Ijinkan Aku Mencintaimu Karya Esi Lahur Bagian 3
" Baiklah. Kamu tidak akan menyesal memberiku kesempatan kedua," tegas Kelvin.
" Aku mau tidur. Terima kasih sudah meneleponku," Lika mengakhiri percakapan. Kebahagiaan menaungi hatinya. Bukan hanya satu pria yang datang, tapi dua!
Adis tidak mengecek akun Facebook. Ia sibuk mencicil ketikan novel terbarunya yang masih tersendat-sendat semalaman. Baru pada pagi harinya sebelum bersiap ke kantor, ia iseng mengecek Facebook. Tepat seperti harapan Jason, Adis langsung melihat foto Jason dan Lika di beranda Facebook. Adis ternganga. Ia tidak menyangka Jason sedekat itu dengan Lika. Tiba-tiba hatinya remuk perlahan. Lika yang lajang bertemu dengan Jason yang gagal menikah. Adis sudah membayangkan, Lika yang lihai menangkap berbagai peluang dalam pekerjaan pasti ahli juga menggaet Jason. Walau hati Jason sebeku es kutub, dengan gaya Lika yang luwes dan agresif, pasti Jason bisa terhanyut. Adis jadi sedih. Ingin rasanya ia tak masuk kantor, tapi bolos karena patah hati bukan keputusan yang bijak.
Apakah Lika tahu Jason sangat tidak peduli dengan cinta dan menganggap semua perempuan hanya sebatas teman? Apakah Lika tahu bahwa Adis merawat Jason saat sakit? Jangan sampai Lika tahu bahwa Adis pernah berciuman dengan Jason. Adis malu. Adis tidak rela Jason " diambil" Lika, tapi Adis bisa apaAdis segera masuk ke kamar mandi dan membasahi diri dengan air dingin dari pancuran. Ia sengaja tidak menyalakan air panas. Ia tidak butuh air hangat. Ia butuh air dingin untuk mendinginkan hatinya yang terbakar api cemburu. ***
Sebetulnya Adis jadi malas bertemu Lika di kantor. Terasa di hatinya Lika bagai merebut pria pujaannya. Padahal antara dirinya dan Jason pacaran pun tidak pernah, pertemanan yang terjalin rasanya sudah kandas, dan yang tersisa hanya kenangan hari-hari yang telah dilalui, khususnya di rumah sakit. Dan tidak mungkin bagi Adis memusuhi bos sendiri, bukanAdis pun bekerja seperti biasa. Fisiknya ada di kantor tapi pikirannya melayang ke mana-mana, tidak bisa fokus. Sampaisampai Adis menyesali tindakannya mengirim e-mail gelap ke Lika tentang perselingkuhan Kelvin.
Kalau saja Lika masih bersama Kelvin, dia tidak bakal sedekat itu dengan Jason. Seharusnya dulu kubiarkan saja perselingkuhannya agar mereka bisa segera menikah dan Lika tidak perlu ada jadwal hang out dengan Jason! batin Adis. Duh, ada apa ya dengan pikiranku? Yang ada hanya Jason, Jason, dan Jason. Adis menggeleng-geleng seolah ingin menampar pipi sendiri hingga tersadar bahwa Jason bukan siapa-siapa baginya.
Telepon di meja Adis berbunyi. Ketika mendengar suara di seberang sana, Adis rasanya ingin melonjak dari kursi. Suara yang pernah sangat dikenalnya.
" Adis? Aku Kelvin. Masih ingat, kan?"
Adis tersenyum sendiri. Panjang umur kamu, Kelvin. Baru saja kupikirkan, kamu langsung menelepon. Eh, tapi kamu pasti bukan mencariku, kan" Kelvin? Iya, aku masih ingat. Ada apa?"
" Aku ingin tahu jadwal Lika. Aku mau kasih kejutan untuknya," jelas Kelvin semangat. Walau sudah putus dari Lika, pria
itu memang masih menyimpan semua nomor telepon yang terkait dengan Lika seperti nomor kantor dan ekstensi Lika dan Adis. Dan seperti biasanya, jika ingin tahu jadwal Lika, yang paling tahu adalah Adis, sang asisten-sekretaris andalan.
" Oh, baik. Sebentar ya," Adis kembali tidak bersemangat. Benar, kan? Kelvin mengarah Lika. Bukan kepadaku! Eits, tunggu dulu. Bukankah ini yang kuinginkan? Lika dan Kelvin kembali jadian? Mencegah Lika agar tidak melakukan pendekatan pada Jason? batin Adis.
" Kalau hari ini, dia sibuk sampai sore. Kami mau ketemu klien sore ini di mal. Kamu mau kasih kejutan di kantor atau rumahnya?" tanya Adis.
Kelvin berpikir cepat. " Ehm& kalau begitu aku ke kantor saja. Besok, bagaimana?"
" Kayaknya bisa. Dia di kantor, ketemu klien pagi dan siang. Yang penting jangan beritahu Lika bahwa kamu tahu informasi jadwalnya dariku. Bilang saja kamu tidak sengaja lewat atau cari alasan yang lain," ujar Adis dengan berbisik, takut ada karyawan lain yang mendengar.
" Oke, Dis. Terima kasih infonya. Besok aku ke sana, tolong jangan beritahu Lika bahwa aku menelepon."
" Beres." Selesai menerima telepon dari Kelvin, Adis jadi agak tenang. Ia tidak menyangka keberuntungannya datang. Memikirkan keberadaan Kelvin dan ternyata pria keren yang pernah ditaksirnya diam-diam bagai anak ABG jatuh cinta itu meneleponnya.
Alam berpihak padaku, batin Adis sambil tersenyum lega.
Satu-satunya cara menjauhkan Lika dari Jason adalah lewat Kelvin. Aku harus membantu Kelvin supaya bisa mendapatkan kembali Lika. Walau bukan berarti aku bisa bersama si Hati Batu. Tapi paling tidak, aku lebih lega melihatnya melajang sampai tua daripada ia bersama perempuan lain.
Kelvin masuk ke kantor dengan tenang. Sesaat sebelum masuk ia telah menelepon Adis untuk menanyakan suasana hati Lika dan apakah dia ada di ruangannya. Kelvin tidak enak kalau masuk dan Lika sedang berbincang dengan karyawannya. Sebelum masuk ke ruangan Lika, dengan suara setengah berbisik Kelvin mengucapkan terima kasih pada Adis.
" Semoga berhasil," balas Adis. Kelvin tersenyum lebar. Setelah mengetuk pintu, Kelvin langsung masuk menemui Lika yang bengong melihat kehadirannya.
" Kamu?" kata Lika masih terkejut.
" Iya, aku. Jangan marahi Adis. Aku yang memaksa masuk," ujar Kelvin, mendekati meja Lika.
Walau tidak menduga kedatangan Kelvin, dalam hati Lika bahagia melihat kedatangannya. Separuh hatinya merindukan Kelvin dan separuhnya lagi masih marah jika mengingat pengkhianatannya. Namun Lika menyembunyikan perasaannya itu karena belum tahu apa persisnya yang akan dibicarakan Kelvin.
" Boleh aku duduk?" tanya Kelvin. Lika mengangguk.
" Aku ingin minta maaf sekali lagi walau aku tahu maafku tidak pernah bisa menghilangkan jejak kesalahanku," ujar Kelvin. Lika melihat ketulusan di matanya. Tapi ia diam saja tidak berkomentar. Lalu pria atletis nan wangi itu menyerahkan sekotak Anthon Berg Chocolate Liqueur Bottles, berisi 64 cokelat berbentuk botol yang masing-masing berisi minuman beralkohol. Itu cokelat buatan Denmark kesukaan mereka berdua.
Lika tersenyum menerimanya dan terharu karena Kelvin selalu mengingat cokelat favoritnya. " Terima kasih."
" Lika, aku hanya ingin kamu tahu bahwa aku tidak pernah bisa melupakanmu. Tidak pernah bisa mencintai perempuan lain seperti aku mencintaimu. Aku salah dan tolol telah mengkhianati cinta kita. Tapi, apakah kamu sudah menemukan pria lain penggantiku?" tanya Kelvin langsung. Meski tak ingin menyebutnya, ia merujuk pada foto Lika dan Jason yang dilihatnya di Facebook.
" Belum tahu," jawab Lika mengedikkan bahu, agak jual mahal.
" Maksudnya?"
" Yang aku tahu, kita berpisah karena kamu berkhianat. Apakah aku salah jika mulai membuka hati pada pria lain karena aku tidak pernah tahu kamu akan kembali atau tidak?" Suara Lika agak meninggi.
" Aku memastikan, aku ingin kembali kalau kamu masih menginginkan aku kembali," tegas Kelvin.
Lika terdiam dan memainkan jemari dan kuku-kukunya yang terawat rapi. " Beri aku waktu untuk menjawabnya."
Kelvin merasa Lika sengaja mempersulitnya, tapi dia membiarkan. Yang ia tahu, jika ingin bersama perempuan yang dicintainya itu, ia harus berjuang lagi dari awal karena kesalahan yang diperbuatnya di masa lalu memang menyakitkan. Kelvin pun pamit pulang dan meminta Lika untuk mencoba menerima lagi dirinya. Lika hanya mengangguk.
Begitu Kelvin lenyap dari pandangan mata, Barbara, karyawan yang sedang lewat langsung menggoda Lika, " Wah, CLBK nih!"
Lika tersipu. " Belum tentu."
Adis pura-pura tidak mendengarkan dan meneruskan pekerjaannya. Dalam hati ia bertekad untuk mensukseskan program Cinta Lama Bersemi Kembali ala Kelvin. Jika Lika mau cintacintaan, silakan dengan Kelvin, jangan dengan Jason. Kalau nanti Jason akhirnya jadian dengan perempuan lain, Adis sangat berharap bukan dengan perempuan yang ia kenal, karena rasanya akan sangat menyedihkan. Dan ia berjanji, kalau Jason sudah memiliki perempuan lain, Adis akan menghapus semua kontaknya dari nomor telepon, alamat e-mail, hingga akun Facebook. Adis tidak akan sanggup melihatnya bersama perempuan lain. Jason pria pertama yang mencium bibirnya. Adis tidak akan mungkin melupakannya.
" Dis, kalau kamu jadi aku, kamu balik lagi ke Kelvin atau nggak?" tanya Lika sambil berbisik.
Adis tak langsung menjawab. Sebenarnya dia nyaris terlonjak kaget ketika bosnya itu tiba-tiba sudah ada di sebelahnya. Bisikbisik, pula! Adis pura-pura berpikir padahal ia sudah tahu
jawabannya. " Kayaknya balik lagi saja." Ya! Kumohon balik lagi dengan Kelvin. Jangan dengan Jason.
" Tapi kata orang, sekali orang tersebut sudah berselingkuh, maka ia akan mengulanginya. Aku masih tidak yakin pada Kelvin," ucap Lika sambil sedikit menggeleng.
" Siapa tahu Kelvin sungguh menyesal, karena sejak dulu kalian selalu serasi. Tapi terserah sih," Adis tidak ingin terlihat terlalu pro-Kelvin. Padahal kalau dia jadi Lika, dia juga menyimpan keraguan yang sama, takut bila perselingkuhan akan berulang.
Lika tersenyum tipis mendengar jawaban Adis. Ia lalu masuk lagi ke ruangannya. Duduk di meja kerjanya dan membuka cokelat dari Kelvin. Satu bungkus botol cokelat mini berisi Jack Daniel s dibuka dan dimakannya sambil melihat foto di Facebook. Fotonya berdua dengan Jason. Lalu ia senyum-senyum sendiri membayangkan dirinya berduaan dengan Jason, lagi. Ada dua pria tampan yang dekat dengannya, rasanya menyenangkan sekali bisa memilih satu di antara keduanya. Apalagi kalau dia sampai jadi rebutan. Rasanya seperti perempuan paling cantik sedunia.
Setelah memasang foto berdua dengan Lika, Jason hanya gembira sesaat melihat beragam komentar dari teman dan keluarganya. Tapi tetap saja dia penasaran dan tidak tahu apakah Adis melihat fotonya atau tidak karena Adis tidak memberikan komentar. Timbul rasa kangen, geli, marah, dan kecewa bila Jason
teringat perempuan pemalu itu. Jason marah karena kian menyadari bahwa ia jatuh cinta pada Adis, terutama karena Adis yang sabar merawat dia saat sakit. Tapi ternyata Adis tidak mencintainya seperti yang ditegaskan kepadanya.
Kalau begitu, buat apa dia capek-capek merawatku? Karena kasihan? Buat apa sok peduli padaku kalau hanya akan meninggalkan luka lagi di hatiku? Apakah dia marah karena kucium? Untung aku belum mengatakan aku mencintainya saat aku ke rumahnya. Coba kalau aku sudah mengatakannya dan dia menolak, bukankah itu lebih memalukan? Semakin jelas bahwa aku tidak jodoh dengan urusan perempuan dan percintaan. Yang ada hanya sakit hati. Banyak perempuan dekat denganku tapi tidak satu pun yang bisa kumengerti.
Salah satu tempat favorit Jason adalah toko buku. Kalau kebanyakan perempuan senang berjam-jam perawatan di salon, Jason senang berlama-lama mengubek-ubek toko buku. Saat ini dia kembali ke toko buku tempatnya bertemu tidak sengaja dengan Adis dulu. Sudah satu jam lebih ia memilih-milih majalah dan buku tentang perjalanan. Sebenarnya ia mencari buku perjalanan ke Semarang dan sekitarnya, karena dia akan pergi ke sana. Ia sudah berulang kali ke Semarang namun ia ingin mencari buku terkait Kota Loenpia itu untuk sekadar perbandingan dan tambahan informasi. Tapi rupanya rak buku bagian
wisata lebih didominasi peta perjalanan dan buku-buku berwisata murah meriah ke luar negeri ketimbang dalam negeri.
Jason melangkahkan kaki ke bagian buku-buku impor, tapi langkahnya terhenti ketika melewati rak khusus buku karangan Dilara Tsarina. Deretan novel karangan Dilara masih bercokol di rak " Buku Laris" . Ia terkenang bertemu dengan Adis di situ, lalu mereka mengobrol di kedai donat. Hatinya penasaran melihat judul-judul buku yang terlihat begitu mendayu-dayu, seperti Cinta Jangan Pergi, Belenggu Cintamu, Hanya Kamu, Di Sini Aku Menunggu, Pangeran Impian Untuk Tiara, Kekasih Untuk Bidadari Hatiku, dan masih banyak lagi. Tanpa sadar ia tersenyum sinis membaca judul-judul buku yang berjajar rapi itu.
Entah apa yang mendorongnya, walau dalam hati agak mengejek buku cinta-cintaan seperti itu, Jason mengambil buku berjudul Di Sini Aku Menunggu yang sudah tujuh kali cetak ulang. Ia juga mengambil buku berjudul Hanya Kamu yang telah dicetak ulang lima kali. Lalu ia membaca sinopsis di bagian belakang buku tersebut. Apa pentingnya sih kisah kayak begini ditulis? Roman tidak jelas, rutuknya. Beberapa mahasiswi dan perempuan kantoran yang berdiri di sekeliling rak itu meliriknya. Cowok segagah dan sekeren dia masa berhenti di bagian rak Dilara Tsarina? Seleranya kok mellow? begitu pikir mereka.
Menyadari keberadaan dirinya di situ membuat orang mengernyitkan dahi, Jason segera memasukkan dua buku Dilara yang dilihatnya ke tas belanja toko buku dan bergegas menuju kasir. Ya, Jason membeli dua buku Dilara Tsarina.
Waktu menunjukkan pukul 07.27. Suasana Stasiun Gambir sudah ramai dengan penumpang, porter pengangkut koper-koper penumpang, bel pengumuman stasiun, dan suara pengumuman kedatangan dan kepergian kereta yang diberitahukan silih berganti melalui pengeras suara. Deru kereta yang datang dan pergi menambah riuh suasana pagi yang cerah itu. Jason duduk tenang di kursinya. Kursi nomor 5D, gerbong 3 Kereta Api Argo Dwipangga.
Di sebelah Jason duduk seorang ibu paruh baya berambut putih yang memakai sweter wol berwarna abu-abu. Tak jauh darinya duduk sepasang bule. Yang perempuan sibuk memotret puluhan penumpang kereta ekonomi Jakarta-Bogor yang duduk berimpitan di atas gerbong. Sementara yang laki-laki hanya senyum-senyum takjub pada apa yang dilihatnya. Jason merasa agak malu tapi juga tidak bisa berbuat apa-apa, ia berpikir mungkin pasangan bule itu tidak pernah melihat pemandangan seperti itu di negara mereka.
Tepat jam 07.30 kereta eksekutif itu pun berangkat menuju Solo. Televisi yang terletak di ujung-ujung gerbong memang dinyalakan, tapi acara atau film yang ditampilkan tidak jelas. Gambar di layar kadang bergoyang-goyang membentuk garisgaris. Yang paling jelas hanyalah iklan jualan merchandise kereta api yang sama sekali tidak menarik bagi Jason. Jam-jam pertama di kereta, Jason masih asyik memandang jalan dan pemandangan yang dilalui. Ia memang lebih memilih naik kereta daripada
pesawat. Selain lebih bisa menikmati perjalanan, ia ingin membuat paket perjalanan rute Jakarta-Semarang dan sekitarnya yang murah meriah dan yang agak mewah bagi konsumennya. Yang disasar seperti biasa adalah mahasiswa kelas menengah.
Berkali-kali Jason menggeleng, menolak tawaran pelayan di kereta yang mondar-mandir menawarkan nasi goreng, bistik, nasi rawon, jus jambu, kopi, atau teh kepada penumpang. Ibu penumpang di sebelahnya juga diam saja sambil membaca tabloid gosip. Jason pun membuka ransel dan mengambil sebuah buku Dilara Tsarina yang berjudul Di Sini Aku Menunggu. Rencananya dalam perjalanan Jason ingin mencoba membaca novel yang dibela Adis saat Jason mencelanya.
Sungguh Jason merasa agak mengantuk saat membacanya. Semakin dibaca, semakin Jason geleng-geleng kepala. Ini buku apaan sih, begini amat ceritanya, percintaan tidak penting, mutermuter, jalan cerita maksa, tokohnya galau melulu, keluhnya. Rasanya tema cerita yang disampaikan sama sekali tidak cocok dengan kepribadiannya. Bahkan ia sempat menutup novel itu lalu mengambil tabloid olahraga. Berita tentang sepak bola ligaliga dunia membuatnya bersemangat. Tapi rasa penasaran pada isi buku Dilara mengganggunya. Jadi, kalau bosan membaca novel percintaan, Jason kembali ke tabloid olahraga. Begitu terus bolak-balik hingga Jason merasa beberapa kisah yang terjadi dalam buku itu pernah dilihatnya, dirasakannya& dulu, waktu SMA.
Nama tokoh perempuan yang sedari tadi dibacanya adalah Jovanka. Pacar Jovanka di SMA bernama Musa, lalu Jovanka
hamil, namun keluarga Musa menolak kedua remaja itu menikah. Musa buru-buru dikirim oleh keluarganya pindah ke Singapura. Keluarganya sendiri ikut pindah, tapi tidak ada yang tahu ke mana. Jovanka mencoba bunuh diri, tapi diselamatkan dan keluar dari sekolah lalu pindah ke sebuah biara tertutup.
Di sana ada enam perempuan muda lain yang mengalami hal yang sama, hamil tapi disembunyikan. Mereka tetap sekolah di biara tersebut dan ikut ujian persamaan. Setelah anaknya lahir, Jovanka meneruskan kuliah dan tidak ada yang tahu bahwa dia seorang ibu karena bayinya diasuh oleh nenek dan kakeknya di Cirebon. Lulus kuliah, Musa mencari Jovanka dan diberitahu bahwa anaknya masih hidup namun keluarga Jovanka menghukum Musa dan keluarga dengan tidak memberitahukan di mana persembunyian sang anak.
Jason teringat kisah yang tidak sama persis namun agak mirip benang merahnya, saat ia masih SMA ada teman mereka yang bernama Yohana berpacaran dengan Arya. Lalu Yohana hamil dan tidak pernah muncul lagi di sekolah. Arya juga. Namun ada gosip yang beredar, pernah teman mereka tidak sengaja bertemu dengan Yohana yang waktu itu kuliah di sebuah universitas di Perth. Tapi Yohana saat itu sedang menggandeng seorang anak laki-laki di taman. Sedangkan Arya pindah dan menetap di Singapura.
Lalu ada pula adegan tambahan di novel itu tentang Rob, sahabat Musa di tim basket yang tidak naik kelas akibat kebanyakan main basket dan bolos sekolah, mengamuk saat pengambilan rapor dengan meninju kaca pos satpam hingga hancur
berantakan. Jason ingat salah satu sohib Arya adalah Peter, dan kejadian yang ditulis sama dengan yang terjadi dengan Peter saat itu.
Jason membaca habis novel tersebut dengan segera, bukan karena menyukai kisahnya, tapi karena penasaran saja. Ia mencari profil dan foto Dilara, namun tidak ada sama sekali dan hanya ada akun Facebook dan Twitter. Jason semakin penasaran.
ELVIN semakin gencar mendekati Lika. Ia sungguhsungguh mengharapkan Lika kembali ke pelukannya. Bukan hanya membawakan hadiah berupa barang-barang yang Lika sukai, Kelvin juga menelepon Lika tiap hari, lebih dari tiga kali dalam sehari malah. Sesungguhnya Lika tahu Kelvin benar-benar ingin kembali padanya, tapi ia ingin menghukum Kelvin lebih lama. Belum lagi muncul rasa penasaran ingin berdekatan dengan Jason, rasa penasaran itu terus menggoda hatinya.
Lika sengaja menanyakan keadaan Jason, kalau pergi, pergi ke mana, kapan bisa ketemuan lagi. Sabtu malam Lika bersedia pergi dengan Kelvin dan Minggu malam ia berencana pergi dengan Jason. Ia hanya ingin berdekatan dengan keduanya tapi
Delapan
tanpa ikatan apa-apa. Ia tahu persis keinginan Kelvin kembali padanya, tapi ia juga tak bisa menahan diri untuk berhenti bergenit-genit ria dengan Jason. Seolah Jason dimanfaatkan untuk membuat Kelvin cemburu dan membalaskan dendam pada Kelvin yang sesungguhnya masih memiliki tempat istimewa di hatinya.
Dengan akrab Lika mengomentari foto-foto Instagram Jason yang diunggah di Facebook dan Twitter. Foto-foto Jason tentang perjalanannya. Bukan hanya Lika yang menikmati rangkaian foto perjalanan yang diunggah Jason, tapi juga teman-teman Facebook dan Twitter, termasuk Adis. Bedanya, bila temanteman lainnya bisa mengomentari seenak hati, Adis tidak bisa. Seolah ada larangan tidak tertulis bahwa ia tidak bisa berkomentar di akun Jason lagi. Kalaupun nekat berkomentar, ia yakin tidak akan ada tanggapan dari Jason. Jadi buat apa menuliskan komentar bila hanya untuk diabaikanAdis hanya dapat melihat foto dan membaca komentarkomentar, termasuk dari Lika.
Semoga ada yang berbaik hati membawakan Serabi Notosuman, tulis Lika.
Beres. Keripik paru mau? Jason menanggapi. Asyikkk& Aku mau! jawab Lika.
Sabar.
Kapan pulang? Kapan ketemuan untuk serah terima oleholeh? Hehehe.
Nanti kukabari lagi. Mungkin Minggu.
Adis merasa hatinya terbakar membaca " percakapan bagai
sahabat lama" antara Lika dan Jason. Lika yang agak pemilih dalam hal kudapan, jarang sekali mau icip-icip keripik berbahan jeroan sapi, eh, sekarang malah mau keripik paru! Ingin rasanya dia berteriak di muka Lika, " Jason itu temanku, aku yang lebih kenal. Bukan kamu! Kamu sudah punya Kelvin, jangan ambil Jason-ku!" Ia betul-betul merasa marah sekaligus hampa. Dan seperti menjadi kebiasaan baru, rasa galau dan sendu menghambat ide-idenya menulis. Ia hanya duduk bengong di hadapan laptop-nya yang menyala. Tidak tahu mau menulis apa. Yang ada ia malah browsing lagu-lagu yang semuanya bertemakan patah hati.
Beruntung Jason memiliki kakak perempuan yang jago mengurus perusahaan. Meski perempuan, Papa mereka tidak ragu memberikan tongkat estafet kepemimpinan perusahaan pada Jennifer daripada Jason. Meski begitu, Jason lebih jago dalam urusan inovasi perjalanan, melobi kanan-kiri, jadi memang kolaborasi yang pas. Jason sendiri tidak merasa iri pada Jennifer, malah ia kagum pada kakaknya. Walau sudah menikah dan memiliki seorang putri, ia tetap fokus bekerja tanpa mengabaikan perannya sebagai ibu rumah tangga.
Untuk urusan pembagian kerja pun keduanya kompak. Jennifer lebih mengurusi destinasi luar negeri meski tak jarang dilimpahkan pada Jason atau meminta pendapat Jason dulu. Jennifer juga memaklumi bila Jason sering tidak rutin ke kantor
dan malah kelayapan. Toh apa yang dilakukannya masih terkait dengan kemajuan perusahaan keluarga mereka, jadi kakak dan keluarganya tidak akan bawel.
Minggu siang Jason sudah tiba di Jakarta. Kalau berangkat naik kereta, pulangnya Jason naik pesawat karena sudah lelah dan membawa banyak oleh-oleh, bukan hanya untuk Lika tapi juga untuk keluarganya.
Sesuai janji, malamnya ia bertemu dengan Lika. Seperti biasa, waktu dan tempat Lika yang menentukan. Lika memilih tempat di kedai kopi premium yang menyediakan kopi luwak. Jason menyerahkan semua oleh-oleh pesanan Lika yang diterima dengan senyum lebar.
" Ya ampun, Jason& kamu baik sekali," puji Lika girang. Walau empat tahun lebih tua dari Jason, Lika sama sekali tidak canggung bergenit-genit ria. Sama seperti Adis dan semua perempuan yang mengenal Jason, ia memuji penampilan Jason yang cenderung cuek tapi tidak pernah kehilangan pesona. Lalu keduanya saling bercerita tentang kegiatan masing-masing hingga Jason baru menyadari ada yang " hilang" dari penampilan Lika.
" Ehm& kalau aku tidak salah ingat, dulu kamu selalu memakai cincin di jari tengah tangan kananmu. Sekarang sudah tidak dipakai?" tanya Jason.
Lika terdiam sesaat. " Oh cincin itu. Sudah tidak kupakai. Kan aku pernah cerita bahwa aku juga korban perselingkuhan. Kita senasib." Lika tersipu sendiri mendengar kata " senasib" yang
keluar dari mulutnya, seolah nasib telah mempertemukan mereka bagai di sinetron.
" Apakah kamu masih berhubungan dengan mantanmu itu?" Ragu-ragu Lika menjawab, " Masih. Memangnya kenapa?" " Jadi tidak sampai bermusuhan?"
" Sudah tidak. Awalnya aku begitu membencinya karena berselingkuh, berkhianat dariku. Tapi mungkin benar, seiring berjalannya waktu, kebencianku mulai berkurang," jawab Lika. Meski peristiwanya sudah berlangsung lama, bayang-bayang foto-foto candid yang diterimanya dalam surat kaleng masih terasa begitu jelas menggores hatinya. Lika juga tidak ingin memberitahu Jason bahwa Kelvin sedang melakukan pendekatan kembali padanya.
" Ngomong-ngomong, seberapa dekat kamu dengan Adis?" Lika sekadar bertanya, mengganti topiknya soal Kelvin.
Jantung Jason berdetak lebih keras ketika nama Adis disebut. Namun mimik wajahnya tidak berubah dan ia menjawab pertanyaan Lika dengan tenang, " Biasa saja. Kenapa?"
" Pantas. Kok dia tidak tahu kamu batal menikah dengan Viora," jelas Lika.
Jason tertawa kecut. " Aku memang tidak buat pengumuman kok." Ternyata Adis bersandiwara dengan baik, ia membatin.
" Adis itu sejak SMA pendiam, ya? Pacarnya di SMA siapa?" selidik Lika tanpa bermaksud apa-apa, hanya iseng dan mencari topik pembicaraan.
" Setahuku, Adis sejak dulu memang pemalu dan pendiam tapi dia pintar dan baik. Aku tidak tahu apakah di SMA dia punya
pacar atau tidak. Kan tadi aku bilang hanya kenal biasa saja," Jason berbohong sambil membayangkan ciumannya dengan Adis di kamar rumah sakit. Lika hanya manggut-manggut. " Tapi, walau pendiam kerjanya bagus, kan?" tanya Jason. " Bagus banget, malah. Tidak pernah lalai, cermat, detail, sebut saja yang bagus-bagus, itulah Adis," puji Lika.
Dalam hati Jason tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya karena Adis dipuji begitu. Ingin rasanya ia berkata, " That s my girl," tapi ia lalu menyadari ia bukan siapa-siapa bagi Adis.
Sepulang dari perjalanan ke Solo dan sekitarnya lalu langsung bertemu dengan Lika, badan Jason terasa pegal-pegal. Ia hanya ingin rebahan di ranjang. Beristirahat. Tapi matanya tidak bisa terpejam. Ada banyak hal yang berputar-putar di pikirannya. Dari pekerjaan di kantor hingga Adis, Kim, dan Lika. Inginnya ia tidak memikirkan soal perempuan sama sekali, tapi bayangan Adis tidak hilang juga, itu juga masih ditambah bayangan masa lalu dengan Kim yang sudah dikuburnya susah payah dan mulai muncul lagi karena e-mail dari Kim yang belum dibalasnya.
Sekarang muncul Lika yang penuh pesona walau agak tukang ngatur. Awalnya Jason hanya ingin bermain-main dengan Lika, tujuannya untuk memanas-manasi hati Adis. Tapi selain tidak ada reaksi dari Adis seperti yang diharapkan, Jason menyadari ia tidak memiliki perasaan istimewa pada Lika selain asyik berteman dan mengobrol dengannya. Tidak lebih. Jason agak
waswas juga bila Lika ternyata memberikan tanggapan berbeda terhadap kedekatan mereka berdua.
Jason teringat ia masih punya satu novel karangan Dilara Tsarina yang belum dibaca. Novel berjudul Hanya Kamu yang dengan ogah-ogahan mulai dibacanya karena merasa sayang bila tidak dibaca padahal telanjur dibeli. Jason membaca dan terus membaca hingga di pertengahan bab empat, matanya bisa terpejam. Ia tidur dengan nyenyak. Di dadanya ia memeluk novel yang terbuka itu.
Sudah jam 09.17 dan Jason baru bangun. Itulah enaknya bekerja di kantor sendiri, mau datang dan pulang jam berapa, terserah. Tapi itu hanya berlaku untuk Jason. Jennifer selalu berangkat pagi dan sudah duduk manis di ruang kerja sebelum jam delapan. Memang kakaknya bagai kloningan Papa. Sebetulnya Jason sudah pernah " ditegur" karena mereka khawatir perilaku Jason akan ditiru oleh karyawan mereka. Apalagi " Pak Jason yang ganteng" adalah idola karyawan-karyawan perempuan. Dari cleaning service, staf keuangan, bagian ticketing, front office, manajer operasional, dan hampir di semua bagian, Jason memiliki penggemar sendiri.
Bukan hanya ganteng, Jason juga dikenal sebagai salah satu bos yang baik dan rendah hati. Contohnya, saat hujan deras melanda Jakarta di jam pulang kantor, Jason dengan senang hati mengajak karyawan yang tempat tinggalnya searah dengan rute
pulangnya untuk ikut di mobilnya. Satu per satu diantarnya para karyawan itu sampai tujuan hingga mereka jadi tak enak hati. Makanya, sebagian besar karyawan betah bekerja di sana. Salah satu penyebabnya karena sikap keluarga Jason yang menganggap para karyawan sebagai keluarga. Bergegas Jason mempersiapkan diri untuk berangkat ke kantor.
" Dis, kamu nggak ambil jenang?" tanya Cynthia sambil menunjukkan dua buah jenang yang dibungkus kecil-kecil di tangannya.
" Jenang? Di pantry?" tanya Adis.
" Iya, di pantry. Ada keripik paru dan rengginang juga." " Siapa yang bawa?"
" Lika."
" Oh& oke, nanti aku ambil," jawab Adis yang langsung merasa tidak bersemangat mendengar jawaban Cynthia. Ia tahu pasti Lika mendapatkan semua jajanan tradisional itu dari Jason. Sama sekali Adis tidak berselera mengambilnya, yang terasa malah hatinya bagai dibakar pelan-pelan. Dan Adis semakin memendam kekesalan karena Lika tidak menceritakan padanya mendapat oleh-oleh makanan dari Jason padahal ia tahu Adis teman Jason.
Paling tidak dia bisa berbasa-basi memberitahu habis bertemu dengan Jason. Adis iri pada Lika, kenapa tidak bisa seperti dia yang luwes bercakap, berkenalan dengan siapa saja? Adis
teringat percakapan Lika dan Jason di Facebook hingga ia jadi tidak mood bekerja.
Hari itu Adis berusaha mengendalikan diri agar tidak mengacaukan pekerjaannya. Ia tidak ingin Lika tahu bahwa ia agak kesal. Menemani Lika bertemu klien ke sana kemari, Adis diam saja. Kalau ditanya, baru menjawab. Kalau penting, baru bicara. Selebihnya ia hanya diam. Lika tidak menyadari apa yang dirasakan Adis karena sekretarisnya itu memang dikenal sebagai orang yang pendiam dan pemalu.
Pulang kantor Adis sama sekali tidak tertarik mengetik. Laptopnya dibiarkan menganggur. Sejak berurusan dengan Jason, semua ide di kepalanya bagai menguap terbakar api kekesalan. Mau tidur juga tidak bisa, ia hanya membolak-balikkan badan di ranjang. Bukannya mendapatkan ide untuk menulis, Adis malah mendapat ilham untuk " membalas" Lika: menjauhkannya dari Jason.
Sabtu pagi-pagi benar Adis sudah dalam perjalanan menuju Bogor. Jalanan masih lancar. Cuaca cerah seolah mendukung perjalanannya menuju Kota Hujan.
" Semoga tidak susah mencari lokasinya," kata pria yang menyetir di sebelah Adis.
" Sepertinya tidak, kata pegawainya yang kutelepon, nanti di sepanjang jalan sudah ada petunjuk ke sana," jawab Adis. " Kamu memang sekretaris dan asisten teladan, Dis," pria itu
tertawa memuji Adis yang tersipu. Kalau saja beberapa bulan lalu pria itu memujinya, mungkin Adis bisa pingsan saking bahagianya. Tapi sekarang Adis tidak merasakan perasaan apaapa selain niat yang kuat agar Lika tidak jadian dengan Jason, tapi kembali pada pria ini. Kelvin.
Ya, akibat kejadian " oleh-oleh untuk Lika" Adis memutar otak untuk memisahkan Lika dari Jason. Dan ia teringat pada resor kaki gunung yang menjadi tempat impian Lika untuk menikah. Adis menyadari yang bisa membantunya adalah Kelvin. Hanya Kelvin.
Dulu, ia yang menyebabkan Lika dan Kelvin putus karena ia mengirim surat kaleng berisi foto-foto perselingkuhan Kelvin. Sekarang, dia jugalah yang repot menyatukan mereka kembali. Walau dalam hati agak canggung pergi hanya berdua dengan Kelvin, Adis memaksa diri untuk lebih nekat.
Adis hanya bisa berharap, jika Lika dan Kelvin kembali bersama, mereka tidak menyewa ahli digital forensik atau detektif swasta atau ahli apa pun untuk menyelidiki siapa pengirim fotofoto terlarang itu. Karena bila ketahuan, Adis tidak bisa membayangkan apa yang bakal terjadi padanya.
" Dis, kamu kenal dengan pria yang berfoto dengan Lika yang terpasang di Facebook-nya?" tanya Kelvin memulai percakapan lagi.
Deg! Adis berdebar. " Jason maksud kamu? Dia teman SMAku, juga mantan klien kami."
" Maksudnya? Dia pernah mau menikah tapi batal?" selidik Kelvin penasaran.
Adis mengangguk. " Iya. Pacarnya selingkuh." Kelvin agak tersentil mendengar jawaban Adis. " Eh, maaf& aku bukannya menyindir." Kelvin tersenyum. " Tidak apa-apa."
" Sebentar lagi pacarnya menikah dengan selingkuhannya," jelas Adis.
" Dan pria itu?" Kelvin terdengar ogah menyebut nama Jason.
" Lajang. Ehm& tapi aku juga kurang tahu karena dia hanya teman SMA. Aku tidak begitu dekat."
" Maksudku& apakah dia sering menelepon Lika? Sering ke kantor seperti yang kulakukan?"
" Kalau ke kantor tidak pernah. Menelepon ke kantor juga tidak, tapi kalau menelepon langsung ke Lika, aku tidak tahu," jawab Adis jujur.
" Apa mungkin mereka janjian bertemu di luar kantor ya?" duga Kelvin.
" Mungkin."
" Apakah Lika pernah bercerita tentang pria itu?" " Tidak."
Lalu keduanya kembali terdiam, sibuk dengan pikiran masingmasing sambil berusaha menikmati Kota Bogor yang sejuk dan asri. Walau semakin banyak angkot yang beroperasi, Bogor tetap menjadi tujuan wisata terdekat bagi warga Jakarta yang sehariharinya hanya melihat kemacetan dan gedung-gedung tinggi. Sementara di Bogor, di luar Kebun Raya Bogor, masih cukup
banyak pohon-pohon tua yang dibiarkan hidup dan membuat rindang kota.
Benar informasi yang didapat Adis, cukup banyak petunjuk jalan yang memberikan arahan menuju resor yang terletak di kaki Gunung Salak itu. Mereka jadi tidak tersesat dan dengan cukup mudah menemukan lokasinya. Baru masuk dan memarkir kendaraan saja, keduanya sudah dibuat kagum dengan pemandangan yang tersaji di hadapan mereka. Sejumlah tenda putih yang bentuknya seperti tenda milik bangsa Mongolia berjejer rapi, sementara di belakangnya berdiri dengan gagah Gunung Salak yang berwarna kehijauan. Cuaca yang cerah, teriknya matahari, dan udara yang segar membuat tempat itu semakin memesona.
Kelvin dan Adis berjalan kaki mengelilingi resor gunung itu. Seorang kakek sedang berjalan-jalan di jalur joging, anak-anak kecil ditemani orangtuanya bermain di mini waterpark dan tempat bermain yang tersedia di dekat restoran, sejumlah remaja tertawa-tawa saat menjajal flying fox dan sebagian sedang bermain futsal. Ada juga pengunjung atau tamu resor yang melihatlihat hamparan bunga krisan, lili, dan masih banyak jenis bunga lain yang memang dikembangkan di resor itu. Mobil golf bolakbalik dari resepsionis ke tenda-tenda Mongolia untuk mengantar tamu-tamu resor yang ingin check-in dan check-out. Kelvin tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya. Terbayang di benaknya akan seperti apa pesta pernikahannya bila diadakan di tempat itu.
" Benar-benar bagus ya, Dis?" Kelvin terlihat begitu bersemangat.
Adis mengangguk mengiyakan. Ia senang pernah menyampaikan ide resor gunung itu pada Lika. Terbayang pesta pernikahan yang unik dan hangat. Mereka juga asyik berfoto ria. Lalu keduanya menuju bagian pemasaran untuk menanyakan soal harga, kapasitas, dan berbagai detail bila ingin mengadakan pernikahan di sana. Rasa bahagia dan puas mengisi hati Kelvin. Sekarang misi paling penting baginya adalah meyakinkan Lika bahwa ia pria yang pantas untuk gadis itu. Menegaskan bahwa Lika adalah jodohnya.
Adis mengunggah fotonya berdua dengan Kelvin yang berlatar tenda-tenda putih Mongolia dan Gunung Salak. Satu tangan Kelvin merangkul bahunya dan satu tangan lagi berkacak pinggang. Sementara Adis hanya tersenyum lebar. Foto itu diambil oleh pegawai resor yang menemani dan menjelaskan urusan sewa resor kepada Kelvin. Mereka bahkan disangka pasangan yang akan menikah, namun Kelvin meralatnya, " Dia adik saya."
Perasaan Adis ke Kelvin memang sudah berubah. Tidak ada lagi rasa naksir bagai ABG jatuh cinta atau groupies terhadap anak band favoritnya. Adis kian menyadari bahwa ia menyukai Kelvin karena khayalannya semata, seperti fans berat belaka,
bukan sebagai pasangan. Dan ketika Kelvin menyebutnya sebagai adik, Adis merasa itu memang sebutan yang lebih tepat baginya, selain teman.
Namun ketika mengunggah foto itu, Adis mengesetnya sehingga orang-orang kantor, apalagi Lika, tidak bisa melihatnya. Ia tidak ingin ribut dengan Lika. Yang ia inginkan hanyalah agar Lika menjauhi Jason, itu saja. Ia pun mengatur agar Kelvin juga tidak bisa melihat foto itu karena khawatir Kelvin ke-ge-er-an foto berduaan itu dipasang oleh Adis di Facebook-nya.
Yang tidak disangkanya adalah foto yang diunggah itu menuai banyak komentar dan pertanyaan, seperti, " Pacarmu keren ya, Dis?" , " Ini lokasinya di mana? Kok bagus banget?" , " Wah, selamat ya, Dis, kalian serasi." Supaya penasaran, Adis tidak membalas semua komentar itu. Ia mendiamkan saja.
Memang serasi juga aku dan Kelvin, tapi aku sudah tidak ada perasaan lagi buatnya, batin Adis. Biar saja mereka berkomentar dan menyangka yang bukan-bukan, paling tidak mereka tahu bahwa Adis yang pendiam dan pemalu ini bisa juga punya teman cowok yang keren. Seandainya saja di foto itu aku dan Jason, aku pasti meleleh kesenangan. Bisa-bisa foto itu kucetak 10R dan kupajang di kamar. Jika Lika kembali pada Kelvin, kamu tidak akan sakit hati kan, Jason? Kamu kan tidak punya hati, tidak ingin mencintai, jadi kamu pasti tidak akan merasa kehilangan apa-apa. Semoga kamu melihat foto ini supaya kamu tahu bahwa aku juga bisa pergi berduaan dengan pria yang tak kalah keren darimu.
Wajah Lika tampak berseri-seri. Ia bahkan ke kantor dengan memakai baju terusan berwarna kuning cerah yang membungkus ketat tubuh seksinya. Di lehernya melingkar kalung mutiara dari Lombok berwarna biru cerah. Adis hanya bisa mengagumi keberanian Lika bermain warna karena ia sendiri walau berpenampilan modis tidak akan memilih warna busana seterang itu.
Setelah menenggelamkan diri di ruangannya sejak datang, Lika tak tahan lagi. Ia segera memanggil Adis yang mengira dirinya dipanggil karena urusan pekerjaan.
" Kamu tahu nggak, Dis& Kelvin pergi ke resor kaki gunung yang kuimpikan itu!" kata Lika seolah sambil menahan kegembiraan di hatinya.
" Oh ya?" tanya Adis pura-pura terkejut.
" Iya. Kamu lihat deh nanti di Facebook atau Twitter-nya. Dia ke sana!"
" Sedang ada acara apa dia ke sana?"
" Aku nggak tahu. Tapi kok rasanya seperti pertanda." " Pertanda bagaimana?"
" Kelvin menulis di foto itu: tempat yang indah untuk mengikat janji!" pekik Lika tertahan. " Kok bisa sama ya pikiranku dan dia? Bukannya itu pertanda? Aku belum pernah cerita padanya bahwa aku ingin menikah di resor itu."
" Iya, benar juga. Tapi dia belum bilang apa-apa?" Lika terdiam sesaat. " Belum sih& tapi masa Kelvin tidak memikirkanku saat menulis itu?"
" Mungkin sekarang giliran kamu mengejarnya. Kalau dia mengejar kamu terus-terusan dan dia merasa tidak ada ujungnya,
nanti dia jadi capek dan mengejar orang lain lagi," Adis nekat bicara demikian. Ia ingat pernah menulis hal yang mirip untuk karakter tokoh novelnya.
Lika terdiam mendengar nasihat percintaan yang diberikan Adis. " Aku mengejar Kelvin? Kan dia yang selingkuh. Dia yang harus mengejar aku. Aku tidak mau mengejarnya. Kalau dia tidak mau, ya sudah, terpaksa aku mencari, menunggu pria lain."
Sekarang giliran Adis yang tertegun. Ia tidak menyangka Lika bakal berbicara demikian. Bagi Adis, yang disebut Lika sebagai " pria lain" adalah Jason.
" Ah, sudahlah, Dis. Kalau memang jodoh, Kelvin pasti kembali padaku. Mengejarku. Kalau tidak, ya sudah," kata Lika pelan tapi yakin.
Harapan Adis supaya Jason melihat fotonya dengan Kelvin memang terkabul. Jason yang baru sempat melihat lagi akun Facebook-nya setelah sekian lama merasa sedikit marah, sedikit cemburu, dan sedikit sedih. Ia tidak habis pikir terhadap nasib percintaannya yang selalu gagal.
Mungkin para perempuan itu merasakan bahwa aku ada di dekat mereka tapi hatiku entah di mana, renung Kelvin. Aku tidak ingin lagi mengobral perasaan cintaku. Aku sudah berusaha membekukan hatiku. Ketika Adis muncul, hatiku mulai mencair, tapi ternyata dia juga tidak mencintaiku. Sampai saat ini masih
terekam jelas di ingatanku tentang penolakannya. Jadi aku harus bagaimana? Bahkan orang yang tadinya mencintaiku pun, seperti Viora, bisa luntur rasa cintanya kepadaku. Mungkin dalam urusan percintaan nasibku tidak bagus. Ternyata orang sekeren aku belum tentu bisa lancar jika berurusan dengan cinta.
Jason membereskan tumpukan buku dan kertas yang ada di meja kamar. Lalu ia menyadari ada satu buku yang belum tuntas dibacanya. Novel Hanya Kamu karangan Dilara Tsarina. Baru kali ini Jason niat membaca novel mellow karena cocok dengan suasana hatinya yang tidak menentu. Saat berpisah dengan Kim, ia sudah merasa sakit dan patah hati. Tapi dengan Adis, rasanya lebih aneh karena ia merasa jatuh cinta pada Adis tapi bimbang ingin menyampaikan. Dan kini melihat Adis dengan " pria lain" , serasa ada yang mengganjal di hatinya, seperti perasaan tidak rela, benci, dan rindu bercampur aduk.
Saat membaca, sekali lagi Jason merasa ada kejadian-kejadian familier saat dirinya SMA dituangkan di buku ini dalam versi dan nama yang berbeda. Seperti anak-anak satu sekolahan si tokoh utama yang bernama Dahlia, yang menjodoh-jodohkan guru seni musik dan guru fisika mereka hingga akhirnya menikah sungguhan.
Pada masa SMA, Jason dan teman-temannya memang heboh menjodoh-jodohkan guru bahasa Inggris mereka, Pak Banu dengan Ibu Yuli, guru sejarah. Setiap mereka muncul pasti murid-murid dengan iseng menyoraki dengan kampungan, " Cieeehhh& suit-suit& " Dan memang Pak Banu dan Ibu Yuli akhirnya menikah.
Si tokoh utama dalam cerita Hanya Kamu adalah perempuan bernama Dahlia yang berasal dari keluarga sederhana yang berjuang untuk bisa jadi presenter berita di televisi. Sebelum bisa menjadi presenter berita, ia harus jadi reporter dulu. Nah, saat jadi reporter itulah dia harus bersaing mendapatkan berita eksklusif dengan Matthew, reporter pria dari televisi pesaingnya. Perang dingin hingga panas terjadi yang menimbulkan rasa sayang di antara keduanya, namun ambisi Dahlia menghancurkan perasaan itu.
Walau sudah tahu akhir ceritanya bahwa Dahlia dan Matthew akhirnya menikah karena sudah membaca bab terakhir buku tersebut Jason penasaran dengan kisah-kisah tambahannya. Saat Dahlia di SMA, dia digambarkan selalu menjadi ketua kelas, tidak segan-segan mencari muka ke semua guru demi mendapatkan nilai yang bagus dengan melaporkan semua tindakan iseng dan negatif yang dilakukan teman-temannya. Bahkan seorang temannya yang jago bulu tangkis dan juga tukang berantem di sekolah mereka, Ardy, sampai bilang ke Dahlia, " Untung kamu perempuan! Kalau kamu laki-laki sudah aku hajar dari pertama kali kita berkenalan!"
Pada bagian ini Jason benar-benar terkejut. Dulu waktu SMA, memang ada Kania, teman SMA mereka yang seperti itu. Bukan hanya menjadi ketua kelas, tapi Ketua OSIS. Memang Kania baik, namun yang jadi pangkal kekesalan teman-teman sekelasnya adalah sikapnya yang tidak bercela dan tukang mengadu ke guru. Dan kesamaan lain, Baron, teman Jason yang jago wushu pernah berkata dengan keras pada Kania di kelas, saat guru tidak ada,
persis yang diucapkan Ardy kepada Dahlia. Waktu itu Kania melaporkan Baron yang membolos saat pelajaran matematika dan berdalih sakit, padahal dia sedang main game di belakang gudang sekolah yang sepi. Saat itu juga Baron digrebek dan dipanggil Kepala Sekolah.
Jason benar-benar penasaran pada sosok Dilara Tsarina. Seingatnya tidak ada teman SMA-nya yang bernama Dilara. Jason berpikir keras, apakah Dilara adik kelasnya, karena peristiwa Ketua OSIS diamuk Baron memang jadi bahan gosip yang dahsyat saat itu. Atau adik teman sekelasnya, ataukah ini sungguh hanya kebetulan belaka yang memang fiktifIseng Jason membuka Facebook dan mencari akun milik Dilara Tsarina. Ia cukup terkejut melihat akun itu sudah penuh " Dilara Tsarina Full" . Ternyata terkenal juga penulis ini. Jason membuka-buka satu per satu album foto yang ada di akun itu, meski tidak menjadi teman, rupanya untuk promosi Dilara tidak memperketat privacy akunnya. Jadi siapa saja bisa melihat dinding Facebook-nya, juga foto-fotonya.
Isi foto-fotonya adalah koleksi kover novel-novelnya yang pernah diterbitkan dan cerita-cerita pendek yang pernah dimuat di berbagai majalah remaja, wanita dewasa, dan media massa. Namun foto-foto Dilara sendiri tidak ada. Tidak terpampang juga foto dirinya dengan pembaca, misalnya saat peluncuran novel. Sungguh misterius.
Jason lalu mengecek Twitter Dilara. Sama saja, tidak ada foto dirinya. Penasaran, Jason membaca satu demi satu tulisan di dinding Facebook Dilara. Isinya adalah puja-puji penggemar
bukunya yang lebih banyak menanyakan kapan buku barunya terbit lagi dan beberapa status yang ditulis oleh Dilara. Diamdiam Jason mengakui kepiawaian Dilara merangkai kata-kata indah dalam mengungkapkan perasaan, khususnya terkait percintaan dan kegalauan hati. Tapi, ini apa ya? Status ini kok familierBerulang-ulang Jason membaca status yang ditulis Dilara:
Dia bilang kepadaku: Cinta itu omong kosong. Cinta tidak bisa mengubah dunia. Uang yang bisa. Lalu aku bilang kepada diriku sendiri: apakah uangmu bisa mengubah hatiku supaya tidak jatuh cinta padamuJason nyaris tidak percaya akan apa yang dibacanya. Motto hidupnya dalam menghadapi perempuan ternyata sama persis dengan status yang ditulis Dilara. Jason sangat kaget karena ia mengira hanya dirinya yang meyakini motto itu berdasar pengalaman pahit percintaannya.
Mana mungkin bisa sama persis kecuali, walaupun kecil kemungkinannya, aku mengenal penulisnya dan ia menggunakan nama samaran, batin Jason. Kalau aku kenal, siapakah dia? Bagaimana kalau ternyata Dilara itu nama samaran? Dan kalaupun samaran, apa benar dia perempuan dan bukan laki-lakiSemakin memeras otak, semakin Jason tak yakin pada pemikirannya. Seingat Jason, ia hanya pernah mengatakan kalimat itu pada beberapa sahabat prianya. Namun sangat kecil kemung
kinannya mereka diam-diam menjadi penulis novel percintaan. Tapi ada satu lagi, ia pernah mengatakan itu kepada Adis.
Adis, mana mungkin? Pacaran saja katanya belum pernah, masa dia bisa menulis novel-novel percintaan yang best seller? Benar-benar bikin penasaran. Eh, tapi bukannya aku bertemu dia dulu di toko buku, tepat di rak Dilara Tsarina? Jason bertanya-tanya.
Pikiran Jason lalu melayang ke masa SMA saat ia mengeluelukan Adis ketika Adis menjadi pemenang lomba cerita pendek di sekolah. Masa Adis sih? Adis yang pendiam dan pemalu, menulis tentang percintaan setebal buku-buku itu? Benar-benar sulit dipercaya. Tapi mungkin juga bukan& ke mana aku harus mencari kepastianDaripada penasaran, Jason memutuskan mulai mencari informasi tentang Dilara Tsarina. Mencari di Google pun tidak ada gunanya. Tidak ada satu pun biodata tentang Dilara, melulu hanya hasil-hasil karyanya. Keesokan harinya ia mulai bertanya ke teman-teman SMA, teman kuliah, dan karyawan kantornya apakah ada yang punya kenalan di Penerbit Pena Perak. Jason malu kalau langsung bertanya apakah mereka kenal Dilara Tsarina. Ia khawatir disangka pria melankolis yang berkonotasi lembek dan terlalu lembut.
Teman dan kenalan Jason menyangka ia mencari informasi karena ingin menerbitkan buku tentang pariwisata atau wisata perjalanan. Dan untungnya pencarian itu tidak sia-sia. Adik teman kuliah Jason ada yang bekerja di sana, tapi bukan di
bagian editor atau redaksi, melainkan di bagian marketing and communication (marcomm).
Informasi yang didapat Jason, Dilara memang betul nama samaran, namun pihak redaksi memang tidak bisa memberitahukan apalagi menyebarkan siapa penulis aslinya. Mereka terikat perjanjian tertulis dengan si penulis untuk merahasiakan identitasnya. Namun karena adik teman kuliah Jason itu orang dalam, kebanyakan sudah tahu bahwa Dilara Tsarina itu perempuan dan belum menikah. Ia selalu mengirim naskah lewat e-mail dan berkomunikasi dengan editor buku-bukunya pun selalu dilakukan lewat e-mail. Tambahan informasi, sering pihak marcomm membujuk lewat e-mail langsung maupun via editornya supaya Dilara mau mengadakan jumpa penggemar, memberikan tanda tangan langsung kepada pembaca bukunya, melakukan peluncuran buku, namun semua ditolak dengan alasan sibuk dan malu. Nah, kata malu itulah yang menguatkan keyakinan Jason bahwa Dilara adalah Adis yang pemalu. Tapi, ia tetap belum yakin Adis yang ia kenal seorang penulis terkenal yang sanggup menulis banyak buku.
Bagai seorang detektif, Jason ingin mencari cara untuk membuktikan Dilara adalah Adis. Namun bersamaan itu pula Jason meredam hasrat keingintahuannya. Untuk apa aku mencari informasi ini? Apa peduliku Dilara Tsarina adalah Adis? Pikirnya.
Tapi lalu Jason teringat kalimat terakhir yang ditulis Dilara pada akun Facebook-nya:
Apakah uangmu bisa mengubah hatiku supaya tidak jatuh cinta padamuJadi, dia jatuh cinta padaku dari dulu? Eits, tunggu dulu! Ini kalimat buatan penulis novelis tema percintaan, pasti ia piawai menulis kalimat " beracun" supaya penggemarnya makin terbuai kata-katanya.
Tapi, kalau Dilara sungguh Adis dan ia ternyata jatuh cinta padaku dari dulu, kenapa ketika kutanya ia bilang tidak mencintaikuAMIS malam sepulang kantor Lika bertemu dengan Jason di kedai kopi langganan, yang tak jauh dari kantor Lika. Sebenarnya sudah sejak kemarin Jason ingin bertemu langsung dengan Lika, tapi Lika sangat sibuk. Misi utama Jason adalah mengorek sebanyak-banyaknya informasi tentang Adis di kantor. Ia berharap ada petunjuk tentang Adis dan Dilara.
Ijinkan Aku Mencintaimu Karya Esi Lahur di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lika datang dengan hem ketat berwarna ungu muda dan rok mini hitam. Jason senang melihat penampilan Lika yang seksi tapi tidak murahan. Tapi hanya sebatas senang, tidak lebih dari itu. Awalnya mereka mengobrol tentang pekerjaan masing-masing yang dibumbui kisah serius tapi kadang juga bercanda.
" Pasti suasana kantormu selalu penuh cinta karena yang diurus pernikahan melulu," ujar Jason tersenyum.
Sembilan
" Sama saja dengan kantor lain."
" Tapi bukannya kalau karyawannya kebanyakan perempuan, gampang berantem dan sirik-sirikan? Kata orang-orang sih," komentar Jason.
Lika tertawa. " Tergantung bosnya. Kalau bosnya tidak pilih kasih, bisa adil, kantor jadi aman."
" Ngomong-ngomong aku sudah lama tidak tahu kabar Adis," Jason mulai memancing.
" Main saja ke kantor, tapi janjian dulu. Biasanya di mana ada aku, di situ ada Adis."
" Malas kalau main ke kantormu, sudah jadi klien gagal, malu," canda Jason. Lika tertawa lagi.
" Mau kasih selamat ke Adis. Dia sukanya apa ya? Cokelat? Novel? Pernik-pernik?" Jason pura-pura bingung.
" Kasih selamat ke Adis? Kenapa? Kan dia nggak ulang tahun?" tanya Lika heran.
" Mau kasih selamat, kayaknya dia punya pacar atau sedang pendekatan gitu. Setahuku dia dari SMA belum pernah pacaran."
" Adis pacaran? Dengan siapa ya? Dia tidak cerita apa-apa ke aku. Eh, dia itu suka cokelat, es krim, kue-kue pastry, novel juga suka," Lika bertanya dengan bingung sambil menjawab pertanyaan Jason.
" Itu di Facebook-nya kan ada foto dia lagi berduaan dengan seorang pria," jawab Jason, walau agak getir membayangkan Adis bersma pria dalam foto yang dilihatnya.
" Kok aku nggak lihat? Baru di-upload ya? Pria yang manaMasa Adis punya pacar tidak cerita-cerita ke aku? Kamu salah lihat, kali. Mungkin itu adik laki-lakinya," giliran Lika penasaran sampai mengulang lagi keheranannya karena Adis menyembunyikan kabar bahagia itu darinya.
" Adik laki-laki? Pria yang di foto sepertinya lebih tua sedikit dari dia. Kayaknya itu di Bogor, ditulis latarnya Gunung Salak," Jason mengeluarkan iPad dan menunjukkan foto Adis dan Kelvin yang terpampang di dinding Facebook Adis yang tidak bisa dilihat Lika maupun semua orang di kantor mereka.
Lika melihat layar iPad dan matanya terbelalak, jantungnya berdetak kencang, ia berusaha mengendalikan diri dan mengatur napasnya.
" Lika, ada apa?" tanya Jason yang agak kaget melihat reaksi Lika.
Lika menenangkan diri. " Jason& ini& pria ini& Kelvin, mantan pacarku."
Giliran Jason yang terkejut. " Apa? Adis pacaran dengan mantan pacarmu? Oh, itu alasan dia tidak pernah cerita," Jason langsung mengambil kesimpulan. Lika tidak bisa berkata-kata. Ia masih syok.
" Kamu kenapa? Kalau sudah mantan, lepaskan saja," hibur Jason.
Kepala Lika bergerak-gerak menggeleng, " Aku tidak percaya. Kelvin sedang mendekatiku lagi. Adis tahu itu. Mereka berfoto di tempat yang kuimpikan jadi tempatku menikah dan Adis juga tahu itu."
Jason terdiam dan merasa tak enak hati. Rencananya mencari
informasi tentang Adis malah berbuah malapetaka. Ternyata diam-diam Adis " mengambil" kekasih Lika. Perempuan satu itu memang benar-benar tidak bisa ditebak. Jason tidak tahu bagaimana menata hatinya, apakah jadi tidak suka atau masih suka pada Adis, apakah benci atau rindu. Ia makin bingung ketika melihat genangan air di kedua mata Lika yang sudah berusaha ditahannya agar tidak tumpah.
Kenapa menangis? Kalau masih ingin bersama dengan Kelvin, masih mencintainya, bukankah bisa langsung kembali? Kenapa malah menyediakan waktu untukku dan bukan konsolidasi hati dengan Kelvin? Sungguh membingungkan berurusan dengan hati perempuan.
Keesokan harinya Lika masuk kantor dengan wajah dingin. Ia tidak membalas sapaan Adis dan hanya bilang, " Ke ruangan saya. Sekarang!"
Setahu Adis, Lika selalu terlihat tidak bersahabat bila sedang berantem atau kesal dengan Kelvin. Meski selalu bisa bekerja dengan baik, sepanjang hari raut wajah Lika bakal terlihat kusut dan tidak menyenangkan. Adis mendatangi Lika di ruangannya dengan hati bertanya-tanya.
" Ada apa, Lika?" tanya Adis.
Lika tidak langsung menjawab, matanya lurus menatap komputer di meja. " Ternyata kamu diam-diam pandai bersandiwara. Juara akting!"
Adis kaget dengan serangan Lika yang tanpa basa-basi. " Maksudmu?"
" Kamu tidak usah memasang wajah bingung seperti itu," Lika tidak membentak namun nada suaranya dingin dan penuh ketidaksukaan.
" Aku tidak mengerti maksudmu," Adis makin bingung. " Kamu pura-pura bego saat aku cerita bahwa Kelvin pergi ke resor gunung. Ternyata kamu pergi berdua dengan dia. Kamu pengkhianat, Dis!" Bersamaan dengan itu, Lika memutar layar datar komputernya sehingga bisa dilihat Adis. Dan di sana terpampang foto Adis dirangkul Kelvin yang ditampilkan di akun Facebook Adis. Mata Adis terbelalak, mulutnya bagai terkunci gembok.
" Untung aku bertemu Jason jadi aku bisa tahu muslihat kalian berdua," Lika memuaskan diri menghakimi Adis yang dianggapnya merebut Kelvin.
Adis merasa agak bersalah namun juga kesal. Aneh, untuk apa Jason bertemu dengan Lika tapi malah membicarakan dirinya" Aku sangat percaya padamu, Adis. Tapi kenapa kamu menikam aku dari belakang?" Lika terus menghakimi Adis. Ia meminta Jason mengirimkan foto itu ke e-mail-nya. Tadinya Jason tidak mau karena ia takut Lika akan memarahi Adis habis-habisan, tapi Lika memohon dengan air mata berlinang yang membuat Jason menyetujuinya.
" Sebaiknya kamu bicara dengan Kelvin. Aku tidak berhak menjelaskan apa yang terjadi," ujar Adis lalu dengan setengah
berlari keluar, mengambil tas di meja dan segera keluar dari kantor tanpa pamit pada siapa pun yang ditemuinya.
Adis tidak pergi ke mana-mana. Ia langsung pulang ke rumah dan berkata pada orang rumah bahwa tiba-tiba tidak enak badan. Rasa malu dan kesal mendominasi hatinya. Sama sekali ia tidak sedih dimarahi Lika, ia malah kaget. Kenapa foto itu bisa sampai diketahui Lika dan kenapa sampai Lika dan Jason membicarakannya. Dan yang paling penting, ia harus segera mengabari Kelvin apa yang barusan terjadi sebelum kesalahpahaman ini melebar ke mana-mana.
Dengan perasaan malu, Adis menceritakan tentang foto mereka yang diunggahnya di Facebook tanpa sepengetahuan Kelvin, Lika, dan orang-orang sekantor, juga peristiwa ia dimarahi Lika. Adis tak lupa memohon pada Kelvin agar segera menjelaskan rencananya kepada Lika karena ia tidak ingin dituduh yang bukan-bukan.
" Maaf karena aku merusak rencanamu membuat kejutan," kata Adis.
" Kamu tenang saja, Dis. Nanti sore aku akan segera ke kantornya untuk menjelaskan. Yah, berharap saja semoga aku tidak diusir di depan karyawan lain," Kelvin menenangkannya. Sama sekali ia tidak kesal pada Adis, Kelvin malah merasa geli, ingin tertawa, mendengar cerita Adis tentang asal mula keributan dan amarah Lika.
" Terima kasih, Vin," Adis merasa lebih lega setelah menelepon Kelvin. Meski ada yang masih mengganjal tentang " mengapa Jason dan Lika membicarakan dirinya" . Setelah Jason muncul
dalam hidupnya, bukannya kebahagiaan yang didapat Adis tapi malah keruwetan demi keruwetan. Bagi Adis, sudah terlalu jelas bahwa ia dan Jason tidak berjodoh karena jalannya tidak pernah lancar dan tidak terlihat ada pintu kebahagiaan bagi mereka berdua.
" Mau apa kamu ke sini?" Lika menjerit tertahan melihat Kelvin berdiri di ambang pintu ruang kerjanya. Begitu Adis meneleponnya, Kelvin langsung meluncur ke kantor Lika saat jam pulang. Ia sudah mendapat jadwal Lika hari itu dari Adis.
" Boleh aku masuk, daripada nanti kita jadi tontonan orang sekantor?" tanya Kelvin tenang. Walau emosi tingkat tinggi, Lika membiarkan Kelvin masuk ke ruangannya.
" Aku ingin menjelaskan semuanya. Aku dikabari Adis bahwa kamu memarahi dan menuduhnya pengkhianat," kata Kelvin masih tenang.
Lika duduk di kursi sambil tertawa sinis. " Hebat sekali, langsung melapor ke kamu. Alasan apa lagi kali ini, Vin? Tidak cukup selingkuh satu kali? Sekarang selingkuh dengan karyawanku juga? Orang kepercayaanku!"
Tidak sedikit pun Kelvin terpancing emosinya, " Kamu tenang dulu. Dengar aku baik-baik, setelah itu kamu mau melanjutkan marah-marah lagi, terserah. Adis selalu membantuku untuk mendekatkan kita kembali. Adis menceritakan kepadaku bahwa kamu sangat ingin menikah di resor kaki gunung itu. Lalu aku
mengajak Adis pergi ke sana untuk menanyakan detail harga dan sebagainya. Aku perlu Adis karena dia biasa mengikutimu dan bekerja di sini, jadi dia tahu persis apa saja yang dibutuhkan. Dia membantuku memberi kejutan buat kamu. Adis bagiku adalah teman dan seperti adik. Tidak lebih dari itu. Kamu salah menyerang dia."
Lika terdiam dan berusaha meredam emosi. Dari marah, malu, kaget, bingung, lalu menjadi menyesal. " Kelvin, apa yang sudah kulakukan?" Di benak Lika muncul wajah Adis yang hanya terdiam ketika dia marah tadi pagi. Adis sama sekali tidak membalas amarah Lika, ia juga tidak terpancing membocorkan rencana Kelvin.
" Walaupun aku sedih dan kaget kamu menyerang Adis habishabisan, aku senang karena aku tahu kamu cemburu pada Adis. Mengira Adis merebut aku darimu. Kamu masih mencintaiku, kan? Karena aku masih. Sangat," ujar Kelvin dari kursinya tanpa berusaha mendekati Lika, tapi matanya menatap tajam ke Lika penuh cinta.
Mata Lika berkaca-kaca. Kelvin benar. Kalau ia tidak mencintai Kelvin, mana mungkin ia mengamuk pada Adis. Meski Kelvin pernah berbuat salah dengan mengkhianatinya, Lika tidak bisa membohongi hatinya bahwa ia masih mencintai pria itu dan telah memaafkannya. Lika berdiri dan menghambur ke pelukan Kelvin yang langsung memeluknya dengan erat.
" Kapan kamu mau menikah, karena aku sudah menemukan lokasinya. Maaf, rencanaku melamarmu gagal total, jadi aku langsung saja," canda Kelvin. Lika menangis sambil tertawa. Keduanya berciuman penuh rasa bahagia.
Adis sangat lega ketika Lika meneleponnya malam itu juga. Lika meminta maaf dengan sungguh-sungguh, hampir menangis malah, ia menyesal setengah mati karena telah menuduh Adis yang bukanbukan. Adis senang karena urusan Lika dan Kelvin sudah selesai dan semua berjalan dengan penuh kebahagiaan. Ia merasa harus mengambil ketegasan tentang perasaan dan nasib percintaannya. Adis memandangi akun Facebook Jason. Melihat foto-foto Jason dan meyakinkan diri sekali lagi bahwa ia harus menghapus Jason dari daftar teman Facebook-nya. Bukan itu saja, Adis malah memblock akun Jason agar tidak ada kontak sama sekali, menghapus alamat e-mail dan nomor telepon Jason.
Selesai sudah. Memang tidak jodoh. Dari awal pertemuan saja sudah aneh, dia akan menikah dengan perempuan lain dan aku termasuk yang akan membantu pernikahan itu, walau akhirnya pernikahannya tidak terlaksana, renung Adis. Seharusnya itu sudah menjadi sebuah pertanda yang sangat jelas bahwa Jason bukan untukku. Dari SMA saja ia sudah meledekku dengan jail, dasar aku saja yang bodoh berkhayal, merawat dia waktu sakit, sok mau menunjukkan bahwa orang bisa bertindak tanpa imingiming uang& Aku yang bodoh sudah jatuh cinta padanya!
Dan kenangan saat berciuman bibir dengan Jason di rumah sakit pun kembali muncul di benak Adis. Walau sudah lama berlalu, Adis masih bisa merasakan getaran di dadanya ketika membayangkan ciuman itu. Ia lalu menarik napas panjang dan air mata mengalir di kedua pipinya. Bye, Jason Anthony. Aku bukan untukmu.
Hati Jason begitu lega mendengar penjelasan Lika tentang kesalahpahaman yang terjadi antara dirinya, Kelvin, dan Adis. Lika menyadari dan mengakui kekesalannya yang membabi-buta pada Adis didasari perasaan cintanya yang begitu besar pada Kelvin yang berusaha diredam, disembunyikan, bahkan dimatikan begitu tahu Kelvin selingkuh. Bahkan Lika dengan nada superceria mengabarkan bahwa Adis akan membantunya untuk mempersiapkan pernikahannya yang tertunda karena perselingkuhan Kelvin dulu, yang bakal berlangsung di resor kaki gunung impiannya itu.
Ingin rasanya Jason menelepon Adis, bercerita dan tertawa bersama seperti sebelum kekacauan terjadi, tapi diurungkannya. Jason memandangi dua novel Dilara Tsarina di mejanya. Ia bingung harus melakukan apa. Baginya, terasa lebih mudah sebulan hidup bertualang di pedalaman Papua daripada berhubungan lagi dengan Adis. Tidak tahu bagaimana memulainya, tidak bisa memilih topik pembicaraan yang tepat, dan tidak tahu harus bersikap bagaimana.
Jason membuka akun Facebook-nya. Meski tidak maniak menggunakannya, Jason merasa tertolong dengan adanya media sosial ini. Paling tidak ia bisa mengetahui kabar terbaru temanteman, keluarga, dan kenalan. Juga kabar Adis. Berulang kali Jason mencoba mencari nama Gadis Lembayung, tapi tidak dia temukan. Lalu ia mengecek foto dirinya dan Adis yang diambil saat reuni SMA. Dan Jason pun terpana. Ia melihat nama Gadis
Lembayung ada, namun berupa huruf hitam biasa yang tidak bisa diklik lagi.
Apakah Adis mem-block aku dari teman Facebook-nya supaya kami tidak " saling bertemu" lagi? Sebesar itukah rasa bencinya padaku hingga dia tega menghapuskuJason mengklik akun Dilara Tsarina. Status yang dibuat semalam membuat Jason semakin yakin bahwa Dilara adalah Adis.
Sedih adalah ketika harus menghapus semua kenangan tentang dirinya. Aku bukan untukmu.
Jason yakin status itu dibuat setelah Adis menghapus akun Facebook Jason dari akunnya. Jason membaca berulang-ulang status itu dan menarik napas panjang sambil mengusap dagu dan pipinya yang mulai ditumbuhi bulu halus dan belum dicukur lagi. Ia masih tidak tahu harus berbuat apa.
Begitu akan memasuki grand ballroom hotel bintang lima itu, suasana terasa bagai di negeri dongeng. Seorang perempuan cantik berpakaian bangsawan Eropa abad ke-19 berwarna biru muda dan putih mondar-mandir menyampaikan ucapan selamat datang atau mempersilakan para tamu menuju meja penerima tamu sambil memutar-mutar payung kain berenda berwarna putih.
Para undangan makin terpesona ketika masuk ke dalam grand ballroom yang dihias bagai taman bunga. Latar pelaminan berbentuk kastil dan di depan pelaminan berdiri tegak kue pengantin raksasa berbentuk miniatur kastil plus figurine pangeran dan Cinderella. Tak jauh dari panggung mini untuk penyanyi dan pemain musik pernikahan, berdiri pohon buatan dengan aneka buah segar di sekelilingnya. Pohon itu " dijaga" oleh seorang perempuan cantik berpakaian bak bangsawan Eropa abad ke-19 namun gaunnya berkerah tinggi dan berwarna hitam. Perempuan itu menenteng keranjang kecil rotan berisi beberapa buah apel merah segar. Rupanya ia berperan sebagai permaisuri jahat yang iri pada kecantikan Putri Salju hingga menyamar jadi nenek sihir dan memberi Putri Salju apel beracun.
Yang paling disukai para undangan, khususnya anak-anak adalah replika labu oranye raksasa plus dua pria tampan yang berpenampilan layaknya kusir kereta kencana kerajaan-kerajaan Eropa zaman dulu. Semua impian Viora diwujudkan oleh Lika dan timnya di resepsi pernikahan Viora dan Kemal. Bahkan suvenir replika sepatu kaca mini yang jadi pemicu emosi antara Viora dan Jason dulu pun jadi dibuat. Kemal betul-betul mengikuti semua impian Viora.
Ketika rombongan pengantin masuk, para tamu semakin berdecak kagum karena kehadiran sosok Putri Yasmin dan Aladdin, Putri Aurora dan pangeran Philip, Putri Salju dengan pangeran Tampan, serta Tinkerbell dengan Peter Pan yang masuk ke ruangan. Mereka adalah saudara dan sahabat Viora dan Kemal.
Setelah orangtua mempelai masuk, barulah muncul Viora dan Kemal yang berdandan persis seperti Cinderella dan Pangeran dalam buku seri dongeng. Viora memegang buket mawar merah sambil bergandengan tangan dengan Kemal.
Setiap acara pernikahan seperti ini, Lika dan timnya tidak bisa berleha-leha sama sekali. Mereka memastikan rangkaian acara berjalan dengan lancar, sebisa mungkin tanpa ada kekurangan sama sekali. Jason dan keluarganya juga hadir di resepsi ini. Ia sudah bertemu dengan Lika.
Dan Adis melihat dari kejauhan saat Lika dan Jason berciuman pipi kiri dan kanan bagai sahabat lama yang baru bertemu kembali. Adis memilih menyibukkan diri, berusaha menghindar dari Jason yang diakuinya dalam hati penampilannya makin keren dengan hem putih tanpa dasi dan jas hitam. Rambutnya tidak gondrong, tapi juga tidak pendek, membuatnya makin terlihat tampan.
Ketika acara sudah masuk ke sesi bersalaman dan para tamu bisa mencicipi aneka makanan yang terhidang, Adis pergi ke toilet. Hampir tujuh menit di dalam untuk pipis dan merapikan riasan wajahnya, Adis lalu keluar. Ia membuka pintu toilet tanpa menoleh dan langsung berjalan keluar, menuju tempat resepsi. Sama sekali ia tidak menyadari kehadiran seorang pria yang mengikuti dan menunggunya di balik pintu.
" Dilara! Dilara! Dilara Tsarina!"
Adis refleks menoleh ke arah sumber suara itu karena kaget ada orang yang bernama sama dengan nama samarannya. Adis
semakin kaget melihat siapa yang memanggil, tapi ia terus melangkah dengan panik hingga pemilik suara itu menarik tangan kanannya dan langsung menahan Adis dengan menyandarkannya di tembok lorong menuju tempat resepsi.
" Dis, jangan kabur lagi. Aku mau bicara baik-baik," bisik Jason tanpa melepaskan tangan Adis dari genggamannya. Beberapa orang yang melintas melirik mereka dan mengira keduanya tengah bermesraan.
" Sepertinya tidak ada yang perlu dibicarakan lagi," Adis tidak menatap mata Jason dan hanya melihat lurus tembok di depannya. Ia masih takut karena Jason memanggil dengan nama samarannya.
" Kamu salah. Terlalu banyak yang harus kita bicarakan," ucap Jason.
" Maksudnya?" Adis mulai berani menatap mata Jason. Selain wangi tubuhnya, Adis melihat rambut halus di dagu dan pipi Jason yang membuatnya terlihat macho.
" Di sini kita tidak bisa banyak bicara. Besok jam tujuh malam aku tunggu kamu," kata Jason terus menatap Adis dengan lembut dan menyebut nama sebuah toko kue di Jalan Sabang.
" Kalau aku tidak mau?" tanya Adis sambil melepas tangannya dari genggaman Jason.
" Pasti kamu mau. Pasti kamu datang atau kubongkar penyamaran Dilara Tsarina," jawab Jason yakin, agak mengancam.
Bila ada cermin, Adis pasti akan melihat mukanya yang memucat. Jantungnya berdebar keras. Adis bahkan tidak bisa bicara
apa-apa lagi. Tenggorokannya tersekat dan bibirnya bagai diolesi lem super. Ia memandang Jason dengan mata nyaris melotot.
" Kamu... kamu tahu dari mana& Apa maksudmu?" desis Adis sambil mengernyit. Ia panik jika rahasia yang selama ini disimpannya rapat bakal dibongkar Jason. Ia tidak tahu apa yang bakal terjadi, bagaimana reaksi kerabat, teman sekolah, dan teman kantornya? Bagaimana kalau mereka malah jadi mencibir dan bukan memuji" Kalau kamu ingin tahu lebih banyak, temui aku besok." " Maaf, aku mau kerja lagi," Adis memutuskan pergi meninggalkan Jason untuk menutupi kepanikannya.
" Kamu pasti datang. Aku tunggu," kata Jason yakin sambil berjalan di belakang Adis yang masih syok.
Sepulang dari pernikahan Viora yang bagai perwujudan negeri dongeng indah, Adis malah merasa tidak bahagia. Setelah pembicaraan dengan Jason di lorong menuju toilet, Adis tahu Jason mengamatinya dari kejauhan di ruang resepsi. Kadang mereka bertatapan dan Jason hanya tersenyum tipis seperti memberi isyarat " aku tahu siapa kamu sesungguhnya" dan Adis pun langsung membuang muka pura-pura tidak melihat.
Sambil rebahan di ranjangnya Adis memejamkan mata. Ia menyadari jantungnya berdegup kencang ketika Jason menarik dan menggenggam tangannya saat mereka berbicara berdua tadi.
Bahkan wajah Jason yang sangat dekat dengan wajahnya membuatnya kembali mengkhayalkan ciuman bibir di rumah sakit.
Dari mana dia tahu bahwa aku Dilara Tsarina? batin Adis. Terpaksa aku menemuinya besok malam. Aku takut ia benarbenar melaksanakan ancaman gilanya untuk membuka rahasiaku. Bukannya aku malu dengan profesi sebagai penulis, aku bangga. Tapi aku malu kalau khayalan dan imajinasi yang kutulis itu ketahuan sebagai milikku, apalagi ada novel yang kutulis dari adaptasi tentang masa SMA yang heboh dengan tokoh yang seru, juga tentang percintaan yang mengharu biru&
Kalau Jason tahu aku Dilara Tsarina, jangan-jangan... Ya ampun, bagaimana ini? Jangan-jangan dia membaca bukubukuku! Betapa memalukan! Pasti dia akan menertawaiku habishabisan. Apalagi dia sangat anti bacaan percintaan yang disebutnya tidak penting, omong kosong, buang-buang waktu. Aku harus bagaimana? Dia benar, aku harus datang bertemu dengannya, bertanya ia tahu dari mana!
Hari Minggu waktunya berleha-leha. Jason baru akan mandi sebelum pergi ke The Baked Goods untuk bertemu dengan Adis. Namun ia dibuat terkejut setengah mati ketika asisten rumah tangga orangtuanya menemuinya dan mengatakan bahwa ia dicari tiga bule yang sekarang sudah menunggu di ruang tamu. Yanih, sang asisten rumah tangga bilang bahwa bule perempuan mengaku bernama Kimberly, teman Jason saat tinggal di Amerika.
Kesibukan dan keengganannya membuat Jason memang tidak membalas surat elektronik dari Kim. Kalaupun ada waktu dan ingin membalas, ia tidak tahu harus menulis apa. Ia ingin bertemu dengan Kim, ingin tahu seperti apa Kim sekarang, namun ia tak yakin dirinya sanggup bertemu dengan orang yang pernah menghancurkan mimpi indahnya. Jason pria yang tidak mudah jatuh cinta, makanya ketika ia cinta setengah mati pada Kim dan tidak bisa berlanjut seperti yang diimpikannya, ia sulit move on dan malah seperti mendendam pada cinta.
Mau tidak mau Jason menuju ruang tamu untuk menemui para tamunya. Di hadapannya berdiri Kim, dua pria Prancis bernama Jean Pierre dan Thierry, serta dua mahasiswa arkeologi Indonesia, Lola dan Khalif. Jason menyalami dan tidak bisa mengelak ketika Kim bergerak mencium kedua pipinya.
" Apa kabar? Senang bertemu lagi denganmu," sapa Jason agak basa-basi karena ia tidak sampai hati menunjukkan kekesalannya pada Kim di depan koleganya. Kalau di Amerika mungkin ia bisa lebih cuek menolak dan meninggalkan tamunya, tapi di Indonesia? Di rumahnya sendiri? Jason sungguh tidak tega.
" Maaf kami datang tanpa memberitahu. Aku masih simpan alamat rumah kamu di Jakarta, karena tidak ada balasan e-mail jadi aku nekat saja ajak teman-teman ini ke sini," jelas Kim dalam bahasa Indonesia yang nyaris sempurna.
" Ah& tidak apa-apa. Maaf aku juga lupa membalasnya, sibuk sekali. Omong-omong, bahasa Indonesia-mu semakin bagus," puji Jason sambil menyalami tamunya yang lain. Ia tidak tahu apa yang dirasakannya pada Kim. Ia takjub, Kim yang sedikit
gemukan tapi tetap seksi, namun perasaan kesal dan tersakiti juga tetap ada.
Lalu mereka mulai mengobrol. Tentang rencana kegiatan para tamunya selama di Indonesia, pariwisata di Indonesia, dan bisnis Jason. Khalif dan Lola juga menanyakan wisata apa saja yang dikemas perusahaannya karena mereka ingin mencobanya. Jason tidak tahu apakah itu pertanyaan basa-basi atau sungguhan, tapi ia tetap menjelaskan dengan ramah. Meski bolak-balik melirik ke jam tangannya, ia tidak tega " mengusir" para tamu ini, apalagi kalau ada tamu orang asing. Sebisanya ia ingin menunjukkan sikap ramah dan bersahabat.
Untunglah akhirnya para tamu dadakan itu pamit pulang jam setengah tujuh malam. Setelah menemui mereka tanpa mandi, sekarang Jason akan berangkat menemui Adis. Waktunya sudah mepet, sudah tak ada waktu untuk mandi. Ia langsung ke garasi dan menyiapkan motor karena naik mobil takut teradang macet. Kalau naik motor bisa lebih cepat sampai untuk bertemu Adis, kalaupun terlambat tidak akan lebih dari setengah jam.
Sepuluh menit menuju jam tujuh Adis sudah duduk manis menunggu Jason di toko kue itu. Ponsel berbunyi, Jason menelepon sambil menepikan motor di pinggir jalan.
" Dis, kita jadi bertemu, kan?"
" Jadi. Kan aku diancam," jawab Adis dingin. Ia memang kesal karena diancam Jason.
" Kamu sudah di sana?" " Sudah."
" Maaf, aku terlambat," sesal Jason
" Oh," Adis menanggapi dengan nada suara makin sebal. " Tadi ada tamu kenalan orang asing tiba-tiba datang, aku tidak enak menolak mereka bertamu," jelas Jason dengan nada memohon pengertian.
" Ya sudah." Yah, apalah pentingnya bertemu denganku, apalagi kamu di atas angin.
" Kamu mau menungguku?" " Apa aku punya pilihan lain?"
" Maafkan aku, Dis. Tunggu aku," pinta Jason.
Adis menunggu Jason sambil memakan sedikit demi sedikit bublanina, kue khas Ceko rasa vanila dengan potongan stroberi segar. Bolak-balik Adis menoleh ke luar kedai berharap Jason segera datang. Ia membunuh waktu sambil membaca majalah. Pukul setengah delapan Jason kembali menelepon.
" Dis, maaf, ban motorku terkena ranjau paku, aku sedang di tukang tambal ban. Mungkin aku baru tiba di sana jam delapanan," suara Jason terdengar menyesal tapi Adis sudah benarbenar tidak bisa menahan emosi. Sudah kesal diancam dibongkar penyamarannya dan Jason tidak tepat waktu. Belum lagi harus melihat dua pasangan yang sedang pacaran di kedai itu. Benarbenar bikin iri dan menyulut emosi, seakan tidak merestui setiap pertemuan dan kebersamaannya dengan Jason.
" Aku mau pulang. Terserah kamu membongkar tentang
Dilara, aku tidak peduli. Kamu memang selalu jahat padaku dari SMA dulu. Jangan ganggu aku lagi!" desis Adis marah. " Dis& aku minta maaf. Aku mohon tunggu& " Adis memotong omongan Jason, " Kamu dengar nggak? Jangan ganggu aku lagi!"
Hampir semua pengunjung di kedai kecil itu melirik Adis yang emosi dan berusaha menahan diri supaya tidak menangis. Ia menenggak habis teh rosella di hadapannya, langsung membayar makanan dan segera pulang ke rumah.
Jason tiba di kedai pukul delapan lewat sepuluh menit. Ia berharap Adis hanya mengancam dan tidak benar-benar pergi meninggalkannya. Tapi ia salah. Hatinya sedih karena Adis benar-benar sudah pergi.
Dua minggu setelah pertemuan yang gagal itu, Jason benar-benar tidak bisa menahan diri lagi. Ia tidak bisa melupakan Adis meski tiap hari ia berusaha meredam perasaannya. Ia baru merasakan sangat ingin bersama Adis. Semakin ia berusaha melupakannya, semakin ia merindukan perempuan pemalu itu. Bekerja pagi hingga malam, superrajin di kantor juga tidak mampu menghilangkan Adis di pikirannya, hingga kakaknya heran dengan ketekunannya bekerja.
Ingin rasanya Jason menelepon atau datang langsung ke rumah Adis, tapi ia tidak bernyali. Baru kali ini ia merasa nyalinya surut karena perempuan. Ia tidak yakin bisa menahan diri bila
tiba-tiba datang lalu malah diusir. Jason memutuskan menulis surat untuk Adis.
Untuk Gadis Lembayung.
Kamu pasti kaget dan benci menerima surat dariku. Maaf jika aku mengganggumu lagi. Pertama, walaupun aku sudah minta maaf, aku akan mengulang permintaan maaf sekali lagi karena di SMA dulu aku memanggilmu dengan julukan " lem" dan " gayung" hingga teman-teman yang lain ikut-ikutan memanggilmu demikian. Aku tidak bermaksud menghina dan menjahatimu. Itu murni karena keisenganku semata.
Kedua, aku minta maaf membuatmu menunggu di kedai itu. Aku tidak sungguh-sungguh mengancammu. Aku hanya khawatir kalau kamu tidak " diancam" , kamu tidak akan mau menemuiku. Padahal waktu itu aku ingin bilang kepadamu bahwa aku tidak bisa melupakanmu. Sampai sekarang pun aku kangen mengobrol berdua seperti saat aku sakit dulu. Aku ingin kamu sering ada di dekatku seperti waktu di rumah sakit.
Adis, aku tidak tahu apa yang kurasakan. Jujur, aku tidak ingin jatuh cinta karena aku pernah patah hati. Aku tidak ingin merasakan lagi sakit hati karena cinta, makanya aku malas dan sama sekali tidak ingin berurusan dengan yang namanya percintaan. Tapi ternyata aku tidak bisa menahan hatiku untuk tidak jatuh cinta padamu. Aku gengsi dan tidak ingin mengakui bahwa aku mencintaimu, tapi ternyata tidak bisa. Aku tidak tahu kenapa.
Dis, sengaja aku mengirim surat ini lewat kurir dan bukan lewat e-mail karena aku menyertakan voucher perjalanan dan hotel buatmu. Aku memberimu waktu untuk berpikir dengan tenang. Kalau kamu punya perasaan yang sama, datang ke tempat yang sudah kusiapkan. Sekarang, aku yang akan menunggumu. Terserah kamu datang jam berapa pun, aku pasti di sana menunggumu.
Kalau akhirnya kamu memutuskan untuk tidak datang, aku tidak akan membongkar identitas Dilara Tsarina. Itu ancaman palsu. Dan kalau kamu tidak mau bertemuku lagi aku mengerti. Aku berjanji tidak akan mengganggumu lagi.
Dari Jason Anthony.
Surat itu baru dibaca Adis saat di rumah karena Jason menyuruh kurir mengantar ke rumahnya, bukan ke kantor. Dalam kamarnya, sambil rebahan di tempat tidur dan masih mengenakan busana kerja, Adis membaca surat dari Jason berulang kali. Ia bimbang, hatinya bersorak bahagia mendapati surat dari Jason yang begitu dalam dan menyentuh, tapi otaknya belum bisa diajak kompromi. Ia tidak bisa mengerti mengapa hati Jason yang awalnya begitu beku dan keras untuk urusan cinta ternyata bisa meleleh karena dirinya, seorang Adis yang tidak istimewa menurut dirinya sendiri. Apakah Jason mempermainkannya lagiNGIN berembus lembut menerpa tubuh Jason. Dengan cekatan ia memotret umat yang keluar dari gereja seusai misa. Beberapa perempuan mengenakan kain dan kebaya berwarna cerah dengan rambut digelung, beberapa pria memakai kampuh lengkap dengan udeng atau destar, bercakap-cakap di luar gereja. Pemandangan yang unik, seunik arsitektur gereja yang kerap didatangi Jason. Bila sedang main ke Bali, Jason selalu singgah di Gereja Palasari. Letaknya di daerah Bali Barat, tepatnya di Dusun Palasari, Desa Ekasari, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana.
Bukan hanya turis lokal, turis asing pun banyak yang datang ke gereja ini karena tertarik pada arsitektur yang sangat kental unsur Bali-nya. Bentuk gedungnya seperti kombinasi arsitektur
Sepuluh
gotik yang berinkulturasi dengan ciri khas bangunan Bali. Di bagian depan terdapat gapura seperti yang biasa terdapat di pura atau pintu masuk rumah-rumah Bali. Selain ukir-ukiran, di bagian dalam gereja pun semua perlengkapan ibadah memiliki sentuhan khas Bali.
Jason memilih gereja ini sebagai tempat bertemu dengan Adis. Ia sudah bertekad menunggu Adis seharian di gereja yang diresmikan tahun 1940 itu. Ia berjanji tidak akan menghubungi Adis dan hanya akan menunggu, menunggu, dan menunggu sampai malam datang. Jason telah meyakinkan dirinya, terutama hatinya, kalau memang Adis juga mencintainya, ia akan datang tanpa harus ditelepon bolak-balik.
Satu jam usai misa, gereja semakin sepi. Umat yang tadi mengikuti misa sebagian besar sudah pulang. Jason mengisi waktu menunggu Adis dengan memotret apa saja yang ada di gereja dan sekitarnya. Kadang ia duduk di dalam mobil sewaan hanya untuk membaca koran. Sebentar-sebentar matanya menyapu sekeliling gereja, tidak ada tanda-tanda keberadaan Adis.
Ketika hampir waktu makan siang, sebuah mobil berhenti di pelataran gereja. Hati Jason berdegup kencang melihat siapa yang turun dari dalam mobil itu. Adis muncul mengenakan gaun pendek biru muda bermotif bunga dan garis-garis. Setelah celingukan, mata Adis menemukan Jason. Pria itu berjalan menuju dirinya. Adis juga berjalan menghampiri.
" Kamu sewa mobil?" tanya Jason. Adis tidak menyangka urusan sewa mobil itu yang malah ditanyakan Jason kali pertama. Bukan keadaan dirinya.
" Iya. Aku tidak tahu jalan ke sini," jawab Adis bingung.
" Sudah bayar? Aku suruh pergi ya?"
" Sudah. Apa nggak rugi? Aku bayar sewanya untuk seharian."
" Tidak apa-apa. Anggap saja rezeki untuk sopirnya. Kamu ikut mobilku saja," kata Jason sambil berjalan menghampiri sang sopir. Adis menunggu di kejauhan. Tidak lama, dengan wajah gembira sopir itu pergi meninggalkan Adis dan Jason berdua.
" Adis& kamu datang," kata Jason tersenyum lebar dan matanya berbinar bahagia.
Adis tersenyum tipis berusaha mengendalikan kebahagiaan di hatinya. Keduanya canggung, tidak tahu mau bicara apa, hanya mata yang bertatapan. Jason segera meraih Adis ke pelukannya. Ia memeluknya erat seolah takut kehilangan. Adis merasakan kehangatan mengalir di seluruh tubuhnya, rasanya ia tidak ingin melepas Jason. Berulang kali Jason mencium kepala dan kening Adis dengan lembut.
" Kalau kamu tidak datang, aku tidak tahu harus bagaimana lagi," Jason memulai percakapan dalam perjalanan menuju kota Negara, lalu Denpasar. Adis tersenyum. " Kenapa orang yang bisa menulis berbuku-buku seperti kamu, kok pendiam ya?" sambung Jason.
" Dari mana kamu tahu tentang Dilara?" tanya Adis penasaran.
Jason tertawa saat mulai menceritakan awal mula ia membeli dua buku karangan Dilara dan terkaget-kaget saat membacanya.
" Beberapa bagian dalam cerita itu seperti kukenal, seperti kebetulan tapi kok bisa mirip. Dan bukan hanya sekali, tapi beberapa kali ada kemiripan peristiwa. Aku seperti bernostalgia."
" Memang aku terinspirasi oleh beberapa kejadian di masa SMA, tapi kan tidak seluruh kisahnya sama," ucap Adis.
" Aku tahu, Dis. Makanya aku juga mengecek akun Facebook Dilara karena penasaran. Jangan-jangan ada teman seangkatan kita yang bernama Dilara dan aku tidak mengenali, atau adik kelas kita."
" Apa? Kamu mengecek Facebook Dilara?" Adis jadi tersipu malu.
" Status-status yang ditulis Dilara rasanya ditujukan pada seseorang dan waktunya bersamaan dengan urusan kita yang tidak selesai-selesai," tambah Jason.
" Aku masih tidak mengerti," kata Adis.
" Tentang apa? Tentang aku jatuh cinta ke kamu?" tebak Jason.
" Iya. Bagian itu penjelasannya tidak masuk akal. Setelah sekian lama kamu berhati batu, kok bisa tiba-tiba berubah."
Jason tergelak. " Berhati batu ya? Jangankan kamu, aku saja tidak memahami perasaanku."
" Terus, bagaimana menjelaskan ke orang-orang tentang& tentang kita?" tanya Adis yang masih tidak enak dengan posisinya, menjalin cinta dengan pria mantan klien kantornya dan pria itu juga pernah saling goda dengan bosnya.
" Ehm& tidak usah dijelaskan kalau begitu. Kalau besok-besok
kamu ditanya bilang saja kita ini teman tapi mesra atau hubungan tanpa status," ucap Jason seenaknya.
Adis langsung mendelik. " Maksud kamu apa? Hubungan tanpa status? Jadi kamu?"
" Lho, kenapa? Kamu tidak suka hubungan tanpa status?" tanya Jason sambil menyetir dan tidak menoleh sama sekali seolah tidak memedulikan perasaan Adis yang jadi kacau.
" Kalau tanpa status, lebih baik tidak usah berhubungan sama sekali," jawab Adis dingin, ia sedih mendengar jawaban Jason.
" Oh& ya sudah kalau begitu statusnya lamaran saja, bagaimana?" Jason menahan tawa setelah melihat reaksi Adis.
" Apa?" Adis kembali mendelik namun kali ini bukan marah, tapi malu.
" Jadi, maunya kamu bagaimana?" tanya Jason terus menggoda Adis. " Hubungan tanpa status tidak mau, dilamar kaget." " Kamu melamar aku?" Adis jadi terharu.
" Ya iyalah. Buat apa aku sudah capek-capek investigasi, mengejar-ngejar sampai ban motor kena ranjau paku, malah dimarahi, eh, giliran sekarang sudah bersama, masa tidak dilamar? Buang-buang waktu saja," jawab Jason cuek.
Adis tertawa mendengar jawaban Jason. " Ini& ini lamaran?"
" Iya. Kalau kamu mau."
Adis menarik napas panjang berusaha mengendalikan gejolak bahagia di hatinya sekaligus bingung kenapa cara melamarnya seperti tidak niat, tidak romantis sama sekali.
Di tepi jalan yang cukup sepi, Jason menghentikan laju
mobilnya. " Aku tidak tahu cara melamar yang baik. Maaf kalau tidak terlihat romantis seperti di film atau buku-buku yang kamu tulis. Aku juga tidak berani beli cincin, takutnya kamu tidak datang atau menolakku."
Mereka bertatapan. Adis sama sekali tidak pernah menyangka bakal dilamar di pinggir jalan. Untung di pinggir jalanan Bali berjajar rumah-rumah adat Bali lengkap dengan gapura dan penjor sehingga masih ada kesan romantis-eksotisnya. Adis tersenyum malu dan semakin tak bisa berkata-kata karena terlalu gembira. Jason langsung meraih kepala Adis dan mencium keningnya, lalu bibirnya. Keduanya hanyut dalam kemesraan.
Setiap jengkal Bali yang mereka lewati rasanya begitu indah untuk dinikmati. Dengan tangan kanan menyetir, kadang tangan kiri Jason menggenggam tangan Adis yang duduk di sebelahnya. Setibanya di pantai, sambil mengobrol tentang banyak hal keduanya berjalan kaki di sepanjang pantai. Berpelukan saat melihat matahari terbenam. Berciuman dengan penuh gairah ketika malam semakin larut. Belum pernah keduanya merasa sebahagia seperti saat itu.
Walau sudah melamar secara pribadi, tidak ada pembicaraan lebih lanjut antara Jason dan Adis terkait pernikahan. Mereka masih asyik saling mengenal kepribadian masing-masing. Bukan itu saja, keduanya tidak mungkin mendahului Lika yang lebih
dulu telah merencanakan pernikahan, menentukan tanggal, dan siap naik ke pelaminan.
Adis sudah hafal apa yang akan terjadi pada pasangan yang akan menikah. Menjelang hari-H akan semakin banyak keributan, paling tidak berantem kecil-kecilan. Itu yang biasa terjadi pada klien mereka. Si mempelai perempuan bilang ini, mempelai pria ingin itu, orangtua mempelai perempuan tidak setuju ini, orangtua mempelai pria maunya beda lagi. Wedding organizerlah yang kadang mencari jalan tengah agar semua pihak puas, gembira, dan tidak saling menyalahkan.
Meski sudah piawai menjalani bisnis WO ini, ternyata Lika juga masih bisa senewen mempersiapkan pernikahannya sendiri. Adis mengira Lika bakal lebih tenang atau santai karena bisa memercayakan semua kepada anak buahnya atau sudah tahu trik-triknya, tapi nyatanya sama saja. Lika uring-uringan dan sering kali menganggap Kelvin terlalu santai, menggampangkan urusan saja. Sedangkan Kelvin menyebut Lika masih bossy, sok mengatur, dan panikan.
Dua masalah terbaru yang diketahui Adis, karena dia yang kebagian menghubungi si pawang dan vendor. Masalah yang pertama, Lika dan keluarganya memaksa menyewa pawang hujan, sementara Kelvin menganggap tidak perlu karena kalau pagi hingga siang Bogor tidak hujan. Ia sangat yakin. Tapi Lika berkeras menggunakan jasa pawang hujan mengingat lokasi resor kerap mendapat kiriman kabut dari Gunung Salak. Untuk hal ini Adis setuju pada Lika, karena sangat tidak menyenangkan bila hujan tiba-tiba turun dengan deras saat pernikahan ber
langsung, bisa-bisa semua yang datang terjebak di dalam tendatenda pesta.
Persoalan kedua adalah pemilihan jenis dan warna bunga untuk dekorasi. Lika ingin bunganya mawar putih atau bunga apa saja asal berwarna putih semua, supaya cocok dengan sepasang merpati putih yang akan mereka lepas ke udara. Tapi Kelvin ingin aneka bunga warna-warni, karena tenda-tenda Mongolia di resor bintang lima yang menjadi latarnya sudah berwarna putih. Begitu pula dengan tenda tamu, tenda mempelai, dan tenda tempat makan yang menaungi gubuk-gubuk aneka makanan juga berwarna putih. Kelvin makin tidak setuju dengan ide bunga-bunga putih karena mereka juga membeli lima belas kelinci putih untuk anak-anak yang datang dan ingin memeliharanya. Selain itu, di resepsi nanti keduanya juga menyediakan seratus pot anggrek merpati putih dan bentuknya mirip burung merpati yang sedang terbang bagi para tamu yang mau membawa pulang. Untuk urusan bunga ini, Adis lebih setuju pada ide Kelvin.
Pernikahan itu, sesuai keinginan Lika, agar didominasi warna putih. Seolah-olah itu sindiran atau pengingat dari Lika untuk Kelvin bahwa janji pernikahan itu suci yang dilambangkan dengan warna putih dan tidak ada ruang untuk perselingkuhan atau pengkhianatan cinta.
Mengetahui Lika begitu bersemangat mengurus pernikahannya, membuat Adis berkhayal tentang pernikahannya sendiri. Siapa yang diundang, di mana lokasinya, bagaimana dekorasinya, suvenir unik apa yang bakal dibagikan untuk para undangan, gaun
pengantinnya warna apa, dan bagaimana modelnya, serta banyak lagi.
Setelah peristiwa lamaran di tepi jalan di Bali itu, masih belum ada cincin sebagai simbol pengikat dari Jason, bahkan tidak ada kelanjutan percakapan tentang pernikahan itu sendiri. Setiap kali keduanya bertemu yang dibicarakan hanyalah " pengenalan diri" supaya lebih saling mengenal, pekerjaan, jalan-jalan, makanan, restoran baru, dan topik-topik lain yang sedang heboh di masyarakat, dibumbui ciuman sembunyi-sembunyi di gelapnya bioskop dan di mobil Jason. Adis sendiri tidak berani bertanya dan membahas tentang pernikahan. Ia menunggu Jason memulainya. Tapi karena Jason tidak pernah memulai percakapan tentang itu, Adis tidak berani berkhayal tentang pernikahan. Ia takut kecewa.
Semua karyawan The Golden Ring Wedding Organizer sudah menginap di resor gunung itu sejak dua hari sebelum hari pernikahan Lika dan Kelvin. Mereka mempersiapkan pernikahan bosnya agar dapat berlangsung tanpa cacat cela. Lika dan keluarganya juga sudah tiba di resor yang terletak delapan ratus meter di atas permukaan laut itu sejak sehari sebelumnya. Sedangkan Kelvin dan keluarganya telah menginap di sebuah hotel berbintang di Kota Bogor hingga pada hari-H bisa langsung berangkat menuju resor di daerah Ciapus, Bogor, yang memakan waktu setengah jam hingga 45 menit bila tidak kena jeratan macet angkot.
Bolak-balik karyawan dan keluarganya mengingatkan Lika agar tidak terlalu stres memikirkan urusan rincian pernikahan. Tapi Miss Sempurna itu memang tidak bisa dihalangi. Ia selalu ingin tahu perkembangan dan tidak membiarkan dirinya beristirahat.
Jika Lika berdebar menunggu detik demi detik pernikahannya berlangsung, Adis rindu pada Jason. Suasana resor kaki gunung yang kerap disebut Mongolian Camp itu membuatnya kangen pada kekasih gagahnya. Apalagi setiap mulai sore turun rintik hujan disertai kabut dari Gunung Salak, dan ketika langit belum gelap benar, seluruh resor seluas dua belas hektar itu akan diterangi ratusan lampion warna-warni. Sungguh suasana yang romantis dan cantik, bukan hanya membuat Adis rindu pada ciuman, pelukan, dan kehangatan Jason, tapi juga membuatnya ingin menulis. Banyak sekali ide dan khayalan bermunculan di tempat secantik itu.
Para tamu sudah mulai berdatangan. Rasanya semua tamu berdecak kagum melihat pemandangan yang terhampar di hadapan mereka. Empat pemusik masing-masing memainkan biola, bass, piano, dan flute, serta penyanyi perempuan menyanyikan lagu-lagu bertema cinta.
Ijinkan Aku Mencintaimu Karya Esi Lahur di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Di bawah tenda untuk para tamu, Jason menghampiri Adis yang sedang mengecek daftar undangan VIP.
" Halo, Cantik," sapa Jason sambil mencium lembut pipi kiri Adis.
Adis gembira melihat kehadiran Jason yang mengenakan hem putih dan tidak dimasukkan ke celana jins birunya. " Hai."
" Ternyata kalian punya dua seragam ya? Di pernikahan Viora kalian memakai baju warna magenta, sekarang warna hijau tosca." Seperti biasa Jason selalu memberikan komentar tak terduga. Pertama-tama, bukannya menanyakan kabar, tapi malah seragam. Memang kalau sedang bertugas, bekerja di pernikahan atau acara klien lainnya seperti baby shower dan pesta ulang tahun pernikahan, para karyawan The Golden Ring akan memakai seragam. Yang perempuan memakai setelan rok di atas lutut, hampir seperti teller bank atau pramugari maskapai penerbangan asing. Sedangkan karyawan pria hanya memakai jas hitam dengan dasi berwarna hijau tosca.
Wiro Sableng 005 Neraka Lembah Tengkorak Pendekar Rajawali Sakti 152 Istana Goa Pendekar Rajawali Sakti 200 Bencana
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama