Ceritasilat Novel Online

Gadis Gadis March 3

Gadis Gadis March Little Women Karya Louisa May Alcott Bagian 3

giat bekerja; ia menanti dengan sabar dan ceria, hingga siapa pun

akan malu untuk bersikap sebaliknya di hadapan ayahmu. Ia membantuku dan menghiburku, serta menunjukkan bahwa aku harus

mempraktikkan semua kebaikan yang ingin kulihat dalam diri

anak-anakku, karena akulah panutan mereka. Melakukan sesuatu demi kalian terasa lebih mudah ketimbang demi diriku sendiri.

Saat aku berbicara dengan tajam, ekspresi takut atau terkejut di

wajah salah satu dari kalian menghardikku lebih keras daripada

kata-kata apa pun. Sementara, cinta, rasa hormat, dan rasa percaya dari anak-anakku adalah hadiah terindah yang bisa kuterima

setelah usaha yang kukerahkan untuk menjadi wanita yang dapat

mereka teladani."

"Oh, Ibu! Kalau saja aku memiliki separuh kebaikanmu, itu sudah cukup bagiku," ujar Jo, tersentuh.

"Kuharap kau akan menjadi sosok yang jauh lebih baik, Sayang. Tapi, kau harus selalu mengawasi ?musuh di dalam dada?,

sebagaimana istilah ayahmu, karena hal itu dapat membuatmu

sedih, atau bahkan merusak hidupmu. Kau telah mendapat peringatan; ingatlah, dan cobalah dengan segenap hati dan jiwamu

untuk menguasai watakmu yang pemberang, sebelum ia membawa kesengsaraan dan penyesalan yang lebih besar ketimbang yang

kaualami hari ini."

"Akan kucoba, Ibu, akan kucoba. Namun, Ibu harus membantuku, mengingatkanku, dan menjagaku agar tidak kehilangan kendali. Aku kadang-kadang melihat Ayah menaruh telunjuk di bibirnya, atau menatapmu dengan wajah lembut namun amat serius.

Lantas, Ibu akan merapatkan bibir erat-erat, atau pergi menjauh.

Apakah itu tanda peringatannya?" tanya Jo pelan.

"Ya. Aku memintanya untuk membantuku, dan ia tidak pernah

lupa. Ia menyelamatkanku dari lontaran begitu banyak kata-kata

tajam hanya dengan gerakan sederhana dan tatapan lembutnya."

Jo melihat air mata mengambang di mata ibunya, dan bagaimana bibirnya bergetar saat ia berbicara. Khawatir ia telah berbicara

terlalu banyak, Jo pun berbisik takut-takut, "Apakah salah kalau

aku memperhatikanmu dan mengatakan hal itu? Aku tidak ber132

maksud bersikap tidak sopan, hanya saja rasanya begitu nyaman

untuk membicarakan isi pikiranku denganmu, dan aku merasa

aman serta bahagia di sini."

"Jo anakku, kau boleh mengatakan apa pun juga kepada ibumu. Merasakan bagaimana anak-anakku berbagi perasaan mereka

denganku, dan yakin mereka mengetahui betapa aku mencintai

mereka, adalah sumber kebahagiaan dan kebanggaan yang terbesar

bagiku."

"Kukira aku telah membuatmu sedih."

"Tidak, Sayang. Tetapi, berbicara tentang ayahmu mengingatkanku betapa aku merindukannya, betapa banyak aku berutang

padanya, dan bahwa aku harus dengan teguh mengawasi serta berusaha menjaga putri-putri kecilnya tetap aman dan baik-baik demi

dia."

"Akan tetapi, kau mendorong Ayah untuk pergi, Marmee, tidak menangis saat ia berangkat, dan tidak pernah mengeluh, ataupun tampak seperti kau membutuhkan bantuan," kata Jo, heran.

"Aku memberikan yang terbaik untuk negara yang kucintai,

dan menyimpan air mataku sampai ayahmu pergi. Mengapa aku

harus mengeluh, saat kami berdua sekadar menjalankan tugas masing-masing, dan sudah tentu kami akan lebih bahagia pada akhirnya? Apabila aku tidak tampak membutuhkan bantuan, itu karena

aku punya teman yang lebih baik, bahkan lebih baik dari ayahmu,

untuk menghiburku dan membuatku bertahan. Anakku, kesalahan

dan godaan dalam hidupmu baru dimulai, dan akan banyak lagi

yang datang. Tetapi, kau pasti bisa mengatasi dan mengalahkan

semua itu jika kau belajar merasakan kekuatan dan kelembutan

Bapa di Surga, sebagaimana yang kaulakukan dengan ayahmu di

dunia ini. Semakin kau mencintai dan percaya kepada-Nya, akan

semakin dekat kau kepada-Nya, dan semakin bekuranglah kebutuhanmu akan kekuatan serta kebijaksanaan manusia. Cinta dan

kasih sayang-Nya tidak akan pernah surut atau berubah, tidak

akan bisa diambil darimu, dan akan dapat menjadi sumber kedamaian, kebahagiaan, dan kekuatan sepanjang hidupmu. Yakinlah

akan hal ini sepenuh hati, dan utarakan kepada Tuhan semua kekhawatiran, harapan, dosa, dan kesedihanmu, sebebas dan seterbuka engkau kepada ibumu."

Satu-satunya jawaban Jo adalah memeluk erat-erat ibunya, dan

dalam keheningan, doa paling tulus yang pernah dipanjatkan Jo

keluar dari lubuk hatinya, tanpa kata-kata. Pada saat yang sedih

sekaligus bahagia itu, Jo belajar tidak hanya tentang rasa pahit

dari penyesalan dan keputusasaan, tetapi juga rasa manis dari penyangkalan dan pengendalian diri. Dibimbing ibunya, Jo berjalan

semakin dekat kepada Dia yang menerima setiap anak dengan cinta yang lebih kuat daripada cinta ayah mana pun juga, dan lebih

lembut dari kasih ibu mana pun juga.

Amy bergerak, dan mendesah dalam tidurnya. Kemudian, seolah tidak sabar untuk langsung memperbaiki kesalahannya, Jo

mengangkat kepala, dan di wajahnya terlihat ekspresi yang belum

pernah ada sebelumnya.

"Aku membiarkan kemarahanku berlarut-larut; aku menolak

memaafkanmu, dan hari ini, kalau saja bukan karena Laurie, semuanya bisa saja terlambat! Bagaimana mungkin aku telah begitu tega?" kata Jo, hampir-hampir terlalu keras, sembari mendekat

kepada adiknya lalu dengan lembut mengelus rambut basah yang

tergerai di atas bantal itu.

Seakan-akan ia mendengar, Amy membuka mata dan mengulurkan kedua lengannya dengan senyum yang langsung meluluhkan hati Jo. Tidak ada kata yang terucap, namun mereka saling

berpelukan dengan erat meskipun terhalang tumpukan selimut.

Dan... dengan satu ciuman hangat, semuanya dimaafkan dan dilupakan.

Meg Pergi ke Pesta

"K

urasa, aku sungguh beruntung anak-anak itu terkena

campak sekarang," kata Meg, pada suatu hari di bulan

April, sambil berdiri mengemas koper "pelesir" di kamarnya, dikelilingi adik-adiknya.

"Dan baik benar Annie Moffat tidak melupakan janjinya. Dua

minggu penuh bersenang-senang pasti luar biasa," timpal Jo, kedua lengannya yang panjang tampak seperti kincir angin yang terus bergerak ketika pemiliknya melipat baju-baju kakaknya.

"Cuaca juga sedang bagus; aku bersyukur sekali," tambah Beth,

dengan rapi menyortir pita untuk kalung dan pita untuk rambut di

dalam kotak indah yang ia pinjamkan kepada Meg, khusus untuk

peristiwa istimewa itu.

"Kalau saja aku bisa pergi bersenang-senang, dan mengenakan

semua benda indah ini," keluh Amy dengan mulut menggigit peniti, sambil membetulkan bantal kakaknya dengan terampil.

"Aku ingin kalian semua bisa pergi. Sayang, tidak bisa. Akan

kusimpan petualanganku untuk kuceritakan kepada kalian waktu

aku pulang. Paling tidak, itulah yang bisa kulakukan untuk membalas kebaikan kalian, meminjamiku barang-barang ini dan membantuku bersiap-siap," kata Meg. Matanya memandang sekeliling

ruangan, dan tertuju pada pakaian yang sangat sederhana, yang

tampak hampir sempurna di mata mereka.

"Apa yang diberikan Marmee dari kotak harta karunnya?"

tanya Amy, yang tidak ada ketika mereka membuka kotak kayu

cedar tempat Mrs. March menyimpan benda-benda dari masa kejayaan keluarga itu, yang semuanya masih baik, sebagai hadiah bagi

anak-anaknya jika saat terbaik untuk memberikannya telah tiba.

"Sepasang stoking sutra, kipas tangan ukir yang cantik, dan

ikat pinggang lebar dari pita biru yang indah. Aku ingin gaun sutra ungu itu, tetapi tidak ada waktu untuk mengubahnya, jadi aku

harus puas dengan blus muslin lamaku."

"Blusmu akan tampak cantik di atas rok muslinku yang baru,

dan ikat pinggang itu akan membuatnya tampak semakin cantik.

Kalau saja aku tidak merusakkan gelang koralku, kau bisa meminjamnya sekarang," ucap Jo, yang senang memberi dan meminjami,

tetapi biasanya barang-barangnya terlalu rusak untuk dapat digunakan.

"Ada satu set perhiasan mutiara model lama yang indah di dalam kotak, tetapi Ibu berkata bunga segar adalah hiasan terbaik

untuk seorang gadis muda, dan Laurie berjanji akan mengirimkan

bunga apa pun yang kumau," sahut Meg. "Nah, coba kulihat; sudah ada celana abu-abu untuk berjalan-jalan di luar rumah?Beth,

tolong gulung saja bulu di atas topiku?lalu blus poplin untuk hari

Minggu, dan pesta kecil nanti?kelihatan terlalu tebal untuk musim semi, ya? Sutra ungu tadi akan tampak lebih cocok; aduh, sayang sekali!"

"Tidak apa-apa; kau sudah punya blus muslin untuk pesta utama, dan kau selalu tampak seperti malaikat jika mengenakan war136

na putih," hibur Amy, masih merenungi kotak kecil berisi barangbarang indah yang amat disenanginya.

"Model kerahnya tidak rendah, dan panjangnya tidak sampai

ke lantai, tetapi apa boleh buat. Baju rumahku yang berwarna biru

tampak sangat pantas, sudah dirapikan dan dikelim, rasanya seperti melihat baju baru. Mantel panjang sutraku sudah ketinggalan

zaman, dan topiku tidak kelihatan seperti milik Sallie. Aku tidak

ingin berkata apa pun, tetapi sungguh aku kecewa dengan payungku. Aku telah berpesan kepada Marmee aku ingin payung hitam

dengan gagang putih, namun ia lupa, dan membeli payung hijau

dengan gagang kuning yang jelek. Memang payung itu rapi dan

kuat, jadi seharusnya aku tidak mengeluh, tetapi aku tahu aku akan

merasa malu bersanding dengan Annie dan payung sutranya yang

pucuknya berwarna emas," Meg menghela napas sambil mengamati payung kecilnya dengan ekspresi kecewa yang nyata terlihat.

"Tukar saja," saran Jo.

"Aku tidak akan sekonyol itu, atau menyakiti perasaan Marmee, setelah ia repot-repot mengadakan keperluanku. Ini hanya

keinginanku yang konyol, dan aku tidak akan menurutinya. Stoking sutraku dan dua pasang sarung tanganku yang bergaya sudah

cukup. Kau sungguh baik sudah meminjamkan milikmu, Jo. Aku

merasa seperti gadis kaya, mungkin aku bahkan akan terlihat cukup anggun dengan dua pasang sarung tangan baru dan sarung tangan lama yang telah dicuci bersih seperti baru," kata Meg, sambil

mengintip lagi ke dalam kotak sarung tangannya.

"Topi tidur Annie Moffat dihiasi pita biru dan merah muda.

Maukah kau menjahitkan pita yang sama untukku?" tanya Meg,

tepat ketika Beth masuk membawa setumpuk muslin putih yang

baru diambilnya dari Hannah.

"Tidak; topi seperti itu tidak akan cocok dengan baju tidurmu

yang polos, tanpa hiasan apa pun. Orang miskin tidak perlu macam-macam," ujar Jo tegas.

"Kadang-kadang aku bertanya-tanya dalam hati, apakah memiliki pakaian dengan renda asli dan topi berpita bisa membuat

hatiku senang?" kata Meg, tidak sabar.

"Waktu itu kaubilang kau akan cukup puas jika bisa pergi ke

rumah Annie Moffat," Beth berkomentar, dengan gayanya yang

tenang.

"Memang! Yah, aku memang puas, dan aku tidak akan mengeluh.

Tetapi, sepertinya benar bahwa semakin banyak yang kita dapat,

semakin banyak yang kita inginkan. Nah, sekarang barang-barang

sudah siap, semuanya sudah dimasukkan kecuali gaun pesta dansaku yang akan dikemas oleh Marmee," kata Meg riang dengan sikap

sok penting, pandangannya beralih dari koper yang sudah separuh

terisi ke gaun muslin putih, atau "gaun pesta dansa" menurut Meg,

yang telah berkali-kali disetrika dan dirapikan.

Keesokan harinya cuaca cerah. Meg berangkat dengan penuh

gaya, untuk menikmati dua minggu penuh petualangan dan kesenangan. Mrs. March memberikan izin kepada putrinya itu dengan

agak enggan, karena khawatir Margaret akan pulang dengan hati

yang lebih kecewa dibandingkan ketika ia berangkat. Namun, Meg

meminta dengan begitu sungguh-sungguh dan Sallie telah berjanji akan menjaganya. Sedikit bersenang-senang kelihatannya akan

membuat Meg bahagia, apalagi ia telah bekerja keras sepanjang

musim dingin. Jadi sang ibu menyerah, dan putrinya kini pergi

hendak mencicipi kehidupan mewah untuk pertama kalinya.

Keluarga Moffat memang sangat bergaya. Meg yang sederhana awalnya merasa takut melihat kemegahan rumah mereka dan

penghuninya yang begitu elegan. Untunglah, meskipun hidup dalam kemewahan, keluarga itu adalah orang-orang yang baik hati,

dan segera membuat tamu-tamu mereka merasa kerasan. Mungkin, tanpa mengerti mengapa, Meg merasa bahwa keluarga Moffat bukanlah orang-orang berkelas atau berpendidikan, dan semua

kemewahan itu tidak bisa menutupi asal-usul mereka yang sederhana. Pikir Meg, hidup bermewah-mewah jelas enak: naik kereta

kuda yang indah, mengenakan pakaian bagus setiap hari, dan tidak

melakukan apa pun kecuali bersenang-senang. Gaya hidup seperti

itu cocok untuk Meg. Tidak lama kemudian, ia mulai meniru perilaku dan cara bicara orang-orang di sekitarnya; ia bersikap lebih

anggun dan penuh gaya, menggunakan ungkapan-ungkapan dalam

bahasa Prancis, menggulung rambutnya, mengenakan gaun-gaunnya, dan sebisa-bisanya ikut mengobrol tentang mode. Semakin

banyak Meg melihat benda-benda cantik kepunyaan Annie Moffat, semakin ia iri kepadanya, dan berharap ia sekaya Annie. Meg

membayangkan rumahnya; rumah itu terlihat kosong dan suram,

bekerja tidak pernah tampak seberat dalam bayangannya, dan,

meskipun mengenakan sarung tangan baru dan stoking sutra, Meg

merasa amat miskin dan serba kekurangan.

Namun begitu, ia tidak punya banyak waktu untuk mengeluh,

karena ketiga gadis muda di sana sibuk dilibatkan dalam kegiatan

"bersenang-senang". Mereka berbelanja, berjalan-jalan, naik kereta

kuda; pendek kata bersenang-senang sepanjang hari. Mereka pergi

ke teater, menonton opera, atau asyik bermain di malam hari. Annie punya banyak teman, dan ia tahu cara membuat teman-temannya senang. Kakak-kakak perempuan Annie adalah gadis-gadis

muda yang santun dan terhormat, dan salah satunya telah bertunangan, sesuatu yang menurut Meg amat menarik serta romantis.

Mr. Moffat adalah pria tua bertubuh bulat dengan sikap ceria, dan

ia mengenal ayah Meg. Mrs. Moffat, wanita tua yang juga bertubuh gemuk dan selalu riang, sama tertariknya kepada Meg dengan

anak-anaknya. Semua orang menyenangi Meg, dan "Daisy", begitu mereka menjulukinya, merasa sedikit malu karena itu.

Pada petang hari sebelum "pesta kecil" berlangsung, Meg merasa baju poplin-nya sama sekali tidak cocok untuk acara itu. Gadis-gadis lain akan mengenakan gaun berbahan tipis, yang akan

membuat mereka tampak anggun. Kemudian, ia mengeluarkan

blus muslinnya yang kini tampak tua, loyo, dan lusuh di samping

gaun pesta baru milik Sallie. Meg melihat gadis-gadis lain melirik

ke arah pakaiannya, kemudian saling berpandangan. Kedua pipi

Meg serasa terbakar. Meskipun sikapnya selalu lemah lembut,

Meg memiliki harga diri yang tinggi. Tidak ada yang berkomentar, namun Sallie kemudian menawarkan untuk menata rambutnya, dan Annie membantu mengikatkan ikat pinggang pitanya,

sementara Belle, gadis yang telah bertunangan, memuji kulit lengannya yang putih bersih. Akan tetapi, di balik kebaikan mereka,

Meg hanya melihat rasa iba atas kemiskinannya, dan hatinya terasa begitu berat saat ia berdiri sendirian, sementara gadis-gadis lain

tertawa-tawa dan berceloteh, bersolek, dan hilir-mudik layaknya

sekumpulan kupu-kupu riang. Perasaan Meg yang pahit semakin

buruk ketika seorang pelayan masuk membawa satu kotak berisi

bunga. Sebelum ia bisa berbicara, Annie telah melepas tutup kotak

itu, dan mereka semua menjerit mengagumi kuntum-kuntum mawar, bunga-bunga kecil manis, dan daun-daun yang indah.
Gadis Gadis March Little Women Karya Louisa May Alcott di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ini pasti untuk Belle. George selalu mengiriminya bunga, tapi

yang ini sungguh luar biasa," seru Annie sambil menghirup aroma

rangkaian bunga itu dalam-dalam.

"Bunga-bunga ini untuk Miss March," kata pelayan itu. "Dan

ini kartunya," katanya sambil mengulurkan kartu itu kepada Meg.

"Apa? Dari siapa? Kami tidak tahu kau punya kekasih," gadisgadis yang lain berlomba-lomba bersuara, mengelilingi Meg dengan penuh rasa ingin tahu dan rasa terkejut.

"Kartu ini dari ibuku, dan bunga-bunga ini dari Laurie," kata

Meg ringkas, namun dalam hati sangat bersyukur karena Laurie

tidak melupakannya.

"Oh, ya?!" seru Annie, dengan ekspresi wajah lucu.

Meg menyelipkan kartu itu ke dalam sakunya, sebagai semacam jimat penghapus rasa iri, tinggi hati, dan harga diri palsu.

Kata-kata penuh kasih sayang di dalam kartu itu menghiburnya,

dan kecantikan bunga-bunga itu mengembalikan keceriaan hatinya.

Merasa hampir sesenang sebelumnya, Meg memisahkan beberapa daun dan kuntum mawar untuknya sendiri, kemudian dengan

cepat merangkai sisanya menjadi buket-buket manis untuk disematkan di bagian dada, rambut, atau gaun teman-temannya. Meg

menawarkan kepada mereka semua dengan begitu sopan sampaisampai Clara, salah satu kakak Annie, berkata bahwa Meg adalah "gadis paling manis yang pernah dilihatnya." Mereka semua

tampak terpesona oleh perhatian kecil dari Meg. Entah bagaimana,

tindakan murah hati tersebut menghapus kesedihan Meg. Ketika

teman-temannya keluar dari ruangan untuk memamerkan diri di

hadapan Mrs. Moffat, Meg becermin dan ia melihat seraut wajah

bahagia dengan sepasang mata cerah, sementara ia menyematkan

dedaunan itu di rambutnya yang ikal dan menyematkan kuntumkuntum mawar itu di gaunnya, yang kini tidak lagi terlihat terlalu

usang.

Meg sungguh menikmati malam itu. Ia berdansa sepuas hati,

semua orang bersikap baik kepadanya, dan ia menerima tiga kali

pujian. Annie memintanya menyanyi, dan seseorang berkata ia

memiliki suara yang amat indah; Mayor Lincoln bertanya siapa

"gadis muda segar dengan sepasang mata cantik itu", dan Mr.

Moffat bersikeras berdansa dengannya karena Meg "tidak loyo,

namun bergerak dengan lincah dan indah," katanya dengan sopan.

Jadi, secara keseluruhan, Meg mengalami saat yang menyenangkan, sampai ia tak sengaja mendengar sepotong pembicaraan, yang

membuatnya sangat terganggu. Ia sedang duduk di rumah kaca,

menunggu teman dansanya mengambilkan minuman dingin, ketika ia mendengar sebuah suara bertanya dari balik dinding yang

tertutup bunga-bunga,?

"Berapa usia anak muda itu?"

"Menurut perkiraanku, enam belas atau tujuh belas," jawab suara lain.

"Pasti luar biasa bagi salah satu di antara gadi-gadis itu, ya?

Menurut Sallie mereka sangat akrab sekarang, dan si pria tua jelas

menyukai mereka."

"Aku yakin, Mrs. M. telah merencanakan ini semua dan wanita itu memainkan rencananya dengan baik, sejak awal mula. Anak

itu jelas-jelas belum tahu tentang ini," kata Mrs. Moffat.

"Ia menceritakan kebohongan tentang ibunya, seolah-olah ia

benar-benar tahu, dan wajahnya memerah ketika bunga-bunga itu

datang. Anak malang! Ia pasti cantik sekali jika didandani. Menurut Mama, apakah ia akan tersinggung jika kutawarkan untuk

meminjam gaunku di hari Kamis?" tanya suara yang lain.

"Ia punya harga diri, tetapi kurasa ia tidak akan keberatan, karena hanya rok muslin kuno itu yang ia punya. Mungkin rok itu

akan rusak malam ini, dan jika begitu, kau punya alasan bagus untuk menawarkan gaun yang lebih layak."

"Lihat sajalah nanti. Aku akan mengundang Laurence, sebagai

hadiah untuknya, dan kita akan bersenang-senang setelah pesta

itu."

Sampai di sini, teman dansa Meg muncul, dan ia menemukan

Meg dengan wajah merah padam serta tampak gusar. Ia memang

punya harga diri, dan harga diri itulah yang menolongnya persis

di saat itu, membantunya menyembunyikan rasa malu, marah,

dan jijik terhadap apa yang baru saja didengarnya. Meski lugu dan

tanpa prasangka, Meg mengerti apa yang dibicarakan dalam gosip

tadi. Ia mencoba melupakannya, namun tidak bisa, dan dalam hati

ia terus mengulang-ulang, "Mrs. M. telah merencanakan," "kebohongan tentang ibunya," dan "rok muslin kuno," sampai ia merasa

ingin menangis, berlari pulang untuk menceritakan masalahnya,

dan meminta nasihat. Karena hal itu tidak mungkin ia lakukan,

Meg berusaha sebaik mungkin untuk tetap tampil gembira, dan

emosinya yang campur aduk justru membuatnya sangat berhasil,

sehingga tidak ada yang menduga betapa besar usaha yang dikeluarkannya. Meg begitu lega setelah pesta berakhir, dan ia berbaring

diam di tempat tidurnya, tempat ia dapat berpikir, merenung, dan

diam-diam memendam kedongkolannya sampai kepalanya sakit

dan kedua pipinya yang panas didinginkan oleh air mata yang

mengalir dan tak dapat ditahannya. Kata-kata konyol tadi, meskipun maksudnya baik, telah membuka pintu ke dunia yang baru

bagi Meg, sekaligus mengusik ketenteraman dunia lamanya yang,

sampai detik tadi, masih ia tinggali dengan kegembiraan murni

seorang anak. Persahabatannya yang tulus dengan Laurie dirusak

oleh kata-kata konyol yang didengarnya; kepercayaan terhadap

ibunya diguncang oleh rencana-rencana menjijikkan yang menurut Mrs. Moffat disusun ibunya. Mrs. Moffat memang suka menilai orang lain menurut ukurannya sendiri. Tekadnya untuk merasa

puas mengenakan gaun sederhana yang sesuai dengan kondisinya

sebagai anak seorang pria tak berpunya, dilemahkan oleh rasa iba

yang tidak perlu dari gadis-gadis kaya yang menganggap sepotong

pakaian tua sebagai petaka mahabesar.

Meg yang malang tidak dapat tidur tenang malam itu. Ia bangun dengan mata berat, hati kesal, separuh jengkel kepada teman-temannya, dan separuh malu akan dirinya sendiri karena tidak berkata terus terang dan meluruskan keadaan. Pagi itu, semua

orang bergerak lamban, dan baru pada tengah hari para gadis itu

menemukan cukup semangat untuk sekadar menjahit. Sesuatu dalam sikap teman-temannya seketika memancing perhatian Meg;

ia merasa mereka memperlakukannya dengan rasa hormat yang

lebih besar; memperhatikan dengan sopan apa yang ia katakan,

dan mata mereka menampilkan sorot pandang yang jelas-jelas penuh rasa ingin tahu. Semua ini mengejutkan sekaligus membuatnya merasa tersanjung, meskipun ia tidak mengerti alasan di balik

perubahan sikap mereka sampai Miss Belle mengangkat kepalanya

dari tulisannya dan berkata, dengan sikap sentimentil,?

"Daisy, Sayang, kami telah mengirimkan undangan kepada

temanmu, Mr. Laurence, untuk hadir di hari Kamis. Kami ingin

mengenalnya, dan undangan itu adalah persembahan yang layak

untukmu."

Wajah Meg kembali memerah, namun ia merasakan dorongan

jahil untuk menggoda gadis-gadis itu, karena itu ia menjawab dengan malu-malu,?

"Kalian sungguh baik, tetapi kurasa ia tidak akan datang."

"Mengapa tidak, ch?rie?" tanya Miss Belle.

"Ia terlalu tua."

"Adikku sayang, apa maksudmu? Berapa usianya, mohon beritahukan!" seru Miss Clara.

"Kurasa hampir tujuh puluh tahun," jawab Meg, sambil menunduk menghitung tusuk silang yang dibuatnya, untuk menyembunyikan kilau di kedua matanya.

"Dasar konyol! Tentu saja yang kami maksud adalah Mr. Laurence yang muda," kata Miss Belle, tergelak.

"Tidak ada Mr. Laurence muda. Laurie hanyalah bocah kecil,"

dan Meg tertawa melihat sorot mata terheran-heran kakak-beradik

Moffat setelah mendengar jawabannya tentang sosok yang mereka

anggap kekasihnya.

"Usianya sekitar usiamu," kata Nan.

"Seumuran adikku Jo; aku akan berulang tahun ketujuh belas

di bulan Agustus," jawab Meg sambil mengibaskan rambutnya ke

belakang.

"Baik sekali ia mengirimimu bunga, ya?" kata Annie dengan

sikap sok bijaksana.

"Ya, memang. Ia sering mengirim bunga untuk kami semua.

Rumah mereka penuh bunga dan kami semua senang bunga. Ibuku

dan Mr. Laurence tua berteman, jadi wajar saja jika kami anakanak bermain bersama," sahut Meg sambil berharap mereka tidak

bertanya lagi.

"Sekarang jelas, Daisy belum pernah berkencan," kata Miss

Clara kepada Belle, sembari mengangguk.

"Ya, tampak sekali ia masih polos dan suci," balas Miss Belle

sambil mengangkat bahu.

Mrs. Moffat muncul dengan jalannya yang lamban, tampak

bagaikan seekor gajah terbungkus gaun sutra berenda. Ia berkata, "Aku akan keluar untuk membelikan keperluan anak-anakku.

Apakah kalian gadis-gadis ingin menitip sesuatu?"

"Tidak, terima kasih, Bu," jawab Sallie. "Aku sudah punya

gaun sutra merah muda untuk hari Kamis. Aku tidak perlu apaapa."

"Aku juga tidak..." Meg angkat bicara, tetapi tiba-tiba terpikir

olehnya bahwa ia memang menginginkan beberapa hal, walaupun

tidak bisa memilikinya.

"Apa yang akan kaukenakan?" tanya Sallie.

"Rok putih kuno itu lagi, jika aku bisa membuatnya layak pakai. Sayang sekali, rok itu koyak semalam," kata Meg, mencoba

berbicara dengan santai, tetapi di dalam hati ia merasa sangat tidak

nyaman.

"Mengapa kau tidak meminta dikirimi gaun lain dari rumah?"

saran Sallie, yang tidak peka terhadap masalah orang lain.

"Aku tidak punya gaun lain." Pernyataan itu terucap dari mulut Meg yang mengerahkan keberaniannya, tetapi Sallie tidak bisa

melihat hal itu, dan ia pun berseru, tercengang,?

"Hanya satu itu? Aneh sekali..." ia tidak menyelesaikan katakatanya, karena Belle menggelengkan kepala ke arahnya, dan memotong dengan nada ramah,?

"Sama sekali tidak aneh. Apa gunanya punya banyak gaun pesta jika ia tidak bergaul? Daisy, kalaupun kau punya selusin gaun

pesta, kau tidak perlu minta itu dikirim dari rumah, karena aku

punya gaun sutra biru yang tidak bisa kupakai lagi. Untukku, gaun

itu sudah kekecilan sekarang, dan kau harus mengenakannya untuk membuatku senang. Kau mau, kan?"

"Kau sangat baik, tetapi aku tidak keberatan mengenakan gaun

kunoku. Gaun itu masih cukup pantas untuk gadis muda seperti

aku," kata Meg.

"Nah, kumohon izinkan aku mendandanimu. Aku ingin melakukannya, dan kau akan menjadi gadis kecil cantik seperti yang

lain-lain, dengan polesan di beberapa tempat. Aku tidak akan

mengizinkan siapa pun mengintip sebelum kau selesai kudandani,

lalu kita akan muncul layaknya Cinderella dan ibu peri yang hendak menghadiri pesta dansa," kata Belle dengan nada membujuk.

Meg tidak bisa menolak tawaran yang begitu baik, dan keinginan untuk melihat apakah ia akan menjadi "gadis kecil cantik"

setelah bersolek membuatnya setuju. Ia lupa akan segala perasaan

tidak nyamannya terhadap gadis-gadis Moffat itu.

Pada Kamis petang, Belle mengunci diri bersama pelayannya.

Berdua mereka mengubah Meg menjadi seorang gadis anggun, seorang lady. Mereka membuat rambutnya menjadi ikal indah bergelombang, membubuhkan bedak wangi di leher dan kedua lengan146

nya, dan memulas bibirnya dengan lipstik warna merah koral agar

tampak merona. Hortense masih akan menambahkan "sesaput

perona pipi", andaikan Meg tidak menolak dengan tegas. Mereka

membantunya mengenakan gaun berwarna biru langit. Gaun itu

begitu ketat hingga Meg hampir tidak bisa bernapas, dan potongan lehernya begitu rendah hingga membuat Meg yang lugu malu

saat becermin. Satu set perhiasan perak dikeluarkan, terdiri atas

beberapa gelang, kalung, bros, bahkan anting-anting. Hortense

memasang semua itu dan menyematkannya dengan mengikatkan

sehelai benang sutra merah muda yang tersembunyi dengan baik.

Beberapa kuntum mungil mawar merah muda tersemat di dada

dan renda indah mengalihkan mata Meg dari bahu putihnya yang

terbuka dan tampak menawan. Terakhir, sepasang sepatu bot bertumit tinggi terbuat dari sutra biru lembut memuaskan dambaan

hati Meg. Saputangan berenda, kipas dari bulu halus, dan buket

bunga bergagang perak menyempurnakan penampilannya. Miss

Belle mengamatinya dengan puas, layaknya seorang gadis cilik

yang selesai mendandani bonekanya.

"Mademoiselle is charmante, tr?s jolie. Nona ini sungguh memesona, sangat cantik dan manis, bukan begitu?" seru Hortense sambil bertepuk tangan penuh semangat.

"Ayo, perlihatkan dirimu," kata Miss Belle sembari memandu

Meg ke ruangan tempat yang lain-lain menanti.

Ketika Meg berjalan mengikuti, dengan rok panjang menyapu

lantai, anting-anting berdenting lembut, rambut ikal terjurai indah, dan dada berdebar-debar, ia merasa seakan "kesenangan-"nya

akhirnya dimulai. Cermin tadi jelas-jelas mengatakan bahwa ia

memang "gadis kecil cantik". Teman-temannya mengulang-ulang

kata-kata itu dengan antusias. Selama beberapa menit Meg berdiri,

bagaikan burung gagak dalam dongeng binatang yang menikmati

keindahan bulu-bulu yang dipinjamkan kepadanya, sementara

yang lain berkicau riuh seperti sekelompok burung magpie.

"Sementara aku bersiap, Nan, ajarkan kepadanya cara mengatur gaunnya, dan menangani sepatu tumit tinggi ala Prancis itu.

Ia harus bisa menanganinya, jangan sampai ia jatuh terserimpet

gaunnya. Sematkan kupu-kupu perakmu di tengah renda putih di

lehernya, dan rapikan ikal panjang di sisi kiri kepalanya, Clara.

Awas, ya, jangan sampai ada yang merusak keindahan hasil karyaku," perintah Belle sembari pergi dengan tergesa. Jelas ia puas

dengan hasil karyanya.

"Aku takut berjalan turun. Rasanya aneh, kaku, dan separuh
Gadis Gadis March Little Women Karya Louisa May Alcott di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

telanjang," kata Meg kepada Sallie saat bel berbunyi, dan Mrs.

Moffat meminta para gadis muda itu untuk muncul berbarengan.

"Kau memang tidak tampak seperti dirimu yang biasa, tapi kau

terlihat sangat manis. Penampilanku jauh di bawah penampilanmu, karena Belle punya selera tinggi, dan yakinlah kau tampak

cukup bercita rasa Prancis. Biarkan bunga-bungamu menjurai, jangan terlampu kaku, dan pastikan kau tidak tersandung," sahut

Sallie, mencoba tidak mengacuhkan fakta bahwa Meg tampak lebih cantik dibanding dia.

Sambil mengingat peringatan itu, Margaret menuruni tangga

dan tiba di lantai bawah dengan selamat. Ia kemudian berjalan

anggun ke ruang duduk, tempat keluarga Moffat dan beberapa

tamu yang datang lebih awal sedang berbincang-bincang. Ia segera

mengetahui bahwa pakaian bagus memang memiliki daya pikat istimewa, menarik orang-orang dari kelas berbeda, serta meraih rasa

hormat mereka. Beberapa gadis muda, yang sebelumnya tidak pernah memedulikannya, mendadak bersikap sangat ramah kepadanya. Sedangkan beberapa pemuda yang di pesta sebelumnya hanya

memandangnya sekilas, kini tidak hanya menatapnya tetapi juga

minta dikenalkan. Mereka menghamburkan kata-kata basa-basi

dengan canggung, namun Meg menyukainya. Beberapa wanita tua

yang duduk di sofa dan memandang tamu-tamu lain dengan pandang mencela, menanyakan siapa dirinya dengan sikap tertarik. Ia

mendengar Mrs. Moffat menjawab salah satu dari mereka,?

"Daisy March?ayahnya kolonel di ketentaraan?salah satu

keluarga dekat kami, namun dalam hal kekayaan cukup berkebalikan. Teman dekat keluarga Laurence. Anak manis, bisa kuyakinkan itu kepada kalian. Ned-ku sangat menyayanginya."

"Wah!" kata wanita tua itu, sambil mengenakan kacamatanya

agar bisa mengamati Meg lebih baik. Meg berpura-pura tidak mendengar. Ia terkejut mendengar betapa lancarnya Mrs. Moffat berbohong.

"Perasaan aneh" itu tidak juga hilang. Namun, Meg membayangkan dirinya sedang memainkan peran sebagai seorang lady,

dan ia cukup berhasil, meskipun gaun ketat itu membuat sisi tubuhnya sakit, ujung gaunnya berkali-kali tersangkut di kakinya,

dan ia terus-menerus khawatir kalau-kalau anting-antingnya lepas, jatuh, dan rusak. Ia sedang mengibaskan kipasnya dan tertawa sopan karena lelucon konyol seorang pemuda yang berusaha tampak cerdas, ketika tawanya tiba-tiba terhenti. Meg tampak

kebingungan. Di seberang ruangan, ia melihat Laurie. Laurie menatap ke arahnya dengan rasa terkejut yang tidak disembunyikan

dan memandangnya dengan pandangan, yang menurut Meg, tidak setuju. Meskipun Laurie membungkuk memberi hormat dan

tersenyum, namun kejujuran dalam sorot matanya membuat Meg

malu dan berharap ia mengenakan gaun tuanya. Kebingungannya

bertambah ketika ia melihat Belle mencolek Annie, dan keduanya

mengalihkan lirikan mereka dari Meg ke Laurie. Dengan rasa syukur Meg melihat Laurie?tidak seperti biasanya, tampak seperti

bocah yang malu-malu.

"Gadis-gadis konyol, beraninya mereka menanamkan macammacam pikiran ke dalam kepalaku! Aku tidak peduli. Aku takkan

membiarkan mereka mengubahku sedikit pun juga," pikir Meg,

sambil berjalan menyeberangi ruangan untuk berjabat tangan dengan temannya.

"Aku senang kau datang. Aku khawatir kau tidak mau datang,"

katanya, memperlihatkan sikapnya yang paling dewasa.

"Jo ingin aku datang, dan menceritakan bagaimana penampilanmu, jadi aku datang," jawab Laurie tanpa memandangnya,

meskipun ia tersenyum sedikit mendengar nada bicara Meg yang

dibuat keibuan.

"Apa yang akan kaukatakan?" tanya Meg, sungguh-sungguh

ingin tahu apa pendapat Laurie tentang dirinya, tetapi juga, untuk

pertama kalinya, merasa tidak nyaman berada bersamanya.

"Akan kukatakan aku tidak mengenalimu, karena kau tampak begitu dewasa, dan tidak seperti dirimu biasanya. Aku agak

takut padamu," akunya, sambil memainkan kancing pada sarung

tangannya.

"Aneh sekali kau! Gadis-gadis itu mendandani aku untuk sekadar bersenang-senang, dan aku cukup menyukainya. Tidakkah

Jo akan melongo jika ia melihatku?" balas Meg, bertekad membuat

Laurie mengatakan apakah menurutnya ia tampak lebih cantik.

"Ya, kurasa ia akan melongo," jawab Laurie, dengan sungguhsungguh.

"Dan kau tidak menyukai penampilanku ini?" tanya Meg.

"Tidak," jawab Laurie lugas.

"Mengapa tidak?" nada suara Meg gelisah.

Laurie memandang rambut Meg yang dibuat ikal, bahunya

yang terbuka, dan gaunnya yang dihias indah. Ekspresi wajah Laurie membuat Meg sangat malu, lebih dari jawabannya, yang tidak

mengandung sedikit pun kesopanan yang biasa diperlihatkan pemuda itu.

"Aku tidak suka apa pun yang berlebihan."

Jawaban itu sungguh keterlaluan, datang dari pemuda yang

usia?nya lebih muda dari dirinya. Segera Meg beranjak pergi sambil

berkata berang,?

"Kau adalah anak paling kasar yang pernah kukenal."

Dengan perasaan kacau, Meg menjauh dan berdiri di depan

jendela yang sepi untuk mendinginkan pipinya, karena gaun yang

amat ketat itu membuat wajahnya merona terang. Ketika ia berdiri

di sana, Mayor Lincoln berjalan di dekatnya dan, semenit kemudian, ia mendengar pria itu berkata kepada ibunya,?

"Mereka membodohi gadis kecil itu. Aku ingin Ibu menemuinya, namun mereka telah merusaknya. Malam ini, dia tidak lebih

dari sebuah boneka."

"Oh, sayang sekali!" desah Meg. "Kalau saja aku tetap mengandalkan akal sehatku, dan mengenakan pakaianku sendiri. Dengan

begitu, aku tidak perlu membuat orang lain kesal, atau merasa sangat tidak nyaman dan mempermalukan diriku sendiri."

Meg menempelkan dahinya ke bingkai jendela yang dingin.

Ia berdiri setengah tersembunyi di balik tirai, tidak mengacuhkan

lagu waltz kesukaannya yang mulai dimainkan, sampai seseorang

menyentuhnya. Ia berbalik dan melihat Laurie, yang dengan wajah sangat menyesal membungkuk sebaik mungkin, mengulurkan

tangannya, dan berkata,?

"Kumohon, maafkan kekasaranku. Mari, berdansalah denganku."

"Aku khawatir aku tidak memuaskan seleramu," kata Meg,

mencoba tampak tersinggung, namun gagal.

"Sama sekali tidak, aku sangat ingin berdansa denganmu. Ayolah, ini akan menyenangkan. Aku tidak suka gaunmu, tetapi ku151

pikir kau... amat memesona," dan Laurie melambaikan tangannya,

seolah-olah kata-katanya tidak cukup baik menggambarkan kekagumannya.

Meg tersenyum, mengalah, dan berbisik, sementara mereka

berdiri berdampingan menunggu saat yang tepat untuk turun ke

lantai dansa.

"Hati-hati, jangan sampai rokku membuatmu terjatuh. Rok ini

merupakan beban bagiku, dan aku sungguh bodoh telah mengenakannya."

"Lingkarkanlah di sekeliling lehermu, agar benda itu ada gunanya," kata Laurie sambil melihat ke arah sepatu bot biru bertumit

tinggi yang dikenakan Meg. Jelas ia tampak menyukai sepatu itu.

Kemudian mereka berdansa dengan lincah sekaligus anggun.

Mereka telah sering berlatih di rumah, jadi gerakan mereka tampak sangat menyatu dan serasi. Kedua anak muda yang riang itu

sungguh merupakan pemandangan yang menyenangkan. Mereka

berputar-putar dengan gembira, merasa dekat satu sama lain, lebih

dari yang lalu-lalu setelah perselisihan kecil tadi.

"Laurie, aku ingin meminta bantuanmu. Apakah kau bersedia?" kata Meg. Laurie berdiri mengipasinya setelah Meg kehabisan napas, tidak lama setelah berdansa, meskipun ia tidak mengatakan alasannya.

"Tentu!" jawab Laurie sigap.

"Kumohon, jangan katakan kepada keluargaku di rumah tentang pakaianku malam ini. Mereka tidak akan bisa melihat lelucon

di balik ini semua, dan ibuku akan khawatir."

"Lalu, mengapa kau melakukannya?" mata Laurie menuntut

jawab, begitu jelas, hingga Meg cepat-cepat menambahkan,?

"Aku yang akan mengatakannya kepada mereka, tentang semuanya, dan mengaku kepada ibuku betapa konyolnya aku. Tetapi

aku lebih suka melakukannya sendiri. Jadi, kau tidak akan bercerita, bukan?"

"Aku berjanji tidak akan mengatakan apa pun. Tapi, apa yang

harus kulakukan jika mereka bertanya?"

"Katakan saja aku tampak cantik, dan tampak bersenangsenang."

"Aku akan menyampaikan jawaban pertama dengan sepenuh

hatiku. Namun, bagaimana dengan jawaban kedua? Kau tidak

tampak sedang bersenang-senang. Bukankah begitu?" dan Laurie

menatapnya dengan ekspresi yang membuat Meg menjawab dengan berbisik,?

"Tidak, tidak saat ini. Jangan berpikir macam-macam tentangku. Aku hanya ingin sedikit bersenang-senang, tetapi kusadari, harusnya bukan dengan cara seperti ini, dan aku sudah bosan dengan

ini semua."

"Ned Moffat datang, apa yang diinginkannya?" kata Laurie

sambil mengernyitkan alis hitamnya, seakan-akan menurutnya

tuan rumah muda itu bukanlah ornamen yang menyenangkan di

pesta itu.

"Ia menaruh namanya untuk mendapat kesempatan tiga kali

dansa, dan kurasa ia datang untuk mendapatkannya. Ia membosankan!" kata Meg, memperlihatkan sikap lesu, yang membuat

Laurie geli.

Laurie tidak berbicara lagi dengan Meg hingga tiba waktunya

makan malam. Ia melihat Meg meminum sampanye bersama Ned

dan temannya, Fisher. Keduanya berperilaku "seperti sepasang pemuda bodoh", kata Laurie pada dirinya sendiri, karena ia merasa

punya kewajiban layaknya saudara lelaki untuk mengawasi putriputri keluarga March, dan membela mereka, kapan pun dibutuhkan.

"Besok kepalamu akan sakit sekali, jika sekarang kau minum

terlalu banyak. Aku tidak akan membiarkanmu, Meg. Ibumu pasti tidak suka melihatmu begini, kau tahu," bisik Laurie, mencondongkan diri di atas kursi Meg, ketika Ned menoleh untuk mengisi

kembali gelas Meg, dan Fisher membungkuk untuk mengambilkan kipasnya.

"Aku bukan Meg malam ini, aku 'sebuah boneka', yang melakukan segala macam hal gila. Besok, aku akan menyingkirkan

?semua yang berlebihan ini?, dan kembali menjadi anak baik-baik,"

jawab Meg sambil tertawa ganjil. Jelas sampanye telah memengaruhinya.

"Jika begitu, kuharap esok hari tiba saat ini juga," gumam Laurie sambil berjalan pergi. Ia muak melihat perubahan dalam diri

Meg.

Meg berdansa dan bersikap genit, berceloteh dan terkikik-kikik

seperti gadis-gadis lain. Usai makan malam, ia mengajak berdansa seorang tamu berkebangsaan Jerman, membuat kekacauan, dan

hampir membuat teman dansanya kesal karena gaun panjangnya.

Tingkah laku Meg yang berlebihan membuat Laurie tertegun, dan

ia terus memperhatikan sambil memikirkan kata-kata yang tepat

untuk memperingatkan Meg. Namun, ia tidak punya kesempatan untuk menyampaikannya, karena Meg selalu menghindarinya

sampai tiba waktunya bagi Laurie untuk mengucapkan selamat

malam dan berpamitan.

"Ingat, ya!" kata Meg, mencoba tersenyum. Kepalanya mulai

berdenyut-denyut sakit sekali.

"Bungkam sampai mati," balas Laurie dengan gaya dramatis

sambil berbalik lalu beranjak pulang.

Percakapan itu membuat Annie penasaran, tetapi Meg terlalu

lelah untuk bergosip. Ia langsung tidur dengan perasaan kacau. Ia

merasa seperti baru saja menghadiri pesta topeng dan tak dapat

menikmatinya karena semua berjalan tidak sesuai yang diharapkannya. Keesokannya, sepanjang hari Meg merasa sakit, dan pada

hari Sabtu ia pulang. Ia merasa sangat letih setelah merasakan

"dua minggu bersenang-senang" dan menurutnya, cukup sudah ia

mengalami hidup dalam kemewahan.

"Memang sepertinya lebih menyenangkan bersikap tenang,

dan tidak harus setiap saat memamerkan perilaku terbaik. Rumah

adalah tempat yang indah, meskipun tidak mewah," kata Meg,

sambil memandang sekelilingnya dengan pandangan damai dan

puas. Minggu malam itu ia duduk-duduk bersama ibunya dan Jo.

"Aku senang kau berkata begitu, Sayang. Aku khawatir rumah

akan tampak membosankan dan serbakurang di matamu, setelah

menginap beberapa hari di tempat yang begitu bagus," jawab ibunya, yang seharian itu berkali-kali memandang Meg dengan gelisah. Mata seorang ibu selalu dengan cepat bisa mengenali perubahan apa pun pada wajah anak-anaknya.

Meg telah menceritakan petualangannya dengan riang, dan

berulang kali ia berkata betapa menyenangkan hari-harinya di

sana. Akan tetapi, ada sesuatu yang rupanya masih membebani pikirannya dan, setelah kedua adiknya yang termuda tidur, ia duduk

merenung di depan perapian, tanpa bicara. Wajahnya terlihat cemas. Ketika jarum jam bergerak ke angka sembilan, dan Jo berkata

hendak tidur, Meg tiba-tiba berdiri dari kursinya. Ia mengambil

bangku milik Beth, menumpukan sikunya pada lutut ibunya, dan

dengan mantap berkata,?

"Ibu, aku ingin mengaku."

"Ibu juga berpikir begitu. Ada apa, Sayang?"

"Apakah aku perlu meninggalkan kalian?" tanya Jo, bersikap

hati-hati.

"Tentu kau harus ikut mendengar, Jo. Bukankah aku selalu

menceritakan apa pun kepadamu? Aku malu membicarakan hal

ini di hadapan adik-adik kita, tetapi aku ingin kau tahu semua hal

buruk yang kulakukan di rumah keluarga Moffat."

"Kami sudah siap," kata Mrs. March sambil tersenyum, namun

wajahnya terlihat agak khawatir.

"Sudah kuceritakan kepada kalian mereka mendandaniku,

tetapi aku tidak bercerita bagaimana mereka menabur bedak di

bahu dan lenganku, memaksaku memakai gaun sempit, mengeriting rambutku, dan membuatku tampak seperti gadis penggila mode. Aku tahu Laurie berpikir penampilanku sungguh tidak

pantas, meskipun ia tidak mengatakannya, dan ada seorang pria

menyebutku ?boneka?. Aku tahu itu konyol sekali, namun mereka

memuji-muji aku, mengatakan betapa cantiknya aku, dan banyak

omong kosong lainnya, jadi aku membiarkan mereka membodohiku."

"Itu saja?" tanya Jo, sementara Mrs. March, tanpa bicara, menatap wajah cantik putrinya yang sekarang tertunduk. Di dalam

hatinya, Mrs. March tidak tega menyalahkan Meg atas kelemahannya itu.

"Bukan itu saja. Aku minum sampanye, dan berdansa liar, dan
Gadis Gadis March Little Women Karya Louisa May Alcott di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bersikap genit, pokoknya... mengerikan," kata Meg, memarahi dirinya sendiri.

"Kurasa, masih ada lagi," kata Mrs. March tenang sambil dengan lembut mengusap pipi halus Meg, yang tiba-tiba memerah

ketika ia menjawab lirih,?

"Ya. Ini benar-benar konyol, tetapi aku ingin menceritakannya, karena aku benci mendengar orang-orang berkata dan berpikir macam-macam tentang kita dan Laurie."

Kemudian Meg menceritakan bermacam-macam potongan

gosip yang ia dengar di rumah keluarga Moffat. Ketika kakaknya

menceritakan semua itu, Jo melihat ibu mereka merapatkan bibir156

nya erat-erat, seakan muak mendengar bahwa hal-hal tersebut masuk ke dalam pikiran Meg yang polos.

"Wah, itu omong kosong paling hebat yang pernah kudengar,"

sahut Jo, berang. "Kenapa kau tidak memunculkan dirimu dan

langsung mengatakan yang sebenarnya, saat itu juga?"

"Aku tidak bisa, aku begitu malu. Pada awalnya, aku tidak sengaja mendengar, lalu aku merasa malu dan marah, dan aku tidak

ingat lagi bahwa seharusnya aku pergi dari sana."

"Tunggu saja sampai aku bertemu Annie Moffat, dan akan kutunjukkan kepadamu bagaimana seharusnya menghadapi gosip

konyol seperti itu. Pikiran bahwa semuanya sudah ?direncanakan?,

bahwa kita berbaik hati kepada Laurie karena ia kaya, dan agar kelak ia mau menikah dengan salah satu dari kita! Laurie pasti akan

berteriak kaget, kalau kuceritakan kepadanya apa yang dikatakan

gadis-gadis konyol itu tentang kita, anak-anak miskin?" dan Jo tertawa, seolah-olah, setelah memikirkannya lagi, semua itu merupakan lelucon yang menggelikan baginya.

"Jika kauceritakan ini kepada Laurie, aku tidak akan memaafkanmu! Jo tidak boleh bercerita, ya kan, Marmee?"

"Tidak boleh. Jangan pernah menceritakan gosip konyol itu

kepada siapa pun, dan lupakanlah sesegera mungkin," kata Mrs.

March tegas. "Aku telah bersikap tidak bijaksana karena mengizinkan kau berada di antara orang-orang yang hampir tidak kukenal. Mereka memang murah hati, bisa kukatakan begitu, namun

menyukai kesenangan duniawi, kurang beradab, dan penuh dengan ide-ide vulgar tentang anak-anak muda. Aku sangat menyesal, lebih dari yang bisa kukatakan, karena kunjunganmu ke sana

membuatmu menghadapi masalah dan kesulitan, Meg."

"Ibu tidak perlu menyesal, aku tidak akan membiarkan pengalaman ini menyakitiku. Akan kulupakan semua yang buruk. Aku

hanya akan mengingat yang baik-baik, karena cukup banyak yang

kunikmati di sana. Terima kasih Ibu telah mengizinkan aku pergi.

Aku tidak akan bersikap cengeng atau terus-menerus mengeluh,

Marmee. Aku tahu, aku gadis kecil yang konyol, dan aku akan tetap bersamamu sampai aku mampu menjaga diriku sendiri. Walaupun, memang menyenangkan dipuji dan dikagumi, dan aku tidak bisa tidak berkata demikian," kata Meg, tampak malu dengan

pengakuannya.

"Hal itu wajar, dan tidak berbahaya, asalkan kesukaan itu tidak

berubah menjadi obsesi yang bisa membuat seseorang melakukan

hal-hal konyol atau tidak pantas. Belajarlah untuk mengetahui nilai dari pujian yang layak diterima, dan belajarlah untuk memancing kekaguman dari orang-orang terpilih dengan menjadi seorang

gadis cantik sekaligus rendah hati, Meg."

Beberapa saat Margaret duduk dan berpikir, sementara Jo berdiri dengan kedua tangan di belakang punggungnya, tampak tertarik sekaligus bingung. Ia tidak terbiasa melihat wajah Meg merona merah. Ia belum pernah mendengar Meg berbicara tentang

kekaguman, kekasih, dan hal-hal lain semacamnya. Di mata Jo,

dalam dua minggu, kakaknya telah bertumbuh menjadi dewasa secara menakjubkan, dan melayang menjauh darinya, menuju dunia

yang tidak dapat diikutinya.

"Marmee, apakah kau punya ?rencana?, seperti kata Mrs. Moffat?" tanya Meg malu-malu.

"Ya, sayangku. Aku punya banyak rencana besar, seperti semua ibu lainnya. Namun, kurasa rencanaku berbeda dengan apa

yang dikatakan Mrs. Moffat. Akan kuceritakan sebagian dari rencana itu, karena waktunya telah tiba ketika kata-kata mungkin

dapat meluruskan kepala dan hatimu yang romantis itu saat berurusan dengan sebuah topik yang amat serius. Kau masih muda,

Meg, tetapi kau juga sudah cukup besar untuk bisa memahami

kata-kataku, dan bibir seorang ibu adalah alat yang paling sesuai

untuk menyampaikan hal-hal tertentu kepada gadis-gadis seperti

dirimu. Jo, pada waktunya giliranmu akan tiba juga, jadi dengarkanlah ?rencanaku?, dan bantu aku melaksanakannya, kalau memang rencana itu baik."

Jo beranjak dan duduk di lengan kursi ibunya. Wajahnya tampak serius, seakan ia berpikir mereka akan mendiskusikan urusan

yang luar biasa penting. Sambil memegang satu tangan masingmasing putrinya, dan memperhatikan kedua wajah muda itu dengan sungguh-sungguh, Mrs. March berkata, dengan caranya yang

serius sekaligus terdengar riang,?

"Aku ingin putri-putriku menjadi wanita-wanita yang cantik,

berhasil, dan baik; dikagumi, dicintai, dan dihormati. Aku ingin

mereka mendapat masa muda yang ceria, kemudian menikah dengan baik-baik dan bijaksana, menjalani hidup yang berguna dan

menyenangkan, dengan sesedikit mungkin kekhawatiran dan kesedihan yang merupakan cobaan untuk mereka, cobaan yang dinilai pantas oleh Tuhan. Dicintai dan dipilih oleh seorang pria yang

layak adalah hal terbaik dan terindah yang bisa didapat seorang

wanita. Dengan sepenuh hati aku berdoa dan berharap putri-putriku akan mendapat pengalaman luar biasa itu. Adalah wajar untuk

memikirkannya, Meg, wajar untuk mengharapkan dan menantikannya, serta bijaksana untuk menyiapkan diri menyambutnya.

Jadi, saat tiba waktunya nanti, kau akan siap menghadapi tugastugasmu, serta layak mendapatkan kebahagiaan itu. Anak-anakku

sayang, aku memang punya ambisi untuk kalian, tetapi aku tidak

memimpikan kalian menjadi gadis yang memesona di pesta-pesta, atau menikah dengan pria kaya hanya karena ia berharta, atau

tinggal di rumah mewah yang tidak terasa seperti rumah karena

rumah itu tidak dihangatkan dengan cinta. Uang memang diperlukan, dan berharga,?dan, jika digunakan dengan benar, uang adalah

sesuatu yang mulia. Tetapi, aku tidak akan pernah menginginkan

kalian melihat uang sebagai hal yang pertama, atau satu-satunya

tujuan, untuk diperjuangkan. Aku lebih suka melihat kalian menjadi istri seorang pria miskin, asalkan kalian bahagia, dicintai, dan

merasa nyaman, ketimbang menjadi ratu-ratu di atas singgasana,

tanpa kehormatan diri dan kedamaian."

"Gadis-gadis miskin tidak akan punya kesempatan, kata Belle,

kecuali mereka sengaja menonjolkan diri," desah Meg.

"Kalau begitu, kita akan menjadi perawan tua," kata Jo mantap.

"Benar, Jo. Lebih baik menjadi perawan tua yang bahagia, ketimbang istri yang menderita, atau gadis-gadis yang tidak menjaga kehormatannya dan berkeliaran mencari-cari suami," kata

Mrs. March tegas. "Jangan khawatir, Meg. Kemiskinan tidak akan

membuat kekasih yang tulus menjauh. Beberapa wanita terbaik

dan yang paling terhormat yang aku tahu adalah orang-orang miskin, tetapi mereka begitu layak dicintai sehingga mereka tidak dibiarkan menjadi perawan tua. Pasrahkan hal-hal ini kepada waktu,

buatlah rumah ini menjadi rumah yang membuatmu bahagia, agar

kau kelak pantas berada di rumahmu sendiri, jika itu ditawarkan

kepadamu, dan tetap nyaman berada di sini jika tidak. Ingatlah

satu hal, anak-anakku, seorang ibu selalu siap menjadi tempat kalian menceritakan apa pun, seorang ayah menjadi sahabat, dan kami

berdua percaya dan berharap bahwa putri-putri kami, menikah

ataupun tidak, akan menjadi kebanggaan dan sumber kenyamanan

hidup kami."

"Kami berjanji, Marmee, kami berjanji!" seru keduanya, dengan sepenuh hati, sementara ibu mereka mengucapkan selamat

tidur.

P.C. dan P.O.

atangnya musim semi membawa bermacam-macam kegiatan baru untuk dilakukan. Matahari yang bersinar lebih

lama memberikan sore-sore panjang untuk berbagai pekerjaan dan

permainan. Kebun perlu dirawat dan dirapikan. Masing-masing

anak memiliki seperempat luas kebun untuk ditanami sesuka hati

mereka. Hannah biasa berkata, "Kalaupun kebun ini ada di Chiny,

aku pasti tahu pemilik setiap petak itu." Dan itu memang benar,

karena cita rasa setiap gadis March memperlihatkan perbedaan

karakter mereka. Meg menanam bunga-bunga mawar, heliotrope,

myrtle, dan sebatang pohon jeruk kecil di petaknya. Lahan milik Jo

tidak pernah tampak sama setiap musim, karena ia selalu bereks?

perimen; tahun ini, ia mencoba menanam bunga matahari. Bijibiji bunga yang cerah dan penuh kehidupan itu, nantinya, akan ia

gunakan untuk memberi makan "Bibi Cockle-top" dan anak-anak

ayamnya. Beth memilih bunga-bunga klasik yang menebarkan keharuman di kebunnya; sweet pea dan mignonette, larkspur, anyelir,

pansy, dan tanaman semak southernwood, dengan chickweed untuk

para burung dan catnip untuk para kucing. Amy memiliki pergola

di kebunnya?tidak besar dan dihuni serangga?namun amat cantik dipandang mata?dirambati honeysuckle dan morning-glory yang

melilitkan kelopak-kelopak bunga mereka yang berwarna-warni

dengan anggun; lili putih yang langsing, pakis yang rapuh, dan sebanyak mungkin tanaman indah yang bersedia mekar di sana.

Berkebun, berjalan-jalan, mendayung di sungai, dan berburu bunga-bunga indah adalah kegiatan mereka di hari-hari yang

cerah. Sementara, di waktu hujan, mereka menyibukkan diri di

dalam rumah?ada kegiatan lama, ada pula kegiatan baru, tetapi

semuanya adalah ciptaan mereka sendiri. Salah satu kesibukan itu

adalah "P.C?The Pickwick Club". Memiliki perkumpulan rahasia sedang jadi tren, karena itu gadis-gadis March juga memiliki

perkumpulan rahasia. Mereka sangat mengagumi karya-karya

Dickens, hingga menamakan klub mereka Pickwick Club. Meski

beberapa kali mengalami halangan, perkumpulan itu telah hidup

selama setahun terakhir ini, dengan pertemuan setiap Sabtu petang di loteng yang luas. Dalam pertemuan-pertemuan seperti itu,

upacara yang berlangsung adalah sebagai berikut: tiga kursi diatur

membentuk barisan, menghadap sebuah meja. Di atas meja, terdapat sebuah lampu, empat lencana putih bertuliskan "P.C." dengan warna berbeda-beda, dan surat kabar mingguan bernama The

Pick?wick Portfolio, yang isinya disumbangkan oleh setiap anggota.

Sementara itu, Jo menikmati perannya sebagai editor dengan pena

dan tinta di tangan. Pada pukul tujuh, keempat anggota perkumpulan naik ke markas klub mereka, mengikatkan lencana di kepala

mereka, lalu mengambil tempat duduk masing-masing. Semua ini

dilakukan dengan sikap sangat sungguh-sungguh. Meg, anak tertua, adalah Samuel Pickwick; Jo, penggemar gerakan sastra, adalah

Augustus Snodgrass; Beth, yang agak gemuk dan berpipi merah,

adalah Tracy Tupman; dan Amy, yang selalu mencoba melakukan

sesuatu yang tidak bisa dilakukannya, adalah Nathaniel Winkle.

Pickwick, sang Presiden, membacakan surat kabar mereka, yang

penuh dengan kisah-kisah orisinil, puisi, berita setempat, iklaniklan lucu, dan kolom saran, yang mereka gunakan untuk saling

mengingatkan kesalahan dan kekurangan masing-masing. Dalam

suatu kesempatan, Mr. Pickwick mengenakan kacamata tanpa

kaca, mengetuk-ngetuk meja, berdeham, dan memandang galak ke

arah Mr. Snodgrass, yang bersandar ke punggung kursinya. Setelah Mr. Snodgrass memperbaiki duduknya, barulah Mr. Pickwick

mulai membaca,?

THE PICKWICK PORTFOLIO

MAY 20, 18-.

Sudut Puisi

Lembar mingguan kita yang senantiasa

penuh.

ODE UNTUK PERINGATAN

ULANG TAHUN

Sekali lagi kita bertemu untuk merayakan

Dengan lencana dan upacara sungguhsungguh,

Hari jadi kita yang kelima puluh dua,

Malam ini, di Pickwick Hall.

Kita di sini dalam keadaan sehat,

Tidak ada satu pun yang kurang;

Sekali lagi kita melihat wajah-wajah

yang kita kenal,

Dan saling berjabat tangan dengan hangat.

Mr. Pickwick, yang selalu bersikap pantas,

Kita sapa dengan penuh hormat,

Dengan kacamata bertengger di hidung

ia membaca

Meskipun ia menderita selesma,

Kita bergembira mendengar suaranya,

Dari mulutnya, kata-kata bijaksana dilontarkan,

Meskipun diseling suara parau dan

mencicit.

Snodgrass si jangkung berdiri menjulang,

Dengan keanggunan seekor gajah,

Dan menebar cahaya di antara kita,

Dengan kulit wajah cokelat dan ekspresi cerah.

Api puisi menyala-nyala di matanya,

Ia berjuang melawan kawanannya;

Ambisi terukir di alisnya,

Dan sebercak tinta duduk di hidungnya!

Kemudian, Tupman kita yang tenang

datang,

Merona merah, empuk, dan manis.

Ia tertawa tersedak mendengar permainan kata,

Dan terguling dari tempat duduknya.

Winkle kecil yang rapi juga hadir,

Setiap helai rambutnya tertata di tempat,

Ia adalah contoh keanggunan,

Meskipun enggan membasuh wajahnya.

Satu tahun berlalu, dan kita masih bersatu

Bercanda, tertawa, dan membaca,

Dan berjalan di jalur kesusastraan

Yang akan membawa banyak kegemilangan.

Semoga terbitan ini terus hidup dan mekar.

Perkumpulan kita tidak akan hancur.

Dan tahun-tahun mendatang mencurahkan restunya,

Untuk "P.C." yang berguna dan berbahagia.

A.Snodgrass

PESTA PERNIKAHAN DENGAN

TOPENG

Cerita dari Venesia
Gadis Gadis March Little Women Karya Louisa May Alcott di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Gondola demi gondola berhenti di depan tangga pualam, menurunkan penumpang-penumpang rupawan, yang

melangkah dengan anggun dan memesona sekumpulan makhluk tampan dan

cantik yang memenuhi ruang dansa di

kediaman Count de Adelon yang indah.

Ksatria dan wanita-wanita bangsawan,

bocah-bocah lucu dan manis, pendeta

dan gadis-gadis pembawa bunga, semua

berkumpul dengan riang gembira di

pesta itu. Suara-suara merdu dan melo
di yang indah memenuhi udara, diiringi

musik dan gelak tawa, pesta topeng itu

berlanjut.

"Sudahkah Yang Mulia berjumpa dengan Lady Viola malam ini?" tanya seorang penyair pengembara yang gagah

kepada ratu peri yang berdansa dalam

pelukannya di ruangan itu.

"Sudah. Ia tampak cantik, meskipun

terlihat sedih! Gaunnya pun tampak layak, mengingat seminggu lagi ia akan

menikah dengan Count Antonio, yang

amat dibencinya."

"Demi keyakinanku, aku iri pada

Count. Lihat di sana, ia datang, tampil

layaknya seorang pengantin pria, kecuali topeng hitamnya. Setelah topeng itu

dilepas, kita akan melihat bagaimana ia

menghargai gadis cantik yang hatinya

tidak dapat ia rebut, walaupun ayah si

gadis yang galak telah menyerahkan

putrinya kepadanya," kata si penyair.

"Desas-desus mengatakan gadis itu

mencintai seorang seniman muda dari

Inggris yang kerap menyambangi rumahnya, namun selalu diusir ayah si

gadis," kata lady itu, sambil terus berdansa.

Pesta tersebut sedang berada pada

puncaknya, ketika seorang pendeta

muncul. Menarik pasangan muda itu ke

dalam ceruk kecil bertirai beludru ungu,

ia menyuruh mereka berlutut. Seketika

itu, keheningan menggantikan suasana

ruangan yang sebelumnya riuh rendah.

Tidak ada suara yang terdengar. Kesenyapan itu hanya disela bunyi percikan

air mancur dan desau daun-daun pohon

jeruk yang sedang tidur di bawah cahaya rembulan.

Count de Adelon berkata,?

"Tuan-Tuan dan Nyonya-Nyonya

yang terhormat, kumohon maafkan

cara yang telah kugunakan untuk mengumpulkan kalian semua di sini, un
tuk menyaksikan pernikahan putriku.

Pendeta, kami menanti berkatmu."

Semua mata beralih memandang pasangan pengantin itu, dan gumam lirih

para tamu yang terkesima menyebar di

antara mereka, karena baik pengantin

perempuan, maupun pengantin lelaki,

tidak melepas topeng mereka. Keingintahuan dan ketakjuban mengisi hati

para tamu, namun sikap santun berhasil

menahan lidah mereka sampai upacara

suci itu berakhir. Penonton yang tidak

kuasa menahan diri lantas merubung

tuan rumah, meminta penjelasan.

"Jika saja bisa, tentu aku akan dengan

senang hati menceritakan. Tapi, yang

kutahu, itulah keinginan Viola-ku yang

pemalu, dan aku menyerah kepadanya.

Nah, anak-anakku, marilah akhiri permainan ini. Bukalah topeng kalian, dan

terimalah restuku."

Namun, kedua pengantin itu tidak

berlutut untuk menerima restu, malahan, sang pengantin pria menjawab, dengan nada yang membuat kaget semua

yang hadir, sembari melepas topengnya

dan mengungkap wajah Ferdinand Devereux, seniman kekasih Viola. Di dadanya tersemat bintang lambang Earl,

gelar bangsawan Inggris, dan di dada

itu pula Viola yang rupawan bersandar,

wajahnya memancarkan kebahagiaan

dan kecantikan.

"Tuanku, Anda dengan marah melarang saya menikahi putri Anda, meskipun saya mampu menandingi asal-usul

dan kekayaan Count Antonio. Apa

yang bisa saya lakukan adalah lebih

dari itu, karena bahkan jiwa Anda yang

penuh ambisi pun takkan bisa menolak

Earl of Devereux dan De Vere saat ia

memberikan nama kuno keluarganya

dan kekayaannya yang tanpa batas, sebagai balasan cinta bagi gadis cantik ini,

yang kini adalah istri saya."

Count Antonio berdiri kaku seakan

dirinya tiba-tiba berubah menjadi batu.

Kemudian, berpaling kepada orangorang yang tercengang, Ferdinand menambahkan, dengan senyum ceria penuh

kemenangan, "Untuk kalian, temantemanku yang santun dan berjiwa ksatria, aku hanya bisa berdoa semoga usaha

kalian membuahkan hasil seperti yang

kudapat, dan semoga kalian mendapat pengantin secantik pengantinku, yang kudapat melalui pernikahan bertopeng ini."

S. PICKWICK

Mengapa P.C. mirip Menara Babel?

Di dalamnya penuh anggota yang tidak

bisa diatur.

KISAH SEBUAH LABU

Pada suatu hari, seorang petani menanam sebutir benih kecil di kebunnya.

Setelah beberapa waktu, benih itu berkecambah lalu tumbuh menjadi tanaman menjalar yang menghasilkan banyak

buah labu. Suatu hari di bulan Oktober,

ketika buah-buah itu matang, sang petani memanen satu dan membawanya

ke pasar. Tukang buah membelinya dan

menaruhnya di toko miliknya. Pada

pagi yang sama, datang seorang gadis

kecil mengenakan topi cokelat dan rok

biru, dengan wajah bulat dan hidung

mungil menonjol. Ia membeli labu itu

untuk ibunya. Ia membawanya pulang,

memotong-motong labu itu, lalu merebusnya di dalam panci besar. Kemudian

ia menumbuk sebagian labu rebus itu,

ditambahi garam dan mentega, untuk

makan malam. Sisanya, ia campur dengan susu cair, dua butir telur, empat

sendok gula, bubuk pala, dan segenggam biskuit renyah; dimasukkan ke

dalam mangkuk besar, lalu dipanggang

sampai berwarna kecokelatan dan tampak lezat. Keesokan harinya, hidangan

itu disantap oleh sebuah keluarga bernama March.

T. TUPMAN.

Mr. PICKWICK yang terhormat,

Saya menulis kepada anda tentang

dosa seorang pendosa maksud saya

seorang pria bernama Winkle yang

membuat kesulitan di perkumpulannya

dengan tertawa dan terkadang menolak

menulis bagiannya di surat kabar yang

berkualitas ini saya harap anda bisa memaafkan kesalahannya dan membiarkan

ia mengirimkan kisah fabel Prancis karena ia tidak bisa menulis dari kepalanya

sendiri karena ia punya begitu banyak

pelajaran untuk dipelajari dan tidak punya otak di masa mendatang saya akan

mencoba menyisihkan sedikit waktu

untuk mengatasi fetlock dan menyiapkan

beberapa karya yang akan dinilai commy

la fo artinya baik saya terburu-buru karena waktu sekolah hampir tiba.

Salam hormat,

N. WINKLE.

[Tulisan di atas adalah pengakuan yang

berani dan berjiwa ksatria tentang kesalahan di masa lalu. Apabila teman muda

kita ini mempelajari tanda baca, semuanya akan baik.]

KECELAKAAN MENYEDIHKAN

Pada hari Jumat lalu, kami terkejut

mendengar suara berdebum keras di

ruang bawah tanah, diikuti jeritan memilukan. Berlari, kami berlomba menuju ruang tersebut, dan menemukan

Presiden kami tercinta dalam keadaan

tersungkur di lantai. Ia tersandung dan

terjatuh saat sedang mengambil kayu

bakar untuk keperluan rumah tangga.

Suasana kacau yang sempurna menyambut mata kami; karena dalam jatuhnya itu, kepala sampai pundak Mr.

Pickwick tercebur ke dalam seember

air, tak sengaja menggulingkan wadah

sabun cair dan membuat isinya membasahi sekujur tubuhnya, dan bajunya

menjadi koyak. Setelah dipindahkan

dari situasi berbahaya itu, kami pun

mengetahui bahwa ia tidak menderita

luka apa pun kecuali beberapa memar.

Kami senang dapat menambahkan bahwa ia sekarang dalam keadaan baik.

KABAR DUKA

Dengan hati sedih, kami laporkan hilangnya teman kami tersayang, Mrs.

Snowball Pat Paw, secara mendadak

dan misterius. Kucing cantik yang kami

cintai ini adalah kesayangan sekelompok besar teman yang mencintai dan

mengaguminya; kecantikannya membuat banyak mata tertarik melihatnya,

keanggunan dan kebaikannya menghangatkan banyak hati, dan kepergiannya

dirasakan sebagai luka yang dalam oleh

seluruh komunitas.

Saat terakhir terlihat, ia sedang duduk di atas pagar, mengamati gerobak

tukang daging. Ada kekhawatiran

bahwa seorang penjahat, tergoda melihat pesonanya, telah menculiknya.

Minggu-minggu berlalu dan jejaknya

tidak berhasil ditemukan. Kami pun

memadamkan setiap harapan, meng
ikatkan pita hitam di keranjangnya,

membereskan piring makannya, dan

menyeka air mata untuk kucing yang

telah pergi dari sisi kami selamanya.

Seorang teman yang bersimpati mengirimkan penghormatan berikut:

Tempat Snowball biasa bermain,

Namun, ia hanya meludah ke arah anjing-anjing

Dan kesayangan kami itu mengusir anjing-anjing itu dengan gagah.

Ia berguna dan berhati lembut, dan melakukan yang terbaik,

Tetapi ia tidak indah untuk dilihat,

Dan kami tidak bisa memberinya tempatmu, Sayang,

Ataupun memujanya seperti kami memujamu.

SEBUAH RATAPAN

Teruntuk S.B. PAT PAW

Kami berduka atas perginya kucing kesayangan kami,

Dan mengkhawatirkan nasibnya yang

malang,

Ia tidak akan lagi duduk di samping
Gadis Gadis March Little Women Karya Louisa May Alcott di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perapian,

Ataupun bermain-main di dekat pagar

hijau tua.

A.S.

IKLAN

Makam kecil tempat anak-anaknya beristirahat,

Berada di bawah pohon kastanye;

Tetapi di atas makamnya kami tidak

akan menangis,

Tidak ada yang tahu di mana makam

itu berada.

MISS ORANTHY BLUGGAGE,

Penceramah Berpikiran Kuat yang

berprestasi, akan menyampaikan ceramahnya yang terkenal tentang "PEREMPUAN DAN POSISINYA" di

Pickwick Hall, Sabtu petang pekan

depan, setelah pertunjukan yang biasa.

Tempat tidurnya yang kosong, bolanya

yang tergolek sunyi,

Tidak akan melihatnya lagi;

Tidak ada lagi ketukan lirih, atau dengkur penuh sayang,

Akan terdengar dari pintu ruang duduk.

PERTEMUAN MINGGUAN akan

diadakan di Ruang Dapur, untuk mengajarkan gadis-gadis muda memasak.

Hannah Brown akan memimpin, dan

semua orang diundang untuk hadir.

Kucing lain datang mengejar tikusnya,

Kucing dengan wajah kotor;

Namun ia tidak berburu sebagaimana

kucing kesayangan kami,

Ataupun bermain dengan gaya anggun.

KOMUNITAS PENGUSIR DEBU

akan bertemu Rabu berikutnya, dan

berparade di lantai atas Rumah Perkumpulan. Semua anggota harus mengenakan seragam dan muncul dengan

menenteng sapu pada pukul sembilan

tepat.

Kaki-kakinya, tanpa suara, berjalan di

aula,

MRS. BETH BOUNCER akan membuka koleksi baru Topi Boneka pekan

depan. Mode terbaru dari Paris telah

tiba, dan dengan penuh hormat diharapkan datangnya pesanan-pesanan.

PERTUNJUKAN BARU akan datang

di Teater Barnville dalam beberapa

minggu, dan akan melampaui pertunjukan apa pun yang pernah tampil di

panggung Amerika. BUDAK YUNANI, atau Constantine Sang Pembalas, adalah judul drama menegangkan ini!!!

KOLOM SARAN

Jika S.P. tidak menggunakan terlalu

banyak sabun di tangannya, ia tidak

akan selalu terlambat makan pagi. A.S.

diminta untuk tidak bersiul di jalanan.

T.T. mohon jangan lupa saputangan

Amy. N.W. tidak boleh mengeluh karena gaunnya tidak memiliki sembilan

lipit.

LAPORAN MINGGUAN

Meg?Baik.

Jo?Buruk.

Beth?Sangat baik.

Amy?Sedang.

Begitu Presiden selesai membacakan surat kabar tersebut (mohon izinkan aku untuk meyakinkan kalian, para pembaca, bahwa

tulisan tersebut merupakan tulisan bonafide yang ditulis oleh gadis-gadis bonafide pada suatu masa), tepuk tangan mengikuti, kemudian Mr. Snodgrass berdiri untuk menyampaikan sebuah usul.

"Saudara Presiden dan tuan-tuan sekalian," katanya, dengan

sikap dan nada resmi layaknya seorang anggota kabinet, "saya

ingin mengusulkan diterimanya seorang anggota baru; seseorang

yang layak mendapat kehormatan ini, yang pasti sangat berterima

kasih atas kesempatan yang diberikan kepadanya, dan yang akan

menambah semarak semangat perkumpulan kita, dan nilai sastra

surat kabar ini, dan akan membuat suasana pertemuan kita selalu

ceria dan menyenangkan. Saya mengusulkan agar Mr. Theodore

Laurence diangkat sebagai anggota kehormatan P.C. Marilah, kita

terima dia."

Perubahan nada suara Jo yang tiba-tiba membuat gadis-gadis

lain tertawa. Namun, semua tampak gelisah, dan tidak ada yang

berkata apa pun, ketika Snodgrass kembali duduk.

"Kita akan mengambil suara," kata Presiden. "Semua yang setuju dengan usul ini mohon nyatakan persetujuannya dengan mengatakan, ?Setuju.?"

Snodgrass merespons dengan suara keras, diikuti suara Beth

yang malu-malu, yang membuat saudara-saudaranya terkejut.

"Mereka yang berpendapat sebaliknya mohon mengatakan ?tidak.?"

Meg dan Amy menentang; dan Mr. Winkle berdiri untuk

berkata dengan sikap anggun, "Kita tidak menginginkan anggota

laki-laki. Mereka hanya bisa bercanda dan membuat kegaduhan.

Perkumpulan ini adalah perkumpulan wanita-wanita terhormat,

dan kita menginginkan perkumpulan ini tetap santun dan bersifat

pribadi."

"Aku khawatir ia akan tertawa melihat surat kabar kita, dan

mengolok-olok kita setelahnya," ujar Pickwick, sembari mempermainkan ikal kecil di dahinya, sebagaimana yang biasa ia lakukan

jika diliputi keraguan.

Snodgrass berdiri cepat, penuh semangat. "Tuan! Aku memberikan jaminanku sebagai pria sejati, Laurie tidak akan melakukan hal-hal seperti itu. Ia senang menulis, dan akan memberikan

warna lain di antara tulisan-tulisan kita, serta menjaga agar kita

tidak terlalu sentimentil. Tidakkah kau mengerti? Hanya sedikit

yang bisa kita lakukan untuknya, sementara ia melakukan begitu

banyak untuk kita. Kupikir, setidaknya kita bisa memberinya tempat di sini, dan membuatnya merasa disambut dengan baik, jika ia

datang."

Gagasan tentang balas budi yang disampaikan dengan cerdik

itu membuat Tupman berdiri, dengan ekspresi seolah-olah ia sudah membuat keputusan yang mantap.

"Ya, kita harus melakukannya, bahkan kalaupun kita memang

takut. Menurutku, ia boleh datang, juga kakeknya, jika beliau

mau."

Pernyataan Beth yang sungguh-sungguh itu menghidupkan

suasana pertemuan. Jo meninggalkan tempat duduknya untuk

menjabat tangan Beth dengan mantap. "Sekarang, ambil suara

lagi. Semuanya, ingat bahwa ini tentang Laurie sahabat kita, dan

katakanlah, ?Setuju!?" seru Snodgrass penuh semangat.

"Setuju! Setuju! Setuju!" jawab tiga suara bersamaan.

"Bagus! Diberkatilah kalian! Sekarang, karena kita tidak perlu

lagi ?menyisihkan sedikit waktu untuk mengatasi fetlock?, sebagaimana digambarkan Winkle dengan cermat, izinkan aku mempersembahkan anggota baru kita," lalu, di depan para anggota perkumpulan yang menampakkan ekspresi cemas, dengan sikap dramatis

Jo membuka pintu lemari, dan... terlihatlah Laurie duduk di atas

selimut-selimut usang, dengan wajah memerah dan sepasang mata

berkilau-kilau karena menahan tawa.

"Anak nakal! Pengkhianat! Jo, teganya kau!" jerit ketiga gadis

lain saat Snodgrass dengan penuh kemenangan menggandeng temannya ke depan. Setelah menyorongkan kursi dan sebuah lencana, dalam sekejap Jo telah meresmikan Laurie menjadi anggota

baru.

"Keberanian kalian, dua anak berandal, sungguh luar biasa,"

kata Mr. Pickwick, yang mencoba mengernyitkan dahi, tapi hanya

berhasil menyunggingkan senyum ramah. Namun, anggota baru

itu bisa segera menyesuaikan diri dengan situasi. Ia berdiri, mengangguk hormat penuh rasa terima kasih kepada Ketua, lalu berkata

dengan sikapnya yang paling menawan, "Yang terhormat Presiden, dan para wanita,?maaf, tuan-tuan sekalian,?izinkan saya

memperkenalkan diri sebagai Sam Weller, pelayan perkumpulan

yang setia."

"Bagus, bagus!" seru Jo, sambil memukul-mukulkan gagang

panci penghangat tua yang digunakannya untuk bertelekan.

"Temanku yang setia dan patronku yang mulia," Laurie meneruskan, sambil mengibaskan tangan, "yang telah mempersembahkan diriku dengan kata-kata menyanjung, tidak bersalah atas siasat

malam ini. Akulah yang merancangnya, dan ia menyerah hanya

setelah melalui berkali-kali bujukan."

"Ah, jangan salahkan dirimu sendiri. Kau tahu aku yang mengusulkan lemari itu," potong Snodgrass, yang sangat menikmati

lelucon itu.

"Jangan pedulikan kata-katanya. Akulah berandal di balik kenakalan ini, Sir," kata anggota baru itu, dengan anggukan khas

Weller ke arah Mr. Pickwick. "Tetapi, demi kehormatanku, aku

tidak akan pernah mengulanginya lagi, dan sejak saat ini aku akan

membaktikan diriku untuk kepentingan perkumpulan yang abadi

ini."

"Sepakat! Sepakat!" seru Jo, sambil memukulkan tutup panci

penghangat tua bagaikan simbal.

"Terus, teruskan!" ujar Winkle dan Tupman, sementara Presiden mereka mengangguk dengan sikap murah hati.

"Aku hanya ingin berkata, sebagai ungkapan rasa terima kasihku atas kehormatan yang telah diberikan kepadaku, dan sebagai

sarana untuk mempererat persahabatan di antara dua bangsa yang

bertetangga, aku telah mendirikan kantor pos di semak-semak,

di sudut kebun belakang. Bangunan yang bagus dan luas, dengan

gembok-gembok di pintu-pintunya, dan sangat cocok untuk suratsurat?juga para wanita, kalau aku diizinkan menggunakan istilah

itu. Kantor pos itu adalah bekas rumah burung, tetapi aku telah

memaku pintunya, dan membuat atapnya dapat dibuka, jadi rumah itu bisa menampung macam-macam barang, dan menghemat

waktu kita yang berharga. Surat-surat, naskah, buku, dan paket,

bisa diserahkan di sana. Dan, karena setiap bangsa memiliki satu

kunci, maka tempat itu kubayangkan akan sangat ideal. Perkenankan aku mempersembahkan kunci perkumpulan, dan, dengan

beribu terima kasih atas kebaikan kalian, izinkan aku mengambil

tempatku."

Semua bertepuk tangan ketika Mr. Weller menaruh sebuah

kunci kecil di atas meja, lantas menyingkir. Panci penghangat

dipukul dan dikibaskan dengan liar, dan beberapa saat berlalu sebelum ketertiban bisa dikembalikan. Diskusi panjang kemudian

berlangsung, dan semua anggota tampil mengejutkan, karena semua berusaha sebaik mungkin. Rapat mereka kali itu berlangsung

dengan hidup, dan tidak berhenti walaupun malam semakin larut.

Pertemuan itu kemudian ditutup dengan tiga sorakan ramai untuk

anggota baru mereka.

Tidak ada yang menyesal telah menerima Sam Weller, karena

tidak mungkin mereka mendapat anggota baru yang lebih berdedikasi, sopan, dan ceria seperti Laurie. Ia jelas menambah "semarak"

pertemuan dan memberi "warna" pada surat kabar mereka. Pidatonya menggerakkan pendengarnya, dan sumbangsihnya dinilai luar

biasa, patriotik, klasik, lucu, juga dramatis, tetapi tidak sentimentil. Menurut Jo, tulisan-tulisan Laurie layak disandingkan dengan

tulisan Bacon, Milton, atau Shakespeare, dan Jo berpikir ia telah

mengembangkan tulisannya sendiri menjadi lebih baik.

P.O.?post office?merupakan bagian kecil yang penting dalam

perkumpulan mereka, dan terus berkembang dengan menyenangkan. Begitu banyak hal unik masuk ke sana, seolah-olah itu adalah

kantor pos sungguhan. Tragedi dan syal, puisi dan acar, benih tanaman dan surat-surat panjang, buku musik dan roti jahe, karet,

undangan, protes, dan anak anjing. Kakek Laurie juga menikmati

kegembiraan mereka, dan ia melibatkan diri dengan mengirimkan

bingkisan-bingkisan aneh, pesan-pesan misterius, serta telegram172

telegram lucu. Tukang kebunnya, yang jatuh hati pada pesona

Hannah, malah menitipkan surat cintanya kepada Jo. Mereka

tertawa terbahak-bahak saat rahasia itu terbuka, karena tidak bisa

membayangkan betapa banyak surat cinta yang akan ditampung

oleh kantor pos itu di tahun-tahun mendatang!

Eksperimen

"H

ari pertama di bulan Juni. Besok, keluarga King berangkat ke pantai, dan aku akan bebas! Tiga bulan libur! Ya,

ampun, senang sekali!" seru Meg ketika ia pulang pada suatu hari

yang hangat, dan mendapati Jo sedang berbaring di sofa, tampak

kelelahan lebih dari biasanya. Beth melepas sepatu bot Jo yang berdebu, sementara Amy membuatkan minuman lemon segar untuk

mereka semua.

"Bibi March mulai berlibur hari ini. Oh, aku sungguh bahagia!" Jo bercerita. "Aku takut setengah mati ia akan memintaku

ikut. Jika ia meminta, tentu aku akan merasa harus menurutinya.

Tapi, kalian tahu, Plumfield sama meriahnya dengan halaman gereja, dan aku pilih ditinggal saja. Kami menyiapkan kepergiannya

dengan kalang kabut. Aku begitu tidak sabar ingin segera menyelesaikan tugasku, sampai-sampai aku bersikap terlalu manis dan

dengan senang hati membantu-bantu, dan karenanya merasa kecut

setiap kali ia berbicara kepadaku; aku sangat khawatir ia justru tiGadis Gadis March Little Women Karya Louisa May Alcott di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dak ingin berpisah dariku. Aku terus-menerus cemas dan gemetaran sampai ia akhirnya duduk di dalam keretanya. Teror terakhir

terjadi ketika?tepat waktu keretanya mulai berjalan?ia menjulurkan kepalanya keluar dan berkata, ?Josy-phine, maukah kau...??

Aku tidak mendengar apa-apa lagi, karena langsung berbalik dan

kabur; aku benar-benar lari, kemudian berbelok cepat dan menghilang di sudut jalan; di sana barulah aku merasa aman."

"Jo yang malang! Ia tiba di rumah seperti sedang dikejar be?

ruang," ujar Beth sembari mengusap-usap kaki kakaknya dengan

sikap keibuan.

"Bibi March benar-benar seperti samphire, ya?" sela Amy sambil mencicipi minuman buatannya dengan lagak serius.

"Yang Amy maksud pasti vampir, bukan sejenis rumput laut;

tapi itu tidak penting. Cuaca ini hangat dan menyenangkan; tak

ada gunanya memusingkan pilihan kata seseorang," gumam Jo.

"Apa yang akan kaulakukan selama liburan?" tanya Amy, dengan tangkas mengubah topik pembicaraan.

"Aku akan bersantai di tempat tidur, tidak melakukan apa

pun," jawab Meg yang duduk nyaman di kursi goyang. "Aku harus

bangun pagi-pagi dan bekerja keras sepanjang musim dingin, aku

harus menghabiskan hari-hariku bekerja untuk orang lain; jadi,

sekarang, aku akan beristirahat dan memanjakan diri sepuasnya."

"Hem!" kata Jo. "Bermalas-malasan seperti itu tidak cocok untukku. Aku telah memilih banyak buku, dan akan kumanfaatkan

waktuku yang berharga dengan membaca, sambil duduk di dahan

favoritku di pohon apel tua itu, saat aku sedang tidak ng...."

"Jangan bilang ?tidak ngawur?!" tukas Amy, mencoba membalas kritik tajam Jo tentang samphire.

"Baiklah, kalau begitu ?tidak ngoceh?, bersama Laurie. Kupikir

istilah itu cocok dan layak, karena ia suka mengoceh."

"Tolong jangan paksa kami mempelajari apa pun untuk sementara waktu, Beth, mari bermain-main dan beristirahat, seperti Meg

dan Jo," usul Amy.

"Yah, aku mau saja, asalkan Ibu tidak keberatan. Aku ingin

mempelajari beberapa lagu baru, dan boneka-bonekaku perlu disiapkan untuk menyambut musim panas. Penampilan mereka sungguh memprihatinkan, dan mereka amat membutuhkan pakaian

baru."

"Bolehkah begitu, Ibu?" tanya Meg, sambil berpaling ke arah

Mrs. March yang duduk sambil menjahit di tempat yang mereka

namai "sudut Marmee".

"Boleh saja kalian bereksperimen selama satu minggu, dan nanti kalian lihat sendiri apakah kalian menyukainya. Kurasa, pada

Sabtu malam, kalian akan merasa bahwa hanya bermain tanpa bekerja, sama tidak enaknya dengan melulu bekerja tanpa bermain."

"Oh, kurasa tidak begitu! Aku yakin pasti akan mengasyikkan," ujar Meg dengan nada puas.

"Mari kita bersulang, seperti yang dikatakan ?teman dan rekanku, Sairy Gamp.? Selamanya bersenang-senang, tak kenal susah

hati," seru Jo, berdiri dengan gelas di tangan, sementara minuman

lemon diedarkan.

Mereka semua minum dengan gembira dan memulai masa

eksperimen dengan bersantai sepanjang sisa hari itu. Keesokan

paginya, Meg baru muncul pada pukul sepuluh. Sarapan yang

disantapnya sendirian tidak terasa nikmat, ruangan terasa sunyi

dan tampak berantakan karena Jo tidak mengisi vas-vas bunga,

Beth tidak membersihkan debu, dan buku-buku Amy berserakan

di mana-mana. Semuanya benar-benar berantakan dan tidak menyenangkan, kecuali "sudut Marmee" yang tampak seperti biasa.

Di sanalah Meg duduk untuk "beristirahat dan membaca", yang

berarti banyak menguap dan mengkhayalkan baju-baju musim

panas yang cantik, yang ingin dibelinya dengan upahnya sepanjang musim dingin lalu. Jo menghabiskan pagi itu di sungai bersama Laurie. Pada sore hari, ia membaca The Wide, Wide World,

dan menangis terharu, sembari duduk di dahan pohon apel. Beth

mengawali harinya dengan membongkar isi lemari besar, tempat

boneka-bonekanya disimpan. Akan tetapi, belum sampai separuhnya selesai, ia merasa bosan, dan meninggalkan tempat itu dalam

keadaan tidak keruan. Beth lantas memilih bermain musik, menikmati dirinya yang tidak harus mencuci piring. Amy menata

pergolanya, mengenakan baju putihnya yang terbaik, merapikan

rambut ikalnya, kemudian duduk menggambar di bawah bungabunga honeysuckle. Ia berharap seseorang akan memperhatikannya

dan bertanya mengenai dirinya, sang artis muda. Akan tetapi, tidak seorang pun muncul, hanya ada seekor laba-laba berkaki panjang yang mengamati gambarnya lekat-lekat. Amy pun pergi berjalan-jalan, terjebak dalam guyuran hujan dan tiba di rumah dalam

keadaan basah kuyup.

Pada waktu minum teh sore, mereka membandingkan pengalaman masing-masing, dan semua sependapat hari itu menyenangkan, walaupun terasa lebih panjang dari biasanya. Sore hari itu,

Meg pergi berbelanja dan membeli "kain muslin biru yang cantik".

Di rumah, setelah memotong pinggirannya, Meg baru mengetahui bahwa warna kain itu terlalu mencolok, dan hal itu membuatnya kesal. Sementara itu, kulit hidung Jo gosong akibat berperahu sampai siang, dan kepalanya sakit luar biasa karena terlalu

lama membaca. Beth cemas karena isi lemarinya berantakan dan

ia tidak berhasil mempelajari tiga-empat lagu sekaligus. Amy amat

menyesali bajunya yang rusak; pesta Katy Brown akan diadakan

besok, padahal sekarang?seperti Flora McFlimsy?ia "tidak punya pakaian untuk dikenakan." Namun, hal-hal itu mereka anggap bukan masalah besar, dan mereka semua meyakinkan Marmee

bahwa eksperimen hari itu berlangsung lancar. Mrs. March tersenyum, tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Kemudian, dibantu Hannah, ia mengerjakan tugas-tugas yang ditinggalkan anakanaknya, menjaga rumah agar tetap rapi, dan memastikan kegiatan

di rumah terus berjalan. Sunggguh luar biasa betapa "beristirahat

dan memanjakan diri" mampu menghasilkan situasi yang tidak

wajar dan tidak nyaman. Hari-hari terasa kian panjang dan lama;

cuaca berganti-ganti di luar kebiasaan, begitu pula dengan suasana

hati keempat gadis itu. Perasaan gelisah bersemayam di dalam hati

mereka, karena tangan-tangan yang tidak punya kesibukan adalah

sasaran empuk sang iblis. Di tengah kemewahan karena tersedianya waktu luang, Meg mengeluarkan beberapa jahitannya. Merasa

waktu berjalan begitu lamban, ia malah sibuk membongkar dan

mengubah pakaian-pakaiannya, berusaha membentuk baju-bajunya menyerupai gaya keluarga Moffat. Jo membaca sampai kedua

matanya menyerah dan ia merasa muak terhadap buku-buku. Kegelisahannya memuncak, sampai Laurie pun, yang berwatak periang, bertengkar dengannya. Semangat Jo memudar begitu rupa. Di

tengah keputusasaannya ia bahkan merasa menyesal karena tidak

ikut pergi bersama Bibi March. Beth bertahan cukup baik, karena

ia terus-menerus lupa bahwa peraturannya adalah hanya bermain,

tanpa bekerja sehingga, sesekali, ia kembali melakukan pekerjaan

yang biasa ia lakukan. Tetapi, suasana di rumah memengaruhinya.

Lebih dari satu kali, ketenangannya terusik. Begitu terganggunya

Beth sampai-sampai, pada suatu ketika, ia mengguncang-guncang

Joanna yang malang, dan mengatakan bahwa boneka itu "menyebalkan". Kondisi Amy adalah yang terburuk, karena ia tidak punya

banyak hal untuk menyibukkan diri. Saat semua saudaranya pergi

dan ia harus mengurus serta menghibur dirinya sendiri, Amy segera merasa terbebani oleh citra dirinya sebagai anak yang sukses

dan penting. Amy tidak suka boneka; dongeng dianggapnya ke178

kanak-kanakan, dan menggambar sepanjang hari tidaklah mungkin. Pesta-pesta minum teh tidak terlalu menghibur, begitu juga

acara piknik, kecuali jika semuanya dipersiapkan dan dilaksanakan

dengan sungguh-sungguh. "Kalau saja aku tinggal di rumah yang

indah, bersama gadis-gadis baik, atau bisa bepergian, musim panas

pastilah menyenangkan; namun, tinggal di rumah bersama tiga kakak yang egois, dan teman lelaki yang telah dewasa, adalah cobaan

yang cukup berat bagi kesabaran seorang Boaz sekalipun," keluh

Miss Malaprop1 setelah melalui beberapa hari yang dihabiskan dengan bersenang-senang, mengomel dan mengeluh, dan perasaan

yang benar-benar muak karena amat sangat bosan.

Tidak ada yang mau mengakui bahwa mereka bosan dengan

eksperimen mereka sendiri. Tetapi, begitu Jumat malam tiba, masing-masing mengatakan kepada diri sendiri betapa lega mereka

karena pekan itu akan segera berakhir. Berharap bisa membuat

pelajaran itu membekas lebih dalam, Mrs. March, dengan selera humornya yang besar, bertekad mengakhiri masa eksperimen

itu dengan cara yang tepat. Hari itu, ia memberikan libur kepada

Hannah, dan membiarkan anak-anaknya menikmati semua akibat

dari eksperimen mereka.

Saat anak-anak bangun pada hari Sabtu pagi, tidak ada api menyala di dapur, tidak ada sarapan di ruang makan, dan ibu mereka

tidak terlihat di mana pun.

"Ya, ampun! Apa yang terjadi?" jerit Jo, menatap ke sekeliling

dengan panik.

Meg berlari ke atas, lalu segera kembali ke bawah, tampak lega,

namun juga bingung, dan sedikit malu.

Miss Malaprop: seorang tokoh novel fiktif yang digambarkan sering

salah kata, seperti Amy dalam kisah ini.

"Ibu tidak sakit, hanya amat letih. Katanya ia akan beristirahat

di kamarnya sepanjang hari ini, serta membiarkan kita melakukan apa saja sebisa kita. Agak aneh melihat Ibu yang tidak seperti

biasanya; tetapi, katanya, pekan ini sangat berat baginya, jadi kita

tidak boleh bersungut-sungut, dan harus mengurus diri sendiri."

"Itu takkan sulit, dan aku suka gagasan itu; aku sudah tak sabar

ingin melakukan sesuatu?maksudku, sesuatu yang menghibur,"

tambah Jo cepat-cepat.

Sebenarnya, memang sangat melegakan bagi mereka bahwa

akhirnya ada sesuatu yang bisa dikerjakan. Mereka menyambut

tugas itu dengan penuh tekad, walaupun tidak lama kemudian

membuktikan sendiri kebenaran kata-kata Hannah, "Mengurus

rumah bukan pekerjaan remeh." Ada banyak bahan makanan di

lemari dapur. Sementara Amy dan Beth menata meja, Meg dan

Jo menyiapkan sarapan sembari bertanya-tanya, mengapa para

pelayan tidak pernah bercerita mengenai betapa berat pekerjaan

mereka.

"Akan kubawakan sedikit teh untuk Ibu, meskipun katanya

kita tidak perlu memusingkan Ibu, karena ia bisa mengurus dirinya sendiri," kata Meg, mengambil alih kendali, dan merasa bagaikan seorang ibu sejati ketika menyiapkan teh.

Sebelum adik-adiknya sempat turun tangan, Meg telah menyiapkan sebuah nampan. Jo mengantarkannya ke atas. Di nampan

itu tertata sajian sang koki: secangkir teh yang terlalu pahit, telur dadar hangus, dan biskuit-biskuit yang memperlihatkan bintik-bintik tepung soda. Meski begitu, Mrs. March menerimanya

dengan ucapan terima kasih, lalu tertawa lepas setelah Jo keluar.

"Anak-anak malang, mereka pasti merasa kesulitan. Tapi, mereka tidak akan menderita, dan hal ini justru bermanfaat," katanya, kemudian mengeluarkan simpanan makanannya sendiri yang

lebih menarik selera. Ia lalu menyembunyikan sarapan yang tidak

enak itu, agar perasaan anak-anaknya tidak terluka?kebohongan

kecil seorang ibu, yang kelak akan disyukuri anak-anaknya.

Di bawah, banyak protes terlontar, sementara sang koki merasa

kesal karena malu akan kegagalannya.

"Tidak masalah, akan kuurus makan siang dan aku akan menjadi pelayan; silakan kau menjadi nyonya rumah, jaga agar tanganmu tetap bersih, awasi yang lain, dan berikan perintah," ujar Jo,

yang pengetahuannya soal masak-memasak sesungguhnya lebih

sedikit daripada Meg.

Tawaran yang menyerupai perintah itu diterima dengan senang hati. Margaret pergi ke ruang duduk, kemudian dengan cekatan merapikannya. Ia menyapu debu dari bawah sofa lalu menutup tirai untuk menghindari kerepotan membersihkan debu yang

masuk lewat jendela. Jo, berbekal keyakinan sempurna akan kemampuannya, dan keinginan untuk berbaikan setelah bertengkar,

segera menaruh pesan singkat di kantor pos untuk mengundang

Laurie makan siang.

"Seharusnya kaulihat dulu makanan apa yang bisa kausajikan

sebelum mengundang tamu," komentar Meg ketika diberitahu

tentang tindakan Jo yang murah hati namun ceroboh.

"Oh, ada daging kornet, dan banyak kentang. Aku akan membeli asparagus dan seekor lobster, ?untuk santapan utama,? begitu

istilah Hannah. Kita juga akan menyediakan selada untuk membuat salad; aku tidak tahu caranya, tetapi, kan, di buku masak ada

resepnya. Akan kusiapkan juga puding blanc-mange dan stroberi

untuk hidangan pencuci mulut; juga kopi, jika kau mau sedikit

bergaya."

"Jangan coba-coba terlalu banyak, Jo. Selain roti jahe dan gulali, tidak ada masakanmu yang layak untuk dimakan. Aku lepas

tangan dari acara makan siang ini; dan karena kau telah mengun
dang Laurie atas inisiatifmu sendiri, maka sekalian saja kauurus

dia juga."

"Kau tidak perlu melakukan apa pun selain bersikap cerdas di

hadapannya, juga membantuku membuat puding. Kalau aku menemui kesulitan, kau mau, kan, memberiku nasihat?" tanya Jo, sedikit tersinggung.

"Ya, tapi aku juga tidak tahu banyak, kecuali soal roti, dan sedikit hidangan penutup. Seharusnya, kau minta izin Marmee sebelum memesan apa pun," jawab Meg dengan sikap bijak.

"Tentu saja itu akan kulakukan, aku tidak bodoh," dan Jo pun

pergi ke atas dengan hati dongkol karena kemampuannya diragukan.

"Belilah apa yang kauperlukan, dan jangan ganggu aku; aku

akan pergi makan siang, jadi tidak bisa memikirkan keadaan di

rumah," kata Mrs. March, ketika Jo berbicara dengannya. "Aku

tidak pernah suka mengerjakan pekerjaan rumah tangga, dan aku

memutuskan untuk berlibur hari ini. Aku akan membaca, menulis,

berkunjung ke rumah teman, dan bersenang-senang."

Melihat ibunya duduk nyaman di kursi goyang dan membaca di pagi hari membuat Jo merasa seakan-akan sebuah fenomena

alam sedang berlangsung, karena gerhana, gempa bumi, atau letusan gunung berapi pun tidak mungkin tampak lebih aneh dibandingkan apa yang dilihatnya saat itu.

"Semua aneh hari ini, tidak seperti biasa," kata Jo dalam hati

sambil berjalan menuruni tangga. "Beth menangis; tanda yang jelas bahwa ada yang salah di keluarga ini. Jika Amy mengganggunya, akan kudamprat anak itu."

Kemudian, Jo, yang juga merasa tidak seperti biasanya, bergegas masuk ke ruang duduk. Ia melihat Beth sedang terisak-isak

menangisi Pip, si burung kenari, yang terbaring mati di sangkarnya. Cakar-cakar kecilnya terjulur memelas, seolah-olah sedang

memohon diberi makan, dan memang karena itulah burung itu

mati.

"Ini salahku?aku melupakannya?tidak ada satu biji pun atau

setetes air pun?oh, Pip! Oh, Pip! Bagaimana mungkin aku begitu

kejam terhadapmu?" isak Beth, menaruh makhluk malang itu di

tangannya, dan mencoba membangunkannya.

Jo memeriksa satu mata Pip yang setengah terbuka, meraba detak jantungnya. Burung itu kaku dan terasa dingin. Jo menggeleng,

lalu memberikan kotak domino miliknya untuk digunakan sebagai

peti mati.

"Coba letakkan di dalam oven, mungkin jika badannya menghangat ia akan hidup lagi," kata Amy penuh harap.

"Ia kelaparan, ia tidak boleh dipanggang, ia sudah mati. Akan
Gadis Gadis March Little Women Karya Louisa May Alcott di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kubuatkan kain pembungkus, dan akan kubuatkan makam untuknya. Aku tidak akan memiliki burung lagi, tidak akan, Pip! Aku

pemilik hewan yang buruk," gumam Beth, duduk di lantai dengan

hewan peliharaannya terlipat di tangan.

"Pemakaman akan berlangsung sore ini, dan kita semua akan

hadir. Nah, jangan menangis lagi, Bethy; memang menyedihkan,

tetapi semua benar-benar kacau, tidak ada yang berjalan benar pekan ini, dan Pip mengalami akibat terburuk dari eksperimen kita.

Buatlah kain pembungkus itu, lalu letakkan Pip di dalam kotakku.

Setelah makan siang, kita akan mengadakan pemakaman yang layak," ujar Jo. Ia mulai merasa kewalahan.

Membiarkan Meg dan Amy menghibur Beth, Jo pergi ke dapur yang berada dalam kondisi kacau-balau. Mengenakan celemek

besar, Jo segera mulai bekerja. Ia sedang menumpuk piring-piring

yang harus dicuci ketika melihat api di tungku telah mati.

"Hmm... bagus, bagus!" dengus Jo. Ia membuka pintu tungku,

lalu menusuk-nusuk tumpukan kayu bakar dengan bersemangat.

Setelah api menyala kembali, Jo berpikir sebaiknya ia pergi ke

pasar sementara menunggu air mendidih. Berjalan kaki ke pasar

membangkitkan semangatnya. Kemudian, sambil memuji dirinya

karena telah berhasil menawar dengan baik, Jo pulang membawa

lobster yang masih amat muda, beberapa asparagus tua, dan dua

paket stroberi asam. Saat semua bahannya siap, tamu-tamu berdatangan. Tungku telah panas membara. Hannah meninggalkan

seloyang adonan roti untuk dibiarkan mengembang. Pagi tadi Meg

menguleni adonan itu lalu meletakkannya di dekat tungku agar

semakin mengembang, tapi ia sama sekali lupa mengeceknya. Meg

sedang mengobrol dengan Sallie Gardiner di ruang duduk ketika

pintu ruangan itu tiba-tiba terbuka dengan keras, dan sesosok manusia berlapis tepung, kotor, kesal, dan berantakan muncul... bertanya dengan nada menuntut dan suara masam,

"Hai! Apakah roti sudah cukup mengembang jika adonannya

luber keluar loyang?"

Sallie tertawa, namun Meg mengangguk dan mengangkat alisnya setinggi mungkin, membuat sosok itu berbalik, menghilang

dengan cepat, kemudian meletakkan adonan roti itu ke dalam oven

tanpa menunggu-nunggu lagi. Lalu, tiba waktunya Mrs. March

pergi. Sebelumnya, ia mengintip dulu ke sana kemari untuk memeriksa situasi. Ia juga menghibur Beth, yang sedang duduk membuat kain pembungkus, sementara makhluk yang telah menemui

ajalnya itu terbaring di dalam kotak domino. Saat sosok bertopi

abu-abu itu menghilang di sudut jalan, perasaan tidak berdaya

yang aneh menjalari hati para gadis, dan keputusasaan menyergap

mereka ketika, beberapa menit kemudian, Miss Crocker tiba, dan

berkata ia ingin menghadiri acara santap siang. Miss Crocker adalah seorang perawan tua bertubuh kurus, berhidung lancip, dengan

sepasang mata yang penuh rasa ingin tahu dan mampu melihat apa

saja. Ia suka sekali bergosip tentang apa pun yang ia lihat. Keem184

pat gadis itu tidak menyukainya, namun mereka telah diajarkan

untuk bersikap baik kepadanya, hanya karena ia tua, miskin, dan

hanya memiliki sedikit teman. Jadi, Meg mempersilakannya duduk di kursi empuk, dan mencoba menemaninya, sementara Miss

Crocker bertanya ini-itu, mengkritik banyak hal, dan bercerita mengenai orang-orang yang dikenalnya.

Tidak ada kata yang bisa menggambarkan kerisauan, pengalaman, dan kelelahan yang dilalui Jo pagi itu; dan masakan yang

dihidangkannya benar-benar menjadi lelucon. Enggan meminta

nasihat lebih banyak, Jo melakukan semuanya semampunya sendiri, dan ia menyimpulkan bahwa diperlukan lebih dari tenaga dan

niat baik untuk memasak bagi seisi rumah. Ia merebus asparagus

sampai keras selama satu jam, dan terperangah saat melihat pucuk asparagus hancur, sementara batangnya bertambah keras. Roti

dipanggang hingga gosong; saus salad membuat Jo gusar, dan ia

mengacuhkan masakan yang lain, sampai ia yakin ia tidak akan

mampu membuat saus itu layak untuk dimakan. Lobster merupakan misteri besar bagi Jo. Ia memukul-mukulkan lobster itu dan

menusuk-nusuknya sampai cangkangnya terlepas, dan dagingnya

yang tidak seberapa disembunyikannya di balik daun-daun selada. Kentang-kentang dimasak terburu-buru, agar asparagus tidak

terlalu lama menunggu, dan pada akhirnya dihidangkan sebelum

matang. Puding blanc-mange menggumpal, sementara buah-buah

stroberi yang sebenarnya belum matang tidak tampak lebih memikat walaupun telah melalui "penataan" yang ahli.

"Yah, mereka bisa makan daging kornet, roti, dan mentega,

jika lapar; tapi, sungguh mengerikan menghabiskan sepanjang pagi

dengan sia-sia seperti ini," pikir Jo, sembari membunyikan bel setengah jam lebih lambat dari biasa. Ia berdiri kepanasan, letih, dan

loyo setelah sepagian sibuk di dapur. Ia mengamati santapan yang

tersedia untuk Laurie, yang terbiasa dengan segala bentuk keang185

gunan, dan Miss Crocker, dengan kedua matanya yang dengan cepat menangkap kegagalan, serta lidah cerewetnya yang akan mengabarkan kejadian hari ini ke segala penjuru.

Jo yang malang. Andaikan bisa, dengan senang hati ia akan bersembunyi di bawah meja, ketika satu demi satu makanannya dicicipi. Amy terkikik, Meg tampak tertekan, Miss Crocker mengerucutkan bibirnya, sementara Laurie mengoceh dan tertawa seriang

mungkin. Ia berusaha keras agar suasana makan siang yang gagal

itu menjadi sedikit ceria. Keunggulan Jo adalah buah-buahnya, karena ia telah membubuhkan gula banyak-banyak, dan menambahkan seteko krim kental sebagai sausnya. Pipinya yang panas mendingin sedikit, dan ia menarik napas panjang saat piring-piring

kecil cantik diedarkan, sementara semua orang menatap penuh

syukur ke arah hidangan yang menyerupai pulau berwarna merah, mengambang di atas lautan krim. Miss Crocker adalah yang

pertama mencicipinya. Wajahnya mengernyit, dan ia buru-buru

meminum air putih. Jo lantas melirik ke arah Laurie. Kawannya

itu sedang mengunyah dengan sikap tegar, meskipun sudut-sudut

mulutnya mengerut, dan ia mempertahankan pandangannya ke

arah piringnya. Jo sendiri menolak untuk mencicipi karena khawatir hidangan itu tidak akan cukup untuk para tamu. Ia melihat

hidangan itu menyusut cepat setelah semua mengambil bagiannya. Amy, yang senang dengan hidangan berpenampilan indah,

mengisi sendoknya penuh-penuh, menyembunyikan wajahnya ke

balik serbet, lantas cepat-cepat meninggalkan meja makan.

"Oh, ada apa?" seru Jo, gemetar.

"Garam, bukan gula, dan krimnya asam," kata Meg dengan

gaya dramatis.

Jo mengerang, lalu melempar dirinya ke kursi; ia teringat bahwa tadi ia memberikan siraman bubuk terakhir ke atas stroberi

dari salah satu wadah bubuk yang ada di meja dapur tanpa mem186

perhatikan isinya, dan tadi ia lupa menyimpan susu cair di lemari

pendingin. Rona merah tua menjalari wajahnya, Jo hampir menangis, tapi pandangannya bersitatap dengan mata Laurie, yang tetap

tampak ceria walaupun telah berusaha keras memakan stroberi itu.

Sisi konyol situasi tersebut tiba-tiba membuat Jo merasa geli, dan

ia pun tertawa sampai air matanya keluar. Akhirnya semua ikut

tertawa, termasuk "Miss Croaker", begitu gadis-gadis itu menjuluki si perawan tua. Acara santap siang itu berakhir menyenangkan, dengan roti dan mentega, buah zaitun, dan hal-hal seru.

"Rasanya aku tidak kuat kalau harus membereskan meja sekarang juga, jadi mari kita luruskan pikiran dengan sebuah pemakaman," kata Jo, saat mereka semua bangkit, dan Miss Crocker

bersiap pulang dengan penuh semangat, tak sabar ingin segera

menceritakan pengalamannya hari itu di ruang makan temannya

yang lain.

Demi Beth, mereka semua bersikap serius. Laurie menggali

lubang di bawah tumbuhan pakis di semak-semak. Diiringi butirbutir air mata, pemiliknya yang berhati lembut membaringkan

Pip kecil di dalam lubang itu, lalu menutupi gundukan tanah itu

dengan lumut, sementara sekumpulan bunga violet dan chickweed

digantungkan di atas batu nisan yang ditulisi kata-kata kenangan

yang tadi dikarang Jo, sembari ia berjuang menyiapkan hidangan

santap siang,

"Di sini berbaring Pip March,

Wafat pada tanggal 7 Juni,

Dicintai dan diratapi dengan sungguh-sungguh,

Dan akan selamanya berada di hati."

Setelah upacara selesai, Beth pergi ke kamarnya, kewalahan

oleh emosinya yang campur aduk dan hidangan lobster tadi. Na187

mun, tidak ada tempat baginya untuk menyepi dan beristirahat,

karena tempat tidur belum dibereskan. Maka Beth pun melampiaskan rasa dukanya dengan memukuli bantal-bantal dan menata

kamarnya. Meg membantu Jo membersihkan sisa-sisa acara santap siang. Kegiatan itu menghabiskan separuh sore mereka dan

membuat keduanya begitu lelah hingga mereka sepakat untuk menikmati teh dan roti bakar sebagai hidangan makan malam. Laurie mengajak Amy berkeliling naik kereta, suatu tindakan yang

tepat, karena krim asam tadi sepertinya memberi efek buruk pada

perangai Amy. Mrs. March pulang, menemukan ketiga putrinya

yang tertua bekerja keras di sore hari. Sedikit lirikan ke arah lemari memberinya gambaran akan keberhasilan satu bagian dalam

eksperimen mereka.

Sebelum para ibu rumah tangga itu bisa beristirahat, beberapa orang datang bertamu, lantas timbul kehebohan untuk bersiap

sebelum menemui mereka; lalu, teh harus disiapkan, beberapa hidangan harus dibeli; sejumlah jahitan harus diselesaikan, walaupun yang terakhir ini bisa ditunda hingga saat-saat terakhir. Senja

datang, membawa embun dan ketenangan. Satu demi satu, para

gadis March berkumpul di beranda, tempat kuntum-kuntum mawar bulan Juni mekar dengan cantiknya. Masing-masing mengerang dan mengembuskan napas ketika duduk, seakan-akan mereka

dilanda keletihan ataupun kekhawatiran.

"Betapa kacaunya hari ini!" Jo membuka percakapan, seperti

biasa.

"Rasanya tidak sepanjang biasanya, tetapi sangat tidak nyaman," sahut Meg.

"Tidak terasa seperti di rumah kita," tambah Amy.

"Tidak mungkin terasa seperti rumah kita tanpa Marmee dan

Pip," keluh Beth, melirik, dengan mata berkaca-kaca, ke arah sangkar kosong di atas kepalanya.

"Ibu sudah datang, Sayang, dan kau boleh memiliki seekor burung lagi besok, kalau kau menginginkannya."

Sambil berkata demikian, Mrs. March mendekat lalu duduk di

antara mereka, tampak seperti telah mengalami hari yang berjalan

tidak lebih menyenangkan ketimbang hari anak-anaknya.

"Nah, Anak-Anak, apakah kalian puas dengan eksperimen kalian, ataukah kalian ingin menambah satu pekan lagi?" tanyanya,

sementara Beth bersandar kepadanya, dan ketiga wajah lain berpaling ke arahnya dengan ekspresi cerah, layaknya bunga-bunga

yang mengarahkan kelopaknya ke matahari.

"Aku tidak mau!" kata Jo tegas.

"Aku juga tidak," kata yang lain.

"Jadi, menurut kalian, lebih baik memiliki sedikit tugas, dan

hidup berbagi dengan orang lain, begitu?"

"Bermalas-malasan dan hanya berbuat iseng sungguh tidak

enak," kata Jo sambil menggeleng-geleng. "Aku bosan begitu, dan

ingin segera melakukan sesuatu."

"Mungkin kau telah belajar mengolah masakan sederhana; itu

adalah pelajaran penting yang harus menjadi bekal setiap perempuan," sahut Mrs. March, lalu tertawa keras membayangkan pesta

makan siang Jo; ia telah bertemu dengan Miss Crocker, dan mendengar darinya tentang apa yang terjadi.

"Ibu! Apakah kau sengaja pergi meninggalkan kami, hanya untuk melihat bagaimana jadinya kami?" seru Meg, yang sejak pagi

telah curiga.

"Ya. Aku ingin kalian menyadari bahwa kenyamanan kita

bergantung pada apakah setiap orang melakukan bagian tugasnya

dengan sungguh-sungguh. Sementara Hannah dan aku mengerjakan semua tugas kalian, hari-hari kalian tetap berjalan lancar,

walaupun kupikir kadang-kadang kalian tidak terlalu gembira

atau tidak bersikap baik. Jadi, kupikir, sebagai sedikit pelajaran,

aku ingin menunjukkan apa yang terjadi jika semua orang hanya

memikirkan dirinya sendiri. Kuharap sekarang kalian tahu bahwa

lebih menyenangkan untuk saling menolong, untuk mengerjakan

tugas-tugas harian yang akan membuat acara bersantai terasa manis saat waktunya tiba, untuk membantu ataupun menahan diri,

agar rumah terasa nyaman dan menyenangkan bagi kita semua?"

"Ya, Ibu, ya!" seru anak-anak itu.

"Sebab itu, kusarankan kalian mengerjakan lagi tugas-tugas

kecil kalian; memang ada kalanya itu terasa berat, namun tugastugas itu membawa manfaat, dan akan terasa ringan setelah kita

mengetahui cara memikulnya. Bekerja adalah sesuatu yang sehat,

dan ada banyak pekerjaan untuk semuanya; bekerja mencegah kebosanan dan kenakalan; baik untuk tubuh dan jiwa, serta memberi

kita kekuatan dan kemandirian yang lebih baik ketimbang uang

atau pakaian."

"Kami akan bekerja serajin lebah, dan menyukainya; lihat saja

nanti!" kata Jo. "Sebagai tugas liburan, aku akan mempelajari masakan-masakan sederhana; acara makan-makan berikutnya pasti

sukses."

"Aku akan membuatkan setelan kemeja untuk Ayah, Marmee

tidak perlu melakukannya. Aku bisa, dan aku akan melakukannya,

meskipun menjahit bukan kegiatan kesukaanku; tapi, tentu lebih

baik begitu ketimbang mengurusi barang-barangku sendiri, yang

kelihatannya sudah cukup baik," ujar Meg.

"Aku akan belajar setiap hari, dan tidak menghabiskan terlalu

banyak waktu untuk bermain musik dan boneka-boneka. Aku ini

bodoh, sehingga harus belajar, bukan bermain," demikian tekad

Beth; sementara, Amy mengikuti contohnya dan mengumumkan

dengan penuh gaya, "Aku akan belajar membuat lubang kancing

dan memperbaiki pilihan kataku."

"Bagus sekali! Dengan begitu, aku pun puas dengan eksperimen

ini, dan aku yakin kita tidak perlu mengulanginya; hanya saja, kalian tidak perlu bekerja habis-habisan seperti budak. Seimbangkan


Lima Sekawan Di Kota Hantu Pendekar Mabuk 082 Kuil Perawan Ganas First Love Never Die Karya Camarillo

Cari Blog Ini