Ceritasilat Novel Online

Me And My Prince Charming 1

Me And My Prince Charming Karya Orizuka Bagian 1



Me And My Prince Charming

Penulis: Orizuka

Ebook by pustaka-indo.blogspot.com

Penyunting: Ken Kinasih Perancang sampul: Zariyal Penata letak: Vidia Cahyani Penerbit: Puspa Swara Anggota IKAPI

Redaksi Puspa Swara:

Perumahan Jatijajar Estate Blok D12/No. 1-2 Depok, Jawa Barat, 16451

Telp. (021) 87743503, 87745418 Faks. (021) 87743530

E-mail redaksi: puspaswara@puspa-swara.com, info@puspa-swara.com E-mail marketing: salesonline@puspa-swara.com

Web: www.puspa-swara.com

Pemasaran:

Jl. Gunung Sahari III/7 Jakarta-10610

Telp. (021) 4204402, 4255354 Faks. (021) 4214821

E-mail: salesonline@puspa-swara.com

Cetakan: I-Jakarta, 2014

Buku ini dilindungi Undang-Undang Hak Cipta. Segala bentuk penggandaan, penerjemahan, atau reproduksi, baik melalui media cetak maupun elektronik harus seizin penerbit, kecuali untuk kutipan ilmiah.

Perpustakaan Nasional RI: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Orizuka

Me & My Prince Charming/Orizuka -Cet. 1Jakarta: Puspa Swara, 2014 iv + 188 hlm.; 19 cm

Prakata

Hai!

Akhirnya Me & My Prince Charming dicetak lagi! Yay~

Buku ini adalah buku pertamaku, yang dulu berhasil mendapatkan juara kedua di sayembara mengarang novel remaja yang diadakan oleh Puspa Swara pada tahun 2005. Pada tahun 2014, buku ini dirilis lagi atas permintaan pembaca setiaku. Alhamdulillah wa syukurillah, terima kasih ya Allah~ Atas kesempatan ini, aku ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Puspa Swara, yang telah membuka jalan bagiku untuk menjadi penulis, juga telah menghargai karyaku sedemikian rupa. Terima kasih, terima kasih, terima kasih.

Kepada seluruh teman-temanku, khususnya yang dulu pernah membaca naskah awal buku ini, terima kasih ya! Bukunya akhirnya terbit (lagi)! Yay~ Kepada The Totos, yang selalu mendukungku. You are my everything. Kepada Meg Cabot, penulis idolaku yang membuatku ingin menulis novel remaja juga, thank you so much. You re such an inspiration for me. Kepada para pembaca, baik yang dari awal mengikuti karyaku maupun yang baru, terima kasih banyak. Semoga dapat menikmati buku ini ya Buku ini adalah awal dari perjalananku, yang tentunya masih panjang. Aku akan terus belajar, berkarya, juga menggapai cita-cita.

Selamat membaca!

Regards,

Orizuka

E-MAIl: chazrel21@yahoo.com ORIZUKA S OFFICIAl PAGE: orizuka.com | FACEBOOK FANPAGE: Orizuka | TwITTER: @authorizuka

Daftar Isi

My Prince charMing 1 SPecial 13 DreaM coMeS True 25 ProMiSeS, ProMiSeS 37 i'M noT oay 51 The Way you are 65 neW WorlD 81 Big MiSTake 95 haPPy Fool 111 FirST love vs laST love 127 leting go 141 TruTh or Dare 157 ever aFTer 173

My Prince Charming

" Gila, hari ini mendung banget, ya?"

Sebal. Bisa-bisanya dia bicara soal cuaca di saat penting dan jarang terjadi seperti ini.

Aku menatap kesal ke arah Andros, pacarku, atau yah, setidaknya dulu kupikir begitu. Saat ini, kami sedang ada di beranda rumahku, hanya berduaan. Tanpa Adit, kakakku, yang juga sahabat dekat Andros, dan juga merupakan tujuan utama Andros datang ke sini. Bisa dibilang, Andros hampir tak pernah datang untukku. Yah, oke, dia tak pernah datang untukku. Sekarang, Adit sedang pergi entah ke mana, tapi aku cukup yakin dia sedang asyik membantu tetangga baru di belakang rumah. Kata satpam depan rumahku, keluarga itu punya anak gadis yang superseksi. Tak heran Adit buru-buru melesat keluar rumah ketika sebuah truk berukuran sebesar rumahku lewat.

Jadi, di sinilah Andros, orang yang begitu saja ter lupakan oleh Adit. Mereka punya janji main PS2 sore ini. Aku dengan seperseratusribu menyesal, sisanya se nang bukan main mengatakan kepadanya kalau Adit tidak ada di rumah. Andros cuma mendesah, lalu duduk di kursi. Duduk di kursi, bukan pulang! Tapi semuanya tiba-tiba terasa asing ketika aku ikut duduk di sebelahnya. Aku sadar aku tidak pernah duduk di sebelahnya sejak dua bulan yang lalu. Karenanya, aku grogi berat.

Tapi begitu mendengar komentarnya soal cuaca tadi, aku langsung berubah kesal. Aku tidak menjawabnya sebagai tanda kalau aku marah. Tapi Andros tak merasakannya. Dia tak pernah merasakan apa pun kalau soal aku.

" Kayaknya bakalan ujan gede, nih, " gumam Andros, masih menatap langit. Si-a-pa-yang-pe-du-li-ka-lau-ba-kal-tu-run-hu-jan?? Apa kau tidak tahu, aku di sini menunggumu untuk bicara sesuatu yang lebih romantis, seperti gimana kabar lo? atau apalah? Ya Tuhan, sampai pertanyaan bodoh seperti

itu saja tidak pernah keluar dari mulut cowokku ini. Dan aku menganggapnya romantis. Apa lagi yang bisa lebih buruk?

" Lo kenapa sih? Sakit gigi?" Andros ternyata me nang kap ekspresi masam di wajahku.

Walaupun salah mengartikannya dengan sakit gigi, aku tetap senang. Dia tak pernah me na nyakan ini sebelumnya. Ini tandanya ada peningkatan dalam hubunganku dengan Andros. Walaupun hanya seperti itu, tetap ada peningkatan. Yah... begitulah.

Aku memang cewek paling menyedihkan sedunia.

" Nggak. Ng& lo mau minum?" Aku menawarkannya minum karena sepertinya dia haus berat.

Andros menghela napas, tampak lega. " Gue kira gue bakal mati dehidrasi di sini. "

Aku tersenyum untuk membalas cengirannya yang jail, lalu masuk untuk mengambil minum. Setelah sampai batas aman Andros tak bisa melihatku lagi aku melangkah sambil menari-nari.

Kenapa sih dia selalu kelihatan cute? Kenapa dia selalu bisa membuatku melupakan semua kesalahannya dengan satu senyuman?

Tunggu, aku bisa menjawabnya. Jawabannya, karena Andros-ku adalah pemilik senyuman terindah di seluruh jagat raya. Tak ada yang bisa menolak auranya, bahkan si penggila-rok-mini yang kecentilan, Alissa, sekalipun.

Oh ya, soal cewek yang satu ini. Selama dua bulan terakhir, dia habishabisan mencoba untuk mencederaiku, setelah tahu aku sudah jadian dengan cowok kelas tiga yang menang pada polling he SMU 1 s most wanted male di mading sekolah. Aku tak henti-hentinya menatap foto Andros yang terpampang di mading tersebut setiap akan memasuki kelas. Dia tampak luar biasa mengagumkan dengan rambut hitam basah yang menutupi sebagian dahinya dan kaus basket kebanggaannya. Aku tak pernah bosan menatap

foto itu walaupun hampir tiap siang dan malam bertemu dengannya di rumah. Kurasa aku wajib berterima kasih kepada orang yang telah memotret Andros dengan angle yang tepat. Difoto candid seperti itu membuat Andros terlihat nyaris lebih imut dari yang asli.

Dengan dua kaleng Pocari, aku melangkah ringan ke beranda. Sebelum menampakkan diri, aku menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya pelan. Ini selalu kulakukan supaya aku bisa rileks.

" Ini& . " Aku belum menyelesaikan kata-kataku ketika mendapati Adit sudah duduk di tempat dudukku. Aku akan membunuhnya! Well, mungkin nanti malam saja. Aku tak ingin dilihat Andros berlumuran darah Adit. Dia pasti tak mau berurusan dengan pembunuh.

" Wah, lo kok pengertian ya!" seru Adit begitu aku muncul. Adit jelas tak mengerti arti dari pengertian itu sendiri. Aku pasang tampang termasam yang kupunya, tapi Adit tak menyadarinya dan malah menyambar dua kaleng Pocari yang kupegang. Salah satunya dilempar kepada Andros yang segera menangkapnya dengan sigap. Aku nyaris bertepuk tangan. Satunya lagi dibukanya dengan kejam tepat di hadapanku, lalu isinya diteguk banyak-banyak. Awas saja kau nanti malam. " An, gue nggak boong!" seru Adit tiba-tiba.

Ternyata sudah ada percakapan selama aku mengambil Pocari yang seharusnya milikku dan Andros.

" Seksi banget! Pake hot pants lagi! Gue sampe nge jatohin lukisan kesayangan nyokapnya!"

Andros tidak menanggapi syukurlah dan hanya menenggak minumannya.

Saat kupikir dia tidak tertarik dengan topik itu, dia berkata, " Terus?"

Aku berharap dia melakukannya hanya untuk menghargai Adit. Demi Tuhan, aku berharap Andros tidak akan tertarik pada cewek berdada besar atau berbetis kecil atau berperut rata atau apalah yang jelas bukan ciri-ciriku. Kali ini aku akan mengorbankan segalanya asal yang kuharapkan benar.

" Terus? Terus gue kenalan sama dia! Apa lagi?" sahut Adit histeris. Dia selalu histeris kalau melihat cewek cantik. " Oh ya, " sambung Adit misterius, " Kalian tahu nggak apa bagian terbaiknya?"

Aku dan Andros tak menunjukkan tanda-tanda akan menjawabnya, tapi Adit tampak tak peduli. Dia terus saja menyerocos.

" Dia bakal satu sekolah sama kita! Dia sekelas sama elo, Cher!" Aku-tidak-bisa-biasa-saja. Aku khawatir! Dia akan sekelas denganku. Dia! Si tetangga baru yang superseksi! Ini berarti nilai tubuhku yang telah divonis tiga koma lima oleh anak-anak cowok di kelasku akan menurun drastis! Ya ampun, belum cukup menghinakah angka tiga koma lima untuk seorang perempuan? Aku yakin mulai besok, nilai tubuhku akan jadi dua koma lima. Dua jika yang menilai si cowok sok keren Darren. Aku tak pernah suka padanya. Dia tak ada sekuku-kukunya dibandingkan Andros. Yah, mungkin ada sekukunya, atau beberapa kukunya lah. Tapi yang pasti aku tidak akan suka pada cowok yang cuma bagus di luar saja.

" Terus kenapa?" sahutku, seolah tak peduli.

" Eh, Cherry lemot, kalo dia sekelas sama elo, berarti gue ada akses! Lo bisa jadi penghubung cinta gue sama dia!"

" Apa lo bilang? Penghubung apa?" seruku sengit. Yang benar saja. " Lo ngerti bahasa Indonesia, kan? Gue mau lo jadi penghubung cinta gue sama Putri!"

" Nggak mau!" Aku agak emosi saat ini. Apa-apaan sih Adit, memangnya aku Aphrodite?

" Ah, lo emang adik yang payah. Percuma gue punya adik, " kata Adit, lalu mendesah kecewa.

" Biarin, " balasku. Tanpa pamit kepada Andros, aku berderap masuk ke rumah. Bisa-bisa, aku meledak kalau terus-terusan membahas sesuatu yang aku dan Adit tak pernah bisa sepakati. Dan kalau sudah meledak, aku akan terlihat sangat jelek. Aku tak mau terlihat jelek oleh Andros. Meskipun aku yakin dia sama sekali tak peduli.

Adit dan Andros sudah naik ke kamar Adit yang letaknya berseberangan dengan kamarku. Mereka bisa menghabiskan waktu sekitar lima jam nonstop kalau sudah berhadapan dengan kotak hitam berisi ratusan kabel yang kuanggap sebagai alat pembodohan itu. Adit menyebutnya kotak ajaib. Yah, si Play Station 2 itu. Aku bahkan tak mengerti apa bedanya dengan yang pertama, selain bentuknya yang menipis dan warnanya yang menggelap. Mungkin lebih canggih atau apalah. Tapi, tetap tak sebanding dengan komputer milikku. Aku lebih senang menjelajahi dunia maya daripada berteriak-teriak kepada TV seperti yang sering kali Adit dan Andros lakukan. Seperti orang bodoh saja.

Aku memutuskan untuk online. Sudah lama aku tidak mengecek kotak masuk e-mail-ku.

Ada. Dari Maya, sahabat dekatku. Aku tak mengerti, apa lagi yang ingin dia katakan di e-mail mengingat kami sudah bertemu di sekolah setiap hari. Tapi selalu saja ada pembicaraan setiap kami bertemu, entah penting ataupun tidak.

Ha! Jelas besok Maya akan kecewa begitu tahu kalau Putri masuk kelas kami. Dan entah bagaimana reaksi selanjutnya kalau tahu Adit naksir cewek itu.

Tapi, tunggu dulu. Ada kabar yang lebih menyenangkan! Alissa pindah ke Amerika! Kenapa tidak ke Kutub Utara saja sih? Atau ke Mars?

Ah, sudahlah. Ke Amerika saja sudah cukup membuatku lega. Ini artinya, aku tidak perlu lagi bertemu dengannya di gerbang setiap aku akan masuk dan pulang sekolah.

Aku pun membalas e-mail Maya.

deadsexxy@hotmail.com damn good news

Hoi, Cher! Gue ada kabar terbaru nih! Soal si cewek centil Alissa! Dengerdenger dia bakalan pindah sekolah ke Amerika! Akhirnya! Hidup kita tenang juga!

Oya, gimana si Andros? Masih cuek? Gue saranin sih, lo harus lebih agresif sama dia. Supaya dia tahu kalo lo butuh perhatian. Kalo gue sih, nggak akan gue sia-siain cowok cute kayak dia.

Jangan lupa, sampein salam gue buat Adit. Salam muaannnieess gitu. Bubbye!

Aku mengirimnya. Sebenarnya, aku mau membuat kejutan soal si Putri ini. Tapi aku ingin menguatkan mental Maya terlebih dahulu. Bisa repot kalau besok dia tiba-tiba pingsan melihat Adit mengejar-ngejar Putri.

Baru beberapa detik aku menekan tombol enter, Maya sudah membalas e-mail-ku. Ya ampun, dia masih online. Tahu begini kenapa tidak chatting saja, sih?

deadsexxy@hotmail.com

deadsexxy@hotmail.com

Yeah!!

How dare you!

May, dengan berat hati gue kasih tahu sama lo, kalo Adit udah punya gebetan. Namanya Putri, tetangga baru gue. Superseksi dan calon temen sekelas kita. Selamat sedih.

Oh ya, gue seneng banget akhirnya kita bebas dari rezim Alissa!!! Gue nggak bakal dicegat lagi! Yippiii!!!

May, jangan lupa PR kimia. Gue nggak mau makan sendirian lagi garagara lo kena setrap. Bye.

BISA-BISANYA lO NYURUH GUE NGERJAIN PR KIMIA SETElAH lO NGASIH TAHU GUE KAlO KAKAK lO NGEGEBET CEwEK BERNAMA PUTRI TETANGGA BARU lO YANG SUPERSEKSI BUKANNYA GUE YANG UlTRA SEKSI!

GUE NGGAK MASUK BESOK!!

secretadmirer@yahoo.com a poem for a princess

looking at you

make me feel warm and safe... Staring at you

make me feel good like never before... Gazing at you,

feels like it s the irst time I knew how to breathe... -SA

Aku bengong membaca e-mail Maya, tapi kemudian sedapat mungkin bersimpati. Yah, mungkin aku agak keterlaluan. Tapi aku tak peduli. Sekarang mataku sudah tertancap pada sebuah e-mail lain yang masuk ke kotak suratku.

Siapa ini?? Aku punya pengagum rahasia?? Tapi siapa?? Namanya Secret. Tapi siapa yang menamai dirinya sendiri Secret?? Aku membaca tulisan itu sebelas kali lagi. Romantis banget& . Andai saja Andros yang mengirimnya untukku.

Tunggu dulu. Mungkinkah? Mungkinkah itu Andros?

Aku tahu Andros tak mungkin bisa mengatakan hal-hal seperti ini padaku. Tapi belum tentu dia tidak bisa menulis. Ya Tuhan, aku akan memberikan apa pun bila benar Andros adalah pengagum rahasia-ku.

Sudah pukul tujuh. Aku segera turun untuk makan malam. Perutku pun sudah lapar sekali. Ternyata semua sudah berkumpul di ruang makan,

" Cher, ayo makan, " kata Papa sambil menyendokkan nasi ke piringku. Aku segera duduk di sampingnya dan mulai makan.

Papa adalah ayah yang paling manis di seluruh dunia. Dia pernah memberiku sebuah Alexandre Christie di ulang tahunku yang ke-14. Anak perempuan mana yang sudah mendapat Alexandre Christie di usianya yang baru menginjak empat belas tahun?

" Kamu juga, An. Makan yang banyak. Oya, tadi belajar apa?" tanya Papa polos. Nasi yang sedang kukunyah hampir saja menyembur keluar. Adit tak sengaja menyenggol gelas sehingga airnya membasahi seluruh meja makan. Papa segera menasehatinya.

Aku yakin Adit sengaja melakukan itu untuk meng hindari pertanyaan Papa selanjutnya. Apanya yang belajar? Belajar memasukkan bola ke gawang digital?

Keributan itu terjadi sekitar sepuluh detik, kemudian Papa lupa sama sekali dengan pertanyaannya. Dia sekarang sudah mengobrol dengan Ibuibu tiriku, karena Mama sudah meninggal dua tahun yang lalu. Oh ya, Adit adalah saudara tiriku. Tapi aku tak pernah menganggap bagian tiri -nya. Well, mungkin pernah beberapa kali saat dia mengacau di kamarku.

Aku makan sambil menatap Andros. Hal itu telah menjadi kebiasaanku setiap malam. Andros memang makan malam di sini hampir setiap malam karena kebiasaannya main PS2 yang rutin dengan Adit, yang disangka Papa sebagai kegiatan belajar bersama. Kurasa aku wajib berterima kasih kepada Adit. Karena dia dan PS-nya, aku bisa melihat Andros setiap hari. Jadi, aku tak pernah berniat mengadukan ini.

Andros terlihat sangat imut jika sedang makan. Oke, dia imut saat melakukan apa pun. Poninya yang sudah panjang dan ikal menutupi matanya saat dia menunduk. Aku jadi ingin bersyukur kepada Tuhan karena telah menciptakan sesuatu yang sesempurna dia.

Tiba-tiba, Andros menggerakkan kepala untuk me nyibakkan rambut yang menutupi matanya. Oh Tuhan, kurasa aku akan pingsan. Andros sadar kalau aku sedang mengawasinya dengan wajah pucat. Dia tersenyum miring seperti yang selalu dia lakukan setiap kali aku kedapatan menatapnya. Aku tak membalas karena tubuhku tak punya tenaga lagi, bahkan untuk sekadar menggerakkan otot bibirku. Aku-sangat-lemas.

Setiap hari aku merasakan ini, setiap aku melihatnya makan tepat di hadapanku. Aku akan memerhatikannya dan dia akan melayangkan senyumannya yang dahsyat, yang dapat melumpuhkan ribuan syaraku dalam waktu kurang dari sedetik.

Aku coba menyelesaikan makan malamku tanpa suara, sambil memikirkan tentang pengagum rahasiaku. Apa benar itu Andros? Tapi, tampaknya Andros bersikap biasa saja. Yang kumaksud biasa di sini adalah, tidak bicara kecuali ditanya. Yah, dia bicara sih. Tapi tak pernah menyangkut hubunganku dengannya. Paling-paling hanya tentang cuaca atau sekadar bertanya seka rang pukul berapa. Tapi mungkin saja dia pengagum rahasiaku. Mungkin, karena dia tidak berani bicara langsung, dia mengirim e-mail itu.

Aku tersenyum sendiri, lalu menyuap nasi banyak-banyak ke dalam mulutku. Nafsu makanku kembali secara mendadak.

" Lo udah gila, ya? Cengar-cengir sendiri, " celetuk Adit heran. Papa dan Ibu segera menghentikan obrolannya, lalu segera menatapku. Aku menutup mulutku. Pasti aku tampak bodoh dengan nasi di dalam mulutku dan bibir yang tertarik ke atas, walaupun aku juga tidak peduli kalau yang menganggap bodoh itu keluargaku.

Tapi& Andros di depanku. Andros! Seharusnya aku tidak bertindak bodoh di depan pacarku.

Ya ampun, aku ini. Memangnya dia peduli??

Special

Alissa ternyata tidak pindah. Entah dari mana Maya mendapat kabar itu, yang jelas dia salah besar. Alissa masih saja mencegatku di gerbang sekolah tadi pagi. Sebal. Memangnya dia tak punya pekerjaan lain, apa?

Dia bertanya tepatnya menghardik apa Andros masih pacarku. Aku bilang saja kepadanya untuk bertanya sendiri kepada Andros. Alissa tak akan percaya walaupun aku bersujud dan berkata aku masih pacaran dengan Andros. Alissa segera melengos dan sengaja menabrakku, entah apa maksudnya. Kupikir hanya untuk menunjukkan keangkuhannya.

Ya Tuhan, mengapa aku bisa selemah ini, sih? Kalau saja aku terlahir sebagai Xena he Warrior Princess, aku pasti bisa membelah dada Alissa dengan cakramku& . Atau tidak. Pasti Andros langsung memutuskan aku kalau aku tiba-tiba jadi jauh lebih besar darinya, menunggang kuda, dan menggenggam cakram ke mana-mana.

Saat ini, aku sedang menunggui buku PR kimiaku yang sedang disalin Maya. Tidak seperti kalimat penutupnya di e-mail semalam, dia datang ke sekolah. Menurutnya, dia bukan cewek pengecut yang takut ber saing. Entahlah. Aku mengiakan saja supaya cepat.

" Apa gue pindah kelas aja, ya?" tanya Maya tanpa melepaskan pandangannya dari buku kimia. Ternyata dia plin-plan juga. Apanya yang bukan cewek pengecut ?

" Lo gila, ya? Ngapain pake pindah kelas? Apa lo takut bersaing sama Putri?" sahutku sambil mengedarkan pandangan ke seluruh kelasku dan mendapati Darren sedang bercermin. Eww!!

" Enak aja lo! Lo bilang gue takut sama dia? Gue berani saingan sama dia!" sahut Maya sengit. Bukunya terlempar sampai ke kepala Darren. Rambut Darren yang sudah dibentuk sedemikian rupa dengan Gatsby Wax seketika kempis. Dia mengumpat, lalu meraih buku itu. Oh... My... God& . Itu kan bukuku.

Darren segera berjalan ke arahku, tampak berang. Tiga, dua, satu& .

" Eh, teri! Ngapain lo nyambit-nyambit gue pake buku, hah? Mau pamer lo udah ngerjain PR?" semprot Darren galak.

Teri adalah panggilan Darren padaku. Menurutnya aku seperti ikan teri; kurus, kering, dan tak menarik. Ditambah lagi bau amis. Padahal, aku tidak. Bau amis, maksudku.

Maya segera berdiri untuk membelaku karena tahu aku cepat menangis dalam hal-hal seperti ini.

" Itu gue yang lempar. Lo mau apa?" seru Maya sam bil berkacak pinggang.

Darren segera mengeluarkan se nyuman nya yang paling manis. Darren pernah menembak Maya sebulan yang lalu dan bulan-bulan sebelumnya tapi Maya sama sekali tak tertarik padanya.

" Ah nggak, May. Gue kira si teri ini yang lempar, " kata Darren tergagapgagap. Rupanya dia masih menaruh hati pada Maya.

" Kalo emang dia yang ngelempar, lo mau apa?" hardik Maya lagi. Aku sangat bersyukur punya teman seperti Maya. Sudah cantik, berani pula.

" Ng& nggak apa-apa kok. Nih gue kembaliin. " Darren mengembalikan bukuku, lalu segera kembali ke depan jendela, membetulkan rambutnya yang tadi sudah gepeng.

" Dasar cowok sinting, " umpat Maya, lalu segera menyalin lagi. Bisa dibilang, aku sangat mengagumi Maya. Dia sangat cantik. Ayahnya orang Amerika Latin Venezuela tepatnya. Kulit Maya keemasan, rambutnya panjang kemerahan. Bentuk tubuhnya dinilai sembilan koma lima oleh anak-anak cowok di kelas.

Hebat, kan? Dia bernilai sembilan koma lima, sementara sahabatnya bernilai tiga koma lima. Benar-benar cocok dan saling melengkapi. Kami seperti Yin dan Yang saja. Walaupun demikian, Maya sangat tidak berbakat dalam bidang ilmu pengetahuan apalagi seni. Juga hubungan dengan orang lain. Setidaknya kupikir begitu. Dia tidak pernah berkencan dengan siapa pun, atau berteman dengan siapa pun kecuali aku.

Lima menit kemudian, Pak Herman, guru kimia kami, masuk. Semua murid kembali ke kursinya masing-masing.

" Argghh!!" Maya berteriak karena PR-nya belum selesai. Darren pun segera menyingkir dari jendela di sebe lah kursiku. " Baik, Anak-anak. Sekarang, Bapak akan memper kenalkan kalian kepada seorang murid baru pindahan dari Tangerang. Silakan masuk, " kata Pak Herman.

Terdengar dengungan keras di seluruh kelas. Semua orang bergumam, meributkan tentang kira-kira cewek atau cowok, cantik atau cakep, dan lain sebagainya. Yang jelas, hanya aku dan Maya yang tidak. Maya bahkan mencuri waktu ini untuk meneruskan menyalin PR.

Ketika Putri masuk yah, kupikir dia yang bernama Putri, karena gambaran Adit tentangnya tepat sekali semua makhluk bertitel laki-laki segera meneteskan liurnya. Well, tidak segitunya, sih. Tapi yang jelas, mulut mereka semua menganga lebar.

Tingginya kutaksir seratus enam puluh dua senti. Beratnya lima puluh kilogram. Dan ukuran dadanya pasti tidak kurang dari tiga puluh enam. Aku yakin sekali. Aku melirik Maya, yang ternyata sudah meletakkan pensilnya dan memandang sengit ke arah Putri.

" Silakan perkenalkan diri, " kata Pak Herman. Guru itu juga tampak tertarik dilihat dari posisi berdirinya yang kelewat dekat dengan Putri.

Putri nyaris tak bisa menengok ke kanan karena akan berhadapan langsung dengan wajah Pak Herman yang penuh kerut.

" Nama saya Putri Anastasia, saya baru saja pindah dari SMU 3 Tangerang, " kata Putri tanpa malu-malu layaknya anak baru.

Kalau aku, pasti sudah tergagap-gagap tak keruan.

" Rumahnya di mana?" sahut Doni, teman sekelasku yang sangat konyol. Anak-anak menyambutnya meriah.

" Di Jalan Anggrek. Nomor berapanya saya belum hafal. Maaf, ya. " " Dimaain& , " sahut anak-anak cowok serempak.

Aku bisa mendengar dengusan Maya, bahkan dari jarak dua meter darinya.

" Terus, nomor telepon?" sahut Tedi dari pojok kelas. Semua anak cowok tiba-tiba menyiapkan pulpen dan kertas.

Putri hanya tersenyum simpul, " Saya belum hafal juga. Maaf lagi, ya. " Terdengar desahan kecewa di mana-mana.

" Nomor HP aja deh!" Tedi masih belum mau menyerah. " Saya nggak punya HP. Mau beliin?"

Serentak, semua cowok mengangguk. Entah itu yang punya uang atau yang tidak. Yang tidak, mungkin akan segera mencari pekerjaan paruh waktu sepulang sekolah. Terserah mereka sajalah.

" Baik. Sekarang kamu duduk di depan saya. Rio, coba pindah. " Pak Herman segera mengusir Rio.

Ya ampun, Bapak ini. Apa dia sudah tak ingat umur? Tak ingat anakistri? Ups, sampai lupa. Pak Herman tidak punya anak dan istri. Dia masih bujangan. Bujangan berumur empat puluh tiga tahun. Menyedihkan.

Aku melirik ke Maya lagi. Dia memutar-mutar bola matanya ketika Putri melenggang ke kursi yang disediakan.

Siangnya di kantin& .

" Apa sih bagusnya dia?" seru Maya emosi.

" Dia bagus, " kataku jujur, membuat Maya langsung cemberut. " Dia cocoknya jadi model, " tambahku, tanpa ber maksud memperkeruh suasana.

" Yeah, right. Model Playboy atau TS lima ratusan yang biasa dijual di pinggiran jalan, " kata Maya ketus.

Aku bisa maklum kalau Maya iri berat pada Putri. Jadi, aku biarkan dia mengoceh tentang Putri selama beberapa menit. Aku tak berniat mendengarkan. Aku malah mencari-cari sosok Andros di sekeliling kantin. Biasanya, dia ada di meja pojok dengan Adit.

Dia ada di sana!

Andros selalu duduk bersama Adit, bahkan sejak awal ka mi pacaran. Dia tak pernah punya inisiatif untuk melakukan apa pun terhadapku. Adit, orang yang kuanggap kakakku, juga tidak melakukan apa pun untuk mengingatkan Andros bahwa aku adalah pacarnya, orang yang seharusnya lebih diperhatikan daripada sahabatnya.

Ya Tuhan, Maya masih saja mengoceh. Kenapa semua harus tentang dirinya, sih? Dia tak peduli soal masalahku dengan Andros. Masalahku jauh lebih berat darinya, yang cuma kedatangan saingan.

Sementara aku? Aku adalah cewek termalang di dunia yang punya pacar supersegalanya, tapi sama sekali tidak perhatian padaku! Seseorang yang kukira sahabatku hanya menggerutu soal hal-hal yang tak penting seperti cara jalan Putri yang kayak bebek lah, senyumnya yang palsu lah, atau apalah yang tak ingin kudengar. Aku benar-benar merasa kesepian sekarang. " Cher! Lo denger gue nggak sih!" teriak Maya, mengagetkanku.

" Denger, " jawabku sekadarnya. Aku hanya mendengar sedikit-sedikit, tapi peduli apa. Aku punya masalah yang lebih penting di sini. Pacarku lebih dekat dengan kakakku daripada aku!

" Oh yeah?" Alis Maya terangkat sangsi. " Apa coba?" Maya mencoba mengujiku.

" Ng& Putri jalannya kayak bebek?"

" Bener banget! Udah gitu sok kecentilan lagi di depan cowok! Emang dasar& . "

Ya ampun, Maya. Aku ingin pingsan rasanya. Aku menatap ke arah Andros lagi dan di sana ada& Putri. Putri?? Mau apa dia di sana? Semoga bukan untuk menggoda Andros& . Ya Tuhan, biarkan Putri suka pada Adit! Jangan sampai dia tiba-tiba naksir Andros, mengingat Andros seratus kali jauh lebih imut dari kakakku!

Mereka tampak sedang bercanda. Dan aku di sini sendirian. Walaupun ada Maya, tapi sama sekali tak terasa. Dia masih saja mengoceh tentang Putri, tanpa sadar kalau Putri sudah ada bersama Adit. Dan Andros. Ya ampun, rasanya seperti ada di Temptation Island. Melihat pacarku asyik bercanda dengan cewek lain, sementara aku di sini bengong dengan cewek bawel. Semoga saja aku bisa berakhir dengan indah seperti Andy dan Shannon dilamar sepuluh menit setelah acara itu selesai.

" Cher, lo dari tadi ngeliatin apa sih? Perasaan lo nggak konsen sama cerita gue, " protes Maya setelah sadar aku tak mendengarkannya, bahkan dari awal dia bercerita.

Maya segera mengikuti arah pandangku. Seperti yang telah kuduga, dia segera mengamuk melihat orang yang sedari tadi dibicarakannya ada bersama orang yang disukainya.

" Dasar cewek sialan! Ngapain dia di sana! Dasar nggak tahu malu!" teriak Maya tanpa mempedulikan vo lume suaranya yang stereo.

" Ssshhht! May, ntar kedengeran!" seruku khawatir. " Emang maksudnya itu! Biar aja dia denger!" sahut Maya lagi. Aku kadang heran pada sahabatku ini. Dulu, dia setengah mati menolak Adit dengan alasan dia culun lah, tidak keren lah, dan alasan-alasan lainnya yang menyangkut duniawi. Sekarang, setelah Adit mulai membaca Hai dan minum L-men, Maya setengah mati tergila-gila padanya. Dan saat ini, saingannya menyukai gebetannya. Aku ingin tahu apa yang ada di kepala Adit kalau tahu dua cewek tercantik di sekolah ini sedang mengejarnya. Pasti dia bisa pingsan saking senang.

Aku menatap Andros lagi. Dia menangkap tatapanku, lalu tersenyum seperti biasa. Sangat manis. Membahayakan. Serius, nih. Senyumannya bisa berbahaya bagi semua cewek di dunia ini.

Aku membalasnya. Berarti masih aman. Dia masih milikku. " Kali aja dia suka sama Andros, Cher!" seru Maya tiba-tiba, membuatku nyaris terkena serangan jantung.

" Lo bilang apa??" sahutku tak terima. " Yah, bisa aja, kan? Gue sih berharapnya gitu. " " Kok lo jahat sih?"

Maya mendesah. " Bukannya gue jahat, Cher. Kalo cewek itu suka sama Andros, nggak ada pengaruhnya, kan? Adit pernah bilang ke gue, sekali Andros suka sama cewek pasti nggak bakal ngelirik cewek lain. "

Maya memang tahu cara membuatku sedih sekaligus senang. Adit juga pernah mengatakan itu kepadaku. Tapi dia Adit. Orang yang paling tidak bisa dipercaya sedunia.

" Oh ya, gimana lo sama Andros, udah ada kemajuan?" Akhirnya Maya menanyakan sesuatu tentangku.

" Belom. Kemaren dia ngobrol dikit sih sama gue. Tapi keburu ada Adit, " keluhku.

" Ya ampun& kalian tuh pasangan paling ngebosenin di seluruh dunia. Ngobrol dikit aja pake lo banggain! Gue heran, gimana sih kalian bisa pacaran?" Maya kemudian geleng-geleng.

Aku juga heran mengapa aku dan Andros bisa pacaran. Hal itu terjadi begitu saja. Aku pun larut dalam lamunan.

Dua bulan yang lalu, seperti biasa, Andros datang ke rumahku untuk bermain PS2 dengan Adit. Adit sedang mandi dan meninggalkan Andros sendirian di kamarnya. Aku masuk ke kamar Adit, bermaksud mengambil CD Blackstreet yang dipinjamnya dan mendapati Andros sedang membereskan kaset-kaset PS yang berantakan. Aku ingat saat itu aku langsung berkeringat dingin. Badanku serasa kaku di depan pintu.

Andros memandangku, lalu tersenyum dan menanyakan sedang apa aku di sana.

Aku bilang kepadanya dengan tergagap kalau aku mau mencari CD Blackstreet-ku, tapi aku tak tahu letaknya. Dengan wajah imutnya, Andros menawarkan diri untuk membantuku. Segera aku sambut tawarannya dengan senang hati.

Sepuluh menit aku mencari CD itu di seluruh kamar Adit, tapi tak ketemu juga. Aku memutuskan untuk mencari di tumpukan kaset PS. Andros membantu ku mencarinya. Aku ingat persis seberapa dekat wajahku dengan wajahnya ketika kami mengobrak-abrik kaset-kaset PS itu. Karena hanya terpaut sepuluh senti, bukannya ikut mencari, aku malah memandangi wajahnya. Aku

tahu mungkin saat itu ekspresi wajahku sangat-sangat menjijikkan untuk dilihat. Yang jelas aku benar-benar terpesona dengan Andros.

Andros menyadarinya, lalu tersenyum kepadaku. Dia bertanya ada apa di wajahnya.
Me And My Prince Charming Karya Orizuka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Aku hampir tergoda untuk mengatakan ada wajah Josh Hartnet di sana. Tapi aku yang entah kemasukan setan apa malah berkata bahwa di wajahnya ada kotoran, lalu mengusapnya dengan tanganku. Asal tahu saja, aku hampir pingsan saking senangnya.

Dia berterima kasih atas kebohonganku.

Sampai sekarang, sebenarnya aku masih merasa sedikit bersalah. Tapi rasa bersalah yang menyenangkan, sampai-sampai aku tidak merasa menyesal telah melakukannya.

Lalu, aku memberanikan diri untuk bertanya apa dia sudah punya pacar. Sepertinya sore itu aku sudah kemasukan arwah Alissa atau nenek moyangnya. Dia tersenyum lagi, lalu berkata, " Emangnya kenapa kalo belom?" Aku, dengan wajahku yang parah karena mulutku menganga, menjawabnya, " Ya nggak apa-apa. Nanya doang. Kayaknya lo tiap malem minggu ngapelin Adit mulu. "

Dia tertawa sejenak cute banget lalu bekata lagi, " Gue belom punya pacar. " Dan aku yang sore itu benar-benar on ire berkata, " Wah, ada lowongan dong. " Sumpah mati, aku bermaksud bercanda.

Tapi Andros menatapku dengan pandangan menilai sejenak yang kukira bercanda juga lalu berkata, " Emang lo mau jadi pacar gue?"

Ekspresi wajahku waktu itu pasti sangat jelek, tapi aku menjawab berani, " Mau aja. Asal lo nggak bercanda. " Sungguh, saat itu aku tak tahu apa yang kubicarakan.

Senyum Andros semakin miring saat berkata, " Gue serius kok. Tapi syaratnya, lo harus tahan sama gue yang apa adanya. "

Pada titik itu, aku bersedia menerima apa pun syarat yang dia ajukan. Terjun ke sumur belakang rumah pun akan aku kerjakan, kalau dia benarbenar memintanya. Setelah dia menembakku, aku segera menangis terharu di kamarku. Aku sudah jadian dengan cowok paling cakep di sekolahku. Apa lagi yang bisa lebih membahagiakanku dari ini?

" Hmm& . "

Tanpa sadar, aku mengeluh. Aku tak mengira kalau jadinya akan seberat ini. Pacaran dengannya sama saja tidak pacaran sama sekali. Keadaannya tidak jauh berubah dari sebelum dia menembakku. Kenyataan itu tentu saja menyakitkan. Dia sama sekali tidak pernah, yah, mendekatiku. Dalam hal apa pun. Paling-paling hanya tersenyum, mengobrol, atau hal-hal kecil seperti itulah, yang membuatku tidak merasa istimewa sebagai pacarnya. " Kenapa lo, Cher?" Suara Maya membuyarkan lamunanku. " Hah& Nggak kenapa-napa!" sahutku cepat.

" Balik ke kelas yuk?" ajak Maya.

Aku bangkit, lalu mengikuti Maya berjalan menuju kelas. Maya benar. Aku dan Andros adalah pasangan paling membosankan sedunia. Aku rasa aku harus bertindak secepatnya.

Andromeda Arastya The Most Wanted Male on SMU 1 PACARAN DENGAN CHERRY DANISHA???

Langkahku terhenti ketika aku melihat namaku terpampang di majalah dinding sekolah. Artikel tentang Andros ternyata sudah menjadi artikel tetap di majalah dinding ini. Nyatanya, wajah imut Andros selalu menghiasinya sepanjang minggu sebulan terakhir. Dan di edisi ini, aku dibawa-bawa. Aku membacanya lebih lanjut.

Andromeda Arastya, The most wanted male in SMU 1 tahun ini dan tahun-tahun sebelumnya, sedang dilanda gosip hebat. Andros, demikian panggilan akrabnya, digosipkan berpacaran dengan murid perempuan yang biasa saja bernama Cherry Danisha, anak kelas 1-3.

Menurut sebuah sumber, Andros dan Cherry sudah berpacaran sejak dua bulan yang lalu. Tapi sebuah sumber lainnya, yaitu Alissa Caristha siswi cantik nan rupawan, dengan tinggi tubuh 168cm, Ketua Cheerlader SMU 1 yang menjuarai setiap pertandingan cherleadermengatakan gosip itu hanya akal-akalan Cherry, yang ingin mendapatkan ketenaran semata. Menurutnya, sangat tidak mungkin Andros mau dengan anak yang sangat biasa-biasa saja dan tidak punya kelebihan sama sekali (menurut Alissa, red.). Seperti yang terlihat, Andros dan Cherry sama sekali tidak pernah terlihat berdua. Malah terkesan tidak saling mengenal.

Menurut sumber lainnya, Cherry dan Andros hanya teman semata, hanya karena sahabat dekat Andros, yaitu Aditya Gunadi, tak lain tak bukan adalah kakak dari Cherry.

Ya ampun. Bahkan, masalah ini sudah menjadi masalah bersama. Aku mau mati saja!!

Dream

Comes True

Aku duduk termenung di ayunan depan rumahku, memikirkan artikel tentang aku dan Andros yang sangat menyakitkan.

Memang benar aku tidak seperti Alissa. Atau Putri. Atau Maya. Aku biasa saja. Boleh dibilang aku terhitung di bawah standar. Badanku tidak berisi. Tinggiku tidak semampai. Dadaku berukuran tiga puluh dua, cenderung kurang. Betisku besar. Gigiku berantakan. Wajahku tidak mulus. Sekarang aku punya tiga jerawat membentuk segitiga bermuda di dahiku. Aku tidak akan menyalahkan Andros jika dia tidak mau mencium dahiku. Tapi Andros tidak mencium. Jadi, aku tak pernah khawatir. Yang aku punya adalah bakatku. Juga otakku. Aku suka hal-hal berbau seni, seperti melukis atau membuat sketsa kasar. Dan aku adalah juara kelas semester lalu.

Tapi cowok keren tidak akan suka pada cewek pintar. Atau cewek yang tubuhnya belepotan cat minyak. Jadi, ini sama sekali bukan kelebihan yang menguntungkan kalau menyangkut urusan cowok.

Aku tak tahu apa yang membuat Andros menerimaku menjadi pacarnya dua bulan yang lalu. Apa waktu itu dia sedang bertaruh dengan Adit? Atau dia sedang mabuk?

Ya ampun. Kenapa aku berpikir seperti ini? Andros bahkan tidak minum soda.

Andros tak pernah sekali pun meneleponku. Aku bahkan ragu Andros tahu nomor ponselku. Aku sungguh sedih jika mengingatnya. Dia setiap hari datang ke rumah, tapi bukan untukku. Dulu, sebelum dia menjadi pacarku, aku tak pernah mempermasalahkannya karena aku sudah cukup senang Andros datang. Sekarang? Aku sedih sekaligus marah kalau dia datang masih untuk bermain dengan kakakku.

Ya Tuhan, apa aku separah ini menyukai Andros? Wajahnya selalu saja terbayang bahkan saat aku tidak sedang tidur. Andros yang memakai jeans

belel dan jaket biru tua... tampak sangat menawan. Dia mendekatiku& Andai ini nyata& .

" Cher?" Bayangan itu tiba-tiba bisa bersuara.

Aku langsung tersadar. Andros yang ini bukan bayangan. Dia Andros yang asli. Berdiri tepat di depanku.

" Hmm?" gumamku, masih kaget.

" Lo nggak apa-apa?" tanyanya sambil menunjukkan wajah khawatir. Sepertinya wajahku pucat karena terkejut atas kedatangannya yang tibatiba. Aku menggeleng pelan sambil berusaha mengatur napasku lagi. " Bagus deh. Adit ada?"

Adit. Selalu saja Adit. Kenapa tidak mencariku? Halo, aku ini kan pacarmu? Dan sekarang adalah malam Minggu. Harusnya kamu sadar dong, malam Minggu adalah waktu seorang cowok untuk bertemu pacarnya! " Selalu ada, kan?" sahutku ketus. Aku sedang kesal setengah mati. Andros menatapku heran sesaat, lalu tersenyum samar. " Lo pasti baca artikel di mading, kan? Gue juga kesel bacanya. Maunya apa sih mereka, ngorek-ngorek kehidupan pri badi orang lain aja. "

Aku menatapnya takjub. Aku dianggap kehidupan pribadinya. Tiba-tiba, aku jadi mencintainya seperti dulu. Aku tak peduli lagi dia mau main dengan Adit atau main dengan Papa.

Andros menatapku lagi, yang masih terpukau. " Eh, salah ya, bukan itu masalahnya?" katanya sambil menunjukkan tampang innocent-nya.

" Iya, itu masalahnya, " sahutku cepat. Inilah saatnya untuk bertanya kepada Andros apa yang menyebabkannya tidak peduli kepadaku dan kehidupan romantisku.

Andros menghela napas sebentar, lalu bersandar pada tiang ayunan. Aku-sangat-bahagia.

" Udah, nggak usah dipikirin. Si Alissa emang nggak ada kerjaan, " kata Andros, mengira aku sedang memikirkan kata-kata Alissa.

" Kenapa sih lo mau pacaran sama gue?" tanyaku, setelah mengumpulkan segenap keberanian.

Andros menatapku tajam.

" Yah, gue kan nggak cantik& , " sambungku lagi.

" Emang gue pacaran sama lo?" tanya Andros, yang segera membuat jantungku seolah melorot ke kaki. " Bercanda, " tambahnya, sambil nyengir jail.

Kalau saja tak ada senyuman itu, pasti dia akan langsung kupukul. Seenaknya membuat orang hampir mati!

" Gue nggak pernah menilai orang dari isiknya. Bagi gue, lo nyenengin, " kata Andros santai.

Jujur saja, aku tak suka kata-katanya. Seakan aku orang paling jelek sedunia, tapi menyenangkan. Bagaimanapun, aku tetap menyukai Andros yang tak pernah membedakan orang. Sudah keren, baik pula. Jarang-jarang ada orang seperti itu, kan? Yah, mungkin Brad Pit. Oke, bahkan Brad Pit sudah tak begitu menyenang kan lagi semenjak dia meninggalkan wanita keren demi sepasang bibir tebal.

" Tapi, apa lo nggak risih sama kata orang kalo kita pacaran? Lo kan keren, cakep, pujaan cewek-cewek.... Nggak malu punya pacar kayak gue?" Sumpah mati, aku sangat sedih mengatakan hal ini. Sedih karena yang kukatakan benar.

Andros kembali menatapku tajam. Kali ini, dia terlihat marah dan segera buang muka. " Gue nggak suka lo ngomong kayak gitu, " katanya tanpa melihatku.

Lalu apa yang harus kukatakan? Memang ke nyataan nya seperti itu. Andros adalah pangeran dalam dongeng Cinderella dan aku adalah si itik

yang buruk rupa. Tak ada kaitan sama sekali dalam hal apa pun, kecuali mereka sama-sama tokoh dongeng.

Aku tak bicara karena kalau satu kata saja keluar dari mulutku, air mataku pasti akan mengucur. Aku memang lemah dalam hal seperti ini. Perasaanku lebih rapuh daripada biskuit yang sudah basi. Andros pun diam saja sampai lima menit berikutnya.

" Gue masuk dulu, " katanya tiba-tiba, lalu meninggalkanku begitu saja. Rasanya, dia seperti pergi dan tak akan kembali lagi.

Ya Tuhan, mengapa aku berpikir yang tidak-tidak? Dia masuk ke rumahku. Jelas dia akan kembali lagi untuk pulang ke rumahnya.

Walaupun demikian, air mataku sudah menganak-sungai. Aku sangat menyesali diriku yang tidak punya apa-apa. Sangat tidak punya apa-apa, bahkan untuk diajak mengobrol selama setengah jam saja. Mungkin dia tidak tahan melihat wajahku? Atau malu jika dilihat orang sedang mengobrol denganku?

Ya Tuhan. Aku baru saja menemukan alasan mengapa selama ini Andros tidak mau duduk denganku di kantin. Aku segera menangis lagi karenanya.

Saat ini, aku sudah berhadapan lagi dengan Andros. Aku sedang makan malam dengan seluruh keluargaku. Sedapat mungkin aku menunduk, menghindari per tanyaan mengapa-mataku-merah.

Aku makan dalam diam, sementara semua orang menceritakan kesibukannya. Aku merasakan tatapan Andros, tapi aku tak berani menatapnya balik. Sekarang, menatap wajahnya yang imut itu menyakiti hatiku.

Selesai juga. Makan malamnya, maksudku. Aku langsung naik ke kamar tanpa melihat siapa pun lagi. Aku sangat takut untuk bertemu muka dengan Andros. Takut aku terluka lagi karena merasa tidak pantas untuknya.

Aku menyalakan komputerku dan membuka e-mail. Ada satu dari ibunya Maya. Dia ada di Venezuela. Sebenarnya, ayah dan ibunya Maya sudah tinggal di Venezuela sejak setahun silam. Tapi Maya bersikeras untuk tetap di Indonesia sampai dia selesai SMU.

indahlopez@yahoo.com Hola, Cherry!

Gimana kabar kamu? Juga keluarga kamu? Tante Indah dan Om lucas baik-baik aja lho&

Cher, Tante mau tanya soal si Maya, dia masih kerasan di sana, nggak? Tante minta tolong, Cher, bujuk dia supaya pindah ke Venezuela ya& Tante dan Om kangen berat soalnya. Kamu juga boleh ke sini, kok. Di sini cowoknya hot-hot lho..

Salam manis!

Aku tidak menyangkal cowok Venezuela hot-hot. Cuma mereka sudah pasti tidak mau sama aku. Lagi pula, tak ada satu pun dari mereka se-hot Andros. Aku yakin itu.

Aku memutuskan untuk membalasnya besok karena aku selain sedang tidak mood, aku melihat e-mail dari Secret Admirer. Aku membukanya dengan jantung berdegup kencang.

Ya ampun. Siapa sih ini? Aku tak merasa memberi kan alamat e-mail-ku kepada cowok, kecuali Adit. Aku memutuskan untuk membalasnya. Aku benar-benar penasaran.

secretadmirer@hotmail.com

secretadmirer@hotmail.com

Big HI

Curiousity

Hi Cherry! How are you doin ?

why didn t you reply my message? I m waiting for it&

love. -SA

Hi there, my secret admirer! wHO ARE YOU????

Aku mengirimnya. Setengah menit kemudian, dia membalasnya. Oh. My. God. Dia sedang online.

SA : How r u? Cherry : Fine. wHO r u?

SA : Don t u remember me? Cherry : Nope. So who r u? SA : Guess!

Cherry : Don t want to. Just say it.

SA : U lost your sense of humour, Cherry. Cherry : whatever. I m not in the good mood tonight. SA : lol. Ok, ok. I m Jean. Remember?

Cherry : Gulp. Jean Gallardo??

SA : Yup. U still remember, then. Cherry : 4 God s sake! How s Paris? SA : U ask about Paris? How about me? Cherry : lol. Sorry, I love it a lot. So how r u?

SA : Good. And so is Paris. Still the same, you know&

the tower, the kisses& Cherry : lol. So& u still have crush on me huh?

SA : Absolutey. when will u get in France? Can t wait 2 c u.. Cherry : well, it ll be the most impossible dream I ve ever had.

why don t u get here. SA : Can t. Busy by college. Just got Cin my paper.

Aku mengobrol dengan Jean selama dua jam penuh. Jean Gallardo adalah seorang mahasiswa di universitas terkenal di Paris yang aku kenal dari sebuah forum situs seni beberapa bulan yang lalu. Kami sama-sama tertarik pada Michael Angelo dan karya-karyanya. Aku sangat senang bisa berkenalan dengannya. Aku pernah bermimpi terbang ke Prancis dan menikah dengannya, lalu punya anak-anak bernama Michael, Leonardo, dan Monalisa. Tetapi, mimpi hanyalah mimpi.

Tapi kemudian, aku hidup di dunia mimpi. Buktinya aku pacaran dengan Andros.

Bukan berarti aku menyukai Jean sebagai cowok. Kalau sudah mempunyai kesamaan dengan orang, pasti menyenangkan. Ada yang bisa dibicarakan setiap bertemu, bukannya saling berdiam diri seolah tak kenal. Jean sangat baik dan penyabar, setidaknya begitu kesan yang kutangkap dari kata-katanya. Yang jelas, dia perhatian padaku. Dia, seseorang yang tak pernah kulihat wajahnya, yang ada di belahan dunia lain, dan yang sama sekali bukan siapa-siapaku, perhatian padaku.

Andros, yang kulihat setiap hari, yang satu sekolah denganku, dan yang adalah pacarku, tidak pernah mau terlihat bersamaku.

Aku sungguh-sungguh sedang mengalami dilema. Dan depresi berat. Juga haus setengah mati.

Jadi, aku menyeret kakiku untuk turun ke dapur dan membuat segelas susu cokelat. Segelas susu cokelat biasanya bisa membantu menghilangkan rasa stres ringan-ku. Sekarang, sepertinya aku butuh segentong penuh susu cokelat, yang tentunya tak bisa kubuat tanpa membuat orang-orang curiga.

Saat aku keluar kamar, aku langsung berhadapan dengan Andros. Ternyata, dia sudah mau pulang. Tiba-tiba, rasa sakit itu datang lagi. Sakit di hati karena melihat Andros yang sekarang menatapku datar. Aku segera melangkah ke tangga, benar-benar tak tahan menghadapinya. " Cher, " kata Andros.

Aku berhenti. Andros memanggilku. Yang tak pernah dia lakukan sebelumnya. Mungkin pernah sih, tapi biasanya tak bermakna. Aku menoleh ke arahnya.

" Apa?" sahutku, mencoba tegar. Aku tahu aku sebentar lagi akan menangis. Mataku sudah berkaca-kaca.

" Lo marah, ya?" tanyanya manis.

Ya Tuhan, dia imut sekali. Aku tak akan bisa marah kepadanya. Tapi aku tetap kesal dengan diriku sendiri, dengan kenyataan kalau aku tidak secantik yang lainnya. Air mataku mengalir lagi. Agaknya tak mau berhenti kali ini. Andros menatapku bingung.

Sebenarnya, aku tak mau terlihat lemah di depan Andros. Namun, apa boleh buat, aku memang lemah. Dan jelek. Dan tidak punya kelebihan apa-apa.

" Cher, maain gue, ya, " kata Andros sambil men dekatiku. Wajahnya terlihat sangat bersalah. " Tadi gue mungkin agak keras, tapi gue emang nggak suka lo ngomong yang macem-macem. "

Aku menangis semakin keras. Andros tidak mengerti. Bukan dia yang aku tangisi, tapi aku sendiri. Kenapa aku bisa jadi orang sepayah ini. Andros masih menatapku ser ba salah, lalu membiarkan aku menangis hingga sepuluh menit ke depan.

Sekarang, air mataku sudah habis sama sekali. Tapi, Andros masih berdiri di depanku.

" Udah puas nangisnya?" tanya Andros sambil tersenyum. Aku mengangguk pelan.

" Apa sih masalahnya?" tanya Andros lagi.

Aku terdiam sebentar, lalu memutuskan untuk mencurahkan semuanya kepada Andros.

" Coba gue secantik Alissa! Coba gue gaul kayak Maya! Coba gue seseksi Putri! Coba gue nggak terlahir jelek kayak begini! Pasti lo nggak akan malu duduk bareng gue!!" sahutku tanpa henti. Jantungku berdegup kencang seolah akan keluar dari dada.

Andros menatapku tajam. Ya ampun, jangan dengan tatapan itu lagi& jangan dengan mata itu& .

" Oh. Jadi itu masalahnya, " kata Andros dingin. " Asal tahu aja ya, kalo lo kayak Alissa, gue nggak akan mau pacaran sama lo. "

Aku menatap Andros dengan mata berair. Aku tak percaya dia mengatakannya. Dia selalu saja bisa membuatku senang.

" Dan& emangnya gue nggak pernah duduk bareng lo, ya?" tanya Andros, kali ini nadanya sudah ramah seperti biasa.

Aku menggeleng pelan. " Lo selalu duduk bareng Adit. "

" Itu kan karena lo selalu duduk sama Maya. Ntar gue cengo dong ngeliatin kalian ngobrol soal yang gue nggak ngerti, " kata Andros sambil tersenyum.

Jadi, itu alasannya dia tidak pernah mau duduk denganku. Aku sangat menyesal sudah menyangka yang tidak-tidak kepada Andros. " Oh, gitu. Gue kira& . "

" Nggak usah mikir yang macem-macem, " kata Andros cepat, memotong kalimatku. " Gue pulang dulu, ya, " katanya lagi, sambil bergerak pergi.

" An, tunggu!" seruku sambil menahannya, membuatnya segera berbalik. " Lo besok mau ngapain?"

" Gue ada latihan basket. Emang kenapa?" tanyanya.

" Ng& gimana kalo besok kita ng& nonton?" Aku tak tahu lagi siapa diriku. Bisa-bisanya aku mengajaknya nonton!

Andros tidak tampak tekejut. Dia tampak sibuk berpikir. " Emang gue belum pernah ngajak lo nonton, ya?" tanyanya polos. Ha?! Kapan sih dia pernah mengajakku nonton?? Aku menggeleng, menghindari umpatan yang bisa kukeluarkan. Aku gemas padanya. Kadang, dia bisa seperti terkena amnesia berat.

" Ya udah. Jam berapa? Abis gue latihan aja ya? Ntar gue jemput. "

Aku mengangguk cepat. Semoga Andros tidak menganggapnya tidak wajar.

Tapi Andros tak pernah begitu. Dia hanya tersenyum, melambaikan tangan, lalu menghilang di tangga.

Aku akan nonton ilm dengan Andros!! Aku akan nonton dengan cowok yang paling cakep di seluruh dunia!!

Jean Gallardo dan anak-anak kami segera meng hilang begitu saja dari benakku.

Promises, Promises

" Yang bener lo, Cher!" sahut Maya ketika aku menyampaikan berita kalau aku akan pergi nonton ilm dengan Andros.

Saat ini, kami sedang bersantai di rumahku, menonton episode-episode terdahulu Dawson s Creek yang ku pinjam di penyewaan video.

" Beneran! Oh ya, May, gue sampe lupa. Kemaren nyokap lo ngirim e-mail ke gue, katanya gue disuruh ngebujuk lo ke Venezuela. "

" Ya ampun, nyokap gue! Nggak ada matinya nyuruh gue ke sana!" keluh Maya sambil merapikan rambutnya yang sudah kelihatan sempurna.

Aku menghela napas pasrah. Aku tak mau lagi memberitahunya walaupun ibunya mengirim seratus e-mail per hari. Maya sekarang sudah mengoceh tentang ketidakinginannya menjadi orang Venezuela yang paling tidak Venezuela. Menurutnya, lebih baik menjadi orang Indonesia yang paling tidak Indonesia. Awalnya, aku tidak mengerti maksudnya, tapi melihat dirinya yang lebih cantik jika ada di Indonesia, aku mulai paham. Di Venezuela mungkin tak ada yang seperti Maya. Apalagi yang seperti aku.

" Jadi& lo mau pake baju apa ntar?" sahut Maya setelah selesai menghujat ibunya sendiri, juga Venezuela. Entah mengapa Maya sangat tidak menyukai ibunya. Padahal ibunya membicarakan soal cowok hot. Ibuku tak pernah membicarakan cowok mana pun, apalagi yang hot. Ya Tuhan, aku tak bisa membayangkannya.

" Baju apa, ya? Gue penginnya yang spesial& , " kataku sambil mengobrakabrik lemari baju. " Menurut lo, yang mana& ?"

Maya sudah tak lagi mendengarkanku. Dia sekarang berjarak lima sentimeter dari layar TV.

" Jen!!" teriaknya histeris ketika Michelle Williams muncul di TV. Berondongnya beterbangan ke segala arah.

Aku mendesah, menyadari tak banyak gunanya memintai Maya pendapat sementara Michelle berakting di depannya. Dia terobsesi dengan

gaya Michelle berdandan. Aku menarik sebuah rok mini yang dibelikan Ibu beberapa bulan yang lalu. Aku tidak pernah me makainya karena, yah, aku tidak pantas memakai apa pun yang tingginya di atas lututku.

Aku melempar rok itu sembarangan, mulai mengaduk-aduk lagi lemariku. Aku menemukan kaus berwarna pink. Aku tidak ingat pernah membelinya. Tapi yang jelas, kaus itu ada di lemariku dan kaus itu imut sekali. Aku memutuskan untuk memakainya nanti malam.

" Eh, punya siapa, nih?" Maya meng acungkan rok miniku yang ternyata jatuh di hadapannya.

" Punya gue, " sahutku tak peduli.

" Bego! Kenapa lo nggak pake yang ini aja! Keren, lagi!!" jerit Maya. Aku memandangnya seakan dia gila. Memang sih, rok itu keren, tapi akan tampak tolol jika aku yang memakainya.

" Eh, dicoba dulu!" Maya menyodorkannya kepadaku, lalu mengepaskannya ke pinggangku begitu aku memalingkan wajah. " Nah! Cocok, kan?" sahutnya senang.

Mau tak mau, aku melihatnya juga. Memang tampak lumayan, sih. Tapi bisa-bisa Andros pingsan kegelian kalau melihatku dengan rok ini. " Yang bener aja, lo, May. Gue kayak pinguin pake rok!" seruku. " Dicoba dulu deh! Kalo jelek gue nggak akan lagi ngasih saran apa pun lagi sama lo! Cepet cobain!"

Aku mendesah, melepaskan celanaku, lalu mengenakan rok itu. Aku tak biasa memakai rok di atas lutut. Rok SMU-ku saja panjangnya sampai di bawah lutut. Maya biasa menjulukinya rok tanggung.

Maya memegang kedua pipinya, lalu segera menarikku ke cermin. Aku sungguh tidak ingin bercermin sekarang. Pasti aku kelihatan konyol sekali. " Apa kata gue, kan?" kata Maya puas.

Tidak terlalu jelek. Malah, rok itu kelihatan manis sekali di tubuhku yang mungil. Aku segera meraih kaus pink yang tadi kutemukan, lalu mengenakannya. Aku seperti bukan aku. Aku seperti Lindsay Lohan dengan dada yang lebih kecil. Sangat imut, menurutku. Yah, kecuali bagian dadanya. Aku sering iri pada Lindsay. Dia hanya dua tahun lebih tua dariku, tapi mengapa ukuran dadanya dua kali lipat dari aku? Ya ampun. Aku melupakan Putri. Dia seumurku dan dadanya bahkan dua kali lipat dada Lindsay.

" Ada yang kurang!" sahut Maya, lalu segera bergerak ke arah tasnya. Sahabatku itu sedang mengambil kotak kosmetiknya. " Gue bakal ngedandanin lo abis-abisan!"

Aku segera berlindung di balik tempat tidur. Jelas aku tidak suka dengan bagian habis-habisannya.

" Natural aja kok, Cher! Lo nggak usah takut! Kayak gue gini!" Maya menyadari ketakutanku.

Aku akhirnya menurut saja. Maya dan wajahnya terlihat sempurna bagiku. Kulitnya yang cokelat J-Lo sangat bagus untuk didandani. Malah perbedaan Maya dengan J-Lo sangat sedikit. Nama keluarganya saja sama.

Dengan cekatan, Maya mengeluarkan alat-alat perangnya yang semua bermerek ZA. Aku pernah dibelikan Lip Glide oleh Ibu. Tapi aku sama sekali tak pernah menyentuhnya. Dengan kebiasaanku menjilat bibir, Lip Glide itu pasti akan lenyap tak berbekas setelah lima detik.

" Sini, liat ke kaca, " sahut Maya sambil mendorongku ke cermin. Mulutku menganga lebar. Aku bahkan tak mengenal wajah di cermin ini. Seperti acara Oprah saja. Aku bisa berubah menjadi orang lain dalam waktu sekejap. Sepertinya aku baru maju beberapa abad dari peradaban lamaku.

" So cute, " komentar Maya sambil mengedipkan matanya kepadaku. " Kalo begini, Andros pasti bakalan nagih mau nonton sama lo lagi, " tambahnya.

" Cantikan juga elo, " kataku, berusaha merendah.

" Yah, tapi seenggaknya lo punya pacar. " Maya duduk di tempat tidurku. Aku menatapnya simpati. Fakta bahwa cewek yang sangat cantik seperti dia belum punya pacar dari lahir memang sangat mengherankan. Dari dua puluh satu cowok yang datang dan menembak, dua puluh ditolaknya dengan halus. Satu orang sisanya ditolak mentah-mentah. Ya si Darren itu.

Kenapa juga sih, Maya harus suka pada Adit yang tampangnya hanya seperempat Darren? Ah, tapi berhubung aku selalu diejek Darren, aku lebih memilih Adit. Setidaknya dia lebih bermoral daripada Darren. " Si Adit ke mana sih? Ke tempat cewek itu?"

" Nggak. Dia ikut bonyok kondangan, " jawabku sam bil memasukkan dompet dan ponsel ke tas.

" Hah? Kondangan? Nggak ada kerjaan lain, apa?"

" Kan si Andros mau nonton ama gue. Lagian kondangannya di JCC. Gue aja tadinya mau ikut. "

" Lo jangan ngomong kondangan dong kalo di JCC! Gue kira kondangan di depan rumah orang yang ada panggung dangdutnya! Ah, norak juga lo, " gerutu Maya sambil membuka Chup a Chup kesukaannya dan mulai mengulum. Kegilaannya pada permen kojack seperti itu pernah mengakibatkannya harus masuk rumah sakit. Levernya atau apalah infeksi dan langit-langit mulutnya robek parah. Tapi, itulah Maya, tidak ada kapoknya. Baru semeter dia keluar dari rumah sakit, dia merogoh kantongnya dan mulai mengulum Chup a Chup rasa stroberi.

" Lo janjian jam berapa?" tanya Maya sambil membereskan tasnya. " Pulang dia latihan. Jadi paling jam setengah tujuh nyampe. " " Oh gitu. Ya udah gue pulang dulu. Lo berani kan, sendirian di rumah?" Aku mengangguk, lalu mengantar Maya keluar. Maya segera masuk ke

Aku memutuskan untuk menunggu Andros di ayunan. Setelah mengunci rumah, aku duduk di sana sambil memandangi langit yang kelam.

Akhirnya, aku akan nonton dengan Andros. Ini artinya, ini adalah kencan pertama kami. Tanganku sudah berkeringat sekarang. Aku yakin lipstikku pun sudah hilang sama sekali. Aku punya kebiasaan buruk kalau sedang gugup, yaitu menggigiti kulit bibirku sampai tak bersisa. Kali ini, aku harus menahan diri. Aku tak mau menahan rasa perih setiap berbicara pada Andros.

Sudah pukul setengah tujuh. Andros belum muncul, tapi dadaku mulai berdegup kencang. Aku menyisir rambutku dengan jari-jari tangan. Rambutku tidak kusut sama sekali tidak pernah lagi sejak aku meluruskannya tiga bulan yang lalu. Aku melakukannya karena iri pada Jennifer Anniston dan Avril Lavigne yang tampak sangat nyaman menggerakkan rambutnya. Walaupun demikian, aku menyesal telah melakukannya. Memang sih, rambutku jadi lurus dan mudah diatur, tapi kesannya malah lebih mirip sapu. Belum lagi, ujung rambutku jadi pecahpecah sehingga aku harus rajin-rajin mengguntingnya. Maya bilang aku harus memirangnya supaya cabang-cabang rambutku tidak terlihat. Aku bilang kepadanya kalau dia sudah gila.

Pukul tujuh kurang lima belas dan Andros belum datang juga. Aku melirik jamku setiap beberapa detik. Satu detik terasa selamanya bagiku. Mungkin Andros sedang mandi atau apa& menyiapkan diri untuk bertemu denganku& .

Pukul tujuh tepat. Jika Andros tak datang di menit berikutnya, kami pasti akan ketinggalan ilmnya.

Tapi Andros tidak datang setelah menit berikutnya. Dan menit berikutnya. Dan menit-menit berikutnya.

Sekarang, sudah pukul delapan. Andros, kamu ke mana sih? Air mataku sudah meleleh lagi. Dia pasti lupa padaku. Atau dia memang bohong waktu mengatakan akan menjemputku. Dia pasti hanya menggodaku. Atau dia sebenarnya tak pernah punya niat untuk pergi nonton denganku.

Memang benar dia tak punya niat. Aku yang mengajaknya. Ya Tuhan, kenapa aku bisa menyedihkan seperti sekarang ini? Aku jadi ingin bicara dengan seseorang. Tapi tak ada siapa pun di rumahku. Bahkan, tak ada siapa pun yang lewat. Tidak bahkan seekor hewan pun.

Pukul sembilan lima belas. Aku mulai kedinginan, tapi aku tak peduli. Aku benar-benar berharap Andros tetap datang walaupun dia lupa. Tak mungkin dia lupa sampai besok.

Mungkinkah??

Pukul sebelas tepat. Dia tak juga datang! Andros benar-benar melupakanku! Aku seharusnya tidak mengajaknya nonton. Mungkin dia malu jika kedapatan nonton denganku. Mungkin juga kemarin dia hanya berbasa-basi di depanku supaya aku tidak meraung-raung di rumahku sendiri.

Berjuta kemungkinan berkecamuk dalam kepalaku, tapi tak satu pun bisa menghiburku. Mungkin kemungkinan terakhir mungkin dia tak pernah menyukaiku.

Dia memang tidak menyukaiku. Tidak pernah sekali pun dalam hidupnya. Dia hanya menganggapku sebagai adik. Aku tahu, tapi selama ini aku tak mau tahu. Aku tahu& .

Sayup-sayup, aku mendengar jeritan Ibu. Dan Papa. Juga Adit.

" Cher?" Suara Ibu terdengar lembut di telingaku.

Aku membuka mata. Badanku terasa seperti terbakar, seolah sedang berbaring di atas bara api. Rupanya, aku demam hebat.

" Bu?" Aku memegang tangan Ibu erat. Tangan itu dingin sekali. " Kamu demam, Cher. Kata dokter kamu hampir kena paru-paru basah. Kamu ngapain di luar?" kata Papa dari belakang Ibu.

" Lo nggak jadi nonton sama Andros?" sahut Adit, yang duduk di pinggir tempat tidurku.

Aku menggeleng pelan. Air mataku mengalir lagi mengingat kejadian semalam.

" Kita nemuin lo jam dua belas malem pingsan di ayunan. Lo gila ya? Untung nggak ada orang jahat, " kata Adit, lalu menghela napas.

Tadi malam aku sama sekali tidak memikirkan orang jahat. Satu-satunya yang jahat malam itu adalah Andros.

Adit melihat air mataku, lalu segera bangkit. Entah ke mana. Ibu mengganti kompresku. Papa mengelus tanganku lembut. Aku sangat bahagia mempunyai keluarga seperti mereka.

Tiba-tiba, aku merasa sangat mengantuk. Aku segera tertidur lagi. Jean menyelipkan cincin perkawinan di jari manisku yang mungil. Cincinnya terlalu besar. Jean menatapku bingung, lalu memasangkannya ke jari Maya. Tahu-tahu, Andros datang dengan menunggang unta, lalu menarikku dan membawaku pergi. Unta itu bisa terbang. Aku sangat bahagia bisa terbang bersama Andros, tapi tiba-tiba unta itu mengamuk ketika Andros hendak menciumku. Aku terjatuh dari ketinggian Himalaya. Andros menatapku dingin, tanpa berusaha meraihku sama sekali& .

" Aaahhh!!" jeritku keras. Aku terbangun. Kepalaku terasa sangat pusing. Ya Tuhan. Mimpi tadi sangat buruk. Mimpi terburuk sepanjang hidupku. Lebih buruk dari mimpi yang pernah kudapat saat aku kecil aku pernah mimpi dimakan naga ketika sedang buang air di tepi jalan. Sejak itu, aku tak pernah lagi memaksa Papa untuk berhenti di tengah jalan untuk buang air.
Me And My Prince Charming Karya Orizuka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Aku memegangi kepalaku, lalu bersandar pada bantal-bantal yang empuk. Tak ada orang di kamarku. Sepi.

Sayup-sayup, terdengar suara orang bercakap-cakap di depan kamarku. Salah satu dari suara itu terdengar seperti suara Andros. Aku segera menenggelamkan diri lagi di balik selimut dan berpura-pura memejamkan mata. Aku benar-benar tak ingin melihatnya setelah apa yang dia lakukan kepadaku tadi malam.

Pintu kamar terbuka. Dari langkah dan wangi tubuhnya yang memakai Beneton, aku sudah tahu siapa dia. Aku menutup mataku rapat-rapat.

Andros duduk di sebelahku. Aku sangat ingin memeluknya, tapi di lain pihak, aku sangat sebal padanya.

" Cher, " panggil Andros lembut.

Aku ingin menjawabnya, tapi otakku melawan. Andros sudah melupakanku tadi malam. Dia hanya menganggapku sebagai adik. Air mataku menetes lagi. Harusnya aku tak menangis, karena Andros bisa tahu kalau aku pura-pura tidur. Tapi kantung air mataku tak bisa kompromi.

" Cher, gue minta maaf banget, " kata Andros pelan. " Cher, maain gue ya. Please. "

Aku tetap memejamkan mata, walau aku yakin Andros tahu aku tidak tidur. " Cher, " panggil Andros lagi, tapi aku bergeming.

Andros mendesah pasrah, lalu terdiam sesaat. " Gue ketiduran abis latihan basket. Gue juga harus ngaku kalo gue baru inget pas Adit ngasih tahu soal

keadaan lo. Gue nyesel banget. Lo seharusnya nggak nungguin gue sampe jam dua belas di luar rumah. "

Dia baru ingat ketika Adit memberitahunya? Berarti dia sama sekali tak sadar? Aku jadi semakin kesal.

Walaupun dengan mata tertutup rapat, aku bisa merasakan Andros menatapku serba salah. Tanpa kuduga, Andros meraih tanganku yang panas. Lalu, menggenggamnya.

Sekarang, wajahku bertambah panas kira-kira lima puluh derajat lagi. Dadaku berdegup kencang. Aku harap Andros tak mendengarnya.

" Cher, gue bener-bener minta maaf. Lo sakit demi nungguin gue.... Ya ampun, Cher, gue nyesel banget. " Andros menyandarkan dahinya ke tanganku.

Aku mau pingsan!! " Cher?"

Aku masih diam tanpa membuka mata. Aku masih belum bisa memaakannya, entah kenapa.

" Cherry, gue mau ngelakuin apa aja asal lo nggak diem aja gini, " kata Andros, yang langsung membuatku membuka mata.

Begitu melihat wajahnya, aku langsung seratus persen memaakannya. Wajahnya seperti anak-anak. Sangat polos. Sekarang, aku tahu apa yang menyebabkan aku selalu bisa memaakan Andros. Mata yang dimilikinya.

" Apa aja?" tanyaku sambil memicingkan mata. Pasti mataku terlihat jelek dengan bekas air mata.

Andros mengangguk.

" Kalo gitu, gue mau besok kita nonton. Nggak ada lupa-lupaan lagi, " kataku setengah mengancam.

Andros segera tersenyum. " Kalo lo udah sembuh. Nggak besok, " katanya sambil yang segera kusayangkan melepaskan tanganku dan mengembalikannya di sebelah pahaku dengan lembut.

Aku membalas senyumnya. " Janji?" Aku mengacungkan jari kelingkingku.

Senyum Andros semakin lebar saat dia mengaitkan kelingkingnya di jariku. " Janji. "

Aku akan melakukan apa pun untuk mendapatkan senyum itu setiap hari. Oh ya, dan aku telah melupakan segala pikiranku soal kemungkinankemungkinan pera saan Andros terhadapku. Mungkin aku tadi hanya sedang emosi atau apa.

Maya datang menjengukku, terlihat luar biasa khawatir. Aku segera menjelaskan duduk perkaranya kepadanya. Ternyata, dia mendapat kabar burung tentang keabsenanku dari majalah dinding edisi besok yang dipasang sepulang sekolah tadi. Di sana tertulis bahwa aku tertabrak truk besar garagara mengejar Andros. Aku tidak penasaran siapa sumber beritanya.

" Gue sekarang jadi tahu kelemahan si Andros!!" sahut Maya setelah mendengar laporanku.

Aku menatapnya heran. " Maksud lo?"

" Kelemahannya! Yang bisa lo pergunain! Mau tahu?" Aku segera mengangguk. " Dia tuh kurang inisiatif!" sahut Maya seolah menemukan sesuatu yang baru.

" Apa lo nggak bisa ngasih tahu gue sesuatu yang gue nggak tahu?" sahutku kesal. Maya kadang-kadang bisa jadi sangat bodoh.

" Ye& kalo lo udah tahu, lo mestinya akalin, dong! Lo harus lebih agresif! Lo yang mestinya punya inisiatif!"

" Gue nggak mau dibilang murahan!" sahutku. Tapi kupikir-pikir, mengajaknya nonton lebih dulu juga termasuk murahan.

" Alah& udah nggak zaman, Cher! Nggak apa-apa, lagi! Buktinya, lo ngajak nonton, dia mau. Kalo kata gue, dia tuh cuma nggak kepikiran cara pacaran yang romantis kayak apa. Kalo gue jadi elo sih, gue bakalan agresif! Cowok macem dia, kalo lo diem, bakalan jalan di tempat!"

Aku langsung membayangkan Andros jalan di tem pat, lalu terkikik sendiri. Detik berikutnya, aku memikirkan kata-kata Maya. Sangat tak lucu jika aku menertawakan pacarku sendiri. Apalagi pacarku imut.

Mungkin apa yang dikatakan Maya benar. Yah, apa pun yang dikatakan Maya selalu benar. Tapi, aku bukan Maya. Aku tidak bisa agresif. Aku tipe cewek yang lebih baik diam daripada berterus terang. Walaupun demikian, kadang-kadang aku kemasukan arwah cewek genit yang dengan seketika bisa bicara apa yang aku biasanya tidak pernah bicarakan. Seperti ketika aku mengajak Andros nonton atau ketika aku ditembaknya. Aku tidak tahu siapa yang ada pada tubuhku saat itu. Yang jelas, aku berterima kasih. Tapi jika harus melakukannya sendiri, aku sangat meragukan kemampuanku.

" Heh, Cher. Kok bengong? Agresif, agresif!" sahut Maya seakan aku tuli atau apa.

" Lo udah gila, ya? Gue bukan orang yang bisa.& " " Ngajak cowok nonton?" potong Maya cepat. Wajahku langsung memerah.

" Ayolah, beberapa jam yang lalu lo ngajak dia nonton! Lo pasti bisa lebih agresif dari itu! Lo punya bakat itu!"

" Lo bilang bakat? Bakat gue tuh ngelukis, juara kelas& . "

" Terus lo mau ngelukis kalo lagi kencan sama Andros? Atau malah belajar? Lo gimana sih, katanya mau lebih romantis sama dia. Gimana mau romantis kalo dia nontonin lo ngerjain soal-soal isika!"

Aku menghela napas panjang. " Terus gue harus gimana?" tanyaku pasrah.

" Nah! Itu yang gue tunggu-tunggu dari tadi!" sahut Maya bersemangat. " Gini. Langkah pertama lo udah mantep, ngajak dia nonton& . " " hanks to Madonna, udah minjemin jiwanya ke gue.& " " Langkah kedua, lo harus mulai berani minta dia duduk bareng lo di kantin setiap hari! Gue bersedia pindah demi lo& . "

" Gue harus bilang apa? An, mulai besok lo harus duduk bareng gue di kantin , gitu? Kalo gitu, gue mati aja deh. "

" Lho, emangnya kenapa? Gue punya perasaan kalo si Andros tuh bakalan ngabulin apa pun permintaan lo!"

" May, cowok gue bukan Om Jin.& " Maya memelototiku.

Aku balas memelototinya.

" Yang gue maksud, lo bakalan gampang minta apa pun sama dia. Kalo gue salah, gue mau ngerjain apa aja permintaan lo!" seru Maya yakin. " Ngepel rumah gue?"

Maya mengangguk mantap. " Nyuciin baju-baju keluarga gue?"

Maya mengangguk lagi walaupun sudah tak semantap yang pertama. " Jangan kasih saran apa pun lagi ke gue?"

Maya mengernyitkan dahinya tanda tak suka.

Aku menghela napas. Sepertinya, aku akan mencoba usul Maya, walaupun seratus persen tak yakin.

" Ya, deh, " sahutku akhirnya.

Maya langsung melompat kesenangan.

" Okey, sekarang, waktunya bersenang-senang. Gue bawa DVD Roswell nih. Lo bilang mau liat Brendan. " Maya mengorek isi tasnya dan mengeluarkan beberapa keping DVD.

Aku melonjak tak percaya, lupa sama sekali akan penyakitku. Masa bodoh lah. Aku akan sembuh dengan sendirinya jika menatap Brendan Fehr berakting menjadi alien terimut di seluruh jagat raya bernama Michael Guerin. Yah, Jason Behr juga keren sih. Tapi bibirnya tidak membuatku menggigit-gigit bibirku sendiri sebagaimana bibir Brendan melakukannya.

" Lo dapet dari mana DVD itu??" sahutku histeris sambil menyambar DVD di tangan Maya, yang segera menatapku seakan aku gelandangan yang merebut dompetnya. " Kan di rentalan kagak ada!"

" Gue kan rajin nyari. Gue mau nyontoh gaya make up-nya Maria. Yah, Liz juga keren, sih, tapi kesannya terlalu natural& . "

Aku tak mendengarkan ocehan Maya. Aku segera memasang DVD itu, lalu duduk di depan TV dengan posisi tegak dan berkonsentrasi pada wajah Brendan.

Ya ampun. Aku baru menyadari sesuatu. Betapa miripnya Andros dengan Brendan. Tubuhnya, bibir merahnya, rambut ikal yang sering kali menutupi wajahnya& Dan, yah, aku merasa seperti Maria, yang sering kali dicuekin daripada diberi perhatian oleh Michael.

I'm Not Okay

Esoknya, aku merasa sudah sembuh setengahnya berkat Brendan. Aku memaksa Ibu supaya diperbolehkan untuk berangkat sekolah. Ibu melarangku dengan alasan aku masih belum cukup kuat.

Ibu tak mengerti. Aku akan tambah sakit jika tidak melihat wajah Andros sehari saja. Meskipun begitu, aku menurut saja. Seharian aku hanya berbaring di kamar, menonton Roswell episode demi episode, sekalian menunggu datangnya malam. Andros pasti ke sini.

Maya datang lagi, kali ini membawakan VCD Smallville. Aku sungguh senang mempunyai teman sepertinya. Dia rajin mengoleksi ilm remaja. Bukan karena cowok-cowok cute-nya, tapi kebanyakan karena make up aktris ceweknya. Sekarang, sedang gila-gilanya mencontoh gaya berdandan Jennifer di serial Dawson s Creek 5. Menurutnya, zaman Lana Lang sudah lama berlalu.

Sumpah mati, aku tak pernah peduli bagaimana cewek-cewek di serialserial remaja Amerika itu berdandan. Aku lebih senang mengomentari cowok-cowoknya yang kebanyakan cute setengah mati, membuatku menahan napas setiap mereka berbicara.

" Nih, lo tonton deh sampe mata lo sepet. " Maya menyodorkan kotak VCD Smallville yang bergambar Tom Welling, yang perut enam kotaknya ditandai logo S merah. Sangat keren.

Maya hanya sebentar di rumahku. Katanya, dia sudah punya janji dengan penata rambutnya untuk mengubah rambutnya menjadi keriting-takpernah-disisir ala Michelle Williams.

Aku segera memasukkan VCD Smallville ke dalam player. lalu menontonnya tanpa berkedip hingga pukul tujuh malam. Bel rumah berbunyi dan aku yakin itu adalah Andros. Aku segera mematikan player, berusaha menyembunyikan semua kepingan cakram yang bertebaran ke

kolong meja TV, lalu kembali ke tempat tidur. Tak lama kemudian, Andros mengetuk, lalu membuka pintu kamarku.

" Hei, " sapanya ramah sambil menyembulkan kepala di pintu. " Hai, " jawabku kaku. Dadaku berdebar kencang.

" Udah baikan?" tanya Andros, membiarkan pintunya terbuka dan berjalan ke arahku.

" Udah. Besok paling udah bisa sekolah, " jawabku sambil membetulkan posisi duduk.

" Bagus deh. " Dia duduk di kursi sebelah tempat tidurku dan melepas jaketnya.

Aku menatap Andros takjub. " Lo nggak main PS?" tanyaku hati-hati. " Masa lo sakit gue main PS?" jawab Andros. Singkat, tapi langsung bisa membuat hatiku berbunga-bunga.

Andros tidak main PS dengan Adit karena akan menemaniku yang sedang sakit. Ini keajaiban alam.

" Becanda, " ralat Andros, segera menerbangkan bunga-bunga di hatiku ke segala arah. " Si Adit mau ke Putri dulu sebentar. Kalo dia udah balik, pasti gue main. "

Harusnya aku tahu. Pacarku bukan orang yang perhatian. Dia tak akan membatalkan janji main PS-nya demi menemaniku. Harusnya aku tadi bilang kalau aku masih sakit, kalau kepalaku masih pusing atau apalah. Pasti dia tak akan main dengan Adit. Benar-benar menyebalkan.

" An, besok jadi, kan?" tanyaku. Aku tiba-tiba merasa menjadi lebih kuat atau menurut maya, agresif setelah mendapat perlakuan tidakdiberi-perhatian dari Andros.

" Hmm?" gumam Andros, tampak bingung.

Dia lupa lagi. Aku tak akan heran lagi lain kali. Aku juga berjanji akan memberinya obat untuk orang amnesia jika dia berulang tahun nanti. " Nonton, " kataku, sedikit jengah.

" Oh, iya. Nonton, ya& ?" gumam Andros, tapi sama sekali tak terlihat tertarik atau apa. " Emangnya lo udah sembuh bener?"

" Lo jangan khawatir. Gue udah sembuh seratus persen, kok. " Baru sedetik setelah aku mengucapkan kalimat itu, aku terbatuk. Andos tidak tertawa, dia malah menatapku bersimpati.

" Udah, lo nggak usah maksain dulu. Kapan-kapan juga nggak apaapa, kok, " katanya sambil mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kamarku.

Untukmu tidak apa-apa. Tapi aku menginginkan acara nonton itu lebih dari apa pun di dunia ini! Lagi pula, kapan-kapan bukanlah jawaban yang aku inginkan. Kapan-kapan menurutku berarti tidak akan . Ini jelas pukulan bagiku.

" Gue udah nggak apa-apa, " rengekku setengah memaksa. Andros menatapku lagi.

Aku seolah tersihir dan sepertinya bisa kapan saja mengatakan, kapankapan juga boleh , tapi aku menahan diri.

Akhirnya, Andros mendesah. " Gini aja, kalo besok lo di sekolah udah keliatan sehat, kita jadi nonton. Tapi kalo nggak, jangan harap. Gue nggak mau diomelin nyokap lo karena nganterin lo pulang dalam keadaan nggak sadar, " kata Andros, yang kedengarannya seperti keputusan inal bagiku.

Aku menurut saja. Besok, aku akan berusaha untuk seceria mungkin. Mungkin aku akan pinjam blush-on Maya dan memakainya banyak-banyak di pipiku.

Aku-tidak-sehat.

Sepanjang sarapan pagi ini, aku setengah mati berusaha menahan batuk. Ibu berulang kali bertanya apa yang terjadi setiap kali wajahku memerah dan aku hanya menggeleng. Jika aku bicara, makanan yang ada dalam mulutku sudah pasti akan mengotori meja serta seluruh anggota keluargaku. Dan acara nonton malam ini dengan Andros hanya akan jadi khayalan.

Di kelas, aku juga mati-matian berjuang agar tidak batuk. Pak Heru, Guru Biologi-ku selalu ngeri melihat tampangku setiap akan mengajukan pertanyaan. Jadi, dia melemparkan pertanyaan itu ke orang lain.

" Lo kenapa sih?" sahut Maya di kantin, setelah semua penderitaanku selesai. Sebelum ke kantin, aku sempat ke toilet untuk batuk habis-habisan.

" Nggak apa-apa, " dustaku. Entah mengapa, aku berbohong kepada Maya. Kupikir aku sangat takut rahasia aku-tidak-sehat ini menyebar ke seluruh sekolah dan berakhir dengan acara nonton VCD sendirian di kamar lagi.

Aku mengalihkan pandangan. Kalau kuperhatikan, semua cowok yang masuk ke kantin selalu melirik ke arah Maya. Bahkan, ada yang menatapnya terang-terangan. Maya cuek saja melahap saladnya.

Maya memang terlihat cantik sekali. Setelah rambutnya dikeriting Jennifer begitu Maya menyebutnya wajahnya yang sudah sempurna tampak makin menawan. Awalnya, penata rambut Maya menyarankan agar dia dipirang supaya lebih mirip. Tapi Maya dengan segala kekuatannya menolak. Menurutnya, rambut-merah-Venezuela-nya tak boleh disentuh bahan-bahan pewarna kimia yang tak akrab dengan lingkungan. Dia tidak ingat apa, dia pernah menyarankan hal yang sama kepadaku ketika rambutku pecah-pecah? Lagi pula, memangnya dia dikeriting pakai bahan apa?

" Lo jadi nonton ntar malem?" tanya Maya, menyadarkanku. " Jadi dong, " jawabku dengan mata berbinar. Aku melirik ke kursi yang biasa ditempati Andros. Dia tampak sedang menertawakan sesuatu dengan Adit.

" Asyik dong, " komentar Maya singkat.

Aku menatapnya. Dia tak pernah pergi ke bioskop dengan cowok. Aku menepuk-nepuk bahunya tanda simpati.

Maya nyengir nakal. " Kenapa lo? Biasa aja, lagi. "

Tentu saja tidak biasa. Maya sudah kuberi tahu tentang Adit yang kemarin malam main ke rumah Putri. Kurasa Maya menyerah karenanya.

" Eh, si Andros ke sini tuh!" sahut Maya tiba-tiba, membuatku seperti tersentuh belut listrik.

Aku segera menoleh dan mendapati Andros sedang berjalan ke arahku. " Hei, " katanya sambil tersenyum seperti biasa. Aku membalasnya grogi. Maya bengong sesaat, lalu segera bangkit. " Gue mau ke toilet dulu, ah. An, lo jagain dia, ya, " kata Maya, sempat mengedip sebelum pergi. Andros hanya tersenyum, berkata beres , lalu duduk di depanku. Darahku tiba-tiba terasa beku, membuatku sama sekali tak bisa bergerak. Aku merasakan semua orang sedang mengawasi kami. Beberapa berbisikbisik, mungkin membicarakan artikel soal aku dan Andros yang ternyata benar. Tampaknya aku harus siap-siap dihadang Alissa sepulang sekolah nanti. " Kenapa lo& ?"

" Lo mau duduk bareng, kan?" Andros memotong kata-kataku. Kesannya aku sangat-sangat putus asa ingin duduk bersamanya. Yah, memang sih, tapi aku kan tidak segitunya. Aku tidak suka dia duduk bersamaku karena aku yang memintanya. Memangnya dia tidak mau duduk bersamaku?

" Oh. Adit gimana?" tanyaku, berusaha tidak peduli.

" Nggak gimana-gimana. Dia kayaknya asyik aja tuh, " jawab Andros sambil melirik Adit yang sedang bercanda dengan Putri.

Kemudian, kami diam selama beberapa saat. Aku sibuk memikirkan apa yang harus kukatakan, tapi Andros sepertinya malah lebih tertarik untuk memandangi lapangan basket daripada mengajakku mengobrol. " Ng& gue udah sehat, kan?" kataku akhirnya.

Andros mengalihkan pandangannya kepadaku.

" Yah, udah sih. " Andros menatapku lekat-lekat. Wajahku mulai panas. " Tapi lo yakin?"

Aku mengangguk sepersekian detik setelah Andros berkata yakin . Semoga Andros tidak menganggapku norak& .

" Ya udah. Gue jemput jam tujuh kurang seperempat, ya. Tuh si Maya udah dateng. Gue mau maen basket dulu. " Andros bangkit setelah mengatakannya dengan cuek, lalu berlari kecil menuju lapangan basket. Aku bisa mendengar semua cewek di kantin berbisik-bisik tentangnya.

Maya mendatangiku dengan tatapan tajam. Aku bingung apa yang membuat Maya begitu kesal. Tapi setelah Maya sampai di depanku, raut wajahnya kembali cerah.

" Lo kenapa sih, May? Tadi kok galak banget, " kataku begitu Maya duduk.

" Nggak apa-apa. " Maya meluruskan duduknya.

Tiba-tiba aku paham. Dia tadi melewati Adit dan Putri yang sibuk bercanda.

" Gimana, tadi sukses nggak?" tanya Maya kemudian.

" Sukses!" Aku mengacungkan jari telunjuk dan tengahku. " Dia mau ngejemput gue jam tujuh kurang seperempat!"

" Sekarang, lo tinggal berdoa aja dia nggak kena serangan amnesia mendadak lagi, " kata Maya kejam. " Tapi lo udah keren! Udah berani ngajak dia, berani ngomong sama dia! Kayaknya lo udah berubah, deh!"

Aku terdiam. Maya benar. Dulu aku tidak seperti ini. Dulu, jika bertemu Andros, aku langsung terbujur kaku seperti diserang Piper dalam serial Charmed. Yah, memang masih sering grogi sih, tapi tak separah dulu. Setidaknya, sekarang aku bisa mengajak Andros nonton. Itu sudah kemajuan besar.

" Mungkin juga, " kataku.

" Mungkin juga? Emang iya! Lo gimana sih? Nah, ntar pas nonton, selama perjalanan ke bioskop, lo usahain gandengan sama dia!" sahut Maya berapi-api.

Aku langsung menyemburkan sebagian isi dari mulutku: sebagian Cola sebagian lagi air liur.

" Ap-ap-apa lo bilang barusan??" sahutku tak percaya. Maya sibuk mengelap wajahnya yang terkena semburanku. " Jijik tahu!" seru Maya marah, tapi detik berikutnya, kembali serius. " Iya, gandengan! Kenapa sih lo?"

Kucoba membayangkan bagaimana jadinya bila aku dan Andros bergandengan. Orang-orang sebioskop pasti akan menatap Andros seakan dia gila, karena menggandeng cewek yang sama sekali di bawah standar.

" Ng& kayaknya yang itu nggak deh, " kataku sedih. Sebenarnya aku ingin melakukannya, tapi aku mengusir keinginan itu jauh-jauh.

" Kenapa? Nggak pede?" Maya selalu saja bisa menembakku tepat di jantung.

Aku mengangguk pelan.

" Kenapa sih gue punya sahabat yang bego? Cherry, lo tuh udah jadian sama cowok keren! he Most Wanted Male in SMU 1! Apa lagi yang kurang?

Lo tinggal pamerin cowok lo ke seluruh penjuru dunia! Kenapa pake nggak pede sih? Nanti gue dandanin deh!" cerocos Maya, membuat perhatian seluruh kantin tertuju kepadanya.

" Masalahnya, gimana cara minta dia gandeng gue? Masa gue bilang An, boleh nggak gue ngegandeng lo? "

" Why not?" sahut Maya, membuatku merinding. " Atau nggak, lo nggak usah pake acara nanya lagi! Tinggal gandeng aja apa susahnya sih? Dia nggak bakalan ngelepas deh, gue jamin!"

Aku menghela napas panjang. Ucapan Maya biasanya benar, tapi yang satu ini terasa sangat salah bagiku.

" Masa yang ini lagi?" sahutku ketika Maya memilihkan dua potong pakaian yang aku pakai saat tidak jadi nonton dengan Andros.

" Soalnya belum diliat sama dia! Baju ini sangat sayang untuk dilewatkan Andros, Cher!" sahut Maya sambil memaksaku mengenakannya.

Aku jadi teringat akan malam yang dingin saat aku menunggu enam jam demi seorang Andros. Mendadak, aku menggigil.

Setengah jam berikutnya, pukul setengah tujuh, aku sudah siap di ruang tamu. Aku dilarang menunggu di luar lagi oleh Ibu.

Pukul tujuh kurang dua puluh. Andros belum juga kelihatan. " Apa dia nggak dateng lagi?" bisikku cemas kepada Maya yang sedang membaca majalah Seventeen.

" Santai aja. Pasti dateng, kok, " katanya sambil membalik-balikkan halaman majalah itu.

Aku menunggu sepuluh menit lagi sampai akhirnya terdengar suara deruman mobil di depan rumah. Aku membuka pintu cepat-cepat dan mendapati Andros keluar dari mobil. Bajunya sangat santai, tapi dia tetap imut memakai apa pun.

Saat aku menghampirinya, Andros menatapku. Sesaat aku yakin dia sedang mengagumi perubahanku, tapi aku tahu dia tak akan. " Halo. Udah siap?" tanyanya.

Aku mengangguk. Andros tersenyum, lalu kembali masuk ke mobilnya. Dia bahkan tidak membukakan pintu untukku. Aku memakluminya dan segera masuk ke mobilnya, mobil yang iklannya dibintangi Brad Pit.

" Lo mau nyetel apa?" Sesaat aku bingung mendengar pertanyaannya, tapi kemudian paham setelah dia membuka-buka tempat CD. " Ada apa aja?" tanyaku, berusaha sedapat mungkin bernada biasa saja. " Lo pilih sendiri aja deh. " Andros menyodorkannya kepadaku, lalu menyalakan mesin mobil dan membawanya meluncur keluar dari kompleks perumahanku.

Aku membalik-balik beberapa CD. Akhirnya, aku memilih CD Maroon 5. Susah sekali menemukan CD Black Eyed Peas atau he Corrs di antara CD-CD Metallica dan Good Charlote. Bahkan, Andros tak punya CD Rio Febrian. CD Rio-ku ada di urutan teratas di rak CD-ku.

Kami tidak membicarakan apa pun selama perjalanan ke bioskop. Palingpaling pembicaraan tak penting.

Seperti misalnya, saat ada orang yang menyeberang sembarangan, Andros berkata, " Wah, cari mati tuh orang. "

" He-eh, " komentarku. Aku lalu cari bahan pembicaraan lain. Ketika melihat keramaian, aku bilang, " Wah, ada apaan tuh rame-rame?" Andros hanya menjawab, " Nggak tahu. "

Apa yang bisa aku lakukan kalau sudah begitu?

Beberapa lama kemudian, kami sampai di bioskop. Dan perjalanan yang dibi lang Maya terjadi juga. Perjalanan ke bioskop. Aku dan Andros. Tapi tak ada acara gandeng-menggandeng. Andros berjalan kira-kira semeter di depan, tanpa menungguku. Aku jadi sangat kehilangan semangat untuk menggandengnya.

" Wuih, rame, " komentar Andros begitu melihat kerumunan orang di depan bioskop.

Aku menghampiri poster ilm-ilm yang sedang tayang. Ada ilm yang sangat ingin kutonton. Mean Girls. Film keren Lindsay Lohan. Sudah pasti ada cowok cute di ilm-ilm Lindsay Lohan.

" Nonton ini aja, yah?" sahutku girang.

Andros menatap heran ke arah poster Lindsay dan musuh-musuhnya, lalu berpaling ke arah poster SpiderMan-2.

" Kenapa nggak yang itu aja?" Andros melangkah ke depan poster SpiderMan-2. " Lebih seru, " tambahnya sambil memandang kagum poster itu.

Aku mendesah. Aku sangat menginginkan untuk menonton Mean Girls. Apa dia tak mau menonton sesuatu yang sedikit romantis dan seusianya? Memang sih, SpiderMan keren. Tapi aku sedang tak ingin menonton sesuatu yang berbau kekerasan. Aku ini berjiwa drama, bukan superhero.

" Gue maunya yang ini, " kataku bersikeras. Aku ingin tahu apa reaksinya jika aku menolaknya. Maya bilang Andros akan mengabulkan segala permintaanku. Aku ingin membuktikannya.

Andros tidak tersenyum dan mengatakan ya deh atau semacamnya. Dia hanya memandangku seolah aku ini sangat norak karena lebih memilih ilm kacangan daripada ilm yang masuk Oscar. Masa bodoh. Aku ingin menonton ilm yang sedikit lebih romantis pada kencan pertamaku. Seorang manusia laba-laba melawan manusia gurita jelas tidak masuk dalam datarku.

Yah, walaupun ada adegan romantis dengan Kirsten Dunst, tapi tetap saja lebih banyak adegan kekerasannya.

" SpiderMan lebih keren, Cher, " kata Andros lagi, seakan aku anak kecil yang belum tahu bedanya nyamuk dengan lalat.

" Gue tahu, tapi gue pengin nonton yang ini, " kataku setengah memohon. " Boleh ya, An?"

Aku setengah mati berharap Andros akan memaklumi permintaanku. Tapi Andros hanya mendesah.

" Ya, terserah lo deh, " katanya akhirnya, lalu melangkah ke antrian di loket Mean Girls.

Yes!! Aku akhirnya bisa nonton Mean Girls bareng Andros! Pasti nanti dia akan tahu ilm itu tidak kalah dengan SpiderMan yang dia sebut-sebut.

Andros kembali dengan dua tiket. Aku tersenyum padanya, tapi dia tidak balas tersenyum. Saat itu pula aku sadar kalau harusnya kami menonton SpiderMan. Aku menggigiti kulit bibirku, tanda bahwa aku sekarang sudah mulai rapuh lagi. Andros marah padaku. Benar-benar marah untuk pertama kalinya dalam hubungan kami.

" Ng& gue beli SpiderMan, deh, " sahutku cepat, lalu beranjak ke loket. Andros menahanku. " Udah nggak usah. Buang-buang duit aja. Ayo masuk, udah dibuka tuh pintunya. " Andros pun bergerak ke studio dua, tempat Mean Girls akan diputar.

Aku merasa bersalah dan sangat tidak nyaman dengan keadaan ini, tapi aku mengikuti Andros dan duduk di sebelahnya. Andros tidak mengucapkan sepatah kata pun sampai ilm dimulai. Aku sudah tak tahan lagi. " An, lo marah, ya?" tanyaku setelah memberanikan diri.

Andros menoleh ke arahku. Walaupun gelap, aku masih bisa melihat matanya yang cokelat.

" Nggak kok. Santai aja, " katanya sambil lanjut menonton ilm, seolah dia menikmatinya.

Aku menghela napas lega. Ternyata Andros tidak marah padaku. Aku tersenyum sendiri, lalu kembali menikmati ilmnya.

Setelah beberapa puluh menit, aku memutuskan untuk berkomentar. " An, si Lindsay cantik banget ya? Terus kayaknya smart lagi& . " Tak ada tanggapan dari Andros. Aku pikir dia tidak mendengarku. Jadi, aku mengulangi perkataanku tadi, kali ini lebih keras. Tapi Andros tak juga menanggapi. Aku menoleh ke arahnya. Rupanya, dia sedang tertidur pulas. Tertidur! Di saat seperti ini! Di kencan pertama kami!

Aku tak tahu harus bagaimana. Aku sangat marah. Aku bisa merasakan air mata mengalir ke kedua pipiku. Ternyata, Andros tidak menghargai sama sekali perasaanku.

Aku segera berdiri, tidak memedulikan teriakan orang-orang yang marah karena aku menutupi sebagian teksnya, lalu segera berlari secepat mungkin keluar.

Selama perjalanan keluar mall, aku terisak. Kenapa Andros bisa tidur saat aku bersamanya? Apa aku sebegitu membosankan? Apa dia tidak bisa menahan kantuknya sampai ilm itu selesai?

Tanpa sengaja, aku menabrak seseorang. Orang itu marah padaku, tapi aku tak peduli. Aku bahkan tidak berdiri lagi. Aku terduduk di jalan, sudah kehilangan segala kemampuanku untuk berdiri. Aku sangat hancur. Aku terus terisak, sampai semua orang yang lewat memerhatikanku. Masa bodoh. Pacarku tidur di saat kami harusnya menonton ilm romantis sambil berpegangan tangan mesra.

Mana ada pegangan tangan mesra! Tidak dengan cowok secuek Andros! Tidak dengan cewek sejelek aku! Aku, yang tidak cukup pantas untuk ditemani menonton dengan mata terbuka!

Aku coba bangkit walaupun terhuyung-huyung, lalu duduk di sebuah kursi taman. Aku menunduk, masih terisak. Harusnya ilm itu sudah selesai sekarang. Apa Andros sudah bangun? Ataukah masih tidur?

Ah, sudahlah. Aku tak mau tahu. Kurung saja dia di bioskop itu sampai pagi.

Ya Tuhan, aku jahat sekali terhadap pacarku yang imut. Tapi dia tidur saat menonton denganku.

Dan kenyataan itu sangat pahit.

Seseorang memanggil namaku. Jadi, aku menoleh dan mendapati Andros sedang berlari-lari ke arahku. Aku tak tahu apa yang kulakukan ini benar, tapi aku segera menyetop taksi dan meninggalkan Andros tanpa memberinya kesempatan untuk mendekati.

Aku terisak lagi selama perjalanan pulang. Melihat Andros berhenti begitu aku naik taksi dan bukannya sekuat tenaga mengejar sampai dia dapat menjelaskan semuanya sangat menyesakkan hati.

||| 64

The Way You Are

Hari ini aku sakit lagi.
Me And My Prince Charming Karya Orizuka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mungkin sebagian besar karena aku sakit hati. Tapi sebagian lagi karena aku belum sembuh benar dan memaksakan pergi malam-malam.

Jadi, aku kembali tidak masuk sekolah. Selain itu, aku juga sedang sangat tak ingin bertemu Andros setelah apa yang dia lakukan kepadaku. Dan aku tak tahu apa yang harus aku lakukan bila bertemu dengannya nanti.

Saat ini, semua orang tak ada di rumah. Papa kerja, Adit sekolah, dan Ibu belanja.

Ibu terus bertanya soal keadaanku, tapi akhirnya mau meninggalkan ku setelah cukup yakin dengan alasanku yang cuma tidak enak badan sedikit.

Aku bergerak ke meja komputer, walaupun masih sedikit pusing. Aku tidak punya pekerjaan lain untuk dilakukan. Lagi pula, sudah lama aku tidak melihat e-mail-ku. Siapa tahu ada yang baru.

Ada.

Dari Jean Gallardo.

Aku segera membukanya.


Pendekar Rajawali Sakti 195 Petaka Pendekar Mabuk 029 Cambuk Getar Bumi Wiro Sableng 075 Harimau Singgalang

Cari Blog Ini