Eiffel, Tolong ! Karya Clio Freya Bagian 4
mana yang akan dipilih, pintu ke ruang dokter atau pintu ke
kamar mandi?"
"Kamar mandi," jawabnya lagi dengan hati-hati, sambil men?
cerna perkataannya sendiri.
"Sebagai seorang pengejar, kenapa kamu memilih kamar
mandi terlebih dahulu dan bukan ruang dokter?"
Fay berpikir sejenak, "Karena saya tidak mau menarik per?
hatian."
Andrew berkata, "Jadi, kalau kamu sudah bisa membayang?
kan reaksi pengejar kamu yang akan mencari ke kamar mandi,
pintu mana yang kamu pilih?"
! 8-15.178
"Pintu ke ruang dokter."
Andrew menjelaskan, "Analisis seperti ini, saat kamu me?
nempatkan diri posisi lawan untuk membayangkan reaksinya,
untuk kemudian mengambil tindakan yang bertolak belakang,
disebut Antisipasi Perilaku. Kemampuan ini merupakan kemam?
puan tingkat lanjut yang akan semakin terasah dengan bertam?
bahnya pengalaman. Untuk kamu, yang saya harapkan adalah
pengambilan keputusan secara logis berdasarkan Analisis Peri?
meter."
Fay hanya manggut-manggut, berusaha mencerna sebisanya
semua penjelasan Andrew yang semakin membuatnya ragu ka?
lau episode ini akan berakhir dengan bahagia.
Sisa pagi itu diisi oleh Andrew dengan menampilkan gambar
di layar dan bermain "what-if" dengan berbagai skenario, hing?
ga jam 11.00, Andrew menyatakan sesi itu berakhir dan ber?
kata, "Ada satu topik lagi yang harus kamu pelajari, yaitu
bahasa Malaysia. Topik akan diberikan oleh seorang pria ber?
nama Faisal selama satu setengah jam. Setelah sesi itu selesai,
kamu bisa makan siang di sini seperti kemarin sebelum kembali
ke Paris. Ada pertanyaan?"
Fay berpikir sejenak sebelum bertanya, "Apakah saya diharap?
kan untuk menguasai bahasa Malaysia dalam satu minggu ke
depan?" Gila aja. Bahasa Prancis yang ia pelajari lima jam se?
hari saja sampai detik ini sudah membuatnya ngos-ngosan,
apalagi kalau ditambah satu lagi!
"Tidak. Tujuannya bukan itu. Ada beberapa percakapan da?
sar dalam bahasa Malaysia yang harus kamu ketahui, tapi yang
lebih penting adalah mempelajari bahasa Inggris yang diucap?
kan dengan intonasi Melayu. Bahasa Inggris kamu bisa saya
kategorikan sangat baik untuk ukuran seseorang yang sama se?
kali belum pernah tinggal di negara yang bahasa ibunya adalah
bahasa Inggris, tapi sangat kentara logat kamuerika, ter?
utama di awal pertemuan minggu lalu. Saya ingin sesekali
kamu menyelipkan bahasa Inggris berlogat Melayu dalam per?
cakapan kamu, untuk menegaskan identitas kamu."
! 8-15.179
Seorang pria berumur awal tiga puluhan dan berwajah Me?
layu kemudian masuk dan diperkenalkan Andrew sebagai
Faisal. Dia ternyata berasal dari Malaysia dan tidak butuh wak?
tu lama bagi Fay untuk merasa santai di depan pria yang sa?
ngat ramah dan menyenangkan itu, terutama setelah Andrew
meninggalkan ruangan. Sesi bahasa Malaysia itu pun dijalani?
nya dengan riang, dipenuhi cekikikan di sana-sini karena logat
yang terdengar lucu dan tidak biasa di telinganya.
Satu setengah jam berlalu tanpa terasa dan setelah meng?
ucapkan salam perpisahan dengan gurunya, seperti kemarin,
Fay juga membawa makanannya ke teras. Bedanya, kali ini ia
memandang batas cakrawala dalam heningnya embusan
angin.
Pesawat belum lama mengudara, ketika pramugari menghampiri
dan menyapa Fay. "Ada pesan dari Monsieur Andrew yang di?
sampaikan oleh Monsieur Kent tadi," ucapnya sambil menyo?
dorkan satuplop putih.
Fay menerimaplop itu dengan kaget dan buru-buru mem?
bukanya untuk melihat isinya. Ada sebuah kartu telepon dan
selembar kertas berwarna krem dengan tulisan tangan
Hai, Fay,
Bisakah kamu menelepon nomor yang ada di kartu dari
telepon umum yang ada di dalam bandara? Kamu akan
dijemput oleh Lucas di dekat pesawat. Berpura-pura saja
kamu ingin ke kamar mandi setelah mobil bergerak ke arah
jalan keluar dan minta dia berhenti sejenak di depan gedung
pertama yang kamu lihat.
PS Tolong buangplop dan kertas ini di tempat
sampah di bandara. Thanks.
Kent
! 8-15.180
Fay menggeleng-gelengkan kepala dan membaca surat itu
sekali lagi.
Dan sekali lagi.
Dan sekali lagi.
Masih dengan perasaan tak percaya ia mengamati kartu yang
ada di dalamplop. Di belakangnya ditempelkan satu kertas
kecil bertuliskan nomor telepon.
Dengan gelisah ia melirik jamnya. Baru dua puluh menit
yang lalu pesawat ini tinggal landas, masih ada satu jam lagi
hingga tiba di Le Bourget. Satu jam yang paling panjang dalam
hidupku, desahnya kesal sambil berdiri untuk pindah tempat
duduk.
Fay menekan tombol di telepon umum di dalam gedung ban?
dara dengan dada berdebar tak keruan. Jarinya saja sampai
kaku hingga tidak ada bedanya dengan menekan tombol-tom?
bol nomor itu dengan sebuah pensil.
Terdengar nada sambung. Tangannya sekarang mencengkeram
gagang telepon dengan erat.
Telepon diangkat.
"Fay?" Suara Kent.
"Kent, ada apa?" tanyanya senang bercampur gugup.
"Kamu sore ini ada acara? Bisa temani aku jalan-jalan?" ta?
nya pemuda itu cepat.
Gelagapan Fay menjawab, "B... bisa. Ke mana?"
"Fay, tolong percaya dulu padaku. Nanti aku jelaskan kalau
kita sudah bertemu. Sampai di rumah, bilang ke Jacque atau
Celine kamu ingin pergi ke toko dua puluh empat jam yang
ada di dekat toko buku mereka untuk membeli sesuatu?karang
saja.bil jalan ke kanan begitu keluar rumah, tapi begitu
kamu menemui perempatan jalan pertama, jangan menye?
berangi jalan dan berjalan lurus, melainkan berbeloklah kanan
dan berjalan terus hingga tiba di toko lain yang ada di sudut
! 8-15.181
jalan. Masuklah ke toko itu, aku menunggu di dalam. Apakah
sudah jelas?"
"Jelas," ucap Fay sambil mengulang petunjuk itu sekali
lagi.
"Fay, jangan membawa barang apa pun ya, termasuk dompet
dan telepon genggam," Kent menambahkan.
Fay baru akan bertanya alasannya, tapi akhirnya ia ber?kata,
"Oke."
"Sampai jumpa nanti," ucap Kent singkat kemudian me?
nutup telepon.
Ketika Fay tiba di rumah, hanya ada Celine. Wanita itu me?
nyambutnya hangat dengan agak heboh, memberondongnya
dengan pertanyaan seputar acara di Nice sempatkah Fay ber?
jalan sepanjang Promenade des Anglais dan menelusuri jalanjalan kecil di Vieille Ville? Dan apakah ia melihat Pangeran
Albert II dari Monaco yang menurut tabloid gosip yang dibaca
Celine sering sekali menghabiskan akhir pekan di Nice?
Fay sempat tertawa oleh pertanyaan terakhirnya itu. Muka
pangeran itu saja ia belum pernah lihat, jawabnya setengah
menggoda wanita itu. Pertanyaan lainnya ia jawab singkat,
bahwa ia terlalu sibuk mengikuti kursus yang ternyata diadakan
di pinggir kota, sehingga ia hanya sempat jalan-jalan di kota
sebentar saja sebelum pulang. Saat Celine mengambil napas?
tampaknya ingin bertanya lagi, Fay buru-buru mengutarakan
maksudnya untuk membeli odol di toko 24 jam di dekat toko
buku. Celine langsung menunjukkan arah dengan semangat.
Sebenarnya cara paling rumit untuk mendeskripsikan arah ke
sana hanyalah "jalan lurus melewati dua perempatan jalan,
toko itu ada di sebelah kanan," namun entah bagaimana pe?
tunjuk itu bisa dibumbui dengan heboh sehingga bisa mencapai
dua paragraf lebih kalau ditulis. Fay pun mengangguk takzim
dan langsung pergi begitu Celine selesai berbicara.
! 8-15.182
Mengikuti petunjuk dari Kent, ia tiba di depan toko itu tak
lama kemudian. Ia pun masuk, dan sampai di dalam langsung
ditarik oleh satu tangan yang ternyata milik Kent. Pemuda itu
menarik tangannya menuju satu pintu yang ada di sisi lain
toko itu. Tergesa-gesa Fay mengikuti Kent yang mengajaknya
setengah berlari menjauhi toko, belok kanan di perempatan
jalan pertama, berbelok ke kiri di perempatan berikutnya, hing?
ga akhirnya mereka tiba di pinggir jalan besar.
Kent mengarah ke stasiun Metro dan tanpa berkata-kata dia
menyerahkan satu kartu tiket pada Fay dan mereka berdua pun
masuk ke stasiun, menuju peron, kemudian masuk ke kereta
pertama yang berhenti di depan mereka. Fay yang masih me?
rasa sangat tegang bahkan tidak tahu kereta yang dinaiki ber?
ujung di mana dan tidak berani bersuara sepatah kata pun se?
panjang perjalanan. Terlebih selain menggandeng tangan Fay,
perhatian Kent sama sekali tidak terpusat ke dirinya. Fay tahu
pemuda itu sedang memerhatikan sekelilingnya dengan gelisah,
walaupun berusaha untuk tidak dia tunjukkan.
Ketika akhirnya Kent menariknya turun, Fay sempat men?
dengar perhentian mereka, Hotel de Ville, atau balai kota.
Sampai di atas, Fay baru melihat senyum kelegaan di wajah
Kent.
"Menegangkan sekali," desah Fay ikut lega.
Kent tersenyum tipis. "Kamu tidak bawa telepon genggam,
dompet, atau benda lain, kan?" sambungnya lagi.
"Tidak. Uang dan fotokopi paspor aku sumpalkan ke saku
celana. Memangnya ada apa?" tanya Fay.
"Aku minta maaf, Fay, karena akhirnya jadi serumit ini.
Aku sebenarnya hanya ingin menghabiskan sore bersama
kamu, tapi aku tidak mau Paman tahu."
Kening Fay berkerut. "Aku masih tidak mengerti apa hu?
bungannya dengan segala kerumitan yang baru kita lakukan."
Kent berpikir sejenak sebelum menjawab, "Kalau kamu mem?
bawa telepon genggam, posisi kamu akan dengan mudah ter?
lacak. Itu juga sebabnya aku tidak mau menghubungi kamu ke
! 8-15.183
telepon genggam dan meminta kamu untuk menghubungiku
dari telepon umum yang ada di bandara, supaya pembicaraan
Eiffel, Tolong ! Karya Clio Freya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tadi tidak terlacak."
"Maksud kamu, Andrew bisa mendengar apa yang kukatakan
di telepon genggam?" tanya Fay kaget.
"Aku tidak tahu persis, tapi tidak ada salahnya berjaga-jaga,"
jawab Kent singkat.
Fay kembali bertanya, "Lalu, kenapa aku harus menemui
kamu di toko dua puluh empat jam itu? Kenapa tidak langsung
saja kita bertemu di sini, toh tidak ada yang tahu dan telepon
genggam itu sudah aku tinggal di rumah."
"Untuk mengecoh pria yang membuntuti kamu," jawab Kent
seolah itu hal biasa.
"Apa maksud kamu, aku dibuntuti?" tanya Fay kaget.
Kent mengangkat bahu. "Kamu sudah mengenal pamanku
selama satu minggu, tentunya kamu tidak beranggapan bahwa
dia akan membiarkan kamu berkeliaran sendirian tanpa dipan?
tau, kan? Aku berani bertaruh pasti ada seseorang yang ditugasi
membuntuti kamu ke mana pun kamu pergi."
"Tapi kalau pria itu kehilangan aku, berarti pada akhirnya
Andrew juga akan tahu," ucap Fay dengan benih-benih panik
yang mulai tersemai.
"Belum tentu," jawab Kent. "Jangan lupa kalau jalan keluar
kita tadi adalah pintu resmi yang memang mengarah ke luar.
Kan bisa saja kamu memang keluar dari jalan tadi kalau pergi
sendiri."
Kent menambahkan, "Tenang saja, kamu tidak melanggar
perintah pamanku. Selama dia belum pernah mengeluarkan
larangan dan kita tidak melanggar perintahnya, yang terburuk
yang akan terjadi adalah dipelototi olehnya." Kent memajukan
mukanya sambil memelototkan matanya.
Fay tertawa kecil mendengar lelucon itu, tapi cemasnya be?
lum hilang.
Kent melanjutkan lagi, "Tapi, Fay, kalau Paman entah bagai?
mana berhasil mengetahui bahwa kamu pergi menemui aku
! 8-15.184
dan dia bertanya ke kamu, ceritakan saja bahwa aku yang me?
minta kamu menemuiku. Aku tidak mau kamu sampai me?
nemui kesulitan lagi."
Mereka masuk ke sebuah kafe yang berada dalam jajaran
toko di pinggir jalan. Dinding di kedua sisi pintu masuk yang
agak sempit, dihiasi tulisan-tulisan yang tampak seperti po?
tongan-potongan surat kabar yang ditempel. Di dalam, tepat
di dinding yang berseberangan dengan kasir, terdapat sebuah
jam dinding raksasa berwarna perak, seperti jam yang terpasang
pada peron stasiun kereta di Eropa.
Setelah memesan makanan berupa brioche?roti kekuningan
ala Prancis?untuk Kent dan salad untuk Fay serta dua cangkir
cappuccino, mereka duduk di dalam kafe untuk menikmati
makanan ringan mereka sambil bercakap-cakap.
"Kamu sudah lama ya tinggal dengan Andrew?" tanya Fay
membuka percakapan.
"Sejak aku berumur tiga tahun. Sampai saat ini aku bahkan
tidak tahu siapa dan di mana orangtuaku," ucap Kent seolah
itu hal biasa.
Dengan kaget Fay menatap Kent.
"Bagaimana mungkin kamu tidak tahu siapa orangtua kamu
sendiri? Kamu kan bisa bertanya ke pamanmu. Lagi pula kan
ada akte kelahiran dan dokumen-dokumen lain." Hubungan
Fay dengan orangtuanya sendiri memang tidak bisa dikategori?
kan dekat, tapi bahwa seseorang tidak tahu siapa orangtuanya
sama sekali tidak masuk akal baginya.
"Ada sepasang nama di akta kelahiranku, yang menurutku
hanyalah nama fiktif. Aku juga bukannya tidak pernah men?
coba mencari tahu tentang kedua nama yang tertera itu, tapi
hasilnya memang nol besar. Nama orang yang disebut sebagai
ibuku adalah nama seorang wanita di Irlandia Utara yang su?
dah lama meninggal dunia. Kalaupun dia masih hidup, umur?
nya seratus lima tahun pada saat melahirkan aku, dan itu
mustahil. Sementara pencarian nama yang tertera sebagai ayah?
ku malah tidak membuahkan hasil sama sekali."
! 8-15.185
Kent melanjutkan, "Yang bisa dijadikan pegangan adalah
satu akta adopsi dengan nama pamanku dan sebuah perintah
pengadilan yang menyebutkan bahwa dialah yang menjadi pe?
lindungku sampai aku berusia dua puluh satu tahun."
Fay, yang masih tidak percaya dengan apa yang ia dengar,
kembali bertanya, "Apa kamu tidak pernah bertanya kepada
pamanmu? Kamu kan berhak tahu siapa orangtuamu."
Kent tersenyum getir. "Tentu pernah, Fay. Kamu sudah
mengenal Andrew dan aku rasa kamu bisa membayangkan
jawaban apa yang dia berikan. Yang jelas, sama sekali tidak
menjawab pertanyaan." Dia terdiam sebentar sebelum melanjut?
kan, "Jawabannya kira-kira begini, ?Sesuatu yang tidak pernah
kamu punyai adalah sesuatu yang tidak nyata, dan pertanyaan
tentang sesuatu yang tidak nyata adalah pertanyaan yang siasia. Yang perlu kamu ketahui hanyalah bahwa kamu berada di
bawah pengawasan saya. Dan walaupun perintah pengadilan
menyebutkan itu berlaku hanya sampai kamu berumur dua
puluh satu tahun, baik kamu maupun saya sama-sama tahu
kenyataannya tidak akan seperti itu. Jadi belajarlah untuk me?
nerima masa kini dan melihat masa depan, daripada mem?
buang-buang waktu memikirkan masa lalu yang tidak pernah
kamu miliki.?" Kent mengangkat bahu dan kembali menikmati
brioche-nya.
Fay terperangah mendengarnya. Ia berusaha mencerna apa
yang dimaksud dengan ucapan itu tapi tetap tidak bisa me?
nemukan sesuatu yang pas dengan logikanya. Setelah terdiam
sesaat, ia kembali bertanya, "Mengingat tugas-tugas yang diberi?
kan kepadaku dan kamu, apakah Andrew bekerja untuk badan
rahasia atau sejenisnya?"
Kent terdiam sebentar kemudian menjawab dengan sungguhsungguh, "Fay, untuk kebaikan kamu sendiri, sebaiknya jangan
pernah bertanya atau bercerita tentang apa pun yang berkaitan
dengan Andrew atau apa pun yang berkaitan dengan aktivitas
kamu selama dua minggu ini kepada siapa pun. Bahkan kepada?
ku sekalipun. Terkadang, dinding pun bisa punya mata dan
telinga."
! 8-15.186
Fay agak terpukul dengan jawaban Kent, tapi ketika ia meng?
angkat kepala, matanya beradu dengan sepasang mata biru
yang memancarkan ketulusan. Dadanya memberi reaksi, memer?
cikkan sejumput rasa dalam darah yang dipompa jantungnya.
Buru-buru ia memalingkan wajah, menatap lurus ke arah saladnya.
Kent kembali berbicara, "Kalau kita sekarang sedang diikuti
dan Paman memang berniat untuk mendengarkan pembicaraan
kita, dia bisa melakukannya dengan mudah dengan cara yang
mungkin tidak terbayangkan."
Fay termenung. Pikirannya menerawang ke perkataan
Andrew kemarin pagi tentang e-mail yang dikirimnya hari
Kamis lalu dan ke kejadian minggu lalu, saat ia menulis e-mail
untuk teman-temannya dan Andrew mengetahuinya. Masih
belum terpikir olehnya bagaimana cara pria itu bisa tahu, tapi
yang jelas, kejadian itu nyata dan konsekuensi yang ia terima
sangat berat.
Kent merasa gadis di depannya itu mulai digelayuti perasaan
tertekan dan dia mengganti topik pembicaraan,
"Kapan kamu lulus dan masuk perguruan tinggi?"
"Aku sekarang kelas tiga SMA dan tahun depan masuk
perguruan tinggi," jawab Fay agak lega dengan topik ringan
yang diusung pemuda itu.
"Sudah memutuskan akan memilih jurusan apa?" tanya Kent
lagi.
"Wah, aku masih belum tahu. Kemungkinan sesuatu yang
berbau teknik, seperti teknik sipil atau teknik industri."
"Di mana kamu akan berkuliah?"
"Aku juga belum tahu. Yang pasti lokasinya harus di Jakarta.
Orangtuaku pernah bilang mereka tidak setuju kalau aku harus
pindah ke luar kota, karena itu berarti kami jadi lebih jarang
lagi bertemu. Sekarang pun mereka selalu sibuk tugas ke luar
kota atau ke luar negeri. Kalau kamu sendiri bagaimana?" Fay
balik bertanya.
"Aku lulus tahun ini. Sebenarnya aku ingin jadi pianis dan
! 8-15.187
melanjutkan ke sekolah musik di Salzburg. Tapi Paman tidak
mungkin setuju."
"Oh ya, kamu mau jadi pianis? Tidak heran kamu bermain
bagus sekali kemarin," ucap Fay tanpa bisa menyembunyikan
kekagumannya.
Kent merasa sebentuk rasa tersanjung yang melenakan meng?
hinggapinya dan pemuda itu agak marah kepada dirinya sendiri
yang mendadak terlepas dari belenggu yang selama ini dia
kenali. Dia menjawab singkat menekan perasaan yang tidak
dikenalinya itu,
"Thanks."
Fay sebenarnya ingin menanyakan kenapa Andrew tidak
setuju, tapi ia merasa pertanyaan itu agak sia-sia dan tidak
pada tempatnya. Jadi, ia menahan diri. Akhirnya ia kembali
bertanya, "Kalau pamanmu tidak setuju, jadi kamu akan meng?
ambil jurusan apa?"
"Belum tahu, Fay. Kemungkinan aku baru akan kuliah tahun
depan."
Fay menyadari jawaban yang menggantung itu dan memutus?
kan untuk tidak bertanya lebih lanjut tentang apa yang akan
dilakukan Kent tahun ini.
Seusai makan, Kent mengajak Fay melintasi taman di depan
Place des Vosges, sebuah alun-alun besar yang dulunya adalah
sebuah istana. Sekarang di bangunan itu terdapat banyak toko
dan kafe, dan taman yang ada di depannya tidak pernah sepi
dari pengunjung yang duduk-duduk sambil melepas penat.
Sambil berjalan pelan menyusuri jalan lebar di dalam taman,
mereka berbincang ringan seputar sekolah, kota tempat mereka
tinggal?London dan Jakarta?dan tempat liburan favorit. De?
ngan semangat ?45 Fay menceritakan tentang ketiga temannya
dan liburan mereka ke Bali yang sangat berkesan tahun lalu.
Kent mendapati dirinya tertawa mendengar Fay yang sangat
ekspresif menirukan temannya Dea yang suka menanyakan
hal-hal yang tidak penting, "Kenapa ya banyak sekali orang
yang berjemur di Pantai Kuta. Apa mereka tidak takut ke?
panasan dan kulitnya jadi gosong?"
! 8-15.188
Kent juga bercerita tentang tempat liburan favoritnya di
Alpen. Dia mendeskripsikan sebuah desa di Switzerland yang
posisinya di lembah, dikelilingi empat puncak pegunungan di
Alpen. Dia menceritakan kehijauan desa itu yang dikelilingi
Eiffel, Tolong ! Karya Clio Freya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
putihnya puncak gunung yang diselimuti salju di musim panas
dan betapa menakjubkan pemandangan di musim dingin ketika
pegunungan dan desa itu menyatu dalam hamparan putih salju
yang mengaburkan tapal batas.
Fay menyimak cerita Kent dengan tatapan kagum sambil
mencoba membayangkan desa yang kedengarannya seperti di
negeri dongeng itu.
Mendadak pemuda itu menoleh dan tatapan mereka ber?
adu.
Sorot mata mereka terkunci.
Setelah itu, alam mendadak seperti berkonspirasi dan me?
mutuskan untuk menisbikan suara dan menunggu, karena se?
telah itu yang terdengar oleh mereka berdua hanyalah debar
jantung dan desah napas masing-masing.
Wajah mereka mendekat, ditarik magnet yang dipancarkan
oleh yang lain, dan sejenak hanya ada damai ketika bibir me?
reka bertaut, menciptakan perasaan yang menjalari setiap jeng?
kal tubuh dengan kehangatan yang mengempas sepi. Entah
berapa lama mereka kehilangan arah akan waktu, tapi masingmasing bisa merasakan bahwa ketika bibir mereka akhirnya
berpisah, hati mereka tidak.
Fay membuang muka terlebih dahulu. Wajahnya panas,
telinganya seperti terbakar, dan lututnya lemas dengan debar
jantung yang berlari.
Kent meraih tangannya dan sekarang tangan mereka yang
bertaut, berbicara dengan bahasanya sendiri yang bisa diter?
jemahkan dengan mudah oleh hati mereka.
Tanpa banyak bicara mereka berjalan melintasi taman.
Kent yang akhirnya berbicara terlebih dahulu, "Aku ber?
harap apa yang kulakukan tadi tidak menyebabkan pita suara?
mu terganggu kesehatannya."
! 8-15.189
Fay tertawa mendengar kalimat Kent yang sama sekali tidak
diduga. Kent juga ikut tertawa ringan.
Kent kembali berkata, "Sudah hampir jam enam, Fay. Aku
rasa sebaiknya kamu pulang sekarang. Aku hanya bisa meng?
antarmu ke stasiun Metro yang paling dekat dari rumahmu."
Fay mengangguk. Kini ia mulai merasa pita suaranya agak
terpengaruh.
Sesampainya di stasiun Metro itu, mereka berdiri berhadap?
an, enggan memulai perpisahan.
Mendadak Fay melontarkan pernyataan yang menurutnya
sendiri tidak perlu, "Aku melihat Andrew memukul kamu hari
Jumat." Pipinya panas setelah mengucapkan hal itu.
Kent terdiam dan Fay mengumpat dalam hati. Ingin rasanya
melesak ke dalam bumi sekarang juga dan menghilang dari
pandangan.
Kent menatapnya dan berkata, "Aku tahu. Aku melihat
sekilas bayanganmu yang lari ke tangga waktu aku berdiri."
Kalimat itu diakhiri dengan kedua tangannya yang merengkuh
Fay dan menariknya ke pelukannya sementara bibirnya men?
cari. Rasa hangat kembali menghampiri mereka berdua. Ketika
akhirnya pertautan itu kembali harus berakhir, Kent berkata
pelan sambil melihat dalam ke mata Fay, menghunjamkan rasa
yang membahagiakan dan menaklukkan, "Thanks again."
Fay tersenyum. Ia berbalik sambil melambaikan tangan dan
pergi.
Kent menatap punggung Fay hingga gadis itu menghilang
dari pandangannya. Dia ingat kejadian sore itu ketika Andrew
memukulnya. Dia tahu dari awal bahwa Fay melakukan
kebohongan itu untuk dirinya. Egonya memang terusik, tapi
hatinya tidak.
Dengan perasaan yang melayang dan melenakan, dia ber?
balik dan pergi.
! 8-15.190
Andrew membaca dua laporan di tangannya dengan sebersit
rasa marah yang terkendali.
Laporan pertama berisi informasi tentang hilangnya kontak
antara markas dengan seorang agen COU yang namanya ke?
betulan tercantum di daftar yang ditemukan di markas teroris
di Algeria. Belum bisa dipastikan apakah operasi itu sendiri
bisa dikatakan gagal, tapi berita ini benar-benar tidak berpihak
padanya.
Laporan kedua berisi laporan harian Fay yang sama sekali
tidak membantu mendinginkan kemarahannya. Di dalam lapor?
an ini, terdapat dua informasi yang dibuat terpisah oleh dua
orang berbeda. Biasanya ia cukup hanya meluangkan waktu
lima menit untuk membaca keduanya. Tapi tidak kali ini.
Masing-masing informasi ia baca dengan cermat untuk kedua
kalinya.
Informasi yang satu menyebutkan gadis itu sampai di rumah
pukul 16.00 kemudian pergi ke toko 24 jam yang ada di dekat
rumahnya. Setelah itu agen yang bertugas mengikuti gadis itu
melihatnya masuk ke sana sebelum kehilangan jejaknya. Dia
baru menyadari bahwa ada pintu kedua setelah lima belas
menit berlalu dan gadis itu belum keluar juga.
Andrew berdecak kesal dengan kebodohan itu.
Informasi yang lain menyebutkan gadis itu terlihat berjalanjalan dengan Kent di Paris, di sekitar distrik Le Marais, pukul
18.00. Dengan keponakannya!
Itu saja sebenarnya belum cukup untuk membuatarahnya
keluar. Yang akhirnya membuat kemarahannya bangkit adalah
ketika ia meminta laporan ketiga ke analisnya di COU, lapor?
an posisi Fay selama hari Minggu itu lewat pancaran GPS yang
diselipkan di telepon genggamnya waktu gadis itu diculik
minggu lalu. Posisi Fay setelah pukul 16.00 menurut laporan
itu tidak pernah bergeser dari rumah Jacque and Celine.
Satu hal yang pasti, berarti gadis itu pergi dari rumah
dengan niat untuk tidak terlacak. Selama satu minggu ini, pro?
fil Fay menunjukkan konsistensinya dalam membawa telepon
! 8-15.191
genggam ke mana pun dia pergi, walaupun dia tidak pernah
menggunakannya. Apa pun itu, pasti ada pengaruh Kent di
sana.
Dengan marah Andrew meletakkan laporan di tangannya ke
meja.
Korban sudah mulai berjatuhan. Tidak ada ruang untuk sebuah
kesalahan dengan waktu yang terus berjalan, tidak juga bagi
keponakannya sendiri.
Dan ia merasa kemarahan itu semakin menggelegak di ba?
wah kendalinya.
! 8-15.192
Menemukan Keluarga
AY duduk berhadapan dengan Reno hari Senin pagi di kafe?
teria sekolah. Tidak seperti biasanya, di sebelah mereka ter?
dapat setumpuk buku. Ada buku pelajaran bahasa Prancis
mereka, beberapa lembar kertas putih, sebuah kamus PrancisInggris, dan sebuah kamus Inggris-Prancis. Dua yang terakhir
itu kepunyaan Reno.
M. Thierry tadi berkata bahwa untuk sore ini, mereka diberi
tugas membuat sebuah family tree atau pohon keluarga, beserta
karangan singkat yang menjelaskan bagan itu. Dia juga me?
nambahkan, bahwa walaupun topik itu dimulai siang nanti,
tidak ada salahnya bila mereka mulai memikirkan bagaimana
pohon keluarga mereka, sehingga saat pelajaran dimulai setelah
makan siang mereka hanya tinggal memikirkan karangan yang
harus dikumpulkan sore ini juga.
Setelah makan siangnya habis, Fay langsung mengambil
kertas dan mencoret-coret, diikuti Reno.
Tidak butuh waktu lama bagi Fay untuk menyelesaikannya.
Hanya ada delapan lingkaran di dalam pohonnya kakek dan
neneknya, masing-masing dari pihak ayah dan ibu, ayah dan
! 8-15.193
ibunya, adik ayahnya, dan ia sendiri. Empat lingkaran?yang
berisi kedua kakek dan neneknya?diberi tanda silang kecil
menandakan mereka sudah tiada.
Reno mendongak ke arah Fay dan bertanya dengan agak
terkejut, "Sudah selesai?"
"Sudah. Keluargaku kan minim sekali," sahut Fay sambil
meraih buku pelajaran bahasa Prancis mereka. Ia berniat mem?
buat draft karangannya sekarang.
Reno kembali mencoret-coret kertasnya dan selang beberapa
saat, dia tersenyum puas.
"Fay, lihat baganmu ya," ucapnya sambil menyambar bagan
Fay yang tergeletak di meja.
Reno segera menyahut lagi, "Yapun, pohonmu kecil se?
kali."
Fay tertawa. "Iya, aku kan sudah bilang kalau keluargaku
jumlahnya hanya sedikit. Hanya ada enam orang, kamu bisa
lihat sendiri. Kakek dan nenekku pun sudah tiada. Dan aku
tidak pernah bertemu dengan satu-satunya keluarga yang kupu?
nya, pamanku."
"Kenapa? Pamanmu tinggal di luar kota atau di luar negeri?"
tanya Reno.
"Aku tidak tahu. Sepengetahuanku, ayahku pernah ribut
besar dengannya waktu aku masih kecil dan sejak itu mereka
tidak pernah berhubungan lagi. Aku bahkan tidak tahu apakah
pamanku itu sudah menikah dan punya anak."
Reno menggeleng. "Tidak ada orang yang bisa memutuskan
hubungan darah dan menurutku semua persoalan seharusnya
bisa diselesaikan. Kamu pernah bertanya tentang pamanmu ke
ayahmu?"
"Pernah. Tapi jawabannya waktu itu ?Kamu masih terlalu
kecil untuk mengerti.? Ya sudah, sejak itu aku malas bertanya
lagi."
"Sayang sekali," ucap Reno singkat.
"Bagan kamu seperti apa, coba aku lihat," kata Fay.
Ia mengamati lingkaran-lingkaran yang memenuhi pohon
! 8-15.194
Reno, ada sekitar empat puluh lingkaran, dan berdecak kagum
campur iri, "Wah, banyak sekali keluargamu. Pasti ramai sekali
ya kalau ada acara kumpul keluarga."
Reno tertawa. "Wah, Fay, itu bukan ramai lagi, tapi chaos."
"Seringkah ada acara-acara seperti itu?" tanya Fay.
"Setiap tahun semua berkumpul saat liburan Natal. Beberapa
keluarga yang ada di luar negeri pulang ke Quito hanya dua
tahun sekali, jadi pada saat itu pasti lebih ramai daripada biasa?
nya. Itu yang resmi merupakan kumpul keluarga. Tapi kalau
yang tidak resmi seperti acara perkawinan atau acara ulang
tahun, ya cukup sering, walaupun tidak akan seramai acara di
liburan Natal."
"Kamu juga pulang dua tahun sekali?"
"Kalau aku pengecualian, Fay. Sejak kepergianku, aku baru
pulang satu kali, tiga tahun yang lalu. Itu pun bukan saat
Eiffel, Tolong ! Karya Clio Freya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Natal, tapi saat kelulusan."
Fay memperhatikan bagan itu lagi dan bertanya, "Lingkaran
yang ada nama kamu di mana ya?"
Reno memajukan badannya dan menunjuk satu lingkaran
yang sebenarnya sudah dibuat sedikit berbeda dari lingkaran
lain, dengan penulisan berupa huruf kapital semuanya dan di?
beri garis bawah.
Mata Fay otomatis menjelajah ke sekitar lingkaran itu, me?
lihat keluarga inti Reno. Bahwa orangtua Reno sudah me?
ninggal dunia, ia sudah tahu. Tapi dengan heran ia menemu?
kan satu lingkaran lagi di sebelah Reno yang juga diberi tanda
silang. "Kamu punya saudara kandung?"
Reno menjawab dengan sedikit enggan, "Iya."
Fay mendongak, melihat Reno dengan pandangan penuh
tanya seperti menunggu penjelasan.
Akhirnya Reno berkata, "Keluargaku meninggal karena ke?
celakaan waktu aku berumur tiga belas tahun. Waktu itu kami
sekeluarga baru pulang liburan dari Pulau Bali. Sesampainya di
Quito, kami dijemput oleh dua mobil, mobil keluargaku yang
dibawa oleh sopir dan mobil sepupuku. Aku ikut mobil sepupu?
! 8-15.195
ku sementara mereka semua?ayah, ibu, dan adik perempuan?
ku?ada di mobil yang satu lagi. Saat sedang dalam perjalanan
pulang itulah, aku melihat mobil yang membawa mereka me?
ledak dan hancur. Laporan resmi dari kepolisian menyebutkan,
ada bom dengan pengatur waktu yang diletakkan di bawah
mobil."
Fay terbelalak menatap Reno.
Reno berhenti. Sebuah beban berat seperti terangkat dari
dadanya dan dia meraih air mineralnya.
Fay bertanya dengan tak sabar, "Kamu tahu kenapa sampai
ada orang yang berniat melakukan hal itu kepada orangtua dan
adikmu?"
Reno menjawab, "Ayahku diplomat untuk PBB. Aku rasa
kejadian ini berkaitan dengan pekerjaannya. Yang aku sesalkan
adalah kematian adikku, Maria." Dia terdiam.
Fay terdiam sebentar sebelum kembali bertanya, "Berapa
umurnya waktu kejadian itu?"
"Sembilan tahun."
Fay berkata pelan, "Aku ikut sedih."
Reno tidak berucap, pikirannya menerawang, larut dalam
cerita sendiri.
Fay yang merasa tidak enak dengan suasana hening itu, kem?
bali bertanya, "Kamu tinggal dengan paman kamu yang
mana?"
"Maaf...?" tanya Reno yang pikirannya baru menapak dunia
kembali.
"Kamu tinggal dengan pamanmu yang mana setelah ke?jadian
itu?"
Reno melihat bagan itu masih dengan linglung kemudian
tersentak seperti tersadar dan berkata, "Tidak ada di bagan
yang ini. Pamanku adalah keluarga jauh ibuku."
Pembicaraan mereka terputus dengan lewatnya Erika diikuti
dua punggawanya, sambil berkata riang, "Hai, Reno. Wah,
kamu rajin sekali ya. Aku juga baru mau mengerjakan tugas
itu."
! 8-15.196
Reno menjawab ramah, "Sebaiknya memang kamu buat
sekarang, karena ternyata tidak semudah yang dikira."
Erika melirik ke arah bagan yang ada di depan Reno. "Ke?
luarga kamu hanya sedikit ya, kalau keluargaku banyak se?
kali."
"Ini punya Fay, bagan punyaku sedang dilihat oleh Fay."
Erika menoleh kepada Phil dan Jose. "Guys, bisa tolong
carikan tempat kita bisa menulis tanpa diganggu? Jangan yang
terlalu banyak sinar matahari ya, nanti kulitku rusak." Dia
duduk di kursi sebelah Reno kemudian berkata ke arah Fay,
"Fay, aku bisa lihat bagan Reno?"
Fay mengulurkan kertas yang dipegangnya sambil menyum?
pah dalam hati.
"Wah, banyak sekali keluargamu. Kira-kira keluargaku juga
seperti ini. Kalau sudah berkumpul, semuanya heboh."
Jose memanggil Erika dari kejauhan.
Erika berdiri. "Aku ke sana dulu ya. Kalau aku perlu bantu?
an untuk mem?buatnya, nanti aku minta tolong kamu ya."
Dengan kesal Fay melihat Erika yang kecentilan itu dengan
genit menepuk pundak Reno dari belakang dengan kedua ta?
ngan sambil mendekatkan kepalanya ke telinga Reno, sebelum
berjalan meninggalkan mereka.
Fay menjulurkan lidah sedikit ke arah Erika yang berjalan
membelakangi mereka tanpa sadar bahwa Reno memperhatikan,
dan jadi malu sendiri waktu mendapati Reno tersenyum me?
lihatnya.
"Kalau aku perhatikan, kamu sepertinya selalu saja kesal
pada Erika. Kenapa?"
"Menurutku dia itu memang menyebalkan," jawabnya.
"Apanya yang menyebalkan?" tanya Reno heran.
"Dia selalu saja berusaha mengganggu kalau kamu sedang
berdua dengan aku. Dan terlihat jelas dia tidak suka padaku.
Jangankan menyapa, melirik aku saja dia tidak pernah. Mung?
kin dia bahkan tidak tahu aku ada," jawabnya dengan nada
mulai meninggi.
! 8-15.197
"Kamu terlalu sensitif saja," kata Reno berusaha menenang?
kannya.
"Apanya yang sensitif? Jelas-jelas dia menganggapku tidak
ada kalau dia sedang sibuk-sibuknya mendekati kamu dengan
agresif. Contohnya tadi, apa perlunya dia pegang-pegang segala
waktu bicara, memang dasar saja kecentilan," sahut Fay se?
wot.
Reno tertawa. "Kamu tahu tidak, kamu barusan terdengar
seperti istri yang cemburu?"
"Bukan, bukan cemburu, hanya saja menurutku dia tidak
pantas untuk kamu," jawab Fay lebih sewot.
"Menurut kamu, yang pantas buatku itu seperti siapa?" tanya
Reno menggodanya.
"Pokoknya yang lebih baik dari dia. Yang jelas, di sini tidak
ada," jawab Fay ketus.
Reno kembali tertawa geli. "Oke, Nona, lain kali kalau ada
kandidat yang lebih pantas, tolong saya segera diberitahu ya."
Fay akhirnya tersenyum.
Senyumnya semakin lebar ketika Reno berkata dengan muka
yang dibuat sangat serius, "Ayo kita pindah ke ruang belajar
di dalam, sebelum ada yang datang lagi untuk minta diajari
cara membuat bagan keluarga, dan membuat Nona Fay yang
terhormat ini kesal."
Di sore hari, Fay kembali bertemu dengan Andrew di rumah
latihan. Setelah menyelesaikan dua putaran lari, ia dibawa
oleh Andrew ke halaman belakang rumah yang tertutup oleh
deretan pohon. Di balik pepohonan itu ternyata terdapat satu
jalur lari sepanjang 200 meter.
Awalnya, menyelesaikan jalur yang pendek dan rata itu tam?
paknya mudah, mengingat selama satu minggu Fay sudah
berhasil melalui jalur yang lebih panjang dengan kontur naikturun. Tapi setelah mencobanya, ternyata sama sekali tidak
! 8-15.198
sama antara berlari di jalan setapak yang panjang dengan ber?
lari di jalur yang pendek seperti ini. Di jalur yang panjang, ia
harus menjaga supaya larinya stabil dan tenaganya bertahan
hingga langkah terakhir. Caranya adalah dengan tidak meng?
gunakan tenaga secara penuh di awal. Tapi di jalur pendek ini,
ia harus mengerahkan tenaga sekuat-kuatnya sejak awal, dan
masih harus menyisakan tenaga ekstra untuk menggenjotnya
di beberapa langkah akhir. Alhasil, kakinya sangat kaku, ham?
pir kram karena belum terbiasa.
Setelah makan malam, seperti biasa Fay menemui Andrew
di ruangan kecil di belakang lemari ruang kerjanya. Dengan
kecewa ia mendapati tidak ada tanda-tanda keberadaan Kent
di sana.
"Saya akan memberi sedikit latar belakang Alfred Whit?
man."
Foto Alfred Whitman terpampang di depan. Pria itu baru
turun dari mobilnya, mengenakan jas dan celana putih. Pria
itu berambut cokelat agak bergelombang, bermata juga cokelat,
dan tubuhnya tegap cenderung berotot.
Layar menampakkan foto kedua, menampilkan pria itu
sedang berbusana santai di atas yacht-nya. Foto ketiga diambil
di pelataran sebuah kafe, pria itu sedang duduk menikmati ko?
pi sambil menelepon.
Fay tidak tahu apakah ini hanya perasaanya saja, tapi ia me?
rasa ada keramahan yang tampak di wajah pria itu, walaupun
mata pria itu seolah menyimpan kesedihan.
"Alfred Whitman, di usia empat puluh tiga tahun, adalah
pengusaha yang sangat sukses. Dia ada di daftar ?Who?s Who?
Eropa, yang mengurutkan nama orang-orang terpandang dan
berpengaruh di benua ini. Bisnisnya beragam, mulai dari oto?
motif, retail, keuangan, hingga telekomunikasi. Perusahaannya
tersebar di seluruh dunia dengan konsentrasi di Eropa dan
Timur Tengah, tapi semuanya berbasis di Inggris, dijalankan
olehnya dari Paris. Kamu tentunya masih ingat, dia pindah ke
Paris sejak istrinya meninggal dunia. Kantornya secara resmi
! 8-15.199
berada di pusat bisnis di Paris, tapi pria itu sangat sering ber?
kantor di rumahnya sendiri.
"Alfred Whitman juga terkenal sebagai kolektor barang
antik. Dia bukan penggemar barang seni seperti lukisan, tapi
lebih ke artefak arkeologi.
"Tingginya normal menurut standar Eropa. Sangat atletis,
gemar olahraga bela diri, dan di waktu luangnya dia sering
berlayar menggunakan yacht-nya di akhir pekan.
"Sejak kematian istrinya, belum ada tanda-tanda dia terlibat
dengan wanita mana pun."
Gambar di depan kembali berganti, kali ini menampakkan
foto seorang pria dengan kepala hampir botak. Mata pria itu
kecil dan bulat seperti burung elang, tapi agak dalam. Bibir
pria itu sangat tipis, hingga hampir-hampir hanya terlihat se?
perti garis. Hidung pria itu sangat mancung.
"Ini Vladyvsky, kelahiran Serbia, tangan kanan Alfred
Whitman yang juga kepala keamanan di kediaman pria itu.
Dia juga menjadi penasihat keamanan untuk semua aktivitas
bisnis Alfred Whitman.
"Pria ini tidak punya kehidupan lain di luar dunia Alfred
Eiffel, Tolong ! Karya Clio Freya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Whitman. Sebelum bergabung dengan Alfred, dia anggota
badan intelijen di negara bekas Uni Sovyet. Sekarang, di mana
ada Alfred, di situ bisa dipastikan ada Vladyvsky. Kamu harus
sangat berhati-hati dengan pria ini. Dia terkenal kejam dan
tidak pernah berkompromi."
Fay bergidik. Ia tidak mau membayangkan sampai harus ber?
temu pria itu.
"Kembali ke Alfred, pria itu punya satu account e-mail yang
dia pakai khusus untuk urusan yang tidak ada hubungannya
sama sekali dengan bisnis, seperti menerima newsletter dari be?
berapa website Internet, sebagian besar berhubungan dengan
hobi berlayarnya, dan surat-menyurat dengan keluarga men?
diang istrinya."
Andrew menyodorkan map, "Ini sebagian korespondensi
yang berhasil diperoleh antara Alfred dan Seena, yang dimulai
! 8-15.200
kira-kira dua bulan lalu. Dibuka dengan Seena yang bertanya
tentang kemungkinan dia datang bulan lalu, tapi setelah di?
iyakan oleh pamannya, dia berubah pikiran dan menggagalkan?
nya.
"E-mail itu, yang berisi permohonan maaf Seena untuk mem?
batalkan kunjungannya, berhasil diintervensi kemudian diganti
isinya sebelum sampai ke alamat mailbox Alfred. Di e-mail
pengganti itu, Seena memohon maaf karena harus mengganti
jadwal kunjungannya menjadi hari Minggu besok. Surat itu
juga sudah dibalas oleh pamannya, yang menjawab bahwa jad?
wal baru itu tidak masalah baginya. Surat dari Alfred juga di?
ganti isinya sebelum sampai ke mailbox Seena. Kamu bisa lihat
di dalam map ini, surat yang ditandai dengan ?X? berarti tidak
pernah sampai ke tujuannya."
Fay tertegun sejenak. Pikirannya melayang ke larangan
Andrew kemarin untuk membalas e-mail-e-mail dari teman
dan keluarganya. Kalau Andrew tidak punya kesulitan untuk
"mengintip" e-mail Alfred, pastinya e-mailnya juga bisa dibaca
dengan mudah.
Fay membuka map itu dan mulai membaca.
Surat 1 ? Dari Seena untuk Alfred
Subject Hi
Hi, Uncle Alfred, how are you? It?s been a while since
the last time we heard from you. I hope everything?s fine. I
also would like to apologize for not contacting you for so
long.
Just want you to know that I just graduated from high
school and will continue my study in University of Zurich
this year. Mak suggested that I contacted you to ask whether
I could stop by in Paris to meet you on my visit there next
month to settle some administrative processes.
Looking forward to hear from you, Uncle. I hope I can
meet you soon.
! 8-15.201
Surat 2 ? Dari Alfred untuk Seena
Subject Re Hi
Hi, Seena, what a pleasant surprise! How are you? It
has indeed been quite a while since the last time I talked to
any of the family in Malaysia.
I truly apologize if I have not contacted you or any of
your family for quite some time. I have been busy taking
care of my business although I know that alone cannot
justify my misbehavior. It is not you who owes me an
apology and the blame should be put on my shoulders
only.
Of course I will be delighted to accept you in my custody
here in Paris. Your mother should have nothing to worry
about because she can be sure that you will be in good
hands. Please let me know in advance so that I can make
possible arrangement to allow myself to accompany you
during your stay.
Surat 3 ? Dari Seena untuk Alfred
Subject Re Hi
Uncle Alfred,
Good to hear from you! Mak was very happy when she
read your reply. She sent her best regards and wishes for
you.
Thank you for accepting me in your resident. I will be in
Zurich on the 5th next month to settle a lot of things
regarding my entrance. If you don?t mind, I will drop by
from 2nd to 5th. Will you be available on those dates?
Surat 4 ? Dari Alfred untuk Seena
Subject Re Hi
Dear Seena,
I?ll be delighted to welcome you on the dates mentioned.
! 8-15.202
I have managed to release myself from as many business
obligations as possible, although with regret I must say, not
entirely. Please do not worry though, since I have made
arrangements so that you can still get the best out of your
stay here. Looking forward to meeting you again.
Surat 5X ? Dari Seena untuk Alfred - orisinal
Subject Re Hi
Uncle Alfred,
I deeply sorry to tell you that my visit will need to be
rescheduled. One of Mak?s family is ill and she will be
hospitalized for an operation in the hospital on the 3rd. All
of us will need to be on her side. I will let you know should
everything has worked out fine. Again, truly sorry for the
trouble, Uncle.
Surat 5 ? Dari Seena untuk Alfred - modifikasi
Uncle Alfred,
I deeply sorry to tell you that my visit will need to be
rescheduled. One of Mak?s family is ill and she will be
hospitalized for an operation in the hospital on the 3rd. All
of us will need to be on her side. The university
administration office has been very kind to reschedule my
appointment to the third week in same month. Can I visit
you on Sunday before I depart to Zurich? Again, truly sorry
for the trouble, Uncle.
Surat 6X ? Dari Alfred untuk Seena - orisinal
Subject Re Hi
Dear Seena, you do not need to apologize.
One of the things that I admire most from your entire
family is the strong willingness to support each other during
difficult times. Up to this moment, I have never stopped
feeling grateful to all of you for everything that you had
done to support Zaliza during the difficult times?may God
! 8-15.203
bless her soul in heaven?and to support me after her
departure.
Please know that my door will always be open for any of
you. The only reason for me to ask for your confirmation
before you come is solely for the reason of your convenience
and not anything else.
During the course of the third week, with regret I have
been engaged in another commitment that cannot,
unfortunately, be rescheduled. However, as I mentioned
previously, I will make sure that you will be taken care of
properly the way you plan it even though I?m not available
next to you.
Please send my best regards and wishes to your family
and my prayers to the ill. And do not forget to send the
detail of your flight.
Surat 6 ? Dari Alfred untuk Seena - modifikasi
Subject Re Hi
Dear Seena, you do not need to apologize.
One of the thing that I admire most from the family is
the strong willingness to support each other during difficult
times. Up to this moment, I have never stopped being
grateful to all of you for everything that you had done to
support Zaliza during difficult times?may God bless her
soul in heaven?and to support me after her departure.
Please know that my door will always be open for any of
you.
Send my best regards and wishes to your family and my
prayers to the ill.
"Ada pertanyaan?" Andrew menyentak lamunannya.
"Kalau Seena membatalkannya bulan lalu, berarti modifikasi
e-mail Seena yang mengatakan bahwa dia akan datang terjadi
sebelum saya diculik," komentar Fay bingung.
"Good catch. Pengamatan tentang Alfred beserta keluarganya
! 8-15.204
memang sudah dilakukan jauh-jauh hari, bahkan sebelum
kamu datang. Kalau kamu tidak ditemukan, rencana ini akan
tetap dilakukan oleh orang lain. Modifikasi e-mail Seena yang
menjadwalkan ulang kunjungannya dilakukan saat itu semata
untuk mengulur waktu hingga agen saya siap karena itu adalah
satu-satunya kesempatan untuk mendekati Alfred."
Andrew melanjutkan lagi, "Yang perlu kamu lakukan seka?
rang adalah membuat satu e-mail lagi yang mengonfirmasikan
pesawat dan jam kedatanganmu."
"Saya yang membuat e-mailnya?" tanya Fay kaget.
"Ya. Saya mau kamu berpikir sebagai Seena saat menulis
e-mail itu."
Fay membaca e-mail-e-mail itu berkali-kali sambil berpikir.
Akhirnya ia memberanikan diri meraih pensil dan mulai me?
nulis.
Subject Flight Detail
Hi Uncle Alfred,
How are you? I have received the detail itinerary of my
flight.
I will arrive on Sunday with Air France from Kuala
Lumpur at 9 in Charles de Gaulle, Paris. I will then
continue to Zurich on Tuesday with Air France at 6.
See you soon, Uncle.
Fay membacanya sekali lagi sebelum menyerahkan kertas itu
kepada Andrew. Ia melihat Andrew membacanya dan dengan
cemas menunggu tanggapan pria itu.
"Kalimat kamu kurang efisien. Kalau kamu perhatikan, da?
lam menulis e-mail, kepribadian Seena yang sebenarnya sama
sekali tidak bisa terbaca. Dia menulis dengan kalimat-kalimat
yang tampak seperti sebuah iklan terbatas di surat kabar bila
dilihat sekilas sepertinya singkat, tapi sebenarnya setiap kalimat
menyampaikan pesan yang bermakna. Mungkin lebih tepat
Eiffel, Tolong ! Karya Clio Freya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
untuk mendeskripsikannya sebagai ?ringkas?. Surat yang kamu
! 8-15.205
buat mengandung rasa sungkan yang tidak pernah ada di suratsurat Seena sebelumnya," Andrew berkomentar sambil mengem?
balikan kertas itu ke Fay.
Fay kembali mengamati e-mail Seena dan setelah beberapa
saat kembali menulis.
Subject Flight Detail
Uncle Alfred,
I will arrive at Charles de Gaulle on Sunday, 9 with
Air France, then I will go to Zurich on Tuesday, 6.
Good bye, Uncle.
Belum sempat ia menyerahkan kertas itu ke Andrew, pria
itu sudah berkomentar, "Terlalu singkat. Mungkin kamu bisa
menyinggung sedikit tentang tujuan utamanya berkunjung ke
universitas."
Dengan perasaan agak dongkol Fay kembali membaca surat
yang ia buat dan kembali membandingkannya dengan suratsurat Seena sebelumnya. Akhirnya ia setuju dengan pendapat
Andrew dan memulai surat baru.
Setelah ia selesai, Andrew membacanya sebentar sebelum
mengangguk dengan puas.
Subject Flight Detail
Uncle Alfred,
Thank you for allowing me to visit you despite your
busy schedule. I have received confirmation from the
university for my appointment on Wednesday. I will board
Air France and will arrive in Paris on Sunday at 9,
then I will leave for Zurich on Tuesday at 6.
I?m very glad that we will actually meet very soon.
! 8-15.206
Reno sedang duduk di meja tulis di kamar apartemennya, sibuk
mengobrak-abrik dompetnya untuk mengeluarkan uang-uang
receh yang terselip dan membuat dompetnya mulai menebal.
Laptop yang dalam keadaan terbuka di depannya sama sekali
tidak diacuhkan. Baru saja ia pulang dari kedai 24 jam ber?
lokasi di sebelah apartemennya, tempat ia mengalami insiden
kecil yang mengganggu saat hendak membayar roti dan minum?
an kaleng yang dibelinya. Dompetnya tidak bisa dikeluarkan,
tepat di depan si kasir berambut merah yang cantik nan seksi
dengan belahan baju rendah dan senyum menggoda. Tiga kali
ia mencoba mengeluarkan dompet itu dari kantong belakang
celananya dan ketika akhirnya dompet itu sudah di tangannya,
keinginan untuk menanyakan nama si kasir yang masih ter?
senyum ke arahnya sudah lenyap.
Mendadak satu kertas yang terselip dari lipatan terdalam
dompetnya terpegang jarinya. Tekstur kertas itu terasa sangat
familier bagi indra peraba di ujung jarinya dan membangkitkan
getaran kenangan bahkan sebelum kertas itu ditarik keluar dari
dompetnya. Seketika itu juga pikirannya menolak, tapi sudah
terlambat. Sinyal penolakan yang dikirim oleh otaknya tidak
bisa mengejar sinyal lain yang menggerakkan jari-jarinya untuk
secara refleks menarik kertas itu keluar. Sebuah sinyal kerindu?
an yang dikirim hatinya.
Maria.
Dari seluruh kertas-kertas yang ada di dompetnya, kenapa
harus foto itu yang terambil? Reno memandangi foto lusuh
berukuran 5x6 cm itu. Di foto itu ada dirinya di atas sepeda
dengan Maria di belakangnya berdiri di pijakan kaki yang ada
di roda belakang sepeda, sambil memeluk dirinya. Ayahnya
yang mengambil foto itu, tepat sebelum Reno mengantar Maria
ke kursus baletnya yang terakhir, dua minggu sebelum kepergi?
an mereka ke Bali. Maria sudah mengenakan stoking merah
muda kebanggaannya. Stoking yang dia yakini membuatnya
tampil cantik seperti putri-putri dalam buku cerita yang ber?
tebaran di kamarnya, yang sesekali tersasar ke kamar Reno bila
adiknya sedang bermalas-malasan di kamarnya.
! 8-15.207
Setiap kali menatap foto ini, Reno selalu bertanya bagaimana
bisa sebuah foto mampu membekukan sebuah kenangan, leng?
kap dengan pancaran emosi yang saat itu ada. Seakan-akan
makhluk yang terabadikan itu tadinya sedang dihujani kristalkristal air yang mendadak berubah bentuk menjadi sebongkah
es dalam waktu secepat kilasan cahaya, sehingga bukan hanya
makhluk itu yang terjebak dalam keabadian, tapi juga partikelpartikel emosi yang meliputinya tidak sempat menyisip keluar
dan ikut terperangkap dalam bingkai waktu yang sama dengan
si empunya. Maria yang saat ini ada di depannya itu seakan
membalas tatapannya dengan wajah ceria dan senyum bahagia.
Kebahagiaan yang saat ini hanya menyisakan pedih bagi Reno.
Delapan tahun sudah waktu yang dijalaninya seorang diri.
Reno tercenung memikirkan betapa banyak kejadian yang akan
menjadi kenangan bila delapan tahun ini tidak dijalaninya
sendiri. Kenangan yang akan terabadikan dalam berpuluh bah?
kan mungkin beratus lembar kertas bernama foto. Mulai dari
acara keluarga, kegiatan piknik, dan momen rutin seperti ulang
tahun. Bila Maria masih bersamanya hari ini, usianya sudah
hampir tujuh belas tahun.
Seperti Fay.
Pikirannya mendadak mengkhianatinya di tengah kenangan
akan adik tersayangnya. Selain umur, tidak ada kesamaan an?
tara Maria dan Fay yang bisa ditemukan olehnya. Tapi dengan
Fay, ia mengingat Maria bukan melalui persamaan, melainkan
melalui perbedaan di antara keduanya.
Reno akhirnya menyelipkan foto itu dengan hati-hati kem?
bali ke dompetnya. Ingatan akan Fay mengembalikannya ke
dunia kini dan ia mengalihkan perhatiannya ke laptop yang
ada di depannya yang menampilkan jurnal selama mengikuti
kursus bahasa Prancis dan mulai membaca potongan-potongan
tulisannya.
Senin, Minggu 1
Seorang peserta adalah gadis berasal dari Indonesia, dipanggil
Fay, tinggal di Jakarta. Tidak sempat berbicara banyak dengannya
! 8-15.208
karena dia terburu-buru pergi ketika dijemput seorang pria dengan
van putih
Selasa, Minggu 1
Fay menceritakan pertemuannya dengan seorang pria di pesawat
yang memuji "keberaniannya" untuk belajar bahasa Prancis (dalam
konteks bahasa Prancis adalah bahasa yang sulit).
Makan siang bersama di kafeteria sekolah. Fay memakan makan?
an diet, menurutnya baru kali ini dia coba, dan sama sekali tidak
suka.
Bercerita tentang orangtuanya yang bekerja sebagai konsultan
dan banyak melakukan perjalanan ke luar negeri. Bila mereka tidak
ada, Fay hanya ditemani pembantu di rumahnya, tidak ada ke?
luarga atau teman orangtuanya yang mendampingi.
Saat ini kedua orangtuanya sedang betugas, ibunya ke Brazil
dan ayahnya ke Thailand. Awalnya tugas ibunya adalah ke Paris,
dan Fay ikut untuk berlibur. Tapi karena mendadak tugas ibunya
diubah, Fay mengikuti kursus ini sebagai jalan keluar atas tiketnya
yang tidak bisa diubah.
Waktu ulang tahunnya yang terakhir (16) di bulan Juli, kedua
orangtuanya juga pergi bertugas bersamaan. Fay merayakan ulang
tahunnya dengan ketiga teman baiknya di sekolah, Cici, Lisa, Dea
(dengan penekanan di "teman baik"). Sepertinya belum ada pe?
muda yang berhubungan dekat dengannya.
Menolak ketika kesendiriannya diasosiasikan dengan kebebasan
untuk bertindak semaunya, seperti pesta.
Liburan tahun lalu Fay pergi ke Bali bersama teman-temannya.
Mencoba rafting, kayaking, parasailing, bungee jumping, dan sur?
fing (belum bisa berdiri).
Sore hari, ia mengambil kursus tambahan di Institute de Paris.
Tidak terlalu jelas apa yang dipelajari di sana.
Rabu, Minggu 1
Makan siang bersama di kafeteria. Fay masih memakan
makanan diet yang sama dan masih menunjukkan ketidaksuka?
! 8-15.209
annya. Ketika ditanya kenapa dia memaksakan diri untuk me?
makannya, jawabannya dia ingin mengurangi berat badannya.
Setelah makan siang, dia membaca e-mail-nya di ruang kom?
puter. E-mail-nya di Yahoo!. Terlihat ada lima e-mail baru yang
diterima, tapi tidak terlihat dari siapa saja. Dia tidak jadi menulis
balasan e-mail-e-mail itu karena semua komputer di sekolah men?
dadak mati.
Kamis, Minggu 1
Fay bercerita bahwa dia dicegat oleh empat pemuda yang me?
minta sumbangan di stasiun Metro Montgallet. Tanpa pikir panjang
dia menerima papan yang disodorkan oleh salah satu dari mereka
dan ketika dia kembalikan tanpa memberi sumbangan, mereka ma?
rah dan berteriak ke arahnya.
Ketika ditanya tentang kelas yang diikuti di sore hari, dia berkata
bahwa semuanya berjalan lancar. Ada empat orang di kelasnya dan
salah satu pemuda yang ada di sana menarik perhatiannya. Tapi
dia menambahkan bahwa tindak-tanduk pemuda itu tidak bisa di?
terimanya sudah tidak ramah kepadanya sejak awal dan sengaja
memberi pertanyaan yang tidak bisa dijawabnya ketika mendapat
tugas di kelas.
Situs favoritnya di Internet adalah blog. Dia punya blog yang
tidak terlalu sering di-update, tapi dia sering sekali mengunjungi
blog dua temannya (Dea, Lisa) untuk memberi komentar.
Jumat, Minggu 1
Makan siang bersama seluruh kelas di kafeteria sambil mem?
bicarakan rencana akhir pekan. Fay berkata akan pergi ke Nice
dengan Jacque dan Celine.
Minggu, Minggu 1
Sedang berada di Le Petit St Antoine, melihat di kejauhan Fay
lewat dengan seorang pemuda berambut pirang. Tidak sempat
melihat pemuda itu dari dekat dan tidak sempat menyapa karena
mereka berlalu dengan cepat.
! 8-15.210
Reno membaca jurnalnya berulang-ulang sementara pikiran?
nya kembali menjelajahi waktu, berloncatan antara masa lalu
yang berpangkal di delapan tahun yang lalu dan berujung di
minggu lalu.
Maria sangat manja, Fay sangat mandiri. Maria pastinya
akan menjadi seorang bintang di sekolah, Fay biasa-biasa saja.
Maria akan tumbuh menjadi seorang bunga yang cantik me?
rekah, Fay seperti gadis Asia lain, masih tampak belia. Maria
tumbuh di lingkungan yang mencintainya, Fay harus mencari
lingkungan yang mencintainya. Maria menjadikan keluarganya
sebagai tempat berlindung, Fay berlindung kepada teman-te?
mannya.
Satu hal yang disadari Reno, ketidakmiripan Fay dengan
Maria malah menjadikannya sebagai pemicu yang menyuburkan
Eiffel, Tolong ! Karya Clio Freya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ingatannya kembali akan kenangan tentang adik tersayangnya.
Sebuah hubungan sebab-akibat yang aneh.
Kembali Reno memikirkan kejadian minggu lalu, mulai dari
mimpinya yang mendadak datang setelah memilih untuk duduk
manis di pojok selama dua tahun hingga foto yang mendadak
muncul dari dompetnya hari ini. Pikirannya membawanya
kembali ke percakapan tadi pagi, ketika untuk pertama kalinya
selama delapan tahun ini akhirnya ia bisa menceritakan kejadi?
an yang merenggut keluarganya kepada orang lain.
Setelah kejadian itu, pamannya secara rutin mengirimnya
berkonsultasi ke seorang psikiater untuk membantunya meng?
hilangkan trauma akibat menyaksikan kejadian itu. Selama dua
tahun psikiater itu melakukan berbagai cara untuk mengeluar?
kan cerita itu dari mulut Reno, bahkan dengan hipnotis, tapi
tanpa hasil. Ia seperti ingin menyimpan kenangan pahit itu
untuk dirinya sendiri dan tidak ingin berbagi, hingga alam ba?
wah sadarnya pun seperti terbangun dan tetap menjaga ke?
nangan itu dengan membungkusnya rapat-rapat ketika sedang
dihipnotis. Di akhir tahun kedua, psikiater itu berkata kepada
pamannya, bahwa alam bawah sadar Reno merasa bahwa itu
adalah potongan gambar terakhir yang harus tetap dijaga su?
! 8-15.211
paya Reno tidak melupakan kenangan akan keluarganya. Pa?
mannya akhirnya menghentikan sesi konsultasi setelah psikiater
itu mengonfirmasikan bahwa selama Reno tetap sadar untuk
hidup di alam kini, tidak akan ada kerusakan atau perubahan
perilaku yang berakibat fatal.
Reno sangat percaya pertanda. Entah apa maksudnya, tapi
ia tahu pasti ada maksud lain di balik pertemuannya dengan
Fay. Sejak menganut Buddha tiga tahun lalu, teori reinkarnasi
sempat terlintas di benaknya. Tapi, setelah satu minggu meng?
habiskan hari bersama Fay, ia yakin bukan itu maksud semua
ini. Mungkin ini adalah berkah sang Buddha, seorang adik
yang lain. Bukan dimaksudkan untuk menggantikan Maria,
tapi meneruskan kewajibannya terhadap Maria. Untuk men?
jalankan salah satu kewajiban dan takdirnya di dunia, menjadi
seorang kakak.
Dengan pemikiran baru, Reno menuliskan jurnalnya hari
ini.
! 8-15.212
Tugas
UKUL 11.50. Fay keluar kelas dengan tawa yang masih ter?
sisa karena adegan lucu di kelas tepat sebelum istirahat siang.
Ia dan Jose baru saja maju ke depan kelas, memainkan dialog
antara seorang nenek dengan cucu laki-lakinya. Jose dengan
gilanya memilih untuk menjadi si nenek sementara Fay kebagi?
an menjadi cucu laki-lakinya. Adegan mereka disambut dengan
gelak tawa seluruh kelas, khususnya ketika Jose berbicara de?
ngan mimik benar-benar serius menirukan seorang nenek yang
sedang ngobrol dengan cucunya. Selain tubuh bulatnya yang
dibungkukkan dan suara yang dibuat tinggi dan bergetar, mata?
nya juga sampai merem-melek mengisyaratkan kerabunannya.
Di depan kelas, Reno menyusul dan melewatinya setengah
berlari. "Fay, aku ke kamar mandi dulu."
"Oke, aku tunggu di lobi ya," Fay menjawab riang.
Sesampainya di lobi, tiba-tiba matanya mengangkap sosok
berambut pirang yang berdiri di ruang tunggu.
Kent!
Jantungnya membuat pernyataan keras dengan degup yang
kencang, dilanjutkan dengan debar yang tidak kira-kira.
! 8-15.213
Kent bergerak ke arahnya sambil menyunggingkan senyum
tipis yang membuat Fay melayang.
"Hai, kok kamu ada di sini?" tanya Fay tanpa menyembunyi?
kan ekspresi gembira di wajahnya.
"Kebetulan aku lewat di sekitar sini dan kupikir kenapa ti?
dak mampir saja sekalian, siapa tahu kamu bisa kuajak makan
siang."
Suara di belakang Fay memotong ucapan Kent.
"Ayo, Fay, perutku sudah berteriak-teriak memanggil nama?
ku," kata Reno dengan cengiran degil khasnya.
Cengiran itu langsung hilang ketika melihat Kent ada di
depan Fay. Reno menatap Kent dengan pandangan tajam yang
tidak bisa diartikan oleh Fay. Fay juga melihat ekspresi kaget
di wajah Kent. Suasana langsung menjadi kaku dan Fay merasa
kikuk.
"Oh, ada teman kamu ya," ujar Reno sambil menjulurkan
tangan. "Reno."
"Kent," balas Kent singkat, kemudian melanjutkan, "Fay dan
aku mau pergi makan siang bersama. Silakan saja kalau mau
bergabung."
Fay terperangah, melihat ke arah Kent yang mengucapkan
hal itu tanpa bertanya kepadanya. Dengan gugup ia mengalih?
kan pandangannya ke Reno, tanpa sanggup menyanggah ucap?
an Kent.
Beberapa saat Reno menatap Kent sebelum akhirnya ber?
kata, "Terima kasih untuk ajakannya, tapi aku ke kafeteria
saja. Silakan." Reno berlalu tanpa melihat ke arah Fay.
Perasaan bersalah langsung menyergap Fay. Makan siang
bersama Reno memang bukan suatu kewajiban, tapi itu sudah
seperti perjanjian yang tidak tertulis selama satu minggu ini.
Akhirnya, Fay hanya mengikuti ketika Kent menggandeng
tangannya dan mengajaknya keluar.
! 8-15.214
Kent mengajaknya ke sebuah kafe yang berlokasi tidak jauh
dari sekolah, hanya sepuluh menit berjalan kaki. Fay me?
nimbang-nimbang untuk melupakan dietnya barang sejenak
dan ikut memesan croissant isi tuna pilihan Kent yang tampak
sangat menarik, tapi akhirnya ia memantapkan hati dan me?
mesan salad. Sambil menelan ludah, ia mengucapkan selamat
tinggal pada saus krem yang tampak sangat menggoda yang
harusnya disiramkan ke atas salad-nya.
"Fay, Reno yang tadi kamu kenalkan ke aku, murid juga di
sana?" tanya Kent membuka percakapan.
"Iya. Dia teman sekelasku," ucap Fay.
"Sejak kapan kamu kenal dengan dia?" tanya Kent lagi.
"Sejak hari Senin minggu lalu. Dia datang agak terlambat,
baru mengikuti kelas setelah makan siang," jawab Fay. "Ke?
napa?"
"Tidak apa-apa, hanya ingin tahu saja," jawabnya Kent sing?
kat.
"Kamu kok kemarin tidak datang?" tanya Fay.
"Kemarin pagi Paman menyuruhku melakukan hal lain. Kamu
sendiri bagaimana, apa saja yang kamu lakukan kemarin sore?"
"Aku berlari di jalur biasa, tapi kemudian aku ditunjukkan
jalur lain yang ada di belakang rumah, jalur lari jarak pen?
dek."
"Sudah lihat danau di sebelahnya?" tanya Kent lagi. "Peman?
dangannya kalau sore bagus sekali."
Pikiran Fay melayang sejenak ke pemandangan di sekitar
jalur pendek kemarin, tapi tidak berhasil menangkap potongan
gambar yang disebutkan Kent.
"Danau yang mana ya?
"Posisinya persis di sebelah jalur pendek, tapi tertutup satu
tanjakan seperti bukit kecil yang agak curam. Kamu bisa ber?
jalan mendaki atau berjalan memutar."
"Kamu sering pergi ke sana?" tanya Fay.
"Sebenarnya sih tidak. Aku mendadak ingat karena minggu
lalu aku sempat berpikir akan membuat kamu berenang melin?
! 8-15.215
tasi danau itu sebagai pengganti lari," ujarnya sambil mengulum
senyum.
Fay membuat gerakan seolah akan melempar botol air mine?
ralnya yang hampir kosong ke arah Kent. Pemuda itu ter?
tawa.
Fay bertanya lagi, "Kenapa sih kamu menyusahkan aku ming?
gu lalu?"
"Aku sudah terdaftar untuk ikut workshop piano di Salzburg
waktu paman memberiku perintah untuk datang ke Paris dan
menjadi mentor kamu."
Dia terdiam sejenak, kemudian melanjutkan, "Syarat untuk
ikut ke workshop itu sulit sekali, Fay. Aku harus ikut seleksi
selama dua bulan karena untuk seluruh Inggris hanya dipilih
dua orang. Dan ini tahun terakhir aku bisa mencoba karena
umur maksimal untuk partisipasi adalah delapan belas ta?
hun."
"Wah, aku minta maaf ya kalau gara-gara aku kamu jadi ti?
dak bisa ikut," kata Fay menyesal.
Kent buru-buru menjawab, "Itu sebenarnya bukan salah
kamu, jadi kamu tidak perlu minta maaf kepadaku. Sebenarnya
aku yang harus minta maaf karena melampiaskan kesal kepada?
mu. Lagi pula aku akhirnya sempat ikut workshop itu walaupun
tidak penuh. Itu sebabnya aku datang terlambat hari Kamis."
"Apa Andrew tahu kamu terlambat gara-gara workshop itu?"
tanya Fay.
"Tidak. Jangan sampai dia tahu. Aku bisa membayangkan
apa yang akan dia lakukan kalau sampai tahu, dan aku tidak
sanggup."
Fay merasa perutnya mulai tegang. "Memangnya apa yang
akan dia lakukan?"
Kent menatapnya dan berkata, "Sudah merupakan kebiasa?
annya untuk menghukum seseorang dengan mengambil sesuatu
yang sangat berharga bagi orang tersebut, sehingga pesan yang
ingin disampaikannya mengena. Kalau dia sampai tahu, pasti
aku tidak bisa main piano lagi seumur hidupku. Apalagi me?
! 8-15.216
mang itu alasan yang menyebabkan aku melanggar perintah?
nya."
"Tapi kemarin kamu bilang, sekarang pun Andrew memang
tidak setuju kamu melanjutkan ke sekolah musik untuk jadi
pianis, jadi apa bedanya?" tanya Fay lagi.
"Fay, walaupun aku tidak bisa jadi pianis, setidaknya seka?
rang aku kan masih bisa main piano."
Fay mengerutkan keningnya. "Tapi kalau sekadar bermain,
dia kan tidak bisa melarang kamu main. Selama kamu masih
punya jari..." Fay tertegun dan tidak bisa melanjutkan bicara?
nya.
Kent tersenyum pahit. "Itu dia maksudku."
Fay menggigil dan langsung menghabiskan air mineralnya.
Setelah hening sejenak, Kent kembali bertanya, "Jadi, kebagi?
an push-up berapa kali kemarin?"
Eiffel, Tolong ! Karya Clio Freya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Fay menjawab dengan lebih santai, "Mmmmm Yang pasti
lebih sedikit dibandingkan hari-hari sebelumnya."
"Bagaimana dengan setelah makan malam, ada yang me?
narik?"
"Andrew menceritakan sedikit tentang Alfred dan meminta?
ku mengarang satu e-mail atas nama Seena untuk dikirim ke?
padanya."
"Oh ya? Lantas, kamu menulis apa?"
"Tidak banyak, hanya terdiri atas beberapa kalimat yang
intinya hanya menyampaikan jadwal pesawatku waktu datang
hari Minggu. Yang sulit adalah mengurutkan kalimat yang
singkat itu sehingga tampak seperti tulisan Seena. Tulisanku
baru diterima oleh Andrew setelah diedit beberapa kali."
"Apa saja yang dijelaskan oleh Paman tentang Alfred?"
Fay pun mengulangi informasi yang diberikan Andrew ten?
tang pria itu, termasuk Vladyvsky.
Setelah makan, Kent mengajak Fay berjalan perlahan-lahan
kembali ke sekolah, sambil berbicara tentang objek wisata yang
terlihat sepanjang perjalanan layaknya seorang pemandu wisata.
Fay menikmati permainan itu dan mengambil peran sebagai
! 8-15.217
turis bodoh yang berulang kali bertanya sambil melakukan halhal khas turis yang dilakukan secara berlebihan sehingga meng?
gelikan, seperti minta difoto dengan patung yang sama sekali
bukan objek wisata atau difoto dengan latar belakang tembok.
Mereka tertawa sepanjang jalan hingga ketika tiba di depan
sekolah, rahang mereka rasanya sangat kaku.
Masih enggan mengucapkan perpisahan, Kent mengeluarkan
telepon genggamnya yang sedari tadi sudah mengambil gambar
Fay dengan pose-pose aneh, kemudian dia menarik Fay ke sisi?
nya dan merangkulnya untuk mengambil foto mereka berdua.
Fay akhirnya bertanya, "Nanti sore kamu datang?"
"Hari ini tidak, aku masih melakukan tugas yang diperintah?
kan Paman kemarin. Mudah-mudahan besok aku datang, ka?
rena tugas itu selesai hari ini, dan dia belum mengatakan
apa-apa tentang besok," jawab Kent.
Mereka berdiri berhadap-hadapan tepat di depan pintu ma?
suk sekolah. Kent menatap mata Fay, kemudian wajahnya
mendekat dan bibir mereka beradu, kali ini menyatu dalam
rindu dan harap.
Fay masuk ke sekolah dan berjalan melintasi lobi dengan pe?
rasaan yang melayang-layang, dengan senyum tipis yang masih
terpampang manis di wajahnya, dan pipi yang masih merona
hangat.
Reno mendadak muncul di hadapannya, dan ketika Fay me?
nangkap satu bentuk kemarahan yang tidak bisa diterjemahkan
dari sorot tajam mata pemuda itu, perasaan bahagia yang baru
saja menghampirinya perlahan-lahan luruh.
Sebelum ia sempat menyapa, Reno sudah bertanya, "Bagai?
mana makan siangmu tadi, menyenangkan?"
"Lumayan," jawabnya canggung. Fay sebenarnya ingin meng?
ucapkan maaf karena tadi pergi dengan Kent, tapi sebagian
pikirannya menolak dan merasa tidak berutang penjelasan
! 8-15.218
apalagi maaf kepada Reno. Ia toh punya hak untuk makan siang
dengan siapa saja, pikirnya menguatkan hati.
"Kamu kenal dengan pemuda itu di mana?" tanya Reno
lagi.
Fay melihat sorot mata Reno yang tajam dan itu agak meng?
ganggunya. Ia menjawab singkat, "Di kelas sore."
"Sudah berapa lama kamu kenal dia?" tanya Reno lagi.
"Aku ikut kelas sore sejak hari pertama di sini, jadi aku ke?
nal dia sudah satu minggu," jawab Fay mulai kesal.
"Jangan sembarangan terlibat dengan orang lain, Fay. Kamu
ada di Paris hanya untuk sementara waktu. Jangan sampai ka?
mu dimanfaatkan," kata Reno tajam.
"Maksud kamu apa?" tanya Fay mulai sewot.
"Maksudku, kamu baru satu minggu di sini dan sudah ber?
ciuman dengan pemuda yang juga baru kamu kenal selama
satu minggu. Apa kamu masih perlu penjelasan lagi tentang
seperti apa kesan yang ditimbulkan?" kata Reno keras.
Fay merasa sebuah batu seperti baru dihantamkan ke dada?
nya seiring ucapan Reno itu. Langsung ia berbalik dan mening?
galkan Reno tanpa berbicara sepatah kata pun.
Dengan cepat ia masuk ke kamar mandi untuk menenang?
kan napasnya yang sudah mulai memburu naik-turun, tidak
percaya dengan apa yang baru saja didengarnya, yang menurut?
nya sudah di luar batas.
Who in the hell does he think he is?!
Sebentuk kesal mulai berubah bentuk menjadi sejumput
benci, dan dengan susah payah Fay menjaga supaya perasaan
itu tidak berubah wujud menjadi tetesan air mata. Akhirnya
ia memutuskan menendang tembok kamar mandi untuk me?
lepas kesalnya dalam wujud lain selain air mata. Berkali-kali
kakinya bergantian menendang dinding di bagian bawah sambil
membayangkan ada gambar wajah Reno di sana. Setelah ten?
dangan kedelapan, dengan sedikit heran ia mendapati teorinya
berhasil, karena sekarang setidaknya air mata tadi sudah tidak
berdiri lagi dibang pintu keluar.
! 8-15.219
Fay baru masuk ke kelas lagi tepat ketika kelas dimulai.
Tanpa melirik sedikit pun ke arah Reno, ia duduk di bangku?
nya.
Untung bagi dirinya, siang ini M. Thierry tidak menyuruh
mereka mengerjakan latihan sama sekali, yang hampir selalu
membutuhkan bantuan kamus. Selama ini Fay jarang sekali
menggunakan kamusnya sendiri dan lebih sering menggunakan
kamus Reno yang jauh lebih lengkap. Jadilah ia terhindar dari
kewajiban untuk berbicara dengan Reno untuk meminjam ka?
musnya.
Segera setelah kata "au revoir" keluar dari mulut M. Thierry
menutup pertemuan hari ini, Fay beranjak dari tempat duduk
membawa ranselnya yang sudah disiapkan dari lima menit se?
belumnya, sambil menyambar buku dan pensil yang masih
tergeletak di meja. Untuk pertama kalinya, tidak ada kata per?
pisahan sedikit pun yang dilontarkan kepada Reno. Fay mem?
bereskan bukunya di lobi dan untuk pertama kalinya juga,
menunggu Lucas di pinggir jalan di luar.
Sepanjang jalan, Fay merasa pikirannya menerawang tak ter?
arah dengan perasaan yang tidak bisa dimengerti olehnya. Ia
merasa marah, dengan campuran bumbu kecewa dan sedih da?
lam rasa itu, dan Fay tidak punya bayangan bagaimana ia bisa
mengenyahkan perasaan itu serta melalui sore ini dengan se?
lamat. Bahkan pemandangan bagai negeri dongeng sebelum
sampai ke gerbang rumah latihan pun tidak bisa mengangkat
perasaannya barang sedikit.
Latihan lari sore itu dijalaninya setengah hati, tapi anehnya
waktu tempuhnya membaik dengan drastis, baik di jalur pan?
jang maupun jalur lari cepat. Kalau saja matanya tidak melihat
Andrew yang mengangguk puas ke arahnya, Fay akan menarik
kesimpulan jamnya salah.
Fay sempat berpikir untuk minta izin sebentar ke Andrew
! 8-15.220
untuk melihat danau yang disebutkan oleh Kent, tapi ke?
inginan itu sudah pupus sewaktu melihat Bentley hitam milik
Andrew yang diparkir di depan pintu waktu ia datang tadi.
Lihat mobilnya saja sudah mulas, gimana mau bicara minta izin?
pikirnya sebal pada diri sendiri.
Begitu sampai di foyer, Andrew berkata sambil lalu, "Dua
puluh menit lagi, temui saya di ruang kerja. Saya akan me?
nyinggung tentang tugas kamu nanti."
Fay mengangguk. Perutnya mulai mulas mendengar bahwa
sebentar lagi dia akan tahu apa sebenarnya yang diminta oleh
Andrew. Sebuah inti yang menyebabkannya harus menjalani
dua minggu ini dengan kerja keras dan air mata. Padahal ini
harusnya menjadi liburan paling indah seumur hidup, pikirnya.
Fay baru saja akan melangkah ke atas waktu Andrew ber?
balik dan berkata,
"Oh ya, Fay. Saya akan memberikan tes dari waktu ke waktu
untuk menjaga supaya apa yang sudah kamu pelajari minggu
lalu tidak kamu lupakan. Sebaiknya kamu selalu bersiap-siap,
karena dengan waktu yang semakin dekat, saya tidak akan
mentolerir kesalahan sedikit pun."
Fay melihat Andrew yang berjalan meninggalkannya menuju
ruang kerja. Kini perutnya benar-benar mulas.
Dua puluh lima menit kemudian, Fay sudah berada di ruang
belajar setelah sebelumnya Andrew memberi tes singkat ten?
tang Seena yang untungnya bisa dengan sukses ia jawab. Seka?
rang ia memperhatikan sebuah foto yang terpampang di layar,
menampilkan gerbang hitam berjeruji yang kedua pintunya
tertutup rapat. Dari sela-sela jeruji terlihat beberapa penjaga
berdiri dan ada gerbang lain yang tertutup rapat di belakang
mereka.
"Ini akses utama untuk masuk ke kediaman Alfred. Kamu
bisa lihat bahwa gerbang itu berlapis dua, dengan penjagaan
! 8-15.221
yang sangat ketat dan kamera tersebar di mana-mana," kata
Andrew.
Selang beberapa waktu, gambar berubah, menampakkan se?
buah rumah yang sangat besar, dipotret dari atas, berbentuk
huruf L. Di sekeliling rumah itu tampak hijau rumput dan pe?
pohonan.
"Ini gambar kediaman Alfred dari atas."
Gambar kembali berubah. Kali ini menampilkan sebuah ger?
bang lain, juga dua lapis, dengan penjaga.
"Gambar ini foto area gerbang servis, yang penjagaannya
tidak kalah ketat dengan gerbang utama."
Andrew melanjutkan, "Tugas kamu ada dua, saling berkaitan
satu sama lain. Yang pertama adalah memetakan kediaman
Alfred dan memberikan informasi sebanyak-banyaknya tentang
penjagaan keamanan di kediaman itu. Yang kedua adalah me?
masang penyadap di ruang kerja pria itu."
Layar di depannya kini berubah kosong. Fay menatap
Andrew dengan tatapan bertanya dan pria itu menjawabnya,
"Hanya itu yang berhasil kami peroleh tentang kediaman
Alfred. Rumah pria itu bagaikan benteng yang tidak bisa di?
tembus dari luar. Satu-satunya cara untuk masuk adalah dengan
mengetuk pintu depan. Dan itu akan dilakukan olehmu."
Fay meneguk ludah dengan susah payah. Bahwa ia akan ma?
suk ke rumah Alfred dengan berpura-pura menjadi keponakan
pria itu, ia sudah tahu sejak diculik di hari pertamanya di
Paris. Tapi bahwa kediaman Alfred ternyata dijaga seperti
Eiffel, Tolong ! Karya Clio Freya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
istana presiden, ia baru tahu. Kalau seorang Andrew saja tidak
bisa memperoleh akses untuk mendapatkan informasi lebih
banyak daripada itu, mengutus dirinya ke sana sama saja mengi?
rimnya untuk bunuh diri!
Andrew menatapnya seakan tahu apa yang ada di pikiran?
nya.
"Tiket untuk masuk dan keluar dari kediaman itu adalah
dengan memerankan Seena dengan sempurna dan melakukan
tugas yang diberikan kepadamu tanpa menimbulkan kecurigaan
! 8-15.222
siapa pun. Itu sebabnya saya memaksamu bersusah payah se?
lama dua minggu ini, dengan latihan fisik yang tidak ringan
dan dengan semua kerumitan informasi yang harus kamu pel?
ajari tanpa kesalahan. Semua itu tiket untuk keluar dengan
utuh dalam keadaan bernapas. Status kamu sebagai keponakan
yang masih remaja akan sangat membantu dalam tugas ini.
Seorang dewasa yang berkeliling-keliling, bertanya tentang
banyak hal, atau tertangkap masuk ke ruangan yang salah akan
langsung memancing kecurigaan. Tapi, bila hal yang sama
dilakukan oleh seorang remaja, ada harapan untuk lolos de?
ngan dalih bahwa hal itu dilakukan karena keingintahuan be?
laka."
Fay merasa napasnya tercekat, seakan kerongkongannya me?
mutuskan untuk memblokir udara masuk. Kejadian yang me?
nimpanya ini memang sesuatu yang luar biasa yang tidak per?
nah diimpikan bisa terjadi pada dirinya. Dan ketika semua ini
ia pikir hampir berakhir, ia dihadapkan pada realita baru, bah?
wa sebenarnya perjalanan yang sesungguhnya baru dimulai hari
Minggu nanti, saat memasuki kediaman itu. Selama ini ia ti?
dak pernah berpikir bahwa ada kemungkinan baginya untuk
tidak keluar hidup-hidup. Mungkin itu alasannya ia tidak per?
nah mau berpikir, karena pilihan yang ada terlalu menakutkan.
Hingga sekarang, pilihan kematian seakan dipampangkan di
depannya.
Andrew melanjutkan, "Malam ini dan besok, saya akan
membahas tentang tugas kamu."
Andrew memulai penjelasannya dengan kembali menampil?
kan gambar pertama, foto gerbang utama Alfred.
"Tidak banyak yang bisa diceritakan tentang kediaman
Alfred, selain yang jelas terlihat dari gambar bahwa keamanan?
nya sangat ketat. Jalan di depan rumah Alfred bukanlah jalan?
an yang umum dilewati karena satu-satunya pintu di jalan itu
adalah pintu gerbang masuk ke kediamannya. Kalau kamu bisa
membayangkan, posisi jalan ini seperti garis horizontal peng?
hubung di huruf ?H?. Satu saja mobil yang berhenti akan lang?
! 8-15.223
sung dihampiri. Mobil yang sama yang lewat berkali-kali pun
akan langsung memancing kecurigaan. Vladyvsky juga meng?
atur supaya ada patroli yang mondar-mandir di jalan itu."
Andrew menekan satu tombol di komputer dan di layar se?
karang terpampang sebuah gambar yang menampakkan foto
kediaman Alfred yang cukup detail dari atas. Terlihat bahwa
bangunan rumahnya berbentuk huruf L dengan sebuah kolam
renang, dan dengan penjaga yang bertebaran di halaman.
"Ini gambar satelit, menampakkan kediaman Alfred dari atas.
Gambar ini cukup detail, tapi tidak bisa menangkap semua
informasi yang dibutuhkan. Alasan pertama, karena keterbatasan akses ke satelit, proses monitor tidak bisa dilakukan terusmenerus selama dua puluh empat jam. Alasan kedua, tidak
semua detail bisa terlihat di sini karena diambil dari atas."
Andrew men-zoom satu bagian halaman hingga tampak sa?
ngat besar. Ia menunjuk satu pohon, kemudian berkata, "Kalau
kamu perhatikan dari sela-sela dahan dan daun, ada sebuah
kamera yang diletakkan di pohon ini. Kebetulan posisinya ti?
dak terlalu terlindung sehingga kamera itu terlihat dari atas.
Kita tidak tahu pasti apakah kamera seperti ini ada di pohonpohon lain dan tempat-tempat lain yang terlindung. Bila itu
kasusnya, akses ke semua satelit di dunia pun tidak akan bisa
membantu."
Andrew berhenti sejenak sebelum melanjutkan, "Untuk me?
lakukan tugas ini, kamu akan dilengkapi oleh satu buah laptop.
Folder dokumen di laptop itu sudah diisi dengan file-file Seena
yang diambil dari PC-nya di rumah. Bila dilihat di bagian apli?
kasi, laptop itu hanya berisi aplikasi standar, ditambah dengan
beberapa permainan komputer biasa. Tapi sebenarnya ada pro?
gram lain yang disisipkan di folder lain dan disamarkan sebagai
bagian dari sistem operasi, yaitu program yang akan kamu
pakai untuk menggambar denah itu. Program itu dibuat sangat
user-friendly, dengan konsep user interface seperti program-pro?
gram yang dirancang untuk digunakan oleh anak-anak, jadi
kamu tidak perlu khawatir tentang cara menggunakannya.
! 8-15.224
"Denah yang harus kamu gambar terdiri atas denah bagian
luar rumah dan denah per lantai. Prioritas pertama adalah lan?
tai tempat ruang kerja Alfred dan jalan menuju ke sana, se?
telah itu baru yang lain.
"Ada tiga hal mendasar yang harus tergambar dalam denah
itu, yaitu posisi semua jalan akses, titik penjagaan elektronik,
dan titik penjagaan non-eletronik.
"Untuk jalan akses, standar yang harus tergambar adalah
pintu, jendela, dan tangga. Kadang jalan akses bisa juga berupa
lemari yang tembus ke ruang lain seperti pintu di ruang belajar
ini, cerobong asap, lubang di dinding untuk binatang peli?
haraan, atau yang lain. Selain jalan akses, kamu juga harus
menandai titik-titik penjagaan baik elektronik maupun nonelektronik. Untuk mengenali penjagaan elektronik diperlukan
penglihatan yang tajam, sedangkan untuk mengenali penjagaan
non-elektronik diperlukan pengamatan yang tajam. Dan itu
membawa kita ke topik bahasan selanjutnya.
"Sesuai namanya, penjagaan elektronik adalah titik-titik di?
tempatkan peralatan elektronik untuk mengawasi atau menjaga
keamanan. Ada banyak jenis peralatan elektronik yang di?
gunakan dalam penjagaan keamanan, mulai dari yang paling
umum seperti kamera, penyadap suara, dan laser, hingga yang
rumit seperti detektor tekanan dan temperatur, bahkan pe?
mindai struktur tulang. Karena tidak mungkin kamu bisa me?
nguasai semuanya dalam waktu sesingkat ini, yang saya harap?
kan dari kamu saat memetakan rumah Alfred hanyalah posisi
kamera pengawas.
"Umumnya sebuah kamera diletakkan di pojok sebuah ruang?
an, di bagian atas, sehingga bisa didapat sudut gambar yang
luas. Jadi, setiap kali kamu masuk ke satu ruangan, kamu harus
bisa melihat di mana saja posisi kamera. Ingat, jangan sekalikali mengarahkan pandangan kamu ke atas seperti mencari
sesuatu di sana. Biarkan pandangan kamu menyapu ke seke?
liling ruangan dengan ketinggian sejajar dengan mata kamu,
sementara sudut mata kamu terfokus ke bagian atas.
! 8-15.225
"Penjagaan non-elektronik adalah titik-titik ditempatkan
penjaga berupa manusia atau hewan. Untuk mengenalinya se?
cara akurat, diperlukan pengamatan yang tajam. Ingat, bukan
penglihatan tapi pengamatan, karena apa yang terlihat bukan
selalu apa yang terjadi. Contohnya adalah seorang penjaga
yang berdiri di pintu depan. Kalau kamu hanya melihat sekilas,
informasi yang kamu simpulkan adalah "Pintu masuk dijaga
oleh seorang penjaga?.
"Kalau kamu mengamatinya dalam waktu dua puluh empat
jam, yang kamu peroleh bukanlah sebuah informasi, tapi se?
buah pola. Mungkin laporan kamu akan berbunyi seperti ini
?Pintu dijaga oleh penjaga selama empat jam. Setiap jam, pen?
jaga menginspeksi jalanan di sekitar pintu. Di akhir jam ke?
empat, penjaga itu digantikan oleh penjaga lain?.
"Semakin lama waktu yang diperlukan untuk mengamati,
semakin lengkap dan akurat pola yang terbentuk. Misalnya
untuk contoh tadi, mungkin setelah diamati selama satu ming?
gu penuh baru diketahui bahwa jadwal tadi berlaku hanya di
hari kerja. Untuk kasus terdapat keterbatasan waktu dalam
pengamatan, cara termudah untuk mendapat informasi tanpa
menghabiskan waktu terlalu banyak adalah dengan memperoleh
informasi itu dari orang lain, atau bertanya.
"Karena waktu kamu di rumah Alfred terbatas, bertanyalah
sebanyak-banyaknya tanpa menarik perhatian. Ingat, kalau
orang yang ditanyai jumlahnya terlalu sedikit, kamu akan ber?
tanya terlalu banyak ke satu orang saja sehingga bisa meman?
cing kecurigaan. Tapi, kalau orang yang ditanyai jumlahnya
terlalu banyak, kamu akan menarik perhatian, dan itu juga
mengundang kecurigaan."
Fay terdiam. Semakin lama ia mendengar penjelasan Andrew,
semakin terasa bahwa kemungkinannya untuk melakukan tugas
itu dan keluar dalam keadaan hidup-hidup semakin tipis. Jiwa?
nya seakan menyelam ke sebuah palung, semakin lama semakin
dalam dan menyesakkan.
Andrew melanjutkan, "Semua hasil kerja kamu akan disim?
! 8-15.226
pan dalam sebuah file yang juga disamarkan sebagai bagian dari
sistem operasi. Kamu harus mengirimkan file itu dengan cara
menghubungkan diri ke Internet menggunakan telepon geng?
gam yang nanti juga akan diberikan. Di kediaman Alfred,
telepon genggam itu hanya boleh dipakai untuk keperluan ko?
neksi ke Internet dan bukan untuk menelepon atau untuk
mengirimkan pesan singkat. Saya tidak mau mengambil risiko
ada yang mencuri dengar apa yang kamu katakan di telepon.
"Besok saya akan menjelaskan lebih detail tentang protokol
penggunaan telepon, termasuk cara mengirimkan informasi itu.
Sekarang, saya mau kamu membiasakan diri dengan isi laptop
dan program yang akan kamu pakai."
Keesokan harinya, Fay bangun lebih siang dari biasa dan de?
ngan tergesa-gesa pergi ke kamar mandi. Sebenarnya ia me?
mang secara sengaja berencana untuk datang lebih siang su?
paya tidak sempat berbicara dengan Reno, tapi karena tidak
terbiasa datang pas, tetap saja ia agak panik karena takut ma?
lah jadi terlambat.
Rencananya cukup berhasil. Ketika sampai di kelas, semua
sudah datang dan saling berceloteh satu sama lain. Ia langsung
duduk tanpa menoleh atau berbicara sepatah kata pun dengan
Reno, dan tepat saat itu M. Thierry masuk untuk memulai
pelajaran pagi ini. Dari sudut matanya, Fay melihat Reno me?
merhatikannya tapi ia tidak peduli.
Saat makan siang, Fay pun langsung turun menuju lobi un?
tuk menunggu Kent.
Kali ini keadaan tidak berpihak pada dirinya. Setengah jam
merayap dan berlalu, tapi sosok pemuda itu belum tampak
juga. Dan kini perutnya mulai keroncongan.
Andaikata telepon genggamnya bisa difungsikan secara aktif se?
perti di Jakarta, pikirnya kesal. Rasanya komunikasi di Jakarta
tidak pernah sesulit ini, setidaknya SMS pasti dengan lancar
Eiffel, Tolong ! Karya Clio Freya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
! 8-15.227
lalu lalang antara ia dan teman-temannya bila mempunyai jan?
ji bertemu.
Pintu terbuka dan sontak Fay menoleh penuh harap.
Kent!
Sebuah senyum langsung terkembang di rona wajahnya yang
kini merekah, siap menyambut wajah yang sudah dirindukan?
nya.
Kent tersenyum melihatnya dan mendaratkan satu kecupan
ringan di pipinya sambil merengkuhnya ketika Fay mendekat.
Fay menatap matanya dan menangkap sebersit warna kelam
di sorot mata pemuda itu.
"Ada apa?" tanyanya kuatir.
"Aku minta maaf, Fay. Sepertinya aku tidak bisa menemani
kamu makan siang. Ada tugas dari Paman yang harus ku?
lakukan," jawabnya sambil menghela napas.
Rasa kecewa segera mengikis perasaan berbunga-bunga yang
tadi mulai merekah, tapi Fay berusaha menutupinya. Ia berkata
sambil tetap tersenyum, "Tidak masalah. Kamu selesaikan saja
dulu tugas dari pamanmu. Aku tidak mau kamu sampai terlibat
kesulitan." Lalu ia bertanya lagi, "Apakah kamu akan datang
sore ini?"
"Aku rasa tidak," kata Kent penuh sesal. "Tapi aku janji
besok siang akan datang. Kalaupun aku tidak bisa pergi makan
siang bersama kamu, aku akan mampir sebentar untuk bertemu
kamu," sambung pemuda itu lagi.
Fay tersenyum dengan secercah harapan yang mulai tum?
buh.
"Ini penyadap yang harus kamu pasang di ruang kerja Alfred,"
ujar Andrew di hari Rabu sore. Fay duduk berhadapan dengan
Andrew di meja kerjanya, setelah menyelesaikan kedua jalur
yang ada di luar rumah.
Fay melihat dua benda yang ditunjuk Andrew dengan tak?
! 8-15.228
jub. Benda itu berwarna hitam berbentuk bundar dengan ukur?
an kurang-lebih sama dengan kancing baju. Salah satu sisinya
agak melengkung dan sisi yang lain datar.
"Kecil sekali," gumamnya kagum.
"Itu masih termasuk kategori raksasa. Masih banyak per?
alatan sejenis yang berukuran lebih kecil, hingga setipis ja?
rum."
Andrew menyambung penjelasannya, "Ukuran penyadap
berbanding lurus dengan jangkauannya. Semakin kecil ukuran
suatu penyadap, semakin lemah jangkauan signalnya, baik dari
sisi penerimaan suara maupun dari sisi pancaran sinyal ke unit
penerima terdekat.
"Seperti yang saya jelaskan kemarin, jalan di depan rumah
Alfred diawasi oleh para penjaga sehingga unit penerima sinyal
tidak bisa ditempatkan di sana. Satu-satunya lokasi yang me?
mungkinkan terletak agak jauh, di jalan yang ada di sisi
rumah, dan itu berarti penyadap yang dipasang harus mem?
punyai pancaran sinyal yang cukup kuat."
Andrew mengambil satu penyadap dan memainkannya di
jari-jemarinya.
"Jenis inilah yang direkomendasikan untuk tugas kamu.
Hanya dua unit yang diperbolehkan untuk dipasang bersamaan
dalam radius lima puluh meter."
"Kenapa hanya dua buah?" tanya Fay.
"Itu adalah jumlah maksimal yang bisa ditolerir sebelum
gelombang yang dipancarkannya bisa mengganggu peralatan
elektronik lain dalam radius hingga lima puluh meter."
Andrew melihat wajah Fay yang bingung dan menambah
penjelasannya, "Dalam keadaan aktif, penyadap ini baru bisa
dideteksi bila sebuah detektor didekatkan dengan jarak tiga
meter dari benda ini. Tapi, bila ada lebih dari dua penyadap
ini yang aktif dalam radius lima puluh meter, akan ada ganggu?
an sinyal yang diterima oleh peralatan elektronik lain yang ada
di sekitarnya hingga jarak lima puluh meter. Bayangkan apa
yang akan terjadi kalau mendadak gambar di TV penjaga tidak
! 8-15.229
mulus, suara telepon dari telepon genggam terputus-putus, dan
suara headset penjaga tidak jernih. Mereka akan segera mencari
penyebab gangguan sinyal, dengan tebakan awal ada usaha un?
tuk memasang penjagaan elektronik secara diam-diam. Dalam
kondisi seperti itu, pasti akan diadakan penyapuan dengan
detektor, dan tempat pertama yang mereka geledah pasti ruang
kerja Alfred."
Fay mengambil satu penyadap yang masih tergeletak di
meja. Lebih berat sedikit daripada sebuah kancing. Rasanya
lebih seperti magnet yang digunakan untuk menempel hiasan
di pintu kulkas.
Andrew melanjutkan lagi, "Untuk mengaktifkannya, yang
harus kamu lakukan hanyalah membuka penutup sisi yang
datar. Di baliknya ada perekat yang bisa menempel di hampir
semua permukaan keras."
Fay bertanya, "Di mana saya harus menempelkan benda
itu?"
Andrew merentangkan tangannya. "Bayangkan ruang kerja
saya ini sebagai ruang kerja Alfred." Dia kemudian menunjuk
ke arah pintu masuk. "Anggap saja kamu baru masuk dan
melakukan Analisis Perimeter ketika masuk ke dalam ruang
ini. Berdiri di pintu,ati ruang ini dan beritahu saya pen?
dapat kamu di mana kamu akan meletakkan kedua benda
ini."
Fay berdiri dan melakukan apa yang disuruh. Setelah yakin
dengan idenya, ia kembali ke hadapan Andrew dan kembali
duduk di kursi.
Andrew melihatnya dengan tatapan bertanya. "Well?"
"Saya akan meletakkan satu di meja kerja ini dan satu lagi
di meja dekat sofa."
"Kenapa?" tanya Andrew.
"Karena menurut saya di kedua tempat itulah paling mung?
kin terjadi percakapan."
Andrew tersenyum. "Alasan kamu cukup tepat. Ada dua hal
yang harus diperhatikan ketika memutuskan lokasi penempatan
! 8-15.230
penyadap seperti ini. Yang pertama adalah sumber informasi,
yang kedua baru posisi.
"Pertimbangkan dulu di mana sumber informasi kamu ke?
mungkinan akan berbicara. Lokasi yang paling umum adalah
lokasi terdapat meja dan kursi, dan peralatan telekomunikasi.
"Setelah kamu bisa mengenali lokasi sumber informasi, baru
kamu menentukan posisi penempatan penyadap ini. Yang jadi
pertimbangan adalah, kemampuan teknis alat, kemungkinan
terdeteksi, dan kemungkinan untuk melepaskannya tanpa ke?
tahuan.
"Cara paling mudah untuk mendeskripsikan keduanya ada?
lah, ?Sembunyikan alat ini sehingga tidak mudah terdeteksi,
tapi jangan terlalu tersembunyi sehingga sulit kamubil da?
lam keadaan terdesak.?"
Andrew bangkit dari kursi dan mengajaknya duduk di sofa.
Dia melanjutkan, "Kalau kamu ingin meletakkan penyadap di
suatu tempat, pertama-tama pastikan dulu tempat itu jarang
diakses, baik oleh sumber informasi atau orang lain seperti pe?
tugas kebersihan. Di meja sofa ini, periksa bagian bawah meja
dan cari petunjuk apakah bagian itu sering diakses, misalnya
tombol tanda bahaya seperti yang ada di kolong meja di kasir
bank, atau senjata yang ditempelkan sebagai cadangan.
"Setelah kamu yakin akan meletakkannya di sana, letakkan?
lah di bagian yang masih bisa dijangkau dengan mudah se?
hingga bisa kamu lepaskan dalam keadaan mendesak. Jadi,
letakkan agak ke pinggir, tidak lebih jauh dari jangkauan jari
yang diselipkan."
Andrew menatapnya sebentar kemudian berkata, "Sekarang
kamu saya beri waktu sepuluh menit untuk mengelilingi ru?
mah, kemudian dua puluh menit untuk menggambar denah di
laptop kamu. Setelah selesai, kita akan memasuki setiap ruang?
an satu per satu, dan kamu harus memberitahu saya di mana
kamu akan meletakkan dua buah penyadap di setiap ruangan
itu. Setelah makan malam, saya akan menjelaskan tentang
protokol penggunaan telepon dan pengiriman data."
! 8-15.231
Sebuah Keraguan
HARI Kamis pagi, Fay tiba lebih awal di sekolah, seperti ke?
biasaannya semula. Ia tidak ingat sama sekali dengan keinginan
datang telat seperti kemarin supaya tidak punya kesempatan
berbicara dengan Reno, sampai melihat muka Reno lima menit
kemudian muncul di pintu. Rasa kesal langsung memenuhi
dirinya dan ia langsung pura-pura sibuk membuka buku pelajar?
an untuk melihat-lihat topik yang akan diberikan hari ini.
"Bonjour, Fay. ?a va?" Reno menegurnya.
"Bien, merci," jawab Fay singkat tanpa melepas pandangan
dari bukunya.
Reno duduk di sampingnya dan bertanya, "Kamu masih
marah?"
Fay diam. Tangannya dengan lincah membolak-balik lembar?
an buku pelajaran.
"Apa ada yang salah?" tanya Reno lagi.
Kali ini Fay menoleh, tidak percaya dengan pendengarannya.
Setelah yakin telinganya masih berfungsi dengan baik saat me?
lihat Reno menatapnya dengan ekspresi bertanya tanpa perasa?
! 8-15.232
an bersalah sedikit pun, ia membalas tatapan Reno sambil
melotot.
Kok bisa-bisanya Reno tidak menyadari kesalahannya?
Kemarahan Fay yang sudah terpendam sejak dua hari yang lalu
memuncak. "Tidak seharusnya kamu berbicara seperti itu hari
Selasa waktu aku baru pulang makan siang dengan Kent..."
Napas Fay sudah tak bisa diatur, berusaha melepas emosi yang
sejak kemarin tidak terlampiaskan.
Reno memajukankan badannya. "Fay, aku cuma tidak mau
kamu nanti menyesal. Kamu kan di Paris hanya sementara,
jadi jangan terlibat terlalu dalam dengan orang yang baru
kamu kenal."
Reno melanjutkan lagi, "Yah, kecuali kalau memang itu
yang kamu inginkan, habis-habisan dengan seorang pemuda
selama dua minggu, membiarkan diri kamu dimanfaatkan se?
puas yang dia mau, kemudian ?bye bye love?."
Rasa kesal Fay yang mulai mereda dengan perkataan awal
Reno yang sepertinya masuk akal, naik lagi mendengar kalimat
Reno yang terakhir.
Eiffel, Tolong ! Karya Clio Freya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Dia sama sekali tidak memanfaatkanku. Kalau dia meman?
faatkanku, berarti aku juga memanfaatkan dia. Jadi, tidak ada
masalah, kan?" ucapnya keras kepala.
Reno menggeleng putus asa. Akhirnya dia kembali ber?bicara,
"Fay, pada akhirnya kamu yang akan dirugikan dengan kondisi
ini. Pemuda itu tinggal melenggang pergi, meninggalkan kamu
dengan mimpi ?kisah cinta sejati dengan seorang pangeran?."
Reno melanjutkan lagi, "Lihat saja kemarin. Aku tahu kamu
berencana pergi makan siang dengan dia dan aku tahu kamu
pasti sudah menantikannya. Tapi ternyata dengan gampangnya
dia membatalkan janji itu. Siapa tahu dia sudah ada janji de?
ngan gadis lain yang juga sedang mengikuti kursus musim pa?
nas di tempat lain."
Fay mengerutkan kening, ingin bertanya bagaimana Reno
tahu ia ada janji makan siang dengan Kent, tapi keinginan itu
tertutup perasaan lain yang tiba-tiba muncul. Ia merasa ada
sebagian dirinya yang tersulut perkataan Reno karena perkata?
! 8-15.233
annya mengundang pikiran lain. Ia tidak tahu dan tidak akan
pernah tahu alasan sebenarnya yang menyebabkan Kent mem?
batalkan janji makan siang mereka kemarin, selain penjelasan
sederhana bahwa dia melakukan sesuatu yang diperintahkan
pamannya. Urusan yang menyangkut pamannya adalah prio?
ritas nomor satu, dan Fay, bahkan kalau Kent memang benar
menyayanginya, ada di urutan selanjutnya.
Fay terpaku sejenak. Pikirannya barusan malah mengundang
pikiran lain. Kent tidak pernah mengatakan bahwa dia menyayangi
dirinya.
Fay mendadak tersadar Reno masih menatapnya dan me?
mutuskan untuk tetap menjawab, walaupun keyakinan yang
sebelumnya memberinya kekuatan sudah mulai terkikis. "Ma?
kan siang aku dan dia kemarin memang batal karena dia ada
urusan mendadak. Tapi setidaknya dia datang untuk memberi?
tahu aku langsung."
"Apa maksud kamu, kemarin dia datang?" tanya Reno kaget
sambil menegakkan badan.
"Iya, dia kemarin datang ke sini dan dia juga janji bahwa
nanti siang akan datang lagi," jawab Fay penuh kemenangan.
"Bahkan kalaupun dia siang ini tidak bisa makan siang ber?
sama, dia pasti akan datang. Aku rasa itu sudah membuktikan
kalau dia tidak main-main," sambungnya lagi.
Reno terdiam sebentar kemudian mengangkat bahu. "Kita
lihat saja nanti."
Rocco masuk ke kelas dan Reno berdiri.
"Aku mau ke kamar mandi sebentar."
Saat istirahat siang, Fay berdiri di depan papan pengumuman
di lobi, melihat-lihat berbagai kertas yang ditempelkan saat
terdengar panggilan tak sabar di belakangnya, "Fay, ayo!"
Fay menoleh. Yang dilihatnya adalah Reno yang memandang?
! 8-15.234
nya dengan tatapan tak sabar, dan ia menjawab, juga dengan
nada tak sabar, "Aku kan sudah bilang hari ini Kent akan da?
tang untuk menemuiku."
Reno mengangkat bahu sambil lalu. "Ya sudah. Aku ada di
kafeteria kalau kamu berubah pikir?an." Dia pun menghilang ke
balik pintu.
Satu setengah jam kemudian, Fay sudah melihat bayangan diri?
nya yang terpantul di kaca depan kafe yang sama yang di?
kunjunginya dua hari lalu bersama Kent.
Bedanya, kali ini hanya ada dirinya di pantulan kaca itu,
dengan perasaan yang jauh dari melayang-layang. Perasaannya
sekarang terseok-seok mengikuti langkahnya melewati kafe itu
tanpa keinginan setitik pun untuk melangkah masuk. Dengan
cepat ia melewati pintu kafe itu, berjalan tanpa tujuan. Yang
ada di benaknya saat ini adalah membuat kakinya bergerak
hingga lelah, supaya pikirannya tidak punya ide untuk me?
masuki relung hatinya yang sudah berharap bisa menumpahkan
air mata.
Di tikungan ia berbelok ke kiri kemudian kakinya mengarah?
kannya lurus ke depan hingga bertemu lagi dengan perempatan
jalan. Kali ini kakinya ingin menyeberang jalan. Setelah me?
nyeberang, kakinya kembali melangkah lurus susul-menyusul
seperti setengah berlari. Ada satu keluarga, sepasang suami-istri
yang mendorong stroller bayi di depannya sedang berjalan pe?
lan. Lewati. Kakinya bergerak menyamping dan menyalip dari
kanan.
Di depan ada perempatan jalan lagi, dengan lampu pejalan
kaki yang merah bila lurus dan hijau bila menyeberang jalan
ke kanan. Kakinya otomatis melangkah menyeberangi jalan ke
kanan. Ia berjalan lurus, melewati sebuah toko bunga yang
menjorok ke trotoar dan menyebarkan aroma wangi yang segar
saat dilewati.
! 8-15.235
Tidak jauh di depan, kembali ada lampu pejalan kaki, kali
ini berwarna merah. Orang-orang bergerombol dengan sabar
menunggu, tapi tidak kakinya yang memilih berbelok ke kiri
untuk menghindari harus berhenti.
Ada orang berjalan dengan anjing di depannya. Fay me?
lewatinya sambil berjalan di pinggir trotoar. Dalam keadaan
kesal pun, otaknya masih tahu ia takut anjing.
Pandangannya dilemparkan ke sisi trotoar di seberang. Ada
sebuah toko, seorang kakek bertopi duduk di depannya sambil
membaca koran.
Di depannya ada sepasang pria dan wanita berjalan ke arah
yang sama sambil bergandengan tangan. Lewati.
Fay melewati mereka dengan cepat. Sambil terus berjalan,
agak terengah-engah Fay melihat jam dan mendapati bahwa
ternyata baru lima belas menit ia berjalan. Di mana ia seka?
rang?
Ia berhenti dan dengan bingung melihat ke sekelilingnya. Ia
sekarang ada di perempatan jalan yang tidak terlalu besar dan
agak sepi dan di sebelah kirinya ada tembok, seperti sisi suatu
gedung tinggi. Hanya ada beberapa mobil yang diparkir di
jalan. Akhirnya ia berjalan lurus ke depan sambil menyesali
kebodohannya, berharap ada petunjuk jalan. Sambil berjalan,
ia teringat pada petanya yang kini ada dalam ranselnya di
kelas dan kembali mengutuk dirinya yang tidak berpikir pan?
jang.
Fay memutuskan untuk menyeberangi jalan, kemudian lang?
sung berbelok di tikungan yang ada di depannya, dengan harap?
an ada petunjuk lokasi stasiun Metro di sekitarnya. Dengan
cepat ia melakukan apa yang disuruh pikirannya dan ketika
berbelok, kakinya otomatis memelankan langkah saat matanya
menangkap pagar kawat di depannya. Jalan itu buntu.
Di balik kawat itu Fay bisa melihat jalan besar dengan
mobil yang lalu lalang. Posisi jalan itu berarti sejajar dengan jalan
ini, jadi tinggal menemukan satu jalan ke kiri yang bisa menembus
Pendekar Slebor 52 Pulau Seribu Setan Wiro Sableng 175 Sepasang Arwah Bisu Pendekar Slebor 52 Pulau Seribu Setan
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama