Ceritasilat Novel Online

Teror 4

Teror Johan series 4 Karya Lexie Xu Bagian 4

menghadapi Johan. Lo tenang aja, Jen. Biar gue yang urus semuanya."

Si cewek populer mengangkat telepon dengan tampang sok

jago. Aku sudah siap-siap mendengar bentakan-bentakan ala cewek manja yang terbiasa dituruti kemauannya, namun ternyata

aku salah besar.

"Halo?" Suara itu terdengar manis dan merayu. "Suster, bisa

nggak minta tolong bawain dua porsi makan siang untuk kamar

774? Iya, betul, Sus. Atas nama Bapak Leslie Gunawan dan

Frankie Cahyadi. Oh ya, bisa sekalian juga makan siang dari kamar 747, atas nama Tory Senjakala? Iya, kami semua mau makan

ramai-ramai di sini, Sus. Terima kasih, ya." Dia meletakkan gagang telepon dengan tampang puas. "Beres deh."

Beres? Enak saja dia bicara. "Apa yang akan kamu lakuin kalo

mereka nemuin pasien-pasien yang minta makanan itu sedang

nggak sadarkan diri?"

"Tenang aja," katanya enteng. "Siapa juga yang masalahin makanan murahan kayak gitu?"

Yah, aku tahu soal itu. Aku kan punya banyak pengalaman

yang sudah membuktikan bahwa makanan rumah sakit memang

tidak enak banget, tapi tetap saja makanan itu bukan disediakan

untuk umum. Mungkin karena takut bikin orang-orang sehat jadi

ikutan sakit. Yah, kita tidak pernah tahu apa sebenarnya yang ada

di dalam pikiran kepala rumah sakit saat menyuruh para koki

malang yang bekerja di situ memasak makanan super-tidakenak.209

"Terus gimana kalo Kak Tory dikirim ke kamar tadi lagi?" tanya Jenny khawatir.

"Tenang aja, soal itu juga bisa gue urus," jawab si cewek populer.

Tak lama kemudian pintu kamar kami diketuk. Seorang pegawai rumah sakit muncul sambil mendorong sebuah troli berisi

baki-baki makanan diikuti oleh seorang suster.

"Para pasien sudah bangun?" tanya si suster ramah. "Saya datang untuk mengecek tanda-tanda vital mereka..."

Dia terperangah melihat dua pasien yang dimaksud masih terkapar, sementara ada tiga cewek tidak jelas yang menyambut

pegawai restoran dengan muka kelaparan. Sedetik kemudian, wajahnya berubah jadi tidak senang.

"Saya kira para pasien sudah bangun," ketusnya.

"Belum, Sus," kata si cewek populer yang tampaknya sedang

mengerahkan daya tariknya sekuat tenaga.

"Lalu, pasien yang satu ini, kenapa ada di sini? Kalian membantu pasien ini kabur dari kamarnya, ya? Nona kan harus menjalani perawatan secara intensif, bukannya boleh jalan-jalan"

Sambil melontarkan senyum manis, si cewek populer menggamit lengan si suster agak menjauh, lalu berkata, "Maaf banget ya,

Sus. Tapi makanan itu emang udah tersedia, kan? Kami bukannya

menginginkan sesuatu yang seharusnya nggak boleh diminta, ya

kan, Sus? Lalu, soal pasien Tory, tolong izinin dia pindah ke

kamar ini aja ya, Sus, biar kami bisa lebih mudah menjaganya.

Jadi kami bisa sekalian menjagai dua teman kami yang masih

nggak sadar itu, Sus..."

"Yah, betul juga sih, tapi tetap saja kalian melanggar peraturan."210

"Kami nggak akan bilang siapa-siapa kok, Sus," pinta si cewek

populer dengan wajah bersekongkol. Lalu, sambil mengeluarkan

sesuatu dari tasnya, dia berbisik, "Sus, teman saya baru pulang

dari Singapura, bawa oleh-oleh gantungan ponsel yang imut ini

nih. Ini saya kasih buat Suster deh, hitung-hitung tanda terima

kasih atas kebaikan Suster. Tenang aja, Sus, ini rahasia di antara

kita aja, oke?"

Aku mulai mengagumi si cewek populer ketika wajah bete si suster kembali berubah menjadi ramah saat menerima suvenir imut

nggak penting yang katanya oleh-oleh dari Jenny itu. "Baiklah, tapi

lain kali nggak boleh begitu lagi, ya," sahut si suster.

"Beres, Sus!" jawab si cewek populer dengan wajah girang.

"Suster emang top banget deh!"

"Ah, kamu ini ada-ada saja." Si suster tersenyum malu, lalu

menoleh pada Frankie dan Leslie. "Kalau ada perubahan pada

kondisi mereka, tolong telepon saya, ya. Dan kamu," katanya

padaku sambil memeriksa slang infusku, "kamu harus istirahat

baik-baik karena kondisimu masih lemah."

"Baik, Sus," sahut kami bertiga serempak bagaikan anak-anak

yang manis dan penurut (aku tidak tahu kalau yang lain, tapi

aku sih tidak manis apalagi penurut).

Menegaskan reputasi yang sudah ada, makanan itu sama sekali

tidak enak. Nasinya terlalu lembek, supnya terlalu tawar, dan sayurannya masih mentah sementara dagingnya alot sekali. Satusatunya yang cukup enak dimakan hanyalah pisang, tapi itu pun

karena tidak diolah sama sekali. Tapi berhubung kami semua kelaparan setengah mati, akhirnya semua piring licin tandas. Jenny

bahkan menyikat sisa nasi yang tak sanggup dihabiskan si cewek

populer.211

Seusai makan siang, mataku mulai terasa berat. Samar-samar

kudengar suara Jenny yang bernada prihatin.

"Kak Tory mau tidur dulu?"

"Nggak ngantuk kok," sahutku keras kepala. Sebenarnya sih,

aku sudah ngantuk berat, tapi aku tidak kepingin tidur di saatsaat begini. Maksudku, bagaimana kalau Johan tiba-tiba muncul

sambil membawa gergaji mesin di saat aku sedang terbuai mimpi?

Jadinya aku nggak siap melawan dia sama sekali, kan?

"Kakak harus tidur," tegur si cewek populer. "Kalo nggak,

mana mungkin Kakak punya kekuatan buat ngelawan Johan? Padahal, di antara kita bertiga, cuma Kakak satu-satunya yang sanggup menghadapi si Johan."

Kutatap si cewek populer dengan curiga. Apa dia berusaha memanipulasiku? Tapi dia hanya membalas tatapan tajamku dengan

senyum manis yang membuatku luluh juga. Yah, mungkin selama

ini aku terlalu berprasangka terhadapnya. Mungkin tidak seharusnya aku menjulukinya si cewek populer terus-menerus.

Mungkin sudah saatnya aku mulai memanggil namanya... Eh,

siapa ya namanya? Oh ya, Hanny.

"Pokoknya Kakak jangan khawatir," lanjutnya sambil mendorongku ke posisi tidur dan menyelimutiku sampai ke bawah leher.

"Serahin aja semuanya pada kami. Begitu ada tanda-tanda kehadiran Johan, kami akan langsung bangunin Kakak, oke?"

Gila, dengan posisi siap tidur begini, mustahil aku memprotes

lagi. Tak mungkin aku bangun dan mencampakkan selimut yang

begini nyaman.... Oh, dan bantalnya juga. Memang sih agak

keras sedikit, tapi aku lebih suka bantal kayak gini ketimbang

yang kelewat empuk dan bikin kepalaku tenggelam di dalamnya.

Dan kasur ini memang bukan kasur lateks seperti yang biasa kuti-212

duri, tapi aku kan bukan tuan putri yang banyak cerewet soal

alas tidur...

Dan tanpa kusadari lagi, aku pun sudah terlelap pulas.

* * *

Kubuka mataku, dan kudapati kamar inap yang kutempati itu

gelap gulita. Dan keheningannya terasa begitu ganjil.

Jangan-jangan, aku ditinggal sendirian.

"Jen?" Astaga, apakah suara yang mirip cicitan lemah ini suaraku? "Han?"

Tidak terdengar jawaban. Hell, katanya mereka tak akan meninggalkanku sendirian! Dasar cewek-cewek tak bisa dipercaya!

Aku bangkit dan duduk di tepi tempat tidur. Saat mataku

mulai terbiasa dengan kegelapan, kusadari aku benar-benar sendirian. Bahkan Blackie dan Lassie pun tak ada lagi di tempat tidur

mereka.

Ke manakah semua orang pergi?

Dalam keheningan itu, bisa kudengar bunyi langkah orang di

luar kamar. Bunyi itu terdengar makin dekat, dan berhenti saat

berada di depan pintu kamarku.

Jantungku serasa berhenti berdetak saat mendengar bunyi

hendel pintu diputar. Di dalam hati aku bertanya-tanya, siapakah

orang yang akan muncul di balik pintu.

Johan?

Daun pintu terbuka perlahan. Dari celah pintu, masuklah ularular yang tak terhitung jumlahnya. Semuanya menuju ke arahku

dengan kecepatan tinggi, menatapku dengan sorot mata haus

darah dan mendesis keras.213

Gigit! Siksa! Bunuh!

Aku menoleh ke kiri dan kanan, namun kali ini tak menemukan apa pun yang bisa kujadikan senjata. Akhirnya aku berlari,

berusaha kabur dari mereka, namun dalam sekejap aku sudah

terpojok di sudut ruangan. Saat ular-ular itu menukik ke arahku,

aku pun menjerit.

Dan terbangun.

Hell, ternyata cuma mimpi! Mimpi yang begitu nyata, sampaisampai membuatku berkeringat dingin. Bahkan diawali dengan

adegan aku bangun tidur segala.

Omong-omong, kamar ini sama gelapnya dengan kamar di

dalam mimpiku. Lebih gelap, malahan.

Dan juga sunyi banget.

Kurang ajar. Masa aku benar-benar ditinggal sendirian oleh

semua orang?

Saat mataku sudah mulai terbiasa dengan kegelapan, aku bisa

melihat Blackie dan Lassie masih terkapar di tempat masingmasing. Oke, jadi aku tidak betul-betul sendirian. Tapi tetap saja,

ke mana kedua cewek tuyul kecil itu? Dan kenapa ruangan ini

gelap gulita begini?

Benar-benar mencurigakan.

Tiba-tiba kudengar bunyi langkah di luar kamar. Hell, bagian

ini pun mirip mimpiku. Apakah akan ada ular-ular yang menyerbu ke dalam ruangan ini juga? Ataukah...

Pikiranku terputus saat mendengar bunyi hendel pintu diputar.

Hatiku mulai menjerit keras, "Lari! Lari sekarang juga!" tapi tubuhku serasa dipaku di atas ranjang. Aku hanya bisa membelalak

ke arah pintu, menunggu siapa pun yang bakalan muncul di

balik pintu.214

Daun pintu terbuka perlahan, dan aku pun mengeraskan hati.

Kucabut jarum infus yang menancap di punggung tanganku dan

kuraih tiang infusku?senjata yang tak ada di dalam mimpiku.

Aku tak bakalan menyerah dengan gampang. Aku akan melawan

sampai titik darah penghabisan.

Lalu mereka pun datang.215

"UDAH gue bilang seharusnya kita nggak ke toilet."

"Yah, mau gimana lagi? Air di kamar mandi mati dan gue

udah kebelet banget," tukasku.

Baru sedetik lalu kami berdua masih bertatapan melalui cermin

di toilet dan ngobrol dengan serunya, namun kini kegelapan total

melingkupi sekeliling kami. Aku bahkan tidak bisa mengira-ngira

sejauh apa Hanny dariku. Seharusnya sih tak jauh-jauh amat,

mengingat toilet ini ukurannya pas-pasan.

"Lagian, kan gue udah bilang, gue nggak perlu ditemenin. Lo

tinggal sama Frankie aja di kamar."

"Nggak usah macem-macem deh." Nada suara Hanny terdengar

jengkel banget, membuatku sedikit-banyak rada bersyukur tak

bisa melihat muka masamnya yang ditujukan padaku. "Nggak

mungkin gue biarin lo kelayapan sendirian pas lagi mati lampu

begini. Apalagi waktu dikasih tahu sama perawat kalo yang ada

air cuma toilet yang jauhnya minta ampun ini." Dia mendecak

13

Jenny216

kesal. "Biasanya kan rumah sakit punya generator cadangan. Kok

masih belum dinyalain juga, ya? Kan udah lama mati lampunya!"

Pertanyaan itu terlontar begitu saja tanpa disengaja, namun

saat memikirkan jawabannya, kami berdua langsung membungkam. Hanya ada satu kemungkinan yang terjadi, dan kemungkinan itu sama sekali tidak menyenangkan.

Atau lebih tepat lagi, sangat mengerikan.

"Dia pasti udah ada di sini," bisik Hanny tegang.

Seakan-akan menyahuti ucapan Hanny, terdengar bunyi singkat

yang memecahkan keheningan.

Klik.

Hatiku langsung tercekat. "Pintunya!"

Dalam kegelapan, kami hanya bisa menduga-duga di mana

letak pintu toilet, namun itu tidak menghalangi kami berdua untuk seketika menghambur ke pintu. Alhasil, kepala kami pun

berbenturan dengan keras. Tanpa sengaja, pekikan kesakitan

meluncur dari mulut kami.

"Aduh!"

"Sial!"

Begitu menyadari sikon yang menegangkan ini, aku langsung

membekap mulutku dengan tanganku sendiri. Biarpun tidak bisa

melihat Hanny, aku bisa membayangkan sahabatku itu melakukan

hal yang sama.

"Jangan berisik," bisik Hanny.

Meski sahabatku itu tidak bisa melihat kepalaku, aku tetap

mengangguk. Habis, tolol banget kan kalau aku malah menyahut

meski sudah disuruh untuk tidak berisik? Perlahan kuulurkan tanganku, dan aku berhasil menemukan hendel pintu. Kuputar217

benda itu nyaris tanpa suara, namun pintu itu tetap bergeming
Teror Johan series 4 Karya Lexie Xu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

saat aku mendorongnya.

"Nggak ada gunanya."

Jantungku nyaris berhenti saat mendengar suara Jocelyn. Suara

itu terdengar begitu dekat, namun aku sama sekali tidak bisa menerka arahnya. Hanny langsung mencengkeramku kuat-kuat, tapi

aku terlalu takut untuk menyadarinya.

"Kalian terlalu berisik," ujar Jocelyn. "Saat kalian ribut-ribut

karena mati lampu, dia berhasil menyelinap ke sini dan mengunci

pintu. Saat ini, dia berdiri dalam kegelapan, siap meneror kalian."

"Kalo begitu dia bego." Suara Hanny terdengar berani, padahal

tangannya yang sedang memegangi bahuku terasa gemetaran.

"Mana mungkin dia bisa ngapa-ngapain kami dalam kegelapan

begini? Dia sama butanya dengan kami."

"Dia menggunakan...," Jocelyn diam sejenak, seolah-olah mencari-cari kata yang tepat, "kacamata malam."

Maksud Jocelyn tentulah night-vision goggles, kacamata yang

membuat pemakainya sanggup melihat dalam kegelapan malam.

Memikirkan Johan menggunakan benda itu membuatku nyaris

pingsan di tempat. Habis, kalau hal itu benar, itu berarti Johan

sanggup mempermainkan kami sesukanya. Seperti pecatur

menggerakkan pion-pionnya. Seperti pesulap memainkan marionet.

Tamatlah riwayat kami.

"Persiapannya udah matang," ujar Jocelyn lagi. "Dia emang

nggak mengira akan terpojok seperti sekarang ini dan harus menyerang kalian di rumah sakit, tapi dia punya semua pengetahuan

dan peralatan yang dia butuhin. Dia matiin saluran air untuk218

bikin semua orang kalang kabut dan berpencar-pencar. Setelah

itu, untuk mastiin kalian nggak bisa nyari pertolongan, dia memotong sekering listrik dan kabel telepon, ngerusak generator, ngempisin semua ban kendaraan, termasuk mobil-mobil ambulans.

Kalian nggak akan bisa melarikan diri. Kalian terkurung di sini,

dalam keadaan lemah dan tak berdaya. Johan yang pegang kendali di sini, dan dia udah mutusin untuk menyelesaikan semuanya, Kak." Jocelyn diam sejenak. "Kalian semua akan mati."

Tenggorokanku tercekat merinding mendengar kata-kata terakhir Jocelyn yang diucapkan dengan perlahan namun tegas itu.

"Gimana dengan ponsel?" tanya Hanny.

"Nggak ada gunanya," sahut Jocelyn. "Peraturan di rumah sakit

ini kan, semua ponsel harus dititipin di meja depan."

Oh ya, benar juga. Aku sampai lupa. Waktu kami baru turun

dari ambulans, kami sempat disuruh menyerahkan ponsel.

"Han," bisikku tanpa membuang-buang waktu, "kita harus

berpisah."

Aku bisa merasakan kekagetan sahabatku. "Apa?"

"Dia pasti akan lebih ngincar gue," jelasku. "Lo akan lebih

aman kalo jauh-jauh dari gue."

Hanny diam sejenak. "Nggak, Jen. Gue nggak mau nyari aman

sendiri."

Kali ini, saking takutnya, aku tidak sanggup menahan diri dan

langsung menyembur, "Jadi lo mau mati?"

"Nggak mau dong. Tapi Johan adalah Johan. Biarpun cerdas

dan licik seperti setan, dia tetep punya keterbatasan. Dia nggak

kuat, Jen. Mungkin dia lebih kuat daripada kita karena dia cowok, tapi kalo kita berdua join, mungkin..." Suara Hanny berge-219

tar, entah karena takut atau malah bersemangat. "Mungkin kita

bisa ngalahin dia, Jen."

"Kalian pikir begitu?"

Aku bisa merasakan seseorang menerkam ke arahku dengan

kecepatan menyerupai binatang liar. Saking takutnya, aku hanya

bisa mematung pasrah, siap menemui Malaikat Kematian, namun

Hanny menarik tanganku dengan sigap. Tubuhku terlempar entah

arah ke mana tanpa bisa kukendalikan lagi, dan tahu-tahu saja

aku sudah mencium tembok dengan gaya yang sangat tidak

keren. Jidatku langsung benjol dan bibirku pecah berdarah, tapi

saat ini aku tidak terlalu memikirkan rasa sakitnya. Sebaliknya,

yang terlintas dalam pikiranku malahan betapa konyolnya diriku

saat ini. Maksud hati ingin selamat, tak dinyana malah bikin

babak belur diri sendiri. Hmm, kalimat yang bagus. Mungkin

seharusnya aku mematenkannya, siapa tahu suatu saat bisa jadi

peribahasa populer. Tapi aku kasihan pada siapa pun yang bakalan dikata-katai dengan kalimat itu. Pasti perasaannya tak enak

banget, sama dengan perasaanku saat ini.

Suara ketawa dingin yang menyeramkan membuyarkan pikiran

ngawurku dalam sekejap.

"Kamu memang cewek impianku, Han," kata Johan. "Pada

saat kukira kamu akan melawanku, kamu malah menolongku.

Seperti saat ini. Kamu baik sekali mau membantuku menyakiti

Jenny."

"Apa maksud lo?" tanya Hanny, suaranya terdengar panik.

"Gue ngelukain elo, Jen? Aduh, sori banget ya!"

"Nggak apa-apa kok, Han." Aku bukan cuma menghibur. Saat

ini sakit apa pun yang kurasakan sama sekali tidak berarti, sementara kalau sampai Hanny tidak menarikku tadi, aku pasti sudah220

menyaksikan kejadian ini dari alam sana. "Gue serius. Jangan

dengerin dia, Han."

"Inilah yang paling menyebalkan dari lo, Jenny Jenazah," kata

Johan dengan suara rendah seolah-olah dia sedang menahan kebencian yang amat sangat. "Elo selalu bersikap lembek dan sok

suci, berpura-pura suka mengalah, padahal siapa yang tau apa

yang terlintas dalam pikiran lo yang jelek itu. Bisa aja elo sedang

menyumpahi Hanny dan memaki-makinya di dalam hati lo, tapi

kami semua nggak akan bisa mengetahuinya, kan?"

Aku ingin membantahnya, ingin mengatakan bahwa aku tidak

pernah menganggap diriku baik hati?malahan aku jauh dari

itu?tetapi aku juga tak bakalan memaki-maki orang yang kusukai di dalam hati (kalau orang yang tak kusukai sih, bakalan kumaki-maki juga kalau menyebalkan, meski memang hanya di

dalam hati. Yang terakhir ini memang Johan tidak salah). Namun

karena ketakutan, aku sama sekali tidak sanggup bersuara dan

cuma bisa mengatup bibirku rapat-rapat.

"Kenapa nggak bisa menjawab?" Suara Johan terdengar puas,

membuatku mulai kesal dan melupakan ketakutanku. "Takut

reputasi lo sebagai anak baik tercemar? Lalu bagaimana dengan

gue, Jenny Jenazah? Jangan bilang lo juga nggak pernah memaki

gue, apalagi membenci gue."

Darahku mendidih mendengar tawa gelinya.

"Ayo, Jenny Jenazah, gue ingin denger jawaban lo!"

"Gue benci sama elo!" semburku tanpa bisa menahan emosiku

lagi. "Gue pengin nonjok muka lo. Gue pengin matahin hidung

lo. Gue pengin..."

Nyaris saja aku menyebut "nendang selangkangan lo", tapi

masa di saat pertama kalinya aku mengucapkan kata selangkangan,221

yang kumaksud adalah selangkangan Johan? (Belakangan terpikir

olehku bahwa aku tak mungkin menyebut kata selangkangan dalam pembahasan normal, apalagi dengan maksud memuji, jadi

sebenarnya tak penting selangkangan siapa yang kuteriakkan

untuk pertama kalinya.) Aku langsung membungkam, yang langsung disalahartikan oleh Johan.

"Pengin apa lagi?" tanyanya dengan nada menantang. "Pengin

bunuh gue?"

"Kalo yang itu bukan dia aja," ketus Hanny. "Banyak banget

yang kepingin ngebunuh elo, termasuk gue!"

"Termasuk kamu?"

Hanny menyahut tanpa ragu, "Termasuk gue."

Johan diam lama sekali, membuatku bertanya-tanya apa yang

ada di balik pikirannya saat ini. Gawat, keringat dingin mulai

mengaliri tengkukku.

"Oke, kuputuskan," akhirnya dia berkata, "aku akan membunuh semua orang yang menginginkan kematianku."

Aku tidak sanggup berkata-kata saking shocknya. Bukannya hal

itu hal baru, hanya saja rasanya beda banget antara kita cuma

menebak (dan kemungkinan besar benar) dan kita benar-benar

mendengarnya dari orang yang bersangkutan. Bahkan Hanny

langsung berteriak, "Jangan bikin keputusan sembarangan gitu

dong!"

"Ini bukan keputusan sembarangan, Han. Aku melakukannya

dengan pertimbangan akal sehat. Ini yang namanya membunuh

karena pembelaan diri. Mereka sudah ingin aku mati. Masa aku

nggak bunuh mereka? Nggak akan ada orang yang akan nyalahin

aku, Han."

Gila. Orang ini sudah gila. Dari cara bicaranya yang percaya222

diri, dia sungguh-sungguh mengira dirinyalah yang benar, sementara semua orang lain yang menentangnya layak dimusnahkan.

Kurasa beginilah pola pikir Hitler dan diktator lainnya. Untung

kegilaan Johan ketahuan sejak dini, membuatnya boro-boro jadi

presiden, jadi ketua kelompok arisan pun tak bakalan bisa!

"Tapi," protes Hanny lagi, tapi Johan menyela.

"Tunggu dulu, aku belum selesai, Han." Setelah yakin kami

berdua mau mendengarkan, dia pun melanjutkan, "Nah, khusus

kalian berdua, aku akan memberi kalian kesempatan untuk

hidup."

Kata-kata itu seharusnya memberiku harapan, namun nada

girang dalam suara Johan membuatku merasa tidak nyaman.

"Syaratnya, kalian harus berhasil melarikan diri malam ini.

Nah, sebentar lagi aku akan ngebuka pintu untuk kalian, dan

kalian harus berlari sekuat-kuatnya. Peraturannya, kalo kita ketemu manusia lain, aku akan bunuh manusia itu. Ini berarti,"

Johan berhenti sejenak untuk menciptakan kesan dramatis, "nyawa orang-orang lain ada di tangan kalian."

"Mana bisa begitu?" cetusku kaget, lupa dengan ketakutanku.

"Nyawa orang kan bukan mainan!"

"Jenny Jenazah, elo emang picik. Andai nyawa manusia bukan

mainan, kenapa banyak orang senang menantang maut? Mendaki

gunung tertinggi, menyelami laut terdalam, terbang dengan gantole?

Kalo manusia nggak suka bermain dengan nyawa, kenapa ada yang

namanya Russian Roulette? Kalo emang nyawa itu berharga, kenapa

manusia suka berperang? Hanya orang-orang lembek seperti elo

yang masih menganut prinsip kuno yang lemah, Jenny Jenazah, dan

pendapat picik kalian benar-benar bikin gue muak!"

Kudengar bunyi klik, dan secercah cahaya buram berbentuk223

garis tegak lurus tampak di sebelah kiriku, menandakan bahwa

pintu toilet sudah terbuka. Aduh, rasanya kepingin sekali menghambur ke arah pintu itu dan melarikan diri sekencang-kencangnya. Tapi itu berarti kami menyetujui syarat Johan.

"Nah, aku akan memberi kalian waktu satu menit sebelum aku

mulai mengejar kalian."

"Kami nggak mau ikut main!" tegasku berani.

"Sayang, kalian nggak punya pilihan."

Kali ini aku berhasil menghindar saat Johan menyergapku. Namun usahaku tidak bagus. Kurasakan tangannya menjambak rambut kepangku. Dalam hitungan detik, kepalaku tersentak ke arah

yang berlawanan. Ujung-ujung rambut pendek langsung menusuk

leherku di sebelah kiri.

Astaga, kepangku ditebas dalam sekejap!

"Asal tau aja, ini bukan meleset lho," kata Johan dengan suara

penuh kemenangan. "Kali berikutnya, bukan hanya kepang lo

yang bakalan gue potong, Jenny Jenazah."

Gila, seram banget. Sudahlah. Aku lari sajalah.

Aku meraih hendel pintu bertepatan dengan saat Hanny berhenti di depanku. Nyaris saja kami bertabrakan lagi, tapi kali ini

suasana sudah tidak segelap tadi.

"Gue kira lo tetep mau ngotot nggak mau kabur," bisik Hanny

cepat.

"Mana mungkin?" sergahku sebelum Hanny sempat menyelesaikan kalimatnya. "Liat kepang gue! Buntung, gila!"

Kami mulai berlari sekuat-kuatnya.

"Tapi baguslah, Jen, kepang lo itu sebenernya emang agak-agak

jelek."

Aku melirik ke samping dengan tak senang. "Lo masih sempet224

ngeributin yang begituan, di saat nyawa kita lagi di ujung tanduk

begini?"

"Jangan khawatir," kata Hanny. "Selama kita nggak ketemu

orang lain."

Sialnya, kami memang harus berbelok setiap kali mendengar

ada suara orang yang sedang berbicara atau langkah kaki mendekat. Di saat gelap begini tentu saja banyak orang yang berseliweran karena panik, terutama petugas rumah sakit yang merasa

harus bertanggung jawab terhadap pasien-pasiennya. Bukannya

aku mengira Johan tidak terkalahkan. Yah, dia kan bukan Arnold
Teror Johan series 4 Karya Lexie Xu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Schwarzenegger atau siapa gitu. Masalahnya, dia tidak segan membunuh orang, sementara orang lain mungkin bahkan tidak tega

mencederainya.

Pantas saja di dunia ini banyak orang jahat yang masih saja

merajalela.

Aku dan Hanny akhirnya berhenti di balik sebuah dinding,

terengah-engah karena kehabisan napas. Perutku terasa sakit dan

kakiku gemetaran, namun aku menahan semua itu dan merapat

di pinggiran tembok bersama Hanny bagaikan ninja terlatih.

"Gimana, Jen?" tanya Hanny sambil menyikutku. "Dia ngikutin kita nggak?"

"Kok gue yang disuruh ngintai?" protesku.

"Yah, posisi lo kan lebih sip buat ngintai," balas Hanny. "Liat

dong, buruan!"

Terpaksa aku melongokkan kepalaku ke balik dinding...

...dan tak ada bayangan Johan sama sekali. Aduh, lega banget!

Baru kusadari sedari tadi aku menahan napas. Buru-buru aku

mengembuskan napas sebelum keburu mati karena kekurangan

oksigen.225

"Gue rasa, dia udah kehilangan kita, Han."

"Bagus, kita emang lihai!" cetus Hanny puas. "Tapi emang

nggak sulit meloloskan diri dari Johan. Orangnya letoy gitu."

"Emang sih, tapi"

Aku menjerit saat merasakan kepangku yang sisa sebelah ditarik ke belakang dengan kasar. Suara Johan terdengar dekat sekali

di belakang kepalaku.

"Tertangkap!"

Satu sentakan, dan tahu-tahu saja aku terbebas... dengan rambut pendek menggantung di sekeliling leherku. Habislah rambutku, tapi sepertinya itu jauh lebih baik daripada anggota badanku

yang lain yang menjadi korban mutilasi Johan.

Sekilas aku melirik ke belakang. Ya ampun! Johan benar-benar

mengerikan. Di tengah-tengah koridor rumah sakit, dia berdiri

tegak sambil memegang sebilah pisau panjang yang berkilauan

ditimpa sinar bulan yang menyorot masuk lewat jendela. Matanya

yang berkilat-kilat tampak tidak wajar.

Dan dia menghunjamkan pisau itu ke arahku.

"Lari!"

Sesaat sebelum kami mengambil langkah seribu, pisau itu sempat menggores pipiku. Tapi aku tidak memedulikan rasa sakit

yang timbul ataupun darah yang mulai keluar. Pokoknya, aku

dan Hanny langsung lari pontang-panting menjauhi Johan.

Baru berlari sebentar, kami mendengar suara orang bercakapcakap.

"Ke mana sih mereka?"

"Katanya ke toilet terdekat."

"Ini udah toilet terjauh, tapi mereka nggak ada juga. Sampe

kapan gue kudu geledah toilet cewek?"226

Oh. OH. Itu Tony dan Markus! Air mataku langsung menggenang di pelupuk mata saking kangennya pada mereka berdua.

Oke, aku tahu kami baru berpisah sebentar, tapi rasanya seperti

sudah berabad-abad. Dan sekarang, betapa inginnya aku bertemu

mereka! Betapa inginnya aku memeluk Tony!

Tapi bagaimana kalau mereka ketemu Johan? Dalam soal ukuran tubuh dan kekuatan, mereka memang unggul, tapi Johan jauh

lebih nekat. Dengan pisau superpanjangnya itu, dia bisa melakukan apa saja, termasuk mencabut nyawa cowok yang paling kucintai di dunia ini.

Tidak. Aku memang bukan cewek yang serbabisa dan tangguh,

dan saat ini aku tidak tahu bagaimana caranya kami lolos dari

Johan, tapi aku tidak akan mencelakakan orang-orang yang kusayang hanya karena masih ingin hidup. Nyawa memang sangat

berharga, tapi nyawa orang-orang yang kucintai jauh lebih berharga daripada nyawaku sendiri.

Mataku bertemu dengan pandangan Hanny, dan aku tahu sahabatku itu juga memikirkan hal yang sama. Tanpa banyak bicara,

dia membuka pintu menuju tangga darurat.

"Di mana anaknya menghilang?"

"Di lantai tujuh, Pak Satpam." Kini giliran wajah Hanny yang

tampak seperti mau menangis saat mendengar suara Frankie.

"Katanya udah hilang selama setengah jam, Pak."

"Katanya?"

"Iya, saya kan tadi lagi pingsan. Kalo nggak, mana mungkin

saya biarin dia keliaran di tempat bahaya gini?"

"Ini kan rumah sakit, Dik. Apanya yang bahaya?"

"Pokoknya Bapak setuju ajalah! Sekarang dua temen saya lagi

dalam bahaya, jadi saya nggak mungkin ngoceh sembarangan!"227

"Iya, iya. Sudah, minggir kamu sana. Saya harus gunakan kunci untuk membuka pintu darurat ini, soalnya bisa dibuka dari

dalam, tapi dari sini harus pakai kunci biar nggak disusupi orangorang yang nggak berkepentingan."

Uh-oh.

Lagi-lagi aku berpandangan dengan Hanny. Gawat, ini berarti

kami tidak punya jalan keluar selain minta kunci pada Pak Satpam yang sedang bersama Frankie itu.

Tapi, sekali lagi, bagaimana kalau mereka sampai dibunuh

Johan yang sedang haus darah dengan senjata misteriusnya yang

mengerikan itu?

Tanpa perlu aba-aba lagi, aku dan Hanny berlari ke arah yang

berlawanan dengan arah suara Frankie.

Menuju ke atas.

Kami tiba di pintu berikutnya. Hanny langsung mencoba

menggedor pintunya.

"Sial, beneran dikunci!"

"Ayo, coba yang di atas lagi," ajakku seraya mendahului Hanny

berlari ke atas.

Tapi entah bagaimana caranya, Hanny mencapai pintu berikutnya duluan, padahal kakinya sempat terluka waktu kebakaran

sekolah kemarin (aku sempat mengintip waktu kami berganti

baju di rumah Markus. Bukannya aku hobi ngintip, tapi hal-hal

semacam itu tak terelakkan saat kita ganti baju bareng). Yah, mau

bagaimana lagi, aku memang superbego dalam soal olahraga.

"Dikunci juga!"

Kami melesat ke atas lagi. Kali ini, secara tak sengaja aku melirik ke bawah tangga melalui celah yang diciptakan oleh pegangan

tangga. Jantungku nyaris berhenti saat melihat tangan Johan me-228

nyusuri pegangan tangga, tak jauh dari kami, dan mendekat dengan kecepatan lambat tapi pasti.

Kucengkeram punggung Hanny saking tegangnya. "Cepetan,

Han!"

"Berisik lo, Jen!"

Astaga, padahal suaraku sudah nyaris tak terdengar saking seraknya, masih juga dibilang berisik.

"Tapi Johan udah deket, Han!"

"Tertangkap lagi!"

Arghh.

Aku merasakan tangan kiri Johan mencengkeram kakiku, sementara tangan kanannya mengayunkan pisaunya. Kutendang

muka si Johan, lalu berlari ke atas lagi. Tapi sialnya, kakiku sempat kena lagi, dan sepatuku terlepas pula.

Aduh, sakitnya berlari dengan kaki terluka!

"Jenny!"

Kusadari aku sudah mulai tertinggal dari Hanny yang berada

di bordes tangga di atasku. Aku ingin sekali menyuruhnya pergi

saja meninggalkanku, tapi aku juga sangat ketakutan. Aku tidak

ingin ditinggalkan dan menjadi korban pembunuhan Johan.

"Mati lo, Jenny Jenazah!"

Aku membalikkan badanku dan membelalak saat melihat Johan

mengayunkan pisau di atas kepalanya, siap menancapkannya padaku. Tapi tahu-tahu saja sebuah kaki muncul di sebelahku, menendang perut Johan sampai psikopat itu terpental ke belakang. Dari

suara aduhannya, kami menyadari Johan sama sekali tidak kenapa-kenapa meski sempat jatuh dari tangga.

"Ayo!" Hanny, si pemiliki kaki sakti yang menendang Johan229

tersebut, mencengkeram lenganku dan menarikku kuat-kuat.

"Kita naik lagi, dan jangan suruh gue ninggalin elo!"

Kami segera berlari ke atas dan mencoba semua pintu yang

kami lalui, namun semuanya terkunci rapat?bahkan digedor pun

tak bisa. Kami sudah nyaris putus asa sampai pintu terakhir

terbuka begitu Hanny mendorongnya.

"Yes!"

Angin kencang langsung menyambut kami.

Ternyata kami sudah tiba di atap gedung rumah sakit.

Dan tidak ada jalan turun lainnya. Kami terjebak.

Matilah kami.

"Jadi, di sinilah akhirnya..."

Kami berdua serempak membalikkan badan, dan melihat Johan

tersenyum menyeringai. Senyum yang tak mencapai matanya yang

menyorot liar. Tangannya mengacungkan pisau panjang itu ke

depan wajah kami.

"Kalian kalah. Itu berarti, gue berhak mencabut nyawa kalian."

Ya Tuhan!

"Nah, siapa di antara kalian yang mau dieksekusi terlebih dahulu?"

"Yang bener aja!" teriak Hanny nyolot. "Siapa yang mau ngikutin permainan lo?"

"Iya, betul!" Aku mengekor. "Kami nggak sudi jadi mainan

lo!"

"Sayangnya, kalian nggak punya pilihan. Saat ini kalian cuma bisa

menuruti aturan main gue." Johan tersenyum menyeringai lagi

dengan cara yang tak mirip dengan orang waras. "Tapi, harus gue

akui, gue rada kecewa kalian begitu gampang dikalahin. Begini aja,230

kita adain satu permainan lagi. Permainan terakhir yang menyentuh

hati." Johan menatap kami berdua lekat-lekat, sampai-sampai membuat bulu kudukku merinding. "Kalo ada salah satu di antara kalian

yang bersedia mati demi sahabatnya dan rela meloncat dari atap

gedung ini, aku akan mengampuni yang satunya lagi."

Darahku serasa membeku.

"Gimana?" tanya Johan girang. "Perlu diberi semangat?"

Mendadak saja Johan menyerbu ke arah kami. Aku dan Hanny

menjerit keras, mengira dia bakalan menusuk kami, namun ternyata dia malah menyandera Hanny. Pisaunya yang menyeramkan

diletakkannya di leher sahabatku itu.

"Nah, Jenny Jenazah," kata Johan padaku. "Sekarang waktunya

lo membuktikan apakah hati lo emang sebersih yang lo tampakkan, atau lo hanyalah cewek laknat munafik lainnya. Lakukanlah

perintah gue, atau lo akan ngeliat kematian sahabat yang lo sayangi ini."

"Jangan, Jen!" teriak Hanny.

Johan merapatkan pisaunya, dan aku bisa melihat darah perlahan menetes dari pisau itu.

Darah Hanny!

Aduh, ini benar-benar gawat!

"Pergi ke tepi atap, Jenny Jenazah!"

Dengan tubuh gemetaran aku berjalan ke tepi atap. Secara otomatis aku melihat ke bawah, entah lima belas atau delapan belas

lantai tingginya, sementara orang-orang di bawah kelihatan seperti

sebesar semut saja.

Kalau aku meloncat, tubuhku pasti bakalan hancur berantakan.

"Meloncatlah."231

Aku tahu, malu banget memohon-mohon pada psikopat, tapi

itulah yang kulakukan saat ini. "Tolong, Johan, jangan lakuin ini

pada kami."

Johan mengangkat alisnya. "Takut mati, Jenny Jenazah?"

"Tentu aja takut," akuku tidak tahu malu. "Gue belum mau

mati. Gue nggak mau Hanny mati. Kami"

"Jangan merengek-rengek!" teriak Johan diiringi jeritan Hanny.

Aku bisa melihat pisau itu menancap makin dalam ke leher

Hanny. "Loncat atau gue bunuh sahabat lo ini!"

Aku tidak mau loncat. Aku tidak mau mati. Aku ingin hidup

bersama Tony sampai tua, memiliki anak-anak, mengunjungi

tetangga kami yang ternyata adalah Hanny dan Frankie, dan

berlibur bersama Markus serta Kak Tory. Aku masih ingin ketemu

orangtuaku, membayar utang budiku pada mereka, dan aku masih ingin bertemu dengan pengurus rumahku Mbak Mirna dan

sopirku Pak Mar yang sudah seperti keluargaku. Aku bahkan kangen pada Jenny Bajaj dan Jenny Tompel.

Tapi kalau aku hidup, Hanny akan mati.

Dan aku tidak mungkin bisa hidup bahagia dengan kenyataan

itu.

Aku menoleh lagi ke bawah gedung. Apakah ada kemungkinan

aku bisa selamat setelah meloncat ke bawah? Sebuah pohon yang

bisa menahanku? Pemadam kebakaran yang muncul secara

ajaib?

Tidak. Tidak ada keajaiban. Kalau aku meloncat, aku akan

mati. Sesederhana itu.

Kupejamkan mataku.
Teror Johan series 4 Karya Lexie Xu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Jenny! Apa yang kamu lakuin?"

Jantungku nyaris berhenti mendengar suara Tony.232

Aku menoleh dan melihat Tony serta Frankie sedang berdiri

menghadap Johan yang masih menyandera Hanny.

"Lepasin dia, bangsat!" teriak Frankie dengan muka hitam banget saking marahnya.

Tapi aku tidak sempat memperhatikan orang lain. Tatapan

Tony yang begitu intens membuatku sulit memalingkan wajah.

"Bisa-bisanya kamu berpikir untuk meloncat, Jen," geramnya.

"Aku tau kamu mikirin Hanny, tapi apa kamu mikirin perasaanku kalo kamu sampai mati? Kuberitahu aja, kalo kamu sampai

loncat, aku nggak akan maafin kamu, Jen! Seumur hidupku aku

nggak akan maafin kamu!"

Air mataku menggenang. "Tapi, Ton, dia akan ngebunuh

Hanny! Aku nggak bisa hidup dengan ngorbanin nyawa

Hanny..."

"Dan lo pikir gue bisa hidup dengan ngorbanin nyawa lo?"

teriak Hanny serak, dan kusadari sahabatku itu juga sedang menangis. "Lo kira gue sedangkal apa?"

"Gue bangga sama elo, Tuan Putri," kata Frankie sambil menyeringai. "Berdarah-darah, tapi tetap keren. Tenang, kami para

jagoan akan menyelamatkanmu!"

"Oh, ya?" tanya Johan sinis. "Dengan apa kalian mau nyelametin dia? Satu langkah mendekat, gue akan memenggal kepalanya!"

"Dengan ini!"

Johan membeku waktu melihat Kak Tory dan Markus muncul

dengan tampang penuh kemenangan. Namun bukan Kak Tory

dan Markus yang membuatnya membeku, melainkan orang yang

sedang dipegangi oleh mereka berdua.

"Johan, cukup," kata ayah Johan dengan suara gemetar.233

Aku tak sanggup memalingkan wajah saat melihat kedua kakinya yang sudah buntung tergantung-gantung di antara tongkat

penopang yang terjepit di kedua ketiaknya. Astaga, seberapa besar

dosa yang sudah diperbuat Johan?

"Sudahi saja kegilaan ini."

"Ayah?" tanya Johan seolah-olah sedang bermimpi. "Kenapa

Ayah masih hidup? Bukankah aku sudah membunuh Ayah? Apa

aku berhalusinasi lagi?"

"Bukan, Nak, ini Ayah sungguhan," kata ayah Johan. "Ayah

diselamatkan oleh anak-anak ini. Johan, anakku, sudahlah. Jangan

diteruskan lagi."

Bukannya merasa bersalah, Johan malah menyembur keras, seolah-olah jadi lepas kendali. "Enak aja Ayah menyuruhku jangan

diteruskan lagi! Memangnya Ayah tahu apa? Apa Ayah tau

penghinaan apa yang kualami di rumah sakit jiwa, sementara

mereka bersenang-senang di sekolah? Apa Ayah tau betapa banyak

hidupku yang dirusak mereka, betapa banyak milikku yang direbut mereka? Apa Ayah mengerti semua itu? Tidak, Ayah tidak

mengerti. Ayah tidak pernah mengerti aku. Yang selalu Ayah pikirkan juga bukan aku, tapi cuma Ibu dan Jocelyn!"

Aku tidak mendengar kata-kata Johan lagi. Tatapanku terpaku

pada bayangan yang sedang mengendap-endap di belakang

Johan.

Les.

Aduh, apa yang dia lakukan di situ? Apa dia tidak tahu pisau

Johan siap menggorok leher Hanny?

Alih-alih menyergap Johan, Les malah berseru, "Hei, Johan!"

Secara spontan Johan menoleh ke belakang. Pada saat itulah

Frankie meloncat ke depan dan menahan pisau Johan dengan234

tangannya sendiri, tak peduli tangannya sendiri yang sebelumnya

sudah luka-luka jadi tertancap pisau itu. Sementara itu, Hanny

hanya bisa terbelalak melihat apa yang dilakukan Frankie untuknya.

"Lari, goblok!" teriak Frankie.

Tanpa sungkan, Kak Tory melepaskan ayah Johan dan langsung

maju untuk menarik tangan Hanny. Dalam sekejap, Hanny sudah

berada di luar jangkauan Johan.

Dengan muka puas Frankie mencampakkan pisau yang berlumuran darahnya sendiri. "Nah, tanpa pisau itu dan sandera, lo

bisa apa sih?"

Johan terperangah. Wajahnya yang tadinya dingin dan mengerikan kini tampak membeku ketakutan.

"Sekarang waktunya lo yang gue kerjain!" Tanpa banyak cincong, Tony menonjok muka Johan.

"Lo kira gue mau ketinggalan?" Frankie ikut menendang muka

Johan.

"Dan ini buat ngebalesin dendam Tory!" Markus menyarangkan

tinjunya ke dagu Johan.

"Eh, gue mau ikutan!" seru Tory sambil melayangkan tendangan memutar, membuat Johan yang sedang membekap mukanya

yang sudah babak belur itu terpental jatuh.

Setelah itu, semua diam di tempat masing-masing. Yang terdengar hanyalah bunyi napas Johan yang terengah-engah sambil

membungkuk di lantai. Samar-samar kami mendengar sirene mobil polisi mendekat.

"Cukup, Kak, cukup." Suara Jocelyn memecahkan keheningan.

"Semua udah berakhir. Kak Johan udah kalah."

Ayah Johan tertegun. "Jocelyn?"235

"Ayah," tangis Johan dengan gaya kekanak-kanakan Jocelyn,

"tolong aku, Ayah. Aku sakit sekali."

"Aduh, anak malang!" seru ayah Johan sambil menggapai-gapai

ke arah Johan. Mau tak mau Markus membawanya ke arah

Johan. Begitu menyentuh Johan, ayah Johan langsung memeluk

erat anaknya yang saat ini entah siapa itu. "Bahkan sampai saat

ini jiwamu tetap nggak bisa tenang"

"Makanya, Ayah, tolong aku. Tolong aku dan Kakak, Yah."

"Ya, Sayang, Ayah akan menolong kalian berdua," isak ayah

Johan. "Ayah sangat menyayangi kalian berdua, Jocelyn."

"Aku tahu, Yah. Aku juga sangat sayang pada Ayah."

Pemandangan itu begitu mengharukan, membuat mataku kabur karena air mata. Mungkin semua orang juga merasakan hal

yang sama denganku, membuat kami semua tidak menyadari apa

yang sedang terjadi. Tidak tahu mendapat kekuatan dari mana,

ayah Johan menarik Johan kuat-kuat dan melemparkannya ke

pinggiran atap.

Ke arahku.

Sebelum aku sadar, Johan sudah menyambar tanganku.

"JENNY!!!"

Sedetik kemudian, kami bertiga sudah bergelantungan di pinggiran atap. Aku, Johan, dan ayah Johan. Sayang, di antara kami

bertiga, posisikulah yang paling tidak menguntungkan. Habis,

bukannya berpegangan pada sesuatu yang lebih bisa diandalkan

seperti pinggiran atap?seperti yang dilakukan oleh Johan dan

ayahnya?yang kupegang adalah pergelangan kaki Johan!

"Ayah mau membunuhku, ya?!" bentak Johan pada ayahnya.

"Asal tahu aja, nggak segampang itu, tau!"236

"Ini satu-satunya jalan keluar, Nak," kata ayah Johan sendu.

"Ayah ingin membebaskan kamu dan Jocelyn dari semua ini."

"Ini masalahku sendiri, Ayah jangan ikut mengurusi, dasar tua

bangka sok tau!"

Aku bisa mendengar teman-temanku meneriakkan namaku,

"Jenny! Jenny! Kamu nggak apa-apa?"

Tapi aku terlalu tegang untuk menyahut mereka.

"Udah, udah!" Aku berseru dari bawah dengan cemas. Johan

dan ayahnya saling berteriak, sementara Johan menendang-nendang seakan-akan tidak menyadari hidupku bergantung pada

kakinya. "Jangan berantem lagi, kalian kan ayah dan anak yang

saling mengasihi..."

"Pokoknya, kalau aku sampai mati, aku akan membawa serta

nyawa banyak orang!" teriak Johan.

"Jenny! Cari pijakan yang kuat, Jen!"

Oh ya, benar juga. Kakiku mulai mencari-cari. Tapi bukannya

berhasil menemukan sesuatu, aku malah seperti meronta-ronta,

seakan berharap jatuh lebih cepat.

"Sepertinya, yang pertama harus mati adalah Ayah!"

Aku menjerit saat Johan mencengkeram ayahnya, lalu melemparkannya begitu saja ke bawah. Tadinya aku ingin menahannya,

tapi saat peganganku pada kaki Johan nyaris terlepas, aku langsung melepaskannya. Kurasa, seumur hidup aku tak akan melupakan tatapan matanya yang ketakutan sekaligus pasrah saat dia

meluncur jatuh ke bawah gedung.

Maafkan aku, Om.

"Dan sekarang giliran lo, Jenny Jenazah!"

Aku mendongak ke atas. Biasanya aku tak bakalan berani ma-237

rah-marah apa pun yang terjadi, tapi saat ini aku sudah tidak

tahan lagi. "Dasar brengsek lo! Dia itu ayah lo sendiri, tau!"

"Dia mencoba ngebunuh gue! Coba aja, gimana kalo ayah lo

yang pengin ngebunuh lo! Emangnya lo nggak akan ngebunuh

dia juga?"

"Ya nggak lah! Mereka kan orangtua gue! Kalaupun mereka

bersalah pada gue, gue pasti akan berusaha memaafkan mereka!"

"Munafik lo, dasar cewek lembek memuakkan!"

"Mendingan gue daripada elo, cowok psycho minta ditonjok!"

"Apa lo bilang? Apa lo nggak sadar kalo nyawa lo tergantung

sama gue?"

"Jangan tendangi Jenny lagi, brengsek!" teriak Tony. "Kalo

nggak, kami nggak akan nyelamatin elo."

Johan terdiam sejenak. "Emangnya kalian akan ngebebasin

gue?"

"Emangnya lo mau diselamatin?" balas Tony.

"Tentu aja mau!" seru Johan cepat.

"Tapi lo nggak akan dibiarin bebas lho," kata Tony. "Lo harus

balik ke rumah sakit jiwa, penjara, atau mana aja yang diputuskan pengadilan buat elo. Gimana?"

"Apa ajalah, yang penting gue selamat!" kata Johan dengan

suara makin bergetar ketakutan.

Janji yang seenaknya dibuat, tapi... yah, janji atau tidak janji,

aku yakin Tony akan tetap menyelamatkannya. Meskipun Johan

psycho-super-berbahaya, sialnya kami tetap tak bakalan tega membiarkannya mati.

Biarpun begitu, Tony tidak bodoh untuk memercayainya begitu

saja. "Jenny duluan yang naik."

Rasanya lega sekali saat tangan Tony menggapai tanganku dan238

merasakan kekuatannya saat menarikku naik. Dalam sekejap aku

sudah berada dalam pelukannya.

"Kamu nggak apa-apa, Jen?" gumamnya sambil menciumi

rambutku yang sudah trondol dan panjang-pendek tak jelas.

"Ya, sekarang aku baik-baik aja."

Bersamamu, aku aman.

Dari belakangku terdengar gerutuan Johan. "Sekarang tarik gue

naik."

Tony mengulurkan tangan pada Johan dan menariknya naik.

Saat akhirnya lutut Johan menyentuh pinggiran atap, dia langsung berkata, "Dasar tolol."

Dan sekali sentak, dia menarik Tony ke depan.

Aku hanya bisa terpana saat melihat Tony terjatuh. Sedikit pun

aku tidak peduli pada kenyataan bahwa saat Johan menarik Tony

dengan sekuat tenaga, secara tidak sengaja Johan menarik dirinya

ke belakang pula. Akibatnya, dia ikut terjatuh ke bawah gedung.

Namun itu sama sekali bukan urusanku. Yang kulihat hanyalah

wajah kaget Tony, bagaimana akhirnya dia menghilang dari

hadapanku.

Dan sekelebat kehidupan yang harus kulalui seluruhnya tanpa

dia yang paling kucintai di dunia ini lagi.239

SETELAH kejadian hari itu, hidup kami semua tak pernah

sama lagi.

Aku mulai menjalani hidup dengan jauh lebih serius. Kerjaku

belajar terus sampai-sampai aku selalu berada dalam posisi ranking

sepuluh besar. Aku mencalonkan diri menjadi ketua OSIS, berhasil

mendapatkan jabatan itu dengan jumlah suara mutlak, dan menjalani masa jabatanku dengan gemilang. Bukannya menyombong?

oke, mungkin memang menyombong sih?berkat akulah sekolah

kami mulai mengadakan berbagai program untuk meningkatkan

kualitas pendidikan dan menjalin persahabatan dengan sekolah lain.

Di akhir tahun ketiga, aku terpilih menjadi wakil murid untuk

memberikan pidato "Terima Kasih dan Selamat Tinggal" untuk

almamater kami.
Teror Johan series 4 Karya Lexie Xu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Akibat nilai-nilaiku yang berkilauan saking bagusnya, aku

diterima di semua universitas yang menarik perhatianku. Buntutbuntutnya, aku memutuskan untuk melanjutkan ke Monash,

Epilog

Hanny240

Melbourne saja. Di situ lagi-lagi aku jadi cewek populer yang

aktif dalam berbagai kegiatan mahasiswa. Aku sempat menjadi

model majalah untuk beberapa waktu sebelum kegiatan itu mulai

mengganggu kuliahku, dan begitu lulus kuliah aku langsung jadi

pramugari di salah satu maskapai paling bergengsi di Indonesia.

Sejak saat itu, hidupku penuh dengan acara jalan-jalan. Pokoknya,

hidup impian semua cewek deh.

Frankie tetap bekerja pada Les di bengkel. Namun, berkat

pengaruh baikku, cowok bereputasi buruk itu berhasil lulus SMA

dengan nilai yang bahkan jauh lebih baik daripada aku. Bertentangan dengan ucapannya dulu, Frankie akhirnya memutuskan

untuk meneruskan pendidikannya ke perguruan tinggi. Hebatnya,

dia berhasil masuk ITB yang merupakan salah satu perguruan

terbaik di Indonesia. Lebih hebat lagi, dia melakukannya dengan

beasiswa dan sama sekali tidak menggunakan uang orangtuanya.

Aku bangga banget padanya, sampai-sampai aku bela-belain bolos

kuliah dan pulang ke Indonesia demi menghadiri wisudanya (ya,

si sialan itu, meski sempat tidak naik kelas, malah berhasil lulus

lebih dulu daripada aku. Rupanya kalau mau belajar, dia termasuk

orang yang pinter banget).

Di hari wisuda itu aku sempat bertemu dengan Ivan, kakak

Frankie yang pernah menjadi salah satu korban Johan. Jalannya

agak pincang, dan seumur hidup dia tidak pernah bisa aktif di

klub atletik lagi, namun itu sudah jauh lebih baik daripada yang

diharapkan. Yang lebih bagus lagi, Ivan masih berpacaran dengan

Anita. Keduanya tampak baik-baik saja, sebagaimana para mantan

pengurus MOS yang menjadi korban rencana Johan. Namun saat

kami ketemu di wisuda Frankie, Ivan memberitahuku dengan

suara rendah bahwa dia, Anita, juga teman-teman lainnya, tidak241

akan pernah melupakan apa yang telah dilakukan Johan terhadap

mereka. Peristiwa traumatis itu akan tetap membekas di hati mereka seumur hidup.

Baru beberapa hari setelah wisuda, Frankie langsung bekerja di

bengkel baru miliknya?atau lebih tepatnya lagi, miliknya dan

Les. Bengkel itu tidak terlalu besar, namun fasilitasnya lengkap

dan para stafnya terdiri atas montir-montir berpengalaman kenalan Les. Aku tak pernah ragu Frankie bakalan meraih sukses, namun tak urung juga aku salut melihat semua pencapaiannya.

Siapa sangka anak badung tak naik kelas itu kini menjadi bos

bengkel dengan titel S1 bidang teknik mesin?

Soal hubungannya denganku, hmm, sebaiknya kalian jangan

bertanya. Yah, aku suka dia?sebenarnya, aku cinta padanya, tapi

aku ogah banget mengakui hal itu?dan aku tahu dia juga serius

sekali padaku. Tapi sori ya, aku menikmati hidupku saat ini dan

belum punya rencana untuk bertunangan, apalagi menikah dan

punya anak. Sori-sori saja, biarlah itu jadi rencana cewek lain

yang lebih romantis.

Meskipun terlihat baik-baik saja, Tory?kakak Tony yang tampangnya berbahaya itu?mengalami trauma berat akibat dikurung

Johan bersama ular-ular jelek yang mengerikan. Akibatnya, dia

harus dirawat oleh psikiater selama beberapa lama tanpa perlu

dirawat di rumah sakit jiwa (psikiater terakhir yang menyarankan

dia diterapi di RSJ ditonjok olehnya sampai dua gigi depan si

psikiater malang rontok, benar-benar kacau pokoknya). Sebelum

lulus SMA, Markus hanya bisa berusaha sesering mungkin menemui Tory di saat liburan. Tapi begitu lulus, Markus langsung

bergabung dengannya di Vancouver, Kanada. Tanpa banyak membuang-buang waktu, mereka segera menikah. Awalnya aku curiga242

mereka married by accident alias Tory hamil duluan. Namun belakangan ternyata perut kakak Tony itu tetap gepeng-gepeng saja.

Jadi aku melupakan asumsiku yang tanpa bukti itu.

Setelah menjalani program kedokteran yang rasanya seperti tak

selesai-selesai, Markus akhirnya bisa menjadi dokter seperti yang

dicita-citakannya sejak dulu. Namun Tory melupakan keinginannya untuk menjadi psikiater. Sebagai gantinya dia malah jadi

guru bela diri yang cukup beken. Aku tak pernah dekat dengan

Tory, tapi semakin lama aku semakin menyukainya. Yah, siapa sih

yang tidak menyukai cewek yang begitu jujur sampai-sampai

terkesan polos itu?

Seperti yang kusinggung di atas, Les berhasil membuka bengkel bersama Frankie. Di sana dia tetap menjadi bintang idola

para cowok rusak dan cewek-cewek kaya yang menjadi langganan

mereka (cewek-cewek itu tak berani mendekati Frankie tatkala

melihat tampangku yang mirip sosialita banget, yang benar-benar

tak tersaingi oleh cewek biasa deh). Dengan begitu banyak

sumber masalah mengelilinginya, tak heran Les sering terlibat

peristiwa seru bersama sahabatnya, Viktor, yang rada misterius

dan tidak pernah kelihatan. Aku berharap Les segera menemukan

cewek yang bisa mengurusnya, namun sepertinya Les belum

memikirkan hal itu secara serius.

Orang lain yang juga selalu terlibat kasus seru dan menegangkan adalah Inspektur Lukas, tapi yang ini adalah karena pekerjaannya yang semakin sibuk saja. Akibat beberapa kasus yang diusutnya adalah kasus-kasus terkenal, dia jadi sering nongol di televisi.

Pertama kalinya aku menemukan tampang gantengnya di layar

televisi, aku langsung berteriak pada rekan-rekanku sesama pramugari, "Itu kenalanku!" Kesalahan besar, karena setelah itu rekan-243

rekanku segera minta aku memperkenalkan Inspektur Lukas pada

mereka. Setelah itu, aku selalu menjaga mulut emberku baikbaik.

Seperti yang sempat kusinggung tadi, para mantan pengurus

MOS yang dicelakai Johan hingga masuk rumah sakit semuanya

selamat. Tapi, meskipun dunia kedokteran sudah sangat maju,

tidak ada yang bisa menyembuhkan mereka secara total. Suara

Peter akan selalu serak akibat tergantung-gantung dengan tali di

leher selama beberapa waktu, kaki Ivan akan selalu pincang akibat

jatuh dari balkon gym, dan ada luka di dekat telinga Violina lantaran disayat-sayat yang tak bisa disembuhkan oleh operasi plastik. Ronny dan Anita memang berhasil selamat tanpa luka fisik,

namun trauma yang menghantui mereka pun tak pernah sembuh.

Pandu, anak kesayanganku waktu pekan MOS, langsung dibebaskan begitu pelaku kejadian horor saat MOS ketahuan.

Orangtua Pandu sempat mengamuk di sekolah, menuntut ganti

rugi, bahkan memaksa Pandu keluar dari sekolah yang menurut

mereka telah "menelan nyawa murid-muridnya demi kejayaan

sekolah", tapi Pandu yang baik hati berhasil melunakkan hati

mereka. Akhirnya, dia tetap bersekolah di SMA Persada Internasional, mendampingiku saat aku memimpin OSIS, bahkan menjadi

penerusku setelah aku meletakkan jabatan. Aku bangga luar biasa

padanya.

Pak Sal, si kepala sekolah legendaris, tentu saja selamat dari

luka tembak yang dideritanya. Dia berhasil memulihkan reputasi

sekolah yang sempat tercemar lantaran perbuatan Johan, menjadikan sekolah kami tetap berdiri teguh hingga puluhan tahun berikutnya. Berkat insiden penembakan itu, salah satu legenda ter-244

baru mengenai Pak Sal adalah dia tak bakalan bisa mati meski

ditembak berkali-kali. Tentu saja itu tidak benar, tapi tidak ada

yang peduli. Toh seru juga punya kepala sekolah yang memiliki

kemampuan super.

Para anggota tim judo yang menjadi korban di kamp pelatihan

judo yang sempat harus dirawat di rumah sakit juga selamat. Namun, karena terlambat ditangani, luka-luka sayatan di tubuh

mereka tidak pernah bisa benar-benar hilang, dan luka-luka itu

menjadi bukti pengalaman mereka yang traumatis. Seperti para

mantan pengurus MOS, semuanya tidak akan pernah melupakan

kejadian mengerikan yang pernah mereka alami di kamp pelatihan judo. Irwan, seperti yang sudah diduga semua orang, menjadi

penerus ketua klub judo. Meski tidak sekuat Tony, dia berhasil

mempertahankan prestasi klub judo. Tak diduga, Jay, cowok paling lebay di klub judo, tumbuh menjadi cowok yang lebih tangguh dan macho, dan pada akhirnya menjadi salah satu judoka

andalan di setiap pertandingan penting. Namun dia tetap tidak

tertarik pada cewek-cewek cantik yang hobi mengelilinginya dan

sering melirik-lirik cowok yang punya kemiripan dengan

Markus.

Seseorang bernama Asat yang dipanggil Abang di Pontianak

mendapat kiriman pick-up Nissan hasil patungan Tony dan

Markus. Hanya kendaraan seken, tapi masih keren dan bagus

sekali. Menurut cerita Tony, mereka menghancurkan pick-up si

Abang sewaktu di Pontianak. Aku tidak banyak komen lantaran

sibuk memikirkan betapa anehnya nama si Abang.

Benji dan Mila, dua orang yang menjadi alat Johan untuk

mencelakai para pengurus MOS, akhirnya dihukum penjara. Berhubung tidak ada korban yang meninggal, mereka hanya dihu-245

kum selama dua tahun. Terakhir kali aku mendengar berita mereka dari Inspektur Lukas, Benji memeluk agama Scientology dan

menjadi orang yang religius, sementara Mila akhirnya bekerja di

panti asuhan. Kurasa, dia tidak akan pernah melupakan anak

yang pernah diaborsinya itu.

Para pelaku kejahatan di Pontianak juga mengalami nasib yang

tak kalah naas dibanding Benji dan Mila. Linardi, kakak tertua dari

tiga bersaudara pemilik penginapan yang menyeramkan, akhirnya

meninggal dunia di dalam penjara akibat kanker leukemia yang

dideritanya, sedangkan Ailina dan Celina menjalani hukuman

penjara selama setahun. Hukuman mereka lebih ringan dibanding

Benji dan Mila, karena selain perbuatan mereka tidak mengancam

nyawa siapa-siapa?atau belum, karena menurut Tony, kemungkinan

mereka semua akan dilenyapkan Johan saat rencana mereka dianggap berhasil?kurasa hakim juga tergerak saat mendengar nasib

anak-anak yang ditinggalkan orangtua mereka yang melarikan diri

akibat utang itu. Saat berada di penjara, orangtua mereka yang tak

bertanggung jawab akhirnya datang menjenguk mereka. Kudengar

dari Inspektur Lukas, pertemuannya cukup mengharukan, apalagi

saat itu Linardi sedang sekarat. Setelah bebas dari penjara, Ailina dan

Celina kembali ke penginapan tua itu dan tinggal bersama orangtua

mereka dan Bi Atiek si pembantu yang setia?yang juga mengikuti

mereka ke penjara?dan hidup sederhana di sana sambil mengusahakan perkebunan jeruk.

Nasib Bi Ani jauh lebih beruntung, belakangan dia direkrut

oleh Markus untuk mengurus rumah yang ditinggalinya bersama

Tory. Bi Ani jelas kegirangan karena dia sangat menyukai Tory.

Kenapa ada bibi-bibi yang cinta setengah mati pada cewek superaneh itu adalah misteri yang tak bisa kupecahkan.246

Pesuruh Johan yang jelek, hobi mengoleksi golok, dan jelasjelas gila itu akhirnya dikirim kembali ke rumah sakit jiwa. Di

sana dia bercerita panjang lebar soal Johan. Di sana dia membuat

Johan menjadi semacam legenda karena perbuatan si Mr. Psikopat

yang menurutnya sangat heroik. Dengar-dengar, ada sekte baru

yang terbentuk di rumah sakit itu, bernama Johanisme.

Buat yang ingin tahu nasib Jenny Tompel dan Jenny Bajaj,

meski nasib mereka jauh lebih baik daripada sebagian besar

orang-orang yang kuceritakan di atas, dengan menyesal kukatakan

kehidupan mereka tak sebaik yang kita harapkan. Jenny Bajaj

sempat berpacaran dengan cowok ganteng dan tajir luar biasa,

namun cowok itu langsung mendapat perhatian penuh dari Jenny

Tompel. Setelah terjebak dalam cinta segitiga yang melelahkan?

kabarnya cowok itu sempat ubanan lantaran mengurusi kedua

Jenny tersebut?si cowok akhirnya memutuskan untuk masuk

seminari dan memilih menjalani kehidupan selibat seumur hidup.

Trauma banget kali, ya? Sementara itu, persahabatan Jenny

Tompel dan Jenny Bajaj jadi rusak dan tidak pernah pulih

kembali. Dengar-dengar yang satu selalu saling menyabotase

kehidupan yang lain. Yah, sebenarnya aku tak heran-heran amat.

Dua cewek itu memang tidak beres dari dulu.

Yang terakhir, tentu saja, adalah Jenny dan Tony.

Nah, kalau ada di antara kalian yang mengira Johan berhasil

membunuh Tony, kalian salah besar. Kami semua sudah menduga

niat buruk Johan. Sementara aku dan Tory mengambil jarak sejauh mungkin, para cowok beraksi. Tony melilitkan seutas tali di

pinggangnya untuk berjaga-jaga, sementara Frankie dan Markus

memegangi ujung tali yang satu lagi. Les bertugas turun ke lantai

di bawah atap, siap melakukan apa saja yang dituntut keadaan.247

Jadi, pada saat Johan mendorong Tony, Frankie dan Markus

menahan talinya sehingga Tony tidak benar-benar terlempar ke

bawah. Pada saat dia sedang bergelantungan, Les berhasil menariknya ke jendela terdekat.

Kami semua hebat-hebat, bukan?

Tentang kehidupan Jenny setelah itu, tentu saja Jenny lulus

SMA dengan nilai yang lebih bagus daripada aku. Kami berdua

sama-sama melanjutkan ke Monash. Di sini Jenny lebih beruntung, karena Tony kuliah di tempat yang sama dengan kami.
Teror Johan series 4 Karya Lexie Xu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kalau dulu waktu di kelas sepuluh Jenny sering menjadi kambing

congek waktu aku mengajaknya pergi dengan pacar-pacarku, kini

aku harus menerima karmaku. Akulah kambing congeknya, meski

Jenny dan Tony tidak pernah membuatku merasa tersisihkan.

Lulus kuliah, Tony melakukan sesuatu yang tak kami sangkasangka. Dia mendirikan kantor detektif swasta! Aku tidak tahu

apakah usahanya bakalan laku atau tidak, tapi sepertinya dia

senang sekali dengan usahanya itu. Ya sudahlah. Andai dia bangkrut, toh selalu ada Jenny yang bisa menghidupinya. Sahabatku

itu kini bekerja sebagai salah satu CEO di perusahaan ekspor-impor orangtuanya. Cita-citanya pun tercapai, yaitu hidup berdekatan dengan orangtuanya dan mendapatkan penghargaan yang tulus

dari mereka.

Dasar anak haus kasih sayang.

Malam itu, entah kenapa aku memimpikan kejadian itu lagi.

Ya, betul. Maksudku adalah kejadian pada malam di saat Johan

menemui ajalnya. Aku tidak pernah melupakan wajahnya sewaktu

dia meluncur turun dari gedung rumah sakit, wajah yang jelasjelas tidak rela karena harus mati sebelum melaksanakan semua

keinginannya, sementara tangannya menggapai-gapai tanpa hasil.248

Dan bilang saja aku kege-eran, tapi matanya seolah-olah tertancap

padaku. Seolah-olah dia bertekad menghantuiku seumur hidupku.

Aku sering sekali memimpikan kejadian itu seakan-akan peristiwa

itu terjadi berkali-kali padaku.

Setelah menyelamatkan Tony, kami semua sudah kehabisan

tenaga. Kami nyaris tak peduli saat pintu dibuka dan segala macam orang menyerbu masuk. Suara Inspektur Lukas terdengar

berkicau-kicau tak keruan, sementara paramedis meneriakkan

perintah-perintah laksana Chip dan Dale, tupai-tupai supercerewet

yang hobi mengganggu Donald Duck tersebut. Paramedis yang

mengurusku mengatakan sesuatu soal operasi plastik untuk menutupi luka yang sepertinya parah di leherku. Serta-merta aku dan

Frankie berteriak, "Nggak boleh operasi plastik sama sekali!"

Akhirnya setelah diberi balutan di leher yang membuatku

mirip mumi, aku dinyatakan boleh pulang. Jenny, meski mendapat lebih banyak luka dibanding aku, juga tidak menderita sesuatu yang serius. Jadi kami pun memutuskan untuk pulang dan

beristirahat di tempat tidur milik sendiri saja.

Kami membuka pintu utama rumah sakit dan mendapatkan

kilatan cahaya langsung menyerbu kami.

"Jenny Angkasa!" seru seseorang padaku. "Nona yang bernama

Jenny Angkasa?"

"Bukan," sahutku sambil memperketat Jenny dalam rangkulanku. "Dia yang bernama Jenny Angkasa."

Sementara orang yang salah tebak itu tampak kecewa, orangorang lain sudah menyerbu Jenny.

"Jenny Angkasa, bagaimana perasaan Anda waktu terperangkap

dalam pesawat yang dikuasai oleh komplotan pembajak bersenjata

api?"249

"Lo naik pesawat yang ada komplotan pembajak bersenjata

api?" tanyaku kaget.

"Ehmm...."

"Jenny Angkasa, apa yang menginspirasi Anda membelokkan

pesawat ke Malaysia?"

"Lo ngebelokin pesawat?" tanyaku semakin shock saja.

"Ehmm."

"Jenny Angkasa, apakah terpikir oleh Anda, bahwa Anda akan

mengorbankan keselamatan Anda sendiri, saat Anda merebut

detonator bom yang nyaris meledak dari tangan pembajak?"

"Lo ngerebut detonator bom yang nyaris meledak???" teriakku

tak habis mengerti kebodohan sahabatku itu.

"Lho, lo kenapa terkaget-kaget gitu sih? Kan gue udah pernah

cerita, Han."

Oh, iya, aku lupa.

Dari belakang terdengar suara rendah Tony yang bernada mengancam, "Setelah ini, kita harus bicara panjang, dalam, dan lama,

Jen."

"Oke," sahut Jenny, terdengar lemah dan pasrah.

"Jenny Angkasa," seorang wanita cantik mengangkat tangannya,

"apakah Anda keberatan kalau saya menuliskan kisah Anda?"

Wow. Aku tak menyangka Jenny bakalan mendapatkan tawaran

seperti itu?dan melihat tampangnya yang tersipu-sipu, aku tahu

dia sudah siap menolak. Jadi, aku mendahuluinya dengan berteriak, "Oke banget, Tante!"

Saat kami melewati wanita cantik itu, aku bisa mendengarnya

menggerutu, "Tante? Usiaku baru tiga puluh tahun lewat sedikit,

tau!"

Aku tidak memedulikan ocehan tak bermutu itu sama sekali,250

karena ada yang jauh lebih menarik perhatianku. Kini kami melewati tempat yang dikelilingi pita kuning polisi, tempat para

penyidik sibuk melakukan kegiatan mereka. Dari jarak yang tak

terlalu dekat pun aku bisa mencium bau anyir darah. Frankie,

Tony, dan Markus langsung mencoba mendekat, dan kepala mereka langsung digeplak Inspektur Lukas dengan kertas-kertas yang

digunakannya untuk mencatat keterangan kami.

Entah kenapa, aku menoleh ke kerumunan. Dalam gelapnya

malam, aku melihat sosok di tengah kerumunan. Sosok tinggi

berbahu bungkuk, dengan bayangan kacamata yang tampak

jelas.

Johan?

Aku mengerjapkan mataku, dan saat aku melihat ke arah itu

lagi, bayangan itu sudah lenyap.

Dan pada saat itulah aku terbangun dari mimpiku.

Seluruh tubuhku berkeringat dingin. Siapakah sosok yang kulihat dalam mimpiku itu? Johan? Tapi Johan sudah meninggal.

Kami melihatnya dengan mata kepala sendiri, bagaimana dia

jatuh dari atas gedung rumah sakit. Tapi kalau bukan dia, kenapa

sosok itu begitu mirip dengannya?

Hantunya?

Pikiran itu membuatku bergidik. Udara terasa lebih dingin

daripada biasanya. Mendadak kudengar bunyi derak daun jendela

tertiup angin malam. Aneh, aku yakin sekali tadi aku sudah

menutupnya. Kenapa ya, aku sering sekali mengalami kejadiankejadian seperti ini? Seakan-akan aku jadi pelupa, atau ada setan

jail yang ingin mengusiliku.

Aku bangkit dari tempat tidurku dan berjalan mendekati jendela.

Pemandangan di luar terlihat temaram. Kompleks kami sangat251

aman, jadi kami tidak perlu mengkhawatirkan ada maling celana

dalam atau pembunuh yang membawa kapak raksasa. Jendela yang

lupa kututup pun sama sekali tidak mencemaskanku. Tak bakalan

ada yang akan menggangguku. Tak ada sama sekali.

Jantungku serasa berhenti berdetak saat melihat bayangan di

kejauhan itu. Bayangan di balik pagar, tubuh tinggi dengan bahu

bungkuk yang sama dengan yang kulihat pada malam kematian

Johan dan pada setiap mimpiku. Sinar bulan memantul di kacamatanya, dan sesaat terlihat sinar kegilaan di situ.

Kukerjapkan mataku, dan bayangan itu langsung menghilang.

Apakah semua itu hanya khayalan? Aku tidak tahu. Sesekali,

di tengah keramaian, aku selalu mengira aku melihat bayangan

Johan. Meski begitu, tidak ada yang pernah menggangguku lagi.

Jadi, kuasumsikan semua itu hanyalah khayalanku. Johan bukan

seseorang yang unik sekali. Di dunia ini pasti banyak yang memiliki postur tubuh seperti dia, kan? Mungkin, sama seperti orangorang lain yang pernah dicelakai Johan, aku juga mengalami

trauma yang tak ingin kuakui.

Tapi aku tidak pernah benar-benar bisa mengenyahkan pertanyaan itu di dalam hatiku.

Benarkah Johan sudah meninggal?

Ya, kami melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana dia

terjatuh dari atas gedung. Meski kami tidak menyaksikan secara

langsung, kami juga tahu mayatnya hancur berantakan. Polisi

telah menutup kasus ini, dan semua orang hidup dalam damai,

yakin bahwa Johan sudah tak ada di dunia ini lagi. Bahkan

jenazah Johan dan ayahnya pun sudah bertahun-tahun lalu

dikuburkan di sebuah TPU, berdampingan dengan jasad ibunya252

dan Jocelyn, yang kuburnya dipindahkan dari belakang rumah

mereka, agar mereka sekeluarga bisa damai di alam sana.

Tapi, kenyataan itu berkali-kali mengusik pikiranku: justru karena

mayatnya telah hancur berantakan, waktu itu tak ada yang bisa mengonfirmasi, betulkah itu mayat Johan? Polisi tidak membuktikan

hal itu dengan tes DNA karena menganggap itu tak perlu. Toh

banyak saksi mata yang menyaksikan kematian Johan.

Tapi bagaimana kalau Johan, dengan caranya yang tak terduga,

berhasil memalsukan kematiannya?

Aku tidak tahu. Sejauh ini, aku tidak pernah lagi mengalami

hal-hal aneh, selain beberapa penampakan yang mengingatkan

pada Johan namun tak berbahaya. Aku tak punya alasan untuk

mencurigai Johan tetap hidup. Tapi keraguan itu, meski sedikit,

selalu ada di sudut hatiku. Keraguan yang membuatku selalu berhati-hati, di mana pun aku berada. Keraguan yang membuat hidupku tak pernah benar-benar tenang, meski semua hal dalam

kehidupanku berjalan dengan lancar.

Tapi aku tidak pernah mengatakan keraguan itu pada siapa

pun. Tidak pada Jenny, tidak pada Frankie, apalagi pada temanteman yang lain. Aku juga tidak pernah berusaha mencari tahu,

apakah Johan benar-benar sudah mati atau tidak, meski itu setidaknya akan membuatku lebih lega.

Kurasa, aku sendiri pun tak ingin tahu jawabannya.Hai, Lexsychopaths!

Dari lubuk hati yang terdalam, saya mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya untuk kalian yang sudah memilih tetralogi

JOHAN SERIES dari rak buku. Terima kasih sudah mengikuti

perjalanan Jenny dan teman-temannya dari awal hingga akhir.

Harapan saya cuma satu, yaitu saya nggak mengecewakan kalian

semua!

Pada buku terakhir JOHAN SERIES ini, saya akan menceritakan sedikit pengalaman saya menuliskan serial ini. Yuk, kita intip

kisah-kisah di balik penulisan JOHAN SERIES! ^^

Kisah pertama, OBSESI

Sudah lama saya punya ide untuk menuliskan kisah tentang tiga

cewek yang memiliki nama yang sama dengan kepribadian

berbeda. Salah satunya sudah pasti bakalan diberi julukan si Bajaj,

yang terkenal lantaran punya pengalaman dilindas bajaj.

Pengalaman keren ini saya ambil dari pengalaman sepupu saya

Behind the Storyyang sama sekali nggak drama queen seperti Jenny Bajaj. Sebaliknya, saat menceritakan insiden yang dialaminya ini, sepupu saya

cuma ketawa-ketiwi.

Sudah lama juga saya punya ide untuk menuliskan dua cewek

yang bersahabat dan naksir cowok yang sama (si cewek cupu lebih disukai oleh cowok tersebut daripada si cewek cantik dan

populer). Tadinya saya pikir akan menulis cerita cinta Metropop?si cewek cupu akan bertemu lagi dengan cowok ganteng

tersebut belasan tahun kemudian, saat bekerja di perusahaan yang

sama.

Tapi rupanya takdir berkata lain. Buat kalian yang belum tahu,

saya memiliki seorang anak yang super-duper-lucu bernama Alexis

Maxwell. Dialah yang mengilhami saya untuk menggubah semua

ide di atas menjadi sebuah kisah thriller yang menakutkan. Alexis

mengajak saya main game horor setiap malam! Sekarang saya bisa

ketawa-ketiwi saat menceritakannya, tapi pada waktu kejadian,

saya benar-benar ngeri banget, sampai kadang kepingin menangis

saking takutnya.

Dasar nggak mau rugi, saya pun menuangkan semua ketakutan

saya dalam sebuah cerita yang, saya harap, bisa bikin orang lain

sama takutnya dengan saya waktu itu (hahahahaha, gotcha!). Jadi

bisa dibilang kalian semua adalah korban kejahatan saya (sekali

lagi, hahahahahaha!).

Anyway, berhubung kisah Obsesi dan sekuel-sekuelnya terjadi

gara-gara Alexis, maka setiap buku dari JOHAN SERIES saya

persembahkan untuk anak kesayangan saya ini. Itulah sebabnya

kalian bisa menemui nama Alexis di halaman depan setiap buku

saya. ^^Sekuel dengan judul heboh, PENGURUS MOS HARUS

MATI

Saya suka banget film John Tucker Must Die. Buat kalian yang

belum tahu, John Tucker Must Die adalah cerita tentang cowok

playboy yang hobi punya beberapa pacar sekaligus. Para pacar itu

akhirnya tahu mereka diselingkuhi, lalu berkomplot untuk mencelakai John Tucker. Ceritanya kocak habis deh! Meski cerita yang

saya tulis sama sekali nggak ada mirip-miripnya dengan kisah

dalam film itu, saya pun terinspirasi untuk menggunakan judul

yang mirip. Jadilah Pengurus MOS Harus Mati alias PMHM.

Pada saat selesai menulis Obsesi, saya tidak berpikir untuk

menulis sekuelnya (meski tak menutup kemungkinan untuk itu),
Teror Johan series 4 Karya Lexie Xu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan pada saat mulai menulis PMHM, saya tidak berminat menulis kisah tentang Hanny. Sedangkan ide untuk menulis tentang

Frankie sudah lama ada, si cowok bengal yang nggak naik kelas

tapi punya kedewasaan di atas rata-rata. Hanya saja cerita yang

saya bayangkan untuk Frankie adalah kisah romantis, bukannya

kisah thriller seperti ini. Namun, ide soal MOS muncul dan

adegan-adegan seram pun berkelebat lagi, diikuti oleh aksi-aksi

yang hanya bisa dilakukan oleh seorang Hanny. Jadi tahu-tahu

saja sekuel Obsesi nongol. ^o^

Pada saat menuliskan adegan terakhir PMHM-lah saya terpikir

untuk menuliskan Permainan Maut, jadi saya pun menyisipkan

adegan tentang Markus yang menelepon Hanny. Kebetulan dari

awal saya sengaja tidak memunculkan Markus dan Tony (sebenarnya karena tidak ingin mereka mencuri perhatian dari tokoh

utama PMHM yaitu Hanny dan Frankie), jadi perubahan ini

tidak terlalu banyak.

Soal lima kisah horor, semuanya murni karangan si penulisyang gampang ketakutan dan hobi ngajak orang lain ketakutan

juga. Tapi harus saya akui bahwa lima kisah horor ini diilhami

oleh sekolah-sekolah di Jepang yang selalu punya "Tujuh

Keanehan di Sekolah".

Omong-omong, sekolahmu punya kisah horor nggak?

PERMAINAN MAUT dan Tory Senjakala

Seperti biasa, ide lamalah yang nongol di sini lagi. Sudah lama

saya punya ide untuk mengadaptasi tokoh Kiriko Yabe dalam

manga Harlem Beat karya mangaka Nishikawa Yuriko. Cewek

yang tadinya cantik dan cerdas, tapi menjadi brutal lantaran kondisi sulit yang terus-menerus melandanya. Lalu, hati mereka yang

tadinya keras melembut kembali saat dicintai cowok yang mau

menerima mereka apa adanya. Dengan begitu, lahirlah Tory

Senjakala.

Permainan Maut saya tulis saat saya sedang mengunjungi kota

Pontianak. Sudah belasan tahun sejak terakhir kali saya kembali

ke kota kelahiran saya ini, jadi keluarga dan sanak saudara yang

tinggal di sana sering menceritakan kondisi kota Pontianak pada

saya dan mengajak saya bernostalgia tentang masa kecil saya (juga

masa kecil mereka). Itulah sebabnya saya mengetahui fakta soal

buaya-buaya di Sungai Kapuas dan bagaimana mereka menyukai

rumah penjagalan. Dan soal kambing yang digantung, pengalaman itu dialami sendiri oleh adik laki-laki saya (sama seperti

Tony, adik saya juga mengira itu persembahan untuk dewa).

Permainan Maut sengaja saya tulis dari tiga sisi yaitu dari Tony,

Markus, dan Tory. Sebuah tantangan besar bagi saya untuk menulis dari sisi tiga orang yang berbeda, dua di antaranya adalahcowok yang sangat berbeda karakter. Saya harap saya bisa membuat kalian menyadari betapa berbedanya Tony dan Markus.

^^v

TEROR, the Final Battle

Menulis Teror adalah yang paling sulit dari semuanya. Maklumlah, meski sering merasa diri sendiri rada psikopat, saya tetap

bukan tandingan Johan. Menyelami pikiran Johan dalam prolog

saja sudah susah setengah mati, terutama bagaimana hubungannya

dengan Jocelyn dan bagaimana Jocelyn sering mengambil alih

pikirannya. Menciptakan berbagai adegan teror yang dihujani

Johan pada tokoh-tokoh utama juga banyak menguras pikiran

saya. Cuma orang yang kurang kerjaan seperti Johan yang mau

bersusah payah bikin rencana yang memusingkan hanya demi

dendam pribadi.

Yang paling seru dari menulis Teror tentunya adalah menulis

dari sisi setiap tokoh utama yang kepribadiannya berbeda satu

sama lain. Jenny yang kepercayaan dirinya rendah banget dan

selalu memikirkan orang lain; Hanny yang narsisnya nggak kirakira dan egois banget; Tony yang kekanak-kanakan tapi punya

jiwa kepemimpinan yang tinggi; Frankie yang nggak suka diperintah dan selalu siap eksyen; Markus yang dewasa, pengalah, dan

romantis; serta Tory yang tetep sok jagoan meski dalam kisah kali

ini dia harus mengalami trauma mendalam gara-gara Johan. Dan

tentu saja, masih ada Leslie Gunawan yang merupakan tokoh favorit saya di serial JOHAN SERIES ini. ^^

Jujur saja, saat menulis Teror, saya bisa merasakan karakterkarakter ini hidup di sekeliling saya, menemani saya bagaikanhantu-hantu ramah dan menyenangkan (seperti Casper, tapi lebih

cakep), menguasai saya bagaikan kepribadian Jocelyn menguasai

jiwa Johan. Serem ya? Yaaah, penulis seperti apa sih yang kalian

harapkan untuk menuliskan kisah-kisah seperti ini? Jelas bukan

manusia normal, kan? ^o^

Soal ending, meski intinya memang sama persis dengan ide

yang pertama kali saya tuliskan, ada beberapa revisi berkat masukan dari kalian juga. Banyak yang menanyakan, "Gimana nasib

Benji? Terus, bagaimana dengan Ailina dan saudara-saudaranya?

Jenny Bajaj dan Jenny Tompel mati nggak?" Jadilah saya menambahkan bagian tentang ending untuk setiap orang. Terima kasih

ya, untuk masukan-masukannya! ^^

Tetralogi JOHAN SERIES

Sebagian besar kisah di JOHAN SERIES terjadi di perumahan

Hadiputra Bukit Sentul. Nama ini sudah ada dalam pikiran saya

bahkan sejak Bukit Sentul belum berubah nama menjadi Sentul

City. Dalam dunia fiksi Lexie Xu, Hadiputra Bukit Sentul adalah

tempat yang sering menjadi sasaran para psikopat, tempat terjadinya banyak kriminalitas, sekaligus tempat tinggal para tokoh

utama yang ganteng-ganteng dan cantik-cantik (meski bagi saya

ukuran ganteng dan cantik itu relatif. Contohnya, bagi Tony,

Jenny adalah cewek paling cantik di dunia, padahal bagi banyak

orang lain, Jenny itu biasa banget, bahkan berkesan membosankan. Sedangkan bagi Hanny, Frankie itu gantengnya luar biasa,

sementara bagi orang lain Frankie malah lebih berkesan menakutkan. Belum lagi Tory yang dihindari banyak orang ternyata jadi

cewek yang diperjuangkan setengah mati oleh Markus).Meski lokasinya di daerah Sentul, pemandangan yang saya bayangkan di sana, selain pemandangan luar kota yang menyegarkan,

adalah pemandangan di Karawaci zaman masih sepi banget.

Kenapa serial ini dinamai JOHAN SERIES? Alasannya adalah,

setiap buku memiliki tokoh utama sendiri, tapi otak kejahatan

dari setiap kejadian hanya satu: JOHAN. Lagi pula, namanya

jauh lebih mengerikan daripada Jenny Series atau Obsesi

Series, kan? ^^

Nama Johan yang serem banget saya ambil dari manga Monster

karya mangaka Urasawa Naoki. Dalam komik Jepang tersebut,

ada sebaris kalimat yang sering terngiang-ngiang dalam kepala

saya. "Johan adalah nama yang bagus." Nama yang mengerikan,

sebenarnya, karena dalam kisah tersebut, Johan adalah psikopat

yang sangat berbahaya.

Sayang sekali, nama ini muncul belakangan, tepatnya setelah

PMHM terbit, sehingga nggak ada tulisan "JOHAN SERIES" di

setiap buku. Lagi pula, saya sendiri nggak pede setiap buku JOHAN

SERIES lolos untuk diterbitkan. Setelah semua sudah di-approved

oleh editor, barulah saya berani mengumumkan namanya.

Nah, begitulah cerita asal-usul JOHAN SERIES. Semoga kalian semua senang dengan serial ini. Bagi yang masih kepingin

membaca karya-karya Lexie, nggak usah khawatir, karena saya

nggak akan berhenti menulis hanya karena JOHAN SERIES

tamat. Doakan supaya perjalanan naskahnya lancar, mulai dari

terciptanya kalimat pertama hingga menjadi sebuah buku, oke?

Thank you very much! Love you all!

xoxo,

LexieHai, Lexsychopaths!

Di balik setiap karakter utama dalam Johan Series , pasti ada

satu orang atau lebih yang menginspirasi saya untuk menciptakan

mereka. Siapa saja mereka?

Jenny Angkasa

Karakter Jenny diambil dari Jennifer Garner yang merupakan tipe

girl-next-door yang sederhana, cantik bahkan tanpa riasan, dan

smart-looking. Jenny cewek yang sadar banget dengan kekurangan-kekurangan dirinya sekaligus menutup mata terhadap kelebihan-kelebihannya sendiri. Rendahnya kepercayaan diri Jenny

membuatnya gampang ditindas, tapi justru kekurangan itu juga

yang menjadikannya supersabar, baik terhadap Hanny sahabatnya

yang egois banget maupun terhadap Jenny Bajaj dan Jenny TomBehind the Characterspel yang sering bikin orang-orang emosi tingkat dewa. Kesabaran

ini juga yang sangat dibenci Johan dan dianggap sebagai sifat

lembek dan sok baik yang menjijikkan.

Tony Senjakala

Karakter Tony terinspirasi dari Ken Zhu yang selalu ceria, identik

dengan rambut panjang dan gigi putih bersinar. Tony orang yang

selalu berpikiran positif. Dia selalu mensyukuri (dan rada bangga)

dengan kelebihan-kelebihan yang dimilikinya, dan menganggap

dirinya sangat beruntung karena semua itu. Kenyataannya, dia

tumbuh besar dengan ditindas kakaknya yang jail, membuatnya

menjadi cowok yang tahan banting, panjang akal, dan cepat bertindak. Justru karena ketiga kelebihan terakhir inilah dia selalu

dipandang sebagai pemimpin oleh teman-temannya. (Dia kira dia

dianggap pemimpin karena paling ganteng, tapi mana ada cowok

yang mau milih cowok yang cuma modal tam-pang sebagai pemimpin mereka?)

Hanny Pelangi

Karakter Hanny diinspirasikan oleh siapa lagi kalau bukan

Scarlet O?Hara dari novel klasik Gone with the Wind? Bisa dibilang saya tergila-gila pada karakter ini dan berharap suatu saat

bisa menciptakan karakter cewek rese dan bejat yang bisa meraih

simpati pembaca. Hanny tidaklah bejat, tetapi dia egois dan narsis banget. Di dunia ini, cewek yang bisa bertahan dengan kenarsisannya hanyalah Jenny Angkasa dan cowok yang bisa cuek dengan sifat jeleknya (bahkan menertawakannya) hanyalah FrankieCahyadi. Orang-orang lain sih lebih memilih jauh-jauh dari cewek yang memang mengintimidasi ini.

Oh ya, cewek yang cocok sebagai Hanny adalah Kristen Bell

yang jutek dan angkuh, imut banget, pantas berambut pendek

maupun panjang.

Frankie Cahyadi

Karakter Frankie saya ambil dari sosok Jerry Yan yang macho banget. Orangnya terlihat cuek dan seenaknya, tapi sesungguhnya

dia punya jalan pikiran yang berbeda dengan anak-anak lain karena kondisi keluarganya yang unik. Frankie selalu sengaja menentang otoritas, tidak suka pada orang kaya dan berkuasa, serta

membenci ketidakadilan. Sebaliknya, dia bersimpati pada orangorang miskin dan tidak segan-segan membela orang-orang yang

diperlakukan secara tidak adil. Meski begitu, dia menyembunyikan

sisinya yang serius dengan menampilkan tampang cengengesan

dan cuek, yang membuat niat baiknya sering disangka buruk.

Tory Senjakala

Karakter Tory diinspirasikan oleh Kiriko Yabe yang hobi menindas anak-anak tim basket dalam manga Harlem Beat karya mangaka Nishikawa Yuriko. Tory cewek yang kuat dan mandiri serta

tidak segan-segan menunjukkan kedua sifat itu dengan menindas

orang-orang di sekitarnya. Meski begitu, di balik penampilan sok

tegar itu, Tory berhati sensitif. Itulah sebabnya, meski hobi menindas orang, dia juga selalu berusaha membela kebenaran. Akibatterlalu sering dikecewakan oleh orang-orang yang disayanginya,

Tory tidak percaya orang seperti dirinya bisa dicintai.

Imej yang cocok untuk Tory adalah Taylor Swift yang tinggi,

kurus, dan fearless.

Markus Mann

Karakter Markus saya ambil dari Vanness Wu yang, meski bukan

bule, merupakan kelahiran Amerika Serikat dan mahir berbahasa

Inggris. Markus orang yang tenang, sabar, dan dewasa. Markus

memperlakukan segala hal?mulai dari teman, cewek, penampilan,

hingga pelajaran di sekolah?dengan telaten dan serius, membuatnya jadi anak yang berprestasi, cowok yang digandrungi

cewek-cewek, dan sahabat yang sangat dihargai Tony dan Jenny.

Dia juga low-profile dan tidak suka menonjolkan diri, mendukung

setiap kenakalan Tony sambil mengawasi sekeliling mereka, dan

baru tampil pada saat Tony membutuhkan bantuannya.

Johan, the creepy yet charming psychopath

Awalnya karakter Johan saya buat sendiri, hanya dengan mengandalkan imajinasi seseram-seramnya (hahaha). Tapi lalu banyak

yang mulai bertanya-tanya, Johan itu kayak apa sih, dan saya pun

ikut bertanya-tanya (dasar penulis o?on). Saat nonton film Gantz

dan melihat aktor yang memerankan karakter Nishi yaitu Kanata

Hongo, saya pun langsung berpikir, "Itu dia! Itu Johan!"

Johan adalah cowok yang dibesarkan dalam situasi yang mengenaskan. Banyak orang tumbuh besar dengan baik meski sudah

melalui berbagai tragedi dan kemalangan, tetapi Johan adalahpsikopat yang tidak punya hati nurani, suka menyalahkan orang

lain untuk kesalahannya sendiri, dan merasa ketidakadilan itu

harus dibalas. Johan tidak mengenal kebaikan hati, pengampunan,

dan perbuatan tanpa balas jasa. Kasih sayang ayahnya dianggapnya

tidak cukup, kebaikan hati Jenny dianggapnya munafik, dan kesempatan kedua yang diterimanya untuk memulai hidup baru

malah digunakannya untuk merencanakan pembalasan gila-gilaan.

Intinya, bertemu seseorang seperti Johan adalah mimpi buruk

bagi kita semua.

xoxo,

Tamat


Teror Johan series 4 Karya Lexie Xu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Joko Sableng 20 Geger Topeng Sang Night In Turkistan Karya Najib Al Jiwa Remaja Karya Yos Guwano

Cari Blog Ini