Ijinkan Aku Mencintaimu Karya Esi Lahur Bagian 2
Adis kaget, tapi senang. " Nggak usah," tolaknya. Ini baru aneh, pikir Adis, kenapa tiba-tiba aku ingin berdua saja dengan Jason tapi malu dan tidak tahu harus bagaimana" Sudahlah, buat apa menolak? Kalau kamu tidak mau, anggap saja aku taksi yang tidak pakai argo. Nanti kamu tetap bayar ke aku," kata Jason lagi.
" Kalau aku tidak mau?" tanya Adis, berusaha terlihat tidak
terlalu menginginkan diantar pulang oleh Jason. Ingin, tapi kalaupun naik taksi juga tidak apa-apa.
" Harus mau. Jangan nolak rezeki, tidak bagus," canda Jason. Adis pun akhirnya menyetujui diantar pulang oleh Jason.
Sepanjang jalan pulang menuju rumah Adis, mereka mengobrol tentang acara dan teman-teman lama mereka di reuni tadi. Jason tidak membicarakan rencana pernikahannya sama sekali, jadi Adis juga tidak berani menanyakannya. Setelah itu Jason bercerita tentang perusahaannya. Seperti biasa, setiap berkaitan dengan jalan-jalan, traveling, Jason terlihat seperti anak kecil yang mendapat mainan baru. Gembira.
Kadang sambil menyetir, Jason bercerita sambil menengok ke arah Adis. Begitu pula Adis. Saat matanya bertatapan dengan Jason, Adis merasa ada perasaan berbeda, selain bahagia, yang muncul dalam hatinya. Tapi dia tidak tahu apa. Adis berpikir bahwa sebenarnya Jason tidak kalah tampan daripada Kelvin. Hanya dalam tampilan yang lebih santai, tidak khawatir terlihat berantakan. Sayangnya, sekali lagi, seperti Kelvin dulu, Jason sudah punya pacar dan akan menikah. Lagi-lagi, he s not the one!
Mungkin karena agak capek bicara melulu, Jason menyetel CD. Terdengar intro lagu legendaris Yogyakarta yang dipopulerkan KLa Project. Tanpa malu-malu, Jason berdendang mengikuti lirik lagu hits itu.
" Seribu kali lagu ini diputar, seribu kali juga aku suka," katanya di sela-sela menyanyi.
Selama Jason menyanyi, Adis hanya senyum-senyum. Habis
mau bagaimana lagi? Kalau di kamar pasti dia ikut menyanyi, tapi kalau hanya berdua dengan Jason, jaim, jaga imej-lah! Berbeda dari Jason yang cuek, tidak ada malunya di hadapan Adis.
Jason adalah paket lengkap serupa Kelvin dengan pekerjaan yang membahagiakan dan uang yang berkecukupan. Perbedaannya hanya masalah penampilan. Kelvin senang berpenampilan rapi dan bersih, Jason lebih cuek, cenderung berantakan tapi tetap tidak bisa menutupi pesona ketampanannya.
Tiba-tiba Adis tertawa geli. Ia ingin menahan tawa, tapi gagal. Di depan mobil mereka ada truk besar, dan bagian belakangnya bergambar perempuan seronok sedang tiduran di ranjang dengan tulisan " cintaku luntur karena bau mulutmu" . Adis menunjuk truk di depannya. Jason juga ikut tertawa.
Saat tertawa-tawa itulah Jason dan Adis bertatapan beberapa kali. Adis mulai merasakan perasaan yang berbeda menjalar di hatinya, rasanya seperti ada aliran listrik lembut yang mengalir ke jantungnya. Dan bukan hanya Adis yang merasakan itu. Jason juga merasakan hal yang sama, tapi disertai kebingungan.
Kenapa bila bersama Adis, aku bisa bercerita apa saja, menertawakan hal-hal yang tidak penting dan bawaannya gembira terus? Jason terdiam memikirkan perasaannya.
Daripada menunggu Adis berbicara dulu, bertanya duluan yang Jason tahu, memang jarang sekali Adis lakukan Jason jadi banyak bertanya dan bercerita. Tentang apa saja. Yang penting terus bercakap-cakap dengan Adis. Hingga akhirnya mereka tiba di depan rumah Adis.
" Terima kasih, Jason, sudah mengantarku pulang," kata Adis dengan senyum manis.
" Yup! Sampai ketemu lagi ya, Dis," ucap Jason sambil mengulurkan tangan kanan pada Adis. Ketika mereka bersalaman dengan erat, Adis baru menyadari ia tidak ingin genggaman erat tangan Jason itu lepas dari tangannya. Jason juga begitu. Biasanya bersalaman hanya membutuhkan waktu dua sampai tiga detik, tapi Adis dan Jason baru menarik tangan setelah delapan detik berlalu. Entah siapa yang menarik tangan siapa duluan.
" Bye, Jason," Adis berusaha riang saat membuka pintu mobil Jason dan bersiap turun.
" Bye, Dis& " Jason mengangguk, menunggu Adis benar-benar keluar dan menutup pintu mobil, baru menjalankan mobilnya. Adis yang sedang membuka pintu pagar rumah merasakan hatinya berdesir. Tiba-tiba ia merasa begitu merindukan bercakap-cakap dengan Jason. Padahal baru beberapa menit berlalu.
Di balik kemudi, Jason merasakan hal yang sama. Ternyata mengobrol dan tertawa dengan Adis lebih membahagiakan daripada dengan Viora. Adis mau mendengarkan cerita-ceritaku, renungnya. Tidak pernah menganggap remeh kisah perjalananku. Tapi, sudahlah. Urusanku hanya dengan Viora. Bersama Viora, semuanya berjalan indah selama ada uang. Bukannya dia mata duitan, tapi memang gaya hidupnya cenderung serbamewah sejak kecil. Anak kesayangan orangtuanya, yang diperlakukan bagai putri kecil. Aku harus fokus pada persiapan pernikahanku dengan Viora. Jason mengingatkan diri sendiri tentang Viora, walau di
hatinya teringat-ingat getaran saat terakhir bersalaman erat dengan Adis.
Tiap hari setelah reuni berlangsung, Adis berharap Jason mengirimkan SMS atau apalah kepadanya. Tapi tidak ada. Tiap malam pula Adis mengecek akun Facebook-nya dan berharap ada kabar dari Jason. Tapi ternyata tidak ada juga. Adis merasa sedih, rasanya seperti dilupakan dan ditinggalkan Jason padahal mereka sangat akrab di reuni. Sulit rasanya memahami situasi tidak ada komunikasi sama sekali.
Perasaan yang timbul di dalam hatinya berbeda ketika ia mengagumi Kelvin habis-habisan. Dengan Kelvin, ia bagai remaja yang mengagumi sang idola. Tapi dengan Jason, rasanya hingga ke dalam hati. Sudah empat hari berlalu sejak reuni.
Panitia melalui akun Anne, Ketua OSIS zaman mereka SMA dulu, sudah mengunggah foto-foto reuni di Facebook dan mentagged orang-orang yang ada dalam foto. Termasuk foto Jason dan Adis berdua saja. Inilah satu-satunya foto di mana Adis terlihat jelas. Di foto-foto lainnya ia hanya terlihat kecil karena mereka selalu berfoto beramai-ramai.
Terima kasih, Anne, untuk fotonya yang bagus-bagus, Adis mengetik komentar untuk fotonya dengan Jason.
Dari tadi Adis ingin melanjutkan ketikannya, tapi tidak bisa. Pikirannya sebagai Dilara Tsarina sedang buntu. Bolak-balik yang dilakukannya adalah mengetik, lalu menghapusnya, menge
tik lagi, lalu menghapus lagi. Yang muncul di benaknya bukan ide cerita tapi senyum, tawa, suara, dan canda Jason. Adis benarbenar tidak tahu mau mengetik apa. Semua ide bagai menguap dari otaknya. Rasanya separuh hatinya terbawa pergi bersama Jason begitu dia menyetir meninggalkan rumah Adis.
Apakah aku berlebihan? Hiperbola dengan perasaanku? Apakah aku jatuh cinta pada Jason? Sebaiknya tidak, karena dia akan menikah dengan Viora. Sebaiknya lupakan, karena dia hanya berusaha bersikap baik kepadaku, tidak lebih dari itu. Sebaiknya aku tidak memikirkan Jason lagi. Kalaupun aku sungguhan jatuh cinta, inilah yang namanya cinta bertepuk sebelah tangan.
Dalam hati Adis terngiang-ngiang campuran suara Jason dan Katon Bagaskara yang sedang menyanyikan potongan lagu Yogyakarta. Ia merindukan gaya bicara Jason yang lugas tapi tetap lembut.
Adis membelalak. Sebelas hari berlalu setelah reuni, akhirnya ada juga SMS dari Jason. Hati Adis berbunga-bunga. Ia memang tidak mau mengontak Jason duluan, takut dikira perempuan agresif. Kalaupun dilakukannya, ia tidak tahu mau membicarakan apa. Kalau di novel-novelnya ada kejadian seperti itu, sang tokoh yang diciptakannya akan pura-pura menelepon dan salah sambung, ketinggalan barang, menanyakan hal yang sebenarnya tidak penting. Tapi setelah mengalami sendiri, Adis tahu, tidak
ada hal yang bisa dijadikan alasan untuk mengontak Jason. Bahkan tentang urusan pernikahan Jason, ia tidak enak menanyakan karena sudah menjadi kesepakatan jika ada yang ingin dibicarakan maka kontaknya langsung ke Viora. Jason hanya tahu beres. Viora sendiri beberapa kali langsung berhubungan dengan Mbak Lula yang mengurusi detail pemesanan pernikahan mereka.
Tapi lalu Adis kecewa setelah membaca isi SMS itu.
Viora masih di Singapura, dia dapat desain undangan bagus dari temannya. Tadi di-forward ke aku, dia tanya persetujuanku dulu, siapa tahu aku mau menambahi, aku kirim ke alamat e-mail manaOh, isinya tentang urusan pernikahanmu, aku kira tentang kabarku, tentang foto reuni yang kita berpose berdua. Kan kamu belum berkomentar apa-apa, batin Adis, jadi tidak semangat. Tapi mau tidak mau ia harus tetap menjawab SMS dari Jason. Adis hanya menjawab dengan memberikan alamat e-mail Mbak Lula. Tidak ada basa-basi lainnya. Lalu Jason pun hanya menjawab, " Oke. Terima kasih, Dis."
Betul-betul jatuh cinta yang bertepuk sebelah tangan! Rasanya bikin tidak bersemangat, menyebalkan, dan menyedihkan! Bodohnya aku, untuk apa aku terlena dengan khayalanku bahwa aku bisa bersama Jason. Kebaikan dia di reuni, menemaniku, murni hanya karena dia sedang menebus kesalahan akibat memberi nama " lem" dan " gayung" kepadaku yang ternyata
melekat juga di memori teman-teman SMA kami. Tidak lebih dari itu. Aku yang salah dengan berharap lebih. Tapi, apakah Jason akan melanjutkan pernikahannya bila kuberitahu tentang perselingkuhan Viora? Buktinya Kelvin dan Lika bisa putus. Mungkin Jason dan Viora juga begituAdis tidak tahu pikiran apa yang merasuki otak dan hatinya. Ia tidak peduli apa yang terjadi bila ia memberitahu tentang perselingkuhan yang dilakukan Viora sewaktu Jason pergi ke luar kota. Adis hanya tidak ingin Jason punya pasangan. Ia tidak rela. Dan jemarinya mengetik pesan ke Jason dengan kalimat singkat-singkat seperti sedang menulis telegram.
Bisa tidak ketemu lagi? Penting. Tidak bisa lewat telepon.
Dan Adis pun berdebar menunggu jawaban Jason. Satu menit, dua menit, tidak ada tanggapan. Adis bolak-balik mengecek iPhone-nya dan jadi resah sendiri.
Besok bisa? Ada apa sih, DisAdis ingin melonjak membaca tanggapan dari Jason. Langsung ia mengiyakan dan mereka janji bertemu besok sore setelah Adis pulang kantor.
Besok saja baru kuberitahu. ***
Jason sudah menunggu Adis di kedai kopi dekat kantor Adis. Adis hanya berjalan kaki menuju kedai kopi itu. Ia jarang menggunakan pump shoes hitamnya, tapi demi bertemu Jason, ia rela mengenakan baju bagus dengan penampilan maksimal.
Sambil berjalan menuju kedai kopi, embusan angin ringan meniup rok lebar beraksen lipit berwarna kelabu yang dikenakan Adis. Ketika hampir tiba di kedai, Adis merapikan ruffle pada blus putih yang dipakainya. Lalu menarik napas panjang untuk menenangkan debar jantung, sebelum membuka pintu depan kedai kopi mungil itu.
Jason berdiri begitu melihat kedatangan Adis yang menenteng tas kerja hitam. Jason merasa hatinya seperti berbunga-bunga ketika Adis datang. Tapi seperti biasa, Jason mengabaikan perasaannya sendiri. Setelah basa-basi saling menanyakan kabar dan kegiatan hari itu, serta memesan segelas cappuccino untuk Adis, Jason pun bertanya, " Mau cerita apa, Dis?"
" Kalau aku cerita, apakah kamu akan marah?" tanya Adis memastikan, takutnya Jason murka hingga mereka jadi tontonan pengunjung lainnya.
" Ehm& tergantung ceritanya& ah, tapi nggaklah. Cerita saja," jawab Jason tersenyum. Senyum yang membuat jantung Adis berdebar makin keras.
Adis terdiam sesaat dan meyakinkan diri untuk menceritakan perselingkuhan Viora. Tinggal tiga setengah bulan lagi pernikahan mereka dan Jason masih tidak tahu tentang perselingkuhan itu.
" Aku pernah melihat Viora bermesraan dengan pria lain di
sebuah restoran. Dia tidak melihat aku. Kalau dari ceritamu waktu reuni, sepertinya waktu itu kamu lagi di luar kota," ujar Adis pelan.
Jason terdiam. Tidak terlihat kaget, sedih, atau kecewa. Ia mengetuk-ngetukkan jari telunjuk kanannya ke meja, lalu menarik napas panjang dan tersenyum tipis. " Aku sebenarnya sudah menduga."
" Kamu tidak marah?" tanya Adis heran melihat reaksi Jason yang kalem saja.
Terdiam sesaat seperti memikirkan jawaban, Jason lalu berkata sambil menatap tajam pada Adis, " Dis, sebenarnya aku tidak butuh mencintai orang dan dicintai, kecuali keluargaku. Aku hanya ingin kerja, punya uang, jalan-jalan, dan hidup senang. Kalau Viora berselingkuh, dia sendiri yang rugi. Aku tidak salah apa-apa dan tidak sakit hati juga. Hanya sedikit sedih karena dibohongi. Itu saja."
" Aku tidak mengerti," tanggap Adis, menggeleng pelan. Benar-benar aneh orang ini, bahkan aku belum pernah membuat karakter tokoh pria aneh seperti ini dalam novel-novelku, kata Adis dalam hati.
Masih dengan tersenyum, kali ini mulai agak sinis, Jason melanjutkan penjelasannya. " Aku malas jatuh cinta, malas mencintai karena enggan berurusan dengan sakit hati. Orangtuaku memintaku menemui Viora, mengakrabkan diri, lalu mereka mengusulkan bagaimana kalau kami menikah. Viora mau dan aku turuti. Semua senang, kan? Aku juga tidak usah capek-capek mengejar-ngejar cewek. Tidak usah pusing untuk bilang aku
mencintaimu . Beruntung aku tidak mengejar-ngejar Viora, jadinya aku tidak perlu sakit hati dan marah-marah saat tahu dia berselingkuh seperti sekarang ini," ucap Jason dengan tenang.
Adis tidak suka Jason yang seperti ini, yang dingin tanpa perasaan. Dia baik pada hampir semua perempuan yang dikenalnya, seperti pada teman-teman SMA-nya, tapi sangat menjaga hati agar tidak mudah suka apalagi jatuh cinta. Buat Jason, perasaan sayang dan cinta bisa dirancang dan dikendalikan. Adis tidak tahu harus berkata apa. Yang ia tahu, ia harus segera mencoret Jason dari hati dan pikirannya sesegera mungkin, sebelum ia benar-benar jatuh cinta dan patah hati. Karena jatuh cinta pada Jason, sama saja mencintai tembok yang dingin dan bisu.
" Jadi, pernikahan tetap berlangsung?" tanya Adis memastikan, daripada nantinya Jason membatalkan pernikahan bukan karena marah akibat cintanya diduakan, tapi karena dibohongi. Dan kalau sampai Lika tahu Adis menceritakan tentang perselingkuhan Viora, habislah dia. Kini, buat apa mengharapkan Jason membatalkan pernikahan? Toh dia sudah menegaskan, tidak akan mencintai siapa pun.
" Kenapa harus dibatalkan, Dis? Hanya membuat malu keluarga. Sudah lamaran dan sudah banyak yang tahu aku dan Viora akan menikah," ucap Jason dingin.
" Apakah kamu akan memarahi Viora karena dia membohongi kamu?" Adis bertanya lagi seolah tidak tahu harus bertanya apa.
" Buat apa? Kalau dia punya moral, dia akan mengaku. Tapi
kalau dia tidak mau mengaku, ya sudah. Aku tutup mata saja. Aku malas ribut. Tidak ada untungnya ribut urusan perempuan, kayak penting banget saja. Terserah dia sajalah mau bagaimana," ujar Jason cuek.
Adis terdiam sesaat. " Jason, aku hanya ingin cerita itu saja. Maaf kalau aku jadi seperti ikut campur urusanmu."
" Tidak. Kamu tidak ikut campur. Aku malah berterima kasih kamu memberitahuku tentang Viora. Itu satu lagi bukti buatku bahwa aku tidak perlu capek-capek mencintai siapa pun," ucap Jason, lalu terdiam sesaat. " Eh, Dis, kamu ingat nggak, kisah cinta yang indah itu hanya ada di novel-novel yang kamu baca dulu di toko buku? Bukan di kehidupan nyata." Jason tersenyum sambil menggeleng.
Sebal sekali Adis mendengar " pelecehan" Jason pada novelnovel Dilara Tsarina, hasil karyanya tepatnya. Adis berdiri dan tidak menanggapi ocehan Jason tadi. " Jason, aku hanya mau cerita itu saja. Sekarang aku pamit."
" Kamu naik apa?" tanya Jason.
" Taksi, kalau tidak ada bajaj juga bisa," jawab Adis. " Aku antar, aku kan sudah tahu rumahmu," kata Jason sambil memasukkan iPhone ke saku bajunya.
" Tidak usah, Jason. Aku biasa naik kendaraan umum begini," elak Adis.
" Kalau tidak ada aku, silakan kamu naik bajaj, bemo, atau apalah. Tapi karena kamu mengajak aku ketemuan di sini, artinya aku yang antar," Jason memaksa sambil menarik pelan pergelangan tangan kiri Adis dan menggiringnya ke kasir kedai. Jason
baru melepas pegangan tangannya saat akan membayar pesanan mereka. Adis tidak tahu apa yang terjadi di hatinya. Rasanya jantung berdebar-debar, berdesir bagai kesetrum, dan bahagia saat Jason memegang tangannya tadi.
Sambil berjalan menuju mobil, Jason bergumam, " Kamu sudah dandan keren begini, masa naik bajaj. Kalau kamu pakai jins, sepatu kets sih terserah. Kalau pakai hak tinggi, rok pendek, yang ada nanti kamu ditodong pas naik bajaj."
Jason membukakan pintu depan mobilnya untuk Adis. Dia mendorong Adis pelan supaya segera masuk, seolah ia khawatir Adis bakal kabur, menyetop taksi atau bajaj yang lewat.
Sepanjang perjalanan, Jason diam saja. Apalagi Adis, lebih tidak tahu lagi harus bicara apa. Hampir delapan menit mereka berdiam-diaman. Adis melirik dan sedikit menengok ke arah Jason yang fokus menyetir.
" Kamu marah?" tanya Adis, memastikan dengan agak khawatir.
Jason tertawa geli. " Nggak."
" Kenapa kamu diam saja?" Adis mengernyitkan dahi. " Kenapa aku yang ngomong terus? Aku memang pengin kamu yang ngajak ngomong duluan. Cerita apa kek, tanya apa kek," tukas Jason cuek. Ternyata kamu bisa juga ngomong duluan, batin Jason.
Adis jadi terdiam lagi. Oh, jadi dia sengaja. Kenapa naik mobil dengan Jason membuatku bahagia tapi juga seperti siksaan karena aku harus ngomong duluan? pikir Adis.
" Kamu sudah lihat foto-foto reuni?" tanya Adis mencari bahan pembicaraan.
" Belum. Belum sempat. Bagus-bagus?" " Iya," jawab Adis singkat.
" Nanti kalau sempat aku lihat," janji Jason. Setelah itu keduanya diam-diaman lagi. Jason menepati janji tidak akan mengajak bicara duluan. Adis memutuskan nekat bertanya tentang Viora. Ia benar-benar penasaran.
" Jason, kalau ternyata Viora selingkuh karena awalnya mencintai kamu tapi kamu tidak, apakah dia salah?" tanya Adis hati-hati.
Jason terdiam agak lama. " Kayaknya kamu benar, dia selingkuh karena aku& Tapi, malam Minggu aku sering menemaninya. Dia minta nonton ke bioskop, makan di restoran, clubbing, aku turuti. Apa masih kurang? Dia minta antar dan jemput, kalau aku lagi di Jakarta, aku lakukan. Apa semua itu tidak cukup? Aku tidak pernah minta apa-apa ke dia. Terserah dia mau apa, aku setuju aja. Hidup dia kok, apa urusannya aku melaranglarang? Kalau dia benar mencintaiku, aku terima kasih. Tapi aku juga harus menjaga hatiku sendiri supaya tidak sakit hati karena urusan cinta yang sepele. Adil, kan?" Jason menjawab seperti meluapkan perasaannya. Adis mendengarkan dengan saksama. Ternyata urusan percintaan di dunia nyata memang rumit!
" Kamu sendiri gimana, Dis, kenapa belum punya pacar?" Jason tiba-tiba bertanya. Adis merasa agak malu dengan pertanyaan itu. Memalukan karena dia belum pernah pacaran sama sekali. Adis tidak menjawab, hanya menggeleng.
" Kenapa? Pernah disakiti? Baru putus?" cecar Jason seolah mencari pendukung atas teorinya yang tidak perlu mencintai siapa pun dalam hidup supaya terhindar dari rasa sakit hati.
" Katanya kamu tidak mau bertanya duluan," ujar Adis mengalihkan pembicaraan.
Jason tertawa, " Iya, ya. Aku hanya ingin tahu. Tidak untuk disebarluaskan," candanya.
" Intinya kalau ada pria yang tepat, yang mencintai aku apa adanya, pasti aku mau bersamanya," jelas Adis tersipu sendiri mendengar jawabannya.
Tercenung sebentar mendengar jawaban Adis, Jason pun menyahut sambil geleng-geleng, " Kayaknya kamu kebanyakan baca novel percintaan."
Setelah berjuang melewati kemacetan, mereka tiba di depan rumah Adis. Ia langsung mengucapkan terima kasih dan bergegas turun. Begitu Adis pergi, Jason merasa ada perasaan baru yang timbul di hatinya. Seperti campuran antara rasa kangen dan gengsi karena merasa kangen. Sungguh perasaan yang aneh.
Sementara di kamarnya Adis langsung rebahan tanpa bersalin baju, lalu langsung membuka akun Facebook Dilara Tsarina dan menulis status baru yang sedari tadi dipendamnya.
Untuk apa mengharapkan hati yang sudah membatu. Jika hati hanya membeku, teriknya sinar matahari dan panasnya api perlahan bisa melelehkannya. Tapi kalau membatu, tidak ada yang bisa kulakukan selain berusaha melupakanmu.
ASON teringat foto-foto reuni yang diceritakan Adis. Ia melihat foto-foto itu di iPad sambil tidur-tiduran di ranjang kamarnya. Melihat foto-foto yang diunggah, Jason jadi senyum-senyum sendiri. Teringat kekonyolannya dan temantemannya saat SMA dulu. Enaknya masa remaja, seolah tidak ada yang harus dipikirkan selain belajar dan hura-hura menghabiskan uang orangtua. Lalu Jason tiba pada fotonya berdua dengan Adis. Perasaan kangen itu muncul lagi. Membaca ucapan terima kasih dari Adis pada Anne untuk fotonya itu, Jason berpikir untuk memberi komentar juga.
Anne, fotonya makin keren karena yang difoto juga keren. Iya, kan, Adis? Thank you, Anne! tulis Jason.
Tak lama kemudian, Anne menanggapi, Kompak banget kalian. Serasi. Aku curiga kalian berdua ada apa-apanya.
Lima
Hahahaha, itu saja tanggapan Jason. Ia menunggu komentar dari Adis tapi tidak ada. Adis juga ikut membaca komentar baru tersebut, tapi ia menahan diri untuk menambah komentar lagi.
Kenapa dia tidak menjelaskan bahwa dia akan segera menikah dengan Viora? Aneh! Benar-benar pria yang tidak bisa diduga jalan pikirannya, kata Adis dalam hati.
Jason masih tiduran tapi lama-kelamaan ia merasa kepalanya pusing. Dia pikir hanya pusing biasa, tapi lalu badannya ikutan terasa tidak enak. Jason mengabaikan kondisinya, ia malah mandi supaya segar dan berharap pusingnya hilang lalu makan yang banyak. Beberapa kali bila sedang tidak fit, Jason malas minum obat. Ia hanya makan banyak, minum air putih sebanyak-banyaknya, juga minum jus buah dan vitamin. Tapi kali ini semuanya tidak mempan.
Semalaman Jason demam. Badannya menggigil. Ia sudah memakai baju hangat, celana piama, dan kaus kaki tebal, tapi masih kedinginan meski pendingin ruangan di kamar tidurnya sudah dimatikan. Lalu ditambah dengan diare.
Pagi harinya, mama Jason mulai curiga karena ditunggu sampai jam sepuluh, Jason tidak turun juga ke meja makan. Biasanya, meski terlambat sarapan, Jason sudah muncul jam delapan pagi untuk berenang atau sekadar menyapa orangtuanya. Mamanya segera menyusul ke kamar tidur Jason dan menemukan putra gantengnya itu tergolek lemas dan sakit. Tanpa menunggu lagi, Mama langsung memerintahkan asisten rumah tangga membuatkan bubur oatmeal campur susu dan membawanya ke kamar tidur. Setelah makan, Jason pun dipaksa minum obat penurun panas dan diare.
Selama tiga hari kondisi Jason naik-turun. Pagi sampai siang, suhu tubuhnya normal, tapi jika sore dan malam tiba, kondisi Jason langsung drop dan demam lagi meski diarenya sudah mulai sembuh. Selama itu pula ia dan Viora hanya berkomunikasi untuk urusan pernikahan dan Jason sama sekali tidak memberitahu tentang sakitnya.
Tapi, akhirnya ia dibawa ke rumah sakit dan oleh dokter diminta untuk rawat inap karena ia didiagnosis terkena gejala tipus plus kecapekan. Walau sudah dilarang, mamanyalah yang mengabarkan kondisi Jason kepada Viora.
Dalam hati Jason, entah kenapa, ia ingin memberitahu kondisinya ke Adis. Tapi, Jason mengurungkan niat, mengingat ia bukan siapa-siapa bagi Adis.
Tidak ada yang menunggui Jason di rumah sakit. Itu juga atas permintaan Jason. Ia tidak ingin merepotkan siapa pun. Apalagi tinggal memencet bel dan perawat akan datang. Mengingat wajahnya yang lumayan tampan, para perawat yang masih muda akan lebih cepat datang bila terdengar bel dari kamarnya dan langsung melayani kebutuhannya sebagai pasien keren.
Malam yang sepi dan bagai terisolir ternyata membuat hati Jason jadi agak melankolis. Ia tidak bisa menahan diri untuk mengontak Adis. Ia mengirim SMS ke Adis pukul 22.10.
Aku sudah lihat foto reuninya. Bagus, Jason memulai percakapan.
Iya. Bagus-bagus, jawab Adis demi kesopanan. Tapi di kamarnya, Adis tak kalah kaget menerima SMS Jason malammalam, apalagi sudah beberapa hari tidak ada kabarnya.
Kamu masih sibuk? tanya Jason.
Nggak. Lagi nonton TV, jawab Adis padahal sedang berada di depan laptop-nya dan mengetik. Buyar semua ide-ide yang ada di pikirannya saat pesan singkat dari Jason masuk. Kamu lagi di JakartaIya. Lagi tiduran di tempat yang semuanya putih, jawab Jason.
Maksudnya? Di rumah sakit. BeneranBeneran, Dis. Setelah jawaban Jason terakhir, Adis memberanikan diri menelepon Jason duluan.
" Kamu sakit?" tanya Adis tanpa basa-basi begitu teleponnya diterima oleh Jason.
" Hai... iya, sakit sedikit," jawab Jason pelan. Dalam hati Jason bahagia ditelepon Adis. Rasanya senang mendengar suara Adis.
" Sakit apa?" desak Adis cemas. Ia tak bisa membohongi diri sendiri bahwa ia khawatir Jason kenapa-kenapa, mengingat gaya hidup cuek laki-laki itu. Makan terlambat dan seketemunya, jarang istirahat, tapi yang menolong Jason adalah ia tidak merokok dan minum alkohol.
" Cuma gejala tipus, kata dokter," jawab Jason yang semakin senang mendengar nada suara Adis yang mencemaskan dirinya.
" Kalau cuma ya tidak usah dirawat. Kamu sekarang dengan siapa?" tanya Adis yang sebenarnya ingin bertanya, apakah di
sana ada Viora? Kalau ada, sungguh nekat Jason mengirim SMS kepadanya malam-malam.
" Sendirian. Kenapa? Mau menemani?" goda Jason. " Nggak," jawab Adis cepat, padahal dalam hati ia tak keberatan menemani Jason, " Memangnya kamu nggak apa-apa sendirian? Viora ke mana?"
" Viora atau keluargaku datangnya pagi dan siang. Aku memang minta tidak usah ditemani kalau malam. Nanti malah mereka ikutan sakit kalau menunggui aku."
" Kalau begitu, kamu harus istirahat. Tidurlah," kata Adis berpamitan.
" Dis, kamu nggak ke sini?" tanya Jason, tadinya dia gengsi menanyakan itu, tapi berhubung tidak ada tanda-tanda bahwa Adis akan menjenguknya, Jason tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya.
" Boleh?" Adis balik bertanya dengan polos. Ia takut kalau bezuk, nanti disangka dia ada perhatian khusus atau mengejarngejar Jason. Walaupun memang dalam hati ia sangat ingin membezuk. Rasanya ingin melakukan sesuatu untuk membantu Jason supaya lekas sembuh.
Jason tertawa. " Boleh. Aku tunggu. Selundupin makanan enak ya," canda Jason.
" Ah, aku nggak mau," tolak Adis.
Jason tertawa lagi, " Ya sudah. Kutunggu besok ya. Eh, kamu mau ketemu Viora atau nggak?"
" Maksudnya apa?"
" Kalau kamu mau ketemu, kamu datangnya siang. Kalau mau
bertemu hanya denganku, bezuknya sore," Jason sendiri tidak habis pikir, kenapa kalimat barusan terucap dari mulutnya. Apakah ia berharap Adis datang sore supaya mereka bisa mengobrol dengan bebas? Kalau ada Viora, percakapan mereka pasti terbatas, agak kaku.
" Iya, nanti aku lihat waktunya yang cocok. Kamu sekarang tidur. Istirahat," kata Adis mengakhiri percakapan. Padahal Adis sudah memutuskan akan datang bezuk sore sampai malam, tapi ia pura-pura bingung supaya tidak ketahuan bahwa ia sangat ingin membezuk Jason.
Buat apa bertemu dengan Viora? batin Adis. Ya ampun, apa yang kulakukan? Kenapa aku jadi begini karena Jason? Apakah aku jatuh cinta pada Jason? Tidak mungkin! Jangan sampai! Tidak boleh! Ingat! Camkan! Jason akan menikah dengan Viora. Kalau tidak ingin patah hati, JANGAN jatuh cinta pada Jason karena dia akan menikah dan karena dia tidak ingin mencintai dan dicintai siapa pun, selain keluarganya.
SMS dari Jason masuk. Mengabarkan nama rumah sakit, bangsal, dan nomor ruang tempat ia dirawat. Kalimat terakhir SMS-nya membuat Adis makin berbunga, Kamu datang sore saja ya.
Adis menjawab dengan formal, menekan bunga-bunga yang bermunculan dalam hatinya, Terima kasih infonya. Nanti aku lihat jadwalnya Lika dulu ya.
Di ranjang berseprai putih di kamar rawat inapnya, Jason juga tidak bisa tidur memikirkan hati dan mulutnya yang tidak bisa dikontrol dan selalu ceria kalau ada Adis. Berbeda bila meng
hadapi Viora yang manja. Hatinya terasa biasa saja bila bertemu dengan Viora yang cantik, kaya, dan benar-benar menempatkan diri sesuai " kelasnya" sebagai wanita yang tidak pernah kesusahan. Berbeda dengan Jason yang juga anak orang kaya tapi tidak masalah bersikap jadi orang biasa saja. Kalau mau jujur, ia lebih menganggap Viora sebagai teman, adik, bukan calon istri. Sampai saat ini Jason merasa semua orang bahagia, gembira dengan keputusannya, jadi kenapa mesti repotLagi pula, Viora sudah berselingkuh, kenapa aku tidak " bermain-main" dengan Adis? Toh, ini bukan cinta, hanya mainmain. Jason menyimpulkan keruwetan pikirannya sendiri hingga pengaruh obat membuatnya tertidur.
Dengan hati berdebar, Adis berjalan menuju kamar rawat inap Jason. Adis masih mengenakan baju kerja berupa celana jins ketat dengan blus batik mega mendung berwarna merah muda dan biru muda, plus sepatu datar berbahan sutra Makassar. Setelah mengetuk pintu, Adis membukanya dan melongokkan kepala. Ia langsung melihat Jason yang berbaring sambil nonton televisi.
Melihat kedatangan Adis, Jason tersenyum. Hatinya merasa bahagia. " Hai, Dis."
Adis tidak menjawab dan hanya tersenyum sambil melihat ke arah televisi. Jason sedang menonton serial Criminal Minds. Kamar VIP itu terasa lapang karena tidak ada orang lain. Tidak ada antaran buah karena memang Jason sementara dilarang makan buah.
" Kamu sudah baikan?" tanya Adis sambil duduk di samping ranjang Jason.
" Lebih mendingan. Tapi masih lemas sih. Ini namanya dipaksa istirahat, Dis. Kalau di sini, mau nggak mau aku harus istirahat dan makan teratur," jawab Jason.
" Keluarga kamu sudah bezuk?" Adis agak iba karena melihat Jason sendirian.
" Sudah. Mereka datang pagi dan siang, buat ambil baju kotor, kasihan kalau bolak-balik lalu ikut menginap di sini seharian, Dis. Sebisa mungkin aku tidak merepotkan orang. Yang tahu aku di sini hanya keluargaku, keluarga Viora, dan kamu," kata Jason sambil berusaha menggapai gelas air putih. Adis refleks mengambilkan dan membantu Jason minum. Tangan kanan Adis memegang gelas itu dan tangan kiri Jason memegang sedotan. Adis berharap debar jantungnya tidak terdengar oleh Jason.
" Sudah, Dis," Jason mengeluarkan sedotan dari mulutnya. Adis mengembalikan gelas ke meja di dekat ranjang. Keduanya lalu terdiam dan menonton televisi.
" Pasti kamu suka Aaron Hotchner," tukas Jason tanpa melihat ke arah Adis.
Dengan tersipu Adis mengangguk, " Memang cakep kok. Cool, tegas, tidak banyak tingkah." Adis memuji tokoh agen FBI yang diperankan aktor Thomas Gibson dalam seri drama kriminal Criminal Minds.
" Wah, itu aku banget, Dis," canda Jason. Adis hanya tersenyum tipis. Ia tidak bisa membalas ucapan Jason barusan. Tidak lama kemudian perawat datang membawakan makan
malam. Jason terlihat tidak bersemangat melihat makanannya. Nasi tim ayam kecap, tahu goreng, tumis wortel telur, dan pisang.
" Tidak ada steik, ya?" tanya Jason pasrah.
" Nanti kalau sudah sembuh kan bisa makan steik," kata Adis sambil membuka plastik penutup makanan. Jason terlihat ogahogahan.
" Ayam goreng juga nggak ada, payah deh," keluh Jason sambil mengorek-ngorek tumis wortel telur di depannya dengan garpu.
" Daripada kamu sengaja menumpahkan makanan lalu menyuruh aku beli makanan di kantin, lebih baik aku suapi saja, ya?" Adis menawarkan diri.
Jason tersenyum mendengar ucapan Adis barusan. " Disuapin? Ya, boleh deh," Jason mengangguk senang. Ia memang malas makan sendiri. Viora juga tidak berusaha menyuapinya. Viora memang bertanya apakah ia sudah kuat untuk makan sendiri, dan Jason menjawab ya. Ya sudah, Viora tidak berniat menyuapi, hanya membantu seperlunya saja.
Sesendok demi sesendok, Adis menyuapi Jason. Setiap sendok yang disuapkan Adis ke mulutnya membuat Jason senang. Dalam hati Adis bahagia bisa sedekat ini dengan Jason dan mengurusnya saat dia membutuhkan. Persetan dengan Viora! Punya calon suami seberharga ini kok bisa tidak diurus, Adis membatin.
" Kamu sepanjang minggu ini ada acara?" tanya Jason sambil mengunyah pelan nasi timnya.
" Ada. Sabtu dan Minggu malam," jawab Adis tersenyum.
Jason agak kecewa mendengar jawaban Adis. Dia sudah membayangkan betapa membosankan seharian di kamar sendirian, hanya baca-baca dan nonton televisi. Kalau Adis tidak datang, Jason berharap Viora datang. Sebenarnya jika dalam keadaan sehat, Jason tidak peduli apakah ada Viora atau tidak, tapi dalam kondisi kurang sehat, membuat sebagian otak dan hati Jason jadi melankolis. Ia ingin ditemani, tapi gengsi untuk mengatakannya.
Butuh waktu setengah jam bagi Jason untuk menghabiskan semua makanannya. Walau kesal dengan makanan rumah sakit yang " tidak ada rasanya" , Jason merasa ada kehangatan mengalir dalam hatinya saat disuapi Adis. Perasaan yang tidak ditemukannya ketika bersama Viora.
" Minum ya. Segelas harus habis," kata Adis sambil menyodorkan gelas dengan sedotan kepada Jason. Tanpa membantah, Jason langsung menyedot air putih di gelas. Baru setengah gelas, Jason berhenti minum.
" Aku mau ke toilet," ucap Jason sambil bersiap turun dari tempat tidur. Adis dengan sigap meletakkan gelas di meja, menyiapkan sandal jepit Jason di lantai agar Jason bisa langsung pakai dan langsung memegang tangan kanan Jason, membantunya turun dari tempat tidur. Ingin rasanya Jason mengatakan, " Tidak usah bantu. Aku bisa sendiri." Tapi hatinya merasa bahagia dan tersentuh dengan cara Adis mengurusnya.
" Kamu sudah kuat jalan sendiri? Ke toilet sendiri?" tanya Adis. Ia sebenarnya malu untuk menanyakan urusan toilet itu, risi. Tapi daripada Jason pingsan di kamar mandi karena masih lemas, Adis merasa lebih baik ia memastikan.
" Bisa& bisa kok sendiri," jawab Jason sambil tertatih perlahan.
" Aku bantu sampai depan kamar mandi ya," Adis tidak yakin dengan jawaban Jason. Ia memegang erat lengan kanan Jason untuk membantunya berjalan. Jantung Adis berdetak tak keruan saat memegang Jason.
" Aku tunggu di luar," ucap Adis pelan. Di dalam kamar mandi, Jason berusaha fokus untuk buang air kecil dengan berpegangan pada handle besi yang dipasang di tembok dekat kloset. Di luar kamar mandi, Adis memejamkan mata dan bersandar di tembok.
Apa yang kurasakan? pikir Adis. Rasanya hatiku ingin meledak ketika memegang lengannya. Apakah aku jatuh cinta pada Jason? Bersiaplah menangis, Dis& Dia bukan untukmu.
Bunyi pintu dibuka dari dalam kamar mandi. Jason tersenyum melihat Adis menunggunya berdiri di depan pintu kamar mandi.
" Maaf, Mbak, saya nggak punya uang receh," canda Jason seolah sedang keluar dari WC umum dan tidak punya uang seribuan untuk diberikan kepada penjaga WC. Adis tertawa geli, tapi berubah tegang karena tanpa terduga Jason memegang lengan kiri Adis erat dengan tangan kanannya yang kuat.
Mereka berjalan beriringan ke tempat tidur lagi. Jason kembali rebah dan demi menyelamatkan diri dari situasi yang canggung, Adis langsung mengambil remote TV dan pura-pura mencari kanal acara lain.
" Kamu nggak makan malam?" tanya Jason pada Adis yang memutuskan menonton Law and Order: Criminal Intent.
" Nggak. Jarang makan malam," jawab Adis. " Takut gendut, ya?"
" Salah satunya. Tapi kalau sedang ada acara baru makan, kalau sendirian, malas."
" Besok kamu ke sini lagi?"
" Belum tahu," Adis sengaja menjawab begitu padahal ia sudah memutuskan akan datang tiap jam bezuk sore sampai Jason dinyatakan boleh pulang.
" Ke sini ya, bawakan aku makanan enak," pinta Jason. " Aku tidak berani janji," jawab Adis singkat. Hatinya ingin bertanya, mau makan apa, Jason? Steik? Sushi? Mi goreng? Ayam panggang? KebabPerawat masuk ke kamar sambil meletakkan tiga jenis obat di meja.
" Diminum ya, Mas Jason. Minum air yang banyak juga," pesan perawat itu dengan ramah lalu meninggalkan keduanya.
Adis memenuhi gelas di meja dengan air dari termos yang tersedia, meletakkan tiga butir obat di telapak tangan kirinya dan memberikan gelas dengan tangan kanannya. Perlahan, Jason meminum obat-obatannya dan menghabiskan air minum segelas. Adis langsung mengisi lagi gelas kosong itu hingga penuh kembali.
" Kalau tidak ada yang menemani, kamu ke kamar mandi dengan siapa?" tanya Adis.
" Manggil perawat. Kalau mandi juga masih dibantu mandi perawat. Belum bisa kena air banyak."
" Kalau siang ada Viora, kan?" Adis memastikan.
" Iya. Kalau dia tidak datang, ada mamaku. Selama masih ada perawat, tenang saja," jawab Jason tersenyum.
" Aku pulang dulu supaya kamu bisa istirahat. Kalau ada aku kamu jadi ngobrol, nanti nggak sembuh-sembuh," Adis berpamitan.
" Oh, ya sudah. Kalau ada waktu, datang lagi, Dis" kata Jason. Adis tidak ingin melihat mata Jason. Ia langsung pergi keluar dari kamar.
Sepeninggal Adis, Jason memejamkan mata. Ada perasaan tak biasa yang menjalari hatinya saat berpegangan tangan dengan Adis. Sesuatu tentang Adis yang membuatnya tergetar. Adis yang sering tidak tahu mau bicara apa. Adis yang baik. Adis yang peduli dengannya. Adis yang beberapa hari terakhir sering masuk ke pikirannya dengan gayanya yang kebingungan. Kenapa jadi memikirkan Adis yang bukan siapa-siapaWaktu SMA, Jason sering meledeknya. Bukan hanya memberi julukan pada Adis, tapi juga pada banyak teman lainnya. Adis tidak pernah marah dipanggil lem dan gayung. Dia hanya jalan semakin cepat sambil menunduk dalam-dalam. Jason tidak ada maksud apa-apa ketika memberi julukan kepada teman-temannya, murni keisengan. Ia teringat ketika ada perlombaan membuat cerita pendek dalam rangka ulang tahun sekolahnya, begitu nama Gadis Lembayung disebut sebagai juara pertama, sontak seisi kelasnya berteriak-teriak kegirangan karena di perlombaan majalah dinding, basket, dan modern dance, kelas mereka hanya juara tiga dan harapan.
" Hidup Gayung! Hidup Gayung! Hidup Gayung! Gayung!
Gayung!" Jason teringat ia berteriak-teriak seperti itu di lapangan sekolah saat pengumuman lomba. Teman-teman sekelasnya pun jadi ikutan meneriakkan hal yang sama sambil jejingkrakan dan bertepuk tangan. Adis, antara bangga karena mendapat dukungan dan pujian dari teman-teman sekelasnya dan juga malu karena seisi sekolah tahu dia dipanggil " Gayung" .
Jason tidak pernah menyangka ia akan bertemu lagi dengan Adis dengan perasaan yang berbeda. Dulu, ia tidak pernah peduli-peduli amat dengan cewek-cewek di kelasnya, termasuk Adis, kecuali untuk mengisengi saja. Tapi sekarang, ia sibuk memikirkan cara-cara bertemu atau berkomunikasi dengan Adis.
Aku tidak jatuh cinta pada Adis. Aku hanya terhanyut dengan perhatiannya. Ini hanya kedekatan karena dia kasihan padaku, karena dia baik. Dia tidak akan jatuh cinta pada pria yang telah mempermalukannya di SMA dulu. Dia juga salah satu orang yang mempersiapkan pernikahanku dengan Viora, Jason bolakbalik menyangkal perasaannya.
Bukan hanya Jason yang melakukan itu, sepanjang jalan pulang Adis juga menyangkal perasaan yang bergejolak dalam hatinya. Aku tidak pernah dendam pada Jason, memang dia orangnya iseng. Sekarang memang dia lebih dewasa, lebih tampan, tapi tidak berhati. Semoga dia tidak tahu perasaanku. Semoga dia tidak mendengar debar jantungku tadi. Semoga dia tidak melihat betapa aku bahagia saat di dekatnya dan mengurusnya. Semoga Jason tidak tahu bahwa aku jatuh cinta kepadanya, hati Adis terus berbicara.
Ijinkan Aku Mencintaimu Karya Esi Lahur di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Di kamarnya, Adis sama sekali tidak berniat menulis. Laptop sudah dinyalakan tapi pikirannya menerawang ke mana-mana. Niat utamanya menjenguk Jason adalah supaya pria itu tahu bahwa tidak semua hal bisa dihargai dengan uang. Adis hanya ingin Jason tahu bahwa ia tulus membantu selama sakit dan tidak perlu dibayar. Bolak-balik Adis mengecek iPhone, berharap ada SMS atau telepon dari Jason. Ingin rasanya Adis menulis perasaannya di status Facebook, tapi ia takut dibaca oleh Jason. Adis beralih ke akun Dilara Tsarina dan langsung menulis.
Cintaku bertepuk sebelah tangan. Galau yang menusuk jantung.
Adis datang lagi setiap sore selama Jason dirawat inap. Yang jadi bahan pembicaraan di antara keduanya tidak pernah tentang perasaan mereka, melainkan tentang film, Komisi Pemberantasan Korupsi, duet Joko Widodo-Ahok, tempat-tempat liburan, buku, restoran, sampai komik Tintin. Adis yang pemalu merasa nyaman bercerita dan bertanya pada Jason. Ia merasa didengarkan dan diharapkan pendapatnya.
Sabtu sore, Adis berbohong pada Lika bahwa ia sedang tidak enak badan dan tidak dapat membantu acara perayaan pesta perak pernikahan pasangan pengusaha restoran. Tapi saat hendak masuk ke bangsal rawat inap, Adis melihat sosok pria yang cukup
familier. Adis menghentikan langkah dan berpikir keras. Lalu mendadak Adis duduk di deretan kursi di dekatnya.
Pria itu kan selingkuhan Viora? Berarti Viora ada di dalam bersama Jason? Dunia benar-benar gila. Menyuruh selingkuhan duduk manis menunggu sementara si perempuan bertemu dengan calon suaminya? Adis tidak habis mengerti. Tapi ia juga tidak ingin beranjak dari rumah sakit. Ia tidak jadi menjenguk Jason dan menunggu Viora keluar lagi.
Adis menunggu kemunculan Viora dengan membaca majalah sambil sebentar-sebentar melirik ke arah pria selingkuhan itu. Lebih dari satu jam menunggu akhirnya Viora muncul dan langsung bergelayutan manja di lengan pria yang sedari tadi duduk sambil memainkan komputer tabletnya. Kebetulan membawa syal, Adis segera membuka syal dan membuatnya jadi kerudung yang asal saja menutup kepalanya. Pura-pura terus membaca tapi satu tangan lainnya memotret Viora dan selingkuhannya.
Sabtu malam itu Adis tidak jadi membezuk Jason. Walau sangat ingin bertemu Jason, Adis mengurungkan niatnya. Minggu malam besok, Adis akan datang lagi ke rumah sakit.
" Besok aku boleh pulang," kata Jason ceria begitu melihat Adis masuk ke kamarnya. Ia membetulkan posisi duduknya.
" Syukur deh," Adis ceria karena Jason sudah sembuh tapi juga sedih karena ia tidak akan lagi bisa berduaan dengan Jason.
Tidak bisa lagi bertemu dengan Jason dengan bebas. Berarti ini hari terakhir mereka bisa mengobrol bebas.
" Tapi aku diminta istirahat di rumah dulu seminggu. Tidak boleh beraktivitas yang berat-berat," tambah Jason lagi. " Memangnya kamu bisa diam di rumah?"
Jason tertawa. " Sama. Aku juga berpikir begitu. Mungkin aku akan coba bikin buklet perjalanan supaya nggak bosan di rumah."
" Nonton DVD saja," kata Adis. Keduanya lalu asyik mengobrol. Saat makan malam datang, Jason tidak lagi disuapi. Ia sudah bisa makan sendiri walau masih tidak lahap. Buang air kecil dan mandi pun sudah bisa sendiri.
Lima belas menit sebelum waktu berkunjung habis, Adis pamit, " Jason, aku pulang ya. Kamu jangan sakit lagi."
Jason yang duduk di tepi ranjang dengan cepat menyambar tangan Adis dan menarik gadis itu ke pelukannya. Adis tak kuasa menolak ketika Jason dengan cepat mencium lembut bibirnya. Kedua tangan Jason memeluk erat pinggang Adis. Hampir semenit mereka berciuman. Ketika bibir keduanya terpisah, Jason menatap langsung ke kedua mata Adis.
" Dis& Maaf, aku terbawa suasana," kata Jason pelan sambil mengatur napasnya.
Adis terpaku lalu berucap, " Aku pulang ya& " Adis melepaskan diri dari pelukan Jason dan berjalan menuju pintu untuk keluar dari kamar. Ia terus berjalan cepat keluar dari bangsal rawat inap, Adis berhenti di kantin rumah sakit. Ia menenangkan diri dan duduk di sebuah bangku kosong di sudut kantin.
Seandainya saja kamu bilang " aku jatuh cinta padamu" , mungkin aku akan bertahan di kamar itu. Tapi, kamu bilang hanya terbawa suasana. Aku takut kelanjutan kalimatmu mengungkapkan bahwa ciuman tadi hanya nafsu dan sebuah kesalahan. Aku tidak mau mendengar itu. Yang mau aku dengar adalah ciuman itu didasari rasa cinta. Tapi tidak mungkin, kamu kan sudah membatukan hati untuk cinta. Bodohnya aku! Lupakan Jason Anthony! Dia bukan untukku. Adis menyeka air yang menetes dari matanya.
Sepanjang malam Adis membayangkan dan mengenang ciuman pertamanya. Ciuman yang indah dengan seorang Jason. Ciuman yang luar biasa lembut dan membahagiakan. Tapi ciuman yang tidak akan ada kelanjutannya, karena Jason akan menikah dengan perempuan yang tidak dicintainya dan telah mengkhiantinya. Jason juga telah berkhianat dengan menciumku! Walaupun ciuman itu tidak ada artinya buat dia. Aneka pikiran terus berkecamuk di hati dan pikiran Adis hingga ia tidak bisa berbuat apa-apa. Bila berkaitan dengan Jason, pikiran Adis mentok. Hati jadi sedih.
Perasaan cinta di hati Adis layu sebelum berkembang. Baru Adis menyadari bahwa dirinya sungguh-sungguh jatuh cinta pada Jason, tapi tidak ada gunanya. Belum apa-apa Adis patah hati. Ia merindukan masa-masa dulu saat tidak terlalu memikirkan cinta, pacaran, dan hanya mengagumi Kelvin, mantan pacar Lika
itu. Sungguh ironis, bos dan sekretaris sebuah perusahaan perencana pesta pernikahan sama-sama belum bisa mengecap manisnya cinta apalagi menyelenggarakan pernikahan yang indah untuk diri mereka sendiri.
Yang paling parah, akibat patah hati itu Adis jadi tidak konsentrasi menulis kelanjutan novelnya. Jemari tangannya seperti tidak bisa bergerak, padahal biasanya dengan cepat ia dapat mengetik alur kisah fiksi percintaan yang menjadi andalan Dilara Tsarina.
Sebuah SMS masuk ke iPhone-nya. Dari Jason. Jantung Adis rasanya nyaris jatuh ke tanah. Ia membaca SMS itu, hanya tiga kata. " Maafkan aku, Adis." Air mata Adis mengalir lagi membaca SMS dari Jason. Minta maaf untuk apa? Karena telah menciumku tanpa perasaan? Adis tidak membalas SMS itu dan hanya memandangi layar laptop dengan tatapan kosong hingga akhirnya ketiduran di mejanya dengan laptop yang masih menyala.
Tidur terlentang menatap eternit putih resik kamar rawat inapnya, mata Jason tidak bisa terpejam. Ia juga membayangkan ciumannya dengan Adis tadi. Rasanya berbeda saat ia mencium Viora. Dengan Viora, Jason yakin hanya nafsu yang bicara. Juga karena " kewajiban" sampingan percintaan. Seringnya Viora yang memancing berciuman duluan. Tapi dengan Adis, Jason merasakan getaran berbeda saat bibir mereka bertemu. Jason berusaha me
mejamkan mata tapi bayangan Adis seolah menempel di matanya.
Ia mengambil iPad dan membuka akun Facebook Adis. Tidak ada yang berubah di sana. Sepi dan tanpa kehebohan status seperti akun milik Viora. Jason cukup gembira melihat foto-foto Adis. Ketika ia melihat lagi foto Adis dan dirinya, hatinya kembali tergetar. Sudah lama ia tidak merasakan perasaan seperti itu. Berdebar. Tergetar. Kangen tapi tidak tahu harus berbuat apa. Jason sudah meyakinkan diri untuk mematikan perasaan cintanya pada perempuan mana pun. Sedikit demi sedikit ia membatukan hati selama bertahun-tahun.
Berbagai adegan kenangan muncul di benak pria yang membiarkan rambut halus tumbuh perlahan di atas bibir dan dagunya selama dirawat inap. Segala memori indah saat ia masih kuliah dulu. Ketika rasa cintanya masih begitu besar dan menggebu. Saat ia memadu kasih dengan Kimberly Grant, perempuan Amerika sesama mahasiswi.
Sejak awal Kim sudah dengan tegas mengatakan tidak tertarik pada pernikahan karena ia tidak ingin menghabiskan hari-hari dalam hidupnya dengan satu pria saja dan mengurus keluarga. Namun, Jason meyakinkan diri bahwa selama mereka menjalin cinta, dengan perhatian dan ketulusan cintanya pikiran Kim bisa diubah perlahan. Tiga tahun berlalu, mereka sudah lulus. Jason siap tinggal di Amerika atau di mana pun demi Kim. Tapi Kim berkeras hati. Ia menolak ajakan Jason untuk menikah, secara tegas dan lantang menyatakan tidak berminat untuk punya anak. Minatnya hanya pada pekerjaannya sebagai arkeolog yang
mengikuti berbagai ekspedisi penelitian di berbagai belahan dunia. Pernikahan tidak ada dalam daftar masa depannya. Titik.
Dengan hati berkeping Jason memilih pulang ke Indonesia. Sejak saat itu pula ia berjanji tidak akan jatuh cinta lagi. Tidak akan mencintai perempuan mana pun. Ia sampai pergi naik-turun Gunung Semeru, Rinjani, dan mengembara hingga ke pedalaman Papua demi menenangkan perasaannya, melupakan Kim dan membekukan hatinya.
Sebelum dengan Viora, kakaknya pernah menjodohkan Jason dengan adik temannya, tapi tidak berhasil karena Jason belum siap berhubungan lagi dengan perempuan. Setelah dua tahun berlalu dan ketika keluarganya menjodohkannya dengan Viora, Jason sudah mati rasa. Dia berhasil menghadapi Viora dengan hati batunya. Jason sukses menjalin hubungan dengan Viora tanpa jatuh cinta apalagi mencintai, tapi sekarang muncul Adis. Perasaan hangat dan bahagia ketika masih bersama Kim, timbul lagi bersama Adis. Namun Jason enggan jatuh ke lubang yang sama dua kali. Ia sudah tahu rasanya patah hati dan hancur karena cinta, ia tidak akan mengulang kembali mendung dan badai yang meluluhlantakkan hatinya seperti dulu.
Klik. Jason mematikan iPad. Melupakan Adis. Itu tekadnya. Fokus pada persiapan pernikahan dengan Viora. Yang seperti ini lebih enak, batinnya, tidak usah pakai hati. Tidak ada yang tahu juga, kan? Ia lalu memejamkan mata.
Jason bersiap pulang. Jennifer sedang menyelesaikan administrasi rumah sakit. Viora menemani di kamar, membantu membereskan barang-barang Jason. Diam-diam Jason memandang Viora dan mengakui bahwa calon istrinya itu memang cantik, wangi, dan penuh pesona. Tidak ada raut wajah kesusahan di wajah mulusnya.
Ya, apa yang mau dipikirkan ketika sejak lahir dia bisa mendapatkan apa pun yang dia inginkan? Segala yang dia minta hampir tidak pernah ditolak. Viora anak perempuan satu-satunya, kesayangan keluarganya. Tapi tahukah Viora bahwa aku tidak mencintainya? Jason bertanya dalam hati sambil duduk di tepi ranjang.
Viora menghampiri Jason dan memeluk leher calon suaminya itu. Deg! Jason merasa adegan yang berulang namun dengan perempuan berbeda. Semalam dengan Adis dan sekarang Viora mengulangi posisi yang nyaris sama.
" Kalau sudah benar-benar sehat nanti kita jalan-jalan ke Australia, ya?" pinta Viora manja sambil mengelus-elus dagu Jason yang terasa kasar.
" Lihat nanti, ya? Lihat pekerjaanku dulu," elak Jason. Biasanya ia akan segera melingkarkan kedua tangan di pinggang Viora demi akting sebagai pacar yang mesra dan nafsu semata. Tapi kini entah mengapa, kedua tangannya bagai terpaku, mencengkeram tepi ranjang.
" Kamu kan bos, kenapa tidak mendelegasikan pekerjaan kepada bawahanmu saja?" rengek Viora dengan tangan kembali memeluk leher Jason. Wajahnya dibuat manja sedikit ngambek.
" Bos kan tetap harus kerja. Apalagi aku sudah lama tidak masuk kantor karena sakit, nanti juga disuruh dokter istirahat seminggu dulu. Masa aku menyuruh karyawanku kerja keras sementara akunya tidur-tiduran, jalan-jalan tanpa tujuan?" jawab Jason lambat-lambat, mencari jawaban yang tepat.
Viora melepaskan tangan dari leher Jason. Ia duduk di tepi ranjang tepat di sebelah Jason. Raut wajahnya yang tadinya ceria manja menjadi cemberut merajuk. Jason sudah hafal.
" Nanti aku cari waktu lagi yang tepat. Kan bisa juga bulan madu liburan sebulan ke sana. Oke?" tanya Jason.
Viora tidak menjawab. Setiap ada yang tidak sesuai dengan keinginan dan rencananya, ia jadi gondok, keki berat. Kebiasaan dimanja dan dituruti dari kecil membuatnya kadang menjadi perempuan menyebalkan. Jason berdiri, tanpa berkata-kata meninggalkan Viora menuju kamar mandi. Sebetulnya ia tidak kebelet, hanya ingin sendirian dan malas melihat Viora merajuk.
Adis tidak pernah merajuk. Sedang apa kamu, Dis? Sedang mempersiapkan pernikahanku ya? tanya Jason dalam hati, sambil menyiram kloset. Pura-pura habis buang air kecil. Lalu ia bersandar di tembok kamar mandi. Membayangkan ciumannya dengan Adis yang menggetarkan. Semakin ia mencoba melupakan Adis, bayangan saat mereka berciuman terasa makin nyata.
IDAK ada balasan SMS dari Adis. Tidak ada kabar apa pun. Itu membuat Jason yakin Adis tidak senang dengan peristiwa ciuman yang terjadi di rumah sakit. Kalau Adis senang, kalau Adis bahagia dan menginginkan peristiwa itu terjadi, pasti dia akan menjawab, tidak ada yang perlu dimaafkan, begitu pikir Jason. Berulang kali ia ingin menelepon Adis sekadar menanyakan kabar, berkali-kali pula ia meredam keinginan itu karena tidak ingin terlihat mengejar-ngejar Adis.
Selama seminggu pula, sesuai anjuran dokter, Jason yang tidak ingin dirawat inap lagi di rumah sakit, memutuskan mendekam di rumahnya saja. Ia makan dan tidur teratur. Tiap hari ia mengecek akun Facebook Adis, tetap saja tidak ada status baru. Tiap saat berdebar bila ada SMS atau pesan masuk ke
Enam
iPhone-nya, Facebook-nya, e-mail-nya, Jason berharap itu dari Adis. Tapi tetap tidak ada. Adis bagai hilang entah ke mana. Jason sadar, ia pernah mengalami perasaan ini dulu& dulu waktu naksir dan ingin mengejar Kim agar menjadi kekasihnya.
Hari pertama ketika Jason sudah bisa beraktivitas di luar rumah lagi, Viora muncul di rumahnya dengan penampilan cerah dan menggemaskan. Bercelana jins biru pendek dengan kaus ketat berwarna fuschia, Viora benar-benar memamerkan kakinya yang bagus dan bentuk tubuhnya yang bagai model. Tanpa babi-bu lagi, Viora langsung mengajak Jason yang berencana mengisi hari pertamanya di kantor, dengan pergi ke kantor The Golden Ring.
" Mau ngapain lagi sih?" tanya Jason yang langsung menunjukkan keengganannya ke kantor itu.
" Ya mengurus pernikahan," jawab Viora.
" Buat apa bolak-balik ke sana, kan bisa komunikasi lewat telepon, e-mail& ," Jason masih berusaha menolak rencana Viora.
" Lebih baik ketemu langsung jadi kita bisa tahu sudah dikerjakan sampai mana. Hitam di atas putih bisa tahu, kalau hanya lewat telepon kan bisa saja dibohongi. Bilangnya sudah padahal belum. Dari sana nanti kamu kan bisa ke kantor. Aku antar," Viora masih keukeuh dengan keinginannya. Maksudnya " aku antar" adalah sopirnya yang akan menyetir ke tujuan mana saja sesuai perintah.
Jason tidak menanggapi omongan Viora. Ia merasa tidak ingin bertemu dengan Adis berdua dengan Viora. Tapi di hatinya yang
paling dalam, ia sangat ingin melihat Adis. Dan yang Jason tak habis pikir adalah, mengapa Viora harus sangat repot memikirkan pernikahan ini bila ia berselingkuh? Tentang perselingkuhan ini pikiran Jason terbelah. Ego prianya ingin tahu siapa pria selingkuhan Viora, mengapa ia berselingkuh, namun di satu sisi ia tidak ingin tahu karena tidak peduli, toh ia tidak mencintai Viora.
Kedatangan Viora dan Jason disambut oleh Retha, operator telepon merangkap front office kantor.
" Mau ketemu Mbak Lika, bisa?" tanya Viora. " Dengan Mbak siapa?" tanya Retha ramah. " Viora."
" Mbak Viora, Mbak Lika-nya sedang ke Bangkok. Tapi kalau ada yang mau disampaikan, saya terima, nanti saya sampaikan," jelas Retha dengan senyum manis.
" Oh, lagi pergi, ya. Kalau Mbak Adis, ada? Saya mau tanyatanya tentang progress persiapannya sudah sampai mana," ujar Viora, agak ngotot karena tidak mau pulang dengan tangan hampa.
" Mbak Adis ada. Silakan duduk dulu, Mbak. Saya panggilkan," Retha mempersilakan Viora dan Jason duduk menunggu. Retha langsung menuju ke atas menemui Adis yang sedang duduk di mejanya.
Jason diam saja. Ia mencerna perasaannya yang mendua.
Antara senang akan bertemu dengan Adis dan waswas karena tidak tahu bagaimana sikap Adis saat bertemu dengannya nanti.
" Dis, ada klien yang mau ketemu. Sudah menunggu di bawah," Retha mengabari.
Adis mengernyitkan dahi, " Klien? Kayaknya tidak ada yang janjian. Kamu sudah bilang Lika sedang pergi ke Bangkok?"
" Sudah bilang, tapi dia malah ingin bertemu dengan kamu. Namanya Viora. Memang dia belum janjian. Tapi kamu kan juga mengerti persiapan pernikahan mereka," kata Retha lagi yang terlihat enggan turun ke bawah kalau Adis juga tidak mau turun.
" Mereka?" tanya Adis berdebar.
" Iya, kayaknya Viora dan calon suaminya," jawab Retha lagi.
" Aduh, bagaimana ya?" Adis jadi ragu-ragu. Inginnya dia mengoper ke Mbak Lula yang juga tahu detail persiapan pernikahan Viora dan Jason, tapi Mbak Lula sedang keluar.
" Sudah, cepat turun sana. Tidak enak kalau tamu kelamaan menunggu," desak Retha dengan wajah memohon kepada Adis.
Walau terpaksa, Adis langsung mengambil berkas milik Viora dan Jason serta membawa iPad. Ia, ditemani Retha, segera turun ke lantai satu. Retha kembali ke mejanya, sedangkan Adis menghampiri Viora, langsung berjabatan tangan dengan semringah. Lalu ketika bersalaman dengan Jason, Adis tidak berani menatapnya sedetik pun. Walau Jason menatap langsung ke mata
Adis. Jantung keduanya berdebar keras saat tangan mereka bersalaman, namun Adis segera menarik tangannya walau dalam hati, ia ingin merasakan kehangatan genggaman erat tangan Jason.
Tanpa basa-basi, dengan suara ditenang-tenangkan Adis menjelaskan kepada Viora detail perkembangan persiapan pernikahan mereka. Viora mendengarkan dengan penuh senyum walau kadang menyela dan bertanya ini-itu. Jason tidak memainkan iPhone, pura-pura menyimak padahal pikirannya kosong sambil memandangi Adis meski tidak sedetik pun Adis berani menatap matanya.
Dua puluh menit berlalu, tiba-tiba ada panggilan masuk di ponsel Viora. Mengecek sebentar, Viora langsung permisi pada Adis, " Maaf, saya mau ke toilet dulu."
" Silakan," Adis mempersilakan Viora yang langsung berdiri dan berjalan menuju toilet, meninggalkan Adis dan Jason berdua.
" Dis," Jason memanggil pelan setelah yakin tidak akan terdengar oleh Viora. Adis menggeleng tanda ia tidak ingin berbicara.
" Kamu marah?" bisik Jason sambil terus menatap mata Adis. Lagi-lagi Adis menggeleng, masih tetap menunduk, menyibukkan diri dengan kertas-kertas di hadapannya.
" Kalau kamu tidak marah, lihat aku," ucap Jason yang sebenarnya ingin memegang dagu Adis dan menegakkan kepalanya agar mata mereka bisa bertemu pandang. Adis masih tidak berbicara, ia menguatkan hatinya untuk menatap mata Jason.
" Aku minta maaf untuk kejadian malam itu. Aku kelewatan," ujar Jason lirih.
Dalam diamnya Adis memaki Jason. Jelas, kamu kelewatan! Buat kamu ciuman itu tidak ada artinya, tapi buat aku? Ciuman kamu itu segalanya! jerit hati Adis. Hatinya juga tak henti memuji ketampanan Jason yang terlihat lebih rapi setelah mendekam seminggu di rumah.
" Maafkan aku ya, Dis?" kata Jason lagi.
Adis kembali menunduk. Tidak menjawab. Kalau saat ini di kamar tidurnya, ia akan menangis kuat-kuat di tempat tidur sambil memeluk erat gulingnya.
" Dis& apa yang harus kulakukan supaya kamu mau bicara denganku?"
" Jason, fokuslah pada Viora dan rencana pernikahanmu. Please," jawab Adis berusaha menyembunyikan getar suaranya.
Jason menggeleng pelan, baru saja ia ingin mengucapkan kalimat lagi tapi batal. Percakapan rahasia keduanya terhenti ketika Viora datang dari toilet.
" Tumben nggak ramai nih kalian. Biasanya cerita nostalgia," ujar Viora ceria dan Adis yakin pasti Viora habis menelepon dengan kekasih gelapnya.
" Katanya badannya kurang sehat jadi tidak bisa bercanda," jawab Adis cepat.
" Oh iya, benar. Dia kan minggu lalu baru dirawat di rumah sakit. Tipus," sambung Viora sambil mengelus punggung tangan Jason dengan lembut. Adis melihat adegan mesra itu dengan
sedih. Hatinya hancur berkeping. Tanpa sadar, Jason menggerakkan tangan yang dipegang Viora seperti enggan adegan mesra seperti itu terjadi di depan orang lain.
" Oh ya? Kok bisa ya?" Adis pura-pura terkejut sambil melihat sebentar ke arah Jason.
" Bisalah, tidur dan makannya tidak teratur, yang dimakan juga kadang tidak bersih. Nakal. Tidak bisa dibilangin. Makanya kami sampai datang tanpa janji karena pengin tahu sampai di mana kelanjutan persiapan acara pernikahannya. Kemarin-kemarin kan sibuk banget, bolak-balik rumah sakit," jelas Viora sok sibuk dan sok penting.
" Tidak apa-apa. Pasti Jason beruntung banget punya calon istri yang telaten merawatnya," kata Adis lagi sambil tertawa ramah, meski getir dalam hati, menatap Viora dan mengabaikan Jason yang terus menatapnya.
" Iya dong," ucap Viora dengan nada riang tanpa menyadari kalimat itulah adalah sindiran Adis bagi keduanya. Jason tidak berkomentar apa-apa. Ia tidak bisa berhenti menatap Adis walau Adis terus menghindar.
" Ya sudah, kami pamit dulu. Terima kasih banyak untuk waktunya walau kami datang mendadak," ucap Viora santun.
" Silakan menghubungi saya, Mbak Lika, atau Mbak Lula jika ada yang mau ditanyakan lagi. Kapan saja boleh," kata Adis sambil tersenyum. Keduanya berciuman pipi. Adis lalu mengajak Jason berjabat tangan tapi kali ini ia menatap mata pria itu.
" Terima kasih, Dis untuk waktunya. Sampai ketemu lagi," ujar Jason sambil tersenyum.
" Sama-sama." Adis lalu menarik tangannya dan mengantar mereka keluar.
Inginnya Jason tidak memikirkan Adis, tapi ternyata melupakannya tidak semudah seperti memati-nyalakan keran air. Semakin ingin Jason mengusir Adis dari pikiran dan hatinya, bayangan Adis semakin jelas di pelupuk mata. Sambil bekerja pun ia masih memikirkan Adis dan ciuman bibir mereka.
Tiga hari berkutat dengan perasaan galau, Jason mengambil keputusan. Ia merasa harus memperjelas semua agar hatinya bisa diajak bekerja dan sebelum semuanya terlambat. Selama urusan berkaitan dengan asmara ini tidak tuntas, Jason tidak bisa bekerja dengan tenang. Pikirannya melayang ke mana-mana.
Sekarang di hadapan Jason sudah ada Viora. Jason datang ke rumah Viora dan mereka sedang berduaan di halaman belakang rumah Viora. Duduk menikmati sore sambil memandang kolam renang dengan rambut yang sesekali diterpa angin.
" Aku mau bicara," kata Jason pelan. Suaranya terdengar berat dan lembut, namun dingin.
" Mau bicara apa sih? Serius amat," ucap Viora ceria dan manja seperti biasa.
" Tentang kita," jawab Jason. Viora menatap Jason dengan mata penuh pertanyaan, seolah-olah dia berkata, tumben, biasanya kamu menghindari pertanyaan tentang hubungan kita. Viora tetap diam, namun menunggu apa yang akan diucapkan Jason. Jason bingung memulai dari mana, tapi dia lalu bertanya
tentang pernikahan saja. " Bagaimana persiapan pernikahan kita? Kamu senang?"
" Lumayan. Kamu?" Viora bertanya balik.
" Biasa saja," jawab Jason, yang agak membuat keceriaan di wajah Viora berkurang. Keduanya terdiam sesaat. " Kamu hanya mau menanyakan itu?" tanya Viora lagi. Jason membulatkan tekad untuk bertanya, apa pun reaksi Viora. " Bukan. Aku mau bicara tentang perasaan kita. Kamu sungguh-sungguh mencintaiku?"
Viora termangu. Tidak menyangka akan mendapat pertanyaan itu dengan nada yang superserius. Viora ragu akan menjawab apa. Jason tersenyum sedikit. Ada sedikit perasaan lega di hatinya.
" Kalau kamu sungguh mencintaiku, kamu akan langsung menjawab ya! dengan mantap, pasti, dan tanpa dipikir dulu. Tapi kamu terlihat ragu menjawab. Jadi, aku sudah bisa menduga jawabannya," ucap Jason, memandang Viora yang menunduk dan memainkan kuku-kuku cantiknya.
" Kenapa kamu tiba-tiba bertanya tentang cinta dan perasaan?" Viora bertanya dan masih tidak menjawab.
" Karena& semakin mendekati hari pernikahan, aku semakin tidak yakin dengan apa yang akan kujalani, yaitu menikah dengan kamu," Jason berkata perlahan namun jelas dan hati-hati. Viora tidak bereaksi. Bagi Viora kalimat Jason barusan berarti: aku tidak mencintaimu makanya aku ragu menikah denganmu. Mata Viora menatap kosong kolam renang di hadapannya. Jason terdiam dan tidak mendesak Viora buru-buru menanggapi. Apa
yang disampaikannya memang bagaikan granat yang dilemparkan tiba-tiba.
" Seharusnya dari awal aku percaya dengan hati kecilku bahwa kamu tidak berniat menikah denganku. Aku merasa kamu tidak pernah mencintaiku dengan sungguh-sungguh. Tapi kalau kamu tidak mencintaiku, kenapa kamu mau dijodohkan denganku? Aku sering meyakinkan diriku bahwa kamu mencintaiku," suara Viora terdengar bergetar. Ia berusaha tidak menangis.
" Aku& aku lihat papaku dan papamu sangat ingin terjadi hubungan keluarga. Lebih dari sekadar sahabat. Aku ingin semua orang bahagia," Jason tidak sepenuhnya menjawab jujur. Mana mungkin ia bilang ke Viora bahwa ia sudah malas mencintai, ogah mencari pacar apalagi calon istri. Juga tidak mungkin mengatakan bahwa ia sudah membekukan hati terhadap kisah cinta yang bakal menimbulkan luka menganga di hatinya lagi.
" Jadi dari awal kamu memang tidak mencintaiku. Padahal aku begitu mudah jatuh cinta ke kamu. Kata orang, cinta datang karena terbiasa dan sejak pertama aku meyakini itu. Tapi sering kali aku merasa cintaku bertepuk sebelah tangan. Aku capekcapek meyakinkan hatiku bahwa kamu benar-benar mencintaiku dan bukan karena terpaksa dijodohkan. Seringnya, aku sendiri juga tidak yakin," Viora menumpahkan semua isi hatinya.
Jason tidak menyangka Viora memiliki perasaan sedalam itu kepadanya. Ia merasa bersalah. " Karena itukah kamu berselingkuh dariku?" tanya Jason. Viora terlihat kaget. Keduanya bertatapan. Jason memasang ekspresi biasa saja. Ia tidak ingin menghakimi Viora.
" Kamu& kamu tahu dari mana?" Viora sungguh-sungguh terkejut.
" Dari teman. Sudahlah, kamu tidak perlu tahu siapa yang memberitahuku," jawab Jason, menggeleng.
" Jadi selama ini kamu sudah tahu dan kamu diam saja?" Jason mengangguk, perasaannya semakin lega. Ia makin mendapat keyakinan tentang siapa perempuan yang dicintainya selama ini.
" Kamu benar-benar tidak mencintaiku. Tahu aku selingkuh, tapi kamu tidak cemburu. Ya, aku selingkuh karena aku tidak pernah yakin kamu mencintaiku, keraguanku terhapus kalau kita sedang membicarakan rancangan pernikahan. Aku bertanya dalam hati, kalau kamu tidak mencintaiku, untuk apa kamu capek-capek mengurus pernikahan? Aku capek menunggumu mencintaiku sepenuhnya. Semua bisa dibeli dengan uang orangtuaku, tapi ternyata tidak bisa untuk mendapatkan cintamu. Selama ini dia rela menjadi ban serep apalagi bila kamu sedang bepergian. Selama pernikahan itu belum terjadi, dia tetap akan mencintaiku dan memperjuangkanku," jelas Viora berkaca-kaca. Ia memuntahkan segala ganjalan di dalam hatinya yang selama ini disimpan rapatrapat dalam balutan sikap yang manja dan ceria.
Menjadi sepasang kekasih selama ini tapi ternyata tidak ada chemistry di antara keduanya. Jason masih diam. Ia mengasihani Viora. Dari jatuh cinta sungguhan padanya, mencintainya, raguragu dengan cintanya, berselingkuh, tidak mencintainya, tapi terjebak dalam persiapan pernikahan hingga membuat cadangan perasaan: bila pernikahan terjadi, Viora akan menyiapkan hati
untuk mencintai Jason lagi. Ternyata kepura-puraan Jason selama ini, akting pacarannya, dan ketidaktulusan hatinya pada Viora bisa dirasakan perempuan itu.
" Boleh tahu kamu selingkuh dengan siapa?"
Viora terdiam sesaat sebelum akhirnya menjawab, " Dengan Kemal, putra Om Oscar. Dia temanku sejak SMA."
Jason mengangguk-angguk, ia kenal Kemal karena Om Oscar adalah tangan kanan papa Viora dalam menjalankan bisnis. Kadang bila ada acara yang diadakan keluarga Viora, Om Oscar juga hadir. Ia lega ketika mengetahui Viora selingkuh dengan teman SMA yang cinta mati padanya. Bagi Jason itu bagai sebuah tanda bahwa ia bakal bisa bersama dengan teman SMAnya, Adis!
" Vi, nanti kita bersama-sama menjelaskan kepada kedua orangtua kita bahwa kita tidak jadi menikah. Kamu lanjutkan saja persiapan pernikahan yang sudah ada di WO. Pakai saja gedung, suvenir& semuanya untuk pernikahan kamu dan Kemal. Oke?" kata Jason, menatap ke mata Viora.
" Beneran? Tapi persiapan pernikahan itu kan bukan hanya menggunakan uang keluargaku, tapi juga uang kamu, uang papamu juga. Ya sudah, nanti aku kembalikan," ujar Viora, merasa tidak enak.
" Terserah kamu. Aku menurut saja. Silakan atur semua dan sampaikan salamku untuk Kemal," ujar Jason sambil memeluk Viora. Keduanya berpelukan dengan perasaan lega. ***
Melihat sosok yang menunggu di ruang tamu rumah orangtuanya, Adis sangat terkejut. Setengah mati Adis berusaha menenangkan hatinya yang bergejolak tidak keruan. Jason pun merasakan gejolak hati yang sama, tapi ia tetap memasang ekspresi dingin. Ia sengaja datang langsung ke rumah Adis. Tadinya Jason ingin menjemput Adis di kantornya, tapi ia mengurungkan niat, takut Adis mengelak dan kabur dengan naik bajaj.
" Ada apa?" tanya Adis dengan suara pelan. Ia tidak ingin terlihat marah dan patah hati. Ia menunggu jawaban Jason. Paling-paling soal remeh temeh permintaan Viora. Kenapa tidak ke kantor saja sih? Menyebalkan banget. Adis mengeluh dalam hati.
" Aku tidak jadi menikah dengan Viora. Sudah kami batalkan," ucap Jason, lalu menunggu reaksi Adis. Memang Adis langsung bereaksi, ia memejamkan matanya agak lama lalu menarik napas panjang.
Mati aku, desah Adis dalam hati. Pasti karena aku memberitahu kalau Viora selingkuh makanya dibatalkan. Gawat deh. Aku harus segera laporan ke Lika bahwa satu klien mundur. Bakal tidak enak dengan Lika, apalagi dia tahu Jason teman SMA-ku.
Adis benar-benar tidak habis pikir kenapa nasib apes, terus membayangi langkahnya.
" Kalau begitu, silakan ke kantor untuk mengurus administrasi pembatalannya," kata Adis, menatap mata Jason yang sedang memandanginya.
" Pembatalan? Viora tetap menikah kok. Tapi dengan selingkuhannya. Dia selingkuh dengan Kemal. Aku kenal," jelas Jason.
Adis bertambah heran, tapi senang karena kliennya tidak berkurang, hanya tinggal mengganti nama mempelai pria dalam setiap pemesanan barang dan jasa. Dasar hati batu. Sudah gagal menikah, masih tenang-tenang saja. Marah juga tidak. Padahal Viora sudah berkhianat kepadanya.
" Hanya mau bilang itu?" Adis jadi agak sewot. Hatinya menggerutu, kalau tidak ada hubungannya denganku buat apa dia muncul lagi? Toh pernikahan tetap berlangsung. Mungkin dia mau berpamitan atau minta maaf karena telah bersikap menyebalkan kepadaku" Aku ingin tahu kenapa kamu mengurusku selama aku di rumah sakit," ujar Jason.
" Kamu temanku, kan? Apakah salah kalau aku menolong merawat teman yang sakit?" ucap Adis.
" Kok aku tidak percaya ya dengan jawabanmu?" Adis mengangkat bahunya, " Terserah."
Jason penasaran. " Semua yang kamu lakukan untukku hanya karena menolong teman? Tidak ada perasaan lain?"
Adis menggeleng dan mulai khawatir dengan ucapan-ucapan Jason. Ada apa ini? batin Adis panik. Jangan ada masalah baru lagi! Pasti karena laporanku tentang perselingkuhan Viora yang membuat mereka batal menikah. Semoga dia tidak memberitahu Viora bahwa akulah yang melaporkannya. Meskipun Viora akan menikah dengan selingkuhannya, tetap saja semua itu karena laporanku. Sekarang aku harus hati-hati bicara.
" Adis, kamu mencintaiku?" tanya Jason nekat. Ia tidak ingin
mengungkapkan perasaannya lebih dulu. Ia ingin memastikan perasaan Adis.
Adis kembali menggeleng. Ia takut mengatakan perasaannya yang sesungguhnya, mengingat Jason sudah meminta maaf soal ciuman. Adis tidak ingin ada pembahasan tentang " kesalahan ciuman di bibir" . Itu salah satu hal yang tidak ingin didengarnya.
" Kamu tidak mencintaiku? Sama sekali?" Jason memastikan sekali lagi. Perlahan, rasa cinta, kegembiraan dalam hati Jason mulai berganti dengan kegelapan, kesedihan, dan kekecewaan
Sekali lagi Adis menggeleng. Akting apa lagi ini? Ia bertanya dalam hati. Untuk apa sih kamu bertanya tentang perasaanku? Kamu ingin bilang kamu mencintaiku padahal sebenarnya kamu kasihan padaku atau kamu membutuhkanku sebagai pengganti Viora? Hatimu sudah beku, kamu sendiri yang bilang tidak butuh cinta! Aku tidak mau mengatakan aku jatuh cinta kepadamu. Aku memang mencintaimu tapi aku tidak mau dijadikan bahan sandiwara seperti kamu dan Viora dulu.
" Dis, tolong lihat mataku dan bilang: Jason, aku tidak mencintaimu. Setelah kamu ngomong begitu, aku akan pamit dan tidak akan mengganggumu lagi," pinta Jason. Hatinya sudah hancur sekarang.
Adis melakukan yang Jason mau. Ini benar-benar seperti adegan film percintaan yang gagal. Ia pun menatap mata Jason lekat-lekat dan berkata, " Jason, aku tidak mencintaimu." Saat mengucapkan itu, Adis menahan perasaannya supaya tidak menangis.
Keduanya bertatapan. Ada aliran listrik mengalir hangat di
hati. Tapi sandiwara yang pernah dilakoni Jason, serta ketakutan Adis menjadi " korban" akting Jason, membuat Adis berusaha memadamkan sengatan listrik itu.
Jason ingin memastikan bahwa Adis ternyata benar mencintainya, baru dia akan mengungkapkan perasaannya. Tapi, karena Adis sudah menyatakan dengan tegas dan jelas, Jason merasa, buat apa lagi ia mengatakan bahwa ia jatuh cinta pada AdisJason mengangguk-angguk. Kekecewaan tergambar di matanya. Tanpa berbicara apa-apa, ia bangkit berdiri dan keluar dari rumah, menuju mobilnya dan melesat pergi. Meninggalkan Adis dan genangan air di kedua matanya. Adis buru-buru menuju kamar, membuka jendela lebar-lebar, dan menatap bintangbintang di langit. Air matanya meleleh di kedua pipinya.
Aku mencintaimu, Jason Anthony. Tapi aku takut. Takut perasaanku bertepuk sebelah tangan. Takut kamu tidak memiliki perasaan cinta yang sama. Takut kamu hanya pura-pura mencintaiku karena kasihan. Kamu sendiri yang bilang cinta itu omong kosong dan kisah cinta yang indah-indah itu hanya ada di novel percintaan. Jadi bagaimana mungkin aku berani bilang sesungguhnya aku jatuh cinta padamuAdis lalu membuka laptop dan mengetik status Facebook dan Twitter-nya sebagai Dilara Tsarina.
Jatuh cinta seharusnya membahagiakan, tapi ternyata rasanya menyakitkan.
Selepas dari rumah Adis, Jason mengarahkan mobil entah ke mana. Ia hanya ingin menyetir, mengurai keruwetan perasaannya dan belum ingin pulang. Jason sama sekali tidak pernah menyangka, ia bisa merasakan patah hati sekali lagi. Padahal ia sudah membentengi hatinya mati-matian setelah peristiwa penolakan oleh Kim. Dan kini ia patah hati bukan karena tidak jadi menikah dengan Viora, tapi karena seorang gadis yang tak pernah diduganya bakal membuatnya jatuh cinta.
Ia melirik koleksi CD lagunya tapi tidak selera untuk menyetelnya. Ia mencari-cari acara radio yang cocok untuk menemaninya dalam perjalanan. Setiap ada lagu yang ingar-bingar ceria, penyiar radio yang tertawa bahagia, Jason langsung menggantinya karena tidak cocok dengan suasana hatinya. Akhirnya ia memutuskan mematikan radio dan menyetir dalam sunyi.
Dalam perjalanan pulang ke rumah, Jason menghentikan mobilnya di gerai Seven Eleven. Dengan langkah agak gontai ia membeli dan mulai menyantap makanan cepat saji yang dijual. Sambil menyuapkan lasagna ke mulutnya, ia melihat ada tanda e-mail masuk di layar iPad. Jason membacanya dan terbelalak.
Subjek e-mail: Apa Kabar, Jason? Pengirim: Kimberly Grant. Ia hampir saja langsung menghapus pesan itu. Jason tidak ingin ada komunikasi apa pun dengan Kim. Ia sudah menghapus semua nomor telepon dan alamat e-mail yang berkaitan dengan Kim. Jason mati-matian berusaha menghilangkan memori tentang perempuan bule yang pernah sangat dicintainya itu. Bahkan kadang dia berharap bisa terkena amnesia khusus tentang Kim. Jason berusaha membenci Kim.
Jason tidak menyangka di hari yang kelabu ini, perempuan yang pertama kali menghancurleburkan hatinya muncul lagi. Tapi Jason sungguh penasaran, apa yang diinginkan Kim darinya. Ia membacanya hati-hati.
Halo, Jason. Apa kabar? Saya harap kamu masih ingat pada saya. Saya Kim. Dulu kita pernah bersama. Saya ingin memberitahu bahwa saya akan datang ke Indonesia. Kamu benar, bahasa Indonesia mudah dipelajari. Saya ambil kursus dengan mahasiswa Indonesia di sini, ternyata mudah kalau kita sering pakai untuk omong-omong seharihari.
Ada kolega saya, dua orang Prancis mengajak pergi ke Indonesia untuk lihat situs Kerajaan Majapahit di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur dan situs " hobbit" di Liang Bua, Manggarai, Flores. Apa kita bisa bertemu? Saya tunggu kabar dari kamu. Terima kasih dan sampai jumpa. Kimberly Grant.
Jason termangu membaca surat dari Kim dalam bahasa Indonesia yang nyaris sempurna. Isi surat elektroniknya bagai tak berdosa. Datang ke Indonesia? Dulu kuajak ke sini tidak mau, rutuk Jason, sekarang mau datang ke sini demi melihat peninggalan purbakala. Ternyata tidak berubah. Memang yang dia utamakan selalu pekerjaannya. Kalau tidak ada situs purbakala di Indonesia, tidak bakalan dia ke sini dan tidak akan mengontak aku lagi. Bertemu untuk apa? Untuk membicarakan masa lalu
yang menyakitkan? Pura-pura tidak terjadi apa-apa? Mana bisaJason memutuskan tidak membalas e-mail Kim saat itu. Ia juga masih tidak tahu apakah akan membalas suratnya atau tidak. Urusan dengan perempuan dan masalah hati sudah membuat Jason pusing. Untuk kali kedua ia kembali patah hati. Ketika ia mulai percaya pada cinta melalui Adis, ternyata nasibnya kembali tidak beruntung.
Setelah cukup lama nongkrong sendiri, Jason memutuskan untuk pulang. Jalanan ibu kota sudah lengang. Tak lama kemudian ia sudah tiba di rumahnya. Ternyata papanya belum tidur, masih menonton acara tentang bencana-bencana alam di kanal BBC World.
" Pa, belum tidur?" sapa Jason.
" Belum. Kamu dari mana?" tanya papanya tanpa bermaksud ikut campur.
" Jalan-jalan saja," jawab Jason, sambil duduk di sofa sebelah pria yang rambutnya sudah menipis dan memutih itu.
" Jason, Papa sudah dengar dari Om Sanjaya, kamu dan Viora berpisah& ," ujar Papa sambil memandang Jason dengan matanya yang teduh. Ia tidak marah namun terdengar agak gundah mengetahui gagal menjalin hubungan keluarga dengan sahabatnya, Sanjaya Putra.
" Iya& maaf, Pa," hanya itu yang bisa dikatakan Jason. " Tidak apa-apa. Lebih baik kalian batalkan sebelum menikah. Papa malah tidak senang kalau kalian kawin-cerai. Maafkan Papa karena sudah menjodoh-jodohkanmu& "
Keduanya terdiam dan yang terdengar hanya suara televisi. " Apakah kamu punya pacar yang lebih baik daripada Viora?" tanya papanya lagi, tapi matanya memandang ke layar televisi.
" Belum ada, Pa. Dengan Viora, aku tidak ada perasaan apaapa," jawab Jason. Papanya hanya mengangguk-angguk. Tidak ada komentar apa pun. Jason menemani papanya menonton TV.
IKA dan Adis menunggu kedatangan Viora dalam diam. Katanya Viora ingin mengubah detail pernikahannya. Keduanya sudah terbiasa menghadapi klien yang berubahubah keinginan. Adis sudah tahu apa yang akan terjadi dan merahasiakannya dari Lika, tentu saja. Tapi tetap saja ketika Viora datang, Adis tidak bisa menghilangkan perasaan aneh di hatinya. Ia sudah terbiasa melihat Viora datang bersama Jason. Sedangkan Lika masih tidak menyadari siapa pria yang datang menemani Viora. Ia sudah tidak ingat dengan pria selingkuhan Viora yang memang hanya dilihatnya sekilas.
" Ini perkenalkan, Kemal. Kemal, ini Mbak Lika, bos WO ini. Dan yang ini, Adis, asistennya," Viora memperkenalkan Kemal yang berpenampilan formal dengan kemeja licin, hampir seperti
Tujuh
Kelvin tapi lebih resmi lagi. Berbeda jauh dari Jason yang cenderung cuek dan lebih suka memakai jins dan kaus. Sebentar saja berbasa-basi, Lika langsung memulai pembicaraan.
" Jadi bagaimana? Apa saja yang mau diperbaiki?" tanya Lika tanpa bertele-tele.
" Yang diralat, nama mempelai prianya, Mbak," jawab Viora malu-malu.
" Salah cetak maksudnya?" Lika bertanya lagi, sementara Adis hanya diam.
" Bukan. Ganti orang," kata Viora makin tersipu. Lika agak kaget tapi tetap tenang. " Maaf, diganti dengan siapa? Dulu kan Jason Anthony, sekarang?"
" Kemal Sanjaya Putra," kali ini Kemal yang menjawab dengan tegas dan pasti.
" Oh, oke," Lika mengangguk-angguk tanpa menanyakan penyebab berubahnya nama mempelai pria. " Nanti kami cek lagi. Kalau undangan, kartu ucapan, sudah ada template-nya, kami harus pesan baru lagi, tapi belum dicetak jadi tidak apa-apa."
" Adis tidak tahu tentang perubahan ini?" tanya Viora yang mengira Adis sudah mendapat kabar dari teman SMA-nya, Jason.
Adis dengan cepat menggeleng dan menghentikan kegiatan tulis-menulisnya yang dikesankan agar terlihat sibuk, " Sudah lama tidak kontak dengan Jason."
" Oh, begitu ya," ucap Viora datar.
Ijinkan Aku Mencintaimu Karya Esi Lahur di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lika kembali melanjutkan percakapan perencanaan pesta pernikahan dengan Viora dan Kemal. Sementara Adis terus
mencatat poin-poin percakapan dengan pikiran dan hati melayang pada Jason.
Lihat kan, Viora yang cantik, kaya, mudah bergaul saja kamu tidak bisa mencintainya. Apalagi aku? Aku tahu aku tidak kalah cantik dan modis, tapi aku tidak seperti Viora. Aku tidak banyak bicara dan tidak seheboh dia. Bila ada kontes kepribadian yang menonjol, pasti aku kalah telak.
" Kamu benar-benar tidak tahu tentang perpisahan Viora dan Jason?" tanya Lika setelah Viora dan Kemal berpamitan. Adis menggeleng.
" Bukannya kamu kenal dengan Jason?" tanya Lika lagi. " Kenal tapi tidak akrab," jawab Adis berbohong. " Pantesan kamu tidak tahu bahwa dia tidak jadi menikah. Sayang ya, padahal mereka terlihat cocok. Jason-nya juga tampan, ya kan?" Lika minta persetujuan.
Adis tersenyum mengiyakan padahal dalam hati agak cemburu, tidak rela kalau Lika naksir Jason, apalagi sebaliknya.
" Apakah itu pria yang sama yang kita lihat bermesraan dengan Viora dulu?" Lika berusaha mengingat-ingat.
" Seingatku sama," jawab Adis.
" Ternyata malah berjodoh dengan selingkuhannya," ucap Lika pelan seolah memberitahu diri sendiri, jangan-jangan Kelvin juga berjodoh dengan selingkuhannya. Selagi mereka ngobrol datang Retha membawa buket mawar merah.
" Ini ada kiriman bunga untuk Lika. Barusan diantar kurir," ujar Retha sambil memberikan buket itu pada Lika yang mengernyitkan dahi.
" Dari siapa, Ret?"
" Tidak tahu. Itu ada kartunya," jawab Retha, meninggalkan Lika dan Adis yang jadi ikutan pengin tahu.
" Untuk Lika. Maafkan aku. Salam, Kelvin Armadio." Lika menutup lagi kartunya. Tidak tahu apakah ia harus sedih, gembira, atau marah. Baru saja ia memikirkan Kelvin, lalu datanglah kiriman bunga untuknya.
" Dari Kelvin, Dis. Mau apa lagi dia& ," ucap Lika pelan. Tadinya Adis ingin bertanya bunga dari siapa, apakah dari klien yang puas dengan servis kantor mereka" Bagus bunganya," komentar Adis. Ia tidak ingin bertanya banyak karena itu bukan urusannya walaupun ia ingin tahu kelanjutan hubungan antara Lika dan Kelvin pasca berpisah.
" Hanya bunga, tidak ada artinya," ucap Lika dingin. Hatinya masih teriris bila teringat perselingkuhan yang dilakukan Kelvin.
" Mungkin sebagai tanda penyesalan," kata Adis agak " membela" Kelvin. Walau tidak lagi mengagumi Kelvin, Adis kasihan bila kiriman bunga sebagus itu diabaikan begitu saja oleh Lika.
Lika tidak menanggapi. Meski terlihat tak acuh pada bunga kiriman Kelvin, Lika mengambil kartu ucapan itu dan menyimpannya. " Oh ya, Dis, aku minta catatan nomor kontak semua klien kita ya," kata Lika sambil masuk ke ruangannya meninggalkan buket mawar yang indah itu di meja Adis.
Jason sedang membaca majalah National Geographic di tempat tidur saat menerima kiriman SMS. Ia membuka SMS sambil mengernyitkan dahi. Nomor tidak dikenal. Saya turut prihatin mendengar kabar pembatalan. Semoga kita bisa bekerja sama di lain waktu. Salam, Angelika Brianna.
Nomor Lika memang tidak disimpan oleh Jason karena sesuai perjanjian dulu, jika soal rencana pernikahan, nomor kontak yang digunakan adalah milik Viora. Meski nomor telepon Jason juga ikut terdata. Dan, tanpa dijelaskan detail pun Jason tahu, Lika tidak ingin menyebut dengan lengkap, pembatalan yang dimaksud adalah pembatalan pernikahannya dengan Viora. Dan kalimat terakhirnya pun sopan yang bermakna, kalau akan menikah bisa menggunakan WO kami lagi.
Jadi, Viora dan Kemal sudah ke sana untuk mengurus persiapan pernikahan mereka. Baik betul nih, bos WO-nya sampai kirim ucapan prihatin ke mantan klien, batin Jason. Iseng Jason mencari akun Facebook Lika. Status: single. Jason melihat-lihat album foto Lika dan masih terasa aneh di hatinya saat melihat foto-foto Adis yang ada di berbagai kegiatan kantor. Tiba-tiba keisengan Jason bertambah, dia meng-add Lika.
Di kamarnya yang didominasi warna peach, Lika tersenyum sendiri membaca balasan SMS dari Jason. Terima kasih, Bu. Mungkin bukan jodohnya. Memang Lika meminta daftar nomor kontak klien ke Adis, tapi sebenarnya ia hanya butuh satu nomor kontak, yaitu milik Jason. Tapi Lika malu mengatakan yang
sejujurnya pada Adis. Senyum Lika makin lebar melihat siapa yang meng-add akun Facebook-nya. Jason Anthony.
Entah pikiran sinting apa yang masuk ke otak Jason. Tiba-tiba saja ia ingin menggoda Lika. Ia hanya ingin bersenang-senang dengan perempuan secantik Lika, tanpa bicara tentang cinta.
Beberapa hari ini Lika merasa jadi orang paling cantik sedunia. Jason dan dirinya rutin bertukar kabar, walau yang lebih sering memulai percakapan Lika. Dan bukan hanya Jason, Kelvin pun perlahan-lahan mendekatinya. Lika memang terluka dengan perselingkuhan Kelvin, tapi ia tidak memungkiri bahwa sikapnya yang bossy ikut ambil andil dalam perselingkuhan itu. Lika menikmati dikejar-kejar lagi oleh Kelvin dan memang ia sedang memainkan lakon play hard to get.
Lika menjadi ekstraceria di mana-mana. Ia sangat suka pada Kelvin yang memang lebih romantis daripada Jason. Bunga, cokelat, pesan-pesan cinta gombal menjadi andalan Kelvin. Sedangkan Jason, selain karena sibuk mengurusi pekerjaan, ia memang tidak ahli dalam urusan romantisme. Tapi justru itu yang membuat Lika penasaran akan sosok Jason.
Dengan nekat Lika mengajak Jason janjian nonton bioskop. Lika tak peduli apa judul, jenis, dan pemain film yang bakal ditontonnya dengan Jason. Mau film Hollywood, Bollywood, Prancis, Indonesia, yang penting bertemu dengan Jason. Dan mereka janjian langsung bertemu di bioskop. Tadinya Jason
menawarkan diri untuk menjemput di kantornya. Tapi Lika menolak keras dengan berbagai alasan. Padahal alasan yang sebenarnya adalah ia tidak enak bila ketahuan Adis atau karyawan kantornya ia sedang menggoda mantan klien. Sedangkan Jason menahan diri untuk tidak ke kantor Lika, sesuai permintaan Lika.
Jason sudah tiba duluan di bioskop. Lika datang kemudian dengan senyum lebar.
" Sudah dari tadi?" tanya Lika.
" Nggak. Baru sepuluh menitan. Filmnya tidak ada yang menarik nih, kalau kita makan saja, bagaimana?" tanya Jason. Sedikit kecewa karena tidak jadi nonton, berduaan dalam remang dengan Jason, Lika langsung menyetujui ajakan makan itu. Dia pula yang menentukan restoran mana yang mereka tuju, sebuah restoran Indonesia modern. Jason setuju saja.
Sambil menunggu pesanan mereka datang, Lika langsung berkomentar, " Kamu terlihat baik-baik saja. Sehat dan ceria. Tidak terlihat galau."
Jason tertawa. " Galau kenapa? Karena gagal menikah? Buat apa?"
" Hebat. Kamu bisa langsung move on. Padahal saat aku tahu pacarku, sekarang mantan, selingkuh, rasanya duniaku runtuh," Lika menceritakan pengalaman pahitnya.
" Sepertinya selingkuh memang sedang tren," canda Jason. " Jadi kamu korban perselingkuhan juga?" Lika mengerling. Jason tidak langsung menjawab. " Dalam kasusku, aku tidak
tahu siapa yang jadi korban duluan. Tapi yang penting aku dan Viora masih berteman."
" Luar biasa. Padahal biasanya kalau batal menjelang menikah, keributan bukan hanya pada calon mempelai tapi juga keluarga."
" Orangtua kami sudah lama bersahabat, kasihan juga kalau kami sampai bermusuhan. Keluarga kami sama-sama menyadari bahwa kami memang tidak jodoh," jelas Jason sambil menerima sepiring selat solo dan segelas es teh lemon dari pelayan restoran.
" Sepertinya selain keluarga dekat belum ada yang tahu bahwa kalian membatalkan pernikahan ya?" Lika memastikan informasi dari Adis.
" Ya, memang tidak usah diumumkan, nanti juga tahu kalau Viora menyebar undangan. Dan zaman sekarang yang penting sudah mengganti status di Facebook dengan single lagi. Itu kan juga pengumuman," canda Jason.
Lalu pelayan restoran mengantar semangkuk lontong cap go meh dan jus stroberi untuk Lika. Sambil menyantap makanannya, Lika terus mengorek perlahan informasi tentang Jason, tentang pekerjaannya, aktivitasnya, keluarganya. Itulah Lika, kalau ingin tahu sesuatu ia akan terus bertanya hingga tak sadar bahwa percakapan itu jadi agak berubah menjadi seperti interogasi. Sifatnya bertolak belakang dengan Adis yang seringnya jadi " korban interogasi" .
" Sepertinya kita perlu ketemuan lagi," ujar Jason sambil memamerkan senyum mautnya.
Dalam hati Lika bersorak mendengar ucapan Jason barusan. " Boleh."
" Memang harus ketemuan lagi karena kamu sudah tahu banyak tentangku, tapi aku tidak tahu apa-apa tentangmu," kata Jason yang membuat Lika tersipu sekaligus teringat akan " keluhan" Kelvin bahwa dirinya terlalu mendominasi dalam banyak hal dan terlalu mengatur.
" Maaf, aku banyak tanya ya& daripada penasaran," kata Lika yang jadi menyesali sikapnya yang belum berubah.
" Kalau begitu kapan-kapan kita atur pertemuan lagi ya," ujar Jason sambil mendekatkan diri ke Lika lalu mengeluarkan iPhone dan mengajak foto berdua. Tindakan tidak terduga Jason itu membuat Lika berbunga-bunga.
Malam sepulang dari pertemuan dengan Lika, Jason sengaja mengunggah fotonya dengan Lika di Facebook. Caption fotonya bertuliskan Bos WO dan mantan klien. Hal yang tidak pernah dilakukannya sebelumnya, mengunggah foto berdua dengan perempuan. Sasarannya jelas: Adis. Kalau banyak yang memberi komentar, menjadi top stories, Jason berharap Adis melihatnya supaya Adis tahu bahwa semua kisah di rumah sakit itu juga tidak berarti baginya dan ia sama sekali tidak terganggu dengan pernyataan Adis yang menyebut dia tidak jatuh cinta pada Jason.
Sesuai harapannya, foto yang diunggah Jason memang mendapatkan banyak komentar dari teman-teman. Mereka yang pernah
bertemu dengan Jason saat masih bersama Viora menuliskan simpati dan keprihatinannya atas batalnya pernikahan, tapi banyak juga teman cowok yang meledek Jason sebagai " Pengantin Gagal" .
Kelvin juga melihat foto yang di-tag di akun Facebook Lika. Kelvin semakin menyadari bahwa hatinya hanya untuk Lika dan dia telah membuat kesalahan besar dengan berselingkuh. Percikan rasa cemburu membakar hati Kelvin. Ia merasa harus melakukan pendekatan lebih gencar sebelum Lika jatuh ke tangan pria lain, seperti pria yang tidak dikenalnya di foto itu.
Tengah malam itu juga, Kelvin nekat langsung menelepon Lika. Walau telah putus, Lika tidak pernah menghapus nomor kontak Kelvin. Buat apa Kelvin menelepon malam-malam begini? Lika membatin, agak ragu menerima telepon itu, tapi lalu diterimanya juga.
" Halo," sapa Lika pelan.
" Lika& Ini aku, Kelvin," Kelvin balik menyapa. " Aku tahu. Ada apa?" tanya Lika yang hatinya terbelah antara benci dan kangen dengan suara Kelvin.
" Kamu sehat?" tanya Kelvin
" Tidak usah basa-basi. Ada apa?" Lika kembali bertanya dengan dingin walau jantungnya mulai berdebar mendengar suara Kelvin.
" Aku& tidak pernah cukupkah kalau aku minta maaf sekali lagi?" harap Kelvin.
" Menelepon hanya untuk meminta maaf lagi?"
" Salah satunya. Aku juga ingin kamu tahu bahwa aku merindukanmu."
Kalimat Kelvin barusan membuat Lika kian tergetar, tapi juga terpancing menjadi drama queen. " Rindu? Pasti kamu dicampakan oleh selingkuhanmu lalu merindukan aku. Kalau kamu masih dengan dia, tidak mungkin kamu mencariku!"
" Aku yang memutuskan, bukan dia. Aku semakin sadar bahwa aku mencintaimu," tegas Kelvin.
Lidah Lika terasa kelu. Ia tidak menanggapi kalimat terakhir Kelvin. Hatinya menggerutu, butuh sebuah perselingkuhan untuk meyakinkan hatimu bahwa kamu mencintaiku" Lika, apakah aku boleh bertemu denganmu lagi?" " Terserah& ," jawab Lika. Ia tidak bisa mengatakan " tidak boleh" atas pertanyaan Kelvin tadi, karena ia tahu di dasar hatinya ia masih memikirkan Kelvin. Kadang, ia malah masih membayangkan pernikahannya dengan Kelvin di resor kaki gunung impiannya. Semarah-marahnya ia pada Kelvin, ia tidak akan bisa melupakan dan menyuruh Kelvin pergi begitu saja. Lika juga meyakini bila memang berjodoh, Kelvin akan kembali padanya cepat atau lambat. Ia hanya ingin Kelvin berusaha mendapatkan kembali dirinya sembari ia " bermain-main" dengan Jason.
Wiro Sableng 121 Tiga Makam Setan One For Money Karya Janet Evanovich
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama