu paparazzi
yang menunggu di nomor delapan belas bahwa Deeby tidak akan tiba
sampai berjam-jam kemudian. Pasti ada yang memberi kisikan. Ka?
rena itulah mereka pergi dari sana sebelum Lula jatuh."
"Oh ya? Aku tidak tahu," ujar Kolovas-Jones.
Dia sedikit mempercepat langkah, mencapai mobil sebelum yang
lain, lalu membuka kuncinya.
"Bukankah Macc membawa banyak bagasi? Apakah waktu itu di?
simpan di mobilmu?"
"Nggak, semua sudah dikirim berhari-hari sebelumnya oleh per?
usahaan rekaman. Dia turun dari pesawat hanya dengan membawa tas
jinjing?dan pengawal sekitar sepuluh orang banyaknya."
"Jadi bukan cuma mobilmu yang dikirim untuk menjemput dia?"
"Ada empat mobil?tapi Deeby bersamaku."
"Di mana kau menunggu, waktu dia di dalam kelab?"
"Aku hanya parkir dan menunggunya," jawab Kolovas-Jones.
"Selewat Glasshouse Street."
"Dengan tiga mobil yang lain? Apakah kalian bersama?"
"Tidak mungkin ada tempat parkir untuk empat mobil beren?
dengan di tengah London, Bung," kata Kolovas-Jones. "Aku tidak tahu
di mana yang lain memarkir mobil mereka."
Masih menahan pintu mobil terbuka, dia melirik Wilson, lalu
kembali ke Strike.
"Apa sih pentingnya ini?" dia bertanya.
"Aku hanya ingin tahu," kata Strike, "bagaimana ketika kau ber?
sama klien."
"Pokoknya membosankan," sahut Kolovas-Jones, mendadak jengkel,
"begitulah rasanya. Jadi sopir itu lebih banyak menunggunya."
"Kau masih membawa remote control pintu garasi bawah tanah
yang diberikan Lula kepadamu?" tanya Strike.
"Apa?" kata Kolovas-Jones, meskipun Strike berani bersumpah si
pengemudi mendengar kata-katanya. Pendar permusuhan itu tak lagi
ditutup-tutupi sekarang, dan sepertinya bukan hanya diarahkan ke?
pada Strike, tapi juga kepada Wilson, yang hanya mendengarkan
Dekut Burung Kukuk
tanpa sepatah kata pun sejak menyatakan dengan lantang bahwa
Kolovas-Jones adalah aktor.
"Kau masih membawa?"
"Ya, masih kubawa. Aku masih mengantar Mr. Bestigui, bukan?"
kata Kolovas-Jones. "Oke, aku harus pergi. Sampai jumpa, Derrick."
Dilemparnya rokok yang masih setengah itu ke jalan, lalu dia naik
ke mobil.
"Kalau kau ingat apa pun," kata Strike, "seperti nama teman Lula
yang ditemuinya di Vashti, telepon aku, ya?"
Dia menyerahkan kartu nama kepada Kolovas-Jones. Si penge?
mudi, yang sudah menarik sabuk keamanan, menerimanya tanpa me?
lirik.
"Aku bisa terlambat."
Wilson mengangkat tangan sebagai tanda salam. Kolovas-Jones
membanting pintu mobil, mesin mobil berderum keras, lalu mundur
dari tempat parkir dengan wajah cemberut.
"Dia memang suka berdekatan dengan selebriti," kata Wilson, ke?
tika mobil itu beranjak pergi. Pernyataannya semacam permintaan
maaf atas perilaku pria muda itu. "Dia senang menyopiri Lula. Dia se?
lalu berusaha menyopiri orang-orang terkenal. Sudah dua tahun dia
berusaha agar Bestigui mau memberinya peran. Dia marah sekali ke?
tika tidak mendapatkan peran itu."
"Peran apa?"
"Bandar narkoba di film."
Langkah mereka mengarah ke stasiun bawah tanah Brixton, me?
lewati sekelompok gadis kulit hitam berseragam rok kotak-kotak biru.
Salah seorang gadis itu rambutnya dikepang kecil-kecil dan dihiasi
manik-manik, dan Strike, lagi-lagi, teringat adiknya, Lucy.
"Bestigui masih tinggal di nomor delapan belas, kan?" tanya Strike.
"Oh, ya," sahut Wilson.
"Bagaimana dengan dua flat yang lain?"
"Flat Dua sekarang disewa seorang broker komoditas dari Ukraina,
bersama istrinya. Ada orang Rusia yang tertarik menyewa Flat Tiga,
tapi belum mengajukan penawaran."
"Bisakah," tanya Strike, ketika mereka dihalang-halangi seorang
laki-laki kecil berjenggot panjang yang mengenakan tudung, seperti
Robert Galbraith
nabi zaman Perjanjian Lama, yang tahu-tahu berhenti di depan me?
reka dan perlahan-lahan menjulurkan lidahnya, "aku datang ke sana
kapan-kapan dan melihatnya?"
"Ya, bisa saja," kata Wilson setelah jeda sejenak, ketika diam-diam
dia melirik ke arah betis Strike. "Telepon saja aku. Tapi kalau Bestigui
sedang pergi, ya. Dia itu suka bikin ribut, dan aku masih membutuh?
Dekut Burung Kukuk The Cuckoos Calling Karya Robert Galbraith di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kan pekerjaan ini."
Menyadari bahwa dia akan berbagi kantor lagi hari Senin nanti,
Strike merasakan percikan kesegaran pada akhir pekannya, membuat
kesendiriannya tak terasa terlalu menyebalkan, dan lebih bermakna.
Ranjang lipatnya bisa dikeluarkan, pintu antara ruang dalam dan
ruang luar dapat dibiarkan terbuka, dia bisa mengurus kebersihan tu?
buh tanpa khawatir akan menyebabkan orang lain tersinggung. Muak
dengan bau jeruk artifisial, dia berhasil membuka paksa jendela yang
tertutup lapisan cat di belakang meja kerjanya, sehingga ada jalan bagi
angin yang bersih dan dingin untuk menghapus bau lembap dari su?
dut-sudut dua ruangan kecil itu. Dengan alat pemutar CD kecil yang
dia pikir tidak akan pernah dilihatnya lagi tapi ternyata ditemukannya
di bagian bawah salah satu kardus yang diambilnya dari flat Charlotte,
dia memutar Tom Waits keras-keras, sengaja menghindari CD dan
lagu apa pun yang dapat mengingatkannya pada kurun waktu yang
intens dan menggairahkan bersama Charlotte. Dia menyibukkan diri
dengan memasang televisi portabel dengan antena seadanya, me?
masukkan baju-baju kotornya ke kantong sampah hitam dan mem?
bawanya ke tempat mesin cuci umum hampir satu kilometer jauhnya,
lalu sekembalinya ke kantor dia menjemur kemeja dan pakaian dalam?
nya pada tali yang dia rentangkan di ruang dalam. Pada pukul tiga
sore dia menonton pertandingan antara Arsenal dan Spurs.
Di antara melakukan tugas-tugas domestik itu, dia seperti di?
bayang-bayangi sesuatu yang telah menghantuinya pada bulan-bulan
Robert Galbraith
yang dilewatkannya di rumah sakit. Sesuatu itu mengendap-endap di
sudut-sudut kantornya yang lusuh, dia dapat mendengarnya berbisik
kepadanya setiap kali perhatiannya pada suatu aktivitas mengendur.
Sesuatu itu menyenggolnya untuk merenungkan seberapa jauh dia te?
lah jatuh, usianya, kemiskinannya, kehidupan cintanya yang kelutmelut, serta situasinya yang mendekati tunawisma. Tiga puluh lima,
bisik hantu itu, dan setelah tahun-tahun kerja keras itu tidak ada yang
dapat dipamerkannya kecuali beberapa kotak kardus dan timbunan
utang. Sesuatu itu mengarahkan matanya ke kaleng-kaleng bir di
supermarket tempat Strike membeli Pot Noodles lagi, menghinanya
ketika dia menyetrika kemeja di lantai. Sementara hari berlalu, hantu
itu mengejek kebiasaannya merokok di jalan, seolah-olah dia masih di
kesatuan, seolah-olah disiplin pribadi yang sepele ini dapat memaksa?
kan struktur dan keteraturan pada keadaannya sekarang yang tak ber?
bentuk dan berantakan. Akhirnya dia merokok di meja, dengan pun?
tung-puntung menggunung di asbak murahan yang ditilapnya suatu
waktu dulu dari sebuah bar di Jerman.
Tetapi dia punya pekerjaan, begitu Strike mengingatkan diri sen?
diri, pekerjaan yang dibayar. Arsenal mengalahkan Spurs, dan Strike
merasa senang. Dia memutuskan untuk mematikan televisi dan,
mengabaikan hantu itu, langsung beranjak ke meja untuk melanjutkan
pekerjaannya.
Setelah sekarang dia bebas mengumpulkan dan menghimpun bukti
dengan cara apa pun yang dia inginkan, Strike melanjutkan pekerjaan?
nya sesuai protokol Undang-Undang Prosedur Penyelidikan Kriminal.
Kendati dia yakin dirinya sedang memburu buah imajinasi John
Bristow belaka, hal itu tidak memengaruhi ketelitian dan keakuratan?
nya menuliskan catatan wawancara dengan Bristow, Wilson, dan
Kolovas-Jones.
Lucy meneleponnya pada pukul enam petang, ketika Strike sedang
tenggelam dalam pekerjaan. Meskipun adiknya itu lebih muda dua
tahun, Lucy merasa dirinya lebih tua dari Strike. Sudah dibebani
cicilan rumah, suami yang lemah, tiga anak, dan kerja keras pada usia
muda, Lucy sepertinya memang mendambakan tanggung jawab, se?
akan-akan selalu mencari jangkar untuk menambatkan dirinya. Sejak
dulu Strike curiga Lucy ingin membuktikan kepada dunia dan dirinya
Dekut Burung Kukuk
sendiri bahwa dia tidak seperti ibu mereka yang kerjanya tak pernah
jelas, yang menyeret kedua anaknya ke seluruh pelosok negeri, dari se?
kolah ke sekolah, dari hunian ilegal ke perkemahan, demi mengejar
kesenangan baru dan laki-laki baru. Lucy adalah satu-satunya anak
dari delapan saudara tiri yang tumbuh besar bersama Strike. Strike
menyayanginya hampir melebihi siapa pun yang pernah dikenalnya se?
lama hidup, tapi hubungan mereka sering kali tidak rukun, dibebani
pertengkaran dan kekhawatiran yang biasa. Lucy tidak dapat menyem?
bunyikan kerisauan serta kekecewaan terhadap kakaknya. Sebaliknya,
Strike tidak ingin mengakui situasinya saat ini kepada Lucy.
"Ya, semua baik-baik saja," kata Strike kepada Lucy, sambil me?
rokok di jendela dan mengamati orang keluar-masuk toko-toko di ba?
wah. "Bisnis berlipat ganda belakangan ini."
"Kau ada di mana? Aku bisa mendengar suara lalu lintas."
"Di kantor. Ada pekerjaan yang harus kuselesaikan."
"Pada hari Sabtu? Apa kata Charlotte tentang itu?"
"Dia sedang pergi, menengok ibunya."
"Bagaimana hubungan kalian?"
"Baik," jawab Strike.
"Kau yakin?"
"Ya, aku yakin. Bagaimana Greg?"
Lucy menyampaikan garis besar pekerjaan suaminya, lalu kembali
menyerang.
"Apakah Gillespie masih merongrongmu soal pembayaran?"
"Tidak."
"Soalnya kau tahu, kan, Stick?" nama julukan masa kecil itu per?
tanda buruk Lucy berusaha melembutkan hatinya, "?aku sudah
mengecek, dan kau bisa mendaftar di Yayasan British Legion untuk?"
"Demi Tuhan, Lucy," ujarnya sebelum dapat menahan diri.
"Apa?"
Rasa sakit hati dan kemarahan dalam suaranya sangat akrab di
telinga Strike memejamkan mata.
"Aku tidak butuh bantuan dari British Legion, oke, Luce?"
"Tidak perlu angkuh..."
"Bagaimana anak-anak?"
"Mereka baik-baik saja. Dengar, Stick, menurutku aneh sekali
Robert Galbraith
Rokeby menyuruh pengacaranya untuk merusuhimu, padahal dia ti?
dak pernah memberimu sepeser pun seumur hidupnya. Seharusnya
uang itu hadiah, mengingat apa yang telah kaualami dan bahwa dia?"
"Bisnis sedang baik. Aku akan dapat melunasi pinjaman itu," Strike
menyela. Sepasang remaja di ujung jalan sedang bertengkar.
"Kau yakin kau dan Charlotte baik-baik saja? Mengapa dia me?
ngunjungi ibunya? Kupikir mereka saling membenci."
"Sudah lebih baik akhir-akhir ini," Strike menyahut, sementara si
gadis remaja itu berisyarat dengan berapi-api, lalu mengentakkan kaki
dan beranjak pergi.
"Kau sudah membelikannya cincin?" tanya Lucy.
"Kupikir kau ingin Gillespie berhenti merongrongku."
"Dia tidak marah karena tidak diberi cincin?"
"Justru tidak masalah baginya," kata Strike. "Dia bilang, tidak mau
cincin. Dia ingin aku mengucurkan seluruh uangku ke bisnis ini."
"Oh ya?" ucap Lucy. Sepertinya Lucy selalu mengira ketidak?
sukaannya yang mendalam kepada Charlotte dapat disembunyikan
baik-baik. "Kau datang, kan, ke pesta ulang tahun Jack?"
"Kapan sih?"
"Undangannya kan sudah kukirim lebih dari seminggu yang lalu,
Stick!"
Strike bertanya-tanya apakah Charlotte menyelipkan undangan itu
ke dalam salah satu kotak kardus yang ditinggalkannya di luar pintu
kaca, karena tidak ada ruang untuk seluruh harta bendanya di kantor
ini.
"Ya, aku akan datang," kata Strike, walau itu hal terakhir yang ingin
dilakukannya.
Percakapan telepon itu disudahi, dia kembali ke komputer dan me?
lanjutkan pekerjaannya. Catatan wawancaranya dengan Wilson dan
Kolovas-Jones tak lama kemudian selesai, tapi rasa frustrasi itu tetap
bertahan. Sejak meninggalkan kesatuan, inilah kasus pertama yang
membutuhkan lebih daripada sekadar tugas pengintaian, dan ini
mungkin memang dimaksudkan untuk mengingatkan dirinya setiap
hari bahwa segala kekuasaan dan wewenangnya telah dilucuti. Pro?
duser film itu, Freddie Bestigui, orang yang berada paling dekat de?
ngan Lula Landry pada saat kematiannya, masih tak terjangkau di
Dekut Burung Kukuk
balik pion-pionnya yang tak berwajah. Juga, kendati John Bristow ter?
dengar meyakinkan saat berkata dia akan dapat membujuk Tansy
Bestigui untuk berbicara dengan Strike, sampai sekarang masih belum
ada jadwal wawancara yang pasti dengan wanita itu.
Dengan perasaan tak berdaya yang samar, dan kebencian pada pe?
kerjaan yang nyaris setara dengan yang dirasakan tunangan Robin,
Strike melawan suasana hati yang semakin muram itu dengan kembali
membuka internet untuk mencari hal-hal yang berkaitan dengan
kasus yang dihadapinya. Dia menemukan Kieran Kolovas-Jones di du?
nia maya pengemudi itu tidak bohong ketika mengatakan tentang pe?
ran kecilnya di salah satu episode The Bill (Anggota Geng Dua...Kieran
Kolovas-Jones). Dia juga memiliki agen, yang situs web-nya me?
nampilkan foto kecil Kieran beserta daftar pendek credit, termasuk
audisi untuk EastEnders dan Casualty. Foto Kieran di situs Execars
jauh lebih besar. Di sini, dia berdiri sendiri dengan topi runcing dan
seragamnya, penampilannya bak bintang film?dia pasti pengemudi
mereka yang paling tampan.
Petang hari itu melesap ke dalam malam di balik jendela. Semen?
tara Tom Waits menggeram dan mengerang dari pemutar CD di su?
dut, Strike mengejar bayang-bayang Lula Landry di ruang maya, se?
sekali menambahkan sesuatu pada catatan wawancara dengan Bristow,
Wilson, dan Kolovas-Jones.
Dia tidak dapat menemukan akun Facebook Landry, dan sepertinya
gadis itu juga tidak pernah bergabung dengan Twitter. Keengganannya
untuk menyuapi kerakusan para penggemarnya terhadap hal-hal
pribadi agaknya justru memberi ilham pada pihak-pihak lain untuk
mengisi kekosongan. Ada banyak sekali situs yang dibuat demi me?
mamerkan foto-fotonya serta berbagai komentar obsesif mengenai
hidupnya. Apabila informasi yang terdapat di sana separuh saja benar,
berarti Bristow hanya memberi Strike sebagian kecil cerita yang sudah
disensor mengenai kecenderungan adiknya merusak diri. Tendensi itu
sepertinya mulai muncul pada awal masa puber, ketika ayah angkat
Lula, Sir Alec Bristow?seorang pria berjenggot dan berwajah ramah
yang telah mendirikan perusahaan elektroniknya sendiri, Albris?me?
ninggal karena serangan jantung. Lula kabur dari dua sekolah berturutturut, dan dikeluarkan dari sekolah yang ketiga, kesemuanya institusi
Robert Galbraith
swasta yang mahal. Dia pernah menyilet pergelangan tangannya sendiri
dan ditemukan dalam genangan darah oleh seorang teman asrama, juga
pernah hidup menggelandang dan ditemukan polisi di hunian ilegal.
Sebuah situs penggemar bernama LulaMyInspirationForeva.com, yang
dikelola seseorang yang jenis kelaminnya tidak diketahui, menyatakan
bahwa sang model, pada periode singkat tersebut, pernah menjadi pe?
lacur demi menyambung hidup.
Kemudian terjadi penahanan di bawah Undang-Undang Kesehatan
Mental, bangsal berpengamanan untuk anak dan remaja yang men?
derita sakit parah, serta diagnosis bahwa dirinya menderita bipolar.
Dekut Burung Kukuk The Cuckoos Calling Karya Robert Galbraith di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tidak sampai satu tahun kemudian, ketika dia sedang berbelanja di
toko pakaian di Oxford Street bersama ibunya, dimulailah kisah bak
dongeng itu, ketika seorang pencari bakat dari agen modeling me?
nemukannya.
Foto-foto awal Landry memperlihatkan seorang gadis enam belas
tahun dengan wajah bak Nefertiti, yang melalui lensa pun berhasil
menampilkan kombinasi menakjubkan antara keduniawian dan ke?
rapuhan, dengan tungkai jenjang seperti jerapah dan bekas luka kasar
di bagian dalam pergelangan tangan kirinya?para editor mode se?
pertinya menganggap codet itu tambahan yang mengesankan bagi wa?
jah Lula, karena sering kali justru ditonjolkan di dalam foto-fotonya.
Kecantikan Lula yang ekstrem nyaris terasa absurd, daya tariknya
yang dipuja-puja (baik di obituari surat kabar maupun di blog peng?
gemar) disejajarkan dengan reputasinya yang mudah meledak serta
sumbu emosinya yang pendek. Media dan publik sama-sama men?
cintai Lula, juga senang mencaci maki dia. Seorang jurnalis perem?
puan menggambarkan dia "manis sekaligus ganjil, memiliki kenaifan
yang tak terduga", sementara yang lain menyebutnya "diva cilik yang
penuh perhitungan, licik, dan keras".
Pada pukul sembilan, Strike berjalan ke Chinatown untuk mem?
beli makan, lalu kembali ke kantor, mengganti Tom Waits dengan
Elbow, dan di internet menggali informasi tentang Evan Duffield, pria
yang secara umum, bahkan oleh Bristow, dianggap tidak membunuh
pacarnya.
Sampai Kieran Kolovas-Jones menunjukkan kecemburuan profe?
sionalnya, Strike belum juga dapat mengerti mengapa Duffield bisa
Dekut Burung Kukuk
terkenal. Sekarang dia mengetahui bahwa Duffield terangkat dari
dunia jelata berkat keikutsertaannya dalam film independen yang me?
nuai banyak pujian, memerankan tokoh yang tak jauh berbeda dari
dirinya sendiri musisi pecandu heroin yang mencuri demi memenuhi
kecanduannya.
Band Duffield meluncurkan album yang mendapat ulasan baik ber?
kat ketenaran sang vokalis utama, lalu bubar dengan tidak baik-baik
sekitar waktu dia bertemu dengan Lula. Seperti pacarnya, Duffield sa?
ngat fotogenik dalam foto-foto yang tidak ditusir, yang menggambar?
kan dia terhuyung-huyung di jalan dengan pakaian kotor, bahkan da?
lam banyak foto dia seperti hendak menyerang para fotografer.
Perpaduan dua manusia yang rusak dan rupawan ini justru melipat?
gandakan kekaguman pada keduanya; masing-masing memancarkan
saling ketertarikan yang kemudian terpantul pada diri mereka sendiri;
nyaris seperti reaksi tiada henti.
Kematian kekasihnya malah semakin mengukuhkan posisi Duffield
dalam deretan manusia idola, yang dipuja dan teraniaya. Bayang-ba?
yang gelap, sesuatu yang fatalistis, senantiasa menghantuinya; para pe?
mujanya yang paling setia, sekaligus para penghinanya, menyukai ga?
gasan bahwa satu kakinya telah terbenam di alam baka; bahwa
kejatuhannya ke dalam kesengsaraan dan dunia jelata merupakan se?
suatu yang niscaya. Pameran kesedihannya tampak sungguh-sungguh,
dan selama beberapa menit Strike menonton video YouTube yang ke?
cil dan tidak stabil, di mana Duffield yang jelas-jelas teler berbicara
tanpa henti?dalam suara yang telah ditirukan Kolovas-Jones dengan
sangat akurat?bahwa kematian baginya sekadar pergi meninggalkan
suatu pesta, lalu menjelaskan teori membingungkan bahwa tak ada
perlunya menangisi orang yang harus pergi lebih dulu.
Pada malam Lula meninggal, menurut berbagai sumber, Duffield
meninggalkan kelab tak lama sesudah pacarnya, dengan mengenakan
topeng serigala?Strike tidak menemukan alasan selain bahwa topeng
itu hanyalah pertunjukan dramatis belaka. Apa saja yang dilakukan
Duffield sepanjang sisa malam itu mungkin tidak memuaskan para
pencipta teori konspirasi dunia maya, namun polisi sepertinya yakin
bahwa Duffield tidak ada kaitannya dengan peristiwa yang kemudian
terjadi di Kentigern Gardens.
Robert Galbraith
Strike mengikuti rentetan pemikiran spekulatifnya sendiri di
antara medan terjal situs berita dan blog. Di sana-sini dia menemukan
kantong-kantong spekulasi panas, berbagai teori perihal kematian
Landry yang memuat petunjuk-petunjuk yang tidak ditindaklanjuti
oleh polisi, yang sepertinya telah menyuapi Bristow dengan keyakinan
bahwa pembunuh itu benar-benar nyata. LulaMyInspirationForeva
menyajikan daftar panjang Pertanyaan-Pertanyaan yang Tidak Ter?
jawab, termasuk, pada nomor lima, "Siapa yang memberitahu paparazzi
sehingga mereka pergi sebelum dia jatuh?"; nomor sembilan, "Kenapa
dua orang dengan wajah tak terlihat yang lari dari flatnya pada pukul
dua pagi itu tidak pernah menyatakan diri di depan publik? Di mana
mereka dan siapa gerangan mereka?"; dan nomor tiga belas, "Kenapa ke?
tika jatuh luLa pakai baju yang berbeda dari yang dia pakai sewaktu pu?
lang dari kelab?"
Tengah malam, Strike minum bir dari kaleng dan membaca
kontroversi pasca kematian Landry yang pernah disebut-sebut
Bristow. Dia sendiri hampir tak menyadari kehebohan itu ketika ter?
jadi, karena tidak tertarik sama sekali. Kemarahan publik meledak
atas munculnya foto iklan desainer Guy Som?, seminggu setelah pe?
nyelidik menyatakan secara resmi bahwa Lula bunuh diri. Foto itu
memperlihatkan dua model berpose di suatu gang yang kotor, telan?
jang; tubuh mereka hanya ditutupi tas, skarf, dan perhiasan di tempattempat strategis. Landry duduk di atas tong sampah, Ciara Porter
menggeletak di tanah. Keduanya mengenakan sayap malaikat yang
besar dan melengkung sayap Porter putih bagai bulu angsa, sayap
Landry hitam kehijauan yang memudar menjadi warna perunggu me?
ngilap.
Strike menatap foto itu selama beberapa lama, berusaha meng?
analisis secara persis mengapa wajah gadis yang telah mati itu begitu
menyita perhatian, bagaimana dia dapat mendominasi seluruh gambar.
Entah bagaimana, Lula telah membuat ketidakserasian serta kepalsuan
foto itu menjadi nyata dan dapat dipercaya; seolah-olah dia benarbenar telah dilempar dari surga karena terlalu bejat, karena dia begitu
menginginkan aksesori yang dicengkeramnya. Ciara Porter, dengan ke?
cantikannya yang bak pualam, hanya menjadi elemen pembeda; dalam
kepucatan dan kegemingannya, dia tampak seperti patung.
Dekut Burung Kukuk
Karena memilih foto itu, sang perancang, Guy Som?, telah men?
dulang banyak kritikan, yang beberapa sangat keji. Sebagian orang
menganggap dia memanfaatkan kematian Landry demi keuntungan
sendiri, dan mencibir mendengar pernyataan juru bicaranya bahwa itu
merupakan ungkapan rasa sayangnya terhadap Landry. Namun,
LulaMyInspirationForeva menyatakan bahwa Lula pasti ingin foto itu
digunakan, bahwa dia dan Guy Som? bersahabat karib Lula sayang
pada cowok itu seperti saudaranya sendiri, dan pasti ingin dia menyata?
kan persembahan bagi karya dan kecantikannya. Foto yang sangat me?
ngagumkan ini akan terpatri selamanya dan menjaga Lula tetap hidup
dalam kenangan kami yang mencintai dia.
Strike meneguk sisa birnya dan merenungkan makna empat kata
terakhir kalimat tersebut. Dia tidak pernah bisa memahami keintiman
yang dirasakan para penggemar dengan orang-orang yang tidak per?
nah mereka temui. Kadang-kadang, ada saja orang yang menyebut
ayahnya "Old Jonny" di depannya, tersenyum lebar, seakan-akan me?
reka sedang membicarakan teman yang sama-sama mereka kenal,
mengulang-ulang cerita dan anekdot di media seolah-olah mereka sen?
diri mengalaminya. Seorang pria di bar di Trescotchick pernah ber?
kata pada Strike, "Bangsat! Dibanding kau, aku lebih kenal ayahmu!"
karena dia bisa menyebut nama musisi tambahan yang ikut bermain
dalam album Deadbeats yang paling sukses, yang jadi terkenal karena
gigi?nya pernah patah ketika Rokeby menampar ujung saksofonnya
dengan marah.
Saat itu pukul satu dini hari. Strike hampir pekak karena bunyi
bas teredam yang berdentum tanpa henti dua lantai di bawahnya, juga
derit dan desis yang sesekali terdengar dari lantai loteng, tempat si
manajer bar menikmati kemewahan seperti pancuran air mandi dan
makanan rumahan. Lelah tapi belum ingin masuk ke kantong tidur,
dia akhirnya berhasil mendapatkan alamat Guy Som? melalui pen?
carian lebih jauh di internet, dan mencatat betapa dekat jarak Charles
Street ke Kentigern Gardens. Sesudah itu dia mengetik alamat web
www.arrse.co.uk, seperti seseorang yang otomatis masuk ke bar dekat
tempat tinggalnya seusai hari kerja yang panjang.
Dia tidak pernah lagi mengunjungi situs Army Rumour Service se?
jak berbulan-bulan lalu Charlotte memergoki Strike sedang mem?
Robert Galbraith
bukanya di komputer, dan reaksi Charlotte sama seperti jika seorang
perempuan mendapati pasangannya sedang melihat-lihat situs porno.
Terjadi pertengkaran yang dipicu anggapan Charlotte bahwa Strike
merindukan kehidupannya yang lama dan tidak puas akan kehidupan?
nya yang baru.
Namun, inilah cara pikir angkatan darat dalam setiap aspeknya, di?
tulis dalam bahasa yang dikuasainya dengan fasih. Inilah akronimakronim yang dihafalnya luar kepala; lelucon-lelucon yang tak tertem?
bus orang luar; seluruh keprihatinan hidup dalam pengabdian, dari
seorang ayah yang anaknya digencet di sekolah di Cyprus, hingga caci
maki terhadap penampilan Perdana Menteri pada sidang dengar pen?
dapat Chilcot tentang masalah perang Irak. Strike menjelajah dari
satu pokok bahasan ke pokok bahasan lain, sesekali mendengus geli,
namun sangat menyadari turunnya pertahanannya terhadap hantu
yang kini dapat dia rasakan mengembuskan napas di belakang leher?
nya.
Dulu inilah dunianya, dan dia bahagia di sana. Dengan segala ke?
tidaknyamanan dan kerasnya kehidupan militer, dengan segala yang
telah dia lakukan sehingga terpaksa meninggalkan angkatan darat de?
ngan tungkai minus setengah, dia tidak menyesali satu hari pun masa
baktinya. Meski begitu, dia bukanlah mereka, bahkan sewaktu berada
di tengah-tengah mereka. Dia mengawali karier di Korps Polisi Mi?
liter, kemudian di Cabang Investigasi Khusus; keduanya sama-sama
ditakuti sekaligus tidak disukai oleh hampir semua prajurit.
Kalau sampai Cabang Khusus bicara padamu, sebaiknya kau berkata,
"Tidak ada komentar, aku mau pengacara." Pilihan lain, cukup dengan
mengatakan, "Terima kasih sudah memperhatikanku."
Strike tertawa menggeram untuk terakhir kalinya, lalu seketika
menutup situs itu dan mematikan komputer. Dia begitu lelah sampaisampai perlu waktu dua kali lebih lama untuk membuka kaki palsu?
nya.
Pada hari Minggu pagi yang cerah, Strike kembali ke ULU untuk
mandi. Sekali lagi, dengan sengaja dia memegarkan badannya yang su?
dah kekar dan membiarkan raut wajahnya merosot menjadi mimik
masam?yang memang biasanya begitu?membuat dirinya cukup
intimidatif sehingga mencegah siapa pun menanyainya ketika dia ber?
jalan dengan wajah menunduk melewati meja depan. Dia berlamalama di ruang ganti, menunggu jeda sepi supaya tidak perlu mandi di
bawah tatapan para mahasiswa, karena dia tidak ingin menancapkan
gambaran tentang tungkai palsunya ke benak siapa pun.
Setelah mandi dan bercukur, dia naik Tube ke Hammersmith
Broadway, menikmati cahaya matahari yang sesekali menerobos atap
kaca area perbelanjaan ketika dia muncul kembali ke permukaan.
Toko-toko di King Street di kejauhan tampak sarat manusia, seperti
hari Sabtu. Pusat perdagangan ini sibuk dan sungguh tak berjiwa, tapi
Strike tahu hanya perlu waktu sepuluh menit untuk berjalan menuju
pesisir Sungai Thames yang tenang bagaikan di pedesaan.
Sementara dia berjalan, lalu lintas bergemuruh melewatinya. Dia
Dekut Burung Kukuk The Cuckoos Calling Karya Robert Galbraith di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
teringat hari Minggu di Cornwall pada masa kecilnya, ketika semua?
nya tutup kecuali gereja dan pantai. Hari Minggu seperti memiliki
rasa yang istimewa pada masa itu; kesunyian yang berbisik dan meng?
gema, denting lembut porselen dan aroma saus daging, acara TV
membosankan seperti jalan besar yang kosong, dan desau ombak tiada
Robert Galbraith
henti ketika dia dan Lucy berlari ke pantai berbatu-batu pipih bundar,
kembali mencari kesenangan dari sumber-sumber yang primitif.
Ibunya pernah berkata kepadanya "Kalau Joan benar, dan aku
akhirnya masuk neraka, akan ada hari Minggu abadi di St. Mawes ter?
kutuk itu."
Strike, yang sedang menjauh dari pusat pertokoan ke arah Thames,
menelepon kliennya sembari berjalan.
"John Bristow."
"Ya, maaf mengganggu pada akhir pekan begini, John..."
"Cormoran?" kata Bristow, seketika berubah ramah. "Tidak ma?
salah, tidak masalah sama sekali! Bagaimana wawancara dengan
Wilson?"
"Baik, sangat berguna, terima kasih. Aku ingin tahu apakah kau
bisa membantuku mencari teman Lula. Gadis ini dia kenal waktu
masa terapi. Nama kecilnya dimulai dengan huruf R?entah Rachel
atau Raquelle?dan dia tinggal di Hostel St. Elmo di Hammersmith
ketika Lula meninggal. Apakah kau tahu sesuatu?"
Selama sejenak tidak ada suara. Sewaktu Bristow berbicara kem?
bali, kekecewaan dalam suaranya hampir berbatasan dengan rasa jeng?
kel.
"Mengapa kau ingin berbicara dengan dia? Tansy jelas yakin bahwa
yang didengarnya di lantai atas itu suara laki-laki."
"Aku tidak tertarik pada gadis itu sebagai tersangka, tapi sebagai
saksi. Lula punya janji bertemu dengannya di toko, Vashti, tepat se?
telah dia bertemu denganmu di flat ibumu."
"Ya, aku tahu. Itu muncul dalam sidang pendahuluan. Maksud?
ku?yah, tentu saja kau tahu pekerjaanmu, tapi?kurasa dia tidak
tahu apa pun mengenai apa yang terjadi malam itu. Dengar?tunggu
sebentar, Cormoran... aku sedang di tempat ibuku dan ada orang lain
di sini... perlu mencari tempat yang lebih tenang..."
Strike mendengar suara gerakan, gumaman "Permisi", lalu suara
Bristow kembali lagi.
"Maaf, aku tidak ingin mengatakan ini di depan perawat. Se?
benarnya, waktu kau menelepon, kupikir kau orang lain lagi yang
ingin bicara denganku tentang Duffield. Semua orang yang kukenal
sudah meneleponku untuk memberitahu."
Dekut Burung Kukuk
"Memberitahu apa?"
"Kau pasti belum membaca News of the World. Semua ada di sana,
lengkap dengan foto-fotonya Duffield datang mengunjungi ibuku ke?
marin, tiba-tiba saja. Para fotografer sudah menunggu di luar rumah,
menimbulkan ketidaknyamanan dan membuat tetangga kesal. Aku se?
dang pergi bersama Alison, kalau tidak, aku tidak akan membiarkan?
nya masuk."
"Dia mau apa?"
"Pertanyaan yang bagus. Menurut Tony, pamanku, ini masalah
uang?tapi Tony memang biasa berpikir orang hanya mengejar uang.
Lagi pula, aku memiliki wewenang pengacara, jadi tidak ada yang ter?
jadi. Entah mengapa dia datang. Untungnya, Mum sepertinya tidak
menyadari siapa dia sebenarnya. Mum dalam pengaruh obat pereda
sakit yang kuat."
"Bagaimana pers tahu dia akan datang?"
"Nah," ucap Bristow, "itu pertanyaan yang bagus sekali. Menurut
Tony, Duffield sendiri yang menelepon mereka."
"Bagaimana kabar ibumu?"
"Sangat buruk. Mereka bilang, dia bisa bertahan selama ber?
minggu-minggu, atau?atau itu bisa terjadi sewaktu-waktu."
"Aku prihatin mendengarnya," kata Strike. Dia meninggikan suara
ketika lewat bawah jalan layang dengan lalu lintas yang bergemuruh
memekakkan telinga. "Well, kalau kau kebetulan ingat nama teman
Lula yang di Vashti..."
"Aku masih belum benar-benar mengerti mengapa kau begitu ter?
tarik padanya."
"Lula membuat gadis ini pergi jauh-jauh dari Hammersmith ke
Notting Hill, menghabiskan lima belas menit dengannya, lalu pergi
lagi. Mengapa dia tidak tinggal? Mengapa bertemu hanya sebentar?
Apakah mereka bertengkar? Hal-hal tidak biasa apa pun yang terjadi
sekitar waktu kematian yang mendadak bisa jadi relevan."
"Begitu," kata Bristow ragu-ragu. "Tapi... yah, perilaku semacam itu
sebenarnya cukup biasa bagi Lula. Aku pernah memberitahumu bah?
wa dia bisa agak... agak egois. Dia mungkin berpikir, asal dia muncul
sebentar gadis itu akan senang. Dia sering kali sangat antuasias pada
seseorang, lalu meninggalkannya begitu saja."
Robert Galbraith
Kekecewaan Bristow terhadap arah penyelidikan Strike begitu
jelas, sehingga detektif itu merasa perlu menyelipkan dengan halus
alasan yang mengesahkan upah tinggi yang dibayarkan oleh kliennya.
"Alasan lain aku menelepon adalah untuk memberitahu besok
malam aku akan bertemu dengan penyelidik kriminal yang menangani
kasus ini. Eric Wardle. Aku berharap akan mendapat berkas polisinya."
"Hebat!" Bristow sepertinya terkesan. "Cepat sekali!"
"Yah, aku punya koneksi yang bagus di Kepolisian Metro."
"Kalau begitu kau akan bisa mendapat jawaban tentang si Pelari!
Kau sudah membaca catatanku?"
"Ya, sangat membantu," sahut Strike.
"Dan aku sedang berusaha mengatur janji makan siang dengan
Tansy Bestigui minggu ini, supaya kau bisa bertemu dengannya dan
mendengarkan kesaksiannya secara langsung. Aku akan menelepon
sekretarismu, ya?"
"Ya, bagus."
Inilah pentingnya memiliki sekretaris kelebihan waktu yang se?
benarnya tidak mampu digajinya, pikir Strike, begitu selesai menele?
pon memberikan kesan profesional.
Hostel St. Elmo untuk Tunawisma ternyata berada tepat di sam?
ping jalan layang beton yang berisik itu. Bangunannya menyerupai ge?
dung tempat tinggal Lula di Mayfair dan berasal dari periode yang
sama, tapi yang ini biasa saja dan bentuknya buruk, berdinding bata
merah dengan bagian depan bercat putih yang lebih kusam dan ren?
dah hati. Tidak ada tangga batu, tidak ada taman, tidak ada ling?
kungan yang elegan, hanya ada pintu gompal yang terbuka langsung
ke jalan, rangka jendela yang mengelupas, serta suasana terbengkalai.
Dunia modern yang fungsional telah merayap datang ke lingkungan
itu dan meringkuk penuh penderitaan, tak serasi dengan sekeliling?
nya?jalan layang itu hanya dua puluh meter jaraknya, sehingga jen?
dela-jendela paling atas gedung menghadap langsung ke pembatas
beton dan mobil-mobil yang lalu-lalang tanpa henti. Kesan resmi tam?
pak pada bel pintu besar dan pengeras suara yang dipasang di sam?
ping pintu, serta kamera hitam buruk yang bertengger penuh ke?
curigaan, dengan kabel-kabelnya yang menjuntai, di dalam kurungan
jeruji besi.
Dekut Burung Kukuk
Seorang gadis muda kurus kering dengan koreng di sudut mulut?
nya, berdiri merokok di luar pintu, mengenakan overall laki-laki yang
kotor dan kedodoran hingga menenggelamkan tubuhnya. Dia ber?
sandar di dinding, menatap kosong ke arah pusat perbelanjaan yang
tak sampai lima menit jalan kaki jauhnya, dan ketika Strike menekan
bel untuk minta izin masuk ke hostel itu, dia menatap Strike dengan
penuh perhitungan, rupanya menilai potensinya.
Di balik pintu itu terdapat lobi kecil dengan lantai kotor dan din?
ding panel kayu kusam. Dua pintu kaca yang terkunci berada di sisi
kiri-kanan lobi, memperlihatkan lorong telanjang dan ruangan menye?
dihkan dengan meja penuh selebaran, papan dart lama, serta dinding
yang bolong-bolong bekas paku. Persis di depan pintu terdapat meja
penerima tamu yang mirip loket, lagi-lagi dilindungi jeruji besi.
Seorang wanita yang mengunyah permen karet berada di balik
meja, sedang membaca surat kabar. Dia tampak curiga dan sikapnya
tidak ramah saat Strike bertanya apakah dia dapat bertemu dengan
seorang gadis yang namanya mungkin Rachel, yang berteman dengan
Lula Landry.
"Kau wartawan?"
"Bukan. Aku temannya teman."
"Kalau begitu, seharusnya kau tahu namanya, bukan?"
"Rachel? Raquelle? Semacam itu."
Seorang pria yang kepalanya mulai botak masuk ke loket di bela?
kang wanita yang curiga itu.
"Aku detektif partikelir," ujar Strike, mengeraskan suaranya, dan
pria botak itu pun berbalik, tertarik. "Ini kartu namaku. Aku disewa
oleh kakak Lula Landry, dan perlu berbicara dengan?"
"Oh, kau mencari Rochelle?" tanya pria botak itu, mendekati jeruji
besi. "Dia tidak ada di sini, Bung. Sudah pergi."
Koleganya, setelah menyatakan kejengkelan pada temannya karena
bersedia bicara dengan Strike, meninggalkan tempat di belakang
konter dan menghilang dari pandangan.
"Kapan dia pergi?"
"Sudah berminggu-minggu lalu. Bahkan mungkin sudah sekitar
dua bulan."
"Tahu ke mana dia pergi?"
Robert Galbraith
"Tidak tahu, Bung. Mungkin tidur di sana-sini lagi. Dia sering da?
tang dan pergi. Anak yang sulit. Masalah kejiwaan. Tapi Carrianne
mungkin tahu sesuatu. Sebentar. Carrianne! Hei! Carrianne!"
Gadis muda pucat pasi dengan koreng di bibir itu masuk ke lobi
dari cahaya matahari di luar, matanya menyipit.
"?Pa?"
"Rochelle, kau lihat dia, nggak?"
"Untuk apa aku mau ketemu cewek jalang itu?"
"Jadi kau tidak lihat dia?" tanya si pria botak.
"Nggak. Punya rokok?"
Strike memberinya sebatang; gadis itu menyelipkannya di balik
telinga.
"Dia masih di sekitar sini. Janine pernah ketemu dia," kata
Carrianne. "Rochelle bilang, dia punya flat atau apa. Pecun tukang bo?
hong. Dan Lula Landry mewariskan semua untuk dia. Bohong.
Ngapain kau mau ketemu Rochelle?" dia bertanya pada Strike, jelas
ingin tahu apakah bisa mengambil keuntungan dari Strike, ataukah
dia harus melakukan sesuatu terlebih dulu.
"Cuma mau menanyakan beberapa hal."
"Tentang apa?"
"Lula Landry."
"Oh," ucap Carrianne, dan mata penghitung uang itu mengerjap.
"Mereka tidak segitu akrabnya kok. Mendingan kau tidak percaya se?
mua yang dibilang Rochelle, sundal pembohong itu."
"Dia bohong soal apa?" tanya Strike.
"Semuanya. Aku yakin dia sebenarnya mencuri barang-barang yang
dia bilang dibelikan Landry itu."
Dekut Burung Kukuk The Cuckoos Calling Karya Robert Galbraith di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ayolah, Carrianne," tegur pria botak itu lembut. "Mereka memang
berteman," dia berkata pada Strike. "Landry sering ke sini dan men?
jemputnya dengan mobil. Itu," katanya sambil melirik Carrianne, "me?
nyebabkan sedikit ketegangan."
"Bukan aku, sialan," tukas Carrianne. "Menurutku Landry itu ja?
lang murahan. Dia bahkan nggak secakep itu kok."
"Rochelle bilang padaku dia punya bibi di Kilburn," kata si pria bo?
tak.
"Tapi mereka nggak rukun," timpal si gadis.
Dekut Burung Kukuk
"Kau tahu nama dan alamat bibinya?" tanya Strike, tapi keduanya
menggeleng. "Nama belakang Rochelle apa?"
"Aku tidak tahu. Kau tahu, Carrianne? Sering kali kami hanya me?
ngenal nama panggilan mereka," dia memberitahu Strike.
Tidak ada lagi yang bisa digali dari mereka. Sudah lebih dari dua
bulan berlalu sejak terakhir kali Rochelle tinggal di hostel itu. Pria bo?
tak itu tahu Rochelle menjalani rawat jalan di klinik St. Thomas se?
lama beberapa waktu, tapi tidak tahu apakah Rochelle masih datang
ke sana.
"Dia pernah beberapa kali mengalami episode psikotik. Dia harus
minum banyak obat."
"Dia nggak peduli waktu Lula mati," ujar Carrianne, tiba-tiba. "Dia
nggakbil pusing sama sekali."
Kedua pria itu menatapnya. Carrianne mengangkat bahu, seperti
seseorang yang sekadar menyatakan kebenaran yang tidak menyenang?
kan.
"Begini. Kalau Rochelle muncul lagi, maukah kau memintanya
menghubungiku?"
Strike memberikan kartu nama kepada kedua orang itu, yang me?
rekaati dengan penuh minat. Sementara perhatian mereka masih
tertuju pada kartu namanya, dengan gesit dipungutnya News of the
World milik wanita yang mengunyah permen karet tadi dari bukaan
sempit di bawah jeruji, lalu disisipkannya di bawah lengan. Kemudian
dia mengucapkan selamat tinggal dengan riang, lalu pergi.
Saat itu sore hari musim semi yang hangat. Strike melangkah ke
arah Hammersmith Bridge, catnya yang hijau pucat dan ornamennya
yang dicat keemasan tampak bergelimang cahaya matahari. Seekor
angsa mengapung-apung di tepi Thames sebelah sana. Perkantoran
dan pertokoan seperti ratusan mil jauhnya. Berbelok ke kanan, dia
menyusuri jalur pejalan kaki di samping dinding sungai dan deretan
bangunan tepi sungai yang beratap rendah dan berteras, beberapa di?
beri naungan, yang lain ditumbuhi tanaman wisteria.
Strike membeli sekaleng Blue Anchor, lalu duduk di bangku kayu,
menghadap perairan dan memunggungi rumah-rumah bercat biruputih itu. Setelah menyulut rokok, dia membalik koran ke halaman
empat, dan di sana terpampang foto Evan Duffield (kepala menunduk,
Robert Galbraith
karangan bunga putih besar di tangan, mantel hitam berkepak di
belakangnya) di bawah judul besar DUFFIELD MENGUNJUNGI
IBU LULA YANG SAKIT PARAH.
Beritanya tidak kontroversial, hanya perpanjangan dari keterangan
fotonya. Eyeliner dan mantel berkibar, ekspresi murung dan menera?
wang, mirip penampilan Duffield ketika berjalan menuju pemakaman
pacarnya. Dalam beberapa baris di bawah, dia digambarkan sebagai
"Evan Duffield, musisi/aktor yang problematik".
Ponsel Strike bergetar di dalam saku dan dia mengeluarkan benda
itu. Ada pesan dari nomor tak dikenal.
News of the World halaman empat Evan Duffield. Robin.
Dia menyeringai melihat layar kecil itu sebelum menyelipkan pon?
sel kembali ke sakunya. Matahari terasa hangat di kepala dan bahu?
nya. Burung-burung camar menjerit, menukik di atas kepala, dan
Strike dengan gembira menyadari bahwa dia tidak harus ke manamana, tidak ditunggu oleh siapa-siapa. Dia menyamankan duduknya
untuk membaca surat kabar itu dari awal hingga akhir di bangku yang
dibanjiri cahaya matahari.
Robin berdiri terhuyung-huyung bersama para komuter yang ber?
jejalan di dalam kereta bawah tanah Bakerloo yang menuju utara. Se?
mua orang mengenakan mimik tegang dan merana yang sesuai dengan
hari Senin pagi. Dia merasakan ponsel di saku mantelnya bergetar,
lalu mengeluarkannya dengan susah payah, karena sikunya terimpit
tak nyaman pada daging bergelambir yang tak jelas di bagian mana,
milik seorang pria bersetelan jas dengan napas bau di sebelahnya. Ke?
tika melihat bahwa pesan itu dari Strike, sejenak dia merasa bergairah,
mirip dengan yang dirasakannya ketika melihat Duffield di surat
kabar kemarin. Kemudian dia membuka pesan itu dan membacanya
Keluar. Kunci di belakang tangki toilet. Strike.
Dia tidak memaksa memasukkan kembali ponsel ke sakunya, tapi
menggenggamnya terus sementara kereta berderak melalui tero?
wongan-terowongan gelap, dan dia berusaha tidak menghirup halitosis
laki-laki bergelambir itu. Robin kecewa. Hari sebelumnya, dia dan
Matthew sedang makan siang bersama dua teman kuliah Matthew di
gastropub favoritnya, Windmill on the Common. Ketika Robin me?
lihat foto Evan Duffield di News of the World yang terbuka di meja di
dekatnya, dengan napas tertahan dia minta diri sebentar, di tengahtengah cerita Matthew, dan buru-buru keluar untuk mengirim pesan
pada Strike.
Robert Galbraith
Belakangan Matthew berkata bahwa Robin telah bersikap tidak
sopan, bahkan lebih buruk lagi karena tidak menjelaskan apa yang se?
benarnya dia lakukan, demi menjaga kerahasiaan yang tidak perlu.
Robin mencengkeram pegangan erat-erat, dan ketika kereta me?
lambat serta tubuh berat tetangganya itu condong ke arahnya, dia me?
rasa agak tolol tapi juga kesal pada kedua pria itu, terutama pada si
detektif, yang jelas tidak tertarik pada gerak-gerik mantan pacar Lula
Landry.
Setelah dia tiba di kantor, berderap melalui Denmark Street yang
porak-poranda dan berdebu, mengambil kunci dari balik tangki toilet
seperti yang diperintahkan, dan lagi-lagi ditolak oleh cewek sok hebat
di kantor Freddie Bestigui, suasana hatinya sudah benar-benar buruk.
Meski dia tidak tahu, pada saat yang bersamaan Strike sedang me?
lintasi tempat kejadian paling romantis dalam hidup Robin. Pagi itu,
ketika Strike lewat di sisi jalan St. James menuju Glasshouse Street,
undakan di bawah patung Eros itu dipenuhi remaja Italia.
Dari Piccadilly Circus, dia hanya perlu berjalan sebentar untuk
sampai di depan pintu masuk Barrack, kelab malam yang membuat
Deeby Macc sangat senang sehingga betah berada di sana selama ber?
jam-jam begitu turun pesawat dari Los Angeles. Tampak depannya se?
perti terbuat dari beton industrial, nama kelab tertera dalam hurufhuruf hitam mengilap, disusun secara vertikal. Gedungnya menjulang
hingga empat lantai. Seperti yang sudah diduga Strike, di atas pintu
masuk bertengger beberapa kamera CCTV, yang menurut perkiraan
Strike jangkauannya meliputi seluruh jalan itu. Dia berjalan ke bela?
kang gedung, melihat pintu-pintu darurat, dan membuat sketsa kasar
area tersebut.
Setelah menjelajah internet lagi malam sebelumnya, Strike merasa
sudah tahu cukup banyak mengenai ketertarikan Deeby Macc ter?
hadap Lula Landry yang dinyatakan secara publik. Rapper itu pernah
menyebut sang model dalam lirik tiga lagunya, dalam dua album yang
berbeda. Dalam suatu wawancara dia juga pernah menyebut Lula
Landry sebagai wanita dan belahan jiwa yang ideal baginya. Sulit me?
nakar keseriusan Macc ketika membuat pernyataan-pernyataan itu;
dari berbagai wawancara tertulis yang dibaca Strike, orang harus
memberikan kelonggaran, pertama-tama karena rapper itu memiliki
Dekut Burung Kukuk
selera humor yang kering dan cenderung sinis, dan kedua karena tiap
orang yang mewawancarainya seperti dipenuhi kekaguman yang di?
tingkahi rasa takut ketika berhadapan dengan Macc.
Macc adalah bekas anggota geng yang pernah dipenjara karena tu?
duhan kepemilikan senjata dan narkoba di tempat asalnya di Los
Angeles, dan sekarang menjadi multijutawan yang memiliki berbagai
bisnis yang menguntungkan, selain karier rekaman yang sukses. Tak
diragukan lagi pers sangat "bersemangat", begitu istilah Robin, ketika
bocor berita bahwa perusahaan rekaman Macc telah menyewa aparte?
men di bawah apartemen Lula. Ada banyak spekulasi liar mengenai
apa yang akan terjadi ketika Deeby Macc hanya berjarak satu lantai
dengan wanita yang dikabarkan menjadi idamannya, dan bagaimana
elemen baru yang panas ini akan memengaruhi hubungan Landry dan
Duffield. Kisah-kisah rekaan ini dibanjiri komentar-komentar yang
tentunya tak benar dari teman kedua orang itu?"Dia sudah menele?
pon Lula dan mengajaknya makan malam", "Lula sudah mempersiap?
kan pesta kecil di flatnya begitu Macc sampai di London". Spekulasi
semacam itu nyaris menenggelamkan berbagai komentar marah para
kolumnis, bahwa Macc, yang pernah dua kali didakwa dan musiknya
(kata mereka) memuja-muja masa lalunya yang penuh kriminalitas,
justru disambut kedatangannya di negara mereka.
Setelah puas menggali informasi dari jalan-jalan di sekitar Barrack,
Strike melanjutkan berjalan kaki, membuat catatan tentang garis-garis
batas kuning di sekitar area itu, larangan parkir Jumat malam, serta
tempat-tempat lain yang juga memiliki kamera keamanan sendiri. Se?
sudah catatannya lengkap, dia merasa layak menghadiahi diri sendiri
dengan secangkir teh dan roti bacon yang ditagihkannya dalam pe?
ngeluaran, dan menikmatinya di kafe kecil sambil membaca Daily
Mail yang ditinggalkan pengunjung lain.
Ponselnya berdering ketika dia mulai menyesap cangkir teh kedua,
di tengah-tengah artikel menggelikan tentang Perdana Menteri yang
mengatai seorang konstituen wanita tua "cupet", tanpa menyadari
mikrofonnya masih aktif.
Seminggu lalu, Strike akan mendiamkan saja telepon dari pegawai
temporer yang tak diinginkan, dan membiarkannya masuk ke kotak
suara. Hari ini, dia menerimanya.
Robert Galbraith
"Hai, Robin, apa kabar?"
"Baik. Aku hanya mau menyampaikan pesan-pesan masuk."
"Mulailah," kata Strike sambil mengambil bolpoinnya.
"Alison Cresswell baru saja menelepon?dia sekretaris John
Bristow?memberitahu bahwa dia sudah memesan meja di Cipriani
pukul satu besok, supaya Bristow dapat memperkenalkan Anda pada
Tansy Bestigui."
"Bagus sekali."
"Aku sudah mencoba menelepon kantor produksi Freddie Bestigui
lagi. Mereka semakin jengkel. Mereka bilang, dia sedang di LA. Aku
sudah meninggalkan pesan lagi agar dia menelepon Anda."
"Bagus."
"Dan Peter Gillespie menelepon lagi."
"He-eh," ucap Strike.
"Dia bilang ini mendesak, dan bisakah Anda membalas teleponnya
sesegera mungkin."
Strike mempertimbangkan untuk meminta Robin menelepon
Gillespie dan menyuruhnya pergi ke neraka.
"Ya, akan kulakukan. Dengar, bisakah kau mencarikan alamat ke?
lab malam Uzi dan mengirimnya lewat SMS?"
"Baik."
"Dan coba cari nomor telepon orang itu, Guy Som?. Dia desainer."
"Pelafalannya ?gi?," kata Robin.
"Apa?"
Dekut Burung Kukuk The Cuckoos Calling Karya Robert Galbraith di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Nama depannya itu. Dilafalkan dengan cara Prancis, bunyinya
?Gi?."
"Oh, begitu. Well, bisakah kau mencarikan nomornya?"
"Ya," sahut Robin.
"Tanyakan padanya apakah dia bersedia berbicara denganku. Kata?
kan padanya siapa aku, siapa yang mempekerjakanku."
"Ya."
Pada saat itu, Strike mulai menangkap nada bicara Robin yang di?
ngin. Setelah satu-dua jenak, menurutnya dia tahu sebabnya.
"Oh, omong-omong, terima kasih untuk pesan yang kaukirim ke?
marin," katanya. "Maaf aku tidak membalasnya. Kelihatan aneh kalau
Dekut Burung Kukuk
aku membalas SMS di tempat aku berada kemarin. Tapi kalau kau
mau menelepon Nigel Clements, agen Duffield, untuk mengatur janji
temu, aku akan sangat berterima kasih."
Sikap bermusuhan Robin seketika sirna, seperti yang telah di?
harapkan Strike. Suaranya beberapa derajat lebih hangat ketika Robin
berbicara kembali, bahkan nyaris bersemangat.
"Tapi Duffield tidak mungkin ada hubungannya dengan itu. Alibi?
nya kan kuat!"
"Yah, kita lihat saja nanti," timpal Strike, sengaja dengan nada sok
misterius. "Oh ya, Robin, kalau ada surat ancaman pembunuhan da?
tang lagi?biasanya datang hari Senin..."
"Ya?" tanya Robin antusias.
"Arsipkan saja," ujar Strike.
Dia tidak yakin?rasanya tidak mungkin, karena menurut pe?
nilaiannya, Robin sangat menjaga sopan santun?tapi sepertinya dia
mendengar Robin menggerutu pelan, "Masa bodohlah," ketika me?
nutup telepon.
Strike menghabiskan sisa hari itu dengan melakukan tugas-tugas
rutin yang menjemukan namun perlu. Ketika Robin mengirim pesan
berisi alamat, dia mengunjungi kelab malam kedua hari itu, kali ini di
South Kensington. Kontrasnya dengan Barrack sangat ekstrem. Pintu
masuk Uzi begitu tersembunyi sehingga bisa disangka sekadar rumah
hunian yang bagus. Ada kamera-kamera keamanan juga di atas pintu?
nya. Sesudah itu, Strike naik bus ke Charles Street?dia yakin Guy
Som? tinggal di sekitar sini?lalu berjalan kaki dengan rute paling
langsung dari tempat tinggal sang desainer ke rumah Landry.
Tungkainya sakit lagi sore hari itu, jadi dia beristirahat sambil ma?
kan sandwich lagi sebelum beranjak menuju Feathers, dekat Scotland
Yard, untuk memenuhi janji temu dengan Eric Wardle.
Bar itu juga bergaya zaman Victoria, tapi jendela-jendelanya besar
dari lantai hingga langit-langit, menghadap bangunan kelabu besar
dari tahun 1920-an yang dihiasi patung-patung karya Jacob Epstein.
Patung yang paling dekat berada di atas pintu masuk, memandang ke
bawah melalui jendela-jendela bar; sosok laksana dewa yang duduk
dan dipeluk anak lelakinya yang masih kecil, tubuhnya terbalik se?
Robert Galbraith
hingga memperlihatkan alat kelaminnya. Waktu telah mengikis aspekaspek mengejutkan patung itu.
Di dalam Feathers, mesin-mesin berdenting dan berdentang dan
mengedipkan cahaya lampu dengan warna-warna primer; TV plasma
berbingkai kulit yang digantung di dinding menayangkan pertan?
dingan West Bromwich Albion melawan Chelsea, suaranya dimatikan,
sementaray Winehouse mengeluh dan mengerang dari pengeraspengeras suara yang tidak terlihat. Nama-nama bir dicatkan di din?
ding krem di atas bar panjang yang menghadap tangga lebar dari kayu
gelap dengan undakan melengkung dan susuran yang terbuat dari besi
keemasan yang mengilap, menuju lantai satu.
Strike harus menunggu sebelum dilayani, memberinya kesempatan
untuk melihat-lihat. Bar itu dipenuhi kaum lelaki, sebagian besar ber?
potongan rambut cepak ala militer; tapi ada tiga gadis yang berdiri di
sekitar meja bar tinggi, dengan kulit jingga buatan salon dan rambut
pirang peroksida yang terlalu sering diluruskan, mengenakan gaun
ketat mini, beringsut memindah-mindahkan berat badan dari satu
kaki bersepatu tinggi ke kaki yang lain, tanpa benar-benar perlu. Me?
reka pura-pura tidak menyadari bahwa satu-satunya pria yang minum
seorang diri, pria berwajah tampan bak remaja yang mengenakan jaket
kulit dan duduk di bangku tinggi dekat jendela, sedang mengamati
mereka satu per satu dengan mata terlatih. Strike membeli segelas
Doom Bar dan mendekati sang pengamat itu.
"Cormoran Strike," katanya begitu sampai di meja Wardle. Wardle
memiliki rambut yang umumya membuat Strike iri; tidak akan ada
yang menyebut Wardle "Rambut Jembut".
"Ya, sudah kuduga," kata polisi itu, lalu menjabat tangannya.
"Anstis sudah bilang kau bertubuh besar."
Strike menarik bangku bar, lalu Wardle berkata, tanpa basa-basi
"Oke, kau punya apa untukku?"
"Bulan lalu ada penikaman yang mengakibatkan kematian dekat
Ealing Broadway. Laki-laki bernama Liam Yates. Informan polisi,
kan?"
"Ya, ditikam lehernya. Tapi kami tahu siapa pelakunya," ujar
Wardle dengan tawa meremehkan. "Separuh bajingan London juga
tahu. Kalau itu informasi yang kautawarkan?"
Dekut Burung Kukuk
"Kau tidak tahu di mana dia berada, kan?"
Sambil melempar lirikan cepat ke arah gadis-gadis yang senantiasa
tanpa ekspresi itu, Wardle mengeluarkan notes dari saku.
"Lanjutkan."
"Ada cewek bernama Shona Holland yang bekerja di Betbusters di
Hackney Road. Dia tinggal di flat sewaan tak jauh dari si bandar. Dia
sedang kedatangan tamu tak diundang bernama Brett Fearney, yang
dulu sering memukuli kakak perempuannya. Rupanya orang ini bukan
jenis yang biasa ditolak permintaannya."
"Punya alamat lengkapnya?" tanya Wardle, sibuk mencatat.
"Aku baru saja memberimu nama penyewa flat dan separuh kode
posnya. Usaha sedikitlah."
"Dan katamu, dari mana kau mendapat informasi ini?" tanya
Wardle, masih mencatat dengan heboh di notes yang ditumpukan
pada lututnya.
"Aku tidak mengatakan apa-apa," sahut Strike tenang sambil me?
nyesap birnya.
"Kau punya teman-teman yang menarik, ya?"
"Sangat. Nah, dalam semangat berbalas budi..."
Wardle tertawa sambil menyimpan notesnya di saku.
"Bisa saja yang barusan kauberikan padaku itu tahi kucing."
"Bukan. Jangan main curang, Wardle."
Polisi itu mengamati Strike sejenak, jelas-jelas terbelah antara rasa
geli dan curiga.
"Apa yang kaukejar sebenarnya?"
"Sudah kukatakan padamu di telepon informasi orang dalam ten?
tang Lula Landry."
"Kau tidak baca koran?"
"Sudah kubilang, informasi orang dalam. Menurut klienku, ada
yang tidak beres."
Ekspresi Wardle mengeras.
"Kau berkawan dengan tabloid, ya?"
"Bukan," bantah Strike. "Dengan kakaknya."
"John Bristow?"
Wardle meneguk birnya, matanya tertuju pada paha atas gadis
Robert Galbraith
yang terdekat, cincin kawinnya memantulkan cahaya merah lampu
mesin pinball.
"Dia masih ngotot soal rekaman CCTV itu?"
"Dia menyebut-nyebut soal itu," Strike mengakui.
"Kami berusaha melacak mereka," Wardle berkata, "dua orang
hitam itu. Kami mengeluarkan pengumuman. Tidak ada yang muncul
menyatakan diri. Tidak heran sih?ada alarm mobil yang terdengar
sekitar waktu mereka melewatinya?atau berusaha membobolnya.
Maserati. Menggiurkan sekali."
"Kaupikir mereka mau mencuri mobil?"
"Aku tidak bilang mereka khusus datang ke sana untuk membobol
mobil. Mungkin mereka hanya melihat kesempatan ketika melihat
mobil itu parkir di jalan?orang goblok macam apa yang meninggal?
kan Maserati di pinggir jalan? Tapi waktu itu hampir pukul dua dini
hari, suhunya di bawah nol, dan aku tidak bisa memikirkan banyak
alasan kenapa dua orang itu memilih bertemu pada saat itu, di daerah
Mayfair yang kami yakin bukan tempat mereka tinggal."
"Tidak tahu mereka dari mana, atau ke mana mereka pergi se?
sudahnya?"
"Kami yakin orang yang membuat Bristow terobsesi, yang berjalan
ke arah flat Landry sebelum dia jatuh, turun dari bus nomor tiga pu?
luh delapan di Wilton Street pada pukul sebelas seperempat. Tidak
tahu apa yang dia lakukan sebelum melewati kamera di ujung Bellamy
Road satu setengah jam kemudian. Dia melewati kamera lagi ke arah
sebaliknya sekitar sepuluh menit setelah Landry jatuh, berlari cepat di
Bellamy Road, dan kemungkinan besar belok kanan di Weldon Street.
Ada rekaman seseorang yang kurang-lebih mirip dengan deskripsi?
nya?tinggi, hitam, tudung, skarf menutupi wajah?tertangkap ka?
mera di Theobalds Road sekitar dua puluh menit sesudahnya."
"Cepat juga kalau dia sampai di Theobalds Road dalam dua puluh
menit," komentar Strike. "Itu yang ke arah Clerkenwell, kan? Pasti se?
kitar tiga setengah sampai empat kilometer jauhnya. Padahal trotoar?
nya berlapis es."
"Yah, bisa saja itu bukan dia. Rekamannya jelek sekali. Menurut
Bristow, mencurigakan sekali wajahnya ditutupi skarf, tapi suhunya
membeku malam itu, aku sendiri memakai balaclava yang menutupi
Dekut Burung Kukuk
seluruh kepala. Apa pun yang terjadi, entah dia atau bukan yang ada
di Theobalds Road itu, tidak ada orang yang muncul dan menyatakan
kenal dia."
"Yang satu lagi?"
"Lari cepat di Halliwell Street, sekitar dua ratus meter, tidak tahu
ke mana arahnya sesudah itu."
"Tidak ketahuan juga dari mana dia memasuki area itu?"
"Bisa dari mana saja. Kami tidak menemukan rekaman dia yang
lain."
"Bukankah seharusnya ada sepuluh ribu kamera CCTV di seluruh
London?"
"Tidak di semua tempat. Kamera bukan jawaban atas masalah
kita, kecuali semuanya dirawat dan dimonitor. Yang di Garriman
Street mati, di Meadowfield Road atau Hartley Street bahkan tidak
ada satu pun. Kau tidak ada bedanya dengan orang lain, Strike. Kau
menuntut kebebasan pribadi ketika mengatakan pada istrimu kau ada
di kantor padahal sedang di kelab penari telanjang, tapi kau mau ada
pengawasan dua puluh empat jam di rumahmu ketika seseorang ber?
usaha membobol jendela kamar mandi. Tidak bisa begitu. Harus pilih
salah satu."
"Aku tidak mengejar dua-duanya," Strike berkata. "Aku hanya ber?
tanya apa yang kauketahui tentang Pelari Kedua."
"Wajah tertutup sampai mata, seperti temannya; yang kelihatan
hanya tangannya. Kalau aku jadi dia, dan merasa bersalah soal
Maserati itu, aku akan berlindung di bar dan keluar bersama serom?
Dekut Burung Kukuk The Cuckoos Calling Karya Robert Galbraith di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bongan orang. Ada tempat bernama Bojo?s di terusan Halliwell Street.
Dia bisa saja ke sana dan membaur dengan pengunjung yang lain.
Kami sudah mengeceknya," kata Wardle, mencegat pertanyaan Strike.
"Tidak ada yang mengenali dia dari rekaman."
Selama beberapa saat mereka minum tanpa berkata-kata.
"Kalaupun mereka berhasil ditemukan," lanjut Wardle sambil me?
letakkan gelasnya, "paling banter kami akan mendapat saksi yang me?
lihat dia jatuh. Tidak ada DNA yang tak dikenal di dalam flatnya.
Tidak ada orang yang seharusnya tidak berada di sana."
"Bukan hanya rekaman kamera CCTV itu yang membuat Bristow
berpikir," kata Strike. "Dia sudah bertemu Tansy Bestigui."
Robert Galbraith
"Jangan sebut-sebut soal Tansy Bestigui sialan itu," gerutu Wardle,
kesal.
"Harus kusebut-sebut, karena klienku menganggap dia mengata?
kan yang sebenarnya."
"Masih ngotot, ya? Masih belum menyerah? Bagaimana kalau aku
cerita soal Mrs. Bestigui?"
"Silakan," sahut Strike, sambil menggenggam gelas bir di dekat
dadanya.
"Carver dan aku sampai di tempat kejadian sekitar dua puluh sam?
pai dua puluh lima menit setelah Landry jatuh ke trotoar. Polisi ber?
seragam sudah ada di sana. Tansy Bestigui masih histeris waktu kami
menemuinya, mencerocos, gemetaran, dan menjerit-jerit bahwa ada
pembunuh di dalam gedung.
"Menurut ceritanya, dia turun dari tempat tidur sekitar pukul dua
dan pergi ke kamar mandi untuk kencing. Dia mendengar teriakan
dari flat dua lantai di atasnya dan melihat tubuh Landry jatuh me?
lewati jendelanya.
"Nah. Jendela-jendela flat-flat itu dilapis tiga kali atau apalah. Me?
mang dirancang supaya panas dari pengatur udara tidak keluar, dan
menjaga suara-suara di luar tidak masuk. Ketika kami mewawancarai
dia, jalan di bawah sudah penuh mobil polisi dan para tetangga, tapi
kau tidak akan mengetahuinya dari atas sana, kecuali kilasan cahaya
lampu biru. Rasanya seperti berada di dalam piramida terkutuk,
mengingat kegemparan yang terjadi di bawah sana.
"Jadi kubilang padanya, ?Anda yakin mendengar teriakan-teriakan,
Mrs. Bestigui? Karena flat ini sepertinya kedap suara.?
"Dia tetap ngotot. Bersumpah dia mendengar setiap kata. Me?
nurutnya, Landry menjerit sesuatu, kira-kira ?Kau terlambat?, lalu
suara laki-laki yang membalas, ?Dasar jalang pembohong?. Halusinasi
suara, begitu sebutannya," Wardle menjelaskan. "Kau bisa mendengar
macam-macam kalau menyedot begitu banyak kokain ke otakmu sam?
pai menetes-netes dari hidung."
Dia meminum birnya dalam tegukan panjang.
"Pokoknya, kami sudah membuktikan tanpa ada keraguan lagi
bahwa dia tidak mungkin bisa mendengar suara-suara. Pasangan
Bestigui mengungsi ke rumah teman mereka hari berikutnya untuk
Dekut Burung Kukuk
menghindari pers, jadi kami menempatkan beberapa orang di flat me?
reka, dan satu orang lagi di balkon Landry yang berteriak-teriak sam?
pai sakit kepala. Orang-orang di lantai satu tidak bisa mendengar apa
pun yang dia katakan, padahal mereka sadar sesadar-sadarnya, dan
memasang telinga tajam-tajam.
"Tapi sementara kami sedang membuktikan bahwa omongannya
tahi kucing, Mrs. Bestigui sudah menelepon separuh London, mem?
beritahu bahwa dia satu-satunya saksi pembunuhan Lula Landry. Pers
langsung menerkamnya, karena sebagian tetangga sudah mendengar
dia berteriak-teriak tentang penyusup. Media sudah menyidangkan
dan memvonis Evan Duffield, bahkan sebelum kami kembali me?
nemui Mrs. Bestigui.
"Kami memberitahunya bahwa kami sudah membuktikan dia tidak
mungkin dapat mendengar apa yang dia bilang telah didengarnya.
Well, dia belum siap untuk mengakui bahwa semua itu cuma ada di
kepalanya. Dia merasa di atas angin sekarang, dengan pers yang ber?
kerumun di luar pintunya seolah-olah dia Lula Landry yang terlahir
kembali. Jadi dia menjawab begini ?Oh, aku belum bilang, ya? Aku
membuka jendela. Ya, jendelanya kubuka supaya ada udara segar
masuk.?"
Wardle tertawa merendahkan.
"Malam itu suhu di bawah nol, dan sedang turun salju."
"Dan dia hanya mengenakan pakaian dalam, bukan?"
"Seperti garu dengan dua jeruk plastik diikatkan di dadanya," tim?
pal Wardle, dan perumpamaan itu terlontar dengan begitu lancarnya
sehingga Strike yakin bukan baru sekali ini dia mengucapkannya.
"Kami sudah lebih dulu mengecek kebenaran cerita itu?mencari
sidik jari?dan benar saja, dia tidak pernah membuka jendela. Tidak
ada sidik jari di kait pengunci atau di mana pun. Petugas kebersihan
sudah membersihkannya pagi hari sebelum Landry mati, dan sejak itu
belum menyentuhnya lagi. Karena jendela-jendela terkunci dan diselot
ketika kami tiba, hanya ada satu kesimpulan yang bisa ditarik, bukan?
Mrs. Tansy Bestigui itu tukang bohong."
Wardle menghabiskan isi gelasnya.
"Minumlah satu lagi," kata Strike, lalu menuju bar tanpa menung?
gu jawaban.
Robert Galbraith
Dia melihat Wardle memandangi kakinya dengan penasaran ketika
dia kembali ke meja. Dalam kondisi yang berbeda, dia mungkin akan
membenturkan kaki palsunya keras-keras pada kaki meja, lalu berkata,
"Yang ini lho." Tetapi, dia hanya meletakkan dua gelas bir baru serta
keripik kulit babi dalam mangkuk kecil?yang membuatnya kesal?
lalu melanjutkan obrolan yang terputus.
"Tapi Tansy Bestigui benar-benar menyaksikan Landry jatuh me?
lewati jendela, bukan? Karena menurut Wilson, dia mendengar bunyi
tubuh itu jatuh tepat sebelum Mrs. Bestigui mulai menjerit."
"Mungkin dia melihatnya, tapi dia bukan sedang kencing. Dia me?
nyedot beberapa garis kokain di kamar mandi. Kami menemukannya
di sana, sudah digaris dan siap digunakan."
"Lalu dia tinggalkan, ya?"
"Ya. Mungkin karena melihat orang jatuh lewat jendelanya, dia jadi
tidak berselera lagi."
"Jendela itu kelihatan dari kamar mandi?"
"Yah. Hampir-hampirlah."
"Kau sampai di sana cepat juga, ya?"
"Petugas berseragam sampai di sana sekitar delapan menit setelah
ditelepon, lalu Carver dan aku tiba sesudah dua puluh menit." Wardle
mengangkat gelasnya, seolah-olah bersulang untuk efisiensi kepolisian.
"Aku sudah bicara dengan Wilson, petugas keamanan," ujar Strike.
"Oh ya? Dia lumayan juga," kata Wardle dengan sedikit nada me?
remehkan. "Bukan salahnya kalau dia sakit perut. Tapi dia tidak me?
nyentuh apa-apa dan dia melakukan prosedur penggeledahan yang
benar setelah Landry jatuh. Yah, dia lumayan."
"Dia dan kolega-koleganya tidak rajin mengganti kode pintu."
"Orang memang begitu. Terlalu banyak nomor dan password yang
harus dihafalkan. Aku mengerti perasaan mereka."
"Bristow tertarik pada apa yang mungkin terjadi selama seper?
empat jam ketika Wilson ada di WC."
"Kami juga, tapi cuma sebentar, sebelum kami puas memastikan
bahwa Mrs. Bestigui itu pemadat yang gila ketenaran."
"Wilson mengatakan pintu ke kolam tidak terkunci."
"Bisakah dia menjelaskan bagaimana seorang pembunuh masuk ke
area kolam renang, atau kembali keluar, tanpa melewatinya? Kolam
Dekut Burung Kukuk
keparat itu," kata Wardle, "hampir sebesar yang ada di gym-ku, dan ha?
nya diperuntukkan bagi tiga bangsat keparat. Ada gym juga di lantai
dasar, di belakang meja sekuriti. Garasi bawah tanah sialan. Flat-flat
yang terbuat dari marmer dan sebangsanya... seperti hotel bintang
lima."
Polisi itu menggeleng-geleng perlahan merenungkan distribusi ke?
kayaan yang tidak merata.
"Memang dunia yang berbeda," tambahnya.
"Aku tertarik pada flat tengah," ujar Strike.
"Flat Deeby Macc?" tanya Wardle, dan Strike terkejut melihat ke?
hangatan yang terpancar dari seringai yang terkembang di wajah polisi
itu. "Kenapa?"
"Kau masuk ke sana?"
"Aku melihat-lihat, tapi Bryant sudah menggeledahnya. Kosong.
Jendela-jendela diselot, alarm diaktifkan dan bekerja dengan baik."
"Apakah Bryant yang menabrak meja dan menjatuhkan vas bunga
besar itu?"
Wardle mendengus.
"Kau sudah dengar, ya? Mr. Bestigui tidak terlalu senang. Oh, jelas.
Dua ratus tangkai mawar putih dalam vas kristal sebesar tong sam?
pah. Rupanya dia mendengar Macc meminta mawar putih dalam
adendum. Adendum," kata Wardle, seolah-olah diamnya Strike me?
nandakan dia tidak tahu arti istilah itu, "berisi hal-hal yang mereka
inginkan untuk ditaruh di ruang ganti. Kupikir kau lebih tahu soal se?
macam itu."
Strike mengabaikan sindiran Wardle. Dia sempat berharap Anstis
lebih menjaga mulutnya.
"Kau tahu mengapa Bestigui ingin memberikan mawar itu pada
Macc?"
"Untuk mengambil hati, bukan? Mungkin ingin mengajak Macc
main dalam salah satu filmnya. Dia mengamuk ketika mendengar
Bryant memecahkan vas itu. Berteriak-teriak sampai serak ketika me?
ngetahuinya."
"Tidak ada yang menganggap aneh dia marah-marah soal bunga,
padahal tetangganya tergeletak di trotoar dengan kepala pecah?"
"Dia memang bajingan, Bestigui itu," kata Wardle dengan sungguh159
Robert Galbraith
sungguh. "Terbiasa segala kemauannya dituruti. Dia mencoba mem?
perlakukan kami seperti stafnya, sampai dia menyadari itu bukan tin?
dakan pintar.
"Tapi teriakan-teriakannya itu bukan cuma soal bunga. Dia ber?
usaha mengalihkan perhatian dari istrinya yang histeris, memberinya
kesempatan untuk menguasai diri. Dia selalu menyela kalau ada yang
bermaksud menanyai istrinya. Besar pula badannya, Freddie itu."
"Apa yang dia khawatirkan?"
"Kalau lebih lama istrinya melolong-lolong dan gemetaran seperti
tikus kecebur got, semakin jelas bahwa dia memakai kokain. Dia tahu
ada kokain di suatu tempat di flatnya. Dia pasti tidak senang ketika
polisi masuk. Jadi dia berusaha mengalihkan perhatian semua orang
dengan marah-marah soal karangan bunga seharga lima ratus pound.
"Aku pernah membaca dia akan menceraikan istrinya. Aku tidak
heran sih. Dia terbiasa dengan pers yang membuntuti gerak-geriknya,
karena dia bajingan licik. Dia tidak membutuhkan lampu sorot tertuju
padanya begitu mulut Tansy bocor. Sementara itu, pers bersenang-se?
nang mumpung masih bisa. Menampilkan cerita-cerita lama tentang
dia yang melempar piring pada bawahan. Meninju orang pada saat
rapat. Orang bilang, dia memberi mantan istrinya yang terakhir se?
jumlah besar uang sekaligus agar berhenti omong tentang kehidupan
Dekut Burung Kukuk The Cuckoos Calling Karya Robert Galbraith di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seksnya dalam sidang pengadilan. Dia memang dikenal sebagai ba?
jingan berkaliber."
"Kalian tidak menganggap dia pelakunya?"
"Oh, kami ingin sekali. Dia ada di tempat kejadian dan punya re?
putasi sebagai orang yang suka melakukan tindak kekerasan. Tapi ke?
mungkinannya kecil. Kalau istrinya tahu dia yang melakukannya, atau
dia keluar dari flat pada saat Landry jatuh, aku yakin istrinya sudah
memberitahu kami dia begitu tak terkendali sewaktu kami sampai di
sana. Namun, dia bilang suaminya ada di ranjang waktu itu, dan
seprai serta selimutnya berantakan bekas ditiduri.
"Tambahan lagi, kalau dia berhasil menyelinap keluar dari flat
tanpa ketahuan istrinya dan naik ke flat Landry, masih ada masalah
bagaimana dia bisa lolos dari Wilson. Tidak mungkin dia turun de?
ngan lift, jadi dia pasti akan melewati Wilson di tangga."
Dekut Burung Kukuk
"Jadi dia tersingkir sebagai tersangka pelaku karena perhitungan
waktu?"
Wardle ragu-ragu sejenak.
"Well, memang ada kemungkinan. Kemungkinan kecil, dengan
asumsi Bestigui bisa bergerak lebih cepat dibandingkan kebanyakan
pria dengan bobot dan usia setara dengannya, dan kalau dia langsung
lari setelah mendorong Landry. Tapi masih ada fakta-fakta bahwa
kami tidak menemukan DNA-nya di mana pun di dalam flat itu,
bagaimana dia bisa keluar dari flat tanpa ketahuan istrinya, dan soal
kecil mengapa Landry mengizinkan dia masuk. Semua teman Landry
sepakat mengatakan bahwa Landry tidak menyukai dia. Lagi pula,"
Wardle menandaskan isi gelasnya, "Bestigui jenis orang yang akan me?
nyewa pembunuh bayaran kalau ada orang yang perlu dibereskan. Dia
tidak akan mengotori tangannya sendiri."
"Mau satu lagi?"
Wardle mengecek jam tangannya.
"Giliranku," katanya, lalu terhuyung turun dari bangku. Ketiga
perempuan muda yang berdiri di sekitar bar langsung terdiam, me?
lahap Wardle dengan pandangan rakus. Wardle melempar seringai ke?
cil ke arah mereka sambil berjalan lewat dengan minumannya, dan
mereka melirik ketika dia kembali ke bangkunya di sebelah Strike.
"Bagaimana pendapatmu, apakah Wilson cocok sebagai tersangka
pelaku?" tanya Strike pada penyidik itu.
"Tidak cocok," sahut Wardle. "Mustahil dia bisa naik, lalu turun
cukup cepat untuk menemui Tansy Bestigui di lantai dasar. Asal kau
tahu, resumenya omong kosong. Dia dipekerjakan dengan dasar per?
nah menjadi polisi. Padahal dia tidak pernah di kepolisian."
"Menarik. Kalau begitu, dari mana dia berasal?"
"Sudah bertahun-tahun dia mondar-mandir di dunia keamanan.
Dia mengaku telah berbohong untuk mendapatkan pekerjaan per?
tamanya, sekitar sepuluh tahun lalu, dan resumenya dia pertahankan
seperti itu."
"Sepertinya dia menyukai Landry."
"Ya. Dia lebih tua daripada yang terlihat," kata Wardle, menambah?
kan sesuatu yang tampak tak penting. "Dia sudah kakek-kakek. Orang
Afrika-Karibia memang tidak menua seperti kita, bukan? Kusangka
Robert Galbraith
dia tidak mungkin lebih tua dari dirimu." Dalam hati Strike ingin
tahu Wardle menganggap dia setua apa.
"Kau menyuruh forensik memeriksa flat Landry?"
"Oh, ya," sahut Wardle, "tapi itu hanya karena para petinggi mau
segalanya pasti, tanpa ada keraguan lagi. Dalam dua puluh empat jam
pertama kami sudah tahu itu peristiwa bunuh diri. Tapi kami mau
repot-repot, karena seluruh dunia menyaksikan."
Dia berusaha menyembunyikan rasa bangganya, tapi tidak berhasil.
"Petugas kebersihan melakukan tugasnya dengan cermat pagi hari?
nya?gadis Polandia yang seksi, bahasa Inggris-nya buruk, tapi sangat
rajin dengan kemocengnya?jadi sidik jari yang ditemukan hari itu
hasilnya bagus dan jelas. Tidak ada yang tidak biasa."
"Tentunya sidik jari Wilson ada di sana, bukan, karena dia meng?
geledah tempat itu setelah Landry jatuh?"
"Ya, tapi sama sekali tidak mencurigakan."
"Jadi, sepengetahuanmu, hanya ada tiga orang di gedung itu ketika
Landry jatuh. Deeby Macc seharusnya sudah ada di sana, tapi..."
"...dia langsung ke kelab malam dari bandara," sambung Wardle.
Sekali lagi cengiran lebar dan tak sanggup dicegah itu membuat wa?
jahnya berbinar. "Aku menanyai Deeby di Claridges setelah Landry
meninggal. Badannya tinggi besar. Seperti kau," katanya sambil melirik
dada Strike yang tebal, "tapi kondisinya prima." Strike menerima pu?
kulan itu tanpa protes. "Mantan gangster sungguhan. Di LA, dia su?
dah keluar-masuk penjara. Nyaris tidak dapat visa untuk masuk Ing?
gris.
"Dia membawa rombongan sendiri," ujar Wardle. "Semua ada di
ruangan, cincin di semua jari, tato di leher. Tapi dia yang badannya
paling kekar. Bajingan menakutkan, Deeby itu, kalau kau berpapasan
dengan dia di gang sempit. Jauh lebih sopan daripada Bestigui. Ber?
tanya padaku bagaimana aku bisa melakukan pekerjaanku tanpa
membawa senjata."
Polisi itu menyeringai lebar. Strike mau tak mau mengambil kesim?
pulan bahwa Eric Wardle, Departemen Investigasi Kriminal, dalam
hal ini sama kesengsemnya seperti Kieran Kolovas-Jones.
"Wawancaranya tidak lama, mengingat dia baru saja turun dari pe?
sawat dan tidak pernah menginjakkan kaki di Kentigern Gardens.
Dekut Burung Kukuk
Rutin saja. Sesudahnya, aku meminta dia menandatangani CD-nya
untukku," Wardle menambahkan, seolah-olah tak dapat menahan diri.
"Semua orang tertawa dan bertepuk tangan, dan dia senang sekali.
Istri ingin menjualnya di eBay, tapi mau kusimpan saja..."
Wardle berhenti berbicara, mendadak menyadari dia telah ke?
bablasan bercerita. Dengan geli, Strike meraup keripik kulit.
"Bagaimana dengan Evan Duffield?"
"Dia," ucap Wardle. Binar-binar gemerlapan yang terlihat selama
dia membicarakan Deeby Macc kini lenyap seketika. "Bajingan pe?
madat. Dia membuat kami jengkel dari awal sampai akhir. Dia lang?
sung masuk ke rehab setelah Landry meninggal."
"Begitu. Ke mana?"
"Priory, ke mana lagi? Perawatan istirahat. Bangsat."
"Jadi kapan kau mewawancarai dia?"
"Hari berikutnya, tapi kami harus mencari dia dulu; orang-orang?
nya mencegah sebisa mungkin. Sama seperti Bestigui, mereka tidak
ingin kami tahu apa yang sebenarnya dia lakukan. Istriku," tambah
Wardle, mukanya makin cemberut, "menganggap dia seksi. Kau punya
istri?"
"Tidak," sahut Strike.
"Anstis bilang, kau keluar dari angkatan darat untuk menikah de?
ngan wanita yang seperti supermodel."
"Apa yang dikatakan Duffield, begitu kau mendapatkan dia?"
"Mereka bertengkar hebat di kelab itu, Uzi. Banyak saksinya.
Landry pergi, dan Duffield bilang dia mengikutinya, sekitar lima me?
nit kemudian, memakai topeng serigala terkutuk itu. Menutupi se?
luruh muka. Mirip sekali dengan aslinya, berbulu. Dia bilang, dia
mendapatkan benda itu dari pemotretan mode."
Mimik wajah Wardle menggambarkan kemuakan yang ekspresif.
"Dia suka memakai benda itu untuk keluar-masuk suatu tempat,
membuat kesal paparazzi. Jadi, setelah Landry meninggalkan Uzi, dia
naik ke mobilnya?ada sopir yang menunggu dia di luar?lalu me?
nuju Kentigern Gardens. Si sopir membenarkan semua itu. Oke, baik?
lah," Wardle mengoreksi dirinya sendiri dengan tak sabar, "dia mem?
benarkan telah mengantar seorang laki-laki dengan kepala serigala,
yang dia asumsikan adalah Duffield, karena tinggi dan perawakannya
Robert Galbraith
sesuai dengan Duffield dan mengenakan pakaian Duffield dan ber?
bicara dengan suara Duffield, ke Kentigern Gardens."
"Tapi selama dalam perjalanan dia tidak melepas topeng itu?"
"Hanya lima belas menit jauhnya dari Uzi ke flat Landry. Tidak,
dia tidak melepasnya. Dia memang keparat kecil yang kekanakkanakan.
"Kemudian, menurut pernyataan Duffield sendiri, dia melihat
paparazzi di luar flat Landry dan memutuskan untuk tidak masuk.
Dia menyuruh si sopir mengantarnya ke Soho, lalu turun dari mobil
di sana. Duffield berjalan kaki dan masuk ke flat bandarnya di
d?Arblay Street, lalu menyedot di sana."
"Masih memakai kepala serigala?"
"Tidak, topeng itu dilepasnya di sana," jawab Wardle. "Si bandar,
namanya Whycliff, bekas anak sekolah negeri yang punya kebiasaan
lebih buruk daripada Duffield. Dia memberikan pernyataan lengkap,
membenarkan bahwa Duffield datang sekitar pukul setengah tiga pagi.
Hanya ada mereka berdua di sana, dan, ya, aku bersedia memper?
timbangkan kemungkinan bahwa Whycliff mau berbohong demi
Duffield, tapi seorang wanita di lantai dasar mendengar bel berdering
dan menyatakan dia melihat Duffield di tangga.
"Nah, Duffield meninggalkan Whycliff sekitar pukul empat, kepala
serigala keparat itu dikenakannya lagi, lalu terhuyung-huyung ke tem?
pat mobilnya semestinya menunggu?tapi ternyata sopir sudah pergi
membawa mobilnya. Sopir itu sih menyatakan ada kesalahpahaman.
Tapi dia berpendapat Duffield itu keparat; dia mengatakannya dengan
jelas ketika kami mencatat pernyataannya. Duffield tidak membayar?
nya; mobil itu ditagihkan kepada Landry.
"Jadi Duffield, yang tidak membawa uang, berjalan jauh ke tempat
Ciara Porter di Notting Hill. Kami menemukan beberapa orang yang
telah melihat seorang laki-laki dengan kepala serigala menyusuri jalanjalan yang relevan, dan ada rekaman kamera yang menunjukkan dia
meminta korek api dari seorang wanita di bengkel yang buka dua pu?
luh empat jam."
"Wajahnya terlihat?"
"Tidak, karena dia hanya menaikkan topeng serigalanya untuk ber?
Dekut Burung Kukuk
bicara pada wanita itu, dan yang terlihat hanya moncongnya. Tapi
wanita itu bilang, itu memang Duffield.
"Dia sampai di tempat Porter sekitar pukul setengah lima. Porter
membiarkannya tidur di sofa, dan sekitar satu jam kemudian Porter
mendengar berita Landry meninggal, lalu membangunkan Duffield
dan memberitahunya. Lalu terpiculah segala tingkah dramatis dan ke?
pergian ke rehab itu."
"Kau sudah memeriksa kalau-kalau ada surat bunuh diri?" tanya
Strike.
"Sudah. Tidak ada apa-apa di flat dan di laptopnya, tapi tidak
mengherankan sih. Dia memutuskannya dalam sekejap, bukan? Dia
menderita bipolar, baru saja bertengkar dengan keparat itu, yang men?
dorongnya ke?yah, kau tahu maksudku."
Wardle mengecek jam tangannya, lalu menghabiskan gelas ter?
akhirnya.
"Aku harus pergi. Istri bisa marah sekali. Aku bilang hanya akan
pergi setengah jam."
Gadis-gadis berkulit cokelat buatan tadi sudah pergi tanpa disadari
kedua pria itu. Di trotoar di luar, keduanya menyulut rokok.
"Aku benci larangan merokok terkutuk ini," ujar Wardle sambil
menutup ritsleting jaket kulitnya sampai ke leher.
Dekut Burung Kukuk The Cuckoos Calling Karya Robert Galbraith di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Jadi, kita sudah sepakat, ya?" tanya Strike.
Dengan rokok terselip di bibir, Wardle mengenakan sarung tangan.
"Entahlah."
"Oh, ayolah, Wardle," kata Strike, mengangsurkan kartu nama ke?
pada polisi itu, yang diterima Wardle seperti lelucon. "Aku sudah
memberimu Brett Fearney."
Wardle langsung terbahak.
"Belum, belum."
Diselipkannya kartu nama Strike ke saku, lalu dia menyedot
rokoknya, mengembuskan asapnya ke langit, dan menatap laki-laki
yang lebih besar itu dengan pandangan menilai dan ingin tahu.
"Yeah, baiklah. Kalau kami mendapatkan Fearney, kau boleh men?
dapatkan berkas itu."
"Agen Evan Duffield mengatakan, kliennya tidak bersedia lagi me?
nerima telepon maupun memberikan wawancara yang berkenaan de?
ngan Lula Landry," kata Robin keesokan paginya. "Sudah kutegaskan
kepadanya bahwa Anda bukan jurnalis, tapi dia bersikukuh. Dan
orang-orang di kantor Guy Som? lebih kasar daripada yang di kantor
Freddie Bestigui. Aku seperti sedang berusaha mendapatkan audiensi
dengan Sri Paus."
"Oke," kata Strike. "Aku akan mencoba menembus dia melalui
Bristow."
Ini pertama kalinya Robin melihat Strike dalam setelan jas. Me?
nurutnya, dia terlihat seperti atlet rugby dalam perjalanan menuju
karier internasional besar, terlihat rapi dan konvensional dalam jas
warna gelap dan dasinya yang redup. Strike sedang berlutut, merogohrogoh salah satu kardus yang dibawanya dari tempat tinggal Charlotte.
Robin mengalihkan pandangan dari benda-benda pribadi di dalam ko?
tak itu. Mereka masih belum menyinggung fakta bahwa Strike tinggal
di kantornya.
"Aha," kata Strike, akhirnya menemukan sepucukplop biru di
antara tumpukan surat-surat undangan pesta ulang tahun keponakan
lelakinya. "Sialan," sambungnya, sesudah membuka undangan itu.
"Ada apa?"
"Di sini tidak dikatakan berapa usianya," kata Strike. "Keponakan?
ku."
Dekut Burung Kukuk
Robin sungguh penasaran perihal hubungan Strike dengan ke?
luarganya. Namun, karena secara resmi belum diberitahu bahwa
Strike memiliki banyak saudara tiri, ayah yang terkenal, dan ibu yang
lumayan tersohor, Robin menelan kembali semua pertanyaannya dan
meneruskan membuka kiriman pos hari itu yang hanya sedikit.
Strike bangkit berdiri, mengembalikan kotak kardus ke tempatnya
di sudut ruang dalam, lalu kembali ke Robin.
"Apa itu?" tanya Strike, melihat selembar fotokopi berita di meja.
"Kusimpankan untuk Anda," sahut Robin malu-malu. "Anda bilang
senang melihat berita tentang Evan Duffield itu... Kupikir Anda
mungkin tertarik pada yang satu ini, kalau memang belum baca."
Artikel yang dikliping dengan rapi itu tentang produser film
Freddie Bestigui, diambil dari koran Evening Standard hari sebelum?
Apartemen Lantai Tujuh Karya V Lestari Tiga Dalam Satu 01 Seribu Hawa Kematian Dewa Arak 79 Iblis Buta
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama