Kotak Pelangi Karya Dyan Nuranindya Bagian 5
kayak masuk dunia lain. Damai dan indah. Di dalam laut kita
bisa ngeliat banyak hewan laut dalam segala bentuk." Pandangan
Ipank menerawang jauh, mengingat saat ia menyelam. "Tapi yang
paling keren itu ya waktu aku ketemu putri duyung."
Aiko langsung menengok. "Putri duyung? Kamu pernah ketemu?"
Ipank mengangguk. "Iya. Seksi banget. Cantiknya kayak Megan
Fox."
"Serius?!?" Aiko terbengong-bengong menatap Ipank. Ia pikir
selama ini putri duyung itu hanyalah cerita dalam dongeng. Namun
tak lama kemudian ia menyadari wajah Ipank memerah menahan
tawa. "Ah! Ipank bohong!"
22152222
"Huahaha" Ipank tertawa terpingkal-pingkal. Tawanya terlihat
le?pas, berbaur dengan suasana pantai kala itu.
Tak jauh dari sana, Aiko melihat Pak Sindang sedang menggulung tali perahunya di batas pantai. Perahu beliau terlihat gagah
bercat biru muda. "Pak Sindang!" teriak Aiko sambil melambaikan
tangan, lalu mendekat. Ia setengah berjinjit untuk menghindari
kerang-kerang yang berserakan di bibir pantai.
Ipank ikut bangkit dari tempatnya, mengikuti Aiko.
"Eh, Aiko lagi santai nih? Udara di pulau ini memang bagus
untuk kesehatan," ujar Pak Sindang tersenyum.
"Kenalin teman saya, Pak." Aiko menunjuk ke arah Ipank.
"Wah, dari Jogja juga, ya?" Pak Sindang menjabat tangan Ipank.
Kulitnya yang kecokelatan tampak bersinar terkena matahari.
Ipank menyebutkan namanya sambil tersenyum bersahabat. Matanya tertuju pada perahu di belakang Pak Sindang. Tertulis pada
badan perahu tersebut, "Matur Tampi Asih". Entah apa artinya.
Tapi sepertinya memiliki makna yang dalam untuk pria itu. "Itu
perahu milik Bapak?"
Pak Sindang tersenyum semringah. "Iya, ini harta saya satusatunya. Umurnya sudah hampir sepuluh tahun. Tapi kekuatannya
masih hebat. Dia ini yang menemani saya menyeberangi pulaupulau," ujarnya sambil menepuk badan perahu tersebut, bangga.
"Itu apa artinya, Pak?" tanya Ipank penasaran, menunjuk kata
yang tertulis di badan perahu.
"Itu bahasa Sasak. Matur Tampi Asih artinya terima kasih, Mas.
Itu ungkapan rasa syukur saya kepada Tuhan yang telah memberikan kehidupan luar biasa. Kalau Mas Ipank mau, kapan-kapan saya
ajak naik ini," ajak Pak Sindang sambil menepuk badan perahu
kesa?yangannya itu.
"Wah, terima kasih, Pak Sindang."
"Eh, Maaf nih, saya tinggal dulu ya. Banyak barang yang belum
diturunkan," ucap Pak Sindang tersenyum, kemudian kembali menaiki perahunya.
22252223
Ipank memegang kedua lengan Aiko dari belakang seraya mengajaknya berjalan meninggalkan Pak Sindang yang kelihatan repot
dengan perahunya.
"Eh, ngomong-ngomong Bang Jhony ke mana, ya?"
"Haha... dia betah banget di sini kayaknya. Tadi aku lihat dia
main sama anak-anak kampung sebelah."
"Hihi... iya tuh, dari kemarin seru sendiri sama anak-anak kecil,"
ucap Aiko. Ia lalu menghirup udara pantai dalam-dalam sambil
me?langkahkan kakinya bersama Ipank menyusuri tepi pantai. "Kayaknya bener kata Pak Sindang. Udara di sini bisa bikin sehat. Sesak napasku yang suka kambuh bisa sembuh nih kalo lama tinggal
di sini. Badanku bisa jadi lebih kuat. Nggak ringkih," ujar Aiko
merasa dirinya begitu lembek dan sakit-sakitan.
"Kamu percaya nggak kalo sebenernya segala sesuatu yang terjadi
pada tubuh kita itu awalnya dari otak? Mungkin kamu merasa diri
kamu ringkih karena sugesti otak kamu kayak gitu."
Aiko tersenyum memikirkan kata-kata Ipank. Baru kali ini ada
orang yang menganggap bahwa penyakit-penyakit yang sering menyerang Aiko bukan karena kondisi fisiknya yang memang lemah,
melainkan karena otaknya yang memprogram seperti itu.
"Kamu tuh sebenernya nggak ringkih, Ai. Kamu cuma nggak
terbiasa aja menghadapi sesuatu yang ekstrem."
"Maksud kamu?"
"Selama ini kamu sering pingsan kalo kepanasan. Kamu juga
sering flu berat kalo kedinginan. Nah, semua itu sebenernya karena
otak kamu berpikir kalo kamu nggak mampu menghadapi itu.
Makanya badan kamu langsung drop. Coba kalo kamu santai-santai
aja"
"Teori kamu aneh, Pank." Aiko tersenyum, menginjak pasir-pasir
pantai.
Ipank menghentikan langkah Aiko. Ia memegang kedua lengan
gadis itu dan menatapnya. "Kamu mau bukti?"
"Gimana caranya?"
22352224
Ipank terdiam sejenak. Ekspresi jail menghiasi wajah cowok itu.
Perlahan tangan kirinya merenggut jemari tangan kanan Aiko.
Dengan sekali entakan Ipank menarik Aiko berlari menyusuri pantai. Langkahnya begitu cepat. Menghasilkan cipratan-cipratan pasir.
"Ipank!!!" Aiko berteriak. Tapi Ipank sepertinya tak peduli. Ia
terus menarik tangan Aiko. Membuat gadis itu mau tidak mau
mengikuti langkah Ipank yang cepat.
Ipank tertawa bahagia. Genggaman tangannya semakin kencang.
Seirama dengan langkah kakinya yang semakin cepat.
Burung camar tampak terbang bebas di balik awan, ikut menghiasi suasana siang itu. Deburan ombak dan hamparan langit menjadi latar belakang yang sangat indah.
Ipank dan Aiko menyusuri pantai, melewati perkebunan, dan
jalan setapak menuju rumah.
Aiko merasakan jantungnya berpacu. Napasnya memburu. Ia
sadar betul kalau Ipank merasakan hal yang sama. Hingga tibalah
mereka di halaman rumah.
Ipank menghentikan langkahnya tanpa melepas genggamannya.
Hal itu membuat tubuh Aiko setengah berputar sebelum akhirnya
benar-benar berhenti ketika Ipank menangkap tubuhnya. Tubuh
Ipank menopang Aiko yang lemas dan ngos-ngosan.
"Ipank gila!" ucap Aiko terbata, lalu tertawa renyah.
Setiap kali kamu tertawa seperti itu di depanku, pengin banget
rasanya aku menghentikan waktu, Ai. Ipank membatin sambil mengontrol napas. Ia ikut tertawa. Wajahnya yang ganteng terpantul
sinar matahari. Sekilas tangannya meraih tubuh Aiko dan mendekapnya. Mencium lembut puncak kepala cewek itu. Aneh, seharusnya bekas jahitan di tubuhnya masih sakit. Tapi kenapa ia tidak
merasakan apa-apa? Apakah sebuah kebahagiaan bisa menghilangkan
ribuan kesakitan dalam diri manusia? Kalau benar, berarti saat ini
Ipank betul-betul mengalaminya.
Aiko merasa cara Ipank menenangkan dirinya cukup efektif. De22452225
tak jantungnya mulai terkontrol dalam dekapan Ipank. Cowok itu
seperti mengalirkan energi elektromagnetik untuk menstabilkan detak jantungnya.
Ipank masih tertawa sambil mendekap tubuh Aiko. "It?s really
fun, right? Aku bilang juga apa. Kamu sebenernya nggak ringkih,
Ai. Kamu cuma harus terbiasa."
"Aku mau pijet!"
"Ahahaha" Ipank tertawa. Hatinya bahagia. Mungkin saat seperti inilah yang ia inginkan sejak dulu. Sejak pertama kali ia mengenal Aiko.
"Aiko Yamasaki!" Pelan namun mengagetkan, sebuah suara menghentikan kebersamaan itu. Suara yang begitu berat.
Aiko dan Ipank menengok bersamaan dan terkejut melihat seorang pria paruh baya tengah berada di dekat mereka. Wajah pria
itu terlihat pucat dan nyaris tanpa ekspresi. Matanya terlihat lelah.
Se?perti tidak tidur berhari-hari.
Bola mata itu...
Aiko merasa mengenal pria itu. Ya, Bola mata pria itu sangat
mirip dengan bola mata pria yang selalu hadir di mimpi buruknya
sela?ma ini. Aiko menggeleng ketika Ipank menanyakan siapa pria
itu.
Ipank berpindah posisi ke depan Aiko. Mata elangnya menatap
lurus ke manik mata pria tadi. Hati kecilnya berkata kalau pria di
hadapannya punya niat buruk.
Pria itu menarik sudut bibir kirinya. Tangan kanannya mengepal,
kemudian mengeluarkan telunjuk dan jari tengahnya, menunjukkan
jika seseorang memiliki ilmu bela diri yang tinggi. Dengan suara
berat, dia kembali berkata. "Saya ingin bicara dengan Aiko."
"Ada urusan apa?"
"Masalah pribadi," pria itu berkata tanpa memalingkan matanya
dari Ipank.
"Silakan," jawab Ipank dengan setengah menantang. "Saya nggak
akan ke mana-mana."
22553226
Suasana hening untuk beberapa saat. Pria itu tidak juga memulai
bicara. Dia malah menatap Ipank semakin tajam. Rahang pria itu
beradu. Otot di sekitar lengannya menonjol, tanda bahwa dia menahan emosi. "Ariestio," gumam pria itu tanpa terdengar Ipank dan
Aiko.
"Kalau nggak jadi ngomong, permisi, kami mau pulang," ujar
Ipank menggandeng tangan Aiko dan berjalan melewati pria tersebut.
Tiba-tiba dari arah belakang, pria itu menarik dan melayangkan
pukulan ke wajah Ipank, membuat Ipank refleks mendorong Aiko
ke tepi jalan. Tangan kirinya melayang, membalas pukulan itu. Tapi
sayang, kekuatan tangan kirinya tidak seberapa.
Berkelahi bukan perkara baru buat Ipank. Tangannya sudah
sering menghantam wajah-wajah bengis yang berniat melukainya.
Tapi ia tak punya naluri membunuh. Ia hanya ingin membuat jera
musuh-musuhnya.
Konsentrasi Ipank terpecah ketika mendengar Aiko berteriak memanggil namanya. Ipank sekuat tenaga menahan pukulan serta
tendangan pria itu. Tapi sayang, sepertinya pria itu jauh lebih kuat.
Beberapa teknik bela diri sepertinya dia kuasai dengan sangat baik.
Ipank merasakan tubuhnya ditarik dan dihantam ke tanah. Pukulan bertubi-tubi mengenai sekujur tubuhnya. Ia memekik karena
merasa nyeri di bekas jahitannya. Cairan hangat keluar dari pelipis
kanannya. Ipank menahan sakit yang luar biasa di tubuhnya. Sekali
lagi ia mendengar Aiko berteriak memanggil namanya. Pandangannya mulai kabur. Tapi ia berusaha bangkit. Namun sebuah tendangan kembali membalikkan tubuhnya seketika.
Dari kejauhan, terlihat masyarakat sekitar berdatangan untuk
melerai perkelahian. Pak Sindang berada di barisan depan dengan
wajah panik.
Masyarakat sibuk memisahkan keduanya dengan tangan kosong.
Beberapa saat kemudian, wanita berkuda datang menghampiri mereka.
22653227
"Ibu!" Aiko berteriak.
"Berhenti!" Ibunda Aiko dengan cekatan turun dari kudanya dan
tanpa gentar menghampiri pria misterius itu.
Aiko mendekati tubuh Ipank yang terkapar di jalanan. Ia menopang kepala cowok itu di pangkuannya. Tangan mereka bertaut?an.
Semua mata menatap ke arah ibunda Aiko dengan heran karena
sepertinya beliau mengenali pria itu.
Tidak ada suara. Semua hening. Keheningan itu sirna ketika si
pria mulai berbicara setelah mengontrol napas dan emosinya. Warga
pun melepaskan cengkeramannya. "Apa kabarmu, Astari?"
Ibu Aiko tidak menjawab. Matanya menatap lurus. Marah. Terlihat jelas kalau ia tidak suka dengan kedatangan pria itu. Ibunda
Aiko tahu betul seberapa hebat kemampuan bela diri sosok pria di
ha?dapannya. Bagaimanapun, Ipank bukanlah tandingannya. Tidak
seharusnya dia berkelahi dengan lawan yang tidak sebanding
dengan dirinya. "Kamu masih belum berubah."
"Kamu pasti tahu apa tujuan saya, Astari," lanjut si pria misterius.
Semua mata menatap pria berperawakan tinggi tegap itu.
Wajah ibunda Aiko tampak menahan emosi ketika melihat wajah
pria itu. Ia justru semakin mendekat. Sesaat kemudian ibu mulai
berbicara serius dan berapi-api pada pria itu. Ibunda Aiko berbicara
dengan bahasa campuran Jepang-Indonesia.
Ini pertama kalinya Aiko melihat ibunya fasih berbahasa Jepang.
Dari nada suara ibunya, Aiko tahu bahwa beliau begitu marah pada
pria itu.
"Jangan ganggu kami lagi!" ucap ibu Aiko kemudian. "Saya sudah bilang berkali-kali. Masalah ini sudah lama selesai!"
Wajah pria itu tampak sedih. Ia mendekat ke arah Aiko. Tapi
ibunda Aiko buru-buru menghalanginya dengan wajah penuh
emosi.
Ipank mencoba menahan rasa sakit yang luar biasa di tubuhnya.
Ia bangkit dengan tangan yang melingkar di bahu Aiko, layaknya
22753228
Kotak Pelangi Karya Dyan Nuranindya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
perisai yang melindungi. Ia tak akan membiarkan pria itu mendekati, apalagi sampai menyentuh sakura-nya itu.
Pria tersebut diam. Garis di pelipis matanya terlihat jelas. Tibatiba saja pria itu berlutut di hadapan Aiko dan ibunya. "Maafkan
saya...," ujarnya pelan.
Aiko yang kebingungan langsung menatap ibunya, seakan meminta penjelasan tentang pria di hadapannya itu.
Pria itu berbicara pada ibunda Aiko dengan bahasa yang sulit
dime?ngerti. Dia menangis. Wajahnya yang kaku dan menyeramkan
saat ini tampak tak berdaya.
Entah apa yang mereka bicarakan. Namun tiba-tiba ibunda Aiko
menyingkir dan mengangguk pada Ipank, memberi tanda bahwa
pria itu tidak akan menyakiti Aiko.
Dengan sangat mengagetkan, pria tersebut memeluk Aiko dan
menangis sejadi-jadinya ketika Ipank melepaskan rangkulannya.
Serta merta Aiko berusaha mundur. Tapi pria itu menariknya.
"Jangan takut, Aiko..."
Aiko terdiam. Ia kebingungan.
"Saya memang bukan orangtua yang baik. Maafkan saya... Saya
hanya ingin bertemu dengan putri kandung saya. Putri kandung
dari wanita yang pernah saya cintai..."
"Ibu..." Aiko menatap ibunya. Bertanya-tanya tentang pria yang
memeluknya itu.
Ibunda Aiko berkata pelan, "Dia... Tomo Yamasaki. Ayah kandung?mu, Aiko."
Kalimat yang keluar dari mulut ibunya membuat Aiko terpaku.
Tubuhnya bergetar. Dalam hati ia berpikir bahwa ternyata inilah
jawaban dari mimpi-mimpi buruknya selama ini.
"Ini adalah waktu yang paling saya tunggu seumur hidup saya.
Setiap hari saya melihatmu, anakku. Memastikan bahwa me?mang
benar kamu anak itu. Setiap hari saya menunggu waktu yang tepat
untuk mengenalkan diri padamu. Tapi saya tak pernah sanggup.
Maafkan saya..."
22853229
Tebersit pemikiran di kepala Ipank detik itu. Ipank mulai mengingat peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini. Ia ingat beberapa kali
melihat seseorang di pekarangan kosan Soda. Dari postur tubuhnya,
orang yang ia lihat waktu itu hampir sama dengan pria yang saat
ini sedang memeluk Aiko. Berarti orang itu adalah orang yang
sama. Pantas saja orang itu mengintai kosan Soda selama ini. Tujuan sebenarnya ternyata bukan untuk mencuri, tapi hanya ingin
bertemu anak kandungnya.
Ribuan maaf tak membuat ibunda Aiko melupakan apa yang
pernah terjadi. Di tengah air mata dan rasa penyesalan yang amat
dalam, pria itu berkata pelan dengan suara berat, "Saya tidak akan
memak?sa kamu untuk memanggil saya Ayah, Aiko. Kesalahan saya
terlalu ba?nyak padamu dan ibumu. Entah bagaimana caranya saya
harus mene?busnya. Saya hanya ingin berubah menjadi manusia
yang lebih baik. Setidaknya sebelum saya meninggal. Sebelum saya
kembali ke Jepang."
Bagaimanapun, seorang ayah pasti ingin bertemu dengan anak kandungnya. Apa pun kondisinya.
Tapi untuk ibunda Aiko, cukup sebatas itu saja. Ia tak mau anaknya berhubungan terlalu dekat dengan ayahnya. Banyak trauma
yang masih tersisa, tak mudah hilang tergerus waktu.
Dan terjadi lagi. Ipank nyaris mati ke sekian kalinya. Aiko menganggap cowok itu terlalu gegabah, meskipun dia sedang berusaha
menyelamatkannya. Ipank tak pernah melihat siapa orang yang
dihadapinya. Itu sama saja menyerahkan nyawa. Superhero sekelas
Batman pun tahu siapa musuh yang akan ia lawan.
"Kamu kenapa ngelawan, sih? Itu konyol tau nggak!"
"Aduuuh, mestinya kamu bilang terima kasih dong, Ai. Dipelukpe?luk kek. Kalo perlu dicium juga nggak apa-apa. Ini malah dikatain konyol." Ipank cengengesan dengan wajah babak belur.
22953230
"Konyol."
"Ganteng?"
"Nggak! Nggak kapok-kapok apa kemarin udah babak belur
gitu?"
"Eehh ssstt, Ai Ai" Ipank mencoba menarik perhatian
Aiko.
Hal itu membuat Aiko terdiam menatapnya. Menunggu kalimat
selanjutnya.
"Cium aku dong, Ai," ujar Ipank memohon.
Aiko langsung melotot dan menutup wajah cowok itu dengan
bantal. "Nih!"
Ipank tertawa. Ia membetulkan posisi bantalnya. Kedua tangannya menggenggam tangan kanan Aiko. Mengecupnya lembut. "Aku
ngelakuin itu karena aku udah janji sama Tuhan."
Kedua mata Aiko melebar. Penasaran dengan ucapan Ipank.
"Aku janji sama Tuhan, untuk menjaga kamu sebaik-baiknya
karena aku pengin Tuhan memilih aku dan percaya kalo aku memang yang terbaik untuk kamu..."
"Gombal!" Aiko mendorong tubuh Ipank.
"Aduh!"
"Aiko! Ipank baru Ibu obatin lukanya!" Tiba-tiba ibunda Aiko
ma?suk membawa nampan berisi mangkuk dan gelas. Wajahnya
tampak kesal karena Aiko melakukan hal itu pada Ipank.
"Iya nih, Tante. Aduuuh sakit." Ipank pura-pura kesakitan
sambil nyengir.
"Biarin, Bu. Ipank punya tujuh nyawa kayak kucing kok. Nggak
usah diobatin. Percuma. Nanti juga luka-luka lagi. Dia emang seneng digebukin kok, Bu"
Ibu melirik ke arah Aiko sambil tersenyum. "Kamu kok jadi
bawel kalo ada Ipank? Kamu yakin Ipank nggak usah diobatinNanti kamu nyesel, loh kalo dia sakit"
Ipank kembali senyam-senyum karena mendapat pembelaan. Ia
23053231
melihat wajah Aiko memerah. "Iya nanti kamu nyesel loh, Sayang"
"Sayang, sayang!" Aiko merengut.
Ibu mengambil mangkuk di nampan dan mengaduk-aduk dengan jemari tangannya.
Ipank dan Aiko melihatnya dengan heran. Isi mangkuk itu seperti dedaunan yang ditumbuk dan dicampur buah-buahan. Aromanya
begitu menyengat. Sampai-sampai Aiko mengernyit.
"Ini obat herbal dari perkebunan kita. Kakek yang mengajarkan
Ibu mengobati luka dengan cara ini, Ai," jelas Ibu sambil mengaduk-aduk ramuan.
Ipank berpaling ke arah Aiko yang justru nyengir membalas
tatap?annya.
"Sambil nunggu Ibu mencampur ramuan ini, kamu minum itu,
Ipank. Untuk pemulihan," ucap ibu menunjuk gelas di nampan.
Ipank mengambil gelas tersebut dan refleks menjauhkannya karena baunya membuatnya nyaris muntah. Bau air di dalam gelas
tersebut lebih parah dari ramuan di mangkuk. "Ini apa, Tante?"
"Udah diminum aja. Itu bagus buat pemulihan tubuhmu dari
dalam."
Dengan tatapan mengejek, Aiko tersenyum jail.
Ipank akhirnya menurut. Ia meminum ramuan itu dengan tangan kiri menutup hidungnya. Ampun deh!
"Nah, sekarang, buka bajumu."
"A-apa tante?"
"Itu, baju kamu dibuka. Kalau nggak dibuka, gimana Tante bisa
ngobatin luka kamu?" Ibu Aiko berkata dengan tenang.
Sumpah! Baru kali ini Ipank malu setengah mati. Biasanya di
kosan dia cuek tanpa kaus selesai mandi. Tapi kenapa kali ini rasanya deg-degan? Tengsin banget. "I-iya, Tante," ucap Ipank perlahan membuka kausnya, malu-malu.
Nyess! Dan ramuan aneh bin ajaib itu mendarat mulus di se23153232
tiap luka di tubuhnya. Sekilas lebih mirip kotoran sapi dibandingkan ramuan obat.
"Badan kamu bagus juga. Perut kamu six pack. Oke, lhooo,"
ujar ibunda Aiko menggoda Ipank sambil mengoleskan ramuan di
ham?pir sekujur tubuhnya.
Wajah Ipank merah menahan malu. Apalagi Aiko juga cengengesan melihat ibunya yang sibuk mengobati luka Ipank. Ia
cuma bisa diam
Setelah kejadian kemarin, Tomo dan anak buahnya bertanggung
jawab pada polisi mengenai kasus di parkiran kampus waktu itu.
Anak buah Tomo, tersangka penusuk Ipank, menyerahkan diri ke
polisi. Ia mengakui bahwa perbuatannya karena ketakutan yang
berle?bihan. Ia tak menyangka Ipank akan brutal. Ipank begitu kuat
saat itu sehingga ia panik dan refleks melakukan penusukan tersebut.
Setelah kasusnya selesai, Tomo Yamasaki kembali ke Jepang, tanah kelahirannya. Ia berjanji tidak akan mengganggu keluarga
Astari lagi. Tepatnya, ia tidak akan kembali ke Indonesia dan membangun kehidupan baru di sana. Ia berpikir bahwa keinginan terbesar untuk bertemu anak kandungnya telah terwujud. Ia merasa
lebih tenang saat ini.
Eyang Santoso menelepon dari Jakarta, mengabarkan bahwa ibu
Kenzo meninggal dunia di Singapura. Katanya, pihak rumah sakit
di Singapura diberi nomor telepon Eyang Santoso oleh ibu Kenzo
untuk berjaga-jaga jika terjadi sesuatu. Mungkin itu keputusan terbaik yang dilakukan ibu Kenzo, meyakinkan kalau anak semata
wayangnya akan baik-baik saja jika ia meninggal nanti.
Dan saat ini, Kenzo resmi menjadi penghuni Soda. Eyang
Santoso pun akhirnya mengungkapkan siapa Kenzo sebenarnya
kepada anak-anak Soda.
23254233
"Setelah aku pikir-pikir, Kenzo itu mirip banget sama Ipank ya?"
ucap Dara ketika sedang duduk-duduk dengan Saka dan Bima di
teras kosan.
"Nah iya, aku juga pernah mikir gitu, Dar."
"Anak itu lebih cocok jadi adiknya Ipank dibandingkan saudara
tiri Aiko.
"Muka tengil, celana sobek-sobek di dengkul plus kaus, seneng
cari perhatian Aiko, dan doyan nangkring di pohon mangga depan..."
"Ipank banget, tuh!" Bima berkata sambil tertawa kecil.
"Iya, Ipank banget!"
Pada sore nan cerah itu, mereka tertawa bersama membayangkan
kemiripan Kenzo dengan Ipank. Ya, mereka mirip banget, meskipun
keduanya pasti akan menolak mentah-mentah kalau disamakan.
Pernah suatu hari Dara mengatakan itu pada Ipank dan cowok itu
terang-terangan menjawab, "OGAH GUE DISAMAIN SAMA
TUYUL!"
23354234
CINTA adalah keindahan yang menaungi hati setiap manusia. Di
dalamnya terkandung ribuan doa, pengorbanan, kasih sayang, dan
air mata. Tapi semuanya tertuju pada hal yang sama... Kebahagiaan.
Terkadang cinta datang tanpa harus dimengerti. Semua mengalir
begitu saja tanpa ada yang mampu menghentikannya. Cinta adalah
masalah hati. Tak peduli rupa, kasta, waktu, atau jarak sekalipun...
Siang di Paris nyaris sama rasanya dengan Jogja. Melanie
Adiwijoyo, cucu kesayangan Eyang Santoso, menyelesaikan sketsa
bajunya yang terakhir. Gadis ini tengah berkuliah di sekolah fashion
terkemuka di Paris. Kecintaannya terhadap dunia fashion membuatnya begitu menikmati mata kuliah yang diajarkan di kampusnya.
Melanie mengangkat kertas di hadapannya. Mencermati tiap detail sketsa yang ia buat. Kemudian ia kembali membubuhkan garis
di bagian pinggang pada sketsa bajunya, membuat dress bernuansa
batik tersebut terlihat cantik dengan pita di pinggang.
23455235
Melanie mulai mewarnai dengan pensil warna. Pekerjaannya terhenti karena tanda pesan masuk di Yahoo Messenger pada laptop di
sebelahnya. Melanie membukanya dan langsung tersenyum ketika
mengetahui siapa orang yang mengiriminya pesan di aplikasi
chatting tersebut.
Bima_Montaimana: BUZZ!
Mel_Adiwijoyo: Hei.
Bima_Montaimana: Hello beautiful Mel_Adiwijoyo: Hai, Bima
Bima_Montaimana: BusyMel_Adiwijoyo: Nope. Cuma lagi nyelesaiin beberapa
kerjaan kok. Good news, aku diterima
magang di salah satu rumah mode
di Paris. Rekomendasi dari dosenku.
Bima_Montaimana: Wow! Congrats dear I?m so proud of you
Mel_Adiwijoyo: Yup, I know :P
Bima_Montaimana: GR kamu
Mel_Adiwijoyo: Hihihi
Bima_Montaimana: Anyway, Hmm can I ask you
somethingMel_Adiwijoyo: YapBima_Montaimana: Mau ngerayain akhir tahun di manaMel_Adiwijoyo: Penginnya sih di Jogja. Soalnya kan libur
panjang. Christmas dan New Year.
Bima_Montaimana: Anak-anak pada mau liburan
Kotak Pelangi Karya Dyan Nuranindya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ke Lombok.
Mel_Adiwijoyo: Ikut!
Bima_Montaimana: Makanya...
Mel_Adiwijoyo: Hhmmm oke. Aku coba, ya
Bima_Montaimana: Bima_Montaimana: Mel
Mel_Adiwijoyo: Yess23555236
Bima_Montaimana: Cuma mau bilang...
Mel_Adiwijoyo: ApaBima_Montaimana: I love u
Mel_Adiwijoyo: Mel_Adiwijoyo: Miss you so much, Bima Montaimana
Bima_Montaimana: Miss you too Melanie Adiwijoyo Kondisi Ipank telah membaik. Baru tiga hari luka di tubuhnya su?dah
kering. Cowok itu betul-betul kuat. Harus diakui ramuan her?bal nan
bau buatan ibu Aiko betul-betul manjur. Katanya, sejak di?ajarkan
orangtuanya mengolah tanaman obat-obatan, Ibu tak per?nah ke
dokter. Ia selalu berusaha mengobati sendiri setiap kali sakit.
Sinar mentari menyapa Aiko di pagi hari. Ia sengaja membawa
tikar kecil untuk duduk di pinggir pantai sambil menikmati deburan ombak. Aiko meminjam peralatan lukis milik ibunya. Jadi,
dibawalah peralatan itu untuk menemaninya di pinggir pantai.
Aiko menggelar tikarnya. Dari kejauhan ia melihat burung camar
yang beterbangan di atas lautan lepas, layar kapal berwarna-warni,
dan deburan ombak pantai yang menyisakan warna putih di tengah
birunya air laut.
Berjam-jam Aiko menggerak-gerakkan kuasnya di kanvas. Sudah
lama sekali ia menginginkan suasana damai seperti ini?melukis
pemandangan alam secara langsung tanpa harus berimajinasi seperti
yang selama ini ia lakukan di Jogja.
Aiko merebahkan tubuhnya di tikar. Sinar matahari semakin hangat menyelimuti tubuhnya. Ia merenggangkan badannya sambil
menikmati kedamaian.
Kepala Aiko mendadak pusing. Ia memejamkan matanya.
Berharap pusingnya hilang. Namun semakin lama justru kepalanya
terasa berat. Sepertinya pusing itu menjalari seluruh bagian kepala
hingga seluruh tubuhnya. Dan ia terbang ke alam mimpi.
23655237
Aiko berlari ketakutan di malam penuh kabut. Beberapa kali ia
tersandung dan terjatuh. Ia menabrak ranting pohon, bebatuan,
dan akar-akar yang merambat. Ia tak tahu apa yang mengejarnya.
Apa yang membuatnya berlari ketakutan seperti itu.
Aiko sudah tak tahan lagi. Ia berpikir bahwa ia akan pingsan
karena kehabisan tenaga. Napasnya terengah-engah. Ia mencari tempat aman untuk bersembunyi. Tapi bersembunyi dari apa? Ah,
sudahlah. Pokoknya bersembunyi.
Aiko duduk di balik pohon besar. Ia yakin sekali tak ada satu
orang pun yang dapat melihatnya di sana. Tidak ada kesempatan
baginya untuk berteriak ketika seseorang membekap mulut dan
kedua matanya dari belakang. Ia tak tahu siapa orang yang melakukan itu.
Tiba-tiba saja kain hitam telah menutupi seluruh wajahnya. Namun orang itu sengaja memberikan rongga yang cukup untuk Aiko
bernapas.
Tangan besar orang itu menarik Aiko menuju suatu tempat.
Aiko tak tahu ke mana. Segala pemikiran negatif menari-nari di
dalam kepalanya. Ia sangat ketakutan. Ia pasrah.
Tibalah mereka pada tempat yang dituju. Sepi sekali. Tak ada
suara apa pun. Perlahan penutup matanya dibuka dan
"Cokelat bisa ngurangin ketakutan, Ai" Ipank berdiri di hadapannya sambil memberikan sebuah kotak berisi cokelat berbentuk
hati. Dia tersenyum.
Ketakutan Aiko mendadak surut ketika mengetahui siapa cowok
yang bersamanya itu. "Ini bukan Valentine, kan?"
Ipank tersenyum memperlihatkan gigi-giginya yang putih bersih.
"Setiap hari bisa jadi Valentine?s Day kalau kamu sama aku,"
ucapnya sambil memegang bahu Aiko dan membalikkan tubuhnya
hingga posisi Ipank berada di belakangnya.
Aiko terkejut melihat pemandangan di depan matanya. Ia berada
di tempat yang sangat tinggi. Dari atas sana ia bisa melihat lampu
23755238
kecil warna-warni dan lautan bintang yang tak berbatas di atas kepalanya. Indah sekali.
"Ini di mana?" Aiko nyaris tak kuasa bertanya, saking takjubnya memandang keindahan itu.
"Indonesia."
"Iya, tapi di mananya?"
"Kita ada di puncak gunung, Ai" Ipank berkata sambil menempelkan tubuhnya pada punggung Aiko. Kemudian melingkarkan
lengannya pada bahu cewek itu. Hangat.
"Kok bisa?"
"Bisa dong" jawab Ipank berbisik. Ia menempelkan pipinya
pada rambut Aiko sambil memejamkan mata. Menghirup aroma
rambut Aiko dalam-dalam. Hanyut dalam suasana itu. "Ipank
sayang banget sama Aiko"
Jantung Aiko berdegup kencang. Apalagi ketika Ipank mencium
lembut pipinya. Kemudian perlahan tangannya membelai lembut
wajahnya.
Seketika itu pula tubuh Aiko terasa sangat perih. Sinar matahari
tiba-tiba saja muncul dari balik langit yang gelap, membuat sekujur
tubuhnya seperti ditusuk-tusuk.
"Aiko! Aiko!" Ipank terlihat panik, berkali-kali memanggil namanya. Suaranya semakin lama semakin jelas.
Aiko terbangun dari tidurnya karena aroma aneh di hidungnya dan
suara seseorang yang terus memanggil-manggil namanya. Ia heran
keti?ka mengetahui dirinya telah berada di tempat tidur rumah ibunya. Tubuhnya terasa sangat perih.
"Aiko!" Ipank terlihat panik di hadapannya.
Ibu Aiko melulurkan sisa ramuan obat Ipank di bawah hidung
Aiko. Sepertinya itu yang membuat Aiko terbangun. Baunya betulbetul menjijikkan.
23856239
"Syukurlah kamu sadar, Ai. Lain kali jangan sendirian lagi di
pan?tai, ah! Kalau pingsan kayak tadi kan repot jadinya."
"Kulit kamu mirip udang rebus, Ai," Jhony berkata sambil mena?tap kulit Aiko yang biasanya putih pucat berubah menjadi pink
tua.
"Lain kali kalau mau ke pantai, pakai sunblock ya. Kulit kamu
kebakar tuh jadinya kelamaan pingsan di pantai," ujar ibu Aiko
menjelaskan. "Tadi pas tahu kalau kamu ke pantai sendirian, Ipank
langsung panik dan mencari kamu. Padahal dia kan baru sembuh.
Ipank yang menggendong kamu pulang."
"Pantes perih banget, Bu."
"Aku pikir kamu mau berubah jadi putri duyung, Ai," ujar
Ipank bercanda disertai tawa Jhony.
"Aaawww!" Aiko berteriak ketika tangannya tanpa sengaja bergesek?an dengan guling.
"Oke, sekarang saatnya diobati," ucap Ibu sambil mengambil
mangkuk berisi ramuan tanaman yang tak kalah menjijikkan dari
ramuan untuk Ipank sebelumnya. Kali ini berwarna cokelat seperti
lumpur.
Aiko langsung panik ketika ibunya memoleskan ramuan aneh ke
wajahnya yang merah. Aiko mulai menahan napas agar tidak
mencium aroma ramuan tersebut.
Sementara Ipank dan Jhony sejak tadi menarik kerah baju untuk
menutupi hidung mereka masing-masing.
"Yaah, anggap saja lagi pakai masker lumpur."
"Aaawww!!!"
Ipank tidur-tiduran di tempat tidur gantung teras rumah sambil
senyam-senyum sendiri. Meskipun beberapa bagian tubuhnya masih
terdapat bekas luka akibat pemukulan waktu itu, perasaan bahagianya jauh lebih dominan.
23956240
Malam ini begitu damai. Lombok di malam hari betul-betul
indah. Lampu-lampu di setiap rumah mulai dinyalakan.
"Pank."
"Eh, kenapa, Ai?" Ipank buru-buru menengok.
Aiko berjalan pelan ke arah Ipank. Kemudian duduk menyamping di pinggirnya. Memunggungi Ipank yang sedang tiduran.
"Udah nggak apa-apa kulitnya?"
"Masih perih banget!" jawab Aiko dengan tampang murung.
Kemudian ia mencoba menyentuh kulitnya yang terbakar di bagian
tangan.
"Kok bisa sampai pingsan di pantai gitu sih, Ai?"
"Aku nggak pingsan, aku tidur! Buktinya aku mimpi."
"Oya? Kamu mimpi apa, Ai?" tanya Ipank sambil tertawa kecil.
Aiko terdiam. Tidak mungkin ia bercerita soal mimpinya ke
Ipank. Malu banget. Aiko mencoba mengalihkan pembicaraan. "Eh,
aku mau nyobain tidur di sini, dong. Jatuh nggak ya?"
"Sini, coba!" Ipank menggeser tubuhnya. Memberikan space yang
cukup agar Aiko bisa tiduran di kasur gantung tersebut.
"Jangan dijatuhin ya, Pank."
"Nggaklah, santai aja. Jangan panik. Nanti malah jatuh."
Perlahan Aiko menaikkan kedua kakinya, lalu dengan sangat
hati-hati ia ikut menyandarkan tubuhnya seperti Ipank.
"Tuh, nggak apa-apa, kan?"
"Enak juga ya, Pank," ucap Aiko sambil rebahan.
Malam itu, Aiko dan Ipank bercerita banyak hal yang selama ini
tidak pernah mereka ceritakan satu sama lain karena dulu seperti
ada pembatas di antara mereka. Sebuah dinding yang tak kasatmata,
yang membuat mereka merasa berada di dunia yang berbeda. Padahal mereka tinggal di tempat yang sama.
"Boleh nanya nggak, Ai?"
"Nanya apa?"
"Kenapa sih kamu kayaknya takut banget sama aku? Setiap kali
di kosan, kamu aneh aja. Kayak menghindar gitu."
24056241
"Iya kamu emang nyeremin banget."
Ipank kaget ketika Aiko berterus terang. "Kenapa? Aku kan bukan vampir. Kenapa harus takut? Yaaah kecuali kalo kamu mikir
aku mirip Edward Cullen. Okelah, itu aku terima."
"Dih."
Ipank kembali tertawa.
Aiko menghela napas panjang. "Aku pernah mikir pasti bahaya
banget deket cowok kayak kamu."
"Emang kenapa, sih?"
"Serem aja. Dikit-dikit marah. Dikit-dikit berantem. Aku pernah
sekali lihat kamu pulang ke kosan habis berantem. Kamu bikin
takut banget. Urat-urat di badan kamu nongol semua. Muka kamu
merah. Kamu kayak Hulk."
"Hulk itu ijo, Ai"
"Pokoknya gitu deh."
"Duh, padahal berharap mirip Edward Cullen. Eh, malah dibilang mirip Hulk."
Aiko tertawa geli.
"Aku nggak senyeremin itu kali, Ai. Buktinya sekarang kamu
bisa ketawa kayak gitu sama aku. Itu tandanya aku lucu."
Tawa Aiko semakin menjadi. Ipank yang ada di sampingnya kali
ini betul-betul beda dengan Ipank yang selama ini ia kenal.
"BERHENTI KETAWA!"
Deg! Aiko langsung menghentikan tawanya. Jantungnya terasa
mau loncat mendengar Ipank teriak begitu. Darahnya terasa dipegas
langsung ke kepala.
"Takut ya, Ai?" tanya Ipank lembut. "Emang aku senyeremin itu
ya? Sampai-sampai kamu yang lagi ketawa kenceng gitu langsung
diem pas aku bentak. Maaf ya" Ipank tak habis pikir Aiko setakut itu padanya.
Aiko diam tak menjawab pertanyaan Ipank. Ia jadi tak enak.
"Aku... harus gimana, Ai?"
Aiko terkejut mendengar Ipank melontarkan pertanyaan yang
24156242
menunjukkan seakan-akan ada bagian dirinya yang tidak terima
dianggap menyeramkan. Bukankah semua cowok ingin terlihat kuat
dan menyeramkan"Bukan salah kamu, Pank. Aku aja kok yang aneh," ucap Aiko
berusaha menenangkan Ipank.
Kotak Pelangi Karya Dyan Nuranindya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kamu bukan aneh, Ai. Kamu itu cantik, baik, pinter, lembut,
dan sebagainya, dan sebagainya"
"Ih. Genit."
"Muji kok dibilang genit. Genit tuh Jhony."
"Hahaha" Aiko kembali tertawa. Kali ini ia tak bisa menahan
perutnya yang bergejolak membayangkan kelakuan Bang Jhony
yang genit dan kepedean kalau ketemu cewek-cewek kece di
jalan.
"Tuh, kan ketawa lagi."
Aiko belum berhenti tertawa. Ia lalu merapatkan tubuhnya pada
tubuh Ipank. Kemudian kepalanya bersandar di dada cowok itu,
mencari posisi nyaman. "Iya, Ipank yang sekarang nggak nyeremin
kok"
Ipank jadi salting berat. Wajahnya terlihat kaget. Perlahan ia
mengubah posisi tangan kirinya agar Aiko lebih nyaman. Ia takut
bergerak karena tidak mau Aiko merasa terganggu.
Telinga Aiko menangkap jantung Ipank yang berdetak cepat.
Gadis itu tersenyum dalam hati karena ternyata detak jantung mereka seirama.
"Pank, aku mau cerita."
"Apa?"
"Sebenernya aku malu cerita ke kamu. Takut kamu marah."
"Cerita aja."
"Mungkin salah satu alasan aku takut sama kamu karena..."
"Karena...?"
"Hmmm... mungkin karena kamu sering nggak ngunci kamar
mandi. Terus... aku sering nggak sengaja membukanya. Dan kamu
tahu."
24256243
"Ya ampun, Ai... aku kalo nggak ngunci kamar mandi itu pasti
aku cuma sikat gigi atau cuci muka. Kalo kamu yang buka, aku
yang grogi."
"Tapi kamu sering nggak pake baju!"
"Ya, aku emang kebiasaan gitu. Kalo cuci muka kausnya suka
basah soalnya."
"Tapi kan..." Aiko tampak ragu mengucapkannya. "Aku nggak
biasa lihat cowok telanjang dada kayak gitu di depan mata. Mana
cuma pake handuk doang!"
Ipank langsung ngakak. Apalagi ekspresi wajah Aiko salah tingkah. Hei, Aiko kan udah jadi anak kuliahan. Lucu banget dia bisa
grogi untuk masalah kayak gini.
"Kok ketawa sih? Aku serius!!!"
"Yaelah, Ai... di majalah-majalah juga banyak gambar cowok
telanjang dada."
"Itu kan cuma gambar. Nah ini, bener-bener di depan mata!"
Ipank tiba-tiba tertarik dengan pengakuan Aiko barusan. Ia berusaha menatap wajah Aiko yang kini memerah menahan malu. Ia
tersenyum jail. "Selama ini kamu sengaja ya, buka pintu kamar
mandi pas ada aku?"
"Enak aja! Udah dibilang tadi nggak sengaja. Kamu kebiasaan
nggak ngunci pintu!" Aiko berusaha membela diri. Masih dengan
perasaan grogi menahan malu. Ia malah teringat peristiwa itu.
Badan Ipank memang bagus. Cewek manapun pasti setuju dan
betah mengagumi lama-lama.
Ipank semakin semangat menggoda Aiko. "Ooo... jadi kamu
sengaja..."
"Bukan!!!"
"Liat dada doang, apa... pernah liat semuanya?"
"Ih... Ipank apaan sih?"
"Liat semuanya juga nggak apa-apa kok, Ai...," ujar Ipank sambil
senyam-senyum geli melihat Aiko panik.
"NGGAK!"
24356244
"Ya ampun, Ai... kenapa kamu baru cerita sekarang, sih?"
"Aku... malu."
"Kemarin waktu diobatin sama Ibu kan aku juga buka baju.
Kamunya biasa aja."
"Itu lain. Itu ada Ibu. Kalo berdua doang lain ceritanya!"
"Oooh... gitu."
"Iya, gitu. Udah ah, jangan dibahas lagi!"
"Eh..."
"Hm?"
"Mau liat lagi nggak?"
"NGGAK!"
Jhony menyambungkan bambu di tangannya dengan seutas benang
putih. Kemudian dengan cekatan ia mengambil kertas dan merekatkannya pada kerangka yang telah ia persiapkan. Sisa-sisa bambu
sengaja ia tancapkan di rambut kribonya. Sehingga kepalanya mirip
landak karena penuh bambu.
Anak-anak kecil mengerubunginya untuk melihat Jhony membuat layang-layang. Wajah-wajah mereka terlihat serius.
Jhony mempelajari teknik membuat layang-layang dari Saka,
Anak Soda yang memang gape membuat layangan.
Ipank dan Aiko menonton Jhony dari teras rumah sambil sesekali tertawa melihat kelakuan Jhony yang aneh.
Tiba-tiba dari kejauhan, terdengar ibu Aiko berteriak, "IPANK,
AIKO, JHONY, ADA TELEPON DARI JOGJA, EYANG
SANTOSO KRITIS!!!"
Angin menyentuh lembut dahan pepohonan di pekarangan Soda.
24457245
Semburat sinar matahari menghangatkan suasana sore itu. Membuat
beberapa daun berguguran layaknya air mata yang menetes.
Pintu gerbang kosan Soda terbuka lebar. Seakan mempersilakan
siapa pun yang ingin datang ke rumah itu. Di salah satu tiang pintunya terpasang bendera warna merah dan papan bertuliskan nama
yang familier.
Setiap daerah memiliki simbol tersendiri untuk menunjukkan
perayaan tertentu. Kalau di Jakarta, bendera kuning dijadikan simbol adanya kematian. Sementara di Jogja, bendera merah diartikan
sebagai simbol duka cita yang mendalam. Seperti yang saat ini
terpasang di sepanjang jalan menuju Soda.
Jalanan penuh dengan kendaraan-kendaraan yang terparkir rapi.
Berjejer dengan jarak yang nyaris sama. Padahal pagi tadi, ketika
matahari baru muncul dari balik cakrawala, jalanan tampak lengang.
Pekarangan Soda dipenuhi berbagai karangan bunga dengan tulisan yang hampir sama:
Turut Berduka Cita atas meninggalnya sahabat kami
tercinta:
Santoso Adiwijoyo
Dalam usia: 82 tahun
Semoga amal dan ibadah almarhum diterima di sisi
Tuhan YME.
Jhony, Ipank, Aiko dan ibunya baru tiba siang tadi dan langsung
menuju kosan Soda. Sepanjang perjalanan, mereka hanya diam.
Cuma Jhony yang terus-terusan sesenggukan menangis sampai matanya bengkak ketika mengetahui Eyang Santoso kritis.
Orang-orang dengan pakaian hitam memenuhi kosan Soda. Semuanya ingin mengantarkan Eyang Santoso sampai ke pemakaman.
24557246
Banyak dari tamu-tamu yang hadir bercakap-cakap mengenai
kenangan mereka masing-masing dengan almarhum.
"Pak Santoso itu orang baik. Dulu beliau yang memberikan modal saya untuk berdagang nasi goreng. Sekarang saya sudah punya
warung nasi goreng. Sayang beliau belum sempat datang ke warung
saya."
"Bapak memang tidak pernah membeda-bedakan orang. Setiap
kali ke Semarang, Bapak selalu naik becak saya dan kadang main
ke rumah. Makanya pas saya dengar berita ini, saya dan istri begitu
sedih. Kami langsung naik bus ke Jogja."
Ipank langsung memeluk Saka dan Dido yang kebetulan berdiri
di teras. Mereka tak menangis. Tapi kesedihan luar biasa terpancar
di wajah mereka. Mereka ingat kata-kata Eyang Santoso dulu bah?wa
laki-laki harus bisa menahan air matanya di hadapan orang lain. Tapi
kalaupun seorang lelaki menangis, itu bukanlah sebuah kesa?lahan.
"Maafin aku, Pank. Seharusnya aku bawa Eyang Santoso ke rumah sakit meskipun Eyang nggak mau. Aku merasa bersalah,
Pank" Saka tertunduk lemas. Penyesalan terlihat dari gesturnya.
"Ini bukan salah siapa-siapa, Sak. Ini sudah digariskan Tuhan.
Dan mungkin Eyang Santoso menyadari itu." Ipank berusaha menenangkan Saka.
Wajah Aiko memerah. Air matanya menetes deras ketika melihat
tubuh lelaki tua yang amat ia sayangi, yang selama ini selalu memintanya menggambar, terbujur kaku di tengah ruangan. Wajah
Eyang Santoso terlihat damai. Senyuman tipis tersungging di bibirnya.
Melanie Adiwijoyo, cucu Eyang Santoso yang selama ini kuliah
di Paris, tiba di Jogja tadi malam. Bima, pacarnya yang tinggal di
Jogja, meneleponnya dan mengabarkan kalau kondisi Eyang Santoso
memburuk. Eyang Santoso ingin Melanie pulang ke Jogja.
Aiko mendekati Melanie yang terlihat lemah dan menangis di
pelukan Bima. Tepat di samping jasad Eyang Santoso. Melihat
kehadiran Aiko, Melanie langsung memeluknya.
24657247
"Maafin kesalahan Eyang selama ini, Ai...," ujar Melanie terbata.
"E-eyang meninggal di pelukanku, Ai memegang tanganku
Beliau tersenyum," ucap Melanie sambil menangis sesenggukan.
Kalimatnya bergetar. Mata Melanie membengkak dan hidungnya
me?merah.
Melanie ingat betul detik-detik terakhir sebelum Eyang Santoso
menutup mata. Eyang menyebut kasta tertinggi di seluruh alam
semesta dengan suara pelan dan bibir bergetar. Beliau sadar betul
bahwa inilah waktunya. Inilah saat yang dipilih Tuhan untuknya.
Aiko terdiam. Air matanya menetes. Perasaan kehilangan di dalam dirinya pastilah sama dengan apa yang dirasakan anak-anak
Soda. "Eyang pasti sudah tenang di atas sana, Mbak Mel. Eyang
Santoso orang baik"
Di sudut lain, Dara tak henti-hentinya menangisi kepergian
Eyang Santoso. Di sebelahnya, seorang cowok terdiam menatap
wajah Dara sambil sesekali mengusap punggungnya. Dia adalah
Oscar.
Mendengar Dara yang sesenggukan mengabarkan kalau kondisi
Eyang Santoso semakin menurun, Oscar nekat mencari penerbangan
paling cepat ke Jogja. Alhasil, cowok itu sampai lupa membawa
pa?kaiannya. Untungnya pakaiannya banyak yang masih tersimpan
di Jogja.
Seorang bocah duduk di salah satu anak tangga. Wajahnya terdiam menatap jasad Eyang Santoso.
Ipank mendekati bocah tersebut dan duduk di sebelahnya. Ia
me?natap wajah bocah itu yang terlihat sedih. "Kamu mikir apa,
Kenzo?"
Kenzo menatap Ipank dan melontarkan pertanyaan. "Apa di
alam sana, Eyang Santoso masih inget sama aku?"
Ipank tersenyum. Lengan kokohnya langsung merangkul tubuh
bocah tengil itu. "Iya, Eyang akan selalu inget kamu. Inget kita
semua..."
"Meskipun aku bukan cucunya?"
24757248
Ipank menatapnya. "Semua yang tinggal di Soda adalah cucu
Eyang Santoso, Kenzo... termasuk kamu."
Wajah Kenzo yang biasanya terlihat tengil, kali ini berubah total.
Ia menangis kencang. Tapi di hati kecilnya ia berusaha tersenyum,
meyakini kalau Eyang Santoso telah bertemu dengan kakeknya, Ken
Yamasaki.
"Udah jangan nangis, jagoan masa nangis," ujar Ipank sambil
mengeratkan rangkulannya pada Kenzo.
Di tengah tangisannya, Kenzo berucap pelan, "Hiks... Aku... aku
takut Eyang Santoso bilang ke Kakek Ken kalo aku bandel..."
Di rumah duka, orang-orang tak henti-hentinya berdatangan.
Mereka tak hanya datang dari sekitar Jogja. Tapi banyak juga yang
Kotak Pelangi Karya Dyan Nuranindya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
rela datang dari luar pulau. Katanya, saat seseorang meninggal
dunia, kebaikannya akan terlihat dari banyaknya orang yang hadir
pada saat pemakaman.
Orangtua dari anak-anak Soda juga datang. Saat itulah akhirnya
mereka saling berkenalan. Setelah sekian lama mereka hanya mengetahui nama anak-anak kosan saja dari cerita Eyang Santoso.
Orangtua Saka, selaku perwakilan keluarga Adiwijoyo memberikan ucapan terima kasih kepada tamu yang hadir. Memohon kepada seluruh kerabat yang mengenal Eyang Santoso agar memaafkan
segala kesalahan beliau sewaktu hidup. Orangtua Saka juga mempertimbangkan untuk pindah dari tempat tinggal mereka di Solo
ke Soda untuk merawat rumah peninggalan ayahnya itu.
Keluarga Jhony datang dari Medan. Ayah, Ibu, dan kedua adik
kembarnya yang sudah SMP. Dari penampilannya, jelas terlihat
mereka satu keluarga lantaran bentuk rambut mereka yang sama.
Kribo.
"Astari..." Suara pelan terdengar dari belakang ibunda Aiko.
Membuat wanita itu langsung menengok dan terdiam menatap
sosok yang berdiri di belakangnya.
"Masih ingat?" ucap pria itu sambil tersenyum.
24857249
Astari tak pernah lupa senyum itu. Ariestio Norman Kano. Sahabatnya yang dulu sangat mencintainya.
"Kenalin, ini istriku. Intan," ujar Tio sambil menarik seorang
wanita di sebelahnya.
Wanita itu tersenyum. Kemudian ia menggenggam erat kedua
tangan Astari. "Kamu ibunya Aiko, ya?"
Astari tersenyum sambil mengangguk.
"Anak kami sering cerita tentang Aiko. Katanya, anak kamu itu
paling cantik di kosan," cerita Intan bersemangat.
"Anak kalian tinggal di kos-kosan ini juga? Siapa?" tanya Astari
sedikit bingung.
"Ivano Panky Ariestio Norman Kano. Ipank."
Langit terlihat mendung. Namun hujan tak kunjung turun.
Begitu terus sampai selesai pemakaman Eyang Santoso. Hingga satu
per satu orang yang datang pulang ke rumah mereka masing-masing.
Orangtua anak-anak Soda juga sudah pulang. Ibunda Aiko kembali ke Lombok besok. Ia sudah membeli tiket pulang-pergi kemarin.
Mungkin memang ini yang diinginkan Eyang Santoso. Semua
sahabatnya, orang-orang yang ia cintai datang menjenguknya. Meskipun di saat terakhir.
Mungkin ini juga yang membuat Eyang Santoso tak pernah mau
dibawa ke rumah sakit meskipun ia tak berdaya. Ya, Eyang ingin
meninggal dengan tenang di tempat yang paling ia cintai. Tempat
yang akan menjadi kenangan terindah semasa hidupnya. Eyang
ingin meninggal di kos-kosan Soda. Di pelukan cucu kesayangannya Melanie Adiwijoyo.
Malam hari, Aiko melihat Melanie menangis di kamar Eyang
Santoso. Dia terus memeluk foto kakek kesayangannya itu.
24958250
Semua orang berduka. Ya, semua orang yang hadir di pemakaman Eyang Santoso merasakan kehilangan yang amat sangat.
Aiko dan Dara masuk ke kamar Eyang Santoso, dan duduk di
sebel?ah Melanie. Mata keduanya sama-sama sembap karena air mata
yang terus-menerus.
"Ikhlasin Eyang ya, Mbak," Aiko berkata pelan. Suaranya memang selalu menenangkan orang yang mendengarkannya. Pelan dan
lembut.
"Kita semua juga sedih, Mbak. Kita semua sayang sama Eyang
Santoso" Dara menimpali.
Melanie mencoba menenangkan napasnya yang tersengal-sengal.
Pandangannya menerawang jauh. Ia betul-betul merasa kehilangan.
Dara dan Aiko menemani Melanie hingga dia tertidur di kamar
Eyang Santoso karena kelelahan. Sementara Aiko kembali ke kamar
tidurnya dan duduk di dekat jendela. Dengan cardigans hitam, ia
menatap langit malam yang gelap. Tak ada satu pun bintang yang
terlihat di sana. Yang ada hanya sinar bulan dengan bentuk tak
sempurna.
Aiko menarik napas panjang. Dengan mata berkaca-kaca, ia mulai berbicara dalam hati.
Tuhan
Bolehkah aku bertanya pada-Mu? Mengapa Engkau memberikan
kebahagiaan bersamaan dengan kesedihan? Apakah sudah sejak lama
Engkau menuliskan cerita ini dalam hidupku? Apakah perasaan bahagia dan sedih sebenarnya sama saja? Hanya perlakuannya saja yang
berbeda.
Tuhan
Engkau telah memanggil Eyang Santoso kembali pada-Mu. Tidak
ada lagi senyuman hangat beliau, nasihat, dan sapaan khas di pagi
hari yang selalu membuat hati hamba damai. Membuat rumah ini
selalu nyaman bagi siapa pun di dalamnya. Jangan hilangkan keindahan itu semua dari hati hamba, Tuhan... Sampai kapan pun...
25058251
Kehangatan cahaya matahari, rintikan hujan, hingga keindahan
pelangi selalu hadir di rumah ini.
Hamba mohon jagalah Eyang Santoso, Tuhan. Tempatkanlah dia
di tempat paling indah di atas sana karena kami semua men?cintainya dengan tulus. Seperti ketulusan yang selalu ia berikan kepada
kami selama ini Beliau orang baik, Tuhan. Sangat baik
Air matanya menetes deras. Pikirannya flashback, mengingat
kebaikan-kebaikan Eyang Santoso selama ini.
Malam itu, Tuhan mendengarkan doa-doa yang nyaris sama dari
hati delapan anak muda di tempat berbeda. Mereka berdoa dengan
segenap ketulusan. Tak terkecuali ketulusan doa dari seorang bocah
kecil yang tengah duduk di salah satu dahan pohon pekarangan
kosan Soda.
"Ipank lagi di mana?"
Suara Melanie terdengar putus-putus di telepon. Ipank yang
siang itu sedang mengantarkan Aiko dan ibunya ke Malioboro mencari oleh-oleh, melipir mencari sudut yang agak sepi.
"Lagi di Malioboro, Mel. Kenapa?"
"Kamu sama Aiko?"
"Iya." Ipank melihat ke arah Aiko.
"Bisa buru-buru pulang, nggak? Ada sesuatu yang mesti kalian
tahu."
Ipank menutup ponselnya. Saat itu pula Aiko telah berdiri di
hadapannya, menunggu penjelasan dari Ipank tentang siapa orang
yang meneleponnya.
"Melanie telepon. Kita disuruh buru-buru pulang."
"Kenapa?"
Ipank mengangkat bahunya karena ia pun tak tahu jawabannya.
"Kalo gitu habis nganter Ibu ke airport, kita langsung pulang
25158252
aja," kata Aiko. Kemudian ia bergegas mendekati ibunya yang sedang menawar harga barang di salah satu kios.
Kamar itu terlihat sunyi. Tempat tidurnya tertata rapi dan harum
seperti biasa. Lampu kamar berwarna kuning sengaja dipasang, karena almarhum Eyang Santoso merasa lebih nyaman dengan cahaya
itu. Baginya, lampu dengan cahaya putih lebih cocok dipasang di
ruang kerja. Bukan di kamar tidur.
Di sudut kamar terlihat rak kecil dengan tumpukan buku berbagai judul. Eyang Santoso memang senang membaca, membuatnya
mampu menjelajahi samudera pengetahuan tanpa batas setiap
harinya. "Setiap hari adalah pengalaman baru," begitu katanya.
Semasa hidupnya, Eyang Santoso tak pernah mengeluh. Beliau
pernah bilang, hidup ini terlalu singkat kalau hanya untuk mendengar keluhan-keluhan tentang hidup. Seharusnya semua disyukuri
saja.
Grek! Melanie menarik kursi ke tengah ruangan. Seluruh anak
Soda telah berkumpul di ruangan itu. Ipank, Aiko, Dara, Saka, dan
Jhony. Bima dan Dido juga hadir di sana. Karena mereka juga
telah menjadi bagian dari kos-kosan ini.
Semua mata menatap Melanie penuh tanda tanya. Mereka tidak
ada yang berani menduga kenapa dia menelepon semua anak Soda
satu per satu dan meminta mereka berkumpul di kamar Eyang
Santoso.
Melanie menarik napas panjang. "Guys, maaf banget aku nyuruh
kalian kumpul. Soalnya ada sesuatu yang mau aku ceritakan ke
kalian," ujar Melanie dengan intonasi sedatar mungkin. "Gini, kemarin pengacara Eyang Santoso datang dan ngasih aku kunci ini,"
Melanie berkata sambil menunjukkan sebuah kunci dan memberikannya pada Bima.
25258253
Bima melihat kunci tersebut dan membaca tulisan yang terukir
di gagangnya, "Kotak Pelangi."
Anak-anak Soda nyaris menengok bersamaan.
"Tulisan di kuncinya."
"Katanya ini pemberian Eyang. Si pengacara juga nggak tahu itu
kunci apa. Tapi waktu Eyang ngasih kunci ini ke dia, Eyang cuma
bilang kalau ini hartanya yang paling berharga," lanjut Melanie.
"Awalnya aku nggak tahu ini kunci apa. Tapi waktu aku beres-beres
kamar Eyang, aku baru ngeuh kalo kunci ini warnanya sama dengan
lubang kunci lemari Eyang."
"Kamu udah coba buka, Mel?" Bima bertanya to the point.
"Justru itu yang membuat aku mengundang kalian semua ke
sini. Kita buka bareng-bareng. Pengacara Eyang cuma bilang kalau
itu satu-satunya benda yang dititipkan Eyang supaya dikasih ke aku
kalau beliau udah nggak ada," jelas Melanie.
"Kalo gitu langsung kita buka aja Mbak Mel" Dara mulai tak
sabar. Seperti biasanya.
Melanie mengangguk. Kemudian ia berjalan mendekat pada
lemari besar di sudut ruangan diikuti anak-anak Soda lainnya.
Jantung mereka berdetak seirama. Belum pernah sekalipun mereka melihat isi lemari besar itu di kamar Eyang Santoso. Eyang
Santoso juga sepertinya tak pernah terlihat membuka lemari tersebut.
Melanie memasukkan kunci itu ke lubangnya. Kemudian ia memutarnya beberapa kali sebelum akhirnya menarik gagang lemari
tersebut dan membukanya. Lampu yang berada di dalam lemari itu
langsung menyala.
Mereka terdiam. Tak ada satu pun yang bersuara ketika melihat
apa yang ada di dalam lemari besar itu. Waktu seakan berhenti
berputar. Jangankan bergerak, menarik napas saja sepertinya mereka
berat. Tubuh mereka kaku sekaku-kakunya.
Air mata menetes dari pelupuk mata Melanie. Perlahan tangannya menyentuh lemari besar itu. Bibirnya bergetar. Jadi ini harta
25358254
pa?ling berharga Eyang Santoso? Jadi ini isi lemari misterius yang
selalu tertutup rapat di kamar iniLemari tersebut terdiri atas tiga rak. Rak paling bawah berisi
rentetan album foto dengan ukuran besar. Di pinggirnya tertulis
judul masing-masing album yang kebanyakan adalah nama-nama
negara dunia dan propinsi di Indonesia. Sepertinya album tersebut
berisi foto tempat-tempat yang pernah Eyang datangi.
Rak kedua lebih mengejutkan lagi. Rak tersebut berisi kado-kado
yang pernah diberikan anak-anak Soda kepada Eyang Santoso setiap
kali beliau ulang tahun atau setiap kali Eyang Santoso berhasil
mengisi buku teka-teki silang. Semua masih tersimpan rapi. Lengkap dengan kartu ucapan selamatnya.
Rak pertama adalah rak yang paling membuat anak-anak Soda
merin?ding. Rak itu berisi foto-foto yang terbingkai rapi. Berjajar
layaknya pameran foto yang disorot lampu. Eyang Santoso selalu
ada di setiap foto. Dan bagian bawah setiap bingkai terdapat tulisan
kecil yang merupakan judul foto tersebut.
Terdapat dua foto besar di lemari tersebut. Salah satu foto bergambar Melati Adiwijoyo, istri Eyang Santoso yang sangat ia cintai.
Foto kedua paling besar dan dipajang di tengah lemari adalah
foto Eyang Santoso dengan delapan anak-anak Soda. Foto itu diambil tahun lalu. Tepat di depan rumah. Oscar, adik Bima yang
memotretnya. Di bawah foto itu terdapat tulisan: Harta luar biasa
yang diberikan Tuhan.
Aiko maju selangkah dan mengambil salah satu foto yang menarik perhatiannya. Tiba-tiba air matanya menetes membasahi frame
foto di tangannya.
Ipank langsung mendekati Aiko dan ikut melihat foto tersebut.
Dalam foto itu terlihat jelas Eyang Santoso tertawa bahagia sambil
merangkul seorang lelaki berwajah oriental yang juga tertawa. Latar
belak?ang foto itu adalah Mahameru. Ya, Ipank yakin sekali bahwa
itu puncak Gunung Semeru karena cowok itu telah berkali-kali ke
25459255
sana. Lelaki yang bersama Eyang Santoso tersebut mengenakan topi
Kotak Pelangi Karya Dyan Nuranindya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ko?boi. Persis seperti sosok lelaki yang sering Eyang minta pada setiap gambar Aiko. Di sudut kanan-bawah bingkai foto tersebut
terdapat tulisan: "Ken Yamasaki. Sahabat perjalanan terbaik.
Mahameru, 1985."
Melanie mengambil sebuah buku bersampul kulit yang diletakkan di sudut lemari. Ia membuka halaman pertama buku itu.
Terlihat tanda tangan Eyang Santoso di halaman pertama.
Setiap halaman buku tersebut berisi foto anak-anak Soda satu
per satu serta tulisan tangan Eyang Santoso. Melanie hafal betul
bentuk tulisan tangan Eyang Santoso. Hurufnya miring. Namun
tegas dan mudah dibaca.
Dan sampailah Melanie pada lembar yang berisi tulisan Eyang
Santoso. "Guys, kalian harus tahu apa yang Eyang Santoso tulis di
buku harian ini"
Tiga hari kemudian, matahari masih memancarkan sinarnya. Embun pagi muncul dari pucuk-pucuk daun. Aroma tanah basah sisa
hujan semalam membuat suasana pagi ini begitu sejuk. Sinar matahari pun seperti menurunkan kekuatannya. Ia tak mau merusak
suasana nyaman pagi ini.
Asap mengepul dari balik dapur. Ipank sedang memasak sarapan
untuk anak-anak Soda.
Namun pagi ini agak berbeda. Ada yang membantu Ipank di
dapur. Siapa lagi kalau bukan Aiko.
Dari tangga, Melanie merentangkan tangannya lebar-lebar sambil
menguap. Matanya masih bengkak, akibat menangis setiap kali
mengingat Eyang Santoso.
Saka sedang mengelap sepeda ontel di halaman kosan.
Sementara Jhony asyik muter-muter di sekitar Soda bersama
Kenzo naik si pinky. Padahal ia belum cuci muka. Celana tidur
25559256
motif cabe yang ia gunakan tadi malam juga belum diganti. Tapi
seperti biasa, si kribo memang sudah putus urat malunya.
Dara muncul dari balik pintu teras. Dengan tergesa-gesa, ia membungkuk untuk mengikat tali sepatunya. Ia beranjak. "Berangkat
dulu Eyang"
Hening.
Semua mata tertuju pada Dara. Setiap pagi Eyang Santoso m?emang selalu duduk di kursi teras untuk melihat anak-anak yang
mau berangkat kuliah ataupun kerja. Kemudian ia akan kembali ke
kamarnya untuk membaca buku.
Dara menyadari kesalahannya. Ia memang refleks melakukan itu
karena selama ini itulah rutinitasnya. Dengan canggung ia nyengir
ke arah anak-anak Soda yang menatapnya. "Hmm maaf."
Suara mobil yang memasuki pekarangan Soda memecah keheningan. Sebuah jeep putih milik Bima. Tak berapa lama, Jhony dan
Kenzo yang habis muter-muter muncul dengan vespa pingky-nya.
Pagi ini Bima sengaja datang bersama Oscar. Siang ini Oscar
langsung ke bandara untuk kembali ke Amerika. Nah, pagi ini
Oscar ingin menyempatkan diri mengantarkan Dara siaran pagi.
Melanie yang berdiri di pintu teras langsung tersenyum ketika
meli?hat Bima. Melupakan keheningan yang sempat mencekam
tadi.
Bima membuka kacamata hitamnya, berjalan mendekat ke arah
Melanie dan melayangkan kecupan di kening cewek itu. "Morning,
beautiful."
"Belum mandi ini masih bau," ucap Mel sambil tersenyum
dan meletakkan telapak tangannya di dada Bima seraya mendorongnya agak menjauh.
Bima tertawa kecil. Seperti biasa, ia selalu rapi dan wangi. Mel
pa?ling suka aroma aftershave yang selalu Bima pakai. Segar. Bima
menengok ke arah Oscar. Kemudian ia melemparkan kunci mobil.
Oscar dengan tangkas menangkapnya. Kemudian ia menyapa
25659257
Dara. "Hei, gulali." Oscar mendekat ke arah Dara sambil mengacak-acak rambutnya.
"Kamu tuh! Romantis dikit kek kayak Mas Bima," ujar Dara
sambil merengut dan membenahi rambutnya.
Oscar tak menanggapi ucapan Dara. Dengan santainya ia mengangkat tubuh Dara. Tangannya dengan mudah menggendong cewek
itu dan membawanya menuju mobil. Ia tak peduli dengan pacarnya
yang panik setengah mati karena sikapnya itu.
"Heeem dasar ABG," Jhony berkata disertai tawa anak-anak
Soda.
"Huahahaha"
"Besok pesawat jam berapa, Mel?" Bima bertanya pada Melanie
yang harus segera ke Paris karena kuliahnya belum libur.
"Pagi, jam delapan. Terbang ke Jakarta dulu. Nggak ada penerbangan langsung dari Jogja soalnya."
"Oke, kalo gitu aku jemput subuh ya besok."
"Okaaay..."
Suara teriakan terdengar dari dalam rumah. Kurang jelas. Tapi
kemunculan Aiko menjawab semuanya. Gadis itu terlihat kelelahan
dengan celemek yang masih terikat manis di tubuhnya. "Sarapan
udah siappp!!!"
"Ayam taliwang dan plecing kangkung khas Lombok ala chef
Ipank." Ipank muncul sambil tersenyum bangga.
"Dan asistennya," ucap Aiko tak mau kalah bangga.
"Ya, asistennya yang khusus ngupas bawang dan nyuci cabe,"
lanjut Ipank tertawa disertai cubitan Aiko pada perut cowok itu.
"Ceileeh, baru juga berapa hari di Lombok udah canggih aja
bikin masakan Lombok," ujar Jhony.
"Yoih, biasalah.. diajarin sama calon ibu mertua," jawab Ipank
sambil menaikkan alisnya. "Udah deh, mau sarapan nggak?"
Bak dikomando, anak-anak Soda langsung menyerbu ke dalam
rumah. Penasaran mencoba resep masakan baru buatan Ipank. Pasti
rasanya lebih cihuy lantaran dibuat bersama Aiko.
25759258
Ipank menatap salah satu sudut halaman kosan dan mendapati
Kenzo tengah berdiri di depan tembok graffiti. Ia lalu memberi
tanda pada Aiko agar sarapan duluan sementara ia berjalan pelan
mendekati Kenzo.
Bocah itu tampak mengamati sebuah gambar lekukan biru pada
tembok.
"Itu kamu yang buat, ya?" Ipank sok bertanya. Padahal ia sudah
tahu cerita itu dari Aiko.
Kenzo mengangguk.
"Gambar apa?"
"Ombak," jawab Kenzo singkat. "Aku suka laut. Tapi gambar itu
nggak seperti ombak. Terlalu tinggi. Dan lekukannya terlalu banyak. Orang nggak akan percaya kalo itu ombak. Kalo warna spidolnya bukan biru, pasti dia lebih mirip api. Aku benci api."
"Aku percaya kalo itu ombak kok."
"Nggak ada ombak setinggi itu di laut."
Ipank tersenyum. Kedua tangannya menyentuh bahu Kenzo dan
meng?ajaknya duduk di depan gambar. "Itu ombak G-land."
"G-land?"
"He-eh." Ipank menerawang jauh. Dengan santai ia bercerita
pada bocah kecil di sebelahnya. "G-land adalah nama pantai di
daerah Banyuwangi. Tinggi ombaknya mencapai enam sampai delapan meter. Salah satu ombak tertinggi di dunia. Peselancar dari
seluruh dunia berlomba datang ke tempat itu. Katanya, cuma ada
tiga tempat di dunia yang ombaknya mampu menyamai G-land.
Afrika, Australia, dan Hawaii."
"Cool."
Ipank menganggukkan kepalanya. "Ombak di G-land punya tujuh susun gelombang gitu. Persis kayak gambar yang kamu buat,"
ucap Ipank sambil menunjuk gambar di tembok. "Makanya, tempat
itu dikenal dengan nama The Seven Giant Waves Wonder."
"Wooow..." Kenzo terlihat semakin tertarik dengan cerita Ipank.
Dari matanya, ia tampak ingin tahu lebih banyak.
25859259
"Udah ah, ceritanya nanti lagi. Sekarang kita sarapan dulu!" ujar
Ipank sambil menarik tangan Kenzo agar beranjak dari tempat duduknya.
"Tapi nanti cerita lagi."
"Iya..."
"The Seven Giant Waves Wonder. Hmmm... Cool..."
25959260
SEORANG bijak pernah berkata, dakilah gunung-gunung tinggi,
melangkahlah di hutan-hutan, telusurilah gua-gua, jamahlah tanah
di lembah, panjatlah batang-batang pepohonan, dan rasakan air di
lautan karena mereka adalah guru-guru terbaik yang diciptakan
Tuhan untuk mengajarimu tentang kehidupan.
Ipank ingat betul kata-kata yang pernah diucapkan Eyang
Santoso dulu sewaktu ia masih kecil. Ya, Eyang-lah yang mengajari
Ipank bagaimana berteman dengan alam. Bagaimana ia dapat mengatasi emosinya yang meledak-ledak ketika berhadapan dengan alam
bebas. Karena ketika manusia berjalan menjelajahi alam, ketika
meli?hat segala keindahannya yang luar biasa, manusia akan menyadari betapa kecilnya dia. Betapa tidak berdayanya dia.
Liburan akhir tahun tiba. Rencana anak-anak Soda mengisi liburan akhir tahun terlaksana juga. Hampir semua berangkat ke
Lombok. Melanie dan Oscar pun ikut. Termasuk penghuni baru
Soda, Kenzo.
Cuma Dido yang tidak ikut lantaran ada sepupunya yang menikah di Manado sehingga Dido sekeluarga berangkat ke sana.
26000261
Baru saja menginjakkan kaki di rumah ibu Aiko, cowok-cowok
langsung menghilang entah ke mana. Katanya sih ingin beradaptasi
dengan lingkungan di sana dengan mengelilingi kampung. Tapi
ujung-ujungnya mereka memancing ke tengah laut bersama Pak
Sindang dan teman-teman nelayan.
"Kalo suasana adem begini memang bagus untuk memancing.
Biasanya kalau siang lagi panas-panasnya, suhu air laut akan
meningkat. Jadi ikan-ikan akan turun untuk berlindung," jelas Pak
Sindang sambil memasangkan umpan pada pancingan Bima.
"Kalo pagi hari gimana, Pak? Banyak nggak ikannya?" tanya
Bima kemudian.
"Pagi hari ikan-ikan malah lebih agresif, Mas, karena mereka
baru bangun tidur, jadi memang waktunya mencari makan."
"Ikan bisa tidur juga ya, Pak?"
"Ya bisa dong, Mas Saka. Cuma matanya nggak merem kayak
manusia."
"Berarti di dunia ikan sana, kalo lagi ada yang curhat, ditinggal
tidur nggak bakalan ketahuan ya?" Kesimpulan aneh Jhony keluar
di tengah ketidakberdayaannya di atas kapal. Cowok kribo itu mabuk laut. Sontak kalimat anehnya itu membuat seisi perahu tertawa
terbahak-bahak membayangkan adegan "ikan curhat" dalam benak
mereka.
Ipank melihat kejauhan, ke arah perahu-perahu kecil nelayan
yang berjajar di dermaga. Beberapa di antaranya sedang dibersihkan.
Bahkan ada yang sedang dicat. Mungkin garam yang terkandung
di laut membuat cat di perahu mudah terkelupas. "Pak, kok mereka nggak pada nangkep ikan?"
"Ooh... teman-teman saya khusus menangkap udang dan cumicumi, Mas. Kalo nanti malam terang bulan, mereka pasti berangkat.
Saat itu udang dan cumi berada di permukaan. Jadi lebih gampang
menangkapnya."
Ipank mengangguk. Seketika terlintas sebuah ide yang sangat
brilian. Terdengar gila kalau diungkapkan. Tapi apa salahnya dicoba.
26101262
Siapa tahu berhasil. Kalau berhasil, nanti malam akan menjadi malam tahun baru yang tak akan terlupakan seumur hidupnya. "Pak
Sindang, apa saya boleh minta tolong?"
Malam ini, Aiko meminum secangkir jahe hangat bersama ibunya,
Dara, dan Melanie di teras rumah. Suasana malam itu begitu sepi,
namun terang oleh cahaya bulan.
"Waaah... rok Tante bagus banget!" ucap Melanie mengagumi
rok yang dikenakan ibunda Aiko.
"Ini handmade, lho. Tenun asli Lombok," jelas ibunda Aiko bangga. "Kalau kamu mau, besok Tante antar ke rumah teman Tante
yang membuat ini."
"Waaah... mau banget, Tante. Bisa jadi bahan buat desain baju
baru, nih."
Suasana begitu hangat. Mereka saling bertukar cerita mengenai
banyak hal. Sepertinya mereka akan betah berlama-lama di pulau
Kotak Pelangi Karya Dyan Nuranindya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu. Apalagi ibunda Aiko banyak menceritakan tempat-tempat menak?jubkan di Lombok.
"Pemandangan di sini indah banget ya, Tante," ucap Dara sambil
menghirup napas panjang. Merasakan udara malam yang nyaman.
"Itulah yang bikin Tante kerasan tinggal di tempat ini. Besok
kamu harus mencoba snorkeling. Kalau ke Lombok tanpa snorkeling,
hmm... rugi kamu!" ujar ibunda Aiko sambil tersenyum. "Tapi berang?katnya mesti pagi-pagi. Biar nggak terlalu panas."
"Iya, Tante. Rencananya besok anak-anak mau nyobain
snorkeling. Ipank yang ngajakin," jawab Melanie.
Ibunda Aiko menatap kejauhan. Ia memejamkan mata sesaat.
Kemudian tersenyum. "Lombok ini cuma bagian kecil dari keindahan bawah laut Indonesia. Masih ada Wakatobi, Bunaken, Belitung,
Raja Ampat... nggak ada yang bisa ngalahin."
"Tante pernah ke tempat-tempat itu?" Dara bertanya. Antusias.
26201263
"Belum semuanya. Tapi setidaknya ketika Tante menyelam ke
dalam laut, Tante percaya pada satu hal."
"Apa, Tante?"
"Kerusakan yang terjadi di bumi ini sebenarnya karena ulah manusia sendiri."
Aiko, Dara, dan Melanie mengangguk.
"Oiya, nggak tahu kenapa... kok Tante merasa senang ya dengan
Kenzo. Anak itu lucu sekali. Kalau boleh sih, Tante pengin dia
tinggal di sini saja. Biar Tante ada temen. Nanti biar Tante sekolahin di sini..."
Tiba-tiba seseorang berteriak memanggil Aiko dari kejauhan.
Membuat obrolan itu buyar seketika. Sebelum Aiko beranjak dari
tempat duduknya, terlihat Jhony muncul dengan wajah pucat
pasi.
"Ai, tolongin, Ai" Jhony berusaha mengontrol napasnya yang
terengah-engah karena lelah berlari.
"Kenapa, Jhony?" Ibu Aiko ikutan panik.
Jhony meletakkan kedua telapak tangannya di lutut. Dengan
napas masih terengah-engah, ia mencoba berkata, "Tolongin, Ai.
Ipank berantem lagi. Dia dikeroyok orang di dermaga."
Seperti jatuh pada ketinggian ratusan meter. Aiko menyambar
telepon genggamnya dan berlari ke tempat yang ditunjukkan oleh
Jhony. "Yang lainnya mana?"
"Yang lain minta pertolongan warga, Ai," jawab Jhony tergesagesa.
Dara, Melanie, dan ibu Aiko mengikuti. Mereka juga ikutan
panik.
Berbagai pikiran buruk meloncat-loncat di benak Aiko. Jantungnya berdetak sangat cepat. Ia begitu takut terjadi sesuatu dengan Ipank seperti yang sudah-sudah. Air matanya menetes tanpa
ia sadari.
Langkah Aiko terhenti ketika melihat dermaga sunyi senyap. Tak
ada Ipank di sana. Apalagi orang-orang yang mengeroyok Ipank
26301264
seperti yang Jhony bilang tadi. Aiko menengok ke arah Jhony.
"Ipank mana, Bang Jhony?" tanya Aiko dengan suara panik dan air
mata yang terus menetes.
"Aduuuh, tadi mereka berantem di situ, Ai!" Jhony ikutan panik.
Kepalanya menengok ke kiri-kanan.
"Aku coba telepon Bima." Melanie ngambil inisiatif.
"A..aku telpon Oscar." Dara ikutan nyamber.
"Kau cobalah telepon Ipank, Ai. Ponselku ketinggalan di rumah."
Dengan cepat Aiko menekan nomor Ipank. Tangannya bergetar
karena grogi. Tidak diangkat. Tapi sekonyong-konyong Aiko menangkap suara ponsel dari ujung dermaga. Perlahan gadis itu memberanikan diri melangkah.
Jhony, ibu Aiko, Dara, dan Melanie masih sibuk menghubungi
Bima dan Saka.
Sambil melangkahkan kaki menuju sudut dermaga yang gelap,
Aiko terus-terusan menelepon ponsel Ipank. Sekujur tubuh Aiko
merinding ketika ia melihat sebuah cahaya di sudut dermaga. Itu
ponsel Ipank.
Aiko melihat sekeliling untuk memastikan kalau tidak ada orang
di sana. Dermaga itu begitu gelap. Meskipun samar-samar Aiko
dapat melihat perahu-perahu kecil nelayan yang mengapung tanpa
cahaya.
Ia mengambil ponsel Ipank. Otaknya terus berpikir apa yang
telah terjadi pada Ipank. Aiko terdiam sejenak. Keningnya berkerut,
bingung.
Ketika Aiko menengok ke arah Jhony, Melanie, dan ibunya,
tiba-tiba sinar lampu di salah satu perahu nelayan menyala. Lampu
perahu-perahu kecil nelayan lainnya juga ikut menyala. Satu, dua,
tiga, hingga delapan perahu nelayan menyala seperti lilin-lilin kecil
di tengah lautan.
Suasana yang tadinya gelap gulita mendadak terang oleh cahaya.
Dari situ Aiko menyadari kalau kapal Pak Sindang terlihat berada
26401265
di belakang perahu-perahu kecil tersebut. Mengapung tanpa cahaya.
Aiko menengok ke belakang sesaat, namun Jhony, ibunya, dan
Melanie sudah tak ada di sana. Jantungnya berdetak cepat. Merinding menjalari sekujur tubuhnya.
"Segitu paniknya denger aku dikeroyok orang."
Aiko langsung menengok ke arah suara yang mengejutkannya.
Di depannya kini berdiri Ipank dengan senyuman khasnya. Cowok
itu baik-baik saja. Tak ada luka apa pun di tubuhnya. Malah Ipank
terlihat bersih dan rapi. "Ipank? Kamu kamu nggak apa-apa?"
Ipank tertawa kecil. "Kamu dikerjain sama si Jhony tuh, Ai"
ucap Ipank sambil melangkah mendekat ke Aiko. Perlahan ibu jarinya menghapus air mata yang membasahi pipi Aiko.
Ipank tak sendirian. Ada Kenzo dan banyak anak kecil di belakangnya. Mereka adalah anak-anak masyarakat sekitar yang kemarin
bermain layang-layang dengan Jhony. Wajah mereka tampak bosan.
Seperti menanti sesuatu.
Ipank menengok ke arah anak-anak itu. "Sabar ya, belum jam
dua belas. Belum ganti tahun," ucap Ipank sambil mengedipkan
satu matanya ke arah mereka.
"Apaan, sih?"
"Ai," Ipank buru-buru berkata sambil menggenggam kedua
tangan Aiko. Berkali-kali ia mencoba mengatur napasnya. Membuat
cewek di hadapannya tersenyum geli. Tangan Ipank terasa semakin
kuat menggenggam. Ia menutup matanya sejenak, kemudian membe?ranikan diri menatap bola mata indah Aiko. "Ipank sayaaang
ba?nget sama Aiko," ucapnya pelan. Wajahnya merah ketika mengucapkannya. Lalu ia terdiam sesaat, berpikir. "Basi ya, Ai?"
"Yaaah lumayan sih," jawab Aiko bercanda. Padahal dalam
hati?nya dia juga deg-degan. Badannya gemetar. "Ipank... tanganku
sakit."
Ipank tersadar dan langsung merenggangkan genggaman tangannya. "Eh, iya, maaf ya... duh," ucapnya salah tingkah sambil men26501266
ciumi punggung tangan Aiko. Wajahnya semakin memerah. Keringat menetes di keningnya. Sialan! Grogi gue... pasti gue keliatan
cupu deh. Ampun nih, cewek. Gimana cara ngomongnya ya? Sial,
pera?saan tadi gue nyantai-nyantai aja. Kenapa sekarang bisa buyar
semua gini"Ipank kenapa?" tanya Aiko lembut. Ia heran juga melihat Ipank
yang belingsatan tak jelas.
"Aku boleh jadi pacarmu, nggak?"
"Duh!"
"Kok duh?"
"Aku deg-degan, Pank."
"Jawab aja kok deg-degan."
Wajah anak-anak kecil di belakang Ipank ikut tegang.
"Kamu janjiin apa sih sama mereka?" tanya Aiko sambil memandang satu per satu wajah mereka.
"Udah, jawab aja iya atau nggak."
"Kok maksa?"
"Bukan maksa. Tapi mereka semua nungguin jawaban kamu."
"Kenapa?"
"Udah, buruan jawab aja kenapa, sih?"
"Galak. Serem..."
Ipank mencoba mengontrol suaranya kembali. "Maaf, lupa," jawab Ipank sambil nyengir.
Aiko terdiam sesaat. Matanya bergerak-gerak. "Hmmm Aku
juga sayang kok sama Ipank."
"Kalau gitu diterima ya?"
"Terima apanya?"
"Ayo dong, terima ya?"
"Iiih apaan, sih?"
"Yah yah yah pokoknya iya, ya. Kalo nggak, tengsin nih
di depan banyak orang."
"Ih, maksa."
"Please."
26601267
Aiko tersenyum. Matanya berbinar. Ia menunduk sesaat. Kemudian dengan malu-malu menjawab, "Iya, aku terima."
"YES!" Ipank langsung mengangkat tubuh mungil Aiko saking
se?nangnya. Kemudian dengan lantang ia berteriak, "WOI! DITERIMAAA!!!"
"HOREEE!!!!"
Terdengar suara teriakan kompak dari sekitar. Para nelayan di
perahu-perahu kecil bermunculan dari balik kelambu perahu dan
bertepuk tangan. Melanie, Jhony, dan ibu Aiko juga terlihat bahagia
di belakang dermaga.
Saat itu, tepat pukul dua belas malam. Seketika itu pula Kenzo
dan anak-anak kecil di belakang Ipank meloncat kegirangan. Mereka sibuk menyalakan kembang api di tangan masing-masing.
Sementara di atas kapal Pak Sindang, terlihat Oscar dan Saka
asyik menembakkan kembang api ke langit. Hingga malam menjadi
terang benderang oleh cahaya kembang api berwarna-warni. Tahun
baru di Lombok.
"Aku janjiin ke anak-anak itu, kalo kamu terima aku jadi pacarmu, mereka boleh nyalain kembang api tahun baru," bisik Ipank
di telinga Aiko.
"Serius?" Aiko tak mampu melanjutkan kata-katanya. Air matanya menetes. Ini terlalu indah.
"Kok malah nangis? Nggak suka ya?"
"Suka, suka banget!"
Ipank tersenyum. "Happy New Year, ya... sayangku."
Malam itu menjadi awal tahun paling indah seumur hidup Aiko.
Semuanya sudah direncanakan Ipank sejak ia menjejakkan kaki pertama kali di rumah ibu Aiko. Perasaannya berkata kalau ia bisa
melakukan sesuatu yang indah di pulau ini untuk Aiko. Dan hari
ini ia membuktikannya.
Pak Sindang bersedia membantu Ipank setelah dia bercerita panjang-lebar bahwa ia sudah lama menyayangi Aiko. Pak Sindang
terharu mendengar cerita Ipank. Mengingatkannya akan kisah cinta
26701268
dengan istrinya dulu. Karena itu Pak Sindang mengajak nelayannelayan yang biasa menangkap ikan di malam hari untuk membantu Ipank sekaligus merayakan malam Tahun Baru. Dan mereka
dengan sen?ang hati membantu.
"Ipank, makasih" Aiko berkata sambil melayangkan kecupan.
"Sedaaap Bonus tuh, Pank!" teriak Jhony yang melihat kejadian itu sambil menggaruk-garuk rambut kribonya.
"Eh, ati-ati banyak anak kecil liat loh!" Melanie ikut berteriak
sambil memutar-mutar kembang api di tangannya bersama Bima.
Ipank hanya nyengir sambil terus memeluk Aiko. Kemudian ia
balas berteriak, "Mimpi malem ini bakalan indah banget nih!"
Warna-warni kembang api di langit membuat masyarakat sekitar
berdatangan ke dermaga. Mereka ikut bergabung, bahagia menyaksikan keindahan kembang api. Beberapa bernyanyi, berpeluk hangat, dan meniupkan terompet. Sebaris doa dan harapan di awal
tahun terucap di bibir mereka masing-masing. Happy New Year...
Esok paginya, Aiko, Ipank dan anak-anak Soda naik perahu milik
Pak Sindang untuk snorkeling. Pak Sindang hafal betul tempat-tempat indah untuk snorkeling di pulau itu. Dan beliau berjanji menunjukkannya pada Ipank.
Kenzo tinggal di rumah bersama ibunda Aiko. Tak tahu kenapa,
kelihatannya Kenzo manja sekali dengan ibu tirinya itu. Dia mendadak seperti anak-anak kecil pada umumnya. Berbeda sekali ketika
ia baru hadir di Soda. Bandelnya amit-amit. Kelakuannya tidak
sinkron dengan usianya.
Perjalanan dengan perahu memakan waktu sekitar setengah jam,
membuat Jhony berkali-kali mabuk laut. Dan mulai berpikir anehaneh soal laut. Mulai dari membayangkan ketemu bajak laut, ikan
hiu, sampai ketemu putri duyung yang seksi.
"Hueekk!!!"
26802269
"Hadeeeh repot bener bawa Jhony ke mana-mana. Nggak di
laut, nggak di udara, mabuk mulu!" Ipank berkata sambil tertawa
ketika melihat Jhony terkapar tak berdaya di atas perahu. "Kayak
Kotak Pelangi Karya Dyan Nuranindya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
gini ini polusi yang bikin rusak alam," lanjut Ipank sambil mengelus-elus kepala Aiko yang bersandar di bahunya.
"Halah diam kau, Pank. Limbah saja terbuang ke laut. Apalagi
hanya muntah," ucap Jhony sambil merem-melek karena pusing.
Setelah menempuh perjalanan sekitar setengah jam, perahu Pak
Sindang mulai berhenti. "Ini spot paling bagus, Mas Ipank," teriak
Pak Sindang dari balik kemudi perahu.
"Oke, Pak. Saya coba turun," jawab Ipank. Kemudian ia menengok ke arah Aiko dan mulai sibuk memasang berbagai alat pengaman untuknya.
Melanie, Bima, Dara, Oscar, dan Saka juga sibuk memasang peralatan snorkeling mereka masing-masing. Jhony? Dia menunggu di
perahu bersama Pak Sindang karena kepalanya masih kliyengan.
"Aku gemeteran," Aiko berkata sambil menatap Ipank yang sibuk
memasangkan kacamata selam.
"Aku nggak bakalan lepasin kamu, Ai. Kamu tenang aja." Ipank
mencoba menenangkan Aiko. Sesaat kemudian Ipank menatap
Aiko, tersenyum, lalu bertanya, "Siap?"
Aiko terdiam sesaat. Melihat jemari tangan Ipank yang menggenggam tangan kirinya, Aiko mencoba meyakinkan diri. Dan
perlahan mengangguk.
Dalam hitungan ketiga, Ipank dan Aiko menceburkan diri ke
laut. Membiarkan seluruh tubuh mereka beradaptasi dengan irama
ombak laut. Sinar matahari membuat air laut terasa hangat di
tubuh.
Ketika Ipank menarik tangan Aiko untuk berenang lebih dalam,
Aiko merasakan tubuhnya bagaikan terbang di dalam air.
Betul kata Ipank. Menyelam seperti perjalanan memasuki dunia
lain. Dunia binatang-binatang laut merefleksikan perilaku manusia.
Ada yang jahat, ada pula yang baik. Ada yang tampak cantik, ada
26902270
pula yang buruk rupa. Tapi tidak semua yang cantik selalu baik.
Begitu pula sebaliknya. Semua itu saling melengkapi. Membuat
dunia di bawah laut berwarna-warni. Ikan, terumbu karang, bintang laut apakah mereka memiliki nama seperti manusia? Nemo
mungkin? Atau Patrick? Entahlah.
Banyak cerita yang bisa dirajut dari pemandangan indah di
Lombok. Ipank membuat Aiko berani melawan ketakutannya dan
mengajaknya menikmati keindahan luar biasa itu untuk pertama
kalinya. Semua warna terlihat indah di dalam sana.
"Done!"
Ipank mengangkat buku di tangannya dengan wajah semringah.
Di sebelahnya Aiko masih sibuk menulis di buku kecil di tangannya.
Perlahan Ipank merapatkan tubuhnya pada Aiko dan mencoba
mengintip apa yang dia tulis.
"Ipank nggak boleh nyontek!"
"Siapa juga yang mau nyontek. Pasti punyaku lebih keren."
Aiko memutar bola matanya dengan malas. "Sana jauh-jauh.
Jalan-jalan dulu aja. Nanti kalo udah selesai aku panggil," ujar Aiko
lembut sambil mengusir Ipank.
Ipank tertawa kecil. Kemudian ia mencium puncak kepala Aiko
de?ngan cepat sebelum beranjak. Ia berjalan mendekat ke pantai.
Memandang matahari senja yang begitu indah di ujung lautan. Sesaat ia melempar kerikil kecil ke tengah lautan. "Ai, jangan lamalama, dong"
"Iya, sabar," jawab Aiko sambil tetap asyik menuliskan sesuatu
di buku.
"Tinggal ya" Ipank melangkahkan kakinya menjauh.
Tiba-tiba Aiko berlari mengejarnya dan melompat ke punggung
27002271
Ipank. "Done!" ucapnya sambil melingkarkan kedua tangannya di
leher cowok itu.
Hampir saja Ipank terjatuh karena kaget. Tapi buru-buru ia
menggendong tubuh Aiko di punggungnya. Aiko memberikan catatannya pada cowok itu. Ipank pun memberikan catatannya pada
Aiko. Dan mereka saling membaca bergantian.
"Pulau Derawan, Kalimantan Timur."
"Taman Nasional Bunaken, Manado."
"Danau Tiga Warna, Taman Nasional Kelimutu," ujar Aiko tak
mau kalah.
"Danau Toba, Sumatera Utara."
"Puncak Mahameru..." Ipank menghentikan kalimatnya. Sepersekian detik membayangkan keindahan tempat yang baru saja ia
sebut. Tempat yang selalu ingin ia daki lagi dan lagi. Kemudian ia
melanjutkan, "...Gunung Semeru."
"Gunung Halimun, Jawa Barat."
Ipank terdiam ketika melihat nama tempat yang berada di urutan terakhir daftar Aiko karena tempat itu pula yang menjadi urutan
terakhir daftar miliknya. Ipank tersenyum. "Wuidih, urutan terakhir
tempat yang pengin kita kunjungi sama, Ai."
Aiko ikut tersenyum menyadari hal tersebut. Kemudian mereka
kompak menyebut nama tempat tersebut.
"Kepulauan Raja Ampat, Papua."
"Hmmm nice plan, Ai. Nggak pengin liburan ke luar negeri?"
Aiko menggeleng. "Indonesia terlalu indah untuk dilewatkan."
Ipank tertawa mendengar komentar Aiko barusan. "Ngomongngomong, tau tempat-tempat itu dari mana?"
"Ensiklopedia Indonesia."
Ipank tersenyum kecil. Bola matanya bergerak ke sudut atas
matanya seraya berpikir. "Mudah-mudahan kita bisa ke tempat-tempat itu ya, Ai..."
Aiko diam. Tapi ia yakin Ipank tahu bahwa hatinya mengamininya.
27102272
"Berdua."
Ipank berjalan pelan menyusuri pantai dengan menggendong
Aiko di punggungnya. Tubuh Aiko yang mungil membuatnya terasa
ringan. Tak perlu banyak tenaga untuk menggendong Aiko menikmati pantai.
"Pank..."
"Hm?"
"Kalo waktu itu aku nggak terima kamu jadi pacarku gimana?"
"Aku mau terjun dari dermaga."
"Kok gitu?" tanya Aiko sambil turun dari punggung Ipank dan
berdiri di hadapan cowok itu.
Ipank tersenyum. "Iya dong, tapi terjunnya tetep sama kamu.
You jump, I jump! Biar romantis kayak Jake sama Rose di film
Titanic."
Aiko tertawa renyah. Memperlihatkan deretan giginya yang tertata rapi. Aura kebahagiaan begitu terpancar dari sorot matanya.
Tawa itu...
Lagi-lagi Ipank melihat tawa itu. Tawa yang begitu ia sukai.
Tawa yang bisa dengan mudah meluluhkan hatinya, yang membuat
Ipank seakan rela melakukan apa pun untuk melihat tawa Aiko.
Menghipnotis hingga ke seluruh aliran darahnya.
"Ai, aku janji, suatu hari nanti aku akan membawa kamu ke
tempat terindah di Indonesia dan melamar kamu di sana. Tapi..."
"Tapi apa?"
"Tapi aku boleh minta sesuatu dari kamu?"
"Apa?"
"Janji ya, kalo setiap kali aku bilang I love you, bukan cuma untuk nunjukin kalo aku cinta sama kamu. Tapi untuk ngingetin kalo
kamu adalah hal terbaik yang udah dikasih Tuhan buatku..."
"Love you, Ipank..."
Ipank tersenyum. "Love you too, Aiko..."
Cinta... pada akhirnya jawaban atas semua permasalahan di dunia ini tertuju pada satu kata magis itu. Kata yang mampu meng27202273
getarkan hati setiap jiwa yang bernapas. Kata yang tak pernah mengenal batas, dan akan selalu memberikan kisah tersendiri di dalam
kehidupan manusia.
Cinta yang memberikan kehangatan di sebuah rumah bernama
Soda. Membuat seorang lelaki tua di rumah itu merasa selalu hidup, dan menebarkan kasih sayang pada setiap anak manusia.
Cinta pula yang membuat sebuah keluarga yang terpisahkan bisa
kembali bertemu, dan saling memaafkan. Cinta mampu menemukan pasangan terbaik bagi hati yang tulus. Membawa yang telah
pergi, untuk kembali. Dan bersatu selamanya karena cinta sejati,
tak pernah berakhir...
Tamat
Pembunuhan Di Lorong Murder In Mews Putri Bong Mini 04 Iblis Pulau Neraka Si Bungkuk Pendekar Aneh Karya Boe Beng
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama