Ijinkan Aku Mencintaimu Karya Esi Lahur Bagian 1
IZINKAN AKU MENCINTAIMU Oleh Esi Lahur
Ebook by pustaka-indo.blogspot.com
GM 401 01 14 0018
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Gedung Gramedia Blok I, Lt. 5 Jl. Palmerah Barat 29 33, Jakarta 10270
Ilustrator: eMTe
Diterbitkan pertama kali oleh Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama anggota IKAPI, Jakarta, 2014
www.gramediapustakautama.com
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. 280 hlm; 20 cm
ISBN: 978 - 602 - 03 - 0175 - 4
Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta Isi di luar tanggung jawab percetakan
Ucapan Terima Kasih
Lega. Ternyata bisa juga saya menulis kisah Amore yang sarat dengan haru-biru percintaan.
Awalnya saya ingin menulis cerita pendek berjudul Izinkan Aku Mencintaimu, namun ketika proses menulis dimulai, banyak ide bermunculan hingga kisahnya menjadi panjang. Saya merasa sayang untuk mengedit kisahnya hingga akhirnya gagal menjadi cerita pendek.
Bersamaan dengan itu, Gramedia Pustaka Utama mengadakan Lomba Menulis Amore, dan saya putuskan untuk ikut lomba tersebut. Meski tidak berhasil keluar sebagai pemenang, saya tetap gembira karena pihak GPU memberi kesempatan untuk menerbitkan Izinkan Aku Mencintaimu hingga menjadi buku yang pembaca pegang sekarang.
Untuk itu saya ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu proses pembuatan buku ini, terutama seluruh tim di Gramedia Pustaka Utama.
Terima kasih untuk pembaca setiaku yang sudah membaca karyaku sejak novel perdanaku, Pendosa (GPU, 2004). Terima kasih untuk teman-teman pembaca yang rajin bertanya dan berkomentar melalui Twitter dan Facebook sehingga memberiku ide-ide baru yang menyenangkan untuk diramu dan ditulis menjadi sebuah cerita.
Terima kasih juga untuk teman-teman sesama penulis yang tidak pernah pelit informasi terbaru tentang dunia penulisan di Indonesia.
Tentunya tidak lupa terima kasih untuk Tuhan Yesus atas segala ide dan kesehatan yang diberikan-Nya hingga saya bisa menyelesaikan novel ini dengan tenang dan lancar. Sekali lagi, terima kasih semuanya.
EsiLahur
Facebook Fan Page: EsiLahur Twitter: @esilahur
AI, Dis!" Kelvin menyapa Adis yang mejanya terletak di depan ruang Lika.
" Eh, hai!" Adis agak terperanjat karena ia mengira Kelvin baru akan datang lima belas menit lagi. Adis buru-buru menutup file Ms Word di layar komputernya.
" Lika di dalam? Mobilnya tidak ada?" tanya Kelvin tanpa berusaha masuk ke ruangan itu.
" Lika lagi ke salon sebentar. Creambath," jawab Adis manis. Walaupun bos, Lika hanya ingin dipanggil " Lika" . Hanya sopir dan office boy kantor yang memanggilnya " Bu Lika" .
Adis selalu berusaha menenangkan diri setiap kali bertemu Kelvin. " Tunggu saja di dalam ruangannya. Tidak dikunci kok," Adis mempersilakan Kelvin masuk. Dalam hati dia lebih senang
Satu
Kelvin di luar ruangan, tapi dia tidak tahu harus bicara apa lagi.
" Tidak usah. Aku menunggu di sini saja. Kamu lagi tidak banyak kerjaan, kan? Tidak mengganggu, kan?" tanya Kelvin sambil duduk di kursi di depan Adis. Jantung Adis rasanya berdetak tak keruan.
" Tidak. Tidak mengganggu kok. Mau kuambilkan minum?" Adis basa-basi menawarkan minum demi kesopanan, dan kegirangan karena Kelvin memilih menunggu di luar bersamanya.
" Tidak usah, Adis," jawab Kelvin tersenyum ramah. Adis gembira karena Kelvin menyebut namanya. Kelvin lalu menggeser kursi agar bisa menunggu sambil menonton film seri di TV. Walau hanya terlihat dari samping, bagi Adis, Kelvin tetap cakep. Apalagi dengan bayangan biru di dagunya yang habis dicukur itu. Adis pura-pura sibuk mengetik dan mengecek pekerjaan yang sebenarnya sudah rampung dikerjakannya.
Bagaimana mungkin mencicil mengetik naskah novel barunya kalau ada Kelvin tak jauh dari tempatnya duduk? Ia jadi sulit berkonsentrasi. Pikiran dan ide mendadak buntu. Kerja juga tidak fokus. Yang ada hanyalah hasrat untuk mencuri-curi pandang ke arah Kelvin, mumpung Lika belum datang.
Adis lalu membuka akun Facebook. Bukan akun Facebooknya. Di layar komputer tertulis Dilara Tsarina Full.
Ya, berbeda dari akun Facebook-nya yang minim teman, hanya 256 teman, akun Facebook Dilara Tsarina sudah mencapai angka lima ribu teman. Di wall Facebook-nya tertera puja-puji terhadap novel barunya, Cinta Jangan Pergi, yang memang laris
manis bagai rainbow cake. Juga pertanyaan kapan muncul novel baru lagi. Hal yang sama juga terjadi pada Facebook Fanpage Dilara yang sudah mendapat LIKE dari 102.874 pemilik akun Facebook.
Novel romantis Cinta Jangan Pergi bercerita tentang Kevin Arjoso, yang tampan, keren, wangi, kaya, baik, dan sukses yang menikahi Ariani, perempuan dari keluarga kaya yang menyamar jadi asisten rumah tangga di rumah Kelvin karena kalah taruhan dengan teman-teman kuliahnya.
Lalu Adis memperbaharui Facebook Dilara.
Selingkuh hati adalah dosa. Tapi menjadi pengagum rahasia bukanlah dosa, karena takdir tak mempertautkan hati kita. Hanya hatiku yang tertaut padamu. Hatimu tidak.
Tidak ada orang di kantornya ini yang mengetahui bahwa Adis yang pendiam dan pemalu itu adalah Dilara Tsarina, penulis novel percintaan yang laris, yang buku-bukunya selalu membuat para pembaca, terutama yang perempuan, meleleh.
Susan Susanti yang bekerja di bagian keuangan kantor memiliki lima buku terakhir yang ditulis Dilara. Susan pernah menulis di wall Facebook Dilara bahwa dia penggemar beratnya dan selalu setia menunggu terbitnya buku baru karya Dilara.
Adis tersenyum-senyum sendiri, apalagi karena ia baru mendapat surat pemberitahuan dari Penerbit Pena Perak tentang royalti belasan juta rupiah yang didapatnya, dan akan terus
bertambah seiring dengan cetak ulang novel-novelnya. Adis mengulum senyum dengan hati berbunga apalagi bila membayangkan tokoh Kevin sang Pangeran Sempurna yang jadi andalan novelnya. Tokoh itu terinspirasi dari Kelvin, yang saat ini duduk tak jauh darinya.
" Kamu tidak ikut ke salon sekalian?" tiba-tiba Kelvin bertanya kepada Adis yang sedang asyik berkhayal.
" Eh& tidak. Aku punya salon langganan sendiri," jawab Adis kagok. Sebenarnya ia tidak terlalu suka melakukan perawatan rambut di salon. Creambath dilakukan di rumah. Sejak SMA pun ia tidak pernah mengganti model rambut, setia dengan model rambut lurus dibelah tengah.
" Oh, gitu ya. Kamu lagi banyak pekerjaan? Dari tadi ngetik terus?" tanya Kelvin lagi.
Adis mulai salah tingkah karena Kelvin menatapnya sambil memamerkan senyum maut. " Tidak. Aku hanya merapikan catatan permintaan klien. Sebentar lagi juga sudah mau pulang," ucap Adis. Lalu ia menyesali omongannya sendiri. Siapa yang tanya kamu mau pulang atau tidak? Duh, kenapa jadi salah tingkah begini sih? kata Adis dalam hati.
" Kelv, sudah dari tadi?" Tiba-tiba muncul Lika yang datang dari salon dengan rambut wangi. Lika tersenyum pada Adis, lalu mengerlingkan mata pada Kelvin yang juga tersenyum mesra.
" Baru lima belas menitlah," jawab Kelvin yang segera beranjak mengikuti Lika masuk ke ruangannya. Saat Kelvin akan menutup pintu ruangan dari dalam, Adis buru-buru berseru, " Lika, aku sebentar lagi pulang ya."
" Oke. Sampai besok, Dis," jawab Lika sambil mengangguk. Sudah pukul setengah enam sore. Karyawan yang lain sudah berhamburan pulang sejak pukul lima tadi. Kalau sedang tidak ada pekerjaan luar ruang, jam kantornya seperti kantor lain, pukul sembilan pagi hingga pukul lima sore. Tapi kalau sedang ada acara yang harus ditangani atau bertemu klien, rumus nine to five tidak berlaku.
Adis bergegas pulang. Jika di ruangan itu hanya ada Lika dan Kelvin, hanya ada tiga situasi yang bakal terjadi. Pertama, mereka ngobrol biasa. Kedua, mereka bertengkar. Ketiga, mereka bermesraan. Adis sudah hafal, karena ketiga situasi itu pernah tidak sengaja diketahuinya. Kalau bertengkar, Lika dan Kelvin keluar ruangan dengan muka masam dan saling diam. Dalam situasi yang lain, Adis pernah akan mengantar surat dan melihat sekilas ada bekas sapuan lipstik di dekat ujung bibir Kelvin yang sepertinya buru-buru atau tidak sempat terhapus karena mendengar bunyi pintu yang diketuk Adis.
Gadis Lembayung bukanlah perempuan jelek, aneh, gendut, atau apalah stereotipe perempuan-perempuan antik yang ada di sinetron. Ia juga bukan perempuan ekstrapintar yang sering digambarkan menggunakan kacamata dan sebentar-sebentar membetulkan letak kacamatanya. Ia juga jauh dari gambaran perempuan kejam yang kurang kerjaan dan mencari perhatian dengan menindas temanteman atau siapa pun yang lebih lemah.
Adis adalah nama panggilan Gadis Lembayung. Ia perempuan jelita berkulit kuning langsat, berambut hitam legam, lurus dengan panjang sepunggung. Penampilannya cukup fashionable walau tidak selalu mengikuti perkembangan dunia mode. Lahir dari keluarga kelas menengah yang tidak kaya-kaya amat, namun berkecukupan. Ia juga tidak genius, tapi cerdas, rajin, dan tidak pernah bermasalah dengan siapa pun seumur hidupnya. Masalah terbesar yang mengikutinya selama ini adalah sifatnya yang pemalu.
Sifat pemalunya itu membuatnya canggung berhadapan dengan orang yang baru dikenalnya. Dengan orang yang sudah lama dikenalnya, ia bisa bicara cukup banyak. Tapi dengan orang yang baru dikenal, kalau terpaksa harus bicara, dialog mereka lebih seperti wawancara ke narasumber. Adis tidak tahu mau memulai pembicaraan apa dan dari mana. Jadi lawan bicaranya pasti akan bertanya terus, hingga lebih seperti interogasi, bukan percakapan. Adis tidak punya sahabat, sejak kecil semua teman di sekolahnya hanya teman biasa. Teman main terbaiknya adalah Arjuna Purnama, adik tirinya yang lebih muda tiga belas tahun darinya.
Ara, panggilan Arjuna, adalah anak dari ayah kandung dan ibu tiri Adis. Ibu kandung Adis sudah meninggal ketika Adis kelas 5 SD karena gagal ginjal. Setahun kemudian ayahnya menikah lagi dengan Tante Bella, yang lalu Adis panggil Mama. Adis menyukai perkembangan ini. Setelah ibu kandungnya meninggal, Ayah sibuk bekerja dan Adis sering ditinggal di rumah dengan pembantu. Tante Bella perempuan yang baik dan meng
urusnya seperti anak kandungnya sendiri. Tidak pernah terjadi penyiksaan ibu tiri seperti yang sering dikisahkan atau ditakutkan orang-orang.
Segala perasaannya sejak ibunya meninggal, sempat hidup tanpa ibu, dan hadirnya Tante Bella, itulah awal mula Adis menulis. Ia mencurahkan segala perasaannya di sebuah buku tulis tebal yang berfungsi sebagai buku harian dan sering disembunyikannya di bawah bantal. Keberadaan Tante Bella mulai menceriakan rumah yang tadinya terasa sepi dan muram. Namun kebiasaan Adis menulis tidak dapat dihilangkan.
Setelah Ara lahir, rumah menjadi lebih semarak. Makanya Adis sayang sekali pada adik tirinya itu. Bagi Adis, Ara bagaikan boneka hidup. Adis duduk di kelas 2 SMP ketika Ara lahir. Ia membantu Mama mengajak bermain Ara, menemani Ara tidur, mengajak Ara main air di kamar mandi, menjadikan Ara pelanggan restorannya bila Adis sedang kangen main masak-masakan. Dia juga mengajari Ara membaca serta menulis. Adis bersikap seolah-olah ia menjadi guru dan Ara muridnya. Bila di sekolah ia mendapat PR, di rumah Adis memberi PR kepada Ara. PRnya bisa mewarnai, menggambar, menulis apa saja, dan menghitung yang mudah-mudah. Jika pulang sekolah, Adis akan mengecek PR yang diberikannya kepada Ara.
Tapi sekarang Ara sudah lima belas tahun. Sudah kelas 1 SMA. Keduanya sudah jarang pergi bersama karena kesibukan masing-masing. Saat akhir pekan, Ara sibuk bergaul dengan teman-teman sekolahnya ke mal atau main futsal. Sedangkan Adis sering kali bekerja karena harus menemani bosnya meng
awasi pekerjaannya sebagai pemilik wedding organizer The Golden Ring. Ia malah libur di hari Senin dan kadang hari lain. Selesai acara pernikahan klien, bosnya akan berasyik-masyuk dan berdugem ria dengan Kelvin. Sedangkan Adis buru-buru pulang naik taksi dan langsung tidur.
Sebenarnya waktu SMA ada juga teman sekolah yang naksir Adis, tapi karena tidak ada respons apa-apa darinya, teman cowoknya itu mundur teratur. Adis ingat temannya itu, Diego namanya. Bila anak perempuan lain didekati, biasanya jadi cari perhatian dan kecentilan, tapi Adis malah semakin membisu dan menunduk dalam-dalam kalau berpapasan dengan Diego. Terakhir Adis melihat akun Facebook Diego, dia sudah menikah dan punya seorang bayi perempuan.
Di SMA itu pula Adis mendapat julukan " Lem" dan " Gayung" , pelesetan dari nama belakangnya, Lembayung, yang dipopulerkan oleh Jason Anthony, teman sekelasnya yang populer, keren, cuek, agak nakal, dan sering bertindak semaunya sendiri. Meski begitu, teman-teman perempuan di sekolahnya banyak yang menyukai Jason. Adis sendiri hanya tersenyum tipis lalu kembali menunduk bila Jason mulai usil memanggil-manggilnya dengan julukan itu. Ia malas berurusan dengan Jason karena khawatir ada tambahan-tambahan julukan yang diberikan untuknya, walau dalam hati ia mengakui Jason memang keren.
Jason tidak begitu suka olahraga, tapi dia suka sekali jalanjalan. Sering kali teman-teman perempuan di SMA itu rela mengikuti perjalanan Jason dan gengnya ke daerah-daerah liburan yang sering kali dianggap tidak keren, demi bisa mendekati
Jason. Kalau orang biasanya heboh dan pamer liburan ke Bandung, Yogyakarta, Bali, dan Lombok, atau malah ke luar negeri, Jason justru mengajak pergi ke Cirebon, Cibereum, Garut, Ujung Kulon, dan Pekalongan. Namanya saja orang keren, selalu ada pengikutnya ke mana pun dia pergi. Adis sebetulnya tahu Jason selalu mau mengajak siapa saja yang mau pergi bersamanya (bayar sendiri-sendiri). Tidak pernah ia memilih-milih siapa yang boleh atau tidak boleh ikut bertualang bersamanya. Ingin rasanya ikut, tapi Adis mengurungkan niatnya karena takut diledek Jason selama perjalanan. Selain itu, Adis takut bakal jadi kambing congek selama perjalanan.
Lulus SMA, Adis mengambil kuliah administrasi niaga (dengan harapan kuliahnya hanya hitung-hitungan dan tidak banyak berinteraksi dengan orang selain diktat dan angka). Ia menyibukkan diri dengan kursus bahasa Inggris dan mengetik naskah cerita fiksi, seperti cerita pendek dan cerita bersambung untuk dikirimkan ke majalah-majalah anak, remaja, dan perempuan dewasa. Di kursus bahasa Inggris semua nilainya A dan B, kecuali conversation yang hanya mendapat C.
Sekarang Adis berkantor di Cikini, Jakarta. Kantornya berupa ruko, tapi tampak luar terlihat begitu girly dengan cat gedung berwarna merah muda dan kaca depan bertirai renda dengan warna peach. Bagaikan rumah boneka. Bagian dalam kantornya juga bersuasana rumahan. Di lantai satu ada ruang tunggu, dapur kering yang serba-merah muda, dan ruang kecil untuk menerima klien. Lantai dua tempat semua karyawan bekerja, termasuk Adis
dan bosnya. Lantai tiga dijadikan gudang segala macam barang milik kantor.
Adis adalah sekretaris sekaligus asisten Angelika Brianna, pemilik wedding organizer ini. Tugas Adis adalah ikut rapat bersama Lika yang cantik dan pandai bergaul, bertemu klien yang kebanyakan berasal dari kalangan atas, mendengar dan mencatat semua permintaan klien lengkap dengan catatan saransaran dari Lika. Adis pula yang membuatkan jadwal harian untuk Lika, apa saja yang harus dikerjakan, pergi ke mana, bertemu siapa. Bagi Adis itu pekerjaan yang menyenangkan daripada harus berbicara dengan klien terus-menerus seperti yang dilakukan Lika dengan penuh keceriaan dan kehangatan.
Lika sendiri senang bekerja dengan Adis yang selalu teliti, rapi, tepat waktu, dan teratur. Bahkan Adis juga yang menyesuaikan jadwal bertemu Lika dan Kelvin supaya tidak bentrok dengan pekerjaan. Bila sedang musim orang menikah, kantornya bisa sampai kebanjiran order mengorganisir berbagai pernikahan. Kadang mereka juga menerima klien yang ingin mengadakan baby shower. Biasanya klien pernikahan yang puas pada hasil kerja mereka akan meminta untuk dibantu mengadakan baby shower juga. Lalu kadang, karena sudah kenal, minta dibantu dibuatkan pesta ulang tahun anaknya. Ada juga klien yang meminta pesta ulang tahun perak atau emas untuk orangtuanya. Jika sedang sepi order, Adis memanfaatkan benar waktunya untuk diam-diam mengetik. Bukan mengetik pekerjaan, tapi mengetik kisah fiksi. ***
Malam hari, seperti biasa di kamarnya, Adis mulai mengetik lagi. Setiap ada karakter tokoh pria yang baik dan menawan, ia pasti membayangkan Kelvin. Sebetulnya Adis menyadari betapa parah ketidakmampuannya bergaul dan berkomunikasi dengan orang banyak apalagi orang baru. Itulah sebabnya ia tidak pernah punya pacar. Padahal jauh di dalam hatinya, Adis sangat ingin mencintai dan dicintai seorang pria dengan kisah cinta yang indah dan akhir bahagia seperti novel-novel yang ditulisnya.
Iseng, di sela-sela mengetik, biasanya Adis mengecek Facebook-nya yang statis. Tidak ada yang menarik di dinding Facebook-nya. Hal yang paling disukainya adalah membuka album foto yang diberinya judul standar: TEMAN KANTOR. Di dalam foto-foto di album itu ada sosok pria yang bolak-balik dipandanginya. Sosok pria yang menginspirasinya membangun karakter tokoh Kevin. Siapa lagi kalau bukan Kelvin yang terlihat begitu percaya diri dengan tebaran senyum yang memamerkan gigi-gigi putihnya di setiap foto? Sempurna!
Sambil memandangi Kelvin, Adis akan berkhayal bisa berpacaran dengannya. Apalagi dalam keseharian yang dilihatnya, Kelvin merupakan sosok yang ramah dan tidak sok, walau Adis hanya bawahan Lika. Tapi seringnya khayalannya buyar bila ia melihat perempuan yang berdiri di samping pria itu. Sungguh tidak mungkin bersaing dengan perempuan yang dirangkul atau dipeluk dari belakang oleh pria keren itu dalam foto-foto tersebut karena perempuan itu bosnya! Lika! Hanya perempuan sinting yang memaksa diri bersaing dengan bos untuk memperebutkan seorang pria. Sampai detik ini, sepengetahuan Adis, ia tidak
pernah mendengar ada asisten atau sekretaris yang sukses merebut kekasih bos perempuannya. Yang sering ia dengar adalah sekretaris berselingkuh dengan bos prianya.
Adis juga sudah terbiasa menjadi pengagum rahasia seorang pria. Cowok-cowok teman sekolah yang dalam hati agak disukainya atau bertingkah laku unik, sejak bangku SMP dan SMA diadaptasikan wujudnya dalam kisah-kisah cinta fiksinya yang digemari banyak orang. Meski piawai menulis kisah cinta rekaan yang sukses mengharu biru pembaca, lengkap dengan adegan pelukan dan ciuman, Adis sendiri belum pernah berciuman bibir hingga sekarang, umur 28 tahun. Kadang perempuan yang menyukai warna burgundy ini iri pada tokoh-tokoh ciptaannya yang hidup kasmaran dan hampir selalu happy ending.
Mau bagaimana lagi? Jika tidak ada orang yang melirikku, terpaksa sementara ini aku hanya bisa mengagumi Kelvin Armadio. Nanti kalau dia jadi menikah dengan bosku, terpaksa aku harus cari pria lain yang bakal kukagumi diam-diam. Sampai ada pria yang tepat untukku yang bisa " melihatku" atau aku yang " menemukannya" . Aku ingin kisah cintaku tidak ada air mata, berjalan mulus dan happy ending, katanya membatin.
Mata Adis agak mendelik ketika melihat layar laptop. Ada undangan acara di Facebook-nya. Ternyata undangan reuni SMA dan banyak teman SMA-nya yang sudah menyatakan hadir. Undangan dipublikasikan jauh-jauh hari supaya alumni angkatannya bisa meluangkan waktu. Adis ingin hadir, tapi dia bimbang. Pasti banyak temannya yang datang menggandeng kekasih,
mengajak pasangan dan anak, sedangkan dia masih lajang dan tidak populer. Tapi melihat komentar-komentar dari temantemannya yang menyatakan bisa datang, Adis meyakinkan diri mengklik pilihan " I m Going" . Artinya, dia akan hadir di reuni.
Lalu Adis juga mengecek Facebook Dilara Tsarina. Berbagai komentar muncul mengomentari statusnya tadi sore. Ada yang bilang, " Wah, Kak Dilara pasti orangnya romantis banget ya." Semua komentar selalu ditanggapi Adis. Hanya ada satu pertanyaan yang tidak akan dijawab Dilara, yaitu, " Dilara ini nama asli atau bukan? Kakak tampilkan foto Kakak dong!" Biasanya Adis hanya akan menjawab dengan simbol smile.
Adis lalu beralih membuka Twitter Dilara yang memiliki 587.539 followers. Dirinya sendiri sengaja tidak membuat akun Twitter karena sudah pesimistis duluan tidak bakal ada yang mau menjadi follower. Ia menulis tweet-nya, " Belahan jiwaku, kamu di mana? Bisakah kamu menemukanku dalam diamku? Mungkinkah kamu melihatku di antara banyaknya bunga yang bermekaran?"
Tweet bernada cinta seperti ini banyak disukai dan di-retweet oleh pengikut Dilara. Sampai sekarang Adis juga tidak mengerti kenapa ia bisa menulis banyak hal indah, berlembar-lembar kisah percintaan yang begitu membuat hati berdesir, tapi susah sekali bila harus berbicara panjang lebar dengan orang lain. Bahkan jika pergi naik angkutan umum, menunggu di bioskop, ia menghindari percakapan dengan orang baru dengan cara memakai earphone yang kadang tidak ada lagunya. Hanya untuk mencegah supaya orang tidak bertanya padanya.
Kalau naik bajaj, Adis juga tidak pernah menawar karena malas berdebat dengan si sopir bajaj. Lagi pula bagi Adis, para sopir bajaj itu hanya melebihkan harga dua hingga lima ribu dan tidak akan jadi kaya raya karenanya, dan Adis sendiri tidak merasa bakal jatuh miskin karena tidak menawar bajaj. Adis juga lebih suka belanja di tempat yang harganya sudah pasti, jadi tidak usah tawar-menawar segala.
Adis melanjutkan ketikannya. Ia asyik mengetik hingga pukul setengah sebelas malam, lalu memutuskan untuk tidur. Bagai anak ABG yang sedang jatuh cinta, Adis berkhayal tentang Kelvin. Jalan-jalan di pinggir pantai berpasir putih dengan kaki yang basah terkena debur ombak, bergandengan tangan dengan Kelvin& mimpi indah!
UDAH ada sepasang klien yang menunggu di lantai satu. Bersama Lika, Adis bersiap menemui mereka. Adis hanya tahu nama kliennya Viora Berlianti. Ternyata Viora datang bersama calon suaminya. Dari kejauhan Adis tidak begitu memperhatikan si klien pria. Hanya dalam hati dengan sekilas pandang Adis menyadari pria itu menawan dan gagah.
" Maaf& kamu Lem, kan? Gayung?" Itu kalimat yang meluncur dari mulut si pria begitu melihat dan berjabatan tangan dengan Adis. Sejak Adis muncul bersama Lika, pria itu langsung mengubek-ubek memori otaknya. Karena wajah Adis yang tidak banyak berubah, pria itu langsung menerkanya.
Adis terkejut setengah mati. Bukan hanya malu, ia menatap lekat-lekat pria di depannya. Astaga, Jason Anthony! Jadi dia
yang mau menikah? Sambil menenangkan diri Adis katanya, " Kamu? Jason Anthony, ya?"
" Iya, betul. Jason. Wah, tidak nyangka bisa ketemu kamu di sini," Jason tersenyum lebar.
Adis tidak tahu mau menjawab apa selain tersenyum dan berharap Jason tidak menyebut dan membahas soal " lem" dan " gayung" di depan Lika.
" Kamu kerja di sini, Lem, eh, Gadis, Gadis Lembayung, kan ya?" tanya Jason masih dengan tersenyum sambil meralat-ralat perkataannya.
" Adis," Adis mengoreksi, " Iya, aku kerja di sini. Sekretarisnya Mbak Lika." Adis sengaja memanggil Lika dengan Mbak bila ada klien.
" Oh, sudah kenal ya?" Lika ikutan nimbrung sambil mempersilakan duduk.
" Teman SMA," Jason yang menjawab dengan girang seolaholah bahagia menemukan kembali keisengannya di masa remaja.
" Tadi lem dan gayung maksudnya apa?" tanya Viora kepada Jason. Adis menunduk, pura-pura tidak mendengar dan menyiapkan halaman buku untuk ditulis.
" Oh, itu panggilan kesayangannya waktu SMA, iya kan?" canda Jason yang sama sekali tidak menyangka bakal bertemu dengan teman SMA di sana, apalagi teman SMA itulah yang bakal mempersiapkan pernikahannya.
" Iya," jawab Adis singkat, berharap pembahasan tentang lem dan gayung segera berakhir. Panggilan kesayangan apanyaBikin malu! rutuk Adis. Tapi kok Jason masih hafal namaku? Sebegitu memalukannya sampai-sampai terekam dengan baik di otak isengnya!
" Kamu yang memberikan julukan itu?" tanya Viora penasaran. Dia menjadi tidak enak hati pada Adis karena ulah calon suaminya di masa lalu.
" Iya, tapi itu kan hanya bercanda. Tidak ada maksud apa-apa. Iya kan, Gay& Dis?" Jason bertanya lagi ke Adis masih dengan senyum lebar.
" Iya, tidak apa-apa. Dia hanya bercanda. Jadi bagaimana, bisa dimulai? Silakan, Mbak Lika," Adis langsung memutuskan menghentikan percakapan tentang masa SMA-nya yang sama sekali tidak perlu dikenang.
" Oh iya, bisa," jawab Viora semangat. Perempuan cantik itu kian bersemangat ketika Lika meminta deskripsi konsep pernikahan yang diinginkannya. Tanpa bertanya lagi pada Jason, Viora langsung menjelaskan panjang lebar pesta pernikahan impiannya. Sementara Jason yang tadinya ceria karena sempat bernostalgia kini hanya diam, mendengarkan, mengiyakan lalu sibuk mengutak-atik iPhone.
Viora menginginkan pernikahan di grand ballroom sebuah hotel bintang lima dengan tema dongeng. Ia ingin berpenampilan persis seperti Cinderella yang ada dalam buku dongeng, lengkap dengan replika labu oranye raksasa yang bisa untuk berfoto para tamu dan anak-anak yang datang. Di dekat labu yang dalam cerita dongeng itu jadi kereta kencana Cinderella, akan ada dua pria yang pura-puranya bakal menjadi kusir dan memakai busana
dan wig ikal putih bagai kusir kereta kencana kerajaan-kerajaan Eropa zaman dulu.
Membayangkan Viora jadi Cinderella sangat gampang karena dia memang cantik. Bila berpakaian seperti pangeran pun Jason sangat pantas. Viora berkhayal Jason memakai baju seperti ketika Pangeran William menikah dengan Kate Middleton. Beruntung keduanya pasangan cantik dan tampan, jadi tak akan sulit bila ingin terlihat seperti pasangan Kerajaan Inggris itu. " Saya rasa ini ide yang menarik," puji Lika.
Wajah Viora terlihat bangga dipuji demikian. " Pernah ada yang buat pesta pernikahan dengan tema ini tidak, Mbak?"
" Belum pernah. Kalau dari cerita dongeng, kami pernah membuat tema lautan, pengantinnya menjadi putri duyung dan pangeran, lalu ada yang menjadi Neptunus, pengiring pengantinnya juga semua jadi putri duyung, tapi dibedakan warnanya dengan pengantin," cerita Lika.
" Jadi ide ini tidak kekanakan kan, Mbak?" tanya Viora sambil melirik Jason yang terlihat hanya mendengarkan sambil lalu. Melihat gestur Viora seperti itu, Adis menduga mungkin sebelum dmengunjungi mereka telah ada pembicaraan di antara keduanya tentang tema pernikahan dan Jason mengatakan ide dan impian Viora kekanakan.
Lika juga melihat situasi yang sama. Ia tersenyum dan menjawab diplomatis, " Kalau kenakan atau tidak, itu kan relatif. Namanya juga pernikahan sekali seumur hidup, tentu kita ingin sesuatu yang berbeda dan berkesan."
Viora makin yakin dengan keputusannya. Perempuan cantik
berhidung bangir itu tanpa ragu lagi menceritakan impiannya. Rencananya bakal ada barisan pengiring pengantin yang terdiri atas saudara dan sahabatnya dalam baju para putri di cerita-cerita dongeng ternama. Ada yang jadi Putri Yasmin, Putri Aurora, Putri Salju alias Snow White, dan Tinkerbell. Ia juga menginginkan latar dekorasi pelaminan berbentuk kastil Eropa. Kue pengantinnya berbentuk kastil plus pohon buatan dengan aneka buah segar di sekelilingnya yang bisa diambil sesukanya oleh tetamu. Jadi seperti pohon buah ajaib.
Segala detail pernikahan yang disampaikan Viora ditulis dengan cepat oleh Adis. Sementara Lika mendengarkan dengan saksama dan menambahi ini-itu. Selama itu pula Adis sekejap mengamati Jason yang terkesan tidak peduli dan menyerahkan semua pada kekasihnya. Namun ternyata, tidak semuanya. Begitu Lika bertanya tentang suvenir pesta yang akan diberikan pada tamu, Jason mulai menyimak.
" Kalau suvenir, saya inginnya replika sepatu kaca mini. Tahu tidak, Mbak, bisa bikinnya di mana?" tanya Viora ceria.
" Apa tidak sebaiknya memberi suvenir itu yang berguna bagi tamu yang datang? Notes misalnya. Replika sepatu kaca mini buat apa?" sela Jason.
" Buat dipajang," jawab Viora polos.
" Ada tidak alternatif suvenir yang lain? " tanya Jason ke Lika dan Adis, mengabaikan jawaban Viora barusan.
" Ada banyak pilihan& ," Lika baru mau menjelaskan. " Tapi bentuknya harus sepatu kaca. Kan Cinderella identik
dengan sepatu kaca," potong Viora tak mau kalah. Jason terlihat tidak suka.
" Mungkin tidak harus bentuk sepatu. Bisa saja kompromi dengan Jason, misalnya notes yang cover-nya sepatu kaca, tapi kita bikin cover yang benar-benar eksklusif," Lika menengahi.
" Memangnya masih ada orang nulis pakai notes? Bukannya sekarang orang menulis menggunakan laptop, iPad, atau tablet?" tanya Viora sambil meremas tali tas kanvas Paris Hilton-nya, tanda ia tak suka dengan " perlawanan" Jason.
" Itu& Kamu tidak lihat Adis menulis di mana?" Jason menunjuk ke arah Adis yang memegang bolpoin dan sedari tadi menulis di atas buku notes yang bagus. Viora hanya melirik ke notes Adis, seolah tidak senang Jason " memenangi" percakapan.
" Eh& saya kadang pakai notes, kadang pakai gadget, tergantung situasi dan mood saja," Adis berusaha menetralisir suasana karena dia yang jadi sorotan.
" Tapi terus sepatu kaca Cinderella dipakai di bagian mana pernikahan kita?" Viora merajuk.
Tampak jelas malas berpikir dan ribut berkepanjangan, Jason menjawab dengan cuek, " Ya sudahlah, terserah saja."
Suasana jadi hening sejenak karena pertentangan urusan suvenir kawinan itu. Lalu Lika berujar, " Baiklah, nanti kita bahas sambil jalan urusan suvenir ini. Siapa tahu ada alternatif ide lain. Yang penting kami memesan gedung dulu. Itu yang utama."
" Kalau untuk baju pengantin dan baju Cinderella saya urus sendiri ya, Mbak. Saya sudah punya desainernya. Yang penting gedung dan isinya, memesan hotel untuk saudara-saudara yang
dari luar Jakarta, dan perintilan-perintilan lainnya. Oh ya, Mbak, tambahan lagi, saya maunya buket mawar merah semua," kata Viora lagi.
Setelah semua keinginan Viora diutarakan pada Lika dan Adis, dan administrasi diurus, pasangan itu pamit pulang. Lika dan Adis mengantar ke depan kantor.
" Adis, kamu datang ke reuni?" tanya Jason di depan pintu saat akan keluar.
" Datang kayaknya. Tapi nanti lihat dulu, banyak pekerjaan atau tidak," jawab Adis tidak yakin.
" Datang dong. Pasti seru ketemu teman-teman lama. Oke?" kata Jason lagi. Adis tidak mengiyakan dan tersenyum saja. Lalu Jason dan Viora pamitan pergi meninggalkan kantor The Golden Ring.
Memang lebih mudah bagi Jason mengatakan seru bersua lagi dengan teman-teman SMA. Ia terkenal di angkatannya, bahkan di angkatan bawah dan atasnya. Banyak yang kangen untuk bertemu dan bercanda lagi dengannya. Namun bagi Adis, kalau masih ada yang mengenalinya saja sudah bagus sekali. Pernah dia meng-add teman SMA di Facebook, seangkatan tapi beda kelas, kelasnya bersebelahan, tapi teman yang di-add itu malah bertanya, " Maaf, ini siapa ya?"
Membaca pertanyaan itu tadinya Adis ingin membatalkan permintaan pertemanan itu, tapi lalu dia memilih menjelaskan tentang dirinya walau dia tidak yakin dan Diva---teman yang di-add itu mengenalinya. Lalu Diva menjawab penjelasannya
dengan basa-basi, " Wah, maaf ya& efek umur nih, kok sampai lupa ya."
Akibat bertemu Jason, malamnya Adis langsung mengecek Facebook. Ternyata Jason belum ada dalam daftar teman Facebook-nya. Adis melihat akun Jason. Jumlah temannya saja sudah mencapai 2.371, padahal dia bukan orang terkenal. Adis bimbang mau meng-add Jason atau tidak. Ada sedikit rasa gengsi, tapi lalu dia memutuskan untuk meng-add Jason. Asal tahu saja, Dilara Tsarina tidak pernah meng-add teman, hanya mengconfirm permintaan pertemanan. Sedangkan Adis hampir selalu meng-add duluan kalau mau jumlah teman Facebook-nya bertambah.
Tidak sampai dua menit, muncul notifikasi bahwa Jason Anthony telah meng-approve dan menjadi teman Facebook Adis. Cepat sekali responsnya, batin Adis. Setelah disetujui pertemanannya oleh Jason, Adis bisa dengan leluasa melihat isi akun Jason dan koleksi foto-fotonya. Isi album fotonya kebanyakan berjudul nama daerah atau negara yang didatanginya. Walaupun penampilannya cuek, Jason tidak bisa menyembunyikan kegantengannya di semua foto yang ada dirinya.
Di album foto yang berjudul Banda Neira, Jason terlihat keren dengan rambut gondrong hampir sebahu dan dikucir ke belakang sekadarnya. Dagu biru kehitaman, muncul titik-titik rambut yang baru tumbuh di dagunya. Hanya mengenakan celana warna khaki
selutut dengan kaus dan membawa ransel besar. Adis senang melihat foto Jason yang berantakan itu. Namun di semua foto petualangan itu tidak terlihat sosok Viora.
Foto dengan Viora kebanyakan di-tag dari Facebook Viora. Tidak ada tanggapan berlebihan dan tidak ada juga foto-foto mesra, paling-paling hanya merangkul. Pasangan yang aneh, padahal nanti pesta pernikahan mereka rencananya dibikin berdasarkan dongeng cinta yang fenomenal, ucap Adis dalam hati. Selagi Adis melihat-lihat foto-foto Jason, ada notifikasi pesan di Facebook-nya. Ternyata dari Jason.
" Hai, Dis. Aku tidak bakal panggil lem atau gayung lagi. Janji. Mumpung ketemu di FB ini, aku ingin minta tolong. Tadi permintaan Viora yang suvenir sepatu kaca bisa tidak diganti? Bilang saja tidak tahu tempat bikinnya. Aku tidak senang dan terpaksa mengiyakan. Tidak ada gunanya barang itu. Maaf merepotkan. Terima kasih, Dis."
Adis tidak langsung membalas pesan dari Jason yang tanpa basa-basi itu. Dia berencana menanyakan dulu ke Lika. Tapi lalu Adis menjawab normatif saja,
" Jason, lebih baik kamu bicarakan lagi dengan Viora. Aku, kantorku, tidak mungkin berbohong bilang tidak tahu tempat bikinnya. Atau mungkin solusinya kalian bisa membuat dua suvenir. Jadi, satu replika sepatu kaca mini dan satu lagi suvenir pilihan kamu. Nanti terserah tamunya mau pilih yang mana. Kami pernah punya klien yang memberikan alternatif suvenir
untuk tamu, jadi tidak satu macam saja. Itu saranku supaya kalian berdua sama-sama senang dan tidak ada yang mengalah."
Adis menanti jawaban dari Jason sambil membaca-baca situs berita online. Gosip-gosip artis yang tidak penting hingga beritaberita politik dan perang yang memusingkan kepala dibacanya.
Ternyata balasan dari Jason cepat datangnya.
" Ide bagus. Terima kasih, Dis. Nanti kupikirkan lagi mau bikin suvenir apa."
Sambil memainkan ujung rambutnya, Adis tersenyum. Ternyata Jason sudah tidak sesinting waktu SMA. Semoga dia benar-benar menepati janjinya tidak akan memanggilku lem dan gayung lagi di depan umum atau di mana pun, batin Adis. Dan setelah kupikir-pikir, kalau dilihat-lihat, dia lebih ganteng daripada waktu SMA dulu. Adis tersipu-sipu karena pikirannya barusan.
Nasib& nasib& setelah selama ini mengagumi tunangan bosku secara rahasia, nah, sekarang memuji-muji kegantengan teman SMA yang mau menikah. Kenapa tidak ada lajang atau jomblo yang muncul dalam radarku? Ah, sudahlah, buat apa aku bersedih? Percuma saja, bersedih tidak akan menyelesaikan masalahku.
Adis lalu merebahkan diri di tempat tidur. Ingin segera tidur
tapi di khayalannya malah muncul Kelvin yang tampan, rapi, dan wangi, lalu muncul juga Jason di foto tadi yang berantakan tapi ganteng. Nasib lajang, bisanya memang berkhayal saja dulu.
Kebahagiaan terpancar di mata Adis. Paling tidak satu kali dalam satu minggu dia pergi ke toko buku yang berbeda-beda lokasinya. Dan di semua toko buku itu novel-novel karya Dilara Tsarina selalu berada di rak buku Best Seller atau Buku Laris. Biasanya ia selalu memotret rak yang memajang buku-bukunya itu lalu mengunggah ke akun media sosial Dilara supaya semua penggemarnya tahu bahwa novel-novelnya termasuk buku laris.
Sambil memandangi buku-buku karyanya dengan bangga, Adis sering kali pura-pura membaca buku dari buku sample yang plastik pembungkusnya sudah terbuka dan agak lecek karena sudah dibaca. Lalu ia mendengarkan anak kuliahan, ABG, atau siapa saja yang sedang ngobrol di dekat " raknya" . Kadang Adis mendengar pembacanya itu bercerita kepada temannya bahwa dia sudah memiliki semua buku Dilara. Ingin rasanya Adis mengucapkan terima kasih banyak telah membeli bukubukunya. Tapi tidak mungkin, kanMinggu ini Adis memutuskan masuk ke toko buku di kawasan Matraman. Dia sedang pura-pura membaca bukunya yang berjudul Belenggu Cintamu, ketika bahu kanannya ditepuk dari
belakang. Adis sontak menoleh dan langsung salah tingkah setelah melihat siapa yang menepuk bahunya.
" Hai, ketemu lagi!" sapa Jason dengan ceria.
" Eh& Jason& ," Adis hanya bisa berucap singkat mengendalikan kegugupannya.
" Baca buku apa?" tanya Jason sambil berusaha melihat cover buku yang dipegang Adis.
" Ini& " Adis menunjukkan cover buku yang dipegang tapi dengan perasaan malu, bukan bangga.
" Ya ampun& tidak ada buku lain apa? Sama saja, Viora juga senangnya buku-buku kayak begini," komentar Jason lugas dengan nada agak-agak merendahkan.
" Maksudnya buku-buku kayak begini?" Adis memberanikan diri bertanya berhubung buku-buku yang " dilecehkan" Jason adalah karyanya!
" Novel-novel percintaan yang tidak penting. Apa sih perlunya membaca cinta-cintaan kayak begitu? Hanya buang-buang waktu, tidak nambah wawasan juga. Kalau cinta di medan peperangan, masih ada bagusnyalah," jawab Jason mengutarakan pendapatnya tanpa tahu ia telah menyinggung penulis aslinya.
" Tapi& tidak ada salahnya kan nulis& eh, membaca tentang cinta," balas Adis pelan walau sebenarnya dia enggan berdebat dengan Jason.
" Kamu benar, tidak ada salahnya. Tapi sekali lagi, hanya buang-buang waktu. Cinta itu omong kosong. Cinta tidak bisa mengubah dunia. Uang yang bisa," ujar Jason dingin. Adis tidak lagi membalas omongan Jason. Dasar kamu pria
tak punya hati, batinnya. Aneh. Kalau cinta itu omong kosong, buat apa dia merencanakan menikah dengan Viora? Terserah dia sajalah, yang penting aku harus segera menghindar darinya.
Baru saja Adis berencana pamitan, ingin kabur dari Jason karena tidak tahu lagi mau bicara apa dengannya. Jason malah mengajak nongkrong, " Dis, makan donat di bawah, yuk. Atau mau beli buku cinta-cintaan ini dulu?"
Ha? Makan donat hanya berdua dengan dia? Gawat! " Tapi aku mau..." Adis belum menyelesaikan kalimat penolakannya.
" Mau cari buku lagi? Mau pulang sekarang? Buat apa? Jalanan masih macet. Ngobrol dulu saja denganku," Jason mengulangi ajakannya.
" Iya, mau cari majalah," Adis buru-buru menjawab. " Oke, setelah itu makan donat," kata Jason lagi dengan nada seperti meminta sekaligus memaksa. Mau tidak mau Adis menuju rak majalah. Jason berjalan di sampingnya sambil membawa tas belanja. Adis pura-pura melihat deretan majalah dan memilih majalah wisata. Ia ingin membeli majalah perempuan tapi takut dikomentari lagi. Kalau majalah wisata, Adis yakin tidak akan dikomentari karena ia ingat betul kesukaan Jason bertualang, traveling&
" Sini, jadi satu dengan belanjaanku," Jason membuka tas belanja milik toko buku yang ditentengnya dari tadi. " Tidak usah, aku bawa sendiri saja," elak Adis. " Sudah& sekalian saja. Hitung-hitung ini sebagai permintaan maafku karena memanggil kamu lem dan gayung& dulu," kata Jason tersenyum sambil mengambil majalah di tangan Adis dan
memasukkannya ke tas belanja. Adis diam saja. Pasrah. Lalu mereka bersama-sama ke kasir.
Di meja kasir Adis melihat buku-buku belanjaan Jason, buku biografi, buku kisah perjalanan, dan dua buku masak. Yang satu tentang dessert dan yang satunya lagi tentang makanan serbatahu-tempe. Tanpa sadar Adis mengernyit.
Oh, ada lagi hobinya selain bertualang, jalan-jalan& ternyata dia hobi masak juga, komentar Adis dalam hati.
Seolah tahu apa yang ada di pikiran Adis, Jason langsung menjelaskan, " Ini buku masak titipan Viora. Katanya dia mau belajar masak supaya nanti kalau sudah menikah bisa memasak buatku paling tidak satu kali seminggu."
" Oh, gitu& ," gumam Adis tanpa melihat mata Jason. Masalahnya kalau sedang berbicara, Jason selalu menatap lekat-lekat mata lawan bicaranya dan Adis jadi salah tingkah menghadapi sorot matanya yang tajam.
" Kamu bisa masak?" tanya Jason sambil menyerahkan tiga lembar uang seratus ribuan ke kasir.
" Bisa sedikit. Yang gampang dan hanya untuk keluargaku," jawab Adis singkat.
Keduanya berjalan turun menuju kedai donat di lantai bawah toko buku. Dalam hati Adis merasa tidak tenang karena bakal makan berdua saja dengan seorang pria. Hal yang tidak pernah dilakukannya. Dengan rekan pria di kantor pun ia tidak pernah makan berdua, selalu beramai-ramai. Pria yang pernah menemaninya makan hanya papanya dan Ara.
Bagaimana kalau nanti Viora muncul dan menuduh yang
bukan-bukan? Bagaimana bila nanti setelah makan donat lalu Jason menganggap Adis cewek kaku, membosankan, tidak asyik, lalu menyebarluaskannya saat reuni? Apa sebaiknya Adis pulang sajaMeski ragu, Adis tetap tak bisa menolak apalagi kabur ketika Jason membukakan pintu kedai donat itu. Ia sudah mencari-cari alasan untuk kabur tapi tidak ketemu juga. Keduanya masuk dan segera memesan donat. Lagi-lagi Adis pasrah saja ketika Jason memintanya mencari tempat duduk dan dia membayar pesanan donat dan minuman.
" Jadi, kamu sudah lama bekerja di wedding organizer itu?" tanya Jason sambil mulai memakan donat cokelatnya. " Sudah lima tahunan," jawab Adis pelan.
" Kalau kliennya minta aneh-aneh, kalian tidak pusing?" tanya Jason lagi.
" Tidak. Kan sudah pekerjaan kami dan mereka sudah bayar mahal," jawab Adis lagi.
" Kamu sendiri sudah berkeluarga?"
" Belum," Adis mulai panik karena " acara interogasi" dimulai. Dia tidak tahu mau balas bertanya apa ke Jason. Apalagi pertanyaannya sudah mulai menyinggung-nyinggung masalah keluarga.
" Oh, kena sindrom cewek metropolis ya& ," ucap Jason. " Maksudnya?" Adis memberanikan diri bertanya. " Sindrom kalau sudah asyik berkarier lupa berkeluarga," jawab Jason sambil menyeruput kopi susunya. Adis tidak menja
wab, hanya mengunyah donat sambil membuka plastik pembungkus majalah.
Bukan lupa berkeluarga, tapi tidak punya pacar! Seandainya aku bisa menjawab selugas itu, kata Adis dalam hati.
Ijinkan Aku Mencintaimu Karya Esi Lahur di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
" Punya pacar, kan?" tanya Jason lagi. Adis merasa saat itu mukanya agak memerah karena malu.
" Belum," jawab Adis pelan dan mengeluh dalam hati. Buat apa kamu tanya-tanya!
Jason menyeruput lagi kopi susunya. Aneh banget cewek ini. Cantik, pintar, kelihatannya baik, tapi tidak punya pacar. Lalu tiba-tiba Jason tertawa geli. Adis menatap ke arahnya dengan heran.
" Kenapa sih kamu?"
" Dis! Kamu sadar nggak, aku dari tadi tanya terus ke kamu. Rasanya seperti dokter dan pasien," Jason masih tertawa geli. Kali ini Adis benar-benar malu. Tapi tidak bisa membalas omongan Jason dan hanya bisa mengunyah donat dengan keki.
" Adis, tanya dong ke aku," tantang Jason. " Tanya apa saja pasti kujawab. Anggap saja aku pasien rumah sakit jiwa." Jason tertawa lagi. Dia betul-betul heran dan geli ketika menyadari betapa diamnya Adis.
" Tanya apa? Aku nanti dikira mau tahu urusan orang," ujar Adis.
" Tidak. Aku tidak bakal berpikiran begitu. Tanya apa saja, akan kujawab!" tantang Jason yakin.
" Kamu suka konsep pernikahan yang dibuat Viora?" Entah dari mana keberanian itu datang, tiba-tiba saja pertanyaan itu
terlantar dari mulut Adis. Bahkan Adis kaget dengan pertanyaannya.
Jason tertegun sejenak dengan pertanyaan Adis. Dia tidak menyangka Adis akan bertanya tentang itu. Dia mengira Adis akan bertanya tentang reuni SMA atau kegiatannya sekarang ini. Tapi karena sudah janji bakal menjawab, Jason pun tegas menjawab, " Tidak suka."
Giliran Adis yang kaget dengan jawaban jujur Jason. " Kenapa kamu setuju kalau tidak suka?"
" Terpaksa. Daripada ribut. Kamu lihat sendiri kan urusan suvenir saja jadi bikin kesal," jawab Jason lugas.
" Tapi, itu kan pernikahan kalian. Masa kamu bilang terpaksa?" Adis benar-benar heran dengan jawaban Jason.
" Aku malas meributkan hal-hal kecil. Seperti suvenir itu, daripada dia nanti ngotot apalagi sampai nangis-nangis, ya sudah. Aku iyakan saja. Malas ribut dan malas lihat perempuan menangis," jelas Jason sambil menatap tajam ke mata Adis yang jadi agak menyesal bertanya tentang urusan pernikahan Jason dan Viora.
Jangan sampai mereka batal menikah karena aku terlalu banyak bertanya, Adis menenangkan hatinya sendiri. Makanya ia malas bertanya ke orang lain, takutnya jadi begini, bikin suasana tidak enak.
" Ayo, tanya apa lagi," Jason masih menantangnya untuk bertanya lagi. Adis diam saja. " Kehabisan bahan pertanyaan?" goda Jason.
Adis benar-benar heran dengan Jason, apa dia tidak malu
menceritakan dirinya dan Viora tadi? Apa dia tidak merasa risi cerita ke aku padahal dia sama sekali tidak dekat denganku di SMA dan sekarang" Ehm& apa Viora tahu bahwa kamu merasa terpaksa?" " Tidak tahu. Aku menikah dengan dia kan juga karena dijodohkan."
" Apa!" kali ini Adis tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. " Kamu bercanda, kan?"
" Tidak," jawab Jason santai. " Viora itu anak sahabat papaku, tadinya mereka hanya bercanda saja soal perjodohan, dan menyebut-nyebutnya saat keluarga kami berkumpul sesekali. Tapi, Viora ternyata menganggap serius, dia mau, dan ya& beginilah akhirnya."
" Aku masih tidak mengerti& orang semodern kamu masih mau dijodohkan?"
Jason tersenyum, nyaris terlihat seperti senyum sinis. " Sampai sekarang aku masih heran ada orang sampai bunuh diri gara-gara cinta karena itu masalah sepele. Viora ingin bersamaku, ya sudah. Kalau dia tidak ingin, ya biarlah. Aku tidak mau mengejar perempuan, aku tidak mau capek-capek mendengar rengekan ini-itu. Viora minta ini, aku belikan. Viora mau itu, aku turuti. Urusan beres, kerjaanku lancar, semua senang. Yang penting aku bisa tetap jalan-jalan sesukaku."
Namun Jason tidak menjelaskan kepada Adis bahwa keluarganya mulai khawatir dengan status lajangnya yang berkepanjangan sejak pulang kuliah dari Amerika. Ia tidak pernah terlihat dekat dengan perempuan mana pun dan hanya sibuk melakukan perjalanan sendirian.
Mendengar penjelaskan panjang lebar Jason, Adis merasa hati Jason begitu dingin. Seperti telah terjadi sesuatu pada hati pria itu yang membuatnya masa bodoh terhadap urusan percintaan. Adis berusaha mengubah topik pembicaraan. " Kamu masih suka jalan-jalan?"
" Masih dong. Silakan saja kalau Viora minta ini, minta itu, tapi jangan halangi hobiku jalan-jalan," jawab Jason tersenyum.
Lalu ia menceritakan bahwa ia dan kakak perempuannya, Jennifer, meneruskan usaha ayah mereka yang bergerak di bidang wisata. Mengelola agen perjalanan. Kakaknya fokus menangani perjalanan luar negeri, sedangkan Jason mengelola bisnis wisata perjalanan Indonesia. Dia sekarang mengembangkan pangsa pasar untuk anak SMA dan mahasiswa yang ingin melakukan perjalanan agak jauh secara berkelompok (biasanya dengan teman sepermainan), tapi orangtua waswas melepas begitu saja. Lalu Jason membuatkan paket wisata semi backpacker. Tetap bisa jalan-jalan murah meriah tapi dengan transportasi, akomodasi yang sudah diurus oleh perusahaannya.
" Biasanya yang diminati jalan-jalan ke mana?" tanya Adis. " Tergantung tren& kalau lagi heboh snorkling dan diving tapi tidak mau di Kepulauan Seribu, maunya jauh sedikit, kita tawarkan ke Pulau Weh, Banda Aceh. Kalau maunya wisata kuliner bisa ke Medan, Semarang, yang lebih murah lagi ke Cirebon," Jason menjelaskan dengan mata berbinar-binar. " Jadi kamu menyediakan tour guide-nya?"
" Nggak. Mereka tetap jalan-jalan seperti biasa, tapi semua petugas yang akan menjemput mereka, urusan penginapan
selama di sana, sopir yang mengantar, sudah kami siapkan. Benar-benar tinggal berangkat dan jalan-jalan. Orangtua juga tenang melepas anak-anaknya liburan. Tapi, kapan sih orangtua bisa tenang? Pasti selalu mau tahu dan khawatir, kan? Anak-anak biar sudah besar tetap dianggap anak-anak. Iya, kan?"
Adis mengangguk dan tersenyum. Pembicaraan tentang wisata membuat Jason terlihat bahagia daripada membicarakan tentang cinta dan persiapan pernikahannya.
" Kayaknya aku mau pulang dulu," kata Adis setelah melihat donat dan susu cokelatnya sudah habis dari tadi. Ia takut suasana berubah menjadi interogasi lagi karena dia kehabisan bahan pertanyaan.
" Oh, oke kalau begitu. Dis, aku suka kalau kamu bertanya. Jangan diam saja, kamu menyenangkan kalau bertanya," Jason memujinya. Adis jadi tersipu-sipu, apalagi melihat ketulusan di mata Jason.
" Kamu tidak takut aku menceritakan ke orang-orang tentang kamu dan Viora?" Adis bertanya sebelum berdiri untuk pergi.
" Tidak. Kamu saja tidak bakal bertanya kalau tidak kuminta. Kamu tidak akan ngomong dengan siapa pun kalau tidak terpaksa. Dari dulu kan kamu selalu begitu. Diam dan tidak mengurusi orang lain. Kamu tidak ada bakat bergosip, Dis. Jadi bisa kupastikan ceritaku yang tadi aman," jawab Jason tersenyum dan tidak beranjak dari tempat duduknya.
Adis balas tersenyum. " Sampai ketemu lagi. Terima kasih majalah dan donatnya." Lalu Adis beranjak sambil terus tersenyum-senyum sendiri. Di kepalanya terngiang ucapan Jason,
" Dari dulu kan kamu selalu begitu" . Jadi dulu, waktu SMA pun Jason tahu betapa diamnya aku. Dia tahu karena dia memperhatikan aku, kan? Ah, yang benarMalam harinya di kamar tidur, Adis masih terus tersenyum. Pertemuan tidak sengaja dengan Jason membawa kegembiraan dalam hatinya. Ia mengetik calon novel terbarunya dengan lancar. Selain ada tokoh seperti Kelvin yang bolak-balik muncul di novelnya, sekarang Adis menemukan satu karakter baru untuk menyaingi karakter tokoh Kelvin.
Seandainya tadi itu Kelvin, tentu lebih membahagiakan! Apalagi bisa mengobrol selama itu. Huh, sayang, tadi hanya Jason. Tapi ternyata aku senang juga bertemu dengan dia! Adis tersenyum lagi.
DIS dan Lika sudah terbiasa menghadapi jalanan Jakarta yang macet. Tapi sebenarnya kalau bisa mengakali, di jam-jam tertentu ada wilayah yang tidak begitu macet. Saat ini dari Cikini mereka menuju ke sebuah mal di Jakarta Barat. Biasanya Lika bisa sambil bekerja atau melakukan sesuatu selama perjalanan, namun karena Pak Bambang, sopirnya, tidak masuk karena batuk, terpaksa Lika menyetir sendiri.
Pak Bambang tadinya ingin tetap masuk kerja, tapi justru Lika yang melarangnya. Takutnya, walaupun sudah pakai masker penutup mulut, Pak Bambang bakal menularkan batuk padanya lalu merembet ke karyawan yang lain. Lebih baik Pak Bambang diliburkan tiga hari, sekalian istirahat.
Kalau Pak Bambang yang menyetir, Lika tidak pernah
Tiga
membicarakan masalah pribadi dengan Adis. Selalu masalah pekerjaan. Ia tidak ingin masalah pribadinya diketahui sopir pribadinya dan menyebar entah ke mana.
" Dis, kalau menurutmu aku cocok, kan, dengan Kelvin?" tiba-tiba Lika bertanya pada Adis yang duduk di sebelahnya. Adis menelan ludah.
" Cocok. Memangnya kenapa?" tanya Adis heran. " Beneran cocok? Serasi?"
" Iya," Adis menjawab lagi. Memangnya kalau aku jawab tidak cocok, terlihat tidak serasi, dia mau putus? Jangan-jangan malah aku dimarahi lagi kalau memberikan jawaban yang tidak diharapkan, batin Adis sambil menatap jalan di depannya.
" Aku ada rencana, kalau tidak ada halangan ingin menikah awal tahun depan. Buat apa tunangan lama-lama. Iya, nggak?" Lika minta persetujuan Adis.
" Ehmmm& Nggak tahu juga ya. Aku kan belum pernah tunangan," jawab Adis jujur.
" Iya juga sih. Tapi, Dis, sudah sering kejadian pasangan kelamaan pacaran jadinya putus. Terlalu lama tunangan jadinya malah batal menikah. Takutnya& Ah, tapi mudah-mudahan tidak," Lika meyakinkan diri sendiri.
Adis tidak memberikan tanggapan. Memang omongan Lika ada benarnya. Dari berita-berita artis yang dibacanya, sering kali kejadian pacaran lama dengan A, ternyata menikahnya dengan B. Ada model yang melakukan sesi pemotretan baju pengantin dengan calon suaminya untuk sebuah majalah, meski sudah diperingatkan bahwa itu pamali, ternyata sungguhan terjadi& pasangan itu batal menikah dan malah jadi bermusuhan.
" Eh, memangnya kamu tidak pengin punya cowok?" tanya Lika.
Duh, begini deh kalau nggak ada Pak Bambang, jadinya aku yang diinterogasi, keluh Adis. " Pengin, tapi belum ada yang cocok," jawab Adis sambil tersenyum tipis. Kenapa? Mau menghibahkan Kelvin kepadaku? Boleh& kuterima dengan tangan terbuka, Adis jadi senyum-senyum sendiri dengan pikirannya. Tapi, mana mau Kelvin denganku" Kamu terlalu pemilih mungkin& jadi susah. Tapi kalau sudah jodoh, nanti pasti datang sendiri. Percaya deh," ucap Lika sambil terus menyetir.
" Tahunya jodoh atau bukan, dari mana?" tanya Adis, mengajukan pertanyaan terselubung. Sebenarnya ia ingin bertanya, " Tahunya kamu berjodoh dengan Kelvin dari mana?"
Lika tidak langsung menjawab. Pikirannya terpecah antara konsentrasi menyetir sambil mencari jawaban untuk Adis yang dianggap hijau dalam urusan percintaan. " Susah jawabnya, Dis. Kalau aku dulu, ketemu Kelvin langsung terasa chemistry-nya. Rasanya langsung klik , ada perasaan yang beda dibanding cinta monyet. Lebih dalam," jawab Lika. Tapi, lalu dalam hati Lika menyesali penjelasannya. Ia berpikir jangan-jangan Adis juga tidak mengenal cinta monyet di masa remaja karena terlalu pemalu atau pendiam.
Adis hanya mengangguk-angguk mendengar penjelasan Lika dan tidak memberikan tanggapan. Di novel-novelnya ia sering menulis tentang hati yang berdesir, jantung yang berdebar lebih kencang, tangan seperti kesetrum ketika bersentuhan dengan
orang yang disuka atau dicintai. Dalam kehidupan nyata, rasa itu sedikit muncul ketika melihat dan bersalaman dengan Kelvin. Tapi sudah pasti ia tidak berjodoh dengan Kelvin.
" Aku kan sering bilang ke kamu, ikutan dugem, clubbing, atau sering-sering gaul ke mal. Siapa tahu jodohmu ada di sana. Kalau kamu rutenya cuma kantor ke rumah terus, bagaimana jodohmu bisa menemukan kamu dan kamu menemukan dia?" Lika memberikan petuah perjodohan.
" Nanti kapan-kapan aku coba," jawab Adis pelan. Ia tahu omongan Lika ada benarnya. Selama ini kalaupun dia ke mal, paling-paling tujuannya hanya beli baju, makan di restoran atau foodcourt, dan ke toko buku, tidak pernah melakukan hal lain.
" Omong-omong, aku masih bingung memikirkan konsep pernikahanku sendiri. Mauku yang unik dan tidak berlebihan," kata Lika.
" Lucu juga, pemilik wedding organizer malah kebingungan dengan pernikahannya sendiri," komentar Adis.
" Itu juga yang dibilang mamaku. Aku pengin berbeda dari yang pernah kita tangani selama ini. Tapi apa? Kayaknya semuanya sudah pernah. Dari yang indoor, outdoor, di taman bunga, kolam renang, dan pantai sudah pernah& ," keluh Lika.
Sambil ikutan berpikir, Adis bertanya, " Kalau Kelvin maunya bagaimana?"
" Ah& dia pasti menurut saja."
Adis manggut-manggut. " Ehm& kita belum pernah menyelenggarakan pesta pernikahan di gunung. Iya, kan?" tanya Adis.
" Iya, benar. Ya ampun, pasti keren banget," Lika memekik senang. Bayangan pernikahan yang berlatar gunung langsung terbayang di benaknya.
" Seingatku, kita pernah dikirimi brosur resor bintang lima yang terletak di kaki gunung, di Bogor."
" Wah, untung aku cerita ke kamu," Lika jadi girang banget. " Besok tolong carikan brosurnya, Dis."
" Oke," jawab Adis singkat. Agak menyesal juga Adis memberi saran itu. Yang menikah kan Lika dan Kelvin, bukan aku. Seperti biasa, Lika selalu beruntung. Bisnis berjalan lancar, pacar yang keren, kisah percintaan yang mulus, dan sekarang mau mempersiapkan pernikahan di resor kaki gunung. Hidup kok tidak ada susahnya, nyaris tanpa hambatan yang berarti. Enak sekali, kan? Adis benar-benar mengagumi keberuntungan hidup Lika yang seolah tak ada habisnya.
Suatu ketika Lika pernah berucap ke Adis bahwa memiliki wajah yang cantik, manis, jelita, pokoknya sedap dipandang itu adalah tiket VVIP dalam hidup. Bisa ke mana saja, bisa jadi apa saja. Kalaupun tidak bisa apa-apa dan hanya modal kecantikan, masih banyak cowok di seluruh dunia, syukur-syukur cowok kaya, yang mau menikah dengan perempuan cantik tanpa keahlian ini-itu. Logikanya, menurut Lika, kalau sudah kaya, buat apa punya pasangan cantik disuruh kerja berat? Pembantu untuk masak dan mengerjakan segala pekerjaan rumah tangga ada, baby sitter punya, nanny pun siap sedia, sopir, tukang kebun tinggal cari, beres, kanWalaupun menurut Adis, pandangan Lika itu dangkal, tapi
diam-diam dia mengakui kebenaran omongan Lika. Namun agaknya rumus Lika itu tidak berlaku buat Adis. Meski jelita, sedap dipandang, Adis sulit mendapatkan pasangan akibat sikap pemalunya itu. Ia lebih nyaman mengungkapkan perasaan melalui tulisan daripada lewat ucapan. Yang ia masih heran, kenapa saat bicara dengan Jason terasa nyaman walau sedikit salah tingkahLika dan Adis menemui klien di sebuah restoran Jepang di dalam mal. Setelah ngobrol selama kurang-lebih satu jam, mereka pun menyudahi pertemuan. Lika lalu mengajak Adis ke sebuah butik ternama untuk melihat-lihat gaun keluaran terbaru. Dalam perjalanan menuju butik itu, Adis terkesiap. Ia melihat ada sesosok perempuan yang dikenalnya di sebuah restoran Italia. Tapi perempuan itu tidak melihatnya karena sedang bermesraan& bukan dengan pasangannya. Ragu-ragu Adis memberitahu Lika tentang apa yang dilihatnya.
" Lika, ada Viora di restoran itu," kata Adis pada Lika yang berjalan di sampingnya.
" Oh, sama Jason teman SMA kamu itu?" tanya Lika. " Bukan, Lika. Bukan sama Jason, tapi mesra banget," ujar Adis lagi.
" Ah, yang benar?" Lika jadi tertarik. " Ayo, kita mutar lagi." Dengan sengaja Adis dan Lika memutar balik sambil berpurapura mengamati deretan restoran dan toko di sekeliling restoran
Italia itu. Lika dan Adis memperlambat langkah dan sekali lagi menyaksikan kemesraan Viora dengan cowok di sebelahnya.
Cowok itu sedang menyuapi Viora, lalu membelai mesra rambut Viora. Sedangkan sebelumnya Adis melihat Viora duduk berdampingan dengan kepala bersandar di bahu si pria itu. Astaga, Jason! Adis ingin sekali langsung menghubungi Jason dan mengabari penemuannya tak terduga itu. Tapi Lika ternyata punya pikiran yang berbeda.
" Dis, kamu tidak usah menghubungi Jason," ucap Lika serius.
Adis kaget mendengarnya, " Kenapa?"
" Itu urusan mereka. Bukan urusan kita. Kita tidak usah ikut campur. Urusan kita menyiapkan pernikahan Viora dan Jason. Perselingkuhan bukan urusan kita. Oke?" Nada suara Lika bagai perintah. Dalam hati Adis merasa tidak rela. Ia kasihan pada Jason yang sudah dibohongi.
" Tapi, Lika. Pernikahan mereka kan masih lima bulan lagi. Kalau kita beritahu, mereka bisa& "
" Mereka bisa membatalkan pernikahannya dan kita kehilangan satu klien. Aku tidak mau sok suci, Dis. Kamu mau bilang apa ke Jason? Jason, pacarmu selingkuh. Lalu mereka ribut dan sudah untung kalau hanya membatalkan pernikahan. Bagaimana kalau Viora menyebarkan ke mana-mana bahwa kita wedding organizer yang tukang ikut campur urusan pribadi klien? Habis kita, Dis& " Lika menjelaskan dengan tegas sambil meneruskan langkah terburu-buru, berharap Viora tidak melihat mereka. Adis diam saja. Ia tahu omongan Lika benar. Dalam bisnis
ini, kepercayaan klien adalah segalanya. Situs bagus perusahaan yang dipajang di internet tidak ada artinya bila muncul berita negatif yang tersebar dari (mantan) klien. Tapi, kalau pelayanan dan kerja bagus, klien selalu merekomendasikan pada teman atau saudara mereka. Iklan dari mulut ke mulut selalu berhasil.
Yang ada di pikiran Adis hanyalah Jason. Adis hanya bisa berharap semoga Jason tidak tahu bahwa ia mengetahui perselingkuhan Viora. Ia ingat betul betapa Jason tidak percaya tentang cinta. Menyebut cinta sebagai omong kosong. Ternyata omongan Jason benar. Jason dan Viora akan menikah dengan dilandasi omong kosong tentang cinta. Pernikahan yang dirancang bagai dongeng Cinderella yang mengagungkan cinta sejati itu tidak akan ada artinya sama sekali.
Pekerjaan yang menumpuk sedikit memupus rasa bersalah di hati Adis kepada Jason. Ia berharap ia salah lihat. Setelah seminggu penuh lembur karena ada pernikahan pada hari Sabtu, Adis ingin istirahat di rumah saja pada hari Minggu yang cerah. Ingin mencicil ketikan untuk novel terbarunya yang masih berkisah tentang percintaan.
Namun hari Minggu ini Adis terpaksa harus ke mal. Ini efek samping perdebatan dengan papanya di hari Sabtu pagi sebelum Adis berangkat kerja mengurus pernikahan klien. Sabtu pagi itu Mama mengingatkan bahwa hari Minggu ada arisan keluarga papanya. Perdebatan pun dimulai.
Sejak dulu Adis tidak suka acara arisan keluarga dan acaraacara keluarga lainnya. Terutama setelah ia lulus kuliah dan mulai bekerja. Pertanyaan klasik yang menyebalkan akan selalu ditujukan padanya dan bagi siapa saja yang masih lajang, " Sudah punya pacar belum? Kapan menikah?"
Masih untung hanya ditanya kapan menikah, kalau sepupunya selalu ditanya, " Kapan punya anak? Sudah hamil, ya?" Bagi Adis itu pertanyaan-pertanyaan tidak bermutu dan sok peduli, padahal tidak sensitif. Karena jelas-jelas sepupunya itu masih langsing banget, buat apa ditanya kayak begitu? Nambah beban hidup orang saja.
Jangan dikira saudaranya yang sudah punya anak pun lolos dari kenyinyiran beberapa tante atau om di arisan itu. Kalau anaknya satu, pertanyaan yang dilontarkan adalah, " Lho kok hanya satu, tambah lagi dong adiknya. Biar sepasang."
Nanti kalau anaknya sudah dua dan ternyata jenis kelaminnya sama, maka akan dibilang, " Ayo, nambah satu lagi biar lengkap. Siapa tahu nanti beda."
Sementara kalau ada yang anaknya tiga atau empat dan terlihat kerepotan mengurus anak-anaknya, para tetua nyinyir itu akan bilang begini, " Makanya siapa suruh punya anak banyak. Kan jadi nggak bisa jalan-jalan."
Huh! Adis betul-betul muak mendengar omongan yang sama berulang-ulang. Kadang jika pikiran jahat dan isengnya muncul, Adis berharap orang-orang yang nyinyir itu mendapat balasan setimpal sehingga tidak bisa berbicara, atau mengomentari orang lain lagi seenaknya sendiri.
" Kamu boleh tidak datang, tapi harus keluar ke mal atau ke manalah. Nanti kalau ada saudara yang ingin mampir ke rumah, bagaimana? Kamu bukannya ikut arisan malah tidur-tiduran di kamar. Kalau kamu pergi kan Papa bisa bilang kamu sedang sibuk," tegas Papa pada Adis yang hanya mengiyakan dengan ogah-ogahan.
" Kalau Adis boleh nggak datang, aku juga dong!" pinta Ara tak mau kalah.
" Kenapa sih setiap ada arisan keluarga kalian kayak kena alergi?" tanya Papa, yang mengulang pertanyaan itu setiap empat bulan sekali, setiap arisan akan dilaksanakan.
" Acara nggak penting. Buang-buang waktu, Pa. Yang penting kalau ada saudara yang kawinan dan meninggal, aku datang," jawab Ara. Adis senang dengan jawaban jitu Ara. Mereka selalu berduet mengeluh dan mencari alasan bila dipaksa datang ke acara keluarga.
" Kumpul-kumpul dengan keluarga itu bagus," kata Papa lagi.
" Aku nggak suka karena nanti hanya menggosipkan orang lain melulu. Sudah begitu jadi ajang pamer barang-barang nggak penting," tukas Ara sengit. Mama tersenyum.
" Setuju," tambah Adis singkat.
" Coba deh lihat si Tante Feli pake kalung emas yang kayak rantai sepeda setiap arisan, belum lagi gelang dan antingnya& itu mau arisan, mau buka toko emas, atau mau pamer? Terus Tante Sumi pakai tas Prada, Gucci, Channel, LV, dipamerkan ke sana-sini, mending kalau tas asli tapi second, itu kan tas KW1,
KW2! Bukannya malu, malah bangga pake tas palsu. Belum lagi Om Soni, kerjanya merokok kayak kereta api. Sudah tahu ada banyak anak kecil dan remaja kayak aku, mana dia peduli." Ara semakin berapi-api mendapat dukungan singkat dari Adis. Lalu keduanya melakukan tos.
" Sudah, sudah, jangan menghakimi begitu, Ara. Namanya orang kan beda-beda. Selama kita nggak dirugikan, biarkan saja," Mama menengahi.
" Ya dirugikan dong, Ma. Rugi waktu untuk datang ke acara yang nggak jelas maksudnya. Mending aku main sama temantemanku. Hasilnya jelas, aku jadi bahagia. Kalau ke arisan, sudah buang waktu, kebanyakan basa-basi, tawa-tawa palsu, aku juga nggak bahagia. Iya kan, Dis?" Ara meminta dukungan Adis lagi. Yang diminta dukungan hanya mengangguk-angguk dengan ceria.
" Adis, kamu yang lebih tua masa malah mendukung adiknya begitu," tegur Papa.
" Tapi yang dibilang Ara itu benar semua, Pa. Itu hasil investigasi Tim Pencari Fakta Arisan Keluarga," canda Adis. Ara dan Mama tertawa. Papa diam saja karena tahu kedua anaknya ada benarnya.
" Seandainya arisan diadakan untuk mengumpulkan uang dari keluarga besar untuk bikin kerja sosial atau membantu korban bencana, korban kebakaran, aku malah senang. Tapi ini, kalau ada saudara yang sakit atau kena musibah, semua pura-pura nggak tahu, tidak ada yang bantu. Kabuuurrr," Ara terus nyerocos.
Papa dan Mama tidak membantah omongan Ara yang emosional karena tahu ucapan Ara ada benarnya. Tapi mereka juga tidak mungkin absen di acara arisan keluarga yang sudah diagendakan sekali dalam empat bulan itu.
" Lebih mudah kalau mengajak pergi waktu kalian masih kecil. Sekarang susah. Ada saja alasannya," keluh Papa sambil mengunyah habis ubi rebus sarapannya.
" Aku juga nanti pasti ditanya bolak-balik, mana calonnya, kapan menikah. Mama kan tahu aku capek ditanya seperti itu. Menyebalkan dan mau tahu urusan orang saja," Adis ikutan mengeluh.
" Iya, Mama tahu kok, Dis," Mama memberikan dukungan. Dan Adis selalu bersyukur orangtuanya tidak pernah mendesak, dan menerornya mengapa belum punya pacar, mengapa belum menikah. Keduanya tahu mencari pasangan itu tidak semudah membeli pepaya di pasar.
Toh selalu terjadi perdebatan sebelum hari menjelang arisan. Sebenarnya yang dibahas kurang-lebih selalu sama. Ada yang suka pamer untuk menunjukkan bahwa sudah berhasil. Ada yang diam-diam sibuk cari utangan ke sana-sini. Ada yang sedih karena selalu ditanya kapan menikah, kapan punya anak, kapan dikasih adik lagi. Kesimpulan hiperbola paling gres yang dibuat Ara adalah: arisan merupakan acara tidak penting yang menurunkan kualitas hidup dan merusak hati nurani.
Sesuai kesepakatan dengan Papa, Adis pergi ke mal. Apa lagi yang dituju kalau bukan toko buku untuk mengecek kesuksesan novel-novelnya. Dari rumahnya di Rawamangun, Adis sengaja pergi ke mal yang agak jauh dan jarang ia datangi. Sebuah mal besar di Depok. Kali ini Adis membawa laptopnya.
Biasanya Adis mengetik di rumah, di kamarnya, tapi sekarang dia melihat tren orang menulis dengan laptop di gerai minimarket, kedai kopi, atau food court, dan kali ini Adis ingin mencobanya. Mencoba lebih gaya dan gaul seperti saran Lika. Siapa tahu dia bisa dapat cowok sekeren Kelvin. Siapa tahu jodohnya juga sedang berkeliaran di DepokSetiba di mal, Adis langsung ke toko buku. Sedang ada acara jumpa penulis tentang memoar artis Yulita Vernola. Penulis dan artisnya juga datang. Cerita singkatnya, Yulita adalah artis yang menjadi istri simpanan seorang pejabat pemerintah, lalu ia membongkar rahasia itu, bermusuhan dengan pejabat tersebut dan keluarganya. Ternyata ia mengambil ilmu dan memanfaatkan relasi mantan suaminya, kemudian memanfaatkannya sendiri hingga sukses menjadi anggota dewan. Judul bukunya yang kontroversial itu Dari Ranjang ke Parlemen.
Masyarakat yang datang ke acara jumpa penulis itu cukup banyak. Sambil melihat koleksi novelnya yang juga ada di rak Best Seller, Adis teringat pihak penerbitnya pernah mengajaknya untuk membuat launching besar-besaran buku terbarunya seperti yang dilakukan Yulita Vernola, tapi Adis menolak keras. Dirinya bisa pingsan berdiri di hadapan puluhan atau malah ratusan orang. Atau, bisa terkunci mulutnya, tidak tahu harus bicara apa.
Setiap kali ada bukunya terbit, yang bisa dan mau dibuatnya untuk para penggemar Dilara Tsarina adalah kuis lewat Facebook dan Twitter. Nantinya pemenangnya akan mendapat buku plus tanda tangan Dilara Tsarina (dan tentu saja bukan tanda tangan Adis). Hingga sekarang hanya editor dan beberapa staf redaksi penerbit yang mengetahui siapa Dilara Tsarina. Orangtuanya hanya tahu ia menulis cerita fiksi di media, Ara tahu siapa itu Dilara. Tapi adik cowoknya itu kurang tertarik membacanya dan hanya suka baca majalah-majalah game dan superhero.
Dari toko buku, Adis menuju kedai kopi. Ia sengaja jalan berputar-putar dulu sambil melihat keadaan. Adis melihat beberapa anak kuliah yang asyik hang out bersama di food court, saling cium pipi ketika bertemu, bukan hanya dengan sesama cewek tapi juga dengan yang cowok. Menyenangkan sekali melihat anak-anak kuliah itu tertawa bercanda bersama. Sedangkan Adis tidak punya sahabat dekat sama sekali. Semuanya hanya teman biasa yang hanya mengenalnya sebagai anak pendiam dan pemalu. Pernah ada reuni SD, sebagian teman yang hadir lupa siapa dia dan tidak ingat namanya. Dan ketika ingat, mereka berkomentar senada, " Oh, Adis yang pendiam banget itu ya."
Di sudut lain Adis melihat remaja ABG cewek yang asyik bergerombol, ketika sekelompok remaja cowok lewat, mereka jadi agak overacting, berbicara dan tertawa dikeras-keraskan. Adis jadi teringat saat ia di usia itu, ia malah menunduk makin dalam dan berharap cowok yang lewat itu tidak melihatnya.
Tiba di kedai kopi, Adis langsung memesan sepotong kue dan secangkir cappuccino. Ia mulai pemanasan untuk menulis no
velnya dengan pertama-tama menulis status Facebook Dilara Tsarina.
Bolehkah aku jatuh hati padanya, Tuhan? Bila tidak boleh, berilah tandanya. Jauhkanlah ia dariku. Karena aku tidak ingin hatiku jatuh dan terluka.
Ya, mengetahui Lika sedang merancang pernikahannya untuk awal tahun depan, Adis tahu ia harus menghentikan khayalankhayalannya terhadap Kelvin. Sudah pasti Kelvin tidak akan berpaling padanya seperti kisah cinta yang pernah ditulisnya tentang bos pria yang sudah punya kekasih lalu ternyata berpaling pada sekretarisnya. Adis sadar, ia harus mematikan perasaan kagum diam-diamnya pada Kelvin. Walau hatinya bukan sakelar lampu yang bisa dimati-nyalakan seenaknya, Adis tahu waktu kekagumannya untuk Kelvin hampir berakhir. Kisah cinta yang indah dan mengejutkan hanya ada di buku atau film, tidak di kehidupan nyata.
Mulailah Adis mengetik. Kali ini novel barunya rencananya akan mengisahkan keributan menjelang pernikahan. Ego calon mempelai tentang pernikahan impian, orangtua yang ingin ikut campur, calon mertua yang sibuk mengintervensi pernikahan lengkap dengan segala takhayulnya. Mantan pacar yang ikutan mengganggu. Kakak yang ragu-ragu dilangkahi dan mempersulit persiapan pernikahan, calon adik ipar yang rewel, keluarga kerabat yang meneror minta diadakan rapat keluarga demi kelancaran acara pernikahan seolah-olah ini acara yang mahapenting bak pernikahan kerajaan, apalagi resepsinya tidak menggunakan jasa
wedding organizer sehingga keluarga, kerabat, dan handai taulan memang harus dimintai tolong.
Posisi Adis sebagai sekretaris Lika, membuatnya dapat dengan leluasa memperhatikan gerak-gerik dan mimik wajah klien plus curahan-curahan hati colongan yang selalu muncul saat berembuk mempersiapkan pesta pernikahan. Entah bagaimana Adis selalu punya cara untuk mengadaptasi, mengembangkan peristiwaperistiwa di sekelilingnya, lalu meramunya menjadi menarik dan menggelitik bahkan bisa memasukkan tokoh karakter Jason yang dibuatnya sebagai cowok berhati beku dan nantinya akan meleleh kebekuannya karena ketulusan hati seorang perempuan.
Adis terus asyik menulis. Ternyata ada benarnya juga. Menulis di tempat baru, membawa suasana dan semangat baru. Ketika menulis Adis benar-benar bahagia. Segala pikiran dan khayalannya tercurah di dalam novel-novelnya. Ia mengambil jeda sejenak lalu menyeruput cappuccino dengan penuh kegembiraan. Tapi tiba-tiba Adis seperti tercekat. Ia tidak percaya apa yang dilihatnya.
Seorang perempuan berangkulan erat dan mesra dengan seorang pria. Mereka berjalan pelan di selasar pertokoan, sambil mengobrol asyik. Adis mengedip-ngedipkan mata memperjelas penglihatannya yang sebenarnya baik-baik saja. Dan ia sangat yakin pria itu Kelvin! Baik Adis dan Kelvin tahu benar, batas wilayah favorit Lika hanya sampai Pondok Indah Mall. Di luar itu, dia enggan keluar lebih jauh, apalagi hingga ke Depok. Adis sangat berharap Kelvin tidak mampir ke kedai kopi ini karena situasi bakal sangat canggung. Untungnya Kelvin dan perempuan
yang berpenampilan seperti Lika itu tidak mampir dan terus berjalan menuju department store. Adis membuat keputusan nekat: membuntuti Kelvin!
Buru-buru Adis mematikan laptop, memasukkannya ke tas. Untung kuenya sudah habis, tadinya ia mau membeli sepotong kue yang berbeda untuk menemaninya menulis, namun tidak jadi. Dengan cepat ia menghabiskan cappuccino lalu langsung keluar dengan kamera iPhone yang siap beraksi.
Ya ampun, Adis, apa yang kamu lakukan& Adis membatin, tidak percaya dirinya senekat itu. Lalu Adis mendapat ide lagi, dia membuntuti dari lantai di atasnya. Jadi dia bisa lebih bebas mengambil foto. Mal yang berbentuk persegi panjang membuat pengunjung leluasa melihat lantai dasar dari lantai-lantai di atasnya.
Dan benar saja, keluar dari department store, perempuan itu masih bergelayutan di lengan Kelvin. Sambil berjalan Kelvin kadang membelai dan mencium rambutnya. Adis memotret dan terus memotret. Kekaguman pada Kelvin yang disimpan rapatrapat selama ini berubah menjadi penyesalan. Ya, menyesal karena mengagumi pria tampan yang ternyata playboy. Juga jijik, kecewa Kelvin bisa dengan tenang bermesraan dengan perempuan lain sementara sudah bertunangan dengan Lika.
Merasa sudah banyak foto yang berhasil diabadikan, Adis buru-buru pergi dari mal itu dan memutuskan untuk segera pulang, daripada nanti apes kepergok Kelvin. Di dalam bus, muncul kilasan-kilasan saat bertemu Kelvin di kantor, Kelvin dengan Lika, dan Kelvin di mal. Di mal! Adis jadi teringat.
Pernah suatu ketika ia mendampingi Lika bertemu klien di Grand Indonesia. Bersamaan dengan itu Lika juga janjian dengan Kelvin. Maksudnya saat selesai pertemuan dengan klien dan mengurus beberapa pernik-pernik, baru bertemu Kelvin. Tidak tahunya Kelvin datang lebih cepat sepuluh menit. Kelvin lalu ikut bergabung dan Adis ingat beberapa kali Kelvin mencuri pandang ke arah klien yang berpakaian seksi itu. Gaun mini ketat berbelahan dada rendah sehingga separuh dadanya yang montok itu terlihat dengan gamblang. Aksi curi-curi pandang terjadi karena si klien datang sendiri, calon suaminya sedang melakukan perjalanan bisnis ke Melbourne.
Saat itu Adis memaklumi sikap nakal Kelvin yang tidak disadari Lika. Busana si klien itu memang agak mengundang. Butuh usaha ekstra untuk mengabaikan " pemandangan" di depannya. Dan pada masa itu Adis sedang tergila-gila pada Kelvin, jadi dia mengabaikan tanda-tanda dan kenyataan yang ada di hadapannya. Tapi setelah melihat dengan mata kepala sendiri kelakuan Kelvin tadi, Adis jadi curiga. Jangan-jangan selama ini Kelvin bermain api di belakang Lika. Ataukah dia hanya nakal sesaatBagaimana caranya memberitahu Lika? Memberitahu secara langsung jelas tidak mungkin. Bisa-bisa Kelvin membencinya. Walaupun rasa kagum Adis pada Kelvin sudah mulai terkikis, tapi Adis tahu dirinya bakal sedih dibenci orang sekeren pria yang menjalankan usaha penyewaan sejumlah lapangan futsal dan mengelola gym itu. Satu-satunya cara yang menurut Adis
paling aman adalah membuat identitas rekaan lalu mengirim informasi itu menggunakan alamat pengirim palsu.
Wajah Lika terlihat begitu muram ketika Adis masuk ke ruangannya. Tadi Lika menelepon, meminta Adis masuk ke ruang kerjanya. Jantung Adis rasanya mau copot. Ia takut apa yang telah dilakukannya membuat Lika melakukan tindakan-tindakan nekat seperti bunuh diri.
Dengan printer di rumah, Adis mencetak foto-foto Kelvin dan perempuan tak dikenal itu, memasukkannya ke amplop cokelat, mengirimkannya ke Lika di alamat kantor dengan nama pengirim Suratman dan alamat pengirim yang dikarangnya sendiri. Ketakutan Lika akan melakukan uji forensik seperti dalam film seri kriminal, Adis sampai membeli sarung tangan karet yang biasa dipakai di rumah sakit supaya tidak ada sidik jarinya yang tertinggal di foto dan amplop.
Kini hanya sehari setelah foto itu dikirim, amplopnya tiba di meja Adis. Surat itu surat pribadi jadi Adis tidak membukanya. Kalau surat yang terkait dengan pekerjaan, Adis boleh membukanya. Adis menyerahkan amplop cokelat itu pada Lika dan buru-buru meninggalkannya. Tapi baru duduk sebentar, Lika sudah memanggilnya kembali. Jantung Adis berdegup kencang. Ia melihat ada genangan air tertahan di mata Lika. Rasanya menyesal karena telah mengirim foto-foto terlarang itu. " Ada apa?" tanya Adis dengan wajah dibuat bingung.
" Sepertinya aku kena karma, Dis," jawab Lika dengan suara bergetar, air matanya mengalir di kedua pipinya tapi ia sama sekali tidak sesenggukan.
" Maksudnya?" Adis bertanya sambil duduk di seberang Lika. Ia berusaha menenangkan hatinya sendiri untuk bertahan berakting pura-pura kaget, pura-pura bingung.
" Kelvin& Kelvin selingkuh, Dis& " Suara Lika bergetar menahan tangis, membuat Adis jadi ikutan sedih.
" Kelvin? Apa? Kamu tahu dari mana?" tanya Adis, tentu saja masih berakting.
" Ada surat kaleng. Tadi yang barusan kamu antar. Aku tidak yakin ini nama pengirim sungguhan. Itu isinya foto Kelvin dan& " Lika tidak melanjutkan perkataannya dan napasnya terdengar berat menahan agar jangan sampai ia histeris. Tapi Lika tidak memperlihatkan foto-foto itu ke Adis. Foto-foto itu dalam posisi terbalik diletakkan di hadapan Lika. " Maksudnya kena karma bagaimana?"
" Kamu ingat Viora dengan pria selingkuhannya? Dan aku menyuruh kamu merahasiakannya dari Jason? Sekarang, lihat aku! Kelvin selingkuh dan ada orang yang mungkin tidak senang denganku atau Kelvin lalu mengirim foto-foto ini," suara Lika terdengar menjerit tertahan.
" Tapi, Lika& kamu sungguh-sungguh tidak kenal dengan yang mengirimi foto itu?" tanya Adis, yang terus mempertahankan wajah bingungnya padahal dia ingin memastikan posisinya aman. Lika membolak-balik amplop di hadapannya lalu menggelenggeleng.
" Dan aku sangat yakin ini bukan foto rekayasa," ucap Lika. " Baju yang dipakai Kelvin di foto-foto itu, aku yang memilihkan," tambah Lika.
" Terus, aku mesti bagaimana?" tanya Adis yang tidak ingin terlibat lebih jauh dalam kisruh asmara Lika dan Kelvin. Ia hanya ingin memberitahu Lika tentang perselingkuhan Kelvin, siapa tahu itu jadi bahan pertimbangan jadi atau tidak mereka menikah. Terlebih Adis juga tidak ingin Kelvin mengetahui semua yang telah dilakukannya. Ia tidak sanggup dimusuhi oleh orang seganteng itu.
Memang walau tetap mengakui kegantengan Kelvin, perasaan kagum yang ada di hati Adis sudah terkikis. Bagaimana bisa memercayai pria yang berselingkuh? Saat pacaran saja sudah mendua, apalagi nanti saat menikah. Padahal pernikahan mengagungkan kalimat " sampai maut memisahkan."
" Tolong telepon Kelvin. Minta dia ke kantor jam setengah enam nanti," ucap Lika lemas.
" Apa tidak sebaiknya kamu kontak sendiri lewat BBM?" Adis jadi waswas bakal dilibatkan dalam keributan yang dimulai darinya itu.
" Tidak. Kamu saja. Tolong, Dis. Kalau aku yang menghubungi, bawaanku ingin langsung mengamuk dan emosi saja," kata Lika dengan wajah memohon.
Adis belum pernah melihat wajah Lika sesedih itu, selain ketika omanya meninggal tahun lalu. Adis pun mengiyakan untuk menelepon Kelvin dengan berharap Lika tidak menjadi terpuruk, sakit, dan yang paling penting jangan sampai bunuh diri karena
cinta. Adis tidak akan memaafkan dirinya bila terjadi hal-hal buruk pada Lika karena ulahnya yang ikut campur hubungan orang lain.
Adis menelepon Kelvin menggunakan telepon kantor. " Halo, Kelvin. Ini Adis."
" Oh, Adis. Ada apa, Dis?" sapa Kelvin ramah. Suara Kelvin ternyata masih agak menggetarkan hati Adis.
" Kelvin, tadi Lika titip pesan, bisa tidak kamu ke kantor jam setengah enam? Pulang kantor seperti biasanya?" tanya Adis tanpa basa-basi.
" Setengah enam? Di kantor?" Kelvin memastikan. " Iya. Bisa, kan? Katanya ada yang penting, tidak bisa lewat telepon. Lebih baik ngomong langsung," tambah Adis.
" Oh, gitu. Sekarang Lika lagi apa? Kok tidak langsung BBM aku saja?" tanya Kelvin.
" Sebentar lagi mau rapat dengan klien. Takut lupa, kali. Ditunggu setengah enam ya," Adis berbohong karena sesungguhnya tidak ada pertemuan dengan klien mana pun, dan ia buru-buru menyudahi percakapan. Ia takut Kelvin bertanya lebih jauh dan dia tidak punya jawabannya.
Adis meneruskan pekerjaannya. Semua rekannya bekerja di meja masing-masing, ada juga yang keluar karena harus melihat sendiri barang-barang atau ornamen-ornamen yang dipesan klien. Sejak pukul lima lewat lima belas menit Adis sudah membereskan barang-barangnya supaya nanti langsung kabur ketika Kelvin datang. Dan benar saja, pukul setengah enam lewat delapan menit, Kelvin muncul dengan wangi tubuh yang sensasional.
Adis masih terpesona melihat dada bidang dan cara jalan Kelvin yang bagai peragawan di catwalk. Keren.
" Halo, Dis, sudah mau pulang?" sapanya.
" Iya. Kamu sudah ditunggu dari tadi," jawab Adis sambil segera mematikan komputer.
" Oke. Terima kasih, Dis." Tanpa curiga sama sekali, Kelvin melangkah masuk ke ruangan Lika. Tanpa pamit, Adis beranjak pulang, ia tidak ingin menjadi saksi keributan antara Lika dan Kelvin.
Keesokan paginya, Lika datang ke kantor seolah tidak terjadi apa-apa. Lika tetap tampil modis dengan celana hitam dan sweter wol berkerah tinggi berwarna merah. Walau menurut Adis, terlihat seperti orang yang sedang demam, Lika tetaplah Lika yang selalu terlihat cantik dan chic. Meski berusaha tersenyum, Adis melihat bayangan gelap di bawah kedua mata Lika, menandakan ia habis menangis. Adis tak ingin menanyakan apa yang terjadi kemarin sore. Lika lewat di depan meja Adis, lalu melihat tumpukan brosur di mejanya.
" Brosur itu simpan saja dulu," kata Lika sambil menunjuk brosur resor kaki gunung yang rencananya untuk lokasi resepsi pernikahan Lika dan Kelvin. Tanpa banyak tanya, Adis memindahkan brosur resor itu ke bagian bawah tumpukan. Lika dan Adis sudah pernah melihat dan membaca harga-harga yang ditulis di brosur, Lika sendiri sudah membayangkan berbagai
ide untuk pernikahannya di sana. Namun ia sudah hilang rasa. Segera Lika masuk ke ruangan. Ingin Adis bertanya apa yang terjadi dengan Kelvin kemarin sore. Tapi itu bukan urusanku, kata Adis dalam hati. Nanti kalau Lika ingin cerita, dia juga pasti cerita sendiri.
AKTU terus berjalan dan empat bulan lagi pernikahan Viora dan Jason berlangsung. Tidak ada kabar pembatalan apa pun dari Viora, artinya Jason masih belum mengetahui perselingkuhan Viora. Adis sendiri tidak tahu apakah perselingkuhan itu masih berlangsung atau tidak, sementara persiapan pernikahan terus berjalan. Bagusnya, pasangan itu telah mencapai kesepakatan bahwa mereka akan menyediakan dua suvenir yang akan dibagikan pada tamu resepsi, yaitu notes mewah dan pajangan sepatu kaca. Setelah terakhir tidak sengaja bertemu di toko buku, Adis tidak pernah lagi bertemu dengan Jason. Semua yang mengurus tetek bengek pernikahan adalah Viora.
Mengapa memaksakan menyatukan cinta bila hatimu telah mendua.
Empat
Itu status Facebook Dilara Tsarina yang dibuat Adis, begitu terbayang sibuknya Viora mempersiapkan pernikahan, juga Lika dan Kelvin yang---bagusnya---perselingkuhan Kelvin terbongkar.
Tentang Lika dan Kelvin, seminggu setelah keributan mereka. Lika terlihat lebih tenang dan menerima keadaan. Waktu itu, Lika yang sedang di ruang kerja berdua dengan Adis mengurus detail pernikahan Nicholas, seorang ekspatriat dari Amerika dengan Ayasmiani, perempuan Jawa yang ingin pernikahannya dilakukan menggunakan dua cara, Barat dan Jawa.
Tiba-tiba Lika berucap, " Apakah menurut kamu aku terlalu mengatur, Dis?"
" Harus, dong. Kamu kan bos, yang punya perusahaan ini. Kamu yang harus mengatur," jawab Adis.
" Bukan, maksudku kepada Kelvin," kata Lika sambil menggeleng.
Adis tidak langsung menjawab. " Maksudnya kamu terlalu mengatur Kelvin?" tanyanya.
" Iya. Itu kata dia. Alasan yang dia berikan kenapa sampai berselingkuh," jelas Lika, masih terdengar pedih di suaranya.
Dalam hati Adis merasa Kelvin ada benarnya. Lika memang sering mengatur Kelvin, dalam hal busana yang boleh atau bagus dipakai Kelvin, jadwal bertemu, restoran yang didatangi, film yang akan ditonton, tapi Adis juga tidak menyalahkan Lika sepenuhnya. Mereka kan sudah dewasa, kalau ada hal yang tidak suka, Kelvin bisa langsung bilang. Bukan malah memutuskan berselingkuh sebagai jalan keluar.
" Bagaimana ya? Aku kan jarang pergi dengan kalian, jadi aku tidak bisa menilai," Adis mengambil jalan tengah daripada jawaban aslinya malah membuat Lika makin terpuruk.
" Jadi, sekarang aku dan dia berpisah dulu," kata Lika pelan.
" Pu& putus?" tanya Adis. Kalau dulu dia bakal bersorak kegirangan, walau dia sendiri juga tidak akan bisa mendapatkan Kelvin, tapi paling tidak bakal lebih enak melihat dan mengkhayalkan Kelvin kalau dia lajang. Namun sekarang, Adis kehilangan minat pada Kelvin yang sudah memiliki noda sebagai pengkhianat cinta.
" Iya& kalau memang dia berjodoh denganku, aku yakin dia pasti kembali. Kalau dia bukan jodohku, baguslah, aku jadi tahu keburukannya sebelum menikah. Lebih baik aku gonta-ganti pacar, Dis, daripada kawin-cerai. Malu," ucap Lika berusaha optimistis, menguatkan hatinya sendiri. Adis tidak menanggapi, hanya tersenyum dan mengangguk.
Dijamin, mudah bagimu, Lika, mencari pengganti Kelvin. Dengan wajah cantik, penampilan modis, kaya, up to date, dan yang terpenting mudah bergaul dalam jaring pergaulan yang luas, kamu bisa mendapat cowok mana saja yang kamu mau. Tidak sepertiku, Adis membatin.
Adis memaksa diri datang ke Reuni SMA yang berlangsung di aula sekolah. Aula itu kini terlihat lebih bagus daripada waktu
Ijinkan Aku Mencintaimu Karya Esi Lahur di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ia sekolah dulu. Daripada uang biaya reuni digunakan untuk sewa gedung lain, panitia reuni lebih memilih reuni di sekolah agar uangnya bisa untuk menambah koleksi perpustakaan sekolah atau tambahan untuk kegiatan lainnya. Hiburannya juga dari adik-adik kelas yang menyuguhkan band, parodi, pembawa acara, dan semua yang tampil mendapat honor.
Adis datang sendiri. Mengenakan gaun yang panjangnya sedikit di atas lutut, berwarna merah dengan aksen hitam, sesuai dress code yang dibuat panitia, merah. Sudah banyak teman sekelasnya datang, mereka saling menyapa, berciuman pipi, dan berpelukan. Begitu pula Adis. Walau tak dekat-dekat amat, namanya reuni, semua berusaha membuat suasana menjadi hangat.
Ada sedikit kegembiraan di hati Adis ketika sebagian temannya masih mengenalnya, walau dengan sapaan: " Eh& Adis Gayung, kan? Adis Lem!" Adis tetap tersenyum dan tertawa kecil bila ada yang memanggilnya demikian.
" Adis!" suara bariton di belakangnya memanggilnya. " Jason," Adis balik menyapa dengan senang.
" Sendiri, Dis?" tanya Jason yang mengenakan kaus merah dilapis jaket hitam.
" Iya. Mana Viora?" tanya Adis sambil celingukan. Jason tertawa. " Viora lagi ke Singapura, dia tidak suka acara seperti ini, kalau kondangan, nah, dia baru suka." Adis tahu Viora memang hobi bolak-balik ke Singapura karena keluarganya memang punya apartemen di Negeri Singa itu.
Selama reuni, Jason tidak pernah beranjak jauh dari Adis.
Paling ia bernostalgia sebentar dengan teman-teman gengnya saat SMA dulu, lalu mencari Adis lagi. Dan Adis senang Jason ada di dekatnya.
" Katanya mau menikah? Dengan Adis?" tanya Ravita, melihat Jason selalu berdua dengan Adis.
" Bukan," Adis menjawab cepat.
" Oh, kukira& sori ya, Dis," Ravita buru-buru minta maaf. " Nggak apa-apa. Aku memang bantu-bantu untuk pernikahan Jason," jawab Adis. Sementara Jason hanya senyum-senyum. " Oh ya?"
" Iya, aku kerja di wedding organizer," jawab Adis yang membuat Ravita manggut-manggut.
" Dis, makan dulu, yuk," ajak Jason.
" Jason, kalau kamu dengan aku terus, nanti disangka kita ada apa-apa," kata Adis waswas, khawatir pertanyaan dan dugaan seperti Ravita tadi terulang lagi.
" Ah, biar saja. Yaahh& hitung-hitung nebus dosa," ujar Jason.
" Nebus dosa? Dosa apa?" Adis mengernyitkan kening. " Dulu, manggil kamu lem dan gayung. Dari tadi mereka kan ingat kamu karena julukan yang kubuat. Walau ada sisi positifnya, mereka jadi ingat kamu," papar Jason dengan mimik lucu. Adis tersenyum geli mendengar penjelasan Jason.
Jason dan Adis makan bersama. Jason dengan semangat menceritakan dia baru pulang jalan-jalan dari Yogyakarta. Ia ingin mengembangkan wisata rohani dalam negeri. Kalau yang Muslim ada wisata rohani Ziarah para Wali Songo, ia ingin membuat trayek wisata rohani Katolik di Pulau Jawa dan Pulau Flores.
" Aku baru dari Yogyakarta, Magelang, dan Bali," Jason mengawali kisah perjalanannya. Lalu ia bercerita tentang gereja Katolik di Pugeran, Yogyakarta, yang sangat kental nuansa Jawanya. Dari sana ia melihat dan menikmati suasana perkebunan kopi di Magelang. Dan kalau sudah di Magelang, mana mungkin tidak mengagumi kemegahan Candi Borobudur dan candi-candi lainnyaOh, jadi saat kamu pergi itulah, Viora ada menjalin afair dengan pria lain. Pantesan, berani berkeliaran berdua di Jakarta, karena kamu tidak ada di sini. Jangan-jangan Viora ke Singapura untuk selingkuh? Adis terdiam dan kembali teringat saat Viora bermesraan di restoran.
" Dis, kamu suka nggak jalan-jalan ke daerah kayak gitu?" Jason bertanya sambil menyenggol lengan Adis.
" Aku? Aku suka. Tapi biasanya pergi dengan keluarga. Belum pernah pergi dengan teman, apalagi sendiri," jawab Adis manis.
" Kapan-kapan kalau mau pergi dengan keluargamu, kontak aku ya. Dijamin asyik," Jason mempromosikan diri dengan ceria.
" Oh iya, kamu pergi sendiri? Viora tidak diajak?" tanya Adis sambil membuka clutch bag-nya seperti mencari sesuatu padahal tidak ada yang dicari.
Raut wajah Jason agak berubah jadi agak muram. " Dia tidak suka jalan-jalan caraku, Dis. Viora maunya naik pesawat, hotel mewah, kendaraan bagus siap mengantar, restoran berkelas& " " Mungkin kapan-kapan harus dipaksa, diajak. Siapa tahu dia
jadi suka, lagi pula dia kan calon istrimu," Adis berusaha tidak menjelek-jelekkan Viora. Jason mengangkat bahu mendengar jawaban Adis. Ia tak yakin Viora bakal mau jalan-jalan, gilagilaan dengannya. Kalaupun mau, mungkin sepanjang perjalanan bakal mengeluh dan cemberut.
Kalau kalian begitu berbeda, kenapa kalian merencanakan pernikahan, meski itu dimulai dari perjodohan? Dan kenapa juga Jason sampai anticinta begitu? Rasanya Adis ingin mengungkap perselingkuhan Viora yang dilihatnya. Tapi buat apa? Kenapa sih aku harus melihat dua perselingkuhan itu? Apakah itu berkah dari Tuhan supaya aku bisa mengembangkan imajinasiku untuk novelku berikutnya? Adis membatin.
Ketika acara reuni hampir selesai, Adis berpamitan pada Jason. Setelah dari Jason baru akan berpamitan dengan temanteman lainnya. Masalahnya dia harus mencari taksi. " Kenapa buru-buru?" tanya Jason waktu Adis berpamitan. " Aku mesti cari taksi. Takutnya nanti berebutan," Adis memberi alasan. Walaupun banyak yang membawa mobil tapi juga yang naik taksi.
" Aku antar pulang saja," kata Jason.
Pendekar Pulau Neraka 44 Pendekar Tanah Dewi Ular 32 Hantu Kesepian Samurai Terakhir Sang Pahlawan
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama