Ceritasilat Novel Online

Ijinkan Aku Mencintaimu 4

Ijinkan Aku Mencintaimu Karya Esi Lahur Bagian 4

" Jason, sepulang dari sini mau ke mana?" tanya Adis tanpa merasa perlu menjawab pertanyaan tentang seragam tadi.

" Terserah kamu. Mau langsung pulang, boleh. Mau jalan-jalan dulu juga tidak apa-apa. Tapi kamu bawa baju ganti, kan?" " Memangnya kenapa?"

" Nanti disangka orang aku pacaran dengan pramugari." " Maksud kamu apa?"

" Nanti disangka kita terkena cinta lokasi, aku pilot yang sedang jemput pacarnya."

Adis tertawa mendengar candaan Jason. Ya, kalau rambutnya cepak dan memakai seragam pilot, pasti Jason disangka pilot sungguhan.

" Sudah sana, kamu duduk. Sebentar lagi acaranya mulai," kata Adis. Jason pun memilih duduk di sebelah seorang oma yang terlihat begitu gembira mengetahui ada pemuda tampan duduk di sebelahnya.

Tak lama kemudian Kelvin datang bersama seluruh anggota keluarganya. Dia terlihat begitu tampan namun agak gugup. Kelvin yang memakai setelan jas putih sesuai keinginan Lika, menunggu di depan altar. Setelah semua duduk tenang, mulai mengalun lagu From This Moment yang dipopulerkan Shania Twain. Lika keluar dari salah satu tenda Mongol didampingi ayahnya. Desain gaun pengantinnya simpel tapi penuh bordiran yang rumit dan halus. Meski panjang gaun itu hanya semata kaki, tanpa ekor yang panjang seperti gaun milik Kate Middleton, Lika tetap terlihat cantik dan anggun.

Sepanjang perjalanan Lika dan ayahnya menuju altar, selama itu pula Adis berkhayal tentang pernikahannya. Apakah ia akan secantik Lika? Apakah ia akan gugup? Apakah memakai baju pengantin internasional atau tradisional? Apakah Jason akan menunggunya di altar? Apakah ia akan benar-benar menikah dengan Jason? Aneka pertanyaan dan khayalan bercampur di benak Adis hingga Lika tiba di altar dan siap menjalani prosesi pernikahan.

Upacara pemberkatan pernikahan berlangsung syahdu, hikmat, dan indah. Lalu dilanjutkan dengan resepsi yang penuh makanan lezat. Semua orang yang datang terlihat gembira dan sibuk mengabadikan keberadaan mereka di resor kaki gunung yang terlihat makin menawan dengan dekorasi pernikahan yang elegan.

Hingga tiba saatnya Lika melempar buket bunganya kepada para perempuan yang masih melajang. Dalam hati Adis ingin mendapatkan buket bunga mawar putih yang cantik itu, tapi

ternyata yang berhasil menangkapnya adalah perempuan muda, saudara sepupu Lika. Adis tidak percaya takhayul, tapi ada secuil keyakinan di hatinya bahwa saatnya masih jauh untuk menikah dengan Jason. Entah kapan waktunya akan datang.

Lewat jam makan siang para undangan mulai berpamitan. Terlihat beberapa anak kecil tampak bergembira menenteng kandang kecil berisi kelinci putih. Hampir semua tamu perempuan dengan girang membawa pulang pot tanah liat berisi anggrek merpati. Sejak pagi cuaca sangat cerah, udara bersih dan sejuk, tapi di puncak Gunung Salak mulai terlihat gulungan kabut. Gunung Salak bagai memiliki rambut berwarna putih. Semua karyawan yang sudah bekerja keras mewujudkan pernikahan Lika berpelukan, larut dalam kegembiraan. Lika dan Kelvin juga berpelukan dengan mereka. Semua lega, semua senang.

" Lika, Kelvin, sekali lagi selamat." Jason menghampiri keduanya yang berdiri tak jauh dari Adis dan rekan-rekannya.

" Ah, Jason& terima kasih ya," ucap Lika yang diikuti Kelvin. Ia sudah tidak cemburu lagi pada Jason.

" Aku mau pulang tapi aku minta izin membawa pulang satu karyawanmu," kata Jason yang membuat Lika mengernyitkan dahi.

" Maksudmu?"

" Aku menjemput Adis," jawab Jason sambil tersenyum lebar.

" Adis? Lho, kok Adis?" Lika masih tidak mengerti. " Aku dan Adis& " Jason menjawab sambil mengaitkan kedua jari telunjuknya.

" Apa? Kalian berdua jadian dan aku tidak tahu sama sekali? Adddiiisss!!" Lika berteriak memanggil Adis.

Adis menghampiri Lika dengan wajah malu-malu, Jason langsung menggenggam tangannya.

" Kamu pacaran dengan Jason?" Belum sempat Adis menjawab, Lika langsung menyambung lagi, " Mungkin sejak kalian SMA, Jason sudah naksir tapi baru sekarang terwujud."

" Atau dia yang naksir aku," canda Jason. Adis melotot ke Jason. Semua yang ada di situ tertawa gembira. Aura kebahagiaan pernikahan Lika dan Kelvin seolah menyebar kepada semua yang hadir.

Lalu Jason dan Adis berpamitan, sebelumnya mereka berciuman pipi dengan Lika dan Kelvin. Sepanjang jalan menuju mobil, Jason tidak melepaskan genggaman tangannya. Adis bahagia karena bisa pamer bahwa dia yang pemalu ini sudah punya pacar yang tampan.

" Akhirnya teman-teman kantormu sudah tahu bahwa kamu pacaran dengan mantan klien," goda Jason.

Adis tertawa kecil. " Yang penting jangan sampai mereka tahu siapa itu Dilara Tsarina."

" Kenapa harus dirahasiakan?" tanya Jason.

" Kan aku sudah bilang berkali-kali, aku malu kalau orangorang yang kenal aku sampai tahu bahwa aku menulis novelnovel ABG dan percintaan romantis. Pokoknya, aku tidak mau ketahuan. Kalau sampai terbongkar pasti ulahmu, karena hanya kamu yang kurang kerjaan ngecek-ngecek, investigasi tentang Dilara," kata Adis cemberut.

" Padahal aku bangga lho, kalau orang-orang yang kenal aku tahu aku pacaran dengan penulis terkenal," ucap Jason sambil membukakan pintu mobil.

" Jadi sekarang kamu tidak bisa membanggakan aku karena aku hanya karyawan biasa?"

" Kamu tahu, bukan itu maksudku," jawab Jason, malas menanggapi pertanyaan ala drama queen itu.

" Bukannya dulu kamu yang menghina buku-buku Dilara Tsarina?"

Jason tertawa mengingat kejadian mereka tidak sengaja bertemu di rak buku Dilara di sebuah toko buku. " Kan itu dulu, sekarang sudah tidak."

" Bukan itu saja. Nama asliku juga tidak menjual, kan? Bahkan dulu di SMA sampai-sampai ada yang memanggilku lem dan gayung," Adis merajuk.

Jason tertawa lagi. " Nama kamu itu bagus, aku saja yang memang usil. Maklum, masih remaja. Mungkin memang nama Dilara Tsarina lebih membawa hoki di pekerjaan menulismu."

" Kalau aku hanya Adis dan bukan Dilara, apakah kamu masih bersamaku?"

Jason tidak segera menjawab. " Memangnya kamu mau berhenti menulis? Kamu mau kujelaskan bagaimana? Buatku Adis adalah kekasihku dan Dilara adalah bonusnya."

Adis cukup puas dengan jawaban Jason. Ia hanya tidak ingin Jason lebih suka Dilara daripada Adis. Di luar hujan deras mulai turun, seolah tidak pernah sehari pun hujan tidak membasahi

Bogor. Tadinya mereka ingin berwisata kuliner di sana, namun dibatalkan dan hanya membeli oleh-oleh apple pie.

" Untung aku tidak jadi menikah dengan Viora," ujar Jason tiba-tiba.

" Memangnya kenapa? Kok mendadak membicarakan Viora?" tanya Adis.

" Setelah kupikir-pikir dia itu ribet dan manja, bikin pusing," jawab Jason sambil geleng-geleng mengingat sekejap masa-masa bersama Viora.

" Tapi buktinya kamu hampir akan menikah dengan dia. Dia cantik, kan?" Adis tahu perkataannya itu membuatnya lagi-lagi seperti drama queen, tapi entah kenapa ia ingin menanyakannya.

Jason tidak menjawab, tarikan napasnya terdengar agak berat, lalu ia menatap Adis sebentar sambil terus menyetir. Lalu dia menjawab, " Viora cantik tapi aku tidak mencintainya. Kamu cantik dan aku& Sudah jelas, Non?"

Adis terdiam. Dia tahu Jason kesal dengan pertanyaannya yang tidak bermutu hingga tidak menyelesaikan kalimatnya.

" Tadi bagaimana pernikahan Lika dan Kelvin? Bagus, kan?" tanya Adis berusaha mengalihkan topik pembicaraan, menyesali pertanyaan sebelumnya.

" Bagus& tapi buatku masih terlalu mewah. Kamu ingat tidak pernikahan Viora?"

Ya ingatlah, tuh kan lagi-lagi dia membicarakan Viora, batin Adis.

" Kembali ke pembicaraan tadi. Untung aku tidak jadi menikah

dengan Viora. Aku tidak suka dekorasi pelaminannya. Kue pengantinnya juga berlebihan. Suvenirnya apalagi, tidak tahu mau kuletakkan di mana. Kekanakan, persis seperti Viora. Siapa juga yang mau pakai baju kayak Pangeran William?" Jason mengenang persiapan pernikahannya dengan Viora.

" Semua impian Viora itu kan kamu setujui. Kalau kamu tidak setuju kenapa waktu itu diam saja?"

" Dulu kan tidak niat nikahnya& jadi terserah dia saja maunya apa. Kamu masih ingat mas-mas yang berdiri di dekat labu raksasa, kasihan banget, kan?"

" Jason, yang berdiri dekat labu itu bukan mas-mas& mereka berdua itu anak kuliahan yang kerja sampingan, iseng-iseng. Mereka berperan sebagai kusir kereta Cinderella. Lumayan kan hanya berdiri di dekat labu selama hampir lima jam, dibayar tiga ratus ribu," jelas Adis sambil tersenyum geli. " Tetap saja berlebihan buatku," komentar Jason lagi. " Memangnya yang tidak berlebihan menurutmu seperti apa?"

" Maksudnya?"

" Itu& pernikahan yang kamu mau di mana dan seperti apa?" ragu-ragu Adis bertanya.

Jason tersenyum. " Yang sederhana saja. Yang diundang hanya keluarga dan teman terdekat supaya lebih intim. Aku ingin menikah di Gereja Palasari, jadi selesai acara bisa langsung bulan madu."

Mendengar kata bulan madu, Adis jadi malu-malu. Baru saja Adis ingin bertanya, " Menurutmu sebaiknya kapan kita meni
kah?" tapi tidak jadi karena Jason keburu melanjutkan kalimatnya.

" Tapi masih lama, kan? Ya sudah, memikirkan yang lain saja dulu."

Hati kecil Adis agak kecewa mendengarnya. Tadinya ia berharap Jason akan membahas urusan pernikahan mereka, tapi ternyata dia belum berminat. Bahkan Jason tidak menanyakan sama sekali apa pendapat Adis, mau pernikahan yang bagaimana. Padahal Adis setuju jika Jason mengajak menikah di Gereja Palasari yang luar biasa indah itu, tapi karena Jason sudah bilang masih lama, Adis jadi tidak berani bermimpi terlalu banyak.

Apalagi Adis beberapa kali menyaksikan sendiri kejadian pernikahan klien sudah di depan mata, namun tiba-tiba terjadi pembatalan pernikahan dengan berbagai alasan. Dari yang calon suami terlibat kasus hukum, calon istri yang berubah pikiran, salah satu calon ketahuan tidak bisa punya anak atau menderita penyakit turunan, hingga mertua yang tidak setuju dan menggagalkan pernikahan itu. Dan di antara daftar klien yang batal itu Jason salah satunya. Tidak ada jaminan bagi Adis bahwa kali ini Jason akan sungguh-sungguh melangkah ke pelaminan.

ATU setengah bulan setelah pernikahan Lika dan Kelvin, tidak ada yang berubah dari hidup Jason dan Adis. Semuanya berjalan biasa saja. Adis masih bekerja di kantor Lika dan diam-diam terus mencicil sedikit demi sedikit draft novel terbarunya yang tidak kunjung selesai. Jason masih sering pergi ke luar kota, terakhir ia pergi ke Tana Toraja, Bunaken, Tondano, dan Tomohon. Model pacaran mereka tidak jauh beda dari pasangan lainnya, sering ke toko buku, bioskop, dan makan di restoran.

Baik Adis dan Jason sama-sama sepakat tidak menyebut nama pasangan di akun Facebook, hanya in a relationship. Mereka juga tidak pernah berkomunikasi tentang cinta dan bermesraan di media sosial karena biasanya bicara langsung di telepon atau

Sebelas

bertemu. Bahkan Adis memohon agar Jason tidak mengomentari apa pun yang ditulis oleh " Dilara Tsarina" di akunnya supaya penyamarannya tidak terbongkar.

Mereka berdua jarang ribut karena rasanya keduanya sudah saling mengenal dan tinggal menjalani hubungan saja, menunggu waktu yang tepat untuk mengikat janji pernikahan. Apalagi Jason tahu teman Adis tidak banyak, tidak ada yang terlalu dekat, baik itu perempuan maupun teman pria. Makanya Jason tidak pernah khawatir pada Adis yang juga bukan tipe perempuan kegenitan. Bersama Adis, Jason merasa tenang dan nyaman.

Bagi Adis, Jason bukan hanya kekasih tapi juga sahabat. Rasanya semua hal tentang Adis sudah diketahui Jason. Tidak ada yang dirahasiakan. Tidak ada yang ditutup-tutupi.

Selama ini Adis juga meyakini ia telah mengetahui semua tentang Jason. Tentang kebiasaan, teman, keluarga, karyawan, pekerjaan, kesukaan, semua hal. Namun ternyata keyakinan Adis itu dimentahkan dengan adanya foto di dinding akun Facebook Jason. Adis bukan hanya terkejut tapi syok.

Yang mengunggah foto itu perempuan bernama Kimberly Grant. Adis ingat Jason pernah bercerita bahwa waktu kuliah di Amerika, ia dekat dengan perempuan bernama Kim.

" Dekat biasa saja" itu yang dikatakan Jason tentang Kim, sehingga Adis juga tidak terlalu peduli pada perempuan bule dari masa lalu itu, apalagi teman Jason di Facebook memang banyak orang asing.

Namun foto yang terpampang itu tidak menunjukkan mereka " dekat biasa saja" , dan malah menampilkan kedekatan yang

membuat Adis benar-benar terbakar api cemburu. Matanya tak berkedip menatap dua foto yang dirangkai dalam satu bingkai. Dalam foto pertama Jason memeluk erat Kim dari belakang dengan wajah terlihat penuh cinta. Lalu di foto satunya, yang tampak samping, keduanya berpelukan hingga Jason yang bertelanjang dada seolah menempel dengan Kim yang mengenakan bikini, di latarnya matahari sedang tenggelam.

Adis tahu itu foto lama, namun hati Adis tetap remuk melihatnya. Apalagi ada tulisan Kim menyertai foto itu: " Me & Jason" . Ingin rasanya ia berteriak memarahi Jason dan mengomentari kasar foto itu, tapi Adis hanya bisa meneteskan air mata. Adis benci melihat foto itu.

Buat apa perempuan itu mengirim foto lamanya dengan Jason? Dan kalaupun hendak mengunggah foto, apa tidak ada foto lain, kenapa malah foto seintim itu? Apakah mereka masih berhubungan? Kata Jason hanya teman biasa, tapi ini apaTiba-tiba Adis ingat, sepotong demi sepotong kejadian di hari-hari lalu bagai berputar di benaknya. Jason pernah patah hati hingga membekukan hatinya, tapi Adis tidak pernah menanyakan apa penyebabnya. Apakah Kim perempuan yang menyebabkannya? Rasanya semua percakapan dan canda tawa dengan Jason terngiang-ngiang di telinganya. Dari semua obrolan mereka, Adis baru ingat, tidak pernah sekali pun Jason membicarakan Kim secara panjang lebar. Selama ini Adis menganggap Jason tidak pernah bercerita karena menghargai keberadaan Adis sebagai kekasihnya. Ia pun tak pernah menanyakan asal mula dan penyebab Jason membatukan hati. Bagai tahu sama tahu,

seolah ada kesepakatan tak terucap antara mereka untuk tidak membahas masa lalu Jason terkait dengan percintaan.

Apakah sekarang giliranku mendapat karma karena tidak pernah mengaku bahwa akulah yang mengirim foto Kelvin ketika selingkuh dulu hingga sekarang aku mendapat balasan berupa foto juga? hati Adis bertanya-tanya.

Inginnya Adis segera ngambek dan memarahi Jason karena ceritanya tentang Kim tidak sesuai fakta, tapi ia mengendalikan diri mati-matian. Ia ingin menunggu tanggapan Jason terhadap foto itu. Malam harinya memang ada SMS dari Jason menanyakan kabar. " Sedang apa? Mengetik ya?" Dengan perasaan sensitif dan emosi, Adis mengabaikannya.

Keesokan paginya Jason juga mengirim SMS, dan Adis masih tidak membalas. Saat makan siang, Jason menelepon tapi Adis tidak mengangkatnya dan malah mengirim pesan, " Maaf. Aku sibuk. Banyak klien." Jason membaca pesan itu dengan sedikit kecewa karena biasanya Adis selalu menelepon balik. Tapi Jason berusaha memaklumi, mungkin tekanan dan tumpukan pekerjaan membuat Adis senewen.

Sudah dua hari Jason tidak mengobrol dengan Adis. Biasanya kalau ada waktu senggang atau di malam hari, Adis akan menelepon Jason. Meski cukup kangen, Jason tidak berprasangka apa-apa pada kekasihnya, selain dugaan kesibukan kerja yang menggila. Yang ada malah telepon dari Kim yang mengabarkan dia sudah di Jakarta lagi. Kali ini Kim sendirian dan ingin memberi kejutan untuk Jason. Sekalian dia ingin liburan ke Lombok. Jason kini sudah menganggap Kim sekadar teman. Tidak ada

amarah dan tidak ada rasa apa-apa lagi. Jadi ketika Kim mengajaknya makan malam di sebuah restoran, Jason setuju saja. Ia juga membiarkan Kim mencium pipinya, meski hampir megarah ke bibirnya. Mereka duduk berdampingan di sofa di sudut restoran yang temaram, menunggu pesanan makanan datang.

" Kamu sudah lihat foto dariku di Facebook-mu?" tanya Kim.

" Belum. Foto apa?"

" Waktu kamu di Amerika," jawab Kim mengerling genit. " Oh, oke. Nanti di rumah kulihat." Jason mengiyakan dan tidak segera mengecek dengan gadget-nya karena mengira hanya foto-foto sewaktu di kampus mereka dulu.

" Ah& kamu pasti senang melihatnya."

Lalu keduanya saling bercerita tentang lokasi wisata di Indonesia juga tentang serunya pekerjaan masing-masing. Jason tidak ingin secuil cerita pun menyinggung kisah cinta masa lalu mereka. Ia berharap Kim tidak mengungkit-ungkitnya sama sekali karena akan terasa aneh membahas kenangan itu.

Tiba-tiba sambil bercerita tentang petualangan dan pekerjaan arkeologinya, tangan kanan Kim mendarat di paha Jason. Jason mengira Kim tidak sengaja, namun ketika Kim terus mengusap paha Jason, lalu bergeser perlahan menjelajah, sontak Jason mencekal kuat pergelangan tangan Kim.

" Apa yang kamu lakukan, Kim?" Jason menyingkirkan tangan Kim dari pahanya.

" Nothing. Bukankah kamu dulu suka bila aku melakukannya?"

Jason menarik napas panjang. Kim benar, tapi itu dulu ketika ia masih mahasiswa dan masih agak liar. " Dulu, Kim. Sekarang, tidak. Aku tidak menginginkan itu lagi."

" Lalu kenapa kamu langsung mengiyakan ketika aku minta bertemu untuk makan malam? Come on, Jason, don t play hard to get." Kim agak tersinggung dengan penolakan Jason.

" Dengar, Kim, aku sudah tidak tertarik lagi padamu. Bagiku sekarang kita hanya teman." Jason berusaha mengatakannya dengan lembut.

" Apa& Oh& sudah ada wanita yang kamu cintai?" Kim menebak dengan rasa malu dan kecewa.

" Bisa dibilang begitu."

" Tapi& bagaimana kalau aku bilang rasanya aku jatuh cinta lagi kepadamu sejak kita bertemu di rumahmu waktu itu?" Wajah Kim terlihat memohon.

" Kim& kamu& Aduh, kenapa kamu katakan ini kepadaku? Kenapa tiba-tiba kamu jadi begini?" Meski bingung, Jason agak tersanjung ketika Kim mengatakan jatuh cinta lagi padanya.

" Aku baru berpikir setelah bertemu kamu kemarin itu. Sejak kita berpisah hingga saat ini, aku tidak pernah benar-benar menemukan pria yang tepat, yang bisa mengerti aku sebaik kamu. Aku kira akan mudah mencari penggantimu, ternyata sulit sekali. Dan aku merasa begitu bahagia ketika bertemu kamu lagi. Kamu tidak berubah dan aku masih selalu menjadi cinta pertamamu, kan?" Kim berkata dengan penuh percaya diri dan yakin ia akan mendapatkan Jason kembali.

Jason terdiam sebentar. Ia tahu Kim benar. Kim adalah cinta pertamanya. Bukan cinta monyet, tapi cinta sesungguhnya. Kalau

saja dulu Kim tidak menolaknya, ia pasti sudah menikah dengan Kim dan punya anak-anak yang rupawan.

" Kim& kenapa kamu baru kembali sekarang? Kamu terlambat."

" Tapi kamu kan belum menikah. Bagiku itu berarti kamu belum bisa melupakanku dan kamu masih ragu-ragu dengan pasanganmu sekarang. Siapa tahu itu sebuah tanda kamu tidak berjodoh dengan pasanganmu yang sekarang. Kenapa kamu tidak memberiku kesempatan sekali lagi?" Kim memohon.

Di benak Jason muncul bayangan Adis yang pemalu, pendiam, tidak banyak tingkah, hampir tidak bercacat cela, serta mencintainya dengan tulus. Tapi Jason mengakui perkataan Kim banyak benarnya. Buktinya sampai sekarang ia tidak bernyali membicarakan soal pernikahan dengan Adis.

" Kim, aku sudah memiliki kekasih," Jason berusaha menjelaskan keadaannya pada Kim sekaligus mengingatkan diri sendiri.

" Lalu kenapa? Menurutku masalah. Kalian belum menikah, kan? Bahkan orang yang menikah pun bisa bercerai," desak Kim.

Kepala Jason menggeleng-geleng, " Sudah, jangan bahas ini lagi, Kim. Kita makan saja." Jason mengajak Kim segera mencicipi makanan yang dihidangkan oleh pelayan restoran. Raut wajah Kim terlihat kecewa karena Jason tidak mau membahas tentang hubungan mereka.

Seusai makan malam dengan Kim, Jason tidak langsung menelepon Adis untuk menanyakan kabarnya. Entah kenapa Jason ingin mencerna apa yang dikatakan Kim tentang dirinya, tentang mereka berdua. Dia benar-benar mencintai Adis, tapi mengapa bayangan Kim yang sudah berusaha dihilangkan dari memorinya selama bertahun-tahun tidak pernah benar-benar terkuburSementara di kamarnya, Adis pun tidak tahu harus berbuat apa. Ia hanya tiduran di ranjang sambil menatap eternit. Namun sebentar-sebentar ia mengecek iPhone, lalu akun Facebook-nya, juga akun Jason. Rasa kesal, geregetan mengganggu hati Adis karena Jason sama sekali tidak memberikan tanggapan atas dua foto intimnya dengan Kim. Adis berharap Jason tidak senang dengan foto tersebut, apalagi karena dia sudah berkomitmen dengan Adis, maka dia bisa berkomentar menolak atau malah segera menghapus kedua foto itu.

Adis makin terbelalak dan tersulut amarahnya karena saat ia bolak-balik mengecek akun Facebook, satu video lagu What Can I Do yang dipopulerkan The Corrs diunggah Kim di dinding Facebook Jason! Bahkan Kim menulis, Tolong pikirkan lagi yang kukatakan tadi. See you soon.

Adis bertanya-tanya dalam hati, apa maksudnya dengan " yang kukatakan tadi" ? Apakah mereka baru bertemu? Ada apa ini? Kenapa hatiku rasanya remuk redam dan seperti terkhianati? Apakah Jason berselingkuh? Apa maunya perempuan iniTak terasa air mata merembes membasahi pipi Adis. Dahulu ia begitu piawai mendeskripsikan perasaan patah hati pada tokoh-tokoh novelnya, tapi ia tidak pernah menyangka patah

hati rasanya benar-benar menyedihkan. Sebelum berhubungan dengan Jason, bila ada pasangan bertikai karena cemburu, dalam hati Adis selalu meremehkan pihak yang pencemburu. Masa begitu saja cemburu? begitu pikirnya. Tapi sekarang ketika mengalami sendiri cemburu dan patah hati, ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya selain marah atau menangis saja.

What can I do to make you love meWhat can I do to make you care? What can I say to make you feel this? What can I do to get you thereKeadaan diperparah dengan Jason yang tak kunjung mengecek akun Facebook-nya. Kalau tidak penting-penting amat, kalau tidak iseng-iseng amat, Jason tidak akan mengecek Facebooknya. Sedangkan Adis setiap malam mengecek Facebook aslinya dan Dilara. Ditambah lagi, Jason juga tidak langsung menceritakan apa yang terjadi antara dirinya dan Kim karena menganggap itu tidak penting atau malah Adis tidak perlu tahu.

Ketiga anak manusia itu menjalani malam dengan perasaan yang berkecamuk. Adis dengan hati yang hancur, cemburu, dan terluka. Hati Kim yang masih berharap Jason kembali ke pelukannya. Dan Jason yang kebingungan, mencintai Adis, tapi sebagian kecil hatinya membayangkan Kim. Tersanjung karena Kim menginginkan dirinya lagi. Kim yang dulu pernah sangat dicintainya.

Pagi harinya Jason menelepon saat Adis masih di rumah, belum berangkat ke kantor. Adis menjawab dengan suara tidak bersemangat.

" Kamu kenapa, Dis? Sakit?" " Tidak tahu."

" Ehm& kamu lagi banyak pekerjaan?" " Iya."

Jason merasa ada yang aneh karena Adis biasanya ramah dan ceria menjawab teleponnya. " Dis, ada apa? Kamu tidak seperti biasanya& "

" Tidak tahu."

" Kamu marah? Kenapa?" Jason mulai yakin ada yang tidak beres. Walaupun Adis memang masih sering menjawab dengan singkat, ia jarang menjawab " tidak tahu" dengan nada dingin. " Tanya saja dirimu sendiri," Adis menjawab dengan ketus. Jason kaget dengan jawaban itu. " Aku tidak mengerti, Dis. Kalau kamu tidak menjelaskan, aku tidak mengerti. Ada apa?"

" Kamu sudah lihat Facebook-mu? Jawab saja sendiri kenapa aku jadi malas berurusan dengan kamu," jawab Adis, lalu mematikan iPhone.

Facebook? Ada apa lagi di Facebook? Buru-buru Jason membuka akun Facebook-nya, bukan hanya penasaran tapi juga kesal pada Adis yang bersikap memusuhinya. Melihat akunnya sendiri mata Jason pun langsung terbelalak. Kim, apa yang kamu lakukan? Astaga, kamu masih menyimpan foto ini? Dua foto itu

memang favorit mereka berdua. Jason sudah lama membuangnya, merobek-robek lembaran foto aslinya, dan ia sama sekali tidak menyangka Kim masih memilikinya. Jason tidak menyangkal hatinya masih sedikit berdesir melihat kedua foto mesranya dengan Kim. Bayangan masa lalu saat mereka masih berpacaran pun menari-nari di benaknya.

Kim, Kim, Kim& kamu masih saja membuat hidupku ruwet. Pantas saja Adis marah. Jason langsung menghapus foto dan lagu di dinding Facebook-nya, tapi ia tidak benar-benar menghapus fotonya karena masih disimpan di desktop komputer. Ia ingin bersama Adis, tapi juga ingin menyimpan " kenang-kenangan" bersama Kim. Pulang kantor aku jemput. Kita harus bicara. Jason mengirim pesan pendek pada Adis. Tidak ada balasan dari Adis.

Dan benar, petang harinya Jason sudah menunggu di dalam mobil, menanti Adis keluar dari kantor. Ketika keluar, Adis sudah melihat mobil Jason terparkir. Jason langsung menghampirinya.

" Masuk, Dis. Kita ngobrol dulu," Jason menggandeng tangan Adis. Ketika Adis sudah duduk, Jason menutupkan pintu. Adis diam saja. Bukan hanya malas bicara, tapi menahan amarah juga.

" Kamu mau ngobrol di mana?" tanya Jason

" Aku mau pulang. Aku tidak mau ke mana-mana," jawab Adis dengan tatapan lurus ke depan.

Jason mengangguk-angguk. " Oke, kalau begitu," jawabnya sambil menjalankan mobil.

Adis diam saja, jadi Jason memulai percakapan. " Aku tahu kamu masih marah. Kamu mau aku menjelaskan dari mana?"

" Kalau aku tidak marah, kamu tidak akan menjelaskannya. Kalau perempuan itu tidak memasang foto mesra kalian berdua di Facebook, kamu tidak akan pernah cerita tentang& " Adis mulai menyemburkan kekesalannya, tapi tidak ingin menyebutkan nama Kim. Ia tidak menyelesaikan kalimatnya.

" Apa perlu aku menjelaskan tentang masa laluku yang aku sendiri berusaha melupakannya?"

" Tidak perlu detail, cukup garis besarnya saja. Supaya aku tahu akan berurusan dengan siapa dan tidak akan kaget kalau ada yang memasang foto-foto seperti itu lagi. Itu mempermalukan aku," Adis menjawab masih tanpa melihat Jason.

Jason memaklumi kemarahan Adis namun tidak mau disalahkan karena tidak merasa bersalah juga. " Buatku yang penting sekarang dan masa depan."

" Kalau orang dari masa lalumu mengirimkan foto-foto mesra, lagu-lagu cinta, apa aku harus diam saja dan memuji kenanganmu?" suara Adis terdengar bergetar menahan tangis. " Kamu cukup memberitahuku, tidak perlu marah, kan?" Adis menggeleng dan menoleh ke arah Jason yang menyetir. " Kamu tidak mengerti ya? Dia itu siapa? Dulu kamu bilang hanya dekat biasa saja?"

" Dia mantan pacarku di Amerika," jawab Jason jujur. " Kenapa dia tiba-tiba muncul dan mengirimkan foto dan lagu?" " Mungkin hanya untuk lucu-lucuan," Jason mencoba meredam kemarahan Adis.

" Itu tidak lucu sama sekali, Jason! Orang yang tidak pernah bertemu selama bertahun-tahun tiba-tiba mengirim foto di Facebook dan lagu cinta seperti itu. Apakah kalian baru-baru ini bertemu tanpa sepengetahuanku?" cecar Adis.

Jason tidak menjawab karena ia memang menganggap Adis tak perlu tahu. Toh ia telah berusaha menjelaskan kepada Kim bahwa dirinya sudah memiliki kekasih. Gampang saja, menurut Jason.

" Jadi& ternyata benar kamu baru bertemu dia?" Adis benarbenar sedih kekasihnya itu berhubungan lagi dengan Kim tanpa sepengetahuannya, persis seperti Jason dulu berhubungan dengannya di rumah sakit tanpa ketahuan Viora, bahkan ditutup dengan ciuman bibir. Adis merasa karma sedang memberi pelajaran pada dirinya.

" Dis& sudahlah. Kalaupun aku bertemu dengannya, tidak terjadi apa-apa," ucap Jason saat melihat air mata mulai menggenang di pelupuk mata Adis.

" Bukan masalah terjadi apa-apanya, tapi kenapa kamu tidak cerita kalau bertemu dia?" tanya Adis kecewa.

" Kalau kamu punya pacar di masa lalu dan sekarang kamu ketemu lalu tidak cerita kepada aku, dan ternyata kalian hanya bertemu, aku tidak akan marah& eh, tapi aku kan cinta pertamamu ya? Tidak ada pria lain selain aku," Jason meralat, maksudnya sih bercanda tapi Adis makin marah dan tersinggung. Ia diam saja.

" Adis& " Jason meraih tangan Adis, sementara tangan lainnya menyetir. Namun Adis menepis tangan Jason. Adis tidak tahu

apakah tindakannya itu emosional atau tidak. Yang pasti ia tidak ingin Jason merasa sebagai satu-satunya pria yang mau dengannya. Keberadaannya sebagai cinta pertama di hati Adis telah membuat Jason besar kepala.

Mendapat penolakan dari Adis, Jason jadi terdiam. Ia tidak melanjutkan percakapan karena khawatir malah terjadi ribut besar. Keadaan sunyi di dalam mobil hingga mereka tiba di depan rumah Adis.

" Aku tahu, ternyata dia kan yang membuatmu patah hati, hancur sampai jadi berhati beku? Mungkin sekarang dia ingin kembali padamu dan ingin menikah denganmu. Jadi sekarang saatnya kamu mencairkan hatimu. Dan aku hanya jadi cadangan, kan?" ucap Adis dengan dingin, tanpa memandang Jason ia langsung turun dari mobil, masuk ke rumah.

Jason tidak membalas sepatah kata pun ucapan Adis. Ia tidak tahu harus bicara apa lagi untuk menjelaskan situasinya dengan Kim. Dan anehnya, Jason tidak merasa sangat marah pada Kim atas " nostalgia" yang dikirimkannya lewat Facebook. Ia hanya kaget. Rasa marah pada Kim selama ini membatukan hatinya terkikis perlahan-lahan mengetahui Kim yang ternyata ingin kembali padanya, rela menempuh perjalanan begitu jauh hanya untuk bertemu dengannya, dan mengatakan masih mencintainya.

Setiba di rumah Jason langsung mengecek Facebook. Ia berjanji dalam hati akan lebih sering mengecek akunnya, menghindari kekacauan yang terjadi akibat media sosial. iPhone Jason

berdering, ia mengira dari Adis, tapi ternyata Kim yang menelepon. Hampir saja Jason menerimanya, tapi akhirnya didiamkan saja.

Kim, kenapa muncul sekarang? Membuat hatiku bimbang. Kalau kamu tidak muncul lagi dalam hidupku, rasanya lebih mudah bagiku untuk menjalin hubungan dengan Adis. Ehm& benarkah jadi lebih mudah? Ketidakterbukaanku pasti sangat menyakiti Adis. Aku tahu dia bukan tipe perempuan pemarah yang suka ngambek tanpa sebab. Aku bisa membayangkan betapa kaget dan sedih hatinya melihat foto yang dipasang Kim. Benarkah yang penting buatku adalah sekarang dan masa depanJason melihat akun Facebook Adis. Tidak ada update apa-apa, postingan terakhir adalah foto-foto di pernikahan klien mereka yang berlangsung di Museum Keramik. Ia lalu beralih ke akun Dilara Tsarina. Jika ingin tahu isi hati Adis, maka tengoklah akun Dilara, maka di sanalah suara hati Adis yang sebenarnya tercurah, Jason sudah tahu itu.

Kamu kira dia mencintaimu dengan sepenuh hati dan selama ini kamu mengira telah menjadi orang nomor satu di hatinya. Ternyata kamu hanyalah menjadi cadangan. Bagaimana bisa kamu sebuta itu hingga tidak bisa melihat bahwa tidak ada cinta di matanyaItulah tulisan terbaru Adis yang ditulis di status Dilara. Baru saja ditulisnya. " Kamu" dalam kalimat itu sesungguhnya adalah

Adis sendiri. Dan Jason tahu yang dimaksud " nya" dalam kata " hatinya" dan " matanya" adalah dirinya.

Membaca itu Jason memutuskan untuk tidak menghubungi Adis dulu, sampai pikiran dan hatinya jelas, hingga Adis pun sudah tidak terlalu emosi lagi.

Tiga hari setelah pertemuan mereka, barulah Jason menelepon Adis lagi. Tapi bagi Adis, tiga hari bagai tiga tahun. Terlalu lama menunggu. Ia sudah menyerah untuk melanjutkan hubungan dengan Jason.

" Halo, Dis& apa kabar?" " Ada apa?"

Jason menarik napas panjang. " Kamu masih marah& " Tidak ada jawaban dari Adis.

" Aku harus bagaimana? Aku minta maaf sekali lagi dan berjanji akan selalu bercerita padamu. Cukup, Dis?" tanya Jason, mulai terpancing kekesalannya.

" Mungkin kita harus berpisah dulu. Aku tidak kenal pria selain kamu, seperti yang kamu bilang. Mungkin aku terlalu posesif karena kurangnya pengalamanku. Mungkin aku harus mengenal banyak pria dulu supaya bisa terlatih mengabaikan hal-hal di masa lalu yang menurutmu biasa saja, tidak penting, dan aku berlebihan kalau sampai marah," jawab Adis dingin, penuh sindiran.

" Maksud kamu apa?"

" Siapa tahu ada pria lain di luar sana buatku," kata Adis, kekesalannya pada Jason memang sudah sampai ubun-ubun.

" Aku tidak mengerti kenapa masalah Kim ini bisa melebar ke mana-mana. Aku sudah bilang maaf, maaf, dan maaf karena tidak menceritakan kepadamu apa yang terjadi di masa lalu. Apakah masih belum cukup? Kenapa ya aku jadi merindukan Adis yang diam dan pemalu?"

Adis langsung memutuskan sambungan telepon mendengar balasan Jason. Bagi Adis, ia masih bisa menerima keteledoran Jason. Bila Jason tidak menghubunginya karena sedang ada di pelosok yang sinyal komunikasinya payah pun dia bisa memaklumi. Tapi kalau sudah urusan perempuan lain, apalagi perempuan yang amat dekat di masa lalu, Adis tidak bisa memaafkan begitu saja.

Inginnya Jason menelepon Adis lagi supaya urusan mereka bisa selesai dan tidak berlarut-larut. Tapi Jason mengurungkan niatnya. Jadi, aku dan Adis berpisah? Putus? Hanya karena Kim? Eh, hanya? Mungkin Adis benar, aku yang tidak peka. Tapi aku sudah minta maaf dan aku tidak suka Adis mengancam akan mencari pria lain. Kenapa kalau sedang pacaran, masalah yang kesannya kecil bisa bikin hati terbakar? Kenapa rasa gengsi untuk minta maaf duluan itu begitu besar? Kenapa Adis yang kukenal rasanya seperti orang lain bila sedang terbakar api cemburu? Sudah berulang kali aku bermasalah dengan perempuan, apakah itu berarti akulah penyebabnya? Aku yang tidak beres? Inginnya aku bersama dengan Adis, tapi bagaimana kalau Kim ternyata cinta sejatikuTidak ada komunikasi di antara Jason dan Adis. Walau di Facebook keduanya masih berstatus in a relationship, gengsi yang besar membuat mereka enggan menghubungi duluan. Jason gengsi karena merasa dituduh " ada apa-apa" dengan Kim. Sedangkan Adis gengsi karena takut disangka mengejar-ngejar Jason duluan seperti tidak ada laki-laki lain di bumi ini yang mau dengannya.

Yang setia mengejar Jason adalah Kim. Pagi, siang, dan malam, Kim selalu menelepon Jason, menanyakan kabar. Anehnya, Jason senang-senang saja dengan keagresifan Kim. Bagi Jason, dulu Kim yang sudah menolaknya dan kalau sekarang ingin kembali lagi, dia harus berjuang. Jason juga sedang tidak bisa ke mana-mana, minimal selama sebulan, karena kakaknya sedang pergi ke Australia selama sebulan. Jadi dia yang mengurus kantor. Itu sudah kesepakatan keduanya.

Sudah dua hari ini Jason makan siang berdua dengan Kim. Dan dua hari ini pula Kim membujuk Jason habis-habisan untuk menemaninya ke Lombok. Jason selalu menolak walaupun dia memang ingin pergi ke sana dengan atau tanpa Kim. Hari ketiga Kim mengundang Jason ke apartemennya. Selama di Jakarta, Kim tinggal di apartemen karena akan stay agak lama. Kalau tinggal di hotel malah lebih mahal. Apartemen ini disewanya dengan harga miring dengan bantuan Lola dan Khalif, mahasiswa Indonesia kenalannya. Kim bilang ia memasak makan malam untuk mereka berdua, demi mengenang masa lalu.

Sejak pertama masuk apartemen, Kim sudah menggoda Jason. Mengenakan gaun seksi, mencium kedua pipi Jason dengan mesra, juga memeluk dengan erat.

" Masak apa, Kim?" tanya Jason

" Jangan tertawa, aku bikin nasi goreng dengan bumbu instan."

Jason tertawa geli. " Makan malam dengan nasi goreng? Aku biasa memakannya untuk sarapan, Kim. Lebih baik kita ke restoran saja."

Kim ikutan tertawa. " Tadinya aku juga berencana bikin French onion soup kesukaan kita dulu, ah, tapi belum sempat beli bahannya. Well, yang penting bukan makanannya, tapi kamu."

Jason hanya senyum-senyum sambil duduk di kursi meja makan yang hanya untuk dua orang, berhadapan. Tahu-tahu Kim sudah berdiri di belakang dan memeluk Jason dengan erat. Kim menciumi tengkuk dan leher Jason, lalu mencari bibir Jason. Jason pun menanggapi. Ketika keduanya mulai berciuman dan suasana mulai panas, Jason tiba-tiba mendorong Kim perlahan agar menjauh darinya.

" Ada apa?" tanya Kim kaget.

" Aku tidak bisa& ," jawab Jason sambil menyeka bibir dengan punggung tangannya.

" Kenapa?"

" Aku hanya tidak ingin," Jason mengatur napas. " Bagaimana dengan ini?" Kim lalu membuka ritsleting gaunnya perlahan-lahan.

Jason memejamkan mata dan menggeleng. " Aku tidak bisa& "

" Tidak bisa kenapa? Kamu kenapa?" Kim mulai marah. " Rasanya tidak tepat& ada yang salah," jawab Jason pelan, memandang Kim yang hampir tanpa busana. Kim terdiam, napasnya masih tersengal.

" Maaf, Kim. Kalau ini terjadi dulu, kamu tahu aku pasti mau melakukan apa saja. Tapi sekarang& " Jason merasa masih ada nafsu yang berkobar di dadanya untuk Kim. Ingin rasanya membawaKim ke ranjang yang letaknya tak jauh dari keduanya, tapi hatinya menahannya habis-habisan hingga ia tidak bisa melakukannya. Ia langsung keluar dari apartemen Kim dan mengarahkan mobil ke rumah Adis.

Selama menyetir, di benak Jason muncul sosok Kim. Ia semakin yakin bahwa dengan Kim memang pernah ada cinta, namun yang sangat terkenang adalah keliaran mereka berdua saat masih bersama dulu. Sebagian besar kenangannya tentang Kim adalah nafsu anak muda yang membara, bukan cinta sejati. Bersama Adis, Jason merasa lebih bahagia dan hubungan mereka lebih saling melengkapi. Namun semakin mendekati rumah Adis, nyali Jason semakin berkurang. Ia hanya melewati rumah itu, menengok, dan menjauhinya.

Jason mengambil langkah tegas untuk dirinya sendiri. Foto mesranya dengan Kim yang sempat disimpannya di desktop komputernya hanya dipandangi sebentar lalu dihapusnya. Selamat tinggal, Kim. Tidak ada lagi jejak Kim padanya kecuali di Facebook.

Jason mengecek Facebook, takutnya Kim menulis hal-hal cinta-cintaan masa lalu lagi. Tapi ternyata Kim juga tahu diri, ia menghapus akun Facebook Jason dari akunnya. Mem-blok akunnya. Kim tahu penolakan tegas Jason tadi berarti peluangnya sudah tidak ada.

ENGAN resah Jason menunggu Adis datang ke ruang tamu. Jason khawatir Adis tidak mau menemuinya. Kata Ara, Adis sedang semedi di kamar tidur, jadi agak lama munculnya. Ketika muncul pun Adis tidak berusaha tampil rapi. Ia hanya mengenakan celana pendek, kaus rumah, rambut lurusnya dibiarkan tergerai tapi jelas belum disisir.

Sempat terdengar komentar iseng Ara, " Busyet deh, mau ketemu pacar atau mau patroli di kuburan? Kusut amat!"

Adis hanya mendelik ke arah Ara dan menemui Jason yang tersenyum lega melihat kemunculannya.

" Hai," sapa Jason. Adis duduk di seberangnya dan hanya membalas sapaan Jason dengan senyum garing.

" Boleh tidak aku minta kenalan kita diulang?" tanya Jason dengan wajah serius.

Dua Belas
Ijinkan Aku Mencintaimu Karya Esi Lahur di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" Buat apa?"

" Supaya kita bisa mulai dari awal lagi."

Adis diam saja. Tidak memberikan tanggapan apa-apa selain sikap mematung.

" Namaku Jason Anthony, aku salah satu pemilik perusahaan traveling keluarga. Kaya dari warisan, bukan dari usaha sendiri. Mungkin kalau aku bukan anak orang kaya, sekarang aku jadi pemandu wisata di resor. Kalau Mbak, siapa dan kerjanya apa ya?" Jason mulai berani bercanda, melihat ada senyum tipis muncul di wajah Adis mendengar awal perkenalan dirinya. Adis tidak menjawab, tapi tampak tidak begitu marah lagi pada Jason.

" Kamu ke sini mau apa?" tanya Adis tegas.

" Aku mau pacarku, Gadis Lembayung, kembali padaku." Kenapa lama sekali baru datang kembali padaku? batin Adis. Apakah kamu sudah ditolak Kim jadi menggunakanku sebagai cadangan hatiSeolah bisa membaca pikiran Adis, Jason menjelaskan, " Aku baru datang kepada kamu karena aku harus meyakinkan diri bahwa kamulah perempuan yang selama ini kucari. Kim, ya, maaf aku membawa-bawa nama dia lagi aku bertemu dengannya lagi, dia memang mengharapkanku kembali, tapi ternyata aku menolaknya. Hatiku sudah jelas, tidak ingin bersamanya."

Adis tidak tahu apakah harus senang karena Jason memutuskan bersamanya. Karena ia juga sedih, buat apa lagi Jason bertemu dengan Kim. Bahkan Adis belum bisa menerima kehadiran Kim bila perempuan itu hadir dalam format pertemanan dengan Jason.

Adis tidak ingin berteman dengan Kim dan inginnya Jason juga putus hubungan dengan Kim. Tidak ada kontak sama sekali. Tapi ia juga tidak ingin dianggap posesif.

" Tentang perempuan itu& aku& " Adis mencari kata-kata yang tepat.

" Aku tidak akan berhubungan dengan Kim tanpa sepengetahuanmu. Aku tahu aku salah, tidak peka."

" Bukan& aku hanya ingin tahu kenapa kamu tidak pernah bercerita tentang dia?"

" Karena aku menganggap kamu tidak perlu tahu. Tidak penting. Dia itu masa laluku, kegagalan cintaku." " Tapi benar kan kamu sangat ingin menikah dengannya?" " Dulu. Sekarang tidak lagi."

" Kenapa kamu harus bertemu dengannya dulu baru menemui aku? Apakah dia menolakmu?"

Jason membiarkan Adis menginterogasinya. Itu hal yang sangat jarang dilakukan Adis. Kebanyakan yang terjadi Adis menjawab pertanyaan, bukan bertanya. Ia tahu Adis berhak mengetahui kebenaran.

" Dis, aku harus meyakinkan diriku bahwa aku sudah tidak ingin lagi bersama Kim. Kamu juga tidak mau kan berhubungan dengan seseorang yang selalu penasaran dengan masa lalunya? Setelah bertemu dengan Kim, aku makin yakin dia bukan untukku."

" Kenapa bisa begitu?"

Kedua bahu Jason terangkat menandakan ia tidak tahu jawaban pertanyaan Adis. Keduanya terdiam dan bertatapan. Ada

rasa rindu menyelinap di hati Adis. Ia merindukan rasa nyaman ketika tangannya digenggam Jason atau saat tubuhnya dipeluk pria di hadapannya itu.

" Aku minta maaf," ucap Jason lembut. " Untuk?"

" Seharusnya aku tidak meremehkan buku-bukumu, buku-buku bertema percintaan. Kesannya memang seperti bacaan yang ditulis tidak menggunakan pikiran, hanya jualan air mata, tidak menambah wawasan, dan membuang-buang waktu membacanya. Tapi setelah kupikir-pikir, ternyata urusan cinta itu berat. Patah hati bisa merusak konsentrasi kerja, tidur jadi tidak nyaman, makanan enak jadi tidak terasa& sebaliknya, jatuh cinta membuat semua urusan terasa lebih gampang, hidup juga lebih nyaman dan tenang," ucap Jason, panjang lebar seolah mencurahkan isi hati yang terpendam selama ini.

" Mungkin buku-buku percintaan bukan kesukaanku, tapi aku tidak akan menganggap enteng lagi. Aku juga tidak akan bilang cinta itu tidak penting. Kalau cinta tidak penting, aku tidak akan di sini sekarang," tambahnya sambil terus menatap Adis yang mulai luluh untuk tidak memasang wajah cemberut lagi.

" Kim memang segalanya buatku, tapi itu dulu. Selama ini aku dibutakan rasa kesal dan penasaran padanya. Sekarang, aku tidak ingin bersama dia lagi. Aku hanya ingin bersamamu. Itu juga kalau kamu masih mau denganku."

Adis menatap lantai. Masih ada yang mengganjal di hatinya. " Aku merasa& kamu besar kepala. Karena aku belum pernah pacaran sebelumnya, aku merasa kamu tidak menganggapku

karena tidak ada pria yang dekat denganku selain kamu. Rasanya kamu bersikap, hei, kamu yang butuh diriku, bukan aku. Seolah-olah, dan memang benar, tidak ada pria lain yang mau denganku," Adis menjelaskan perlahan dengan suara bergetar. Tapi ada kelegaan luar biasa dalam hatinya setelah memberitahu Jason apa yang ada di pikirannya selama ini.

Jason mengusap-usap wajah dengan kedua tangan. " Seburuk itukah ucapan dan tingkahku sampai kamu berpikir seperti itu?" Ia menarik napas panjang. " Maafkan aku, Dis. Aku sama sekali tidak bermaksud& "

Tanpa berkata-kata lagi, Jason berjalan dan pindah duduk di sisi Adis. Perlahan ia meraih tangan Adis dan menggenggamnya erat-erat. Kali ini Adis tidak menolak. Keduanya tidak berbicara, hanya mata dan hati yang bertautan. Lalu Jason melepas genggamannya dan memeluk Adis sambil mengecup keningnya. Dia merindukan momen itu. Momen memeluk Adis.

" Kamu lebih cantik dan natural kalau berantakan begini," ujar Jason sambil mengacak-acak rambut Adis yang mulai bisa tersenyum.

" Tolong kamu ingat, kamu bukan cadangan hatiku. Jadi katakan pada Dilara, jangan menulis macam-macam di Facebook-nya atau kubongkar penyamarannya," canda Jason, berbisik di telinga Adis.

Kebahagiaan meliputi hati Adis, Jason-nya sudah kembali. Ia hanya harus meyakinkan diri bahwa ia satu-satunya perempuan yang dicintai Jason. Ia mencoba menahan diri untuk tidak mudah cemburu. Dan yang penting belajar untuk tidak menjadi drama

queen. Meski begitu, tetap ada satu hal yang mengganjal dalam hatinya, mengapa Jason belum juga melamarnya, atau paling tidak membicarakan mimpinya akan pernikahan dan berkeluarga? Apakah waktunya masih lama? Apakah ia butuh waktu pacaran bertahun-tahun baru akan melamar? Sampai kapan harus menunggu? Tapi Adis tidak menanyakan saat itu karena ia tidak ingin merusak suasana indah yang terjadi di ruang tamu rumah orangtuanya ini.

Dua tahun sudah Jason dan Adis menjadi sepasang kekasih. Semua berjalan dengan mulus nyaris seperti khayalan Adis. Hubungan yang lancar. Tidak ada lagi gangguan dan amarah. Sebuah buku baru dari Dilara Tsarina sudah kembali terbit dan Adis sedang dalam tahap penulisan satu novel terbaru yang kali ini bertemakan perjalanan, terinspirasi dari kekasihnya yang kerap bepergian ke mana-mana.

Adis semakin mengenal Jason yang cuek pada diri sendiri tapi juga sangat mandiri. Kadang Adis tidak tahu harus bagaimana membantu karena Jason terbiasa melakukan apa-apa sendirian. Jason yang tidak ingin diatur penampilannya, tidak mau panjang rambutnya dibahas, dan tidak punya jadwal kapan harus bercukur. Semua dilakukan seingatnya, seadanya waktu. Meski cuek, bila sedang di Jakarta, Jason selalu menemani Adis. Bila bukan malam Minggu, maka di hari lain. Jika tidak dua-tiga kali dalam seminggu, maka sekali seminggu.

Sama halnya dengan Jason yang makin mengenal Adis, si penulis misterius itu sudah semakin cerewet. Jika bersama Jason, Adis seperti ada tambahan kekuatan untuk tidak terlalu pemalu dan berani bertanya. Berbeda dengan Jason, Adis lebih tertata dan terjadwal. Jason juga tahu bahwa Adis tidak suka berbelanja berlebihan. Baju, tas, dan sepatu yang biasanya bikin mata perempuan lapar, tidak terlalu diminati Adis. Ia juga tidak gila merek tertentu supaya dianggap kaya dan berkelas. Memang dia memiliki beberapa barang bermerek, tapi hanya dipakai untuk acara istimewa. Adis yang apa adanyalah yang membuat Jason nyaman.

Bersama Adis, Jason bisa menikmati makan di rumah makan murah dengan harga ala mahasiswa. Bisa naik motor berdua ke mana-mana tanpa harus takut tatanan rambut jadi rusak atau riasan wajah jadi luntur. Tapi pasangan ini juga bisa mengubah penampilan dengan elegan dan berkelas bila memang harus datang ke acara resmi dan mewah. Jadi, apa lagi yang ditunggu untuk sampai ke jenjang pernikahanKata " pernikahan" menjadi kata yang paling jarang dibahas di antara keduanya. Jason tidak pernah memulai pembicaraan tentang pernikahan. Adis kadang ingin mencoba memancing dengan mulai bercerita tentang pernikahan klien-klien terbaru, tapi setiap kali pula Jason selalu menghindar dan mengubah topik pembicaraan. Sampai-sampai Adis diam-diam mencari dan melahap berbagai informasi tentang pria yang takut berkomitmen di majalah dan media online.

Ada pria yang takut berkomitmen, takut menikah karena

khawatir bila nanti istrinya bukan lagi menjadi kekasihnya tapi berubah menjadi sosok ibu, waswas setelah menikah istrinya bakal melarang dan mengatur-atur hidupnya, hilangnya kebebasan dan ruang bagi hobi dan kesenangannya. Berulang kali Adis introspeksi diri apakah ia menunjukkan tanda-tanda akan mengubah kesenangan hidup Jason? Dan Adis yakin jawabannya adalah tidak.

" Kapan nih diresmikan?" Itu pertanyaan tekanan sosial yang paling tidak disukai Adis selama berhubungan dengan Jason. Ia tidak pernah berusaha menjawab jika ada kenalan, keluarga, kerabat yang bertanya pada mereka berdua. Biasanya Adis hanya tersenyum dan melirik Jason, seolah meminta si penanya untuk menanyakan langsung pada Jason, karena ia sendiri juga ingin tahu jawabannya. Adis tidak pernah menyinggung soal itu duluan karena khawatir disangka kebelet menikah dan tidak yakin bahwa Jason akan menikahinya. Padahal sesungguhnya, kedua hal itulah yang ada di pikiran Adis.

Dan jawaban Jason bila ditanya tentang pernikahan, " Nanti kalau sudah waktunya akan dikabari."

Bila Adis ditanya tentang pernikahan saat sendirian, ia akan menjawab, " Belum kepikiran."

Bukan hanya karena tekanan sosial, Adis sendiri juga merasa cukup umur untuk menikah dan yakin bisa menjalani pernikahan dengan baik bersama Jason. Ia makin sering berpikir tentang pernikahan, apalagi setelah Lika memiliki seorang anak perempuan. Bayi tembam bernama Cleo itu kerap diajak ke kantor, bersama dengan baby sitter-nya, karena harus minum ASI

eksklusif. Dan lagi pula, itu kantor milik Lika, siapa yang akan menghalangi bos membawa anak ke kantor? Pulangnya kadang Kelvin menjemput mereka. Manis sekali. Adis benar-benar dibuat iri.

Jason akan berulang tahun ke-31. Adis tidak menyiapkan kado apa-apa karena setiap berulang tahun Jason selalu mengingatkan bahwa ia tidak ingin kado. Ia ingin hari itu dilewati begitu saja. Tidak usah dirayakan berlebihan karena dia bukan anak TK dan tidak sedang merayakan sweet seventeen. Tapi Adis meminta bertemu, jika tidak dirayakan, ia minta paling tidak makan berdua saja. Jason setuju.

Rupanya Adis menggunakan momen ulang tahun Jason untuk menanyakan arah hubungan mereka. Adis meyakinkan, memberanikan diri sendiri bahwa ia harus menanyakan tentang pernikahan pada kekasihnya. Ia sudah mempersiapkan hati untuk menerima jawaban apa pun dari Jason.

Keduanya makan di Kikugawa restoran Jepang yang sudah beroperasi sejak 1969, di daerah Cikini. Sambil menikmati Kikugawa Set, Adis mulai mengarahkan pertanyaannya. " Bagaimana rasanya berumur 31?"

Jason tersenyum. " Sama saja. Cuma rasanya harus lebih serius bekerja. Kasihan Jennifer kalau semua urusan kantor dia pegang."

" Semua mimpimu sudah kesampaian ya?"

" Maksudnya jalan-jalan keliling Indonesia? Lumayan, tapi belum sampai ke pelosok."

" Mimpi yang lain?" " Apa ya? Nggak ada."

Adis terdiam. Mencoba melanjutkan makan. Jason juga. " Mau ikut kalau aku pergi lama?"

" Mana bisa& harus cuti lama." " Kalau bisa, kamu mau?"

" Aku tidak enak pada Lika kalau cuti terlalu lama." " Dis, kan ada karyawan lain, masa tergantung banget sama kamu. Iya, kan?"

" Iya sih. Tapi mau pergi ke mana, berapa lama, dalam rangka apa? Bulan madu?" Adis mulai memancing ke arah pernikahan.

" Jalan ya jalan saja, masa harus menunggu bulan madu." " Ehm& kamu sudah ada rencana kapan kita akan me... menikah?" Adis memberanikan diri.

Terdiam sejenak, menyeruput ocha, Jason lalu menjawab, " Belum."

" Jadi kita pacaran terus?" " Tidak apa-apa, kan?"

Adis tidak menjawab, lalu bertanya lagi, " Sampai kapan pacarannya?"

Jason kini mengerti arah pembicaraan Adis. " Dis, nanti kalau sudah waktunya ya& aku belum siap."

Jawaban singkat tapi memorak-porandakan mimpi Adis.

" Siapnya kapan?" desak Adis, ia sudah tak peduli lagi bila Jason menyangkanya kebelet menikah.

" Belum tahu."

Hati Adis rasanya seperti digantung. Jawaban Jason yang mengambang seolah menutup pintu kebahagiaan di depan Adis. Adis takut sampai lima tahun ke depan ia masih hanya akan bermimpi tentang pernikahan yang tak ada wujudnya sementara Jason tidak siap juga. Sampai kapan ia harus menunggu? Adis tidak tertarik melajang sampai tua, pacaran sampai sepuluh tahun. Ia mengira Jason nyaman dengan situasi belum menikah, tapi punya pasangan. Ada yang siap mendampingi tapi tidak terikat.

" Jason& kenapa aku merasa hubungan kita ini selalu jalan di tempat?"

" Jalan di tempat bagaimana? Setiap hari aku semakin kenal dengan kamu dan begitu juga sebaliknya."

Adis diam saja. Ia tahu omongan Jason benar.

" Bagiku lebih baik pacaran lama daripada buru-buru menikah tapi nanti bercerai," lanjut Jason.

" Buru-buru?"

" Dis, please, jangan dibahas lagi& aku belum siap." Kalau Jason sudah bilang begitu, Adis sudah tidak bisa lagi bicara. Memaksa membahas masalah itu juga tidak mungkin karena jadinya akan ribut. Dan Adis tidak ingin bertengkar hebat dengan Jason. Ia hanya ingin tahu kepastian arah hubungan percintaan yang mereka jalani.

Setelah percakapan itu, Jason mengganti topik percakapan

tentang restoran-restoran tua yang masih ada di Jakarta dan berencana mengajak Adis berwisata kuliner tema jadul. Adis ogah-ogahan menanggapi. Senyum terpaksa, menjawab sepotongsepotong, dia bersabar hati supaya tidak menunjukkan kekesalannya dengan harapan Jason berubah pikiran. Jason tahu Adis sudah tidak nyaman, tapi memang dia tidak siap menikah, lalu bagaimana lagiSetengah mati Adis meyakinkan hatinya untuk bertahan bersama Jason. Ia memang mencintai Jason, dan sebaliknya. Tapi Adis tidak yakin dirinya sanggup pacaran bertahun-tahun dengan Jason tanpa ada ujungnya. Memasuki usia tiga puluhan tahun, terpaut lebih muda lima bulan dari Jason, hasrat untuk membina rumah tangga kian menggebu. Menunggu satu atau dua tahun lagi tidak masalah buat Adis, asal jelas muaranya menuju pernikahan.

Seminggu setelah itu Adis memberikan ultimatum untuk Jason. Ia sudah tidak pernah lagi menulis status Facebook Dilara Tsarina yang berkaitan dengan hubungannya dengan Jason. Setelah berpacaran dengan Jason, Adis jadi lebih sering mengambil kutipan dari novel-novelnya sebagai status. Ultimatum itu dikirimnya lewat e-mail. Adis mengikuti cara Jason dulu ketika " mengundangnya" ke Gereja Palasari, Bali.

Untuk Jason,

Maafkan aku tidak bisa bicara terus terang kepadamu. Aku sudah mencoba, berusaha bertanya, tapi selalu mentok karena kamu tidak ingin membahas. Kamu tahu apa yang kumaksud. Kamu tidak pernah mau membahas tentang pernikahan. Alasanmu selalu " masih lama" , " belum waktunya" , " belum siap" , dan " tidak usah buru-buru" .

Jason, aku tidak mau pacaran bertahun-tahun denganmu tanpa jelas di mana ujungnya. Kadang aku bertanya dalam hati, apakah ada yang kurang atau salah denganku hingga kamu tidak ingin segera menikah denganku? Aku tidak memintamu untuk menikahiku segera, tahun ini& Tidak.

Aku hanya ingin kamu tahu bahwa aku merasa kamu tidak akan pernah siap. Aku sebenarnya tidak ingin mengatakan ini, tapi aku terpaksa. Aku menunggumu melamar, tapi tidak pernah terjadi. Aku mengharapkan kamu membicarakan pernikahan, tapi kamu selalu menghindar. Aku ingin tahu apa mimpimu tentang masa depan kita, tapi kamu seperti tidak berminat.

Rasanya aku seperti digantung, pacaran seumur hidup, padahal aku ingin merasakan seperti apa pernikahan itu. Kalau kamu sudah siap, segera kabari aku. Tapi kalau kamu memang tidak memiliki rencana menikah, berkeluarga, lebih baik tinggalkan aku sekarang. Karena artinya kamu telah membuang-buang waktuku. Dan doakan aku supaya segera mendapatkan pasangan yang memang berniat bersatu denganku, bukan hanya pacaran tanpa tujuan.

Ini bukan ancaman, Jason. Aku hanya tidak ingin ribut denganmu. Aku hanya ingin kamu tahu isi hati yang selama ini kupendam. Kamu tidak perlu menelepon, membujuk, atau apalah& jawab saja lewat e-mail ini bagaimana maumu tentang kita.

Love you,

Adis.

Adis tidak memberitahu Jason bahwa ia telah mengirim e-mail. Karena Adis tahu Jason lebih rajin mengecek e-mail daripada mengecek akun Facebook atau Twitter-nya. Sekarang yang bisa dilakukan Adis hanyalah menunggu tanggapan dari Jason.

Di ruang kerjanya, Jason mengecek e-mail karena ada notifikasi e-mail masuk. Ia mengira e-mail yang terkait dengan pekerjaan. Namun ia langsung mengernyit melihat nama pengirimnya. Dari Adis dan tanpa judul subjek. Ia langsung membaca surat elektronik itu dan menjadi murung karenanya.

Jason tahu Adis sering memancing-mancing percakapan ke arah pernikahan, tapi ia tidak menyangka Adis akan mengultimatumnya. Ia mengulang-ulang surat dari kekasihnya itu dan tidak tahu harus menjawab apa.

Kalau tidak kujawab, dia pasti kecewa dan mengira aku pria yang tidak ingin berkomitmen, batin Jason. Kalau kujawab pasti

melebar ke mana-mana dan rahasiaku akan terungkap. Jason menarik napas panjang.

Dis, aku tidak menjawab lewat e-mail. Hari Minggu ada kerjaan kantor? Kalau tidak ada, kabari aku. Sekarang aku tidak bisa menjawab, aku masih sibuk, banyak kerjaan. Tapi Minggu aku bisa menjelaskan jawaban yang kamu inginkan.

Jason menjemput Adis di rumahnya. Tanpa banyak bicara ia mengajak Adis pergi. Di mobil Jason pun diam saja. Melihat sikap Jason yang dingin, malas bicara, Adis tahu bahwa Jason marah padanya. Ia tidak tahu akan diajak pergi ke mana oleh Jason, tapi Adis percaya padanya. Dugaannya, Jason mengajak ke suatu tempat, paling-paling restoran, untuk bicara tentang surat elektroniknya. Harapan Adis, paling tidak Jason mau sedikit membicarakan soal pernikahan dan ia sudah menyiapkan hati untuk kemungkinan terburuk, yaitu Jason menyatakan tidak tahu kapan siap menikah di Gereja Palasari impiannya, dan mereka harus berpisah.

Sepanjang perjalanan, keduanya sama-sama diam. Radio maupun CD mobil pun tidak dinyalakan. Kalau kena macet atau lampu merah, Jason tetap menatap lurus jalan di depannya atau menengok keadaan di sisi kanan, ia tidak pernah melihat ke kiri untuk menengok ke arah Adis.

Dahi Adis agak mengernyit melihat Jason mengambil jalan melewati rumah orangtuanya. Tapi ternyata bukan ke rumah orangtua Jason, tempat tinggalnya selama ini. Jason terus menjalankan mobil menuju kompleks perumahan yang tak begitu jauh dari rumah orangtuanya.

Banyak rumah yang sudah jadi dan ditinggali, tapi ada pula yang sedang dibangun. Hingga Jason memarkir mobil di depan sebuah rumah berlantai dua yang sudah selesai dibangun tapi terlihat dua tukang sedang merapikan carport.

Jason turun duluan, tidak membukakan pintu untuk Adis. Jason lalu berbicara dengan kedua tukang itu. Wajahnya ramah ketika berbicara, berbeda saat di mobil tadi. Adis tidak mengerti apa yang terjadi, apa yang dilakukan Jason yang datang padanya dan membukakan pintu mobil baginya.

" Ikut aku," pinta Jason. Adis turun dari mobil dan mengikuti langkah Jason masuk ke rumah yang baru selesai dibangun itu. Jason memperkenalkannya kepada dua tukang itu, Pak Yunus dan Pak Ikin. Lalu mengajak Adis masuk.

" Bagaimana rumah ini? Bagus tidak?" tanya Jason saat mengajak Adis berkeliling melihat kamar-kamar dan dapur. Suaranya bergema karena rumah itu masih kosong.

" Bagus," jawab Adis, selain memang rumah itu sungguh bagus, masa iya Adis menjawab jelek" Syukurlah kalau kamu bilang bagus. Karena kamu akan tinggal di sini denganku," kata Jason, tanpa menatap Adis lalu berjalan menuju dapur.

" Apa? Aku tinggal di sini?" Adis tak percaya akan apa yang didengarnya.

" Kenapa? Tidak mau?"

" Maksud kamu kita hidup bersama tanpa menikah?" ragu-ragu Adis bertanya.

" Kamu mau begitu atau kita menikah saja?" Kali ini Jason menatap Adis.

" Kamu sudah baca suratku, kan? Aku maunya menikah," jawab Adis pelan dan malu-malu.

Jason akhirnya tersenyum pada Adis. " Kan aku sudah bilang, kita menikah di Palasari. Kenapa kamu tidak yakin?"

" Aku& takut itu hanya wacana kamu. Mana aku tahu kapan kamu mau menikah, kalau sepuluh tahun lagi, aku tidak yakin bisa pacaran sampai sepuluh tahun lagi denganmu."

" Dari dulu hatiku sudah siap melamarmu. Inginnya aku segera menikah denganmu. Tapi aku ingin menghadiahi kamu hasil kerjaku sendiri. Bukan uang warisan atau hadiah orangtuaku. Maafkan aku kalau kamu jadi merasa sedih, digantung& " Kali ini Jason mendekat dan merengkuh Adis ke dalam pelukannya.

Bagi Adis, pelukan Jason adalah tempat ternyaman di dunia. " Eh, maksud kamu hadiah apa?"

" Rumah ini hadiah pernikahan. Mauku, kita menikah kalau rumahnya sudah selesai. Jadi setelah menikah aku ingin kita langsung menempati rumah ini. Aku sengaja merahasiakan darimu. Ini sebenarnya kejutan, tapi karena ada seseorang yang mengultimatum, terpaksa rahasianya dibongkar," jelas Jason sambil bercanda menyindir Adis.

Mata Adis berkaca-kaca. Dalam hati agak malu karena sudah mengultimatum Jason, tapi juga merasa lega karena sekarang sudah jelas. Jason mengangkat dagu Adis agar menatapnya. " Adis, aku tidak mau melamar kamu."

" Terus maumu bagaimana?"

" Aku kan sudah tahu kamu ingin menikah. Aku juga ingin. Kamu juga sudah tahu kita menikah di Palasari. Buat apa aku melamar lagi? Kalau kamu tidak setuju denganku, dari awal kan kamu sudah kabur."

" Dasar nggak romantis sama sekali," keluh Adis, sebenarnya bercanda.

Jason tertawa. " Hei, dengar ya& semua teman, keluarga, dan kenalan sudah tahu hubungan kita. Kukira kamu dengan sendirinya akan mengerti bahwa aku pasti menikah denganmu. Tapi aku salah. Rupanya pertanyaan kapan bisa menikah itu memang bikin penasaran dan tekanan batin. Kamu pikir aku senang menyimpan rahasia ini? Setiap kali kamu bertanya menjurus ke pernikahan, inginnya aku cerita bahwa aku sedang menyiapkan rumah buat kita."

Ketika Jason akan melanjutkan kalimatnya, Adis sudah mendaratkan ciuman di bibir Jason. Keduanya berciuman dengan penuh kemesraan.

" Nakal ya kamu sekarang, nanti kalau diintip tukang, bagaimana?" canda Jason. Adis tersenyum bahagia.

" Sekarang silakan kamu berkhayal ini rumah mau diisi apa, dihias kayak apa, terserah kamu."

" Tapi aku maunya mengurus pernikahan dulu& " " Boleh& bilang saja pada Lika. Aku sudah bilang ke dia."

" Apa? Sudah bilang ke Lika?"

Jason nyengir. " Memangnya kamu saja yang bisa pergi diamdiam dengan Kelvin ke resor gunung? Aku sudah diam-diam bilang ke Lika supaya mulai mengecek semua perlengkapan acara pesta di Bali."

Adis bengong mendengar penjelasan Jason. Namun dalam hati Adis bersorak keras, " Horeee!!! Aku akan menikah!!!"

EKARANG Adis merasakan pusingnya mengurus acara pernikahan sendiri walau sudah terbiasa membantu pernikahan orang lain. Setelah hubungannya dengan Jason menjadi jelas, Adis sudah tenang. Perasaan yang sama menghampiri Jason karena tidak perlu menyimpan rahasia lagi.

Seringnya Adis meminta pendapat Jason dulu untuk memesan desain undangan, suvenir resepsi, dan tema acara. Tapi jawaban Jason tidak seperti yang diharapkan Adis. Dia selalu menjawab, " Terserah kamu."

" Aku tidak mau kalau terserah terus. Nanti seperti dengan Viora, kamu bilang terserah, setuju saja, tapi tidak tahunya kamu tidak suka," kata Adis. Mereka sedang menunggu tukang gorden datang untuk memasang gorden pesanan di rumah baru.

Tiga Belas

" Dis, kan kamu berbeda dengan Viora. Selera kamu juga baik, tidak berlebihan. Aku cocok. Makanya aku jawab terserah, bukannya aku tidak peduli."

" Beneran?"

" Iya. Atur saja dengan Lika dan teman-teman kantormu. Yang penting jangan berlebihan, karena gerejanya sudah bagus, tidak usah ditambahi yang terlalu mewah, nanti malah tidak kelihatan eksotis lagi," pesan Jason.

" Itu saja?"

" Oh ya, tidak usah foto pre-wedding."

" Memangnya kenapa?" Bukannya ingin ikut-ikutan tren, tapi bagi Adis lumayan untuk kenang-kenangan dan lucu-lucuan.

" Buat apa? Aku tidak tertarik. Tamu undangan yang datang juga hanya melihat sekilas foto-foto pre-wedding yang dipajang. Kalau mau foto-foto nanti saja setelah menikah, waktu bulan madu."

Dalam hati Adis membenarkan omongan Jason. Adis tahu benar Jason orang yang praktis, tidak mau ribet. Dia ingin pernikahan yang hikmat dan penuh syukur, bukan selebrasi pernikahan yang penuh gimmick. Yang diundang pun hanya orang yang benar-benar dekat dengan mereka.

Untuk urusan baju pengantin, Adis memutuskan memakai gaun internasional berwarna putih. Yang membuatnya agak kesal, Jason menyuruhnya membuat gaun baru, tapi Jason sendiri tidak mau membuat setelan jas baru. Katanya jas yang dijahit waktu Jennifer menikah tujuh tahun lalu masih bagus dan terawat. Memang jas hitam itu dibuat oleh penjahit jas ternama, jadi Jason

jarang menggunakannya. Ia biasanya menggunakan jas-jas lain yang tidak semahal jas pernikahan kakaknya tapi masih bisa dibilang bagus.

" Aku tidak mau bikin lagi," tegas Jason.

" Masa kamu menikah menggunakan jas lama?" Adis agak merajuk.

" Jas lama bagaimana, Adis? Jasnya masih bagus banget. Malah sayang kalau aku bikin lagi."

Langka banget ini orang, renung Adis. Kebanyakan orang malah berlomba-lomba pamer waktu menikah supaya terlihat seperti orang kaya, dia malah tidak mau. Anak orang kaya tapi sederhana sekali. Mungkin karena dia begitu aku jadi cinta padanya.

" Kok kamu diam saja? Marah?" Adis menggeleng.

" Dis, itu hanya jas. Tidak akan ada tamu yang tahu aku pakai jas lama. Mungkin hanya kamu dan Jennifer yang tahu sih," Jason tertawa sendiri. " Setelah dari Palasari, kita semua kembali ke Denpasar, resepsi di tepi pantai. Aku saja berencana ganti baju, kalau bisa pakai sandal saja. Makanya bilang ke Lika, dress code undangan casual saja, jadi tidak usah berlebihan."

" Kalau kamu tidak mau bikin jas baru, kenapa aku disuruh bikin gaun baru?"

" Kan pengantin perempuan yang utama. Yang dilihat selalu penampilan pengantin perempuan. Kalau pernikahan, selebritis yang ditanya kan siapa desainer gaunnya. Nggak ada yang terlalu peduli jas mempelai pria buatan siapa."

" Keluargamu tidak keberatan kamu pakai jas lama dan acara pernikahanan anaknya tidak mewah?"

" Tidak apa-apa. Yang penting aku senang, kamu gembira, kita bahagia. Mungkin mereka pikir, daripada aku nggak nikahnikah jadi dituruti saja kemauanku," ujar Jason sambil tertawatawa.

" Baiklah. Kamu mau tahu gaunku seperti apa?" " Tidak. Nanti saja aku lihatnya waktu hari H-nya. Kalau sudah tahu dari sekarang, nggak seru," kata Jason sambil menarik Adis agar duduk di pangkuannya.

" Sekali lagi ya, calon Nyonya Adis Anthony, tolong jangan dibuat ribet. Kamu sudah tahu sendiri calon suamimu orang yang praktis, tidak suka bersolek, tidak jaga imej, jadi kamu atur saja semuanya supaya terlihat alami, tidak berlebihan, tidak usah pamer, tapi kita bahagia."

Adis menatap Jason lekat-lekat, " Aku tidak pernah menyangka akan menikah denganmu. Apalagi kenanganku tentangmu di masa SMA tidak bagus. Dulu, aku sering berharap kamu tidak masuk supaya kelas tidak berisik dengan ulah-ulahmu."

" Biarpun aku sering bertingkah, buktinya banyak yang naksir aku."

" Kenapa laki-laki yang kesannya bad boy malah banyak disukai perempuan?"

" Ralat, laki-laki tampan, tepatnya."

Adis tertawa. " Kamu pernah cerita waktu SMA kamu menyangka aku bisu."

Tawa Jason terdengar kencang. " Iya. Habis kamu ngomong hanya sesekali. Kalau tidak ditanya, tidak bicara."

" Tapi kamu kok tidak pernah meledek aku?"

" Nggak. Bebanmu sudah cukup banyak karena teman-teman ikutan manggilmu lem dan gayung. Kalau aku tambah lagi dengan julukan si Bisu Cantik, bisa-bisa kamu pindah sekolah."

Keduanya tertawa geli, teringat masa remaja mereka. Temanteman SMA mereka tidak ada yang menyangka keduanya akan menikah, mengingat perilaku Adis dan Jason saat sekolah dulu bagai bumi dan langit.

" Ternyata memang benar, kalau jodoh tidak akan ke manamana. Mungkin dulu aku sudah naksir kamu& "

" Kenapa bilang begitu?" tanya Adis.

" Banyak teman perempuan yang kuledek, tapi tidak ada yang kuledek sesering kamu, kan? Kadang aku pikir jangan-jangan aku dulu naksir kamu, jadi aku cari perhatian. Susah mendapatkan perhatianmu karena kamu seperti tidak peduli dan diam saja. Tidak terpengaruh membalas ledekan dan hanya tersenyum atau pura-pura tidak mendengar. Aku tidak terlalu ingat perasaanku saat itu karena banyak yang naksir aku," ujar Jason, geli mendengar ucapannya sendiri.

" Iya, aku tahu banyak yang ngejar-ngejar kamu sampai ikut ke mana-mana supaya bisa dekat denganmu."

" Tapi kamu tidak pernah ikut."

" Kan aku malu, Jason."

" Kamu memang antik. Kalau aku jadi kamu, sudah tahu cantik, aku bakal menyuruh-nyuruh orang melakukan ini-itu, segera cari pacar yang ganteng, tapi kamu diam saja. Sebenarnya aku bangga tidak ada pria lain di hati kamu selain aku, rasanya sangat spesial,"

Jason memeluk Adis. Erat.

Semoga kamulah cinta pertama dan terakhirku. Aku tidak mengerti bagaimana caranya mencintai pria lain. Aku tidak tahu bagaimana caranya menjalani hidup tanpamu. Berdua denganmu rasanya aku begitu kuat dan bahagia. Adis mengecup kening Jason lama.

" Apakah kamu mau aku berhenti bekerja kalau sudah menikah untuk mengurus rumah?"

" Terserah kamu. Kalau kamu mau kerja, silakan. Mau di rumah, silakan. Mau kerja di rumah, silakan. Tapi kamu tidak usah mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Itu urusan asisten rumah tangga. Aku hanya minta, kamu urus aku. Dan nanti kalau sudah punya anak, kamu urus anak. Aku juga akan ikut mengurusi. Aku tidak mau anakku diurus asisten dan baby sitter."

" Aku kira hanya perempuan saja yang berkhayal punya anak& "

" Dari kemarin-kemarin saja aku sudah kepingin banget punya anak denganmu," goda Jason.

" Jason& Jangan mulai deh& Eh, itu kayaknya ada bunyi mobil. Mungkin tukang gordennya datang," Adis segera berdiri melepaskan diri dari pangkuan dan pelukan Jason, berjalan menuju teras rumah mereka.

" Tukang gorden mengganggu orang bermesraan saja," keluh Jason, memasang mimik wajah terpukul. Adis tertawa melihatnya.

Ruang kerja Lika bagai taman bermain kecil. Ada berbagai macam perlengkapan bayi, mainan bola aneka warna, boneka, krincingan, rattle untuk digigit-gigit, boneka jari, stacking rings warna-warni, pillow book, bahkan ranjang bayi portabel. Semua itu milik Cleo, anak Lika yang sering diajak ke kantor bila orangtua atau saudara Lika dan Kelvin tidak ada yang bisa menemaninya di rumah bersama baby sitter.

Adis tahu benar Lika tidak percaya sepenuhnya pada baby sitter. Bagaimanapun dia bukan anggota keluarga. Sebaik apa pun baby sitter-nya, Lika mengaku ragu dan tidak akan pernah tenang meninggalkan anaknya berdua dengan pengasuh.

" Bagaimana kalau baby sitter-nya bakal menculik anakku? Anakku diurus atau dia malah enak-enakan main handphone. Zaman sekarang, orangtua harus selalu waspada," begitu Lika pernah berucap pada Adis sambil berbisik karena si baby sitter ada di ruangan itu walau duduknya jauh dari mereka.

Kelvin sampai ingin memasang CCTV di dalam rumah demi ketenangan Lika. Tapi tidak jadi, karena Lika merasa ide itu berlebihan. Sementara, satu-satunya cara yang paling masuk akal buat Lika adalah memboyong Cleo ke mana pun dia pergi.

" Jadi, Dis, sembilan puluh persen beres. Kamu, Jason, dan keluarga, kalian tinggal berangkat saja. Vendor di sana juga sudah siap, tinggal mulai dikerjakan H-2. Kamu berangkat kapan?" tanya Lika di meja kerjanya. Cleo tertidur pulas di ranjang kecilnya. Bau minyak telon dan bedak bayi menguar terkena embusan pendingin ruangan.

" Aku dan keluargaku H-2, Jason dan keluarganya H-3. Hotel kami berjauhan, ya?"

" Iya, kan katanya pamali kalau sebelum menikah bertemu. Aku sih tidak percaya," jawab Lika tersenyum. " Gaun kamu sudah jadi?"

" Sudah. Kemarin fitting terakhir." " Gaun kamu sewa atau jahit baru?"

" Jahit baru. Mungkin nantinya mesti dimodifikasi supaya bisa dipakai untuk acara lain," jawab Adis.

" Dan benar, Jason tidak mau bikin jas baru? Kamu bikin gaun bayar sendiri?"

Adis mengangguk. " Benar. Dia berkeras menggunakan jas dari pernikahan kakaknya. Aku bayar gaunku sendiri. Kan Jason dan keluarganya sudah membiayai transportasi dan akomodasi. Aku dan keluargaku selebihnya. Biar adil. Biar tidak salah satu pihak saja yang keluar uang."

" Bagus juga pembagiannya. Apa kubilang... kalau jodoh tidak akan ke mana-mana. Walaupun sejak lulus SMA kalian tidak ada kontak sama sekali, ternyata kalau memang jodoh dipertemukan kembali," ucap Lika. Adis tersenyum membenarkan omongan Lika.

" Kamu sudah kenal baik dengan keluarga Jason?" " Sudah. Mereka baik-baik kok."

" Sama seperti keluarga Kelvin, baik semua. Tapi aku tidak tahan kalau orangtuanya sudah mulai komentar urusan pengasuhan anak," curhat Lika.

" Memangnya kenapa?"

" Intinya, Dis, Opa-Oma ingin memanjakan. Aku dan Kelvin punya aturan, tapi hampir semua aturan dilanggar demi cucu. Cara mendidik juga sudah berbeda. Seringnya aku jawab iya-iya saja supaya mereka diam, padahal aku dan Kelvin tidak melakukan apa yang mereka suruh. Belum lagi permintaan untuk punya cucu laki-laki. Memangnya aku bisa mengatur hamil anak perempuan atau laki-laki? Kalau saja bisa order kepada Tuhan anak laki-laki atau perempuan, itu sudah kulakukan dari dulu."

Adis mendengarkan semua keluh kesah Lika, satu-satunya teman baik Adis. Walau Lika lebih tua darinya, Lika juga tidak ragu bercerita kepada Adis, karena sangat jarang ceritanya bocor ke mana-mana. Dari cerita-cerita Lika, Adis mendapat bayangan masalah apa saja yang bakal ditemuinya setelah berkeluarga. Ketika uang tidak menjadi masalah, urusan seks juga tidak ada kendala, keuangan mertua juga bagus karena berasal dari keluarga mapan, maka hal-hal kecil yang jadi pemicu kekesalan.
Ijinkan Aku Mencintaimu Karya Esi Lahur di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lika bercerita hal yang selalu terjadi berulang kali. Kesannya tidak penting, tapi mengesalkan. Contohnya saat Kelvin habis pakai kloset, tidak ditutup lagi. Meletakkan handuk sembarangan di tempat tidur. Barang digeletakkan tidak pada tempatnya, nanti kalau butuh barang tersebut barulah mencarinya setengah mati. Ketiduran nonton TV pertandingan sepak bola atau film hingga TV menyala sampai subuh (kalau sudah tahu mengantuk, buat apa nonton TV, keluh Lika). Kalau sudah nonton sepak bola, semua orang dicuekin. Anak menangis pun sering diabaikan karena mata sudah terpaku pada pertandingan di TV. " Belum lagi kalau pergi ke suatu tempat dan lupa memberi

kabar, bukan maksudnya mau memata-matai atau tidak percaya, tapi kalau kenapa-kenapa, ada apa-apa, bagaimana?" kata Lika.

" Tapi Kelvin ada keluhan juga?" tanya Adis menengahi, supaya Kelvin tidak terlihat sebagai pesakitan.

Lika tertawa renyah. " Kalau dia mengeluh aku dandannya kelamaan, mau pergi ke acara pesta pernikahan persiapannya lama. Dia mandi dan dandan hanya setengah jam, tapi aku bisa sampai tiga jam. Kelvin juga bilang kalau aku belanja terlalu lama, kalau lihat barang-barang lucu dibeli, sampai di rumah bingung buat apa, ditaruh di mana. Apalagi kalau ada mainan anak yang lucu, rasanya satu toko ingin dibeli, padahal anaknya belum mengerti atau tidak tertarik. Aku yang lapar mata, Dis. Lihat baju anak lucu-lucu rasanya tidak tahan."

" Seru juga kalau dengar ceritamu," ucap Adis yang seperti kegirangan mendapat banyak ide untuk menulis buku baru lagi, entah kapan, karena dia sangat sibuk dengan pekerjaan dan konsentrasi mempersiapkan pernikahannya.

" Memang seru. Kalau sudah kesel-keselan, perang mulut, maunya hari itu juga diselesaikan. Tapi kadang itu teori saja. Kalau mengantuk kami tetap saja bisa tidur kok. Besok pagi juga masih bisa diselesaikan masalahnya. Tiap rumah tangga beda-bedalah masalahnya, Dis& "

Adis terdiam. Ia sudah mendapat wejangan dari mamanya, dan sekarang mendengar cerita dari Lika. Rasanya ia sudah tidak sabar ingin menjalani rumah tangga bersama Jason. " Hei, kamu kok jadi bengong. Kalau baru menikah sih yang

berantem-berantem tidak usah dipikir. Bersenang-senang saja dulu, kan masih bulan madu," goda Lika.

Adis tersipu mendengarnya. Tapi mendengar kata bulan madu, ia jadi teringat akan lama tidak masuk kantor. " Lika, benar tidak apa-apa kalau aku izin cuti satu bulan?"

" Sebenarnya apa-apa sih, karena aku sudah keenakan ada kamu. Tapi kamu kan jarang ambil cuti. Mungkin memang aku harus mencari cadangan asisten-sekretaris& yah, nanti kita pikirkan lagi. Yang penting kamu menikah dan bulan madu yang senang dulu. Urusan kantor jangan dipikir."

Terdengar suara Cleo menangis dari ranjangnya. Adis dan Lika menghentikan percakapan mereka. Baby sitter dengan cekatan mengangkat Cleo dan menyerahkannya pada Lika. Begitu digendong Lika, sebentar saja ia langsung diam dan mulai mengeluarkan suara-suara menggemaskan. Setelah bermain sebentar dengan Cleo, Adis pun keluar dari ruangan Lika dan melanjutkan pekerjaannya.

Jason mengurung diri di kamar hotel. Ia tidak ingin kelayapan dan memang dilarang oleh mamanya. Alasannya supaya kondisinya fit. Jason rindu setengah mati pada Adis. Biasanya bila kangen, ia dengan mudah menjemput Adis ke kantor atau ke rumahnya. Kali ini tidak bertemu selama seminggu rasanya berat sekali. Padahal biasanya berpisah dua minggu dari Adis untuk

bepergian, ia tidak begitu masalah. Namun menjelang pernikahan, rasa rindu itu meningkat tajam.

Menikmati Bali dengan keluarganya memang menyenangkan, tapi Jason merasa ada yang kurang. Mau bertemu langsung dengan Adis, dilarang keras. Ingin berjumpa lewat Skype, Adisnya yang tidak mau karena baginya ngobrol lewat Skype itu sama saja dengan bertemu karena bisa saling melihat. Takutnya masih dianggap pamali oleh keluarga yang tua-tua. Ingin berbincang lewat telepon, Adis juga menolak. Alasannya, mendengar suara Jason yang agak berat dan tenang bisa membuat dia kangen dan sulit tidur. Akhirnya Jason dan Adis memilih berkomunikasi lewat SMS.

Dan itu mereka lakukan hingga malam menjelang pernikahan. Namun SMS kali ini berbeda. Biasanya mereka hanya bertukar kabar dan kegiatan. Adis langsung terharu membaca SMS dari Jason.

Gadis Lembayung, izinkan aku menjadi suamimu karena aku sudah menunggu lama untuk itu. Maukah kamu menjadi perempuan yang akan selalu bersamaku hingga maut memisahkan? Selalu merawatku bila aku sakit dan mendampingiku bila ada kesusahan? Dan tertawa bersama bila ada kebahagiaan? Mencintaimu, Jason Anthony.

Dengan mata berkaca-kaca Adis menjawab, Aku mau. Jason menulis lagi, Jawabannya sangat Adis sekali singkat dan padat. Sampai bertemu besok di gereja. Dandan yang cantik, tapi jangan dandan yang manglingi karena aku maunya

menikah dengan perempuan yang aku kenal dan cintai. Bukan menikah dengan perempuan yang mukanya tiba-tiba dibilang berubah seperti bidadari dari kayangan.

Adis tersenyum, Kalimatnya khas Jason sekali . Praktis dan iseng.

Beneran ya, Dis, besok datang ke gereja. Kutunggu di depan altar. Jangan kabur seperti di film Runaway Bride. Aku tidak tahu bagaimana menjalani hidup kalau kamu besok tidak datang, Jason membalas SMS lagi.

Jangan khawatir. Aku pasti datang. Supaya aku bisa menepati janji, izinkan aku tidur supaya besok bangun segar dan tidak pingsan di altar, Adis mencoba mengajak bercanda untuk mengurangi ketegangan hati keduanya.

Oke. Tidur yang nyenyak, Dis. Sekali lagi, aku tunggu di altar.

Love you, Jason. Love you too.

Kedua calon pengantin itu pun berusaha memejamkan mata. Hati keduanya gelisah karena tidak sabar menunggu datangnya besok pagi. Hari bersejarah bagi keduanya. Adis menggunakan earphone mendengarkan lagu pop berirama slow yang mengumandangkan tentang cinta dari iPod, agar bisa segera terlelap. Sementara Jason berusaha tidur dengan membaca majalah mingguan yang memuat berita politik yang dikupas secara mendalam. Saking mendalam dan detailnya bisa membuat Jason mulai mengantuk.

Sepasang burung merpati dilepas ke langit biru bersamaan dengan tiga puluh balon warna-warni. Dengan cepat sepasang burung putih itu melesat ke angkasa ditemani balon-balon. Adis dan Jason tertawa bahagia di tangga luar Gereja Palasari. Para undangan yang terdiri atas keluarga dan teman dekat yang berdiri di sisi kanan-kiri tangga pun tak kalah semringah sambil bertepuk tangan.

Di tangga yang dipenuhi dekorasi bunga beraneka jenis dan warna, para teman dan anggota keluarga perempuan yang masih lajang diminta menunggu di satu sisi. Adis berbalik badan dan melemparkan buket bunga mawar merah putihnya ke belakang. Setelah keriuhan, ternyata buket itu berhasil didapatkan Retha, teman kantornya yang langsung berteriak-teriak kegirangan.

Jason menggenggam tangan Adis erat sekali, seakan ia tak ingin kehilangan perempuan yang dicintainya itu. Keduanya telah melakukan pemberkatan pernikahan. Kini di jari manis mereka melingkar sepasang cincin emas putih bertahtatakan berlian kecil. Keduanya bertatapan penuh kelegaan.

Status Facebook Dilara Tsarina baru saja diperbarui malam itu. Ia menulis:

Ada yang pernah berkata cinta itu tidak penting. Remeh dan gengsi kalau pria membahas tentang cinta. Tapi ternyata karena cinta kita bisa menjalani hidup. Ketika

mendapatkan, menemukan orang yang kita cintai, hidup kita terasa begitu bahagia. Kesusahan di depan mata lenyap karena cintanya. Tapi ketika orang yang kita cintai entah ke mana, menolak, meninggalkan kita, hidup yang ringan pun terasa berat. Jadi, jangan remehkan cinta dan menyebut kisah percintaan sebagai roman picisan. Jika cinta tak bisa mengubah dunia, maka cinta bisa mengubah hidup kita menjadi lebih bahagia atau malah lebih hancur.

Adis mematikan iPad. Ia bertatapan dengan Jason yang sedari tadi memandang Adis yang berbaring di sisinya. Keduanya tak henti-hentinya bertatapan seperti meyakinkan diri bahwa mereka benar-benar sudah menjadi suami-istri.

" Apakah kamu masih akan menulis novel percintaan?" " Ya. Tapi mungkin aku akan lebih berhati-hati dalam menggunakan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidupku sebagai inspirasi."

" Memangnya kenapa?"

" Buktinya penyamaranku terbongkar karena potongan cerita di novelku. Itu artinya aku harus lebih berhati-hati lagi."

Jason tertawa sambil mengelus-elus pipi Adis yang mulus tanpa riasan. " Itu namanya alam merestui. Bisa saja dulu aku memilih novel-novel Dilara lainnya, yang teenlit misalnya, tapi aku malah mengambil dua novel dewasa yang ternyata di dalamnya ada potongan kisah yang terinspirasi masa SMA kita. Aneh,

kan? Artinya tidak ada kebetulan di dunia ini, semua sudah ada yang mengatur."

" Yang ajaib lagi, bisa saja kamu dan Viora memilih wedding organizer lain, tapi ternyata malah memilih kantorku jadi kita bisa bertemu lagi dalam situasi yang jauh berbeda."

" Aduh, Non& buat apa kamu menyebut-nyebut nama mantan di malam pengantin kita. Merusak aura kebahagiaan saja," canda Jason.

Adis tersenyum. " Viora yang memilih wedding organizer-nya, kan?"

" Iya, betul. Kantor kamu itu dia yang memilih, bukan aku. Katanya kantor kalian salah satu wedding organizer terbaik di Jakarta. Jadi dia punya andil juga dalam percintaan kita," Jason tidak mau menyebut nama Viora sama sekali. Ia hanya menyebut Viora dengan " dia" . Bagi Jason, malam itu ia hanya ingin menyebut nama Adis. Tidak ada nama perempuan lain yang ingin disebutnya.

" Jason, aku minta dengan sangat, jangan bocorkan dan sebarluaskan siapa Dilara Tsarina kepada temanmu atau keluargamu. Aku tidak ingin orang banyak tahu. Yang kuinginkan hidup dalam ketenangan, bukan ketenaran," pinta Adis dengan wajah memohon.

Meski agak tidak rela karena selama ini mulutnya rasanya sudah gatal ingin memamerkan ke mana-mana bahwa istri tercintanya adalah Dilara, sang penulis novel-novel laris, melihat wajah memohon Adis, mendengar permintaanya, Jason mengiyakan.

" Janji?"

" Iya, aku janji," kata Jason pasti sambil mengecup kening Adis.

" Kalau aku tidak pakai cincin kawin ini setiap hari, tidak apa-apa, kan?" tanya Adis lagi.

Dahi Jason jadi agak berkerut. " Maksud kamu dilepas?" " Iya. Aku takut hilang. Aku takut teledor atau ditodong orang jahat waktu naik bajaj. Kalau hilang aku bisa sedih banget," jawab Adis.

Jason terdiam sesaat. Ia sebenarnya sudah mengungkapkan ketidaksukaannya kalau Adis menggunakan kendaraan umum karena khawatir ada penjahat berkeliaran. Namun Adis membalikkan ke Jason, kenapa Jason boleh berkeliaran keliling Indonesia menggunakan moda transportasi apa saja dan kenapa dia dilarang? Apalagi Adis punya mobil yang dibelikan oleh orangtuanya untuk dipakai bergantian bersama Ara. Tapi Adis bersikukuh naik kendaraan umum supaya tidak menambah macet ibu kota dan membiarkan mobil itu lebih sering digunakan oleh Ara untuk ke sekolah (dulu), atau ke kampus, atau mengangkut temanteman kuliahnya ke mal dan jalan-jalan ke Bandung serta tentu saja dipakai saat mengapeli pacarnya.

" Tidak boleh, ya?" tanya Adis sambil memutar-mutar cincin yang melingkar cantik di jari manisnya itu.

" Boleh& tapi kalau ada acara besar, acara keluarga, atau pergi denganku, kamu pakai, ya."

" Iya. Pasti dipakai."

" Kalau begitu nanti kubelikan cincin cadangan yang lebih murah supaya kamu bisa memakainya sehari-hari. Pokoknya

kamu harus pakai cincin yang ada ukiran namaku di bagian dalamnya."

" Beres," Adis tersenyum lega.

" Sudah dua permintaan aku setujui. Pertama, untuk tidak menyebarkan sosok di balik Dilara dan kedua, penggunaan cincin cadangan. Sekarang aku minta dengan sangat. Kalau nanti kamu hamil, kamu dilarang keras naik angkutan umum. Aku tidak akan mengizinkan sama sekali."

" Terus aku naik apa? Taksi? Aku tidak mau membawa mobilku. Biar dipakai Ara saja."

Jason tertawa jail. " Siapa yang suruh bawa mobilmu? Aku sudah membelikan mobil buat kamu kok."

" Apa? Beneran?"

" Sebagai ganti rumah yang harusnya menjadi hadiah pernikahan. Tapi kan ada seseorang yang minta kunikahi segera, sehingga rumahnya ketahuan& ," canda Jason, Adis mencubiti lengannya.

" Jadi aku ganti hadiahnya dengan mobil. Dan kalau kamu hamil, juga tidak boleh menyetir sendiri. Harus pakai sopir. Mengerti, Non?"

" Kok aku seperti burung dalam sangkar emas?" kata Adis sambil tertawa geli.

Jason tertawa terbahak mendengarnya. " Aku tidak ingin terjadi apa-apa padamu di angkutan umum. Itu saja. Apalagi kalau kamu hamil& "

" Kamu dari tadi yang dibicarakan hamil terus& " Jason tidak menjawab dan langsung mencium Adis& ***

Baru mengetik sebentar, Adis berhenti. Terdengar suara bayi menangis dari ranjang di sebelah meja yang digunakannya untuk mengetik. Adis langsung menuju ranjang itu dan mengecek bayinya.

" Halo, Dilaaa& Mau minum susu lagi ya," Adis bersuara seperti anak kecil sambil mengecek popok bayi perempuan yang masih menangis kencang itu. Saat di rumah, bayinya yang bernama Dilara Putri Anthony itu menggunakan popok kain, bila malam dan sedang bepergian barulah mengenakan popok sekali pakai.

Selain haus, ternyata bayi Dilara juga mengompol. Jadilah Adis harus mengganti popoknya dulu. Adis malah keasyikan bermain dan mengurus bayinya. Ia lalu mematikan laptop. Memang ada baby sitter, tapi Adis tidak mau tergantung seratus persen. Selama ia masih bisa mengerjakan sendiri pasti dilakukan, tapi akibatnya ia tidak bisa mengetik dengan lancar. Bisa mengetik satu halaman per hari saja sudah bagus sekali.

Jason sampai bilang, " Kalau mau nulis, nulis saja dulu. Dilara kan bisa dipegang baby sitter."

" Ah, aku kasihan& kalau aku lagi di kantor kan sudah dipegang baby sitter, kalau aku di rumah, mauku aku yang pegang."

" Kalau aku minta berhenti bekerja, bagaimana?" Adis terdiam memandangi buah cintanya dengan Jason. " Aku pertimbangkan. Tidak harus dijawab buru-buru, kan?"

" Nggak& kapan saja kamu siap. Bagiku yang penting kamu bahagia. Yang penting anak kita terurus dengan baik. Itu saja," jawab Jason sambil mengambil Dila dari gendongan Adis.

Jason sudah mahir menggendong Dila. Bahkan Dila sangat dekat dengannya. Bila malam Dila menangis, Jason-lah yang menggendongnya, membawanya keluar kamar supaya Adis tetap bisa tidur nyenyak. Karena Dila pula, Jason hampir tidak pernah bepergian lagi. Baru dua hari pergi, ia langsung kangen. Mau mengajak Dila ikut berpergian, Jason belum tega karena Dila masih berumur delapan bulan. Belum lagi karena bawaannya bisa seabrek-abrek karena membawa perlengkapan bayi.

Bagi Adis tawaran Jason untuk berhenti kerja itu sudah ia duga. Tinggal menunggu saatnya untuk diucapkan. Tapi ia tidak marah atau kecewa. Ia bekerja karena sudah terbiasa bekerja, memegang dan menghasilkan uang sendiri, belum lagi ia kasihan meninggalkan Lika yang sudah terbiasa bekerja sama dengannya. Ia tahu bersama Jason tidak akan pernah kekurangan uang dan berkecukupan.

" Sebenarnya kamu sudah tahu jawabanku, kan?" kata Adis. Jason tersenyum dan mengangguk. " Dila senang kan kalau Mama di rumah bersama Dila& ," ia berkata kepada Dila di gendongannya.

" Aku sudah tahu jawabanmu dari dulu, hanya aku belum tahu kapan kamu bisa memutuskannya. Apa pun keputusanmu aku dukung walau aku lebih senang kamu bersama Dila selalu," kata Jason sambil menciumi Dila.

" Aku tahu& "

Jason menyerahkan Dila ke baby sitter untuk diberi botol susu berisi ASI perahan di luar kamar. Ia duduk berdampingan dengan Adis di tepi ranjang mereka. Jason merapikan rambut Adis, meraih dan mencium punggung tangannya.

" Aku ingin menulis buku tentang perjalanan, wisata di Indonesia. Kenapa susah sekali? Tidak tahu harus menulis apa. Kalimat pendek-pendek. Bisa tidak Dilara Tsarina membantuku?" tanya Jason.

Adis tertawa geli. Ia sudah terbiasa dengan perilaku Jason. Dikira mau membicarakan hal yang romantis, penuh kata berbunga cinta, tapi tidak tahunya malah membicarakan hal lain.

" Kamu, Jason Anthony? Mau menulis buku?"

" Ehm& sebenarnya aku tidak ingin jadi penulis. Aku maunya kamu yang menulis, bahan dan ceritanya dariku, bisa dibilang seperti diceritakan kembali oleh Kamu mau membantuku?"

" Aku mau. Tapi tidak dengan nama Dilara Tsarina. Nantinya waktu diterbitkan aku mau dengan namaku sendiri, Gadis Lembayung."

" Lho& kamu tidak apa-apa menggunakan nama asli?" " Itu kan nonfiksi, kalau fiksi cinta-cintaan aku pakai nama Dilara."

" Jadi rahasia Dilara tetap terjaga ya& Hei, aku mencintaimu," dari percakapan penuh canda tiba-tiba Jason jadi romantis. " Aku tahu."

" Kamu?"

" Selalu," jawab Adis sambil mencium Jason.

Tamat


Persekutuan Pedang Sakti Lanjutan Pendekar Mabuk 083 Bocah Titisan Iblis Pendekar Mata Keranjang 4 Misteri

Cari Blog Ini